10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang
perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Tak heran apabila mata pelajaran ini
kemudian diberikan sejak masih di bangku SD. Dari situ diharapkan siswa mampu
menguasai, memahami dan dapat mengimplementasikan keterampilan berbahasa.
Seperti membaca, menyimak, menulis, dan berbicara.
Pelajaran Bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat sekolah sejak
kelas 1 SD. Seperti ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.
Mereka memulai dari nol. Pada masa tersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia
hanya mencakup membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat.
Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan ilustrasi gambar. Sampai
ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telah
membuat para siswanya mulai merasakan gejala kejenuhan akan belajar Bahasa
Indonesia. Hal tersebut diperparah dengan adanya buku paket yang menjadi buku
wajib. Sementara isi dari materinya terlalu luas dan juga cenderung bersifat
hafalan yang membosankan. Inilah yang kemudian akan memupuk sifat
menganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia karena materi yang diajarkan
hanya itu-itu saja.
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng, IN.S.
(1997). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari
sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa
analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar,
menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi
penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan
menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap
pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih stategi pembelajaran untuk
setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi
11
pembelajaran yan tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan
pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi belajar bahasa pada hakikatnya adalah
belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan
maupun tulis. Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi
pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat sub aspek, yaitu membaca, berbicara,
menyimak, dan mendengarkan.
2.2 Hakikat Keterampilan Membaca Nyaring
2.2.1 Pengertian Keterampilan
Keterampilan berasal dari kata “terampil” yang berarti cakap dalam
menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Keterampilan berarti kecakapan untuk
menyelesaikan tugas, (Depdiknas, 2007: 935). Hamalik (2009: 139) menyatakan
bahwa Keterampilan adalah serangkaian gerakan, tiap ikatan (link) unit stimulus-
respons berperan sebagai stimulus terhadap ikatan berikutnya. Muhibbin Syah
(2005: 119) mengemukakan bahwa Keterampilan adalah suatu kegiatan yang
berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam
kegiatan jasmaniah. Sedangkan Reber dalam Muhibbin Syah (2005:119)
berpendapat bahwa Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola
tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan
keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi
gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat
kognitif. Sedangkan ST Vebrianto dalam Wulandari (2006: 26) mengatakan
bahwa Keterampilan dapat mempunyai arti luas dan arti sempit. Keterampilan
dalam arti sempit adalah kemudahan, kecepatan, dan ketepatan dalam tingkah
laku motorik yang juga disebut manual skill. Dalam arti luas keterampilan
mencakup manual skill, intelektual skill, social skill’. Lebih lanjut Wulandari
(2006: 27) mengemukakan bahwa keterampilan adalah keahlian khusus untuk
mengerjakan usaha tertentu sebagai manifestasi dari pengalaman, pengetahuan
yang dapat diasosiasikan dalam bentuk karya.
Pendapat ahli di atas mengenai pengertian keterampilan dapat
disimpulkan bahwa keterampilan adalah kecakapan, kemampuan, dan keahlian
12
seseorang dalam melakukan suatu tindakan untuk dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan baik dalam pemikiran dan tingkah laku.
2.2.2 Pengertian Membaca
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007: 83) mengartikan
bahwa membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan
melisankan atau hanya dalam hati), mengeja/melafalkan apa yang tertulis,
mengucapkan, mengetahui, meramalkan dan memperhitungkan serta memahami.
Sedangkan Nurhadi (1995:340) menyatakan bahwa membaca adalah suatu
interpretasi simbol-simbol tertulis atau membaca adalah menangkap makna dari
rangkaian huruf tertentu Selanjutnya Setiowati (2007:12) mengemukakan bahwa
membaca adalah suatu aktivitas yang melibatkan penglihatan, ingatan,
kecerdasan, dan pemahaman untuk memperoleh informasi yang disampaikan
penulis melalui lambang- lambang.
