YAN^ UPT PERPUSTAKAAN - erepo.unud.ac.id
Transcript of YAN^ UPT PERPUSTAKAAN - erepo.unud.ac.id
RISI'T.TE(NOLOCI DA:V PT\DUNIVERSIT^S UD\YAN^
UPT PERPUSTAKAAN
Td9o!dlall].!\t!U,ro97
SURAT Xtr] trR,{NCAN
rqrur1k4 uni e^ft lrir ! r,Frj,{
rqu!$fl {kii(rDrsouigBii
rir{an$li (\
I(IiNIE\TERIAN RISI,1'. TEI(NOLOC I D^N PtrNDIDIKA\TINGCII]NI YtrRSITAS UDAY4NA
UPT' PIRPTiSTAK-AAN
]!rq!loi])]oJ?]rnlosr]70,U]
Kr^3{turu0r!!irr !hil
LAPORAN PENELITIAN
ANALISIS KARAKTERISTIK SAMPAH DI KOTA DENPASAR,
KABUPATEN BADUNG, DAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR
(TPA) SUWUNG BALI
Oleh:
Dr.Drs.Ketut Gede Dharma Putra,M.Sc
PUSAT STUDI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
i
KATA PENGANTAR
Salah satu permasalahan yang sedang dihadapi Bali saat ini adalah masalah
pengelolaan sampah. Secara kasat mata, dapat dengan mudah dilihat adanya masalah
yang belum terselesaikan pada pengelolaan persampahan di Bali. Kondisi Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah di Suwung yang sangat menyedihkan karena
sampah terlihat menggunung seperti sudah lama ditumpuk begitu saja tanpa
pengolahan yang semestinya. Masyarakat bisa dengan mudah melihat kondisi TPA
Suwung karena adanya akses jalan tol di sebelah Barat lokasi TPA. Sampah di
beberapa lahan kosong atau di aliran sungai masih terlihat menumpuk dalam waktu
yang lama.
Analisis karakteristik sampah yang dikumpulkan dari beberapa lokasi Tempat
pembuangan Sementara Sampah di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung serta TPA
Suwung dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik sampah, serta kandungan
kimia penyusunannya. Penelitian ini penting dilakukan untuk memahami sifat dan
jenis unsur penyusun sampah yang ada di lingkungan. Dengan mengetahui sifat dan
karakteristik sampah tersebut, dapat dilakukan pengolahan sampah yang paling tepat
agar persoalan sampah di Provinsi Bali dapat dikendalikan.
Denpasar, 8 Agustus 2017
Peneliti,
Dr.Drs.Ketut Gede Dharma Putra,M.Sc
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
ii
iii
iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1
3
3
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah 5
2.2 Sumber Sampah 5
2.3 Penggolongan Sampah 6
2.4 Pengelolaan Sampah 11
2.5 Pengolahan Sampah Untuk Energy (Waste To Energy) 25
2.6 Pengolahan Sampah Secara Pirolisa dan Gasifikasi 28
2.7 Proses Termal dengan Gasifikasi Plasma 29
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 33
3.2 Tempat Penelitian 34
3.3 Prosedur Penelitian 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Karakteristik Sampel 36
4.2 Analisis Hasil Penelitian 47
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan 52
5.2 Saran 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Komposisi Fisik Sampah Kota Denpasar 36
Tabel 4.2 Komposisi Fisik Sampah di Kabupaten Badung 37
Tabel 4.3 Komposisi Fisik Sampah di TPA Suwung 38
Tabel 4.4 Analisis Industri Sampah di Kota Denpasar 39
Tabel 4.5 Analisis Industri Sampah di Kabupaten Badung 40
Tabel 4.6 Analisis Industri Sampah di TPA Sampah 41
Tabel 4.7 Analisis Unsur Sampah di Kota Denpasar 42
Tabel 4.8 Analisis Unsur Sampah di Kabupaten Badung 43
Tabel 4.9 Analisis Unsur Sampah di TPA Suwung 44
Tabel 4.10 Analisis Nilai Kalor Sampah di Kota Denpasar 45
Tabel 4.11 Analisis Nilai kalor Sampah di Kabupaten Badung 46
Tabel 4.12 Analisis Nilai Kalor Sampah di TPA Suwung 46
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Sampah Dapur,Kertas dan Plastik 47
Gambar 4.2 Sampah tekstil,Kayu dan Debu 48
Gambar 4.3 Kandungan Uap Air,Abu, dan Bahan Mudah Menguap 49
Gambar 4.4 Komposisi Unsur Kimia 50
Gambar 4.5 Kandungan Air 51
Analisis Karakteristik Sampah di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung Bali
Oleh: Ketut Gede Dharma Putra
Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan LPPM Universitas Udayana Bali
Email. [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang karakteristik sampah di Kota Denpasar,
Kabupaten Badung dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah di Suwung Bali.
Total 15 Sampel sampah di ambil untuk mewakili ketiga lokasi. Sampel dari Kota
Denpasar diambil 4 (empat) buah; Kabupaten Badung diambil 4 (empat) sampel, dan
7 (tujuh) sampel diambil dari TPA Suwung. Analisis sampel menggunakan metode
standar analisis dilakukan dengan acuan CJ/T 313-2009 Standard of the Town
Construction Industry of Peoples Republic of China dan SNI 19-3964-1995 tentang
Spesifikasi Sampah Perkotaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik sampah di Kota Denpasar
pada umumnya mengandung paling banyak kandungan sampah dari dapur dengan
besaran rata-rata 67,4 %. Komposisi terbesar adalah residu material dapur diiukuti
dengan sampah plastik dan kertas. Kandungan air sampah di Kota Denpasar berkisar
antara 22,50% s.d. 30,50 %. Sedangkan kandungan unsur terbesar adalah karbon
sebesar rata-rata 31,3%. Karakteristik sampah di Kabupaten Badung lebih banyak
mengandung sampah berbahan kayu dan bambu daripada daerah lainnya. Hal ini
kemungkinan karena sampah yang terbuang berasal dari aktivitas pemotongan kayu
atau sampah bangunan. Kandungan air sampah di Kabupaten Badung berkisar antara
27,50% s.d. 28,50 %. Sedangkan kandungan unsur terbesar adalah karbon sebesar
rata-rata 33,5%. Karakteristik sampah di TPA Suwung paling banyak mengadung
kadar air. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sampah yang diletakan pada areal
yang terbuka dan lebih lama berada di lokasi tersebut dibandingkan dengan sampah
lainnya.Kandungan unsur karbon paling besar daripada unsur lainnya yakni rata-rata
22,90 %.
