ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis) DI KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR
SKRIPSI
Oleh : EFFENDY SURYA SAPUTRA
NIM. 135080601111095
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis) DI KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh : EFFENDY SURYA SAPUTRA
135080601111095
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
i
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul : ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis) DI KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR
Nama : Effendy Surya Saputra
NIM : 135080601111095
Prodi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING :
Pembimbing 1 : Defri Yona, S.Pi, M.Sc.Stud.,D.Sc
Pembimbing 2 : Dwi Candra Pratiwi, S.Pi, M.Sc
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING :
Penguji 1 : Oktiyas Muzaky Luthfi, ST., M.Sc
Penguji 2 : Muliawati Handayani S.Pi., M.Si
Tanggal Ujian : 27 April 2018
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Effendy Surya Saputra
Nim : 135080601111095
Prodi : Ilmu Kelautan
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam laporan skripsi yang saya tulis
ini benar- benar merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan skripsi ini
merupakan hasil penjiplakan atau plagiasi, maka saya bersedia untuk menerima
sanksi atas perbuatan tersebut sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 30 Mei 2018 Penulis
Effendy Surya Saputra NIM. 135080601111062
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Effendy Surya Saputra
NIM : 135080601111095
Tempat/Tgl Lahir : Gresik / 16 Maret 1995
No. Tes Masuk P.T. : 4130153413
Jurusan : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan
Program Studi : Ilmu Kelautan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Veteran Vc No. 10 Gresik
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
No Jenis Pendidikan
Tahun
Keterangan
Masuk Lulus
1 SD 2001 2007 SDN Singosari 2
Kebomas
2 S.L.T.P 2007 2010 SMPN 3 Gresik
3 S.L.T.A 2010 2013 SMA Semen Gresik
4 Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan)
2013 2018 Universitas Brawijaya
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan karunia luar biasa berupa
akal pikiran, kesehatan, dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Suharto dan Ibu Munifah serta segenap keluarga besar, yang telah
memberikan dukungan dan semangat yang tidak pernah berhenti, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini hingga akhirnya dapat meraih gelar
sarjana.
3. Ibu Defri Yona, S.Pi., M.Sc.Stud., D.Sc. selaku Pembimbing I, yang
senantiasa membimbing hingga selesai dan meraih gelar sarjana.
4. Ibu Dwi Candra Pratiwi., S.Pi., M.Sc. selaku Pembimbing II, yang senantiasa
membimbing higga selesai dan meraih gelar sarjana.
5. Keluarga Besar Ilmu Kelautan, FPIK-UB mulai dari jajaran dosen, senior dan
junior (Magelhaens, Poseidon, Kraken, dan Polaris) yang telah memberikan
dukungan dan semangat dalam pengerjaan skripsi ini.
6. Teman seangkatan dan seperjuangan ATLANTIK 2013 yang tidak cukup
apabila disebutkan satu-persatu yang telah berjuang bersama-sama untuk
meraih impian, dan memberikan dukungan sehingga dapat menyelesaikan
skripsi hingga dapat meraih gelar sarjana.
v
RINGKASAN
Effendy Surya Saputra. Analisis Kandungan Logam Berat pada Sedimen dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Kabupaten Gresik, Jawa Timur (dibawah bimbingan dari Defri Yona dan Dwi Candra Pratiwi)
Pelepasan logam berat dari limbah industri dan antropogenik atau dari
sumber lainnya yang terjadi di kolom air kemudian akan mengendap di sedimen.
Kandungan logam berat yang berada di sedimen secara bertahap akan
mempengaruhi ekosistem di perairan. Salah satu organisme laut yang hidupnya
bergantung pada sedimen adalah kerang hijau (Perna viridis). Kerang hijau
(Perna viridis) sering dijadikan sebagai indikator pencemaran dalam program
monitoring lingkungan perairan laut. Penelitian ini fokus membahas akumulasi
kandungan logam berat yang terdapat pada sedimen dan kerang hijau di
perairan Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2017. Pengambilan
sampel berupa sedimen dan kerang hijau yang dilakukan di 4 stasiun dengan 3
kali pengulangan di setiap stasiun. Logam berat pada penelitian ini terdapat 3
jenis yaitu logam berat Pb, Zn, dan Ni. Pengambilan sampel sedimen dilakukan
menggunakan pipa pvc dengan pengambilan sedimen sedalam 0 - 10 cm
dibawah permukaan sedimen. Pengambilan sampel kerang hijau sebanyak 5 -
10 kerang di setiap titik pengambilan.
Hasil pengukuran konsentrasi logam berat pada penelitian ini menunjukan
konsentrasi logam berat Pb dan Ni pada sedimen lebih tinggi daripada
konsentrasi di kerang hijau, sedangkan logam berat Zn lebih tinggi di kerang
hijau dibanding yang terdapat pada sedimen. Konsentrasi Pb pada sedimen
memiliki rata-rata sebesar 38.63 ± 1.17 mg/kg dan pada kerang hijau memiliki
rata-rata sebesar 4.54 ± 0.72 mg/kg. Konsentrasi logam berat Zn pada sedimen
memiliki rata-rata sebesar 8.67 ± 1.28 mg/kg dan pada kerang hijau memiliki
rata-rata sebesar 14.19 ± 1.78. Konsentrasi logam berat Ni pada sedimen
memiliki rata-rata sebesar 8.82 ± 1.19 mg/kg dan pada kerang hijau memiliki
rata-rata sebesar 1.13 ± 0.73 mg/kg. 2. Berdasarkan nilai BAF akumulasi logam
berat Pb dan Ni memiliki nilai < 1 yang memiliki arti kerang hijau cenderung
menghindari akumulasi logam berat Pb dan Ni yang terdapat pada sedimen,
sedangkan untuk logam berat Zn memiliki nilai > 1 yang memiliki arti kerang hijau
cenderung mengakumulasi logam berat Zn yang terdapat pada sedimen.
Menurut perhitungan EDI konsumsi kerang hijau pada daerah penelitian ini perlu
diperhatikan karena kandungan logam berat Pb sudah mendekati batas tidak
aman untuk dikonsumsi.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada allah SWT, karena berkat dan
rahmatnya, skripsi tentang Analisis Kandungan Logam Berat Pb, Zn dan Ni ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi ini di susun sebagai persyratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.
Penulis menyadari bahwa pada laporan skripsi ini masih terdapat banyak
kekuranagan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat menyempurnakan penelitian skripsi ini dan
melaksanakan perbaikan di masa yang akan datang.
Malang, 5 Mei 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
RINGKASAN ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 6
2.1 Kerang Hijau ....................................................................................................... 6
2.1.1 Habitat ............................................................................................................. 7
2.1.2 Peran Kerang Hijau dalam Lingkungan ............................................................ 8
2.2 Parameter Lingkungan ...................................................................................... 10
2.2.1 Suhu .............................................................................................................. 10
2.2.2 Derajat Keasaman (pH) ................................................................................. 11
2.2.3 Oksigen Terlarut (DO) .................................................................................... 11
2.2.4 Salinitas ......................................................................................................... 12
2.3 Logam Berat ..................................................................................................... 13
2.1.1 Timbal (Pb) .................................................................................................... 14
2.1.2 Seng (Zn) ....................................................................................................... 15
2.1.3 Nikel (Ni) ........................................................................................................ 16
2.4 Akumulasi Logam Berat .................................................................................... 17
2.5 Pendekatan Analisis Kandungan Logam Berat ................................................. 19
2.5.1 Faktor Bioakumulasi (BAF) ............................................................................ 19
viii
2.5.2 The Estimated Daily Intake (EDI) ................................................................... 19
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 21
3.1 Tempat dan Waktu............................................................................................ 21
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................. 22
3.2.1 Alat ................................................................................................................ 23
3.2.2 Bahan ............................................................................................................ 23
3.3 Alur Penelitian ................................................................................................... 24
3.3.1 Survei lapangan ............................................................................................. 25
3.3.2 Penentuan Stasiun ......................................................................................... 26
3.4 Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia .......................................................... 27
3.5 Metode Pengambilan Sampel ........................................................................... 28
3.5.2 Sampel Sedimen............................................................................................ 28
3.5.1 Sampel Kerang Hijau ..................................................................................... 28
3.6 Metode Analisis Sampel ................................................................................... 29
3.6.2 Sampel Sedimen............................................................................................ 29
3.6.1 Sampel Kerang Hijau ..................................................................................... 29
3.7 Analisis Data ..................................................................................................... 30
3.7.1 Analisis Deskriptif........................................................................................... 30
3.7.2 Perhitungan Faktor Bioakumulasi (BAF) ........................................................ 31
3.7.3 Penilaian Estimasi Konsumsi Harian yang Diperbolehkan ............................. 31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 33
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian .................................................................... 33
4.2 Data Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia ......................................... 34
4.2.1 Suhu .............................................................................................................. 34
4.2.2 Derajat Keasaman (pH) ................................................................................. 35
4.2.3 Oksigen Terlarut (DO) .................................................................................... 36
4.2.4 Salinitas ......................................................................................................... 37
4.3 Akumulasi Logam Berat pada Sedimen ............................................................ 38
ix
4.4 Akumulasi Logam Berat pada Kerang Hijau ...................................................... 41
4.5 Hubungan Konsentrasi Logam Berat antara Sedimen dengan Kerang Hijau .... 47
4.6 Konsumsi Harian yang Diperbolehkan .............................................................. 49
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................... 51
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 51
5.2 Saran ................................................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 53
LAMPIRAN ............................................................................................................. 59
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerang hijau (Perna viridis) (Fernanda, 2012). ................................... 6
Gambar 2. Peta pengambilan sampel ................................................................ 22
Gambar 3. Bagan alur penelitian ....................................................................... 25
Gambar 4. Konsentrasi logam berat Pb, Zn, dan Ni pada sedimen ................... 38
Gambar 5. Konsentrasi logam berat Pb, Zn, dan Ni pada kerang hijau .............. 42
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil pengukuran letak geografis dengan menggunakan GPS .................. 22
Tabel 2. Alat yang digunakan dalam penelitian. ...................................................... 23
Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian ................................................... 24
Tabel 4. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia ............................................ 34
Tabel 5. Nilai BAF logam berat Pb, Zn dan Ni ......................................................... 47
Tabel 6. Hasil perhitungan EDI ............................................................................... 49
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Konsentrasi Logam Berat pada Sedimen dan Kerang Hijau ................ 59
Lampiran 2. Hasil Analisis AAS ............................................................................... 61
Lampiran 3. Hasil perhitungan BAF ........................................................................ 67
Lampiran 4. Dokumentasi ....................................................................................... 68
Lampiran 5. Pengukuran Morfometri Kerang Kijau .................................................. 70
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Logam berat merupakan salah satu unsur kimia beracun yang dapat
memasuki perairan. Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu
proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia.
Keberadaan logam berat di perairan laut dapat berasal dari berbagai sumber, antara
lain dari kegiatan pertambangan, rumah tangga, limbah pertanian dan buangan
industri. Dari keempat jenis limbah tersebut, limbah yang umumnya paling banyak
mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini disebabkan senyawa logam
berat sering digunakan dalam industri, baik sebagai bahan baku, bahan tambahan
maupun katalis (Rochyatun dan Rozak, 2010).
Pelepasan logam berat dari limbah industri dan antropogenik atau dari sumber
lainnya yang terjadi di kolom air kemudian akan mengendap di sedimen. Logam berat
terakumulasi dalam sedimen melalui penyerapan kimia dan fisika yang kompleks
tergantung pada jenis sedimen yang ada di alam dan sifat dari senyawa yang diserap.
Sedimen merupakan bagian penting dari ekosistem di perairan karena menyediakan
substrat untuk organisme oleh sebab itu dapat menjadi suatu indikator yang bagus
untuk pencemaran (Rochyatun et al., 2010). Kandungan logam berat yang berada di
sedimen secara bertahap akan mempengaruhi ekosistem di perairan yang awalnya
sedimen yang menjadi penyedia substrat untuk tempat hidup dan mencari makan
organisme laut dapat berubah menjadi sumber racun bagi organisme laut (Al Obaidy
et al., 2014). Salah satu organisme laut yang hidupnya bergantung pada sedimen
adalah kerang hijau (Perna viridis).
2
Kerang hijau (Perna viridis) adalah kerang dari Famili Mytilidae yang sering
dijadikan sebagai indikator pencemaran dalam program monitoring lingkungan
perairan laut (Dandy, 2005; Rahayu, 2014; Yaqin et al., 2015). Hal ini karena kerang
hijau hidup sebagai filter feeder yang memfilter partikel - partikel yang ada di perairan
tempat mereka hidup. Di samping itu kerang hijau adalah organisme yang memunyai
pergerakan yang minimal di perairan atau yang dikenal dengan sedentary animal,
sehingga tidak dimungkinkan menghindari bahan pencemar yang mencemari
lingkungan hidupnya. Kerang hijau ini memiliki siklus hidup yang kebanyakan berada
pada sedimen dimana secara tidak langsung sedimen juga dapat digunakan sebagai
indikator tingat pencemaran logam berat pada lingkungan.
Penelitian ini fokus membahas akumulasi kandungan logam berat yang
terdapat pada sedimen dan kerang hijau di perairan Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Tidak adanya pengambilan sampel air laut pada penelitian ini dikarenakan air laut
memiliki sifat yang dinamis sehingga partikel - partikel logam berat yang berada di air
laut dapat cepat berpindah. Selain itu, siklus hidup kerang hijau sebagian besar
berada di sedimen oleh sebab itu pengambilan sampel hanya dilakukan di kerang
hijau dan sedimen. Kabupaten Gresik merupakan daerah yang terdapat organisme
kerang hijau. Masyarakat sekitar juga menjadikan kerang hijau sebagai olahan
makanan. Hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan bagi masyarakat Gresik
dan sekitarnya dilihat Kabupaten Gresik merupakan daerah kawasan industri yang
padat. Kerang hijau yang berada di Gresik diindikasikan terakumulasi logam berat
mengingat banyaknya kegiatan industri yang bahan dasarnya, hasil produksinya
maupun hasil buangannya mengandung logam berat. Pemilihan logam berat Timbal
(Pb), Seng (Zn), dan Nikel (Ni) pada penelitian ini dikarenakan adanya konsentrasi
logam berat pada sedimen dan kerang hijau, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang
3
dilakukan oleh Eshmat et al. (2014) menemukan adanya konsentrasi logam berat Pb
pada sedimen dan kerang hijau di perairan Kabupaten Gresik. Penambahan logam
berat Zn dan Ni pada penelitian ini dikarenakan adanya perbedaan sifat antara logam
berat Pb yang non essensial bagi kerang hijau sedangkan logam berat Zn dan Ni
merupakan logam yang essensial. Selain itu, industri yang terdapat di Kabupaten
Gresik ini diindikasikan banyak menyumbang logam berat Pb, Zn, dan Ni. Industri
yang terdapat diperairan Kabupaten Gresik antara lain industri baja, kayu, percetakan,
semen, LPG, pengolahan aspal, minyak dan sabun, PLTU, docking kapal dan industri
penghasil pupuk fosfat. Pada wilayah pesisir Kabupaten Gresik telah difasilitasi juga
dengan pelabuhan umum dan pelabuhan/dermaga khusus, sehingga Kabupaten
Gresik memiliki akses perdagangan regional dan nasional. Keunggulan geografis ini
menjadikan Gresik sebagai daerah kawasan industri yang sangat baik (Pemerintah
Kabupaten Gresik, 2013). Banyaknya kegiatan industri di Gresik mengakibatkan juga
semakin banyaknya aktifitas masyarakat atau rumah tangga yang juga turut
menghasilkan limbah antropogenik yang diindiksikan mengandung logam berat
(Rahayu, 2014). Oleh karena itu penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat
kandungan logam berat pada sedimen dan kerang hijau di daerah Kawasan Industri
Terpadu Kabupaten Gresik.
