7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 KajianTeori
2.1.1 Hakikat IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
(Permendiknas No. 22 tahun 2006) Ruang lingkup mata pelajaran IPA Untuk
SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
c) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
d) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
2.1.1.1 Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
Pembelajaran IPA mulai dikenalkan ditingkat sekolah sejak kelas 1 SD.
Pengajaran IPA yang monoton telah membuat para siswa mulai merasa jenuh.
Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu
dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dapat berupa
analisis tujuan dan karakteristik siswa.Analisis sumber belajar, penetapan
strategi pengorganisasian dan isi belajar, menetapkan strategi pengolahan dan
pembelajaran.Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan
dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan
pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat dipenuhi.
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu penerapannya dalam
masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi sangat penting. Pengajaran IPA
dan keterampilan proses IPA untuk siswa hendaknya dimodifikasi sesuai taraf
perkembangan kognitif siswa, karena struktur kognitif anak-anak tidak dapat
dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan. Oleh karena itu anak-anak perlu
diberi kesempatan untuk berlatih keterampilan-keterampilan proses IPA
8
sehingga diharapkan akhirnya mereka berfikir dan memiliki sifat ilmiah. Trianto,
(2010:135).
2.1.1.2 Tujuan Pelajaran IPA
Dalam KTSP 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan di atas mengisyaratkan bahwa pembelajaran IPA di SD,
hendaknya tidak menitikberatkan pada upaya pencapaian akademik semata,
tetapi juga berorientasi pada penanaman nilai-nilai IPA secara komprehensif.
Dengan demikian, penyajian materi atau konsep tidak dilakukan secara
informatif melalui ceramah. Pembelajaran IPA, sebaiknya melibatkan siswa
dalam kegiatan yang memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya
sendiri. Agar situasi ini terjadi, dengan demikian, memilih model pembelajaran
menjadi penentu penting. Dengan demikian, diharapkan dengan menerapkan
model pembelajaran berbasis masalah tujuan pendidikan IPA seperti yang
diharapkan dapat tercapai.
9
2.1.1.3 Ruang Lingkup Pelajaran IPA
Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA
meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:
1) mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya.
3) energi dan perubahannya, meliputi: magnet, listrik, cahaya, dan pesawat
sederhana
4) bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
2.1.2 Model kooperatif
2.1.2.1 Model Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Cooperative Learning menurut Anita Lie beranjak
dari dasar “getting better together“ dimana menekankan pada pemberian
kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif untuk
memperoleh dan mengembangkan pengetahuan sikap, nilai, serta keterampilan-
keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya dimasyarakat. Melalui
metode Cooperative Learning, siswa tidak hanya belajar dan menerima apa yang
disajikan oleh guru dalam proses belajar mengajar, melainkan dapat juga belajar
dari siswa lainnya dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk pembelajaran
siswa lain.
Menurut Anita Lie, dalam model pembelajaran kooperatif siswa dituntut
untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam kelompok kecil yang heterogen.
Hal ini memberi peluang besar bagi siswa untuk terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran, sehingga akan memberikan dampak positif terhadap hasil
belajar siswa.
Model pembelajaran Cooperative Learningtidak sama dengan sekedar
belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran Cooperative
Learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan
asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model Cooperative Learning dengan benar
10
akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. (Anita
Lie,2002:29).
Menurut Bennet (Isjoni, 2010:60), ada lima unsur dasar yang dapat
membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu:
1. Positive interdepedence (hubungan timbal balik yang didasari adanya
kepentingan bersama, dimana keberhasilan seseorang merupakan
keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya).
2. Interaction face to face (interaksi yang langsung tejadi antar siswa).
3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota
kelompok.
4. Membutuhkan keluwesan.
5. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah
(proses kelompok).
Anita Lie (Isjoni, 2010: 23) menyebutkan pembelajaran kooperatif dengan
istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa
lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, pembelajaran
kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim
yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang
sudah ditentukan. Pembelajaran kooperatif sudah banyak digunakan untuk
mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student
oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Slavin (Isjoni, 2010: 33-34), terdapat tiga konsep sentral yang
menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu penghargaan kelompok,
pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
1. Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika
kelompok mencapai skor atas kriteria yang ditentukan.
