534 Kepariwisataan Provinsi Bali
a. Pura Besakih
Bali dikenal sebagai
‘pulau seribu pura‘
karena di pulau ini
terdapat lebih dari
11.000 bangunan
pura. Konon, di
beberapa tempat di
Bali, jumlah pura
bahkan melebihi
jumlah rumah-
rumah penduduk.
Salah satu pura
terbesar yang
dianggap sebagai induk pura di Bali (the mother temple) adalah Pura Besakih.Pura
Besakih terletak di kaki Gunung Agung, gunung tertinggi di Pulau Bali yang oleh
masyarakat setempat dianggap sebagai gunung suci. Pada tanggal 17 Maret 1963
(versi yang lain menyebutkan tanggal 18 Maret) Gunung Agung pernah meletus dan
menewaskan lebih dari 1.000 orang serta merusakkan desa-desa di sekitarnya.
Namun yang membuat takjub, Pura Besakih ‘tak tersentuh‘ oleh bencana alam
tersebut, padahal jaraknya hanya sekitar 1 km dari puncak Gunung Agung.
Menurut cerita yang berkembang, lokasi pura ini dipilih karena dianggap sebagai
daerah yang suci.Dalam bahasa Jawa Kuno, besakih, wasuki, atau basuki memiliki
makna “selamat”. Selain itu, nama besakih juga dikaitkan dengan Naga Basuki, yaitu
sosok naga yang menjadi bagian dari keyakinan masyarakat di lereng Gunung Agung
pada masa pra-Hindu. Oleh karena pura ini dianggap sebagai tempat suci, maka para
pengunjung yang ingin memasuki kompleks pura diharuskan memakai sarung khas
Bali.
b. Museum Subak Sanggulan
Subak adalah sistem pengelolaan distribusi
aliran irigasi pertanian khas masyarakat
Bali.Sistem ini sudah dikenal sejak ratusan
tahun yang lalu dan terbukti mampu
meningkatkan produktifitas pertanian di
Bali.Melalui sistem Subak, para petani
memperoleh jatah air sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh musyawarah
warga.Secara filosofis, keberadaan Subak
merupakan manifestasi dari konsep Tri Hita Karana, yaitu relasi harmonis antara
manusia dan Tuhan, manusia dan alam, serta relasi antar sesama manusia.Oleh
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
Sumber Gambar : http://2.bp.blogspot.com
535 Kepariwisataan Provinsi Bali
sebab itu, kegiatan dalam perkumpulan Subak tak hanya meliputi masalah pertanian
semata, melainkan juga meliputi masalah ritual dan peribadatan untuk memohon
rejeki yang belimpah.
Potensi kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Bali inilah yang kemudian
‘diawetkan‘ menjadi Museum Subak. Museum Subak diresmikan oleh Gubernur Bali
pada tanggal 13 Oktober 1981.Museum ini merupakan Museum Khusus karena
memamerkan satu tema, yaitu sistem pertanian di Bali.
Museum Subak dapat dikunjungi pada hari Senin—Sabtu jam 08.00—16.30, dan hari
Jumat jam 08.00—13.00. Adapun hari Minggu dan hari libur nasional tutup.
Museum Subak merupakan satu-satunya museum yang mengetengahkan segala hal
ihwal pertanian di Bali. Museum ini memamerkan miniatur Subak lengkap dengan
gambar-gambar proses pembuatannya, seperti tahapan menemukan sumber mata
air, membuat terowongan air dan membangun bendungan, serta membuat saluran
penghubung untuk mengalirkan air ke sawah-sawah penduduk. Museum Subak juga
memiliki data audio-visual yang menerangkan tentang proses budidaya padi, mulai
dari musyawarah anggota Subak, kesepakatan pengaturan air, serta ritual memohon
hasil panen yang melimpah.
Selain itu, museum ini juga memamerkan alat-alat pertanian tradisional Bali, seperti
alat pemotong dan penumbuk padi, alat untuk membajak sawah, alat untuk
membetulkan saluran irigasi, serta miniatur dapur tradisonal lengkap dengan tata
ruang dan perabot untuk memasak nasi. Pengunjung Museum Subak juga dapat
menambah pengetahuan tentang pertanian dengan mengunjungi fasilitas
pepustakaan di komplek museum ini.Koleksi buku dalam perpustakaan cukup
lengkap, mulai dari berbagai kajian lintas disiplin mengenai sistem Subak hingga
masalah-masalah pertanian secara umum.
Jalan Gatot Subroto, Desa Sanggulan, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan,
Provinsi Bali, Indonesia.
Kabupaten Tabanan berjarak sekitar 20 km dari kota Denpasar, Ibukota Provinsi Bali.
Dari kota Denpasar, wisatawan dapat menggunakan kendaraan umum (bus) menuju
terminal bus kota Tabanan. Dari terminal ini, wisatawan dapat naik angkutan umum
(bemo) sejauh 2 km untuk sampai di lokasi Museum.
Bea masuk bagi pengunjung terbagi ke dalam dua kategori, yaitu:
Dewasa: Rp 5.000
Anak-anak: Rp 3.000 (Maret 2008)
536 Kepariwisataan Provinsi Bali
c. Istana Tampak Siring
Istana Tampak Siring yang
terletak di Kabupaten Gianyar,
Propinsi Bali, merupakan satu-
satunya Istana Kepresidenan
yang dibangun setelah Indonesia
Merdeka. Kelima istana lainnya
merupakan bangunan yang
telah berdiri sejak jaman
kolonialisme Belanda, antara
lain Istana Negara dan Istana
Merdeka (Jakarta), Istana Bogor
(Bogor), Istana Cipanas
(Cipanas), serta Gedung Agung
(Yogyakarta). Istana Tampak Siring biasanya digunakan oleh presiden untuk
beristirahat, melakukan rapat kerja, serta melakukan perundingan luar negeri.Pada
tanggal 27 April 2007, misalnya, Istana Tampak Siring menjadi saksi perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
Nama Tampak Siring berasal dari dua buah kata dalam bahasa Bali, yaitu tampak dan
siring yang berarti: “telapak” dan “miring”. Penamaan tersebut berkaitan erat
dengan legenda masyarakat setempat tentang Raja Mayadenawa.Raja ini dikenal
pandai dan sakti mandraguna.Namun, karena kelancangannya mengangkat diri
sebagai dewa yang harus disembah oleh rakyatnya, maka Betara Indra mengutus
bala tentara untuk menyerang Raja Mayadenawa.Serangan ini membuat
Mayadenawa melarikan diri ke dalam hutan. Untuk menyamarkan jejaknya,
Mayadenawa sengaja berjalan dengan cara memiringkan telapak kakinya.
Namun sayang, usaha Mayadenawa untuk mengelabui bala tentara Betara Indra
gagal, jejaknya akhirnya diketahui.Dengan sisa-sisa kesaktiannya, Raja Mayadenawa
mencoba melawan dengan
menciptakan mata air beracun
yang dapat membunuh para
pengejarnya.Untuk
menanggulangi akibat buruk
dari mata air beracun itu,
Betara Indra menciptakan
sumber mata air penawarnya,
yaitu Tirta Empul (air
suci).Wilayah pelarian Raja
Mayadenawa itulah yang kini
dikenal sebagai Tampak Siring.
