Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 1
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1. Aspek Geografi Dan Demografi
2.1.1. Letak Geografis
Kota Samarinda terletak di Daerah Khatulistiwa, yaitu 0021 18 - 100916
Lintang Selatan dan 116015 16 - 11702416 Bujur Timur. Luas wilayah Kota
Samarinda adalah 718 km2, hal ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 1987. Oleh karena itu, selain memiliki modal dasar pembangunan dengan
jumlah penduduk dan letak geografis serta peranan regional yang relatif besar, Kota
Samarinda juga memiliki keterbatasan ruang sebagai bagian daya dukung lingkungan.
Namun demikian sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di
Kalimantan Timur, Kota Samarinda memiliki posisi dan kedudukan strategis bagi
berbagai kegiatan jasa, industri, perdagangan barang serta pemukiman yang
berwawasan lingkungan.
Kota Samarinda yang berkedudukan sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan
Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, dengan batas
sebagai berikut :
- Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai
Kartanegara.
- Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Muara Badak, Kecamatan
Anggana dan Kecamatan Sanga-Sanga Kabupaten Kutai Kartanegara.
- Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai
Kartanegara.
- Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Muara Badak, dan Kecamatan
Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara.
a. Luas Wilayah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1987, Tentang Penetapan
Batas Wilayah Kota Madya Daerah Tingkat II Samarinda. Kotamadya Daerah
Tingkat II Balikpapan, Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai dan Kabupaten Daerah
Tingkat II Pasir yang tertuang dalam Lembaran Negara Nomor 3364, Luas Wilayah
Kota Samarinda adalah 718 Km2 dan berdasarkan Peraturan Daerah No. 2 Tahun
2010 tentang Pembentukan Kecamatan Sambutan, Kecamatan Samarinda Kota,
Kecamatan Sungai Pinang, dan Kecamatan Loa Janan Ilir, maka wilayah Kota
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 2
Samarinda saat ini terbagi dalam 10 (sepuluh) Kecamatan dan 53 Kelurahan yang
terdiri dari :
1) Kecamatan Samarinda Ilir membawahi koordinasi 5 Kelurahan dengan luas
wilayah 17.18 Km
2) Kecamatan Samarinda Utara membawahi koordinasi 5 Kelurahan dengan luas
wilayah 229.50 Km
3) Kecamatan Samarinda Ulu membawahi koordinasi 8 Kelurahan dengan luas
wilayah 22.12 Km
4) Kecamatan Sungai Kunjang membawahi koordinasi 7 Kelurahan dengan luas
wilayah 43.04 Km
5) Kecamatan Samarinda Seberang membawahi koordinasi 3 Kelurahan dengan
luas wilayah 12.49 Km
6) Kecamatan Palaran membawahi koordinasi 5 Kelurahan dengan luas wilayah
221.28 Km
7) Kecamatan Samarinda Kota membawahi koordinasi 5 Kelurahan dengan luas
wilayah 11.12 Km
8) Kecamatan Loa Janan Ilir membawahi koordinasi 5 Kelurahan dengan luas
wilayah 26.13 Km
9) Kecamatan Sungai Pinang membawahi koordinasi 5 Kelurahan dengan luas
wilayah 34.16 Km
10) Kec. Sambutan membawahi koordinasi 5 Kelurahan dengan luas wilayah
100.95 Km
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 3
Gambar 2.1
Peta Kecamatan Kota Samarinda
b. Iklim dan Hidrologi
Kondisi klimatologi Kota Samarinda menurut Stasiun BMG Bandara Temindung,
suhu minimum berkisar antara 24,50C dan suhu maksimum berkisar antara
33,20C. Kelembaban udara terendah untuk Kota Samarinda rata-rata berkisar
sekitar 76% dan kelembaban tertinggi berkisar sekitar 85%. Kota Samarinda
beriklim tropis, rata-rata hari hujan pada tahun 2010 adalah 22 hari. Kecepatan
angin terendah berkisar sekitar 2 kts dan tertinggi berkisar sekitar 4 kts. Sungai-
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 4
sungai yang Melintas di Kota Samarinda memiliki pengaruh yang cukup besar
pada perkembangan Kota Samarinda. Sungai-sungai ini digunakan sebagai
sumber air untuk masyarakat, sekaligus berfungsi sebagai drainase primer dalam
rangka pengendalian banjir serta tempat pembuangan air hujan.
c. Topografi
Sedangkan luasan Topografi Kota Samarinda merupakan dataran rendah
yang terdiri dari:
1. Lembah Aluvial 9,02%
2. Daerah Dataran 15,94%
3. Dataran Berombak 8,15%
4. Dataran Bergelombang 14,59%
5. Dataran Patahan 2,31%
6. Dataran Berbukit 44,73%,
Yang mempuyai luas kemiringan datar (0-2%) 20,011 Ha, bergelombang
(2-15%) 18,276 Ha, curam (15-40%) 15,540 Ha, sangat curam (>40%)
2,469 Ha. Jenis tanah di wilayah Kota Samarinda sebagian besar tanah
Podsolik, selebihmya berupa tanah aluvial 3.453 Ha (4,81%), gambut
16.294 Ha (24,68%) Lesteset 8.266 Ha (12,52%) Podsolik 30.010 Ha
(45,45 %) lain-lain 13.777 Ha (12,12 %).
d. Kemiringan
Berdasarkan kemiringan maka wilayah Kota Samarinda terbagi dalam
kemiringan 0-2% seluas 25.987 Ha atau 36.19% dari luas Kota Samarinda, diikuti 3-
14% seluas 18.275 Ha atau 25.45%, kemiringan 15-39% seluas 17.860 Ha atau
24.88% kemiringan 40-59% seluas 7.205 Ha atau 10.04% dan kemiringan > 60%
seluas 2.473 Ha atau 3.44%. 24.88
Tabel 2.1
Kemiringan lahan Kota Samarinda
No Kemiringan
(%) Luas (Km
2)
Persentase
(%)
1 0-2 25.987 36.19
2 3-14 18.275 25.45
3 15-39 17.860 24.88
3 40-59 7.205 10.04
4 > 60 2.473 3.44
Sumber: BPS Samarinda Kota
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 5
e. Fisiografi
Fisiografi menunjukkan bentuk permukaan bumi dipandang dari faktor dan
proses pembentukannya. Proses pembentukan permukaan bumi dipandang sebagai
penciri suatu satuan fisiografi.
Gambar 2.2
Fisiografi Samarinda
Pembagian bentuk permukaan bumi berdasarkan tipe fisiografinya
dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan memudahkan dalam perencanaan
penggunaan tanah sehubungan dengan perencanaan pengembangan daerah.
Ditinjau dari fisiografinya, wilayah Kota Samarinda dapat dikelompokkan
dalam 7 (tujuh) deskripsi masing-masing satuan fisiografi tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Daerah Patahan (daerah dimana terjadi patahan ) yakni patahan menurun dan
kasar, dengan permukaan yg besar dengan kemiringan tanah sangat bervariasi
2) Daerah rawa pasang surut (tidal swamp) yaitu daerah dataran rendah ditepi
pantai yang selalu dipengaruhi pasang surut air laut dan ditumbuhi hutan
mangrove dan nipah, bentuk wilayah datar dengan variasi lereng kurang dari
2% dan perbedaan tinggi kurang dari 2 meter.
3) Daerah dataran alluvial (alluvial plain) yaitu daerah dataran yang terbentuk
dengan proses pengendapan, baik didaerah muara maupun daerah pedalaman.
4) Daerah berombak/bergelombang yakni daerah dengan konfigurasi medan
berat ditandai dengan penyebaran daerah perbukitan 8,15%
5) Daerah dataran (plain) yaitu daerah endapan, dataran karst, dataran vulkanik,
dataran batuan beku (metamorf) masam, dataran basalt dengan bentuk
wilayah bergelombang sampai berbukit, variasi lereng 2 sampai 15,94%
dengan beda ketinggian kurang dari 50 meter.
6) Daerah berbukit (hill) yaitu daerah bukit endapan dan ultra basa, sistem
punggung sedimen, metamorf dan kerucut vulkanik yang terpotong dengan
pola drainase radial. Bentuk wilayah bergelombang sampai agak bergunung,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 6
variasi lereng 16 sampai 60%, dan beda ketinggian antara 50 sampai 150
meter.
7) Daerah Sungai (River). Daerah ini berfungsi sebagai daerah reterdam, daerah
pengendali atau waterponds.
Gambar 2.3 Gambar 2.4
Daerah Sungai Daerah Aliran Sungai
Penyebaran dan luas masing-masing satuan fisiografi di wilayah Kota
Samarinda disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Luas Satuan Fisiografi di Wilayah Kota Samarinda
No Satuan Fisiografi Luas (Ha) %
Jumlah 71.800 100
1 Lembah Aluvial 9.479 13.20
2 Daerah Daratan 10.524 14.66
3 Daratan Berombak 9.636 13.42
4 Daratan Bergelombang 1.527 2.13
5 Daerah Patahan 29.536 41,12
6 Daerah Berbukit 634 0,88
7 Lain-lain 10.474 14,58
Sumber: BPN Samarinda Kota
f. Jenis Tanah
Sesuai dengan kondisi iklim di Kota Samarinda yang tergolong dalam tipe
iklim tropika humida, maka jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah inipun tergolong
ke dalam tanah yang bereaksi masam.
Jenis-jenis tanah yang terdapat di Kota Samarinda, menurut Soil Taxanomy
USDA tergolong kedalam jenis tanah: Ultisol, Entisol, Histosol, Inceptiols dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 7
Mollisol atau bila menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah:
Podsolik, Alluvial, Organosol.
Ciri dan sifat tanah-tanah Podsolik (Ultisol) biasanya ditandai dengan:
1) Pencucian yang intensif terhadap basa-basa, sehingga tanah bereaksi masam
dan dengan kejenuhan basa yang rendah.
2) Karena suhu yang cukup tinggi dan pencucian yang berlangsung terus
menerus mengakibatkan pelapukan terhadap mineral liat sekunder dan oksida-
oksidanya.
3) Terjadi pencucian liat di lapisan atas (eluviasi) dan penimbunan liat di lapisan
bawahnya (illuviasi).
Tanah Podsolik (Ultisol) merupakan jenis tanah yang arealnya terluas di Kota
Samarinda dan masih tersedia untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian.
Persediaan air di daerah ini umumnya cukup tersedia dari curah hujan yang tinggi.
