6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat PKn SD
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang wajib dipelajari dari tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang terdiri dari
interdisipliner, artinya bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mencakup ilmu
politik, ilmu negara, ilmu tata negara, hukum, sejarah, ekonomi, moral, dan
filsafat. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukkan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak – hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945 (lampiran UU No. 22 tahun 2006). Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
upaya pedagogis pembentukan watak warga negara yang baik, yakni memiliki
penalaran moral untuk bertindak atau tidak bertindak dalam urusan publik
maupun privat (Samsuri, 2011 : 18). Mata pelajaran PKn adalah melahirkan warga
negara yang baik atau sering disebut warga negara yang Pancasialis yang dapat
diandalkan dalam bela negara dan menjaga keutuhan NKRI (Ana Arifah, 2013:7).
Pendidikan Kewarganegaraan diperlukan dalam kehidupan manusia
sebagai warga Negara, supaya dapat mengetahui dan melakukan pemecahan
masalah sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. PKn di Sekolah Dasar (SD)
diharapkan melaksanakan Pembelajaran yang dapat mengaitkan materi
pembelajaran dengan keadaan yang sedang terjadi atau keadaan faktual, sehingga
peserta didik mampu untuk menyelesaikan masalah dengan menerapkan
pengetahuan yang mereka miliki.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan bagi peserta didik agar
mampu :(1) Berpikir secara kritis,rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
7
kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta anti korupsi, (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter – karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa – bangsa lainnya, dan (4) Berinteraksi dengan bangsa – bangsa lain
dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi, informasi, dan komunikasi (Mawardi dan Suroso,2009:5). Dari tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan diatas, maka Pendidikan Kewarganegaraan memiliki
tiga fungsi pokok pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan
warga negara yang demokratis, yakni mengembangkan kecerdasan warga negara
(civic intelligence), membina tanggung jawab warga negara ( civic responbility), dan
mendorong partisipasi warga negara (civic participation) (Winarno, 2013 : 19).
Struktur keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan mencakup tiga dimensi, yaitu : (1)
Civics knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), (2) Civics skill (keterampilan
kewarganegaraan), dan (3) Civics virtues (kebajikan kewarganegaraan). Jadi
berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mengajarkan siswa untuk menjadi
seorang warga negara yang mampu mengetahui, menghargai hak dan kewajiban
sesama dan mampu menghadapi isu yang terjadi sesuai dengan dasar negara
Pancasila dan UUD 1945.
2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kolompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran (Isjoni, 2013 :
12). Menurut Roger,dkk (Miftahul Huda, 2011 : 29) mengatakan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu
prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial
8
di antara kelompok – kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar
bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan
pembelajaran anggota – anggota yang lain. Kemudian menurut Muhammad
Husni,dkk, (2013:3) mengatakan bahwa model kooperatif mengandung pengertian
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara
sesama dalam struktur yang kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari
dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan
dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Dari beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara kelompok
kecil yang heterogen dimana setiap individu memilki tanggung jawab terhadap
keberhasilan dirinya sendiri dan keberhasilan anggota kelompoknya terhadap tujuan
pembelajaran yang sudah ditetapkan.
Miftahul Huda , (2011 : 33 – 46) meyebutkan ada 5 perspektif teoritis yang
mendasari pembelajaran kooperatif, antara lain: (1) Perspektif
motivasional,berasumsi bahwa usaha – usaha kooperatif haruslah didasarkan pada
penghargaan kelompok dan struktur tujuan (2) Perspektif kohesi sosial, perspektif ini
menegaskan bahwa pembelajaran kooperatif hanya akan berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa jika dalam kelompok kooperatif terjalin suatu kohesivitas antar
anggota didalamnya. Kohesivitas ini dapat dimaknai sebagai suatu kondisi dimana
setiap anggota kelompok saling membantu satu sama lain karena mereka merasa
peduli pada yang lain dan ingin sama – sama sukses. (3) Perspektif kognitif,
berpandangan bahwa interaksi antar siswa akan meningkatkan prestasi belajar mereka
selama mereka mampu memproses informasi secara mental. (4) Perspektif
perkembangan, menegaskan bahwa ketika siswa bekerja sama, konflik sosial kognitif
akan muncul dan melahirkan ketidak seimbangan kognitif (cognitive disequilibrium).
Ketidak seimbangan kognitif ini yang nantinya dapat meningkatkan kemampuan
siswa untuk berpikir, bernalar, dan berbicara. (5) Perspektif elaborasi kognitif,
berkaitan erat dengan penambahan informasi baru dan restrukturasi informasi yang
9
sudah ada. Kemudian ada 5 elemen dasar pembelajaran kooperatif, antara lain : (1)
Interpendensi positif muncul ketika siswa merasa bahwa mereka terhubung dengan
semua anggota kelompoknya, bahwa mereka tidak akan sukses mengerjakan tugas
tertentu jika ada anggota lain yang tidak berhasil mengerjakannya atau sebaliknya,
siswa harus mengkoordinasikan setiap usaha dengan usaha – usaha anggota
kelompoknya untuk menyelesaikan tugas tersebut. (2) Interaksi promotif dapat
didefinisikan sebagai suatu interaksi dalam kelompok, dimana setiap anggota saling
mendorong dan membantu anggota lain dalam usaha mereka mencapai,
menyelesaikan, dan menghasilkan sesuatu untuk tujuan bersama. (3) Akuntabilitas
individu, pada unsur ini setiap siswa harus mengerjakan tugas yang sudah menjadi
tanggung jawabnya. (4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, pada unsur
ini siswa harus diajari keterampilan sosial untuk bekerjasama secara efektif dan
dimotivasi agar terwujud suasana yang produktif, dan (5) Pemrosesan kelompok
(group processing) adalah untuk mengklarifikasi dan meningkatkan efektivitas kerja
sama antar anggota untuk mencapai tujuan kelompok.
