7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
1/132
i
TUGAS AKHIR MS141501
ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB
INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI
KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
SEKAR PURTIANTARINRP. 4411 100 004
Firmanto Hadi, S.T., M.Sc.Irwan Tri Yunianto, S.T., M.T.
JURUSAN TRANSPORTASI LAUTFakultas Teknologi KelautanInstitut Teknologi Sepuluh NopemberSurabaya2015
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
2/132
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
3/132
i
TUGAS AKHIR MS141501
ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB
INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK:
STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
SEKAR PURTIANTARINRP. 4411 100 004
Firmanto Hadi, S.T., M.Sc.Irwan Tri Yunianto, S.T., M.T.
JURUSAN TRANSPORTASI LAUTFakultas Teknologi KelautanInstitut Teknologi Sepuluh NopemberSurabaya2015
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
4/132
ii
FINAL PROJECT MS141501
ANALYSIS OF IMPACT BITUNG INTERNATIONAL HUB
PORT TO LOGISTIC COST: CASE STUDY EAST
INDONESIA
SEKAR PURTIANTARINRP. 4411 100 004
Firmanto Hadi, S.T., M.Sc.Irwan Tri Yunianto, S.T., M.T.
DEPARTMENT OF MARINE TRANSPORTATIONFaculty of Marine TechnologyInstitut Teknologi Sepuluh NopemberSurabaya2015
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
5/132
iii
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
6/132
iv
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
7/132
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya Tugas Akhir (MS 141501) ini dapat terselesaikan. Tugas ini dapat diselesaikan
dengan baik berkat dukungan serta bantuan baik langsung maupun tidak langsung dari semua
pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Firmanto Hadi, S.T., M.Sc sebagai Dosen Pembimbing sekaligus Dosen Wali
penulis yang dengan sabar memberikan bimbingan, ilmu dan motivasi.
2.
Bapak Irwan Tri Yunianto, S.T., M.T. sebagai Dosen Pembimbing II yang dengan sabar
membagi ilmu dan motivasi.
3. Bapak Ir. Tri Achmadi Ph.D., Bapak I.G.N. Sumanta Buana S.T., M.Eng., Bapak Dr.
Ing Setyo Nugroho dan Bapak Ir. Murdjito, M.Sc.Eng. Sebagai dosen pengajar Jurusan
Transportasi Laut atas semua ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama proses
perkuliahan.
4.
Dosen muda Jurusan Transportasi Laut, Mas Hasan, Mbak Niluh, Pak Takim, Mas
Jauhari, Pak Erik, Pak Eka dan Pak Boyke atas bantuan dan arahan selama proses
perkuliahan.
5.
Seluruh dosen Jurusan Teknik perkapalan atas ilmu yang diberikan selama masa
perkuliahan.
6. Seluruh karyawan Divisi Operasi dan Teknik PT. Pelabuhan Indonesia III (Pak Rumaji,
Mbak Kiki, Mbak Septi dan segenap karyawan yang tidak dapat disebutkan satu
persatu) atas bantuan observasi data
7. Seluruh karyawan PT. Bhanda Ghara Reksa khususnya Pak Nanang yang telah
membantu dalam observasi data serta memberikan ilmu dan motivasinya
8.
Kedua orang tua penulis, Ibu, Bapak, dan Adik-Adik yang selalu memberikan
dukungan, doa dan kebutuhan baik moril dan materiil bagi penulis.
9.
Kekasih tercinta Ricky Fadhilla Shaleh, yang telah memberikan dukungan serta doa
selama pengerjaan Tugas Akhir
10.Partner Tugas Akhir satu bimbingan Pak Firmanto Hadi, Ahmad Subari, Devita Hilda
dan M. Yasir, terimakasih atas kerjasama dan kesediaannya menjadi kawan suka duka
selama pengerjaan Tugas Akhir
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
8/132
vi
11.Teman-teman Transportasi Laut CEKETRANS (Marissa, Yeni, Devita, Anantya,
Gandhes, Alfi dan Aryanda) yang selalu memberikan dukungan baik saat masa
perkuliahan maupun pengerjaan Tugas Akhir ini.
12.
Teman-teman Teknik Perkapalan 2011 (Nidia, Sholihah, Nia dkk) yang selalu
memberikan nasihat dan dukungan kepada penulis
13.
Teman-teman Transportasi Laut dan Teknik Perkapalan CENTERLINE 2011 yang
selalu memberikan dukungannya selama pengerjaan tugas akhir ini.
14.
Sahabat SMA (Muhibatus, Rindang, Marissa/Nemo, Dian dan Okik) atas motivasi, doa
dan semangatnya selama ini
15.Dan semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan Tugas Akhir ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Serta tidak lupa penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila terdapat kesalan dalam laporan ini.
Surabaya, Juli 2015
Sekar Purtiantari
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
9/132
vii
ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB
INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK:
STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
Nama Mahasiswa : Sekar PurtiantariNRP : 4411 100 004Jurusan / Fakultas : Transportasi Laut / Teknologi KelautanDosen Pembimbing : 1. Firmanto Hadi, S.T., M.Sc.
2. Irwan Tri Yunianto, S.T., M.T.
ABSTRAK
Berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
2011-2025 (MP3EI), Pemerintah Indonesia melakukan penguatan Konektivitas Nasional guna
mendukung sistem logistik nasional. Pelabuhan Bitung ditetapkan menjadi Pelabuhan Hub
Internasional untuk wilayah Indonesia Timur, sehingga muatan internasional yang akan masuk
maupun keluar dari Indonesia harus melalui Pelabuhan Hub Internasional Bitung terlebih
dahulu. Pada kondisi saat ini, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya merupakan pintu keluar
masuknya muatan internasional untuk wilayah Indonesia Timur. Sehingga, penetapan
Pelabuhan Hub Internasional Bitung, akan mengakibatkan dampak biaya logistik. Analisis yang
dilakukan adalah perhitungan biaya logistik pada kondisi saat ini dan kondisi setelah penetapanPelabuhan Hub Internasional Bitung. Biaya yang dianalisis adalah biaya pelayaran kapal
internasional maupun domestik, biaya bongkar muat dan penanganan muatan di pelabuhan asal
dan tujuan, serta biaya transhipment. Dari hasil analisis yang dilakukan, besar unitbiaya per
TEUs yang transit di Pelabuhan Bitung adalah sebesar 4% lebih tinggi dibandingkan pada
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Pada analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap proporsi
muatan petikemas internasional untuk wilayah Indonesia Timur, pada prosentase 100% muatan
internasional, unit biaya per TEUs yang transit di Pelabuhan Bitung adalah sebesar 11%
dibandingkan pada Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Kata kunci: Pelabuhan Hub Internasional, sensitivitas, transhipment, unit cost
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
10/132
viii
ANALYSIS OF IMPACT BITUNG INTERNATIONAL HUB PORT TO
LOGISTIC COST: CASE STUDY EAST INDONESIA
Author : Sekar PurtiantariID No. : 4411 100 004Dept. / Faculty : Marine Transportation / Marine TechnologySupervisors : 1. Firmanto Hadi, S.T., M.Sc.
2. Irwan Tri Yunianto, S.T., M.T.
ABSTRACT
Based on the Masterplan for Acceleration and Expansion of Indonesias Economic
Development 2011-2025 (MP3EI), Indonesia Government do strengthening of National
Connectivity in support of the National Logistics System. Port of Bitung will be assigned to
become an international hub port For the region of Eastern Indonesia, so the interstate
goods that will get in and out Indonesia must have through Bitung International Hub Port
first. However, in current conditions, the main port that functioned as the main gate for Eastern
Indonesia is the port of Tanjung Perak in Surabaya. The calculations in this final project are the
calculation of transport costs of the existing conditions and after the
Bitung international hub port is set. The logistics cost includes voyage cost, cargo handling cost
at the port of origin and destination and transhipment cost. The results of the analysis, unit costof transhipment per TEU's at the Port of Bitung is 4% higher than at the Port of Tanjung Perak
Surabaya. In sensitivity analysis, the proportion of international cargo to Eastern Indonesia, if
percentage of international corgo is 100%, unit cost of transhipment per TEU's at the Port of
Bitung is 11% higher than at the Port of Tanjung Perak Surabaya.
