1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan praktik sehari-hari seorang dokter tidak hanya terpaku
pada kewajibannya dalam menanggani pasien tetapi juga harus memperhatikan
aspek lainnya seperti memastikan kelengkapan administrasi dalam setiap tindakan
dan kewajibannya dalam membantu kepentingan penegakan hukum. salahnya
satunya adalah dalam hal pembuatan surat keterangan medik.
Dalam arti umum surat keterangan adalah surat yang dibuat sebagai bukti
untuk menerangkan atau menyatakan sesuatu. Dalam menjalankan tugas
profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat
keterangan medik. Surat keterangan medik adalah surat-surat keterangan yang
dikeluarkan berdasarkan kesimpulan dari hasil pemeriksaan seorang dokter
tentang keadaan tubuh dan jiwa manusia. Biasanya surat keterangan medik juga
menyangkut dengan kepentingan dari pihak ketiga.1
Surat keterangan medik mempunyai banyak kegunaan sesuai dengan jenis
dan tujuan dibuatkannya surat keterangan medik tersebut. Surat keterangan medik
tersebut dibuat tidak hanya untuk kepentingan pasien saja, tetapi juga
berhubungan dengan instansi dan dalam kepentingan penegakan hukum. Adapun
kepentingan pasien meliputi untuk perizinan, untuk mendapatkan pelayanan dan
lain sebagainya. Untuk kepentingan instasi meliputi dalam memberikan perijinan,
sebagai sumber dalam penyeleksi tenaga kerja, dan sebagainya.
Aspek formal surat keterangan medik adalah yang berhubungan dengan
penerbitan surat keterangan medik. Untuk aspek materilnya adalah yang
berhubungan dengan isi yang dijelaskan di dalam surat keterangan medik tersebut.
Dokter yang menerbitkannya harus betul-betul yakin apa yang dituliskan atau
dinyatakannya. Karena dokter telah mengucapkan sumpah kedokterannya.
Adapun Pedomannya antara lain: Bab I Pasal 7 KODEKI,” Setiap dokter hanya
memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”,
1 MKEK IDI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Tahun 2012, Jakarta, 2012, Hal. 4
2
Bab II Pasal 12 KODEKI, “ Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”
dan Paragraf 4, pasal 48 UU No.29/2004 tentang praktik Kedokteran. Dokter
dianggap melanggar etik apabila ia mengetahui secara sadar menerbitkan surat
keterangan yang tidak mengandung kebenaran.2
Dalam praktik sehari-hari tidak menutup kemungkinan dalam penerbitan
surat keterangan medik tersebut terjadi pelanggaran. Perlanggaran ini bisa terjadi
akibat pengaruh permintaan dari pihak yang meminta contohnya dibuatkan surat
keterangan medik palsu dimana isi tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
atau pun dari seorang dokter tersebut karena kesalahan dalam pemeriksaan. Oleh
karena itu penting bagi seorang dokter untuk mengetahui dan memahami dalam
pembuatan surat keterangan medik baik dalam format penulisan maupun tujuan
digunakannya surat keterangan medik tersebut.
Surat keterangan medik memengang peranan yang penting dalam
penegakan hukum diindonesia, dalam suatu penyelesaian suatu tindakan pidana
seorang penyidik dapat meminta keterangan ahli sesuai pasal 133 KUHAP. Salah
satunya adalah keterangan dari dokter, hal ini menunjukan pentingnya surat
keterangan medik tersebut. Oleh karena itu dalam pembuatan surat keterangan
medik ini harus benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada mengingat hasil
keterangan tersebut akan menentukan suatu keputusan atas hidup seseorang.
Dalam kepentingan penegakan hukum surat keterangan medik ini menjadi
barang bukti yang sah yang akan menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil
keputusan, selain keterangan ahli, keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan
petunjuk seperti yang tercantum dalam pasal 184 KUHAP. Hal ini menunjukan
pentingnya kedudukan surat keterangan medik ini dalam penegakan hukum di
indonesia.
Surat keterangan medik memiliki banyak jenis berdasarkan tujuan tersebut
maka dibuatkan surat berdasarkan hasil yang didapatkan berdasarkan pemeriksan
sendiri. adapun yang dapat membuat surat keterangan medik adalah dokter
2 Pemerintah Republik Indonesia, Paragraf 4 Pasal 48 UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran, Jakarta, 2004, hal. 16
3
spesialis sesuai dengan bidangnya, dokter umum, dan dokter gigi. Hal ini
mengingat membuat surat keterangan medik merupakan salah satu kewajiban
seorang dokter.
Mengingat dalam praktiknya seorang dokter harus membuat surat
keterangan medik maka seorang dokter wajib mengetahui tata cara pembuatan
surat keterangan medik yang baik dan benar, meliputi format penulisan,
penggunaan tata bahasa, kesuaian isi, dan lain-lainnya. Selain itu dalam membuat
surat keterangan medik dokter harus mengetahui dasar dibuatkannya surat
tersebut, sehingga surat yang dibuat tepat dan sesuai. Selain itu seorang dokter
harus memastikan kebenaran setiap data yang didapatkannya, tidak terpaku
berdasarkan pendapat pasien sehingga hasil dalam surat keterangan medik dapat
dipertanggungjawabkan. Karena seorang pasien dalam menyampaikan keluhannya
dapat dipalsukan atau dibuat-buat untuk kepentingannya untuk mendapatkan
keuntungan. Jika didapatkan bukti pelanggaran berupa laporan palsu dalam
penerbitan surat keterangan medik, seorang dokter wajib
mempertanggungjawabkannya berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Mengingat setiap orang dapat meminta surat keteranggan medik ini
berdasarkan kepentingannya masing-masing, sehingga harus dipastikan bahwa
surat keterangan mediknya ini digunakan sebenar-benarnya. Pembuatan surat
keterangan medik yang benar dan setiap dokter harus dapat dapat
dipertanggungjawabkan apa yang tercantum dalam surat keterangan medik
tersebut karena hal tersebut dapat melindungi seorang dokter dalam tuntutan
hukum bila sewaktu-waktu adanya tuntutan atas pembuatan surat keterangan
medik tersebut.
Mengingat banyaknya tuntutan terhadap profesi dokter yang tidak hanya
terpaku pada pelayanan terhadap pasien saja tetapi juga kepentingan administrasi
dan kepentingan hukum. Dalam praktiknya juga sesorang dokter dituntut untuk
dapat memberikan hasil yang maksimal dan menyampaikan kebenaran
berdasarkan fakta yang didapat khususnya dalam pembuatan surat keterangan
medik sehingga setiap aspek yang berkaitan dasar pembuatan surat keterangan
4
tersebut mendapatkan hasil menguntungkan semua pihak tanpa merugikan salah
satu pihak.
