1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin maraknya persaingan dalam industri motor saat ini
menandakan kebutuhan masyarakat akan sepeda motor sebagai alat
transportasi sangat tinggi. Karena sepeda motor merupakan suatu sarana
transportasi yang relatif efektif dan efisien dibandingkan dengan sarana
transportasi lainnya, seperti mobil, bus, maupun sarana transportasi darat
lainnya yang memiliki ukuran lebih besar daripada sepeda motor. Produk
tersebut merupakan kebutuhan yang harus segera dipenuhi untuk kelancaran
aktivitas para penggunanya. Sepeda motor merupakan kebutuhan vital yang
harus dimiliki untuk kelancaran dan kemudahan aktivitas sehari-hari pada
setiap elemen keluarga. Fenomena ini direspon oleh perusahaan-perusahaan
otomotif dengan memunculkan jenis kendaraan yang semakin inovatif dan
variatif untuk mendorong pengguna bersedia melakukan pembelian ulang.
Bagi dealer, upaya-upaya pemasaran telah dilakukan antara lain:
brosur, kebijakan kredit, cashback dan perbedaan jangka waktu kredit,
ataupun bentuk-bentuk promosi lainnya untuk menarik perhatian konsumen,
namun dengan upaya-upaya promosi ini masih diperlukan pengujian terhadap
keefektifan dan keefisienannya. Persaingan merek yang ketat mendorong
dealer melakukan upaya-upaya pemasaran yang agresif untuk mendorong
keinginan konsumen bersedia melakukan pembelian ulang. Kondisi ini
2
menyebabkan PT. Ramayana Solo Mandiri yang berdomisili di jalan Gatot
Subroto 162 Surakarta yang merupakan dealer resmi kendaraan bermotor
merek Honda berusaha untuk mempelajari dan memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelian ulang kendaraan bermotor merek Honda, khususnya
di dealer PT.Ramayana Solo Mandiri.
Berdasarkan permasalahannya, interpurchase (interval pembelian
ulang) berkaitan dengan upaya-upaya yang sebaiknya dilakukan oleh pemasar
untuk menarik niat pembelian ulang, juga dapat digunakan untuk menjelaskan
perkiraan jangka waktu pembelian ulang. Hasil studi literatur mengindikasi
bahwa proses pembentukan interval pembelian ulang dapat juga dipengaruhi
oleh sifat produk yaitu produk bersifat publik dan produk bersifat mewah
(Lihat Mont dan Plepys, 2003; Grewal et al., 2004). Model yang
dikembangkan dalam studi ini bertumpu pada 3 variabel amatan, dengan
melakukan pengujian bahwa interval pembelian ulang dipengaruhi oleh
produk bersifat publik, produk bersifat mewah, dan sikap terhadap produk.
Oleh karena itu, didasarkan pada paparan diatas, penelitian ini
diarahkan menguji pengaruh sifat dasar produk tahan lama, yang diselidiki
melalui dimensi publik dan mewah (Bearden dan Etzel, 1982) pada konsumen
kendaraan bermotor merek Honda. Maka, dalam penelitian ini mengambil
judul “PENGARUH PRODUK BERSIFAT PUBLIK DAN PRODUK
BERSIFAT MEWAH TERHADAP INTERVAL PEMBELIAN ULANG
DENGAN SIKAP SEBAGAI VARIABEL MODERASI (Studi Kasus
Pada Kendaraan Bermotor Merek Honda Di Surakarta)”.
3
Berikut ini adalah permasalahan yang dirumuskan untuk menjelaskan
fenomena proses pembelian ulang terhadap produk bermotor merek Honda
yang menjadi obyek studi.
B. Rumusan Masalah
Produk yang bersifat publik. Variabel ini dikonseptualisasi sebagai
tingkatan sensitivitas atau tingkat perhatian penggunaan suatu produk terhadap
penilaian publik atau interpersonal tertentu. Hal ini terjadi karena
pengkonsumsiannya dapat dilihat dan diperhatikan oleh orang lain (Grewal et
al., 2004; Klaus-Wiedman, 2007). Produk yang bersifat publik diproposisikan
berhubungan negatif dengan interval pembelian ulang. Dalam studi ini,
fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi produk yang bersifat publik
semakin rendah interval pembelian ulang. Dengan demikian permasalahan
pertama yang dirumuskan adalah:
Apakah produk yang bersifat publik mempengaruhi interval pembelian
ulang?
Produk yang bersifat mewah. Variabel ini didefinisi sebagai tingkatan
kemewahan dari suatu produk. Hal ini dikarenakan produk tersebut berkaitan
erat dengan tingginya nilai finansial, nilai fungsional, nilai individual, dan
nilai sosial yang melampaui kebutuhan utilitarian1, dan produk mewah ini
1 Nilai finansial dioperasionalisasi sebagai harga yang tinggi; nilai fungsional diopreasionalisasi tingginya kualitas, keunikan produk, dan keunggulan pemakaian; nilai individual dioperasionalisasi sebagai self identity, hedonis, dan nilai materialistik; nilai sosial dioperasionalisasi sebagai kehormatan dan status sosial (Lihat Wiedman et al., 2007)
4
digunakan pada peristiwa-peristiwa tertentu yang bukan merupakan kegiatan
rutin sehari-hari.
Produk yang bersifat mewah diproposisikan berhubungan negatif
dengan interval pembelian ulang. Dalam studi ini, yang dijelaskan adalah
semakin tinggi produk yang bersifat mewah semakin rendah interval
pembelian ulang. Dengan demikian, permasalahan kedua yang dirumuskan
adalah:
Apakah produk yang bersifat mewah mempengaruhi interval pembelian
ulang?
Sikap. Variabel ini didefinisikan sebagai keseluruhan evaluasi berapa
besar kesukaan atau ketidaksukaan konsumen terhadap suatu obyek,
persoalan, seseorang, atau tindakan (Solomon, 2004), dengan mengisyaratkan
hubungan yang bersifat main effect dan interaction effect. Dalam konteks main
effect sikap diproposisikan berhubungan negatif dengan interval pembelian
ulang. Dalam studi ini yang dijelaskan adalah semakin tinggi sikap yang
ditunjukkan oleh konsumen semakin rendah interval pembelian ulang
(Mazurski dan Geva, 1989). Dengan demikian, permasalahan ketiga yang
dirumuskan adalah:
Apakah sikap mempengaruhi interval pembelian ulang?
Dalam konteks interaction effect sikap diproposisikan memoderasi
produk yang bersifat publik pada interval pembelian ulang. Dengan demikian,
permasalahan keempat yang dirumuskan adalah:
5
Apakah sikap memoderasi pengaruh produk yang bersifat publik pada
interval pembelian ulang?
Dalam konteks interaction effect sikap diproposisikan memoderasi
produk yang bersifat mewah pada interval pembelian ulang. Dengan demikian,
permasalahan kelima yang dirumuskan adalah:
Apakah sikap memoderasi pengaruh produk yang bersifat mewah pada
interval pembelian ulang?
C. Tujuan Penelitian
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan goodness-of-fit model dari
proses pembentukan interval pembelian ulang sehingga hasilnya diharapkan
dapat menjelaskan dengan baik proses pembentukan interval pembelian ulang
terhadap produk kendaraan bermotor. Secara spesifik, tujuan yang diharapkan
adalah:
1. Menjelaskan pengaruh produk yang bersifat publik pada interval
pembelian ulang.
2. Menjelaskan pengaruh produk yang bersifat mewah pada interval
pembelian ulang.
3. Menjelaskan pengaruh sikap pada interval pembelian ulang.
4. Menjelaskan pemoderasi dari sikap terhadap produk yang bersifat
publik pada interval pembelian ulang.
5. Menjelaskan pemoderasi dari sikap terhadap produk yang bersifat
mewah pada interval pembelian ulang.
6
Berikut ini adalah beberapa manfaat penelitian yang diharapkan
berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai.
D. Manfaat Penelitian
Kemanfaatan teoritis. Model interval pembelian ulang yang
dikonstruksi dalam studi ini direncanakan untuk diuji melalui prosedur rigid
untuk keakuratan prediksi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
sehingga studi ini dapat dikembangkan dan diuji lagi dengan menggunakan
pendekatan dan paradigma yang berbeda dalam konteks yang lebih luas.
Kemanfaatan untuk studi mendatang. Model ini dikembangkan
dengan metode riset yang terbatas ruang lingkupnya yang meliputi produk
kendaraan bermerek Honda dan berlatar belakang budaya masyarakat
Surakarta dan sekitarnya. Keterbatasan ini menunjukkan perlunya studi
lanjutan untuk menggeneralisasinya pada konteks yang lebih luas.
Kemanfaatan praktisi. Model yang dikembangkan dalam studi ini
bertujuan untuk mengungkap proses pembentukan interval pembelian ulang
terhadap kendaraan bermotor merek Honda. Hasilnya diharapkan dapat
memberikan pemahaman pada para pemasar tentang upaya-upaya yang
sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan interval pembelian ulang yang
semakin pendek dengan persaingan bisnis industri dealer yang semakin ketat.
7
E. Justifikasi Penelitian
Justifikasi penelitian meliputi pemilihan isu, pendekatan, pemilihan
metode pengujian, prinsip pengujian hipotesis, dan prinsip generalisasi model.
Isu penelitian. Studi ini mengungkap isu pokok tentang kendaraan
bermotor merek Honda. Hal ini dikarenakan studi ini merupakan penelitian
terapan yang digunakan sebagai pertimbangan secara empiris berkaitan
dengan permasalahan yang dihadapi dealer dalam memasarkan produk sepeda
motor, secara spesifik terkait dengan upaya yang seharusnya dilakukan untuk
membentuk loyalitas pelanggan melalui interval pembelian ulang.
