BAB I
PENDAHULUAN
Abortus merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin
yang terkecil yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat
badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan
dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus
spontan. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat
tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi
medik1.
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan
maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun
medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun
yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang mengalami
abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang
terjadi2,3,4.
Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi
tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari
kehamilan yang ditemukan.3,4 Namun angka kejadian abortus sangat tergantung
kapada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita
yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan
berakhir dengan kelahiran hidup.4
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana
pada wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah
50%.4 Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.3
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam
keselamatan ibu karena adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan
1
kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus
inkomplit dapat mengalami guncangan psikis, tidak hanya pada ibu namun juga
pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak.
Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit, menjadi penting bagi
para pelayan kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian
memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah terjadinya
komplikasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan
sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi Sampai saat ini
janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim, mempunyai berat badan
297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan
berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat ditentukan
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram
atau kurang dari 20 minggu.1
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus.
Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan
maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun
medisinalis1.
2.2 Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian
disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. abortus adalah komplikasi
tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari
kehamilan yang ditemukan.3,4 Angka-angka tersebut berasal dari data-data dengan
sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk
menyertakan abortus dini yang tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus yang
ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai abortus spontan5.
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada
trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan
5-10 % pada trimester ketiga5.
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas
3
di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada
wanita diatas 45 tahun adalah 50%.4. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya
adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang
belum melebihi umur 3 bulan5,6.
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspuisi hasil
konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio
atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin
sebelum ekspuisi masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot
atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya.5
1. Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan.
Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom
sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang
paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan
monosomi X (13%).7,8
2. Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa
abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena
saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan
etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan
dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5.
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simpiek,
cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan
4
abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticun dari
traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah
menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang
menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua
organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab
utama5.
b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu misalnya penyakit tuberculosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin dan persalinan prematur.5,9 Diabetes maternal pemah
ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus
spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti lainnya.5
c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme,
diabtetes mellitus, dan defesiensi progesteron5'9. Diabetes tidak
menyebabkan abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik.
Defesiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan
insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defesiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada
hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa
kematiannya.5
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan
dan setiap deplesi nutrient yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus
spontan. Sebagaian besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur
yang penting untuk mengurangi abortus spontan.
5
e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan
Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden
abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.
f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan
abortus spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan
antibodi anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler,
trombosis, abortus serta destruksi plasenta.
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden
abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang
berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah
peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa garnet
yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi
dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan
binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut5,7.
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan
terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan
tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya
abortus. Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai
dapat diangkat pada waktu kehamilan apa mengganggu gestasi. Peritonitis
dapat menambah besar kemungkinan abortus.
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian
embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh
trauma, kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru
terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu
sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat
spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi
oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas.5,7,9
j. Kelainan Uterus
6
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan
yang timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang
dapat terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian
dietilstilbestrol (DES)5,7. Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan
abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus
yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus,
bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih
besar kemungkinannya imtuk menyebabkan abortus. Namun demikian,
leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil
pemeriksaan klinis lainnya temyata negatif dan histerogram menunjukkan
adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering
mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada
kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan.
Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering
terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada
missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan
tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas.
Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis
yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk
mendukung implatansi hasil pembuahan.
k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten
biasanya terjadi pada trimester kedua. Ekspuisi jaringan konsepsi terjadi
setelah membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai
dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.
3. Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam
proses timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom dalam
sperma dalam menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu
sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus5,7.
2.4 Patogenesis
7
Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam
desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah
yang mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian
atau seluruhnya dari tempat implantasinya. Konseptus yang telah lepas dari
perlekatannya merupakan benda asing di dalam uterus dan merangsang rahum
untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin lama semakin bertambah
kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar.
Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu
pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh
karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua.
Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna oleh
karena villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal
sehingga ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadilah
abortus inkomplit. yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan
lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban
pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk.
