6
BAB II
TEORI PENUNJANG
2.1. Pengeringan Gabah
Proses gabah menjadi beras dimulai dari proses pemanenan, perontokan,
pengeringan dan penggilingan. Setiap tahap memerlukan penanganan dengan
teknologi yang berbeda-beda. Semua hasil pertanian termasuk gabah, mengandung air
yang ada di permukaan maupun yang ada di dalamnya. Gabah memiliki 2 (dua)
komponen utama, yaitu air dan bahan kering. Banyaknya air yang terkandung dalam
gabah disebut kadar air dan dinyatakan dengan persen (%). Pengeringan dilakukan
karena kadar air gabah panen umumnya masih tinggi, yaitu antara 22% - 23% pada
musim kemarau dan antara 24% - 26% pada musim pengujan [1]. Pengeringan gabah
adalah proses menghilangkan kadar air yang terkandung dalam gabah dengan
memberikan panas dimana akan terjadi konversi menjadi uap air dan dipindah ke
udara. Pemanasan yang diberikan dapat dengan cara konveksi, konduksi ataupun
radiasi [2]. Pengeringan gabah merupakan suatu perlakuan yang bertujuan untuk
menurunkan kadar air sehingga gabah dapat disimpan lama, daya kecambah dapat
dipertahankan, mutu gabah agar tetap dapat dijaga (tidak kuning, tidak berkecambah
dan tidak berjamur), memudahkan proses penggilingan dan untuk meningkatkan
rendemen serta menghasilkan beras gilingan yang baik.
7
Berdasar tingkat kekeringannya, gabah dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis,
antara lain [1] :
1. Gabah Kering Panen (GKP), adalah gabah yang mengandung kadar air lebih
dari 18% tetapi sampai 25%.
2. Gabah Kering Simpan (GKS), adalah gabah yang memiliki kandungan kadar
air antara 14% sampai 18%.
3. Gabah Kering Giling (GKG), adalah gabah yang memiliki kandungan kadar
air maksimal 14%.
Untuk menentukan kadar air dapat menggunakan tester digital atau dengan
perasaan yang sering digunakan oleh petani, yakni dengan menggigit butir gabah.
Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara dari bahan yang
dikeringkan. Penguapan ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban udara dalam
ruangan dan mengalirkan udara panas ke sekeliling bahan sehingga kandungan uap
air bahan lebih besar dari pada tekanan uap air udara. Perbedaan tekanan ini
menyebabkan terjadinya uap air dari bahan ke udara (terjadi proses penguapan yaitu
dari air menjadi gas atau uap air)[3].
Faktor – faktor yang mempengaruhi penguapan antara lain :
a) Kadar air bahan
Dalam hal ini berkenaan dengan banyak sedikitnya bahan yang dikeringkan
b) Suhu maksimum dalam proses penguapan
c) Waktu pengeringan
8
d) Sumber panas
Peristiwa yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses, diantaranya :
a) Proses perpindahan panas
Terjadinya proses penguapan air dari bahan atau proses perubahan dari bentuk
cair ke bentuk gas.
b) Proses perpindahan massa
Terjadi proses perpindahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara.
Berdasarkan cara penguapan udara dan panas, maka proses pengeringan dibagi 3
kategori :
1. Pengeringan udara
Panas dipindahkan menembus bahan, baik dari udara maupun dari permukaan
bahan yang dikeringkan atau dipanaskan. Uap air dikeringkan dengan
penghembusan panas ke dalam bahan yang dikeringkan, kemudian dalam
ruangan pengering tersebut kandungan air diuapkan dan membuang uap air ke
udara bebas.
2. Pengeringan udara hampa
Proses pengeringan ini didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air dapat
terjadi lebih cepat pada tekanan rendah dari pada tekanan tinggi. Panas yang
dipindahkan pada pengeringan hampa udara umumnya secara konduksi atau
radiasi (adanya gelombang elektromagnetik).
9
3. Pengeringan beku
Proses pengeringan ini terjadi karena uap air disublimasikan. Struktur bahan
tetap dipertahankan dengan baik, yaitu menjaga kondisi suhu dan tekanan
tetap stabil dalam ruangan.
2.2. Metode Pengeringan Gabah
Metode pengeringan gabah dapat dilakukan dengan cara alami dan buatan.
2.2.1. Pengeringan Alami
Metode pengeringan yang paling sering digunakan oleh petani adalah dengan
menjemur atau mengangin-anginkan. Yang paling umum digunakan adalah dengan
penjemuran gabah diatas lamporan jika kuantitas gabah yang dikeringkan dalam
jumlah banyak dan terpal jika sedikit. Cara penjemuran ini dengan menebarkan
gabah diatas lantai dengan ketebalan 5 cm - 7 cm pada musim kemarau dan 1cm - 5
cm pada musim hujan. Pembalikan dilakukan setiap 1 - 2 jam. Jika pada musim
hujan, lama waktu pengeringan dapat mencapai 3 – 4 hari.
2.2.2. Pengering Gabah Buatan
Inti dari pengering gabah buatan adalah menyediakan ruangan yang memiliki
suhu terbaik sesuai kondisi yang dibutuhkan dalam proses pengeringan. Secara garis
besar, pengering gabah buatan dikelompokkan menjadi tiga, yakni :
1. Tipe Bak (Bed dryer)
Gabah kering sawah dihampar diatas tray (empat persegi panjang) dibagian
bawah tray diberikan hembusan udara panas, biasa menggunakan minyak
10
dengan sistem pengeringan secara langsung (direct drying). Sumber panas
dapat berasal dari panas matahari yang dikumpulkan (kolektor), listrik, bahan
bakar sekam dan lain-lain.
Gambar 2.1. Pengering tipe Bed
2. Tipe Sirkulasi (Recirculation Batch)
Pada pengering tipe ini, udara kering dialirkan melalui suatu tabung. Udara
kering menarik kelembaban dari tabung yang merupakan kelembaban bahan
yang dikeringkan, udara basah akan melewati elemen penguap dan diuapkan.
Kemudian kelembaban dibuang, dan udara kering kemudian disirkulasikan
kembali.
Gambar 2.2. Pengering tipe sirkulasi
11
3. Tipe Kontinyu (Continuous Flow Dryer)
Pengering tipe kontinyu (continuous flow dryer) dikenal sebagai LSU dryer
(hasil pengembangan Lousiana State University). Gabah basah dengan bak
elevator dituangkan dibagian atas menara, gabah yang jatuh melalui kisis
miring dihembuskan udara panas dari bawah. Energi yang digunakan umumya
bahan bakar minyak. Mesin pengering jenis ini hanya terjangkau untuk
pengusaha kelas menengah ke atas atau bantuan pemerintah.
Gambar 2.3. Pengering tipe menara
Pada alat ini, metode pengering yang digunakan adalah tipe bed dryer. Proses
udara yang masuk akan mendorong udara panas yang ditimbulkan oleh heater
(elemen pemanas). Udara panas yang dihembuskan akan masuk melalui celah lantai
yang berlubang. Udara akan naik melewati padi dan mengakibatkan penguapan dan
menurunkan kadar air yang dikandung.
12
Gambar 2.4. Prinsip kerja pengering tipe Bed
Proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
a) Faktor yang berhubungan dengan udara pengering
Meliputi suhu, kecepatan volume, aliran udara pengering dan kelembaban
udara.
b) Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan
Meliputi ukuran bahan, kadar air awal dan tekanan parsial dalam bahan.
