7
BAB II
A. TELAAH PUSTAKA
1. Anak balita ( anak usia bawah lima tahun )
a. Definisi
Anak balita adalah anak yang berusia antara 0 - 5 tahun. Pada
kelompok ini pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tetapi
aktivitasnya lebih banyak. Kelompok balita lebih rawan terhadap
penyakit infeksi dan kurang gizi. Oleh sebab itu masukkan zat gizi
hendaknya benar-benar di perhatikan. Memasuki usia 2 tahun anak
yang tadinya menurut, kini mulai menunjukan rasa suka, dan tidak
suka, bahkan mulai berani menolak makanan yang diberikan ibunya
(Lisdiana, 1998)
b. Karakteristik
Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak
balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain:
1) Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke
makanan dewasa
2) Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik atau ibunya sudah
bekerja penuh sehingga perhatian ibu menjadi berkurang.
3) Anak balita sudah mulai bermain di tanah dan sudah dapat bermain
di rumahnya sendiri sehingga lebih terpapar terhadap lingkungan
8
yang kotor dan kondisi yang memunngkinkan untuk terinfeksi
dengan berbagai macam penyakit.
4) Anak balita belum dapat mengurus dirinya termasuk dalam
memilih makanan. Dipihak lain ibunya sudah tidak begitu
memperhatikan lagi makanan anak balita, karena sudah di anggap
dapat makan sendiiri. (Notoadmodjo, 2003)
2. Status Gizi
a. Definisi Status Gizi
Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melaui proses digesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat gizi yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan
fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.
Status gizi adalah eksposisi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh dengan
kebutuhan tubuh akan zat gizi tersebut. (Supariasa, 2002)
Status gizi balita merupakan gambaran dari status gizi
masyarakat. Rendahnya status gizi balita akan menjadi masalah pada
sumber daya manusia. Apabila pada saat rawan gizi balita tidak
memperoleh zat gizi yang dibutuhkan, maka balita tersebut akan rentan
terhadap penurunan status gizi. Penurunan zat gizi dimulai dari
9
kekurangan zat mikro yang berlanjut pada kekurangan energi dan
protein. Penurunan status gizi ditandai dengan penurunan berat badan
(Komari, 2000)
Gizi sangat erat kaitanya dengan kesehatan seseorang.
Apabila fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik, jumlah zat gizi
yang di konsumsi seseorang harus sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Apabila tubuh mengkonsumsi zat gizi kurang dari kebutuhannya maka
akan terjadi gizi kurang. Sebaliknya, apabila jumlah zat gizi yang di
konsumsi berlebih akan mengakibatkan tubuh kelebihan gizi. Gizi
kurang dan gizi lebih sering di sebut pula gizi salah yang dapat
menurunkan berbagai masalah kesehatan (Lisdiana, 1998)
b. Kurang energi dan protein (KEP)
Kurang energi protein adalah seseorang yang kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP
apabila badannya kurang dari 80% Indeks Berat Badan menurut umur
(BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi zat gizi (energi
dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. Pada
umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan
rendah (Supariasa, 2002).
10
3. Penilaian Status Gizi
Untuk menentukan status gizi diperlukan pemeriksaan fisik dan
antropometri. Secara klinis dibedakan marasmus, kwashiorkor, marasmik
kwashiorkor. Adapun standar antropometri yang digunakan adalah berat
beda menurut umur (BB/U) < -3SD yang menurut Depkes RI disebut gizi
buruk sementara menurut WHO adalah berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) < -3SD (Suwarti, 2005)
Penilaian status gizi golongan rawan dapat memberikan informasi
penting tentang keadaan gizi suatu masyarakat pada saat sekarang maupun
masa lampau. (Roedjito, 1989)
a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
1) Antropometri
Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam
pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas
dan sebagainya. Dari pengukuran tersebut, berat badan, tinggi
badan, dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling
sering dilakukan dalam survei gizi.
