7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
1/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
2/51
A. Muqoddimah.
Ada diantara saudara kita yang bertanya kepada saya mengenai masalah madzhab
dan bermadzhab, adapun pertanyaannya adalah sebagai berikut :
a. Sejarah Madzhab.
b. Penting dan Tidaknya Bermadzhab.
c. Ciri-Ciri Madzhab.
d. Bagaimana Dengan Wahabi.
e. Sejarah Wahabi.
f. Sikap Kita Terhadap Madhab dan Wahabi.
Saya katakan, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan baik danbenar
diperlukan kajian yang cukup dan buku-buku rujukan yang memadai, sedangkan
hal ini bagi saya tidak terpenuhi terutama buku-buku rujukan, sebenarnya masalah
ini telah banyak ulama-ulama kita yang terdahulu maupun yang terkemudian dan
tertulis dalam kitab-kitab mereka, khususnya yang berbahasa Arab, dan ada juga
ulama dari Indonesia yang menulis sejarah imam empat madzhab dengan bahasa
Indonesia antara lain Kyai Haji Moenawar Cholil rhm, (beliau juga menulis buku-
buku lain seperti : Kembali kepada Alquran dan Assunnah, Mukhtarul Hadits
(hadits-hadits pilihan), kelengkapan tarikh Nabi Muhammad saw, dan lain-lain),
menurut saya beliau adalah salah seorang dari kalangan ulama Ahlussunnah
kawasan Nusantara yang tulisan-tulisannya perlu dibaca oleh generasi Islam
sekarang, meskipun tidak menutup mata ada satu dua kesalahan. Beliau adalah
seorang alim, untuk kawasann Nusantara ini mencari orang yang ilmunya setaraf
dengan beliau bisa ditunjuki dan dihitung dengan jari, akan tetapi sayang, para
pewaris ilmu beliau dan para penerusnya tidak menonjol sebagaimana penerus
Ahmad Hassan, Asy-Syaikh Ahmad Syurkati, Ahmad Dahlan, dan Hasyim
Asyari rhm. Mudah-mudahan generasi Islam masa kini bisa mewarisi ilmu-ilmu
mereka, yang haq dengansebaik-baiknya.
Selanjutnyamengingat keterbatasan saya, maka saya akan menjawabbeberapa
pertanyaan tersebut yang saya anggap perlu sesuai dengan kemampuan saya,
mudah-mduahan tidak menyelesihi yang haq, jika jawaban saya kurang
memenuhi pertanyaan , minimal saya telah berusaha menunaikan satu kewajiban
yaitu menunaikan salah satu dari hak dan kewajiban seorang muslim terhadap
muslim yang lain, sebagaimana yang tersebut dalam hadits yang masyhur
dikalangan kaum muslimin yakni :
Dan apabila (mereka) meminta nasehat kepadamu, maka berilah nasehat
kepadanya. Adapun jawaban saya terhadap pertanyaan tersebut adalah sebagai
berikut :
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
3/51
B. Penjelasan Madzhab, Bermadzhab dan Wahabi.
1. Sejarah Ringkas Terbentuknya Madzhab-Madzhab.
Para sahabat r.a belajar masalah agama dan meminta fatwa langsung kepada
Rasulullah saw dan pada waktu beliau masih hidup, telah ada sebagian sahabat yang
memberikan fatwa kepada manusia sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih
yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim, berkenaan dengan
kisah seorang pekerja buruh yang berzina dengan istri tuannya. Dalam hadits tersebut
dikatakan bahwa sebelum orang tua lelaki pekerja buruh yang masih bujang itu
menanyakan hukuman hadnya kepada Rasulullah saw, dia telah bertanya kepada ahlul
ilmi, yang ada disekitarnya dan mereka telah menjawabnya, (Lihat Tafsir Ibnu Katsir
3/271), dan ada juga contoh-contoh lain.
Kemudian sesudah Rasulullah saw wafat, tidak semua sahabat menjadi mufti, tugas
fatwa dipikul oleh sebagian mereka, terutama yang banyak memberikan fatwa. Al
Allamah Ibnu Qoyyim rhm, menyebutkan masalah ini dalam pendahuluan kitabnya,
Ilamul Muwaqiin. Kemudian karena banyaknya jihad ekspansi dan banyak negeri-
negeri kafir ditaklukan, oleh tentara Islam yang dipelopori oleh para sahabat r.amaka
tersebarlah mereka di seluruh penjuru negeri dan kota-kota yang ada, diantara mereka
ada yang keluar berjihad ke Romahormuz, seperti Abdullah bin Umar, ada yang ke
Kabul, Afghanistan, seperti Abdur Rahman bin Samrah, dan ada yang ke Syam, Irak,
Mesir, India, Sind, negara-negara bagian Rusia, Afrika Utara dan lain sebagainya,
-Subhanallah- sungguh tidak bisa dibayangkan bagaimana semangatnya para sahabat
r.a dalam berjihad untuk menundukkan negara-negara kuffar dan menyebarkan Islam
ke seluruh penjuru bumi yang bisa mereka jangkau. Dari satu data saja misalnya, pada
waktu haji wada (haji perpisahan), jumlah sahabat yang ikut hadir, bersama-sama
Rasulullah saw pada saat itu tidak kurang dari 100.000 (seratus ribu) sahabat, akan
tetapi dari jumlah yang begitu banyaknya yang dikuburkan di kuburan, Al-Baqi
hanya sekitar, 250 sahabat saja, atau bahkan kurang daripada jumlah itu, maka kira-
kira selebihnya dimana mereka meninggal dan dimana mereka dikuburkan? wallahu
alam- yang jelas mayoritas mereka mati dalam keadaan menunaikan tugas suci
keluar berdakwah dan berjihad fie sabilillah.
Kemudian para penduduk masing-masing negeri yang dikunjungi dan ditempati para
sahabat r.a, berguru dan belajar ilmu dari para sahabat yang ada dikalangan mereka,
mereka belajar dari sahabat tersebut ilmu syariat seperti Alquran, Al Hadits, dan fiqih
dan pada masa itu hadits dan fiqih belum ditulis dan dihimpunkan dalam buku-buku.
Hadits Rasulullah saw, baru mulai dibukukan dan dihimpunkan pada akhir abad
pertama pada tahun 99 Hijriyah, atas perintah Amirul Mukminin Umar bin Abdul
Aziz, karena beliau khawatir ilmu akan hilang dengan wafatnya para ulama,
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
4/51
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari bahwa Umar bin Abdul Aziz
menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazan yakni amil atau wakil beliau yang
ditugaskan di Madinah untuk meneliti hadits Rasulullah saw dan menulisnya. Berkata
Ibnu Hajar Al Asqalany (852 H) dlam sejarahnya bahwa Abu Naim telah
meriwyatkan kisah ini dalam tarikh Asbahan dengan lafaz yang maksudnya : Bahwa
Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat ke seluruh penjuru memerintahkan agar
memperhatikan dan meneliti hadits Rasulullah saw, dan menghimpunkannya, lihat
Fathul Bari I/194-195.
Maka bangkitlah para ulama pada saat itu untuk menulis dan menghimpunkan hadits
dengan cara dan kebijaksanaan masing-masing, ada yang menghimpunkannya sesuai
dengan sahabat yang meriwayatkannya, maka disebut masanid (musnad) dan ada
juga yang menghimpunkannya sesuai dengan bab ilmu dan fiqih, yang ini disebut
Muwaththa, Mushannaf, Al-Jami dan Sunan, dan sebagainya.
Lalu perkembangan berikutnya untuk memelihara Assunnah atau hadits daan menjaga
keasliannya, Alah taala mengilhamkan ilmu hadits kepada ulama-ulama kita yang
hebat-hebat, antara lain mereka adalah (sesuai dengan urutan wafatnya) :
Al-AuzaI (157 H), Syubah bin al-Hajjaj (160 H), Sufyan Ats-Tsauri (161 H), Malik
Bin Anas (179 H), Waki bin Al Jarah, (197 H), Sufyan bin Uyainah (198 H), Abdur
Rahman bin Al Mahdi, (198 H), Yahya bin said Al-Qoththony (198 H).
Kemudian sesudah mereka, Yahya bin Muin, (233 H), Ali bin Al Madini, Ishaq bin
Rahawiyah (238 H) dan Ahmad bin Hambal (241 H).
Kemudian sesudah itu Ashabu Kutubus Sittah (Penulis Buku Hadits yang Enam)
yaitu : Al Bukhari (256 H), Muslim (261 H), Ibnu Majah (273 H), Abu Daud, (275
H), At-Tirmidzi (279 H), dan an-NasaI (303 H).
Kemudian sesudah mereka, Abdur Rahman bin Abi Hatim Ar-Razi (327 H), penulis
kitab Al-Jarhu wat-Tadil, sebuah buku yang menjadi rujukan utama bagi para penulis
sesudahnya dalam masalah ini.
Kemudian sesudahnya : Ad-Daruquthni (385 H), Al Khathib al Baghdadi (463 H),
dan lain-lainnya.
Mka dengan jasa-jasa ulama- ulama tersebut sempurnalah penlisan buku-buku hadits
yang masyhur pada akhir abad ketiga termasuk penyebutan perawi-perawinya,
sehingga ulama-ulama pakar sesudahnya yang berbicara dalam masalah ini termasuk
rijal hadits, seperti Al Hafidz Al Mishri, Adz-Dzahabi, Ibnu Hajar, Ibnu Sholah, (643
H), dan sebagainya semuanya merujuk kepada mereka Radhiyalaahu anhum wa
Rohiimahum ajmaiin-
Adapun pembukuan fiqih dalam buku tersendiri yang sebelumnya masih bercampur
dengan kitab-kitab hadits sesuai dengan bab-babnya, baru terjadi pada akhir abad
kedua, hampir satu abad setelahpembukuan hadits, yaitu dengan bentuk, para
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
5/51
shahabat masyayikh dan murid-muridnya, menghimpun fatwa-fatwa syaikh-syaiknya
dalam berbagai persoalan, maka yang masyhur pada saat itu adalah :
1. Abu Hanifah, (150 H) di Kufah.
2. Al- AuzaI di (157 H) di Syam.
3. Malik bin Anas (179 H) di Madinah.
4. Sufyan bin Uyainah (198 H) di Mekah.
5. Asy-SyafiI (204 H) di Bagdad dan Mesir.
6. Ahmad bin Hambal (241H) di Bagdad.
7. dan masih banyak lagi selain mereka, seperti Sufyan At-Tsauri (161 H), Al-Laits
bin Saad (175 H), Ishaq bin Rahawiyah (238 H), dan lain sebagainya.
Imam-imam ini berfatwa berdasarkan Al-Kitab dan Assunnah dan ucapan sahabat dan
tabiin baik dalam masalah yang telah disepakati oleh mereka maupun yang
diperselisihkan dan ada juga yang berfatwa berdasarkan qias diatas Al-Kitab,
Assunnah dan Ijma.
Maka dari sinilah lahir dan terbentuknya maszhab-madzhab yaitu dari fatwa-fatwa
Imam-Imam yang ditulis oleh murid-muridnya, lalu madzhab-madzhab tersebut
terbagi menjadi dua, ada yang diikuti dan ada yang tidak diikuti.
Adapun madzhab-madzhab yang diikuti yaitu :
a. Madzhab Imam Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit rhm (150 H).
b. Madzhab Imam Malik bin Anas rhm (179 H) .
c. Madzhab Imam Muhammad bin Idris Asy-SyafiI rhm (204 H).
d. Madzhab Imam Ahmad bin Hambal rhm (241 H).
Dan akhirnya dikenali dengan sebutan Al Madzahibul Arbaah (Madzhab yang
Empat), yang mana setiap madzhab ini mempunyai pengikut dari kaum muslimin,
dari semenjak terbentuknya hingga sampai saat ini.
Adapun madzhab-madzhab yang tidak diikuti, seperti Madzhab Al-AuzaI, Al-Laits
bin Saad, Ishaq bin Rahawiyah dan lain sebagainya, semula mereka mempunyai
pengikut, pada zamannya, namun akhirnya terputus beramal dengan madzhab
mereka, akan tetapi ucapan-ucapan Imam-Imam tersebut tetap ter-rekamdalam kitab-
kitab fiqih dan masih diperhitungkan keberadaannya dalam masalah ikhtilaf dan
ijma.