Penggunaan tanah dari jenis tanah ini sebagai daerah pertanian, biasanya
memungkinkan produksi yang baik pada beberapa tahun pertama selama unsur-unsur
hara dipermukaan belum habis melalui proses biocycle. Pada dasarnya jenis-jenis
tanah di Kota Samarinda (menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor dan Padanannya
menurut Soil Taxanomy) terdiri dari:
Podsolik (Ultisol)
Alluvial (Entisol)
Gleisol (Entisol)
Organosol (Histosol)
Lithosol (Entisol)
Luas jenis tanah dan penyebarannya di Kota Samarinda dapat disajikan pada
tabel berikut ini:
Tabel 2.3
Luas masing-masing Jenis Tanah di Wilayah Kota Samarinda.
No Jenis Tanah Luas (Ha) %
1 Alluvial 3.755 5,23
2 Gambut 17.720 24,68
3 Asosiasi Podsolik/Listeset 8.990 12,52
4 Podsolik 41.331 57,57
5 Lain-Lain 3.755 5,23
Jumlah 71.800 100
Sumber :BPS Kota Samarinda
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 8
Dari tabel di atas ternyata bahwa jenis tanah Podsolik mempunyai luasan yang
tertinggi di wilayah Kota Samarinda dengan 41.331Ha atau 57,57%, sedangkan jenis
tanah Alluvial tidak bergambut mencapai luas 3.755Ha atau 5,23% dari luas Kota
Samarinda.
g. Penggunaan Lahan
Penggunaan tanah dalam daerah Kota Samarinda cenderung mengikuti
keadaan penyebaran penduduk, penempatannya di sesuaikan dengan Master
Plan dan atau Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) atau Rencana
Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Berikut adalah penggunaan lahan di
Kota Samarinda.
Tabel 2.3 Persentase Penggunaan Lahan Kota Samarinda,
tahun 2006-2010
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010
1. Lahan sawah (yang ditanami
padi)
a. Sawah irigasi 2.52 2.52 1.83 1.02 1.02
b. Sawah non irigasi 0.95 0.47 3.50 2.85 2.48
c. Sementara tidak diusahakan 9.10 9.21 5.94 7.30 7.03
2. Lahan pertanian bukan
sawah
a. Tegal / kebun 8.15 7.69 6.14 5.90 5.90
b. Ladang / huma 3.25 4.35 3.09 3.54 3.53
c. Lahan yang sementara
tidak diusahakan
13.76 16.68 13.31 5.36 5.36
d. Lainnya ( perkebunan,
hutan rakayat, tambak,
kolam/empang , dll)
8.75 12.00 14.46 23.12 23.12
3. Lahan bukan pertanian
(rumah, bangunan dan
halaman, hutan Negara, rawa-
rawa yang tidak ditanami dll)
53.53 47.10 51.73 50.92 51.56
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 9
h. Pertambangan dan Energi
Sektor pertambangan dan Sumber Energi Listrik di Kota Samarinda
menyimpan potensi, berupa :
1. Gas Alam
Samarinda memiliki potensi gas alam yang melimpah yang hasilnya
merupakan salah satu pendapatan terbesar dalam APBD Kota Samarinda. Pada
tahun 2007 hasil produksi gas alam mencapai angka 388.341 ton. Pada tahun
2008 jumlah tersebut meningkat 81,84% menjadi 706.154 ton. Jumlah tersebut
meningkat kembali di tahun 2009 sebesar 7,91% atau 760.467%. Kuartal 1 2010
produksi gas alam mencapai 173.911 dan akan berpotensi melampaui angka
produksi pada tahun 2009.
Gambar 2.5 Jumlah Produksi Gas Alam Kota Samarinda 2006-2010
2. Batubara
Samarinda memiliki potensi batubara yang melimpah yang hasilnya
merupakan salah satu pendapatan terbesar dalam APBD Kota Samarinda. Pada
tahun 2006 hasil produksi batubara mencapai angka 4.030.000 ton. Pada tahun
2007 jumlah tersebut meningkat 4.842.639,67 ton. Jumlah tersebut mengalami
penurunan di tahun 2008 yakni 4.397.739 ton. Pada awal tahu 2009 produksi
batubara mencapai angka 574.812.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 10
Gambar 2.6. Jumlah Produksi Batubara Kota Samarinda 2006-2010
3. PLTG
Pembangkit listrik yang digunakan oleh penduduk Kota Samarinda ada
beberapa macam salah satunya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam
(PLTG). Tahun 2008, Kota Samarinda memiliki 2 unit PLTG. Sumber listrik dari
Gas memungkinkan efisiensi biaya sehingga pada tahun 2009 jumlah pembangkit
listrik ini meningkat menjadi 4 unit pembangkit. Kekuatan yang dimiliki oleh 4
unit PLTG tersebut sebesar 100 Kilo Watt.
Gambar 2.7: Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam (PLTG) Kota
Samarinda 2008-2010
4. PLTD
Pembangkit listrik lainnya yang digunakan oleh penduduk Kota Samarinda
dan merupakan pembangkit listrik terbanyak adalah Pembangkit Listrik Tenaga
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 11
Diesel (PLTD). Tahun 2008, Kota Samarinda memiliki PLTD sebanyak 15 unit.
Dan Jumlah tersebut tidak mengalami perubahan atau mengalami penurunan di
tahun berikutnya dalam artian dalam jumlah tetap yakni 15 unit di tahun 2009.
Pembangkit listrik tenaga diesel merupakan pembangkit listrik dengan daya yang
paling besar dan memasok energi listrik ke hampir seluruh penduduk di Kota
Samarinda.
Gambar 2.8 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Kota Samarinda 2008-2010
2.1.2. Gambaran Umum Demografis
a. Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Ciri penting dari penduduk Kota Samarinda adalah kemajemukan atau plural,
baik dilihat dari pengelompokan agama, maupun adat istiadat, seni budaya dan suku.
Dalam demografi dikenal istilah transisi demografis. Istilah ini mengacu pada suatu
proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke
keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat
kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir
masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh
perubahan pada aspek sosial ekonomi.
Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat
akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan
penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran
maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga
cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi. Ciri
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 12
demografi Kota Samarinda cenderung menuju transisi tingkat kelahiran dan kematian
rendah.
Di samping itu, ciri kependudukan Kota Samarinda juga menggambarkan
berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.
Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas),
meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi,
termasuk arus ulang alik (commuters), juga mempengaruhi kebijakan kependudukan
yang diterapkan.
Tabel 2.4
Jumlah, Laju Pertumbuhan Dan Kepadatan Penduduk
Di Kota Samarinda Tahun 2006 2010
Tahun Jumlah
Penduduk
Laju
Pertumbuhan
Penduduk
(%)/Tahun
Luas
Wilayah
(Km2)
Kepadatan
penduduk
Jiwa/Km2)
(1) (2) (3) (4) (5)
2006 588.135 2,10 718 819
2007 593.827 0,97 718 827
2008 602.117 1,40 718 839
2009 607.675 0,92 718 846
2010 727.500 3,36 718 1.013
Sumber: BPS Kota Samarinda
Data 2006-2009 hasil proyeksi penduduk
Data 2010 hasil SP2010 (pertumbuhan rata-rata pertahun terhadap SP2000)
Tingkat kepadatan penduduk di Kota Samarinda pada tahun 2010
adalah 1.013 jiwa/km. Kepadatan penduduk pada setiap kecamatan
menggambarkan pola persebaran penduduk secara keseluruhan. Berdasarkan
pola persebaran dan luas wilayahnya, terlihat belum merata, sehingga
terlihat adanya perbedaan kepadatan penduduk yang mencolok antar
kecamatan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 13
Tabel 2.5
Jumlah, Laju Pertumbuhan Dan Kepadatan Penduduk
Di Kota Samarinda Tahun 2010
Kecamatan
Jumlah
Penduduk
Luas Wilayah
(Km2)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/Km2)
(1) (2) (3) (4)
Palaran 49,079 182.53 269
Samarinda Ilir 120,936 89.7 1,348
Samarinda Seberang 114,183 40.48 2,821
Sungai Kunjang 114,044 69.23 1,647
Samarinda Ulu 126,651 58.26 2,174
Samarinda Utara 202,607 277.8 729
Jumlah 727,500 718 1,013
Sumber: BPS Kota Samarinda
Dari semua kecamatan yang ada, terlihat bahwa Kecamatan
Samarinda Seberang memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 2.821
jiwa/km2 diikuti oleh Kecamatan Samarinda Ulu dengan kepadatan 2.174
jiwa/km2. Sedangkan untuk Kecamatan Samarinda Utara dan Palaran yang
mempunyai wilayah lebih luas, kepadatan penduduk hanya 729 jiwa/km2
dan 269 jiwa/km2. Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin tahun 2010
Kota Samarinda 377.283 jiwa penduduk laki-laki dan 350.217 jiwa
penduduk perempuan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 14
Tabel 2.6
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Di Kota Samarinda Tahun 2009
No Golongan
Umur
Laki-Laki Perempuan Total
Jiwa Persen Jiwa Persen
1 0 4 39,183 10.39 36,745 10.49 75,928
2 5 9 35,731 9.47 33,627 9.60 69,358
3 10 14 31,497 8.35 29,633 8.46 61,130
4 15 19 31,921 8.46 31,342 8.95 63,263
5 20 24 38,333 10.16 37,344 10.66 75,677
6 25 29 40,986 10.86 38,037 10.86 79,023
7 30 34 36,812 9.76 33,516 9.57 70,328
8 35 39 31,869 8.45 29,825 8.52 61,694
9 40 49 27,894 7.39 25,332 7.23 53,226
10 45 49 21,779 5.77 19,597 5.60 41,376
11 50 54 16,071 4.26 13,344 3.81 29,415
12 55 59 11,276 2.99 8,308 2.37 19,584
13 60 64 6,414 1.70 5,290 1.51 11,704
14 65 + 7,517 1.99 8,277 2.36 15,794
Jumlah 377,283 100.00 350,217 100.00 727,500
Sumber : BPS Kota Samarinda
Jumlah pencari kerja terdaftar menurut pendidikan di Kota
Samarinda selama kurun waktu tahun 2006 -2009 cenderung
menunjukkan penurunan, dan sedikit mengalami peningkatan
di tahun 2010 yang mencapai 9.970 orang. Selama tahun 2006 -
2010 jumlah pencari kerja terdaftar di Disnaker Kota
Samarinda yang terbanyak adalah berpendidikan SMU dari total
keseluruhan pencari kerja .Rincian secara detail dapat dilihat pada tabel
berikut :
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 15
Tabel 2.7
Pencari Kerja yang Terdaftar Menurut Pendidikan Kota samarinda 2006-2010
No Pendidikan 2006 2007 2008 2009 2010
1. SD 2.397 234 368 73 225
2. SMP 1.460 512 732 136 551
3. SMU 8.245 6,350 4,645 3,222 5.231
4. DIPLOMA 1.192 1,418 1,730 888 1.320
5. S1/S2 1.213 2,648 2,962 1,027 2.643
Jumlah 14.507 11.162 10.437 5.346 9.970
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda
2.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat
a. Fokus Kesejahteraan dan Pertumbuhan Ekonomi
Selama kurun waktu lima tahun terakhir, perekonomian Kota Samarinda
berkembang cukup pesat. Ini ditunjukkan oleh besaran nilai PDRB atas dasar harga
konstan 2000 yang terus meningkat sejak tahun 2006 hingga 2010. Selama
periode tersebut, Kota Samarinda mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar
6,83 persen per tahun. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan yang konsisten terjadi
selama periode yang sama di hampir seluruh sektor ekonomi di Kota Samarinda.
