ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN KARET TERHADAP
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) SUB
SEKTOR PERKEBUNANDI KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Oleh
RISMANDANI
Nim : 07C20101134
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH - ACEH BARAT
2015
ABSTRAK
Rismandani. Analisis Pengaruh Luas Lahan Karet dan Pengeluaran Pemerintah
Sektor perkebunan Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)Sub Sektor
Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat. Di bawah bimbingan Mahrizal,Msi dan
Chairiyaton,SE.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Luas Lahan Karet dan
Pengeluaran Pemerintah sektor perkebunan Terhadap Produk Domestik Regional
Bruto Sub Sektor Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat. Data yang diperoleh yaitu
dari data sekunder dengan mendatangi Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Aceh
Barat.Untuk mengetahui hal tersebut, penulis menggunakanan analisis regresi
berganda, koefisienkorelasi, koefisiendeterminasi, uji t dan uji f yang diolah dengan
menggunakan Software Statistical Programe and Service Solution (SPSS) versi 18.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh nilai konstanta sebesar 1569.723
koefisien Determinasi sebesar 14,2 artinya pengaruh yang ditimbulkan oleh Luas
Lahan Karet dan Pengeluaran Pemerintah sektor perkebunan Terhadap Produk
Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perkebunan sebesar14,2 persen sedangkan
sisanya 85,8 persen di pengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian ini.
Pembuktian yang dilakukan dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa
luas Lahan Karet dan Pengeluaran Pemerintah tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perkebunan Kabupaten Aceh
Barat.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji F diperoleh Fh 1.744 < Ft
474. Artinya Luas Lahan Karet dan Pengeluaran Pemerintah secara bersama-sama
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PDRB Sub Sektor Perkebunan
di Kabupaten Aceh Barat.
Kata Kunci : LuasLahan, PDRB Subsektor Perkebunan, pengeluaran Pemerintah
sektor perkebunan
1
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan
sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor ini di
Indonesia masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik karena
belum optimalnya penggarapan sampai saat ini. sektor pertanian memberi
sumbangan yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),sektor pertanian
mampu mendukung sektor industri baik industri hulu maupun industri hilir dan
sektor pertanian merupakan salah satu penyumbang devisa negara. (Firdaus 2009 ,
h .16)
Peranan sektor pertanian di indonesia kedepan akan terus menjadi sektor
penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja,
peningkatan pendapatan nasional dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai
produsen bahan baku untuk penciptaan nilai tambah di sektor industri dan
jasa.Pada sektor pertanian, subsektor perkebunan diharapkan tetap memainkan
peran penting melalui kontribusinya dalam PDB, penerimaan ekspor, penyediaan
lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan.
Aceh Barat merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh yang
berbasis pertanian-perdesaan dan memiliki variabilitas regional yang sangat
beragam baik karakter fisik wilayah, aktivitas wilayah maupun karakteristik sosial
ekonomi daerah dalam pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Aceh Barat
sektor tanaman perkebunan merupakan salah satusektor yang dominan terhadap
pembentukan PDRB sektor pertanian.
2
Peranan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh
barat cukup dominan dan meningkat setiap tahunnya yaitu sebesar 35,87 persen
pada tahun 2010 hingga mencapai 36,58 persen pada tahun 2013. Hal ini
memberikan dampak positif untuk perekonomian daerah ini. untuk melihat sekilas
mengenai kontribusi sektorpertanian menurut sub sektor terhadap PDRB
Kabupaten Aceh Barat Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dapat dilihat pada
Tabel1.
Tabel 1
Peranan Sektor Pertanian Menurut Subsektor Terhadap Total PDRB
Tahun 2009-2013 ( persen )
Sub sector 2009 2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Tanaman Perkebunan 10,06 12,95 14,06 14,26 13,97
2. Tanaman bahan makanan 9,67 9,80 9,59 9,11 8,64
3. Perikanan 4,05 5,01 6,15 6,75 7,29
4. Peternakan dan Hasil-hasilnya 5,16 4,79 4,58 4,33 4,08
5. Kehutanan 3,74 3,33 2,94 2,86 2,60 Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat (juli 2014)
Tabel diatas menunjukkan kontribusi masing-masing subsektor terhadap
pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Barat dari tahun 2009-2013, subsektor
tanaman perkebunan memberikan kontribusi terbesar yaitu mencapai 13,97 persen
hal ini di karenakan tingginya harga komoditi karet dan kelapa sawit sejak tahun
2009 silam. Harga yang mahal menggiurkan produsen perkebunan karet dan
kelapa sawit untuk lebih meningkatkan produksinya. Perkebunan sawit dan karet
dalam kabupaten ini sebagian besar di kuasai oleh pihak swasta. Program
pembagian bibit dan lahan tanaman karet serta kelapa sawit oleh pemerintah
kepada warga membuat perkebunan karet dan sawit rakyat mulai menggeliat.
Beberapa tahun belakangan ini makin banyak perusahaan perkebunan besar yang
mulai berinvestasi di bumi teuku umar ini.
3
Kontribusi terbesar kedua di tahun 2013 berasal dari sub sektor tanaman
bahan makanan sebesar 8,64 persen. Komoditi penting disini adalah produksi
tanaman padi. Peranan subsektor ini terus menurun tiap tahunnya dengan lesunya
produksi komoditas padi di karenakan merupakan lahan tadah hujan yang sangat
bergantung dengan kondisi alam. Pemerintah daerah harus mengusahakan
peningkatan produksi tanaman ini agar peranan subsektor tersebut dapat lebih
meningkat
Sementara itu, subsektor perikanan memberikan lonjakan kontribusi di
tahun 2013 sebesar 7,29 persen. Ini di karenakan besarnya produksi perikanan di
Kabupaten Aceh Barat setiap tahunnya.kabupaten ini mempunyai garis pantai
yang panjang dan menghadap kelautan luas samudera indonesia sehingga
mempunyai potensi perikanan yang sangat besar untuk terus di kebangkan di masa
yang akan datang.
Selanjutnya peranan subsektor peternakan menempati urutan keempat
sebesar 4,08 persen di karenakan terus melemahnya perkembangan ternak besar
dalam Kabupaten Aceh Barat. Padahal Aceh barat masih mempunyai lahan yang
cukup luas untuk dapat di jadikan tempat pemeliharaan ternak.
Subsektor kehutanan hanya memberikan kontribusi sebesar 2,60 persen
pada tahun tersebut. Penurunan kontribusi sektor kehutanan sangat wajar seiring
dengan upaya pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan dan semakin
menurunnya angka illegal loging. (BPS Kabupaten Aceh Barat 2014.)
Tingginya pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto sub sektor
Tanaman Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat itu di karenakan oleh besarnya
sumbangsi tanaman–tanaman perkebunan, salah satunya adalah tanaman karet,
4
karet merupakan tanaman perkebunan yang sudah menjadi sumber penghasilan
masyarakat di Kabupaten Aceh Barat dan juga dalam hal kemampuan menyerap
tenaga kerja.
Perkebunan karet diKabupaten Aceh Barat sudah membudaya dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Umumnya diusahakan oleh petani dalam skala
kecil (sempit) dengan sistem tradisional. Namun demikian, dilihat dari proporsi
luasan perkebunan karet di Kabupaten Aceh Barat tetap mendominasi, sehingga
usaha itu patut diperhitungkan, meskipun sebagian besar pengelolaannya masih
dilakukan oleh rakyat yang belum sepenuhnya menerapkan teknik dan manajemen
usaha yang efisien.
Tinggi rendahnya tingkat produksi hasil tanaman karet juga ditentukan
oleh tingkat penggunaan faktor produksi. Salah satu faktor produksi yang turut
menentukan tingkat produksi hasil karet adalah luas lahan. Keberadaan lahan
sangat penting dalam menunjang kegiatan produksi hasil pertanian, untuk melihat
sekilas akan luas lahan karet di Kabupaten Aceh Barat dapat di lihat pada tabel 2
Tabel 2
Luas Lahan Karet di Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2009-2013
No Tahun Luas Lahan (hektar)
1 2009 21.172,37
2 2010 22.642,37
3 2011 23.862,37
4 2012 24.096,77
5 2013 24.602,77 Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat (maret 2014)
Tabel diatasmenunjukkan luas lahan karet dari tahun 2009-2013, tahun
2009 sebesar 21.172,37 hektar kemudian di tahun 2010 bertambah 1470 hektar
menjadi22.642,37hektar, tahun 2011 sebesar 23.862,37 hektar atau bertambah
sebesar 1220 hektar kemudian di tahun 2012 bertambah 234,4 hektar menjadi
5
6.235 hektar dan di tahun 2013 luas lahan karet di Kabupaten Aceh Barat sebesar
24.602,77 hektar. (BPS Kabupaten Aceh Barat, 2013).
