16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Peranan
Pengertian peranan menurut Karni (2000) adalah sebagai berikut:
“Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila
seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan status yang
dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah
tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau
status”.
Jadi berkaitan dengan penelitian ini, peranan diartikan sebagai fungsi yang
diharapkan dari audit internal, yaitu dalam pencegahan kecurangan.
2.2 Audit
2.2.1 Pengertian Audit
Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba
disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
semua tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa
dan diteliti secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung
jawab.
Dengan makin luas dan rumitnya masalah-masalah yang ada pada
perusahaan, maka ruang lingkup dan luasnya tugas yang dipikul oleh manajemen
semakin bertambah besar. Oleh karena itu manajemen memerlukan alat bantu
yang dapat digunakan untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang
17
dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi utama
manajemen, fungsi pengawasan dan pengendalian adalah aktivitas audit.
Berikut ini adalah definisi audit menurut Arens Alvin A. , Mark S. Beasley
dan Randal J. Elder (2011):
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence
aboutinformation to determine and report on degree of correspondence
between the information and established criteria. Auditing should be done
by a competent, independent person”.
Menurut Agoes (2012) pengertian audit secara umum yaitu:
“Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan
sistematis oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah
disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti
pendukung dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan
pemeriksaan yang dilaksanakan oleh pihak kompeten dan independen terhadap
laporan keuangan yang telah di buat oleh manajemen untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti-bukti dengan tujuan memberi kewajaran atas laporan
keuangan. Proses pelaksanaan audit tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang,
auditor harus mempunyai latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang
memadai sehubungan dengan pelaksanaan audit. Selain itu auditor harus bertindak
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan kode etik
profesi.
18
2.2.2 Jenis-Jenis Audit
Terdapat tiga tipe audit yang dikemukakan oleh Arens et al (2011) yaitu
audit operasional (operational audit), audit ketaatan (compliance audit), dan audit
atas laporan keuangan (financial statement audit). Berikut ini adalah penjelasan
mengenai tipe-tipe auditor tersebut :
1. Audit Operasional (Operational Audits)
Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari prosedur dan
metode operasi suatu organisasi. Pada saat selesainya audit operasional
biasanya manajemen mengharapkan rekomendasi auditor untuk
meningkatkan kegiatan operasinya
2. Audit Kepatuhan (Compliance Audits)
Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah klien telah
mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan, sperti
pelaksanaan ketentuan upah minimum, pelaksanaan undang-undang
perpajakan, dan pelaksanaan prosedur yang telah ditetapkan oleh pimpinan
Perusahaan.
3. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan secara keseluruhan informasi yang diuji telah disajikan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada umumnya kriteria yang telah
ditetapkan tersebut adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum yaitu
Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
19
Dari berbagai jenis audit yang dilakukan kecuali audit laporan keuangan,
keseluruhan audit memiliki tujuan yang (hampir) sama yaitu menilai bagaimana
manajemen mengoprasikan perusahaan, mengelola sumber daya yang dimiliki,
meningkatkan efisiensi proses dalam mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku.
2.3 Audit Internal
Audit internal merupakan suatu fungsi penilaian independen dalam suatu
organisasi,yang bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan organisasi melalui
pemberian saran untuk memperbaiki kinerja organisasi dalam menjalankan
kegiatan operasional secara keseluruhan dan membantu manajemen dalam
mencapai tujuan organisasi tersebut.
Audit internal yang memadai adalah audit internal yang memenuhi standar
profesi audit internal (Tugiman, 2006).
2.3.1 Pengertian Audit Internal
Istilah internal audit terdiri dari dua kata yaitu internal (intern) dan
auditing (audit). Bila diartikan secara sederhana adalah suatu audit yang dilakukan
oleh pihak intern atau perusahaan dengan menggunakan pegawai perusahaan itu
sendiri. Berbeda dengan eksternal audit yaitu audit yang dilakukan oleh pihak luar
perusahaan atau pihak yang independen, dalam ini akuntan publik. Berikut ini
dijabarkan dalam tabel 2.1 di halaman berikutnya mengenai perbedaan auditor
internal dengan auditor eksternal:
20
Tabel 2.1
Perbedaan Auditor Internal dan Auditor Eksternal
Keterangan AUDITOR INTERNAL AUDITOR EKSTERNAL
Pemberi Kerja Perusahaan dan unit-unit
pemerintah
Kantor Akuntan Publik
Organisasi Nasional Institute of Internal
Auditors (IIA)
American Institute of
Certified Public
Accountants (AICPA)
Gelar Sertifikasi Certified Internal
Auditor (CIA)
Certified Public Accountant
(CPA)
Lisensi untuk Praktik Tidak ada Ada
Tanggung jawab utama Kepada dewan komisaris Kepara pihak ketiga
Ruang lingkup audit Semua aktivitas dalam
suatu organisasi
Terutama laporan keuangan
Sumber: Agoes, Sukrisno (2012)
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal di Indonesia dalam
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) tahun 2004 definisi audit internal adalah
sebagai berikut:
“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen
dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan
meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu
organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang
21
sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas
pengelolaan risiko, pengendalian dan proses governance”
Sebagai wujud perannya dalam assurance service, aktivitas auditor intern
adalah untuk memastikan apakah lingkungan pengendalian intern organisasi telah
memadai, efektif dan setiap orang di organisasi mengikutinya dalam aktivitas
kegiatan operasional sehari-hari. Sedangkan sebagai wujud dari peran consulting
service, auditor intern perlu membangung lingkungan pengendalian yang efektif
dan kondusif diantaranya mensosialisasikan pedoman pengendalian intern dan
memfasilitasi assessment terhadap sistem internal control.
Sedangkan definisi dari audit internal menurut Kumat (2011) adalah
sebagai berikut:
“Audit internal adalah agen yang paling ‘pas’ untuk mewujudkan internal
control, risk management dan good corporate governance yang pastinya
akan memberikan nilai tambah bagi sumber daya dan perusahaan.”
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa audit internal adalah:
1. Suatu aktivitas yang independen dan objektif
2. Aktivitas pemberian jaminan, keyakinan dan konsultasi
3. Dirancang untuk memberikan nilai tambah serta meningkatkan kegiatan
operasi organisasi
4. Membantu organisasi dalam mencapai tujuannya
5. Memberikan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengevaluasi dan
meningkatkan manajemen risiko, pengendalian, serta proses pengaturan
dan pengelolaan organisasi.
