13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HEMODIALISIS
1. Definisi
Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh yang biasa
kita sebut cuci darah atau pembersihan darah dengan menggunakan mesin atau
ginjal buatan, dari zat-zat yang konsentrasinya berlebihan di dalam tubuh. Zat-
zat tersebut dapat berupa zat yang terlarut dalam darah, seperti toksin ureum
dan kalium atau zat pelarutnya yaitu air atau serum darah (Suwitra, 2006).
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada klien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau klien dengan penyakit ginjal stadium akhir
(ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen (Suharyanto,
2009).
2. Tujuan
Tujuan dilakukan terapi hemodialisis yaitu untuk menurunkan
kreatinin dan zat toksik yang lainnya dalam darah, Hemodialisis juga bertujuan
untuk menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan cairan dan
ketidak seimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien penyakit ginjal tahap
akhir (Markum, 2006) .
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
14
3. Indikasi
Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang
memerlukan terapi dialisis jangka pendek atau pasien dengan gagal ginjal tahap
akhir yang memerlukan terapi jangka panjang / permanen (Smeltzer et al.
2008). Indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita gagal ginjal adalah: 1)
Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15ml/menit; 2) Hiperkalemia; 3) Kegagalan
terapi konservatif; 4) Kadar ureum lebih dari 200mg/dl; 5) Kelebihan cairan; 6)
Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali.
4. Peralatan Hemodialisis
Peralatan Hemodialisis meliputi mesin hemodialisis, dialiser dan dialisat:
a. Mesin Hemodialisis
Mesin hemodialisis merupakan perpaduan dari komputer dan
pompa, yang mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor. Pompa
dalam mesin hemodialisis berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke
dialiser dan mengembalikan kembali ke tubuh (homas, 2003). Mesin
hemodialisis dilengkapi dengan monitor dan parameter kritis, diantaranya
memonitor kecepatan dialisat dan darah, konduktivitas cairan dialisat,
temperatur dan pH, aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi
vital lainnya. Mesin Hemodialisis juga mengatur ultrafiltrasi, mengatur
cairan dialisat, dan memonitor analisis dialisat terhadap kebocoran serta
dilengkapi detektor udara ultrasonic untuk mendeteksi udara atau busa
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
15
dalam vena (Thomas, 2003). Sistem monitoring sangat penting untuk
efektifitas proses dialisis dan keselamatan pasien.
b. Dialiser atau ginjal buatan
Dialiser adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung,
tempat terjadinya pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat.
Dialiser merupakan kunci utama proses hemodalisis, karena yang
dialakukan oleh dialiser sebagian besar dikerjakan oleh ginjal yang normal.
Dialiser terdiri dari 2 kompartemen masing-masing untuk cairan dialisat
dan darah. Kedua kompartemen dipisahkan membran semipermeabel yang
mencegah cairan dialisat dan darah bercampur jadi satu (Lemone & Burke
2008).
c. Dialisat
Dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari
serum norml yang dipompakan melewati dialiser ke darah pasien (Thomas
& Smith, 2003). Komposisi cairan dialisat diatur sedemikian rupa sehingga
mendekati komposisi ion darah normal dan sedikit dimodifikasi agar dapat
memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pasien ESRD. Dialisat dibuat
dengan mencampurkan konsentrat elektrolit dengan buffer (bikarbonat) dan
air murni. Dialisis terdiri dari dialisat astat dan dialisat bikarbonat. Dialisat
asetat terdiri dari jumlah sodium, kalsium, magnesium, kalim, klorida dan
sejumlah kecil asam asetat. Dialiasat asetat dipakai untuk mengoreksi
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
16
asidosis dan mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama
hemodialisis. Sementara itu dialisat bikarbonat terdiri dari larutan asam dan
larutan bikarbonat. Dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun
relatif tidak stabil (kallenbach, 2005). Merekomendasikan unit dialisis
menggunakan dialisat bikarbonat untuk mengurangi komplikasi.
