14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kompetensi Pedagogik
Dalam teori yang dikembangkan oleh Apelgren &
Giertz (2003) dalam (Ryegard 2010) mengemukakan
pengertian kompetensi pedagogik adalah
“The will to regularly apply the attitude, knowledge and skills that promote the learning of the teacher‟s students. This shall take place in accordance with the goals that are being aimed at and the existing framework and presupposes continuous development of the teacher‟s own
competence and course design”. (Kompetensi untuk secara teratur mengaplikasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
mendukung pembelajaran dari guru ke siswa-siswa dalam cara yang terbaik. Hal ini
seharusnya ada dalam kesepakatan dengan tujuan-tujuan yang mengaplikasi, dan berada di dalam kerangka kerja yang tersedia dan memberi
asumsi pengembangan lanjutan dari kompetensi guru itu sendiri dan desain instruksional).
Dari defenisi kompetensi pedagogik tersebut yang
dikembangkan oleh Apelgren & Giertz (2003) dalam
(Ryegard 2010) mengemukakan beberapa aspek yang
penting untuk kompetensi pedagogik guru yaitu aspek
sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.
a. Aspek Sikap
Apelgren & Giertz (2003) dalam (Ryegard 2010)
mengemukakan bahwa dengan mempunyai sebuah sikap,
sangat mendukung pembelajaran siswa, sehingga pada
15
aspek sikap ini, bisa dilihat sebagai patokan bagi
penguasaan kompetensi pedagogik guru. Sikap ditujukan
untuk menjelaskan bagaimana guru melihat secara
respektif peran dan tanggung jawab mereka masing-
masing serta peran dan tanggung jawab siswa mereka, dan
juga melibatkan bagian-bagian lain dari sebuah
pandangan pedagogis yang fundamental. Apelgren dan
Giertz (2003) dalam (Ryegard 2010) menegaskan kembali
“bahwa guru harus memiliki sikap akademik umum
terhadap pengajaran. Hal ini berarti, ketika memilih isi
(konten) dalam pengajaran, metode mengajar, tujuan
pengajaran dan evaluasi pengajaran, guru harus
merefleksi tentang apa yang ditunjukkan oleh tindakannya
melalui sikapnya dalam kelas untuk mendukung
pembelajaran siswa yang terbaik. Seorang guru harus
menyampaikan bahwa pendidikan di sekolah seharusnya
berada pada dasar pratek pengajaran yang berhubungan
dengan desain pedagogis”. Apelgren & Giertz (2003)
dengan memiliki sikap dapat mendukung pembelajaran
yang baik, itu berarti perlunya guru untuk memastikan
hubungan yang baik dengan semua siswa, menciptakan
iklim pengajaran yang baik, membantu siswa untuk
mengembangkan kebiasaan yang baik pada belajarnya,
merangsang siswa menjadi pembelajar yang aktif dan
sikap guru yang selalu berusaha mendengarkan para
siswa di kelas.
16
b. Aspek Pengetahuan
Menurut Apelgren & Giertz (2003) pada aspek
pengetahuan yang merupakan sebuah dasar penting
dalam kompetensi pedagogik, oleh karena itu guru
membutuhkan pengetahuan melalui 4 bidang di bawah
ini:
1. Pengetahuan dalam menguasai bidang mata
pelajarannya yang dikuasai oleh guru. 2. Pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa
dalam belajar (baik meningkatkan pengetahuan siswa secara umum maupun pengetahuan mata pelajaran yang spesifik).
3. Pengetahuan dalam menentukkan metode belajar dan pengetahuan dalam proses belajar mengajar
4. Pengetahuan dalam tujuan pengajaran dan pengetahuan dalam organisasi.
Namun Apelgren & Giertz (2003) dalam (Ryegard
2010) menyampaikan “dengan memiliki pengetahuan pada
empat bidang tersebut, merupakan sebuah nilai yang
diperoleh dari kualifikasi seorang guru”. Menurut mereka,
tidak cukup untuk memiliki sikap dan keterampilan yang
diperlukan dalam kompetensi pedagogik, karena salah
satu bagian aspek yang paling penting dilakukan pada
kompetensi pedagogik adalah menerapkan pengetahuan.
Oleh karena itu, guru harus menggunakan pengetahuan
dan menerapkan pengetahuan mereka, karena dari
pengetahuan, guru dapat memperoleh wawasan yang baru
dan mengembangkan keterampilan mereka.
c. Aspek Keterampilan
Pada aspek keterampilan, dengan mengaplikasikan
pengetahuan dalam empat bidang yang telah disebutkan
17
pada aspek pengetahuan tersebut, berarti memperoleh
jenis-jenis keterampilan yang berbeda yang dapat
digunakan oleh guru dalam pengajaran mereka di kelas.
Untuk penilaian kompetensi pedagogik, jenis keterampilan
itu antara lain Apelgren & Giertz (2003);
1. Keterampilan dalam merancang proses pembelajaran
dan mengatur aktifitas. 2. Keterampilan dalam menyusun strategi pembelajaran
dan menyajikan materi dalam sebuah mata pelajaran dalam cara yang tepat untuk para siswa.
3. Keterampilan dalam mengadaptasi pengajaran kepada
kelompok khusus dari siswa dan keterampilan dalam situasi tertentu.
Dalam berdaptasi, guru dengan siswa pada situasi di
dalam kelas, Apelgren & Giertz (2003) dalam (Reygard
2010) berpendapat bahwa “komposisi dan kemampuan
mental siswa bervariasi”. Sebagai akibatnya, mereka
menunjukkan bahwa penguasaan kompetensi pedagogik
berarti penanganan keragaman faktor dalam cara terbaik
dengan tujuan untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran siswa di kelas.
Apelgren dan Giertz (2003) (dalam Reygard 2010)
menyatakan juga bahwa “pengajaran yang baik
membutuhkan ketekunan. Dalam sebuah pengajaran jika
tidak memiliki minat dan komitmen yang ditunjukan
dalam ketekunan dia bekerja, maka, baik siswa maupun
institusi, tidak ada satupun yang dapat mencapai usaha-
usaha yang maksimal”. Oleh karena itu mereka
menyimpulkan bahwa dengan adanya ketekunan,
kemampuan dan keinginan untuk bekerja secara teratur
18
dalam cara yang terbaik seharusnya menjadi sebuah hal
yang penting dari penguasaan kompetensi pedagogik.
Kompetensi pedagogik bukanlah sesuatu yang statis,
atau sesuatu yang tak pernah selesai. Kompetensi
pedagogik menunjukkan bahwa kemampuan dan
keinginan untuk mengaplikasikan adalah sebuah cara
kerja yang mendukung sepenuhnya pembelajaran siswa
dari pengalaman-pengalaman pengajaran yang baru dan
mengembangkan secara professional, baik pada sebuah
mata pelajaran yang secara pedagogis. Kompetensi
pedagogik berarti mengevaluasi secara berkesinambungan,
dan mengevaluasi kegiatan pedagogis seseorang dalam
cakupan tentang pembelajaran apa dan pengalaman yang
terbukti apa yang ditunjukkan untuk mendukung
sepenuhnya pembelajaran siswa.