22
Berikut ini dijabarkan dalam tabel 2.2 mengenai perbandingan konsep inti
Audit Internal lama dengan Audit Internal baru sebagai berikut:
Tabel 2.2
Perbandingan Konsep Inti Audit Internal
Audit Internal Lama (1947) Audit Internal Baru (1999)
Internal Control Risk Management, Control,
Governance Process
1. Fungsi penilaian yang
dibentuk dalam suatu
organisasi
1. Suatu aktivitas objektif
2. Fungsi penilaian 2. Aktivitas pemberian
jaminan karyawan
3. Mengkaji dan mengevaluasi
aktivitas organisasi sebagai
bentuk jasa yang diberikan
bagi organisasi
3. Dirancang untuk
memberikan suatu nilai
tambah serta meningkatkan
kegiatan organisasi
4. Membantu agar para
anggota organisasi dapat
menjalankan tanggung
jawabnya secara efektif
4. Membantu organisasi dalam
usaha mencapai tujuannya
5. Memberi hasil analisis
penilaian rekomendasi
konseling dan informasi
yang berkaitan dengan
aktivitas yang dikaji dan
menciptakan pengendalian
efektif dengan biaya wajar.
5. Memberikan suatu
pendekatan disiplin yang
sistematis untuk
mengevaluasi dan
meningkatkan keefektifan
manajemen risiko,
pengendalian dan proses
pengaturan dan pengelolaan
organisasi.
Sumber : (Tugiman, 2009)
23
Dari definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa audit internal adalah
aktivitas pengujian yang memberi informasi tentang keadaan atau jaminan yang
dilakukan secara independen, dan objektif serta kegiatan konsultasi yang
dirancang untuk pemberian nilai tambah untuk perbaikan suatu sistem aktivitas
yang ada di suatu perusahaan maupun organisasi. Aktivitas tersebut diharapkan
dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuannya yaitu melalui pendekatan
yang sistematis serta kedisiplinan untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan
serta keefektifan manajemen atas risiko, pengendalian dan proses transparan,
kompeten, dan bersih.
2.3.2 Pengertian Auditor Internal
Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan audit internal, terdapat
istilah yang disebut auditor internal yang harus diketahui untuk dapat
membedakan antara audit internal dengan auditor internal.
Menurut Mulyadi (2008) pengertian dari Auditor internal yaitu:
“Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (negara
maupun swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah
dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan
organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan
organisasi serta menentukan keandalah informasi yang dihasilkan oleh
berbagai bagian operasi.”
24
Sedangkan menurut Hery (2010) yang dimaksud dengan auditor internal adalah:
“Auditor internal merupakan bagian yang integral (tidak dapat dipisahkan)
dari struktur organisasi perusahaan yang dimana perannya adalah
memberikan pengawasan serta penilaian secara terus menerus.”
Dari kedua pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa auditor
internal memiliki peranan yang penting dalam mengevaluasi dan memperbaiki
kinerja manajemen dan informasi yang diberikan oleh auditor dapat menghasilkan
rekomendasi yang diaplikasikan oleh pihak manajemen sehingga akan dapat
meningkatkan dan memperbaiki kinerja manajemen.
2.3.3 Fungsi, Tujuan dan Tanggung Jawab Audit Internal
Fungsi audit internal adalah membantu manajemen memberi landasan
tindakan manajemen yang selanjutnya. Fungsi audit internal ini tidak akan
berhasil dan berjalan tanpa adanya orang-orang yang mempunyai pengetahuan
yang cukup, mempunyai daya imajinasi yang kuat, serta berinisiatif dan
mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain.
Fungsi audit internal menurut Tugiman (2006) adalah sebagai berikut:
“Fungsi internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi
penilaian yang independen dalam suatu organisasi, untuk menguji dan
mengevaluasi kegiatan organisasi yang akan dilaksanakan. Tujuannya
adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan
tanggung jawabnya secara efektif.”
25
Menurut SPAP yang dikeluarkan IAI (2012) fungsi audit internal
dinyatakan sebagai berikut:
“ Fungsi audit internal ditetapkan dalam satuan usaha untuk memeriksa
dan mengevaluasi kecukupan dan efektivitas kebijakan dan prosedur
struktur pengendalian internal lain, penetapan suatu fungsi audit internal
yang efektif mencakup pertimbangan wewenang dan hubungan
pelaporannya, kualikasi staf dan sumber dayanya.”
Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal (2004) menyatakan bahwa
penanggung jawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi tersebut secara
efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut dapat
disimpulkan, bahwa fungsi audit internal adalah sebagai alat bantu bagi
manajemen untuk menilai efisien dan keefektifan pelaksanaan struktur
pengendalian intern perusahaan, kemudian memberikan hasil yang serupa berupa
saran atau rekomendasi dan memberi nilai tambah bagi manajemen yang akan
dijadikan landasan untuk mengambil keputusan atau tindakan yang selanjutnya.
Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal (2004) menyatakan bahwa:
“Tujuan, wewenang dan tanggung jawab fungsi Audit Internal harus
dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) dan mendapat persetujuan dari
Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”
Maksud dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan, wewenang,
dan tanggung jawab audit internal didalam suatu perusahaan harus dijelaskan
secara rinci dan jelas dalam sebuah dokumen tertulis yang formal dan disetujui
26
oleh dewan komisaris. Dokumen tersebut harus menjelaskan tujuan dari bagian
audit khususnya mengenai ruang lingkup audit.
Tujuan audit internal menurut Tugiman (2009) adalah sebagai berikut:
“Tujuan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar
dapat melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif. Untuk itu,
pemeriksaan internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan
saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan
pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar”.
Menurut Institute of Internal Auditor (IIA) (Sawyer,2005) adanya internal
audit adalah bertujuan untuk menentukan:
a. Apakah informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat
diandalkan
b. Apakah resiko yang dihadapi oleh perusahaan telah diidentifikasi dan
diminimalisir
c. Apakah peraturan eksternal serta kebijakan prosedur internal yang
bisa diterima telah diikuti
d. Apakah kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi
e. Apakah sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis
f. Apakah tujuan organisasi telah dicapai secara efektif
Tujuan audit internal dapat tercapai apabila fungsi dari audit internal
berjalan dengan baik. Untuk itu, Audit Internal harus mengetahui tugas dan
tanggung jawabnya secara jelas.