2. Pertanggungjawaban individu
11
Keberhasilan kelompok tergantung pada pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitik beratkan pada
aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.
3. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan cara skoring yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari
yang terdahulu. Dengan menggunakan cara skoring ini setiap siswa baik
yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh
kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.
Ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar
dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Belajar kooperatif
menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai
jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi. Model
pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan
partisispasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan
dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada
siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya. Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis(Trianto,2010:57-59).
Berdasarkan definisi pembelajaran kooperatif menurut para ahli tersebut,
maka yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
menekankan pembelajaran secara berkelompok, dimana setiap individu
mempunyai tanggung jawab masing-masing didalam kelompoknya untuk Dalam
pembelajaran kooperatif tidak mempelajari materi saja. Namun, siswa juga harus
mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan
kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan,
kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan
mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas
dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
12
2.1.2.2 Manfaat Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS).
Manfaat model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray yaitu,
membantu kelancaran pendidikan dan pengajaran di sekolah, artinya dengan
adanya model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray secara intensif
akan memberi dampak baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang
akhirnya akan kembali pada keberhasilan pendidikan.
2.1.2.3 Cara-cara Pelaksanaan kooperatif tipe two stay two stray (TSTS).
Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray(TSTS) memperhatikan kemampuan akademis siswa. Guru membuat
kelompok yang heterogen dengan alasan memberi kesempatan siswa untuk
saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung, meningkatkan relasi dan
interaksi antar ras, etnik dan gender serta memudahkan pengelolaah kelas karena
masing-masing kelompok memiliki siswa yang berkemampuan tinggi, yang
dapat membantu teman lainnya dalam memecahkan suatu permasalahan dalam
kelompok ( Jarolimek & Parker dalam Isjoni, 2009). Menurut Lin. E. (2008)
kelompok pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 4-5 orang diberi nomor 1, 2,
3 dan 4 dan masing-masing memiliki peran sebagai berikut:
Nomor 1 sebagai pemimpin/manajer yang mengatur kelompok dan
memastikan anggota menyelesaikan perannya dan bekerja secara kooperatif
tepat pada waktunya, Nomor 2 sebagai pencatat yang mencatat jawaban
kelompok dan hasil diskusi, Nomor 3 sebagai teknisi/mengatur bahan yang
mengumpulkan bahan untuk kelompok dan membuat analisis teknik untuk
kelompok, Nomor 4 sebagai reflektor yang memastikan bahwa semua
kemungkinan telah digali dengan mengajukan pertanyaan: ada ide lain? Serta
mengamati dinamika kelompok.
Pada pembelajaran kooperatiftwo stay two stray setiap kelompok terdiri
dari 4 orang, keempat orang (A,B,C,D) bersama-sama mengkaji suatu bahasan,
kemudian siswa B dan C meninggalkan kelompok untuk bertamu ke dua
kelompok lainnya. Sementara siswa A dan D tinggal dalam kelompok dan
bertugas memberikan informasi hasil kerja kelompok kepada tamu yang datang
dari dua kelompok lain.
13
Cara belajar kooperatif two stay two stray (dua tinggal dua tamu) menurut
Spencer Kangan (1990). sebagai berikut:
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat ssebagaimana biasa.
2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan
dikerjakan bersama.
3. Setelah selesai, 2 anggota masing-masing kelompok diminta meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua anggota kelompok lain.
4. Dua orang yang inggal dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan
hasil kerja mereka ke tamu mereka.
5. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan
apa yang mereka temukan dari kelompok lain.
6. Setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan
mereka semua.
Berikut ini bagan kooperatif two stay two stray (dua tinggal dua tamu) menurut
Lie, A. (2008). Yaitu :
Gambar Bagan proses Pembelajaran 2.1
14
Keterangan:
Siswa B dan C bertugas mencari informasi artikel yang tidak dibahas
oleh kelompoknya dan berbagi hasil diskusi dengan kelompok yang dikunjungi.
Siswa A dan D bertugas memberikan informasi mengenai artikel yang telah
dibahas oleh kelompoknya kepada tamu yang berkunjung.
