1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendekatan pengelolaan sumberdaya air terpadu diciptakan untuk
menggantikan sistem pengembangan dan pengelolaan sumber daya air tradisional,
dengan ciri - ciri pendekatan yang akan diterapkan, yaitu hulu - hilir (upstream-
downstream) serta pendekatan berbasis teknis dan sektor (Ditjen SDA, 2007;
Kodoatie dan Sjarief, 2008; UU No. 27 Tahun 2004). Menurut Kodoatie (2008),
konsep pengendalian banjir harus dilakukan secara terpadu baik in-stream (badan
sungai) maupun off-stream (DAS-nya) secara metode struktur (tugas
pembangunan) dan non struktur (tugas umum pemerintahan), sehingga akan
tercapai integrated flood control and river basin management.
Prinsip dasar pengendalian banjir yang telah dilakukan adalah dengan
mengalirkan air sungai yang masuk ke Jakarta, ditampung dan dikendalikan debit
serta arahnya agar tidak memasuki wilayah tengah kota. Pada daerah tinggi
terdapat drainase yang menyalurkan air secara gravitasi, dengan sendirinya,
sedangkan pada daerah rendah, menggunakan sistem polder yang ditampung
kemudian dipompa ke saluran pengendali. Namun upaya ini belum membawa
dampak signifikan untuk penanggulangan banjir Jakarta. Bencana banjir besar
tetap melanda Jakarta terutama pada tahun 1976, 1996, 2002, dan 2007. Menurut
Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, kejadian banjir di Jakarta pada tahun 1996
menjadi tragedi nasional yang menjadi pusat perhatian. Pada tahun 2002 dan
2007, banjir kembali melanda Jakarta dan sekitarnya dengan dampak yang lebih
luas dan parah.
DKI Jakarta memiliki sekitar 40 % dari luas wilayahnya yang tergolong
dataran rendah. Air hujan yang jatuh diatas lahan dengan elevasi dibawah +2.00 m
tidak lagi dapat mengalir ke laut secara gravitasi, sehingga memerlukan rekayasa
drainase dengan timbunan atau pemompaan. Permasalahan ini sudah menjadi
2
perhatian sejak jaman kolonial Belanda, sehingga pemerintah kolonial Belanda
membangun Banjir Kanal Barat (BKB) yang bertujuan sebagai pengendali aliran
air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke DKI Jakarta.
Provinsi DKI Jakarta dialiri oleh tiga belas (13) aliran sungai, seperti yang
disajikan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Tiga Belas (13) Aliran Sungai di Wilayah Provinsi DKI Jakarta (Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane)
Pembangunan Banjir Kanal Barat (BKB) merupakan ide ahli tata kelola air,
Herman van Breen, yang dibangun untuk melindungi kawasan Kota dari banjir
tetapi tidak melindungi daerah - daerah lainnya dan mengalirkan debit banjir 100
tahunan yang datang dari Sungai Ciliwung, kali – kali kecil di sekitarnya serta
beberapa stasiun pompa. Sungai Ciliwung berperan penting dalam menyuplai
debit aliran ke BKB tergantung pada tata guna lahannya (Master Plan NEDECO,
1973). Pada dasarnya, BKB berperan untuk melindungi permukiman, bangunan –
bangunan non pertanian, prasarana konservasi air untuk pengisian kembali air
tanah dan sumber air baku, prasarana transportasi air serta mengakibatkan beban
3
sungai di bagian hilir saluran kolektor bisa dikendalikan. Oleh karena itu, alur-
alur di bagian hilir tersebut dan saluran kanal yang ada dimanfaatkan sebagai
sistem makro drainase kota untuk mengatasi banjir genangan di Jakarta.
Gambaran potongan wilayah Provinsi DKI Jakarta dari utara hingga selatan dapat
dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Potongan Utara - Selatan Wilayah Provinsi DKI Jakarta
(Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane)
Faktor yang menjadi kontributor utama banjir di Jakarta adalah jumlah
aliran permukaan dari hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung yang
melampaui kapasitas tampung badan atau aliran sungai. DAS Ciliwung
merupakan salah satu sungai utama yang bermuara di Teluk Jakarta. Perubahan
fungsi lahan baik di dalam wilayah Jakarta maupun wilayah penyangganya, yaitu
Depok, Tangerang, Bogor dan Bekasi diakibatkan oleh pembangunan dan
urbanisasi, perubahan lahan di wilayah sekitar DAS, buruknya sistem drainase,
penurunan permukaan tanah (land subsidence) akibat meningkatnya eksploitasi
dan penggunaan air tanah dalam pemenuhan kebutuhan air domestik, pemanfaatan
bantaran sungai sebagai pemukiman yang mempersempit badan sungai,
4
pembuangan sampah dan limbah pabrik ke sungai, dan sebagainya. Menurut
Asdak (2010), salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah
mengalami gangguan (fisik) adalah angka koefisien aliran permukaan (C). Aliran
permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir di ataspermukaan
tanah akibat laju curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah,
kemudian mengalir di permukaan menuju ke sungai, danau dan lautan.