Waktu proses pengeringan perlu diperhatikan satu hal yaitu mekanisme
pengeringan. Mekanisme pengeringan merupakan bagian penting dalam pengeringan
bahan pangan sebab dengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat diperkirakan
jumlah energi dan waktu proses yang optimum untuk tujuan pengawetan yang
ekonomis. Energi yang dipergunakan dalam pengeringan yang utama adalah berupa
energi panas untuk meningkatkan suhu dan menambah tenaga dalam pemindahkan
air. Waktu proses erat kaitannya dengan laju pengeringan dan tingkat kesukaran yang
dapat dikendalikan akibat pengeringan.
13
Untuk menentukan kadar air gabah, dapat dicari dengan menggunakan rumus
[6]:
𝑀𝑝𝑖 = 𝑚𝑝𝑖 −𝑚𝑝𝑓
𝑚𝑝𝑖 𝑥 100 ……………………………………………..(2.1)
dengan :
Mpi : Kadar air biji padi, basis basah (%)
mpi : Berat biji padi sebelum dikeringkan (Kg)
mpf : Berat biji padi setelah dikeringkan (Kg)
2.3. Elemen pemanas
Pemanasan merupakan proses pemberian energi (tenaga) panas terhadap suatu
obyek yang berasal dari sumber energi panas. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat
beberapa sumber energi panas yang sering digunakan, diantaranya :
a. Matahari
b. Api
c. Pengubahan tenaga listrik menjadi panas
Secara umum, proses perpindahan panas dapat berlangsung dengan beberapa
cara, diantaranya :
1. Konduksi
Perpindahan panas secara konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari
daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam suatu
medium [4].
14
Proses perpindahan panas secara konduksi terjadi karena molekul-molekul
suatu bahan saling berbenturan atau bersinggungan, dengan demikian saling
meneruskan energi panas yang mereka miliki [5].
Proses perpindahan panas secara konduksi tidak terjadi semua bahan, umumnya
penghantaran panas hanya terjadi pada bahan yang memiliki daya hantar yang baik
(konduktor). Contoh perpindahan panas secara konduksi adalah seperti perpindahan
panas yang terjadi pada solder.
2. Radiasi
Perpindahan panas secara radiasi adalah proses dimana mengalirnya panas
dari suatu benda bertemperatur tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah
tanpa adanya perantara dari benda lain.
Pemindahan panas lewat pancaran dilakukan oleh gelombang-gelombang
elektromagnetik. Cara perpindahan ini juga dapat berlangsung dalam ruang hampa
udara, sebagai contohnya adalah perambatan panas pada oven.
Perpindahan panas secara radiasi atau pancaran ini kebanyakan dimanfaatkan
oleh petani dalam pembudidayaan tanaman pada ruangan kaca. Bila seberkas energi
panas mengenai suatu benda maka sebagian energi tersebut akan diserap,
dipantulkan, dan sebagian diteruskan melalui benda tersebut. Ciri khas pertukaran
energi secara radiasi yang penting adalah sifatnya menyebar secara merata ke segala
arah.
15
3. Konveksi
Zat cair dan gas tidak dapat menghantarkan panas dengan baik. Pemindahan
panas lewat zat cair dan gas terutama terjadi karena konveksi, yaitu karena adanya
perbedaan suhu [3]. Perpindahan panas secara konveksi berlangsung dalam dua
tahap. Tahap pertama panas akan mengalir dengan cara konduksi yaitu dari sumber
panas menuju permukaan benda, kemudian energinya berpindah ke benda lainnya
sehingga menaikkan suhu dan energi disekitarnya.
Tahap kedua, partikel-partikel bergerak dari daerah yang bersuhu lebih tinggi
ke daerah yang bersuhu lebih rendah. Udara kemudian akan bercampur dan
memindahkan sebagian energinya pada partikel fluida yang lain.
Perpindahan panas secara konveksi dikenal dua macam, yaitu [4] :
a). Perpindahan konveksi alamiah
Perpindahan konveksi secara alamiah terjadi dengan sendirinya tanpa adanya
bantuan dari peralatan lain.
b). Perpindahan konveksi paksa
Perpindahan konveksi paksa terjadi apabila kalor yang dihasilkan oleh sumber
panas disalurkan menuju ke tempat lain (obyek) dengan bantuan peralatan lain
seperti kipas (fan).
Perpindahan panas yang berlangsung pada alat pengering ini adalah secara
konveksi paksa, karena menggunakan bantuan dari peralatan lain (kipas) untuk
membantu mengalirkan udara panas. Perpindahan panas ini terjadi karena terdapat
perbedaan suhu antara dua ruangan. Udara akan bergerak dari daerah yang bersuhu
16
lebih tinggi (sumber panas) menuju ke daerah yang bersuhu lebih rendah (obyek),
kemudian akan becampur dan memindahkan sebagian energinya ke partikel fluida
yang lain.
Elemen pemanas yang digunakan pada alat ini adalah elemen pemanas terbuat
dari bahan nikelin yang dibentuk melingkar (spiral) yang biasa digunakan pada
kompor-kompor listrik. Daya yang digunakan untuk jenis elemen pemanas ini yaitu
300 Watt dengan sumber tegangan 220 VAC.
Gambar 2.5. Elemen pemanas nikelin
Elemen pemanas merupakan alat pengubah tenaga listrik menjadi tenaga panas
(kalor). Pemakaian elemen pemanas sebagai sumber panas pada alat pengering ini
sama dengan penggunaan elemen pemanas pada alat blower.
2.4. Motor Listrik (Fan)
Motor listrik adalah alat yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi
gerak atau mekanik. Motor yang dipakai dalam pembuatan alat ini adalah jenis motor
induksi fasa tunggal.
Motor induksi fasa tunggal adalah motor yang dapat menghasilkan suatu medan
magnet apabila dihubungkan dengan sumber tegangan arus bolak – balik. Medan
17
magnet ini berasal dari belitan (stator) setelah dialiri oleh arus bolak – balik, maka
akan menggerakkan rotor. Dari peristiwa ini akan menghasilkan suatu medan putar.
Medan putar inilah yang pada dasarnya menjadi prinsip dari motor induksi. Karena
bentuknya yang sederhana dan harganya relatif murah, motor induksi fasa tunggal
banyak dipakai untuk keperluan motor kecil didalam rumah tangga seperti angin,
peniup, pompa, mesin pendingin (AC). Jenis motor induksi satu fasa dalam hal ini
digunakan untuk memutar baling – baling (kipas). Jenis kipas yang dipakai memiliki
daya 17.6 Watt / 220 Volt denga frekuensi 50 Hz. Pemanfaatan kipas dalam
pembuatan alat ini adalah untuk menghembuskan udara panas yang dihasilkan
elemen pemanas agar dapat merata keseluruh ruang pengering serta untuk sirkulasi.
Gambar 2.6 : Kontruksi Fan
18
Gambar 2.7 : Kumparan stator
2.5. Catu Daya [5]
Perangkat elektronika seharusnya dicatu oleh sumber listrik searah DC (direct
current) yang stabil agar dapat bekerja dengan baik sesuai dengan kegunaan dan
perancangannya. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang paling baik.
