7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kemandirian Anak Usia Dini
2.1.1 Pengertian Kemandirian
Menurut teori “psychological needs” Murray 1994 (Yulianti,
2009: 8) perilaku psikologis manusia digerakkan oleh sejumlah
kebutuhan psikologis. Ada dua kebutuhan yang terdapat dalam diri
manusia yaitu kebutuhan untuk berdiri sendiri (need for autonomy) dan
kebutuhan untuk bergantung (needs for deference).
Setyo Utomo (2005: 7) mendefinisikan kemandirian sebagai salah
satu komponen kepribadian yang mendorong anak untuk dapat
mengarahkan dan mengatur perilakunya sendiri dan menyelesaikan
masalah tanpa bantuan dari orang lain. Makna kemandirian adalah
keadaan jiwa anak yang mampu memilih norma dan nilai-nilai atas
keputusan sendiri, mampu bertanggung jawab atas segala tingkah laku
dan perbuatan sendiri.
Sedangkan Saludung 1998 (Yulianti, 2009: 9) mengungkapkan
bahwa kemandirian yang dimiliki anak menjadikan ketergantungan
kepada pihak lain seminimal mungkin. Havighurst (Satmoko, 2008: 34)
mengemukakan bahwa kemandirian adalah tindakan anak untuk
mencoba memecahkan masalah yang dihadapi tanpa bantuan orang lain.
8
Kemandirian adalah salah satu aspek kepribadian manusia yang
tidak dapat berdiri sendiri, hal ini berarti bahwa kemandirian terkait
dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan pada anak-
anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan
anak selanjutnya (Sartini, 2008: 68).
Kemandirian menurut Bernadib (Yulianti, 2009: 9) meliputi
perilaku mampu berinisiatif, mampu menghadapi hamatan atau
masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang lain. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini
dan Deli (Irene, 2007: 10) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah
hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian:
1. Suatu keadaan dimana anak yang memiliki hasrat bersaing untuk
maju demi kemajuan dirinya.
2. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah
yang dihadapi.
3. Memiliki kepercayaan diri dengan mengerjakan tugas-tugasnya.
4. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.
Kemandirian merupakan suatu sikap anak yang diperoleh secara
kumulatif selama perkembangan, dimana anak akan terus belajar untuk
bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan
sehingga anak pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak
sendiri. Untuk dapat mandiri anak membutuhkan kesempatan,
9
dukungan dan drongan dari keluarga serta lingkungan sekitarnya agar
dapat mencari otonomi atas diri sendiri.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, penulis
menyimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu tingkah laku yang
bersumber dari dalam anak, sehingga dapat mencari jalan keluar bagi
masalah yang sedang dihadapi, memiliki inisiatif, tanggung jawab,
tekun, percaya, diri, mampu mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari
orang lain, mampu berinteraksi dengan orang lain, merasa puas dengan
usahanya, ada kontrol diri, memungkinkan untuk bertindak bebas,
mampu melakukan tindakan secara tepat, mengarahkan tingkah laku ke
arah kesempurnaan dan bersikap eksploratif.
2.1.2 Ciri-Ciri Anak Mandiri
Anak yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
memungkinkan anak untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas
dorongan sendiri dan kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh
ketekunan serta keinginan untuk mengerjakan segala sesuatu tanpa
bantuan dari oang lain, mampu berpikir dan bertindak secara orisinil,
kreatif, mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu
mengendalikan tindakan-tindakannya, mampu mempengaruhi
lingkungan, mempunyai rasa percaya pada diri sendiri, menghargai
keadaan dirinya sendiri dan memperoleh kepuasan dari usahanya
Masrun (2006: 10).
10
Pendapat tersebut diperkuat oleh Havighurst (Satmoko, 2008: 37)
dan juga Mutadin (2008: 2) yang menyatakan bahwa kemandirian
terdiri dari beberapa aspek yaitu:
a. Emosi, ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak
tergantungnya kebutuhan emosi dari orag tua.
b. Intelektual, ditunjukkan dengan kemampuan untuk menghadapi
masalah yang dihadapi.
c. Sosial, ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi
dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari
orang lain.
Afiatin (2003: 7) mengatakan ada delapan aspek kemandirian
yaitu sebagai berikut:
a. Mampu mengerjakan tugas, yakni tekun dan penuh tanggung jawab
terhadap sesuatu yang menjadi tugasnya.
b. Mampu mengatasi masalah, yaitu selalu berusaha menyelesaikan
sesuatu dan pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan serta
mencari alternatif penyelesaiannya.
c. Memiliki inisiatif, dalam melakukan sesuatu atas dorongan diri
sendiri dan kebutuhan sendiri.
d. Mempunyai rasa percaya diri, adalah yakin akan kemampuan yang
dimiliki.
e. Mengarahkan tingkah lakunya menuju kesempurnaan, yang berarti
mampu bertindak secara tepat.
