BAB I
PENDAHULUAN
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma
ganas yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah metafise
tulang panjang pada anak-anak. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya
berasal dari seri osteoblastik sel mesensim primitif. Osteosarkoma merupakan
neoplasma primer dari tulang yang paling sering terjadi.1
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering
kedua setelah multiple myeloma dengan prognosis yang buruk. Osteosarkoma banyak
menyerang remaja dan dewasa muda, dengan usia berkisar antara 10-20 tahun. Pada
orang tua umur di atas 50tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas
dari paget’s disease dengan prognosis sangat jelek.2
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang dimana
lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif, yaitu pada
distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis.2
Osteosarkoma adalah tumor tulang dengan angka kematian 80% setelah 5
tahun didiagnosis. Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel spindle
dengan derajat malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi matriks osteoid.2
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai
tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada
jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang rawan sendi bertindak sebagai barier
pertumbuhan tumor ke dalam sendi.3
Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke
paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami
metastase pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak
terjadi.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.
Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietic, yang
membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.4
Komponen-komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah
mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan
fosfat membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada
matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan
kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid.
Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan
daya rentang tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun
tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.4
Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur
demikian memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang
relatif kecil atau ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen
dan mineral dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman
atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan
cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah
tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa
yang berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada
insersi ligamentum atau tendon. Tumor sarkoma osteogenik terdiri dari tulang
anyaman.4
Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk
silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang
besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
2
batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang
spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoetik. Sumsum merah terdapat
juga di bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak, sumsum merah
mengisi sebagian besar bagian dalam tulang panjang, tetapi kemudian diganti
oleh sumsum kuning sejalan dengan semakin dewasanya anak tersebut. Pada
orang dewasa, aktivitas hematopoetik menjadi terbatas hanya pada sternum
dan krista iliaka, walaupun tulang-tulang yang lain masih berpotensi untuk
aktif lagi bila diperlukan. Sumsum kuning yang terdapat pada diafisis tulang
orang dewasa, terutama terdiri dari sel-sel lemak.4
Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup
luas untuk perlekatan tendon dan ligament pada epifisis. Lempeng epifisis
adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan
menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan
sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan
memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang
disebut periosteum., yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan
berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan
tulang panjang mempunyai arteri nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari
arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
penyembuhan suatu tulang yang patah.4
Histologi yang spesifik dari lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan ini merupakan faktor yang penting untuk memahami cedera
pada anak-anak. Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat epifisis disebut
daerah sel istirahat. Lapisan berikutnya adalah zona proliferasi. Pada zona ini
terjadi pembelahan aktif sel, dan di sinilah mulainya pertumbuhan tulang
panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong kearah batang tulang, ke dalam daerah
hipertrofi, tempat sel-sel ini membengkak, menjadi lemah dan secara
metabolik menjadi tidak aktif. Patah tulang epifisis pada anak-anak sering
terjadi di tempat ini, dan cedera dapat meluas ke daerah kalsifikasi sementara.
Di dalam daerah kalsifikasi tambahan inilah sel-sel mulai menjadi keras
karena mineral disimpan dalam kolagen dan proteoglikan. Kerusakan pada
3
daerah proliferasi dapat menyebabkan pertumbuhan terhenti dengan retardasi
pertumbuhan longitudinal anggota gerak tersebut, atau terjadi deformitas
progresif bila hanya sebagian dari lempeng tulang yang mengalami kerusakan
berat. 4
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau
jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang
aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali
akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di
dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan
tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke
tulang.4
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan
osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim
proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.4
Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorbsi
pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-
kanak ketika terjadi lebih banyak pembentukan daripada absorbsi tulang.