2) Klinis
Penilaian klinis status gizi yaitu penilaian yang
mempelajari dan menguasai tanda fisik yang ditimbulkan sebagai
akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. Gejala dan
tanda fisik yang tampak dapat menjadi bantuan untuk mengetahui
kekurangan gizi. Namun kelemahan cara ini terletak pda kesukaran
11
dalam pembakuannya dan sering sangat subyektif. Selain
diperlukan untuk melakukannya dan memerlukan keterampilan
khusus (Roedjito, 1989)
Pengukuran klinis biasanya dilakukan oleh dokter di klinik
untuk melihat adanya kelainan kelainan organ tubuh akibat KEP,
misalnya adanya pembengkakan, perubahan warna dan sifat
rambut, kelainan kulit dan sebagainya (Soekirman, 2000)
3) Biokimia
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi
memberikan hasil yang lebih tepat dan obyektif daripada menilai
konsumsi pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia
yang sering digunakan adalah tekhnik pengukuran kandungan
berbagai zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urin
(Supariasa, 2002)
4) Biofisik
Penentuan status gizi dengan biofisik adalah melihat dari
kemampuan fungsi dan jaringan dan perubahan struktur.Tes
kemampuan jaringan meliputi kemampuan kerja dan energi
exspenditur serta adaptasi sikap. Tes perubahan struktur dapat
dilihat secara klinis maupun tidak dapat dilihat klinis. Pemeriksaan
yang tidak dapat dilihat secara klinis biasanya dengan pemeriksaan
radiologi. Pemeriksaan secara biofisik sangat mahal memerlukan
12
tenaga profesional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu
saja (Supariasa, 2002)
b. Penilaian Status Gizi secara Tak Langsung
1) Survei konsumsi makanan
a) Metode recall 24 jam
Individu diminta untuk mengingat segala sesuatu yang
dimakan sehari sebelumnya. Suatu sampel untuk mengumpulkan
ingatan selama 24 jam. Keuntungannya, ingatan selama 24 jam ini
mudah dan cepat dikerjakan. Kerugian, orang tersebut tidak dapat
mengingat dengan tepat apa yang ia makan dan minum(Moore
1997)
b) Food Records
Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah yang di
komsumsi. Pada metode ini setiap responden di mintai untuk
mencatat semua yang ia makan dan setiap x sebelum makan dalam
ukuran rumah tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat
(gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut) termasuk
cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.
Metode ini dapat memberikan informasi komsumsi yang
dikomsumsi oleh individu.
13
c) Food Weighing
Pada metode penimbangan makanan responden atau
petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang
dikomsumsi responden selama 1 hari.
Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa
hari tergantung dari tujuan, terdapat sisa tersebut untuk mengetahui
junlah sesungguhnya makanan yang dikomsumsi. (Supariasa,
2002)
d) Food Frequency Questionaire
Tenaga kesehatan yang profesional mengumpulkan
informasi tentang berapa kali dalam sehari, seminggu, atau sebulan
seorang makan-makanan tertentu.
Keuntungan, bila digunakan dengan ingatan selama 24
jam. Maka kuesioner frekuensi makan dapat membuka
mengsahkan ketepatan dari ingatan dan memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang makanan yang dimakan oleh orang
tersebut. Metode ini dapat di sesuaikan dengan bahan-bahan gizi
tertentu yang menarik perhatian dan tidak memberikan informasi
selain makanan yang dimakan.
Kerugian, kuesioner frekuensi makanan ini sudah
memberikan informasi kuantitatif (Moore,1997).
14
2) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisa data beberapa statistik kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
(Supariasa2002)
3) Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil
interaksi beberapa faktor fisik biologis dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sanat tergantung dari keadaan
ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dll. (Supariasa,2002)
4. Indikator Status Gizi
a. Indikator BB/U
Indikator BB/U dapat normal, lebih rendah atau lebih
tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U
normal, digolongkan pada status gizi baik. BB/U rendah dapat berarti
berstatus gizi kurang atau buruk. Sedangkan BB/U tinggi dapat
digolongkan berstatus gizi lebih. Baik berstatus gizi kurang maupun
lebih kedua - duanya mengandung resiko yang tidak baik bagi
kesehatan. Status gizi kurang yang di ukur dengan indikator BB/U
didalam gizi dikelompokkan kedalam kelompokan “Berat Badan
Rendah” (BBR) atau Underweight.
