BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat merupakan efek kreatif akal manusia. Keinginan manusia untuk mencari
kebenaranlah yang menjadi dasar mulanya timbul filsafat. Kebenaran yang didapat
melalui filsafat merupakan kebenaran yang berasal dari kerja akal. Sejalan dengan
perkembangannya filsafat tidak hanya sebagai induk dari ilmu pengetahuan, melainkan
bagian dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Seiring dengan berkembangnya objek kajian
filsafat, maka filsafat sebagai tempat berpijaknya kegiatan keilmuan.
filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-
anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat
matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan
untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia.
Ilmu matematika bukan hanya ilmu yang terbatas pada hitungan , melainkan
banyak lagi bagian dari matematika yang belum kita ketahui bentuknya. Apakah
matematika itu ? Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat dari para ilmuan
matematika tentang apa yang disebut matematika.
Untuk menafsirkan matematika para ilmuan belum pernah mencapai titik
“puncak” kesepakatan yang “sempurna”. Banyak definisi yang dikemukakan oleh para
ilmuan tentang matematika ini, menunjukkan bahwa ilmu matematika ini adalah ilmu
yang memiliki kajian luas.
Pada makalah ini penyusun akan membahas seluk beluk ilmu matematika dan
aliran – aliran dalam filsafat matematika.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pada makalah ini adalah:
a. Apakah Filsafat Matematika itu?
b. Bagaimana aliran-aliran filsafat matematika itu?
C. TUJUAN
Adapun tujuan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui filsafat matematika
b. Untuk mengetahui aliran-aliran filsafat matematika
BAB II
ISI
A. Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-
anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat
matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan
untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia. Sifat logis dan
terstruktur dari matematika itu sendiri membuat pengkajian ini meluas dan unik di
antara mitra-mitra bahasan filsafat lainnya. (Wikipedia_Filsafat_matematika)
Filsafat matematika adalah cabang filsafat yang merenungkan dan menjelaskan
sifat matematika. Ini adalah makna dari epistemologi yaitu menjelaskan pengetahuan
manusia pada umumnya. Filsafat matematika membahas pertanyaan seperti: apa yang
menjadi dasar pengetahuan matematika? Bagaiman sifat kebenaran matematika? Apa
karakteristik kebenaran matematika? Apakah pembenaran untuk pernyataan-pernyataan
yang ada? Mengapa kebenaran matematika adalah suatu kebenaran yang penting?
Pendekatan epistemologinya adalah dengan mengasumsikan bahwa
pengetahuan dibidang apapun, diwakili oleh satu set proposisi bersama dengan satu
prosedur untuk memverifikasinya atau memberikan pembenaran atas pernyataan-
pernyataannya. Atas dasar ini, pengetahuan matematika terdiri dari proposisi beserta
pembuktiannya. Karena pembuktian matematika didasarkan pada alasan itu saja, tanpa
bantuan data empiris, pengetahuan matematika dipahami sebagai pengetahuan yang
paling pasti dari semua pengetahuan. Secara tradisional, filsafat matematika merupakan
penyedia dasar kepastian pengetahuan matematika. Artinya, menyediakan sistem
dimana pengetahuan matematika secara sistemik dapat membangun kebenarannya
sendiri. Hal ini tergantung pada asumsi secara luas, implisit atau eksplisit.
Di antara ahli – ahli matematika dan para filsuf tidak tampak kesatuan
pendapat mengenai apa filsafat matematika itu. Sebagai sekedar contoh dapatlah
dikutipkan dari perumusan – perumusan dari 2 buku matematika dan 2 buku filsafat
yang berikut:
1) Suatu filsafat matematika dapatlah dilukiskan sebagai suatu sudut pandangan yang
dari situ pelbagai bagian dan kepingan matematika dapat disusun dan dipersatuja
berdasarkan beberapa asas dasar.
2) Secara khusus suatu filsafat matematika pada dasarnya sama dengan suatu
percobaan penyusunan kembali yang dengannya kumpulan pengetahuan
matematika yang kacau – balau yang terhimpun selama berabad – abad diberi suatu
makna atau ketertiban tertentu.
3) Penelaah tentang konsep – konsep dari pembenaran terhadap asas – asas yang
dipergunakan dalam matematika
4) Penelaah tentang konsep – konsep dan sistem – sistem yang terdapat dalam
matematika, dan mengenai pembenaran terhadap pernyataan – pernyataan berikut.
Dua pendapat yang pertama dari ahli – ahli matematika menitik beratkan
filsafat matematika, sebagai usaha menyusun dan menertibkan bagian – bagian dari
pengetahuan matematika yang selama ini terus berkembang biak. Sedang 2 definisi
berikutnya dari ahli filsafat merumuskan filsafat matematika sebagai studi tentang
konsep – konsep dalam matematika dan pembenaran terhadap asas atau pembenaran
matematika.
Asumsi.