Namun apabila digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar
atau bermacam, sumber dari baterai atau accu tidak akan cukup. Sumber catu daya
yang lain adalah sumber listrik bolak-balik AC (alternating current) dari pembangkit
tenaga listrik. Untuk mengubah menjadi tegangan DC yang baik dan stabil diperlukan
suatu tahapan proses yang secara umum diperlihatkan pada gambar 2.6
Gambar 2.8. Diagram proses catu daya DC
19
Transformator diperlukan sebagai komponen yang berfungsi untuk menurunkan
tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC
yang lebih kecil pada kumparan sekundernya. Keluaran transformator yang masih AC
kemudian disearahkan oleh untai penyearah (rectifier).
2.5.1 Penyearah setengah gelombang
Penyearah setengah gelombang dapat dibentuk dengan hanya merangkaikan
sebuah dioda ke sumber tegangan bolak balik. Gambar 2.7 memperlihatkan
penyearah setengah gelombang beserta bentuk gelombang keluarannya.
Gambar 2.9. Penyearah setengah gelombang
Pada rangkaian ini, dioda berperan untuk hanya meneruskan tegangan positif
ke beban RL. Pada penyearah setengah gelombang berlaku rumus berikut.
Tegangan puncak input transformator
𝑉𝑅𝑀𝑆 =𝑉𝑝
√2 ……………………………………………………………………..(2.3)
Tegangan rata-rata DC pada penyerah setengah gelombang
𝑉𝐷𝐶=
𝑉𝑝
𝜋=0,318 𝑥 𝑉𝑝
…………………………………………………………….(2.4)
20
2.5.2 Penyearah gelombang penuh
Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan dua
buah dioda pada untai catu daya dengan transformator yang digunakan center tap
(CT) seperti pada gambar-2.10.
Gambar 2.10. Rangkaian penyearah gelombang penuh
Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa
yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator
sebagai common ground. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan
gelombang penuh seperti gambar di atas.
Pada penyearah gelombang penuh tegangan rata-rata DC adalah
𝑉𝐷𝐶 =2𝑉𝑝
𝜋 ………………………………………………….............................(2.5)
21
2.5.3 Filter
Pada penyearah setengah gelombang maupun penyearah gelombang penuh,
tegangan DC-nya masih mengandung tegangan riak yang sangat besar. Untuk
beberapa aplikasi seperti misalnya untuk men-catu motor dc yang kecil atau lampu
pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat
tegangan ripple dari kedua rangkaian tersebut masih sangat besar. Salah satu cara
untuk mengurangi tegangan riak ini adalah dengan menambahkan rangkaian tapis C.
Gambar 2.11. Rangkaian penyearah setengah gelombang dengah filter C
Gambar diatas adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter
kapasitor C yang paralel terhadap beban RL. Ternyata dengan filter ini bentuk
gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Gambar 2.10 menunjukkan bentuk
keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter
kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana
pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya
garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan
kapasitor.
22
Gambar 2.12. Bentuk gelombang dengan filter kapasitor
Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus I yang mengalir ke beban R.
Jika arus I = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal.
Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam.
Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang
besarnya adalah :
Vr = VM -VL .............................................................................................................(2.6)
dan tegangan dc ke beban adalah Vdc = VM + Vr/2.................................................(2.5)
Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan
ripple paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C,
sehingga dapat ditulis :
VL = VM e -T/RC
....................................................................................................(2. 7)
Jika persamaan (2.6) disubsitusi ke persamaan (2.4), maka diperoleh :
Vr = VM (1 - e -T/RC
) ................................................................................................(2.8)
Jika T << RC, dapat ditulis : e -T/RC
1 - T/RC......................................................(2.9)
23
Sehingga jika ini disubsitusi ke persamaan (2.7) dapat diperoleh persamaan
yang lebih sederhana :
Vr = VM(T/RC) .... ………………………………………………………………(2.10)
VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara
beban arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif
untuk mendapatkan nilai tengangan ripple yang diinginkan.
Vr = I T/C ... …………………………………………………………………….(2.11)
Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan
ripple akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan
ripple akan semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T=Tp, yaitu
periode satu gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz.
Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku
untuk penyearah setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja
fekuensi gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det.
Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan
menambahkan kapasitor pada rangkaian gambar 2.8. Bisa juga dengan menggunakan
transformator yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar
2.13 berikut ini.
24
Gambar 2.13. Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter C
Sebagai contoh, mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu
jala-jala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai
kapasitor yang diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang
tidak lebih dari 0.75 Vpp. Jika persamaan(2.11) dibolak-balik maka diperoleh.
C = I.T/Vr = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uF.
Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki
polaritas dan tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang
digunakan harus lebih besar dari tegangan keluaran catu daya.
2.5.4 Regulator
Rangkaian penyearah dengan tegangan ripple yang kecil dapat dikatakan telah
baik, namun terdapat masalah baru yakni masalah stabilitas. Jika tegangan PLN
naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian
penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut
turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup mengganggu, sehingga
25
diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi tegangan keluaran ini menjadi
stabil.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut digunakanlah sebuah rangkaian
regulator dengan menggunakan dioda zener sebagai pemotong tegangan keluarannya.
Namun seiring dengan adanya regulator seri LM 78XX dan seri LM79XX yang dapat
memenuhi kebutuhan tersebut, maka pemakaian dioda zener sekarang mulai
berkurang dan banyak ditinggalkan. Dengan menggunakan regulator seri LM 78XX
sebagai regulator tegangan positif dan atau LM79XX sebagai reguator tegangan
negatif, untai penstabil tegangan dapat lebih ringkas serta regulator seri ini
menyediakan tegangan keluaran yang bervariasi.
Regulator seri LM 78XX menghasilkan tegangan positif dan kebalikannya,
regulator LM79XX menghasilkan tegangan negatif. Pada rangkaian ini, digunakan
regulator LM7812 dan LM7805 dimana masing-masing menghasilkan keluaran
tegangan sebesar 12V dan 5V.
Agar rangkaian regulator dengan IC tersebut dapat bekerja dengan baik,
tegangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya. Biasanya
perbedaan tegangan Vin terhadap Vout yang direkomendasikan ada di datasheet
komponen tersebut. Pemakaian heatshink (aluminium pendingin) dianjurkan jika
komponen ini dipakai untuk mencatu arus yang besar.
26
Tabel 2.1. Karakteristik elektrik regulator LM78XX
Tipe Vout (V) Iout (A) Vin (V)
78XXC 78LXX 78MXX Min Max
7805 5 1 0.1 0.5 7.5 20
7812 12 1 0.1 0.5 14.8 27
2.6 Transistor
Transistor merupakan dioda dengan dua sambungan (junction). Sambungan
itu membentuk transistor PNP maupun NPN. Ujung-ujung terminalnya berturut-
turut disebut emitor, basis dan kolektor. Basis selalu berada di tengah, di antara
emitor dan kolektor.
Bahan yang dipergunakan untuk membuat transistor adalah silicon dan
germanium. Simbol transistor ditunjukan oleh gambar 2.12 berikut.
Gambar 2.14. Simbol transistor NPN dan PNP
Transistor adalah salah satu komponen semi konduktor yang di gunakan untuk
mengalirkan atau mengontrol arus yang lebih besar dengan kemudi berupa arus yang
lemah. Prinsip kerja dari transistor adalah akan ada arus yang mengalir diantara
kolektor dan emitor bila ada arus yang mengalir diantara basis dan emitor. Transistor
27
akan dapat mengalirkan arus diantara kolektor dan emitor bila pada basis transistor
tersebut diberikan tegangan yang cukup untuk mengemudikan transistor tersebut
(lebih besar dari 0,3 volt untuk transistor germanium dan 0,7 volt untuk transistor
silicon).