2.1.2.4 Fungsi Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS)
Pembelajaran kooperatif two stay two stray digunakan untuk mengatasi
kebosanan anggota kelompok, karena guru biasanya membentuk kelompok
secara permanen. Two stay two stray memungkinkan siswa untuk berinteraksi
dengan anggota kelompok lain. Menurut Lie, A. (2008) membentuk kelompok
berempat memiliki kelebihan yaitu kelompok mudah dipecah menjadi
berpasangan, lebih banyak ide muncul, lebih banyak tugas yang bisa dilakukan
dan guru mudah memonitor. Kekurangan kelompok berempat adalah
membutuhkan lebih banyak waktu, membutuhkan sosialisasi yang lebih baik,
jumlah genap menyulitkan proses pengambilan suara, kurang kesempatan untuk
kontribusi individu dan mudah melepaskan diri dari keterlibatan.
2.1.2.5 Karateristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
(TSTS)
Teknik pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun
1992. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua
tingkatan anak usia didik. “Menurut Anita Lie, Struktur Two Stay Two Stray/Dua
Tinggal Dua Tamu, memberikan kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengn kelompok lain”.
Adapun proses model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray,
dua orang siswa tinggal dikelompok dan dua orang siswa yang lainnya bertamu
kekelompok lain. Dua orang yang tinggal harus bertugas untuk memberikan
informasi kepada tamu dari kelompok lain tentang hasil diskusinya, sementara
itu yang bertamu bertugas untuk mencatat penjelasan hasil diskusi kelompok
yang dikunjunginya.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu
(lie, 2002:61-62) adalah sebagai berikut.
15
1. Bekerjasama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. Dimana
anggotanya bersifat hiterogenitas atau beraneka ragam yaitu satu orang
siswa yamg berkemampuan tinggi, dua orang siswa yang berkemampuan
sedang dan satu orang yang berkemampuan rendah.
2. Setelah selesai berdiskusi dalam kelompoknya, kemudian dua orang dari
masing-masing kelompok yanng berkemampuan sedang akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertemu kedua kelompok lain.
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok memiliki kemampuan yang tinggi
dan rendah bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu
mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali kekelompok masing-masing dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok mencocokan dan membahas hasil mereka.
2.1.3 Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
2.1.3.1 Pengertian Model Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray(TSTS)
Model pembelajaran Two Stay Two Stray/Dua Tinggal Dua Tamu
merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok
untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya (Spencer
Kagan,1990:140). Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu
antar kelompok untuk berbagi informasi.
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) sangat
diperlukan dan bukan saja untuk mengatasi kesulitan belajar dan berinteraksi
oleh siswa akan tetapi juga membantu guru dalam mengajar siswa secara lebih
dalam sehingga dengan adanya pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Spray (TSTS) yang diterapkan oleh guru lebih sistimatis dan bermutu.
2.1.3.2 Pendekatan Pembelajaran model kooperatif tipe Two Stay Two
Stray (TSTS)
Menurut Arend, 2004 (dalam Risnawati, 2005) menyatakan bahwa
pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
16
a. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
c. Bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, suku, budaya dan jenis
kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
Menurut Barba, 1995 (dalam Susanto, 1999) belajar kooperatif
adalahstrategi pembelajaran kelompok kecil yang digunakan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok
b. Memperbaiki hubungan antar siswa yang berbeda latar belakang etnik dan
kemampuannya
c. Mengembangkan keterampilannya untuk memecahkan masalah melalui
kelompok
Menurut Anita Lie (2004:12), model pembelajaran kooperatif atau
disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran
yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur.
Beberapa definisi tersebut bahwa dalam pendekatan pembelajaran
kooperatifharus ada kerja sama yang baik yakni; saling menghargai antar angota
kelompok, mau menerima walaupun berbeda latar belakang etnis dan
kemampuan. Dalam kooperatif tipe two stay two stray secara khusus juga
mempunyai bentuk pendekatan yang sama dari definisi diatas yakni setiap siswa
yang sudah dibentuk kelompok harus bisa menerima siswa walau berbeda latar
belakang dan kemampuan akademik, karena semua ini bertujuan untuk
mengembangkan keterampilannya untuk memecahkan masalah-masalah melalui
kelompok kecil tersebut.
