1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakan dan Rumusan Masalah
1.1.1 Latar Belakang
Indonesia terletak diantara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia.
Letak Indonesia yang sedemikian rupa menjadikan Inonesia daerah yang sangat
aktif akan pergeseran lempeng tektonik. Akibat pergeseran lempeng tektonik,
terbentuk banyak gunung berapi.Oleh karena itu, erupsi gunung berapi merupakan
salah satu fenomena yang sering terjadi di Indonesia. Saat proses erupsinya,
gunung berapi memuntahkan berbagai macam material berupa padatan, cairan,
ataupun gas. Pada umumnya, material yang keluar dari gunung berapi bersifat
destruktif terhadap lingkuangan sekitarnya karena panas dan tekanan yang tinggi.
Salah satu material yang sering dikeluarkan gunung berapi adalah abu vulkanik.
Abu vulkanik sangat berlimpah jumlahnya saat maupun setelah proses erupsi.
Kelimpahan abu vulkanik di alam mempunyai beberapa dampak positif.
Sudah menjadi rahasia umum kalau abu vulkanik dapat menyuburkan tanah.
Beberapa waktu setelah terjadinya erupsi, daerah yang rusak karena abu vulkanik
akan menjadi lahan yang subur. Abu vukanik mengandung unsur hara yang
bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Tidak hanya itu manfaat abu vulkanik.
Abu vulkanik juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan yang kualitasnya
tidak kalah dari bahan bangunan komersial, misalnya semen.
Pada saat ini banyak digencarkan pembangunan infrastruktur.
Ketergantungan akan kebutuhan semen semakin meningkat. Sedangkan bahan
baku semen itu sendiri semakin berkurang di alam karena dieksploitasi secara
besar-besaran. Dan pada akhirnya akan habis. Di sini, abu vulkanik berperan
sebagai substitusi semen. Abu vulaknik dapat dijadiakn berbagi macam campuran
bahan bangunan. Selain itu jumlahnya juga berlimpah di alam. Untuk itu, abu
vulkanik akan dikaji pemanfaatannya sebagai bahan bangunan yang berkualitas.
2
1.1.2 Rumusan Masalah
Upaya apa yang harus dilakukan supaya abu vulkanik hasil erupsi dapat
dimanfaatkan secara efektif dan efisien?
1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat
1.2.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini ialah untuk
menemukan manfaat dari material gunung berapi, khususnya abu vulkanik
sebagai bahan dasar material bangunan serta sistem pemanfaatannya.
1.2.2 Manfaat
a. Mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam kegiatan perkuliahan.
b. Menjadi penelitian awal yang nantinya dapat djadikan penelitian lanjutan
dalam bidang konstruksi.
c. Memberikan informasi kepada khalayak umum mengenai abu vulkanik.
1.3 Ruang Lingkup Kajian
1. Kandungan unsur dalam abu vulkanik
2. Komposisi dari abu vulkanik
3. Syarat bahan bangunan
4. Keefektifan abu vulkanik sebagai bahan bangunan
5. Nilai ekonomis abu vulkanik
6. Sistem pemanfaatan abu vulkanik sebagai bahan bangunan
1.4 Hipotesis
Abu vulkanik memiliki karateristik dan strukur yang hampir sama dengan
bahan banguna komersial (semen Portland). Oleh karena itu, abu vulkanik dapat
dijadikan alternatif sebagai bahan bangunan.
1.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.5.1 Metode
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan data baik dari
literatur maupun dari lapangan kemudian dianalisis. Sehubungan dengan metode
yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah metode deskriptif analitis dengan
pendekatan empiris dan rasional.
3
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan pengambilan dari sumber-sumber tertulis
(buku, karya ilmiah) maupun elektronik yang telah dipercaya keabsahannya.
b. Observasi
Observasi dilakukan dengan cara pengamatan (kontak langsung) dengan
obyek yang diteliti maupun secara tidak langsung melalui sebuah alat bantu.
Dengan metode ini kita dapatkan data-data yang dibutuhkan melalui
pengamatan langsung oleh panca-indra, dengan meraba, melihat, mencium
dan lain sebagainya.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memahami penulisan makalah ini, perlu dibuat
sistematika penulisan yang mencakup :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI
Berisi tentang teori dasar yang berhubungan dengan abu vulkanik,
manfaat abu vulkanik serta teori pengujian.
BAB III ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang penjabaran dan analisis data yang diperoleh dari studi
pustaka dan wawancara serta pembahasan untuk menarik kesimpulan.
BAB IV PENUTUP
Berisi simpulan mengenai permasalahan yang kami angat terkait
pemanfaatan abu vulkanik sebagai bahan dasar material bangunan. Bab ini
juga berisi saran-saran yang dapat mendukung pengembangan dalam
penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
4
BAB II
TEORI DASAR ABU VULKANIK
2.1 Pengertian Abu Vulkanik
Abu vulkanik terdiri dari kata abu dan vulkanik. Abu adalah material padat
yang tersisa setelah pembakaran oleh api (Wikipedia,2013). Vulkanik sendiri
adalah partikel lava yang halus yang terembus ketika gunung berapi meletus,
kadang-kadang partikel ini berembus tinggi sekali sehingga jatuh di tempat yg
sangat jauh (KBBI). Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang
disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik
terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar
biasanya jatuh sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang berukuran halus
dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer (Sudaryo dan
Sutjipto, 2009). Abu vulkanik menjadi isu lingkungan yang penting karena
jumlahnya yang cukup banyak dan menganggu keseimbangan lingkungan. Abu
vulkanik merupakan material piroklastik yang sangat halus namun memiliki ciri
bentuk dan karakteristik yang beragam.
