1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, baik dari segi
luas wilayah maupun jumlah populasi. Wilayah Indonesia yang terbentang dari
Sabang di ujung Pulau Sumatera hingga ke Merauke di Pulau Papua, yang terdiri
dari beribu pulau, menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia. Dari segi jumlah populasi, Indonesia turut pula mengungguli negara
lainnya di kawasan Asia Tenggara. Bahkan untuk tingkat Asia, Indonesia
menempati posisi ketiga sebagai negara dengan populasi terbanyak setelah
China dan India.
Dari sudut pandang kepentingan negara-negara baik di tingkat regional
maupun global, Indonesia dipandang strategis dan penting. Penilaian demikian
bukan semata karena jumlah populasi yang mencapai hampir 250 juta
penduduk yang menjadikannya potensial dari aspek ekonomi bagi kepentingan
negara-negara besar, namun mencakup pula dari aspek politik dan keamanan.
Lebih lanjut, Indonesia merupakan negara yang kuat di kawasan. Secara
geografis, Indonesia memiliki 2/3 perairan di Asia Tenggara dan berada di jalur
perdagangan internasional atau Sea Lanes of Trade (SLOT) dan jalur komunikasi
internasional atau Sea Lanes of Communication (SLOC) yang menghubungkan
dua samudra besar, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Di tingkat regional
Asia Tenggara, Indonesia juga memainkan peran penting, termasuk peran
kepemimpinan de facto Indonesia dalam ASEAN. Dari segi ekonomi, Indonesia
2
menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan positif sekaligus
merupakan pasar yang potensial dengan jumlah penduduk yang besar.
Sementara dalam bidang keamanan, Indonesia memiliki jalur-jalur strategis
pertahanan dan keamanan serta perdagangan.
Dengan pelbagai modal seperti yang dijelaskan di atas, maka tidak
mengherankan jika Indonesia disebut sebagai pemimpin de facto Perhimpunan
Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Hal ini juga didukung dengan prinsip
yang dianut Indonesia yaitu politik luar negeri yang bersifat bebas dan aktif.
Politik luar negeri Indonesia yang demikian dianggap ‘bersahabat’ sekaligus
mengindikasikan bahwa Indonesia tidak akan pernah berpihak pada satu
kekuatan atau aliansi tertentu. Di samping itu, melalui Deklarasi Bangkok,
Indonesia merupakan salah satu founding fathers of ASEAN, bersama dengan
Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura, yang dibentuk pada 8 Agustus 1967.
Sebagai pemimpin ASEAN, Indonesia telah berkali-kali dipercaya untuk
memimpin pelbagai pertemuan dan forum yang digelar negara-negara ASEAN.
Sebagai contoh, Indonesia memimpin Pertemuan Menteri Pertahanan Negara-
negara ASEAN 2011 (ASEAN Defence Ministerial Meeting/ADMM 2011) yang
diselenggarakan sekali setahun,1 memimpin negara ASEAN dalam pertemuan
para Menteri Lingkungan Hidup (Informal ASEAN Ministerial Meeting on
Environment/IAMME) yang diselenggarakan pada tahun 2013, pemimpin ASEAN
Ministerial Meeting, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT ASEAN), Southeast Asian
Nuclear-Weapon-Free Zone (SEANWFZ) dan ASEAN Regional Forum (ARF).
3
Politik luar negeri bebas aktif yang dipegang teguh oleh Indonesia turut
pula meningkatkan kepercayaan dari negara-negara ASEAN untuk menjadikan
Indonesia sebagai penengah konflik yang terjadi antar anggota di kawasan.
Kepercayaan terhadap Indonesia bahkan dipercaya hingga ke tingkat regional
Asia Pasifik, dimana Indonesia berperan sebagai penengah ketegangan yang
terjadi antara dua kekuatan besar, China dan Amerika Serikat di Laut China
Selatan. Sementara konflik yang pernah terjadi di kawasan Asia Tenggara
seperti konflik antara Thailand dan Kamboja akibat sengketa perbatasan
terhadap Kuil Preah Vihear, Indonesia sukses sebagai mediator ketika Menteri
Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mampu mendamaikan kedua negara
di PBB pada 14 Februari 2011.2
Lebih lanjut lagi, Indonesia selaku ketua ASEAN pada tahun 2011 senantiasa
dapat memberikan kontribusi pemikiran yang konkrit bagi perkembangan
ASEAN sebagai sebuah building block (kawasan pembangunan). Indonesia
menjabat sebagai ketua ASEAN sejak tanggal 1 Januari 2011 hingga akhir tahun
2011 dengan mengusung tema “ASEAN Community in a Global Community of
Nations”. Keketuaan Indonesia diumumkan secara resmi oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada saat penutupan KTT ASEAN ke-17 di Hanoi, Vietnam.
Selama menjabat sebagai ketua, ASEAN berhasil mencetak angka nilai
perdagangan pada tahun 2011 yang mencapai 1,6 triliun Dollar AS per tahun.3
Pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang
menjabat selama dua periode sebagai Presiden Indonesia (2004-2014),
Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menjadi leader state di
4
kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Upaya Indonesia menjadi leader state ini
tentunya tetap sejalan dengan prinsip fundamental yang dipegang oleh
Indonesia yaitu pelaksaanaan politik luar negeri bebas aktif. Dalam
pelaksanaannya, Indonesia juga menaati kesepakatan dalam Deklarasi Bangkok
bahwa negara-negara ASEAN sepakat untuk membangun kerjasama
memajukan kesejahteraan ekonomi, sosial dan budaya yang dituangkan dalam
prinsip ASEAN yaitu kerjasama, persahabatan, dan non-intervensi.4 Di samping
itu, Indonesia juga aktif mendorong negara-negara kawasan untuk bersama
menjaga stabilitas dan keamanan kawasan Asia Tenggara. Setiap konflik dan
perselisihan yang terjadi harus diselesaikan dengan cara damai tanpa
melibatkan penggunaan kekuatan militer (hard power). Hal ini sejalan pula
dengan kepentingan nasional Indonesia yang terus mengupayakan agar
tercapai keseimbangan dinamis (dynamic equilibrium), yaitu kondisi dimana
tidak ada kekuatan dominan tunggal di kawasan dan berbagai negara
berinteraksi secara damai dan menguntungkan.5
Secara spesifik di bidang pertahanan, Indonesia mengupayakan pelbagai
kerjasama termasuk dengan melakukan diplomasi pertahanan dengan China
dan merumuskan kebijakan pertahanan yang disebut dengan Kebijakan
Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF).
Indonesia dan China, merupakan dua negara yang terletak di kawasan yang
sama, Asia Pasifik. Di samping sebagai mitra strategis Indonesia, kedua negara
ini dikenal pula dengan jumlah populasi penduduk yang padat yang sekaligus
menjadikannya modal yang sangat besar untuk berkembang. Menanggapi
5
kenyataan bahwa China sedang melakukan modernisasi militer, Indonesia di
bawah rezim Susilo Bambang Yudhoyono, di interval waktu 2004-2014,
melakukan diplomasi pertahanan dengan China, sebagai salah satu usaha untuk
mencapai kepentingan nasional. Melalui upaya diplomasi pertahanan,
Indonesia berusaha untuk melakukan pendekatan kepada China melalui
kerjasama pertahanan dan mengajak China untuk bersama menjaga stabilitas
kawasan. Indonesia dan China saling mengunjungi negara masing-masing untuk
melakukan dialog dan konsultasi, pertukaran informasi, mendeklarasikan
kerjasama strategis yang disepakati kedua negara melalui penandatanganan
Strategic Partnership pada tahun 2005 di Jakarta. Kedua negara juga saling
bertukar perwira militer, pendidikan militer, juga mengadakan latihan bersama.
Selain melakukan diplomasi pertahanan dengan China, di masa Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia mulai menata pertahanannya dengan
lebih baik. Diantara upaya yang dilakukan adalah berusaha membangun
Kebijakan Kekuatan Pokok Minimum (MEF) dan meningkatkan anggaran
pertahanan. Lembaga untuk mendorong terciptanya industri pertahanan dalam
negeri yang kuat, yaitu Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), dibentuk.6
Hal ini penting untuk menyiapkan industri pertahanan yang mandiri di masa
depan.
Pada tahun 2004, di awal masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, baru terlihat adanya perumusan kebijakan jangka panjang di
bidang pertahanan Indonesia yang lebih terencana dan lebih rapi, terutama
dalam hal penguatan sektor pertahanan negara, mencakup doktrin, sistem,
6
serta kelembagaan. Penguatan postur pertahanan Indonesia terlihat hampir
merata di ketiga postur pertahanan, yaitu darat, laut, dan udara. Berbeda
dengan periode 2001-2004, di masa kepemimpinan Presiden Megawati
Soekarnoputri yang lebih menekankan pada pembangunan postur pertahanan
udara.7
Selain itu, Indonesia juga membuat kebijakan mulai dari menambah
personil militer, peningkatan mutu sumber daya manusia prajurit militer,
kecanggihan dan teknologi alat utama sistem persenjataan, mengajak rakyat
untuk ikut bersama menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
serta berusaha untuk memproduksi secara independen beberapa alutsista
tanpa menggantungkannya pada negara lain. Semua ini merupakan tujuan yang
ingin dicapai Indonesia melalui pembangunan Kebijakan MEF.
Dalam implementasi MEF, Indonesia tidak terlepas dari kerjasama
internasional, baik bilateral maupun multilateral. Indonesia memaksimalkan
hubungan dengan negara-negara kawasan melalui pembelian alutsista impor
sebagai usaha Indonesia dalam memenuhi kebutuhan alutsista dalam negeri
yang belum dapat diproduksi industri pertahanan nasional. Selain itu,
pelaksanaan kerjasama ini merupakan landasan atau penguat kerjasama
keamanan dengan negara lain. Kerjasama ini dimaksimalkan pula oleh
Indonesia dengan mendorong negara-negara yang terdapat di kawasan agar
bersama menjaga stabilitas kawasan dan menjadi penengah dalam konflik yang
terjadi antar negara di kawasan.
7
Berdasarkan paparan latar belakang usaha Indonesia untuk menjadi leader
state di Asia Tenggara, Indonesia menetapkan berbagai kebijakan, khususnya
kebijakan di sektor pertahanan. Berangkat dari kenyataan tersebut, timbul
pertanyaan besar tentang bagaimana Indonesia melakukan diplomasi
pertahanan dengan China dan membangun kebijakan MEF. Dalam hal ini, upaya,
komitmen, dan kerja keras Indonesia dalam membangun kebijakan pertahanan,
merupakan sebuah penelitian yang menarik untuk diteliti.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis akan membuat batasan masalah dengan
memfokuskan penelitian pada kebijakan pertahanan yang diterapkan pada
masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua periode
kepemimpinan di Indonesia (2004-2009 dan 2009-2014). Hal ini sekaligus
mengindikasikan bahwa penulis tidak akan membahas kebijakan pertahanan
yang diterapkan pada masa presiden sebelum maupun setelah Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Dari batasan masalah tersebut, maka penulis
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Kebijakan pertahanan apa yang diterapkan Indonesia (2004-2014) dalam upaya
menjadi leader state di Asia Tenggara dan bagaimana Indonesia membangun
kebijakan tersebut?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan fokus penelitian penulis, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Menguraikan upaya Indonesia untuk menjadi leader state di
kawasan Asia Tenggara melalui perumusan kebijakan pertahanan pada
masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua periode
kepemimpinan (2004-2009 dan 2009-2014).
2. Tujuan Khusus
a. Menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
pertahanan Indonesia di interval waktu 2004-2014.
b. Menguraikan kebijakan pertahanan yang diterapkan Indonesia
sebagai upaya menjadi leader state di Asia Tenggara melalui
diplomasi pertahanan dengan China dan pembangunan kebijakan
Kekuatan Pokok Minimum (MEF).
c. Menguraikan alasan Indonesia memilih China dalam melakukan
diplomasi pertahanan.
d. Menguraikan perbandingan postur pertahanan negara-negara di
Asia Tenggara.
e. Menganalisa kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
f. Untuk dasar penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan tujuan umum dan khusus tersebut, maka penelitian ini
memiliki manfaat sebagai berikut.
9
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan dapat berguna bagi para mahasiswa, akademisi, dan
pengkaji di bidang ilmu Hubungan Internasional.
b. Diharapkan dapat menambah khazanah (pengetahuan) dalam hal
kebijakan pertahanan yang diterapkan Indonesia, khususnya di era
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama menjabat sebagai
presiden Republik Indonesia dua periode (2004-2014).
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dapat bermanfaat dan berkontribusi bagi kebijakan
yang diterapkan Indonesia, secara khusus di bidang pertahanan.
b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan
(tinjauan) terhadap keberhasilan kebijakan-kebijakan yang
diterapkan di Indonesia, khususnya kebijakan di bidang
pertahanan.
D. Studi Literatur
Dalam penelitian ini, penulis menemukan banyak literatur yang memiliki
topik permasalahan serupa sebagaimana permasalahan yang ingin diteliti oleh
penulis. Diantara literatur tersebut adalah artikel ilmiah yang mengemukakan
argumen bahwa kebangkitan China telah memberikan dampak positif untuk
Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Artikel ilmiah ini ditulis oleh Greta Nabbs-
Keller dengan judul “Growing Convergence, Greater Consequence: The Strategic
Implications of Closer Indonesia-China Relations.”8 Meskipun hubungan
Indonesia dan China diwarnai dengan hubungan kedua negara yang mengalami
10
pasang surut, bersahabat melawan sisa ketidakpercayaan, namun Indonesia
lebih mengutamakan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan
dibandingkan kompetisi untuk bersaing. Indonesia berusaha memaksimalkan
peluang kebangkitan China melalui kerjasama, meskipun dalam
perkembangannya, China memberikan sikap ketidakpastian.
Dalam dinamika hubungan bilateral Indonesia dan China, terjadi
pergeseran kekuasaan Indo-Pasifik yang melihat Indonesia muncul sebagai
kunci penengah ketegangan yang terjadi antar negara di kawasan. Realita ini
meningkatkan ketergantungan Beijing pada Jakarta terkait kebijakan luar
negerinya di kawasan. Lebih lanjut, China juga membutuhkan komoditas alam
dan suplai energi dari Indonesia yang menjadi salah satu kepentingan nasional
negara China.
Artikel ilmiah kedua mengemukakan argumen terkait ketegangan yang
terjadi antara China dengan beberapa negara Asia Tenggara tidak menghalangi
Indonesia dan China untuk melakukan kerjasama bilateral. Kendati pun
beberapa negara di kawasan Asia Pasifik, seperti Amerika Serikat menganggap
modernisasi militer China sebagai ancaman, namun lain halnya dengan
Indonesia. Indonesia menyambut baik modernisasi militer China, meskipun
Indonesia turut mengkhawatirkan kekuatan militer China saat ini dapat
disalahgunakan oleh Naga Asia tersebut. Artikel ilmiah ini berjudul “Southeast
Asia and China: Balancing or Bandwagoning?” ditulis oleh Denny Roy.9
Meskipun Indonesia dan China sempat mengalami beberapa turbulensi
selama menjalin hubungan bilateral, namun kedua negara berhasil
11
menyelesaikannya dengan cara damai. Turbulensi tersebut diantaranya adalah
klaim China atas teritori Indonesia di Kepulauan Natuna dan isu Partai Komunis
Indonesia. Lebih lanjut, kedua negara bahkan mengukuhkan perjanjian
Kemitraan Strategis pada tahun 2005 yang ditandatangani langsung oleh
presiden kedua negara. Indonesia juga menganggap bahwa China adalah
sekutu politik dalam menentang kolonialisasi modern Barat.
Artikel ilmiah lainnya berjudul “Indonesia and the Emerging Sino-US Rivalry
in Southeast Asia,” yang ditulis oleh Rizal Sukma.10 Artikel ilmiah ini memaparkan
tentang posisi Indonesia di tengah rivalitas China dan Amerika Serikat terhadap
kepentingan masing-masing negara di kawasan. Sebagai salah satu negara yang
berada di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menyadari ketegangan yang
terjadi antara dua negara besar tersebut. Indonesia dalam merespon hal ini
adalah dengan bersikap netral dan tidak memihak salah satu negara.
Rivalitas yang terjadi antara China dan Amerika Serikat, salah satu
pemicunya adalah modernisasi militer China. Menanggapi kenyataan ini,
Indonesia berupaya mendekatkan diri kepada kedua negara, baik Amerika
Serikat maupun China. Salah satu upaya Indonesia adalah diplomasi pertahanan
yang dilakukan terhadap China. Melalui diplomasi pertahanan, Indonesia
mengajak China untuk bersama menjaga stabilitas kawasan dan melalui upaya
konstruktif, Indonesia meyakinkan China agar tidak menyalahgunakan
kekuatan militernya yang dapat mempengaruhi instabilitas kawasan Asia
Tenggara, bahkan Asia Pasifik.
12
Literatur berikutnya adalah artikel ilmiah yang ditulis oleh Prashanth
Parameswaran yang berjudul “The Limits to Sino-Indonesian Relations.”11 Dalam
artikel ilmiah tersebut, Prashanth memaparkan bahwa Deklarasi Bersama
Kemitraan Strategis yang ditandatangani kedua negara pada tahun 2005
merupakan upaya untuk mendorong kerjasama bilateral yang telah meningkat
secara signifikan sejak ditandatanganinya deklarasi tersebut. Mengutip
pernyataan dalam pidato yang disampaikan Perdana Menteri China, Wen
Jiabao, menyatakan bahwa hubungan China dengan Indonesia bahkan sudah
dimulai sejak awal abad pertama Masehi dimana saat biarawan dari China kuno
menimba ilmu di Sumatera dan Jawa, pedagang China yang berdagang di
kerajaan-kerajaan yang terletak di Asia Tenggara, dan masjid yang dibangun
oleh navigator muslim China, Zheng He di Indonesia pada abad ke-15.
Kendati demikian, hubungan Indonesia dengan China tidak selalu berjalan
mulus, dimana turbulensi sempat terjadi di antara kedua negara seperti pada
saat maraknya isu unsur-unsur komunisme di Indonesia pada tahun 1967.
Hubungan kedua negara bahkan sempat dibekukan karena hal tersebut.
Normalisasi hubungan kedua negara pada awal 1990-an, membuat kedua
negara semakin memperkuat hubungan untuk ke depannya.
Gagasan mengenai special relationship pertama kali digagas oleh
pemerintah China pada tahun 2001 yang akhirnya berhasil dikukuhkan melalui
deklarasi bersama kedua negara pada tahun 2005. Sejak saat itu, kedua belah
pihak telah memperdalam dan memperluas kerjasama dalam bidang politik-
keamanan, ekonomi, dan sosial budaya.
13
Secara spesifik di sektor pertahanan, melalui Deklarasi Kemitraan Strategis
2005, kedua negara menyepakati kerjasama di sektor pertahanan, termasuk
kerjasama teknologi pertahanan, peresmian konsultasi pertahanan bilateral,
dan mendirikan komite kerjasama militer untuk mengatur latihan bersama
personil militer dari kedua negara. Selain itu, Indonesia dan China juga bermitra
dalam memproduksi senjata militer dengan memprakarsai penmbuatan rudal
melalui nota kesepahaman antara kedua negara. Selain itu, pada Juni 2011, PLA
dan TNI mengadakan latihan bersama pasukan khusus melalui kerjasama yang
disebut “Sharp Knife.”
Artikel ilmiah kelima ditulis oleh Natasha Hamilton-Hart dan Dave McRae
dalam artikel ilmiah berjudul “Indonesia: Balancing the United States and China,
Aiming for Independence.”12 Dalam artikel ilmiah ini, dipaparkan mengenai
hubungan China dengan Indonesia melalui kerjasama di pelbagai sektor, seperti
sektor pertahanan, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan. Sebagai upaya
mempererat hubungan dan kerjasama, Indonesia dan China mengambil
langkah besar pada tahun 2005 melalui penandatanganan Deklarasi Bersama
Kemitraan Strategis. Kedua negara kemudian menyetujui Rencana Aksi (Plan of
Action) yang juga ditandatangani pada tahun 2010. Pada Oktober 2013,
perjanjian yang mengikat kedua negara ditingkatkan melalui Kemitraan
Strategis Komprehensif dengan komitmen untuk bekerjasama dalam ruang
lingkup yang luas, mulai dari aktivitas kerjasama pendidikan hingga militer.
Kerjasama yang dilakukan kedua negara merupakan kerjasama yang saling
menguntungkan. Hubungan militer kedua negara telah dimulai sejak tahun
14
2000. Delegasi militer Indonesia berkunjung ke China pada tahun 2o00 dan
2001. Pertemuan ini turut dihadiri pula oleh Duta Besar Indonesia untuk China
di Beijing. Pada tahun 2002, Menteri Pertahanan Indonesia, Matori Abdul Djalil
menyatakan bahwa Indonesia akan memperluas hubungan kerjasama dengan
negara-negara di dunia, termasuk hubungan kerjasama pertahanan dengan
China.
Kedua negara membentuk Forum Konsultasi Pertahanan pada tahun 2007
yang membuat pertemuan tingkat tinggi antar pejabat militer kedua negara
meningkat sejak saat itu. Latihan bersama personil militer kedua negara yang
dinamai Sharp Knife yang diikuti oleh pasukan khusus dari Indonesia (Kopassus)
dan PLA merupakan upaya kedua negara dalam menandai permulaan
serangkaian kontak militer ke militer.
Selain literatur yang dituangkan dalam bentuk artikel ilmiah, literatur
terkait masalah dalam penelitian ini juga ditemukan dalam bentuk buku. Sebuah
buku bertemakan Pertahanan Indonesia dengan judul “Membangun
Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia” karya Silmy Karim, Direktur Utama
PT. Pindad (Persero) saat ini. Dalam buku karangannya tersebut, Silmy
berupaya menggambarkan kekuatan pertahanan Indonesia, terutama dari segi
industri pertahanannya. Lewat penggambaran tersebut, Silmy berasumsi
bahwa Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri di bidang industri
pertahanan sekaligus kuat dalam postur pertahanan negara. Buku ini
mendiskusikan pelbagai aspek strategis industri pertahanan di Tanah Air dan
tren yang ada di dunia yang terdiri dari lembaran demi lembaran yang
15
mendokumentasikan policy dan ikhtiar pemerintah Indonesia dalam
mengembangkan industri pertahanan.13
Penerima Bintang Dharma Pertahanan dari Menteri Pertahanan atas darma
baktinya terhadap Kementerian Pertahanan pada 2014 ini mengemukakan
pendapatnya bahwa kuatnya industri pertahanan yang dimiliki suatu negara
mencerminkan kekuatan ekonomi mereka. Amerika Serikat, Inggris, Rusia, dan
Prancis adalah contoh negara yang mempunyai industri pertahanan maju.14
Buku ini juga mengulas tentang apa saja yang harus dilakukan Indonesia untuk
medorong pertumbuhan industri pertahanan negara secara optimal. Buku ini
diterbitkan pada tahun 2014, tahun dimana jabatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono berakhir, dan banyak mengulas kebijakan pertahanan Indonesia
pada interval waktu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai
presiden Indonesia selama dua periode.
Literatur berikutnya adalah berupa tesis, salah satu tesis yang diteliti oleh
Iwan Sulistyo dalam tesis yang berjudul “Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-
2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara.”15
Dalam tesis ini, Iwan menjelaskan bahwa kebijakan pertahanan yang
pernah diimplementasikan di Indonesia, berbeda dari satu pemimpin dengan
pemimpin lainnya, dan turut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Tesis Iwan Sulistyo ini meneliti kebijakan pertahanan di interval waktu 1998-
2010, dimana selama interval waktu itu, empat presiden Indonesia memangku
jabatan secara silih berganti. Iwan membagi interval waktu 1998-2010 menjadi
tiga babak; 1998-2000, 2001-2004, dan 2004-2010.
16
Dalam setiap kebijakan pertahanan yang dirumuskan masing-masing
pemimpin, memiliki kekhasan dan ciri tersendiri. Misalnya pada 1998-2000, di
masa B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), kebijakan pertahanan
Indonesia turut dipengaruhi oleh beban krisis ekonomi tahun 1997 dan adanya
reformasi pemerintahan negara di tahun 1998. Memasuki masa kepemimpinan
Megawati pada 2001-2004, penguatan postur pertahanan lebih difokuskan
pada pertahanan udara. Sementara pada masa Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono 2004-2010, Indonesia mulai merumuskan upaya untuk memperkuat
postur pertahanan secara merata di tiga matra TNI, darat, laut, maupun udara.
Pada masa ini, pemerintah juga mulai memperhatikan bagaimana cara yang
harus ditempuh untuk mengembangkan industri strategis domestik. Iwan
Sulistyo juga sedikit mengelaborasi mengenai Kekuatan Pokok Minimum (MEF)
yang ditetapkan Indonesia sebagai salah satu kebijakan pertahanan di periode
kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.16
Literatur kedelapan adalah tesis yang pernah diteliti oleh R. Mokhamad
Luthfi, dalam tesisnya yang berjudul “Implementasi Revolution in Military Affairs
(RMA) dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia.”17 Tesis ini memaparkan tentang
adanya kebijakan yang ditetapkan Pemerintah Indonesia di sektor pertahanan,
dimana kebijakan pertahanan tersebut ditetapkan sebagai upaya untuk
mencapai postur Minimum Essential Force (MEF). Dalam tesisnya, Luthfi
menjelaskan bahwa pembangunan MEF Renstra I memperhitungkan pelbagai
faktor, diantaranya lingkungan strategis-kawasan regional, perlombaan
senjata, kepentingan dan kebijakan negara adidaya, wilayah yurisdiksi nasional
17
dan perbatasan negara, dan anggaran.18 Selain itu dijelaskan pula sasaran dan
arah pembangunan postur pertahanan Indonesia, yang diantaranya berusaha
mencapai kemandirian industri pertahanan nasional sebagai langkah untuk
mengurangi ketergantungan terhadap alutsista dari luar negeri. Turut
dijelaskan pula mengenai arah pembangunan TNI di tiga matra, yaitu darat, laut
dan udara. Pada bab selanjutnya, Luthfi juga memasukkan kajian dalam
penelitiannya mengenai Revolution in Military Affairs (RMA) dalam Postur
Pertahanan Minimum Essential Force (MEF). Pembangunan postur pertahanan
Indonesia turut diinspirasi oleh RMA, dengan pembangunan postur pertahanan
berdimensi teknologi dan adanya perubahan organisasi dan doktrin terkait
RMA.19
E. Kerangka Konseptual
1. Teori Hegemoni
Istilah hegemoni berasal dari bahasa Yunani kuno ‘hegemonia’ yang
secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai status dominan dan represif
dari satu pihak terhadap pihak lainnya. Hegemoni memiliki keterkaitan erat
dengan konsep kekuasaan dan ideologi, dimana ketiganya bekerja secara
simultan, meskipun dapat dilihat secara terpisah. Secara sederhana,
hegemoni dapat diartikan sebagai hubungan yang tidak dimaksudkan untuk
mendominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan yang
dilakukan melalui adanya persetujuan dengan menggunakan
kepemimpinan politik dan ideologis. Dalam ruang lingkup kawasan
(regional), hegemoni menunjukkan sebuah kepemimpinan dari suatu
18
negara tertentu terhadap negara-negara lain di kawasan. Menurut Antonio
Gramsci, dalam masyarakat memang selalu ada yang memerintah dan yang
diperintah. Hegemoni dijadikan sebagai rantai kemenangan atau sumber
kekuasaan yang diperoleh melalui konsensus daripada melalui penindasan.
Lebih lanjut lagi, Antonio Gramsci menyatakan bahwa hegemoni
merupakan status paling kuat yang dimiliki negara dalam sistem
internasional atau posisi negara yang dominan di kawasan/region
tertentu.20
Teori hegemoni mempunyai asumsi yang sama dengan realis tetapi
tidak menekankan pentingnya anarki namun menekankan manajemen
sistem dalam dalam tatanan hirarkis. Negara-negara hegemoni biasanya
muncul dan menggunakan kekuatan mereka untuk menciptakan
seperangkat struktur politik dan ekonomi dan norma-norma perilaku yang
meningkatkan stabilitas sistem pada saat yang sama ketika mereka
memperkuat keamanan mereka sendiri.21
Terdapat beberapa gagasan tentang hubungan antara hegemoni dan
imperialisme. Imperialisme didefinisikan sebagai usaha memperluas
dominasi suatu bangsa atas bangsa yang lain melalui instrumen politik dan
ekonomi yang terbuka. Imperialisme menggunakan pendekatan untuk
mengekspansi kekuasaan dengan menaklukkan wilayah baru. Sementara
hegemoni merupakan usaha memanipulasi hubungan dengan prinsip tidak
ada superioritas dari pihak tertentu. Lebih lanjut, hegemoni adalah posisi
yang memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mengubah aturan dan
19
norma-norma dalam sistem internasional berdasarkan keinginan dan
motivasi sendiri.22 Beberapa determinasi umum dalam kaitannya dengan
ciri-ciri kekuasaan hegemoni adalah seperti unit mata uang yang efektif di
tingkat internasional, postur militer yang kuat dengan aliansi dan pangkalan
di setiap belahan dunia, kepemimpinan dalam konflik dan krisis regional,
kemampuan melakukan persuasi terhadap negara-negara lain, melegitimasi
status dengan menyebarkan nilai-nilai budaya dan standar kehidupan di
seluruh dunia. Sementara untuk sumber kekuatan hegemoni, menurut Nye,
dapat berasal dari (1) kepemimpinan di bidang teknologi, (2) supremasi
ekonomi dan militer, (3) soft power, dan (4) kontrol terhadap jalur
komunikasi internasional.23
Dalam hubungan internasional, negara-negara yang dikenal memiliki
kekuasaan dan pengaruh di suatu kawasan dianggap sebagai kekuatan
regional. Negara yang menjadi kekuatan regional memiliki kemampuan
penting di kawasan tersebut namun tidak pada skala global. Menurut
European Consortium for Political Research (ECPR), kekuatan regional
diartikan sebagai berikut.
Regional power, which shall be provisionally defined as a state belonging to a geographically defined region, dominating this region in economic and military terms, able to exercise hegemonic influence in the region and considerable influence on the world scale, willing to make use of power resources and recognized or even accepted as the regional leader by its neighbours.24
Menurut definisi dari ECPR di atas, kekuatan regional dapat diartikan
sebagai suatu negara yang mendominasi sebuah kawasan dalam hal
20
ekonomi dan militer, memberikan pengaruh hegemoni di kawasan tersebut
dan pengaruh yang apabila memungkinkan secara global, bersedia
menggunakan sumber kekuasaan, dan diakui atau bahkan diterima sebagai
pemimpin regional dari negara-negara yang ada di kawasan itu. Lebih lanjut,
German Institute of Global and Area Studies (GIGA), mengemukakan
argumen bahwa suatu negara harus memenuhi delapan kriteria utama
berikut ini untuk bisa menjadi kekuatan regional.25
a. Menjadi bagian dari kawasan dengan tetap berpegang pada
identitasnya sendiri
b. Mengklaim dirinya sendiri sebagai kekuatan regional
c. Memiliki pengaruh besar terhadap perluasan geografis kawasan
juga konstruksi ideologinya
d. Memiliki kemampuan militer, ekonomi, demografi, politik dan
ideologi yang tinggi
e. Terintegrasi dengan baik terhadap kawasan
f. Mengutamakan agenda keamanan regional
g. Diakui sebagai kekuatan regional oleh negara lainnya yang terdapat
di kawasan maupun di luar kawasan, khususnya oleh kekuatan
regional lain
h. Terhubung dengan baik dengan pelbagai forum regional maupun
global.
21
2. Diplomasi Pertahanan
Politik luar negeri suatu negara memiliki tujuan untuk memajukan,
mencapai, serta melindungi kepentingan nasional negara itu. Diplomasi
yang dilakukan suatu negara memiliki tujuan yang sama sebagaimana tujuan
politik luar negeri suatu negara. Namun meskipun keduanya terkesan sama,
terdapat perbedaan antara politik luar negeri dan diplomasi. Apabila fungsi
utama politik luar negeri adalah mengambil keputusan mengenai hubungan
luar negeri, maka diplomasi berperan sebagai alat untuk melaksanakannya
dengan baik dan efektif. Tujuan dilakukannya diplomasi adalah untuk
memelihara perdamaian tanpa merusak kepentingan nasional. Mengutip
definisi dari S.L. Roy, diplomasi adalah:
Diplomasi, yang sangat erat dihubungkan dengan hubungan antar negara, adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin, dalam berhubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.26
Diplomasi dapat dilakukan dalam pelbagai bidang, tergantung tujuan
dari diplomasi itu sendiri. Misalnya dalam bidang ekonomi, dikenal diplomasi
ekonomi, diplomasi budaya untuk mempromosikan budaya, diplomasi
musik, untuk memperkenalkan jenis musik terntentu. Begitu pula dengan
diplomasi pertahanan. Diplomasi pertahanan merupakan salah satu jenis
dalam diplomasi. Diplomasi pertahanan merupakan konsep yang dicetuskan
oleh Inggris melalui Strategic Defence Review pada tahun 1998, yang
22
ditujukan untuk mengintegrasikan instrumen militer dan diplomatik terkait
pencegahan konflik dan mengelola krisis.27
Beberapa ahli memberikan definisi mengenai diplomasi pertahanan.