Kemudian sesudah mereka munculah seorang ulama bernama Daud bin Ali Al
Asbahani (270 H), beliau menolak qias dalam berdalil dan berhujjah, hanya
mengambil tiga saja, yaitu : Al-Kitab, Assunnah dan Ijma. Dan beliau berlebih-
lebihan dalam berhujjah dengan dzahirnya nash-nash sehingga para pengikutnya
disebut Adz-Dzahiriyah, dan madzhabnya akhirnya disebut dengan Madzhab
Dzhahiri, dan salah seorang pengikutnya yang sangat terkenal adalah Ibnu Hazm
yang dengan ijtihadnya beliau juga menolak qias. Madzhab ini tidak banyak diikuti
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
6/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
7/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
8/51
2. Ar-Risalah oleh Ibnu Abi Zaid Al qirwani (Abu Muhammad
Abdullah bin Abdur Rahman an-Nafzawi (386 H), beliau adalah imam
dari para pengikut madzhab Maliki pada masanya.
3. Abu Umar Ibnu Abdil Barr (463 H) dia menulis kitab Al-Kaafi
fi Fiqhi Ahlil Madinah Al0Maliki dan KItab At-Tamhid lima fil
Muwaththa minal maaani wal masaanid dan kitab al-Istidzhar fi Syarhi
Madzhahibil Ulamaaul Anshar.
4. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid oleh Ibnu Rusyd Al
Hafidz (595 H).
5. Syuruh Mukhtashar Kholil oleh Al Allamah Kholil bin Ishaq bin
Musa Al Maliki (776 H) dan sebagainya.
C. Kitab-Kitab Fiqih Madzhab Asy-Syafii.
1. Al-Umm oleh Imam Asy-SyafiI (Muhammad bin Idris Asy-Syafii (204
H)).
2. Al-Muhadzdzab oleh Abu Ishaq Asy-Syairazi (Ibrahim bin Ali (476 H)).
Beliau juga menulis kitab fiqih At-Tanbiih.
3. Al-Wajiz oleh Abu Hamid Al-Ghazali (505 H) dan disyarah oleh Abul
Qasim Ar-RafiI (623 H) dalam kitabnya Fathul Aziz Syarhul Wajiz.
4. Al Majmu oleh An-Nawawi, demikian juga dengan kitab Syarh Al
Muhadzdzab (676 H), yang belum tamat karena beliau meninggal (sampai
pada bab Riba) lalu disempurnakan oleh sejumlah ulama sesudahnya
yaitu ali bin Abdul Kaafi As-Subki Al-Kabir, Muhammad Najib al MuthiI
dan Muhammad Husain Al Aqbi.
5. Minhajut-Tholibin wa Umdatul Muftiyyin oleh An-Nawawi kitab ini
berjilid-jilid dan termasuk kitab yang paling penting bagi orang-orang
yang akhir yang bermadzhab Asy-SyafiI dan kitab ini disyarah oleh
banyak ulama dari madzhab ini antara lain :
- Ibnu Hajar al-Maki Al Haitami (974 H) dengan nama
Tuhfatul Minhaj bi syarhil Minhaj.
- Syamsuddin Muhammad Asy-Syarbini Al-Khathib
(977 H) dengan nama : Mughnil Muhtaz bi Syarhil Minhaj.
- Syamsuddin Abul Abbas ar-Ramli (Muhammad bin
Ahmad bin Hamzah (1004 H)), dengan nama Nihayatul Muhtaz bi-
Syarhil Minhaj.
- Dan lain-lain
6. Radlatuth-Tholibin oleh An-Nawawi tebal kitab ini ada 12 jilid dan
merupakan kitab tersendiri, bukan termasuk bagian dari kitab Minhajuth-
Tholibin.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
9/51
7. Kitab-kitab Syaikhul Islam Abu Yahya Zakaria Al Anshori (936 H) seperti
Al-Ghararul Bahiyyah fi Syarhil Bahjah Al Wardiyyah dll.
8. Al-Fatawa Al Kubra oleh Ibnu Hajar Al Makki Al Haitami.
9. Kifayatul Akhyar oleh Abu Bakar al Hushni Asy-SyafiI (829 H), Syarah
matan Ghayatul Ikhtishor oleh Al-Qodhi Abu Syuja al Asfahani.
D. Kitab-Kitab Fiqih Madzhab Hambali.
Penghimpun fiqih Madzhab Hambali adalah Abu Bakar Al-Khallal (311 H)
penulis kitab As-Sunnah beliau mengumpulkan fiqih Ahmad bin Hambal
rhm dari murid-muridnya, yakni dalam kitab beliau Al-Jami fil Madzhab.
Sebenarnya ulama-ulama terdahulu dari kalangan madzhab ini telah banyak
menulis fiqih, seperti Al-Qodhi Abu Yala (458 H), Abul Wafa bin Uqail
(513 H), Abul Khithoh Al-Kaludzani (510 H), Abul Barkat Ibnu Taimiyah
(625 H), akan tetapi kitab mereka tidak tersebar, lalu dinukil olehpara ulama
sedsudahnya yang menulis fiqih dalam madzhab ini seperti : Ibnu Qudamah,
Ibnu Muflih dan Mardawi.
Adapun kitab-kitab yang tersebar antara lain sebagai berikut :
1. Kitab-kitab tulisan Al-Muwaffiq Ibnu Qudamah (620 H). Beliau
menulis empat kitab yang terkenal, yaitu :
(a). Al-Umdah, (b) Al Mughni. (c) Al Kaafi, (d). Al-Mughni.
Buku-buku ini disyarah oleh para ulama antara lain sebagai berikut :
Al-Umdah disyarah oleh Bahauddin Al Maqdisi (624 H),
dalam bukunya Al-Uddah Syarhul Umdah.
Al Muqni syarah dan ikhtisarnya banyak antara lain :
- Syarah Syamsuddin Abul Faraj Abdur Rahman bin
Qudamah (682 H), dalam kitabnya Asy-Syarhul Kabir Abul
Faraj menamakan syarahnya dengan Asy-Syaafi.
- Syarah Syaifuddin Ibnul Manja (695 H), dalam
kitabnya Al-Mumti Syarhul Muqni.
- Syarah Alauddin Al-Mardawi (885 H) dalam
kitabnya Al-Inshaf fi Bayanir Rajih Minal Khilaf kitab sebanyak
12 jilid, kitab ini menghimpun kebanyakan pendapat fuqoha, dalam
madzhab ini, dan tidak banyak menyebutkan dalil, maka
kedudukan beliau dalam madzhab tersebut mufti muqollid dalam
madzhab.
- Syarah Ibnu Muflih dalam kitabnya,l Al-Mubda
Syarhul Muqni (Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad bin
Muflih (884 H)), penulis kitab Al-Maqshadul Arsyad fi Dzikri
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
10/51
Ashhabil Imam Ahmad, beliau bukan Syamsuddin Ibnu Muflih
(762 H), penulis kitabAl Furu.
Adapun ikhtisar dari kitab Al-Muqni antara lain adalah kitab
Zadul Mustanqi oleh Syarafuddin Musa Al Hajawi (986 H),
merupakan matan yang sangat penting dalam Madzhab Hanabilah dan
lain sebagainya.
Al-Kaafi. Tetap sebagaimana asalnya kitab ini terdiri dari 4
jilid.
Al-Mughni sebanyak 9 jilid ada yang dicetak menjadi satu
dengan Asy-Syarahul Kabir Alal Muqni dalam 12 jilid dan
kementrian wakaf Kuwait telah membuat daftar isi dan bahasannya
secara tertib menurut abjad dengan nama, Mujamul Fiqih Al-
Hambali dicetak dalam dua jilid, Mujam (Kamus) ini merupakan
kamus yang komplit dan besar manfaatnya.
2. Kitab-kitab Syamsuddin Ibnu Muflih (Abu Abdullah Muhammad
bin Muflih Al Maqdisi Al Hambali (763 H)), yang terpenting dari kitab Al
Furu; ialah menyebutkan pendapat-pendapat yang dipilih oleh Asy-
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H). apabila beliau mengatakan ,
Berkata Syaikhuna berarti yang disebut adalah Syaikhul Islam IbnuTaimiyah , kitab Al Furu ada 6 jilid beliau juga menulis buku Al-
Adabus-Syariyyah wal Manhul Marriyah.
3. Syarafuddin Musa Al-Hajawi (968 H), buku beliau yaitu Zaadul
Mustaqni Muktashor Al Muqni dan kitab yang lain, Al-Iqna yang
disyarah oleh ASy-Syaikh Al Baghuti dalam Kasysyaful qina
4. MarI bin Yusuf Al-Karami Al-Hambali (1033 H), buku beliau
adalah matan Daliluth-Tholib dan disyarah oleh beberapa ulama.
5. Manshur bin Yunus al-Bahuti (1051 H), beliau menulis beberapa
buku fiqih yaitu,
Ar-Raudhatul Mari Syarhu Zaadil Mustaqni
Syarhul Muntahal Iradat, 3 jilid, dan kitab Muntahal Iradat fil
JamI Bainal Muqni wat Tanqih Maasy Syarhi waz-Ziyaadat oleh
Asy-Syaikh Ibnun Najjar al-futuhi Al Hambali (972 H).
Kasyfatul qina ala Matnil Iqna setebal 6 jilid.
Catatan : Kitab-kitab Asy-Syaikh Manshur Al Bahuti merupakan
pegangan atau sandaran bagi para ulama jazirah Arabia dalam berfatwa
dari sejak zaman Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab (1206 H)
hingga hari ini, sebagian mereka ada yang berpegang dengannya dan
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
11/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
12/51
yang telah disebutkan sebelumnya, Asy-Syaukani rhm dilahirkan di
Yaman, beliau lama menjabat sebagai qodhi (hakim) bahkan sebagai
pimpinan para hakim yang bermadzhab Syiah Zaidiyah yaitu golongan
Syiah yang paling dekat dengan pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah,
mereka adalah Asy-Syiah Al Mufadhdhilah (yaitu syiah yang
menganggap Ali bin Abi Thalib r.a lebih utama daripada shahabat
termasuk Abu Bakar, Umar dan utsman r.a), Asy-Syaukani hendak
berbuat baik dan memberi nasehat serta berkhidmat kepada penduduk
negerinya daripara pengikut madzhab zaidi, dan orang-orang yang
mempelajari fiqihnya, maka beliau mengoreksi dan mengkritik sebagian
maudhu dari kitab Al-Azhar dan menerangkan yang benar sesuai
dengan Al-Kitab dan Assunnah yang terdapat di dalamnya, oleh karena itu
kitab tersebut termasuk kitab tarjih.
4. itulah kitab-kitab fiqih yang terkenal di dalam berbagai madzhab
ahlussunnah wal jamaah, adapun kitab-kitab fiqih yang dipunyai
golongan-golongan syiah dan sebagainya tidak perlu saya sebutkan disini ,
sebab tidak ada kepentingannya, dan peranannya bagi kita sebagai
Ahlussunnah, selain untuk mengetahui kebatilannya dan hal ini tidak
diwajibkan atas setipa muslim kecuali orang-orang yang bersangkutan
dengannya, misalnya untuk berhujjah, dan berdebat dengan mereka, untuk
berdakwah, memberi tahdzir kepada umat tentang bahaya syiah, atau bagi
setiap muslim, yang menghadapi fitnah mereka, atau yang hidup di
kalangan mereka, agar terhindar dari keburukan-keburukan dan kebatilan-
kebatilan mereka, kitab-kitab fiqih syiah tidak dijadikan sandaran,
pegangan dan rujukan bagi Ahlussunnah dan Ahlul Ilmi dan tidak
diperhitungkan dalam masalah Ijma dan Ikhtilaf.
Adapun mengenai kitab-kitab Fiqih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Al-
Allamah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah rhm. Tidak kita masukkan dalam
rangkaian kitab-kitab fiqih Madzhab, alasannya antara lain sebagai
berikut:
1. Beliau berdua tidak menulis buku
fiqih tersendiri yang memuat segala persoalan fiqih atau sebagiannya
secara urut sebagaimana kitab-kitab fiqih yang lain.
2. Hampir seluruh masalah fiqih yang
beliau bahas adalah berupa fatwa karena menjawab pertanyaan atau
menjelaskan kepada ummat atau mentarjih pendapat-pendapat ulama
Assunnah yang sezaman dengan beliau maupun sesudahnya,
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
13/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
14/51
orang-orang yang berikutnya adalah generasi Tabiin, kemudian orang-orang yang
berikutnya adalah generasi para pengikut Tabiin.