2.2 Proses Pembentukan Abu Vulkanik
Abu vulkanik yang terbentuk selama letusan gunung berapi, letusan
freatomagmatik dan selama transportasi di arus piroklastik (piroklastik: salah satu
hasil letusan gunung berapi yang bergerak dengan cepat dan terdiri dari gas panas,
abu vulkanik, dan bebatuan). Erupsi eksplosif terjadi ketika magma terdekompresi
hingga memungkinkan zat volatil terlarut (dominan air dan karbon dioksida)
untuk keluar menjadi gelembung-gelembung gas. Karena semakin banyak
gelembung yang dihasilkan, maka akan menurunkan kepadatan magma, sehingga
mempercepat magma menaiki saluran. Fragmentasi terjadi ketika gelembung
menempati ~ 70-80% volume dari campuran erupsi. Ketika fragmentasi terjadi,
gelembung secara keras memecah magma hingga magma terpisah menjadi
fragmen-fragmen yang dikeluarkan ke atmosfer di mana mereka mengeras
menjadi partikel abu. Fragmentasi adalah proses yang sangat efisien dalam
5
pembentukan abu dan mampu menghasilkan abu yang sangat halus bahkan tanpa
penambahan air .
Abu vulkanik juga diproduksi selama letusan freatomagmatik. Selama
letusan ini, fragmentasi terjadi ketika magma kontak dengan badan air (seperti
laut, danau dan rawa-rawa), air tanah, salju atau es . Sebagai magma, yang secara
signifikan lebih panas dari titik didih air, kontak dengan air akan membentuk uap
(efek Leidenfrost). Hal tersebut membuat terjadinya fragmentasi magma, mulai
dari sedikit bagian dan terus bertambah seiring dengan banyaknya magma yang
terkena air.
Arus padat piroklastik juga dapat menghasilkan partikel abu. Ini biasanya
dihasilkan oleh runtuhan kubah lava atau runtuhnya kolom erupsi. Dalam arus
padat piroklastik, abrasi partikel terjadi ketika partikel berinteraksi satu sama lain
menghasilkan penurunan ukuran butir dan memproduksi partikel abu berbutir
halus . Selain itu, abu dapat dihasilkan selama fragmentasi sekunder fragmen batu
apung, karena konservasi panas dalam aliran.
Sifat fisik maupun sifat kimia dari abu vulkanik dipengaruhi oleh tipe
letusan gunung berapi. Gunung berapi menampilkan berbagai tipe letusan yang
pengaruhi oleh sifat kimia magma, isi kristal, suhu dan gas-gas terlarut dari erupsi
magma dan dapat diklasifikasikan dengan menggunakan Volcanic Explosivity
Index (VEI). Letusan VEI 1 memiliki produk < 105 m3 ejecta , sedangkan letusan
sangat eksplosif VEI 5 + dapat mengeluarkan > 109 m3 ejecta ke atmosfer.
Parameter lain yang mengendalikan jumlah abu yang dihasilkan adalah durasi
letusan. Semakin lama letusan terjadi, maka semakin banyak abu vulkanik akan
diproduksi.
2.1 Karakteristik Abu Vulkanik
Abu vulkanik merupakan material berukuran kecil dan berstruktur halus
yang keluar dari dalam perut bumi akibat letusan atau erupsi gunung berapi.
Menuru bentuk fisiknya, partikel abu vulkanik terdiri dari berbagai fraksi partikel
vitric (kaca, nonkristal) dan kristal atau litik (nonmagnetik). Ash (or volcanic ash)
6
is fine pyroclastic material (under 4.0 mm diameter).1 Secara kimiawi abu
vulkanik juga mengandung silika (SiO2) sehingga sangat berbahaya bagi manusia.
Bila dilihat pada mikroskop, abu vulkanik memiliki ujung runcing sehingga bila
masuk ke paru - paru bisa menyebabkan kerusakan jaringan pada bagian dalam
paru - paru. Juga bila terkena mata dapat menyebabkan mata perih.
2.4 Struktur Abu Vulkanik
Abu vulkanik tersusun dari dari bebabagai jenis material tergantung
darimana abu vulkanik itu berasal karena setiap letusan gunung api memiliki
komposisi yang berbeda-beda. Secara umum, abu vulkanik berasal dari magma
yang terdapat di dalam perut bumi yang kaya akan silika (SiO2) dan oksigen (O2).
Berbagai jenis magma dihasilkan selama letusan gunung berapi. Pertama, letusan
basal dengan energi rendah yang mengahasilkan abu basal. Letusan ini
menghasilkan abu berwarna gelap khas yang mengandung 45%-55% silika dan
umumnya kaya akan zat besi (Fe) dan magnesium (Mg). Letusan yang kedua
adalah letusan riolit dengan energi letusan yang tinggi. Abu vulkanik yang
dihasilkan dari letusan ini adalah abu felsic dengan kandungan silika yang lebih
dari 69%. Jenis abu lain yang dihasilkan dari beberapa letusan gunung berapi
adalah abu andesit atau dasit yang memiliki kandungan silika antara 55%-69%.
Selain silika, sekitar 55 ion juga terdapat dalam abu vulkanik. Ion-ion ini
terbentuk dari reaksi asam (sulfat, klorida, dan fluorida) dengan abu dari letusan
gunung berapi. Ion-ion ini terdiri dari kation dan anion. Kation dan anion yang
paling banyak ditemukan adalah Na+, K+, Ca2+, dan Mg2+ untuk kation dan Cl-,
F-, dan SO42- untuk anion sehingga dengan adanya ion-ion ini dalam beberapa
kasus letusan gunung berapi terkandung padatan garam sederhana pada abu
vulkanik seperti NaCl dan CaSO4. Dalam sebuah percobaan pada abu vulkanik
dari letusan Gunung St. Helens tahun 1980, ditemukan garam klorida yang
terkandung dalam abu letusan Gunung St. Helens. Namun, bukan berarti setiap
gunung mempunyai jenis kandungan dan konsentrasi yang sama. WHO (World
Health Organization) mengatakan bahwa jenis kandungan dan konsentrasi abu
vulkanik setiap gunung berapi berbeda-beda, tergantung kondisi alam seperti suhu
1 Osamu Hirokawa, Introduction to Description of Volcanoes and Volcanic Rocks (Bandung: Pusat
Pengembangan Teknologi Mineral, 1980), hlm 3.
7
udara dan angin. Dengan konsentrasi yang berbeda-beda ini, abu vulkanik
mempunyai dampak lingkungan di sekitarnya dari yang sederhana seperti gatal
atau iritasi pada mata sampai dampak yang mengerikan seperti ganguan
pernafasan akut (bronkitis, emfisema, dan asma).