Selain lahan karet yang sangat luas Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh
Barat juga berperan aktif dalam meningkatkankan hasil karet dengan berbagai
kebijakan, kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat berupa
Pengeluaran Pemerintah sub sektor perkebunan khusus tanaman karet yang
tersebar di beberapa kecamatan. pada tahun 2013 pengeluaran pemerintah sebesar
Rp. 801.163.200. pengeluaran dipergunakan untuk pengadaan bibit karet unggul
di Kecamatan Meureubo, kecamatan Kaway XVI, Kecamatan Pante cermin dan
juga membeli pupuk. (BPS Kabupaten Aceh Barat, 2014).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis ingin
meneliti tentang “Analisis Pengaruh Luas Lahan Karet dan Pengeluaran
Pemerintah sektor perkebunan Terhadap Produk Domestik Regional Broto
(PDRB) Sub Sektor Perkebunan di KabupatenAceh Barat Tahun 2004-2013’’
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka masalah
yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu berapa besar pengaruh luas lahan karet
dan Pengeluaran Pemerintah Sektor Perkebunan terhadap PDRB Sub Sektor
Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat.
6
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui berapa besar pengaruh luas
lahan karet dan pengeluaran pemerintah sektor perkebunan terhadap PDRB sub
sektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat.
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. manfaat teoritis
a. Penulis
Penilitian ini dapat bermanfaat sebagai pelatihan pola pikir yang lebih luas
dan mengembangkan pelatihan intelektual yang berguna bagi semuanya, serta
dapat menambah wawasan penulis sebagai bahan perbandinagn antara teori yang
telah dipelajari dengan praktek yang diterapkan dan hasil observasi secara
langsung.
b. Lingkungan Akademik Hasil penilitian ini diharapkan bermanfaat untuk
menambah bahan bacaan bagi mahasiswa Universitas Teuku Umar pada
umumnya dan FakultasEkonomi pada khususnya.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi
daerah Kabupaten Aceh Barat dalam mengambil keputusan dalam usahanya untuk
meningkatkan PDRB Sub Sektor perkebunan.
1.5.Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
7
Bagian pertama merupakan Pendahuluan, dalam bahagian ini penulis
mengemukakan secara ringkas latar belakangpermasalahan, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematikapembahasan.
Bagian kedua terdiri dari Tinjauan Pustaka, dalam bagian ini penulis
mengutip dan menguraikan konsep teoritis yang menunjang penelitian antara lain
lahan,produk domestik regional bruto, sub sektor perkebunan,tanaman karet
danperumusan hipotesis.
Bagian ketiga yakni Metode Penelitian, metode penelitian menjelaskan
tentang : populasi dan sampel penelitian, data penelitian, model analisis data,
definisi operasional variabel dan pengujian hipotesis
Bagian keempat merupakan hasil dan Pembahasan yang terdiri dari
:Statistik Deskriptif variabel Penelitian, Perkembangan Luas Perkebunan Karet Di
Kabupaten Aceh Barat, Perkembangan PDRB SubSektor Perkebunan,
Pembahasan Hasil.
Bagian kelima yakni Simpulan Dan saran yang terdiri dari simpulan dan
saran-saran.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lahan
2.1.1.Pengertian Lahan
Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta
segenap karakteristik-karakteristik yang ada padanya dan penting bagi
perikehidupan manusia. Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat
didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua
komponen biosfer yang dapat dianggap tetap yang berada di atas dan di bawah
wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi,
tumbuhan dan hewan.
Lahan juga di artikan sebagai tanah yang di gunakan untuk usaha
pertanian. Jadi, tidak semua tanah merupakan lahan pertanian dan sebaliknya
semua lahan pertanian adalah tanah. ( Daniel 2004, h.66)
Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas komponen
struktural yang sering disebut karakteristik lahan, dan komponen fungsional yang
sering disebut kualitas lahan. Kualitas lahan ini pada hakekatnya merupakan
sekelompok unsur-unsur lahan yang menentukan tingkat kemampuan dan
kesesuaian lahan.Lahan sebagai suatu sistem mempunyai komponen- komponen
yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran
tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya
dalam hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. sumberdaya lahan yang paling penting bagi pertanian, yaitu iklim,
relief dan formasi geologis, tanah, air, vegetasi, dan anasir artifisial (buatan).
http//pinterdw.blogspot.com/2012/01/pengertian-lahandiakses maret 2014
9
Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya
ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup
iklim,tanah, terain, dan hidrologi dengan persyaratan penggunaan lahan atau
persyaratantumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu
wilayahdengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi
memberikangambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial
dikembangkan untuk komoditas tersebut, artinya bahwa jika lahan tersebut
digunakan untuk penggunaan tertentu dengan mempertimbangkan berbagai
asumsi mencakupmasukan yang diperlukan akan mampu memberikan hasil sesuai
dengan yangdiharapkan.
Menurut Rayes ( 2007, h. 2 ) lahan memiliki banyak fungsi yaitu:
a. Fungsi Produksi
Sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui produksi
biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak, serat, bahan baku kayu
dan bahan – bahan biotik lainnya bagi manusia baik secara langsung maupun
melalui binatang ternak termasuk budi daya kolam dan tambak ikan.
b.Fungsi Lingkungan Biotik
lahan merupakan bagi keragaman daratan yang menyedikan habitat biologi dan
plasma nutfah bagi tumbuhan hewan da jasad mikro di atas dan di bawah
permukaan tanah.
c. Fungsi Pengatur Iklim.
Lahan dan penggunaan nya merupakan sumber ( source ) dan rosot ( sink ) gas
rumah kaca dan menentukan neraca energi global berupa pantulan, serapan dan
tranformasi dari energi radiasi matahari dan daur hidrologi global.
10
d. Fungsi Hidrologi
Lahan mengatur simpanan dan aliran sumber daya air tanah dan air permukaan
serta mempengaruhi kualitasnya.
e. Fungsi Penyimpanan
Lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan mentah dan mineral untuk
dimamfaatkan oleh manusia.
f. Fungsi Pengendali Sampah dan Polusi
Lahan berfungsi sebagai penerima, penyaring, penyangga da pengubah senyawa
– senyawa berbahaya.
g. Fungsi Ruang Kehidupan
Lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia , industri , dan
aktivitas sosial seperti olah raga dan rekreasi.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa lahan
merupakan tanah dengan segala ciri, kemampuan maupun sifatnya beserta segala
sesuatu yang terdapat di atas nya termasuk di dalamnya kegiatan manusia dalam
memamfaatkan lahan. lahan memiliki banyak fungsi yang dapat di mamfaatkan
oleh manusia dalam uasah meningkatkan kualitas hidupnya.
2.1.2. Penggunaan Lahan .
Penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik material maupun
spiritual. dalam hal ini dapat berupa penggunaan lahan utama atau penggunaan
pertama dan kedua (apabila merupakan penggunaan ganda) dari sebidang tanah,
seperti tanah pertanian, tanah hutan, padang rumput dan sebagainya. Jadi lebih
merupakan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat. Pengelolaan sumberdaya lahan
11
adalah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah untuk
menjaga dan mempertinggi produksi lahan.
Pemanfaatan lahan untuk membantu bagi kebutuhan hidup manusia perlu
pengelolaan yang lebih lanjut.Penggunaan sendiri di maksudkan adalah
penggolongan penggunaan lahan. Penggunaan lahan di bedakan dalam garis besar
penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaa air dan komoditi yang di usahakan,
di mamfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut . berdasarkan hal ini dapat
di kenal macam – macam penggunaan lahan seperti sawah, kebun, hutan produksi,
hutang lindung, dan lain – lain. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian
dapat di bedakan menjadi lahan pemukiman dan industri.