27
Tanggung jawab seorang Audit Internal menurut Komite SPAP Ikastan
Akuntansi Indonesia dalam Standar Prodesi Akuntan Publik (2001) yaitu:
“Auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan
valuasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lain
kepada manajemen entitas dan bagian komisaris atau pihak lain yang
setara wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhi tanggung
jawabnya tersebut auditor internal mempertahankan objektivitasnya yang
berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya.”
Menurut Tunggal (2000) tanggung jawab departemen bagian audit adalah
sebagai berikut:
1. Tanggung jawab sebagai audit internal adalah menerapkan program
audit internal perusahaan, direktur audit internal mengarahkan personil
dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal, juga menyiapkan
rencana tahunan untuk pemeriksaan semua unit perusahaan dan
menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan
2. Tanggung jawab auditing supervisor adalah membantu direktur audit
internal dalam mengembangkan program audit tahunan dana membantu
dalam mengkoordinasi usaha auditing dengan auditor independen agar
memberikan cakupan audit yang sesuai tanpa duplikasi usaha.
3. Tanggung jawab senior auditor adalah menerima program audit dan
instruksi untuk are audit yang ditugaskan dari auditing supervisor,
senior auditing memimpin staf auditor dalam pekerjaan lapangan audit.
28
4. Tanggung jawab staf auditor adalah dalam melaksanakan tugas audit
pada suatu lokasi audit.
2.3.4 Kriteria Auditor Internal yang Memadai
Audit internal yang memadai adalah audit internal yang memenuhi standar
profesi audit internal. Menurut Hery (2010), standar profesi audit internal
meliputi:
1. Independensi atau kemandirian unit audit internal yang membuatnya
terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa dan objektivitas para
pemeriksa internal.
2. Keahlian dan penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan
seksama para auditor internal.
3. Lingkup pekerjaan audit internal
4. Pelaksanaan tugas audit internal
5. Manajemen unit audit internal
2.3.4.1 Independensi Auditor Internal
Agar seorang auditor internal efektif melaksanakan tugasnya, auditor harus
independen atau bebas dari pengaruh-pengaruh objek yang akan diauditnya. Hal
ini dapat tercapai jika ia diberikan kedudukan yang disyaratkan dalam organisasi
dan meliki tingkat objektifitas yang diperlukan, seperti yang dikemukakan oleh
Tugiman (2006) tentang independesi adalah:
“Keadaan tidak bergantung kepada sesuatu hal atau orang lain karena telah
mandiri”
29
Menurut Ely Suhayati dan Siti Kurnia Rahayu (2010), Independen adalah:
“Independen artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor
melaksanakan pekerjaanya untuk kepentingan umum. Auditor tidak
dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun.”
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
independensi yang dimiliki auditor internal, maka auditor internal dapat
melakukan pekerjaannya secara efektif dan objektif yang memungkinkan auditor
membuat pertimbangan penting secara independen agar tidak ada lagi mental
yang buruk dan menyimpang dari seorang auditor internal.
Independensi menurut Tugiman (2006) menyangkut 2 (dua) aspek, yaitu:
1. Status Organisasi
Status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan
untuk mengetahui atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang
diberikan. Audit internal haruslah memperoleh dukungan dari manajemen
senior dan dewan, sehingga mereka akan mendapatkan kerja sama dari
pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara bebas
dari berbagai campur tangan pihak lain.
2. Objektivitas
Merupakan sikap mental independen yang harus dimiliki oleh auditor
internal dalam melaksanakan suatu pemeriksaan. Auditor internal ini tidak
boleh menempatkan penilaian yang lebih rendah apabila dibandingkan
dengan penilaian yang dilakukaan oleh pihak lain. Dengan kata lain
30
penilaian tidak boleh berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh
pihak lain. Sikap objektif auditor internal mengharuskan pelaksanaan
pemeriksaan dengan suatu cara, sehingga mereka akan yakin dengan hasil
pemeriksaan yang telah dilaksanakan dan tidak akan membuat penilaian
dengan kualitias yang tidak benar atau meragukan. Auditor internal tidak
boleh ditempatkan dalam keadaan yang membuat mereka tidak dapat
membuat penilaian yang objektif dan profesional.
2.3.4.2 Kemampuan Profesional
Menurut Tugiman (2006) kemampuan profesional adalah sebagai berikut:
“Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit
internal dan setiap audit internal. Pimpinan audit internal dalam setiap
pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang secara bersama atau
keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin
ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan
pantas.”
Menurut Tugiman (2006) cakupan kemampuan profesional, yaitu:
1. Bagian Audit Internal, harus :
a. Memberikan jaminan atau kepastian teknis dan latar belakang
pendidikan para pemeriksa internal telah sesuai dengan
pemeriksaaan yang akan dilaksanakan .
b. Memiliki pengetahuan, kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab
pemeriksaan.
31
c. Memberikan kepastian bahwa pelaksanaan pemeriksaan internal
akan diawasi sebagaimana mestinya.
2. Auditor Internal harus :
a. Mengetahui standar profesional dalam melakukan pemeriksaan.
b. Memiliki pengetahuan, kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu
yang penting dalam pelaksanaan pemeriksaan.
c. Memiliki kemampuan untuk menghadapi orang lain dan
berkomunikasi secara efektif.
d. Meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang
berkelanjutan.
e. Melaksanakan ketelitian profesional yang sepantasnya dalam
melakukan pemeriksaan.
2.3.4.3 Ruang Lingkup Pekerjaan
Ruang lingkup pekerjaan menurut Tugiman (2006) yaitu:
“Ruang lingkup pekerjaan audit internal meliputi pengujian dan evaluasi
terhadap kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang
dimiliki oleh perusahaan dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab.”
Lingkup pekerjaan pemeriksa internal harus meliputi pengujian dan
evaluasi terhadap kecukupan serta efektivitas sistem pengendalian internal yang
dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan.
