Anatomi
Tulang belakang tersusun atas ruas-ruas tulang yang dihubungkan menjadi satu
kesatuan melalui persendian, mulai dari daerah leher sampai tulang ekor. Ruas tulang yang di
atas dihubungkan dengan ruas di bawahnya oleh sebuah bantalan yang disebut diskus
intervertebralis (Gambar 1).
Gambar 1. Bantalan dan ruas tulang belakang.
Tepat di belakang ruas dan bantalan tulang belakang terdapat sebuah rongga (saluran)
yang memanjang dari dasar tengkorak ke arah bawah menuju tulang ekor. Rongga ini berisi
saraf (sumsum) tulang belakang yang merupakan perpanjangan dari otak yang berada di
dalam tengkorak (Gambar 2).
Gambar 2. Rongga tulang belakang berisi saraf.
Di dalam bantalan ruas tulang belakang (diskus intervertebralis) tersebut terdapat
suatu bahan pengisi seperti jeli kenyal yang disebut nukleus pulposus. Bantalan tersebut
berfungsi seperti “shock breaker” (peredam getaran) dan memungkinkan tulang belakang
dapat bergerak lentur.
Jika nukleus pulposus tersebut keluar dari dalam bantalan melalui dinding bantalan
yang lemah, maka nukleus pulposus masuk ke dalam rongga ruas tulang belakang; keadaan
inilah yang disebut hernia nukleus pulposus (HNP). Tergantung besar kecilnya, HNP dapat
menyebabkan penekanan pada saraf tulang belakang dan saraf tepi (Gambar 3).
Gambar 3. HNP dapat menekan saraf tulang belakang.
Penyebab
HNP terjadi akibat keluarnya nukleus pulposus dari dalam bantalan tulang belakang.
HNP sering terjadi pada usia 30-50 tahun, meskipun juga banyak dialami oleh para orang tua.
Ada tiga faktor yang membuat seseorang dapat mengalami HNP, yaitu (1) gaya hidup,
seperti merokok, jarang atau tidak pernah berolah raga dan berat badan yang berlebihan, (2)
pertambahan usia, dan (3) memiliki kebiasaan duduk atau berdiri yang salah, yaitu
membungkuk dan tidak tegak.
Ketiga faktor tersebut, apabila ditambah dengan cara mengangkat benda yang keliru,
yaitu cara mengangkat benda di mana punggung membungkuk ke depan meningkatkan resiko
seseorang mengalami HNP, karena tekanan yang diterima oleh bantalan tulang belakang akan
meningkat beberapa kali tekanan normal.
Cara mengangkat yang benar adalah dengan jalan menekuk lutut ke arah depan,
sementara punggung tetap dipertahankan dalam posisi tegak, tidak membungkuk. Para
pekerja kasar atau yang banyak menggunakan otot-otot punggung untuk bekerja memiliki
resiko yang lebih besar mengalami HNP.
Gejala Klinis
Gejala klinis HNP berbeda-beda tergantung lokasinya. HNP di daerah leher lazim
menimbulkan gejala berupa nyeri saat leher digerakkan, nyeri leher di dekat telinga atau di
sekitar tulang belikat, dan nyeri yang menjalar ke arah bahu, lengan atas, lengan bawah dan
jari-jari. Selain nyeri, juga dapat ditemukan rasa kesemutan dan tebal di daerah yang kurang
lebih sama dengan rasa nyeri tersebut.
Di daerah punggung bawah, gejala klinis HNP menyerupai HNP leher. Rasa nyeri
terasa di daerah pinggang, pantat dan menjalar ke arah paha, betis dan kaki. Seringkali juga
terasa sensasi kesemutan dan tebal pada salah satu atau kedua tungkai bawah.
Gejala-gejala HNP tersebut lazim timbul perlahan-lahan dan semakin terasa hebat jika
duduk atau berdiri dalam waktu lama, pada waktu malam hari, setelah berjalan beberapa saat,
pada saat batuk atau bersin, serta ketika punggung dibungkukkan ke arah depan. Gejala klinis
pada setiap pasien berbeda-beda tergantung pada lokasi dan derajadnya.
HNP pada punggung bawah di daerah yang disebut L1-L2 dan L2-L3 menyebabkan
nyeri dan rasa tebal pada sisi depan-samping luar paha. Juga dapat terjadi kelemahan otot-
otot untuk menggerakkan sendi paha ke arah perut. HNP di daerah ini jarang terjadi
dibanding daerah punggung bawah yang lain.
HNP di daerah L3-L4 menimbulkan nyeri di daerah pantat, sisi samping luar paha
dan sisi depan betis. Rasa tebal atau kesemutan dapat dirasakan pada sisi depan betis.