2.1.3. kualitas lahan
Kualitas lahan merupakan karakteristik lahan (biasanya majemuk dan
kompleks) yang mempunyai pengaruh langsung terhadap persyaratan dasar dari
penggunaan lahan dan di harapkan dapat mempengaruhi kesesuaian lahan dengan
tidak tergantung pada kualitas lahan yang lain.
Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap
penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan
positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan lahan.
Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya akan
merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu.
Setiap kualitas lahan pengaruhnya tidak selalu terbatas hanya pada satu
jenis penggunaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas lahan yang sama bisa
berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis penggunaan. demikian pula satu jenis
penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan. Sebagai
12
contoh bahaya erosi di pengaruhi keadaan sifat tanah, keadaan medan/terrain (
lereng) dan iklim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman di
pengaruhi antara lain oleh faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur dan
konsentrasi tanah, zona perakaran, dan pecahan batuan/bahna kasar (batu,kerikil)
di dalam profil tanah.
2.1.4. persyaratan penggunaan lahan
Persyaratan penggunaan lahan dari sebuah tipe penggunaan lahan adalah
suatu perangkat kualitas lahan yang di butuhkan agar tipe penggunaan lahan yang
sfesifik dapat berfungsi dengan baik. Persyaratan tersebut dapat berupa
persyaratan ekologis, pengelolaan, konservasi, dan perbaikan
Semua jenis komoditas, termasuk tanaman pertanian, peternakan, dan
perikanan yang berbasis lahan, untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi
memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, yang mungkin berbeda satu sama
lain. Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperature (suhu)
lengas (kelembaban) oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban
umumnya di gabungkan dan selanjutnya di sebut ssebagai pariode pertumbuhan.
Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang di perlukan
oleh masing-masing komoditas (pertanian, peternakan dan perikanan, kehutanan)
mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum. Untuk
menentukan kelas kesesuaian lahan persyaratan tersebut di jadikan dasar dalam
menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang di kaitkan dengan kualitas dan
karakteristik lahan. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau
penggunaan lahan tersebut merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang
paling sesuai. Sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan
13
batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai, dan atau sesuai
marginal. Di luar batasan tersebut diatas merupakan lahan-lahan yang secara fisik
tergolong tidak sesuai. (Reyes 2007, h. 172)
2.1.5. Evaluasi lahan
evaluasi lahan adalah menentukan jenis penggunaan (jenistanaman) yang
akan ditetapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas
pertumbuhannya dan akhirnya membandingkan persyaratan penggunaan
lahan(pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan secara fisik.
Klasifikasikelaskesesuaianlahan yang biasa digunakan adalah mengklasifikasikan
kelas kesesuaianlahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data
yang tersedia.
Hasil penilaian kesesuaian lahan dapat berupa kelas kesesuaian lahan
aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial.kelas kesesuaian lahan aktual
menyatakan kesesuaian lahan berdasarkandata dari hasil survei tanah atau
sumberdaya lahan, belum mempertimbangkanmasukan-masukan yang diperlukan
untuk mengatasi kendala atau faktor-faktorpembatas yang berupa sifat lingkungan
fisik termasuk sifat-sifat tanah dalamhubungannya dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Kesesuaianlahan potensial menyatakan keadaan yang
akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Usaha perbaikan yang
dilakukan harus memperhatikan aspek ekonominya. Artinya, apabila lahan
tersebut dibatasi kendala-kendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara
ekonomi dapat memberikan keuntungan.
Http://www.academia.edu/3317604/Analisis potensi pengembangan perkebunan
karet rakyat.
14
2.5. Pengeluaran Pemerintah
2.5.1. Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber
daya ekonomi yang secara langsung dikuasai oleh pemerintah dan secara tidak
langsung dimiliki oleh masyarakat. Pengeluaran pemerintah (government
expenditure) adalah belanja sektor pemerintah termasuk pembelian barang
dan jasa pembayaran subsidi. Pengeluaran pemerintah digunakan untuk
melakukan fungsi-fungsi penting pemerintahan seperti pertahanan nasional dan
pendidikan. (Sukirno 2010, h. 255)
Pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah cenderung relatif stabil
dalam menghadapi variasi pendapatan nasional yang bersifat siklis. Banyak
pengeluaran sudah disetujui oleh peraturan sebelumnya, sehingga hanya sebagian
kecil saja yang dapat dirubah oleh pemerintah. Perubahan kecil tersebut dilakukan
dengan sangat lambat. Sebaliknya, konsumsi dan pengeluaran swasta untuk
investasi cenderung bervariasi sejalan dengan pendapatan nasional. Semakin besar
peran pengeluaran pemerintah dalam suatu perekonomian, semakin kecil kadar
ketidak- stabilan siklis pada seluruh pengeluaran. Meningkatnya peran pemerintah
dalam perekonomian dapat saja merugikan atau menguntungkan. Meskipun
demikian, pengeluaran pemerintah merupakan penstabil otomatis yang ampuh
dalam perekonomian.
2.5.1. pengeluaran pemerintah sektor perkebunan
peranan pengeluaran pemerintah sektor perkebunan di Negara sedang
berkembang sangat signifikan mengingat kemampuan sektor swasta dalam
15
mendorong pertumbuhan ekonomi relative terbatas sehingga peranan pemerintah
untuk meningkatkan produktivitas sektor perkebunan sangat penting.
pengeluaran pemerintah di sektor perkebunan berperan dalam
pembentukan modal di berbagai bidang seperti sarana dan prasarana. Sektor
perkebunan merupakan sektor primer yaitu dimana output dari sektor perkebunan
akan dijadikan input oleh sektor-sektor lain.
2.5.3. Jenis-Jenis Pengeluaran Pemerintah Daerah
Menurut Sukirno (2010, h. 256) Adapun jenis-jenis pengeluaran
Pemerintah daerah adalah :
1. Belanja rutin
Belanja rutin adalah belanja yang rutin dikeluarkan Pemerintah Daerah yang
meliputi :
a. Belanja DPRD
b. Belanja pegawai
c. Belanja Barang
d. Belanja Pemeliharaan
e. Belanja perjalanan dinas
2. Belanja pembangunan
Belanja pembangunan meliputi :
a. Proyek-proyek daerah
b. Biaya operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana daerah
c. Proyek-proyek pembangunan.
16
2.3. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ).
Salah satu indikator untuk mengukur tingkat pembangunan regional adalah
Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB),dalam hal ini bertambahnya produksi
barang dan jasa dalam PDRB. Nilai ini yang tercantum dalam Produk Domestik
Regional Bruto tersebut mencerminkan taraf hidup dalam tingkat perkembangan
ekonomi masyarakat. Dalam perhitungan PDRB di perlukan suatu pendekatan
yang realistik. Akan tetapi selama ini tetap mengacu pada model perhitungan
secara Nasional, yakni Produk Domestik Bruto (PDB) Dalam perhitungan rillnya
yaitu pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output total di bagi
dengan jumlah penduduknya. Output perkapita adalah total di bagi dengan jumlah
penduduknya. Jadi prosesnya kenaikan output perkapita tidak bisa menjelaskan
apa yang terjadi dengan jumlah penduduk. (Tarigan, 2005, h. 19)
2.3.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai
tambah yang di hasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang di hasilkan oleh seluruh unit
ekonomi. PDRB atas dasar yan berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang di hitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun,
sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan
jasa tersebut yang dapat di hitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun
tertentu sebagai dasar. (BPS Kabupaten Aceh Barat 2011, h. 2)
Produk Domestik suatu wilayah merupakan nilai seluruh produk dan jasa
yang diproduksi di wilayah tersebut tanpa memperhatikan apakah faktor
produksinya berasal dari wilayah tersebut atau tidak. Pendapatan yang timbul oleh
17
adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan domestik. Sedangkan
yang dimaksud dengan wilayah domestik atau region adalah meliputi wilayah
yang berada di dalam wilayah geografis region tersebut. Fakta yang terjadi
menunjukkan bahwa sebagian faktor produksi dari kegiatan produksi di suatu
wilayah berasal dari wilayah lain. Demikian juga sebaliknya, faktor produksi yang
dimiliki wilayah tersebut ikut pula dalam proses produksi di wilayah lain. Dengan
kata lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menunjukkan gambaran
“Production Originatea”. Hal ini menyebabkan nilai produksi domestik yang
timbul di suatu wilayah tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk
wilayah tersebut. Dengan adanya arus pendapatan (pada umumnya berupa
gaji/upah, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan) yang mengalir antarwilayah
(termasuk dari/keluar negeri), maka timbul perbedaan antara Produk Domestik
dengan Produk Regional. Produk Regional adalah produk domestik ditambah
pendapatan dari luar wilayah dikurangi dengan pendapatan yang dibayarkan ke
luar wilayah tersebut. Dengan kata lain, Produk Regional merupakan produk yang
ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah tersebut.
