Kerangka Acuan Forum Antikorupsi Indonesia Ke-5
“Bersama Lawan Korupsi!”
A. Latar belakang
Korupsi dalam pandangan Ilmu Politik merupakan hasil dari ketidakseimbangan
antara proses perolehan posisi dalam kekuasaan politik, hak-hak yang terkait posisi-
posisi kekuasaan politik, dan hak-hak warga negara untuk mengawasi penggunaan
kekuasaan politik tersebut. 1 Kekuasaan mengarah pada timbulnya godaan untuk
penyalahgunaan kekuasaan. Ketika penyalahgunaan tersebut tidak diawasi dengan
baik oleh lembaga yang mewakili hak-hak warga negara, korupsi merupakan hasil
akhir.
Indonesia mengalami penurunan peringkat sebagai negara bersih korupsi sejak 1999.
Pada tahun 2000, pemeringkatan global yang dilakukan Transparency International
melalui Corruption Perception Index atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) menempatkan
Indonesia di posisi 85 bersama Angola. IPK Indonesia semakin terpuruk sampai
dengan 137 pada tahun 2005. Titik balik harapan adanya perbaikan peringkat
Indonesia sebagai negara yang lebih bersih dari korupsi terjadi pada tahun 2006.
Praktis sejak 2008 sampai dengan 2015, pemeringkatan Indonesia melalui Indeks
Persepsi Korupsi terus mengalami peningkatan. IPK Indonesia pada 2015
menunjukkan skor 36 dan menempati urutan 88 dari 168 negara yang diukur. Skor
Indonesia secara pelan naik 2 poin, dan peringkat melesat 19 angka dari tahun
sebelumnya (posisi 107 ke 88). Skor IPK berada pada rentang 0-100. Angka 0 berarti
negara dipersepikan sangat korup, sementara skor 100 berarti dipersepsikan sangat
bersih.2
Peringkat Regional
Peringkat Global
Negara Nilai Keterangan
2 8 Singapore 85 Ranking Turun, Nilai turun
9 54 Malaysia 50 Ranking Turun, Nilai turun
11 76 Thailand 38 Ranking turun, Nilai tetap
15 88 Indonesia 36 Ranking Naik, Nilai Naik
16 95 Philippines 35 Ranking Turun, Nilai Turun
17 112 Vietnam 31 Ranking Naik, Nilai Tetap
24 147 Myanmar 22 Ranking Turun, Nilai Naik
Tabel 1: Peringkat dan Nilai Corruption Perception Index 2015
1 Arvind K. Jain, “Power, Politics and Corruption” dalam The Political Economy of Corruption,
(New York: Routledge, 2001), hlm 3-4 2“Corruption Perception Index 2015: Perbaiki Penegakan Hukum, Perkuat KPK, Benahi Layanan
Publik” diakses dari http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/corruption-perceptions-index-2015
Data United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada April 2014
menunjukkan: 140 negara dan 177 organisasi seduniatelah meratifikasi dan
menyepakati bahwa korupsi adalah musuh bersama untuk diperangi dan tidak
mendapatkan tempat dalam sistem politik dan ekonomi apapun. 3 Komitmen
Pemerintah Indonesia untuk memberantas korupsi bersama-sama Negara-negara di
dunia dibuktikan dengan meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption, UNCAC 2003)
melalui Undang-Undang No. 7 tahun 2006.
Sebagai negara peratifikasi, Indonesia wajib mengimplementasikan ketentuan
UNCAC secara penuh. Pada pelaksanaannya, upaya Indonesia dalam melaksanakan
ketentuan-ketentuan UNCAC terus dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain
menyelaraskan regulasi terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan
ketentuan yang tertuang dalam UNCAC. Hasil gap analysis yang dilakukan oleh KPK
menunjukkan bahwa, sejumlah ketentuan UNCAC belum sepenuhnya diadopsi oleh
Indonesia.4
Ketentuan baru pasca-ratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Anti-
korupsi (United Nations Conventions Against Corruption/ UNCAC) tahun 2003 telah
diratifikasi dengan Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2006. Enam tahun kemudian pada
2012, Pemerintah Indonesia menetapkan Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) melalui Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012
tentang Stranas PPK Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun
2012-2014.
Strategi yang tertuang dalam Stranas PPK mengacu pada strategi-strategi yang
ditetapkan dalam ketentuan UNCAC, meliputi enam strategi yaitu: (1) pencegahan,
(2) penegakan hukum, (3) harmonisasi peraturan perundang-undangan, (4)
kerjasama internasional dan penyelamatan aset hasil tindak pidana korupsi, (5)
pendidikan dan budaya anti-korupsi, dan (6) mekanisme pelaporan. Di samping
strategi, terdapat tiga indikator hasil utama (key result indicators) Stranas PPK, yaitu:
(1) Indeks Persepsi Korupsi (IPK), (2) kesesuaian regulasi Indonesia dengan ketentuan
UNCAC, dan (3) Indeks Sistem Integritas Nasional (SIN).
Berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang sejalan dengan
UNCAC telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Beberapa kebijakan dihasilkan
terkait upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, yaitu: (1) Inpres No. 5 Tahun
2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; (2) Inpres No. 9 Tahun 2011
tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011; (3)
3 Diakses dari http://www.unodc.rg/unodc/treaties/CAC/signatories.html
4 KPK, Gap Analysis Indonesia terhadap UNCAC, diakses dari http://acch.kpk.go.id/gap-analysis-indonesia-terhadap-uncac
Inpres No. 17 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Tahun 2012; (4) Perpres No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan
Jangka Menengah Tahun 2012-2014; (5) Inpres No. 1 Tahun 2013 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013; (6) Inpres No. 2 Tahun 2014
tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014; (7) Inpres No. 7
Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015 dan
Inpres No. 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Tahun 2016-2017.5
Penguatan Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Upaya mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia juga perlu didorong oleh
peran serta masyarakat secara terbuka dan partisipatif. Penegakan hukum dan
intervensi perbaikan sistem politik tidak akan bermakna tanpa social enforcement
yang melibatkan masyarakat. Agenda peningkatan kesadaran publik terkait
keberadaan, penyebab dan keseriusan serta ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi
pun mendesak dilakukan.
Penguatan partisipasi masyarakat dilaksanakan antara lain dengan upaya 6 : (1)
Peningkatan transparansi dan kontribusi publik dalam pengambilan keputusan; (2)
Memastikan publik memiliki akses terhadap informasi dengan efektif; (3)
Pelaksanaan pelayanan informasi masyarakat yang berkontribusi terhadap sikap
antikorupsi sebagaimana program pendidikan masyarakat termasuk kurikulum
sekolah dan universitas; (4) Menghormati, mempromosikan dan melindungi
kebebasan mencari, menerima, mengumumkan dan menyebarluaskan informasi
terkait korupsi. Kebebasan dimaksudkan adalah sesuai batasan peraturan
perundang-undangan (terkait atas hak dan nama baik orang lain serta demi
perlindungan keamanan nasional/ketertiban umum, kesehatan atau moralitas
masyarakat).
Salah satu forum multipihak yang telah digagas oleh masyarakat sipil bersama
pemerintah adalah Indonesia Anti-Corruption Forum atau IACF. Forum ini menjadi
ruang untuk mempertemukan dan mengkonsolidasikan peran masyarakat sipil di
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. IACF telah dimulai sejak 2010
dengan melibatkan pemerintah, penegak hukum, lembaga pendidikan, media, sektor
swasta dan organisasi masyarakat sipil.
5 Inpres terbaru yang diluncurkan pada 2016 t merupakan upaya transisi sebelum Revisi
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Stranas PPK Jangka Panjang (2012-2025) dan Jangka Menengah 2012-2014
6 “Peran KPK dalam Indonesia Anti-Corruption Forum”, diakses dari http://acch.kpk.go.id/tema/-/blogs/peran-kpk-dalam-indonesia-anti-corruption-forum
IACF I (Pertama) diselenggarakan di Jakarta pada Desember 2010. Pada forum
pertama tersebut mekanisme koordinasi dibangun antar-multipihak untuk
memfasilitasi kerjasama pencegahan korupsi sekaligus mempercepat implementasi
Strategi Antikorupsi Nasional. Forum dihadiri 61 peserta yang mendiskusikan
prioritas inti pelaksanaan dari strategi nasional pemberantasan korupsi.
IACF II (Kedua) pada Juni 2011 dimaksudkan untuk memfokuskan kerja-kerja
multipihak dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Forum kedua tersebut
diharapkan tidak sekadar seremonial tetapi juga sebagai forum kerjasama
antikorupsi multipihak. Beberapa rekomendasi dihasilkan dalam forum anti-korupsi
kedua tersebut, di antaranya: dukungan kepada KPK, gagasan/terobosan baru dalam
pemberantasan korupsi, serta memperjelas sistem reward and punishment dalam
pemberantasn korupsi.
IACF III (Ketiga) dilaksanakan pada Juli 2012 di Jakarta dengan dihadiri pejabat
kementerian&lembaga, perwakilan pemerintah daerah, pegiat anti-korupsi dalam
berbagai kelompok masyarakat sipil (LSM, OMS, perguruan tinggi, jurnalis, dan
asosiasi profesi). Kerjasama multipihak yang dikawal sebagai hasil IACF III adalah
mendorong implementasi Stranas PPK di tingkat nasional dan daerah.
IACF IV (Keempat) diselenggarakan pada Juni 2014 di tengah momentum politik
elektoral di tingkat nasional. Forum anti-korupsi keempat tersebut menjadi penanda
penting pelibatan kelompok-kelompok masyarakat sipil yang lebih terkonsolidasi.
Beberapa poin hasil forum tersebut menitikberatkan ada sejumlah evaluasi Program
Stranas PPK –baik itu dalam segi proses, implementasi, dan koordinasi. Evaluasi
penting lainnya adalah belum dihasilkannya Sistem Integritas Nasional oleh
pemerintah, padahal Pemilu 2014 merupakan kontestasi politik yang amat besar
membutuhkan komitmen politik peserta, pemilih, dan penyelenggara Pemilu dalam
mewujudkan Pemilu yang bersih dan berintegritas.
IACF V: Bersama Lawan Korupsi!
Salah satu hasil evaluasi yang muncul dalam IACF IV tahun 2014 lalu adalah pelibatan
masyarakat sipil –baik di tingkat pusat maupun daerah, yang masih terbilang minim
bahkan tidak ada dalam implementasi Stranas PPK. Padahal, sukses pencegahan dan
pemberantasan korupsi hanya dimungkinkan jika gerakan dan peran serta
masyarakat besar dan terkonsolidasi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa skema penyusunan Aksi PPK tahunan sebagai bentuk
implementasi Stranas PPK masih bersifat top-down, alih-alih partisipatif. Hasil kajian
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Monitoring dan Evaluasi Stranas PPK menilai bahwa
belum ada akses yang terbuka kepada berbagai kelompok masyarakat sipil untuk
turut terlibat baik dalam penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
Forum Anti-Korupsi Indonesia yang akan diselenggarakan pada November 2016
menjadi momentum penting bagi konsolidasi masyarakat sipil bersama dengan
pemerintah, sektor swasta, media serta aktor strategis lainnya dalam mendorong
perbaikan tersebut.
IACF V (Kelima) juga akan menjadi forum perdana anti-korupsi multipihak yang
dilakukan pada masa Pemerintahan Jokowi-JK. Sebagai tindak-lanjut proses dan hasil
dari IACF IV (Keempat) dalam mendorong pelibatan masyarakat sipil serta seluruh
komponen multipihak dalam kerjasama mendorong pencegahan dan
pemberantasan korupsi melalui Stranas PPK, maka IACF V sangat urgen dan strategis
untuk dilaksanakan.
B. Tujuan & Target Kegiatan
Secara umum, kegiatan IACF V memiliki tujuan untuk:
a. Memfasilitasi ruang diskusi dan refleksi terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi
b. Mendorong keterlibatan publik secara luas dan partisipatif dalam proses penyusunan Rencana Aksi PPK Tahunan di tingkat nasional dan daerah.
c. Memfasilitasi keterlibatan multipihak dalam merumuskan isu-isu strategis dan sektor prioritas yang diidentifikasi rawan korupsi
d. Mendorong keterlibatan multi-pihak dalam proses implementasi, monitoring dan evaluasi Stranas PPK
e. Mengawal dan mempersiapkan keterlibatan multi-pihak dalam penguatan dan pemantauan implementasi UNCAC.
Sedangkan target IACF V dirancang dan dilaksanakan untuk menghasilkan:
a. Rekomendasi dari konsolidasi berkaitan dengan target pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama Pemerintahan Jokowi-JK.
b. Komitmen dan resolusi bersama multipihak untuk mendorong terobosan-terobosan baru dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
c. Komitmen dan resolusi bersama multipihak untuk mendorong peningkatan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia.
C. Topik Bahasan Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam IACF V ini berisi serangkaian diskusi tematik
yang membahas mengenai pengentasan tindak pidana korupsi di berbagai sektor
publik. Diskusi diklasifikasikan menjadi 3 kelompok topik bahasan utama, dimana
pada tiap-tiap topik bahasan utama, terdapat tema-tema diskusi yang spesifik. Ketiga
topik bahasan utama tersebut adalah: (1) Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi
[Strategi Penindakan, Strategi Pencegahan, Strategi Antisipasi]; (2) Diskusi Tematik
[Korupsi dalam Sektor Politik, Korupsi sektor Peradilan, Pengadaan Barang & Jasa
serta Pelayanan Infrastruktur, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, Integrasi
dan Integritas Satu Data untuk Pencegahan Korupsi]; (3) Tema Khusus [UNCAC,
Reformasi dan Integritas sektor Pelabuhan, Korupsi Sektor Pendidikan dan
Kesehatan].
Berikut gambaran singkat topik bahasan utama dan tema dalam IACF V tersebut:
1. Arah Pelaksanaan Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi Berdasarkan kajian Revisi Perpres tentang Strategi Nasinal Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi, terdapat tiga kategori Aksi yang meliputi:
a. Penindakan Penindakan didefinisikan sebagai “aksi/tindakan” yang dilakukan sebagai reaksi atas terjadinya suatu tindakan korupsi tertentu. Tujuannya adalah untuk menuntaskan kasus tipikor secara konsisten dan sesuai hukum positif yang berlaku demi memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang berkeadilan dan transparan. Maraknya kasus korupsi yang diungkap selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa masyarakat mengharapkan proses penegakan hukum yang optimal. Untuk itu penguatan lembaga-lembaga penegak hukum, termasuk penguatan kapasitas SDM penegak hukum serta pengaturan regulasi nasional terkait upaya pemberantasan korupsi harus menjadi perhatian serius.
b. Pencegahan Pencegahan merupakan suatu usaha/upaya usaha untuk mencegah terjadinya suatu tindakan korupsi tertentu. Upaya ini sangat luas dan harus dilakukan oleh semua komponen bangsa karena bertujuan untuk mempersempit peluang terjadinya tipikor pada tata kepemerintahan dan masyarakat.
c. Antisipasi Upaya antisipasi adalah usaha persiapan atau mengantisipasi kemungkinan terjadinya suatu tindakan korupsi di masa datang. Upaya antisipasi ini dilakukan melalui proses pendidikan dan membangun budaya anti korupsi yang bertujuan untuk memperkuat setiap individu dalam mengambil keputusan yang etis dan berintegritas, sekaligus untuk menciptakan budaya zero tolerance terhadap korupsi.