1.2 Rumusan Masalah
Pesisir Kabupaten Gresik merupakan daerah yang terdapat sangat banyak
industri. Jenis - jenis industri di kawasan pesisir Kabupaten Gresik ini juga bermacam
- macam antara lain industri baja, industri kayu, industri minyak, industri alat elektronik,
docking kapal dan industri pupuk. Industri tersebut dapat diindikasikan menjadi
sumber pencemar logam berat. Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah
yang dapat diambil adalah :
4
1. Bagaimana kandungan logam berat Timbal (Pb), Seng (Zn), dan Ni (Ni) pada
sedimen dan kerang hijau (Perna viridis) di perairan laut Kawasan Industri
Terpadu Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
2. Bagaimana hubungan antara kandungan logam berat Timbal (Pb), Seng (Zn),
dan Nikel (Ni) pada sedimen dengan kerang hijau (Perna viridis) di perairan
laut Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
3. Bagaimana batas aman konsumsi kerang hijau (Perna viridis) yang
terakumulasi logam berat Timbal (Pb), Seng (Zn), dan Nikel (Ni) yang
diperbolehkan.
1.3 Tujuan Penelitian
Dilihat dari permasalahan yang terjadi diatas penelitian ini memiliki beberapa
tujuan antara lain adalah :
1. Mengetahui kandungan logam berat Timbal (Pb), Seng (Zn), dan Nikel (Ni)
pada sedimen dan kerang hijau (Perna viridis) di perairan laut Kawasan
Industri Terpadu Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
2. Mengetahui hubungan antara kandungan logam berat Timbal (Pb), Seng (Zn),
dan Nikel (Ni) pada sedimen dengan kerang hijau (Perna viridis) di perairan
laut Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
3. Mengetahui batas aman konsumsi kerang hijau (Perna viridis) yang
terakumulasi logam berat Timbal (Pb), Seng (Zn), dan Nikel (Ni) yang
diperbolehkan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan
pengetahuan tentang tingkat pencemaran logam berat Pb, Zn, dan As yang ada pada
5
kerang hijau dan sedimen di perairan laut Kawasan Industri Terpadu Kabupaten
Gresik, Jawa Timur. Kemampuan untuk menganalisis data serta memahami
permasalahan yang ada dan menemukan solusinya dengan cara memadukan teori
yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan.
6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerang Hijau
Kerang termasuk dalam Kelas Bivalvia, yang termasuk dalam Kelas ini adalah
tiram, kerang, remis dan sebagainya. Cangkang yang terdiri dari dua belah ini
merupakan ciri khas dari Bivalvia. Kedua cangkang tersebut dapat membuka ataupun
menutup ikarenakan adanya otot pengikat dan terdapat dua otot pengikat satu pada
bagian depan dan satunya lagi pada bagian belakang. Kerang Hijau (Pena viridis)
memiliki ciri - ciri seperti diatas maka dari itulah Kerang Hijau termasuk dalam Kelas
Bivalvia.
Gambar 1. Kerang hijau (Perna viridis) (Fernanda, 2012).
Menurut Indrawati (2015) kerang hijau (Green Mussels) diklasifikasikan
sebagai berikut :
Filum : Moluska
Kelas : Bivalvia
Subkelas : Lamellibranchia
Ordo : Anisomyria
Famili : Mytilidae
Genus : Perna
7
Spesies : Perna viridis L.
Kerang bernafas dengan dua buah insang dalam mantel. Insang ini berbentuk
lembaran - lembaran (lamela) yang banyak mengandung batang insang. Mantel pada
kerang hijau meyelubungi organ - organ bagian dalam. Kaki kerang hijau tergolong
panjang dan dilengkapi kelenjar byssal yang menghasilkan benang - benang byssus
untuk menempel pada substrat. Sementara itu antara tubuh dan mantel terdapat
rongga mantel yaang berfungsi sebagai jalan masuk atau keluarnya air. Kerang tidak
memiliki kepala ataupun tentakel yang nyata tetapi mereka memperoleh makanan dari
cara meyaring pada insang dengan sistem sifon. Sistem pencernaan dimulai dari
mulut, kerongkongan, lambung, usus dan akhirnya bermuara di anus. Anus ini
terdapat di saluran yang sama dengan saluran keluarnya air. Peredaran darah pada
kerang adalah peredaran darah terbuka dimana darah dari jantung ke sinus organ,
ginjal, insang dan kembali ke jantung. Darah kerng biasanya tidak berwaarna, kecuali
pada kerang jenis Anadara, famili Arcidae yang memiliki hemoglobin (Fernanda,
2012).
Kerang hijau (Perna viridis) dewasa dapat menghasilkan telur lebih kurang 1,2
juta. Pemijahan ini terjadi akibat adanya rangsangan alami seperti perubahan suhu
dan salinitas. Sel telur yang telah dibuahi akan berkembang dan menetas menjadi
larva. Larva kerang hijau bersifat planktonik, yaitu melayang di air dan terbawa arus
selama dua minggu. Larva akan mengalami beberapa kali perubahan bentuk
(metamorphosa). Pada akhir stadia larva, kerang hijau akan mengalami perubahan
cara hidup dari planktonik menjadi sessil (tinggal diam dan menempel). Pada saat itu
apabila larva tidak mendapatkan substrat maka akan segera mati. Kecepatan tumbuh
kerang hijau berkisar antara 0.7-1.0 cm per bulan (Eshmat et al., 2014).
8
2.1.1 Habitat
Kerang hijau adalah organisme yang dominan pada ekosistem litoral (wilayah
pasang surut) dan sublitoral yang dangkal. Kerang hijau dapat hidup dengan subur
pada perairan teluk, estuari, perairan sekitar area mangrove dan muara, dengan
kondisi lingkungan yang dasar perairannya berlumpur campur pasir, dengan cahaya
dan pergerakan air yang cukup, serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi. Kerang
hijau ini sendiri umumnya hidup menempel dan bergerombol pada dasar substrat,
yaitu dapat berupa batu karang, kayu, bambu atau lumpur. Kerang hijau tergolong
dalam organisme sesil yang hidup bergantung pada ketersediaan zooplankton,
fitoplankton dan material yang kaya akan kandungan organik (Yaqin et al., 2015).
Kerang hijau tersebar luas di perairan Indonesia dan ditemukan melimpah
pada perairan pesisir, daerah mangrove dan muara sungai. Di Indonesia jenis ini
ditemukan melimpah pada bulan Maret hingga Juli pada areal pasang surut dan
subtidal, hidup bergerombol dan menempel kuat dengan menggunakan benang
byssusnya pada benda-benda keras seperti kayu, bambu, batu ataupun substrat yang
keras. Benih kerang hijau akan menempel pada kedalam 1 sampai 11 meter di bawah
permukaan air pada saat pasang tertinggi. Kedalaman ideal untuk penempelan
kerang hijau dewasa adalah 2 sampai 4 meter (Cappenberg, 2008).
2.1.2 Peran Kerang Hijau dalam Lingkungan
Kerang hijau (Perna viridis) adalah kerang dari Famili Mytilidae yang sering
dijadikan sebagai bioindikator dalam program monitoring lingkungan perairan laut.
Hal ini karena kerang hijau hidup sebagai filter feeder yang memfilter partikel -
partikel yang ada di perairan tempat mereka hidup. Kerang hijau juga merupakan
organisme yang memunyai pergerakan yang minimal di perairan atau yang
dikenal dengan sedentary animal sehingga tidak dimungkinkan menghindari bahan
9
pencemar yang mencemari lingkungan hidupnya. Kerang hijau memunyai enzim
detoksifikasi yang kurang sehingga memungkinkan untuk mengakumulasi bahan
pencemar persisten seperti logam lebih bagus daripada hewan vertebrata lainnya.
Tiga faktor di atas yaitu filter feeder, sedentary animal dan kurangnya enzim
detoksifikasi menjadikan kerang mudah untuk dianalisis bioavalabititas kandungan
logamnya, sehingga terdapat hubungan yang rasional antara kandungan polutan
di dalam tubuh dan lingkungan yang sekitarnya. (Yaqin et al., 2015).
Kerang hijau merupakan organisme yang dapat mengakumulasi logam berat
dalam jumlah yang tinggi sehingga disebut sebagai bioakumulator pada perairan yang
tercemar logam berat. Logam berat dapat dengan mudah dan cepat masuk ke dalam
tubuh mahluk hidup sehingga dapat terakumulasi dalam tubuh kerang hijau (Cordova
et al., 2011). Walaupun kerang hijau mudah menyerap logam berat namun kerang
hijau masih memiliki kemampuan menentukan toleransi dalam menyerap logam berat
yang berguna sebagai penyelamatan diri. Kerang hijau mampu mengeluarkan banyak
logam yang terserap secara tidak normal. Hal ini umumnya lebih sering terjadi pada
logam non essensial yang relative banyak jumlahnya seperti Pb, Hg dan Cd.
Mekanisme pengeluaran logam berat yang terjadi di dalam tubuh kerang hijau melalui
sistem ekskresi sepasang ginjal dan kelenjar-kelenjar pericardial. Logam berat yang
ada dalam badan perairan akan mengalami proses pengendapan dan terakumulasi
dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam tubuh kerang yang ada dalam perairan
baik melalui insang maupun melalui rantai makanan dan akhirnya akan sampai pada
manusia. Fenomena ini dikenal sebagai bioakumulasi atau biomagnifikasi (Amriarni
et al., 2011).
Kerang hijau (Perna viridis) telah menjadi kandidat yang cocok untuk studi
biomonitoring di perairan pesisir Asia-Pasifik. Banyak dari penelitian mengusulkan
10
penggunaan kerang hijau sebagai agen biomonitoring potensial untuk logam berat di
lingkungan perairan (Putri et al., 2012). Peningkatan kadar logam berat dalam air laut
dan diikuti peningkatan kadar logam berat dalam biota laut melalui rantai makanan
akan menimbulkan keracunan akut dan kronik, bahkan bersifat karsinogenik pada
manusia yang mengkonsumsi hasil laut. Salah satu biota laut yang dapat Kerang hijau
efektif untuk digunakan sebagai biofilter pada perairan laut yang tercemar terutama
logam berat yang terjadi di perairan. Hal tersebut dikarenakan kemampuan kerang
hijau dalam mengakumulasi logam berat. Konsentrasi logam berat di tiap wilayah
berbeda dikarenakan adanya perbedaan faktor sumber pencemar yang bervariasi.
Kehadiran logam berat di laut tidak hanya disumbangkan dari sumber alami dan
athropogenik melainkan pembangunan perkotaan dan industri di sepanjang daerah
pesisir, sungai dan muara juga berkontribusi menyumbang kandungan logam berat di
laut. (Pratiwi et al., 2017; Zamani et al., 2011).
2.2 Parameter Lingkungan
2.2.1 Suhu
Parameter kelautan yang menentukan kualitas perairan salah satunya adalah
Suhu. Suhu juga merupakan salah satu parameter yang berperan penting dalam
proses - proses fisika, kimia, maupun biologi di laut. Hal tersebut seperti contohnya
proses pencampuran partikel - partikel di laut ataupun penyebaran organisme laut.
Metabolisme dan perkembangbiakan organisme laut juga sangat ditentukan oleh
pengaruh suhu sehingga dapat dimanfaatkan untuk penentuan layak atau tidaknya
perairan tersebut untuk kehidupan biota. Nilai suhu dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu antara lain kedalaman, posisi matahari, letak geografis, musim dan kondisi
atmoser (Kalangi et al., 2013). Menurut Emiyati et al. (2014) perairan laut jawa bagian
utara cenderung lebih hangat sepanjang tahun dikarenakan kondisi perairan yang
11
lebih dangkal dan cukup tertutup oleh pulau-pulau besar. Suhu juga dapat
mempengaruhi konsentrasi logam berat di laut. Suhu yang tinggi akan meningkatkan
pembentukan ion logam berat, sehingga meningkatkan proses pengendapan yang
berakibat pada penyerapan logam berat pada sedimen (Wulandari et al., 2012).
2.2.2 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan jumlah atau aktifitas ion hidrogen dalam
perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman
atau kebasaan suatu perairan. Kondisi pH berkaitan erat dengan karbondioksida
(CO2) dan alkalinitas. Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau
bahan yang dapat menetralisir keasamaan dalam air. Semakin tinggi nilai pH, maka
semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida (CO2)
yang bebas. Nilai pH yang optimal untuk kehidupan kerang berkisar antara pH 6
sampai 9 (Fauziah et al., 2012). Nilai pH dapat mempenggaruhi kelarutan logam berat
di laut. Menurut Wulandari et al. (2012) nilai pH yang rendah akan menyebabkan
logam lebih terlarut. Selain itu berdasarkan Sijabat et al. (2014) bahwa nilai pH
perairan mempengaruhi besarnya daya larut logam berat, jika nilai pH semakin basa
maka logam berat akan larut dalam perairan dan organisme akan lebih mudah
mengabsorbsi logam berat kedalam tubuhnya, sedangkan jika nilai pH rendah (asam)
maka logam berat sukar larut dalam perairan dan akhirnya mengenda dalam sedimen.
2.2.3 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (dissolved oxygen), biasa disingkat DO merupakan salah satu
parameter penting dalam analisis kualitas air. Konsentrasi mineral dan parameter
kualitas air di perairan pada umumnya berada pada kisaran tertentu. Faktor yang
mempengaruhi adanya perubahan parameter kualitas air bisa dari akibat fenomena
alam atau akibat perbuatan manusia seperti pembuangan limbah ke perairan dapat
12
mempengaruhi konsentrasi terlarut salah satunya oksigen terlarut. Kadar oksigen
terlarut dalam perairan di perlukan oleh organisme untuk pernafasan dan oksidasi
bahan organik. Tersedianya oksigen terlarut di laut dipengaruhi oleh masukan air
tawar, dangkalnya perairan, pengadukan, pencampuran partikel - partikel organik, dan
proses fotosintesis tumbuhan sekitar. Nilai DO optimal untuk pertumbuhan kerang
hijau yaitu > 5 mg/L (Parawita et al., 2009). Oksigen terlarut ini juga dapat
mempengaruhi konsentrasi logam berat di laut. Menurut Mutiara et al., (2015) oksigen
terlarut yang rendah akan menyebabkan daya larut logam lebih rendah dan kemudian
mengendap di sedimen. Pada daerah yang kekurangan oksigen, misalnya akibat
kontaminasi bahan-bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah
dan mudah mengendap. Penurunan kadar oksigen terlarut di perairan merupakan
indikasi kuat adanya pencemaran. Hal ini dapat berakibat sulitnya biota perairan hidup
pada perairan tersebut (Masyamsir et al., 2012).
