1
UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton glaucum (Quoy & Gaimard)
TERHADAP SEL LESTARI TUMOR HeLa
Oleh: Thamrin Wikanta1), Yustia A. Zakaria2), Dian Ratih2). dan M. Nursid1)
ABSTRAK: Karang lunak Sarcophyton glaucum (Quoy & Gaimard) adalah salah satu karang Indonesian yang diduga berpotensi sebagai sumber bahan obat Telah dilakukan uji aktivitas sitotoksik dari ekstrak S. glaucum (Quoy & Gaimard) terhadap sel lestari tumor HeLa. Karang lunak dimaserasi dalam methanol, kemudian maserat disaring dan dievaporasi dalam rotavapor pada suhu dan tekanan rendah hingga kering. Pada ekstrak kasar kering yang didapatkan dilakukan uji golongan senyawa dan uji aktivitas antioksidan terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH). Ekstrak kasar kering lalu difraksinasi dengan heksan, etil asetat, dan methanol, dan setiap fraksi dievaporasi kembali hingga kering. Terhadap ekstrak kasar dan setiap fraksi dilakukan uji toksisitas menggunakan metoda Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan uji sitotoksisitas terhadap sel lestari tumor HeLa menggunakan metoda 3-(4,5-dimethylthiazol-2yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromida (MTT). Hasil menunjukkan bahwa ekstrak S. glaucum (Quoy & Gaimard) mengandung golongan senyawa alkaloid. Ekstrak kasar bersifat toksik terhadap Artemia salina dengan nilai LC50 sebesar 83,79 μg/mL dan memiliki potensi antioksidan (442,48 μg/mL) lebih rendah dari pada vitamin C (9,13 μg/mL) sebagai kontrol positif. Potensi sitotoksisitas terhadap sel lestari tumor HeLa menggunakan metoda MTT menunjukkan bahwa ekstrak kasar memberikan nilai LC50 sebesar 50,69 μg/mL, sedangkan fraksi etil asetat memberikan nilai LC50 sebesar 22,18 μg/mL dan fraksi methanol memberikan nilai LC50 sebesar 45,52 μg/mL. Kata kunci: sitotoksisitas, etil asetat, Sarcophyton glaucum, sel lestari tumor HeLa. -----------------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 2) Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.
2
ABSTRACT: Cytotoxic activity test of Sarcophyton glaucum (Quoy & Gaimard)
extract against HeLa tumor cell line. By: Thamrin Wikanta1), Yustia A. Zakaria2), Dian Ratih2), and M. Nursid1)
Soft coral Sarcophyton glaucum (Quoy & Gaimard) is one of Indonesian corals that might be potential source of drug candidate. Tests on the cytotoxic activity of S. glaucum (Quoy & Gaimard) extract against HeLa tumor cell line has been conducted. Soft coral was macerated in methanol, then macerate was filtered and evaporated in rotary evaporator at low temperature and reduced pressure to dry. To the dried crude extract resulted was tested on compound group content and on the antioxidative activity against 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH). The dried crude extract was then fractionated with hexane, ethyl acetate, and methanol, and each fraction was reevaporated to dry. To the crude extract and each fraction was assayed its toxicity using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method and its cytotoxicity against HeLa tumor cell line using 3-(4,5-dimethylthiazol-2yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromida (MTT) method. The result showed that the S. glaucum (Quoy & Gaimard) extract contained alkaloid compound. The crude extract was toxic against Artemia salina with LC50 value of 83,79 μg/mL and its antioxidative potency (442,48 μg/mL) was lower than vitamine C (9,13 μg/mL) as a positive control. The cytotoxicity potency against HeLa tumor cell line using MTT method showed that the crude extract gave LC50 value of 50,69 μg/mL, while the ethyl acetate fraction gave LC50 value of 22,18 μg/mL and the methanol fraction gave LC50 value of 45,52 μg/mL. Key word: cytotoxicity, ethyl acetate, Sarcophyton glaucum, HeLa tumor cell line. -----------------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 2) Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.
3
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi yang semula merupakan masalah utama di negara berkembang,
kini makin tergeser posisinya oleh penyakit degeneratif dan kanker, yang makin
menonjol. Berdasarkan data yang terkumpul pada rumah sakit kanker Yayasan Dharmais
pada periode 2001-2006, dari perkiraan 30 000 penderita di Indonesia terdapat sekitar 30
kasus per tahun. Hasil survei kesehatan rumah tangga menunjukkan bahwa kematian
akibat penyakit kanker makin meningkat pada setiap tahun, misalnya pada tahun 1972
sebanyak 1,3%, pada tahun 1981 sebesar 3,4%, dan pada tahun 1989 sebesar 4,5%.
Riwayat kematian penderita, awalnya bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan timbul
keluhan setelah terjadi metastasis, sehingga 60-70% penderita berada pada stadium lanjut
(Tjarita, 1979; Nafrialdi & Gan, 1995; Underwood, 1999; Tapan, 2005; Sudoyo, 2006).