Keywords: International Hub Port, sensitivity, transhipment, unit cost
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
11/132
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... iiiLEMBAR REVISI ..................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................................... vii
ABSTRACT ............................................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... xii
1. BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 11.2. Perumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3. Tujuan .......................................................................................................................... 2
1.4. Batasan Masalah .......................................................................................................... 3
1.5. Manfaat ........................................................................................................................ 3
1.6. Hipotesis ...................................................................................................................... 3
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 5
2.1. Pelabuhan ..................................................................................................................... 5
2.1.1. Definisi Pelabuhan ................................................................................................ 5
2.1.2. Fungsi Pelabuhan .................................................................................................. 5
2.2. Pelabuhan Hub Internasional ....................................................................................... 6
2.3. WilayahHinterland Pelabuhan .................................................................................... 6
2.4. Jaringan Pelayanan Transportasi Laut ......................................................................... 7
2.5. Perencanaan Jaringan Pelayanan Transportasi Laut .................................................... 7
2.6. Biaya ............................................................................................................................ 8
2.7. Logistik ........................................................................................................................ 9
2.7.1. Pengertian Logistik ............................................................................................... 9
2.7.2. Aktivitas Logistik ................................................................................................. 9
2.8. Biaya Pengiriman ....................................................................................................... 10
2.9. Charter Kapal ............................................................................................................ 102.9.1. Bareboat Charter................................................................................................ 10
2.9.2. Time Charter...................................................................................................... 11
2.9.3. Voyage Charter.................................................................................................. 11
3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................. 13
3.1. Diagram Alir Penelitian ............................................................................................. 13
3.1.1. Identifikasi Pelabuhan Internasional .................................................................. 14
3.1.2. Analisis Kondisi Saat Ini .................................................................................... 14
3.1.3. Analisis Pelabuhan Hub Bitung .......................................................................... 14
3.1.4. Moda Transportasi .............................................................................................. 15
3.1.5. Biaya Logistik .................................................................................................... 16
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
12/132
x
3.1.6. Analisis Sensitivitas ............................................................................................ 16
3.1.7. Kesimpulan dan Saran ........................................................................................ 16
4. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ............................................... 17
4.1. Tinjauan Objek Penelitian ......................................................................................... 17
4.1.1. Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ................................................................... 17
4.1.2. Pelabuhan Bitung ................................................................................................ 19
4.2. Jalur Distribusi Muatan Petikemas Internasional ...................................................... 20
4.3. Moda Transportasi ..................................................................................................... 24
4.3.1. Kapal Petikemas Internasional ........................................................................... 25
4.3.2. Kapal Petikemas Domestik ................................................................................. 26
5. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 29
5.1. Langkah-langkah Perhitungan ................................................................................... 29
5.1.1. Pengelompokkan Ukuran Kapal Petikemas ....................................................... 29
5.1.2. Asumsi-Asumsi yang Digunakan ....................................................................... 325.2. Analisis Operasional Kondisi Saat Ini ....................................................................... 37
5.3. Analisis Operasional Pelabuhan Hub Bitung ............................................................. 38
5.4. Analisis Biaya Logistik Kondisi Saat Ini ................................................................... 39
5.4.1. Biaya Pelayaran (Kondisi Saat Ini) .................................................................... 39
5.4.2. Biaya Muatan Petikemas (Kondisi Saat Ini) ...................................................... 42
5.4.3. Total Biaya Logistik (Kondisi Saat Ini) ............................................................. 44
5.5. Analisis Operasional Kondisi Saat Penetapan Pelabuhan Hub Bitung ...................... 46
5.5.1. Biaya Pelayaran (Kondisi Saat Penetapan Pelabuhan Hub Bitung) ................... 46
5.5.2. Biaya Muatan Petikemas (Kondisi Saat Penetapan Pelabuhan Bitung) ............. 495.5.3. Total Biaya Logistik (Kondisi Saat Penetapan Pelabuhan Hub Bitung) ............ 51
5.6. Analisis Biaya Logistik denganSunk Cost dari Terminal Teluk Lamong................. 52
5.7. Perbandingan Unit Costpada Kondisi Saat ini dan Kondisi Saat Penetapan
Pelabuhan Hub Bitung .......................................................................................................... 53
5.8. Analisis Sensitivitas ................................................................................................... 54
6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 57
6.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 57
6.2. Saran .......................................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 59
7. LAMPIRAN ......................................................................................................................... 60
BIODATA PENULIS ............................................................................................................. 116
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
13/132
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Penetapan PelabuhanHub Internasional Bitung.................................................... 1Gambar 4.1. Jalur Distribusi Muatan Petikemas Internasional untuk Wilayah Indonesia Timur
pada Kondisi Saat Ini ................................................................................................................ 21
Gambar 4.2. Jalur Distribusi Muatan Petikemas Internasional untuk Wilayah Indonesia Timur
pada Kondisi Pelabuhan Hub Bitung ....................................................................................... 23
Gambar 5.1. Grafik Hubungan antara DWT dan GT Kapal Petikemas ................................... 30
Gambar 5.2. Grafik Hubungan antara DWT Kapal dengan Kecepatan Dinas (Vs) Kapal
Petikemas .................................................................................................................................. 30
Gambar 5.3.Grafik Hubungan DWT Kapal dengan Daya ME Kapal Petikemas..................... 30
Gambar 5.4. Grafik Hubungan DWT Kapal dengan Daya AE Kapal Petikemas .................... 31
Gambar 5.5. Grafik Analisis Sensitivitas Muatan dengan Unit Cost....................................... 55
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
14/132
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Arus Muatan Petikemas Internasional dan Domestik Tahun 2010-2014 ................ 17Tabel 4.2. Fasilitas Utama Terminal Petikemas Surabaya ....................................................... 18
Tabel 4.3. Fasilitas Peralatan Terminal Petikemas Surabaya ................................................... 18
Tabel 4.4. Tarif Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ............................................................... 19
Tabel 4.5. Arus Muatan Internasional Pelabuhan Bitung ......................................................... 19
Tabel 4.6. Tarif Pelabuhan Bitung............................................................................................ 20
Tabel 4.7. Rute Distribusi Muatan Petikemas Internasional melalui Pelabuhan Tanjung Perak
.................................................................................................................................................. 22
Tabel 4.8. Jumlah Muatan Internasional pada Masing-masing Tujuan (Transit Surabaya) ..... 22
Tabel 4.9. Rute Distribusi Muatan Petikemas Internasional melalui Pelabuhan Bitung .......... 23
Tabel 4.10. Jumlah Muatan Internasional pada Masing-masing Tujuan (Transit Bitung) ....... 24
Tabel 4.11. Data Kapal Petikemas Internasional ...................................................................... 25
Tabel 4.12. Kapal Petikemas Domestik.................................................................................... 27
Tabel 5.1. Pengelompokkan Ukuran Kapal Petikemas ............................................................ 31
Tabel 5.2. Konsumsi Bahan Bakar MinyakMain Engine danAuxiliary Engine..................... 32
Tabel 5.3. Asumsi Produktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan ................................................ 33
Tabel 5.4. Asumsi Proporsi Muatan Petikemas Internasional pada Masing-Masing Tujuan... 33
Tabel 5.5.Load Factor Bongkar dan Muat pada Masing-Masing Pelabuhan ......................... 34
Tabel 5.6. Time Charter Rate Kapal Petikemas ....................................................................... 35
Tabel 5.7. Tarif Bahan Bakar Minyak ...................................................................................... 35Tabel 5.8. Tarif Pelabuhan ....................................................................................................... 36
Tabel 5.9. Tarif Bongkar Muat Petikemas ............................................................................... 36
Tabel 5.10. Tarif Penanganan Petikemas ................................................................................. 37
Tabel 5.11. Total Time dan Frekuensi Kunjungan Kapal (Transit Surabaya) .......................... 38
Tabel 5.12. Total Time dan Frekuensi Kunjungan Kapal (Transit Bitung) .............................. 39
Tabel 5.13. Jumlah Kapal Berdasarkan Kapasitas Kapal Petikemas (Transit Surabaya) ......... 40
Tabel 5.14. Total Time Charter Hire (Transit Surabaya) ......................................................... 41
Tabel 5.15. Total Biaya Bahan Bakar Minyak (Transit Surabaya) .......................................... 41
Tabel 5.16. Total Biaya Pelabuhan Asal dan Tujuan (Transit Surabaya) ................................ 42Tabel 5.17. Jumlah Muatan yang Dibongkar dan Dimuat di Pelabuhan Asal dan Tujuan
(Transit Surabaya) .................................................................................................................... 43
Tabel 5.18. Total Biaya Bongkar Muat Petikemas di Pelabuhan Asal dan Tujuan (Transit
Surabaya) .................................................................................................................................. 43
Tabel 5.19. Total Biaya Penanganan Petikemas di Pelabuhan Asal dan Tujuan (Transit
Surabaya) .................................................................................................................................. 44
Tabel 5.20. Biaya Logistik (Transit Surabaya)......................................................................... 45
Tabel 5.21. Jumlah Kapal Berdasarkan Kapasitas Kapal Petikemas (Transit Bitung)............. 46
Tabel 5.22. Total Time Charter Hire (Transit Bitung) ............................................................. 47
Tabel 5.23. Total Biaya Bahan Bakar Minyak (Transit Bitung) .............................................. 48
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
15/132
xiii
Tabel 5.24. Total Biaya Pelabuhan Asal dan Tujuan (Transit Bitung) .................................... 49
Tabel 5.25. Jumlah Muatan yang Dibongkar dan Dimuat di Pelabuhan Asal dan Tujuan
(Transit Bitung) ........................................................................................................................ 49
Tabel 5.26. Total Biaya Bongkar Muat Petikemas di Pelabuhan Asal dan Tujuan (Transit
Bitung) ...................................................................................................................................... 50
Tabel 5.27. Total Biaya Penanganan Petikemas di Pelabuhan Asal dan Tujuan (Transit
Bitung) ...................................................................................................................................... 51
Tabel 5.28. Biaya Logistik (Transit Bitung)............................................................................. 51
Tabel 5.29. Unit Cost dengan Sunk Cost Terminal Teluk Lamong .......................................... 53
Tabel 5.30. Perbandingan Unit Cost......................................................................................... 53
Tabel 5.31. Analisis Sensitivitas Muatan dengan Unit Cost.................................................... 54
Tabel 5.32. Analisis Sensitivitas Muatan dengan Unit Cost dengan Sunk Cost....................... 55
Tabel 5.33. Analisis Sensitivitas Produktivitas BM dengan Unit Cost.................................... 56
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
16/132
xiv
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
17/132
1
1.BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
2011-2025 (MP3EI), Pemerintah Indonesia melakukan penguatan Konektivitas Nasional guna
mendukung MP3EI. Salah satunya ialah penetapan pelabuhan hub internasional di Kawasan
Barat dan Timur Indonesia sebagai pelabuhan utama yang terbuka untuk perdagangan luar
negeri dan berfungsi sebagai pelabuhan alih muat (transshipment)barang antarnegara. Kuala
Tanjung merupakan alternatif pelabuhan hub internasional untuk kawasan Indonesia Barat,
sedangkan Bitung merupakan alternatif pelabuhan hub internasional untuk kawasan Indonesia
Timur.
Gambar 1.1. Penetapan Pelabuhan Hub Internasional Bitung
Sumber : (Economic 2011)
Pelabuhan Hub Internasional tersebut ditetapkan untuk menjadi pintu keluar dan
masuk Indonesia. Sehingga, muatan dari dan ke luar negeri harus melalui atau transit di
Pelabuhan Hub Internasional tersebut. Pada wilayah Indonesia Timur, semua muatan
yang akan keluar atau masuk Indonesia harus melalui Pelabuhan Hub Internasional
Bitung terlebih dahulu. Sehingga akan ada dampak yang terjadi akibat penetapan
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
18/132
2
Pelabuhan Hub Internasional Bitung tersebut terutama pada dampak biaya logistik yang
terjadi.
