perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)
BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN
DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
OLEH:
QOMARUDIN
NIM. F0107011
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRAK ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN DENGAN METODE DATA
ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
Qomarudin F0107011
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi teknis, efisiensi revenue,
efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa Kauman Kota Pekalongan. Kedua, untuk mengetahui variabel-variabel apakah yang menjadi sumber inefisiensi pada masing-masing pengusaha batik di Desa Kauman Kota Pekalongan dan bagaimana mencari solusi untuk mencapai efisiensi pada pengusaha yang belum efisien. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA), yaitu metode non parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio efisiensi relatif Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input tertimbang. Pada dasarnya prinsip kerja model DEA adalah membandingkan data input dan output dari suatu organisasi data (decision making unit/DMU) dengan data input dan output lainnya pada DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa dari 35 responden menunjukkan sebanyak 12 UKM sudah efisien secara teknis sedangkan 23 UKM lainnya belum efisien . secara efisiensi revenue sebanyak 17 UKM sudah efisen dan 18 UKM belum efisien. Menurut efisiensi alokatif tidak ada yang mencapai efisiensi dan menurut efisiensi ekonomis sebanyak 12 UKM telah mencapai efisiensi dan 23 UKM lainnya belum efisien. Adapun penyebab inefisiensi adalah variabel bahan baku. Untuk menjadikan UKM yang belum efisien menjadi efisien dapat dilakukan dengan menyesuaikan nilai aktual variabel input UKM yang belum efisien sesuai dengan nilai target yang direkomendasikan DEA.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa tingkat efisiensi UKM di Desa Kauman masih rendah. Saran yang diajukan untuk UKM yang belum efisien adalah para pengusaha diharapkan dapat memanfaatkan input yang dimiliki sehingga dapat tercapai efisiensi.
Kata kunci: DEA, Efisiensi Efisiensi Teknis, Efisiensi Revenue, Efisiensi Alokatif, Efisiensi Ekonomis, inefisiensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRACT
Efficiency Analysis of Small and Medium Enterprises (SMEs) Batik In The Kauman Village Pekalongan City With Method Data Envelopment Analysis (DEA)
QOMARUDIN
F0107011 This study aims to measure the technical efficiency, revenue efficiency, allocative
efficiency and economic efficiency of small and medium enterprises (SMEs) in the Village Kauman batik Pekalongan. Second, to determine whether these variables are a source of inefficiency in each of batik in Pekalongan Kauman Village and how to find solutions to achieve efficiencies on the employers who have not been efficient. The method of analysis used in this study is Data Envelopment Analysis (DEA), which is non-parametric method based on linear programasi. DEA measures the relative efficiency ratio of Economic Activity Unit (UKE) as the ratio of weighted outputs to weighted inputs. Basically, the working principle of the DEA model is to compare the data input and output of an organization's data (decision making unit / DMU) with other data input and output similar to the DMU. This comparison is performed to obtain an efficiency value.
Based on the analysis results can be concluded that of 35 respondents indicated a total of 12 SMEs are technically efficient, while 23 other SMEs have not been efficient. the efficiency of revenue as much as 17 SMEs have efisen and 18 SMEs have not been efficient. According to the allocative efficiency of nothing to achieve efficiency and economical efficiency by as much as 12 SMEs have achieved an efficiency of SMEs and 23 others have not been efficient. The cause of inefficiency is a variable raw material. To make efficient SMEs that have not become efficient can be done by adjusting the actual value of the input variables of SMEs that have not been efficient in accordance with the recommended target value of the DEA.
From the results of the study concluded that the level of efficiency of SMEs in the village Kauman still low. Suggestions put forward for SMEs that have not been efficient entrepreneurs are expected to make use of owned inputs so as to achieve efficiency. Key words: DEA, Efficiency Technical Efficiency, Efficiency of Revenue, allocative efficiency, Economic efficiency, inefficiency.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan(QS. Al-Insyiroh 6)
Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi kemanfaatan untuk
orang lain (hadist)
Hakikat ilmu bukan apa yang dihafalkan, akan tetapi yang dipahami dan
ditempatkan dalam hati
(Muhammad Syakir dalam “Washoya Al-Abaa’ lil Ibna’)
Man jadda wajada
Man shobaro zhafiro
Man saroo ‘ala darbi washola
(Anwar Fuadi dalam trilogi “Negeri 5 Menara”)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah
SWT
kupersembahkan karya ini untuk:
Ø Ibu dan Bapakku tercinta yang tiada
henti memberikan segala yang terbaik
untuk
putra-putrinya
Ø Kakak dan adikku tersayang
Ø Almamaterku UNS
Ø Temen-temen seperjuanganku dimana pun kalian berada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penuis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH
(UKM) BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN DENGAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)” untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa
adanaya dorongan, bimbingan, petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak skripsi ini
tidak dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. Wisnu Untoro,MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Drs. Supriyono selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas
Maret Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP selaku dosen pembimbing akademik.
4. Drs. Sutomo, MS yang telah banyak memberikan motivasi dan semangat selama
untuk terus maju dan pantang menyerah dalam menggapai cita-cita.
5. Dr. AM. Soesilo, MS selaku dosen pembimbing dalam proses penyusunan skripsi
sehingga dapat berjalan dengan baik.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Ustadz Nur Khotib yang sabar dalam mendidik dan melatih jiwaku menuju
pribadi yang sholeh.
8. Temen-temen mahasiswa STAN dan Universitas Tokyo yang memotivasiku
untuk dapat terus berpacu dengan kalian.
9. Temen-temen EP 07. Tetap semangat dan sampai berjumpa kembali di puncak
kesuksesan.
10. Sahabat/i PMII Komisariat Kentingan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
11. Temen-temen UKM Tae Kwon Do, PD, BPPI, KEI dan BEM FE. Terima kasih
atas persahabatan selama ini.
12. Santriwan-santriwati Majelis Ta’lim Raudhatut Thalibin. Semoga ukhuwah ini
tetap terjaga tak lekang oleh waktu.
13. Mas Ajie Najmuddin yang menuntunku menemukan jalan islam yang
sesungguhnya.
14. My Little Angel, kaulah sumber inspirasi dan penyemangat jiwaku.
15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan yang telah
membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
ABSTRAK .................................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dan Pengertian Usaha Kecil dan Menengah ............. 11
1. Definisi UKM .................................................................... 11
2. Karakteristik Sosial dan Ekonomi Usaha Kecil
Dan Menengah .................................................................... 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3. Karakteristik Umum Usaha Kecil dan Menengah ............. 20
B. Teori Produksi ........................................................................ 23
1. Pengertian Teori Produksi ................................................. 23
2. Fungsi Produksi................................................................. 26
3. Produksi dengan Satu Input Variabel ................................ 29
4. Produksi dengan Dua Input Variabel................................. 34
5. Faktor Produksi................................................................. 36
6. Efisiensi............................................................................... 41
C. Penelitian Terdahulu .............................................................. 47
D. Kerangka Pemikiran ............................................................... 51
E. Hipotesis Penelitian ................................................................. 52
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 54
B. Jenis dan Sumber Data ........................................................... 54
C. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 56
D. Definisi Operasional Variabel ................................................ 57
E. Metode Analisis Data ............................................................. 59
1. Konsep Nilai Dalam DEA ............................................... 62
2. Bentuk Formulasi Data Envelopment Analysis (DEA) .... 67
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Wilayah .................................................................... 71
1. Letak Geografis Administratif .......................................... 71
2. Jumlah Dan Pertumbuhan Penduduk................................ 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3. Keadaan Ekonomi............................................................. 55
a. Produk Domestik Bruto (PDRB)................................ 74
b. Inflasi.......................................................................... 79
4. Kondisi Usaha Batik Pekalongan...................................... 80
5. Gambaran Umum Daerah dan Objek Penelitian............... 82
B. Analisis Deskriptif ................................................................. 83
C. Analisis Data Dengan Metode DEA........................................ 87
D. Sumber inefisiensi dan Pemecahannya................................... 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................ 95
B. Saran ...................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Karakteristik Usaha dan Perbedaan Ukuran Usaha UMKM ........... 21
Tabel 4.1 Banyaknya Penduduk Kota Pekalongan Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2009........................................................................................ 73
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Dewasa & Anak-anak Kota Pekalongan Tahun
2009..................................................................................................... 74
Tabel 4.3 PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kota Pekalongan Atas Dasar
Harga Berlaku (Th 2000=100) Tahun 2007-2009........................... 76
Tabel 4.4 Indeks Perkembangan PDRB Menurut Lapangan Usaha
di Kota Pekalongan Atas Dasar Harga Berlaku.............................. 78
Tabel 4.5 Persentase Perubahan IHK (Inflasi) di Kota Pekalongan
Tahun 2009..................................................................................... 80
Tabel 4.6 Banyaknya Tenaga Kerja yang Digunakan dalam Proses
Produkdi Selama Satu Bulan (orang).............................................. 85
Tabel 4.7 Banyaknya Malam yang Digunakan dalam Proses Produksi
Selama Satu Bulan (Kg) ................................................................. 85
Tabel 4.8 Banyaknya Kain yang Digunakan dalam Proses Produksi
Selama Satu Bulan (Yard) .............................................................. 86
Tabel 4.9 Banyaknya Jumlah Produksi yang Digunakan dalam Proses Produksi
Selama Satu Bulan (Buah) .............................................................. 87
Tabel 4.10 Efisiensi Teknis dan Efisiensi Revenue........................................... 89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
2.1 Kurva Total Product, Marjinal Product, Average Product ....................... 30
2.2 Kurva Isoquant ........................................................................................... 36
2.3 Fungsi Produksi Input Tunggal .................................................................. 42
2.4 Efisiensi Teknik dan Alokatif .................................................................... 45
2.5Kerangka Pemikiran..................................................................................... 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Olah Data Efisiensi Teknis .................................................. Lampiran 1
Hasil Olah Data Efisiensi Revenue .............................................. Lampiran 2
Efisiensi Alokatif .......................................................................... Lampiran 3
Hasil Olah Data Efisiensi Teknis, Revenue, Alokatif dan
Ekonomis ...................................................................................... Lampiran 4
Data Responden ............................................................................ Lampiran 5
Kuesioner ...................................................................................... Lampiran 6
Gambar Objek Penelitian .............................................................. Lampiran 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Qomarudin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRAK
ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) BATIK DI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN
DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
Qomarudin F0107011
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi teknis, efisiensi revenue,
efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa Kauman Kota Pekalongan. Kedua, untuk mengetahui variabel-variabel apakah yang menjadi sumber inefisiensi pada masing-masing pengusaha batik di Desa Kauman Kota Pekalongan dan bagaimana mencari solusi untuk mencapai efisiensi pada pengusaha yang belum efisien. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA), yaitu metode non parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio efisiensi relatif Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input tertimbang. Pada dasarnya prinsip kerja model DEA adalah membandingkan data input dan output dari suatu organisasi data (decision making unit/DMU) dengan data input dan output lainnya pada DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa dari 35 responden menunjukkan sebanyak 12 UKM sudah efisien secara teknis sedangkan 23 UKM lainnya belum efisien . secara efisiensi revenue sebanyak 17 UKM sudah efisen dan 18 UKM belum efisien. Menurut efisiensi alokatif tidak ada yang mencapai efisiensi dan menurut efisiensi ekonomis sebanyak 12 UKM telah mencapai efisiensi dan 23 UKM lainnya belum efisien. Adapun penyebab inefisiensi adalah variabel bahan baku. Untuk menjadikan UKM yang belum efisien menjadi efisien dapat dilakukan dengan menyesuaikan nilai aktual variabel input UKM yang belum efisien sesuai dengan nilai target yang direkomendasikan DEA.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa tingkat efisiensi UKM di Desa Kauman masih rendah. Saran yang diajukan untuk UKM yang belum efisien adalah para pengusaha diharapkan dapat memanfaatkan input yang dimiliki sehingga dapat tercapai efisiensi.
Kata kunci: DEA, Efisiensi Efisiensi Teknis, Efisiensi Revenue, Efisiensi Alokatif, Efisiensi Ekonomis, inefisiensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adanya krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997
menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami kegoncangan dan
memberikan dampak yang sangat luas serta mempengaruhi hampir seluruh
sendi-sendi perekonomian nasional. Hal ini membuktikan bahwa
pembangunan ekonomi Indonesia selama ini ternyata tidak ditopang dengan
penataan struktur ekonomi yang baik.
Menurut Achwan dalam Efi Eka Wanty (2006:1) menyebutkan bahwa
pertumbuhan ekonomi menunjukkan kontraksi yang dalam sebesar 13,7 %
dengan pertumbuhan negatif pada semua sektor ekonomi, sementara laju
kenaikan harga-harga melonjak tinggi, mencapai 77,6 %. Pada sisi lain, angka
pengangguran dan jumlah penduduk miskin meningkat tajam sebagai akibat
dari semakin banyaknya perusahaan yang mengurangi bahkan menghentikan
produksinya.
Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004 – 2009, menyebutkan bahwa sasaran Pembangunan Nasional
adalah “Terlaksananya pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan
ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan
mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan (Perpres RI No. 7 tahun 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Udjijanto dalam Ahmad Purnomo (2002:4) menyebutkan bahwa dalam
penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun
2000 share UKM dalam perolehan PDB Indonesia sebesar 63,5%. Hal lain
yang menarik perhatian bahwa dalam suasana minimnya lapangan kerja,
UKM Indonesia menyerap sekitar 73,6 juta pekerja. Di samping itu, muatan
lokal produk UKM cukup tinggi, sehingga keuntungan nasional dari produk-
produk UKM juga tinggi.
Menurut Tambunan dalam Agus Setiawan (2010:1) menyebutkan
bahwa pengembangan usaha kecil sangat penting dilakukan di Indonesia
mengingat usaha kecil memiliki fungsi sosial ekonomi. Proporsi usaha skala
kecil sebesar 99% dari seluruh unit usaha dan mempunyai daya serap tenaga
kerja sangat besar.
Dengan berbagai upaya dan program pemerintah yang tercantum
dalam propenas (program pokok pembangunan nasional) tahun 2000–2004,
khususnya dalam pembinaan UKM yang disinergiskan dengan potensi dan
peran yang strategis, maka UKM akan menjadi kekuatan untuk
menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus dapat menjadi
tumpuan dalam meningkatkan kesejahteraannya. Setidaknya selama ini UKM
telah mampu memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja
terbesar secara nasional dan meningkatkan ekspor, serta dalam pembentukan
PDB nasional. Di sisi lain, struktur ekonomi Indonesia yang dalam
kenyataannya didominasi oleh ekonomi rakyat, merupakan kekuatan ekonomi
nasional yang sesungguhnya. Di sinilah UKM merupakan faktor penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing nasional, yang selama ini
terabaikan. Peran ini telah dijalankan UKM, setidaknya pada masa krisis
ekonomi 2000-2008 menjadi katup pengaman perekonomian nasional, serta
sebagai dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis.
Gerak sektor UKM sangat penting untuk menciptakan pertumbuhan
dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah
beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. UKM dapat
menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha yang
lainnya, dan juga cukup terdiversifikasi serta memberikan kontribusi penting
dalam ekspor dan perdagangan.
Provinsi Jawa Tengah memiliki sumber alam yang beraneka ragam
dan jumlah penduduk mencapai 30 juta jiwa, dengan kondisi demikian iklim
usaha di wilayah Jawa Tengah khususnya UKM memiliki potensi yang besar
untuk dapat berkembang. Usaha UKM di wilayah Jawa Tengah tersebar pada
banyak sektor usaha, antara lain pertanian, industri, perdagangan,
pertambangan dan sebagainya. Salah satu sektor usaha unggulan Jawa Tengah
adalah sektor usaha tekstil dan garment, khususnya batik yang sebagian besar
dikelola oleh usaha UKM.