Pendekatan penelitian. Studi ini bertumpu pada pendekatan psikologi
kognitif yang bertumpu pada komponen kognitif-afektif-konatif sebagai dasar
untuk memahami proses pembentukan interval pembelian ulang. Melalui
pendekatan ini diharapkan dapat menghasilkan model yang mempunyai daya
prediksi yang tinggi terhadap interval pembelian ulang terhadap produk
kendaran bermotor merek Honda. Hal ini dapat terjadi karena interval
pembelian ulang merupakan variabel tujuan yang masih berbentuk niat
pembelian yang belum nampak dalam bentuk pembelian aktual dalam waktu
dekat.
Pemilihan metode pengujian. Regresi linier berganda merupakan
metode statistik yang diperkirakan mampu untuk menjawab permasalahan
penelitian yang dirumuskan berdasarkan pada pertimbangan bahwa pola
hubungan variabel yang dimodelkan mengisyaratkan hubungan yang bersifat
main effect dan interaction effect (Lihat Teo & Pok, 2003; Louho et al., 2006).
8
Prinsip pengujian hipotesis. Dalam studi ini, proses pengujiannya
didasarkan pada prinsip deduktif hipotesis (hypothetical deductive). Hal ini
menjadi pertimbangan yang dianggap penting dalam studi ini, sebab prinsip
tersebut memberi kemudahan peneliti untuk melakukan penginterprestasian
hasil yang berlandaskan referensi. Berkaitan dengan hal ini, maka perumusan
permasalahan bertumpu pada konsep-konsep yang bersumber pada referensi
yang relevan.
Prinsip generalisasi model. Untuk menggeneralisasikan metode riset
yang terbatas ruang lingkupnya pada setting yang berbeda diperlukan kehati-
hatian untuk mencermati latar belakang pengujiannya. Apabila diabaikan, hal
ini berpotensi memunculkan pembiasan hasil-hasil pengujian yang berdampak
pada kekeliruan dalam memaknai teorinya sehingga berakibat pada kekeliruan
dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pemasaran yang disarankan.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab ini bertujuan untuk menelusuri literatur-literatur untuk
menjelaskan fenomena tentang proses pembentukan interval pembelian ulang.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kerangka dasar konseptual yang
selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis dan pengembangan model
penelitian.
A. Pengertian dan Pengembangan Hipotesis
Interval pembelian ulang. Interval pembelian ulang didefinisi sebagai
jangka waktu pembelian ulang produk pada merek yang sama (Grewal et al.,
2004). Niat pembelian kembali suatu produk dari penyedia yang sama
(repurchase intention) adalah keputusan individu tentang pembelian kembali dari
perusahaan yang sama (Hellier et al., 2003). Semakin rendah interval pembelian
ulang mengindikasi semakin pendek jangka waktu pembelian kembali suatu
produk dengan merek yang sama, sebaliknya semakin tinggi interval pembelian
ulang mengindikasi semakin lama jangka waktu pembelian kembali produk
tersebut. Isu ini memberikan dasar pemahaman terhadap upaya-upaya pemasaran
yang harus dilakukan untuk melakukan prediksi terhadap variabel tersebut,
sehingga pemasar dapat mengetahui keinginan target pasarnya secara tepat
melalui perumusan program-program promosi yang efektif.
10
Pembelian ulang ditentukan oleh loyalitas konsumen yang memberikan
keuntungan jangka panjang bagi perusahaan, sebab loyalitas konsumen
merupakan hal vital yang menentukan nilai dan pertumbuhan dari suatu
produk atau perusahaan. Menjaga interval pembelian ulang konsumen pada
produk maupun jasa merupakan pemeliharaan esensial bagi keuntungan
perusahaan dalam bisnis apapun.
Produk yang bersifat publik. Produk yang bersifat publik
dikonseptualisasi sebagai sifat penggunaan produk yang sensitif terhadap
penilaian publik atau kelompok referensi atau interpersonal tertentu. Hal ini
dapat terjadi karena pengkonsumsian produk tersebut dapat dilihat dan
diperhatikan oleh orang lain (Lihat Grewal et al., 2004; Klaus-Wiedman,
2007). Produk yang bersifat publik juga didefinisi sebagai produk yang
dikonsumsi dalam konteks publik yang terlihat orang lain sehingga orang lain
sadar dan tidak akan mengalami kesulitan jika ingin mengetahui merek atau
produk apa yang dipakai (Grewal et.al, 2004; Tine and Maggie, 2008). Produk
yang bersifat publik digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu
rutinitas dan orang lain dapat mengidentifikasi produk tersebut dari mereknya.
Dalam studi ini, produk yang bersifat publik dioperasionalisasi sebagai
sifat-sifat produk terkait dengan atribut-atribut yang diekspresikan dalam nilai
fisik dan psikologis sebagai berikut: (1) setiap orang mengetahui produk atau
merek yang dibeli, (2) hampir setiap orang mengetahui produk atau merek
yang digunakan, (3) mayoritas orang mengetahui produk atau merek yang
11
digunakan, (4) setiap orang menyadari produk atau merek sepeda motor yang
digunakan, (5) hampir setiap orang menyadari produk atau merek yang
digunakan, (6) mayoritas orang menyadari produk atau merek sepeda motor
yang digunakan.
Produk yang bersifat publik diproposisikan berhubungan negatif
dengan interval pembelian ulang. Fenomena yang dijelaskan adalah semakin
tinggi produk yang bersifat publik, semakin rendah interval pembelian ulang.
Hal ini dapat terjadi karena semakin banyak orang memperhatikan
pengkonsumsian produk semakin tinggi nilai kebanggaan terhadap produk
tersebut yang pada gilirannya berdampak pada semakin rendah interval
pembelian ulang. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah:
H1: semakin tinggi produk yang bersifat publik semakin rendah
interval pembelian ulang.
Produk yang bersifat mewah. Variabel ini mengekpresikan
kemewahan yang diakibatkan dari pemakaian suatu produk. Produk yang
bersifat mewah didefinisi sebagai produk eksklusif yang tidak dibutuhkan
secara pokok untuk kehidupan sehari-hari (Grewal et.al, 2004; Wiedman et.al,
2007). Hal ini dikarenakan produk yang bersifat mewah berkaitan erat dengan
tingginya nilai finansial, nilai fungsional, nilai individual dan nilai sosial
sehingga melampaui kebutuhan utilitarian2 (Lihat Wiedman et al., 2007).
2 Nilai finansial dioperasionalisasi sebagai harga yang tinggi; nilai fungsional diopreasionalisasi tingginya kualitas, keunikan produk, dan keunggulan pemakaian; nilai individual dioperasionalisasi sebagai self identity, hedonis, dan nilai materialistik; nilai sosial dioperasionalisasi sebagai kehormatan dan status sosial (Lihat Wiedman et al., 2007)
12
Produk yanng bersifat mewah tidak biasa digunakan dalam rutinitas sehari-
hari oleh penggunanya.
Kemewahan menggambarkan keindahan yang berlaku untuk item
fungsional. Kemewahan menawarkan lebih dari semata-mata obyek, tetapi
juga menyediakan referensi tentang selera yang bagus. Hal itu merupakan
alasan mengapa manajemen kemewahan tidak hanya tergantung pada harapan
pelanggan, tetapi merek kemewahan dihidupkan oleh program-program
internal perusahaan, visi global perusahaan, rasa spesifik yang perusahaan
promosikan sebagai standar. Item kemewahan menyediakan kesenangan
ekstra dan sekaligus mempengaruhi pikiran, kemewahan merupakan item
tambahan yang menyangkut golongan yang berkuasa ( Vigneron dan Johnson,
2004).
Pembelian produk yang bersifat mewah merupakan pembelian barang
bermerek untuk memenuhi kebutuhan psikologi dan kebutuhan fungsional
yang memainkan peran sekunder dalam keputusan pembelian (Arghavan and
Zaichkowsky 2000).
Produk yang bersifat mewah dioperasionalisasi berdasarkan nilai-nilai
yang berkaitan dengan: (1) aspek kemewahan produk bagi setiap orang, (2)
kemewahan produk untuk hampir setiap orang, (3) kemewahan produk untuk
mayoritas orang, (4) aspek kemewahan untuk kebutuhan sehari-hari produk
bagi mayoritas orang, (5) aspek kemewahan untuk kebutuhan sehari-hari
produk bagi hampir setiap orang, (6) aspek kemewahan untuk kebutuhan
sehari-hari produk bagi setiap orang.
13
Produk yang bersifat mewah diproposisikan berhubungan negatif
dengan interval pembelian ulang. Fenomena yang dijelaskan adalah semakin
tinggi produk yang bersifat mewah, semakin rendah interval pembelian ulang.
Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah:
H2: semakin tinggi produk yang bersifat mewah, semakin rendah
interval pembelian ulang.
Sikap. Variabel ini mengemukakan keseluruhan evaluasi berapa besar
kesukaan atau ketidaksukaan konsumen terhadap suatu obyek, persoalan,
seseorang, atau tindakan (Solomon, 2004). Secara luas sikap dilihat sebagai
organisasi motivasi, emosi, persepsi, dan pengolahan kognitif dengan
penghormatan terhadap beberapa aspek di lingkungan kita yang berlangsung
lama (Hawkins, Best, dan Coney, 2004), yang mengarah pada pengetahuan
dan perasaan positif atau negatif mengenai obyek atau aktivitas (Pride dan
Ferrel, 1991). Sikap dibentuk oleh tiga komponen utama (Hawkins, Best, dan
Coney, 2004): komponen kognitif, yang berhubungan dengan kepercayaan
seseorang terhadap suatu produk; komponen afektif yang berhubungan dengan
perasaan atau emosional yang dapat dievaluasi secara umum; komponen
perilaku yang menegaskan tanggapan dengan cara yang pasti terhadap suatu
obyek atau aktivitas.