2.1.2 Pengukuran Kompetensi Pedagogik
Pada penguasaan kompetensi pedagogik ini yang
akan dilihat adalah kompetensi mengajar guru di kelas
yang akan menjadi tolak ukur guru dalam menguasai
penguasaan kompetensi pedagogik. Wasserman dan Eggert
(1981) bahwa profil kompetensi mengajar guru yaitu
kemampuan dasar professional guru dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawab dalam mendidik, melatih,
membimbing dan memfasilitasi kegiatan belajar peserta
didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang secara
efektif dan efisien. Untuk pengukuran kompetensi
pedagogik guru, menggunakan pengukuran observasi, dan
instrumen observasi dalam penelitian ini memakai teori
19
Wasserman dan Egert (1981) yaitu Profile of teaching
competency adalah sebuah alat ukur melalui pengamatan
untuk mencandra karakteristik perilaku guru yang
berkompeten dalam memperlancar dan memudahkan
belajar siswa. Wasserman dan Eggert (1981) merumuskan
“prinsip-prinsip pengukuran kompetensi mengajar dengan
observasi di ruang kelas untuk mengungkapkan profil
kompetensi mengajar dikelas”. Untuk pengukurannya
menggunakan panduan observasi yang mengidentifikasi
19 aspek guru secara professional yang dikembangkan dan
berhubungan dengan kompetensi mengajar di ruang kelas.
Pada 19 Aspek ini akan diobservasi dan membandingkan
dan memberikan skor bagi guru yang ditunjukan perilaku
mana yang tepat bagi guru di kelas, apakah berperilaku
positif atau negatif dari tindakan-tindakan yang nyata
dalam proses mengajar di kelas.
Diindentifikasi 19 aspek guru yang dipandang
berkaitan dengan kompetensi mengajar guru di kelas yang
berkaitan dengan peran guru sebagai fasilitator yang
memperlancar dan memudahkan belajar meliputi aspek :
1. Guru berperilaku bijaksana (His behavior is thoughtful).
Berilah skor positif yang tepat dan sesuai jika terlihat
perilaku guru bertindak berdasarkan beberapa
alternatif yang telah dipertimbangkan. Guru
mempunyai sistem pemantauan yang membantunya
menganalisis tindakannya dan analisis ini didasarkan
pada kriteria objektif bukan bias pribadi. Secara umum
orang lain akan cenderung menyimpulkan bahwa guru
20
itu “sangat mengerti” dengan apa yang sedang
dilakukannya dan apa yang dilakukannya tampak telah
dipertimbangkan dan merupakan refleksi tujuan
pembelajaran.
Namun jika mendapati perilaku guru yang
menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek guru
yang berperilaku bijaksana, terlihat tindakan-
tindakannya seperti yang dihasilkan dari perubahan
pemikiran secara tiba-tiba; perilaku guru tidak selaras
dengan sasaran yang terekspresikan. Para pengajar ini,
belum mempertimbangkan apa yang akan dilakukan
sebelumnya ia melaksanakannya; mereka tampak
memiliki alternatif-alternatif yang dipertimbangkan;
seperti ada kesenjangan antara apa yang mereka
katakan dengan apa yang mereka lakukan. Ketika
diperhadapkan dengan tindakan-tindakan ini, para
pengajar bisa menyangkalinya seperti (“Saya tidak tahu
akan hal itu”), dan semakin defensive. Kesan yang
diberikan oleh para pengajar ini adalah mereka belum
memikirkan matang-matang terhadap apa yang mereka
katakan atau lakukan.
2. Guru adalah seseorang yang berinisiatif (He is
selfinitiating). Berilah skor positif dan sesuai jika
terlihat perilaku pengajar, secara konsisten memiliki
inisiatif atau prakarsa sehingga dia tidak hanya diam
dan menunggu untuk diberitahu serta tidak perlu
dibantu dalam banyak hal. Guru tidak takut ambil
resiko, berani mencoba dengan kemauan sendiri. Jika
21
tindakannya ternyata tak berhasil sesuai harapannya ia
mampu memeriksa apa yang terjadi secara rasional.
Bila sesuatunya tidak berjalan sesuai harapan, mereka
tidak menggunakan hal itu sebagai alasan untuk tidak
mencoba lagi. Bahkan dalam situasi dimana ada
keterbatasan sumber daya, guru menggunakan apa
yang ada untuk memulai dari awal, guru tidak
merasionalisasikan ketiadaan tindakan mereka dengan
mengatakan hal itu karena tidak tersedia cukup materi
atau karena jenis materi yang salah. Kita dapat
mengatakan kepada para pengajar ini, “Saya dapat
mengandalkan orang ini untuk membuat inisiatif dan ia
akan menyelesaikannya!”.
Namun, disisi lain dan berlawanan dari aspek ini
jika dalam pengamatan di kelas, pengajar yang punya
inisiatif adalah pengajar yang menunggu tentang apa
yang harus dilakukan. Bukan apa yang mereka
lakukan yang membuat mereka tidak berhasil, tetapi
karena jarang menggunakan kesempatan untuk
menjalankannya secara mandiri. Terkadang mereka
melakukan sesuatu dengan menjalankannya, tetapi
kemudian beberapa kali meminta bantuan disepanjang
proses mengajar di kelas. Seperti “Katakan pada saya
apa yang harus saya lakukan!” dan “apa yang harus
saya lakukan?” ini merupakan karekteristik perilaku
mereka. Mereka (guru) mencoba mencari alasan atas
ketiadaan tindakan mereka dengan mengklaim bahwa
tidak tersedia materi yang mencukup atau karena jenis
22
materinya tidak sesuai. Mereka terlihat sepertinya
harus bergantung pada orang lain untuk memulai
sesuatu.
3. Guru memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang dia
percaya dan menuntun sikapnya (He has a clear idea of
what he belief and his belief guide his behavior). Berilah
skor positif dan sesuai jika mendapati perilaku guru
memiliki gagasan yang jelas tentang sesuatu yang
diyakini serta tindakannya konsisten dengan
keyakinannya. Ketika berbicara dengan guru, ia
terkesan bahwa keyakinannya telah lama dipilih dan
dipikirkan serta sesuai dengan refleksi tindakannya.
Sehingga jika di simak tindakannya merupakan refleksi
dari keyakinannya. Berilah skor tertinggi jika yang
mereka lakukan adalah sebagai refleksi dari keyakinan-
keyakinan tersebut. Ada kejelasan tentang tujuan
mereka, tentang apa yang mereka perjuangkan. Mereka
(guru) muncul sebagai praktisi kelas dan mereka tahu
kemana arah mereka dan mengapa demikian. Mereka
tahu apa yang mereka yakini dan mereka yakin dengan
apa yang mereka jalankan.
Sisi lain dan berlawanan dari aspek ini jika dalam
pengamatan, tindakan-tindakan para pengajar tidak
konsisten dengan keyakinan yang mereka nyatakan.
Mereka mungkin berkata bahwa mereka percaya
dengan demokrasi di ruang kelas, tetapi mereka
menjadi contoh klasik pengajar yang otoriter di kelas.
Mereka mungkin berkata bahwa mereka yakin bahwa
23
pengajar harus memiliki suara dalam membuat
keputusan tentang apa yang terjadi di sekolah, tetapi
mereka tidak berpartisipasi dalam komitmen dan tidak
mau bersusah payah untuk menjalankan tugas
mereka, dengan mengklaim bahwa “apa yang dilakukan
oleh satu orang tidak akan menghasilkan perbedaan”.