Untuk lebih jelasnya saya berikan disini tarif atau definisinya secara singkat dari
masing-masing generasi yaitu sebagai berikut :
a. Ash-Shohabah (Ash-shohabi)m yaitu orang-orang yang hidup
sezaman dengan Nabi Muhammad saw, pernah bertemu dengan beliau dalam
keadaan muslim dan meninggal dalam keadaan muslim.
b. At-Taiun/ at-Tabiin (At-Tabii) : yaitu orang yang pernah
bertemu dengan shahabat dalam keadaan muslim dan meninggal dalam
keadaan muslim.
c. Tabiut-Tabiin atau Atbaut Tabiin (pengikut tabiin) : yaitu
orang yang pernah bertemu dengan tabiin dalam keadaan muslim, dan
meninggal dalam keadaan muslim.
Berkata Ibnu Hajar Al Asqolani rhm (852 H) : Dan mereka bersepakat (ahlul
ilmi) bahwasanya akhir dari pengikut Tabiin yang bisa diterima ucapannya
adalah orang yang hidup sampai batasan 220 H, sesudah masa itu muncullah
berbagai macam bidah golongan mutazilah, menyebar omongannya disana-sini,
para pengusung filsafat mengangkat kepala-kepalanya, sementara ahlul ilmi tngah
menghadapi ujian dan cobaan dipaksa mengatakan bahwa Alquran adalah
makhluk, dan situasi benar-benar berubah dan terus-menerus dalam keadaan yang
kurang dan memprihatinkan sampai sekarang (lihat Fathul Bari 7/6) .
Berdasarkan keterangan terseut maka tiga qurun (abad) yang disaksikan
keutamaannya dan kebaikannya oleh Rasulullah saw itu berarti berakhir pada 220
H, maka generasi yang terbaik adalah generasi yang hidup pada masa Rasulullah
saw sampai tahun 220 H.
Imam-imam yang empat , yaitu Abu Hanifah (Wafat 150 H), Malik bin Anas
(Wafat 179 H), Muhammad bin Idris Asy-SyafiI (Wafat 204 H) dan Ahmad bin
Hambal (Wafat 241 H) rohimahumullahu ajmain.
Beliau berempat termasuk dalam generasi terbaik itu, karena mereka hidup pada
masa sebelum tahun 220 H dan bergaul dengan generasi tersebut bahkan termasuk
imam-imamnya, dan keempat imam ini semuanya termasuk Tabiut-Tabiin
(pengikut tabiin) kecuali Imam Abu Hanifah rhm diperselisihkan, ada yang
berpendapat beliau termasuk Tabiin karena dikatakan pernah bertemu dengan
Ash-Shahabi Anas r.a dan meriwayatkan hadits dari beliau wallahu alam- lihat
muqaddimah Al Fiqhul Islamy Wa Adillatuhu tulisan Az-Zuhaili.
Berkata Ibnu Hazm r.a, Bermadzhab tidak dikenali dan tidak diamalkan pada
tiga abad yang terbai, hanyasanya ia terjadi sesudah itu, kalaulah bermadzhab itu
baik niscaya diamalkan oleh generasi pada abad yang disaksikan kebaikannya
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
15/51
oleh Rasulullah saw, maka tidak diragukan lagi bahwa ia adalah termasuk bidah
yang baru1.
Berkata Ibnul Qoyyim rhm (751 H) : Sesungguhnya kami mengetahui secara
dharurah bahwasanya pada masa shahabat tidak ada seorangpun yang menjadikan
salah seorang diantara mereka yang ditaqlidi dalam semua pendapatnya dan tidak
ada sesuatupun yang digugurkan atau ditinggalkan dari padanya, dan
meninggalkan pendapat-pendapat yang lainnya dan tidak mengambil sesuatupun
darinya. Dan kami mengetahui secara dharurah bahwa hal yang seperti ini tidak
terjadi pada masa Tabiin dan tidak pula pada masa Tabiit-Tabiin dan
seterusnya sampai kata-katanya- hanyasanya bid;ah ini adalah terjadi pada abad
keempat yang tercela melalui lisan Rasulullah saw.2
Berkata Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syanqithi rhm (penulis tafsir
Adhwaul Bayaan), Adapun bentuk taqlid yang dilakukan oleh orang-orang
akhir yang menyelisihi para sahabat dan selain mereka yang hidup pada abad
yang disaksikan kebaikannya adalah taqlid kepada satu orang tertentu tanpa yang
lainnya dari seluruh ulama maka sesungguhnya taqlid semacam ini tidak tersebut
dalma nash Al-Kitab dan Assunnah, dan tidak ada seorangpun dari sahabat
Rasulullah saw yang berpendapat seperti ini dan tidak juga seorangpun dari
mereka yang hidup pada abad yang disaksikan kebaikannya.
Dan pendapat ini menyelisihi ucapan-ucapan imam-imam yang empat, tidak ada
seorangpun dari mereka yang berpendapat dengan jumud diatas pendapat satu
orang tertentu tanpa yang lain dari seluruh ulama kaum muslimin.
Maka taqlid kepada alim tertentu adalah termasuk bidah pada abad ke empat,
siapa yang tidak setuju dengan pernyataan ini, silahkan tunjukkan kepada kami
contoh satu orang saja yang hidup pada masa tiga abad pertama yang memegangi
madzhab satu orang tertentu, sekali-kali tidak akan dapat memberikan contoh
selama-lamanya, karena memang tidak terjadi sama sekali3.
4. Ikhtilaf (perselisihan) ulama dalam menghukumi bermadzhab.
Yang dimaksud bermadzhab atau dalam bahasa Arab disebut dengan At-
Tamadzdzahub ialah : Iltizam (komitmen)nya seseorang terhadap ucapan-
ucapanatau pendapat-pendapat madzhab tertentu dia tidak pernah terkeluar dari
pendapat-pendapat madzhab itu dalam meminta fatwa dan amalannya.4
Para ulama berselisih dalam menghukumi bermadzhab, jika disimpulkan bisa
dibagikan menjadi tiga kelompok atau tiga pendapat yaitu sebagai berikut :
1. Kelompok atau pendapat yang melarang.
1 Al-Ihkam 6/1462 Ilamul Muwaqiin 2/189.3 Adhwaaul Bayan 7/488-499.4 Al-Jami 5/30.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
16/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
17/51
selain itu, ucapan seperti ini hanya sekedar ucapan belaka dan tidak
menjadikanorang yang mengucapkan benar-benar bermadzhab sebagaimana
yang dia ucapkan, seperti halnya dengan orang yang mengatakan, Saya ahli
atau pakar fiqih. Atau Saya ahli ilmu Nahwu. Atau Saya pakar menulis.
Orang tersebut tidak akan menjadi sedemikian jika hanya dengan sekedar
mengaku dan mengucapkan saja.
Maka pengakuan seseorang bahwa dia adalah SyafiI atau Maliki atau Hanafi
berarti dia telah mengikuti Imam tersebut dan menempuh jalan (metode)nya.
Maka pengakuan ini dianggap sah apabila orang tersebut benar-benar telah
menempuh jalan imam itu dalam ilmu, marifah dan istidlal (berdalil). Adapun
jika pengakuannya itu disertai kebodohannya dan sangat jauhnya dari sirah
atau perjalanan imam jauh dari ilmunya dan jalannya, maka bagaimana bisa
benar penisbahan dirinya terhadap imam tersebut selain hanya sekadar
mengaku saja dan omong kosong yang tidak berarti.
Orang awam tidak terbayang sahnya madzhab baginya, seandainya
terbayangkan hal itu tidak diwajibkan kepadanya dan tidak pula kepada yang
lainnya. Dan tidak diwajibkan kepada seorangpun untuk bermadzhab dengan
madzhab satu orang lelaki dari umat ini, yang mana ucapan-ucapannya
diambil seluruhnya dan meninggalkan ucapan-ucapan yang lainnya.
Ini merupakan bidah yang buruk yang terjadi pada ummat ini, tidak ada
seorangpun dari Imam-Imam Islam yang mengatakan seperti ini, sedangkan
kedudukan mereka lebih tinggi dan lebih agung nilainya dan lebih mengetahui
dengan Allah dan Rasul-Nya, mereka tidak mewajibkan manusia untuk
bermadzhab dan jauh darinya ucapan orang yang mengatakan: wajib
bermadzhab dengan madzhab salah seorang alim dari ulama dan jauh darinya
ucapan orang yang mengatakan, Wajib bermadzhab dengan salah satu
madzhab yang empat.
Aduhai sungguh mengherangkan! Madzhab-madzhab sahabat Tabiin dan
Tabiut-tabiin serta seluruh ulama Islam mati dan batal keseluruhannya yan
gtinggal dantersisa hanya madzhab-madzhab empat jiwa saja dari seluruh para
imam dan fuqoha maka adakah satu orang saja dari imam-imam itu yang
megantakan seperti ini, atau menyeru kepadanya, atau satu lafadz saja dari
perkataan mereka yang menunjukkan demikian?
Dan yang diwajibkan Allah taala dan Rasul-Nya atas sahabat Tabiin dan
Tabiut-Tabiin , ia juga diwajibkan atas orang-orang sesudah mereka, sampai
hari kiamat, kewajiban tidak berbeda dan tidak berubah meskipun berbeda
kualitasnya atau ukurannya karena berbeda kemampuan dan kelemahannya,
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
18/51
zamannya, tempatnya dan keadaannya, maka yang dmeikian itu
jugamengikuti kepada apa yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya.
Dan barangsiapa yang membenarkan madzhab bagi orang awam dia berkata,
Dia telah meyakini bahwasanya madzhab yang dia menisbahkan diri
kepadanya berarti yang haq atau kebenaran. Maka wajib atasnya memenuhi
keyakinannya, ucapan mereka ini andaikan benar tentu wajib darinya utuk
tidak meminta fatwa bahkan haram meminta fatwa kepada orang yang selain
dari madzhab yang diyakininya.
Adapun contohnya seperti, mengikuti yang rukhshah- rukhshah dari madzhab-
madzhab yang ada, yaitu seperti ucapan Imam Ahmad bin Hambal rhm,
Seandainya ada seseorang yang mengamalkan pendapat penduduk Kufah
dalam (masalah hukum) mendengarkan, dan penduduk Mekkah dalam
masalah hukum muthah, dia adalah fasiq. (Irsyadul Fuhul, hal 253).
Dari sinilah sebagian ulama mewajibkan atas orang awam untuk melazimi
madzhab tertentu, sebagaimana dikatakan oleh An-Nawawi rhm, dan
dengannya Abul. Hasan Al-Kayya memutuskan dan hal ini berlaku pada
setiap orang yang tidak mencapai martabat ijtihad dari para fuqoha dan
orang-orang yang memiliki semua bentuk ilmu, dengan alasan, seandainya
dibolehkan mengikuti madzhab yang mana saja dikehendakinya, niscaya akan
membawa kepada pengambilan yang ringan-ringan dari madzhab-madzhab
yang ada sesuai dengan hawa nafsunya, dan memilih-milih antara yang
demikian ini akan mengakibatkan rusaknya dan merosotnya kualitas dalam
menunaikan tanggung jawab dan kewajiban, berlainan dengan periode
pertama, sebab pada masa itu, madzhab-madzhab belum terbentuk dengan
sempurna danmemadai dengan hukum-hukum dan peristiwa-peristiwa yang
terjadi yang terkoreksi dan dikenal, oleh karena itu diwajibkan berijtihad
dalam memilih madzhab yang diikutinya atas ketentuan5
Dari keterangan tersebut dapat diketaui bahwasanya ulama yang mewajibkan
bermadzhab tidak mempunyai dalil atau alasan selain saddudz
dzariatittarakhkhush (menutup wasilah yang mengantarkan kepada sikap
memilih yang rukhsah). Imam Nawawi cenderung kepada pendapat ini dan
mentarjihkan bagi orang awam bermadzhab dengan madzhab Asy-SyafiI
rhm.
Pihak yang melaran gbermadzhab telah berhati-hati terhadap hal yang
dikhawatirkan tersebut dan mengatakan bahwa tidak bermadzhab tidak berarti
memperkenankan bagi orang awam untuk mengikuti perkara-perkara yang
rukshah dalam madzhab-madzhab yang ada, sebagaimana pada akhir ucapan
5 Majmu An-Nawawi 1/55
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
19/51
Ibnul Qoyyim yang tersebut diatas, sebab tidak bolehnya mengikuti yang
rukhshah saja itu merupakan ijma yang tidak diperselisihkan lagi.
