11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPS di SMP
IPS adalah mata pelajaran yang terdiri dari mata pelajaran Sejarah, Geografi,
dan Ekonomi serta nama mata pelajaran Ilmu Sosial lainnya. Sejak tahun 1970-an
istilah IPS di Indonesia mulai muncul sebagai hasil persetujuan dari lembaga-
lembaga pendidikan dan secara sah mulai dipakai dalam lembaga pendidikan nasional
dalam kurikulum 1975, dalam dokumen kurikulum tersebut IPS merupakan salah satu
nama mata pelajaran yang diberikan pada semua tingkat pendidikan mulai dari dasar
dan menengah Sapriya (2016: 7).
Menurut Sapriya, (2016: 19) IPS merupakan mata pelajaran sosial “sosial
Studies” yang ada di semua jenjang pendidikan baik dari tingkat sekolah dasar
sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Suatu program pendidikan dan bukan sub-
disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak dapat ditemukan baik dalam nomenklatur
filsafat ilmu, ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan, berikut
merupakan pengertian IPS menurut Gunawan (2016: 7). Berdasarkan uraian dari
pendapat beberapa ahli tersebut dapat diambil kesimpulan, IPS merupakan mata
pelajaran Ilmu Sosial dan program pendidikan dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tiinggi. Dalam kurikulum pendidikan di Indonesia IPS menjadi salah satu
12
matapelajaran wajib, dalam pelaksanaanya IPS lebih menekankan siswa belajar
lingkungan sosial, misalnya adat istiadat daerah, sejarah sebuah tempat, proses
terjadinya hujan, dan letak geografis dari sebuah tempat.
Mata pelajaran IPS memakai Pendekatan korelasi untuk Penggolongan materi,
artinya materi pelajaran disusun dan dikembangkan berpatokan pada beberapa
disiplin ilmu secara khusus kemudian dikaitkan dengan aspek kehidupan nyata
peserta didik yang sesuai dengan tingkat perkembangan berfikir, karakteristik atau
pengelompokan usia, kebiasaan bersikap dan berperilaku. Adapun tujuan mata
pelajaran IPS SMP menurut Supriya (2016:200-201) sebagai berikut:
1) Memahami rancangan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.
2) Mempunyai kecakapan awal untuk berfikir yang masuk akal dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan
sosial.
3) Mempunyai kesadaran terhadap komitmen, nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4) Mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi, berkompetensi dan bekerja
sama dalam masyarakat majemuk ditingkat nasional dan global.
Berdasarkan tujuan tersebut dapat diuraikan bahwa tujuan IPS mengarahkan
peserta didik untuk berfikir logis dan kritis, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi,
13
menanamkan komitmen pada diri peserta didik sehingga peserta didik mempunyai
kesadaran dan kemampuan dalam kehidupan di lingkungan tempat dimana ia tinggal.
Penelitian ini dalam penerapannya menggunakan Standar Kompetensi dan
Kompetensi dasar yang sesuai digunakan oleh guru dan mengikuti alur
pencapaiannya. Untuk itu SK dan KD yang akan peneliti gunakan adalah SK 5, KD
5.1 dan 5.2, berikut peliti paparkan dalam bentuk tabel:
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata pelajaran IPS kelas VIII
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5. Memahami usaha persiapan
kemerdekaan Repubik Indonesia
5.1 Mendeskripsikan proses
terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan peristiwa-
peristiwa sekitar proklamasi
5.2 Menjelaskan proses persiapan
Kemerdekaan Indonesia
Sumber: BSNP
2.1.2 Motivasi Belajar
Kurangnya motivasi dalam belajar peserta didik akan berdampak terhadap
penurunan hasil dari belajar peserta didik tersebut, maka dari itu motivasi dalam
belajar mempunyai peran penting dalam ketercapaian hasil belajar peserta didik.
Menurut Slavin (2011:99) bahwa motivasi sebagai proses yang timbul dalam diri
seseorang yang mengaktifkan, mengarahkan, dan mempertahankan tingkah laku
seseorang dari waktu ke waktu. Dalam pengertian yang sederhana, motivasi
14
merupakan suatu usaha pencapaian terhadap tujuan dengan mencoba melangkah dan
tetap melangkah ke arah yang dituju. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono
(2009: 80) motivasi dipandang sebagai suatu dorongan yang mengarahkan mental
untuk menggerakkan perilaku manusia, termasuk perilaku dalam belajar.