Tumor atau neoplasma adalah massa sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel
yang tumbuh secara terus menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan
sekitarnya serta dapat mempengaruhi fungsi organ vital tubuh. Sel neoplastik dalam
tumor dapat bersifat benigna atau maligna. Tumor benigna cenderung tumbuh lebih
lambat dan sel-selnya tetap bersama atau menyatu, selalu dikelilingi oleh kapsul jaringan
ikat dan dapat dengan mudah diambil tindakan dengan operasi (Tapan, 2005; Nafrialdi
dan Gan, 1995; Tjarita, 1979; Sudoyo, 2006). Tumor maligna atau biasa disebut kanker,
tumbuhnya lebih cepat dari pada tumor benigna. Ia berasal dari jaringan ikat atau otot
dengan memiliki kemampuan yang unik yaitu bersifat invasif, dapat menembus dan
menyebar atau metastatis ke jaringan lain sehingga dapat menyebabkan kematian
penderita. Karakteristik dari kanker adalah terjadinya gangguan atau kegagalan dalam
mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostatis lainnya pada organisme
multiseluler (Anonim-1, 2006; Anonim-2, 2006; Underwood, 1999; Boik, 1995). Akibat
dari hal tersebut adalah sel mengalami pertumbuhan yang berlebihan, sel dan jaringan
mengalami gangguan differensiasi, bersifat invasif sehingga mampu tumbuh pada
jaringan di sekitarnya, bersifat metastatik atau menyebar ke tempat lain dan
menyebabkan pertumbuhan baru, mengakibatkan terjadinya pergeseran metabolisme ke
arah pembentukan makromolelul sehingga meningkatkan katabolisme karbohidrat untuk
energi sel (Anonim-1, 2006; Underwood, 1999; Boik, 1995; Tapan, 2005).
4
Terapi kanker dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang bersifat
konvensional yaitu pembedahan, hingga yang bersifat modern yaitu penggunaan
kemoterapi, radiasi, hormon, dan antibodi monoklonal. Cara kemoterapi memiliki
beberapa kelemahan dan efek samping berbahaya, diantaranya menyebabkan kerusakan
pada jaringan sekitarnya dan organ lain, seperti lambung, hepar, dan ginjal, di samping
memerlukan biaya yang mahal dan waktu pengobatan yang lama (Anonim-2, 2006; Boik,
1995; Tapan, 2005; Tjarita, 1979; Sudoyo, 2006).
Indonesia memiliki kekayaan hayati yang sangat beragam dan sangat tinggi
kelimpahannya, baik biota darat maupun biota laut. Para ilmuwan kini berusaha
melakukan berbagai upaya riset untuk mendapatkan bahan alam yang memiliki khasiat
sebagai antikanker dan dianggap relatif cukup aman (Manuputty, 1986; Manuputty,
2002). Biota laut yang banyak diteliti diantaranya adalah jenis sponge, karang lunak,
karang keras, bintang laut, cacing laut, jamur laut, dan rumput laut (Faulkner et al., 1994;
Munro et al., 1999; Proksch et al., 2002), dan diantaranya dilaporkan memiliki sifat
antitumor. Senyawa yang berkhasiat sebagai antitumor atau antikanker dan bersifat
sitotoksik dari biota laut, diantaranya adalah golongan terpenoid, alkaloid, flavonoid,
protein, dan polisakarida (Munro et al., 1987; Mayer, 1999; McKay, 1999; Jha dan Zi-
rong, 2004; Kijjoa dan Sawangwong, 2004).
Menurut Yokomatsu et al. (2006) karang lunak S. glaucum (Quoy & Gaimard)
mengandung senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antikanker terhadap kanker
pankreas. Dalam upaya menambah khasanah tentang manfaat dari biota laut nasional
sebagai sumber bahan obat alami maka pada penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas
ekstrak karang lunak S. glaucum (Quoy & Gaimard) sebagai zat sitotoksik terhadap sel
lestari tumor HeLa dan sebagai antioksidan terhadap 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).
BAHAN DAN METODA
a. Pembuatan ekstrak
Sampel karang lunak S. glaucum (Quoy & Gaimard) didapatkan dari perairan
Kepulauan Seribu pada kedalaman sekitar 15 m di dekat pulau Kotok pada bulai Mei
tahun 2005. Sebanyak 100 g sample karang lunak S. glaucum (Quoy & Gaimard)
dimaserasi dengan (3 x 100 mL) metanol dalam Erlenmeyer, masing-masing selama 24
5
jam. Maserat disaring dengan kertas Whatman No. 1, kemudian dipekatkan hingga kering
pada suhu rendah (25oC) dan tekanan rendah (50 mbar), selanjutnya pengeringan
disempurnakan pada suhu –40oC dan tekanan 200 x 10-3 mbar dengan freeze dryer.
Ekstrak kasar kering hasil freeze drying difraksinasi masing-masing dengan pelarut n-
heksana, etil asetat, dan metanol sehingga didapatkan 3 fraksi besar yaitu fraksi nonpolar
(n-heksana), fraksi semipolar (etil asetat), dan fraksi polar (metanol). Ketiga fraksi ini
masing-masing kemudian dievaporasi kembali hingga semua pelarut menguap, lalu
dibekukan dan dikeringkan pada suhu dan tekanan rendah menggunakan freeze dryer.
b. Identifikasi golongan senyawa
Identifikasi golongan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak kasar yang
dihasilkan, meliputi uji golongan senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid dan
terpenoid sesuai dengan metode Harborn (1987).
c. Uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach
Uji toksisitas dilakukan menurut Meyer et al. (1982), McLaughlin dan Rogers
(1998) dan Carballo et al. (2002) dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Metoda ini biasa dilakukan dalam uji pendahuluan untuk penapisan aktivitas
farmakologis produk alam (Carballo et al, 2002; Guerrero et al, 2004), dan juga
dilakukan sebagai tahap pendahuluan dalam penapisan bahan-bahan yang diduga
memiliki sifat antitumor atau antikanker sebelum melangkah kepada uji in vitro
menggunakan sel lestari tumor. Metode BSLT dipilih karena mudah dilakukan, sederhana
dan biayanya lebih murah bila dibandingkan dengan uji toksisitas metode lain, namun uji
tersebut memberikan hasil yang cukup signifikan (Widjhati et al., 2004).