Disarankan agar sampah di Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan TPA Suwung
segera diolah untuk mengurangi dampak negatif bagi masyarakat. Pengolahan sampah
untuk energi dimungkinkan dengan memeprhatikan kadar air pada sampah yang masih
relatif tinggi.
Kata Kunci: karakteristik sampah, residu , kadar air.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pulau Bali yang terkenal karena keindahan alam dan kekayaan tradisi kesenian
dan religinya, saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan. Salah satu
permasalahan tersebut adalah meningkatnya kerusakan dan pencemaran lingkungan
hidup. Pencemaran air dan udara semakin parah, rusaknya berbagai prasarana yang
diakibatkan bebannya melebihi daya tampung, dan dinas kebersihan kota kewalahan
menangani sampah yang bertumpuk-tumpuk ditempat pembuangan yang sudah lama
penuh (Picard,2006:277). Fenomena kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup di
Bali diperkirakan menimbulkan dampak negatif terhadap pencitraan Bali sebagai
destinasi wisata yang bersih, asri, lestari dan indah berbasis tradisi setempat
(Dermaga, Edisi 105-2007:20).
Salah satu permasalahan yang sedang dihadapi Bali saat ini adalah masalah
pengelolaan sampah. Secara kasat mata, dapat dengan mudah dilihat adanya masalah
yang belum terselesaikan pada pengelolaan persampahan di Bali. Kondisi Tempat
pemrosesan Akhir (TPA) Suwung yang sangat menyedihkan karena sampah terlihat
menggunung seperti sudah lama ditumpuk begitu saja tanpa pengolahan yang
semestinya. Masyarakat bisa dengan mudah melihat kondisi TPA Suwung karena
adanya akses jalan tol di sebelah Barat lokasi TPA. Sampah di beberapa lahan kosong
atau di aliran sungai masih terlihat menumpuk dalam waktu yang lama.
Menurut Soemarwotto (2001:9), kesadaran masyarakat di Amerika dan Eropa
terhadap pentingnya mengendalikan masalah pencemaran lingkungan telah dimulai
2
sejak tahun 1950-an, akibat adanya dampak negatif limbah dan sampah yang tidak
diolah dengan baik. Selain itu, publikasi yang besar-besaran di media tentang bahaya
sampah dan limbah yang tidak diolah dengan baik makin mengukuhkan tekad
masyarakat dunia untuk mengendalikannya.
Menurut Palar (1993:100, pencemaran lingkungan hidup diakibatkan oleh limbah
dan sampah tanpa pengolahan. Beberapa peristiwa pencemaran lingkungan hidup
yang berdampak luas diantaranya, sampah dan limbah mengandung PCB
(polychlorinated biphenyls) di Sungai Kalamazoo, Amerika Serikat, pada tahun 1952,
menyebabkan musnahnya kehidupan di aliran sungai tersebut. Perilaku petugas
pabrik Chisso Corporation di Jepang yang membuang limbah/sampah mengandung
logam merkuri tahun 1955, berakibat fatal berupa penyakit cacat mental dan
kerusakan syaraf permanen penduduk di sekitar Teluk Minamata yang mengkonsumsi
ikan dan kerang yang tercemar. Kejadian lainnya terjadi di Irak tahun 1961; di
Pakistan tahun 1963; di Guatemala tahun 1966 yang mengakibatkan ribuan penduduk
menderita penyakit cacat mental dan kerusakan syaraf permanen hingga kematian
(Fardiaz,1992:54). Beberapa kasus pencemaran lingkungan hidup lainnya, semakin
banyak mendapat sorotan media hingga saat ini.
Adanya perkembangan penduduk dan meningkatnya konsumsi masyarakat di
Pulau Bali berhubungan dengan semakin besarnya sampah yang dihasilkan. Persoalan
sampah di Bali mulai dirasakan dampaknya setelah adanya berbagai pemberitaan
di media cetak maupun elektronik yang menguraikan berbagai permasalahan sampah
seperti banyaknya sampah yang menumpuk di lahan-lahan kosong, masalah banjir
akibat got yang tersumbat sampah hingga permasalahan Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Sampah di hampir semua kota/kabupaten di Bali yang mengalami masalah.
3
Timbulan sampah di Bali yang paling banyak mendapat perhatian adalah di
lokasi TPA Suwung, di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Hal ini disebabkan
karena Kota Denpasar merupakan pusat pemerintahan di Bali yang memiliki sarana
dan prasarana yang memadai. Sedangkan Kabupaten Badung dikenal sebagai daerah
tujuan wisata utama di Bali dengan sarana dan prasarana pariwisata yang banyak dan
bervariasi. Sedangkan TPA Suwung merupakan TPA yang menjadi tempat
pemrosesan akhir dari Kota Denpasar dan sebagian Kabupaten Badung.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana karakteristik sampah yang ada di Kota Denpasar
1.2.2.Bagaimana karakteristik sampah yang ada di Kabupaten Badung
1.2.3.Bagaimana karakteristik sampah yang ada di TPA Suwung.