Sisa abortus yang tertahan didalam mengganggu kontraksi rahim yang
menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap1,5,9.
2.5 Gambaran klinis
Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan
pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian
bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-
sama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah
usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila
plasenta, seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan
cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus.
Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering
pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi
hipovolemik berat.5,7
2.6 Diagnosis
8
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
fisik serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang. Anamnesa akan
menunjukkan pasien mengeluarkan flek-flek atau mengalami perdarahan
pervaginam yang banyak, yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah yang
hebat. Pasien juga dapat mengeluh mengeluarkan darah yang bergumpal dan
sesuatu yang menyerupai daging.
Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan
abdomen, inspikulo dan vaginal toucher.
1. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur
kehamilan atau lebih rendah. Palpasi akan mendapatkan tinggi fundus uteri
yang sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah dan terasa lunak. Tidak
ada nyeri tekan maupun tanda-tanda cairan bebas.
2. Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang mungkin disertai
dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah.
Pemeriksa juga mungkin dapat melihat adanya jaringan yang tertinggal dalam
vagina. Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu
dilakukan sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih
tertinggal. Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk
menentukan jenis tindakan yang sesuai.4
3. Vaginal toucher (VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan
teraba jaringan di dalamnya.
Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa
jaringan dalam uterus berupa gambaran ekogenik.
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari abortus inkomplit adalah:
a. Kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk kehamilan servikal dan
kehamilan kornual. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu :
- Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang
- Serviks tertutup
- Uterus sedikit membesar dari usia kehamilan normal
9
- Gejala / tanda : limbung atau pingsan, nyeri perut bawah, nyeri goyang
porsio, massa adneksa, dan cairan bebas intra abdomen.
b. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah perdarahan pervaginam, yang muncul pada 20 minggu
kehamilan biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan
banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering disertai dengan
pengeluaran gelembung dan jaringan mola.14 Dan pada pemeriksaan fisik dan
USG tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin. Diagnosis mola
hidatidosa:
- Perdarahan sedang hingga masif (banyak)
- Serviks terbuka
- Uterus lunak dan lebih besar dari usia kehamilan
- Gejala/tanda : mual/muntah, kram perut bawah, sindrom mirip
preeklampsia, tidak ada janin, dan keluar jaringan seperti anggur.
2.8 Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis.
Teknik pembedahan dapat terdiri dari dilatasi serviks yang diikuti dengan
pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan
evakuasi, maupun dilatasi dan ekstrasi, teknik induksi haid, dan laparotomi yang
dapat dilakukan dengan histerotomi maupun histerektomi.
Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain :
oksitosin intravenus, lamtan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20%
atau urea 30%, prostaglandin Ez, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa
injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun
per oral, antiprogesteron - RU 486 (meferiston), atau berbagai kombinasi tindakan
tersebut diatas.
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari
ostium ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep
10
cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.
Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang
berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan
perdarahan dilakukan dengan cara13:
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengelaurkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri
ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
- Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak
tersedia.
- Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400
mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).
3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam
fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
- Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
- Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat
untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan
kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif.
Tekanan negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe
pump 60 ml. Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika
dibandingkan dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang
dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada
11
serviks maupun analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat
dilakukan sampai pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan
dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara
95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus
inkomplit.
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10
menit.3,5 Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase
disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih
dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar
dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia ekstema,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disoride dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4
mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg
pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-
lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila kavum uteri
sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula
dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan
timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30
menit tanpa anestesi dan selama 1-2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan
lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian.1,3
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif.
Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada
kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit,
metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai
ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol)
diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron
digunakan secara luas, bekeria dengan cara mengikat reseptor progesteron,
sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang
digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36-48 jam) dengan pemberian
12
prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut
yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut
yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase
yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari.
Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal
ginjal akut, kelainan fimgsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi3.
2.9 Prognosis
Abortus inkomplit yang dievakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi
memberikan prognosis yang baik terhadap ibu. Kecuali adanya inkompetensi
serviks, angka kesembuhan yang terlihat sesudah mengalami tiga kali abortus
spontan akan berkisar antara 70 dan 85% tanpa tergantung pada pengobatan yang
dilakukan 5,9.