Peranan filsafat matematika adalah memberikan landasan yang sistematis dan
mutlak untuk pengetahuan matematika yaitu kebenaran matematika. Kebenaran
matematika merupakan Asumsi yang mendasari pondasi doktrin fungsi filsafat
matematika. Pondasi tersebut terikat pada pandangan absolutis matematika. Dalam hal
ini, pembenaran menjadi pandangan utama filsafat matematika.
B. Hakikat Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Inggris , mathematics, yang artinya ilmu
pasti, matematika. Mathematical merupakan kata sifat, artinya berhubungan dengan
ilmu pasti. Mathematically adalah kata kerja yang artinya menurut ilmu pasti, secara
mathematis, dan mathematician adalah kata benda yang artinya, yaitu orang ahli
matematika.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika artinya “ilmu tentang
bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam
penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Menurut Kerami (2002) matematika adalah
pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berkaitan.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa yang
dapat menghilangkan sifat yang kurang jelas dan emosional. Matematika adalah
metode berpikir logis. Matematika adalah sarana berpikir. Matematika adalah raja dari
ilmu lain yang perkembangannya tidak tergantung ilmu lain. Matematika merupakan
puncak kegemilangan intelektual. Di samping pengetahuan matematika itu sendiri,
matematika memberikan bahasa, proses dan teori, yang memberikan ilmu suatu bentuk
dan kekuasaan. Perhitungan matematika menjadi dasar bagi desain ilmu teknik
Secara tradisional, matematika telah dipandang sebagai paradigma pengetahuan
tertentu. Euclid mendirikan sebuah struktur logis yang megah hampir 2.500 tahun lalu
dalam Elements, yang sampai akhir abad kesembilan belas diambil sebagai paradigma
untuk mendirikan kebenaran dan kepastian. Newton menggunakan bentuk Elemen di
dalam bukunya Principia, dan Spinoza dalam Etika, untuk memperkuat klaim mereka
atas penjelasan kebenaran sistematis. Dengan demikian matematika telah lama diambil
sebagai sumber pengetahuan yang paling tertentu yang dikenal bagi umat manusia.
Sebelum menyelidiki sifat pengetahuan matematika, pertama-tama perlu untuk
mempertimbangkan sifat pengetahuan pada umumnya. Jadi kita mulai dengan bertanya,
apakah pengetahuan? Pertanyaan tentang apa yang merupakan pengetahuan inti dari
filsafat, dan pengetahuan matematika memainkan suatu peranan penting. Jawaban
filsafat standar untuk pertanyaan ini adalah bahwa pengetahuan adalah keyakinan yang
dibenarkan. Lebih tepatnya, bahwa pengetahuan awalnya terdiri dari dalil yang dapat
diterima (yaitu, percaya), asalkan ada alasan yang memadai untuk menegaskannya.
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran
(generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan yang lain. Metode yang pencarian kebenaran yang dipakai adalah metode
deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah
metodeinduktif dan eksperimen.
Diberikan sebuah contoh membuktikan pernyataan berikut '1 + 1 = 2 'dalam
sistem aksiomatik aritmatika Peano. Untuk bukti ini kita membutuhkan definisi dan
aksioma s0 = 1, s1 = 2, x + 0 = x, x + sy = s (x + y) dari Aritmatika Peano, dan aturan
inferensi logis dari P (r), r = t ⇒ P (t); P (v) ⇒ P (c) (di mana r, t, v, c, dan P (t) kisaran
lebih dari istilah; variabel, konstanta, dan dalil dalam istilah t, masing-masing, dan ' '⇒
menandakan implikasi logis) .2 Berikut ini adalah bukti 1 + 1 = 2: x + sy = s (x + y), 1 +
sy = s (1 + y), 1 + s0 = s (1 + 0), x +0 = x, 1 +0 = 1, 1 + s0 = s1, s0 = 1, 1 +1 = s1, s1 =
2, 1 +1 = 2.
Penjelasan tentang bukti ini adalah sebagai berikut. s0 = 1 [D1] dan s1 = 2 [D2]
adalah definisi dari konstanta 1, dan 2 masing-masing, dalam Aritmatika Peano, x +0 =
x [A1] dan x + sy = s (x + y) [A2] adalah aksioma Aritmatika Peano. P (r), r = t ⇒ P (t)
[R1] dan P (v) ⇒ P (c) [R2], dengan simbol-simbol seperti dijelaskan di atas, aturan
logis dari inferensi. Pembenaran bukti, pernyataan demi pernyataan seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1: Bukti 1 +1 = 2 dengan pembenaran
Langkah Kalimat Pembenaran dari kalimat
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9
S10
x + sy = s ( x + y )
1 + sy = s ( 1 + y)
1 + s0 = s ( 1 + 0)
x + 0 = s
1 + 0 = 1
1 + s0 = 1
s0 = 1
1 + 1 = s1
s1 = 2
1 + 1 = 2
A2
R2 diterapkan pada S1, menggunakan v = x, c = 1
R2 diterapkan pada S2, menggunakan v = y, c = 0
A1
R2 diterapkan pada S4, menggunakan v = x, c = 1
R1 diterapkan S3 dan S5, menggunakan r = 1 + 0, t =1
D1
R1 diterapkan S6 dan S7, menggunakan r = s0, t = 1
D2
R1 diterapkan S8 dan S9, menggunakan r = s1, t = 2
Bukti ini memperlihatkan '1 + 1 = 2 'sebagai pokok pengetahuan matematika
atau kebenaran, menurut analisis sebelumnya, karena bukti deduktif menetapkan
jaminan logis untuk menegaskan pernyataan itu. Selanjutnya adalah pengetahuan priori,
karena ditegaskan berdasarkan nalar semata.