1.3. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk
1.3.1 Meneliti tentang karakteristik sampah yang ada di Kota Denpasar
1.3.2. Meneliti tentang karakteristik sampah yang ada di Kabupaten Badung
1.3.3. Meneliti tentang karakteristik sampah yang ada di TPA Suwung.
4
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
karakteristik sampah di Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan TPA Suwung.
Diharapkan informasi tersebut dapat digunakan untuk program pembangunan yang
dapat mengurangi dampak negatif sampah di Provinsi Bali.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sampah
Berdasarkan Undang Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ,
sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah harus dilakukan secara sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. Pengelolaan bukan hanya menyangkut aspek teknis, tetapi mencakup juga
aspek non teknis, seperti bagaimana mengorganisir, bagaimana membiayai dan
bagaimana melibatkan masyarakat penghasil limbah agar ikut berpartisipasi secara
aktif atau pasif dalam aktivitas penanganan tersebut.
2.2. Sumber Sampah
Sumber sampah adalah berasal dari kegiatan orang atau kelompok orang atau
badan hukum yang menghasilkan timbulan sampah. Sampah berasal dari kegiatan
penghasil sampah seperti pasar, rumah tangga, pertokoan (kegiatan
komersial/perdaganan), penyapuan jalan, taman, atau tempat umum lainnya, dan
kegiatan lain seperti dari industri dengan limbah yang sejenis sampah. Sampah yang
dihasilkan manusia sehari-hari kemungkinan mengandung limbah berbahaya, seperti
sisa batere, sisa oli/minyak rem mobil, sisa bekas pemusnah nyamuk, sisa biosida
tanaman, dsb.
Berdasarkan sumbernya sampah dibedakan sebagai : Sampah rumah tangga,
Sampah sejenis sampah rumah tangga, dan Sampah spesifik. Sampah rumah tangga
6
adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak
termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah
sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya . Sampah spesifik adalah
sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; sampah yang mengandung
limbah bahan berbahaya dan beracun; Sampah yang timbul akibat bencana; puing
bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau,
sampah yang timbul secara tidak periodik
Banyaknya sampah diukur berdasarkan satuan berat yaitu kilogram per orang
perhari (Kg/o/h) atau kilogram per meter-persegi bangunan perhari atau (Kg/m2/h)
atau kilogram per tempat tidur perhari (Kg/bed/h), dsb. Satuan volume sampah diukur
dengan liter/orang/hari (L/o/h), liter per meter-persegi bangunan per hari (L/m2/h),
liter per tempat tidur perhari (L/bed/h), dsb. Kota-kota di Indonesia umumnya
menggunakan satuan volume.
2.3. Penggolongan Sampah
Penggolongan sampah pada umumnya memiliki kesamaan di beberapa daerah
di dunia. Jenis sampah atau yang dianggap sejenis sampah, dikelompokkan
berdasarkan sumbernya seperti:
- Pemukiman: biasanya berupa rumah atau apartemen. Jenis sampah yang
ditimbulkan antara lain sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit,
sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga, limbah
berbahaya dan sebagainya.
7
- Daerah komersial: yang meliputi pertokoan, rumah makan, pasar, perkantoran,
hotel, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain kertas, kardus,
plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam, limbah berbahaya dan beracun, dan
sebagainya. Institusi: yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan,
dan lan-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan sama dengan jenis sampah pada
daerah komersial.
- Konstruksi dan pembongkaran bangunan: meliputi pembuatan konstruksi baru,
perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain kayu,
baja, beton, debu, dan lain-lain.
- Fasilitas umum: seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat rekreasi, dan
lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain rubbish, sampah taman,
ranting, daun, dan sebagainya .
- Pengolah limbah domestik seperti Instalasi pengolahan air minum, Instalasi
pengolahan air buangan, dan insinerator. Jenis sampah yang ditimbulkan antara
lain lumpur hasil pengolahan, debu, dan sebagainya.
- Kawasan Industri: jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa proses
produksi, buangan non industri, dan sebagainya .
- Pertanian: jenis sampah yang dihasilkan antara lain sisa makanan busuk, sisa
pertanian.
Penggolongan sampah tersebut di atas lebih lanjut dapat dikelompokkan
berdasarkan cara penanganan dan pengolahannya yang meliputi:
- Komponen mudah membusuk (putrescible): sampah rumah tangga, sayuran,
buah-buahan, kotoran binatang, bangkai, dan lain-lain
8
- Komponen bervolume besar dan mudah terbakar (bulky combustible): kayu,
kertas, kain plastik, karet, kulit dan lain-lain
- Komponen bervolume besar dan sulit terbakar (bulky noncombustible): logam,
mineral, dan lain-lain
- Komponen bervolume kecil dan mudah terbakar (small combustible)
- Komponen bervolume kecil dan sulit terbakar (small noncombustible)
- Wadah bekas: botol, drum dan lain-lain
- Tabung bertekanan/gas
- Serbuk dan abu: organik (misal pestisida), logam metalik, non metalik, bahan
amunisi dsb
- Lumpur, baik organik maupun non organik
- Puing bangunan
- Kendaraan tak terpakai
- Sampah radioaktif.
