BAB II
PERINATOLOGI
A. NEONATUS NORMAL
A. 1. Mengidentifikasi paling sedikit 5 kriteria fisik dan 5 kriteria neurologik bayi
cukup bulan
5 kriteria fisik pada bayi cukup bulan adalah :
1. Berat badan pada bayi baru lahir adalah kira-kira 3000 g, dimana biasanya anak lelaki
lebih berat daripada anak perempuan. Selain itu, lebih kurang 95 % diantaranya
menunjukkan panjang badan sekitar 45-55 cm. Sedangkan, ukuran lingkar kepalanya
berkisar antara 34-35 cm.
2. Perbandingan berbagai bagian tubuh bayi yang baru lahir sangat berlainan dengan
proporsi pada janin, balita, anak besar, atau dewasa. Ukuran kepalanya relatif lebih
besar, muka berbentuk bundar, mandibula kecil, dada lebih bundar, batas anterior-
posterior kurang mendatar, abdomen relatif lebih membuncit, dan ekstremitas relatif
lebih pendek. Selain itu, titik tengah tinggi badan bayi yang baru lahir kira-kira terletak
sejajar umbilikus, sedangkan pada orang dewasa sejajar dengan simfisis pubis.
3. Pada waktu lahir, mungkin dapat dijumpai edema pada verteks atau pada bagian tubuh
lain yang menonjol. Selain itu, mungkin pula terdapat bentuk kepala bayi yang
abnormal, yang terjadi akibat tekanan partus disertai dengan saling bertumpuknya
batas tulang kepala. Sikap bayi yang baru lahir juga biasanya cenderung bersifat fleksi,
sesuai dengan posisi “melipat“ yang paling serasi, wajar dan alamiah bagi janin dalam
kandungan. Kadang-kadang jenis kelainan ortopedik pada bayi baru lahir dapat
mencerminkan sikap janin dalam kandungan.
4. Sering pula terdapat berbagai varian anatomik lokal, seperti : teleangiektasia di
kelopak mata dan kuduk, noda Mongol, milium, fimosis, dan bercak putih mengkilat
(epithelial pearl) pada mukosa mulut.
5. Pada bayi yang baru lahir, liang telinga luarnya juga pendek, membran timpani lebih
tebal dan suram, serta letaknya lebih miring. Biasanya telinga tengah pada neonatus ini
mengandung bahan mukoid yang sering disalahtafsirkan sebagai eksudat. Tuba
Eustachii juga pendek, lebar, letaknya lebih horizontal, dan kurang mengandung
rambut getar. Biasanya hanya ada sebuah sel mastoid pada antrum. Sinus maksilaris
dan sinus etmoidalisnya juga masih kecil, sedangkan sinus frontalis dan sinus
sfenoidalisnya belum berkembang. Selain itu, hati dan limpa biasanya juga dapat
diraba sedikit di bawah arkus kosta, demikian pula dengan kedua ginjal yang juga
sering dapat teraba.
Pada status neurologik, terdapat beberapa hal yang diobservasi yaitu : spontanitas
dari buka mata, gerakan mata, wajah, dan ekstremitas yang sesuai dengan stimulus
rangsangan. Hal ini dapat dilihat dengan mengukur kemampuan refleks pada neonatus.
Sedangkan, 5 kriteria neurologik pada bayi cukup bulan dapat dilihat dari pemeriksaan
refleks berikut ini :
1. Refleks Moro, yaitu berupa gerakan seperti memeluk bila ada rangsangan,
misalnya dengan menarik kain tempat ia berbaring.
2. Refleks hisap yang dapat ditimbulkan dengan meletakan sesuatu benda
dimulutnya.
3. Refleks Rooting, yaitu bayi akan mencari benda yang diletakan di sekitar
mulutnya dan kemudian akan menghisapnya.
4. Refleks plantar, yaitu ditimbulkan dengan meletakan suatu benda pada telapak
kaki dan bayi akan memfleksikan jari-jari kakinya.
5. Refleks “grasp”, yaitu ditimbulkan dengan meletakan suatu benda pada telapak
tangan dan akan terjadi gerakan fleksi dari jari-jari tangannya.
A. 2. Menyebutkan nilai-nilai normal darah bayi cukup bulan
Kadar Hb darah tepi pada neonatus berkisar antara 17-19 g/dl. Selain itu,
retikulositosis ringan dan normoblast dalam darah tepi mungkin dijumpai pada beberapa
hari pertama kehidupan. Adapun, kadar Hematokrit pada saat lahir adalah 52%, dimana
beberapa jam berikutnya akan meningkat, yang mungkin dikarenakan adanya pemasukan
darah akibat pengurutan tali pusat. Kemudian, nilai Ht akan merendah sampai umur 6
bulan, untuk selanjutnya menetap mencapai nilai rata-rata 34%. Jumlah leukosit pada
waktu lahir adalah 10.000/µl, yang akan meningkat pada hari pertama dengan gambaran
neutrofilia relatif. Mungkin pula dijumpai jumlah leukosit 25.000–30.000/µl tanpa
disertai infeksi. Setelah umur 1 minggu, jumlah leukosit akan merendah (< 14.000/µl),
dengan ciri adanya limfositosis relatif yang berlanjut selama masa bayi. Pada keadaan
gawat darurat bayi baru lahir, termasuk infeksi, sering hanya disertai dengan leukositosis
ringan atau dengan jumlah leukosit yang normal, bahkan leukopenia. Jumlah trombosis
biasanya tidak mengalami perubahan selama masa bayi dan anak. Hampir tidak ada
transfer faktor pembekuan dari ibu ke bayi, dimana mekanisme hemostatik sering
mengalami gangguan karena masih imaturnya fungsi hati yang akan memproduksi faktor
pembekuan atau karena belum terbentuknya flora usus yang akan berperan dalam
absorpsi vitamin K. Pada bayi prematur, sering dijumpai adanya gangguan mekanisme
pembekuan, terutama defisiensi vitamin K1.
Kadar gama-globulin pada bayi baru lahir umumnya agak lebih tinggi daripada
ibu, yang disebabkan terutama karena kenaikan komponen IgG. Telah dibuktikan, bahwa
IgG dengan mudah dapat ditransfer dari ibu ke anak, IgM hanya sebagian kecil,
sedangkan IgA dan IgE sama sekali tidak dapat melalui plasenta.
Sedangkan, berikut ini ditampilkan tabel mengenai nilai-nilai normal hematologi :
Value Full-Term
Cord blood
Day1 Day 2 Day 3 Day 4
Hb (g/dl) 16.8 18.4 17.8 17.0 16.8
Hematocrit (%) 53 58 55 54 52
Red cells (mm3) 5.25 5.8 5.6 5.2 5.1
MCV (µ3) 107 108 99 98 96
MCH (g) 34 35 33 32.5 31.5
MCHC (%) 31.7 32.5 33 33 33
Reticulocytes (%) 3 - 7 3 -7 1 - 3 0 - 1 0 – 1
Platelets (1000s/mm3) 290 192 213 248 252
Tabel 1. Nilai-nilai normal hematologi. Diambil dari : Fanaroff dan Klaus, Care of The
High-Risk Neonate fifth Edition, halaman 574.
A. 3. Menyebutkan nilai-nilai normal urin bayi cukup bulan
Fungsi ginjal pada neonatus masih belum sempurana, dimana urin mengandung
sedikit protein dan pada minggu pertama mungkin dujumpai banyak senyawa urat yang
dapat menyebabkan urin berwarna merah muda. Bersihan urea dan daya konsentrasi urin
masih terbatas, begitu pula produksi ion ammonium dan bersihan ion fosfat juga terbatas.
Pada hari pertama, mungkin terdapat kenaikan kadar ureum darah yang bersifat
sementara.
Jumlah ekskresi urin pada neonatus berkisar antara 1-3 mL/kgBB/jam atau rata-
rata sekitar 50 mL/kgBB/hariJumlah ekskresi N urin 1-3 mL/kgBB/jam atau 50
mL/kgBB/hari.
A. 4. Menyebutkan nilai-nilai normal tinja bayi cukup bulan
Pengeluaran tinja yang pertama kali, yang terdiri dari mekonium, biasanya terjadi
dalam waktu 24 jam postpartum. Dengan diberikannya ASI atau susu, pada hari 3-4
mekonium mulai diganti oleh tinja peralihan yang berwarna coklat kehijauan dan
mengandung jonjot usus. Frekuensi defekasi pada bayi baru lahir sampai akhir minggu
pertama berkisar antara 3-5 kali sehari, yang agaknya tergantung dari frekuensi
pemberian dan banyaknya makanan. Umumnya, tinja berkonsistensi lembek serupa pasta
dan berwarna kuning. Pada bayi yang mendapat ASI, frekuensi defekasi sering melebihi
5 kali sehari dengan konsistensi tinja encer, berwarna kuning dan berlangsung sampai
akhir minggu ke-4, dimana keadaan ini tidak mengkhawatirkan selama disertai kenaikan
berat badan yang wajar. Diantara 50 bayi, terdapat 1 bayi yang menunjukkan konstipasi
pada minggu pertama. Gejala konstipasi ini lebih sering dijumpai pada anak yang
mendapat PASI, meskipun disertai dengan konsistensi tinja yang lembek.
A. 5. Menyebutkan nilai-nilai normal cairan serebro spinal bayi cukup bulan
Umur
0-24 jam 1 hari 7 hari
Warna Jernih/xantokrom Jernih/xantokrom Jernih/xantokrom
Sel darah merah/mm3 9 (0–1070) 23 (6–630) 3 (0–48)
Leukosit
polimorfonuklear/mm3
3 (0–70) 7 (0–26) 2 (0–5)
Limfosit /mm3 2 (0–20) 5 (0–16) 1 (0–4)
Protein (mg/dl) 63 (32– 240) 73 (40–148) 47 (27–65)
Glukosa (mg/dl) 51 (32–78) 48 (38–64) 55 (48–62)
Laktat dehidrogenase
(IU/l)
22–73 22–73 22–73
Tabel 2. Cairan serebro spinal yang ditemukan pada bayi sehat yang baru lahir. Diambil
dari : Fanaroff & Klaus, Care of The High-Risk Neonate fifth edition, halaman 581.
A. 6. Menjelaskan ketiga penyebab pernafasan pertama
Pada saat lahir, pernafasan pertama pada bayi dapat terjadi karena pengaruh
beberapa faktor tertentu. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Proses kelahiran sendiri yang menimbulkan kompresi pada rongga thorak, sehingga
akan terjadi pengeluaran cairan, yang biasanya terdapat dalam rongga thoraks selama
bayi masih dalam kandungan. Pada saat yang sama, timbul rangsangan untuk berusaha
bernafas.
2. Terputusnya sirkulasi antara ibu dan janin, akan menimbulkan hipoksia pada janin
yang berlangsung sementara. Hipoksia ini merupakan suatu rangsang kimia yang
berperan terhadap rangsang kemoreseptor tubuh, sehingga timbul usaha nafas pada
bayi.
3. Adanya rangsang sensorik, berupa perubahan suhu lingkungan. Bayi yang selama
dalam kandungan berada dalam lingkungan yang hangat, tiba-tiba pada saat lahir
bayi tersebut secara mendadak dihadapkan pada suhu lingkungan yang jauh lebih
rendah. Perubahan suhu lingkungan ini akan mempengaruhi reseptor kulit, yang
kemudian melanjutkan rangsang tersebut ke pusat pernafasan di otak, sehingga timbul
usaha untuk bernafas.
Faktor-faktor inilah yang memungkinkan berlangsungnya fungsi pernafasan pada
bayi. Sempurna tidaknya fungsi pernafasan tersebut tergantung pada usia kehamilan dan
kematangan paru saat lahir. Hal ini pulalah yang menyebabkan pola pernafasan bayi
mempunyai bentuk tertentu.