Tujuan tertentu yang diperoleh manusia melalui dorongan berupa energi yang
timbul dari diri manusia tersebut untuk melakukan aktivitas tertentu merupakan
motivasi menurut Sani (2013:49). Begitu juga dengan pendapat Santrok (2014:165),
mengartikan motivasi sebagai proses seseorang dalam mempertahankan perilaku,
mengarahkan perilaku dan memberikan energi terhadap perilaku seseorang. McDonal
dalam (Sardiman, 2014: 73) menyatakan bahwa motivasi adalah munculnya “feeling”
akibat adanya perubahan energi pada diri individu. Motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan yang menciptakan kegiatan belajar dan memberikan tujuan pada kegiatan
belajar supaya keinginan yang dimiliki subyek belajar dapat terpenuhi, (Sardirman
2014:75)
Motivasi juga dapat dikatakan sebagai Pendorong mental seseorang yang
memberikan energi untuk mengaktifkan dan mengarahkan perilaku manusia untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai sesuatu hal
yang abstrak atau tidak bisa digambarkan atau tidak dapat dinilai yang mempengaruhi
kinerja atau aktivitas menjadi lebih terarah sehingga memberikan sebuah hasil yang
lebih baik. Individu maupun kelompok ketika mempunyai tujuan yang ingin dicapai
dalam hidupnya pasti mereka mempunyai usaha agar apa yang diinginkan dapat
15
dimilikinya, usaha seseorang tersebut secara tidak langsung didorong oleh keinginan
atau motivasi yang ada pada diri sendiri maupun kelompok.
Motivasi belajar menurut Nashar (2004:42), merupakan pencapaian prestasi
atau hasil belajar oleh peserta didik yang didorong melalui kecenderungan peserta
didik ketika melakukan kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah tujuan yang ingin
dicapai oleh subyek belajar melalui kegiatan belajar yang didorong oleh daya
penggerak didalam diri siswa (Keke 2008: 4). Sedangkan menurut pendapat Sani
(2013:49) Motivasi belajar merupakan sesuatu yang berperan memotivasi siswa atau
individu dalam belajar. Tanpa motivasi dalam belajar, seseorang peserta didik tidak
dapat mempunyai keinginan untuk belajar dan akhirnya tidak akan mencapai
keberhasilan dalam belajar. Pengaruh dari motivasi belajar sangat penting bagi
kecercapaianya hasil belajar, karena peserta didik tidak akan mampu mencapai hasil
yang baik jika keinginan atau dorongan yang membantu untuk semangat belajar tidak
ada.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat diambil simpulan bahwa
motivasi belajar merupakan proses internal yang menggerakkan dan mengarahkan
perilaku manusia termasuk perilaku belajar untuk mendapatkan pengetahuan untuk
mendapatkan suatu perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman yang
menyangkut pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Keberhasilan maupun kegagalan
dalam belajar sangat dipengaruhi oleh motivasi pada diri peserta didik, oleh sebab itu
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan
16
peserta didik, ketertarikan dalam belajar dan dorongan yang dimiliki oleh peserta
didik. Memberikan motivasi belajar bukan sekedar mendorong dengan paksaan atau
memerintah peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar dengan baik, namun
merupakan upaya yang dibentuk dengan rasa atau ajakan yang membuat keinnginan
dalam diri peserta didik untuk belajar itu terbangun.
Santrok (2014: 169) membagi motivasi menjadi 2 jenis yaitu motivasi intrinsik
dan motivasi ekstrinsik. Dimana motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul
dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai minat sendiri (tujuan itu
sendiri), sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari pengaruh
luar diri seseorang untuk melakukan sesuatu yang lain (sarana untuk mencapai
tujuan). Sardiman (2014:89-91) mengartikan motivasi intrinsik sebagai gejala-gelaja
yang menjadikan aktif atau mempunyai fungsi tidak perlu adanya pengaruh dari luar,
karena sudah ada sesuatu yang mendorong dari dalam diri setiap manusia untuk
melakukan kegiatan. Sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu gejala-gelaja aktif yang
bertujuan dan mempunyai fungsi karena adanya rangsangan dari luar.