Pembagian yang lain sampah dari negara industri antara lain berupa:
- Sampah organik mudah busuk (garbage): sampah sisa dapur, sisa makanan,
sampah sisa sayur, dan kulit buah-buahan
- Sampah organik tak rnembusuk (rubbish): mudah terbakar (combustible)
seperti kertas, karton, plastik, dsb dan tidak mudah terbakar (non-combustible)
seperti logam, kaleng, gelas
- Sarnpah sisa abu pembakaran penghangat rumah (ashes)
- Sarnpah bangkal binatang (dead animal): bangkai tikus, ikan, anjing, dan
binatang ternak
9
- Sampah sapuan jalan (street sweeping): sisa-sisa pembungkus dan sisa
makanan, kertas, daun
- Sampah buangan sisa konstruksi (demolition waste), dsb
Sampah yang berasal dari pemukiman/tempat tinggal dan daerah komersial,
selain terdiri atas sampah organik dan anorganik, juga dapat berkategori B3. Sampah
organik bersifat biodegradable sehingga mudah terdekomposisi, sedangkan sampah
anorganik bersifat non-biodegradable sehingga sulit terdekomposisi. Bagian organik
sebagian besar terdiri atas sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, karet, kulit,
kayu, dan sampah kebun. Bagian anorganik sebagian besar terdiri dari kaca, tembikar,
logam, dan debu. Sampah yang mudah terdekomposisi, terutama dalam cuaca yang
panas, biasanya dalam proses dekomposisinya akan menimbulkan bau dan
mendatangkan lalat.
Pada suatu kegiatan dapat dihasilkan jenis sampah yang sama, sehingga komponen
penyusunnya juga akan sama. Misalnya sampah yang hanya terdiri atas kertas, logam,
atau daun-daunan saja. Apabila tidak tercampur dengan bahan-bahan lain, maka
sebagian besar komponennya adalah seragam. Karena itu berdasarkan komposisinya,
sampah dibedakan menjadi dua macam :
- Sampah yang seragam. Sampah dari kegiatan industri pada umumnya termasuk
dalam golongan ini. Sampah dari kantor sering hanya terdiri atas kertas, karton
dan masih dapat digolongkan dalam golongan sampah yang seragam
- Sampah yang tidak seragam (campuran), misalnya sampah yang berasal dari
pasar atau sampah dari tempat-tempat umum.
10
Bila dilihat dari status permukiman, sampah biasanya dapat dibedakan menjadi:
- Sampah kota (municipal solid waste), yaitu sampah yang terkumpul di
perkotaan.
- Sampah perdesaan (rural waste), yaitu sampah yang dihasilkan di perdesaan.
Sampah dari rumah tinggal: merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan
atau lingkungan rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik.
Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik,
kertas, karton / dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-kadang sampah
berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak terdapat sampah yang biasa
dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV bekas, kasur dll. Kelompok ini dapat
meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah
yang berada dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang
berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3
(bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterei, lampu TL, sisa obat-obatan,
oli bekas, dll.
Sampah dari daerah komersial: sumber sampah dari kelompok ini berasal dari
pertokoan, pusat perdagangan, pasar, hotel, perkantoran, dll. Dari sumber ini
umumnya dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan juga sisa
makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan sisa sayur, buah, makanan
yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari sumber ini adalah mirip dengan
sampah domestik tetapi dengan komposisi yang berbeda.
11
Sampah dari perkantoran / institusi: sumber sampah dari kelompok ini meliputi
perkantoran, sekolah, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, dll. Dari sumber ini
potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non pasar.
Sampah dari jalan / taman dan tempat umum: sumber sampah dari kelompok ini
dapat berupa jalan kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase kota,
dll. Dari daerah ini umumnya dihasilkan sampah berupa daun / dahan pohon, pasir /
lumpur, sampah umum seperti plastik, kertas, dan lain lain.
Sampah dari industri dan rumah sakit yang sejenis sampah kota: kegiatan umum
dalam lingkungan industri dan rumah sakit tetap menghasilkan sampah sejenis
sampah domestik, seperti sisa makanan, kertas, plastik, dll. Yang perlu mendapat
perhatian adalah, bagaimana agar sampah yang tidak sejenis sampah kota tersebut
tidak masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota.
2.4. Pengelolaan Sampah
Berdasarkan Undang Undang Nomor 18 Tahuan 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu:
a. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan
terjadinya sampah (R1), guna-ulang (R2) dan daur-ulang (R3)
b. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:
− Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah
12
− Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu
− Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan
sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir
− Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah
− Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
UU-18/2008 ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh
semua pihak adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin.
Bagian sampah atau residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa
selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupun pengurugan (landfilling).
Pengurangan sampah melalui 3R menurut UU-18/2008 meliputi:
− Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan
sesedikit mungkin
− Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan
memanfaatkan limbah tersebut secara langsung
− Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat
dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat
dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber enersi
13
Ketiga pendekatan tersebut merupakan dasar utama dalam pengelolaan sampah,
yang mempunyai sasaran utama minimasi limbah yang harus dikelola dengan berbagai
upaya agar limbah yang akan dilepas ke lingkungan, baik melaui tahapan pengolahan
maupun melalui tahan pengurugan terlebih dahulu, akan menjadi sesedikit mungkin
dan dengan tingkat bahaya sesedikit mungkin. Gagasan yang lebih radikal adalah
melalui konsep kegiatan tanpa limbah (zero waste). Secara teoritis, gagasan ini dapat
dilakukan, tetapi secara praktis sampai saat ini belum pernah dapat direalisir. Oleh
karenanya, gagasan ini lebih ditonjolkan sebagi semangat dalam pengendalian
pencemaran limbah, yaitu agar semua kegiatan manusia handaknya berupaya untuk
meminimalkan terbentuknya limbah atau meminimalkan tingkat bahaya dari limbah,
bahkan kalau muingkin meniadakan.
