BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Bekasi merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa
Barat, yang terletak di lingkungan megapolitan Jabodetabek, dan menjadi kota
terbesar kelima di Indonesia. Kota bekasi merupakan kota tujuan masyarakat
urban dan saat ini berkembang menjadi kawasan industri. Secara geografis, kota
bekasi berada pada ketinggian 19 meter di atas permukaan laut. Kota ini berada di
sebelah timur DKI Jakarta dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor,
Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok. Dilihat dari kontribusinya terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD), keberadaan kawasan industri di kota ini mampu
menjadi mesin pertumbuhan ekonominya.
Keadaan Kota Bekasi yang seperti itu, dibutuhkan adanya inoformasi
mengenai keadaan keuangan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
perkembangan pemerintahan daerah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
dihadapkan oleh kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan intensitas mereka
masing-masing, tak terkecuali dalam ruang lingkup yang lebih besar seperti dalam
bisnis maupun pemerintahan. Dalam bisnis, posisi keuangan yang ditunjukkan
oleh laporan keuangan sangat berperan dalam melaksanakan rumah tangga
perusahaan tersebut. Sama halnya dengan pemerinatahan yang memiliki ruang
lingkup lebih luas seperti pada pemerintah Kota Bekasi. Laporan keuangan
merupakan bagian dari pelaporan keuangan. Laporan keuangan disusun untuk
menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh
1
transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode
pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi
(pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan) dengan anggaran yang telah
ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu
entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan
perundang-undangan.
Sejak otonomi daerah pada tahun 2004, Pelaporan keuangan di Indonesia
disusun mulai pada lini terkecil pada pemerintahan, seperti halnya di lingkungan
pemerintah Kota Bekasi. Penyusan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) harus dapat memberikan informasi keuangan yang dibutuhkan
pemerintah daerah untuk bahan acuan kondisi keuangan dan perekonomian
pemerintah daerah tersebut. Untuk mengetahui baik buruknya kondisi keuangan
Kota Bekasi, maka penulis ingin menganalisis lebih dalam tentang kondisi
keuangan Kota Bekasi, maka penulis menyusun makalah ini dengan mengusung
judul: “Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bekasi Tahun Anggaran
2004”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
diangkat adalah tentang bagaimana kondisi keuangan Pemerintah Kota Bekasi
pada tahun anggaran 2004 dan apakah kondisi tersebut menujukkan kinerja
perekonomian Pemerintah Kota Bekasi yang baik (positif).
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi keuangan
2
pemerintah Kota Bekasi pada tahun anggaran 2004 serta untuk mengetahui
apakah kondisi tersebut menujukkan kinerja perekonomian Pemerintah Kota
Bekasi yang baik (positif).
1.4. Manfaat Penulisan
Dari penulisan makalah ini, diharapkan dapat memperoleh manfaat antara
lain:
1. Manfaat bagi Akademisi
Sebagai sarana pembelajaran mengenai laporan keuangan pemerintah
daerah dan analisnya sehingga dapat mengetahui baik atau buruknya kondisi
keungan suatu daerah, terutama dalam lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
2. Manfaat bagi Pemerintah
Sebagai acuan pemerintah khususnya Pemerintah Kota Bekasi terhadap
kinerja ekonomi pada tahun 2004 untuk dapat mengevaluasi kinerja ekonomi
pemerintah kota Bekasi dan dapat dijadikan refleksi untuk memperbaiki kinerja
pada tahun-tahun berikutnya.
3. Manfaat bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi mengenai kinerja ekonomi pemerintah Kota
Bekasi untuk dapat dijadikan acuan bagi masyarakat untuk perkembangan
ekonomi masyarakat itu sendiri khususnya masyarakat Kota Bekasi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Laporan Keuangan Pemerintah
Selama 60 tahun Indonesia merdeka, keuangan negara ini dikelola dengan
sebuah aturan yang diterbitkan oleh Belanda pada tahun 1864. Hingga tahun
2004, keuangan negara dikelola berdasarkan Indonesische Comptabiliteitswet
(ICW) Stbl. 1864 No. 106, dan diundangkan lagi teksnya yang telah diperbaharui
untuk ketiga kalinya dalam Stbl. 1925 Nomor 448, selanjutnya diubah dan
diundangkan dalam Lembara Negara 1954 Nomor 6, Nomor 49 Tahun 1955, dan
terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1968.