Menurut Joyce, Weil dan Calhoun ( 2009 : 302) ada 7 asumsi yang mendasari
pengembangan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah sebagai berikut
:
1. Sinergi ditingkatkan dalam bentuk kerjasama akan meningkatkan motivasi
yang jauh lebih besar dari pada dalam bentuk lingkungan kompetitif
individual. Kelompok – kelompok sosial integrative memiliki pengaruh yang
lebih besar dari pada kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Perasaan –
perasaan saling berhubungan (feeling of connectedness) menghasilkan energi
yang positif.
2. Anggota – anggota kelompok kooperatif dapat saling belajar satu sama lain.
3. Interaksi antar anggota, akan menghasilkan aspek kognitif semisal
kompleksitas sosial, menciptakan sebuah aktivitas intelektual yang dapat
mengembangkan pembelajaran ketika dibenturkan pada pembelajaran tunggal.
10
4. Kerjasama meningkatkan perasaan positif terhadap satu sama lain,
menghilangkan pengasingan, dan penyendirian, membangun sebuah
hubungan, memberikan sebuah pandangan positif mengenai orang lain.
5. Kerjasama meningkatkan penghargaan diri, tidak hanya melalui pembelajaran
yang terus berkembang, namun juga melalui perasaan dihormati dan dihargai
oleh orang lain dalam sebuah lingkungan.
6. Siswa mengalami dan menjalani tugas serta merasa harus bekerjasama dapat
meningkatkan kapasitasnya untuk bekerjasama secara produktif.
7. Siswa, termasuk juga anak – anak, bisa belajar dari beberapa latihan untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerjasama.
Dalam model pembelajaran kooperatif, peran guru adalah menjadi
fasilitator, mediator,director-motivator, dan evaluator (Isjoni, 2013 : 62).
Dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif, seorang guru memang
harus melakukan perencanaan yang matang, memperhatikan latar belakang
siswa, dan mampu untuk mengkodisikan kelas menjadi aktif sehingga proses
pembelajaran sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan.
2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
2.1.3.1 Pengertian Model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
(GI)
Model ini pertama kali dikembangkan oleh Sharan and Sharan pada
tahun 1976. Model ini dirancang untuk membimbing siswa dalam
memperjelas masalah, menelusuri berbagai perspektif dalam masalah tersebut,
mengkaji bersama unutk menguasai informasi, gagasan, skill yang secara
simultan model ini juga mengembangkan kompetensi sosial mereka (Bruce
Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, 2009 : 36).
Suyatno ( I Km. Hary Sudawan, dkk, 2014) mengatakan bahwa GI
adalah pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana
siswa bekerja menggunakan inquiri kooperatif, perencanaan, proyek, dan
11
diskusi kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka
kepada kelas. Menurut Burns ( Rusman, 2013 : 220) mengatakan bahwa
secara umum perencanaan pengorganisasian kelas adalah kelompok yang
dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2 – 6 orang,tiap
kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok
bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan
laporan kelompok.
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran GI adalah model pembelajaran yang digunakan dalam
pemecahan masalah yang berbasis penelitian dan penyelidikan yang dilakukan
secara berkelompok.
2.1.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Sharan & Sharan (Shlomo Sharan, 2014 : 130 – 134) mengatakan
bahwa karakteristik unik Investigasi Kelompok / GI ada pada integrasi dari
empat fitur dasar seperti investigasi, interaksi, penafsiran, dan motivasi
intriksik :
1. Investigasi
Investigasi dimulai ketika guru memberikan masalah yang menantang
dan rumit kepada kelas. Proses investigasi menekankan inisiatif siswa,
dibuktikan dengan pertanyaan – pertanyaan yang mereka ajukan dengan
sumber – sumber yang mereka temukan dan dengan jawaban yang mereka
rumuskan. Siswa mencari informasi dan gagasan dengan bekerjasama dengan
rekan mereka dan menggabungkannya bersama pendapat, informasi, gagasan,
ketertarikan, dan pengalaman yang mereka bawa untuk mengerjakan tugas.
2. Interaksi
Pada tiap – tiap tahap investigasi, siswa memiliki kesempatan yang
cukup untuk berinteraksi. Mereka mendiskusikan rencana penelitian mereka,
mempelajari berbagai sumber dan bertukar gagasan dan informasi. Mereka
12
bersama – sama memutuskan bagaimana cara meringkas dan menggabungkan
temuan – temuan mereka itu kepada teman sekelas mereka. Interaksi adalah
kendaraan yang dengannya siswa saling memberikan dorongan, saling
mengembangkan gagasan satu sama lain, saling membantu untuk
memfokuskan perhatian mereka terhadap tugas, atau bahkan saling
mempertentangkan gagasan dengan menggunakan sudut pandang yang
berseberangan.
3. Penafsiran
Penafsiran merupakan proses sosial – intelektual yang sesungguhnya.
Penafsiran atas temuan – temuan yang telah mereka gabungkan merupakan
proses negosiasi antara tiap – tiap pengetahuan pribadi siswa dengan
pengetahuan baru yang mereka hasilkan, dan antara tiap – tiap siswa dengan
gagasan dan informasi yang diberikan oleh anggota lain dalam kelompok itu.
4. Motivasi Intrinsik
Dengan mengundang siswa untuk menggabungkan masalah – masalah
yang akan mereka selidiki berdasarkan keingintahuan, pengetahuan, dan
perasaan mereka, investigasi kelompok mempertinggi minat pribadi mereka
untuk mencari informasi yang mereka perlukan. Penyelidikan mereka
mendatangkan motivasi kuat lain yang muncul dari interaksi mereka dengan
orang lain.
2.1.3.3 Sintak / Langkah – langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation
Shlomo Sharan (2014 : 135 – 147) membagi langkah – langkah model
pembelajaran GI menjadi 6 langkah, antara lain :
1. Tahap pertama : kelas menentukan subtema dan menyusunnya
kedalam kelompok penelitian.