Konsep pembatasan (reduce) jumlah sampah yang akan terbentuk dapat
dilakukan antara lain melalui:
− Efisiensi penggunaan sumber daya alam
− Rancangan produk yang mengarah pada penggunaan bahan atau proses
yang lebih sedikit menghasilkan sampah, dan sampahnya mudah untuk
diguna-ulang dan didaur-ulnag
− Menggunakan bahan yang berasal dari hasil daur-ulang limbah
− Mengurangi penggunaan bahan berbahaya
− Menggunakan eco-labeling
Konsep guna-ulang (reuse) mengandung pengertian bukan saja mengupayakan
penggunaan residu atau sampah terbentuk secara langsung, tetapi juga upaya yang
sebetulnya biasa diterapkan sehari-hari di Indonesia, yaitu memperbaiki barang ynag
14
rusak agar dapat dimanfaatkan kembali. Bagi prosdusen, memproduksi produk yang
mempunyai masa-layan panjang sangat diharapkan. Konsep daur-ulang (recycle)
mengandung pengertian pemanfaatan semaksimal mungkin residu melalui proses, baik
sebagai bahan baku untuk produk sejenis seperti asalnya, atau sebagai bahan baku
untuk produk yang berbeda, atau memanfaatkan enersi yang dihasilkan dari proses
recycling tersebut.
Beberapa hal yang diatur dalam UU-18/2008 terkait dengan upaya minimasi
(pembatasan) timbulan sampah adalah:
a. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan:
− menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka
waktu tertentu
− memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan
− memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan −
memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang −
memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
b. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan menggunakan bahan produksi
yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang,
dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
c. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah menggunakan
bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
15
d. Pemerintah memberikan:
− insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah
− disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah
Ketentuan tersebut di atas masih perlu diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan
Pemerintah agar dapat dilaksanakan secara baik dan tepat sasaran. Sebagai
pembanding, Jepang membagi stakeholders utama dalam pengelolaan sampah yang
berbasis 3R dalam 5 kelompok, yang masing-masing mempunyai peran utama dalam
membatasi sampah yang akan dihasilkan, yaitu :
a. Masyarakat penghasil sampah:
− Memahami dampak akibat sampah yang dihasilkan
− Mempertimbangkan ulang pola hidupnya
− Memilih barang dan pelayanan yang berwawasan lingkungan
− Berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah, misalnya pemilahan sampah
− Berpartsipasi dalam pengembangan pengelolaan sampah berbasis 3R
b. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM):
− Mempromosikan kegiatan-kegiatan positif 3R dalam level masyarakat
− Mempromosikan peningkatan kesadaran
− Menyiapkan-melakukan training dan sosialisasi
− Memantau upaya-upaya yang dilakukan oleh kegiatan bisnis dan pemerintah
− Memberikan masukan kebijakan yang sesuai
16
c. Pihak Swasta:
− Menyiapkan barang dan jasa yang berwawasan lingkungan
− Melaksanakan kegiatan ’take-back’, guna-ulang dan daur-ulang terhadap produk
bekas-nya
− Mengelola limbah secara berwawasan lingkungan
− Mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan
− Memberi informasi yang jujur kepada konsumen melalui label dan laporan
d. Pemerintah Daerah:
− Memastikan diterapkannya peraturan dan panduan
− Menyiapkan rencana tindak
− Mendorong ’green purchasing’, dan peningkatan pemahaman masyarakat
− Menjamin masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
− Bertindak sebagai fasilitator dalam kegiatan 3R dan fihak bisnis
− Bertindak sebagai koordinator lokal dalam pengembangan masyarakat berwawasan
daur-bahan
− Menyedian ruang dan kesempatan untuk saling bertukar barang-bekas dan informasi
antar stakeholders
− Promosi kerjasama internasional
17
e. Pemerintah Pusat:
− Mengembangkan sistem, termasuk aspek legal yang dibutuhkan
− Memberikan subsidi dan pengaturan pajak untuk fasilitas, penelitian dan
pengembangan untuk membangun masyarakat yang berwawasan daur-bahan
− Memberikan dorongan dan infoirmasi bagi warga dan LSM yang akan melaksanakan
kegiatan secara sukarela
− Menyiapakan dasar yang dibutuhkan bagi kegiatan seluruh stakeholders
− Mempromosikan kerjasama dan dialog internasional terkait dengan kegiatan 3R
2.4. Pembatasan (Reduce) Timbulan Sampah
Di Eropa dan USA, sekitar 30 % sampah kota merupakan bahan pengemas
(packaging). Diestimasi pula bahwa sepertiga dari seluruh produk plastik adalah untuk
penggunaan jangka pendek, yaitu sebagai pengemas produk. Pengemas untuk
makanan merupakan residu yang paling banyak dijumpai di tingkat konsumen.
Beberapa negara industri telah menerapkan program kemasan yang ramah lingkungan,
yang mensyaratkan penggunaan kemasan yang kandungan terdaur-ulangnya
maksimum, tidak mengandung bahan berbahaya, serta volume/massanya yang
sesedikit mungkin.
Terdapat berbagai tingkat fungsi pengemasan, yaitu :
− Produk yang tanpa pengemas sama sekali
− Pengemas level-1 (primary packaging): pengemas yang kontak langsung
dengan produk
18
− Pengemas level-2 (secondary packaging): pengemas suplementar dari
primary packaging
− Pengemas level-3 (tertiary packaging): pengemas yang dibutuhkan untuk
pengiriman.
Beberapa jenis produk kadang membutuhkan kemasan yang komplek, terdiri
dari beragam komponen dengan pengemasan yang berbeda karena mempunyai fungsi
yang berbeda. Dengan mengurangi pengemas ini, maka akan mengurangi sampah
yang harus ditangani serta akan mengurangi biaya pengangkutan. Namun dermikian,
tidak semua pengemas otomatis akan menghasilkan limbah yang harus ditangani,
karena beberapa di antaranya berupa kemasan yang dapat dipakai berulang-ulang,
seperti botol minuman.
Pengemas yang diinginkan adalah yang mudah dipisahkan satu dengan lain.