2.5 Manfaat Abu Vulkanik
Banyak orang sudah mengetahui bahwa abu vulkanik memiliki berbagai
macam manfaat dalam berbagai macam bidang. Manfaat yang langsung dapat
dilihat dari abu vukanik salah setunya pada bidang pertanian. Seperti kita ketahui
bahwa abu vulkanik mengandung unsur yang berguna bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Pada umumnya, daerah yang rusak akibat erupsi gunung
berapi tak lama kemudian akan pulih kembali. Misalnya, letusan Gunung Merapi
tahun 2010 telah menibulkan kerusakan berat pada ekosistem hutan yang berada
pada sekitar lereng Gunung Merapi. Namun, dapat kita lihat saat ini mulai mucul
ekosistem yang baru. Abu vulkanik berguna untuk menyuburkan tanah.
Selain itu, abu vulkanik merupakan salah satu hasil tambang galian C yang
mempunyai nilai ekonomi yang cukup mengiurkan. Di daerah yang terdapat
gunung berapi, umumnya masyarakat sekitar memanfaatkan kelimpahan abu
vulkanik pasca-erupsi. Abu vulkanik yang tercampur dengan material lain terbawa
oleh air. Kemudian mengendap di sepanjang hilir sungai dijadikan lahan mata
pencaharian penduduk. Setiap hari puluhan truk pengangkut pasir (abu vulkanik)
lalu lalang membawa muatannya ke pengepul. Dewasa ini, abu vulkanik juga
sedang diteliti sebagai salah satu alternatif bahan baku bangunan. Dari
karakteristik dan strukturnya, abu vulkanik dipandang memenuhi syarat sebagai
bahan bangunan. Kami juga tertarik akan hal ini. Oleh karena itu, kami mencoba
mengkaji “abu vulkanik sebagai bahan bangunan”.
2.6 Dampak Negatif Abu Vulkanik
Dimana ada cahaya, di situ ada bayangan. Selain memiliki berbagai
macam sisi positif, abu vulkanik juga memiliki dampak negatif. Dalam bidang
kesehatan, akibat yang timbul dari abu vulkanik antara lain gangguan pernafasan
serta iritasi mata dan kulit. Butiran halus abu vulkanik dapat masuk kesaluran
pernafasan dan menimbulkan penyakit pernafasan seperti contoh, sesak nafas dan
asma. Akan sangat berbahaya apabila abu vulkanik masuk ke dalam paru-paru.
8
Abu vulkanik juga dapat menyebabkan iritasi apabila terkena mata dan kulit. Sifat
asam abu vulkanik juga dapat merusak jaringan kulit. Abu vulkanik bersifat racun
terhadap tubuh manusia maupun hewan.
Pada bidang infra struktur, dampak abu vulkanik dapat terlihat dengan
rusaknya bangunan-bangunan. Bangunan-bangunan tersebut terkikis akibat abu
vulkanik yang larut dalam air dan masuk ke pori-pori bangunan. Bangunan dapat
runtuh akibat timbunan abu vulkanik yang bercampur dengan. Abu vulkanik yang
bercampur dengan air memiliki massa jenis yang sangat besar. Abu vulkanik
basah sangat berbahaya jika terkena jaringan arus listrik. Kabel bertegangan tinggi
yang terkena abu vulkanik dapat terjadi kebocoran. Jariangan komunikasi juga
dapat terganggu. Frekuensi dari pemancar maupun penerima menjadi tidak stabil
akibat abu vulkanik.
2.7 Pengolahan dan Kefektifan Abu Vulkanik
Secara definisi Pengolahan adalah sebuah proses mengusahakan atau
mengerjakan sesuatu (barang dsb) supaya menjadi lebih sempurna.” (Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: 1988)
Keefektifan dalam suatu usaha atau tindakan berarti “keberhasilan”.
Dalam pengertian lainnya keefektifan mempunyai arti yang berbeda-beda
tergantung dari bidangnya, tentunya seorang dalam bidang pendidikan akan lain
halnya dengan seorang ekonom dalam merumuskan keefektifan (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2002:284). Keefektifan abu vulkanik adalah tingkat
keberhasilan pemanfaatan abu vulkanik secara efisien. Dalam makalah ini,
dibahas keefektifan abu vulkanik dalam pemanfaatannya sebagai bahan bangunan.
Keefektifan ada kaitannya dengan pengolahannya, tergantung di bidang
apa abu vulkanik tersebut dimanfaatakan. Pada Sub bab ini kami akan
menjelaskannya pengolahan dan keefektifannya pada beberapa bidang, antara
lain:
a. Bidang pertanian :
Pada bidang ini abu vulkanik dapat menyuburkan tanah tandus dan
meningkatkan kualitas pupuk kompos. Penyebabnya, material abu
9
vulkanik jauh lebih lembut daripada pair biasa dengan diameter 0,002
milimeter. Abu vulkanik punya kemampuan lebih kuat mengikat air.
Gaya Adhesi atau pengikatan air dalam skala tinggi bukan hanya
memiliki nutrisi yang bagus untuk tanah.
Gambar 1
Pemanfaatan abu ini bisa dipakai untuk mengubah karakter
sejumlah tanah tandus agar memiliki daya ikat ke air lebih kuat.
Namun, abu ini tetap tak boleh hanya berada di permukaan tanah
karena malah bisa mengeras dan menghalangi air meresap ke tanah.
Dalam pengolahannya abu vulkanik tetap harus dicampur dengan
lapisan bawah permukaan tanah.
Tim riset gabungan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Nutrisi
Tanaman UMY menjajal efektivitas abu Kelud ke tanah merah dari
Gunung Kidul, tanah pasir dari pesisir Bantul dan tanah berpasir dari
kawasan pantai di Kulon Progo. Tanah itu selama ini dimanfaatkan
petani untuk menanam melon, semangka dan cabai. "Tapi waktu
tanam agak lama karena tanah gampang kering," kata dia.
