Ziarah Tuan Penyair
-
Upload
riswan-hidayat -
Category
Documents
-
view
265 -
download
1
description
Transcript of Ziarah Tuan Penyair
ziarah tuan penyair kumpulan sajak
>>> Pra sajak
Aku tak akrab lagi denganmu, mari kita berbincang sejenak, membicarakan sajak sajak
yang kau tulis juga tentang obsesi obsesimu. Mungkin tahun ini kau ingin menerbitkan
sebuah buku sajak, ada mari bersamaku. Kita hanyalah sosok sosok yang tak di kenal di
dunia ini yang merasa sebagai pelakon utama dan kita gugup, untuk apa, mau
kemana?
Atas cetakan sajak sajakmu yang ku anggap lebih bisa dibaca dari para nabi nabi, ia hadir
dari ratusan kilometer melewati serat serat elektronik dan sendiri bergumam.
Kita tak pernah bercakap kita bisu dari lahir dan tak pernah bisa bicara sekecap pun
Tuliskan saja ”ya, kita tak pernah bisa bicara”. Kecuali memboroskan tenaga dengan
saling memuji atau saling membenci. Kita memang anjing. Ya, sebangsa anjing yang
rajin menyalak. Memenuhi ruang ruang dengan kotoran dan mencoba membiasakan diri.
Menenggelamkan diri dengan kebanggaan pada diri sendiri.
Atau mari kita berusaha untuk bijak dan menjadi lebih beradab. Membicarakan masa
depan kebisuan kita dengan nafas yang teratur. Hendak kemana, kapan dan berterus
terang. Mestinya kita kerjakan sambil apa sajalah, atau cukup sampai disini kita
menutup riwayat dan mati.
Pengembara pengembara jiwa yang enggan menapak lagi, hanyalah satu dari ribuan yang
tak berarti, lalu kita pergi satu satu dan tak pernah berharap kembali berpetualang ketika
kaki kaki kita telah lumpuh, oleh pengkianatan dan hancurnya kebanggaan diri.
Di dataran begitu luas, alangkah sia sia lembah subur ini untuk masa depan kesiasiaan.
Mungkin hari ini kita merasa berkorban untuk sesuatu yang sepatutnya tak kita lakukan
Mengulang ulang kata yang tak teratur. Tapi toh itu diri kita yang sedang belajar
mencipta. Tak ada yang dapat menyalahkan atau disalahkan, bahkan oleh para malaikat
dan tuhan.
Maka bolehkah aku hari ini meminta sedikit tanya “mau kemanakah kita sebenarnya?”
Menerobos pintu pintu yang terbuka saling mengunjungi dengan cakap yang tak henti
henti, dan kita merasa sangat terbantai seperti seseorang yang terkucil. Kita tak kenal
siapa dan bagaimana seseorang dibalik monitor. Oleh karena engkau sayang , kita terlalu
remaja untuk bisa menilai diri kita ini apa. Sebongkah resah, seclurit kenang kenangan,
2
atau hanya seseorang yang merintih rintih mencoba melepas penat hidup dan ruwetnya
eksistensi?
Maka permintaanku, sekumpulan buku sajakmu yang tipis dan wajar. Membiarkan
harum kertasnya tercium ketika membuka lembar demi lembar halaman. Sambil merasai
kenikmatan kemerahan diwajahmu. Tapi nyatanya dia tak memberi apa apa rasa apa apa
hanya lusinan kecewa.
Dan dengan segala hormat aku tak bahagia atas segala kemurungan ini
3
judul puisi
halaman
Pra Sajak 2Ziarah Tuan PenyairPuisi Itu Kini Mengembara Ziarah Kata Kata Membangkitkan Kata Yang Terlanjur Muram Boneka Kata Kata Puisi Itu Menggambarkan Jarak Sepi Dan KematianPenyair Itu TerkutukBeberapa Hal Yang Dapat Kita Tulis Untuk Menjadi Sebuah PuisiLima Lembar Naskah Puisi Yang Tidak Ingin Kau BacaPuisi Dan Perumpamaan Perumpamaan Yang BurukSuatu Sore Dengan Kata Kata Yang MenjauhAku Bertemu Seorang Penyair Palsu Disebuah PasarApakah Ia Merindukan HujanMata Yang MengembaraPelahap MataAku Memandang MatamuMemandang Senja Di Hari SabtuWashing MachineBagaimana Menyatakan Cinta Dengan Beberapa Kalimat Tanpa Harus Menjadi Puisi Yang NorakPesanpesan Dalam Botol Yang Selalu Ia Ingin TemukanUntuk Yang Satu ItuDua Perempuan Tua Yang Bercakap Bersandarkan Perahu NelayanAku Baru Saja Membaca Sajakmu Yang Paling BerkesanAdakah Puisi Diantara Penjual BuahbuahanZiarah Ibu Dan PuisiSebuah Upaya Untuk Menutup Kuping Menyumpal Mulut Membuntungkan Jarijemari Dan Membebat Mata PengintipPeracikPengendara.Pejalan Pengetik
4
ziarah tuan penyair
aku ingin merekam gerak angin dari perjalananmu tuan
dari desir dari cemas mungkin mual
membaca gelegak persinggahan persinggahan kata yang berbiak liar dan binal
ia yang kikuk bermain kata ia yang canggung menggiring kata
membuka menutup folder menanggung kesepian sepanjang hidup