Pengemas yang sulit dipisah misalnya bahan polyethylene yang dilapis karton,
disatukan dengan lem secara kuat dan sebagainya, yang sulit untuk dipisahkan satu
dengan lainnya. Dengan demikian dalam konsep reduksi sampah, tingkatan pengemas
yang diinginkan adalah :
− Tanpa packaging
− Minimal packaging
− Consumable, returnable, reusable packaging
− Recyclable packaging
19
Bahan buangan berbentuk padat, seperti kertas, logam, plastik adalah bahan yang
biasa didaur-ulang. Bahan ini bisa saja didaur-pakai secara langsung atau harus
mengalami proses terlebih dahulu untuk menjadi bahan baku baru. Bahan buangan ini
banyak dijumpai, biasanya merupakan bahan pengemas produk. Bahan inilah yang
pada tingkat konsumen kadang menimbulkan permasalahan, khususnya dalam
pengelolaan sampah kota. Di negara industri, pengemas yang mudah didaur-ulang
akan menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan nilai saing produk tersebut di
pasar.
UU-18/2008 menggaris bawahi bahwa pengurangan sampah dilakukan sebelum
sampah tersebut terbentuk, misalnya melalui penghematan penggunaan bahan.
Kewajiban pengurangan sampah ditujukan bukan saja bagi konsumen, tetapi juga
ditujukan pada produsen produk. Di Indonesia, upaya mereduksi sampah masih belum
mendapat perhatian yang baik karena dianggap rumit dan tidak menunjukkan hasil
yang nyata dalam waktu singkat. Upaya mereduksi sampah sebetulnya akan
menimbulkan manfaat jangka panjang seperti:
− Mengurangi biaya pengelolaan dan investasi.
− Mengurangi potensi pencemaran air dan tanah.
− Memperpanjang usia TPA.
−Mengurangi kebutuhan sarana sistem kebersihan.
− Menghemat pemakaian sumber daya alam.
20
Salah satu upaya sederhana, namun sangat sulit dibiasakan di Indonesia
khususnya pada masyarakat urban, adalah pembatasan adanya sampah sebelum barang
yang kita gunakan menjadi sampah, melalui penggunaan bahan berulang-ulang,
seperti penggunaan kantong plastik yang secara ’manja’ disediakan secara berlimpah
bila kita berbelanja di toko. Membawa kantong sendiri adalah salah satu upaya yang
sangat dianjurkan agar timbulan sampah dapat dikurangi. Di Jepang, terdapat seni
membuat kantong dari kain biasa untuk membawa barang keperluan sehari-hari
termasuk barang yang dibeli dari toko atau pasar, yaitu Furoshiki (Gambar 3.2). Kain
tersebut sebelum digunakan, biasanya dilipat secara rapi, dan disimpan dalam tas
tangan yang digunakan sehari-hari. Jepang termasuk negara dengan kebijakan
Pemerintahnya yang sangat mendorong upaya 3R, termasuk upaya pembatasan
limbah, bukan saja terhadap penghasil sampah rumah tangga, juga terhadap kegiatan
industri dan pengusaha lainnya.
Terkait dengan pengemas produk yang dibahas di atas, maka peran produsen
yang menggunakan pengemas untuk memasarkan produknya menjadi mata rantai awal
yang diatur oleh UU tersebut. Dikenal konsep Extended Producer Responsibility
(EPR), yaitu strategi yang dirancang dengan menginternalkan biaya lingkungan ke
dalam biaya produksi sebuah produk, tidak terbatas pada produk utamanya, tetapi
termasuk pula pengemas dari produk utama tersebut. Dengan demikian biaya
lingkungan, seperti biaya penangan residu atau limbah yang muncul akibat
penggunaan produk tersebut menjadi bagian dari komponen harga produk yang
dipasarkan tersebut. Disamping mendorong produsen untuk menerapkan EPR, di
beberapa negara maju, peran dan tanggung jawab produsen dimasukkan dalam
pengelolaan limbah secara menyeluruh yang dikenal sebagai internalisasi biaya
21
lingkungan dalam biaya produk. Dengan demikian, biaya penanganan limbah dan
dampaknya sudah termasuk di dalamnya.
Dalam usaha mengelola limbah atau sampah secara baik, ada beberapa
pendekatan teknologi, di antaranya penanganan pendahuluan. Penanganan
pendahuluan umumnya dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur-
ulang yang lebih baik dan memudahkan penanganan yang akan dilakukan. Penanganan
pendahuluan yang umum dilakukan saat ini adalah pengelompokan limbah sesuai
jenisnya, pengurangan volume dan pengurangan ukuran. Usaha penanganan
pendahuluan ini dilakukan dengan tujuan memudahkan dan mengefektifkan
pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur-ulang. Dalam pengelolaan
sampah, upaya daur-ulang akan berhasil baik bila dilakukan pemilahan dan pemisahan
komponen sampah mulai dari sumber sampai ke proses akhirnya.
Upaya pemilahan sangat dianjurkan dan hendaknya diprioritaskan sehingga
termasuk yang paling penting didahulukan. Persoalannya adalah bagaimana
meningkatkan keterlibatan masyarakat. Pemilahan yang dianjurkan adalah pola
pemilahan yang dilakukan mulai dari level sumber atau asal sampah itu muncul,
karena sampah tersebut masih murni dalam pengertian masih memiliki sifat awal yaitu
belum tercampur atau terkontaminasi dengan sampah lainnya.
Terminologi daur-ulang di Indonesia sudah cukup lama digunakan, namun
selama ini pengertiannya bukan hanya identik dengan recycle, tapi digunakan juga
untuk menjelaskan aktivitas lain, seperti reuse dsb. Jadi terminologi ’daur-ulang’ di
Indonesia biasanya digunakan untuk seluruh upaya pemanfaatan kembali. Sebelum
terminologi 3R menjadi acuan umum dalam penanganan sampah dikenal beragam
22
terminologi yang menggunakan ”R”, seperti recovery, reduce, reuse, recycle,
refurbishment, repair, sampai kepada rethinking dan masih banyak lagi.