Dalam kondisi biasa tanah itu hanya bertahan basah selama
setengah hari setelah disiram air. Jika adonan tanah dicampur abu
Gunung Kelud, daya ikat terhadap air jauh lebih lama. "Bisa dua hari,
dua malam," kata Gunawan.
Karena memiliki daya ikat yang baik pada zat cair, abu Kelud
yang lembut juga baik untuk memaksimalkan fungsi pupuk kompos.
Pencampuran abu dengan kotoran hewan atau bahan organik yang
melapuk bisa menghasilkan pupuk kompos berkualitas lebih baik.
"Abu Gunung Kelud di DIY lebih baik diarahkan pemanfaatannya
10
untuk memulihkan kesuburan tanah di sejumlah kawasan kering," kata
dia.
Sumber: :
http://www.tempo.co/read/news/2014/02/25/058557478/Abu-Gunung-
Kelud-di-Yogyakarta-Suburkan-Tanah
b. Bidang Kerajinan :
Pada bidang ini kami mengambil contoh pada pembuatan kerajinan
glasir keramik yang akhir-akhir ini banyak diminati warga. Abu
vulkanik yang awalnya mengotori rumah-rumah warga dapat
digunakan sebagai bahan kerajinan glasir keramik. Beberapa pengrajin
mencampur abu vulkanik dan calsium carbonate (kapur) dengan
prosentase >10% pada pembakaran bersuhu 12500C. Hal ini ternyata
jauh lebih efektif dari bahan baku awal glasir keramik. Jika dalam
kondisi biasa untuk membuat glasir suhu tinggi dengan warna hitam
dan coklat dop diperlukan 7 jenis bahan. Bahan tersebut terdiri dari
Silica, Alumina, Flux, Feldspar, Calsium Carbonate, Kaolin, Iron
Oxide. Namun dengan bahan abu gunung Merapi dan gunung Bromo
jumlah jenis bahan yang digunakan untuk membuat glasir tersebut
akan dapat dikurangi. Sisi lain untuk mendapatkan bahan tersebut juga
lebih mudah dan lebih murah, karena abu gunung yang ada terserak
dimana-mana.
11
Gambar 2
c. Bidang Material :
Di bidang ini abu vulkanik memerlukan pengolahan tertentu agar dapat
dijadikan bahan campuran semen untuk membuat batako, paving blok,
maupun beton (tentunya dengan perbandingan yang tepat). Untuk
selengkapnya dapat dilihat di penjelasan Bab III sub bab 3.2 – 3.3
12
BAB III
PEMANFAATAN ABU VULKANIK
3.1 Syarat Bahan Bangunan
Seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 bahwa ada macam-macam jenis
bangunan di sekitar kita. Namun terdapat beberapa hal yang dijadikan patokan
agar material tersebut dapat dikatan sebagai bahan bangunan dan layak digunakan.
Pada sub bab ini kami akan menjelaskan beberapa syarat bahan bangunan yang
ada di indonesia dan membandingkan dengan karakteristik abu vulkanik apakah
telah memenuhi syarat sebagai bahan maupun pencampur bahan bangunan.
a. Beberapa Jenis Bahan Bangunan dan Syaratnya:
1. Semen:
Menurut Wikipedia, “Semen adalah zat yang digunakan untuk merekat
batu, bata, batako, maupun bahan bangunan lainnya.”
Untuk keperluan pembuatan campuran beton, semen harus memenuhi
syarat-syarat sesuai dengan standar Normalisasi Indonesia (NI)-8
sebagai berikut.
1. Waktu pengikatan awal untuk segala jenis semen tidak boleh
kurang dari 1 jam (60 menit).
2. Pengikatan awal semen normal 60 – 120 menit.
3. Air yang digunakan memenuhi syarat air minum, yaitu bersih dari
zat organis yang dapat mempengaruhi proses pengikatan awal.
4. Suhu ruangan 23° C.
5. Kekuatan tekan minimum : 125 kg/cm2 per hari
6. Maksimal % berat yang tidak larut : 1,5 % berat keseluruhan
7. Kehalusan : 92 – 94% berat harus lolos ayakan 0,21 mm
2. Pasir:
“Pasir merupakan agregat alami yang berasal dari letusan gunung
berapi, sungai, dalam tanah dan pantai oleh karena itu pasir dapat
13
digolongkan dalam tiga macam yaitu pasir galian, pasir laut dan pasir
sungai.” (Somawidjaja, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di
indonesia, 1982)
Gambar 3
Pada konstruksi bahan bangunan pasir digunakan sebagai agregat
halus dalam campuran beton, bahan spesi perekat pasangan bata
maupun keramik, pasir urug, screed lantai dll.
Menurut standar nasional indonesia disebutkan mengenai persyaratan
pasir atau agregat halus yang baik sebagai bahan bangunan adalah
sebagai berikut :
a. Agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras
dengan indekskekerasan < 2,2.
b. Sifat kekal apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai
berikut:
jika dipakai natriun sufat bagian hancur maksimal 12%.
jika dipakai magnesium sulfat bagian halus maksimal 10%.
c. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila pasir
mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci.
d. Pasir tidak boleh mengadung bahan-bahan organik terlalu banyak,
yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari
Abrans–Harder dengan larutan jenuh NaOH 3%.
e. Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan antara
1,5 sampai 3,8 dan terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam.
f. Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi reaksi pasir
terhadap alkaliharus negatif.
14
g. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua
mutu beton kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan
bahan bangunan yang diakui.
h. Agreagat halus yang digunakan untuk plesteran dan spesi terapan
harus memenuhi persyaratan pasir pasangan.
i. Syarat Batas Gradasi Pasir
Keterangan :
Zone 1 = Pasir Kasar
Zone 2 = Pasir Agak Kasar
Zone 3 = Pasir Halus
Zone 4 = Pasir Agak Halus
3. Kerikil dan Batu Pecah
“Kerikil alam atau batu pecah adalah butiran mineral keras yang
sebagian bsar butirnya berukuran antara 5 – 80 mm.” (Somawidjaja,
Persyaratan Umum Bahan Bangunan di indonesia, 1982)
Syarat-syarat kerikil untuk campuran beton adalah:
1. Kerikil harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
Lubang
ayakan
(mm)
Berat Tembus Komulatif
(%)
Zone 1 Zone 2
Zone 3 Zone 4
Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas
10 100 100 100 100 100 100 100 100
4.8 90 100 90 100 90 100 95 100
2.4 60 95 75 100 80 100 95 100
1.2 30 70 55 100 75 100 90 100
0.6 15 34 35 59 60 79 80 100
0.3 5 20 8 30 12 40 15 50
0.15 0 10 0 10 0 10 0 15
15
2. Bersifat kekal, artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca.
3. Kerikil tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, yang
ditentukan berat kering.