Pergantian yang berlangsung terus menerus ini penting untuk fungsi normal
tulang dan membuat tulang dapat berespon terhadap tekanan yang meningkat
dan untuk mencegah terjadi patah tulang. Bentuk tulang dapat disesuaikan
dalam menanggung kekuatan mekanis yang semakin meningkat. Perubahan
tersebut juga membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses
penuaan. Matriks organik yang sudah tua berdegenerasi, sehingga membuat
4
tulang secara relatif menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru
memerlukan matriks organik baru, sehingga memberi tambahan kekuatan
pada tulang.4
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu peningkatan
kadar hormon paratiroid (PTH) mempunyai efek langsung dan segera pada
mineral tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat di absorbsi dan bergerak
memasuki serum. Disamping itu, peningkatan kadar PTH secara perlahan-
lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas, sehingga
terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pada
hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan pembentukan batu ginjal.4
Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D
dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat
pada kadar PTH yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, PTH tidak akan
menyebabkan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit
membantu kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan absorbsi
kalsium dan fosfat oleh usus halus.4
Gambar 1. Anatomi tulang panjang
5
B. Definisi
Osteosarkoma (osteogenik sarkoma) merupakan neoplasma sel spindle
yang memproduksi osteoid.2 Osteosarkoma adalah tumor ganas primer dari
tulang yang ditandai dengan pembentukan tulang yang immatur atau jaringan
osteoid oleh sel-sel tumor.5
C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat insiden pada usia kurang dari 20 tahun adalah 4.8
kasus per satu juta populasi. Insiden dari osteosarkoma konvensional paling
tinggi pada usia 10-20 tahun, Setidaknya 75% dari kasus osteosarkoma adalah
osteosarkoma konvensional. Observasi ini berhubungan dengan
periode maksimal dari pertumbuhan skeletal. Namun terdapat juga insiden
osteosarkoma sekunder yang rendah pada usia 60 tahun, yang biasanya
berhubungan dengan penyakit paget.6
Kebanyakan osteosarkoma varian juga menunjukkan distribusi usia
yang sama dengan osteosarkoma konvensional, terkecuali osteosarkoma
intraosseous low-grade, gnathic dan parosteal yang menunjukkan insiden
tinggi pada usia dekade ketiga. Osteosarkoma konvensional muncul pada
semua ras dan etnis, tetapi lebih sering pada afrika amerika dari pada
kaukasian. Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria, dengan
rasio 3:2 terhadap wanita. Perbedaaan ini dikarenakan periode pertumbuhan
skeletal yang lebih lama pada pria.6,7
D. Etiologi
Penyebab pasti dari osteosarkoma belum diketahui, namun terdapat
berbagai faktor resiko untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:1
a. Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat terlihat
sebagai predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa insidennya
meningkat pada saat pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling
sering pada metafisis, dimana area ini merupakan area pertumbuhan dari
tulang panjang.
6
b. Faktor lingkungan : satu satunya faktor lingkungan yang diketahui adalah
paparan terhadap radiasi.
c. Predisposisi genetik : displasia tulang, termasuk penyakit paget, fibrous
dysplasia, enchondromatosis, hereditary multiple exostoses and
retinoblastoma (germ-line form). Kombinasi dari mutasi RB gene
(germline retinoblastoma) dan terapi radiasi berhubungan dengan resiko
tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome (germline
p53mutation), dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif
yang berhubungan dengan defek tulang kongenital, displasia rambut dan
tulang,hypogonadism, dan katarak).
E. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit pada osteosarkoma belum dapat diketahui
dengan jelas dan pasti, dari beberapa penelitian mengungkapkan adanya
pembelahan sel-sel tumor disebabkan karena tubuh kehilangan gen suppressor
tumor, sehingga sel-sel tulang dapat membelah tanpa terkendali. Adanya
tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor.
Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang
baru dekat tempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang
abortif.2
F. Klasifikasi
Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun
75% dari osteosarkoma masuk kedalam kategori “klasik” atau konvensional,
yang termasuk osteosarkoma osteoblastic, chondroblastic dan fibroblastic.
Sedangkan sisanya sebesar 25% diklasifikasikan sebagai “varian” berdasarkan
7
(1) Karakteristik klinik seperti pada kasus osteosarkoma rahang,
osteosarkoma post radiasi atau osteosarkoma paget.
(2) Karakteristik morfologi, seperti pada osteosarkoma telangiectatic,
osteosarkoma small-cell atau osteosarkoma epithelioid.