Mayor Laut (P) Salim dalam artikel ilmiah berjudul “Peningkatan Kerjasama
Pertahanan Indonesia di Kawasan Asia Tenggara Guna Mendukung
Diplomasi Pertahanan dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Kawasan”,
mengartikan diplomasi pertahanan sebagai upaya untuk saling memperkuat
confidence building measure dan sekaligus memperkuat stabilitas kawasan.
Diplomasi pertahanan dapat mendukung upaya untuk menjaga perdamaian
dan stabilitas kawasan.28 Matsuda Yasuhiro dalam esainya yang berjudul
“An Essay on China’s Military Diplomacy: Examination of Intentions in Foreign
Strategy,” mendefinisikan diplomasi pertahanan “all diplomatic activitities
relating to national security and military diplomatic activities.”29
Sementara Bhubhindar Singh dan See Seng Tan dalam karyanya
berjudul “Defence Diplomacy in Southeast Asia, From ‘Boots’ to ‘Brogues’: The
Rise of Defence Diplomacy in Southeast Asia,” menyatakan bahwa diplomasi
pertahanan selalu berkaitan erat dengan: Pertama, aktivitas kerjasama yang
dilakukan militer dan infrastruktur terkait pada masa damai. Kedua,
diplomasi pertahanan melibatkan kerjasama militer dalam isu yang lebih
luas, mulai dari peran militer sampai peran non-tradisional, seperti penjaga
keamanan (peacekeeping), penegakan keamanan (peace enforcement),
mempromosikan good-governance, tanggap bencana, melindungi HAM.
Ketiga, berbeda dengan masa lalu, dimana militer hanya bekerjasama
23
dengan sekutunya, saat ini kerjasama militer juga dilakukan antar negara
bahkan negara yang sedang bersaing.30
Dalam pengimplementasiannya, diplomasi pertahanan memiliki tujuan
untuk menghilangkan permusuhan, membangun dan menjaga
kepercayaan, dan membantu angkatan bersenjata yang bertanggung jawab
secara demokratis, serta berkontribusi terhadap pencegahan dan
penyelesaian konflik, termasuk upaya membangun kepercayaan dan
keamanan, bantuan terhadap negara-negara (materil maupun non-materil),
dan pengontrolan senjata (arms control).31
Cottey A. dan Forste mengatakan bahwa aktivitas-aktivitas dalam
diplomasi pertahanan adalah sebagai berikut:32
a. Terjalinnya hubungan bilateral dan multilateral antara pejabat
b. Penunjukan atase pertahanan di luar negeri
c. Perjanjian kerjasama pertahanan bilateral
d. Latihan bersama antara personil pertahanan militer asing dan sipil
e. Penyediaan keahlian dan saran dalam kontrol demokrasi kekuatan
bersenjata, manajemen pertahanan dan bidang teknis militer
f. Pertukaran personil dan unit militer, dan kunjungan kapal
g. Penempatan personil militer ataupun sipil di Kementerian
Pertahanan atau militer negara sahabat
h. Penyebaran tim pelatih
i. Penyediaan peralatan militer dan bantuan material lainnya
j. Latihan militer bilateral ataupun multilateral.
24
3. Kepentingan Nasional
Setiap negara di dunia memiliki kepentingan nasional yang ingin dicapai
oleh negara tersebut. Kepentingan nasional sangat diperlukan suatu negara
untuk menentukan kebijakan luar negerinya. Dalam setiap kebijakan luar
negeri yang dirumuskan suatu negara, terkandung kepentingan nasional di
dalamnya yang seringkali digunakan sebagai pedoman atau tolak ukur bagi
para pengambil keputusan (decision makers).
Menurut Hans J. Morgenthau, kepentingan nasional yang dimiliki setiap
negara relatif tetap dan sama, yaitu untuk menciptakan keamanan (security)
dan untuk mewujudkan kesejahteraan (prosperity).33 Morgenthau dengan
tegas menyatakan bahwa perilaku negara dalam hubungan internasional
dituntun oleh pengejaran kepentingan nasional, dan kepentingan nasional
itu adalah memperoleh, mempertahankan atau memperbesar kekuatan
negara.34 Tujuan negara dalam politik internasional adalah mencapai
kepentingan nasional. Morgenthau selanjutnya menyatakan bahwa
negarawan-negarawan yang paling berhasil dalam sejarah adalah mereka
yang berusaha memelihara kepentingan nasional, yang didefinisikan
sebagai penggunaan kekuasaan secara bijaksana untuk menjaga pelbagai
kepentingan yang dianggap paling vital bagi kelestarian negara-bangsa.35
Menurut Michael G. Roskin, kepentingan nasional dapat dibedakan
menjadi empat berdasarkan jenisnya, yaitu berdasarkan tingkat
kepentingannya (importance), berdasarkan durasinya (duration),
25
berdasarkan pelaksanaannya (compatibility), dan berdasarkan
kekhususannya (specificity).36
a. Berdasarkan tingkat kepentingannya (importance),
kepentingan nasional dapat dibedakan menjadi vital dan
secondary. Vital adalah kepentingan nasional yang tidak bisa
dikompromikan atau dinomorduakan, seperti masalah
kedaulatan dan keamanan. Sedangkan secondary merupakan
kepentingan nasional yang masih bisa dikompromikan,
misalnya dalam bidang sosial budaya.
b. Berdasarkan durasinya (duration), kepentingan nasional dibagi
menjadi permanent dan temporary. Permanent adalah
kepentingan nasional suatu negara untuk jangka waktu panjang
(long term). Temporary adalah kepentingan nasional untuk
jangka waktu pendek (short term), seperti hubungan bilateral
antar negara, yang bisa saja berakhir atau putus dikarenakan
konflik dan perang).
c. Berdasarkan pelaksanaannya (compatibility), kepentingan
nasional dibedakan menjadi complementary dan conflicting.
Complementary merupakan kepentingan nasional yang dicapai
melalui kerjasama. Sedangkan conflicting merupakan
kepentingan nasional yang dicapai melalui konflik atau perang.
d. Berdasarkan tingkat kekhususannya (specificity), kepentingan
nasional dapat dibedakan menjadi specific dan general. Specific
26
adalah kepentingan nasional yang bersifat khusus, misalnya
upaya memberantas kelompok teroris tertentu. General
merupakan kepentingan nasional yang bersifat umum,
misalnya upaya menciptakan keamanan negara.
Berdasarkan penjelasan mengenai konsep kepentingan nasional di atas,
maka penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat dianalisa menggunakan
konsep kepentingan nasional. Dalam upaya menyikapi modernisasi militer
China, Indonesia memanfaatkan kondisi tersebut sebagai cara untuk
semakin mempererat kerjasama bilateral, khususnya di bidang pertahanan
demi mencapai kepentingan nasional. Indonesia memiliki kebijakan
pertahanan yaitu Minimum Essential Force (MEF), dimana kerjasama
pertahanan yang terjalin dengan negara lain dapat membantu realisasi
kebijakan MEF.
4. Collective Security Theory (Teori Keamanan Bersama)
Organisasi collective security modern pertama adalah Liga Bangsa-
Bangsa (LBB) yang didirikan pada masa setelah Perang Dunia I. Negara-
negara anggota yang tergabung dalam LBB berjanji untuk saling
melindungi dari serangan negara lainnya. Tindakan agresi yang dilakukan
oleh satu atau lebih anggota terhadap yang lain akan ditentang keras dan
jika perlu menggunakan cara kekerasan (hard power). Teori keamanan
bersama (collective security) menguraikan tentang masalah bagaimana
untuk menciptakan perdamaian.37 Dibutuhkan kesadaran mengenai fakta
bahwa politik internasional dan kunci untuk menjaga stabilitas di dunia
27
adalah dengan mengelola kekuatan militer dengan benar. Untuk dapat
menciptakan keamanan bersama, penggunaan kekuatan militer perlu
diperhatikan.38 Secara sederhana, Richard Cohen dalam karyanya yang
berjudul “Cooperative Security: New Horizons for International Order”,
mendefinisikan keamanan bersama sebagai usaha untuk memastikan
keamanan dalam kelompok negara-negara berdaulat serta mengutamakan
perdamaian dan stabilitas. Collective security juga menekankan pentingnya
kerjasama yang erat antar anggota sebagai upaya untuk melawan ancaman
umum seperti terorisme, kejahatan terorganisir, imigrasi dan obat-obatan
ilegal, polusi dan aksi bersama dalam menangnai bencana alam.39 Selain
Richard Cohen, terdapat pula berbagai pendapat mengenai definisi
keamanan bersama yang dikemukakan oleh para ahli. Roberts dan
Kingsbury mendefinisikan keamanan bersama sebagai berikut.
An arrangement where each state in the system accepts that security of one of them is a concern of all, and agrees to join in a collective response to aggression.40
Sementara Johnson dan Niemeyers mengemukakan definisi dari
keamanan bersama (collective security) sebagai berikut.
A system based on the universal obligation of all nations to join forces against an aggressor state as soon as the fact of aggression is determined by established procedure. In such a system, aggression is defined as a wrong in universal terms and an aggressor, as soon as he is identified stands condemned. Hence, the obligation of all nations to take action against him is conceived as a duty to support right against wrong. It is equally founded upon the practical expectation that a communal solidarity of all nations would from the outset make it clear to every government that aggression does not pay.41
28
Lebih lanjut, Inis L. Claude, Jr. menyatakan bahwa keamanan kolektif
merupakan instrumen khusus kebijakan internasional yang ditujukan untuk
mencegah sikap sewenang-wenang dan mencegah penggunaan kekuatan
secara agresif. Tatanan dunia yang aman dapat dijaga dengan tindakan
menahan diri, namun bukan berarti sebagai jaminan untuk menghormati
semua kewajiban hukum.42
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif memiliki tujuan untuk
menjelaskan hubungan antara dua atau lebih gejala atau variabel. Penelitian
ini memiliki titik tolak pada pertanyaan dasar “bagaimana” dan
“mengapa”.43 Dalam penelitian ini nantinya, penulis akan memaparkan
tentang diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia terhadap China dan
MEF Renstra I, yang ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(2004-2014) di bidang pertahanan sebagai bagian dari kebijakan pertahanan
Indonesia. Kebijakan tersebut ditetapkan sebagai upaya untuk mencapai
kepentingan nasional Indonesia.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan
digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka (library research),
dokumentasi, dan observasi non-partisipan. Penulis menggunakan teknik
dokumentasi karena penulis membutuhkan data yang merujuk pada masa
29
lampau dengan fungsi utama sebagai catatan atau bukti suatu peristiwa,
aktivitas, dan kejadian tertentu.44 Sementara untuk teknik observasi non-
partisipan, dilakukan oleh penulis dengan mencari data pelengkap informasi
melalui pemberitaan di pelbagai media massa online dalam negeri maupun
luar negeri, dan dari pelbagai situs resmi, seperti www.kemhan.go.id,
www.csis.org, www.eng.mod.gov.cn, www.thejakartapost.com. Penulis
akan mengumpulkan data dari pelbagai literatur yang berhubungan dengan
permasalahan yang dibahas, baik itu berupa buku-buku, jurnal, majalah,
dokumen, peta, Undang-Undang, hasil salinan Peraturan Presiden, surat
kabar, tesis, salinan pidato presiden, laporan, maupun artikel online yang
tersedia di internet. Penulis akan menganalisa data-data yang diperoleh
untuk kemudian digunakan dalam memperkuat argumen penulis dalam
penelitian ini.
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah data
primer dan sekunder. Untuk data primer, penulis menggunakan data
berupa bahan hukum primer. Bahan hukum primer adalah bahan hukum
yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas. Bahan pustaka yang
memiliki kekuatan mengikat secara yuridis. Bahan-bahan primer terdiri
dari Undang-Undang, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, catatan-catatan resmi atau
risalah dalam Undang-Undang, dan bahan hukum autoritatif lainnya.45
30
Sebagai data primer, penulis menggunakan Buku Putih Pertahanan
Indonesia 2008, tiga Undang-Undang Republik Indonesia, beberapa
Peraturan Presiden, naskah perjanjian, Keputusan Presiden dan
beberapa Peraturan Menteri Pertahanan, yaitu sebagai berikut.
1) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 dari Kementerian
Pertahanan Republik Indonesia.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002
Tentang Pertahanan Negara.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004
Tentang Tentara Nasional Indonesia.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012
Tentang Industri Pertahanan.
5) Naskah perjanjian-perjanjian kerjasama pertahanan Indonesia-
China selama dua periode pemerintahan Presiden SBY.
Sementara untuk data sekunder, penulis menggunakan pelbagai
literatur diantaranya sebagai berikut.
1) Salinan Amanat Presiden pada Upacara Hari Ulang Tahun ke-64
Tentara Nasional Indonesia (HUT ke-64 TNI).
2) Salinan Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-67 Republik
Indonesia di depan sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia.
31
3) Salinan Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang APBN 2015 di
Gedung Nusantara Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4) Statement by H.E. Dr. R. M. Marty M. Natalegawa, Minister for
Foreign Affairs, Republic of Indonesia. At the General Debate of
the 66th Session of the United Nations General Assembly, New
York, September 26, 2011.
Selain data sekunder di atas, penulis juga menggunakan pelbagai
literatur terkait, seperti buku-buku, jurnal, tesis, laporan, majalah, video,
dan artikel dari internet. Adapun data sekunder yang dibutuhkan adalah
data terkait kebijakan-kebijakan di bidang pertahanan negara yang
pernah diterapkan selama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia selama dua periode
kepemimpinan (2004-2009 dan 2009-2014).
b. Sumber Data
Penulis memperoleh sumber data secara langsung melalui situs
resmi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia berupa Buku Putih
Pertahanan Indonesia 2008 (data primer). Sementara data pendukung
diperoleh melalui telaah pustaka, buku-buku, artikel ilmiah internasional,
majalah, tesis, juga artikel online yang didapatkan penulis dari pelbagai
tempat seperti perpustakaan, penelusuran data secara online, dan
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Adapun tempat-tempat
yang dikunjungi selama pengumpulan data, antara lain:
32
1) Kantor Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia di Jakarta
2) Perpustakaan “Ali Alatas”, Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia di Jakarta
3) Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret di Surakarta
4) Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sebelas Maret di Surakarta
5) Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta
6) Media internet: pelbagai situs resmi seperti situs Kemenhan
Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia, Kementerian Pertahanan China, dan lain-lain.
3. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam menganalisa
data hasil penelitian adalah teknik analisa data kualitatif. Dalam menganalisa
permasalahan penelitian akan dipaparkan berdasarkan fakta-fakta yang
diperoleh, kemudian menghubungkan fakta yang ditemukan dengan fakta
lainnya sehingga menghasilkan argumen yang kuat dan tepat. Sementara
untuk data kuantitatif akan digunakan oleh penulis dalam memperkuat
analisa kualitatif.
33
4. Kerangka Berpikir
Bagan 1.1. Kerangka Berpikir
Pembangunan Kebijakan Kekuatan Pokok
Minimum/Minimum Essential Force (MEF)
China
Industri Pertahanan Domestik
Diplomasi Pertahanan Kebijakan Pertahanan Indonesia
Leader State di Asia Tenggara
Indonesia
34
BAB II DESKRIPSI LOKASI DAN PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi Lokasi
1. Profil Negara Indonesia
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terletak di
kawasan Asia Tenggara. Negara kepulauan yang terletak di antara dua
benua, Benua Asia dan Benua Australia, dan dua samudra, Samudra Hindia
dan Samudra Pasifik. Letak negara Indonesia yang berada di antara dua
benua dan dua samudra tersebut menjadikan Indonesia memiliki posisi
strategis. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan
jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau,46 yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke.
Gambar 2.1. Peta Negara Indonesia Sumber: CIA World Factbook47
Indonesia berbatasan langsung dengan beberapa negara seperti
Malaysia di Pulau Kalimantan, Papua Nugini di Pulau Papua, dan Timor Leste
di Pulau Timor (lihat gambar 2.1). Selain itu Indonesia juga memiliki beberapa
negara tetangga lainnya yang terletak di kawasan Asia Tenggara yang
35
tergabung dalam ASEAN, diantaranya Singapura, Thailand, Filipina,
Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar, dan di
selatan Indonesia berbatasan dengan negara Australia.
Indonesia termasuk salah satu negara terluas di dunia, dengan total luas
wilayah mencapai 1.904.569 km2, dengan luas wilayah daratan 1.811.569
km2, dan luas wilayah perairan 93.000 km2, serta garis pantai sepanjang
54.716 km.48 Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana penggunaan
lahan untuk pertanian (agrikultur) sebanyak 31,2%, kawasan hutan Indonesia
terdiri dari 51,7% dan lainnya (built-up areas, jalan, tanah tandus, dan tanah
kosong) terdiri dari 17,1%.49 Lahan untuk pertanian dibagi lagi menjadi tiga
bagian yang terdiri dari 13% arable land (tanaman yang memerlukan
penanaman ulang setelah dipanen, seperti: gandum, jagung, padi), 12,1%
tanaman permanen (tanaman yang tidak memerlukan penanaman ulang
setelah dipanen, seperti: jeruk, kopi, karet), dan padang rumput permanen
6,1%.50
Sebagai salah satu negara multietnis, komposisi etnis di Indonesia
sangat bervariasi, dengan ratusan adat, tradisi, dan budaya, dimana etnis
Jawa sebagai etnis terbanyak di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Indonesia, diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 etnis.51
Kelompok etnis Jawa sebanyak 40,1%; Sunda 15,5%; Melayu 3,7%; Batak 3,6%;
Madura 3%; Betawi 2.9%; Minangkabau 2.7%, Bugis 2,7%; Banten 2%; dan
beberapa suku lainya seperti Banjar, Bali, Aceh, Dayak, Sasak, Tionghoa, dan
lainnya.52 Bahasa yang digunakan di Indonesia adalah Bahasa Indonesia
36
sebagai bahasa nasional, bahasa Inggris, dan lebih dari 700 bahasa daerah
dengan dialek berbeda-beda yang berasal dari pelbagai provinsi di
Indonesia.53 Sementara agama yang diakui di Indonesia terdapat 6 agama,
yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konguchu, dengan agama
Islam sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia.
Dengan jumlah populasi sekitar 250 juta penduduk, Indonesia adalah
negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia (lihat tabel 2.1).54
No. Negara Jumlah Penduduk (juta jiwa)
2011 2012 2013 2014
1. China 1.344,13 1.350,695 1.357,38 1.364,27
2. India 1.247,446 1.263,589 1.279,498 1.295,291
3. Amerika
Serikat 311,721 314,112 316,497 318,857
4. Indonesia 244,808 248,037 251,268 254,454
5. Brasil 200,517 202,401 204,259 206,077
Tabel 2.1. Lima Negara Berpenduduk Terbanyak di Dunia (2011-2014) Sumber: World Bank55
Berdasarkan tabel 2.1, terlihat bahwa negara Indonesia menempati
posisi keempat sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia.
Dengan China dan India berada di posisi pertama dan kedua. Akan tetapi,
laporan terbaru dari PBB menyatakan bahwa tujuh tahun dari sekarang,
India diperkirakan akan melampaui China sebagai negara dengan penduduk
terbanyak di dunia, sedang dalam 35 tahun mendatang, Nigeria akan
menggeser posisi Amerika Serikat di peringkat ketiga populasi terbanyak.56
Diantara 10 negara terbesar di dunia, satu berada di Afrika (Nigeria), lima
37
ada di Asia (Bangladesh, China, India, Indonesia dan Pakistan), dua berada
di Amerika Latin (Brasil dan Meksiko), satu berada di Amerika Utara
(Amerika Serikat) serta satu lagi berada di Eropa (Rusia).57
Sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak di dunia, Indonesia
tidak terlepas dari pelbagai permasalahan demografi, diantaranya
masyarakat yang mengalami kekurangan gizi, buta huruf, kesadaran akan
lingkungan yang bersih dan sehat, sanitasi yang buruk, jumlah penduduk
miskin, tingkat pengangguran yang masih tergolong tinggi, dan
permasalahan lainnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah
penduduk miskin di Indonesia pada September 2014 mencapai 27,73 juta
orang atau 10,96 persen, relatif menurun dari periode yang sama tahun lalu
yang tercatat 28,6 juta orang atau 11,46 persen.58 Penurunan angka
kemiskinan ini terjadi sebelum pemerintah mengumumkan kenaikan harga
BBM pada Nopember 2014. Selama periode Maret 2014-September 2014,
jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 0,15 juta orang
(dari 10,51 juta orang pada Maret 2014 menjadi 10,36 juta orang pada
September 2014). Sementara di daerah pedesaan turun sebanyak 0,40 juta
orang (dari 17,77 juta orang pada Maret 2014 menjadi 17,37 juta orang pada
September 2014).59 Untuk tingkat pengangguran di Indonesia, berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 7,24 juta orang (per Agustus
2014), dimana jumlah ini meningkat dari 7,15 juta dari posisi Februari 2014
(5,7 persen menjadi 5.94 persen).60 Angka pengangguran di Indonesia ini
jika dibandingkan dengan negara maju lainnya masih tergolong tinggi.
38
Bahkan apabila dibandingkan dengan Thailand, sebagai negara yang
tergabung di organisasi regional yang sama, Indonesia masih mencatat
angka yang jauh lebih besar untuk tingkat pengangguran. Angka
pengangguran di Thailand tercatat pada angka 0,56 persen dan ini sudah
berlangsung sejak 2011.61
Indonesia, yang memiliki nama panjang Republik Indonesia, merupakan
negara bekas jajahan Belanda yang dulu sempat memiliki nama Hindia
Belanda, sebelum nama Indonesia dipakai sebagaimana yang sekarang ini.
Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan ibukota negara di
Jakarta. Indonesia memiliki 34 provinsi, yang terdiri dari 31 provinsi, 1
provinsi otonom (Aceh), 1 daerah istimewa (Yogyakarta), dan 1 daerah
khusus ibukota (Jakarta Raya).62 Negara Indonesia tidak menerapkan sistem
kewarganegaraan ganda (non-dual citizenship recognized), dan
kewarganegaraan tidak ditentukan berdasarkan tempat kelahiran
(citizenship by birth/ius soli), melainkan berdasarkan keturunan (citizenship
by descent/ius sanguinis).
Sebagai negara demokratis, Indonesia menerapkan sistem
pemerintahan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif.63 Kekuasaan legislatif dijalankan oleh lembaga yang bernama
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) beranggotakan 560 anggota dan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) beranggotakan 132 anggota.64 Lembaga eksekutif merupakan
lembaga yang berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinetnya.
39
Terakhir adalah lembaga yudikatif yang dipegang oleh Mahkamah Agung
(MA), Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Warna bendera
Indonesia yang terdiri dari warna merah melambangkan keberanian,
sedangkan warna putih melambangkan kesucian. Simbol nasional negara
Indonesia adalah burung garuda, sejenis burung mitos, dengan lagu
kebangsaan Indonesia Raya, yang diciptakan oleh Wage Rudolf
Supratman.65
Dari segi perekonomian, Indonesia merupakan negara nomor satu
kekuatan ekonomi di kawasan Asia Tenggara dengan Produk Domestik
Bruto/PDB (in PPP) USD 2,839 triliun (2015) yang mengalami peningkatan
sejak tahun 2013 dan 2014, masing-masing senilai USD 2,582 triliun dan USD
2,712 triliun.66 Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi ekonomi
tinggi, sering disebut sebagai calon layak untuk menjadi salah satu anggota
negara-negara BRIC (Brazil, Russia, India, and China) karena ekonominya
dengan cepat menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang sama dengan
anggota lain tersebut.67 Indonesia menjalin kerjasama ekspor dengan
beberapa negara seperti Jepang, China, Singapura, Amerika Serikat, India,
Korea Selatan dan Malaysia, dengan komoditas ekspor Indonesia berupa
bahan bakar mineral, lemak hewani atau nabati (termasuk minyak sawit),
mesin listrik, karet, mesin, dan peralatan mekanik.68 Nilai ekspor Indonesia
mencapai USD 152,5 miliar (2015), menurun dari tahun 2014 sebesar USD 176
miliar.69 Sementara untuk impor, rekan kerjasama utama Indonesia adalah
China, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, dan Amerika
40
Serikat, dengan barang impor berupa bahan bakar mineral, ketel uap,
mesin, peralatan mekanik, besi dan baja, dan bahan makanan.70 Nilai impor
Indonesia juga mengalami penurunan dari tahun 2014 ke 2015, awalnya
senilai USD 178,2 miliar menjadi USD 138,4 miliar.71
2. Profil Negara China
Republik Rakyat China, atau lebih sering disingkat China, adalah negara
berpenduduk terpadat di dunia. Negara ini telah memiliki budaya dan
peradaban sejak 4.000 tahun yang lalu.72 Negara China terletak di Benua
Asia, tepatnya di kawasan Asia Timur, berbatasan dengan Laut China Timur,
Teluk Korea, Laut Kuning, Laut China Selatan, dan Vietnam (lihat gambar
2.2).73 Negara ini memiliki total luas wilayah 9.596.960 km2, dengan luas
daratan 9.326.410 km2, luas wilayah perairan 270.550 km2, dan garis pantai
dengan panjang 14.500 km, membuat China sebagai salah satu negara yang
memiliki wilayah terluas di dunia, ketiga setelah Rusia dan Kanada.74
Gambar 2.2. Peta Negara China Sumber: Global Security75
Memiliki kesamaan dengan Indonesia, negara ini juga kaya akan sumber
daya alam seperti batubara, bijih besi, minyak bumi, gas alam, selain itu ada
41
juga merkuri, timah, tungsten, mangan, molibdenum, vanadium, aluminium,
seng, uranium, potensi tenaga air (terbesar di dunia), dan tanah yang
subur.76
Agama mayoritas di negara ini adalah Buddha, agama lain yang terdapat
di China diantaranya Kristen, Islam, dan Taoisme.77 Negara ini menggunakan
bahasa Mandarin (Mandarin Chinese) sebagai bahasa utama, sekaligus
sebagai bahasa nasional. Etnis Han merupakan etnis yang paling banyak
terdapat di China, sebanyak 91,6% dari total populasinya, disusul dengan
etnis Zhuang yang hanya 1,3%, dan etnis lainnya sebanyak 7,1% seperti etnis
Hui, Manchu, Uighur, Miao, Yi, Tujia, Tibetan, Mongol, Dong, Buyei, Yao, Bai,
Korean, Hani, Li, Kazakh, dan Dai.78 Dalam jangka waktu setahun, populasi
di China mengalami peningkatan jumlah yang cukup signifikan. Pada tahun
2014, populasi di negara ini tercatat 1,364 miliar jiwa,79 meningkat menjadi
1,367 miliar pada tahun 2015.80 Jika dikalkulasikan dengan lebih rinci, China
mengalami peningkatan populasi sebanyak 7 juta jiwa dalam jangka waktu
setahun.
China adalah negara komunis dengan ibukota di Beijing, kota
berpenduduk 14 juta jiwa.81 Negara ini terdiri dari 23 provinsi (Anhui, Fujian,
Gansu, Guangdong, Guizhou, Hainan, Hebei, Heilongjiang, Henan, Hubei,
Hunan, Jiangsu, Jiangxi, Jilin, Liaoning, Qinghai, Shaanxi, Shandong, Shanxi,
Sichuan, Yunnan, Zhejiang, dan Taiwan), lima wilayah otonom (Guangxi, Nei
Mongol (Inner Mongolia), Ningxia, Xinjiang Uygur, dan Xizang (Tibet)), dua
42
wilayah administratif khusus (Hong Kong dan Macau), dan empat
kotamadya setingkat provinsi (Beijing, Chongqing, Shanghai, dan Tianjin).82
Lembaga eksekutif di China terdiri dari presiden dan wakil presiden,
serta perdana menteri dan para wakil perdana menteri. Presiden China saat
ini adalah Xi Jinping, dengan wakil presiden Li Yuanchao yang mulai
menjabat sejak 14 Maret 2013.83 Xi Jinping berkuasa sebagai pewaris dari
pendahulunya, Hu Jintao, dan akan memimpin China selama dekade
berikutnya. Presiden merupakan kepala negara, yang dipilih oleh Kongres
Rakyat Nasional untuk masa jabatan lima tahun, sedangkan kepala
pemerintahan dipegang oleh perdana menteri, yang diusulkan oleh
presiden melalui persetujuan Kongres Rakyat Nasional. Perdana menteri
China saat ini adalah Li Keqiang, dengan empat wakil perdana menteri yaitu
Zhang Gaoli, Liu Yandong, Wang Yang, dan Ma Kai.84
Untuk lembaga legislatif, China menggunakan sistem unikameral, yaitu
Kongres Rakyat Nasional atau dalam bahasa China disebut Quanguo Renmin
Daibiao Dahui, yang terdiri dari 2.987 anggota yang merupakan perwakilan
dari kota, daerah, dan provinsi, untuk masa jabatan lima tahun.85 Lembaga
ini merupakan lembaga yang memiliki kekuasaan penting di China dan
anggotanya berasal dari Partai Komunis China.
Lembaga Yudikatif terdiri dari Mahkamah Rakyat Agung sebagai badan
kehakiman (pengadilan) tertinggi, yang terdiri dari 340 hakim termasuk
hakim agung, 13 hakim agung bertugas mengatur Komite Sipil dan
pengadilan untuk sipil, ekonomi, administrasi, banding, dan kasus
43
transportasi dan komunikasi.86 Hakim agung ditunjuk oleh Kongres Rakyat
Nasional dengan masa jabatan lima tahun dan terbatas selama 2 periode
jabatan, sementara hakim lainnya dicalonkan oleh hakim agung dan ditunjuk
oleh Komite Tetap Kongres Nasional Rakyat.87 Pengadilan dengan tingkat di
bawah Mahkamah Rakyat Agung diantaranya adalah Pengadilan Tingkat
Tinggi, Pengadilan Tingkat Menengah, Pengadilan Daerah dan Kabupaten,
Pengadilan Wilayah Otonom, dan Pengadilan Khusus untuk militer, maritim,
transportasi, dan isu-isu kehutanan.
Dari segi perekonomian, meskipun China adalah negara komunis,
namun dalam praktiknya China telah melakukan liberalisasi selama
beberapa dekade terakhir.88 Sejak memulai reformasi pasar pada tahun
1978, China telah bergeser dari sistem ekonomi terpusat ke ekonomi
berbasis pasar dan mengalami perkembangan ekonomi dan sosial yang
cepat.89 Salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi China berkembang
pesat adalah adanya dukungan dari sektor ekspor berupa barang elektronik,
mebel, pakaian dan tekstil. Nilai ekspor China selama dua tahun terakhir
mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2014 senilai USD 2,24 triliun
meningkat menjadi USD 2,27 triliun pada tahun 2015.90 Meskipun produk
domestik bruto per kapita China masih rendah dibandingkan standar Barat,
banyak ahli berspekulasi produk domestik bruto (PDB) China akan melebihi
Amerika Serikat dalam waktu kurang dari 20 tahun, yang menjadikannya
ekonomi terbesar dunia.91
44
B. Penyajian Data
1. Kekuatan Militer Indonesia
Dalam menghadapi ancaman militer, Tentara Nasional Indonesia (TNI)
perlu ditempatkan sebagai komponen utama pertahanan, yakni sebagai
“tentara nasional yang terampil dan profesional”.92 Tentara Nasional
Indonesia sudah seyogianya dapat mengemban tugas sesuai dengan yang
tercantum dalam undang-undang yaitu tugas operasi militer untuk perang
dan operasi militer selain perang. Sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat, Indonesia adalah negara yang gigih memperjuangkan hak dan
kedaulatannya. Untuk memperjuangkan kedaulatan dan mengantisipasi
adanya invasi dari negara lain, maka Indonesia memerlukan angkatan
bersenjata (TNI) yang telah terlatih dan tangguh. Sebagai contoh adalah
menjaga batas negara, sebagai salah satu dari bentuk dari pertahanan
negara. Indonesia perlu menjaga batas negara terhadap kemungkinan
adanya pembajakan (hijacking), pencurian ikan, penyelundupan atau invasi
dari negara lain di wilayah laut Indonesia, baik itu batas Teritorial, batas
Kontinen, hingga batas Laut Zona Ekonomi Eksklusif.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
menyatakan bahwa pertahanan negara adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.93 Setiap warga negara
Indonesia memiliki hak dan kewajiban untuk mempertahankan negara demi
45
kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Adapun tujuan pertahanan negara
di antaranya, Pertama, menjaga kedaulatan negara, yang mencakup upaya
menjaga sistem ideologi dan politik negara. Kedua, menjaga keutuhan NKRI
sebagai keputusan final yang harus tetap dipelihara dan dipertahankan.
Ketiga, menjamin keselamatan bangsa dan melindungi warga negara dari
segala bentuk ancaman.94
Sebagai negara bekas jajahan kolonial Belanda, Indonesia merebut
kemerdekaannya tidak hanya melalui jalur diplomasi, namun juga
melibatkan perjuangan fisik yang sampai sekarang memberikan perngaruh
besar dalam sistem pertahanan Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2002 disebutkan bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem
pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini
oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan
berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.95
Berbicara mengenai ketangguhan militer Indonesia, menurut Global
Firepower (GFP),96 Indonesia menjadi negara yang terkuat di kawasan Asia
Tenggara dan menempati peringkat 12 dunia, satu peringkat di bawah Israel
(11), dan berada di atas Australia (13).97 Militer Indonesia terbagi menjadi tiga
matra yakni TNI Angkatan Darat (TNI-AD) yang dibentuk pada tanggal 5
Oktober 1945,98 TNI Angkatan Laut (TNI-AL) yang dibentuk pada tanggal 10
September 1945,99 dan TNI Angkatan Udara (TNI-AU) yang dibentuk pada
46
tanggal 9 April 1946.100 Ketiga matra TNI ini memiliki fungsi dan tugas yang
masing-masing tercantum dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia.
Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.101
Untuk kekuatan, saat ini kekuatan tentara aktif yang dimiliki Indonesia
berdasarkan data dari The Military Balance 2014 adalah 395.500 personil,
yang terdiri atas 300.400 tentara Angkatan Darat, 65.000 personil Angkatan
Laut, dan 30.100 tentara Angkatan Udara. Ditambah dengan jumlah
paramiliter sebanyak 281.000 orang dan jumlah cadangan 400.000 orang.102
Gambar 2.3. Lambang TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU (dari kiri ke kanan) Sumber: www.tniad.mil.id, www.tnial.mil.id, www.tni-au.mil.id
Jika dilihat dari masing-masing matra, Angkatan Darat dipersenjatai
dengan pelbagai macam alutsista, seperti main battle tank jenis Leopard
serta 350 tank ringan seperti AMX dan Scorpion. Militer Indonesia juga
mempunyai pelbagai jenis kendaraan angkut tempur, yang berjumlah 549,
seperti panser Anoa, Stormer, Black Fox, Commando Ranger, Saracen,
47
Casspir, dan Barracuda. Jumlah artileri yang dimiliki TNI-AD mencapai 1.907,
dan pelontar roket (LMRS) sebanyak 50 unit.103
Untuk Angkatan Laut, Indonesia didukung pelbagai kapal, seperti 2
kapal selam Cakra, 6 kapal perang, 23 kapal perang kecil, 11 frigate, 72 kapal
patroli dan penjaga pantai dengan 18 di antaranya merupakan korvet, 11
mine warfare, serta sekitar 32 kapal pendukung dan logistik.104
Adapun Angkatan Udara Indonesia, yang diperkuat 30.100 personil,
mengandalkan 78 pesawat tempur, seperti pesawat Sukhoi Su-27SK (2 unit),
Su-27SKM Flanker (3 unit), Su-30MK Flanker (2 unit), dan Su-30MK2 Flanker
(9 unit). Selain mengandalkan Sukhoi, Indonesia memiliki F-5E Tiger, F-16A,
dan F-16B. Indonesia juga mempunyai pelbagai pesawat angkut seperti
Hercules, 444 pesawat militer, dan pelbagai jenis helikopter yang totalnya
187 unit.105
Mengenai gelar, untuk matra darat pada saat ini TNI Angkatan Darat
memiliki 13 komando daerah militer (kodam), yaitu 3 kodam di Sumatera, 4
kodam di Jawa, 2 kodam di Kalimantan, 1 kodam di Bali, Nusa Tenggara
Barat, dan Nusa Tenggara Timur, 1 kodam di Sulawesi, 1 kodam di Kepulauan
Maluku, serta 1 kodam di Papua. Angkatan Laut terdiri atas 2 armada
wilayah, yaitu di Jakarta dan Surabaya. Sedangkan TNI Angkatan Udara
memiliki 4 skuadron tempur, di Pangkalan Udara Iswahyudi, Pekanbaru,
Hasanuddin, dan Supadio.106
Anggaran pertahanan Indonesia mengalami kenaikan selama lima
tahun terakhir (2010-2014). Jika dilihat dari PDB Indonesia, jumlah anggaran
48
pertahanan Indonesia mencapai Rp86,3 triliun pada 2014, dimana angka ini
hanya 0,9 persen dari besaran PDB Indonesia (lihat tabel 2.2). Apabila
Indonesia bisa mencapai angka 2 persen, maka ada peluang bagi kemajuan
pertahanan Indonesia, sebagaimana anggaran pertahanan negara-negara
anggota NATO yang mengalokasikan anggaran pertahanan sebesar 2% dari
PDB negara mereka.
Tabel 2.2. Anggaran Pertahanan Indonesia (2010-2014)
Sumber: Defence Economic Trends 2015107
Jika dibandingkan dengan anggaran pertahanan pada tahun 2013
terhadap lima dari sepuluh negara-negara ASEAN, anggaran Indonesia
(Rp81,963 triliun) merupakan anggaran paling besar kedua, setelah
Singapura (Rp114,051 triliun), disusul oleh Thailand (Rp67,381 triliun) di
posisi ketiga, Malaysia (Rp54,363 triliun) menempati posisi keempat,
sementara kelima adalah Vietnam (Rp43,738 triliun).108 Adanya kenaikan
anggaran pertahanan menjadi salah satu indikator bahwa perekonomian
Indonesia mengalami perkembangan sekaligus menunjukkan bahwa
No. Variabel Anggaran Pertahanan Indonesia
2010 2011 2012 2013 2014
1. PDB (USD Miliar) 880,1 970,8 965,5 917,3 856,1
2. Anggaran Pertahanan
(USD Miliar) 4,7 5,4 7,7 7,9 7,3
3. Anggaran Pertahanan
(Rp Triliun) 42,310 47,498 72,538 81,963 86,376
4. Anggaran Pertahanan
dari Total PDB (%) 0,7 0,6 0,9 0,9 0,9
49
pemerintah semakin menyadari pentingnya mengatasi pelbagai persoalan
di bidang pertahanan.
Di samping kekuatan alutsista dan kenaikan anggaran pertahanan,
Indonesia juga memiliki beberapa industri strategis di bidang pertahanan
yang berproduksi di dalam negeri. Di bidang kedirgantaraan, Indonesia
memiliki PT Dirgantara Indonesia (Persero), di bidang kemaritiman
ditangani PT PAL (Persero), sementara di bidang persenjataan, amunisi, dan
kendaraan tempur dipegang oleh PT Pindad (Persero), dan bidang bahan
peledak oleh PT Dahana (Persero). Tonggak awal cita-cita bangsa Indonesia
membangun industri strategis berakar dari Keputusan Presiden Nomor 59
Tahun 1983 Tentang Pembentukan Dewan Pembina dan Pengelola Industri-
industri Strategis dan Industri Pertahanan Keamanan.109 Selain keempat
industri pertahanan tersebut, Indonesia juga memiliki enam industri
strategis lainnya, meliputi PT INKA (Industri Kereta Api), PT INTI di bidang
telekomunikasi, PT Krakatau Steel (baja), PT Boma Bisma Indra (kontainer
dan peralatan ekspor), PT Barata Indonesia (mesin diesel), dan PT LEN
(elektronik).110
Pada awal keberadaannya, PT Pindad merupakan bengkel senjata yang
bermula pada era kolonial Belanda. Pada 1808, Herman Willem Daendels,
Gubernur Jenderal Belanda yang tengah berkuasa, mendirikan sebuah
bengkel di Surabaya. Tujuan Daendels membangun fasilitas ini selain untuk
perbaikan dan pemeliharaan, juga sebagai tempat pengadaan perkakas
senjata bagi serdadu Belanda, bengkel ini dikenal dengan nama Constructie
50
Winkel (CW). Selain CW, Daendels juga membangun sebuah pabrik amunisi
berkaliber besar yang lengkap dengan laboratorium kimia, bernama
Proyektiel Fabriek (PF). Pabrik dan bengkel inilah yang menjadi fondasi
pembentuk PT Pindad.111
Dilihat dari produknya, PT Pindad terdiri atas dua direktorat, yaitu
Direktorat Produk Militer dan Direktorat Produk Komersial. Direktorat
Produk Militer terdiri atas Divisi Amunisi, Divisi Senjata, serta Unit Bisnis
Workshop dan Prototipe. Sedangkan Direktorat Produk Komersial terdiri
atas Divisi Mekanik, Listrik, Forging, dan Pengecoran serta Unit Bisnis Tool
Shop, Stamping, dan Laboratorium.112 Pelbagai produk berhasil diproduksi
oleh PT Pindad, bahkan ada beberapa produk yang telah mendunia, produk
tersebut diantaranya produk kendaraan tempur Anoa 6x6 telah digunakan
oleh pasukan pemelihara perdamaian PBB di Lebanon dan Suriah. Selain itu
ada juga produk pelbagai jenis senjata, peluru kaliber, rifles, senapan serbu,
pistol, revolver, senapan sniper, peluncur granat, pelindung tubuh (personal
body protection), dan lainnya.113 Saat ini PT Pindad telah melakukan
kerjasama membentuk perusahaan joint venture antara lain dengan PT
Fanuc GE Automation Indonesia (mesin CNC, rekayasa otomatisasi pabrik,
dan PLC), PT Siemens Indonesia (MV/LV Switcgear & Machinery), PT GHH
Borsig Southeast Asia (konstruksi dan pemeliharaan turbin uap dan gas), dan
PT Lucas Pindad Aerospace Indonesia (pembuatan dan perakitan komponen
pesawat terbang).114
51
Di matra udara, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) hadir untuk menjawab
tantangan pertahanan udara. Industri pesawat terbang sangat penting bagi
Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga pertahanan udara Indonesia.
PT DI atau Indonesian Aerospace (IAe), nama yang diresmikan Presiden
Republik Indonesia keempat, Abdurrahman Wahid, di Bandung pada 24
Agustus 2000, menggantikan nama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara
(PT IPTN), yang sudah disandang badan usaha strategis ini sejak kurang
lebih 38 tahun yang lalu.115 Sebelum berganti nama menjadi PT DI, PT
Industri Pesawat Terbang Nurtanio merupakan nama yang pertama kali
digunakan, didirikan oleh Dr. B.J. Habibie, pada 28 April 1976.116 Perusahaan
ini sudah bisa menghasilkan pelbagai macam produk, baik produk pesawat
maupun produk yang bersifat jasa, dan menyerahkan produk dan jasa
tersebut kepada konsumen dalam dan luar negeri. Produk tersohor mereka
adalah CN-235, yang telah digunakan di beberapa negara untuk keperluan
militer dan sipil.117
Untuk matra laut, pemerintah mendirikan PT PAL yang berlokasi di
Surabaya, yang memiliki andil dalam membangun industri pertahanan laut.
PT PAL mendesain dan memproduksi kapal selam hasil kerjasama dengan
negara-negara sahabat. Sejarah PT PAL telah dimulai jauh sebelum
Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1822, seorang jenderal Belanda,
Gubernur Jenderal Van der Capellen, adalah orang yang mencetuskan ide
membangun industri perkapalan di Hindia Belanda dengan nama Marine
Establishment/ME (ME berubah nama menjadi Penataran Angkatan Laut
52
(PAL) pada 27 Desember 1949, setelah Indonesia memperoleh
kemerdekaan).118 Dengan adanya industri perkapalan ini, Capellen berharap
akan mampu menunjang armada laut Kerajaan Belanda yang berada di
wilayah Asia pada saat itu. Pada tahun 1979, Bea dan Cukai membeli kapal
FPB 28 sebanyak 24 unit dari PT PAL, dengan komponen kapal dari Belgia
dan Jerman.119 Sebelum memutuskan membeli kepada PT PAL, Bea dan
Cukai pada awalnya berencana membeli langsung dari Belgia (Belgium
Shipbuilding Company (BSC)). Setelah melihat hasil kerja PT PAL, Bea dan
Cukai mengakui bahwa kapal buatan PT PAL lebih baik daripada buatan BSC,
yang membuat Bea dan Cukai memesan lima FPB 28 lagi langsung kepada
PT PAL. Kesuksesan tersebut terulang di saat Pertamina membeli kapal
tanker berukuran 3.000-5.000 ton dari PT PAL, melalui kerjasama yang
dirintis dengan Mitsui Engineering and Shipbuilding (MES) dari Jepang.120
Pada 1983, mulai dibangun kapal pertama di PT PAL, dan disusul kapal kedua
pada tahun 1985. Kapal pertama diberi nama Minas, sedangkan kapal kedua
bernama Melahin.121
Selain PT Pindad, PT PAL, dan PT DI, Indonesia juga memiliki industri
strategis lainnya, yang bergerak di bidang bahan peledak, bernama PT
Dahana.122 PT Dahana berawal dari proyek roket Angkatan Udara Indonesia
pada 1957 di Desa Menang, Madiun, Jawa Timur. TNI Angkatan Udara
kemudian meneruskan proyek ini menjadi Menang 2 dengan mendirikan
pabrik dinamit (NG based) dengan bantuan Hispano-Suiza123 pada 1966 di
lingkungan pangkalan TNI Angkatan Udara Tasikmalaya.124 Pada 1999,
53
Dahana memperoleh sertifikasi ISO 9002:1994, yang kemudian ditingkatkan
lagi dengan mendapatkan ISO 9001:1994 pada 2001, sementara
pemutakhiran untuk menjadi sistem ISO 9001:2000 sedang dilakukan saat
ini.125 PT Dahana telah membangun pelbagai sarana, prasarana, dan
pergudangan bahan peledak, dan terus berkembang untuk menghasilkan
produk dan jasa berdaya saing tinggi juga ramah lingkungan.
2. Alutsista TNI AD, TNI AL, dan TNI AU Tahun 2008 (Pra Implementasi
Kebijakan MEF)
Postur pertahanan Indonesia pada tahun 2008 (sebelum implementasi
MEF) memiliki perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan
pasca tahun 2008 (setelah implementasi MEF). Kebijakan MEF yang mulai
diimplementasikan sejak tahun 2009 akan berlanjut hingga tahun 2024.
Dalam kebijakan MEF, salah satu target yang ingin dicapai Indonesia adalah
penguatan postur pertahanan negara, termasuk upaya modernisasi
alutsista. Pada tahun 2008, Indonesia menganggarkan belanja pertahanan
sebesar 0,89% dari total GDP Indonesia. Dari segi jumlah personil militer,
Indonesia memiliki 297.000 personil militer aktif pada tahun 2008.126 Tabel
2.3 di bawah ini menampilkan data tahun 2008 terkait jumlah persenjataan
TNI di tiga matra.
54
Army (TNI AD) Unit (s) Navy (TNI AL) Unit (s) Air Force (TNI AU)
Unit (s)
Attack Helicopters
50 Aircraft Carriers
− Combat Aircrafts
69
Main Battle Tanks (MBT)
– Corvette Warships
26
Frigates 7
Submarines 2
Nuclear Submarines
−
Amphibious Warfare Ships
4
Patrol Boats 30 Tabel 2.3. Jumlah Persenjataan (Alutsista) TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU Tahun 2008
Sumber: Nation Master127
Berdasarkan tabel 2.3, dapat dilihat bahwa kepemilikan jumlah
persenjataan TNI masih kurang merata. Di matra darat, pada tahun 2008,
Indonesia bahkan belum memiliki tank tempur utama (main battle tanks).
Untuk matra laut, angkatan bersenjata Indonesia hanya didukung oleh 2
unit kapal selam. Sementara di matra udara, Indonesia memiliki 69 unit
pesawat tempur (combat aircrafts).
Kendati demikian, menurut data dari Discovery Channel Military edisi
2008, Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS) Indonesia masuk dalam 3
besar angkatan bersenjata terbaik di tingkat global. Peniliaian ini ditentukan
berdasarkan performa dan keahlian yang dimiliki angkatan bersenjata suatu
negara, tanpa melibatkan advanced military technology dari negara
tersebut. Indonesia berada di peringkat ketiga setelah SAS Inggris Raya dan
MOSSAD Israel.128
55
3. Sejarah Kerjasama Pertahanan Indonesia−China
Hubungan diplomatik yang telah dijalin Indonesia dengan China sejak 13
April 1950, tidak serta-merta membuat hubungan kerjasama di pelbagai
bidang langsung dilakukan kedua negara. Misalnya, kerjasama di bidang
ekonomi baru disepakati kedua negara setelah Presiden Indonesia
keempat, Abdurrahman Wahid, mengadakan kunjungan ke China pada
tanggal 1-3 Desember 1999. Kunjungan presiden Indonesia tersebut menjadi
penanda era baru dalam peningkatan hubungan bilateral kedua negara. Hal
ini disusul dengan penandatanganan MoU mengenai Bantuan Hibah
tentang Kerjasama Ekonomi dan Teknik pada 28 Desember 1999 di Jakarta.
Di samping itu, ratifikasi mengenai bergabungnya Indonesia dengan ASEAN-
China Free Trade Area (ACFTA) pada masa Presiden Megawati tidak
diratifikasi Indonesia pada saat itu. Kesepakatan mengenai perdagangan
bebas antara Indonesia sebagai negara anggota ASEAN dengan China baru
diratifikasi pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan
menyatakan Indonesia secara resmi tergabung dalam ACFTA.
Tidak jauh berbeda dengan hubungan kerjasama bilateral di sektor
ekonomi. Hubungan Indonesia-China di sektor pertahanan bahkan baru
dijajaki sejak awal tahun 2000-an. Hubungan yang terjalin saat itu juga hanya
sebatas kunjungan para pejabat militer. Kedua negara belum pernah
mengadakan perjanjian kerjasama pertahanan yang mengikat hubungan
kedua negara.
56
Terdapat beberapa aktivitas kunjungan para pejabat militer kedua
negara pada tahun 2003. Tercatat pada tanggal 3-6 November 2003, Kepala
Staf TNI AD saat itu, Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu berangkat bersama
rombongan ke China atas undangan dari industri pertahanan nasional China,
North Industries Corporations (NORINCO). Tujuan kunjungan ini adalah
untuk meninjau industri persenjataan China. Selanjutnya pada tanggal 14-17
November 2003, Kepala Badan Intelijen Strategis TNI, Mayor Jenderal TNI
Mochamad Luthfie Wetto beserta rombongan dari Indonesia mengunjungi
China atas undangan Military Intelligence Department People’s Liberation
Army dengan tujuan untuk menjajaki kerjasama dalam bidang intelijen
strategis. Sebelumnya, pada tanggal 11-23 Oktober 2003, Letkol Tek Naviardi
Suryanto berangkat ke China untuk mengikuti pelatihan dan inspeksi rudal
QianWei-3 (QW-3) bersama rombongan dalam rangka pelaksanaan kontrak
jual beli Nomor 003/KE/XII/2002/AU tanggal 11 Desember 2002 tentang
pengadaan Rudal QW-3.129
Kerjasama pertahanan yang dijajaki Indonesia dan China sebelum
disepakatinya Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis 2005, hanya sebatas
kunjungan pejabat militer kedua negara dan pembelian beberapa alutsista.
Puncak hubungan kerjasama bilateral kedua negara di sektor pertahanan
diwujudkan dengan ditandatanganinya Joint Declaration on Strategic
Partnership 2005 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu
Jintao, yang dilaksanakan di Jakarta, 25 April 2005. Deklarasi ini juga
mengatur kerjasama tidak hanya di sektor pertahanan, namun juga
57
difokuskan untuk memperkuat kerjasama politik dan keamanan,
memperdalam kerjasama ekonomi dan pembangunan, meningkatkan
kerjasama sosial budaya dan memperluas hubungan non-pemerintah.
Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani
Indonesia dan China tersebut telah mempererat hubungan keduanya dan
memperluas lingkup kerjasama di antara kedua negara. Deklarasi ini
sekaligus merupakan upaya kedua negara untuk memusatkan perhatian
pada kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan kedua negara
ke tatanan baru demi keuntungan kedua negara. Pernyataan ini tercantum
dalam paragraf kedua dari isi naskah perjanjian yang ditandatangani kedua
negara.
Kami sepakat bahwa Indonesia dan China telah menjadi dua mitra penting dalam kerjasama, dan untuk itu, sebagai dua negara berkembang yang utama, kami harus membangun perspektif strategis dalam memusatkan perhatian pada kepentingan jangka panjang kami dan membawa hubungan kami ke tataran baru demi keuntungan kedua negara dan rakyat kami serta untuk memberi sumbangan baru bagi solidaritas dan kerjasama antar negara-negara berkembang serta pada perdamaian dan pembangunan umat manusia.130
Secara spesifik di sektor pertahanan, pada poin ke-8 deklarasi ini
mengatur bagaimana upaya kedua negara dalam mempromosikan rasa
saling percaya dan keyakinan dalam bidang pertahanan dan militer dengan
maksud untuk membangun industri pertahanan masing-masing dan secara
aktif menyelidiki kemungkinan untuk membentuk mekanisme konsultasi
pertahanan dan keamanan. Kemudian dilanjutkan pada poin ke-9, kedua
negara juga menyatakan akan bekerjasama dengan erat pada isu maritim
58
melalui perbaikan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan
membangun mekanisme konsultasi dan kerjasama maritim.
Komitmen kedua negara untuk menjajaki hubungan kerjasama di sektor
pertahanan terus berlanjut dengan menandatangani pelbagai perjanjian
hingga tahun 2012, selama masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao. Pada tanggal 28 Juli 2005, di Beijing,
tepat tiga bulan setelah kedua negara menyepakati untuk menandatangani
Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis di Jakarta, kedua negara kembali
menandatangani Memorandum Saling Pengertian (MoU) mengenai
Kerjasama dalam Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertahanan.
MoU ini ditandatangani oleh Menteri Pertahanan kedua negara saat itu, dari
pihak Indonesia oleh Juwono Sudarsono dan dari pihak China oleh Cao
Gangchuan. Di tahun-tahun berikutnya, kedua negara menandatangani
berbagai perjanjian mulai dari Memorandum of Understanding, Agreement,
Plan of Action, dan Joint Communique. Selama masa pemerintahan SBY,
terdapat enam perjanjian kerjasama pertahanan yang telah disepakati
bersama antara Indonesia dan China. Keenam perjanjian tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Deklarasi Bersama antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat
China mengenai Kemitraan Strategis
Deklarasi Bersama (Joint Declaration) yang ditandatangani secara
langsung oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dan
Presiden China, Hu Jintao, dilakukan di Jakarta pada 25 April 2005.
59
Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan perjanjian,
yaitu 25 April 2005, dengan masa berlaku dan cara pengakhiran
perjanjian yang tidak tercantum dalam naskah. Deklarasi Kemitraan
Strategis ini merupakan awal dari dimulainya hubungan kerjasama yang
lebih erat antara Indonesia dan China di berbagai bidang, termasuk di
bidang pertahanan keamanan, bersama dengan kerjasama di bidang
politik, ekonomi dan sosial budaya.
Menteri Pertahanan Indonesia, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan
Kementerian Pertahanan Indonesia mengadakan pertemuan rutin
antara Indonesia dan China yang berlangsung tujuh kali dalam satu
tahun. Pertemuan ini baik di tingkat menteri, wakil menteri, industri
pertahanan, dialog strategis, angkatan darat, angkatan laut dan
angkatan udara. Terdapat tujuh bidang kerjasama pertahanan yang
telah dilakukan kedua negara yaitu pertemuan rutin menteri
pertahanan, forum konsultasi bilateral bidang pertahanan, dialog
strategis, industri pertahanan, pendidikan dan latihan bersama, dan
kerjasama maritim. Pertemuan bilateral ini merupakan implementasi
dari Kemitraan Strategis yang ditandatangani oleh presiden kedua
negara tahun 2005 dan semakin diperkuat dengan pelbagai perjanjian
lainnya di bidang pertahanan.131
Contoh pertemuan yang dilakukan di tingkat menteri adalah ketika
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengadakan kunjungan ke
Beijing pada 21 September 2014.132 Dalam pertemuan tersebut, Purnomo
60
membicarakan pelbagai hal dengan Wakil Ketua Komisi Militer Pusat
China, Fan Changlong. Menurut Fan, Indonesia dan China telah menjalin
kerjasama untuk waktu yang cukup lama dan kedua negara harus
bersama menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan. Kedua negara
memiliki beberapa kesamaan termasuk jumlah populasi dan luas wilayah
yang besar serta pertumbuhan ekonomi yang positif. Penguatan
kerjasama ini diyakini akan meningkatkan rasa saling percaya,
meningkatkan frekuensi pertukaran perwira dan personil militer, dan
bentuk kerjasama lainnya. Kedua negara berkomitmen akan semakin
mempererat kerjasama untuk ke depannya.
b. Memorandum Saling Pengertian mengenai Kerjasama Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Pertahanan antara Kementerian
Riset dan Teknologi Republik Indonesia dan Komisi Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Industri untuk Pertahanan Nasional
Republik Rakyat China
Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding)
yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia periode 2004-
2009, Hassan Wirajuda, dan Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan, Teknologi
dan Industri untuk Pertahanan Nasional China (Komisi lebih tinggi
pangkatnya daripada Kementerian), Zhang Yunchuan, dilakukan di
Beijing pada 28 Juli 2005. Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal
penandatanganan perjanjian, yaitu 28 Juli 2005, dengan masa berlaku
perjanjian selama lima tahun dan dapat diperpanjang secara otomatis
61
setiap lima tahun berikutnya. Cara pengakhiran perjanjian dapat
dilakukan dengan cara pemberitahuan tertulis 6 bulan sebelum masa
berlaku berakhir.
Melalui kerjasama ini, Indonesia menyambut baik ajakan China
untuk kerjasama teknologi militer yang antara lain mencakup
pembuatan perlengkapan militer dan pemasarannya. Menurut
Indonesia, teknologi militer China telah memasuki taraf maju dan sudah
dapat menjadi penyeimbang kemajuan teknologi militer negara-negara
Barat. Dalam pertemuan pejabat tinggi militer kedua negara dilakukan
ketika Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Tedjo Edhy
Purdijatno dan KASAL China Laksamana Wu Shenghi menyepakati untuk
meningkatkan kerjasama, terutama dalam pendidikan dan latihan.133
Bahasan mengenai kerjasama penelitian dan pengembangan
teknologi pertahanan China-Indonesia direalisasikan setelah Menteri
Luar Negeri China, Yang Jiechi berkunjung ke Jakarta pada 10 Agustus
2012. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan untuk
memproduksi misil bersama pada Maret 2013.134 Kerjasama Indonesia-
China dalam memproduksi misil bersama telah membuahkan hasil
dimana TNI AL telah menerima misil varian C-705 dan telah melalui tahap
uji coba yang dilakukan di Selat Sunda. Selain kerjasama produksi misil,
China juga mengajak 10 orang pilot dari TNI AU untuk mengadakan
latihan bersama mengoperasikan simulator pesawat tempur Sukhoi di
62
China.135 Hingga tahun 2014, beberapa rudal yang telah digunakan TNI
diantaranya adalah rudal C-802, C-705, QW-1 dan QW-3.
c. Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan
Pemerintah Republik Rakyat China tentang Kerjasama Aktivitas
dalam Bidang Pertahanan
Persetujuan (Agreement) ini ditandatangani oleh masing-masing
Menteri Pertahanan kedua negara. Dari pihak Indonesia, ditandatangani
oleh Juwono Sudarsono, selaku Menteri Pertahanan Indonesia periode
2004-2009, dan Menteri Pertahanan China, Cao Gang Chuan, dilakukan
di Beijing pada 07 November 2007. Perjanjian ini mulai berlaku sejak
tanggal Nota Pemberitahuan terakhir, dengan masa berlaku perjanjian
selama lima tahun dan dapat diperpanjang otomatis setiap lima tahun
berikutnya. Cara pengakhiran perjanjian dapat dilakukan dengan cara
pemberitahuan tertulis 90 hari sebelum masa berlaku berakhir.
Tepat dua minggu setelah ditandatanganinya perjanjian kerjasama
pertahanan ini, pemerintah China mulai menunjukkan keseriusannya
untuk menjajaki pengembangan kerjasama sektor industri pertahanan
di Indonesia. China menawarkan kepada Indonesia untuk memberi dana
pembangunan galangan kapal dan menghidupkan kembali beberapa
industri pertahanan strategis yang dimiliki Indonesia. Dari sudut
pandang China, mengaku sangat tertarik untuk terlibat dalam
pengembangan industri pertahanan di Indonesia terutama soal
persenjataan. Pasalnya, China ingin membangun kemampuan
63
pertahanan yang layak di Indonesia supaya jalur minyak ke China
terjamin. Dari sisi inilah dapat dilihat kepentingan ekonomi dua negara
berpenduduk padat ini bisa bertemu dan bisa berlanjut kepada
kerjasama yang saling menguntungkan.
d. Rencana Aksi dari Implementasi Deklarasi Bersama mengenai
Kemitraan Strategis antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Rakyat China
Rencana Aksi (Plan of Action) yang ditandatangani secara langsung
oleh Menteri Luar Negeri Indonesia periode 2009-2014, Marty
Natalegawa, dan Menteri Luar Negeri China, Yang Jiechi, dilakukan di
Jakarta pada 21 Januari 2010. Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal
penandatanganan perjanjian, yaitu 21 Januari 2010, dengan masa berlaku
dan cara pengakhiran perjanjian yang tidak tercantum dalam naskah.
e. Komunike Bersama antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Rakyat China dalam Rangka Memperkuat
Kemitraan Strategis Selanjutnya antara Indonesia-China
Komunike Bersama (Joint Communique) ini disepakati oleh Presiden
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Perdana Menteri China,
Wen Jiabao, saat SBY mengundang Wen Jiabao ke Indonesia sebagai
bentuk kunjungan balasan pada bulan April 2011. Ikatan kerjasama
melalui Komunike Bersama ini dilakukan di Jakarta pada 29 April 2011.
Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan perjanjian,
64
yaitu 29 April 2011, dengan masa berlaku dan cara pengakhiran perjanjian
yang tidak tercantum dalam naskah.
f. Memorandum Saling Pengertian tentang Kerjasama Maritim antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat
China [MoU ini mengakhiri MoU Kerjasama Maritim tertanggal 25
April 2005]
Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding)
yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty
Natalegawa, dan Menteri Luar Negeri China, Yang Jiechi, dilakukan di
Beijing pada 23 Maret 2012. Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal
penandatanganan perjanjian, yaitu 23 Maret 2012, dengan masa berlaku
perjanjian selama lima tahun dan akan diperpanjang otomatis setiap lima
tahun berikutnya. Cara pengakhiran perjanjian ini dapat dilakukan
dengan cara pemberitahuan tertulis dari salah satu pihak enam bulan
sebelumnya.
Implementasi dari kerjasama ini berawal dari adanya kesadaran
akan pentingnya keselamatan navigasi di laut. Melalui MoU ini, dibentuk
Komite Kerjasama Maritim (KKM) Indonesia-China. Dalam pertemuan
ini, dibentuk badan yang mendanai proyek-proyek KKM dengan dana
awal diberikan oleh China. Tindak lanjut dari MoU ini adalah dengan
diadakannya siding pertama KKM di Beijing, China pada bulan Desember
2012. Komite Kerjasama Maritim ini diketuai bersama oleh Wakil Menteri
Luar Negeri dari masing-masing negara, dengan anggotanya yang terdiri
65
dari wakil-wakil instansi pemerintah terkait dari masing-masing pihak.
Dari Indonesia terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan
Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Markas Angkatan Laut dan
Kepolisian Republik Indonesia.
Lebih lanjut, kerjasama maritim antara China-Indonesia melalui
peningkatan daya mampu dan pelatihan operator vessel traffic service
(VTS) di Selat Lombok dan Selat Sunda tentunya akan sangat membantu
Indonesia dalam menjamin kepentingan internasional tetap terjaga di
SLOC, SLOT maupun ALKI Indonesia. Demikian pula dengan bantuan
China melalui penggantian alat bantu navigasi di sepanjang Selat Malaka
yang rusak akibat tsunami Aceh pada tahun 2006 dan pendirian pusat
kelautan dan iklim Indonesia-China. Pembangunan Kamsalat (satelit
keamanan laut) juga merupakan bagian dari upaya China untuk
membantu Indonesia menjamin keselamatan pelayaran di jalur-jalur
strategis ini.136
Indonesia dan China telah menyepakati untuk memperkuat lebih
lanjut lagi mekanisme kerjasama maritim bilateral dalam bidang
keselamatan pelayaran, lingkungan laut dan keamanan maritim.
a) Dalam bidang keselamatan pelayaran, baik Indonesia maupun
China menyetujui pertukaran informasi mengenai keselamatan
pelayaran; penyediaan alat bantu pelayaran untuk keselamatan
pelayaran dan fasilitas terkaitnya; dan kerjasama dalam dialog
66
antara negara pantai dan negara pengguna Selat Malaka dan
Singapura.
b) Dalam bidang kerjasama lingkungan laut dan perikanan, MoU ini
menyepakati pertukaran informasi mengenai lingkungan laut;
perlindungan lingkungan dan ekologi maritim; pertukaran teknis
dan kerjasama mengenai tumpahan minyak di laut dan
pencegahan polusi; pertukaran teknis dan kerjasama untuk
memerangi, mencegah, menangkal dan menghapuskan
penangkapan ikan yang ilegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan;
dan melakukan penelitian ilmiah kelauatan, program observasi
dan pelatihan.
c) Dalam kerjasama keamanan maritim disepakati adanya
pertukaran informasi mengenai keamanan maritim; penyediaan
bantuan untuk pengawasan, pemantauan dan manajemen
maritim; kerjasama untuk memerangi kejahatan transnasional,
dan pertukaran angkatan bersenjata masing-masing negara.
d) MoU ini juga menyepakati hal-hal lain seperti kerjasama
pencarian dan pertolongan maritim; pembangunan dan
penyediaan kapal, peningkatan kapasitas mengenai isu-isu
maritim, dan kerjasama di berbagai forum maritim
internasional.137
67
BAB III PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pertahanan Indonesia (2004-
2014)
1. Lokasi/Letak Negara
Letak strategis Indonesia menjadi salah satu pertimbangan dalam
memutuskan kebijakan pertahanan yang ditetapkan Indonesia. Sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah lebih dari 17.000 pulau,
mengharuskan Indonesia memprioritaskan perlindungan, baik di darat, laut,
maupun udara, demi melindungi kedaulatan Indonesia yang terbentang dari
Sabang sampai Merauke. Letak negara Indonesia diapit oleh dua samudra
besar (Samudra Pasifik dan Samudra Hindia), dan dua benua (Benua Asia
dan Benua Australia) serta berbatasan langsung dengan negara lain dan
lautan bebas.