A. 7. Menjelaskan proses perkembangan paru
Pada saat embrio, perkembangan sistem pernafasan dimulai pada minggu ke-3
kehamilan, yaitu saat timbulnya tonjolan di bagian depan fore-gut dan kemudian
membentuk beberapa percabangan sebagai bentuk awal saluran nafas. Awalnya
percabangan tersebut membentuk bronkus, yang kemudian berkembang dan
berdiferensiasi menyusun bagian yang lebih kecil, sehingga tercipta sistem saluran nafas
secara lengkap. Pada minggu ke-4 kehamilan, mulai terbentuk cincin tulang rawan yang
memperkuat percabangan saluran nafas tadi dan terbentuk juga sirkulasi paru dari
perkembangan pembuluh darah.
Pada minggu ke-24 kehamilan, sistem pernafasan mulai memperlihatkan bentuk
awalnya yang lengkap dengan gambaran bronkus, bronkhiolus, alveolus dan sirkulasi
paru serta limfe. Pada minggu ke-26, secara otomatis akan terlihat kelengkapan sistem
pernafasan secara anatomis dan diharapkan fungsi paru di luar rahim dapat berjalan baik.
Sedangkan, pertukaran gas masih sangat minimal dan terus mengalami perbaikan sampai
minggu ke-27 atau ke-28 kehamilan.
Pada minggu ke-27 dan ke-28 kehamilan, alveolus mulai cukup terbentuk dan
sirkulasi kapiler mulai lengkap. Lalu pada minggu ke 34-36 kehamilan, fungsi pertukaran
gas baru dapat bekerja sempurna. Selain itu, alveolus yang mulai matang, baik bentuk
maupun fisiologisnya terus mengalami perkembangan sampai bayi kemudian lahir. Pada
akhirnya, alveolus dapat menjalankan fungsinya karena dipengaruhi oleh bahan-bahan
surfaktan, yaitu campuran protein dan fosfolipid yang berperan dalam mengatur tekanan
permukaan alveolus. Surfaktan ini biasanya terbentuk pada minggu ke-18 kehamilan dan
secara bertahap kadarnya akan meningkat sampai bayi lahir.
Kemudian, pada pernafasan ekstrauterine dibagi dua fase :
1. Kenaikan yang tidak seimbang pada permukaan dan volume ruang yang terlibat
dalam pertukaran gas sampai bayi berumur 18 bulan. Volume kapiler meningkat lebih
cepat daripada volume ruangan udara, selanjutnya akan bertambah lebih cepat
daripada volume jaringan padat. Perubahan ini disempurnakan terutama melalui
proses penyekatan alveolus. Konfigurasi ruangan udara secara progresif menjadi lebih
kompleks, tidak hanya karena perkembangan sekat-sekat yang baru tetapi juga karena
pemanjangan dan pelipatan struktur alveolus yang ada. Segera setelah lahir, sistem
kapiler ganda yang terdapat di dalam sekat alveolus janin berfusi menjadi sistem
tunggal yang lebih tebal. Pada saat yang sama, cabang arteri dan vena baru
berkembang dalam sistem sirkulasi asinus dan otot mulai muncul pada lapisan media
arteri intra-asinar.
2. Semua ruangan tumbuh lebih proporsional satu sama lain. Permukaan alveolus dan
kapiler meluas sejajar dengan pertumbuhan badan. Akibatnya individu yang lebih
panjang cenderung mempunyai paru-paru yang lebih besar. Namun, ukuran akhir
paru-paru dan unsur pokok asinus individu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
tingkat aktivitas subjek dan keadaan oksigenasi yang biasa, yang memungkinkan
penyesuaian struktur dan fungsi paru secara lebih baik.
A. 8. Menjelaskan perubahan sumber zat asam tubuh
pH darah pada waktu bayi baru lahir adalah rendah. Hal ini dikarenakan
terjadinya glikolisis anaerobik. Akan tetapi setelah lahir, paru-paru akan mengatur
konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler dengan cara meningkatkan ventilasi alveolus. Hal ini
akan menyebabkan penurunan pCO2, penurunan konsentrasi H2CO3, dan penurunan
konsentrasi ion hidrogen. Disamping itu, adanya hasil metabolisme terutama protein
berupa asam-asam yang tidak menguap dan juga tidak dapat diekskresikan oleh paru-
paru, maka akhirnya asam-asam tersebut nantinya akan diekskresikan melalui ginjal.
Pada dasarnya, ginjal ikut berperan dalam mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler melalui tiga mekanisme, antara lain: sekresi ion-ion hidrogen, reabsorbsi ion
bikarbonat yang telah disaring, dan produksi ion-ion bikarbonat baru. Sehingga dalam
waktu 24 jam, asidosis ini dapat terkompensasi.
A. 9. Menjelaskan perubahan vaskularisasi paru
Gambar 1. Peredaran darah janin sebelum lahir. Diambil dari : Wiknjosastro,
Hanifa. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga, halaman 81.
Gambar 2. Peredaran darah janin setelah lahir. Diambil dari : Wiknjosastro
Hanifa. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga, halaman 82.
Pada waktu janin berada di dalam uterus, mula-mula darah yang kaya oksigen dan
nutrisi yang berasal dari plasenta, melalui vena umbilikalis akan masuk ke dalam tubuh
janin. Sebagian besar dari darah tersebut akan melalui Duktus Venosus Arantii, yang
nantinya akan mengalir ke Vena Cava Inferior pula. Kemudian, darah tersebut masuk ke
dalam atrium kanan. Di dalam atrium kanan, sebagian besar darah ini akan mengalir
secara fisiologik ke atrium kiri melalui Foramen Ovale. Dari atrium kiri, selanjutnya
darah ini akan mengalir ke ventrikel kiri, yang kemudian akan dipompakan ke Aorta.
Hanya sebagian kecil darah dari atrium kanan yang mengalir masuk ke ventrikel kanan,
hal ini dikarenakan adanya tekanan dari paru-paru yang belum berkembang. Selain itu,
sebagian besar darah dari ventrikel kanan ini yang seyogyanya mengalir melalui Arteri
Pulmonalis ke paru-paru, malah mengalir melalui Duktus Botalli ke Aorta. Sedangkan,
sebagian kecilnya menuju paru-paru dan selanjutnya ke atrium kiri melalui Vena
Pulmonalis.
Ketika janin dilahirkan, dengan segera bayi menghisap udara dan menangis kuat.
Dengan demikian, paru-parunya akan berkembang dan mengakibatkan tekanan arteri
dalam paru-paru menurun dan seolah-olah darah terhisap ke dalam paru-paru. Hal inilah
yang menyebabkan Duktus Botalli tidak berfungsi lagi. Begitu pula, karena adanya
tekanan dalam atrium kiri yang meningkat, maka Foramen Ovale akan tertutup, sehingga
foramen tersebut selanjutnya juga tidak berfungsi lagi.
A. 10. Menjelaskan penutupan Foramen Ovale
Pada masa fetus, darah yang masuk ke serambi kanan dipompakan sebagian ke
bilik kanan maupun ke serambi kiri melalui foramen ovale. Setelah bayi lahir, paru-paru
akan berkembang yang menyebabkan tekanan arterial dalam paru-paru menurun dan
seolah-olah darah terisap ke dalam paru-paru tersebut. Selain itu, tekanan dalam jantung
kanan juga akan menurun, sehingga tekanan di jantung kiri lebih besar daripada tekanan
jantung kanan, yang mengakibatkan menutupnya foramen ovale secara fungsionil.
A. 11. Menjelaskan aktivitas jantung kiri
Pada saat setelah lahir, kerja dari ventrikel kiri meningkat. Namun, kerja dari
ventrikel kanan menurun. Setelah lahir, ventrikel kiri pada neonatus akan berfungsi untuk
memompa darah sistemik/ke seluruh tubuh. Volume darah yang dipompakan ini juga
akan bertambah secara bertahap. Oleh karena tertutupnya Foramen Ovale dan Duktus
Arteriosus Botalli, maka hal ini merupakan saat yang terberat bagi ventrikel kiri, namun
beban ventrikel kiri ini masih dapat ditolelir. Sedangkan, pada saat yang bersamaan
atrium kiri juga mengalami peningkatan tekanan, yang dikarenakan adanya permulaan
proses sirkulasi paru-paru.
A. 12. Menjelaskan perubahan sirkulasi neonatus pada kehidupan extrauterine
Dengan berkembangnya paru-paru, tekanan oksigen di dalam alveoli meningkat.
Sebaliknya, tekanan CO2 menurun. Hal ini mengakibatkan turunnya resistensi pembuluh-
pembuluh darah paru, sehingga aliran darah ke alat tersebut meningkat. Hal ini juga
menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan duktus arteriosus
menutup. Dengan menciutnya arteri dan vena umbilikalis dan kemudian dipotongnya tali
pusat, aliran darah dari plasenta melalui Vena Cava Inferior dan Foramen Ovale ke
atrium kiri terhenti. Dengan diterimanya darah oleh atrium kiri dari paru-paru, tekanan di
atrium kiri menjadi lebih tinggi daripada tekanan di atrium kanan. Hal ini mengakibatkan
Foramen Ovale menutup. Sirkulasi janin sekarang telah berubah menjadi sirkulasi bayi
yang hidup di luar badan ibu.
B. BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
B. 1. Mengidentifikasi paling sedikit 5 kriteria fisik dan 5 kriteria neurologik bayi
prematur murni
5 kriteria fisik bayi prematur adalah :
a. Berat lahir sama dengan atau kurang dari 2500 g.
b. Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm.
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm.
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
e. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang, sehingga tampak
gerak peristaltik usus.
Sedangkan, 5 kriteria neurologik bayi premature ialah :
a.Reflek tonik leher lemah.
b. Reflek Moro positif.
c.Reflek menghisap lemah.
d. Genggaman jari bagus, namun kekuatannya tidak ada.
e.Reflek Rooting tidak sempurna.
B.2. Menyebutkan 5 komplikasi bayi prematur (bayi kurang bulan)
5 komplikasi pada bayi premature, yaitu :
a. Pneumonia aspirasi.
Sering ditemukan karena refleks menelan dan batuk yang masih belum sempurna.
b. Perdarahan intraventrikuler.
Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral biasanya disebabkan oleh gangguan
oksigen yang berlebihan.
c. Sindroma gangguan pernafasan idiopatik.
Disebut juga dengan penyakit membrane hialin karena pada stadium terakhir akan
terbentuk membran hialin yang melapisi permukaan paru.
d. Hiperbilirubinemia.
Disebabkan oleh karena proses konjugasi bilirubin indirek menjadi direk yang masih
belum sempurna.
e. Fibroplasia retrolental.
Umumnya terjadi karena penggunaan oksigen dalam konsentrasi tinggi, sehingga akan
terjadi vasokonstriksi pembuluh darah retina. Kemudian setelah bayi bernafas dengan
udara biasa lagi, pembuluh darah ini akan mengalami vasodilatasi yang selanjutnya
akan disusul dengan proliferasi pembuluh darah baru secara tidak teratur. Akhirnya,
sebagian kapiler baru ini tumbuh ke arah korpus vitreum dan lensa. Selanjutnya, akan
terjadi edema pada retina dan retina terlepas dari dasarnya. Pada stadium akhir, akan
terdapat masa retrolental yang terdiri dari jaringan ikat.
B. 3. Menyebutkan 2 komplikasi bayi kecil untuk masa kehamilan
2 komplikasi bayi kecil untuk masa kehamilan adalah :
a. Sindroma aspirasi mekonium.
b. Hipoglikemia.
B. 4. Menyebutkan penyebab dari 2 komplikasi tersebut di atas
Penyebab dari 2 komplikasi pada bayi kecil untuk masa kehamilan ialah :
a. Sindroma aspirasi mekonium disebabkan inhalasi mekonium ke dalam paru-paru
janin.
b. Hipoglikemik terjadi karena berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningginya
metabolisme bayi.