Berkata Ibnul Abdil Barr, Berkata Sulaiman At-Tamimi, Jika kamu
mengambil rukhshah setiap orang alim, telah terkumpul pada dirimu kejahatan
semuanya. 6
2. Kelompok yang Membolehkan dan Tidak Mewajibkan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rhm, termasuk dalam kelompok ini, beliau
ditanya, Apa pendapat para pemuka ulama dan imam-imam agama
radhiyallohu anhum ajmain- mengenai seorang lelaki yang ditanya, apa
madzhabmu? Lalu dia menjawab, Muhammadi (pengikut Muhammad), saya
mengikuti Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad saw. Maka
dikatakan kepadanya, Seyogyanya bagi setiap mukmin mengikuti madzhab
dan barangsiapa yang tidak bermadzhab, maka dia adalah syaitan. Lalu dia
berkata, Apa madzhab Abu Bakar Ash-Shiddiq dan khalifah-khalifah
sesudahnya rhm? Maka dikatakan kepadanya, Tidak patut bagimu kecuali
mengikuti madzhab-madzhab ini. Maka manakah yang betul diantaranya
keduanya? Berilah fatwa kepada kami semoga Allah Taala memberikan
pahala kepadamu.
Maka beliau rhm menjawab sebagai berikut :
Alhamdulillah (segala puji bagi Allah), hanya sanya diwajibkan atas manusia
adlah taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka ulul amri yang Allah
memerintahkan agar taat kepada mereka dalam firman-Nya, Khot Arab
Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnah) jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu
lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa: 59)
Apabila seorang muslim menghadapi satu persoalan, maka dia wajib bertanya
dan meminta fatwa kepada seseorang yang diyakini memberi fatwa kepadanya
dengan syariat Allah dan sunnah Rasul-Nya dari madzhab yang manapun
juga, dan tidak wajib atas seseorang dari kaum muslimin taqlid kepada satu
orang saja dari ulama dalam setiap apa yang diucapkannya, dan tidak wajib
atas seseorang dari kaum muslimin melazimi madzhab orang tetetnu selain
Rasulullah saw dalam segala apa yang diwajibkannya dan diberitahukan
dengannya, bahkan setiap orang ucapannya ada yang diambil dan ada yang
ditinggalkan kecuali Rasulullah saw.
Ikutnya seseorang kepada madzhab orang tertentu dikarenakan dia tidak
mampu mengetahui syariat dari jalan yang lain, hal ini diperkenankan
6 Jami Bayanil Ilmi 2/92
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
20/51
baginya, bukannya wajib atas setiap orang jika dia mungkin mengetahui
syariat dengan jalan selain itu, bahkan setiap orang wajib bertaqwa kepada
Allah sesuai dengan kemampuannya, dan menuntut ilmu yang diperintahkan
Allah dan Rasul-Nya dengannya, lalu mengerjakan yang diperintahkan
danmeninggalkan yang dilarang wallahualam-7
Syaikul Islam berkata lagi, Dan apabila seseorang menjadi pengikuti Abu
Hanifah atau Malik atau Asy-Syafii atau Ahmad dan dia melihat dalam
sebagian masalah , bahwa madzhab yang lain lebih kuat lalu dia mengikutinya
berarti dia telah berbuat baik dalam hal itu, dan tidak tercela dalam agamanya
dan tidak pula pada keadilannya, masalah ini tidak dipertentangkan, bahkan
sikap inilah yang paling benar dan paling disukai Allah dan Rasul-Nya saw,
daripada taashub kepada satu orang tertentu saja selain Nabi saw, seperti
taashub kepada Malik atau Asy-Syafii atau Ahmad atau Abu Hanifah, dan ia
berpendapat bahwsanya ucapan orang tertentu itu adalah yang benar yang
mesti diikutinya, bukan ucapan imam yang menyelesihinya.
Maka barangsiapa yang berbuat seperti ini dia adalah orang yang jahil lagi
sesat, bahkan bisa jadi dia kafir, sesungguhnya bila dia meyakini bahwa wajib
atas manusia mengikuti satu orang saja dari para imam-imam itu tanpa imam
yang lain, maka wajib orang tersebut diminta bertaubat, jika enggan bertaubat
maka dibunuh, bahkan yang paling patut dikatakan; bahwasanya
diperkenankan atau sepatunya atau wajib atas orang awam bertaqlid kepada
salah satu orang tidak dia sendiri, tanpa menentukan orang tertentu misalnya
Zaid dan tidak juga Amru.
Adapun ucapan orang, Bahwasanya wajib atas orang awam bertaqlid kepada
si Fulan dan si Fulan, maka kata-kata seperti ini tidak diucapkan oleh seorang
muslim.
Dan barangsiapa berwala (loyalitas) kepada para imam-imam pencintai
mereka, bertaqlid kepada setiap masing-masing dari mereka, dalam perkara
yang jelas baginya sesuai dengan sunnah maka dia telah berbuat baik dalam
hal itu.8
Ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwasanya, barangsiapa mengikuti
apa yang mewajibkan mengikuti seorang alim dia sendiri saja, orang tersebut
disuruh bertaubat, jika enggan dia dibunuh, yakni karena dia telah kufur
disebabkan ucapan tersebut, karena sesungguihnya hakekat ucapannya berarti
dia telah menjadikan orang alim itu sebagai Rabb (tuhan) atau nabi yang
mashum, sebagaimana yang diterangkan beliau dalam ucapannya yang lain
sebagai berikut, Kalau seandainya dibuka bab ini niscaya wajib berpaling
7 MajmuFatawa Juz 20 hal 208-2098 Majmu Fatawa 22/248-249
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
21/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
22/51
dalil menyelisihi pendapat tersebut. (Lihat Al-Jami fi Tholabil Ilmi Syarif
5/35).
5. Sekilas Tentang Wahabi atau Wahabiyah.
Mengenai Wahabi dan sejarahnya, saya tidak mampu menerangkan secara detail
karena tidak memiliki buku rujukan, bagi para ikhwah atau ikhwan yang ingin
mengetahui selengkapnya saya persilahkan membaca tulisan-tulisan para penulis
yang jujur dalam masalah ini Insya Allah- anda bisa mendapatkannya di toko-
toko buku. Adapun dalam risalah ini saya hanya menyebut poin-poin tertentu
yang saya anggap penting dan berhubungan erat dengan pembahasan ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Istilah Wahabi berasal dari salah satu nama dari nama-nama
Allah yang baik (Al-Asmaaul Husna) yakni, Al-Wahhab yang berarti yang
Maha Memberi, nama dan lafadz yang agung ini lalu diletakkan di depan kata
Abdun maka terangkailah dalam satu kalimat Abdul Wahhab artinya,
Hamba Dzat Yang Maha Memberi, maknanya sama dengan Abdullah, Hamba
Allah. Ingat jangan salah mengartikannya, misalnya Abdur Rahman, bukan
berarti hamba yang pengasih, tetapi yang benar adalah hamba Yang Maha
Pengasih, atau Hamba Allah, jadi yang memiliki sifat Maha Pengasih adalah
Allah, bukan orang yang bernama Abdur Rahman.
Abdul Wahhab adalah nama orang tua (bapak) Al-Imam Al Mujaddid
Muhammad bin Abdul Wahhab rhm yang wafat pada tahun 1206 Hijriyah.
Dari kata Al-Wahhab dihilangkan (Alif-Lamnya) menjadi Wahhaab lalu
ditambah (Ya) nisbah, maka menjadi Wahhaabiyyun contoh-contoh yang
lain yang serupa dengan istilah ini, misalnya Hanafiyyun atau
Hanafiyyah, Malikiyyun atau Malikiyyah, Syafiiyyun atau
Syafiiyyah, atau contoh lain seperti Muhammadiyyun atau Muhammadiyah.
Kemudian menurut qoidah dan kebiasaan orang arab mereka tidak
mengucapkan harakat akhir dari sebuah kata yang terletak pada waqof
(pemberhentian kalimat), maka menjadi Wahhabiyyun dan seterusnya
menjadi Wahabi dengan menghilangkansyaddah atau tasydid dan mad pada
huruf Ha, mungkin untuk menghindari sebutan yang agak berat atau karena
mengikuti bahasa Indonesia Wallahu alam-
2. Istilah Wahabi bisa berarti pengikut Muhammad bin Abdul
Wahhab, dan bisa berarti madzhab atau aliran atau pemahaman atau ajaran
Muhammad bin Abdul Wahhab.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
23/51
3. Istilah Wahhabi bukan dicetuskan oleh Imam Muhammad bin
Abdul Wahhab sendiri, tidak juga oleh murid-muridnya dan para pengikut-
pengikutnya yang setia kepadanya, kalau kit abaca tulisan-tulisan beliau dan
pengikut-pengikut setianya tidak ada yang menyebut jamaahnya dengan
sebutan wahabi atau wahabiyah, kalaupun menyebutkannya karena terpaksa
menggunakannya sebab istilah tersebut sudah maklum, tidak berbeda dengan
istilah yang biasa mereka pakai tidak berbeda dengan istilah yang
dipergunakan olehgolongan yang mengaku Ahlussunnah wal Jamaah yang
lain, misalnya, Ahlussunnah wal Jamaah atau Ahlussunnah, atau Ahlul
Hadits, atau Al Firqoh An-Najiyyah atau Ath-Thoifah Al Manshurah, dan
sebagainya, atau mereka biasa menyebut dengan Ad-Dawah An-Najdiyah,
atau Ulamaaud-Dawah An-Najdiyah, karena tempat lahir mereka atau
markas dakwah mereka adalah di Najd, maka kemungkinan besar wallahu
alam- sebutan Wahhabi adalah bermuara dari luar kelompok tersebut dari
pihak-pihak yang tidak suka dengan dakwah dan jihad mereka.
4. Wahhabi bukan merupakan madzhab seperti madzhab Hanafi,
Maliki, Syafii, Hambali dan Dzhahiri, artinya mereka yang digolongkan
dengansebutan wahabi tersebut tidak menambah madzhab yang sudah ada
menjadi madzhab yang kelima atau yang keenam, mereka hanyalah thoifah
atau segolongan dari kalangan kaum muslimin yang bangkit menegakkan
kebenaran, mendakwahkan Islam yang benar, berusaha mengembalikan kaum
muslimin kepada Alquran dan Assunnah, dengan dakwah dan jihad, dengan
ilmu dan kekuatan, dengan kitab dan besi.
Maka banyak dari kalangan ahlul ilmi pada masa sesudah Imam Muhammad
bin Abdul Wahhab yang menyebut bahwasanya beliau adalah seorang
mujaddid (pembaharu atau reformis), yang telah memperbaharui dan
memperbaiki urusan dien yang telah dirusak oleh manusia. di dalam sebuah
hadits dikatakan sebagai berikut:
Khot Arab.
Artinya : Dari Abu Hurairah r.a dari Rasulullah saw bersabda,
Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini diatas permulaan setiap seratus
tahun orang yang memperbaharui baginya agamanya. (H.R Abu Dawud Al-
Hakim dan Ath-Thabrani).