1. Keandalan informasi
Pemeriksa internal haruslah memeriksa keandalan (reliabilitas dan
integritas) informasi keuangan dan pelaksanaan pekerjaan dan cara-cara
32
yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasi
dan melaporkan suatu informasi tersebut.
2. Kesesuaian dengan kebijaksanaan rencana, prosedur dan peraturan
perundang-undangan.
Pemeriksa internal haruslah memeriksa sistem yang telah ditetapkan untuk
meyakinkan apakah sistem tersebut telah sesuai dengan kebijaksanaan,
rencana prosedur, hukum dan peraturan yang memiliki akibat penting
terhadap pekerjaan-pekerjaan atau operasi-operasi, laporan-laporan serta
harus menentukan apakah organisasi telah memenuhi hal-hal tersebut.
3. Perlindungan terhadap harta.
Pemeriksa internal haruslah memeriksa alat atau cara yang dipergunakan
untuk melindung harta atau aktiva, dan bila dipandang perlu,
memverifikasi keberadaan berbagai harta organisasi.
4. Penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien.
Pemeriksa internal harus menial keekonomisan dan efisiensi penggunaan
sumber daya yang ada.
5. Pencapaian tujuan.
Pemeriksa internal haruslah menilai pekerjaan, operasi, atau program
untuk menentukan apakah hasil-hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan, dan apakah suatu pekerjaan, operasi,
atau program telah dijalankan secara tepat dan sesuai dengan rencana.
33
2.3.4.4 Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan
Pelaksanaan kegiatan pemeriksaandinyatakan oleh Tugiman (2006)
sebagai berikut:
“Kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan pemeriksaan,
pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil dan
menindaklanjuti (follow up).”
Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan menurut Tugiman (2006), dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan Pemeriksaan
Perencanaan pemeriksaan internal harus didokumentasikan dan harus
meliputi:
a. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan.
b. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang
kegiatan yang akan diaudit.
c. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan
pemeriksaan.
d. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu.
e. Melaksanakan survei secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan
yang diperlukan, risiko-risiko, dan pengawasan-pengawasan,
untukmengidentifikasi area yang ditekankan dalam pemeriksaan,
serta untuk memperolehberbagai ulasan dan sasaran dari pihak yang
akan diperiksa.
f. Penulisan program pemeriksaan.
34
g. Menentukan bagaimana, kapan, dan kepada siapa hasil-hasil
pemeriksaan akan disampaikan.
h. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja pemeriksaan.
2. Pengujian dan pengevaluasian informasi
Internal auditor haruslah mengumpulkan, menganalisis,menginterpretasi,
dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan.
Proses pengujian dan pcngevaluasian informasi adalah sebagai berikut:
a. Semua informasi yang berhubungan dengan tujuan audit dan ruang
lingkup kerja harus dikumpulkan
b. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna
untuk membuat dasar yang logis bagi temuan pemeriksaan dan
rekomendasi.
c. Prosedur pemeriksaan, teknik pengujian dan penarikan contoh yang
dipergunakan, harus terlebih dahulu diseleksi bila mcmungkinkan
dan diperluas atau diubah bila keadaan menghendaki dcmikian.
d. Proses pengumpulan, analisis, penafsiran, dan pembuktian kebenaran
informasi haruslah diawasi untuk memberikan kcpastian bahwa
sikap objektif auditor tcrus dijaga dan sasaran permeriksaan dapat
dicapai.
e. Kertas kerja audit adalah dokumen pemeriksaan yang harus dibuat
oleh auditor dan ditinjau atau ditelaah oleh manajemen bagian audit
internal.
35
3. Pencapaian Hasil Pemeriksaan
Internal auditor harus melaporkan hasil pcmeriksaan yang dilakukannya.
a. Laporan tertulis yang ditandatangani haruslah dikeluarkan setelah
pengujian terhadap pemeriksaan (audit examination) selesai
dilakukan. Laporan sementara dapat dibuat secara tertulis atau lisan
dan diserahkan secara formal atau informal.
b. Internal auditor harus terlebih dahulu mendiskusikan berbagai
kesimpulan dan rekomendasi dengan tingkatan manajemen yang tepat,
sebelum mengeluarkan laporan akhir.
c. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan lepat
waktu.
d. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup, dan hasil
pelaksanaan audit, dan bila dipandang perlu, laporan harus pula
berisikan pernyataan tentang pendapat auditor.
e. Laporan dapat mencantumkan berbagai rekomendasi bagi berbagai
perkembangan yang mungkin dicapai, pengakuan terhadap kegiatan
yang dilaksanakan secara meluas dan tindakan korektif.
f. Pandangan dari pihak auditee tentang berbagai kesimpulan atau
rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan audit.
g. Pimpinan audit internal atau staf yang ditunjuk harus mereview dan
menyetujui laporan pemeriksaan akhir, sebelum laporan tersebut
dikeluarkan, dan menentukan kepada siapa laporan tersebut akan
disampaikan.
36
4. Tindak Lanjut Hasil Audit
Internal auditor harus terus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow
up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan audit yang dilaporkan telah
dilakukan tindakan yang tepat.
Sedangkan menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004)
kegiatan pemeriksaan, yaitu:
“pelaksanaan audit, auditor internal harus mengidentifikasi informasi,
menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang
memadai untuk mencapai tujuan penugasan.”
Dari pengertian diatas dapat diartikan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi Informasi
Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai,
handal, relavan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan
b. Analisis dan Evaluasi
Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil
penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat
c. Dokumentasi Informasi
Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan
untuk mendukung kesimpulan dan hasil penugasan
d. Supervisi penugasan
Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan
tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas dan meningkatnya
kemampuan staf.
37
2.3.4.5 Manajemen Bagian Audit
Tugiman (2006) menyatakan bahwa pimpinan audit internal harus
mengelola bagian audit internal secara tepat.Pimpinan audit internal bertanggung
jawab mengelola bagian audit internal, sehingga :
1. Pekerjaan pemeriksaan memenuhi tujuan umum dan tanggung jawab
yang disetujui oleh manajemen senior dan diterima oleh dewan
2. Sumber daya bagian audit internal digunakan secara efisien dan efektif.
3. Pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar
profesi.