5. Proses Hemodialisis
Ginjal buatan (Dialyzer), mempunyai 2 kompartemen, yaitu
kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Kedua kompartemen
tersebut, selain dibatasi oleh membran semi-permeabel, juga mempunyai
perbedaan tekanan yang disebut sebagai trans-membranpressure (TMP)
(Swartzendruber et al, 2008). Selanjutnya, darah dari dalam tubuh dialirkan
kedalam kompartemen darah, sedangkan cairan pembersih (dialisat),
dialirkan ke dalam kompartemen dialisat. Pada proses hemodialisis, terjadi
2 mekanisme yaitu, mekanisme difusi dan mekanisme ultrafiltrasi.
Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang zat-zat terlarut dalam
darah (blood purification), sedangkan mekanisme ultrafiltrasi bertujuan
untuk mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh (volume control) (Roesli,
2006). Kedua mekanisme dapat digabungkan atau dipisah, sesuai dengan
tujuan awal hemodialisisnya. Mekanisme difusi terjadi karena adanya
perbedaan konsentrasi antara kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Zat-zat terlarut dengan konsentrasi tinggi dalam darah, berpindah
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
17
dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat, sebaliknya zat-zat
terlarut dalam cairan dialisat dengan konsentrasi rendah, berpindah dari
kompartemen dialisat ke kompartemen dialisat.
Proses difusi ini akan terus berlangsung hingga konsentrasi pada
kedua kompartemen telah sama. Kemudian, untuk menghasilkan
mekanisme difusi yang baik, maka aliran darah dan aliran dialisat dibuat
saling berlawanan (Rahardjo et al, 2006). Kemudian pada mekanisme
ultrafiltrasi, terjadi pembuangan cairan karena adanya perbedaan tekanan
antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Tekanan hidrostatik
akan mendorong cairan untuk keluar, sementara tekanan onkotik akan
menahannya. Bila tekanan di antara kedua kompartemen sudah seimbang,
makamekanisme ultrafiltrasi akan berhenti (Suwitra, 2006).
6. Dosis hemodialisis dan kecukupan dosis Hemodialisis
a. Dosis Hemodialisis
Dosis Hemodialisis yang diberikan pada umumnya sebanyak 2
kali seminggu dengan setiap Hemodialisis selama 5 jam atau 14
sebanyak 3 kali seminggu dengan setiap hemodialisis selama 4 jam
(Suwitra, 2006). Lamanya hemodialisis berkaitan erat dengan efisiensi
dan adekuasi hemodialisis, sehingga lama hemodialisis juga dipengaruhi
oleh tingkat uremia akibat progresivitas perburukan fungsi ginjalnya dan
faktor-faktor komorbiditasnya, serta kecepatan aliran darah dan
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
18
kecepatan aliran dialisat (Swartzendruber et al, 2008). Namun demikian,
semakin lama proses hemodialisis, maka semakin lama darah berada
diluar tubuh, sehingga makin banyak antikoagulan yang dibutuhkan,
dengan konsekuensi sering timbulnya efek samping (Roesli, 2006).
b. Kecukupan Dosis Hemodialisis
Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan
adekuasi hemodialisis. Adekuasi hemodialisis diukur dengan
menghitung urea reduction ratio (URR) dan urea kinetic modeling
(Kt/V). Nilai URR dihitung dengan mencari nilai rasio antara kadar
ureum pradialisis yang dikurangi kadar ureum pasca dialisis dengan
kadar ureum pasca dialisis. Kemudian, perhitumgan nila Kt/V juga
memerlukan kadar ureum pradialisis dan pasca dialisis, berat badan
pradialisis dan pascadialisis dalam satuan kilogram, dan lama proses
hemodialisis dalam satuan jam. Pada hemodialisis dengan dosis 2 kali
seminggu, dialisis dianggap cukup bila nilai URR 65-70% dan nilai
Kt/V 1,2-1,4 (Swartzendruber et al, 2008).