Selain itu, terdapat pelabuhan yang telah melakukan pengembangan seperti
pengembangan Pelabuhan Teluk Lamong oleh PT. Pelabuhan Indonesia III dan
Pelabuhan Kalibaru oleh PT. Pelabuhan Indonesia II. Pengembangan pelabuhan tersebut
ditujukan agar dapat melayani kapal-kapal Internasional dengan kapasitas besar. Namun,
jika penetapan 2 (dua) pintu keluar dan masuk Indonesia dioperasikan, maka
pengembangan pelabuhan yang dilakukan tidak dapat beroperasi secara maksimal karena
adanya pengalihan trafik kunjungan kapal khususnya kapal internasional yang diharuskan
melalui pelabuhan hub internasional terlebih dahulu.
Oleh karena itu, pada Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai analisis dampak
penetapan Pelabuhan Hub Internasional Bitung pada biaya logistik dengan studi kasus
wilayah Indonesia Timur.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka beberapa permasalahan dalam tugas
akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biaya logistik pada kondisi saat ini (sebelum penetapan pelabuhan hub
internasional Bitung)?
2. Bagaimana biaya logistik yang terjadi akibat penetapan Pelabuhan Hub Internasional
Bitung?
3.
Bagaimana kondisi yang dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan biaya logistik
akibat penetapan pelabuhan hub Bitung dengan pelabuhan hub pada kondisi saat ini?
1.3. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dari tugas akhir ini adalahsebagai berikut:
1. Mengetahui biaya logistik pada kondisi saat ini (sebelum penetapan pelabuhan hub
internasional Bitung)
2.
Mengetahui biaya logistik yang terjadi akibat penetapan Pelabuhan Hub Internasional
Bitung
3.
Mengetahui kondisi yang dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan biaya
logistik akibat penetapan pelabuhan hub Bitung dengan pelabuhan hub pada kondisi saat
ini
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
19/132
3
1.4. Batasan Masalah
Dalam tugas akhir ini, terdapat beberapa batasan terhadap penelitian yang diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan dikhususkan pada muatan petikemas internasional di Pelabuhan Tanjung
Perak
2.
Muatan petikemas Internasional yang di analisis adalah kapal dengan hinterland
wilayah Indonesia Timur
3.
Biaya logistik yang akan dibahas khusus pada biaya logistik muatan petikemas
4. Sistem persewaan kapal peti kemas menggunakan sistem time charter
1.5. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui selisih dari biaya logistik akibat penetapan
pelabuhan hub internasional Bitung, khususnya untuk wilayah Indonesia Timur. Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pertimbangan akan penetapan
pelabuhan hub internasional Bitung.
1.6. Hipotesis
Biaya logistik akibat penetapan pelabuhan hub internasional Bitung akan lebih besar
dibandingkan dengan kondisi saat ini yang mana sebagai pelabuhan hub atau pelabuhan utama
untuk wilayah Indonesia Timur adalah pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Pemindahan
pelabuhan utama untuk muatan petikemas internasional ke pelabuhan hub internasional Bitung
dapat menimbulkan biaya logistik yang lebih rendah jika seluruh muatan internasional
merupakan muatan yang diperuntukkan untuk wilayah Indonesia Timur.
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
20/132
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
21/132
5
2.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelabuhan
2.1.1. Definisi Pelabuhan
Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindungi terhadap gelombang, yang
dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk
bongkar muat, dilengkapi dengan fasilitas alat bongkar muat dan tempat-tempat penyimpanan
dimana barang-barang dapat disimpan dalam kurun waktu tertentu (Triatmodjo 2009). Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, Pelabuhan adalah tempatyang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai temoat kapal
bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009, pelabuhan laut secara
hierarki terdiri dari pelabuahn utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan.
Pelabuhan utama merupakan pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam
jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Pelabuhan pengumpul memiliki
fungsi pokok melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat dalam negeri dalam
jumlah menengah. Sedangkan pelabuhan pengumpan memiliki fungsi pokok melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri, dan melayani angkutan laut dalam jumlah yang terbatas serta
merupakan pengumpang bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul. Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 53 Tahun 2002, hirarki dan fungsi pelabuhan terdiri dari pelabuhan
internasional, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional pelabuhan regional dan pelabuhan
lokal.
2.1.2. Fungsi Pelabuhan
Pengertian pelabuhan tersebut mencerminkan fungsifungsi pelabuhan, diantaranya:
1.
Interface : bahwa pelabuhan merupakan tempat dua moda/sistem transportasi, yaitutransportasi laut dan transportasi darat. Dengan demikian pelabuhan harus menyediakan
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
22/132
6
berbagai fasilitas dan pelayanan jasa yang dibutuhkan untuk perpindahan barang dari
kapal ke angkutan darat, atau sebaliknya.
2.
Link (mata rantai) : bahwa pelabuhan merupakan mata rantai dan sistem transportasi.
Sebagai mata rantai, pelabuhan baik dilihat dari kinerjanya maupun dari segi biayanya,
akan sangat mempengaruhi kegiatan transportasi keseluruhan
3.
Gateway(pintu gerbang) : bahwa pelabuhan berfungsi sebagai pintu masuk atau pintu
keluar darang dari negara atau daerah tersebut. Dalam hal ini pelabuhan memegang
peranan penting bagi perekonomian negara atau suatu daerah.
4.Industryentity(entitas industri) : bahwa perkembangan industri yang berorientasi pada
ekspor dari suatu negara, maka fungsi pelabuhan semakin penting bagi industri tersebut.
(Triatmodjo 2009).
2.2. Pelabuhan Hub Internasional
Pelabuhan hub internasional merupakan pelabuhan utama primer yang melayani
angkutan alih muat (transshipment) petikemas nasional dan internasional dengan skala
pelayanan transportasi laut dunia. Pelabuhan hub internasional bertujuan untuk menjadi pusat
konsolidasi muatan dari dan ke luar negeri. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
untuk dapat menjadi pelabuhan hub internasional, yakni dapat berperan sebagai pelabuhan
induk yang melayani angkutan petikemas nasional dan internasional sebesar 2,5 juta
TEUs/tahun atau angkutan yang setara. Selain itu, dapat berperan sebagai pelabuhan alih muat
angkutan petikemas nasional dan internasional dengan pelayanan berkisar 3 3,5 juta
TEUs/tahun dan beberapa kriteria lainnya. Pada MP3EI 2011-2025 telah direncanakan adanya
pembangunan pelabuhan hub internasional untuk kawasan Indonesia Barat dan Timur, yakni
Pelabuhan Kuala Tanjung untuk kawasan Indonesia Barat dan Pelabuhan Bitung untuk kawasan
Indonesia Timur.
2.3. Wilayah Hinterland Pelabuhan
Hinterlandadalah daerah belakang suatu pelabuhan, dimana luasnya relatif dan tidak
mengenal batas administratif suatu daerah, propinsi, atau batas suatu negara tergantung ada atau
tidaknya pelabuhan yang berdekatan dengan daerah tersebut. (Notteboom and Rodrigue 2006)
memperkenalkan istilah wilayah hinterland utama dan wilayah batasan kompetisi untuk
membedakan antara wilayah hinterland suatu pelabuhan dimana arus barang dari wilayah
tersebut paling mendominasi dan wilayah yang juga merupakan hinterlanddari pelabuhan lain.
Wilayah hinterland suatu pelabuhan dapat terpisah secara geografis, sehingga dalam hal ini
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
23/132
7
faktor aksesibilitas dan volume arus muatan sangat berpengaruh dalam penentuan ukuran
wilayah hinterland.
2.4.
Jaringan Pelayanan Transportasi LautJaringan pelayanan transportasi laut berupa jaringan trayek, terdiri dari jaringan trayek
dalam negeri berupa jaringan trayek utama dan trayek pengumpang, serta jaringan trayek
transportasi laut luar negeri. Dalam penyusunan jaringan trayek terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan, antara lain :
Pengembangan pusat industry, perdagangan dan pariwisata
Pengembangan wilayah dan/atau daerah
Rencana umum tata ruangKeterpaduan intra dan antarmoda transportasi
Perwujudan Wawasan Nusantara
Perencanaan sistem jaringan trayek merupakan salah satu bagian dari perencanaan
strategis dalam perencanaan sistem transportasi laut. (Kjeldsen 2009) juga menjelaskan bahwa
terdapat beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam perancangan jaringan pelayaran,
antara lain: a) jumlah titik persimpangan (pelabuhan), b) jenis operasi, c) jenis permintaan, d)
kendala penjadwalan di pelabuhan, e) jumlah armada kapal yang dioperasikan, f) komposisiarmada yang beroperasi, g) kecepatan kapal, dan h) kepuasan pengguna jasa.
2.5. Perencanaan Jaringan Pelayanan Transportasi Laut
Permasalahan dalam perencanaan jaringan pelayanan transportasi laut dapat
dikelompokkan dalam permasalahan strategis, taktis dan operasional. Salah satunya ialah
perencanaan system jaringan trayek. Menurut (Yang and Chen 2010) jaringan pelayaran
diklasifikasikan menjadi jalur pelayaran melingkar, jalur pelayaran pendulum dan jalur
pelayaran hub spoke.
Terdapat 3 (tiga) model umum dalam operasional pelayaran yaitu pelayaran liner,
tramper, dan industri (Lawrence 1972). Pelayaran liner seringkali beroperasi pada rute tertutup
dengan jadwal dan pelabuhan singgah yang tetap, proses bongkar muat dilakukan pada setiap
pelabuhan dan hampir tidak pernah terdapat pelayaran dengan tanpa muatan. Adapun pelayaran
tramper, pemuatan barang dilakukan pada satu pelabuhan asal ke satu atau dua pelabuhan
tujuan. Sedangkan pada pelayaran indutri, pelayaran kapal dikontrol oleh pemilik barang.