Pimpinan audit internal harus :
1. Memiliki pernyataan tentang tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab
untuk bagian audit internal.
2. Menetapkan rencana bagi pelaksanaan tanggung jawab bagian audit
internal.
3. Membuat berbagai kebijakan dan prosedur secara tertulis sebagai
pedoman bagi staf auditor.
4. Menetapkan suatu program untuk menyeleksi dan mengembangkan
sumber daya manusia pada bagian audit internal.
5. Mengkoordinasikan usaha atau kegiatan audit internal dengan auditor
eksternal.
6. Menetapkan dan mengembangkan program pengendalian mutu untuk
mengevaluasi berbagai kegiatan dari bagian audit internal.
38
Dengan demikian dapat penulis jelaskan bahwa pimpinan audit internal
harus mengelola bagian audit internal dengan tepat dan baik, selain itu pimpinan
audit internal bertanggung jawab mengelola bagian audit internal.
2.3.5 Tahap-tahap Audit Internal
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam audit internal menurut
Sawyer (2005), yaitu:
1. Melaksanakan Penelitian Pendahuluan
Menentukan apa saja yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan audit
nantinya, dengan mempelajari kegiatan yang dilakukan departemen/bagian
yang akan diaudit.
2. Menyusun Audit Program
Membuat daftar kegiatan audit secara spesifik sebagai panduan dalam
pelaksanaan audit di lapangan
3. Melaksanakan Pemeriksaan Lapangan
Mempraktekan prosedur audit yang telah disusun dalam audit program.
4. Menentukan Kelemahan yang Ada
Membuat gambaran perbandingan secara spesifik tentang bagaimana
seharusnya suatu kegiatan dilakukan dan kondisi nyata yang ditemui
dalam pelaksanaan audit.
39
5. Menyiapkan Kertas Kerja
Mendokumentasikan hasil dari audit, penemuan-penemuan selama audit,
serta catatan-catatan yang dibuat selama proses audit yang menjelaskan
lingkup audit tersebut.
6. Melaporkan Hasil Audit
Menyajikan hasil audit, baik secara losan maupun tulisan, menyatakan
opini, tujuan, lingkup, penemuan, dan rekomendasi dari audit tersebut,
serta menjelaskan tindakan korektif yang disarankan.
7. Review
Mengkaji ulang, draft audit dengan auditee dan membahas respon yang
diterima, serta menilai tindakan korektif yang sekiranya dapat dilakukan
untuk meningkatkan kinerja auditee nantinya.
2.3.6 Laporan Internal Auditor
Laporan internal auditor merupakan suatu rangkaian dari keseluruhan
proses pemeriksaan dimana internal auditor mengiktisarkan segala temuan yang
diperolehnya di lapangan yang ditentukan berdasarkan luasnya pemeriksaan, dan
dapat dikatakan bahwa dalam fase ini internal auditor berhubungan dengan pihak-
pihak berkepentingan dalam perusahaan terutama kepada bagian dimana ia
bertanggung jawab.
Laporan internal auditor memiliki 4 fungsi utama:
1. Kesimpulan bedasarkan audit, laporan auditor mengiktisarkan segala
bukti yang diperoleh selama audit, dan menyajikan kesimpulan dari audit
yang dilakukannya.
40
2. Pengungkapan keadaan, didalam laporannya, auditor menggambarkan
bagian-bagian yang memerlukan perbaikan. Hal ini dapat dijadikan
sumber informasi bagi manajemen untuk mengevaluasi dengan melihat
bagian mana yang bekerja dengan baik dan mana yang tidak.
3. Kerangka kerja manajerial, rekomendasi yang diberikan auditor dalam
laporannya sebagai kesimpulan dan pekerjaannya dapat dijadikan
pedoman bagi manajemen untuk menentukan langkah-langkah perbaikan
yang diperlukan dan dapat dijadikan referensi untuk bagian-bagian
lainnya, dan untuk memastikan langkah-langkah perbaikan yang telah
dilakukan oleh manajemen yang bersangkutan.
4. Penjelasan atas pertimbangan auditee, adakalanya terjadi perbedaan
sudut pandang antara auditor dengan bagian yang diaudit, bagaimanapun
harus dilakukan usaha untuk mencari kesesuaian pandangan tersebut.
2.4 Kecurangan (Fraud)
Kecurangan dapat dilakukan oleh siapapun. Pada kenyataanya fraud
hampir terdapat dalam setiap lini pada organisasi, mulai dari jajaran manajemen
sampai kepada jajaran pelaksana bahkan bisa sampai ke pesuruh.
Fraud dapat diartikan dengan istilah pencurian, pemerasan, penggelapan,
pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, kelalaian dan lain-lain. Kekeliruan
(errors) adalah kesalahan yang timbul sebagai akibat dari suatu tindakan yang
tidak sengaja dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang
mengakibatkan kesalahan teknis perhitungan, pemindahbukuan, dan lain-lain.
41
Sedangkan irregularities merupakan kesalahan yang disengaja dilakukan oleh
manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan material
terhadap penyajian laporan keuangan, misalnya kecurangan (fraud).
2.4.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal dalam SPAI
(2004) definisi kecurangan adalah :
“Fraud mencakup perbuatan melanggar hukum dan pelanggaran terhadap
peraturan dan perundang-undangan lainnya yang dilakukan dengan niat
untuk berbuat curang. Perbuatan tersebut dilakuakan dengan sengaja demi
keuntungan atau kerugian suatu organisasi oleh orang dalam atau juga oleh
orang di luar organisasi tersebut. “
Sedangkan Tunggal (2012) mengartikan fraud adalah sebagai berikut:
“Fraud is an advantage gainded by unfair or wrong ful means, an
infraction of the rules of fair trade; a false representation of fact made
knowingly; without belief in its truth, recklessly, not caring whether it is
true or false”
Pada dasarnya fraud merupakan tindakan yang melanggar hukum dan bisa
merugikan berbagai pihak. Fraud merupakan suatu hal yang sangat sulit
diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistematis
sehingga perlu penangganan yang sistematis.Akan tetapi kita harus optimis bahwa
bisa dicegah atau paling tidak bisa dikurangi dengan menerapkan pengendalian
anti fraud.