semua telah tertata rapi tuan dalam file file masa depan puisi puisi palsu
seolah berlari cepat tapi ditempat sendiri semula
jangan bertanya tentang apa apa
kau yang mulai mengutil gaya dan kata kata penyair terdahulu
dalam gerak senantiasa terbaca
ya mari bergaya tuan dalam suasana pop dan banal
peragakan posemu dalam gaya itu
ketika kata kata mengkelabu dalam denyut denyut pasar
urat nadi penyairmu tak lagi berpancaran
lesu berhadapan dengan teriak anak anak sekolah
mampus berhadapan dengan chairil sutardji sapardi gunawan dan para pendahulu
(aku ziarahi kau berulang ulang tuan atas segala berulangnya kematian
dari rahim kata kata yang belum selesai mengamukkan sepi aku tuntas sendiri
malam nanti mungkin kau tikam dirimu mungkin kau akan amis sajak sajak
ayo tergelaklah bersamuku dalam tak tik keyboardmu
sebelum virus menghapus huruf huruf ditimbunan segala sajak copy paste ini )
tuan tidakkah kau lelah membaca tanda tanda dan tak tahu tersesat didalamnya
dari deru perjalanan tak usai usai mengkibas kibaskan nasib dideras kata mengalir
gerbang demi gerbong telah langsir kau sadari kau wayang sekaligus dalang dan
penontonnya
kau mayat penyair yang akan mengubur dirimu sendiri
mari tuan telanjang dan bergaya dalam suasana melodrama
menjelmakan diri sebagai darwis sang penari
5
mari bersuka mari berlupa menyakiti diri sendiri dalam lamun kanak kanak abadi
jangan kau menanyakan sesuatu yang menyelinap dalam serpih waktu tentang kesetiaan
bercerminlah mengagumi diri sendiri dan mengenang gairah gairah konyol di perjalanan
puisi
membisik lirih dari rusuh dadamu apa lagi yang harus kubeli selain mimpi mimpi
dalam gerak lambat dibangunkan oleh kuyu diri berucap “masih banyak yang belum
rampung tuhan”
6
puisi itu kini mengembara
aku bangun dari tidur dan menuju kamar ibu
sebuah kursi roda di pojok muram sendiri
terbacalah puisi yang layu
jika kemudian mimpi mimpi ibuku adalah juga mimpi mimpi ku
damailah engkau di sana
akan kudamaikan diriku
kata yang rontok sayap sayapnya
kata yang membeku dalam kamus
kata yang tak jadi mengembara
menciptakan arti sebatang kara sendiri
di potret wajah tua mu di dinding
seperti hendak pamit untuk berkelana
mungkin telah sampai
mungkin sama seperti kita
bercakap cakap sendiri tentang kata kata
bertanya dan menjawab sendiri
dalam permainan sirkus abadi
aku kau dan mereka adalah pemeran
yang tak habis mengembara
yang tak habis mengucap kata kata
kemudian kematian datang lagi
terbanglah tinggi jika tak lelah
pergilah jauh jika tak rapuh
kini aku menjadi puisi yang tak hendak bersua
menggedor dan membanting pintu pintu
yang kita masuki satu satu
mencari penyair yang lelah
mencari pengembara kata kata
dan takluk di sana
sebuah dunia yang asing untuk di lakoni
membezuk diri
melayat diri sendiri
dalam keacuhan tanpa syak wasangka
7
tumbuhkan itu di sayap sayapku
seseorang yang tergesa dari tidur
tenggelam dan berjalan dalam murung kata
8
ziarah kata kata
ia akan menggumam lirih tentang kata kata
mengeluh tentang masa depan seseorang yang letih
dan banyak berharap pada masa lalu
membanggakan sesuatu yang tanggal
ayolah minum obat mu lekas sembuh ya ini baca buku penyair pujanmu
kau berharap lebih lebih membuat nyaman
menguntit kata kata lincah dan riang seperti seorang paparazi
memotret murung dan kesepiannya yang tertangkap sekilas
ayolah kau lebih cerdas dari itu
telah lebih ¼ abad kau taklukan waktu atau jangan jangan kau tergelincir didalamnya
menggapai gapai dalam deras jaman
engkau kah
terbentur dinding dinding chairil berdarah darah didalamnya
terperosok terpincang pincang karena sutardji
terlamun di awan abadi bersama sapardi
ya kau boleh memaki kata kata telah dicuri habis para pendahulu
juga petuah nabi nabi baru di televisi sepanjang malam
bila haus memburumu
kau tinggal selangkangan saja
9
membangkitkan kata yang terlanjur muram
kekasihku katakata yang terburuburu
lihatlah aku mulai menua dari sudut pandang pesakitan renta
pemamah kata kata yang tak pernah jemu untuk mengajakmu berdansa
mengajakmu menarikan laju kereta dengan penumpang saling berpegangan
juga tanya “siapa dia yang selalu mengajakmu menikmati rasa diburuburu ?”