2.2.4 Salinitas
Salah satu besaran dasar dalam bidang ilmu kelautan adalah salinitas air laut.
Salinitas dapat didefinisikan banyaknya kadar garam alam yang terdapat pada satu
liter air laut. Nilai salinitas dinyatakan dalam g/kg yang umumnya dituliskan dalam ‰
atau ppt yaitu singkatan dari part per thousand. Salinitas sangat berperan penting bagi
kehidupan ekologi laut dikarenakan sistem kehidupan di laut merupakan sistem yang
saling bergantung satu sama lain baik antara organisme dengan lingkunganya.
Beberapa jenis organisme ada yang dapat menyesuaikan dengan perubahan nilai
salinitas yang besar atau hanya dapat bertahan dengan perubahan nilai salinitas yang
kecil (Arief, 1984). Menurut WWF Indonesia (2015) kerang hijau merupakan
organisme yang memiliki toleransi salinitas yang luas dapat hidup di salinitas 27 - 34
‰. Salinitas juga dapat mempengaruh keberadaan logam berat di perairan, bila terjadi
13
penurunan salinitas akan menyebabkan peningkatan daya toksik logam berat dan
tingkat bioakumulasi logam berat semakin besar (Yudiati et al., 2012)
2.3 Logam Berat
Logam sering dicirikan dan dibedakan dari non logam dikarenakan oleh sifat
fisiknya. Logam memiliki kemampuan untuk menjadi konduktor panas dan penghantar
listrik yang baik. Secara umum logam memiliki ciri - ciri yaitu mempunyai sifat
mengkilat, mempunyai sifat penghantar listrik yang baik, mempunyai sifat penghantar
panas yang baik, dapat dibentuk menjadi lempengan atau lembaran, pada umumnya
berwujud padat kecuali raksa (merkuri). Sifat - sifat ini yang membedakan logam
dengan non logam, terutama kemampuan menghantarkan panas yang paling
membedakan dengan non logam. Namun seperti yang disebutkan di atas, semua sifat
fisik ini dapat hilang setelah logam diubah menjadi senyawa kimia dengan proses
kimiawi yang dapat dilakukan oleh biota (Amriarni et al., 2011).
Logam berat adalah suatu logam yang memiliki berat jenis lebih besar dari 5
gr/cm3. Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau dapat ditempa,
mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi dan bersifat kimiawi, yaitu
sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam. Logam berat secara alami
ditemukan pada batu-batuan dan mineral lainnya, maka dari itu logam berat secara
normal merupakan unsur dari tanah, sedimen, air dan organisme hidup serta akan
menyebabkan pencemaran bila konsentrasinya telah melebihi batas. Sumber logam
berat banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam dan jenis industri lainnya,
dan juga dapat berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama
yang mengandung logam (Al Obaidy et al., 2014).
Senyawa logam berat biasanya banyak terdapat dalam limbah industri.
Keberadaan logam berat di perairan laut dapat berasal dari berbagai sumber, antara
14
lain dari kegiatan pertambangan, rumah tangga, limbah pertanian dan buangan
industri. Dari keempat jenis limbah tersebut, limbah yang umumnya paling banyak
mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini disebabkan senyawa logam
berat sering digunakan dalam industri, baik sebagai bahan baku, bahan tambahan
maupun katalis. Peningkatan kadar logam berat pada air laut akan mengakibatkan
logam berat yang semula dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme dapat
berubah menjadi racun bagi organisme laut. Selain bersifat racun, logam berat juga
akan terakumulasi dalam sedimen dan biota melalui proses gravitasi (Rochyatun et
al., 2010).
2.1.1 Timbal (Pb)
Herman (2006) menyatakan timbal adalah jenis logam berat atau sebuah
unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu - batuan, tanah, tumbuhan dan hewan.
Timbal 95% bersifat anorganik dan pada umumnya dalam bentuk garam anorganik
yang umumnya kurang larut dalam air. Selebihnya berbentuk timbal organik. Timbal
organik ditemukan dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl
Lead (TML). Jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan
mudah larut dalam pelarut organik misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan timbal
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arus angin dan curah hujan. Timbal tidak
mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena
timbal merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan
tidak dapat dihancurkan.
Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang sering juga disebut
dengan istilah timah hitam. Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk,
memiliki sifat kimia yang aktif sehingga biasa digunakan untuk melapisi logam agar
tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak berwarna abu-abu kebiruan
15
mengkilat dan memiliki bilangan oksidasi +2. Timbal merupakan salah satu logam
berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat karsinogenik, dapat
menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka waktu lama dan toksisistasnya tidak
berubah (Priatna et al., 2016).
Logam Pb banyak digunakan sebagai bahan pengemas, saluran air, alat-alat
rumah tangga dan hiasan. Dalam bentuk oksida timbal digunakan sebagai pigmen/zat
warna dalam industri kosmetik dan glace serta indusri keramik yang sebagian
diantaranya digunakan dalam peralatan rumah tangga. Dalam bentuk aerosol
anorganik dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara yang dihirup atau makanan
seperti sayuran dan buah-buahan. Logam Pb tersebut dalam jangka waktu panjang
dapat terakumulasi dalam tubuh karena proses degradasi yang lambat (Yulaipi and
Aunurohim, 2013).
2.1.2 Seng (Zn)
Seng merupakan unsur yang berguna dalam tubuh manusia, binatang maupun
tumbuh-tumbuhan. Karena kegunaannya tersebut maka Zn ditemukan dalam air,
tanaman maupun binatang. Menurut Permenkes standar dalam air minum maksimum
yang diperbolehkan adalah 15 mg/l. Efek racun Zn pada manusia adalah pada
konsentrasi yang tinggi antara 300-360 ppm, yaitu menyebabkan gangguan fisik
seperti diare yang berat, keram perut dan muntah. Suatu sumber air minum yang
mengandung Zn 26,6 mg/l tidak berbahaya bagi manusia, tetapi untuk air minum
dengan kadar Zn 30,8 mg/l sudah mual dan mabuk. Dari segi estetika air yang
mengandung ZI. 30 mg/l akan tampak seperti susu dan bila direbus timbul suatu
lapisan seperti minyak pada permukaan airnya (Arifin and Fadhlina, 2010).
Sumber cemaran logam berat Zn dapat berasal dari berbagai aktivitas
manusia yang menghasilkan limbah berupa pencemar. Bahan-bahan pencemar
16
tersebut diangkut oleh air hujan dan gerakan air dari laut dan perairan tawar menuju
muara sungai yang merupakan tempat bertemunya perairan laut dan perairan tawar.
Logam Zn dalam perairan dipekatkan melalui proses biologi dan kimia-fisika.
Bioakumulasi dan biomagnifikasi merupakan proses biologi yang mampu
mengendapkan logam pada tubuh organisme melalui rantai makanan. Pada proses
kimia fisika, logam berat terlarut dan terendap pada sedimen dan dapat pula
teradsorbsi pada zat tersuspensi. Apabila diketahui kadar logam Zn yang telah
melebihi baku mutu, maka perlu dilakukan tindak lanjut dalam mencegah gangguan
yang dapat disebabkan logam Zn (Siregar and Edward, 2014).
Kandungan logam Zn bisa menjadi paling tinggi dibanding dengan logam lain
apabila terdapat di dalam organisme. Ini disebabkan oleh sifat logam Zn yang
essensial bagi organisme ditambah lagi dengan banyaknya limbah yang mengandung
Zn baik yang berasal dari rumah tangga maupun industri yang masuk ke perairan.
Logam Zn memiliki batasan kadar maksimum lebih tinggi dari logam Cu dan Pb karena
logam berat Zn banyak terdapat di dalam enzim yang digunakan dlam proses
metabolisme dan membantu pertumbuhan (Tarigan et al., 2010).
2.1.3 Nikel (Ni)
Nikel merupakan salah satu logam yang sering di aplikasikan dalam proses
industri. Terdapat banyak jenis produk nikel seperti logam halus, bubuk, spons, dan
lain-lain. Logam nikel digunakan dalam baja tahan karat, selain itu juga dapat
dijadikan sebagai superalloy dan campuran pembuatan nir besi karena sifatnya yang
tahan korosi dan tahan suhu tinggi. Nikel juga merupakan unsur kimia metalik
termasuk dalam tabel periodik kelompok VIIIB. Nikel memiliki kepadatan spesifik 8,90
gr/cm yang juga memilki titik leleh pada 1555°C dan titik didih pada 2837°C. Nikel
memiliki beberapa bentuk diantaranya ion nikel, nike karbonat, sulfida nikel dan nikel
17
oksida yang tidak dapat terlarut di dalam air, sedangkan yang dapat larut dalam air
diantaranya yaitu nikel klorida dan nikel nitrat. Nikel terlart dalam sistem biologi dapat
membentuk komponen yang kompleks dengan berbagai ligan dan berikatan dengan
bahan organik (Asiah and Prajanti, 2014).
Logam di dalam air biasanya berikatan menjadi senyawa kimia atau dalam
bentuk logam ion, bergantung pada tempat logam tersebut berada. Pada keadaan
yang murni nikel bersifat lembek, tetapi jika dicampurkan dengan besi, krom, dan
logam lainnya dapat membentuk baja tahan karat yang sangat kuat. Sebagian besar
dari nikel yang digunakan untuk produksi stainless steeel dan bentuk campuran nikel
lainnya dengan korosi tinggi dan tahan suhu. Nikel juga dapat ditemui pada
penggunaan kendaraan bermotor, mesin industri, persenjataan, peralatan listrik,
peralatan rumah tangga dan dapat juga ditemukan pada pembuatan uang logam.
Selain itu senyawa nikel juga digunakan sebagai katalis, campuran pewarna dan juga
pembuatan baterai. Tingkat kandungan logam pada setiap tempat sangat bervariasi
bergantung pada lokasi dan tingkat pencemarannya (Fernanda, 2012).
Nikel juga diperlukan oleh tubuh manusia namun hanya dalam jumlah yang
sangat kecil, tetapi bila terdapat dalam jumlah yang melebihi kapasitas yang dapat
ditoleransi tubuh dapat berbahaya untuk kesehatan manusia, yaitu menyebabkan
kanker paru-paru, kanker hidung, kanker pangkal tenggorokan, kanker prostat,
merusak fungsi ginjal, meyebabkan kehilangan keseimbangan, menyebabkan
kegagalan respirasi, kelahiran cacat, menyebabkan penyakit asma dan bronkitis
kronis serta merusak hati. Selain itu dampak nikel yang berlebih untuk lingkungan
dapat menyebabkan pencemaran. Dampak yang akan terjadi pada lingkungan pesisir
dan laut antara lain akan mempengaruhi kondisi terumbu karang, larva ikan, moluska,
dan hewan bentos lainnya (Sari et al., 2016).
18
2.4 Akumulasi Logam Berat
Logam sebenarnya sudah terdapat dalam air laut secara alami akan tetapi
dalam jumlah yang sangat kecil. Tingginya konsentrasi logam berat di laut disebabkan
oleh masukan dari daratan. Masukan dari daratan mempunyai peranan terbesar
dalam meningkatkan konsentrasi logam berat di perairan, salah satu akibat buangan
limbah cair dari industri (Puspasari, 2017). Logam berat pada lingkungan perairan
akan diserap oleh partikel dan kemudian terakumulasi di dalam sedimen. Logam berat
memiliki sifat mengikat partikel lain dan bahan organik kemudian mengendap didasar
perairan dan bersatu dengan sedimen lainnya. Hal ini menyebabkan konsentrasi
logam berat di dalam sedimen biasanya lebih tinggi daripada di perairan (Susantoro
et al., 2015).
Logam masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa
proses. Proses masuknya logam berat ke jaringan tubuh makhluk hidup antara lain
melalui saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Adsorbsi logam
berat paling besar ialah melaui saluran pernafasan. Pada hewan air terutama mereka
melakukan pernafasan melalui insang yang menyaring oksigen di dalam air. Pada
proses bernafas inilah logam berat yang terdapat dalam air masuk ke tubuh dari
hewan air tersebut. Logam berat yang telah terdapat di dalam tubuh hewan nantinya
akan diadsorbsi oleh darah. Darah merupakan jaringan yang mendistribusikan segala
bentuk unsur yang diperlukan oleh tubuh. Pada darah inilah nantinya logam akan
berikatan dengan protein yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.
Akumulasi logam yang tertinggi biasanya ditemukan pada organ hati dan ginjal. Di
dalam kedua jaringan inilah yang biasanya logam akan berkaitan dengan berbagai
jenis protein baik enzim maupun protein lain yang disebut metaloenzim. Metaloenzim
adalah enzim yang mengandung sejumlah tertentu ion-logam yang berfungsi yang
19
dipertahankan selama aktiftas pengendapan, filtrasi membran, kromatografi adsorbsi,
kromatografi afinitas dan filtrasi gel (Mamon et al., 2016).
2.5 Pendekatan Analisis Kandungan Logam Berat
2.5.1 Faktor Bioakumulasi (BAF)
Bioakumulasi merupakan proses yang penting dimana bahan kimia salah
satunya logam berat dapat mempengaruhi organisme hidup. Kemampuan suatu
organisme untuk mengakumulasi tingkat polutan di lingkungannya merupakan salah
satu kriteria penting untuk dijadikan sebagai biomonitor. Untuk mengetahui
kemampuan organisme dalam mengakumulasi logam berat dapat diketahui melalui
analisis dengan faktor bioakumulasi (BAF). Menurut Rosioru et al. (2016) BAF adalah
parameter yang menjelaskan tentang bioakumulasi senyawa organik atau logam yang
terkandung di dalam sedimen ke dalam jaringan reseptor ekologis. Klasifikasi untuk
BAF ini sendiri dibagi menjadi tiga yaitu macroconcentrator apabila nilai BAF > 2,
microconcentrator apabila nilai BAF 1 < BAF < 2, dan deconcentrator dengan nilai
BAF < 1. Suatu organisme yang dapat mengakumulasi logam didalam organ atau
jaringan tubuhnya dengan konsentrasi yang tinggi dapat dilatakan macroconcentrator.
Microconcentrator yaitu suatu organisme yang dapat mengakumulasi logam di dalam
organ atau jaringan tubuhnya dengan konsentrasi yang rendah. Sedangkan apabila
suatu organisme cenderung menghindari akumulasi logam di dalam tubuhnya dapat
dikatakan deconcentrator (Dallinger, 1993).