11
f. Memperoleh kepuasan dari usahanya, yakni menghargai keadaan
dirinya sendiri dan hasil usahanya sendiri.
g. Memiliki kontrol diri atau mampu mengendalikan tindakan, yaitu
dapat memilih norma dan nilai atas keputusan sendiri sehingga
dapat mengarahkan tindakan yang akan diambil.
h. Mempunyai kemampuan tidak bergantung orang lain, yaitu mampu
mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain.
Martin dan Stendler (Setyo Utomo, 2005: 29) mengemukakan
bahwa kemandirian ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk berdiri
di atas kaki sendiri, mengurus diri sendiri dalam semua aspek
kehidupannya ditandai dengan adanya inisiatif, kepercayaan diri dan
mampu untuk mempertahankan hak miliknya. Sedangkan Bathia
(Slameto, 2002: 5) menyatakan bahwa kemandirian merupakan tingkah
laku yang aktifitasnya diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan
pengarahan dari orang lain dan bahkan mencoba memecahkan atau
menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan kepada
orang lain.
Smart dan Smart (Krisbintara, 2006: 37) mengemukakan tanda-
tanda kemandirian yaitu: a) adanya kepercayaan diri, b) mempunyai
tujuan dan kontrol diri, c) mampu dan puas atas pekerjaannya dan
bersifat eksploratif.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu tingkah laku yang
12
bersumber dari dalam individu yang dimanifestasikan dalam tindakan-
tindakan seperti: mampu mengatasi masalah diri sendiri, memiliki
inisiatif, tekun dan memiliki rasa percaya diri.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Menurut Rifai (Yulianti, 2004: 12) ada berbagai macam faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat kemandirian yaitu: a). Kematangan
fisik dan psikis, b). Ciri-ciri kepribadian, dan c). Tuntutan budaya.
Ciri-ciri kepribadian yang mempengaruhi tingkat kemandirian
seseorang antara lain kecerdasan, motivasi, minat, emosi (Irene, 2007:
13).
Pendapat lain dikemukakan oleh Yusuf tahun 2002 (Nina, 2008:
14) yang menyebutkan bahwa tingkat kemandirian anak dipengaruhi
oleh faktor fisik, tingkat intelegensi, suasana keluarga, teman sebaya
dan kebudayaan. Nakita (2005: 36) menyatakan bahwa ketika
kemampuan-kemampuan yang seharusnya sudah dikuasai oleh anak
pada usia tertentu pada kenyataannya anak belum mau dan belum
mampu melakukan maka dapat dikategorikan bahwa anak tersebut
belum mandiri. Terlebih banyak faktor yang mempengaruhi
kemandirian pada anak seperti faktor bawaan, pola asuh, kondisi fisik
dan urutan kelahiran. Tingkat dan karakteristik kemandirian setiap anak
berbeda-beda sehingga orang tua harus lebih peka dalam menentukan
pola bimbingan pada anak-anaknya.
13
2.2 Keterampilan Motorik Halus
2.2.1 Pengertian Motorik Halus
Sumantri (2005: 143), menyatakan bahwa motorik halus adalah
pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari-
jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan
koordinasi dengan tangan, keterampilan yang mencakup pemanfaatan
menggunakan alat-alat untuk mengerjakan suatu objek.
Hal yang sama dikemukakan oleh Yudha dan Rudyanto (2005:
118), menyatakan bahwa motorik halus adalah kemampuan anak
beraktivitas dengan menggunakan otot halus (kecil) seperti menulis,
meremas, menggambar, menyusun balok dan memasukkan kelereng.
Demikian pula menurut Bambang Sujiono (2008: 25) menyatakan
bahwa motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti
keterampilan menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan
tangan yang tepat. Oleh karena itu, gerakkan ini tidak terlalu
membutuhkan tenaga, namun gerakan ini membutuhkan koordinasi
mata dan tangan yang cermat. Semakin baiknya gerakan motorik halus
anak membuat anak dapat berkreasi, seperti menggunting kertas,
menggambar, mewarnai, serta menganyam. Namun tidak semua anak
memiliki kematangan untuk menguasai kemampuan ini pada tahap yang
sama.
14
Perkembangan motorik halus merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan.