13
Pada tahap ini guru memberikan sebuah masalah yang rumit
kepada siswa, selanjutnya siswa akan mencari sumber informasi dari
berbagai sumber yang berguna untuk mendukung dan menelusuri
masalah tersebut. Setelah siswa melakukan penelusuran dengan
berbagai sumber, siswa siap merumuskan dan memilih berbagai
pertanyaan yang bisa menunjang penelitian atau penyelidikan. Guru
menulis persoalan umum didepan papan tulis dan mengundang siswa
untuk mengungkapkan apa yang ingin mereka selidiki agar bisa
memahami dengan baik. Langkah selanjutnya siswa mengelompokkan
pertanyaan itu kedalam kategori – kategori untuk dijadikan subtema
bagi kelompok – kelompok untuk melakukan penelitian. Sekarang tiap
siswa bersiap untuk meneliti subtema yang paling mencerminkan
minatnya. Kelompok – kelompok biasanya terbentuk berdasarkan pada
basis minat yang sama terhadap sub tema tertentu.
2. Tahap kedua : Kelompok merencanakan penelitian mereka
Mereka menggunakan daftar pertanyaan yang dihasilkan kelas
sebagai dasarnya dan memilih pertanyaan – pertanyaan yang mereka
rasakan paling mencerminkan minat spesifik mereka dalam sub tema
itu. Setelah perencanaan berhasil, mereka menambahkan beberapa
pertanyaan dan membuang beberapa pertanyaan, semua itu sambil
mengklarifikasi apa yang ingin mereka teliti. Selama berlangsungnya
diskusi perencanaan, kelompok memperhatikan kecenderungan dan
preferensi para anggotanya yang beragam dan membagi – bagi bagian
penelitian itu diantara mereka.
3. Tahap ketiga : kelompok menjalankan penelitian mereka
Dalam tahap ini, siswa secara sendiri – diri atau berpasangan
menjalankan rencana yang berupa : menemukan informasi dari
berbagai sumber, menyusun dan mencatat data, melaporkan temuan –
14
temuan mereka kepada teman sekelompok, mendiskusikan dan
menganalisis temuan – temuan mereka, memutuskan apakah mereka
memerlukan informasi lain, menafsirkan dan menyatukan temuan –
temuan mereka.
4. Tahap keempat : Kelompok Merencanakan Presentasi Mereka
Dalam tahap ini, kelompok harus memutuskan mana temuan
mereka yang akan dibagi bersama kelas dan bagaimana menyajikan
temuan – temuan mereka itu kepada teman sekelas. Tujuan utama dari
presentasi adalah untuk menunjukkan kepada teman sekelas bahwa
apa yang diperhatikan kelompok itu bisa menjadi gagasan utama dari
temuan – temuan itu.
5. Tahap kelima : kelompok menyusun presentasi mereka
Pada tahap ini, tiap – tiap kelompok menyajikan satu aspek
dari masalah umum yang paling diketahuinya dan terus menerus
mempelajari sisi – sisi lain dari masalah itu. Sebelum presentasi
dimulai, guru dan siswa bersama – sama menyiapkan lembar evaluasi
yang diisi oleh siswa ketika presentasi berlangsung. Pertanyaan –
pertanyaan untuk siswa mencerminkan kejelasan, daya tarik, dan
relevansi presentasi. Yang mereka perhatikan adalah isi presentasi dan
cara penyajianya. Untuk menyimpulkan presentasi, guru harus
membiarkan kelas berdiskusi tentang bagaimana semua tema itu
digabungkan untuk menjelaskan masalah umum yang telah diatasi
dikelas.
6. Tahap keenam : Guru dan siswa mengevaluasi proyek
Evaluasi investigasi kelompok difokuskan pada pengetahuan
yang diperoleh selama berlangsunnya proyek itu, dan juga pada
pengalaman investigasi perseorangan atau kelompok. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan meminta tiap kelompok
15
menyerahkan dua atau tiga pertanyaan berdasarkan pada gagasan
utama dari hasil penelitian itu. Guru juga harus mengevaluasi
bagaimana siswa menyatukan semua informasi yang mereka temukan
ketika mencari jawaban. Proses pembelajaran dalam tahap 6
mendukung keterampilan yang diperlihatkan siswa dalam semua tahap
sebelumnya.
2.1.3.4 Komponen Pembelajaran Kooperatif Tipe Model Group Investigation
Joyce, Weil, dan Calhoun ( Supriyati,2015 : 18 ) menyebutkan bahwa sebuah
model pembelajaran terdiri dari komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen
sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang
terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak
instruksional yaitu hasil belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan
dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model
tertentu. Berikut ini akan diuraikan komponen – kompenen model pembelajaran GI :
1. Sintakmatik
Sintakmatik model pembelajaran GI menurut Shlomo Sharan (2014 :
135 – 147) yaitu tahap pertama Guru memberikan sebuah masalah mengenai
materi “ keputusan bersama” kepada siswa untuk diteliti dan siswa mencari
informasi dari berbagai sumber yang berguna untuk mendukung masalah
tersebut. Kemudian siswa merumuskan dan memilih pertanyaan yang dapat
menunjang penelitian, selanjutnya siswa mengelompokkan pertanyaan itu
kedalam kategori – kategori untuk dijadikan beberapa subtema bagi setiap
kelompok yang terbentuk melalui minat yang sama terhadap sub tema.Tahap
kedua kelompok merencanakan penelitian mereka. Selama berlangsungnya
perencanaan, setiap kelompok memperhatikan kecenderungan tiap anggotanya
yang beragam dan membagi penelitian untuk setiap anggota kelompok. Tahap
ketiga, siswa secara mandiri atau berpasangan melakukan penelitian dengan
menggunakan berbagai informasi dan mencatat datanya. Siswa melaporkan
16
hasil temuannya kepada siswa yang lainnya dalam satu kelompok. Secara
bersama – sama, siswa mendiskusikan, menganalisis, dan menafsirkan temuan
dari tiap anggota kelompok dan menyatukan temuan mereka. Pada tahap ini
tepat bagi guru untuk membantu kelompok dengan cara mendorong dan
memeriksa gagasan mereka, Tahap keempat kelompok merencanakan
presentasi, mereka harus memutuskan temuan yang akan dibagi dan cara
untuk menyajikan temuan mereka kepada siswa dalam kelas. Pada tahap
kelima kelompok melakukan presentasi. Yang perlu diperhatikan dalam
presentasi adalah isi dan cara penyajiannya. Sebelum setiap kelompok
melakukan presentasi, guru dan siswa menyiapkan lembar evaluasi untuk
menilai presentasi kelompok. Tahap keenam guru dan siswa melakukan
evaluasi terhadap proyek atau hasil kerja kelompok. Evaluasi difokuskan pada
pengetahuan yang diperoleh oleh siswa, dan juga pengalaman investigasi
perseorangan atau kelompok. Salah satu cara yang digunakan supaya dapat
mengukur pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh siswa, maka setiap
kelompok diminta untuk bertanya mengenai materi yang dipresentasikan oleh
kolompok yang sedang presentasi. Guru juga harus mengevaluasi bagaimana
kelompok yang presentasi mencari jawaban dari setiap pertanyaan.