Permasalahan umum dalam pengangkutan dengan pelayaran regular/berjadwal adalahdalam merencanakan jaringan pelayanan kapal, dimana terdapat satu set permintaan yang akan
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
24/132
8
diangkut ke beberapa pelabuhan, sehingga pihak operator harus dapat merencanakan suatu
jaringan pelayaran yang efisien. Beberapa pelabuhan yang disinggahi selama perjalanan ke
pelabuhan tujuan dapat berperan sebagai pelabuhan transshipmentdimana muatan ditransfer
dari satu kapal/moda ke kapal/moda lain (Agarwal and Ergun 2008).
2.6. Biaya
Biaya adalah beban (expenses), yakni penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal
(Harnanto 1992). Biaya juga didefinisikan sebagai kas atau nilai kuivalen kas yang dikorbankan
untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat saat ini atau di masa
yang akan datang bagi organisasi (R and Mowen 2000). Berikut adalah klasifikasi dari biaya
beserta pengertiannya :
1. Klasifikasi biaya berdasarkan fungsi pokok perusahaan :
Biaya ProduksiTerdiri dari biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung dan
biaya overheadpabrik.
Biaya Non ProduksiTerdiri dari biaya penjualan dan pemasaran, serta biaya
administrasi.
2.
Klasifikasi biaya berdasarkan perilaku biaya :
Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran
tertentu. Besar kecilnya biaya tetap dipengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka
panjang, teknologi dan metode serta stratei manajemen.
Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya yang jumlah totalnya berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
3. Klasifikasi biaya berdasarkan pembebanan objek biaya :
Biaya Langsung Biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya adalah
karena ada sesuatu yang harus dibiayai.
Biaya Tidak Langsung Biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh
sesuatu yang dibiayai, dalam hubungannya dengan produk.
4.
Klasifikasi biaya berdasarkan pembuatan keputusan :
Biaya DiferensialPerbedaan biaya antara dua alternative
o Incremental cost : Perubahan biaya (kenaikan) yang terjadi karena
perubahan dari satu alternative ke alternative lainnya
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
25/132
9
o Decremental cost : Jika terjadi penurunan biaya karena perubahan
alternative
Opportunity Cost Manfaat potensial yang akan hilang bila salah satu
alternative telah dipilih dari sejumlah alternative yang tersedia
Sunk Cost Biaya yang telah terjadi dan tidak dapat diubah oleh keputusan
apapun yang dibuat saat ini atau masa yang akan datang.
2.7. Logistik
2.7.1. Pengertian Logistik
Manajemen Rantai Pasok erat hubungannya dengan proses Logistik. Logistik adalah
sebuah kegiatan yang berada dalam ruang lingkup Supply Chain Management, yang bertujuan
untuk mengadakan aliran barang di dalam perusahaan. Berbeda dengan Supply Chain
Managementyang mengadakan aliran barang antar perusahaan.
2.7.2. Aktivitas Logistik
Terdapat tiga aktivitas utama dalam sistem logistik, yaitu: pemrosesan pesanan (order
processing), manajemen persediaan (inventory management), dan pengiriman barang (freight
transportation).
Pada aktifitas order processing yang bergerak adalah informasi. Prosesnya bisa dimulai
dari pengisian formulir pemesanan oleh customer, yang selanjutnya dikirim dan diperiksa.
Kemudian dilakukan verifikasi ketersediaan barang dan status kredit pemesan yang dilanjutkan
dengan perintah pengambilan barang dari tempat penyimpanan atau perintah pembuatan di
fasilitas manufaktur. Selanjutnya dilakukan pengemasan dan pengiriman barang yang disertai
dengan dokumen pengiriman.
Inventory management adalah faktor utama dari perencanaan dan operasi sistemlogistik. Inventory dalam hal ini dapat berupa komponen atau material work in processyang
menunggu untuk dibuat atau dirakit, barang jadi yang disediakan untuk dijual, atau barang jadi
yang disimpan untuk kebutuhan di masa depan. Tujuan dari aktifitas ini adalah menentukan
tingkat persediaan untuk meminimalisasi biaya dengan tetap memenuhi kebutuhan konsumen.
Pada aktifitas freight transportation yang bergerak adalah barang dalam beragam
bentuk mulai dari bahan mentah, work in process, hingga barang jadi dari satu titik ke titik lain
di rantai pasok (supply chain).
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
26/132
10
2.8. Biaya Pengiriman
Biaya pengiriman atau Shipping Costadalah biaya untuk menjalankan kapal dari asal ke
tujuan guna mendistribusikan muatan. Terdapat 4 (empat) kategori biaya pengiriman yaitu :
1.
Capital Cost, atau biaya modal adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan kapal
(membeli kapal).
2. Operating Cost, atau biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan agar kapal dapat
beroperasi. Meliputi : Pelumas, air, administrasi dll.
3. Voyage Cost, atau biaya perjalanan adalah biaya yang dikeluarkan selama perjalanan
dari asal sampai tujuan. Meliputi : bunker, biaya kepelabuhanan (tunda, pandu, kolam
pelabuhan, dermaga dll).
4.
Cargo Handling Cost, atau biaya bongkar muat adalah biaya untuk proses muat
petikemas di pelabuhan asal dan proses bongkar petikemas di pelabuhan tujuan.
2.9. Charter Kapal
Charter kapal atau persewaan kapal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan
pengiriman muatan dari atau ke luar negeri (ekspor dan impor). Untuk melaksanakan kegiatan
persewaan kapal, harus ada perjanjian dari kedua belah pihak yang bersangkutan yakni pemilik
kapal (shipowners) dan penyewa kapal (charterer). Terdapat beberapa jenis perjanjian sewa
kapal, yakni bareboat charter, time charter dan voyage charter.
2.9.1. Bareboat Char ter
Bareboat charter merupakan penyewaan kapal tanpa Nakhoda dan Anak Buah Kapal
(ABK). Jadi penyewa kapal harus melengkapi sendiri Nakhoda dan ABK tersebut, walaupun
demikian kapal masih dalam kondisi laik laut (Sea Worthy). Harga sewa jenis charter ini
berdasarkan kepada setiap ton bobot mati musim panas (Summer Deadweight Capacity)dan
harus dibayar dimuka untuk setiap bulan (sama dengan Time Charter). Semua biaya operasionalkapal ditanggung oleh penyewa kapal, termasuk biaya repair dan survey kapal yang
dilaksanakan secara periodik. Namun demikian penyewa kapal wajib mengembalikan kapal
setelah selesai kontrak, sesuai dengan keadaan semula, kecuali apabila terjadi keausan normal.
Mengenai masalah asuransi kapal, juga menjadi tanggungan penyewa kapal, kecuali sewaktu
negosiasi disepakati dalam Charter Party (C/P) bahwa biaya asuransi kapal (Polis Asuransi)
menjadi tanggungan Pemilik kapal. Selain itu, biaya perjalanan seperti biaya bahan bakar, biaya
pelabuhan serta biaya bongkar muat juga menjadi tanggung jawab dari penyewa kapal.
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
27/132
11
2.9.2. Time Charter
Time charter merupakan sistem penyewaan kapal yang mana pemilik kapal memberikan
kebebasan kepada penyewa kapal untuk menggunakan kapalnya dan berlayar selama jangka
waktu tertentu yang telah disepakati dalam C/P. Misalnya selam 6 bulan, satu tahun, dua tahun
dan ada kalanya sampai sepuluh tahun. Pada jenis charterini, Nakhoda dan ABK disediakan
oleh pemilik kapal, sehingga semua biaya Nakhoda dan ABK, reparasi (Floating Repair),
minyak pelumas, survey kapal dan asuransi menjadi tanggungan pemilik kapal. Sedangkan
biaya-biaya bahan bakar minyak (BBM), disbursement di pelabuhan, bongkar muat (cargo
handling),air ketel (khusus untuk kapal uap), air minum (tawar) dan lain-lain biaya eksploitasi,
menjadi beban penyewa kapal. Kecuali jika tidak diatur dalam C/P biaya-biaya air minum untuk
Nakhoda dan ABK ditanggung oleh pemilik kapal. Biaya sewa dalam Time Charter tidak
tertanggung dari banyaknya barang yang diangkut, tetapi didasarkan kepada waktu, yaitu sewa
tiap ton bobot mati kapal waktu musim panas (Summer Deadweight Capacity) dan harus
dibayar pada setiap bulan.
2.9.3. Voyage Char ter
Voyage charter merupakan suatu perjanjian penyewaan kapal antara Pemilik/Pengusaha
Kapal dan penyewa kapal (Charterer).Kapal lengkap dengan Nakhoda dan ABK untuk satu
kali/lebih pelayaran. Besar biaya sewa dihitung dari banyaknya muatan yang diangkut sesuai
perjanjian, sehingga sewa kapal sama dengan uang tambang (Sen Freight). Jenis charter ini
disebut juga space/deadweigtht charter, karena sewa kapal berdasarkan kepada banyaknya
barang yang diangkut. Tetapi banyak barang telah lebih dahulu dijanjikan. Dengan demikian
penyewa kapal bertindak sebagai Carrier (Disponent Owner). Trayek yang dilayari oleh
Pemilik/Pengusaha Kapal harus sesuai sebagaimana ditetapkan pada C/P (Charter Party).Pada
jenis charter ini apakah ruang kapal dipakai seluruh atau tidak, pemilik kapal tetap dibayar
sewa kapalnya sebagaimana tetap dijanjikan oleh penyewa kapal.
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
28/132
12
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
29/132
13
3.BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian berisikan tentang langkah dan alur pengerjaan tugas akhir yang
direncanakan beserta metode yang digunakan. Pada bab ini juga digambarkan kerangka berpikir
dalam bentuk diagram alir (flow chart) pengerjaan tugas akhir.