B. KOMPLIKASI INTRADIALISIS
1. Definisi
Komplikasi hemodialisis dapat disebabkan oleh karena penyakit yang
mendasari terjadinya penyakit ginjal kronik tersebut atau oleh karena proses
selama menjalani hemodialisis itu sendiri. Sedangkan komplikasi akut
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
19
hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama proses hemodialisis
berlangsung (Rahardjo et al, 2006). Menurut Daugirdas et al, (2007)
Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang terjadi saat pasien
menjalani hemodialisis, komplikasi yang umum terjadi saat pasien menjalani
hemodialisis adalah hipotensi, kram, mual, dan muntah, heasache, nyeri dada,
nyeri punggung, gatal, demam dan menggigil.
Komplikasi intradialisis lainnya yang mungkin terjadi adalah
hipertensi intradialisis dan disequlibrium syndrome yaitu kumpulan gejala
disfungsi serebral terdiri dari sakit kepala, pusing, mual, muntah, kejang,
disorientasi sampai koma, Daugirdas et al (2007) menyebutkan juga bahwa
komplikasi intradialisis lain yang biasa dialami pasien hemodialisis kronik
adalah aritmia, hemolisis, dan emboli udara. Berikut ini akan menguraikan
meliputi: hipotensi, kram, mualdan muntah, pusing, nyeri dada, nyeri
punggung, gatal, demam, menggigil, hipertensi, disequlibrium syndrome,
aritmia, hemolisis, dan emboli udara.
a. Hipotensi intradialisis
Menurut shahgholian et al, (2008) Hipotensi Intradialisis adalah
penurunan tekanan darah sistolik > 30% atau penurunan tekanan diastolik
sampai di bawah 60 mmHg yang terjadi saat pasien menjalani
hemodialisis, disebabkan oleh karena penurunan volume plasma, disfungsi
otonom, vasodilatasi karena energi panas, obat anti hipertensi.
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
20
Penyebab dari Hipotensi intradialisis (IDH) adalah multifaktorial.
Pada satu sisi, kondisi pasien dapat mencetuskan penurunan tekanan darah
selama hemodialisis; Umum, komorbid seperti diabetes dan kardiomiopati,
anemia, large interdialytic weight gain (IDWG), penggunaan obat-obat
antihipertensi. Pada sisi lain, faktor-faktor yang berhubungan dengan
dialisis itu sendiri dapat berkontribusi terhadap instabilitas hemodinamik:
sesi hemodialisis yang pendek, laju ultafirasi yang tinggi, temperatur
dialisat yang tinggi, konsentrasi sodium dialisat yang rendah, inflamasi
yang di sebabkan aktivasi dari membran dan lain-lain. Faktor yang
kelihatannya dominan dari kejadian IDH ini adalah berkurangnya volume
sirkulasi darah yang agresif, dikarenakan ultrafiltrasi, penurunan osmolitas
ekstraseluler dengan cepat yang berhubungan dengan perpindahan sodium,
dan ketidakseimbangan antara ultrafiltrasi dan plasma refilling.
b. Kram otot
Kram otot terjadi pada 20% pasien hemodialisa, penyebabnya
idiopatik namun diduga karena kontraksi akut yang dipicu oleh
peningkatan volume ekstraseluler. Intradialytic muscle craping, biasa
terjadi pada ekstrimitas bawah (Holley et al, 2007).
Kram otot adalah kontraksi yang terus menerus yang dialami oleh otot
atau sekelompok otot dan mengakibatkan rasa nyeri. penyebab kram adalah
otot yang terlalu lelah, kurangnya pemanasan serta peregangan, adanya
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
21
gangguan sirkulasi darah yang menuju ke otot sehingga menimbulkan
kejang (Parkkari et al. 2001). Beberapa hal yang dapat menimbulkan kram
antara lain adalah :
1. Kelelahan otot saat berolahraga sehingga terjadi akumulasi sisa
metabolik yang menumpuk berupa asam laktat kemudian merangsang
otot/ saraf hingga terjadi kram.
