ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI
DALAM PENENTUAN ARAH KIBLAT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
dalam Ilmu Pendidikan Matematika
Oleh :
Susheri
083511028
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Susheri
NIM : 083511028
Jurusan/Program Studi : Tadris Matematika
menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya
saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 28 Mei 2012
Saya yang menyatakan,
Susheri
NIM: 083511028
iii
PENGESAHAN
Naskah skripsi dengan:
Judul : Analisis Rumus Trigonometri dalam Penentuan Arah Kiblat
Nama : Susheri
NIM : 083511028
Jurusan : Tadris Matematika
Telah diujikan dalam sidang munaqosah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana dalam Ilmu Pendidikan Matematika.
Semarang, 27 Juni 2012
DEWAN PENGUJI
iv
v
vi
ABSTRAK
Judul : Analisis Rumus trigonometri dalam penentuan arah kiblat
Penulis : Susheri
NIM : 083511028
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui rumus-rumus trigonometri
yang dipakai dalam teori penentuan arah kiblat dan mengetahui penerapan rumus-
rumus trigonometri dalam teori penentuan arah kiblat. Adapun rumusan
masalahnya; pertama, rumus apa sajakah yang digunakan dalam teori penentuan
arah kiblat. Kedua, bagaimanakah aplikasi/penerapan rumus trigonometri dalam
teori penentuan arah kiblat.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian
ini menelaah konsep trigonometri dalam aplikasinya pada teori penentuan arah
kiblat, yaitu teori trigonometri bola (Spherical Trygonometri), geodesi dan
navigasi. Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi dengan melakukan penelusuran dan penelaahan dengan cara
membaca buku-buku yang terkait dengan penelitian ini. Adapun dalam teknik
analisis menggunakan logika induksi untuk memperoleh kesimpulan yang dapat
menjawab permasalahan dalam permasalahan ini.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan; pertama, Teori penentuan arah
kiblat sampai saat ini yang sudah diketahui ada tiga, yaitu trigonometri bola
(Spherical Trigonometry), geodesi dan navigasi. Dalam teori trigonometri bola
(Spherical Trigonometry), aturan trigonometri yang dipakai adalah aturan
trigonometri pada bidang lengkung. Lebih tepatnya bidang bola, karena teori yang
digunakan adalah teori trigonometri bola. Sehingga rumus trigonometri yang ada
juga bervariasi, mulai dari aturan sinus, cosinus, rumus tangen, secan, cosecan dan
cotangen. Meskipun demikian, dalam praktik perhitungannya rumus yang
digunakan tidaklah semua, tetapi lebih menyesuaikan kebutuhan. Sedangkan pada
teori geodesi aturan trigonometri yang diterapkan lebih pada bidang lengkung,
namun cenderung mendekati bentuk bola yang sebenarnya, yaitu elips. Rumus
trigonometri yang digunakan dalam penentuan arah kiblat juga hampir sama, yaitu
rumus sinus, cosinus, tangen, secan, cosecan dan cotangen. Namun, dalam
perhitungannya rumus yang dipakai juga tidak semuanya, menyesuaikan. Berbeda
dengan teori navigasi, dalam teori ini aturan yang dipakai adalah aturan
trigonometri pada bidang datar. Sebab, acuannya memang berdasar peta bidang
datar. Meskipun demikian, rumus yang diterapkan dalam perhitungan arah kiblat
juga tak jauh beda, yakni tetap memuat rumus sinus, cosinus dan tangen.
Kedua, adapun aplikasi/penerapan rumus-rumus trigonometri tersebut,
baik dalam teori trigonometri bola (Spherical Trigonometry), geodesi dan navigasi
tidak terlepas dari alat bantu dalam perhitungan arah kiblat. Pada teori
trigonometri bola (Spherical Trigonometry), supaya mempermudah
perhitungan/penentuan arah kiblat maka bisa menggunakan alat bantu kalkulator.
Sedangkan dalam teori geodesi, dalam penentuan/perhitungan arah kiblat bisa
menggunakan metode vincenty. Adapun dalam teori navigasi, aplikasinya lebih
mengacu pada konsep peta bidang datar.
vii
Adapun saran dari penelitian ini bahwa pada dasarnya, kajian konsep
trigonometri terutama dalam aplikasinya pada ilmu falak tidak hanya terbatas
penentuan arah kiblat saja. Melainkan ada yang lainnya, seperti penentuan awal
tahun bulan komariyah, awal waktu sholat, dan kalender hijriyah. Oleh sebab itu,
hendaknya penelitian ini memotivasi untuk mengkaji lagi konsep trigonometri
tersebut. Penelitian seperti yang penulis lakukan ini masih jarang dijumpai pada
rak buku koleksi jurusan tadris matematika. Oleh karena itulah, harapannya
penelitian ini menjadi pelengkap koleksi buku jurusan tadris matematika. Di
samping demikian, tentunya penelitian ini juga diharapkan menjadi inspirasi
untuk menelaah konsep-konsep matematika lainnya.
Kata kunci: trigonometri, arah kiblat, geodesi, navigasi
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Rabb
al-Izzati, Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua
hamba-Nya. Terlebih kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
tulis ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
saw, Nabi akhir zaman dan pembawa rahmat bagi makhluk seluruh alam.
Tidak ada kata yang pantas penulis ungkapkan kepada pihak-pihak yang
membantu proses pembuatan skripsi ini, kecuali terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Dr. Suja’i, M.Ag.
2. Dosen pembimbing Minhayati Saleh M.Si, dan Dr. Hj. Sukasih, M.Pd, yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penulisan skripsi.
3. Kajur Prodi Matematika, Bpk. Saminanto,M.Si yang selalu memberikan
motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
4. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah yang telah membekali banyak pengetahuan
kepada penulis dalam menempuh studi di Fakultas Tarbiyah.
5. Kedua orang tua (Bpk Kasmun, Alm dan ibu Sutini) dan saudara-saudaraku
(Mukhlisin dan Ahmad Ulil) yang tidak henti-hentinya memberikan dorongan
baik moril maupun materiil dan tidak pernah bosan mendoakan penulis dalam
menempuh studi dan mewujudkan cita-cita.
6. Keluarga besar bapak Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag, yang selalu mendidik
dan mengajar penulis dengan penuh kesabaran.
7. Keluarga bapak h. Ciptono hadi dan keluarga besar RT 10 RW 14 Perumnas
Beringin Lestari yang telah banyak memberikan pelajaran kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat sejati seperjuangan (Mas Munif, S. H.I, Lutfi Adnan MZ dan
Agus Sopar) yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
9. Seluruh teman-teman satu angkatan yang selalu memberikan semangat.
10. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah
membantu, baik moral maupun materi dalam penyusunan skripsi ini.
ix
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi materi, metodologi dan analisisnya. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah penulis berharap, semoga apa yang
tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para
pembaca pada umumnya. Amin.
Semarang, 28 Mei 2012
Penulis
Susheri
Nim: 083511028
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. ii
PENGESAHAN .................................................................................................. iii
NOTA PEMBIMBING I ................................................................................... iv
NOTA PEMBIMBING II .................................................................................. v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 3
D. Kajian Pustaka .............................................................................. 4
E. Metode Penelitian .......................................................................... 6
BAB II : TRIGONOMETRI DAN TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT
A. Trigonometri . ................................................................................ 9
1. Pengertian Trigonometri ........................................................... 9
2. Sejarah Trigometri .................................................................... 10
3. Konsep Dasar Trigonometri ...................................................... 14
B. Rumus-rumus Trigonometri . ....................................................... 19
1. Rumus Trigonometri untuk Jumlah dan Selisih Dua Sudut...... 25
2. Rumus Trigonometri Sudut Rangkap dan Tengahan ................ 28
3. Rumus Perkalian Sinus dan Cosinus......................................... 30
4. Rumus Penjumlahan dan Pengurangan Sinus dan Cosinus ...... 31
C. Aturan Sinus dan Cosinus .............................................................. 31
1. Aturan Sinus.............................................................................. 31
2. Aturan Cosinus.......................................................................... 32
xi
D. Teori Penentuan Arah Kiblat ......................................................... 33
1. Teori Trigonometri Bola (Spherical Trigonometry) ................. 33
2. Teori Geodesi ............................................................................ 34
3. Teori Navigasi ........................................................................... 37
BAB III : PENERAPAN RUMUS TRIGONOMETRI DALAM TEORI
PENENTUAN ARAH KIBLAT
A. Pengertian Arah kiblat ................................................................... 39
B. Metode Penentuan Arah Kiblat ..................................................... 42
C. Rumus Trigonometri dalam Perhitungan Arah Kiblat .................. 53
D. Istilah-Istilah dalam Ilmu Falak ..................................................... 65
BAB IV : ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM
PENERAPANNYA PADA TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT
A. Analisis Rumus Trigonometri dalam Penerapannya pada Teori
Trigonometri Bola (Spherical Trigonometri) ............................... 67
B. Analisis Rumus Trigonometri Dalam Penerapannya Pada Teori
Geodesi ......................................................................................... 76
C. Analisis Rumus Trigonometri Dalam Penerapannya Pada Teori
Navigasi ......................................................................................... 82
BAB V : PENUTUP
A. Simpulan ....................................................................................... 84
B. Saran ............................................................................................. 85
C. Penutup ......................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aplikasi ilmu matematika pada dasarnya sangatlah luas cakupannya.
Hampir di setiap disiplin ilmu pengetahuan menggunakan aplikasi ilmu
matematika. Dalam ilmu matematika sendiri juga banyak terdapat konsep dan
teori yang sangat membantu dan berguna dalam kehidupan umat manusia.
Sebagai contoh ialah konsep/rumus trigonometri yang sangat membantu dalam
teori penentuan arah kiblat.
Konsep trigonometri dalam sejarah perkembangan sains Islam sangat
berperan sekali pada aplikasi ilmu falak. Hal ini dapat diketahui dengan
banyaknya ilmuwan muslim yang turut mengembangkan ilmu falak, seperti Al-
Khawarizmi (305 H/917 M) dengan magnum opusnya dalam kitab al-
Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Selain Al-Khawarizmi, tokoh
Islam yang ikut membangun ilmu falak juga banyak sekali, diantaranya ialah,
Abu Ma’syar al-Falaky (wafat 272 H/885 M) dengan karyanya yang berjudul
Isbatul Ulum dan Haiatul Falak, Jabir Batany (wafat 319 H/931 M) dengan
karyanya Kitabu Ma’rifati Mathli’il Buruj Baina Arbail Falak, Abu Raihan al-
Biruni (wafat 363 H-440 H/973 M-1048 M) dengan karyanya al-Qonun al-
Mas’udi.1
Tokoh ilmwuan muslim yang berkontribusi dalam ilmu trigonometri ialah
Abul Wafa Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Yahya Ibnu Ismail al Buzjani
yang lahir pada tahun 940 M. Abul Wafa Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu
Yahya Ibnu Ismail al Buzjani dikenal sebagai peletak dasar dari rumus-rumus
trigonometri2. Generasi berikutnya ialah ahli matematika bernama Abu Nasr
Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau akrab disapa Abu Nasr Mansur (960 M –
1Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007 ), hlm. 7 2Republika.co.id, “Al Buzjani, Peletak Dasar Rumus Trigonometri” dalam
http://rumahislam.com/tokoh/3-ilmuwan-muslim/2-al-buzjani.html, diakses 28 September 2011.
2
1036M). Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau akrab disapa Abu Nasr
Mansur dikenal sebagai penemu hukum sinus3.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu matematika, rumus-rumus
trigonometri yang biasanya dipakai dalam ilmu matematika diantaranya ialah;
rumus trigonometri jumlah dan selisih dua sudut, rumus trigonometri sudut
rangkap dan sudut tengahan, rumus perkalian sinus dan kosinus, rumus
penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus, hukum/aturan sinus dan
hukum/aturan kosinus4
Rumus-rumus trigonometri tersebut pada dasarnya memang terlihat
sederhana, karena kebanyakan dipakai/telah dipelajari dalam jenjang
pendidikan seperti Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan Sekolah
Menengah Atas (SMA)/sederajat. Tetapi lebih dari itu, trigonometri punya
kelebihan tersendiri bukan hanya sekadar untuk pengetahuan saja.
Trigonometri punya sisi lain yang menarik untuk dikaji secara lebih lagi,
terutama terkait dalam aplikasinya pada teori penentuan arah kiblat.
Sampai saat ini teori penentuan arah kiblat yang sudah diketahui
diantaranya ialah;5 teori trigonometri bola (spherical trigonometry),teori
geodesi, dan teori Navigasi. Dari ketiga teori tersebut dua diantaranya (teori
trigonometri bola dan geodesi) mengacu pada tipologi makna arah sudut
tetap/tidak konstan (ortodrom) dengan jarak tempuh terdekat. Namun
keduanya memiliki perbedaan dalam hal perhitungannya. Masing-masing teori
tersebut memiliki kriteria sesuai dengan dasar-dasar teorinya6.
Kontribusi rumus trigonometri pada ilmu falak sangatlah besar, terlebih
pada teori penentuan arah kiblat. Mengingat trigonometri berbicara masalah
sudut, maka mustahil arah kiblat (ka’bah) suatu titik tertentu (tempat, kota,
3Admin, “Abu Nasr Mansur, Sang Penemu Hukum Sinus”, dalam
http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/abu-nasr-mansur-sang-penemu-hukum-sinus/, diakses 28
September 2011. 4Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, (Jakarta: Gelora Aksara Pertama,
2006), hlm. 113-132. 5Ahmad Izzuddin, “Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan
Akurasinya”, Disertasi (Semarang : Program Doktor IAIN Walisongo, 2011), hlm. 170-210. 6Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Peneltian Individual (Semarang :
Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2011), hlm.35-51.
3
wilayah) dapat ditentukan tanpa mengetahui sudut tempat dan sudut kiblatnya.
Dari sinilah kemudian muncul korelasi mutualisme antara matematika
khususnya bidang trigonometri) dan ilmu falak khususnya teori penentuan arah
kiblat). Bangunan kerangka teoritis pada teori-teori penentuan arah kiblat
tersebut tidak lepas dari konsep trigonometri, baik itu teori trigonometri bola,
teori geodesi maupun teori navigasi.
Sepengetahuan penulis, sampai saat ini penulis belum menemukan
penelitian yang membahas spesifikasi rumus trigonometri matematika dalam
ilmu falak, yakni pada teknik penentuan arah kiblat. Baik itu mengacu pada
rumus apa saja yang dipakai/digunakan dalam teori penentuan arah kiblat
ataupun tentang bagaimana penerapan/aplikasi rumus trigonometri pada teori
penentuan arah kiblat.
Atas dasar alasan itulah penulis memberanikan diri untuk melakukan
penelitian dengan judul penelitian “Analisis Rumus Trigonometri Dalam
Penerapannya Pada Ilmu Falak (Telaah Atas Teori Penentuan Arah
Kiblat)” . Harapannya penelitian ini nantinya menjadi acuan untuk penelitian
berikutnya tentang kajian teori yang ada dalam ilmu matematika. Mengingat
masih sedikit ditemukan penelitian yang mengkaji konsep/rumus-rumus yang
ada dalam ilmu matematika.
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1) Rumus trigonometri matematika apa sajakah yang dipakai dalam teori
penentuan arah kiblat?
2) Bagaimana penerapan rumus trigonometri matematika dalam teori
penentuan arah kiblat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut:
1) Tujuan
4
Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini ialah sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui rumus-rumus trigonometri yang dipakai dalam
teori penentuan arah kiblat
b) Untuk mengetahui penerapan rumus-rumus trigonometri dalam
teori penentuan arah kiblat
2) Manfaat
Selanjutnya, setelah dilaksanakannya penelitian, peneliti berharap
penelitian ini memiliki banyak manfaat. Baik bagi peneliti sendiri maupun
bagi orang lain yang membaca penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian
ini ialah sebagai berikut:
a) Memberikan pengetahuan tentang rumus-rumus trigonometri
yang dipakai dalam teori penentuan arah kiblat.
b) Memberikan pengetahuan tentang penerapan rumus-rumus
trigonometri dalam teori penentuan arah kiblat.
D. Kajian Pustaka
Seperti halnya pada penelitian-penelitian lainnya, dalam penelitian ini juga
harus mempertimbangkan kajian pustaka. Terutama kajian pustaka yang relevan
dengan penelitian ini. Kajian pustaka dalam sebuah penelitian berfungsi untuk
mendukung penelitian yang dilakukan oleh seseorang. Dalam kesempatan
penelitian ini terdapat beberapa buku, skripsi dan disertasi yang masih relevan
dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan dan acuan dalam
proses penulisan ide-ide peneliti.
Adapun buku, skripsi dan disertasi tersebut penjelasannya secara berturut-
turut ialah sebagai berikut:
1. Disinggung juga teori penentuan arah kiblat, yakni teori trigonometri bola
(spherical trigonometry) dalam bukunya Ahmad Izzuddin yang berjudul
Fiqih Hisab Rukyah Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan
Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha.
2. Dalam penelitian individual yang dilakukan oleh Dr. H. Ahmad Izzuddin,
M.Ag dengan judul penelitian Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan
5
Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Penentuan Arah Kiblat), 2011
juga dijelaskan teori-teori penentuan arah kiblat yaitu teori trigonometri bola
dan teori geodesi. Kedua teori tersebut dalam aplikasinya menggunakan
rumus trigonometri, tetapi penjelasan tentang rumus trigonometri apa saja
yang dipakai dan bagaimana penerapannya masih dibahas dalam garis
besarnya.
3. Disertasinya Dr. H. Ahmad Izzuddin dengan judul Kajian Terhadap Metode-
Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya, 2011 juga membahas teori-
teori penentuan arah kiblat. Dalam disertasinya itu, teori-teori penentuan arah
kiblat dijelaskan secara detail. Namun pembahasannya masih belum
mengarah pada spesifikasi rumus trigonometri apa saja yang dipakai dan
bagaimana penerapannya. Dalam disertasi tersebut pembahasannya lebih
fokus pada tingkat akurasinya dari ketiga teori penentuan arah kiblat yang ada
yaitu teori trigonometri bola, teori geodesi dan teori navigasi.
4. Skripsi dengan judul “Konsep Trigonometri Pada Segitiga Bola Dan
Aplikasinya Dalam Menentukan Arah Kiblat” karya Anis Oktriawardani
dengan nomor induk mahasiswa (NIM) (01320108) Jurusan Pendidikan
Matematika dan Komputasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2008. Dalam skripsi tersebut
dibahas tentang konsep trigonometri dalam teori segitiga bola dan aplikasinya
dalam penentuan arah kiblat. Hasil dari penelitian skripsi ini menunjukan
bahwa konsep segitiga bola dapat digunakan dalam perhitungan menentukan
arah kiblat.
5. E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry dan E-book/pdf, 103 Trigonometry
Problems yang menjelaskan tentang konsep trigonometri dan geometri.
Meskipun demikian, keterangan-keterangan dari beberapa referensi yang
relevan di atas menurut penulis sangat membantu sekali dalam penelitian yang
diangkat oleh penulis ini. Meskipun pembahasannya juga masih belum mengarah
pada spesifikasi rumus-rumus trigonometri apa saja yang dipakai dan bagaimana
penerapannya. Sehingga menurut penulis, hal ini layak diangkat sebagai
penelitian.
6
Adpun posisi atau kedudukan daripada penelitian ini adalah sebagai tindak
lanjut dari penelitian yang sudah ada. Lebih khusus, penelitian ini menindak
lanjuti peneletian tentang trigonometri dalam penentuan arah kiblat.
Harapannya nanti akan ditemukan korelasi antara matematika dan falak.
Lebih khusus lagi, akan ditemukan rumus trigomometri apa saja yang dipakai
dalam ilimu falak pada teori penentuan arah kiblat yaitu teori trigonometri bola
(spherical trigonometry), teori geodesi dan teori navigasi.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library reseach),
sehingga penelitian ini berupaya melakukan pengkajian dan penelaahan
terhadap literatur yang terkait dengan tema yang penulis angkat, yakni
aplikasi rumus trigonometri dalam teori penentuan arah kiblat yang meliputi
teori trigonometri bola, geodesi dan navigasi.
2. Sumber penelitian
Sumber penelitian dalam penelitian ini ialah berdasar dari data primer
dan data sekunder. Data primer ialah data pokok dan utama meliputi
referensi pokok yang mengacu pada judul penelitian ini yakni rumus-rumus
trigonometri dan teori penentuan arah kiblat. Sumber primer yang dijadikan
acuan dalam penelitian ini diantaranya adalah; buku Geodesi Satelit
(Hasanudin Zainal Abidin : 2001) yang membahas tentang teori geodesi dan
Navigasi, E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry dan E-book/pdf, 103
Trigonometry Problems yang menjelaskan tentang konsep trigonometri,
disertasi DR. Ahmad Izzuddin yang berjudul Kajian Terhadap Metode
Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya yang membahas metode penentuan
arah kiblat, perhitungannya dan keakurasiannya. Sedangkan data sekunder
yaitu data pendukung yang melengkapi kajian-kajian dalam penelitian ini.
Baik data primer maupun data sekunder diperoleh dari dokumentasi dan
buku-buku yang berkaitan tentang penelitian ini.
7
Peneliti melakukan dokumentasi tentang sumber referensi yang
berkaitan dengan penelitian. Baik itu berasal dari buku-buku, kitab-kitab,
jurnal, artikel-artikel dan lain sebagainya.