Antara tindakan dan gagasan yang mereka ekspresikan
ada kesenjangan yang membuat apa yang mereka
perbuat menjadi membingungkan. Terkadang mereka
merasionalisasi apa yang mereka lakukan dengan
berkata, “Mereka tidak ingin saya melakukannya”, atau
“Mereka memaksa saya melakukannya” untuk mencari
alasan terhadap tindakan yang tidak sejalan dengan
keyakinan yang dinyatakan. Walaupun demikian,
ketika kita meminta mereka untuk mengklarifikasi
sejumlah pertanyaan, jawaban mereka cenderung
penuh pengelakan, atau bersifat defensif atau tidak
konsisten. Cukup sulit untuk mengetahui apa yang
sebenarnya diyakini oleh para pengajar ini.
4. Guru adalah pemecah masalah (He is a
“problemsolver”). Berilah skor positif dan sesuai jika
perilaku guru terdeskripsikan bahwa ketika guru
berhadapan dengan masalah yang sulit, maka guru
dapat mengidentifikasi masalah itu, menyarankan
rangkaian tindakan alternatif, memeriksa asumsi yang
melandasinya, serta mengajukan strategi yang mungkin
dapat dijalankan. Ketika dihadapan dengan masalah-
masalah yang saling bertolak belakang, guru ini
24
mampu membuka diri terhadap situasi tersebut dan
menelitinya secara obyektif. Kita dapat mengatakan
tentang mereka (guru) bahwa muncul permasalahan
yang baru dan kompleks ketika, “mereka menjadi
pemimpin dalam perencanaan strategi”. Mereka dilihat
sebagai orang-orang yang memiliki pemikiran terbuka,
yang mampu berfungsi secara efektif ketika dihadapkan
dengan permasalahan yang baru dan kompleks.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini jika dalam
pengamatan “pengajar yang menjadi pemecah masalah”
adalah mereka yang ketika dihadapkan dengan
permasalahan, mereka menjadi hancur. Para pengajar
ini tidak tahu apa yang akan dilakukan atau
bagaimana cara memulainya. Ketika tidak ada arahan
kepemimpinan dari orang lain, mereka tidak tahu
dimana atau bagaimana cara memulainya. Mereka
sepertinya tidak mampu membuat keputusan. Mereka
menunggu orang lain untuk memulai sesuatu dan
kemudian mengikutinya. Mereka mengalami banyak
kesulitan dalam menanggapi data yang timpang;
pikiran mereka sepertinya tertutup terhadap data
semacam itu. Ketika telah mulai menjalankan suatu
tindakan, mereka segan untuk berpindah. Ketika
diperkenalkan alternatif-alternatif baru, mereka
mungkin berkata, “Kita telah memiliki sebuah rencana.
Janganlah kita membuang-buang waktu dengan
mencoba-coba gagasan baru.
25
5. Guru dapat mengambil gagasan baru ke dalam praktek
(He can put new ideas into practice). Berilah skor positif
dan sesuai jika perilaku guru dalam profilnya ini
mampu memasukkan gagasan-gagasan baru ke dalam
praktik. Ia mampu membuat penilaian atas kebutuhan
kelompok serta dapat memunculkan gagasan yang
sesuai dengan kebutuhan dan dapat menciptakan
skema untuk mengimplementasikan gagasan tersebut
dalam praktik. Guru merasa tidak terhalangi dengan
sumber daya yang terbatas; ia sepertinya mampu
melakukan banyak hal dengan sumber daya sedikit.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, terlihat para
pengajar yang menerapkan pendekatan yang kaku di
sebagian besar situasi yang baru. Mereka sepertinya
melakukan hal yang sama secara berulang-ulang dan
dengan cara yang sama. Mereka mengalami kesulitan
dalam melihat suatu formula pendekatan tidak cocok
untuk situasi yang baru; mereka tidak mampu
menciptakan sebuah pendekatan baru yang lebih
relevan. Mereka menggunakan apa yang telah mereka
ketahui dan ingin tetap seperti itu. Mereka
menginginkan hal-hal yang sifatnya praktis dan jenis
bantuan bertipe “bagaimana caranya” dan mengalami
kesulitan yang luar biasa dalam menggunakan prinsip
pendidikan dan menerapkannya dalam ruang kelas.
Ada atmosfir kebosanan dan kurangnya semangat
dalam apapun yang mereka lakukan di ruang kelas.
26
6. Guru adalah seseorang yang dapat diandalkan dia (You
can rely on him). Berilah skor positif dan sesuai jika
mendapati perilaku guru terlihat bahwa guru dapat
dipercaya sehingga siswa dapat bergantung padanya
sehingga jika ia berkata akan melakukan sesuatu yang
pasti, kita percaya bahwa ia dapat melakukannya. Jika
mereka tak mampu menyelesaikan tugas tertentu,
mereka dapat menemukan cara untuk menyampaikan
hal itu sebelumnya. Jarang sekali para pengajar ini
akan mengecewakan kita. Kita merasakan adanya rasa
kepercayaan pada diri mereka, merasa nyaman
terhadap jaminan bahwa mereka akan lakukan sesuai
dengan janji mereka.
Namun, dalam pengamatan yang dilakukan
mendapati perilaku guru yang tidak dapat diandalkan.
Secara berulang-ulang mereka menawarkan diri untuk
menjalankan sebuah tugas dan karena suatu alasan
mereka tidak dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu
hanya memiliki sedikit keyakinan terhadap
kemampuan mereka untuk mengikuti perkembangan,
dan untuk menjalankan apa yang mereka telah janjikan
akan dilaksanakan. Intinya kita tahu bahwa bila kita
membutuhkan agar suatu pekerjaan harus dikerjakan,
mereka tidak dapat diandalkan untuk
menyelesaikannya.
7. Guru memiliki pandangan positif (He has a positive
outlook). Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku
Guru mempunyai cara pandang positif dan
27
menggembirakan dalam hidup sehingga ketika sesuatu
tidak berlangsung seperti harapan, ia tidak cenderung
mengenakan hal ini sebagai cerminan nasib. Ia
memperlakukan hal-hal itu sebagai bagian dari langkah
kehidupan. Ia banyak tersenyum dan tertawa serta
sangat menyukai dengan tulus apa yang dilakukannya.
Namun, jika mendapati perilaku guru yang
menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini,
jika pada pengamatan seorang pengajar yang
cenderung melihat kehidupan dalam warna hitam dan
bayangan abu-abu. Mereka selalu mengkritisi terhadap
segala “sesuatu yang tidak beres”, dan menghabiskan
banyak waktu dan energy untuk mengeluh. Bahkan
terkadang setelah situasi menjadi membaik, mereka
ingin berbicara tentang “seberapa buruk”. “Apa
gunanya?” menjadi tipikal sikap negatif mereka.
Tampaknya mereka menulari orang lain dengan sikap
pesimis dan pandangan yang kelam dalam kehidupan
mereka.