Berdasarkan jenis-jenis lokasi suatu negara, Indonesia masuk dalam
jenis multi-sea and insular location,138 yaitu negara dengan banyak batas
lautnya. Selain Indonesia, negara yang termasuk dalam jenis ini adalah
Australia, Rusia, Jepang, Inggris Raya, Singapura, Filipina, Islandia, dan
negara kepulauan lainnya. Lokasi Indonesia ini mempengaruhi Indonesia
dalam menentukan sebagian besar aktivitas, karakter, maupun interest
negara, baik politik, maupun sosial dan ekonomi. Masalah yang dihadapi
negara-negara maritim akan berbeda dengan masalah yang dihadapi oleh
negara-negara kontinental (daratan atau benua).
68
Dari posisi tersebut peran Indonesia menjadi sangat penting bagi dunia
internasional, baik dalam bidang ekonomi maupun bidang pertahanan.
Lokasi negara Indonesia juga menjadi salah satu jalur pelayaran dunia (sea
lines of communication/SLOC). Di satu sisi, posisi Indonesia ini sangat
menguntungkan. Akan tetapi di sisi lain, letak Indonesia menjadi rawan
terhadap kedaulatan negara, seperti pelanggaran batas wilayah, pencurian
kekayaan alam Indonesia, penyelundupan dan perdagangan narkoba,
perampokan, dan kejahatan internasional lainnya. Pentingnya menetapkan
kebijakan pertahanan Indonesia berdasarkan letak dan kondisi negara
ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002
Tentang Pertahanan Negara. Pada Pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa
“Kebijakan Pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.”139
Berdasarkan uraian di atas, Indonesia memerlukan pengembangan
postur pertahanan negara dari segi kemampuan, kekuatan, maupun gelar di
tiga matra TNI, darat, laut dan udara, untuk menjaga luas wilayah dan
kedaulatan negara.
2. Politik Luar Negeri
Indonesia mempertahankan komitmen yang kuat dalam hal prinsip
dasar yang sekaligus menjadi politik luar negeri Indonesia yaitu “bebas
aktif”. Dengan politik luar negeri bebas aktif, ini berarti bahwa Indonesia
tidak akan masuk ke dalam aliansi formal manapun, akan tetapi secara aktif
terus meningkatkan hubungan bilateral maupun multilateral dengan
69
negara-negara di dunia, dan turut menjaga perdamaian dunia. Dalam
menyikapi suatu konflik yang terjadi, Indonesia selalu berpegang teguh
pada prinsip bebas aktif tersebut dengan bersikap netral dan berupaya
menengahi konflik yang terjadi demi terciptanya perdamaian dan keamanan
bersama.
Jika dilihat dari sudut pandang politik luar negeri Indonesia yang
menganut prinsip bebas aktif, Indonesia menilai kemajuan teknologi militer
yang dicapai China dapat menjadi penyeimbang kemajuan teknologi militer
negara-negara Barat. Hal ini sekaligus merupakan salah satu upaya
Indonesia dalam menyeimbangkan politik luar negerinya agar tidak terlalu
condong ke Barat, sebagai wujud implementasi politik luar negeri bebas
aktif. Dikarenakan dalam menjalankan kerjasama, Indonesia menjalin
kerjasama tidak hanya dengan mitra dari Barat, seperti Amerika Serikat,
Jerman, Perancis, dan Inggris Raya, namun juga dengan mitra dari Timur,
seperti Rusia, Jepang, India, dan China.
3. Kepentingan Nasional
Sama halnya dengan negara lain, dalam merumuskan setiap kebijakan
luar negeri, terkandung kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh
Indonesia. Dalam bidang pertahanan dan kemanan negara, Indonesia
menetapkan kebijakan berupa upaya bersama negara-negara kawasan
untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan, baik di Asia Pasifik
maupun Asia Tenggara. Kebijakan luar negeri “dynamic equilibrium” yang
dicetuskan oleh Marty Natalegawa selaku Menteri Luar Negeri Indonesia,
70
merupakan salah satu kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh
Indonesia. Melalui kebijakan tersebut, Indonesia mendorong negara-negara
di kawasan untuk bersama menjaga stabilitas kawasan agar terciptanya
perimbangan kekuatan sehingga tidak ada satu pihak yang lebih dominan.
Di samping itu, Indonesia juga aktif menjalin kerjasama dengan negara
lainnya, terutama kerjasama di bidang pertahanan untuk mempererat
hubungan antar negara sekaligus membantu modernisasi militer Indonesia
melalui penjualan maupun pembelian alutsista, transfer ilmu pengetahuan
dan teknologi, maupun latihan bersama personil militer.
Adanya sikap keterbukaan dari Indonesia dalam menjalin kerjasama dari
pelbagai negara, merupakan salah satu upaya Indonesia dalam
mengimplementasikan kepentingan nasional di level internasional. Salah
satu kepentingan nasional Indonesia adalah berupaya menjaga perdamaian
dunia yang termasuk di dalamnya menjalin kerjasama dengan mitra
strategis dan negara-negara sahabat, dengan mengesampingkan Blok Barat
atau Blok Timur yang diikuti suatu negara.
4. Aktor/Decision Maker
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 7 Tahun
2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, Pasal 1 ayat 1,
disebutkan bahwa Presiden menetapkan Kebijakan Umum Pertahanan
Negara dalam rangka pengelolaan Sistem Pertahanan Negara.140 Kebijakan
yang ditetapkan Presiden inilah yang menjadi acuan bagi perencanaan,
penyelenggaraan, dan pengawasan Sistem Pertahanan Negara. Kebijakan
71
Umum Pertahanan Negara ini ditetapkan sebagai dasar bagi Menteri
Pertahanan dalam menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan
pertahanan negara dan dasar bagi pimpinan Kementerian atau Lembaga
Pemerintah Non-Kementerian dalam menetapkan kebijakan sesuai dengan
wewenang, tanggung jawab dan fungsi masing-masing terkait bidang
pertahanan.141
Berdasarkan Undang-Undang No 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan
Negara, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008
Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2010 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan
Negara Tahun 2010-2014, dan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 27
Tahun 2013 Tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan Negara Tahun
2010-2014, dijelaskan bahwa semua dokumen resmi tersebut merupakan
dasar dalam penyusunan kebijakan bagi Menteri Pertahanan dalam
penyelenggaraan pertahanan negara yang digunakan sebagai dasar bagi
pimpinan Kementerian Pertahanan dan TNI sesuai dengan wewenang,
tugas pokok, dan fungsi masing-masing.
5. Industri Pertahanan Domestik
Kemampuan dan kekuatan industri dalam negeri menjadi salah satu
aspek penting yang diperhatikan dalam pengambilan kebijakan pertahanan
Indonesia. Bagaimana kesanggupan industri pertahanan dalam negeri
menopang dan memenuhi kebutuhan militer Indonesia di tiga matra, darat,
laut, dan udara, menjadi dasar dalam penentuan kebijakan yang akan
72
diambil pada tahap berikutnya. Kemandirian industri pertahanan Indonesia
tertinggal jauh jika dibandingkan dengan industri pertahanan di negara yang
kuat dari segi kemampuan militer, seperti Amerika Serikat, Rusia, Jerman,
Prancis, dan Jepang. Kendala industri pertahanan dalam negeri dalam
memproduksi alutsista yang mumpuni dikarenakan pelbagai keterbatasan
yang dimiliki, termasuk keterbatasan dalam penguasaan teknologi dan
inovasi. Dalam hal inilah Indonesia perlu menjalin kerjasama dengan negara-
negara yang telah mandiri dalam produksi alutsista. Sebagai langkah awal
untuk merealisasikan rencana tersebut, pada tahun 2010, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun 2010 Tentang Komite Kebijakan Industri
Pertahanan (KKIP) yang secara umum berisi kebijkan nasional yang bersifat
strategis di bidang industri pertahanan yang meliputi kebijakan dalam
penelitian, pengembangan dan perekayasaan, pendanaan, strategi
pemasaran, pembinaan, pemberdayaan, peningkatan sumber daya manusia
dan kerja sama luar negeri industri pertahanan.142
6. Instabilitas Kawasan
Ancaman militer berupa invasi atau agresi dari negara lain diperkirakan
kecil. Akan tetapi, meningkatnya tensi dan konflik yang terjadi di kawasan
membuat Indonesia siap siaga dalam kekuatan militernya. Bukan
dimaksudkan untuk mempersiapkan perang, namun sebagai upaya untuk
menjaga kedaulatan negara. Karena Indonesia memegang prinsip politik
luar negeri bebas aktif. Konflik Laut China Selatan yang diperebutkan oleh
73
enam negara di kawasan Asia Pasifik mengharuskan Indonesia selaku
negara netral menjadi penengah dalam konflik tersebut. Meskipun tidak
terlibat langsung dalam perebutan Laut China Selatan, Indonesia tetap
mengutamakan dialog untuk menghindari eskalasi konflik yang dapat
memberikan dampak yang lebih serius.
B. Kebijakan Pertahanan Indonesia dalam Upaya Menjadi Leader State di
Kawasan Asia Tenggara
Setiap negara di dunia memiliki kebijakan pertahanan masing-masing
sebagai salah satu upaya untuk melindungi kedaulatan dan menjaga tetap
tegaknya negara tersebut. Sama halnya dengan Indonesia. Sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia, hal yang mutlak bagi Indonesia untuk memiliki
kebijakan pertahanan yang dapat melindungi wilayah Indonesia yang terdiri dari
beribu-ribu pulau, terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Hakikat pertahanan negara bagi Indonesia merupakan segala upaya
pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada
kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan pada
kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan
negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.143 Sementara pertahanan
negara Indonesia bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara,
keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk
ancaman. Tujuan pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara
mencakup upaya untuk menjaga sistem ideologi negara dan sistem politik
negara.144 Dalam rangka mewujudkan tujuan pertahanan negara sebagaimana
74
yang tercantum dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia, Indonesia
menetapkan pelbagai kebijakan pertahanan guna mencapai tujuan tersebut.
Kebijakan Pertahanan yang diterapkan Indonesia tetap berpegang pada prinsip
bebas aktif.
1. Kebijakan Pertahanan Indonesia 2004-2009: Diplomasi Pertahanan
Indonesia dalam Bentuk Kerjasama Pertahanan Indonesia−China
melalui “Joint Declaration on Strategic Partnership 2005” dan Upaya
Pengembangan Industri Pertahanan Domestik
Republik Rakyat China merupakan salah satu mitra strategis Indonesia.
Kedua negara telah menjalin hubungan diplomatik sejak 13 April 1950,145 dan
kedua negara telah melakukan kerjasama di pelbagai bidang, mulai dari
bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, sosial budaya, hingga sektor
pertahanan. Akan tetapi, hubungan kedua negara sempat dibekukan pada
masa Orde Baru, tepatnya pada 30 Oktober 1967, dikarenakan Partai
Komunis Indonesia (PKI) yang pernah menjadi penghancur persatuan
bangsa Indonesia, diduga memiliki keterkaitan dengan China dalam
menyediakan dana dan dukungan politik bagi PKI.146 Setelah lebih dari dua
dekade, hubungan diplomatik Indonesia dan China secara resmi kembali
dilanjutkan pada tanggal 8 Agustus 1990 dengan ditandatanganinya MoU on
the Resumption of Diplomatic Relations Republik Indonesia- Republik Rakyat
China di Jakarta.147 Indonesia memilih langkah ini setelah Presiden Suharto
mengeluarkan keputusan pada Februari 1989 untuk merestorasi hubungan
diplomatik dengan China, dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri
75
China, Qian Qichen di Tokyo, saat kedua negara turut menghadiri upacara
pemakaman Kaisar Hirohito.148
Tahun 2005 merupakan tahun yang penting bagi kedua negara. Dimana
pada 25 April 2005, Indonesia dan China menandatangani Deklarasi Bersama
tentang pembinaan kemitraan strategis (Strategic Partnership)149 antara
kedua negara, yang menjadi penunjuk arah bagi perkembangan hubungan
kedua negara.150 Perjanjian ini ditandatangani langsung oleh kepala negara
Indonesia dan China, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu
Jintao di Jakarta, dalam kunjungan kenegaraan Presiden Hu Jintao ke
Indonesia. Dalam kurun waktu tidak sampai empat bulan sejak
penandatanganan kerjasama, Juli 2005, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono telah mengadakan kunjungan resmi ke China sebagai kunjungan
balasan Presiden Hu Jintao ke Indonesia. Upaya kerjasama yang dijalin oleh
Indonesia dengan China, merupakan salah satu jalan yang ditempuh
Indonesia dalam mencapai kepentingan nasional, selain untuk mempererat
hubungan kedua negara.
Kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negeri China dapat
diartikan melalui tiga makna khusus.151 Pertama, sebagai sesama negara
Asia, yang mengutamakan prinsip anti-penjajahan, maka keinginan kedua
negara untuk membebaskan dunia dan segala bentuk penjajahan bisa lebih
mudah diwujudkan. Terkait hal ini, China memiliki hak veto di PBB. Kedua,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang berupaya dengan giat
dalam memberantas korupsi, bisa belajar banyak dari bangsa China. Negeri
76
komunis tersebut tidak segan menghukum mati walikota dan pejabat tinggi
yang terbukti melakukan korupsi. Ketiga, di bidang pengembangan usaha
kecil dan menengah (UKM), Indonesia bisa belajar juga dari China. Pelbagai
produk China yang terdapat di Indonesia, tidak sedikit yang merupakan hasil
kerja industri rumah tangga dari China. Kunjungan timbal balik yang
dilakukan oleh kedua negara telah memberikan dorongan penting bagi
kemajuan hubungan Indonesia dan China, membangun rasa saling percaya
di antara kedua belah pihak (confidence building), sekaligus sebagai
penanda bahwa Indonesia dan China telah memasuki masa perkembangan
yang baru.
Deklarasi kemitraan strategis yang secara resmi ditandatangani oleh
masing-masing kepala negara memfokuskan kerjasama di pelbagai sektor.
Salah satu sektor yang menjadi fokus utama kedua negara adalah sektor
pertahanan. Kesepakatan kerjasama pertahanan ini merupakan salah satu
dari sembilan kesepakatan kerjasama yang dibuat pada pertemuan bilateral
antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Hu Jintao
pada April 2005. Sebagai bukti keseriusan kerjasama kedua negara di sektor
pertahanan, pada Juli 2006 di Jakarta, dilangsungkan RI-PRC Bilateral
Defense Dialogue, yang membahas pelbagai isu keamanan kawasan.152
Langkah ini dilanjutkan dengan Indonesia dan China menandatangani
kerjasama pertahanan lainnya yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan
Republik Indonesia Juwono Sudarsono dan Menteri Pertahanan Republik
Rakyat China (saat itu) Cao Gangchuan, di Beijing, pada 7 November 2007.153
77
Kerjasama ini mencakup kerjasama di bidang kelembagaan, kerjasama di
bidang pertukaran dan alih teknologi, pembelian senjata, serta bidang
pendidikan (pertukaran siswa militer) dan pelatihan. Pada tahun yang sama,
sebuah Forum Konsultasi Pertahanan (Defence Consultation Forum)
dibentuk oleh kedua negara.154 Pertemuan tingkat tinggi para pejabat
militer kedua negara mulai meningkat sejak forum tersebut dibentuk.
Terkait dengan kerjasama pertahanan yang dilakukan oleh Indonesia
dan China, Menteri Pertahanan Indonesia menegaskan bahwa negara
Indonesia tidak bermaksud membentuk pakta atau aliansi pertahanan
dengan China menyusul ditandatanganinya naskah kerjasama kedua
negara.155 Jakarta tetap menganut politik luar negeri bebas aktif. Kerjasama
yang dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kerjasama pertahanan
kedua negara. Kerjasama ini juga tidak mengartikan bahwa Indonesia telah
mengubah arah kiblatnya ke China, Indonesia akan tetap menganut prinsip
bebas aktif. Kerjasama yang dilakukan adalah saling menguntungkan kedua
belah pihak dan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.
Sebagai upaya memperlancar kerjasama pertahanan kedua negara,
Indonesia dan China membentuk komite bersama. Pihak Indonesia dipimpin
oleh Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan dari China dipimpin
oleh Kepala Staf Umum Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA). Dengan
adanya kerjasama pertahanan dengan China, membuat Indonesia tidak
selalu bergantung pada satu negara saja, terutama negara Amerika Serikat,
yang selama ini dikenal sebagai eksportir alat utama sistem persenjataan
78
(alutsista) terbesar di dunia (lihat tabel 3.1). Berbicara tentang
ketergantungan pada satu negara, peristiwa pada masa Orde Baru bisa
dijadikan sebagai pelajaran penting bagi Indonesia. Saat itu Amerika Serikat
melakukan embargo terhadap Indonesia, dikarenakan adanya kasus
pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Hal itu menyulitkan Indonesia
dalam memperoleh suku cadang dan perlengkapan militer yang baru.
Dalam membeli alutsista dari luar negeri, Indonesia tidak hanya
membuka diri dengan negara-negara tertentu saja. Akan tetapi, atas dasar
kepentingan nasional, Indonesia menerapkan sistem pembelian dengan
memasok alutsista dari pelbagai negara, baik negara Barat maupun Timur.
Langkah ini, menurut Sudarsono, didasarkan pada pertimbangan akan
dua hal, yaitu dalam hal citra sebagai negara yang berimbang (tidak
condong ke Barat atau Timur) dan efisiensi. Persenjataan dari Barat
cenderung lebih efisien karena usia pakai dan mesinnya lebih lama, yaitu
hingga 30-40 tahun. Sementara peralatan yang dibeli dari Timur (China dan
Rusia), walaupun gelagar suaranya lebih meyakinkan, cenderung baik untuk
pemakaian jangka pendek, yakni 5-10 tahun. Mesin pesawat tempur Sukhoi
setelah pemakaian selama 500 jam harus diganti atau diperbaiki, sementara
mesin pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat bisa mencapai 15.000
jam.156 Indonesia telah membeli peralatan militer dari Amerika Serikat
sebanyak 34% (berupa hardware) dan 10% dari Rusia.157
79
No. Exporter Share of World Exports (%)
1. USA 30.2
2. Russia 28.9
3. Germany 8.6
4. France 8.3
5. UK 4.2
6. Netherlands 3.0
7. Italy 2.4
8. China 2.0
9. Sweden 1.8
10. Israel 1.6
Tabel 3.1. The 10 Largest Exporters of Major Conventional Weapons in 2002-2006
Sumber: SIPRI Year Book 2007158
Kerjasama pertahanan Indonesia dengan China terus berlanjut hingga
pada tahun 2009, Indonesia menyambut ajakan China untuk kerjasama
teknologi militer yang antara lain mencakup pembuatan perlengkapan
militer serta pemasarannya.159 Menurut Indonesia, teknologi militer China
terus mengalami perkembangan dan telah memasuki tahap “maju”.
Indonesia menilai kemajuan teknologi militer yang dicapai China dapat
menjadi penyeimbang kemajuan teknologi militer negara-negara Barat.160
Hal ini sekaligus merupakan salah satu upaya Indonesia dalam
menyeimbangkan politik luar negerinya agar tidak terlalu condong ke Barat,
sebagai wujud implementasi politik luar negeri bebas aktif.
Hubungan kerjasama pertahanan Indonesia dan China telah berjalan
baik. Hal ini ditandai dengan kunjungan pejabat tinggi militer kedua negara
dan Menteri Pertahanan telah beberapa kali saling mengadakan kunjungan
80
luar negeri dan melakukan pembicaraan. Pada peringatan 60 tahun
Angkatan Laut China, Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI
Tedjo Edhy Purdijatno dan Kepala Staf Angkatan Laut China Laksamana Wu
Shenghi, mengadakan pertemuan di sela-sela acara peringatan tersebut, di
Qingdao, Provinsi Shandong, akhir April 2009.161 Pertemuan kali itu
membahas tentang upaya konsisten kedua negara dalam meningkatkan
kerjasama pertahanan.
Kerjasama yang terjalin antara Indonesia dengan China juga
dikembangkan dalam kerjasama di sektor industri pertahanan Indonesia.
Menteri Pertahanan Indonesia saat itu, Juwono Sudarsono, menyatakan
bahwa China menawarkan kepada Indonesia untuk memberi dana
pembangunan galangan kapal dan menghidupkan kembali PT Pindad, PT
Dirgantara Indonesia dan PT PAL.162 Kebijakan kerjasama ini merupakan
salah satu upaya China untuk mencapai kepentingan nasional mereka. China
mengaku bahwa mereka ingin membangun kemampuan pertahanan yang
layak di Indonesia supaya jalur minyak ke China bisa terjamin. Akan tetapi,
kerjasama ini tidak hanya menguntungkan pihak China saja. Indonesia juga
turut mendapatkan keuntungan dengan kerjasama ini berupa bantuan dana
untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri. Hal ini menjadi salah
satu tujuan kerjasama bilateral yang ingin dicapai kedua negara, saling
menguntungkan (tidak ada yang dirugikan), dan mencapai kepentingan
nasional masing-masing.
81
Dari Indonesia sendiri, upaya penguatan postur pertahanan Indonesia
2004-2009, dianggarkan dana sebanyak USD3,7 miliar yang diarahkan pada
upaya kemandirian industri pertahanan domestik. Prioritas yang dilakukan
oleh Indonesia adalah memenuhi kebutuhan akan alat angkut militer untuk
ketiga matra, yaitu Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan
Udara (AU).163
Pada tahun 2008, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor
7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara. Salah satu isi
pokok dalam peraturan presiden tersebut adalah tercantum dalam
lampiran, dimana pada butir 11 dinyatakan bahwa pengalokasian anggaran
dilaksanakan berdasarkan skala prioritas secara ketat. Yang dimaksudkan
dengan prioritas disini dijelaskan pada butir 14, yaitu rencana
pengembangan yang mencakup Pengembangan Alat Utama Sistem
Senjata, Penataan Ruang Kawasan Pertahanan, Pembangunan Pertahanan
Sipil, dan Penataan Struktur Organisasi.164 Selain menerbitkan Peraturan
Presiden, dokumen penting lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah
adalah Buku Putih Pertahanan Republik Indonesia 2008, yang memuat isi
jauh lebih lengkap dari yang sebelumnya, Buku Putih Pertahanan 2003.
Disusul pada tahun 2009, dokumen penting lainnya juga diterbitkan,
yaitu Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang
Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan. Dalam peraturan menteri
tersebut diatur tentang bagaimana upaya pembinaan industri pertahanan
domestik sehingga mampu memproduksi sarana pertahanan, baik untuk
82
memehuni kebutuhan di dalam negeri maupun untuk dipasarkan ke negara
lain.165 Pembinaan teknologi dan industri pertahanan juga dikategorikan ke
dalam asas prioritas, yaitu pembinaan teknologi dan industri pertahanan,
dilaksanakan secara bertahap dan disesuaikan dengan urutan kebutuhan
pembangunan kemampuan pertahanan negara, dengan memperhatikan
keterbatasan-keterbatasan sumber daya yang ada serta keseimbangan
kepentingan pertahanan dan kesejahteraan dalam kurun waktu tertentu.166
Untuk bisa menguasai teknologi, Indonesia memerlukan kerjasama dengan
negara lainnya yang menguasai teknologi dengan lebih baik. Dalam hal ini,
Indonesia tidak dapat terlepas dari hubungan bilateral yang terjalin dengan
negara lainnya demi mencapai kepentingan nasional Indonesia.
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 menyatakan
bahwa dalam usaha membangun dan mengembangkan industri
pertahanan, ada empat jenis industri pertahanan, yaitu sebagai berikut.167
a. Industri untuk mendukung daya gempur, yaitu industri
pertahanan yang dapat memproduksi sarana pertahanan yang
dipergunakan untuk memperbesar daya gempur, antara lain
senjata, roket, bom, torpedo, peluru kendali, bahan peledak dan
amunisi;
b. Industri untuk mendukung daya gerak, yaitu industri pertahanan
yang dapat memproduksi sarana pertahanan yang
dipergunakan untuk memperbesar mobilitas gerakan di darat,
83
laut dan udara, termasuk di dalamnya produksi komponen suku
cadang;
c. Industri untuk mendukung komando, kendali, komunikasi,
komputer, informasi, pengamatan dan pengintaian (K4IPP),
yaitu industri nasional yang dapat memproduksi berbagai jenis
peralatan elektronik sarana pertahanan antara lain telepon,
radio (UHF, VHF), telex, radar, peralatan navigasi, sonar,
peralatan avionik, komputer dan data provider
(penyelenggaraan sistem jaringan informasi), serta
penyelenggaraan sistem komunikasi satelit termasuk dukungan
perangkat lunaknya pada peralatan terkait; dan sistem
pengendalian senjata; dan
d. Industri pendukung sarana pertahanan, yaitu industri nasional
yang dapat memproduksi kebutuhan bekal untuk kepentingan
sarana pertahanan, antara lain perlengkapan perorangan dan
satuan lapangan, bekal makanan, obat-obatan, bahan bakar dan
pelumas serta jasa lainnya yang diperlukan untuk
penyelenggaraan pertahanan negara.
Sementara Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri
Pertahanan mengamanatkan tentang perlunya meningkatkan kemampuan
dan penguasaan teknologi industri pertahanan yang dilakukan melalui
penelitian dan perekayasaan melalui sistem nasional.168
84
Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Pertahanan dan penyusunan
Buku Putih Pertahanan yang baru, merupakan salah satu wujud keseriusan
pemerintah untuk menata postur pertahanan secara lebih terencana dan
terarah.
Untuk menciptakan kemandirian industri pertahanan, hubungan
pemerintah dan industri pertahanan merupakan aspek yang sangat penting.
Industri pertahanan suatu negara dapat mempengaruhi kebijakan luar
negeri yang dirumuskan negara tersebut dan bagaimana posisinya di level
internasional. Hubungan antara pemerintah dengan industri pertahanan
sebenarnya bukan hanya customer atau pembeli dari barang dan jasa yang
diproduksi. Pemerintah sebenarnya juga sebagai sponsor dan regulator
industri pertahanan.169
Untuk peran sebagai customer, telah jelas bahwa pemerintah adalah
pelanggan utama dalam membeli produk yang dihasilkan industri
pertahanan dalam negeri. Bahkan pemerintah bisa menjadi pelanggan satu-
satunya industri pertahanan tersebut. Peran sebagai sponsor, pemerintah
memiliki kewajiban untuk melindungi, mempromosikan, maupun
memberdayakan produk industri pertahanan yang dimiliki negara. Dengan
demikian, industri pertahanan diharapkan mampu tumbuh dan berkembang
menjadi efektif, berdaya guna, teratur, dan inovatif. Sementara peran
sebagai regulator, pemerintah perlu melakukan regulasi dengan
menetapkan mekanisme kontrol terhadap industri pertahanan.
85
Upaya untuk bisa memberdayakan industri strategis, terutama industri
strategis (BUMN) di bidang pertahanan, menurut Lili Asdjudiredja, selaku
Anggota Komisi VI DPR-RI, mengemukakan lima cara yang dapat ditempuh
oleh Indonesia.170
Pertama, dukungan pembiayaan. Selama ini, problem pembiayaan
menjadi salah satu penyebab buruknya kinerja BUMN strategis. Dengan
menggabungkan beberapa bank BUMN yang ada dan memberikan suntikan
dana bernilai besar, dan tentunya dengan suku bunga perbankan yang
rendah dapat mempermudah BUMN strategis untuk berkembang.
Kedua, memberikan proteksi. Salah satu kelemahan dalam pengelolaan
BUMN strategis adalah tidak adanya proteksi yang seharusnya mereka
dapatkan dan hal ini membuatnya kalah bersaing. Sebagai contoh, regulasi
yang pernah diterapkan di Indonesia yang membolehkan pembelian
pesawat bekas sejak tahun 2000 membuat PT DI memiliki daya saing
rendah. Tidak adanya proteksi dan beban utang yang tinggi membuat
kinerja keuangan perusahaan menjadi terhambat. Pemberian Penyertaan
Modal Negara (PMN) bagi PT DI Rp 600 miliar, PT PAL Rp 600 miliar, PT
Pindad Rp 300 miliar adalah salah satu solusi yang diperlukan.171
Ketiga, membuat kebijakan yang mendorong industri pertahanan
nasional menggunakan jasa dan produk BUMN strategis. Banyak
perusahaan dari luar negeri yang memberi kepercayaan kepada industri
pertahanan domestik. Bukti dari kepercayaan tersebut bisa dilihat dari PT
DI, banyaknya pesanan dari pelbagai perusahaan yang bergerak di industri
86
pesawat terbang seperti Airbus, berperan sebagai subkontrak program
yaitu untuk jenis A330, A340 dan A380. Boeing juga mensubkontrakkan
untuk beberapa bagian dari pesawat yang diproduksinya kepada PT DI yaitu
untuk Boeing 757. Demikian juga dengan Mitsubishi Heavy Industry yang
mensubkontrakkan beberapa bagian dari produk yang dibuatnya.
Komponen Tailboom MK II helikopter EC 225/725 dipesan Eurocopter,
perusahaan gabungan dari Aerospatiale Perancis dan Daimler Chrysler
Aerospace AG Jerman.172 PT PAL, pemesan produk kapal lautnya berasal dari
pelbagai negara, seperti Singapura, Jerman dan Turki. Selain itu, untuk
perbaikan, konsumen asal Singapura dan Australia menjadi langganan
tetap. Produk yang telah dikuasai antara lain Kapal Landing Platform Dock
125 M, Kapal Patroli Cepat Lambung Baja klas 57 M, Kapal Patroli
Cepat/Kapal Khusus Lambung Aluminium sampai dengan klas 38M, Kapal
Tugboat dan Anchor Handling Tug/Supply sampai dengan klas 6.000 BHP,
Kapal Ikan sampai dengan 600 GRT dan Kapal Ferry dan Penumpang sampai
dengan 500 pax.173
PT Pindad, produknya pun sudah sangat dikenal dunia, utamanya
senapan serbu SS2 yang diakui sebagai salah satu senjata serbu terbaik
dunia. Oleh Pindad, SS2 telah diproduksi menjadi beberapa versi, SS2-V1,
SS2-V2 dan SS2-V4. SS2 adalah senapan serbu generasi baru kaliber 5,56 x 45
mm dengan laras kisar 7. SS2 cukup ringan, handal dan memiliki akurasi
tinggi, dengan menggunakan popor lipat sehingga fleksibel untuk
digunakan sesuai kebutuhan. SS2 pun dapat menggunakan mechanical
87
maupun optical sight. Bahkan dapat pula dilengkapi dengan pelbagai
aksesoris seperti silencer, sangkur, pelbagai tipe pelontar granat dan yang
lainnya.174 Lebih lanjut lagi, PT Pindad turut membuat Indonesia bangga
karena telah mampu menjelma menjadi salah satu negara dengan produsen
senjata canggih di dunia. Kualitas produk yang dihasilkan Pindad berhasil
membuat TNI berjaya dalam berbagai kompetisi menembak internasional.
Indonesia telah melakukan ekspansi bisnis hingga ke Timur Tengah dan
penjualan senapan serbu SS-2 merupakan produk andalan Pindad. Selain
senapan serbu SS-2, produk andalan Pindad lainnya adalah senapan serbu
SS-1, senapan sniper SPR-2, senapan antiteror PM-2, senapan SSX dan
senapan serbu bawah air (SSBA).175
Keempat, kebijakan yang terintegrasi. Sistem pengembangan industri
alutsista memerlukan adanya integrasi antara satu dengan yang lainnya.
Mulai dari kebijakan pengelolaan keuangan, pembiayaan dan dukungan
pembeliannya. Karena pembeli terbesar dalam industri alutsista adalah
pemerintah.
Kelima, BUMN strategis mengembangkan bisnisnya sendiri tanpa
adanya intervensi apalagi disrupsi dari pihak yang tidak penting. Indonesia
harus memiliki komitmen untuk tidak bermain-main di BUMN. Membiarkan
mereka berkembang sesuai dengan visi dan misi bisnisnya akan membantu
mereka berkembang ke arah yang lebih baik.