3. Fokus Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu “analisis rumus trigonometri
dalam penerapannya pada ilmu falak (telaah atas teori penentuan arah
kiblat) maka fokus penelitian ini ialah tentang rumus-rumus trigonometri
dan teori penentuan arah kiblat serta bagaimana aplikasinya/penerapannya
dalam teori tersebut.
4. Teknik Pengumpulan data
Dalam suatu penelitian terdapat banyak teknik pengumpulan data,
diantaranya ialah teknik pengumpulan data dengan cara observasi,
wawancara, kuesioner atau angket, dokumentasi dan lain sebagainya.
Namun dalam penelitian ini peneliti mengunakan teknik dokumentasi atau
dokumenter.
Teknik dokumenter ialah suatu metode atau cara mengumpulkan data
melalui peninggalan tertulis, seperti arsip, termasuk juga buku tentang teori,
pendapat, dalil atau hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan
penelitian.7
5. Teknik Analisis Data
Pada umumnya, metode kualitatif berorientasi dalam hal eksplorasi,
pengungkapan dan logika induktif. Sedangkan pendekatan suatu evaluasi
yang dipakai ialah bersifat induktif. Hal ini dimaksudkan bahwa evaluator
(penganalisis) berupaya menyikapi dengan akal sehat suatu situasi tanpa
mengedapankan harapan yang sudah diduga sebelumnya mengenai suatu
program tertentu.8
Sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis
induktif. Analisis induktif artinya bahwa pola, tema, dan kategori analisis
7 Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, hlm. 191
8Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, penj. Budi Puspo Priyadi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 15-16.
8
datang dari data (mereka muncul keluar dari data).9 Data yang diperoleh dari
proses dokumentasi dianalisis mengggunakan pola khusus ke umum.
Sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat menjawab rumusan
masalah pada peneletian ini.
9Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, penj. Budi Puspo Priyadi, hlm. 261
9
BAB II
TRIGONOMETRI DAN TEORI PENENTUAN
ARAH KIBLAT
A. Trigonometri
1. Pengertian Trigonometri
Trigonometri berasal dari bahasa Yunani yaitu trigonon yang artinya
tiga sudut dan metro artinya mengukur. Oleh karena itu trigonometri adalah
sebuah cabang dari ilmu matematika yang berhadapan dengan sudut segi tiga
dan fungsi trigonometrik seperti sinus, cosinus, dan tangen. Sedangkan
definisi dari trigonometri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah ilmu ukur mengenai sudut dan sempadan dengan segitiga (digunakan
dalam astronomi).10
Istilah trigonometri11
juga sering kali diartikan sebagai ilmu ukur yang
berhubungan dengan segitiga. Tetapi masih belum jelas yang dimaksudkan
apakah itu segitiga sama kaki (siku-siku), segitiga sama sisi, atau segitiga
sembarang. Namun, biasanya yang dipakai dalam perbandingan trigonometri
adalah menggunakan segitiga sama kaki atau siku-siku. Dikatakan
berhubungan dengan segitiga karena sebenarnya trigonometri juga masih
berkaitan dengan geometri.12
Baik itu geometri bidang maupun geometri
ruang.
Trigonometri sebagai suatu metode dalam perhitungan untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan-perbandingan
pada bangun geometri, khususnya dalam bangun yang berbentuk segitiga.
Pada prinsipnya trigonometri merupakan salah satu ilmu yang berhubungan
10
KBBI, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 1487. 11
Definisi trigonometri dari bahasa Inggris trigonometry, (lihat Kamus Inggris-Indonesia,
John M. echols dan Hassan Shadily, Jakarta: PT Gramedia, 2003), hlm. 603. 12
Geometri disini adalah cabang dari ilmu matematika yang mempelajari tentang bidang
atau disebut juga ilmu ukur bidang, Hamid, Farida, Kamus Ilmiyah Populer Lengkap, (Surabaya:
Apollo, t.th), hlm. 172.
10
dengan besar sudut, dimana bermanfaat untuk menghitung ketinggian suatu
tempat tanpa mengukur secara langsung sehingga bersifat lebih praktis dan
efisien.
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas bahwa trigonometri adalah
cabang dari ilmu matematika yang mengkaji masalah sudut, terutama sudut
segitiga yang masih ada hubungannya dengan geometri. Sedangkan dalam
aplikasinya, trigonometri dapat diaplikasikan dalam bidang astronomi. Dalam
hal ini adalah ilmu falak, yaitu dalam praktik perhitungan arah kiblat.
2. Sejarah Trigonometri
Sejarah awal trigonometri dapat dilacak dari zaman Mesir Kuno,
Babilonia dan peradaban Lembah Indus, lebih dari 3000 tahun yang lalu.
Matematikawan India adalah perintis penghitungan variabel aljabar yang
digunakan untuk menghitung astronomi dan juga trigonometri. Lagadha
adalah matematikawan yang dikenal sampai sekarang yang menggunakan
geometri dan trigonometri untuk penghitungan astronomi dalam bukunya
Vedanga, Jyotisha, yang sebagian besar hasil kerjanya hancur oleh penjajah
India.
Pelacakan lain tentang awal mula munculnya trigonometri adalah
bersamaan dengan kemunculan tokoh matematikawan yang handal pada masa
itu. Diantaranya matematikawan Yunani Hipparchus sekitar tahun 150 SM
dengan tabel trigonometrinya untuk menyelesaikan segi tiga. Matematikawan
Yunani lainnya, Ptolemy sekitar tahun 100 mengembangkan penghitungan
trigonometri lebih lanjut. Disamping itu pula matematikawan Silesia
Bartholemaeus Pitiskus menerbitkan sebuah karya yang berpengaruh tentang
trigonometri pada tahun 1595 dan memperkenalkan kata ini ke dalam bahasa
Inggris dan Perancis.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ada banyak aplikasi
trigonometri. Terutama adalah teknik triangulasi yang digunakan dalam
astronomi untuk menghitung jarak ke bintang-bintang terdekat, dalam
11
geografi untuk menghitung antara titik tertentu, dan dalam sistem navigasi
satelit.
Bidang lainnya yang menggunakan trigonometri termasuk astronomi
(dan termasuk navigasi, di laut, udara, dan angkasa), teori musik, akustik,
optik, analisis pasar finansial, elektronik, teori probabilitas, statistika, biologi,
pencitraan medis/medical imaging (CAT scan dan ultrasound), farmasi,
kimia, teori angka (dan termasuk kriptologi), seismologi, meteorologi,
oseanografi, berbagai cabang dalam ilmu fisika, survei darat dan geodesi,
arsitektur, fonetika, ekonomi, teknik listrik, teknik mekanik, teknik sipil,
grafik komputer, kartografi, kristalografi.13
Selanjutnya, penemuan-penemuan tentang rumus dasar trigonometri
oleh para tokoh ilmuwan muslim adalah sebagai berikut :
a. Al Buzjani
Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail al Buzjani,
merupakan satu di antara sekian banyak ilmuwan Muslim yang turut mewarnai
khazanah pengetahuan masa lalu. Dia tercatat sebagai seorang ahli di bidang
ilmu matematika dan astronomi. Kota kecil bernama Buzjan, Nishapur, adalah
tempat kelahiran ilmuwan besar ini, tepatnya tahun 940 M. Sejak masih kecil,
kecerdasannya sudah mulai nampak dan hal tersebut ditunjang dengan
minatnya yang besar di bidang ilmu alam. Masa sekolahnya dihabiskan di kota
kelahirannya itu.
Konstruksi bangunan trigonometri versi Abul Wafa hingga kini diakui
sangat besar kemanfaatannya. Dia adalah yang pertama menunjukkan adanya
teori relatif segitiga parabola. Tak hanya itu, dia juga mengembangkan metode
baru tentang konstruksi segi empat serta perbaikan nilai sinus 30 dengan
memakai delapan desimal. Abul Wafa pun mengembangkan hubungan sinus
dan formula 2 sin2 (a/2) = 1 - cos a dan juga sin a = 2 sin (a/2) cos (a/2)14
.
13
Wikipedia ensiklopesi bebas, “Trigonometri”, dalam www.wikipedia.com , diakses 16
Oktober 2011. 14
Republika.co.id, “Al Buzjani, Peletak Dasar Rumus Trigonometri”, diakses 28
September 2011.
12
b. Abu Nasr Mansur
Nama lengkap dari Abu Nasr Mansur adalah Abu Nasr Mansur ibnu Ali
ibnu Iraq atau akrab disapa Abu Nasr Mansur (960 M – 1036 M). Abu Nasr
Mansur terlahir di kawasan Gilan, Persia pada tahun 960 M. Hal itu tercatat
dalam The Regions of the World, sebuah buku geografi Persia bertarikh 982M.
Pada karya trigonometrinya, Abu Nasr Mansur menemukan hukum sinus
sebagai berikut:
𝑎/𝑠𝑖𝑛 𝐴 = 𝑏/𝑠𝑖𝑛 𝐵 = 𝑐/𝑠𝑖𝑛 𝐶.15
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu matematika, rumus-
rumus trigonometri yang biasa dipakai dalam ilmu matematika adalah sebagai
berikut: 16
a) Rumus kosinus jumlah dan selisih dua sudut
b) Rumus sinus jumlah dan selisih dua sudut
c) Rumus tangen jumlah dan selisih dua sudut
d) Rumus sinus sudut rangkap
e) Rumus kosinus sudut rangkap
15
Admin, “Abu Nasr Mansur, Sang Penemu Hukum Sinus”. 16
Noormandiri, Matematika SMA Jilid 2A, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 161-180, lihat
juga (Sartono Wirodikromo, Matematika 2000, 2003) dan beberapa buku matematika SMA
lainnya.
cos(A + B) = cos A cos B – sin A sin B
cos(A – B) = cos A cos B + sin A sin B
sin(A + B) = sin A cos B + cos A sin B
sin(A – B) = sin A cos B – cos A sin B
tan(A + B) = BA
BA
tantan1
tantan
tan(A – B) = BA
BA
tantan1
tantan
sin 2A = 2 sin A cos A
sin 3A = 3 sin A – 4 sin3A
cos 2A = cos2A – sin
2A = 1 – 2 sin
2A = 2
cos2A – 1
cos 3A = 4 cos3A – 3 cos A
13
f) Rumus tangen sudut rangkap
g) Rumus sudut tengahan
h) Rumus perkalian kosinus dan kosinus
i) rumus perkalian sinus dan sinus
j) rumus perkalian kosinus dan sinus
k) Aturan/hukum sinus
l) Aturan/hukum kosinus
tan 2A = A
A2tan1
tan2
tan 3A = A
AA2
3
tan31
tantan3
2 cos A cos B = cos(A + B) + cos(A – B)
2 sin A sin B = - cos(A + B) + cos(A – B)
2 cos A sin B = sin(A + B) – sin(A – B)
2 cos A cos B = cos(A + B) + cos(A – B)
sin 2
1A =
2
cos1 A
cos2
cos1
2
1 AA
tanA
AA
cos1
cos1
2
1
=
A
A
cos1
sin
A
A
sin
cos1
a
sin A=
b
sin B=
c
sin C
a2 = b2 + c2 − 2bc cos A
b2 = a2 + c2 − 2ac cos B
c2 = a2 + b2 − 2ab cos C
14
m) rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus
Rumus-rumus trigonometri yang tersebut di atas adalah rumus hasil
kombinasi dan relasi antara rumus trigonometri yang satu dengan rumus
trigonometri yang lainnya. Dalam beberapa buku referensi yang berbeda
namun masih pada bahasan yang sama yaitu trigonometri, ditemukan beberapa
metode yang berbeda untuk mendapatkan rumus-rumus tersebut. Hal demikian
sah-sah saja, karena masing-masing ahli matematika punya asumsi-asumsi
yang berbeda dalam menafsirkan rumus itu. Namun demikian, tentunya mereka
masih menggunakan kaidah-kaidah yang sama, yaitu aturan geometri, relasi
dan kombinasi dalam menafsirkan rumus-rumus trigonometri.
Namun, dalam kaitannya dengan penelitian ini peneliti hanya menyoroti
relasi antara trigonometri dengan bidang astronomi atau ilmu falak.
Diantaranya adalah dalam teori penentuan arah kiblatnya yaitu teori
trigonometri bola (spherical trigonometry), teori geodesi dan teori navigasi.
Adapun pembuktian dari rumus-rumus tersebut di atas adalah pada sub bab
selanjutnya.
3. Konsep Dasar Trigonometri
Pada dasarnya, segitiga merupakan bentuk dasar dalam matematika
terutama trigonometri. Sebab, kata trigonometri sendiri mengandung arti
ukuran tentang segitiga. Dimana pengetahuan tentang bumi, matahari dan
benda-benda langit lainnya sebenarnya juga diawali dari pemahaman konsep
tentang rasio (ratios) pada segitiga. Sebagaimana contoh pada zaman dahulu
(sebelum istilah trigonometri populer) keliling bumi sudah bisa ditentukan
dengan menggunakan konsep segitiga siku-siku, meskipun hanya sebatas masih
sin A + sin B = 2 sin 2
1(A + B) cos
2
1(A – B )
sin A – sin B = 2 cos 2
1(A + B) sin
2
1(A – B)
cos A + cos B = 2 cos 2
1(A + B) cos
2
1(A – B)
cos A – cos B = -2 sin 2
1(A + B) sin
2
1(A – B)
15
dalam perkiraan saja. Waktu itu keliling bumi diperkirakan mencapai 25.000
mil, sedangkan bila menggunakan metode modern keliling bumi adalah 24.902
mil.17
Meskipun dalam sejarah matematika aplikasi trigonometri berdasar pada
konsep segitiga siku-siku, tetapi sebenarnya cakupan bidangnya sangatlah luas.
Dan sekarang, trigonometri juga sudah mulai merambah pada bidang
komputer, satelit komunikasi dan juga astronomi.18
Konsep dasar trigonometri tidak lepas dari bangun datar yang bernama
segitiga siku-siku. Segitiga siku-siku didefinisikan sebagai segitiga yang
memiliki satu sudut siku-siku19
dan dua sudut lancip20
pelengkap. Selanjutnya
sisi dihadapan sudut siku-siku merupakan sisi terpanjang yang disebut dengan
sisi miringnya (hypotenuse), sedangkan sisi-sisi dihadapan sudut lancip disebut
kaki (leg) segitiga itu.21
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut ini:
Keterangan:
Hypotenuse: sisi miring
Leg: sisi kaki segitiga
Gambar 1. Segitiga siku-siku, dengan C
sebagai sudut penyiku.
Pada gambar di atas terlihat jelas bahwa ∆𝐴𝐵𝐶 merupakan segitiga siku-
siku dengan 𝐶 sebagai sudut siku-sikunya, dan 𝐴𝐵 merupakan sisi miringnya
(hypotenuse). Sedangkan kaki-kakinya adalah 𝐵𝐶 yang posisinya di hadapan
∠𝐴, dan 𝐴𝐶 di hadapan ∠𝐵.
17
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, dalam www.amscopub.com, hlm. 353.
Diakses pada 09-02-2011. 18
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, dalam www.amscopub.com, hlm. 353 19
Sudut siku-siku adalah sudut yang besarnya 90°. 20
Sudut lancip adalah sudut yang besarnya kurang dari 90° (< 90°). 21
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, hlm. 354.
16
Selanjutnya dapat dituliskan perbandingan (ratios) sebagai berikut:
sin𝐴 =𝐵𝐶
𝐴𝐵, cos𝐴 =
𝐴𝐶
𝐴𝐵, 𝑑𝑎𝑛 tan𝐴 =
𝐵𝐶
𝐴𝐶
Versi lain untuk mendapatkan perbandingan fungsi trigonometri seperti
𝑠𝑖𝑛, 𝑐𝑜𝑠, 𝑡𝑎𝑛, 𝑐𝑠𝑐, 𝑠𝑒𝑐 dan 𝑐𝑜𝑡 adalah sebagai berikut:22
Gambar 2
Pada gambar 2 di atas, 𝑂𝐴 dan 𝑂𝐵 membentuk sudut 𝜃, 𝑃 terletak pada
𝑂𝐴,𝑄 tegak lurus dengan 𝑃 di 𝑂𝐵. Dari gambar tersebut, maka fungsi
sin, cos, tan, csc, sec dan 𝑐𝑜𝑡 dapat didefinisikan sebagai berikut, dengan
ketentuan 𝑃𝑄 menunjukan panjang garis 𝑃𝑄.
sin𝜃 = 𝑃𝑄
𝑂𝑃 , cos𝜃 =
𝑂𝑄
𝑂𝑃 , tan𝜃 =
𝑃𝑄
𝑂𝑄
csc𝜃 = 𝑂𝑃
𝑃𝑄 , sec𝜃 =
𝑂𝑃
𝑂𝑄 , ctn𝜃 =
𝑂𝑄
𝑃𝑄
Di samping demikian, perlu juga ditunjukan bahwa fungsi tersebut telah
didefinisikan oleh sudut 𝜃, bukan titik 𝑃. Dari gambar 2 di atas 𝑃1 juga
merupakan titik di garis 𝑂𝐴, dan 𝑄1 tegak lurus 𝑃1 di garis 𝑂𝐵, sehingga jelas
∆𝑂𝑃𝑄 dan ∆𝑂𝑃1𝑄1 sebangun karena itu juga diperoleh hubungan seperti 𝑃𝑄
𝑂𝑃
dan 𝑃𝑄1
𝑂𝑃1 . Oleh karena itulah, maka semua fungsi trigonometri telah
didefinisikan.
22
E-book/pdf, 103 Trigonometry Problems, dalam www.birkhauser.com , hlm. 1-3.
Diakses pada 11-02-2011.
𝑂
𝐴
𝐵 𝜃
𝑃
𝑄
𝑃1
𝑄1
17
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa sin𝜃, cos𝜃, dan tan𝜃
merupakan perbandingan terbalik dengan csc𝜃, sec𝜃, dan cot𝜃 secara beturut-
turut. Oleh sebab itu, dalam beberapa hal cukup mempertimbangkan sin𝜃,
cos𝜃, dan tan𝜃 saja. Dari hubungan tersebut, maka dapat diketahui pula:
sin 𝜃
cos 𝜃 = tan𝜃 dan
cos 𝜃
sin 𝜃 = cot𝜃
Dengan menggunakan kaidah pada ∆𝐴𝐵𝐶 dengan 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 adalah
panjang sisi-sisi 𝐵𝐶,𝐶𝐴, dan 𝐴𝐵, ∠𝐴, ∠𝐵, dan ∠C secara berturut-turut adalah
∠𝐶𝐴𝐵, ∠𝐴𝐵𝐶, dan ∠𝐵𝐶𝐴. Sedangkan ∆𝐴𝐵𝐶 adalah segitiga siku-siku dengan
sudut sikunya di 𝐶.
Perhatikanlah gambar berikut:
Gambar 3
Gambar di atas dapat memberikan penjelasan tentang perbandingan
trigonometri sebagai berikut:
sin𝐴 =𝑎
𝑐, cos𝐴 =
𝑏
𝑐, tan𝐴 =
𝑎
𝑏
sin𝐵 =𝑏
𝑐, cos𝐵 =
𝑎
𝑐, tan𝐵 =
𝑏
𝑎
Dari rumus tersebut diperoleh:
𝑎 = 𝑐 sin𝐴, 𝑎 = 𝑐 cos𝐵 𝑎 = 𝑏 tan𝐴
𝑏 = 𝑐 sin𝐵, 𝑏 = 𝑐 cos𝐴 𝑏 = 𝑎 tan𝐵
𝑐 = 𝑎 csc𝐴 𝑐 = 𝑎 sec𝐵 𝑐 = 𝑏 csc𝐵 𝑐 = 𝑏 sec𝐴
𝐴
𝐵 𝐶 𝑎
𝑐 𝑏
18
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep
trigonometri pada dasarnya memang mengacu pada perbandingan segitiga siku-
siku. Dari perbandingan tersebut maka diperoleh fungsi trigonometri seperti:
sinus (𝑠𝑖𝑛), 𝑐𝑜𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 (𝑐𝑜𝑠), 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑡𝑎𝑛), 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐𝑎𝑛 (𝑐𝑠𝑐), 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑛 (𝑠𝑒𝑐) dan
𝑘𝑜𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑐𝑜𝑡). Namun, karena fungsi 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐𝑎𝑛 (𝑐𝑠𝑐), 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑛 (𝑠𝑒𝑐) dan
𝑘𝑜𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑐𝑜𝑡) merupakan perbandingan terbalik (reciprocal) dari fungsi
𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 (𝑠𝑖𝑛), 𝑐𝑜𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 (𝑐𝑜𝑠), 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑡𝑎𝑛) maka yang sering digunakan adalah
fungsi 𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 𝑠𝑖𝑛 , 𝑐𝑜𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 𝑐𝑜𝑠 ,𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛 (𝑡𝑎𝑛).
Supaya lebih jelas dalam memahami konsep trigonometri tersebut maka
diberikan contoh sebagai berikut:
1) Dalam ∆PQR dengan 𝑅 sebagai sudut siku-sikunya, 𝑃𝑄 = 25 satuan,
𝑄𝑅 = 24 satuan, dan 𝑃𝑅 = 7 satuan, tentukan!