Sikap dioperasionalisasi berdasarkan nilai-nilai yang berkaitan dengan:
(1) ide yang baik, (2) ide yang positif, (3) ide yang menyenangkan, (4) ide
yang berguna, (5) ide yang bermanfaat.
14
Selanjutnya dalam model, variabel ini diperkirakan mempunyai
pengaruh utama (main effect) dan pengaruh interaksi (interaction effect) dalam
proses pembentukan interval pembelian ulang (Lihat Teo & Pok, 2003; Louho
et al., 2006). Terdapat banyak kontroversi dalam hal bagaimana sikap yang
positif terhadap perusahaan atau merek dapat mempengaruhi perilaku
konsumen (Pride dan Ferrel, 1991). Dalam konteks main effect sikap
diproposisikan berhubungan negatif dengan interval pembelian ulang. Dalam
studi ini yang dijelaskan adalah semakin tinggi sikap yang ditunjukkan oleh
konsumen semakin rendah interval pembelian ulang. Dengan demikian
hipotesis yang dirumuskan adalah:
H3: semakin tinggi sikap semakin rendah interval pembelian ulang.
Dalam konteks interaction effect sikap diproposisikan memoderasi
produk yang bersifat publik pada interval pembelian ulang. Fenomena yang
dijelaskan adalah semakin tinggi interaksi sikap dan semakin tinggi produk
yang bersifat publik berpengaruh pada semakin rendah interval pembelian
ulang. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah:
H4: semakin tinggi sikap dan semakin tinggi produk bersifat publik
semakin rendah pengaruhnya pada interval pembelian ulang.
Dalam konteks interaction effect sikap diproposisikan memoderasi
produk yang bersifat mewah pada interval pembelian ulang. Fenomena yang
dijelaskan adalah semakin tinggi sikap dan semakin tinggi pengaruh produk
yang bersifat mewah berpengaruh pada semakin rendah pada interval
pembelian ulang Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah:
15
H5: semakin tinggi sikap dan semakin tinggi produk bersifat mewah
semakin rendah pengaruhnya pada interval pembelian ulang.
Gambar 2.1 adalah model penelitian yang merangkum hubungan antar-
variabel yang dihipotesiskan.
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Model Penelitian
X1
Y X2
X3 Sumber: Hasil Konstruksian Peneliti
Sikap
Produk bersifat publik
Produk bersifat mewah
Interval Pembelian
ulang
H1
H2
H4
H5
H3
16
Keterangan:
Gambar 2.1 mendiskripsikan 5 hipotesis yaitu: (1) H1 menunjukkan
pengaruh produk yang bersifat publik pada interval pembelian ulang, (2) H2
menunjukkan pengaruh produk yang bersifat mewah pada interval pembelian
ulang, (3) H3 menunjukkan pengaruh sikap pada interval pembelian ulang, (4)
H4 menunjukkan pengaruh interaksi sikap terhadap produk yang bersifat
publik pada interval pembelian ulang, (5) H5 menunjukkan pengaruh interaksi
sikap terhadap produk yang bersifat mewah pada interval pembelian ulang.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel
untuk menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannnya, sehingga
informasi yang dihasilkan dapat dipercaya dari segi metode dan prosedur
pengujiannya.
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjenis kausal yaitu tipe penelitian yang bertujuan
menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu fenomena. Penelitian ini
berusaha memahami hubungan antar variabel yang dapat dibedakan menjadi
variabel independen yang merupakan penyebab dan variabel dependen akibat
dari suatu fenomena. Dengan demikian, penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan yang memberikan pemahaman, penjelasan dan prediksi.
Studi ini bersifat cross sectional yang pengujiannya bertumpu pada
data yang terjadi pada satu titik waktu (one point in time), sehingga model
yang dikonstruksi tidak didesain untuk menangkap perubahan yang terjadi
yang dikarenakan oleh pergeseran waktu. Fenomena ini kemungkinan
berdampak pada ketidakmampuan model untuk digunakan sebagai alat
prediksi jika asumsi dasar berubah seiring dengan pergesaran waktu yang
terjadi.
18
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu
organisasi atau perorangan langsung dari objeknya. Data primer mengacu
pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang
berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi (Sekaran, 2000).
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan survei yang dipandu dengan
kuesioner, sehingga data yang terkumpul merupakan informasi yang
bersumber pada fenomena riil yang diamati. Teknik ini dipandang relevan
untuk memberikan dukungan terhadap pengujian konsep yang bersifat
konfirmasi untuk memberikan dukungan atau penolakan terhadap hipotesis
yang dirumuskan.
B. Populasi, Teknik Sampling, dan Sampel
Target populasi adalah individu yang berniat melakukan pembelian
ulang sepeda motor yang bermerek sama yaitu Honda di Surakarta. Dalam
studi ini, sampel yang diambil adalah 200 responden dengan menggunakan
teknik purposive sampling yaitu sampel non probabilitas dengan kriteria yang
ditentukan. Pengambilan sampel non-probabilitas merupakan satu-satunya
alternatif yang cocok (feasible) apabila populasi total tidak tersedia atau tidak
diketahui peneliti (Cooper dan Schindler, 2003). Penentuan jumlah sampel
diharapkan memenuhi kriteria minimal dalam pengujian hipotesis sesuai
dengan metode statistik yang dipilih yaitu regresi linier barganda. Teknik
purposive sampling yang dipilih bertujuan untuk menghindari bias persepsi
19
dalam pengisian kuesioner jika pemilihannya tidak menggunakan kriteria
rigid. Kriteria yang ditentukan sebagai berikut:
1. Pernah membeli sepeda motor dengan merek yang sama yaitu
Honda,
2. Responden berkeinginan untuk membeli kembali kendaraan
bermotor dengan merek yang sama yaitu Honda,
3. Setiap responden mempunyai kesempatan sekali dalam pengisian
kuesioner,
4. Setiap responden bebas menerima atau menolak survei, dan tidak
ada ikatan kekerabatan, intimidasi, atau hadiah-hadiah dalam
bentuk apapun yang dapat menurunkan derajad keyakinan terhadap
kualitas data yang diperoleh.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui survei dengan cara
mewawancarai responden secara langsung yang dipandu dengan kuesioner
yang didesain. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat keseriusan
responden dalam pengisian kuesioner sehingga diharapkan data yang
terkumpul mempunyai tingkat akurasi yang tinggi.
C. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel
Interval pembelian ulang. Interval pembelian ulang dikonseptualisasi
sebagai jarak pembelian produk baru dengan pembelian produk lama yang
mempunyai merek yang sama (Lihat Grewal et al., 2004). Variabel ini diukur
dengan menggunakan skala rasio yaitu dalam bulan.
20
Produk yang bersifat publik. Variabel ini dikonseptualisasi sebagai
tingkatan persepsian orang lain terhadap kemudahan produk untuk dilihat dan
diperhatikan (Grewal et al,. 2004; Tine dan Maggie, 2008). Variabel ini
dioperasionalisasi dengan menggunakan 6 item pengukuran yang terkait
dengan aspek:
1. Setiap orang bisa mengetahui produk atau merek yang digunakan,
2. Hampir setiap orang bisa mengetahui produk atau merek yang
digunakan,
3. Mayoritas orang bisa mengetahui produk atau merek yang
digunakan,
4. Mayoritas orang menyadari produk atau merek sepeda motor yang
digunakan,
5. Hampir setiap orang menyadari produk atau merek yang
digunakan,
6. Setiap orang menyadari produk atau merek sepeda motor yang
digunakan.
Masing-masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert
(1= sangat tidak setuju sampai 5= sangat setuju).
Produk yang bersifat mewah. Variabel ini dikonseptualisai sebagai
tingkatan persepsian orang lain terhadap kemewahan produk (Grewal et al,.
2004). Produk yang bersifat mewah dioperasionalisasi menggunakan 6 item
terkait dengan aspek:
21
1. Kemewahan bagi setiap orang,
2. Kemewahan bagi hampir setiap orang,
3. Kemewahan bagi mayoritas orang,
4. Kemewahan untuk kebutuhan sehari-hari bagi mayoritas orang,
5. Kemewahan untuk kebutuhan sehari-hari bagi hampir setiap orang,
6. Kemewahan untuk kebutuhan sehari-hari bagi setiap orang.
Masing-masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert
(1= sangat tidak setuju sampai 5= sangat setuju).
Sikap. Variabel ini mengemukakan keseluruhan evaluasi berapa besar
kesukaan atau ketidaksukaan konsumen terhadap suatu obyek, persoalan,
seseorang, atau tindakan (Solomon, 2004). Sikap dioperasionalisasi
menggunakan 5 item terkait dengan aspek:
1. Ide yang baik,
2. Ide yang positif,
3. Ide yang menyenangkan,
4. Ide yang berguna,
5. Ide yang bermanfaat.
Masing-masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert
(1= sangat tidak setuju sampai 5= sangat setuju).
22
D. Pengujian Statistik
Pengujian statistik diawali dengan pengujian validitas dan reliabilitas
data penelitian untuk memberikan jaminan bahwa data yang diperoleh telah
memenuhi kriteria kelayakan untuk diuji dengan menggunakan metode
statistik apapun jenisnya, sehingga hasil yang diperoleh mampu
menggambarkan fenomena yang diukur.