Terjadi penurunan pada besaran pertumbuhan atau perlambatan ekonomi selama
tahun 2006-2009. Pada tahun 2006, besaran pertumbuhan adalah 5,50 persen
kemudian menurun hingga tahun 2007 menjadi sebesar 3,11 persen. Pada tahun 2008,
terjadi percepatan ekonomi dimana besaran pertumbuhan meningkat menjadi sebesar
4,82 persen. Percepatan tersebut sebagian bersumber dari aktivitas Pekan Olahraga
Nasional (PON) di tahun 2008. Pada tahun 2010, kegiatan ekonomi Kota Samarinda
berjalan cukup pesat yakni ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi
dari 4,79 di tahun 2009 menjadi 5,95 pada tahun 2010. Sektor dominan Kota
Samarinda, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta Industri Pengolahan
masih memegang peranan penting dalam perekonomian di Kota Samarinda.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 16
Perkembangan ekonomi Kota Samarinda selama tahun 2000 dan 2006-2010 dapat
dilihat pada Grafik 2.1
Gambar 2.8
PDRB Kota Samarinda Tahun 2000, 2006-2010 ( Milyar Rupiah )
Sumber: BPS Kota Samarinda
*) Angka Sangat Sementara
Berdasarkan Grafik 2.1 terlihat bahwa selama kurun waktu 10
(sepuluh) tahun, terdapat kecenderungan peningkatan pada nilai PDRB
baik itu harga berlaku maupun harga konstan. Selama periode 2000-
2006, rata-rata pertumbuhan ekonomi kota Samarinda sebesar 8,42 persen
per tahun. Bila dibandingkan dengan periode berikutnya, yaitu tahun
2006-2010, perekonomian wilayah mengalami perlambatan (rata-rata
pertumbuhan sebesar 3,71 persen per tahun). Namun, dengan percepatan
ekonomi yang terjadi di tahun 2010, diharapkan akan terjadi perubahan
trend ekonomi, sehingga pada periode selanjutnya perekonomian Kota
Samarinda dapat terus mengalami percepatan. Untuk itu, perlu dicermati
faktor-faktor yang menjadi pendorong percepatan ekonomi, serta bagaimana
upaya yang perlu dilakukan untuk mempertahankan atau bahkan mendorong
kinerja ekonomi Kota Samarinda.
Perlambatan yang terjadi di tahun 2006, dimana besaran pertumbuhan
ekonomi mengalami penurunan, dari 8,05 persen pada tahun 2005 menjadi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 17
5,50 persen pada tahun 2006 grafik 2.1, terutama disebabkan oleh adanya
kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005. Dampak dari kenaikan
harga tersebut dirasakan pada tahun 2006. Peningkatan harga BBM
berdampak pada peningkatan biaya produksi, dimana harga barang-barang
input menjadi lebih mahal. Akibatnya, hal yang sering dilakukan oleh para
produsen dengan mengurangi jumlah input yang digunakan sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah produksi yang dihasilkan.
Selain kenaikan harga, faktor lain yang menyebabkan terjadinya
perlambatan pada tahun 2006 adalah faktor kondisi alam yang tidak
menentu. Kondisi tersebut berdampak pada terhambatnya distribusi
barang-barang kebutuhan pokok masyarakat yang sebagian besar
didatangkan dari luar Pulau Kalimantan. Akibat suplai barang menurun,
sementara hal tersebut tidak diikuti oleh penurunan pada sisi permintaan,
akibatnya terjadi kenaikan harga. Hal ini berakibat pada penurunan daya
beli masyarakat, yang pada akhirnya berdampak pada perlambatan ekonomi
wilayah Kota Samarinda.
Lebih lanjut, PDRB menurut penggunaan dapat memperlihatkan
kebutuhan untuk investasi (pembentukan modal) yang diperlukan untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan berdasarkan
perencanaan pembangunan Kota Samarinda. Sehingga setiap tahun dapat
disusun skala prioritas perencanaan pembangunan yang berorientasi kepada
peningkatan kesejahteraan melalui pemberdayaan masyarakat sebagaimana
tertuang dalam perencanaan pembangunan daerah.
Tabel 2.9
Pertumbuhan PDRB 2006 2010
Tahun
PDRB ( Juta Rp ) Laju
Pertumbuhan
per tahun (%) Harga Berlaku
Harga Konstan
2000
(1) (2) (3) (4)
2006 14.500.247 9,803,725 5,50
2007 15.930.651 10.108.378 3,11
2008 18.616.882 10.595.535 4,82
2009r) 20.271.686 11.068.640 4,79
2010*)
22,900,781
11,763,289
5,95
Sumber: BPS Kota Samarinda
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 18
Pada tahun 2006, besaran nilai PDRB atas dasar harga berlaku sebesar
14,50 trilyun rupiah atau lebih dari dua kali lipat PDRB di tahun 2000, sebesar
6,08 trilyun rupiah. Kenaikan pada nilai PDRB atas dasar harga berlaku
berlanjut hingga tahun 2010 nilainya mencapai 22,90 trilyun rupiah atau lebih
dari tiga kali lipat dibandingkan nilai PDRB di tahun 2000. Hal ini
menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang konsisten selama kurun
waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. Percepatan pertumbuhan terjadi terutama
di sektor dominan, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta
sektor-sektor jasa lainnya dengan kontribusi yang cukup besar.
Peranan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tersebut selama lima
tahun terakhir terus meningkat, dari sekitar 21,59 persen pada tahun 2006
menjadi 29,82 persen pada tahun 2010. Sektor yang mempunyai kontribusi
terbesar kedua adalah sektor Industri Pengolahan. Pertumbuhan sektor
tersebut belum mampu tumbuh di atas lima persen sepanjang kurun waktu
2006-2009, sehingga kontribusi relatif menurun dari 31,90 persen pada tahun
2006 menjadi menjadi 20,87 persen pada tahun 2010. Hal ini dikarenakan
pada kurun waktu 20062009, industri pengolahan di Kota Samarinda
bergantung pada industri kayu lapis (plywood). Dimana pada tahun 2008,
industri ini mengalami kesulitan pasokan hingga membuat beberapa
perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja di awal tahun 2008. Bahkan di
akhir tahun 2008, terdapat 2 (dua) industri kayu lapis yang terpaksa
menghentikan kegiatan produksinya. Pada kasus industri plywood ini, faktor
ketersediaan input, yaitu kayu, merupakan faktor yang menyebabkan
terjadinya penurunan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap total
perekonomian. Namun pada tahun 2010, sektor Industri Pengolahan mulai
menggeliat kembali, yakni dengan meningkatnya kegiatan industri mikro
kecil. Diharapkan dengan makin aktifnya industri mikro kecil ini dapat
meningkatkan kembali kontribusi Industri Pengolahan terhadap perekonomian
di Kota Samarinda. Jika melihat berdasarkan kontribusi terhadap masing-
masing sektor maka akan terlihat seperti tabel berikut:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 19
Tabel 2.10
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2006-2010 Kota Samarinda
LAPANGAN
USAHA 2006 2007 2008 2009 2010*)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Pertanian 319.155,92 360,458.52 407.379,20 436.358,20 497.487,83
(2,38) (2,26) (2,19) (2,14) (2,17)
2. Pertambangan & Penggalian
850.373,95 960,579.73 1.204.849,57 1.332.292,52 1.645.855,33
(5,39) (6,03) (6,47) (6,89) (7,19)
3. Industri Pengolahan 3.167.772,01 3,425,269.40 3.944.764,64 4.209.562,62 4.778.344,62
(31,90) (21,50) (21,19) (20,67) (20,87)
4. Listrik, Gas & Air Minum
191.082,58 198,611.45 234.691,33 260.618,01 240.755,84
(1,55) (1,25) (1,26) (1,28) (1,05)
5. Bangunan 826.010,00 890,678.57 1.030.078,26 1.118.885,84 1.227.388,76
(4,16) (5,59) (5,53) (5,49) (5,36)
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
3.959.674,42 4.474.672,09 5.275.597,71 5.766.889,35 6.829.166,60
(21,59) (28,09) (28,34) (28,43) (29,82)
7. Pengangkutan & Komunikasi
1.658.004,26 1.754.562,76 1.914.434,29 2.132.790,55 2.286.023,78
(11,02) (11,01) (10,28) (10,47) (9,98)
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan
1.779.986,85 1.982.582,32 2.422.367,73 2.585.093,80 2.769.756,84
(12,85) (12,45) (13,01) (12,69) (12,09)
9. Jasa - Jasa 1.748.186,66 1.883.236,62 2.182.718,88 2.429.195,48 2.626.001,35
(9,16) (11,82) (11,72) (11,93) (11,47)
PDRB 14.500.246,66 15.930.651,47 18.616.881,60 20.271.686,36 22.900.780,94
Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara
Sumber : BPS Kota Samarinda
Selain kedua sektor di atas, lapangan usaha atau sektor ekonomi lain
yang juga cukup signifikan (memiliki kontribusi sekitar 10%) dalam
perekonomian Kota Samarinda adalah sektor Keuangan, sektor Jasa-jasa,
serta sektor Angkutan dan Komunikasi. Sedangkan kontribusi yang relatif
kecil diberikan oleh sektor Listrik dan Air Minum dan sektor Pertanian.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 20
Tabel 2.11
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2006-2010 Kota Samarinda
LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008 2009 2010*)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Pertanian 219.79,21 219.545,83 234.058,71 244.797,67 261.305,74
(4,13) (-0,11) (6,61) (4,59) (6,74)
2. Pertambangan & Penggalian
559.118,75 586.618,22 589,715,31 654.480,84 709.898,15
(7,85) (4,92) (0,53) (10,98) (8,47)
3. Industri Pengolahan 2.322.724,57 2.339.014,98 2.316.054,99 2.348.344,90 2.513.360,00
(1,27) (0,70) (-0,98) (1,39) (7,03)
4. Listrik, Gas & Air Minum
122.800,70 127.678,73 132.634,95 135.017,92 118.709,44
(-2,21) (3,97) (3,88) (1,80) (-12,08)
5. Bangunan 574.018,80 591.371,59 615.874,43 646.287,98 677.085,98
(11,95) (3,02) (4,14) (4,94) (4,77)
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
2.554.214,42 2.676.424,09 2.902.196,62 3.031.640,30 3.283.607,42
(8,94) (4,78) (8,44) (4,46) (8,31)
7. Pengangkutan & Komunikasi
1.131.396,61 1.150.231,41 1.198.614,75 1.288.368,72 1.348.556,86
(7,19) (1,66) (4,21) (7,49) (4,67)
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
1.119.677,92 1.176.404,96 1.281.435,62 1.347.497,93 1.382.118,67
(4,24) (5,07) (8,93) (5,16) (2,57)
9. Jasa - Jasa 1.199.978,58 1.241.088,42 1.324.950,11 1.406.727,93 1.468.647,16
(3,67) (3,43) (6,76) (6,17) (4,40)
PDRB 9.803.724,56 10.108.378,23 10.595.535,49 11.103.164,19 11.763.289,42
(5,50) (3,11) (4,82) (4,79) (5,95)
Sumber: Evaluasi Outcome RPJM Kota Samarinda
Secara riil, pada tahun 2010 terdapat kenaikan sekitar 660,13 milyar rupiah,
sehingga nilai nominal atas dasar harga konstan pada tahun 2010 mencapai 11,76
trilyun rupiah. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan terjadi di hampir
seluruh sub sektor ekonomi. Kenaikan tersebut menciptakan pertumbuhan sebesar
5,95 persen pada tahun 2010. Selama kurun waktu 2006 2010, Sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran sebagai sektor dominan selalu sangat signifikan dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi, bahkan percepatan ekonomi. Pelaksanaan PON
Juli 2008 berpengaruh sangat signifikan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Seiring dengan selesainya pelaksanaan PON, walaupun terjadi pertumbuhan yang
positif, aktivitas sektor tersebut menjadi bergerak lebih lambat dibandingkan periode
sebelumnya. Geliat sektor Bangunan cukup signifikan dalam mempengaruhi
pergerakan ekonomi di wilayah Kota Samarinda yakni adanya kegiatan
pembangunan properti yang cukup meningkat. Ini ditandai dengan munculnya
perumahan baru, serta ruko dan mall yang tersebar di wilayah Kota Samarinda.