Banjir Kanal Barat (BKB) Jakarta mengalami penyempitan yang
disebabkan oleh adanya konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan
pembuangan sampah secara sembarangan, serta pengaruh peningkatan pasang air
laut dan penurunan tanah di daerah Jakarta Utara pun menyebabkan daerah
Jakarta Utara semakin rentan terhadap banjir. Penyebab utama peningkatan banjir
di perkotaan adalah perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai (DAS)
karena adanya peningkatan kebutuhan perumahan dan industri sebagai
konsekuensi dari pengembangan kota. Perubahan tata guna lahan di suatu daerah
resapan atau daerah konservasi menjadi perumahan dapat meningkatkan debit 5
sampai 20 kali lipat, sedangkan perubahan tata guna lahan dari daerah resapan
menjadi industri dapat meningkatkan debit 6 sampai 25 kali lipat debit sungai
normal (Kodoatie, 2003). Sejak BKB dibangun pada tahun 1920 sampai 2006,
kanal buatan pemerintah kolonial ini belum pernah dikeruk sehingga terjadi
pendangkalan akibat endapan lumpur yang terbawa air dari hulu, sampah dan
endapan - endapan akibat aktivitas manusia terbawa dari saluran - saluran lebih
kecil yang masuk ke BKB.
1.2. Rumusan Masalah
Dinamika perubahan lingkungan tersebut cenderung mengalami
penurunan kualitas lingkungan fisik, baik dari fungsi ekologis (keseimbangan
siklus hidrologi) maupun fungsi ekonomis (penurunan kuantitas dan kualitas
sumberdaya alam yang dimanfaatkan). DAS Ciliwung memiliki peranan penting
dalam analisis kapasitas tampung Banjir Kanal Barat (BKB). Pola penggunaan
lahan di DAS Ciliwung Hulu dan Tengah mengarah pada buruknya kondisi DAS
tersebut. Lahan yang meresapkan air dan bak tampungan mengalami penurunan
5
yang signifikan seiring dengan perkembangan dan pembangunan (pemukiman,
hotel, vila, jalan, industri, dan lainnya) di DAS Ciliwung Hulu yang tidak sesuai
arahan penataan ruang dan daya dukung lahan kawasan tersebut. Hal tersebut
mengakibatkan penurunan kapasitas tampung BKB, sedangkan debit dan
kecepatan aliran yang masuk bertambah besar. Pada tahun 1996, 2002 dan 2007,
BKB jebol di beberapa titik karena tidak mampu menahan gerusan dan beban
gaya karena adanya peningkatan debit banjir yang mengakibatkan daerah di
sekitarnya menjadi tergenang oleh air yang meluap, sehingga diadakan proyek
penurapan atau revitalisasi BKB oleh Direktorat Jenderal Sumberdaya Air
Kementrian Pekerjaan Umum pada tahun 2007-2009 untuk mengalirkan air
Sungai Ciliwung ke BKB secara optimal. Namun upaya tersebut belum dapat
mengembalikan fungsi BKB dalam mengalirkan debit aliran (banjir) dengan baik.
Oleh karena itu, diperlukan analisis kapasitas BKB dalam menampung debit
banjir rancangan dalam beberapa periode ulang dan sistem aliran lainnya.
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis debit banjir rencana yang masuk ke Banjir Kanal Barat (BKB)
periode ulang 2, 5 dan 10 tahun
2. Menganalisis kemampuan kapasitas eksisting Banjir Kanal Barat (BKB)
Jakarta dalam menampung debit banjir rancangan periode ulang 10 tahun dan
sistem aliran lainnya (pompa – pompa dan sungai – sungai kecil).
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mencakup manfaat sebagai berikut :
1. Dasar pendukung dalam analisis pengaruh tingkat kemampuan bangunan Banjr
Kanal Barat (BKB) dalam menampung debit air sungai yang berasal dari hulu
dan pasang surut dari hilir bangunan tersebut.
2. Saran masukan dalam menentukan arah kebijakan pemerintah dalam
pengelolaan dan pengaturan tata ruang DKI Jakarta.
6
1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1. Banjir Kanal Barat (Master Plan Flood Control)
Upaya pengendalian Banjir Jakarta pada awal pembangunannya oleh Jan
Pieterz Coen di awal abad ke 17 berkonsep pada kota air (waterfront city). Banjir
Kanal Barat (BKB) dibangun atas gagasan Prof.Ir. Van Breen dari Burgelijke
Openbare Werken (BOW), cikal bakal Departemen PU, pada tahun 1920-an, yang
membentang sepanjang 17,3 km. Pembangunan saluran kolektor banjir ini dimulai
dari daerah Manggarai ke arah barat melewati Pasar Rumput, Dukuh Atas, lalu
membelok ke arah barat laut di daerah Karet Kubur. Selanjutnya ke arah Tanah
Abang, Tomang, Grogol dan berakhir di sebuah reservoar di muara, daerah Pluit.