Sumber Gambar : http://www.presidenri.go.id
Sumber Gambar : http://3.bp.blogspot.com
537 Kepariwisataan Provinsi Bali
Istana Tampak Siring dibangun oleh seorang arsitek bernama R.M. Soedarsono atas
prakarsa Presiden Soekarno.Pembangunan istana kepresidenan ini terbagi ke dalam
dua masa, yaitu tahun 1957 dan 1963.Pada tahun 1957, di kompleks ini dibangun
Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira.Sementara pada tahun 1963, pembangunan
tahap kedua merampungkan dua gedung utama lainnya, yaitu Wisma Negara dan
Wisma Bima, serta satu Gedung Serba Guna (gedung konferensi).
d. Pura Tanah Lot
Salah satu pura di Bali yang
kerap dikunjungi oleh para
pelancong adalah Pura
Luhur Tanah Lot.Pura ini
terletak di sebuah “pulau”
karang di bagian barat
Kabupaten Tabanan,
tepatnya di Desa Beraban.
Menurut legenda, pura
yang memiliki nama lain
Pura Pakendungan ini
dibangun pada abad ke-16
oleh seorang penyebar
agama Hindu bernama
Danghyang Nirartha. Pendeta yang berasal dari Blambangan ini di daerah Lombok
juga dikenal dengan sebutan “Tuan Semeru”, merujuk pada sebuah nama gunung di
Jawa Timur, yaitu Gunung Semeru.
Kedatangan Dahnyang Nirartha ke Desa Beraban konon karena mengikuti petunjuk
sinar suci yang memancar dari arah tenggara.Sinar ini ternyata menuju sebuah mata
air suci yang di dekatnya terdapat sebuah batu karang yang berbentuk burung
(masyarakat setempat menyebutnya gili beo, yang berarti tanah atau batu karang
yang menyerupai burung).Di tempat ini, bersama para pengikutnya Danghyang
Nirartha melakukan meditasi dan pemujaan kepada Dewa Penguasa Laut sembari
menyebarkan agama Hindu kepada masyarakat setempat.
Ulah Danghyang Nirartha ternyata kurang berkenan di hati pemimpin Desa Beraban,
yaitu Bendesa Beraban Sakti. Bersama para pengikutnya, ia berencana menyerang
Danghyang Nirartha supaya pergi dari Desa Beraban. Sang pendeta kemudian
melindungi diri dengan memindahkan batu karang tempatnya bermeditasi ke tengah
laut dan menciptakan ular laut berbisa dari selendangnya untuk melindungi tempat
tersebut.Batu karang yang dipindahkan inilah yang kemudian disebut tanah lot, atau
tanah di tengah laut.
Sumber Gambar : http://wisata melayu.com
538 Kepariwisataan Provinsi Bali
Menyaksikan kesaktian sang Pendeta, akhirnya Bendesa Beraban takluk dan menjadi
pengikut setia Danghyang Nirartha. Oleh karena kesungguhannya, Danghyang
Nirartha kemudian memberikan sebuah keris suci yang dikenal dengan nama
”Jaramenara” atau Ki Baru Gajah kepada Bendesa Beraban. Saat ini, keris keramat
itu disimpan di Puri Kediri dan diupacarai setiap Hari Raya Kuningan.
Pada batu karang di “tengah” laut inilah kemudian Danghyang Nirartha mendirikan
Pura Pakendungan yang lebih dikenal dengan nama Pura Luhur Tanah Lot.
Sementara ular “ciptaan” Danghyang Nirartha masih ada di dalam kompleks pura
sampai sekarang.Ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor
pipih, memiliki warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun tiga kali lebih
kuat dari ular kobra.
e. Pura Luhur Uluwatu
Anda mungkin tak pernah
membayangkan sebuah kompleks
peribadatan dibangun di atas tebing
terjal yang menjorok ke laut. Tapi jika
Anda berkunjung ke Pura Luhur
Uluwatu, di bagian selatan
Kabupaten Badung, Pulau Bali,
niscaya Anda akan berdecak kagum
karena lokasinya benar-benar
dibangun di atas bukit karang
setinggi + 97 meter di atas
permukaan laut (dpl). Tentu saja,
bukan hanya suasana sakral dan religius yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang
ingin beribadah maupun berwisata di tempat ini, melainkan juga panorama alam
yang memukau.
Pura Luhur Uluwatu merupakan salah satu dari pura-pura yang memiliki status
sebagai Pura Sad Kahyangan Jagat, yaitu pura yang dianggap sebagai penyangga
poros mata angin di Pulau Bali.Selain Pura Luhur Uluwatu, pura yang berstatus Sad
Kahyangan menurut lontar Kusuma Dewa antara lain Pura Besakih, Pura
Lempuhyang Luhur, Pura Goa Lawah, Pura Luhur Batukaru, dan Pura Pusering Jagat.
Dalam bahasa Sansekerta uluwatu memiliki makna “puncak batu” (ulu= puncak /
ujung / atas, sementara watu = batu). Nama ini tentu saja merujuk pada lokasi pura
yang berada di bagian puncak tebing batu karang.
Sumber Gambar : http://taprobanetours.com
539 Kepariwisataan Provinsi Bali
Tebing di Pura Uluwatu menghadap ke Samudera Hindia.
Sumber Foto: www.flickr.com - ABreedApart
Menurut cerita masyarakat setempat, pura ini telah dibangun sejak abad ke-11 oleh
Mpu Kuturan.Ketika itu, Pura Luhur Uluwatu menjadi tempat pemujaan bagi Dewa
Rudra untuk memohon keselamatan.Selain membangun sebuah pura, Mpu Kuturan
juga dipercaya telah mewariskan aturan dan tata-tertib bagi desa-desa adat di
sekitar pura yang masih dikenal hingga saat ini.Empat abad kemudian, sekitar abad
ke-16, Dang Hyang Nirartha, seorang penyebar agama Hindu dari Jawa Timur
memutuskan untuk moksa (menyatu dengan atau kembali keharibaan dewata) di
pura ini.Dalam bahasa setempat moksa juga disebut ngeluhur. Itulah sebabnya,
nama Pura Uluwatu kemudian dilengkapi dengan kata luhur, menjadi Pura Luhur
Uluwatu.
Pura Luhur Uluwatu mempunyai beberapa pura pesanakan, yaitu pura yang memiliki
kaitan erat dengan pura induk.Pura-pura pesanakan tersebut antara lain Pura
Bajurit, Pura Pererepan, Pura Kulat, Pura Dalem Selonding, dan Pura Dalem
Pangleburan. Pura-pura ini berhubungan langsung dengan Pura Luhur Uluwatu pada
saat Piodalan, yaitu pemujaan terhadap Sang Hyang Widi yang berlangsung setiap
210 hari, pada hari Selasa Kliwon Wuku Medangsia.
f. Museum Antonio Blanco
Kawasan Ubud memang dikenal sebagai
kampungnya para seniman besar.Di tempat ini
banyak seniman mengembangkan karir keseniannya.
Sebut saja nama seniman besar seperti Miguel
Covarrubias yang mempopulerkan Bali melalui
bukunya The Island of Bali, juga Walter Spies yang
menjadi kreator Tari Kecak bersama I Wayan
Limbak, mereka pernah tinggal di kawasan Ubud
pada tahun 1920-an. Seniman besar generasi
selanjutnya adalah Don Antonio Blanco, pelukis
Sumber Gambar :
http://images.travelpod.com
540 Kepariwisataan Provinsi Bali
kenamaan berdarah Spanyol yang mulai menetap di Ubud sejak 1952. Ketertarikan
pelukis kelahiran 15 September 1911 di Manila, Filipina ini terhadap Pulau Bali
bermula ketika dirinya menemukan buku klasik karangan Miguel
Covarrubias.Bayangan masa kecilnya tentang pulau jauh yang indah dan eksotis
terasa lengkap dalam gambaran buku karya Covarrubias tersebut
(www.balipost.com).