Perbandingan arus yang mengalir antara arus pada kolektor dan arus pada
basis disebut penguatan, yang disingkat hFE yang dirumuskan sebagai berikut.
hFE = Ib
Ic …………………………...………………………... ....(2.12)
Dimana Ic = Arus kolektor
Ib = Arus basis
Pada aplikasinya transistor mempunyai tiga titik kerja yang akan menentukan
fungsi kerja dari transistor tersebut. Untuk mengoperasikan transistor maka terlebih
dahulu harus mengetahui derah kerjanya yaitu daerah jenuh, daerah aktif dan daerah
mati.
1. Daerah Jenuh
Daerah kerja transistor saat jenuh adalah keadaan dimana transistor
mengalirkan arus secara maksimum dari kolektor ke emitor sehingga
transistor tersebut seolah-olah short pada hubungan kolektor–emitor. Pada
daerah ini transistor dikatakan menghantar maksimum (sambungan CE
terhubung maksimum).
VCE ≈ 0 ................................................................................(2.13)
28
2. Daerah Aktif
Pada daerah kerja ini transistor biasanya digunakan sebagai penguat
sinyal. Transistor dikatakan bekerja pada daerah aktif karena transistor selalu
mengalirkan arus dari kolektor ke emitor walaupun tidak dalam proses
penguatan sinyal, hal ini ditujukan untuk menghasilkan sinyal keluaran yang
tidak cacat. Daerah aktif terletak antara daerah jenuh (saturasi) dan daerah
mati (cut off).
3. Daerah Mati
Daerah cut off merupakan daerah kerja transistor dimana keadaan
transistor menyumbat pada hubungan kolektor–emitor. Daerah cut off sering
dinamakan sebagai daerah mati karena pada daerah kerja ini transistor tidak
dapat mengalirkan arus dari kolektor ke emitor. Pada daerah cut off transistor
dapat di analogikan sebagai saklar terbuka pada hubungan kolektor – emitor.
VCE = VCC ................................................................................(2.14)
Gambar 2.13 berikut adalah gambar garis beban yang menunjukan
daerah kerja transistor :
Gambar 2.15. Kurva karakteristik transistor
29
Salah satu fungsi transistor adalah sebagai saklar yaitu bila berada pada dua
daerah kerjanya yaitu daerah jenuh (saturasi) dan daerah mati (cut-off). Transistor
akan mengalami perubahan kondisi dari menyumbat ke jenuh dan sebaliknya.
Transistor dalam keadaan menyumbat dapat dianalogikan sebagai saklar dalam
keadaan terbuka, sedangkan dalam keadaan jenuh seperti saklar yang menutup. Untuk
membuat transistor menghantar, pada masukan basis perlu diberi tegangan. Besarnya
tegangan harus lebih besar dari Vbe (0,3 untuk germanium dan 0,7 untuk silicon).
Dengan mengatur IcIb kondisi transistor akan menjadi jenuh seakan
kolektor dan emitor short circuit. Arus mengalir dari kolektor ke emitor tanpa
hambatan dan Vce≈0. Besar arus yang mengalir dari kolektor ke emitor sama dengan
Vcc/Rc. Keadaan seperti ini menyerupai saklar dalam kondisi tertutup (ON). Seperti
terlihat pada gambar 2.14 berikut.
(a) (b)
Gambar 2.16 : (a). Transistor pada kondisi jenuh
(b). Ekuivalen saklar tertutup
30
Besarnya tegangan kolektor emitor Vce suatu transistor pada konfigurasi
diatas dapat diketahui sebagai berikut.
Vce = Vcc – Ic . Rc …….....…...………………………….. ..(2.15)
Karena kondisi jenuh Vce = 0V (transistor ideal) maka besarnya arus kolektor
(Ic) adalah :
Ic = Rc
Vcc ………………………………………....………….. (2.16)
Besarnya arus yang mengalir agar transistor menjadi jenuh (saturasi) adalah:
Rb = Ib
VbeVi …………………………..….….. ………………………………(2.17)
Sehingga besar arus basis Ib jenuh adalah :
Ib ≥
Ic …………………………………………...……………...(2.18)
Dengan mengatur Ib = 0 atau tidak memberi tegangan pada bias basis atau
basis diberi tegangan mundur terhadap emitor maka transistor akan dalam kondisi
mati (cut off), sehingga tak ada arus mengalir dari kolektor ke emitor (Ic≈0) dan Vce
≈ Vcc. Keadaan ini menyerupai saklar pada kondisi terbuka seperti ditunjukan pada
gambar 2.17 berikut.
31
(a) (b)
Gambar 2.17 : (a). Transistor pada kondisi mati
(b). Ekuivalen Saklar terbuka
Besarnya tegangan antara kolektor dan emitor transistor pada kondisi mati
atau cut off adalah :
Vce = Vcc – Ic . Rc …….………………….……........……........(2.19)
Karena kondisi mati Ic = 0 (transistor ideal) maka
Vce = Vcc - Vc .………………………………...…………........(2.20)
Vce = Vcc
Besar arus basis Ib adalah
Ib =
Ic …………………………………………………..(2.21)
Ib = 0
32
2.7 Relay
Dalam dunia elektronika, relay dikenal sebagai komponen yang dapat
mengimplementasikan logika switching. Sebelum tahun 70an, relay merupakan otak
dari rangkaian pengendali. Baru setelah itu muncul PLC yang mulai menggantikan
posisi relay. Relai adalah suatu piranti yang menggunakan magnet listrik untuk
mengoperasikan seperangkat kontak atau kontaktor elektronis. Relai mempunyai
kontaktor-kontaktor seperti pada saklar manual, tetapi relai dikendalikan dengan
menggunakan tegangan dari luar.
Gambar 2.18. Gambar Relay DC 12V 5 kaki
Secara umum relay digunakan untuk memenuhi fungsi – fungsi berikut:
1) Remote control : dapat menyalakan atau mematikan alat dari jarak
jauh
2) Penguatan daya : menguatkan arus atau tegangan
3) Contoh: starting relay pada mesin mobil
4) Pengatur logika kontrol suatu sistem
Prinsip kerja dan simbol relay yaitu relay terdiri dari coil dan contact.
Perhatikan gambar 2.18, coil adalah gulungan kawat yang mendapat arus listrik,
sedangkan contact adalah sejenis saklar yang pergerakannya tergantung dari ada
33
tidaknya arus listrik di coil. Contact terdapat dua jenis yaitu Normally Open (kondisi
awal sebelum diaktifkan open), dan Normally Closed (kondisi awal sebelum
diaktifkan close). Secara sederhana berikut ini prinsip kerja dari relay yaitu ketika
coil mendapat energi listrik (energized), akan timbul gaya elektromagnet yang akan
menarik armature yang berpegas, dan contact akan menup.
Gambar 2.19. Skema relay elektromekanik
Selain berfungsi sebagai komponen elektronik, relay juga mempunyai fungsi
sebagai pengendali sistem. Sehingga relay mempunyai 2 macam simbol yang
digunakan pada:
a. Rangkaian listrik (hardware)
Biasanya berupa rangkaian
b. Program (software)
Biasanya berupa simbol yang mewakili kondisi relay tidak dienergized.