C. PERAWATAN NEONATUS
C. 1. Menerapkan tindakan asepsis dan antisepsis
Tindakan asepsis :
a. Mencuci tangan dan siku dengan menggunakan sabun antibakteri dan air
atau dapat pula menggunakan Chorhexidine atau Iodophor. Hal ini dilakukan selama 2
menit pada cuci tangan yang pertama dan 15-30 detik pada cuci tangan yang kedua
kali. Hal ini perlu dilakukan oleh pegawai rumah sakit dan tamu pengunjung yang
ingin masuk ke dalam ruang perawatan neonatus, dan dilakukan sebelum memegang
atau mengendong neonatus.
b. Menggunakan sarung tangan sesudah mencuci tangan.
c. Stetoskop dibersihkan dengan alkohol.
Sedangkan, tindakan antisepsis berupa :
a. Membersihkan seluruh kulit dan tali pusat neonatus dengan kapas steril yang dibasahi
dengan air hangat dan sabun.
b. Mengeringkan neonatus dan kemudian membungkusnya dengan selimut steril.
c. Membersihkan tali pusat setiap harinya dengan “triple dye”, bakterisidal agen, atau
basitrasin. Atau dapat pula dengan menggunakan Chorhexidine atau
Hexacholorophene. Akan tetapi, pada bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah),
bila terlalu sering terkena Hexachlorophene dapat terjadi neurotoxic (hal ini juga
merupakan suatu kontraindikasi untuk bayi dengan BBLR).
C. 2. Membersihkan muka bayi pada saat dia lahir
Membersihkan muka bayi dilakukan sejak kepala bayi mulai keluar dari jalan
lahir, yaitu dengan melakukan pembersihan lendir serta cairan yang berada di sekitar
mulut dan hidung dengan kapas dan kain kasa steril. Kemudian, kedua kelopak matanya
dibersihkan pula dengan kapas dan kain kasa steril satu demi satu, dimulai dari dalam ke
luar.
C. 3. Memotong tali pusat
Cara memotong tali pusat adalah :
a. Tali pusat dijepit dengan koker kira-kira 5 cm dan sekali lagi kira-kira 7,5 cm dari
pusat.
b. Kemudian, pemotongan tali pusat dilakukan diantara kedua alat penjepit tersebut.
c. Bayi lalu diletakkan di atas kain bersih atau steril yang hangat, yang ditempatkan di
tempat tidurnya.
d.Lalu dilakukan pengikatan tali pusat dengan cara :
- Alat penjepit plastik yang khusus dibuat untuk tali pusat dan dapat dibuang
kemudian (disposible), dipasang 1 cm di bawah alat penjepit yang sudah
dipasang terlebih dahulu. Alat penjepit plastik ini akan tetap memberikan
tekanan pada tali pusat, walaupun Wharton’s jelly mengkerut dan kemudian
dibuang bersama dengan lepasnya tali pusat.
- Pita dari bahan nilon yang sangat kuat dan yang disimpan dalam bungkus
plastik steril, kemudian diikatkan rangkap pada tali pusat seerat-eratnya
sehingga tidak mudah lepas dan terus menekan tali pusat, walaupun Wharton’s
jelly sudah kering. Pita ini nantinya akan dibuang bersamaan dengan lepasnya
tali pusat.
- Lalu, dilakukan pengikatan pada tali pusat dengan benang (ikatan rangkap).
Pengikatan dengan benang katun steril ini tidak menjamin penekanan yang
terus-menerus pada tali pusat. Walaupun pada permulaannya ikatannya sudah
baik, tetapi karena tali pusat mengkerut, ikatan dapat menjadi longgar dan
memungkinkan terjadinya perdarahan. Untuk mencegah hal yang tidak
diinginkan, harus dilakukan observasi yang berulang-ulang pada waktu-waktu
tertentu selama 48 jam. Perdarahan tidak mungkin terjadi pada pemakaian alat
penjepit plastik dan pita dari nilon karena terjadi penekanan yang terus-menerus
pada tali pusat.
Adapun, bahaya yang perlu ditakutkan pula selain terjadinya perdarahan adalah
terjadinya infeksi. Untuk menghindari infeksi tali pusat yang dapat menyebabkan sepsis,
meningitis, dll maka di tempat pemotongan dan di pangkal tali pusat serta kurang lebih
2,5 cm di sekitar pusat diberi obat antiseptik.
C. 4. Membersihkan saluran pernafasan bagian atas sesudah bayi lahir
Alat-alat yang diperlukan untuk membersihkan saluran pernafasan bagian atas
bayi adalah :
- Alat penghisap lendir (mucus extractor).
- Tabung oksigen dengan alat pemberi oksigen pada bayi.
- Beberapa alat untuk menjaga kemungkinan terjadinya asfiksia, perlu disediakan
laringoskop kecil, masker muka kecil, kanula trakea, ventilator kecil untuk pernafasan
buatan.
Adapun, cara membersihkan saluran pernafasan bagian atas bayi ialah :
Pertama-tama bayi diletakkan dalam posisi duduk dengan tahanan pada pundak dan leher
serta tidak dalam posisi fleksi maupun ekstensi. Lalu, pembersihan jalan nafas dapat
dilakukan dengan menghisap cairan atau kotoran dimulai dari mulut kemudian di hidung
melalui kateter karet yang lunak dan di tengahnya ada tabung semprot untuk menghindari
bahan yang dihisap masuk ke mulut si penolong. Yang perlu diperhatikan adalah :
jangan memegang kedua kaki bayi di atas dan kepala di bawah dengan maksud agar
lendir, cairan amnion, darah, dan kotoran lainnya keluar dari hidung, faring, dan mulut
atas pengaruh gaya berat. Hal ini dikarenakan dengan posisi demikian, maka :
1. Diafragma akan terdorong oleh organ di dalam perut, sehingga gerakan paru
terganggu.
2. Aliran cairan limfe paru berkurang karena meningginya tekanan vena sentral.
3. Kelambatan pulihnya aktivitas otak normal yang disebabkan oleh meningginya
tekanan darah vena sentral.
4. Berkurangnya kecepatan balik darah vena ke jantung serta curah jantung,
sehingga
mudah terjadi kongesti vena serebral.
5. Perburukan keadaan bayi yang menderita perdarahan intrakranial.
Bayi yang sehat akan menangis dalam waktu 30 detik. Bila bayi mulai bernafas
spontan dan warna kulitnya kemerah-merahan, maka tidak perlu dilakukan apa-apa lagi.
Yang perlu diperhatikan pula adalah : jangan menyeka palatum dan faring bayi dengan
kain kasa karena dapat menimbulkan abrasi dan juga dapat menyebabkan terjadinya
”thrush”, ulkus pterygoid (Bednar aphtae), serta infeksi gigi dengan osteomielitis maxilla
dan abses retrobulbar (tetapi infeksi ini jarang terjadi).
C. 5. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Luas permukaan tubuh neonatus kira-kira tiga kali orang dewasa dengan lapisan
lemak di bawah kulitnya yang lebih tipis, terutama pada bayi berat lahir rendah. Diduga
kehilangan panas pada neonatus empat kali lebih cepat daripada orang dewasa. Suhu kulit
neonatus akan menurun 0,3C dan suhu rectal 0,1C dalam ruang bersalin dengan suhu
20-25C. Akibatnya suhu tubuh yang hilang sekitar 2-3C, setara dengan kehilangan
panas 200 kalori per kilogram. Kehilangan panas dapat disebabkan oleh konveksi
(pancaran panas tubuh neonatus ke ruang sekitarnya, ini sangat berbahaya bila suhu
kamar bersalinnya dingin), evaporasi (penguapan melalui pernapasan dan kulit bayi yang
basah dengan cairan amnion), radiasi (suhu tubuh bayi pindah ke benda padat yang
paling dekat dengan neonatus secara tidak langsung), dan konduksi (pemindahan panas
langsung ke tempat bayi diletakkan).
Bayi cukup bulan yang ada di ruang dingin sesudah lahir mungkin akan menderita
asidosis metabolik, hipoksemia, hipoglikemia, hipothermi, serta ekskresi ginjal yang
bertambah sebagai usaha tubuh untuk mengimbangi panas yang hilang. Untuk menambah
produksi panas, maka diperlukan peninggian metabolisme dan konsumsi oksigen,
kemudian secara tidak langsung melepaskan norepinefrin. Dengan demikian, terjadi
thermogenesis yang tidak menggigil (non shivering thermogenesis) melalui oksidasi
lemak terutama lemak coklat. Tambahan pula aktivitas otot mungkin meninggi. Bayi
dengan hipoksia dan hipoglikemia tidak mungkin meninggikan konsumsi oksigennya bila
ada di ruang yang dingin dan suhu tubuhnya pun akan menurun. Sebagai kompensasi
terhadap hiperventilasi, hampir semua neonatus yang lahir melalui vagina akan
mengalami asidosis metabolik yang ringan sampai sedang. Kompensasi ini tidak
mungkin terjadi pada bayi yang menderita sakit berat atau yang kedinginan di kamar
bersalin. Oleh sebab itu, bayi demikian harus dikeringkan dan diselimuti, atau diletakkan
di ruang/tempat yang hangat untuk melakukan resusitasi. Seharusnya di kamar bersalin
ada meja resusitator yang lengkap dengan alat pemanas agar resusitasi dapat dikerjakan
dengan mudah pada bayi telanjang. Selain itu pengawasan terhadap warna kulit,
frekuensi denyut jantung dan frekuensi nafas juga perlu dilakukan.
C. 6. Menilai APGAR score pada menit pertama
Keadaan umum bayi dinilai satu menit setelah lahir dengan menggunakan nilai
Apgar (Apgar score). Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita
asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (heart rate), usaha bernapas
(respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (color), dan reaksi terhadap
rangsangan (response to stimuli), yaitu dengan memasukkan kateter ke lubang hidung
setelah jalan napas dibersihkan. Setiap penilaian diberi angka 0, 1, dan 2. Dengan
penilaian tersebut dapat diketahui bayi normal (vigorous baby = nilai Apgar 7-10),
asfiksia sedang-ringan (nilai Apgar 4-6), atau bayi menderita asfiksia berat (nilai Apgar
0-3).
TABEL NILAI APGAR
Tanda Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
A
Appearance
(warna
kulit)
Seluruh
tubuh
biru/putih
Badan
merah kaki
biru
Seluruh tubuh
kemerahan
P
Pulse
(denyut
nadi)
Tidak ada <100/menit >100/menit
G
Grimace
(refleks)
masukkan
Tidak ada Perubahan
mimik
Bersin/menangis
kateter ke
hidung
A
Activity
(tonus otot)
Lumpuh Ekstremitas
sedikit
flexi
Gerakan aktif
ekstremitas flexi
R
Respiration
effort
(usaha
bernapas)
Tidak ada Lemah Menangis
kuat/lemah
Catatan : NA 1 menit : lebih/sama dengan 7 tidak perlu resusitasi
NA 1 menit : 4-6 perlu bag and mask ventilation
NA 1 menit : 0-3 lakukan intubasi
Tabel 3. APGAR Score. Diambil dari : A. H. Markum, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Jilid 1, halaman 218.
C. 7. Meresusitasi bila perlu
Resusitasi bayi merupakan tindakan penyelamatan pertama yang dapat dilakukan
pada penderita asfiksia. Adapun, resusitasi tersebut bertujuan untuk mengusahakan agar
gangguan homeostasis yang terjadi dapat segera ditanggulangi dan akibat lanjut hipoksia
dapat dibatasi. Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :
1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernapasan
tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar oksigenasi dan
pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernapasan lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik
Cara resusitasi terbagi atas tindakan umum dan khusus :
A. Tindakan umum
1. Pengawasan suhu.
Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh (Miller dan Oliver, 1966). Penurunan suhu tubuh ini akan
mempertinggi metabolisme sel jaringan, sehingga kebutuhan oksigen meningkat
(Hey dan Hill, 1969). Hal ini akan mempersulit keadaan bayi, apalagi bila bayi
menderita asfiksia berat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang
baik segera setelah lahir. Harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas dari
kulit. Pemakaian sinar lampu yang cukup kuat untuk pemanasan luar dapat
dianjurkan dan pengeringan tubuh bayi perlu dikerjakan untuk mengurangi
evaporasi.
2. Pembersihan jalan napas.
Saluran napas bagian atas harus segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion.