Prinsip pengendalian banjir Provinsi DKI Jakarta disajikan pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3. Prinsip Pengendalian Banjir Provinsi DKI Jakarta
(Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane)
Banjir Kanal Barat (BKB) merupakan kumpulan dari beberapa aliran dari
beberapa sungai utama yang secara keseluruhan memiliki daerah tangkapan
sebesar 7.500 hektar (ha). Pintu Air Karet dan Pintu Air Manggarai merupakan
bangunan yang difungsikan sebagai pengaturan aliran dan debit air. Hingga saat
ini Pintu Air Manggarai masih difungsikan sebagai pengatur aliran air di BKB dan
7
pengatur debit air. Pemilihan wilayah Manggarai sebagai titik awal pembangunan
saluran kolektor dengan pertimbangan wilayah tersebut relatif aman dari
gangguan banjir. BKB memiliki elevasi tinggi muka air maksimum 6,30 m pada
bagian hulu dan 0,00 m dari permukaan laut pada bagian muara, lebar 40 meter
dengan daya tampung normal 220 m3/detik. (Arfin, 2002)
BKB termasuk dalam jenis drainase sistem gravitasi. Drainase sistem
gravitasi adalah sistem drainase perkotaan dengan cara menampung dan
membuang limpasan air hujan dan membuangnya ke badan air (receiving waters)
terdekat lewat sistem pembawa terdiri dari saluran tersier, sekunder, dan primer,
berfungsi untuk menyalurkan genangan yang terjadi pada daerah tangkapan yang
lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. Sistem gravitasi akan menemui kesulitan
apabila terjadi pengendapan sedimen, energi yang terbatas khususnya dalam
drainase pasang surut. Sistem pembawa harus menjamin dapat menampung debit
banjir maksimum dan ketinggian muka air banjir di sepanjang saluran drainase
dan diusahakan selalu dibawahpermukaan tanah diseluruh daerah tangkapan
drainase. Kemiringan dasar saluran dan muka air ditentukan berdasarkan
kemiringan muka tanah rata - rata, ketinggian dasar saluran tergantung pada
ketinggian muka air banjir dan kedalaman air yang dipakai. Saluran drainase
sistem gravitasi direncanakan untuk dapat melewatkan debit rencana dengan
aman, perencanaan teknis saluran drainase mengikuti tahapan sebagai berikut :
1. Menentukan debit rencana.
2. Menentukan jalur (trase) saluran.
3. Merencanakan profil memanjang saluran.
4. Merencanakan penampang melintang saluran.
5. Mengatur dan merencanakan bangunan-bangunan dan fasilitas sistem drainase.
Awal perencanaan pengendalian banjir yang dibuat atas kerjasama antara
Pemerintah RI dan konsultan NEDECO (Belanda) pada tahun 1973 meliputi :
1. Kali – kali yang masuk wilayah DKI Jakarta ditangkap dan dirubah alirannya
agar tidak melalui tengah kota, tetapi mengelilingi Jakarta balik ke bagian
Barat maupun Timur dengan pembangunan banjir kanal
8
2. Aliran kali – kali yang tidak tertangkap oleh banjir kanal dibangun saluran
pengendali banjir baik ke bagian Barat maupun Timur Jakarta
3. Saluran drainase yang terletak di daerah dengan ketinggian yang cukup
pengalirannya menggunakan sistem mengalir ke tempat yang lebih rendah
4. Daerah yang permukaannya rendah sistem drainasenya dengan sistem waduk
dan pompa (polder), waduk berperan sebagai penampungan air, pengendali
banjir, pengelola limbah dan rekreasi
5. Daerah dataran tinggi (hulu) untuk menghambat laju aliran dari daerah hulu
dilakukan konservasi alam, memperbanyak bangunan situ – situ sebagai
tempat penampungan (retensi) air.