15
Kelebihan Indikator BB/U:
a) Dapat dengan mudah dimengerti masyarakat umum
b) Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka
waktu pendek
c) Dapat mendeteksi kegemukan
Kelemahan Indikator BB/U:
a) Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat
pembengkakan atau oedem
b) Data umur yang akurat sangat sulit diperoleh terutama di
negara-negara yang sedang berkembang
c) Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak
dilepas / koreksi dan anak bergerak terus
d) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua
untuk tidak mau menimbangkan anaknya karena di anggap
seperti barang dagangan. (Soekirman, 2000)
16
Tabel. 1 Indikator BB/U menurut baku WHO/NCHS
Kategori Z Score
Status gizi lebih
Status gizi baik
Status gizi sedang
Status gizi kurang
˃ +2,0 SD
≥ -2,0 SD sampai ≤ +2,0 SD
≥ -3,0 SD sampai ˂ -2,0 SD
˂ -3,0 SD
b. Indikator TB/U atau PB/U
Hasil pengukuran TB/U menggambarkan status gizi masa
lalu. Seseorang yang tergolong PTSU “ Pendek Tak Sesuai Umur “
kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan
BBLR yang diukur dengan TB/U mungkin dapat diperbaiki dalam
waktu yang pendek, baik pada anak maupun dewasa. PTSU pada
dewasa tak lagi dapat dipulihkan atau dinormalkan. Pada anak balita
kemungkinan untuk penormalan atau pertumbuhan linier dan
mengejar pertumbuhan potensial masih ada.
Kelebihan indikator TB/U (PB/U):
a) Dapat memberikan gambaran masyarakat keadaan gizi masa
lampau.
b) Dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk.
17
Kekurangan Indikator TB/U (PB/U)
a) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada
kelompok usia balita.
b) Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi masa kini.
c) Memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh
di negara-negara berkembang.
d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur terutama
dilakukan oleh petugas non-profesional. (Soekirman, 2000)
Tabel. 2 Indikator TB/U menurut baku WHO/NCHS
Kategori Z Score
Normal
Pendek
Sangat pendek
≥ 2,0 SD
˂ -2,0 SD
˂ -3, SD
( Sumber: Riskesdas, 2011 )
c. Indikator BB/TB
Pengukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan
indikator BB/TB. Ukuran ini dapat menggambarkan keadaan status
gizi saat ini dengan lebih spesifik dan sensitif. Artinya mereka yang
BB/TB kurang dikategorikan sebagai “kurus” atau “wasted”
Kelebihan Indikator BB/TB:
a) Independen terhadap umur dan RAS
18
b) Dapat menilai status “kurus” dan “gemuk” dan keadaan
marasmus atau KEP berat lain
Kekurangan indikator BB/TB:
a) Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak
dilepas / koreksi dan anak bergerak terus
b) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua
untuk tidak mau menimbangkan anaknya karena di anggap
seperti barang dagangan.
c) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada
kelompok usia balita.
d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur terutama
dilakukan oleh petugas non-profesional.
e) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut
pendek, normal atau jangkung. (Soekirman, 2000)
Tabel. 3 Indikator BB/TB menurut baku antropometri Balita WHO
2005
kategori Z Score
Gemuk
Normal
Kurus
Sangat kurus
˃ 2,0 SD
≥ -2,0 SD sampai ≤ 2,0 SD
≥ -3,0 SD sampai ˂ -2,0 SD
˂ -3,0 SD
19
Tabel. 4 Pengertian indikator status gizi
Indikator
BB/U
Indikator
TB/U
Indikator
BB/TB
Kesimpulan
1. Rendah
2. Normal
3. Rendah
4. Normal
5. Rendah
6. Normal
Rendah
Rendah
Rendah
Normal
Normal
Normal
Normal
Lebih
Rendah
Normal
Rendah
Rendah
Keadaan gizi anak saat ini baik, tetapi anak tersebut
mengalami masalah gizi kronis. BB anak proporsional
dengan TB nya.
Anak mengalami gizi kronis dan pada saat ini anak
mengalami kegemukan karena BB lebih dari
proporsional terhadap TB nya.
Anak mengalami kurang gizi berat dan kronis artinya
pada saat ini kondisi gizi anak tidak baik dan riwayat
masa lalu nya yang tidak baik.
Keadaan gizi anak baik pada saat ini dan masa lalu.
Anak mengalami kurang gizi yang berat (kurus)
Keadaan gizi anak secara umum baik, tapi berat badan
nya kurang proporsional terhadap TB (jangkung).
5. Klasifikasi Status Gizi
Dalam menentuka klarifikasi harus ada ukuran baku yang disebut
reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan dari Indonesia
adalah WHO antro 2005. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam
pemantauna status gizi (PSG) anak balita menggunakan rujukan baku
WHO 2005.