Hodgon dalam Tarigan (1994:7) membaca adalah suatu proses yang
dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan , yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang
menuntun agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam
suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat
diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang
tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu
tidak terlaksana dengan baik.
Segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyajian kembali dan
pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara
dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek
pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written
word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup
pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Anderson dalam
Tarigan 1994: 7).
Subyakto-Nababan (1993:164) menyatakan bahwa membaca adalah
suatu aktivitas yang rumit dan kompleks karena bergantung kepada keterampilan
berbahasa pelajar dan pada tingkat penalarannya. membaca merupakan suatu
13
keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan
seragkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Dengan kata lain
membaca mencakup tiga komponen, yaitu: (1) Pengenalan terhadap aksara atau
tanda-tanda baca, (2) Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-
unsur linguistik yang formal, (3) Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan
makna atau meaning (Broughton dalam Henry Guntur Tarigan 1994:
10). “Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis, yang
reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan memperoleh
informasi, memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman baru (St. Y. Slamet,
2007:58). Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan seseorang
mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya dan
memperluas wawasan.
Mendasarkan pada uraian tersebut, disimpulkan bahwa membaca adalah
suatu proses memperoleh informasi yang disampaikan penulis dengan melafalkan
dan memahami isi dari apa yang tertulis.
2.2.3 Pengertian Membaca Nyaring
Rahim (2008:24) membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan
bersuara dengan memperhatikan struktur kata (kata, kata majemuk, dan frasa) dan
kalimat, lafal, intonasi dan jeda selanjutnya menurut Rahim (2008:23) membaca
nyaring adalah aktivitas atau kegiatan membaca bersuara dengan memperhatikan
lafal, intonasi serta ekspresi dengan tujuan menghasilkan siswa yang lancar
membaca sedangkan menurut Rahim (2003) menemukan bahwa membaca
nyaring untuk anak-anak merupakan kegiatan yang berharga yang bisa
menigkatkan ketetampilan menyimak, menulis dan membantu perkembangan
anak mencintai buku sepanjang hidup mereka.
Tarigan (1994:22) mengatakan bahwa membaca nyaring adalah suatu
aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid, ataupun pembaca
bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta
memahami informasi, pikiran dan perasaan seseorang pengarang selanjutnya
membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang
dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca
14
dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik yang berupa
pikiran, perasaan, sikap, ataupun pengalaman penulis (Muliastuti dan Sulastri,
2009: 9 )
Setiowati (2007:15) menyatakan bahwa membaca membaca nyaring
adalah cara membaca dengan bersuara, yang perlu diperhatikan adalah pelafalan
vokal maupun konsonan, nada atau lagu ucapan, penguasaan tanda-tanda baca,
pengelompokan kata atau frase ke dalam satuan-satuan ide, kecepatan mata, dan
ekspresi. Membaca nyaring yang baik menuntut agar si pembaca memiliki
kecepatan mata yang tinggi serta pandangan mata yang jauh, karena dia haruslah
melihat pada bahan bacaan untuk memelihara kontak mata dengan para
pendengar. Pembaca juga harus mengelompokkan kata-kata dengan baik dan tepat
agar jelas maknanya bagi para pendengar. Pendek kata, pembaca harus
mempergunakan segala keterampilan yang telah dipelajari nya pada membaca
dalam hati sebagai tambahan bagi keterampilan lisan untuk mengkomunikasikan
pikiran dan perasaan pada orang lain.
Membaca nyaring adalah sebuah pendekatan yang dapat memuaskan serta
memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah keterampilan
serta minat. Oleh karena itu, dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan
membaca nyaring sang guru harus memahami proses komunikasi dua arah.
Lingkaran komunikasi belumlah lengkap kalau pendengar belum memberi
tanggapan secukupnya terhadap pikiran atau perasaan yang diekspresikan oleh
pembaca. Tanggapan tersebut mungkin hanya dalam hati, tetapi bersifat apresiatif,
mempunyai nilai apresiasi yang tinggi (Tarigan 1994: 23).