Tindakan ini harus dilakukan dengan cermat dan tidak perlu tergesa-gesa atau
kasar. Bila terdapat lendir kental yang melekat di trakea dan sulit dikeluarkan
dengan penghisapan biasa, dapat dilakukan laringskop neonatal, sehingga
penghisapan dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin terutama pada bayi
dengan kemungkinan infeksi. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan
menimbulkan penyakit seperti spasme laring, kolaps paru, atau kerusakan sel
mukosa jalan napas.
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan.
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernapas 30 detik setelah lahir dianggap
sedikit banyak telah menderita depresi pusat pernapasan (Hall, 1969). Dalam hal
ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pada sebagian besar bayi,
penghisapan lendir dan cairan amnion yang dilakukan melalui nasofaring akan
segera menimbulkan rangsangan pernapasan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam
mukosa hidung dapat pula merangsang refleks pernapasan yang sensitif dalam
mukosa hidung dan faring. Bila tindakan ini tidak berhasil, beberapa cara
stimulasi lain dapat dikerjakan. Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan
dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menunda tendo Achilles, atau
memberikan suntikan vitamin K terhadap bayi tertentu. Dalam hal ini tindakan
utama ialah memperbaiki ventilasi.
B. Tindakan khusus
Tindakan umum diatas dilakukan pada setiap bayi yang baru lahir. Bila tindakan
ini tidak memperoleh hasil yang memuaskan, barulah dilakukan tindakan khusus. Cara
yang dikerjakan disesuaikan dengan asfiksia yang timbul pada bayi yang
dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor Apgar.
Asfiksia berat (score Apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dikerjakan. Langkah utama ialah memperbaiki
ventilasi paru dengan memberikan O2 dengan tekanan intermitten. Cara yang terbaik ialah
dengan melakukan intubasi endotrakeal.setelah kateter diletakkan dalam trakea , O2
diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 cmH2O. Hal ini untuk mencegah
kemungkinan terjadinya inflasi paru berlebihan, sehingga dapat terjadi ruptur alveoli.
Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan O2 tinggi ke dalam kateter secara mulut
ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa. Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai
asidosis yang membutuhkan koreksi segera, karena itu diberikan bikarbonas natrikus
dengan dosis 2-4 mEq/kgBB dan glukosa 15-20% dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat
ini disuntikkan secara intravena dengan perlahan-lahan melalui vena umbilikalis. Perlu
diperhatikan bahwa reaksi optimal dari obat-obatan ini, akan tampak jelas apabila
pertukaran gas (ventilasi) paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan
(gasping) biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 2-3 kali. Bila setelah 3
kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, masase jantung
eksternal harus segera dikerjakan dengan frekuensi 90-100/menit. Tindakan ini dilakukan
dengan diselingi ventilasi tekanan dengan perbandingan 1 : 3, yaitu setiap 1 kali ventilasi
tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks. Bila tindakan ini dilakukan
bersamaan, mungkin akan terjadi komplikasi berupa pneumotoraks atau
pneumomediastinum. Bila tindakan ini tidak memberikan hasil yang diharapkan, bayi
harus dinilai kembali, yaitu karena hal ini mungkin disebabkan oleh gangguan
keseimbangan asam basa yang belum dikoreksi dengan baik atau adanya kemungkinan
gangguan organik seperti hernia diafragmatika, atresia, atau stenosis jalan napas, dll.
Asfiksia sedang(score Apgar 4-6)
Dalam hal ini, dapat dicoba untuk melakukan stimulasi agar dapat timbul refleks
pernapasan. Bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi
aktif harus segera dimulai. Ventilasi aktif yang sederhana dapat dilakukan secara ”frog
breathing”. Cara ini dikerjakan dengan cara meletakkan kateter O2 intranasal dan O2
dialirkan dengan aliran 1-2 liter/menit. Agar saluran napas bebas, bayi diletakkan dalam
dorsofleksi kepala. Secara ritmis, perlu dilakukan gerakan membuka dan menutup nares
dan mulut, disertai gerakan dagu ke atas dan ke bawah dalam frekuensi 20 kali/menit.
Tindakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakanlah mengikuti gerakan
tersebut. Ventilasi ini dihentikan bila setelah 1-2 menit tidak dicapai hasil yang
diharapkan. Dalam hal ini, segera dilakukan ventilasi paru dengan tekanan positif secara
tidak langsung. Ventilasi ini dikerjakan dengan 2 cara, yaitu ventilasi mulut ke mulut atau
ventilasi ke masker. Sebelum ventilasi dikerjakan, ke dalam mulut bayi dimasukkan
”plastik faringeal airway”, yang berfungsi untuk mendorong pangkal lidah ke depan agar
jalan napas tetap berada dalam keadaan bebas. Pada ventilasi mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dengan O2 sebelum melakukan peniupan. Ventilasi
dilakukan sacara teratur dengan frekuensi 20-30 kali/menit dan diperhatikan gerakan
pernapasan spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil bila
setelah dilakukan beberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan
tonus otot. Intubasi endotrakeal harus segera dikerjakan dan bayi diperlakukan sebagai
penderita asfiksia berat. Apabila 3 menit setelah lahir, tidak memperlihatkan pernapasan
teratur walaupun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat, maka dapat diberikan
bikarbonat natrikus dan glukosa. Cara dan dosis obat yang diberikan sesuai dengan cara
yang dilakukan terhadap penderita asfiksia berat.
Alat utama Alat penunjang
Stetoskop
Laringoskop untuk bayi baru lahir
Alat penghisap lendir lengkap dengan
kateter
Pompa resusitasi
Sungkup hidung dan mulut untuk bayi
Alat pengalir udara dalam mulut
Kateter endotrakeal
Sumber oksigen
Meja resusitasi
Alat pemanas tubuh (lampu sorot, radiant
heater)
Sarung tangan, selimut/linen, kasa steril
Penjepit tali pusat
Peralatan untuk perawatan tali pusat
Peralatan untuk kateterisasi tali pusat
Obat untuk resusitasi
Alat suntik, termasuk jarum bersayap
untuk neonatus
Tabel 4. Alat yang perlu disiapkan untuk meresusitasi bayi yang baru lahir. Diambil dari
: A. H. Markum, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1, halaman 262.
C. 8. Merawat tali pusat
Pada umumnya, tali pusat akan puput/lepas pada waktu bayi berumur 6-7 hari.
Bila tali pusat belum puput, maka setiap sesudah mandi tali pusat harus dibersihkan dan
dikeringkan. Caranya : dengan membersihkan pangkal tali pusat yang ada di perut bayi
dan daerah sekitarnya dengan kain kasa yang dibasahi dengan zat antiseptik (Betadin,
alkohol 70%, dll). Yang paling penting adalah membersihkan lipatan tali pusat dengan
perut. Lipatan ini dapat dibersihkan dengan menarik sedikit tali pusat ke atas, samping,
depan, bawah, kulit 2,5 cm sekitar tali pusat, kemudian tali pusat yang sudah kering.
Selanjutnya, pangkal tali pusat dan tali pusat sendiri ditutup dengan kain kasa yang
bersih/steril dan diplester. Pemakaian gurita tidak dianjurkan karena bayi bernafas
abdomino-torakal. Bila tali pusat basah, berbau, dan menunjukkan tanda-tanda radang,
harus waspada terhadap infeksi tali pusat. Infeksi ini harus segera diobati untuk
menghindari infeksi yang lebih berat seperti sepsis/meningitis.
C. 9. Menilai APGAR score pada menit kelima
Penilaian dengan Apgar score selain dilakukan pada umur satu menit dilakukan
juga pada umur lima menit. Sebab bila nilai Apgar dalam lima menit tidak mencapai nilai
7, maka harus dilakukan tindakan resusitasi lebih lanjut, oleh karena bila bayi menderita
asfiksia lebih dari 5 menit kemungkinan akan terjadi gejala neurologik lanjutan
dikemudian hari yang lebih besar. Oleh karena itu, penilaian Apgar lima menit ini
ditujukan untuk meramalkan apakah bayi akan hidup atau mati dengan gejala sisa
neurologik.
C. 10. Membersihkan tubuh bayi
Bayi baru lahir dibersihkan dengan kapas steril yang telah dicelupkan di air
hangat dengan atau tanpa sabun, atau dengan minyak kelapa steril. Kemudian bayi
dimandikan dengan air yang suhunya sama dengan suhu bayi, agar bayi tidak kedinginan.
Sesudah mandi, bayi dikeringkan dan diselimuti dengan kain katun steril, lalu diberi
pakaian yang ada dibangsal. Setiap hari bayi harus dimandikan dengan cara yang sama,
yaitu hanya memakai air dan sabun. Minyak hanya dipakai untuk membersihkan verniks
kaseosa. Pada semua petugas (dokter, mahasiswa, bidan, perawat, laboran) yang akan
masuk ke tempat perawatan neonatus, harus mencuci tangan sampai ke siku dengan
sabun dan air mengalir selama 2 menit untuk pertma kali, lalu mencuci tangan lagi
selama 15-30 detik setiap kali sebelum dan sesudah memegang bayi. Dengan cara ini
infeksi pada neonatus dapat dikurangi sebanyak 50%.
C. 11. Memberi identifikasi
Identifikasi dilakukan segera setelah bayi lahir dan pada waktu ibu masih
berdekatan dengan bayinya di kamar bersalin. Sebagian negara mengambil tanda
pengenal bayi dari cap jari atau telapak kaki. Akan tetapi, pada umumnya tanda pengenal
hanya berupa secarik kertas putih atau berwarna merah/biru (tergantung menurut jenis
kelamin bayi) dan ditulis nama keluarga (terutama di negara barat), nama ibu (di RSCM),
tanggal dan jam kelahiran bayi. Kertas ini kemudian dimasukkan ke dalam kantong
plastik, yang diikatkan ke pergelangan tangan atau kaki bayi dengan pita. Keterangan
yang sama diikatkan pula pada pergelangan tangan ibu. Pemasangan pita perlu dilakukan
sedemikian rupa, sehingga hanya dapat dilepas kalau digunting. Cara lain adalah
memakai 2 potong logam yang tipis dengan pinggiran yang tumpul, dan pada lemping
tiap-tiap logam ditera angka yang sama, misalnya 343 pada logam yang satu dan 343
pada logam yang lain. Logam yang satu diikatkan pada pergelangan tangan bayi dan yang
lain pada ibu. Logam ini mempunyai lubang dipinggirnya untuk memasukkan benang
sebagai pengikat.
Genitalia eksterna bayi juga diperiksa untuk memgetahui jenis kelaminnya. Pada
bayi laki-laki perlu diperiksa apakah ada fimosis, apabila ada sebaiknya dilakukan
penyunatan (sirkumsisi). Begitu pula ditentukan apakah desensus testikulorumnya sudah
lengkap. Bila ibu sadar, bayinya diperlihatkan padanya dan diteliti apakah tanda pengenal
bayinya sama dengan tanda pengenal ibu. Bila ibu tidak sadar, bayi tersebut diperlihatkan
pada ayah atau keluarganya yang menungguinya. Hal ini perlu untuk mencegah
terjadinya kekeliruan dikemudian hari.
C. 12. Menemukan kelainan kongenital yang tampak dari luar
Kelainan-kelainan kongenital yang tampak dari luar adalah :
a. Labioskisis : kegagalan penyatuan tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial.
b. Palatoskisis : adanya tonjolan hidung medialis, bagian yang membentuk dua
segmen
gagal menyatu.
c. Labiognatopalatoskisis : gabungan dari labio dan palatoskisis.
d. Meiloskisis : kegagalan penyatuan tonjolan hidung lateral dengan tonjolan maksila.
e. Mikrotia : gangguan pertumbuhan telinga bagian luar.
f. Aplasia iga.
g. Omfalokel : terdapat kantong pada pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung,
kadang hati, dan terbungkus oleh lapisan peritoneum dan lapisan amnion.
h. Gastroskisis : usus yang keluar dari titik lemah di kanan umbilikus tanpa
terbungkus
lapisan peritoneum dan lapisan amnion.
i. Hidrosefalus : terdapat penumpukan/penyumbatan cairan LCS pada otak.