aku menjadi tersangka dan bodoh di pinggir jalanan
meneriakkan kota kota yang ingin kau singgahi
merasakan detak jantungnya di pusat muram kata kata
kini engkaulah merak dari hutan baluran
kini engkaulah penari kraton jawa
kini engkaulah semesta yang terdiam
maka menarilah kasihku menarilah anggun elok dan tak terburuburu
dalam susunan kata kata yang tak cemas akan masa depannya
menarilah semampu kau bisa sejauh kau ingin
dalam tumpukan melodrama ini
10
boneka kata kata
“aku boneka engkau boneka
penghibur dalang mengatur tembang”
aku membencimu seperti membenci diriku
seseorang yang hilang dalam pikiran pikiran instan
sayaplah yang membuat burung terbang
dan kata kata mu ingin mengepakkepak bertengger dari puisi ke puisi
mampir dan mengetuk dirimu yang sedang sepi
ayolah sesekali kita mengahancurkan diri
tertawa abadi di dalam huruf huruf yang melawanmu sehari hari
“meski terlanjur revolusi?” tanyamu “mengapa lamban dan perlahan” bantahku
ini hanya sekumpulan kata yang bocor dan ingin diperhatikan
tatap baik baik penyair itu yang berjumpalitan
yang mencoba tidak tenggelam
“berikan nafas buatan, berikan nafas buatan, untukku”
sosok pemintaminta tak kenal akan diri sendiri
seseorang yang ingin jenius tapi tak sampai sampai
tampak tolol dipinggiran jaman dan terus meminta keabadian
ini hanyalah pasar
ini hanyalah iklan
ini hanyalah soal citra diri yang diperjualbelikan lewat kata kata
lalu kau sebut dengan tergesa “ini puisi yang membenci dirinya sendiri”
11
puisi itu menggambarkan jarak sepi dan kematian
pada jarak adalah sesuatu yang absurd
aku dan kau mungkin hanya sedepa secara fisik tapi hati kita berjarak puluhan hari
aku dan kau mungkin bisa berpelukan tapi hati kita saling menjauh
lihat penyair itu sama seperti mu
ingin memeluk kata kata tapi tak pernah sampai sampai
kadang ia tak menginginkan sepi itu terus menguntitnya
memata matai dalam segala gerakgerik dan kemudian melayu
pada sepi ia bisa menjadi dirinya sendiri
dan ia hanya berbuat yang tidak tidak menyediakan waktu dan diam
sampai kematian akan mengetuk pelan
menggerogoti kerinduan kerinduanmu
sampai kemudian kau akan merasa sangat terhina dengan puisi yang itu itu saja
dan meletakkannya sembarangan
seperti menunggu datangnya kematian dengan wajar dan sederhana
12
penyair itu terkutuk
“senja dihari minggu” katamu
dalam kabut matamu menatap kotakota yang bergegas
para peziarah yang memandang segala yang lewat
menunggu dengan sabar mengusap muka dengan telapak tangan
berharap kelahiran nabi nabi baru
kau penyair terkejam yang pernah kukenal
mencacah kata merajam ingatan menyudutkan cuaca mendramatisir keadaan
kau hidangkan sebagai puisi yang tak juga beranjak dari puisipuisi yang kemarin
kemudian linu menerjang diam diam dalam sandiwara ketakacuhan ini
semoga kau baik baik saja semoga lekas sembuh
ini kumpulan puisi terakhir yang dapat kau peroleh dari ketakabadian
pulang lalu bersedakeplah mewartakan diri telah sunyi dan lebam
13
beberapa hal yang dapat kita tulis untuk menjadi sebuah puisi
tentang kedip di kejauhan itu yang mengedip pelan pelan mungkin hanya sebagai isyarat
dirimu yang menua dan ditinggallkan
kau pikir ia hanyalah sebuah pesan singkat yang akan menjadi puisi
dalam kata kata yang dituliskannya tidak pernah kau baca
dan kau berusaha keras menggapaigapainya demi sebuah perasaan perasaan cengeng
ia ingin mendengar seseorang berbisik seperti rerumputan yang saling bergesek
ia ingin menatap seseorang berciuman seperti sepasang merpati muda kasmaran
dalam sebuah rumah yang hangat
tapi ada yang mengganjal setelah menatap lama lama
aku pikir itu engkau dengan matamu hitam matamu merah
selalu melambai untuk mengajakku jalan jalan
di gua gua terdalam di tempat tempat penjagalan
di tempat yang mana dunia akan selalu gelap
di tempat gempa gempa akan senantiasa datang
aku membayangkan gempa datang dengan pelan
lirih seperti ketukan pintu yang akan membuatmu terjaga semalaman
aku mengangankan gempa datang kenegerimu membuat rumah rumah hancur
kau akan saling mencaci dan mengutuk pemerintah yang tak becus
dan aku akan terus menerus bilang hore
lalu ia memandang lagi kedip di kejauhan itu
dan beranggapan bahwa ia hanyalah sesuatu yang tidak bisa digapainya
seperti keinginannya untuk menggapai sebuah puisi yang baik
14
lima lembar naskah puisi yang tidak ingin kau baca
ia ingin menulis puisi yang sederhana dan remeh
seperti percakapan antara aku dan dia
tapi diam diam mereka bersiasat merencanakan sebuah kitab
tentang tuntunan bagi mereka yang ingin membenci melupakan puisi
dan membunuh para penyairnya
lembar pertama
sudah terlalu banyak sajak tentang hujan maka coret sajak itu dari daftar
keinginan sajakmu
hujan sudah membasahi kertas kertas kosong itu
akan kau tulis sesuatu tentangnya?
yang ringan menampar nampar membuat ringan perasaanmu
please understand
jangan tololtolol amat
lembar kedua
kesepian bila di tulis akan menjadi sajak yang absurd
dapatkah kau menangkap bayangan sepi yang hadir tiba tiba
dan menyergapmu di malam malam birahi
tapi kau malah tertawa melihatnya yang mengangkang ragu ragu dan pasrah
mengingatkanmu tentang tuhan yang tak dapat menahan tawa dan kemudian
batuk batuk
lembar ketiga (dan ini tentang mu)
ambisi yang berlebihan hanya akan mengundang tawa
seperti badut yang tanpa penonton dia akan merasa sangat pedih
15
anak anak yang mengintipnya itu tak bisa menahan tawa
ketika badut itu berusaha menghibur dirinya sendiri
merobek dan memakan topeng badutnya
lembar keempat
kematian terlalu asing hanya akan membuat kita terlihat sebagai penipu
di hari kematian mu kemarin
kau kelihatan lusuh
ku dengar bisik bisik orang orang yang memandikanmu
“ternyata anunya kecil sekali tak sesuai dengan koarkoarnya”
lembar kelima
kebecusan seseorang tergantung kepantasan dirinya
dan dia sama sekali tidak pantas di sebut penyair!