Berkata Ibnu Hajar sebagai catatan atau notasi atas perkataan Az-Zuhri dalam
hal Umar bin Abdul Aziz sebagai Mujaddid yang pertama, ini menunjukkan
bahwa hadits ini berarti masyhur pada masa itu, dan menguatkan sanadnya
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
24/51
dan berarti sanadnya kuat karena rijal (perawi-perawi)nya Tsiqqoh
(terpercaya).11
Catatan Penting: Ingat! bahwa istilah Mujaddid yang berkembang sekarang
mengandung dua makna, mujaddid yang haq sebagaimana yang telah
disebutkan, dan ada mujaddid yang batil yang biasa disebut dengan istilah
modernis atau reformis, adapun batilnya yaitu; membuat tajdid atau
pembaharuandengan memasukkan perkara-perkara dari luar Islam ke dalam
ajaran Islam, atau menggabungkan system Islam dengan system-sistem yang
batil seperti sosialisme, sekulerisme, kapitalisme, liberalisme, demokrasi dan
lain sebagainya, sebagaimana yang dilakukan oleh Jamaluddin Al Afghani,
Muhammad Abduh, Rosyid Ridho, dan orang-orang yang sejenisnya, atau
kalau sekarang ini seperti Muhammad Ghozali, Huwaidi Al Ghanusyi, Al
Qordhowi, At-Turabi, Jalbi.12 Dan orang-orang yang semisalnya yang pada
masa kini bertebaran dimana-mana. Orang-orang ini minder ketika
menghadapi tamadun dan peradaban syaitan barat maupun timur, maka
membuat model Islam yang bisa diterima mereka, perbuatan yang seperti ini,
tida pantas disebut tajdid danorangnya tidak layak digelari Mujaddid
Wallahu alam-
5. Diantara tajdid atau pembaharuan yang dilakukan para daI dan
mujaddid Ad-Dakwah An-Najdiyah yang dipelopori oleh Imam Muhammad
bin Abdul Wahhab Rohimahullahu ajmaiin-adalah seperti pemurnian tauhid
dari segala bentuk syirik, khurafat, takhayyul dan dari segala Itiqod dan
keyakinan-keyakinan yang bertentangan dengan tauhid yang benar, menyeru
kembali kepada As-Sunnah dengan menjauhi segala bentuk bidah, taashub
dan sikap taqlid (kecuali yang terpaksa dan tidak ada kemampuan), mereka
tegas sekali dalam masalah iman dan kufur, masalah wala dan baramuwaalat
dan muaadat dan merekalah yang berjasa pertama kali menghimpun maudhu
yang urgen ini, dalam sebuah kitab tersendiri, mereka tegas dalam menentang
dan melawan thaghut dan begitu juga tegas dalam takfir (mengkafirkan)
11 Aunul Mabud 11/261 dan Shahihul Jami hal 187412 diantara pembaharuan (baca: penyelewengan) yang mereka lakukan ialah berfatwa bolehnya berhukum
dengan undang-undang Jahiliyah, yang dibuat penjajah kafir Inggris, dan membolehkan seorang muslim
menjabat sebagai qodhi (hakim) yang berhukum dengan undang-undang kufur dan syirik tersebut,(baca
Tafsir Al-Manaar 6/405-409). Dan Ustadz Muhammad Quthb telah mengkritik kesalahan-kesalahannya
yang sesat dan menyesatkan, dalam buku beliau Waqiiuna Al Muashir hal 332-340. disamping itu mereka
ini terlibat dalam lembaga atau majelis-majelis pertemuan yang dikendalikan oleh Al-Masoni (-Freemasonry-Organisasi Internasional Yahudi), bahkan lembaga atau majelis Freemasonry yang disebut
Kaukabusy-Syarqi diketuai oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh sebagai anggotanya.Bahkan Al-Ustadz Asy-Syaikh Muhammad Abduh pernah mendapatkan peringkat khusus dari wakil
Amerika yang hadir dalam majelis yang diadakan di Lebanon, sedangkan Asy-Syaikh Muhammad RosyidRidho adalah diantara murid Asy-Syaikh Muhammad Abduh yang paling fanatic terhadapnya, hal ini
dinyatakan dalam tulisannya, Tarikhul Ustadzil Imam lihat Al-Ittijaahaatul Wathaniyyah fil Adabil
Muaashir juz I hal 328-329. dan diantara misi yang mereka bawa adalah usaha pendekatan antara Islam
dengan peradaban barat.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
25/51
dengan dosa-dosa yang mukaffirah, at-takfirul muthlaq maupun takfirul
tayiin baik terhadap individu kelompok maupun pemerintahan, mereka yang
pertama kali mengkafirkan pemerintahan khilafah atau daulah Utsmaniyah13 di
Turki, karena tidak berhukum dengan yang diturunkan Allah, sekitar tahun
1840-an Masehi, pemerintah Utsmaniyah mulai mengimpor Undang-Undang
Perdagangan dan peraturan sipil, dan pada akhirnya pada tahun 1840 M,
dengan resmi mengganti hukum hudud syari dengan undang-undang pidana
negara kafir sekuler Perancis, maka dengan ini para ulama dakwah Najdiyah
menyatakan kufurnya Daulah Utsmaniyah.14 Dan masih banyak lagi contoh-
contoh ketegasan mereka dalam takfir (mengkafirkan) sesuai dengan sunnah
dan manhaj salaf. Camkan ucapan Asy-Syaikh Al-Imam Muhammad bin
Abdul Wahhab dibawah ini;
Berkata Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dalam rangka menasehati para
pengikutnya dan mengkritik para penentang dakwahnya (Akan tetapi mereka
hari ini membantah kalian dengan satu syubhat (kekaburan), mereka
mengatakan, Semua ini benar maksudnya semua urusan Ad-Dien yang
didakwahkan oleh beliau dan para pengikutnya sedangkan di sisi lain mereka
katakan Kami bersaksi sesungguhnya ia adalah dari agama Allah dan Rasul-
Nya kecuali At-takfir dan Al-Qital (pengkafiran dan perang)). Sungguh aku
heran terhadap orang yang tidak bisa menjawab masalah ini, kalau mereka
mengakui bahwasanya ini adalah agama Allah dan Rasul-Nya, bagaiman
atidak kufur orang yang mengingkarinya, dan yang membunuh orang yang
memerintah dengannya, (menyuruh kepada agama) dan memenjarakan
mereka? Bagaimana tidak kufur, orang yang datang kepada Ahlusy-Syirik
utnuk menghasung (menggalakkan) mereka agar memerangi agama mereka
dan menghiasinya untuk mereka serta menggalakkan mereka untuk
membunuh orang-orang yang bertauhid dan mengambil harta mereka?
Bagaimana dia tidak kufur, sedangkan dia bersaksi bahwasanya yang dia
galakkan itu adalah sesuatu yang dikecam Rasulullah saw? Dan yang
dilarang olehnya serta yang mereka namakan syirik dengan Allah, dan dia
bersaksi bahwa sesuatu yang dia benci dan membenci para ahlinya, dan
menyuruh orang-orang musyrikin untuk membunuh mereka itu merupakan
agama Allah.15
Beliau berkata lagi dengan panjang leber, antara lain petikannya, Adapun
Ahlussunnah, maka madzhab mereka bahwasanya seoran gmuslim tidak kafir
13 Disebut Khilafah Utsmaniyah karena pendirinya bernama Utsman bin Arthogral14 fatwa ini bisa dilihat dalam Ad-Durarus Suniyyah fil Ajwibatin Najdiyyah juz 7 dalam Kitaabul Jihaad,
dan bisa juga dilihat dalam Ar-Rosaailul Mufiidah oleh Asy-Syaikh Abdul-Latif bin Abdur Rahman bin
Hasan bin Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.15 Rasailusy-Syakhsiyah hal 272.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
26/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
27/51
Dan yang perlu diingat, sudah menjadi sunnatullah bahwa tuduhan-tuduhan
semacam ini senantiasa dialamatkan terhadap para penyeru kebenaran
khususnya yang menyeru kepada jihad kapanpun dan dimanapun terutama lagi
pada zaman sekarang ini.
6. Untuk memahami manhaj dakwah Al-Imam yang agung ini dan
para pengikutnya secara utuh tidak cukup dengan membaca Kitabut-Tauhid
yang ditulis oleh beliau saja, karena itu baru sebagian dari prinsip-prinsip
dakwah mereka, maka untuk menggenapinya perlu dibaca risalah-risalah
mereka yang lainnya, antara lain sebagai berikut:
a. Ar-Rasaailusy-Syakhsiyyah
(Risalah-Risalah Pribadi) Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
(kitab ini adalah bagian kelima dari kitab-kitab karangan beliau.)
b. Ar-Rasaailu Autsaqiural Iman
(Risalah Ikatan Iman yang Paling Kuat.) oleh Al-Imam Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab.
c. Risalah Hukmi muwaalati Ahlil
Isyraak (Risalah hukumnya loyalitas kepada orang-orang musyrik). Oleh
cucu beliau yaitu Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin
Abdul Wahhab (1233 H).
d. Majmuatut-Tauhid oleh Al-
Imam Muhammad bin Abdul Wahhab (Diantara kandungannya adalah:
Risalah makna Thoghut wa ruusi anwaaihi (Makna Thaghut dan macam-
macam kepala-kepala thaghut.)).
e. Risalah Bayaanin Najaati wal
fihaaki min muwaalatil Murtaddin wa Ahlil Isyraak (Risalah
menerangkan penyelamatan dan pembebasan dari bermuwaalaat
(memberi tahu loyalitas) kepada orang-orang murtad dan orang-orang
musyrik) oleh Asy-Syaikh Hammud bin Atiq (1301 H).
f. Dan lebih bagus lagi jika
ditambah dengan membaca;
g. Fatwa-fatwa ulama Ad-Dakwah
An-Najdiyah misalnya, Ad-Duraarus Sunniyah fil Ajwibatin Najdiyyah,
yang dikumpulkan oleh Abdurrahman bin Qosim.
h. Kitab Dawaaul Munaawiiina li
Dawatisy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab oleh Abdul Aziz
Abdul Lathif
7. Adapun madzhab fiqih ulama Ad-Dakwah An-Najdiyah mereka
menjadikan buku-buku fiqih madzhab Hambali sebagai pegangan utamanya
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
28/51
karena mereka memahami bahwasanya madzhab Hambali yang paling banyak
sesuai dengan As-Sunnah dan mereka tidak taashshub, artinya mengambil
juga dan menerima dari madzhab-madzhab lain yang sesuai dengan Alquran
dan Assunnah. Mereka juga menjadikan buku-buku tulisan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah dan Al-Allamah Ibnul Qoyyim Al Jauziyah sebagai bagian
dari rujukan-rujukan utama mereka, maka yang berjasa menghimpun dan
membukukan fatwa-fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebanyak 37 jilid (2
jilid untuk indeks dan daftar isi), yaitu salah seorang ulama dari Najd (Asy-
Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim An-Najdi Al Hambali)
namun demikian mereka juga tidak mengambil segala yang terdapat dalam
kitab beliau berdua, yang tidak sesuai dengan Assunnah beliau tinggalkan,
sebagai contoh, Syaikhul Islam berpendapat adanya Ad-Daarul Murakhabah
(Negara yang campuran atau kombinasi, maka bukan negara Islam dan bukan
pula negara kafir), ini jawabn beliau sewaktu ditanya kedudukan Mardin
(suatu negeri yang pada hari ini terletak di sebelah tenggara Turki, dekat
dengan perbatasan Syiria.) (Lihat Majmu Fatawa 28/240-241).
Penamaan ini tidak diterima oleh para ulama Ad-Dakwah An-Najdiyah
termasuk murid beliau Ibnu Muflih (Abu Abdullah Muhammad bin Muflih
Al-Maqdisi Al Hambali (763 H)), karena menurut mereka pembagian negara
menurut syariat hanya ada dua yaitu negara Islam dan negara kafir, tidak ada
yang ketiga, maka penamaan negara yang ketiga adalah suatu muhadats (hal-
hal baru), jadi yang campur itu sifat penduduknya, bukan nama negeri atau
negaranya.17
Demikianlah penjelasan ringkas tentang, wahabi, untuk lebih jelasnya
silahkan membaca buku-buku tulisan ulama dari kalangan mereka yang
sebagiannya telah saya sebutkan diatas Insya Allah- dengan membaca buku-
buku tersebut anda akan memahami siapa mereka yang sebenarnya, dan anda
akan mengetahui bahwasanya kebanyakan tuduhan-tuduhan yang
dialamatkan terhadap mereka hanyalah sebuah fitnah dan rekayasa pihak-
pihak yang tidak suka dengan kebenaran yang dibawa mereka.
6. Bagaimana Sikap Kita Terhadap Madzhab dan Wahabi.
A. Menyikapi Madzhab.
1. Pesan dan Pernyataan Tokoh-Tokoh Agung Madzhab yang
Empat Sebagai Berikut.
a. Al Imam Abu Hanifah rhm (150 H) berkata:
Khot Arab.
17 Ad-Durarus Sunniyah Fil Ajwibati An-Najdiyyah juz7, Kitabul Jihad, halaman 353.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
29/51
Artinya : Apabila aku mengucapkan suatu ucapan (pendapat) dan kitab
Allah (Alquran) menyelisihinya, maka tinggalkan ucapanku karena Kitab
Allah. Dikatakan, Apabila sabda Rasulullah saw, menyelisihinya? beliau
berkata, Tinggalkan ucapanku karena khabar (hadits) Rasulullah saw.
Dikatakan, Apabila ucapan para sahabat menyelisihinya? beliau berkata,
Tinggalkan ucapanku karena ucapan para sahabat. (Lihat Fiqhul Majid
hal 34).
Dalam riwayat lain beliau mengatakan, Khot Arab.
Artinya : Apabila ada hadits shahih, maka dia adalah madzhabku
b. Al Imam Malik bin Anas rhm (179 H) berkata;
Khot Arab.
Artinya: Setiap orang ucapannya bisa diambil dan ditinggalkan kecuali
Rasulullah saw. Lihat Fathul Majid hal 341.
Dalam riwayat lain dikatakan, Khot Arab
Artinya: Kecuali orang yang berada di dalam kubur ini (maksudnya
Rasulullah saw)
c. Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-SyafiI rhm (204 H) berkata:
Khot Arab.
Artinya : Kaum muslimin telah berijma bahwasanya barangsiapa yang
telah jelas baginya sunnah Rasulullah saw, dia tidak akan
meninggalkannya karena ucapan seseorang dari manusia. (Lihat Ilamul
Muwaqiin oleh Ibnul Qoyyim I/8)
Dalam riwayat lain beliau rhm mengatakan, Apabila hadits shahih, maka
dia adalah madzhabku.
d. Al-Imam Ahmad bin Hambal rhm (241 H) berkata;
Khot Arab.