Berikut ini simbol yang digunakan:
34
Gambar 2.20. Rangkaian dan simbol logika relay
Gambar 2.21. Relay dengan contact lebih dari satu
Timing relay adalah jenis relay yang khusus. Cara kerjanya adalah jika coil
dari timing relay ON, maka beberapa detik kemudian, baru contact relay akan ON
atau OFF (sesuai jenis NO/NC contact). Simbol dari timing relay dapat dilihat pada
gambar 2.22. sedangkan latching relay ialah jenis relay yang digunakan untuk
latching atau mempertahankan kondisi aktif input sekalipun input sebenarnya sudah
mati. Cara kerjanya adalah jika latch coil diaktifkan, ia tidak akan bias dimatikan
kecuali unlatch coil diaktifkan. Simbol dari latching relay dapat dilihat pada gambar
2.23.
35
Gambar 2.22. Simbol coil dan contact dari timing relay
Gambar 2.23. Simbol coil dan contact dari latching relay
Gambar 2.24. Relay dalam keadaan normally open (NO)
X2
A
X1 B
daya tarik
magnet
36
Gambar 2.25. Relay dalam keadaan normally closed (NC)
2.8 Sensor SHT11
SHT1x Module merupakan modul sensor suhu dan kelembaban relatif dari
Sensirion. Modul ini biasanya digunakan sebagai alat pengindera suhu dan
kelembaban dalam aplikasi pengendali suhu dan kelembaban ruangan maupun
aplikasi pemantau suhu dan kelembaban relatif ruangan. Spesifikasi dari SHT1x ini
adalah sebagai berikut :
1. Berbasis suhu dan kelembaban relatif Sensirion SHT10
2. Dapat mengukur suhu dari -40°C hingga +125°C atau dari -40°F hingga
+257°F dan kelembaban relatif dari 0%RH hingga 100%RH
3. Memiliki ketepatan (akurasi) pengukuran suhu hingga 0,5°C pada suhu 25°C
dan ketepatan pengukuran kelembaban relatif hingga 3,5%RH
4. Memiliki antar muka serial syncronous 2-wire bukan I2C
5. Membutuhkan catu daya +5 VDC dengan konsumsi daya 80µW.
6. Telah terkalibrasi dan memiliki keluaran digital.
X2
A
X1 B
daya tarik
magnet
37
SHT1x adalah sebuah single chip sensor suhu dan kelembaban relatif dengan multi
modul sensor yang outputnya telah terkalibrasi secara digital. Dibagian dalamnya
terdapat kapasitas polimer sebagai elemen untuk sensor kelembaban relatif dan
sebuah pita regangan yang digunakan sebagai sensor temperatur. Output kedua sensor
digabungkan digabungkan dan dihubungkan pada Analog Digital Converter (ADC)
14 bit dan sebuah interface serial pada satu chip yang sama. Sensor ini menghasilkan
sinyal keluaran yang baik dengan waktu respon yang cepat. SHT1x ini telah
dikalibrasi pada suatu ruangan dengan kelembaban yang presisi menggunakan
hygrometer sebagai referensinya. Koefisien hasil kalibrasi tersebut diprogramkan
pada calibration memory. Koefisien ini akan digunakan untuk mengkalibrasi keluaran
dari sensor selama proses pengukuran.
Gambar 2.26. Blok diagram SHT11
2.6.1 Spesifikasi Interface
Sistem ini menggunakan tegangan catu +5 VDC dan komunikasi bidirectional
2-wire. Sistem sensor ini mempunyai satu jalur data yang digunakan untuk perintah
pengalamatan dan pembacaan data. Pengambilan data untuk masing-masing
38
pengukuran dilakukan dengan menggunakan perintah pengalamatan oleh
mikrokontroler. Berikut ini gambar komunikasi antara SHT1x dengan
mikrokontroler.
Gambar 2.27. Komunikasi SHT11 dengan mikrokontroler
Tabel 2.2. Pin SHT1x
Pin Nama Keterangan
1 GND Ground
2 DATA Serial data bidirectional
3 SCK Serial clock input
4 VDD Supply 2,4 – 5 V
2.6.1.1 Pin sumber tegangan
SHT1x memerlukan tegangan antara 2,4 – 5 V. Setelah dihidupkan, alat ini
memerlukan waktu 11ms untuk mencapai keadaan “sleep”. Sebelum keadaan ini
tercapai, tidak diperbolehkan adanya pengiriman perintah. Antara VDD dengan GND
dapat dipasang kapasitor 100nF sebagai kopling.
39
2.6.1.2 Serial Clock Input (SCK)
Digunakan untuk sinkronisasi komunikasi antara mikrokontroler dengan
SHT1x. Karena interface ini terdiri dari static logic sepenuhnya, maka tidak ada
batasan frekuensi minimum dari SCK.
2.6.1.3 Serial Data (DATA)
Pin data merupakan tri – state pin yang digunakan untuk transfer data in dan
data out. DATA berubah setelah transisi turun, dan valid pada transisi naik dari
serial clock SCK. Selama transisi, DATA line harus stabil selama SCK high. Untuk
menghindari adanya signal contention, mikrokontroler hanya diperbolehkan men-
drive DATA low. Eksternal pull-up resistor (10K) diperlukan untuk membantu sinyal
high.
2.6.2 Pengiriman perintah
Untuk memulai transimisi dikirimkan “Transimision Start” dengan cara
memberi logic low pada DATA line (ketika SCK high), diikuti sinyal low pada SCK
dan memberi logic high lagi pada DATA (ketika SCK high).
Gambar 2.28. Urutan transmision start
Urutan pesan terdiri dari 3 bit address (yang mendukung hanya 000) dan 5 bit
command bit. SHT1x mengindikasikan penerimaan pesan yang benar dengan
40
memberi logic low pada pin DATA (bit ACK) setelah transisi turun ke-8 dari clock
SCK. Kontrol DATA line dilepas (sehingga menjadi high karena pull-up) setelah
transisi turun ke-9 clock SCK.
Tabel 2.3. Command list SHT1x
2.6.3 Urutan pengukuran
Setelah mengirim perintah pengukuran („00000101‟ untuk RH, „00000011‟
untuk temperatur), mikrokontroler harus menunggu sampai pengukuran selesai yang
membutuhkan waktu kurang lebih 11/55/210 ms untuk pengukuran 8/12/14 bit.
Waktu sesungguhnya bervariasi sampai ± 15% dari kecepatan oscilator internal.
Untuk menandakan pengukuran telah selesai, SHT1x akan memberi logic low pada
data line. Mikrokontroler harus menunggu tanda ini sebelum memulai clock SCK
lagi.
Kemudian 2 byte hasil pengukuran dan 1 byte CRC ditransmisikan,
mikrokontroler harus memberikan sinyal acknowledge untuk tiap byte dengan
memberi logic low pada DATA line. Semua nilai output dimulai dengan MSB dan
41
right justified (contoh : SCK ke-5 adalah MSB untuk output 12 bit, sedangkan untuk
output 8 bit, byte pertama tidak digunakan). Komunikasi berhenti setelah bit
acknowledge dari CRC output. Bila CRC tidak diperlukan, maka mikrokontroler
dapat menghentikan komunikasi setelah output pengukuran LSB (dengan
membiarkan ACK high). SHT1x secara otomatis kembali ke keadaan “sleep” setelah
pengukuran dan komunikasi berakhir.
Untuk mencegah self heating dibawah 0,1°C, SHT1x lebih baik tidak diaktifkan
lebih dari 15% periodenya (misal : maksimal 3 pengukuran per detik untuk akurasi 12
bit).