2. Prinsip Reaksi
Peran guru dalam model Group Investigation berfungsi sebagai
fasilitator, konselor, dan pembimbing. Guru harus membantu siswa dalam
mempersiapkan,merumuskan,mengevaluasi dan mengatur kelompok pada
proses pembelajaran. Terlebih dahulu guru menjelaskan cara atau langkah –
langkah untuk mengidentifikasi permasalahan yang dalam penelitian ini
mengenai materi “keputusan bersama”. Siswa akan bereaksi ketika diberikan
sebuah masalah yang berhubungan dengan materi palajaran, pada situasi ini
guru menggiring siswa untuk menelusuri masalah tersebut dan mencari
informasi dari berbagai sumber yang relevan dengan masalah. Siswa
17
menentukan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti dan
mengumpulkan informasi guna menguji jawaban sementara tersebut. Setelah
siswa melakukan penyelidikan secara individu, siswa kembali kedalam
kelompoknya untuk mendiskusikan hasil temuannya. Pada saat proses
berdiskusi, antar siswa akan saling bertukar pendapat, bernegosisasi, dan
menyelesaikan setiap permasalahan didalam kelompok secara demokratis.
Pada tahap ini, guru harus mendampingi siswa dan membantu dalam
mengorganisir masalah yang diteliti.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial pada model pembelajaran GI yaitu menjunjung nilai
demokrasi, saling menghargai, tanggung jawab, kerjasama dan disiplin. Hal
ini dinyatakan ketika siswa pada tahap penyelidikan masalah, pada saat
berdiskusi, pada saat bernegosiasi dan saat siswa melakukan presentasi.
Joyce, Weil, dan Calhoun (2009 : 323) menyatakan bahwa pada tahap sistem
sosial ini berlandaskan proses demokrasi dan keputusan kelompok, dengan
struktur eksternal yang rendah. Kebingungan yang diciptakan haruslah alami,
tidak bisa dipaksakan. Kebingungan dan pertanyaan haruslah asli dan
merupakan hal utama yang harus diperhatikan.
4. Daya Dukung
Lingkungan sekitar harus dapat merespon setiap kebutuhan yang
dibutuhkan pada saat proses pembelajaran. Guru dan siswa harus mampu
untuk memenuhi kebutuhan sebagai penunjang sumber informasi yang
dibutuhkan, seperti contoh bahan bacaan, video dan gambar mengenai materi
“ keputusan bersama” mata pelajaran PKn.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring.
Dampak Instruksional merupakan hasil belajar yang diperoleh secara
langsung dengan cara mengarahkakan pada tujuan pembelajaran yang telah
18
ditetapkan. Joyce, Weil, dan Calhoun (2009 : 322) membagi dampak
Instruksional model pembelajaran GI menjadi 3 bagian yaitu :
a) Proses dan pengelolaan kelompok efektif.
Pada tahap ini proses pembentukan kelompok siswa memilih
berdasarakan minat yang sama terhadap sub tema / materi. Diharapkan setiap
anggota kelompok menjadi aktif dan proses pembelajaran dapat berjalan
secara efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
b) Pandangan konstruktivis tentang pengetahuan
Diharapkan melalui penerepan model pembelajaran GI, siswa dapat
mencari informasi dari berbagai sumber yang menunjang materi pelajaran
melalui proses penyelidikan. Pada saat penyelidikan, siswa akan
mengkontruksi dan menggabungkan antara pengalaman yang dimiliki dan
pengetahuan yang baru.
c) Disiplin dalam penelitian kolaboratif
Melalui pembelajaran model GI, setiap siswa akan bekerjasama dan
bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dalam melakukan
penyelidikan atau penelitian.
Secara khusus dampak instruksional pada pada pembelajaran PKn
materi “ Keputusan Bersama “ menggunakan model pembelajaran GI adalah
memahami definisi keputusan bersama, memahami bentuk – bentuk
keputusan bersama, memahami prinsip keputusan bersama, dan menentukan
sikap yang tepat terhadap keputusan bersama.
Dampak pengiring adalah hasil belajar yang diperoleh dari proses
pembelajaran sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami siswa
tanpa pengarahan langsung oleh guru. Dampak pengiring yang akan
diperoleh siswa dalam pembelajaran PKn dengan materi “ Keputusan
Bersama” menggunakan model pembelajaran GI adalah berpikir kritis,
tanggung jawab, demokratis, disiplin, komunikatif, percaya diri, dan
19
kerjasama. Dampak pengiring akan tercipta apabila dalam proses
pembelajaran siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk mencapai
setiap komponen tersebut.
Dampak instruksional dan dampak pengiring pada model
pembelajaran GI akan digambarkan pada bagan berikut ini :
20
Bagan 1.1
Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Model Pembelajaran Group
Investigation
2.1.3.5 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Kelebihan model pembelajaran GI menurut Mafune ( Rusman, 2013 : 222 )
adalah untuk mengembangkan kreativitas siswa baik secara perorangan maupun
kelompok, membantu pembagian tanggung jawab siswa, dan berorientasi menuju
pembentukan manusia sosial.