Uji validitas. Pengujian ini bertujuan mengetahui ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Jogiyanto,
2004). Suatu instrumen dianggap memiliki validitas tinggi jika dapat
memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan tujuannya. Dalam studi ini
teknik analsis yang digunakan adalah Confirmatory Factor Analysis (CFA)
dengan menggunakan software SPSS 13.0 for Windows, setiap item
pertanyaan harus mempunyai factor loading > 0,40. Hal ini disebabkan karena
konstruk yang hendak diuji merupakan pengujian kembali dari penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya yang telah berhasil mengidentifikasi faktor-faktor
pembentuk konstruk. Teknik yang digunakan adalah dengan melihat output
dari rotated component matrix yang harus terekstrak secara sempurna. Jika
masing-masing item pertanyaan belum terekstrak secara sempurna, maka
proses pengujian validitas dengan Factor Analysis harus diulang dengan cara
menghilangkan item pertanyaan yang memiliki nilai ganda.
23
Uji reliabilitas. Untuk menguji reliabilitas digunakan Cronbach Alpha
dengan bantuan SPSS 13.0 for Windows. Hair et al., (1998) menjelaskan
bahwa nilai Cronbach Alpha dapat dikatakan reliabel apabila nilainya > 0,70.
Uji ini untuk mengukur sejauh mana kehandalan atau konsistensi internal dari
suatu instrumen penelitian. Dengan demikian, prosedur pengujian ini dapat
memberikan jaminan bahwa datanya memenuhi kriteria kelayakan untuk
dianalisis dengan menggunakan metode statistik yang lain. Indikator
pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000) yang membagi tingkatan
reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut, jika alpha atau r hitung:
1. 0,8-1,0 = Reliabilitas baik
2. 0,6-0,799 = Reliabilitas diterima
3. kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik
Berikut ini adalah pemilihan metode statistik yang digunakan untuk
pengujian hipotesis.
Uji regresi linier berganda. Pengujian ini bertujuan menjelaskan
hubungan antar-variabel independen dan dependen, di mana independennya
merupakan variabel yang jamak (Haryanto, Budhi dan Soemarjati, 2008).
Model statistika yang didesain adalah:
Yt = α + β1 pubt + β2 luxt + β3 attt + β4 pubt*attt + β5 luxt*attt + et
..........................(rumus 3.1)
24
Keterangan:
Y = interval pembelian ulang
α = konstanta
β1.β5 = koefisien regresi
pub = produk yang bersifat publik
lux = produk yang bersifat mewah
att = sikap konsumen terhadap produk
e = error term
Kriteria goodness-of-fit model dapat dijelaskan melalui hasil sebagai
berikut: (1) R square yang menunjukkan kemampuan variabel independen
dalam menjelaskan variabel dependen, (2) F test yang diharapkan mempunyai
signifikansi < 0,05 yang digunakan untuk menjelaskan kemampuan model
untuk menjelaskan, memprediksi fenomena yang diuji, (3) model harus
memenuhi kriteria uji 3 asumsi klasik yaitu tidak terdapat multikolinieritas,
autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Selanjutnya, hubungan antar-variabel
dapat dijelaskan melalui uji parsial yang ditunjukkan oleh uji t yang
diharapkan < 0,05.
Melalui prosedur pengujian yang dilakukan secara rigid diharapkan
konsep-konsep yang dihasilkan dapat dipercaya keakuratannya dalam
memprediksi fenomena yang distudi.
25
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini bertujuan untuk menjelaskan hasil-hasil yang diperoleh melalui
pengujian statistik yang dilakukan. Namun sebelum mengungkapnya, terlebih
dahulu dikemukakan hasil pengujian validitas dan reliabilitas data penelitian
yang dimaksudkan untuk mengetahui kualitas data penelitian, yang diikuti
dengan statistik deskriptif yang menunjukkan profil responden yang menjadi
sampel penelitian.
4.1. Pengujian kualitas data penelitian
Pengujian kualitas data penelitian meliputi pengujian validitas dan
reliabilitas. Pengujian validitas dilakukan untuk memastikan bahwa indikan-
indikan yang didesain dapat mengukur konstruk dengan baik. Sedangkan
pengujian reliabilitas digunakan untuk menjelaskan tingkat kekonsistenan
dari masing-masing indikan dalam menjelaskan konstruknya. Berikut ini
adalah penjelasannya.
4.1.1. Pengujian validitas
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan indikan
untuk menjelaskan konstruk yang diukurnya atau yang disebut dengan
validitas konvergen, dan ketidakmampuan indikan untuk menjelaskan
konstruk yang tidak diukurnya atau yang disebut dengan validitas
26
deskriminan. Kedua jenis validitas ini dapat dijelaskan melalui score
loading yang diperoleh melalui pengujian confirmatory factor analysis
yang diperoleh. Namun sebelum menjelaskannya terlebih dahulu
dijelaskan hasil pengujian KMO dan Bartlett’s Test yang diperoleh.
Pengujian ini merupakan pengujian goodness-of-fit model dari analisis
faktor yang digunakan untuk menjamin bahwa hasil reduksian yang
diperoleh dapat diyakini kebenarannya.
Tabel 4.1 mengindikasi bahwa model analisis faktor yang
digunakan memenuhi kriteria goodness-of-fit yang baik. Hal ini dapat
dilihat melalui skor KMO = 0,863 (>0,50) dan signifikansi Bartlett's Test
of Sphericity 0,00 (<0,05).
Tabel 4.1
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .863
Approx. Chi-Square
2445.735
df 136
Bartlett's Test of Sphericity
Sig. .000 Sumber: Hasil olahan data.
Pengujian berikutnya adalah mereduksi faktor melalui
confirmatory factor analysis. Untuk mempermudah penganalisisan
terhadap hasil-hasil reduksian teknik yang dilakukan adalah melalui
rotated factor matrix. Hal ini terjadi karena score loading yang terbesar
saja yang muncul pada tabel faktor sehingga penganalisisan dapat
27
dilakukan secara cepat. Tabel 4.2 menyajikan hasil pengujian Rotated
Component Matrix yang diperoleh untuk mempermudah
penginterpretasiannya.
Tabel 4.2
Rotated Component Matrix
Component
1 2 3 PP1 .632
PP2 .773
PP3 .797
PP4 .795
PP5 .767
PP6 .728
PW1 .823
PW2 .838
PW3 .861
PW4 .877
PW5 .878
PW6 .841
ATT1 .828
ATT2 .870
ATT3 .757
ATT4 .905
ATT5 .891
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a Rotation converged in 7 iterations. Sumber: Hasil olahan data.
Hasil rotasian faktor yang disajikan merupakan indikan-indikan
yang berkemampuan untuk menjelaskan konstruknya atau yang
mempunyai validitas konvergen dan diskriminan yang baik. Produk yang
28
bersifat publik dapat dijelaskan melalui PP1, PP2, PP3, PP4, PP5, dan
PP6. Hal ini dikarenakan indikan-indikan tersebut mempunyai validitas
konvergen yang tinggi (loading factor > 0,40), sehingga semua indikan
yang didesain berkemampuan untuk menjelaskan konstruk yang
diukurnya. Namun demikian, studi ini masih memerlukan penelitian
lanjutan untuk mengujinya pada konteks yang berbeda, sehingga di masa
mendatang diharapkan dapat meningkatkan validitas konvergen dari
instrumen-instrumen yang didesain dalam studi ini. Dengan demikian,
produk yang bersifat publik bercirikan bahwa semua orang dapat
mengetahui sepeda motor yang akan dibeli.
Produk yang bersifat mewah merupakan konstruk kedua yang diuji
validitasnya. Hasilnya mengindikasi bahwa konstruk tersebut dapat diukur
oleh PW1, PW2, PW3, PW4, PW5, dan PW6. Hal ini dikarenakan
indikan-indikan tersebut mempunyai validitas konvergen yang tinggi
(loading factor > 0,40), sehingga semua indikan yang didesain
berkemampuan untuk menjelaskan konstruk yang diukurnya. Namun
demikian, studi ini masih memerlukan penelitian lanjutan untuk
mengujinya pada konteks yang berbeda, sehingga di masa mendatang
diharapkan dapat meningkatkan validitas konvergen dari instrumen-
instrumen yang didesain dalam studi ini. Dengan demikian, produk yang
bersifat mewah bercirikan bahwa semua orang mempersepsi mewah
kendaraan yang akan dibeli.
29
Sikap merupakan konstruk terakhir yang diuji validitasnya.
Hasilnya mengindikasi bahwa konstruk tersebut dapat dijelaskan oleh
ATT1, ATT2, ATT3, ATT4, dan ATT5. Hal ini dikarenakan indikan-
indikan tersebut mempunyai validitas konvergen yang tinggi (loading
factor > 0,40), sehingga semua indikan yang didesain berkemampuan
untuk menjelaskan konstruk yang diukurnya. Namun demikian, studi ini
masih memerlukan penelitian lanjutan untuk mengujinya pada konteks
yang berbeda, sehingga di masa mendatang diharapkan dapat
meningkatkan validitas konvergen dari instrumen-instrumen yang didesain
dalam studi ini. Dengan demikian, sikap bercirikan bahwa semua orang
mempersepsi pembelian ulang merupakan ide yang positif.
4.1.2. Pengujian Reliabilitas
Pengujian berikutnya adalah reliabilitas yang bertujuan untuk
menjelaskan konsistensi internal dari indikan-indikan yang mempunyai
validitas tinggi yang digunakan untuk mengukur konstruknya. Hasil
pengujiannya mengindikasi bahwa semua indikan mempunyai reliabilitas
yang baik (> 0,6) sehingga dapat dikatakan indikan-indikan yang
dikonstruksi dapat menjelaskan dengan baik fenomena yang distudi (lihat
Tabel 4.3).
30
Tabel 4.3
Hasil Pengujian Reliabilitas
Konstruk Indikan Cronbach's Alpha
Keterangan
Produk yang bersifat publik
6 0.866 Baik
Produk yang bersifat mewah
6 0.942 Baik
Sikap
5 0.907 Baik
Sumber: Hasil olahan data.