Prinsip dasar desain Banjir Kanal terdiri dari :
1. Banjir Kanal di desain untuk mengatasi banjir periode 100 tahunan
2. Alignment horisontal banjir kanal didasarkan pada Town Planning Board of
Jakarta; prinsip alignment horisontal banjir kanal adalah sebagai penutup atau
polder terhadap daerah – daerah yang berada di bawah muka air pasang laut
sehingga penerapan sistem drainase secara gravitasi tidak dapat diterapkan
dan mengurangi limpasan aliran yang dating dari daerah yang lebih tinggi
3. Alignment vertikal dan cross sections setiap banjir kanal mempertimbangkan
pengaruh pengurangan beban akibat sedimentasi di sepanjang lintasan alur
banjir kanal pada suatu ttitik dengan cara sedimentasi dialihkan ke tempat lain
yang relatif lebih rendah dan dekat dengan laut
4. Tinggi muka air pada hulu banjir kanal berdasarkan tinggi muka air laut
5. Ambang batas tinggi muka air desain banjir kanal harus melebihi 1,5 m
6. Secara eksisting banjir kanal harus dilengkapi dengan sebuah pintu air yang
mampu menaikan tinggi muka air sehingga aliran dapat dialirkan secara
gravitasi ke hilir
7. Kemiringan lereng atau tanggul banjir kanal didasarkan pada hasil investigasi
Mekanika Tanah. Khusus untuk Banjir Kanal Barat, kemiringan tanggul
antara 1 : 2 sampai 1 : 1,5 (vertikal ; horisontal). Konstruksi tanggul harus
9
tahan terhadap erosi yang dihitung berdasarkan aliran lateral yang masuk ke
banjir kanal
8. Prinsip struktur konstruksi banjir kanal secara desain umum adalah :
- Desain banjir dengan periode 2 tahunan harus mampu mengalirkan aliran
secara aman saat berada di bawah konstruksi jembatan
- Tanggul di bawah jembatan harus memiliki ketinggian lebih dari 1,5 m
dari desain banjir rencana 100 tahunan
- Lebar banjir kanal tidak harus selebar pintu air
1.5.2. Hidrologi
Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena
hidrologi, seperti besarnya curah hujan, debit sungai, tinggi muka air sungai,
kecepatan aliran, konsentrasi sedimen sungai dan lain - lain akan selalu berubah
terhadap waktu. Secara luas, hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air termasuk
transformasi antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas dan di
bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan
sumber dan penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi ini.
(Soemarto, 1995)
Analisis hidrologi digunakan dalam menentukan debit banjir rancangan
yang ditetapkan sebagai dasar penentuan kapasitas bangunan dan untuk
mendimensi bangunan hidraulik termasuk bangunan di sungai, sedemikian hingga
kerusakan yang dapat ditimbulkan baik langsung maupun tidak langsung oleh
banjir tidak boleh terjadi selama besaran banjir tidak terlampaui (Sri Harto, 1993).
Sebelum melakukan analisis hidrologi, terlebih dahulu menentukan stasiun hujan,
data hujan dan luas daerah tangkapan air. Beberapa tahapan untuk menentukan
debit banjir rencana adalah menghitung curah hujan rata – rata daerah, curah
hujan rencana, melakukan uji keselarasan untuk menentukan metode yang
memenuhi uji sebaran, menghitung intensitas hujan dan debit banjir rencana.
Data curah hujan didapatkan dari stasiun hujan yang tersebar di daerah
pengaliran sungai. Data yang tercatat merupakan data curah hujan harian, yang
kemudian diolah menjadi data curah hujan harian maksimum tahunan dan akan
10
diubah menjadi debit banjir rencana periode ulang tertentu. Data curah hujan ini
lebih lengkap dibandingkan dengan data debit, sebab agar dapat menggunakan
data debit harus tersedia lengkung debit (rating curve) yang dapat mencakup debit
banjir saat muka air banjir rendah sampai dengan maksimum. Pengukuran tinggi
muka air banjir dan kecepatan air banjirnya dilakukan per segmen dalam suatu
penampang melintang sungai (cross section). Hal ini sangat sulit dilakukan karena
membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang tidak sedikit, antara lain petugas
pencatat seringkali mengalami kesulitan pembacaan media papan skala
(peilschale) dalam pengukuran ketinggian muka air banjir pada saat banjir terlalu
tinggi atau terlalu deras, perlu adanya konstruksi jembatan dan terkadang sulit
memprediksi kapan waktu terjadi banjir sehingga pengukuran tidak tepat.
1.5.3. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan adalah bentuk perwujudan usaha manusia dalam
menggunakan sumberdaya alam atau lahan, yang di dalamnya terdapat komponen
usaha, sedangkan penutupan lahan adalah bentuk perwujudan fisik dari
penggunaan yang direncanakan ataupun tidak (Rustiadi et al., 2010). Penggunaan
lahan berdasarkan Arsyad (2006) dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan
besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.
Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan
komoditi yang diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau
tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut. Perbedaan intensitas tata guna lahan
akan mempengaruhi volume aliran air hujan di permukaan yang kemudian masuk
ke dalam badan sungai, sedangkan air hujan yang akan dialirkan tergantung dari
tingkat kekedapan penutup lahan terhadap air.