42
Menurut Hall (2001), fraud menunjuk pada penyajian fakta yang bersifat
material secara salah yang dilakukan oleh satu pihak kepihak lain dengan tujuan
untuk membohongi dan mempengaruhi pihak lain untuk bergantung pada fakta
tersebut, fakta yang akan merugikannya dan berdasarkan hukum yang berlaku,
suatu tindakan yang curang (fraudulentact) harus memenuhi lima kondisi ini:
1. Penyajian yang salah.
Harus terdapat laporan yang salah atau tidak diungkapkan
2. Fakta yang sifatnya material.
Suatu fakta harus merupakan faktor yang substansial yang mendorong
seseorang untuk bertindak
3. Tujuan.
Harus terdapat tujuan untuk menipu atau pengetahuan bahwa laporan
tersebut salah
4. Ketergantungan yang dapat dijustifikasi.
Penyajian yang salah harus merupakan faktor yang substansial yang
menyebabkan pihak lain merugi karena ketergantungannya
5. Perbuatan tidak adil atau kerugian.
Kebohongan tersebut telah menyebabkan ketidakadilan atau kerugian bagi
korban fraud.
43
2.4.2 Faktor Penyebab Terjadinya Kecurangan (Fraud)
Tunggal (2012) menyatakan bahwa terdapat beberapa kondisi penyebab
fraud, yang akan dijelaskan dihalaman berikutnya:
a. Intensif atau tekanan.
manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk
melakukan fraud.
b. Kesempatan.
Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk
melakukan fraud.
c. Sikap atau rasionalisasi.
Ada sikap, karakter atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan
manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur,
atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang
membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.
Karni (2000) menyatakan pendapatnya tentang faktor penyebab
terjadinya kecurangan adalah sebagai berikut:
a. Lemahnya pengendalian Internal
a. Manajemen tidak menekan perlunya peranan pengendalian intern
b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan
c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadi conflict
interest
d. Auditor Internal tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para
eksekutif terutama menyangkut pengeluaran yang besar.
44
2. Tekanan keuangan terhadap seseorang
a. Banyaknya utang
b. Pendapatan rendah
c. Gaya hidup mewah
3. Tekanan non finansial
a. Tuntutan pimpinan diluar kemampuan bawahan
b. Direktur utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa
harus dikonsultasikan dengan bawahannya
c. Penurunan penjualan
2.4.3 Klasifikasi Kecurangan
Kecurangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam. Menurut Karni
(2000), yaitu :
1. Kecurangan Manajemen
Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas sosial ekonomi yang
lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime
(kejahatan kerah putih). Kecurangan manajemen ada dua tipe yaitu
kecurangan jabatan dan kecurangan korporasi. Kecurangan jabatan
dilakukan oleh seseorang yang mempunyai jabatan dan
menyalahgunakan jabatannya itu. Kecurangan korporasi adalah
kecurangan yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk memperoleh
keuntungan bagi perusahaan tersebut misalnya manipulasi pajak.
45
2. Kecurangan Karyawan
Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan.
Dibandingkan dengan dengan kecurangan yang dilakukan
manajemen, kesempatan untuk melakukan kecurangan pada karyawan
bawahan jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan karena mereka tidak
mempunyai wewenang. Pada umumnya semakin tinggi wewenang
yang dimiliki, maka semakin besar kesempatan untuk kecurangan.
3. Kecurangan Komputer
Tujuan pengadaan komputer antara lain digunakan untuk pencatatan
operasional atau pembukuan suatu perusahaan. Kejahatan komputer
yang berupa pemanfaatan berbagai sumber daya komputer.
2.4.4 Tanda-Tanda Kecurangan (Fraud)
Kecurangan (Fraud) dapat ditangani sedini mungkin oleh manajemen atau
pemeriksaan intern apabila jeli dalam melihat tanda-tanda kecurangan tersebut.
Tunggal (2006) menyatakan bahwa beberapa tanda kecurangan, antara lain:
1. Terdapatnya perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok
dengan tahun-tahun sebelumnya.
2. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
3. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan
4. Pengendalian operasi yang tidak baik
5. Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan
46
Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa tanda-tanda kecurangan dapat
diketahui dari perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dari tahun-tahun
sebelumnya. Hal ini disebabkan karena laporan keuangan dimanipulasi untuk
menutupi kecurangan sehingga timbul perbedaan-perbedaan angka.
Tidak adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas ada
karyawan dapat menyebabkan kecurangan, karena karyawan dapat bertindak
semena-mena tanpa memperdulikan tanggung jawabnya.
Kecurangan dapat dilakukan dengan mudah bila tidak dilakukan rotasi
pekerjaan sehingga karyawan mengetahui rahasia atau hal-hal penting yang
berkaitan dengan pekerjaannya.Selain itu, pengedalian operasi yang tidak baik
dapat membuat kegiatan yang dilakukan tidak berjalan lancar, misalnya adalah
banyaknya sumberdaya yang hilang sehingga kegiatan operasi menjadi tidak
efisien.Hilangnya sumberdaya tersebut karena situasi karyawan dalam keadaan
tertekan karena frustasi atau merasa diperlakukan tidak adil.
2.5 Pencegahan Kecurangan (Fraud)
Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup
besar bagi perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka
akan berakibat fatal bagi perusahaan. Untuk itu, manajemen perusahaan harus
mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud.
Pencegaan fraud menurut BPKP (2008) merupakan upaya terintegrasi
yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (Fraud triangle), akan
dijelaskan di halaman berikutnya yaitu:
47
1. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat kecurangan.
2. Menurunkan tekanan pada pegawai agar ia mampu memenuhi
kebutuhannya.
3. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas
tindakan fraud yang dilakukan.
Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh perusahaan dapat
memperkecil peluang terjadinya fraud, karena setiap tindakan fraud dapat
terdeteksi cepat dan diantisipasi baik oleh perusahaan. Setiap karyawan tidak
merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud yang
dapat merugikan banyak pihak.