Walaupun saat itu belum ditetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP), bukan berarti dalam pengelolaan keuangan negara tidak dilakukan
pencatatan sama sekali, selama ini pencatatan transaksi keuangan dilakukan
dengan metode pencatatan tunggal (single entry) sebagaimana yang dahulu
banyak dianut oleh negara-negara kontinental (Eropa). Jadi, meskipun tidak secara
resmi dikatakan sebagai SAP, Indonesia sebenarnya sudah memiliki Sistem
Akuntansi Pemerintahan sejak dulu, hanya saja sistem yang digunakan pada saat
itu dapat dikatakan sebagai akuntansi tradisional yang hanya menghasilkan
laporan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja dengan perhitungan yang
cukup sederhana.
Atas kerjasama berbagai pihak terkait, akhirnya pada tanggal 13 Juni 2005
terbit Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun
4
2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara. Terbitnya SAP untuk pertama kalinya adalah
Reformasi Akuntansi Pemerintahan Tahap Pertama.
Basis Akuntansi Pemerintahan
Reformasi akuntansi pemerintahan tahap pertama berhasil menerbitkan
SAP berbasis cash toward accrual atau disebut juga semi akrual, dimana laporan
keuangan menerapkan basis kas untuk pos-pos Laporan Realisasi Anggaran dan
Basis Akrual untuk pos-pos Neraca. Secara sederhana Basis kas dapat diartikan
pencatatan transaksi ketika kas benar-benar diterima atau dikeluarkan oleh suatu
entitas, sedangkan basis akrual adalah pencatatan transaksi ketika transaksi itu
terjadi walaupun kas belum diterima atau dikeluarkan secara nyata. Oleh karena
SAP menerapkan kedua basis tersebut, maka disebut semi akrual.
1.2. Pengelolaan Keuangan Daerah
Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi
keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi
keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas
pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi
keputusan mengenai alokasi sumber daya.
Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk
menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk
menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan
kepada pemerintah, dengan:
5
a. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan
ekuitas dana pemerintah;
b. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,
kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
c. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber
daya ekonomi;
d. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;
e. Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya
dan memenuhi kebutuhan kasnya;
f. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
g. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas
pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif
dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi
besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber
daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan
ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi
pengguna mengenai indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan
sesuai dengan anggaran dan indikasi apakah sumber daya diperoleh dan
digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
6
Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: aset; kewajiban; ekuitas dana;
pendapatan; belanja; transfer; pembiayaan; dan arus kas.
Laporan Keuangan SKPD
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna
Anggaran menyusun Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD pada SKPD yang bersangkutan. Laporan keuangan yang
dihasilkan oleh SKPD selaku pengguna anggaran adalah:
1. Laporan Realisasi Anggaran,
2. Neraca, dan
3. Catatan atas Laporan Keuangan.
1.3. Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kota Bekasi
Sebagai kawasan industri, Kota Bekasi membutuhkan adanya inoformasi
mengenai keadaan keuangan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
perkembangan pemerintahannya. Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih
dari 97 milyar rupiah ditambah dengan pendapatan lainnya, pemasukan Kas Kota
Bekasi lebih dari 600 milyar rupiah. Belanja daerah mencapai lebih dari 460
milyar rupiah dan pengeluaran lainnya termasuk pembiayaan-pembiayaan,
menyebabkan kenaikan kas (surplus) sebesar hamper 40 milyar rupiah.
Angka-angka dalam laporan keuangan Kota Bekasi yang
sedemikianbesarnya, membutuhkan pengelolaan keuangan yang ketat namun tetap
transparan. Pelaporan keuangan harus disusun dengan jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Laporan keuangan harus berisi tentang semua aktivitas-
aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi. Kota Bekasi telah
7
dapat mengelola keuangan daaerahnya yang tercermin dari penyusunan laporan
keuangan (2004) yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat
dijadikan acuan untuk analisis selanjutnya.