Berdasarkan hasil pengujian validitas dan reliabilitasnya dapat
disimpulkan bahwa data yang diperoleh telah memenuhi kriteria
kelayakan, sehingga kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Dengan demikian, data tersebut dapat diproses lebih lanjut dengan
menggunakan metode statistik apapun jenisnya, dan hasilnya dapat
dijamin keakuratannya.
Pembahasan berikutnya adalah hasil statistik deskriptif yang
digunakan untuk menjelaskan profil responden yang melatarbelakangi
studi ini.
4.2. Hasil Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif yang disajikan menunjukkan profil responden
berdasarkan usia yang diukur dalam tahun, pendidikan formal yang
diperoleh yang diukur dalam skala ordinal (1: lulus SLA atau dibawahnya,
dan 2: lulus sarjana), tanggungan keluarga yang diukur dengan skala rasio
yaitu jumlah tanggungan, pekerjaan yang diukur dengan menggunakan skala
31
nominal (1: pegawai negeri, 2: pegawai swasta, 3: wirausaha, dan 4:
lainnya), penghasilan keluarga diukur dengan menggunakan skala rasio
yaitu jumlah penghasilan perbulan dalam bentuk rupiah), dan yang terakhir
pembelian ulang kendaraan bermotor diperuntukan diukur dengan skala
nominal (1: diri sendiri, 2: anak, 3: orang lain) (lihat Tabel 4.4).
Tabel 4.4
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Usia
200 15 58 25,32
Pendidikan formal
200 1 2 1,11
Tanggungan keluarga
200 1 14 3,23
Pekerjaan
200 1 4 3,32
Penghasilan keluarga perbulan
200 300.000 8.000.000 2.245.750
Pembelian Ulang Diperuntukan 200 1 3 1,35
Valid N (listwise) 200 Sumber: Hasil olahan data
Hasil statistik deskripsif mengindikasi bahwa usia responden
berkisar antara 15 tahun sebagai usia terendah sampai dengan 58 tahun
sebagai usia tertinggi. Rerata usia responden adalah 25 tahun. Hal ini
menjelaskan bahwa rerata calon konsumen sepeda motor adalah termasuk
usia produktif walaupun ada sebagian yang termasuk remaja. Bagi remaja
32
proses pembelian ulang juga berhubungan dengan peran serta orang tua
dalam pengambilan keputusan.
Dari sisi pendidikan formal, hasil statistik deskripstif menunjukkan
bahwa responden berpendidikan SLA (Sekolah Lanjutan Atas) atau
dibawahnya hingga berpendidikan sarjana. Sedangkan hasil perhitungan
mean mengindikasi bahwa rerata pendidikan responden menunjukkan angka
1,11. Hal ini menjelaskan bahwa pendidikan formal calon responden
sebagaian besar lulus SLA atau dibawahnya. Kata dibawahnya yang
dimaksud untuk mengakomodasi pendidikan responden yang tidak tamat
SLA.
Jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 1 orang hingga 14
orang. Statistik deskriptif menunjukkan bahwa rerata jumlah tanggungan
keluarga responden adalah 3 orang, yang ditunjukkan oleh nilai mean 3,23.
Penghasilan keluarga responden berkisar antara Rp 300.000,-
hingga Rp 8.000.000,- sedangkan reratanya adalah Rp 2.245.750,- Hal ini
mengindikasi bahwa calon konsumen termasuk dalam strata sosial
menengah ke bawah. Dengan demikian, pemasar dapat mengarahkan
program pemasarannya yang difokuskan pada strata tersebut.
Pembelian ulang kendaraan bermotor merek Honda oleh responden
rata-rata diperuntukkan diri sendiri yang ditunjukkan dengan nilai mean
1,35.
Berikutnya adalah pembahasan hasil pengujian hipotesis dengan
menggunakan metode regresi berganda yang dipilih. Metode statistik ini
33
dipilih untuk menjelaskan hubungan parsial antar-variabel seperti yang
dihipotesiskan. Dalam perhitungannya, variabel-variabel yang dianalisis
merupakan bentuk komposit3 dari indikan-indikan yang mengukurnya.
Berikut ini adalah pembahasannya.
4.3. Hasil Pengujian Hipotesis
Untuk mempermudah perhitungan, semua variabel dinotasikan
sebagai berikut: interval pembelian ulang dinotasikan dengan Y, produk
yang bersifat publik dinotasikan dengan X1, produk yang bersifat mewah
dinotasikan dengan X2, dan sikap dinotasikan dengan X3. Metode regresi
yang digunakan adalah “enter” yaitu dengan cara mengeluarkan variabel
independen dari model yang mempunyai nilai t yang paling kecil untuk
menghasilkan goodness-of-fit model yang baik sehingga dapat menjelaskan
fenomena yang diuji.
Dengan melalui trial and error, metode regresi yang dipilih adalah
EGARCH (exponential generalized autoregressive conditional
heteroscedasticity)4. Hal ini dilakukan karena variansnya berpola
autoregresif yang saling mempengaruhi. Fenomena ini terjadi pada kasus
data cross-section seperti dalam penelitian ini kemungkinan dikarenakan
dalam pengisian kuesioner terjadi saling mempengaruhi di antara para
3 Nilai komposit merupakan penjumlahan dari hasil perkalian masing-masing indikan dengan masing-masing skor faktornya, yang dapat diketahui dari hasil analisis faktor yang dilakukan. 4 Model EGARCH merupakan spesifikasi dari model ARCH dan GARCH yang berasumsi bahwa varians kondisionalnya berbentuk eksponensial dan asimetris. Hal ini dapat dipelajari lebih lanjut pada Sqrensen (2001) dan Enders (2004). Model tersebut digunakan untuk mengakomodasi varians yang bersifat autoregresif (Gujarati, 1995).
34
responden, sehingga error yang terjadi pada responden 1 mempengaruhi
error pada responden 2.
Dengan menggunakan cara ”enter” dalam melakukan proses
analisis regresinya, ada 4 variabel yang menghasilkan goodness-of-fit yang
baik yaitu X1, X2, X3, dan X1*X3. Metode ini digunakan untuk
mendapatkan nilai F yang tinggi, sehingga model yang dihasilkan adalah
model yang dapat menjelaskan fenomena dengan baik. Namun sebelum
membahas hasil pengujian regresi yang dilakukan, berikut ini adalah
bahasan terhadap hasil pengujian 3 asumsi klasik yang meliputi pengujian
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Berikut ini adalah
hasil-hasil pengujiannya.
4.3.1. Hasil Pengujian Multikolinearitas Sempurna
Multikolinearitas terjadi karena hubungan antar-variabel (share
influence) dari variabel independen terjadi secara sempurna, sehingga
hasilnya dapat membiaskan penginterpretasian. Tabel 4.5 menyajikan
korelasi antar-variabel independen yang diperoleh. Hasilnya mengindikasi
korelasi yang signifikan di antara variabel independen yang dianalisis.
Namun karena tingkat korelasinya < 0,80, maka dapat dikatakan bahwa
model yang diuji tidak mengindikasi terjadinya multikolinearitas yang
35
sempurna (Lihat Gujarati, 2003)5, sehingga model prediksiannya adalah
BLUE.
Tabel 4.5
Hasil Korelasi Antar-Variabel Independen
Variabel mean Standar
deviation X1 X2 X3 X1*X3 X1
3.4980 .96394 Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) .
N 200 X2
1.7650 .62694 Pearson Correlation
.470(**) 1
Sig. (2-tailed)
.000 .
N 200 200 X3
3.9152 1.04617 Pearson Correlation
.107 .138 1
Sig. (2-tailed)
.132 .052 .
N 200 200 200 X1*X3
13.8016 5.60664 Pearson Correlation
.751(**) .415(**) .710(**) 1
Sig. (2-tailed)
.000 .000 .000 .
N 200 200 200 200 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berikutnya adalah hasil pengujian autokorelasi yang ditujukan
untuk mendeteksi terjadi hubungan antar disturbance error dari masing-
masing space.
5 Kasus multikolinearitas sempurna terjadi jika nilai korelasinya mendekati angka 1. Sedangkan kasus yang terjadi dalam studi ini kemungkinan dikarenakan oleh sampling phenomenon yaitu keterbatasan jumlah sampel, sehingga jika jumlahnya diperbesar kemungkinan kasus yang terjadi dapat dihilangkan (Gujarati, 2003).
36
4.3.2. Hasil Pengujian Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat besarnya nilai
Durbin-Watson Test (uji D-W) yaitu sebesar 1,820079 yang selanjutnya nilai
tersebut diperbandingkan dengan Tabel D-W. Tabel 4.6 menyajikan
pengujian autokorelasi berdasarkan nilai-nilai yang dipersyaratkan dalam
tabel. Hasilnya mengindikasi bahwa model regresi yang diuji tidak
mengindikasi terjadinya autokorelasi sehingga dapat digunakan sebagai
model prediksian yang baik.
Tabel 4.6
Tabel Pengujian Autokorelasi
Pen jelasan
Cut-off Nilai Tabel
Autokorelasi positif
0 < d < dl 0 <d < 1,728
Tidak ada keputusan
dl < d < du 1,728 < d < 1,810
Tidak terdapat autokorelasi baik positif atau negatif
du < d < 4-du 1,810 < d* < 2,19
Tidak ada keputusan
4-du < d <4-dl 2,19 < d < 2,272
Autokorelasi negatif
4-dl < d < 4 2,272 < d < 4
Keterangan: * merupakan nilai uji D-W yaitu sebesar 1,820079. Sumber: Hasil olahan data dan Gujarati (2003).
Berikutnya adalah hasil pengujian heteroskedastisitas yang
bertujuan untuk mendeteksi terjadi hubungan disturbance error dengan
modelnya. Hal ini berdampak pada hasil prediksian yang tidak efisien yang
dikarenakan disturbance error yang seharusnya konstan tetapi ternyata
bervariasi yang mempengaruhi kestabilan model prediksiannya.