Keterangan :
Dampak instruksional :
Dampak pengiring :
Model
Pembelajaran
Group
Investigation
Kerjasama
Percaya diri
komunikatif
disiplin
Berpikir kritis
demokratis
Tanggung jawab
Menentukan sikap yang
tepat terhadap
keputusan bersama.
Memahami prinsip –
prinsip keputusan
bersama
Mamahami bentuk –
bentuk keputusan
bersama
Memahami definisi
keputusan bersama
21
2.1.3.6 Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investgation
Kekurangan model pembelajaran Group Investigation menurut Vierwinto
(2012:13) adalah sebagai berikut :
1) Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit.
2) Memerlukan waktu belajar relatif lama.
3) Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik investigasi
secara keseluruhan, sehingga akan sulit terlaksana bagi guru yang kurang
kesiapannya.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)
2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh
Frank Lyman bersama rekan – rekannya di Universitas Maryland. Trianto (2009 : 81)
menyatakan bahwa model pembelajaran TPS adalah jenis pembelajaran kooperatif
yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dengan asumsi bahwa
semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas
secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.
Anita Lie (Sayudi Riawan, 2013 : 42) mengatakan bahwa Think Pair Share
adalah suatu metode pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk
bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan metode ini adalah
optimalisasi partisipasi siswa.
Arends ( 2008 : 15 ) berpendapat bahwa pendekatan ini menantang asumsi
bahwa semua resitasi atau diskusi perlu dilakukan dalam setting seluruh kelompok,
dan memiliki prosedur – prosedur built – in untuk memberikan lebih banyak waktu
kepada siswa untuk berpikir, untuk merespon, dan saling membantu.
Model pembelajaran TPS sangat ideal untuk guru dan siswa yang baru belajar
kolaboratif. Teknik pembelajaran TPS memberi siswa kesempatan untuk bekerja
sendiri serta bekerjasama dengan orang lain ( L.Surayya,dkk , 2014:3).
22
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Think Pair Share adalah sebuah
model pembelajaran kooperatif yang memungkinkan siswa untuk bekerja secara
mandiri maupun kelompok dalam menyelesaikan pertanyaan atau masalah yang di
berikan oleh guru pada proses pembelajaran.
2.1.4.2 Sintak / Langkah – langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think
Pair Share
Trianto ( 2009 : 81-82 ) menyebutkan bahwa langkah – langkah model
pembelajaran TPS adalah sebagai berikut :
1. Langkah 1 : berpikir (thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan
dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit
untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.
2. Langkah 2 : berpasangan (pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang
disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan
atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentififkasi.
3. Langkah 3 : berbagi (sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan – pasangan untuk berbagi
dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk
berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai
sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan
(Arends,1997) disadur Tjokrodihardjo (2003).
2.1.4.3 Komponen Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Joyce, Weil, dan Calhoun ( Supriyati,2015 : 18 ) menyebutkan bahwa sebuah
model pembelajaran terdiri dari komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen
sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang
23
terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak
instruksional yaitu hasil belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan
dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model
tertentu. Berikut ini akan diuraikan komponen – kompenen model pembelajaran TPS
:
1. Sintagmatik
Sintagmatik model pembelajaran TPS menurut Trianto ( 2009 : 81-82
) adalah tahap pertama guru memberikan sebuah pertanyaan atau masalah
kepada siswa yang berhubungan dengan materi “ keputusan bersama”. Setelah
guru memberikan pertanyaan atau masalah, dalam waktu beberapa menit
siswa secara individu berpikir mengenai jawaban atas pertanyaan atau
masalah yang telah diberikan. Pada tahap kedua setelah siswa menemukan
jawaban, maka guru meminta siswa untuk berpasangan dengan tujuan agar
para siswa melakukan diskusi mengenai jawaban yang mereka peroleh,
sehingga dari diskusi ini akan didapatkan gagasan baru dari pemikiran siswa
secara berpasangan. Pada tahap ketiga, setelah siswa secara berpasangan
menemukan gagasan yang baru, langkah berikutnya adalah guru meminta
mereka untuk membagikan dan menjelaskan gagasan itu kepada seluruh siswa
yang berada dikelas dengan tujuan siswa yang lain akan mengetahuinya.
2. Prinsip Reaksi
Peran guru dalam model TPS berfungsi sebagai fasilatator, konselor,
dan pembimbing. Guru harus membantu siswa dalam
mempersiapkan,merumuskan,mengevaluasi dan mengatur kelompok pada
proses pembelajaran. Terlebih dahulu guru memberikan sebuah pertanyaan
atau masalah mengenai materi “keputusan bersama” dan meminta siswa
secara individu untuk memikirkan jawaban atas masalah yang diberikan, pada
situasi ini guru menggiring siswa untuk menelusuri masalah tersebut dan
mencari jawaban secara individu. Selanjutnya guru meminta siswa untuk
24
berpasangan untuk membagikan hasil pemikiran meraka kepada pasangannya.
Setelah siswa saling bertukar pendapat dengan pasangannya, guru meminta
siswa untuk membagikan hasil diskusi kepada seluruh siswa dalam kelas
tersebut. Pada tahap ini, guru harus mendampingi siswa dan membantu dalam
mengorganisir proses diskusi dalam kelas.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial pada model pembelajaran TPS yaitu menjunjung tinggi
nilai demokrasi, saling menghargai, tanggung jawab, kerjasama dan disiplin.
Hal ini akan dinyatakan pada saat siswa melakukan pemikiran secara individu,
secara berpasangan, maupun pada saat proses mempublikasikan hasil diskusi
kepada siswa satu kelas.