Gambar 2.29. Contoh pembacaan sensor RH
2.6.4 Resolusi pengukuran
Default resolusi pengukuran adalah 14 bit untuk temperatur dan 12 bit untuk
RH. Resolusi ini dapat diubah menjadi 12 bit untuk temperatur dan 8 bit untuk RH
untuk penggunaan yang memerlukan kecepatan tinggi atau konsumsi daya yang
rendah.
42
2.6.5 Konversi Output SHT1x ke Nilai Fisik
2.6.5.1 Kelembaban Relatif (Relative Humidity)
Untuk mendapatkan nilai dari hasil pembacaan sensor, nilai output sensor perlu
dikonversi dengan menggunakan rumus berikut :
RHlinear = C1 + C2 • SORH + C3 • SORH2
Dengan nilai konstanta konversi sebagai berikut :
Tabel 2.4. Koefisien Konversi Kelembaban
SORH C1 C2 C3
12 bit -4 0.0405 -2.8*10-6
8 bit -4 0.648 -7.2*10-4
Sedangkan untuk pengaruh perubahan temperatur terhadap RH, dapat
diketahui dengan menggunakan rumus :
RHtrue = (T°C – 25) • ( t1 + t2 • SORH ) + RHlinear
Tabel 2.5. Koefisien Konversi Pengaruh Temperatur Terhadap RH
SORH t1 t2
12 bit 0.01 0.00008
8 bit 0.01 0.00128
2.6.5.2 Temperatur
Untuk membaca nilai temperatur dari pembacaan sensor, menggunakan rumus
berikut :
43
Temperatur = d1 + d2 • SOT
Tabel 2.6. Koefisien Konversi Temperatur
Kaki serial data yang terhubung dengan mikrokontroler memberikan perintah
pengalamatan pada pin DATA SHT1x dengan nilai 00000101 untuk mengukur
kelembaban relatif dan 00000011 untuk pengukuran temperatur. SHT1x memberikan
keluaran data kelembaban dan temperatur pada pin DATA secara bergantian sesuai
dengan clock yang diberikan mikrokontroler agar sensor dapat bekerja.
2.7 LCD 16 x 2
LCD (Liquid Crystal Display) adalah suatu jenis media tampilan yang
menggunakan kristal cair sebagai penampil utama. LCD sudah digunakan diberbagai
bidang misalnya alal–alat elektronik seperti televisi, kalkulator, ataupun layar
komputer. Sumber cahaya didalam sebuah perangkat LCD adalah lampu neon
berwarna putih dibagian belakang susunan kristal cair tadi. Titik cahaya yang
jumlahnya puluhan ribu bahkan jutaan inilah yang membentuk tampilan citra, kutub
SOT d2[°C] d2[°F]
14 bit 0.01 0.018
12 bit 0.04 0.072
VDD d1[°C] d1[°F]
5V -40.00 -40.00
4V -39.75 -39.50
3.5V -39.66 -39.35
3V -39.60 -39.28
2.5V -39.55 -39.23
44
kristal cair yang di lewati arus listrik akan berubah karena pengaruh polaritas medan
magnetik yang timbul dan oleh karenanya akan hanya memberikan beberapa warna
diteruskan sedangkan warna lainnya terasing. LCD yang dugunakan adalah LCD dot
matrik dengan jumlah karakter 2 x 16. LCD ini nantinya akan digunakan untuk
menampilkan status kerja alat, yaitu berupa tampilan waktu yang akan berubah. Jenis
LCD ini yang digunakan adalah LCD dari topway. Adapun fitur yang disajikan dalam
LCD ini adalah :
a. Terdiri dari 16 karakter dan 2 baris.
b. Mempunyai 192 karakter tersimpan.
c. Terdapat karakter generator terprogram.
d. Dapat dialamati dengan mode 8-bit dan 4-bit.
e. Dilengkapi dengan back light
Tabel 2.7. Pin pada LCD dan Fungsinya
PIN Name Function
1 VSS Ground voltage
2 VCC +5V
3 VEE Contrast voltage
4 RS Register Select
0 = Instruction Register
1 = Data Register
5 R/W Read/ Write, to choose write or read mode
0 = write mode
45
1 = read mode
6 EN Enable
0 = start to lacht data to LCD character
1= disable
7 DB0 LSB
8 DB1 -
9 DB2 -
10 DB3 -
11 DB4 -
12 DB5 -
13 DB6 -
14 DB7 MSB
15 BPL Back Plane Light
16 GND Ground voltage
Gambar 2.30. Modul LCD Karakter 16x2
46
Pada aplikasi umumnya RW diberi logika rendah “0”. Bus data terdiri dari 4
atau 8-bit. Pada kasus ini bus data 4-bit, jalur digunakan sebagian dari DB 4 sampai
dengan DB 7.
Sebagaimana terlihat pada table diskripsi, interface LCD merupakan sebuah
parallel bus, dimana hal ini sangat memudahkan dan sangat cepat dalam pembacaan
dan penulisan data dari atau ke LCD. Kode ASCII yang ditampilkan sepanjang 8 bit
dikirim ke LCD secara 4 atau 8 bit pada satu waktu. Jika mode 4 bit yang digunakan,
maka 2 nibble data dikirim untuk membuat sepenuhnya 8 bit (pertama dikirim 4 bit
MSB lalu 4 bit LSB dengan pulsa clock EN setiap nibblenya). Jalur kontrol EN
digunakan untuk memberitahu LCD bahwa mikrokontroller mengirimkan data ke
LCD. Untuk mengirim data ke LCD program harus menset EN ke kondisi high (1)
dan kemudian menset dua jalur kontrol lainnya (RS dan R/W) atau juga mengirimkan
data ke jalur data bus.
Saat jalur lainnya sudah siap, EN harus diset ke 0 dan tunggu beberapa saat
(tergantung pada datasheet LCD), dan set EN kembali ke high (1). Ketika jalur RS
berada dalam kondisi low (0), data yang dikirimkan ke LCD dianggap sebagai sebuah
perintah atau instruksi khusus (seperti bersihkan layar, posisi kursor dll). Ketika RS
dalam kondisi high atau 1, data yang dikirimkan adalah data ASCII yang akan
ditampilkan dilayar.
Misal, untuk menampilkan huruf “A” pada layar maka RS harus diset ke 1.
Jalur kontrol R/W harus berada dalam kondisi low (0) saat informasi pada data bus
akan dituliskan ke LCD. Apabila R/W berada dalam kondisi high (1), maka program
47
akan melakukan query (pembacaan) data dari LCD. Instruksi pembacaan hanya satu,
yaitu Get LCD status (membaca status LCD), lainnya merupakan instruksi penulisan.
Jadi hampir setiap aplikasi yang menggunakan LCD, R/W selalu diset ke 0.
Jalur data dapat terdiri 4 atau 8 jalur (tergantung mode yang dipilih
pengguna), mereka dinamakan DB0, DB1, DB2, DB3, DB4, DB5, DB6 dan DB7.
Mengirim data secara parallel baik 4 atau 8 bit merupakan 2 mode operasi primer.
Untuk membuat sebuah aplikasi interface LCD, menentukan mode operasi
merupakan hal yang paling penting.
Mode 8 bit sangat baik digunakan ketika kecepatan menjadi keutamaan dalam
sebuah aplikasi dan setidaknya minimal tersedia 11 pin I/O (3 pin untuk kontrol, 8
pin untuk data).Sedangkan mode 4 bit minimal hanya membutuhkan 7 bit (3 pin
untuk kontrol, 4 untuk data). Bit RS digunakan untuk memilih apakah data atau
instruksi yang akan ditransfer antara mikrokontroller dan LCD. Jika bit ini di set (RS
= 1), maka byte pada posisi kursor LCD saat itu dapat dibaca atau ditulis. Jika bit ini
di reset (RS = 0), bisa merupakan instruksi yang dikirim ke LCD atau status eksekusi
dari instruksi terakhir yang dibaca.