Batik adalah karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia
dan patut dilestarikan keberadaannya serta dibudidayakan secara maksimal,
dan batik merupakan industri kerajinan yang merupakan usaha turun-temurun
dari generasi ke generasi, namun belum sepenuhnya ditangani secara
profesional sehingga perkembangannya relatif sangat lamban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Diantara daerah penghasil batik, Kota Pekalongan adalah salah
satunya. Kota Pekalongan adalah sebuah kota di pesisir pantai utara (pantura)
pulau jawa yang mempunyai rentang kehidupan sebagaimana masyarakat
pesisir yang kental dengan kehidupan niaga. Salah satu mata pencaharian
penduduk bukan hanya pada sektor perikanan namun juga kerajinan.
Kota Pekalongan merupakan salah satu kota perdagangan dan bahari
yang terletak di daerah pantura ini menjadi ikon kota batik di Jawa Tengah.
Adanya label kota batik ini bukan sebatas ikon belaka. Tetapi lebih dari itu.
Hal ini dikarenakan kota Pekalongan menjadi kota penghasil batik yang
terkenal di Jawa Tengah.
Pasang surut perkembangan batik Pekalongan memperlihatkan
Pekalongan layak menjadi ikon bagi perkembangan batik di nusantara. Ikon
bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan
selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi nafas kehidupan sehari-hari warga
Pekalongan dan merupakan salah satu produk unggulan. Hal itu disebabkan
banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan
produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik. Julukan itu datang
dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode
yang panjang itulah, aneka sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu
batik ditentukan oleh iklim dan keberadaan serat-serat setempat, faktor
sejarah, perdagangan dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham
serta pemikiran baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gerak roda perekonomian di Kota Pekalongan, sangat dipengaruhi
industri batik, sehingga batik mempunyai peranan yang sangat penting di
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menggiatkan kembali sektor riil
usaha kecil menengah masyarakat (UKM) yang mempunyai daya lentur dalam
menghadapi berbagai guncangan badai krisis ekonomi. Oleh karenanya, para
pelaku usaha terus didorong serta diberi kemudahan untuk meningkatkan
produksinya. Dan yang tidak kalah pentingnya Pemkot Pekalongan
memfasilitasi mencarikan lokasi pemasaran bagi industri batik di Jakarta
dengan menggandeng berbagai jaringan instansi maupun lembaga yang terkait
sebagai penunjang. Diantaranya dengan Kementerian Koperasi dan UKM,
Kementrian Perdagangan, Pariwisata dan Kadin serta berbagai lembaga
lainnya.
Menjadi kota perdagangan batik tentu saja hal ini tak bisa dilepaskan
dari adanya peran serta keberadaan para pengusaha batik. Berbagai pengusaha
batik turut mewarnai adanya industri batik di kota ini. Desa Kauman
merupakan kampung wisata batik di kota Pekalongan. Kauman menjadi
kampung batik dikarenakan ditempat ini menjadi sentra pengusaha batik di
Kota Pekalongan. Selain letaknya yang strategis, sebagian besar masyarakat di
Desa Kauman bermata pencaharian yang berkaitan dengan usaha batik. Baik
itu sebagai pengusaha ataupun buruh.
Desa Kauman merupakan sebuah upaya masyarakat lokal dalam
merevitalisasi batik baik sebagai produk kesenian dan budaya maupun batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagai kekuatan ekonomi masyarakat Desa Kauman khususnya dan kota
Pekalongan pada umumnya.
Sebuah Desa dimana dapat dengan mudah melakukan belanja batik
langsung ke pengrajin dan melihat proses produksi. Hal lain yang menarik
adalah adanya tempat pembelajaran batik yang disediakan untuk pengunjung
atau wisatawan yang ingin belajar batik dan merasakan hidup di lingkungan
pengrajin batik sehingga bisa merasakan batik tidak hanya sebagai fashion,
tapi batik sebagai proses budaya dan sosial.
Berbagai macam usaha batik di Desa Kauman hampir tersebar rata
mulai dari yang berskala kecil hingga yang berskala besar. Berawal dari hal
tersebut diatas perlu diadakan penelitian di Desa Kauman Kota Pekalongan
mengenai usaha kecil dan menengah (UKM) batik. Dari hal inilah kemudian
menjadi daya tarik tersendiri untuk menjadikan sebagai bahan penelitian yang
perlu dikaji lebih dalam lagi.
Menindaklanjuti tujuan untuk ikut membantu pengusaha dalam usaha
meningkatkan produksi batik, perlu adanya penelitian tentang efisiensi
produksi batik dan Desa Kauman sebagai daerah penelitiannya. Sebagian
besar pengusaha batik di Desa Kauman masih tergolong industri rumah
tangga. Artinya usaha ini proses produksinya berada di rumah pengusaha
tersebut. Skala usaha ini pun masih skala kecil dan menengah.
Dalam pengelolaan manajemen pengusaha batik masih bersifat
sederhana. Dalam pelakasanaan produksi hanya berdasarkan pengalaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang mereka kuasai disertai mengandalkan ilmu warisan dari para leluhurnya
yang merupakan penghasil batik. Dari hal inilah tingkat efisiensi antara
pengusaha satu dengan yang lainnya belum dapat diketahui. Adanya pola pikir
yang masih sederhana dan usaha yang relatif kecil menjadi salah satu
penyebab hal tersebut.
Penelitian yang berhubungan dengan usaha kecil dan menengah
sebenarnya telah banyak dilakukan, baik pada tenaga kerja maupun
keuntungan. Oleh karena itu penelitian ini berusaha untuk meneliti tentang
efisiensi teknis, efisiensi revenue, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis
usaha kecil dan menengah (UKM) batik, sehingga diketahui keberhasilan
sistem produksi yang lebih cocok pada usaha kecil dan menengah (UKM)
batik, yang tentunya bermanfaat dan dapat menjadi masukan tersendiri bagi
peningkatan produksi batik dan selanjutnya dapat meningkatkan taraf hidup
pengusaha batik.
Berdasarkan uraian diatas penelitian ini mengambil judul “analisis
efisiensi usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa Kauman Kota
Pekalongan dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA).”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
masalah-masalah:
1. Bagaimana tingkat efisiensi teknis, efisiensi revenue, efisiensi alokatif dan
efisiensi ekonomis pada masing-masing usaha kecil dan menengah (UKM)
batik di Desa Kauman ?
2. Variabel apakah yang menjadi sumber-sumber inefisiensi pada masing-
masing pengrajin dalam usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa
Kauman ?
3. Bagaimanakah langkah-langkah untuk mencapai efisiensi pada usaha kecil
dan menengah (UKM) batik yang belum efisien?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat efisiensi teknis, revenue, alokatif dan ekonomis pada
masing-masing usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa Kauman
Kota Pekalongan.
2. Mengetahui variabel apakah yang menjadi sumber-sumber inefisiensi pada
masing-masing pengrajin dalam usaha kecil dan menengah (UKM) batik di
Desa Kauman Kota Pekalongan.
3. Mengetahui langkah-langkah untuk mencapai efisiensi pada usaha kecil
dan menengah (UKM) batik yang belum efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi pengusaha
Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam meningkatkan
keberhasilan usaha melalui peningkatan pendapatan yang diperoleh.
Selain itu, dapat pula sebagai masukan dalam upaya peningkatan kualitas
dan kuantitas hasil produksi serta bahan pertimbangan dalam
mendapatkan efisiensi usaha.
b. Bagi pemerintah
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya
peningkatan pendapatan pengusaha batik Desa Kauman Kota
Pekalongan. Sehingga nantinya dapat menjadi salah satu pemasukan bagi
daerah Kota Pekalongan
c. Bagi akademis
Hasil ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya sehingga
hasilnya dapat lebih bagus dari penelitian yang ada sekarang.
d. Bagi peneliti
merupakan penerapan dan evaluasi terhadap teori yang diperoleh selama
ini dalam bangku kuliah pada kondisi yang nyata, khususnya masalah
ekonomi mikro dan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana ekonomi
jurusan Ekonomi Pembangunan pada Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Konsep dan Pengertian Usaha Kecil Menengah
1. Definisi UKM
Menurut UU RI No 20 Tahun 2008 Usaha Kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil.
Adapun kriteria usaha kecil menurut UU RI No 20 Tahun 2008 adalah
sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
Sedangkan World Bank tahun 2008 memberikan kriteria untuk usaha
kecil sebagai berikut:
1. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta
Menurut UU RI No 20 Tahun 2008 usaha menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.
Menurut UU No 20 Tahun 2008 Kriteria usaha menengah adalah
sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Sedangkan World Bank tahun 2008 memberikan kriteria untuk usaha
menengah sebagai berikut:
1. Jumlah karyawan maksimal 300 orang
2. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
3. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan
dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya
tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi
pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan
dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan
dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya
penanggulangan masalah-masalah tersebut diatas.
Menurut Arif Rahmana (2008) menjelaskan empat hal penyebab
bertahannya UKM di Indonesia dapat terus bertahan di tengah krisis ekonomi
adalah sebagai berikut:
(1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods),
khususnya yang tidak tahan lama,
(2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam
aspek pendanaan usaha,
(3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam
arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan
(4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan
hubungan kerja di sektor formal.
Kemudian Arif Rahmana (2008) menjelaskan bahwa UKM di
Indonesia mempunyai peranan yang penting dalam menopang
pereakonomian. UKM merupakan penggerak utama dalam perekonomian
Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, ada tiga fungsi utama dalam UKM dalam
menggerakkan ekonomi Indonesia yaitu sektor UKM sebagai penyedia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal,
Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB), dan Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara
melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1)
nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor.
Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut
1. Nilai Tambah
Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun
meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar
1.491,2 triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB
Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi
Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan
Usaha Besar sebesar 46,7 persen. Kinerja perekonomian Indonesia yang
diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya
digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM
pertumbuhannya mencapai 5,4 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau
99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga
kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan
dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006.
Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional
sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada
tahun 2006.
Menurut Tambunan (2002) UKM di Indonesia menghadapi dua
masalah utama dalam aspek finansial yaitu mobilisasi modal awal dan akses
modal kerja jangka panjang untuk pertumbuhan output jangka panjang.
Memang dalam kenyataan UKM kesulitan modal dalam kegiatan
ekonomi, masalah usaha kecil menengah orang sering mengidentifikasi
sebagai usaha yang memiliki modal kecil dan sangat rapuh dalam kegiatan
perekonomian, tetapi tidak demikian di Indonesia. Usaha kecil Menengah
telah membuktikan dalam mempertahankan kegiatannya meski dalam
kondisi krisis ekonomi di tahun 1997.
Tuntutan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi di
tingkat rumah tangga menjadi motivasi utama. Keterlibatan seseorang dalam
melakukan kegiatan UKM, baik sebagai pekerja atau pengusaha/ pemilik
dan biasanya mereka terbentuk karena keterpaksaan atau memang ingin
melakukan karena memberikan suatu keuntungan. (Tambunan 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pertama kegiatan UKM ditingkat Industri rumah tangga (IRT)
terbentuk karena kekuatan untuk mempertahankan hidup yaitu memenuhi
kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan atau dalam
mengembangkan kegiatan usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, hal ini
sangat kental dengan jiwa wirausaha.
UKM dalam usahanya selalu diperkuat dengan potensi pasar yang
sudah tersedia, keberadaan bahan baku yang mudah didapat serta ketersediaan
tenaga kerja yang murah termasuk merekrut pekerja-pekerja yang masih
dalam hubungan keluarga.
Dengan demikian, perkembangan usaha ini tidak lepas dari sosialitas
lingkungan yang saling melengkapi, termasuk dalam hal ini dapat
dimanfaatkan juga keberadaan UKM untuk menampung tenaga kerja tidak
terdidik, membentuk paguyuban.
Kepentingan sosial didasari atas ras kebersamaan dalam usaha untuk
saling memenuhi kebutuhaan serta keinginan untuk mempertahankan kegiatan
usahanya. Dalam hal membentuk paguyuban berfungsi untuk mempermudah
mendapatkan modal dengan kredit lunak dan meminimalkan persaingan
misalnya kebijakan paguyuban dalam menentukan harga dan menghadapi
kondisi ekonomi ke depan.
UKM juga tidak lepas dari keinginan untuk membentuk modal usaha
guna menunjang kegiatan usaha jangka panjang, dengan demikian usaha kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menengah tidak lepas dari kepentingan untuk memaksimalkan laba.
Kepentingan pribadi adalah kebijakan pengusaha dalam mengelola usahanya,
bagaimana memaksimalkan laba, memanfaatkan kondisi ekonomi dengan
tidak merusak komitmen paguyuban
2. Karakteristik Sosial dan Ekonomi Usaha Kecil Menengah
Menurut Savio (2003) pandangan bisnis tidak hanya demi keuntungan
bagi pemiliknya tetapi juga demi pemenuhan nilai-nilai dalam masyarakat.
Meskipun ada pandangan tanggung jawab sosial akan mengurangi pencapaian
tujuan bisnis.
Tujuan utama usaha karena keinginan untuk meperoleh laba, tetapi
tidak dipungkiri dalam mencapai kegiatan tersebut berdampak pada sektor
sosial seperti pembuatan asset jalan, pembukaan lapangan pekerjaan dan
lainnya. Meskipun sebenarnya sosial tersebut merupakan akibat adanya suatu
usaha, tetapi dampak tersebut bermanfaat bagi kehidupan lingkungan
masyarakat.
Perkembangan dunia bisnis yang mengarah pada era pembangunan
yang berkelanjutan telah menciptakan tanggung jawab sosial pengusaha
terhadap sosial ke masyarakat, salah satu wujud peranan tersebut adalah
masuknya unsur masyarakat sebagai pengontrol suatu usaha agar tetap pada
jalur sosial masyarakat dan tetap menjaga manfaat bagi lingkungan mayarakat
yang disebut dengan stakeholder.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Savio (2003) stakeholder yaitu pihak-pihak yang memainkan pengaruh
atas sebuah bisnis dan pihak-pihak yang terkena pengaruh dari sebuah bisnis.
Stakeholder mencerminkan keragaman kelompok kepentingan dalam
masyarakat tempat perusahaan beroperasi dengan cara yang secara sosial
lingkungan dapat dipertanggungjawabkan.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas UKM dalam usahanya tidak lepas
dari 2 motif yaitu:
a. Motif sosial yaitu etika kegiatan UKM yang pengembangan nya karena
didukung oleh potensi-potensi lingkungan atas rasa kebersamaan,
senasib dan sepenanggungan, UKM saling melengkapi satu dengan yang
lain.
1) Dalam motif ini penciptaan pemerataan pendapatan, penciptaan
kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan menjadi ciri sosial.
2) Termasuk perekrutan tenaga kerja tidak terdidik, tenaga kerja
dengan keterikatan sebagai saudara dan tetangga.
b. Motif ekonomi yaitu usaha ini tidak lepas dari keingginan untuk
membentuk modal dan keinginan untuk mengembangkan usaha. Dalam
kegiatan inipun tidak lepas dari sosial ekonomi seperti :
1) Kemitraan yang tidak lepas dari pola kemitraan yang didasarkan atas
prinsip saling menguntungkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Termasuk bantuan pemerintah, yaitu fasilitas yang didapat dari
pemerintah seperti pinjaman lunak, penyediaan bahan baku
pembentukan koperasi dan penyuluhan.