Pertumbuhan ekonomi yang dirasakan selama periode tersebut merupakan salah
satu dampak positif dari otonomi daerah, melalui peningkatan peran Pemerintah
Daerah dalam pembangunan. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi tersebut juga tidak
terlepas dari peran swasta dalam melakukan aktivitas ekonominya di Kota
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 21
Samarinda. Sehingga kedepan, perlu sinergi serta kerjasama dari kedua pihak dalam
menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi di Kota Samarinda yang dapat
meningkatkan penciptaan lapangan kerja serta kesejahteraan masyakarat.
Nilai PDRB per kapita dan pendapatan per kapita Kota Samarinda
selama tahun 2006 hingga 2010 terus mengalami peningkatan baik secara
nominal rupiah maupun US dollar. Pada tahun 2006 PDRB per kapita
menunjukkan nilai 16,67 juta rupiah (1.834 US dollar) per orang dan terus
meningkat menjadi 18,94 juta rupiah pada tahun 2010.
Selama 2006 hingga 2010, terjadi peningkatan yang kontinyu pada nilai
Pendapatan per Kapita yaitu sebesar 3,89 persen per tahun. Hal ini menggambarkan
perkembangan pendapatan masyarakat dimana terdapat kecenderungan peningkatan
pendapatan riil. Kondisi ini mengimplikasikan adanya peningkatan kemampuan pada
daya beli masyarakat di masa yang akan datang. Untuk itu, perlu diteliti faktor-faktor
penyebab serta bagaimana cara yang tepat guna semakin meningkatkan daya beli
masyarakat lebih lanjut.
Tabel 2.12
PDRB Per Kapita dan Pendapatan Regional Per Kapita
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010
Tahun
PDRB per Kapita Pendapatan Per Kapita Pertumbuhan
PDRB Per Kapita
per tahun (%) Rupiah US$ Rupiah US$
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2006 16.669.174 1.834 14.635.124 1.610 3,33
2007 17.022.429 1.751 15.793.139 1.625 2,12
2008 17.597.137 1.694 16.347.309 1.573 3,38
2009 18.271.550 1.944 17.000.544 1.809 3,83
2010*)
18.942.495 2.096 17.663.320 1.955 3,67
Sumber : BPS Kota Samarinda
b. Laju Inflasi
Pada tahun 2008, angka inflasi menembus dua dijit sebesar 12,69%. Hal ini
perlu mendapat perhatian, karena peningkatan laju inflasi yang berkesinambungan
akan berdampak terhadap pendapatan riil dan daya beli masyarakat. Sehingga agar
pertumbuhan ekonomi tersebut dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat, maka perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian terhadap laju
inflasi.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 22
Laju inflasi Kota Samarinda pada tahun 2010 sebesar 7,00%, lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 4,06%. Inflasi
yang cukup tinggi pada tahun 2010 ini disebabkan oleh kenaikan harga bahan
makan yang sangat signifikan, yaitu 11,81%. Kondisi cuaca buruk mempengaruhi
distribusi barang sehingga menyebabkan kelangkaan komoditi. Dengan
menurunnya penyediaan barang, terutama barang kebutuhan pokok seperti
makanan yang sebagian besar merupakan barang impor dari luar pulau Kalimantan,
maka terjadi kenaikan harga yang cukup tinggi. Selain itu, krisis global secara
tidak langsung juga memberikan dampak terhadap kondisi ekonomi nasional, yang
pada akhirnya berdampak pada kondisi ekonomi regional. Melemahnya nilai rupiah
akibat krisis tersebut juga merupakan salah satu penyebab kenaikan harga
barang komoditi di wilayah Kota Samarinda. Karena barang-barang kebutuhan
masyarakat Kota Samarinda sebagian besar berasal dari luar wilayah.
Tabel 2.13
Perkembangan Laju Inflasi Kota Samarinda
Menurut Kelompok Komoditi Tahun 2006 2010 (Persen)
Kelompok Komoditi 2006 2007 2008 2009 2010
Bahan makanan 8,05 13,96 20,38 5,97 11,81
Makanan jadi, minuman, rokok
dan tembakau 6,11 9,14 12,94 7,57 7,74
Perumahan 8,65 5,49 15,91 4,67 5,09
Sandang 10,14 14,78 7,85 5,54 10,86
Kesehatan 4,07 10,15 7,64 6,64 5,87
Pendidikan dan olahraga 5,02 16,01 8,50 1,35 3,68
Transpor dan komunikasi 1,30 1,38 3,53 -2,99 1,59
Gabungan Samarinda 6,50 9,18 12,69 4,06 7,00
Kaltim 6,04 8,30 13,06 4,31 7,28
Nasional 6,60 6,59 11,06 2,78 6,96
Sumber Data : BPS Kota Samarinda
Inflasi memberikan dampak yang cukup luas terhadap kebijakan dan
perencanaan pembangunan, terutama terkait penyediaan anggaran dan daya beli
masyarakat. Oleh karena itu angka inflasi sangat diperlukan dalam setiap penyusunan
perencanaan dan kebijakan pembangunan agar hasil yang diperoleh dapat lebih
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 23
realistis dan tajam.Inflasi sangat dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan
barang/jasa dalam suatu wilayah. Beberapa kondisi yang memungkinkan terjadinya
inflasi adalah:
1) Faktor jumlah persediaan barang atau jasa tetap, sedangkan permintaan naik
2) Jumlah persediaan barang atau jasa berkurang tetapi pada saat yang sama
jumlah permintaan naik
3) Jumlah barang atau jasa naik karena adanya kebijakan di bidang keuangan.
Gambar 2.14 Grafik Perkembangan Laju Inflasi dan
Implisit PDRB Tahun 2006-2010
Sumber : BPS Kota Samarinda
Membandingkan perkembangan inflasi dan laju implisit, terlihat bahwa
perubahan harga produsen dan konsumen relatif sejalan.Ini ditunjukkan oleh pola
gerakan perubahan kedua jenis harga tersebut yang sejalan yang mengindikasikan
keterkaitan yang cukup tinggi antara kedua indeks tersebut (Gambar 3). Berdasarkan
grafik, terlihat bahwa secara umum perekonomian Samarinda relatif stabil selama 12
tahun.Perubahan dramatis terjadi di tahun 1998 pada saat krisis ekonomi
berlangsung.Ini menunjukkan bahwa kondisi nasional sangat berpengaruh terhadap
perekonomian suatu daerah. Keterkaitan yang sama ditunjukkan melalui inflasi pada
tahun 2008, dimana pada saat krisis finansial global terjadi yang berdampak pada
pelemahan nilai tukar rupiah, mengakibatkan laju inflasi mencapai dua dijit atau
12,96 %.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 24
c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan ekonomi dan sosial harus berjalan searah guna menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Pendidikan yang baik membantu peningkatan kesehatan,
dan kondisi kesehatan yang baik memberikan kontribusi positif bagi pendidikan yang
lebih baik. Lebih lanjut, pendidikan yang baik memberikan dampak positif bagi
pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan
peningkatan kesehatan, juga dapat memberikan manfaat secara ekonomis bagi
masyarakat. Kemajuan pembangunan manusia dapat ditunjukkan dengan melihat
perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tersusun dari dimensi
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
Terdapat trend positif pada IPM Kota Samarinda, dimana ada kecenderungan
semakin meningkat walaupun tidak terlalu signifikan. Tercatat angka IPM Kota
Samarinda tahun 2010 sebesar 77,07. Menurut ukuran skala internasional, angka
tersebut termasuk dalam tingkat pembangunan manusia menengah atas (66 79,99).
Dibandingkan angka IPM tahun 2006, yaitu sebesar 75,48 terdapat peningkatan pada
besaran IPM.
Dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Kalimantan Timur,
Kota Samarinda memiliki nilai IPM yang relatif baik. Ini ditunjukkan oleh ranking
IPM Kota Samarinda yang selalu berada pada posisi tiga besar dalam kurun waktu
2006-2010. Hal tersebut merupakan indikator keberhasilan yang telah dicapai dalam
melaksanakan pembangunan daerah, dimana pembangunan manusia menjadi bagian
di dalamnya.