2.5.2 The Estimated Daily Intake (EDI)
Logam berat yang masuk pada manusia akan terakumulasi pada tubuh
manusia, sehingga dapat menyebabkan terganggunya kesehatan manusia dan akan
bersifat toksik. Perlu adanya batasan konsumsi kerang hijau per harinya agar tubuh
manusia tidak terlalu banyak mengakumulasi logam berat yang berasal dari kerang
20
hijau. Perhitungan batasan konsumsi kerang hijau yang diperbolehkan pada penelitian
ini menggunakan perhitungan The Estimated Daily Intake (EDI). Menurut Yap et al.
(2016) Perhitungan EDI untuk mengevaluasi efek kesehatan yang merugikan
disebabkan oleh logam berat di dalam kerang hijau secara jangka panjang.
Perhitungan EDI ini didasari dari perhitungan konsentrasi logam berat yang terdapat
dalam biota dengan rata - rata konsumsi harian yang dilakukan oleh manusia (Ullah
et al., 2017)
21
20
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di lapang dan di laboraturium.
Tempat yang pertama yaitu pengambilan sampel langsung berupa kerang hijau dan
sedimen berlokasi di perairan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Gresik pada
tanggal 18 Juli 2017. Setelah pengambilan sampel di lapang kemudian dilanjutkan
dengan analisa laboraturium untuk peparasi sampel yang dilakukan di Laboraturium
Hidrobiologi FPIK UB Malang, setelah itu dilakukan pengukuran kandungan logam
berat pada sampel pada alat AAS di Laboraturium Kimia Instrument UIN MALIKI
Malang, Malang pada bulan Agustus 2017.
Daerah yang termasuk dalam pengambilan sampel langsung di lapang pada
penelitian ini dibagi menjadi 4 stasiun pengambilan sampel. Metode penelitian ini
adalah metode deskriptif yang memiliki tujuan memberikan suatu gambaran tentang
suatu permasalahan yang sedang terjadi, sehingga dapat melihat kondisi pencemaran
logam berat pada daerah penelitian ini. Untuk lebih jelasnya daerah penelitian dapat
diihat pada Gambar 2.
Stasiun yang ditentukan untuk mewakili beberapa jenis industri yang terdapat
pada daerah penelitian. Industri tersebut antara lain adalah industri kayu, industri
docking kapal, industri pupuk, dan industri elektronik. Industri tersebut apakah
berpengaruh terhadap kandungan logam berat di perairan. Hasil pengkuran letak
geografis dilakukan secara langsung di lapang dengan menggunakan GPS dapat
dilihat pada Tabel 1.
21
Gambar 1. Peta pengambilan sampel
Tabel 1. Hasil pengukuran letak geografis dengan menggunakan GPS
Nama Stasiun Stasiun Posisi Geografis
Latitude Longtitude
Indsutri Kayu 1 112°40' 4.14"E 7°11'9.55"S
Industri Docking Kapal 2 112°40'3.68"E 7°10'13.00"S
Indsutri Pupuk Kimia 3 112°39'25.58"E 7° 8'40.38"S
Industri Elektronik 4 112°37'25.64"E 7° 6'51.71"S
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan saat penelitian ada dua yaitu alat bahan di
lapang dan alat bahan di laboratorium. Alat bahan di lapang digunakan pada saat
pengukuran kualitas air serta pengambilan sampel sedimen dan pengambilan sampel
kerang hijau, sedangkan alat bahan dilaboratorium digunakan pada saat analisis
kandungan logam berat Pb, Zn, dan Ni pada sampel sedimen dan kerang hijau.
22
3.2.1 Alat
Alat – alat yang digunakan saat dalam penelitian lapang maupun laboraturium
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat yang digunakan dalam penelitian.
No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi Alat
1. GPS Garmin GPSmap 64S
Menentukan titik lokasi
2. Pipa PVC Pipa PVC Wavin standar 2 inci
Mengambil sampel di dasar perairan
3. Kamera Handphone
Oppo A37 Mendokumentasi kegiatan penelitian
4. Cool box Marina 35S Lion Star 35 Liter
Penyimpanan sampel agar tidak terkena kontaminasi
5. pH Meter Semlos 0.01 Mengukur pH perairan
6. Termometer Digital
Lutron DO - 5510 Mengukur suhu
7. Salinometer Atago PAL 06S Mengukur salinitas perairan
8. Do Meter Lutron DO - 5510 Mengukur kadar oksigen terlarut dalam air
9. Hot Plate Corning 6795-400D PC-400D Hot Plate
Menghomogenkan larutan
10. Oven redLINE by Binder Drying Oven
Mengeringkan sampel sedimen
11. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Spectrometer Varian AA240
Mengukur kandungan logam berat Pb, Zn, dan As pada sampel
12. Pipet Tetes Pipet tetes kaca borosilikat 10.5 cm
Mengambil larutan dalam volume yang kecil
13. Timbangan digital CAS SW-1A Mengukur berat massa sedimen
14. Mortal dan Alu Mortar dan Alu Stamper diameter 10 cm Porselin
Menghaluskan sampel
15. Erlenmeyer Pyrex 250 ml Wadah larutan
16. Botol vial Botol kaca vial 5
ml
Wadah penyimpanan sampel
23
3.2.2 Bahan
Bahan - bahan digunakan saat dalam penelitian lapang maupun laboraturium
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No. Nama Alat Fungsi Alat
1. Sedimen Sampel yang akan diuji
2. Kerang Hijau (Perna viridis) Sampel yang akan diuji
3. Plastik ukuran 1 kg Wadah sampel
4. Karet Mengikat sampel
5. Aquades Mengkalibrasi alat sebelum digunakan
6 Tisu Membersihkan alat
7. Spidol Penanda sampel sedimen
8. HNO3 Larutan destruksi
3.3 Alur Penelitian
Penelitian ini memiliki prosedur yang terdiri dari beberapa tahap yaitu survei
lokasi, penentuan stasiun penelitian, pengumpulan data, dan analisis data. Survei
lokasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana permasalahan yang terjadi di lapang.
Setelah survei penelitian dan didapatkan masalah yang terjadi di lapang kemudian
dilakukan penentuan stasiun yang yang membagi titik - titik pengambilan sampel yang
lebih spesifik agar didapatkan data yang lebih bervariasi di daerah penelitian.
Pengumpulan data dilakukan secara in-situ dan ex-situ. Pengambilan data secara in-
situ dilakukan di lapang dengan pengambilan sampel secara langsung berupa
sedimen dan kerang hijau dengan metode yang hampir sama. Pengukuran parameter
fisika dan kimia yang berupa suhu, pH, DO, dan salinitas dengan menggunakan alat
yang sudah ditentukan. Pengambilan data secara ex-situ yaitu pengukuran sampel
dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan kandungan logam Pb, Zn dan Ni
24
dengan menggunakan AAS. Data yang dihasilkan dari pengukuran kandungan logam
berat tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif daan statistik. Adapun bagan
prosedur pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Bagan alur penelitian
25
3.3.1 Survei lapangan
Survei lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi sekitar sebelum
dilakukannya peneitian. Survei lapangan ini juga berguna untuk menentukan stasiun
pengambilan sampel. Pemilihan lokasi di wilayah perairan laut Kabupaten Gresik
karena perairan ini merupakan perairan yang sangat dekat dengan berbagai industri.
Perairan ini diduga banyak mengadung polutan yang berasal dari industri di
sekitarnya. Industri ini juga kebanyakan menghasilkan logam berat yang berasal dari
hasil produksi maupun dari limbah dari industri tersebut sehingga diindikasikan terjadi
penurunan kualitas air di perairan Kabupaten Gresik ini sendiri.
3.3.2 Penentuan Stasiun
Pengambilan sampel dilakukan diperairan Kawasn Industri Terpadu
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Penentuan sampel ditentukan berdasarkan
keberadaan sumber bahan pencemar. Penentuan 4 stasiun yang berbeda jenis
industri dalam penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari
masing - masing jenis industri. Pengambilan sampel dilakukan di sekitar lokasi industri
kayu, industri docking kapal, industri pupuk, dan industri elektroik. Dilakukan secara
purposive sampling yaitu penentuan lokasi stasiun penelitian sesuai tujuan dengan
menggunakan GPS (Global Positioning System) sebanyak 4 stasiun pengambilan
sampel dengan 3 kali pengulangan. Stasiun - stasiun tersebut yaitu :
1. Stasiun 1
Stasiun 1 terletak dekat dengan industri kayu, letak dari beberapa industi kayu
tersebut bebatasan langsung dengan laut. Industri kayu menggunakan bahan
pengawet kayu dan cat yang diindikasikan mengandung logam berat. Selain itu pada
stasiun juga dekat dengan muara sungai dan pemukiman warga. Muara dan
26
pemukiman warga ini juga menghasilkan limbah antropogenik yang diindikasikan juga
mengandung logam berat.
2. Stasiun 2
Industri docking kapal adalah karakteristik utama pada stasiun 2. Industri ini
dapat dibilang cukup besar karena banyaknya aktifitas produksi maupun konsumsi
barang ataupun jasa yang menggunakan bahan dasar logam, hal tersebut dapat
diindikasikan industri ini juga menyumbang logam berat yang terdapat di perairan laut
Kabupaten Gresik. Stasiun 2 ini juga dekat dengan pemukiman warga yang juga
menghasilkan limbah antropogenik yang diindikasikan mengandung logam berat.
3. Stasiun 3
Stasiun 3 ini terletak dekat dengan industri pupuk yang merupakan salah satu
industri terbesar di Indonesia. Industri ini banyak menggunakan bahan dasar kimia
sebagai bahan produksinya. Kandungan bahan kimia ini yang digunaakan untuk
produksi diindikasikan mengandung kandungan logam berat. Industri ini terletak
bebatasan langsung dengan laut dan juga mempunyai pelabuhan khusus. Pelabuhan
ini digunakan sebagai pusat pengiriman bahan baku maupun hasil produksi industri
ini. Kegiatan pelabuhan ini juga diindikasikan dapat menyumbang kandungan logam
berat di perairan.
4. Stasiun 4
Stasiun ini hampir sama seperti stasiun 3 yang membedakan adalah jenis
produksinya. Stasiun 4 ini memiliki pelabuhan khusus yang digunakan untuk kegiatan
mendatangkan bahan produksi maupun mengirim hasil produksi. Elektronik yang
dihasilkan dari industri ini tentunya mengguakan material yang bermacam - macam
termasuk menggunakan material logam sebagai bahan dasar produksinya. Hal
27
tersebut sehingga adanya indikasi industri ini mempengaruhi kandungan logam berat
di perairan laut Kabupaten Gresik.
3.4 Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia
Pengukuran parameter fisika dan kimia pada penelitian ini digunakan untuk
mengetahui kualitas perairan. Pengukuran parameter kualitas perairan ini dilakukan
untuk kelengkapan data pendukung sebagai gambaran umum keadaan perairan
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Parameter fisika yang diukur adalah suhu sedangkan
parameter kimia yang diukur antara lain derajat keasaman (pH), salinitas, dan oksigen
terlarut (DO), Pengukuran parameter - parameter tersebut dimulai dari Pengukuran
suhu perairan dilakukan dengan menggunakan alat termometer digital. Selanjutnya
adalah pengukuran derajat keasaman (pH) pada penelitian kali ini dilakukan dengan
menggunakan pH meter. Pengukuran DO perairan laut dengan menggunakan DO
meter digital. Pengukuran salinitas bertujuan untuk mengetahui kadar garam yang ada
di perairan laut, pengukuran menggunakan salinometer.
3.5 Metode Pengambilan Sampel
3.5.2 Sampel Sedimen
. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga titik yang berbeda dalam satu
stasiun. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan menggunakan pipa pvc dan
kantong plastik. Sebelum digunakan, pipa dicuci dan dibilas menggunakan aquades
agar pada saat digunakan bebas dari kontaminasi (Siaka, 2008). Pada saat
pengambilan sampel sedimen pipa pvc dimasukan ke dalam air sedalam 0 - 10 cm
dibawah permukaan sedimen setelah sedimen didapatkan kemudian pipa pvc
diangkat secara perlahan kemudian dimasukkan ke dalam kantong pastik diikat
kemudian diberi label sesuai titik pengambilan. Pada pengambilan sedimen ini
dilakukan 3 kali pengulangan tiap stasiun. Setelah pengambilan selesai sampel yang
28
diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik, didinginkan dengan es dalam cool
box dan segera dibawa ke laboratorium untuk dianalisis logam berat menggunakan
AAS (Yaqin et al., 2015).
3.5.1 Sampel Kerang Hijau
Pengambilan sampel biota air berupa kerang hijau yang dilakukan tiga kali
pengulangan dalam satu stasiun. Kerang hijau yang diambil memiliki ukuran 9 - 12 cm
dikarenakan kerang dengan ukuran tersebut diasumsikan sudah dapat
mengakumulasi logam berat. Pengambilan sampel kerang hijau di setiap titik ini
menggunakan metode komposit. Metode komposit ini digunakan untuk memenuhi
syarat berat minimal untuk analisis kandungan logam berat dengan AAS. Cara
pengambilan sampel kerang hijau di lapang dimulai dari diambil sampel kerang hijau
sebanyak 5 - 10 kerang hijau (Yaqin et al., 2015). Setelah selesai pengambilan
sampel langsung dimasukkan ke dalam kantong plastik diikat kemudian diberi label
tiap titik pengambilan. Setelah itu, sampel dimasukan ke dalam cool box yang sudah
berisi es agar sampel tidak rusak. Setelah itu sampel dibawa ke laboraturium untuk di
prepasi untuk pengujian logam berat dengan AAS.
3.6 Metode Analisis Sampel
3.6.2 Sampel Sedimen
Analisis konsentrasi logam berat Pb, Zn dan Ni pada sedimen menggunakan
AAS (Atomic Adsorption Spectrofotometer). Tahap analisis kandungan logam berat
dengan menggnakan AAS ini dimulai dengan preparasi sampel terlebih dahulu.
Tahapan pertama adalah pengeringan sedimen dengan menggunakan oven dengan
suhu 105°C selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam
sedimen dan didapatkan berat yang konstan. Setelah sampel kering ditimbang
dengan teliti sebanyak 2,5 gram dan dimasukkan ke dalam elenmeyer 250 ml,
29
kemudian ditambahkan 12 ml larutan HNO3 kemudian didiamkan selama 1 x 24 jam.
Setelah itu, sampel dipanaskan dengan hot plate hingga mendidih dan tambahkan
aquades sebanyak 40 ml kemudian diendapkan selama 2 - 3 jam Tahapan
selanjutnya adalah sampel disaring dengan mengggunakan kertas saring whatman.
Hasil ini kemudian diukur dengan AAS untuk mengetahui kandungan logam berat Pb,
Zn dan Ni (Sijabat et al., 2014).