(Badrudin 2001, h. 1)
2.3.2. Metode Perhitungan Pendapatan Regional
Metode perhitungan pendapatan regional dibagi dala dua metode, yaitu
metode lansung dan metode tidak lansung. Metode lansung adalah peritungan
dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi
daerah dan digali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Hal ini berbeda
dengan metode tidak lansung yang menggunakan data dari sumber nasional yang
di alokasi kan ke masing-masing daerah. Metode lansung dapat di lakukan dengan
18
mempergunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan
pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.
1. Metode langsung
a. Pendekatan produksi
Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan jasa
yang di produksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara mengurangkan
biaya antara dari total nilai produksi bruto sektor atau subsektor tersebut.
Pendekatan ini banyak banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari
sector/kegiatan yang produksi nya berbentuk fisik/barang, seperti pertanian
pertambangan dan industri sebagainya. sektor jasa yang menerima pembayaran
atas jasa yang diberikannya (sesuai dengan harga pasar), masih bisa di hitung
dengan dengan pendekatan produksi. Akan tetapi, akan lebih apabila dihitung
dengan pendekatan pendapatan. (Tarigan 2006, h. 22)
Unit-unit produksi dalam penyajian ini di kelompokkan menjadi 9
lapangan usaha (sektor)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Bangunan/Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Pengangkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.
19
Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor (BPS Kabupaten Aceh
Barat 2011, h. 3)
b. Pendekatan pendapatan
Pendekatan pendapatan adalah nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi
diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima factor
produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak
langsung neto. Pada sektor pemerintah dan usaha yang sifatnya tidak mencari
untung surplus usaha tidak di perhitungkan. Surplus usaha meliputi bunga yang
dibayarkan neto, sewa tanah, dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan
banyak di pakai pada sektor jasa, tetapi tidak di bayar setara harga pasar, misalnya
sektor pemerintahan. Hal ini di sebabkan kurang lengkapnya data dan tidak
adanya metode akurat yang dapat di pakai dalam mengukur nilsi produksi dan
biaya antara dari berbagai kegiatan jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip
biaya. Selain itu, kutipan seringkali tidak menggambarkan harga yang sebenarnya
untuk pelayanan yang mereka berikan , misalnya sektor pendidikan dan rumah
sakit.
c. Pendekatan Pengeluaran
Menurut Tarigan (2006, h. 24) Pendekatan dari segi pengeluaran adalah
menjumlahkan nilai penggunaan akhir dri barang dan jasa yang diproduksi dalam
negeri. Jika dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang
dan jasa itu digunakan untuk:
1) konsumsi rumah tangga,
2) konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung ,
3) konsumsi pemerintah,
20
4) pembentukan modal tetap bruto ( investasi )
5) perubahan stok, dan
6) ekspor neto.
11. Metode Tidak langsung
Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik
bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalnya
mengalokasikan PDB Indonesia kesetiap provinsi dengan menggunakan alakator
tertentu, alakator yang dapat di gunakan, yaitu : ( Tarigan 2006, h. 24)
1) nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang di
alokasikan,
2) jumlah produksi fisik,
3) Tenaga kerja,
4) Penduduk, dan
5) alakator tidak langsung lainnya
2.4. Sub Sektor Perkebunan
2.4.1. Pengertian Perkebunan
Perkebunan dapat di artikan berdasarkan fungsi, pengelolaan dan produk
yang dihasilkan. Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat diartikan sebagai usaha
untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan devisa Negara,
serta memelihara kelestarian sumber daya alam. Berdasarkan pengelolaannya
perkebunan dapat dibagi menjadi perkebunan rakyat, yaitu usaha budi daya
tanaman yang di lakukan oleh rakyat. Perkebunan besar, yaitu usaha budi daya
tanaman yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta.
21
Sedangkan perkebunan berdasarkan produknya dapat di artikan sebagai usaha
budi daya yang di tujukan untuk menghasikan bahan industri. ( Ariyantoro 2006,
h. 1).
Dalam pengusahaannya dikenal adanya perkebunan rakyat dan perkebunan
besar. Pertanian rakyat pada umumnya usaha tani tanaman perkebunan yang juga
diusahakan oleh para petani terutama yang memenuhi kebutuhan keluarga.
Perkebunan besar biasanya merupakan usaha pertaniaan dalam bentuk perusaaan
pertanian untuk memproduksi hasil tanaman tertentu dengan sistem pertaniaan
dan cara pengelolaannya.( Su’ud 2007 h.114)
2.4.2. Tanaman Perkebunan
Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa
diandalkan sebagai sentral bisnis yang mengiurkan terlebih produk-produk
tanaman perkebunan cukup ramai permintaannya, baik di pasar dalam negeri
maupun pasar luar negeri. selain itu, harga jual yang tinggi juga membuat
tanaman perkebunan menjadi salah satu penyumbang devisa Negara yang tidak
sedikit. didalam negeri, tanaman perkebunan dapat dikonsumsi langsung oleh
masyarakat yang umumnya digunakan untuk berbagai bahan baku industri (diolah
sebagai bahan mentah atau barang jadi ) makanan ternak , atau digunakan sebagai
komoditas substitusi impor. diluar negeri, tanaman perkebunan dibutuhkan untuk
konsumsi dalam negeri Negara pengimpor dan untuk di olah lebih lanjut sebagai
barang ekspor. kondisi ini menunjukkan bahwa tanaman perkebunan memiliki arti
penting. Artinya, bila diusahakan secara sungguh-sungguh atau secara
professional, bisa menjadi peluang bisnis yang memberikan keuntungan besar.
(Penulis Ps 2008, h. 1).
22
Menurut Ariyantoro (2006, h.1) ada beberapa jenis tanaman yang menjadi
komoditas ekspor non migas Indonesia, diantaranya:
a. Cengkeh
Cengkeh biasa digunakan di industri rokok kretek, bahan pembuat vanilin dan
parfum. Daun cengkeh dapat di buat minyak cengkeh.
b. Karet
Karet dapat dapat diolah menjadi berbagai barang seperti ban mobil, sepatu,
peralatan rumah tangga, alat kedokteran, pembungkus kawat listrik dan
telepon.
c. Kakao
Kakao atau lebih dikenal dengan nama cokelat dibutuhkan sebagai salah satu
bahan penyedap produksi makanan, kue , dan minuman. Selain itu kakao juga
mempunyai keistimewaan sebagai sumber lemak nabati yang sangat
dibutuhkan oleh industri pembuatan berbagai macam kembang gula, farmasi,
dan obat kecantikan.
d. Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati terbesar dibandingkan
kelapa dan kacang kedelai, minyak sawit merupakan bahan baku untuk
industry kimia, sabun, mentega , dan bahan memasak lain, dalam industri
kimia , minyak sawit di gunakan sebagai bahan baku industri baja, kawat,
radio, kulit, kosmetik, dan tambang.
e. Kopi
Kopi memiliki arti ekonomi yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia
sejak dulu karena dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang
23
cukup lumayan tanpa pemeliharaan yang berarti. Buah kopi dapat dimasak
menjadi minuman lezat dan digunakan sebagai penyedap aroma kue.