Tabel 2.15
IPM Kota Samarinda dan Variabel Pendukungnya Tahun 2006-2010
Variabel IPM 2006 2007 2008 2009 2010*)
Angka Harapan
Hidup 70,40 70,61 70,81 71,01 71,21
Melek Huruf 96,60 96,95 97,23 97,91 97,96
Rata-rata Lama
Sekolah 9,70 9,73 9,73 9,77 9,77
Paritas daya beli
(rupiah) 639,44 639,50 643,80 647,22 649,38
IPM Samarinda 75,48 75,62 76,12 76,68 77,07
Sumber data : BPS Kota Samarinda
*) Angka sementara
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 25
Peningkatan pembangunan manusia dipengaruhi oleh peningkatan yang
terjadi pada 3 (tiga) komponen yakni kesehatan, pendidikan serta standar hidup layak.
Ketiga komponen pembentuk IPM telah memberikan kontribusi secara signifikan
terhadap keberhasilan pembangunan manusia di Kota Samarinda. Secara umum,
terjadi peningkatan terhadap jumlah penduduk yang mampu membaca dan menulis.
Pada tahun 2006, nilai indikator angka melek huruf sebagai bagian dari komponen
pendidikan sebesar 96,60 dan terus mengalami peningkatan menjadi 97,96 pada tahun
2010.
Pada tahun 2010, tercatat rata-rata lama sekolah 9,77 tahun, artinya secara
rata-rata penduduk menghabiskan 9,77 tahun untuk duduk di bangku sekolah atau
telah dapat menyelesaikan sekolah hingga jenjang SLTP. Angka ini sedikit lebih
tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2006 yakni sebesar 9,70 tahun. Dengan
demikian dapat disimpulkan program wajib belajar 9 tahun dapat dikatakan cukup
berhasil.
Selain itu, dari besaran rata-rata lama sekolah sekitar 9 tahun menunjukkan
bahwa masyarakat Kota Samarinda yang mengikuti pendidikan formal tingkat SLTA
masih relatif rendah. Sehingga hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi
Pemerintah Daerah, sebagai upaya pengembangan kualitas manusia yang lebih baik.
Kecilnya peningkatan rata-rata lama sekolah ini dikarenakan perkembangan
penduduk migran yang cukup tinggi di Kota Samarinda, dimana umumnya para
migran tersebut memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan motif mencari
pekerjaan. Di samping itu, indikator angka rata-rata sekolah memiliki sifat yang
kurang responsif terhadap perubahan jangka pendek, dan hanya mampu menangkap
perubahan yang terjadi pada periode yang cukup lama.
Pencapaian pembangunan kesehatan dapat dilihat melalui indikator usia rata-
rata hidup masyarakat sebagai komponen penyusun IPM untuk aspek kesehatan.
Selama periode 2006-2010, terjadi peningkatan usia rata-rata hidup masyarakat dari
70,4 tahun menjadi 71,21 tahun. Peningkatan merepresentasikan perkembangan
kesehatan masyarakat sebagai hasil dari berbagai program kesehatan yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah seperti berobat gratis dan keringanan biaya berobat bagi
masyarakat miskin. Dengan mempertahankan kinerja seperti tahun-tahun
sebelumnya yaitu dengan tetap melakukan perbaikan dan penetapan standar
kesehatan yang lebih baik, maka diharapkan pada tahun-tahun berikutnya angka
harapan hidup dapat terus meningkat.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 26
Indikator hidup layak yang digunakan dalam penghitungan IPM Kota
Samarinda adalah rata-rata pengeluaran riil sebagai pendekatan dari pendapatan.
Selama periode 2006-2010, nilai rata-rata pengeluaran riil per kapita masyarakat Kota
Samarinda berkisar Rp 639 hingga 649 ribu rupiah dengan trend yang terus
meningkat.
d. Kesehatan
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan
pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Dengan meningkatnya
pelayanan kesehatan, pemerintah berupaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam rangka pemerataan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat adalah dengan penyediaan fasilitas kesehatan terutama
puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Karena kedua fasilitas tersebut dapat
menjangkau segala lapisan masyarakat.
Tabel 2.16
Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kota Samarinda (2006-2010)
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 *)
Rumah Sakit Umum 6 7 7 7 7
Rumah Sakit Bersalin
5 5 5 5 5
Rumah Sakit Jiwa 1 1 1 1 1
Puskesmas 20 20 20 21 21
Puskesmas Pembantu 43 41 41 41 41
Apotik 58 80 25 26 26
Dokter Praktek 150 126 213 198 198
Sumber: Kota Samarinda Dalam Angka 2009 Data apotek tahun 2008-2009 adalah apotek baru *) Angka sementara
Banyaknya fasilitas kesehatan yang tersedia tentu tidak bisa lepas dari
peran serta tenaga Paramedis dan non medis. Untuk menunjang kelancaran pelayanan
diperlukan tenaga-tenaga dalam jumlah yang memadai. Dari tabel dibawah dapat
dilihat, periode tahun 2006 - 2010 terdapat tambahan jumlah tenaga kesehatan yang
cukup memadai di Kota Samarinda. Penambahan tenaga kesehatan tersebut tentunya
sangat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat baik secara
langsung maupun tidak langsung. Karena pelayanan tersebut dapat menjangkau
sampai kepada masyarakat luas, sehingga akan lebih mempercepat proses penanganan
kesehatan. Selain itu dapat dilakukan tindakan preventif melalui penyuluhan
kesehatan, agar masyarakat dapat menerapkan perilaku hidup sehat. Diharapkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 27
dengan semakin sadarnya masyarakat, maka penularan penyakit muntaber, kolera,
dan demam berdarah akan menurun.
Tabel 2.17
Perkembangan Jumlah Tenaga Medis masing-masing Rumah Sakit
Kota Samarinda (2006-2010)
Sumber: Kota Samarinda Dalam Angka 2009
*) Data sementara
e. Kemiskinan dan Pengangguran
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan
jasa, lokasi, kondisi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan. Permasalahan
kemiskinan yang cukup kompleks dan membutuhkan intervensi semua pihak secara
bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan
tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum
optimal. Kemiskinan sebagai masalah multidimensi, tidak dipahami hanya sebatas
ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan
perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang. Penanggulangan
kemiskinan dilakukan melalui berbagai upaya untuk menjamin kehormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin, perwujudan keadilan
dan kesetaraan gender, serta percepatan pembangunan pedesaan, perkotaan.
Secara teoritis peningkatan pertumbuhan ekonomi seharusnya dapat
diikuti dengan penurunan jumlah penduduk miskin dan jumlah penduduk yang
menganggur. Namun dalam perkembangannya pertumbuhan ekonomi yang tinggi
tidak selamanya akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Hal ini tergantung pada
Tenaga
Kesehatan
2006 2007 2008 2009 2010*)
Dokter Umum 74 89 106 121 121
Dokter Gigi 12 15 19 76 76
Dokter Spesialis 86 88 100 130 130
Perawat 833 899 944 832 882
Bidan 97 117 124 98 100
Non Medis 437 317 239 561 585
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 28
kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk dalam mengejar pertumbuhan
ekonomi. Kondisi secara nasional tersebut tidak terlepas berdampak pada
pembangunan ekonomi dalam wilayah yang lebih kecil seperti kota Samarinda.
Di Kota Samarinda persentase kemiskinan selama periode 2006-2010
mengalami fluktuasi dimana p e r s e n t a s e p e n d u d u k m i s k i n
t e r t i n g g i t e r j a d i p a d a t a h u n 2 0 0 7 y a i t u 6 , 6 0 p e r s e n d a n
y a n g t e r e n d a h pada tahun 2008 mencapai 4,67 persen. Persentase penduduk
miskin Samarinda pada tahun 2010 sedikit menunjukkan peningkatan dibanding
tahun sebelumnya, hal ini disebabkan karena adanya kenaikan BBM dan beberapa
permasalahan ekonomi lainnya, selain itu juga karena krisis global yang efeknya
merata ke seluruh penjuru dunia.
Gambar 2.18
Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Sumber: BPS Kota Samarinda
Kinerja pengentasan kemiskinan melalui program pemberian bantuan modal
usaha, keringanan biaya berobat, dana BOS, meletakkan dasar kebijakan ekonomi
padat karya, dan sebagainya merupakan upaya pemerintah menurunkan angka
kemiskinan hingga 8,2 persen (target Pemerintah Pusat dalam Triple Track Strategy)
sehingga kesejahteraan penduduk meningkat. Upaya ini bagi Kota Samarinda dapat
dilaksanakan dengan baik dalam kondisi dinamika perpindahan penduduk dan arus
migran masuk dapat dikendalikan.
Sebagai bagian dari penduduk, pertumbuhan jumlah penduduk usia kerja
biasanya mengikuti pola perkembangan penduduk. Bahkan untuk daerah yang
mempunyai kecenderungan tingkat migrasi neto tinggi seperti Samarinda, kelompok
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 29
penduduk ini berpengaruh besar terhadap pola pertumbuhan penduduk. Pada
umumnya kelompok penduduk ini memiliki tingkat produktivitas tinggi sehingga
sangat potensial untuk suatu daerah, terlebih untuk daerah berkembang seperti
Samarinda. Tidak dapat dipungkiri bahwa Samarinda yang mengandalkan sektor
perdagangan, jasa-jasa dan industri sangat terbantu dengan keberadaan migran
produktif tersebut.
Gambar 2.19
Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Samarinda
Tahun 2006-2010
Sumber: BPS Kota Samarinda
Selama kurun waktu 2006-2010 tingkat kesempatan kerja di Kota
Samarinda cenderung mengalami peningkatan. Hal ini diikuti dengan
tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang cenderung menunjukkan
penurunan pada periode waktu yang sama.
2.3. Aspek Pelayanan Umum
Indikator variabel aspek pelayanan umum terdiri dari:
2.3.1 Fokus Layanan Urusan Wajib
Analisis kinerja atas layanan urusan wajib dilakukan terhadap indikator-
indikator kinerja penyelenggaraan urusan wajib pemerintahan daerah, yaitu bidang
urusan pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang,
perencanaan pembangunan, perhubungan, lingkungan hidup, pertanahan,
kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan, koperasi dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 30
usaha kecil menengah, penanaman modal, kebudayaan, kepemudaan dan olah raga,
kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, otonomi daerah, pemerintahan umum,
administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian,
ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat dan desa, statistik, kearsipan,
komunikasi dan informatika dan perpustakaan. Berikut ini disajikan hasil analisis dari
beberapa indikator kinerja pada fokus layanan urusan wajib pemerintahan daerah
sebagai berikut:
a. Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni
Indikator ini menggambarkan persentase jumlah siswa usia sekolah pada
setiap jenjang pendidikan, dimana pengukurannya didasarkan pada jumlah siswa usia
sekolah untuk jenjang pendidikan tertentu dibagi jumlah penduduk usia sekolah untuk
jenjang pendidikan tersebut.