C. 13. Menimbang, mengukur panjang badan, dan lingkaran kepala
Berat badan pada bayi baru lahir adalah kira-kira 3000 g, dimana biasanya anak
lelaki lebih berat daripada anak perempuan. Selain itu, lebih kurang 95 % diantaranya
menunjukkan panjang badan sekitar 45-55 cm. Sedangkan, ukuran lingkar kepalanya
berkisar antara 34-35 cm.
Berat Kilogram (Pon)
Pada saat lahir 3,25 (7)
3-12 bulan Umur (bulan) + 9
2
(Umur [bulan] + 11)
1-6 tahun Umur (tahun) x 2 + 8 (Umur [tahun] x 5 + 17)
7-12 tahun Umur (tahun) x 7 – 5
2
(Umur [tahun] x 7 + 5)
Tinggi Sentimeter (Inci)
Pada saat lahir 50 (20)
Pada umur 1 tahun 75 (30)
2-12 tahun Umur (tahun) x 6 + 77 (Umur [tahun] x 2½ + 30)
Tabel 5. Formula untuk pendekatan rata-rata tinggi dan berat bayi dan anak normal.
Diambil dari : Robert D. Needlman, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1,
halaman 47.
Umur Kira-kira
Penamba
han Berat
Harian
(g)
Kira-kira
Penambahan
Berat
Bulanan
Pertumbuhan
Panjang
(cm/bulan)
Pertumbuhan
Lingkar
Kepala
(cm/bulan)
Pemberian
Harian yang
Diajurkan
(kcal/kg/hari)
0-3 bulan 30 2 lb 3,5 2,00 115
3-6 bulan 20 1¼ lb 2,0 1,00 110
6-9 bulan 15 1 lb 1,5 0,50 100
9-12
bulan
12 13 oz 1,2 0,50 100
1-3 tahun 8 8 oz 1,0 0,25 100
4-6 tahun 6 6 oz 3 cm/tahun 1 cm/tahun 90-100
Tabel 6. Pertumbuhan dan kebutuhan kalori. Diambil dari : Robert D. Needlman, Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1, halaman 52.
C. 14. Mengobservasi pernafasan, denyut jantung, dan suhu tubuh
Pernafasan. Pernafasan bayi baru lahir biasanya diafragmatik. Frekuensi
pernapasan berkisar antara 30-100/menit, bergantung pada aktifitas. Bayi prematur sering
menunjukkan pernafasan Cheyne-Stokes. Suara pernafasan bayi baru lahir ialah
bronkovesikuler.
Denyut jantung. Pada waktu bayi lahir, bayi sangat aktif. Bunyi jantung dalam
menit-menit pertama kira-kira 180x/menit, yang kemudian turun sampai 140x/menit-
120x/menit.
Suhu tubuh. Pada pengukuran temperatur bayi di axilla, suhu tubuh bayi berkisar
antara 36,4-37,00C.
C. 15. Menilai keadaan umum bayi, kesadaran, posisi, gerakan pernapasan, denyut
jantung, warna kulit, reflek moro dan isap
Keaktifan. Bila bayi diam mungkin bayi sedang tidur nyenyak atau mungkin pula
terdapat depresi SSP oleh karena obat atau karena suatu penyakit. Bila bayi bergerak
aktif, diperhatikan apakah gerakan itu simetris atau tidak. Keadaan yang asimetris dapat
dilihat, misalnya pada keadaan patah tulang, kerusakan saraf, luksasio, dll.
Posisi. Sering bergantung pada letak presentasi janin intrauterine. Posisi yang
biasa adalah dalam keadaaan fleksi tungkai dan lengan.
Gerakan pernapasan. Pernafasan bayi baru lahir biasanya diafragmatik. Frekuensi
pernapasan berkisar antara 30-100/menit, bergantung pada aktifitas. Bayi prematur sering
menunjukkan pernafasan Cheyne-Stokes. Suara pernafasan bayi baru lahir ialah
bronkovesikuler.
Denyut jantung. Pada waktu bayi lahir, bayi sangat aktif. Bunyi jantung dalam
menit-menit pertama kira-kira 180x/menit, yang kemudian turun sampai 140x/menit-
120x/menit.
Kulit. Normal warna kulit ialah kemerah-merahan, dilapisi oleh verniks kaseosa
yang melindungi kulit bayi dan terdiri dari campuran air dan minyak dan mengandung
sabun, lanugo (rambut bayi), sel peridermal dan debris lain. Warna kulit menggambarkan
beberapa keadaan, misalnya warna pucat terdapat anemia renjatan. Warna kuning
terdapat pada inkompatibilitas antara darah ibu dan bayi, juga pada sepsis. Warna biru
ditemukan pada asfiksia livida, kelainan jantung kongenital dengan pirau dari kanan ke
kiri.
Refleks. Refleks yang dapat dilihat adalah refleks Moro, berupa gerakan seperti
memeluk bila ada rangsangan. Refleks hisap juga dapat ditimbulkan dengan meletakan
sesuatu benda di mulutnya. Refleks Rooting, yaitu bayi akan mencari benda yang ada di
sekitar mulutnya dan kemudian akan menghisapnya. Refleks plantar dan refleks ”grasp”
ditimbulkan dengan meletakan sesuatu benda pada telapak kaki atau telapak tangan dan
akan terjadi gerakan fleksi dari jari-jari kaki dan tangan tersebut.
C. 16. Mencari kelainan alat-alat dalam jantung, paru, abdomen
Jantung. Batas jantung agak sukar ditentukan secara perkusi karena variasi bentuk
dada. Letak jantung harus ditetapkan untuk mendeteksi dekstrokardia. Sering terdengar
murmur, tetapi ini bukan berarti ada kelainan kongenital. Menurut Richards, hanya 1 dari
12 murmur yang terdengar pada neonatus benar disebabkan oleh kelainan kongenital.
Pemeriksaan radiologi dan EKG diperlukan bila dicurigai terdapat kelainan. Frekuensi
nadi berkisar antara 70-180/menit, rata-rata ialah 120-130/menit. Denyut jantung pada
bayi prematur yang diam berkisar antara 140-150x/ menit, dan mungkin mendapat
serangan mendadak dari sinus bradikardia. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan
tekanan darah neonatus. Normal tekanan darah neonatus ialah 85/60mmHg. Dengan
metode ’flus’ hanya dapat diukur tekanan sistol saja. Cara ’flush’ adalah dengan menekan
pangkal lengan sehingga aliran darah di bawah manset relatif berkurang, kemudian
dilanjutkan dengan deflasi manset dan dicatat tekanan sistoliknya pada saat tangan dan
lengan menjadi merah (flushing).
Paru-paru. Pernafasan bayi baru lahir biasanya diafragmatik. Frekuensi
pernapasan berkisar antara 30-100/menit, bergantung pada aktifitas. Sebaiknya dihitung 1
menit penuh karena banyak fluktuasinya. Pada bayi cukup bulan yang dalam keadaan
tenang, bila didapatkan frekuansi pernapasan lebih dari 60x/menit, harus dicurigai
kemungkinan terdapatnya insufisiensi jantung dan paru bayi prematur sering
menunjukkan pernafasan Cheyne-Stokes, disebut pernafasan periodik. Pernafasan
periodik jarang terjadi pada hari pertama kelahiran. Nafas yang tersendat-sendat dan tidak
teratur yang kadang-kadang diikuti oleh gerakan spasmodik mulut dan dagu
menunjukkan gangguan pusat pernapasan yang berat. Pernafasan yang berat menadakan
ventilasi paru yang abnormal, pneumonia, cacat bawaan atau gangguan mekanis yang
lain di paru. Kesukaran bernafas yang disebabkan oleh terlalu banyak atau terlalu sedikit
udara dalam paru akan menyebabka jaringan interkostal tertarik ke dalam. Oleh karena
itu, untuk membedakan atelektasis dan emfisema, harus dinilai bentuk dan ukuran dada,
perkusi dan pemerikasaan rontgenogram. Tangis bayi yang lemah atau merintih
menunjukkan adanya gangguan pernapasan yang berat. Cara menilai retraksi (retraction
scoring) adalah dengan menetukan frekuensi nafas dan adanya sianosis (tabel 6). Suara
pernafasan bayi baru lahir ialah bronkovesikuler. Kadang-kadang dapat didengar ronki
pada akhir inspirasi yang panjang (misalnya pada waktu menangis). Ronki basah halus
pada pneumonia neonarus yang dini hanya dapat didengar pada akhir inspirasi yang
dalam yang diinduksi oleh tangis bayi. Mengingat banyaknya etiologi gawat nafas, maka
perlu dilakukan pemeriksaan radiologik.
Abdomen. Hepar biasanya teraba, kadang-kadang ginjal juga dapat diraba,
sedangkan limpa jarang dapat diraba. Pembesaran kantung empedu dapat terjadi pada
neonatus yang menderita sepsis. Teraba benjolan yang abnormal pada abdomen harus
segera diperiksa di atas tempat yang keras seperti papan; pemeriksaan mencakup cross-
table lateral rontgenograms abdomen yang diikuti oleh pielografi intravena kalau perlu
dilakukan USG, penatahan atau laparotomi. Pemeriksaan USG abdomen bayi dapat
menggantikan pielogram intravena untuk membantu diagnosis. Benjolan yang paling
sering ditemukan adalah anomali saluran kemih, embrioma ginjal, kista ovarium dan
duplikasi usus. Perut membuncit pada saat lahir mungkin disebabkan oleh obstruksi atau
perforasi saluran cerna yang diduga karena ileus mekonium. Perut membuncit yang
terjadi kemudian mungkin karena obstruksi usus letak rendah, sepsis atau peritonitits.
Perut cekung (skafoid) ditemukan pada ’hernia diafragmatika’. Jumlah udara dalam
saluran cerna neonatus sangat bervariasi. Dinding abdomen masih lemah terutam pada
bayi prematur. Diastasis rekti dan hernia tali pusat sering ditemukan pada neonatus,
terutama yang berkulit hitam. Sebagian mekonium biasanya sudah keluar dalam waktu 12
jam pertama. Sejumlah 99% bayi cukup bulan dan 95% bayi prematur mengeluarkan
mekonium dalam waktu 48 jam. Anus imperforata tidak selalu mudah dilihat; kadangkala
diperlukan pemeriksaan dengan memasukkan kelingking
Atau pipa ke dalam rektum, atau dengan pemeriksaan radiologik. Lekukan atau lipatan
kulit yang tidak teratur sering ditemukan di garis tengah sakrokoksigeal yang mungkin
dikacaukan dengan sinus pilonidal.
C. 17. Menentukan kasus rujukan
Bila ada keragu-raguan dalam menilai keadaan bayi, sebaiknya diminta pendapat
bidan/perawat yang berpengalaman, atau langsung dilaporkan kepada dokter ahli.
C. 18. Memberi pengobatan awal
Sesaat setelah lahir, mata bayi harus ditetesi dengan larutan nitrat perak 1% agar
bayi terhindar dari infeksi gonorrhoe mata. Mengingat efek samping nitrat perak, karena
pemakaian yang tidak benar serta reaksi mata yang menyerupai konjungtivitis, maka
akhir-akhir ini dianjurkan pemakaian tetes mata eritromisin dan tetrasiklin yang kerjanya
cukup baik sebagai profilaksis.
Walaupun perdarahan pada neonatus mungkin tidak disebabkan oleh vitamin K,
sebaiknya diberikan juga vitamin K1 yang larut dalam air, secara intramuskular sebanyak
1 mg untuk mencegah defek koagulasi segera sesudah lahir. Bayi dengan berat 1500 g
hanya diberikan 0,5 mg vitamin K. Pemberian vitamin K dengan jumlah yang lebih besar
memungkinkan bayi menderita hiperbilirubinemia dan kernikterus. Bayi yang diduga
atau menderita perdarahan otak diberi vitamin K1 selama 3 hari berturut-turut.