Dalam uji ini digunakan larva Artemia salina sebagai hewan uji. Mula-mula telur
A. salina ditetaskan di dalam air laut buatan (38 g garam dapur dalam 1000 ml air biasa)
di bawah lampu TL 20 watt. Setelah 48 jam telur menetas manjadi nauplii instar III/IV
dan siap digunakan sebagai hewan uji. Larva A. salina dimasukkan ke dalam vial yang
telah berisi larutan sampel ekstrak karang lunak S. glaucum (Quoy & Gaimard) dengan
seri dosis 10, 100, 1000 ppm dengan 3 kali ulangan. Semua vial diinkubasi pada suhu
kamar selama 24 jam di bawah penerangan lampu TL 20 watt. Pengamatan dilakukan
6
setelah 24 jam dengan melihat jumlah Artemia salina yang mati pada tiap konsentrasi.
Penentuan nilai LC50 dalam µg/mL atau ppm dilakukan menggunakan analisis probit
dengan program MINITAB versi 13.2 dengan selang kepercayaan 95 %.
d. Uji aktivitas antioksidan terhadap DPPH
Uji aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan metoda Chow et al. (2003). Uji aktivitas antioksidan terhadap DPPH diterapkan karena teknik pengerjaannya sederhana dan jumlah sampel yang digunakan sedikit. Penelitian yang menggunakan metode uji DPPH untuk mengukur aktivitas antioksidan telah banyak digunakan dan uji tersebut memberikan tingkat kepercayaan yang tinggi.
Satu ml 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) 1 mM ditambah metanol hingga
menjadi 5 ml (blanko). Sampel ekstrak karang lunak S. glaucum (Quoy & Gaimard)
dibuat dengan 5 seri konsentrasi yaitu 12,5; 25; 50, 100, dan 200 ppm. Sedangkan kontrol
positif digunakan vitamin C dengan seri konsentrasi 3; 6; 9; 12; dan 15 ppm. Tiap sampel
ditakar dengan volume yang sama, ditambahkan 1 ml DPPH 1 mM lalu diencerkan
dengan metanol hingga volumenya menjadi 5 ml. Diinkubasi pada suhu 37°C selama 30
menit. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 515 nm. Persentasi
hambatan dihitung berdasarkan rumus: {(absorbansi blanko-absorbansi sampel) /
absorbansi blanko} x 100%. Nilai hambatan dan konsentrasi ekstrak diplot masing-
masing pada sumbu x dan y, persamaan garis yang diperoleh digunakan untuk mencari
Inhibition Concentration 50% (IC50).
e. Uji aktivitas sitotoksik terhadap sel lestari tumor HeLa
Uji aktivitas sitotoksik dilakukan dengan metode MTT [3-(4,5-dimetilthiazol-
2yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida] menurut Hughes dan Mehmet (2003). Sel tumor
HeLa diperoleh dari koleksi Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT)
UGM. Sel lestari tumor HeLa dikultur dalam medium RPMI 1640 lengkap, Fetal Bovine
Serum (FBS) 10%, fungison 1% dan penisilin-streptomisin 1% (Hughes & Mehmet,
2003; Freshney, 1992).
Ektrak karang lunak S. glaucum (Quoy & Gaimard) yang aktif dari hasil uji
BSLT, dibuat seri dosis 12,5; 25; dan 50 ppm dengan 3 kali ulangan. Larutan ekstrak
7
dimasukkan ke dalam microplate 96 sumuran sebanyak 100 μL. Sel lestari tumor HeLa
dimasukkan ke dalam tiap sumuran masing-masing sebanyak 100 μL. Kontrol perlakuan
ada 3 terdiri dari kontrol sel (100 μL sel + 100 μL media), kontrol sampel (100 μL
ekstrak + 100 μL media) dan kontrol media (200 μL media). Sediaan dalam microplate
diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC dengan aliran CO2 5 ml/menit. Setelah 24
jam ke dalam tiap-tiap sumuran ditambahkan MTT sebanyak 10 μL, diinkubasi kembali
pada inkubator CO2 selama 4 jam, kemudian reaksi MTT dihentikan dengan cara
menambahkan 100 μL sodium dodesil sulfat (SDS) 10 %. Microplate diinkubasi kembali
selama 12 jam pada suhu kamar. Setelah 12 jam, absorbansi tiap sumuran dibaca dengan
spektrofotometer plate reader pada panjang gelombang 560 nm. Persentase kematian sel
lestari tumor HeLa dihitung dengan rumus (A-B)/A x 100%, dimana A adalah jumlah sel
yang hidup pada sumuran kontrol, dan B adalah jumlah sel yang hidup pada sumuran
yang diberi ekstrak uji. Nilai LC50 (µg/ml atau ppm) dihitung dengan analisis probit
menggunakan program MINITAB versi 13.2 dengan selang kepercayaan 95 %.