Bakat seni dalam diri Antonio Blanco mulai terasah sejak sekolah di American
Central School, di Manila. Lulus dari sekolah tersebut, ia melanjutkan kuliah di
National Academy of Art di New York, Amerika Serikat. Saat itu, kertertarikannya
terhadap subyek anatomi tubuh, khususnya tubuh wanita begitu kuat dalam karya-
karyanya. Kelak ketertarikan itu akan mendominasi sebagian besar karyanya yang
mengangkat subyek perempuan. Lulus dari National Academy of Art, Antonio Blanco
sempat bekerja di Florida dan California, Amerika (www.id.wikipedia.org). Namun,
keinginannya untuk menjelajah pulau-pulau di kawasan Samudera Pasifik
mendorongnya untuk melanglang buana.
Pengembaraan maestro lukis ini dimulai pada awal 1950-an, ketika ia memulai
pelayarannya ke Hawai, kemudian Jepang dan Kamboja. Di Kamboja, ia menjadi
tamu kehormatan Pangeran Norodom Sihanouk. Baru pada 1952, ia memutuskan
berlayar ke Bali dan mendarat di Singaraja (www.balipost.com). Pada awalnya,
Antonio Blanco sempat kecewa, sebab pemandangan di Singaraja tidak seperti yang
terekam dalam buku The Island of Bali.Namun, setelah sampai di Ubud,
menyaksikan alamnya yang permai, teduh, dilingkupi oleh tanah persawahan yang
subur, dan dikitari oleh sungai yang berkelok-kelok, Antonio Blanco tak dapat
menahan rasa takjub. Sejak pandangan pertama terhadap pesona alam Ubud
dengan seluk-beluk masyarakatnya yang agraris dan penuh dengan ritus keagamaan,
Antonio Blanco tak dapat memungkiri lagi, inilah tempat yang selama ini ia idamkan!
Ia pun mulai menetap dan bergaul dengan masyarakat Ubud, baik warga biasa
maupun dari kalangan istana (puri). Setiap hari ia banyak mengobrol dengan
masyarakat setempat, menyaksikan berbagai seni pertunjukan, atau mengunjungi
Puri Saren Ubud untuk memperdalam pengetahuannya tentang kebudayaan Bali.
Antonio Blanco sendiri dikenal sangat akrab dengan Raja dari Puri Saren Ubud, yaitu
Tjokorda Gde Agung Sukawati yang sering mengajaknya jalan-jalan di sekitar
kawasan Ubud.Pada suatu waktu, Tjokorda Gde Agung Sukawati mengajaknya
menyusuri tanah perbukitan.Ketika sampai di atas, mereka menyaksikan bentangan
alam yang sangat mempesona, perbukitan yang sejuk dan tenang dengan aliran
Sungai Campuhan tepat di bawahnya.Tanpa dinyana, Raja Puri Saren Ubud
memberikan sebidang tanah di atas Sungai Campuhan itu kepada Antonio
Blanco.Sejak itu, dibangunlah sebuah pondok sederhana sebagai tempat tinggal dan
studio melukis bagi maestro lukis Bali ini (www.balipost.com).
541 Kepariwisataan Provinsi Bali
Antonio Blanco dengan latar belakang lukisannya
Sumber Foto: http://www.blancomuseum.com
Bagi masyarakat Ubud, Antonio Blanco tidak hanya dikenal sebagai seniman, tetapi
juga orang luar yang pelan-pelan menghayati budaya Bali hingga menjadi orang
Bali.Ketertarikannya terhadap kesenian Tari Bali mengantarkannya bertemu dengan
penari cantik bernama Ni Rondji. Perkenalan mereka akhirnya berujung pada
pernikahan pada tahun 1953, yang kemudian melahirkan empat anak, yaitu
Tjempaka Blanco, Mario Blanco, Orchid Blanco, dan Mahadevi Blanco. Setelah
menikah, Antonio Blanco memeluk agama Hindu dan secara taat menjalani ritual
agama Hindu.Di rumahnya yang asri, Antonio merasa sangat nyaman, sehingga
jarang sekali melakukan perjalanan meninggalkan Pulau Bali. Terhitung hanya dua
kali ia meninggalkan Bali, yaitu berkeliling Eropa dan Amerika untuk kegiatan
keseniannya. Kecintaannya terhadap Bali, khususnya Ubud, membuatnya memilih
untuk menghabiskan usianya di tempat ini. Ketika meninggal pada 10 Desember
1999 di Denpasar, Bali, dalam usia 88 tahun akibat penyakit jantung dan gagal ginjal
yang dideritanya, beberapa hari kemudian Antonio Blanco dikremasi dengan cara
Hindu (Ritual Ngaben).
Museum Antonio Blanco sendiri mulai dibangun pada 28 Desember 1998, setahun
sebelum kematiannya. Sayangnya, Antonio Blanco tidak dapat menyaksikan
peresmian museum yang diberi nama ‘The Blanco Renaissance Museum‘ ini pada 15
September 2001. Museum ini memang dibangun untuk mengenang dan
memamerkan karya-karya besar Antonio Blanco yang banyak memperkenalkan
subyek budaya Bali kepada dunia.Museum tersebut dikelola oleh anak kedua
Antonio Blanco, yaitu Mario Blanco yang juga mewarisi keahlian ayahnya sebagai
maestro seni lukis.
Mengunjungi Museum Antonio Blanco, wisatawan akan terkagum-kagum terhadap
karya jenius Antonio Blanco. Perjalanan kariernya yang panjang dan jalur
pengembaraannya yang jauh membuat sosok Antonio Blanco sangat matang dalam
542 Kepariwisataan Provinsi Bali
menuangkan karya-karya seninya.Tak heran jika sebagai seniman dirinya
memperoleh berbagai apresiasi dan penghargaan di dunia internasional.
Penghargaan-penghargaan tersebut, di antaranya adalah Tiffany Fellowship
(penghargaan khusus dari The Society of Honolulu Artists), Chevalier du Sahametrai
dari Cambodia, Society of Painters of Fine Art Quality dari Presiden Soekarno, serta
Prize of the Art Critique dari Spanyol, Honorary Doctorate of Philosophy (PH.D) dari
National College Windsor, Canada, dan lain-lain. Antonio Blanco juga menerima
penghargaan Cruz de Caballero dari Raja Spanyol Juan Carlos I yang memberikannya
gelar ‘Don‘ di depan namanya, menjadi Don Antonio Blanco. Berbagai apresiasi dari
kepala negara dan artis juga pernah diterimanya, misalnya dari Thalia Como dari
Venezuela, Soekarno, Soeharto, Adam Malik (ketiganya mantan para pemimpin di
Indonesia), Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja, Michael Jackson, serta Ingrid
Bergman (keduanya artis).Don Antonio Blanco juga dikenal menguasai berbagai
bahasa, mulai dari bahasa Spanyol, Prancis, Inggris, Tagalog, Indonesia, hingga
bahasa Bali.
g. Candi Gunung Kidul
Ketika memikirkan sebuah
candi, mungkin yang terbayang
di benak Anda adalah sebuah
bangunan utuh yang tersusun
dari batu atau bata merah.
Namun, di Kabupaten Gianyar,
Bali, ada sebuah candi yang
tidak dibuat dari susunan batu,
melainkan memanfaatkan
dinding batu padas di tepi
sungai sebagai media untuk
membuat rumah ibadah para
penganut Hindu tersebut.