Beberapa pengaruh perkembangan motorik halus terhadap
perkembangan individu menurut Hurlock (2009: 157) adalah sebagai
berikut:
a. Melalui keterampilan motorik halus, anak dapat menghibur dirinya
dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang
dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan
menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan.
b. Melalui keterampilan motorik halus, anak dapat beranjak dari
kondisi tidak berdaya pada bulan-bulan pertama dalam
kehidupannya, ke kondisi yang independent. Anak dapat bergerak
dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri untuk
dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya
diri.
c. Melalui perkembangan motorik halus, anak dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia
kelas-kelas awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis,
menggambar, melukis, dan baris-berbaris.
d. Melalui perkembangan motorik halus yang normal memungkinkan
anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayanya,
sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk dapat
15
bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan terkucilkan atau
menjadi anak yang fringer (terpinggirkan).
2.2.2 Perkembangan Motorik Halus Anak
Kemampuan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan
dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi
mata-tangan. Saraf motorik halus ini dapat dilatih dan dikembangkan
melalui kegiatan dan rangsangan yang kontinyu secara rutin. Seperti,
bermain puzzle, menyusun balok, memasukan benda ke dalam lubang
sesuai bentuknya, membuat garis, melipat kertas dan sebagainya.
Kecerdasan motorik halus anak berbeda-beda. Dalam hal
kekuatan maupun ketepatannya. perbedaan ini juga dipengaruhi oleh
pembawaan anak dan stimulai yang didapatkannya. Lingkungan (orang
tua) mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam kecerdasan motorik
halus anak. Lingkungan dapat meningkatkan ataupun menurunkan taraf
kecerdasan anak, terutama pada masa-masa pertama kehidupannya.
Setiap anak mampu mencapai tahap perkembangan motorik halus
yang optimal asal mendapatkan stimulasi tepat. Di setiap fase, anak
membutuhkan rangsangan untuk mengembangkan kemampuan mental
dan motorik halusnya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar anak,
semakin banyak yang ingin diketahuinya. Jika kurang mendapatkan
rangsangan anak akan bosan. Tetapi bukan berarti anda boleh memaksa
16
si kecil. Tekanan, persaingan, penghargaan, hukuman, atau rasa takut
dapat mengganggu usaha dilakukan si kecil.
Terdapat dua demensi dalam perkembangan motorik halus anak
yang diuraikan oleh Gesell (2011: 31) yaitu 1) kemampuan memegang
dan memanifulasi benda-benda, 2) kemampuan dalam koordinasi mata
dan tangan.
Beberapa dimensi perkembangan motorik halus anak yaitu: a).
Mengikat tali sepatu, b). Memasukkan surat ke dalam amplop, c).
Membentuk berbagai objek dengan plastisin, d). Menggosok gigi tanpa
membasahi baju, e). Memasukkan benang ke dalam jarum, f).
Menggambar dan mewarnai dengan baik, g). Merangkai puzzle dengan
tepat, h). Memasukkan bola ke dalam keranjang, i). Menggunting kertas
menjadi dua bagian, j). Mencuci dan mengelap tangan sendiri, k).
Mengaduk cairan dengan sendok, l). Menuang air dari teko, m).
Membawa sesuatu dengan penjepit, n). Membuka kancing dan melepas
ikat pinggang, o). Menggambar lingkaran, p). Melengkapi organ tubuh
yang belum jadi.
2.2.3 Kegunaan Motorik Halus
Kegunaan motorik halus pada anak usia dini adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan kemandirian, contohnya memakai baju sendiri,
mengancingkan baju, mengikat tali sepatu.
http://bawana.wordpress.com/2008/04/19/2-beberapa-dimensi-perkembangan-anak-usia-2-3-tahun/
17
2. Sosialisasi, contohnya ketika anak menggambar bersama teman-
temannya.
3. Pengembangkan konsep diri, contohnya anak telah mandiri dalam
melakukan aktivitas tertentu.
4. Kebanggaan diri, anak yang mandiri akan merasa bangga terhadap
kemandirian yang dilakukannya.
5. Berguna bagi keterampilan dalam aktivitas sekolah misalnya
memegang pensil atau pulpen.
2.3 Peningkatan Kemandirian Melalui Keterampilan Motorik Halus
Kemandirian individu pada dasarnya terbentuk melalui proses yang
panjang semenjak anak masih dalam lingkungan keluarga sampai dengan
lepas dari orang tua. Untuk menjadi seorang yang mandiri, kiranya perlu
adanya latihan sejak dini dan juga harus memperhatikan beberapa faktor yang
dapat berpengaruh. Kemandirian seseorang dapat terdeteksi semenjak
seseorang masih kecil dan terus akan mengalami perkembangan sehingga
pada saatnya akan menjadi sifat relatif tetap (Astuti, 2007: 16).