- Reduce: upaya mengurangi terbentuknya limbah, termasuk penghematan atau
pemilihan bahan yang dapat mengurangi kuantitas limbah serta sifat bahaya
dari limbah
- Recovery: upaya untuk memberikan nilai kembali limbah yang terbuang,
sehingga bisa dimanfaatkan kembali dalam berbagai bentuk, melalui upaya
pengumpulan dan pemisahan yang baik.
- Reuse: upaya yang dilakukan bila limbah tersebut dimanfaatkan kembali tanpa
mengalami proses atau tanpa transformasi baru, misalnya botol minuman
kembali menjadi botol minuman
- Recycle: misalnya botol minuman dilebur namun tetap dijadikan produk yang
berbasis pada gelas. Bisa saja terjadi bahwa kualitas produk yang baru sudah
mengalami penurunan dibanding produk asalnya. Kosa kata inilah yang paling
sering digunakan. Mungkin dalam bahasa Indonesia kosa kata yang sepadan
adalah daur-ulang.
- Reclamation: bila limbah tersebut dikembalikan menjadi bahan baku baru,
seolah-olah sumber daya alam yang baru. Limbah tersebut diproses terlebih
dahulu, sehingga dapat menjadi input baru dari suatu kegiatan produksi, dan
dihasilkan produk yang mungkin berbeda dibanding produk asalnya.
Daur-ulang limbah tidak selalu harus diartikan bahwa upaya ini adalah yang
paling baik, sehingga harus selalu dilaksanakan. Pilihan daur-ulang hendaknya disertai
alasan yang rasional seperti bagaimana aspek biaya, enersi, dan kualitas produk yang
dihasilkan. Dari sudut permasalahan sampah di suatu kota atau daerah, maka harus
23
dilihat bahwa sekian ratus atau ribu ton sampah harus ditangani setiap tahun, sebagian
besar penanganannya hanya dengan pengurugan sederhana, dan hanya sebagian kecil
saja yang didaur-ulang atau dikompos. Daur-ulang akan merupakan salah satu solusi
bersama solusi yang lain yang perlu dipertimbangkan.
Secara sederhana, daur-ulang adalah upaya untuk mendapatkan sesuatu yang
berharga dari sampah, seperti kertas koran diproses agar tinta-nya disingkirkan
(deink), atau repulping yang akan dihasilkan bahan kertas baru. Dikenal terminologi
lain, seperti reuse, direct recycling, indirect recycling:
− Reuse: contoh botol minuman, dipakai ber-ulang dari produsen minuman
ke konsumen setelah melalui proses pencucian dan pengisian minuman.
Reuse adalah opsi yang paling diinginkan, karena enersi dan biaya yang
dibutuhkan paling sedikit
− Direct recycling: contoh botol minuman, suatu ketika botol tersebut setelah
tiba di produsen minuman dianggap kurang layak untuk diteruskan, lalu
botol tersebut dikirim ke pabrik pembuat botol untuk dilebur untuk
dijadikan bahan pembuat botol baru. Biaya yang dibutuhkan akan lebih
tinggi dibandingkan reuse. Bila bahan cullet (bahan kaca) ini ternyata lebih
mahal dibandingkan biaya dari bahan baku murni, misalnya karena adanya
biaya pengangkutan, maka opsi ini jelas kurang menguntungkan untuk
diteruskan. Bahan yang diproses dengan cara ini kemungkinan mengalami
degradasi dari segi kualitas, misalnya kertas atau plastik. Serat kertas yang
diproses berulang-ulang akan mengalami penurunan kualitas, ukurannya
akan tambah lama tambah memendek. Jadi aspek biaya dan kualitas perlu
24
menjadi perhatian utama pada saat memutuskan apakah perlu dilakukan
direct recycling.
− Indirect recycling: misalnya botol minuman di atas, ternyata dari sudut
kualitas bahan kurang baik, sudah pecah dan bercampur dengan gelas
warna lain yang, serta pengotor lain. Untuk memisahkan dibutuhkan upaya
yang mengakibatkan biayanya menjadi mahal. Maka pemanfaatan lanjut
adalah, bahan ini digunakan sebagai campuran bahan pelapais dasar
pembuatan jalan. Plastik yang ternyata tidak dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan wadah yang baik, akan mengalami penurunan
derajat, misalnya digunakan untuk bahan baku barang yang tidak
membutuhkan persyaratan estetika (warna, dsb) atau sifat-sifat lain. Atau
dimanfaatkan sebagai sumber enersi (a) memproduksi gas bahan bakar
dalam prirolisis atau (b) bahan bakar langsung dalam pabrik semen dalam
eco-cement. Proses indirect recycling ini dinilai mempunyai level yang
terendah, Biasanya, bila sebuah bahan telah mengalami proses indirect
recycling, akan sulit dan mahal biayanya bila hendak didaur-ulang kembali,
apalagi bila hendak dikembalikan pada posisi sebagai raw-material aslinya.
Penanganan akhir dari bahan yang demikian adalah biasanya landfilling
atau insinerasi. Jadi sebetulnya landfilling atau insinerasi adalah digunakan
sebagai upaya menangani limbah yang telah tidak mempunyai nilai lagi
untuk didaur-ulang.