Masih dalam konteks upaya pengembangan industri pertahanan
domestik, pada tahun 2009, pemerintah telah berkomitmen untuk
88
mendukung modernisasi persenjataan militer dan upaya produksi
persenjataan oleh industri domestik.176 Akan tetapi, upaya yang dilakukan
Indonesia ini baru sebatas perumusan regulasi berupa pinjaman dana dari
luar negeri untuk mendukung revitalisasi. Indonesia masih belum bisa
melepas ketergantungannya kepada negara lain untuk memenuhi alutsista
yang dibutuhkan. Salah satu negara yang menjadi tumpuan Indonesia
adalah Amerika Serikat, selaku eksportir alutsista terbesar dunia (lihat tabel
3.1), dengan beberapa industri pertahanan strategis yang dimiliki Amerika
Serikat seperti Lockheed Martin, Boeing, Northrop Grumman, General
Dynamics, dan Raytheon. Akan tetapi, sejumlah alutsista yang diproduksi di
dalam negeri telah digunakan untuk mendukung kebutuhan militer TNI,
bahkan ada yang sudah dipesan dan dibeli sejumlah negara di dunia.
Juli 2009, salah satu industri pertahanan dalam negeri, PT Pindad,
menyelesaikan pembuatan 40 unit panser APS 6x6 pesanan pemerintah.
Kendaraan tempur ini akan diserahterimakan kepada Departemen
Pertahanan Republik Indonesia pada 7 Juli 2009 dan akan digunakan oleh
TNI AD. Total 60 unit panser 6x6 yang dipesan oleh Dephan merupakan
bagian dari pesanan Dephan yang lain berupa panser pengintai sebanyak
154 unit.177 Menyusul Desember 2009, Menteri Pertahanan menandatangani
kontrak dengan PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk pembelian tiga pesawat
patroli maritim tipe CN235-220 seharga USD80 juta, yang dijadwalkan selesai
dalam waktu tiga tahun.178 Pada November 2009, PT PAL juga
menyelesaikan pembuatan dua unit Landing Platform Docks (LPD) yang
89
dipesan oleh TNI AL.179 Upaya mempromosikan pengadaan alutsista dalam
negeri untuk merevitalisasi dan meningkatkan kapasitas industri
pertahanan domestik, merupakan prioritas baru Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada periode pemerintahan yang kedua (2009-2014).
2. Kebijakan Pertahanan Indonesia 2009-2014: Pembangunan Kebijakan
“Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF)”
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono periode kedua
(2009-2014), perkembangan kebijakan pertahanan Indonesia cukup pesat,
walaupun terkendala masalah anggaran. Hal ini dapat dilihat dari upaya
Indonesia dalam mengembangkan industri pertahanan dalam negeri yang
telah dimulai sejak periode pertama kepemimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Guna menyikapi keterbatasan anggaran, Indonesia
menetapkan suatu prinsip kebijakan, yang dinamakan MEF. MEF adalah
singkatan dari Minimum Essential Force atau Kekuatan Pokok Minimum.
Minimum Essential Force (MEF) merupakan amanat pembangunan
nasional bidang pertahanan keamanan yang ditetapkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 sesuai
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2009 telah
dirumuskan Strategic Defence Review (SDR) dan ditetapkan pokok-pokok
pikiran serta direkomendasikan langkah-langkah strategis dalam
mewujudkan suatu kekuatan pokok minimum yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 2 Tahun 2010 sebagai bagian dari
postur ideal pertahanan negara.180 MEF sebagai bagian dari kebijakan
90
pertahanan Indonesia dalam merefleksikan kekuatan yang optimal
terhadap pemberdayaan sumber daya nasional yang dimiliki dan dibangun
sesuai dengan kemampuan sumber ekonomi nasional.
Dalam pelaksanaannya, MEF dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
peningkatan pemeliharaan secara terpadu terhadap alutsista untuk
menjaga kesiapan operasional, modifikasi beberapa alutsista lama,
penggantian alutsista lama dengan mengutamakan produksi dalam negeri
atau semaksimal mungkin melibatkan industri pertahanan nasional baik
dalam bentuk joint production maupun transfer of technology untuk
pengadaan luar negeri.181 Berdasarkan pelaksanaan kebijakan MEF tersebut,
secara umum, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menjalankannya
secara rasional. Jika industri pertahanan domestik bisa mengerjakan, maka
akan dikerjakan di dalam negeri. Jika tidak, maka Indonesia harus
mengimpornya dari negara lain.
Selama proses pelaksanaan kebijakan MEF, salah satu langkah yang
dipilih Indonesia adalah menjalin kerjasama internasional dengan negara
lain di dunia, yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan kekuatan
maupun pengerahan dan penggunaan kekuatan. Kebijakan kerjasama
internasional di bidang pertahanan yang dilakukan Indonesia merupakan
bagian dari kebijakan luar negeri yang tetap berpegang teguh pada prinsip
politik luar negeri Indonesia, bebas aktif. Prinsip yang dipegang oleh
Indonesia ini membuat Indonesia tidak condong ke negara-negara Barat
atau Timur. Dikarenakan dalam menjalankan kerjasama, Indonesia menjalin
91
kerjasama tidak hanya dengan mitra dari Barat, seperti Amerika Serikat,
Jerman, Perancis, dan Inggris Raya, namun juga dengan mitra dari Timur,
seperti Rusia, Jepang, India, dan China.
Adanya sikap keterbukaan dari Indonesia dalam menjalin kerjasama dari
pelbagai negara, merupakan salah satu upaya Indonesia dalam
mengimplementasikan kepentingan nasional di level internasional. Salah
satu kepentingan nasional Indonesia adalah berupaya menjaga perdamaian
dunia yang termasuk di dalamnya menjalin kerjasama dengan mitra
strategis dan negara-negara sahabat, dengan mengesampingkan Blok Barat
atau Blok Timur yang diikuti suatu negara. Kerjasama internasional yang
dilakukan Indonesia, selain untuk mempererat hubungan dan menjaga sikap
saling percaya antar negara, juga merupakan bagian dari diplomasi
pertahanan Indonesia terhadap negara-negara di dunia.
Dalam kebijakan MEF, pengembangan atau modernisasi postur
pertahanan negara dijalankan dengan skala kekuatan minimum hingga
tahun 2024. Kebijakan MEF dibagi menjadi tiga Rencana Strategis (Renstra),
yaitu Renstra I akan dijalankan dari tahun 2009-2014, Renstra II dilaksanakan
dari tahun 2014-2019, dan Renstra III dari tahun 2019-2024.
Indonesia memiliki lima kerangka kerja kebijakan MEF. Pertama,
Indonesia merumuskan rencana strategis pertahanan di tingkat makro dan
tahunan dengan mengutamakan keterpaduan TNI-AD, AL, dan AU secara
efisien. Kedua, sembari melakukan alih teknologi, Indonesia memanfaatkan
Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS), guna memadukan
92
antara kebutuhan dan yang sanggup diolah sendiri sebagai bagian dari
upaya pemetaan kebutuhan alutsista. Ketiga, Indonesia masih
membutuhkan pengadaan alutsista yang berteknologi tinggi dari luar negeri
karena belum sanggup membuat sendiri. Keempat, Indonesia melakukan
repowering atau retrofit (memperpanjang usia pakai) alutsista. Hal ini
dipandang sebagai langkah yang efisien bila dibandingkan dengan
pembelian alutsista baru. Kelima, sembari melakukan penyesuaian terhadap
perkembangan teknologi, Indonesia hanya melakukan pembelian alutsista
baru sebagai pengganti alutsista yang tidak dapat dioperasikan.182 Terkait
dengan masalah pembelian alutsista impor, Indonesia perlu
mempertimbangkan pula mengenai kelebihan dan kekurangan dari alutsista
produksi dalam negeri dan impor. Tabel 3.2 berikut ini menampilkan
perbandingan antara kelebihan dan kekurangan produk nasional dan impor.
Dalam menyelenggarakan MEF, strategi pencapaian difokuskan pada
empat strategi, yaitu Rematerialisasi, Revitalisasi, Relokasi, dan Pengadaan.
Menurut isi dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential
Force Komponen Utama, definisi dari keempat strategi tersebut dijelaskan
satu per satu.
93
Produksi Dalam Negeri Impor Kelebihan
Interdependensi teknologi dan otonomi penggunaan alat dalam operasi militer
Bagus untuk moral prajurit dan warga negara. Alutsista buatan dalam negeri sebagai kebanggaan nasional
Dapat memicu pertumbuhan industri pendukung (tier suppliers) bagi industri pertahanan inti
Komoditas sudah tersedia di pasar alutsista (legal) internasional, atau bisa juga commercial off-the-shelf (COTS)
Membuka peluang untuk ‘mencuri’ atau mengambil-alih teknologi militer dari produsen internasional
Menjadi landasan atau penguat kerjasama keamanan dengan negara lain (aliansi)
Kekurangan
Membutuhkan biaya besar bagi proses research & development, pembangunan infrastruktur, dan investasi jangka panjang
Kesenjangan teknologi militer (techonological gap) dengan negara lain yang sudah lebih dulu memiliki teknologi canggih dalam bidang militer, sehingga produk nasional memiliki kapabilitas minor
Industri pertahanan berpotensi menjadi ‘proyek rugi,’ karena dibangun semata demi kebanggaan nasional atau embargo negara produsen komponen alutsista, sehingga alutsista nasional kemudian sulit dipasarkan ke luar negeri karena tidak kompetitif (teknologi minor, harga mahal)
Harga alutsista yang mahal dan pembelian mesti dilakukan secara berjenjang
Ketergantungan teknologi Tidak mendapatkan alutsista
dengan kualitas premium (negara produsen melarang transfer teknologi yang strategis dan sensitif bagi keamanan nasional negaranya kepada negara pembeli)
Keterikatan atau dependensi politik (negara terikat perjanjian untuk tidak memobilisasi alutsista pada kondisi tertentu yang disyaratkan oleh produsen, misalnya negara pengguna dituduh sebagai pelanggar HAM)
Tabel 3.2. Perbandingan Pengadaan Alutsista Produk Nasional dan Impor Sumber: Haripin183
Rematerialisasi adalah pemenuhan menuju 100% Tabel Organisasi dan
Peralatan (TOP) dan Daftar Susunan Personil dan Peralatan (DSPP) personil
94
dan materiil satuan TNI. Revitalisasi adalah peningkatan strata satuan atau
penebalan satuan/materiil setingkat di atasnya yang disesuaikan dengan
perkembangan ancaman dalam wilayahnya. Relokasi merupakan pengalihan
satuan/personil/materiil dari satu wilayah ke proyeksi wilayah flash point
(bagian wilayah Indonesia yang diidentifikasi sebagai daerah yang memiliki
potensi tinggi terjadinya ancaman aktual). Pengadaan dimaknai sebagai
pembangunan satuan baru berikut personil dan alutsistanya dalam
kerangka mewujudkan pembangunan MEF Komponen Utama.184
Dari segi pendanaan pertahanan dalam kebijakan MEF, Kementerian
Pertahanan Republik Indonesia mengembangkan tiga variasi pagu
anggaran pertahanan (persentase terhadap Produk Domestik Bruto/PDB)
dengan perhitungan anggaran pertahanan divariasikan mulai dari tingkatan
ideal, wajar, hingga minimal untuk masing-masing komponen pertahanan
negara (lihat tabel 3.3).
Pagu Anggaran
Komponen Jumlah
Utama Cadangan Pendukung
Ideal 1,0% 1,5% 2,5% 5,0%
Wajar 0,5% 1,0% 1,5% 3,0%
Minimal 0,25% 0,75% 1,0% 2,0% Tabel 3.3. Variasi Pagu Anggaran Pertahanan Indonesia (% PDB) Sumber: Andi Widjajanto dalam Connie Rahakundini Bakrie185
Berdasarkan tabel 3.3, dapat dilihat bahwa untuk mencapai kebutuhan
minimal, maka Indonesia harus mengalokasikan dana sebesar 2% dari total
PDB, sementara untuk tingkatan wajar, Indonesia memerlukan alokasi dana
sebesar 3% dari total PDB Indonesia. Level yang paling tinggi adalah
95
kebutuhan ideal. Pada level ini, dipelukan alokasi dana sebesar 5% dari total
PDB Indonesia.186
Penganggaran untuk pencapaian MEF Renstra I 2009-2014 dibutuhkan
dana sebesar Rp279.862, 47 miliar (lihat tabel 3.4).187 Pengalokasian dana
tersebut dibagi kepada Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, dan ketiga
matra beserta dengan unit organisasi di bawahnya.
Tabel 3.4. Matriks Pendanaan Rencana Strategis Kementerian Pertahanan dan TNI Tahun
2010-2014 (dalam miliar Rupiah) Sumber: Lampiran Rencana Kerja Pertahanan Negara 2012, Berita Negara 585-2011188
Berdasarkan tabel 3.4, dapat dilihat bahwa alokasi dana yang
disediakan pemerintah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sejak
MEF pertama direalisasikan pada tahun 2010. Diantara ketiga matra TNI, TNI
Angkatan Darat (TNI AD) adalah yang paling besar dalam pembagian porsi
anggaran. Pembagian secara khusus untuk ketiga matra tersebut, dapat
dilihat dalam grafik 3.1 di bawah ini. Dalam data yang disajikan pada grafik
tersebut menunjukkan bahwa ketiga matra juga mendapatkan alokasi dana
yang meningkat setiap tahun.
Sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam membangun kebijakan
MEF, maka ditambahkan anggaran sebesar Rp150 triliun untuk membantu
No. Instansi Alokasi Baseline Program
Jumlah 2010 2011 2012 2013 2014
1. Kementerian Pertahanan
2.686,30 3.086,30 3.339,31 3.810,32 4.381,33 17.285,56
2. Mabes TNI 5.182,61 5.262,61 6.684,78 7.583,65 8.640,84 33.354,49
3. TNI AD 20.041,38 20.344,34 23.815,55 26.093,35 28.214,13 118.508,74
4. TNI AL 8.316,06 8.431,89 11.817,05 14.288,80 17.225,00 60.078,80
5. TNI AU 6.083,79 7.775,86 9.812,89 12.516,25 14.446,09 50.634,88
Jumlah 42.310,14 44.883,00 55.469,58 64.292,37 72.907,39 279.862,47
96
mempercepat realisasi MEF. Anggaran tersebut akan dibagi menjadi tiga
porsi anggaran. Pertama, Rp50 triliun dana on top untuk percepatan MEF.
Kedua, Rp55 triliun untuk pengadaan alutsista. Ketiga, Rp45 triliun untuk
pemeliharaan dan perawatan.189
Grafik 3.1. Peningkatan Pendanaan MEF Tahap I di Tiga Matra TNI, Periode 2010-2014 (dalam miliar Rupiah)
Sumber: Lampiran Rencana Kerja Pertahanan Negara 2012, Berita Negara 585190
Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan anggaran pertahanan
negara-negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal. Karena untuk
meningkatkan kemampuan postur pertahanan, anggaran minimal yang
harus dialokasikan adalah 2% dari total PDB (lihat kembali tabel 3.3).
Meskipun masih terkendala anggaran, langkah konsisten pemerintah
Indonesia untuk membangun kebijakan MEF dapat dilihat dari upaya dalam
mewujudkan kemandirian industri pertahanan. Dalam mewujudkan
kemandirian industri pertahanan, diperlukan tekad dan kerjasama kolektif
dari semua pihak, serta didukung oleh kebijakan pemerintah dalam
2010 2011 2012 2013 2014
TNI AD 20,041.38 20,344.34 23,815.55 26,093.35 28,214.13
TNI AL 8,316.06 8,431.89 11,817.05 14,288.80 17,225.00
TNI AU 6,083.79 7,775.86 9,812.89 12,516.25 14,446.09
0.00
5,000.00
10,000.00
15,000.00
20,000.00
25,000.00
30,000.00
97
memberdayakan segenap potensi sumber daya nasional, termasuk dengan
menetapkan regulasi baru yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012
Tentang Industri Pertahanan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan
adalah Undang-Undang yang tercantum dalam daftar Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) tahun 2010-2014, yang juga merupakan salah satu
Undang-Undang yang diprioritaskan dalam daftar Prolegnas tahun 2012.
Tujuan pembentukan Undang-Undang tentang Industri Pertahanan ini
adalah untuk membangkitkan industri pertahanan nasional, karena
sekarang ini kebutuhan Indonesia terhadap produk industri pertahanan
sangat tinggi dan diharapkan dapat merevitalisasi kembali industri
pertahanan di Indonesia.191
Diterbitkannya Undang-Undang ini merupakan momen yang tepat
dikarenakan kehadirannya bersamaan dengan Tentara Nasional Indonesia
(TNI) sedang berada dalam proses melakukan modernisasi alutsista. Di
samping itu TNI juga telah menetapkan Rencana strategis (renstra)
modernisasi alutsista dalam tiga tahapan untuk jangka waktu lima belas
tahun. Undang-Undang ini merupakan elemen penting bagi masyarakat,
stakeholders, maupun pemerintah karena mengatur dasar hukum dalam
memenuhi kebutuhan alat pertahanan yang didukung oleh kemampuan
industri domestik, teknologi tepat guna, dalam upaya mencapai
kepentingan nasional dalam rangka melindungi Tanah Air.
98
Pada interval waktu 2009-2014, pemerintah sedang gencar membeli
produk alat utama sistem senjata (alutsista) dari sejumlah negara, seperti
tank berat Leopard dari Jerman, Sukhoi dari Rusia, dan pemerintah juga
menerima hibah pesawat angkut Hercules dari Australia.192 Langkah
pemerintah ini diharapkan dalam pelaksanaannya sekaligus sebagai pilihan
yang bijak dalam transfer teknologi yang jelas. Dengan adanya Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2012, mekanisme transfer teknologi dapat diatur
dengan jelas. Tanpa adanya regulasi yang jelas, pemerintah bisa dianggap
mengambil langkah dualisme kebijakan, yaitu di satu sisi berupaya untuk
mendukung dan memajukan industri pertahanan domestik, namun di sisi
lain, terus menerus memesan produk alutsista dari luar negeri.
C. Alasan Indonesia Memilih China dalam Melakukan Diplomasi Pertahanan
Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan China bukanlah tanpa
alasan. Sebagai dua negara yang memiliki beberapa kesamaan seperti terletak
di kawasan yang sama, dua dari sekian banyak negara yang memiliki populasi
terbanyak di dunia, memiliki teritori yang luas, pertumbuhan ekonomi yang
positif, maka peluang Indonesia untuk terus berkembang akan terbuka lebar
selama Indonesia terus konsisten melakukan berbagai upaya yang membawa
perubahan bagi Indonesia yang lebih baik, secara khusus di sektor pertahanan.
Salah satu cara yang diupayakan Indonesia di sektor pertahanan adalah
melalui penguatan kerjasama dengan negara-negara di dunia. Terkait hal ini,
Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan China sebagai salah satu
mitra strategis Indonesia. Melalui diplomasi pertahanan ini, selain mempererat
99
hubungan Indonesia dan China, diplomasi ini juga sebagai upaya untuk
melakukan kerjasama pertahanan yang saling menguntungkan kedua negara.
Upaya lainnya yang dilakukan Indonesia adalah melalui pembangunan
kebijakan Minimum Essential Force (MEF). Dalam MEF ini, Indonesia memiliki
kesamaan pula dengan China, yaitu upaya untuk melakukan modernisasi militer.
Modernisasi militer yang telah dilakukan China sejak tahun 1997 dapat
bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama yang dijalin kedua negara. Baik
secara langsung maupun tidak langsung, modernisasi militer China dapat
memberikan pengaruh terhadap modernisasi militer Indonesia melalui
kerjasama yang dilakukan kedua negara.
1. Mitra Strategis
China dan Indonesia telah menjalin hubungan diplomatik sejak tahun
1950. Sebagai mitra strategis, kedua negara telah melakukan pelbagai
kerjasama, mulai kerjasama di bidang politik keamanan, ekonomi, sosial
budaya hingga pertahanan. Hubungan Indonesia dan China mengalami
peningkatan yang signifikan sejak ditandatanganinya Deklarasi Bersama
Kemitraan Strategis pada tahun 2005 oleh presiden kedua negara.
Melalui penandatanganan deklarasi ini pula, kedua negara telah
menyetujui untuk berkomitmen secara bersama-sama mendorong
penyelesaian konflik di kawasan dan bersama menjaga stabilitas kawasan
untuk mencapai dynamic equilibrium. Selain itu, melalui diplomasi
pertahanan dengan China, Indonesia juga menjadikannya sebagai jalan
untuk melakukan upaya-upaya konstruktif ke China agar tidak
100
menyalahgunakan kekuatan militernya. Dengan kata lain, diplomasi
pertahanan yang dilakukan Indonesia dapat disebut sebagai upaya untuk
saling memperkuat confidence building measure. Kemitraan Strategis yang
dijalin Indonesia dan China turut dicantumkan pula dalam Buku Putih
Pertahanan Indonesia 2008. Melalui kemitraan strategis, kedua negara akan
memperkuat kerjasama di pelbagai sektor termasuk kerjasama pertahanan.
Kerjasama pertahanan yang dilakukan tersebut akan menjadi wadah untuk
mengkomunikasikan kepentingan nasional kedua negara, terutama dalam
menyamakan pandangan tentang isu-isu keamanan global dan regional,
serta bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan Asia
Pasifik.193
Sebagai mitra strategis, Indonesia dan China saling memandang
pentingnya hubungan dan kerjasama yang solid yang terjalin di antara
kedua negara. Dalam dinamika hubungan bilateral Indonesia dan China,
terjadi pergeseran kekuasaan Indo-Pasifik, dimana China melihat Indonesia
muncul sebagai kunci penengah ketegangan yang terjadi antar negara di
kawasan. Realita ini meningkatkan ketergantungan Beijing pada Jakarta
terkait kebijakan luar negerinya di kawasan. Lebih lanjut, China juga
membutuhkan komoditas alam dan suplai energi dari Indonesia yang
menjadi salah satu kepentingan nasional negara China.
Indonesia merupakan salah satu negara yang kuat di kawasan Asia yang
didukung dengan kepemilikan 2/3 perairan yang terdapat di Asia Tenggara,
memiliki jalur-jalur strategis untuk komunikasi dan perdagangan, dikenal
101
sebagai pemimpin de facto ASEAN, pertumbuhan ekonomi yang positif dan
pasar yang besar. Dengan pelbagai modal ini, Indonesia tampil percaya diri
menjadi salah satu pemain yang diperhitungkan hingga tingkat global. Bagi
Indonesia, China adalah negara yang besar di Asia, bahkan merupakan
negara yang saat ini mampu menjadi penyeimbang bagi Amerika. China
merupakan negara yang memiliki ekonomi, politik dan keamanan yang kuat
di kawasan. Pernyataan terhadap hal ini turut pula ditekankan oleh Atase
Pertahanan (Athan) Indonesia-China, Kolonel Infantri Yayat Sudrajat, yang
menyatakan bahwa China adalah salah satu mitra kerjasama yang penting
bagi Indonesia dan memandang China sebagai negara penyeimbang bagi
kemajuan teknologi militer negara-negara Barat. China dan Indonesia
merupakan dua negara yang turut diperhitungkan dalam keamanan
regional. Sehingga kedua negara ini berpotensi menggerakkan ekonomi
dan politik di sistem internasional.
2. Modernisasi Militer China
Kebangkitan China telah membuat banyak negara merasa khawatir dan
terancam, termasuk Jepang, Filipina, Korea Selatan, Vietnam, sampai
Amerika Serikat, negara adidaya yang mendapat julukan sebagai polisi
dunia, yang memiliki kepentingan di kawasan Asia Pasifik. Banyak pihak
meyakini bahwa kebangkitan China ini akan semakin memperkuat klaimnya
di kawasan, terutama klaim atas Laut China Selatan, sekaligus sebagai reaksi
untuk mengimbangi dominasi Amerika Serikat di Asia Pasifik. Akan tetapi
pemerintah China menyatakan bahwa negaranya tidak akan menjadi
102
ancaman bagi negara lain. Hal ini sesuai dengan kebijakan kebangkitan
China untuk perdamaian (Peaceful Rise Existance) yang merupakan
kebijakan pemerintahan Hu Jintao.194
Menurut Adi Joko Purwanto, terdapat dua faktor utama yang
mempengaruhi peningkatan anggaran pertahanan angkatan bersenjata
China. Pertama, faktor internal yang berasal dari dalam negeri.
Pertumbuhan ekonomi dari China yang terus meningkat dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan anggaran belanja militer dan pertahanan
angkatan bersenjata China. Selain itu program modernisasi militer China
juga turut mempengaruhi peningkatan anggaran belanja militer China
karena program modernisasi merupakan bagian dari kebijakan pertahanan
dan pembangunan kekuatan angkatan bersenjata China.195 Kedua, faktor
eksternal. Adanya ancaman keamanan stabilitas di kawasan mempunyai
pengaruh bagi China untuk mengambil kebijakan meningkatkan anggaran
belanja pertahanan dan militer. Ancaman tersebut berasal dari sengketa
wilayah di perairan antara China dengan beberapa negara kawasan.196
Contoh sengketa yang melibatkan China adalah sengketa wilayah antara
China dengan beberapa negara kawasan, yaitu sengketa Laut China Selatan.
Sementara sengketa yang lebih spesifik adalah sengketa antara China dan
Jepang yang memperebutkan klaim atas Pulau Senkaku/Diaoyu.
103
a. Faktor Internal
Pertumbuhan Ekonomi China
Pada tahun 1970-an, China merupakan salah satu negara
berkembang di dunia. Akan tetapi pada akhir tahun 1990-an, China
berkembang menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat di
dunia.197 Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan
bahwa dari tahun 1979 hingga 1997, pertumbuhan rata-rata PDB China
berada pada angka 9,8 persen.198
Grafik 3.2. Produk Domestik Bruto (PDB) China, 2006-2014 (in USD Billion) Sumber: Trading Economics (World Bank Group)199
Berdasarkan grafik 3.2 dan tabel 3.5, Produk Domestik Bruto (PDB)
China dari tahun 2006 hingga tahun 2014 terus mengalami peningkatan.
Sejak tahun 2006 hingga 2014, peningkatan yang signifikan secara
konstan terjadi dari tahun ke tahun, dan nilainya berada di atas USD500
miliar. Jumlah peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2010 ke 2011
104
yaitu senilai USD1.452, 77 miliar. Seiring pertumbuhan ekonomi China
yang begitu pesat, kapabilitas militer China juga turut ditingkatkan.
Tahun PDB China (miliar Dolar
AS) Peningkatan (miliar
Dolar AS)
2006 2.729, 78 -
2007 3.523, 09 793, 31
2008 4.558, 43 1.035, 34
2009 5.059, 42 500, 99
2010 6.039, 66 980, 24
2011 7.492, 43 1.452, 77
2012 8.461, 62 969, 19
2013 9.490, 60 1.028, 98
2014 10.354, 80 864, 20
Tabel 3.5. Peningkatan PDB China (2006-2014) Sumber: Trading Economics (World Bank Group)200
Peningkatan Anggaran Pertahanan China
Sebelum tahun 1997, pengembangan kemampuan militer China
tidak termasuk dalam agenda politik China, dimana fokus utama Deng
Xiaoping pada saat itu adalah reformasi ekonomi.201 Setelah China
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat, China mulai mengubah
agenda politik. Pada musim gugur tahun 1997, Beijing mengambil
keputusan untuk fokus kembali pada Tentara Pembebasan Rakyat China
(Chinese People’s Liberation Army (PLA)).202 Sejak saat itu, modernisasi
militer dikembangkan dalam empat arah.203
Pertama, peningkatan yang signifikan dalam anggaran militer dan
pertumbuhan riil setiap tahun204 (lihat tabel 3.6). Berdasarkan dokumen
resmi Kementerian Pertahanan China (Ministry of National Defence)
105
dalam China’s White Paper on National Defense 2008, Chapter XII,
disebutkan bahwa prinsip peningkatan anggaran pertahanan negara
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara dan kebutuhan
pertahanan.205
Tahun USD (miliar) Tahun USD (miliar)
2000 14,6 2008 57,2
2001 17,0 2009 70,7
2002 20,0 2010 77,9
2003 22,0 2011 91,5
2004 24,6 2012 106,4
2005 29,9 2013 114,3
2006 35,0 2014 132,0
2007 45,0 2015 145,0
Tabel 3.6. Anggaran Pertahanan China (2000-2015) Sumber: Global Security206
Kedua, melakukan reformasi industri pertahanan. Salah satunya
adalah dengan menciptakan pendekatan dan teknologi baru dalam
industri militer China, yang merupakan industri pertahanan terbesar di
Asia. China adalah salah satu dari beberapa negara di dunia yang
memproduksi pelbagai macam peralatan militer. Akan tetapi, China
masih memerlukan pengembangan dikarenakan teknologi yang dikuasai
China masih tertinggal dari negara-negara Barat dan kualitas produk
yang dihasilkan masih perlu ditingkatkan. Upaya untuk memperbarui
sumber daya manusia dalam menguasai teknologi tinggi telah dilakukan
dengan menjalin kerjasama dengan negara Barat demi meningkatkan
perkembangan industri militer yang lebih maju.207
106
Ketiga, membangun kekuatan militer yang lebih kuat. Secara
kualitatif, PLA belum melakukan improvisasi sepenuhnya. Akan tetapi,
PLA telah mendapatkan sejumlah kemampuan baru yang turut
meningkatkan kekuatan PLA, salah satunya adalah dalam teknologi
perang, seperti serangan bawah laut, peningkatan sistem komunikasi,
kapal selam nuklir, dan kapal rudal supersonik. Selain itu China juga
sedang membangun kapal induk, pesawat tempur anti-radar, dan rudal
yang mampu menembak jatuh satelit. Semua pasukan militer mengalami
perkembangan yang signifikan.208 Menurut Annual Report to Congress
(2014), yang dirilis setiap tahun oleh Departemen Pertahanan Amerika
Serikat, hingga tahun 2014, China memiliki 7.000 tank, untuk menyokong
kekuatan Angkatan Darat, 24 kapal perusak, 49 kapal frigates, 8 korvet,
51 diesel attack submarines, dan 5 kapal selam bertenaga nuklir, untuk
memperkuat Angkatan Laut209 yang juga disokong oleh 13 unit kapal
Song, 4 unit Yuan, dan 12 kapal selam kelas Kilo.210 Untuk Angkatan
Udara, ditargetkan pada tahun 2020, China akan memiliki 600 pesawat
tempur dan fokus pada pengembangan sistem rudal balistik jangka
panjang, termasuk rudal balistik antarbenua untuk memperkuat
kekuatan nuklir mereka.211
Terakhir, arah keempat adalah modernisasi militer yang termasuk di
dalamnya adalah kenaikan gaji personil PLA dan meningkatkan taraf
hidup mereka. Standar pendidikan untuk perwira muda ditingkatkan
dan sistem pendidikan militer direformasi.212
107
Peningkatan Kekuatan Militer China
Modernisasi Militer China menjadi salah satu alasan penting bagi
China dalam meningkatkan anggaran pertahanan. Presiden China, Hu
Jintao, mengungkapkan keseriusan China dalam membangun kekuatan
militer yang sejalan dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
China.
To strenghten national defense and the armed force, occupies an important place in the overall arrangements for the cause socialism with Chinese charateristics. Bearing in mind the overall strategic interests of national security and development, we must take both economic and national security and development, into consideration and make our country prosperous and our armed forces powerful while building a moderately prosperous society in all respects.213
People’s Liberation Army (PLA) merupakan nama untuk angkatan
bersenjata China, yang dibentuk pada 1 Agustus 1927 di Nanchang,
Provinsi Jiangxi. PLA terdiri dari tiga angkatan bersenjata utama, yaitu
Ground Force (Army), Navy, dan Air Force.214 Di luar tiga angkatan utama
ini, China juga memiliki Second Artillery Force (Strategic Missile Forces)
dan People’s Armed Police. Berdasarkan data dari The Military Balance
2014, China memiliki 2,233 juta personil militer aktif yang terbagi ke
dalam PLA-Ground Force (AD) sebanyak 1.600.000 personil, PLA-Navy
(AL) sebanyak 235.000 personil dan PLA-Air Force (AU) yang berjumlah
398.000 personil. Sementara untuk Second Artillery Force berjumlah
100.000 personil dan People’s Armed Police sebanyak 880.000 personil,
ditambah paramiliter sebanyak 660.000 dan personil cadangan 510.000
orang.215
108
Peningkatan mengenai kekuatan militer China, dapat dilihat dari
Angkatan bersenjata China. Pada tahun 2013, Angkatan Laut China
(People’s Liberation Army Navy/PLAN) mendapat tambahan 14 kapal
perang permukaan yang terdiri dari dua kapal perusak Type 052C
(dilengkapi perangkat tandingan sistem tempur Aegis216 kebanggaan
Amerika Serikat), tiga fregat Type 054A, dan sembilan korvet Type
056.217 Di samping itu, Angkatan Laut China juga menerima satu kapal
selam nuklir dan empat kapal selam non-nuklir dari industri pertahanan
dalam negeri, melengkapi 100 unit kapal rudal (missile boat) terbaru,
menjadikan kekuatan Angkatan Laut China meningkat.218 Kekuatan
militer China turut dilengkapi dengan kemandirian industri pertahanan
China. Salah satu industri pertahanan China dalam hal produksi ekspor
kendaraan tempur lapis baja adalah NORINCO (North Industries
Corporations).219 China telah mampu membuat peralatan perang
modern seperti kapal induk, kapal selam, pesawat jet tempur, bahkan
peluru kendali balistik jarak pendek sampai jarak jauh termasuk sistem
rudal anti kapal induk dengan nama Dong Feng 21D (DF-21D).220 Para
pengamat militer Amerika Serikat berargumen bahwa China saat ini
sedang mengembangkan versi terbaru rudal Dong Feng DF-21D. Versi
baru ini dapat menembus pertahanan kapal induk Amerika Serikat yang
paling kuat dengan jarak tempuh sampai di luar perairan China. Rudal
versi baru ini diyakini pula akan mengubah atmosfir keamanan di Asia
Pasifik, yang sebelumnya dikuasai oleh Amerika Serikat. Produk industri
109
pertahanan China pada awalnya menjiplak teknologi militer Rusia,
namun sekarang China telah mengembangkan produk industri
pertahanan domestiknya secara swadaya.