20
Tabel. 5 Klasifikasi KKP menurut Depkes 2000
Indeks Simpangan Baku Status Gizi
BB terhadap Usia
(BB/U)
≥ 2,0 SD
-2,0 SD sampai +2,0
SD
˂ -2,0 SD sampai -3,0
SD
˂ -3 SD
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
TB menurut Usia
(TB/U)
Normal
Pendek
-2,0 SD sampai +2,0
SD
˂ -2,0 SD
BB menurut tinggi
(BB/TB)
≥ 2,0 SD
-2,0 SD sampai +2,0
SD
˂ -2,0 SD sampai -3,0
SD
˂ -3,0 SD
Gemuk
Normal
Kurus
Sangat kurus
21
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
a. Faktor langsung
1) Asupan makanan
Asupan makan merupakan jenis dan banyaknya makanan
yang dapat di hitung kandungan zat gizi nya yang terkandung
meliputi energi, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Lestari, 1997)
Makanan mempengaruhi secara langsung pertumbuhan
tubuh manusia, sedangkan terhadap perkembangan tubuh pengaruh
ini tidaklah secara langsung. Makanan yang sempurna
memungkinkan kelenjar-kelenjar dan alat alat tubuh bekerja
dengan baik dan pekerjaan-pekerjaan faal yang sempurna. Faal
tubuh yang sempurna memungkinkan koordinasi yang baik
terhadap perkembangan tubuh. (Moehji, 1982)
Keluhan umum yang sering di alami orang tua tentang
makanan pada anak balita adalah kesulitan makan dan kerewelan
makan. Anak balita merupakan golongan konsumtif pasif artinya
belum dapat mengambil, memilih dan makan sendiri. Sukar diberi
pengertian serta kemampuan untuk menerima jenis makanan juga
terbatas.
Kesulitan makan tersebut antara lain, karena nafsu makan
kurang serta tidak menyukai makanan tertentu (misal; sayur). Hal
tersebut disebabkan antara lain karena gangguan kesehatan,
emosional, rasa khawatir dan sebagainya. (Wahyuti, 1991)
22
Konsumsi aneka ragam bahan makanan bagi balita dapat
menjamin kelengkapan zat gizi yang diperlukan tubuhnya. Karena
setiap bahan makanan mengandung sumber zat gizi yang berbeda
baik jenis maupun jumlahnya. (Depkes, 2000)
a) Tingkat kecukupan energi
Setiap balita dianjurkan makan dengan hidangan yang
cukup mengandung sumber zat tenaga atau energi agar dapat
melaksanakan kegiatannya sehari-hari seperti bermain, belajar,
rekreasi dan kegiatan lainnya (Depkes, 2000)
Tabel. 6 Kecukupan energi sehari untuk bayi dan anak menurut umur
(kkal/kg BB).
Gol umur Pria Wanita
0 – 1
1 – 3
4 – 6
110 – 120
100
90
110 – 120
100
90
Sumber: Widya Karya Nasiona Pangan dan Gizi 1983. (Persagi, 1997)
Kebutuhan energi sehari anak pada tahun pertama
kurang lebih 100 – 200 kkal/kg BB. Untuk tiap 3 tahun
penambahan umur kebutuhan energi turun kurang lebih 10
kkal/kg BB (Persagi, 1997)
23
Kecukupan energi balita ditandai oleh berat badan yang
normal. Mengetahui berat badan balita menggunakan KMS,
konsumsi energi yang terlalu banyak menyebabkan anak
menjadi gemuk, sebaliknya konsumsi energi yang kurang
menyebabkan anak menjadi kurus (Depkes, 2000)
b) Tingkat Kecukupan Protein
Kebutuhan protein adalah konsumsi yang dapat
diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan
memungkinkan produksi protein yang diperlukan untuk
pertumbuhan, perbaikan sel-sel tubuh, kehamilan serta
menyusui. Angka kecukupan protein dipengaruhi oleh mutu
protein hidangan yang dimasukkan dalam skor asam amino,
daya cerna protein dan berat badan seseorang (Supariasa, 2002)
Kekurangan protein yang kronis pada anak-anak
menyebabkan pertumbuhan anak-anak terhambat dan tampak
tidak sebanding dengan umurnya. Pada keadaan yang lebih
buruk, dapat mengakibatkan kurus seperti kulit bersisik, pucat,
bengkak dan perubahan warna rambut. (Suhadjo, 1996)
24
Tabel. 7 Angka kecukupan protein yang di anjurkan per orang
sehari
Gol. umur BB (kg) TB (cm) Protein (gr)
0 – 2 bln
7 – 12 bln
1 – 3 th
4 – 6 th
5,5
8,5
12
18
60
71
90
110
12
15
23
32
Sumber: Almatsier, 2002
2) Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan
oleh masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh manusia. Penyakit
infeksi dapat menyebabkan peradangan, panas, rasa sakit,
pembengkakan yang disertai gejala umum misal demam.