HASIL DAN BAHASAN
a. Rendemen ekstrak
Hasil ekstraksi dari 100 g sampel basah dengan cara maserasi dalam pelarut
metanol yang kemudian di evaporasi dan dikeringkan pada suhu dan tekanan rendah
menghasilkan 2,31 g ekstrak kasar metanol yang berwarna hijau, sehingga didapatkan
rendemen ekstrak kasar = (2,31g / 100g) x 100% = 2,31%. Hasil ekstraksi partisi dari
500,10 mg ekstrak kasar S. glaucum (Quoy & Gaimard) masing-masing dalam pelarut
heksan (non-polar), etil asetat (semi-polar), dan metanol (polar) adalah 0,00 mg, 136,40
mg, dan 121,20 mg sehingga didapatkan rendemen masing-masing fraksi heksan, etil
asetat, dan metanol adalah 0,00%, 27,27%, dan 24,23%. Sisanya merupakan bahan
pengotor (garam dan lainnya sebesar 48,50%).
b. Penapisan fitokimia
Penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak kasar metanol dari S.
glaucum (Quoy & Gaimard) adalah untuk mengetahui golongan senyawa yang
terkandung di dalam ekstrak tersebut. Hasil penapisan menunjukkan bahwa ekstrak kasar
8
yang diuji hanya mengandung senyawa golongan alkaloid terbukti dengan terbentuknya
warna jingga setelah diberi pereaksi Dragendorff, dan endapan putih dengan pereaksi
Meyer, seperti disajikan pada Tabel 1. Hasil penegasan dengan pereaksi Dragendorff
pada plat KLT-Spektrofotometri menunjukkan bercak berwarna jingga, seperti
ditampilkan pada Gambar 1.
Tabel 1. Hasil penapisan fitokimia ekstrak kasar S. glaucum (Quoy & Gaimard). Table 1. Result of phytochemistry screening of S. glaucum (Quoy & Gaimard) crude extract.
Golongan senyawa/ Group compound
Pereaksi / Reagent
Hasil / Result
Keterangan/ Remark
Alkaloid Dragendorff Meyer
Terbentuk warna jingga / Orange colour formed
Terbentuk endapan putih / White precipitate formed
(+)
(+)
Flavonoid
HCl pekat (concentrated)
& Amyl alcohol
Tidak terbentuk warna hijau pada lapisan amil alkohol /
Green colour in the amyl alcohol layer was not formed
(-)
Steroid-Triterpen Liebermann Bouchard
Tidak terbentuk warna merah jingga–hijau / Redish orange-green
colour was not formed (-)
Tanin FeCl3 1% Tidak terbentuk warna hitam–biru–hitam / Black-blue-black colour was
not formed (-)
Saponin
Dikocok vertikal /
shake vertically 10 menit + HCl
2N
Tidak terbentuk busa stabil / Stabil foam was not formed (-)
Keterangan/Note : (-) reaksi negatif / negative respons; (+) reaksi positif / positive respons;
Terhadap pereaksi lainnya menunjukkan hasil negatif, berarti tidak mengandung
flavonoid, tanin, saponin dan triterpen. Senyawa alkaloid adalah senyawa organik
nonprotein yang mengandung unsur nitrogen, bersifat basa, masuk dalam golongan
senyawa semipolar, tetapi dalam bentuk garamnya bersifat polar. Kemungkinan ekstrak
tersebut mengandung lebih dari satu komponen sehingga terdapat pada kedua fraksi,
yaitu semipolar dan polar.
9
Keterangan / Note : Fasa gerak / mobile phase : Metanol Fasa diam / stationary phase : Silika gel GF254 Pereaksi Warna / Colour reagent : Dragendorff Deteksi / detection : Sinar UV 366 nm Rf / Rf : 0,25
Gambar 1. Kromatogram lapis tipis (KLT) hasil penapisan fitokimia dari ekstrak kasar S.
glaucum (Quoy & Gaimard). Bercak berwarna jingga. Figure 1. Thin layer chromatogram result of phytochemistry screening of S. glaucum (Quoy &
Gaimard) crude extract. It shows orange colour.
c. Aktivitas antioksidan ekstrak kasar S. glaucum (Quoy & Gaimard) Uji aktivitas antioksidan bertujuan untuk mengetahui potensi aktivitas
antitoksidan dari senyawa yang terdapat dalam ekstrak kasar, berdasarkan prinsip adanya reaksi penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas DPPH. Nilai IC50 dihitung berdasarkan persamaan garis regresi yang diperoleh antara konsentrasi dan inhibisi (%). Persamaan garis regresi linier yang diperoleh untuk vitamin C adalah y = 4,4725x + 9,1782 dengan nilai R2 = 0,9948, seperti dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil uji aktivitas antioksidan dari vitamin C yang digunakan sebagai kontrol positif terhadap DPPH diperoleh nilai IC50 sebesar 9,13 μg/mL, artinya konsentrasi vitamin C yang diperlukan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH adalah 9,10 μg/mL. Semakin rendah nilai IC50, semakin tinggi aktivitasnya sebagai penangkap radikal bebas DPPH.
Hasil uji aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar metanol terhadap DPPH sesuai dengan persamaan garis regresi linier yang diperoleh yaitu y = 0,105x + 3,5401 dengan nilai R2 = 0,8241, seperti dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai IC50 dari ekstrak kasar metanol adalah 442,50 μg/mL yang berarti potensi antioksidan ekstrak kasar metanol hanya sekitar 2,06% dari potensi vitamin C. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak kasar metanol memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas antioksidan vitamin C sehingga tidak potensial sebagai sumber senyawa antioksidan.
10
Gambar 2. Hubungan antara konsentrasi (μg/mL) dan potensi inhibisi (%) antioksidan vitamin C sebagai kontrol positif terhadap DPPH. Figure 2. Relationship between concentration (μg/mL) and inhibition potency (%) of antioxidant vitamin C as a positive control against DPPH.
Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi (μg/mL) dan potensi inhibisi (%) antioksidan
ekstrak kasar S. glaucum terhadap DPPH. Figure 3. Relationship between concentration (μg/mL) and inhibition potency (%) of
antioxidant S. glaucum crude extract (%) against DPPH.
y = 4.4725x + 9.1782R2 = 0.9948
0102030405060708090
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi / Concentration (ug/mL)
Inhi
bisi
/ In
hibi
tion
(%)
y = 0.105x + 3.5379R2 = 0.8241
0
5
10
15
20
25
30
0 50 100 150 200 250
Konsentrasi / Concentration (ug/mL)
Inhi
bisi
/ In
hibi
tion
(%)
11
d. Toksisitas ektrak kasar S. glaucum (Quoy & Gaimard) dengan metode BSLT
Uji toksisitas ekstrak kasar S. glaucum (Quoy & Gaimard) dengan metode BSLT
bertujuan untuk mengetahui tingkat toksisitas senyawa yang terdapat dalam ekstrak
terhadap larva udang Artemia salina Leach. Berdasarkan hasil uji toksisitas dengan
menggunakan analisis probit dihasilkan persamaan garis regresi linier : Y = 1,37 x + 2,54
dengan nilai R2 = 0,9843, seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat korelasi positif antara nilai probit dengan log konsentrasi. Makin tinggi
konsentrasi ekstrak yang digunakan makin tinggi tingkat toksisitas ekstrak tersebut
terhadap larva uji, terlihat dengan makin meningkatnya tingkat mortalitas larva uji.
Berdasarkan persamaan garis regresi linier, ekstrak kasar metanol S. glaucum (Quoy &
Gaimard) yang diperoleh memiliki nilai LC50 sebesar 63,10 μg/mL. Nilai LC50 yang
diperoleh lebih rendah dari 1000 μg/mL, berarti ekstrak tersebut termasuk golongan
senyawa yang bersifat toksik. (Munro et al., 1987; Munro et al., 1999).
Gambar 4. Hubungan antara konsentrasi logaritmik dengan nilai probit hasil uji toksisitas ekstrak kasar S. glaucum (Quoy & Gaimard) (μg/mL) terhadap larva udang Artemia salina Leach
Figure 4. Relationship between logaritmic concentration with probit value of the toxicity assay of S. glaucum (Quoy & Gaimard) crude extract against Artemia salina Leach nauplii.
y = 1.37x + 2.54R2 = 0.9843
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Konsentrasi logaritmik / Logaritmic concentration
Nila
i Pro
bit /
Pro
bit v
alue
12
e. Sitotoksisitas ekstrak kasar S. glaucum (Quoy & Gaimard) terhadap sel lestari
tumor HeLa
Uji toksisitas ekstrak kasar terhadap Artemia salina menghasilkan persamaan
garis regresi linier antara log konsentrasi dan nilai probit menghasilkan nilai LC50 ekstrak
kasar = 63,10 μg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tersebut termasuk dalam
kategori toksik terhadap Artemia salina. Sifat toksik ekstrak tersebut kemudian diujikan
terhadap sel lestari tumor HeLa. Uji sitotoksik dari ekstrak tersebut terhadap sel lestari
tumor HeLa bersifat lebih spesifik dan dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan
adanya zat antimitosis pada ekstrak. Berdasarkan hasil uji sitotoksik maka dilakukan
analisis probit sehingga didapatkan persamaan garis regresi linier, yaitu Y = 0,1329x +
4,8076 dengan nilai R2 = 0,9796. Berdasarkan persamaan garis tersebut didapatkan nilai
IC50 sebesar 25,12 ug/mL. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar bersifat agak toksik
terhadap sel lestari tumor HeLa. Konsentrasi ekstrak yang digunakan memiliki korelasi
positif (R2 = 0,9796) terhadap tingkat inhibisi pertumbuhan sel lestari tumor HeLa. Hasil
uji sitotoksik dari ekstrak kasar dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan antara konsentrasi logaritmik dengan nilai probit hasil uji sitotoksisitas ekstrak kasar metanol-air S. glaucum (Quoy & Gaimard) terhadap sel lestari tumor HeLa.
Figure 5. Realtionship between logaritmic concentration with probit value of cytotoxicity assay result of S. glaucum (Quoy & Gaimard) methanol-water crude extract against HeLa tumor cell line.
y = 0.1329x + 4.8076R2 = 0.9796
4.94
4.96
4.98
5
5.02
5.04
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8
Konsentrasi logaritmik / Logaritmic concentration
Nila
i pro
bit /
Pro
bit v
alue
13
f. Uji sitotoksisitas fraksi metanol dan fraksi etil asetat S. glaucum (Quoy &
Gaimard) terhadap sel lestari tumor HeLa
Langkah riset selanjutnya adalah melakukan fraksinasi ekstrak kasar untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak kasar berdasarkan sifat
kepolarannya dengan menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol. Partisi
dengan pelarut heksan tidak menghasilkan ekstrak sedangkan partisi dengan pelarut etil
asetat dan metanol menghasilkan ekstrak dengan rendemen masing-masing 27,27% dan
24,23%. Tahap selanjutnya adalah melakukan uji sitotoksisitas dari masing-masing fraksi
etil asetat dan metanol terhadap sel lestari tumor HeLa.
f.1. Fraksi metanol
Hasil uji sitotoksik dari fraksi metanol terhadap sel lestari tumor HeLa dapat
dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan persamaan garis regresi linier yang dihasilkan antara
nilai probit terhadap log konsentrasi, yaitu Y = 0,4784x + 4,1813 dan nilai R2 = 0,3791,
didapatkan nilai IC50 fraksi metanol sebesar 50,12 μg/mL.