2. Kurang memadainya pemanasan serta pendinginan sehingga tubuh
kurang memiliki kesempatan untuk melakukan adaptasi terhadap
latihan (Parkkari et al. 2001).
c. Pusing (headache)
Teta 2007 menyebutkan bahwa frekuensi sakit kepala saat dialisis
adalah 5% dari keseluruhan prosedur hemodialisis. Penelitian menunjukan
bahwa migren akibat gangguan vaskuler dan tension headache adalah dua
tipe sakit kepala yang dialami oleh paisen saat hemodialisis.
Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:
1. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada
infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik),
gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan
hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio
serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
22
2. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi
(migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
3. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan
kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
4. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,
penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema
serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat
sekali.
d. Nyeri dada
Daugirdas, et al (2007) menyebutkan bahwa nyeri dada hebat saat
hemodialisis frekuensinya adalah 1-4%. Nyeri dada saat hemodialisis
terjadi akibat penurunan hemotokrit dan perubahan volume darah karena
penarikan cairan.
e. Demam
FMNCA (2007) mengidentifikasikan demam selama hemodialisis
sebagai peningkatan suhu tubuh selama hemodialisis lebih dari 0.5° C atau
suhu rectal atau aksila selama dialisis lebih dari 38° C. Mayoritas (70%)
reaksi febris berhubungan dengan infeksi akses vaskuler, perkemihan dan
pernafasan. Demam selama hemodialisis juga berhubungan dengan jenis
dialisat yang digunakan dan reaksi hipertensifitas.
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
23
Mekanisme demam terjadi ketika pembuluh darah disekitar
hipotalamus terkena pirogen eksogen tertentu (seperti bakteri) atau
pirogen endogen (Interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor)
sebagai penyebab demam, maka metabolit asam arakidonat dilepaskan
dari endotel sel jaringan pembuluh darah. Metabolit seperti prostaglandin
E2, akan melintasi barrier darah-otak dan menyebar ke dalam pusat
pengaturan suhu di hipotalamus, yang kemudian memberikan respon
dengan meningkatkan suhu.
f. Hipertensi intradialisis
Terjadinya hipertensi saat hemodialisis lebih sering terjadi akibat
peningkatan tahanan perifer. Penelitian oleh Landry, et al (2006)
menunjukan bahwa pada pasien yang mengalami hipertensi tejadi
peningkatan tahanan perifer vaskuler resitence (PVR) yang signifikan.
Peningkatan resistensi vaskuler dapat dipicu oleh kelebihan cairan
pradialisis juga akan meningkatkan resistensi vaskuler dapat vaskuler.
Akibatnya curah jantung meningkat, menyebabkan peningkatan tekanan
darah selama dialisis.
Pembuluh darah di tubuh manusia terdiri dari 3 jenis yaitu pembuluh
darah arteri, vena dan kapiler. Pembuluh darah arteri dan vena dibagi
menjadi 3 jenis yaitu pembuluh darah dengan diameter besar, sedang dan
kecil. Pembuluh darah arteri yang juga disebut sebagai pembuluh nadi
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
24
terdiri atas aorta, arteri dan arterioli berdasarkan ukurannya. Sedangkan
pembuluh darah vena (pembuluh balik) terdiri atas vena cava, vena dan
venula berdasarkan ukurannya. Pembuluh darah arteri mengalirkan darah
secara aktif sebab dinding pembuluh darahnya lebih tebal, elastis,
memiliki sel otot polos dan jika pembuluh terluka maka darah akan
memancar. Sedangkan aliran darah pada vena berkebalikan dengan arteri.
Salah satu mekanisme penyebab hipertensi telah dideskripsikan
sebagai akibat tingginya output kerja jantung yang terjadi akibat
penurunan resistensi vascular perifer dan stimulasi jantung bersamaan
dengan hiperaktivitas adrenergic serta perubahan homeostasis kalsium.