(3) Lokasi, seperti pada osteosarkoma parosteal dan periosteal. 7,8
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis
tulang panjang, terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%)
dimana pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah
pada metafisis humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari
metafisis ke diafisis atau epifisis.1
Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga menunjukkan predileksi
yang sama, terkecuali lesi gnathic pada mandibula dan maksila, lesi
intrakortikal, lesi periosteal dan osteosarkoma sekunder karena penyakit paget
yang biasanya muncul pada pelvis dan femur proximal.7,8,9
Stadium konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya
tidak tepat untuk digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat
jarang untuk bermetastase ke kelenjar limfa. Pada tahun 1980 Enneking
memperkenalkan sistem stadium berdasarkan derajat, penyebaran ekstra
kompartemen dan ada tidaknya metastase. Sistem ini dapat digunakan pada
semua tumor muskuloskeletal (tumor tulang dan jaringan lunak). Komponen
utama dari sistem stadium berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau
rendah), lokasi anatomi dari tumor (intrakompartemen dan ekstra
kompartemen) dan adanya metastase.1,9
8
G. Gejala klinik
Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum
pasien didiagnosa. Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama
nyeri pada saat aktifitas. Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun
peran trauma pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat
jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering
terjadi fraktur patologis. 6,7,8
Nyeri pada ekstremitas dapat menyebabkan kekakuan. Riwayat
pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi.
Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat jarang.
Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala
respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang luas.1
Penemuan pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama
tumor. Massa yang dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat nyeri tekan dan
hangat pada palpasi, meskipun gejala ini sukar dibedakan dengan
osteomielitis. Pada inspeksi dapat terlihat peningkatan vaskularitas pada kulit.
Penurunan range of motion pada sendi yang sakit dapat diperhatikan pada
pemeriksaan fisik.1
Gambar 2. Osteosarkoma di femur
9
H. Diagnosis banding
Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang
sering sulit dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun
dengan pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut
antara lain:3
1. Ewing’s sarcoma
Paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan. Tumor ganas
primer ini paling sering mengenai tulang panjang, terutama mengenai bagian
diafisis (shaft of the bone). Tumor ini paling sering terdapat di femur (25%),
dan bisa juga terdapat di pelvis , iga, gelang bahu (scapula, clavicula, dan
humerus). Penampilan kasarnya adalah berupa tumor abu-abu lunak yang
tumbuh ke reticulum sumsum tulang dan merusak korteks tulang dari sebelah
dalam. Dibawah periosteum terbentuk lapisan-lapisan tulang yang baru
diendapkan paralel dengan batang tulang sehingga membentuk gambaran
serupa kulit bawang. Tanda dan gejala khas yaitu nyeri, benjolan nyeri tekan,
demam (38-40oC) dan leukositosis (20.000 – 40.000 leukosit/mm3).4
2. Osteomyelitis
Infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomyelitis, dan dapat timbul
akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan adanya awitan demam sistemik
maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Pada anak-anak infeksi
tulang seringkali timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat
lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga (otitis media), dan kulit
(impetigo). Bakterinya (staphylococcus aureus, streptococcus, haemophylus
influenza) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat
lempeng pertumbuhan tempat darah mengalir kedalam sinusoid. Akibat proses
perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan
yang terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan. Perlu sekali mendiagnosis
osteomyelitis ini sedini mungkin, terutama pada anak-anak, sehingga
pengobatan dengan antibiotik dapat dimulai, dan perawatan pembedahan yang
sesuai dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi yang masih
10
terlokalisasi dan mencegah jangan sampai seluruh tulang mengalami
kerusakan yang dapat menimbulkan kelumpuhan. Pada orang dewasa,
osteomyelitis juga dapat diwakili oleh bakteri dalam aliran darah, namun
biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi.4
Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak
ditangani dengan baik. Osteomyelitis sangat resisten terhadap pengobatan
dengan antibiotik. Menurut teori, hal ini disebabkan oleh karena sifat korteks
tulang yang tidak memiliki pembuluh darah. Tidak cukup banyak antibody
yang dapat mencapai daerah yang terinfeksi tersebut.4
3. Giant cell tumor
Sifat khas dari tumor ini adanya stroma vaskular dan seluler yang
terdiri dari sel-sel berbentuk oval yang mengandung sejumlah nukleus
lonjong, kecil dan berwarna gelap. Sel raksasa ini merupakan sel besar dengan
sitoplasma yang berwarna merah muda. Sel ini mengandung sejumlah nukleus
yang vesicular dan menyerupai sel-sel stroma. Walaupun tumor ini biasanya
dianggap jinak, tetapi tetap memiliki berbagai derajat keganasan, bergantung
pada sifat sarkomatosa dari stromanya. Pada jenis yang ganas, tumor ini
menjadi anaplastik dengan daerah-daerah nekrosis dan perdarahan.4
Tumor-tumor sel raksasa terutama terjadi pada orang dewasa muda.