Namun, apa yang belum jelas adalah dasar asumsi yang dibuat dalam
pembuktian. Asumsi yang dibuat terdiri dari dua jenis: asumsi matematika dan asumsi
logis. Asumsi matematika yang digunakan adalah definisi (D1 dan D2) dan aksioma
(A1 dan A2). Asumsi logis adalah aturan kesimpulan yang digunakan (R1 dan R2),
yang merupakan bagian yang mendasari bukti dari teori, dan kalimat yang mendasari
bahasa formal.
Kami menganggap pertama asumsi matematika. Definisi, menjadi definisi yang
eksplisit, yang bukan merupakan persoalan, karena pada prinsipnya mereka dapat
disingkirkan. Setiap pemunculan dari istilah yang didefinisikan 1 dan 2 dapat digantikan
oleh apa yang disingkat (s0 dan ss0, masing-masing). Hasil menghilangkan definisi ini
adalah bukti disingkat: x + sy = s (x + y), s0 + sy = s (S0 + y), s0 + s0 = s (s0 +0), x +0
= x, s0 +0 = s0, s0 + s0 = ss0; membuktikan 's0 + s0 = ss0', yang mewakili '1 +1 = 2 '.
Meskipun definisi eksplisit disingkat pada prinsipnya, itu tetap merupakan kenyamanan
yang tak diragukan, belum lagi bantuan untuk berpikir, untuk mempertahankan mereka.
Namun, dalam konteks ini kita prihatin untuk mengurangi asumsi-asumsi yang
minimum mereka, untuk mengungkapkan asumsi yang tak dapat dikurangi pengetahuan
matematika dan pembenaran.
Jika definisi tidak eksplisit, seperti dalam definisi asli dari induktif Peano (Heijenoort,
1967), yang diasumsikan di atas sebagai sebuah aksioma, dan bukan sebagai definisi,
maka definisi tidak akan eliminable pada prinsipnya. Dalam hal ini masalah dasar
definisi, yaitu asumsi yang menjadi landasannya, analog dengan aksioma.
Aksioma tidak terlepas pada pembuktian. Mereka harus dianggap baik sebagai
kebenaran aksiomatik, atau hanya mempertahankan pembenarannya, asumsi sementara,
diadopsi untuk memungkinkan perkembangan dari teori matematika yang sedang
dipertimbangkan. Kami akan kembali ke hal ini.
Asumsi logis, yaitu aturan inferensi (bagian dari bukti teori keseluruhan) dan
sintaks logis, diasumsikan sebagai bagian dari logika yang mendasarinya, dan
merupakan bagian dari mekanisme yang dibutuhkan untuk aplikasi alasan. Jadi logika
diasumsikan sebagai landasan bermasalah untuk pembenaran pengetahuan.
Singkatnya, kebenaran matematika SD '1 +1 = 2 ', tergantung untuk pembenaran pada
bukti matematika. Hal ini pada gilirannya tergantung pada asumsi sejumlah pernyataan
matematika dasar (aksioma), serta pada logika yang mendasarinya. Secara umum,
pengetahuan matematika terdiri dari pernyataan dibenarkan oleh bukti-bukti, yang
tergantung pada aksioma matematika (dan logika yang mendasari).
Akun ini pengetahuan matematika pada dasarnya adalah yang telah diterima
selama hampir 2.500 tahun. Presentasi awal pengetahuan matematika, Elemen Euclid,
berbeda dari data di atas hanya dengan derajat. Dalam Euclid, pengetahuan matematika
didirikan oleh deduksi logis dari aksioma dan postulat theoremsfrom (yang kita
termasuk di antara aksioma). Logika yang mendasari dibiarkan tidak ditentukan (selain
pernyataan dari beberapa aksioma mengenai hubungan kesetaraan). Aksioma-aksioma
tidak dianggap sebagai asumsi sementara diadopsi, diadakan hanya untuk pembangunan
teori di bawah pertimbangan. Aksioma dianggap kebenaran dasar yang diperlukan tidak
ada pembenaran, bukti luar diri mereka sendiri (Blanche, 1966) . 3 Karena itu, account
klaim untuk menyediakan dasar untuk pengetahuan matematika tertentu. Sebab bukti
logis mempertahankan kebenaran dan diasumsikan aksioma yang jelas kebenaran, maka
setiap teorema yang berasal dari mereka harus juga kebenaran (penalaran ini implisit,
tidak eksplisit di Euclid). Namun, klaim ini tidak lagi diterima karena aksioma Euclid
dan postulat tidak dianggap kebenaran dasar dan tak terbantahkan, tidak ada yang dapat
dinegasikan atau ditolak tanpa mengakibatkan kontradiksi. Bahkan, penolakan beberapa
dari mereka, yang paling notablythe Postulat Paralel, hanya mengarah ke badan lain
pengetahuan geometris (non-Euclidean geometri).