3) Operasional yang dijalankan oleh paguyuban-paguyuban juga
mencerminkan kegiatan perekonomian sosial yang didasarkan atas
usaha bersama.
Tanggung jawab sosial dan tanggung jawab ekonomi dalam Usaha
Kecil Menengah (UKM) dalam kegiatan usaha nya sangat beda tipis. Hal ini
karena adanya karakteristik dasar dari usaha itu sendiri.
3. Karakteristik Umum Usaha Kecil Menengah
Didasarkan atas pengertian usaha secara umum, dapat disimpulkan
beberapa karakteristik usaha dan perbedaan ukuran usaha:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2.1
Karakteristik Usaha dan Perbedaan Ukuran Usaha UMKM
No Keterangan Usaha Mikro Kecil Kecil-Menengah Menengah
1 Jumlah Tenaga Kerja
1-4 5-9 10-29 30-49
2 Tempat Usaha Di rumah Disebelah dekat rumah
Terpisah dari rumah
Lokasi terpisah dengan gedung yang lebih baik
3 Proses Produksi
Sederhana Sederhana, sedikit maju, banyak tahapan
Lebih maju beberapa tahapan yang berbeda
Proses produksi rumit, kemungkinan lebih banyak modak insentif
4 Sistem Keuangan
Akuntansi perputaran uang tunai
Sistem dasar akuntansi
Sistem dasar akuntansi
Sistem akuntansi, keuangan terjaga terencana, laporan manajemen terbukti
5 Sumber Kredit Sumber informal dengan tingkat bunga tinggi. Tidak ada saluran kredit formal karena kurang catatan transaksi usaha dan jaminan
Sumber informal, kredit formal tapi sulit didapat
Sumber informal, kredit formal tapi sulit didapat
Memiliki beberapa kesempatan kredit formal
6 Pasar Pasar setempat Pasar setempat dengan beberapa perluasan
Pasar setempat persaingan jelas, kebutuhan bahan baku dan persediaan besar keterkaitan usaha hulu hilir terhadap ekonomi masyarakat
Pasar wilayah nasional bila perlu ekspor
7 Kekuatan Hukum
Tidak berbadan hukum, beroperasi pada ekonomi informal
Tidak terdaftar Terdaftar Terdaftar memenuhi peraturan pemerintah
Sumber : Tanwilly Sutanto, 2004 (peta Gaya manajemen bisnis usaha kecil dan menengah/UKM Surabaya)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari ciri-ciri tabel 2.1 dapat dijelaskan, untuk jumlah tenaga kerja
dengan karakter usaha mikro berjumlah antara 1-4 orang, sedangkan usaha
kecil 5 sampai 9 orang, usaha kecil menengah 10 sampai 29 orang, usaha
menengah 30 sampai 49 orang.
Demikian juga untuk tempat usaha, untuk usaha mikro bertempat
dirumah, sedangkan usaha kecil disebelah dekat rumah, usaha kecil menengah
terpisah dari rumah, usaha menengah lokasi usaha terpisah dengan gedung
yang lebih baik.
Proses produksi untuk usaha mikro sederhana, untuk usaha kecil
proses produksi sedikit maju banyak tahapan, usaha kecil menengah lebih
maju dengan beberapa tahapan berbeda, usaha menengah proses produksi
rumit kemungkinan lebih banyak modal insentif.
Sistem akuntansi usaha mikro perputaran uang tunai, usaha kecil
sudah menggunakan sistem dasar akuntansi, usaha kecil menengah juga
menggunakan sistem dasar akuntansi, usaha menengah sistem akuntansi
keuangan terjaga,terencana laporan manajemen terbukti.
Sumber kredit untuk usaha mikro memiliki sumber informal dengan
tingkat bunga tinggi, tidak ada saluran kredit formal. Sumber kredit untuk
usaha kecil merupakan sumber informal dan membutuhkan modal kerja untuk
persediaan barang dan pendanaan alat. Sumber kredit usaha kecil menengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
informal dan formal tapi sulit didapat. Sumber kredit usaha menengah
memiliki beberapa kesempatan kredit formal
Karakteristik pasar usaha mikro merupakan pasar setempat, untuk
usaha kecil pasar setempat dengan beberapa perluasan, dan usaha kecil
menengah pasar setempat dengan persaingan jelas, kebutuhan bahan baku dan
persediaan besar, ada keterkaitan hulu hilir terhadap perekonomian
masyarakat, untuk usaha menengah pasar wilayah nasional bila perlu
diekspor.
Kekuatan hukum usaha mikro tidak berbadan hukum, beroperasi
dengan ekonomi informal, usaha kecil tidak terdaftar dalam kekuatan hukum,
untuk usaha kecil menengah terdaftar dan memenuhi peraturan pemerintah.
B. Teori Produksi
1. Pengertian Teori Produksi
Pengertian Teori Produksi yaitu suatu teori yang mempelajari cara
seorang pengusaha dalam mengkombinasikan berbagai macam input pada
tingkat teknologi tertentu untuk menghasilkan sejumlah output tertentu
seefisien mungkin. Jadi sasaran teori produksi adalah untuk menentukan
tingkat produksi yang efisien dengan sumber daya yang ada (Ari Sudarman,
1986:51).
Produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumber daya)
menjadi satu atau lebih output (produk). Menurut Tati Suhartati dan Fathurozi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(2003:77) produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas ekonomi
dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini
dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengombinasikan berbagai
input atau masukan untuk menghasilkan output.
Ari Sudarman (1997:119), mendefinisikan produksi sebagai
penciptaan guna. Guna berarti kemampuan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Proses perubahan bentuk faktor-faktor produksi disebut
dengan proses produksi. Produksi tidak hanya mencakup pembuatan barang-
barang yang dapat dilihat tetapi termasuk juga didalamnya produksi jasa.
Seorang produsen dalam teori mikroekonomi merupakan wujud
ekonomis dari kombinasi berbagai faktor produksi untuk tujuan
mentransformasikannya menjadi output. Diasumsikan bahwa produsen juga
merupakan pemasok produk kepada konsumen, tampaknya logis untuk istilah
dia sebagai perusahaan. Perusahaan menggabungkan faktor-faktor produksi
untuk menghasilkan satu atau lebih produk dan kemudian menawarkan
produk itu untuk dijual ke konsumen. Ada dua teori penting dalam proses ini
(Coelli dkk, 2005:278):
a. Teori produksi
Teori produksi merupakan hubungan fisik antara input dan output.
b. Teori biaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Teori biaya merupakan hubungan antara tingkat output dan tingkat biaya
(pengeluaran yang timbul dari input yang berbeda yang digunakan dalam
memproduksi suatu output).
Sasaran dari teori produksi adalah untuk menentukan tingkat produksi
yang optimal dengan sumber daya yang ada. Gunawan dan Lanang A. Iswara
(1987:6) mengatakan bahwa produksi mencakup setiap pekerjaan yang
menciptakan atau menambah nilai dan guna suatu barang atau jasa. Agar
produksi dapat dijalankan untuk menciptakan hasil, maka diperlukan beberapa
faktor produksi (input). Faktor-faktor input perlu diproses bersama-sama
untuk menghasilkan output dalam suatu proses produksi (metode produksi).
Lebih lanjut Lipsey (1995:426) mengatakan bahwa teori produksi
meliputi: 1) Jangka pendek dimana apabila seorang produsen menggunakan
faktor produksi maka ada yang bersifat tetap dan variabel, 2) Jangka panjang
apabila semua input yang dipergunakan bersifat tetap dan belum ada
perubahan teknologi, 3) jangka sangat panjang dimana semua input yang
dipergunakan berubah disertai dengan adanya perubahan teknologi. Dalam
hal ini periode waktu tersebut tidak dapat diukur dalam bentuk kalender atau
penanggalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Teori produksi jangka pendek secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut :
Qx = f (L, K0) (2.1)
Q = output suatu barang yang dihasilkan selama suatu periode tertentu .
K = kapital (input tetap)
L = tenaga kerja (input variabel)
Persamaan produksi diatas adalah merupakan persamaan produksi
dengan satu input variabel dan satu input tetap. Dalam teori produksi dengan
satu input variabel terdapat 3 (tiga) anggapan yang harus dipenuhi yaitu dalam
proses produksi hanya ada 1 (satu) input variabel dan hanya ada 1 (satu) input
tetap serta input-input tersebut dapat dikombinasikan dalam berbagai macam
proposi untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.
2. Fungsi Produksi
Fungsi produksi menurut Boediono (1992:64), adalah suatu fungsi
atau persamaan yang menunjukkan hubungan teknis antara tingkat output dan
tingkat kombinasi dari penggunaan input-input. Salvatore (1996:97)
menyatakan bahwa fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu
persamaan, tabel atau grafik yang menunjukkan jumlah (maksimum) komoditi
yang dapat diproduksi per unit waktu untuk setiap kombinasi input alternatif
bila menggunakan teknik produksi terbaik yang tersedia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut Lipsey (1995:129) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah
hubungan antara input yang dipergunakan dalam proses produksi dengan
kuantitas yang dihasilkan. Lebih lanjut Sadono Sukirno (2003; 194)
menyatakan bahwa fungsi produksi adalah kaitan di antara faktor-faktor
produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Faktor-faktor produksi dikenal
dengan istilah input dan hasil produksi disebut output.
Hubungan antara input dan output dari faktor produksi dapat
ditunjukkan secara matematis sebagai berikut:
Q = f (X1,X2,X3,.............,Xn) (2.2)
Q = Tingkat produksi (output)
X1,X2,...Xn = Berbagai input yang digunakan
Jadi jelas besar-kecilnya hasil produksi akan tergantung pada besar
kecilnya pemakaian berbagai input yang digunakan. Pada intinya, fungsi
produksi menjelaskan hubungan antara input dengan output, hal ini
digambarkan pada tingkat mana sumber-sumber produksi ditransformasikan
menjadi hasil produksi. Suatu asumsi dasar mengenai sifat dan fungsi
produksi yaitu suatu fungsi produksi dimana semua produsen tunduk pada
hukum yang disebut “Hukum Hasil Yang Semakin Berkurang” atau disebut
dengan the law of diminishing return. Hukum ini mengatakan bahwa apabila
faktor produksi yang bersifat variabel ditambah secara terus menerus maka
pada mulanya akan menambah output total yang dihasilkan, akan tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
setelah mencapai tingkat produksi output sejumlah tertentu maka produksi
tambahan justru akan semakin berkurang dan pada akhirnya justru akan
mencapai nilai negatif (Sadono Sukirno, 2003:193).
Faktor produksi dalam suatu proses produksi dapat diklasifikasikan
menjadi dua macam, yaitu faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel.
Faktor produksi tetap adalah jumlah faktor produksi yang digunakan dalam
proses produksi dimana faktor tersebut tidak dapat diubah secara cepat bila
keadaan pasar menghendaki perubahan output. Faktor produksi dalam
kenyataanya tidak ada yang sifatnya tetap secara mutlak. Pada umumnya
untuk menyederhanakan analisis beberapa faktor produksi dianggap tetap
misalnya tanah, gedung dan mesin. Faktor produksi tersebut tidak dapat
ditambah atau dikurangi jumlahnya dalam waktu yang relatif singkat. Faktor
produksi variabel adalah faktor produksi yang jumlahnya dapat diubah-ubah
dalam waktu yang relatif singkat sesuai dengan jumlah output yang
dihasilkan.(Ari Sudarman, 1989:121)
3. Produksi Dengan Satu Input Variabel
Ari Sudarman (1989:137) menyatakan produksi total menunjukkan
tingkat produksi yang dihasilkan pada tingkat penggunaan input variabel dan
input lain dianggap tetap. Produksi rata-rata menunjukkan perbandingan
output dan faktor produksi (output-input ratio) untuk setiap tingkat output dan
faktor produksi yang bersangkutan. Produksi rata-rata ditulis sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xQ
ataux
PTPRx x=
(2.3)
Dimana: PRx = produksi rata-rata input x
PTx = produksi total input x
x = jumlah input x yang digunakan
Produksi marginal menunjukkan tambahan atau kenaikan output dari
produksi total yaitu PTd yang disebabkan adanya penambahan 1 input
variabel sedang input yang lainnya tetap. Bentuk rumusnya sebagai berikut:
(2.4)
δxδQ
atauδx
δPTPMx =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hubungan antara total produksi, produksi rata-rata dan produksi
marginal dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar 2.1 Kurva Total Product, Marginal Product, Average Product
Sumber: Ari Sudarman, 1989: 137
Gambar 2.1 dapat menjelaskan bahwa tingkat permulaan penggunaan
faktor produksi total akan bertambah secara berlahan-lahan dengan
ditambahnya penggunaan faktor produksi tersebut. Pertambahan ini semakin
lama semakin cepat dan mencapai nilai maksimum pada titik 1. Karena
kemiringan dari kurva produksi total adalah merupakan nilai marginalnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
maka pada saat mencapai titik 1 tersebut, produksi marginalnya juga mencapai
maksimum, pada titik 4.
Titik 1 menunjukkan produksi total terus naik, akan tetapi kenaikan
produksinya dengan tingkat produksi yang semakin menurun, terlihat pada
kemiringan garis singgung terhadap kurva produksi total yang semakin kecil.
Nilai kemiringan garis ini mencapai maksimum pada titik 2, yaitu pada waktu
garis tersebut menyinggung kurva produksi total, karena nilai kemiringan
garis lurus yang ditarik dari titik asal ke suatu titik pada kurva produksi total
menunjukkan produksi rata-rata di titik tersebut, ini berarti di titik 2 produksi
rata-ratanya mencapai nilai maksimum atau pada gambar bawah berada pada
titik 5, dan pada saat produksi rata-rata akan sama dengan produksi
marginalnya, pada gambar terlihat dengan berpotongannya kurva produksi
rata-rata dengan kurva produksi marginalnya.
Titik 2 menunjukkan bila jumlah faktor produksi yang digunakan
ditambah, maka produksinya naik dengan tingkat kenaikan yang semakin
menurun sampai di titik 3. Pada titik 3, produksi total mencapai maksimum.
Lewat titik 3 produksi total terus berkurang hingga mencapai titik 0 kembali.
Dan lewat titik 3 ini pula produksi marginalnya menjadi negatif.
Hubungan antara produksi marginal dengan produksi total, yaitu pada
saat produksi total mengalami perubahan peningkatan produksi dari yang
menjadi menurun, maka pada saat itu produksi total mencapai titik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
maksimum. Kemudian pada saat kurva produksi total mencapai titik
maksimum maka kurva produksi marginalnya memotong sumbu horizontal,
artinya produksi marginalnya sama dengan 0.
Suparmoko (1990:61) menjelaskan bahwa hubungan antara produksi
rata-rata dengan produksi marginal adalah pada saat produksi rata-rata
meningkat, produksi marginalnya lebih tinggi dari pada produksi rata-ratanya,
dan pada saat produksi rata-ratanya menurun produksi marginalnya sama
dengan produksi marginalnya.
Ari Sudarman (1989:138) menjelaskan hubungan dari ketiga kurva
pada gambar 2.1 yaitu:
a. Penggunaan input variabel (X) sampai pada tingkat tertentu dimana
produksi total cekung keatas (0 sampai 1), maka produksi marginal naik
demikian pula dengan produksi rata-rata.
b. Pada tingkat penggunaan input (X) yang menghasilkan produksi total yang
menarik dan cembung keatas (yaitu antara 1 dan 3) produksi marginal
menurun.
c. Pada tingkat penggunaan input (X) yang menghasilkan produksi total yang
menurun maka produksi marginal negatif.
d. Pada tingkat penggunaan input (X) dimana garis singgung pada produksi
total persis melalui titik origin (titik 2), maka PM=PR.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.1 juga dapat menjelaskan suatu range proses produksi yang
dapat dibagi menjadi tiga tahap:
a. Tahap dimana produksi total naik dan produksi rata-ratanya juga naik.
Pada tahap ini elastisitas produksi lebih besar (EP>1) yang berarti
tambahan penggunaan faktor produksi variabel akan menambah jumlah
produksi dengan proporsi yang lebih besar. Disini produsen masih dapat
menambah jumlah produksinya untuk mendapatkan keuntungan dengan
cara menambahkan sejumlah input.
b. Tahap yang menggambarkan keadaan bahwa tambahan sejumlah input
tidak diimbangi secara proporsional oleh output yang diperoleh. Elastisitas
produksi antara 0 dan 1 (0<Ep<1). Elastisitas produksi sama dengan 1
pada saat produksi rata-rata sama dengan produksi marginalnya sama
dengan 0 maka elastisitas produksinya sama dengan 0.
c. Tahap meliputi daerah dimana produksi marginal dari faktor produksi
variabel adalah negatif, yang berarti tambahan faktor produksi variabel
akan menghasilkan faktor produksi yang lebih sedikit. Elastisitas pada
tahap ini lebih kecil dari 0 (Ep<0). Pada kondisi ini maka setiap upaya
untuk menambah sejumlah input akan merugikan bagi produsen.
Menurut tiga tahap, tahap I dan tahap III merupakan tahap yang tidak
rasional. Hal ini disebabkan pada tahap I akan lebih menguntungkan bila
produsen menambah penggunaan faktor produksi variabel, karena
penambahan faktor produksi variabel akan menghasilkan produksi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
proporsi yang lebih besar. Pada tahap III penambahan faktor produksi variabel
akan menghasilkan produksi dengan proporsi yang lebih sedikit. Tahap II
merupakan tahap yang rasional, karena penambahan faktor produksi akan
menghasilkan proporsi yang sama.
4. Produksi Dengan Dua Input Variabel
Analisis berikut ini dimisalkan terdapat dua jenis faktor produksi yang
dapat diubah jumlahnya. Kita misalkan yang dapat diubah adalah tenaga kerja
dan modal. Fungsi produksi jangka panjang, input-input yang digunakan dapat
diubah jumlahnya dan dalam proses produksinya input yang digunakan dapat
ditambah seluruh jumlahnya atau tidak. Konsep fungsi produksi jangka
panjang yang hanya menggunakan dua macam input biasanya digambarkan
dengan menggunakan isoquant atau isoproduct.
Kurva isoquant adalah kurva yang menunjukkan berbagai
kemungkinan kombinasi teknis antara dua input (variabel) yang terbuka bagi
produsen untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu.(Boediono,
1989:73)
Isoquant mempunyai sifat cembung kearah origin, menurun dari kiri
kekanan bawah, output makin tinggi bagi kurva yang terletak lebih ke kanan
atas. Kegunaan dari isoquant adalah untuk menentukan least cost combination
(LCC) yaitu kombinasi penggunaan input-input untuk menghasilkan suatu
tingkat output tertentu dengan ongkos total yang minimal. Untuk menetukan
kombinasi ini diperlukan tiga data:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Isoquant untuk tingkat output yang dikehendaki
b. Harga input 1X
c. Harga input 2X
Syarat Least Cost Combination secara umum bisa ditulis sebagai
berikut:
(2.5)
Δ 1X /Δ 2X sering disebut dengan istilah Marginal Rate of Technical
Subtitution (MPRS), yaitu berapa input 1X harus ditambah agar tingkat output
tetap pada tingkat tertentu (Q), bila penggunaan input 2X dikurangi dengan 1
unit. Jika dihubungkan dengan kurva isoquant, MRTS tidak lain adalah slope
isoquant. Syarat LCC bisa dinyatakan sebagai berikut:
1
2
P
P= MRTS (2.6)
Nicholson (1991:203) menjelaskan sebuah isoquant menunjukkan
kombinasi K dan T yang bisa digunakan untuk memproduksi sejumlah output
yang sama besarnya (misalnya sebanyak ). Secara matematis sebuah
isoquant mencatat kombinasi K dan T yang memenuhi persyaratan.
f(K,T)=Qo ...............................................................................................................(2.7)
Kombinasi faktor produksi K dan T bisa digambarkan banyak kurva
isoquant. Setiap isoquant merepresikan tingkat output yang berbeda-beda.
2
1
1
2
2
1
1
2
dX
dX
P
Patau
ΔX
ΔX
P
P==
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Makin tinggi kurva isoquant tersebut, makin banyak output yang dihasilkan.
Kurva isoquant dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kurva Isoquant
Sumber: Nicholson, 1991:204
5. Faktor Produksi
Menurut Sadono Sukirno (2003:192) mengatakan bahwa faktor
produksi sering disebut dengan korbanan produksi untuk menghasilkan
produksi. Faktor- faktor produksi dikenal dengan istilah input dan jumlah
produksi disebut dengan output. Faktor produksi atau input merupakan hal
yang mutlak untuk menghasilkan produksi. Dalam proses produksi ini seorang
pengusaha dituntut untuk mampu mengkombinasikan beberapa faktor
produksi sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimal.
Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk mempermudah analisis maka
faktor produksi dianggap tetap kecuali tenaga kerja, sehingga pengaruh faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
produksi terhadap kuantitas produksi dapat diketahui secara jelas. Ini berarti
kuantitas produksi dipengaruhi oleh banyaknya tenaga kerja yang
dipergunakan. Faktor produksi yang dianggap konstan disebut faktor produksi
tetap, dan banyaknya faktor produksi ini tidak dipengaruhi oleh banyaknya
hasil produksi. Faktor produksi yang dapat berubah kuantitasnya selama
proses produksi atau banyaknya faktor produksi yang digunakantergantung
pada hasil produksi yang disebut faktor produksi variabel. Periode produksi
jangka pendek apabila di dalam proses produksi yang bersifat variabel dan
yang bersifat tetap. Proses produksi dikatakan jangka panjang apabila semua
faktor produksi bersifat variabel.
a. Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor yang penting dan perlu
diperhitungkan dalam proses produksi, baik dalam kuantitas dan kualitas.
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan harus disesuaikan dengan kebutuhan
sampai tingkat tertentu hingga dicapai hasil yang optimal. Menurut Undang-
Undang RI No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan /atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat. Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih
yang sudah atau sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lainnya
seperti sekolah dan mengurus rumah tangga (Simanjuntak Payaman J, 1985:
81). BPS (1997:52) menyatakan bahwa tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan bukan angkatan kerja. Yang masuk angkatan kerja adalah penduduk usia
kerja (10 tahun atau lebih) yang bekerja atau punya pekerjaan sementara tidak
bekerja dan yang mencari pekerjaan. Yang termasuk bukan angkatan kerja
adalah penduduk (10 tahun atau lebih) yang kegiatannya tidak bekerja
maupun mencari pekerjaan atau penduduk usia kerja dengan kegiatan sekolah,
mengurus rumah tangga maupun lainnya (pensiunan, cacat jasmani).
b. Bahan Baku
Menurut Sukanto Rekso Hadiprojo dan Indriyo Gito Sudarmo
(1998:199) mengatakan bahwa bahan baku merupakan salah satu faktor
produksi yang sangat penting. Kekurangan bahan dasar yang tersedia dapat
terhentinya proses produksi karena habisnya bahan baku untuk diproses.
Tersedianya bahan dasar yang cukup merupakan faktor penting guna
menjamin kelancaran proses produksi. Oleh karena itu perlu diadakan
perencanaan dan pengaturan terhadap bahan dasar ini baik mengenai kuantitas
maupun kualitasnya. Dalam hal ini, cara penyediaan bahan baku ada 2
alternatif, yaitu
1. Dibeli sekaligus jumlah seluruh kebutuhan tersebut kemudian disimpan di
gudang, setiap kali dibutuhkan oleh proses produksi dapat
2. Berusaha memenuhi kebutuhan bahan dasar tersebut dengan membeli
berkali-kali dalam jumlah yang kecil dalam setiap kali pembelian.
Menurut Agus Ahyari (1989:150) beberapa kelemahan apabila
perusahaan melakukan persediaan bahan baku yang terlalu kecil, antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Harga beli dari bahan baku tersebut menjadi lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan pembelian normal dari perusahaan yang
bersangkutan.
2. Apabila kehabisan bahan baku akan mengganggu kelancaran proses
produksi.
3. Frekuensi pembelian bahan baku semakin besar mengakibatkan ongkos
semakin besar.
Lebih lanjut Agus Ahyari mengatakan bahwa beberapa kerugian yang
akan ditanggung oleh perusahaan berkaitan dengan persediaan bahan baku
yang terlalu besar, antara lain:
1. Biaya penyimpanan atau pergudangan yang akan menjadi tanggungan
perusahaan yang bersangkutan akan menjadi semakin besar.
2. Penyelenggaraan persediaan bahan baku yang terlalu besar akan berarti
perusahaan tersebut mempersiapkan dana yang cukup besar.
3. Tingginya biaya persediaan bahan baku, mengakibatkan berkurangnya dana
untuk pembiayaan dan investasi pada bidang lain.
4. Penyimpanan yang terlalu lama dapat menimbulkan kerusakan bahan
tersebut.
5. Apabila bahan dasar tersebut terjadi penurunan harga, maka perusahaan
mengalami kerugian.
c. Lilin Batik
Di samping mori (kain) sebagai bahan baku, pembuatan wastra batik
juga menggunakan malam atau “lilin batik” sebagai bahan perintang. Bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perintang dalam proses pembatikan, malam “lilin batik” digunakan untuk
menutup hiasan sehingga membebaskannya dari bahan pewarna ketika
dilakukan proses pencelupan. Lilin batik merupakan campuran beberapa
macam bahan, antara lain paraffin, kote ‘lilin lebah”, gondorukem (getah
pohon pinus), damar “mata kucing”, lilin gladhagan “lilin bekas”, Kendal
(lemak dari tumbuhan) dan minyak kelapa atau lemak hewan. Semua bahan
ramuan tersebut dapat diperoleh di dalam negeri.
Ada tiga jenis lilin batik, yakni lilin klowong untuk nglowong dan
ngisen-iseni; lilin tembokan untuk nembok dan lilin biron untuk mbironi.
Masing-masing lilin batik digunakan sesuai dengan tahap pembatikan, yakni
nglowong dan ngisen-iseni, nembok dan mbironi. Sesuai cara penempelannya,
untuk batik tulis digunakan alat yang disebut canthing tulis, sedangkan untuk
batik cap digunakan canthing cap. Canting tulis diperkirakan diciptakan di
lingkungan kraton Mataram pada abad ke-17. Adapun canting cap logam,
kayu mulai dipergunakan kira-kira pada pertengahan abad ke-19.
d. Obat Pewarna
Proses pembuatan batik menggunakan obat pewarna, baik zat warna
nabati maupun zat warna buatan. Zat warna nabati berasal dari daun, kulit
kayu, pokok kayu, akar pohon atau umbi. Contoh pewarna nabati misalnya
daun nila untuk warna biru atau kebiru-hitam, akar pohon mengkudu untuk
warna merah, kayu tegeran atau kunyit untuk warna kuning, kulit kayu tingi
untuk merah-cokelat, dan kayu soga untuk warna cokelat. Semua obat
pewarna nabati dapat diperoleh di dalam negeri, sedangkan zat warna buatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sampai saat ini didatangkan dari luar negeri, antara lain Jerman (HOECHST),
Inggris (ICI), Swiss (CIBA) Perancis (FRANCOLOR), Amerika (DU PONT)
dan Italia (ACNA)
6. Efisiensi
Menurut kamus bahasa Indonesia efisiensi memiliki arti sebagai
ketepatan cara (usaha kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak
membuang waktu dan biaya) dan kemampuan menjalankan tugas dengan baik
dan tepat. Dalam istilah umum efisiensi sering diartikan sebagai: dengan biaya
sekecil-kecilnya diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang sebesar-
besarnya. Tingkat efisiensi diukur dengan indikator yang dihitung dari rasio
antara nilai tambah (value added) dengan nilai output. Ini berarti semakin
tinggi nilai ratio tersebut semakin tinggi tingkat efisiensinya, karena semakin
rendah biaya output yang diperlukan untuk menghasilkan suatu unit output.
Cooelli (2005:14) menjelaskan fungsi produks input tunggal yang
menggambarkan efisiensi dengan satu macam input dalam produksi
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.3 Fungsi Produksi Input Tunggal
.
Tungga;c,;c
Sumber : Coelli (2005:14).
Dapat diringkas, bahwa fungsi produksi yang dilukiskan dalam
Gambar 2.3 menunjukkan pada titik tertentu, apabila unit-unit tambahan
input variabel ditambahkan dalam input tetap, maka produk marginal akan
menurun.
Secara umum ada dua komponen pengukur efisiensi:
1. Efisiensi teknis / technical efficiency
Efisiensi ini mencoba mengukur tingkat penggunaan dari sarana ekonomi/
sejumlah input untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.
D
E
G
0
q
x
Marginal product at G = slope of the function at G (=0)
Average product at E= slope of the ray
throught the origin and E
The production function q = f (x)
Point of the optimal scale
Concovity is violated in this
region
The economically-feasible region of
production
Monotpnicity is violated in this
region
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Efisiensi alokatif / allocative efficiency
Efisiensi ini mencoba mengukur sampai sejauh mana kombinasi optimal
dari ragam input yang digunakan dalam proses produksi pada tingkat
harga relatif.
Ada dua macam efisiensi yang dapat diukur:
1. Efisiensi absolute merupakan efisiensi yang diperoleh DMU (Decision
Making Unit) apapun jika hanya dan hanya inputnya dan outputnya dapat
diperbaiki tanpa merusak atau membandingkan dengan input dan
outputnya.
2. Efisiensi relative merupakan efisiensi suatu DMU (Decision making Unit)
yang diharapkan dapat mencapai 100 % dengan dasar fakta-fakta
dibandingkan dengan DMU lainnya. Untuk mencapai efisiensi perlu
diketahui faktor yang menimbulkan inefisiensi dan langkah yang diambil
untuk mengatasinya. Ada 3 macam inefisiensi yang prakteknya saling
terkait namun secara konsepsional bisa dibedakan satu sama lainnya:
Ø Inefisiensi pada masyarakat itu sendiri
Ø Inefisiensi yang timbul karena alokasi yang salah dan sumber
daya yang tersedia
Ø Inefisiensi yang melekat pada masing-masing pelaku ekonomi
Mubyarto (1989) menjelaskan efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil
produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Apabila rasio ouput besar maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Efisiensi
adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi output (Shone dalam
Susantun, 2000). Farel (1957) mengklasifikasikan efisiensi menjadi tiga
bagian yaitu: efisiensi teknik, efisiensi alokatif (harga), dan efisiensi ekonomi.
Farel (1957) dalam Guntur Riyanto (2009:21) mengajukan bahwa efisiensi
sebuah firma terdiri dari dua komponen efisiensi teknis, yang mencerminkan
kemampuan sebuah firma untuk memperoleh output maksimal dari rangkaian
input tertentu, dan efisiensi alokatif, yang mencerminkan kemampuan sebuah
firma untuk menggunakan input dalam proporsi optimal, mengingat adanya
harga respektif dan teknologi produksi. Dua ukuran tersebut selanjutnya
digabungkan untuk memberikan sebuah ukuran total efisiensi ekonomi.
Harga faktor produksi relatif diperlukan untuk mengetahui efisiensi
harga. Garis harga faktor produksi F1 dan F2 ditunjukkan oleh garis AA’ yang
menyinggung kurva SS’ pada Q’ dan memotong garis OP pada titik R. Garis
AA’ adalah garis harga yang menunjukkan tempat kedudukan kombinasi
penggunaan input untuk memperoleh satu unit output dengan biaya yang
paling rendah yang ditunjukkan titik singgung Q’ pada kurva SS’. Efisiensi
harga bagi perusahaan yang bergerak pada titik OR/OQ. Efisiensi ekonomi
sebagai hasil dari efisiensi teknik dan harga OQ/OP. OR/OQ = OR/OP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.4 Efisiensi Teknik dan Alokatif.
Sumber : Coelli, 2005:52
Richmont (1974), Aigner et al. (1977), Battese and Corra (1977) dan
Collie (1995) dalam Zen et. al. (2002), fungsi produksi frontier mewakili
penggunaan teknologi secara luas oleh perusahaan dalam suatu industri.
Model fungsi ini dipergunakan untuk mengukur efisiensi teknis perusahaan,
yang dapat dinyatakan sebagai berikut:
Y= f (Xi, β) exp εi (2.8)
β adalah parameter yang akan ditaksir, Xi adalah input, dan εi = v i+ ui.
Kesalahan dianggap negatif dan naik karena pemotongan distribusi normal
dengan rata-rata nol dan varians positif . Hal itu menggambarkan efisiensi
teknis produksi sebuah perusahaan. Dengan kata lain error vi diasumsikan
memiliki distribusi normal dengan rata-rata nol dan varians yang positif,
S
P
A
R
Q
Q’
S’
A’ 0
xyq
xyq
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang menggambarkan kesalahan pengukuran yang berkaitan dengan faktor di
luar kendali yang berhubungan dengan produksi.
Nicholson (1995) mengatakan bahwa efisiensi harga tercapai apabila
perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input
(NPMXi) dengan harga inputnya ( ) atau sama dengan 1. Kondisi ini
menghendaki NP sama dengan harga faktor produksi X atau dapat ditulis
sebagai berikut:
(2.9)
Px = harga faktor produksi X
Soekartawi (1990) berpendapat bahwa dalam kenyataannya NPMx
tidak selalu sama dengan Px, yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
ü (NPMx / Px) > 1 artinya penggunaan input X belum efisien, untuk
mencapai efisiensi maka input X perlu ditambah.
ü (NPMx / Px) < 1 artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk menjadi
efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi.
Susantun (2000) menyatakan efisiensi ekonomi merupakan
merupakan produk dari efisiensi teknik dan efisiensi harga. Efisiensi
ekonomis dapat dicapai jika kedua efisiensi tersebut tercapai sehingga
dapat dituliskan sebagai berikut:
EE = ET.EH (2.10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. PENELITIAN TERDAHULU
Pengukuran efisiensi telah banyak dilakukan oleh peneliti untuk
mengukur kinerja suatu unit kegiatan ekonomi (UKE). Penggunaan Data
Envelopment Analysis (DEA) digunakan untuk mengukur efisiensi teknis
suatu UKE yang menggunakan banyak variabel input dan menghasilkan
banyak variabel output. DEA digunakan pada sampel UKE yang bersifat
homogeneosus seperti rumah sakit, pusat kesehatan, lembaga pendidikan,
instansi pemerintah, perusahaan asuransi, perbankan, dan UKE lainnya.
Metode DEA juga digunakan untuk mengukur efisiensi teknis pada sektor
industri manufaktur, sub sektor industri manufaktur dan kinerja wilayah.
1. Sudarti tahun 2005 mengenai Analisis Tingkat Efisiensi Usaha Home
Industri Kendang Jimbe Di Kelurahan Tanggung Kecamatan
Kepanjen Kidul Kota Blitar. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat produksi, rata-rata pendapatan, dan tingkat
efisiensi usaha kecil pembuatan Kendang Jimbe di Kelurahan
Tanggung Kecamatan Kepanjen Kidul Kota Blitar. Data yang
dipergunakan adalah data primer dan sekunder, teknik pengumpulan
data menggunakan observasi, quisioner, dan wawancara. Alat analisis
yang digunakan yaitu analisis deskriptif kuantitatif dan rumus
menghitung pendapatan menggunakan ¶ = TR – TC dan efisiensi
usaha (income) menggunakan Rasio R/C. Hasil penelitian
disimpulkan bahwa produksi pengusaha kecil selama satu bulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berkisar antara 85 – 320 unit kendang Jimbe (Sentul) dengan rata-rata
produksi sebanyak 180 unit per bulan. Produk kendang Jimbe (Sentul)
yang diproduksi terdiri dari beberapa jenis ukuran, antara lain ukuran
diameter 15 cm - 70 cm. Masing-masing produk tersebut tidak selalu
diproduksi oleh pengusaha kecil karena tidak selalu dipesan, kecuali
pada kendang Jimbe yang berdiameter 50 cm. Pendapatan yang
diperoleh pengusaha kecil pembuatan Kendang Jimbe selama satu
bulan berkisar antara Rp. 1.400.000 hingga Rp. 5.380.000 dengan rata-
rata pendapatan (income) sebesar Rp. 2.960.660. Nilai Return Cost
Ratio usaha kecil pembuatan Kendang Jimbe pada masing-masing
pengusaha kecil yang diteliti lebih besar dari 1 (efisiensi) yaitu dari
1,17 - 1,31 dengan rata-rata rasio R/C sebesar 1,27. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha kecil pembuatan Kendang Jimbe yang
dilakukan oleh para pengusaha kecil di Kelurahan Tanggung
Kecamatan Kepanjen Kidul Kota Blitar tergolong efisien.
2. Erniati Dyah Lusiana Dewi mengenai Analisis Efisiensi Produksi
Tekstil di Karanganyar dengan analisis Deskripsi data, prosedur
estimasi, interprestasi hasil estimasi secara ekonomi, efisiensi
ekonomis, skala produksi terhadap resiko (Return to Scale) dan
menggunakan metode Yt = AX1 tb1 X 2 tb2 X 4 t b4 U t Y t = nilai
output tiap bulan X1 = pengeluaran untuk seluruh tenaga kerja lainnya
tiap bulan X3 = nilai pemakaian bahan baku tiap bulan X4 = nilai
mesin tiap bulan, A = konstanta Ut = variabel pengganggu b1 b2 b3 b4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
= koefisien elastisitas masing – masing input. Hasil penelitian adalah
variabel tenaga kerja produksi, tenaga kerja lainnya, bahan baku dan
mesin mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil produksi
industri di kabupaten Karanganyar, bahwa produksi mencapai skala
hasil yang menurun atau decreasing of scale. Bahwa tingkat efisiensi
teknis pada industri kekabupaten Karanganyar adalah sebesar 1,0133%
efisiensi harga belum tercapai karena nilai berbeda dari satu.
3. Hastarani Dwi Atmanti (2002) mengukur efisiensi teknis sektor
industri manufaktur di Jawa Tengah sebelum krisis (1995-1996) dan
selama krisis (1997-2000), dalam penelitian ini yang menjadi UKE
adalah kelompok industri besar dan sedang yang dikelopokkan dalam
KLUI 2 digit. Pengukuran efisiensi teknis menggunakan metode DEA
dengan asumsi CRS dan input oriented. Variabel yang digunakan
terdiri dari variabel input (bahan baku, tenaga kerja, bahan bakar
listrik,barang lain diluar bahan baku, jasa industri untuk input, sewa
gedung, dan jasa non industri), dan variabel output (keuntungan,
penjualan barang, selisih nilai stok barang setengah jadi, penerimaan
lain dari jasa non industri, value added, dan jasa industri untuk output).
Perhitungan DEA dari tahun 1995-2000 dengan asumsi CRS
menunjukkan bahwa hampir semua kelompok industri efisien secara
teknis, hanya terdapat 2 kelompok industri tidak efisien secara teknis.
Kelompok industri yang tidak efisien adalah industri kayu, bambu,
rotan termasuk perabot rumah tangga (KLUI 33) pada tahun 1995
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
karena masalah kelangkaan bahan baku dan kelompok industri kimia,
minyak bumi, batu bara, karet dan plastic (KLUI 33) pada tahun 1999
terjadi karena deregulasi tentang tariff impor yang relative tinggi.
4. Penelitian Agus setiawan (2010) yang mengukur tingkat efisiensi
usaha kerajinan sangkar burung di Krajan, Mojosongo, Surakarta.
Variabel yang digunakan terdiri dari variabel input (bambu, kayu, lem,
tiang, dan tenaga kerja), dan variabel output (produksi sangkar
burung). Hasil penghitungan dengan menggunakan DEA dari 32
responden menunjukkan sebanyak 4 pengrajin sangkar burung sudah
efisien secara teknis, sedangkan 28 pengrajin sangkar burung lainnya
belum efisien. Secara revenue sebanyak 7 pengrajin sangkar burung
sudah efisien, sedangkan 25 pengrajin sangkar burung lainnya belum
efisien. 1 pengrajin sangkar burung sudah efisien secara alokatif
sedangkan 31 pengrajin sangkar burung yang lainnya belum efisien.
Sebanyak 5 pengrajin sangkar burung sudah efisien secara ekonomis
sedangkan 27 pengrajin sangkar burung yang lain belum efisien.
Sumber-sumber yang menyebabkan inefisiensi pada usaha kerajinan
sangkar burung yang inefisien berasal dari variabel input dan output.
D. KERANGKA PEMIKIRAN
Peningkatan produksi yang berhubungan dengan peningkatan
pendapatan dipengaruhi oleh efisiensi faktor produksi (efisiensi teknis),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
efisiensi pada harga produk (efisiensi alokatif) dan pemasarannya (efisiensi
ekonomis) serta efisiensi revenue. Dari faktor-faktor tersebut dapat disusun
sebuah kerangka pemikiran. Kerangka tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Produksi Batik
Faktor Produksi
· Tenaga Kerja · Kain · Malam
(Lilin batik) · Obat Pewarna
Efisiensi Ekonomis
Efisiensi Alokatif
Efisiensi Revenue
Efisiensi Teknis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. HIPOTESIS
Penelitian ini merupakan studi kasus pada usaha kecil menengah batik
desa Kauman Kota Pekalongan. Berdasarkan latar belakang, diskripsi teoritis
serta hasil penelitian terdahulu tersebut diatas, maka hipotesis dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Diduga penggunaan faktor-faktor produksi usaha kecil menengah batik
belum memenuhi efisiensi secara teknis, efisiensi revenue, efisiensi
ekonomi dan efisiensi alokatif.
2. Diduga sumber inefisiensi masing-masing pengusaha batik berasal dari
variabel bahan baku yang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Kauman Kota Pekalongan. Adapun ruang
lingkup dari penelitian ini adalah untuk mengukur sejauh mana efisiensi produksi dan
analisis pengaruh beberapa faktor tertentu terhadap efisiensi produksi UKM batik di
Desa Kauman Kota Pekalongan. Untuk dapat mengetahui analisis efisiensi ini dapat
dilihat dari perbandingan besarnya pemakaian berbagai faktor produksi dengan
jumlah produk yang dihasilkan selama kurun waktu satu bulan.
Studi yang dilakukan adalah dengan studi lapangan dengan menggunakan data
primer sebagai data utama yakni data yang diperoleh secara langsung dari responden
dengan instrumen kuesioner. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari beberapa
instansi terkait dan berbagai sumber kepustakaan lainnya adalah untuk mendukung
data primer tersebut. Adapun lokasi yang diambil adalah Desa Kauman Kota
Pekalongan.
B. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan studi empiris mengenai analisis efisensi usaha kecil
menengah (UKM) batik di Desa Kauman Kota Pekalongan. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diambil
melalui wawancara secara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar
pertanyaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Adapun data yang diperlukan mencakup :
Ø Banyaknya tenaga kerja untuk masing-masing perusahaan kecil batik selama
satu bulan, dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja).
Ø Bahan baku kain yang dibutuhkan untuk proses produksi selama satu bulan,
dalam satuan yard.
Ø Malam (Lilin batik) yang dibutuhkan untuk proses produksi selama satu bulan
dalam satuan kilogram (Kg).
Ø Obat pewarna yang dibutuhkan untuk proses produksi selama satu bulan,
dalam satuan gram (gr).
Ø Banyaknya produksi yang dihasilkan selama satu bulan dari masing-masing
perusahaan, dalam satuan buah.
Data sekunder merupakan data-data penunjang dalam penelitian ini yang
diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian ini, antara lain BPS
Kota Pekalongan, Dinas Pelayanan Koperasi & UKM Propinsi Jawa Tengah, Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi & UKM Kota Pekalongan, Pemda Kota
Pekalongan dan jurnal-jurnal ekonomi, surat kabar, dan makalah-makalah seminar.
C. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang
bersumber dari para pengusaha kecil menengah sebagai responden. Mengingat
permasalahan yang dihadapi oleh usaha kecil menengah relatif kompleks maka teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara terstruktur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar inforamasi dan
ide melalui Tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu.(Esterberg, 2002)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survey yang
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian. Teknik wawancara
dilakukan jika peneliti memerlukan komunikasi atau hubungan dengan responden
terutama untuk responden yang tidak dapat membaca-menulis atau jenis pertanyaan
yang memerlukan penjelasan dari pewawancara atau memerlukan penerjemahan (Nur
Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999:152).
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,
tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam. (Sugiyono, 2009:411). Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa
ditemukan dalam observasi. (Susan Stainback, 1988)
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan oleh penulis dengan cara
komunikasi secara langsung (tatap muka) terhadap responden. Agar komunikasi lebih
terarah dan diperoleh data sesuai yang diharapkan, maka penulis membuat daftar
pertanyaan/ kuesioner. Berdasarkan daftar pertanyaan/ kuesioner yang telah dibuat,
peneliti mengajukan pertanyaan secara lisan dan responden menjawab pertanyaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
langsung secara lisan. Hasil wawancara selanjutnya dicatat oleh penulisan sebagai
data penelitian.
D. Definisi Operasional Variabel
Untuk menentukan pengukuran variabel, maka definisi operasional adalah
sebagai berikut :
1. Produksi (Prod)
Produksi dalam penelitian ini adalah jumlah produksi batik cap yang
dihasilkan oleh pengusaha selama 1 bulan, dalam satuan buah.
2. Tenaga kerja (TK).
Jumlah orang yang bekerja pada usaha batik yang memperoleh gaji, dalam
satuan hari/orang/kerja (HOK)
3. Kain (kain)
Barang yang diolah menjadi bentuk lain dan satuan pengukuran yang
digunakan adalah yard.
4. Lilin batik/ malam (Mlm)
Banyaknya lilin batik yang digunakan untuk proses produksi batik selama satu
bulan, dalam satuan kg.
5. Obat pewarna (OP)
Banyaknya obat pewarna yang digunakan dalam proses produksi batik selama
satu bulan, dalam satuan kilogram (kg).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Efisiensi Teknis
Efisiensi Teknis adalah kombinasi antara kemampuan dan kapasitas unit
ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat output maksimum dari sejumlah
input dan teknologi, yang dihitung dengan cara melihat rasio input dan output.
7. Efisiensi revenue
Efisiensi Revenue adalah kombinasi antara kemampuan dan kapasitas unit
ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat output maksimum dari sejumlah
input dan teknologi dengan memasukkan variabel harga input dan output,
yang dihitung dengan cara melihat rasio input dan output.
8. Efisiensi Alokatif
Efisiensi Alokatif adalah kemampuan dan kesediaan unit ekonomi untuk
beroperasi pada nilai produk marginal sama dengan biaya marginal.
9. Efisiensi ekonomi
efisiensi ekonomi merupakan penjumlahan efisiensi alokatif dan efisiensi
teknis.
E. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan alat analisis yaitu Data Envelopment Analysis
(DEA). DEA digunakan untuk meneliti efisiensi teknis dan revenue pada usaha kecil
menengah (UKM) batik. Variabel-variabel yang mempengaruhi output meliputi
faktor-faktor produksi (tenaga kerja, bahan baku/kain, lilin batik/ malam, obat
pewarna) yang berpengaruh pada produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Cara menghitung efisiensi teknis dan revenue adalah dengan cara melihat
rasio perbandingan antara input dan output, sedangkan efisiensi alokatif dan
ekonomis dapat dicari dengan rumus :
1. Efisiensi Alokatif
2. Efisiensi Ekonomis
Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) memperkenalkan suatu alat analisis yaitu
Data Envelopment Analysis (DEA). Metode Data Envelopment Analysis (DEA)
dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas dalam sebuah unit
entitas (organisasi). Pada dasarnya prinsip kerja model DEA adalah membandingkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
data input dan output dari suatu organisasi data (decision making unit/DMU) dengan
data input dan output lainnya pada DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan
untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi.
Metode Data Envelopment Analysis (DEA) adalah metode non parametrik
yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio efisiensi relatif Unit
Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input tertimbang.
Secara konsep, DEA menjelaskan tentang langkah yang dirancang untuk mengukur
efisiensi relatif suatu unit ekonomi tertentu dengan beberapa unit ekonomi yang lain
dalam satu pengamatan, dimana mereka menggunakan jenis input dan output yang
sama.
DEA merupakan sebuah metode optimasi program matematika yang
mengukur efisiensi teknik suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE), dan membandingkan
secara relatif terhadap UKE yang lain (Charnes et, al. 1978; Banker et, al. 1984
dalam Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari 2009).
DEA adalah pendekatan non-parametrik yang berbasis program linear (Linear
Programming) dengan dibantu paket-paket software efisiensi secara teknik, seperti
Banxia Frontier Analysis (BFA) dan Warwick for Data Envelopment Analysis
(WDEA). Penelitian ini akan menggunakan software WDEA. Pada intinya kedua
software tersebut akan mengarah pada hasil yang sama (Ahmad Syakir Kurnia, 2004).
Pada dasarnya teknik analisis DEA didesain khusus untuk mengukur efisiensi
relatif suatu UKE dalam kondisi banyak input maupun output. Kondisi tersebut
biasanya sulit disiasati secara sempurna oleh teknik analisis pengukuran efisiensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lainnya (Nugroho, 1995 dalam Huri M.D dan Indah Susilowati, 2004). Efisiensi
relatif suatu UKE adalah efisiensi suatu UKE dibanding dengan UKE lain dalam
sampel yang menggunakan jenis input dan output yang sama. DEA memformulasikan
UKE sebagai program linear fraksional untuk mencari solusi, apabila model tersebut
ditransformasikan ke dalam program linear dengan nilai bobot dari input dan output
(Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, 2009).
Penerapan metode DEA diasumsikan dapat mengatasi keterbatasan yang
dimiliki oleh regresi berganda atau analisis rasio parsial. Analisis regresi dapat
menunjukkan elastisitas penggunaan input terhadap output yang dihasilkan dalam
suatu sektor ekonomi. Sektor ekonomi dapat dinilai efisien apabila nilai output yang
dihasilkan secara riil lebih tinggi dari nilai output yang dihasilkan dalam estimasi.
Sejalan dengan analisis rasio, analisis regresi juga memiliki kelemahan yaitu tidak
mampu menganalisis kondisi pada saat terdapat banyak input dan output. Disisi lain,
analisis non parametrik (salah satunya DEA) dapat mengeliminir kendala yang
dihadapi oleh analisis parametrik untuk menganalisis efisiensi tingkat input terhadap
nilai tambah (output)
1. Konsep Nilai Dalam DEA
DEA dikembangkan pertama kali oleh Farrel (1957) yang mengukur
efisiensi teknik satu input dan satu output menjadi multi input dan multi output,
menggunakan kerangka nilai efisiensi relatif sebagai rasio input (single virtual
input) dengan output (single virtual output) (Giuffrida dan Gravelle, 2001; Lewis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
et, al. 1999; Post dan Spronk, 1999 dalam Adrian Sutawijaya dan Etty Puji
Lestari, 2009). Alat analisis ini dipopulerkan oleh beberapa peneliti lainnya, di
antaranya (Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, 2009):
a. Charnes-Cooper-Rhodes (1978)
Para peneliti ini pertama kali menemukan model DEA CCR (Charnes-
Cooper-Rhodes) pada tahun 1978. Menurut Harjum Muharam dan Pusvitasari
(2007), model ini mengasumsikan adanya Constant Return to Scale (CRS). CRS
adalah perubahan proporsional yang sama pada tingkat input akan menghasilkan
perubahan proporsional yang sama pada tingkat output (misalnya: penambahan 1
persen input akan menghasilkan penambahan 1 persen output).
b. Bankers, Charnes dan Cooper (1984)
Beberapa peneliti ini mengembangkan lebih lanjut model DEA BCC
(Bankers, Charnes dan Cooper) pada tahun 1984. Harjum Muharam dan Beberapa
peneliti ini mengembangkan lebih lanjut model DEA BCC (Bankers, Charnes dan
Cooper) pada tahun 1984. Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007) menyebutkan
bahwa model ini mengasumsikan adanya Variable Return to Scale (VRS). VRS
adalah semua unit yang diukur akan menghasilkan perubahan pada berbagai
tingkat output dan adanya anggapan bahwa skala produksi dapat mempengaruhi
efisiensi. Hal ini yang membedakan dengan asumsi CRS yang menyatakan bahwa
skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi. Teknologi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi VRS sehingga membuka kemungkinan skala
produksi mempengaruhi efisiensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut Ahmad Syakir Kurnia (2004), DEA termasuk salah satu alat analisis
non-parametrik yang digunakan untuk mengukur efisiensi secara relatif baik antar
organisasi bisnis yang berorientasi laba (profit oriented) maupun antar organisasi atau
pelaku kegiatan ekonomi yang tidak berorientasi laba (non-profit oriented) yang
dalam proses produksi atau aktivitasnya melibatkan penggunaan input-input tertentu
untuk menghasilkan output-output tertentu. Alat analisis ini juga dapat mengukur
efisiensi basis dan alat pengambil kebijakan dalam peningkatan efisiensi. Adrian
Sutawijaya dan Etty Puji Lestari (2009) menambahkan bahwa DEA dapat digunakan
di berbagai bidang, antara lain: kesehatan (health care), pendidikan (education),
transportasi (transportation), pabrik (manufacturing), maupun perbankan.
DEA lebih memfokuskan tujuannya, yaitu mengevaluasi kinerja suatu Unit
Kegiatan Ekonomi (UKE). Analisis yang dilakukan berdasarkan evaluasi terhadap
efisiensi relatif dari UKE yang sebanding, selanjutnya UKE-UKE yang efisien
tersebut akan membentuk garis frontier. Apabila UKE berada dalam garis frontier,
UKE dapat dikatakan efisien relative dibandingkan dengan UKE lainnya dalam
sampel. DEA juga menunjukkan UKE-UKE yang menjadi referensi bagi UKE-UKE
yang tidak efisien (Ascarya Diana Y dan Etty Puji Lestari, 2009) .
Ada tiga manfaat yang diperoleh dari pengukuran efisiensi DEA, yaitu
(Insukindro,dkk 2000 dalam Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, 2009):
a. Sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk
mempermudah perbandingan antara unit ekonomi yang sama.
b. Mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk
mengindentifikasi faktor-faktor penyebabnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Menentukan implikasi kebijakan, sehingga dapat meningkatkan nilai
efisiensinya.
DEA memiliki beberapa nilai manajerial. Pertama, DEA menghasilkan
efisiensi untuk setiap UKE, relatif terhadap UKE yang lain di dalam sampel. Angka
efisiensi ini memungkinkan seseorang analisis untuk mengenali UKE yang paling
membutuhkan perhatian dan merencanakan tindakan perbaikan bagi UKE yang
tidak/kurang efisien.
Kedua, jika suatu UKE kurang efisien (efisiensi<100%) DEA menunjukkan
sejumlah UKE yang memiliki efisiensi sempurna (efficient reference set,
efisiensi=100%) dan seperangkat angka pengganda (multiplier) yang dapat digunakan
oleh manajer untuk menyusun strategi perbaikan. Informasi tersebut memungkinkan
seseorang analisis membuat UKE hipotesis yang menggunakan input yang lebih
sedikit dan menghasilkan output paling tidak sama atau lebih banyak dibandingkan
UKE yang tidak efisien, sehingga UKE hipotetis tersebut akan memiliki efisiensi
yang sempurna jika menggunakan bobot input dan bobot output dari UKE yang tidak
efisien. Pendekatan tersebut memberi arah strategis bagi manajer untuk meningkatkan
efisiensi suatu UKE yang tidak efisien melalui pengenalan terhadap input yang terlalu
banyak digunakan serta output yang produksinya terlalu rendah. Sehingga seorang
manajer tidak hanya mengetahui UKE yang tidak efisien, tetapi ia juga mengetahui
seberapa tingkat input dan output harus disesuaikan agar dapat memiliki efisiensi
yang tinggi.
Ketiga, DEA menyediakan matriks efisiensi silang. Efisiensi silang UKE A
terhadap UKE B merupakan rasio dari output tertimbang dibagi input tertimbang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang dihitung dengan menggunakan tingkat input dan output UKE A dan bobot input
dan output UKE B. Analisis silang dapat membantu seseorang manajer untuk
mengenali UKE yang efisien tetapi menggunakan kombinasi input dan menghasilkan
kombinasi output yang sangat berbeda dengan UKE yang lain. Keunggulan dan
kelemahan metode DEA adalah (Purwantoro, 2004):
a. Keunggulan DEA
Ø DEA tepat untuk model yang mempunyai banyak input dan output
Ø Fungsi persamaan/ pertidaksamaan dari DEA tidak memerlukan
asumsi yang berkaitan dengan input dan outputnya.
Ø Unit yang diukur akan dibandingkan secara langsung dengan unit-unit
yang dievaluasi
Ø Input dan output dapat mempunyai satuan yang berbeda
Ø Karena kelebihan yang dimiliki DEA inilah maka pendekatan ini
menjadi alat ukur yang cukup handal dalam mengukur tingkat efisiensi
suatu unit analisis.
Ø Dapat menangani banyak input dan ouput.
Ø Tidak perlu asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan
output.
Ø UKE (Unit Pengambil Keputusan) dibandingkan secara langsung
dengan sesamanya.
Ø Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.
Sebagai contoh X1 dapat dalam unit dan X2 dapat dalam dollar tanpa
apriori keduanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Keterbatasan DEA:
Ø Bersifat simpel spesifik.
Ø Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran dapat
berakibat fatal.
Ø DEA sangat bagus untuk estimasi efisiensi relatif UKE (unit kegiatan
ekonomi) tetapi sangat lambat untuk mengukur efisiensi absolut
dengan kata lain bisa membandingkan sesama UKE tetapi bukan
membandingkan maksimisasi secara teori.
Ø Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.
Ø Menggunakan perumusan linier programming terpisah untuk tiap UKE
(perhitungan secara manual sulit dilakukan apalagi untuk masalah
berskala besar).
Ø Bobot dan input yang dihasilkan oleh DEA tidak dapat ditafsirkan
dalam nilai ekonomi.
2. Bentuk Formulasi Data Envelopment Analysis (DEA)
Fungsi tujuan programasi dalam model DEA akan menjadi rasio efisiensi
(total output tertimbang/total input tertimbang). Rasio efisiensi tersebut akan
dibandingkan dengan rasio efisiensi sampel lain (yang berperan sebagai
benchmark/reference set) bernilai paling efisien (100%). Dari hasil perbandingan
tersebut didapat nilai multiplier pengganda Y (shadow price). Angka shadow
price tersebut digunakan sebagai dasar penyesuaian input dan output unit
ekonomi yang kurang efisien menuju efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Permasalahan yang terdapat pada kinerja untuk usaha kerajinan batik di
Desa Kauman Kota Pekalongan, pendekatan yang dapat digunakan adalah
kuantitatif yang meliputi efisiensi. Efisiensi dapat dinyatakan dalam rasio antara
total input tertimbang dengan total output tertimbang.
DEA untuk suatu UKE dapat diformulasikan sebagai program linier
fraksional yang solusinya dapat diperoleh jika model tersebut ditransformasikan
ke dalam program linier dengan bobot dari input dan output UKE tersebut sebagai
variabel keputusan (decision variables). Metode simpleks dapat digunakan untuk
menyelesaikan model yang sudah ditransformasikan ke dalam program linier.
DEA memerlukan penyelesaian program linier bagi setiap UKE. Hasilnya adalah
seperangkat bobot untuk suatu UKE dan angka efisiensi relatifnya (Anonim,
1999).
Efisiensi relatif UKE dalam DEA, juga didefinisikan sebagai rasio dari
total ouput tertimbang dibagi total input tertimbang (total weighted output/total
weighted input). Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weighted) atau
timbangan untuk setiap input dan output UKE. Setiap UKE diasumsikan bebas
menentukan bobot untuk setiap variabel-variabel input maupun output yang ada,
asalkan mampu memenuhi dua kondisi yang disyaratkan (Samsubar Saleh, 2000).
Adapun kedua kondisi yang disyaratkan yaitu, (Silkman, 1986; Nugroho,
1995 dalam Huri M. D. dan Indah Susilowati, 2004):
a.Bobot tidak boleh negatif;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b.Bobot harus bersifat universal. Hal ini berarti setiap UKE dalam sampel harus
dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya
(total weighted output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak lebih dari 1
(total weighted output/total weighted input ≤ 1) (Harjum Muharam dan
Pusvitasari, 2007).
DEA berasumsi bahwa setiap UKE akan memiliki bobot yang
memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted ouput/total
weighted input) (Harjum Muharam dan Pusvitasari, 2007). Asumsi maksimisasi
rasio efisiensi ini menjadikan penelitian DEA ini menggunakan orientasi output
dalam menghitung efisiensi teknik. Orientasi lainnya adalah minimisasi input,
namun kedua asumsi tersebut akan diperoleh hasil yang sama (Adrian Sutawijaya
dan Etty Puji Lestari, 2009). Setiap UKE menggunakan kombinasi input yang
berbeda. Sehingga setiap UKE akan memilih seperangkat bobot yang
mencerminkan keragaman tersebut (Harjun Muharram dan Pusvitasari, 2007).
Silkman (1986); Nugroho (1995); dalam Huri M. D. dan Indah Susilowati
(2004) menyebutkan bahwa setiap UKE cenderung memiliki pola penggunaan input
minimum pada input yang memiliki bobot tinggi atau pola produksi output secara
maksimum pada output yang memiliki bobot tinggi untuk pencapaian tingkat efisiensi
yang maksimum. Bobot yang dipilih tersebut tidak semata-mata menggambarkan
suatu nilai ekonomis, tetapi lebih merupakan suatu kuantitatif rencana untuk
memaksimumkan efisiensi bersangkutan.
Kondisi ini dapat digambarkan, apabila suatu UKE merupakan perusahaan
yang berorientasi pada keuntungan (profit maximizing firm) dan setiap input-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
outputnya memiliki biaya per unit serta harga jual per unit. Hal ini menjadikan
perusahaan tersebut akan menggunakan seminimal mungkin input yang biaya per
unitnya termahal atau berusaha memproduksi sebanyak mungkin output yang harga
jualnya tertinggi (Samsubar Saleh, 2000).
Suatu UKE dikatakan efisien secara relatif apabila nilai dualnya sama dengan
1 (nilai efisiensi 100 persen), sebaliknya apabila nilai dualnya kurang dari 1 maka
UKE bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif (Silkman, 1986; Nugroho,
1995 dalam Huri M. D. dan Indah Susilowati, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Wilayah
1. Letak Geografis Administratif
Kota Pekalongan merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa
Tengah yang terletak di wilayah pembangunan (WP) II serta berada di
jalur regional utara Pulau Jawa antara Jakarta-Semarang-Surabaya. Secara
geografis, kota Pekalongan terletak pada posisi 109o37’55” -109042’19”
Bujur Timur dan 6 50’42”-6 55’44” lintang selatan. Kota Pekalongan
memiliki luas wilayah 45,25 Km2 yang terbagi ke dalam 47 kelurahan
dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 sebesar 276.158 jiwa.
Wilayah Kota Pekalongan dibatasi oleh:
1. Sebelah utara : laut jawa
2. Sebelah barat : Kabupaten Pekalongan
3. Sebelah selatan : Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten
Batang
4. Sebelah timur : Kabupaten Batang
Sejalan dengan perkembangan wilayah Jawa Tengah, Kota
Pekalongan pun juga menunjukkan perkembangan yang cukup berarti,
yang dapat dilihat dari skala kegiatan. Ragam kegiatan tentunya masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam batas kerangka pengendalian perkembangan Kota Pekalongan,
walaupun terkadang ada juga yang keluar dari kerangka pengendalian.
Kota Pekalongan bukan hanya menjadi pusat pelayanan bagi
internal Kota Pekalongan sendiri, akan tetapi juga menjadi pusat
pelayanan dalam skala regional atau wilayah sekitarnya yang meliputi
Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang.
Secara administratif kota Pekalongan dibagi menjadi 4 kecamatan dengan
luas wilayah 4,525 Ha atau sekitar 0,14 % dari luas wilayah Jawa Tengah.
2. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Pekalongan pada tahun 2009 adalah
276.158 jiwa, terdiri dari 134.332 laki-laki (48,64%) dan 141.826
perempuan (51,36 %). Sedangkan banyaknya rumah tangga adalah
68.432. Jumlah penduduk Kota Pekalongan dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Di tahun 2008 tercatat jumlah penduduk
sebanyak 273.911 jiwa dan tahun 2009 sebesar 276.158 jiwa. Pada tabel
4.1 ditunjukkan jumlah penduduk Kota Pekalongan dari tahun 2005-2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.1 Banyaknya Penduduk Kota Pekalongan
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2009
Kecamatan jenis kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
Pekalongan Barat 42.649 45.256 87.905 Pekalongan Timur 30.854 33.42 64.274 Pekalongan Selatan 25.513 25.841 51.354 Pekalongan Utara 35.316 37.309 72.625
Jumlah Total 134.332 141.826 276.158 2008 133.215 140.696 273.911 2007 132.196 139.794 271.99 2006 132.557 135.913 268.47 2005 132.217 135.357 267.574
Sumber: BPS Kota Pekalongan
Kepadatan penduduk di Kota Pekalongan cenderung meningkat
seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Rasio ketergantungan
(dependency ratio) Kota Pekalongan cukup kecil, hal ini disebabkan
karena jumlah penduduk usia 15-64 tahun lebih besar dari penduduk usia
0-14 tahun dan 65 tahun ke atas. Pada tabel 4.2 dijelaskan jumlah
penduduk dewasa dan anak-anak Kota Pekalongan tahun 2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Dewasa dan Anak-anak
Kota Pekalongan Tahun 2009
Kecamatan Dewasa Anak-anak Jumlah Pekalongan Barat 59.837 28.068 87.905 Pekalongan Timur 43.759 20.515 64.274 Pekalongan Selatan 34.943 16.411 51.354 Pekalongan Utara 49.434 23.191 72.625
Jumlah 187.973 88.185 276.158 2008 186.445 87.466 273.911 2007 199.653 72.337 271.99 2006 187.76 80.71 268.47 2005 187.128 80.446 267.574
Sumber: BPS Kota Pekalongan tahun 2009
3. Keadaan Ekonomi
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan tahun 2009 yang
dutunjukkan oleh laju pertumbuhan produk domestic bruto atas dasar harga
konstan tahun 2000 lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu 4,78 %. Hal
ini terjadi karena pertumbuhan di sebagian besar sektor usaha lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan riil secara sektoral tahun 2009 terlihat bervariasi,
namun secara umum mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor perdagangan yaitu sebesar 12,35
%. Pertumbuhan riil terendah dicapai oleh sektor pertanian sebesar -
3,37%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sektor perdagangan memberikan sumbangan tertinggi terhadap
ekonomi Kota Pekalongan yaitu sebesar 23,11 %, sementara industri
pengolahan yang diharapkan sebagai penunjang perekonomian
memberikan peran 19,86 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.3
PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kota Pekalongan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2009 (Juta Rp)
Lapangan usaha 2007 2008 2009 1. Pertanian 252.329,44 257.096,79 257.482,52
- Tanaman bahan makanan 25.849,22 28.396,63 31.630,15 - Peternakan 31.883,53 37.864,46 44.752,85 - Perikanan 194.596,69 190.836,70 181.099,49
2. Pertambangan 0,00 0,00 0,00
3. Industri pengolahan 559.906,09 646.107,71 690.347,06 4. Listrik, gas dan air minum 51.096,23 54.348,26 55.903,83
- Listrik 48.524,41 51.630,62 53.104,23 - Gas 0,00 0,00 0,00 - air minum 2.571,82 2.717,64 2.799,59
5. Bangunan 432.613,39 473.671,27 527.243,49 6. Perdagangan 707.096,91 749.770,68 803.633,82
- perdagangan besar/eceran 616.488,18 645.813,75 685.929,18 - hotel/losmen/hotel 12.513,83 13.580,98 14.676,05 - restoran/rumah makan 78.094,90 90.375,96 103.028,59
7. pengangkutan & komunikasi 362.244,84 377.582,89 398.189,28 - angkutan kereta api 11.278,08 12.654,73 14.202,53 - angkutan jalan raya 281.336,16 288.692,75 299.871,38 - jasa penunjang angkutan 3.666,19 3.792,47 3.977,62 - pos dan telekomunikasi 65.964,41 72.442,94 80.137,74
8. keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 233.782,08 247.152,67 260.053,64
- perbankan 82.743,36 87.535,45 90.261,60 - lembaga keuangan non bank 38.953,48 42.762,49 45.204,69 - sewa bangunan 105.408,46 108.896,14 115.604,14 - jasa perusahaan 6.676,78 7.958,59 8.983,21
9. jasa-jasa 394.747,03 418.889,07 483.845,74 - pemerintahan dan hankam 319.792,84 345.742,90 398.871,80 - jasa sosial dan kemasyarakatan 24.315,05 24.257,32 27.172,08 - jasa hiburan dan rekreasi 1.120,02 1.231,14 1.929,94 - jasa perorangan dan RT 49.519,12 47.657,70 56.508,91
PDRB 2.933.816,00 3.224.619,35 3.476.699,37 Sumber: BPS, Pekalongan dalam angka 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan tabel 4.3 PDRB Kota Pekalongan dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 PDRB Kota Pekalongan sebesar
3.224.619,35 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar
3.476.699,37. Sedangkan indeks perkembangan PDRB berdasarkan
lapangan usaha juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.4 Indeks Perkembangan PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kota Pekalongan
Atas Dasar Harga Berlaku (Th.2000=100) tahun 2007-2009
Lapangan usaha 2007 2008 2009 Pertanian 117,42 119,64 119,82 Tanaman bahan makanan 116,21 127,66 142,20 Peternakan 211,29 250,93 296,58 Perikanan 109,59 107,48 101,99 Pertambangan 0,00 0,00 0,00 Industri pengolahan 200,54 231,43 247,28 Listrik, gas dan air minum 422,56 449,45 462,31 Listrik 427,58 454,95 467,93 Gas 0,00 0,00 0,00 Air minum 345,88 365,49 376,52 Bangunan 273,55 299,51 333,38 Perdagangan 199,68 211,73 226,94 Perdagangan besar/eceran 190,41 199,47 211,86 Hotel/losmen/hotel 234,16 254,12 274,61 Restoran/rumah makan 312,38 361,51 412,12 Pengangkutan & komunikasi 235,86 245,85 259,27 Angkutan kereta api 204,31 229,25 257,29 Angkutan jalan raya 243,34 249,71 259,38 Jasa penunjang angkutan 349,32 361,35 378,99 Pos dan telekomunikasi 210,07 230,71 255,21 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 263,67 278,74 293,30
Perbankan 271,84 287,58 296,54 Lembaga keuangan non bank 278,55 305,79 323,25 Sewa bangunan 251,88 260,21 276,24 Jasa perusahaan 278,92 332,46 375,27 Jasa-jasa 263,09 279,18 322,47 Pemerintahan dan hankam 274,74 297,03 342,68 Jasa sosial dan kemasyarakatan 187,30 186,85 209,30 Jasa hiburan dan rekreasi 142,25 156,37 164,22 Jasa perorangan dan RT 249,16 239,80 284,33
PDRB 212.222 228,58 246,45 Sumber: BPS, Kota Pekalongan dalam angka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Inflasi
Adalah kenaikan harga barang-barang secara keseluruhan. Inflasi
menjadi indikator dalam melihat keadaan perekonomian suatu daerah
dalam jangka waktu tertentu. Inflasi juga mempunyai pengaruh terhadap
pembangunan perekonomian di suatu daerah.
Pada tahun 2009 perkembangan inflasi Kota Pekalongan mengalami
fluktuasi. Pada awal tahun 2009 angka inflasi sebesar 0,06 dan pada akhir
tahun sebesar 0,45. Untuk melihat perkembangan jalannya inflasi pada
tahun 2009 ditunjukkan oleh tabel 4.5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.5
Persentase Perubahan Indeks Harga Konsumen (inflasi)
di Kota Pekalongan tahun 2009
Sumber: BPS, Kota Pekalongan dalam angka 2009
4. Kondisi Usaha Batik di Pekalongan
Pekalongan dikenal dengan sebutan kota batik. Masyarakatnya
sebagian besar berkecimpung di bidang usaha pembatikan. Kota
Pekalongan sebagai sentra industri tekstil khususnya batik dan perikanan
dengan jumlah penduduk tahun 2009 sebanyak 276.158 jiwa dan 66 %
merupakan usia kerja yang mayoritas menekuni kerajinan batik.
Batik sebagai nafas ekonomi kota Pekalongan telah tumbuh sejak
puluhan hingga ratusan tahun lalu terus selalu mengalami evolusi,
meskipun kegiatan yang ada cenderung monoton. Yakni hanya terpaku
Bulan
Kelompok Pengeluaran
Umum Bahan
Makanan Makanan
Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi
Januari 0,06 1,77 0,71 1,05 4,49 4,64 0,17 4,77
Februari 0,17 0,83 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Maret 0,24 2,92 0,13 0,3 0 0,79 0,0 0,0
April 0,19 2,53 0,24 1,41 0,42 0,0 0,0 0,09
Mei 0,24 0,56 1,41 0,03 0,42 0,71 0,0 0,0
Juni 0,21 0,2 0,68 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Juli 0,31 0,46 0,0 0,0 1,35 0,0 2,32 0,0
Agustus 0,38 1,41 0,35 0,03 0,44 0,0 0,0 0,27
September 1,11 2,66 0,11 0,08 1,31 0,0 2,12 2,31
Oktober 0,23 0,51 0,36 0,83 0,09 0,3 0,02 1,06
November 0,26 0,5 0,33 0,15 0,16 0,19 0,19 0,75
Desember 0,45 0,29 1,95 0,22 0,1 0,26 0,07 0,06
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pada proses produksi dan menjualnya ke pasar. Kegiatan semacam itu
telah berjalan rutin dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Kegiatan batik yang berlangsung sejak 200 tahun silam dengan
produk telah diperdagangkan tersebar hampir di semua provinsi dan
manca negara masih terus tumbuh. Adapun batik ekspor Indonesia
hingga kini masih cukup bertahan meski banyak hambatan terkait dengan
masuknya produk-produk tekstil motif batik dari Cina dan Malaysia
dalam era ekonomi global.
Sekretaris Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN),
Departemen Perdagangan Dede Hidayat ketika berada di Kota
Pekalongan dalam pembinaan industri kecil dan menengah dalam
memperkuat jaringan cluster industri mengakui, jika perkembangan batik
di Indonesia meningkat sehingga tahun 2006 sudah mencapai 48,287 unit
dengan menyerap tenaga kerja 792.285 orang dan nilai produksinya
menembus angka Rp 2,9 triliun. Unit batik itu tersebar di 17 provinsi di
Indonesia. Antara lain jawa tengah yang pusatnya di Pekalongan.
(Riyanto DC: 2008). Jumlah UKM batik di Pekalongan berjumlah 621
unit. (Disperindagkop Kota Pekalongan 2010). Semuanya tersebar di
seluruh Pekalongan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Gambaran umum daerah dan objek penelitian
Desa kauman terletak di wilayah kecamatan Pekalongan Timur
Kota Pekalongan. Keberadaan desa Kauman ini tergolong sangat
strategis. Hal ini dikarenakan letaknya di pusat kota tepatnya ± 10 meter
dari Masjid Agung Kauman. Sehingga akses untuk menjangkaunya
amatlah mudah.
Desa kauman merupakan salah satu desa wisata dan belanja batik
di Kota Pekalongan selain kelurahan Pesindon. Alasan Desa Kauman
menjadi salah satu wisata dan belanja ini dikarenakan banyaknya
pengusaha batik yang tersebar di daerah ini. Mulai dari yang berskala
kecil hingga besar. Berdasarkan data kelurahan Kauman pada tahun 2008
UKM batik sejumlah 29 buah. Kemudian berdasarkan kelompok sadar
wisata kelurahan Kauman pada tahun 2011 jumlah UKM batik sejumlah
45 buah. (Telecenter PKBK: 2011)
Selain banyaknya UKM batik yang ada di Desa Kauman, alasan
lain yang menjadi pertimbangan desa kauman menjadi desa wisata dan
belanja batik adalah adalah adanya kelompok/paguyuban para pengusaha
batik kauman yang dikenal dengan nama Pokdarwis Kampoeng Batik
Kauman (PKBK) dimana kelompok ini mempunyai pusat komunikasi
(telecenter) para pengusaha batik. Melalui telecenter yang ada di PKBK
ini informasi tentang batik kauman dapat diperoleh dan segala aspirasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
para pengusaha dapat disalurkan. Setiap tahun bertepatan dengan ulang
tahun Kota Pekalongan di desa kauman diadakan kegiatan yang
bernuansakan batik. Untuk tahun 2011 ada sejumlah kunjungan berbagai
walikota dari berbagai kota dimana hal ini merupakan salah satu program
pemerintah kota untuk dapat memasyarakatkan batik pekalongan agar
dapat dikenal khalayak ramai.
Wilayah Kauman terbagi dalam 17 RT dan 3 RW. Adapun luas
wilayah ini adalah 118.025 Ha dengan jumlah jumlah penduduk 1949
orang (932 laki-laki dan 1017 perempuan) dan jumlah kepala keluarga
(KK) sebanyak 597 KK. Adapun batas wilayah desa kauman:
1. sebelah utara : kelurahan sampangan
2. sebelah selatan : kelurahan keputran
3. sebelah barat : kelurahan kergon
4. sebelah timur : kelurahan keputran
B. Analisis Dekriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran
terhadap data-data penelitian yang nantinya akan digunakan sebagai bahan
analisis data statistik. Penelitian ini mencakup data mengenai jumlah tenaga
kerja, malam, kain, obat pewarna dan produk yang dihasilkan pada suatu
usaha kecil dan menengah (UKM) batik selama satu bulan. Data-data ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diperoleh langsung dari wawancara langsung kepada para pengusaha batik
yang ada di Desa Kauman, Kota Pekalongan.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2011 berdasarkan
pengalaman langsung para pengusaha batik dalam memproduksi produk batik.
Adapun analisis deskriptif dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Tenaga kerja
Tenaga kerja mempunyai peran penting dalam sebuah proses
produksi batik. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi
mempunyai fungsi masing-masing. Hal ini dikarenakan pada proses
produksi membutuhkan tahapan-tahapan yang cukup panjang sehingga
membutuhkan peranan yang berbeda-beda pula. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh setiap
pengusaha dalam kegiatan produksi berbeda-beda. Banyaknya tenaga
kerja yang digunakan rata-rata berkisar antara 4 sampai dengan 20 orang.
Secara terperinci data sebaran dan persentase penyerapan tenaga kerja
pada pengusaha batik dapat dilihat pada tabel 4.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.6 Banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi
selama satu bulan (orang)
Sumber: data primer 2011, diolah
2. Jumlah malam (lilin batik)
Para pengusaha dalam menggunakan malam selama satu bulan
bervariasi berkisar antara 20 kg sampai dengan 600 kg. banyaknya
penggunaan malam yang dipakai dalam produksi batik sangat bervariasi.
Hal ini tergantung pada motif dan jenis produk batik yang dihasilkan.
Tabel 4.7 Banyaknya malam yang digunakan dalam proses produksi
selama satu bulan (Kg)
Sumber: data primer 2011, diolah
No Jumlah Tenaga
Kerja Jumlah
Responden 1 1-10 17 2 11-20 11 3 21- 30 5 4 31- 40 0 5 41- 50 2
Total 35
No Jumlah Malam
Jumlah Responden
1 1- 100 13 2 101-200 14 3 201-300 4 4 301-400 1 5 401-500 2 6 501- 600 1
Total 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Jumlah Kain
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah penggunaan
kain untuk kegiatan produksi, setiap pengusaha berlainan. Banyaknya
penggunaan kain berkisar antara 12 s/d 6000 yard.. Untuk lebih
jelasnya mengenai jumlah pemakaian kain dalam produksi batik
dijelaskan dalam tabel 4.8:
Tabel 4.8 Banyaknya penggunaan kain untuk proses produksi
selama satu bulan (yard)
No Jumlah
Kain Jumlah
responden 1 0-1000 29 2 1001-2000 4 3 2001-3000 1 4 3001-4000 0 5 4001-5000 0 6 5001-6000 1
Total 35 Sumber: data primer 2011, diolah
4. Jumlah produk
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah produk yang
dihasilkan setiap pengusaha bervariasi. Produksi batik yang dihasilkan
berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Ada yang berupa hem, blus,
dll. Sehingga menyebabkan adanya perbedaan barang produksi yang
dihasilkan. Banyaknya jumlah produksi yang dihasilkan berkisar
antara 240 s/d 3000 potong. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah
pemakaian kain dalam produksi batik dijelaskan dalam tabel 4.9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.9 Banyaknya jumlah produksi yang dihasilkan
selama satu bulan (potong)
Sumber: data primer 2011, diolah
C. Analisis Data Dengan Metode DEA
Penenlitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui
wawancara satu per satu dengan para pemilik usaha pengusaha batik di desa
Kauman Kota Pekalongan. Adapun alasan pemilihan teknik wawancara ini
dimaksudkan agar diperoleh data yang valid karena diperoleh langsung dari
para pengusaha batik. Data yang diambil langsung dari responden sebagai
bahan penelitian sangat banyak. Adapun data-data tersebut yang digunakan
dalam pengukuran adalah:
1. Efisiensi Teknis
a. Variabel input :
1) Tenaga kerja (TK)
2) Malam (lilin batik) (Mlm)
3) Kain
4) Obat pewarna (OP)
No Jumlah
Produksi Jumlah
Responden 1 0-500 20 2 501-1000 11 3 1001-1500 2 4 1501-2000 1 5 2001-2500 0 6 2500-3000 1
Total 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Variabel output: Produk batik (PROD)
2. Efisiensi Revenue
a. Variabel input
1) Tenaga Kerja (TK)
2) Upah Tenaga Kerja
3) Malam (Mlm)
4) Harga Malam (H.Mlm)
5) Kain
6) Harga Kain (H.Kain)
7) Obat Pewarna (OP)
8) Harga Obat Pewarna (H.OP)
b. Variabel output
1) Produk batik (Prod)
2) Harga Jual Produk Batik (HJ. PROD)
Dari hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode DEA
(Data Envelopment Analysis), diperoleh hasil sebagai berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.10 efisiensi teknis dan revenue
No Responden Efisiensi Teknis
Efisiensi Revenue
1 1 100 100
2 2 100 100
3 3 89,32 100
4 4 100 100
5 5 100 100
6 6 100 100
7 7 68,67 93,22
8 8 90,16 90,20
9 9 67,50 77,17
10 10 64,60 100
11 11 69,85 85,78
12 12 100 100
13 13 100 100
14 14 100 100
15 15 96,15 96,96
16 16 82,78 89,09
17 17 100 100
18 18 100 100
19 19 100 100
20 20 66,05 69,02
21 21 100 100
22 22 99,56 99,69
23 23 96,63 96,67
24 24 96,94 100
25 25 96,35 100 Bersambung ke halaman berikutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
No Responden Efisiensi Teknis
Efisiensi Revenue
21 21 100 100
22 22 99,56 99,69
23 23 96,63 96,67
24 24 96,94 100
25 25 96,35 100
26 26 71,37 72,56
27 27 95,08 96,13
28 28 59,74 64,23
29 29 61,29 75,06
30 30 60,43 87,74
31 31 56,64 78,22
32 32 61,06 80,19 33 33 41,95 59,58
34 34 53,90 100
35 35 61,88 69,87 Sumber: data primer 2011, diolah
Berdasarkan data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat 12
pengusaha batik/ pelaku UKM yang sudah dinyatakan efisien secara teknis.
Hal ini dapat dilihat dari skor efisiensi sebesar 100 %. Artinya penggunaan
input oleh pengusaha batik untuk menghaslkan output sudah optimal. Selain
itu dalam proses produksi tidak terdapat pemborosan pemakaian input
sehingga output yang dihasilkan dapat optimal. Adapun ke-12 pengusaha
yang telah mencapai efisien tersebut adalah 1, 2, 4, 5, 6, 12, 13,14, 17, 18, 19,
21. Sedangkan pengusaha yang belum dinyatakan efisien sebanyak 23
responden. Hal ini dapat dilihat dari skor efisiensi kurang dari 100 %. Artinya
penggunaan input oleh pengusaha batik dalam menghasilkan output belum
optimal. Selain itu dalam proses produksi tidak terdapat pemborosan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pemakaian input sehingga output yang dihasilkan belum optimal. Adapun ke-
23 pengusaha yang belum mencapai efisien tersebut adalah 3, 7, 8, 9, 10, 11,
15, 16, 20, 22, 23, 24, 25 ,26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35. Bila
dipersentase pengusaha yang telah mencapai efisien sebanyak 35 % dan yang
belum mencapai efisien sebanyak 65 %. Berarti jumlah pengusaha yang
belum mencapai efisien lebih banyak bila dibandingkan jumlah pengusaha
yang telah mencapai efisien.
Berdasarkan data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat 17
pengusaha batik/ pelaku UKM yang sudah dinyatakan efisien secara revenue.
Hal ini dapat dilihat dari skor efisiensi sebesar 100 %. Artinya penggunaan
input dan balas jasa (harga) input yang dikeluarkan oleh pengusaha batik
untuk menghasilkan output sudah optimal. Selain itu dalam proses produksi
tidak terdapat pemborosan pemakaian input dan balas jasa (harga) yang
dikeluarkan sehingga dapat menghasilkan output yang optimal. Adapun ke-17
pengusaha yang telah mencapai efisien tersebut adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12,
13, 14, 17, 18,19, 21, 24, 25, 34. Sedangkan pengusaha yang belum
dinyatakan efisien sebanyak 18 responden. Hal ini dapat dilihat dari skor
efisiensi kurang dari 100 %.artinya penggunaan input balas jasa (harga) input
yang dikeluarkan oleh pengusaha batik dalam menghasilkan output berupa
produk batik belum optimal. Selain itu dalam proses produksi terdapat
pemborosan pemakaian input dan kelebihan balas jasa (harga) yang
dikeluarkan sehingga output yang dihasilkan belum optimal. Adapun ke-18
pengusaha yang belum mencapai efisien tersebut adalah 7, 8, 9, 11, 15, 16, 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
, 22, 23, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 35. Bila dipersentase pengusaha yang
telah mencapai efisien sebanyak 48 % dan yang belum mencapai efisien
sebanyak 64 %. Berarti jumlah pengusaha yang belum mencapai efisien lebih
banyak bila dibandingkan jumlah pengusaha yang telah mencapai efisien. Bila
dipersentase pengusaha yang telah mencapai efisien sebanyak 48 % dan yang
belum mencapai efisien sebanyak 52 %. Berarti jumlah pengusaha yang
belum mencapai efisien lebih banyak bila dibandingkan jumlah pengusaha
yang telah mencapai efisien.
D. Sumber Inefisiensi dan Pemecahannya
Secara umum usaha kecil dan menengah (UKM) batik di Desa
Kauman Kota Pekalongan belum sepenuhnya efisien baik secara teknis
maupun revenue. Bila dilihat dari efisiensi teknis pengusaha yang telah
mencapai efisien sebanyak 12 responden (35 %) dan yang belum mencapai
efisien sebanyak 23 responden (65 %). Bila dilihat dari efisiensi revenue
pengusaha yang telah mencapai efisien sebanyak 17 responden (48%) dan
pengusaha yang belum mencapai efisien sebanyak 18 responden (52 %). Bila
dilihat dari efisensi alokatif tidak ada yang mencapai efisiensi dan menurut
efisiensi ekonomis sebanyak 12 responden (35%) telah mencapai efisiensi dan
23 lainnya (65%) belum efisien.
Sumber-sumber inefisiensi pada usaha kecil dan menengah (UKM)
batik Desa Kauman Kota Pekalongan dapat dilihat pada nilai efisiensi variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
input dan output. Nilai efisiensi variabel pada usaha kecil dan menengah
(UKM) batik Desa Kauman Kota Pekalongan dapat dicari dengan metode
DEA.
Berdasarkan perhitungan DEA, nilai achieved per variabel pada 35
responden belum semuanya mencapai nilai 100%. Tidak tercapainya nilai
tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan variabel input maupun output
belum efisien. Tidak efisiennya variabel tersebut mengakibatkan produktivitas
usaha kecil dan menengah (UKM) batik juga tidak efisien. Pada variabel
yang mempunyai nilai achieved sama dengan 100% berarti variabel tersebut
telah digunakan dengan efisien.
Berdasarkan dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode DEA
dapat terlihat sumber inefisiensi dimana antara UKM yang satu dengan yang
lainnya berbeda. Langkah berikutnya setelah diketahui sumber inefisiensi
pada suatu UKM adalah bagaimana menjadikan pengusaha batik yang belum
efisien menjadi efisien. Dengan metode DEA ini juga dapat dicari bagaimana
menjadikan UKM yang belum efisien dapat menjadi efisien. Cara yang dapat
digunakan adalah dengan menyesuaikan nilai aktual dengan nilai target.
Misalnya pada pengusaha 22, variabel yang menyebabkan inefisiensi adalah
malam (Mlm) dan kain dimana nilai aktual penggunaan malam pengusaha 22
untuk produksi batik adalah 53 sementara nilai targetnya adalah 52,8 sehingga
tingkat efisiensi dalam penggunaan variabel malam hanya sebesar 99,6 % dan
untuk menjadikan variabel ini efisien maka penggunaan variabel malam harus
dikurangi sebesar 0,4 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sedangkan nilai aktual penggunaan kain adalah 521 dimana nilai
targetnya adalah 505 sehingga tingkat efisiensi penggunaan variabel kain oleh
pengusaha 22 hanya sebesar 96,9 %, untuk menjadikan variabel ini efisien
maka penggunaan variabel kain harus dikurangi sebesar 3,1 %. Begitu pula
untuk variabel-variabel yang belum efisien dapat dicari dengan cara yang
sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan DEA dari 35
responden dilihat dari efisiensi teknis menunjukkan sebanyak 12 pengusaha
telah mencapai efisien dan sebanyak 23 pengusaha belum mencapai efisien.
Sedangkan dari efisiensi revenue menunjukkan bahwa sebanyak 17 pengusaha
telah mencapai efisien dan sebanyak 18 pengusaha belum mencapai efisien.
Bila ditinjau secara umum baik dari efisiensi teknis maupun revenue masih
banyak pengusaha yang belum sepenuhnya efisien. Walaupun demikian ada
beberapa pengusaha yang hampir mencapai efisien. Sehingga perlu
ditingkatkan agar mencapai efisien.
2. Sumber-sumber yang menyebabkan inefisiensi pada usaha kecil dan
menengah (UKM) batik berasal dari variabel input atau bahan baku yang
digunakan. Sehingga terjadi pemborosan dan inefisiensi dalam proses
produksi. Hal ini dikerenakan dalam proses produksi batik para pengusaha
hanya berdasarkan pengalaman dan ilmu turun temurun dari lintas generasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Saran
1. Bagi pengusaha batik yang sudah efisien disarankan agar tetap
mempertahankan tingkat efisiensinya dengan cara memanfaatkan input yang
sudah dimiliki. Sedangkan bagi pengusaha batik yang belum efisien
disarankan agar menggunakan input secara efisien, dengan cara menambah
dan mengurangi faktor produksi yang dianggap belum efisien.
2. Berdasarkan analisis dengan menggunakan DEA bagi UKM yang belum
efisien adalah dengan pengurangan input yang digunakan dalam proses
produksi. Hal ini dapat dilakukan dengan menyesuaikan nilai aktual dari
variabel input dan output usaha produksi batik yang belum efisien sesuai
dengan nilai target yang direkomendasikan DEA.
3. Bagi pengusaha batik yang belum efisien dapat mengacu dan belajar pada
pengusaha batik yang sudah mencapai efisien. Untuk pengusaha yang telah
mencapai efisiensi bersedia membagi ilmuya kepada pengusaha yang belum
efisien sehingga diantara kedua belah pihak terjadi komunikasi dan transfer
ilmu.
Top Related