Pickett (2001) mengemukakan beberapa teknik pencegahan yang harus
dilakukan adalah:
1. Good recruitment procedures
2. Independent checks overwork
3. Regular staff meetings
4. An employee code of conduct
5. Good communication
Dapat disimpulkan dari beberapa teknik pencegahan yang harus dilakukan
untuk mencegah fraud langkah awalnya adalah membuat prosedur yang tepat
dalam perusahaan. Dukungan karyawan yang bekerja didalam perusahaan sangat
berarti dalam menjalankan prosedur tersebut, maka dari itu diperlukan audit yang
independen terhadap karyawan. Dengan diadakan rapat atau pertemuan rutin yang
48
dimanfaatkan untuk menyampaikan pendapat atau keluhan-keluhan yang dihadapi
maka dapat menjaga hubungan baik antara manajemen dengan karyawannya. Dari
pertemuan yang telah dilakukan, tingkah laku masing-masing karyawan dapat
diketahui sehingga terjalin komunikasi yang baik antara kedua belah pihak.
2.5.1 Syarat penemuan Kecurangan (fraud)
Agar fraud dapat ditemukan dan dideteksi maka diperlukan sistem
pengendalian intern yang baik, agar setiap kecenderungan dapat dideteksi lebih
dini. Selain itu perlu dukungan secara penuh dari pihak manajemen, agar audit
internal dapat bekerja secara efektif dan efisien dan menemukan kecurangan yang
terjadi di perusahaan lebih dini. Pihak manajemen pun perlu mendelegasikan
tugas dan memberikan dukungan penuh pada audit internal dan kepala seluruh
jajaran operasional perusahaan.
Selain itu agar fraud dapat ditemukan, menurut Tunggal (2005)
menjelaskan bahwa:
Syarat fraud dapat ditemukan, yaitu:
1. Penemuan fraud
Audit internal diharapkan dapat menemukan fraud yang terjadi didalam
perusahaan, sehingga fraud yang terjadi dapat segera diatasi. Temuan-temuan
hasil audit didasarkan pada:
a. Kriteria, yaitu berbagai sumber, standar, ukuran atau harapan dalam
evaluasi;
b. Kondisi, yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh auditor internal;
49
c. Sebab, yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara
kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang sesungguhnya;
d. Akibat, yaitu berbagai kerugian yang timbul atau dihadapi oleh pihak-
pihak yang diaudit, karena terjadinya kondisi dimana situasi yang tidak
sesuai dengan kriteria.
e. Dalam laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan
berbagai rekomendasi hasil yang dicapai oleh pihak yang diaudit, dan
informasi lain yang membantu yang tidak dicantumkan di tempat lain.
Penemuan fraud dapat diketahui dari sistem pengawasan yang diterapkan.
Fraud dapat ditemukan dari audit yang dilakukan, baik secara kebetulan maupun
melalui pengendalian serta dari informasi pihak lain.
2. Bukti yang cukup kompeten
Bukti yang cukup factual dan kompeten dapat sangat berguna karena dapat
membuktikan orang maupun pihak-pihak tertentu yang menerima atau
memperoleh bukti yang kuat, akan mendukung pendapat auditor. Bukti yang
kompeten dan factual diperoleh dengan menggunakan teknik audit yang tepat.
2.5.2 Ruang Lingkup Fraud Auditing
Ruang lingkup fraud auditing merupakan pembatasan-pembatasan tertentu
dalam melakukan audit. Menurut Tunggal (2005) ruang lingkup fraud auditing
meliputi:
1. Tingkat materialitas
2. Biaya
3. Informasi yang sensitif
50
4. Pengembangan integritas
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup fraud auditing
harus ditentukan berdasarkan tingkat materialitas, biaya yang diperlukan,
informasi yang sensitif tentang fraud, dan pengembangan integritas didalam
perusahaan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang terdapat dalam
ruang lingkup fraud auditing.
1. Tingkat materialitas
Suatu fraud tetap dianggap material secara kualitatif dan tidak menjadi
masalah terhadap beberapa jumlah uang yang tersangkut. Maksud dari
definisi ini adalah:
a. Fraud menurut sifatnya dapat berkembang apabila tidak dicegah.
b. Eksistensi fraud sendiri menunjukan adanya suatu kelemahan dalam
pengendalian.
c. Fraud secara tidak langsung menyatakan masalah integritas
mempunyai konsekuensi yang jauh dari jangkauan. Misalnya,
manajemen melakukan pembayaran yang illegal, perusahaan dan
ekslusif yang terlibat akan menghadapi konsekuensi hukum dan
sangat merugikan publisitas perusahaan.
Materialitas dalam Standar Akuntansi Keuangan (2007) No. 1 tentang
Penyajian Laporan Keuangan paragraf 30 berbunyi:
“Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan suatu
kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi
keputusan ekonomi memakai yang diambil atas dasar laporan keuangan.
51
Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai
sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan
(omission) atau kesalahan dalam mencatat (miss-statement). Karenanya
materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah dari
pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar
informasi dipandang berguna”.
Oleh karena itu, tingkat materialitas merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pertimbangan audit internal dalam menentukan jumlah bukti yang
cukup. Informasi yang diperoleh dipandang material apabila kelalaian untuk
mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan
keuangan.
2. Biaya
Manajemen harus menganalisis keadaan biaya secara keseluruhan atau
manfaat dari perluasan audit dan tindakan-tindakan yang akan diambil untuk
mencegah fraud pada masa yang akan datang.
Pada dasarnya untuk menguji setiap transaksi dibutuhkan biaya yag sangat
tinggi. Hal ini dikemukakan Arens et al (2008) adalah sebagai berikut:
“Because fraud is difficult to detect due to collusion and false
documentation, a focus on fraud prevention and deterrence is often more
less costly”
Dengan demikian, jelas bahwa untuk menemukan dan mengungkapkan
fraud diperlukan biaya yang sangat tinggi walaupun hasilnya tidak maksimal.
52
Misalnya, jika terjadi fraud yang melibatkan persengkongkolan beberapa
karyawan yang menyangkut pemalsuan dokumen. Penipuan semacam itu
cenderung tidak terungkap dalam audit yang normal.
3. Informasi yang sensitif
Perusahaan yang mengetahui ruang lingkup fraud, segera membuat
kebijakan untuk menghalangi dan mendeteksi aktivitas fraud.Sifat sensitif dari
aktivitas fraud atau dicurigai adanya aktivitas demikian membutuhkan suatu
petunjuk formal dalam pelaporan dan praktek penyelidikannya.