37
4.3.3. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Hasil pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Melalui uji ARCH karena diduga varians kondisionalnya berbentuk
eksponensial dan asimetris, maka hasilnya mengindikasi tidak terjadi
heteroskedastisitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai uji F yang tidak signifikan
(F-stat = 0,263204; Prob = 0,608502), demikian juga uji parsial yang
menunjukkan uji t yang tidak signifikan (t-stat = 0,513035; prob = 0,6085).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi yang diuji tidak
mengindikasi terjadinya heteroskedastisitas.
Tabel 4.7
Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
ARCH Test: F-statistic 0.263204 Probability 0.608502 Obs*R-squared 0.265522 Probability 0.606352
Test Equation: Dependent Variable: STD_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/17/09 Time: 21:05 Sample(adjusted): 2 200 Included observations: 199 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.950340 0.130799 7.265681 0.0000
STD_RESID^2(-1) 0.036561 0.071265 0.513035 0.6085 R-squared 0.001334 Mean dependent var 0.986558 Adjusted R-squared -0.003735 S.D. dependent var 1.550436 S.E. of regression 1.553329 Akaike info criterion 3.728677 Sum squared resid 475.3275 Schwarz criterion 3.761775 Log likelihood -369.0033 F-statistic 0.263204 Durbin-Watson stat 1.999857 Prob(F-statistic) 0.608502
Sumber: Hasil olahan data.
38
Berikutnya adalah hasil pengujian regresi beserta pembahasannya.
4.3.4. Hasil Regresi Linier Berganda
Hasil pengujian regresi dapat dilihat pada Tabel 4.8 yang
menjelaskan hubungan secara parsial antara X1, X2, X3, X1*X3, dan Y.
Metode yang digunakan untuk menyeleksi variabel adalah dengan
menggunakan “enter” untuk mendapatkan nilai uji F yang baik. Metode ini
digunakan dengan cara mereduksi nilai t yang terendah hingga yang
tertinggi untuk menghasilkan nilai F yang paling baik. Hal ini dimungkinkan
untuk dilakukan dengan pertimbangan bahwa hubungan yang tidak
signifikan merupakan hubungan yang tidak bermakna yang dapat
menurunkan nilai varians, yang pada gilirannya berdampak pada
ketidakmampuan model untuk menjelaskan fenomena yang diuji.
Namun sebelum menjelaskan hasil analisisnya, terlebih dahulu
dijelaskan hasil uji goodness-of-fit model yang diperoleh. Hasil pengujian
goodness-of-fit model meliputi nilai R kuadrad (R-squared) dan nilai uji
varians (uji F). Hasil uji R kuadrad yang diperoleh adalah 0,150774. Hal ini
mengindikasi bahwa variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 15,07 %, sedangkan selebihnya dijelaskan oleh variabel
potensial yang tidak dimodelkan. Hasil pengujian ini mengisyaratkan
perlunya kehati-hatian dari pemasar untuk mencermati variabel-variabel
yang juga berpotensi meningkatkan interval pembelian ulang.
39
Selanjutnya, hasil pengujian varians menunjukkan hasil yang
signifikan (F-stat = 4,238838; prob = 0,000106). Hal ini mengindikasi
bahwa secara simultan, modelnya mempunyai goodness-of-fit yang baik
yang berimplikasi pada kemampuannya untuk menjelaskan fenomena yang
diuji dengan baik.
Tabel 4.8
Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda
Dependent Variable: Y Method: ML - ARCH Date: 03/17/09 Time: 21:18 Sample: 1 200 Included observations: 200 Convergence achieved after 100 iterations
Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. SQR(GARCH) 0.897126 0.163282 5.494324 0.0000
X1 5.946587 0.718249 8.279278 0.0000 X2 -1.012768 0.466923 -2.169024 0.0301 X3 -0.830772 0.688593 -1.206477 0.2276
X1*X3 -0.639448 0.194977 -3.279598 0.0010 Variance Equation
C 40.29219 9.086923 4.434085 0.0000 ARCH(1) -0.015699 0.030450 -0.515575 0.6062
(RESID<0)*ARCH(1) -0.647332 0.172512 -3.752394 0.0002 GARCH(1) 1.083349 0.042707 25.36708 0.0000
R-squared 0.150774 Mean dependent var 22.64000 Adjusted R-squared 0.115204 S.D. dependent var 19.60721 S.E. of regression 18.44324 Akaike info criterion 8.523647 Sum squared resid 64969.25 Schwarz criterion 8.672071 Log likelihood -843.3647 F-statistic 4.238838 Durbin-Watson stat 1.820079 Prob(F-statistic) 0.000106
Hasil pengujian goodness-of-fit mengindikasi bahwa model regresi
yang diuji berkemampuan menjelaskan dengan baik fenomena interval
pembelian ulang terhadap kendaraan bermotor merek Honda. Berikut ini
adalah pembahasan tentang hasil pengujian heteroregresif yang dilakukan.
40
Hasil pengujian heteroregresif yang dilakukan menunjukkan bahwa
GARCH mempunyai hubungan yang signifikan dan positif (z-test =
5,494324; prob = 0,0000) yang berarti bahwa semakin tinggi variasi calon
konsumen, semakin tinggi interval pembelian ulang (lihat Sqrensen, 2001;
Enders, 2004). Variasi subyek yang dimaksud adalah keragaman konsumen
yang berdampak pada keragaman persepsian yang berpotensi menjadi
variabel pengganggu. Hal ini dapat terjadi karena eksistensi dari variabel
pengganggu yang tidak dimodelkan. Hasil pengujian ini memerlukan kehati-
hatian untuk mencermatinya, sebab semakin tinggi keragaman konsumen
berdampak pada semakin lama interval pembelian ulang terhadap kendaraan
bermotor merek Honda.
Berikutnya adalah pembahasan hasil-hasil pengujian terkait dengan
hipotesis yang dirumuskan.
4.3.4.1. Hubungan Antara Produk yang Bersifat Publik dan Interval
Pembelian Ulang (Hipotesis 1)
Hasil pengujian mengindikasi bahwa hubungan antara persepsian
produk yang bersifat publik dan interval pembelian ulang adalah
signifikan dan positif (β1 = 5.946587; z-stat = 8.279278; prob =
0.0000). Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi persepsian produk
yang bersifat publik semakin tinggi interval pembelian ulang. Fenomena
ini dapat terjadi karena produk yang bersifat publik sensitif terhadap
penilaian publik atau kelompok referensi atau interpersonal tertentu. Hal
41
ini dapat terjadi karena pengkonsumsian produk tersebut dapat dilihat
dan diperhatikan oleh orang lain (Lihat Grewal et al., 2004; Klaus-
Wiedman, 2007).
Namun hubungan yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi
persepsian produk dapat dilihat orang lain semakin lama interval
pembelian ulang. Fenomena ini dapat terjadi kemungkinan dikarenakan
oleh faktor kebanggaan terhadap sepeda motor yang relatif tinggi yang
pada akhirnya berdampak pada semakin lama interval pembelian
terhadap kendaraan tersebut. Temuan ini tidak mendukung hipotesis 1
yang menjelaskan regularitas fenomena yang mengarah pada hubungan
yang signifikan dan negatif antara produk yang bersifat publik dan
interval pembelian ulang (Lihat Grewal et al., 2004; Klaus-Wiedman,
2007). Untuk menjelaskan fenomena ini diperlukan pengujian lanjutan
dalam konteks yang berbeda sehingga di masa mendatang dapat
menjelaskan fenomena seperti yang dihipotesiskan.
Temuan studi ini memerlukan kehati-hatian dari pemasar untuk
mendesain stimulus yang berkemampuan untuk membangun persepsian
produk yang bersifat publik Dalam konteks ini stimulus yang perlu
dipahami pemasar adalah sifat-sifat produk yang bersifat publik terkait
dengan atribut-atribut produk yang diekspresikan dalam nilai fisik dan
psikologis. Atribut-atribut sensitif terhadap persepsian konsumen karena
setiap orang mengetahui produk atau merek yang dibeli, hampir setiap
orang mengetahui dan menyadari kehadiran produk sepeda motor.
42
4.3.4.2. Hubungan Antara Produk yang Bersifat mewah dan Interval
Pembelian Ulang (Hipotesis 2)
Hasil pengujian mengindikasi hubungan antara persepsian produk
yang bersifat mewah dan interval pembelian ulang adalah signifikan dan
negatif (β2 = -1.012768; z-stat = -2.169024; prob = 0.0301). Hal ini
menjelaskan bahwa semakin tinggi persepsian produk yang bersifat
mewah semakin rendah interval pembelian ulang. Fenomena ini dapat
terjadi karena produk yang bersifat mewah sensitif terhadap penilaian
publik atau kelompok referensi atau interpersonal tertentu karena
berkaitan erat dengan tingginya nilai finansial, nilai fungsional, nilai
individual dan nilai sosial yang melampaui kebutuhan utilitarian
sehingga semakin mempercepat interval pembelian ulang. Dengan
demikian hipotesis 2 yang dikonsepkan terdukung dalam studi ini
(Lihat Grewal et al., 2004; Klaus-Wiedman, 2007). Walaupun demikian,
temuan ini masih memerlukan studi lanjutan untuk meningkatkan
validitas eksternal dari instrumen-instrumen yang didesain.
Bagi pemasar, temuan ini memberikan pemahaman tentang
perlunya pendesainan stimulus terkait dengan upaya-upaya yang
sebaiknya dilakukan untuk membangun persepsian kemewahan dari
suatu produk yang dipasarkan. Stimulus-stimulus yang dimaksud adalah
sepeda motor yang mempunyai aspek kemewahan produk bagi setiap
orang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melalui upaya ini ini
43
diharapkan dapat mempercepat interval waktu pembelian ulang terhadap
sepeda motor.