3.1. Diagram Alir Penelitian
Untuk memudahkan dalam proses pengerjaan tugas akhir, maka diperlukan diagram alir
untuk mengilustrasikan proses kerja yang akan dilakukan seperti pada gambar berikut ini:
Mulai
Identifikasi Pelabuhan
Internasional
Asal/Tujuan MuatanJumlah Muatan
Analisis Penetapan
PelabuhanHub
Bitung
Identifikasi Kondisi
Saat Ini
Sistem
Transportasi
Pelabuhan Utama
Surabaya
Pelabuhan Hub
Bitung
Analisis Sensitivitas
Kesimpulan
Selesai
Moda Transportasi
Laut
Pelabuhan
Internasional
Moda Transportasi Laut
Pelabuhan Tujuan
1,2,,n
Moda Transportasi Laut
Pelabuhan Tujuan
1,2,,n
Biaya Logistik Biaya Logistik
Perbandingan Biaya
Logistik
PelabuhanDomestik
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
30/132
14
Prosedur dalam pengerjaan Tugas Perencanaan Transportasi Laut ini dilakukan dengan
beberapa tahapan yang sesuai dengan diagram alir diatas, yaitu:
3.1.1.
Identifikasi Pelabuhan Internasional
Pada identifikasi pelabuhan internasional ini dilakukan pencarian data mengenai asal
dan tujuan dari muatan peti kemas yang akan dikirim ke Indonesia, khusunya ke wilayah
Indonesia Timur. Sehingga dapat diidentifikasi apakah muatan tersebut didistribusikan
langsung dari asal muatan ke tujuan akhir di Indonesia atau melalui pelabuhan transshipment
terlebih dahulu. Selain asal dan tujuan muatan peti kemas, jumlah muatan peti kemas juga
dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar jumlah muatan yang dikirim dari Negara asal ke
tujuan akhir di Indonesia.
3.1.2. Analisis Kondisi Saat Ini
Analisis kondisi saat ini merupakan kondisi dari rute distribusi saat ini yang mana
sebagai pelabuhan utama di wilayah Indonesia Timur ialah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Sehingga, pada kondisi saat ini dapat diketahui berapa besar biaya logistik yang diperlukan jika
masih pada rute yang ada sekarang, yakni melalui Pelabuhan Tanjung Perak dan selanjutnya
didistribusikan kembali ke pelabuhan-pelabuhan tujuan akhir dari muatan. Alur yang ada pada
kondisi saat ini jalur yang dilalui oleh muatan peti kemas dari pelabuhan internasional ialah
dapat langsung menuju ke pelabuhan Surabaya, atau pelabuhan internasional tersebut berperan
sebagai pelabuhan transshipment. Selanjutnya muatan peti kemas tersebut didistribusikan ke
pelabuhan tujuan akhir muatan tersebut. Tujuan akhir dari muatan tersebut di khususkan pada
wilayah Indonesia Timur serta Surabaya dan sekitarnya.
3.1.3. Analisis Pelabuhan Hub Bitung
Pada tahap pelabuhan hub internasional Bitung terdapat perbedaan jalur yang akan
dilalui kapal peti kemas yang sebelumnya dari pelabuhan internasional dapat langsung menuju
ke pelabuhan tanjung perak, namun setelah adanya pelabuhan hub internasional, maka kapal
tersebut harus melalui pelabuhan hub internasional Bitung terlebih dahulu. Perbedaan yang ada
jika pelabuhan hub internasional Bitung ditetapkan adalah mengenai rute yang akan dilalui
kapal. Jarak yang akan ditempuh oleh kapal dapat lebih pendek menuju ke pelabuhan tujuan
akhir, namun juga dapat sebaliknya. Selain itu, mengenai biaya pelabuhan hub internasional
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
31/132
15
Bitung, dapat dianalisis melalui biaya investasi yang diperuntukkan untuk pembangunan dari
pelabuhan hub internasional Bitung sertasunk cost dari Pelabuhan Teluk Lamong.
3.1.4.
Moda Transportasi
Moda transportasi ini merupakan moda yang digunakan untuk mendistribusikan muatan
peti kemas dari dan ke luar negeri. Terdapat 2 (dua) jenis moda pada transportasi yang
digunakan, yakni darat dan laut. Namun, pada penilitian ini moda transportasi darat dianggap
konstan atau tidak ada perubahan akibat dari penetapan pelabuhan hub internasional Bitung.
Jadi, dampak yang berpengaruh pada moda transportasi ini hanyalah pada moda transportasi
lautnya, yang mana apabila pelabuhan hub internasional Bitung telah ditetapkan untuk
beroperasi, maka akan terjadi perubahan terhadap jalur dari moda transportasi laut yang
nantinya akan berpengaruh ke biaya logistik. Berikut diagram alir dari moda transportasi:
Moda Transportasi
Teknis Operasi Biaya
Kapasitas
JumlahUkuran
Kecepatan
Sea Time
Port TimeFrekuensi
Kapal
Fuel Oil
Port Cost
T/C Rate
Muatan Stevedoring
Cargodoring
Storage
Lo/Lo
Container
Yard
Striping
Stuffing
Terdapat 3 (tiga) komponen pada moda transportasi, yakni dari segi teknis, operasi dan
biaya. Pada segi teknis, terdapat beberapa data yang harus didapatkan, yaitu kapasitas dari moda
transportasi laut (kapal), jumlah kapal, ukuran kapal, kecepatan kapal dan spesifikasi teknis
lainnya. Pada segi operasi, data yang harus diketahui adalah total dari waktu kapal tersebut
berlayar dan beradadi pelabuhan untuk kegiatan bongkar muat. Selanjutnya pada segi biaya,
dibedakan menjadi 2 (dua), yakni biaya yang dikeluarkan untuk kapal dan muatan. Biaya yang
dikeluarkan untuk kapal adalah biaya sewa kapal dengan menggunakan sistem time charter,
biaya bahan bakar minyak, dan biaya pelabuhan. Untuk muatan, biaya yang dikeluarkan adalah
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
32/132
16
biaya bongkar muat peti kemas di pelabuhan dan biaya pelayanan peti kemas (stevedoring,
cargodoring, storage, Lo/Lo, container yard, striping, stuffing).
Pada moda transportasi yang digunakan pada kondisi di saat Pelabuhan Hub
Internasional Bitung telah beroperasi untuk moda transportasi main liner akan menggunakan
kapal dengan kapasitas yang sama dengan main liner sebelumnya pada kondisi saat ini.
Sedangkan untuk kapalfeeder yang digunakan untuk mendistribusikan muatan dari pelabuhan
utama menuju pelabuhan akhir akan diberikan beberapa alternatif kapasitas kapal peti kemas
yang akan digunakan, sehingga dapat dibandingkan seberapa besar perbedaan biaya logistiknya
sebelum dan sesudah adanya pelabuhan hub internasional Bitung.
3.1.5. Biaya Logistik
Setelah analisis pada kondisi saat ini dan analisis pada penetapan hub internasional
Bitung telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah perhitungan biaya logistik serta selisih atau
perbedaan sebelum dan setelah adanya pelabuhan hub internasional Bitung. Biaya logistik yang
terdapat di asal dan tujuan muatan dianggap konstan. Sehingga, dari komponen biaya logistik,
yang mengalami perubahan akibat dari penetapan pelabuhan hub internasional Bitung ialah
biaya transportasi laut di wilayah domestik Indonesia.
3.1.6.
Analisis Sensitivitas
Pada tahap ini dilakukan analisis sensitivitas terhadap variabel-variabel yang memiliki
pengaruh besar terhadap perubahan dari biaya logistik.
3.1.7. Kesimpulan dan Saran
Pada bagian akhir penelitian ini akan diberikan beberapa kesimpulan yang merupakan
hasil penelitian tugas akhir yang menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Selain itu juga
diberikan saran untuk pengembangan riset di masa yang akan datang.
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
33/132
17
4.BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1. Tinjauan Objek Penelitian
Lokasi yang menjadi studi kasus dalam tugas akhir ini adalah pelabuhan tanjung perak
Surabaya. Pelabuhan tanjung perak Surabaya merupakan pelabuhan utama untuk muatan
internasional yang diperuntukkan untuk wilayah Indonesia Timur. Selain itu, pelabuhan Bitung
merupakan lokasi studi kasus dalam penelitian ini. Pelabuhan Bitung merupakan pelabuhan
yang akan ditetapkan sebagai pelabuhan hub internasional untuk wilayah Indonesia Timur.
4.1.1.
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk kedua
di Indonesia setelah Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Pelabuhan tanjung perak juga menjadi
pelabuhan utama di wilayah Indonesia Timur. Pada analisis biaya logistik kondisi eksisting
yakni pada kondisi sebelum penetapan pelabuhan hub internasional bitung, pelabuhan Tanjung
Perak diasumsikan sebagai pelabuhan hub atau pelabuhan utama yang melayani muatan
petikemas internasional dari dan ke wilayah Indonesia Timur. Sehingga, pada analisis yang
akan dilakukan dibutuhkan data historis pelabuhan Tanjung Perak khususnya untuk muatan
petikemas internasional. Untuk muatan petikemas internasional yang dilayani oleh pelabuhan
Tanjung Perak, paling banyak ada di terminal petikemas Surabaya. Maka dari itu, data yang
dibutuhkan untuk melakukan analisis biaya logistik adalah data dari terminal petikemas
Surabaya. Terminal petikemas Surabaya merupakan terminal yang berada di bawah
pengelolaan pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang khusus melayani muatan petikemas
internasional maupun domestik. Berikut total data muatan petikemas intenasional dan domestik
yang dilayani oleh terminal petikemas Surabaya.