2.8 Mikrokontroller AVR Atmega8535
Mikrokontroler adalah suatu keping IC dimana terdapat mikroprosesor dan
memori program (ROM) serta memori serbaguna (RAM), bahkan ada beberapa jenis
mikrokontroler yang memiliki fasilitas ADC, PLL, EEPROM dalam satu kemasan.
Penggunaan mikrokontroler dalam bidang kontrol sangat luas dan populer.
48
Ada beberapa vendor yang membuat mikrokontroler diantaranya Intel,
Microchip, Winbond, Atmel, Philips, Xemics dan lain - lain. Dari beberapa vendor
tersebut, yang paling populer digunakan adalah mikrokontroler buatan Atmel.
Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc prosesor) memiliki arsitektur
RISC 8 bit, di mana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bits word) dan
sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 (satu) siklus clock, berbeda dengan
instruksi MCS 51 yang membutuhkan 12 siklus clock. Tentu saja itu terjadi karena
kedua jenis mikrokontroler tersebut memiliki arsitektur yang berbeda. AVR
berteknologi RISC (Reduced Instruction Set Computing), sedangkan seri MCS 51
berteknologi CISC (Complex Instruction Set Computing).
Secara umum, AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga
ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega dan AT86RFxx. Pada dasarnya yang
membedakan masing–masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsinya. Dari
segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka bisa dikatakan hampir sama.
Oleh karena itu, dipergunakan salah satu AVR produk Atmel, yaitu ATMega8535.
49
Gambar 2.31. Blok Diagram Mikrokontroler ATmega 8535
50
2.8.1 Konfigurasi pin ATMega8535
Gambar 2.32. Konfigurasi pin Atmega8535
Konfigurasi pin ATMega8535 bisa dilihat pada gambar 2.21. Dari gambar
tersebut dapat dijelaskan secara fungsional konfigurasi pin ATMega8535 sebagai
berikut:
1. VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai pin masukan catu daya.
2. GND merupakan pin ground.
3. Port A (PA0..PA7) merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan ADC.
4. Port B (PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu Timer/Counter,komparator analog,dan SPI.
5. Port C (PC0..PC7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu TWI,komparator analog dan Timer Oscillator.
6. Port D (PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu komparator analog,interupsi eksternal,dan komunikasi serial.
7. RESET merupakan pin yang digunakan untuk me-reset mikrokontroler.
51
8. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock ekstenal.
9. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.
10. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.
Untuk memprogram mikrokontroler dapat menggunakan bahasa assembler
atau bahasa tingkat tinggi yaitu bahasa C.
2.8.2 Arsitektur mikrokontroller ATMega8535
AVR menggunakan arsitektur Harvard (dengan memori dan bus terpisah
untuk program dan data). Arsitektur CPU dari AVR ditunjukkan oleh Gambar 2.22.
Gambar 2.33. Arsitektur CPU dari AVR
52
Di mana instruksi pada memori program dieksekusi dengan pipelining single
level. Selagi sebuah instruksi sedang dikerjakan, instruksi berikutnya diambil dari
memori program.
2.8.3 Port Sebagai Input / Output Digital
Atmega 8535 mempunyai empat buah port yang bernama PortA, PortB,
PortC, dan PortD. Keempat port tersebut merupakan jalur bi-directional dengan
pilihan internal pull-up.
Tiap port mempunyai tiga buah register bit, yaitu DDxn, PORTxn, dan
PINxn. Huruf „x‟ mewakili nama huruf dari port sedangkan huruf „n‟ mewakili
nomor bit. Bit DDxn terdapat pada I/O address DDRx, bit PORTxn terdapat pada I/O
address PORTx, dan bit PINxn terdapat pada I/O address PINx. Bit DDxn dalam
register DDRx (Data Direction Register) menentukan arah pin. Bila DDxn diset 1,
maka Px berfungsi sebagai pin output. Bila DDxn diset 0 maka Px berfungsi sebagai
pin input. Bila PORTxn diset 1 pada saat pin terkonfigurasi sebagai pin input, maka
resistor pull-up akan diaktifkan. Untuk mematikan resistor pull-up, PORTxn harus
diset 0 atau pin dikonfigurasi sebagai pin output. Pin port adalah tri-state setelah
kondisi reset. Bila PORTxn diset 1 pada saat pin terkonfigurasi sebagai pin output
maka pin port akan berlogika 1. Dan bila PORTxn diset 0 pada saat pin terkonfigurasi
sebagai pin output maka pin port akan berlogika 0.
Saat mengubah kondisi port dari kondisi tri-state (DDxn=0, PORTxn=0) ke
kondisi output high (DDxn=1, PORTxn=1) maka harus ada kondisi peralihan apakah
itu kondisi pull-up enabled (DDxn=0, PORTxn=1) atau kondisi output low (DDxn=1,
53
PORTxn=0). Biasanya, kondisi pull-up enabled dapat diterima sepenuhnya, selama
lingkungan impedansi tinggi tidak memperhatikan perbedaan antara sebuah strong
high driver dengan sebuah pull-up. Jika ini bukan suatu masalah, maka bit PUD pada
register SFIOR dapat diset 1 untuk mematikan semua pull-up dalam semua port.
Peralihan dari kondisi input dengan pull-up ke kondisi output low juga menimbulkan
masalah yang sama. Maka harus menggunakan kondisi tri-state (DDxn=0,
PORTxn=0) atau kondisi output high (DDxn=1, PORTxn=0) sebagai kondisi transisi.
Tabel 2.8. Konfigurasi pin port
Tabel menunjukkan konfigurasi pin pada port-port mikrokontroler. Bit 2 –
PUD = Pull-up Disable, bila bit diset bernilai 1 maka pull-up pada port I/O akan
dimatikan walaupun register DDxn dan PORTxn dikonfigurasikan untuk menyalakan
pull-up (DDxn=0, PORTxn=1).
2.8.4. Timer / Counter Atmega 8535
ATmega 8535 memiliki tiga buah Timer/Counter , yaitu Timer/Counter 0 (8-
bit), Timer/Counter 1 (16-bit) dan Timer/Counter 2 (8-bit).
54
2.8.4.1. Timer / Counter0
Timer/Counter 0 adalah 8-bit Timer/Counter yang multifungsi. Deskripsi
untuk Timer/Counter 0 pada ATmega 8535 adalah sebagai berikut:
a. Sebagai Counter 1 kanal.
b. Timer di-nol-kan saat match compare (auto reload).
c. Dapat menghasilkan gelombang PWM dengan glitch-free.
d. Frekuensi generator.
e. Prescaler 10 bit untuk timer.
f. Interupsi timer yang disebabkan timer overflow dan match compare.
Pengaturan Timer/Counter 0 diatur oleh TCCR0 (Timer/Counter control Register 0)
yang dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Tabel 2.9. Register TCCR0
Penjelasan untuk tiap bit-bitnya:
a. Bit 7 – FOC0: Force Output Compare.
b. Bit 6,3 –WGM0:WGM00:Waveform generation Unit.