2.1.4 Keaktifan Belajar
2.1.4.1 Pengertian Keaktifan
Keaktifan peserta didik dalam belajar secara efektif itu dapat dinyatakan
sebagai berikut:
17
a. Hasil belajar peserta didik umumnya hanya sampai tingkat penguasaan,
merupakan bentuk hasil belajar terendah.
b. Sumber-sumber belajar yang digunakan pada umumnya terbatas pada guru
(catatan penjelasan dari guru) dan satu dua buku catatan.
c. Guru dalam mengajar kurang merangsang aktivitas belajar peserta didik
secara optimal. (Tabrani,1989: 128).
Keaktifan sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran
maupun kegiatan belajar, siswa di tuntut untuk selalu aktif memproses dan
mengolah hasil belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah hasil
belajarnya secara efektif, siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan
emosional. Sardiman (2009) berpendapat bahwa aktifitas disini yang baik yang
bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu harus
saling terkait. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktifitas belajar yang
optimal. Banyak aktifitas yang dapat dilakukan siswa di sekolah. Beberapa
macam aktifitas itu harus diterapkan guru pada saat pembelajaran sedang
berlangsung.
Dalam proses belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman priba
yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan merupakan
pemindahan pengetahuan yang dimiliki guru kepada anak didiknya, sedangkan
mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan. agar siswa dapat
memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam kegiatan
belajar. sebaiknya itu guru harus memotivasi siswa pada saat pembelajaran
berlangsung, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator pada saat
pembelajaran. Guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan
mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa harus
mengalami dan berinteraksi langsung dengan obyek yang nyata. Jadi belajar
harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Sekolah merupakan sebuah miniatur dari masyarakat dalam
proses pembelajaran harus terjadi saling kerja sama dan interaksi antar
komponen. Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktifitas yang sejati,
dimana siswa belajar dengan mengalaminya sendiri pengetahuan yang dipelajari.
18
Dengan mengalami sendiri, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman dan
ketrampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai. Saat ini
pembelajaran diharapkan ada interaksi siswa pada saat pembelajaran. Hal ini
agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam belajar. guru berperan sebagai
pembimbing dan fasilitator.
2.1.4.2 Klasifikasi keaktifan siswa
Menurut Sardiman (2009) keaktifan siswa dalam belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Visual activities
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi,
dan mengamati orang lain bekerja.
b. Oral activities
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat,
wawancara, diskusi dan interupsi.
c. Listening activities
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi
kelompok, mendengarkan musik, pidato.
d. Writing activities
Menulis cerita, menulis laporan, karangan, angket, menyalin.
e. Drawing activities
Menggambar, membuat grafik, diagram, peta.
f. Motor activities
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat
model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
g. Mental activities
Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor,
melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
h. Emotional activities
Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain. Dengan demikian bisa
kita lihat bahwa keaktifan siswa sangat bervariasi, peran gurulah untuk
19
menjamin setiap siswa untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan
dalam kondisi yang ada. Guru juga harus selalu memberi kesempatan bagi
siswa untuk bersikap aktif mencari, memperoleh, dan mengolah hasil
belajarnya.
2.1.4.3 Prinsip-Prinsip Keaktifan
Menurut W. Gulo (2002) prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam
usaha menciptakan kondisi belajar supaya siswa dapat mengoptimalkan
aktivitasnya dalam pembelajaran. Prinsip–prinsip tersebutadalah :
1. Prinsip motivasi, di mana guru berperan sebagai motivator yang
merangsang dan membangkitkan motif-motif yang positif dari siswa dalam
pembelajarannya.
2. Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru dengan
apa yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan perolehan yang ada
inilah siswa dapat memperoleh bahan baru.
3. Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubung-
hubungkan seluruh aspek pengajaran.
4. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan
kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegaiatan intelektual.
5. Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kegiatan bahwa ada perbedaan -
perbedaan tertentu di dalam diri setiap siswa, sehingga mereka tidak
diperlakukan secara klasikal.
6. Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan informasi
yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru.
7. Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka terhadap
masalah dan mempunyai kegiatan untuk mampu menyelesaikannya.
Berdasarkan uraian di atas, dalam membangun suatu aktivitas dalam diri
para siswa, hendaknya guru memperhatikan dan menerapkan beberapa prinsip di
atas. Dengan begitu para siswa akan terlihat keaktifannya dalambelajar dan juga
mereka dapat mengembangkan pengetahuannya. Jadi siswalah yang berperan
pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Guru hanya membuat suasana
20
belajar yang menyenangkan, agar siswa bisa aktif dalam pembelajaran, jadi
mereka tidak hanya diam pada saat pelajaran sedang berlangsung.