8. Guru menghargai, memperhatikan setiap individu (He
prizes, cares about each individual). Berilah skor positif
dan sesuai jika mendapati perilaku guru memberi
keleluasaan kepada siswa untuk mengekspresikan
gagasan, pendapat, keyakinan, dan perasaannya. Guru
tidak hanya peka dan peduli terhadap perasaan siswa,
tetapi juga mengkomunikasikan kepekaan itu dalam
cara yang dapat dipahami siswanya. Ketika berinteraksi
dengan siswa, ekspresi wajah, nada suara dan bahasa
28
mereka menunjukkan bukti kehangatan, pujian dan
dorongan. Interaksi mereka menunjukkan kedekatan
dengan para siswa mereka, dan kebebasan usaha
untuk mendominasi mereka. Setelah berinteraksi
secara singkat dengan pengajar, siswa keluar dengan
perasaan yang lebih baik terhadap diri mereka sendiri.
Namun, jika pada pengamatan yang dilakukan, para
pengajar yang menunjukkan kurangnya sensitifitas
kepada para siswa mereka. Ketika berinteraksi, mereka
tampil secara dingin dan tidak hangat, kaku dan
kurang memberikan dorongan, bersifat mekanis dan
kurang tulus ketika memberikan pujian. Mereka
seringkali menolak gagasan dan pendapat dari siswa
mereka. Kritikan mereka bersifat mencela dan
merendahkan dan dibuat tanpa mempertimbangkan
perasaan siswa. Sepertinya mereka kurang memahami
tentang bagaimana perasaan para siswa mereka. Dalam
kenyataannya, sepertinya mereka kurang menyadari
bahwa ekspresi perasaan siswa memiliki tempat di
ruang kelas.
9. Guru mengetahui bagaimana untuk mengamati,
mendiaknosa, dan menangani siswa yang mengalami
kesulitan dalam berperilaku (He knows how to
observase, diagnose and deal with pupils with
behavioral difficulties). Berilah skor positif dan sesuai
jika perilaku guru mampu membuat pengamatan
secara lengkap dan cerdas tentang perilaku siswa, ia
menyadari perilakunya sebagai manifestasi perasaan
29
dan pikiran serta menggunakan obseravasi perilaku
siswa untuk mendiagnosis kesulitan belajar dan
merencanakan strategi pembelajaran yang sesuai.
Namun, jika mendapati perilaku guru yang
menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini,
kita akan menemukan para pengajar yang menyimpang
dari perilaku normal sebagai sesuatu yang “buruk”.
Bukan dengan berupaya untuk menggali apa yang ada
dibalik perilaku semacam itu, mereka lebih cenderung
untuk menghubungkan dengan berbagai motif kepada
siswa (misalnya, “Ia sekedar malas” atau “Ia sedang
tidak mencoba” atau “Ia tidak ingin belajar”). Terkadang
para pengajar ini mencoba untuk menjelaskan suatu
perilaku berdasarkan standar mereka sendiri secara
sepihak (misalnya, “Ia berperilaku seperti itu karena ia
memang kurang berprestasi” atau „Itulah contoh
perilaku dari sebagian besar tindakan yang non
akademik”). Setelah mendapatkan penjelasan tentang
suatu perilaku, para pengajar ini akan menulis
harapan-harapan mereka kepada siswa. Para pengajar
ini menggunakan penghukuman dan taktik manipulatif
lainnya sebagai alat utama untuk membawa perubahan
perilaku dan menganjurkan dipakai oleh siswa.
10. Guru menggunakan klarifikasi “menanggapi” di ruang
kelas (He uses clarifying responses in this classroom).
Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku guru
terampil dalam mengklarifikasi tanggapan dan tahu
kapan menggunakannya. Guru guna dapat membantu
30
siswa mengklasifikasikan bagi dirinya sendiri tentang
apa yang dipikirkan. Ia sering merefleksikan kembali
kepada siswa sikap keyakinan dan gagasan yang
diekspresikan melalui mengajukan pertanyaan yang
tidak menghakimi.
Namun, jika mendapati perilaku guru yang
menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini
dalam pengamatan, terlihat para pengajar ini sangat
bersifat mengarahkan. Praktek mereka termasuk usaha
pemanipulasian siswa mereka untuk setuju dengan
gagasan mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang
yang ahli dalam memanuver siswa untuk menghasilkan
jawaban yang tepat. Tujuannya bukan untuk
membantu siswa berpikir tentang gagasan mereka
sendiri tetapi untuk mengarahkan gagasan siswa
sejalan dengan gagasan pengajar.
11. Guru mengutamakan pemikiran siswa (He promotes
pupils’ thingking). Berilah skor positif dan sesuai jika
perilaku guru dari aspek ini, untuk membantu
mendeskripsikan apakah guru sangat terampil dalam
mempromosikan dan mengembangkan kecakapan
berpikir siswanya. Pertanyaan yang dipilih untuk
diajukan pada siswa berhubungan dengan
keterampilan berpikir aras lebih tinggi dalam
menginterpresi data, pemecahan masalah, menerapkan
prinsip dan menghasilkan prinsip baru dibandingkan
penghafalan informasi faktual. Kita akan mendengar
para pengajar ini lebih banyak membuat pertanyaan
31
seperti, “Apakah kamu memiliki gagasan atau
pemikiran mengapa sampai menjadi seperti ini?” dan
“Penjelasan lain apakah yang bisa dimungkinkan?” dan
“Bagaimana kita sampai pada keputusan tentang salah
satu dari tiga hal ini yang benar?” dan bukan
pertanyaan seperti “Apa tiga sebab utama munculnya
Revolusi Perancis?” Para pengajar ini menunggu siswa
untuk merespon pertanyaan. Mereka memberikan
waktu kepada para siswa untuk berpikir. Cukup jelas
bahwa para pengajar semacam itu tertarik di banyak
kemungkinan jawaban dan penjelasan, dibandingkan
pada usaha penemuan satu jawaban yang benar.
Bukan dengan menjadikan siswa berpikir bagi
pengajar, para pengajar mengundang siswa untuk
berpikir bagi diri mereka sendiri. Mereka menghargai
perkembangan penyelidikan pada siswa mereka dan
penekanan ini merasuk ke ruang kelas.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, terlihat para
pengajar yang menempatkan value tertinggi pada
perolehan informasi untuk tujuan agar sampai pada
satu jawaban yang benar. Pertanyaan mereka kepada
siswa utamanya bersifat penyebutan informasi yang
dihafalkan sebelumnya. Mereka meyakini bahwa tugas
utama mereka adalah mengarahkan siswa untuk
mendapatkan informasi untuk kelas mereka. Dalam
interaksi mereka dengan siswa, para pengajar ini jarang
memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir.
32
Mereka sepertinya berpacu dengan waktu untuk
mencakup sebanyak mungkin konten. Mereka
memberikan kesan bahwa pengajarlah yang
menjalankan sebagian besar pemikiran di dalam kelas
dan mungkin memang inilah yang diinginkan oleh para
pengajar.
12. Guru melakukan berbagai interaksi dengan siswa di
kelas (There’s a lot of interaction among pupils in his
class). Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku guru
terhadap aspek ini mendeskripsikan apakah guru
mendorong dan mengundang terjadinya banyak
interaksi antara siswa. Ruang kelas mereka menjadi
semacam sarang lebah, dimana hampir selalu ada
aliran percakapan antar siswa, ketika siswa secara aktif
terlibat dalam pembelajaran. Para pengajar ini
memberikan banyak pengalaman kurikulum dimana
para siswa terlibat dalam dialog pembelajaran secara
kooperatif dan pembelajaran dari satu sama lain. Para
pengajar ini tidak membaurkan diri mereka kedalam
peran penyebaran informasi. Mereka mengakui bahwa
pembelajaran kooperatif dan interaksi siswa sebagai
dimensi pengajaran yang penting.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, terlihat para
pengajar ini, berbicara disepanjang waktu. Mereka
meyakini bahwa apa yang mereka katakan itu penting.