Mengingat pentingnya kegunaan surat keterangan medik dalam
kepentingan pasien, instasi, dan penengakan hukum. Surat tersebut harus
digunakan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak boleh digunakan dengan
sembarangan. Sehingga dalam penerbitan surat keterangan tersebut harus baik dan
benar, sehingga menjadi dasar penulis dalam membuat referat tentang surat
keterangan medik ini.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. SURAT KETERANGAN MEDIK
Surat keterangan medik adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter untuk tujuan tertentu tentang kesehatan atau penyakit pasien atas
permintaan pasien atau atas permintaan pihak ketiga dengan persetujuan
pasien atau atas perintah undang-undang. Pembuatan surat keterangan medik
harus berdasarkan hasil pemeriksaan, dan dokter pembuatnya harus mampu
membuktikan kebenaran keterangannya apabila diminta.
2.2. PEDOMAN SURAT KETERANGAN MEDIK
Adapun dasar hukum yang mengatur dikeluarkannya surat
keterangan medik adalah sebagai berikut :3,
1. BAB I Pasal 7 KODEKI : “Setiap Dokter hanya memberikan keterangan
dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”. Dalam
penjelasan atas pasal tersebut, hampir setiap hari kepada seorang dokter
diminta keterangan tertulis mengenai bermacam-macam hal antara lain,
tentang:
a. Cuti Sakit
b. Kelahiran dan Kematian
c. Cacat
d. Penyakit menular
e. Visum et Repertum (pro justiticia)
f. Keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa, untuk lamaran kerja, untuk
kawin, dan sebagainya.
g. Lain-lain.
2. BAB II Pasal 12 KODEKI :”Setiap Dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah
pasien meninggal dunia”.4
3 Divisi Bioetika Dan Medikolegal FK USU, Surat Keterangan Dokter, FK USU, Medan, 2012,
hal. 3. 4 IDI Kotim, Surat Keterangan Dokter, IDI, Waringin, 2009, hal. 10.
6
3. Paragraph 4 Pasal 48 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran.
1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan
Peraturan Menteri.
2.3. DASAR PEMBUATAN SURAT KETERANGAN MEDIK
1. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) BAB I Pasal 7 :5
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.
2. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
3. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 133 :6
Ayat (1)
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
Ayat (2)
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
5 MKEK IDI, Loc.cit.
6 Pemerintah Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Kuhap)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, MPRRI, Jakarta, 1981, hal 12.
7
4. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang Undang Nomor 8
Tahun 1981 Pasal 179 :
Ayat (1)
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan.
2.4. FORMAT PENULISAN SURAT KETERANGAN MEDIK
Ada beberapa struktur komponen surat keterangan dokter yang harus
dijadikan acuan dalam membuat surat keterangan yang baik untuk informasi
penunjang, seperti dibawah ini :7
Nama Instansi Rumah Sakit
Dalam setiap contoh surat dokter harus memuat informasi mengenai
lembaga tempat dokter tersebut bernaung seperti rumah sakit atau
puskesmas. Jikalau dokter tersebut praktek sendiri di rumah atau
kliniknya, maka setidaknya dimuat alamat tempat praktek dan klinik
tersebut.
Perihal Surat
Menjelaskan mengenai untuk apa surat tersebut, contohnya adalah Surat
Keterangan, Surat Rujukan, atau Surat Keterangan Sakit.
Data pasien yang meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
Alasan diberikan surat ini, contohnya adalah pasien mengalami koma atau
sakit.
Tindakan yang harus dilaksanakan, contohnya istirahat atau berlibur
menenangkan diri.
Mulai dan akhir dari masa istirahat tersebut.
Tempat dibuatnya surat, tanggal bulan dan tahun.
Nama jelas dokter dan tanda tangan atau stempel jika ada.
7 Rohmana Chy, Contoh Surat Keterangan Dokter, Perspektif, Jakarta, 2010, hal. 23.
8
2.5. JENIS SURAT KETERANGAN MEDIK
2.5.1. Surat Keterangan Lahir8
Surat keterangan kelahiran berisikan tentang waktu (tanggal dan jam)
lahirnya bayi, kelamin, BB dan nama orang tua. Diisi sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya oleh karena sering adanya permintaan khusus
dari pasien.
Hal yang sering menjadi masalah :
1. Anak yang lahir dari inseminasi buatan dari semen donor (Arteficial
Insemination by Donor = AID)
2. Anak yang lahir hasil bayi tabung yang sel telur dan/atau sel
maninya berasal dari donor (In vitro Fertilization by Donor)
3. Anak yang lahir hasil konsepsi dari saudara kandung suami
2.5.2. Surat Keterangan Kematian
Adapun ketentuan dalam surat kematian secara umum meliputi :
1. Surat keterangan untuk keperluan penguburan, perlu dicantumkan
identitas jenazah, tempat, dan waktu meninggalnya.
2. Kewenangan penerbitan surat keterangan kematian ini adalah dokter
umum maupun dokter spesialis yang telah diambil sumpahnya dan
memenuhi syarat administratif untuk menjalankan praktik kedokteran.9
3. Surat Keterangan kematian, mengenai hal ini perlu diisi sebab
kematian sesuai dengan pengetahuan dokter. Karena bedah mayat
klinik belum dapat dilakukan hingga waktu ini, sebab kematian secara
klinik saja dilaporkan. Lamanya menderita sakit hingga meninggal
dunia juga harus dicantumkan. Jika jenazah dibawa ke luar daerah atau
luar negeri maka adanya kematian karena penyakit menular harus
diperhatikan.
8 Divisi Bioetika Dan Medikolegal FK USU, loc. cit.
9 Frontline Postmortem diunduh di http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/post-
mortem/things-to-know/death-certificates.html pada 27 Mei 2015.
9
4. Surat keterangan kematian biasa/ alamiah ini penting dibuat untuk
kepentingan berbagai kalangan seperti pihak ahli waris (asuransi),
statistik / sensus penduduk dan instansi tempat korban bekerja serta
untuk penguburan.
5. Pada waktu menuliskan surat keterangan kematian, maka keadaan
orang tersebut sebelum meninggal dapat diperoleh dari keluarga yang
meninggal sebelum jenazahnya dikuburkan atau dikremasi.10
6. Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang
mewakili kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.
Peran dokter dalam hal ini adalah:11
a. Menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara
permanen: sirkulasi, respirasi dan neurologi)
b. Melengkapi surat keterangan kematian bagian medik (menuliskan
sebab kematian, jika diperlukan otopsi)
c. Jika jenazah tidak dikenal, membantu identifikasi.