Artinya : Aku heran terhadap suatu kaum, mereka mengetahui isnad dan
shahnya (hadits shohih) namun bermadzhab (mengikuti pendapat) kepada
pendapat Sufyan, sedang Allah taala berfirman (Maka hendaklah orang-
orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih) Al-Hajj: 64. Tahukah kamu apa fitnah itu?
Fitnah adalah syirik, bisa jadi jika dia menolak sebagian sabdanya, terjadi
dalam hatinya sesuatu yang menyimpang (menyeleweng) maka dia binasa
(hancur).18
Dan dalam riwayat yang lain beliau berkata, Barangsiapa yang menolak
hadits Rasulullah saw, maka dia berada ditepi jurang kebinasaan
(kehancuran).
18 Kitaabut Tauhid atau Fathul Majiid hal 339
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
30/51
2. Martabat mukallaf (orang yang dibebani kewajiban.)
Yang kami maksud disini adalah tingkatan-tingkatan manusia ditinjau dari
segi pemahaman mereka terhadap syariat dan kefaqihan mereka dalam
Ad-Dien (Agama) Allah swt, dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga
golongan yaitu 1. Mujtahid, 2, Muttabi, 3. Muqollid.
Keterangan tentang masalah ini memenuhi kitab-kitab para ulama-ulama
kita dalam berbagai madzhab Ahlussunnah wal Jamaah bagi saudara kita
yang ingin memahami secara detail dan lengkap dipersilahkan untuk
merujuk kepada kitab-kitab tersebut, adapun dalam risalah singkat ini ,
kami akan tuliskan keterangan nya dengan ringkas sebagai panduan secara
global saja.
a. Mujtahid (Orang yang berijtihad).
Mujtahid ialah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian utnuk
mengistinbath (mengeluarkan kesimpulan), hukum-hukum dari
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya saw, disyaratkan dia adalah seorang
muslim, baligh, berakal dan adil19 (menjauhi segala dosa besar dan
tidak selalu melanggar dosa-dosa kecil), dia seorang faqih, mengetahui
nash=nash hukukm-hukum dari Alkitab dan Assunnah, mengetahui
(alim) dalam bahasa Arab, dan Ushul Fiqih, mengenal masalah-
masalah Ijma sehingga ijtihad dan fatwanya tidak menyelisihiijma
mengetahui naasikh (yang memansukhkan) dan mansukh (yang
dimansukhkan) serta asbabun nuzul (sebab turunnya nash),
mengetahui maqbul (bisa diterima sebagai dalil) serta mengerti
qoidah-qoidah jarh dan tadil (sifat-sifat perawi hadits yang cacat dan
adil). Dan berfatwa dan mengadili (menjadi qodhi atau hakim), dan
bisa jadi dalam keadaan tetentu menjadi fardhu ain atasnya untuk
berfatwa dan mengadili.
b. Muttabi (Orang yang mengikuti).
Muttabi ialah orang yang memiliki bagian kemampuan untuk
mengkaji, akan tetapi tidak mencapai martabat ijtihad.berkata Asy-
Syathibi rhm, Muttabi adalahorang yangtidak mencapai taraf yang
dicapai para mujtahidin, akan tetapi memahami dalil dan tempatnya,
dan kefahamannya layak atau mampu dipergunakan untuk mentarjih
dengan perkara-perkara yang dirajihkan (diutamakan) yang mutabar
padanya, seperti tahqiqul manath (menetapkan gantungan hukum) dan
sebagainya Al-Itishom 2/343.
19 Syarat adil jika dia menjadi mufti (orang berfatwa), adapun jika dia tidak berfatwa, dia tetap
berkewajiban beramal dengan ijtihad diri sendiri, baik dia seorang yang adil maupum yang fasik.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
31/51
Berkata Abu Ishaq Asy-Syathibi (790 H) lagi, Adapun apabila
muttabi itu seoran gyang mempunyai pandangan (naadzir) dalam ilmu
dan cerdas dalam menerima apa yang disampaikan kepadanya, seperti
ahlul ilmi pada zaman kita, maka sesungguhnya sampai kepada
kebenaran adalah mudah, karena manquulaat (ilmu-ilmu para ulama)
telah tertulis dalam kitab-kitab, baik yang berada dalam hafalannya,
mapuun yang tersedia dalam kitab yang dia bisa mentahqiqnya dengan
membaca dan mengkajinya.
Berkata al-Khaththib Al Bagdadi (463 H) rhm, Maka jika dikatakan,
seseorang, Bagaimana pendapatmu perihal orang yang meminta fatwa
dari kalangan awam apabila terdapat dua mufti (orang yang berfatwa)
kepadanya dan keduanya berselisih pendapatnya, maka apa dalam
masalah ini, ada dua keadaan yaitu pertama, jika orang awam itu
memiliki kemampuan akal dan sempurna pemahmannya, jika
diperluan berfikir dia mampu berfikir dan jika dituntut memahaminya
dia mampu memahami, maka orangyang seperti ini harus bertanya
kepada orang-orang yang berselisih, tentang madzhab-madzhab
(pendapat-pendapat) mereka dan hujjah-hujjah mereka, lalu dia
mengambil dari pendapat-pendapat itu yang paling rajih (utama-kuat)
menurutnya. Adapun bagi orang yang akalnya terbatas dan
pemahamannya tidak sempurna, dia boleh taqlid kepada yang lebih
afdhol (dari kedua mufti tersebut menurut penilaiannya.)20
Pada dasarnya dalam semua itu bahwasanya kita diperintahkan, Allah
taala mengikuti syariat yang diturunkan kepada Rasulullah saw,
bukan yang lainnya, Allah taala berfirman,
Khot Arab
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti wali-wali selain-Nya, amat sedikitlah kamu
mengambil pelajaran (daripadanya) (Al-Araaf (7): 7)
Akan tetapi Allah Taala berfirman, (Al-Baqoroh (2): 286).
Khot Arab.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.
Dan Rasulullah saw bersabda,
Khot Arab.
20 Al-Faqih wal Mutafaqqih 2/204
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
32/51
Apa yang aku larang bagimu darinya, maka jauhilah ia, dan apa
yang aku perintahkan kepadamu dengannya, maka tunaikanlah
darinya semampumu (H.S.R Al-Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu jumhur bermadzhab bahwa ijtihad itu menerima
bagian-bagian, maka kadangkala manusia mampu berijtihad dalam
bab-bab atau masalah-masalah tertentu dan dia taqlid dalam masalah
lain.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rhm, Ijtihad itu bukannya
perkara yang tunggal, yang tidak menerima bagian-bagian, akan tetapi
kadangkala seseoran gitu menjadi mujtahid dalam satu macam (fann)
bab dan masalah dan tidak dalam suatu macam bab dan masalah lain
atau pada setiap orang yang berijtihad ijtihadnya sesuai dengan
kemampuan. 21
Berkata Asy-Syaikh Asy-Syanqithi rhm, Kebenaran yang tidak perlu
diragukan lagi, bahwasanya setiap orang yang mempunyai
kemampuan dari kalangan kaum muslimin, untuk belajar dan
memahami serta mengerti makna-makna Al-Kitab dan Assunnah, dia
wajib mempelajari keduanya dan mengamalkan dengan apa yang dia
ketahui dari keduanya, adapun beramal dengan keduanya dibarengi
kebodohannya, dengan apa yang dia amalkan dengannya dari
keduanya, maka dilarang menurut ijma adapun apa yang dia ketahui
dari keduanya berdasarkan ilmu yang benar, maka dia berhak beramal
dengannya walaupun satu ayat ataupun satu hadits.22.
Beliau berkata lagi, Sah mengetahui sebuah hadits dan beramal
dengannya, mengetahui satu ayat dan beramal dengannya dan hal itu
tidak tergantung diatas pencapaiannya terhadap semua syarat-syarat
ijtihad23
Beliau berkata lagi, Nash-nash yang dzhohir-dzohir dari yang umum
dan muthlaq dan sebagainya, tidak boleh meninggalkannya kecuali
apabila terdapat dalil lain yang mentakhshish dan mentaqyid dan wajib
tunduk kepadanya, bukan hanya sekedar adanya kemungkinan secara
umum (Muthlaqul Ihtimal).24
Maka bagi seorang muslim yang telah jelas baginya dalil yang
terhindar (selamat) dari segala yang kontra dengannya, dia tidak boleh
meninggalkannya dan tidak beramal dengannya, dengan alasan bahwa
21 Majmu Fatawa, 2/230, dan lihat Ilamul Muwaqiin 4/450)22 Adhwaul Bayaan.23 Ibid 7/55024 Ibid 7/433
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
33/51
si fulan tidak mengamalkan dengan dalil tersebut sedangkan dia lebih
alim daripada dirinya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagai penolakan terhadap
hujjah yang seperti ini, Sungguh manusia telah meninggalkan ucapan
(pendapat) Umar dan Ibnu Masud dalam masalah tayammum bagi
orang yang junub dan mereka mengambil pendapat orang yang lebih
rendah daripada keduanya seperti Abu Musa al-Asyari dan lainnya,
karena dia berhujjah dengan AlKitab dan Assunnah-dan seterusnya
sehingga kata-katanya-Seandainya pintu ini dibuka, yakni melawan
nash karena amalan dan pendapat Fulan niscaya wajiblah berpaling
dari perintah Allah dan Rasul-Nya dan yang tersisa setiap imam
dimata para pengikutnya kedudukannya seperti kedudukan Nabi saw
pada umatnya, ini adalah mengganti (merubah) agama menyerupai
orang-orang Nasrani yang merubah agamanya yang dicela Allah taala
di dalam firman-Nya surat At-Taubah ayat 31.25
Berkata Asy-Syaikh Utsaimin rhm, mengenai Muttabi, Dan bagi
seorang muttabi boleh mengambil dengan perkara-perkara yang
umum-umum dan yang muthlaq-muthlaq serta dengan apa yang
sampai kepadanya, akan tetapi dia wajib berhati-hati dalam perkara-
perkara itu dan jangan sampai bermalas-malasan bertanya kepada
orang yang lebih tinggi daripadanya dari ahlul ilmi26
Dan diantara ulama pada masa kini yang menetapkan adanya martabat
ittiba adalah As-Syaikh Athiyah Salim, beliau berkata, Seluruh
manusia keadaannya tidak keluar dari tiga keadaan :
Baik dia seorang
mujtahid dengan ijtihad yang muthlaq-jika ada- atau ijtihad dalam
madzhab atau ijtihad dalam fatwa, semua ini merupakan istilah
yang telah dikenali di kalangan pakar ilmu Ushul.
Atau dia seorang
muttabi yang mengambil pendapat orang alim dengan mengetahui
dalilnya.
Atau dia seorang
muqollid.27
Dan sikap atau amalan seorang muttabi disebut ittiba adapun definisi
ittiba secara ringkas ialah mengikuti pendapat yang benar, atau
25 Majmu Fatawa 20/215-216.26 Al-Khilaf Bainal Ulama Asbaabuhu wa Mauqifuna minhu hal 3027 Mauqiful Ummah wa Ikhtilafil Aimmah hal 9, Al-Khuthututuhul Aridhah Asy-Syaikh Abu Mundzir-
hal 65-73.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
34/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
35/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
36/51
b. Apabila dia mampu menjadi seorang muttabi (yakni
bertanya tentang dalil masalahnya dan memahaminya), tetapi
dia mencukupkan diri dengan taqlid saja37
c. Apabila telah jelas baginya hujah dan
dalilnyabahwasanya yang benar menyelisihi pendapat orang
yang di taqlidinya dan dia tidak mau merujuk kepada yang
benar. Maka dalam keadaan seperti ini dia berdosa dengan
dosa yang besar dan menurut Ibnu Hazm rhm, dia menjadi
orang yang fasik.38
d. Bertaqlid kepada orang yang tidak layak ditaqlidi,
karena dia tidak ahli berfatwa atau orang yang taqlid tidak
memiliki sama sekali keahlian orang yang ditaqlidinya.39
e. Apabila orang yang taqlid meyakini wajibnya bertaqlid
kepada orang yang ditaqlidi saja.40
f. Apabila seorang muqollid sedang diuji dengan adanya
pendapat lain yang menyelisihi pendapat yang dia taqlidi, lalu
dia tidak berusaha meneliti mana diantara keduanya yang
benar.41
B. Sikap manusia terhadap madzhab dan bermadzhab.
Kalau kita perhatikan keadaan kaum muslimin yang berada di sekitar kita di
belahan bumi Allah di Indonesia, begitu juga kebanyakan, bumi-bumi yang
lain, mayoritasnya dalam menyikapi masalah ini tidak terlepas dan terhindar
dari fitnah Ifrath atau Muzawajah (berlebih-lebihan atau melampaui batas)
dan tafrith atau taqshir (mengurang-kurangkan dan sembrono), kecuali yang
dirahmati Allah yakni yang menyikapinya dengan adil, wasath, tidak ifrath
dan tidak tafrith dan orang yang seperti ini minoritas jumlahnya.