Mereka melihat bahwa peran utama mereka adalah
untuk menyalurkan informasi, yang diikuti dengan
33
pertanyaan dari siswa untuk melihat apakah para
siswa memang sebelumnya menyimak. Para pengajar
ini menjadi orang-orang dominan di ruang kelas
mereka. Bila para pengajar ini keluar kelas untuk
waktu sebentar saja maka kelas akan menjadi kacau.
Mereka terkadang membolehkan para siswa berbicara
satu sama lain sebagai aktifitas rekreasi tetapi jarang
sekali dalam kontek yang mereka lihat sebagai
pengalaman dalam belajar mengajar.
13. Guru adalah pendidik bagi muridnya (He is a real
person to his students). Berilah skor positif dan sesuai
jika perilaku guru menanggapi atau merespon siswanya
dengan ketulusan. Secara pribadi guru leluasa dan
spontan. Tidak diragukan lagi ia sungguh-sungguh
dengan apa yang dikatakannya. Ketika seorang siswa
mendekatinya membawa masalah, guru tidak
merasionalisasi atau mundur ke dalam peran
“profesional”. Ketika diperhadapkan dengan siswa yang
perilakunya bermasalah, menanggapi tanpa bersikap
defensif/melindungi harga diri sendiri. Reaksinya
mereka bersifat jujur dan terbuka. Pesannya
otentik/asli yang diutarakan dalam berinteraksi dengan
siswa.
Sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, terlihat para
pengajar yang mengenakan topeng profesional ketika
berinteraksi dengan siswa. Ketika siswa membahas
masalah-masalah yang sangat mempengaruhi mereka,
para pengajar ini merasa tidak nyaman. Mereka
34
merespon secara intelektualisasi. Mereka menjadi
defensif ketika dihadapkan dengan perilaku siswa yang
menyulitkan atau menantang. Pesan yang disampaikan
oleh para pengajar ini adalah bahwa anda tidak benar-
benar tahu siapa yang ada dibalik wajah mereka.
14. Guru tahu apa yang dia lakukan di kelas dan dapat
diterima (He knows what he is doing in the classroom
and it makes sense). Berilah skor positif dan sesuai jika
guru dalam membuat strategi pembelajaran dan bahan
kurikulum yang digunakannya sesuai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru cakap
mendeskripsikan apa yang sedang dilakukannya dan
mengapa ia melakukan dalam pola yang jelas dan
secara kependidikan benar. Ia memiliki rasa percaya
diri mengenai apa yang berlangsung di dalam kelas.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini maka terlihat
para pengajar yang sepertinya sedang mengajar dengan
"tanpa persiapan". Kita akan mendapatkan kesan
bahwa mereka sedang memikirkan sesuatu ketika
pengajaran sedang berlangsung, bahwa mereka belum
memikirkan secara mendalam tentang apa yang sedang
mereka lakukan. Ketika muncul pertanyaan tentang
apa yang sedang terjadi di ruang kelas, mereka menjadi
sangat defensif dan mencoba merasionalisasi apa yang
mereka sedang membenarkan tindakan mereka.
Sepertinya tidak ada koneksi yang erat antara strategi
pengajaran mereka, pilihan kurikulum mereka, dan
35
sasaran yang mereka nyatakan. Apa yang terjadi di
ruang kelas mereka sepertinya tidak masuk akal secara
edukasi.
15. Guru memiliki pengetahuan di bidangnya (He is
knowledge able in his field). Berilah skor positif dan
sesuai jika pada aspek ini untuk membantu
mendeskripsikan apakah guru menunjukkan
pengetahuan yang luas dan mendalam tentang
kurikulum, prinsip belajar dan tumbuh kembang
individu yang sangat berkaitan dengan taraf
pembelajarannya. Jika guru berspesialisasi dalam satu
bidang tertentu, ia merasa nyaman dengan bidangnya
itu dan sangat menguasai. Ia memiliki pengetahuan
yang banyak dan senang membaca, ada kedalaman
intelektual ketika berdiskusi dengan sesama pengajar
dan usaha mereka di ruang kelas mencerminkan
pengetahuan dalam bidang ini. Ketika mereka
menjelaskan sesuatu ke rekan pengajar, mereka
mampu membuat diri mereka sendiri paham. Mereka
mengenali batas-batas pengetahuan mereka dan
dimana tidak tahu, mereka mengakuinya. Pengetahuan
mereka layak kita hargai.
Namun jika kita akan melihat para pengajar dalam
pengetahuannya kurang. Mereka kurang mengenali
seluk-beluk di bidang mereka. Bila mereka membaca
literatur di bidang mereka, mereka tidak
menunjukkannya, baik dalam pembahasan bersama
sesama rekan pengajar atau dalam kualitas pengajaran
36
mereka. Penjelasan mereka kepada siswa tidak jelas.
Kita sendiri bertanya-tanya apakah mereka sendiri
mengerti apa yang mereka sedang katakan. Ketidak
konsistenan mereka, kendangkalan presentasi mereka
dan usaha-usaha mereka untuk menutupi
keterbatasan pemahaman mereka menunjukkan
kurangnya pengetahuan mereka dalam bidang mereka.
16. Guru menggunakan evaluasi untuk meningkatkan
pembelajaran (He uses evaluation to promote learning).
Berilah skor positif dan sesuai jika guru menggunakan
evaluasi untuk memperoleh data bagi kemajuan belajar
siswa lebih lanjut. Ia sadar evaluasi sangat subjektif
tetapi terbuka tentang penggunaan hasil evaluasi. Guru
menyadari dengan penetapan nilai dan menekankan
evaluasi sebagai cara membantu siswa belajar, guru
menggunakan berbagai jenis prosedur evaluatif, tetapi
prosedur yang digunakannya telah dipilih dengan
seksama serta selaras dengan tujuan pembelajaran.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, maka
menemukan para pengajar yang utamanya berfokus
pada seberapa banyak yang telah dipelajari oleh para
siswa dan kemudian membuat penilaian. Mereka
menganggap penilaian sebagai hal yang obyektif dan
bahwa pembelajaran para siswa dapat diukur secara
obyektif. Seringkali para pengajar ini bersifat dogmatis
tentang hasil tes dan menggunakan hal ini dan nilai
sebagai alat penghukuman. Mereka beroperasi pada
37
teori bahwa siswa termotivasi untuk belajar melalui
kegagalan dan mereka dapat menggunakan ancaman
kegagalan sebagai sebuah alat untuk mendukung
pembelajaran, prosedur evaluasi mereka biasanya
dalam bentuk tes bertipe jawaban singkat dan esai dan
mereka jarang sekali berkomunikasi dengan para siswa
tentang gagasan-gagasan yang konkrit untuk
menghasilkan perbaikan. Kata-kata yang sering
dilontarkan untuk mendukung pembelajaran adalah
adalah "pengejaan yang ceroboh", "coba lagi dengan
lebih giat" dan "baik". Tujuan utama dari evaluasi
dalam kelas para pengajar ini adalah untuk
mendapatkan nilai pelajaran. Bila siswa mengalami
kegagalan, hal ini karena "mereka sekedar tidak
mampu mengerjakan tugas yang diberikan".