2.10 Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok
akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil konsepsi
yang lama didalam uterus5. Sinekia intrauterine dan infertilitas juga merupakan
komplikasi dari abortus.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase adalah:
1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi dan
cardiac arrest.
2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila
perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator.
Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan antibiotika
dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila ada keraguan,
pasien dirawat.
3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan
sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4. Pendarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi. Pengobatannya
adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
5. Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa
pemberian antibitoka yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun
13
anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan
kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : Ni Made Apriyani
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Alamat :
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Swasta (Biro Jasa)
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 20 Februari 2013 (pk. 07.30wita)
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Perdarahan pervaginam
Perjalanan Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak tadi pagi (pk. 06.30
WITA) sebelum masuk rumah sakit (20/02/13) dan dikatakan bahwa perdarahan
berupa gumpalan darah kehitaman kurang lebih satu gelas kecil. Pasien juga
mengeluh nyeri pada perut bagian bawah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar Perdarahan tadi pagi.Sejak 2
minggu yang lalu, pasien juga mengeluh mual muntah setiap mau makan, pasien
makan sedikit karena keluhan tersebut. Tes kehamilan pada urin positif tanggal 15
Januari 2013 dilakukan di bidan. Riwayat panas badan tidak ada.
Riwayat menstruasi
Menarche umur 15 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 3-4
hari tiap kali menstruasi.
Hari pertama haid terakhir 4/11/2012 Tafsiran Persalinan 11/8/2013
Nyeri saat menstruasi terkadang dirasakan oleh penderita.
Riwayat perkawinan
Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama ± 4 bulan.
15
Riwayat kehamilan
1. Agustus Tahun 2012, Pasien mengalami abortus pada umur kehamilan 12
minggu, ditangani oleh dokter spesiali kandungan dan dilakukan kuretase.
2. Ini
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Di bidan sebanyak 2 kali
Riwayat KB
Penderita tidak memakai KB.
Riwayat penyakit dahulu
Asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus disangkal.
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M6(CM)
Tekanan Darah : 120/70 mmHg Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit Suhu tubuh : 36,4 °C
Tinggi badan : 154 cm Berat badan : 50 kg
2. Status General
Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : oedema tidak ada pada keempat ekstremitas
3. Status Ginekologi
Abdomen : Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda
cairan bebas tidak ada, massa tidak ada
Inspekulo : v/v fl (+), pØ (+), livide (+), jaringan (+)
VT : Flx (+), fl (-), pØ (+), jaringan (+), perdarahan aktif (-), corpus uteri
antefleksi, cavum douglasi dalam batas normal.
3.4 Diagnosis
- Abortus inkomplit
16
3.5 Penatalaksanaan
Pdx :
DL : HB 11,8 / WBC 6,8 / PLT 359 / BT 1’30” / CT 7’30”
Tx :
Cefotaxime 1x 1gr IV
Kuretase dengan GA (06/01/10)
- Panjang sonde 8 cm
- Jumlah perdarahan 50cc
Amoxycilin 3x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Methyl ergometrin 3 x 1 tab
SF 2 x 1 tab
Mx : dua jam post tindakan
KIE : pasien dan keluarga
Follow up:
1. Tanggal 07/01/10
S : perdarahan aktif (-), nyeri perut (+) ↓, mobilisasi (+), BAB (-), BAK (+),
Flatus (+).