𝑎) sin𝑃, 𝑏) cos𝑃, 𝑐) tan𝑃
𝑑) sin𝑄, 𝑒) cos𝑄, 𝑒) tan𝑄
Jawab:
Hipotenusa adalah 𝑃𝑄 karena merupakan sisi terpanjang yaitu 25
Gambarnya sebagai berikut:
𝑎) sin𝑃 = 𝑅𝑄
𝑃𝑄 =
24
25 satuan
𝑏) cos𝑃 = 𝑃𝑅
𝑃𝑄 =
7
25 satuan
𝑐) tan𝑃 = 𝑄𝑅
𝑃𝑅 =
24
7 satuan
𝑑) sin𝑄 = 𝑃𝑅
𝑃𝑄 =
7
25 satuan
𝑒) cos𝑄 = 𝑃𝑅
𝑃𝑄 =
24
25 satuan
P
R Q 24
25
7
s
a
t
u
a
n
19
𝑓) tan𝑄 = 𝑃𝑅
𝑄𝑅 =
7
24 satuan
B. Rumus-Rumus Trigonometri
Secara umum rumus-rumus trigonometri diperoleh dari hubungan atau
relasi antara rumus yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini maka dapat
juga dikatakan rumus trigonometri diperoleh dari derivasi rumus yang lain.
Misalnya sinus, cosinus, tangen, secan, cosecan dan cotangen antara yang
satu dengan yang lain sebenarnya masih ada hubungannya.
Dalam beberapa referensi yang penulis peroleh dari beberapa buku
terutama yang menggunakan bahasa Indonesia rumus-rumus trigonometri
dibedakan menjadi beberapa kategori. Diantaranya adalah sebagai berikut:23
1. Rumus trigonometri untuk jumlah dua sudut dan selisih dua sudut
2. Rumus trigonometri sudut rangkap dan tengahan
3. Rumus perkalian sinus dan kosinus
4. Rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus
Penjelasan dari beberapa rumus di atas akan dibahas secara berurutan,
namun sebelum itu akan dijelaskan tentang sudut (angel) rotasi, koordinat
titik pada lingkaran dengan pusat 0 dan jari-jari 𝑟, lingkaran satuan dan hasil-
hasil dari trigonometri itu sendiri sebagai pengantar. Penjelasannya adalah
sebagai berikut:
a) Sudut (angle) dan rotasi
Pembahasan sudut dan rotasi yang dimaksudkan di sini adalah dalam
ruang lingkup suatu lingkaran sebagai permisalan. Artinya, sudut di sini
adalah sudut yang terbentuk karena suatu rotasi pada lingkaran tersebut.
Misalnya rotasi dari titik 𝐴 ke titik 𝐵, baik itu rotasi berlawanan arah jarum
jam (counterclockwise) ataupun searah dengan arah jarum jam (clockwise
direction). Dalam hal ini jika rotasinya searah dengan jarum jam maka sudut
23
Noormandiri, Matematika SMA Jilid 2A, hlm. 161-180, lihat juga (Sartono
Wirodikromo, Matematika 2000, 2003) dan beberapa buku matematika SMA lainnya.
20
yang terbentuk adalah negatif, tetapi bila berlawanan dengan arah jarum jam
maka sudut yang terbentuk adalah sudut positif.24
Ilustrasinya adalah pada gambar berikut:
Gambar 4 dan Gambar 5. Ilustrasi perputaran sudut searah dan
berlawanan jarum jam
Pada gambar 4 mengilustrasikan bahwa sudut yang dibentuk oleh
∠𝐴𝑂𝐵 adalah positif karena rotasinya berlawanan dengan jarum jam, yaitu
dari titik 𝐴 menuju titik 𝐵. Sedangkan pada gambar 5 mengilustrasikan
bahwa sudut yang dibentuk oleh ∠𝐴𝑂𝐵 adalah negatif karena rotasinya
searah dengan jarum jam.
Selanjutnya klasifikasi sudut berdasarkan letak kuadrannya dibedakan
menjadi empat bagian, yaitu sudut yang terletak di kuadran I, kuadran II,
kuadran III dan kuadran IV, untuk lebih jelasnya perhatikan penjelasan
gambar berikut:25
1) Bila 0 < 𝜃 < 90°, maka sudut 𝜃 terletak pada kuadran I.
Gambar 6
24
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, hlm. 358 25
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, 358.
A
B
O O
B
A
𝑦
𝑥 𝜃
21
2) Bila 90° < 𝜃 < 180°, maka sudut 𝜃 terletak pada kuadran II.
Gambar 7
3) Bila 180° < 𝜃 < 270°, maka sudut 𝜃 terletak pada kuadran III.
Gambar 8
4) Bila 270° < 𝜃 < 360°, maka sudut 𝜃 terletak pada kuadran IV.
Gambar 9
𝑦
𝑥 𝜃
𝑦
𝑥 𝜃
𝑦
𝑥 𝜃
22
Selain sudut-sudut kuadran tersebut, terdapat juga sudut-sudut kelipatan
dari 90°, yaitu 180° , 270°, dan 360°. Gambarnya adalah sebagai berikut:
Gambar 10 Gambar 11
gambar 12 Gambar 13
b) Koordinat titik pada lingkaran dengan pusat 𝟎 dan jari-jari 𝒓
Perhatikan gambar berikut:
Gambar 14
𝑦
𝑥 𝑂
90°
𝑦
𝑥 𝑂
180°
𝑦
𝑥 𝑂
270°
𝑦
𝑥 𝑂
360°
𝛽
𝐴
𝐵
0 𝑟
𝑟
−𝑟
−𝑟 𝛼
𝑋+
𝑌
23
Pada gambar 14 di atas, titik A dan B terletak pada lingkaran. Misalkan
∠𝑋+0𝐴 = 𝛼 dan ∠𝑋+0𝐵 = 𝛽, 𝛼 dan 𝛽 diukur berlawanan dengan perputaran
arah jarum jam, maka diperoleh:
𝐴 = 𝑟 cos𝛼 , 𝑟 sin𝛼
𝐵 = 𝑟 cos𝛽 , 𝑟 sin𝛽
Dari sini maka dapat disimpulkan bahwa koordinat sembarang titik 𝑃
pada lingkaran dengan sudut ∠𝑋+0𝑃 = 𝜃 adalah 𝑟 cos𝜃 , 𝑟 sin𝜃 . 26
c) Lingkaran satuan
Lingkaran satuan adalah lingkaran yang berpusat di 0 dengan jari-jari
𝑟 = 1. Kemudian, misalkan koordinat sembarang titik 𝑃 pada lingkaran
satuan sehingga ∠𝑋+0𝑃 = 𝜃 adalah 𝑟 cos𝜃 , 𝑟 sin𝜃 = cos𝜃 , sin𝜃 .
Panjang busur 𝐴𝐵 =𝛼
2𝜋. 2𝜋𝑟 = 𝛼𝑟 = 𝛼 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 . Sedangkan panjang busur
𝐴𝐶 =𝛽
2𝜋. 2𝜋𝑟 = 𝛽𝑟 = 𝛽 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛. Maka diperoleh panjang busur 𝐵𝐶 =
𝛽 − 𝛼 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛. Ilustrasi gambarnya adalah sebagai berikut:
Gambar 15
Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila terdapat panjang sembarang
busur, misalkan 𝑃𝑄 sehingga ∠𝑃0𝑄 = 𝜃, maka panjang busar 𝑃𝑄 adalah
𝜃 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛.
26
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 112.
𝐴
𝐵
1
1
−1
−1 𝛼
𝑋+
𝐶
𝛽
24
d) Hasil-hasil dari trigonometri27
sin2 𝜃 + cos2 𝜃 = 1
sin𝜃 = cos 90° − 𝜃
cos𝜃 = sin 90° − 𝜃
sin𝜃 = sin 180° − 𝜃 = − sin 180° + 𝜃 = − sin 360° − 𝜃 = − sin−𝜃
cos𝜃 = −cos 180° − 𝜃 = − cos 180° + 𝜃 = cos 360° − 𝜃 = cos−𝜃
tan𝜃 = −tan 180° − 𝜃 = tan 180° + 𝜃 = − tan 360° − 𝜃
Sudut-sudut istimewa:
0° 30° 45° 60° 90°
𝑆𝑖𝑛 0 1
2
1
2 2
1
2 3
1
𝐶𝑜𝑠 1 1
2 3
1
2 2
1
2
0
𝑡𝑎𝑛 0 1
3 3
1 3 ~
Tanda fungsi trigonometri dalam berbagai kuadran:
Kuadran I II III IV
Tanda positif Semua Sin Tan Cos
Selanjutnya penjelasan tentang rumus-rumus trigonometri adalah
sebagai berikut:
27 Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 112.
25
1. Rumus trigonometri untuk jumlah dua sudut dan selisih dua sudut
a) Rumus untuk cos(𝛼 ± 𝛽) 28
Gambar 16
Pada gambar 16 di atas diperlihatkan sebuah lingkaran satuan, sehingga
koordinat titik 𝐴 adalah (1,0). Misalkan ∠𝐴𝑂𝐵 = 𝛼, dan ∠𝐵𝑂𝐶 = 𝛽, maka
∠𝐴𝑂𝐶 = ∠𝐴𝑂𝐵 + ∠𝐵𝑂𝐶 = 𝛼 + 𝛽. Dengan mengambil sudut pertolongan
∠𝐴𝑂𝐷 = −𝛽, maka ∆𝐴𝑂𝐶 kongruen dengan ∆𝐵𝑂𝐷, akibatnya 𝐴𝐶 = 𝐵𝐷
atau 𝐴𝐶2 = 𝐵𝐷2.
Kita ingat bahwa koordinat kartesius sebuah titik dapat dinyatakan
sebagai (𝑟 cos𝛼 , 𝑟 sin𝛼), sehingga koordinat titik 𝐵 adalah (cos𝛼 , sin𝛼),
titik 𝐶 adalah cos 𝛼 + 𝛽 , sin 𝛼 + 𝛽 , dan titik 𝐷(cos𝛼 ,−sin𝛽).
Dengan menggunakan rumus jarak antara dua titik diperoleh:
Jarak titik A(0,1) dan 𝐶(cos 𝛼 + 𝛽 , sin(𝛼 + 𝛽)) adalah
𝐴𝐶2 = cos 𝛼 + 𝛽 − 1 2 + {sin(𝛼 + 𝛽) − 0}2
= cos2 𝛼 + 𝛽 − 2 cos(𝛼 + 𝛽) + 1 + sin2(𝛼 + 𝛽)
= cos2 𝛼 + 𝛽 + sin2(𝛼 + 𝛽) + 1 − 2 cos(𝛼 + 𝛽)
=1
𝐴𝐶2 = 2 − 2 cos(𝛼 + 𝛽)
Jarak titik 𝐵(cos𝛼 , sin𝛼) dan 𝐷(cos𝛽,− sin𝛽) adalah :
28
Sartono Wirodikromo, Matematika untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2001), hlm. 82-83.
𝐴(1,0)
𝐵(cos𝛼 , sin𝛼)
1
𝑌
−1
−1 𝛼 𝑋+
𝐶(cos 𝛼 + 𝛽 , sin(𝛼 + 𝛽))
𝛽
−𝛽
𝐷(cos𝛽 ,−sin𝛽)
0
26
𝐵𝐷2 = cos𝛽 − cos𝛼 2 + − sin𝛽 − sin𝛼 2
= 𝑐𝑜𝑠2𝛽 − 2 cos𝛼 cos𝛽 + cos2 𝛼 + 𝑠𝑖𝑛2𝛽 + 2 sin𝛼 sin𝛽 + sin2 𝛼
= 𝑐𝑜𝑠2𝛽 + 𝑠𝑖𝑛2𝛽 + (cos2 𝛼 + sin2 𝛼) − 2 cos𝛼 cos𝛽 +
2 sin𝛼 sin𝛽
𝐵𝐷2 = 2 − 2 𝑐𝑜𝑠𝛼 cos𝛽 + 2 sin𝛼 sin𝛽
Karena 𝐴𝐶2 = 𝐵𝐷2, maka diperoleh hubungan
2 − 2 cos(𝛼 + 𝛽) = 2 − 2 𝑐𝑜𝑠 𝛼 cos𝛽 + 2 sin𝛼 sin𝛽
cos(𝛼 + 𝛽) = cos𝛼 cos𝛽 − sin𝛼 sin𝛽
Jadi rumus untuk cos(𝛼 + 𝛽) adalah:
cos(𝛼 + 𝛽) = cos𝛼 cos𝛽 − sin𝛼 sin𝛽
Sedangkan rumus untuk cos(𝛼 − 𝛽) dapat diperoleh dari rumus
cos(𝛼 + 𝛽) dengan cara mengganti sudut 𝛽 menjadi – 𝛽.29
cos(𝛼 − 𝛽) = cos(𝛼 + (−𝛽))
= cos𝛼 cos(−𝛽) − sin𝛼 sin(−𝛽)
= cos𝛼 cos𝛽 − sin𝛼 (−sin𝛽)
= cos𝛼 cos𝛽 + sin𝛼 sin𝛽
Sehingga rumus untuk cos(𝛼 − 𝛽) adalah:
cos(𝛼 − 𝛽) = cos𝛼 cos𝛽 + sin𝛼 sin𝛽
Dari kedua rumus di atas, maka dapat disederhanakan menjadi:
cos(𝛼 ± 𝛽) = cos𝛼 cos𝛽 ± sin𝛼 sin𝛽
b) Rumus untuk 𝐬𝐢𝐧(𝜶 ± 𝜷) 30
Rumus sinus jumlah dua sudut dapat dicari dengan menggunakan
rumus kosinus selisih dua sudut, yaitu sebagai berikut:
sin(𝛼 + 𝛽) = cos 𝜋
2− (𝛼 + 𝛽)
= cos (𝜋
2− 𝛼) − 𝛽
29
Sartono Wirodikromo, Matematika untuk SMA Kelas XI, hlm. 82-83. 30
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 113-114.
27
= cos 𝜋
2− 𝛼 cos𝛽 + sin
𝜋
2− 𝛼 sin𝛽
= sin𝛼 cos𝛽 + cos𝛼 sin𝛽
Jadi,
sin(𝛼 + 𝛽) = sin𝛼 cos𝛽 + cos𝛼 sin𝛽
Selanjutnya, untuk mencari rumus sin(𝛼 − 𝛽) dapat dicari dengan
mengubah sin(𝛼 − 𝛽) menjadi sin(𝛼 + (−𝛽)). Dengan cara yang sama
seperti di atas pada rumus sin(𝛼 + 𝛽) akan diperoleh;
sin(𝛼 − 𝛽) = sin𝛼 cos𝛽 − cos𝛼 sin𝛽
Sehingga rumus untuk sin(𝛼 ± 𝛽) adalah:
sin(𝛼 ± 𝛽) = sin𝛼 cos𝛽 ± cos𝛼 sin𝛽
c) Rumus untuk 𝐭𝐚𝐧(𝜶 ± 𝜷) 31
Rumus tangen jumlah dan selisih dua sudut dapat diturunkan dari
rumus jumlah dan selisih dua sudut sinus dan kosinus. Penjelasannya
adalah sebagai berikut:
tan 𝛼 + 𝛽 = sin (𝛼+𝛽)
cos (𝛼+𝛽)
= sin 𝛼 cos 𝛽+cos 𝛼 sin 𝛽
cos 𝛼 cos 𝛽−sin 𝛼 sin 𝛽
=
sin 𝛼 cos 𝛽
cos 𝛼 cos 𝛽+
cos 𝛼 sin 𝛽
cos 𝛼 cos 𝛽
cos 𝛼 cos 𝛽
cos 𝛼 cos 𝛽−
sin 𝛼 sin 𝛽
cos 𝛼 cos 𝛽
=
sin 𝛼
cos 𝛼+
sin 𝛽
cos 𝛽
1−sin 𝛼 sin 𝛽
cos 𝛼 cos 𝛽
=tan 𝛼+tan 𝛽
1−tan 𝛼 tan 𝛽
Dengan menggunakan cara yang sama, diperoleh:
tan 𝛼 − 𝛽 = tan 𝛼+tan 𝛽
1−tan 𝛼 tan 𝛽
31
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 116.
Bagi pembilang dan
penyebut dengan
cos𝛼 cos𝛽
28
2. Rumus trigonometri sudut rangkap dan tengahan32
a) Sinus sudut rangkap
Sinus sudut rangkap dinyatakan dengan sin 2𝛼. Rumus ini diperoleh
dari rumus sinus jumlah dua sudut. Penjelasannya sebagai berikut:
sin 2𝛼 = sin 𝛼 + 𝛼
= sin𝛼 cos𝛼 + cos𝛼 sin𝛼
= 2 sin𝛼 cos𝛼
b) Kosinus sudut rangkap
Seperti pada sin 2𝛼, rumus cos 2𝛼 dapat diperoleh dari rumus kosinus
jumlah dua sudut. Penjelasannya sebagai berikut:
cos 2𝛼 = cos 𝛼 + 𝛼
= cos𝛼 cos𝛼 − sin𝛼 sin𝛼
= 𝑐𝑜𝑠2𝛼 − sin2 𝛼
Dengan menggunakan identitas 𝑐𝑜𝑠2𝛼 + 𝑠𝑖𝑛2𝛼 = 1, maka akan
diperoleh bentuk lain dari cos 2𝛼.
cos 2𝛼 = 𝑐𝑜𝑠2𝛼− sin2 𝛼
= 𝑐𝑜𝑠2𝛼 − (1 − cos2 𝛼)
= 2𝑐𝑜𝑠2𝛼 − 1
Selain itu cos 2𝛼 juga dapat dinyatakan dalam bentuk:
cos 2𝛼 = 𝑐𝑜𝑠2𝛼− sin2 𝛼
= (1 − 𝑠𝑖𝑛2𝛼) − sin2 𝛼
= 1 − 2sin2 𝛼
Dari beberapa rumus di atas, maka diperoleh:
cos 2𝛼 = 𝑐𝑜𝑠2𝛼− sin2 𝛼
= 2𝑐𝑜𝑠2𝛼 − 1
= 1 − 2sin2 𝛼
32
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 120.
29
c) Tangen sudut rangkap33
Rumus tan 2𝛼 dapat diperoleh dari rumus tan 𝛼 + 𝛽 dengan
mensubtitusikan 𝛽 = 𝛼, sehingga diperoleh:
tan 2𝛼 = tan 𝛼 + 𝛼
= tan 𝛼+tan 𝛼
1−tan 𝛼 tan 𝛼
= 2 tan 𝛼
1−𝑡𝑎𝑛 2𝛼
d) Trigonometri sudut tengahan34
Rumus trigonometri sudut tengahan dapat diturunkan dari rumus
trigonometri sudut rangkap. Penjelasannya adalah sebagai berikut;
cos 2𝛼 = 2 𝑐𝑜𝑠2𝛼− 1 → 𝑐𝑜𝑠2𝛼 =1 + cos 2𝛼
2……… . . (1)
cos 2𝛼 = 1 − 2 𝑠𝑖𝑛2𝛼 → 𝑠𝑖𝑛2𝛼 =1 − cos 2𝛼
2……… . . (2)
Dengan menggunakan identitas tersebut dapat diturunkan tiga identitas
yang baru. Misalkan 2𝛼 = 𝜃, maka 𝛼 =𝜃
2. Sehingga jika
disubtitusikan 𝛼 =𝜃
2 ke persamaan (1) dan (2) akan diperoleh:
𝑐𝑜𝑠2 𝜃
2=
1+cos 𝜃
2
𝑠𝑖𝑛2 𝜃
2=
1−cos 𝜃
2
atau
𝑐𝑜𝑠𝜃
2= ±
1+cos 𝜃
2
𝑠𝑖𝑛𝜃
2= ±
1−cos 𝜃
2
33
Sartono Wirodikromo, Matematika untuk SMA Kelas XI, hlm. 91. 34
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 123.
30
Sedangkan untuk 𝑡𝑎𝑛 𝜃
2 diperoleh dengan menggunakan hubungan:
𝑡𝑎𝑛 𝜃
2=
𝑠𝑖𝑛𝜃
2
𝑐𝑜𝑠𝜃
2
= ± 1+cos 𝜃
1−cos 𝜃
3. Rumus perkalian sinus dan kosinus35
Rumus yang digunakan untuk mencari rumus perkalian sinus dan kosinus
adalah rumus jumlah dan selisih dua sudut. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:
a) Perkalian kosinus dan kosinus
cos(𝛼 + 𝛽) = cos𝛼 cos𝛽 − sin𝛼 sin𝛽
cos 𝛼 − 𝛽 = cos𝛼 cos𝛽 + sin𝛼 sin𝛽
cos 𝛼 + 𝛽 + cos 𝛼 − 𝛽 = cos𝛼 cos𝛽 + cos𝛼 cos𝛽
cos 𝛼 + 𝛽 + cos 𝛼 − 𝛽 = 2 cos𝛼 cos𝛽
Jadi,
2 cos𝛼 cos𝛽 = cos 𝛼 + 𝛽 + cos 𝛼 − 𝛽 atau
cos𝛼 cos𝛽 =1
2cos 𝛼 + 𝛽 +
1
2cos 𝛼 − 𝛽
b) Perkalian sinus dan sinus
cos(𝛼 + 𝛽) = cos𝛼 cos𝛽 − sin𝛼 sin𝛽
cos 𝛼 − 𝛽 = cos𝛼 cos𝛽 + sin𝛼 sin𝛽
cos 𝛼 + 𝛽 − cos 𝛼 − 𝛽 = − sin𝛼 sin𝛽 − sin𝛼 sin𝛽
cos 𝛼 + 𝛽 − cos 𝛼 − 𝛽 = −2 sin𝛼 sin𝛽
Jadi,
−2 sin𝛼 sin𝛽 = cos 𝛼 + 𝛽 − cos 𝛼 − 𝛽 atau
𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑠𝑖𝑛 𝛽 =1
2cos 𝛼 − 𝛽 −
1
2cos 𝛼 + 𝛽
35
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 126.