APM (Angka Partisipasi Murni) merupakan indikator yang menunjukkan
proporsi penduduk yang bersekolah pada jenjang pendidikan dan berusia sesuai
dengan usia sekolah pada jenjang pendidikannya, dengan kata lain APM mengukur
proporsi anak yang sekolah tepat waktu. APM dibagi dalam 3 jenjang pendidikan
yaitu SD untuk penduduk usia 7-12 tahun, SLTP untuk penduduk usia 13-15 tahun
dan SLTA untuk penduduk usia 16-18 tahun. Program pemerintah wajib belajar 9
tahun berarti yang menjadi sasaran program tersebut adalah anak-anak usia 7-12
tahun (SD) dan 13-15 tahun (SLTP). APM di Kota Samarinda tahun 2010 untuk
jenjang SLTP dan SLTA cenderung mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya sebaliknya untuk tingkat pendidikan SD menunjukkan peningkatan
dinadingkakan tahun sebelumnya.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 31
Tabel 2.20
Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Samarinda Tahun 2006-2010
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010
APM
7 12 89,65 92,46 93,48 91,40 92,68
13 15 70,28 76,74 74,16 73,50 68,51
16 18 56,37 55,20 62,37 54,85 54,19
APK
7 12 110,71 110,22 116,47 110,16 95,79
13 15 100,20 98,73 90,27 92,44 95,80
16 - 18 72,06 71,50 76,97 85,08 70,44
Sumber data : BPS Kota Samarinda
APK (Angka Partisipasi Kasar) memberikan gambaran secara umum tentang
banyaknya anak yang menerima pendidikan pada jenjang tertentu. APK di Kota
Samarinda kurun waktu tahun 2006 - 2010 semua jenjang pendidikan SD, SLTP
maupun SLTA mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Secara umum APK di Kota Samarinda mempunyai pola yang spesifik untuk setiap
jenjang pendidikan dengan korelasi terbalik dimana semakin tinggi jenjang
pendidikan, semakin kecil nilai APK sebaliknya.
b. Ketersediaan Sekolah dan Rasio Murid Guru
Ada beberapa hal yang berpengaruh terhadap proses belajar mengajar yang
baik diantaranya adalah fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan dalam hal ini adalah
sekolah dan guru sebagai tenaga pengajar. Sekolah merupakan tempat
berlangsungnya proses belajar dam mengajar sedangkan guru merupakan tenaga
utama dalam proses belajar mengajar itu sendiri. Tanpa kedua hal tersebut, proses
belajar mengajar tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Upaya untuk memperluas jangkauan pelayanan pendidikan bertujuan
meningkatkan pemerataan fasilitas pendidikan, sehingga akan semakin banyak
penduduk yang dapat bersekolah. Pembangunan sarana prasarana pendidikan yang
menjangkau sampai ke pelosok daerah, serta adanya program wajib belajar dapat
mendorong peningkatan partisipasi sekolah penduduk.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 32
Untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah, khususnya pada jenjang SD
harus ditunjang dengan ketersediaan fasilitas pendidikan yang memadai sehingga
program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah dapat terlaksana.
Upaya lainnya yang dapat dilakukan adalah penambahan guru dengan melakukan
pengadaan guru baru maupun mengangkat guru kontrak untuk ditempatkan pada
sekolah yang kekurangan guru.
Dari aspek ketersediaan sarana untuk pendidikan dasar di Kota Samarinda
sepanjang tahun 2006-2010 cenderung meningkat. Jika pada tahun 2006 jumlah
sekolah dasar sebanyak 235 pada akhir tahun 2010 jumlahnya mencapai 239 sekolah.
Sayangnya peningkatan jumlah sarana sekolah dasar ini tidak diikuti perbaikan rasio
antara murid dan guru. Angka ini menunjukkan beban kerja guru dalam mengajar
juga dapat digunakan untuk melihat mutu pengajaran karena semakin tinggi nilai
rasio berarti semakin berkurang tingkat pengawasan atau perhatian guru terhadap
murid sehingga mutu pengajaran cenderung rendah. Besaran rasio murid guru dapat
dilihat pada tabel berikut. Terlihat bahwa rasio murid guru selama kurun waktu tahun
2006-2010 menunjukkan fluktuasi, dan menunjukkan penurunan yang signifikan pada
tahun 2008 yang mencapai angka 21,15 yang artinya setiap guru mengajar 21 murid.
Diharapkan pada tahun 2010 rasio murid guru ini menunjukkan penurunan mengingat
implementasi program, pemerintah daerah sebenarnya cukup serius meningkatkan
kualitas dan ketersediaan sarana pendidikan serta tenaga pengajar.
Tabel 2.21
Jumlah Fasilitas dan Rasio Murid Guru Pendidikan Dasar
(Negeri dan Swasta), Tahun 2006 - 2010
Tahun Jumlah Sekolah SD
Negeri & Swasta
Rasio Murid dan
Guru SD Negeri &
Swasta
1 2 3
2006 235 21.96
2007 236 22.07
2008 240 21.15
2009 239 21.59
2010*) 239 21.45
Sumber : BPS Kota Samarinda
*) Angka Sementara
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 33
2.3.2 Fokus Layanan Urusan Pilihan
a. Investasi
Besarnya investasi yang telah direalisasi di suatu negara/wilayah pada suatu
tahun adalah sama dengan jumlah pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dengan
perubahan inventori. Komponen PMTB yang merupakan komponen dari investasi,
semakin berperan dalam menggerakkan roda perekonomian Kota Samarinda.
Pembentukan modal tetap bruto ini bersumber dari 5 hal, yaitu: biaya
bangunan/konstruksi, mesin dan alat perlengkapannya, perluasan atau penanaman
baru, penambahan ternak/unggas untuk dipelihara, dan margin perdagangan termasuk
jasa makelar. Sedangkan inventori menggambarkan output suatu sektor yang belum
selesai diproses, yang dapat berbentuk output setengah jadi, atau input yang belum
digunakan, termasuk juga stok berupa barang jadi yang belum dijual. Inventori
termasuk sebagai bagian dari investasi, karena inventori termasuk dalam modal kerja
(working capital) yang merupakan bagian dari investasi yang direncanakan.
Nilai Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di Kota Samarinda atas dasar
harga berlaku mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun,
yakni dari 6,01 triliun rupiah pada tahun 2006 hingga menjadi 7,60 triliun rupiah di
tahun 2010.
Peranan PMTB terhadap PDRB cukup tinggi yaitu 33,19 persen pada tahun
2010. Namun perlu dicermati, bahwa terdapat kecenderungan penurunan pada
peranan komponen tersebut dalam pembentukan PDRB. Hal ini menjadi penting,
karena pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh kegiatan investasi akan
memberikan manfaat yang lebih serta efek pengganda yang lebih besar terhadap
sektor-sektor ekonomi lainnya.
Keterkaitan (hubungan) antara investasi (PMTB ditambah perubahan
inventori) dengan PDRB digambarkan oleh suatu ukuran yang disebut dengan
Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Ukuran ini merupakan gambaran
mengenai tambahan nilai investasi yang dibutuhkan untuk menciptakan satu unit
tambahan PDRB dalam periode waktu tertentu di suatu wilayah yang dihitung
dengan menggunakan harga konstan 2000. ICOR juga dapat digunakan sebagai
indikator tingkat efisiensi dalam berinvestasi di Kota Samarinda pada periode
tertentu.
Perhitungan angka ICOR biasanya bukan dari perubahan kapital dan output
tahun per tahun, melainkan dihitung dalam selang waktu yang relatif panjang,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 34
misalnya 5 tahun. Sebab penambahan kapital pada tahun ini tidak otomatis diikuti
oleh penambahan output pada tahun ini juga, melainkan baru akan muncul pada satu
atau dua tahun yang akan datang. Selain itu masa yang dibutuhkan dari waktu
penambahan kapital sampai dengan menghasilkan output akan berbeda-beda dari
sektor yang satu dengan sektor lainnya. Sebagai contoh penambahan kapital
(investasi) pada sektor bangunan akan mendatangkan output paling cepat pada 23
tahun yang akan datang. Di sisi lain penambahan kapital (investasi) untuk kegiatan
perdagangan, dipastikan akan mendatangkan output dalam jangka waktu kurang dari
satu tahun setelah investasi, misalnya 5 tahun.
Selama tahun 2006-2010, ICOR rata-rata Kota Samarinda berkisar antara 5,36
hingga 6,75. ICOR tertinggi terjadi pada periode 2000-2010 mencapai 6,75 dan yang
terendah pada periode 2000-2006 sebesar 5,36. Dengan melihat besar ICOR rata-rata
antara tahun 2000 sampai tahun 2002 menurun yaitu dari 5,17 menjadi 4,54.
Sedangkan antara periode 2000-2002 sampai 2000-2008 cenderung terjadi
peningkatan dari 4,54 periode 2000-2002 menjadi 6,41 periode 2000-2008. Hal
tersebut menunjukkan perbandingan bahwa pertambahan modal yang diperlukan
untuk menaikkan output (nilai tambah) pada tahun 2000-2008, lebih tinggi bila
dibanding dengan periode tahun 2000-2007 tercermin pada Tabel berikut:
Tabel 2.22 Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
Periode ICOR
Rata-rata
Tahun Investasi
(Milyar
Rupiah)
ICOR
(1) (2) (3) (4) (5)
2000 2006 5,36 2006 4.186,73 8,20
2000 2007 6,02 2007 4.298,54 14,11
2000 2008 6,37 2008 4.523,83 9,29
2000 2009 6,67 2009 4.750,30 9,36
2000 2010 6,75 2010 4.837,73 7,33
Sumber: BPS Kota Samarinda
Apabila dibandingkan dengan ICOR Nasional, yaitu berkisar 4,5 hingga 5,
ICOR Kota Samarinda selama 2006-2010 lebih besar. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa perekonomian Kota Samarinda kurang efisien dibandingkan perekonomian
Nasional. Namun hal tersebut pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan karakteristik
ekonomi Samarinda dengan nasional, dimana kegiatan investasi di Kota Samarinda
mayoritas berada di sektor konstruksi. Penambahan kapital pada sektor tersebut
cenderung baru dapat mendatangkan output pada kurun waktu yang lebih panjang.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 35
b. Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja diperoleh dengan menggunakan pendekatan
penghitungan rasio antara nilai tambah dengan jumlah tenaga kerja. Indikator tersebut
menunjukkan besaran nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap tenaga kerja. Semakin
tinggi nilai produktivitas, maka tenaga kerja dinilai semakin produktif. Peningkatan
pada produktivitas tenaga kerja diharakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi, sehingga manfaat ekonomi yang diperoleh dapat lebih banyak.