Mekanisme kedua menjelaskan bahwa hipertensi terjadi akibat manifestasi
penurunan cardiac output atau cardiac output normal namun resistensi
vaskuler meningkat akibat peningkatan vasoreaktivitas. Mekanisme lain
bisa jadi disebabkan akibat peningkatan reabsorpsi garam dan air (akibat
sensitivitas garam) oleh ginjal, dimana akan mengakibatkan peningkatan
volume darah yang bersirkulasi.
C. SATURASI OKSIGEN (SaO2)
1. Definisi
Saturasi Oksigen adalah persentasi hemoglobin yang berikatan dengan
oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95-100 %.Dalam
kedokteran, oksigen saturasi (SO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
25
mengukur persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran
darah. Pada tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian besar hemoglobin
terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses pendistribusian darah beroksigen
dari arteri ke jaringan tubuh (Hidayat, 2007). Menurut Potter & Perry, (2006)
Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen adalah jumlah oksigen yang
masuk ke paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi, dan kapasitas hemoglobin
dalam membawa oksigen.
Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis)
saturasi oksigen meningkat menurut kurva disosiasi hemoglobin – oksigen dan
pendekatan 100% pada tekanan parsial oksigen > 10 kPa. Saturasi oksigen atau
oksigen terlarut (DO) adalah ukuran relatif dari jumlah oksigen yang terlarut
atau dibawa dalam media tertentu. Hal ini dapat diukur dengan probe oksigen
terlarut seperti sensor oksigen atau optode dalam media cair.
2. Pengukuran Saturasi Oksigen
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa tehnik.
Penggunaan Pulse Oksimetri merupakan tehnik yang efektif untuk memantau
pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak
(Tarwoto, 2006).
Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain :
a. Saturasi oksigen arteri (SaO2)
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
26
Nilai di bawah 90% menunjukan keadaan hipoksemia (yang juga
dapat disebabkan oleh anemia). Hipoksemia karena SaO2 rendah ditandai
dengan sianosis. Pulse Oksimetri adalah metode pemantauan non invasif
secara kontinu terhadap saturasi oksigen hemoglobin (SaO2). Meski
oksimetri oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri
oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap
perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi
digunakan dalam banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit
keperawatan umum, dan pada area diagnostik dan pengobatan ketika
diperlukan pemantauan saturasi oksigen selama prosedur.
b. Saturasi oksigen vena (Sv O2)
Untuk melihat berapa banyak mengkonsumsi oksigen tubuh. Dalam
perawatan klinis, Sv O2 dibawah 60%, menunjukkan bahwa tubuh adalah
dalam kekurangan oksigen, dan iskemik penyakit terjadi. Pengukuran ini
sering digunakan pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal
Sirkulasi), dan dapat memberikan gambaran tentang berapa banyak aliran
darah pasien yang diperlukan agar tetap sehat.
c. Tissue oksigen saturasi (St O2)
Dapat diukur dengan spektroskopi inframerah dekat. Tissue oksigen
saturasi memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan dalam berbagai
kondisi.
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
27
d. Saturasi oksigen perifer (Sp O2)
Estimasi dari tingkat kejenuhan oksigen yang biasanya diukur dengan
puls oksimetri. Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah dengan
menggunakan oksimetri nadi yang secara luas dinilai sebagai salah satu
kemajuan terbesar dalam pemantauan klinis (Giuliano & Higgins, 2005).
Untuk pemantauan saturasi O2 yang dilakukan diperinatalogi (perawatan
risiko tinggi) Rumah Sakit Islam Kendal juga dengan menggunakan
oksimetri nadi. Alat ini merupakan metode langsung yang dapat dilakukan
di sisi tempat tidur, bersifat sederhana dan non invasive untuk mengukur
saturasi O2 arterial (Astowo, 2005 ).