+
-
31
4. Rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus36
Rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus dapat
diperoleh dari rumus perkalian sinus dan kosinus. Penjelasannya adalah
sebagai berikut;
Seperti diketahui, rumus perkalian sinus dan kosinus adalah:
2 cos𝛼 cos𝛽 = cos(𝛼 + 𝛽) + cos(𝛼 − 𝛽)
2 sin𝛼 sin𝛽 = cos(𝛼 − 𝛽) − cos(𝛼 + 𝛽) = −(cos 𝛼 + 𝛽 − cos(𝛼 − 𝛽))
2 sin𝛼 cos𝛽 = sin(𝛼 + 𝛽) + sin(𝛼 − 𝛽)
2 cos𝛼 sin𝛽 = sin(𝛼 + 𝛽) − sin(𝛼 − 𝛽)
Misalkan A = 𝛼 + 𝛽 dan B = 𝛼 − 𝛽 maka:
A + B = (𝛼 + 𝛽) + (𝛼 − 𝛽) = 2 𝛼 → 𝛼 = 𝐴+𝐵
2
A - B = (𝛼 + 𝛽) - (𝛼 − 𝛽) = 2 𝛽 → 𝛽 = 𝐴−𝐵
2
Bila permisalan di atas disubtitusikan pada rumus perkalian sinus
dan kosinus maka akan diperoleh rumus penjumlahan dan pengurangan
sinus dan kosinus sebagai berikut:
cos𝐴 + cos𝐵 = 2 cos 𝐴+𝐵
2 cos
𝐴−𝐵
2
cos𝐴 − cos𝐵 = −2 sin 𝐴+𝐵
2 sin
𝐴−𝐵
2
sin𝐴 + sin𝐵 = 2 sin 𝐴+𝐵
2 cos
𝐴−𝐵
2
sin𝐴 − sin𝐵 = 2 cos 𝐴+𝐵
2 sin
𝐴−𝐵
2
C. Aturan Sinus dan Kosinus
1. Aturan Sinus37
Misalkan ada sebuah segitiga, katakanlah ABC, maka akan dapat
dibuktikan bahwa [ABC] = 𝑎𝑏 sin 𝐶
2 yang secara simetri juga dapat diperoleh
rumus sebgai berikut:
[ABC] = 𝑎𝑏 sin 𝐶
2 =
𝑏𝑐 sin 𝐴
2 =
𝑎𝑐 𝑠𝑖𝑛 𝐵
2
36
Sulistiyono, et.al., Matematika SMA untuk Kelas XI, hlm. 129. 37
E-book/pdf, 103 Trigonometry Problems, hlm. 18
32
Jika rumus tersebut dibagi denga pembagi 𝑎𝑏𝑐
2, maka akan menghasilkan
rumus sebagai berikut:
sin 𝐴
𝑎 =
sin 𝐵
𝑏 =
sin 𝐶
𝑐 atau
𝑎
sin 𝐴 =
𝑏
sin 𝐵 =
𝑐
sin 𝐶
Rumus itulah yang kemudian dinamakan aturan atau hokum sinus.
2. Aturan Kosinus38
Ketika kita tahu dua ukuran sisi dan juga sudut suatu segitiga, maka
ukuran dan bentuk segitiga tersebut dapat ditentukan. Oleh sebab itu, ketiga
sisinya juga dapat ditentukan. Untuk lebih mudahnya maka segitiga tersebut
diletakkan pada suatu bidang koordinat sebagai berikut;
Gambar 17
Pada gambar 17 di atas adalah ∆AABC dengan AB = c, BC = a, dan
CA= b, koordinat A(0,0), B(c,0) dan C(b cos A, b sin A). Bila b, c dan sudut
A diketahui ukurannya, lalu koordinat dari tiap-tiap vertex (ujung) juga
38
E-book/ pdf, Algebra 2 and Trigonometry, 552-553
33
diketahui, maka dapat pula ditentukan a, dan panjang ketiga sisi segitiga
tersebut dengan menggunakan rumus jarak.
Rumus jarak antara dua titik, misalkan P(𝑥1,𝑦1) dan Q(𝑥2 ,𝑦2) adalah:
𝑃𝑄2 = 𝑥2 − 𝑥1 2 + 𝑦2 − 𝑦1
2
Misalkan P(𝑥1,𝑦1) = B(c,0) dan Q(𝑥2 ,𝑦2) = C(b cos A, b sin A), dengan
menggunakan rumus jarak tersebut akan diperoleh:
𝐵𝐶2 = 𝑏 cos𝐴 − 𝑐 2 + 𝑏 sin𝐴 − 0 2
= 𝑏2𝑐𝑜𝑠2𝐴 − 2 𝑏𝑐 cos𝐴 + 𝑐2 + 𝑏2𝑠𝑖𝑛2𝐴
= 𝑏2𝑐𝑜𝑠2𝐴 + 𝑏2𝑠𝑖𝑛2𝐴 + 𝑐2 − 2 𝑏𝑐 cos𝐴
= 𝑏2(𝑐𝑜𝑠2𝐴 + 𝑠𝑖𝑛2𝐴) + 𝑐2 − 2 𝑏𝑐 cos𝐴
= 𝑏2(1) + 𝑐2 − 2 𝑏𝑐 cos𝐴
= 𝑏2 − 2 𝑏𝑐 cos𝐴
Karena BC = a, maka:
𝒂𝟐 = 𝒃𝟐 + 𝒄𝟐 − 𝟐 𝒃𝒄 𝐜𝐨𝐬𝑨
rumus itulah yang kemudian dinamakan aturan kosinus. Dengan cara
yang sama akan diperoleh pula rumus:
𝒃𝟐 = 𝒂𝟐 + 𝒄𝟐 − 𝟐 𝒂𝒄 𝐜𝐨𝐬𝑩
𝒄𝟐 = 𝒂𝟐 + 𝒃𝟐 − 𝟐 𝒂𝒃 𝐜𝐨𝐬𝑪
D. Teori Penentuan Arah Kiblat
1. Teori Trigonometri Bola (Spherical Trigonometry)
Teori trigonometri bola dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat
dengan menggunakan rumus segitiga bola untuk menentukan sudut yang
dibentuk dari dua titik yang berada di atas bumi. Keberadaan bumi yang
mendekati bentuk bola memudahkan penentuan perhitungan arah atau jarak
sudut suatu tempat dihitung dari tempat lain. Oleh karena itu, teori
trigonometri bola dapat digunakan dalam penentuan arah kiblat.
Teori trigonometri bola berbeda dengan trigonometri bidang datar.
Dalam trigonometri bola membahas sudut-sudut segitiga yang diaplikasikan
pada bidang bola. Sedangkan trigonometri bidang datar membahas sudut-
sudut segitiga yang diaplikasikan pada bidang datar. Trigonometri bidang
34
datar hanya terbatas pada perhitungan segitiga siku-siku bidang datar.
Sedangkan trigonometri bola lebih komplek karena banyak berkaitan dengan
posisi bumi, matahari, bulan dan sebagainya.
Saat ini teori trigonometri bola berkembang sangat pesat. Teori ini
banyak digunakan untuk perhitungan arah kiblat, waktu sholat, awal bulan
qamariyah dan lain-lain. Teori ini juga sangat bermanfaat sekali terkait
dengan aplikasi dalam perhitungan ilmu falak dan astronomi.
Rumus-rumus yang digunakan dalam penentuan arah kiblat dengan
trigonometri bola adalah ssebagai berikut:
a) 𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐂 − 𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐂39 yang dapat disederhanakan
menjadi:
𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐭𝐚𝐧𝛗𝐦 𝐜𝐨𝐬𝛗𝐱 ÷ 𝐬𝐢𝐧𝐂 − 𝐬𝐢𝐧𝛗𝐱 ÷ 𝐭𝐚𝐧 𝐂
Keterangan :
𝜑𝑚 = lintang Makkah
𝜑𝑥 = lintang tempat yang akan diukur
b) 𝐜𝐨𝐭𝑩 = 𝐜𝐨𝐭 𝒄 𝐬𝐢𝐧 𝒂 − 𝒑 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝒑 𝐭𝐚𝐧𝒑 = 𝐭𝐚𝐧𝒃 𝐜𝐨𝐬 𝒄 40
c) 𝐜𝐨𝐭𝑩 = 𝐜𝐨𝐬 𝝋𝑩 𝐭𝐚𝐧 𝝋𝑨 −𝐬𝐢𝐧 𝝋𝑩 𝐜𝐨𝐬(𝑩−𝑨)41
𝐬𝐢𝐧(𝑩−𝑨)
d) 𝐭𝐚𝐧(𝑨+𝑩)
𝟐=
𝐜𝐨𝐬(𝒂−𝒃)
𝟐
𝐜𝐨𝐬(𝒂+𝒃)
𝟐
𝐜𝐨𝐭𝒄
𝟐 dan 𝐭𝐚𝐧
(𝑨−𝑩)
𝟐=
𝐬𝐢𝐧(𝒂−𝒃)
𝟐
𝐬𝐢𝐧(𝒂+𝒃)
𝟐
𝐜𝐨𝐭𝒄
𝟐 42
2. Teori Geodesi
Disamping teori trigonometri bola (sperical trigonometry), teori geodesi
juga sangat membantu dalam hal penentuan arah kiblat. Konsep dari teori
geodesi juga mengacu pada bentuk bumi. Kalau pada teori trigonometri bola
bentuk bumi diasumsikan bulat seperti bola, sedangkan dalam teori geodesi
39
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, hlm. 43. 40
A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 111. 41
A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), hlm. 111. 42
A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), hlm. 111.
35
bentuk bola diasumsikan tidak bulat seperti bola namun memakai pendekatan
ellipsoida.43
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), definisi geodesi adalah44
cabang dari geologi yang menyelidiki tentang ukuran dan bangun bumi.
Geodesi juga didefinisikan sebagai ilmu mengukur tanah. Sedangkan definisi
geodesi berdasarkan definisi klasik dan modern adalah sebagai berikut:45
a) Definisi klasik:
Menurut helmert (1880), geodesi adalah ilmu tentang pengukuran dan
pemetaan permukaan bumi.
Torge (1980) mendefinisikan, bahwa geodesi tak hanya mencakup
permukaan bumi saja, tetapi juga mencakup permukaan dasar laut.
Meskipun teori klasik tersebut sampai batas tertentu masih berlaku, tetapi
ia tidak dapat menampung perkembangan ilmu geodesi yang terus
berkembang dari waktu ke waktu.
b) Definisi modern:
Definisi geodesi menurut OSU (2001), geodesi adalah bidang ilmu
inter-disipliner yang menggunakan pengukuran-pengukuran permukaan
bumi serta dari wahana pesawat dan wahana angkasa untuk
mempelajari bentuk dan ukuran bumi, planet-planet dan satelitnya, serta
perubahan-perubahannya, menentukan secara teliti posisi serta
kecepatan dari titik-titik ataupun objek-objek dari permukaan bumi atau
yang mengorbit bumi dari planet-planet dalam suatu sistem referensi
tertentu; serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk berbagai
aplikasi ilmiah dan rekayasa dengan menggunakan matematika, fisika,
astronomi, dan ilmu komputer.
Menurut rinner (1997), geodesi adalah disiplin ilmu yang mempelajari
tentang pengukuran dan perepresentasian dari bumi dan benda-benda
langit lainnya, termasuk medan gaya beratnya masing-masing, dalam
ruang tiga dimensi yang berubah dengan waktu.
43
Ahmad Izzuddin, Abu Raihan Al-Biruni, hlm. 48. 44
KBBI, hlm. 142. 45
Hasanuddin Z. Abidin, geodesi satelit, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hlm. 1.
36
Sedangkan vanisek dan Krakiwsky (1986) mengklarifikasikan tiga
bidang kajian utama dari ilmu geodesi yaitu; penentuan posisi,
penentuan medan gaya berat dan variasi temporal dan posisi medan
gaya berat dimana domain spasialnya adalah bumi beserta benda-benda
langit lainnya. Pada dasarnya setiap bidang kajian di atas mempunyai
spektrum yang sangat luas, dari teoritis sampai praktis, dari bumi
sampai benda-benda langit lainnya, dan juga mencakup matra darat,
laut, udara, dan juga luar angkasa.
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa definisi di atas adalah
bahwa pada dasarnya geodesi merupakan ilmu ukur tanah atau bumi. Namun
pada perkembangan selanjutnya geodesi tidak hanya terbatas pada permukaan
bumi saja melainkan permukaan laut juga, bahkan planet-planet dan
satelitnya. Di samping itu, geodesi juga dapat menentukan secara teliti posisi
serta kecepatan dari titik-titik ataupun obyek-obyek dari permukaan bumi
atau yang mengorbit bumi dari planet-planet dalam suatu sistem referensi
tertentu serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk berbagai aplikasi
ilmiah dan rekayasa dengan menggunakan matematika, fisika, astronomi, dan
ilmu komputer.
Perhitungan yang digunakan untuk menentukan arah kiblat dengan teori
geodesi adalah metode vincenty yaitu perhitungan jarak yang menggunakan
bentuk matematis bola berjari-jari irisan normal dan berazimuth.46
Sedangkan
rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
𝐜𝐨𝐭𝑩 =𝐜𝐨𝐭 𝒃 𝐬𝐢𝐧 𝒂 − 𝐜𝐨𝐬 𝒂 𝐜𝐨𝐬 𝑪
𝐬𝐢𝐧𝑪
46 Ahmad Izzuddin, “Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan
Akurasinya”, Disertasi , hlm. 156.
37
3. Teori Navigasi
Navigasi merupakan seni dan ilmu perjalanan secara aman dan efesien
dari suatu tempat ke tempat lain. Navigasi (navigation) berasal dari kata navis
yang artinya kapal dan agire yang berarti pemandu. Sehingga menurut orang
dahulu navigasi diartikan sebagai seni dan ilmu menuntun kapal laut dalam
berlayar.47
Sedangkan definisi navigasi berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia
adalah:48
n 1. Pengetahuan (tentang posisi, jarak, dsb) untuk menjalankan
kapal laut, pesawat dsb dari suatu tempat ke tempat yang lain. n 2. Tindakan
menempatkan haluan kapal atau arah terbang. n 3. Pelayaran, penerbangan,
navigasi kutub: himpunan teknik navigasi, khusus disesuaikan untuk daerah
kutub yang berbeda dengan daerah lain sehingga memerlukan modivikasi
dalam prinsip navigasi.
Teori navigasi yang terkait dengan penentuan arah kiblat pada dasarnya
difokuskan pada konsep peta yang ada dalam navigasi. Ini bisa diketahui dari
peta khusus buatan Islam untuk mencari sudut kiblat. Ditemukan dalam
salinan yang unik dari sebuah risalah pada astronomi rakyat oleh Siraj al-
Dunya al-Din, yang disusun pada tahun 607 H. Dalam hal ini
menghubungkan lokalitas seseorang ke Makkah dan ukuran kecenderungan
untuk meredian lokal seseorang. Meskipun masih sederhana, sistem kerja ini
masih cukup baik untuk daerah seperti Mesir dan Iran. Namun arah peta di
sekitar Horizon terlihat kasar karena terkait dengan terbit surya. Peta tersebut
merupakan contoh unik kombinasi antara kartografi, matematika dan
astronomi.
Teori navigasi pada aplikasinya juga merupakan teori yang digunakan
untuk perjalanan menuju suatu tempat. Beberepa istilah yang erat dengan
teori ini yakni tentang navigasi loxodromoc (mercartor navigation) yang
memiliki arti jalur serong yang mengikuti arah tetap (misalnya merujuk pada
47
Muhammad Yunus hutasuhut, Mengenal Dunia Penerbangan, (Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana, 2005), hlm. 112. 48
KBBI, hlm, 955.
38
utara sebenarnya) sehingga di peta mercator (peta datar) tampak jalurnya
lurus, meskipun jalur sebenarnya dipermukaan bumi itu melengkung.
Istilah lainnya adalah navigasi orthodromic yang memiliki arti jalur lurus
yang mengikuti arah lurus dipermukaan bumi, walau sudut arahnya (relatif
terhadap garis bujur, selalu berubah). Dalam trigonometri bola, jalur tersebut
mengikuti lingkaran besar (lingkaran yang titik pusatnya di pusat bola,
bumi).49
49
Ahmad Izzuddin, “Kajian Terhadap metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan
Akurasinya”, Disertasi, hlm. 166-167
39
BAB III
PENERAPAN RUMUS TRIGONOMETRI DALAM TEORI PENENTUAN
ARAH KIBLAT
A. Pengertian Arah Kiblat
Kata al-Qiblah terulang sebanyak 4 kali di dalam al-Qur’an. Dari segi
bahasa, kata tersebut terambil dari akar kata qobala-yaqbulu yang berarti
menghadap. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kiblat diartikan arah ke
Ka’bah di Makkah (pada waktu sholat) dan di dalam kamus al-Munawwir
diartikan sebagai Ka’bah. Sementara itu, dalam ensiklopedi hukum Islam
kiblat diartikan sebagai bangunan Ka’bah atau arah yang dituju kaum
muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah.50
Masalah kiblat tiada lain adalah masalah arah, yakni arah Ka’bah di
Makkah. Arah Ka’bah ini dapat ditentukan dari setiap titik atau tempat
dipermukaan bumi dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Oleh
sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan untuk
mengetahui guna menetapkan ke arah mana Ka’bah di Makkah itu dilihat dari
suatu tempat di permukaan bumi ini. Sehingga semua gerakan orang yang
sedang melaksanakan ibadah sholat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun sujud
selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka’bah.51
Arah kiblat setiap tempat itu berbeda-beda, tergantung pada letak
tempat tersebut. Apakah tempat tersebut terletak di sebelah timur, selatan,
barat, ataukah utara bangunan Ka’bah yang terletak di kota Makkah. Bila
suatu tempat itu terletak di sebelah barat Ka’bah maka arah kiblatnya adalah
mengahadap ke timur, bila terletak di sebelah timur Ka’bah maka arah
kiblatnya adalah menghadap ke barat. Begitu juga dengan tempat yang
terletak di sebelah utara dan selatan Ka’bah maka arah kiblatnya menghadap
50
Susiknan Azhari, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern),
hlm.39. 51
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, (Yokyakarta: Buana Pustaka,
2004), hlm. 47.
40
ke selatan dan utara. Hal demikian didasarkan pada peta atau gambar bumi
yang ada.
Akan tetapi sebenarnya tidak mesti demikian. Salah satu contohnya
adalah arah kiblat kota Sanfransisco (∅ = +37°45′ LU dan 𝜆 = −122°30"
BB) sebesar 18°45′38.11" (U-T), artinya orang-orang di Sanfransisco ketika
melaksanakan sholat menghadap ke arah utara serong ke timur sebesar
18°45′11". Padahal kota Sanfransisco berada di sebelah barat kota Makkah.
Hal demikian dapat terjadi karena bentuk bumi yang tidak datar seperti di
peta.52
Sementara yang dimaksud dengan arah kiblat adalah arah atau jarak
terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati kota Makkah (Ka’bah)
dengan tempat kota yang bersangkutan. Dengan demikian tidak dibenarkan
misalkan orang-orang Jakarta melakukan sholat menghadap ke arah timur
serong ke selatan sekalipun bila diteruskan juga akan sampai kota Makkah.
Sebab jarak terdekat ke Makkah bagi orang yang di Jakarta adalah arah barat
serong ke utara sebesar 24°12′39" (B-U).53
Persoalan arah kiblat erat kaitanya dengan letak geografis suatu tempat,
berapa derajat jarak suatu tempat dari khatulistiwa yang lebih dikenal dengan
istilah lintang (𝜑) dan berapa derajat letak suatu tempat dari garis bujur (λ).
Lintang tempat (𝜑) diukur dari garis khatulistiwa ke arah kutub bumi (dari
khatulistiwa sampai ke suatu tempat), lintang yang berada di sebelah utara
khatulistiwa disebut lintang utara diberi tanda (+) yang berarti positif,
Sedangkan yang berada di sebelah selatan khatulistiwa disebut lintang selatan
dan diberi tanda (-) yang berarti negatif. Sementara garis khatulistiwa adalah
0°.54
Bujur tempat (λ) biasanya diukur dari meridian Greenwich di Inggris
sebagai titik pusat garis bujur. Garis bujur dari kota Greenwich ke arah barat
di sebut dengan bujur barat dan bertanda positif (+) dari 0° sampai dengan
52
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 48. 53
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 48. 54
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 109.
41
180°. Sebaliknya, garis bujur dari kota Greenwich ke arah timur di sebut
bujur timur yang bertanda (-). Jadi garis bujur diukur dari 0° sampai dengan
1800, baik ke arah barat maupun ke arah timur. Hal ini berarti bujur timur
dan bujur barat yang diukur dari 0° berlawanan arah bertemu pada meridian
180° sebagai batas penanggalan (date line) internasional.55
Adapun beberapa dalil syar’i yang terkait dengan arah kiblat adalah
sebagai berikut:56
Artinya: “Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu.
dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”. (Al-Baqarah : 149)
Artinya : “Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil
Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya,
agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara
mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan
agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”.(Al-
Baqarah : 150)
Kesimpulan yang dapat diterik dari uraian di atas adalah bahwa definisi
arah kiblat pada dasarnya adalah arah menghadap sebuah bangunan yang
bernama Ka’bah yang berada di kota Makkah. Bagi orang muslim, ketika
mereka sedang melaksanakan sholat maka wajib hukumnya menghadap
kiblat. Sedangkan untuk menentukan arah kiblat tidak hanya sekadar
ditentukan berdasarkan arah pada peta saja. Namun, perlu adanya perhitungan
55
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), hlm. 109. 56
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 49.
42
dan prosedur untuk menentukan arah kiblat tersebut. Teori untuk perhitungan
arah kiblat yang sudah ada adalah trigonometri bola, geodesi dan navigasi.
B. Metode Penentuan Arah Kiblat
Metode untuk menentukan arah kiblat ada yang secara alami dan ada
pula yang menggunakan alat bantu. Secara alami biasanya adalah
menggunakan cahaya matahari atau bintang. Sedangkan yang menggunakan
alat bantu diantaranya adalah dengan menggunakan alat seperti kompas,
theodolit, global positioning system (GPS), segitiga kiblat dan lain-lain.
Metode penentuan arah kiblat juga mengalami perkembangan seiring
dengan perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi. Aplikasi modern
yang digunakan sebagai metode untuk menentukan arah kiblat diantaranya
adalah aplikasi google earth, qibla locator, mizwala dan lain sebagainya.
1. Metode melihat benda-benda langit
Menggunakan benda langit sebagai pedoman penentuan arah kiblat
sebenarnya sudah tampak pada masa nabi dan para sahabatnya. Pada zaman
itu, ketika nabi berada di Madinah, nabi melaksanakan ibadah sholat dengan
berijtihad menghadap ke arah selatan. Hal ini dikarenakan posisi atau letak
kota Madinah yang berada di sebelah utara kota Makkah, sehingga arah
kiblatnya menghadap ke selatan. Kemudian nabi mengatakan dalam salah
satu haditsnya bahwa “antara timur dan barat terletak kiblat (Ka’bah)”.
Acuan menghadap arah selatan inilah yang dijadikan patokan arah kiblat oleh
kaum muslimin di berbagai wilayah.
Tidak hanya di Andalusia, di Syiria dan Palestina, patokan arah selatan
menjadi acuan utama arah kiblat, tapi juga Masjidil Aqsha (berdiri 715 M)
yang dibangun hampir tepat menghadap selatan. Masjid ini bertahap selama
beberapa abad. Bahkan melalui penelitian dan perhitungan praktisi falak
43
dengan sumbangsih data geografi, terbukti bahwa arah kiblat di Quds
(Palestina) terletak sekitar 45 derajat bujut timur menuju barat.57
Adapula masjid Amru bin Ash, masjid yang pertama berdiri di Mesir
dan terletak di Fushthath berpedoman pada arah terbitnya matahari pada
solstice (titik balik matahari) musim dingin. Patokan ini berkembang dan
bertahan selama kurun abad pertengahan. Masjid al-Khalifah al-Hakim dan
masjid al-Azhar terhitung sebagai masjid pertama yang dibangun pada masa
dinasti Fatimiyah yang ternyata melenceng 10 derajat. Kemudian ada seorang
ahli falak Mesir yaitu Ibnu Yunus yang menemukan bahwa kiblat sebenarnya
berada pada 37 derajat lintang selatan menuju timur berdasarkan hitungan
matematika astronomi.58
Sedangkan di Iraq, masjid-masjid dibangun tepat menghadap arah
terbenamnya matahari pada solstice musim dingin dengan menjadikannya
searah dengan arah tembok utara-timur tiang Ka’bah dimana jika seseorang
berdiri menghadap tiang tersebut, maka secara persis akan menghadap arah
terbenamnya matahari di musim tersebut.
Pada abad pertengahan, penentuan arah kiblat pada umumnya memakai
empat pola pergerakan angin. Di samping itu juga menggunakan petunjuk
arah munculnya bintang Canopus (najm suhayl) yang kebanyakan terbit di
belahan bumi bagian selatan. Sedangkan di tempat lain, arah kiblat ditentukan
melalui arah terbitnya matahari pada solstice musim panas.59
Pada zaman para sahabat, kedudukan bintang-bintang dan matahari
dimanfaatkan sebagai petunjuk arah untuk menentukan arah kiblat. Di tanah
Arab, bintang utama yang dijadikan rujukan dalam penentuan arah adalah
bintang Qutbi/Polaris (bintang utara), yaitu satu-satunya bintang yang
menunjuk tepat ke arah utara bumi. Dengan bantuan bintang ini dan beberapa
bintang lain, arah kiblat dapat ditentukan dengan mudah.
57
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.52. 58
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.53. 59
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.55.
44
Rasi bintang yang lain yang dapat digunakan untuk menentukan arah
kiblat adalah rasi bintang orion. Pada rasi ini terdapat tiga bintang yaitu,
mintaka alnilam alnitak. Arah kiblat dapat ditentukan dengan memanjangkan
arah tiga bintang berderet ke arah barat. Rasi bintang orion ini akan berada di
langit Indonesia ketika waktu subuh pada bulan Juli dan kemudian akan
kelihatan lebih awal pada bulan Desember.60
Adapun bintang yang paling dekat dengan bumi adalah matahari.
Bayangan dari bintang matahari ini dapat digunakan untuk penentuan titik
koordinat (lintang dan bujur) suatu tempat yang berada di permukaan bumi
ini. Di samping itu, bintang matahari juga digunakan untuk menentukan arah
kiblat pada beberapa waktu yang diperhitungkan dengan metode rashdul
kiblat61
dan penentuan posisi azimuth62
matahari untuk mengetahui arah
kiblat dengan menggunakan berbagai alat bantu.
2. Metode dengan alat bantu
Penentuan arah kiblat selain menggunakan metode melihat benda-benda
langit juga dapat menggunakan metode dengan alat bantu. Setelah
mengetahui azimuth kiblat, maka untuk aplikasi penentuan arah kiblat dapat
digunakan alat bantu seperti kompas, astrolabe, rubu’ mujayyab, busur
derajat, theodolit.
a. Kompas
Kompas adalah alat penunjuk arah mata angin oleh jarum yang ada
padanya. Jarum kompas ini terbuat dari logam magnetis yang dipasang
sedemikian rupa sehingga dengan mudah bergerak menujukkan arah utara.
Hanya saja arah utara yang ditunjukan olehnya bukan arah utara sejati (titik
60
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.57. 61
Rashdul kiblat adalah posisi matahari persis atau mendekati persis pada titik zenith
Ka’bah, lihat Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.96. 62
Azimuth sebuah benda langit adalah jarak dari titik utara ke lingkaran vertical yang
dilalui oleh benda lagit tersebut, diukur sepanjang lingkaran horizon searah perputaran jarum jam;
melalui titik timur, selatan sampai ke titik barat, lihat A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi),
hlm. 17.
45
kutub utara), sehingga untuk mendapatkan arah utara sejati perlu adanya
koreksi deklinasi kompas terhadap arah jarum kompas.
Deklinasi kompas sendiri juga selalu berubah-ubah tergantung pada
posisi tempat dan waktu. Oleh karenanya, pengukuran arah kiblat dengan
kompas seperti ini memerlukan ekstra hati-hati dan penuh kecermatan.
Mengingat jarum kompas itu kecil dan peka terhadap daya magnet. Untuk
mendapatkan informasi tentang deklinasi kompas dapat menghubungi BMG
(Badan Metereologi dan Geofisika). 63
Kompas sebagai alat bantu untuk menentukan arah kiblat macamnya
juga ada beberapa jenis. Di antaranya adalah kompas transparan, kompas
magnet dan kompas kiblat.
1) Kompas transparan
Langkah untuk menentukan arah kiblat dengan menggunakan
kompas transparan adalah sebagai berikut:
Kompas diletakan pada bidang datar yang telah ditentukan titik
utara dan titik selatan.
Titik pusat kompas berada di titik pusat perpotongan garis utara
selatan dan timur barat, jarum kompas tepat mengarah utara, lalu
kompas diputar sebesar sudut yang dicari atau yang dikehendaki.
Setelah kompas diputar dan jarum jam kompas telah tepat pada
derajat sudut yang dicari, diberi tanda atau titik katakanlah titik Q,
dan itulah arah kiblat yang dicari.
Dari titik Q, tarik garis ke titik pusat perpotongan garis utara
selatan dan timur barat, itulah arah kiblat yang dicari. Selanjutnya
dari titik utara, tarik garis lengkung ke titik Q maka akan
membentuk sudut arah kiblat dan itulah arah kiblat.
63
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 59.
46
2) Kompas magnet
Langkah untuk menentukan arah kiblat dengan menggunakan
kompas transparan adalah sebagai berikut:
Kompas diletakan pada bidang datar yang telah ditentukan titik
utara dan titik selatan.
Titik pusat kompas berada di titik pusat perpotongan garis utara
selatan dan timur barat, jarum kompas tepat mengarah utara, lalu
kompas diputar sebesar sudut yang dicari atau yang dikehendaki.
Setelah kompas diputar dan jarum jam kompas telah tepat pada
derajat sudut yang dicari, diberi tanda atau titik katakanlah titik P,
dan itulah arah kiblat yang dicari.
Dari titik P, tarik garis ke titik pusat perpotongan garis utara
selatan dan timur barat, itulah arah kiblat yang dicari. Selanjutnya
dari titik utara, tarik garis lengkung ke titik P maka akan
membentuk sudut arah kiblat dan itulah arah kiblat.
3) Kompas kiblat
Kompas kiblat merupakan alat yang sangat mudah digunakan untuk
menentukan arah kiblat suatu tempat, sebab dengan meletakan kompas
tersebut pada suatu tempat, maka jarumnya akan secara otomatis
mengarah atau menunjukan arah kiblat yang dicari.
Teknisnya sama dengan kompas transparan dan kompas magnetic.
Bedanya hanya jika pada kompas kiblat tidak diputar dan caranya
dimulai dari 10 tidak 0.64
Meskipun demikian, hasil yang diperoleh tetap merupakan perkiraan
sebab pengaruh dari gravitasi dan gaya magnet sangat besar sehingga
menyebabkan adanya penyimpangan yang relatif besar.
Gambar berikut adalah ilustrasi dari penggunaan alat bantu kompas
kiblat untuk menentukan arah kiblat:
64
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), hlm. 122.
47
Gambar 18
Gambar di atas O adalah suatu tempat yang dicari arah kiblatnya. O-
U1 merupakan arah utara dari lokasi. O-U2 adalah arah kiblat yang dicari.
Sedangkan U1-U2 adalah besar sudut arah kiblat yang dicari, yaitu
64°43".
Contoh dari beberapa gambar kompas di antaranya adalah sebagai
berikut:
Gambar 19. Gambar kompas
U1
U2
B T
S
64°43"
0
48
b. Astrolabe
Astrolabe merupakan alat perhitungan yang penting pada abad
pertengahan bertepatan dengan awal-awal renaisains. Asteolabe merupakan
peralatan yang digunakan untuk mengukur kedudukan benda langit pada bola
langit. Alat ini diciptakan oleh orang Arab dan pada umumnya terdiri dari
satu buah lubang pengintai dan dua buah piringan dengan skala derajat yang
diletakan sedemikian rupa untuk menyatakan ketinggian dan azimuth suatu
benda langit.
Astrolabe berfungsi seperti computer analog, untuk memecahkan banyak
masalah astronomi dan persoalan penentuan waktu. Selain untuk menentukan
waktu sholat dan arah Makkah, astrolabe pada abad pertengahan dengan
piringan yang dapat diganti-ganti, yang disesuaikan untuk penggunaan pada
lokasi geografi yang berbeda, dapat dimanipulasi untuk memberikan berbagai
bentuk data penentu waktu dan perputaran tahunan benda-benda langit,
pengukuran di atas bumi, dan informasi astrologi.
Adapun contoh gambar dari astrolabe di antaranya adalah sebagai
berikut:
Gambar 20. Gambar astrolabe.
c. Rubu’ Mujayyab (Kuadrant)
Rubu’ mujayyab dibuat oleh seorang ahli falak Syiria bernama Ibnu Asy-
Syatir pada abad ke 14. Melihat alat ini perputaran harian yang terlihat pada
ruang angkasa dapat disimulasikan dengan gerakan benang yang terletak di
pusat alat ini. Sebuah bandul yang bergerak pada benang ke posisi yang
49
berhubungan dengan matahari atau bintang tertentu dapat dibaca pada tanda-
tanda dalam kuadrant. Alat ini jauh lebih mudah digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah standar pada astronomi ruang untuk garis
lintang tertentu.
Rubu’ mujayyab pada dasarnya digunakan untuk menentukan arah kiblat
setelah diketahui arah utara dengan mengaplikasikan sudut kiblat yang sudah
diperhitungkan. Alat ini mulai dikembangkan oleh kaum muslimin di mesir
pada abad ke 11 dan 12. Sedangkan pada abad 16 alat ini telah menggantikan
astrolabe di dunia muslim kecuali di Persia dan India.65
Contah gambar rubu’ mujayyab di antaranya adalah sebagai berikut:
Gambar 21. Gambar rubu’ mujayyab
d. Busur Derajat
Busur derajat atau yang sering dikenal dengan nama busur merupakan
alat pengukur sudut yang berbentuk setengah lingkaran (sebesar 180°). Busur
juga bisa berbentuk lingkaran (sebesar 360°). Cara penggunaan busur hampir
sama dengan rubu’ mujayyab, yaitu cukup dengan meletakkan pusat busur
pada titik perpotongan garis utara-selatan dan barat-timur. Kemudian tandai
berapa derajat sudut kiblat tempat yang dicari. Tarik garis dari titik pusat
menuju tanda dan itulah arah kiblat.
65 Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.72.
50
e. Theodolit
Teodolit merupakan instrument optik survei yang digunakan untuk
mengukur sudut dan arah yang dipasang pada tripod. Sampai saat ini
theodolit dianggap sebagai alat yang paling akurat di antara metode-metode
yang sudah ada dalam penentuan arah kiblat. Dengan bantuan pergerakan
benda langit yaitu matahari, theodolit dapat menunjukan sudut hingga satuan
detik busur. Dengan mengetahui posisi matahari yaitu memperhitungkan
azimuth matahari, maka utara sejati ataupun azimuth kiblat dari suatu tempat
akan dapat ditentukan secara akurat.
Theodolit dilengkapi dengan teropong yang mempunyai pembesaran
lensa yang bervariasi, juga ada yang sudah menggunakan laser untuk
mempermudah dalam penunjukan garis kiblat. Oleh karena itu penentuan
arah kiblat dengan menggunakan alat ini akan menghasilkan data yang akurat.
Langkah-langkah pengukuran arah kiblat dengan menggunakan alat
bantu theodolit adalah sebagai berikut:
1) Persiapan:
Menentukan kota yang akan diukur arah kiblatnya.
Menyiapkan data lintang tempat (𝜑) dan bujur tempat (λ).
Melakukan perhitungan arah kiblat untuk tempat yang
bersangkutan. Data arah kiblat hendaklah diukur dari arah titik
utara ke barat.66
Menyiapkan data astronomis, Ephimeris hisab rukyat pada hari
atau tanggal pengukuran.
Membawa jam penunjuk waktu yang akurat.
Menyiapkan theodolit.
2) Pelaksanaan
Pasang theodolit pada penyanggganya.
Periksa waterpass yang ada padanya supaya theodolit benar-benar
datar.
66
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 60.
51
Beri tanda atau titik pada tempat berdirinya theodolit. Misalkan
titik T.
Bidiklah matahari dengan theodolit.
Kuncilah theodolitnya agar tidak bergerak-gerak.
Tekan tombol “0-Set” pada theodolit, agar angka pada layar (HA;
horizontal angel) menunjukan 0 (nol).
Mencatat waktu kapan membidik matahari (W).
Mengkonversi waktu yang dipakai GMT, misalnya WIB dikurangi
7 jam.
Melacak nilai deklinasi matahari (𝛿0) pada waktu hasil konversi
tersebut (GMT) dan nilai equation of time (e) pada saat matahari
berkulminasi (misalnya pada jam 5 GMT) dari ephimeris.
Menghitung waktu meridian pass (MP) pada hari itu dengan rumus:
MP = ( 𝟏𝟎𝟓 − 𝝀 : 𝟏𝟓) + 12 - e)67
𝜆 = bujur tempat Ka’bah
𝑒 = equation of time
Menghitung sudut waktu (t0) dengan menggunakan rumus;
t0 = (MP - W) x 1568
Mengitung azimuth matahari (A0) dengan rumus:
𝒄𝒐𝒕 𝑨𝟎 = 𝒄𝒐𝒔 𝝋𝒕𝒂𝒏 𝜹𝟎 : 𝒔𝒊𝒏 𝒕𝟎 − (𝒔𝒊𝒏 𝝋: 𝒕𝒂𝒏 𝒕𝟎) 69
Arah kiblat (AK) dengan theodolit adalah:
i. Jika deklinasi matahari (𝜹𝟎) positif dan pembidikan dilakukan
sebelum matahari berkulminasi maka; AK = 3600 – A0 – Q.
Sedangkan jika matahari sudah berkulminasi maka; AK = 3600 –
A0 – Q.
ii. Jika deklinasi matahari (𝜹𝟎) negative dan pembidikan dilakukan
sebelum matahari berkulminasi maka; AK = 3600 – (180
0-A0 ) –
67
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 61. 68
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 62. 69
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 62.
52
Q. Sedangkan jika matahari sudah berkulminasi maka; AK =
1800 – A0 – Q.
Bukalah kunci horizontal tadi (kendurkan skrup horizontal clamp).
Putar theodolit sedemikian rupa hingga layar theodolit
menampilkan angka senilai perhitungan AK tersebut. Apabila
theodolit diputar ke kanan (searah jarum jam) maka angkanya
semakin membesar atau bertambah. Sebaliknya jika theodolit
diputar ke kiri (berlawanan arah jarum jam) maka angkanya akan
semakin mengecil atau berkurang.
Turunkan sasaran theodolit sampai menyentuh tanah pada jarak
sekitar 5 meter dari theodolit. Lalu berilah tanda atau titik tepat
pada sasaran itu, misalnya titik Q.
Hubungkan antara titik sasaran (Q) tersebut dengan tempat
berdirinya theodolit (T) dengan garis lurus atau benang.
Garis lurus itulah arah kiblat untuk tempat tersebut.
Adapun contoh dari gambar theodolit di antaranya adalah sebagai
berikut:
Gambar 22. Gambar theodolit
53
C. Rumus Trigonometri dalam Perhitungan Arah Kiblat
1. Rumus Trigonometri dalam Teori Trigonometri Bola
Selama ini teori yang digunakan untuk menghitung sudut kiblat
adalah teori trigonometri bola. Teori ini banyak digunakan untuk menghitung
persoalan-persoalan yang terkait dengan ilmu falak seperti penentuan awal
bulan qamariyah, waktu sholat, gerhana matahari dan bulan, arah kiblat dan
lain sebagainya.
Trigonometri bola merupakan ilmu ukur sudut bidang datar yang bisa
diaplikasikan pada permukaan yang berbentuk bola seperti bumi. Sebab
antara keduanya sama-sama berkaitan dengan polygon (khususnya bentuk
segitiga) pada bola dan terdapat hubungan antara sisi dan sudut.70
Geometri bola menunjukan bentuk geometri pada permukaan sebuah
bola, yaitu sebuah geometri dua dimensi. Geometri sebuah bola terdiri dari
lingkaran besar (great circle), lingkaran kecil (small circle), dan busur di
permukaan. Jarak sepanjang lingkaran utama umumnya dinyatakan sebagai
derajat di mana radius bola sering dianggap sama dengan satu.
Lingkaran besar (great circle) adalah lingkaran yang berpusat di titik
pusat bola dan didefinisikan sebagai sebuah titik dengan jarak yang sama ke
seluruh permukaan. Sedangkan lingkaran yang titik tengahnya bukan titik
pusat bola atau tidak melalui titik pusat bola disebut sebagai lingkaran kecil
(small circle). Sebuah lingkaran yang memotong tegak lurus lingkaran besar
disebut kutub lingkaran besar.71
Suatu tempat yang berada di permukaan bumi dapat digambarkan
dengan titik-titik. Titik tersebut didefinisikan oleh dua koordinat, yaitu bujur
dan lintang. Bujur (λ) menggambarkan lokasi sebuah tempat yang berada di
sebelah timur dan barat bumi dari sebuah garis utara selatan yang disebut
meridian utama (Greenwich). Nilai bujur dihitung berdasarkan pengukuran
70
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.36. 71
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.37.
54
sudut yang berkisar antara 00 di Greenwich sampai +180
0 arah timur dan -
1800 arah barat. Bujur di sebelah barat Greenwich disebut bujur barat (BB),
dan bujur di sebelah timur Greenwich disebut bujur timur (BT). Sedangkan
lintang (𝜑) merupakan garis khayal yang menggambarkan lokasi sebuah
tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa (utara atau selatan). Nilai lintang
dihitung berdasarkan perhitungan sudut dari 00 di khatulistiwa sampai ke
+1900
di kutub utara dan -1900
di kutub selatan. Lintang yang terletak di
sebelah utara khatulistiwa dinamakan lintang utara (LU), dan lintang yang
terletaj di sebelah selatan khatulistiwa disebut lintang selatan (LS).72
Penentuan arah kiblat pada dasarnya adalah menghitung sudut yang
dibentuk dari titik daerah yang diukur arah kiblatnya dari titik Ka’bah.
Sehingga dalam penentuan arah kiblat ini ada beberapa titik yang digunakan
yaitu titik utara sejati, titik koordianat Ka’bah (21025’21,17” LU dan
39049’34,56” BT
73), dan titik koordinat tempat yang akan diukur. Setiap
tempat mempunyai arah kiblat yang berbeda tergantung pada posisinya.
Gambar berikut mengilustrasikan sudut kiblat suatu tempat atau
daerah tertentu terhadap titik Ka’bah yang berada di kota Makkah:
Gambar 23. Gambar sudut kiblat suatu tempat
Gambar 23 di atas menunjukan arah kiblat kota X, di mana X
adalah kota yang diukur arah kiblatnya. Sedangkan M adalah kota Makkah
(posisi Ka’bah berada). Arah kiblat kota X ditunjukan oleh garis XM .
72 Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.39. 73
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.41.
S
M
X
U
900 - 𝜑 X
900 - 𝜑 M
55
Garis itu merupakan busur lingkaran besar yang melalui kedua tempat
tersebut. Dari situ juga dapat diketahui sebuah segitiga bola XMU. Jika
posisi kota X dinyatakan dengan (𝜑 X, λ
X) dan untuk kota Makkah
dinyatakan dengan (𝜑 M, λ
M), maka sisi MU = 90
0 - 𝜑 M
dan sisi XU = 900
- 𝜑 X . Selain itu juga sudut U juga dapat diketahui yaitu (λ
X - λ
M). dalam
hal ini sudut U biasa juga disebut dengan sudut C.74
Rumus penentuan arah kiblat dengan trigonometri bola tersebut
adalah sebagai berikut:
𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐭𝐚𝐧𝜑𝐌 𝐜𝐨𝐬 ∅𝐗 : 𝐬𝐢𝐧 𝐂 − 𝐬𝐢𝐧𝜑𝐗 : 𝐭𝐚𝐧 𝐂 75
Persamaan atau rumus tersebut biasanya digunakan untuk
mengetahui sudut kiblat kota X dihitung dari utara ke barat. Dari
persamaan ini dapat diketahui bahwa sudut X akan bernilai positif bila (λX
- λM
) positif, yaitu untuk tempat-tempat yang berada di sebelah barat kota
Makkah. Sebaliknya, sudut X bernilai negatif manakala (λX - λ
M) bernilai
negatif, yaitu untuk wilayah atau kota yang terletak di sebelah timur kota
Makkah.
Rumus trigonometri yang digunakan dalam perhitungan (hisab)
arah kiblat selain rumus tersebut di atas masih ada rumus lain seperti
rumus : 𝐜𝐨𝐭 𝐁 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐜 – 𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐜 76
. Adapun contoh
perhitungan arah kiblat dengan menggunakan rumus tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Persiapan
1) Tentukan kota atau tempat yang akan dicari arah kiblatnya.
2) Siapkan data geografis yang diperlukan.
3) Ambil data yang diperlukan.
4) Tentukan rumus yang akan digunakan.
5) Mencari nilai sisi a, b, dan c.
74
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.42. 75
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan Penelitian Individual, hlm.42. 76
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 111.
56
6) Mencari arah kiblatnya (cotan B).
b. Pelaksanaan (hisab arah kiblat kota Bantul, Yogyakarta)77
1) Data yang diperlukan:
𝜑B = -07056’
𝜑A = 21025’
λB = 110020’ timur
λA = 39050’ timur
2) Rumus yang digunakan
𝐜𝐨𝐭 𝐁 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐜 – 𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐜
3) Mencari nilai sisi a, b, dan sudut c
a = 900 - 𝜑B = 90
0 – (- 07
056’) = 97
056’
b = 900 - 𝜑A = 90
0 – (21
025’) = 68
035’
c = (λB - λA) = 110020’ – 39
051’ = 70
030’
4) Mencari arah kiblat Bantul dengan rumus :
𝐜𝐨𝐭 𝐁 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ∶ 𝐬𝐢𝐧 𝐜 − (𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐜)
cot 68°35′ = 0, 39922 ×
sin 97°56′ = 0, 9904 ÷
sin 70°30′ = 0, 9426 =
𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐜 = 𝟎, 𝟒𝟏𝟐𝟏
cos 97°56′ = −0, 1380 ×
cot 70°30′ = 0, 3541 =
𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐜 = −𝟎, 𝟎𝟒𝟖𝟗 –
𝐜𝐨𝐭 𝐁 = 𝟎. 𝟒𝟔𝟏𝟎
𝐁 = 𝟔𝟓°𝟏𝟓′(𝐔 − 𝐁)
Dengan demikian, arah kiblat kota Bantul daerah istimewa
yogyakarta sebesar ;65°15′ dari utara ke barat atau 24°45′ dari
barat ke utara.
77
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 113.
57
2. Rumus Trigonometri dalam Teori Geodesi
Pada dasarnya ada tiga macam system referensi koordinat yang banyak
digunakan dalam bidang geodesi satelit yaitu:78
CIS (Conventional Inertial System)
CTS (Conventional Terrestrial System)
Sistem Ellipsoid
Sistem CIS umumnya digunakan untuk mendefinisikan posisi dan
pergerakan satelit. Sedangkan sistem-sistem CTS dan sistem Ellipsoid dipakai
untuk mendefinisikan posisi dan pergerakan titik di permukaan bumi.
Permukaan bumi dapat didekati secara baik dengan suatu ellipsoid
putaran, yaitu ellips meridian yang diputar mengelilingi sumbu pendeknya.
Oleh sebab itu secara geometrik, koordinat titik-titik di permukaan bumi juga
dapat dinyatakan koordinatnya dalam sistem referensi ellipsoid. Seperti
halnya dengan sistem CTS, sistem referensi ellipsoid ini berotasi dengan
bumi dan juga berevolusi bersama dengan bumi mengelilingi matahari.
Karakteristik dari sistem referensi ellipsoid adalah sebagai berikut:
Titik nol sistem koordinat adalah pusat ellipsoid.
Sumbu X berada dalam bidang meridian nol dan terletak pada
bidang ekuator ellipsoid.
Sumbu Z berimpit dengan sumbu pendek ellipsoid.
Sumbu Y tegak lurus dengan sumbu-usmbu X dan Z, dan
membentuk sistem koordinat tangan-tangan (right-handed system).
Dalam sistem referensi ellipsoid koordinat suatu titik umumnya
dinyatakan sebagai (φ, λ, h) dimana φ adalah lintang geodetik, λ adalah bujur
geodetik, dan h adalah tinggi ellipsoid. Dalam hal ini koordinat juga dapat
dinyatakan dengan besaran-besaran jarak (X, Y, Z). kedua koordinat ini dapat
saling ditranformasikan satu dengan yang lainnya dengan menggunakan
formulasi matematis. Illustrasinya dapat dilihat pada gambar berikut:79
78
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, (Jakarta : PT Pradnya paramita, 2001), hlm. 31. 79
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, (Jakarta : PT Pradnya paramita, 2001), hlm. 36.
58
Gambar 24. Sistem koordinat referensi ellipsoid
Formulasi matematis yang dapat diperoleh dari gambar tersebut adalah
sebagai berikut:80
𝑋𝑌𝑍 =
(𝑅𝑛 + ℎ). cos φ . cos 𝜆(𝑅𝑛 + ℎ). cos φ . sin 𝜆
1 − 𝑒2 𝑅𝑛 + φ . sin ∅ ……………. (1)
Rumus di atas, di mana 𝑅𝑛 dan e adalah jari-jari kelengkungan vertikal
dan eksentrisitas ellipsoid referensi yang keduanya juga dapat dihitung
sebagai berikut:
𝑅𝑛 =𝑎
1−𝑒2𝑠𝑖𝑛 2φ , 𝑒2 =
𝑎2−𝑏2
𝑎2 ………. (2)
Dimana a dan b adalah setengah sumbu panjang dan setengah sumbu
pendek dari ellipsoid referensi yang digunakan. Dari rumus tersebut terlihat
jelas bahwa transformasi dari (X, Y, Z) ke (φ, λ, h) tidak dapat dilakukan
secara langsung. Demikian pula sebaliknya, transformasi dari (φ, λ, h) ke (X,
Y, Z) juga tidak bisa dilakukan secara langsung, karena kedua persamaan
tersebut tidak linear.81
80
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, (Jakarta : PT Pradnya paramita, 2001), hlm. 36. 81
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 36.
Sumbu Z
Sumbu X
Sumbu Y
Garis normal
Meridian nol
Pusat ellipsoid
Permukaan bumi
h
λ
φ
Bidang ekuator ellipsoid
P
59
Adapun perhitungan arah kiblat dengan teori geodesi rumus yang
digunakan adalah bentuk matematis ellipsoid metode vincenty. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:82
α1 = arc. tan2(cos U2 . sin λ , cos U1. sin U2 − sin U1. cos U2. cos λ)
α2 = arc. tan2(cos U1 . sin λ , − sin U1. cos U2 + cos U1. sin U2. cos λ)
Penentuan arah kiblat dalam teori geodesi tidak lain berbicara
tentang penentuan azimuth dua titik yang diketahui titik koordinatnya.
Berikut merupakan contoh perhitungan penentuan azimuth dengan
menggunakan metode inverse geodetise geodetic problem vincenty untuk
menentukan azimuth satu titik ke titik lain dalam wilayah yang lebih
luas. Contoh perhitungan menggunakan metode Vincenty adalah sebagai
berikut: 83
C
CaabtB
sin
coscossincocot
.......................................................... (1.1)
Ellipsoid referensi : WGS 1984
a = 6 378 137 m
b = 6 356 752,3142 m84
L = λB- λA = BL – BK = 110⁰ 26’ 15,2” - 39⁰ 49’ 34,05” =
70,6114305555556 derajat.
L = 1,23240195273777 radian
U1 = Atan((1−f ).tan φA) = 0,372752906463265 radian
…………………..(1.2)
82
Guna Putri Widyati, Perbandingan Penentuan Arah Kiblat antara Bentuk Matematis
Bola dengan Bentuk Matematis Ellipsod, dalam majalah Zenit edisi V/tahun III/ Desember 2010,
(Semarang: Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2010), hlm.25 83
Ahmad Izzuddin, “Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan
Akurasinya”, Disertasi (Semarang : Program Doktor IAIN Walisongo, 2011), hlm. 160. 84
Parameter ellipsoida tersebut diperoleh dari (www.latlong-vicenty.com)
60
U2 = Atan((1−f ).tan φB) = -0,122731525362272 radian
………………….. (1.3)
λ = Lamda = 1,23636882231941 radian, hasil ini diperoleh dari proses
iterasi. Penjabaran rumus dapat dilihat pada lampiran
sinσ = Sin_Sigma
= √[ (cosU2.sinλ)² + (cosU1.sinU2 − sinU1.cosU2.cosλ)² ]
= 0,965929665703138 radian …………(1.4)
cosσ = Cos_Sigma
= sinU1.sinU2 + cosU1.cosU2.cosλ
= 0,258804715788999 radian ……………………………..(1.5)
σ = Sigma = atan2(sinσ, cosσ) = 1,30901177376323radian
……..………..(1.6)
sinα = Sin_Alpha = cosU1.cosU2.sinλ / sinσ
= 0,903910349918506 radian ………….……….....………... (1.7)
cos²α = CosKuadrat_Alpha = 1 − sin²α
= 0,182946079310204 radian….………………..……… (1.8)
cos2σm = Cos2Sigma_m = cosσ − 2.sinU1.sinU2/cos²α
= 0,746208687025363 radian ……..………….. (1.9)
C = C_Vin = f/16.cos²α.[4+f.(4−3.cos²α)]
= 0,000153789486625063 radian ……………..… (1.10)
λ′ = Lamda Aksen
= L + (1−C).f.sinα.{σ+C.sinσ.[cos2σm+C.cosσ.(−1+2.cos²2σm)]}
=1,23636882231902 radian, hasil ini diperoleh dari proses iterasi.
(1.11)
u²= u_VinKuadrat = cos²α.(a²−b²)/b²
= 0,00123296450814141 radian ……………....………… (1.12)
A = A_Vin = 1+u²/16384.{4096+u².[−768+u².(320−175.u²)]}
=1,00030816990417 radian ...…………...(1.13)
61
B = B_Vin = u²/1024.{256+u².[−128+u².(74−47.u²)]}
= 0,000308051237195886 radian …………............... (1.14)
Δσ = Delta_Sigma
= B.sinσ.{cos2σm+B/4.[cosσ.(−1+2.cos²2σm) –
B/6.cos2σm.(−3+4.sin²σ).(−3+4.cos²2σm)]}
= 0,000222039418695096 rad …………………..…............... (1.15)
α1 = AZ1 = atan2(cosU2.sinλ, cosU1.sinU2 − sinU1.cosU2.cosλ)
= 103,93718718721 derajat = 103⁰ 56’ 13,8738739569214” ..............
(1.16)
α2 = AZ2 = atan2(cosU1.sinλ, −sinU1.cosU2 + cosU1.sinU2.cosλ)
= 114,389249806233 derajat = 114⁰ 23’ 21,2993024” ............ (1.17)
Arah Kiblat = α2 + 180⁰ = 294⁰ 23’ 21,2993024”
3. Rumus Trigonometri dalam Teori Navigasi
a) Sistem Navigasi GPS
GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi dengan
menggunakan satelit navigasi yang dimiliki dan dikelola oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat. Nama formalnya adalah NAVSTAR GPS
(Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System).
Sistem ini digunakan untuk memberikan informasi mengenai posisi, waktu
dan kecepatan kepada siapa saja secara global tanpa ada batasan waktu dan
cuaca. Satelit GPS pertama diluncurkan pada tahun1978 dan secara resmi
sistem GPS dinyatakan operasional pada tahun 1994.
62
b) Segmen Penyusun Sistem GPS
Sistem GPS tediri atas tiga segmen utama, yaitu segmen angkasa
(space segment), segmen sistem kontrol (control system segment), dan
segmen pengguna (user segment).85
1. Segmen Angkasa
Segmen angkasa terdiri dari 24 buah satelit GPS yang secara kontinyu
memancarkan sinyal – sinyal yang membawa data kode dan pesan
navigasi yang berguna untuk penentuan posisi, kecepatan dan waktu.
Satelit-satelit tersebut ditempatkan pada enam bidang orbit dengan
periode orbit 12 jam dan ketinggian orbit 20.200 km di atas permukaan
bumi. Keenam orbit tersebut memiliki jarak spasi yang sama dan
berinklinasi 55o terhadap ekuator dengan masing-masing orbit
ditempati oleh empat buah satelit dengan jarak antar satelit yang tidak
sama.
2. Segmen Sistem Kontrol
Segmen sistem kontrol terdiri dari Master Control Station (MCS),
Ground Station, dan beberapa Monitor Station (MS) yang berfungsi
untuk mengontrol dan memonitor pergerakan satelit.
3. Segmen Pengguna
Segmen pengguna terdiri dari para pengguna satelit GPS baik yang ada
di darat, laut maupun udara Dalam hal ini receiver GPS dibutuhkan
untuk menerima dan memproses sinyal-sinyal dari GPS untuk
digunakan dalam penentuan posisi, kecepatan, dan waktu. 9
85
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 171.
63
c) Sinyal GPS
Sinyal GPS yang dipancarkan oleh satelit-satelit GPS menggunakan
band frekuensi L pada spektrum gelombang elektromagnetik. Setiap satelit
GPS memancarkan dua (2) gelombang pembawa yaitu L1 dan L2 yang
berisi data kode dan pesan navigasi. Pada dasarnya sinyal GPS terdiri dari
tiga komponen, yaitu: penginformasi jarak (kode), penginformasi posisi
satelit (navigation message) dan gelombang pembawanya (carrier wave).
d) Penginformasi Jarak
Penginformasi jarak yang dikirimkan oleh satelit GPS terdiri dari dua
buah kode PRN (Pseudo Random Noise) yaitu kode-C/A (Coarse
Acquisition/Clear Access) yang dimodulasikan pada gelombang pembawa
L1 dan kode-P(Y) (Private) yang dimodulasikan baik pada gelombang
pembawa L1 maupun L2. Kedua kode tersebut disusun oleh rangkaian
kombinasi bilangan-bilangan biner (0 dan 1). Setiap satelit GPS
mempunyai struktur kode yang unik dan berbeda antara satu satelit dengan
satelit lainnya yang memungkinkan receiver GPS untuk membedakan
sinyal-sinyal yang datang dari satelit-satelit GPS yang berbeda. Sinyal-
sinyal tersebut dapat dibedakan oleh receiver dengan menggunakan teknik
yang dinamakan CDMA (Code Division Multiple Accsess).
e) Penginformasi Posisi
Pesan navigasi yang dibawa oleh sinyal GPS terdiri dari informasi
ephemeris (orbit) satelit yang biasa disebut broadcast ephemeris yang
terdiri dari parameter waktu, parameter orbit satelit dan parameter
perturbasi dari orbit satelit. Parameter – parameter tersebut digunakan
untuk menentukan koordinat dari satelit. Disamping broadcast ephemeris ,
pesan navigasi juga berisi almanac satelit yang memberikan informasi
tentang orbit nominal satelit yang berguna bagi receiver dalam proses
akuisasi awal data satelit maupun bagi para pengguna dalam perencanaan
waktu pengamatan yang optimal. Informasi lain yang dibawa oleh pesan
navigasi adalah koefisien koreksi jam satelit, parameter koreksi ionosfer,
status konstelasi satelit dan informasi kesehatan satelit.
64
f) Gelombang Pembawa
Kode dan pesan navigasi agar dapat mencapai pengamat harus
dimodulasikan terlebih dahulu pada gelombang pembawa. Gelombang
pembawa yang digunakan terdiri atas dua gelombang , yaitu gelombang
L1 dan L2. Gelombang L1 (1575.42 Mhz) membawa kode-P(Y) dan
kode-C/A sedangkan gelombang L2 (1227.60 Mhz) hanya membawa
kode-P(Y) saja. Teknik modulasi yang digunakan dalam sinyal GPS
adalah BPSK (Binary Phase Shift Keying) yang menggunakan
modulasi.
g) Penentuan Posisi Absolut dengan GPS
Penentuan posisi dengan GPS adalah penentuan posisi tiga dimensi
yang dinyatakan dalam sistem koordinat kartesian (X,Y,Z) dalam datum
WGS (World Geodetic System) 1984. Untuk keperluan tertentu,
koordinat kartesian tersebut dapat dikonversi ke dalam koordinat
geodetik (φ,λ,h). Titik yang akan ditentukan posisinya dapat diam
(static positioning) maupun bergerak (kinematic positioning).
Penentuan posisi absolut merupakan metode penentuan posisi yang
paling mendasar dan paling banyak digunakan untuk aplikasi-aplikasi
yang idak memerlukan tingkat ketelitian posisi yang tinggi dan tersedia
secara instant real-time) seperti pada aplikasi navigasi wahana bergerak
(darat, laut dan udara).
h) Prinsip Penentuan Posisi Absolut dengan GPS.
Prinsip dasar penentuan posisi absolut dengan GPS adalah dengan
reseksi jarak ke beberapa satelit GPS sekaligus yang koordinatnya telah
diketahui. Pada penentuan posisi absolut dengan data pseudorange,
jarak pengamat (receiver) ke satelit GPS ditentukan dengan mengukur
besarnya waktu tempuh sinyal GPS dari satelit ke receiver pengamat.
Waktu tempuh ditentukan dengan menggunakan teknik korelasi kode
(code correlation technique) dimana sinyal GPS yang datang
dikorelasikan dengan sinyal replika yang diformulasikan dalam
receiver. Jarak dari receiver ke pengamat kemudian dapat ditentukan
65
dengan mengalikan waktu tempuh dengan kecepatan cahaya. Karena
ada perbedaan waktu pada jam satelit dan jam receiver maka data jarak
yang diperoleh bukan merupakan jarak yang sebenarnya melainkan
jarak pseudorange.
D. Istilah-istilah dalam Ilmu Falak
1) Meridian
Meridian adalah lingkaran vertikal yang menghubungkan titik utara,
selatan, zenith, nadir melalui kutub utara dan kutub selatan.86
2) Lintang
Lintang (𝜑) adalah jarak dari khatulistiwa ke kutub, diukur melalui
lingkaran kutub ke arah utara disebut lintang utara diberi tanda pofitif (+)
dan ke arah selatan yang diberi tanda negatif (-).87
3) Bujur
Bujur adalah jarak suatu tempat dari kota Greenwich di Inggris yang
diukur melalui lingkaran meridian. Ke arah timur di sebut dengan bujur
timur dan bertanda negatif (-), dan ke arah barat yang disebut dengan
bujur barat dan diberi tanda positif (+). Baik bujur timur ataupun bujur
barat diukur melalui lingkaran meridian dari kota Greenwich di Inggris,
yaitu pada bujur (00) sampai dengan bujur (180
0).
88
4) Horizon
Horizon adalah lingkaran pada bola langit yang menghubungkan titik
utara, titik timur, titik selatan dan titik barat samapi ke titik utara. Horizon
merupakan batas pemisah antara belahan langit yang tampak dan tidak
tampak.89
86
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 8 87
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 9 88
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 10 89
A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan aplikasi), (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 11
66
5) Deklinasi
Deklinasi matahari atau Maylus Syams adalah sepanjang lingkaran
deklinasi dihitung dihitung dari equator sampai matahari. Dalam
astronomi dilambangkan dengan (𝛿0).90
6) Azimuth
Azimuth atau as-Samtu adalah arah, yaitu harga suatu sudut untuk
matahari atau bulan dihitung sepanjang horizon atau ufuk. Biasanya
diukur dari titik utara ke timur (searah dengan jarum jam) sampai titik
perpotongan antara lingkaran vertical yang melewati matahari atau bulan
itu dengan lingkaran horizon.91
90
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 65. 91
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 135.
67
BAB IV
ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA PADA
TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT
A. ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA
PADA TEORI TRIGONOMETRI BOLA (SPHERICAL
TRIGONOMETRY).
Trigonometri bola (Spherical Trigonometry) sebagaimana yang telah
dipaparkan pada bab II dan bab III adalah ilmu ukur sudut bidang datar yang bisa
diaplikasikan pada permukaan yang berbentuk bola seperti bumi. Dalam hal ini
maka berbeda pula antara segitiga pada bidang datar dan segitiga bidang bola.
Sisi-sisi pada segitiga bidang datar berupa garis-garis lurus, Sedangkan sisi-sisi
segitiga pada bidang bola berupa garis-garis yang melengkung.
Praktik perhitungan arah kiblat sebenarnya juga bisa menggunakan segitiga
pada bidang datar, yaitu pada metode segitiga kiblat dan metode segitiga siku-siku
dari bayangan matahari setiap saat. Pada metode-metode tersebut rumus yang
digunakan dalam perhitungannya tidak lain adalah menggunakan konsep
trigonometri pada bidang datar. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Segitiga kiblat
Segitiga kiblat digunakan setelah pengguna mengetahui azaimuth kiblat atau
sudut kiblat. Cara ini digunakan untuk memudahkan penerapan sudut kiblat di
lapangan. Dasar yang digunakan dalam segitiga kiblat ini adalah perbandingan
rumus trigonometri pada bidang datar. Artinya ketika diketahui panjang salah satu
sisi segitiga, misalkan sisi a, maka sisi b dihitung sebesar sudut kiblat (U-B),
kemudian ujung kedua sisi ditarik membentuk garis kiblat.
Contohnya misalkan sudah diketahui sudut kiblat di suatu tempat, misalnya
Semarang yaitu sebesar 65029’28,07” dari utara ke barat (U-B). Kemudian dibuat
garis utara selatan (U-S) atau sisi a sepanjang 100 cm. Dengan menggunakan
konsep trigonometri bidang datar maka garis UB atau sisi b dapat ditentukan
68
dengan rumus tangen. Garis UB atau sisi b dapat diperoleh dengan perhitungan
100 cm x tan 65029’28,07”, sehingga diperoleh sisi b sebesar 219,3 cm. Secara
lebih rinci perhitungannya adalah sebagai berikut:
Diketahui : sudut kiblat kota Semarang dilambangkan dengan 𝜃 sebesar
65029’28,07”, garis bantu utara selatan (U-S) dilambangkan dengan sisi a.
Ditanyakan : garis utara barat (U-B) dilambangkan dengan sisi b
Penyelesaian :
Untuk lebih jelasnya maka dibuat gambar terlebih dahulu,
Gambar 25. Segitiga kiblat
Dengan menggunakan konsep trigonometri pada bidang datar diperoleh
rumus tangen, yaitu:
𝑡𝑎𝑛 𝜃 =𝑏
𝑎, karena yang dicari adalah b maka,
𝑏 = tan θ × a
𝑏 = tan 65°29’28,07” × 100 cm
𝑏 = 219,3 cm
Metode perhitungan arah kiblat dengan menggunakan metode segitiga
kiblat syarat yang diperlukan adalah sudut kiblat suatu tempat, sisi bantu utara
selatan (U-S) atau sisi utara barat (U-B). Bila salah satu sisi bantu sudah
diketahui, maka sisi yang lain juga dapat dihitung atau ditentukan dengan bantuan
konsep trigonometri pada bidang datar. Biasanya rumus yang dipakai pada konsep
perbandingan trigonometri dalam bidang datar adalah rumus sin, cos, dan tangen.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam metode segitiga kiblat rumus yang
digunakan adalah rumus 𝐬𝐢𝐧, 𝐜𝐨𝐬, dan 𝐭𝐚𝐧𝐠𝐞𝐧.
𝑏… ?
𝜃
𝑎
𝑆
𝑈 𝐵
Arah Kiblat
Keterangan:
U : titik utara sejati
B : letak kiblat
S : letak kota Semarang
69
Maksudnya adalah jika pada perhitungan arah kiblat kota Semarang tersebut
menggunakan rumus 𝑡𝑎𝑛 𝜃 =𝑏
𝑎 , maka dapat pula diperoleh rumus 𝑠𝑖𝑛 𝜃 =
𝑏
𝐵−𝑆 dan rumus 𝑐𝑜𝑠 𝜃 =
𝑎
𝐵−𝑆. Namun dalam masalah ini rumus yang dipakai
adalah 𝑡𝑎𝑛 𝜃 =𝑏
𝑎.
Metode segitiga kiblat pada dasarnya memang harus menentukan atau
mengetahui sudut kiblat terlebih dahulu. Namun arah kiblatnya belum
diketahui. Sehingga dengan metode segitiga kiblat arahnya dapat diketahui,
yaitu dengan konsep trigonometri pada bidang datar.
2. Segitiga siku-siku dari bayangan matahari
Metode segitiga siku-siku dari bayangan matahari ini pada dasarnya
menggunakan bayangan matahari. Secara garis besar langkah-langkah dalam
penentuan arah kiblat dengan metode segitiga kiblat yang menggunakan
bantuan dari bayangan matahari adalah sebagai berikut:
a) Menghitung arah kiblat dan azimuth kiblat. Arah kiblat dihitung dengan
rumus 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 𝐵 = tan 𝜑𝑘 . cos 𝜑𝑘 ÷ sin 𝐶 − sin 𝜑𝑘 ÷ tan 𝐶.92
Menghitung
azimuth kiblat dengan rumus B = UT (+), maka azimuth kiblat = B. Jika B =
ST (-), maka azimuth kiblat 1800 + B. Jika B = SB (-), maka azimuth kiblat
= 1800 – B. Jika B = UB (+), maka azimuth kiblat = 360
0 – B.
b) Menghitung sudut waktu matahari, arah matahari dan azimuth matahari
dengan rumus t = (LMT + e-(BT
L-BT
X)/15-12)x15. Menghitung sudut waktu
matahari dengan rumus 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 𝐴 = tan 𝛿𝑚 . cos 𝜑𝑥 ÷ sin 𝑡 − sin 𝜑𝑥 ÷
tan 𝑡. Dan menghitung azimuth matahari dengan rumus A = UT (+) maka
azimuth matahari = A. jika A = ST (-), maka azimuth matahari 1800 + A.
Jika A = SB (-), maka azimuth matahari = 1800 – A. Sedangkan jika A = UB
(+), maka azimuth matahari = 3600-A.
93
92
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, hlm. 91. 93
Ahmad Izzuddin, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat (Studi
Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, hlm. 92.
70
c) Menghitung sudut kiblat dari bayangan matahari misalkan dilambangkan
dengan titik Q, sehingga rumus untuk Q = azimuth kiblat – azimuth
matahari. Dengan catatan jika nilai Q positif (+) maka kiblat berada di
sebelah kanan bayangan matahari, dan jika negatif (-) maka arah kiblat di
sebelah kiri bayangan matahari.
d) Membuat segitiga segitiga siku-siku dari bayangan matahari. Ada dua
tawaran yaitu dengan menggunakan satu segitiga siku-siku atau dengan dua
segitiga siku-siku.
Rumus yang digunakan pada metode segitiga siku-siku dengan bantuan
bayangan matahari adalah rumus cotangen. Dimana dalam rumus tersebut juga
memuat rumus sinus, cosinus dan tangen. Adapun rumusnya adalah 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 𝐵 =
tan 𝜑𝑘 . cos 𝜑𝑘 ÷ sin 𝐶 − sin 𝜑𝑘 ÷ tan 𝐶 dan 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 𝐴 = tan 𝛿𝑚 . cos 𝜑𝑥 ÷
sin 𝑡 − sin 𝜑𝑥 ÷ tan 𝑡.
Konsep perbandingan trigonometri pada bidang datar khususnya segitiga
siku-siku sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya yaitu bab II
diperoleh rumus perbandingan sinus, cosinus, tangen, secan, cosecant dan
cotangen. Dalam aplikasi perhitungan arah kiblat seperti pada metode segitiga
kiblat dan segitiga siku-siku dengan bantuan matahari pada prinsipnya juga
memakai konsep tersebut. Baik rumus sinus, cosinus, tangen, secan, cosecant dan
cotangen terlibat di dalam perhitungannya. Untuk mempermudah perhitungannya
biasanya menggunakan alat bantu kalkulator.
Adapun rumus-rumus dasar segitiga baik pada bidang datar maupun bidang
lengkung atau permukaan bola yang sering digunakan dalam penentuan arah
kiblat terutama dalam teori trigonometri bola (spherical trigonometry) adalah
sebagai berikut:
71
1) Segitiga pada bidang datar
Gambar di samping ini adalah gambar segitiga
ABC dengan sudut B sebagai sudut siku-siku.
Sisi a (sisi di depan sudut A) sebagai sisi siku-
siku. Sisi b (sisi di depan sudut B) sebagai sisi
miring. Sisi c (sisi di depan sudut C) sebagai sisi
alas atau sisi siku-siku pengapit.
Gambar segitiga siku-siku di samping
menghasilkan perbandingan rumus trigonometri
sebagai berikut:
a : b = sin A c : b = sin C
c : b = cos A a : b = cos C
a : c = tan A c : a = tan C
c : a = cotan A a : c = cotan C
a : sin A = b c : sin C = b
c : cos A = b a : cos A = b
a : tan A = c c : tan C = a
c : cotan A = a a : cotan C = c
b x sin A = a b x sin C = c
b x cos A = c b x cos C = a
c x tan A = a a x tan C = c
a x cotan A = c c x cotan C = a
2) Segitiga pada permukaan bola
Segitiga pada permukaan bola yang dikenal dengan segitiga bola
adalah tidak datar, melainkan cembung sesuai dengan permukaan bola,
dimana sisi-sisinya terdiri dari busur yang melewati lingkaran-lingkaran
besar pada bola itu.94
Segitiga bola ini ada dua macam, yaitu segitiga siku-siku (tegak)
dan segitiga serong. Segitiga bola siku-siku adalah segitiga bola yang
94
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 15.
A B
C
a b
c
┘
Gambar 26. Segitiga siku-siku
72
salah satu sisinya terdiri dari busur yang melewati kedua kutub lingkaran
besar pada bola itu. Sedangkan segitiga bola serong adalah segitiga bola
yang sisinya tidak melewati kedua kutub limgkaran besar pada bola itu.95
Dengan bantuan gambar segitiga ABC di atas yang kemudian
dipindah ke permukaan bola, sehingga menjadi segitiga bola ABC di
permukaan bola. Gambar ilustrasinya adalah sebagai berikut:
Gambar 27. Gambar segitiga pada permukaan bola
Gambar di atas adalah gambar segitiga pada permukaan bola. Dari
gambar tersebut dapat diperoleh perbandingan rumus trigonometri sebagai
berikut:96
sin b x sin A = sin a sin c x tan A = tan a
sin b x sin C = sin c sin a x tan C = tan c
sin a x sin C = cos a cotan C x cotan A = sin b
cos c x sin A = cos C cos A : sin C = cos a
cos b x tan C = cotan A cos C : sin A = cos c
tan b x cos C = tan a cos b : cos c = cos a
tan b x cos A = tan c cos b : cos a = cos c
Dalil sinus
sin a
sin A=
sin b
sin B=
sin c
sin C
95
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 15. 96
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, hlm. 16.
73
Dalil cosinus
cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A
cos b = cos a cos c + sin a sin b cos B
cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C
Konsep trigonometri dalam segitiga bola mempersoalkan hubungan-
hubungan di antara unsur-unsur dalam segitiga bola tersebut. Namun, hukum
yang terpenting yang biasa dipakai adalah hukum sinus dan kosinus, 97
rumus
yang biasa digunakan adalah:
rumus kosinus
cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A
rumus sinus
sin a
sin A=
sin b
sin B=
sin c
sin C
Adapun ilustrasi dari kedua rumus tersebut adalah sebagai berikut:
Rumus kosinus
O titik pusat sebuah bola, dan ABC segitiga bola pada permukaan bola
itu, untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:
Gambar 28. Ilustrasi segitiga ABC pada permukaan bola yang dibagi
empat
97
A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), hlm. 56.
74
Dari titik sembarang P pada OB dibuat garis tegak lurus pada bidang
OCA yang jatuh pada titik Q. Dari Q dibuat garis tegak lurus pada OC dan
OA, yaitu garis QR dan QS. Sudut ACO yang besarnya adalah b dibagi dua
oleh garis OQ menjadi dua bagian, masing-masing besarnya adalah d dan (b-
d)2.
Dalam segitiga siku-siku OQS:
Cos d = QS/OQ atau OQ = QS/cos d……. (i)
Dalam segitiga siku-siku ORQ:
Cos (b-d) = OR/OQ atau OQ = OR/cos (b-d)…… (ii)
Dari (i) dan (ii) diperoleh :
OS/cos d = OR/cos (b-d) atau OS cos (b-d) = OR cos d
Dalam segitiga OPS : OS = OP cos c
Dalam segitiga OPR : OR = OP cos a
Persamaan (iii) dapat ditulis sebagai berikut :
OP cos c cos (b-d) = OP cos a cos d atau
Cos c cos (b-d) = cos a cos d
Cos c (cos b + sin b sin d) = cos a cos d atau
Cos a cos d = cos c cos b cos d + cos c sin b sin d
Cos a = cos c cos b + cos c sin b tan d
Dalam segitiga OQS/tan d = QS/OS = PS cos A/OP cos c
OP sin c cos A/OP cos c = sin c cos A/cos c = tan c cos A
Jika persamaan (iii) disubtitusikan dalam persamaan (iv) diperoleh:
Cos a = cos b cos c + sin b cos c tan c cos A
Cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A
Rumus sinus
Rumus sinus diturunkan dari rumus kosinus
Cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A
Cos A = cos a – cos b cos c/ sin b sin c
Jika kedua bagian dikuadratkan maka diperoleh;
75
cos2A =(cos a−cos b cos c)2
sin 2b sin 2c
1 − sin2A =(cos a−cos b cos c)2
sin 2b sin 2c
sin2A = 1 −(cos a−cos b cos c)2
sin 2b sin 2c
=sin 2b sin 2c−(cos a−cos b cos c)2
sin 2b sin 2c
=(1−cos 2b) 1−cos 2c −(cos a−cos b cos c)2
sin 2b sin 2c
=1−cos 2a−cos 2b−cos 2c+2 cos a cos b cos c
sin 2b sin 2c
Dan
sin 2A
sin 2a=
1−cos 2a−cos 2b−cos 2c+2 cos a cos b cos c
sin 2a sin 2b sin 2c
Bagian kedua persamaan ini bentuknya bersifat simetris , karena a, b, dan
c timbul dalam keadaan serupa, sehingga :
sin 2A
sin 2a=
sin 2B
sin 2b=
sin 2C
sin 2c
Oleh karena sudut dan sisi-sisi sebuah segitiga bola selalu kurang dari
1800 maka nilai sin a, sin b, sin c, sin A, sin B, dan sin C bernilai positif,
sehingga dapat dituliskan .98
sin A
sin a=
sin B
sin b=
sin C
sin c
Paparan di atas baik dari metode segitiga kiblat, segitiga siku-siku
dengan bantuan bayangan matahari, konsep segitiga pada bidang datar dan
konsep segitiga pada bidang bola pada dasarnya tidak lepas dari konsep
trigonometri bidang datar dan bidang bola. Hampir semua rumus terlibat di
dalamnya yaitu aturan sinus, kosinus, tangen, kosekan, kotangen dan secan.
Namun tidak semua rumus digunakan atau dipakai dalam penentuan arah
kiblat terutama pada teori trigonometri bola.
Literatur yang terkait dengan teori itu juga menjelaskan demikian.
Bahwa rumus yang digunakan tidaklah semuanya. Dalam bukunya Ahmad
98
A. Jamil, Ilmu Falak (teori dan Aplikasi), hlm. 58.
76
Izzuddin, rumus yang dipakai adalah 𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐜𝐨𝐭 𝐛 𝐬𝐢𝐧 𝐚 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐂 −
𝐜𝐨𝐬 𝐚 𝐜𝐨𝐭 𝐂 yang kemudian disederhanakan menjadi
𝐜𝐨𝐭 𝐗 = 𝐭𝐚𝐧𝛗𝐦 𝐜𝐨𝐬𝛗𝐱 ÷ 𝐬𝐢𝐧 𝐂 − 𝐬𝐢𝐧𝛗𝐱 ÷ 𝐭𝐚𝐧𝐂 dengan menyesuaikan
keadaan lintang dan bujur masing-masing daerah yang akan ditentukan arah
kiblatnya.
Berbeda dengan bukunya A. Jamil, rumus yang dipakai/digunakan dalam
menentukan arah kiblat ditawarkan ada beberapa rumus sebagaimana yang
dibahas dalam bab II dan bab III. Namun pada dasarnya adalah sama yaitu
mengacu pada konsep trigonometri. Baik pada bidang datar ataupun bidang
bola.
B. ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA
PADA TEORI GEODESI.
Konsep trigonometri atau rumus trigonometri juga dipakai dalam teori
geodesi. Terutama dalam hal penentuan arah kiblat. Sebagaimana yang telah
dipaparkan dalam bab II dan bab III, bahwa pada dasarnya antara konsep
trigonometri bola hampir sama dengan teori geodesi. Terutama dalam hal
perhitungan arah kiblat. Kalau pada teori trigonometri bola, bumi diasumsikan
bulat seperti bentuk bola pada umumnya. Namun pada teori geodesi lebih pada
bentuk bumi yang sebenarnya. Dimana bentuk bumi itu tidak rata karena
banyak terdapat gunung-gunung, lereng, jurang dan tebing.
Istilah yang digunakan dalam teori geodesi yang terkait dengan bentuk
bumi yang sebenarnya adalah ellipsoid. Artinya bumi itu tidak bulat seperti
bola pada umumnya, namun lebih pepat di kedua kutubnya.
Adapun rumus trigonometri yang dipakai dalam perhitungan arah kiblat
dalam teori geodesi adalah sebagai berikut:
α1 = arc. tan2(cos U2 . sin λ , cos U1. sin U2 − sin U1. cos U2. cos λ)
α2 = arc. tan2(cos U1 . sin λ , − sin U1. cos U2 + cos U1. sin U2. cos λ)
Rumus tersebut memperhatikan beberapa hal sebagai berikut; lintang
ka’bah (𝜑𝐴) sebesar 21°25′05" LU, bujur ka’bah (𝜆𝐴) sebesar
39°49′34,05"BT, lintang lokasi (𝜑𝐵), bujur lokasi (𝜆𝐵). Di samping demikian
77
parameter ellipsoid juga diperhatikan, yaitu dengan menggunakan parameter
ellipsoid referensi WGS 1984. Di mana a sebagai ellipsoida sumbu panjang
sebesar 6378137 m dan b ellipsoida sumbu pendek sebesar 6356752.3142 m.99
1. Sistem Koordinat
Posisi suatu titik dapat dinyatakan secara kuantitattif maupun secara
kualitatif. Secara kuantitatif posisi suatu titik dinyatakan dengan koordinat,
baik dalam ruang satu, dua, tiga, maupun empat dimensi (1D, 2D, 3D, maupun
4D). Perlu diketahui bahwa koordinat tidak hanya memberikan deskripsi
kuantitatif tentang posisi, tetapi juga pergerakan suatu titik seandainya titik
yang bersangkutan bergerak.
Oleh karena itu untuk menjamin adanya konsistensi dan standarisasi perlu
adanya suatu sistem dalam menyatakan koordinat. Sistem ini disebut dengan
sistem referensi koordinat, atau secara singkat sistem koordinat dan secara
umum untuk realisasinya dinamakan kerangka referensi koordinat.
Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi
fisis dan geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam
pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik dalam ruang. Sedangkan
kerangka referensi koordinat dimaksudkan sebagai realisasi praktis dari sistem
referensi, sehingga sistem tersebut dapat digunakan untuk pendeskripsian
secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik-titik, baik di permukaan bumi
(kerangka terestris) ataupun di luar bumi (kerangka selestia atau ekstra-
terestris).100
Kerangka referensi biasanya direalisasikan dengan melakukan
pengamatan-pengamatan geodetik dan umumnya direpresentasikan dengan
menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun objek (seperti
bintang dan benda langit lainnya). Sistem referensi koordinat dapat dikatakan
99
Guna Putri Widyati, Perbandingan Penentuan Arah Kiblat antara Bentuk Matematis
Bola dengan Bentuk Matematis Ellipsod, dalam majalah Zenit edisi V/tahun III/ Desember 2010,
(Semarang: Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2010), hlm.25 100
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 15.
78
sebagai suatu idealisasi dari sistem koordinat dan kerangka referensi koordinat
merupakan realisasi sistem koordinat.
Dalam bidang geodesi satelit, untuk pendefinisian sistem referensi
koordinat dan perealisasian kerangka referensi koordinat yang optimal bagi
titik-titik di permukaan bumi maupun di luar bumi (seperti satelit), pemahaman
tentang bentuk dan dinamika bumi sangatlah diperlukan.
Secara tiga dimensi bentuk bumi secara matematis mendekati ellipsoid
biaksial yaitu penampang ekuatorialnya berupa lingkaran dan penampang
merediannya berupa ellips. Dalam hal ini bumi diwakili oleh geoid global,
dimana geoid sendiri adalah bidang ekuipotensial gaya berat bumi yang
mendekati muka laut rata-rata secara global.
Berkaitan dengan ukuran ellipsoid yang digunakan untuk
merepresentasikan bumi, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dari pengamatan bumi, telah dikenal beberapa ellipsoid referensi.
Adapun ellipsoid referensi tersebut adalah sebagai berikut:101
Tahun Nama a (m) b (m) 1/f
1830
1830
1841
1856
1866
1880
1907
1909
1927
1948
1960
1960
1966
Airy
Everest
Bessel
Clarke
Clarke
Clarke
Helmert
Hayford
NAD-27
Krassovsky
Hough
Fischer
WGS-66
6377563
6377276
6377397
6378294
6378206
6378249
6378200
6378388
6378206,4
6378245
6378270
6378155
6378145
6356257
6356075
6356079
6356618
6356584
6356515
6356818
6356912
6356912
6356863
6356794
6356773
6356760
299,325
300,802
299,153
294,261
294,978
293,466
298,300
297,000
294,9786982
298,300
297
298,3
298,35
101
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 17.
79
Tahun Nama a (m) b (m) 1/f
1967
1969
1972
1973
1980
1980
1981
1984
1990
1992
IUAG
S. American
WGS-72
Smithsonia
International
GRS-80
GEM-10B
WGS-84
PZ-90
GEM-T3
6378160
6378160
6378135
6378140
6378137
6378137.0
6378138
6378137
6378136
6378137
6356775
6356774
6356751
6356755
6356752
6356752
6356753
6356752
6356751
6356752
298,247
298,25
298,26
298,256
298,257
298,257222101
298,257
298,257223563
298,257839303
298,257
Pada tabel di atas, a adalah sumbu panjang ellipsoid dan b adalah sumbu
pendek ellipsoid, sedangkan f adalah penggepengan dari ellipsoid yang
dihitung dari a dan b dengan rumus 𝑓 =𝑎−𝑏
𝑎 . Dari tabel tersebut juga terlihat
bahwa secara umum untuk ellipsoid referensi yang merepresentasikan bumi
adalah, a = 6378 km, b = 6357 km dan f = 1/298.
Adapun bentuk secara umum dari deviasi ellipsoid geosentrik permukaan
geoid (MSL= Mean Sea Level) lebih kecil dari 100 m. Sedangkan deviasi
permukaan geoid sendiri dengan permukaan bumi lebih kecil dari 10 km.
adapun tabelnya adalah sebagai berikut:102
Deviasi maksimum
(m)
Rasio terhadap sumbu
Panjang bumi (a = 6378 km)
Permukaan bumi-
geoid (MSL)
10000 1.6.10-3
Geoid-ellipsoid
(geosentrik)
100 1.6.10-5
Ellipsoid-bola 10000 1.6.10-3
102
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 18.
80
(geosentrik)
2. World Geodetic System 1984 (WGS 84)
WGS 84 pada prinsipnya adalah sistem koordinat CTS (Conventional
Terrestrial System) yang didefinisikan, direalisasikan dan dipantau oleh NIMA
(National Imagery And Mapping) Amerika Serikat (AS). WGA 84 adalah
sistem yang saat ini digunakan oleh sistem satelit navigasi GPS (Global
Positioning System). Adapun karakteristik dari WGS 84 adalah seperti CTS,
dengan karakteristik spesifik lainnya sebagai berikut:103
Sistem geosentrik, dimana pusat massanya didefinisikan untuk seluruh
bumi, termasuk lautan dan atmosfer.
Skalanya adalah kerangka lokal bumi, dalam konteks teori relativitas
gravitasi.
Evolusi waktu dari orientasi sistem koordinat tidak menyebabkan
adanya residual dari rotasi global terhadap kerak bumi.
Kerangka referensi WGS 84 direalisasikan pertama kalinya pada 1987
dengan sekumpulan titik koordinatnya diamatai dengan sistem satelit navigasi
TRANSIT (Doppler). Pada waktu itu kerangka direalisasikan dengan
memodifikasi kerangka referensi yang digunakan oleh sistem satelit Doppler
(NSWC 9Z-2), yaitu parameter titik pusat (titik nol) sistem koordinat dan
skalanya, serta merotasikannya sehingga merediannya berimpit dengan
meridian nol yang didefinisikan oleh BIH (Bureau International De I’Heure).
Dalam hal ini nilai tranformasi dari datum NSWC 9Z-2 ke WGS 84 adalah
translasi dalam arah sumbu Z sebesar ∆Z = 4,5 m, rotasi dalam bujur ∆λ =
0,814”, dan perubahan faktor skala ∆S = -0,6 x 10-6
.104
Sejak Januari 1987,
Defense Mapping Agency (DMA) Amerika Serikat mulai menggunakan WGS
84 dalam menghitung orbit teliti (Precise Ephemeris) untuk satelit TRANSIT
(Doppler). Orbit teliti selanjutnya bersama-sama dengan pengamatan Doppler
digunakan untuk menentukan posisi dari 12 stasiun penjejak GPS milik DoD.
103
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 45. 104
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 46.
81
Keduabelas stasiun ini selanjutnya digunakan untuk menjejak satelit GPS
dalam rangka menentukan parameter orbit (Broadcast Ephemeris) dari satelit
Dalam rangka menyelaraskan sistem koordinat WGS 84 dengan sistem
ITRF yang lebih teliti serta banyak digunakan untuk aplikasi-applikasi geodetic
pada saat ini, DoD telah menentukan kembali koordinat dari 12 stasiun
penjejak tersebut pada epok 1994.0. Penentuan kembali koordinat dikakukan
dengan menggunakan data GPS yang diamati di sepuluh stasiun tersebut serta
di beberapa stasiun penjejak IGS (Internation GPS Service for Geodynamics),
yang dalam perhitungan ini koordinatnya dalam system ITRF 91 dianggap
tetap. Selanjutnya kerangka koordinat WGS 84 yang telah ditingkatkan
kualitasnya dinamakan WGS 84 (G730). Namun pada tahun 1996, diganti lagi
dengan nama WGS 84 (G873).105
Pada sistem koordinat WGS 84 yang merupakan sistem koordinat
kartesian tangan kanan, ellipsoid yang digunakan adalah ellipsoid geosentrik
WGS 84 yang didefinisikan oleh empat parameter utama. Adapun parameter
tersebut adalah sebagai berikut:106
Parameter Notasi Nilai
Sumbu panjang a 6378137,0 m
Penggepengan 1/f 298,257223563
Kecepatan sudut bumi 𝜔 7292115,0 x 10-11
rad s-1
Konstanta gravitasi bumi
(termasuk massa atmosfer)
GM 3986004,418 x 108 m
3 s
-1
Itulah sekilas paparan tentang sistem koordinat referensi dan WGS 1984
yang digunakan dalam teori geodesi. Adapun aplikasi yang digunakan untuk
perhitungan arah kiblat adalah metode Vincenty sebagaimana yang dibahas
pada bab III. Dari perhitungan arah kiblat tersebut, dapat diketahui bahwa
rumus yang digunakan juga tidak lepas dari aturan trigometri.
Meskipun dalam perhitungannya metode Vincenty sudah menggunakan
program tertentu, namun pada prinsipnya rumus dasar yang dipakai adalah
105
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 47. 106
Hasanuddin Z. Abidin, Geodesi Satelit, hlm. 47.
82
rumus trigonometri. Di antaranya adalah rumus cotan, tangen, sin dan cos.
Akan tetapi atuaran trigonometri yang diterapkan dalam teori geodesi adalah
aturan trigonometri pada bidang lengkung. Lebih tepatnya, aturan trigonometri
berdasarkan pada bentuk bumi yang sebenarnya, yaitu ellipsoid. Adapun
perhitungannya menggunakan metode vincenty dengan sistem koordinat WGS
84.
C. ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA
PADA TEORI NAVIGASI.
Prinsip navigasi pada dasarnya adalah menggambarkan lokasi suatu tempat
di bidang datar. Dalam hal ini dapat dikatakan semacam peta bidang datar.
Sistem navigasi yang terkenal saat ini adalah sistem navigasi GPS. Adapun
penjelasan sistem navigasi GPS adalah sebagaimana yang dibahas pada bab III.
Dengan kecanggihan teknologi, sistem navigasi GPS telah membantu
mempermudah menentukan lokasi suatu tempat di permukaan bumi ini.
Termasuk lokasi ka’bah di kota Makkah yang notabennya sebagai pusat arah
mengahadap ketika orang muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah sholat.
Di sini, dalam teori navigasi ini, perhitungan/penentuan arah kiblat bisa
dilakukan dengan menggunakan konsep peta pada bidang datar. Misalkan saja
ingin menentukan arah kiblat kota Semarang, maka tinggal dicari saja letak
kota Semarang pada peta kemudian ditarik benang menuju kota Makkah letak
ka’bah. Supaya lebih mudah, maka dibuatkan illustrasi gambar berikut ini:
U
S
K
S
83
Gambar 29. Ilustrasi arah kiblat kota Semarang pada peta bidang datar.
Teori navigasi dalam perhitungan arah kiblat pada prinsipnya
menggunakan konsep trigonometri pada bidang datar. Hal ini sama halnya
dengan penentuan arah kiblat dengan metode segitiga kiblat sebagaimana yang
dibahas pada subbab sebelumnya. Diantara syarat yang diperlukan adalah sudut
kiblat, kemudian garis bantu utara-selatan (U-S) atau utara-barat (U-B) atau
mungkin menyesuaikan lokasinya. Rumus yang digunakan tentunya juga tidak
jauh beda yaitu, sinus, kosinus, tangen, cosecant, secan dan kotangen. Karena
memang aturan yang digunakan adalah sama yaitu trigonometri pada bidang
datar.
Teori navigasi pada aplikasinya lebih cenderung pada penetuan letak
posisi lokasi saja. Bila sudah diketahui masing-masing titik lokasi, maka
tinggal dihubungkan kedua titik tersebut dengan alat bantu benang ataupun
sejenisnya. Adapun sudut kiblat masing-masing lokasi sudah diketahui terlebih
dahulu. Sehingga memudahkan untuk perhitungannya.
Akan tetapi bila ditinjau dari rumus trigonometri yang digunakan, maka
mayoritas hampir sama dengan teori lainnya yaitu trigonometri bola dan
geodesi. Yang sedikit membedakan hanyalah aplikasinya pada bidang datar
dan lengkung.
84
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Penjelasan dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Teori penentuan arah kiblat sampai saat ini yang sudah diketahui ada tiga,
yaitu trigonometri bola (Spherical Trigonometry), geodesi dan navigasi.
Dalam teori trigonometri bola (Spherical Trigonometry), aturan
trigonometri yang dipakai adalah aturan trigonometri pada bidang lengkung.
Lebih tepatnya bidang bola, karena teori yang digunakan adalah teori
trigonometri bola. Sehingga rumus trigonometri yang ada juga bervariasi,
mulai dari aturan sinus, kosinus, rumus tangent, secan, kosecan dan
kotangen. Meskipun demikian, dalam praktik perhitungannya rumus yang
digunakan tidaklah semua, tetapi lebih menyesuaikan kebutuhan. Sedangkan
pada teori geodesi aturan trigonometri yang diterapkan lebih pada bidang
lengkung, namun cenderung mendekati bentuk bola yang sebenarnya, yaitu
elips. Rumus trigonometri yang digunakan dalam penentuan arah kiblat juga
hampir sama, yaitu rumus sinus, cosinus, tangen, secan, cosecan dan
cotangen. Namun, dalam perhitungannya rumus yang dipakai juga tidak
semuanya, menyesuaikan. Berbeda dengan teori navigasi, dalam teori ini
aturan yang dipakai adalah aturan trigonometri pada bidang datar. Sebab,
acuannya memang berdasar peta bidang datar. Meskipun demikian, rumus
yang diterapkan dalam perhitungan arah kiblat juga tak jauh beda, yakni
tetap memuat rumus sinus, cosinus dan tangen.
85
2. Rumusnya adalah:
Trigonometri bola : 𝐜𝐨𝐭 𝑩 = 𝐜𝐨𝐭 𝒄 𝐬𝐢𝐧 𝒂 − 𝒑 ÷ 𝐬𝐢𝐧𝒑 𝐭𝐚𝐧𝒑 =
𝐭𝐚𝐧𝒃 𝐜𝐨𝐬 𝒄, 𝐜𝐨𝐭 𝑩 = 𝐜𝐨𝐬 𝝋𝑩 𝐭𝐚𝐧 𝝋𝑨 −𝐬𝐢𝐧 𝝋𝑩 𝐜𝐨𝐬(𝑩−𝑨)
𝐬𝐢𝐧(𝑩−𝑨) dan
𝐭𝐚𝐧(𝑨+𝑩)
𝟐=
𝐜𝐨𝐬(𝒂−𝒃)
𝟐
𝐜𝐨𝐬(𝒂+𝒃)
𝟐
𝐜𝐨𝐭𝒄
𝟐 dan 𝐭𝐚𝐧
(𝑨−𝑩)
𝟐=
𝐬𝐢𝐧(𝒂−𝒃)
𝟐
𝐬𝐢𝐧(𝒂+𝒃)
𝟐
𝐜𝐨𝐭𝒄
𝟐
Geodesi : 𝐜𝐨𝐭 𝑩 =𝐜𝐨𝐭 𝒃 𝐬𝐢𝐧𝒂−𝐜𝐨𝐬𝒂 𝐜𝐨𝐬 𝑪
𝐬𝐢𝐧𝑪
3. Adapun aplikasi/penerapan rumus-rumus trigonometri tersebut, baik dalam
teori trigonometri bola (Spherical Trigonometry), geodesi dan navigasi tidak
terlepas dari alat bantu dalam perhitungan arah kiblat. Pada teori
trigonometri bola (Spherical Trigonometry), supaya mempermudah
perhitungan/penentuan arah kiblat maka bisa menggunakan alat bantu
kalkulator. Sedangkan dalam teori geodesi, dalam penentuan/perhitungan
arah kiblat bisa menggunakan metode vincenty. Adapun dalam teori
navigasi, aplikasinya lebih mengacu pada konsep peta bidang datar.
B. Saran
1. Pada dasarnya, kajian konsep trigonometri terutama dalam aplikasinya pada
ilmu falak tidak hanya terbatas pada teori penentuan arah kiblat saja.
Melainkan ada yang lainnya, seperti penentuan awal tahun bulan komariyah,
awal waktu sholat, dan kalender hijriyah. Oleh sebab itu, hendaknya
penelitian ini memotivasi untuk mengkaji lagi konsep trigonometri tersebut.
2. Penelitian seperti yang penulis lakukan ini masih jarang dijumpai pada rak
buku koleksi jurusan tadris matematika. Oleh karena itulah, harapannya
penelitian ini menjadi pelengkap koleksi buku jurusan tadris matematika. Di
samping demikian, tentunya penelitian ini juga diharapkan menjadi inspirasi
untuk menelaah konsep-konsep matematika lainnya.
86
C. Penutup
Alhamdulillah wa syukurillah ‘ala ni’amillah, puji syukur atas segala
nikmat Allah SWT. Sebab karena nikmat Allah SWT itulah penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan mudah dan lancar. Penulis juga ucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Akan tetapi penulis juga tidak lupa bahwa manusia adalah tempatnya
salah. Demikian pula dengan penulis, pasti dalam penulisan skripsi ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis terbuka sekali untuk
menerima masukan dan kritikan demi kebaikan skripsi ini.
Akhirnya, dengan memohon ridlo Allah SWT penulis sangat berharap
skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat, baik bagi penulis maupun orang
lain.
Daftar Pustaka
Ali, Muhammad, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1993.
Azhari, Susiknan, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern),
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007.
______, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Best, John W, research in Education 4th
edition, the United State of America:
Library of Congress in Publication Data, 1959.
Chotim, Moch, Kalkulus 2 (Hand Out Jurusan Matematika FMIPA Universitas
Negeri Semarang), Semarang: Universitas Negeri Semarang (UNNES),
2005.
Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
E-book, Algebra 2 and Trigonometry, dalam www.amscopub.com. Diakses pada
09-02-2011.
E-book/pdf, 103 Trigonometry Problems, dalam www.birkhauser.com , hlm. 1-3.
Diakses pada 11-02-2011.
Furchan, Arief, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan (Karya Donald Ary,
Luchy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh, Cetakan Ketiga ), Yogyakarta:
Pustaka Pelajar , 2007.
H.G. Den Hollander, Ilmu Falak untuk Sekolah Menengah di Indonesia, terj.
Imade Sugita, Jakarta: J. B Wolters, 1951.
Hutasuhut, Muhammad Yunus, Mengenal Dunia Penerbangan, Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.
Hutahaean, Lethold, Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik, edisi Kelima, Jilid 1(alih
bahasa: Drs. E. Hutahaean, Departemen Matematika Institut Teknologi
Bandung ), Bandung: Penertbit Erlangga, 1986.
Izzuddin, H. Ahmad, Menentukan Arah Kiblat Praktis, Semarang: Walisongo
Press, 2010.
______________, “Materi Hisab Praktis Arah Kiblat”, dalam Pelatihan Hisab
Rukya, Semarang: Lembaga Hisab Rukyat Independent “Al-Miiqaat”, 16
Februari 2011.
_____________, “Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan
Akurasinya”, Disertasi (Semarang : Program Doktor IAIN Walisongo,
2011).
______________, “Abu Raihan Al-Biruni dan Teori Penentuan Arah Kiblat
(Studi Penelusuran Asal Teori Panentuan Arah Kiblat)”, Laporan
Peneltian Individual (Semarang : Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo,
2011).
______________, et. All, Studi Komparatif Aplikasi Penentuan Arah Kiblat di
Indonesia dan Singapura, Penelitian mendapat bantuan dari Dipa
(Semarang : Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2011).
Jaelani, Ahmad, et. All. Hisab Rukyat Menghadap Kiblat (Fiqh, Aplikasi Praktis,
Fatwa dan Software), (Semarang : Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo,
2011).
Jamil, Ahmad, Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi)Arah Kiblat, Awal Waktu, dan
Awal Tahun (Hisab Kontemporer), Jakarta: Amzah, 2009.
John M. echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT
Gramedia, 2003.
Julia Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif ,
Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda, 2002.
KBBI, Jakarta: PT Gramedia, 2008
Khazin, Muhyidin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik Perhitungan Arah Kiblat,
Waktu Salat, Awal Bulan dan Gerhana, Yogyakarta: Buana Pustaka,
2004
Kusni, Geometri Dasar, Semarang : Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam
Unnes, 2008
Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan (cetakan kelima), Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2005.
Quinn Patton, Michael, Metode Evaluasi Kualitatif, penj. Budi Puspo Priyadi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Romadiastri, Yulia, Kalkulus 1 (Hand Out Jurusan Tadris Matematika IAIN
Walisongo Semarang), Semarang: Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo, 2007.
Sulistiyono, dkk, Matematika SMA untuk Kelas XI Program Ilmu Alam, Jakarta:
Gelora Aksara Pertama, 2006.
William Wiersma, Research Methodes in Education an Introduction, Amerika:
Library of Congress Cataloging, 6th
ed. 1995.
Zuriah, Nurul Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Teori-Aplikasi).
Jakarta: PT Bumi Aksara2006. 2006.
Majalah Zenit, edisi V/tahun III/Desember 2010.
Republika.co.id, “Al Buzjani, Peletak Dasar Rumus Trigonometri” dalam
http://rumahislam.com/tokoh/3-ilmuwan-muslim/2-al-buzjani.html, diakses 28
September 2011.
Stefan Titscher, et. all, Methods of Text and Discourse Analysis, terj. Ghozali, et.
all. Metode Analisis Text dan Wacana, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, Bandung: Alfabeta, 2007.
Zainal Abidin, Hasnuddin, Geodesi Satelit, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Susheri
TTL : Kudus, O6 Oktober 1987
Alamat asal : Kandangmas, Rt 01, Rw 06, Kec. Dawe, Kab. Kudus
Pendidikan Formal
1. TK Kandangmas 03 lulus th 1994
2. SD Kandangmas 03 lulus th 2000
3. MTs. Wachid Hasyim Salafiyah Jekulo Kudus lulus th 2005
4. SMAN 1 Bae Kudus lulus th 2008
5. IAIN Walisongo Semarang angkatan th 2008
Pendidikan Non Formal
1. TPQ (Dusun Sintru Desa Kandangmas, Dawe, Kudus)
2. Madrasah Diniyyah Matholi’ul Falah
3. Ponpes Sirojul Hannan Kudus (3th)
4. Ponpes Daarun Najaah jerakah, Semarang
Pengalaman Organisasi
1. Pramuka
2. Pengurus Ikatan Remaja
3. PMII Tarbiyah
4. Pengurus Ponpes Daarun Najaah
Semarang, 29 Juni 2012
Susheri
083511028
Top Related