3.6.1 Sampel Kerang Hijau
Hal pertama dilakukan dalam menganalisis sampel kerang hijau adalah
tahapan preparasi sampel kerang hijau. Menurut Sijabat et al. (2014) pertama - tama
sampel kerang di bersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian dibilas secara
menyeluruh dengan aquades. Setelah sampel bersih kemudian dipisahan daging
kerang hijau dari cangkangnya. Setelah pemisahan daging selesai ambil 2.5 gr daging
kerang hijau tersebut. Sampel kerang hijau di panaskan pada oven dengan suhu
105°C selama 12 jam untuk menghilangkan kadar air pada daging kerang hijau dan
didapatkan berat yang konstan. Proses pengovenan selesai dilakukan langkah
selanjutnya yaitu sampel dihaluskan mengunakan mortar dan alu hingga halus.
Sampel yang sudah dihaluskan kemudian ditambahkan 12 ml larutan HNO3 pekat dan
dimasukan ke dalam gelas elenmeyer dengan volume 250 ml dan diamkan selama
24 jam. Langkah selanjutnya adalah sampel dipanaskan dengan hotplate selama
kurang lebih 15 menit hingga mendidih dan volume larutan menjadi berkurang.
Setelah itu ditambahkan aquades hingga 40 ml lalu diendapkan selama 2 - 3 jam.
Setelah endapan didapatkan kemudian disaring menggunakan kertas Whatman
hingga didapatkan sampel jernih kemudian siap dianalisa kandungan logam berat Pb,
Zn dan Ni dengan menggunakan AAS.
30
3.7 Analisis Data
3.7.1 Analisis Deskriptif
Hasil data dari pengukuran logam berat yang terdapat pada sampel maupun
data dari pengukuran parameter fisika dan kimia akan dianalisa secara deskriptif.
Metode deskriptif bertujuan untuk memberikan suatu gambaran tentang
permasalahan yang terjadi atau mendiskripsikan kondisi di lapang. Hasil pengukuran
dari penelitian ini akan dibandingkan dengan jurnal aatau buku penelitian terdahulu
untuk dianalisa tingkat kandungan logam berat yang terdapat dalam sampel. Hasil
perbandingan akan dijelaskan secara deskriptif.
3.7.2 Perhitungan Faktor Bioakumulasi (BAF)
Hasil data yang diperoleh dari laboratorium yaitu konsentrasi logam berat Pb,
Zn dan Ni di sedimen dan kerang hijau kemudian akan di analisis seberapa besar
mengakumulasi logam berat Pb, Zn dan Ni dengan membandingkan konsentrasi di
biota dengan sedimen disebut dengan Faktor Bioakumulasi (BAF). Berikut adalah
rumus BAF :
BAF = Cbiota
Csedimen
Keterangan :
BAF : Faktor Bioakumulasi
Cbiota : Konsentrasi logam berat pada biota (mg/kg)
Csedimen : Konsentrasi logam berat pada sedimen (media) (mg/kg)
Suatu biota dalam dalam mengakumulasi logam berat BAF dapat dibedakan
menjadi 3 bagian yaitu:
Dimana, jika nilai BAF > 2 = Macroconcentration
1 < BAF > 2 = Microconcentration
31
BAF < 1 = Deconcentration
3.7.3 Penilaian Estimasi Konsumsi Harian yang Diperbolehkan
Penilaian estimasi konsumsi harian ini didapatkan dari perhitungan
konsentrasi logam berat Pb, Zn dan Ni pada kerang hijau dengan konsumsi rarata -
rata harian yang dilakukan oleh manusia. Penilaian ini menggunakan perhitungan The
Estimated Daily Intake (EDI). Rumus yang digunakan untuk perhitungan EDI adalah :
EDI = Mc x Cr BW
Dimana :
EDI : The Estimated Daily Intake (µg/kg/hari)
Mc : Konsentrasi logam berat pada kerang hijau (mg/kg)
Cr : Rata -rata tingkat konsumsi kerang harian masyarakat Indonesia menurut
FAO (37 g/hari) (Edward, 2017)
BW : Berat badan dewasa (50 kg) (Kemenkes RI, 2010)
31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Industri terpadu Kabupaten Gresik,
Jawa Timur dilakukan pada tanggal 18 Juli 2017. Secara Geografis Kabupaten Gresik
memiliki ketinggian 2 sampai 12 meter diatas permukaan laut. Wilayah Kabupaten
Gresik sebagian besar adalah daerah peisisir dengan jenis tanah batuan kapur dan
tergolong wilayah yang relatif tandus. Lokasi penelitian ini berada di wilayah yang
terdapat berbagai macam industri mulai dari industri kayu, industri docking kapal,
industri pupuk kimia, industri elektronik dan masih banyak lagi jenis industri yang
lainya. Kabupaten Gresik ini juga terdapat beberapa pelabuhan besar yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan transportasi maupun kebutuhan industri seperti
contohnya Pelabuhan Umum Kabupaten Gresik, Pelabuhan Wilmar, Pelabuhan
Semen Gresik, Pelabuhan Petrokimia, dan Pelabuhan Maspion.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dimulai dari stasiun 4 kemudian ke
stasiun 3,2, dan 1 titik pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 2. Hal tersebut
dilakukan untuk efisiensi waktu karena pengambilan sampel menggunakan perahu
nelayan dimana posisi perahu tersebut dekat dengan stasiun 4. Pelaksanakan
pengambilan samel dimulai pukul 17.00 WIB dan selesai pada pukul 20.30 WIB.
Pengambilan sampel dilaksanakan pada sore hari karena menunggu waktu air laut
dalam keadaan surut untuk memudahkan saat pengambilan sampel sedimen maupun
sampel kerang hijau. Pada saat pengambilan sampel terjadi hujan gerimis yang terjadi
di semua stasiun. Pengambilan sampel sedimen dan kerang hijau dengan melihat
terdapat atau tidaknya organisme Kerang Hijau yang menjadi indikator penelitian ini.
32
Kerang Hijau di lokasi ini dapat ditemui menempel pada dermaga dan daerah yang
dekat dengan tanggul laut.
4.2 Data Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia
Pengukuran parameter kualitas perairan ini dilakukan untuk kelengkapan data
pendukung sebagai gambaran umum keadaan perairan Kabupaten Gresik, Jawa
Timur. Data hasil pengukuran parameter fisika dan kimia yang terdaat pada Kawasan
Industri Terpadu Kabupaten Gresik didapatkan nilai konsentrasi yang tidak jauh
berbeda disetiap stasiun. Setiap stasiun dilakukan tiga kali pengukuran untuk
didapatkan standar deviasi. Parameter fisika yang diukur adalah suhu, sedangkan
parameter kimia yang diukur meliputi pH, DO, dan salinitas. Hasil pengkuran setiap
stasiun disajikan pada Tabel 4.
Tabel 1. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia
Stasiun
Parameter Fisika
Parameter Kimia
Suhu (°C)
pH DO
(mg/l) Salinitas
(‰)
1 30,33 ± 0,15 7,63 ± 0,11 5,83 ± 0,11 28,3 ± 0,57 2 30,13 ± 0,06 7,93 ± 0,06 6,73 ± 0,11 30,67 ± 0,57 3 30,07 ± 0,06 7,93 ± 0,06 5,53 ± 0,11 30,67 ± 0,57 4 30,6 ± 0,10 7,56 ± 0,06 5,63 ± 0,06 31 ± 0
rata-rata 30,28 ± 0,23 7,76 ± 0,19 5,93 ± 0,55 30,17 ± 1,23 *Eshmat et al.,
2014 29 - 30 °C 7 - 8 6 29 - 31
Keterangan : * Koreksi kualtias perairan untuk pertumbuhan kerang dari penelitian sebelumnya ** ± Standar deviasi.
4.2.1 Suhu
Hasil pengukuran suhu pada penelitian ini memiliki nilai yang relatif sama di
setiap stasiun dengan kisaran suhu yaitu 30,07 – 30,6 °C. Nilai suhu pada Stasiun 1
sebesar 30,33 ± 0,15 °C, Stasiun 2 sebesar 30,13 ± 0,06 °C, Stasiun 3 sebesar 30,07
± 0,06 °C dan pada Stasiun 4 sebesar 30,6 ± 0,10 °C. Secara umum nilai suhu
33
perairan rata – rata sebesar 30,13 ± 1,080 °C. Hasil nilai sebaran suhu perairan di
setiap stasiun dapat dilihat pada grafik yang di tunjukkan pada Tabel 4.
Suhu hasil pengukuran di daerah penelitian ini berada di kisaran 30 °C yang
tergolong di tiap titik relatif sama. Suhu tertinggi didapat di stasiun 4 dikarenakan
waktu pengukuran dilaksanakan sekitar pukul 17.00 WIB dimana lokasi tersebut
masih terpapar sinar matahari meskipun cuaca pada saat pengukuran terjadi hujan.
Pada stasiun 2 dan 3 paling rendah dikarenakan pada saat pengukuran terjadi hujan
deras. Menurut Patty (2013), sebaran suhu di suatu perairan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu penetrasi cahaya matahari yang masuk kelaut, sirkulasi arus,
kondisi atmosfer dan cuaca. Hasil pegukuran suhu pada lokasi penelitian ini tidak jauh
berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian dari Eshmat et al., (2014)
menunjukkan suhu di daerah Gresik ini berada pada kisaran 29 - 30 °C.
4.2.2 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau yang biasa disebut pH merupakan salah satu
parameter perairan yang paling penting maka dari itu dilakukan pengukuran dalam
penelitian ini. Hasil dari pengukuran pH di Kawasan industri Kabupaten Gresik
berkisar antara 7,63 - 7.93 dengan rata - rata 7,76 ± 0,194. Pada stasiun 1 memiliki
rata - rata pH sebesar 7,63 ± 0,11, stasiun 2 sebesar 7,93 ± 0,06, stasiun 3 sebesar
7,93 ± 0,06, dan stasiun 4 sebesar 7,56 ± 0.06.
Hasil pengukuran pH di daerah penelitian tidak menujukan perbedaan nilai
yang signifikan dengan nilai dikisaran pH 7. Menurut Rukminasari et al. (2016) air laut
mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan
pH. Nilai pH pada penelitian tida jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian dari Eshmat et al., (2014) menunjukkan nilai pH pada perairan Gresik
berkisar antara pH 7 - 8. Nilai pH pada lokasi ini tergolong dalam pH netral dimana
34
pada umumnya air laut mempunyai nilai pH lebih besar dari 7 yang cenderung bersifat
basa. Angka pH suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan
unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan
unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan perairan, tidak semua
mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH. Menurut Simanjuntak
(2009),Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2.
Tingkat pH lebih kecil dari 4,8 dan lebih besar dari 9,2 sudah dapat dianggap tercemar.
4.2.3 Oksigen Terlarut (DO)
Nilai pengukuran oksigen terlarut atau yang biasa disebut DO pada penelitian
memiliki nilai antara 5,5 sampai 6,7 mg/L. Pada stasiun 1 memiliki nilai 5,83 ± 0,11
mg/l, stasiun 2 memiliki nilai 6,73 ± 0,11 mg/L, stasiun 3 memiliki nilai 5,53 ± 0,11 mg/l,
dan stasiun 4 memiliki nilai 5,63 ± 0,058 mg/l apabila dirata-rata nilai DO pada
penelitian memiliki nilai 5,93 ± 0,55 mg/l.
Nilai DO di stasiun 2 lebih tinggi jika dibandingkan stasiun lainnya. DO di
stasiun 2 diduga lebih tinggi dibadingkan stasiun lainnya mungkin dikarenakan
pengambilan sampel pada stasiun 2 ini yang tidak begitu jauh dengan vegetasi
tumbuhan yang berada di pinggir laut. Vegetasi tersebut berupa semai yang tumbuh
di pinggir laut. Namun berebeda dengan pengambilan sampel pada stasiun 1,3, dan
4 pengambilan sampelnya jauh dr vegetasi pinggir laut. Menurut Simanjuntak (2012)
adanya penambahan oksigen melalui proses fotosintetis dan pertukaran gas antara
air dan udara menyebabkan kadar oksigen terlarut relatif lebih tinggi di lapisan
permukaan. Semai yang terdapat pada stasiun 2 ini diindikasikan menjadi faktor yang
mempengaruhi kenapa DO di sasiun 2 ini tinggi. Stasiun 2 ini juga terdapat banyak
sekali kapal-kapal besar yang mungkin juga dapat mempengaruhi pertugaran gas dan
udara di daerah pengambilan sampel. Nilai DO pada penelitian ini juga tidak berbeda
35
dengan penelitian sebelumnya. Pengukuran DO yang dilakukan Eshmat et al., (2014)
pada perairan Kabupaten Gresik memiliki nilai DO sebesar 6 mg/L
4.2.4 Salinitas
Hasil pengukuran salinitas di daerah penelitian ini memiliki nilai yang berkisar
antara 28,3 ‰ sampai 31 ‰. Pada stasiun 1 memiliki nilai sebesar 28,3 ± 0,57 ‰,
stasiun 2 memiliki nilai sebesar 30,67 ± 0,57 ‰, stasiun 3 memiliki nilai yang sama
dengan stasiun 2 yaitu sebesar 30,67 ± 0,57 ‰, dan stasiun 4 memiliki nilai sebesar
31 ± 0 ‰. Perbedaan nilai salinitas sangat terlihat antara stasiun 1 dengan stasiun
lainnya dimana salinitas pada stasiun 1 terlihat jauh lebih rendah apabila dibanding
dengan stasiun lain. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
yang mungkin paling mempengaruhi perbedaan nilai tersebut adalah dekatnya lokasi
pengambilan sampel pada stasiun dengan sungai. Stasiun 1 memiliki letak yang tidak
jauh dari daerah aliran sunga dimana aliran sungai dapat mempengaruhi rendahnya
salinitas di perairan. Lokasi pada stasiun 2,3, dan 4 semakin jauh dengan aliran sungai
sehingga nilai salinitasnya lebih tingg dibanding pada stasiun 1. Menurut Patty (2013)
rendahnya nilai salinitas di perairan menunjukkan adanya pengaruh dari daratan
seperti percampuran dengan air tawar yang terbawa aliran sungai. Hal tersebut yang
mempengaruhi kenapa nilai salinitas pada stasiun 1 berbeda dengan lainnya.
Hasil pengukuran salinitas di daerah penelitian ini menunjukkan nilai yang
layak bagi kehidupan biota. Salinitas yang merupakan salah satu parameter kualitas
air juga dapat mempengaruhi kehidupan kerang hijau, karena salinitas dapat
berpengaruh terhadap laju filtrasi sehingga mempengaruhi pertumbuhan kerang hijau.
Salinitas pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Eshmat et al., (2014) yang melakukan pengukuran salinitas di Kabupaten Gresik
dengan nilai salinitas 29 - 31 ‰.