(Supariasa, 2002)
Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau
pembangkitan KKP. Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran
napas kerap menghilangkan nafsu makan. Penyakit saluran
pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk muntah dan
gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan zat-zat gizi dalam
jumlah besar, percepatan proses katabolisme meningkatkan
kebutuhan sekaligus menambah kehilangan zat-zat gizi (Arisman,
2002)
25
Antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi terdapat
hubungan sebab akibat dan timbal balik yang sangat erat. Gizi
yang buruk menyebabkan mudahnya terjadi infeksi karena daya
tahan tubuh menurun. Sebaliknya, penyakit infeksi yang sering
menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan zat gizi sedangkan
nafsu makan biasanya menurun. Jika terjadi infeksi dapat
mengakibatkan anak yang gizinya baik akan menderita gangguan
gizi. (Moehji, 1992)
b. Faktor tak Langsung
1) Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi memalui panca indra manusia, yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuna manusia diperoleh dari mata dan
telinga. (Notoadmodjo, 2003)
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah di pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
26
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b) Comprehension (memahami)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paha terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap obyek-obyek yang
dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan
makanan yang bergizi.
c) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
d) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek kedalam kemampuan-kemampuan,
tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
masih seperti ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
27
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e) Sintetis (syntetis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
f) Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang
cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat
menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu mau ikut KB dan
sebagainya.
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang
kebutuhan pangan adalah umum dijumpai disetiap negara di dunia.
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi
merupakan faktor penting dalam masalah gizi. Lain sebab yang
paling penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan
28
tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. (Suhardjo, 2003)
2) Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan dasar atau landasan segala ilmu
pengetahuan serta merupakan dasar yang penting untuk dimiliki
oleh setiap orang karena pendidikan pada hakikatnya adalah usaha
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuannya di dalam
dan diluar sekolah serta berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi
pendidikan yang dicapai oleh masyarakat semakin mudah
kemajuan masyarakat dicapai. Semakin tinggi pendidikan
seseorang akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan akan
kesehatan dan gizi keluarganya sehingga mempengaruhi kualitas
dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh anggota keluarganya.
(Suhardjo, 1996)
Wanita yang berpendidikan lebih rendah atau tidak
berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak
dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi. Mereka yang
berpendidikan rendah umurnya tidak dapat atau sulit di ajak
memahami dampak negatif dari mempunyai banyak anak.
(Khomsan, 2002)
3) Pola Asuh
Pola asuh adalah sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain
dalam hal keterkaitanya dengan anak, memberikan makan,
29
merawat, pemeliharaan kesehatan, memberikan dukungan emosi
yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang, termasuk didalamnya
tentang kasih sayang (Soekirman, 2000)
Pola asuh yang tidak tepat terutama pada bayi dan balita
dapat menyebabkan asupan gizi yang diterima rendah. Meskipun
pangan tersedia tapi apabila pola asuh bayi dan balita tidak tepat,
maka anak mendapatkan asupan gizi rendah dan mengalami miskin
ransangan sensorik. Akibatnya anak akan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. (Untoro, 2001)
4) Ketersediaan pangan
Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996, pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak di olah yang di peruntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. (Tejasari,
2005)
Ketersediaan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah cukup
dan cukup mutu gizinya. (Soekirman, 2000)
Kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa
peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu,
seperti dalam keadaan krisis (bencana, kekeringan, perang,
kekacauan sosial, krisis ekonomi). Masalah gizi muncul akibat
masalah ketahanan pengan dalam keluarga, yaitu kemampuan
30
rumah tangga dalam memperoleh makanan untuk semua anggota.
(Supariasa, 2002)
5) Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu
kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga
berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang
optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain
mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyedia air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor, rumah hewan
ternak dan sebagainya. Adapun yang dimaksudkan kesehatan
lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia yang merupakan
media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi
manusia yang hidup di dalamnya. (Notoadmodjo, 2003)
6) Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah akses atau keterjangkauan
anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan
pemeliharaan kesehatan (Soekirman, 2000)
Sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayanan
kedokteran (medical service) dan pelayanan kesehatan masyarakat
(public health service). Secara umum pelayanan kesehatan
mesyarakat adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan yang
tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan
31
promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan
masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif (pemulihan). (Notoadmodjo, 2003)
Top Related