Tempat yang biasa diserang adalah ujung-ujung tulang panjang, terutama lutut
dan ujung bawah radius. Gejala yang paling sering adalah nyeri, keterbatasan
gerakan sendi dan kelemahan. 4
I. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan
dengan penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi
organ sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ
setelah kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah
lacticdehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien
11
dengan peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase pada paru. Pada
pasien tanpa metastase, yang mempunyai peningkatan nilai LDH kurang
dapat menyembuh bila dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai
LDH normal.1
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk:1
LDH
ALP (kepentingan prognostik)
Hitung darah lengkap
Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), bilirubin, dan albumin.
Elektrolit: Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium,
magnesium, phosphorus.
Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine.
b) Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk
investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk
menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan
lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI untuk
evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan
metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan
untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi
MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan.6,7
1. X-ray
Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari
lesi tulang karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan
penentuan pemeriksaan lebih jauh yang tepat. Gambaran foto polos
dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara
area litik dan sklerotik. Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau
sklerotik.
12
Gambar 3 : Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus, mineralisasi
osteoid diantara jaringan lunak. Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa
jaringan lunak yang luas (black arrow).
Lesi terlihat agresif, dapat berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas
atau kadang kala terdapat lubang kortikal multipel yang kecil. Setelah
kemoterapi tulang disekelilingnya dapat membentuk tepi dengan batas
jelas disekitar tumor. Penyebaran pada jaringan lunak sering terlihat
sebagai massa jaringan lunak. Dekat dengan persendian, penyebaran
ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area seperti awan
karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang maligna dan
kalsifikasi dapat terlihat pada massa. Reaksi periosteal seringkali
terdapat ketika tumor telah menembus kortek. Berbagai spektrum
perubahan dapat muncul, termasuk Codman triangles dan multi
laminated, spiculated, dan reaksi sunburst, yang semuanya
mengindikasikan proses yang agresif.7,8
13
Gambar 4: Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal
2. CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos
membingungkan terutama pada area dengan anatomi yang kompleks
(contohnya pada perubahan dimandibula dan maksila pada
osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan
osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan
gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada
jaringan lunak sekitarnya dari pada foto polos. CT dapat
memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak
terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu
ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk di
interpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada
tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat berguna
untuk menentukan metastasis pada paru.6
CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian.
Padaosteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan
jika digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada
aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan
terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.7
14
3. MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari
tumor karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum
tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang
paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan
membantu dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat.
Untuk tujuan stadium dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan
kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang penting.
Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan
bagian dari kompartemen.6,7
Gambar 5: Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksidan adanya massa jaringan lunak.
Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang
penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang
mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase.
Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi daripada
yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos.
Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal
yang sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan
dengan destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan.6,7
15
4. Bone Scintigraphy
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari
radioisotop pada bone scan yang menggunakan technetium-99m
methylenediphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk
mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-
paru dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika
menggunakan MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan
ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak
spesifik.6,7
Gambar 6: Bone Scan yang membandingkan bagian bahudengan oseosarcoma dan yang sehat
5. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan
angiografi dapat ditentukan diagnosa jenis suatu osteosarkoma,
misalnya pada High-grade osteosarcoma akan ditemukan adanya
neovaskularisasi yang sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan
untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan preoperatif
chemotheraphy, yang mana apabila terjadi mengurang atau hilangnya
vaskularisasi tumor menandakan respon terapi kemoterapi preoperatif
berhasil.3
16
c) Biopsi
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma.
Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan
kesalahan diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat
fatal terhadap penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan
dengan biopsi jarum perkutan (percutaneous needle biopsy) dengan
berbagai keuntungan seperti : invasi yang sangat minimal, tidak
memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko infeksi rendah
dan bahkan tidak ada dan terjadinya patah tulang post biopsy dapat
dicegah.3
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan
high-grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan
membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan
terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer
mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan
nucleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada
beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik
atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid.3
J. Penatalaksanaan
a) Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma
ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi).
Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal dengan baik, lebih dari
80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada paru-
paru. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat
diagnosis pasien mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut
maka penggunaan adjuvant kemoterapi sangat penting pada penanganan
pasien dengan osteosarkoma.1
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma
terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat
17
mempermudah melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas
(limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita.
Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada,
mempermudah melakukan eksisi pada metastase tersebut.3
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperatif chemotherapy)
yang disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant
chemotherapy dan kemoterapi post operatif (post operatif chemotherapy)
yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy.3,8
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor
primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan
pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini
akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas
dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya.
Pemberian kemoterapi post operatif paling baik dilakukan secepat
mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi.3
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin), cisplatin (Platinol),
ifosfamide (Ifex), mesna (Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi
(Rheumatrex). Protokolstandar yang digunakan adalah doxorubicin dan
cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi
induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat
ditambah dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-
agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan
terhadap survival rate sampai 60 - 80%.1,3
b) Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus
sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus
menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor primer.
18
Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor
yang harus dievaluasi dari pasien secara individual.1
Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen
yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari
kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika
dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan
tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada
penanganan dengan hanya radikal amputasi.1
Fraktur patologis, dengan kontaminasi semua kompartemen dapat
mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun
jika dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka
pembedahan limb salvage dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan
amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih dari 80%
pasien dengan osteosarkoma pada ekstremitas dapat ditangani dengan
pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika
memungkinkan, maka dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang
harus dipilih berdasarkan konsiderasi individual, sebagai berikut :1,9
Autologous bone graft : hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi.
Penolakan tidak muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah.
Pada pasien yang mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur
mempunyai pilihan yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil
(osteosynthesis).
Allograft : penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi
permasalahan, terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul
penolakan graft.
Prosthesis : rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat
soliter atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar.
Durabilitas merupakan permasalahan tersendiri pada pemasangan
implant untuk pasien remaja.
19
Rotationplasty : tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor
yang berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran
tumor yang besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi.
- Selama reseksi tumor, pembuluh darah diperbaiki dengan cara end-
to-end anastomosis untuk mempertahankan patensi dari pembuluh
darah. Kemudian bagian distal dari kaki dirotasi 180º dan
disatukan dengan bagian proksimal dari reseksi. Rotasi ini dapat
membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang fungsional.
- Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan pasien
melihat video dari pasien yang telah menjalani prosedur tersebut.
Resection of pulmonary nodules : nodul metastase pada paru-paru
dapat disembuhkan secara total dengan reseksi pembedahan. Reseksi
lobar atau pneumonectomy biasanya diperlukan untuk mendapatkan
batas bebas tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama
dengan pembedahan tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral
dapat direseksi melalui median sternotomy, namun lapangan
pembedahan lebih baik jika menggunakan lateral thoracotomy. Oleh
karena itu direkomendasikan untuk melakukan bilateral thoracotomies
untuk metastase yang bilateral (masing-masing dilakukan terpisah
selama beberapa minggu).1
c) Penanganan jangka panjang
Penanganan jangka panjang pada pasien dibagi menjadi penanganan
pada rawat inap dan rawat jalan. Penanganan pada pasien yang
dirawat inap antara lain:
Siklus kemoterapi : hal ini secara umum memerlukan pasien untuk
masuk rumah sakit untuk administrasi dan monitoring. Obat aktif
termasuk methotrexate, cisplatin, doxorubicin, dan ifosfamide.
Pasien yang ditangani dengan agen alkylating dosis tinggi
mempunyai resiko tinggi untuk myelodysplasia dan leukemia. Oleh
karena itu hitung darah harus selalu dilakukan secara periodik.1
20
Demam dan neutropenia : diperlukan pemberian antibiotik
intravena.1
Kontrol lokal : penanganan di rumah sakit diperlukan untuk kontrol
lokal dari tumor (pembedahan), biasanya sekitar 10 minggu.