4.3.4.3. Hubungan Antara Sikap dan Interval Pembelian Ulang (Hipotesis 3)
Hasil pengujian mengindikasi hubungan antara sikap dan interval
pembelian ulang adalah tidak signifikan dan negatif (β3 = -0.830772; z-
stat = -1.206477; prob = 0.2276). Hal ini menjelaskan bahwa sikap
bukan merupakan variabel yang dipertimbangkan penting untuk
membentuk interval pembelian ulang. Fenomena ini dapat terjadi
kemungkinan dikarenakan konsumen tidak menginginkan pembelian
ulang sepeda motor dalam jangka waktu karena sepeda motor yang lama
masih berfungsi dengan baik. Hal ini yang diperkirakan menyebabkan
variabel keputusan ini tidak dipertimbangkan penting oleh konsumen
untuk memutuskan pembelian ulang sepeda motor.
Pola hubungan yang tidak signifikan dan negatif ini tidak
memberikan dukungan pada hipotesis 3 yang menjelaskan bahwa
semakin tinggi sikap semakin rendah interval pembelian ulang. Hal ini
memerlukan studi lanjutan untuk meningkatkan validitas eksternal dari
konsep yang dihipotesiskan.
Bagi pemasar, temuan ini memberikan pemahaman tentang kehati-
hatian dalam mendesain stimulus yang membangun persepsian sikap
terhadap konsumen sebab dapat berdampak pada ketidaktertarikan
konsumen untuk melakukan pembelian ulang.
44
4.3.4.4. Hubungan Antara Interaksi dari Produk yang Bersifat Publik
dengan Sikap dan Interval Pembelian Ulang (Hipotesis 4)
Hasil pengujian mengindikasi hubungan antara persepsian sikap
dengan produk yang bersifat publik dan interval pembelian ulang adalah
signifikan dan negatif (β4 = -0.639448; z-stat = -3.279598; prob =
0.0010). Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi interaksi dari sikap
dan semakin tinggi persepsian produk yang bersifat publik semakin
rendah interval pembelian ulang yang dilakukan. Fenomena ini dapat
terjadi kemungkinan dikarenakan konsumen mempunyai sikap yang
positif terhadap ide pembelian ulang produk yang dapat terlihat oleh
umum sehingga semakin mempercepat interval pembelian ulang.
Hasil pengujian yang diperoleh dalam studi ini memberikan
dukungan pada hipotesis 4 yang menjelaskan bahwa interaksi dari
sikap dengan produk yang bersifat publik berpengaruh negatif pada
interval pembelian ulang. Namun demikian, hal ini masih memerlukan
studi lanjutan untuk meningkatkan validitas eksternal dari konsep yang
dihipotesiskan.
Bagi pemasar, temuan ini memberikan pemahaman tentang
perlunya pendesainan stimulus yang mengkombinasi persepsian produk
yang bersifat publik dan persepsian sikap sehingga melalui stimulus ini
diharapkan dapat memperpendek waktu pembelian ulang. Stimulus-
stimulus pemasaran yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan
tampilan sepeda motor yang mampu menonjolkan kelebihan-kelebihan
45
atribut produk yang dapat dilihat orang sehingga konsumen memiliki
sikap yang positif terhadap produk sepeda motor tersebut.
4.3.4.5. Hubungan Antara Interaksi dari Produk yang Bersifat Mewah
dengan Sikap dan Interval Pembelian Ulang (Hipotesis 5)
Dalam pengujian, variabel interaksi dari sikap dengan produk yang
bersifat mewah dikeluarkan dari model sebab mempunyai hubungan
yang tidak signifikan dengan interval pembelian ulang. Hal ini
menyebabkan nilai F yang rendah yang berdampak pada goodness-of-fit
model yang rendah, sehingga model yang dihasilkan tidak mampu
menjelaskan fenomena yang distudi.
Temuan studi ini mengisyaratkan bahwa produk yang bersifat
mewah dan sikap bukan merupakan variabel yang dipertimbangkan
penting oleh calon konsumen untuk membeli ulang sepeda motor. Hal
ini berdampak pada hipotesis 5 yang tidak terdukung dan tidak
terjelaskan eksistensinya dalam model. Dengan demikian, secara teoritis
studi ini tidak memberikan dukungan terhadap regularitas teori yang
menjelaskan hubungan interaksi dari sikap dengan produk yang bersifat
mewah dan interval pembelian ulang. Terkait dengan hal ini, pemasar
tidak perlu mendesain stimulus-stimulus yang mengkombinasikan
persepsian produk yang bersifat mewah dan sikap untuk mempercepat
interval pembelian ulang sepeda motor sepeda motor Honda.
46
BAB 5
PENUTUP
Bab ini bertujuan memberikan simpulan terhadap hasil-hasil yang
diperoleh yang diikuti dengan keterbatasan penelitian dan saran penelitian
baik bagi peneliti yang akan datang maupun bagi perusahaan. Berikut ini
adalah penjelasannya.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dari analisis regresi berganda yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Variabel-variabel keputusan yang dapat memperpendek interval
pembelian ulang adalah persepsian produk yang bersifat mewah,
dan interaksi antara persepsian produk yang bersifat publik dengan
persepsian sikap. Dengan demikian interval pembelian ulang dapat
dipersingkat dengan cara mendesain stimulus-stimulus pemasaran
yang dapat membangun persepsian persepsian produk yang bersifat
mewah, dan interaksi antara persepsian produk yang bersifat publik
dengan persepsian sikap.
2. Variabel-variabel keputusan yang memperlama interval pembelian
ulang adalah persepsian produk yang bersifat publik. Dengan
demikian, untuk mempersingkat interval pembelian ulang
diperlukan kehati-hatian untuk membangun stimulus-stimulus
47
pemasaran terkait dengan variabel keputusan tersebut. Pemasar
disarankan untuk tidak membangun stimulus yang berlebihan
sebab diperkirakan dapat berdampak pada interval pembelian yang
semakin lama.
3. Variabel-variabel keputusan yang tidak berpengaruh secara
signifikan adalah persepsian sikap dan interaksi persepsian produk
yang bersifat mewah dengan persepsian sikap. Hal ini menjadi
pertimbangan penting bagi pemasar untuk tidak mendesain
stimulus-stimulus yang berkaitan dengan variabel-variabel
tersebut, sebab hal ini diperkirakan tidak akan mempengaruhi
interval pembelian ulang.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Berikut ini adalah penjelasan terhadap keterbatasan penelitian yang
bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang ruang lingkup penelitian
yang berpotensi menurunkan derajat keyakinan terhadap keakuratan hasil
penelitian:
1. Dalam penelitian ini, variabel diukur berdasarkan persepsi
subyektif individu yang dapat memunculkan bias persepsi individu
dalam menanggapi instrumen-instrumen penelitian yang dapat
menyebabkan semakin rendahnya kualitas data penelitian. Untuk
mengeliminasinya, data penelitan yang diperoleh diuji kualitasnya
melalui prosedur yang rigid, sehingga kebenarannya dapat
48
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan data yang berasal dari
partisipan yang mengalami bias persepsi dapat terdeteksi lebih
awal sehingga dalam pemrosesan selanjutnya diberi perlakuan
tertentu yang berbeda.
2. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui survei
terhadap pelanggan kendaraan bermotor merek Honda, namun
teknik ini mempunyai kelemahan yang berkaitan dengan upaya
pencapaian model yang robust yang dikarenakan ketidakmampuan
peneliti untuk mengontrol variabel eksternal yang dapat
mempengaruhi persepsian responden dalam pengisian kuesioner.
Studi ini berusaha untuk mengatasi kelemahan ini melalui beberapa
cara, antara lain: kecermatan yang tinggi dalam pemilihan
partisipan dan proses pengisian kuesioner. Melalui prosedur ini
diharapkan dapat menghasilkan model yang mampu
menggambarkan fenomena yang dijelaskan (Lynch, 1982; 1999).
3. Produk Honda yang menjadi obyek amatan dapat dikategorikan
sebagai produk bersifat tangible yang mempunyai keterlibatan
tinggi (Assael, 1998). Dengan demikian, hasil studi ini mempunyai
keterbatasan dalam mengaplikasi model pada konteks produk yang
berbeda. Namun demikian, peneliti berusaha mengurangi
keterbatasan ini melalui pendesainan metode dan prosedur
pengujian yang rigid. Melalui cara ini diharapkan model yang
dihasilkan diharapkan dapat memberikan penjelasan yang baik
49
terhadap fenomena yang diteliti. Melalui pendesainan metode dan
prosedur pengujian rigid diharapkan tidak mengurangi derajat
keyakinan terhadap hasil yang diperoleh.
5.3. Saran Penelitian
Studi ini merupakan applied research yang permasalahannya
berawal dari permasalahan yang dihadapi oleh pemasar produk kendaraan
bermotor yang bermerek Honda. Dengan demikian, model yang dibangun
bertumpu pada permasalahan riil yang dihadapi pemasar yang selanjutnya
dikonfirmasi dengan beberapa studi terdahulu yang relevan, sehingga model
yang dibangun merupakan model terapan yang diharapkan dapat
menjelaskan fenomena yang distudi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat penulis berikan
adalah:
5.3.1. Bagi Peneliti yang akan datang
Dalam studi ini ada beberapa temuan yang memerlukan studi
lanjutan yaitu hubungan yang berbalikan antara hasil pengujian dan
konsep yang dihipotesiskan dan hubungan yang tidak signifikan. Hal ini
masih memerlukan studi lanjutan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
menjadi penyebabnya. Studi di masa mendatang disarankan untuk
mengkonfirmasi ulang instrumen-instrumen yang didesain dalam studi ini
berikut metode statistik yang dipergunakan untuk memecahkan
50
permasalahan yang dihipotesiskan. Dengan demikian, studi mendatang
diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih baik terhadap model
prediksian yang diuji.