Sani (2013:49) mendeskripsikan motivasi ekstrinsik sebagai motivasi untuk
melakukan kegiatan yang mempunyai tujuan, karena adanya pengaruh dari luar diri
seseorang, misalnya: tuntutan, imbalan atau hukuman. Adapun faktor yang
mempengarui motivasi ekstrinsik adalah: 1) karakteristik tugas, 2) perilaku guru, dan
3) pengaturan pembelajaran. Sedangkan motivasi intrinsik adalah motivasi yang
timbul akibat adanya keinginan dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu
17
berdasarkan tujuan yang ingin dicapainya. Misalnya seorang peserta didik belajar
dengan giat untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Jenis-jenis motivasi tersebut, mempuyai masing masing fungsi, dimana dalam
motivasi intrinsik seseorang melakukan sesuatu berdasarkan tujuannya tanpa
rangsangan dari luar. Sedangkan motivasi entrinsik didorong oleh pengaruh luar, jadi
tujuan dilakukannya agar mendapat tujuan lainnya juga. Namun pada intinya motivasi
tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, apakah tujuan itu baik atau tidak, motivasi
akan baik kalau tujuan yang diharapkan baik dan sebaliknya.
Selain jenis-jenis motivasi belajar, terdapat juga faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar salah satunya adalah strategi pembelajaran. Strategi
pembelajaran yang digunakan guru juga berpengaruh bagi motivasi belajar peserta
didik, apakah strategi pembelajaran yang digunakan berpusat pada guru, atau
berpusat pada peserta didik, dan bersifat interaktif. Pengunaan strategi berpusat
kepada guru ini menekankan guru sebagai sumber belajar, sedangkan dalam strategi
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, peserta didiklah yang menjadi sumber
belajarnya dimana peserta didik aktif menciptakan pengetahuan dan guru hanya
berperan sebagai fasilitator. Begitu juga dengan interaktif, strategi ini menekankan
kepada diskusi sesama peserta didik sehingga mampu memberikan opini atau
pendapatnya dalam diskusi tersebut, dan hasil dari diskusi menjadi pengetahuan baru
dari peserta didik. dari semua stretegi yang ada ini, gurulah yang dapat
18
menentukannya ingin menggunakan strategi yang seperti apa untuk perkembangan
motivasi belajar dari peserta didik tersebut.
2.1.3 Hasil Belajar
Dimyati dan Mujiono (2009: 3) mengatakan bahwa Hasil belajar sebagai
sebuah interaksi kegiatan pembelajaran antara guru dan peserta didik. Sedangkan
Suprihatiningrum (2014: 37) mendefinisikan hasil belajar sebagai penampilan siswa
(leaner’s performance) yang diperoleh melalui kemampuan siswa sebagai akibat
perbuatan belajar. Definisi-definisi tersebut dapat di ambil simpulan mengenai hasil
belajar, yang merupakan tampilan dari sebuah kemampuan siswa dalam berinterkasi
ketika belajar dan mengajar kemudian menghasilkan nilai yang disebut sebagai hasil
dari belajar. Hasil dari belajar dapat diperoleh melalui sistem penilaian yang
dilakukan secara berkesinambungan atau terus-menerus.
Menurut Sudjana (2010:22), hasil belajar merupakan pengalaman proses belajar
yang diterima siswa dan kemudian menghasilkan kemampuan dalam belajar yang
disebut dengan hasil belajar. Hasil belajar terlihat sebagai proses perubahan
pengtahuan, sikap, dan ketrampilan yang diukur dari tingkah laku peserta didik
setelah menghadapi kegiatan pembelajaran (Hamalik 2010:155). Berdasarkan
pendapat beberapa ahli tersebut mengenai hasil belajar dapat diambil simpulan bahwa
hasil belajar merupakan hasil dari suatu perubahan dalam proses belajar mulai dari
awal hingga ahir siswa menerima hasil belajar. Perubahan yang dimaksud adalah
19
adanya peningkatan atau pengembangan yang lenih baik dibandingkan dengan
sebelummnya misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dapat membedaka hal yang
baik maupun buruk dan sebagainya.