Pendapat ahli di atas mengenai pengertian membaca nyaring, dapat
disimpulkan bahwa membaca nyaring adalah suatu kegiatan menyuarakan
kalimat-kalimat dalam bacaan dengan intonasi dan lafal yang tepat serta dapat
memperoleh pesan/informasi dari bacaan.
2.2.4 Keterampilan Membaca Nyaring
Membaca nyaring merupakan keterampilan yang serba rumit, kompleks,
banyak seluk beluknya. Pertama-tama menuntut pengertian aksara di atas halaman
kertas dan sebagainya dan kemudian memproduksikan suara yang tepat dan
15
bermakna. membaca nyaring pada hakikatnya merupakan suatu masalah lisan
atau oral matter. Oleh karena itu, maka khusus dalam pengajaran bahasa asing,
aktivitas membaca nyaring lebih dekat atau lebih ditujukan pada ucapan
(pronounciation) daripada ke pemahaman (comprehension). Mengingat hal
tersebut maka bahan bacaan haruslah dipilih yang mengandung isi dan bahasa
yang relatif mudah dipahami (Tarigan 1994: 23).
Membaca nyaring merupakan suatu aktivitas yang menuntut aneka ragam
keterampilan. Keterampilan-keterampilan tersebut telah dilatih sejak tingkat dasar
pendidikan agar pada tingkat sekolah lanjutan siswa telah mempunyai modal yang
sangat penting. Keterampilan-keterampilan pokok telah ditanam di sekolah dasar,
pemupukan serta pengembangan dilakukan disekolah lanjutan (pertama dan atas).
Keterampilan-keterampilan yang dituntut pada pembelajaran membaca nyaring
kelas II adalah (1) Membaca dengan terang dan jelas; (2) Membaca dengan penuh
perasaan, ekspresi; (3) Membaca tanpa tertegun-tegun, tanpa terbata-bata.
Keterampilan yang dituntut dalam membaca nyaring adalah berbagai
kemampuan, diantaranya adalah: (1) Menggunakan ucapan yang tepat, (2)
menggunakan frase yang tepat, (3) Menggunakan intonasi suara yang wajar, (4)
Dalam posisi sikap yang baik, (5) Menguasai tanda-tanda baca, (6) Membaca
dengan terang dan jelas, (7) Membaca dengan penuh perasaan, ekspresif, (8)
membaca dengan tidak terbata-bata, (9) Mengerti serta memahami bahan bacaan
yang dibacanya, (10) Kecepatan tergantung dari bahan bacaan yang dibacanya,
(11) Membaca dengan tanpa terus-menerus melihat bahan bacaan, (12) Membaca
dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri ( Muliastuti dan Sulastri, 2009: 9)
Bertolak pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
membaca nyaring adalah berbagai kecakapan berbahasa dalam melisankan atau
menyuarakan kalimat dalam bacaan dengan intonasi dan jeda yang tepat agar
mudah kepada pembaca dan pendengar menangkap pesan/informasi bacaan.
2.2.5 Manfaat Membaca Nyaring
Gruber (1993) menyampaikan lebih rinci manfaat membaca nyaring untuk
anak yaitu: memberikan contoh proses membaca secara positif, mengekspos siswa
untuk memperkaya kosa kata, memberi siswa informasi baru, mengenalkan
16
kepada siswa berbagai aliran sastra, memberi siswa kesempatan menyimak dan
menggunakan daya imajinasinya.
2.2.6 Aspek membaca nyaring
Menurut Kamidjan (1969:9-10) ada lima aspek dalam membaca nyaring
yaitu: membaca dengan pikiran dan perasaan pengarang, memerlukan
keterampilan menafsirkan lambang-lambang grafis, memerlukan kecepatan
pandangan mata, memerlukan keterampilan membaca, terutama
mengelompokkan kata secara tepat, dan memerlukan pemahaman makna secara
tepat. Dalam membaca nyaring, pembaca memerlukan beberapa keterampilan.