A. Kegunaan Surat Keterangan Kematian
Manusia hidup di dunia ini selalu tercatat. Manusia lahir
tercatat dalam bentuk akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran.
Jika suatu saat meninggal, manusia juga seharusnya tercatat dalam
surat keterangan kematian. Banyak kegunaan mengapa surat
keterangan kematian ini perlu untuk diterbitkan/dibuat yaitu
diantaranya adalah :12
a. Bagi Penegak Hukum
Kegunaan surat keterangan kematian bagi polisi atau penegak
hukum adalah dapat dijadikan sebagai dasar dari pengembangan
kasus kematian tidak wajar.
10
Husni Gani, Ilmu Kedokteran Forensik, FK Unand, Padang, 1997, hal. 45. 11
Suciningtyas, Martiana, Death Certification, Stikes, Jakarta, 2008, hal. 2. 12
Tim McMahon dalam Why Do You Need Deat Certificates di unduh dari
http://www.ehow.com/info_7743874_do-need-death-certificates.html pada 27 Mei 2015.
10
b. Bagi Tenaga Medik
1. Pengumpulan Data Statistik Penyakit Penyebab Kematian
Pencatatan atau pembuatan surat kematian penting dilakukan
sebagai salah satu cara pengumpulan data statistik penentuan
tren penyakit dan tren penyebab kematian pada masyarakat.
Hal ini perlu sebagai bagian dari surveillance system guna
menentukan tindakan dan intervensi apa yang bisa dilakukan.
2. Monitoring dan Evaluasi Program Kesehatan
Data tentang jumlah kematian bisa juga dipakai sebagai upaya
monitoring jalannya suatu program sekaligus sebagai bahan
evaluasi program yang telah berjalan.
3. Penelitian
Dalam hal penelitian, data-data tentang jumlah kematian dapat
juga menjadi sumber data untuk penelitian bio medik maupun
sosio medik.
c. Bagi Masyarakat
Untuk kepentingan pemakaman jenazah
Kepentingan pengurusan asuransi
Kepentingan pengurusan warisan
Pengurusan pensiunan janda/duda
Persyaratan menikah lagi
Pengurusan hutang piutang
Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian tidak
wajar
Dalam dunia kesehatan, pencatatan atau pembuatan surat
kematian penting dilakukan sebagai salah satu cara pengumpulan
data statistik penentuan tren penyakit dan tren penyebab kematian
pada masyarakat. Hal ini perlu sebagai bagian dari sistem
surveillance guna menentukan tindakan dan intervensi apa yang
bisa dilakukan. Selain itu, data bisa juga dipakai sebagai upaya
monitoring jalannya suatu program sekaligus sebagai bahan
11
evaluasi program yang telah berjalan. Dalam hal penelitian, data ini
dapat menjadi sumber data untuk penelitian biomedik maupun
sosiomedik.
B. Landasan Hukum Surat Keterangan Kematian
Peraturan bersama Mendagri dan Menkes No.15 tahun 2010, nomor
162/MENKES/PB/I/2010, tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab
Kematian.
Dasar hukum surat keterangan kematian :
Bab I pasal 7 KODEKI, „„Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya‟‟
Bab II pasal 12 KODEKI, „‟Setiap dokter wajib merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan
juga setelah pasien meninggal dunia‟‟
Pasal 267 KUHP : Ancaman pidana untuk surat keterangan palsu
Pasal 179 KUHAP: Wajib memberikan keterangan ahli demi
pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului dengan
sumpah jabatan atau janji.
C. Macam-macam Surat Keterangan Kematian
Surat Keterangan Kematian ada 2 macam, yaitu:13
a. Surat Keterangan Kematian Biasa (Ordinary Death Certificate)
Surat ini mencatat kematian individu yang mati secara alamiah,
yang tidak berhubungan dengan suatu kekerasan, tetapi dibawah
pengawasan dokter. Dimana dokter harus mengawasi selama waktu
tertentu sebelum mati dan telah mengadakan kunjungan
professional dalam waktu 24 jam di saat kritis penyakit penderita.
b. Surat Keterangan Kematian yang dikeluarkan oleh dokter forensic
(Medical Examiner‟s Death Certificate)
Jika dokter tidak dapat menentukan kematian ini disebabkan karena
alamiah atau tidak alamiah maka dapat disarankan sebelum memberi
13
Gani M Husni, loc. cit.
12
surat keterangan kematian dibuat dapat menanyakan pada penyidik
yang akan memberikan petunjuk yang terbaik untuk diikuti.
D. Syarat Surat Keterangan Kematian
Kematian sebaiknya dilaporkan kepada penyidik dengan benar.
Dokter dinasehatkan untuk memberikan keterangan kepada penyidik
secepat mungkin pada kasus kematian mendadak, kematian dengan
abortus, kematian yang disebabkan oleh penyebab tidak alamiah,
kecelakaan yang fatal, alkoholisme, kematian yang disebabkan oleh
anastesi atau operasi atau obat-obatan. Keracunan yang fatal termasuk
keracunan makan juga harus dilaporkan dan kematian akibat
pekerjaan. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter maka dapat
dibuatkan surat keterangan kematian.
Surat keterangan kematian alamiah harus dihadiri oleh dokter
sebelum surat tersebut dikeluarkan. Pada surat keterangan kematian ini
juga harus dicantumkan penyebab kematian. Dokter yang membuat
surat keterangan kematian tersebut harus yakin bahwa orang tersebut
benar-benar meninggal dan atautidak dalam mati suri serta yakin
penyebab kematian satu-satunya alamiah.
E. Instruksi Pengisian Surat Keterangan Kematian
Dalam melengkapi surat keterangan kematian, perlu dilakukan
sesuai guideline :
Menggunakan formulir ter-update yang diterbitkan pemerintah
Isi semua item, ikuti petunjuk pengisian setiap item
Buat surat dengan jelas dengan tinta hitam
Jangan gunakan singkatan kecuali ada instruksi khusus pada
pengisian item
Konfirmasikan ejaan penulisan nama terutama nama yang homofon
(beda ejaan penulisan tapi sama pengucapannya) seperti : Reni,
Renny, Rennie dsb
Dapatkan semua tanda tangan yang diperlukan. Tidak boleh
menggunakan tanda tangan cap atau print
13
Jangan mengubah formulir
Jangan menduplikasi/membuat 2 surat keterangan kematian yang
sama. Jika diperlukan, bisa dicopy yang selanjutnya di sahkan
bahwa hasil copy tersebut sesuai dengan aslinya
F. Isi Surat Keterangan Kematian
Keterangan yang diberikan pada surat keterangan kematian adalah:
Yang berhubungan dengan kematian dan adanya keterangan dokter
secara terperinci, yaitu nama, umur, tempat, dan tanggal kematian.