Sungguh benar apa yang dikatakan sebagian salaf.
Khot Arab.
Allah tidak memerintahkan dengan suatu perintah melainkan syaitan
menggoda dalam perintah itu dengan dua godaan baik kepada tafrith
(mengurang-kurangkan) ataupun kepada mujawazah (berlebih-lebihan) dan
syaitan tidak perduli, dengan yan gmana dari keduanya yang dia capai dari
sesuatu yang ditambah atau dikurangi tersebut.42
37 Idem 7/554-555. Ilamul Muwaqiin 2/168 dan Majmu Fatawa 20/225.38 Al-Ahzab: 36, Al-Ihkam 6/154, Majmu Fatawa 20/225 dan 35/233 dan Ilamul Muwaqiin 2/168.39 Ilamul Muwaqiin 2/168.40 Majmu Fatawa 22/249 dan 20/216.41 Al-Jami 5/71-73.42 Madarijus Salikin oleh Ibnul Qoyyim 2/108
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
37/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
38/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
39/51
mereka, Inilah balasan orang yang mengambil meninggalkan Al Kitab
dan Assunnah dan menerima atau mengambil kalam (filsafat dan
mantiq).43
Beliau berkata lagi, dan begitu juga Imam Malik rhm, ulama kalam
adalah orang-orang yang zindiq (orang-orang yang berpura-pura beriman,
tetapi sebenarnya mereka kufur).44
Beliau berkata mengenai orang shufi, Aku telah berkawan dengan orang-
orang shufi, maka aku tidak mengambil faedah dari mereka kecuali dua
huruf saja, pertama ucapan mereka, waktu bagaikan pedang, maka jika
kamu tidak memotongnya ia akan memotong kamu, kedua, kata-kata
mereka, Dirimu jika kamu tidak menyibukkkannya dengan yang haq, jika
tidak ia akan menyibukkan kamu dengan yang batil.45
Untuk menyelamatkan manusia dari bidah dholalah tersebut beliau telah
menulis kitab ushulul fiqih yang agung, dan merupakan ushul yang
pertama kali dibukukan dalam Islam, beliau tulisa diatas manhaj salafus-
sholeh berdasarkan Al Quran dan Assunnah.
Akan tetapi yang aneh bin ajaib, justru para penulis ushul fiqih yang
mendasarkan diri pada metode dan cara mutakallimin (ahlul kalam /
filsafat) mayoritasnya dari orang-orang yang mengaku bermadzhab Imam
Asy-Syafii, jika anda ingin mengetahui kitab-kitab tersebut antara lain
sebagai berikut:
Mutakallimin pada pokoknya ada 5 (lima), tiga kitab milik Asyairah, dan
dua kitab milik mutazilah, adapun tiga kitab milik Asyairah yaitu :
1. At-Taqrib wal Irsyad oleh Al-Qodhi Abu Bakar Al Baqlaani
(Muhammad bin Ath-Thayyib), beliau Itiqodnya bermadzhab Asyari
berdalil denan akal dalam masalah iman, Badrudin Al-Zarkasyi (Abu
Abdullah Muhammad bin Bahadir bin Abdullah Al Zarkasyi 794 H)
penulis kitab Al-Bahrul Muhith, kitab Ushulul Fiqih dan kitab Al-
Burhan fi Ulumil Quran, beliau menilai bahwa kitab At-Taqrib wal
Irsyad merupakan kitab yang paling agung secara muthlaq dalam
maudhu ini wallahul mustaan-
2. Al-Burhan oleh Imam Al Haramain Abul Maali Al Juwaini (478
H), beliau juga menulis Al-Waraqoot fil Ushulil Fiqh, kitab ringkas
dan banyak syarahannya.
3. Al-Mushtashfa oleh Abu Hamid Al-Ghozali (505 H), beliau
adalah murid Imam Al Haramain Al Juwaini, Imam Ghozali juga
43 Shaunul Mantiq wal Kalam, oleh As-Suyuthi44 Al-Jihad Wal Ijtihad hal 278.45 Jawaabul Kaafi Ibnul Qoyyim- hal 184.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
40/51
mempunyai kitab Ushul Fiqih lain yang sebelumnya yaitu Al-
Mankhul
Adapun dua kitab Mutazilah yaitu :
1. Kitab Al-Umad oleh Al-Qodhi Abdul Jabbar bin Ahmad
(415 H).
2. Kitab Mutamad oleh Abul Husain al Bashri (Muhammad
bin Ali 436 H), beliau adalah murid Al-Qodhi Abdul Jabbar dan
dia juga punya kitab ushul yang lain yaitu: Syarhu Kitabil Umad lil
Qodhi Abdul Jabbar.
Inilah lima kitab Mutakallimin yang mendasari seluruh kitab-kitab fiqih
mutakallimin lainnya, yang seluruhnya muncul pada abad kelima Hijriyah,
namun Alhamdulillah di abad yang sama, Asy-Syaikh Abu Ishaq Asy-
Syairazi Asy-Syafii (486 H) menulis dua buku ushul yang beliau namakan
Al Tabshirah, dan Al-Luma beliau tulis dua buku ini tidak terikat dengan
metode dan cara mutakallimin bahkan beliau menempuh cara salaf dalam
banyak masalah-masalahnya.
Kemudian sebagian ulama menulis kitab ushul diatas metode dan cara
mutakallimin bersandar diatas lima kitab diatas antara lain sebagai berikut:
1. Kitab Al Mahshul fi Ushulil Fiqih oleh Fahruddin bin Al-Khatib
Ar-Razi. (Abu AbdullahMuhammad bin Umar bin Al-Husain (606 H))
penulis kitab At-Tafsirul Kabir.
2. Kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam oleh Syaifuddin Al-Amidi (Ali
bin Abi Muhammad (631 H)) dan Al-Amidi meringkaskan bukunya
Al-Ihkam dalam buku Muntahas Sulif Fi Ilmil Ushul.
3. kitab Mukhtasharul Ushul oleh Abu Amru bin Al-Hajib (646 H)
beliau ringkaskan kitab Muntahas Suli wal Amal fi Ilmail Ushul wal
Jadal dan ringkasan ini masyhur sekali mempunyai banyak syarah,
antara lain, Syarhul Adhdhi li mukhtasaril muntaha oleh Al-Qodhi
Adhdhuddin Abdurrahman Al-Haji (756 H) dan syarh Saduddin al
taftazani (792 H) dan Hasyiyah lisy-Syarif Ali bin Muhammad Al-
Junjaani (816 H).
4. Kitab Syarhu Tanqiihl Fushul fi Ikhtishorril Mahshul oleh
Syihabuddin Al Quraafi (684 H), beliau juga punya kitab ushul lainnya
yaitu: Adz-Dzaakirah.
5. Kitab Al-Minhaj judul lengkapnya, Minhajul Ushul ila Ilmil Ushul
oleh Al-Baidhawi penulis tafsir (Al-Qodhi Abdullah bin Amar bin
Muhammad bin Al-Baidhawi Asy-Syairazi (685 H)). Kitab ini
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
41/51
mendapat perhatian dari banyak ulama dan dari syarahnya yang
masyhur adalah sebagai berikut:
Al-Ibhaaj bisyarhi Minhajul Ushul lil Baidhawi oleh Tajuddin Abdul
Wahhab As-Subki (771 H) dicetak 3 jilid dan As-Subki adalah penulis
Jawaabul Jawaami.
Nihayatus Suli Syarhu Minhajil Ushul lil Baidhawi oleh Jamaaluddin
Al Isnawi (772 H) penulis At-Tamhiid fil Qowaidil Ushuliyyah dan
disana ada syarh Nihayatul Suli yaitu Sulamul wushul li syarhi
Nihayatus Suli lil Isnawi oleh Muhammad Bakhit Al-Muthi dicetak
dalam 4 jilid.
Inilah kitab-kitab Mutakallimin yang mendasarkan diri pada metode
ilmiah filsafati diatasnya dan sebagaimana yang sudah disampaikan
sebelumnya bahwa para penulisnya mayoritasnya bermadzhab Syafii oleh
karena itu cara dan metode ini sampai dikenali dengan nama Ath-Thoriqoh
Asy-Syafiiyah, yang berlawanan dengan Ath-Thoriqotul Ahnaaf
(Madzhab Hanafi).
Perbuatan-perbuatan bidah diatas yang dilakukan oleh kebanyakan orang
yang mengaku bermadzhab Asy-Syafii khususnya di negeri ini (Indonesia)
adalah mencemarkan nama madzhab Asy-Syafii yang begitu agung,
bahkan menurut sebagian ahlul ilmi yang munshif, madzhab syafii
merupakan madzhab kedua dari madzhab yang empat yang paling
mengikuti sunnah sesudah madzhab Hambali, akan tetapi akibat dari polah
perbuatan orang-orang yang jahil, akhirnya madzhab yang agung dan
mulia ini terkesan lain, yangmannna terkesan di masyarakat bahwa
orangyang bermadzhab syafii itu sukanyamelakukan perkara-perkara
bidah, sebagaimana yang telah disebutkan diatas, sehingga kalau ada
orangyang enggan dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan bidah
tesebut dikatakan dan dicap tidak layak mengaku bermadzhab Asy-Syafii
maka ambillah pelajaran wahai saudara-saudaraku kaum muslimin
khusunya yang bermadzhab Asy-Syafii, ikutilah jejak langkah dan manhaj
ulama-ulama salaf kita, seperti Al-Imam As-Salafi Muhammad bin Idris
Asy-Syafii Al-Imam As-Salafi Al Muhaddits Al-Hafiz Ibnu Katsir, Al
Imam Ibnu Hajar al Maki Al Haitami dan lain sebagainya,
rohimahumullahu ajmaiin.
Kembalilah kepada ilmu yang benar dan tinggalkan seala bentuk bidah
dan syubuhat yang ada.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
42/51
b. Contoh-contoh pemahaman dan amalan yang tafrith dan taqshir
(mengurang-kurangkan dan sembrono) dalam menyikapi terhadap madzhab
dan bermadzhab antara lain sebagai berikut :
1. Sikap anti terhadap madzhab dan bermadzhab (yang kami maksud bukan
sikap tidak bermadzhab dengan salah satu dari madzhab yang empat). Dan
dari sikap anti terhadapnya ini melahirkan beberapa sikap dan amalan
yang negative seperti:
Bara (berlepas diri) dari segala sesuatu yang terdapat dalam madzhab-
madzhab yang ada yang baik maupun yang buruk.
Tidak mengenali dan tidak mau berusaha mengenali ulama-ulama yang
agung-agung yang terdapat dalam berbagai madzhab yang berjasa besar
bagi Islam dan kaum muslimin.
Tidak mengenal beratus-ratus kitab yang terdapat dalam madzhab tersebut
dalam berbagai bidang ilmu syari dengan demikian tidak terketuk untuk
membacanya.
Acuh tak acuh untuk menyebut istilah ulama, ulama salaf, ulama
Ahlussunah wal jamaah dan sebagainya serta kurang ada minat untuk
mengikuti mereka, sebab sudah terserap dalam pemikirannya satu ajaran
atau satu slogan, Mau mengikuti Alquran dan Assunnah bukan
mengikuti ulama sebaliknya slogan sebagian golongan yang bermadzhab
Tidak mau menggunakan slogan mengikuti Alquran dan Assunnah, tetapi
mereka mau mengikuti Ulama padahal sebetulnya yang benar adalah
Mengikuti Alquran dan Assunnah dengan mengikuti pemahaman para
ulama
2. Membuat madzhab baru selain dari madzhab yang lima, yaitu madzhab
ustadz dan kyainya tidak dapat dipertanggung jawabkandari segala
seginya, Itiqodnya, Tashawwurnya, Manhajnya, Ilmunya dan sebagainya,
bahkan banyak syudzudznya dan dholalahnya serta tidak diakui
keulamaannya oleh ulamaul muslimin.
3. Mengikuti sebagian ulama yang tidak bermadzhab yang mengaku sebagai
pembaharu atau modernis atau reformis, tetapi sejatinya mereka adalah
para penyeleweng dan penyesat sebagaimana yang sudah diterangkan
sebelumnya.