36
4.3 Akumulasi Logam Berat pada Sedimen
Konsentrasi logam berat Pb, Zn, dan Ni pada sedimen yang berada di
Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Gresik memiliki konsentrasi yang berbeda di
setiap stasiun. Konsentrasi logam berat Pb pada sedimen jauh lebih besar apabila
dibandingkan degan konsentrasi logam berat Zn dan Ni pada sedimen (Pb>Ni>Zn).
Konsentrasi Pb pada penelitian ini memiliki kisaran nilai rata-rata nilai antara 22,05
mg/kg sampai dengan 68,71 mg/kg, sedangkan untuk konsentrasi Zn memiliki nilai
antara 6,96 mg/kg sampai dengan 13,32 mg/kg dan konsentrasi Ni memiliki nilai
antara 13,07 mg/kg sampai dengan 6,39 mg/kg. Konsentrasi logam berat pada
sedimen dalam penelitian ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik yang
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 1. Konsentrasi logam berat Pb, Zn, dan Ni pada sedimen
Konsentrasi logam berat Pb pada sedimen di lokasi penelitian ini tergolong
memiliki konsentrasi yg tinggi jika dibandingkan dengan beberapa penelitian lain
seperti penelitian yang dilakukan Alim (2014) di Kepulauan Seribu dengan konsentrasi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
mg
/kg
Pb Zn Ni
37
logam berat Pb tertinggi memiliki nilai 50.01 mg/kg, kemudian penelitian dari Fitriani
dan Iwan (2015) yang melakukan penelitian di Kabupaten Pangkep yang memiliki
lokasi penelitian dekat dengan daerah industri dan pelabuhan memiliki nilai konsetrasi
logam berat Pb tertinggi 60.21 mg/kg, dan juga penelitian yang dilakukan oleh Siregar
dan Edward (2014) yang melakukan di Kota Dumai yang merupakan kota pelabuhan
yang berdekatan dengan berbagai industri memiliki konsentrasi logam berat
Pbtertinggi hanya sebesar 1.69 mg/kg. Tingginya logam berat Pb dalam penelitian ini
menujukkan banyaknya aktifitas masyarakat pada daerah penelitian ini banyak
menggunakan logam berat Pb untuk berbagai kebutuhan hidupnya. Sumber Pb
berasal dari beberapa faktor antara lain berasal dari alam dan industri. Masuknya Pb
yang berasal dari alam ke perairan melalui proses pengkristalan Pb di udara yang
terbawa turun bersamaan dengan turunnya air hujan, tidak hanya proses turunnya air
hujan, proses korosifikasi dari batuan mineral yang diakibatkan oleh hempasan
gelombang pun dapat membawa logam Pb masuk ke suatu perairan (Nugraha, 2009).
Selain dari alam industri juga dapat menyumbang Pb yang berasal dari penggunaan
batu bara sebagai bahan bakar untuk proses produksi yang dilakukan industri tersebut
(Fiyanto et al., 2010). Masih ditemukan Industri di Kabupaten Gresik yang
menggunakan batu bara sebagai bahan bakar untuk produksinya (Ghozali et al.,
2017; Laila dan Risdianto, 2018).
Konsentrasi Logam berat Zn dan Ni pada sedimen dalam penelitian ini
tergolong memiliki nilai yang rendah. Hal tersebut dibuktikan dari perbandingan
beberapa penelitian logam berat Zn pada sedimen yang dilakukan antara lain oleh
(Maslukah, 2013) yang melaukan penelitian konsetrasi logam berat Zn pada sedimen
di semarang memiliki konsentrasi sebesar 138 mg/kg, kemudian penelitian dari
Siregar dan Edward (2014) yang melakukan penelitian konsentrasi logam berat Zn
38
pada sedimen di Kota Dumai yang memiliki karakteristik lokasi dekat dengan
pelabuhan dan industri memiliki konsentrasi sebesar 53,09 mg/kg, dan juga penelitian
dari Susantoro et al. (2015) yang melakukan penelitian tentang konsentrasi logam
berat Zn pada sedimen di Perairan Laut Jambi dengan konsentrasi sebesar 32,18
mg/kg. Konsentrasi logam berat Ni juga termasuk memiliki nilai yang rendah apabila
dibanding dengan penelitian lain. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa penelitian
seperti yang dilakukan oleh Fernanda, (2012) yang melakukan penelitian di teluk
jakarta menunjukkan konsentrasi Ni pada sedimen tertinggi sebesar 14,93 mg/kg,
kemudian penelitian dari Edward (2014) yang melakukan peneitian di Teluk
Wawobatu Kendari memiliki konsentrasi logam berat Ni pada sedimen tertinggi
sebesar 72,33 mg/kg, dan juga penelitian dari Siregar dan Edward (2014) yang
melakukan penelitian konsentrasi logam berat Ni di Kota Dumai dengan konsentrasi
sebesar 223,32 mg/kg. Rendahnya konsentrasi logam berat Zn dan Ni dalam
penelitian ini diduga karena rendahnya aktifitas masyarakat sekitar dalam
penggunaan logam berat Zn ataupun di lokasi penelitian. Menurut Maslukah (2013),
Pencemaran logam berat terhadap lingkungan laut berhubungan erat dengan
penggunaan logam oleh manusia.
Pola distribusi konsentrasi logam berat Pb, Zn, dan Ni pada sedimen di lokasi
penelitian ini menunjukkan pola yang hampir sama dimana konsentrasi Pb tertinggi
terdapat di stasiun 1 dengan rata-rata konsentrasi sebesar 68,71 ± 6,43 mg/kg,
sedangkan pada stasiun 2 memiliki konsentrasi sebesar 37,99 ± 4,79 mg/kg, stasiun
3 memiliki konsentrasi sebesar 25,79 ± 3,97 mg/kg, dan stasiun 4 sebesar 22,05 ±
3,89 mg/kg. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil pada logam berat Zn dan
Ni yang memiliki konsentrasi tertinggi di stasiun 1. Logam berat Zn pada sedimen
memiliki konsentrasi pada stasiun 1 sebesar 13,3 ± 1,86 mg/kg, stasiun 2 sebesar
39
8,33 ± 0,92 mg/kg, stasiun 3 sebesar 6,06 ± 6,05 mg/kg, dan stasiun 4 sebesar 6,96
± 3,96 mg/kg. Logam berat Ni pada sedimen memiliki konsentrasi pada stasiun 1
sebesar 13,07 ± 2,70 mg/kg, stasiun 2 sebesar 6,42 ± 0,48 mg/kg, stasiun 3 sebesar
6,42 ± 0,24 mg/kg, dan stasiun 4 sebesar 6,39 ± 0,27 mg/kg. Perbedaan konsentrasi
logam berat di setiap stasiun dalam penelitian ini ditentukan oleh beberapa faktor.
Menurut Maslukah (2013), adanya perbedaan konsentrasi logam berat antar stasiun
dapat dipengaruhi oleh faktor kecepatan arus dan kedalaman perairan yang dapat
menyebabkan adanya proses pengadukan dan pengendapan logam berat. Hal
tersebut merupakan bagian dari proses fisika, biologi maupun kimia. Tingginya
konsentrasi logam berat pada sedimen di stasiun 1 ini diduga karena memiliki
karakteristik lokasi yang berbeda dengan stasiun lain. Stasiun 1 ini memiliki letak yang
berdekatan dengan muara Sungai Kali Lamong. Muara sungai tersebut dapat
mempengaruhi sebaran logam berat di laut dikarenakan adanya arus sungai yang
diduga mengangkut kandugan logam berat menuju ke laut. Penelitian ini menunjukan
bahwa konsentrasi logam berat tertinggi berada di lokasi pengambilan sampel yang
berdekatan dengan muara sungai. Semakin jauh lokasi pengambilan sampel dari
muara sungai semakin rendah juga konsentrasi logam beratnya. Hal ini hampir sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rochyatun et al. (2004) dimana kadar logam
berat dalam sedimen yang cukup tinggi pada umumnya ditemukan di stasiun dekat
dengan muara sungai. Hal ini kemungkinan karena logam tersebut mengalami proses
pengenceran yang masih cukup rendah oleh pengaruh pola pasang surut
dibandingkan di laut lepas.
4.4 Akumulasi Logam Berat pada Kerang Hijau
Kerang hijau yang merupakan bioindikator dalam penelitian ini mampu
mengadsorbsi logam berat di daerah penelitian. Kerang hijau yang ditemukan untuk
40
digunakan sampel pada penelitian ini memiliki ukuran yang bervariasi. Sampel kerang
hijau yang ditemukan memiliki ukuran panjang kerang 5 - 11 cm, Ukuran kerang hijau
terbesar didapat di stasiun 4 dan ukuran terkecil didapat pada stasiun 1. Kerang hijau
yang ditemukan dalam penelitian ini juga memiliki warna hijau pekat. Hasil dari
penelitian dapat diihat pada grafik yang disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 2. Konsentrasi logam berat Pb, Zn, dan Ni pada kerang hijau
Konsentrasi logam berat pada kerang hijau tertinggi terdapat pada logam berat
Zn berbeda dengan sedimen yang memiliki konsentrasi logam berat tertinggi pada
logam berat Pb (Zn>Pb>Ni). Grafik pada Gambar 5 menunjukkan bahwa konsentrasi
logam berat yang terdapat dalam sampel kerang hijau tertinggi pada logam berat jenis
Zn dengan konsentrasi sebesar 17,118 mg/kg sampai 10,178 mg/kg. Konsentrasi
tersebut tergolong rendah apabila dibandingkan dengan penelitian konsentrasi logam
berat Zn pada kerang hijau yang dilakukan oleh beberapa penelitian lain seperti
(Pratiwi et al., 2017) yang melakukan penelitian konsentrasi logam berat Zn pada
0
5
10
15
20
25
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
mg
/kg
Pb Zn Ni
41
kerang hijau di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar memiliki konsentrasi sebesar
138,84 mg/kg, kemudian penelitian dari Kamaruzzaman et al. (2011) yang melakukan
penelitian konsetrasi logam berat Zn pada kerang hijau di beberapa tempat di
Malasyia antara lain di Senggarang dengan konsentrasi sebesar 79,92 mg/kg, di
Gelang Patah dengan konsentrasi sebesar 57,55 mg/kg, di Senibong dengan
konsentrasi sebesar 70,72 mg/kg, di Telok Jawa dengan konsentrasi sebesar 87,64
mg/kg, dan di Kampung Masai dengan konsentrasi sebesar 76,82 mg/kg. Meskipun
rendah dibanding penelitian lain logam berat jenis Zn memiliki nilai tertinggi diantara
logam berat Pb dan Ni dalam penelitian ini. Hal tersebut diduga karena logam berat
Zn ini masih dibutuhkan oleh biota seperti kerang hijau untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Menurut Tarigan et al. (2010), Kandungan logam Zn pada organisme paling
tinggi dibanding dengan logam lain disebabkan oleh sifat logam Zn yang essensial
bagi organisme ditambah lagi dengan banyaknya limbah yang mengandung Zn baik
yang berasal dari rumah tangga maupun industri yang masuk ke perairan. Proses
yang paling mempengaruhi tingginya konsetrasi logam berat Zn pada kerang hijau
dikarenakan kerang hijau memiliki kemampuan dalam bioakumulasi di dalam
tubuhnya. Menurut Siregar dan Edward (2014), logam Zn dalam perairan dipekatkan
melalui proses biologi dan kimia-fisika, bioakumulasi dan biomagnifikasi merupakan
proses biologi yang mampu mengendapkan logam pada tubuh organisme melalui
rantai makanan. Selain itu logam Zn ini juga masih diperlukan oleh kerang hijau
sebagai mikronutrien yang berperan dalam berbagai aktivitas enzim, pertumbuhan
dan diferensiasi sel, serta berperan penting dalam mengoptimalkan fungsi sistem
tanggap kebal (Widhyari, 2012). Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan
konsentrasi logam berat Zn memiliki nilai tertinggi dibanding logam berat lainnya.
42
Konsentrasi logam berat Pb dan Ni pada kerang hijau dalam penelitian ini lebih
rendah dibandingkan konsentrasi logam berat Zn. Konsentrasi logam berat Pb pada
kerang hijau dalam penelitian ini memiliki konsentrasi rata-rata sebesar 4,54 mg/kg.
Konsentrasi tersebut tergolong rendah jika dibandingan dengan penelitian konsentrasi
logam berat Pb pada kerang hijau yang dilakukan oleh Pratiwi et al., (2017) yang
melakukan penelitian konsentrasi logam berat Pb pada kerang Hijau di Makassar
dengan karakteristik wilayah yang dekat dengan industri memiliki konsentrasi sebesar
22,8 mg/kg, kemudian penelitian dari Fernanda (2012) yang melakukan penelitian
konsentrasi logam berat Pb pada kerang hijau di Teluk Jakarta dengan nilai
konsentrasi yang sedikit lebih besar yaitu 5,78 mg/kg. Konsentrasi Pb pada kerang
hijau ini memiliki perbedaan konsentrasi yang jauh dengan konsentrasi Pb pada
sedimen. Rendahnya konsentrasi logam berat Pb pada kerang hijau ini diduga karena
kerang hijau cenderung menghindari akumulasi logam berat Pb karena tidak
dibutuhkan untuk proses metabolismenya. Menurut Arifin dan Fadhlina (2010), logam
Pb merupakan logam yang tidak diperlukan (non essential) dalam proses
metabolisme biota laut. Sedangkan untuk konsentrasi logam berat Ni pada kerang
hijau yang memiliki konsentrasi rata-rata sebesar 1,13 mg/kg. Konsentrasi terebut
tergolong rendah jika dibandingkan dengan penelitian konsentrasi logam berat Ni
pada kerang hijau yang dilakukan oleh (Fernanda, 2012) yang melakukan penelitian
konsentrasi logam berat Ni pada kerang hijau di Teluk jakarta yang memiliki
konsentrasi sebesar 2,59 mg/kg, kemudian penelitian dari Harsono et al. (2017) yang
melakukan penelitian konsentrasi logam erat Ni pada kerang hijau di Sabah Malasyia
14,74 mg/kg. Meskipun logam Ni merupakan logam essensial bagi organisme namun
tidak terakumulasi oleh kerang hijau di daerah penelitian ini. Hal tersebut diindikasikan
karena logam nikel yang terdapat pada daerah penelitian ini bersifat sangat toksik.
43
Menurut Darmono (1995) dalam Octarianita (2017), tingkat toksisitas nikel bervariasi
dipengaruhi oleh tingkat kelarutan senyawa Ni, senyawa larut seperti nikel asetat lebih
toksik dibandingkan senyawa Ni yang tidak larut, seperti nickel powder. Konsentrasi
logam berat pada kerang hijau di logam berat Pb maupun Ni yang lebih rendah
dibandingkan dengan konsentrasi logam berat Zn ini memiliki hasil yang sama dengan
penelitian yang dilakukan Amriarni et al. (2011), Sasikumar et al. (2006) Yap et al.
(2005) dimana konsetrasi logam Zn pada biota lebih tinggi apabila dibanding logam
jenis lain.