Bagian ini melaporkan tentang penyebab kematian, yaitu:
- Sebab primer
- Immediate cause of death (Sebab kematian segera)
- Countributery cause of Death (sebab kematian tambahan)
Surat kematian primer adalah sebab yang utama yang
menyebabkan kematian. Sebab kematian segera adalah komplikasi
fatal yang dapat membunuh penderita yang berasal dari sebab
utama. Sedangkan Countributery cause of Death adalah proses
yang tidak ada hubungannya dengan sebab utama dan sebab segera
dari kematian tetapi mempunyai tambahan resiko menyebabkan
kematian
Bagian terakhir dari surat keterangan kematian berisi tentang:
Kehadiran dokter saat melihat kritis penyakit penderita Penyebab
kematian tersebut ditulis dengan benar berdasarkan keyakinan dan
keilmuannya.
2.5.3. Surat Keterangan Sehat
Adapun kegunaan surat keterangan sehat ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Asuransi Jiwa
Dalam menulis laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa, perlu
diperhatikan agar :
14
Laporan dokter harus objektif, jangan dipengaruhi oleh keinginan
calon nasabah atau agen perusahaan asuransi jiwa yang
bersangkutan.
Sebaliknya jangan menguji kesehatan seorang calon yang masih
atau pernah menjadi pasien sendiri untuk menghindari timbulnya
kesukaran dalam mempertahankan wajib menyimpan rahasia
jabatan
Jangan memberitahukan kesimpulan hasil pemeriksaan medik
kepada pasien, langsung kepada perusahaan asuransi itu sendiri.
Dokter selaku ahli, bukan orang kepercayaan perusahaan asuransi
kesehatan. Pemeriksaan oleh dokter yang dipilih pasien pada
dasarnya untuk kepentingan pihak asuransi oleh karena sebagai
dokter penguji kesehatan tersebut, dokter wajib memberitahukan
kepada perusahaan tentang segala sesuatu yang ia ketahui dari
orang yang kesehatannya diuji. Dapat terjebak melanggar wajib
simpan rahasia jabatan. Seharusnya dokter keluarga menolak untuk
menguji kesehatan pasiennya.
2. Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM)
Perlu diperhatikan oleh karena pengendara atau faktor manusia
merupakan faktor utama penyebab kecelakaan lalu lintas.
3. Untuk Nikah
Selain pemeriksaan medik, dokter juga harus memberikan edukasi
reproduksi dan pendidikan seks kepada pasangan calon suami-istri.
Yang sering menjadi dilema adalah apakah dokter harus
memberitahukan kepada salah satu calon suami-istri tersebut apabila
menemukan kelainan-kelainan atau penyakit-penyakit yang diderita
salah satu calon pasangannya.
2.5.4. Surat Keterangan Sakit
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan sandiwara
(simulasi) atau melebih-lebihkan (agrravi) pada waktu memberikan
15
keterangan mengenai cuti sakit seorang yang meminta surat keterangan
sakit. Ada kalanya cuti sakit disalahgunakan untuk tujuan lain. Surat
keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang dokter dituntut
menurut pasal 263 dan 267 KUHP.
2.5.5. Surat Keterangan Cacat
Surat keterangan cacat adalah surat yang menerangkan kondisi
seseorang apakah orang tersebut dalam keadaan cacat ataupun normal.
Surat keterangan cacat hanya boleh diisi oleh dokter yang memeriksa
orang tersebut. Surat keterangan cacat berisikan tentang riwayat medik dan
bagaimana kondisi cacat yang diderita mempengaruhi kehidupan orang
tersebut. Dalam surat keterangan cacat terdapat juga keterangan yang
menyatakan apakah seseorang tersebut mengalami cacat tetap atau hanya
cacat sementara. Surat keterangan cacat juga berhubungan erat dengan
besarnya tunjangan maupun uang pensiun yang akan diterima oleh pekerja
berdasarkan keterangan dokter mengenai sifat dari cacat yang diderita
orang tersebut.
2.5.6. Surat Keterangan Cuti Hamil
Hak cuti hamil seorang ibu adalah 3 bulan, yaitu sekitar 1 bulan
sebelum dan 2 bulan setelah persalinan. Tujuan : agar si ibu cukup istirahat
dan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi proses persalinan, dan
mulai kerja kembali setelah masa nifas.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UUK”), pekerja / buruh perempuan berhak
memperoleh istirahat (cuti) selama 1,5 bulan – atau kurang lebih 45 hari
kalender - sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Artinya,
hak cuti hamil selama 1,5 bulan dan hak cuti melahirkan 1,5 bulan, telah
diberikan oleh undang-undang secara normatif dengan hak upah penuh
atau berupah/ditanggung selama menjalani cuti hamil dan cuti
16
melahirkan tersebut (lihat Pasal 82 ayat [1] jo. Pasal 153 ayat [1] huruf e
UUK).14
Apabila kelahiran terjadi lebih awal dari yang diperhitungkan oleh
dokter kandungan, tidak dengan sendirinya menghapuskan hak atas cuti
bersalin/melahirkan. Pekerja / buruh perempuan tetap berhak atas cuti
bersalin/melahirkan secara akumulatif 3 (tiga) bulan. Artinya, dalam
kondisi yang demikian hak cuti hamil/melahirkan tidak akan hangus.15
Selain itu diatur juga dalam penjelasan Pasal 82 ayat (1) UUK
bahwa lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan
dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.
Surat keterangan dokter kandungan atau bidan ini pada akhirnya menjadi
penentu berapa lama seseorang dapat mengambil cuti. Apabila kemudian
karena alasan kesehatan, dokter kandungan menganggap pasien
memerlukan waktu istirahat (Cuti) lebih dari 3 bulan sebelum atau setelah
melahirkan, maka pasien dapat mengajukan cuti sesuai waktu yang
direkomendasikan dokter kandungan atau bidan.