2.4.3. Peranan Sektor Perkebunan dalam Perekonomian Indonesia
Peranan pertanian terutama perkebunan terhadap perekonomian di
Indonesia masih cukup penting, baik sebagai sumber pendapatan bagi petani dan
penyediaan lapangan pekerjaan, sub sektor perkebunan mempunyai peranan
penting dalam pembangunan Nasional, terutama dalam meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penerimaan devisa Negara. Penyediaan
lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemunuhan kebutuhan
konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri, serta optimalisasi
pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Penyediaan lapangan kerja, sub sektor perkebunan telah memberikan
kontribusi yang nyata terhadap pembangunan nasional. Pada bidang on-farm
perkebunan (administrasi, teknik kebun, pegawai pabrik, pekebun dan buruh
kebun), terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja dari tahun 2004 sebesar 18,6
juta tenaga kerja menjadi 19 juta tenaga kerja pada tahun 2005 serapan ini belum
termasuk tenaga kerja yang terlibat di industri pengolahan lanjutan dan jasa.
Meskipun dari segi penyerapan tenaga kerja relatif rendah di bandingkan sub
sektor lainnya.
Peran perkebunan sangat strategis bagi perekonomian Indonesia. pada
tahun 2005 nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sub Sektor Perkebunan sebesar
2,36 persen (Rp57,419 trilyun) Pertumbuhan PDB ini di picu oleh besarnya porsi
komoditas ekspor dan prospek penggunaannya untuk bahan baku industri yang
masih terus meningkat sebagai bahan bakar nabati.
24
Sasaran utama bisnis tanaman perkebunan utamanya adalah membidik
pasar luar negeri. hal ini tidak lepas dari kebijakan Pemerintah dalammembangun
agribisnis perkebunan, Sasaran pembangunan perkebunan pada tahun 2007
diarahkan untuk mendukung peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat perkebunan melalui peningkatan produktivitas, nilai tambah dan daya
saing perkebunan. Oleh karena itu, Pemerintah memfokuskan pada komoditas
utama yaitu, karet, kelapa sawit, tebu, kakao, jarak pagar, dan kelapa.
(Anonymous 2008, h. 3)
2.5. Tanaman Karet
2.5.1. Kondisi perkebunan karet Indonesia.
karet merupakan komoditi yang memiliki pasar yang cukup besar, baik
dalam negeri maupun luar negeri. Produksi Indonesia banyak ditunjang oleh
adanya perkebunan karet rakyat akan memiliki arti yang pentingsekali dalam
upaya peningkatan pendapatan kesejahteraan petani serta upaya peningkatan
devisa serta perekonomian Indonesia pada umumnya.
Perkebunan karet di indonesia merata di hampir tiap provinsi tetapi belum
dimbangi dengan pengelolaan yang baik. Luas lahan yang di miliki Indonesia
mencapai 2,7-3 juta hektar. Ini merupakan luas lahan Karet yang terbesar di dunia.
Sayangnya perkebunan yang luas ini tidak diimbangi dengan produktivitas yang
memuaskan. Produktivitas lahan Karet Indonesia rata-rata rendah dan mutu karet
yang dihasilkan juga kurang memuaskan. Bahkan di pasaran internasional Karet
Indonesia terkenal sebagai karet bermutu rendah.
25
Banyak perkebunan-perkebunan Karet tersebar di berbagai provinsi di
Indonesia. Perkebunan Karet yang besar banyak dIusahakan oleh Pemerintah dan
swasta. Sedangkan perkebunan-perkebunan dalam skala kecil pada umumnya
dimiliki oleh rakyat. bila dikumpulkan secara keseluruhan, jumlah kebun Karet di
Indonesia sedemikian besar sehingga usaha tersebut cukup menentukan bagi
perkaretan nasional. Sayangnya , Perkebunan Karet rakyat tidak dikelola dengan
baik boleh di katakan pengelolaannya dilakukan hanya seadanya. Setelah ditanam,
Karet dibiarkan tumbuh begitu saja, perawatannya kurang diperhatikan.
Tanaman karet kurang diremajakan dengan klon baru bahkan dengan klon
baru yang mampu menghasilkan produk lebih jarang mereka kenal.Itulah
sebabnya produktivitas perkebunan Karet rakyat masih sangat rendah. Yang lebih
memprihatinkan adalah mutu Karet olahan yang dihasilkan. Peralatan yang di
miliki serta tehnologi pengolahan yang diketahui masih sangat sederhana. Bahan
olah karet rakyat rata-rata rendah. Mutu Karet yang memenuhi standardan
memiliki harga jual yang tinggi serta mampu memenuhi keinginan pasar rata-rata
dihasilkan oleh perkebunan besar milik pemerintah dan swasta. ( Zuhra 2006,
h.1).
2.5.2. Potensi dan Peranan Perkebunan Karet dalam Perekonomian Indonesia
Indonesia merupakan Negara dengan perkebunan karet terluas di dunia,
meskipun tanaman tersebut baru di introduksi pada tahun 1864. Hanya dalam
kurun waktu sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama kali, luas areal
perkebunan karet Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar, dari total areal
perkebunan karet di Indonesia tersebut 84,5 persen di antaranya merupakan kebun
milik rakyat. dengan areal perkebunan karet terluas di dunia Indonesia bersama
26
dua Negara asia tenggara lainnya , yaitu Malaysia dan Thailand, sejak dekade
1920-an sampai sekarang merupakan pemasok utama karet dunia dengan
kontribusi sebesar 30,8 persen
Harga karet ternyata juga mengalami fluktuasi dari tahun ke
tahun,fluktuasi harga karet disebabkan oleh hukum permintaan dan penawaran .
ketika penawaran tinggi, harga jatuh dan sebaliknya saat penawaran rendah ,
harga akan meningkat.
Meskipun ekspor karet terus mengalami fluktuasi, baik volume maupun
nilai nya akibat perubahan harga di pasar internasional, komoditas ini tetap arti
cukup besar bagi perolehan devisa non migas.diluar perannya sebagai
penyumbang devisa non migas, karet juga telah menghidupi jutaan rakyat yang
bekerja di sektor ini karena sebagian besar perkebunan karet di usahakan oleh
rakyat. (Setiawan 2005, h. 13).
2.5.3. Pemasaran Karet-Rakyat
Permasalahan tata niaga karet alam lebih terasa pada perkebunan karet
rakyat karena para petani karet menempati posisi yang kurang menguntungkan
dalam transaksi yang di lakukan di sentral-sentral produksi karet rakyat . dalam
jual beli karet dengan tengkulak petani mempunyai posisi yang paling lemah,
umumnya tengkulak merangkap sebagai yang menyediakan kebutuan pokok
sehari-hari, mereka bersedia menyediakan bahan pokok dengan sistem bayar di
belakang sehingga petani mudah terjerat dengan sistem ini. (Penulis Ps 2008,
h.45)
Menurut (Setiawan 2005, h. 20 ) jalur tata niaga karet di bagi dua tahap,
yaitu Jalur tata niaga tahap satu adalah pengumpulan karet produksi perkebunan
27
dari pabrik pengolah bokar yang bermuara pada konsumen, baik dalam maupun
luar negeri (ekspor). Jalur tata niaga ini juga melibatkan perkebunan besar milik
swasta dan milik pemerintah sebagai pemasok. Jalur tataniaga karet tahap satu
dimulai dari petani yang menjual karet baku , seperti slab dan shettangin kepada
pedagang perantara, tempat pelelangan atau KUD. Para pembeli karet rakyat ini
selanjutnya menjual karet beku ke pabrik remiling atau pabrik karet remah. Jalur
tata niaga karet tahap dua yang merupakan kelanjutan dari jalur tata niaga tahap
satu, dimulai dari dari pabrik pengolah bokar atau pengolah latek perkebunan
besar. dari pabrik pengolah ini dibeli pihak swasta atau PT Perkebunan Nusantara
(PTPN). Pihak swasta umumnya lansung menjual ke konsumen dalam negeri,
sedangkan PTPN untuk diekspor setelah melalui beberapa tahap.
2.6. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan penilitian. Maka dapat
dirumuskan suatu hipotesis bahwa diduga luas lahan karet dan Pengeluaran
Pemerintah sektor perkebunan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
PDRB Sub sektor perkebunan di Aceh Barat.
28
III. METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalahluas lahan karet,
Pengeluaran pemerintah dan Produk Regional Bruto Sub Sektor Perkebunan di
Kabupaten Aceh Barat 2004-2013
3.2.Data Penelitian
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
dan bersumber dari berbagai instansi-instansi pemerintah, yaitu Badan Pusat
Statistik ( BPS ), Bappeda, Perpustakaan Daerah dan Perpustakaan Universitas
Teuku Umar.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain:
a. Studi Pustaka ( Library Research )
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan
cara membaca buku-buku dan literatur lainnya baik yang diwajibkan maupun
yang dianjurkan yang berhubungan dan ada kaitannya dengan masalah yang akan
di bahas dalam penelitian ini.