Hasil belajar dilalui melalui proses pembelajaran yang melibatkan dua aspek
yaitu guru dan peserta didik. Proses tersebut akan memberikan perubahan pada
peserta didik sebagai dari hasil pembelajaran. Hasil belajar sangat penting bagi pesrta
didik karena peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilanya dalam
menangkap materi dalam belajar. Selain bermanfaat bagi peserta didik, hasil belajar
juga mempunyai manfaat bagi guru yaitu dapat mengukur keberhasil guru dalam
menyampaikan pembalajan, dari hasil belajar juga guru dapat melihat peserta didik
yang sudah tuntas KKM yang ditentukan dan peserta didik yang belum tuntas KKM,
dengan hasil ini memberikan petunjuk kepada guru agar lebih memperhatikan peserta
didik yang belum tuntas KKM.
2.1.4 Model Belajar Numbered Heads Together (NHT)
Model belajar Numbered Heads Together merupakan salah satu model belajar
kooperatif. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sebagai cara belajar
peserta didik dalam sebuah kelompok dengan pemberian tugas-tugas yang terstruktur
untuk didiskudikan peserta didik dalam kelompok (Taniredja, 2011:55).
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dengan prosedur model pembelajaran
kooperatif yang dapat memungkinkan guru mengelola suasana kelas menjadi lebih
20
efektif, sehingga pembelajaran kooperatif itu tidaksekedar membagi peserta didik
dalam kelompok dengan asal-asalan, pernyataan tersebut menurut pendapat Taniredja
(2011: 56)
Tujuan dari pembelajaran kooperatif mempunyai perbedaan dengan kelompok
konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana ketercapaian seseorang
diperoleh dari ketidaktercapaian orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran
kooperatif adalah membuat keadaan dimana ketercapaian seseorang ditentukan dan
dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Taniredja dkk ,2011: 60). Adapun ciri-
ciri dari pembelajaran kooperatif menurut Taniredja (2011: 59) adalah (1) belajar
dengan teman didalam kelompok, (2) selama proses pembelajaran tatap muka
bersama teman, (3) saling berdiskudi dan menghargai pendapat di antara anggota
kelompok, (4) saling belajar dari teman sendiri didalam kelompok, (5) melakukan
kegiatan belajar didalam kelompok kecil, (6) saling menyatakan pendapat, (7)
keputusan berada pada kelompok, dan (8) siswa aktif.
Berdasarkan uraian tersebut maka maksud dari pembelajaran kooperatif dalam
penelitian ini adalah siswa belajar didalam sebuah kelompok kecil dengan bekerja
sama menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru untuk memecahkan sebuah
masalah sehingga keputusan berada didalam kelompok tersebut. Pembelajaran
kooperatif ini lebih menekankan pada kesadaran peserta didik untuk saling membantu
mencari dan mengolah informasi. Mempertahan pola pikir yang masuk akal dan
berbagai ketrampilan yang berguna untuk menjalin hubungan dalam kelompok,
21
melatih ketrampilan sosial seperti tenggang rasa, bersikap sopan santu terhadap
teman, mengkritik ide orang lain merupakan tujuan dari pembelajaran kooperatif
(Sani, 2013: 131).
Model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) atau kepala
bernomor merupakan pengembangan bembelajaran tipe (TGT). Model ini
dikembangkan oleh Spencer Kagan. Ciri-ciri khusus pembelajaran kelompok melalui
penyelesaian tugas dengan saling membagi ide/gagasan, setiap kelompok harus
memastikan bahwa anggotanya memahami dan menguasai tugas agar semua peserta
didik memahami konsep secara seksama. Model pembelajaran ini
mengakomondasikan peningkatan intensitas diskusi antar kelompok, kebersamaan
kolaborasi, dan kualitas interaksi dalam kelompok serta memudahkan penilaian
(Tampubolon, 2013: 94).
Menurut Hamdani (2010: 89), NHT adalah suatu metode belajar dengan cara
siswa dikelompokan menjadi beberapa kelompok dan memberikan nomor pada setiap
siswaa, kemudian pelaksanaanya dengan siswa dpanggil oleh guru secara acak.