O :
1. Status Present
Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M6(CM)
Tekanan Darah : 100/70 mmHg Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit Suhu tubuh : 36,2 °C
2. Status General
Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : oedema tidak ada pada keempat ekstremitas
3. Status Ginekologi
17
Abdomen : Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda
cairan bebas tidak ada, massa tidak ada
Vagina : Perdarahan aktif (-)
Ass: Post Kuretase hari ke-I e.c abortus inkomplit tanpa komplikasi
Penatalaksanaan :
Tx :
Amoxycilin 3x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Methyl ergometrin 3 x 1 tab
SF 2 x 1 tab
Mx : perdarahan, vital sign
KIE : pasien dan keluarga
BPL
18
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Seorang pasien 21 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan perdarahan
pervaginam sejak pagi hari SMRS (20/02/13), dikatakan perdarahan berupa
gumpalan darah kehitaman kurang lebih satu gelas kecil. Pasien juga mengeluh
nyeri pada perut bagian bawah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan bertambah keras setelah keluar darah. Riwayat panas badan tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general normal,
pemeriksaan abdomen fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda
cairan bebas tidak ada, massa tidak ada. Pada inspikulo didapatkan pembukaan
OUE dan tampak jaringan. Dari pemeriksaan dalam didapatkan, terdapat fluksus,
pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan tampak jaringan.
Pada pasien tersebut, pada anamnesis jelas didapatkan adanya keluhan
telat haid yang mendukung bahwa pasien sedang hamil. Disamping itu telah
dilakukan tes kencing di bidan dengan hasil positif hamil. Selain adanya keluhan
perdarahan pervaginam yang banyak didapatkan juga keluhan nyeri perut bagian
bawah dan ada riwayat trauma fisik. Berdasarkan data anamnesis tersebut, maka
dapat dipikirkan adanya kecurigaan terhadap gejala abortus, terlebih lagi pasien
sedang dalam masa reproduksi. Pada kasus ini, setelah dilakukan pemeriksaan
dalam ternyata didapatkan adanya pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan
teraba massa/jaringan besar dan konsistensi uterus sesuai dengan usia kehamilam
15-16 minggu.
Berdasarkan gambaran klinis yang jelas inilah kemudian dapat ditegakkan
diagnosanya menjadi abortus inkomplit. Walaupun demikian jika hanya dari
anamnesa saja mungkin cukup sulit untuk dapat yakin bahwa itu merupakan suatu
abortus inkomplit oleh karena adanya keluhan perdarahan pervaginam pada
kehamilan muda, selain abortus inkomplit perlu juga dipikirkan kemungkinan lain
seperti: kehamilan ektopik, mola hidatidosa, dan kehamilan dengan kelainan pada
pelvis. Untuk abortus itu sendiri, masih harus dipikirkan berdasarkan
mekanismenya apakah abortus spontan atau abortus provokatus oleh karena
19
penatalaksanaannya yang berbeda.
Kemungkinan lainnya yang harus disingkirkan adalah kehamilan ektopik,
namun pada kehamilan ektopik, nyeri merupakan keluhan utamanya. Apalagi jika
sudah terjadi kehamilan ektopik terganggu. Perdarahan pervaginam merupakan
tanda penting kedua yang dapat menandakan kematian janin, dimana perdarahan
tidak banyak dan berwarna coklat tua. Meskipun gejala klinisnya dapat bervariasi
dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai gejala yang
tidak jelas, ada trias klasik yang sering didapatkan yaitu, amenore, perdarahan dan
nyeri abdomen.
Sedangkan kemungkinan yang paling jauh yang dapat dipikirkan adalah
adanya suatu mola hidatidosa. Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah
kehamilan yang berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan
hampir seluruh vili korealis mengalami perubahan hidrotik. Pada mola perdarahan
merupakan gejala utama, dimana sifat perdarahannya bisa intermitten, sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak yang dapat menyebabkan syok. Pada kasus dengan
perdarahan yang banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung dari
jaringan mola. Pada pemeriksaan fisik, besar uterus tidak sesuai dengan usia
kehamilan (50% kasus menunjukkan besar uterus lebih dari usia kehamilan
sesungguhnya), tidak ditemukan balotement dan denyut jantung janin. Selain itu
pada permulaan kehamilan biasanya pasien mengalami hiperemesis gravidarum,
mual, muntah pusing dengan derajat keluhan yang lebih berat. Perkembangan
kehamilan adalah lebih pesat sehingga pada umumnya didapatkan uterus lebih
besar dari umur kehamilan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah
pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dan tes kehamilan, dan
ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan Hb yang
rendah akibat dari perdarahan yang bermakna. Hitung sel darah putih dan laju
endap darah meningkat bahkan tanpa adanya infeksi. Menurunnya atau kadar
plasma yang rendah dari β-hCG adalah penanda kehamilan abnormal, baik
blighted ovum, abotus spontan, ataupun kehamilan ektopik.2 Pada kasus ini
ditemukan HGB yang sedikit menurun namun tidak mengganggu hemodinamik,
dalam hal ini sesuai dengan kepustakaan yang dikemukakan di atas.
