6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
penyediaan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit
menjalankan fungsi sebagai penyelenggara pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan dengan standar pelayanan rumah sakit, serta pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan paripurna
tingkat kedua dan sesuai kebutuhan medis. Selain itu, rumah sakit juga
merupakan tempat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Rumah sakit juga mengadakan penyelenggaraan penelitian dan
pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan (UU No. 44 Tahun 2009).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340
Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, rumah sakit dapat dibagi
berdasarkan jenis pelayanan, yaitu:
a. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
b. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ dan jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
Lebih lanjut berdasarkan kepemilikan dan pengelolaannya dibagi:
a. Rumah sakit publik, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
b. Rumah sakit privat, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh Badan Hukum
berbentuk perseroan terbatas dengan tujuan keuntungan.
7
Berdasarkan pembagian tersebut rumah sakit diklasifikasikan lebih lanjut
sebagai berikut:
a. Rumah Sakit Umum
1) Rumah Sakit Kelas A
Rumah Sakit Kelas A atau rumah sakit umum tingkat pusat, dengan
kriteria harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan spesialis
penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain dan 13 pelayanan
medik sub spesialis.
2) Rumah Sakit Kelas B
Rumah Sakit Kelas B atau rumah sakit umum tingkat provinsi, dengan
kriteria harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis
penunjang medik, 8 pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 pelayanan
medik sub spesialis dasar.
3) Rumah Sakit Kelas C
Rumah Sakit Kelas C atau rumah sakit umum tingkat kabupaten,
dengan kriteria harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar dan 4
pelayanan spesialis penunjang medik.
4) Rumah Sakit Kelas D
Rumah Sakit Kelas D atau rumah sakit umum transisi tingkat
kabupaten/kota, dengan kriteria harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik
spesialis dasar.
b. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus atau disebut dengan Rumah Sakit Kelas E, adalah
rumah sakit yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayan kesehatan
kedokteran saja, antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung,
Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke,
Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga
Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin
8
Sehubungan dengan perlindungan terhadap bahaya pencemaran,
pengelolaan limbah rumah sakit pelu diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang
terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (Asmadi, 2013),
meliputi:
a. Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit
b. Penanggung jasa pelayanan rumah sakit
c. Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
d. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang
diperlukan.
Setiap rumah sakit harus memilki izin rumah sakit, yang terdiri atas izin
mendirikan rumah sakit dan izin operasional rumah sakit. Permohonan izin
diajukan menurut jenis dan klasifikasi rumah sakit. Izin rumah sakit kelas A dan
rumah sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri
diberikan oleh Menteri Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dari pejabat
yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi.
Izin rumah sakit kelas B didirikan oleh Pemda Provinsi setelah mendapat
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemda
Kabupaten/Kota. Izin rumah sakit kelas C dan D diberikan oleh Pemda
Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di
bidang kesehatan pada Pemda Kabupaten/Kota.
Izin pendirian Rumah Sakit Umum Kelas D mengacu pada persyaratan
izin mendirikan rumah sakit, salah satunya adalah pengolahan limbah, meliputi
persyaratan pengolahan limbah berupa upaya kesehatan lingkungan
(UKL), upaya pemantauan lingkungan (UPL) dan atau analisis dampak
lingkungan (AMDAL). Rumah sakit yang terkena wajib AMDAL adalah rumah
sakit dengan kapasitas lebih dar 400 tempat tidur (PP No. 51 Tahun 1993),
dengan kriteria pengukuran dampak terhadap beberapa pertimbangan seperti
jumlah manusia yang akan terkena dampak, sifat kumulatif dampak, luas
wilayah penyebaran dampak, berbalik atau tidaknya dampak. Sedangkan rumah
sakit yang tidak termasuk wajib AMDAL wajib memiliki dokumen UKL-UPL.
Pengolahan limbah cair mempunyai tujuan untuk menghilangkan unsur-
unsur pencemar dari air limbah dan untuk mendapatkan efluent dari pengolahan
9
yang mempunyai kualitas yang dapat diterima oleh badan air penerima, tanpa
ada gangguan-gangguan fisik, kimiawi maupun biologi (Djabu, 1990/1991).
IPAL rumah sakit dibangun dengan maksud untuk mengolah limbah cair yang
dihasilkan oleh rumah sakit agar dapat mengurangi, menghilangkan dan
menurunkan bahan-bahan yang berbahaya yang terkandung dalam air limbah
(Mulia, 2005).
Rumah Sakit Kelas D merupakan rumah sakit umum bentuk transisi
Puskesmas menjadi rumah sakit. Rumah sakit didirikan oleh pemerintah daerah
berbentuk UPT dari instansi yang bertugas di bidang kesehatan. Rumah sakit ini
hanya dapat didirikan di daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang
tinggi atau di daerah dengan akses pelayanan rumah sakit sulit dijangkau.
Rumah sakit mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan kesehatan dasar
yang tidak membedakan kelas perawatan dalam upaya kesehatan perorangan
yang memberikan pelayanan gawat darurat 24 jam, pelayanan rawat jalan dan
rawat inap.
Kriteria, fasilitas dan kemampuan meliputi pelayanan medik umum,
pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan
keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik dan pelayanan
penunjang non klinik:
a. Pelayanan medik umum terdiri dari pelayanan medik dasar, pelayanan
medik gigi dan mulut serta pelayanan kesehatan ibu anak/Keluarga
Berencana.
b. Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat
24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan
awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai
dengan standar.
c. Pelayanan medik spesialis dasar sekurang-kurangnya 2 dari 4 jenis
pelayanan spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan
anak, bedah, obstetri dan ginekologi.
d. Pelayanan spesialis penunjang medik yaitu laboratorium dan radiologi.
e. Pelayanan keperawatan dan kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
10
f. Pelayanan penunjang klinik terdiri dari ruang perawatan, pelayanan darah,
gizi, farmasi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.
g. Pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan laundry/linen, jasa
boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, gudang, ambulans,
komunikasi, kamar jenazah, pemadam kebakaran, pengelolaan gas medic,
penampungan air bersih dan pengelolaan limbah.
Kegiatan sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit menghasilkan
limbah cair yang meliputi air limbah domestik (air buangan kamar mandi, dapur,
air bekas pencucian pakaian), air limbah klinis (air limbah yang berasal dari
kegiatan klinis rumah sakit, misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dan
lain-lain), air limbah laboratorium dan lain-lain. Air limbah rumah sakit
mengandung polutan yang bersifat beracun, infeksius, bahkan radioaktif,
sehingga berpotensi menimbulkan dampak terhadap pencemaran lingkungan dan
kesehatan masyarakat. Baku mutu limbah cair ditetapkan berdasarkan tingkatan
pelayanan atau klasifikasi rumah sakit.
2. Limbah Cair Rumah Sakit
Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), mendefinisikan
limbah sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Menurut WHO (2005)
klasifikasi limbah berbahaya yang berasal dari layanan kesehatan meliput :
a. Limbah Infeksius, yaitu limbah mengandung bahan patogen (bakteri, virus,
parasit atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk
menyebabkan penyakit pada penjamu yang rentan. Kultur dan persediaan
agens infeksius, limbah dari otopsi, bangkai hewan dan limbah lain yang
terkontaminasi, terinfeksi atau terkena agens semacam itu disebut limbah
yang sangat infeksius. Dalam kategori ini antara lain tercakup kultur dan
stok agen infeksius dari aktivitas di laboratorium.
b. Limbah buangan hasil operasi dan otopsi pasien yang menderita penyakit
menular, seperti jaringan dan materi atau peralatan yang terkena darah atau
cairan tubuh yang lain.
11
c. Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bangsal isolasi seperti
ekskreta, pembalut luka bedah atau luka yang terinfeksi, pakaian yang
terkena darah pasien, atau cairan tubuh yang lain.
d. Limbah yang sudah tersentuh pasien yang menjalani hemodialisis
(misalnya: peralatan dialisi seperti selang dan filter, handuk, baju RS, apron,
sarung tangan sekali pakai dan baju laboratorium).
e. Limbah patologis, terdiri dari jaringan, organ, bagian tubuh, janin manusia
dan bangkai hewan, darah dan cairan tubuh (limbah anatomis) atau
subkategori dari limbah infeksius.
f. Limbah benda tajam, materi yang dapat menyebabkan luka (baik iris atau
luka tusuk), antara lain jarum, jarum suntik, scalpel dan jenis belati, pisau,
peralatan infuse, gergaji, pecahan kaca dan paku. Baik terkontaminasi
maupun tidak, benda semacam itu biasanya dipandang sebagai limbah
layanan kesehatan yang sangat berbahaya.
g. Limbah farmasi, yaitu limbah mencakup produk farmasi, obat-obatan,
vaksin dan serum yang sudah kedaluwarsa, tidak digunakan, tumpah, dan
terkontaminasi yang tidak diperlukan lagi dan harus dibuang dengan tepat.
Kategori ini juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan
untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi
residu, sarung tangan, masker, selang penghubung dan ampul obat.
h. Limbah genotoksik, merupakan limbah yang sangat berbahaya dan bersifat
mutagenik, tetratogenik atau karsinogenik. Limbah ini menimbulkan
persoalan pelik, baik di dalam area instalasi kesehatan itu sendiri maupun
setelah pembuangan sehingga membutuhkan perhatian khusus. Limbah
genotoksik dapat mencakup obat-obatan sitostatik tertentu, muntahan, urine
atau tinja pasien yang diterapi dengan obat-obatan sitostasik, zat kimia,
maupun radioaktif.
i. Obat-obatan sitotoksik (atau antineoplastik), sebagai subtansi pokok di
dalam kategori ini, memiliki kemampuan untuk membunuh atau
menghentikan pertumbuhan sel tertentu dan digunakan dalam kemoterapi
kanker. Selain memainkan peranan penting di dalam terapi berbagai
penyakit neoplastik, obat-obatan ini juga banyak digunakan sebagai agens
12
imunosupresif dalam transplantasi organ atau dalam mengobati berbagai
penyakit imunologis. Obat-obatan sitotoksik ini kebanyakan digunakan di
unit spesialisasi seperti unit kanker dan unit radioterapi, yang fungsi
pokoknya adalah mengobati kanker. Pada Rumah Sakit khusus kanker,
limbah genotoksik (yang mengandung zat sitostatik atau radioaktif)
diperkirakan mencapai 1% dari keseluruhan limbah pelayanan kesehatan.
j. Limbah yang mengandung logam berat, yaitu limbah yang mengandung
logam berat dalam konsentrasi tinggi, termasuk dalam subkategori limbah
kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik. Contoh adalah limbah merkuri
(Hg), yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak
(termometer dan atau alat pengukur tekanan darah). Residu yang berasal
dari ruang pemeriksaan gigi kemungkinan juga mengandung Hg dalam
kadar yang tinggi. Limbah kadmium (Cd) kebanyakan berasal dari baterai
bekas, panel kayu tertentu yang mengandung timbal (Pb) masih digunakan
dalam pembatasan radiasi sinar X dan di bagian diagnostik. Serta sejumlah
obat-obatan yang mengandung logam berat arsen (Ar), tetapi dikategorikan
sebagai limbah farmasi.
k. Limbah kemasan bertekanan, yaitu berbagai jenis gas digunakan dalam
kegiatan di instalasi kesehatan dan biasa dikemas dalam tabung, cartridge,
dan kaleng aerosol. Banyak di antaranya begitu kosong dan tidak terpakai
lagi dapat dipergunakan kembali, tetapi ada beberapa jenis yang harus
dibuang, seperti kaleng aerosol. Gas mulia berpotensi membahayakan, oleh
karena itu pengunaan gas di dalam kontainer bertekanan harus dilakukan
dengan sangat hati-hati karena container dapat meledak jika terbakar atau
tanpa sengaja bocor.
l. Limbah radioaktif, mencakup benda padat, cair dan gas yang terkontaminasi
radionuklida. Limbah ini terbentuk akibat pelaksanaan prosedur seperti
analisis in-vitro pada jaringan dan cairan tubuh, pencitraan organ dan
lokalisasi tumor secara in-vivo, dan berbagai jenis metode investigasi dan
terapi lainnya. Radionuklida yang digunakan di dalam layanan kesehatan
biasanya berada dalam sumber yang tidak tersegel (terbuka) atau sumber
yang tersegel (tertutup rapat). Sumber yang tidak tertutup biasanya berupa
13
cairan siap pakai dan tidak ditutup lagi selama penggunaannya; sumber
yang tertutup misalnya zat radioaktif yang terkandung dalam bagian
perlengkapan atau peralatan atau terbungkus dalam kemasan antipecah atau
kedap air seperti seeds dan jarum.