17. Kelas bagi guru adalah tempat yang penting, hidup dan
penuh semangat (His classroom is a vital, alive and
zestful place). Berilah skor positif dan sesuai jika guru
membuat kelas pembelajaran sebagai tempat yang vital
dan hidup untuk belajar. Tampak ada banyak aktivitas
yang sedang berlangsung serta merupakan kegiatan
yang mengarah ke tujuan pembelajaran. Ada bukti-
bukti karya siswa di sekitar ruangan dan telah ditemui
siswa dan terlibat dalam tugas yang menantang. Guru
senantiasa membawa gagasan-gagasan yang baru ke
dalam kelas serta memperkasai pengalaman kurikulum
yang bermakna dan relevan bagi kehidupan siswanya.
Guru menyediakan pilihan bagi siswa secara
38
perseorangan, memacu dan bertukar gagasan dalam
banyak pengalaman kurikuler. Waktu dalam kelas
semacam ini berlalu dengan cepat dan siswa merasa
sedih mendengarkan bel sekolah tanda pelajaran usai.
Kelas ini menjadi tempat yang penuh semangat, penuh
pergerakan dan vital dan sangat menarik bagi mereka.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, jika mendapati
para pengajar di ruang kelas mereka, sebagai tempat
yang membosankan dan menjemukan. Seringkali para
siswa mengerjakan tugas yang sama pada waktu yang
sama. Ketika salah seorang siswa menyelesaikan tugas
lebih awal, ia harus menunggu teman-temannya untuk
menyelesaikan tugas. Sebagian besar penekanan
diberikan pada bahan bacaan, mengerjakan lembar
tugas dan menjawab pertanyaan dari papan tulis.
Ketika ada diskusi kelompok, topik yang muncul
bersifat imajinatif atau topik yang sepele, yang
membuat para siswa merasa bosan untuk
berpartisipasi. Sikap apatis di ruang kelas ini biasanya
disebabkan karena para siswa merasa "tidak peduli".
Para pengajar ini tidak mengakui bahwa merekalah
yang tidak memberikan inspirasi dan yang
menyebabkan rasa bosan dan siswa merasa di ruang
kelas serasa satu tahun. Ketika bunyi bel tanda
istirahat, para siswa dengan segera keluar dari sekolah.
18. Guru mempunyai bahan pengajaran yang bervariasi,
imaginatif dan relevan (His teaching materials are
39
varied, imaginative and relevant). Berilah skor positif
dan sesuai jika perilaku guru dalam mengajar
menggunakan variasi luas dan beragam sumber dalam
bahan pembelajaran. Mereka menggunakan studi
lapangan, film, video dan media audio visual sebagai
bagian kurikulum. Tamu di undang ke dalam kelas
sebagai narasumber. Siswa leluasa secara terarah,
tujuan menggunakan bahan belajar. Bahan yang
diciptakan dan dikembangkan guru dikemas secara
menarik untuk memberi sumbangan pada belajar
siswa.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini akan terlihat
bahwa para pengajar ini, menggunakan materi-materi
ruang kelas yang sangat terbatas. Penekanan lebih
difokuskan pada penggunaan buku pelajaran, buku
referensi perpustakaan dan buku kerja. Dinding ruang
kelas mungkin tidak memberikan stimulus terhadap
pemikiran. Dinding-dindingnya mungkin kosong atau
hanya dihiasi dengan poster-poster lama yang
mengekspresikan sentimen dangkal dan karya seni
berpola. Yang paling sedikit digunakan adalah materi
kurikulum dalam kesenian atau yang dipenuhi dengan
bahan-bahan yang "kaya" dari area kurikulum lainnya.
Para siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk
menyentuh atau memegang materi pelajaran.
Pemberian kurikulum di ruang kelas ini adalah
40
sebagian besar bertipe buku pelajaran dan bahan
kertas dan pensil.
19. Guru menyatukan kelompok (He unifies the group).
Berilah skor positif dan sesuai jika guru terampil dalam
mengembangkan keharmanonisan, kerja kelompok di
kelas. Guru membantu mengembangkan penyatuan
kelompok yang saling menghormati antar kelompok.
Para siswa sepertinya mengapresiasi satu sama lain;
mereka menghargai satu sama lain dan semangat juang
di kelas sepertinya cukup tinggi. Kelas ini sepertinya
memiliki kebanggaan pada dirinya sendiri sebagai
sebuah kelompok, disamping itu, para siswa sepertinya
sangat produktif, yang bekerja sama sebagai sebuah
tim. Para pengajar ini telah memberi kontribusi pada
perkembangan kesatuan kelompok dengan jaminan
bahwa setiap siswa memiliki kesempatan untuk
mendapatkan penghargaan dan status didalam
kelompok; dengan memberikan kesempatan kepada
siswa satu sama lain; dengan menciptakan sebuah
iklim di ruang kelas yang membantu setiap siswa untuk
merasa aman, dihargai, diperhatikan dan diterima.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini jika pada
pengamatan mendapati para pengajar yang tidak
merasa peduli dengan semangat didalam kelompok.
Bila mereka peduli, mereka sepertinya tidak tahu
bagaimana cara mewujudkannya. Di ruang kelas para
siswa terlihat kasar terhadap satu sama lain, dan ada
41
banyak pertengkaran dan perkelahian didalam kelas.
Kelas ini sepertinya tidak “dikelompokkan” sama sekali.
Tidak ada semangat dan tidak ada saling menghargai.
Para pengajar disini memberi kontribusi terhadap
perasaan ketidakpuasan ini dengan secara terbuka
mengkritisi siswa, dengan bersikap tidak toleran selain
keterampilan akademik, dengan memiliki “favoritisme:”
“memilih” siswa-siswa tertentu; dengan secara umum
menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap para
siswa mereka. Ruang kelas ini tidak memberikan
jaminan tetapi intimidasi. Para pengajar ini
memberikan rasa takut dan bukan penerimaan. Siswa
seakan tidak menyukai sekolah dan interaksi dengan
satu sama lain bersifat bermusuhan dan substraktif.
Guru harus lebih dinamik dan kreatif dalam
mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di
masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang
yang paling tahu terhadap berbagai informasi dan
pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi
dengan manusia. Guru bukan satu-satunya orang yang
lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak
memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi
yang demikian cepat, ia akan tepuruk secara professional.
Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik
dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk
menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu
berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru
42
harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang
dimilikinya secara terus menerus.
2.1.3 Pengertian Supervisi Klinis
Pada penelitian ini supervisi yang digunakan adalah
supervisi klinis. Istilah klinis (clinical) mengandung
maksud bahwa dalam pelaksanaan supervisi hubungan
berlangsung secara tatap muka (face to face) antara guru
dengan supervisor dan difokuskan pada perilaku aktual
guru di depan kelas. Tekanan pokok supervisi klinis
adalah pengembangan profesionalisme guru, ini
merupakan supervisi untuk membantu guru dalam
meningkatkan performa pengajarannya. Pernyataan ini
sebagaimana dikemukakan oleh Acheson dan Gall (2003)
sebagai berikut.