16
puisi dan perumpamaan perumpamaan yang buruk
puisi bukanlah pertobatan
maka kukecup kejalangannya syahdu
tapi dengan degup yang terus menagih dan meminta
maka kupaksa dia menjadi kekasih liar ku
dia makin binal dan membuat beberapa perumpaan untukmu
perumpamaan pertama
lelaki yang ingin mati tidak perlu bantal
bahkan untuk menyebutkan kata itu
kesentimentilan hanya akan melucuti wajahnya menjadi pelawak
yang tak bisa membuat tertawa penontonnya
atau kau ingin meratapi kisah kisahmu
dan meledek kecengengan kecengengan sebelumnya
barut wajahmu dengan parut
sisakan gumpalan merah itu mengalir sendiri
untuk menuliskan puisi sesuai versinya
perumpamaan kedua
lelaki yang ingin bertani dan bercocok tanam
tapi lebih mudah memanen sawah orang lain
dengan sedikit kepalsuan yang dibuatbuat
akan tetap kelihatan tidak senonoh sekali
atau kita menanam kacang tanah dengan sedikit gemetar
untuk mengatakan “kita tidak pernah kehilangan kulitnya”
tapi tanah di kotamu telah mengandung racun
membunuh semua yang ada diatasnya
juga membunuh diriku dirimu dan mereka
dalam segala ketakacuhan ini
17
kemudian ia ingin membuat ladang berpindah
dan membakar hutan di kepalamu sampai kau merintih rintih
membayangkan pohon pohon yang berjajaran itu tumbang satu satu
perumpamaan ketiga
lelaki yang menunggang kuda
tepat ketika senja ketika ia ingin menghapus kenangan
dengan sinar matahari yang cemberut
ia akan menyangkal semua perkataan perkataan manis di masa lalu
pelan menghilang dalam sisa bayangan yang makin mengecil
seperti akhir film dari sebuah televisi di republik indonesia
perumpamaan keempat
lelaki yang ingin mendengarkan lagulagu sendu
dan ia tak beranjak dari tempat duduknya seharian
dengan lagu yang terus berulang ulang dari youtube
memandang kosong monitor
berharap kekasihnya online duapuluh empat jam di bulan januari
tapi ia sempat ragu ketika wifi ditempatnya berulangkali mati
perumpamaan kelima
harus ku apakan puisi yang terus memburu ini
terdiam di depan makam pahlawan
memandang sudirman dengan cemas dan mempertanyakan tatapannya
sudah pantaskah menjadi perumpamaan kelima?
untuk menghindari perumpamaan perumpamaan yang lebih buruk
ada baiknya keluh kesahmu tentang kebosananmu membaca puisi puisi ini
akan kujadikan penutup
18
suatu sore dengan kata kata yang menjauh
aku menginginkan puisi datang pelanpelan seperti gerimis di kotamu
aku membayangkan ia yang akan membuatmu basah
kau akan menggigil semalaman mengutuk puisi yang terus merubungmu dalam sisasisa
rasa sentimentil
kau enggan berbagi, katakata murung pergi tak sempat kau rekam
kau memagutku pelan dalam debardebar yang melemah
lalu aku kau juga sore menatap katakata yang menjauh dalam semburatsemburat sinar
matahari di batas mata memandang
kita samasama tersuruk sesal dan saling mengutuk
detik itu, puisi cinta secara resmi telah ditutup
19
aku bertemu seorang penyair palsu disebuah pasar
akhirnya kita sepakat bertemu di sebuah pasar
tempat jual beli barang katamu
tempat tawar menawar menurutku
"ayo perlihatkan puisimu"
ia ragu mengeluarkan keranjang puisinya bermacammacam gaya telah ia kumpulkan dari
jaman pantun sampai khairil dari jaman soneta sampai jokpin dibungkus rapi
"kamu mau yang mana?" tanya penyair itu
sebenarnya aku hanya ingin puisi yang sederhana semacam pertanyaan ini
apakah hujan ada ditempatmu
apakah kau baikbaik saja
apakah rindu itu masih kau rawat
apakah laci di mejamu masih tertutup rapat
apakah air masih menggenang di sana
tapi pasar terlalu bising untukku
bising dari tawarmenawar katakata
bising dari memboroskan puisi
dan kau kerasan duduk seperti pedagang yang tangguh
sampai di sebuah sepi kupakai formula dari penyair itu untuk membuat puisi
dijamin bisa nembus harian nasional katanya
tapi puisi itu tak bisa berjalan
tertatih tersenggalsenggal
dan ambruk sebelum waktunya berdiri
akhirnya kita sepakat lagi bertemu di sebuah pasar
yang becek dengan katakata
yang bising dengan dengungan puisipuisi
yang penuh kalimatkalimat tak sedap
kujumpai penyair itu sedang sibuk dirubung pelanggan
"ayo sapa lagi murahmurah bualnya" menawarkan katakata
"formulanya kok gak manjur?" bisikku padanya ketika sudah rada sepi
20
"puisiku gak nembus gawang redaksi tuh?"