3. Alat yang digunakan dan tempat pengukuran
Alat yang digunakan adalah Pulse Oksimetri yang terdiri dari dua
diode pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya inframerah) pada
satu sisi probe, kedua diode ini mentransmisikan cahaya merah dan inframerah
melewati pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun telinga, menuju
foto detektor pada sisi lain dari probe (Welch, 2005).
4. Menurut Brooker (2010) ketidakakuratan ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah :
a. Suhu tubuh
Suhu tubuh yang menibgkat akan menyebabkan metabolisme dalam
tubuh juga meningkat. Peningkatan metabolisme membutuhkan jumlah
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
28
kadar oksigen yang juga akan meningkat, karenanya suhu tubuh khususnya
bila mengalami demam akan menurunkan saturasi oksigennya. Menggigil
atau gerakan yang berlebihan pada sisi sensor dapat mengganggu pembacaan
hasil yang akurat.
b. Anemia
Anemia adalah nilai sel darah merah dan zat besi yang menurun.
Indikator terjadinya anemia dapat diperlihatkan dari hasil haemoglobin (Hb).
Anemia berpengaruh terhadap kadar saturasi oksigen disebabkan karena
jumlah Hb yang menurun akan memungkinkan kemampuan tubuh untuk
mengikat oksigen juga menurun, karenanya ikatan Hb oksigen juga menurun
dan hal ini akan membuat nilai saturasi oksigen menjadi menurun. Jadi klien
dapat menderita anemia berat dan memiliki oksigen yang tidak adekuat
untuk persediaan jaringan sementara oksimetri nadi akan tetap pada nilai
normal
c. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi turunnya konsentrasi oksigen dalam
darah arteri dengan nilai PaO2 kurang dari 50 mmHg. Hipoksemia dapat
terjadi karena penurunan oksigen di udara, hipoventilasi karena daya regang
paru menurun, hipoperfusi atau penurunan aliran darah ke alveolus, dan
destruksi alveolus kapiler. Kondisi hipoksemia akan menurunkan nilai
saturasi oksigen. Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
29
area di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi. Selain saturasi oksigen
ada pemeriksaan yang dinamakan Analisa Gas Darah (AGD) yang merupaka
pemeriksaan untuk mengukur keasaman (ph), jumlah oksigen, dan
karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai
fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi
darah dan mengambil karbondioksida dalam darah. AGD meliputi PO2,
PCO3, pH, HCO3 dan SaO2. Indikasi analisis AGD meliputi: gangguan
pernafasan, pascahenti jantung paru, kondisi metabolik, perburukan tiba-tiba
yang tidak dapat dijelaskan, evaluasi terhadapa intervensi, titrasi ventilasi
non invasif, trauma mayor, dan sebelum pembedahan mayor.
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
30
D. Kerangka teori
Gambar 2.1 Krangka Teori
Sumber: (Suharyanto, 2009); (Rahardji, 2006); (Suwitra, 2006); ( Hidayat, 2007)
Tindakan
Hemodialisis
1. Hipotensi
2. Kram otot
3. Pusing
4. Nyeri dada
5. Demam
6. Hipertensi
Nilai Saturasi
Oksigen (SaO2)
Normal > 95%
Tidak Normal <
95%
Pengukuran SaO2
(Pulsa Oksimeri)
Kejadian komplikasi
intradialisis
Gagal ginjal kronis
(GGK)
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
31
E. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Menurut Arikunto (2010) hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul.
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Terdapat hubungan antara kejadian komplikasi intradialisis terhadap
Saturasi oksigen pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUD
Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Ho : Tidak ada hubungan antara kejadian komplikasi intradialisis terhadap
Saturasi oksigen pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUD
Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Kejadian komplikasi
intradialisis
Pasien yang menjalani
hemodialisis dengan
pemasangan AV Shunt
dan Femoral
Nilai Saturasi Oksigen
(SaO2)
Hubungan Kejadian Komplikasi..., Usep Munawar, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
Top Related