Limbah cair rumah sakit pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 58 Tahun 1995, diartikan sebagai bahan buangan berbentuk cair
yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme
patogen, bahan kimia beracun dan radioaktivitas.
Disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204 Tahun
2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, pengertian
limbah cair adalah semua buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Dibatasi lebih lanjut di
sini yang dimaksud limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk
cair yang kemungkinan mengandung mikroorganisme patogen, bahan kimia
beracun dan radioaktivitas (Said, 1999).
Jenis limbah cair rumah sakit dapat dikelompokkan sebagai air limbah
domestik, air limbah klinis, air limbah laboratorium klinik dan kimia, air
limbah radioaktif (tidak boleh masuk IPAL serta harus mengikuti petunjuk dari
BATAN untuk proses pengolahannya). Karakter air limbah meliputi sifat-sifat
fisika, kimia, dan biologi. Dengan mengetahui jenis polutan yang terdapat
dalam air limbah, dapat ditentukan unit proses yang dibutuhkan. Karakter fisika
air limbah meliputi temperatur, bau, warna, dan padatan. Karakter kimia air
limbah meliputi senyawa organik dan senyawa anorganik. Karakter biologis
meliputi mikroorganisme yang dibedakan menjadi binatang dan tumbuhan.
Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan kunci
efisiensi kualitas air. Karakteristik air limbah yang biasa diukur antara lain
temperatur, pH, alkalinitas, padatan-padatan, kebutuhan oksigen, nitrogen, dan
fosfor (Sakti, 2005).
Sesuai dengan fungsinya ruangan yang paling dominan menghasilkan
limbah cair di rumah sakit (Asmadi, 2013), tercantum pada Tabel 1 halaman
berikutnya.
14
Tabel 1. Sumber dan Jenis Limbah Cair Rumah Sakit
No. Sumber Jenis Limbah
1 Instalasi gizi Limbah cair dari proses pencucian dan
pengolahan makanan
2 Laboratorium Limbah cair dari proses pemeriksaan
spesimen dan bahan kimia yang digunakan,
yaitu berupa bekas reagen, pencucian alat,
dan lain-lain
3 Instalasi farmasi Limbah cair dari sisa buangan obat-obatan
dan proses pencucian tangan
4 Laundry Limbah yang dihasilkan dari pencucian sprei,
sarung bantal, pakaian operasi, masker,
handuk, selimut dan linen rumah sakit
5 Ruang operasi (OK) Limbah yang dihasilkan berupa darah bekas
operasi, pencucian peralatan dan limbah cair
yang berasal dari kamar mandi dan WC
6 Ruang bersalin Limbah yang dihasilkan dari bahan habis
pakai seperti sabun, dan bekas darah
persalinan
7 Instalasi gawat
darurat (IGD)
Limbah yang dihasilkan adalah air bekas
pencucian luka
8 Ruang perawatan Limbah cair yang dihasilkan dari kamar
mandi dan WC
9 Poliklinik Limbah cair yang dihasilkan dari air cuci
tangan dan alat-alat yang dicuci
Fasilitas kesehatan yang melakukan pengolahan limbah, sesuai dengan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Air Limbah, pengolahan limbah domestik rumah sakit wajib memenuhi baku
mutu air limbah dengan syarat uji kandungan limbah (parameter) sebagai
berikut:
a. Fisika, meliputi suhu, zat padat terlarut, dan zat padat tersuspensi.
b. Kimia, meliputi pH, BOD, COD, TSS, minyak dan lemak, senyawa aktif
biru metilen (MBAS), amonia nitrogen.
c. Biologi, yaitu total coliform.
15
Bahan baku yang digunakan dari kegiatan pelayanana medis seperti
tindakan medik, tindakan perawatan, farmasi, laboratorium, ataupun radiologi,
serta kegiatan sterilisasi dan desinfeksi, berpotensi menagkibatkan limbah
rumah sakit mengandung logam berat. Logam berat yang dimaksud antara lain
besi terlarut (Fe), mangan terlarut (Mn), barium (Ba), tembaga (Cu), seng (Zn),
krom valensi enam (Cr6+
), krom total (Cr), kadmium (Cd), merkuri (Hg),
timbal (Pb), stanium (Sn), arsen (As), selenium (Se), nikel (Ni), kobal (Co),
sianida (Cn), sulfida (S=), flourida (F
-), klorin bebas (Cl2), amonia bebas (NH3-
N), nitrat (NO3-N), nitrit (NO2-N), MBAS, fenol, senyawa organik terklorinasi
(Adsorbable Organic Halide/AOX), Polychlorinated biphenyls (PCBs),
Polychlorinated Dibenzofurans (PCDFs), dan Polychlorinated dibenzodioxins
(PCDDs). Pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang hasil
pengolahan disalurkan ke IPAL, wajib memenuhi baku mutu air limbah dengan
syarat uji konsentrasi maksimal tertentu (Lampiran 4).
Sifat cair dari limbah. rumah sakit yaitu toksik, iritatif, korosif,
kumulatif dan karsinogenik, temperatur tinggi, berbau, berwarna serta organik.
Limbah cair rumah sakit berpotensi menurunkan kualitas lingkungan dan
merupakan salah satu potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatan
sehingga permasalahan limbah cair rumah sakit tidak dapat diabaikan begitu
saja. Mengingat pentingnya limbah cair terutama sebagai penyebab gangguan
kesehatan lingkungan dan manusia, maka limbah cair tersebut perlu mendapat
perhatian yang lebih dalam pengelolaannya (Notoadmodjo, 2003).
Antisipasi komponen bahaya tersebut di atas, diupayakan melalui
pengolahan limbah rumah sakit, dengan mempertimbangkan segala
keterbatasan rumah sakit. Karakteristik lahan rumah sakit kelas D umumnya
berupa lahan yang kecil, sehingga memungkinkan pengadaan IPAL dengan
konstruksi kecil. Berdasarkan penelitian Gasparikova et al (2005), karakteristik
permukiman di lokasi penelitian memungkinkan pengadaan IPAL dengan
konstruksi kecil, dimana investasi rendah dan biaya pemeliharaan ringan.
Mayoritas IPAL yang dipilih adalah yang efisien dalam penyisihan polutan
organik tanpa operasional yang harus melibatkan tenaga profesional.
16
Penelitian tersebut di atas menemukan bahwa sistem terintegrasi dari
kombinasi proses anaeobik dan aerobik efektif untuk penyisihan polutan
seperti COD, nutrisi dan patogen. Prinsip yang digunakan adalah
menggarisbawahi keuntungan dan melawan kelemahan antara anaeobik dan
aerobik, yaitu menggabungkan keduanya ke dalam satu sistem terintegrasi.
Anaerobik digunakan untuk tahap pengolahan pertama dilanjutkan
dengan tahap pengolahan secara aerobik. Didapatkan konsumsi energi
pengolahan limbah menurun sekitar 25-40 % dibandingkan dengan IPAL kecil
yang bekerja melalui proses aerobik saja. Reaktor anaerob telah digunakan
untuk pengolahan limbah industri, tetapi juga dapat digunakan untuk
pengolahan limbah lainnya. Kelebihan sistem ini adalah teknologi
berkelanjutan dengan biaya operasional dan biaya pemeliharaan yang rendah.
Selain itu penyisihan bahan organik efisiensi tinggi dengan waktu tinggal yang
relatif singkat, dan juga menghasilkan biogas serta produksi kelebihan lumpur
yang rendah. Reaktor anaerob tidur skala kecil dengan sistem kontrol aliran
rata-rata konstan diikuti oleh reaktor biofilm aerobik yang digunakan
menunjukkan kinerja yang baik dengan penyisihan BOD di bawah 20 mg/l,
penyisihan nitrogen di bawah 15 mg/L.
Menurut Direktorat Jenderal PPM dan PLP, Depkes (1996), prinsip
pengolahan limbah cair rumah sakit adalah:
a. Saluran pembuangan air limbah menggunakan sistem saluran tertutup,
kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar.
b. Rumah sakit harus memiliki unit pengolahan limbah sendiri atau bersama-
sama secara kolektif dengan bangunan di sekitarnya yang memenuhi
syarat teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan
air limbah perkotaan.
c. Kualitas limbah rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus
memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Jenis teknologi atau proses yang dipilih untuk digunakan dalam
pengoahan limbah cair, perlu diperhatikan antara lain karakter limbah cair dan
jumlah limbah cair serta kualitas air hasil olahan yang diharapkan, kemudahan
17
dalam hal pengelolaan, ketersediaan lahan, sumber energi, biaya operasi, dan
perawatan diupayakan serendah mungkin. Setiap jenis teknologi pengolahan
limbah cair mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing, oleh
karena itu dalam pemilihan jenis teknologi tersebut perlu diperhatikan aspek
teknis, aspek ekonomis dan aspek lingkungan, serta sumber daya manusia yang
akan mengelola fasilitas tersebut (Tanaka, 2004).
3. Pengolahan Limbah Rumah Sakit Menggunakan Reaktor dan Proses
Biologis (Bioreaktor)
Limbah cair rumah sakit dipilah berdasarkan sumber dan kandungan
atau sifat dari limbah cair itu sendiri. Limbah cair yang serupa dikumpulkan
melalui sistem perpipaan dalam bak penampung dengan perlakuan yang
berbeda bergantung pada sifat limbah yang cair yang akan ditampung. Proses
pengumpulan ini memerlukan gravitasi agar air limbah yang dihasilkan dapat
mengalir dan terkumpul di bak pengumpul untuk mendapatkan perlakuan
selanjutnya. Pada bangunan rumah sakit yang bertingkat (vertikal), proses
pengumpulan air limbah tentu akan lebih mudah dengan pengaliran langsung ke
bawah melalui sistem perpipaan, tetapi pada bangunan rumah sakit yang tidak
betingkat (horizontal) pengumpulan air limbah lebih sulit sehingga diperlukan
bantuan pompa dalam proses pengumpulan (Djohan dan Halim, 2013).