4. Daya Dukung
Lingkungan sekitar harus dapat merespon setiap kebutuhan yang
dibutuhkan pada saat proses pembelajaran. Guru dan siswa harus mampu
untuk memenuhi kebutuhan sebagai penunjang sumber informasi yang
dibutuhkan, seperti contoh bahan bacaan dan gambar mengenai materi “
keputusan bersama” mata pelajaran PKn.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak Instrurksional merupakan hasil belajar yang diperoleh secara
langsung dengan cara mengarahkan pada tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Secara khusus dampak instruksional pada pembelajaran PKn
dengan materi “Keputusan Bersama” menggunakan model pembelajaran TPS
adalah memahami definisi keputusan bersama, mamahami bentuk – bentuk
keputusan bersama, memahami prinsip – prinsip keputusan bersama, dan
menentukan sikap yang tepat terhadap keputusan bersama.
Dampak pengiring adalah hasil belajar yang diperoleh dari proses
pembelajaran sebagai akibat dari terciptanya suasana pembelajaran yang
dialami siswa tanpa pengarahan langsung dari guru. Dampak pengiring yang
25
akan diperoleh siswa dalam pembelajaran PKn dengan materi “Keputusan
Bersama” menggunakan model pembelajaran TPS adalah berpikir kritis,
percaya diri, berani, menghargai, kreatif, disiplin, dan kerjasama. Dampak
pengiring akan tercipta apabila dalam proses pembelajaran siswa diberikan
kesempatan yang memadai untuk mencapai setiap komponen tersebut.
Dampak instruksional dan dampak pengiring pada model
pembelajaran TPS dapat digambarkan pada bagan berikut
26
Bagan 1.2
Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Model Pembelajaran Think Pair
Share
2.1.4.4 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Kelebihan model pembelajaran TPS menurut Miftahul Huda (2011 : 136)
adalah sebagai berikut :
1) Memungkinkan siswa bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain.
2) Mengoptimalkan partisipasi siswa.
3) Bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Keterangan :
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Model
Pembelajaran
Think Pair
Share
Menentukan sikap yang
tepat terhadap
keputusan bersama.
Memahami prinsip –
prinsip keputusan
bersama
Mamahami bentuk –
bentuk keputusan
bersama
Memahami definisi
keputusan bersama
Kerjasama
Disiplin
Berani
Menghargai
Percaya diri
Kreatif
Berpikir kritis
27
2.1.4.5 Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Kekurangan Model Pembelajaran TPS menurut Moh Abud Khodir (2011:19)
adalah sebagai berikut :
1) Memerlukan waktu yang relatif lebih lama
2) Siswa yang pandai selalu mendominasi pembelajaran, sedangkan yang kurang
pandai cenderung pasif.
2.1.5 Pembelajaran PKn Menggunakan Model Pembelajaran Tipe Group
Investigation dan Think Pair Share
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran GI dan TPS
merupakan serangkaian kegiatan langkah – langkah pembelajaran yang telah
direncanakan untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran secara utuh. Berikut ini
adalah prosedur yang akan dilaksanakan pada pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran GI dan TPS.
Tabel 1.1
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran PKn Menggunakan Model Kooperatif
Tipe Group Investigation
Kegiatan guru Tahap pelaksanaan Kegiatan siswa
1. Guru memberikan
sebuah permasalahan
melalui
video/gambar/bacaan
dan menulis masalah
tersebut di papan tulis.
2. Guru meminta siswa
untuk mencari sumber
informasi untuk
menunjang masalah
1.Menentukan
subtema dan
menyusunnya
kedalam kelompok
penelitian.
1. siswa memperhatikan masalah
yang diberikan oleh guru sehingga
akan timbul rasa ingin tahu dari diri
siswa.
2. siswa mencari informasi dari
berbagai sumber yang ada untuk
mendukung masalah yang sudah
diberikan.
3. Siswa membuat pertanyaan
terhadap masalah yang sudah
28
yang diberikan.
3. Guru meminta siswa
untuk membuat
pertanyaan terhadap
masalah yang sudah
diberikan.
4.Guru menempel /
menuliskan daftar
pertanyaan dari siswa di
papan tulis dan
membantu siswa untuk
menentukan subtema.
5. Guru mengarahkan
dan memberikan
kebebasan kepada siswa
dalam memilih
kelompok yang sesuai
dengan subtema yang
mereka pilih yang
beanggotakan 4-5 orang.
diberikan. Siswa dapat
menggunakan 3 cara, yaitu : secara
individu, kelompok bercakap –
cakap, dan
perseorangan,berpasangan,berempat.
4. Siswa memberitahu
pertanyaannya kepada guru untuk di
tempel / di tuliskan dipapan tulis.
5. Siswa dengan bantuan guru akan
menentukan subtema yang akan
menjadi proyek siswa.
6. Siswa dengan bantuan guru
membentuk kelompok berdasarkan
minat dan kesamaan pada subtema
yang sudah mereka pilih.
6. Guru memimpin
jalannya diskusi
kelompok.
7.Guru membantu
kelompok dalam
mencari sumber
2.Merencanakan
penelitian
7. Siswa melakukan diskusi
mengenai gagasan, minat, dan
pandangan mereka .
8. Siswa menggunakan daftar
pertanyaan yang paling
mencerminkan minat sebagai dasar
29
informasi yang tepat.
8. Guru berkeliling
untuk membantu
merumuskan rencana
kelompok yang lebih
realistis.
untuk melakukan penelitian.
9. siswa menambah pertanyaan yang
dibutuhkan atau mengurangi
beberapa pertanyaan yang dianggap
tidak perlu.
10. siswa mencari sumber informasi
yang tepat berdasarkan usulan dari
guru.
11. Siswa bertanya kepada guru
apabila mengalami kesulitan pada
tahap ini.
12. siswa saling berinteraksi untuk
menentukan pilihan dan keputusan
yang membentuk penelitian mereka.
9. guru meninstruksikan
untuk memulai
penelitian / penyelidikan
terhadap masalah /
subtema yang sudah
dipilih.
10. guru membantu
memeriksa sumber
informasi yang
diperlukan siswa.
11. guru berkeliling ke
setiap kelompok untuk
melihat perkembangan
penelitian/penyelidikan.
3.Menjalankan
penelitian
13. Siswa membaca/melakukan
percobaan atau melakukan cara yang
lain untuk memulai penyelidikan.
14. Siswa mencari dan menemukan
informasi yang diperlukan dan
menyaringnya.