Modernisasi militer yang dilakukan oleh angkatan bersenjata China
(PLA) tidak hanya sebatas memiliki kemampuan senjata dan teknologi
militer yang modern tetapi juga meliputi institusi, hubungan sipil dan
militer, dan permasalahan lain yang mendukung keberadaan kekuatan
pertahanan nasional China. Dalam melakukan modernisasi militer, China
mencetuskan tiga pilar reformasi, sebagai berikut.221
1) Pilar pertama adalah pembangunan, pengadaan, akuisisi sistem
persenjataan modern dan peningkatan teknologi militer. Pada pilar
pertama, pembangunan dan peningkatan militer China dipersiapkan
untuk tantangan pertahanan China di dunia internasional untuk
masa depan.
2) Pilar kedua adalah reformasi sistem dan institusi. Tujuan dari pilar
kedua adalah menciptakan profesionalisme di dalam tubuh
angkatan bersenjata China.
3) Pilar ketiga adalah pembangunan doktrin dan strategi perang yang
baru. Dalam pilar ketiga, China mempersiapkan pertempuran
dengan teknologi tinggi.
Adanya peningkatan kekuatan militer China dapat dilihat dari
pelbagai jenis peralatan militer yang semakin canggih dan lengkap (lihat
tabel 3.7). China memberikan fokus pertahanan yang lebih untuk
110
kekuatan di matra laut dan udara demi menjaga kedaulatan dan
keamanan China.
Angkatan Jenis Peralatan
Angkatan Darat
31.300 senjata berbasis darat, 8.200
tank, 5.000 kendaraan pengangkut
pasukan, 14.000 meriam, 1.700
senjata pendorong, 2.400 sistem
peluncur roket, 16.000 mortir, 6.500
senjata kendali anti-tank, dan 7.700
senjata anti-pesawat.
Angkatan Laut
760 unit kapal perang, 1.882 unit
kapal pengangkut, 8 pelabuhan
utama, 1 unit pengangkut pesawat,
21 unit kapal penghancur, 68 unit
kapal selam, 42 fregat, 368 unit
kapal patrol pantai 39 unit kapal
penyapu ranjau, dan 121 unit kapal
amfibi.
Angkatan Udara
1.900 unit pesawat, 491 unit
helikopter, dan 67 unit lapangan
udara.
Tabel 3.7. Jenis Peralatan Militer China Sumber: Hendrajit dan Tim Global Future Institute (GFI)222 dalam Jurnal Hubungan
Internasional oleh Lisbet Sihombing
111
b. Faktor Eksternal
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh R.P. Smith dalam
Models of Military Expenditures, pengaruh eksternal dari suatu negara
meningkatkan anggaran militernya adalah munculnya konflik bersenjata
dan aliansi-aliansi yang terbangun antar negara. Menurut Smith, konflik
bersenjata mempunyai efek langsung dan nyata dalam peningkatan
anggaran serta pengeluaran belanja militer suatu negara.223 Konflik
bersenjata tidak selalu berupa perang terbuka yang terjadi antar negara,
namun konflik bersenjata bisa juga diartikan sebagai perlombaan
senjata, konflik wilayah, ancaman dan show of force kekuatan militer
suatu negara yang kemudian dapat disebut sebagai non-combat
conflict.224
Meningkatnya anggaran militer China yang membuat militer negara
tersebut bangkit dapat dipengaruhi oleh adanya instabilitas di kawasan,
dalam hal ini kawasan Asia Pasifik, dimana instabilitas kawasan tersebut
bisa berdampak pada keamanan negara China. Menurut pandangan
China, China mendiami suatu wilayah yang sangat rentan dengan
kemungkinan terjadinya pelbagai konflik. Oleh karena itu, China perlu
mempersiapkan diri dalam menghadapi pelbagai potensi ancaman yang
terjadi di kawasan. China berbatasan dengan 14 negara, dengan 7 negara
dalam wilayah maritim. Beberapa negara yang berbatasan dengan China
secara langsung adalah Rusia, Jepang, India, Nepal, Vietnam, Filipina,
Korea Selatan, dan Korea Utara.225
112
3. Upaya Bersama untuk Menjaga Perdamaian dan Stabilitas Kawasan
Komitmen Indonesia untuk menjajaki kerjasama pertahanan dengan
China merupakan salah satu upaya untuk mencapai kepentingan nasional.
Hal ini telah ditegaskan pula dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008
sebagai bukti keseriusan Indonesia dalam melakukan kerjasama pertahanan
dengan China melalui diplomasi pertahanan.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan Indonesia-Cina diselenggarakan dalam konteks kepentingan nasional Indonesia untuk membangun kemampuan pertahanan serta penanganan isu-isu keamanan bersama kedua negara. (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008)
Melalui penandatanganan Deklarasi Kemitraan Strategis yang langsung
ditandatangani presiden Indonesia dan China, kedua negara sepakat untuk
bersama menjaga keamanan dan stabilitas kawasan, khususnya Asia Pasifik,
dimana Indonesia dan China berada di kawasan tersebut.
Kerja sama pertahanan tersebut akan menjadi wadah untuk mengkomunikasikan kepentingan nasional kedua negara, terutama dalam menyamakan pandangan tentang isu-isu keamanan global dan regional, serta bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik. (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008)
Asia Pasifik merupakan suatu region yang rawan terhadap konflik.
Tercatat beberapa konflik yang pernah terjadi di kawasan ini, bahkan masih
ada yang terus berlanjut hingga saat ini, seperti sengketa Laut China
Selatan. Selain Laut China Selatan, konflik lainnya yang menimpa region
tersebut antara lain konflik China-Taiwan yang lebih dikenal dengan Krisis
Selat Taiwan 1995-1996, konflik antara China-Jepang yang memperebutkan
Pulau Senkaku/Diaoyu, bahkan antara Indonesia dan China juga sempat
113
terjadi ketegangan dikarenakan adanya klaim wilayah Natuna oleh China
pada tahun 1993. Akan tetapi, berhasil diselesaikan dengan cara damai
tanpa melalui penggunaan cara kekerasan (hard power).
Bagi kedua negara, baik Indonesia maupun China, kerjasama yang
terjalin di antara kedua negara jauh lebih penting daripada mengedepankan
ego masing-masing yang justru dapat merugikan kedua negara. Dari sudut
pandang collective security, pengaturan keamanan lebih mengutamakan
dialog dan kerjasama. Terkait konflik yang terjadi antara China dan beberapa
negara ASEAN mengenai klaim tumpang tindih di Laut China Selatan, China-
ASEAN telah menyepakati Declaration on the Code of Conduct in the South
China Sea. Code of Conduct ini merupakan salah satu upaya yang ditempuh
untuk menghindari potensi munculnya konflik ke permukaan. Terhadap
masalah ini, China melakukan pendekatan kooperatif dan sudah
menghasilkan antara lain maritime security dialogue, consultation on
shipping security, maritime anti-terrorism operation, maritime search and
rescue, building up maritime military communication channels, marine
environment protection, joint law enforcement against transnational crimes,
joint military exercises and regional peace keeping operations dan
humanitarian assistance.226 Sedangkan Indonesia sendiri selalu berusaha
menjadi penengah dalam setiap konflik atau perselisihan yang terjadi antar
negara di kawasan. Indonesia mengedepankan dialog dan penyelesaian
masalah secara damai. Hal ini sejalan pula dengan kepentingan nasional
Indonesia yaitu dynamic equilibrium.
114
Jika dilihat dari sudut pandang kepentingan nasional, kedua negara baik
Indonesia maupun China memiliki kepentingan di kawasan yang membuat
kedua negara terus berupaya untuk menjaga keamanan dan stabilitas
kawasan. Pembangunan China yang begitu pesat akhir-akhir ini membuat
negara tersebut memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor
energi, khususnya gas dan minyak bumi.
Gambar 3.1. Jalur Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi bagi Negara-negara Asia Timur,
khususnya China Sumber: Jurnal Universitas Pertahanan227
Untuk bisa sampai ke China, maka pengiriman dilakukan melalui jalur-
jalur yang terdapat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Jalur tersebut
adalah Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok. Selat Malaka
merupakan salah satu SLOC paling strategis di dunia dan lalu lintas
perdagangan tersibuk di dunia. Kepentingan China yang sangat penting
adalah pengamanan jalur perdagangan di selat-selat tersebut hingga
sampai ke negaranya. Dikarenakan hal ini menyangkut ekonomi dan
keamanannya. Selain untuk pasokan energi, China juga memiliki
115
kepentingan untuk membawa produk China ke Timur Tengah, Afrika dan
Eropa, dan sebaliknya.
Bagi Indonesia, terjaminnya pelayaran melalui ALKI merupakan
kewajiban. Pelayaran tersebut harus dapat dipastikan aman dan tanpa
hambatan sebagaimana diatur dalam UNCLOS. Tidak hanya berguna untuk
pelayaran internasional, namun juga pelayaran dalam negeri, sipil dan
militer yang membuat lalu lintas di jalur ALKI sangat sibuk sehingga
kemungkinan terjadinya tubrukan antar kapal sangat mungkin terjadi. Selain
itu, dari segi kepentingan politik, adanya instabilitas kawasan akan
berimplikasi langsung terhadap Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia ingin
menjaga stabilitas kawasan. Sedangkan dari segi kepentingan ekonomi,
kepentingan Indonesia di laut adalah sebagai sumber nafkah, perekat
Nusantara, sumber pendapatan dari minyak dan gas maupun perikanan
serta sebagai media pertahanan.228
D. Perbandingan Postur Pertahanan Negara-negara di Asia Tenggara (Pasca
Kebijakan MEF)
Postur pertahanan, kekuatan, maupun kemampuan negara-negara di
kawasan Asia Tenggara sangat bervariasi. Postur pertahanan, kekuatan,
maupun kemampuan pertahanan suatu negara dapat dilihat dari jumlah
personil militer aktif, jumlah persenjataan (alutsista) darat, laut, dan udara, dan
anggaran pertahanan yang dimiliki suatu negara.
116
1. Jumlah Personil Militer Aktif
Negara AD AL AU Jumlah Personil
Aktif Paramiliter Cadangan
Brunei 4.900 1.000 1.100 7.000 2.250 700
Filipina 86.000 24.000 15.000 125.000 40.500 131.000
Indonesia 300.400 65.000 30.100 395.500 281.000 400.000
Kamboja 75.000 2.800 1.500 124.300 67.000 45.000
Laos 25.600 − 3.500 29.100 100.000 −
Malaysia 80.000 14.000 15.000 109.000 24.600 51.600
Myanmar 375.000 16.000 15.000 406.000 107.250 −
Singapura 50.000 9.000 13.500 72.500 75.100 312.500
Thailand 245.000 69.850 46.000 360.850 92.700 245.000
Vietnam 412.000 40.000 30.000 482.000 40.000 5.000.000 Tabel 3.8. Perbandingan Kekuatan Personil Militer Aktif Negara-negara di Asia Tenggara
(2014) Sumber: The Military Balance 2014229
Berdasarkan tabel 3.8, dapat dilihat bahwa kekuatan militer negara-
negara Asia Tenggara dari segi jumlah personil militer aktif sangat
bervariasi. Vietnam adalah negara yang memiliki jumlah personil militer aktif
dan cadangan terbanyak di Asia Tenggara. Vietnam juga memiliki personil
Angkatan Darat terbanyak yaitu 412.000, yang kemudian disusul oleh
Myanmar sebanyak 375.000 dan Indonesia sebanyak 300.400 personil.
Indonesia unggul dari jumlah paramiliter terbanyak yaitu 281.000 personil.
Sementara untuk personil Angkatan Laut dan Angkatan Udara, Thailand
berhasil unggul dengan jumlah masing-masing 69.850 dan 46.000 personil.
2. Jumlah Persenjataan (Alutsista)
a) Angkatan Darat
Selain jumlah personil militer aktif, kekuatan dan kemampuan
militer dapat pula diketahui dari jumlah persenjataan yang dimiliki
Angkatan Darat negara-negara di Asia Tenggara. Tabel di bawah ini
117
menunjukkan kekuatan persenjataan Angkatan Darat masing-masing
negara di Asia Tenggara.
Tabel 3.9. Perbandingan Kekuatan Peralatan Angkatan Darat Negara-negara di Asia Tenggara
(2014) Sumber: The Military Balance 2014230
Tabel 3.9 memperlihatkan bahwa Vietnam adalah negara dengan
jumlah persenjataan MBT, LT dan Artillery terbanyak. Sementara
Indonesia memiliki jumlah persenjataan Recce kedua terbanyak setelah
Malaysia yaitu sebanyak 142 unit. Indonesia juga berada di posisi ketiga
dari jumlah Artillery terbanyak, dengan Vietnam dan Thailand
menempati posisi pertama dan kedua.
Terdapat beberapa negara yang masih belum memiliki semua
persenjataan seperti yang ditampilkan di atas. Misalnya Brunei belum
memiliki MBT, AIFV, dan Recce. Sementara Laos belum memiliki AIFV dan
Recce. Begitu pula Filipina yang belum memiliki MBT dan Recce.
Indonesia tampak sebagai negara yang memiliki persenjataan di hampir
semua variasi, meskipun dari segi kuantitas Indonesia belum berhasil
Negara MBT LT AIFV APC Recce ACV Artillery
Brunei − 20 − 45 − 39 24
Filipina − 7 36 299 − 335 254+
Indonesia 2+ 350 24+ 549+ 142 715+ 1.097+
Kamboja 200+ 20+ 70 230+ 4+ 304+ 433+
Laos 27 10 − 50 - 50 62+
Malaysia 48 21 44 787 296 1.127 424
Myanmar 185+ 105 − 371+ 115 486+ 410+
Singapura 96 350 457+ 1.645+ 22 2.124 798+
Thailand 283 194 119 1.140 32+ 1.291+ 2.623+
Vietnam 1.270 620 300 1.380 100 1.780 3.070+
118
unggul jika dibandingkan dengan negara lainnya seperti Vietnam,
Thailand dan Singapura.
b) Angkatan Laut
Negara Submarines Principal Surface
Combatants
Patrol and Coastal
Combatants Amphibious
Logistic &
Support
Brunei − − 11 4 −
Filipina − 1 62 36 15
Indonesia 2 11 72 80 32
Kamboja − − 15 1 −
Laos − − − − −
Malaysia 2 10 37 115 16
Myanmar − 4 113 18 18
Singapura 6 13 35 139 2
Thailand − 11 80 59 16
Vietnam 2 2 68 38 29 Tabel 3.10. Perbandingan Kekuatan Peralatan Angkatan Laut Negara-negara di Asia Tenggara
(2014) Sumber: The Military Balance 2014231
Postur pertahanan dapat pula dilihat dari kekuatan Angkatan Laut
yang dimiliki suatu negara. Berdasarkan tabel 3.10, hanya terdapat
empat negara Asia Tenggara yang memiliki kapal selam, yaitu Indonesia,
Malaysia, Singapura dan Vietnam, dengan Singapura sebagai negara
pemilik kapal selam terbanyak yaitu enam unit.
Singapura unggul pula dalam jumlah amphibious terbanyak, yaitu
139 unit. Dari jumlah patrol and coastal combatants, Myanmar unggul
dengan jumlah 113 unit, disusul oleh Thailand (80 unit), Indonesia (72
unit) dan Vietnam (68 unit). Indonesia terlihat merata dengan memiliki
semua peralatan dan unggul dari jumlah logistic & support sebanyak 32
unit.
119
c) Angkatan Udara
Perbandingan kekuatan peralatan Angkatan Laut negara-negara di
Asia Tenggara dapat dilihat dalam tabel 3.11 di bawah ini. Negara yang
memiliki jumlah pesawat tempur (aircraft combat) adalah Thailand
sebanyak 295 unit, disusul oleh Indonesia yang memiliki pesawat tempur
sebanyak 209 unit. Thailand dan Indonesia merupakan dua negara di
Asia Tenggara yang memiliki pesawat tempur berjumlah di atas 200 unit.
Negara Asia Tenggara yang memiliki jumlah pesawat tempur paling
sedikit adalah Brunei yang hanya memiliki 5 unit pesawat tempur.
Sementara pemilik helikopter terbanyak adalah Singapura dengan
jumlah sebanyak 76 unit, disusul oleh Myanmar sebanyak 73 unit,
kemudian Filipina sebanyak 67 unit.
Negara Combat Aircrafts Helicopter
Total Rincian Total Rincian
Brunei 5 1 CN-235M, 4 PC-7
23
1 Bell 214 (SAR), 4 S-70A Black Hawk, 2 Bell 206B Jet Ranger II, 10 Bell 212, 6 Bo-105 (armed, 81mm rockets)
Filipina 61
1 F-27 200 MPA, 1 N-22SL Searchmaster, 10 OV-10A/C Bronco, 1 C-130B Hercules, 3 C-130H Hercules, 1 L-
67
8 W-3 Sokol, 3 AUH-76, 3 Bell 412EP Twin Huey, 2 Bell 412HP Twin Huey, 11 MD-520MG, 1 S-70A Black
120
100-20, 1 F-27-500 Friendship, 1 N-22B Nomad, 1 Turbo Commander 690A, 1 PAX, 40 TRG
Hawk, 39 Bell 205 (UH-1H Iroquois)
Indonesia 209
8 F-5E Tiger II, 4 F-5F Tiger II, 7 F-16A Fighting Falcon, 3 F-16B Fighting Falcon, 2 Su-27SK Flanker, 3 Su-27SKM Flanker, 2 Su-30MK Flanker, 9 Su-30MK2 Flanker, 3 B-737-200, 2 CN-235M-220 MPA, 1 KC-130B Hercules, 4 C-130B Hercules, 3 C-130H Hercules, 6 C-212 Aviocar (NC-212), 5 CN-235-110, 6 F-27-400M Troopship, 5 PAX, 126 TRG
31
10 AS332 Super Puma, 1 SA330SM Puma, 4 SA330J Puma, 4 SA330L Puma, 12 EC120B Colibri
Kamboja 15
2 An-24RV Coke, 1 BN-2 Islander, 5 P-92 Echo (pilot trg/recce), 2 Y-12 (II), 5 L-39 Albatros
15+
3 Mi-17 Hip H, 2+ Z-9, 2 Mi-26 Halo, 4 Mi-8 Hip, 2 AS350 Ecureuil, 2 AS355F2 Ecureuil II
121
Laos 23
4 An-2 Colt, 3 An-26 Curl, 1 An-74 Coaler, 5 Y-7, 1 Y-12, 1 Yak-40 Coding (VIP), 8 Yak-18 Max
27
12 Mi-17 Hip H, 1 Mi-6 Hook, 1 Mi-26 Halo, 1 Ka-32T Helix C, 9 Mi-8 Hip, 3 SA360 Dauphin
Malaysia 169
8 F-5E Tiger II, 3 F-5F Tiger II, 8 MiG-29 Fulcrum, 2 MiG-29UB Fulcrum, 8 F/A-18D Hornet, 18 Su-30MKM, 4 Beech 200T, 2 RF-5E Tigereye, 4 KC-130H Hercules, 2 C-130H Hercules, 8 C-130H-30 Hercules, 8 CN-235M-220 (incl 2 VIP), 9 Cessna 402B, 5 PAX, 80 TRG
54
17 SA316 Alouette III, 4 EC725 Super Cougar, 28 S-61A-4 Nuri, 2 S-61N, 2 S-70A Black Hawk, 1 AW109
Myanmar 175+
49 F-7 Airguard, 10 FT-7, 18 MiG-29 Fulcrum, 6 MiG-29SE Fulcrum, 6 MiG-29UB Fulcrum, 22 A-5M Fantan, 2 An-12 Cub, 4 Cessna 180 Skywagon, 1 Cessna 550 Citation II, 3 F-
73
7 Mi-35P Hind, 11 Mi-17 Hip H, 9 SA316 Alouette III, 10 PZL W-3 Sokol, 12 Bell 205, 6 Bell 206 Jet Ranger, 18 PZL Mi-2 Hoplite
122
27 Friendship, 5 PC-6A/B Turbo Porter, 4 PAX, 45+TRG
Singapura 178
20 F-5S Tiger II, 9 F-5T Tiger II, 24 F-15SG Eagle, 20 F-16C Fighting Falcon, 40 F-16D Fighting Falcon, 4 A-4SU Super Skyhawk, 10 TA-4SU Super Skyhawk, 5 F-50 Maritime Enforcer, 4 G550-AEW, 1 KC-130 H-Hercules, 4 KC-135R Stratotanker, 4 KC-130B Hercules, 5 C-130H Hercules, 4 PAX, 24 TRG
76
19 AH-64D Apache, 6 S-70B Seahawk, 6 CH-47D Chinook, 10 CH-47SD Super D Chinook, 18 AS332M Super Puma, (incl 5 SAR), 12 AS532UL Cougar, 5 EC120B Colibri
Thailand 295
1 F-5B Freedom Fighter, 21 F-5E Tiger II, 3 F-5F Tiger II, 39 F-16A Fighting Falcon, 15 F-16B Fighting Falcon, 8 Gripen C, 4 Gripen D, 17 AU-23A Peacemaker, 2IAI-201TH Arawa, 5
31
2 Bell 412 Twin Huey, 2 Bell 412SP Twin Huey, 1 Bell 412HP Twin Huey, 6 Bell 412EP Twin Huey, 3 S-92A Super Hawk, 17 Bell 205 (UH-1H Iroquois)
123
DA42 MPP Guardian, 2 Saab 340 Erieye, 6 C-130H Hercules, 6 C-130H-30 Hercules, 2 Saab 340B, 3 ATR-72, 3 Beech 200 King Air, 8 BT-67, 1 Commander 690, 6 DA42M, 4 N-22B Nomad, 10 PAX, 119 TRG
Vietnam 163
25 MiG-21bis Fishbed L&N, 8 MiG-21UM Mongol B, 30 Su-22M3/M4/UM Fitter, 6 Su-27SK Flanker, 5 Su-27UBK Flanker, 23 Su-30MK2 Flanker, 6 An-2 Colt, 12 An-26 Curl, 1 M-28 Bryza, 18 L-39 Albatros, 30 Yak-52
62
26 Mi-24 Hind, 6 Mi-17 Hip H, 14 Mi-8 Hip, 4 Mi-171, 12 Bell 205 (UH-1H Iroquois)
Tabel 3.11. Perbandingan Kekuatan Peralatan Angkatan Udara Negara-negara di Asia Tenggara (2014)
Sumber: The Military Balance 2014232
Jika dilihat dari kepemilikan jumlah persenjataan (alutsista)
Indonesia sejak tahun 2008 hingga tahun 2014 mengalami perubahan
atau penambahan jumlah. Misalnya saja pada tahun 2008, Indonesia
belum memiiki satu unit pun main battle tanks (MBT), namun pada tahun
124
2014, kekuatan alutsista Indonesia telah didukung oleh dua unit MBT
(lihat kembali tabel 2.3 untuk mengetahui data jumlah alutsista TNI pada
tahun 2008). Kedua unit MBT yang dimiliki Indonesia tersebut diperoleh
dari pabrik Krauss-Maffei Wegmann, Jerman. Jenis MBT yang dibeli dari
Jerman tersebut adalah varian Leopard 2A4.233 Selain tank tempur utama
(MBT), Indonesia turut pula membeli 2 unit kendaraan tempur lapis baja
(tracked armoured infantry fighting vehicles) varian Marder dari Jerman,
pada 23 September 2013.234
Gambar 3.2. Main Battle Tank (MBT) Leopard 2A4 saat tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, September 2013.
Sumber: arc.web.id
MBT merupakan alutsista yang masih tergolong baru bagi Indonesia
karena selama ini angkatan bersenjata Indonesia mengandalkan tank
tempur ringan (light combat tanks/LCT), seperti Scorpion, AMX-13, dan
tank AMX-10P, yang diimpor dari Inggris Raya. MBT Leopard yang dibeli
dari Jerman merupakan tank kelas utama yang tidak ada dalam
perencanaan kebijakan MEF hingga 2019. MBT Leopard seharusnya baru
didatangkan pada tahun 2024.235 Pembelian beberapa alutista memang
125
ada yang bergeser, baik lebih cepat atau ditunda dari rencana semula. Di
samping MBT, alutsista lainnya yang mengalami penambahan jumlah
adalah kapal patroli di matra laut dimana pada tahun 2008 Indonesia
memiliki 30 unit meningkat menjadi 72 unit pada 2014. Begitu pula
dengan kapal amfibi yang mengalami peningkatan dari 4 unit menjadi 80
unit. Selain dari Jerman dan Inggris Raya, Indonesia membeli pula
alutsista untuk memperkuat matra udara berupa pesawat tempur
(combat aircrafts), seperti pesawat Sukhoi SU-27SKM dan SU-30MK2 dari
Rusia, pesawat tempur F-16 dan pesawat angkut Hercules dari Amerika
Serikat, pesawat tempur T-50i Golden Eagle dari Korea Selatan serta
pesawat tempur ringan Super Tucano EMB-314 dari perusahaan raksasa
Embraer (Brazilian Aeronautics Company), Brasil.
Sementara untuk alutsista produk buatan China, selaku salah satu
mitra strategis bagi Indonesia, tampaknya Indonesia masih kurang
mempercayakan alutsista yang digunakan TNI kepada produk-produk
asal China. Beberapa produk andalan China seperti pesawat tempur
varian Chengdu, Shenyang, Xian JH dan Nanchang, Indonesia tetap
memberikan kepercayaan kepada produk negara-negara Barat untuk
memperkuat alutsista Tentara Nasional Indonesia, baik di matra darat,
laut maupun udara. Bagi Indonesia, produk dari Timur seperti dari China
dan Rusia kurang efisien dalam hal usia pakai produk. Persenjataan dari
Barat cenderung lebih efisien karena usia pakai dan mesinnya lebih lama,
yaitu hingga 30-40 tahun. Sementara peralatan yang dibeli dari Timur
126
(China dan Rusia), walaupun gelagar suaranya lebih meyakinkan,
cenderung baik untuk pemakaian jangka pendek, yakni 5-10 tahun.
Mesin pesawat tempur Sukhoi setelah pemakaian selama 500 jam harus
diganti atau diperbaiki, sementara mesin pesawat tempur F-16 dari
Amerika Serikat bisa mencapai 15.000 jam.
Meskipun demikian, Indonesia mengakui bahwa salah satu alutsista
yang diandalkan Indonesia dari Tiongkok adalah misil rudal. Menurut
Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertahanan Indonesia (2009-2014), TNI
terutama Angkatan Laut sudah merasa cocok dengan rudal buatan
China. Menurut Purnomo, rudal buatan China tersebut sudah pas dan
cocok dari segi kualitas dan cost.236 Penggunaan rudal buatan China oleh
TNI telah direalisasikan melalui kerjasama antara Kementerian
Pertahanan RI dengan State Administration for Science, Technology and
Industry for National Defense (SASTIND) of People’s Republic of China.
Beberapa rudal yang telah digunakan TNI diantaranya adalah Rudal C-
802, C-705, QW-1 dan QW-3.237
127
3. Anggaran Pertahanan
Negara Anggaran
Pertahanan (USD juta)
Anggaran Pertahanan (Rp triliun)
PDB (USD juta)
% PDB
Brunei 418,886 4,859 16.111 2,6
Filipina 3.536 41,020 272.017 1,3
Indonesia 7.815 90,655 868.345 0,9
Kamboja 243,984 2,830 15.249 1,6
Laos 22,282 0,258 11.141 0,2
Malaysia 4.686 54,363 312.435 1,5
Myanmar − − − −
Singapura 9.832 114,051 297.941 3,3
Thailand 5.808 67,381 387.252 1,5
Vietnam 3.770 43,738 171.391 2,2 Tabel 3.12. Perbandingan Anggaran Pertahanan Negara-negara di Asia Tenggara (2013)
Sumber: World Bank238
Dari data pada tabel 3.12, tercatat anggaran pertahanan Indonesia
merupakan anggaran paling besar kedua, setelah Singapura. Akan tetapi,
jika dilihat dari persentase terhadap PDB, Indonesia memiliki persentase
kedua paling kecil (0,9%) setelah Laos (0,2%). Dari segi ekonomi (PDB),
Indonesia unggul dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya
dengan nilai PDB terbesar, yaitu senilai USD868.345 juta.
E. Analisa Kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara
Indonesia adalah salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang
tergabung dalam salah satu anggota ASEAN. Sebagai salah satu negara yang
turut menjadi pionir berdirinya ASEAN, Indonesia tentu memiliki kepentingan
nasional yang ingin dicapai melalui dibentuknya ASEAN tersebut. Salah satu
kepentingan nasional Indonesia adalah menjadi leader state di Asia Tenggara.
Kepentingan Indonesia ini sejalan dengan fakta bahwa Indonesia merupakan
salah satu negara yang turut memprakarsai ASEAN. Sebagai salah satu pendiri
128
ASEAN, Indonesia berusaha mempertahankan kepemimpinan yang telah
dibangun di Asia Tenggara. Organisasi ASEAN merupakan organisasi kawasan
yang menjadi ikon atau lambang eksistensi negara-negara di kawasan Asia
Tenggara.
Indonesia memiliki pengaruh yang kuat di Asia Tenggara. Hal ini didukung
dengan kekuatan Indonesia yang bersumber dari geografis Indonesia yang
terletak di lokasi strategis yang memiliki jalur-jalur strategis komunikasi dan
perdagangan dunia. Ditambah pula dengan kepemilikan Indonesia atas 2/3
perairan yang berada di Asia Tenggara. Dari sektor demografi, Indonesia
merupakan negara dengan jumlah populasi terbanyak di Asia Tenggara, dengan
jumlah penduduk yang hampir mencapai 250 juta jiwa. Secara politik
internasional, Indonesia memegang peran penting di kawasan, bahkan
Indonesia sering disebut sebagai pemimpin de facto ASEAN. Dari segi ekonomi,
Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan, bahkan di dunia yang
memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dan positif, serta pasar yang besar.
Berdasarkan laporan dari Morgan Stanley menyatakan bahwa Indonesia
seharusnya dimasukkan ke dalam grup BRIC (Brazil, Russia, India and China),
yang merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.239
Dalam bidang pertahanan dan keamanan, Indonesia memiliki jalur-jalur
strategis pertahanan dan keamanan serta perdagangan.
Letak geografis Indonesia menjadikan Indonesia dipandang sebagai negara
yang penting dan strategis, oleh negara di kawasan maupun negara-negara di
dunia. Letak geografis Indonesia ini terkait dengan lokasi Indonesia yang
129
menjadi jalur komunikasi dan jalur perdagangan dunia (lihat kembali gambar
3.1). Mulai dari negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat, juga
negara lainnya yang terdapat di kawasan senantiasa berkepentingan untuk
merangkul Indonesia dan jika memungkinkan menarik perhatian Indonesia
untuk condong kepada kepentingan mereka. Sebagai contoh adalah Selat
Malaka. Selat Malaka adalah salah satu jalur komunikasi paling strategis di dunia
dan merupakan jalur perdagangan tersibuk di dunia. Hampir setengah dari
jumlah total kapasitas armada niaga melintasi selat ini.240 Indonesia menyadari
pentingnya Selat Malaka yang menjadi penghubung penting antara Samudra
Hindia dan Laut China Selatan, dimana setiap hari sekitar 400 kapal melewati
Selat Malaka yang menjadikannya salah satu jalur laut terpadat di dunia.241
Selain Selat Malaka, Indonesia juga memiliki jalur komunikasi dan jalur
perdagangan penting lainnya di Selat Sunda yang merupakan pintu gerbang
ALKI I dan Selat Lombok sebagai pintu gerbang ALKI II. Kedua selat ini juga
dilewati untuk sebagai jalur niaga ke pasaran di Timur Tengah, Afrika dan Eropa.
Selat Malaka sebagai jalur komunikasi dan jalur perdagangan yang penting
dan strategis, serta dekat dengan Laut China Selatan, Indonesia memiliki
kepentingan untuk melindungi kebebasan maritim di wilayah Laut China
Selatan. Konflik teritorial tumpang tindih yang terjadi di Laut China Selatan
dapat berimbas secara langsung terhadap teritori Indonesia, seperti Laut
Natuna dan Selat Malaka. Meskipun Indonesia tidak termasuk negara yang
bersengketa dalam kasus Laut China Selatan, namun Indonesia memiliki
kepentingan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan.
130
Sebagai negara yang menganut prinsip bebas aktif, Indonesia senantiasa
berupaya menjadi penengah konflik yang terjadi di kawasan, memfasilitasi dan
berpartisipasi melalui upaya kolaboratif demi kepentingan semua pihak dan
saling menguntungkan.