4. Kerikil tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak
adukan beton.
5. Diameter butir lebih baik yang beraneka ragam besarnya, ukuran
maksimum butir kerikil tergantung oleh beberapa faktor.
Diantaranya jarak dari tulangan pokok dan tebal dari dinding balok
atau ukuran kolom. Hal ini dimaksudkan agar setelah pengecoran
beton tidak terjadi ruang-ruang kosong. Biasanya besar butir
kurang dari 5 mm (max diameter 5 cm).
Gambar 4
4. Sirtu
“Sirtu adalah singkatan dari pasir batu. Sirtu terjadi karena
akumulasi pasir dan batuan yang terendapkan di daerah-daerah relatif
rendah atau lembah. Sirtu biasanya merupakan bahan yang belum
terpadukan dan biasanya tersebar di daerah aliran sungai. Sirtu juga
bisa diambil dari satuan konglomerat atau breksi yang tersebar di
daerah daratan (daerah yang tinggi).” (Somawidjaja, Persyaratan
Umum Bahan Bangunan di indonesia, 1982)
Syarat Sirtu agar dapat digunakan sebagai bahan bangunan
a. Agregat pasir memenuhi persyaratan di bawah ini :
16
Agregat pasir harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras
dengan indikasi kekerasan 2,2. Butir-butir agregat halus harus
bersifat kekal
Agregat pasir tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat
merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali
b. Agregat lempung memenuhi persyaratan di bawah ini :
Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis
terlalu banyak
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %
(ditentukan terhadap berat kering)
c. Agregat batuan memenuhi persyaratan di bawah ini :
Ukuran maksimum, ft2 : 75 (ASTM C615-80)
Densitas lbs/ ft2 : (ASTM C-97)
- Rendah : 150
- Minimal diinginkan : 160
- Tinggi : 190
Penyerapan air % berat :
(ASTM C-121) (ASTM C-97)
- Rendah : 0,02
- Minimal diinginkan : 0,40
Kuat tekan, ksi : (ASTM C-170)
- Minimal diinginkan : 90
- Tinggi : 52
Kuat tarik, ksi : (ASTM C-99)
- Minimal diinginkan : 1,5
- Tinggi : 5,5
Modulus elastisitas, ksi :
- Rendah : 2
- Tinggi : 10
Ketahanan Abrasi : tidak diinginkan
17
Gambar 5
5. Tanah Liat dan Tanah Geluh
“Tanah liat adalah jenis tanah yang dalam keadaan kering terasa
seperti berlemak, mempunyai daya susut muai yang besar dan
mempunyai daya ikat yang besar baik dalam keadaan kering maupun
basah.” (Somawidjaja, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di
indonesia, 1982)
Gambar 6
18
“Tanah geluh adalah jenis tanah yang dalam keadaan kering tidak
terasa seperti berlemak, mempunyai daya susut muai yanng kecil dan
mempunyai daya ikat yang kecil dalam keadaan basah maupun
kering.” (Somawidjaja, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di
indonesia, 1982)
Gambar 7
Persyaratan untuk tanah liat dan tanah geluh agar dapat digunakan
sebagai bahan bangunan adalah:
1. Harus cukup bebas dari pasir, kerikil, batu, kulit kerang, zat-zat
organik dan kotoran-kotran lainnya.
2. Tanah liat untuk agregat ringan buatan mempunyai persyaratan
sebagai berikut:
Material lempung harus mengandung silika alumia, dan
flux yag cukup seimbang dan dapat menghasilkan cairan
yang cukup kental untuk menahan gas pada atau diatas
temperatur 12000C
Material lempung harus mengandung zat-zat yang dapat
menghasilkan gas temperatur tinggi tersebut.
19
3.2 Sistem Pemanfaatan Abu Vulkanik
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2 tetntang pengolahan dan keefektifan
abu vulkanik, bahwa abu vulkanik sangat efektif untuk dapat dimanfaatkan pada
berbagai bidang antara lain pertanian, kerajinan tangan, material bangunan,
bahkan kesehatan. Hal itu disebabkan karakteristik dan kandungannya yang
memang memadai untuk dimanfaatkan. Selain itu sistem pemanfaatannya cukup
mudah, pada umumnya abu vulkanik yang disemburkan pada proses erupsi
gunung api bisa lagsung dimanfaatkan tanpa harus melalui proses pengolahan
terlebih dahulu. Namun, untuk mendapatkan hasil yang maksimal kita harus
sedikit mengolahnya terlebih dahulu. Beda bidang beda pula sistem
pemanfaatannya. Pada subbab ini kami akan menjelaskan secara rinci sistem
pemanfaatan abu vulkanik pada segala bidang, terkhusus bidang material
bangunan.
a. Bidang Pertanian
Secara alamiah abu vulkanik yang turun pada proses erupsi dapat
merusak lapisan tanah maupun lahan pertanian warga yang dilaluinya karena
memang sesaat setelah erupsi abu vukanik yang turun masih sangat panas.
Namun, inilah yang membuat tanah sekitar lingkungan gunung api lebih subur
daripada daerah lainnya. Dari penjelasan tersebut dapat dikatan bahwa sistem
pemanfaatan abu vulkanik pada bidang pertanian dapat dimanfaatkan secara
langsung. Selain itu, abu vulkanik dapat dicampur dengan tanah lapisan bawah
untuk membentuk pupuk alami yang saat ini mulai diperjualbelikan masyarakat.
b. Bidang Kerajinan
Dari beberapa lapisan masyarakat yang kreatif dapat menciptakan
sebuah karya berbahan baku abu vulkanik karena karakteristiknya yang mirip
dengan bahan baku glasir keramik. Dalam pemanfaatannya abu vulkanik
dicampur dengan bahan bahan-bahan kimia lalu dibakar dengan suhu tinggi.
c. Bidang Kesehatan
Abu vulkanik ternyata dapat dimanfaatkan di bidang kesehatan karena
adanya kandungan Sodium Bentonit2. Sistem pemanfaatannya dalam bentuk
kompres untuk mengobati memar, luka, luka eksim, psoriasis, dan ruam kulit.