C. 19. Menentukan persyaratan transportasi minimal
Masalah pemindahan bayi mencakup konsultasi mengenai masalah dan perawatan
bayi sebelum diangkut, regu pemindahan bayi yang harus mudah dihubungi, kemampuan
regu ini menyediakan alat yang diperlukan neonatus selama perjalanan (oksigen, alat
penghisap lendir, pengatur suhu, dsb), dan kalau mungkin menstabilkan keadaan bayi
sebelum dipindahkan. Materi yang harus dibawa bersama dengan bayi adalah catatan
medik ibu dan anak, hasil laboratorium, dan contoh darah ibu yang sudah membeku.
Sebelum berangkat ibu harus diberitahukan tentang alasan dan manfaat rujukan. Sebelum
diangkut, bayi tersebut harus diperlihatkan kepada ibunya. Apabila keadaan mengijinkan,
kedua orang tua atau sekurang-kurangnya ayah bayi tersebut boleh turut bersama
bayinya. Sebelum bayi diserahkan ke rumah sakit rujukan, regu pemindahan bayi harus
memberitahukan keadaan dan penyakit bayi tersebut kepada petugas di tempat rujukan.
Kendaraan yang akan membawa bayi harus dilengkapi pula dengan perawat,
tabung oksigen, cairan dalam botol, kateter, pipa endotrakeal, laringoskop, tempat tidur
bayi yang hangat serta fasilitas lainnya. Ruangan dalam kendaraan harus terang dan
cukup luas untuk melakukan tindakan darurat dan alat pemantau. Tindakan dan fasilitas
demikian dapat membantu mengurangi angka kematian bayi.
C. 20. Menentukan tempat rujukan
Bayi dengan resiko tinggi sering dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas
yang lebih lengkap, misalnya rumah sakit yang mempunyai ruang rawat gawat neonatus,
minimal rumah sakit tipe B (rumah sakit yang memiliki perawatan umum dan perawatan
spesialis).
Yang paling baik adalah memindahkan ibu hamil beresiko tinggi, kemudian
bersalin di tempat yang mempunyai sarana untuk merawat bayi gawat. Sebelum
berangkat ibu harus diberitahukan tentang alasan dan manfaat rujukan. Sebelum bayi
diserahkan ke rumah sakit rujukan, regu pemindahan bayi harus memberitahukan
keadaan dan penyakit bayi tersebut kepada petugas di tempat rujukan.
C. 21. Menerapkan Rooming Inn (rawat gabung)
Bila keadaan ibu dan bayi mengizinkan, bayi dapat dirawat bersama dengan ibu
dalam satu kamar. Bayi ini pada waktu-waktu tertentu dikumpulkan dalam ruangan bayi
yang berada di dekat kamar ibu, supaya ibu dapat beristirahat dan tidur dengan tenang
tanpa diganggu oleh tangis bayi. Kontak dengan para pengunjung perlu dihindari.
Bidan/perawat yang merawat ibu dan bayi bertanggungjawab penuh terhadap bimbingan
untuk ibu mengenai cara memberi minum (dengan ASI atau dengan botol), cara merawat
bayi sehari-hari sampai dengan dapat dan cukup kuat untuk melakukannya sendiri, serta
cara mengetahui dan mengenal perubahan-perubahan yang terjadi pada bayi yang patut
dicatat dan dilaporkan kepada dokter. Disamping itu, seorang dokter harus melihat dan
memeriksa bayi dalam rawat gabung setiap hari untuk mengetahui apakah bayi tersebut
tetap dalam keadaan baik, atau perlu mendapat pengobatan tertentu, atau perlu
dipindahkan ke tempat perawatan bayi yang intensif. Keuntungan rawat gabung ialah
mencegah/mengurangi infeksi silang (cross-infection) dan ‘loving and tender care’ dapat
diberikan ibu kepada bayinya sejak lahir. Menurut para ahli jiwa, hal ini sangat berarti
bagi kehidupan dikemudian hari.
C. 22. Menerapkan early feeding
Bayi normal sudah dapat disusui segera sesudah lahir. Biasanya dalam waktu 4-6
jam pasca lahir. Lamanya disusui hanya untuk 1-2 menit pada setiap payudara ibu.
Walaupun ASI yang berupa kolostrum itu hanya dapat dihisap beberapa tetes, ini sudah
cukup untuk kebutuhan bayi dalam hari-hari pertama. Kadang-kadang ibu keberatan
menyusui bayinya pada hari pertama dengan alasan ASI belum keluar. Dalam hal ini
harus diberi penerangan sebaik-baiknya tentang maksud dan tujuan pemberian susu
sedini-dininya. Pada hari ketiga, bayi sudah harus menyusu selama 10 menit pada
mammae ibu dengan jarak waktu 3-4 jam. Akan tetapi, apabila diantara waktu itu bayi
menangis karena lapar, ia boleh disusui pada satu mammae secara bergantian. Dengan
demikian kebutuhan ‘on demand’ dapat dipenuhi. Hal ini dapat dilaksanakan bila bayi
dapat dirawat bersama ibunya. Bayi yang pada permulaan minum ‘on demand’, maka
pada minggu-minggu berikutnya sudah dapat dipenuhi kebutuhannya dengan minum
setiap 3-4 jam.
C. 23. Menerapkan pemberian ASI
Pemberian ASI yang pertama atau kolostrum mengandung beberapa benda
penangkis yang dapat mencegah infeksi pada bayi, yang diberikan segera sesudah lahir.
Walaupun ASI kolostrum itu hanya dapat diisap beberapa tetes, ini sudah cukup untuk
kebutuhan bayi pada hari-hari pertama. Pada hari ketiga, bayi sudah harus menyusu
selama sepuluh menit pada mammae ibu dengan jarak waktu tiap 3-4 jam. Akan tetapi,
apabila diantara waktu itu bayi menangis karena lapar, ia boleh disusui pada satu
mammae secara bergantian. Dengan demikian, kebutuhan ‘on demand’ dapat dipenuhi.
Adapun, pemberian ASI sangat penting karena dapat mencegah gastroenteritis,
serta lemak dan protein dalam ASI mudah dicerna dan diserap secara lengkap dalam
saluran pencernaan. Pemberian ASI merupakan jalan yang terbaik untuk mempererat
hubungan antara ibu dan bayi, dan ini sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang
normal terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan. Selain itu, kolostrum dalam ASI
mengandung antibodi IgA sekretori dan titer anti polio yang tinggi. Karena itu,
dianjurkan agar vaksin polio diberikan 2-3 jam sebelum dan sesudah pemberian ASI.
Pemberian ASI dinilai cukup bila :
a. Berat badan lahir bayi tercapai kembali selambatnya pada akhir minggu kedua setelah
lahir dan selama masa dua minggu itu tidak terjadi penurunan berat badan yang lebih
dari 10%.
b.Kurva pertumbuhan berat badan sesuai dengan kurva normal, yang dilihat dari
kenaikan berat badan sebagai berikut : 750-1000 g/bulan dalam triwulan pertama, 500-
600 g/bulan pada triwulan kedua, 350-450/bulan pada triwulan ketiga, dan 250-300
g/bulan pada triwulan keempat. Pada triwulan pertama penilaian hanya ditujukan
terhadap masukan ASI, sedangkan pada triwulan berikutnya dinilai pada makanan
lainnya.
C. 24. Memilih formula bila tidak ada ASI
PASI dibagi menjadi formula pemula (starting formula) dan formula lanjut
(follow up formula). Formula pemula adalah susu formula yang setelah dicairkan dapat
memenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi selama 4-6 bulan pertama kehidupannya, dan
selanjutnya sampai umur satu tahun dengan penambahan makanan pelengkap. Formula
lanjut dapat diartikan sebagai formula yang dapat diberikan setelah bayi mendapat
makanan pelengkap.
Adapun, jenis-jenis PASI dibagi berdasarkan :
1. Menurut bentuknya : padat/bubuk atau cair.
2. Menurut rasanya : asam dan tidak asam atau manis, yang secara kimiawi akan
berpengaruh pada pH. Susu asam dibuat dengan menambahkan kuman asam laktat
(Lactobacillus bifidus), sehingga dari laktosa akan terbentuk asam laktat.
3. Menurut kadar nutrien, misalnya : rendah laktosa (LLM, almiron, nutramigen), rendah
lemak (eledon), tinggi trigliserida rantai sedang C8-C10 (portragen), tinggi protein
(nutramigen).
4. Menurut bahan utama sumber protein, misalnya jenis kacang kedelai (nutrisoya,
prosobee), sedangkan jenis lainnya biasanya terbuat dari susu sapi. Pemakaian PASI
dengan sumber protein non susu sapi adalah untuk bayi yang alergi terhadap ASI atau
susu sapi.
5. Menurut tujuan penggunaan, yaitu sebagai PASI yang diberikan pada keadaan
patologik tertentu, seperti prematuritas atau penyakit metabolik bawaan. Misalnya,
lofenalac dengan kandungan triptofan rendah untuk penderita fenilketouria, nursoy
untuk bayi dengan galaktosemia.
6. Menurut komposisi nutrien secara umum, yaitu formula yang disesuaikan (adapted
formula) yang mempunyai komposisi hampir sama dengan ASI seperti Vitalac, Nan,
S26, dan formula penuh (complete formula) yang mengandung nutrien secara lengkap
seperti SGM, Lactogen, Morinaga, Bebelac.
C. 25. Menentukan perawatan bayi di inkubator
Kemampuan bayi yang lahir dengan berat rendah dan bayi sakit untuk hidup lebih
besar, bila mereka dirawat pada atau mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu
inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan konsumsi oksigen terjadi
minimal, sehingga bayi telanjang pun dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar
36,5ºC-37ºC. Tingginya suhu lingkungan ini tergantung dari besar dan kematangan bayi.
Kemudian dalam keadaan tertentu, bayi sangat prematur tidak hanya memerlukan
inkubator untuk mengatur suhunya, tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas
atau topi maupun pakaian. Mempertahankan kelembaban nisbi 40-60 % diperlukan dalam
membantu stabilisasi suhu tubuh, dengan cara sebagai berikut :
1. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang rendah.
2. Mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lendir jalan napas, terutama pada
pemberian oksigen dan selama pemasangan intubasi endotrakeal atau nasotrakeal.
3. Mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilangan
cairan insensible dari
paru-paru.
Pemberian oksigen untuk mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi yang tidak
memuaskan harus hati-hati agar tidak terjadi hiperoksia yang dapat menyebabkan
fiobroplasia paru. Bila mungkin pemberian oksigen dilakukan melalui tudung kepala
dengan alat CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) atau dengan pipa endotrakeal
untuk pemberian konsentrasi oksigen yang aman dan stabil. Pemantauan tekanan oksigen
(pO2) arteri pada bayi yang mendapat oksigen harus dilakukan terus-menerus agar
oksigen dapat diatur dan disesuaikan, sehingga bayi terhindar dari bahaya hipoksia
maupun hiperoksia. Bayi yang berumur beberapa hari atau minggu harus dikeluarkan dari
inkubator apabila keadaan bayi dalam ruangan biasa tidak mengalami perubahan suhu,
warna kulit, aktivitas atau adanya akibat buruk lainnya.
C. 26. Mengatur tenaga perawatan sesuai dengan risiko bayi
Bayi sehat tanpa resiko dapat langsung dipindahkan ke tempat perawatan bayi
atau dapat ditempatkan bersama-sama sang ibu jika memungkinkan. Tempat tidur bayi
sebaiknya menggunakan bahan tembus cahaya berupa kaca atau plastik transparan agar
memungkinkan kemudahan pengamatan dan perawatan, sebaiknya juga sering
dibersihkan. Semua tindakan sebaiknya dikerjakan di tempat tidur bayi, termasuk
diantaranya pemeriksaan fisik, penggantian pakaian, pengukuran temperatur,
pembersihan badan, dll, yang jika dilakukan di tempat lain mempermudah terjadinya
infeksi silang.