Pembuangan dan pengolahan air limbah adalah untuk memperbaiki
kualitas air limbah, dalam rangka untuk memperoleh tujuan utama yaitu
melindungi kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya sebagai pengguna air,
menghindari gangguan terhadap lingkungan, menghindari kerusakan-kerusakan
yang mungkin timbul seperti musnahnya kehidupan akuatik, serta melindungi
badan penerima sumber air baku, irigasi dan lain-lain. Sedangkan tujuan khusus
pengolahan limbah adalah menghilangkan material tersuspensi dan flokulat,
mengolah organik biodegradabel, mengeliminasi organisme patogen, mereduksi
kandungan nitrogen, fosfor dan komponen organik toksik, serta menghilangkan
kontaminasi lainnya seperti organik sukar larut, pestisida, logam berat dan
organik terlarut (Asmadi, 2013).
18
Menurut Suharto (2011) jenis pencemar, limbah cair dapat diolah atau
diproses sebagai berikut:
a. Pencemar logam berat perlu diproses dengan oksidasi/atau reduksi kimia,
kemudian diendapkan dan difiltrasi
b. Pencemar kimia diproses dengan cara oksidasi kemudian diadsorpsi
c. Pencemar amoniak diproses melalui pengusiran.
Pada senyawa kimia, nitrogen dan fosfor adalah kunci penyebab
pencemar dalam limbah cair. Dijelaskan lebih lanjut bahwa metode
penghilangan senyawa kimia dalam limbah cair dilakukan dengan biodegradasi
senyawa kimia dalam limbah cair, penghilangan kontaminan dengan udara,
serta adsorpsi kontaminan dengan adsorban. Proses adsorpsi dengan
menggunakan adsorben digunakan untuk memisahkan senyawa pencemar
dalam limbah cair. Adsorpsi adalah fenomena luas permukaan yang dapat
dibedakan menjadi adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika
berkenaan dengan gaya Van der Waals dan bolak balik. Contoh adsorpsi fisika
adalah dengan menggunakan karbon aktif dan lainnya.
Proses pengolahan air limbah dengan proses bioreaktor dilakukan
dengan cara mengalirkan limbah ke dalam reaktor biologis yang didalamnya
diisi dengan media penyangga untuk pengembangbiakan mikroorganisme
dengan atau tanpa aerasi. Posisi media tercelup di bawah permukaan air.
Bioreaktor adalah suatu alat atau sistem yang mendukung aktivitas agensia
biologis. Dengan kata lain, sebuah bioreaktor adalah tempat berlangsungnya
proses kimia yang melibatkan mikroorganisme atau enzim yang dihasilkan oleh
suatu mikroorganisme. Proses reaksi kimia yang berlangsung dapat bersifat
aerobik ataupun anaerobik. Sementara itu, agensia biologis yang digunakan
dapat berada dalam keadaan tersuspensi atau terimobilisasi (Tampion dan
Tampion, 1987).
19
Lambang I Lambang P Lambang E
Gambar 1. Desain Bioreaktor
Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode
pengolahan secara biologi dengan segala modifikasinya, salah satunya adalah
dengan reaktor pengolahan secara biologi atau yang lebih dikenal dengan nama
bioreaktor. Berdasarkan pertumbuhan mikroorganime pada penguraian
substrat, dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu (Asmadi dan Suharno, 2012):
a. Proses biologi biakan tersuspensi (suspended culture)
b. Proses biologi biakan lekat (attached culture).
Di dalam bioreaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh
dan berkembang dalam keadaan tersuspensi dalam fasa cair, sedangkan
bioreaktor pertumbuhan lekat adalah suatu bioreaktor lekat diam dimana
mikroorganisme tumbuh dan berkembang di atas suatu media yang dapat
terbuat dari plastik atau batu yang tercelup sebagian atau seluruhnya atau
hanya dilewati air saja (tidak tercelup sama sekali) dengan membentuk suatu
lapisan lendir untuk melekat di atas permukaan media tersebut, sehingga
membentuk lapisan biofilm.
Air buangan melalui media plastik dengan membentuk suatu lapisan
lendir untuk melekat di atas permukaan media, sehingga membentuk lapisan
biofilm (Said, 1999). Secara garis besar proses biologi dapat dilakukan dalam
kondisi anaerobik, aerobik, atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Media
plastik baik digunakan dalam proses aerob maupun anaerob (Siregar, 2005).
Proses biologis dengan sistem aliran terus menerus dalam reaktor
pengolahan limbah dapat menghilangkan bahan organik. Konsep pengolahan
ini dianggap lebih cocok untuk mengolah limbah yang mengandung bahan
organik terutama di iklim hangat di negara-negara tropis. Laju aliran minimum
Limbah cair
masuk
bioreaktor
(influen/I)
Proses pengolahan
limbah cair dalam
bioreaktor
(Proses/P)
Limbah cair
dibuang sesui
dengan peraturan
perundangan yang
berlaku (Efluen/E)
20
yang ditingkatkan untuk pertumbuhan mikroba yang lebih tinggi dan
mengurangi kebutuhan oksigen BOD dan COD dan tingkat tinggi dari
produksi metana. Air limbah mengalir ke atas melaui biofilm dan didegradasi
oleh mikroorganisme anaerob. Limbah cair rumah sakit diolah dengan
menggunakan variasi parameter yang berbeda seperti waktu tinggal limbah
dalam reactor, dan berbagai bahan organik yang diurai. Atas dasar hasil dalam
waktu tinggal opimal, bahan organik yang optimal untuk dihilangkan adalah
BOD, COD dan TSS. Reaktor juga menunjukkan efisiensi penyisihan COD
dan BOD, dengan catatan reaktor lebih efektif pada tingkat aliran yang sangat
rendah. Hal ini disebabkan serapan bio dari unsur-unsur oleh mikroorganisme
anaerob. Laju aliran minimum ditingkatkan untuk pertumbuhan mikroba yang
lebih tinggi dan mengurangi kebutuhan oksigen biologi dan kimia (Murugesan
et al, 2014).
Bakteri dalam jumlah besar dalam bioreaktor digunakan untuk
mengkonversi limbah cair yang berisi senyawa organik dan anorganik beracun.
Masing-masing spesies mikroba tidak diketahui dan tiadanya pembibitan
(seeding) yang diperlukan. Pada limbah cair dalam bioreaktor terdapat bakteri
yang berfungsi sebagai agen utama yang dapat tumbuh pada konsentrasi O2
terlarut sangat rendah (Suharto, 2011).
4. Proses Pengolahan Biologi (Aerob-Anaerob) Pada Bioreaktor
Mikroorganisme memegang peranan penting dalam proses yang
berlangsung pada pengolahan air buangan secara biologis. Kriteria yang
dibutuhkan mikroba dalam proses pengolahan air limbah khususnya yang
mengandung polutan organik. Teknologi yang digunakan sebagian besar
menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa tersebut.
Proses pengolahan air limbah dengan bantuan aktivitas mikroorganisme disebut
proses biologis. Proses tersebut dapat dilakukan pada kondisi anaerobik,
aerobik atau kombinasi keduanya/fakultatif (Said, 1995).
Pengolahan secara biologis merupakan salah satu bentuk perlakuan
terhadap limbah cair dengan menggunakan organisme perombak limbah.
Karena itu sering juga disebut metode biologis yang memanfaatkan kehidupan
bakteri dalam merombak limbah cair. Pengolahan air buangan secara biologis
21
adalah suatu cara pengolahan yang diarahkan untuk menurunkan atau
menyisihkan subtrat tertentu yang terkandung dalam air buangan dengan
memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan substrat
tersebut (Said, 2008).
Pengolahan air buangan secara biologi terutama dimaksudkan untuk
menyisihkan zat-zat organik terlarut dan koloid, dan juga zat organik
tersuspensi. Bahan organik tersebut dikonversi menjadi biomassa yang
kemudian menjadi bioflokulasi yang dapat dipisahkan dengan pengendapan
(Tchobanoglus dan Burton, 1991).
Tujuan pengolahan air limbah secara biologi adalah mengubah molekul
organik yang kompleks menjadi produk yang lebih sederhana dan biomassa.
Keberhasilan pengolahan limbah secara biologi tergantung aktivitas
mikroorgasnisme di dalamnya, karena itu diperlukan perlakuan khusus.
Mikroorganisme atau mikroba adalah substansi bersel satu yang membentuk
koloni atau kelompok dimana satu sama lain dalam koloni tersebut saling
berinteraksi. Dalam pertumbuhannya memerlukan sumber energi, karbon, dan
nutrien.
Bakteri pengurai merupakan kelompok bakteri yang mampu
mendekomposisi organisme lain yang telah mati menjadi unsur-unsur
penyusunnya yang akan kembali ke lingkungan. Bakteri pengurai ini termasuk
ke dalam organisme saprofit karena kemampuannya untuk menguraikan
senyawa organik yang ada di alam. Bakteri saprofit menguraikan tumbuhan
atau hewan yang telah mati dan sisa-sisa atau kotoran organisme.
Kelompok mikroorganisme ini menguraikan protein, karbohidrat dan
senyawa organik lain menjadi karbon dioksida (CO2), gas amoniak, dan
senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Sebagai contoh, beberapa jenis
bakteri pengurai mampu membentuk senyawa NH3 dari proses dekomposisi
biomolekul protein melalui proses amonifikasi yang kemudian akan masuk ke
dalam siklus nitrogen dan selanjutnya digunakan oleh organisme lain. Oleh
karena itu, keberadaan bakteri ini berperan cukup besar dalam siklus unsur
organik dalam suatu biosfer (Todar, 2008).
22
Mekanisme penyisihan zat organik dalam air limbah secara biologi
sangat dipengaruhi oleh karakteristik air limbah yang akan diolah. Secara
umum Eckenfelder (2000) menjelaskan bahwa pengolahan air limbah secara
biologi berupa penyisihan zat organik tersuspensi dalam air limbah melalui
pelekatan zat organik tersebut pada flok biologi. Proses ini dipengaruhi oleh
gradien kecepatan yang dilakukan untuk mencampur air limbah dengan flok
biologi. Kemudian penyisihan zat organik terkoloid dilakukan dengan adsorbsi
kimia fisika pada flok biologi. Zat organik terlarut disisihkan oleh
mikroorganisme dengan biosorpsi. Pada proses biodegradasi zat organik oleh
mikroorganisme pada proses aerobik, terdapat 2 feomena dasar yaitu oksigen
dimanfaatkan oleh mikrorganisme untuk sintetis sel baru dan untuk
mendapatkan energi.
Mikroorganisme yang terdapat pada unit pengolahan biologi limbah cair
adalah bakteri, jamur, virus, alga dan protozoa. Pada unit pengolahan proses
biologi didominasi oleh bakteri. Bakteri berfungsi mendegradasi senyawa
organik baik pada proses anaerobik maupun proses aerobik. Untuk melakukan
reproduksi dan fiungsi-fungsi lainnya mikroorganisme harus mempunyai
sumber energi, karbon untuk sintetis sel baru zat-zat anorganik sebagai nutrisi
seperti nitrogen, fosfor, sulfur, potasium, kalsium dan magnesium
(Tcobanoglus et al, 2003).