Model pembelajaran kooperatif NHT salah satu model belajar yang membagi siswa
kedalam beberapa kelompok, setiap siswa dalam kelompok mempunyai kesempatan
untuk menyatakan ide-idenya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru
mengenai materi yang terkait, serta mempertimbangkan jawaban yang tepat dari tugas
yang didapat. Selain itu model pembelajaran NHT dapat mendorong siswa dalam
mencari, mengolah, dan memaparkan informasi dari berbagai sumber yang ahirnya
22
akan dipresentasikan di depan kelas, sehingga model pembelajaran ini diharapkan
cocok diterapkan pada pembelajaran yang menekankan interaksi dan menuntut
keaktifan siswa (Mustasyir, 2014: 4). Berikut adalah Langkah-langkah model belajar
Numberes Heads Together menurut (Hamdani 2010: 90):
a) Guru membagi siswa kedalam kelompok kemudian memberikan nomor
kepada siswa yang berbeda-beda dalam kelompoknya.
b) Guru memberikan materi untuk dipelajari dan dikerjakan siswa didalam
kelompok.
c) Peserta didik dalam kelompok bersama-sama menentukan jawaban yang tepat
dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat memahami dan
mengerjakannya.
d) Guru memanggil salah satu siswa dan siswa yang nomornya terpanggil harus
memaparkan hasil kerja sama mereka.
e) Siswa yang lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk
nomor lain sampai semua soal terselesaikan.
f) Kesimpulan.
1. Kelebihan belajar Numberes Heads Together
Berikut adalah kelebihan model belajar Numberes Heads Together menurut
(Hamdani 2010: 90).
a) Siswa menjadi lebih siap dalam belajar.
23
b) Siswa dapat bersungguh- sungguh ketika mendiskusikan tugas.
c) Siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.
2. Kelebihan belajar Numberes Heads Together
Berikut adalah kelemahan model belajar Numberes Heads Together menurut
(Hamdani 2010: 90).
a) Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru.
b) Tidak semua anggota kelompok dipanggil semua.
2.2 Penelitian Yang Relevan
Model pembelajatan Numbered Heads Together pernah diteliti dan diuji
sebelumnya oleh peneliti lain. Penelitian ini dilakukan oleh H.A. Melati pada tahun
2011 dengan judul “ Meningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMAN 1 Sungai
Ambawang Melalui Pembelajaran Model Advance Organizer Berlatar Numbered
Heads Together (NHT) Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan”. Penelitian
dilakukan di kelas XI yang berjumlah 25 orang, hasil dari penelitian menunjukan
adanya peningkatan dari aktivitas dan hasil belajar siswa. Kondisi awal sebelum
dilakukan tindakan menunjukan hasil belajar 50% belum tuntas dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) sebesar 62, pada siklus I menunjukan peningkatan hasil
belajar 17 siswa memperoleh nilai ketuntasan ≤ 67 dengan presentase 68%,
meningkat lagi pada siklus II 22 siswa tuntas KKM dengan presentase 88%.
Sedangkan untuk aktivas belajar siswa sebelum dilakukan tindakan yaitu visual
24
activities 24%, oral activities 28%, writing activities 28% dan mental activites 8%,
perlakuan tindakan pada siklus I menghasilkan visual activities dilakukan oleh 22
siswa(88%), oral activities 49,33% yang bertanya kepada guru dilakukan 5 siswa
(20%), bertanya kepada teman dilakukan oleh 20 siswa (80%), mengeluarkan
pendapat dilakukan oleh 12 siswa (48%), writing activities dilakukan oleh
23siswa(92%)dan mental activites dilakukan 2 siswa (8%). Pada siklus II mengalami
peningkatan lagi menjadi visual activities dilakukan oleh 25 siswa(100%), oral
activities 78,67% yang bertanya kepada guru dilakukan 14 siswa (56%), bertanya
kepada teman dilakukan oleh 25 siswa (100%), mengeluarkan pendapat dilakukan
oleh 20 siswa (80%), writing activities dilakukan oleh 24 siswa (96%) dan mental
activites dilakukan 6 siswa (24%). Dirinci, penelitian melati menunjukan bahwa
aktivitas dan hasil belajar dapat meningkat karena implementasi NHT. Maka di
penelitian ini dimungkinkan juga demikian, walaupun objek dan mata pelajarannya
berbeda.