20
Pemeriksaan USG transvaginal berguna untuk mendokumentasikan
kehamilan intrauterin. Pada abortus inkomplit, sakus gestasional biasanya terlihat
gepeng dan ireguler, material ekogenik yang mewakili jaringan plasenta terlihat
dalam kavum uteri.2
Berdasarkan uraian diatas maka diagnosenya cenderung mengarah ke
abortus inkomplit, karena dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ginekologi jelas
didapatkan gejala klinis yang sesuai dengan abortus inkomplit. Adanya diagnosa
banding yaitu abortus iminens, kehamilan ektopik dan mola dapat disingkirkan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan hematologi
rutin yaitu untuk mencari terutama kadar hemoglobin yang bertujuan dengan
mengetahui adanya kadar hemoglobin dibawah normal berarti pasien dalam
keadaan anemi yang salah satunya dapat disebabkan oleh adanya perdarahan
banyak. Pada kasus ini hasil dari laboratorium darah rutin didapatkan sedikit
menurun, sehingga perlu ditakutkan adanya keadaan anemi. Pemeriksaan
penunjang lainnya, USG dapat pula menyingkirkan adanya kehamilan ektopik
atau suatu mola hidatidosa. Dengan pemeriksaan USG pada trimester awal
kehamilan, dapat diketahui kehamilan tersebut intra atau ekstra uteri. Sedangkan
pada kasus mola, dengan pemeriksaan USG, menunjukkan gambaran yang khas
yaitu berupa badai salju (snow flake pattern). Pada kasus ini tidak dilakukan
karena pasien datang langsung ke UGD dan berdasarkan anamnesis dapat
ditegakkan Abortus Inkomplit.
4.2 Faktor Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada
ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang
mungkin juga disebabkan oleh faktor paternal seperti translokasi kromosom.
Berdasarkan anamnesis kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama
kalinya. Penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini kemungkinan
disebabkan karena faktor trauma fisik dari maternal, dibuktikan setelah terjadinya
trauma, ibu mengeluh nyeri pada perut bagian bawah setelah itu baru mulai
muncul flek perdarahan. Penyebab lain yang dapat dipertimbangkan adalah faktor
nutrisi, terlihat dari keluhan pasien yang makan sedikit sejak 2 miggu SMRS
21
karena keluhan mual muntah.
Pada kasus abortus inkomplit ini mungkin dapat lebih diperdalam lagi
sehingga dapat diketahui etiologinya (eksplorasi kausa). Disamping itu, faktor-
faktor lainnya juga harus ditelusuri seperti ada tidaknya kelainan pada plasenta
(end arteritis vili korealis yang dapat dipicu oleh karena hipertensi menahun)
serta adanya penyakit pada ibu antara lain pneumoni, tifus abdominalis, malaria
dan anemia berat, yang juga dapat menyebabkan abortus. Ini sangatlah perlu
untuk memahami faktor-faktor resiko tersebut sehingga dapat membantu
memberikan konseling kepada pasien. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
kepada pasien merupakan komponen penting untuk memberikan penjelasan yang
benar dan dapat dipahami oleh pasien tentang apa yang ia alami. Oleh karena itu
dapat dianjurkan kepada pasien untuk dilakukannya eksplorasi kausa. Secara garis
besar, terjadinya suatu abortus dapat disebabkan oleh keadaan dari hasil konsepsi
itu sendiri (zygote), adanya penyakit kronis dan infeksi yang diderita oleh ibu,
pengaruh lingkungan misalnya lingkungan fisik (paparan radiasi tertentu, infeksi
oleh TORCH) atau adanya riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang bersifat
teratogenik dan adanya trauma fisik. Selain itu adanya gangguan
hormonal/endokrin juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh.