Antara lain: penggunaan ucapan yang tepat; pemenggalan frasa yang tepat;
penggunaan intonasi, nada, dan tekanan yang tepat; penguasaan tanda baca
dengan baik; penggunaan suara yang jelas; penggunaan ekspresi yang tepat;
pengaturan kecepatan membaca; pengaturan ketepatan pernafasan; pemahaman
bacaan; dan pemilikan rasa percaya diri.
Pembaca nyaring yang baik biasanya ingin sekali agar pendengarnya
memahami apa yang ia sampaikan. Oleh sebab itu, pembaca hendaklah
mengetahui keinginan serta kebutuhan pendangarnya,serta menginterpretasikan
bahan bacaan secara tepat (Tarigan, 2008:27). Agar dapat membaca nyaring
dengan baik, pembaca haruslah menguasai keterampilan-keterampilan persepsi
(penglihatan dan daya tanggap) sehingga dia mengenal dan memahami kata-kata
dengan cepat yang sama pentingnya dengan hal ini adalah kemampuan
mengelompokkan kata-kata ke dalam kesatuan-kesatuan pikiran serta
membacanya dengan baik dan lancar. Untuk membantu para pendengar
menangkap serta memahami maksud pengarang, pembaca biasanya menggunakan
berbagai cara, antara lain: 1) Dia menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan
penekanan yang jelas; 2) Dia menjelaskan perubahan dari satu ide ke ide lainnya;
3) Dia menerangkan kesatuan kata-kesatuan kata-kata yang tepat dan baik; 4)
Menghubungkan ide-ide yang bertautan dengan jalan menjaga suaranya agar
tinggi sampai akhir dan tujuan tercapai; 5) Menjelaskan klimaks-klimaks dengan
gaya dan daya ekspresi yang baik dan tepat
17
2.3 Hakekat Model Pembelajaran
Menurut Agus Suprijono (2010) model pembelajaran merupakan
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginsipirasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah-langkah, dan cara yang
digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa
metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat
dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa
metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari
metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di
kelas saat pembelajaran berlangsung.
Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran
berlangsung. Guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode
yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik
pembelajaran. Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran tersebut dinamakan model pembelajaran.
Menurut Trianto (2009) suatu model pembelajaran adalah
pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sinyaks (pola urutan) dari bermacam-macam model pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama, Contoh, setiap model pembelajaran diawali dengan upaya menarik perhatian siswa dan memitivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran diakhiri dengan tahap menutup pelajaran, di dalamnya meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
Tiap-tiap model pembelajaran membutuhksan sistem pengelolaan dan
lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Misalnya, model pembelajaran
18
cooperative script memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedia
meja dan kursi yang mudah dipindahkan. Pada model pembelajaran kooperatif
siswa perlu berkomunikasi satu sama lain.
2.3.1 Pembelajaran Cooperative Script
Pembelajaran cooperative script merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai
tujuan bersama. Pembelajaran cooperative script disusun dalam sebuah usaha
untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran cooperative script siswa
berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara
kolaboratif akan mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama
manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Ide utama dalam pembelajaran kooperatif adalah siswa mampu bekerja
sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya.
Sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan
kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai
tujuan atau penguasaan materi, Slavin (1995). Tujuan pokok belajar kooperatif
adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan
pemahaman baik tim individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja
dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di
antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan,
mengembangkan ketrampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan
masalah.
Manfaat penerapan belajar cooperative script adalah dapat mengurangi
kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di
samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas social di
kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul
generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki
solidaritas sosial yang kuat.
19
2.3.2 Unsur Penting dan Prinsip Utama Pembelajaran Coperative Script
Abdul Rahman Saleh (2010) terdapat lima unsur penting dalam belajar
cooperative script
Pertama, saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam
belajar cooperative script siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk
mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses
kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa
dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap
suksesnya kelompok.