Terdapat pergeseran struktur ekonomi wilayah Kota Samarinda dari tahun ke tahun.
Perekonomian Kota Samarinda terus berkembang dari ekonomi agraris tradisional
menjadi struktur ekonomi yang lebih maju, yaitu ekonomi yang didukung oleh sektor
jasa-jasa dan industri yang makin kuat.
Dengan menggunakan klasifikasi 3 (tiga) kelompok besar sektor PDRB, yaitu
Agriculture (sektor A atau pertanian), Manufacturing (sektor M, terdiri dari
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, gas, listrik dan air, serta
konstruksi), dan Services (sektor S, terdiri dari perdagangan, transportasi, lembaga
keuangan dan jasa-jasa). Sektor padat karya seperti sektor pertanian dan bangunan
cenderung bersifat massal dalam menyerap tenaga kerja yang berpendidikan rendah
dengan teknologi yang sederhana. Hal tersebut menyebabkan terdapat kesulitan
dalam memacu tingkat produktivitas yang tinggi. Sebaliknya sektor padat modal,
yang diasumsikan sebagai sektor modern, mempunyai kecenderungan melibatkan
investasi yang besar dengan menyerap jumlah tenaga kerja sedikit dan berkualitas
dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dan biasanya menggunakan teknologi
tinggi dalam operasional kegiatannya. Beberapa sektor yang termasuk sektor modern
adalah sektor Keuangan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, sektor Pertambangan
dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, dan sektor Listrik, Gas dan Air Minum.
Secara rinci, tenaga kerja di sektor-sektor tersebut memiliki tingkat produktivitas
tinggi ini ditunjukkan oleh tingginya nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap tenaga
kerja.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 36
Gambar 2.23
Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2006 -2010
Sumber: BPS Kota Samarinda
2.4. Aspek Daya Saing Daerah
1. SEKTOR PERTANIAN
Sektor pertanian adalah segala pengusahaan yang didapat dari alam dan
merupakan barang-barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan
untuk memenuhi hidup sendiri atau dijual kepada pihak lain, tidak termasuk
kegiatan yang tujuannya untuk hobi saja. Kegiatan pertanian pada umumnya
berupa cocok tanam, pemeliharaan ternak, penangkapan ikan, pengambilan hasil
laut, penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan serta perburuan binatang liar.
Sektor Pertanian meliputi lima sub sektor yaitu : sub sektor Tanaman Bahan
Makanan (Tanaman Pangan), Tanaman Perkebunan, Peternakan dan hasil-
hasilnya, Kehutanan dan Perikanan.
Pendekatan yang digunakan dalam memperkirakan nilai tambah bruto (NTB)
sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan adalah melalui pendekatan
dari sudut produksi. Pendekatan ini didasarkan pada pertimbangan ketersediaan
data produksi dan data harga dari masing-masing komoditi pertanian. Secara
umum, nilai output setiap komoditi diperoleh dari hasil perkalian antara produksi
yang dihasilkan dengan harga produsen komoditi bersangkutan. Menurut sifatnya,
output diibedakan atas dua jenis yaitu output utama dan output ikutan. Total output
suatu subsektor merupakan penjumlahan dari nilai output utama dan ikutan dari
seluruh komoditi ditambah dengan nilai pelengkapnya. NTB suatu sub sektor
diperoleh dari penjumlahan NTB tiap-tiap komoditi. NTB ini didapat dari
pengurangan nilai output atas dasar harga produsen terhadap seluruh biaya-biaya
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 37
antara, yang didalam prakteknya biasa dihitung melalui perkalian antara rasio
NTB terhadap output komoditi tertentu. Untuk keperluan penyajian data NTB atas
dasar harga konstan 2000 (2000=100), digunakan metode revaluasi yaitu metode
dimana seluruh produksi dan biaya-biaya antara dinilai berdasarkan harga tahun
dasar 2000. Khusus untuk subsektor Peternakan, penghitungan produksinya tidak
dapat dilakukan secara langsung, tetapi diperoleh melalui suatu rumus persamaan
yang menggunakan tiga peubah, yakni : banyaknya ternak yang dipotong ditambah
selisih antara ekspor dan impor ternak.
a. Tanaman Bahan Makanan
Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi,
jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai,
sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman bahan makanan lainnya. Data produksi
diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Samarinda, sedangkan harga
produsen yang dipergu-nakan bersumber dari Survei Harga Perdagangan Besar
dan sebagian bersumber dari instansi yang bersangkutan.
Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan
produksi, yaitu mengalikan jumlah produksi dengan harga masing-masing
komoditi. Kemudian hasilnya dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga
berlaku pada setiap tahun. Biaya antara tersebut diperoleh dari hasil Survei Khusus
Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Nilai tambah bruto atas dasar
harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi.
b. Tanaman Perkebunan
1. Tanaman Perkebunan Rakyat
Tanaman perkebunan rakyat mencakup semua jenis kegiatan tanaman
perkebunan yang diusahakan oleh rakyat (tidak berbadan hukum).
Komoditi yang dihasilkan meliputi karet, kelapa, kopi, teh, tebu,
tembakau, cengkeh, pala, kakao, lada, kayu manis, jarak dan kapas.
Data produksi dapat diperoleh dari Direktori Jenderal Perkebunan
dan Dinas Perkebunan Kota Samarinda.Data harga perdagangan besar
diperoleh dari Dantor Perkebunan dan BPS Kota Samarinda.
Output atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengalikan
produksi dengan harga pada tahun yang bersangkutan, kemudian
dikurangi dengan biaya pengangkutan dan margin perdagangan. Nilai
tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengurangi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 38
output tersebut dengan biaya antaranya (metode produksi). Sedang output
atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara revaluasi.
2. Tanaman Perkebunan Besar
Tanaman perkebunan besar mencakup semua jenis kegiatan tanaman
perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan yang
mempunyai bentuk badan hukum dan dilakukan secara profesional.
Komoditi yang dicakup meliputi: karet, kopi, teh, kelapa sawit, rami, serat
manila, serta tanaman perkebunan lainnya. Produk ikutannya sama seperti
pada tanaman perkebunan rakyat.
Data produksi dan harga perdagangan besar diperoleh dari Dinas
Perkebunan setempat atau dari BPS Kota Samarinda. Rasio biaya antara
dan rasio biaya pengangkutan dan margin perdagangan diperoleh dari
survei khusus. Penghitungan output dan NTB atas dasar harga berlaku
menggunakan pendekatan produksi, sedang penghitungan output atas
dasar harga konstan menggunakan cara revaluasi.
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
Sub sektor peternakan meliputi kegiatan pemeliharaan ternak dengan tujuan
untuk dikembangkan, dibesarkan, digemukkan, baik untuk bibit serta
dimanfaatkan untuk dipotong dan keperluan lainnya. Jenis ternak meliputi ternak
besar, ternak kecil, unggas, dan hasil ikutan lainnya termasuk kulit, tulang dan
tanduk Data yang digunakan berupa data populasi (yang dianggap sebagai stok
awal dan akhir tahun), dapat diperoleh dari Dinas Peternakan Kota Samarinda.
Karena data ekspor dan impor antar daerah masih sulit diperoleh maka ekspor neto
diasumsikan sama dengan nol. Sedang data harga perdagangan besar perkomoditi
bisa diperoleh dari Dinas Peternakan Kota Samarinda dan BPS Kota Samarinda.
Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah
perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak netto. Data mengenai jumlah
ternak yang dipotong, populasi, produksi telur dan hasil ikutan lainnya diperoleh
dari Dinas Peternakan Kota Samarinda. Harga produsen diperoleh dari survei
harga perdagangan besar dan sebagian dari Dinas Peternakan Kota Samarinda.
Nilai produksi bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dari perkalian antara
jumlah produksi dengan harga produsen. Nilai produksi atas dasar harga konstan
diperoleh dengan cara revaluasi. Nilai tambah bruto baik atas dasar harga berlaku
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 39
maupun atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengeluarkan biaya
antara dari nilai produksi bruto.
d. Kehutanan dan Hasil-hasilnya
Subsektor ini mencakup semua kegiatan penebangan segala jenis kayu serta
pengambilan daun-daunan, getah-getahan dan akar-akaran, termasuk kegiatan
perburuan. Hasil penebangan yang utama adalah kayu gelondongan (baik yang
berasal dari hutan rimba maupun hutan budidaya), sedangkan hasil penebangan
lainnya meliputi kayu bakar, arang dan bambu. Pemungutan hasil hutan antara lain
damar, kopal dan nipah. Kegiatan perburuan meliputi penangkapan binatang liar
seperti buaya, babi hutan, biawak, menjangan, dan harimau, baik untuk
dikonsumsi dagingnya maupun diambil kulit, bulu, dan tanduknya (tidak termasuk
rusa). Termasuk juga hasil buruan lainnya seperti pengambilan sarang burung,
telur dan tanduk.Akan tetapi perburuan yang lebih menekankan unsur hobi tidak
dimasukkan sebagai kegiatan perburuan.
Sumber data adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah - Peredaran Hasil Hutan
(UPTD-PHH) Samarinda, yaitu berupa data produksi dan harga produsen.
Penghitungan nilai tambah sub sektor ini dilakukan melalui pendekatan produksi
sama seperti yang dilakukan pada sub sektor lain sebelumnya. Nilai tambah bruto
atas dasar harga berlaku dihitung dengan cara pendekatan produksi. Biaya
antaranya diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota
Samarinda. Nilai tambah brutto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan
cara revaluasi.
e. Perikanan
Sub sektor ini meliputi semua kegiatan penangkapan, pembenihan, dan
budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya (kerang, siput, dan udang), baik
yang berada di air tawar maupun air asin. Termasuk juga kegiatan pengambilan
hasil-hasil binatang air seperti telur ikan, telur penyu, sirip ikan, bibit ikan tuna
dan jenis ikan laut lainnya, ikan mas dan jenis ikan darat lainnya, ikan bandeng
dan ikan payau lainnya, udang dan binatang berkulit keras lainnya, cumi-cumi dan
binatang lunak lainnya, rumput laut serta tumbuhan lainnya. Secara umum, sub
sektor ini terbagi menjadi: (1). Penangkapan dan pengumpulan ikan darat (2).