2.1.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa adalah 1)
Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2) Menjelaskan tujuan instruksional
(kemampuan dasar kepada peserta didik); 3) Mengingatkan kompetensi belajar
kepada peserta didik; 4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang
akan dipelajari); 5) Memberikan petunjuk kepada peserta didik cara
mempelajari; 6) Memunculkan aktifitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran, 7) Memberikan umpan balik (feedback); 8) Melakukan tagihan-
tagihan kepada peserta didik berupa tes sehingga kemampuan peserta didik
selalu terpantau dan terukur; 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan
diakhir pembelajaran.
Keaktifan dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam keterlibatan siswa
pada saat belajar. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman (2009)
cara untuk memperbaiki keterlibatan siswa diantaranya yaitu abadikan waktu
yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tingkatkan partisipasi siswa
secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar, serta berikanlah pengajaran yang
jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai. Selain
memperbaiki keterliban siswa juga dijelaskan cara meningkatkan keterlibatan
siswa atau keaktifan siswa dalam belajar. Cara meningkatkan keterlibatan atau
keaktifan siswa dalam belajar adalah mengenali dan membantu anak-anak yang
kurang terlibat dan menyelidiki penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan
untuk meningkatkan keaktifan siswa, sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-
kebutuhan individual siswa. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha
dan keinginan siswa untuk berfikir secara aktif.
2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1 Belajar
Menurut Gagne dalam Suprijono (2009:2), “belajar adalah perubahan
disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas”.
21
Menurut Rusman (2012: 134) “belajar adalah perubahan tingkah laku
individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan
lingkungan”
Menurut Ibrahim dan Syaodih (2010:35),“belajar merupakan serangkaian
upaya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap seta
kemampuan intelektual, sosial, afektif, maupun psikomotor”.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses mendapatkan pengetahuan sebagai hasil pengalaman dan perubahan
tingkah lakunya dapat diamati.
Prinsip belajar yang pertama adalah perubahan perilaku. Perubahan
perilaku memiliki ciri-ciri seperti :
a) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup
b) Permanen atau tetap
c) Bertujuan dan terarah,
Prinsip belajar yang kedua adalah belajar merupakan proses. Belajar
terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Dan prinsip
belajar yang ketiga belajar merupakan bentuk pengalaman.
Tujuan belajar adalah untuk mendapat pengetahuan sehingga mampu
berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain
dan sebagainya.
2.1.5.2 Hasil Belajar
Menurut Sudjana, (2010:22) Hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia meneriman pengalaman
belajarnya.Menurut Nasution (2011:176) hasil belajar adalah nyata dari apa yang
dapat dilakukannya dan yang tidak dapat dilakukannya sebelumnya. Maka
terjadi perubahan kelakuan yang dapat kita amati dan dapat dibuktikannya dalam
perbuatan.
Berdasarkan definisi hasil belajar menurut para ahli tersebut, maka yang
dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian dalah hasil akhir dari proses
kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti
pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi
22
yang berupa aspek kognitif yang diungkapkan dengan menggunakan suatu alat
penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai,
aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan
aspek psikomotorik yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak
siswa dalam mengikuti pembelajaran.
2.1.5.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem
lingkungan belajar yang kondusif, hai ini akan bekaitan dengan faktor dari luar
siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapat pengetahuan,
penanaman konsep, ketrampilan, dan pembentukan sikap.
Menurut Slameto (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa.
Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor internal antara lain: (1) faktor
jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh); (2) faktor psikologis (intelegensi, minat,
perhatian, bakat motif, dan kematangan); dan (3) faktor kelelahan (kelelahan
jasmani dan kelelahan rohani).
Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri
individu. Adapun hal-hal yang termasuk dalam faktor eksternal adalah: (1)
faktor keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antaranggota keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan);
(2) faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan
siswa, isiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas
ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah); (3) faktor
masyarakat (keadaan siswa dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat).
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal terdiri dari: faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor
kelelahan. Sedangkan untuk faktor eksternal, terdiri dari: faktor keluarga, faktor
sekolah, dan faktor masyarakat.