Gambar 6. Hubungan antara nilai konsentrasi logaritmik dengan nilai probit hasil uji sitotoksisitas ekstrak fraksi metanol S. glaucum (Quoy & Gaimard) terhadap sel lestari tumor HeLa.
Figure 6. Realtionship between logaritmic concentration (ug/mL) with probit value of cytotoxicity assay result of S. glaucum (Quoy & Gaimard) methanol fraction extract againstHeLa tumor cell line.
y = 0.4784x + 4.1813R2 = 0.3791
0
1
2
3
4
5
6
0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 2.1
Konsentrasi logaritmik/Logaritmic concentration
Nila
i pro
bit/ P
robi
t val
ue
14
Ketentuan NCI USA menyatakan bahwa fraksi-fraksi dengan nilai LC50 ≤ 30
μg/mL baik untuk ditelusuri lebih lanjut karena bersifat prospektif mengandung senyawa
yang bersifat sitotoksik terhadap sel tumor (Munro et al.,1987). Nilai LC50 fraksi metanol
sebesar 50,12 μg/mL > 30 μg/mL maka penelusuran lebih diarahkan pada fraksi etil
asetat dengan tetap melakukan pengamatan mikroskopik terhadap hasil riset dari fraksi
metanol ini. Hasil pengamatan mikroskopik tentang efek sitotoksik dari fraksi metanol
terhadap sel tumor HeLa dapat dilihat pada Gambar 7. Dapat dilihat bahwa makin tinggi
konsentrasi ekstrak yang diberikan mengakibatkan makin banyak jumlah sel lestari tumor
HeLa yang mati.
A
B
B
A
7a. Konsentrasi 6,25 μg/mL 7b. Konsentrasi 12,5 μg/mL 7a. Concentration 6,25 μg/mL 7b. Concentration 12,5 μg/mL
B
B
A
A
7c. Konsentrasi 25 μg/mL 7d. Konsentrasi 50 μg/mL 7c. Concentration 25 μg/mL 7d. Concentration 50 μg/mL
15
B
Keterangan / Note : A : Sel hidup (terang) / life cell (bright) B : Sel mati (gelap) / dead cell (dark)
7e. Konsentrasi 100 μg/mL 7e. Concentration 100 μg/mL
Gambar 7. Pengamatan mikroskopik hasil uji sitotoksik fraksi metanol S. glaucum (Quoy
& Gaimard) terhadap sel lestari tumor HeLa pada berbagai konsentrasi (7a-e). Figure 7. Microscopic observation on the result of cytotoxicity assay of S. glaucum (Quoy &
Gaimard) methanol fraction against HeLa tumor cell line on different concentration (7a-e).
f.2. Fraksi etil asetat
Hasil uji sitotoksik dari fraksi etil asetat terhadap sel lestari tumor HeLa dapat
dilihat pada Gambar 8. Persamaan garis regresi linier yang dihasilkan antara nilai probit
terhadap log konsentrasi, yaitu : Y = 2,2091x + 1,6688 dengan nilai R2 = 0,9288,
menghasilkan nilai IC50 fraksi etil asetat sebesar 31,62 μg/mL. Nilai IC50 yang
didapatkan dari fraksi etil asetat pada riset ini, masih sedikit lebih tinggi dari pada
ketentuan NCI USA, yang menyatakan bahwa fraksi-fraksi dengan nilai IC50 ≤ 30 μg/mL
bersifat prospektif mengandung senyawa yang bersifat sitotoksik terhadap sel tumor
sehingga baik untuk ditelusuri lebih lanjut hingga dapat diketahui struktur kimianya dari
senyawa aktif dalam fraksi tersebut (Munro et al.,1987). Hal ini dilakukan dalam upaya
mencari kemungkinan membuat sintetik dan derivat senyawa aktif dengan nilai LC50 ≤ 10
μg/mL yang ditemukan dari fraksi tersebut. Untuk mengetahui lebih jauh tentang efek
sitotoksik dari ekstrak fraksi etil asetat terhadap sel tumor HeLa maka dilakukan
pengamatan mikroskopik. Hasil pengamatan mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 8.
16
Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi logaritmik dengan nilai probit hasil uji sitotoksisitas ekstrak fraksi etil asetat S. glaucum (Quoy & Gaimard) terhadap sel lestari tumor HeLa.
Figure 8. Realtionship between logaritmic concentration (ug/mL) with probit value of cytotoxicity assay result of ethyl acetate fraction extract S. glaucum (Quoy & Gaimard) against HeLa tumor cell line.
Makin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan mengakibatkan tingkat inhibisi
pertumbuhan sel lestari tumor HeLa makin tinggi. Peningkatan konsentrasi fraksi etil
asetat yang digunakan berbanding lurus dengan tingkat inhibisi sel lestari tumor HeLa
dan hal tersebut dipertegas dengan persamaan garis regresi linier yang didapat, yang
menunjukkan korelasi yang tinggi. Kondisi tersebut tidak terjadi pada uji sitotoksik dari
fraksi metanol. Narisawa et al. (1989) menyatakan bahwa Sarcophytol A (SaA), senyawa
cembrane diterpenoid yaitu isolat dari S. glaucum, dapat menghambat perkembangan
kanker usus besar (large bowels), yang diperkirakan melalui mekanisme antipromosi.