2.5.7. Visum et Repertum
1. Pengertian Visum et Repertum
Visum Et Repertum berasal dari bahasa latin yaitu Videre yang
berarti melihat dan Repere yang berarti melaporkan.16
Visum et
Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter (dalam
kapasitasnya sebagai ahli) atas permintaan resmi dari penegak hukum
yang berwenang tentang apa yang dilihat dan yang ditemukan pada
objek yang diperiksanya dengan mengingat sumpah atau janji ketika
menerima jabatan.17
Dalam undang-undang terdapat satu ketentuan
14
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, MPR RI, Jakarta, hal. 30. 15
Hajrianti , Surat Keterangan Istirahat Melahirkan, FKUI, Jakarta, 2012, hal. 2. 16
Widowati, Tinjauan Alur Prosedur Pembuatan Visum et Repertum Di Rumah Sakit Umum
Daerah Pandan Arang Boyolali, Jurnal Kesehatan, Karanganyar, 2008, hal. 89. 17
Sofwan Dahlan, Petunjuk Pembuatan Visum et Repertum, Universitas Diponegoro, Semarang,
2003, hal. 20.
17
hukum yang Menuliskan langsung tentang Visum et Repertum, yaitu
pada Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1937 No.350 pasal 1 dan
pasal 2 yang menyatakan:
Pasal 1: “Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah
jabatan yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di negeri
belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti yang sah dalam
perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan
keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada
benda yang diperiksa.
Pasal 2:Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik
di negeri Belanda ataupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam pasal 1
diatas, dapat mengucapkan sumpah sebagai berikut: “saya bersumpah
(berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyataan-
pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk
kepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
saya yang sebaik-baiknya. Semoga tuhan yang maha pengasih dan
penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan batin” 18
Bila dirinci isi Staatsblad ini mengandung makna:
Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan
pendidikannya di negeri belanda ataupun di Indonesia, ataupun
dokter-dokter lain berdasarkan sumpah khusus dapat membuat
VeR
VeR mempunyai daya bukti yang syah/alat bukti yang syah dalam
perkara pidana
VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan
pada benda-benda/korban yang diperiksa.
Ketentuan dalam Staatsblad ini sebetulnya merupakan terobosan
untuk mengatasi masalah yang dihadapi dokter dalam membuat
visum, yaitu mereka tidak perlu disumpah tiap kali sebelum
18
Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Percetakan Ramadhan, Medan, 2005, hal.
40
18
membuat visum. Seperti dikteahui setiap keerangan yang akan
disampaikan untuk pengadilan haruslah keterangan dibawah
sumpah. Dengan adanya ktetantuan ini, maka sumpah yang telah
diikrarkan dokter waktu menamatkan pendidikannya, dianggap
sebagai sumpah yang syah untuk kepentingan membuat VeR
biarpun lafal dan maksudnya berbeda.
Oleh karena itu sampai sekarang pada bagian akhir cisum,
masih dicantumkan ketetntuan hukum ini untuk mengingatkan yang
membuat maupun yang menggunakan visum, bahwa dokter waktu
membuat visum akan bertindak jujur dan menyampaikan tentang apa
yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban menurut
pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Pada seminar lokakarnya VeR di Medan ahun 1981 pengertian
visum dirumuskan lebih jelas, yaitu:“laporan tertulis untuk peradilan
yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada
waktu menerima jabatan dokter, memuat pemberitaan tentang segala
hal (fakta) yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh
manusia (hidup atau mati) atau benda yang berasal dari tubuh manusia
yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-
baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang
pemeriksaan tersebut”.
2. Dasar Hukum Visum et Repertum
Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 133
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
19
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah satu alat
bukti yang sah KUHAP pasal 184. Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa.
Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang
pengadilan
Pasal 187 (c)
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarka
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi kepadanya.
3. Fungsi dan Peran Visum et Repertum
Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian
suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia.
Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP, Visum et
Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan,
yang berupa keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam
penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan bahwa keterangan ahli yang
diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli,
sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut
keterangan. Hal ini diperjelas pada Pedoman Pelaksanaan KUHAP
dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03
Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh
dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian,
20
semua hasil Visum et Repertumyang dikeluarkan oleh dokter spesialis
forensik maupun dokter bukan spesialis forensik merupakan alat bukti
yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.
Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti
barang bukti karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik
telah diuraikan di dalam bagian Pemberitaan. Karena barang bukti
yang diperiksa tentu saja akan mengalami perubahan alamiah,
seperti misalnya luka yang telah sembuh, jenazah yang mengalami
pembusukan atau jenazah yang telah dikuburkan yang tidak
mungkin dibawa ke persidangan, maka Visum et Repertum merupakan
pengganti barang bukti tersebut yang telah diperiksa secara ilmiah oleh
dokter ahli.
Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut
berturut-turut adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa. Beban pembuktian dari masing-
masing alat bukti tersebut berbeda dan sesuai dengan urutannya.
Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih dipercaya oleh
hakim bila dibandingkan dengan keterangan terdakwa. Demikian
halnya dengan keterangan ahli yang diberikan oleh seorang dokter
spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban pembuktian yang
lebih besar bila dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh
dokter bukan spesialis forensik.
Sehingga, kedudukan Visum et Repertum yang dibuat oleh
dokter spesialis forensik masih lebih tinggi dibandingkan dengan
Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter bukan spesialis forensik.
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan
suatu duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat
meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru. Sesuai dengan
Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat meminta kemungkinan untuk
dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti jika
21
memang timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.19
4. Jenis-jenis Visum et Repertum
Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup
dapat dibedakan atas:
1) Visum seketika adalah visum yang langsung diberikan setelah
korban selesai diperiksa. Visum inilah yang paling banyak dibuat
oleh dokter.
2) Visum sementara adalah visum yang diberikan pada korban yang
masih dalam perawatan. Biasanya visum sementara ini diperlukan
penyidik untuk menentukan jenis kekerasan, sehingga dapat
menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam menginterogasi
tersangka. Dalam visum semsentara ini belum ditulis kesimpulan.
3) Visum lanjutan adalah visum diberikan setelah korban sembuh atau
meninggal dan merupakan lanjutan dari visum semsentara yang
telah diberikan sebelumnya. Dalam visum ini harus dicantumkan
nomor dan tanggal dari visum sementara yang telah diberikan.
Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum
lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat visum
sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir merawat penderita.
Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Objek psikis
Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum
psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya
pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya
19
Afandi, Visum et Repertum pada Korban Hidup, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal: FK UNRI, Riau, 2010, hal. 30
22
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau
terganggu karena penyakit tidak dipidana”.20
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang
menderita penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan
retardasi mental. Apabila penyakit jiwa (psikosis) yang
ditemukan, maka harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada
sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan. Tentu saja, jika semakin
panjang jarak antara saat kejadian dengan saat pemeriksaan, maka
akan semakin sulit bagi dokter untuk menentukannya sehingga
diperlukan pemeriksaan lanjutan. Demikian pula jenis penyakit
jiwa yang bersifat hilang timbul juga akan mempersulit pembuatan
kesimpulan dokter.
Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka
atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban
sebagaimana Visum et Repertum lainnya. Selain itu, Visum et
Repertumpsikiatrikum menguraikan tentang segi kejiwaan
manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. Oleh karena Visum et
Repertum psikiatrikum menyangkut masalah dapat dipidana
atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya,
maka lebih baik pembuat Visum et Repertum psikiatrikum ini
adalah dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa
atau rumah sakit umum.
2) Objek fisik, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu
1) Visum et Repertum orang hidup
Visum et Repertum perlukaan atau keracunan
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban
hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka atau sakit
dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut. Terhadap
20
Abdul Mun‟im Idries, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binapura Aksara, Jakarta Barat,
1997, hal. 30.
23
setiap pasien, dokter harus membuat catatan medik atas
semua hasil pemeriksaan mediknya.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke
dokter setelah melapor ke penyidik atau pejabat kepolisian,
sehingga mereka datang dengan membawa serta surat
permintaan Visum et Repertum. Sedangkan para korban
dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau
rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat
permintaan Visum et Repertum-nya akan datang
terlambat. Keterlambatan surat permintaan Visum et
Repertum ini dapat diperkecil dengan diadakannya kerja
sama yang baik antara dokter atau institusi kesehatan
dengan penyidik atau instansi kepolisian.21
Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan
dokter sebaiknya menentukan juga derajat keparahan luka
yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi
luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam
menegakkan keadilan.
Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah
menyatakan pasien mengalami luka ringan, sedang, atau
berat. Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang
tidak menimbulkan halangan dalam menjalankan mata
pencaharian, tidak mengganggu kegiatan sehari-hari.
Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan
dalam undang-undang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal
90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka ringan
dan luka berat.
KUHP pasal 90
21
Budiyanto, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Universitas
Indonesia, Jakarta, 1997, hal 50.
24
Luka berat berarti:
1. Luka yang mengancam nyawa.
2. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali
3. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencaharian.
4. Kehilangan salah satu panca indra
5. Mendapat cacat berat
6. Menderita sakit lumpuh
7. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
8. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Penganiayaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352
dan penganiayaan sedang diatur dalam KUHP pasal 351
ayat 1.
KUHP pasal 352
Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
empat ribu lima ratus rupiah.
KUHP pasal 351
Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah
1. Jika perbuatan itu menjadikan luka berat dyang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
2. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun
3. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan.
25
2) Visum et Repertum korban kejahatan asusila
Pada umumnya, korban kejahatan asusila yang
dimintakan Visum et Repertum-nya kepada dokter adalah
kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman
oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP
meliputi perzinahan, pemerkosaan, persetubuhan pada
wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan dengan wanita
yang belum cukup umur.
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban
untuk membuktikan adanya persetubuhan, adanya
kekerasan, serta usia korban. Selain itu, dokter juga
diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual,
kehamilan, dan kelainan psikiatri atau kejiwaan sebagai
akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak dibebani
pembuktian adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan
adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang
pengadilan.
Visum et Repertum orang mati (jenazah)
Visum et Repertum jenazah dibuat terhadap
korban yang meninggal. Tujuan pembuatan Visum et
Repertumini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan
mekanisme kematian. Jenazah yang akan dimintakan
Visum et Repertum-nya harus diberi label yang
memuat identitas mayat, di-lak dengan diberi cap
jabatan, yang dikaitkan pada ibu jari kaki atau bagian
tubuh lainnya. Pada surat permintaan Visum et
Repertum-nya harus jelas tertulis jenis pemeriksaan
yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenazah
atau pemeriksaan bedah jenazah (autopsi) (Pasal 133
KUHAP). 34
- Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar
26
Pemeriksaan luar jenazah adalah
pemeriksaan berupa tindakan tanpa merusak
keutuhan jaringan jenazah. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan teliti dan sistematik, serta kemudian
dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau tutup
jenazah, pakaian, benda-benda di sekitar jenazah,
perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda
tanatologi, gigi geligi, dan luka atau cedera atau
kelainan yang ditemukan di seluruh bagian luar.
Apabila penyidik hanya meminta
pemeriksaan luar saja, maka kesimpulan Visum et
Repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan yang
ditemukan dan jenis kekerasan penyebabnya,
sedangkan sebab matinya tidak dapat ditentukan
karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah jenazah.
Bila dapat diperkirakan, lama mati sebelum
pemeriksaan (perkiraan waktu kematian) dapat
dicantumkan dalam bagian kesimpulan.
- Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan
dalam
Bila juga disertakan pemeriksaan autopsi,
maka penyidik wajib memberi tahu kepada keluarga
korban dan menerangkan maksud dan tujuan
pemeriksaan. Autopsi dilakukan jika keluarga
korban tidak keberatan, atau bila dalam dua hari tidak
ada tanggapan apapun dari keluarga korban (Pasal
134 KUHAP). Jenazah yang diperiksa dapat juga
berupa jenazah yang didapat dari penggalian
kuburan (Pasal 135 KUHAP).
Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh
dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada,
27
perut, dan panggul. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti
pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi,
dan lain sebagainya. Dari pemeriksaan dapat
disimpulkan sebab kematian korban, jenis luka atau
kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan perkiraan
waktu kematian.
5. Struktur Visum et Repertum
Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang
terdiri dari:
1. Pro justitia
Menyadari bahwa semua surat baru sah dipengadilan bila
dibuat diatas kertas materai dan hal ini akan menyulitkan
bagi dokter bila setiap visum yang dibuatnya harus
memakai kertas bermaterai. Berpedoman kepada peraturan
pos, maka bila dokter menulis pro-justitia dibagian atas
visum, maka itu sudah dianggap sama dengan kertas
materai.
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa,
siapa yang diperiksa, saat pemeriksaan (tanggal, hari, dan
jam), dimana diperiksa, mengapa diperiksa, dan atas
permintaan siapa visum itu dibuat. Data diri korban diisi
sesuai degnan yang tercantum dalam permintaan visum.
3. Pemberitaan
Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada
bagian ini, karena apa yang dilihat dan ditemukan dokter
sebagai terjemahan dari Visum et Repertum itu terdapat
pada bagian ini. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil
pemeriksaannya secara objektif. Biasanya pada bagian ini
dokter menuliskan luka, cedera, dan kelainan pada tubuh
28
korban seperti apa adanya. Misalnya didapati suatu luka
dokter menuliskan dalam visum suatu luka mulai dari
panjang, lebar, dalam, tepi luka, dan jarak luka.