Selain Euclid, pengetahuan matematika modern mencakup banyak cabang yang
bergantung pada asumsi set aksioma yang tidak dapat diklaim sebagai kebenaran
universal dasar, misalnya, aksioma teori grup, atau teori himpunan (Maddy, 1984).Ciri
utama matematika adalah penalaran deduktif tanpa mempersyaratkan penalaran
induktif. Penalaran deduktif ini lahir melalui kebenaran suatu konsep yang diperoleh
sebagai akibat logis dari pernyataan sebelumnya sehingga kaitan pernyataan yang
dahulu dengan berikutnya di dalam matematika selalu konsisisten. Walaupun dalam
matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi sterusnya
generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa di buktikan dengan cara
deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat
diterima kebenarannya sesudahnya dibuktikan secara deduktif.
Matematika merupakan ilmu deduktif, aksiomatik, hirarkis, abstrak, bahasa
simbol yang padat artinya dan semacam sistem matematika. Sistem matematika
merupakan sistem yang berisi model-model matematika yang digunakan untuk
memecahkan persoalan-persoalan di dunia nyata. Manfaat lain dari ilmu matematika
adalah menjadikan pola pikir manusia yang mempelajarinya menjadi pola pikir
matematis yang sistematis, logis, kritis, dengan penuh kecermatan. Berdasarkan
perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu
pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran
matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm
of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan menurut fallibilis
mathematicak truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and
correction‟ (Ernest, 1991, p:3).
Menurut Woozley (dalam Ernest, 1991, p: 4), pengetahuan terbagi dalam dua
kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical).
Pengetahuan apriori memuat proposisi yang didasarkan atas, tanpa dibantu dengan
observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat penggunaan logika. Deduktif dan
makna dari istilah-istilah, secara tipikal dapat ditemukan dalam definisi. Secara kontras
pengetahuan a posteriori memuat proposi yang didasarkan atas pengalaman, yaitu
berdasarkan observasi dunia.
Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas dua jenis
asumsi; matematika ini berkaitan dengan asumsi dari aksioma dan definisi, dan logika
yang berkaitan dengan asumsi aksioma, aturan menarik kesimpulan dan bahasa formal
serta sintak. Ada lokal (micro) dan ada global (macro) asumsi, seperti deduksi logika
cukup untuk menetapkan kebenaran matematika.
Menurut Wilder (dalam Ernest, 1991 p: 8), pandangan absolutis menemui
masalah pada permulaan permulaan abad 20, ketika sejumlah antinomis dan kontradiksi
yang diturunkan dalam matematika. Kontradiksi lainnya muncul adalah teori himpunan
dan teori fungsi. Penemuan ini berakibat terkuburnya pandangan absolutis tentang
matematika. Jika matematika itu pasti dan semua teoremanya pasti, bagaimana dapat
terjadi kontradiksi di antara teorema-teorema itu? Tesis dari fallibilis memiliki dua
bentuk yang ekivalen, satu positif dan satu negatif. Bentuk negatif berkaitan dengan
penolakan terhadap absolutis; pengetahuan matematika bukan kebenaran yang mutlak
dan tidak memiliki validitas yang absolut. Bentuk positifnya adalah pengetahuan
matematika dapat dikoreksi dan terbuka untuk direvisi terus menerus.
C. Pandangan Absolutis Pengetahuan Matematika
Pandangan absolutis pengetahuan matematika adalah bahwa hal itu terdiri dari
kebenaran tertentu dan tak tertandingi. Menurut pandangan ini, pengetahuan
matematika terdiri dari kebenaran absolut, dan mewakili ranah pengetahuan tertentu
yang unik, terpisah dari logika dan pernyataan benar berdasarkan arti istilah, seperti
'Semua bujangan belum menikah'. Banyak filsuf, baik modern dan tradisional, memiliki
pandangan absolutis pengetahuan matematika. Jadi menurut Hempel:
validitas matematika berasal dari ketentuan yang menentukan arti dari konsep-konsep
matematika, dan bahwa proposisi matematika karena itu pada dasarnya 'benar
menurutdefinisi'.