Reseksi dari metastase juga dilakukan pada saat ini.1
Sedangkan yang perlu diperhatikan pada pasien yang rawat jalan
antara lain :
Kimia darah: sangat penting untuk mengukur kimia darah dan
fungsi hati pada pasien dengan nutrisi parenteral dengan riwayat
toksisitas (terutama jika penggunaan antibiotik yang nephrotoxic
atau hepatotoxic dilanjutkan).1
Monitoring rekurensi : monitoring harus tetap dilanjutkan terhadap
lab darah dan radiografi, dengan frekuensi yang menurun seiring
waktu. Secara umum kunjungan dilakukan setiap 3 bulan selama
tahun pertama, kemudian 6 bulan pada tahun kedua dan
seterusnya.1
Follow-up jangka panjang : ketika pasien sudah tidak mendapat
terapi selama lebih dari 5 tahun, maka pasien dipertimbangkan
sebagai survivors jangka panjang. Individu ini harus berkunjung
untuk monitoring dengan pemeriksaan yang sesuai dengan terapi
dan efek samping yang ada termasuk evaluasi hormonal,
psychosocial, kardiologi, dan neurologis.1
K. Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar dari
tumor, adanya metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang
dinilai setelah kemoterapi.9
a) Lokasi tumor
Lokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan pada tumor
yang terlokalisasi. Diantara tumor yang berada pada ekstremitas, lokasi
21
yang lebih distal mempunyai nilai prognosa yang lebih baik daripada
tumor yang berlokasi lebih proksimal. Tumor yang berada pada tulang
belakang mempunyai resiko yang paling besar untuk progresifitas dan
kematian. Osteosarkoma yang berada pada pelvis sekitar 7-9% dari semua
osteosarkoma, dengan tingkat survival sebesar 20% - 47%.9
b) Ukuran tumor
Tumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang lebih buruk
dibandingkan tumor yang lebih kecil. Ukuran tumor dihitung berdasarkan
ukuran paling panjang yang dapat terukur berdasarkan dari dimensi area
cross-sectional.1,9
c) Metastase
Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosa yang lebih
baik daripada yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan
mempunyai metastase pada saat didiagnosa, dengan paru-paru merupakan
tempat tersering lokasi metastase. Prognosa pasien dengan metastase
bergantung pada lokasi metastase, jumlah metastase, dan respectability
dari metastase. Pasien yang menjalani pengangkatan lengkap dari tumor
primer dan metastase setelah kemoterapi mungkin dapat bertahan dalam
jangka panjang, meskipun secara keseluruhan prediksi bebas tumor hanya
sebesar 20% sampai 30% untuk pasien dengan metastase saat diagnosis.9
d) Reseksi tumor
Kemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor prognosa
karena osteosarkoma relatif resisten terhadap radioterapi. Reseksi yang
lengkap dari tumor sampai batas bebas tumor penting untuk kesembuhan.9
e) Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapi
Kebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan penggunaan dari
kemoterapi sebelum dilakukan reseksi tumor primer, atau reseksi
metastase pada pasien dengan metastase. Derajat nekrosis yang lebih besar
atau sama dengan 90% dari tumor primer setelah induksi dari kemoterapi
mempunyai prognosa yang lebih baik daripada derajat nekrosis yang
kurang dari 90%, dimana pasien ini mempunyai derajat rekurensi 2 tahun
22
yang lebih tinggi. Tingkat kesembuhan pasien dengan nekrosis yang
sedikit atau sama sekali tidak ada, lebih tinggi biladibandingkan dengan
tingkat kesembuhan pasien tanpa kemoterapi.1,9
23
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Osteosarkoma merupakan tumor ganas dari tulang.
Didapatkan pada umur antara 5-30 tahun, dan terbanyak pada umur 10 – 20
tahun.
Biasanya terdapat pada metafise tulang panjang yang pertumbuhannyacepat,
terbanyak pada daerah lutut.
Diagnosis ditegakkan dengan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiografi seperti plain foto, CT scan, MRI, bone scan,
angiografi dan dengan pemeriksaan histopatologis melalui biopsi.
Penanganan osteosarkoma saat ini dilakukan dengan memberikan kemoterapi,
baik pada preoperasi (induction = neoadjuvant chemotherapy, dan
pascaoperasi (adjuvant chemotherapy).
Pengobatan secara operasi, prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang
diharapkan dalam operasi suatu osteosarkoma.
Prognosis osteosarkoma tergantung pada staging dari tumor dan efektif-
tidaknya penanganan.
Follow-up post-operasi pada penderita osteosarkoma merupakan langkah
tindakan yang sangat penting.
24