Caranya, dinding batu tersebut dipahat dan dibentuk menyerupai dinding-dinding
candi.Tak hanya itu, dinding-dinding batu tersebut juga dilengkapi dengan ruangan
tempat bermeditasi.
Candi ini disebut Candi Gunung Kawi, atau biasa juga dijuluki Candi Tebing Kawi.
Meskipun merupakan salah satu situs purbakala yang dilindungi di Bali, tempat ini
tetap menjadi tempat bersembahyang umat Hindu hingga sekarang. Nama Gunung
Kawi sendiri konon berasal dari kata gunung (= gunung atau pegunungan) dan kawi
(=pahatan) (http://www.berani.co.id). Jadi, nama gunung kawi seolah menyiratkan
makna bahwa di tempat inilah sebuah gunung dipahat untuk menjadi sebuah candi.
Kompleks candi yang unik ini pertama kali ditemukan oleh peneliti Belanda sekitar
tahun 1920.Sejak itu, candi ini mulai menarik minat para peneliti, terutama para
peneliti arkeologi kuno Bali.Menurut perkiraan para ahli, candi ini dibuat sekitar
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
543 Kepariwisataan Provinsi Bali
abad ke-11 M, yaitu pada masa pemerintahan Raja Udayana hingga pemerintahan
Anak Wungsu (http://www.berani.co.id).
Menurut catatan sejarah, Raja Udayana merupakan salah satu raja terkenal di Bali
yang berasal dari Dinasti Marwadewa. Melalui pernikahannya dengan seorang puteri
dari Jawa yang bernama Gunapriya Dharma Patni, ia memiliki anak Erlangga dan
Anak Wungsu. Setelah dewasa, Erlangga kemudian menjadi raja di Jawa Timur,
sementara Anak Wungsu memerintah di Bali.Pada masa inilah diperkirakan candi
tebing kawi dibangun. Salah satu bukti arkeologis untuk menguatkan asumsi
tersebut adalah tulisan di atas pintu-semu yang menggunakan huruf Kediri yang
berbunyi “haji lumah ing jalu” yang bermakna sang raja yang (secara simbolis)
disemayamkan di Jalu. Raja yang dimaksud adalah Raja Udayana. Sedangkan kata
jalu yang merupakan sebutan untuk taji (senjata) pada ayam jantan, dapat
diasosiasikan juga sebagai keris atau pakerisan. Nama Sungai Pakerisan atau Tukad
Pakerisan inilah yang kini dikenal sebagai nama sungai yang membelah dua tebing
Candi Kawi tersebut (http://www.purbakalabali.com).
Versi lainnya yang berasal dari cerita rakyat setempat menyebutkan bahwa pura
atau candi Tebing Kawi ini dibuat oleh orang sakti bernama Kebo Iwa.Kebo Iwa
merupakan tokoh legenda masyarakat Bali yang dipercaya memiliki tubuh yang
sangat besar.Dengan kesaktiannya, konon Kebo Iwa menatahkan kuku-kukunya yang
tajam dan kuat pada dinding batu cadas di Tukad Pakerisan itu.Dinding batu cadas
tersebut seolah dipahat dengan halus dan baik, sehingga membentuk gugusan
dinding candi yang indah.Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan orang banyak
dengan waktu yang relatif lama itu, konon mampu diselesaikan oleh Kebo Iwa
selama sehari semalam (http://www.gianyartourism.com).
h. Pura Ulun Danu Beratan
Pura Ulun Danu Beratan, atau
yang kerap disingkat
penyebutannya menjadi Pura
Ulun Danu, merupakan pura
terbesar di Bali setelah Pura
Besakih. Nama pura ini merujuk
pada lokasinya yang berdiri di
tepi Danau Beratan.Lokasi pura
ini cukup istimewa karena
berada di dataran tinggi Bedugul,
yakni sekitar 1.239 meter di atas
permukaan laut (dpl).Kondisi
yang demikian membuat
lingkungan pura cukup sejuk, dengan temperatur udara antara 18-22 derajat
celcius.Selain itu, lansekap Danau Beratan yang asri juga menambah suasana indah
di tempat ini (http://unbackpacker.blogspot.com/).
Sumber Gambar : http://www.moreindonesia.com
544 Kepariwisataan Provinsi Bali
Sejarah pendirian Pura Ulun Danu Beratan dapat dilacak pada salah satu kisah yang
terekam dalam Lontar Babad Mengwi. Dalam babad tersebut dituturkan mengenai
seorang bangsawan bernama I Gusti Agung Putu yang mengalami kekalahan perang
dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng. Untuk bangkit dari kekalahan tersebut, I Gusti
Agung Putu bertapa di puncak Gunung Mangu hingga memperoleh kekuatan dan
pencerahan. Selesai dari pertapaannya, ia mendirikan istana Belayu (Bela Ayu),
kemudian kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan
memperoleh kemenangan. Setelah itu, I Gusti Agung Putu yang merupakan pendiri
Kerajaan Mengwi ini mendirikan sebuah pura di tepi Danau Beratan yang kini dikenal
sebagai Pura ulun Danu Beratan.
Dalam Lontar Babad Mengwi juga dikisahkan bahwa pendirian pura ini dilakukan
kira-kira sebelum tahun 1556 Saka atau 1634 Masehi, atau sekitar satu tahun
sebelum berdirinya Pura Taman Ayun, sebuah pura lain yang juga didirikan oleh I
Gusti Agung Putu. Pendirian Pura Ulun Danu Beratan konon telah membuat masyhur
Kerajaan Mengwi dan rajanya, sehingga I Gusti Agung Putu dijuluki “I Gusti Agung
Sakti” oleh rakyatnya.
1. Wisata Budaya
a. Tari Kecak
Kecak Dance
merupakan kreasi seorang
penari kenamaan Bali, I
Wayan Limbak, dan
seorang pelukis
berkebangsaan Jerman,
Walter Spies, pada tahun
1930-an. Pada awalnya,
dua seniman ini terpesona
oleh tari-tarian dalam
ritual Sanghyang yang para
penarinya menari dalam
kondisi kemasukan roh
(kesurupan). Ritual
Sanghyang sendiri
merupakan ritual masyarakat Bali yang bersumber dari tradisi pra-Hindu dengan
tujuan untuk menolak bala. Ritual ini kemudian diadopsi oleh I Wayan Limbak dan
Walter Spies menjadi sebuah seni pertunjukan untuk umum untuk ditampilkan di
berbagai negara di Eropa dengan nama Tari Kecak.
Tari Kecak dimainkan oleh sejumlah penari (umumnya pria), antara 50
sampai 150 orang, dengan durasi antara 45—60 menit.Tarian ini mengkomposisikan
Sumber Gambar :http://wisatamelayu.com
545 Kepariwisataan Provinsi Bali
instrumen vokal para penarinya (a cappella) dengan bunyi “cak, cak, cak...” sembari
mengangkat kedua lengan untuk mengiringi cerita epik Ramayana yang menjadi
cerita utama dalam tarian ini.Oleh karena paduan suara yang diucapkan para penari
dianggap mirip dengan suara monyet, maka turis mancanegara kerapkali menyebut
tarian ini sebagai “Mongkey Dance”.
Penggalan epik Ramayana yang menjadi sumber cerita adalah kisah
penculikan Dewi Sinta (istri sang Rama) oleh Raja Rahwana dari negeri Alengka.