Dalam pemikiran absolut, dinyatakan bahwa Mathematics is the one and
perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge yang
maksudnya adalah Matematika adalah suatu kemungkinan dan kenyataan yang tak
terbantahkan dan merupakan ilmu pengetahuan yang objektif. Sedangkan secara
fallibilis, Mathematica truth is corrigible, and can never regarded as being above
revision and correction, yang maksudnya adalah kebenaran Matematika dapat
dibenarkan dan tidak pernah bisa ditentang, diperbaiki maupun dikoreksi. Sehingga The
Liang Gie dalam bukunya yang berjudul Filsafat Matematika menyatakan bahwa
Filsafat Matematika merupakan sudut pandang yang menyusun dan mempersatukan
berbagai bagian dan kepingan Matematika berdasarkan beberapa asas dasar.
Lain pendukung kepastian matematika adalah Ajayer yang mengklaim berikut.
Sedangkan generalisasi ilmiah mudah mengaku menjadi keliru, kebenaran matematika
dan logika tampaknya semua orang perlu dan pasti. Kebenaran logika dan matematika
proposisi analitik atau tautologi. Kepastian dari proposisi apriori tergantung pada
kenyataan bahwa mereka tautologi. Sebuah proposisi yang tautologi jika analitik.
Sebuah proposisi adalah analitik jika benar hanya dalam kebajikan makna simbol
consistituent, dan karena itu tidak dapat dikonfirmasi atau dibantah baik oleh fakta
pengalaman.(Ayer,1946,halaman72,7716,).
Metode deduktif memberikan surat perintah untuk penegasan matematika
pengetahuan. Dasar-dasar untuk mengklaim bahwa matematika (dan logika)
menyediakan mutlak pengetahuan tertentu, yang adalah kebenaran, karena itu sebagai
berikut. Pertama-tama, dasar laporan digunakan dalam bukti yang dianggap benar.
Aksioma matematika dianggap benar, untuk tujuan mengembangkan sistem yang
sedang dipertimbangkan, definisi matematika adalah benar dengan fiat, dan aksioma
logis diterima sebagai benar. Kedua, aturan logika ofinference melestarikan kebenaran,
adalah mereka memungkinkan apa-apa selain kebenaran yang disimpulkan dari
kebenaran. Berdasarkan kedua fakta, setiap pernyataan dalam bukti deduktif, termasuk
kesimpulannya, adalah benar. Jadi, karena teorema matematika semua dibentuk dengan
cara bukti deduktif, mereka semua kebenaran tertentu. Ini merupakan dasar dari klaim
banyak filsuf bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran tertentu.
Pandangan absolutis pengetahuan matematika didasarkan pada dua jenis asumsi:
orang matematika, tentang asumsi aksioma dan definisi, dan orang-orang logika tentang
asumsi aksioma, aturan inferensi dan bahasa formal dan sintaks. Ini adalah lokal atau
microassumptions. Ada juga kemungkinan asumsi makro-global atau, seperti aswhether
cukup deduksi logis untuk membuat semua kebenaran matematika. Saya kemudian akan
menyatakan bahwa masing-masing asumsi melemahkan klaim kepastian untuk
pengetahuan matematika. Pandangan absolutis pengetahuan matematika mengalami
masalah pada awal abad kedua puluh ketika sejumlah antinomi dan kontradiksi berasal
dalam matematika (Kline, 1980; Kneebone, 1963; Wilder, 1965). Dalam serangkaian
publikasi Gottlob Frege (1879, 1893) yang didirikan oleh jauh formulasi paling ketat
logika matematika yang dikenal pada waktu itu, sebagai dasar untuk pengetahuan
matematika. Russell (1902), bagaimanapun, mampu menunjukkan bahwa sistem Frege
tidak konsisten. Masalahnya terletak pada Hukum Kelima Dasar Frege, yang
memungkinkan menetapkan yang akan dibuat dari perpanjangan konsep apapun, dan
untuk konsep atau properti yang akan diterapkan untuk mengatur (Furth, 1964). Russell
diproduksi terkenal paradoks nya dengan mendefinisikan properti dari 'tidak unsur itu
sendiri. Hukum Frege memungkinkan perpanjangan properti ini dianggap sebagai satu
set. Tapi kemudian set ini adalah elemen dari dirinya sendiri jika, dan hanya jika, tidak,
kontradiksi. Hukum Frege tidak dapat dijatuhkan tanpa serius melemahkan sistem nya,
namun itu tidak bisa dipertahankan.
Kontradiksi lain juga muncul dalam teori set dan teori fungsi. Temuan tersebut,
tentu saja, implikasi besar bagi pandangan absolutis pengetahuan matematika. Karena
jika matematika yang pasti, dan semua teorema yang yakin, bagaimana bisa kontradiksi
(yaitu, dusta) berada di antara teorema nya? Karena tidak ada kesalahan tentang
penampilan kontradiksi-kontradiksi ini, pasti ada yang salah dalam dasar matematika.
Hasil dari krisis ini adalah pengembangan dari sejumlah sekolah dalam filsafat
matematika yang bertujuan adalah untuk menjelaskan sifat pengetahuan dan matematika
untuk membangun kembali kepastian.
D. Aliran-aliran dalam filsafat matematika
Para ahli banyak berbeda pendapat tentang pemikiran filsafat dan matematika.