Terkait hal ini, Menteri Pertahanan Indonesia, Purnomo Yusgiantoro,
menegaskan posisi Indonesia untuk benar-benar membangun keamanan laut
yang komprehensif, laut harus bebas dari ancaman kekerasan, bebas dari
bahaya navigasi, bebas dari kesusahan sumber daya alam dan bebas dari
ancaman pelanggaran hukum. Bebas dari ancaman kekerasan berarti bahwa
laut bebas dari kelompok orang yang membahayakan dan menganggu aktivitas
maritim. Ini dapat mengambil bentuk-bentuk pembajakan, perampokan
bersenjata, atau terorisme. Bebas dari bahaya navigasi berarti bahwa laut bebas
dari ancaman yang ditimbulkan oleh kondisi geografis yang buruk, atau tidak
memadainya alat bantu navigasi, yang dapat membahayakan keselamatan
pelayaran. Bebas dari kesusahan sumber daya alam berarti bahwa laut bebas
dari ancaman lingkungan seperti pencemaran laut dan bentuk-bentuk
perusakan ekosistem laut. Bebas dari ancaman pelanggaran hukum berarti laut
bebas dari pelanggaran hukum nasional dan internasional, termasuk
penyelundupan, human trafficking, illegal fishing, penebangan liar dan
sebagainya.242 Dalam hal ini, Indonesia berusaha menunjukkan kepemimpinan
dengan menegaskan posisinya terkait upaya membangun keamanan maritim
yang komprehensif, terutama terhadap negara-negara kawasan Asia Tenggara.
131
Sebagai satu-satunya organisasi kawasan yang menjadi wadah aktivitas
integrasi regional dalam berbagai aspek, ASEAN tentunya membutuhkan
pemimpin yang dapat menjembatani para anggota untuk mencapai
kepentingan dan demi keuntungan bersama. Dalam kurun waktu yang cukup
lama, negara Indonesia dan mantan Presiden Soeharto dianggap sebagai big
brother ASEAN. Pada masa itu, dalam setiap persidangan yang digelar ASEAN,
sikap yang diambil Indonesia pada umumnya kemudian diadopsi menjadi sikap
bersama ASEAN. Indonesia kemudian menjadi negara yang paling berpengaruh
di kawasan, sehingga tercatat dalam sejarah lahirnya APEC, Indonesia kemudian
menjadi penentu keberlangsungan gagasan pembentukan organisasi kerja
sama perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik tersebut. APEC lahir setelah
Indonesia secara eksplisit menyatakan dukungannya, yang kemudian diikuti
oleh semua negara anggota ASEAN lain.243 Indonesia telah berkali-kali pula
dipercaya untuk menjadi pemimpin dalam pelbagai pertemuan dan forum yang
diselenggarakan negara-negara ASEAN. Sebagai contoh, Indonesia tercatat
pernah memimpin Pertemuan Menteri Pertahanan Negara-negara ASEAN 2011
(ASEAN Defence Ministerial Meeting 2011/ADMM) yang diadakan sekali dalam
setahun. Memimpin negara ASEAN dalam pertemuan para Menteri Lingkungan
Hidup (Informal ASEAN Ministerial Meeting on Environment/IAMME) pada tahun
2013, pemimpin ASEAN Ministerial Meeting, KTT ASEAN, Southeast Asian Nuclear-
Weapon-Free Zone (SEANWFZ), ASEAN Regional Forum (ARF) dan diamanahkan
untuk menjadi ketua ASEAN pada tahun 2011.
132
Di samping itu, Indonesia juga sering dipercaya sebagai pihak penengah
dalam konflik yang terjadi antar negara-negara kawasan. Citra Indonesia di
mata internasional yang dipandang ‘bersahabat’, mild and always in the middle,
membuat Indonesia mendapatkan kepercayaan untuk menengahi berbagai
ketegangan yang terjadi antar negara. Misalnya, menjadi penengah dalam
konflik Laut China Selatan, konflik di Filipina Selatan (peran Indonesia dalam
Final Peace Agreement 1996), menjadi fasilitator dalam konflik di Timur Tengah
(kasus Irak−Suriah, Israel−Palestina), sampai konflik antar negara Asia Tenggara
antara Thailand dan Kamboja dalam sengketa perbatasan terhadap Kuil Preah
Vihear.
Dalam upaya Indonesia menjadi leader state di Asia Tenggara, selain
didukung oleh kondisi geografis yang strategis, pemimpin de facto ASEAN,
pertumbuhan ekonomi yang positif, memiliki jalur-jalur strategis pertahanan
dan keamanan serta perdagangan, Indonesia turut didukung pula oleh
beberapa faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah figur
presiden Susilo Bambang Yudhoyono, salah satu founding fathers of ASEAN,
satu-satunya negara Asia Tenggara yang tergabung dalam G-20 major
economies dan Indonesia sebagai tuan rumah dari kantor sekretariat ASEAN.244
Pertama, figur Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden Yudhoyono
merupakan presiden Indonesia yang memiliki latar belakang militer yang juga
menyandang gelar akademis tertinggi yang diperoleh melalui jalur program
umum pendidikan tingkat doktoral. Perpaduan latar belakang militer dan
intelektual tersebut, turut dilengkapi pula dengan gaya pembawaan dan
133
perilaku kepresidenan yang khas serta fasih dalam berkomunikasi
menggunakan bahasa internasional yang menjadikan Yudhoyono sebagai figur
yang paling tepat untuk tampil sebagai the leader of ASEAN.
Kedua, sebagai salah satu pemprakarsa berdirinya ASEAN, Indonesia
muncul dengan serangkaian inisiatif baru yang segar dan kreatif yang memicu
gerak dinamis ASEAN menuju kematangan sebuah organisasi kawasan. Ide
mengenai ASEAN Community yang dicanangkan pada KTT ASEAN 2003 di Bali,
secara tidak langsung menjadikan Indonesia kembali pada driving seat ASEAN.
Indonesia tercatat selaku negara yang menggagas terbentuknya pilar paling
krusial dalam guliran proses ASEAN Community tersebut, yaitu ASEAN Security
Community.
Ketiga, Indonesia adalah satu-satunya perwakilan Asia Tenggara yang
tergabung dalam forum internasional G-20 ekonomi utama, dimana Indonesia
dianggap sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan ini.
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sejak tahun 2010 hingga 2014, nilainya
tercatat berada di atas USD800 miliar (lihat kembali tabel 2.2). Keempat,
Indonesia sebagai tuan rumah ASEAN yang memiliki kantor sekretariat di
Jakarta secara otomatis akan menjadi tempat dilahirkannya keputusan-
keputusan penting ASEAN, tak ubahnya dengan New York sebagai kota tempat
sekretariat PBB berada. Keuntungan Indonesia dalam meraih kepemimpinan
ASEAN, tentunya akan berimbas pada naiknya leverage Indonesia di mata dunia,
yang secara tidak langsung pada gilirannya nanti akan membuat Indonesia
134
menjadi negara yang lebih disegani dan dihormati dalam pergaulan
internasional.
Konsistensi Indonesia untuk menjadi leader state di Asia Tenggara turut
diwujudkan pula melalui upaya diplomasi pertahanan dengan China dan
pembangunan kebijakan Minimum Essential Force (MEF). Indonesia memilih
China dalam melakukan diplomasi pertahanan didasari oleh tiga hal. Pertama,
China adalah mitra strategis Indonesia. Kedua, modernisasi militer China, yang
secara kebetulan bersamaan pula dengan modernisasi militer yang dilakukan
Indonesia melalui kebijakan MEF. Ketiga, upaya bersama Indonesia dan China
untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Asia Pasifik, yang telah
mencakup Asia Tenggara di dalamnya.
Akan tetapi, upaya Indonesia untuk menjadi leader state di Asia Tenggara
melalui diplomasi pertahanan dengan China dan pembangunan kebijakan MEF
tidak akan sanggup membawa Indonesia sukses menjadi pemimpin di Asia
Tenggara. Hal ini dapat ditinjau dari kedua upaya yang dilakukan Indonesia,
yaitu diplomasi pertahanan dengan China dan kebijakan MEF.
Pertama, diplomasi pertahanan dengan China. Diplomasi pertahanan yang
dilakukan Indonesia dengan China mencakup di dalamnya kerjasama
pertahanan yang dilakukan kedua negara. Kerjasama pertahanan yang
dilakukan kedua negara adalah kerjasama yang saling menguntungkan kedua
belah pihak. Akan tetapi, satu fakta yang tidak dapat dinafikan adalah hubungan
Indonesia dan China, secara spesifik di sektor pertahanan dapat dikatakan
masih ‘seumur jagung’. Kedua negara baru menjajaki kerjasama pertahanan
135
pada awal tahun 2000-an, pun itu belum resmi atau belum terikat perjanjian.
Hubungan kedua negara di sektor pertahanan baru sekedar kunjungan
kenegaraan yang dilakukan Kementerian Pertahanan atau militer masing-
masing kedua negara.
Hubungan bilateral kedua negara mulai mengalami peningkatan yang
signifikan sejak ditandatanganinya Deklarasi Kemitraan Strategis pada tahun
2005. Contoh peningkatan tersebut adalah investasi modal dari China untuk
membantu kemajuan industri pertahanan Indonesia, pembelian alutsista,
pertukaran dan penempatan personil militer serta latihan bersama personil
militer. Masih mudanya usia kerjasama pertahanan Indonesia-China, membuat
Indonesia tidak memiliki sejarah panjang dalam kerjasama pertahanan dengan
China. Pasang surutnya hubungan Indonesia-China turut pula menjadi faktor
‘keterlambatan’ Indonesia-China menjajaki kerjasama pertahanan.
Menurut analisa penulis, selain menjajaki kerjasama dengan China,
Indonesia juga perlu menjalin kerjasama dengan negara lainnya, terutama
negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Korea Selatan,
Jerman, Inggris Raya dan Prancis. Pasalnya, kerjasama yang dijalin Indonesia
dengan negara selain China perlu pula diperhitungkan. Sebagai contoh,
pemerintah Indonesia dan Korea Selatan terikat perjanjian kerjasama
pertahanan dengan perusahaan Korea, Daewoo, pada Januari 2012. Kedua
negara tersebut sepakat untuk membangun bersama tiga unit kapal selam.
Kapal selam pertama akan diproduksi di Korea Selatandan dua lainnya
diproduksi di Indonesia di bawah kendali PT PAL di Surabaya. Kemudian
136
Indonesia menjalin kerjasama pula dengan Rusia dalam memproduksi
supersonic anti-ship missile bernama Yakhont, pada tahun 2011. Kerjasama
dengan Rusia ini diyakini akan semakin memperkuat kapabilitas angkatan laut
Indonesia sebagai negara kepulauan. Moscow juga memberikan bantuan dana
bagi Indonesia senilai US$1 miliar pada tahun 2006 untuk kebutuhan belanja
pertahanan, termasuk pembelian pesawat tempur SU-30MK dan kapal selam.245
Di samping itu, Indonesia perlu pula mempertimbangkan pembelian
alutsista dari China. Persenjataan dari Barat cenderung lebih efisien karena usia
pakai dan mesinnya lebih lama, yaitu hingga 30-40 tahun. Sementara peralatan
yang dibeli dari Timur (China dan Rusia), walaupun gelagar suaranya lebih
meyakinkan, cenderung baik untuk pemakaian jangka pendek, yakni 5-10 tahun.
Mesin pesawat tempur Sukhoi setelah pemakaian selama 500 jam harus diganti
atau diperbaiki, sementara mesin pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat bisa
mencapai 15.000 jam.246
Kedua, pembangunan kebijakan MEF. Pembangunan MEF yang ditargetkan
hingga renstra III (2024) baru mencapai renstra I (2009-2014) pada masa rezim
SBY. Pembangunan MEF merupakan salah satu upaya Indonesia untuk
memodernisasi alutsista TNI. Dalam pelaksanaannya, kebijakan MEF dibangun
berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan mendesak karena terbatasnya
dukungan anggaran. Skala prioritas diatur sebagai berikut: pertama,
penggantian alutsista TNI yang dikategorikan dalam kondisi kritis dan tidak
layak pakai sehingga membahayakan keselamatan prajurit. Kedua, pengadaan
alutsista TNI yang dipersiapkan untuk menghadapi ancaman aktual terhadap
137
kedaulatan dan keutuhan NKRI dengan mengedepankan sinkronisasi kekuatan
ketiga angkatan. Ketiga, pemenuhan alutsista TNI sesuai dengan kebutuhan
angkatan di luar prioritas pertama dan kedua.247
Menurut Dirjen Strahan Kemenhan RI, Mayor Jenderal TNI Puguh Santoso,
modernisasi alutsista sangat perlu dilakukan dengan pertimbangan antara lain:
pertama, dalam rangka menciptakan suatu kekuatan pertahanan negara yang
mempunyai perbandingan daya tempur yang dapat diandalkan, kedua, dalam
rangka mewujudkan perimbangan kekuatan strategis suatu negara yang
memiliki prasyarat kekuatan baik dari segi ekonomi maupun militer, ketiga,
sebagai suatu bentuk realisasi dalam rangka mewujudkan Minimum Essential
Force/MEF komponen utama dalam rangka melaksanakan fungsi negara di
bidang pertahanan yang berdasarkan keputusan politik, keempat, modernisasi
alutsista TNI masih jauh tertinggal dengan alutsista negara-negara lain
termasuk negara-negara tetangga, sehingga efek tangkal (deterrent effect)
Negara Indonesia dirasakan masih perlu ditingkatkan.248
Keseriusan pemerintah dalam pembangunan Kekuatan Pokok Minimum
TNI dibuktikan dengan adanya peraturan yang menguatkan pembangunan
pokok minimum secara nyata. Dimulai dengan perumusan Strategic Defence
Review tahun 2009 untuk menggambarkan ancaman terhadap Negara
Indonesia. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 3 Tahun 2010 mengenai
Rencana strategis (Renstra) 2010-2014. Peraturan ini berisi tentang pemenuhan
alutsista yang mendesak dalam jangka waktu lima tahun antara tahun 2010-
2014. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012
138
Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama.
Dalam peraturan ini dijelaskan pendanaan terhadap kebutuhan yang harus
dipenuhi. Penguatan industri pertahanan dalam negeri yang diselaraskan
dengan pembangunan kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum TNI.249
Dalam hal capaian MEF, jika dilihat dari masing-masing matra, TNI AD telah
dipersenjatai dengan pelbagai macam alutsista seperti MBT Leopard, tank
ringan jenis AMX dan Scorpion, kendaraan angkut tempur jenis Anoa, Stormer,
Black Fox, Commando Ranger, Saracen, Casspir, dan Barracuda. Sementara TNI
AL didukung oleh pelbagai kapal seperti kapal selam Cakra, kapal perang, kapal
perang kecil, 11 frigates, kapal patroli, korvet, serta kapal pendukung dan
logistik. Adapun TNI AU, Indonesia adalah negara kedua terbanyak yang
memiliki pesawat tempur di Asia Tenggara yaitu 209 unit, setelah Thailand 295
unit. Beberapa jenis peswat tempur Indonesia adalah Sukhoi F-5 Tiger, F-16 A
dan F-16 B, serta pesawat angkut Hercules, pesawat militer dan ratusan
helikopter. Lebih lanjut lagi, di matra darat, Indonesia memiliki 13 komando
daerah militer (KODAM) yang tersebar mulai dari Pulau Sumatera hingga Papua.
KODAM terbagi lagi dalam beberapa unit di bawahnya yaitu komando resimen
militer (KOREM) yang terletak di ibukota provinsi, komando distrik militer
(KODIM) terletak di wilayah setingkat kota atau kabupaten dan komando rayon
militer (KORAMIL) yang merupakan unit terkecil yang terletak di kecamatan.
Untuk matra laut, Indonesia memiliki dua armada wilayah yang terletak di
Jakarta dan Surabaya. Adapun TNI AU memiliki empat skuadron tempur.
Anggaran pertahanan Indonesia juga mengalami peningkatan sejak MEF mulai
139
diimplementasikan pada tahun 2010. Sejak tahun 2010 hingga tahun 2014,
anggaran pertahanan Indonesia mengalami kenaikan dari Rp 42 triliun menjadi
Rp 86 triliun. Anggaran pertahanan Indonesia tersebut merupakan alokasi dana
sebesar 0,9% dari PDB Indonesia. Untuk mencapai kebutuhan minimal,
Indonesia perlu mengalokasikan dana sebesar 2% dari total PDB.
Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum Renstra I (2009-2014) belum
sanggup menjadikan Indonesia menjadi leader state di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia masih memiliki misi utama untuk terus mengembangkan dan
memperkuat postur pertahanan negara yang salah satunya adalah melalui
implementasi MEF Renstra II dan III. Untuk mempercepat dan memaksimalkan
realisasi MEF berikutnya, Indonesia perlu pula mengingat bahwa militer
Indonesia tidak akan menjadi yang terkuat apabila Indonesia hanya
mempererat kerjasama pertahanan dengan China, sebaliknya Indonesia juga
harus mempererat kerjasama dengan negara lainnya. Meskipun kebangkitan
ekonomi dan modernisasi China telah menambah bargaining power negara
tersebut, khususnya di kawasan Asia Pasifik, tidak akan serta-merta membuat
militer Indonesia menjadi yang terkuat di Asia Tenggara, sekalipun Indonesia
mempererat hubungan melalui diplomasi pertahanan dengan China. Indonesia
harus tetap menjaga dan memperkuat hubungan dengan negara lainnya yang
memiliki kekuatan pertahanan mumpuni seperti Amerika Serikat, Rusia,
Jerman, Prancis dan Inggris Raya.
140
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan terhadap upaya Indonesia menjadi leader
state di Asia Tenggara, khususnya pada rezim Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, terlihat upaya yang dilakukan Indonesia melalui perumusan
kebijakan pertahanan dengan melakukan diplomasi pertahanan dengan China
dan pembangunan Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force.
Indonesia tampil percaya diri menjadi pemimpin de facto ASEAN dengan
pelbagai modal seperti lokasi negara yang strategis, memainkan pelbagai peran
penting di kawasan, pertumbuhan ekonomi yang baik dan positif, luas wilayah
dan populasi yang besar, juga memiliki jalur-jalur strategis pertahanan dan
keamanan serta perdagangan.
Dalam upayanya menjadi leader state di Asia Tenggara melalui perumusan
kebijakan pertahanan, kebijakan yang diambil Indonesia turut pula dipengaruhi
oleh pelbagai faktor seperti lokasi/letak negara, politik luar negeri Indonesia,
kepentingan nasional yang ingin dicapai, decision maker, industri pertahanan
dalam negeri dan instabilitas kawasan. Kebijakan pertahanan melalui diplomasi
pertahanan dengan China merupakan wujud kerjasama Indonesia-China melalui
Deklarasi Kemitraan Strategis yang ditandatangani kedua negara pada tahun
2005. Melalui pendekatan dan penguatan kerjasama dengan China selaku the
new rising superpower, secara spesifik di Asia, Indonesia optimis dapat
memaksimalkan hubungan kerjasama tersebut untuk mencapai kepentingan
141
nasional. Adapun alasan Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan
China didasari oleh tiga alasan utama, yaitu mitra strategis, modernisasi militer
China dimana Indonesia juga sedang berupaya keras memodernisasi militer dan
upaya bersama menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan yang merupakan
kepentingan nasional yang ingin dicapai kedua negara.
Selain mempererat hubungan melalui kerjasama pertahanan dengan China,
Indonesia juga menyusun strategi lainnya melalui pembangunan kebijakan
Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF), yang mulai
diimplementasikan sejak tahun 2009, dibagi ke dalam tiga Rencana strategis
(Renstra) dan akan dijalankan untuk jangka waktu 15 tahun, yaitu hingga tahun
2024. Kedua strategi/kebijakan pertahanan yang didesain oleh Indonesia
tersebut merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk mencapai kepentingan
nasional yang merupakan bagian dari kebijakan luar negeri Indonesia.
Dalam perkembangannya, meskipun Indonesia melakukan diplomasi
pertahanan dengan China dan membangun kebijakan MEF, serta didukung
dengan modal besar lainnya untuk menjadi pemimpin di kawasan Asia
Tenggara, hal tersebut tidak akan sanggup menjadikan Indonesia menjadi
negara pemimpin di Asia Tenggara. Dalam menjajaki kerjasama pertahanan
demi mencapai kepentingan nasional, Indonesia tidak bisa hanya bekerjasama
dengan China, akan tetapi Indonesia perlu pula menjalin kerjasama dengan
negara lainnya, terutama dengan negara-negara besar yang memiliki kekuatan
pertahanan mumpuni dan tangguh, seperti Amerika Serikat, Rusia, Jerman,
Prancis dan Inggris Raya (lihat kembali tabel 3.1 untuk mengetahui data negara-
142
negara pengekspor alutsista terbesar dunia). Tentunya, penguatan kerjasama
ini harus dilakukan melalui kerjasama yang saling menguntungkan.
Sebagai penutup, skripsi ini belum lengkap dikarenakan penulis tidak
mengaitkan analisis dengan doktrin pertahanan yang dianut Indonesia, yakni
doktrin sishankamrata secara lebih mendalam. Postur pertahanan yang
dibangun Indonesia seharusnya memasukkan dimensi doktrin. Oleh karena itu
diperlukan kajian yang lebih komprehensif dalam menganalisis keterkaitan
antara postur dan doktrin ini. Selain itu, upaya Indonesia dalam mencapai
kemandirian industri pertahanan, diperlukan pula kajian yang lebih mendalam
terkait perkembangan pelbagai industri pertahanan yang dimiliki Indonesia.
Kajian ini menarik untuk dilakukan mengingat level yang dicapai Indonesia baru
pada level teknologi rendah dan menengah.
B. Saran
1. Bagi Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia seharusnya lebih memperhatikan sektor
pertahanan, mengingat pertahanan negara merupakan bagian penting dari
suatu negara untuk menjaga kedaulatan negara dan melindunginya dari
ancaman, baik internal maupun eksternal. Wujud perhatian tersebut dapat
berupa penambahan anggaran di sektor pertahanan, termasuk untuk riset
dan pengembangan (R&D) bagi industri pertahanan nasional. Dalam
mempercepat realisasi MEF, perhatian dan dukungan dari pemerintah juga
sangat diperlukan.
143
2. Bagi Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri RI
Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri sebagai leading
role dari diplomasi pertahanan perlu terus berupaya melakukan kerjasama
dan pendekatan dengan China. Kerjasama tersebut harus dapat
dimanfaatkan oleh Indonesia, seperti alih teknologi, latihan militer bilateral,
investasi modal dan menjalankan berbagai upaya konstruktif agar China
tidak menyalahgunakan kekuatan militernya yang dapat menganggu
keamanan dan stabilitas kawasan.
3. Bagi Masyarakat Indonesia
Warga negara juga turut dilibatkan dalam upaya pertahanan dan
pembelaan negara. Hal ini merupakan wujud implementasi dari Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, dalam Pasal 8
ayat 1 disebutkan bahwa salah satu Komponen Cadangan terdiri atas warga
negara.
1 Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Defence Media Center/PPID, “Kemhan Selenggarakan ASEAN Defense Senior Officials Meeting-Working Group,” http://dmc.kemhan.go.id/post-kemhan-selenggarakan-asean-defense-senior-officials-meeting-working-group.html, 15-04-2016, 02:06 WIB, Surakarta.
2 Nugraha, Pepih, “Penyelesaian Konflik Thailand-Kamboja,” http://internasional.kompas.com/read/2011/02/22/17270840/Penyelesaian.Konflik.Thailand-Kamboja, 15-04-2016, 02:34 WIB, Surakarta.
3 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, “Indonesia sebagai Ketua ASEAN,” https://situs.polkam.go.id/indonesia-sebagai-ketua-asean/, 15-04-2016, 02:45 WIB, Surakarta.
4 Ibid.
5 Suryanto, “Indonesia Prioritaskan Tiga Hal Saat Pimpin ASEAN,” http://www.antaranews.com/berita/241559/indonesia-prioritaskan-tiga-hal-saat-pimpin-asean, 15-04-2016, 03:34 WIB, Surakarta.
6 Karim, Silmy, Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2014, hlm. 29.
144
7 Ibid., hlm. 85.
8 Nabbs-Keller, Greta, “Growing Convergence, Greater Consequence: The Strategic Implications of Closer Indonesia-China Relations,” Security Challenges, Vol. 7, No. 3, hlm. 23-41, 2011 [pdf]. Diunduh di laman http://www.regionalsecurity.org.au/Resources/Documents/vol7no3Nabbs-Keller.pdf, 05-04-2016, 08:23 WIB, Surakarta.
9 Roy, Denny, “Southeast Asia and China: Balancing or Bandwagoning?”, Journal of International and Strategic Affairs, Vol. 27, No. 2, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2005, hlm. 305-322 [pdf]. Diunduh di laman https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiqivvcgYnMAhUUkY4KHVAHD10QFgggMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.ou.edu%2Fuschina%2Ftexts%2FRoy2005SEAsiaChina.pdf&usg=AFQjCNEiuOxEQHq-I8xGDk92AlKvGNiGLA, 05-04-2016, 10:24 WIB, Surakarta.
10 Sukma, Rizal, “Indonesia and the Emerging Sino-US Rivalry in Sutheast Asia,” London School of Economics and Political Science, hlm. 42-46, 2012 [pdf]. Diunduh di laman https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjZqZXw9ojMAhVKHZQKHRHhDRUQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.lse.ac.uk%2FIDEAS%2Fpublications%2Freports%2Fpdf%2FSR015%2FSR015-SEAsia-Sukma-.pdf&usg=AFQjCNHaidjKnroi4a7E3PdSi9eWJoXoQw, 05-04-2016, 09:32 WIB, Surakarta.
11 Prameswaran, Prashanth, “The Limits to Sino-Indonesian Relations”, China Brief Journal, Vol. 12, No. 8, hlm. 2-6, the Jamestown Foundation, 2012 [pdf]. Diunduh di laman http://www.jamestown.org/programs/chinabrief/single/?tx_ttnews%5Btt_news%5D=39256&cHash=54c840e36d4ad26e3a3162ead441e805#.VwwKXk997IW, 05-04-2016, 04:12 WIB, Surakarta.
12 Hamilton-Hart, Natasha, and Dave McRae, Indonesia: Balancing the United States and China, Aiming for Independence, the United States Studies Centre, the University of Sydney, Sydney, New Southwales, 2015, hlm. 8-9.
13 Ibid., hlm. xi.
14 Ibid., hlm. 28.
15 Sulistyo, Iwan, Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara, Tesis Universitas Gadjah Mada, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik, Yogyakarta, 2012.
16 Ibid., hlm. 68.
17 Luthfi, R. Mokhamad, “Implementasi Revolution in Military Affairs (RMA) dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia,” Tesis Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok, Juni 2012.
18 Ibid., hlm. 55.
19 Ibid., hlm. 68.
20 Yilmaz, Sait, “State, Power, and Hegemony”, International Journal of Business and Social Science, Vol. 1, No. 3, hlm. 3, Beykent University of Strategic Research Center (BUSRC), Turkey, 2010 [pdf]. Diunduh di laman https://ijbssnet.com/journals/Vol._1_No._3_December_2010/20.pdf, 20-04-2016, 09:30 WIB, Surakarta.
21 Organski, A.F.K. and Kugler, Jacek, “The War Ledger”, 1980, dan Kugler, Jacek and Lemke, Douglas (eds.), “Parity and War”, 1996, dimuat dalam Carlsnaes, Walter, Thomas Risse, Beth A. Simmons, Handbook of International Relations, SAGE Publications, London,
145
2004, diterjemahkan oleh Imam Baehaqie, Handbook Hubungan Internasional, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 731.
22 Yilmaz, Sait, op.cit., hlm. 4.
23 Yilmaz, Sait, op.cit., hlm. 5.
24 Betz, Joachim, and Ian Taylor, “The Rise of (New) Regional Powers in Asia, Africa, Latin America–Contribution to Regional and World Peace or Protracted Conflicts?”, hlm. 2, European Consortium for Political Research, Helsinki, 2007 [doc]. Diunduh di laman http://www.webarchive.org.uk/wayback/archive/20070202120000/http://www.essex.ac.uk/ECPR/events/jointsessions/helsinki/long_ws_outlines/ws9.doc, 20-04-2016, 12:11 WIB, Surakarta.
25 Beck, Martin, “The Concept of Regional Power: The Middle East as a Deviant Case?”, Conference Paper Regional Powers in Asia, Africa, Latin America, the Near and the Middle East, hlm. 2, German Institute of Global and Area Studies (GIGA), Hamburg, 2006 [pdf]. Diunduh di laman http://web.archive.org/web/20070628064247/http://www.giga-hamburg.de/content/forumregional/pdf/giga_conference_RegionalPowers_0612/giga_RegPowers0612_paper_beck.pdf, 20-04-2016, 13:10 WIB, Surakarta.
26 Roy, S.L., Diplomacy (edisi Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Herwanto dan Mirsawati), CV. Rajawali Press, Jakarta, 1991, hlm. 5.
27 Thucydide, “AFRI-2002, Volume III-The Defence Diplomacy, Main Component of the Preventive Diplomacy, Toward A New Symbiosis Between Diplomacy and Defence”, 1 Januari 2003, http://www.afri-ct.org/The-defence-diplomacy-main?lang=fr, dimuat dalam Hartono, Budi, Telaah Mengenai Diplomasi Pertahanan: Perkembangan dan Varian, hlm. 2 [pdf]. https://www.academia.edu/8260395/Telaah_Mengenai_Diplomasi_Pertahanan_Perkembangan_dan_Varian, 30-03-2016, 21:36 WIB, Surakarta.
28 Salim, Mayor Laut (P), “Peningkatan Kerjasama Pertahanan Indonesia di Kawasan Asia Tenggara Guna Mendukung Diplomasi Pertahanan dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Kawasan,” Kasubdit Kerjasama-Pusat Pengkajian Maritim, Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut, Jakarta, 2012, hlm. 2 [pdf], http://pusjianmar-seskoal.tnial.mil.id/Portals/0/Peningkatan%20Kerjasama%20Pertahanan%20Indonesia%20di%20Kawasan%20Asia%20Tenggara.pdf, 30-03-2016, 22:01 WIB, Surakarta.
29 Yasuhiro, Matsuda, “An Essay on China’s Military Diplomacy: Examination of Intentions in Foreign Strategy,” NIDS Security Reports, No. 7, The National Institute for Defense Studies (NIDS), Tokyo, Desember 2006, hlm. 3.
30 Singh, Bhubhindar, dan See Seng Tan, “Defence Diplomacy in Southeast Asia, From ‘Boots’ to ‘Brogues’: the Rise of Defence Diplomacy in Southeast Asia,” S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Singapore, 2011, dimuat dalam Simatupang, Goldy Evi Grace, Diplomasi Pertahanan ASEAN dalam Rangka Stabilitas Kawasan, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim, 2013 (online), lihat selengkapnya dalam http://www.fkpmaritim.org/diplomasi-pertahanan-asean-dalam-rangka-stabilitas-kawasan/, 30-03-2016, 22:23 WIB, Surakarta.
31 Koerner, Wolfgang, “Security Sector Reform: Defence Diplomacy,” Parliamentary Information and Research Service: Library of Parliament, 2006 & United Kingdom, Defence Diplomacy, Ministry of Defence Policy Paper No. 1, hlm. 2-3, dimuat dalam Hartono, Budi, hlm. 3.
32 Singh, Bhubhindar, loc.cit.
33 Morgenthau, Hans J., Politics among Nations: the Struggle for Power and Peace, McGraw-Hill Humanities, United States, 1948, hlm. 13.
146
34 Mas’oed, Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, PT. Pustaka LP3ES,
Jakarta, 1994, op.cit., hlm. 146.
35 Ibid., hlm. 18.
36 Roskin, Michael G., National Interest: From Abstraction to Strategy, Strategic Studies Institute, United States, 1994, hlm. 6.
37 Martin, L. L., “Institution and Cooperation: Sanctions during the Falkland Islands Conflict,” International Security, Vol. 14 No. 4 (Spring, 1992), pp. 174-175, dimuat dalam Mwagwabi, Lawrence, The Theory of Collective Security and Its Limitations in Explaining International Organization: A Critical Analysis, MA Diplomacy, hlm. 1 [pdf], https://www.academia.edu/760834/Theory_of_Collective_Security_and_Its_Limitations_in_Explaining_International_Organization_A_Critical_Analysis?auto=download, 15-04-2016, 07:11 WIB, Surakarta.
38 Mearscheimer, J. J., “The Promise of International Institutions”, International Security, Vol.
19, No. 3 (Winter 1994/1995), pp 26 -27, dimuat dalam Mwagwabi, Ibid..
39 Cohen, Richard, and Michael Mihalka, Cooperative Security: New Horizons for International Order, the Marshall Center Papers No. 3, George C. Marshall European Center for Security Studies, Germany, hlm. 14.
40 Roberts, A., and B. Kingsbury, “Introduction: The UN’s Role in International Society since 1945”, in A. Roberts and B. Kinsgsbury (eds.) United Nations, Divided World, (Oxford: Clarendon Press, 1993), p. 30, dimuat dalam Mwagwabi, Ibid., hlm. 2.
41 Johnson, H. C., and G. Niemeyer, “Collective Security: The Validity of an Ideal,” International Organization, Vol. 8 (1954), pp 19-20, dimuat dalam Mwagwabi, Ibid., hlm. 3.