1.4. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang terkandung dalam
laporan keuangan suatu instansi, maka perlu dilakukan analisis. Dengan
melakukan analisis akan diketahui kontribusi dan sumbangan masing-masing
komposisi perkiraan terhadap kualitas laporan keuangan.
Analisis laporan keuangan dapat diartikan sebagai upaya untuk
mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan suatu entitas
tertentu. Untuk itu, seseorang yang melakukan analisis atas laporan keuangan
perlu menguraikan pos-pos laporan tersebut menjadi unit informasi yang lebih
rinci dan melihat hubungan antara satu dengan yang lainnya guna mengetahui
kondisi keuangan entitas tersebut untuk dijadikan dasar dalam pengambilan
keputusan. Hasil dari analisis laporan keuangan diharapkan dapat meminimalkan
bahkan menghilangkan penilaian yang bersifat dugaan semata, ketidakpastian,
pertimbangan pribadi, dan kesalahan proses akuntansi.
Karakteristik dari analisis laporan keuangan adalah:
a. Fokus pada laporan keuangan utama,
b. Memuat analisis hubungan,
c. Mengandung implikasi dan prediksi, dan
d. Hasilnya tergantung pada kemampuan analisnya.
8
Secara umum, tujuan analisis laporan keuangan adalah untuk menilai
kondisi dan kinerja keuangan; sedangkan tujuan analisis laporan keuangan daerah
adalah untuk:
a. Mengetahui kondisi keuangan pemerintah daerah serta perubahan-
perubahannya,
b. Meyakini ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,
c. Mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajibannya,
d. Mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan dana untuk
kegiatannya,
e. Mengevaluasi kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan program-
programnya, dan
f. Mengetahui potensi pemerintah daerah dalam menghasilkan sumber daya.
1.5. Analisis Perbandingan (Rasio)
Perbandingan pos-pos laporan keuangan sering disebut dengan istilah rasio
keuangan. Oleh karena itu, jika seseorang atau lembaga melakukan perhitungan
dengan membandingkan pos-pos laporan keuangan suatu entitas, dengan maksud
untuk mengetahui capaian atau kinerja keuangan entitas dimaksud, dikatakan
ia/mereka melakukan analisis rasio keuangan.
Analisis rasio merupakan teknik dan cara yang paling populer dan paling
banyak digunakan dalam melakukan analisis atas laporan keuangan. Analisis rasio
ini lebih banyak mengungkapan hasil berupa matematika, sedangkan
interpretasinya lebih kompleks dan mempunyai banyak makna. Agar lebih
bermakna maka rasio-rasio tersebut harus mengacu kepada pentingnya hubungan
secara ekonomi. Seperti contohnya terdapat hubungan langsung antara harga jual
9
dengan harga pokok. Dengan demikian rasio harga pokok penjualan terhadap
penjualan adalah sangat penting.
Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk
membayar utang (kewajiban) jangka pendeknya. Rasio ini bisa diukur dengan
rasio lancer dan rasio kas (terhadap utang jangka pendek). Pos persediaan pada
neraca pemerintah daerah umumnya bukan persediaan barang dagang yang
ditujukan untuk dijual tetapi untuk digunakan dalam operasi pemerintah atau
diserahkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam perhitungan rasio lancer
sebaiknya pos persediaan tidak diperhitungkan.
Rasio Lancar=(aktiva lancar−persediaan)
kewajiban jangka pendek
Rasio Lancar=( Rp 108.168 .769.683−Rp 0 )
Rp 3.320 .582.258=32,58
Rasio lancar ini menunjukkan perbandingan antara aktiva lancar (di luar
persediaan) dengan utang jangka pendek yang besarnya adalah 32,58:1. Hal ini
berarti untuk setiap Rp1 utang, pemerintah daerah mempunyai Rp32,58 aktiva
yang sangat lancar. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan Pemerintah
Kota Bekasi sangat likuid.
Rasio Kas= kasdan setara kaskewajiban jangka pendek
Rasio Kas=Rp 79.300 .166 .926Rp 3.320 .582 .258
=23,88
Rasio kas menunjukkan perbandingan yang lebih likuid dari rasio lancar,
dalam hal ini perbandingan antara kas dengan utang jangka pendek adalah
23,88:1. Hal ini berarti untuk setiap Rp 1 utang, pemda mempunyai Rp23,88 kas
10
dan setara kas. Kondisi ini menunjukkan bahwa kodisi keuangan pemerintah
sangat likuid. Artinya tanpa harus menunggu ditagihnya piutang, Pemerintah Kota
Bekasi sudah dapat melunasi utang jangka pendek tersebut pada saat ini.