Peneliti lain juga pernah meneliti model belajar tipe Numbered Heads Together
(NHT) yaitu Agni Era Hapsari pada tahun 2016 yang berjudul “ Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Berbantuan Media
Interaktif Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa”. Penelitian
dilakukan dikelas XI berjumlah 30 siswa, penelitian ini relevan terlihat pada kondisi
sebelum dilakukan tindakan, aktivitas belajar siswa tinggi hanya 6 siswa atau 20%, 6
siswa dengan presentase 20% sedang, dan 18 siswa presentase 60% aktivitas rendah.
25
Sedangkan kondisi awal dari prestasi belajar siswa yang lenbih dari KKM 75 ada 6
siswa dengan presentase 20%, nilai tertinggi 80 dan terendah 50 dengan rentang nilai
0 - 100. Terjadi peningkatan aktivitas belajar pada siklus I yaitu skor tinggi 12 siswa
dengan presentase 40%, skor sedang 9 siswa dengan presentase 30% dan skor rendah
dari 9 siswa presentase 30%. Sedangkan untuk prestasi belajarnya tertinggi 85,
terendah 60 dan 9 siswa dengan presentase 30% nilai masih dibawah KKM. Pada
perlakuan di siklus ke II terjadi peningkatan lagi skor tinggi 24 siswa dengan
presentase 80%, skor sedang 6 siswa dengan presentase 20% dan skor rendah dari 0
siswa dengan presentase 0%. Sedangkan untuk prestasi belajarnya tertinggi 95,
terendah 77. Penelitian milik Agni Era Hapsari mempunyai perbedaan dengan
penelitian penulis yaitu terletak pada jenjang sekolah, matapelajaran, variabel Y1 dan
Y2, persamaan hanya terletak pada variabel X.
Beberapa penelitian tersebut telah menunjukan terjadinya peningkatan terhadap
hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT). Untuk mengetahui pemahaman siswa pada
penilitian ini, peneliti akan menggukan kartu soal benar salah, soal akan ditulis pada
sebuah kartu. Peneliti menggunakan tipe soal benar salah karena pada tipe ini semua
pokok bahasan dapat terwakili sehingga siswa dapat memahami semua materi.
26
2.3 Kerangka Berfikir
Kondisi awal yang terjadi di SMP Kristen 04 Salatiga pada mata pelajaran IPS
terdapat 57% peserta didik yang belum mencapai KKM dalam matapelajaran IPS
dikarenakan motivasi belajar yang masih rendah. Maksud dari penelitian ini adalah
peneliti akan meningkatkan motivasi dan hasil belajar mencapai presentase 80% dan
pemberian toleransi terhadap 3 peserta didik karena diangap lamban dalam menerima
materi dan berada pada lingkungan belajar kurang baik. Penelitian dilakuka dengan
tindakan kelas menggunakan model belajar Numbered Heads Together (NHT)
sebagai alat untuk membatu ketercapaian proses dalam pembelajaran. Melalui model
NHT ini semua peserta didik akan ikut ambil bagian sehingga tidak ada peserta didik
pasif di kelas. Pembelajaran akan lebih menyenangkan karena model ini membuat
pembelajaran tidak monoton sehingga suasana kelas akan terkondisi dengan baik
karena setiap pembelajaran akan diselingi game. Adapun gambaran dalam kerangka
pikir ini adalah sebagai berikut:
27
Gambar 1, kerangaka berfikir
Motivasi dan
hasil belajar
rendah
Guru menggajar
menggunakan model
konvensional dan siswa
kurang menyukai
belajar mandiri
Kondisi awal
Siklus 1 ( hasil
penelitian
kurang)
Model belajar
NHT
Tindakan
Siklus 2 ,3…(
hasil penelitian
meningkat)
Motivasi dan
hasil belajar
Meningkat
Kondisi ahir
28
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Hasil belajar
Ho : π HB< 70
H1 : π HB≥ 70
2. Motivasi belajar
Ho : π MB≤ 3
H1 : πMB > 3
Top Related