Pola konsentrasi logam berat yang terdapat pada kerang hijau ini berbeda
dengan pola konsentrasi logam berat yang berada di sedimen dimana konsentrasi
logam berat pada kerang hijau memiliki pola yang bervariasi. Variasi tersebut terlihat
dengan perbedaan tinggi atau rendahya konsentrasi logam berat di setiap stasiun.
Konsentrasi logam berat Pb memiliki hasil yang tidak terlalu berbeda di seluruh
stasiun. Logam berat Pb pada kerang hijau ini memiliki konsentrasi pada stasiun 1
sebesar 4,36 ± 1,98 mg/l, stasiun 2 sebesar 4,71 ± 0,63 mg/kg, stasiun 3 sebesar 4,29
± 0,48 mg/kg, dan stasiun 4 sebesar 4,78 ± 0,55 mg/kg. Hal ini diduga karena
dipengaruhi oleh faktor ukuran kerang yang didapat dan konsentrasi logam berat di
sedimen. Konsentrasi logam berat Pb di sedimen sangat tinggi di stasiun 1 namun di
stasiun 1 ditemukan kerang hijau yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari ukuran
kerang hijau di stasiun lainnya dan sebaliknya yang terjadi pada stasiun 4 yang
memiliki ukuran kerang hijau tertinggi namun konsentrasi logam berat Pb pada
sedimen memiliki konsentrasi yang terendah. Hal tersebut menyebabkan kerang hijau
di stasiun 1 tidak mengakumulasi logam berat Pb secara maksimal dan sebaliknya
pada stasiun 4 sehingga pola distribusi konsentrasi logam berat Pb pada kerang hijau
ini memiliki hasil yang berbeda dengan pola distribusi logam berat Pb pada sedimen.
44
Menurut Supriyantini and Endrawat (2015) akumulasi logam berat pada kerang sangat
dipengaruhi oleh ukuran kerang dan fase hidupnya.
Konsentrasi logam berat Zn pada kerang hijau menunjukkan adanya
perbedaan konsentrasi di lokasi pengambilan sampel. Konsentrasi logam berat Zn
pada kerang hijau tertinggi dimiliki oleh stasiun 2 dan stasiun 4. Konsentrasi logam
berat Zn pada kerang hijau memiliki konsentrasi pada stasiun 1 sebesar 12,89 ± 4,39
mg/kg, stasiun 2 sebesar 16,60 ± 3,46 mg/kg, stasiun 3 sebesar 10,17 ± 1,61 mg/kg,
dan stasiun 4 sebesar 17,11 ± 0,45 mg/kg. Tinggi rendahnya konsentrasi logam berat
Zn pada kerang hijau diduga dikarenakan pengaruh dari ukuran sampel kerang hijau.
Konsentrasi tertinggi didapatkan pada stasiun 2 dan 4 diduga dipengaruhi karena
sampel kerang hijau di stasiun 2 dan 4 memiliki ukuran yang lebih besar dibanding
stasiun 1 dan 3. Menurut Supriyantini dan Endrawati (2015), salah satu yang
mempengaruhi akumulasi logam berat pada organisme laut termasuk kerang adalah
ukuran dan fase hidupnya. Semakin besar ukuran dari kerang tersebut maka semakin
banyak pula logam berat yang terakumulasi. Hal tersebut diduga mempengaruhi
kenapa logam berat pada stasiun 2 dan 4 lebih tinggi dibanding dengan stasiun
lainnya. Sedangkan, di stasiun 1 yang memiliki konsentrasi logam berat pada sedimen
yang tinggi lebih rendah diduga diarenakan sampel kerang hijau di stasiun 1 memiliki
ukuran yang lebih kecil sehingga rendahya akumulasi logam berat Zn pada kerang
hijau di stasiun 1.
Akumulasi logam berat Ni pada kerang hijau memiliki perbedaan hasil yang
signifikan. Perbedaan tersebut terlihat pada perbedaan konsentrasi logam berat Ni
yang terakumulasi oleh kerang hijau pada stasiun 1 memiliki nilai paling rendah jika
dibandingkan dengan stasiun lainnya. Konsentrasi logam berat Ni pada stasiun 1
memiliki nilai sebesar 0,22 ± 0,32 mg/kg, stasiun 2 sebesar 1,30 ± 1,05 mg/kg, stasiun
45
3 sebesar 1,63 ± 1,64 mg/kg, dan stasiun 4 sebesar 1,38 ± 1,5 mg/kg. Rendahnya
konsentrasi logam berat Ni pada kerang hijau di stasiun 1 ini disebabkan oleh
beberapa faktor. Ukuran sampel kerang hijau dan nilai salinitas diduga menjadi faktor
utama perbedaan tersebut. Pertama faktor ukuran kerang yang ditemukan, kerang
hijau yang ditemukan di stasiun 1 memiliki ukuran yang lebih kecil apabila dibanding
stasiun lainnya. Menurut Supriyantini dan Endrawati (2015), salah satu faktor yang
mempengaruhi konsentrasi logam berat pada organisme laut termasuk kerang adalah
ukuran dan fase hidupnya. Kecilnya ukuran kerang hijau di stasiun 1 diduga
menyebabkan tidak terakumulasinya logam berat Ni secara maksimal. Faktor ke dua
yang diduga mempengaruhi rendahnya konsentrasi logam berat Ni di stasiun 1 adalah
salinitas. Stasiun 1 memiliki nilai sanitas yang rendah dibandingkan dengan stasiun
lainnya. Menurut Eshmat et al. (2014), salinitas juga dapat mempengaruhi
keberadaan logam berati di perairan, bila terjadi penurunan salinitas maka akan
menyebabkan peningkatan daya toksik logam berat dan tingkat akumulasi alogam
berat semakin besar. Rendahya salinitas di stasiun 1 ini diduga menjadi penyebab
mengapa akumulasi logam berat Ni di stasiun 1 menjadi rendah. Ukuran kerang dan
salinitas diduga menjadi faktor utama rendahnya konsentrasi logam berat Ni pada
kerang hijau di stasiun 1.
4.5 Hubungan Konsentrasi Logam Berat antara Sedimen dengan Kerang Hijau
Faktor bioakumulasi digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu
organisme dalam mengakumulasi logam berat yang berada pada sedimen. Melalui
hasil konsentrasi logam berat Pb, Zn, dan Ni pada sedimen dan kerang hijau dari 4
stasiun di daerah penelitian digunakan untuk mengetahui akumulasi logam berat
sampel penelitian. Hasil perhitungan BAF yang dilakukan pada penelitian ini
menujukkan nilai BAF < 1 untuk logam berat Pb dan Ni di semua stasiun sedangkan
46
untuk logam berat Zn hanya pada stasiun 1 yang memiliki nilai BAF dibawah 1. Untuk
hasil lngkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 2. Nilai BAF logam berat Pb, Zn dan Ni
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Pb 0.06 0.12 0.17 0.22 Zn 0.97 1.99 1.68 2.46 Ni 0.02 0.14 0.25 0.21
Nilai perhitungan BAF untuk logam berat Pb dan Ni di semua stasiun
menunjukan nilai dibawah 1 yang memiliki arti rendahnya akumulasi logam berat yang
terdapat pada kerang hijau. Konsentrasi logam berat Pb pada sedimen yang tinggi
tidak diikuti oleh konsentrasi logam berat pada kerang hijau dikarenakan logam berat
Pb yang memiliki sifat non essensial bagi biota, sehingga kerang hijau pada daerah
penelitian ini cenderung membatasi serapan logam berat Pb yang ada di sedimen.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Arifin dan Fadhlina, (2010), bahwa logam berat
Pb tidak diperlukan biota dalm proses metabolisme hidupnya. Sedangkan untuk
logam berat Ni yang juga memiliki hasil yang sama dengan logam berat Pb meskipun
logam berat Ni termasuk bersifat essensial. Logam berat Ni yang terdapat pada
sedimen memiliki hasil yang tidak jauh berbeda dengan logam berat Zn namun kerang
hijau cenderung membatasi serapan logam berat Ni. Hal tersebut dapat
mengindikasikan logam berat Ni yang terdapat di daerah penelitian ini bersifat toksik.
Menurut Darmono (1995) dalam Octarianita (2017), tingkat toksisitas nikel bervariasi
dipengaruhi oleh tingkat kelarutan senyawa Ni, senyawa larut seperti nikel asetat lebih
toksik dibandingkan senyawa Ni yang tidak larut seperti nickel powder.
Logam berat Zn memiliki nilai perhitungan BAF yang berbeda antar stasiun.
Pada stasiun 1 yang memiliki nilai BAF < 1 dikatakan deconcentrator, pada stasiun 2
dan 3 kerang hijau ini bersifat microconcentrator, sedangkan untuk di stasiun 4 kerang
47
hijau bersifat macroconcentrator. Perbedaan ini diindikasikan karena adanya faktor
ukuran kerang yang mempengaruhi dimana kerang yang terdapat pada stasiun 1
memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan pada stasiun lain sehingga kurang
mengakumulasi logam berat secara maksimal, sedangkan pada stasiun 4 memiliki
ukuran yang paling besar diantara stasiun lainnya sehingga dapat mengakumulasi
logam berat lebih banyak dari kerang di satasiun lainnya. Hal tersebut diduga dapat
mempengaruhi kerang dalam mengakumulasi logam berat yang terdapat pada
sedimen. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Amriarni et al., (2011) rendahnya
kerang menyerap logam berat di pengaruhi beberapa faktor yaitu jenis logam berat,
ukuran kerang dan lama pemaparan.
4.6 Konsumsi Harian yang Diperbolehkan
Akumulasi logam berat Pb, Zn dan Ni pada kerang hijau di penelitian ini perlu
di ketahui batas aman konsumsi untuk meminimalisir kerugian bagi kesehatan
manusia. Selain itu, Keberadaan logam berat dapat bersifat racun pada manusia
bahkan dapat mengalami kematian. Perhitungan EDI digunakan untuk mengetahui
batas aman konsumsi yang diperbolehkan sehingga dapat meminimalisir kerugian
kesehatan manusia. Hasil perhitungan EDI dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 3. Hasil perhitungan EDI Pb Zn Ni
Mc (mg/kg) 4.54 14.20 1.14
EDI (µg/kg/hari) 3.36 10.51 0.84
PTDI (µg/kg/hari) 3.57* 300** 20**
Keterangan : * JECFA (2010) dalam Mok et al. (2014) ** USEPA (2015) dalam Yap et al. (2016) : The Oral Reference Dose (ORB) (referensi dosis yang diperbolehkan) Hasil perhitungan EDI untuk logam berat Pb memiliki nilai 3.36 µg/kg/hari,
logam berat Zn memiliki nilai 10,51 µg/kg/hari, logam berat Ni ,84 µg/kg/hari. Hasil
48
tersebut menunjukkan bahwa perhitungan EDI masih memiliki nilai dibawah batas
yang dianjurkan untuk ketiga jenis logam berat. Nilai perhitungan EDI untuk logam
berat Zn dan Ni masih memiliki nilai EDI jauh berada dibawah batas tidak aman
dikonsumsi. Namun, untuk nilai EDI dari logam berat Pb sangat mendekati batas yang
tidak aman untuk dikonsumsi. Hal tersebut perlu diperhatikan karena apabila sedikit
saja adanya peningkatan konsentrasi logam berat Pb yang terdapat pada kerang hijau
di lokasi penelitian ini dapat menyebabkan kerang hijau sangat berbahaya untuk
dikonsumsi manusia. Dampak negatif dari logam berat Pb ini sangat membahayakan
bagi kesehatan manusia. Menurut Yuyun et al. (2017) efek dari logam berat Pb adalah
mengurangi fungsi kognitif, kemampuan belajar, menghambat pertumbuhan,
penurunan fungsi ginjal, system saraf, reproduksi, dan meningkatkan tekanan darah.
Oleh sebab itu untuk lebih baiknya konsumsi kerang hijau pada daerah penelitian ini
perlu diperhatikan karena kandungan logam berat Pb yang terdapat pada kerang hijau
sudah sangat mendekati batas tidak aman untuk dikonsumsi.
49
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian tentang Analisis Kandungan Logam Berat pada
Sedimen dan kerang hijau (Perna viridis) di Kabupaten Gresik, Jawa Timur sebagai
berikut:
1. Konsentrasi logam berat Pb dan Ni pada sedimen lebih tinggi daripada
konsentrasi di kerang hijau karena sifat Pb yang non esensial bagi kerang hijau
dan juga karena sifat Ni yang dapat bersifat sangat toksik bagi kerang hijau.
Sedangkan, Konsentrasi logam berat Zn pada kerang hijau lebih tinggi dari
sedimen dikarenakan logam berat Zn yang essensial bagi kerang hijau.
2. Menurut perhitungan BAF kerang hijau pada penelitian ini untuk logam berat Pb
dan Ni cenderung menghindari akumulasi logam berat yang terdapat pada
sedimen. Sedangkan kerang hijau cenderung mengakumlasi logam berat Zn
pada sedimen namun dengan klasifikasi yang berbeda disebabkan oleh ukuran
kerang hijau yang berbeda.
3. Menurut perhitungan EDI pada penelitian ini ketiga logam berat masih dibawah
standar aman konsumsi yang dianjurkan. Konsentrasi logam berat Zn dan Ni
pada kerang hijau masih jauh dari batas tidak aman untuk dikonsumsi. Namun
nilai logam berat Pb yang terdapat pada kerang hijau sangat mendekati dari batas
tidak aman untuk dikonsumsi oleh sebab itu konsumsi kerang hijau pada
penelitian ini sangat perlu diperhatikan.
50
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian tentang konsentrasi logam berat di Kabupaten Gresik,
Jawa Timur ini adapun saran yang diberikan adalah perlu dilakukan penelitian
lanjutan mengenai pengukuran konsentrasi Pb, Zn dan Ni pada sedimen maupun
pada kerang hijau agar dapat di pantau tingkat pencemaran logam berat yang terjadi.
Selain itu, adanya penambahan jenis logam berat yang lain dan dapat juga dengan
penambahan biota lain seperti mangrove atau kerang jenis lain untuk informasi yang
lebih lengkap tentang konsentrasi logam berat di daerah penelitian
51
DAFTAR PUSTAKA
Al Obaidy, A.H.M., Talib, A.H., Zaki, S.R., 2014. Environmental Assessment of Heavy
Metal Distribution in Sediments of Tigris River within Baghdad City. Int. J. 2, 947–952.
Alim, D.H., 2014. Konsentrasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen, dan Rumput Laut Sargassum polycystum di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Inst. Pertan. Bogor.
Amriarni, A., Hendrarto, B., Hadiyarto, A., 2011. Bioakumulasi logam berat timbal (Pb) dan seng (Zn) pada kerang darah (Anadara granosa L.) dan kerang bakau (Polymesoda bengalensis L.) di Perairan Teluk Kendari. J. Ilmu Lingkung. 9, 45–50.