Sedangkan Yokomatsu et al. (1994) menyatakan bahwa Sarcophytol A (SaA)
menunjukkan efek antikanker dan pencegah kanker pankreas. Pemberian SaA secara oral
merupakan cara efektif untuk inhibisi jenis kanker tertentu pada marmut (hamster). Hasil
riset Zhang et al. (2006) tentang Sarcophyton crassocaule menunjukkan adanya 5
senyawa cembrane diterpenoid yaitu Sarcrassins A-E dan satu senyawa Emblide dari
fraksi etil asetat (semipolar). Hasil uji toksisitas terhadap sel lestari tumor KB
menunjukkan bahwa tiga senyawa memiliki toksisitas tinggi dengan nilai IC50 masing-
masing 5, 4, dan 5 ug/mL sedangkan dua senyawa lain memiliki toksisitas sedang, yaitu
19 dan 13 ug/mL.
Sitotoksisitas Fraksi EtOAc (OK)
y = 2.2091x + 1.6688R2 = 0.9288
012345678
0.5 1 1.5 2 2.5
Konsentrasi logaritmik / Logaritmic concentration
Nila
i pro
bit /
Pro
bit v
alue
17
Hasil uji toksisitas dari senyawa-senyawa tersebut terhadap sel lestari tumor MCF
menunjukkan aktivitas sedang. Berdasarkan hasil-hasil riset tersebut menunjukkan bahwa
kemungkinan senyawa yang potensial bersifat sitotoksik terakumulasi pada fraksi etil
asetat.
Pada riset ini dilakukan juga uji aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar dengan
tujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya korelasi antara efek sitotoksik dengan
aktivitas antioksidan dari ekstrak. Hasil uji antioksidan dengan DPPH menunjukkan
bahwa aktivitas antioksidan S. glaucum (Quoy & Gaimard) jauh lebih kecil dari vitamin
C, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak S. glaucum (Quoy & Gaimard) tidak cukup
potensial memiliki sifat antioksidan.
B
B
A A
9a. Konsentrasi 6,25 μg/mL 9b. Konsentrasi 12,5 μg/mL 9a. Concentration 6,25 μg/mL 9b. Concentration 12,5 μg/mL
B
B
A
9c. Konsentrasi 25 μg/mL 9d. Konsentrasi 50 μg/mL 9c. Concentration 25 μg/mL 9d. Concentration 50 μg/mL
18
Keterangan / Note :
A : Sel hidup (terang) / life cell (bright)
B : Sel mati (gelap) / dead cell (dark)
B
9e. Konsentrasi 100 μg/mL 9e. Concentration 100 μg/mL Gambar 9. Pengamatan mikroskopik hasil uji sitotoksik fraksi etil asetat S. glaucum (Quoy
& Gaimard) terhadap sel lestari tumor HeLa pada berbagai konsentrasi (9a-e). Figure 9. Microscopic observation on the result of cytotoxicity assay of S. glaucum (Quoy &
Gaimard) ethyl acetate fraction against HeLa tumor cell line on different concentration (9a-e).
Apabila ekstrak yang didapatkan memiliki potensi sitotoksik tinggi (LC50 < 30
μg/mL) dan memiliki potensi antioksidan tinggi, misalnya potensinya sama dengan atau
lebih kuat dari vitamin C (IC50 ≤ 9,10 μg/mL) yang menjadi kontrol positif, maka ekstrak
tersebut mungkin akan sangat berguna untuk mengatasi perkembangan tumor yang
diakibatkan oleh kelebihan radikal bebas dalam tubuh, ataupun karena masuknya zat
mutagenik ke dalam tubuh. Dalam riset ini dapat diketahui bahwa ekstrak yang
didapatkan tidak cukup memiliki potensi sebagai zat antioksidan. Hasil pengujian
sitotoksisitas ekstrak menunjukkan bahwa toksisitasnya relatif rendah, namun ditinjau
dari efek sitotoksik dari ekstrak dapat menimbulkan inhibisi pekembangan tumor
walaupun tidak sangat potensial. Potensi sitotoksik yang relatif rendah ini kemungkinan
karena ekstrak yang diuji masih dalam bentuk campuran senyawa sehingga sangat besar
kemungkinannya bahwa terjadi efek antagonis antar senyawa yang terdapat dalam
campuran tersebut. Sangat penting untuk dilakukan isolasi senyawa-senya yang terdapat
di dalam ekstrak tersebut untuk mengetahui efek sitotoksiknya dari masing-masing
senyawa terhadap sel tumor HeLa.
19
Kesimpulan dan saran
1. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak Sarcophyton glaucum (Quoy &
Gaimard) mengandung senyawa alkaloid. Berdasarkan hasil uji bioaktivitas ekstrak,
ekstrak kasar metanol-air memiliki IC50 25,12 ug/mL. Hal ini berarti terdapat efek
sinergis antara fraksi metanol dengan IC50 50,12 ug/mL dan fraksi etil asetat dengan
IC50 31,62 ug/mL, senyawa aktif yang merupakan senyawa alkaloid diperkirakan
terdapat dalam campuran yaitu di dalam ekstrak fraksi etil asetat.
2. Perlu dilakukan riset lanjutan untuk melakukan isolasi senyawa-senyawa yang terdapat
dalam ekstrak fraksi etil asetat yang bersifat cukup aktif serta mengetahui struktur
kimia dari senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam campuran tersebut.
3. Perlu dilakukan pengujian bioaktivitas ekstrak Sarcophyton glaucum (Quoy &
Gaimard) terhadap jenis sel lestari lainnya untuk mengetahui bioaktivitas atau
sensitivitas ekstrak tersebut terhadap berbagi jenis sel lestari agar dapat mengambil
manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim-1, 2006. World Health Organization, Global cancer rates could increase by 5%
to 15% by 2020. World cancer report provides clear evidence that action on smoking, diet and infections can prevent one third of cancers, another third can be cured. Diambil dari: http:/www.wh.int/mediacentre/news….. Diakses tanggal 28 Juli 2006.