Disamping itu juga perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan pada
uterus berupa kelainan hormonal yang mempengaruhi endometrium, kelainan oleh
karena factor mekanik (adanya mioma submukus) serta kelainan anatomis
(serviks inkompeten, uterus bikornu, uterus arkuatus, dan lain-lain).
Jika ada kecurigaan bahwa kausanya adalah kelainan pada zigot dimana
defeknya bersifat genetikal maka usaha eksplorasinya bisa berupa pemeriksaan
kromosom (kariotype) karena mungkin saja kelainan genetik pada zigot ternyata
berasal dari gen-gen mutasi baik dari ibu ataupun ayah. Tetapi tentunya
pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesia dan biayanya cukup tinggi.
Selain itu pemeriksaan patologi anatomi jaringan yang diklaim akan mengetahui
apakah ada tidaknya suatu keganasan. Namun pada kasus abortus inkomplit ini
tidak dilakukan pemeriksaan PA.
Adanya penyakit infeksi akut (pneumonia, malaria) atau penyakit kronis
(diabetes mellitus, Hipertensi kronis, penyakit liver/ginjal kronis) dapat diketahui
22
lebih mendalam melalui anamnesa yang baik dan terperinci. Penting juga
diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita
infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Hal ini
penting sebagai data dasar untuk nantinya dapat membantu dalam
menghubungkan dengan kejadian ROB. Ketidakjelasan secara klinis adanya
diabetes melitus atau gangguan kronis pada hepar atau ginjal dapat dibantu
dengan pemeriksaan gula darah acak/ 2 jam pp, tes fungsi hati/ LFT (AST/ALT)
maupun tes fungsi ginjal/ RFT (BUN/SC). Untuk eksplorasi kausa, pemeriksaan-
pemeriksaan diatas dapat dikerjakan.
Jika ingin mengetahui pengaruh faktor lingkungan, maka perlu ditanyakan
tentang lingkungan tempat tinggal ibu, mungkin ada tidaknya riwayat
menjalankan radioterapi, maupun lingkungan kerjanya. Ada tidaknya binatang
seperti kucing yang dianggap sebagai vektor penularan TORCH, penting juga
diketahui. Oleh karena itu boleh disarankan pemeriksaan serologis TORCH untuk
mengetahui titer antibodi terhadap virus ini.
Demikian juga penggunaan obat–obatan tertentu yang dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa karena jika ada mungkin hal ini merupakan
salah satu faktor yang berperan.
Adanya kelainan anatomis pada uterus misalnya serviks inkompeten
(mudah berdilatasi) atau kelainan bentuk uterus (bikornus) dapat diketahui dari
pemeriksaan USG, HSG (histerosalfingografi), histeroskopi, dan laparoskopi
(prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan
TORCH, laboratorium terhadap penyakit kelamin, USG. Pemeriksaan TORCH
dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi dari virus-virus tersebut karena dapat
menyebabkan terjadinya abortus maka diperlukan pengobatan terlebih dahulu.
Infeksi dari kelamin juga dapat menyebabkan abortus karena kebanyakan infeksi
kelamin pada wanita bersifat asimtomatik sehingga memerlukan eksplorasi yang
lebih lanjut. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya
suatu mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu
faktor mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti
adanya mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai
23
keluhan dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan
adanya Riwayat Obstetri Buruk pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma
yang mengganggu mutlak dilakukan operasi.
Uraian diatas penting disampaikan kepada pasien agar ia dapat memahami
apa kira-kira yang melatarbelakangi penyakitnya. Pilihan lain yang dapat
disarankan adalah mengenai adopsi anak. Maka dari itu, konseling pada pasien ini
perlu melibatkan pihak lain, khususnya suaminya untuk ikut memberi dukungan
kepada pasien.