29
3.3.Model Analisa Data
Metode yang digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan analisa Regresi Linier sederhana, analisa korelasi, koefisien
determinasi dan uji t yang akan diolah dengan menggunakan program komputer
yaitu SPSS.
a.Analisa Regresi Linear Sederhana
Analisa ini digunakan sebagai alat analisis peramalan nilai pengaruh satu
variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Menurut Hasan (2002, h. 115).
LnY = a + bX1+ bX2+e…………………………………………………….( 1 )
Dimana :
Y = Variabel terikat (PDRB sub sektor perkebunan)
X1 = Variabel bebas (luas lahan karet)
X2 = Variabel bebas (Pengeluaran Pemerintah)
a = Nilai Konstan ( Intercept )
b = Koefisien Regresi (slope)
e = Faktor Pengganggu
b. Analisa Korelasi (r)
Analisa korelasi adalah suatu analisa untuk mengetahui seberapa besar
hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Analisa korelasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Analisa Koefisien Korelasi Sederhana.
Dalam regresi sederhana jika angka koefisien determinasi tersebut
diakarkan, maka akan dapat koefisien korelasi ( r ) yang merupakan ukuran
30
hubungan linier antara dua variabel X dan Y. Adapun formula perhitungannya
sebagai berikut ( Nacrowi 2006, h. 133) :
2
11
2
11
1111
YYnXXn
YXYXnr
..............................................................(2)
Dimana :
R= Koefisien Korelasi
n =Jumlah tahun
X1 = luas lahan karet
X2 = Pengeluaran Pemerintah
Y = Jumlah PDRB sub sektor perkebunan
2. Koefesien Determinasi (r2)
Analisa ini digunakan untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan
variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Koefisien determinasi (r2)
merupakan kuadrat dari nilai koefisien korelasi.
Rumus koefisien determinasi menurut Hasan ( 2002, h. 236 ) :
KP =r2 × 100 %...............................................................................................(3)
Dimana :
Kp = Besarnya Koefisien penentu (determinasi)
r = Koefisien Korelasi
31
3.4.Uji t
Uji signifikan parameter individual (Uji t) digunakan untuk melihat
signifikan dari pengaruh variabel bebas (luas lahan karet) dan pengeluaran
pemerintah sterhadap variabel terikat (PDRB Sub Sektor Perkebunan) secara
individual dengan rumus sebagai berikut Ruslan( 2006, h. 189)
t = 2
2
1 r
rnt
………………………………………………………………………………………………(4)
Keterangan :
n = Jumlah sampel
r = Koefisien korelasi
3.5. Definisi Operasional Variabel
Dalam definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Luas Lahan Karet (X1) adalahluas lahan atau luas areal tanaman karet yang
didalamnya terdapat bagian tanaman karet yang sedang mengeluarkan hasil
pada kurun waktu 2004-2013di Kabupaten Aceh Barat yang di ukur dalam
satuan hektar(Ha)
b. Pengeluaran pemerintah (X2) adalah pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan
untuk pengadaan bibit karet dan untuk perlengkapan lainya pada kurun waktu
2004-2013 di Kabupaten Aceh Barat.
c. PDRB Sub Sektor Perkebunan (Y) adalah Produk Domestik Regional Bruto
Sub Sektor Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat dalam kurun waktu 2004-
2013 yang di ukur dalam satuan rupiah.
32
3.6. Pengujian Hipotesis
Hipotesa statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Ho ; ß = 0, variabel luas lahan karet dan pengeluaran pemerintah yang
diteliti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB sub Sektor
Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat.
b. Hi ; ß ≠ 0, variabel luas lahan karet dan pengeluaran pemerintah yang
diteliti berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB sub Sektor
Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat.
Kriteria uji hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Apabila th>tt, maka ho ditolak h1 diterima, artinya variabel luas lahan karet
dan pengeluaran pemerintah yang di teliti berpengaruh secara signifikan
terhadap PDRB sub Sektor Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat.
b. Apabila th<tt, maka ho diterima dan h1ditolak, artinya variabel luas lahan
karet dan pengeluaran pemerintah yang di teliti tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap PDRB sub Sektor Perkebunan di Kabupaten Aceh
Barat
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Statistik Deskriptif variabel Penelitian
Analisis statistik variabel penelitian ini di gunakan untuk mengetahui
pengaruh luas perkebunan karet dan Pengeluaran Pemerintah sektor perkebunan
terhadap PDRB sub sektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat sehingga akan dapat
memberikan gambaran yang jelas dalam meningkatkan PDRB sub sektor perkebunan
di Kabupaten Aceh Barat.
4.2. Perkembangan Luas Perkebunan Karet di Kabupaten Aceh Barat
Kabupaten Aceh Barat mendapat bantuan membuka 9500 hektar kebun karet
sebagai upaya percepatan peningkatan ekonomi rakyat. Pada tahun 2013 jumlah
petani bertambah banyak dari 2012, karena setelah begitu menjanjikan petani lain
ikut termotifasi dan mengajukan permohonan membuka kebun karet rakyat dengan
bantuan pemerintah.
Selain membantu percepatan peningkatan ekonomi rakyat program rehabilitas
lahan tidur menjadi kebun karet ikut mendorong terlaksananya program pemerintah
daerah mengembangkan komoditas kompetensi inti wilayah ini. Kabupaten Aceh
Barat memiliki area kebun karet seluas 24 ribu hektar lebih tersebar di 12 kecamatan
yang dikelola sejumlah perusahaan masyarakat dengan produksi rata-rata 40,6
ton/minggu dengan jumlah ekspor 25 ton/pekan. Luas perkebunan Karet di
Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
34
Tabel 3
Luas Perkebunan Karet di Kabupaten Aceh Barat
Tahun2004-2013
NO Tahun Luas Area Perkebunan Karet (Hektar)
1 2004 16.248,00
2 2005 16.207,00
3 2006 16.344,60
4 2007 17.984,61
5 2008 19.057,37
6 2009 21.172,37
7 2010 22.642,37
8 2011 23.862,37
9 2012 24.096,77
10 2013 24.602,77 Sumber : Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat (Data diolah Agustus 2014)
Berdasarkan tabel 3 diatas terlihat bahwa luas perkebunan karet di Kabupaten
Aceh Barat pada tahun 2004 seluas 16.248,00 hektar, dan pada tahun 2005 luas
perkebunan karet di Kabupaten Aceh Barat 16.207,00 hektar, dan pada tahun 2006
luas perkebunan karet di Kabupaten Aceh Barat seluas 16.344,00 hektar, dan pada
tahun 2007 luas perkebunan karet di Kabupaten Aceh Barat 17.984,60 hektar, dan
pada tahun 2008 luas perkebunan karet di Kabupaten Aceh Barat bertambah seluas
19.057,37 ini diakibatkan semakin banyaknya keinginan masyarakat untuk
menambah luas area perkebunan karet, dan pada tahun 2009 dan 2010 luas
perkebunan karet di Kabupaten Aceh Barat seluas 21.172,37 hektar dan 22.642,37
hektar, dan pada tahun 2011 luas perkebunan karet di Kabupaten Aceh barat semakin
luas karena sudah banyak lahan kosong yang digarap masyarakat untuk menanami
karet, dan pada tahun 2012 dan 2013 luas perkebunan karet di Kabupaten Aceh Barat
semakin neningkat menjadi 24.096,77 hektar pada tahun 2012 dan 24.602,77 hektar
pada tahun 2013. Dapat kita lihat semakin luas area perkebunan karet di Kabupaten
35
Aceh Barat ini karena masyarakat dapat melihat bahwa perkebunan karet dapat
menunjang perekonomian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Sub Sektor Perkebunan Karet di
Kabupaten Aceh Barat
Pengeluaran pemerintah Sub sektor perkebunan Karet Kabupaten Aceh Barat
memiliki peranan penting untuk meningkatkan PDRB di Kabupaten Aceh Barat.
Dalam hal ini pemerintah mengeluarkan dana guna untuk meningkatkan pertumbuhan
karet di Kabupaten Aceh Barat. Untuk melihat pengeluaran pemerintah sub sektor
perkebunan karet dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4
Pengeluaran Pemerontah Sub Sektor Perkebunan Karet di Kabupaten Aceh Barat
Tahun2004-2013
N0 Tahun Pengeluaran Pemerintah
1 2004 289.400.000
2 2005 383.180.000
3 2006 548.508.182
4 2007 113.000.000
5 2008 94.000.000
6 2009 100.040.000
7 2010 506.000.000
8 2011 391.850.000
9 2012 236.375.000
10 2013 801.163.200 Sumber : Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat (Data diolah Agustus 2014)
Berdasarkan tabel diatas pengeluaran pemerintah sub sektor perkebunan karet
di Kabupaten Aceh Barat dari tahun 2004 sampai 2013. Pada tahun 2004 pengeluaran
pemerintah sebesar Rp. 289.400.000 dan pada tahun 2005 pengeluaran pemerintah
sebesar Rp.383.180.000 dan pada tahun 2006 pengeluaran pemerintah sebesar Rp.
36
548.508.182, mmengalami peningkatan dikerenakan pemerintah membuka lahan
percontohan untuk penanaman lahan karet, dan pada tahun 2007 pengeluaran
pemerintah sebesar Rp. 113.000.000 dan pada tahun 2008 pengeluaran pemerintah
Rp. 94.000.000 pengeluaran yang kecil dari tahun-tahun sebelumnya kerena
pemerintah hanya melakukan pengadaan bibit karet unggul di kecamatan bubon, dan
pada tahun 2009 pengeluaran pemerintah sebesar Rp. 100.040.000 dan pada tahun
2010 pengeluaran pemerintah sebesar Rp. 506.000.000 untuk pengadaan karet unggul
kecamatan sungai mas, kecamatan samatiga, kecamatan panton reu, dan kecamatan
wayla dan pada tahun 2011 pengeluaran pemerintah sebesar Rp.391.850.000 dan
pada tahun 2012 pengeluaran pemerintah sebesar Rp. 236.375.000 dan pada tahun
2013 pengeluaran pemerintah yang lebih besar dari tahun sebelumnya sebesar Rp.
801.163.200. pengeluaran dipergunakan untuk pengadaan bibit karet unggul di
Kecamatan Meureubo, kecamatan Kaway XVI, Kecamatan Pante cermin dan juga
membeli pupuk.
4.4. Perkembangan PDRB SubSektor Perkebunan
Laju pertumbuhan sektor pertanian tinggi. Tingginya pertumbuhan subsektor
perkebunan dan tanaman bahan makanan sebagai subsektor yang memiliki peranan
pertama, PDRB subsektor perkebunan mampu mendongkrak tingginya PDRB di
Kabupaten Aceh Barat. Pesatnya pertumbuhan subsektor perkebunan disebabkan oleh
naiknya harga karet sehingga produksipun semakin meningkat.
Subsektor perkebunan memberikan kontribusi besar terhadap PDRB, hal ini
dikarenakan tingginya harga komoditi karet, harga mahal menggiurkan produsen
37
perkebunan karet untuk lebih meningkatkan produksinya. Untuk melihat PDRB
subsektor perkebunan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4
PDRB Subsektor Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2004-2013
NO Tahun PDRB Subsektor Perkebunan (jutaan Rupiah)
1 2004 148,994.25
2 2005 72,321.44
3 2006 68,972.72
4 2007 69,014.21
5 2008 76,821.08
6 2009 89,002.99
7 2010 106,318.95
8 2011 108,853.00
9 2012 132,530.02
10 2013 138,887.98 Sumber : Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat (Data diolah Agustus 2014)
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat kita lihat PDRB subsektor pekebunan di
Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2004 sebesar 148,994.25 juta dan pada tahun 2005
PDRB subsektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat sebesar 72,321.44 juta, ini
mengalami penurunan karena pada tahun tersebut Aceh Barat baru mengalami pasca
Tsunami yang mengakibatkan PDRB subsektor perkebunan mengalami penurunan,
dan pada tahun 2006 dan 2007 PDRB subsektor perkebunan di Kabupaten Aceh
Barat semakin mengalami penurunan ini juga masih masa pasca tsunami yang mana
perkebunan yang ada di Kabupaten Aceh Barat baru digarab kembali pasca
terkenanya Tsunami, sebesar 68,972.72 juta pada tahun 2006 dan dan pada tahun
2007 sebesar 69,014.21 juta, dan pada tahun 2008 PDRB subsektor perkebunan di
Kabupaten Aceh Barat sebesar 76,821.08 juta, dan pada tahun 2009 PDRB subsektor
perkebunan di Kabupaten Aceh Barat sebesar 89,002.99 juta, dan pada tahun 2010
38
PDRB subsektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat beransur meningkat sebesar
106,318.95 juta dan 108,853.00 juta pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 PDRB
subsektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat sebesar 132,530.02 juta dan pada
tahun 2013 semakin meningkat sebesar 138,887.98 juta, ini dikarenakan Pesatnya
pertumbuhan subsektor perkebunan disebabkan oleh naiknya harga karet dan harga
sawit sehingga produksipun semakin meningkat. harga mahal menggiurkan produsen
perkebunan karet dan sawit untuk lebih meningkatkan produksinya.
4.5. Pembahasan Hasil.
Selanjutnya Penulis melakukan analisis statistik yang digunakan untuk
membuktikan hipotesis penelitian dalam hal ini digunakan analisis regresi linear
sederhana, analisis korelasi dan koefisien determinasi, Uji t yang di olah melalui
program komputer statistik SPSS 18, dan hasil pengelolahan data tersebut dapat di
kemukakan hasil pembahasan sebagai berikut :
Tabel 6
Standar Deviasi Rata-Rata dan Observasi
Mean Std. Deviation N
PDRB 439.20 334.627 10
L.Area 201.70 34.522 10
Pengeluaran 430.70 276.500 10
Sumber : Hasil Regresi (diolah Agustus 2014)
39
Berdasarkan tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa jumlah rata-rata variabel Luas
perkebunan karet (X1) selama kurun waktu 2004-2013 adalah sebesar 201.70 dengan
standar deviasi sebesar 34.522 sedangkan pengeluaran (X2) dengan rata-rata sebesar
430.70 dengan standar deviasi sebesar 276.500 dan variabel PDRB subsektor
perkebunan (Y) jumlah dengan rata-rata sebesar 439.20 dengan standar deviasi
334.627 dengan (n) 10 tahun.
4.5.1. Analisis Regresi Linear berganda
Hasil Perhitungan regresi berganda dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 7
Regresi berganda
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1569.723 617.872 .039
L.Area -5.576 3.016 -.575 .107
Pengeluaran -.014 .377 -.011 .972
Sumber : Hasil Regresi (diolah Agustus 2014)
Setelah dilakukan Penelitian dengan hasil olahan datayang telah dilakukan
dengan menggunakan program komputer ( SPSS 18) maka dari tabel 6 diperoleh
persamaan sebagai berikut :
Y = a + bX1 + bX2 + e.............................................................................
Persamaan tersebut dapat diartikan sebagai berikut :
1. Nilai konstanta
Berdasarkan persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai konstanta sebesar
1569.723 ini menyatakan apabila variabel luas perkebunan karet dan pengeluaran
40
sama dengan nol maka PDRB subsektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat naik
sebesar 1569.723.
2. Koefisien Regresi X1 (Luas Perkebunan Karet)
Berdasarkan persamaan regresi diperoleh nilai X1 (Luas Perkebunan Karet)
sebesar 5.576 hal ini menyatakan bahwa apabila terjadi kenaikan sebesar 1 persen,
maka PDRB subsektor perkebunan mengalami kenaikan sebesar 1 persen.
3. Koefisien Regresi X2 (Pengeluaran pemerintah)
Berdasarkan persamaan diatas regresi siperoleh nilai X2 (Pengeluaran
Pemerintah) sebesar 014 hal ini menyatakan bahwa apabila terjadi kenaikan sebesar 1
persen, maka PDRB subsektor perkebunan mengalami kenaikan sebesar 1 persen.