23
Kedua faktor yang telah dijelaskan diatas memberikan pengaruh yang
banyak bagi siswa. Supaya dapat memperoleh hasil belajar yang baik atau
memuaskan siswa harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar di atas agar terwujud kebiasaan belajar yang baik.
2.1.6 Hubungan Antara Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
(TSTS)dengan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA.
Pertanyaan yang perlu diajukan adalah bagaimana model pembelajaran
TSTS berkorelasi dengan Keaktifan dan Hasil belajar IPA? Menjawab
pertanyaan ini, maka perlu untuk melihat bagaimana sesungguhnya manfaat
model pembelajaran TSTS itu sendiri. Berdasarkan pada paparan teoritis dan
sintaks model pembelajaran TSTS tersebut, tampak bahwa model pembelajaran
ini dirancang agar siswa terlibat lebih banyak dalam pembelajaran. Keterlibatan
aktivitas seluruh siswa itu dapat dilihat pada sintaks dimana siswa dengan model
pembelajaran ini dikondisikan untuk mengajukan pertanyaan, mendiskusikan
masalah dan untuk menjawab pertanyaan, termasuk mengambil kesimpulan dari
hasil diskusi kelompok berdasarkan pertanyaan yang diajukan. Sintaks ini secara
langsung menjadikan siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran.
Keterlibatan penuh inilah menjadikan siswa dapat berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.
Logika yang dibangun adalah, semakin sering siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran, siswa dapat mengalami dan berproses mulai dari merumuskan
masalah hingga mengambil kesimpulan berdasarkan masalah yang diajukan.
Dengan sering berpartisipasi dalam pembelajaran tersebut, siswa menjadi lebih
memahami keseluruhan materi pelajaran yang diajarkan. Dengan lebih
memahami materi pelajaran, makin memudahkan siswa ketika siswa diajukan
pertanyaan untuk diselesaikan dalam bentuk tes. Situasi ini membawa
konsekuensi siswa lebih mudah memahami pelajaran dan siswa lebih mudah
menjawab soal. Ikatannya, hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
2.1.7 PenelitianYang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Nani, Miraniati tahun 2014 denganjudul
Penerapan Model Pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray)
24
Dapat Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 5 SDN Kalibeji 01
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran
2013/2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Penerapan model
Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dapat meningkatkan hasi belajar
IPA pada siswa Kelas 5 SDN Kalibeji 01 kecamatan tuntang kabupaten semarang
semester 2 tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini mengacu dari fakta bahwa
siswa kelas 5 SDN Kalibeji 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang hasil
belajar mata pelajaran IPA rendah. Penyebab hal ini adalah guru cenderung
menggunakan metode atau model mengajar yang konvensional (ceramah).
Pengujian hasil belajar siswa menunjukkan bahwa hanya 15 siswa yang
memenuhi KKM dan 5 siswa lainya tidak memenuhi KKM.
Berdasarkan pada kenyataan ini, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengunakan model Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two
Stray). Rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah “Apakah
Penerapan Model Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) Dapat
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas 5 SDN Kalibeji 01 Tahun
Pelajaran 2013/2014?.”, “Bagaimanakah Penerapan Model Dua Tinggal Dua
Tamu (Two Stay Two Stray) Dapat Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa
Kelas 5 SDN Kalibeji 01 Tahun Pelajaran 2013/2014?”. Tujuan penelitian yaitu
“Untuk meningkatkan hasil belajar melalui Penerapan Model Dua Tinggal Dua
Tamu (Two Stay Two Stray) Dapat Meningkatkan Hasi Belajar IPA Pada Siswa
Kelas 5 SDN Kalibeji 01 Tahun Pelajaran 2013/2014”., “Mendeskripsikan
Penerapan Model Pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray)
Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas 5 SDN Kalibeji 01
Tahun Pelajaran 2013/2014”.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2014 sampai Mei 2014 di
SDN Kalibeji 01 kecamatan tuntang kabupaten semarang pada siswa kelas 5
sebagai subjek penelitian. Pendekatan yang digunakan ialah metode penelitian
tindakan kelas (PTK), berlangsung 2 siklus setiap siklusnya melalui tahap
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan metode dokumentasi, metode observasi, dan metode tes.
Simpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan melalui
model Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada siswa kelas 5 SDN Kalibeji 01 kecamatan tuntang kabupaten
semarang semester II tahun pelajaran 2013/2014. Saran dari penulis adalah model
Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dapat digunakan sebagai model
dalam proses belajar mengajar di kelas, karena dengan menggunakan model Dua
25
Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dapat meningkatkan hasil belajar IPA
pada siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Belki tahun 2013 denganjudul Penerapan
model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SDN Randuacir 01 semester 2
tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
Penerapan model Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dapat
meningkatkan hasi belajar IPA pada siswa Kelas 4 SDN Randuacir 01 semester 2
tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini mengacu dari fakta bahwa siswa kelas 4
SDN Randuacir 01 hasil belajar mata pelajaran IPA rendah. Penyebab hal ini
adalah guru cenderung menggunakan metode atau model mengajar yang
konvensional (ceramah). Pengujian hasil belajar siswa menunjukkan bahwa hanya
10 siswa yang memenuhi KKM dan 4 siswa lainya tidak memenuhi KKM.
Berdasarkan pada kenyataan ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan mengunakan model Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray).
Rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah “Apakah penerapan
model Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada siswa kelas 4 SDN Randuacir 01 Salatiga tahun pelajaran
2012/2013.”, “bagaimanakah penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA bagi siswa kelas
4 SDN Randuacir 01?”.
Dengan tujuan penelitian yaitu “Mengetahui apakah penerapan model
Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dapat meningkatkan hasi belajar
IPA pada siswa kelas 4 SDN Randuacir 01 salatiga tahun pelajaran 2012/2013”.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013 sampai Mei 2013 di SDN
Randuacir 01 pada siswa kelas 4 sebagai subjek penelitian. Pendekatan yang
digunakan ialah metode penelitian tindakan kelas (PTK), berlangsung 2 siklus
setiap siklusnya melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
refleksi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi,
metode observasi, dan metode tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan melalui model Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two
26
Stray) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SDN Randuacir 01.
Terbukti dengan perolehan nilai hasil belajar dilihat dari pra siklus yaitu rata-rata
kelas 66, pada siklus 1 meningkat menjadi 75,8 dan siklus 2, meningkat menjadi
82,5. Saran dari penulis adalah model Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two
Stray) dapat digunakan sebagai model dalam proses belajar mengajar di kelas,
karena dengan menggunakan model Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two
Stray) dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Fajariyanto, Septian Dwi tahun 2014
denganjudul Peningkatan Sikap Positif dan Hasil Belajar IPA Melalui
Cooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray pada Siswa Kelas IV SDN Delik
02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran
2013/2014. Penelitian ini bertujuan untuk: pertama, meningkatkan sikap positif
dan hasil belajar terhadap pelajaran IPA melalui cooperative learning tipe two stay
two stray pada siswa kelas IV di SDN Delik 02 semester II tahun ajaran
2013/2014. Kedua, Mendeskripsikan penerapan cooperative learning tipe two stay
two stray dalam meningkatkan sikap positif dan hasil belajar siswa terhadap
pelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Delik 2 Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014. Penelitian tindakan kelas yang
menggunakan model Kemmis dan Mc. Taggart dengan langkah perencanaan,
tindakan dan observasi, refleksi yang dilaksanakan dalam beberapa siklus.
Variabel penelitian ini adalah pembelajaran cooperative learning tipe two stay two
stray, sikap, dan hasil belajar. Instrumen sikap menggunakan angket, hasil belajar
menggunakan tes, dan pembelajaran cooperative learning tipe two stay two stray
menggunakan lembar observasi. Penelitian dilakukan pada siswa kelas IV SDN
Delik 02 dengan subyek 21 siswa.
Pembelajaran cooperative learning tipe two stay two stray dengan
langkahlangkah membagi kelompok secara heterogen, berdiskusi, bertamu,
mencocokkan, presentasi, dilaksanakan sesuai sintak. Hasil penelitian
menunjukkan menggunakan cooperative learning tipe two stay two stray dapat
meningkatkan sikap dan hasil belajar. Peningkatan nampak pada persentase pada
pra siklus sebesar 34%, siklus I sebesar 76%, dan siklus II 100%. Persentase hasil
27
belajar juga mengalami peningkatan setelah dilakukan tindakan, ketuntasan pada
pra siklus sebesar 38%, siklus I sebesar 71%, dan siklus II sebesar 86%.