Dalam tarian ini digambarkan bagaimana Rama berjuang membebaskan kekasihnya,
Dewi Sinta, yang diculik dan dibawa kabur oleh Rahwana. Kisah ini bertambah seru
karena perjuangan sang Rama dibantu oleh Hanoman (si Kera Putih) dan Sugriwa.
Selain mementaskan cerita epik Ramayana, Tari Kecak juga menampilkan Tarian
Sanghyang Dedari dan Sanghyang Jaran sebagai penutup pertunjukan.
Wisatawan yang berminat menyaksikan Tari Kecak dapat memilih satu di
antara tiga lokasi pertunjukan, antara lain di Pura Luhur Uluwatu, di Desa Batubulan,
serta di Jalan Hanoman (di daerah Ubud). Di Pura Luhur Uluwatu dan di Desa
Batubulan, wisatawan dapat menonton pertunjukan Tari Kecak setiap hari dimulai
pada jam 18.00/18.30 WITA. Sementara, di Ubud pertunjukan Tari Kecak
dilaksanakan setiap Selasa, Kamis, dan Jumat pada pukul 19.00 WITA.
b. Tari Barong
Tari Barong adalah tarian khas
Bali yang berasal dari khazanah
kebudayaan Pra-Hindu.Tarian
ini menggambarkan
pertarungan antara kebajikan
(dharma) dan kebatilan
(adharma).Wujud kebajikan
dilakonkan oleh Barong, yaitu
penari dengan kostum
binatang berkaki empat,
sementara wujud kebatilan
dimainkan oleh Rangda, yaitu
sosok yang menyeramkan
dengan dua taring runcing di mulutnya.
Ada beberapa jenis Tari Barong yang biasa ditampilkan di Pulau Bali, di antaranya
Barong Ket, Barong Bangkal (babi), Barong Gajah, Barong Asu (anjing), Barong
Brutuk, serta Barong-barongan. Namun, di antara jenis-jenis Barong tersebut yang
paling sering menjadi suguhan wisata adalah Barong Ket, atau Barong Keket yang
memiliki kostum dan tarian cukup lengkap.
Kostum Barong Ket umumnya menggambarkan perpaduan antara singa, harimau,
dan lembu.Di badannya dihiasi dengan ornamen dari kulit, potongan-potongan kaca
cermin, dan juga dilengkapi bulu-bulu dari serat daun pandan. Barong ini dimainkan
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
546 Kepariwisataan Provinsi Bali
oleh dua penari (juru saluk/juru bapang): satu penari mengambil posisi di depan
memainkan gerak kepala dan kaki depan Barong, sementara penari kedua berada di
belakang memainkan kaki belakang dan ekor Barong.
Secara sekilas, Barong Ket tidak jauh berbeda dengan Barongsai yang biasa
dipertunjukkan oleh masyarakat Cina.Hanya saja, cerita yang dimainkan dalam
pertunjukan ini berbeda, yaitu cerita pertarungan antara Barong dan Rangda yang
dilengkapi dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Kera (sahabat Barong), Dewi Kunti,
Sadewa (anak Dewi Kunti), serta para pengikut Rangda.
c. Ngaben
Pulau Bali yang juga
dikenal sebagai “Pulau
Seribu Pura” memiliki
ritual khusus dalam
memperlakukan
leluhur atau sanak
saudara yang telah
meninggal. Apabila di
tempat lain orang
yang meninggal
umumnya dikubur,
tidak demikian
dengan masyarakat
Hindu Bali. Sebagaimana penganut Hindu di India, mereka akan menyelenggarakan
upacara kremasi yang disebut Ngaben, yaitu ritual pembakaran mayat sebagai
simbol penyucian roh orang yang meninggal.
Dalam kepercayaan Hindu, jasad manusia terdiri dari badan kasar (fisik) dan badan
alus (roh atau atma). Badan kasar tersebut dibentuk oleh 5 unsur yg disebut Panca
Maha Bhuta, yang terdiri dari pertiwi (tanah), apah (air), teja (api), bayu (angin),
serta akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia yang
kemudian digerakkan oleh roh.Ketika seseorang meninggal, yang mati sebetulnya
hanyalah jasad kasarnya saja, sementara rohnya tidak.Oleh sebab itu, untuk
menyucikan roh tersebut diperlukan Upacara Ngaben untuk memisahkan antara
jasad kasar dan roh tersebut.
Tentang asal kata Ngaben sendiri ada tiga pendapat. Ada yang mengatakan berasal
dari kata beya yang artinya bekal, ada yang merunutnya dari kata ngabu atau
menjadi abu, dan ada juga yang mengaitkannya dengan kata ngapen yaitu penyucian
dengan menggunakan api. Dalam agama Hindu, dewa pencipta atau Dewa Brahma
juga dikenal sebagai dewa api. Oleh sebab itu, Upacara Ngaben juga dapat dilihat
sebagai upaya membakar kotoran berupa jasad kasar yang melekat pada roh
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
547 Kepariwisataan Provinsi Bali
(disebut pralina atau meleburkan jasad), serta mengembalikan roh kepada Sang
Penciptanya.
Bagi masyarakat Bali, Upacara Ngaben merupakan momen bahagia.Sebab dengan
melaksanakan Ngaben, anak-anak atau orang tua telah melaksanakan kewajibannya
sebagai anggota keluarga.Bagi anak-anak yang telah dewasa, Upacara Ngaben
dianggap sebagai salah satu bentuk terima kasih kepada orang tuanya yang
meninggal.Oleh sebab itu, bagi sanak keluarga yang ditinggalkan, Upacara Ngaben
disambut dengan suka cita, jauh dari isak tangis. Sebab mereka percaya, isak tangis
hanya akan menghambat perjalanan roh menuju nirwana.
Namun, tidak semua orang yang meninggal dapat langsung di-aben.Ada juga yang
dikubur terlebih dahulu karena alasan belum memiliki cukup biaya.Upacara ini
memang membutuhkan biaya yang cukup besar (mulai dari puluhan hingga ratusan
juta rupiah) karena pelaksanaannya memerlukan berbagai perangkat upacara
(upakara).Oleh sebab itu, Upacara Ngaben boleh dilaksanakan beberapa tahun
setelah seorang sanak keluarga meninggal.Bahkan untuk menghemat biaya, Ngaben
juga bisa dilaksanakan secara massal.
Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan untuk orang yang meninggal dan ada
jenazahnya. Untuk orang yang jasadnya tidak ditemukan atau susah dikenali,
misalnya karena kecelakaan pesawat, terseret arus laut, tertimpa musibah
kebakaran, atau menjadi korban pemboman (seperti kasus Bom Bali I dan II), pihak
keluarga tetap dapat melaksanakan Ngaben dengan cara mengambil tanah lokasi
meninggalnya untuk dibakar. Sementara untuk bayi di bawah usia 42 hari atau bayi
yang belum tanggal giginya jenazahnya harus dikubur. Apabila tetap ingin di-aben,
maka dapat dilakukan dengan mengikuti Upacara Ngaben salah seorang anggota
keluarga yang juga meninggal.Selain di Pulau Bali, Upacara Ngaben juga
dilaksanakan oleh para penganut Hindu di beberapa tempat, seperti di Banyuwangi,
Lombok, Jakarta, bahkan oleh para transmigran dari Bali di Lampung.
d. Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana
Bangsa Amerika boleh bangga
memiliki Patung Liberty yang tinggi
patung dan landasannya mencapai
92 meter itu (tinggi patung sekitar
46 meter dan fondasinya sekitar 46
meter).Namun, tak lama lagi
Indonesia bakal mengungguli
simbol “kemerdekaan” Amerika
tersebut.Ya, sebuah megaproyek
patung besar yang sebagian
hasilnya sudah bisa dinikmati saat
ini sedang dibangun di Bali,
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
548 Kepariwisataan Provinsi Bali
tepatnya di Bukit Ungasan, Jimbaran, Bali.