4.3 Penatalaksanaan
Pada kasus ini pada saat pasien MRS keadaan umumnya stabil, dan tidak
didapatkan tanda-tanda syok. Oleh karena pada pemeriksaan fisik teraba massa
jaringan maka harus dilakukan evakuasi isi uterus dengan kuretase dan
selanjutnya diberikan medikamentosa berupa antibiotika, analgetika dan
uterotonika. Yang penting setelah tindakan adalah observasi dua jam setelah
kuretase untuk monitoring vital sign dan adanya keluhan. Maka dari itu adanya
komplikasi seperti perdarahan ringan sampai berat, infeksi, dan kelainan fungsi
pembekuan darah dapat dihindari.
Mengingat komplikasi tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan
dengan prosedur yang benar dan hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut
seminimal mungkin. Adapun penanganan kasus ini adalah dengan:
Kuretase dengan GA
Medikamentosa
- Amoxycillin 3x500 mg
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Metil Ergometrin 3x1 tab
- SF 2x1 tab
KIE
Keadaan pasien stabil dan diberikan pengobatan Amoxycillin untuk terapi
karena tindakan yang invasif pada kuretase dapat menyebabkan infeksi, Asam
Mefenamat untuk mengurangi nyeri dan Metil Ergometrin untuk mempertahankan
kontraksi uterus yang mana berperan dalam mengurangi perdarahan. Setelah
24
dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik dan dipulangkan 1
hari setelah kuretase.
Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian
untuk mengetahui perkembangan penderita. KIE merupakan hal yang sangat
penting didalam kasus ini dimana yang harus dititik beratkan adalah tentang
diagnosis penyakitnya, tindakan apa yang dilakukan terhadap penyakitnya
tersebut, komplikasi apa yang terjadi bila dilakukan kuretase atau tidak
(komplikasi jangka pendek atau panjang), rencana tentang kehamilan yang
berikutnya (3 sampai dengan 6 bulan KB, persiapan untuk faktor anatomi dan
psikologis ibu), kontol atau evaluasi terhadap tindakan (febris, nyeri) dan yang
tidak kalah pentingnya adalah mencari penyebab abortus (untuk persiapan
kehamilan beikutnya), disamping itu juga terhadap faktor sosial dimana harapan
masih bisa hamil lagi, prognosis abortus yang berulang atau tidak.
4.4 Prognosis
Prognosis pada kasus ini adalah mengarah ke baik, dubius ad bonam
karena dengan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga
resiko perdarahan menjadi sangat minimal, setelah observasi dua jam pasca
kuretase tidak didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu
pada pasien ini tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya
misalnya perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
25
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus wanita 21 tahun, hamil muda 15-16 minggu yang
mengalami perdarahan pervaginam. Abortus inkompletus adalah pengeluaran
sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada
sisa yang tertinggal dari dalam uterus. Terdapat berbagai faktor yang dapat
menyebabkan abortus. Secara garis besar, dapat dibagi menjadi faktor fetal,
plasenta, maternal dan paternal.
Pada abortus inkompletus gejala yang ditemukan amenore, sakit perut dan
mules, perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, biasanya berupa stolsel, sudah
ada keluar fetus atau jaringan dan pada abortus yang telah lama terjadi dan pada
abortus provokatus yang dikerjakan oleh orang yang tidak ahli sering terjadi
infeksi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah
pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap, tes kehamilan dan USG.
Penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan penilaian
secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa apakah
ada tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko perdarahan dan komplikasi lain
yang mungkin timbul, maka pada kasus abortus inkomplit ini dilakukan
pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase, kemudian diberikan medikamentosa
seperti golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik.
Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan abortus inkomplit.
Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik dan
dipulangkan 1 hari setelah kuretase. Penderita diberikan obat per oral yaitu
Amoxycillin 3x500 mg, Asam Mefenamat 3x500 mg, Metil Ergometrin 3x1 tablet
dan SF 2x1 tablet.
Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian
untuk mengetahui perkembangan penderita. Abortus inkomplit yang di evakuasi
lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik.
26