1.5.4. Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana merupakan debit maksimum rencana di sungai atau
saluran alamiah dengan periode ulang tertentu (QTh) yang dapat dialirkan tanpa
membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai. Yang dimaksud dengan
debit banjir periode ulang tertentu adalah debit banjir yang rata – rata terjadi satu
11
kali dalam T tahun. Periode ulang ini disesuaikan oleh jenis konstruksi bangunan,
seperti yang disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Klasifikasi Periode Ulang Berdasarkan Jenis Konstruksi
Jenis Konstruksi Periode Ulang
Bendungan tipe urugan (earth/rockfill dam) 1000
Bendungan konstruksi beton (mansory and concrete dam) 500 – 1000
Bendung (weir) 50 – 100
Saluran pengelak banjir 20 – 50
Tanggul 10 – 20
Saluran drainase 5 – 10 Sumber : Suripin, 2004
Penentuan debit banjir rencana dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
melalui pengolahan data debit dan melalui pengolahan data hujan.
Debit banjir rancangan ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan:
ukuran dan jenis proyek
ketersediaan data dan dana
kepentingan daerah yang dilindungi
resiko kegagalan yang dapat ditimbulkan
kebijaksanaan politik
Debit rencana sungai – sungai yang mengalir ke wilayah DKI Jakarta disajikan
pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Debit Rencana Sungai di Wilayah DKI Jakarta
No Nama Kanal / Sungai Debit Rencana (m
3/detik)
Pola Induk 1973 Pola Induk 1997
1 Cengkareng drain 390 620
2 Mookaevart 100 125
3 Angke 210 290
4 Pesanggrahan 160 290
5 Banjir Kanal Barat 450 670
6 Ciliwung 370 570
7 Krukut 125 135
8 Banjir Kanal Timur (rencana) 340 370
9 Cipinang 77 85
10 Sunter 105 110
11 Buaran + Jatikramat 62 95
12 Cakung 60 84 Sumber :Proyek Induk Ciliwung – Cisadane, 1999
12
Metode rasional perhitungan debit banjir rencana yang digunakan
berdasarkan kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan (Tabel 1.3)
Disamping kriteria tersebut, metode rasional diperuntukkan pada DAS yang tidak
seragam (homogen), dimana DAS dapat dibagi - bagi menjadi beberapa sub DAS
yang seragam atau pada DAS dengan sistem saluran yang bercabang - cabang.
Metode rasional dipergunakan untuk menghitung debit dari setiap sub - DAS.
Tabel 1.3. Kriteria Desain Hidrologi Sistem Drainase Perkotaan
Luas DAS (ha) Periode Ulang (tahun) Metode Perhitungan Debit Banjir
< 10 2 Rasional
10 – 100 2 – 5 Rasional
101 – 500 5 – 20 Rasional
> 500 10 – 25 Hidrograf satuan Sumber : Suripin, 2004
Asumsi - asumsi metode rasional dalam perhitungan debit banjir rencana
(Chow dkk.,1988 ; Loebis, 1984) adalah sebagai berikut :
1. Curah hujan mempunyai intensitas yang merata di seluruh daerah aliran untuk
durasi tertentu.
2. Debit yang terjadi (debit puncak) bukan hasil dari intensitas hujan yang lebih
tinggi dengan durasi yang lebih pendek dimana hal ini berlangsung hanya
pada sebagian DPS yang mengkontribusi debit puncak tersebut.
3. Lamanya curah hujan sama dengan waktu konsentrasi dari daerah aliran.
Dengan kata lain waktu konsentrasi merupakan waktu terjadinya run off dan
mengalir dari jarak antara titik terjauh dari DPS ke titik inflow yang ditinjau.
4. Puncak banjir dan intensitas curah hujan mempunyai tahun berulang sama.
1.5.5. Kapasitas Saluran
Analisis debit banjir rencana dapat dijadikan dasar perencanaan kapasitas
saluan dan dimensinya yang disebut sebagai analisis hidraulika. Kegiatan analisa
ini dilakukan dengan bantuan program HEC – RAS 4.1.0. (Hydraulics
Engineering Center’s River Analysis System). Analisis hidraulika meliputi
pemodelan sistem sungai, analisis sensitivitas koefisien Manning, simulasi aliran
untuk kondisi eksisting dan simulasi aliran pada beberapa alternatif rencana
pengendalian banjir. Dengan menggunakan program ini, maka dapat diketahui
13
profil dari muka air saat terjadi banjir yang memuat dimensi Banjir Kanal Barat
(BKB) termasuk bantarannya, panjang saluran, koefisien manning dan elevasi
dasar saluran.
1.5.6. Program HEC – RAS versi 4.1.0
Analisa hidraulika dalam pengerjaannya dilakukan dengan program bantu
HEC – RAS 4.1.0. Hydrologic Engineering Center – River Analysis System (HEC
- RAS) dikembangkan oleh ahli teknik hidrologi (U.S Army Corps). HEC-RAS
adalah sebuah sistem yang menyeluruh dari software, didesain untuk penggunaan
yang interaktif dalam lingkungan yang bervariasi. Gambaran tampilan HEC –
RAS 4.1.0 dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Gambar1.4. Tampilan Utama Program HEC – RAS versi 4.1.0 (Sumber : Users Manual of HEC-RAS)
Program HEC – RAS 4.1.0 memiliki dua jenis asumsi aliran yaitu aliran
tetap (steady flow) dan aliran tidak tetap (unsteady flow). Steady flow merupakan
aliran dimana salah satu dari komponen kecepatan, debit dan penampang
melintang (cross section), kemungkinan mengalami perbedaan di setiap titiknya,
namun tidak berubah terhadap waktu. Sedangkan unsteady flow merupakan aliran
dimana kecepatan atau debitnya berubah terhadap waktu. Namun jika rata - rata
perubahan kecepatan dan debit tersebut hampir sama, aliran dapat dikategorikan
steady flow).