Menurut kodratnya semua manusia mengalami masa ketergantungan
yaitu pada saat manusia dilahirkan, sehingga pada saat itu segala sesuatu
sepenuhnya menjadi tergantung kepada orang tuanya. Hurlock (2009: 152)
mengemukakan bahwa selama beberapa bulan masa bayi, kondisi tidak
berdaya itu secara bertahap menurun dengan proses yang cukup panjang,
ketidakberdayaan bayi itu sedikit demi sedikit mengalami kemajuan yang
18
pada akhirnya akan nampak setelah menjadi seseorang yang dewasa. Pada
masa tahun kedua keinginan untuk mandiri mulai menunjukkan
perkembangan.
Kartono (Astuti, 2007: 17) menyatakan bahwa anak yang sudah berusia
dua sampai empat tahun ingin melepaskan diri dari pengaruh maupun
kewibawaan ibunya. Saat itulah anak mengenal egonya, sadar akan
kemampuannya sendiri, ingin mandiri dan anak beranggapan tidak perlu
bantuan ibunya lagi. Tetapi karena akal dan pikirannya yang belum
berkembang sepenuhnya dan belum dapat mengenal dunia sekitarnya secara
baik maka keraguan serta kecemasan akhirnya muncul bila menemui
kesulitan yang kadang-kadang diekspresikan dengan teriakan atau tangisan
sehingga ketidakberdayaan dan ketergantungan muncul kembali dan pada
saat itu biasanya pertolongan selalu datang baik dari orang tua maupun dari
orang lain.
Kemudian bagi anak-anak yang berusia sekitar empat tahun masa
prasekolah biasanya berkurang ketergantungan ibu ataupun pengasuhnya.
Mereka juga sudah dapat bermain sendiri, bergaul dengan teman sebaya
sehingga dengan pergaulan yaitu anak akan dapat berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya, lebih kreatif dan lebih mandiri khususnya mereka yang
dimasukkan ke play group dan taman kanak-kanak sehingga yang menjadi
tujuan pokok manusia dalam perkembangannya adalah mengarahkan anak
untuk mampu atau tidak tergantung pada orang lain.
19
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditunjukkan kepada anak sejak lahir dan sampai dengan usia enam tahun,
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Dalam standar
kompetensi kurikulum TK tercantum bahwa tujuan pendidikan di TK adalah
membantu mengembangkan berbagai potensi anak baik psikis dan fisik yang
meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa,
fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk memasuki pendidikan selanjutnya,
memperkenalkan dan melatih gerakan motorik halus anak, meningkatkan
kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta
meningkatkan keterampilan tubuh dengan cara hidup sehat sehingga dapat
menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat dan terampil.
Menggunakan motorik halus adalah dengan cara menggerakkan otot-
otot halus pada jari dan tangan. Gerakan ini keterampilan bergerak, yang bisa
mencakup beberapa fungsi yaitu melalui keterampilan motirik halus anak
dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang dan anak dapat
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolahnya. Gerakan motorik halus
adalah bila gerakan hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari-jemari
tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Gerakan ini
membutuhkan koordinasi mata dan tangan yang cermat. Keterampilan
motorik halus yang terlihat saat usia TK, antara lain adalah anak mulai dapat
menyikat giginya, menyisir, memakai sepatu, dan sebagainya, ketepatan
20
koordinasi tangan dan mata sehingga anak dapat menggerakkan pergelangan
tangan agar lentur dan dapat berkreasi serta berimajinasi.
2.4 Penelitian Relevan
Penelitian Edi Sulis Purwanto tahun 2009, hasil penelitian
menunjukkan bahwa upaya guru dalam melatih kemandirian anak usia dini
adalah melalui keteladanan dan pembiasaan. Dengan keteladanan, guru selalu
memberikan contoh kongkret kepada anak untuk pembinaan sikap mental
yang baik kepada anak didik seperti berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.
Dengan pembiasaan, guru melatih kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan di
sekolah seperti berlatih dan belajar keterampilan motorik halus dan
berdisiplin.
Penelitian Ria Rahmawati tahun 2013, hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata tingkat kemandirian anak Taman Kanak-kanak yang
mengikuti playgroup lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak
mengikuti playgroup. Dalam kegiatan playgroup anak belajar dan berlatih
keterampilan motorik halus. Hal ini memberikan dampak positif terhadap
perkembangan kemandirian anak usia dini.
2.5 Hipotesis Tindakan
Keterampilan motorik halus dapat meningkatkan kemandirian siswa
Kelas A TK Lebah Putih Salatiga tahun pelajaran 2014/2015.
Top Related