Sebaiknya guru menerapkan pembelajaran cooperative learning tipe two stay two
stray agar siswa aktif, tumbuh percaya diri, terjalin komunikasi yang positif
sehingga meningkatkan sikap positif, dan hasil belajar pelajaran IPA mencapai
hasil yang maksimal.
Berdasarkan uraian diatas tentang beberapa temuan penelitian
yang relevan dapat dilihat bahwa dari keempat penelitian tersebut penggunaan
metode Two Stay Two Stray menunjukan keberhasilan dalam penerapan metode
tersebut, hal tersebut ditunjukan dari presentase hasil belajar siswa yang
meningkat dari yang tidak menggunakan metode Two Stay Two Stray dengan
yang menggunakannya.
Dapat dilihat dari salah satu penelitian yang dilakukan oleh Fajariyanto,
Septian Dwidalam penelitianya penggunaan metode Two Stay Two
Strayketuntasan pada pra siklus sebesar 38%, siklus I sebesar 71%, dan siklus II
sebesar 86%. Sebaiknya guru menerapkan pembelajaran cooperative learning tipe
two stay two stray agar siswa aktif, tumbuh percaya diri, terjalin komunikasi yang
positif sehingga meningkatkan sikap positif, dan hasil belajar pelajaran IPA
mencapai hasil yang maksimal. Dari penjelasan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa penerapan metode Two Stay Two Straydapat mempengaruhi
hasil belajar siswa oleh karena itu peneliti merasa termotivasi untuk mencoba
menerapkan metode pembelajaran tersebut dalam penelitian yang akan dilakukan
untuk membuktikan apakah metode Two Stay Two Stray yang penulis terapkan
benar-benar dapat mempengaruhi hasil belajar siswa atau bahkan sebaliknya
metode Two Stay Two Stray tidak mempengaruhi dalam hasil belajar siswa.
2.1.8 Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian pustaka dan landasan teori dari pakar dan berberapa
penelitian yang pernah dilakukan peneliti, pembelajaran dikelas memerlukan
strategi dan model yang bisa menarik minat siswa sehingga siswa akan aktif dan
tertarik dalam pembelajaran.
28
Maka dari itu memilih model yang tepat dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran harus digunakan untuk menarik perhatian siswa, dengan begitu
proses pembelajaran akan berhasil dengan baik dan mendapat prestasi belajar
yang baik pula. dari uraian diatas, dapat disusun kerangka berpikir sebagai
berikut:
Kerangka Berfikir
Gambar Kerangka Berfikir 2.2
Siswa : hasil belajar
rendah. Kegiatan
Awal
Guru
menggunakan
metode ceramah
,tanya jawab
Siklus I : mengunakan
model pembelajaranTwo
Stay Two Stray tanpa alat
peraga
Guru
menggunakan
model Two Stay
Two Stray
Tindakan
Siklus II : mengunakan
model pembelajaran Two
Stay Two Stray dengan alat
peraga
Melalui model TSTS dapat
meningkatkan hasil belajar bagi
siswa kelas V SDN Randuacir 02
pada semester II tahun pelajaran
2013/2014
Kondisi
Akhir
29
Keterangan :
1. Kondisi awal, guru mengunakan metode konvensional ceramahdan
penugasan, namun pada tahap ini,keaktifan dan hasil belajar siswa tidak
sesuai dengan tujuan pembelajaran, KKM tidak tercapai.
2. Tahap kedua yaitu tindakan PTK siklus I, Guru menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TS-TS, keaktifan belajar dan hasil belajar
siswa belum atau sudah mencapai indikator ketuntasan ≥ 75%.
3. Pada tahap ketiga yaitu tindakan PTK siklus II, guru menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TS-TS perbaikan siklus 1 keaktifan belajar dan
hasil belajar meningkat ≥ indikator yang ditetapkan.
2.1.9 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut, maka hipotesis
tindakan adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray(TSTS)dapat meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa kelas 5 SD
Mangunsari 05 Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 .
2. Menggunakan model kooperatif tipe Two Stay Two Stray(TSTS) dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Mangunsari 05
Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 .
Top Related