Perlakuan aerobik limbah cair bertujuan untuk melarutkan dan
menggumpalkan senyawa organik menjadi produk baru seperti CO2, NH3,
radikal anorganik seperti SO4˭, PO4-3
dan mikroba baru. Penguraian bahan
organik oleh mikroorganisme dalam proses aerobik dapat terjadi dengan
kehadiran oksigen sebagai penerima elektron dalam air limbah. Bakteri akan
berkembang biak apabila jumlah makanan cukup tersedia, sehingga
pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konsisten. Bakteri aerob dapat
hidup karena ada udara sehingga diperlukan unit tambahan aerator. Fungsi
aerator adalah mensuplai oksigen dari luar, sehingga memberi kesempatan
hidup bagi bakteri untuk penguraian. Pada prakteknya terdapat 2 cara untuk
menambahkan oksigen ke dalam air limbah, yaitu dengan memasukkan udara
23
ke dalam air atau dengan cara memaksa air ke atas untuk berkontak dengan
oksigen (Asmadi, 2013).
Parameter udara yang perlu diperhatikan adalah aerasi untuk
pertumbuhan mikroba dalam bioreaktor dan juga perlakuan lumpur aktif.
Aerasi oksigen ke dalam bioreaktor sangat tergantung pada tinggi media dan
waktu tinggal dalam bioreaktor. Fungsi alat aerasi adalah untuk menjamin
bahwa jumlah oksigen terlarut dalam air limbah cukup banyak untuk tumbuh
dan kembang biak mikroba dan untuk menghindari adanya endapan pada dasar
tangki bioreaktor. Aerasi permukaan dilakukan pada bak terbuka lumpur aktif
dan untuk menghindari bau tak sedap dari lumpur aktif. Oleh sebab itu perlu
dipilih jenis dan bentuk sistem aerasi yang digunakan dengan tetap
memperhatikan kecepatan pengambilan oksigen oleh mikroba dan menjaga
aliran udara optimal agar tidak terjadi buih/busa dalam bioreaktor (Suharto,
2011).
Proses pengolahan limbah cair secara aerobik dilakukan dengan cara:
a. Bioreaktor baik proses bach maupun kontinyu dan atau bak aerobik yang
berisi limbah cair diaerasi dengan O2 maka sel mikroba dapat tumbuh dan
berkembang biak dalam pertumbuhan tersuspensi.
b. Bioreaktor berisi limbah cair diaerasi dengan O2 maka sel mikroba tumbuh
dan berkembang biak dalam pertumbuhan tertambat.
Efisiensi tinggi pada perlakuan limbah cair secara aerobik diupayakan
hal-hal sebagai berikut:
a. Kapasitas bioreaktor dan bak sedimentasi kecil
b. Lahan yang diperlukan hendaknya sempit
c. Bioreaktor dan bak sedimentasi diberi tutup
d. Tidak ada masalah peningkatan skala bioreaktor
e. Keluwesan dalam beroperasi
f. Pemasok O2 untuk biosuspensi diperoleh dari udara alamiah
g. Pemanfaatan O2 dalam udara semaksimal mungkin.
Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam
penguraian anaerobik, bakteri-bakteri merupakan mikroorganisme yang paling
dominan bekerja di dalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri
24
anaerobik dan fakultatif terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa
organik.
Dalam proses anaerobik zat organik diuraikan oleh mikroorganisme
tanpa kehadiran oksigen. Hasil akhir dari proses anaerobik adalah metan,
karbon dioksida, uap air dan sedikit lumpur. Proses anaerobik dimulai dengan
hidrolisa bahan polutan menjadi produk terlarut. Senyawa terlarut ini kemudian
dioksidasi secara anaerobik menjadi asam lemak rantai pendek, alkohol, CO2 ,
H2O, hidrogen dan amonia. Asam lemak rantai pendek dikonversi menjadi
asetat, gas hidrogen dan CO2. Langkah terakhir reduksi CO2 menjadi metan
(Asmadi, 2013).
Pemanfaatan pengolahan anaerobik semakin meningkat dikarenakan
konsumsi energi yang relatif rendah menurut publikasi oleh Chang pada tahun
2013. Walaupun kelemahan proses anaerobik lebih lambat dari proses aerobik,
penelitian tersebut membuktikan bahwa teknologi bioreaktor anaerob dapat
digunakan untuk pengolahan berbagai air limbah dengan potensi besar untuk
memulihkan energi dan sumber daya. Terdapat 3 kategori bakteri anaerob, yaitu
obligat, aerotoleran, dan fakultatif. Anaerob obligat membutuhkan lingkungan
bebas oksigen untuk hidup. Bakteri jenis ini tidak bisa hidup di tempat dengan
oksigen yang bisa merusak dan menghancurkan mereka. Bakteri aerotoleran
tidak menggunakan oksigen untuk hidup, tapi tetap bisa hidup dalam
lingkungan dengan oksigen. Anaerob fakultatif menggunakan fermentasi untuk
tumbuh di tempat tanpa oksigen, tetapi menggunakan respirasi aerobik di
tempat-tempat dengan oksigen.
Pengolahan biologis anaerobik (Collins et al, 2005) menggunakan bed
bioreaktor anaerobik, dengan hasil pengamatan bahwa fenol efisien didegradasi
dalam reaktor tersebut. Sedangkan Firozjaee et al (2010) melakukan
penyelidikan biologis pengolahan fenol menggunakan bioreaktor anaerobik
kontinu, diperoleh penyisihan fenol 89%. Dijelaskan dalam jurnal penelitian
tersebut bahwa COD berhubungan dengan penyisihan fenol. Diperoleh
penyisihan COD tertinggi pada 3 kali waktu tinggal limbah.
Dengan aliran kontinyu tetap bioreaktor anaerob diunggulkan untuk
efisiensi penyisihan fenol dan senyawa fenol sebanyak 97-98% dalam waktu
25
tinggal 6 jam (Mrowiec dan Suschka, 2014). Pantea dan Romocea (2008)
menyatakan bahwa sistem anaerobik mewakili teknologi berkelanjutan untuk
perawatan air limbah dengan biaya rendah, karena konstruksi yang rendah,
operasi dan biaya pemeliharaan murah, kebutuhan tanah kecil, produksi lumpur
berlebih rendah dan produksi biogas. Penguraian polutan secara anaerobik
terdiri dari beberapa tahap yang saling tergantung, kompleks dan reaksi biologi
pararel, di mana produk dari satu kelompok mikroorganisme berfungsi sebagai
substrat untuk berikutnya, mengakibatkan transformasi bahan organik terutama
ke campuran metana dan karbon dioksida. Penguraian anaerobik berlangsung
dalam empat fase yaitu hidrolisis/pencairan, pembentukan senyawa asid, aseton
dan metan.
Sistem pengolahan air limbah sebagian besar bergantung pada aktivitas
mikroba menguntungkan baik bakteri anaerobik maupun aerobik, yang mampu
menguraikan bahan organik kompleks. Semua mikroba membutuhkan kondisi
yang optimal untuk berkembang biak, oleh karena itu untuk memaksimalkan
efisiensi instalasi pengolahan air limbah maka mikroorganisme harus tersedia
dalam jumlah yang memadai (Alam et al, 2003). Dalam sistem biologik,
mikroorganisme menggunakan limbah untuk mensintetis bahan seluler baru dan
menyediakan energi untuk sintetis. Organisme juga dapat menggunakan suplai
makanan yang sebelumnya telah terakumulasi secara internal atau endogen
untuk respirasi, dan melakukannya apabila tidak ada sumber makanan dari luar
atau eksogen. Sintetis dan respirasi endogen berlangsung secara simultan dalam
sistem biologik dengan sintesis yang berlangsung lebih banyak bila terdapat
makanan eksogen yang berlebihan, dan respirasi endogen akan mendominasi
bila suplai makanan eksogen sedikit atau tidak ada. Secara umum reaksi yang
terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:
Bila pertumbuhan terhenti, mikroorganisme mati dan lisis melepaskan
nutrien dari protoplasmanya untuk digunakan oleh sel-sel yang masih hidup
+ lebih banyak mikroorganisme produk akhir
mikroorganisme + limbah yang dapat dimetabolise
dan mengandung energi
26
dalam suatu proses respirasi selular autooksidatif atau endogenes. Reaksinya
secara umum adalah sebagai berikut:
Dengan adanya bahan limbah (makanan), metabolisme mikroba akan
berlangsung produksi sel-sel baru dan energi, dan padatan mikroba akan
meningkat. Bila tidak ada makanan, respirasi endogen akan berlangsung lebih
banyak dan akan terjadi pengurangan padatan mikroba. Massa mikroba tidak
akan berkurang hingga nol bahkan bila periode respirasi endogen berlangsung
lama. Residu sekitar 20 hingga 25 % massa mikroba akan tertinggal. Bahkan
dalam sistem penanganan biologik akan terjadi akumulasi dengan laju
minimum. Padatan ini harus dikeluarkan dari instalasi.
Hanya beberapa organisme adalah obligat anaerob atau aerob.
Sejumlah besar mikroorganisme dapat hidup dengan baik dengan atau tanpa
oksigen. Organisme yang berfungsi di bawah kondisi baik anaerobik atau
aerobik adalah organisme fakultatif. Bila tidak ada oksigen dalam
lingkungannya, mereka mampu memperoleh energi dari degradasi bahan
organik dengan mekanisme nonaerobik, tetapi bila terdapat oksdasi bahan
organik dengan mekanisme nonaerobik, tetapi bila terdapat oksigen terlarutut,
mereka akan memecah bahan organik lebih sempurna. Organisme dapat
memperoleh energi lebih banyak dengan oksidasi aerobik daripada oksidasi
anaerobic.
Untuk penanganan biologik dapat dirancang baik anaerobik atau
aerobik. Kadang terjadi kondisi anaerobik dalam unit yang dirancang aerobik.
Contoh kondisi ini adalah bahan organik yang mengendap di dasar kolam
oksidasi, bila beban sistem aerobik berlebihan karena meningkatnya kekuatan
limbah segar, dan di bagian dalam partikel flok lumpur aktif dan pertumbuhan
filter menetes. Sebagian besar mikroorganisme dalam proses penanganan
limbah secara biologi adalah mikrorganisme fakultif.
Bakteri yang bersifat fakultatif anaerob yaitu bakteri yang mampu
berfungsi dalam kondisi aerobik maupun anaerobik adalah bakteri-bakteri yang
ternyata dominan dalam proses penanganan air limbah baik secara aerobik
ataupun anaerobik. Proses fermentasi yang berlangsung secara anaerobik akan
mikroorganisme Produk akhir + lebih sedikit mikrorganisme
27
menghasilkan produk akhir pada kondisi pH netral. Penyisihan COD, BOD,
bahan tersuspensi dan MPN dilaporkan masing-masing sebesar 83,7 %; 86,45
%; 78,6% dan 99,15% (Poodar et al, 2004). Limbah cair rumah sakit dengan
cara bioreaktor aerobik dan anaerobik jumlah penurunan BOD dan COD
masing-masing dilaporkan 30-270 mg/L dan 80-450 mg/L (Rezae et al, 2005).