ia menjawab tapi suaranya tertelan gaduh pasar
ia bersuara tapi katakatanya tergelincir diantara tawarmenawar
ia berkatakata tapi hanya gaung yang kutangkap
aku menelan ludah dengan berat
tak ada yang dapat dirisaukan lagi
sayup terdengar suara penyair itu
"sudah pulanglah baca puisiku di koran minggu ya"
21
apakah ia merindukan hujan
rintikrintik hujan yang jatuh itu seperti jerit sang kekasih yang cerewet dan menolak apa
saja tapi kau cukup pintar untuk membiarkannya jemu di halaman berdecakdecak dalam
rindu yang makin absurd dan sendiri membasahi dedaunan sampai kau menyesal dan kau
keluar sambil membawa payung yang tak pernah kau buka
sore itu kamu basah kuyup tapi tak mau beranjak menikmati air yang menetesnetes
dimukamu membiarkan ia yang kangen menyapamu menyelimutimu dan
menggigilkanmu sampai ia puas dan meninggalkanmu dalam rasa hampa yang asing
22
mata yang mengembara
kau menatapku dengan kosong kelopak matamu seperti menyimpan pintu terbuka
matamu sepi dan tak pernah diketukketuk tamu tak pernah ada orang ingin mampir
menanyakan kabarmu "sampai dimana? letihkah dirimu? sekarang musim apa?" lalu
orangorang melupakanmu
akhirnya mata itu mengembara dan tak pernah kembali meninggalkan mu dalam bengong
dan lusuh
23
pelahap mata
ia yang selalu memandang matamu mematamataimu menginginkanmu dalam gerak yang
senantiasa terbaca ia memandangmu dan tak mau melepas pandangannya seperti
menginginkan matamu di meja makan mungkin ia seorang pelahap mata seorang yang
selalu mengincar matamata seseorang yang menandai kerlap atau binar matamu dalam
sesal dan ingin segera menyantap sepasang matamu tak habishabis
ia hanya menginginkan matamata yang keruh matamata yang mendung matamata yang
selalu banjir maka pertahankan kedip matamu matamata yang penuh munafik matamata
yang memandang licik dan mengintai matamata yang ingin menerkam teman matamata
yang ingin melahap apasaja kecuali dirimu matamata kanak yang polos tetapi menipu
24
aku memandang matamu
aku memandang matamu kian mengeruh sedang musim apa disana sudah waktunya
untuk bercocok tanam bagaimana dengan kerbau piaraanmu apakah siap untuk
membajak sawahsawah kita yang dulu kerap kita perbincangkan
selalu musim hujan dimatamu
itu romantis tempat angan segala musim merontokkan daundaun tempat mimpi
tanahtanah mengering dan retak tunggu aku disana akan kuketuk pelan kala kau terjaga
semoga binar matamu menjadikan jalan bagiku berhujanhujan berlarian sepanjang gang
mengganggu orangorang yang berteduh
kau tahu kita tak butuh payung tapi aku hanya ingin memelukmu saja itu pun kalau kau
mau
25
memandang senja di hari sabtu
kemudian hari sabtu datang
membunuhku pelanpelan dengan lagulagu cengeng dan ngepop
ketika itu waktu menyusut cepat dan kau datang
mengatakan iba kepadaku yang terus menerus dirongrong sabtu
mengutarakan niatmu membunuhnya sambil memperolokolok minggu pagi di sebuah
pantai dan kita menennggelamkan diri bersama dengan mata yang berbinarbinar
kita termenung dan kau bertanya padaku "mimpikah kita?" sepasang pengelana katakata
sepasang pemandang senja yang sering terkecoh
lalu deru laut datang "ini seperti puisi" katamu
kita bergegas membuka lembarlembarnya ditimpali buih mengeriap
"ini bukan puisi tentang laut" sanggahku "ini tentang katakata yang menyusup kedada"
lalu kita terlena sampai malam benarbenar genap
tak sadar kau ada yang tertatih pelan menjauh dan sedih
26
washing machine
setelah mesin cuci itu datang ia merasa menjadi sangat dekil dan kotor semua pakaian ia
kumpulkan semua celana ia kumpulan semua yang berujud kain ia masukkan kedalam
mulut mesin cuci dan menjalankan sesuai dengan buku petunjuk yang dilampirkan
ia merasa sangat kesepian ketika semua kain dirumahnya telah ia cuci kamarnya yang
biasa dekil dan apek telah harum aroma detergen ia merasa kesepian ketika semua itu
telah berakhir ia pun mulai mencaricari apa yang pantas untuk dicuci
ia melirikmu menimbangnimbang apakah dirimu pantas untuk dimasukkan kedalam
mesin ia melirik pimpinanmu menimbangnimbang apakah dia pantas untuk dimasukkan
kedalam mesin ia melirik pimpinan daerahmu menimbangnimbang apakah dia pantas
untuk dimasukkan kedalam mesin ia melirik pimpinan pusatmu menimbangnimbang
apakah dia pantas untuk dimasukkan kedalam mesin dan ia melirik orang nomor satu di
negerimu yang terlihat dekil dan kotor dan ia beranganangan untuk menjebloskan
kedalam mulut mesin itu yang terus menganga meminta halhal yang kotor untuk dicuci
dibilas dan dikeringkan dan kau tinggal menyetrika saja kemudian menumpuk dalam
almarimu yang terlihat rapi dan harum
27
bagaimana menyatakan cinta dengan beberapa kalimat tanpa harus menjadi puisi
yang norak
ia tidak ingin yang klise membandingkan kekasihnya dengan rembulan dengan binatang
dengan tumbuhtumbuhan ia hanya ingin mengutarakan aku cinta kamu titik tapi
perempuan itu terus menyanjung waktu untuk halhal yang sepele sedikit rayuan sedikit