Pakaian dan tempat tidur sebaiknya minimalis, hanya yang diperlukan untuk
kenyamanan bayi. Temperatur tempat perawatan sebaiknya berkisar 24oC. Temperatur
bayi diukur pada ketiak, meskipun interval pengukuran temperatur tergantung pada
banyak keadaan, sebaiknya diukur setiap 4 jam selama 2-3 hari pertama dan 8 jam pada
hari-hari berikutnya. Temperatur normal pada axilla adalah 36,4-37,0oC. Berat pada saat
lahir dan sesudahnya harus memenuhi perkembangan bayi.
Verniks kaseosa secara spontan tumpah dalam 2-3 hari, banyak verniks yang
melekat pada pakaian sehingga pakaian harus diganti setiap hari. Popok harus diperiksa
sebelum dan sesudah makan. Juga jika bayi menangis, dan harus diganti jika popok itu
basah atau ada kotorannya. Meconium atau feses harus dibersihkan dari bokong bayi
dengan kapas lembut yang dibasahi dengan air steril. Preputium pada bayi laki-laki
jangan ditarik, prosedur yang elektif adalah dengan sirkumsisi.
Jika bayi yang baru lahir keluar lebih cepat dari rumah sakit (<48 jam) atau sangat
cepat (<24 jam) dapat meningkatkan resiko rehospitalisasi karena hiperbilirubinemia,
sepsis, gangguan perkembangan, dehidrasi dan kelainan kongenital yang tak terdeteksi.
Pengeluaran bayi yang cepat dari rumah sakit memerlukan perhatian lebih di rumah
(perawatan kunjungan).
Sedangkan, untuk bayi yang beresiko tinggi, perlu diawasi dengan lebih seksama
oleh dokter atau perawat yang berpengalaman. Biasanya pengawasan dilakukan beberapa
hari, tetapi dapat berkisar antara beberapa jam sampai beberapa hari. Beberapa rumah
sakit bersalin menganggap perlu adanya ruang rawat sementara untuk bayi resiko tinggi.
Tempatnya mungkin di dalam atau di dekat kamar bersalin. Perawatan serta tenaga yang
ada di tempat tersebut harus sama dengan yang ada di ruang rawat intensif neonatus.
Dengan demikian, bayi cukup bulan yang tampak baik akan tetapi termasuk resiko tinggi
dapat diawasi dengan ketat tanpa dipisahkan dari ibunya.
Untuk mengetahui apakah seorang bayi termasuk resiko tinggi atau tidak, maka
perlu dilakukan berbagai pemeriksaan, diantaranya pemeriksaan membran, tali pusat, dan
plasenta yang segar atau baru.
C. 27. Menerapkan imunisasi cacar dan BCG
a. Imunisasi Cacar
Sebagai tindakan preventif terhadap variola (cacar), dapat dilakukan
vaksinasi dengan mempergunakan virus vaccinia yang pada inokulasi secara
intradermal pada orang dapat menimbulkan suatu penyakit buatan murni.
Adapun, vaksin cacar yang dapat dipakai harus memenuhi persyaratan :
Bebas kuman patogen, seperti : Streptococcus β-hemolyticus,
Staphylococcus aureus, Clostridium tetani, dll.
Mempunyai potensi 10-10 PFU/ml.
Polak dkk (1962) menerapkan:
- dosis efektif 50% ialah 1,3-11,5 x 10 PFU/ml.
- dosis efektif 99% ialah 4,1-4,3 PFU/ml.
Kontra Indikasi dari vaksinasi cacar ini adalah :
Pernah menderita vaksinia nekrosum
Penderita defisiensi imunologi
Sedangkan, komplikasinya :
Vaksinia nekrosum
Eksema vaksinatum
Ensefalitis-vaksinasi
Meskipun primary reaction biasanya berarti imunitas mutlak selama 3
tahun, namun vaksinasi ulang dianjurkan setelah terjadi kontak dengan penderita variola,
bahkan di daerah yang endemik cacar diwajibkan tiap 6-12 bulan. Namun menurut A. H.
Markum halaman 75, imunisasi terhadap cacar tidak lagi dilakukan sejak tahun 1980,
ketika WHO menyatakan dunia bebas cacar. Kasus terakhir di dunia ditemukan pada
tahun 1977 bernama Ali Maow Maalin dari Somalia.
B. Imunisasi BCG
Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup tapi
dilemahkan. Vaksin disuntik IC di daerah insersio M. Deltoideus dengan dosis untuk bayi
<1 tahun sebanyak 0,5 ml dan untuk anak 0,10 ml. BCG diberikan 1x pada usia sebelum
umur 2 bulan. (menurut DepKes : 0-12 bulan). Vaksin ulangan tidak dianjurkan oleh
karena manfaatnya diragukan. Pemberian setelah anak berumur 2 bulan sebaiknya
didahului oleh uji tuberkulin.
Adapun, efek sampingnya berupa pembengkakan kelenjar getah bening
yang akan sembuh sendiri. Sedangkan, kontra indikasinya adalah anak yang menderita
TBC/uji tuberkulin positif.
C. 28. Menerangkan pada orang tua pentingnya pemeriksaan berkala
Pemeriksaan berkala penting dilakukan untuk menilai tumbuh kembang anak.
Berbagai nilai baku antropometri dapat dipergunakan untuk menentukan keadaan
pertumbuhan fisis seorang anak, namun yang paling sering dipakai adalah ukuran berat
badan, panjang atau tinggi badan, dan lingkar kepala. Ukuran lingkar lengan atas dapat
dipakai pula untuk keperluan lapangan. Sedangkan, ukuran tebal lemak subkutan atas,
ukuran tebal lipatan kulit pada lengan dan tungkai, ukuran lingkar dada, ukuran lingkar
perut, pertumbuhan gigi geligi, dan umur tulang bukan merupakan ukuran yang perlu
diperiksa secara rutin. Selain itu, perlu juga dilakukan evaluasi neurologi dan
perkembangan psikososial. Adapun, hal yang perlu diingat adalah : tes-tes pemeriksaan
kesehatan yang telah disebutkan di atas, perlu dievaluasi secara rutin atau dilakukan
secara berkala.
D. INFEKSI PADA NEONATUS
D. 1. Menjelaskan patogenesis infeksi antenatal, intranatal, dan postnatal
Infeksi antenatal : Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke
plasenta. Di sini, kuman melewati batas plasenta dan mengadakan intervillositis.
Selanjutnya, infeksi melalui vena umbilikalis akan masuk ke janin. Kuman yang dapat
memasuki janin melalui jalan ini adalah :
a). Virus : rubella, poliomyelitis, koksakie, variola, vaksinia, dan sitomegalovirus.
b). Spirokaeta : sifilis.
c). Bakteri : jarang sekali dapat melewati plasenta, kecuali E.coli dan Listeria
monocytogenes.
Tuberkulosis congenital juga dapat terjadi melalui infeksi plasenta, dimana sarang
bakteri TBC pada plasenta pecah ke liquor amnii dan janin mendapat Tuberculosis
melalui cairan itu.
Infeksi intranatal : Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara
yang lain. Kuman dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion sesudah ketuban
pecah. Ketuban yang pecahnya lama mempunyai peranan penting dalam timbulnya
plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh,
misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin dapat
pula terkena infeksi karena menginhalasi likuor yang septik, sehingga terjadi pneumonia
yang congenital atau karena kuman-kuman memasuki peredaran darahnya dan
menyebabkan septikemia. Infeksi intranatal dapat juga terjadi dengan jalan kontak
langsung dengan kuman yang terdapat dalam vaginal, misalnya blenorhoe.
Infeksi postnatal : Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap dan biasanya
merupakan infeksi yang diperoleh. Sebagian besar infeksi yang menyebabkan kematian
terjadi sesudah bayi lahir sebagai akibat penggunaan alat, atau perawatan yang tidak
steril, atau karena cross-infection. Infeksi postnatal ini sebagian besar dapat dicegah. Hal
ini penting sekali karena mortalitas infeksi postnatal sangat tinggi. Seringkali bayi yang
lahir di rumah sakit terkena infeksi dengan kuman-kuman yang sudah tahan terhadap
banyak jenis antibiotika, sehingga menyulitkan pengobatannya.
D. 2. Menyebutkan paling sedikit 3 macam penyakit infeksi pada ibu yang dapat
ditularkan pada janin
3 macam penyakit infeksi pada ibu yang dapat ditularkan pada janin, yaitu :
1. Herpes simpleks.
2. Campak.
3. Meningitis.
4. Toksoplasmosis.
5.Poliomielitis.
D. 3. Menyebutkan paling sedikit 3 faktor yang memudahkan terjadinya infeksi
intranatal
3 faktor yang memudahkan terjadinya infeksi intranatal adalah :
a. Bayi yang lahir dari ibu dengan ketuban pecah dini. Infeksi terjadi secara asendens
melalui cairan amnion. Infeksi tersebut dapat menimbulkan pneumonia aspirasi
kongeniatal yang kemudian menjadi sepsis neonatal
b. Bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi traktus
urinarius. Kolonisasi mikroorganisme pada genitalia ibu yang menimbulkan penyakit,
dapat menyebabkan inokulum yang berat pada neonatus pada saat lahir dan
menimbulkan penyakit selama periode neonatal.
c.Ketuban pecah lama juga mempunyai peranan penting dalam timbulnya plasentitis dan
amnionitis. Infeksi juga dapat terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada
partus lama dan seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal.
D. 4. Menyebutkan paling sedikit 3 faktor yang memudahkan infeksi postnatal
Sebagian besar infeksi yang berakibat fatal yang terjadi sesudah lahir adalah
akibat dari :
a.Kontaminasi pada saat penggunaan alat-alat persalinan.
b. Akibat perawatan dari alat-alat persalinan yang tidak steril.
c.Sebagai akibat dari infeksi silang.
D. 5. Mengidentifikasi paling sedikit 4 tanda-tanda klinik infeksi pada neonatus
Beberapa gejala yang dapat disebutkan diantaranya ialah: malas minum, gelisah
atau tampak letargis, frekuensi pernapasan meningkat, berat badan tiba-tiba turun,
pergerakan kurang, muntah, dan diare. Selain itu dapat terjadi edema, skerema, purpura
atau perdarahan, ikterus, hepatosplenomegali, dan kejang. Suhu tubuh juga dapat
meninggi, normal, atau dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR, sering kali
terdapat hipotermia dan sklerema. Umumnya, dapat dikatakan bila bayi itu sedang ”not
doing well”, maka kemungkinan besar ia sedang menderita infeksi.
D. 6. Menyebutkan 2 faktor predisposisi tetanus neonatorum
Tetanus neonatorum masih banyak terdapat di Indonesia dan negara-negara
berkembang. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila
keadaan bayi sudah gawat. Pada bayi, penyakit ini ditularkan biasanya melalui tali pusat,
yaitu karena :
1. Pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril.
2. Pemakaian obat, bubuk atau daun-daunan yang digunakan dalam perawatan tali
pusat.
D. 7. Menyebutkan 2 faktor penyebab gastroenteritis
Mekanisme penularan utama untuk pathogen diare adalah tinja-mulut, dengan
makanan dan air yang merupakan penghantar untuk banyak kejadian.
Diare akut atau diare jangka pendek dapat dikarenakan mikroorganisme ini :
BAKTERI PARASIT VIRUS
Aeromonas sp. Criptosporidium Astrovirus
Bacillus cereus Cyclospora spp. Kalisivirus
Campilobacter jejuni Entamoeba histolytica Koronavirus
Clostridium perfringens Enterocytozoon bieneusi Adenovirus enteric
Clostridium difficile Giardi lamblia Virus Norwalk
E. coli Isospora belii Rotavirus
Plesiomonas shigellosis Strongyloides stercoralis
Salmonella
Shigella
Staphilococcus aureus
Vibrio cholerae
Vibro parahemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 7. Mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare akut. Diambil dari : Larry K.
Pickering dan John D. Snyder, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2,
halaman 889.
Sedangkan, diare kronis atau diare yang menetap dan berakhir 14 hari atau lebih
lama adalah karena :
1. Agen infeksius, termasuk G. lamblia, Cryptosporidium, E. coli enteroagregatif
atau
enteropatogenik.
2. Setiap enteropatogen yang menginfeksi hospes yang juga pada saat itu sedang
terganggu imunnya.