14
Ruang lingkup HEC-RAS meliputi beberapa aspek dari teknik hidrologi, yaitu :
- Hidrolika sungai
- Simulasi sistem resevoar
- Analisa kerusakan akibat banjir
- Perkiraan waktu riil (real time) sungai atau saluran untuk pengoperasian
reservoar.
Data hidraulika dasar yang dibutuhkan dalam program HEC – RAS 4.1.0 adalah
sebagai berikut :
1. Data Geometri
a. Skema Sistem Saluran
Skema sistem saluran diperlukan untuk penentuan berbagai data geometri
lainnya dalam HEC - RAS. Skema menggambarkan berbagai laju aliran sungai
dihubungkan. Skema dari suatu sistem aliran dikembangkan melalui
penggambaran dan menghubungkan berbagai laju aliran kedalam pengeditan data
geometri. Hubungan dari setiap laju aliran dapat mengetahui proses perhitungan
yang harus dilakukan. Hubungan dari laju aliran ini ditandai dengan adanya suatu
simpangan yang hanya ditetapkan pada lokasi, dimana dua arus yang terpisah
menyatu pada suatu titik pertemuan.
b. Geometri Potongan Melintang
Batas geometri adalah profil permukaan tanah (potongan melintang) dan besar
jarak antara keduanya. Potongan melintang berfungsi untuk mengetahui dan
menampilkan perubahan pada suatu saluran atau sungai seperti kemiringan,
bentuk (roughness), menganalisa dampak dari kondisi lokal pada kedalaman
aliran aliran rendah dan penentuan penempatan reservoar. Data yang diperlukan
untuk menentukan potongan melintang adalah :
- panjang laju aliran bagian hilir
- koefisien roughness dan perluasan (expansion)
c. Koefisien Kehilangan Energi
Persamaan yang digunakan dalam melakukan analisa hidraulika pada program
ini adalah dengan dasar persamaan garis energi, seperti yang disajikan pada
15
Gambar 1.5. Profil permukaan air dihitung dari satu potongan melintang ke
potongan melintang lainnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Y2 + Z2 + α2V22 = Y1+ Z1 + α1V1
2+ he
2g 2g …………..………………..…….(1.1) (Users Manual of HEC-RAS)
Keterangan :
Y1,Y2 = kedalaman air pada potongan melintang
Z1,Z2 = elevasi dari saluran utama
V1,V2 = kecepatan rata – rata
α1, α 2 = koefisien pemberatan kecepatan
g = kecepatan gravitasi
he = energi yang hilang
Gambar 1.5. Gambaran dari Persamaan Energi (Sumber : Users Manual of HEC-RAS)
'
Energi yang hilang (he) antara dua potongan melintang terdiri dari
kehilangan akibat kekasaran dan kontraksi aliran air yang dapat dirumuskan
menjadi :
he= L Sf + C α2V22
α1V12
2g 2g ………..……...…………………...….(1.2) (Users Manual of HEC-RAS)
Keterangan :
L = panjang pembebanan
S = kemiringan friksi diantara dua potngan melintang
C = koefisien kehilangan akibat perluasan
Panjang pembebanan (L) dapat dihitung dengan persamaan berikut :
16
L = Llob Qlob +Lch Qch +Lrob Qrob
Qlob + Qch + Qrob …..………..…………...………..….(1.3)
(Users Manual of HEC-RAS)
Keterangan :
Llob , Lch , Lrob = panjang jangkauan potongan melintang untuk aliran
overbank kiri, saluran utama dan overbank kanan
Qlob,Qch , Qrob = perhitungan rata – rata dari aliran antara bagian –
bagian untuk overbank kiri, saluran utama dan
overbank kanan
Perhitungan debit yang melewati suatu tampang menggunakan persamaan
Manning dan tampang melintang saluran dibagi menjadi beberapa subdivisi atau
pias antara lain saluran sebelah kiri, saluran utama dan saluran sebelah kanan
seperti ditunjukan pada Gambar 1.6.