4. Kesimpulan
Untuk pemakai visum, ini adalah bagian yang terpenting,
karena diharpkan dokter dapat menyimpulkan kelainan
yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada korban
luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan
sebab-akibat dari kelainan, tentang derajat kualifikasi luka,
berapa lama korban dirawat dan bagaimana harapan
kesembuhan.
Pada korban perkosaan atau pelanggaran keasusilaan perlu
penjelasan tentang tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda
kekerasan, kesadaran korban serta bila perlu umur korban.
5. Penutup
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum
bahwa laporan tersebut dibuat dengan sejujur-jujurnya dan
mengingat sumpah.
Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat
juga disertakan lampiran foto. Lampiran foto terutama perlu
untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan yang
disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan
dengan kata-kata, dengan lampiran foto akan memudahkan
pemakai visum memahami apa yang ingin disampaikan dokter.
6. Tata Cara Permohonan dan Pencabutan Visum et Repertum
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak
berwenang meminta dokter untuk membuat Visum et
Repertum. Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan
29
2. Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada
dokter dari penyidik, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarga korban. Juga tidak diperbolehkan melalui jasa pos
3. Bukan kejadian yang sudah lewat
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kedokter
5. Ada identitas korban
6. Ada identitas peminta
7. Mencantumkan tanggal permintaannya
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa
Jika korban sudah meninggal dunia, sesuai dengan
KUHP pasal 133 maka permintaan dilakukan secaraq tertulis
dan disebutkan secara jelas apakah untuk pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat, serta pada saat mayat
dikirim kerumah sakit harus diberi label mayat yang memuat
identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan
pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.
Pada kenyataanya dilapangan sering terjadi ketidak
pahaman dari pihak penegak hukum tentang tata cara
permohonan visum kepada dokter, sehingga dapat menyebabkan
kerugian pada pihak korban. Maka dari itu diterbitkan instruksi
polisi No. Pol. INS/E/20/IX/75 tentang tata cara
permohonan/pencabutan Visum et Repertum.
Pada dasarnya penarikan/pencabutan Visum et Repertum
tidak dapat dibenarkan. Bila terpaksa Visum et Repertum yang
sudah diminta harus diadakan pencabutan/penarikan kembali,
maka hal tersebut hanya diberikan oleh komandan dan kesatuan
paling rendah tingkat Komres dan untuk kota hanya oleh
DANTES.
30
2.5.8. Surat Keterangan Ibu Hamil Bepergian Dengan Pesawat Udara
Sesuai dengan ketentuan internasional Aviation, Ibu hamil tidak
dibenarkan bepergian dengan pesawat udara, jika mengalami :
1. Hiperemesis atau emesis gravidarum
2. Hamil dengan komplikasi (perdarahan, preeklamsi dsb)
3. Hamil >36 minggu
4. Hamil dengan penyakit-penyakit lain yang beresiko.
Secara umum kehamilan trimester I dengan kondisi bayi dan ibu
sehat aman untuk terbang. Namun demikian usia kehamilan yang paling
disarankan untuk melakukan perjalanan udara adalah usia 14-26 minggu.
2.5.9. Surat Keterangan Bebas Penyakit Menular
Diatur dalam UU No. 4 tahun 1984 tentang wabah.
Pasal 1 UU No. 4 tahun 1984 :
1. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.
2. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda
yang mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat
menimbulkan wabah.
Pasal 2 UU No. 4 tahun 1984
Maksud dan tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi
penduduk dari malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin,
dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat”.
2.5.10. Surat Keterangan Bebas Narkoba
Surat Keterangan Bebas Narkoba (SKBN) merupakan suatu surat
keterangan resmi yang menyatakan seseorang bebas dari penyalahgunaan
Narkoba. Adapun yang berhak mengeluarkan SKBN adalah (1)
31
berdasarkan Kepmenkes Nomor 1351/Menkes/SK/XII/2004 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1173/Menkes/SK/X/1998 tentang Penunjukan Laboratorium Pemeriksaan
Psikotropika dan Narkotika, SKBN untuk keperluan administratif dapat
dibuat oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Depkes dan Laboratorium
Kesehatan BNN dan (2) pemeriksaan laboratorium Narkoba dapat
dilakukan di laboratorium yang memenuhi standar pelayanan minimal dan
ditunjuk oleh pemerintah secara hukum untuk melakukan pemeriksaan.22
2.5.11. Surat Rujukan Medik23
a. Defenisi
Rujukan dokter adalah upaya melimpahkan wewenang dan
tanggung jawab penanganan kasus penyakit yang sedang ditangani
oleh seorang dokter kepada dokter lain yang sesuai.
b. Jenis-jenis surat rujukan medik
1. Rujukan pasien (Transfer ofpatient)
Penatalaksanaan pasien dari strata pelayanan kesehatan yang
kurang mampu baik dari segi tenaga dokter atau pun ketersediaan
alat-alat kesehatan dalam menangani pasien ke strata pelayanan
kesehatan yang lebih baik dan mampu atau sebaliknya untuk
pelayanan tindak lanjut.
2. Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (Transfer of specimens)
Pengiriman bahan-bahan pemeriksaan laboratorium dari strata
pelayanan kesehatan yang kurang mampu/memadai dalam hal
tenaga medik ataupun peralatan untuk melakukan pemeriksaan ke
strata yang lebih mampu untuk tindak lanjut.
22
Kemenkes, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1351/Menkes/Sk/Xii/2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1173/Menkes/Sk/X/1998 Tentang Penunjukkan Laboratorium Pemeriksaan Psikotropika Dan
Narkotika, Kemenkes RI, Jakarta, 2004, hal 13. 23
Amelia Rina, Konsultasi dan Rujukan dalam Konsep Dokter Keluarga, Departemen IKM FK
USU, Medan, 2008, hal 28.
32
2.5.12. Visum Et Repertum Psikiatrik24
Visum et Repertum ini menguraikan segi kejiwaan manusia, bukan
segi fisik atau raga manusia. Visum et Repertum Psikiatrik dibuat oleh
adanya pasal 144 (1) KUHP yang berbunyi: “Barang siapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan
karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau
terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana”.