Solvabilitas
Rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah
daerah untuk membayar semua utangnya yang akan jatuh tempo. Rasio ini bisa
diukur dengan rasio aktiva terhadap utang atau rasio ekuitas dana terhadap utang.
Rasio Solvabilitas= total aktivatotalutang (kewajiban)
Rasio Solvabilitas= Rp1.717 .267 .895 .691Rp 107.537 .575 .622
=15,97
Rasio solvabilitas menunjukkan perbandingan antara total aktiva dengan
total utang yang besarnya adalah 15,97:1. Hal ini berarti untuk setiap Rp1 utang,
pemerintah mempunyai Rp15,97 aset. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi
keuangan Pemerintah Kota Bekasi masih sangat solvable atau mampu membayar
semua utangnya pada saat jatuh tempo.
Rasio solvabilitas juga dapat digunakan untuk mengetahui solvabilitas
jangka pendek maupun solvabilitas jangka panjang pemerintah daerah.
Rasio Solvabilitas Jk Pendek= total aktivatotalutang (kewajiban ) jk pendek
Rasio Solvabilitas Jk Panjang= total aktivatotal utang (kewajiban ) jk panjang
Baik rasio solvabilitas jangka pendek maupun jangka panjang akan
menunjukkan kemampuan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Kota
Bekasi untuk dapat melunasi utang(kewajiban)-nya baik utang jangka pendek
maupun jangka panjang pada saat jatuh tempo.
11
Leverage (Soliditas)
Rasio leverage digunakan untuk mengukur perbandingan antara ekuitas
dana (kekayaan bersih pemerintah daerah) dengan total utang. Rasio leverage
selama ini hanya digunakan di sektor perusahaan untuk mengukur komposisi
sumber pembiayaan yang berasal dari kreditor dan investor. Di pemerintah
daerah, rasio ini mungkin belum (tidak) merupakan rasio yang penting sebab
tingkat utang daerah yang masih relatif kecil dan syarat penarikan pinjaman
daerah menggunakan DSCR dan rasio maksimum pinjaman.
Rasio Leverage= total ekuitasdanatotal utang(kewajiban)
Rasio Leverage= Rp 1.609.730 .320 .069Rp 107.537 .575.622
=14,97
Rasio leverage menunjukkan perbandingan antara kekayaan bersih
(ekuitas dana) dengan utang, yang besarnya adalah 14,97:1. hal ini menunjukkan
bahwa kondisi keuangan Pemerintah Kota Bekasi sangat solid.
Aktivitas
Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur efektivitas pemerintah daerah
dalam menggunakan semua sumber daya yang ada di bawah pengendalian
pemerintah daerah itu sendiri. Rasio ini menunjukan seberapa jauh pemerintah
menggunakan total aktiva secara efisien. Semakin tinggi tingkat perputaran berarti
semakin efisien pemerintah dalam mengelola aktivanya.
Tingkat Perputaran Aktiva= realisasi PADtotal aktiva
Tingkat Perputaran Aktiva= Rp 97.912 .047 .348Rp1.717 .267 .895 .691
=0,057
12
Rasio tingkat perputaran aktiva (aset) menunjukkan perbandingan antara
total pendapatan dengan total asset yang dimiliki pemerintah daerah, yang
besarnya adalah 0,057:1, atau dengan kata lain, untuk setiap Rp1 dalam asset,
Pemerintah Kota Bekasi akan memperoleh PAD sebesar Rp0,057.
Pengelolaan Belanja
Rasio pengelolaan belanja digunakan untuk mengukur pengelolaan
prasarana oleh pemerintah daerah. Rasio ini dapat diukur dengan menggunakan
rasio pendapatan terhadap pengeluaran untuk kegiatan belanja pemerintah daerah.