Penangkapan dan pengumpulan ikan laut (3).Pengolahan ikan basah laut maupun
darat.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 40
Pada kegiatan penangkapan dan pengumpulan ikan darat dan ikan laut serta
hasil-hasilnya adalah berupa ikan dan binatang air dengan kualitas basah dan
segar. Sedangkan kegiatan pengolahan meliputi pengeringan dan penggaraman
ikan. Proses pengasinan disini adalah dilakukan dengan memanaskan/ pengeringan
melalui sinar matahari. Data produksi diperoleh melalui Dinas Perikanan Kota
Samarinda. Rasio biaya antara dan penyusutan diperoleh melalui Survei Khusus
Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Penghitungan nilai tambah bruto
atas dasar harga berlaku dengan jalan mengalikan jumlah produksi dengan rata-
rata harga masing-masing komoditi. Sedang nilai tambah bruto atas dasar harga
konstan 2000 diperoleh dengan cara revaluasi.
f. Jasa Pertanian
Kegiatan jasa pertanian dikategorikan sebagai jasa-jasa khusus yang diberikan
untuk menunjang kegiatan ekonomi pertanian berdasarkan suatu pungutan atau
kontrak tertentu. Termasuk dalam jasa pertanian adalah penyewaan alat pertanian
dengan operatornya dengan syarat pengelolaan dan resiko usaha tersebut
dilakukan secara terpisah oleh orang lain (contohnya: pelelangan ikan,
penyemprotan hama dan lain-lain). Kegiatan ini pada umumnya masih banyak
dilakukan oleh rumah tangga tani dan sulit untuk memisahkan datanya dari
kegiatan lainnya di bidang pertanian. Dalam penghitungan nilai tambah sektor
pertanian, secara konsep nilai tambah jasa pertanian ini terdistribusi pada masimg-
masing sub-sektor (misalnya jasa dokter hewan pada sub- sektor peternakan, jasa
memetik kopi pada sub sektor perkebunan). Akan tetapi karena sampai saat ini
belum dapat diperoleh informasi yang lengkap mengenai jasa pertanian, maka
untuk praktisnya nilai tersebut dianggap terwakili dalam besaran persentase
mark-up tiap-tiap subsektor pertanian.
2. SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
Kegiatan pertambangan dan Penggalian adalah kegiatan yang mencakup
penggalian, pengeboran, penyaringan, pencucian, pemilihan dan pengambilan
segala macam barang tambang, mineral dan barang galian yang tersedia di alam,
baik berupa benda padat, benda cair maupun gas. Kegiatan ini dapat dilakukan di
bawah tanah maupun di atas permukaan bumi. Sektor ini dikelompokkan dalam
tiga sub sektor, yaitu sub sektor Pertambangan Migas, sub sektor Pertambangan
Tanpa Migas, serta sub sektor Penggalian.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 41
a. Pertambangan Migas
Sub sektor ini mencakup semua kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi.
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi meliputi kegiatan pencarian kandungan
minyak bumi dan gas bumi, penyiapan pengeboran, penambangan, penguapan,
pemisahan serta penampungan untuk dapat dijual dan dipasarkan. Komoditi yang
dihasilkan adalah minyak bumi kondensat dan gas bumi. Metode penghitungan
yang digunakan adalah melalui pendekatan produksi. Output utama diperoleh
melalui perkalian antara kuantum barang yang dihasilkan dengan harga per unit
produksi, ditambah nilai barang dan jasa lainnya yang merupakan produk
sampingan perusahaan pertambangan. Untuk beberapa komoditi tambang, harga
produsen dianggap sama dengan harga ekspor (f.o.b) dengan alasan bahwa
sebagian besar barang tambang yang dihasilkan dipasarkan ke luar negeri (di
ekspor). Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara
mengeluarkan biaya antara dari nilai produksi bruto. Sedangan output atas dasar
harga konstan 2000, diperoleh dengan cara revaluasi. Kemudian melalui perkalian
antara output dengan rasio NTB terhadap output tahun 2000 diperoleh NTB atas
dasar harga konstan 2000.
b. Pertambangan Tanpa Migas
Pertambangan tanpa migas meliputi pengambilan dan persiapan untuk
pengolahan lanjutan dari benda padat, baik di bawah maupun di atas permukaan
bumi serta seluruh kegiatan yang bertujuan untuk memanfaatkan biji logam dan
hasil tambang lainnya. Hasil kegiatan ini di Kota Samarinda adalah batubara.
Sumber data mengenai produksi dan harga serta penghitungan output dan NTB
atas dasar harga berlaku dan konstan sama seperti penghitungan sub sektor
Pertambangan Migas.
c. Penggalian
Subsektor ini mencakup penggalian dan pengambilan segala jenis barang
galian seperti batu-batuan, pasir dan tanah yang pada umumnya berada pada
permukaan bumi dan biasa disebut dengan Galian Golongan C. Hasil kegiatan ini
antara lain batu gunung, batu kali, batu kapur, koral, kerikil, batu karang, batu
marmer, pasir bahan bangunan, pasir silika, pasir kwarsa, kaolin, tanah liat dan
sebagainya.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 42
Perkiraan output sub sektor ini dihitung dengan pendekatan tenaga kerja, yaitu
melalui hasil perkalian antara jumlah tenaga kerja dengan rata-rata output per
tenaga kerja. Data mengenai jumlah tenaga kerja diperoleh dari Bagian
Perekonomian Pemda dan Dinas Pertambangan Kota Samarinda. Data mengenai
rata-rata output dan rasio biaya antara diperoleh dari hasil Survei Khusus
Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Nilai tambah bruto atas dasar
harga berlaku diperoleh setelah mengeluarkan komponen biaya antara terhadap
output sub sektor ini. Sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 1993
dipeoleh dengan cara revalusi.
3. FOKUS IKLIM BERINVESTASI
Analisis kinerja atas iklim berinvestasi dilakukan terhadap indikator angka
kriminalitas, jumlah demo, lama proses perijinan, jumlah dan macam pajak dan
retribusi daerah, jumlah perda yang mendukung iklim usaha, dan persentase desa
berstatus swasembada terhadap total desa.
Berikut ini disajikan hasil analisis dari beberapa indikator kinerja pada fokus
iklim berinvestasi, sebagai berikut:
a. Ekspor dan Impor Kota Samarinda
Indikator ekonomi lainnya yang terus mengalami peningkatan adalah nilai
ekspor Kota Samarinda terutama ekspor non migas. Dari tahun 2006
hingga 2010 ekspor masih didominasi oleh ekspor komoditi non migas.
Dari data yang ada ekspor pada tahun 2006 mencapai 1.015,86 juta US
dollar dan meningkat mencapai 4.460,2 juta US dollar pada tahun 2010.
Tabel 2.24
Perkembangan Realisasi Ekspor Menurut Komoditi
Tahun 2006 - 2010 (US $)
Sumber : BPS Kota Samarinda
Tahun Migas Non Migas Jumlah
2006 - 1.015.868.852 1.015.868.852
2007 - 1.158.831.967 1.158.831.967
2008 - 1.799.916.712 1,799,916,712
2009 - 2.286.554.377 2.286.554.377
2010 - 4.460.232.345 4.460.232.345
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 43
Impor Kota Samarinda selama tahun 2006 2010 menunjukkan kondisi
yang fluktuatif. Selama periode 2006 - 2010 ini jumlah impor rata- rata
mencapai 273,3 juta US dollar pertahun. Dalam periode yang sama nilai
impor di atas rata-rata terjadi pada tahun 2008 dan 2010.
Tabel 2.25
Perkembangan Realisasi Impor Menurut Komoditi
Tahun 2006-2010 (US $)
Tahun Migas Non Migas Jumlah
2006 2.315.029 171.347.699 173.662.728
2007 - 152.070.160 152.070.160
2008 5,973,555 292,879,794 298,853,349
2009 6,156,444 249.374.556 255.531.000
2010 25.887.085 460.311.117 486.198.202
Sumber : BPS Kota Samarinda
b. Sumber Daya Manusia
Analisis kinerja atas sumber daya manusia dilakukan terhadap indikator rasio
ketergantungan dan rasio lulusan S1/S2/S3.
Tabel 2.26
Rasio lulusan S1/S2Kota Samarinda
No. Uraian 2009
1. Jumlah lulusan S1 3.003
2. Jumlah lulusan S2 493
3. Jumlah lulusan S1/S2 3.496
4. Jumlah penduduk 607.675
5. Rasio lulusan S1/S2/S3 (4/5) 0,58% Sumber : Pemkot Samarinda
c. Angka Kriminalitas
Pembangunan yang diharapkan dapat membawa penduduk ke arah yang lebih
maju masih sering dibarengi dengan angka-angka kriminalitas terutama dari segi
kuantitasnya. Akibatnya keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi terganggu.
Meskipun mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya namun angka
kriminalitas khususnya tindak kejahatan di daerah ini masih cukup tinggi Ini terlihat
dari jumlah peristiwa kejahatan yang dilaporkan pada POLTABES Kota
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 44
Samarinda. Peristiwa kejahatan di Kota Samarinda secara umum menurun selama
periode 2006-2008, pada tahun 2009 meningkat menjadi 3.076 dan kembali
menunjukkan penurunan pada tahun 2010 yaitu sekitar 2.943 kejadian yang masuk di
poltabes Samarinda
Tabel 2.27
Banyaknya Perkara Kejahatan yang Masuk di Poltabes Kota Samarinda
No Jenis Kejahatan 2006 2007 2008 2009 2010
1. Pembakaran 1
- 1 3 1
2. Sumpah dan Keterangan Palsu -
2 1 - -
3. Pemalsuan Surat 16
25 10 13 9
4. Membawa Lari Anak Perempuan 17
13 6 15 11
5. Perbuatan Cabul 30
28 39 41 59
6. Perkosaan 23
19 8 17 49
7. Perjudian 17
55 63 72 -
8. Karena Kelalaian Mengakibatkan
Orang Lain Meninggal -
- 1 - -
9. Pembunuhan 7
5 10 10 4
10 Penganiayaan Ringan 185
73 65 64 61
11 Penganiayaan Berat 323
299 188 186 198
12 Pencurian Biasa 428
276 241 260 212
13 Pencurian dengan Pemberatan 703
653 644 663 700
14 Pencurian dengan Kekerasan 33
50 34 74 86
15 Pemerasan dan Ancaman 34 20 17 27 22
16 Penggelapan 219 233 171 235 201
17 Penipuan/Perbuatan Curang 313 245 154 233 217
18 Merusak Barang - 43 43 36 26
19 Penadahan - - - - -
20 Penyelundupan - - - - -
21 Narkoba 62 - 175 - 31
22 Senjata Tajam/Senjata Api 67 37 / - 22 30 11
23 Penyerobotan Tanah 50 57 15 32 536
24 Pencurian Sepeda motor 139 228 368 314 -
25 Pencurian Mobil - - - 2 157
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda Tahun 2011-2015
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah - 45
Sumber : Poltabes kota Samarinda
d. Tingkat ketergantungan (rasio ketergantungan)
Hasil analisis rasio ketergantungan dapat disajikan dalam contoh tabel
Top Related