15. Siswa menggunakan pertanyaan-
pertanyaan yang sudah dipilih untuk
membimbing ketika menemukan
informasi.
16. siswa memperjelas, memperluas
dan menyaring pengetahuan /
informasi yang didapatkan.
17. siswa meminta bantuan guru
30
12. Guru
menginstruksikan agar
siswa saling membantu
dan menghormati minat
masing – masing.
apabila mengalami kesulitan.
18. siswa terus mengkoordinasikan
upaya untuk mencapai tujuan
bersama.
19. siswa merumuskan pernyataan
yang mewakili semua jawaban dan
gagasan yang ditemukan.
13.Guru
menginstrusikan kepada
kelompok dan
membantu untuk
mempersiapkan
presentasi.
14. Guru mengamati
kinerja kelompok dan
menawarkan bantuan.
15. Guru memastikan
semua siswa
berpartisipasi dalam
persiapan presentasi.
4.Merencanakan
presentasi
20.siswa memutuskan temuan yang
akan di bagi kepada siswa kelas.
21. siswa meminta bantuan guru
apabila mengalami kesulitan dalam
menentukan gagasan utama dari
penelitian.
22. siswa menintegrasikan hasil dari
penelitian mereka dan
merencanakan presentasi.
16. Guru menyiapkan
lembar evaluasi yang
berisi tentang kejelasan,
daya tarik, dan relevansi
presentasi.
17.Guru
5.Menyusun
presentasi
23. Siswa melakukan presentasi.
24. siswa memperhatikan kelompok
yang sedang presentasi.
25. siswa memberikan komentar
mengenai materi.
26. Siswa menyimpulkan mengenai
31
mengkoordinasikan
presentasi kelompok.
18. Guru mengarahkan
siswa untuk
berkomentar mengenai
materi yang
disampaikan dalam
presentasi.
19. Guru mengarahkan
penyimpulan diskusi
terhadap presentasi.
materi yang dipresentasikan.
20.guru memberikan
evaluasi terhadap hasil
kerja setiap kelompok
dan meluruskan jawaban
apabila ada yang kurang
benar.
21. Guru memberikan
refleksi terhadap
pembelajaran.
6. Evaluasi proyek 27. Setiap kelompok mendengarkan
evaluasi dari guru untuk dijadikan
perbaikan.
28. siswa bertanya apabila ada
pembahasan yang belum dipahami.
(Shlomo Sharan, 2014 : 134-136)
32
Tabel 1.2
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran PKn Menggunakan Model Kooperatif
Tipe Think Pair Share
Kegiatan guru Tahap pelaksanaan Kegiatan siswa
1. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran.
2. guru menjelaskan
materi .
1. Menyampaikan
informasi kompetensi yang
akan dicapai dalam
pembelajaran
1. Siswa mendengarkan
penjelasan dari guru.
3. Guru mengajukan
pertanyaan atau masalah.
2. Berpikir (think) 2. Siswa berpikir secara
individu untuk
menemukan jawaban
sementara.
4. Guru meminta siswa
untuk berpasangan.
5. Guru menyuruh siswa
untuk mendiskusikan
jawaban yang diperoleh
masing – masing siswa.
3. Berpasangan (pair) 3. Siswa mencari pasangan
untuk melakukan diskusi.
4. Siswa bersama
pasangannya berdiskusi
mengenai pemikiran
meraka masing – masing
untuk mendapatkan
penyatuan gagasan.
6.Guru berkeliling ke
setiap kelompok dan
menawarkan bantuan.
7. Guru meminta siswa
untuk membagi hasil
diskusinya kepada seluruh
siswa.
4. Berbagi (share) 5. siswa melaporkan hasil
diskusinya kepada guru
dan meminta bantuan
apabila ada kesulitan.
6. Siswa melakukan
presentasi untuk
menyampaikan hasil
diskusinya kepada seluruh
33
siswa
(Trianto, 2009 : 81-82 )
2.1.6 Hasil Belajar
2.1.6.1 Pengertian Hasil Belajar
Keberhasilan pada sebuah pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang
diperoleh siswa dari proses pembelajaran yang berlangsung. Menurut Supratiknya
(2012 : 5) hasil belajar yang menjadi objek penilaian kelas berupa kemampuan –
kemampuan baru yang diperoleh murid sesudah mereka mengikuti proses belajar –
mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Menurut Hamzah B. Uno (Rumilah, 2012 :
5) bahwa hasil belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan).
Supriyati (2015 : 33) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil / bukti
keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berupa kemampuan –
kemampuan yang dimiliki dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan
menurut Nana Sudjana ( Sayudi Riawan, 2013 : 9) menyatakan bahwa hasil belajar
adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu
berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes
perbuatan.
Dari uraian diatas mengenai hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan atau keterampilan dalam ranah afektif, kognitif, dan
psikomotor yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.
Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa yang akan di ukur adalah ranah
kognitif. Taksonomi tujuan belajar menurut Lorin W. Anderson dkk, sebagai revisi
dari taksonomi Bloom dkk (Naniek,dkk, 2012 : 111 - 113) menyatakan bahwa proses
kognitif meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi
dan mencipta. (1) Tingkatan mengingat adalah ingat atau pengakuan dari informasi
spesifik. (2) Memahami adalah pemahaman dari informasi yang diberikan. (3)
Menerapkan adalah menggunakan strategi, konsep, prinsip – prinsip dan teori – teori
34
dalam situasi baru. (4) Menganalisis adalah menjabarkan informasi menjadi
komponen – komponen / elemen. (5) Mengevaluasi adalah menilai/menghargai ide –
ide, bahan dan metode – metode dengan mengembangkan dan menerapkan standar
dan kriteria. (6) Mencipta adalah menempatkan bersama – sama gagasan atau unsur –
unsur untuk mengembangkan ide asli atau terlibat dalam pemikiran.