42 Claude Jr., Inis L., “Collective Security as an Approach to Peace,” McGraw Hill Inc., New York, United States, 1984, hlm. 356 [pdf]. Diakses di laman https://blackboard.angelo.edu/bbcswebdav/institution/...3/Claude.pdf, 15-04-2016, 08:10 WIB, Surakarta.
43 Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, PT. Refika Aditama, Bandung, 2012, hlm. 30.
44 Ratna, Nyoman Kutha, Metodologi Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 23.
45 Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002, hlm. 36.
46 Portal Nasional Republik Indonesia, “Geografi Indonesia,” http://indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia, 06-03-2016, 22:07 WIB, Surakarta.
47 CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-Map,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 06-03-2016, 22:20 WIB, Surakarta.
48 CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-Geography,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 06-03-2016, 22:23 WIB, Surakarta.
49 Ibid.
50 Ibid.
51 JPNN, “Indonesia Miliki 1.128 Suku Bangsa,” http://www.jpnn.com/berita.detail-57455, 08-03-2016, 11:48 WIB, Surakarta.
52 CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-People & Society,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 08-03-2016, 12:27 WIB, Surakarta.
53 Ibid.
147
54 Indonesia Investments, “Penduduk Indonesia,” http://www.indonesia-
investments.com/id/budaya/demografi/item67, 08-03-2016, 12:13 WIB, Surakarta.
55 The World Bank, “Total Population,” http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL, 08-03-2016, 13:19 WIB, Surakarta.
56 Adzani, Fadli, “Geser China, India Akan Jadi Negara dengan Penduduk Terbanyak,” http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150730171519-113-69169/geser-china-india-akan-jadi-negara-dengan-penduduk-terbanyak/, 08-03-2016, 13:52 WIB, Surakarta.
57 Ibid.
58 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), “Jumlah Penduduk Miskin Indonesia 27,7 Juta Orang,” http://www.kemenkopmk.go.id/artikel/jumlah-penduduk-miskin-indonesia-277-juta-orang, 08-03-2016, 12:10 WIB, Surakarta.
59 Ibid.
60 Puspaningtyas, Lida, Satria Kartika Yudha, “Pengangguran Thailand Terendah di Dunia,” http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/15/02/04/nj8g33-pengangguran-thailand-terendah-di-dunia, 08-03-2016, 14:41 WIB, Surakarta.
61 Ibid.
62 CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-Government,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 08-03-2016, 20:25 WIB, Surakarta.
63 Portal Nasional Republik Indonesia, “Politik dan Pemerintahan,” http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/politik-dan-pemerintahan, 08-03-2016, 20:35 WIB, Surakarta.
64 Ibid.
65 CIA World Factbook: Indonesia-Government, loc.cit.
66 CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-Economy,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 08-03-2016, 22:54 WIB, Surakarta.
67 Indonesia Investments, “Ekonomi Indonesia,” http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/ekonomi/item177, 08-03-2016, 22:25 WIB, Surakarta.
68 CIA World Factbook: Indonesia-Economy, loc.cit.
69 CIA World Factbook: Indonesia-Economy, loc.cit.
70 CIA World Factbook: Indonesia-Economy, loc.cit.
71 CIA World Factbook: Indonesia-Economy, loc.cit.
72 BBC News, “China Country Profile,” http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-13017877, 09-03-2016, 18:12 WIB, Surakarta.
73 CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: China-Geography,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ch.html, 09-03-2016, 18:35 WIB, Surakarta.
74 KBRI Beijing, Republik Rakyat China, “China”, http://www.kemlu.go.id/beijing/id/Pages/China.aspx, 09-03-2016, 18:40 WIB, Surakarta.
75 Global Security, “China-Map,” http://www.globalsecurity.org/military/world/china/images/china_sm03.gif, 09-03-2016, 18:45 WIB, Surakarta.
76 CIA World Factbook, China-Geography, loc.cit.
148
77 BBC News, loc.cit.
78 CIA World Factbook: China-People and Society, loc.cit.
79 The World Bank, “China,” http://www.worldbank.org/en/country/china, 09-03-2016, 18:56 WIB, Surakarta.
80 CIA World Factbook: China-People and Society, loc.cit.
81 CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: China-Government,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ch.html, 09-03-2016, 19:24 WIB, Surakarta.
82 Ibid.
83 Ibid.
84 China Today, “China Government,” http://www.chinatoday.com/gov/a.htm, 09-03-2016, 20:38 WIB, Surakarta.
85 CIA World Factbook: China-Government, loc.cit.
86 CIA World Factbook: China-Government, loc.cit.
87 CIA World Factbook: China-Government, loc.cit.
88 Aljazeera, “Country Profile: China,” http://www.aljazeera.com/news/asia-pacific/2012/11/20121159853718909.html, 09-03-2016, 21:27 WIB, Surakarta.
89 The World Bank, “China-Overview,” http://www.worldbank.org/en/country/china/overview#2, 09-03-2016, 21:43 WIB, Surakarta.
90 CIA World Factbook: China-Economy, loc.cit.
91 Aljazeera, loc.cit.
92 Moskos, Charles C., et. al., Militer Pasca Perang Dingin: Militer Posmo Seri Kajian Sosiologi Militer, Prenada Media Group, Jakarta, 2010, xiii.
93 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 ayat 1.
94 Karim, Silmy, op. cit., hlm. 7-8.
95 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 ayat 2.
96 Global Firepower (GFP) adalah situs yang menyediakan tentang analisis kekuatan militer dari beberapa negara di dunia. Situs GFP memberikan informasi dari 100 negara dengan militer terkuat, dengan menggunakan beberapa faktor penilaian. Diantara faktor-faktor penilaian tersebut adalah jumlah penduduk, anggaran militer, utang luar negeri, jumlah alutsista, dan faktor lainnya. Lihat keterangan selengkapnya dalam http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp.
97 Global Firepower, “Countries Ranked by Military Strength (2016),” http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp, 10-03-2016, 19:04 WIB, Surakarta.
98 TNI-AD, “Sejarah,” http://www.tniad.mil.id/index.php/sample-page-2/sejarah/, 11-03-2016, 14:24 WIB, Surakarta.
99 TNI-AL, “Sejarah TNI Angkatan Laut,” http://www.tnial.mil.id/Aboutus/Sejarah/SejarahTNIAngkatanLaut.aspx, 11-03-2016, 14:27 WIB, Surakarta.
100 TNI-AU, “Sejarah TNI Angkatan Udara,” http://tni-au.mil.id/content/sejarah-tni-angkatan-udara, 11-03-2016, 14:28 WIB, Surakarta.
101 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 7 ayat 1.
149
102 The International Institute for Strategic Studies (IISS), The Military Balance 2014: The Annual
Assessment of Global Military Capabilities and Defence Economics, London, United Kingdom, 2014, hlm. 247. File tersedia dalam format PDF, dapat diunduh melalui http://www.libramar.net/news/the_military_balance_2014/2015-05-06-2362, 01-04-2016, 07:13 WIB, Surakarta.
103 “The Military Balance 2014”, Routledge, 5 Februari 2014, hlm. 247 dimuat dalam Karim, Silmy, op.cit., hlm. 13.
104 Ibid.
105 Ibid.
106 Ibid., hlm. 14.
107 Australian Government–Department of Defence, Defence Economic Trends in the Asia-Pacific, Defence Intelligence Organisation, No. 003, March 2015, hlm. 14. Defence Economic Trends analyses significant trends in defence funding in the Asia-Pacific region. It draws together official defence budgets and national economic data to illustrate trends over time. It also enables comparisons between individual countries or regions.
108 Kertiyasa, Martin Bagya, “Perbandingan Anggaran Pertahanan Negara ASEAN,” http://economy.okezone.com/read/2014/10/07/20/1048969/perbandingan-anggaran-pertahanan-negara-asean, 14-03-2016, 04:39 WIB, Surakarta.
109 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 98.
110 Ibid.
111 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 101.
112 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 111
113 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 107 & 110-113.
114 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 116.
115 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 119.
116 Ibid.
117 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 126.
118 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 130.
119 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 138.
120 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 140.
121 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 141.
122 Dahana merupakan salah satu kosakata dalam bahasa Sanskerta yang berarti “api”.
123 Hispano-Suiza adalah perusahaan asal Spanyol yang bergerak di bidang otomotif dan permesinan, yang didirikan pada 14 Juni 1904 oleh Damia Mateu Bisa dan Marc Birkigt. CEO perusahaan saat ini dipegang oleh Helene Moreau-Leroy. Lihat informasi selengkapnya di http://www.hispano-suiza-sa.com/company, 14-03-2016, 05:01 WIB, Surakarta.
124 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 142.
125 Karim, Silmy, op.cit., hlm. 145.
126 Nation Master, “Indonesia Military Stats,” http://www.nationmaster.com/country-info/profiles/Indonesia/Military/All-stats, 16-05-2016, 11:01 WIB, Surakarta.
127 Ibid.
150
128 GNFI, “World’s Best Special Force,”
http://www.goodnewsfromindonesia.org/2009/08/08/worlds-best-special-force, 16-05-2016, 11:17 WIB, Surakarta.
129 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, Republik Rakyat China Merangkap Mongolia, “Laporan Tahunan KBRI Beijing,” hlm. 70, dimuat dalam Utami, Sri Yuli, Implementasi Deklarasi Kemitraan Strategis 2005 dan Prospeknya terhadap Hubungan Indonesia-China dalam Bidang Militer, Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar, hlm. 56.
130 Deklarasi Bersama antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat China mengenai Kemitraan Strategis, Jakarta, 25 April 2005, hlm. 1. Naskah Deklarasi dapat dilihat di bagian Lampiran. Tersedia dalam format file PDF dan dapat diunduh melalui http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/download/1758, 29-03-2016, 23:13 WIB, Surakarta.
131 Tribun News, “RI dan Tiongkok Perkuat Kerjasama Bidang Pertahanan,” http://www.tribunnews.com/nasional/2014/07/24/ri-dan-tiongkok-perkuat-kerjasama-bidang-pertahanan, 18-05-2016, 07:01 WIB, Surakarta.
132 Xinhua, “Chinese Military Official Meets Indonesian Defense Minister,” http://news.xinhuanet.com/english/china/2014-09/21/c_127012896.htm, 18-05-2016, 07:13 WIB, Surakarta.
133 Kompas, “Indonesia Melirik Teknologi Militer China”, http://internasional.kompas.com/read/2009/05/09/13105690/indonesia.melirik.teknologi.militer.china, 30-03-2016, 00:53 WIB, Surakarta.
134 VOA Indonesia, “Indonesia dan TIongkok akan Produksi Misil Bersama,” http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-dan-tiongkok-akan-produksi-misil-bersma/1489895.html, 18-05-2016, 06:50 WIB, Surakarta.
135 Defense Update, “China, Indonesia Expand Military Cooperation,” http://defense-update.com/20120729_china-indonesia-military-cooperation.html, 18-05-2016, 07:56 WIB, Surakarta.
136 Hanggarini, Peni, “Interaksi China dengan ASEAN: Antara Kepentingan Nasional vs Identitas Bersama”, dimuat dalam Simatupang, Goldy Evi Grace, Kepentingan Indonesia dalam Kerjasama Maritim Indonesia-China, Jurnal Quarterdeck, Vol.6, No. 8, hlm. 14-15, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim (FKPM), Jakarta, 2013 [pdf]. Diunduh di laman http://www.fkpmaritim.org/wp-content/uploads/2013/03/Quarterdeck-Februari.pdf, 20-04-2016, 14:19 WIB, Surakarta.
137 Simatupang, Goldy Evi Grace, Ibid., hlm. 15.
138 Hayati, Sri, dan Ahmad Yani, Geografi Politik, PT Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 24.
139 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.
140 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.
141 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2010 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2010-2014.
142 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2010 Tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Pasal 3 ayat 2.
143 Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 43 [pdf]. Dapat diunduh di https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2015/12/04f92fd80ee3d01c8e5c5dc3f56b34e31.pdf.
144 Ibid., hlm. 44.
151
145 China Radio International, “Catatan Peristiwa Penting dalam Hubungan Bilateral China-
Indonesia”, http://indonesian.cri.cn/481/2009/09/30/1s102390.htm, 29-03-2016, 22:41 WIB, Surakarta.
146 Sukma, Rizal, The Rise of China: Response from Southeast Asia and Japan in Chapter 5-Indonesia’s Response to the Rise of China: Growing Comfort amid Uncertainties, the National Institute for Defense Studies (NIDS), Tokyo, Japan, 2009, hlm. 140 [pdf]. Selengkapnya lihat dalam http://www.nids.go.jp/english/publication/joint_research/series4/pdf/4-5.pdf, 29-03-2016, 22:52 WIB, Surakarta.
147 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Profil Negara dan Kerjasama: China”, http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/detail-kerjasama-bilateral.aspx?id=87, 29-03-2016, 23:01 WIB, Surakarta.
148 Sukma, Rizal, op.cit., hlm. 142.
149 Naskah Deklarasi dapat dilihat di bagian Lampiran. Tersedia dalam format file PDF dan dapat diunduh melalui http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/download/1758, 29-03-2016, 23:13 WIB, Surakarta.
150 Wawancara Khusus Wartawan China Radio International dengan Duta Besar Republik Rakyat China untuk Indonesia, Lan Lijun pada 1 Januari 2006, tentang Hubungan China-Indonesia tahun 2005, dimuat dalam Ministry of Foreign Affairs of the People’s Republic of China, “Hubungan China-Indonesia Tahun 2005”, http://www.fmprc.gov.cn/ce/ceindo/indo/xwdt/t232178.htm, 29-03-2016, 23:25 WIB, Surakarta.
151 Maszudi, Eddy, “Makna Kunjungan SBY ke China”, http://www.suaramerdeka.com/harian/0507/27/opi3.htm, 29-03-2016, 23:46 WIB, Surakarta. Eddy Maszudi adalah pengamat masalah politik internasional, Ketua Umum Centre Strategic for Development and International Relations (CSDIR).
152 Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 148.
153 Ibid.
154 Hamilton-Hart, Natasha, op. cit., hlm. 8.
155 Suryanto, “Indonesia Tidak Bentuk Pakta Pertahanan dengan China”, http://www.antaranews.com/berita/82933/indonesia-tidak-bentuk-pakta-pertahanan-dengan-china, 30-03-2016, 00:01 WIB, Surakarta.
156 Wawancara dengan J. Sudarsono, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara, Tesis Universitas Gadjah Mada, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Yogyakarta, 2012, hlm. 91.
157 East Asian Strategic Review 2007, hlm. 159, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, Ibid.
158 SIPRI Year Book 2007, Armament, Disarmament and International Security, CM Gruppen, Bromma, Swedia, 2007, hlm. 17. SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) merupakan lembaga internasional independen (think tank) yang didedikasikan untuk penelitian dalam isu konflik, kontrol persenjataan dan pelucutan senjata.
159 Kompas, “Indonesia Melirik Teknologi Militer China”, loc. cit.
160 Ibid., pernyataan ini dinyatakan langsung oleh Atase Pertahanan (Athan) Republik Indonesia-China, Kolonel Infantri Yayat Sudrajat, di Beijing, Sabtu, 9 Mei 2009.
161 Ibid.
152
162 Khoiriyah, Ruisa, “China Ingin Ikut Mendanai Industri Senjata Indonesia”,
http://www.krakatausteel.com/?page=viewnews&action=view&id=186, 30-03-2016, 01:12 WIB, Surakarta.
163 WIRA: Media Informasi Departemen Pertahanan, Vol. 18, No. 5, Januari-Februari 2007, Departemen Pertahanan Indonesia, hlm. 41, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, op. cit., hlm. 96.
164 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.
165 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan, Pasal 1 ayat 6.
166 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan, Pasal 3.
167 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan, Pasal 8 butir a-d.
168 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan, Pasal 28 ayat 1.
169 Karim, Silmy, op. cit., hlm. 152.
170 Kina (Karya Indonesia): Media Ekuitas Produk Indonesia, Edisi 2, 2012, Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Perindustrian, Jakarta, hlm. 58-59.
171 Ibid.
172 Ibid.
173 Ibid.
174 Ibid.
175 Okezone, “Enam Senjata Buatan Pindad Ini Bikin Indonesia Kian Ditakuti,” http://news.okezone.com/read/2016/03/11/337/1332954/enam-senjata-buatan-pindad-ini-bikin-indonesia-kian-ditakuti, http://news.okezone.com/read/2016/03/11/337/1332954/enam-senjata-buatan-pindad-ini-bikin-indonesia-kian-ditakuti?page=2, 01-04-2016, 10:30 WIB, Surakarta.
176 WIRA: Media Informasi Departemen Pertahanan, Vol. 22, No. 3, November-Desember 2009, hlm. 8, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, op. cit., hlm. 97.
177 Kompas, “Pagi Ini, Panser Pindad Masuk Dephan”, http://nasional.kompas.com/read/2009/07/07/0033349/Pagi.Ini..Panser.Pindad.Masuk.Dephan, 30-03-2016, 02:11 WIB, Surakarta.
178 Jakarta Globe, “Indonesia Seeks to Bolster Defense Industry”, 11 Desember 2009, http://thejakartaglobe.com/home/indonesia-seeks-to-bolster-defense-industry/346969, 30-03-2016, 02:32 WIB, Surakarta, dimuat dalam Sukma, Rizal, Asia Pacific Countries’ Security Outlook and Its Implications for the Defense Sector in Chapter 1-Indonesia’s Security Outlook, Defence Policy and Regional Cooperation, the National Institute for Defense Studies (NIDS), Tokyo, Japan, 2010, hlm. 18 [pdf]. Selengkapnya lihat dalam http://www.nids.go.jp/english/publication/joint_research/series5/pdf/5-1.pdf, 30-03-2016, 02:20 WIB, Surakarta.
179 Hadiwerdoyo, Cyrillus Harinowo, “The Rise of the Indonesian Strategic Industry”, http://www.thejakartapost.com/news/2009/12/28/the-rise-indonesian-strategic-industry.html, 30-03-2016, 02:25 WIB, Surakarta, dimuat dalam Sukma, Rizal, Ibid.
180 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama.
181 Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Tanggal 15 Agustus 2014, dalam rangka Hari Ulang Tahun
153
Republik Indonesia ke-69,” Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, 2014, hlm. IX-3 [pdf]. Selangkapnya lihat dalam http://bappenas.go.id/files/7114/1448/8937/Lampid_2014.pdf, 31-03-2016, 13:16 WIB, Surakarta.
182 Sjamsoeddin, Sjafrie, “Pemenuhan Kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum TNI (Minimum Essential Force), dalam Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Warta Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Edisi Khusus 2005, 2005, hlm. 7-10 & Wawancara dengan Andi Widjajanto, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, hlm. 87-88.
183 Haripin, Muhamad, “Mengelola Ekonomi Pertahanan Indonesia: Studi Awal tentang Anggaran Pertahanan dan Alat Utama Sistem Persenjataan”, Makalah Seminar di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 26 April 2011, dimuat dalam Karim, Silmy, op.cit., hlm. 377.
184 Lampiran dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama, hlm. 6.
185 Widjajanto, A., ‘Sambutan’ dalam Bakrie, C.R., Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. xxix, ditampilkan dalam bentuk tabel oleh penulis, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, hlm. 89.
186 Dari tabel yang ditampilkan, terdapat tiga komponen, yaitu komponen Utama, Cadangan, dan Pendukung. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 pada butir ke-5,menyatakan bahwa yang disebut dengan “Komponen Utama” adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan. Selanjutnya butir ke-6, menyatakan bahwa “Komponen Cadangan” adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama. Butir ke-7 menyatakan bahwa yang disebut “Komponen Pendukung” adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Sumber daya nasional adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan (Butir 8). Lebih lanjut mengenai Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, dalam Pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa Komponen Cadangan, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama. Pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa Komponen Pendukung, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.
187 Lihat Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Perencanaan Pertahanan Negara Tahun 2012 (Berita Negara RI Tahun 2011 Nomor 582), dimuat dalam Luthfi, R. Mokhamad, Implementasi Revolution in Military Affairs (RMA) dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia, Tesis Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok, Juni 2012, hlm. 75.
188 Lampiran Rencana Kerja Pertahanan Negara 2012, Berita Negara 585-2011 (diolah kembali oleh R. Mokhamad Luthfi), dimuat dalam Luthfi, R. Mokhamad, Ibid.
189 Jusuf, Widodo S., “Kemhan Miliki Rp150 Triliun untuk Persenjataan,” http://www.antaranews.com/berita/293033/kemhan-miliki-rp150-triliun-untuk-persenjataan, 31-03-2016, 14:14 WIB, Surakarta.
190 Ibid.
191 Wulansari, Eka Martiana, “Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan,” Jurnal Legislasi Indonesia,
154
Vol. 10 No. 03, Bagian Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Deputi Perundang-undangan, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta, September 2013, hlm. 303.
192 Ibid.
193 Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, hlm. 148.
194 Sihombing, Lisbet, “Peningkatan Kekuatan Militer China,” Jurnal Hubungan Internasional, Vol. IV, No. 05, hlm. 5, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR-RI, Jakarta, 2012.
195 Purwanto, Adi Joko, “Peningkatan Anggaran Militer Cina dan Implikasinya terhadap Keamanan di Asia Timur,” Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional, Vol. 07, No. 01, hlm. 4, Spektrum, 2010. Adi Joko Purwanto adalah lulusan S2 Ilmu Hubungan Internasional FISIP UGM Yogyakarta dan Staf Pengajar di Hubungan Internasional Universitas Wahid Hasyim.
196 Ibid.
197 Banlaoi, Rommel C., Southeast Asian Perspectives on the Rise of China: Regional Security after 9/11, National Defense College of the Philippines, Quezon City, 2003, hlm. 98 [pdf]. Diunduh di laman https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiR2LmSxcjLAhWSj44KHTSKBKgQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.comw.org%2Frma%2Ffulltext%2F0306banlaoi.pdf&usg=AFQjCNEmAWKdHFMWPOlRVLAWm6z4AQIGew&sig2=3FCHzxkHQ5X3QCTcbSVtjQ, 14-03-2016, 05:43 WIB, Surakarta.
198 Ibid.
199 Trading Economics, “China GDP,” http://www.tradingeconomics.com/china/gdp, 14-03-2016, 06:26 WIB, Surakarta.
200 Ibid.
201 Vanaga, Nora, “China’s Military Rise: The Lack of Transparency and Internal Political Uncertainty”, Strategic Review No. 08, National Defence Academy of Latvia, Center for Security and Strategic Research, Riga, 2014, hlm. 2 [pdf]. Diunduh di laman http://www.naa.mil.lv/~/media/NAA/AZPC/Publikacijas/SA-8-China.ashx, 14-03-2016, 05:24 WIB, Surakarta.
202 Ibid.
203 Bitzinger, R.A., “Modernizing China’s Military, 1997-2012: China Perspectives.” Special feature. No. 04/2011, pp.7-15, dimuat dalam Vanaga, Nora, loc.cit.
204 Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 3.
205 China’s National Defence, “White Paper on National Defense 2008 [pdf],” http://www.globalsecurity.org/military/world/china/doctrine.htm, 14-03-2016, 07:04 WIB, Surakarta.
206 Global Security, “China’s Defense Budget,” http://www.globalsecurity.org/military/world/china/budget.htm, 14-03-2016, 08:15 WIB, Surakarta.
207 Bitzinger, R.A., “Modernizing China’s Military, 1997-2012. China Perspectives.” Special feature. No. 04/2011, pp. 9, dimuat dalam Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
208 Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
209 Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengeluarkan laporan tahunan secara berkala yang berisi tentang data militer China, dan informasi lainnya terkait kekuatan militer China. Lihat keterangan selengkapnya dalam
155
http://www.globalsecurity.org/military/library/report/2014/2014-prc-military-security.pdf, 14-03-2016, 10:30 WIB, Surakarta.
210 Goldstein, L., Murray W., “Undersea Dragons: China’s Maturing Submarine Force.” International Security. Vol. 28, No. 4, pp. 161-196, dimuat dalam Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
211 Bitzinger, R.A., “Modernizing China’s Military, 1997-2012. China Perspectives.” Special feature. No. 04/2011, pp. 10-13, dalam Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
212 Dreyer J.T., “China’s Power and Will: The PRC’s Military Strength and Grand Strategy,” Foreign Policy Research Institute, pp. 653, dimuat dalam Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
213 China Daily, “Hu Jintao’s Report at 17th Party Congress,” http://www.chinadaily.com.cn/china/2007-10/25/content_6225092_9.htm, 14-03-2016, 14:03 WIB, Surakarta.
214 China Today, “China Military and Armed Force (People’s Liberation Army, PLA),” http://www.chinatoday.com/arm/china-military.htm, 06-04-2016, 08:11 WIB, Surakarta.
215 Global Security, “Military Personnel,” http://www.globalsecurity.org/military/world/china/pla-personnel.htm & The International Institute for Strategic Studies (IISS), The Military Balance 2014: The Annual Assessment of Global Military Capabilities and Defence Economics, London, United Kingdom, 2014, hlm. 247 [pdf], diunduh di laman http://www.libramar.net/news/the_military_balance_2014/2015-06-04-2016, 09:02 WIB, Surakarta. (Data diolah oleh penulis).
216 Sistem Tempur Aegis (Aegis Combat System) adalah sistem persenjataan terpadu yang digunakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat. Dikembangkan oleh perusahaan elektronik Amerika Serikat, Radio Corporation of America (RCA) pada Divisi Radar dan Rudal. Sekarang ini, Aegis diproduksi oleh Lockheed Martin, perusahaan global asal Amerika Serikat berbasis teknologi canggih yang bergerak di bidang industri dirgantara, pertahanan, dan keamanan. Sistem Tempur Aegis merupakan sistem pertahanan yang sangat canggih dan mumpuni yang ada saat ini. Penggunaannya menggunakan teknologi komputer dan radar untuk melacak dan mengendalikan senjata dengan tujuan menghancurkan musuh.
217 Sontani, Roni, et. al., Majalah Angkasa: Lomba Senjata di Asia Pasifik, Kompas Gramedia, Jakarta, 2014, hlm. 14.
218 Ibid.
219 Sontani, Roni, loc.cit., hlm. 7.
220 Sumakul, Willy F., “China dan Amerika Serikat di Asia Pasifik: Not A Zero Sum Game? (Bagian 2)”, Quarterdeck, Vol. 5, No. 10, hlm. 10-13, 2012 [pdf]. Diunduh di laman http://www.fkpmaritim.org/wp-content/uploads/2012/08/QUARTERDECK-EDISI-APRIL.pdf, 06-04-2016, 07:13 WIB, Surakarta.
221 Purwanto, Adi Joko, op.cit., hlm. 7-8.
222 Hendrajit Adalah Direktur Eksekutif Global Future Institute dan Pakar Politik Internasional. Global Future Institute yang disebut juga sebagai GFI didirikan pada tanggal 11 Oktober 2007. GFI diprakarsai oleh lima orang pendirinya, yaitu Hendrajit, Harri Samputra Agus, Adriyanto, Joko Wiyono, dan Hamzah Fansyuri. Ide pembentukan GFI adalah karena kepedulian untuk memainkan peran politik luar negeri Indonesia di tengah meningkatnya persaingan berskala global di antara kekuatan dunia seperti Amerika Serikat, Republik Rakyat China, Uni Eropa dan Rusia. Selengkapnya lihat dalam http://www.theglobal-review.com/aboutgfi.php?lang=en&id=1, 15-03-2016, 05:54 WIB, Surakarta.
156
223 Smith, R.P., “Models of Military Expenditure,” Journal of Applied Econometrics, Vol. 4,
No.4, John Wiley & Sons, 1989, dimuat dalam Adi Joko Purwanto, op.cit., hlm. 9.
224 Purwanto, Adi Joko, op.cit., hlm. 9.
225 Purwanto, Adi Joko, op.cit., hlm. 10.
226 Simatupang, Goldy Evi Grace, op.cit., hlm. 14.
227 Tjandra, B. Wisnu, “Strategi Pertahanan Alur Laut Kepulauan Indonesia I-Selat Sunda”, Jurnal Universitas Pertahanan, dimuat dalam Simatupang, Goldy Evi Grace, Ibid., hlm. 15.
228 Mangindaan, Robert, “Kepentingan Nasional Indonesia dalam ASEAN Maritime Forum”, dimuat dalam Simatupang, Goldy, Ibid., hlm. 15.
229 The International Institute for Strategic Studies (IISS), The Military Balance 2014: The Annual Assessment of Global Military Capabilities and Defence Economics, London, United Kingdom, 2014, hlm. 247. File tersedia dalam format PDF, dapat diunduh melalui http://www.libramar.net/news/the_military_balance_2014/2015-05-06-2362, 01-04-2016, 07:13 WIB, Surakarta. Data diolah oleh penulis dari The Military Balance 2014.
230 Data diolah oleh penulis dari The Military Balance 2014. Keterangan: MBT (Main Battle Tank), LT (Light Tank), AIFV (Armored Infantry Fighting Vehicle), APC (Armored Personnel Carrier), Recce (Reconnaissance) dan ACV (Air Cushion Vehicle). ACV = AIFV+APC+Recce. Keterangan dikutip dari Sulistyo, Iwan, op.cit., hlm. 111.
231 Data diolah oleh penulis dari The Military Balance 2014.
232 Data dioleh oleh penulis dari The Military Balance 2014. Total berarti jumlah yang capable.
233 Leopard 2A4 dipersenjatai dengan senapan smoothbore 120 mm yang telah dikembangkan oleh pabrik Rheinmetall (joint venture with Krauss-Maffei Wegmann). Jenis MBT ini dapat menembakkan dua jenis amunisi, yaitu APFSDS-T dan HEAT-MP-T. APFSDS-T dan HEAT-MP-T. APFSDS-T memiliki jangkauan tembakan hingga 2.000 m, sementara HEAT-MP-T memiliki jangkauan tembakan yang lebih efektif terhadap soft and hard targets.
234 Army Recognition, “Indonesia Takes Delivery of First Leopard 2A4 Tanks and Marder Armoured Vehicles from Germany,” http://www.armyrecognition.com/september_2013_defense_industry_military_news_uk/indonesia_takes_delivery_first_leopard_2a4_tanks_and_marder_armoured_vehicles_from_germany_2509133.html, 17-05-1016, 23:42 WIB, Surakarta.
235 Jakarta Greater, “Cepat atau Lambat TNI Akan Menjadi Macan Asia,” http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=13677&type=115#.Vuk7a1V97IW, 18-05-2016, 01:17 WIB, Surakarta.
236 Jakarta Greater, “Menhan: TNI Cocok dengan Rudal China,” http://jakartagreater.com/menhan-tni-pas-dan-cocok-dengan-rudal-china/, 18-05-2016, 01:48 WIB, Surakarta.
237 Ibid.
238 Data diolah dari World Bank, dimuat dalam Kertiyasa, Martin Bagya, “Perbandingan Anggaran Pertahanan Negara ASEAN,” http://economy.okezone.com/read/2014/10/07/20/1048969/perbandingan-anggaran-pertahanan-negara-asean, 15-04-2016, 04:39 WIB, Surakarta.
239 Ghosh, Arijit, “BRIC Should Include Indonesia, Morgan Stanley Says”, http://www.bloomberg.com/apps/news%3Fpid%3Demail_en%26sid%3Da31Sp.fWxG1A, 26-04-2016, 04:34 WIB, Surakarta.
157
240 Vaughn, Bruce, “Indonesia: Domestic Politics, Strategic Dynamics, and U.S. Interests”,
Congressional Research Service, 2011, dimuat dalam Simatupang, Goldy Evi Grace, Kepentingan Indonesia dalam Kerjasama Maritim Indonesia-China.
241 Indo Defense, “Indonesia Menyadari Pentingnya Selat Malaka”, http://indo-defense.blogspot.co.id/2012/06/indonesia-menyadari-pentingnya-selat.html, 26-04-2016, 05:06 WIB, Surakarta.
242 Ibid.
243 Dahlan, Ahmad, “Kepemimpinan Indonesia di ASEAN”, http://www.suaramerdeka.com/harian/0710/24/opi04.htm, 20-04-2016, 06:15 WIB, Surakarta. Ahmad Dahlan adalah alumnus Saitama University, Jepang, dan kini bekerja di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
244 Ibid.
245 Shekhar, Vibhanshu, “Indonesia’s Military Modernisation”, Indian Council of World Affairs (ICWA), New Delhi, 2013, hlm. 2-3. Dr. Vibhanshu Shekhar adalah peneliti di Indian Council of World Affairs, New Delhi.
246 Wawancara dengan J. Sudarsono, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara, Tesis Universitas Gadjah Mada, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Yogyakarta, 2012, hlm. 91.
247 Margono, Among, “Kebijakan Modernisasi Alutsista TNI Dihadapkan pada Tuntutan Tugas”, Jurnal Yudhagama, Vol. 32, No. 1, hlm. 14, Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Jakarta, 2012.
248 Santoso, Puguh, “Strategi Modernisasi Alutsista TNI dalam Mewujudkan Pertahanan Negara yang Tangguh”, Jurnal Yudhagama, Vol. 32, No. 1, hlm. 6-7, Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Jakarta, 2012.
249 Iskandar, Nanda, “Strategi Modernisasi Militer Indonesia dalam Penyeimbangan Kekuatan Militer dengan Negara-negara di Asia Tenggara Tahun 2008-2014”, Jurnal FISIP UNRI, Vol. 1, No. 2, hlm. 6, Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Pekanbaru, 2014.
Top Related