“Clinical” is meant to suggest a face to face relationship between teacher and supervisor and a focus on the teacher’s actual behavior in the classroom. The word “clinical” can also connote pathology, a connotation that should not be applied to the model of teacher supervision
presented here. We certainly do not wish you to think that clinical supervision is always a “remedy” applied by the supervisor to deficient or unhealthy behavior exhibited by the teacher. Clinical supervision acknowledges the need for teacher evaluation, under the condition that the teacher participates with the supervisor in the process. The primary emphasis of clinical supervision is on professional development, however. It is supervision to help the teacher improve his or her instructional performance
Supervisi klinis menurut Acheson dan Gall (2003)
“Supervision as the process of helping the teacher reduce the
43
discrepancy” (suatu proses membantu guru memperkecil
kesenjangan antara perilaku mengajar yang nyata dengan
perilaku mengajar yang ideal). Defenisi ini memberi
indikasi bahwa supervisi klinis merupakan suatu proses
membantu guru mengatasi kesulitannya dalam mengajar.
Proses membantu pada supervisi klinis dalam arti
memberi pertolongan secara langsung yang diberikan
supervisor kepada guru-guru dengan cara melakukan
tindakan observasi untuk membantu memecahkan
masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Kemudian menurut Richard Weller (1960-an) yang dikutip
oleh Acheson dan Gall 2003 menyatakan bahwa supervisi
klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada
peningkatan mengajar melalui sarana siklus yang
sistematis dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis
yang intelektual dan intensif mengenai penampilan
mengajar yang nyata, di dalam mengadakan perubahan
dengan cara yang rasional.
Penggunaan kata klinis tidaklah dimaksudkan
terbatas pada usaha perbaikan atau remedi terhadap
kesalahan-kesalahan yang dilakukan guru/calon guru
dalam mengajar. Oleh karena itu Acheson dan dan Gall
(2003) mengemukakakan penggunaan “supervisi klinis”,
karena telah dikenal luas, tetapi pada esensinya lebih
tepatnya dikatakan supervisi yang terpusat pada
guru/calon guru (teacher centered supervision).
Peneliti sependapat dengan pendapat Acheson dan
Gall (2003), yang menyebutkan bahwa supervisi klinis
44
adalah merupakan suatu proses, dalam bentuk bantuan
yang diberikan kepada guru atau calon guru berdasarkan
kebutuhannya melalui siklus yang sistematis dalam
perencanaan, observasi yang cermat atas pelaksanaan,
dan pengkajian balikan dengan segera dan obyektif
tentang penampilan mengajarnya yang nyata untuk
meningkatkan keterampilan dan sikap profesional seorang
guru.
Oleh karena itu supervisi klinis sangat berperan
penting dan perlu dilakukan, karena sangat membantu
guru-guru dalam mengatasi masalah-masalah dalam
proses pembelajaran, sehingga masalah-masalah
pembelajaran yang dialami oleh guru dapat bersama-sama
dengan supervisor, untuk selanjutnya dicarikan solusi
yang terbaik dalam mengatasi masalah-masalah tersebut,
sehingga dari solusi itu dalam perbaikan mempunyai
gambaran yang jelas tentang pembelajaran mutakhir,
pandangan tentang pembelajaran yang ideal.
Adapun menurut Acheson dan Gall (2003)
karekteristik yang mendasar dalam supervisi klinis yaitu :
1. Untuk meningkatkan kualitas keterampilan intelektual
dan perilaku mengajar guru secara spesifik 2. Supervisi harus bertanggung jawab dalam membantu
para guru untuk mengembangkan (a) keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan data yang benar dan dianalisis; (b)terampil dalam menguji
cobakan, mengadaptasi, dan memodifikasi kurikulum, (c) agar semakin terampil menggunakan teknik-teknik
mengajar, guru harus berlatih berulang-ulang. 3. Supervisi menekankan apa dan bagaimana guru
mengajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,
bukan untuk merubah kepribadian guru.
45
4. Perencanaan dan analisis berpusat pada pembuatan dan pengujian hipotesis pembelajaran berdasarkan
bukti-bukti hasil observasi; 5. Supervisi berkaitan dengan sejumlah isu-isu penting
mengenai pembelajaran yang relevan bagi guru dan mendorong untuk berubah.
6. Supervisi merupakan proses memberi dan menerima
yang dinamis di mana supervisor dan guru adalah kolega yang meneliti untuk menemukan pemahaman yang saling mengerti bidang pendidikan.
7. Proses supervisi pada dasarnya berpusat pada analisis pembelajaran.
8. Guru secara individual memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis dan menilai isu-isu, meningkatkan kualitas pengajaran dan
mengembangkan gaya mengajar personal guru. 9. Proses supervisi dapat diterima, dianalisis dan di
kembangkan lebih banyak sama dengan keadaan pengakaran yang dapat dilakukan; dan
10. Seorang supervisor memiliki kebebasan dan tanggung
jawab untuk menganalisis kegiatan supervisinya dalam hal yang sama dengan analisis evaluasi guru tentang pembelajarannya.
Menurut Acheson dan Gall (2003) tujuan supervisi
klinis dibedakan menjadi 2 macam yaitu
1. Tujuan Umum
Tujuan supervisi klinis adalah meningkatkan pengajaran guru dikelas.
2. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih
spesifik, sebagai berikut. 1. Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap
guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya. 2. Mendiagnosis dan membantu memecahkan
masalah-masalah pengajaran.
3. Membantu guru mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi pengajaran.
4. Membantu guru mengembangkan satu sikap positif
terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan.
46
Dalam melakukan supervisi klinis harus dijalankan
sesuai dengan langkah-langkah dalam pelaksanaan
supervisi klinis. Menurut Acheson dan Gall (2003) bahwa
pelaksanaan supervisi klinis dikembangkan pada tiga
tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap
pertemuan awal (perencanaan), (2) tahap observasi
mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan. Dalam
penelitian ini, peneliti sependapat dengan Acheson dan
Gall (2003) yang akan dilakukan pada tiga tahap.
1. Tahap pertemuan awal Langkah-langkah yang dilakukan: a. Usaha menciptakan suasana yang hangat antara
supervisor dengan guru. b. Menciptakan hubungan demokratis yaitu sasaran
supervisi klinis terpusat pada kebutuhan guru. c. Berdiskusi tentang rencana pembelajaran dan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
d. Berdiskusi tentang penyusunan instrument yang akan digunakan.
2. Tahap observasi mengajar
Kegiatan pengamatan yang dilakukan supervisor fokus pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
maupun interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa menggunakan instrument yang sudah disepakati.
3. Pertemuan Balikan
Kegiatan yang dilakukan dalam pertemuan balikan meliputi:
a. Supervisor menanyakan kepada guru bagaimana peranannya selama proses pengajaran berlangsung.
b. Supervisor bersama dengan guru melihat kembali
pencapaian yang sudah dilakukan guru dalam proses pembelajaran berdasarkan instrumen pengamatan yang sudah disepakati.
c. Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilakukan, supervisor menanyakan kesan dari guru.