Proyek prestisius ini diberi nama Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana. Dari
namanya, nampak bahwa yang akan dibangun adalah taman dengan monumen
Dewa Wisnu yang sedang mengendarai burung Garuda dengan warna keemasan
(kencana = emas). Dewa Wisnu sendiri adalah simbol pemelihara alam semesta,
sementara burung Garuda adalah perlambang bagi kebebasan, kesetiaan, serta
pengabdian tanpa pamrih.
Rencananya, patung Dewa Wisnu yang mengendarai Garuda tersebut dibangun
dengan ketinggian 75 meter, dengan fondasi setinggi 70 meter. Sayap burung
Garuda tersebut juga akan membentang selebar 66 meter. Bahan utama pembuatan
patung adalah tembaga dan kuningan dengan berat keseluruhan sekitar 4.000 ton.
Kelak, jika proyek ini rampung, monumen Garuda Wisnu Kencana akan berdiri
setinggi + 145 meter melampaui ketinggian Patung Liberty dan dapat disaksikan dari
radius hingga 20 kilometer. Garuda Wisnu Kencana (GWK) ini memang direncanakan
menjadi ikon bagi pariwisata Bali.
Saat ini, wisatawan sudah bisa menikmati Taman Budaya GWK ini.Patung Dewa
Wisnu yang tegak setengah badan (tanpa tangan), serta kepala burung Garuda telah
menjadi tontonan ribuan wisatawan setiap bulannya.Areal GWK sendiri merupakan
bukit kapur cadas dengan luas sekitar 200 hektar.Sebelumnya, kawasan bernama
Bukit Ungasan ini adalah bukit tandus yang tak banyak dikenal karena tak memiliki
pesona wisata apapun.Namun, setelah monumen megah ini mulai dibangun,
kawasan ini mulai berkembang dan makin diperhitungkan.
Patung mahabesar ini memang dirancang khusus oleh seorang pematung terkemuka
asal Tabanan Bali, I Nyoman Nuarta. Nyoman Nuarta adalah pematung lulusan
Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah melahirkan karya-karya monumental,
seperti Monumen Arjuna Wijaya dan Monumen Proklamator Indonesia di Jakarta,
serta Monumen Jalesveva Jayamahe di tepi pantai utara Surabaya.
549 Kepariwisataan Provinsi Bali
2. Wisata Minat Khusus
a. Desa Wisata Batubulan
Kabupaten Gianyar merupakan salah
satu daerah tujuan wisata di Pulau
Bali yang memiliki daya tarik kesenian
yang unik.Satu di antara sentra
kesenian di kabupaten ini terletak di
Desa Wisata Batubulan yang
mempunyai pusat-pusat kesenian
patung dan ukiran yang cukup
kondang di kalangan turis domestik
maupun mancanegara.Desa wisata ini
juga dikenal sebagai tempat
penyelenggaraan berbagai seni
pertunjukan khas Bali, seperti Tari
Kecak, Tari Barong, serta Tari Legong.
Asal-muasal Batubulan, konon, bermula dari cerita Dewa Agung Kalesan, seorang
anak angkat Raja Badung yang setelah dewasa diberi kemurahan oleh Raja Badung
untuk mendirikan istana di tengah hutan. Bersama para pengikutnya, Dewa Agung
Kalesan kemudian berangkat menuju hutan di bagian timur Kerajaan
Badung.Sesampainya di perbatasan hutan, Dewa Agung Kalesan melihat sebuah
batu yang bercahaya seperti bulan.Tempat ini kemudian dinamakan batubulan, dan
di tempat tersebut Dewa Agung Kalesan membangun istananya.
Desa dengan luas sekitar 6.422 kilometer persegi ini merupakan desa yang unik
karena sebagian besar penduduknya memiliki keahlian membuat patung dan
ukiran.Kemampuan tersebut diwariskan secara turun temurun dan tetap
berkembang hingga sekarang.Oleh karena pesatnya keahlian penduduk desa ini,
maka di sepanjang jalan yang membelah Desa Batubulan terdapat berbagai galeri
dan toko kesenian (art shop) yang menjual karya seni maupun kerajinan.
Sebagai sebuah wilayah administratif, Desa Batubulan terbagi ke dalam tiga desa
adat, antara lain Desa Adat Tegaltamu, Desa Adat Jero Kuta, dan Desa Adat Dlod
Tukat.Tiap desa adat tersebut masih terbagi lagi ke dalam beberapa banjar (satuan
adat yang berfungsi untuk mengelola pertanian).Beberapa banjar, di samping
mengelola pertanian, juga memiliki kelebihan karena mampu menyajikan seni
pertunjukan yang diminati oleh wisatawan, misalnya Banjar Denjalan (di Desa Adat
Jero Kuta) dan Banjar Tegehe (di Desa Adat Dlod Tukat) yang mempertunjukkan Tari
Kecak, Barong, dan Legong.
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
550 Kepariwisataan Provinsi Bali
b. Taman Burung Bali
Pulau Dewata Bali memiliki
beragam destinasi wisata, mulai
dari obyek wisata alam seperti
Pantai Kuta, Gunung Agung, dan
Taman Nasional Bali Barat, wisata
sejarah dan budaya seperti Istana
Tampak Siring, Pura Taman Ayun,
hingga seni pertunjukan Tari Kecak
dan Tari Barong. Selain dapat
menikmati beragam obyek wisata
tersebut, ada baiknya wisatawan
juga menjajal keunikan atraksi
wisata di Taman Burung Bali atau yang juga dikenal dengan Bali Bird Park. Di tempat
ini, wisatawan akan menemukan ‘surga burung‘ di tengah hutan hujan tropis
buatan. Selain sebagai wahana rekreasi, lokasi ini juga cocok untuk kegiatan
penelitian dan pendidikan mengenai satwa unggas baik yang ada di Indonesia
maupun mancanegara.
Taman Burung Bali mulai dibuka pertama kali pada bulan Oktober 1995. Sejak saat
itu, taman burung ini terus berkembang hingga mencapai luas lahan sekitar 2 hektar.
Sejak awal, taman burung ini dibangun dengan konsep botanical garden untuk
tempat hidup dan berkembang aneka spesies unggas dari berbagai negara di dunia.
Oleh sebab itu, Taman Burung Bali juga termasuk dalam ketegori lembaga
konservasi yang bersifat ex-situ, yaitu ekosistem buatan yang dipilih dan dibangun
untuk tujuan konservasi hewan di luar habitat aslinya.
Meski demikian, pengelola Taman Burung Bali tetap berusaha menciptakan
lingkungan buatan yang mirip dengan hutan hujan (rainforest) yang menyerupai
habitat asli unggas-unggas yang dipelihara dalam taman burung ini. Semula, areal
yang telah ‘disulap‘ menjadi hutan hujan tropis buatan ini adalah lahan persawahan.
Namun, berkat kecerdikan para perancangnya, lahan persawahan tersebut
kemudian ditata sedemikian rupa dengan berbagai macam tanaman tropis
(beberapa di antaranya adalah tanaman langka) dan dilengkapi dengan air terjun,
telaga, dan kolam ikan buatan sehingga para pengunjung seolah-olah sedang berada
di tengah hutan. Berbagai jenis tumbuh-tumbuhan tropis bahkan sengaja
didatangkan dari berbagai daerah di luar Bali.Selain tanaman tropis dari Indonesia,
koleksi tanaman juga didatangkan dari Australia, Afrika, dan Amerika Selatan. Salah
satu koleksi tanaman yang cukup terkenal adalah jenis tanaman blue bismarck palm
yang ditanam di sebelah kolam buatan.