Di daerah L4-L5, HNP menyebabkan nyeri di daerah pantat, sisi belakang paha, sisi
depan-samping luar betis dan punggung kaki. Rasa kesemuatan terasa di daerah depan-
samping luar betis sampai ke daerah punggung kaki. Sementara HNP L5-S1 mengakibatkan
nyeri di daeran pantat, sisi belakang paha dan betis sampai ke tumit serta telapak kaki. Rasa
tebal dan kesemutan terasa di daerah betis sampai telapak kaki. HNP di kedua daerah ini
(yaitu, L4-L5 dan L5-S1) paling sering terjadi.
Pada kasus yang ektrem, HNP di daerah punggung bawah dapat menyebabkan
penekanan sekelompok serabut saraf yang disebut “kauda equina” (bahasa latin yang berarti
“ekor kuda”). HNP ini disebut sebagai “sindrom kauda equina” dengan gejala-gejala nyeri,
kesemuatan, rasa tebal, serta kelemahan atau kelumpuhan kedua tungkai. Gejala-gejala
tersebut juga disertai ketidak-mampuan menahan kencing (mengompol) dan buang air besar.
Sindrom ini merupakan suatu keadaan yang serius dan gawat, serta membutuhkan tindakan
pembedahan secepatnya.
Diagnosis
Selain berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita, cara terbaik untuk
mengetahui ada tidaknya HNP adalah dengan melakukan pemeriksaan MRI (Gambar 4).
Selain itu, untuk memastikan bahwa HNP yang ditemukan pada MRI memang menjadi
penyebab keluhan penderita, perlu dilakukan pemeriksaan EMG (pemeriksaan fungsi
hantaran saraf).
Perlu diketahui bahwa HNP tidak terlihat pada foto rontgen biasa. Pada pasien HNP,
foto rontgen dilakukan bukan untuk menentukan ada tidaknya HNP, tetapi untuk
mengesampingkan kelainan-kelainan lain (selain HNP) yang dapat mengakibatkan nyeri
punggung.
Gambar 4. Hasil MRI pada HNP leher (a), HNP punggung atas (b) dan HNP punggung
bawah (c).
Pengobatan
Sebagian besar HNP dapat diobati dengan pengobatan tanpa operasi, terutama jika
ditemukan secara dini. Kasus yang telah lama dan berat biasanya memerlukan tindakan
operasi.
Pengobatan non-bedah meliputi istirahat berbaring jika nyeri benar-benar berat.
Istirahat sebaiknya tidak lebih dari 2 hari karena jika lebih lama akan memperlemah otot-otot
punggung. Selain istirahat, nyeri dapat dikurangi dengan obat-obat antinyeri.
Fisioterapi sangat bermanfaat, khususnya pada keadaan nyeri akut (mulai timbul atau
bertambah berat secara mendadak). Fisioterapi dapat berupa diatermi untuk membuat otot
punggung rileks dan TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation) untuk mengurangi
nyeri.
Senam punggung untuk memperkuat otot punggung (lihat artikel Nyeri Punggung
(Bagian I) Gambar 5 dalam “bGKMI” edisi sebelumnya) sangat bermanfaat mengurangi
nyeri. Traksi (tarikan punggung dengan beban) tidak dianjurkan untuk HNP.
Para ahli sepakat bahwa waktu yang diperlukan untuk menilai apakah pengobatan
non-bedah berhasil atau tidak adalah 3-6 minggu. Jika tidak berhasil, maka pembedahan perlu
dilakukan untuk menyembuhkan HNP.
Jadi operasi perlu dilakukan jika telah dilakukan pengobatan non-bedah selama paling
lama 6 minggu dan tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Pembedahan juga perlu
dilakukan pada HNP yang sudah terjadi bertahun-tahun, apalagi bila telah terjadi kelemahan
pada otot-otot anggota gerak agar tidak terjadi kelumpuhan yang lebih berat.
Operasi pada HNP dilakukan untuk mengambil bantalan ruas tulang belakang yang
menonjol sehingga menghilangkan penekanan dan jepitan pada saraf tulang belakang
(Gambar 5). Hasil operasi yang dilakukan secara dini lebih baik dibanding operasi yang
dilakukan terlambat, terutama apabila telah terjadi gangguan saraf yang berat, seperti
kelemahan dan kelumpuhan anggota gerak.
Gambar 5. Operasi pengambilan HNP.
Pencegahan
Pencegahan terjadinya HNP dapat dilakukan dengan menghilangkan faktor-faktor
resiko seperti telah dijelaskan pada bagian “Penyebab” di atas. Selain itu, upaya-upaya untuk
memiliki “punggung sehat”, sebagaimana diungkapkan dalam artikel Nyeri Punggung
(Bagian I) pada “bGKMI” edisi bulan lalu, perlu dicermati dan dipraktikkan.