Pemikiran tentang matematika diwarnai dengan perdebatan sengit antara ahli
matematika yang satu dengan ahli matematika lainnya. Karena adanya perdebatan ini
seoalah-olah para ahli terkotak-kotak menurut kelompoknya masing-masing
berdasarkan sudut pandang pandang dan ide yang dikeluarkannya. Sumardyono (2004)
menjelaskan bahwa secara umum terdapat tiga aliran besar yang mempengaruhi
perkembangan matematika, termasuk perkembangan pendidikan matematika, yakni:
1. Aliran Logikalisme atau Logisisme
Dalam Ernes (1991, p:9) Logika lebih dulu dianggap sebagai bagian dari logika
ilmu pasti matematika. Pendukung utama dari pandangan ini adalah G.Leibniz, G.frege
(1893), B.Russel (1919), A.N whitehead dan R. Carnap (1931). Di tangan Bertrand
Russel klaim logika menerima formulasi yang paling jelas dan eksplisit. Ada dua klaim:
i. Semua konsep matematika pada akhirnya dapat direduksi menjadi konsep
logis, asalkan untuk memasukkan konsep set atau sistem kekuasaan yang
mirip, seperti Teori Russel.
ii. Semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan
inferensi logika.
Jika semua matematika dapat dinyatakan dalam istilah murni logis dan terbukti
dari prinsip-prinsip logis saja, kepastian pengetahuan matematika dapat tereduksi
menjadi logika tersebut. Logika dianggap memberikan landasan tertentu untuk
kebenaran, selain terlalu ambisius, upaya untuk memperpanjang logika seperti hukum
Kelima Frege. Melalui program logistis akan memberikan dasar logis untuk
pengetahuan matematika, mendirikan kembali kepastian yang mutlak dalam
matematika.
Whitehead dan Russel (1910-1913) mampu membangun klaim pertama dari
klaim dua melalui rantai definisi. Namun logis kandas pada klaim kedua. Kenyataanya
matematika membutuhkan aksioma non-logis seperti aksioma tak terhingga (himpunan
semua bilangan asli adalah tidak terbatas) dan aksioma pilihan (produk Cartesian dari
himpunan tidak kosong).
Tapi meskipun semua pernyataan logis dapat dinyatakan dalam bentuk konstanta
logis bersama-sama dengan variabel, sebaliknya, semua pernyataan dapat menyatakan
cara ini adalah logis. Aksioma ketidakterbatasan sebagai contoh dari proposisi yang
meskipun dapat diucapkan dalam hal logis tetapi tidak dapat menegaskan dengan logis
untuk menjadi kenyataan (Russel, 1919, halaman 202-3, penekanan asli).
Teorema Matematika tergantung pada Sebuah set asumsi matematika tereduksi.
Memang, sejumlah aksioma teorema matematika tergantung pada kumpulan asumsi
dan negasi tanpa inkonsistensi (Cohen, 1966), sehingga klaim kedua yang logistis
disangkal.
Secara umum, ilmu merupakan pengetahuan berdasarkan analisis dalam menarik
kesimpulan menurut pola pikir tertentu. Matematika, menurut Wittgenstein, merupakan
metode berpikir logis. Berdasarkan perkembangannya, masalah logika makin lama
makin rumit dan membutukan suatu metode yang sempurna. Dalam pandangan inilah,
logika berkembang menjadi matematika. Menurut Russell, bahwa “matematika
merupakan masa kedewasaan matematika, sedangkan logika adalah masa kecil
matematika”
Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
a. Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya,
dengan demikian kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan
eksplorasi tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan
karena tidak semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan
implikasi.
b. Teorema Ketidak sempurnaan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak
cukup untuk mendemonstrasikan semua kebenaran matematika. Oleh karena itu
reduksi yang sukses mengenai aksioma matematika melalui logika belum cukup
untuk menurunkan semua kebenaran matematika.
c. Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak
teruji dan tidak dijustifikasi. Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan
matematika dan merupakan kegagalan prinsip dari logisisme. Logika tidak
menyediakan suatu dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.
2. Aliran Formalisme
Landasan matematika formalisme dipelopori oleh ahli matematika besar dari Jerman
David Hilbert. Menurut aliran ini sifat alami dari matematika ialah sebagai sistem
lambang yang formal, matematika bersangkut paut dengan sifat – sifat struktural dari
simbol – simbol dan proses pengolahan terhadap lambang – lambang itu. Simbol –
simbol dianggap mewakili berbagai sasaran yang menjadi obyek matematika. Bilangan
– bilangan misalnya dipandang sebagai sifat – sifat struktural yang paling sederhana
dari benda – benda.
Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua tesis, yaitu
1. Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat
ditafsirkan sebarangan, kebenaran matematika disajikan melalui
teorema-teorema formal.
2. Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan
terbebasnya dari ketidak konsistenan.