Arief, D., 1984. Pengukuran Salinitas Air Laut dan Peranannya dalam Ilmu Kelautan. J. Kelaut. 9, 3–10.
Arifin, Z.A., Fadhlina, D., 2010. Fraksinasi Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Sedimen dan Bioavailabilitasnya bagi Biota di Perairan Teluk Jakarta. Ilmu Kelaut. Indones. J. Mar. Sci. 14, 27–32.
Asiah, A., Prajanti, A., 2014. Pemantauan Kualitas Air Laut Akibat Tumpahan Pasir Nikel di Perairan Teluk Buli, Halmahera. J. Ecolab 8, 69–77.
Cappenberg, H.A., 2008. Beberapa aspek biologi kerang hijau Perna viridis Linnaeus 1758. J. Bid. Sumberd. Laut Pus. Penelit. Oseanologi-LIPI 33, 33–40.
Cordova, M.R., Zamani, N.P., Yulianda, F., 2011. Akumulasi logam berat pada kerang hijau (Perna viridis) di Perairan Teluk Jakarta.
Dallinger, R., 1993. Strategies of Metal Detoxification in Terestrial Invertebrates, In : Ecotoxicology of Metals in Invertebrates. Lewis Publisher, Boca Raton.
Dandy, A., 2005. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cr pada air, Sedimen dan Kerang Hijau (perna viridis l.) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Bogor Agricultural University.
Edward, 2014. Kandungan Logam Berat dalam Sedimen di Perairan Teluk Wawobatu, Kendari, Sulawesi Tenggara. P2O-LIPI 3(2), 157–165.
Edward, E., 2017. Kajian Awal Kadar Merkuri (Hg) dalam Ikan dan Kerang di Teluk Kao, Pulau Halmahera. Depik 6, 188–198. https://doi.org/10.13170/depik.6.3.7748
52
Emiyati, Setiawan, K.T., Manopo, A.K., Budhiman, S., Hasyim, B., 2014. Analisis Multitemporal Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Lombok Menggunakan Data Penginderaan Jauh Modis. Pus. Pemanfaat. Penginderaan Jauh - LAPAN Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh.
Eshmat, M.E., Mahasri, G., Rahardja, B.S., 2014. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) Pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Ngemboh Kabupaten Gresik Jawa Timur. J. Ilm. Perikan. Dan Kelaut. 6.
Fauziah, A.R., Rahardja, B.S., Cahyoko, Y., 2012. Korelasi Ukuran Kerang Darah (Anadara granosa) dengan Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Di Muara Sungai Ketingan, Sidoarjo, Jawa Timur. J. Mar. Coast. Sci. 1, 34–44.
Fernanda, L., 2012. Studi Kandungan Logam Berat (Pb), Nikel (Ni), Kromium (Cr) dan Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau (Perna viridis) dan Sifat Fraksionasinya Pada Sedimen Laut. Universitas Indonesia, Depok.
Fitriani, A., Iwan, D., 2015. Analisis Kandungan Logam Timbal (Pb) pada Sedimen dan Udang Windu (Penaeus monodon) di Pantai Biringkassi Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Sainsmat 3.
Fiyanto, A., Mulaika, H., Hidayati, N., Shahab, N., Guererro, L., 2010. Batubara Mematikan : Bagaimana Rakyat Indonesia Membayar Mahal untuk Bahan Bakar Terkotor di Dunia. Greenpeace Asia Tenggara, Jakarta Selatan.
Ghozali, A., Pamungkas, A., Santoso, E.B., 2017. Faktor Keseimbangan Lingkungan Terhadap Emisi Gas CO2 Di Wilayah Perkotaan Gresik. Pros. SENATEK 2015 1, 978–987.
Harsono, N.D.B.D., Ransangan, J., Denil, D.J., Tan, K.S., 2017. Heavy metals in marsh clam (Polymesoda expansa) and green mussel (Perna viridis) along the northwest coast of Sabah, Malaysia. Borneo J. Mar. Sci. Aquac. BJoMSA 1.
Herman, D.Z., 2006. Tinjauan terhadap tailing mengandung unsur pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari sisa pengolahan bijih logam. Indones. J. Geosci. 1, 31–36.
Indrawati, S., 2015. Studi Pengaruh Penambahan Kerang Hijau (Perna Viridis) sebagai Material Akustik pada Kemampuan Absorbsi Bunyi. J. Fis. Dan Apl. 11, 127–130.
Kalangi, P.N., Mandagi, A., Luasunaung, A., Iwata, M., 2013. Sebaran Suhu dan Salinitas di Teluk Manado. J. Perikan. Dan Kelaut. Trop. IX-2.
Kamaruzzaman, B.Y., Zahir, M.S.M., John, A., Jalal, K.C.A., Shahbudin, S., Goddard, J.S., Al-Barwani, S.M., 2011. Bioaccumulation of Some Metals by Green Mussel (Perna viridis) (Linnaeus 1758) from Pekan, Pahang, Malasyia. Acad.
53
J. Inc International Journal of Biological Chemistry 5(1), 54–60. https://doi.org/10.3923/ijbc.2011.54.60
Kemenkes RI, 2010. Filariasis di Indonesia. Bul. Jendela Epidemiol. 1.
Laila, F., Risdianto, Y., 2018. Pengaruh Pengunaan Bottom Ash Sebagai Subtitusi Sebgian Pasir Paving Block. Rekayasa Tek. Sipil 1.
Mamon, M.A.C., Añano, J.A.P., Abanador, L.C., Agcaoili, G.J.T., Sagum, C.B., Pagliawan, R.L.H., Tapere, J.M.B., Agravante, J.B.M., Arevalo, J.H.G., Minalang, A.J.A., 2016. Pollutant Exposure in Manila Bay: Effects on The Allometry and Histological Structures of Perna viridis (Linn.). Asian Pac. J. Reprod. 5, 240–246. https://doi.org/10.1016/j.apjr.2016.03.002
Maslukah, L., 2013. Hubungan antara konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dengan bahan organik dan ukuran butir dalam sedimen di Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang. Bul. Oseanografi Mar. 2, 55–62.
Masyamsir, Dhahiyat, Y., Happy, A., 2012. Distribusi Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Kolom Air dan Sedimen Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu. J. Perikan. Dan Kelaut., 3 3, 175–182.
Mok, J.S., Yoo, H.D., Kim, P.H., Yoon, H.D., Park, Y.C., Kim, J.H., Kwon, J.Y., Son, K.T., Lee, H.J., Ha, K.S., Shim, K.B., Jo, M.R., Lee, T.S., 2014. Bioaccumulation of Heavy Metals in the Mussel Mytilus galloprovincialis in the Changseon area, Korea, and Assessment of Potential Risk to Human Health. Fish. Aquat. Sci. 17, 313–318. https://doi.org/10.5657/FAS.2014.0313
Mutiara, R., Wardhani, E., Pharmawati, K., 2015. Konsentrasi Logam Berat Cadmium (Cd) pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot - Nanjung. J. Rekayasa Lingkung., 1 3.
Nugraha, W.A., 2009. Kandungan logam berat pada air dan sedimen di perairan socah dan kwanyar kabupaten bangkalan. J. Kelaut. Indones. J. Mar. Sci. Technol. 2, 158–164.
Octarianita, E., 2017. Analisis Kandungan Logam Berat Pada Keang di Pasar Gudang Lelang dan PPI dengan Metode ICP-OES. Universitas Lampung, Lampung.
Parawita, D., Insafitri, Nugraha, W.A., 2009. Analisis Konsentrasi Logam Berat Timbal (Pb) di Muara Sungai Porong. J. Kelaut. Indones. J. Mar. Sci. Technol. 2, 117–124.
Patty, S.I., 2013. Distribution Temperature, Salinity And Dissolved Oxygen In Waters Kema, North Sulawesi. J. Ilm. PLATAX 1, 148–157.
Pemerintah Kabupaten Gresik, 2013. Profil Geografi. 2013 http//:gresikkab.go.id/ diakses pada 20 April 2017.
54
Pratiwi, J.S.M., Ramang, L.M., Liong, S., 2017. Analisis Logam Pb dan Zn dalam Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Pesisir Pantai Makassar. J. Perikan. Dan Kelaut. Trop.
Priatna, D.E., Purnomo, T., Kuswanti, N., 2016. Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Air dan Ikan Bader (Barbonymus gonionotus di Sungai Brantas Wilayah Mojokerto. LenteraBio 5, 48–53.
Puspasari, R., 2017. LOGAM DALAM EKOSISTEM PERAIRAN. BAWAL Widya Ris. Perikan. Tangkap 1, 43. https://doi.org/10.15578/bawal.1.2.2006.43-47
Putri, L.S.E., Prasetyo, A.D., Arifin, Z., 2012. Green mussel (Perna viridis L.) as bioindicator of heavy metals pollution at Kamal estuary, Jakarta Bay, Indonesia. J. Environ. Res. Dev. Vol 6, 389–396.
Rahayu, A., 2014. Distribusi Logam Berat pada Kerang Hijau (Perna viridis) dari Perairan Kamal Muara, Tangerang-Jakarta.
Rochyatun, E., Kaisupy, M.T., Rozak, A., 2010. Distribusi Logam Berat dalam Air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. Makara J. Sci.
Rochyatun, E., Lestari, Razak, A., 2004. Kondisi Perairan Muara Sungai Digul dan Perairan Laut Arafura Dilihat dari Kandungan Logam Berat. Bid. Din. Laut Pus. Penelit. Oseanografi LIPI Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, No. 36:15-31.
Rochyatun, E., Rozak, A., 2010. Pemantauan kadar logam berat dalam sedimen di perairan Teluk Jakarta. Makara J. Sci.
Rosioru, D.M., Oros, A., Lazar, L., 2016. Assessment of The Heavy Metals Contamination in Bivalve Mytilus galloprovincialis Using Accumulation Factors. J. Environ. Prot. Ecol. 17, 874–884.
Rukminasari, N., Nadiarti, N., Awaluddin, K., 2016. Pengaruh Derajat Keasaman (pH) Air Laut Terhadap Konsentrasi Kalsium dan Laju Pertumbuhan HALIMEDA SP. TORANI J. Ilmu Kelaut. Dan Perikan. 24.
Sari, F.G.T., Hidayat, D., Septiani, D., 2016. Kajian Kandungan Logam Berat Mangan (Mn) dan Nikel (Ni) Pada Sedimen di Pesisir Teluk Lampung. Anal. Anal. Environ. Chem. 1 No. 1.
Sasikumar, G., Krishnakumar, P.K., Bhat, G.S., 2006. Monitoring Trace Metal Contaminants in Green Mussel, Perna viridis from the Coastal Waters of Karnataka, Southwest Coast of India. Arch. Environ. Contam. Toxicol. 51, 206–214. https://doi.org/10.1007/s00244-005-0055-2
Sijabat, E., Trinuraini, R.A., Supriyantini, E., 2014. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, sedimen dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Tanjung Mas Semarang Journal of Marine Research 3 Nomor 4, 475–482.
55
Simanjuntak, M., 2012. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilizationdi Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka. ILMU Kelaut. Indones. J. Mar. Sci. 12, 59–66.
Simanjuntak, M., 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kimia, Fisika Terhadap Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Pus. Penelit. Oseanografi -LIPI Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (1), 31–45.
Siregar, Y.I., Edward, J., 2014. Faktor konsentrasi Pb, Cd, Cu, Ni, Zn dalam sedimen perairan pesisir Kota Dumai. Maspari J. 1, 1–10.
Supriyantini, E., Endrawati, H., 2015. Kandungan Logam Berat Besi (Fe) Pada Air, Sedimen, Dan Kerang Hijau (Perna viridis) Di Perairan Tanjung Emas Semarang. J. Kelaut. Trop. 18.
Susantoro, T.M., Sunarjanto, D., Andayani, A., 2015. Distribusi Logam Berat Pada Sedimen di Perairan Muara dan Laut Propinsi jambi. J. Kelaut. Nas. 10, 1–11.
Tarigan, Z., Rozak, A., others, 2010. Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn Dan Ni dalam air laut dan sedimen di muara Sungai Membramo, Papua dalam kaitannya dengan kepentingan budidaya perikanan. Makara J. Sci.
Ullah, A.K.M.A., Maksud, M.A., Khan, S.R., Lutfa, L.N., Quraishi, S.B., 2017. Dietary intake of heavy metals from eight highly consumed species of cultured fish and possible human health risk implications in Bangladesh. Toxicol. Rep. 4, 574–579. https://doi.org/10.1016/j.toxrep.2017.10.002
Widhyari, S.D., 2012. Peran dan Dampak Defisiensi Zinc (Zn) Terhadap Sistem Tanggap Kebal. Wartazoa 22, 141–148.
Wulandari, S.Y., Yulianto, B., Santosa, G.W., Suwartimah, K., 2012. Kandungan Logam Berat Hg dan Cd dalam Air, Sedimen dan Kerang Darah (Anadara granossa) dengan Menggunakan Metode Analisis Pengaktifan Neutron (APN). ILMU Kelaut. Indones. J. Mar. Sci. 14, 170–175.
WWF Indonesia, 2015. Seri Panduan Perikanan Kecil "Budidaya Kerang Hijau (Perna viridis), Better Management Practices. WWF Indonesia.
Yap, C.K., Cheng, W.H., Karami, A., Ismail, A., 2016. Health Risk Assessments of Heavy Metal Exposure via Consumption of Marine Mussels Collected from Anthropogenic Sites. Sci. Total Environ. 553, 285–296. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2016.02.092
Yap, C.K., Ismail, A., Tan, S.G., 2005. Cadmium, Copper, Lead and Zinc Levels in the Green-Lipped Mussel Perna viridis (L.) from the West Coast of Peninsular Malaysia: Safe as Food? Pertanika J. Trop. Agric. Sci. 28, 41.
Yaqin, K., Fachruddin, L., Rahim, N.F., 2015. Studi Kandungan Logam Timbal (Pb) Kerang Hijau, Perna viridis Terhadap Indeks Kondisinya. J. Lingkung. Indones. Vol III No 6 309, 317.
56
Yudiati, E., Sedjati, S., Enggar, I., Hasibuan, I., 2012. Dampak Pemaparan Logam Berat Kadmium pada Salinitas yang Berbeda Terhadap Mortalitas dan Kerusakan Jaringan Insang Juvenile Udang Vaname (Litopeneus vannamei). ILMU Kelaut. Indones. J. Mar. Sci. 14, 29–35.
Yulaipi, S., Aunurohim, A., 2013. Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). J. Sains Dan Seni ITS 2, E166–E170.
Yuyun, Y., Peuru, A.R.A., Ibrahim, N., 2017. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal dan Kadmium pada Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Banggai Kepulauan. J. Farm. Galen. Galen. J. Pharm. 3, 71–76.
Zamani, N.P., Cordova, M.R., Yulianda, F., 2011. Akumulasi logam berat pada kerang hijau (Perna viridis) di Perairan Teluk Jakarta.
Top Related