pujian dan halhal remeh serta kalimatkalimat yang puitis palsu dan menyebalkan ini
28
pesanpesan dalam botol yang selalu ia ingin temukan
ia sangat suka pantai dimana matanya dapat memandang lepas dan angin laut akan
memainkan rambutnya pada pantailah ia harapkan ombak menepikan sebuah botol yang
berisi pesanpesan rahasia dari kekasihnya yang telah lama pergi
mungkin gulungan kertas dalam botol itu ceritacerita yang menakjubkan atau mungkin
juga sebuah puisi klise yang norak atau hanya selembar foto dirinya sendiri yang
kesepian dan berharap sebuah botol datang menemaninya malammalam
ia berjalan menyusuri pantai sore itu dan berharap handphonnya menjeritnjerit
memangilnya untuk pulang
29
untuk yang satu itu
ia membawa pergi yang tak lagi kau punya juga kekanakan itu
dan kau tersuruk di jalan jalan
menyapa sepi menawarkan sunyi disetiap perjumpaan
mungkin kau sewaktu waktu dapat kembali tapi tidak
kenangan memberimu senyum tersipu
ketika hujan tiba dan genangan air di halaman
melantunkan petuah yang tak seharusnya
ia telah berjalan jauh dan lelah terlihat di rautnya
yang cair menuju pojok rumah
dimana ia dulu kerap menemanimu duduk melamun
membayangkan sepasang matanya dapat menembus dinding dinding
membayangkan sepasang sayap dipunggung dan berputar
diatas rumah lambat lambat
dan ia melambai
seorang yang kau kenal akan mengedipkan lampu
sore seperti biasa saat pulang di pojok beteng wetan
sudahlah biarkan ia sendiri menuntun hidup
kau tak akan lagi mengingat ingat sepasang matanya
ia telah mengisi masa lalu mu dengan pengkianatan
30
dua perempuan tua yang bercakap bersandarkan perahu nelayan
hari telah jenuh perahu perahu berlabuh dengan bendera berkibar
lihat dari sudut ini negara yang gagah dengan ombak melempar tinggi
dua perempuan tua yang bercakap bersandarkan perahu nelayan ditepi pantai
tentang anak anak nya yang berani menceburkan diri
mereka heran karena bapak bapaknya dulu pengecut sekarang pun masih pengecut
sedang beromong kosong dengan lagu nenek moyang mereka "orang pelaut"
di depannya terhampar lambang lambang penakut mengarungi kekalahan
yang sulit di terima seringkali berbareng dengan kekalahan lagi
negara ini sedang menunggang perahu di dera amukan ombak
kau bisikkan kalimat lirih itu ke teman mu ketika sendiri sadar oleh angin pantai
menuju kemana debu debu air yang terhempas debur senyapkah teriakkan laut
sepasang mata di batas kau memandang tersenyum ada dalam kayal
tentang negara negara sangat dahulu melempar jangkar jauh dan dalam
dua perempuan tua yang bercakap bersandarkan perahu nelayan
sore tadi kambing gembalaan telah pulang kini mengasokan diri
membiarkan angin pantai bercampur pasir mengotori rambutnya ketika laut kembali
pasang
debur deburnya tinggi melampaui bendera bendera yang kecil berkibar kibar
di perahu perahu perahu kepunyaan juragan
tak pernah ia dengar tangis cucunya pengujung pantai yang resah mengakrabi amis
ikanikan
datang dan pergi ditanamkamnya rasa itu sekali lagi senyap dan ingkar
31
aku baru saja membaca sajakmu yang paling berkesan
i
ada kesekian waktu dalam diriku bertanya kepadamu
mengulang ulang doa doa serta sujudku tak sampai
aku baru saja membaca sajakmu malam itu sedikit menggerogoti
meluruhkan jam yang masih menunjukkan waktu
sajakmu membuatku berpikir aneh tentang kesepian
dengan silet terbuka seperti hendak kusayatkan pada kemaluanku
dari persetubuhan yang tak engkau inginkan persetubuhan yang liar dan brutal
bukan untuk menemukan kepuasan lewat darah
tapi rasa ini tak bisa memenuhi permainan
robot gedek mungkin belum terkunci ia ada didirimu membuka
lewat televisi tadi malam lewat majalah majalah dan tabloid berceceran
aku baru saja habis membaca sajakmu yang paling berkesan
mencabut tancapkan diseling waktu yang paling enggan
samakan perumpamaan itu di surga kelaminmu
oh rasa aneh ini menjalari nadi nadi darah
teh celup manis dipanas gersang batu batu pasir dan suara gemuruh
lahar merapi juga dingin kabut kaliurang pertemuan yang paling tak
sudi dan paling tak diingini
aku cemburu pada sajakmu yang meninggalkan kesan sangat dalam padaku
ii
aku temukan bacaan terlarang itu di lirih sajak kesepianmu
gejala gejala alam serta cuaca kau pakai untuk bergumam sumbang
remah remah waktu kau punguti di depan pintu menyusun apakah kalimat
yang jarang terurai dengan sempurna tentang unggas dan segala rupa
yang muda inginkah ingatanku bercengkerama segelas wedang jahe yang
suntuk waktu yang kantuk resahku kegelisahanmu menghabiskan malam bersama
aku baru saja membaca sajakmu yang paling sepi, nduk
seperti petani yang menuai tikus seperti ratap tomi di sel nya
seperti denyut kelaminmu waktu itu
sanggupkah kau menerima segala kerapuhan ku
32
iii
pohon pohon yang ditebang mahoni randu tanjung pohon jambu serta getirmu
sungguh tak berguna tak bantu bangunkan rasa bangga