2 Sodium bentonit: sejenis lempung plastis yang mempunyai kandungan mineral monmorilonit
lebih dari 85% dengan rumus kimianya Al2O3.4SiO2 x H2O. (Stiri Romanesti,
http://wwwheavenof-orienvalent.blogspot.com/2010/11/apa-itu-bentonite.html)
20
Namun, tentunya dengan dosis yang perlu dikonsultasikan terlebih dahulu
karena masih jarang penelitian tentang abu vulkanik yang dimanfaatkan untuk
kesehatan.
d. Bidang Material Bangunan
Karakteristik abu vulkanik yang sangat mirip dengan pasir serta
kandungan silika yang tinggi, membuat abu vulkanik sangat
memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam bidang material bagunan yakni
sebagai bahan pencampur dalam pembuatan bahan bangunan. Ada
beberapa aplikasi pemanfaatan abu vulkanik dalam material bangunan,
yaitu:
a. Pembuatan Beton:
Gambar 8
Abu vulkanik sangat baik digunakan untuk bahan beton.
Ujung silika yang runcing membentuk partikel yang memiliki
sudut. Pola partikel bersudut itulah yang membuat ikatan abu
vulkanik dengan semen menjadi lebih kuat.Pasir biasa memiliki
ujung bulat sehingga kekuatan ikatannya dengan bahan
pembuat beton lainnya lebih lemah.Selain silika, abu vulkanik
juga memiliki kandungan besi (FeO). Kandungan besi abu
vulkanik sangat baik karena belum mengalami pelapukan
sehingga baik untuk campuran bahan bangunan. Abu vulkanik
juga memiliki kandungan lempung yang sangat sedikit. Selain
membuat beton semakin kuat, sedikitnya lempung juga akan
meningkatkan daya tahan beton dan membuat tingkat
kekeroposan beton lebih rendah.
21
Sumber: sains.kompas.com/read/2010/11/08/06534541/Pasir.dan.Abu
b. Pembuatan Batu Bata:
Selama ini, masyarakat telah lama menggunakan batu bata
sebagai bahan pengisi dinding bangunan. Batu bata jamak
digunakan karena telah teruji kekuatannya dan untuk
mendapatkannya pun tidak sulit.
Seiring berkembangnya teknologi terutama dalam bidang
rekayasa teknik sipil dan bangunan, penemuan akan bahan-
bahan bangunan yang baru terus bermunculan.
Ditangan orang kreatif, abu vulkanik dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan bata ringan. Gunung Kelud
yang berlokasi di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar,
Kabupaten Kediri, Jawa Timur, meletus pada Kamis 13
Februari 2014 silam memuntahkan kurang lebih 105 juta m3
material vulkanik, termasuk abu vulkanik yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku bata ringan. Dalam sistem
pemanfaatannya abu vulkanik dicampur dengan pasir dan unsur
lain, seperti pasir, gamping, semen, air, dan busa foam (cairan
pengembang).
Gambar 9
22
Dengan formulasi yang tepat di antara bahan-bahan
tersebut, maka dapat dihasilkan batu bata ringan yang kuat dan
ringan. Selain itu, bangunan yang menggunakan batu bata
ringan abu vulkanis juga tidak menyalurkan panas sinar
matahari.Kondisi dalam rumah atau gedung yang
konstruksinya menggunakan batu bata ringan berbahan abu
vulkanis ini juga akan terasa lebih sejuk. Batu bata ringan
tersebut akan mengambang jika dimasukkan ke air. Namun
sekalipun ringan, kekuatan dan daya tahannya dapat
diandalkan.semakin lama usianya, batu bata ringan tersebut
akan semakin keras dan kuat. Seperti abu vulkanis erupsi
gunung api, jika semakin sering terkena air hujan dan panas
matahari, maka zat tersebut akan semakin lengket dan keras.
Sumber: http://www.indonesia-housing.com/read/679/inovasi-
batu-bata-berbahan-dasar-abu-vulkanik tanggal 20 oktober
2014
c. Pembuatan Material Refraktori:
Refraktori didefinisikan sebagai material konstruksi yang
mampu mempertahankan bentuk dan kekuatannya pada
temperatur sangat tinggi dibawah beberapa kondisi seperti
tegangan mekanik (mechanical stress) dan serangan kimia
(chemical attack) dari gas-gas panas, cairan atau leburan dan
semi leburandari gelas, logam atau slag.
Dengan kata lain refraktori merupakan material yang dapat
mempertahankan sifat-sifatnya dalam kondisi yang sangat
berat karena temperatur tinggi dan kontak dengan bahan-bahan
yang korosif. Berdasarkan komposisi kimia penyusunnya,
material refraktori dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
yaitu refraktori asam seperti silika, refraktori netral seperti
alumina dan refraktori basa seperti magnesit, serta refraktori
khusus seperti karbon, silikon karbida, dan lainnya. Masing-
23
masing jenis refraktori mempunyai keunggulan yang bisa
diaplikasikan dalam industri pengecoran logam.Dengan
pertimbanganpertimbangan di atas,maka abu vulkanik telah
memenuhi syarat untuk dijadikan bahan dasar refraktori.