2.5.13. Surat Bebas Buta Warna
Surat bebas buta warna adalah surat yang dikeluarkan oleh dokter
berdasarkan hasil pemeriksaan untuk menentukan apakah seseorang
mempunyai gangguan dalam menginterpretasikan warna yang dilihatnya
atau tidak. Pemeriksaan buta warna dilakukan dengan menggunakan tes
Ishihara. Pemeriksaan buta warna ini biasanya dilakukan oleh orang-orang
yang ingin berprofesi di dunia kerja yang membutuhkan penglihatan warna
yang akurat seperti designer, tukang listrik, teknisi, dokter, pilot, polisi,
dan lain-lain.25
2.5.14. Surat Keterangan Sudah Dewasa
Defenisi dewasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah :
1. Sampai umur; akil balig (bukan kanak-kanak atau remaja lagi
2. Telah mencapai kematangan kelamin
3. Matang (pikiran, pandangan, dsb).
Adapun dalam pembuatan surat keterangan sudah dewasa oleh
dokter merujuk kepada ketentuan hukum dan medik meliputi umur dimana
pada undang-undang dalam pasal 330 KUHP menyatakan dewasa adalah
mereka yang sudah berumur 21 tahun atau mereka yang sudah menikah.
Kematangan kelamin adalah dimana secara biologis organ reproduksi
24
Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2012, hal 55. 25
Gary Heiting, OD, Color Blind Test, diunduh dari : http://www.allaboutvision.com/eye-
exam/color-blind-tests.htm 24 Mei 2015.
33
sudah berfungsi dan siap pada pria dan wanita serta matang secara pikiran
dan mental.
2.6. PEMERIKSAAN BEDAH MAYAT (OTOPSI) OLEH AHLI
(DOKTER) FORENSIK
A. Pasal 133 KUHAP :26
Ayat 1 :
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya”.
Ayat 2 :
“Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat”.
Ayat 3 :
“Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat
diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat”.
B. Pasal 134 KUHAP:
1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
26
Pemerintah Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Kuhap)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1981, hal 15.
34
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
133 ayat (3) undang-undang ini.
C. Pasal 179 KUHAP:
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi
mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa
mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan
yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.
Terkait dengan Pasal 179 ayat (1) KUHAP ini, M. Yahya
Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP mengatakan bahwa biasanya yang dimaksud “ahli kedokteran
kehakiman ialah ahli forensik atau ahli bedah mayat”. Akan tetapi pasal
itu sendiri tidak membatasinya hanya ahli kedokteran kehakiman saja,
tetapi meliputi ahli lainnya (hal. 229).27
2.7. DASAR DALAM MEMBUKA RAHASIA KEDOKTERAN
Dalam melaksanakan praktik kedokteran, setiap dokter harus
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang keadaan pasiennya
bahkan sampai meninggal. Namun pada keadaan tertentu dokter dapat
membuka rahasia kedokteran tersebut, adapun dasar hukum dalam membuka
rahasia kedokteran terdapat dalam :28
27
Yahya Harahap, Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP penyidikan dan
penuntutan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 22. 28
Dewi Ratna, Wajib Simpan Rahasia Kedokteran Versus Kewajiban Hukum Sebagai Saksi Ahli,
Perspektif, Surabaya, 2013, hal. 142.
35
1. Dalam paragraph 4 pasal 48 UU No. 29 Tahun 2004 tetang rahasia
kedokteran “Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan
kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan”.
2. Beberapa ahli telah mencoba menggolongkan beberapa keadaan dimana
dokter dapat membuka rahasia kedokteran menjadi dua golongan:
Dengan kerelaan atau pun izin pasien. Pasien dianggap telah menyatakan
secara tidak langsung bahwa rahasia kedokteran itupun bukan lagi
merupakan rahasia, sehingga tidak wajib dirahasiakan lagi; Pembukaan
rahasia tanpa izin si pasien. Dalam hal ini dokter terpaksa membuka
rahasia kedokteran karena adanya dasar penghapusan pidana
(strafuitsluitingsgroden) yang diatur dalam :
1. Pasal 48 KUHP :
“Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa
(overmacht), tidak dipidana”.
2. Pasal 50 KUHP :
“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan
undang-undang, tidak dipidana”
3. Pasal 51 KUHP :
1) “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan
perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang,
tidak dipidana”.
2) “Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya
pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira
bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya
termasuk dalam lingkungan pekerjaannya”.
Dari bunyi tiga pasal diatas dapat ketahui bahwa wajib simpan
rahasia kedokteran dikecualikan dalam keadaan daya paksa,
melaksanakan ketentuan undang-undang dan melaksanakan perintah
jabatan. Dari pembahasan di atas maka diketahui bahwa alasan yang
36
dapat dipergunakan oleh dokter untuk dapat membuka rahasia
kedokteran adalah sebagai berikut:
1. Adanya izin dari pasiennya. Rahasia kedokteran ini merupakan hak
dan milik pasien, jadi hanya pasien tersebut yang berhak
memutuskan apakah orang lain boleh mengetahui kondisinya atau
tidak. Contoh kasus: Seorang pasien yang tidak masuk kerja karena
sakit lalu minta surat keterangan sakit untuk dilaporkan pada
tempatnya bekerja.
2. Adanya pengaruh daya paksa. Daya paksa disini bersifat relatif, yang
terjadinya karena kondisi darurat. Jika kondisi ini tidak ada maka
keadaan daya paksa tersebut juga tidak ada. Contoh kasus: Seorang
sopir menderita epilepsi. Dokter terpaksa membuka rahasia penyakit
itu pada sang majikan sopir tersebut.
3. Adanya peraturan perundang-undangan. Secara formil justifikasinya
karena terdapat pada perundang-undangan dan secara materiil juga
sudah dipertimbangkan oleh undang-undang bahwa ada kepentingan
yang lebih besar. Contoh kasus: Seorang dokter yang diminta
membuat Visum et Repertum.
4. Adanya perintah jabatan. Contoh kasus untuk menjelaskan kondisi
ini adalah seorang dokter penguji kesehatan yang diharuskan
melaporkan hasil kesehatan pasien yang diperiksanya kepada
institusi yang meminta dan hal ini tanpa memberitahukan terlebih
dahulu kepada pasien tersebut.
5. Demi kepentingan umum. Disini rahasia kedokteran terpaksa dibuka
karena ada kepentingan yang lebih diutamakan, yaitu masyarakat
umum. Contoh kasus: Dokter melaporkan pasiennya seorang
penjahat yang mendapat luka-luka.
37
2.8. SANKSI HUKUM PELANGGARAN DALAM PENERBITAN SURAT
KETERANGAN MEDIK
Adapun pelanggaran dalam pembuatan surat keterangan medik dapat
menyebabkan seorang dokter dituntut menurut pasal 263, 267, dan 268
KUHP :
1. Pasal 263 KUHP
1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau
yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika
pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan
surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika
pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
2. Pasal 267 KUHP
1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan
palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan
seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ,
dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.
3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan
kebenaran.
3. Pasal 268 KUHP
1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan
dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat,
dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau