A. TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan
tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang
berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama
inhalasi. Terdapat empat tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura : Cairan
serusa (hidrothorax),Darah (hemothotaks),Chyle (chylothoraks), dan Nanah
(pyothoraks atau empyema).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)
2. EPIDEMIOLOGI
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di
Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-
negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
1
keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta
org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh
keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan
karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura
ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam
cairan pleura.
3. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi
permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan
membungkus paru-paru).
Bisa terjadi 3 jenis efusi yang berbeda:
1) Efusi Transudat dapat disebabkan oleh biasanya disebabkan oleh suatu kelainan
pada tekanan normal di dalam paru-paru. Seperti kegagalan jantung kongestif
(gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Efusi Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia, tumor, infark paru, radiasi,
penyakit kolagen. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat,
asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa
menyebabkan efusi pleura eksudativa.
3) Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
Gagal jantung
Kadar protein darah yang rendah
Sirosis
Pneumonia
2
Blastomikosis
Koksidioidomikosis
Tuberkulosis
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid
Pankreatitis
Emboli paru
Tumor
Lupus eritematosus sistemik
Pembedahan jantung
Cedera di dadA
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
Ada berbagai keganasan yang dapat menimbulkan efusi pleura, namun pada umumnya
disebabkan oleh metastasis tumor ganas dari bagian tubuh yang lain; karena keganasan
primer pleura sendiri, yaitu mesotelioma pleura sangat jarang ditemukan. Keganasan
yang paling sering mengakibatkan efusi pleura adalah karsinoma paru, baik berupa
karsinoma epidermoid, karsinoma sel kecil, adenokarsinoma, maupun karsinoma sel
besar. Jenis kanker paru yang paling banyak menimbulkan efusi pleura adalah
adenokarsinoma, karena keganasan ini biasanya terletak di daerah perifer paru.
Limfoma dan keganasan lain pada kelenjar limfe di daerah hilus pare dan mediastinum
juga dapat menyebabkan efusi pleura.
Berdasarkan sumber lain, penyebab efusi pleural yaitu:
3
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
4. PATOFISIOLOGI
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara produksi
oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cm H₂O dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis 10 cm H₂O. Cairan
pleura terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura lebih besar dari absorbsi cairan
pleura
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler
pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik
elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis,
sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase
cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
4
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, hal ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan
vena (gagal jantung).
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila:
1. Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita hipoalbuminemia
dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau
neoplasma
2. Terjadi peningkatan:
• Permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma)
• Tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung/ vena pulmonalis
(kegagalan jantung kiri)
• Tekanan negatif intra pleura (atelektasis)
(Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik
dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura (3) menurunnya tekanan osmotik koloid plasma
yang menyebabkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab
peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan
membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam
rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura dapat berupa eksudat dan transudat. Transudat terjadi pada peningkatan
penekanan vena pulmonalis, misalnya pada payah jantung kongestif. Pada kasus ini,
keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh. Penimbunan
transudat dalam rongga pleura dikenal dengan nama hidrotoraks. Cairan pleura
cenderung tertimbun pada dasar paru akibat daya gravitasi. Penimbunan eksudat
timbul sebagai akibat sekunder dari peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
5
peningkatan permeabelitas kapiler/ gangguan absorbsi getah bening. Eksudat
dibedakan dengan transudat. Dari kadar protein yang dikandung dan dari berat
jenisnya. Transudat memiliki berat jenis kurang dari 1.015 dan kadar proteinnya
kurang dari 3% , sedangkan eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih
tinggi karena banyak mengandung sel.
6
5. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya. Akan tetapi efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
berikut: Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Berdasarkan jenis cairannya dibedakan menjadi:
a. Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi
karena cedera di dada.
Penyebab lainnya adalah:
pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke
dalam rongga pleura
kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
gangguan pembekuan darah.
Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga
biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
b. Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses
paru menyebar ke dalam rongga pleura.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
Pecahnya kerongkongan
Abses di perut.
7
c. Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada)
disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus
torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.
6. GEJALA KLINIS
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan
semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa
penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: batuk,cegukan,pernafasan yang cepat,dan
nyeri perut. Sekitar 25% penderita efusi pleura keganasan tidak mengalami keluhan
apapun pada saat diagnosis ditegakkan.
Gejala lainnya:
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
Gejala klinis dari efusi pleura biasanya disebabkan oleh penyakit dasar pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis. Sementara efusi
malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Efusi pleura yang dibahas akan
menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi
nafas minimal atau tidak sama sekali mengahsilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi.
Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak terjadi.
8
7. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi : pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Pernapasannya
biasanya dyspneu.
Palpasi : Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Perkusi : Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam
posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya
bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e
sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty
Abdol, 1994,79)
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
9
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan.
CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Torakosentesis : Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Biopsi:Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.Biopsi pleura perlu
dipikirkan setelah hasil pemeriksaan sitologik ternyata negatif. Diagnosis
keganasan dapat ditegakkan dengan biopsi pleura tertutup pada 3060% penderita.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biopsi yang dilakukan berulang (dua
10
sampai empat kali) dapat meningkatkan diagnosis sebesar 24%. Biopsi pleura
dapat dilakukan dengan jarum.
Analisa cairan pleura : Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks
posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura
sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak
cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA
ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.
Bronkoskopi : Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan
pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah
didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin,
amylase, pH, dan glucose
2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri
3. Pemeriksaan hitung sel
4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan
diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor
penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas
yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan
jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut
kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto
11
toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat
jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto
postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral.
9. DIAGNOSIS/KRITERIA DIAGNOSIS
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat
diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml,
sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanya
300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus
yang tidak tajam. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml, biasanya akan
menunjukkan gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang terkena efusi pada
saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi didapatkan dullness/pekak, auskultasi
didapatkan suara pernapasan menurun, dan vocal fremitus yang menurun.
10. THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN
Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap
penyebabnya. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga menyebabkan penekanan
maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan
yang terkumpul).
Efusi karena gagal jantung penatalaksanaannya:
1. Diuretik
2. Torakosentesis diagnostik bila:
a. Efusi unilateral
b. Efusi menetap dengan terapi diuretic
c. Efusi bilateral, ketinggian cairan
berbeda bermakna
d. Efusi+febris
12
e. Efusi+nyeri dada pleuritik
Efusi pleura karena pleuritis tuberculosis pengobatannya:
Obat anti tuberkulosis(minimal 9 bulan)+ kortikosteroid dosis 0,75-1mg/kg BB/ Hari
selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap+ torakosentesis
terapeutik, bila sesak atau efusi>tinggi dari sela iga,
Efusi pleura keganasan
Penanganan efusi pleura keganasan hampir selalu bersifat paliatif dengan tujuan untuk
mengurangi gejala-gejala dan mencegah pembentukan cairan pleura. Pengobatan
terhadap kanker primer dapat diberikan apabila diketahui lokasinya serta terdapat
pengobatan untuk tumor tersebut. Penanganan paliatif pada efusi pleura keganasan
dapat berupa aspirasi cairan, pleurodesis, dan pembedahan.
Aspirasi Cairan Pleura
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi secara berulang atau dengan
pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage (WSD).
Cairan yang dikeluarkan pada setiap kali pengambilan sebaiknya tidak lebih dari 1000
ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara
mendadak.
Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan
cairan melalui selang dada.
2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah
toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
13
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
3. Tujuan Pemasangan
Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
4. Tempat pemasangan
a. Apikal
Letak selang pada interkosta III mid
klavikula
Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura
b. Basal
Letak selang pada interkostal V-VI atau
interkostal VIII-IX mid aksiller
Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari
rongga pleura
5. Jenis WSD
Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan
simple pneumotoraks
Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol
kedua adalah botol water seal.
System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol.
System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
Pleurodesis :
14
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga pleura
sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif.
Pembedahan :
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena efusi pleura
keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan
pembedahan menimbulkan risiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi
duktus toraksikus dan pintas pleuroperitoneum. Kedua pembedahan ini terutama
dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan lain pada
kelenjar limfe hilus dan mediastinum, di mana cairan pleura tetap terbentuk setelah
dilakukan pleurodesis.
Terapi kanker paru
a) Kemoterapi sistemik pada limfoma, kanker mammae dan karsinoma paru small
cell
b) Radioterpi pada limfoma
Pasien dengan lama harapn hidup pendek atau keadaan buruk: torakosentesis
terapeutik periodic
Efusi pleural dengan empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka
pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat
sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan
untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
Pada tuberkulosis atau koksidioidomikosis:
15
Diberikan terapi antibiotik jangka panjang. Jika darah memasuki rongga pleura
biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga
dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase
dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat
dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan. Pengobatan
untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening. Bisa
dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat
aliran getah bening.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau
beberapa minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih
lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.
16
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan efusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisasi terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
17
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti kanker paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien. Pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan efusi pleura keadaan umumnya lemah.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
ilusi dan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping
itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada dan
18
untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu
akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
6) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh
anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakat
pun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan
interpersonal pasien.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter
19
yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
h. Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi
badan berat badan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui
dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan
berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam
posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas
di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
20
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda
i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan
terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus,
Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
i. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc
tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa
penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan
pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma
kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral
dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang
memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
2. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan
melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui
adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy
tuberculosa dan tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).
j. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl < 3 > 3
21
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan
juga cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b. Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan
jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada
22
pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit >
100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma
dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih
terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis
(Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).
Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa
sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi
pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan efusi
pleura antara lain :
Diagnosa keperawatan pre-op
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penimbunan eksudat
pada pleura dan paru ditandai dengan batuk berdahak
23
2. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar-kapiler.
4. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.
5. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak
ditandai dengan demam.
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia. akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.
8. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, patofisiologis efusi pleural, aturan
pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi.
Diagnosa keperawatan post-op
1. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat
drainase (WSD))
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi
torakosintesis.
3. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
3. PERENCANAAN
Menyusun prioritas :
Diagnosa keperawatan pre-op
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penimbunan
eksudat pada pleura dan paru ditandai dengan batuk berdahak
24
2. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga
pleura
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar-
kapiler.
4. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.
5. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara
mendadak ditandai dengan demam.
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia. akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.
Diagnosa keperawatan post-op
1. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat
drainase (WSD))
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi
torakosintesis.
3. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)
Pre-op
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penimbunan
eksudat pada pleura dan paru ditandai dengan batuk berdahak
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama...x24 jam diharapkan jalan nafas pasien kembali efektif.
Kriteria hasil :
Secara verbal tidak ada keluhan sesak
25
Suara napas normal (vesikular) Sianosis (-) Batuk (-) Jumlah pernapasan dalam batas normal sesuai usia (16-24x/mnt)
Intervensi :
a. Mengkaji jumlah/kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional : Melakukan evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil
intervensi yang telah dilakukan.
b. Auskultasi daerah paru-paru, mencatat area menurun/tidak adanya aliran
udara serta mencatat adanya suara napas tambahan seperti crackles dan
wheezing.
Rasional : Penurunan aliran udara timbul pada area yang konsolidasi
dengan cairan. Suara napas bronkial normal diatas bronkus dapat juga
crackles, ronkhi, dan wheezes terdengar pada saat inspirasi dan atau
ekspirasi sebagai respon dari akumulasi cairan, sekresi kental, dan
spasme/obstruksi saluran napas.
c. Elevasi kepala, sering ubah posisi.
Rasional : Diafragma yang lebih rendah akan membantu dalam
meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara, mobilisasi dan pengeluaran
sekret.
d. Membantu pasien dalam melakukan latihan napas dalam.
Mendemonstrasikan/membantu pasien belajar untuk batuk, misalnya
menahan dada dan batuk efektif pada saat posisi tegak lurus.
Rasional : Napas dalam akan memfasilitasi pengembangan maksimum
paru-paru/saluran udara kecil. Batuk merupakan mekanisme pembersihan
diri normal, dibantu silia untuk memelihara kepatenan saluran udara.
Menahan dada akan membantu untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
posisi tegak lurus akan memberikan tekanan lebih besar untuk batuk.
e. Melakukan suction atas indikasi
26
Rasional : Menstimulasi batuk atau pembersihan saluran napas secara
mekanis pada pasien yang tidak mampu melakukannya dikarenakan
ketidakefektifan batuk atau penurunan kesadaran.
f. Memberikan cairan + 2500 ml/hari (jika tidak ada kontraindikasi) dan air
hangat
Rasional : Cairan (terutama cairan hangat) akan membantu memobilisasi
dan mengeluarkan sekret
2. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x24 jam diharapkan pasien mampu
mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil :
Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan.
Bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi :
a. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat
menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang
tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi
pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
27
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada
bagian paru-paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya
kembang paru.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar- kapiler.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan pertukaran gas
dalam alveoli adekuat.
Kriteria hasil:
- Akral hangat
- Tidak ada tanda sianosis
- Tidak ada hipoksia jaringan
- Saturasi oksigen perifer 90%
- Tidak ada gejala disstres pernafasan
28
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional :
Manifestasi distress pernafasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum.
b. Awasi frekuensi jantung/irama
Rasional :
Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam tetapi dapat sebagai respons
terhadap hipoksemia.
c. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, cacat adanya sianosis
ferifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
Rasional :
Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau rsepon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membrane mukosa, dan
kulit sekitar mulut (membrane hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik.
d. Kaji status mental
Rasional :
Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
e. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil.
Rasional :
Demam tinggi (umumnya pada pneumonia bacterial dan influenza) sangat
meningkatkan kebutuhan metabolic dan kebutuhan oksigen dan menggagu
oksigenasi metabolic.
29
f. Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi, banyaknya jumlah sputum
merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadran, dipsnea
berat, gelisah.
Rasional :
Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan
membutuhkan intervensi medic segera.
Kolaborasi
a. Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional :
Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
b. Awasi Analisa Gas Darah, nadi oksimetri.
Rasional :
Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan nyeri
dada klien hilang.
Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta tampak
rileks.
Intervensi :
a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada
30
tersebut
Rasional :
Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
b. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi
Rasional :
Membantu mengurangi rasa nyeri.
c. Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional :
Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.
4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak
ditandai dengan demam.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil :
Hipertermi/peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan proses infeksi hilang.
Intervensi :
Mandiri
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Dengan mengobservasi tanda-tanda vital klien perawat dapat mengetahui
keadaan umum klien, serta dapat memantau suhu tubuh klien.
b. Pemberian kompres hangat pada pasien
Rasional :
Dengan pemberian kompres hangat dapat menurunkan demam pasieen.
31
c. Berikan minum per oral
Rasional :
Klien dengan hipertermi akan memproduksi keringat yang berlebih yang
dapat mengakibatkan tubuh kehilangan cairan yang banyak, sehingga dengan
memberikan minum peroral dapat menggantikan cairan yang hilang serta
menurunkan suhu tubuh.
d. Ganti pakaian yang basah oleh keringat
Rasional :
Klien dengan hipertermi akan mengalami produksi keringat yang berlebihan
sehingga menyebabkan pakaian basah. Pakaian basah diganti untuk
mencegah pasien kedinginan dan untuk menjaga kebersihan serta mencegah
perkembangan jamur dan bakteri.
Kolaborasi :
a. Berikan obat penurun panas, misalnya antipiretik.
Rasional :
Obat tersebut digunakan untuk menurunkan demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
b. Berikan selimut pendingin
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-400C
pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan
struktur abdomen.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi
terpenuhi
32
Kriteria Hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi :
a. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional:
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan,
dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b. Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
Rasional :
Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan
gerakan disfragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
c. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Rasional :
Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
d. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya
nutrisi bagi tubuh.
e. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
f. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu
makan.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.
33
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan klien dapat
melakukan aktivitas dengan baik
Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
tak adanya dipsnea dan kelemahan berlebihan
Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
a. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Catat laporan dipsnea, peningkatan
kelemahan/ kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan sesudah
aktivitas.
Rasional :
Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong pengguanaa manajemen stress dan pengalih yang tepat.
Rasional :
Menentukan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional :
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan
kegagalan pernafasan.
d. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istiraha dan/ tidur.
34
Rasional :
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk
ke depan meja dan bantal.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen.
Post-op
1. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat drainase
(WSD)
Tujuan :
Setelah diberi askep …x 24 jam diharapkan nyeri hilang .
Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta tampak
rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi :
a. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terus-
menerus,sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang ibtensitas pada skala 0-10.
Rasional :
Membantu dalam evaluasi gejala nyeri. Penggunan skala nyeri dapat membantu
pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi
keefektifan analdesik, meningkatkan control nyeri.
b. Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien.
Rasional:
Kesesuaian antara petunjuk verbal/nonverbal dapat memberikan petunjuk
35
derajat nyeri.
c. Evaluasi keefektifan pemberian obat. Dorong pemakaian obat dengan benar
untuk mengontrol nyeri;ganti obat atau waktu sesuai ketepatan.
Rasional :
Persepsi nyeri dan hilangnya nyeri adalah subjektif dan pengontrolan nyeri
yang terbaik merupakan keleluasaan pasien. Boila pasien tidak mampu
memberi masukan, perawat harus mengobservasi tanda fisiologis dan
psikologis nyeri dan memberilan obat berdasarkan aturan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
Tujuan :
Setelah diberi askep …x 24 jam diharapkan tidak terjadi/ adanya gejala –gejala
infeksi.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi.
Intervensi :
a. Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
Rasional :
Manghindari infeksi
b.Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional :
Mencegah infeksi nosokomial saat pemasangan WSD
3. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
Tujuan:
Setelah diberi askep …x 24 jam diharapkan pasien mampu memahami dan
menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
36
Kriteria hasil :
Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasienJelaskan mengenai
penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat
diajak kerjasama dalam perawatan.
b. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktifsangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi
kecemasan.
e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
4. EVALUASI
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(US. Midar H, dkk, 1989).
Pre-op
37
1. Secara verbal tidak ada keluhan sesak suara napas normal (vesikular) sianosis (-) batuk (-) jumlah pernapasan dalam batas normal sesuai usia (16-24x/mnt)
2. Tercapainya ketidakefektifan pola pernafasan (pola nafas normal), tidak
adanya penumpukkan cairan dalam rongga pleura, sianosis tidak ada dan
tidak ada gejala hipoksia dan tidak adanya sesak.
3. Tercapai ventilasi yang adekuat dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tidak adanya gejala disstres pernapasan.
4. Tidak adanya nyeri.
5. Hipertermi dapat teratasi, demam tidak ada.
6. Kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
7. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas,
mendemonstrasikan penurunan tanda fisiologis intoleransi, dapat melakukan
aktivitas dengan baik, tak adanya dipsnea dan kelemahan berlebihan.
Post-op
1. Tidak adanya nyeri.
2. Infeksi tidak terjadi
3. Ansietas dapat teratasi, tidak gelisah.
38
39