47
d. Supervisor menyajikan data berupa hasil rekaman kemudian bersama-sama menganalisis dan
menafsirkan hasil pengamatan. e. Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah
dilakukan, supervisor menanyakan kembali kasan dari guru tentang hasil pengamatan yang sudah dilakukan.
f. Supervisor bersama dengan guru membandingkan hasil pengamatan dari pertemuan pertama dengan target pembelajaran yang sudah disepakati bersama.
g. Berdasarkan hasil pengamatan bersama, supervisor membantu guru dalam merencanakan proses
pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.
Oleh karena itu, supervisi klinis yang dilakukan
melalui 3 tahap ini, sangat membantu dalam mengatasi
masalah yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa supervisi klinis merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan penguasaan komptensi pedagogik guru.
Supervisi klinis bertujuan untuk membantu para guru
dengan menyelesaikan masalah-masalah guru dalam
pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan karakteristik
guru masing-masing agar guru mampu melaksanakan
tugas-tugasnya di sekolah.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Peneliti menemukan ada dua penelitian yang relevan
dengan penelitian yang peneliti lakukan tentang Perbedaan
Penguasaan kompetensi pedagogik guru antara guru yang
disupervisi klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan
guru yang tanpa supervisi di SMA Kartika XIII-1 Ambon
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fitriana (2008)
dengan judul, “Upaya Peningkatan Kompetensi Pedagogik
48
Guru PAI Kelas VII SMPN 1 Comal Menggunakan Supervisi
Klinis”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
keberhasilan dalam menggunakan supervisi klinis untuk
meningkatkan kompetensi guru PAI SMP Negeri 1 Comal,
yaitu ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku
mengajar guru yang dapat dilihat berdasarkan perolehan
jumlah skor yang meningkatkan dari siklus I sampai pada
siklus III, yaitu dari 143 skor meningkat menjadi 175 skor.
Hasil Penelitian Korma (2012) dengan Judul
Pengaruh Implementasi Pendekatan Supervisi Klinis
Terhadap Wawasan Kompetensi Pedagogik Dan Kualitas
Pengelolaan Pembelajaran Para Guru Di Gugus IV SD
Kecamatan Denpasar Selatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
implementasi pendekatan supervisi klinis secara simultan
terhadap wawasan kompetensi pedagogik dan kualitas
pengelolaan pembelajaran para guru di Gugus IV SD
Kecamatan Denpasar Selatan dengan probabilitas Pillai’s
Trance, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Largest
Root sebesar 0,000. Dimana didapatkan bahwa supervisi
klinis dapat meningkatkan wawasan kompetensi pedagogik
guru dan kualitas pengelolaan pembelajaran.
2.3 Kerangka Pemikiran
Guru mempunyai peran penting dalam
menentukkan mutu pendidikan di sekolah. Keberhasilan
mutu pendidikan sekolah tidak terlepas dari kerja sama
yang baikn antara peran kepala sekolah, guru dan siswa.
Jika salah satu keberhasilan guru pada penguasaan
49
kompetensi mengajar guru dikelas dilihat dari salah satu
peran dari kepala sekolah sebagai supervisor dalam
memberikan supervisi dengan baik bagi guru.
Keberhasilan siswa juga sangat bergantung pada kualitas
guru dalam mengajar. Oleh karena itu kompetensi
mengajar guru inilah yang mempunyai peran penting
dalam mengimplementasikan pembelajaran di kelas agar
hasil di peroleh bagi siswa dapat memuaskan.
Namun guru masih banyak mengalami kendala atau
masalah dalam penguasaan kompetensi pedagogik
khususnya pada salah satu aspek kompetensi mengajar
guru di kelas. Terkadang kendala/masalah itu menjadi
sebuah rahasia yang terpendam dalam diri guru sehingga
sulit bagi guru untuk memecahkan masalah itu sendiri.
Oleh karena itu peran supervisor (kepala sekolah) dalam
memberi supervisi klinis bisa menjadi sebuah solusi atau
jalan keluar bagi guru dan kepala sekolah untuk melihat
masalah tersebut sehingga dapat memecahkan secara
bersama, tanpa ada rasa takut yang selama ini, guru
beranggapan bahwa supervisi selalu mencari kesalahan-
kesalahan guru. Dengan demikian diduga apakah dengan
melalui supervisi klinis dapat meningkatkan penguasaan
kompetensi pedagogik guru. Sehingga dalam penelitian
akan membandingkan guru yang disupervisi klinis dan
guru tanpa supervisi pada dua sekolah. Supervisi klinis
yang dilakukan dalam penelitian ini, lakukan tiga kali
pertemuan dengan memiliki tahapan-tahapan. Adapun
diagram kerangka pemikiran tersaji dalam gambar 1.
50
Supervisi Klinis dilakukan
Kondisi
Awal
Tindakan
Peneliti Menyiapakan Instrumen
Supervisi klinis, Menyusun Jadwal Monitoring,
Mendiskusikan dengan Kepala Sekolah dengan
guru-guru Senior mengenai pelaksanaan Supervisi
klinis yang akan dilakukan
PenelitiMengadakan observasi
untuk mendapatkan data awal melalui pretest
penguasaan kompetensi pedagogik
Tahap Perencanaan
Kepala Sekolah, Guru Senior, &
Guru yang diteliti
Mendiskusikan, Mereview,
Mengidientifikasikan, dan
Menganalisasa tentang KI, KD,
RPP dan Silabus, &
Mempersiapkan Materi Ajar.
Tahap PelaksanaanKepala Sekolah
Observasi yang dilakukan Kepala sekolah terhadap guru yang diteliti
pada pelaksanaan pembelajaran guru di kelas,
Tahap Umpan BalikKepala Sekolah & Guru yang diteliti
Menerapkan supervise klinis kepada guru-guru yang diteliti untuk bersama mendiskusikan , menganalisa instrumen observasi, terhadap
kendala/masalah yang dihadapi pada pelaksanaan pembelajaran yang belum dicapai sesuai dengan langkah-langkah supervisi klinis
Diduga dengan supervise klinis dapat meningkatkan
penguasaan kompetensi pedagogik guru Melalui postest yang diberikan.
Kondisi Akhir
Gambar I
Diagaram Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil kajian teori dan penelitian-
penelitian sebelumnya, terdapat dua penelitian yang
menyimpulkan bahwa supervisi klinis efektif dapat
meningkatkan kompetensi pedagogik guru dan tanpa
supervisi klinis tidak dapat meningkatkan kompetensi
pedagogik guru, oleh karena itu hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Adakah perbedaan yang signifikan penguasaan
kompetensi pedagogik (kompetensi mengajar) guru yang
disupervisi klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan
guru tanpa supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon, dan
mengetahui berapa besar pengaruh dari supervisi klinis
51
terhadap penguasaan kompetensi pedagogik. Hipotesis
tersebut dirumuskan secara statistik sebagai berikut:
H0 : µ1 = µ2 : Tidak Ada perbedaan yang signifikan
Penguasaan kompetensi pedagogik
antara Guru yang disupervisi klinis
dengan Guru tanpa supervisi.
H1 : µ1 ≠ µ2 : Ada perbedaan yang signifikan
Penguasaan kompetensi pedagogik
antara Guru yang disupervisi klinis
dengan Guru tanpa supervisi.
Hasil pehitungan uji t koefisien signifikansi < 0,05
maka H1 diterima dan H0 ditolak.
Top Related