Kedua, interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar cooperative
script akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang
siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling
memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan
seseorang dalam kelompok memengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi
masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman
sekelompoknya, Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal
tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.
Ketiga, tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam
belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu
siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar
“membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.
Keempat, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar
cooperative script, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan
seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain
dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan
menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut ketrampilan khusus.
Kelima, proses kelompok. Belajar cooperative script tidak akan berlangsung
tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok
20
mendiskusikan bagaimana mereka kan mencapai tujuan dengan baik dan
membuat hubungan kerja yang baik.
Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran cooperative
script, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang
memebdakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar
cooperative script menurut Slavin (1995), adalah sebagai berikut.
1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria
yang ditentukan.
2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung
pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus
dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota
kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan lain.
3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu
kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini
memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah sama-sama
tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota
kelompok sangat bernilai.
2.3.3 Implikasi Model Pembelajaran Coperative Script
Pembelajaran cooperative script dapat mengembangkan tingkah laku
cooperative script dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat
mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari
teman mereka dalam belajar kooperatif daripada guru. Interaksi yang terjadi
dalam belajar cooperative script dapat memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Implikasi positif dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi belajar
cooperative script yaitu sebagai berikut.
1. Kelompok kecil membentuk suatu pertemuan di mana siswa dapat
menanyakan pertanyaan kemudian siswa mendiskusikan pendapat, belajar
memberikan pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan
menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan sehingga kelompok
kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar
21
2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa.
Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari
konsep dan startegi pemecahan masalah.
3. Suatu masalah idealnya cocok untuk didiskusikan secara kelompok, sebab
memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa
dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.
4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain utnuk menguasai
masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks
permainan, teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
5. Ruang lingkup materi dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang
bermanfaat bila didiskusikan.
Pembelajaran cooperative script dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat
dikategorikan sesuai dengan sifat berikut, (1) tujuan kelompok; (2) tanggung
jawab individual; (3) kesempatan yang sama untuk sukses; (4) kompetisi
kelompok; (5) spesialisasi tugas; dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu.
2.4 Model Pembelajaran Cooperative Script
Model pembelajaran Cooperative Script berasal dari bahasa Yunani.
Methodes artinya jalan yang ditempuh. Pengertian metode itu sendiri adalah
pengertian tentang metode yaitu cara kerja yang sistematis untuk mencapai suatu
maksud tujuan. Sedangkan Cooperative berasal dari kata Cooperate yang artinya
bekerja sama, bantuan-membantu, gotong royong. model pembelajaran
Cooperative Script merupakan penyampaian materi ajar yang diawali dengan
pemberian wacana atau ringkasan materi ajar kepada siswa yang kemudian
diberikan kesempatan kepada siswa untuk membacanya sejenak dan
memberikan/memasukkan ide-ide atau gagasan-gagasan baru kedalam materi ajar
yang diberikan guru, lalu siswa diarahkan untuk menunjukkan ide-ide pokok yang
kurang lengkap dalam meteri yang ada secara bergantian sesama pasangan
masing-masing. Slavin (1994:175) model pembelajaran Cooperative Script yang
dapat meningkatkan daya ingat siswa. Selanjutnya Slavin (1995) mengemukakan
bahwa penggunaan pembelajaran cooperative dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan
sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga
22
diri. Brousseau (2002) dalam Hadi (2007:18) menyatakan bahwa
modelpembelajaran cooperative script adalah secara tidak langsung terdapat
kontrak belajar antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara
berkolaborasi. selanjutnya Spurlin (2007) menyatakan bahwa, cooperative script
dapat mendorong siswa untuk mendapatkan kesempatan mempelajari bagian lain
dari materi yang tidak dipelajarinya selanjutya Danserau (2007) yang menyatakan
bahwa pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dan siswa dapat mempelajari materi yang lebih banyak dari siswa yang belajar
sendiri selanjutnya Kurniasih, (2015:120) menyatakan model pembelajaran
cooperative script merupakan model pembelajaran berpasang-pasangan dan
masing-masing individu dalam pasangan yang ada mengintisarikan materi-materi
yang telah dipelajari.