tak bantu sirnakan membaca gelisah di sajakmu
benih benih ini mulanya dibawa angin unggas dan cinta menjadikannya sajak
olehmu kau olah persembahkan untukku
kata demi kata kalimat demi kalimat berakhir dengan tanya begitukah
kau hewan yang paling luka yang paling ku kenal sebuah sajak tanpa
pengharapan menjadikanku tertegun begitu terpesona
33
adakah puisi diantara penjual buahbuahan
pernah kau tanya penjual buahbuahan adakah puisi diantara dagangan yang ia gelar
mungkin ia menjelma pisang yang kuning dan manis atau barangkali dia berwujud
mangga manalagi menyamar sebagai pepaya bangkok berkamuflase seperti apel malang
atau menjadi jeruk bali
aku ingin membezuk seseorang semoga ia selalu teringat apa yang akan aku bawa
buah yang bulat menyegarkan seperti bola hijau kulitnya tapi merah dagingnya kau
hargai berapa satu butirnya adakah lebih dari dua kilo berikan juga rasa sepatu rasa
hantaman dimuka juga rasa memar tentang ingataningatan buruk memakanmu
penjual itu tersenyum menawarkan buah yang paling manis sambil mengutuk buah yang
paling pahit yakni kemelaratan lalu tentang puisi katanya coba kau tanya pada pencopet
itu dia telah terbiasa mengutil dan bermain mata
34
ziarah ibu dan puisi
ibu hendak kemanakah kulesakkan puisiku yang datang berduyun duyun ketika petang
ketika awan bergegas ketika pengendara pengendara menatap langit dengan cemas
atau biarkan ia menjadi ranjang untukmu menemani hari hari dengan gumam dengan
mimpi mimpi untuk berlari menuju kabah
ibu maghrib hampir tiba kan kukunci semua jendela duduklah ditepi ranjang yang
pengap
dari puisi puisi yang kubiarkan merana dan mati maaf kubersihkan nanti
aku sendiri terluka bu menatap jaman menatap diri sendiri dan kesepian
terbabat waktu dan membiakkan hari hari dalam keberuntungan dan ketakberuntungan
nasib
puisi puisi yang tak kukenali lagi menyapa pelan tetapi menggelisahkan ku
adakala kutemukan dirinya dalam unggas unggas dalam pengendara pengendara yang
melaju yang mengkepak kepakkan waktu diredup cahaya
ya tadi malam aku impikan kursi rodamu ia melesat cepat pergi
kulihat kau berlari lari kecil mengejarnya ku bayangkan itu ditanah suci
impian impian tentangmu adalah mimpi mimpiku sendiri bu
dan kau adalah aku yang mengakrabi ranjang demi ranjang puisi yang jenuh tapi tak
beranjak
beranjaklah puisiku seperti ibuku dulu dari kanak menjadi dewasa kawin dan berbiak
jangan sakit jangan berdiam saja diranjang seperti ibuku
belajarlah menjadi luka chairil yang kan berlari membawa hilang pedih perihnya
ibu jadikan puisi ku pengendara yang bergegas seperti unggas unggas disore hari
ada kepastian untuk pulang dan membaringkan tubuh di ranjang kumel
dalam puisi yang seharian terasing dan aku tenggelam didalamnya tak keluar keluar
sebagai burung tak bersarang aku terkapar lagi
melaju dalam dengus kereta
aroma para pengembara antar kota kota masih merayap pelan di mimpi mimpi pagiku
mengantarkan puisi puisi tentang perjalanan di akhir malam
35
aku terkapar dalam ranjang dan membangun puisi dari batuk dan rewelnya ibu
yang sering memanggilku malam malam ketika puisi tak lagi disampingku
ia menderit dikursi roda yang kudorong pelan sementara bapak para sajak lelap tidurnya
ia lelah dan mulai menua
maaf ibu ini hanya ziarah ku padamu pada puisi puisiku
36
sebuah upaya untuk menutup kuping menyumpal mulut membuntungkan
jarijemari dan membebat mata
satu
ada pernah kau mendengar cerita ia yang terlihat coklat manis di rakrak supermarket
berbatangbatang terkemas rapi atau menemani orangorang dudukduduk di cafe dengan
segelas coklat yang hangat
ada pernah kau mendengar cerita ia sebagai lambang cinta di bulanbulan februari dan kau
terus menerus mengatakan tentangnya agar aku membelikanmu sebagai hadiah
ada kau pernah mendengar perkebunan itu dengan pohonpohon yang teratur rapi dengan
segalagala yang terukur
ada kau pernah mendengar seorang ibu menghinakan dirisendiri memetik beberapa buah
dari pohonnya tanpa izin dan tersungkur
ada kau mendengar aku memintamu untuk terus menutup kuping
dua
ia hijau bundar dan merah tetapi petani itu sangat rakus mengambil yang bukan haknya
menjejalkannya masuk kedalam mulutmulutnya sendiri lalu orangorang berceloteh
tentang keadilan yang tak dapat diucapkannya meski sangat pelan lalu orangorang seolah
turut berduka
dan ia sama sekali tidak berbicara karena mulutnya masih tersumpal serpihan semangka
tiga
kabar tentang rumahsakit sebagai tempat untuk menyetor duit memang benar adanya
jangan mengeluh
jangan sakit
atau kalau kau keberatan dengan pasal ini silahkan tidak hidup dan pilihlah cara yang
cukup layak terjun dari mall misalnya itu akan jadi perbincangan dan fotomu akan
terpampang barang satu dua hari sebelum tertimbun iklan kondom dan deodoran
sebagai penutup dan bukan ancaman pada jemari yang pandai mengetik itu ingin aku
katakan "kau lentik ketika kau tidak buntung kutunggu karya mu selanjutnya!"