Gambar 1.6. Kekasaran Dasar Saluran
(Sumber : Users Manual of HEC-RAS)
Persamaan perhitungan debit melalui pias - pias tersebut di atas adalah:
Q = KS1/2
K = 1,486 AR2/3
n ………..…………………………...….(1.4) (Users Manual of HEC-RAS)
Keterangan :
K = conveyance pada masing – masing bagian
n = koefisien roughness manning pada masing – masing bagian
A = luas aliran untuk masing – masing bagian
R = radius hidrolik setiap bagian (luas atau keliling penampang basah)
2. Kondisi Batas
Data kondisi batas merupakan kondisi awal dan syarat batas (initial
condition dan boundary condition). Kondisi batas diperlukan untuk menentukan
permukaan air mula - mula di ujung-ujung sistem saluran (hulu dan hilir). Muka
17
air awal dibutuhkan oleh program untuk memulai perhitungan. Pada resim aliran
subkritik, kondisi batas hanya diperlukan di ujung sistem sungai bagian hilir. Jika
resim aliran superkritik yang hendak dihitung, kondisi batas hanya diperlukan
pada ujung hulu dari sistem saluran. Jika perhitungan resim aliran campuran yang
akan dibuat, kondisi batas harus dimasukan pada kedua ujung sistem saluran.
3. Data Hidrolika
Data hidrolika yang dimaksud adalah koefisien Manning (n) bervariasi.
Koefisien ini merupakan parameter yang menunjukkan kekasaran dasar saluran
dan dataran banjir, seperti yang disajian pada Tabel 1.4 dibawah ini.
Tabel 1.4. Nilai Koefisien Manning (n)
Dasar dan Dinding Saluran n
a. Pipa Tertutup
1. Berdinding baja 0,013 – 0,017
2. Berdinding besi tuang 0,011 – 0,016
3. Berdinding baja galvanis bergelombang 0,021 – 0,030
4. Beton pracetak 0,011 – 0,013
5. Berdinding tanah liat masak dibakar 0,011 – 0,013
b. Saluran Terbuka
1. Dasar dan dinding diplester semen 0,011 – 0,015
2. Dasar dan dinding beton 0,014 – 0,019
3. Dasar dan dinding pasangan bata 0,012 – 0,018
4. Dasar dan dinding pasangan batu kali 0,017 – 0,030
5. Dasar dan dinding tanah asli bersih 0,016 – 0,020
6. Dasar dan dinding tanah rumput 0,025 – 0,033
7. Dasar dan dinding batu padas 0,025 – 0,040
8. Dasar dan dinding tanah tak dirawat 0,050 – 0,140
9. Saluran alam 0,075 – 0,150
Sumber : Hindarko, 2002
Hasil (output) dari program ini dapat berupa grafik maupun tabel.
Diantaranya adalah plot dari skema alur sungai, potongan melintang, profil,
lengkung debit (rating curve), hidrograf (stage and flow hydrograph), variabel
hidrolik lainnya. Selain itu, dapat menampilkan gabungan potongan melintang
(crosssection) yang membentuk alur sungai secara tiga dimensi dan alirannya.
Secara garis besar HEC – RAS versi 4.1.0 memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Interaksi dengan pengguna (user interface)
18
- Pengaturan file
- Pemasukan dan pengeditan data
- Analisis hidraulik
- Input dan output data yang disajikan dalam bentuk grafis dan tabulasi
- Bantuan langsung
2. Komponen analisa hidrolik
- Profil muka air aliran tetap
- Simulasi muka air aliran tidak tetap
- Transpor sedimen
3. Pengaturan dan penyimpanan file
Data yang dimasukkan pengguna disimpan dalam sebuah file dengan kategori
tersendiri pada suatu proyek, perencanaan, geometri, aliran tetap (steady),
aliran tidak tetap (unsteady) dan sedimen.
4. Grafik dan pelaporan
Grafik yang disajikan seperti skema sistem sungai, potongan melintang, kurva
nilai, hidrograf dan variabel hidrolik lainnya. Hasil dan input data dapat
dicetak dengan fasilitas laporan (reporting). Hasil pelaporan dapat dipilih
menurut tipe informasi yang diinginkan.
1.6. Penelitian Terdahulu
Tabel 1.5 menyajikan ringkasan penelitian - penelitian sebelumnya yang
dijadikan acuan dalam pelaksanaan penelitian ini.
19
Tabel 1.5. PenelitianTerdahulu
Peneliti Judul Lokasi Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil
Suroso (2006) Kajian Kapasitas
Sungai Logawa Dalam
Menampung Debit
Banjir Menggunakan
Program HEC – RAS
Banyumas, Jawa
Tengah,
Indonesia
Mengetahui kapasitas Sungai
Logawa dari bending Kediri
sampai muara sungai di titik
pertemuan dengan Sungai
Serayu dalam menampung
debit banjir yang lewat untuk
beberapa periode ulang
Analisis hidrolika
menggunakan software
HEC – RAS dan analisis
hidrologi dengan HSS –
GAMA I untuk
menentukan debit banjir di
titik batas hulu
Pemetaan daerah rawan
banjir di sepanjang
Sungai Logawa sebagai
masukan kepada
masyarakat dan instansi
terkait dalam
pengendalian banjir
Eko Novriansyah
(2008)
Pengaruh Perubahan
Tata Guna Lahan
Terhadap Efektivitas
Banjir Kanal Barat
(BKB)
DKI Jakarta,
Indonesia
Memberikan gambaran
pengaruh yang ditimbulkan
oleh perubahan tata guna
lahan berdasarkan data
historis pendukung yang ada
terhadap efektivitas Banjir
Kanal Barat
Operasi software SMADA
Regresi Linear, HEC -
RAS dan membandingkan
sistem aliran Banjir Kanal
Barat (hasil penelitian
dengan desain yang ada)
Perbandingan antara
debit aliran dari DAS
Ciliwung dan sungai-
sungai kecil (bagian dari
sistem BKB), serta
pompa sekitar BKB
dengan kapasitas desain
eksisting BKB
Said Buchari (2008) Pengaruh Perubahan
Tata Guna Lahan
Terhadap Efektivitas
Banjir Kanal Timur
(BKT)
DKI Jakarta,
Indonesia
Mengevaluasi kapasitas dan
desain dari sistem Banjir
Kanal Timur akibat
pengaruh perubahan
penggunaan lahan
Analisis hidrologi dengan
cara manual (Metode
Rasional) dan software
SMADA Regresi Linear ;
Analisa hidrolika dengan
software HEC-RAS
Nilai debit banjir
rencana dari masing -
masing sungai yang
dilalui Banjir Kanal
Timur dibandingkan
hasil perhitungan oleh
konsultan dan
pemodelan dengan
bantuan program
terkait, serta analisa
kapasitas eksisting BKT
20
Jones Hendra M.
Sirait (2010)
Analisis Kemampuan
Kanal Banjir Dalam
Menangulanggi
Masalah Banjir Kota
Medan Kaitannya
Dalam Pengembangan
Wilayah
Medan,Sumatera
Barat, Indonesia
- Menganalisis kemampuan
kanal banjir dalam
menampung debit air
sungai yang berasal dari
hulu sungai Deli
- Menganalisis kemampuan
kanal banjir dalam
menampung debit air yang
berasal dari air hujan
- Menganalisis kemampuan
kanal banjir dalam
menampung debit air yang
berasal dari drainase-
drainase kota Medan
Operasi program SPSS 15,
Regresi Linear Berganda
Analisis kemampuan
kanal banjir dalam
menanggulangi masalah
banjir kota Medan
terhadap debit air yang
berasal dari sungai Deli,
air hujan, dan drainase-
drainase perkotaan
Nurita Yuniastiti
(2015)
Prakiraan Debit Banjir
Rencana dalam
Analisis Kapasitas
Tampung Banjir Kanal
Barat Jakarta
DKI Jakarta,
Indonesia
- Menganalisis kemampuan
kapasitas rencana Banjir
Kanal Barat Jakarta
- Menganalisis kemampuan
Banjir Kanal Barat Jakarta
dalam menampung debit
banjir rancangan dengan
berbagai periode ulang
- Analisis hidrologi dengan
cara manual (Metode
Rasional)
- Analisa hidrolika dengan
program HEC - RAS
versi 4.1.0
Evaluasi perbandingan
dimensi rencana saluran
Banjir Kanal Barat
dengan debit banjir
rencana dalam periode
tertentu, sehingga dapat
mengetahui efektivitas
kapasitas tampung
Banjir Kanal Barat
Peneliti Judul Lokasi Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil
21
1.7. Kerangka Pemikiran
Peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta menyebabkan kebutuhan akan
tempat tinggal dan air bersih menjadi semakin tinggi. Analisis kemampuan kanal
banjir dalam menanggulangi masalah banjir DKI Jakarta dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya banjir dan
penanggulangannya untuk mengurangi dampak kerusakan akibat banjir dengan
alasan bahwa di DKI Jakarta memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan
terdapat bangunan infrastruktur milik pemerintah dan masyarakat yang memiliki
nilai ekonomis yang tinggi dan mempunyai pengaruh dalam pergerakan
perekonomiannya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kapasitas Banjir
Kanal Barat (BKB) Jakarta sebagai suatu sistem pengendali banjir untuk
mengetahui perubahan tata guna lahan yang telah terjadi. Adapun dasar kerangka
pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.7 dibawah ini.
Permasalahan kapasitas tampung
Banjir Kanal Barat Jakarta
Kebutuhan lahan di berbagai sektor Intensitas curah hujan
1. Pengembangan di wilayah hulu (Sungai Ciliwung)
2. Pengembangan sepanjang aliran dan beberapa
sungai kecil Banjir Kanal Barat
3. Pengembangan wilayah pantai
Peningkatan nilai debit aliran
Debit banjir rancangan Kapasitas Banjir Kanal Barat
Evaluasi kapasitas tampung Banjir Kanal Barat Jakarta
Gambar 1.7. Kerangka Pemikiran Penelitian
Top Related