Berdasarkan landasan pemikiran itu seorang pendukung aliran formalisme
merumuskan matematika sebagai ilmu tentang sistem – sistem formal. Walaupun semua
sistem matematika masih menggunakan sistem aksioma, tetapi menganggap matematika
sebagai konsep formalisme tidak dterimaoleh beberapa ahli.keberatan bermula ketika
Godel membuktikan bahwa tidak mungkin bisa membuat sistem yang lengkap dan
konsisten dalam dirinya sendiri. Pernyataan ini dikenal dengan Teorema
Ketidaklengkapan Godel (Godel’s Incompleteness Theorem).
Ketidak lengkapan Teorema Kurt Godel (Godel, 1931) menunjukkan syarat
yang tidak bisa dipenuhi. Teorema pertamanya menunjukkan bahwa bahkan tidak
semua kebenaran dari aritmatika dapat diturunkan dari aksioma Peano (atau setiap
aksioma set yang rekursif lebih besar). Teorema ketidaklengkapan kedua menunjukkan
bahwa dalam kasus konsistensi pembuktian memerlukan metamatematika. Misalnya,
untuk membuktikan konsistensi dari aritmatika Peano mengharuskan semua aksioma
dari sistem itu dan asumsi lebih lanjut, seperti prinsip induksi transfinit seperti bilangan
ofer kountbale (Genten, 1936). Mungkin Formalis dapat memberikan dukungan bagi
pandangan absolutis sistem matematika, memberikan tantangan bagi kebenaran
matematika. Namun, Tidak semua kebenaran matematika dapat direpresentasikan
sebagai teorema dalam sistem formal, dan lebih jauh lagi, sistem itu sendiri tidak dapat
dijamin kebenarannya.
3. Aliran Intuisionisme
Intuisionisme seperti L.E.J. Brouwer (1882-1966), berpendapat bahwa
matematika suatu kreasi akal budi manusia. Bilangan, seperti cerita bohong adalah
hanya entitas mental, tidak akan ada apabila tidak ada akal budi manusia
memikirkannya. Selanjutnya intuisionis menyatakan bahwa obyek segala sesuatu
termasuk matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran kita, sedangkan
secara eksternal dianggap tidak ada. Kebenaran pernyataan p tidak diperoleh melalui
kaitan dengan obyek realitas, oleh karena itu intusionisme tidak menerima kebenaran
logika bahwa yang benar itu p atau bukan p (Anglin, 1994).
Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran matematika
menurut versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksima-aksioma intuitif
tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam pembuktian.
Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusifpada keyakinan yang subyektif.
Tetapi kebenaran absolut (yang diakui diberikan intusionisme) tidak dapat didasarkan
pada padangan yang subyektif semata (Ernest, 1991).
Ada berbagai macam keberatan terhadap intusionisme, antara lain; (1)
intusionisme tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek matematika bebas,
jika tidak ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4; (2) matematisi intusionisme adalah
manusi timpang yang buruk dengan menolak hukum logika p atau bukan p dan
mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki sedikit pecahan pada
matematika masa kini. Intusionisme, menjawab keberata tersebut seperti berikut; tidak
ada dapat diperbuat untuk manusia untuk mencoba membayangkansuatu dunia tanpa
manusia; (2) Lebih baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dan
ajeg dari pada memiliki sejumlah besar matematika yang kebanyakan omong kosong
(Anglin, 1994).
4. Aliran Konstruktivisme
Kontrutivisme dalam filsafat matematika dapat ditelusuri dari tokoh Kant dan
Kronecker (Korner, 1960). Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh
melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik,
dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah
dimiliki seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki
kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya. Program
konstruktivisme adalah salah satu yang merekonstruksi pengetahuan matematika (dan
mereformasi praktek matematika) untuk menjaganya dari kehilangan makna, dan dari
kontradiksi. Untuk tujuan ini, konstruktivis menolak argumen non-konstruktif seperti
pembuktian Cantor bahwa bilangan real adalah uncountable dan hukum logis.
Dalam Ernest (1991, p:11) Para konstruktivis yang paling terkenal adalah
intuisionis L. E. Brouwer (1913) dan Heyting (1931,19560). Baru-baru ini
matematikawan E. Bishop (1967) telah melakukan program konstruktivisme dengan
merekonstruksi sebagian analisis substansial, dengan cara konstruktif. konstruktivisme
mencakup berbagai macam pandangan yang berbeda, ultra-intiusionis dari A.Yessenin
(yang ketat menurut intiusionis filosofis L.E Brouwer), intuitionis tengah (A.Heyting
dan H.Weyl), intuitionis logika modern (A. Troelstra) pada jangkauan konstruktivis
kurang lebih liberal termasuk P.Lorezon dan Martin. Berbagai pandangan, misalnya
pandangan bahwa matematika klasik mungkin tidak cukup kuat dan perlu dibangun
kembali melalui metode konstruvisme dan penalaran. Konstruvisme mengklaim bahwa
kebenaran matematika dan keberadaan objek matematika harus ditetapkan melalui
metode konstruktif. Ini berarti bahwa konstruksi matematika dibutuhkan untuk
mendirikan kebenaran atau keberadaan, dibandingkan dengan metode mengandalkan
bukti oleh kontradiksi. Untuk konstruktivis pengetahuan, harus dibangun melalui bukti-
bukti yang konstruktif, berdasarkan logika konstruktivis terbatas, dan sesuai dengan
dengan prosedur konstruktif. Meskipun beberapa Konstruktivis menyatakan bahwa
matematika adalah studi proses konstruktif yang dilakukan menggunakan pensil dan
kertas, oleh pandangan ketat intuisionis, oleh Brouwer, matematika memiliki tempat
utama. Salah satu konsekuensi, Brower menganggap semua axiomasisasi besifat logika
intuisi sehingga dianggap tidak pernah memiliki bentuk akhir.