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
551 Kepariwisataan Provinsi Bali
c. Desa Adat Penglipuran
Bali merupakan pulau yang
menyimpan berjuta
pesona keindahan.Selain
dikenal dengan julukan
Pulau Dewata dan Pulau
Seribu Pura karena
banyaknya rumah ibadah
Hindu (pura) di pulau
dengan bentang alam yang
elok ini, Bali juga sering
disebut sebagai pulau
sejuta simbol karena
beragamnya budaya serta
adat istiadat yang masih
melekat kuat pada masyarakat Bali. Keindahan panorama dan kultur masyarakat
yang ada membuat Bali menjadi tujuan wisata utama baik bagi wisatawan lokal
maupun mancanegara.
Keindahan alam yang dipadukan dengan unsur budaya lokal serta manajemen
wisata yang baik menjadikan Bali memperoleh banyak pernghargaan di bidang
pariwisata. Beberapa penghargaan yang sempat diperoleh pada tahun 2009 antara
lain penghargaan sebagai “The Best Exotic Destination” dari Luxury Travel Magazine,
London, Inggris, “The Best Island” se-Asia Pasifik dari majalah DestinAsia yang
berbasis di Hongkong, dan penghargaan ‘The Best Spa in The World” dari Majalah
Senses Wellnes.
Selain terkenal dengan pantainya yang menawan, Bali ternyata memiliki obyek
wisata yang menyajikan pesona budaya penduduk lokal dan aktivitas keseharian
mereka.Obyek tersebut adalah Desa Adat Penglipuran. Desa Penglipuran yang telah
didaulat menjadi desa adat sejak tahun 1992 ini merupakan kawasan perdesaan di
Bali yang memiliki tatanan teratur baik secara fisik maupun struktur pemerintahan
desa, serta tidak lepas dari nilai-nilai budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat.
Meskipun daerah ini merupakan desa adat yang masih memegang teguh tradisi Bali,
Anda jangan membayangkan bahwa penghuninya adalah sekelompok masyarakat
primitif yang buta teknologi.Anak-anak muda di desa ini hampir semuanya
mengenyam pendidikan, bahkan banyak di antaranya yang melanjutkan hingga
jenjang perguruan tinggi.Walau begitu, anak-anak muda tersebut tidak malu dan
tetap bangga melestarikan budayanya.
Nama Penglipuran sendiri memiliki beberapa arti.Ada yang mengatakan bahwa
Penglipuran berasal dari kata dasar eling yang artinya “ingat”, serta pura yang
artinya “tanah leluhur”.Jadi, Penglipuran diartikan sebagai “mengingat tanah
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
552 Kepariwisataan Provinsi Bali
leluhur”.Arti yang kedua adalah penglipur atau penghibur.Selain itu, ada juga makna
lain, yakni relaksasi.Hal ini dikarenakan sejak zaman kerajaan di Bali, Desa
penglipuran sudah menjadi tempat peristirahatan.
Desa Penglipuran Tampak Semarak Menyambut Perayaan Keagamaan
Sumber Foto: http://kemoning.info
Desa Adat Penglipuran terletak di kaki Gunung Batur pada ketinggian 700 meter
dpl.Karena itu, Desa Penglipuran memiliki udara yang sejuk.Di desa ini terdapat
awig-awig (peraturan) tentang kebersihan, sistem pembuangan limbah, dan juga
pertamanan.Oleh karena itu, Desa Penglipuran menjadi desa yang sangat bersih dan
nyaman.Jalan utama yang membujur dari utara ke selatan tidak terbuat dari aspal,
melainkan dari batuan gunung yang dimodifikasi menjadi paving atau batu conblock.
Rumah-rumah penduduk Penglipuran semuanya berupa rumah adat Bali yang
terbagi menjadi dua bagian, yaitu barat dan timur. Semua rumah memiliki bentuk
bagian depan yang sama. Bagian ini terbuat dari bahan tanah untuk tembok dan
bambu untuk bagian atap.Bagian depan rumah memiliki angkul-angkul atau pintu
gerbang yang difungsikan sebagai bangunan penjaga. Pada hari-hari suci
keagamaan, bagian ini akan menjadi tempat sesajen dan digunakan sebagai tempat
bersembahyang.
553 Kepariwisataan Provinsi Bali
d. Pasar Seni Sukawati
Setiap kali berkunjung ke suatu
kota yang baru, salah satu
tempat yang wajib dikunjungi
adalah kios suvenir atau toko
cenderamata. Bagi Anda yang
hanya memiliki sedikit waktu,
tentu saja mengunjungi souvenir
shop yang ada di hotel bisa
menjadi pilihan, meskipun
harganya relatif lebih mahal jika
dibandingkan dengan harga di
luar. Namun, tentu saja hal itu tidak akan memberikan kesan tersendiri
dibandingkan saat Anda mengunjung pasar tradisional untuk berburu barang-barang
murah.
Mengunjungi pasar tradisional maupun pasar seni tentu saja akan lebih
menyenangkan dan memberikan banyak pilihan untuk Anda. Di Yogyakarta, Anda
telah mengenal kawasan Malioboro dan Pasar Beringharjo sebagai pusat belanja
suvenir khas dengan harga yang relatif miring. Selain itu, ada juga Pasar Seni
Gabusan yang menyediakan berbagai macam kerajinan yang unik dan menarik.Tak
hanya Jogja, di Bali pun ada pasar tradisional yang menyediakan berbagai kerajinan
khas yang dapat Anda jadikan sebagai oleh-oleh untuk sanak kerabat di rumah.Pusat
perbelanjaan tersebut adalah Pasar Seni Sukawati.
Presiden SBY dan Ibu Ani Saat Berkunjung ke Pasar Seni Sukawati
Sumber: http://www.presidenri.go.id
Pasar Seni Sukawati merupakan pasar tradisional yang ada di Desa Sukawati.Pasar
ini sudah ada sejak tahun 1980-an, namun untuk waktu pastinya tidak
Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
554 Kepariwisataan Provinsi Bali
diketahui.Seiring berjalannya waktu, Pasar Seni Sukawati mengalami perkembangan
yang pesat.Saat ini, Pasar Sukawati menjadi pusat penjualan oleh-oleh dan suvenir
khas Bali serta menjadi salah satu ikon obyek wisata Bali.Wisatawan yang
berkunjung ke Bali rata-rata selalu menyempatkan diri untuk mampir ke Pasar Seni
Sukawati. Oleh karena itu, wisatawan yang baru saja pulang dari Bali seringkali
berujar ke rekan-rekannya yang lain, “Jika berlibur ke Bali, jangan lupa mampir ke
Pasar Sukawati”.
e. Desa Trunyan
Nama dari Desa Terunyan berasal
dari kata “Taru dan Menyan”,
pohon berbau harum yang tumbuh
di desa itu, orang-orang disana
percaya bahwa pohon itu sangat
penting. Mayat orang yang
meninggal diletakkan di atas
kuburan terbuka di bawah pohon
tersebut dengan wajah terbuka
dengan hanya memakai kain putih
dan “ancak saji”.Cara penguburan
ini disebut “Mepasah”.