2. Diskusi Tematik
Terdapat 5 isu yang akan dibahas dalam diskusi tematik yang dipilih menjadi isu
utama dalam IACF ke-5 ini. Isu ini merupakan isu yang juga di dalami pada pra-event
yang dilaksanakan di 5 kota di Indonesia. Isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Membangun sistem politik yang tidak rentan korupsi Setiap tahunnya, berbagai penindakan kasus korupsi yang ditangani oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah sepi dari keterlibatan para
politisi. Sebagai ilustrasi, dari sebanyak 63 kasus korupsi yang ditangani KPK
pada tahun 2015, sebanyak 19 pelaku memiliki latar belakang anggota DPR
dan DPRD. Jumlah ini paling tinggi diantara aktor-aktor lain yang diproses
sepanjang tahun lalu.
Keterlibatan aktor-aktor politik karena melakukan korupsi sesungguhnya
bukan isu baru di negara ini. Bahkan dalam sebuah kasus yakni suap Pemilihan
Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia-Miranda Goeltom, telah melibatkan
setidaknya 39 politisi DPR. Mereka kemudian dibui karena terbukti
melakukan tindak pidana korupsi dalam jabatannya.
Tidak terbantahkan, berbagai kasus korupsi yang melibatkan para politisi
menjadi ilustrasi betapa dekatnya jarak antara politik dan korupsi. Kekuasaan
politik yang dipegang oleh orang yang tanpa integritas, akan berujung pada
korupsi. Tentu permasalahan ini tidak hanya dipicu oleh perilaku individu-
individu yang tengah berkuasa saja. Permalahannya jauh lebih kompleks
karena berkelindan dengan sistem politik, sistem pemilu dan tata kelola
partai poltik yang buruk. Berbicara pemilu dan partai politik, keduanya
menjadi alat untuk mencapai kekuasaan. Partai politik merupakan kereta,
sementara pemilu merupakan jalur rel menuju kekuasaan itu sendiri. Partai
politik menjadi garbong untuk seseorang untuk menduduki jabatan tertentu
melalui mekanisme pemilu.
Namun yang terjadi justru anomali sebab semuanya berbiaya tinggi. Partai
dibajak oleh elit karena untuk menjalankannya butuh biaya tinggi. Negara
tidak hadir dalam memberikan subsidi/alokasi anggaran yang memadai.
Sehingga praktek jual-beli tiket pencalonan, semisal pemilihan kepala daerah
menjadi cerita musiman yang sering kita dengar. Dari data Kementerian
Dalam Negeri (2016), anggaran subdisi APBN kepada 10 partai politik
hanyalah sebesar 13 miliar rupiah. Jumlah ini alokasi dari nilai per-suara
sebesar 108 rupiah. Sementara kebutuhan tahunan partai politik berkisar 150
miliar sampai dengan 250 miliar setiap tahunnya.
Jumlah ini menyisakan tanda tanya, lalu dimana partai dan kader-kader
mendanainya? Inilah wilayah abut-abu yang tidak pernah tersentuh
reformasi selama ini. Sehingga celah masuknya illegal financing kepada partai
seolah terus dibuka lebar. Ilustrasi kondisi partai polititik di atas tidak jauh
berbeda dengan pemilu kita. Ledakan cost electoral dipicu karena tidak
terkontrolnya biaya politik karena media advertisement menjadi alat interaksi
antara kandidat dengan pemilih (Mietzner). Sehingga model ini menyedot
biaya yang sangat tinggi bagi kandidat.
Namun sistem pemilu kita seolah berkompromi atas masalah pendanaan
dalam pemilu. Hal ini tampak jelas dana kampaye dan audit pendanaan
menjadi pekerjaan kelas dua bagi penyelenggara pemilu. Padahal kedua isu
tersebut menjadi hal utama dalam membangun pemilu yang bersih. Alhasil,
persoalan kepartaian dan pemilu telah menciptakan lingkaran setan korupsi
politik. Keduanya menegasikan politik sebagai alat menyejahterakan
masyarakat, menjadi hanya alat untuk mencari kekuasaan dan harta. Muara
dari itu semua korupsi. Tidak dapat dipungkiri, keduanya harus dibenahi
karena akan berkorelasi lansung dengan pencegahan terjadinya korupsi.
Untuk membahas hal tersebut, Indonesia Anti Corruption Forum (IACF) akan
mengangkat tema pembenahan partai politik dan pemilu untuk mencegah
korupsi politik.
b. Korupsi di Sektor Peradilan Belakangan ini wajah lembaga peradilan di Indonesia seolah tercoreng. Rohadi, Panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang ditangkap karena diduga terlibat dalam upaya pengaturan vonis dalam kasus Saiful Jamil menujukkan korupnya lembaga peradilan kita. Bagaimana mungkin seorang Panitera Pengganti dapat mengatur vonis yang akan dijatuhkan Majelis Hakim dan komposisi Majelis Hakim itu sendiri? Bagaimana mungkin seorang Panitera Pengganti memiliki 18 mobil, Kapal Mewah, Rumah Sakit, Real Estate, dan berbagai aset berharga lainnya? Ironis, ketika lembaga peradilan di Indonesia yang seharusnya menjadi tempat mencari keadilan justru menjadi tempat yang paling korup. Survei Global Corruption Barometer pada tahun 2013 menunjukkan bahwa pengadilan merupakan lembaga paling korup ketiga setelah partai politik dan sektor pelayanan publik.
Catatan Koalisi Pemantau Peradilan per Oktober 2016 menunjukkan lebih dari 30 pegawai pengadilan, pejabat pengadilan, dan hakim yang telah ditangkap oleh KPK sejak KPK berdiri. Yang lebih menyedihkan adalah, diantara 30 orang tersebut terdapat hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi. Dan jumlah ini berpotensi terus bertambah seiring dengan pengembangan-pengembangan kasus yang dilakuka oleh KPK.
Pada tahun 2010 Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang berada di bawah UKP4 meluncurkan buku Peta Mafia Peradilan. Buku tersebut mencoba untuk memetakan modus-modus mafia peradilan yang kerap terjadi. Jika mengacu pada buku maka diketahui bahwa permasahalan korupsi di dunia peradilan sangat kompleks dan sistemik. Tidak hanya melibatkan Pengadilan, melainkan juga Kejaksaan, Kepolisian, hingga Lembaga Pemasyarakatan.
Sekarang sudah 6 tahun berlalu sejak buku tersebut diterbitkan. Lantas apa saja yang sudah dilakukan pemerintah, termasuk pengadilan itu sendiri dalam upayanya memberantas korupsi di lembaga peradilan? Apakah ada suatu perubahan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi di lembaga peradilan? Atau tidak ada perubahan yang berarti sama sekali? Mengingat
kajian UKP4 tahun 2010 tersebut sejalan dengan temuan ICW dalam penelitian menyingkap mafia peradilan tahun 2003. Dari situ ditemukan bahwa modus judicial corruption belum banyak berubah. Guna meninjau tersebut maka diskusi publik kali ini akan membahas “Meninjau Pemberantasan Korupsi di Sektor Peradilan”
c. Pengadaan Barang dan Jasa serta Pelayanan Infrastruktur Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia sebagian besar berasal dari
sektor pengadaan barang dan jasa. Menurut data KPK, dari 468 kasus tindak
pidana korupsi yang ditangani KPK, 50 persen atau sedikitnya 224 kasus
berasal dari Pengadaan Barang dan Jasa. Di lain pihak, saat ini pemerintahan
Jokowi-JK sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur/proyek
strategis nasional. Tahun 2015, anggaran infrastruktur pun dipatok sebesar
Rp 290,3 triliun, yang merupakan anggaran infrastruktur tahunan terbesar
sepanjang sejarah Indonesia.
Jumlah tersebut meningkat hampir Rp 100 triliun dibandingkan anggaran
infrastruktur tahun sebelumnya. Sementara itu sepertiga dari total APBN
tahun 2016, atau sekitar Rp 300 triliun, merupakan belanja modal. Ada
korelasi antara proyek infrastruktur Jokowi dengan pengadaan barang dan
jasa. Dalam beberapa kesempatan, Jokowi berulangkali menginstruksikan
kepada para menterinya untuk melakukan lelang pengadaan barang dan jasa
lebih awal sehingga pada awal-awal tahun diharapkan aktivitas ekonomi
sudah bisa bergulir.
Pengadaan barang dan jasa untuk pengelolaan proyek infrastruktur yang
menggunakan anggaran cukup besar tentulah harus dilakukan dengan cara
yang baik. Sebab ada potensi penyimpangan yang cukup besar dalam
pengelolaan anggaran yang besar. Dengan besarnya anggaran yang
disediakan, bukan berarti masalah tidak ada. Permasalahan yang muncul
adalah masalah manajemen dan ketidaksiapan aparat atau pejabat pengelola
anggaran dalam memanfaatkan anggaran yang tersedia sesuai dengan
harapan dan tujuan yang ingin dicapai.
Selain itu juga adanya keengganan para pelaksana proyek untuk
melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa dengan sistem elektronik.
Kebanyakan mereka memilih memakai sistem swakelola dan memecah
proyek menjadi proyek-proyek yang kecil nilainya.
Masalah-masalah ini apabila tidak segera diatasi akan dimanfaatkan oleh
pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dan berburu rente dari anggaran
negara untuk kepentingan sendiri atau kelompoknya. Potensi terjadinya
tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pun mengancam.
Salah satu solusi yang kemudian ditawarkan adalah melalui perencanaan
anggaran yang matang, penganggaran dan pengadaan yang terintegrasi.
Segala upaya terus dilakukan oleh pemerintah, yakni Pemerintah
mengeluarkan serangkaian kebijakan baru melalui Peraturan Presiden Nomor
54 tahun 2012 dengan berbagai penyempurnaan melalui perubahan pertama
Perpres Nomor 65 tahun 2011 dan terkahir Peraturan Presiden Nomor 70
tahun 2012 merupakan perubahan ke-dua, Perpres No. 172 tahun 2014 dan
terakhir Perpres No. 4 Tahun 2015
Meskipun tata kelola pengadaan barang dan jasa sudah mulai dibenahi,
namun permasalahan tidak berarti selesai. Pelibatan publik untuk terus
melakukan pemantauan masih perlu dilakukan. Pembenahan bisa jadi
memiliki banyak dimensi dan aspek. Untuk membahas hal tersebut, Indonesia
Anti Corruption Forum (IACF) akan mengangkat tema Memperbaiki Tata
Kelola Pengadaan Barang dan Jasa untuk Mencegah Tindak Pidana Korupsi.
d. Korupsi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan salah satu sektor strategis yang ditengarai sarat dengan potensi korupsi. Pada industri berbasis sumberdaya alam seperti pertambangan, perkebunan, dan kehutanan misalnya, potensi korupsi sangat mungkin terjadi di sepanjang rantai proses ekstraksi : sejak proses alih fungsi lahan, prosedur dan proses perijinan, pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, penjualan dan ekspor hasil produksi/penebangan, hingga kepatuhan pembayaran pajak/penerimaan negara, reboisasi, maupun dalam perencanaan dan pengalokasian dana rehabilitasi lingkungan dan pasca-operasi. Korupsi di sektor ini laksana mengamini temuan sebuah laporan di Tahun 2012, yang mengatakan bahwa korupsi di Indonesia laksana difasilitasi oleh berbagai faktor seperti banyaknya sumberdaya publik yang dihisap/dihasilkan dari sumberdaya alam, jaringan politik dan kepentingan yang terkoneksi (vested interest and politically connected network), pelayan publik yang bergaji rendah, rendahnya kualitas regulasi, dan lemahnya peradilan yang independen. Ditambah lagi, birokrasi pemerintahan lokal yang diberi otoritas dan sumberdaya lebih tanpa disertai akuntabilitas dan mekanisme penegakan yang baik. 7
Sebut saja beberapa contoh modus korupsi di sektor ini seperti adanya suap dan kick-back (ucapan terima kasih) dalam proses pengurusan ijin alih fungsi lahan di Kabupaten Buol, proses pengurusan ijin industri SDA di kalimantan Selatan dan Sulawesi Tenggara, dugaan pengemplangan pajak perusahaan batubara, pidana pajak yang mengenai perusahaan perkebunan Asian Agri, suap dan tindak pencucian uang (money laundering) yang melibatkan pejabat di SKK Migas, modus mark-up bioremediasi, hingga modus suap anggota
7 U4 Anti-Corruption Resource Center, 2012.
DPRD pada proses pembahasan Peraturan Daerah (Perda) Reklamasi di DKI Jakarta. Belum lagi, korupsi di sektor ini diperparah oleh rendahnya penegakan hukum lingkungan dan lemahnya aparat Pemerintah di mata korporasi-seperti kasus kebakaran hutan, tidak patuhnya perusahaan pada ketentuan pajak yang menimbulkan kerugian negara, hingga tidak bertanggungjawabnya perusahaan yang meninggalkan lubang bekas tambang tanpa adanya dana jaminan reklamasi dan pasca-tambang. Sesi ini akan membahas mengenai bagaimana upaya pencegahan korupsi yang dilakukan di sektor sumberdaya alam dalam gerakan nasional penyelamatan sumberdaya alam (GN-SDA) yang digawangi oleh KPK bersama Kementerian/Lembaga dengan kolaborasi masyarakat sipil di berbagai wilayah di Indonesia – baik di sektor kehutanan, perkebunan, maupun pertambangan dan energi. Sesi ini akan menghadirkan tim GN-SDA KPK, Kementerian/Lembaga terkait, praktisi NGOs/CSOs, Ahli/Akademisi, serta Pemerintah Daerah dan Private Sektor terkait.
e. Integrasi dan integritas data untuk pencegahan Korupsi (Onedata) Salah satu upaya untuk meningkatkan transparansi dalam pencegahan
korupsi adalah gerakan open data. Keterbukaan data yang dilakukan melalui
digitalisasi memungkinkan terjadinya berbagai kemajuan di bidang pelayanan
publik terutama dalam pelayanan dan penyediaan data dan informasi.
Walau demikian, sebagaimana gerakan pemberantasan korupsi, terdapat
berbagai tantangan dalam upaya pembukaan data dan informasi.
Diantaranya adalah kurangnya data set yang dipublikasikan secara terbuka
oleh pemerintah, kurangnya prioritas dalam menentukan data set krusial
seperti apa yang harus di publikasikan, tidak adanya interoperabilitas atau
kemampuan dari sistem data yang interface-nya dapat berinteraksi dan
berfungsi dengan produk atau sistem lain, serta tidak adanya standard baku
untuk melakukan pendataan.
Salah satu tantangan mendasar adalah kurang baiknya sistem arsip yang
selama ini berjalan di kementerian/lembaga. Meski demikian, open data
semakin berkembang. Dengan didukung oleh One Data policy yang sedang
digagas oleh Kantor Staf Presiden dan sekretariat Open Government
Indonesia terdapat beberapa perkembangan dari sisi pemerintah baik dari
Kementerian, lembaga maupun dari pemerintah daerah.
Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah Satu Data (One Data) untuk
Pembangunan Berkelanjutan. Salah satu target capaian kebijakan satu data
adalah tersedianya data berintegritas tinggi yang dibutuhkan sebagai basis
perencanaan pembangunan. Data berintegritas tinggi adalah buah dari
koordinasi yang baik antar produsen data dan pengguna data, atau sesama
produsen dan pengguna data. Data berintegritas lahir dari proses koordinasi,
baik antar maupun intra kementerian dan lembaga pemerintah, di mana
pusat-pusat data dan informasi masing-masing memainkan peran penting
dan kuat sebagai penunjang keseluruhan kegiatan kementerian dan lembaga.
Harapannya dengan adanya Satu Data maka interopabilitas data sebagai
masalah yang muncul dalam perkembangan Open Data di Indonesia dapat
teratasi. Namun, sebenarnya Satu Data pun mendorong perubahan
pemikiran dari Kementerian/Lembaga. Mereka merubah pola pikir
kementerian/lembaga untuk dapat memperbaiki tata kelola data, selain itu
dengan adanya inisiatif ini diharapkan dapat memperbaiki supply data ke
publik. Karena open data pada intinya adalah penggunaan data data publik
untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas, namun sebelum publik
dapat menggunakan tentunya perlu supply dan validitas data itu sendiri
sebagai awal.
Dengan basis pemikiran diatas, beberapa hal yang menarik untuk didiskusikan
adalah:
Bagaimana transparansi dan keterbukaan informasi dapat membantu melakukan pencegahan korupsi?
Apa saja kisah sukses yang dapat menjadi inspirasi?
Apa yang sudah dikontribusikan gerakan open data terhadap perubahan kultur keterbukaan?
Apa saja yang sudah diraih?
Adakah hasil assessment, kita berada di titik mana sekarang, dalam konteks open data?
Mengapa harus mendorong satu data?
Dan apa yang nilai strategis kebijakan satu data?
Apa rencana pemerintah pusat terhadap kebijakan satu data?
Apa saja tantangan untuk mendorong integrasi data dan menuju data berintegritas?
Bagaimana meningkatkan atau memperluas kebijakan Open Data ke tingkat yang lebih tinggi?
3. Tema Khusus Selain isu utama juga terdapat beberapa isu khusus yang dianggap penting untuk
menjadi katalis pemberantasan korupsi. Isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Refleksi 10 Tahun Pelaksanaan UNCAC Perwujudan komitmen Indonesia bukan hanya berhenti sampai meratifikasi UNCAC, akan tetapi Pemerintah Indonesia juga berkomitmen dalam melaksanakan UNCAC. Berbagai upaya strategis dilakukan guna melaksanakan UNCAC antara lain melakukan reformasi hukum yang sejalan dengan UNCAC, penguatan penegakan hukum, penguatan kerjasama
International serta upaya lainnya. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang merupakan panduan aksi bersama dalam mencegah dan memberantas korupsi
Kesediaan Pemerintah Indonesia menjadi negara pertama untuk di review merupakan bagian dari komitmen Pemerintah untuk melihat sejauh mana upaya pelaksanaan UNCAC dilaksanakan selain itu juga sebagai masukan untuk perbaikan dalam pelaksanaan UNCAC dalam rangka mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Ada 32 rekomendasi (5 rekomendasi untuk perbaikan di kriminalisasi, 14 rekomendasi perbaikan di penegakan hukum, 3 rekomendasi di ekstradisi, 10 rekomendasi untuk mutual legal assistance) dari hasi review UNCAC pertama khusus pada Bab Kriminalisasi dan Penegakan Hukum dan Bab Kerjasama International. Dari 32 rekomendasi, saat ini Pemerintah Indonesia telah melaksanakan 8 rekomendasi yang ada.
Minimnya pelaksanaan rekomendasi dari review pertama, memberikan gambaran kepada kita bahwa masih adanya tantangan dalam pelaksanaan UNCAC di Indonesia. Untuk itu, pentingnya melihat kembali tantangan tersebut untuk mencari temukan upaya melaksanakan UNCAC yang lebih baik.
b. Mutual Legal Assistance dan Asset Recovery Salah satu permasalahan utama, khususnya di Kejaksaan8 selain kapasitas9 dan integritas individu atau business process internal yang ditenggarai masih belum efisien, adalah masih tumpang tindihnya tata laksana pemulihan aset dari tahap identifikasi dan pelacakan, 10 penyelidikan/penyidikan, pembekuan/pengamanan, penyitaan, perampasan, pengelolaan, pelelangan, pemulangan ke kas negara, dan tahapan-tahapan teknis terkait lainnya. Bahkan, setiap institusi yang terkait pemulihan aset, memiliki unit terkait pemulihan aset masing-masing. Kejaksaan Agung memiliki Pusat Pemulihan Aset, KPK memiliki Labuksi 11 , Kemenkumham memiliki Rupbasan yang berkedudukan di bawah Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM. Dalam RUU Perampasan Aset yang sedang diproses, tugas pemulihan
8 Kejaksaan merupakan institusi dengan kewenangan Pro-justisia (untuk keadilan) untuk
bergerak di tiga tataran yaitu penyidikan, penuntutan (termasuk didalamnya pelimpahan wewenang barang bukti dan penguasaan atas aset selama persidangan), dan eksekusi (wewenang eksekutorial).
9 Dalam temuan awal Kemitraan sebelum implementasi program penguatan kapasitas Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung RI, tantangan terutama yang menghambat maksimalnya kerja-kerja pemulihan aset adalah kurangnya kecakapan teknis yang dimiliki SDM PPA terkait kerja-kerja pemulihan aset khususnya yang menyangkut aset-aset yang disembunyikan di luar negeri.
10 Proses identifikasi dan/ atau pelacakan dapat dimulai baik sebelum atau setelah adanya kasus.
11 http://www.zonalima.com/artikel/8345/Barang-Sitaan-Terbengkelai-KPK-Bentuk-Labuksi/
aset akan dilakukan oleh Lembaga Pengelola Aset yang akan berada di bawah Kementerian Keuangan.12
Masalah lain yang juga mengemuka adalah belum tersedianya landasan hukum yang mengatur tata laksana pemulihan aset. Meski RUU Perampasan Aset sudah diterima Presiden sejak 2014, tetapi masih ada perdebatan yang disebabkan oleh sejauh mana cakupan RUU tersebut yang menyangkut beberapa institusi seperti mengenai penentuan lembaga mana yang akan berwenang melakukan penelusuran dan penyitaan.13
Dari apa yang diuraikan di atas, tentu dampak dari tumpang tindihnya dan silang-sengkarut penanganan pemulihan aset tentu akan bermuara pada tidak optimalnya penerimaan negara dari pemulihan aset-aset tindak pidana, khususnya aset-aset tindak pidana korupsi yang disembunyikan di luar negeri. Selain itu pada level operasional, potensi penyelewengan dan penggelapan barang sitaan, sangat rawan terjadi di instansi yang memiliki kewenangan mengelola. Data yang tidak terinventarisasi dan tersinkronisasi dengan baik dari daerah ke pusat menjadi penyebab utama sulitnya mengawasi pengelolaan barang sitaan.14
c. Reformasi Sektor Pelabuhan Indonesia sebagai Negara kepulauan, tak pelak lagi membutuhkan keberadaan pelabuhan yang dapat memberikan layanan yang baik, untuk mendukung upaya pemerintah dan kebutuhan rakyat. Dalam proses ekspor impor, sektor pelabuhan jelas memegang peran utama sebagai gerbang transaksi. Persoalan dwelling time yang secara khusus pernah 2 kali dikeluhkan oleh Presiden Jokowi, seperti mengingatkan kembali bahwa, dengan segenap upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh seluruh lembaga yang terkait dengan sektor pelabuhan, masih banyak kendala dan tantangan yang menghadang. Saat ini, peringkat kemudahan melakukan bisnis Indonesia berada di peringkat 91 tahun 2016, sudah meningkat di banding tahun 2013 peringkat Indonesia masih di 128. Demikian juga bila dibandingkan dengan Negara lain, seperti nampak pada gambar berikut:
12 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d0c10da518be/belum-ada-koordinasi-pembentukan-lembaga-pengelola-aset
13 https://m.tempo.co/read/news/2015/10/16/063709918/pembuatan-ruu-perampasan-aset-dipercepat
14http://nasional.kompas.com/read/2016/04/20/10373941/Barang.Sitaan.Rawan.Digelapkan?p age=all
Di sisi biaya logistik, saat ini Indeks biaya llogistik Indonesia berada pada angka 27, bandingkan dengan biaya llogistik Amerika Serikat pada angka 9. Hal ini berdampak pada menurunnya daya saing komoditas Indonesia di pasar internasional, juga bahkan bila harus bersaing di dalam negeri. Untuk menjawab tantangan ini, dipandang perlu suatu terobosan nyata, peningkatan kapasitas dan upaya perbaikan yang terus menerus yang harus diambil oleh seluruh pemangku kepentingan.
d. Melawan Korupsi melalui Pencegahan dan Pengendalian Konflik Kepentingan di Sektor Pendidikan dan Kesehatan
Paul Catchick, senior investigator pada Organization for Security and Co-
operation in Europe (OSCE) Austria mengatakan bahwa “corruption cannot
exist without a conflict of interest. Each and every corrupt act is driven by an
underlying conflict”.15 Pernyataannya cukup mengejutkan karena selama ini
sedikit perhatian pada peran konflik kepentingan berkaitan dengan korupsi.
Bahkan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) hanya
sepintas menyinggung masalah tersebut. Konflik kepentingan dapat terjadi di
organisasi apapun, baik dilembaga swasta maupun lembaga publik semacam
penyelenggara negara. Namun, selama ini konflik kepentingan lebih
dipandang sebagai permasalahan etik, padahal sesungguhnya konflik
kepentingan itu merupakan pintu gerbang bagi terjadinya korupsi.
Hubungan erat antara konflik kepentingan dan korupsi terlihat dari
pengertian konflik kepentingan yang dikemukakan The Organisation fo
Economic Co-operation and Development States (OECD) yang menyatakan
bahwa “Conflict of interest occurs when an individual or a corporation (either
private or governmental) is in a position to exploit his or their own
professional or official capacity in some way for personal or corporate
benefit”.16 Sementara itu, World Bank menyatakan bahwa korupsi adalah
"the abuse of public office for privat gain".17 Dua pengertian ini secara jelas
menunjukkan kaitan erat antara konflik kepentingan dan korupsi.
Kaitan erat antara konflik kepentingan dan korupsi semestinya dapat
mengarahkan perhatian yang cukup serius pada peran pengendalian konflik
kepentingan dalam mencegah korupsi. Mencegah terjadinya konflik
kepentingan berarti mencegah terjadinya korupsi. Pada tahun 2009, Komisi
15 Paul Catchick, "Conflict of Interest: Gateway to Corruption", ACFE European Fraud Conference, 2014 16 OECD, 2007, "Bribery in Public Procurement: Methods, Actors and Counter-Measures", OECD, Paris. 17 Lihat: http://www1.worldbank.org/publicsector/anticorrupt/corruptn/cor02.htm#note1 dikunjungi pada tanggal 15 September 2016.
Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan buku panduan
“Penanganan Konflik Kepentingan Bagi Penyelenggara Negara”. Dinyatakan
tegas bahwa salah satu faktor penyebab korupsi di Indonesia adalah adanya
konflik kepentingan yang dilakukan oleh penyelenggara negara.18
e. Saya Perempuan Anti Korupsi Sejak reformasi digaungkan tahun 1998, negara telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi di Indonesia. Berbagai peraturan telah diundangkan sebagai alat memberantas korupsi, antara lain Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi, UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan seterusnya.1 Berbagai UU ini, melahirkan berbagai lembaga dan prosedur yang berperan penting dalam pemberantasan korupsi seperti KPK, Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (sebagai bagian dari pengadilan negeri) dan PPATK. Upaya mereformasi lembaga penegak hukum juga tak kalah maraknya demi meningkatkan akuntabilitas dan transparansi organisasi dan sistem penegakan hukum. Namun demikian, Ketika reformasi kelembagaan belum membuahkan hasil, dan upaya penindakan seakan tak pernah berhenti menangkap pelaku tindak pidana korupsi, maka kita perlu memerlukan langkah inovatif lain untuk mendampingi upaya-upaya tersebut. Mengapa sedemikian sulitnya memberantas korupsi? Karena korupsi tidak hanya bicara tentang tindak pidana korupsi tetapi juga harus memasukkan perilaku-perilaku/praktek-praktek koruptif yang begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Tindak pidana korupsi adalah proses evolusi dari praktek/perilaku koruptif bisa terjadi dari rumah (nilai dan perilaku kejujuran vs ketidakjujuran pertama kali diperkenalkan di rumah) dan kemudian menyebar ke sekolah, ke jalan raya, ke kantor, dan ke ruang-ruang publik lainnya. Oleh karenanya korupsi tidak akan pernah berhenti dengan menangkap para koruptor atau dengan membenahi sistem kalau salah satu produsen koruptor, yaitu rumah terus berproduksi. Sebuah kajian yang dilaksanakan oleh KPK pada tahun 2012 – 2013 di kota Solo dan Jogjakarta menemukan fakta bahwa hanya 4% orangtua yang mengajarkan kejujuran pada anak-anaknya. Kajian KPK ini menemukan bahwa pendidikan kejujuran dalam rumah tidak mengkaitkan kejujuran dengan bentuk-bentuk perilaku koruptif dalam hidup sehari hari seperti menyerobot antrian, menyontek dll. Padahal ini merupakan dasar dari pemahaman terhadap definisi sederhana, bahwa korupsi adalah mengambil hak orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Kajian KPK dan contoh di atas, memberi gambaran betapa pentingnya berperilaku antikorupsi mulai keluarga/rumah. Di dalam keluarga, perempuan, ibu dianggap figur sentral dalam memberikan pendidikan moral pada anak/keluarga. Fakta ini memberikan kesempatan untuk mengawali gerakan pencegahan korupsi dari perempuan. Perempuan dengan perannya sebagai ibu dan profesional, dengan karakternya yang khas untuk melahirkan, mengembangkan, memelihara dan berbagi serta kebutuhan berkumpul yang besar – membuat perempuan menjadi celah yang sangat strategis dalam upaya mencegah korupsi, khususnya praktek-praktek perilaku koruptif.
18 KPK, 2009. "Panduan Konflik Kepentingan bagi Penyelenggara Negara", KPK: Jakarta. Hlm. 2
D. Bentuk Kegiatan Terobosan baru diperlukan dalam merancang Forum Anti-Korupsi yang sudah
empat kali dilaksanakan ini. Upaya pelembagaan dan mendorong kepemilikan
bersama atas IACF pun dilakukan oleh Tim Panitia serta penyelenggara forum. Oleh
karena itu beberapa model kegiatan dibuat berbeda dengan memfokuskan pada
proses, penitikberatan isu tematik, dan pelibatan kelompok-kelompok muda dan
pembaharu dalam mendorong pemberantasan korupsi. Beberapa bentuk kegiatan
tersebut adalah:
Kegiatan Uraian
Pra-event
Site visit
Refleksi gerakan antikorupsi dengan mengumpulkan catatan, capaian, kendala, alternatif solusi serta peluang dari multipihak di daerah-daerah. Rangkaian ini juga untuk mempromosikan inovasi tiga pilar dalam pemberantasan korupsi.
Lokasi Pre-event: a. Sumatera: Pekanbaru (isu SDA: Hutan dan
Perkebunan); b. Jawa Timur: Malang (Keuangan Daerah melalui
terobosan e-budgeting, Transparansi dan Perizinan) c. Kalimantan: Balikpapan (Tambang, Perkebunan,
Perizinan) Event Konferensi
Nasional Rangkaian kegiatan yang terdiri dari seminar utama (sesi pleno) dan sesi tematik dalam bentuk kelompok/kelas. Dari Kelompok/kelas tersebut didiskusikan beberapa tema krusial terkait pemberantasan korupsi di Indonesia yang terdiri dari 3 serial diskusi sebagai berikut:
Kajian Strategi Nasinal Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang meliputi Aksi:
1. Penindakan 2. Pencegahan 3. Antisipasi
Isu Tematik – Kelompok/Kelas: 1. Membangun sistem politik yang tidak rentan
korupsi 2. Reformasi di Sektor Peradilan 3. Pengadaan Barang dan Jasa serta Pelayanan
Infrastruktur 4. Menihilkan korupsi di sektor Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup 5. Integrasi dan integritas data untuk pencegahan
Korupsi (Onedata) Isu Khusus:
1. Refleksi 10 Tahun Pelaksanaan UNCAC
2. Asset Recovery dan Mutual Legal Assistance 3. Reformasi di sektor Pelabuhan 4. Melawan Korupsi melalui Pencegahan dan
Pengendalian Konflik Kepentingan di Sektor Pendidikan dan Kesehatan
Youth Conference
Salah satu aktor strategis penting yang perlu dilibatkan adalah kelompok-kelompok anak muda. Hasil dari Youth Integrity Survey TI-Indonesia tahun 2013 menunjukkan bahwa kelompok terbesar dalam masyarakat yang mengakses pelayanan publik adalah anak muda, kategori usia (15-30 tahun). Temuan lain dalam riset tersebut juga memaparkan bahwa sebagian besar anak muda memiliki keinginan untuk melaporkan kasus korupsi yang terjadi di sekitar mereka. Konferensi Anak Muda dalam rangkaian IACF menjadi terobosan besar di tahun 2016.
Pameran karya Jurnalistik Anti-Korupsi
Picture worth thousand words. Sebuah gambar dari jurnalis foto di Bangladesh bernama Sony Ramany pada 2013 menunjukkan dampak polusi dan kerusakan lingkungan yang menyebabkan matinya ekosistem di sebuah danau di Dhaka. Warga keracunan dan menjadi korban. Di India, Rajarshi Chowdury seorang jurnalis foto berhasil mendokumentasikan proses pinjaman warga oleh para tengkulak yang justru difasilitasi pejabat lokal. Praktik korup itu semakin memperparah kemiskinan di Bangalore, India.19 Pameran karya jurnalistik antikorupsi dapat menjadi ruang bagi para jurnalis foto, pewarta atau bahkan masyarakat dalam menyampaikan pesan antikorupsi lewat produk visual. Tidak hanya pesan dampak dari dipublikasikannya gambar tersebut pun mendorong perubahan, baik dalam hal penegakan hukum maupun perubahan kultur masyarakat.
Market place: ICT for Transparency
Pameran terobosan berbasis IT sebagai inovasi mendorong transparansi dan keterbukaan. Tidak sedikit inovasi teknologi informasi digunakan oleh pemerintah, sektor bisnis dan kelompok masyarakat sipil. Namun seberapa jauh inovasi tersebut berkontribusi pada upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi? Hasil-hasil apa saja yang sudah bisa dirasakan oleh publik? Pameran dan penyampaian gagasan dalam “ICT for Transparency” dapat menjadi ruang bertemunya para inovator dan
19 “Youth Photo Competition Winner”, diakses dari
https://www.transparency.org/getinvolved/ 2013photowinners
pengguna ICT untuk tahu bagaimana ICT berperan dalam pemberantasan korupsi.
Post-event
Workshop Lokakarya penulisan yang bertujuan untuk merumuskan rekomendasi IACF V untuk disampaikan kepada Presiden.
Roadshow Pertemuan konsultatif dengan lembaga terkait (penerima rekomendasi)
E. Waktu dan Tempat Kegiatan
IACF V akan dilaksanakan selama lima hari pada: 28 November – 2 Desember
2016 bertempat di Universitas Bina Nusantara, Kampus Kemanggisan, Jakarta Barat.
F. Peserta Kegiatan
Para peserta yang akan terlibat dalam rangkaian IACF terdiri dari elemen
masyarakat, pemerintah dan sektor bisnis. Proses pemilihan partisipan khususnya
dari kelompok masyarakat sipil akan dilakukan melalui inovasi pengiriman essay/
karya tulis berdasarkan lima isu tematik IACF V yang sudah dipaparkan di atas.
G. Run-Down Kegiatan Hari Ke-1, 28 Nopember 2016
Waktu Kegiatan Topik Narasumber Keterangan
07:30 – 08:00
Registrasi Voluenteer
08.00 – 12.00
Upacara pembukaan
Pembukaan Auditorium lantai 4
1. Prof. Dr. Bambang P.S. Brodjonegoro, Menteri PPN/Kepala Bappenas
Narasumber
2. Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM, Rektor Binus
Narasumber
Keynote Speech 3. Agus Raharjo, Pimpinan KPK Narasumber
Diskusi Panel “Potensi Korupsi di Sektor Bisnis”
4. Dr. Shidarta, SH., M.Hum. Binus University
Narasumber
5. Dadang Trisasongko, TII Narasumber
6. Komjen Dwi Priyatno, Ketua Satgas Saber Pungli
Narasumber
7. Monica Tanuhandaru, Kemitraan
Narasumber
8. Barliana Amin, Alliance for Integrity
Narasumber
9. Hariyadi B. Sukamdani, Ketua APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia)
Narasumber
10. Wayne P. Bourduin, Vice President Finance, Chevron
Narasumber
Dr. Besar, S.H., M.H. Moderator
12:00 – 13:00
Makan Siang
13:00 – 17:00
Diskusi Stranas
Kelas Pencegahan Kelas 1
11. Bimo Wijayanto, KSP Narsumber
M. Isro Moderator
Kelas Penindakan Kelas 2
12. Ratna Dasahasta, Bappenas Narsumber
Syska Hutagalung, Bappenas Moderator
Kelas Antisipasi Kelas 3
13. Abraham Wirotomo Narsumber
Alfrdolin Tarome, Bappenas Moderator
13:00 – 14:30
Youth Conference Kelas 4
Pemilukada Berintegritas 2017: Relevansi Sistem Politik dengan Agenda Pemberantasan Korupsi
14. Titi Anggraini, Perludem. Narasumber
15. Arya Fernandes, CSIS Narasumber
Septi Prameswari Moderator
14:30 – 15:00
Refleksi sesi dan memetakan poin-poin penting bersama
Lia Toriana Facilitator
15.00 – 16.30
Memetakan Kekuatan Gerakan Anak Muda Lintas Isu dan Daerah di Era Pemerintahan Jokowi-JK
16. Muhammad Amrie, Pamflet Narasumber
17. Muhamad Faisal Narasumber
Alvin Nicola Moderator
16.30 – 17.00
Refleksi sesi dan memetakan poin-poin penting bersama
Ahmad Sajali Facilitator
18.00-21.30
Cultural Night 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
07:00 – 17:00
Market Place
Hari Ke-2, 29 Nopember 2016
Waktu Kegiatan Topik, Tempat Narasumber Keterangan
08:30 – 09:00
Registrasi
\09.00 – 12.00
Diskusi Khusus
Refleksi 10 Tahun Pelaksanaan UNCAC Kelas 1
18. Andhka Chrisnayudanto, Kemenlu
Narasumber
19. Dedie A. Rahim, Direktur PJKAKI KPK
Narasumber
20. Ilham, M. Saenong, TII Narasumber 21. Nella Sumika Putri, FH
Unpad Bandung Narasumber
22. Vidya Prahasscitta, Binus University
Narasumber
23. Abraham, UNODC Narasumber
Sari Wardhani, Kemitraan Moderator
Melawan Korupsi melalui Pencegahan dan Pengendalian Konflik Kepentingan di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Kelas 2
24. Ir. Moh Ramdhan Pomanto, Walikota Makassar
Narasumber
25. Prof. Dr. Mohammad Nasih, S.E., Mt., Ak., CMA, UNAIR
Narasumber
26. Agus Rahardjo, Ketua KPK Narasumber
27. Putra Perdana Ahmad Saifulloh, FH Universitas Bhayangkara Jaya
Narasumber
28. Masri Ahmad Harahap, Sahdar Medan
Narasumber
Wandy Nicodemus Tuturoong, KSP
Moderator
Asset Recovery dan Mutual Legal Assistance Kelas 3
29. Brigjen Drs. Achmad Wiyagus, M.Si, Direktur Tipidkor Bareskrim Polri
Narasumber
30. DR. Bambang Waluyo, SH, MH, Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung RI
Narasumber
31. Prof. DR. SuryaJaya, SH, M.Hum, Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung RI
Narasumber
32. Cahyo Rahadian Muhzar, SH, M.Hum, Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional KemenkumHAM
Narasumber
33. DR. Purnama T. Sianturi, SH, M.Hum, Direktur PNKNL Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan RI
Narasumber
34. David Hutauruk, Koordinator Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK
Narasumber
Paku Utama, Kemitraan Moderator
Reformasi Sektor Pelabuhan Kelas 4
35. Heru Pambudi, Dirjen Bea Cukai
Narasumber
36. Dani Rusli Utama, Pelindo II Narasumber
37. Marwansyah, Kepala Syahbandar Tanjung Priok
Narasumber
38. Djadmiko, Kepala INSW Kementerian Keuangan
Narasumber
39. Enda Layuk Allo Narasumber
40. Devi Darmawan, LIP Narasumber
41. Faudzan Farhana, LIPI Narasumber
Ririn Sefsani, Kemitraan Moderator
Perempuan Anti Korupsi Kelas 5
42. Siti Nurbaya Bakar, Menteri KLHK
Narasumber
43. Basaria Panjaitan, Wakil Ketua KPK
Narasumber
44. Chatarina Muliana Girsang, Staf Ahli Bidang Regulasi Kemendikbud
Narasumber
45. Lucia Pietropaoli, First Secretary of Justice
Narasumber
46. Ema Husain, Koordinator SPAK Indonesia Timur
Narasumber
47. Wahyudi Rahman, Kapolsek Panakukkang, Makassar
Narasumber
48. Ulva, Polwan Narasumber
49. H. Muchlis, Sekda Kabupaten Gowa
Narasumber
50. Hasniati Hayat, Agen SPAK Kabupaten Gowa
Narasumber
51. Trisna Willy LHS, Kementerian Agama
Penanggap
Yuyuk Andriati Iskak, KPK Moderator
09.00 – 10.30
Youth Conference
Aktivisme Digital: Pemanfaatan Media
52. Afra Suci Ramadhan Narasumber
53. Damar Juniarto Narasumber
Baru dalam Mendorong Partisipasi Aktif Anak Muda dalam Gerakan Antikorupsi
Johan Nurul Imani Moderator
10.30 – 11.00
Refleksi sesi dan memetakan poin-poin penting bersama
Alvin Nicola Facilitator
11.00 – 13.00
Workshop: Strategi Komunikasi Efektif Gerakan Antikorupsi
Hikmat Darmawan (Koalisi Seni Indonesia)
Facilitator
Aquino Hayunta Facilitator
12:00 – 13:00
Makan Siang
13.00 – 17.00
Diskusi Paralel 5 kelas
Membangun sistem politik yang tidak rentan korupsi Kelas 1
54. Sujanarko, Direktur Dikyanmas KPK
Narasumber
55. Rambe Kamaruzzaman, Anggota DPR
Narasumber
56. Soedarmo, Kemendagri Narasumber
57. Syamsudin Harris. LIPI Narasumber
58. Kevin Evans, Kemitraan Narasumber
59. Wahidah, Kemitraan
Donal Fariz, ICW Moderator
Korupsi di Sektor Peradilan Kelas 2
60. Arsil, LeIP Narasumber 61. Reda Manthovani, Kejari
Jakarta Timur Narasumber
62. Chandra M Hamzah, Praktisi Narasumber 63. Sukma Violetta, Komisi
Yudisial Narasumber
64. Suhadi, Mahkamah Agung Narasumber
65. Sinitha Yuliansih Sibaran, Pengadilan Tipikor Semarang
Narasumber
Ali Aulia Reza Moderator
Pengadaan Barang dan jasa infrastruktur (PBJ) Kelas 3
66. Patria Susantosa, LKPP Narasumber 67. Larto Untoro, KPK Narasumber 68. Ikak G. Patriastomo, IAPI Narasumber
69. Sabrina Dyah Nayabarani, UGM
Narasumber
70. Paulus Aluk Fajar Dwi Santo, Binus University
Narasumber
71. Sabela Gayo, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia (DPN APPI)
Narasumber
Lais Abid Moderator
Korupsi di Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam – Lingkungan Hidup Kelas 4
72. Laode M Syarief, Wakil Ketua KPK
Narasumber
73. Dr Bambang Soepijanto MM, Kepala GNSDA KLHK
Narasumber
74. Teguh Pamudji, Sekjen Kementerian ESDM
Narasumber
75. Yanuar Nugroho PhD, KSP Narasumber
76. Bambang, Dirjen Perkebunan Narasumber
Agung Budiono Moderator
OneData: "Integrasi dan Integritas Data untuk Pencegahan Korupsi"
77. Aditya Randy, ODLabs Narasumber
78. Sonny Mumbunan, RCCC UI Narasumber 79. Shita Laksmi, Hivos Narasumber 80. Adnan Topan Husodo, ICW Narasumber
Kelas 5
81. Setiaji, Kepala Jakarta Smart City
Narasumber
82. Hary Budiarto, Deputy INDA KPK
Narasumber
Prasetya Dwi Cahya, WB Moderator
Youth Conferenve
Perumusan Rekomendasi Youth Conference Anti Corruption: Perumusan Komunike/Pernyataan Bersama YCAC: 1. Mekanisme Penulisan
dan Perumusan Ide 2. Metode Penulisan 3. Mereview
Menyepakati Konten
Lia Toriana Facilitator
17.00 – 21.00
Pleno Rekomendasi
Menyampaikan Rekomendasi Forum Utama
Lili Hasanuddin/BW Facilitator
Menyampaikan Rekomendasi Youth Conference
Lia Toriana Facilitator
18:00 – 20:00
Makan malam
11:00 – 17:00
Youth Conference
Movie Screening 50 orang (Side event)
07:00 – 17:00
Market Place Festival
Hari ke-3, 30 Nopember 2016
Waktu Kegiatan Narasumber Tempat
09:00 – 11:45 Penajaman Rekomendasi untuk dibawa ke KNPK
Ratna Dasahasta Ruang Binus Square
11:45 – 12:30 Penutup
Top Related