Tabel 4.1. Arus Muatan Petikemas Internasional dan Domestik Tahun 2010-2014
Sumber: PT. Terminal Petikemas Surabaya, 2014
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
34/132
18
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa arus muatan petikemas internasional lebih
mendominasi dibandingkan dengan arus muatan petikemas domestik. Selain itu, arus muatan
petikemas internasional di terminal petikemas Surabaya mengalami rata-rata peningkatan
sebesar 5%. Dalam rencana PT. Pelabuhan Indonesia III, terminal petikemas Surabaya nantinya
akan melayani muatan petikemas internasional sepenuhnya, dengan persaingan sehat antara
terminal petikemas Surabaya sendiri dan terminal teluk lamong. Sedangkan untuk muatan
domestik akan dilayani sepenuhnya oleh PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia. Namun, terminal
petikemas Surabaya masih tetap dapat melayani muatan domestic dengan persaingan yang sehat
antara terminal petikemas Surabaya, terminal teluk lamong dan PT. Berlian Jasa Terminal
Indonesia. Pada analisis yang akan dilakukan, pelabuhan utama pada kondisi saat ini yakni
pelabuhan Tanjung Perak Surabaya (Terminal Petikemas Surabaya) akan dipindahkan ke
pelabuhan Bitung yang nantinya akan ditetatapkan sebagai pelabuhan hub internsasional yang
akan melayani muatan petikemas internasional untuk wilayah Indonesia Timur. Berikut adalah
fasilitas yang dimiliki oleh terminal petikemas Surabaya.
Tabel 4.2. Fasilitas Utama Terminal Petikemas Surabaya
Sumber: Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Tabel 4.3. Fasilitas Peralatan Terminal Petikemas Surabaya
Sumber: Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Tabel 4.1.2 dan tabel 4.1.3 menunjukkan data fasilitas utama dan bongkar muat atau peralatanbongkar muat yang dimiliki oleh terminal petikemas Surabaya. Pada tugas akhir ini, analisis
Dermaga Internasional (m) = 1,000Dermaga Domestik (m) = 450
Lapangan Penumpukan (Ha) = 40
Lapangan Penumpukan (TEU's) = 34,252
Container Freight Station (m2) = 10,000
Fasilitas Utama
Container Crane (unit) = 11
RTG (unit) = 28
Reach Stacker (unit) = 6
Sky Stacker (unit) = 3
Reefer Plug (unit) = 909
Forklift (unit) = 18
Dolly System (unit) = 58
Fasilitas Peralatan
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
35/132
19
biaya logistik kondisi saat ini yang dilakukan dengan beberapa pelabuhan tujuan di wilayah
Indonesia Timur, yakni Makassar, Banjarmasin, Ambon, Bitung, Sorong dan Benoa. Berikut
adalah tarif kepelabuhanan dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Tabel 4.4. Tarif Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Sumber: Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
4.1.2. Pelabuhan Bitung
Pelabuhan Bitung berada di Kota Bitung Sulawesi Utara. Pelabuhan dibagi menjadi dua
peruntukkan, yakni pelabuhan konvensional dan terminal petikemas Bitung. Pada analisis
dampak penetapan pelabuhan hub internasional Bitung, pelabuhan Bitung adalah sebagai
pelabuhan hub yang akan dianalisis biaya logistiknya. Pada Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia mengenai konektivitas nasional, pelabuhan Bitung
dijadikan sebagai pelabuhan hub internasional yakni sebagai pintu masuk muatan luar negeri
untuk wilayah Indonesia Timur. Sedangkan untuk wilayah Indonesia Barat adalah pelabuhan
Kuala Tanjung yang berada di Sumatera Utara. Namun, pada kondisi saat ini, muatan petikemas
internasional yang dilayani oleh pelabuhan Bitung sangatlah sedikit. Berikut arus muatan
petikemas internasional yang dilayani oleh pelabuhan Bitung.
Tabel 4.5. Arus Muatan Internasional Pelabuhan Bitung
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia IV
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
36/132
20
Dari tabel 4.1.5 diatas dapat diketahui bahwa arus muatan petikemas yang dilayani oleh
pelabuhan Bitung sangatlah sedikit. Di tahun 2010 arus muatan petikemas internasional yang
dilayani oleh pelabuhan Bitung adalah yang paling banyak yakni sebesar 25 TEUs. Arus
muatan petikemas yang dilayani oleh pelabuhan Bitung tidak sebanding dengan arus muatan
petikemas yang dilayani oleh pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Akan tetapi, dalam analisis
biaya logistik ini, pertumbuhan arus muatan petikemas pada pelabuhan Bitung tidak
dipertimbangkan. Berikut adalah tarif pelabuhan Bitung.
Tabel 4.6. Tarif Pelabuhan Bitung
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia IV
Tarif pelabuhan Bitung pada tabel 4.1.6 merupakan tarif pelabuhan pada kondisi saat ini,
sehingga pada analisis kondisi saat ini, tarif yang akan digunakan adalah tarif pada tabel 4.1.6.
Namun, pada analisis pelabuhan hub internasional Bitung, tarif pelabuhan yang digunakan
dalam melakukan analisis adalah tarif pelabuhan tanjung perak Surabaya, dikarenakan
pelabuhan Bitung telah ditetapkan sebagai pelabuhan hub internasional sehingga tarif
pelabuhannya juga harus sama dengan pelabuhan tanjung perak Surabaya yang mana saat ini
sebagai pelabuhan utama untuk wilayah Indonesia Timur.
4.2. Jalur Distribusi Muatan Petikemas Internasional
Langkah selanjutnya setelah menentukan kelompok kapal serta spesifikasinya adalahpenentuan peta dari distribusi muatan. Pada analisis dampak penetapan pelabuhan hub
internasional Bitung ini dilakukan perbandingan antara kondisi saat ini dimana untuk wilayah
Indonesia Timur, pelabuhan utama yang menjadi pelabuhan hub ialah pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya dengan kondisi setelah penetapan pelabuhan hub internasional Bitung. Jalur distribusi
muatan yang dilayani oleh pelabuhan Tanjung Perak yang akan dianalisis adalah dari jalur luar
negeri sampai dengan wilayah Indonesia Timur. Jalur distribusi muatan pelabuhan Tanjung
Perak saat ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Labuh USD/GT/Call = 0.14Tambat USD/GT/Etmal = 0.17
Pandu Fix. USD/Kpl/Gerak = 106
Pandu Var. USD/GT/Gerak = 0.04
Tunda Fix Rp/Kpl/Jam = 4,015,332
Tunda Var. Rp/GT/Jam = 91.85
Fasilitas Peralatan
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
37/132
21
Gambar 4.1. Jalur Distribusi Muatan Petikemas Internasional untuk Wilayah Indonesia Timur
pada Kondisi Saat Ini
Gambar 4.2.1 diatas merupakan jalur distribusi muatan petikemas internasional untuk wilayah
Indonesia Timur. Muatan petikemas internasional yang diperuntukkan untuk wilayah Indonesia
Timur tidak dapat langsung menuju ke tujuan akhirnya yakni di Indonesia Timur, namun transit
terlebih dahulu di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Pada kondisi saat ini atau eksisting,
pelabuhan Tanjung Perak Surabaya merupakan pelabuhan hub internasional bagi wilayah
Indonesia Timur. Untuk asal (origin) dari muatan internasional petikemas adalah Singapura.
Analisis hanya dilakukan untuk origin muatan petikemas di Singapura, karena hampir
keseluruhan muatan petikemas internasional yang menuju ke pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya adalah dari Singapura, selain itu pelabuhan Singapura merupakan pelabuhan hub
internasional. Sehingga, negara-negara Eropa, Amerika, dan lain-lain akan transit terlebih
dahulu di pelabuhan Singapura sebelum menuju ke pelabuhan di Indonesia.
Sehingga, untuk jalur distribusi muatan petikemas internasional kondisi saat ini adalah
dengan asal (origin) muatan petikemas internasional dari Singapura, dan akan melakukan
kegiatan bongkar di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
merupakan pelabuhan tujuan akhir dari muatan dan sebagai pelabuhan transit untuk muatan
dengan tujuan akhir wilayah Indonesia Timur. Berikut adalah daftar rute dari distribusi muatan
petikemas internasional untuk wilayah Indonesia Timur.
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
38/132
22
Tabel 4.7. Rute Distribusi Muatan Petikemas Internasional melalui Pelabuhan Tanjung Perak
Pada tabel 4.2.2 diatas dapat diketahui pelabuhan asal dan tujuan dari distribusi muatan
petikemas internasional beserta dengan jarak yang akan ditempuh dari pelabuhan asal sampai
pelabuhan tujuan. Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya merupakan pelabuhan tujuan akhir dari
muatan petikemas internasional dan pelabuhan transit untuk wilayah Indonesia Timur. Pada
setiap pelabuhan tujuan, jumlah muatan internasional yang diperuntukkan untuk tujuan tersebut
adalah berbeda-beda, sesuai dengan permintaan atau demand pada masing-masing tujuan.
Jumlah muatan internasional tersebut diasumsikan berupa prosentase dari total muatan
internasional yang diperuntukkan untuk Surabaya dan Wilayah Indonesia Timur. Adapun
jumlah muatan internasional pada masing-masing tujuan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.8. Jumlah Muatan Internasional pada Masing-masing Tujuan (Transit Surabaya)
Pada tabel 4.2.2 diatas dijelaskan bahwa, sebesar 90% muatan petikemas internasional dengan
tujuan Surabaya berasal dari Singapura. Dari total muatan internasional dari Singapura dan
Malaysia dengan tujuan Surabaya, didistribusikan ke beberapa tujuan di wilayah Indonesia
Timur, yakni Makasar sebesar 10% denganjumlah muatan 49.153 TEUs. Banjarmasin 10%
dengan jumlah muatan 49.153 TEUs. ambon 6% dengan jumlah muatan 29.492 TEUs. sorong
Singapura Surabaya 1,016Malaysia Surabaya 964
Makasar 458
Banjarmasin 235
Ambon 988
Sorong 1,237
Bitung 498
Benoa 260
Pelabuhan Asal Pelabuhan
Tujuan Jarak (Nm)
Surabaya
Prosentase (%) Jumlah (TEU's/Tahun)
Singapura Surabaya 90% 713,981
Malaysia Surabaya 10% 75,450
Makasar 10% 78,943
Banjarmasin 10% 78,943
Ambon 6% 47,366
Sorong 4% 31,577
Bitung 5% 39,472
Benoa 7% 55,260
Pelabuhan Asal Pelabuhan Tujuan Muatan
Surabaya
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
39/132
23
4% dengan jumlah muatan sebesar 19.661 TEUs Bitung 5% dengan jumlah muatan 24.576
TEUs. Benoa 7% dengan jumlah muatan 34.307TEUs.