Desa Terunyan sebagai bagian dari kecamatan Kintamani terletak di tepi Danau
Batur atau di Kaki sebelah Barat dai Gunung Abang. Penduduk desa ini adalah
keturunan asli bali Age. Dengan aspek kebudayaan yang unik, desa ini dapat dicapai
dengan boat dari desa Kedisan, menyeberangi Danau Batur selama ± 30 menit.
f. Ubud
Ubud adalah sebuah tempat
peristirahatan di daerah kabupaten
Gianyar, pulau Bali,
Indonesia.Ubud terutama terkenal
di antara para wisatawan
mancanegara karena lokasi ini
terletak di antara sawah dan hutan
yang terletak di antara jurang-
jurang gunung yang membuat alam
sangat indah. Selain itu Ubud
dikenal karena seni dan budaya
yang berkembang sangat pesat
dan maju. Denyut nadi kehidupan masyarakat Ubud tidak bisa dilepaskan dari
kesenian. Di sini banyak pula terdapat galeri-galeri seni, serta arena pertunjukan
musik dan tari yang digelar setiap malam secara bergantian di segala penjuru desa.
Sumber Gambar : http://www.arthazone.com
Sumber Gambar : http://tradisi.blogsome.com
555 Kepariwisataan Provinsi Bali
Sudah sejak tahun 1930-an, Ubud terkenal di antara wisatawan barat. Kala itu
pelukis Jerman; Walter Spies dan pelukis Belanda; Rudolf Bonnet menetap di sana.
Mereka dibantu oleh Cokorda Gede Agung Sukawati, dari Puri Agung Ubud.
Sekarang karya mereka bisa dilihat di Museum Puri Lukisan, Ubud.Daftar isi
Ubud memiliki kawasan wisata yang sangat beragam, dari wisata wana hingga
wisata tirta tersebar di kawasan Ubud, diantaranya adalah:
• Museum Rudana
Museum Rudana merupakan museum seni yang berlokasi di Ubud, Bali,
yang didirikan oleh Nyoman Rudana, seorang kolektor lukisan yang juga
duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili Propinsi
Bali periode 2004 2009 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto tanggal 26
Desember 1995. Museum ini menyimpan lebih dari 400 buah lukisan dan
patung hasil karya para seniman, baik dari Bali, seniman Indonesia di luar
Bali maupun karya para seniman asing yang menjadikan Bali sebagai
tempatnya berkarya. Berada dalam satu kompleks, berdiri Rudana Fine Art
Gallery yang didirikan pada tahun 1978 dan merupakan cikal bakal
berdirinya Museum Rudana.
• Museum Puri Lukisan
Adalah sebuah museum seni rupa pertama, yang dikelola oleh swasta, di
Bali.Diprakarsai oleh Cokorda Gede Agung Sukawati, I Gusti Nyoman Lempad
serta seniman asing yang menetap di Ubud, Rudolf Bonnet. Berdiri pada 31
Januari 1956 dibawah naungan Yayasan Ratna Warta, dan di buka secara
resmi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Yamin.
Di museum ini bisa dinikmati perkembangan seni rupa di Ubud, baik seni
lukis maupun seni pahat. Beberapa karya dari para seniman asing yang
berkarya di Ubud seperti: Rudolf Bonnet, Walter Spies, Arie Smit serta
maestro lokal seperti I Gusti Nyoman Lempad, I Gusti Made Deblog, Ida
Bagus Made dan yang lainnya. Termasuk juga karya seni rupa pada masa
Pita Maha.
• Puri Agung Ubud
Puri Agung Ubud terletak tepat di jantung kota Ubud. Merupakan pusat
pemerintahan Kerajaan Ubud pada zaman dahulu, serta sebagai pusat
kegiatan seni budaya dan adat, yang diadakan di tepat di depan puri. Puri
Ubud masih memiliki tata ruang dan bangunan yang dipertahankan seperti
aslinya. Di halaman depan, setelah pintu gerbang, terdapat area yang
disebut Ancak Saji. Disini seminggu sekali diadakan pertunjukan seni tari,
bagi wisatawan.Dan setiap hari, dilaksanakan latihan gamelan dari berbagai
kelompok seni musik yang ada di Ubud.Semua aktivitas seni semakin
mengentalkan suasana Ubud sebagai sebuah desa yang berwawasan
kesenian.
556 Kepariwisataan Provinsi Bali
• Wanara Wana
Wanara Wana atau Hutan Kera, (lebih dikenal dengan Monkey Forest)
adalah kawasan hutan sakral yang terdapat di kawasan Ubud, tepatnya
masuk ke dalam wilayah desa adat Padangtegal, Ubud.Di hutan ini terdapat
sekawanan kera yang jumlahnya ratusan, yang telah menghuni kawasan ini
selama ratusan tahun.Di kawasan ini terdapat pula Pura Dalem Padangtegal,
yang didirikan pada awal abad ke-20.Pura tersebut memiliki arsitektur serta
ornamen yang sangat kuno dan artistik. Anda juga bisa mencari mata air suci
di bawah Patung Komodo yg tersembunyi, yg mana bila diminum, dipecaya
dapat menyembuhkan segala jenis penyakit.
• Arung Jeram
Di wilayah barat Ubud, terdapat Tukad (Kali) Ayung. Di sungai ini banyak
aktivitas wisata tirta, di antaranya adalah arung jeram dan
berkayak.Terdapat beberapa jasa wisata tirta yang menawarkan layanan
ini.Selain wisata tirta, di sepanjang tebing Tukad Ayung juga memiliki
pemandangan alam yang memikat, dan terdapat puluhan hotel berbintang.
(sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Ubud)
a. Desa Tenganan
Di sebuah lembah bukit terdapat sebuah desa yang masih meninggalkan sebuah
tradisi dan sistem sosial budaya Bali Kuno atau Bali Aga peninggalan sebelum jaman
majapahit yang di kenal dengan Bali Arya.
Desa Adat Tenganan
Pegringsingan yang terletak
di Kabupaten Karang Asem
Kecamatan Manggis, sangat
terkenal dengan tradisi
budayanya yang unik,
masyarakatnya masih
menganut system sosial
budaya Bali Kuno atau
dikenal dengan Bali Aga,
walaupun yang aku liat saat
ini masyarakat Desa
Tenganan Pegringsingan
sudah sedikit berubah,
dapat dilihat dari letak tata ruang dan bentuk dari bangunan Desa Tenganan
Pegringsingan, tetapi Desa Tenganan Pegringsingan masih meninggalkan bekas-
bekas kekunoan yang masih sangat melekat.
Sumber Gambar : http://kronenbali.files.wordpress.com
557 Kepariwisataan Provinsi Bali
Kemungkinan besar semua
perubahan yang terjadi dari
dampak eksploitasi wisata Bali
sendiri, secara tidak sadar Desa
Tenganan Pegringsingan yang
dahulunya hanya memetingkan
kepentingan Sipiritual semata
saat ini mulai bergeser kearah
kepentingan Komersial, seperti
perluasan perkarangan depan
kearah belakang yang di gunakan
untuk berjualan barang-barang
kerajinan dan juga terlihat dari
perubahan unit-unit bangunan baru yang yang sedikit menghilangkan bentuk klasik
atau kuno, dan cenderung mulai menganut bentuk bangunan modern.
Tetapi Desa Tenganan Pegringsingan tetap menjadi salah satu peninggalan tradisi
dan budaya Bali kuno, jika kamu ingin melihat dan menikmati tradisi budaya yang
unik, Desa Tenganan Pegringsingan sangat bagus di jadikan salah satu tempat tujuan
wisatamu.
Sumber Gambar : http://photos.igougo.com