3. Adanya gejala-gejala sisa oleh karena cedera usus oleh setiap enteropatogen
pascainfeksi akut.
D. 8. Menyebutkan 1 kuman penyebab utama impetigo
Staphylococcus menyebabkan penyebab pemfigus neonatorum yang berupa
impetigo bullosa. Mula-mula pemfigus timbul sebagai gelembung yang jernih, kemudian
berisi nanah dan dikelilingi daerah yang kemerahan. Gelembung-gelembung ini dapat
berlipat ganda dan menyebabkan gejala-gejala umum yang berat. Kadang–kadang kulit
dapat terkelupas dan terjadi dermatitis eksfoliativa (Ritter’s disease). Pemfigus
neonatorum dapat menjadi suatu wabah dalam suatu bangsal bayi, sehingga penderita
harus diasingkan dan pada perawatannya harus diperhatikan syarat-syarat sepsis.
Pengobatan lokal terdiri atas pencucian dengan larutan permanganas kalikus. Antibiotik
dapat diberikan berupa kloksasillin 50mg/kgBB jika terdapat gejala-gejala umum.
Sedangkan, gelembung-gelembung dikeluarkan isinya dan luka pada kulit yang ringan
cukup diberikan pengobatan lokal dengan salep Neomisin dan Basitrasin.
D. 9. Menyebutkan 2 penyebab konjungtivitis
2 penyebab dari konjungtivitis adalah :
1. N. gonorhoeae, masa inkubasinya 2-5 hari, dimana gejala yang tampak biasanya
berupa peradangan ringan dan mengeluarkan cairan seroanguinosa. Dalam 24 jam,
biasanya terjadi pembengkakan kelopak mata yang berat dan dapat terjadi komplikasi
hingga ke kornea.
2. C. trachomatis, S. aureus, dan P. aeruginosa, masa inkubasinya 5-14 hari. Adapun,
gejala-gejalanya berupa peradangan ringan sampai berat dengan sekret mata purulen
yang banyak sekali. Prosesnya terutama mengenai konjungtiva tarsal, sedangkan
kornea jarang.
D. 10. Menyebutkan 3 penyebab utama sepsis, meningitis
Mikroorganisme yang sering menyebabkan sepsis, meningitis adalah :
Escherichia coli, Streptococcus grup B, Staphylococcus aureus, Enterococcus,
Klebsiella, Enterobacter sp.,Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp., Listeria
monocytogenes, dan organisme anaerobik. Mikroorganisme-mikroorganisme ini dapat
menginfeksi melalui :
a. Cairan amnion yang terinfeksi atau pada waktu neonatus melalui jalan lahir.
b. Melalui kateter intravaskular yang biasanya digunakan pada bayi dengan BBLR (Berat
Badan Lahir Rendah), yaitu adanya spesies Candida dan Staphylococcus koagulase
negatif.
c. Infeksi yang didapat dari lingkungan atau dari rumah sakit (infeksi nosokomial).
D. 11. Menyebutkan 1 penyebab utama oral thrush
Oral trush biasanya disebabkan oleh Candida. Penularan biasanya terjadi melalui
jalan lahir (ibu yang menderita kandidiasis vagina). Prognosisnya adalah kandidiasis
yang terjadi pada bayi sehat biasanya dapat sembuh sendiri, tetapi lebih baik diobati.
D. 12. Menentukan jenis dan jumlah cairan yang diberikan pada neonatus dengan
dehidrasi dan asidosis
Pengobatan langsung pada keadaan dehidrasi ditujukan ke arah pengembalian
cairan ekstrasel dengan infus cairan isotonik. Jenis dan jumlah cairannya adalah sebagai
berikut : apabila dehidrasi berat dapat diberikan larutan Ringer laktat segera, sepertiga
cairan yang dibutuhkan dapat diberikan pada 4 jam pertama dan sisanya dalam jam-jam
berikutnya. Kemudian apabila terdapat asidosis berat, cairan-cairan rehidrasi inisial tadi
dapat ditambah dengan cairan Na bikarbonat 7,5%, jumlahnya ½ daripada kebutuhan.
Apabila sudah ada pengeluaran air seni (selambat-lambatnya 8 jam), harus ditambahkan
KCl 2-4 mEq/kgBB selama 24 jam ke dalam cairan infus untuk mengganti kehilangan
kalium. Tambahan kehilangan kalium sebagai akibat kelaparan akan diganti oleh kalium
dalam makanan jika sudah mulai diberikan makanan. Sesudah 4-6 jam, sebaiknya
dilakukan penilaian kembali terhadap penderita baik secara klinis maupun elektrolit.
Sedangkan, untuk pengobatan langsung pada keadaan asidosis dengan bikarbonat
apabila pH kurang dari 7,10; dapat diberikan larutan isotonik natrium bikarbonat, 1
ampul (50ml) Na bikarbonat 7,5% dimasukkan ke dalam 250 ml air. Dosis pemberian
pertama bikarbonat 8 mEq/kgBB, dan harus dipertimbangkan tindakan lainnya seperti
diálisis. Apabila asidosis sebagai akibat dehidrasi mempertinggi volume cairan ekstrasel,
biasanya digunakan formula koreksi 0,3 x BB x BE dan diberikan ½nya dahulu. Dapat
juga diberikan 1 ampul (50ml) Na bikarbonat 7,5% yang dimasukkan ke dalam 1 liter
NaCl 0,45%. Ini adalah larutan yang tepat untuk memperbesar volume cairan extrasel dan
menambah bikarbonat secara extra. Susunannya adalah sebagai berikut : Na+ 116 mEq/L :
Cl- 74 mEq/L : HCO3- 42 mEq/L.
D. 13. Menentukan jenis dan dosis antibiotika untuk infeksi utama pada neonatus
Antibiotik Dosis Tunggal/kg
Frekuensi Cara Pemberian
Catatan
Amikasin 10 mg 7,5 mg
1 kali setiap
12 jam
IV IV
Ampisilin (untuk Listeria,
Enterococcal)
20-50 mg Setiap 12 jam (umur < 7 hari)Setiap 8 jam ( umur > 7 hari)
IVIMOral
50 mg/kg/6 jam untuk meningitis.200mg/kg/hari untuk septicemia(E. coli, Klebsiella, Enterobacter)
Aziocilin Prematur50 mgMatur 100 mg
Setiap 12 jam (umur < 7 hari)Setiap 8 jam ( umur > 7 hari)
IV Tidak boleh dicampur dengan aminoglikosida
KloksacilinFlukloksasilin
25 mg Setiap 12 jam (umur < 7 hari)Setiap 8 jam ( umur > 7 hari)
IVIMOral
Cefotaxine 25 mg Setiap 12 jam IVIM
150-200 mg/kg/hari pada infeksi berat
Kloramfenikol Prematur25 mgMatur 50 mg
1 x sehari (bayi berumur < 14 hari)Setiap 12 jam (umur > 14 hari)
IMOral
Kadar dalam darah harus dimonitor
Kadar terapeutik 15-25 mg/l
Kadar toksik 50 mg/l
Gentamisin (gram negative)
2,5 mg Setiap 12 jam (umur < 7 hari)Setiap 8 jam ( umur > 7 hari)
IVIM
Kadar dalam darah harus dimonitor rata-rata 4-8 mg/l
Isoniazid 5 mg Setiap 12 jam Oral Tambahan
piridoksinMezlocillin 75 mg Setiap 12 jam IV
Metronidazol 7,5 mg Setiap 8 jam IVOral
Penisilin G (benzilpenicilin)
15-30 mg Setiap 12 jam (umur < 7 hari)Setiap 8 jam ( umur > 7 hari)
IVIM
30 mg/kg/dosis untuk infeksi grup B beta hemolitik Streptococcus
Piperasilin 50 mg Setiap 12 jam IVRifampisin 5 mg Setiap 12 jam OralTikarsilin 75 mg Setiap 12 jam
(berat < 2 kg)Setiap 8 jam (berat > 2 kg)
IVIM
Tidak boleh dicampur dengan aminoglikosida
Tobramisin 2 mg Setiap 12 jam (umur < 7 hari)Setiap 8 jam ( umur > 7 hari)
IVIM
Monitor kadar dalam darah
Vankomisin (Staphylococcus)
15 mg Setiap 12 jam selama 1 jam
IV Monitor kadar dalam darah, batas atas 25-40 g/ml, batas bawah 5-10 g/ml
Amfoterisin B 0,1 mg dinaikkan sampai 1,0 mg selama 7 hari
Setiap hari IV selama 6 jam
Efek samping : fungsi ginjal menurun.Terapi infeksi jamur sistemik selama 4-6 minggu.
5-Flusitosin 50 mg Setiap 6 jam Oral Dikombinasikan dengan amfoterisin B.
Nystatin 100.000 unit (1ml)
Setiap 6 jam (tidak diabsorbsi usus)
Oral
Tabel 8. Jenis dan dosis antibiotika yang sering digunakan untuk neonatus. Diambil dari : Lula O. Lubchenco, Neonatology Pathophysiology and Management of The
Newborn second edition.
D. 14. Meramalkan prognosis
Prognosis pada semua penyakit infeksi tergantung pada waktu penyakit dan
penyebabnya, besar kecil bayi, barat penyakit dan tempat perawatannya. Oleh karena itu
seakin cepat ditangani maka prognosis untuk penyakit infeksi semakin baik.
BAB III
KESIMPULAN
Pada masa-masa awal kehidupan neonatus, terdapat proses adaptasi dari
kehidupan neonatus di intrauterine ke ekstrauterine. Proses adaptasi seperti ini pada
umumnya merupakan upaya untuk memperlambat dan menguasai berbagai perubahan
organ, seperti adanya proses perkembangan paru-paru, proses perubahan sirkulasi, proses
perubahan zat asam tubuh, dan lain-lain.
Selain itu proses adaptasi ini tidak hanya ditujukan pada neonatus yang normal,
tetapi juga pada neonatus yang lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) hal in
dikarenakan bayi BBLR mempunyai proses adaptasi yang lebih rumit dan juga
mempunyai lebih banyak komplikasi penyakit.
Oleh karena itu, dalam penanganan masalah perinatal diperlukan pengetahuan
yang baik mengenai cara perawatan terhadap neonatus yang sehat maupun yang sakit,
sehingga neonatus- neonatus tersebut tidak mengalami penyakit infeksi. Begitu pula,
diperlukan adanya kesadaran dari berbagai pihak, seperti orang tua, tenaga ahli kesehatan
yang merawat neonatus, dan pihak rumah sakit agar masalah kesehatan neonatal dapat
ditanggulangi dengan baik, sehingga angka morbiditas dan mortalitas dalam bidang
kesehatan anak dapat menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Kegawatan Pada Anak. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta, 1981.
Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2000.
Fanaroff & Klaus. Care of The High-Risk Neonate fifth edition. W. B. Saunders
Company. USA, 2001.
Firmansyah Agus, dkk. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak ke-XXXI Optimalisasi Tatalaksana Gagal Tumbuh
Gatrointestinal Guna Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia.
Balai Penerbit FKUI . Jakarta, 1994.
Gordon B. Avery, M.D., PH.D. Neonatology Pathophysiology and Management of the
Newborn 2nd ed. JB Lippincott Company. Philadelphia, 1972.
Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta, 1997.
Lubchenco, Lula O. Neonatology Pathophysiology and Management of The Newborn
second edition. J. B. Lippincott Company. Philadelphia, 1981.
Markum A. H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Balai Penerbit FKUI. Jakarta,
2002.
Rudolph, Abraham M. Rudolph’s Pediatrics twentieth edition. Prentice Hall
International, inc. USA. 1996.
Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta, 1997.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta, 1985.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak jilid 3. Jakarta, 1985.
Stoll, Barbara J. & Robert M. Kliegman. Nelson Textbook of Pediatrics 16th edition.
W. C. Saunders Company. Pennsylvania, 2000.
Suharyono. Esensial Gastroentologi Anak. Balai Penerbit FK UI. Jakarta, 1992.
Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga.Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta, 1999.
Top Related