Rasio yang rendah menunjukan bahwa prasarana telah dikelola dengan baik
Rasio Pengelolaan Belanja=reali sasi total pendapatanrealisasi totalbelanja
Rasio Pengelolaan Belanja=Rp 640.655 .998 .524Rp 600.405 .640 .486
=1,067
Rasio pengelolaan belanja menunjukkan perbandingan antara total
pendapatan dengan total belanja pemerintah daerah yang besarnya 1,067. Rasio
ini tergolong relatif kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa Pemerintah Kota
Bekasi cukup baik dalam mengelola prasarana yang ada di Kota Bekasi.
Kemandirian
Rasio kemandirian digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian
pemerintah daerah dalam hal pendanaan aktivitasnya. Rasio ini dapat diukur
dengan membandingkan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap jumlah
Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah jumlah pinjaman (selain utang PFK dan
utang pajak PPn/PPh).
DAU merupakan dana yang berasal dari APBN yang ditransfer ke pemda
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana alokasi umum masih merupakan
13
sumber pembiayaan yang utama bagi pemerintah daerah pada umumnya. Dengan
demikian, dapat dikatakan bila perbandingan sumber pembiayaan dari PAD
terhadap DAU semakin besar, berarti hal ini menunjukkan tingkat kemandirian
yang semakin meningkat pula. Bila pinjaman jumlahnya dianggap material, maka
untuk mengukur kemandirian unsur pinjaman tersebut harus diperhitungkan, akan
tetapi sebaiknya mengeluarkan utang PFK dan utang pajak pusat sebab kedua
jenis utang tersebut tidak dimaksudkan untuk menambah sumber pendanaan
pemda.
Rasio Kemandirian= realisasi PADDAU+ penerimaanlain−lain
Rasio Kemandirian
¿ Rp 97.912 .047 .348Rp 289.374 .784 .000+Rp15.593 .665 .000
¿ Rp 97.912 .047 .348Rp 304.968 .449 .000
¿0,321=32,1%
Rasio Kemandirian menunjukkan perbandingan antara PAD dengan DAU
sebesar 32,1%. Artinya, tingkat kemandirian Pemerintah Kota Bekasi untuk dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri sebesar 32,1% atau dapat dikatakan Pemerintah
Kota Bekasi tidak bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat maupun
propinsi, dan tidak bergantung pula pada dana hibah atau pendapatan lain.
Analisis Umum
Secara garis besar, analisis-anlisis rasio yang telah dibahas di atas
menunjukan adanya kinerja perekonomian Pemerintah Kota Bekasi yang baik
(positif). Hal ini mengindikasi bahwa Pemerintah Kota Bekasi telah mampu
mengelola keuangan daerahnya sendiri pada tahun anggaran 2004 terkait dengan
14
pelaksanaan Otonomi Daerah yang baru diberlakukan pada saat itu. Kemampuan
Pemerintah Kota Bekasi yang baik dalam pengelolaan keuangan daerahnya ini
telah dapat dibuktikan dengan perhitungan rasio yang secara akurat menghasilkan
analisis tentang kinerja perekonomian Pemerintah Kota Bekasi yang menunjukkan
hasil yang baik.
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang analisis Laporan Keuangan Pemerintah Kota
Bekasi, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
o Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi
keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi
keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas
pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.
o Basis laporan keuangan pemerintah menerapkan basis kas untuk pos-pos
Laporan Realisasi Anggaran dan Basis Akrual untuk pos-pos Neraca.
o Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran
menyusun Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
pada SKPD yang bersangkutan. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh SKPD
selaku pengguna anggaran adalah: Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
o Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang terkandung dalam laporan
keuangan suatu instansi, maka perlu dilakukan analisis. Dengan melakukan
analisis akan diketahui kontribusi dan sumbangan masing-masing komposisi
perkiraan terhadap kualitas laporan keuangan.
16
Analisis rasio likuiditas mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk
membayar utang (kewajiban) jangka pendeknya. Dan Pemerintah Kota
Bekasi dapat dikatakan likuid.
Analisis rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan
pemerintah daerah untuk membayar semua utangnya yang akan jatuh
tempo. Dan Pemerintah Kota Bekasi dapat dikatakan solvabel.