Sistem aerasi yang diperpanjang pada IPAL rumah sakit menunjukkan efisiensi
penyisihan BOD dan COD rata-rata di 70 rumah sakit di Iran masing-masing
adalah 67,5% dan 64,3% (Asgharnia et al, 2010).
Untuk mencapai penanganan limbah secara biologik yang
memuaskan, limbah harus mengandung karbon, nitrogen, fosfor yang cukup
untuk mempertahankan laju sintesis mikroba yang optimum. Dalam
kebanyakan limbah kesetimbangan nutrisi bukan merupakan masalah karena
biasanya terdapat kelebihan nitrogen, fosfor dengan memperhatikan karbon
yang digunakan untuk sintetis sel. Kelebihan nutrien ini dapat menyebabkan
eutrofikasi dalam air permukaan bila efluen disalurkan. Metode pengendalian
kelebihan nutrien ini diperlukan sebelum pengeluaran efluen.
Limbah cair rumah sakit mengandung berbagai bahan kimia seperti
fenol dan alkohol (Kummerer, 2001). Pengolahan dengan pemanfaatan
mikroba terimobilisasi dalam tangki aerasi dalam penelitian Manonmani, et al,
2015 terbukti efisien untuk mengurangi kandungan bahan organik, fenol dan
alkohol limbah cair rumah sakit. Efisiensi pengurangan fenol dalam penelitian
tersebut diketahui 95,35% dan alkohol 94,3%.
Dalam unit biologi berlangsung sejumlah perubahan. Sebagian dari
transformasi mempengaruhi komponen pengisi limbah yang sedang menerima
penanganan, sehingga akan mempengaruhi mutu dari unit effluen, sifat dan
jumlah padatan terlarut. Berikut ini adalah transformasi dasar yang berlangsung
dalam berbagai sistem penanganan:
a. Karbon
Oksidasi senyawa-senyawa yang mengandung karbon organik
menggambarkan mekanisme dimana organisme heterotrofik memperoleh
energi untuk sintetis. Proses ini disebut respirasi. Dalam sistem penaganan
28
aerobik karbon organik ditransformasi melalui berbagai tahap, untu
mensintesis protoplasma mikrobial, C5H7O2 dan karbon dioksida.
Pengambilan oksigen dan pembentukan karbon dioksida menunjukkan efek
respirasi.
Dalam sistem anaerobik, molekul oksigen tidak dapat menjadi
aseptor terminal dan semua karbon yang direspirasi tidak akan diubah
menjadi karbon dioksida. Di bawah kondisi anaerobik, karbon organik
diubah menjadi padatan mikrobial, karbon dioksida, metana dan senyawa
pereduksi lain. Metabolisme anaerobik yang menuju pembentukan metana
berlangsung dalam satu seri langkah. Secara sederhana dapat diringkaskan
sebagai konversi organik kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana:
Dan konversi senyawa-senyawa yang lebih sederhana menjadi
produk-produk akhir berupa gas:
b. Nitrogen
Nitrogen adalah nutrien penting dalam sistem biologi. Nitrogen
mengisi sekitar 12% protoplasma bakteri dan 5-6% protoplasma kapang.
Dalam air limbah, nitrogen akan terdapat sebagai nitrogen organik dan
nitogen amonia, proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang
berlangsung. Dalam sistem biologi, senyawa nitrogen organik dapat
ditransformasi menjad nitrogen amonium dan dioksidasi menjadi nitrogen
nitrat dan nitrit.
Karbon organik + O2 C5H7O2 + CO2
Karbon
organik
Sel mikroba + asam organik, aldehide,
alkohol, dll
asam organik + karbon
organik tereduksi
Sel mikroba + metana +
karbon dioksida
N organik N amonium N nitrit N nitrat
29
Oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat disebut nitrifikasi dan
berlangsung di bawah kondisi aerobik. Definisi nitrifikasi yang lebih dasar
adalah konversi biologik senyawa nitrogen anorganik atau organik dari
bentuk tereduksi menjadi bentuk yang lebih teroksidasi. Untuk
memperoleh nitrifikasi yang opimum diperlukan residu konsentrasi
oksigen terlarut sebesar 2 mg/L. Amonia merupakan produk dekomposisi
dari senyawa organik yang dioksidasi oleh bakteri autotrofik, senyawa
nitrat direduksi oleh mikroorganisme di bawah kondisi anaerobik.
Denitrifikasi adalah proses di mana nitrogen nitrat dan nitrit
direduksi menjadi gas nitrogen dan nitrogen oksida di bawah kondisi
anoksik (tanpa) oksigen. Proses ini membutuhkan tersedianya donor
elektron (senyawa pereduksi). Donor yang diperlukan dapat berupa bahan
organik seperti metanol, penambahan limbah yang tidak diberi perlakuan,
bahan organik yang belum dimetabolisme, atau respirsi endogenes dari sel
mikroba. Denitrifikasi memberi kemungkinan untuk mereduksi kadar
nitrogen dari efluen limbah dengan menghasilkan fraksi nitrogen yang
dilepaskan ke udara sebagai gas inert.
Mikroorganisme dapat mengoksidasi baik senyawa-senyawa
mengandung karbon dan senyawa-senyawa nitrogen. Bakteri yang
mengoksidasi nitrogen adalah autotrof, secara normal tidak banyak
terdapat dalam air limbah segar. Organisme ini terdapat dalam air limbah
teroksidasi seperti efluen air limbah yang diberi penanganan aerobik.
c. Fosfor
Sumber-sumber fosfor dalam air limbah termasuk bahan organik,
fosfat yang berasal dari bahan pembersih yang digunakan untuk proses
pembersihan, serta urin manusia dan hewan. Fosfor organik diubah
menjadi fosfor anorganik selama penanganan biologi.
Bentuk fosfat dalam air limbah penting karena teknik penghilangan
fosfat umumnya dievaluasi berdasarkan kemampuannya untuk
menghilangkan ortofosfat. Hidrolisis fosfat menjadi ortofosfat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan seperti suhu dan konsentrasi mikroba.
Tripolifosfat (P2O105-
) + H2O Ortofosfat (PO43-
) + H+
30
Kecepatan hidrolisis dari fosfat terkondensasi dalam sistem berikut
menurun dengan urutan lumpur aktif, air limbah yang belum diberi
perlakuan, kultur dan air alamiah.
Penaganan biologik aerobik akan mengubah fosfat terkondensasi
menjadi ortofosfat. Penaganan anaerobik akan menghasilkan perubahan-
perubahan lain. Tahap utama dalam penaganan anaerobik adalah likuifisasi
(pencairan) bahan organik dan senyawa fosfor anorganik akan dilepaskan
dari senyawa oranik. Efluen dari suatu unit anaerobik dapat mengandung
senyawa fosfor terlarut dalam konsentrasi tinggi daripada influennya.
Pelepasan efluen seperti ini ke bagian lain dari fasilits penanganan limbah
atau ke lingkungan dapat merumitkan atau menghalangi proses
penghilangan fosfat pada fasilitas.
5. Kultur Bakteri
Dalam penanganan air limbah, mikroorganisme merupakan dasar
fungsional untuk sejumlah proses penanganan. Hal utama dalam penanganan
air limbah adalah pengembangan dan pemeliharaan kultur mikroba yang cocok.
Proses penanganan air limbah secara biologik terdiri dari campuran
mikroorganisme yang mampu memetabolisme limbah organik. Bakteri suatu
adalah organisme yang mendapat perhatian utama baik dalam penanganan air
maupun dalam penanganan air limbah. Bakteri merupakan kelompok
mikroorganisme terpenting dalam sistem penanganan air limbah. Dalam air dan
air limbah bakteri penting karena beberapa jeins bersifat patogenik
(menyebabkan penyakit), dan karena kultur bakteri dapat digunakan untuk
menghilangkan bahan oraganik dan mineral-mineral yang tidak diinginkan dari
air limbah (Jennie dan Rahayu, 1995).
Mikroba adalah sistem organisme yang kompleks. Rumus untuk
mewakili sel bakteri adalah C5H702N atau C75H105O30N15P. Komposisi bakteri
tidak konstan dan bervariasi tergantung tingkat pertumbuhan dan substrat
utama yang digunakan. Rumus empiris ini hanya menyatakan proporsi rata-rata
dari komponen-komponen pengisi utama dalam sel bakteri. Komposisi dasar
dari sel bakteri secar proksimat dapat dilihat pada Tabel 2.
31
Tabel 2. Komposisi Dasar Sel Bakteri (Schroeder, 1997)
Unsur Persen berat kering (%)
Karbon 50
Oksigen 20
Nitrogen 14
Hydrogen 8
Fosfor 3
Sulfur 1
Kalium 1
Kalsium 0,5
Magnesium 0,5
Klorin 0,5
Besi 0,2
lain-lain 0,3
Karakteristik utama mikroorganisme adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik kultural atau kultur bagi suatu organisme sering bersifat
spesifik.
b. Karakteristik morfologis berdasarkan ukuran sel, susunan koloni, bentuk
struktur yang dapat diamati.
c. Karakteristik metabolik berdasarkan cara mikroorganisme melakukan
proses-proses biokimia dalam kehidupannya.
d. Karakteristik komposisi kimiawi, yaitu bahan atau zat utama yang
terkandung dalam mikroorganisme tesebut.
e. Karakteristik antigenik, yaitu deteksi komponen sel khusus yang nyata ada
persamaan antar spesies.
f. Karakteristik genetik yaitu analisis komposisi Dexyribo Nucleic Acid
(DNA) yang diisolasi dari mikroorganisme yang berlainan (Judoamidjojo
et al, 1992) .
6. Media Bioball-Zeolit dan Waktu Tinggal Pengolahan
Ditinjau dari urutannya proses pengolahan air limbah dapat dibagi
menjadi tiga jenis pengolahan (Asmadi dan Suharno, 2012), pada halaman
selanjutnya.
32
a. Pengolahan primer, digunakan sebagai pengolahan pendahuluan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi, koloid, serta penetralan yang
umumnya menggunakan proses fisika atau proses kimia.
b. Pengolahan sekunder, digunakan untuk menghilangkan senyawa polutan
organik terlarut yang umumnya dilakukan secara proses biologis.
c. Pengolahan tersier atau pengolahan lanjut, digunakan untuk menghasilkan
hasil olahan dengan kualitas yang lebih bagus sesuai dengan yang
diharapkan. Prosesnya dapat dilakukan baik secara biologis, secara fisika,
kimia atau kombinasi ke tiga proses tersebut.
Klasifikasi proses pengolahan air limbah pada Tabel 3 halaman berikutnya.
Faktor yang mempengaruhi untuk kerja reaktor antara lain adalah tipe
jenis media penyangga yang digunakan untuk tempat menempel biomassa
mikroba. Ukuran dan bentuk media yang digunakan dapat berbentuk tidak
beraturan yang dibuat dari sejenis plastik (bioball) dengan bentuk geometri
tertentu dan potongan bambu dengan ukuran tertentu. Proses pengolahan air
limbah dengan proses bioreaktor dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam
reaktor biologis yang di dalamnya diisi dengan media penyangga untuk
pengembangbiakan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Sistem biofilm
yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada
medium, lapisan air limbah dan lapisan udara yang terletak di luar. Senyawa
polutan yang ada di air limbah, seperti amonia, fosfor dan lainnya akan
terdifusi ke dalam lapisan atau bersamaan dengan menggunakan oksigen yang
terlarut di dalam air limbah, senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh
mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan
akan diubah menjadi biomassa. Jika lapisan mikrobiologis cukup tebal, maka
pada bagian luar lapisan mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik,
sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada
dalam keadaan anaerobik (Said, 2005).