Anonim-2, 2006. World Health Organization, New initiative to speed development and
introduction of vaccines to protect against cervical cancer. Diambil dari: http:/www.wh.int/mediacentre/news….. Diakses tanggal 28 Juli 2006.
Boik, J., 1996. Cancer & Natural Medicine: A Texbook of Basic Science and Clinical
Research. Oregon Medical Press. 315pp. Carballo, J.L, Hernadez-Inda, Z.L., Perez, P., and Garcia-Gravalos, M.D., 2002. A
comparison between two brine shrimp assay to detect in vitro cytotoxicity in marine natural product (methodology article). BMC Biotechnology. 2 : 1 - 5
Faulkner, D.J., Unson, M.D., and Bewley, C.A. 1994. The chemistry of some sponges
and their symbionts. Pure & Appl. Chem., 66 : 1883 – 1990.
20
Freshney, J.R., 1992. Animal Cell Culture, a practical approach. 2nd ed. Oxford
Univversity Press. P. 6. Guerrero, R.O, Khan, M.T.H., Casanas, B., and Morales, M., 2004. Specific bioassay
with selected plants of Bangladesh. Rev.Cubana Plant Med. 9 (2): 5 – 13 Hughes, D and Mehmet, H., 2003. Cell proliferation and apoptosis. Advanced Method.
BIOS Scientific Publisher Ltd, Oxford. 373 pp. Harborn, J.B., 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Edisi II. Penerjemah: K. Padmawinata dan I. Soediro. ITB Bandung. 354 pp. Jha, R.K. and Zi-rong, X. 2004. Biomedical compounds from marine organisms.
Marine Drugs, 2: 123 – 146 Kijjoa, A and Sawangwong, P. 2004. Drugs and cosmetic from the sea. Marine
Drugs, 2 : 73 – 82. Manuputty, A.E.W., 1986. Karang Lunak, Salah Satu Penyusun Terumbu Karang.
Oseana, XI (4): 131 – 141. Manuputty, A.E.W., 2002. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia, Pusat
Penelitian Oceanografi Proyek Pemanfaatan dan Diseminasi IPTEK Kelautan, LON-LIPI, Jakarta.
Mayer, A.M.S., 1999. Marine Pharmacology in 1998: Antitumor and Cytotoxic
Compounds. The Pharmacologist 11 (4): 159-164. McKay, J. 1999. Marine sponge: small animals with really neat compounds. The
Evergreen State College Olympia, Washington. internet Acces at http://www.ucmp.berkeley.edu/porifera.html
McLaughlin, J.L and Rogers, L.L., 1998. The use of biological assay to evaluate
botanicals. Drug Information Journal, 32 : 513-524. Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putman, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D. E., McLauglin,
J.L., 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Med. 45 : 35 – 34.
Munro, M.H.G., Luibrand, R.T., and Blunt, J.W. 1987. The Search for Antiviral and
Anticancer Compounds from Marine Organisms. In : Scheuer, P. Bioorganic Marine Chemistry, Volume 1. Springer-Verlag, Berlin. 615 pp.
Munro, M.H.G., Blunt, J.W., Dumdei, E.J., Hickford, S.J.H., Lill, R.E., Li, S., Battershill,
C.N. and Duckworth,A.R. 1999. The discovery and development of marine compound with pharmaceutical potential. Journal of Biotechnology 70: 14 -25.
21
Nafrialdi dan Gan, S., 1995. Antikanker. Dalam: S.G. Ganiswara, R. Setiabudy, F.D.Suyatna, Purwantyastuti, Nafrialdi (Eds.). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bag. Farmakologi FK-UI, Jakarta. p. 686-701.
Narisawa, T., Takahashi, M., Niwa, M., Fukaura, Y., Fujiki, H., 1989. Inhibition of
methylnitrosourea-induced large bowel cancer development in rats by sarcophytol A, a product from a marine soft coral Sarcophyton glaucum. Cancer Research 49 (12): 3287-3289.
Proksch, P., Edrada, R.A., and Ebel R. 2002. Drugs from the sea – current status and
microbial implications. Appl. Microbiol. Biotechnol, 59 : 125 – 134. Sudoyo A.W., 2006. Kanker dan Gaya Hidup: Peran Lingkungan. p. 1-5. Diambil dari:
http://www. medistra. com. Diakses tanggal 20 Mei 2006. Tapan, E, 2005. Kanker, Antioksidan & Terapi Komplementer, PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. p. 1-61. Tjarita, A., 1979. Neoplasma. Dalam: S.Himawan (Ed.). Patologi. Bag. Pat. Anatomik
FK-UI. p. 77-82. Underwood, J.C.E., 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Edisi II. Diterjemahkan oleh
Sarjadi. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. p. 258. Widjhati R., Supriyono, A., dan Subintoro. 2004. Pengembangan Senyawa Bioaktif dari
Biota Laut. Makalah pada Forum Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Tanggal 25 Maret 2004. 13 pp.
Yokomatsu, H., Satake, k., Hiura, A., Tsutsumi, M., Suganuma, M., 1994. Sarcophytol
A: a new chemotherapeutic and chemopreventive agent for pancreatic cancer. Pancreas 9(4): 526-530.
Zhang, C., Li, J., Su, J., Liang, Y., Yang, X., Zheng, K., and Zeng, L., 2006. Cytotoxic
Diterpenoids from the Soft Coral Sarcophyton crassocaule. J. Nat. Prod 69: 1476-1480.
Top Related