4.5.2. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
Koefisien ini digunakan untuk mengetahui hubungan anatara variabel luas
perkebunan karet, pengeluaran pemerintah dan PDRB subsektor perkebunan. Lebih
rinci dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 8
Hasil Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
Durbin-
Watson
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .577a .333 .142 309.974 .333 1.744 2 7 .243 1.346
Sumber : Hasil Regersi (data diolah Agustus 2014)
Berdasarkan tabel 7 dapat kita lihat bahwa koefisien korelasi variabel Luas
perkebunan karet di Kabupaten Aceh Barat diperoleh R 0.577 secara positif
41
menjelaskan terdapat hubungan yang kuat dan positif terhadap PDRB Subsektor
Perkebunan dengan keeratan hubungan 57,7 persen,
Adapun koefisien determinasi dapat diketahui dengan menggunakan rumus
koefisien determinasi yaitu:
KP = r² X 100%
= 0.142X 100%
= 14,2 %
Berdasarkan perhitungan diatas peneliti dapat menjelaskan bahwa koefisien
penentu atau koefisisen determinasi sebesar 14,2 persen menunjukkan bahwa variabel
luas perkebunan karet dan pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh secara
sifnifikan terhadap PDRB Subsektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat.
4.5.3. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel luas perkebunan karet
(X1) dan pengeluaran (X2) secara parsial terhadap PDRB Subsektor perkebunan (Y)
di Kabupaten Aceh Barat. Hasil perhitungan thitung dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9
Uji t
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1569.723 617.872 2.541 .039
L.Area -5.576 3.016 -.575 -1.849 .107
Pengeluaran -.014 .377 -.011 -.036 .972
Sumber : Hasil Regresi (data diolah Agustus 2014)
42
Berdasarkan tabel diatas pengaruh signifikan variabel bebas terhadap variabel
terikat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Variabel Luas perkebunan karet (X1) di peroleh thitung sebesar -1.849 lebih kecil
dari ttabel sebesar 1,860 artinya variabel luas perkebunan karet tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap PDRB Subsektor Perkebunan.
2. Variabel pengeluaran pemerintah (X2) di peroleh thitung sebesar -.036 slebih kecil
dari ttabel sebesar 1,860 artinya variabel luas perkebunan karet tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap PDRB Subsektor Perkebunan.
4.5.3. Uji F (Uji Simultan)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel luas perkebunan (X1)
dan variabel Pengeluaran Pemerintah (X2) secara bersama-sama terhadap PDRB Sub
Sektor Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat. Dari hasil perhitungan dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 10
Anova
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 335191.391 2 167595.695 1.744 .243a
Residual 672588.209 7 96084.030
Total 1007779.600 9
Sumber : Hasil Regresi (data diolah Agustus 2014)
Berdasarkan tabel 9 di atas terlihat bahwa nilai F hitung sebesar 1.744 lebih
kecil dari T tabel sebesar 474 H0 ditolak dan H1 diterima bearti variabel luas
perkebunan karet dan pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap
PDRB sub sektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat.
43
43
V.SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan dari hasil pengujian dan analisa yang dilakukan dalam penelitian
ini di Kabupaten Aceh Barat dapat disimpulkan bahwa :
a. jumlah rata-rata variabel Luas perkebunan karet (X1) selama kurun waktu 2004-
2013 adalah sebesar 201.70 dengan standar deviasi sebesar 34.522 sedangkan
pengeluaran (X2) dengan rata-rata sebesar 430.70 dengan standar deviasi sebesar
276.500 dan variabel PDRB subsektor perkebunan (Y) jumlah dengan rata-rata
sebesar 439.20 dengan standar deviasi 334.627 dengan (n) 10 tahun.
b. koefisien korelasi variabel Luas perkebunan karet di Kabupaten Aceh Barat
diperoleh R 0.577 secara positif menjelaskan terdapat hubungan yang kuat dan
positif terhadap PDRB Subsektor Perkebunan dengan keeratan hubungan 57,7
persen, sedangkan determinasi (R2) menunjukkan bahwa luas perkebunan karet
berpengaruh terhadap PDRB subsector perkebunan di Kabupaten Aceh Barat
sebesar 14,2 persen.
c. Variabel Luas perkebunan karet (X1) di peroleh thitung sebesar -1.849 lebih kecil
dari ttabel sebesar 1,860 artinya variabel luas perkebunan karet tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap PDRB Subsektor Perkebunan. Variabel pengeluaran
pemerintah (X2) di peroleh thitung sebesar -.036 slebih kecil dari ttabel sebesar 1,860
artinya variabel luas perkebunan karet tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap PDRB Subsektor Perkebunan
44
d. nilai F hitung sebesar 1.744 lebih kecil dari T tabel sebesar 474 H0 ditolak dan H1
diterima bearti variabel luas perkebunan karet dan pengeluaran pemerintah tidak
berpengaruh signifikan terhadap PDRB sub sektor perkebunan di Kabupaten
Aceh Barat.
5.2. saran-saran
Berdasarkan hasil penelitan yang telah di lakukan maka penulis menyarankan :
1. Kepada masyarakat petani karet agar dapat memaksimalkan lahan karet yang
tersedia di Kabupaten Aceh Barat dengan meningkatkan penanaman karet dengan
bibit baru yang berkualitas sehingga di masa yang akan datang produktivitas karet
yang dihasilkan oleh petani karet di Kabupaten Aceh Barat mampu bersaing
dengan karet yang di hasilkan dari daerah lain dan diharapkan kan kepada petani
karet agar tidak mengkonversi lahan karet menjadi kelapa sawit
2. Kepada pemerintah daerah dan dinas terkait agar memberikan penyuluhan yang
mendidik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas petani karet
3. Perlu adanya kebijakan pemerintah maupun pengelola perdagangan karena tuntuk
meningkatkan perkebunan karet melalui pemberian modal usaha serta pengaturan
system perdagangan karet yang memberikan keuntungan bagi petani serta perlu
diupayakan kebijakan yang menyangkut produk turunan kare tdan yang paling
penting pemerintah harus konsisten dalam mengundang investor untuk
membangun pabrik pengolahan getah karet dengan member kemudahan dan
kenyamanan dalam segala proses pendirian pabrik.
45
Daftar Pustaka
Ariantoro, Hadi. 2006. Budidaya tanaman Perkebunan. PT. Intan Sejati. Klaten.
Badan Pusat Satistik. 2013. Aceh Barat Dalam Angka. BPS Aceh Barat.
Meulaboh.
. . 2011. Aceh Barat Dalam Angka. BPS Aceh Barat.
Meulaboh.
Badrudin, Rudy.2007. Jurnal: Pengantar Ilmu Ekonomi. FISIP Universitas
Yogyakarta. Yogyakarta.
Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Firdaus, Muhammad. 2009 . Manajemen Agribisnis. bumi aksara. Jakarta.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
PT.Ghalia Indonesia. Bogor.
. 2002. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Stitistik Inferehensif) edisi -2.
PT Bumi Aksara, Jakarta.
Nacrowi, Djalal. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Rayes, luhtfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. CV Andi Offset.
Yogyakarta.
Ruslan, Rasadi. 2006. Publik Relation dan Komunikasi. PT. Raja Grafindo.
Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2010. Ekonomi Pembangunan, Edisi kedua. Kencana. Jakarta.
Su’ud, Hassan. 2007. Pengantar Ilmu Pertanian. Yayasan Pena. Banda Aceh.
Setiawan & Andoko.2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet PT.Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Tim Penulis PS. 2008. Agribisnis Tanaman Perkebunan. Cet –ke 4 . PT. Penebar
Swadaya. Jakarta.
. 2008. Panduan Lengkap Karet.PT Penebar swadaya. Jakarta
Tarigan, Robinson.2005. : Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah. Edisi Revisi.
Bumi Aksara. Jakarta.
. 2006. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Cet ke 3 PT. Bumi
Aksara. Jakarta.
Zuhra, Cut Fatimah. 2006. Karet. karya ilmiah, Universitas Sumatra Utara.
http//pinterdw.blogspot.com/2012/01/pengertian-lahan. di akses 12 0ktober 2014
46
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/ JUPRI/LAHAN.pdf di akses 3 maret 2014
Top Related