33
Tabel 3. Klasifikasi Proses Pengolahan Air Limbah Menurut Jenis Kontaminan
Kontaminan Sistem Pengolahan Klasifikasi
Padatan tersuspensi Screening and communition Fisika
Sedimentasi Fisika
Flotasi Fisika
Filtrasi Fisika
Kogulasi/sedimentasi Kimia/Fisika
Land treatment Fisika
Biodegradabel organik Lumpur aktif Biologi
Tricking filter Biologi
Rotating biological contractors Biologi
Kolam aeasi Biologi
Saringan pasir Fisika/Biologi
Land treatment Biologi/Kimia/Fisika
Patogen Khlorinasi Kimia
Ozonisasi Kimia
Land treatment Fisika
Nitrogen Suspended growt nitrification and denitrification
Biologi
Fixed film nitrification and nitrification
Biologi
Amonia stripping Kimia/Fisika
Ion exchange Kimia
Breakpoint khlorinasi Kimia
Land treatment Biologi/Kimia/Fisika
Fosfor Koagulasi dan sedimentasi Kimia/Fisika
Biological/chemical phosporus
removal
Biologi/Kimia
Land treatment Kimia/Fisika
Refractory organic Adsorpsi Fisika
Tertiary ozonation Kimia
Land treatment Fisika
Pengendapan kimia Kimia
Ion exchange Kimia
Land treatment Fisika
Padatan inorganik terlarut Ion exchange Kimia
Reverse osmosis Fisika
Elektrodialisis Kimia
Bioball adalah salah satu media biologis, dimana sistem kerja
menggunakan mikroorganisme, yaitu bakteri bekerja secara simultan
berdasarkan sifat dasarnya. Bioball tidak berfungsi sebagai saringan, melainkan
berfungsi sebagai media atau tempat hidupnya mikroarganisme. Bakteri hidup
menempel pada permukaan bioball, jadi semakin banyak bioball dalam media
filter maka akan semakin banyak pula rumah untuk bakteri sehingga kualitas
air semakin baik. Sistem pengolahan air limbah sebagian besar bergantung
pada aktivitas mikroba menguntungkan baik bakteri anaerobik maupun
34
aerobik, yang mampu menguraikan bahan organik kompleks. Semua mikroba
membutuhkan kondisi yang optimal untuk berkembang biak, oleh karena itu
untuk memaksimalkan efisiensi instalasi pengolahan air limbah maka
mikroorganisme harus tersedia dalam jumlah yang memadai (Alam et al,
2003).
Bakteri hidupnya menempel pada permukaan media yang kita
gunakan, sudah pasti yang diperlukan permukaan yang luas. Jadi bioball
terbaik secara umum adalah bioball yang memiliki luas permukaan yang luas,
dalam penggunaan sebagai media filter biologi. Selain fungsi utama sebagai
media biologi tersebut bioball juga memiliki beberapa fungsi sekunder yang
lainya. Adapun fungsi–fungsi sekunder yang dimaksud lebih jelas apabila kita
mengetahui jenis ,tipe, bentuk beragam bioball yang tersedia dipasaran:
a. Bioball duri/rambutan
Bio ball rambutan ini pada desain bola rambut berbetuk silinder,
jadi terdapat lubang tembus di kedua sisi rambutnya, hanya saja pada
aplikasi nya , sering kali menjadi masalah karena rambut rapuh dan mudah
patah, serta mengurangi luas permukaan bioball sehingga
mengurangi fungsi utama dari bio ball itu sendiri. Namun untuk bioball
jenis ini relatif lebih murah harga nya di banding tipe lain.
Bioball jenis ini masih seringkali diperlukan untuk beberapa jenis
filtrasi dengan beberapa tujuan/maksud tertentu, seperti digunakan pada tahap
awal filtrasi tertentu contoh pada limbah garmen difungsi gandakan sebagai
filter fisik untuk menangkap benang , atau pada limbah rumah sakit untuk
menangkap rambut yang sering kali menggangu sistem pompa, serta beberapa
aplikasi lain. Bioball rambutan dapat diamati pada Gambar 2.
Gambar 2. Bioball Rambutan
35
b. Bioball bola
Bio ball bola merupakan salah satu jenis bio ball yang paling ideal
yang ada dipasaran untuk jenis sitem filtrasi biologi, dikarenakan selain
memiliki luas permukaan yang lebih besar dibanding model lainnya,
bentuknya yang bulat mudah untuk mengisi ruang filtrasi secara optimal
walau pun penempatannya tanpa diatur (diacak), sehingga sangat optimal
untuk ruang filter.
Bioball bola juga sangat ideal pemakaiannya pada sistem biologi
aerob yang memerlukan oksigen sebagai dasar utama bekerjanya sistem
ini, karena design model ini tidak menghambat distribusi oksigen dalam
air, sehingga oksigen terlarut (DO) cenderung merata, sehingga filtrasi
bisa mencapai titik optimal pada ruang filtrasi.
Hanya saja pada beberapa produk yang ada dipasaran memiliki
kualitas yang kurang baik, walau sepintas secara visual tampak sama.
Contoh perencanaan design yang buruk adalah salah perhitungan pada
jarak atar kisi, sehingga menyebabkan bio ball yang satu dengan yang
lainnya menjadi saling menempel, sehingga mengurangi efisiensi luasan
bidang. Bioball bola dapat diamati pada Gambar 3 halaman berikutnya.
Gambar 3. Bioball Bola
c. Bioaball bolacin
Bio ball bolacin merupakan pengembangan dari bioball model
bola, sehingga desain bioball ini menutupi kelemahan bio ball model bola,
36
dan memiliki luasan permukaan lebih banyak dibanding model bola
dengan diameter sama, dan menghilangkan kelemahan yang ada pada bio
ball bola untuk menghasilkan media filter terbaik untuk memaksimalkan
proses filtrasi biologi.
Gambar 4. Bioaball bolacin
Bioball dimanfaatkan sebagai media tempat melekatnya bakteri dalam
proses pengolahan limbah secar biologi. Faktor faktor yang mempengaruhi
mekanisme proses biologi diantaranya adalah temperatur, pH, waktu tinggal,
komposisi kimia air limbah, kompetisi metanogen dan bakteri pemakan sulfat,
serta zat toksik. Disebutkan retensi waktu tinggal untuk biodegradasi lengkap
adalah 18-24 jam (Jafrudeen dan Ahsan, 2012).
Proses perkembangan bakteri secara anaerob dan aerob diharapkan
terjadi secara alami dalam air limbah, maka komposisi penyusun media
penyangga dan adsorben harus tersedia (Schroeder, 1997). Alofan yang terbuat
dari sedimen vulkanik telah diteliti dapat dimanfaatkan sebagai adsorben
logam berat (Pranoto et al, 2013). Zeolit yang juga merupakan mineral
sedimen organik, memiliki struktur kerangka tiga dimensi dengan rongga di
dalamnya serta memiliki luas permukaan yang besar, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai adsorban.
Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminio silikat
terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka 3
dimensi. Struktur zeolit merupakan polimer kristal anorganik didasarkan
kerangka tetrahidral dari AlO4 dan SiO4, yang dihubungkan satu dengan yang
37
lainnya melalui pembagian atau pemakaian bersama ion oksigen (NN, 2014).
Zeolit mengandung unsur utama silikon, aluminium dan oksigen serta
mengikat sejumlah tertentu molekul air di dalam porinya. Unsur lain yang
terdapat pada zeolit adalah unsur logam alkali dan alkali tanah. Secara umum
rumus kimia zeolit dituliskan:
Mx/n[(AlO2)x (SiO2)y] mH2O
n : valensi kation
x,y : jumlah tetrahegon per unit sel
m : jumlah molekul air per unit sel
M : kation alkali/alkali tanah
[(AlO2)x (SiO2)y] : kerangka zeolit yang bermuatan negatif
H2O : molekul air yang terhidrat dalam kerangka zeolit
Gambar 5. Struktur Zeolit
Struktur molekul zeolit mengakibatkan zeolit memiliki beberapa
manfaat berdasarkan peristiwa yang terjadi pada zeolit itu sendiri, yaitu:
a. Zeolit sebagai agen pendehidrasi
Kristal zeolit normal mengandung molekul air yang berkoordinasi
dengan kation penyeimbang. Zeolit dapat didehidrasi dengan
memanaskannya. Pada keadaan ini kation akan berpindah posisi, sering
kali menuju tempat dengan bilangan koordinasi lebih rendah. Zeolit
terdehidrasi merupakan bahan pengering (drying agents) yang sangat baik.
Penyerapan air akan membuat kation kembali menuju keadaan koordinasi
tinggi.
38
b. Zeolit sebagai penukar ion
Kation Mn+
pada zeolit dapat ditukarkan oleh ion lain yang terdapat
pada larutan yang mengelilinginya. Dengan sifat ini zeolit-A dengan ion
Na+ dapat digunakan sebagai pelunak air (water softener) dimana ion Na
+
akan digantikan oleh ion Ca2+
dari air sadah. Zeolit yang telah jenuh Ca2+
dapat diperbarui dengan melarutkannya ke dalam larutan garam Na+ atau
K+ murni.
Zeolit juga digunakan untuk mengurangi tingkat pencemaran
logam berat seperti Pb, Cd, Zn, Cu2+,
Mn2+
, Ni2+
pada lingkungan.
Modifikasi zeolit sebagai adsorben anion seperti NO3-, Cl
-, dan SO4
- telah
dikembangkan melalui proses kalsinasi zeolit-H pada suhu 5500C.
c. Zeolit sebagai adsorben
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi
terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda
penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan
penyerapnya (Indra, 2008). Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat
diatas permukaan adsorben, sedang absorpsi adalah penyerapan dari
adsorbat kedalam adsorben dimana disebut dengan fenomena sorption.
Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut adsorbat, sedang bahan yang
berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben (Brady, 1999).
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika
(disebabkan oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi
gas untuk membentuk cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan
adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben,
banyaknya zat yang teradsorpsi tergantung pada sifat khas zat padatnya
yang merupakan fungsi tekanan dan suhu).
Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben
dalam suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh
kecepatan adsorpsi. Kecepatan adsorpsi dapat didefinisikan sebagai
banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan waktu. Kecepatan atau besar
kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh macam adsorban, macam zat yang
39
diadsorpsi (adsorbate), luas permukaan adsorben, konsentrasi zat yang
diadsorpsi (adsorbate) dan temperatur
Zeolit yang terdehidrasi akan mempunyai struktur pori terbuka
dengan internal surface area besar sehingga kemampuan mengadsorb
molekul selain air semakin tinggi.
d. Zeolit sebagai katalis
Zeolit mempunyai tiga tipe katalis selektif bentuk:
1) Katalis selektif reaktan
Dimana hanya molekul (reaktan) dengan ukuran tertentu yang dapat
masuk ke dalam pori dan akan bereksi di dalam pori.
2) Katalis selektif produk
Hanya produk yang berukuran tertentu yang dapat meninggalkan situs
aktif dan berdifusi melewati saluran (channel) dan keluar sebagai
produk.
3) Katalis selektif keadaan transisi
Reaksi yang terjadi melibatkan keadaan transisi dengan dimensi yang
terbatasi oleh ukuran pori.
7. BOD, COD, Amonia, Fosfat dan Fenol Dalam Limbah Cair
a. BOD
BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara
global proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat
air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis. BOD
sebagai ukuran jumlah oksigen terlarut yang digunakan oleh
mikroorganisme untuk mengurai bahan organik yang terkandung dalam
perairan (Anita, 2005).
BOD menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik
yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan
beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri. Penguraian
zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari oleh
40
zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama
proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam
air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat
organik maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida, tembaga,
dan sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan.
Berkurangnya oksigen selama biooksidasi ini selain digunakan untuk
oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta
oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat
digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya
terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi
oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut.
Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula
kandungan bahan-bahan organik di dalamnya.
Oksigen yang dikonsumsi dalam uji BOD ini dapat diketahui dengan
menginkubasikan contoh air pada suhu 20 ˚C selama lima hari. Untuk
memecahkan bahan-bahan organik tersebut secara sempurna pada suhu 20
◦C sebenarnya dibutuhkan waktu lebih dari 20 hari, tetapi untuk prasktisnya
diambil waktu 5 hari sebagai standar. Inkubasi selama lima hari tersebut
hanya dapat mengukur kira-kira 68 % dari total BOD (Sasongko, 1990).
Terdapat pembatasan BOD yang penting sebagai petunjuk dari
pencemaran organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat dalam
sampel maka aktivitas bakteri akan terhambat sehingga nilai BOD menjadi
lebih rendah dari yang semestinya (Mahida, 1984).
b. COD
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai
seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan
organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan
oksidator kuat kalium dikromat pada kondisi asam dan panas dengan
katalisator perak sulfat, sehingga semua bahan organik, baik yang mudah
terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai, akan teroksidasi. Jadi COD
menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada (Boyd, 1990).
Yanfang Niu dan Xingyuan (2010) telah menerbitkan hasil percobaan
41
sebagai tingkat maksimum efisiensi penyisihan COD adalah 91,6%.
Makromolekul organik terdegradasi ke dalam asam organik molekul kecil
oleh bakteri acidate pertama, kemudian asam organik molekul kecil
terdegradasi menjadi CH4 dan CO2.
Prinsip analisa COD menurut Mahida (1984) yaitu sebagian zat
organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan
asam yang mendidih. Bahan buangan organik akan dioksidasi oleh kalium
dikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom (III). Kalium
dikromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing
agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi
berikut ini:
CnHaObNc + dCr2O72-
+ (8d+c) H+ → nCO2 + H2O + 2dCr
3+ + cNH4+
Reaksi tersebut perlu pemanasan yang dilakukan selama 2 jam pada
suhu 105°C menggunakan alat COD reaktor yang berfungsi agar zat organik
volatil tidak keluar dan juga penambahan katalisator perak sulfat (AgSO4)
sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan
buangan organik diperkirakan ada unsur klorida yang dapat mengganggu
reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan
gangguan klorida tersebut. Unsur klorida dapat mengganggu karena akan
teroksidasi oleh kalium dikromat sesuai dengan reaksi di halaman
selanjutnya.
Reduksi : (Cr2O72-
+ 14H+ + 6e
- 2Cr
3- + 7H2O) x 1
Oksidasi : (2Cl- Cl2 + 2 e
-) x 2
+
Reaksi : Cr2O72-
+ 6Cl- + 14 H
+ 2Cr
3- + 3Cl2 + 7H2O
Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan
organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Apabila reaksi oksidasi
selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan
untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah
kalium dikromat yang digunakan pada reaksi tersebut. Semakin banyak
42
kalium dikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, maka semakin banyak
oksigen yang diperlukan.Hal ini berarti bahwa air lingkungan semakin
banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Mahida, 1984).
Penetapan COD digunakan untuk mengukur banyaknya oksigen
setara dengan bahan organik yang ada di dalam sampel air, yang mudah
dioksidasi oleh senyawa kimia oksidator kuat. COD merupakan banyaknya
oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik dalam air,
dihitung sebagai mg/L O2 (Tresna, 2000).
Besarnya nilai COD menggambarkan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikhromat K2Cr2O7, untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air. Uji COD
merupakan suatu cara untuk mengetahui jumlah bahan organik yang lebih
cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan
oksidan (Fardiaz, 1987). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran
air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses
mikrobiologi, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen trelarut dalam air
(Alaerts dan Santika, 1984). Air dengan kadar COD yang tinggi dapat
mengurangi tingkat oksigen terlarut sehingga mempengaruhi kelangsungan
hidup organisme akuatik.
Penentuan kadar COD dapat dilakukan dengan menggunakan
metode spektrofotometer UV-Vis. Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi
(COD) adalah senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam
contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72-
dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+
.
Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2
mgL-1
) diukur secara spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 420 nm (Hendayana et al, 1994).
c. Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya
senyawa ini berupa gas dengan bau tajam yang khas, disebut bau amonia.
Amonia merupakan senyawa nitrogen yang terpenting dan paling banyak di
produksi. Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan
nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kausatik dan dapat merusak
43
kesehatan. Amonia adalah gas alkalin yang tidak berwarna dan mempunyai
daya iritasi tinggi yang dihasilkan selama dekomposisi bahan organik oleh
deaminasi. Amonia dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja, juga
dari oksidasi zat organis (HaObCcNd) secara mikrobiologi, yang berasal dari
air alam atau air buangan industri dan penduduk (Hidayat, 2012).
Amoniak dihasilkan dari dekomposisi senyawa organik. Nitrogen
berlangsung mengikuti siklus nitrogen dalam limbah (Suharto, 2011). Siklus
ini dapat dilihat:
Organik N amoniak N nitrit N nitrat N
Total nitrogen = organik N + amoniak N + nitrit N + nitrat N
Kjeldahl N = organik N + amoniak N
Berikut dapat dijelaskan kembali bahwa amonia NH3 berasal dari
oksidasi zat organis secara mikrobiologis yang berasal dari air buangan
industri dan penduduk. Kadar amonia tinggi selalu menunjukkan
pencemaran. Rasa dan bau amonia menimbulkan masalah sehingga kadar
amonia harus rendah. Nitrogen organis (N total) adalah jumlah N organis
dan N amonia bebas. Analisa N organis umumnya hanya dilaksanakan pada
sampel air yang diduga mengandung zat organis. Jika dikalikan faktor
konversi nilai N total bisa dinyatakan sebagai kandungan protein zat organik
(Wagiman, 2014).
Secara fisik cairan amonia mirip dengan air dimana bergabung
sangat kuat melalui ikatan hidrogen. NH3 dibentuk dengan pemberian basa
pada suatu garam amonia. Pada bentuk cairan amonia terdapat dalam dua
bentuk yaitu amonia bebas atau tidak terionisasi (NH3) dan dalam bentuk
ion amonium (NH4+).
Sifat-sifat Amonia antara lain (Hidayah, 2012):
1) Amonia adalah gas yang tidak berwarna dan baunya sangat merangsang
sehingga gas ini mudah dikenal melalui baunya.
2) Sangat mudah larut dalam air, yaitu pada keadaan standar, 1 liter air
terlarut 1180 liter amonia.
44
3) Merupakan gas yang mudah mencair, amonia cair membeku pada suhu
-780o C dan mendidih pada suhu -330
oC, memiliki tekanan uap 400
mmHg (-45,4 oC).
4) Amonia bersifat korosif pada tembaga dan timah.
Amonia dalam air permukaan hasi dari air seni dan tinja, juga dari
oksidasi zat organis secara mikrobiologi, yang berasal dari air alam atau air
buangan industri dan penduduk. Zat organik bakteri juga dapat dikatakan
ammonia yang berada dimana-mana, dari kadar beberapa mg/L pada air
permukaan dan air tanah, sampai kira-kira 30 mg/L atau lebih pada air
buangan.
Pada umumnya amonia tidak mudah terbakar, tetapi apabila
campuran udara dan amonia dalam ruangan 13-27% maka akan meledak
dan terbakar. Amonia dapat terbakar pada daerah mudah terbakar : 16-25 %
(LFL-UFL). Amonia juga dapat menjadi korosif apabila terkena tembaga
dan timah. Selain itu amonia 0,2% sampai dengan 0,3% dari volume
ruangan menyebabkan kematian. Konsentrasi amonia yang tinggi pada
permukaan air akan menyebabkan kematian ikan, udang, dan binatang air
lainnya yang terdapat pada perairan tersebut. Kadar amonia yang tinggi
pada air menimbulkan bau yang tidak enak (Hidayah, 2012).
Amoniak dihasilkan oleh dekomposisi senyawa organik terdapat
dalam limbah cair yang harus dihilangkan sebab amoniak bersifat toksik
atau beracun terhadap kehidupan perairan jika konsentrasi amoniak dalam
air lebih dari 3 mg/L, dan senyawa amoniak akan dioksidasi oleh mikroba
menjadi nitrat dengan menggunakan oksigen (Reynold, 1982). Proses
penghilangan amoniak dalam limbah cair dilakukan dengan proses aerobik
pada amoniak dan oksidasi nitrit:
NH4+
+ 1,5 O2 NO2- + 2H
+ + H2O
NH4+
+ N2O4 0,33 NO2- + 1,33 H
+ + 0,33 N2 + 2NO + 1,33+
2NO + 1,33 H2O
NO2- + O,5 O2 NO
-3
Oksidasi amoniak anaerobik:
NH4+
+ NO-2 N2 + 2H2O
45
Senyawa nitrat tidak diinginkan dalam limbah cair karena memberi
peluang tumbuhnya ganggang atau alga dan mengganggu kesehatan
manusia. Senyawa nitrat dikonversi menjadi nitrit yang jauh lebih toksik
daripada nitrat. Metode penghilangan senyawa nitrit dan nitrat dilakukan
oleh bakteri yang mampu menggunakan nitrat sebagai penerima elektron
pada kondisi anaerobik, kemudian dikonversi menjadi nitrogen ditunjukkan
oleh persamaan reaksi kimia sebagai berikut.
NO-3 NO
-2 NO(g) N2O(g) N2(g)
Bakteri yang digunakan pada proses denitrifikasi adalah bakteri anaerobik
(Suharto, 2011).
Penghilangan nitrogen dalam pengolahan limbah akibat aktivitas
mikroba berupa penyerapan oleh bakteri melalui nitrifikasi dan denitrifikasi.
Mekanisme ini sebagai proses kunci untuk menghilangkan nitrogen
(Dhanya dan Jaya, 2013).
d. Fosfat
Fosfat merupakan sumber utama unsur kalium dan nitrogen yang
tidak larut dalam air. Fosfat yang berlebihan dapat dikenali dengan warna
air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap dan keruh.
Salah satu sumber penghasil polutan fosfat adalah deterjen.
Penggunaan fosfat sebagai builder dalam deterjen perlu ditinjau kembali,
mengingat senyawa ini dapat menjadi salah satu penyebab proses
eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada sungai/danau
yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan alga dan eceng gondok yang
secara tidak langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan.
Kualitas air pada ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya
konsenrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan
mahluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh
dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya
dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya
keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainya, cyanobacteria ( blue-
46
green algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa resiko
kesehatan bagi manusia dan hewan.
Fosfat berada dalam air limbah dalam bentuk organik, juga sebagai
ortophosfat anorganik atau sebagai fosfat-fosfat kompleks. Fosfat
kompleks mewakili kira-kira separuh dari fosfat air limbah perkotaan dan
berasal dari penggunaan bahan-bahan detergen sintetis. Fosfat
kompleks mengalami hidrolisa selama pengolahan biologis menjadi
bentuk ortofosfat (PO4³ˉ).
Bentuk-bentuk penting fosfat dalam air limbah adalah pospor
organik, polifosfat dan ortofosfat. Polifosfat banyak digunakan dalam
pembuatan detergen sintetis. Komponen fosfat dipergunakan untuk
membuat sabun sebagai pembentuk buih. Dan adanya fosfat dalam air
limbah dapat menghambat penguraian pada proses biologis. Bermacam-
macam jenis fosfat juga dipakai untuk pengolahan anti karat dan anti kerak
pada pemanas air (boiler). Pembuangan limbah yang banyak mengandung
fosfat ke dalam badan air dapat menyebabkan pertumbuhan lumut dan
mikroalga yang berlebih yang disebut eutrophication, sehingga air menjadi
keruh dan berbau karena pembusukan lumut-lumut yang mati. Pada
keadaan eutotrof, tanaman dapat menghabiskan oksigen dalam sungai atau
pada malam hari atau bila tanaman tersebut mati dan dalam keadaan
sedang mencerna (digesti) dan pada siang hari pancaran sinar matahari
kedalam air akan berkurang, sehingga proses fotosintesis yang dapat
menghasilkan oksigen juga berkurang.
Pertumbuhan tanaman dalam pengolahan limbah akan meningkatkan
mikroba serta aktivitasnya yang dapat meningkatkan efek positif pada
perbaikan pengolahan limbah yaitu persentase penghilangan fosfor antara
76-91% pada minggu kedua dan setelah 3-4 minggu penghilangan
didapatkan melebihi 98%. Penelitian Truong dan Barbara tahun 2001 juga
menunjukkan bahwa tanaman pemicu pertumbuhan mikroba memiiki
kemampuan menghilangkan nutrisi terlarut seperti nitrogen dan fosfor serta
menurunkan ganggang (Zhang et al, 2014).
47
e. Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak
berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan
strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin
fenil. Kata fenol juga merujuk pada beberapa zat yang memiliki cincin
aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki kelarutan
terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang
cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.
Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat
dilarutkan dalam air (Wilkipedia, 2006)
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih
asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di
mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol
alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan
pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem
aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan
menstabilkan anionnya.
Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau
asam benzoat. Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu
bara. Fenol merupakan komponen utama pada antiseptik dagang,
triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga
merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan
kloraseptik. Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari
produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya). Fenol yang
terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang
terbuka.
Senyawa fenol dapat pula ditemukan di perairan. Keberadaanya
dapat menjadi sumber pencemar yang membahayakan kehidupan manusia
maupun hewan air lainnya. Batas maksimum yang diperbolehkan untuk air
minum maupun air bersih adalah 0,0002 ppm. Berdasarkan beberapa
percobaan, senyawa fenol dengan iodium monobromida, reksinya dapat
berlangsung dalam suasana asam maupun netral. Dalam suasana netral,
48
reaksinya berlansung lambat, yakni 85 menit pada suhu 45oC dan 8-10 jam
pada suhu kamar. Namun dalam suasana asam kuat, reaksinya akan
berlangsung cepat yaitu hanya 10 menit (Mulyasuryani et al, 1997).
Sebagai senyawa dengan sifat toksisitas tertentu, di Jepang telah
dilakukan penelitian untuk mengetahui proses degradasi senyawa
nonilfenol (NP) di beberapa perairannya dengan menggunakan mikroba
consortia. Penelitian dilakukan di teluk Tokyo dan unit pengolahan
limbah. Senyawa NP didegradasi dalam waktu 45 hari pada suhu 25 oC
dalam medium mengandung NP (1000 ppm) sebagai sumber karbon.
Penelitian dengan sample mikroba lain, menunjukkan bahwa proses
degradasinya selama 30 hari. Dengan medium yang mengandung
NP/glukosa dengan rasio 1, aktivitas degradasinya ternyata tidak
dipengaruhi oleh adanya glukosa (Fuji et al, 2000).
Fenol dan derivat-derivatnya merupakan polutan yang sangat
berbahaya di lingkungan karena bersifat racun dan sangat sulit didegradasi
oleh organisme pengurai. Fenol adalah senyawa kimia yang bersifat
korosif yang dapat menyebabkan iritasi jaringan, kulit, mata dan
mengganggu pernapasan manusia. Nilai ambang batas senyawa fenol
untuk baku mutu air minum sebesar 0,001 ppm, mutu buangan air industri
sebesar 0,3 ppm serta di lingkungan para pekerja gas fenol adalah 0,3 ppm.
Fenol di alam mengalami transformasi kimia, biokimia, dan fisika. Namun
proses alami saja tidak cukup untuk menuntaskan permasalahan yang
timbul. Hal yang menimbulkan permasalahan harus segera diatasi
sehingga fenol dan derivat-derivatnya perlu ditiadakan atau dikurangi
sampai dengan nilai batas ambangnya. Manfaatnya adalah mencoba
mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh fenol, yaitu terbentuknya
senyawa hasil degradasi yang tidak membahayakan atau menimbulkan
racun di alam.
Penelitian biodegradasi ini dilakukan pada skala laboratorium
(Rustamjah, 2001), yang difokuskan pada pemecahan komponen tunggal
dengan menggunakan kultur murni. Fenol merupakan racun protoplasmik
yang toksik terhadap segala jenis sel. Kadar fenol yang tinggi akan
49
mengendapkan protein, sedangkan kadar rendah akan mendenaturasi
protein tanpa koagulasi. Biodegradasi fenol adalah terjadinya pengrusakan
cincin aromatik oleh mikroba pada proses anaerobik dan aerobik. Senyawa
aromatik baik secara total maupun sebagian dapat didegradasi oleh
mikroorganisme tergantung pada jumlah cincin dan jenis substituennya.
Reaksinya meliputi:
1) Infiltrasi kedalam sel, apabila tidak ada resistensi dalam terhadap
transportasi massa dan biomassa terdistribusi serba sama melalui
medium,
2) Transformasi sisi rantai, dan modifikasi substitusi dan perubahan
senyawa-senyawa aromatik.
Sifat bahaya senyawa fenol, adalah dapat menimbulkan akibat fatal
yang menyerang gangguan syaraf pusat manusia, kerusakan hati,
kerusakan ginjal dan paru-paru manusia. Berdasarkan hasil penelitian
Faith, et al yang dicantumkan oleh Suharto (2011), fenol berbentuk kristal
putih dan berubah bentuk menjadi merah jika kena sinar matahari dan
mengabsorpsi air dari udara, mempunyai bau yang spesifik, sangat korosif,
larut dalam alkohol, ether, khloroform, gliserin dan air. Fenol mempunyai
berat molekul 94, spesifik gravity 1,071, titik lebur 42OC sampai 43
OC,
titik didih 181,4OC, titik nyala 175
oF, densitas uap fenol = 3,24 ().
Senyawa fenol dapat berbentuk padat atau tepung dengan kadar 98% dan
bentuk cair dengan kadar antara 90 sampai 92%. Apabila fenol terkena
pada kulit manusia mengakinatkan luka bakar dan penyakit kulit lainnya.
Fenol merupakan salah satu polutan utama dalam air limbah, yang
dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, gangguan visi dan
ekskresi urin pada manusia menjadi berwarna gelap. Fenol juga beracun
untuk ikan dan kehidupan air. Berbagai metode digunakan untuk
penyisihan fenol dari air meliputi polimerisasi, elektro koagulasi, metode
biologis, ekstraksi, dekomposisi cahaya, proses oksidasi, adsorpsi dan
pertukaran ion (Kulkarni dan Kerde, 2015). Penyisihan fenol dengan
menggunakan berbagai adsorben adalah alternatif yang efektif (Kulkarni
dan Kaware, 2013).
50
Fenol didegradasi oleh berbagai organisme. Menurut ulasan ini,
mikroorganisme dapat mentolerir pH di kisaran 4-9. Dapat disimpulkan
bahwa mikroorganisme mampu menguraikan fenol dan bahan organik
(Basha et al, 2010).
Thuy dan Visvanathan (2010) melakukan penyelidikan penyisihan
senyawa fenolik oleh biologis diaktifkan dengan adsorben ditambah
membran bioreaktor. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penyisihan
fenol terutama dikarenakan oleh proses biodegradasi.
Bioreaktor semifluida untuk penyisihan fenol digambarkan oleh
Meikap dan Rot (1997). Mereka menyimpulkan bahwa bioreaktor
semifluida bergerak adalah alat baru dan efisien.
Larutan fenol dalam air bersifat sebagai asam lemah, dengan reaksi
sebagai berikut:
C6H5OH H+ + C6H5O
-
Fenol sebagai substrat dihidrolisa langsung oleh enzim dari mikroba
tersebut menjadi catechol. Selanjutnya catechol tersebut dikonversi oleh
oksigenasis, hidrolisis, dehidrogenase dan aldolasis menjadi piruvat dan
asetadehid atau suksinat dan acetyl Co A. Biodegradasi fenol sangat
menguntungkan karena dapat mengurangi modal awal dan biaya operasi.
Reaksi kimia berlangsung oleh beberapa tingkat reaksi enzimatik dan sangat
tergantung pada nilai pH.
Laju degradasi fenol dalam limbah cair tergantung jenis mikroba
dan konsentrasi inokulum, kecepatan aerasi, suhu, dan kadar umpan fenol.
Fenol dalam limbah cair CO2 + H2O + ion – polimer
bakteri
51
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian secara skematis pada Gambar 6.
Gambar 6. Kerangka Pemikiran
Studi
pengolahan limbah
rumah sakit limbah klinis
Pengolahan
bioreaktor:
anaerob-aerob
(fakultatif)
Komposisi bioball/zeolit Waktu tinggal
Reduksi:
BOD
COD
Amonia
Fosfat
Fenol
Limbah domestik
Identifikasi kultur
bakteri
Rancangan Komposisi
Bioreaktor
52
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan efisiensi reduksi BOD, COD, amonia, fosfat dan fenol
limbah cair rumah sakit berdasarkan variasi waktu tinggal hidraulik limbah di
dalam wadah reaktor.
2. Terdapat efisensi reduksi BOD, COD, amonia, fosfat dan fenol limbah cair
rumah sakit berdasarkan komposisi volume media zeolit dan bioball.
3. Terdapat kultur bakteri yang signifikan dalam pengolahan limbah cair rumah.
Top Related