Intuisionis merupakan konstruktif filosofi paling lengkap dalam matematika.
Dua klaim dipisahkan dari intuisionis yaitu tesis positif dan negatif Dumment.
Yang positif menyatakan bahwa cara menafsirkan pengertian dari intuisionis
matematika dan operasi logis adalah satu koheren dan sah, bahwa matematika intuistik
dipahami dari teori. Tesis negatif menyatakan bahwa gagasan matematis dan operasi
logis adalah tidak koheren dan tidak sah (Dumment). Tesis negatif intuisionis ditolak.
Masalah lain untuk tampilan kontruktivisme adalah beberapa hal yang tidak
konsisten dengan matematika klasikal. Misalnya, rangkaian bilangan real seperti yang
didefinisikan oleh intuisionis adalah dapat dihitung. Ini bertentangan dengan faham
klasik bukan karena ada kontradiksi yang melekat, tetapi karena definisi bilangan real
berbeda. Gagasan konstruktivisme sering memiliki arti yang berbeda dari pengertian
klasik yang sesuai.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan
bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada.
Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang
dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk
membentuk pengetahuan tersebut.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan
pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuanyang berkembang
sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan
pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa.
Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap
tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila
pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau
fenomenayang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatuyang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam
proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan
pengetahuannya.
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat
konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi
kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan
lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian jugastruktur pemikiran manusia.
Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang
harus ditanggapinya secara kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus
mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab
dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu,
pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan
terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan.
Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan
rangsanganyang datang, dan terus berkembang.
Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan
konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak
cocok lagi.
Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata).
Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju
equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Prinsip-prinsip kontruktivisme banyak digunakan dalam pembelajaran sains dan
matematika. Prinsip-prinsip yang diambil adalah
pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial
pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan
keaktifan siswa sendiri untuk menalar.
murid aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah
guru sekadar membantu penyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
siswa berjalan mulus (Suparno, 1997).
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat matematika adalah cabang filsafat yang merenungkan dan menjelaskan
sifat matematika yang menjadikan dasar pengetahuan matematika
Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan
Aliran logikalisme menganggap logika memberikan dasar logis untuk
pengetahuan matematika, mendirikan kembali kepastian yang mutlak dalam
matematika.
Aliran formalisme menganggap sifat alami dari matematika ialah sebagai sistem
lambang yang formal, matematika bersangkut paut dengan sifat – sifat struktural
dari simbol – simbol dan proses pengolahan terhadap lambang – lambang itu.
Simbol – simbol dianggap mewakili berbagai sasaran yang menjadi obyek
matematika.
Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui proses aktif
individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-
lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki
seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Anglin, W. S., 1994, Mathematics: A Concise History and Philosophy, Springer-Verlag, New York
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1999, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Echols,John M dan Hasan Shadilly, 2003, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta.
Ernest, P, 1991, The Philosphy of Mathematics Education, The Palmer Press, London
Fathani,Abdul Halim. 2009. Matematika(Hakikat &Logika). Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
Gie ,The Liang, 1981, Filsafat Matematika, Supersukses, Yogyakarta.
Kerami, Djati, 2002, Kamus Matematika, Balai Pustaka, Jakarta.
Suriasumantri,Jujun S, 2003, Ilmu dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Wikipedia, 2014, Filsafat Matematika, Online: http://id.wikipedia.org/wiki/ Filsafat_
matematika, 10 November 2014
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Filsafat Matematika ...................................................................................... 2
B. Hakikat Matematika...................................................................................... 3
C.
D. Aliran-aliran dalam filsafat matematika ....................................................... 5
1. Aliran Logikalisme .............................................................................. 5
2. Aliran Formalisme ............................................................................... 7
3. Aliran Kontruktivisme ......................................................................... 8
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 12
Filsafat Matematika dan Aliran-Alirannya 21
KELOMPOK I:
EFRIDAYANI 8146172016
LILIS 8146172038
NAILUL HIMMI HSB 8146172050
RUMINDA HUTAGALUNG 8146172061
SAIFUL 8146172062
KELAS: PENDIDIKAN MATEMATIKA B-1 2014
Dosen Mata Kuliah
Dr. Izwita Dewi, M.Pd
PROGRAM PASCA SARJANA (PPs)
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
Top Related