4. memahami ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits Nabi saw mengikuti rasio
dan akalnya sendiri, tanpa merujuk kepada penafsiran ulama-ulama salaf,
maka mereka sesat dan menyesatkan.
C. Selanjutnya bagaimana sikap yang benar terhadap madzhab dan
bermadzhab?
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
43/51
Adapun menurut saya wallahu alam bis-showwab- sebagai berikut :
Tentang hukum bermadzhab, lebih baik dan lebih ashlah, kita mengikui
pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rhm, yang mana menurut beliau,
Bermadzhab hukumnya Jaiz (boleh) dantidak wajib, dengan kata lain
bermadzhab boleh dan tidak bermadzhab juga boleh, atau tidak wajib
bermadzhab dan tidak wajib juga tidak bermadzhab.
Tentang sikap-sikap lain, sangat tergantung pada keadaan masing-masing
pribadi, dan kemampuannya, dari segi ilmu syarI apakah anda seorang
mujtahid ataukah muttabi ataukah muqollid?
Dan apakah anda berada dalam salah satu madzhab yang empat, ataukah
bermadzhab Dzhohiri? Ataukah berada di luar itu semua?
a. Jika anda seorang mujtahid yang memenuhi syarat berijtihad yaitu:
1. Marifah (mengetahui secara mendalam) Alquran dan ilmu-
2. Marifah (mengetahui secara mendalam) hadits dan ilmu-
ilmunya.
3. Marifah (mengetahui secara mendalam) Ijtima dan Ikhtilaf.
4. Marifah (mengetahui secara mendalam) bahasa Arab dan
seluk beluknya.
5. Marifah (mengetahui secara mendalam) Ushul Fiqih,
khusunya Qiyas, Taarudh dan Tarjih,
Maka anda boleh berijtihad dengan melibatkan diri dalam salah satu
madzhab yang ada, sebagaimana para mujtahidin yang terdapat dalam
madzhab-madzhab, asalkan tidak taashub atau jika anda memang ornag
yang tidak melibatkan diri dalam salah satu madzhab yagn ada, maka
ikutilah jalan sebagaimana yang ditempuh oleh Asy-Syaukani (1250H)
dan sebagainya, asalkan tidak bersikap anti madzhab, dan sebagai catatan
pentingbahwa ijtihad anda tidak boleh menyelesihi ijma oleh karenaitu
diantar disiplin ilmu yang wajib dilakukan seorang mujtahid apabila ia
hendak berijtihad, dalam suatu masalah , dia wajib meneliti apakah dalam
masalah tersebut sudah ada ijma atau belum? Jika telah ada ijma maka
tidak ada ruangan baginya untuk berijtihad, sebagai contoh misalnya,
tentang wujudnya Ahludz-Dzimmah (Kafir Dzimmi) merupakan ijma
shohabah dan ulama sesudahnya, tiba-tiba muncul manusia-manusia yang
mengaku sebagai mufakkir, ilmiawan, cendekiawan muslim dan
sebagainya yang menyatakan bahwa berdasarkan ijtihadnya, maka pada
masa kini ahludz-dzimmah tidak ada lagi dengan alasan ,akata mereka,
Karena orang-orang Ahlul-Kitab sudah sama-sama mempertahankan
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
44/51
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
45/51
Denganmengikuti panduan dan kiat ini Insya Allah- anda akan menjadi
muttabi yang sebenarnya dan boleh jadi dengan izin allah anda akan
meningkat ke martabat yang lebih atas lagi yaitu sebagai seorang mujtahid
Insya Allah-
Akan tetapi jika anda mengaku sebagai muttabi hanya dengan modal
membaca satu-dua buku yang ditulis oleh ustadz atau kyai atau guru, anda
sendiri, sedangkan anda tidak memahami apakah kyai anda tersebut
mengikuti manhaj dan pemahaman salafussholeh ataukah, jika tidak bisa
jadi ia bermanhaj salah, anda mengira diri anda telah mengikuti sunnah,
akan tetapi pada hakekatnya and telah menyeleweng dan tersesat, dengan
kesesatan yang jauh. al-Iyadzubillah-
c. Jikalau anda seorang Muqollid, jadilah muqollid yang sebaik-
baiknya sesuai dengan syara sebagaimana yang telah
disebutkansebagiannya dalam bahasan sebelumnya. Anda wajib meyakini
berdasarkan ilmu bahwa orang yang anda taqlidi itu benar-benar orang
yang mengikuti Alquran dan Assunnah, dan mengikuti kebenaran, bukan
ahlul bidah dan ahlul ahwa tidak menjadi masalah apakah dia
bermadzhab atau tidak, dan anda wajib menghindarkan dari enam taqlid
yang tercela yang telah disebutkan diatas (silahkan lihat kembali halaman
yang membahas tentang ini sebelumnya).
D. Menyikapi Wahhabi.
Secara garis besar manusia dalam menyikapi Wahabi bisa dibagikan menjadi
3 (tiga) golongan, yaitu : golongan yang kontra, golongan yang netral dan
golongan yang pro.
1. Golongan yang Kontra.
Yang kami maksud dengan golongan yang kontra disini ialah,
golongan dari kaum muslimin yang tidak suka kepada mereka,
membenci mereka, memusuhi mereka secara lahir maupun batin,
menjuluki mereka dengan julukan-julukan yang tidak selayaknya,
seperti golongan khowarij, golongan yang mengkafirkan kaum
muslimin, golongan yang tidak menyukai ulama golongan yang sesat,
dan lain sebagainya. Golongan ini antara lain yaitu:
a. Orang awam yang jahil dan taashub kepada
madzhabnya, terutama dari kalangan madzhab Hanafi dan
Syafii, mereka ini mendapat keterangan sepotong-sepotong dari
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
46/51
sebagian guru yang mereka percayai, tentang wahabi yang
berkesan buruk, disamping hebatnya, propaganda dari pihak-
pihak yang tidak suka dan khawatir dengan gerakan mereka,
khususnya penjajah kuffar barat, termasuk Inggris pada masa
itu.
b. Sebagian orang yang sebenarnya, berilmu yang
bermadzhab akan tetapi mereka tidak mendapatkan informasi
yagn cukup tentang wahabi dan tidak mau berusaha
memperoleh informasi yang sebenarnya, mereka hanya
mencukupkan dengan penilaian satu atau dua ulamanya dalam
kitab-kitab mereka yang bermuatan negatif, maka dengan sikap
taashub ini mereka enggan membaca kitab-kitab dan risalah-
risalah mereka, bahkan ada yang menilai sebagai buku-buku
najis, sesat dan menyesatkan.
Ada satu kisah wallahu alam- kebenarannya, katanya ada
seorang alim di salah satu negeri yang tidak suka kepada Al-
Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rhm, maka ada seorang
alim lain yang ingin menunjukkan kepadanya, siapa
sebenarnya Muhammad bin Abdul Wahhab itu, dan apa risalah
yang didakwahkannya, maka alim kedua itu menyuruh salah
seorang pemuda untuk mengirimkan dan memberikan kitab-
kitab tulisan Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rhm
dengan taktik menghilangkan sampul atau cover depannya dan
nama penulisnya, maka begitu alimpertama tersebut
mendapatkan buku-buku itu dan membacanya, beliau
mengagumi kehebatan isinya dan menanyakan kepada si
pengirim tentang siapa penulis buku tersebut dan seterusnya,
dari cerita yang singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa si
alim tadi tidak suka, karena tidak mengenal yang sebenarnya,
c. Orang-orang yang merasa dirugikan
kepentingannya karena terkena sasaran dakwah mereka,
khususnya para thaghut dan penyokong-penyokongnya,
pemuka-pemuka ahli bidah dan quburiyyin dan sebagainya.
2. Golongan yang Netral.
Yaitu golongan manusia yang bersikap masa bodoh terhadap mereka,
ada dan tidaknya wahabi sama saja bagi mereka, golongan ini tidak
memberikan walanya dan tidak pula mengenakan baranya terhadap
wahabi, sikap seperti ini tercela di sisi syariat Islam, bahkan hukumnya
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
47/51
haram (rujuk bahasan Al-Muwaalat wal Muaadaat atau Al-walaa wal
Baraa dalam kitab-kitab yan gada)
Adapun golongan ini mayoritasnya adalah ahluddunya (orang yang
hidupnya hanya untuk keduniaan) cinta dan bencinya suka
danmarahnya, membela dan memusuhinya seluruhnya diasaskan pada
kepentingan dunia.
3. Golongan yang Pro.
Yang kami maksud dengan golongan yang pro disini adalah dari kaum
muslimin minimal mencintai wahabi dan tidak membenci mereka,
golongan ini antara lain sebagai berikut:
a. Golongan awam yang bermadzhab Hambali.
b. Golongan awam yang tidak bermadzhab dengan salah satu
dari madzhab yang empat.
c. Golongan yang tidak bertaashub dengan madzhab yang
memahami wahabi dengan sebenarnya.
d. Sebagian orang yagn munshif meskipun mereka berada di
dalam madzhab Hanafi, Maliki, atau SyafiI, adapun dalam
mengikuti risalah dakwah yang dibawa oleh Al-Imam Muhammad
bin Abdul Wahhab dan murid-muridnya yang setia, golongan yang
pro ini bisa dikelompokkan sebagai berikut:
e. Golongan yang mengikuti syiar dan slogannya saja,
misalnya anti syirik, bidah, khurafat serta takhayul dan
sebagainya, akan tetapi tidak dipraktekkan dalam amalan kecuali
sebagian saja yang sesuai dengan seleranya, katanya anti itu semua,
namun mereka masih merujuk pada buku-buku yang carut-marut
seperti; Primbon, Mujarobat dan sebagainya, masih pergi ke
dukun-dukun,, menyhimpan benda-benda klenik yang diyakini,
bisa memberi manfaat dan madhorot, mengamalkan silat-silat yang
dicampur dengan keyakinan-keyakinan syirik, masih percaya
hitungan hari, hari baik, hari buruk dan nahas dan sebagainya.
f. Golongan yang mengikuti gigih mau kembali kepada tauhid
dan sunnah dan berusaha menjauhi syirik, bidah, taqlid, khurafat
dan takhayul dalam arti kata yang terbatas, belum mencakup segala
aspek kehidupannya, hanya sebagian ibadah mahdhoh saja.
g. Golongan yang mengikuti hampir seluruh risalah dakwah
yang dibawa mereka, kecuali takfir, qital dan sikap keras mereka
terhadap ghullat Murjiah dan baranya terhadap para thowaghit.
7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi
48/51
h. Golongan yang mengikuti risalah dakwah dan jihad mereka
secara keseluruhan (kecuali yang bertentangan dengan Assunnah
jika ada-) dan golongan ini jumlahnya sedikit dan hari ini dibenci
oleh seluruh manusia kecuali yang dirahmati Allah
E. Sekarang Bagaiman Sikap Kita Terhadap Wahabi.
Menurut pendapat saya wallahu alam bish-showwaab- bagi saudara-saudara
kita yang bercita-cita terdaftar namanya dalam Firqoh Najiyyah (Kelompok
yang Mendapatkan Pertolongan Allah Taala) dan termasuk 70.000 (tujuh
puluh ribu) atau 490.000.000 (empat ratus sembilan puluh juta.) yang
diselamatkan dari siksa neraka, tidak boleh tidak dia harus menempuh jalan
dan manhaj sebagaimana yang ditempuh oleh mereka, secara keseluruhannya,
sebab golongan yang seperti mereka inilah yang paling layak menduduki
kedudukan-kedudukan yang mulia lagi tinggi tersebut.
Diantara hadits-hadits yang meriwayatkankedudukan tersebut adalah sebagai
berikut :
Khot Arab.
Artinya : Dari Muawiyah rhm, berkata, Rasulullah saw telah bersabda,
Sesungguhnya dua ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) berpecah belah dalam
agama mereka diatas tujuh puluh duamillah dansesungguhnya umat ini akan
berpecah belah diatas tujuhpuluh tiga millah, seluruhnya di neraka kecuali
satu yaitu Al-Jamaah. (H.R. Al-Hakim).
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang senada dengannya, Ahlul Ilmi
menyebut yang satu dalam hadits ini adalah Al-Firqoh An-Najiyyah
(golongan yang selamat), menurut mereka Al-Firqoh An-Najiyyah yang
disebut Al-Jamaah yang disebut dalam hadits tersebut adalah Ahlussunnah
wal Jamaah atau Ahlul Hadits, Insya Allah tidak akan keliru, kalau saya
berp
Top Related