Dalam sistem pemanfaatannya abu vulkanik dicampur
dengan bahan baku material refraktori yaitu pasir silika,abu
batu bara,dan limbah pasir cetak. Sebelum dicampur abu
vulkanik terlebih dahulu disaring degan metode sreening3.
d. Pembuatan Geopolimer:
Geopolimer merupakan suatu polimer anorganik
aluminosilikat dengan rantai Si-O-Al yang disintesis dari
material yang kaya akan silika dan alumina dengan larutan
pengaktif natrium hidroksida. Abu vulkanik Merapi dapat
disintesis menjadi geopolimer meskipun mempunyai rasio mol
SiO2/Al2O3 yang tinggi dengan menggunakan larutan pengaktif
NaOH 66,67% serta menambah waktu curing selama 3 hari
pada suhu 70°C untuk membantu proses kondensasi (lepasnya
molekul air) pada proses geopolimerisasinya. Dalam sistem
pemanfaatannya Sintesis geopolimer dilakukan dengan cara
mencampurkan abu vulkanik dengan larutan pengaktif (NaOH
dan H2O).
3 Proses dasar dari screening adalah lolosnya material atau pemakanan dari sebuah screen dengan
beberapa bukaan dari sebuah ukuran. Partikel yang lolos dari screen adalah partikel yang lebih
kecil, dan partikel yang tertinggal adalah partikel yang lebih besar.
24
3.3 Keefektifan Abu Vulkanik sebagai Bahan Bangunan
Dalam definisinya, keefiktifan digambarkan melalui perbandingan antara
usaha/tindakan yang dilakukan dengan keberhasilan yang dicapai. Keefektifan abu
vulkanik sebagai bahan bangunan dapat ditentukan melalui variabel-variabel
tertentu. Keefektifan abu vulkanik ditentukan oleh kuat tekan, resapan dan
keausan. Parameter yang digunakan adalah SN Ratio (Signal of Noise Ratio)4.
Penghitungan kuat tekan, resapan dan keausan menggunakan pendekatan
metode fuzzy logics. Persamaan metode fuzzy logics5 adalah
SN Ratio = -10log[MSD]
𝑆𝑁 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = −𝑙𝑜𝑔1
3∑ 1 𝑦𝑘
2⁄
𝑛
𝑘=1
Dengan nilai pembangkit awal
𝑥𝑖(𝑘) =𝛾𝑖 (𝑘)−min 𝛾𝑖 (𝑘)
max 𝛾𝑖(𝑘)−min 𝛾𝑖 (𝑘)
Kuat tekan memiliki SN Ratio nilai minimum 25,554 dan maksimum 32,729.
Untuk resapan memiliki rentang SN Ratio minimum -23,978 dan maksimum -
17,764. Sedangkan keausan SN Ratio-nya dari nilai minimum 5,130 dan
maksimum 31,866.
Dari data mengenai abu vulkanik yang telah diolah dengan persamaan
tersebut maka didapatkan:
1. Kuat tekan
Nilai taksiran SN Ratio untuk kuat tekan abu vulkanik adalah 32.631.
2. Resapan
Nilai taksiran SN Ratio untuk resapan abu vulkanik adalah -18,427.
3. Keausan
Nilai taksiran SN Ratio untuk keausan abu vulkanik adalah 32,024.
4 Dalam bidang teknik Signal to Noise (SN) Ratio digunakan sebagai ukuran untuk memilih
karakteristik kualitas. SN Ratio mentransformasikan data pengamatan berulang ke dalam sebuah
nilai yang mencerminkan keberadaan dari variasi dan nilai rata-rata dari respon (Park, S.H, 1996). 5 Dengan menggunakan pendekatan grey relational analisis, yaitu pendekatan yang mengubah
optimasi kedalam bentuk grey fuzzy yang lebih sederhana dan tunggal daripada kedalam banyak
karakteristik. Langkah awal pada grey relational analisis yaitu membangkitkan data dalam bentuk
perhitungan S/N Ratio yang ditransformasi kedalam pembangkitan nilai grey relation yang mana
nilainya antara 0 sampai 1. ( H.S, Lu, J.Y. Chen dan Ch. T. Chung, 2008).
25
Angka-angka di atas masih dalam bentuk SN Ratio, apabila diubah menjadi
Satuan Internasional (SI) menjadi :
1. Kuat tekan 42,588 Mpa.
2. Resapan 8,348%
3. Keausan 0,0023 mm/menit
Dapat diasumsikan bahwa abu vulkanik sangat tepat untuk dijadikan sebagai
bahan bangunan. Abu vulkanik juga telah memenuhi standar bahan bangunan.
3.4 Perbandingan Abu Vulkanik dengan Bahan Bangunan Komersial
Pada bagian ini akan kita bahas tentang perbandingan abu vulkanik dengan
bahan bagunan komersial, khususnya semen Portland. Semen Portland adalah
bahan perekat hidrolis yaitu bahan perekat yang dapat mengeras bila bersenyawa
dengan air dan berbentuk benda padat yang tidak larut dalam air. Alasan kita
membandingkan abu vulkanik dengan semen Portlad adalah kemiripan abu
vulkanik dengan semen Portland. Baik abu vulkanik maupun semen Portland
sering digunakan untuk bahan campuran dalam pembuatan beton, batako, maupun
yang lainnya.
Perbandingan yang akan kita bahas adalah mengenai sifat fisik kedua
bahan tersebut yang mempengaruhi kekuatan dari bangunan. Sifat fisik yang akan
kita bandingkan adalah kuat tekan, resapan dan keausan. Untuk menghitung nilai
dari variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada subbab 3.3, dengan formula yang
ada pada subbab 3.3 maka dapat dihitung nilai-nilai dari variabel-variabel
tersebut.
a. Kuat tekan
Dalam variabel kuat tekan, untuk menentukan kualitas suatu bahan
dengan prinsip Larger is Better atau semakin besar kuat tekannya maka
semakin baik kualitasnya.
b. Resapan
Prinsip yang digunakan adalah Smaller is Better atau semakin kecil
resapannya akan semakin baik kualitasnya.
26
c. Keausan
Sama seperti penentuan variabel resapan, keausan juga
mengunakan prinsip Smaller is Better atau semakin kecil daya keausannya
maka semakin baik kualitasnya.