Model pembelajaran cooperative script adalah model pembelajaran
berpijak pada faham konstruktivisme, pada pembelajaran ini terjadi kesepakatan
antara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan
bersama akan disimpulkan bersama, peran guru hanya sebagai fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Pada interaksi siswa terjadi
kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling
mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan
bersama. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa
dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script
benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan
pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-benar sangat sesuai dengan
pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini.
Ada suatu hal yang menarik, siswa mendapatkan peningkatan hasil belajar
dari aktivitas model pembelajaran cooperative script, peningkatan yang lebih
besar diperoleh untuk bagian materi saat siswa mengajarkan bagian materi itu
kepada pasangannya daripada materi saat siswa berperan sebagai pendengar.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian dari model pembelajaran Cooperative
Script adalah model belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan
23
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajarinya dalam ruangan
kelas.
2.4.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Cooperative Script
Langkah-langkah model pembelajaran cooperative script menurut Riyanto
(2009:280) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran cooperative script
sebagai berikut:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat
ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya, sementara pendengar :
a. Menyimak/mengoreksi/melengkapi ide-ide pokok yang kurang
lengkap.
b. Membantu mengingat/menghafal ide/ide pokok dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula berperan sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya. Kemudian lakukan seperti kegiatan tersebut
kembali.
6. Merumuskan kesimpulan bersama-sama siswa dan guru.
7. Penutup.
Tahap penutup, guru memberikan soal evaluasi secara individu dan
melakukan refleksi terhadap pelajaran yang baru dipelajari. Dalam kegiatan
refleksi ini dijadikan media untuk merefleksi (bercermin) pada kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi ini merupakan suatu cara untuk
belajar, menghindari kesalahan di waktu yang akan datang dan untuk
meningkatkan prestasi belajar serta kinerja peneliti. Dalam pembelajaran dengan
model pembelajaran cooperative script siswa bekerja berpasangan dan bergantian
secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Dengan
penerapan model cooperative script maka prestasi belajar siswa meningkat,
24
karena pembelajaran cooperative script berpijak pada faham konstruktivisme,
pada pembelajran ini terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-aturan dalam
berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama,
peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai
tujuan belajar. Pada interaksi siswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan
pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep
yang disimpulkan, membuat kesimpulan bersama. Interaksi belajar yang terjadi
benar-benar interaksi dominant siswa dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama
pembelajaran dengan model pembelajaran coorperative script .
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Wati (2013) yang berjudul Aktivitas Dan
Hasil Belajar Siswa Melalui Model Cooperative Learning Tipe Cooperative
Script Analisis data menggunakan kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil
analisis data menunjukkan bahwa penggunaan model Cooperative Learning Tipe
Cooperative Script dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.Hal ini
dapat dilihat dari persentase rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I
(46,87%), siklus II (62,75%), dan siklus III (87,75%). Dengan peningkatan dari
siklus I ke siklus II (15,88%) dan dari siklus II ke siklus III (25,00%). Rata-rata
nilai hasil belajar siswa pada siklus I (55,83), siklus II (65,83), dan siklus III
(76,25).
Penelitian yang dilakukan oleh Delita (2010) yang berjudul Peningkatan
Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Cooperatif Script Dengan Media
Gambar Pada Siswa Kelas IV SDN Mangunsari 01 Salatiga. Berdasarkan judul di
atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran IPS peningkatan hasil belajar
siswa kelas IV SDN Mangunsari 01 Salatiga dapat meningkat dikarenakan dalam
pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative script. Penelitian
tersebut dilakukan oleh Delita, subjek penelitiannya berjumlah 40 orang.
Pengumpulan data menggunakan tes dan pengamatan. Data dianalisis dengan
melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal yaitu 80% siswa mendapat skor ≥
70. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model
25
pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran menyimak berita. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan rata-rata
hasil tes siklus 1 diketahui 75,10 dan hasil tes siklus 2 rata-rata 78,65. Ditinjau
dari pencapaian ketuntasan belajar siswa pada siklus 1 diperoleh 85% dan siklus 2
diperoleh 93%. Dengan demikian, ketuntasan belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 8%.berdasarkan penelitian tersebut
maka terbukti bahwa peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS
dikarenakan dalam pembelajaran peneliti menggunakan model pembelajaran
cooperative script. Berdasarkan penelitian tersebut maka terbukti bahwa
peningkatan hasil belajar siswa dikarenakan dalam pembelajaran peneliti
menggunakan model pembelajaran cooperative script. Maka dapat disimpulkan
melalui pembelajaran cooperatif script dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dua penelitian terdahulu membuktikan bahwa model pembelajaran
Cooperative Script dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin
melakukan penelitian lagi dengan menggunakan model yang pembelajaran yang
sama. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang
dilakukan kali ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut
pertama bahwa pada penelitian terdahulu, para peneliti belum memasukkan
variabel keterampilan membaca nyaring sebagai salah satu variabel yang diteliti.
Artinya bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Script,
peneliti menduga dapat meningkatkan keterampilan membaca nyaring yang
berimplikasi pada hasil belajar siswa. Kedua, subyek penelitian. Pada penelitian
terdahulu subyek penelitiannya adalah siswa sekolah yang berbeda. Penulis
berasumsi bahwa perbedaan subyek didik, merupakan faktor lain yang akan
mempengaruhi ketrampilan dalam membaca nyaring. Situasi sekolah yang
berbeda, fasilitas yang berbeda, tantangan masyarakat yang berbeda, demikian
juga pola asuh dari orangtua yang berbeda karena budaya yang berbeda tentu
berkontribusi terhadap prestasi belajar siswa juga. Karena itu, dengan memilih
subyek penelitian yaitu siswa kelas 4 SDN polobogo 02 Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang, peneliti bermaksud melihat efektivitas penerapan model
26
pembelajaran dalam meningkatkan ketrampilan membaca nyaring siswa. Artinya,
jika model ini efektif, maka model ini akan menjadi rujukan bagi sekolah
bersangkutan, maupun sekolah yang berbeda, karena terbukti teruji pada sekolah
yang tentu saja memiliki situasi yang berbeda-beda.
2.6 Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teoritis di atas maka dirumuskan kerangka pemikiran
sebagai berikut:
a. Penerapan model pembelajaran cooperative script. Diharapkan siswa mampu
menguasai materi mengajarkan pasangannya yang kurang mampu untuk
memahami materi pelajaran.
b. Dari proses model pembelajaran cooperative script. diharapkan ada kerjasama
antar siswa dengan pasangannya dan dapat diadakan sharing antar pasangan
dalam kelompok.
c. Dengan adanya kerjasama yang efektif diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman dan hasil belajar keterampilan membaca siswa.
27
Gambar : 1
Bagan Kerangka Berpikir
2.7 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut. Penerapan model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan
keterampilan membaca nyaring siswa kelas 4 SDN Polobogo 02 semester 2
tahun ajaran 2015/2016.
Kondisi awal
Guru belum menggunakan
model pembelajaran
cooperative script.
Hasil belajar siswa
belum mencapai KKM
Siklus I menggunakan
model pembelajaran cooperative script dalam
pembelajaran bahasa indonesia
Menggunakan model
cooperative script dalam
pembelajaran bahasa indonesia
Tindakan
Siklus II menggunakan
model pembelajaran cooperative script dalam
pembelajaran bahasa
indonesia
Melalui model Pembelajaran cooperative script
hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa
indonesia meningkat mencapai KKM.
Kondisi akhir
Top Related