Analisis rasio leverage digunakan untuk mengukur perbandingan antara
ekuitas dana (kekayaan bersih pemerintah daerah) dengan total utang. Dan
Pemerintah Kota Bekasi dapat dikatakan solid.
Analisis rasio aktivitas digunakan untuk mengukur efektivitas pemerintah
daerah dalam menggunakan semua sumber daya yang ada di bawah
pengendalian pemerintah daerah itu sendiri. Dan Pemerintah Kota Bekasi
efisien dalam mengelola aktivanya.
Analisis rasio pengelolaan belanja digunakan untuk mengukur pengelolaan
prasarana oleh pemerintah daerah. Dan Pemerintah Kota Bekasi cukup baik
dalam mengelola prasarana daerahnya.
Analisis rasio kemandirian digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian
pemerintah daerah dalam hal pendanaan aktivitasnya. Dan Pemerintah Kota
Bekasi tidak bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat maupun
propinsi, dan tidak bergantung pula pada dana hibah atau pendapatan lain.
o Secara garis besar, hasil analisis perbandingan terhadap Laporan keuangan
Pemerintah Kota Bekasi menunjukkan adanya kinerja yang baik. Hal ini
mengindikasi bahwa Pemerintah Kota Bekasi telah mampu mengelola
17
keuangan daerahnya sendiri pada tahun anggaran 2004 terkait dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah yang baru diberlakukan pada saat itu.
o Dari analisis-analisis yang telah dilakukan terhadap Laporan Keuangan
Pemerintah Kota Bekasi, dapat diprediksi pula bahwa kinerja perekonomian
Pemerintah Kota Bekasi akan tetap baik hingga beberapa tahun ke depan,
melihat bahwa angka-angka rasio-rasio dalam analisis tersebut menunjukkan
nominal yang signifikan untu tahun-tahun berikutnya.
3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan pembahasan tentang
analisis Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bekasi ini adalah:
1. Akademisi
Para akademisi seharusnya ikut andil positif dalam menyikapi
permasalahan perokonomian dalam pemerintah daerah, dalam hal ini
Pemerintah Kota Bekasi. Kontribusi tersebut dapat berupa imbal-balik positif
terhadap informasi mengenai pelaporan keuangan pemerintah daerah dan
berperan serta dalam memberikan informasi yang relevan terkait pengelolaan
keuangan pemerintah daerah khususnya Kota Bekasi.
2. Pemerintah
Pemerintah sudah selayaknya menyadari tentang pengelolaan keuangan
daerah yang harus jelas dan transparan dalam penyampaiannya agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman baik bagi pemerintah itu sendiri maupun di
lingkungan eksternal pemerintahan. Jika pengelolaan tersebut dapat berjalan
baik dengan penyampaian informasi yang baik pula, perekonomian pemerintah
18
terutama pemerintah daerah yang melaksanakan otonominya dapat berlangsung
dengan baik pula.
3. Masyarakat
Masyarakat juga harus ikut serta dalam kegiatan perekonomian
pemerintah daerah, karena biar bagaimana pun, masyarakatlha yang terlibat
langsung baik dengan kegiatan perekonomian pemerintah daerah maupun
dalam pemanfaatan hasil positif dari kinerja perekonomian pemerintah yang
baik. Masyarakat harus ikut serta dalam menciptakan sinergi positif untuk
saling bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mencapai perekonomian
yang stabil.
19
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, Wuryan. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Malang: Bayumedia
Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., Jordan, Bradford D. 2009.
Pengantar Keuangan Perusahaan, Buku 1, Edisi 8. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat
Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. 2007. Analisis Laporan Keuangan
Daerah. Tangerang: Penerbit Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
http://www.stan.ac.id/laporan-keuangan-pemerintah-daerah/109-kota-bekasi.pdf
diakses pada 19 November 2010
http://www.kotabekasi.go.id/ diakses pada 19 November 2010
http://www.wikipedia.co.id/kota-bekasi/ diakses pada 19 November 2010
h t t p : / / b a g j a n a . w o r d p r e s s . c o m / 2 0 1 0 / 1 0 / 1 3 / a k u n t a n s i - p e m e r i n t a h a n - b e r b a s i s - m o r a
l / diakses pada 18 November 2010
20
LAMPIRAN
21
Top Related