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan
2.2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Penelitian yang dilakukan oleh Fresti Artika Sari (2013) dengan judul “
Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Pada Materi Misi
Kebudayaan Internasional Terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD
Negeri Wangon Banyumas”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar rata –
rata nilai kelas eksperimen sebesar 86,25 dan kelas kontrol sebesar 76. Nilai hasil
belajar juga berdistribusi tidak normal dan hasil uji U Mann Whitney terhadap hasil
belajar pada kolom Asymp. Sig / Asymptotic significance dua sisi yaitu 0,002.
Signifikansinya kurang dari 0,05. Maka, Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat
disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar PKn siswa yang
menggunakan model pembelajaran Group Investigation dan yang menggunakan
metode ceramah.
Penelitian yang dilakukan oleh Vierwinto (2012) dengan judul “ Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap
Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas IV SD Negeri Gendongan
03 Salatiga”. Hasil penelitian, berdasarkan hasil analisis uji t untuk selisih data
pretest-posttest kedua kelomok sampel bahwa nilai t hitung = 2,283 dan nilai t tabel =
1,992, sedangkan signifikansinya sebesar 0,026. Sedangkan berdasarkan analisi uji t
untuk posttest kedua kelompok sampel dengan nilai t hitung = 2,079 dan nilai t tabel
= 1,992, dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Sesuai dengan kriteria uji t bahwa Ho
ditolak karena nilai t hitung tidak berada pada posisi antara nilai t tabel dan lebih
besar dari nilai tabelnya (t hitung > t tabel). Dilihat dari nilai rata – rata posttest yaitu
35
dengan nilai rata – rata hasil belajar untuk kelas ekperimen sebesar 68,7. Sedangkan
untuk kelas kontrol rata – rata nilai hasil belajar sebesar 61,3. Dari analisis tersebut
disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh positif dan signifikan penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan model ceramah terhadap
hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas IV di SD Negeri Gendongan
Salatiga.
Penelitian dari Ni Made Kartani (2013) dengan judul “ Pengaruh Penerapan
Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap Hasil Belajar
PKn”. Hasil penelitian menunujukkan bahwa rata – rata skor hasil belajar PKn yakni
untuk kelompok siswa belajar menggunakan strategi pembelajaran GI adalah 34,65
dan 31,84 untuk kelompok siswa yang belajar dengan strategi konvensional.
Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan Uji – t pada taraf signifikansi
5% diperoleh t hitung = 3,12 dan t tabel = 1,98. Karena t hitung > t tabel maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Sehingga disimpulkan bahwa ada pengaruh penerapan
strategi pembelajaran kooperatif tipe GI yang signifikan terhadap hasil belajar PKn
siswa kelas X di SMK PGRI 1 Singaraja.
Dari hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation memiliki perbedaan yang
signifikan terhadap hasil belajar siswa.
2.2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Penelitian yang dilakukan oleh L.Suryaya, IW. Subagia dan IN.Tika (2014)
dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share Terhadap Hasil
Belajar IPA Ditinjau Dari Keterampilan Berpikir Kritis Siswa”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah terdapat
perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang mengikut model
pembelajaran TPS dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensial
(F=187,110; P<0,05) dan tidak terdapat pengaruh interaksi antara model
36
pembelajaran Think Pair Share dan keterampilan berpikir kritis terhadap hasil belajar
(F=3,238; p>0,05).
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Husni, W.Lasmawan, dan
A.A.I.N.Marhaeni (2013) dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
Think Pair Share Terhadap Prestasi Belajar PKn Kelas IV SD Gugus I Selong
Ditinjau Dari Motivasi Belajar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1).Terdapat
perbedaan hasil belajar PKn siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share dengan model konvesional (FA(hitung) = 9,119 > F
tabel = 3,96). (2). Terdapat pengaruh interaksi model pembelajaran dan motivasi
belajar terhadap prestasi belajar PKn siswa (F AXB(hitung) = 68,252 > F tabel =
3,96). (3). Hasil belajar siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan dibelajarkan
dengan model Think Pair Share lebih baik jika dibandingkan dengan model
konvensional (Q hitung = 12,22 > Q tabel = (24,94).
Penelitian yang dilakukan oleh Rumilah (2012) dengan judul “ Pengaruh
Model Pembelajaran Think Pair Share Pada Pelajaran Bahasa Indonesia Pokok
Bahasan Teks Cerita Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kristen Satya
Wacana Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011 / 2012”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari hasil uji hipotesis diperoleh nilai 0,000 jika pada rumusan
hipotesis yaitu H1 diterima karena sig <0,05 yaitu 0,000 < 0,05 artinya terdapat
perbedaan nilai posttest pada siswa kelompok eksperimen yaitu kelas VA SD dan
siswa kelas kontrol yaitu kelas VB. Berarti terdapat perbedaan yang nyata terhadap
hasil belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think Pair
Share dan pembelajaran konvensional.
Dari hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share memiliki perbedaan yang signifikan
terhadap hasil belajar siswa.
37
2.3 Kerangka Berpikir
2.3.1 Kerangka Berpikir Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation dan Think Pair Share Terhadap Hasil Belajar PKn.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah penggunaan
suatu model pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Kerangka berpikir ini
disusun berdasarkan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe Group Invstigation dan Think Pair Share. Kedua model
pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran yang berorientasi kepada
siswa. Diharapkan dengan penerapan kedua model ini dapat mencapai indikator
pembelajaran yang sudah ditentukan sehingga terdapat perbedaan hasil belajar PKn
siswa kelas 5 SD di gugus Murai Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran
2015/2016. Berikut adalah bagan kerangka berpikir.
38
Bagan 1.3
Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar PKn menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation dan tipe Think Pair Share pada siswa kelas
5 SD di Gugus Murai Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2015/2016.
Ha: Ada perbedaan hasil belajar PKn menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Group Investigation dan Think Pair Share pada siswa kelas 5 SD di Gugus
Murai Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2015/2016.
Group Investigation
Think Pair Share
1. Investigasi
2. Interaksi
3. Penafsiran
4. Motivasi
intrinsik
1. Berpikir
2. Berpasangan
3. Berbagi
Hasil
Belajar
PKn
Top Related