4. Pengembangan integritas
Auditor internal sering diminta untuk melakukan program peningkatan
integritas, dimana prioritas manajemen ditinjau bersama seluruh karyawan.
2.5.3 Pendekatan Audit
Pendekatan audit dilakukan agar audit internal dengan mudah melakukan
evaluasi atau penilaian terhadap informasi yang diperoleh, Menurut Tunggal
(2005) pendekatan audit terdiri dari:
1. Analisis Ancaman
2. Survei Pendahuluan
3. Audit Program
4. Pemilihan tim audit
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan audit dapat
dilakukan dengan analisis ancaman, survey pendahuluan, membuat program audit,
dan memilih tim untuk mengumpulkan informasi. Berikut ini akan dijelaskan hal-
hal yang berhubungan dengan pendekatan audit:
53
1. Analisis ancaman
Dalam pendekatan fraud auditing, analisis ancaman seperti analisis dari
pengungkapan fraud harus dilakukan.Analisis acaman dapat membantu
mengarahkan rencana audit, misalnya melakukan pengawasan pada aktiva
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya fraud.
Menurut Tugiman (2001) menyatakan bahwa:
“Dalam analisis ancaman, peninjauan dan evaluasi kendali adalah
cara utama mengevaluasi kemungkinan terjadinya ketidakberesan”.
Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa analisis ancaman merupakan cara
yang paling tepat digunakan untuk mengevaluasi terjadinya
ketidakberesan atau fraud di dalam perusahaan.
2. Survei pendahuluan
Tahap pokok dari survei ini adalah melakukan analisis ancaman (threat
analysis). Hal ini dilakukan sehubungan dengan penilaian sebagai dasar
untuk memformulasikan program audit, tentunya akan sangat membantu
jika masalah yang timbul dalam fase ini dapat dikenali.
Menurut Ratliff et al (1996), manfaat survei pendahuluan adalah:
“Preliminary survey give auditors the opportunity to get some
initial on-site information which can be extremely valuable in
becoming familiar with current operations of the auditee and the
controls to be audited”.
Dari pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dengan
melakukan survei pendahuluan, auditor akan memperoleh informasi
54
mengenai latar belakang perusahaan atau hal yang lainnya yang berkaitan
dengan kegiatan audit.
3. Audit Program
Audit internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja
dalam rangka mencapai sasaran penugasan. Menurut Andayani (2008),
program audit internal merupakan pedoman dan salah satu kesatuan
dengan supervisi audit dalam pengambilan langkah-langkah audit tertentu.
Langkah-langkah ini dirancang untuk:
a. Mengumpulkan barang bukti;dan
b. Memungkinkan auditor internal untuk mengemukakan pendapat
mengenai efisiensi dan efektivitas aktivitas yang diperiksanya.
Menurut Tugiman (2003) program audit harus:
1. Membuktikan prosedur audit dalam pengumpulan, analisis, penafsiran, dan
penyimpangan informasi yang diperoleh selama audit
2. Menetapkan tujuan audit
3. Menyatakan lingkup dan pengujian yang diperlukan untuk mencapat
tujuan audit
4. Mengidentifikasi aspek-aspek teknis, risiko, proses, dan transaksi yang
akan diteliti
5. Menetapkan sifat dan luas pengujian yang diperlukan
6. Merupakan persiapan bagi awal pelaksanaan pekerjaan audit dan
perubahan bila dipandang perlu, selama pelaksanaan audit.
55
` Dengan demikian, jelas bahwa program kerja harus menetapkan prosedur
untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mendokumentasikan informasi selama
penugasan.Program kerja ini harus memperoleh persetujuan.
4. Pemilihan Tim Auditor
Tim audit harus mengumpulkan informasi mengenai catatan-catatan yang
tidak lengkap, ketidakcukupan bukti-bukti, kesalahan penyajian, atau mengubah
bukti secara sengaja dalam melaksanakan Fraud Auditing. Dalam hal ini tenaga
ahli diperlukan untuk melakukan proses audit yang lebih rumit.
Untuk memperoleh informasi, khususnya yang berhubungan dengan fraud,
tim auditor akan memperoleh informasi khususnya yang berhubungan dengan
fraud, tim auditor akan melakukan wawancara dengan banyak karyawan termasuk
merka yang dicurigai.
Sehubungan dengan itu, anggota tim audit (Fraud auditor) harus memiliki
keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman yang luas dalam mewawancarai
untuk mendokumentasikan hasil diskusi.
Pertimbangan dalam penugasan staf adalah bahwa fraud auditig tidak
dapat diperkirakan sebelumnya, karena mereka ditemukan dan dibutuhkan tindak
lanjut secepatnya. Pertimbangan juga perlu diberikan kepada orang lain yang
sering menjadi bagian dari tim fraud auditing yaitu staff dari bagian atau divisi
akuntansi perusahaan, pengacara dan staff legal perusahaan yang sesuai dengan
keahlian yang diperlukan.
56
Dalam keseluruhan kasus yang terjadi, tim audit harus berusaha sekuat
tenaga untuk mencapai tujuan, menghindari penuduhan, pengecekan ulang
kesaksian dan bertindak secara profesional setiap waktu.
2.6 Kaitan antara Audit Internal dengan Pencegahan Kecurangan
Pernyataan standar internal auditing (SIAS) No.3 menguraikan mengenai
tanggungjawab internal auditor untuk pencegahan fraud adalah;
“Memeriksa dan menilai kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian
intern, berkaitan dengana pengungkapan risiko potensial pada berbagai
bentuk kegiatan/operasi organisasi”
Menurut SIAS No.3 internal auditor harus mengidentifikasi indikator-
indikator fraud, dan jika diperlukan, ditingkatkan dengan pelaksanaan investigasi
untuk membuktikan apakah fraud benar-benar terjadi.
SIAS No.3 memberikan pedoman berkaitan dengan tanggungjawab internal
auditor untuk pencegahan, pendeteksian, investigasi dan pelaporan fraud. Jadi,
standar ini secara jelas mengemukakan bahwa pencegahan fraud adalah
tanggungjawab manajemen. Meskipun demikian internal auditor harus menilai
kewajaran dan efektivitas tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap
kemungkinan penyimpangan atas kewajiban tersebut.
Top Related