Setelah diketahui distribusi muatan petikemas internasional pada kondisi saat ini,
selanjutnya adalah pemindahan pelabuhan hub internasional untuk wilayah Indonesia Timur ke
pelabuhan Bitung seperti yang telah dicanangkan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Berikut adalah rute distribusi muatan petikemas
internasional dengan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan hub internasional.
Gambar 4.2. Jalur Distribusi Muatan Petikemas Internasional untuk Wilayah Indonesia Timur
pada Kondisi Pelabuhan Hub Bitung
Gambar 4.2.2 diatas menunjukkan adanya perubahan rute pada distribusi muatan petikemas
internasional jika pelabuhan hub internasional Bitung ditetapkan. Seluruh muatan petikemas
internasional akan transit ke pelabuhan hub internasional Bitung terlebih dahulu dan
selanjutnya akan dikirim ke pelabuhan tujuan akhirnya masing-masing. Sehingga, rute baru
yang akan ada jika pelabuhan hub internasional Bitung ditetapkan dan dilaksanakan adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.9. Rute Distribusi Muatan Petikemas Internasional melalui Pelabuhan Bitung
Singapura Bitung 1,760
Malaysia Bitung 1,830
Makasar 458
Banjarmasin 992
Ambon 551
Sorong 585
Surabaya 1,231Benoa 1,608
Bitung
Pelabuhan Asal Pelabuhan
Tujuan Jarak (Nm)
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
40/132
24
Tabel 4.2.3 merupakan tabel rute distribusi muatan petikemas internasional yang melalui
pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan hub internasional. Jarak dari pelabuhan Singapura dengan
pelabuhan Bitung lebih jauh dibandingkan dengan jarak pelabuhan Singapura dengan
pelabuhan Tanjung Perak. Namun, untuk pelabuhan-pelabuhan tujuan akhir di wilayah
Indonesia Timur, jarak pelabuhan Bitung adalah lebih dekat dibandingkan dengan jarak pada
pelabuhan Tanjung Perak. Rute tersebut yang akan digunakan untuk menentukan biaya logistik
muatan petikemas untuk wilayah Indonesia Timur. Jumlah muatan pada masing-masing
pelabuhan tujuan juga berbeda-beda sesuai dengan permintaan atau demand pada masing-
masing tujuan. Pada analisis ini, jumlah muatan yang digunakan diasumsikan sama dengan
kondisi saat ini, yakni sebagai berikut.
Tabel 4.10. Jumlah Muatan Internasional pada Masing-masing Tujuan (Transit Bitung)
Pada tabel 4.2.4 diatas dijelaskan bahwa, prosentase dan jumlah muatan dengan pelabuhan asal
Singapura dan Malaysia (Luar Negeri) diasumsikan sama dengan kondisi saat ini, yakni 90%
untuk asal Singapura dan 10% untuk asal Malaysia. Jumlah muatan yang didistribusikan juga
diasumsikan sama dengan kondisi saat ini, yang mana sebesar 40% dari jumlah keseluruhan
muatan petikemas internasional diperuntukkan wilayah Indonesia Timur, dan 60% untuk
wilayah Suarabaya dan sekitarnya. Sehingga, pada analisis pemindahan pelabuhan hub Bitung,
variable yang akan berubah adalah variabel jarak, yang sebelumnya dengan tujuan Surabaya
diganti dengan tujuan Bitung.
4.3. Moda Transportasi
Moda transportasi yang digunakan pada analisis adalah moda transportasi berupa kapal
petikemas internasional dan domestik. Untuk distribusi dengan asal luar negeri dan tujuan
Surabaya atau Bitung, moda transportasi yang digunakan adalah kapal petikemas internasional.
Prosentase (%) Jumlah (TEU's)
Singapura Bitung 90% 713,981
Malaysia Bitung 10% 75,450
Makasar 10% 78,943
Banjarmasin 10% 78,943
Ambon 6% 47,366
Sorong 4% 31,577
Surabaya 60% 473,659
Benoa 7% 55,260
Pelabuhan Asal Pelabuhan Tujuan Muatan
Bitung
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
41/132
25
Sedangkan untuk mendistribusikan ke wilayah Indonesia Timur dari Surabaya atau Bitung
adalah dengan menggunakan moda transportasi kapal petikemas domestik.
4.3.1.
Kapal Petikemas InternasionalKapal petikemas internasional merupakan data kapal-kapal petikemas internasional
yang dilayani oleh pelabuhan Tanjung Perak. Muatan yang dibongkar dan dimuat dari kapal
petikemas internasional merupakan jumlah muatan petikemas internasional. Data kapal
petikemas internasional dan jumlah muatan didapatkan dari data historis jumlah muatan
petikemas internasional yang dilayani pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada tahun 2012.
Dari data yang telah ada, dapat diketahui jumlah kapal petikemas internasional yang dibongkar
atau dimuat di pelabuhan Tanjung Perak, selain itu terdapat spesifikasi masing-masing kapal
petikemas. Data spesifikasi kapal digunakan untuk mencari asumsi-asumsi yang dibutuhkan
dalam melakukan analisis perhitungan. Spesifikasi yang dibutuhkan dari data eksisting yang
ada adalah ukuran atau kapasitas kapal tersebut yang nantinya akan dibagi menjadi beberapa
grup ukuran kapal, guna mempermudah perhitungan biaya transportasi laut. Selain itu, data
lainnya yang dibutuhkan ialah data jumlah muatan petikemas yang dibongkar atau dimuat oleh
kapal tersebut dalam waktu satu tahun, data tersebut akan digunakan sebagai asumsi dari load
factor muatan yang dibongkar dan dimuat pada analisis biaya logistik. Adapun data kapal
beserta spesifikasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.11. Data Kapal Petikemas Internasional
NO NAMA KAPAL DWT TEU's NO NAMA KAPAL DWT TEU's
1 APL BANGKOK 42,201.00 1,300.00 29 MEDCORAL 17,068.00 1,496.00
2 AEGEAN EXPRES 18,581.00 1,500.00 30 MSC HOBART 22,738.00 1,965.00
3 ANTJE WULFF 39,291.00 2,000.00 31 MEDFRISIA 17,068.00 10,000.00
4 AMUNDSEN 23,417.00 1,736.00 32MV.OCEAN
MERMAID18,123.00 1,370.00
5 BAHAMIANEXPRESS
25,899.00 1,312.00 33 OCEAN MERMAID 18,123.00 1,370.00
6 BALTIC STRAIT 23,840.00 1,702.00 34 PRINCESS OF LUCK 16,705.00 1,560.00
7 CAPE FARO 20,250.00 1,440.00 35 RHL ASTRUM 18,480.00 1,730.00
8 CAPE NEGRO 24,116.00 1,510.00 36 SANYA 16,705.00 1,560.00
9CMA CGM
KAILAS24,161.00 1,854.00 37 SZCZECIN TRADER 16,803.00 2,000.00
10CMA CGM
MIMOSA39,163.00 1,958.00 38 STADT ROSTOCK 27,971.00 2,741.00
11 COUGAR 22,210.00 1,308.00 39 UNI AHEAD 14,796.00 1,164.00
12 CAPE NORVIEGA 24,116.00 1,510.00 40 UNI PRUDENT 17,887.00 1,618.00
13 EVER PEARL 19,309.00 2,000.00 41 UNI-ANGEL 14,796.00 1,296.00
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
42/132
26
NO NAMA KAPAL DWT TEU's NO NAMA KAPAL DWT TEU's
14 EVER APEX 15,605.00 1,618.00 42 UNI PACIFIC 17,887.00 1,618.00
15 EVER POWER 19,309.00 2,000.00 43 UNI PATRIOT 17,887.00 1,618.00
16 FAR COLOMBO 24,134.00 12,000.00 44 UNI PROBITY 17,887.00 1,618.00
17FRISIA
NUERNBERG28,520.00 1,970.00 45 UNI POPULAR 17,887.00 1,618.00
18HANSA
PAPENBURG23,464.00 1,740.00 46 UNI PREMIER 17,887.00 2,000.00
19 ITHA BHUM 21,813.00 1,324.00 47 UNI PROSPER 17,887.00 1,618.00
20 ITAL ONESTA 38,250.00 2,650.00 48 VEGA FYNEN 9,957.00 1,114.00
21 JAN RITSCHER 33,843.00 2,526.00 49 WAN HAI 212 17,138.00 1,325.00
22 JIN YUN HE 24,244.00 2,200.00 50 WAN HAI 266 18,872.00 1,662.00
23 KUO HUNG 18,585.00 1,750.00 51 WARNOW CHIEF 17,068.00 1,496.00
24KMTC
PORTKELANG28,499.00 1,860.00 52 WARNOW MATE 17,068.00 1,120.00
25 KOTA RAJIN 13,212.00 2,000.00 53 WESTERDIEK 32,060.00 2,000.00
26 KOTA RANCAK 9,678.00 938.00 54 YM INSTRUCTION 16,488.00 2,300.00
27KMTC
SHANGHAI20,815.00 1,860.00 55 YM INTERACTION 16,488.00 2,500.00
28 LEO PERDANA 27,104.00 2,553.00
Sumber: Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Tabel 4.3.1 diatas merupakan kapal petikemas internasional yang dilayani oleh pelabuhan
Tanjung Perak dengan pelabuhan asal Singapura dan Malaysia. Pada analisis biaya logistik
kondisi saat ini dan setelah penetapan pelabuhan hub Bitung, proporsi dari muatan internasional
ini dianggap konstan. Namun, untuk distribusi proporsi muatan petikemas internasional untuk
wilayah Indonesia Timur harus diperhatikan, karna proporsi tersebut memiliki pengaruh yang
cukup besar.
4.3.2. Kapal Petikemas Domestik
Kapal petikemas domestik ini digunakan untuk pendistribusian muatan petikemas
internasional ke wilayah Indonesia Timur. Proporsi dari jumlah kapal petikemas domestik ini
juga dianggap sama dengan kondisi saat ini. Sehingga perbedaan signifikan akan terlihat pada
biaya transportasi laut kapal-kapal yang digunakan untuk mendistribusikan muatan baik kapal
petikemas internasional maupun domestik. Proporsi muatan petikemas internasional yang
dikirim dengan menggunakan kapal domestic untuk wilayah Indonesia Timur digunakan untuk
penentuan jumlah muatan petikemas internasional yang dibongkar atau dimuat di pelabuhan
tujuan, untuk mendapatkan biaya bongkar muat petikemas di pelabuhan tujuan. Berikut adalah
data kapal petikemas domestic dengan jumlah bongkar dan muatnya.
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
43/132
27
Tabel 4.12. Kapal Petikemas Domestik
NO NAMA KAPALJlh
BongkarJlh Muat NO NAMA KAPAL Jlh Bongkar Jlh Muat
1 KM. AKASHIA 713 532 20
KM. MERATUS
PROJECT 1 311 -
2KM. ARMADA
PAPUA249 - 21
KM. MERATUS
ULTIMA 13,632 4,075
3KM. ARMADA
PERSADA235 - 22 KM. MUSI RIVER 327 275
4KM. ARMADA
PURNAMA585 - 23
KM. PORT
NUMBAY1 -
5KM. ARMADA
SETIA284 - 24
KM. PRATIWI
RAYA427 884
6 KM. AYER MAS 527 603 25KM. PULAU
LAYANG392 -
7 KM. BALI AYU 372 - 26KM. PULAU
WETAR720 -
8KM. BALI
TABANAN967 1,449 27
KM. SAMUDERA
MAS1,556 3,234
9 KM. BELIK MAS 921 1,796 28KM. SEGORO
MAS2,418 1,509
10 KM. GUHI MAS 2,552 3,271 29KM. SINAR
AMBON127 -
11KM. HIJAU
SEJUK746 - 30
KM. SINAR
ARROW1,034 520
12KM. HIJAU
SEMANGAT 109 - 31KM. SINAR
PADANG 410 85
13 KM. JALES MAS 269 257 32 KM. STRAIT MAS 2,620 3,782
14KM. KANAL
MAS2,961 1,938 33
KM. TANTO
FAJAR 25 870
15KM. KEDUNG
MAS2,025 2,865 34
KM. TANTO
HARMONI71 220
16KM. LAGOA
MAS16 974 35 KM. TANTO KITA 336 324
17 KM. MAGELAN 233 123 36KM. TANTO
LUMOSO617 -
18 KM. MERATUSKUPANG
200 - 37 KM. TANTOPERMAI
115 -
19KM. MERATUS
PADANG2,080 366 38 KM. TANTO RAYA 377 -
Tabel 4.3.2 diatas merupakan rincian dari kapal-kapal domestik yang melayani rute-rute
pendistribusian muatan petikemas internasional ke wilayah Indonesia Timur. Dari data pada
tabel 4.3.2 tersebut, didapatkan prosentase muatan pada masing-masing tujuan di wilayah
Indonesia Timur.
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
44/132
28
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
45/132
29
5.BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1.
Langkah-langkah PerhitunganPada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam penelitian ini hanya akan
dilakukan analisis dampak pemindahan pelabuhan hub Bitung pada biaya logistik dengan
batasan muatan petikemas internasional 20 feet, dan batasan pelayaran di area pelabuhan asal
(Luar Negeri) yakni Singapura dan Malaysia sampai di area domestik.
5.1.1. Pengelompokkan Ukuran Kapal Petikemas
Pada analisis dampak penetapan pelabuhan hub internasional Bitung ini akan fokus
pada perhitungan dampak biaya logistik akibat adanya penetapan hub internasional Bitung.
Langkah awal dalam analisis ini ialah penentuan kelompok kapal berdasarkan kapasitas kapal
petikemas yakniDeadweight (DWT). Hal ini dilakukan dikarenakan karakteristik kapal dengan
cakupan range tertentu memiliki kesamaan karakteristik dan spesifikasi. Selain itu,
pengelompokkan kapal ini bertujuan untuk menyederhanakan perhitungan biaya operasional
kapal Setelah ditentukan kelompok kapal yang akan dianalisis, selanjutnya adalah analisis
spesifikasi ukuran utama kapal. Spesifikasi ukuran kapal akan digunakan dalam perhitungan
operasional kapal dan biaya perjalanan kapal. Spesifikasi yang digunakan dalam analisis ini
antara lain, gross tonnage (GT), daya mesin induk (main engine) dan daya mesin bantu
(auxiliary engine) dan kecepatan kapal. Spesifikasi yang dibutuhkan tersebut didapatkan dari
regresi hubungan antar ukuran utama kapal.
1)
Kapal Petikemas
Dalam analisis ini, biaya yang diperhitungkan adalah khusus biaya muatan petikemas.
Sehingga, pengelompokkan kapal yang dilakukan adalah berdasarkan pada DWT
kapal. Sebelum penentuan kelompok kapal berdasarkan DWT kapal, telah ditentukanterlebih dahulu kelompok kapal berdasarkan TEUs kapal. Selanjutnya dapat diketahui
hubungan antara TEUs kapal dengan DWT kapal. Berikut adalah hubungan antara
ukuran utama kapal petikemas.
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
46/132
30
Gambar 5.1. Grafik Hubungan antara DWT dan GT Kapal Petikemas
Gambar 5.2. Grafik Hubungan antara DWT Kapal dengan Kecepatan Dinas (Vs) Kapal
Petikemas
Gambar 5.3.Grafik Hubungan DWT Kapal dengan Daya ME Kapal Petikemas
y = 0.9005x - 2433.1
R = 0.9924
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000
y = 8E-05x + 18.006
R = 0.8813
-
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
0 20 40 60 80 100 120
Thousands
y = 0.6475x + 446.14
R = 0.9851
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
47/132
31
Gambar 5.4. Grafik Hubungan DWT Kapal dengan Daya AE Kapal Petikemas
Sehingga pengelompokkan kapal petikemas yang dibagi atas 8 (delapan) kategori berdasarkan
TEUs kapal, yakni mulai dari ukuran kurang dari 399 TEUs sampai dengan 5,199 TEUs.
Berikut adalah spesifikasi (ukuran utama) dari masing-masing kelompok kapal petikemas.
Tabel 5.1. Pengelompokkan Ukuran Kapal Petikemas
Dari tabel 5.1.1 diatas telah diketahui daya mesin pada masing-masing kelompok kapal. Daya
mesin pada main engine dan auxiliary engine merupakan komponenyang dibutuhkan untukmelakukan perhitungan kebutuhan bahan bakar minyak kapal petikemas. Langkah awal untuk
menentukan kebutuhan bahan bakar minyak ialah dengan mengetahui besar spesific fuel oil
consumption (SFOC) berdasarkan daya mesin masing-masing kelompok kapal. SFOC ini
didapatkan dari katalog mesin Wartsila sesuai dengan daya mesin pada masing-masing kapal
diatas. Pada auxiliary engine juga sama, yakni ditentukan terlebih dahulu SFOC dari daya
mesin auxiliary engine sesuai dengan dayanya. SFOC pada auxiliary engine didapatkan dari
katalog mesin MaK. Setelah diketahui SFOC pada masing-masing daya mesin, selanjutnya
y = 0.1384x + 645.53
R = 0.9292
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000
Vs
ME AE knot
A 0 - 399 7,030 3,752 1,352 18.04B 400 - 649 9,910 5,823 1,795 18.06
C 650 - 899 12,790 7,894 2,237 18.08
D 900 - 1,299 17,399 11,207 2,946 18.11
E 1,300 - 1,999 25,464 17,006 4,185 18.17
F 2,000 - 2,999 36,985 25,290 5,956 18.25
G 3,000 - 3,949 47,930 33,160 7,638 18.32
H 3,950 - 5,199 62,331 43,515 9,851 18.42
Daya Mesin (kW)Group
Range Ukuran Kapal
TEU's GT
7/23/2019 ANALISIS DAMPAK PENETAPAN PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG PADA BIAYA LOGISTIK: STUDI KASUS WILAYAH INDONESIA TIMUR
48/132
32
dapat diketahui besarnya kebutuhan bahan bakar minyak yang dibutuhkan. Adapun SFOC serta
kebutuhan bahan bakar minyak pada masing-masing kelompok kapal adalah sebagai berikut.
Tabel 5.2. Konsumsi Bahan Bakar Minyak Main Engine dan Auxil iary Engine
5.1.2. Asumsi-Asumsi yang Digunakan
Pada subbab 5.1.2 ini akan dijelaskan mengenai asumsi-asumsi yang digunakan dalam
melakukan analisis kondisi saat ini dan kondisi saat pemindahan pelabuhan hub internasional
ke Bitung. Asumsi yang digunakan terdiri dari asumsi operasinal dan finansial.
I.
Asumsi Operasional
Asumsi operasional merupakan asumsi yang digunakan untuk melakukan analisis
operasional pada kondisi eksisting dan kondisi saat penetapan pelabuhan hub Bitung.
Asumsi operasinal ini terdiri dari asumsi produktivitas bongkar muat pelabuhan dan
idle time di masing-masing pelabuhan, yang akan digunakan untuk mengetahui total
time dari moda transportasi yang dihitung. Selain itu, asumsi yang digun
Top Related