Bit ini mengontrol kenaikan isi counter, sumber nilai maksimum counter dan tipe
jenis timer/counter yang dihasilkan, yaitu mode normal, clear timer, mode compare
55
match, dan dua tipe dari PWM (Pulse Width Modulation). Tabel 2.10 berikut adalah
setting pada bit ini untuk
menghasilkan mode tertentu.
Tabel 2.10. Konfigurasi Bit WGM01 dan WGM00
c. Bit 5, 4 – COM01:COM00: Compare Match Output Mode
Bit ini mengontrol pin OC0 (Output Compare pin). Apabila kedua bit ini nol atau
clear maka pin OC0 berfungsi sebagai pin biasa tetapi bila salah satu bit set. Maka
fungsi pin ini tergantung pada setting bit pada WGM00 dan WGM01. Berikut Tabel
2.11 sampai dengan Tabel 2.13 adalah tabel setting bit ini sesuai setting bit pada
WGM00 dan WGM01.
Tabel 2.11. Konfigurasi Bit COM01 dan COM00 Compare Output Mode non PWM
56
Tabel 2.12. Konfigurasi Bit COM01 dan COM00 Compare Output Mode Fast PWM
Tabel 2.13. Konfigurasi Bit COM01 dan COM00 Compare Output Mode Phase
Correct PWM
d. Bit 2, 1, 0 – CS02; CS01, CS00: Clock Select
Ketiga bit ini untuk memilih sumber detak yang akan digunakan oleh Timer/Counter,
Tabel 2.14 berikut menampilkan konfigurasi pemilihan sumber detak.
Tabel 2.14. Konfigurasi Bit Clock Select untuk memilih sumber detak
57
2.8.4.2. Timer / Counter1
Timer/Counter1 adalah 16-bit Timer/Counter yang memungkinkan program
pewaktuan lebih akurat. Berbagai fitur dari Timer/Counter1 sebagai berikut:
a. Desain 16 bit (juga memungkinkan 16 bit PWM).
b. Dua unit compare .
c. Dua unit register pembanding.
d. Satu unit input capture unit.
e. Timer dinolkan saat match compare (autoreload).
f. Dapat menghasilkan gelombang PWM dengan glitch-free.
g. Periode PWM yang dapat diubah-ubah.
h. Pembangkit frekuensi.
i. Empat buah sumber interupsi (TOV1, OCF1A, OCF1B dan ICF1).
Pengaturan Timer/Counter 1 diatur melalui register TCCR1A yang dapat dilihat
pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15. Register TCCR1A
Penjelasan untuk tiap bit-bitnya:
a. Bit 7:6 – COM1A1:0: Compare Output Mode untuk channel A.
Bit 5:4 – COM1B1:0: Compare Output Mode untuk channel B.
58
Register COM1A1:0 dan COM1B1:0 mengontrol kondisi Pin Ouput
Compare (OC1A dan OC1B). Jika salah satu atau kedua bit pada register
COM1A1:0 ditulis menjadi satu maka kaki pin OC1A tidakberfungsi normal
sebagai port I/O. Begitu juga pada register COM1B1:0 ditulis menjadi satu
maka kaki pin OC1B juga tidak berfungsi normal sebagai port I/O. Fungsi
pada pin OC1A dan OC1B tergantung pada seting bit pada register WGM13:0
diset sebagai mode PWM atau mode non-PWM.
b. Bit 3 – FOC1A: Force Output Compare untuk channel A.
Bit 2 – FOC1B: Force Output Compare untuk channel B.
c. Bit 1:0 – WGM1 1:0: Waveform Generation Mode.
Dikombinasikan dengan bit WGM13:2 yang terdapat pada register
TCCR1B, bit ini mengontrol urutan pencacah dari counter, sumber
maksimum (TOP) nilai counter, dan tipe dari gelombang yang dibangkitkan.
Mode yang dapat dilakukan antara lain: mode normal, mode Clear Timer on
Compare Match (CTC) dan tiga tipe mode PWM. Setingan mode dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.16. Konfigurasi Bit Compare Output Mode non PWM
59
Tabel 2.17. Konfigurasi Bit Compare Output Mode Fast PWM
Tabel 2.18. Konfigurasi Bit Compare Output Mode Phase Correct dan Frequency
Correct PWM
60
Tabel 2.19. Konfigurasi mode PWM
Pengaturan Timer/Counter 1 juga diatur melalui register TCCR1B yang dapat
dilihat pada Tabel 2.20.
Tabel 2.20. Register TCCR1B
Penjelasan untuk tiap bit-bitnya:
a. Bit 7 – ICNC1: Input Capture Noise Canceller.
b. Bit 6 – ICES1: Input Capture Edge Select.
c. Reserved Bit .
d. Bit 4:3 – WGM1 1:3: Waveform Generation Mode .
e. Bit 2:0 – CS12:0: Clock Select.
61
Ketiga bit ini mengatur sumber detak yang digunakan untuk Timer/Counter1.
Untuk setingannya dapat dilihat pada Tabel 2.21.
Tabel 2.21. Konfigurasi bit Clock Select untuk memilih sumber detak
2.8.4.3. Timer / Counter2
Timer/Counter 2 adalah 8-bit Timer/Counter yang multifungsi. Deskripsi
untuk Timer/Counter 0 pada ATmega 16 adalah sebagai berikut:
a. Sebagai Counter 1 kanal.
b. Pewaktu di-nol-kan saat match compare (autoreload).
c. Dapat mengahasilkan gelombang PWM dengan glitch-free.
d. Frekuensi generator.
e. Prescaler 10 bit untuk pewaktu.
f. Intrupsi timer yang disebabkan timer overflow dan match compare.
Pengaturan Timer/Counter 2 diatur oleh TCCR2 (Timer/Counter control
Register 0) yang dapat dilihat pada Tabel 2.22.
62
Tabel 2.22. Register TCCR2
Penjelasan untuk tiap bit-bitnya:
a. Bit 7 – FOC2: Force Output Compare.
b. Bit 6,3 –WGM21:WGM20: Waveform generation Unit.
Bit ini mengontrol kenaikan dari counter, sumber dari nilai maksimum counter, dan
tipe dari jenis timer/conter yang dihasilkan yaitu mode normal, clear timer, mode
compare match, dan dua tipe dari PWM (Pulse Width Modulation). Berikut tabel
seting pada bit ini untuk menghasilkan mode tertentu.
Tabel 2.23. Konfigurasi Bit WGM21 dan WGM20
c. Bit 5, 4 – COM01:COM00: Compare Match Output Mode.
Bit ini mengontrol pin OC0 (Output Compare pin). Apabila kedua bit ini nol atau
clear maka pin OC0 berfungsi sebagai pin biasa tetapi bila salah satu bit set. Maka
fungsi pin ini tergantung dari seting bit pada WGM00 dan WGM01. Berikut daftar
tabel setting bit ini sesuai seting bit pada
63
WGM00 dan WGM01.
d. Bit 2, 1, 0 – CS22; CS21, CS20: Clock Select.
Ketiga bit ini untuk memilih sumber detak yang akan digunakan oleh Timer/Counter .
Tabel 2.24. Konfigurasi Bit COM21 dan COM20 Compare Output Mode non PWM
Tabel 2.25. Konfigurasi Bit COM21 dan COM20 Compare Output Mode Fast PWM
Tabel 2.26. Konfigurasi Bit COM21 dan COM20 Compare Output Mode Phase
Correct PWM
64
Tabel 2.27. Konfigurasi Bit Clock Select untuk memilih sumber detak
Top Related