Berikut adalah analisis perbandingan antara semen Portland dan abu
vulkanik :
a. Semen Portland
Dari data yang telah kami kumpulkan melalui studi pustaka
maupun analisis nilai SN Ratio dengan menggunkan metode fuzzy logics,
maka didapatkan data sebagai berikut :
1. Kuat tekan semen Portland adalah 33,772 MPa.
2. Resapan semen Portland adalah 11,391%
3. Keausan semen Portland adalah 0,1054 mm/menit.
b. Abu Vulkanik
Sedangkan pada abu vulkanik, berdasarkan pembahasan pada
subbab 3.3, maka didapatkan data sebagai berikut :
1. Kuat tekan abu vulkanik adalah 42,588 Mpa.
2. Resapan abu vulkanik adalah 8,348%
3. Keausan abu vulkanik adalah 0,0023 mm/menit.
Sekarang, kita dapat bandingkan antara abu vulkanik lebih dengan semen
Portland. Kuat tekan abu vulkanik lebih besar daripada semen Portland. Resapan
abu vulkanik lebih kecil daripada semen Portland. Dan keausan abu vulkanik
lebih kecil daripada semen Portland. Kesimpulannya adalah kualitas abu vulkanik
lebih baik daripada semen Portland (bahan bangunan komersial).
3.5 Nilai Ekonomis Abu Vulkanik
Selain bisa menjadi bahan dasar material bangunan, abu vulkanik juga
memiliki banyak manfaat yang bernilai ekonomis. Bapak Ridwan Kamil
(Walikota Bandung) mengatakan bahwa abu vulkanik secara kreatif dapat
meningkatkan kesejahteraan warga setempat. Dalam hal ini, abu vulkanik akan
menjadi suatu yang bernilai ekonomis tinggi jika berada pada tangan orang yang
27
memandang letusan berapi ini dengan pikiran yang positif dan kreatif. Beberapa
hal yang dapat membuat abu vulkanik bernilai ekonomis tinggi seperti
menjadikan abu vulkanik sebagai pupuk atau tempat perantara dalam bidang
pertanian karena abu vulkanik sangat baik untuk kesuburan tanah sehingga akan
meningkatkan kualitas tanaman. Tentunya bagi penduduk yang bermata
pencaharian bertani, hal ini sangat menguntungkan. Selain itu, abu vulkanik juga
sangat menguntungkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan material bangunan.
Salah satu contohnya adalah seorang warga Kediri yang mengumpulkan sisa abu
vulkanik Gunung Kelud. Abu vulkanik yang dikumpulknya berguna untuk bahan
material bangunan dan dihargai Rp50.000,00 per karung (Detikcom, 2014).
28
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Dari pembahasan tentang abu vulkanik sebagai bahan bangunan dapat kita
ketahui bahwa abu vulkanik dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan
bangunan yang ekonomis. Abu vulkanik telah memenuhi persyaratan sebagi
bahan bangunan sesuai acuhan pada subbab 3.1. Setelah dianalisis abu vulkanik
memiliki kuat tekan sebesar 42,588 MPa, daya resap 8,348%, dan keausanya
adalah 0,0023 mm/menit. Nilai itu jauh lebih baik daripada yang dimiliki bahan
bangunan komersial. Semen Portland memiliki kuat tekan 33,772 MPa, resapan
11,391% dan keausan sebesar 0,1054 mm/menit. Jadi, abu vulkanik memiliki
kualitas yang lebih baik daripada bahan bangunan komersial (semen Portland).
Degan berbagai macam sistem pengolah abu vulkanik dapat dijadikan
berbagai macam produk keperluan pembangunan. Pencampuran abu vulkanik dan
semen dapat menghasilkan beton yang berkualitas. Beton yang dihasilkan
kualitasnya akan lebih baik daripada beton dari campuran pasir dan semen. Abu
vulkanik juga dimanfaatkan untuk pemubuatan batu bata ringan. Prosesnya
hampir mirip dengan pembuatan batu bata biasa [lihat subbab 3.2]. Metode
sreening digunakan untuk pembuatan material refraktori dari abu vulkanik.
Terakhir, abu vulkanik dapat dijadikan geopolimer dengan cara sintesis. Sintesis
dilakukan dengan cara mencampurkan abu vulkanik dengan larutan pengaktif
(NaOH dan air).
Dalam hal ekonomi, abu vulkanik merupakan sumber daya yang sangat
menguntungkan. Perekonomian masyarakat yang berada di sekitar gunung berapi
dapat meningkat dengan memanfaatkan abu vukanik sebagai salah satu sumber
mata pencaharian. Dengan berpikir positif dan kreatif abu vulkanik dapat menjadi
sumber kesejahteraan masyarakat.
4.2 Saran
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang
“alternatif pemanfaatan abu vulkanik sebagai bahan bangunan”. Makalah ini dapat
dijadikan sebagai sumber ilum untuk menambah pengetahuan. Selain itu, bagi
29
pihak yang tertarik dengan pemanfaatan abu vulkanik sebagai bahan bangunan,
makalah ini dapat menjadi referensi. Namun, kami selaku penulis menyadari
masih terdapat bayank kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu, penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk menyempurnakan makalah ini. Kritik dan saran juga
terbuka bagi kami agar kedepan ketika kami membuat makalah kembali hasilnya
akan lebih baik.
30
Daftar Pustaka
Abidin dan Dadang Zainal. 1998. Hubungan Infiltrasi dan Sifat Fisik Tanah pada
Endapan Hasil Gunung Api Kuarter Daerah Bandung. Bandung: Program
Studi Ilmu Geologi PPS ITB.
Devnita dan Rina. 2010. Genesis dan Karakteristik Tanah Abu Gunung Api.
Bandung: Unpad Press.
Hirokawa, Osamu. 1980. Introduction to Description of Volcanoes and Volcanic
Rocks. Bandung: Pusat Pengembangan Teknologi Mineral.
Marti, at al. Volcanoes and The Environment. Cambridge: Cambridge University
Press.
Somawidjaja, Karma. 1982. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia.
Jakarta: Departemen PU-RI.
Putra, Randy Nugraha dan Brojol Sutijo SU. “Optimasi Kuat Tekan, Resapan, dan Keausan Paving Blok Abu Vulkanik dengan Pendekatan The Fuzzy Logics”.
Paper. Institut Sepuluh November Surabaya.
Top Related