empat
aku tak mendengar apaapa tentang ini
aku tak memakannya
jemariku tak mampu mengetikkannya untuk kau baca
37
aku tidak melihat apaapa samasekali
tibatiba aku merasa buta dengan ingatan yang kabur
ini sangat serius
dan kau jangan ikut tertawa
38
pengintip
pengintip itu membutuhkan matamata yang lebar matamata yang mengetahui gerakgerik
pengawasnya mata yang merah menahan amarah ketika hakhaknya diabaikan yang akan
membuatnya selalu menjadi pengintip yang ingin tahu apa yang mereka kerjakan
untuknya dalam segala gerakgerik yang telah ia palsukan
ini hanya tentang matamata yang ingin mengawasimu matamata yang ingin tahu segala
kegiatanmu ia bukanlah pembantu setia dalam ceritacerita lama ia ingin tahu dirimu
untuk menjebakmu dalam tindakantindakan yang ia harap kau lakukan
pengintip itu tak tahu yang ia awasi pun ternyata mempunyai mata yang tajam mata yang
bisa menebak gerak matamatamu dalam kejadiankejadian yang diskenariokan
duamata itu akhirnya bertemu dalam isyarat kedipkedip matamata dan berakhir tidak
bahagia
39
peracik
ia terkenal sebagai pembuat bumbu yang tak ada duanya dan hapal segala macam
ramuramuan bahkan ia pernah berkoar mampu membuat dan menghilangkan dirimu
dalam sekali sajian ia mulai resah bumbubumbu rahasianya konon ada yang mencuri
mempraktikkan resepnya dengan sembarangan ia mencium aroma gosong di sana
tapi ia tidak menyesal telah berbagi ilmu meskipun muridmuridnya tidaklah selihai
dirinya peracik itu kini mengincarmu mengharapkan dirimu untuk mewariskan ilmunya
koki yang selalu gosong dalam masakannya koki yang buruk dalam selera dan citarasa
dan memujimu sebagai koki paling hebat abad ini
40
pengendara
ayolah kau sangat menawan kasihku para pengelana yang mencari hewanhewan liar
untuk ditaklukan para pengelana yang mencari buahbuah termanis dalam hidupnya
mesti terlarang kejar kenikmatan itu sampai keujungujungnya
dan ini dadaku bidang dan terluka tambatkan dirimu dalamdalam disana
ayo melesatlah kalahkan pecundang itu yang selalu mengeluh yang selalu merasa dirinya
paling teraniaya kenangkanlah buahbuahan yang paling ranum dari dadadada gembur di
tanah airmu kau adalah mesin yang sempurna dari dunia asing yang ternaungi daundaun
dari hutan tropika kau adalah penjelmaan transportasi abad 21 yang tidak akan merengek
menyesal telah hadir di semesta
maka kamu adalah hujan yang akan aku taburkan di tanahtanah di seantero nusantara
bergegaslah melintas diangkasa kenanglah daundaun kelapa yang bergerak kaku
kenanglah burung yang terbang sebatangkara kenanglah aku yang takjemujemu
menunggumu menantikan kedatanganmu dengan dadadada luka yang terus terbuka
41
pejalan
ia yang tak hentihenti berkelana mengunjungi kenalankenalan lama yang telah
melupakan dirinya menyapa debu menyapa aspal menyapa rumputrumput liar menyapa
dirimu yang tak lagi mengenalnya ingatkah kamu padaku seorang pejalan yang selalu
akan mengajakmu untuk memanjakan kakimu mengikuti langkahlangkahnya memetakan
dunia
tapi kamu selalu sibuk dengan persoalanpersoalan yang tidak ada habishabisnya
ia pun berkeras menapaki pikiranpikiranmu yang tandus kakikaki kecilnya bergerak
pelan menghindar dari jebakanjebakan dan duriduri yang sering nampak di wajahmu
ia pun terus maju dan tak gentar ia sudah terlalu banyak kehilangan sahabat dan
kenangkenagan dimana itu dulu tempat burungburung membangun sarangnya
menetaskan anakanaknya yang selalu mencicitcicit merindukan ibunya dimana dulu
sungai yang penuh ikanikan yang berkerumun berebut makanan yang kautebarkan
dimana dulu aku yang selalu ada dikamarmu mendengarkan lagulagu lama
dan ia merasa telah terhapus jejakjejaknya dan berjanji untuk tidak akan mengganggunya
lagi dengan perbuatanperbutan konyol semacam ini dan memutuskan menyusuri jalan
yang sangat teduh dan rimbun dan istirahat di sana sebelum kau tertidur
42
pengetik
hurufhuruf yang disusunnya itu telah lelah mengulangulang katakata yang terus saja
ditekan dari keyboard computer lamanya tak tik nya terdengar merdu di telinga pengetik
seperti suara kakikaki kecil yang berloncatan di meja kerjanya ada seperti ia dikejarkejar
dan takkan habishabis untuk berlari menghindar
adakalanya katakata itu mengeluh dan mengatakan telah bosan tapi terus saja pengetik
itu menjentikkan jarijarinya di keyboard itu sampai ia hapal betul letakletak hurufhuruf
tanpa harus mengamatinya seperti seorang yang berkelamin pertamakali
pengetik itu kadangkala sadar dan merasa ia seperti hurufhuruf yang diketikkannya
terlempar dan terhampar di belantara ketikanketikan tuhan atau kadang ia merasa
menjadi tuhan di depan layar monitor dan menyiksa hurufhuruf itu untuk menjadi
murung tanpa tawa di dalam sajaksajak
tapi akhirakhir ini usahanya sedikit terhambat anakanak sekolah disekitarnya telah
menjinjing laptop dan kalau bertemu dengannya kadang mencibir ia sebagai dinosaurus
kalau sudah begitu ia akan mendongakkan kepalanya seperti hendak menghindar dari
kejadiankejadian yang akan datang yang dikarang oleh pengetik kehidupannya
43
biodata penulis
riswan hidayat, bekerja sebagai karyawan swasta dan
menulis puisi sekedar untuk menyesali hidup yang tak
rampung rampung email : [email protected].
44