5.3.2. Bagi Perusahaan
Untuk memperpendek interval pembelian ulang, disarankan
pemasar mendesain stimulus-stimulus pemasaran yang dapat membangun
persepsian produk yang bersifat mewah, dan interaksi antara persepsian
produk yang bersifat publik dengan persepsian sikap. Berikut ini adalah
penjelasannya:
1. Stimulus-stimulus yang dapat membangun nilai kemewahan.
Stimulus-stimulus yang dimaksud adalah yang terkait dengan
nilai kemewahan yang dapat dilihat oleh setiap orang. Dengan
demikian, pemasar disarankan untuk menanamkan suatu image
bahwa sepeda motor yang dipasarkan harus dapat memenuhi
kriteria kemewahan bagi pemiliknya.
2. Stimulus-stimulus yang dapat membangun persepsian produk
yang bersifat publik sekaligus persepsian sikap. Stimulus-
stimulus yang dimaksud adalah yang terkait dengan kemudahan
produk untuk dilihat dan diperhatikan orang lain. Dengan
demikian, pemasar disarankan untuk menanamkan suatu image
bahwa sepeda motor yang dipasarkan dapat memenuhi kriteria
kemudahannya dapat dilihat dan diperhatikan oleh orang lain.
51
3. Terakhir, selain stimulus-stimulus yang telah diungkapkan,
pemasar juga disarankan untuk berhati-hati dalam mendesain
stimulus-stimulus yang terkait dengan variabel-variabel
keputusan yang dapat memperlama interval pembelian ulang.
Stimulus-stimulus yang dimaksud adalah yang terkait dengan
upaya untuk membangun persepsian produk yang bersifat
publik. Hal ini perlu dicermati sebab secara parsial pendesainan
stimulus tersebut secara berlebihan dapat berdampak pada
semakin lamanya interval pembelian ulang.
52
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Reanisa Galih, F 0202100. 2006. Pengaruh Penilaian Konsumen Dan
Persepsi Konsumen Pada Image Toko Terhadap Keinginan Membeli
(Studi Kasus Pada Produk Honda Supra X 125 Cc Di Kota Surakarta).
Surakarta: Fakultas Ekonomi UNS.
Assael, Henry. 1998. Consumer Behavior And Marketing Action. South Western
College Publishing.
Atchariyachanvanich, Kanokwan, Hitoshi Okada And Noboru Sonehara. 2006.
What Keeps Online Customers Repurchasing Through The Internet?.
Journal of Marketing Research.
Aurier, Philippe., Yves Evrard and Giles N Goala. 2001. From Consumption To
Global Value: An Integrative Framework. The Lalonde Seminar 28
International Research Seminar In Marketing On Marketing
Communication And Consumer Behavior.
Brucks, Merry. 2001. The Effect Of Product Class Knowledge On Information
Search Behavior. Journal Of Consumer Research. Vol. 12.
Carvalho, Cesar Augusto.2007. Impact Of Consumer Attitude In Predicting
Purchasing Behaviour. Journal of Marketing Research.
Chandon, Piere., Brian Wansink and Gilles Laurent. 2000. A Benefit Congruency
Framework Of Sales Promotion Effectiveness. Journal Of Marketing.
Cowley, Elizabeth. and Andrew A. Mitchel. 2003. The Moderating Effect Of
Product Knowledge On The Learning An Organization Of Product
Information. Jounal Of Consumer Research, Inc. Vol. 30, pp. 443-454.
53
Crawford, Gerry. and T.C. Melewar. 2003. The Importance Of Impulse
Purchasing Behavior In The International Airport Environment. Journal
Of Consumer Behavior. Vol. 3, 1, pp. 85-98.
Daughherty, Terry., Matthew S. Eastin and Laura Bright. 2008. Exploring
Consumer Motivations For Creating User-Generated Content.
DeBarnier, Virginie And Irina Rodina. 2007. Which Luxury Perceptions Affect
Most Consumer Purchase Behavior? A Cross Cultural Exploratory Study
In France, The United Kingdom And Russia. Journal of Marketing
Research.
Detris, T Honora. 2002. The Relationship Of Gender Ang Achievement To Future
Outlook Among African American Adolescent.
Enders, W. (2004). Applied Econometric Time Series. Second Edition, United
States of America: John Wiley & Sons. Inc.
Engel, James F. Roger D Blackwell and Paul W Miniard. 1994. Perilaku
Konsumen: Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
Fahad, F0204044. 2008. Proses Pembentukan Interpurchase Interval (Studi
Replikasi Model Grewal Et.Al, 2004). Surakarta: Fakultas Ekonomi UNS.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.
Gorp, Jeremi Van. 2005. Youth, Identify, And Consumption. Departement Of
Sociology University Of Antwerp. pp. 1-20.
Grewal, Radjeep, Raj Mehta and Frank R. Kardes. 2004. The Timing of Repeat
Purchases of Consumer Durable Goods: The Role of Functional Bases of
54
Consumer Attitudes. Journal of Marketing Research Vol. XLI (February
2004), 101–115.
Gujarati, D.N. (2003). Basic Econometrics. International Edition, New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Hair, J.F., Anderson, RE., Tatham, R.L., Black, W.C. 1998. Multivariate Data
Analysis: With Reading. Fourth Edition. Upper Saddle River. New jersey:
Prentice Hall International, inc.
Hartono, Jogiyanto. 2004. Teori Ekonomi Mikro Analisis Matematis. Yogyakarta:
Andi.
Haryanto, Budhi dan Soemarjati. 2008. Proses Pembentukan Interval Pembelian
Ulang: Studi Kasus Pada Kendaraan Bermotor Merek Honda. Universitas
Sebelas Maret: Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi.
Hausman, angela. 2000. A Multi Method Investigation Of Consumer Motivation In
Impulse Buying Behavior. Journal Of Consumer Marketing. Vol. 17. no. 5,
pp. 403-419.
Hellier, Phillip K, Gus M Geursen, Rodney A Carr, dan Jordan A Rickard.2003.
Customer Repurchase Intention, A General Structural Equation Model.
Europian Journal Of Marketing:AB/INFORM Global page 1762.
Inman, J. Jeffrey. and Marcel Zeelenberg. 2002. Regret In Repeat Purchase
Versus Switching Decisions: The Attenuating Role Of Decision
Justifiability. Journal Of Consumer Research. Vol. 29, pp. 116-128.
Jiuan, T.S., wirtz, J,. Jung K., & Keng, KA. 2001. Analysis Of Rusian Value.
Work, Percuniary Adherence, Materialsm, Feminism, Enviromental
55
Conciousness, And Media Credibility. Singapore Management Review.
Vol. 23, no. 1, pp. 59-86.
Klaus, Peter Wiedmann., Nadine Hennigs, Astrid Siebels. 2007. Measuring
Consumers Luxury Value Perception: A Cross-Cultural Framework.
Academy Of Marketing Science. Vol. 2007, no. 7.
Kotler, Philip dan A.B. Susanto. 1999. Manajemen Pemasaran Di Indonesia.
Jakarta: Salemba Empat.
Kotler, Philip. 2000. Marketing Management. The millenium edition. New jersey:
Prentice-Hall International, inc.
Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Lillrank, Paul. 2003. New Research The Quality Of Information. International
Journal Of Quality And Reliability Management. Vol. 20. no. 6, pp. 691-
703.
McEnally and De Chernatony. 1999. The Evolving Nature Of Branding:
Consumer And Managerial Considerations. Academic Of Marketing
Science. Vol. 1999. no.02.
Mont, Oksana and Andrius Plepys. 2003. Customer Satisfaction: Review Of
Literature And Application To The Product-Service System. The
International Institute For Industrial Enviromental Economics.
Mowen, John C. and Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 1. jakarta:
Erlangga.
56
Pease, Wayne, Michael Rowe. 2005. Diffusion Of Innovation- The Adoption Of
Electronic Commerce By Small And Medium Enterprises (SMES)- A
Comparative Analysis. Ajis. Vol. 13. no. 01.
Pratisto, Arif. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik Dan Rancangan
Percobaan Dengan SPSS 12. Gramedia: Jakarta.
Schiffman, Leong G. and Leslie Lazar Kanuk. 1990. Consumer Behavior. New
delhi: Prentice Hall of India.
Sekaran, Uma. 2000. Research Methods For Business. A Skill Building Approach.
Third Edition. John wiley & sons inc.
Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Sqrensen, B.E. (2005). “Arch and Generalization”. Economics 7395. Spring, pp.
1-3
Srikumar, Krishnamoorthy, and Bharat Bhasker. 2004. Personailized Product
Selection In Internet Business. Journal Of Electronic Commerce Research.
Vol. 5. no. 4, pp. 216-227.
Stegemann Nicole. 2006. Unique Brand Extension Challenges For Luxury
Brands. Journal of Business & Economics Research – October 2006
Volume 4, Number 10.
Teas, R. Keneth., Sanjeef Agarwal. 2000. The Effect Of Extrinsic Product Cues
On Consumers Perceptions Of Quality, Sacrifice, And Value. Journal Of
The Academy Marketing Science. Vol. 28. no. 02, pp. 278-290.
57
Tine, Faseur., and Geuens Maggie. 2008. Using The Right Emotion To Promote
The Right Product To The Right Person. Departement Of Economics And
Business Administration.
Wells. D. William. and David Prensky. 1996. Customer Behavior. New york
USA. John Willey & sons. Inc.
Yi, Ting Yu., Alison Dean. 2001. The Contribution Of Emotional Satisfaction To
Consumer Loyalty. International Journal Of Service Industry
Management. Vol. 12. no. 03. pp. 234-250.
Top Related