25
2.5. Pengeolahan Sampah untuk Energi ( Waste To Energy /WTE)
Sistem Waste-to-Energy (WTE) membakar sampah kota non-B3 untuk
menghasilkan listrik dan/atau uap air, dan sekaligus mensteril dan mengurangi volume
sampah yang dibutuhkan untuk landfill. Pemerintah Amerika Serikat menggunakan
sistem untuk memproses sekitar 95.000 ton sampah perhari atau 35 juta ton per tahun,
yang merupakan 17% dari total sampah yang dihasilkan, dan menghasilkan sekitar
2.500 MW listrik. Di Eropa, fasilitas WTE memproses sekitar 56 juta ton per-tahun.
Denmark memproses lebih dari 80% sampahnya dengan WTE, sedang di Jepang lebih
dari 60%. WTE dianggap sebagai alternatif sumber enersi terbarukan dan US-EPA
menyimpulkan bahwa WTE dinilai menghasilkan listrik dengan dampak lingkungan
terendah dibandingkan pembangkit listrik dari sumber yang lain.
WTE saat ini bukan lagi sekedar membakar mix-waste tanpa pemilahan, tetapi
sistem WTE melalui refused-derived-fuel (FDR), dimana sampah dipilah, dirajang,
dan dibuat pelet (briket) bahan bakar. Di Jepang misalnya, mereka melarang sampah
berbahan PVC, atau bahan plastik mengandung chloride lainnya masuk ke sistem
pembakaran. Sistem WTE yang sekarang banyak digunakan dianggap perlu
ditingkatkan, misalnya dengan sistem pelelehan (melting) pada temperatur yang lebih
tinggi yang memungkinkan abu direduksi menjadi elemen-elemen pembentuknya,
yang selanjutnya dapat direcovery. Reduksi panas yang akan diemisikan ke luar
cerobong juga dirancang berlangsung secara sangat cepat, karena dianggap penurunan
panas yang biasa akan berpotensi kembali terbentuknya dioxin.
26
WTE bekerja layaknya pembangkit listrik biasa, yang membedakannnya adalah
bahan bakarnya adalah sampah, bukan solar, batu-bara atau gas. Prinsip WTE adalah
sejalan dengan pembangkit listrik tenaga batubara (coal fire power plant), yaitu:
− Bahan bakar dibakar, menghasilkan panas
− Panas terbentuk menguapkan air
− Uap dengan tekanan tinggi memutar sudu (blade) generator turbin untuk
menghasilkan listrik
− Listrik yang dihasilkan digunakan untuk berbagai keperluan
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Pemerintah USA, sejak tahun 2000
fasilitas WTE sudah disesuaikan dengan standar pengendalian pencemaran dari Clean
Air Act Section 129, dengan peralatan kontrol standar, yaitu:
− Baghouse: bekerja layaknya vacuum cleaner raksasa, dengan fabric filter
bag yang membersihkan udara dari asap dan logam berat
− Scrubber: menyemprotkan bubur kapur dan air ke dalam uap panas, yang
menetralkan gas asam, dan meningkatkan penangkapan merkuri pada udara
yang ke luar
− Selective non-catalytic reduction: mengkonversi NOx, penyebab kabut
asap (smog), menjadi nitrogen, dengan menyemprotkan ammonia atau urea
ke dalam tungku panas
− Sistem carbon injection: menyemprotkan karbon aktif ke dalam exhaust
gas untuk menjerab (sorbsi) logam berat ldan sekaligus mengontrol emisi
organik lain seperti dioxin
27
− Abu hasil pembakatan, sekitar 10% volume, sesuai uji pelindian di USA
leaching test aman untuk digunakan kembali dan diurug, atau sebagai
bahan penutup landfill, karena mempunyai sifat seperti mortar yang
mengeras bila telah dipakai.
− Sejumlah WTE dirancang/dioperasikan sebagai co-generation, yang
memanfaatkan juga uap sebagai pemanas, sehingga sistem ini dianggap
lebih unggul dibandingkan pembangkit listrik tradisional.
Sistem WTE tergantung pada sumber enersi terbarukan, yaitusampah yang tidak
dapat didaur-ulang atau yang non-B3. Di negara industri dimana sampahnya banyak
mengandung kertas dan plastik, serta sistem pengumpulan yang tertutup sehingga
kadar air sampah lebih kecil, diperkirakan sekitar 1 ton sampah mempunyai nilai panas
sekitar 0,5 ton batubara, sehingga paling banyak menghasilkan listrik setara 0,5 ton
batu-bara. US-EPA telah mengembangkan web-site Clean Energy untuk informasi
perbandingan dampak beragam sumber enersi terhadap lingkungan, yaitu sumber gas
alam, batu-bara, minyak, enersi nuklir, sampah kota, hydroelectricity, dan non-
hydroelectricity-renewable energy.
Sampah dianggap sebagai sumber enersi terbarukan, yang terdiri dari sisa
makanan, kertas, dan kayu, termasuk bahan non-renewable yang berasal dari bahan
bakar fosil seperti plastik dan karet. Namun sampah bukanlan bahan bakar, sehingga
enersi yang dapat digunakan tidak bisa disamakan dengan sumber enersi biasa seperti
minyak bumi dan batu-bara. Pada pembangkit listrik, sampah di-unloaded dari truk,
dicacah, atau diproses agar memudahkan penanganannya, lalu dipasok pada boiler
untuk menghasilkan uap, yang dapat memutar turbin uap yang menghasilkan listrik.
Di USA instalasi pembangkit listrik diatur oleh peraturan Federal dan Negara bagian,
28
dan beragam variasi dampak yang dapat ditimbulkan. Walaupun sampah termasuk
sumber enersi terbarukan, tetapi kehadirannya banyak menimbulkan kontroversi,
karena emisi pencemar yang dihasilkan.
Pembakaran sampah akan menghasilkan NOx dan SOx serta sejumlah pencemar
lain, seperti senyawa merkuri dan dioxin. WTE sampah akan menghasilkan CO2,
sumber utama green-house gas (GHG). Terdapat 2 pendapat yang berbeda dalam hal
GHG ini, yaitu:
− Diabaikan karena dianggap bagian dari siklus karbon bumi (earth’s natural
carbon cycle)
− Diperhitungkan, karena pembakaran sampah juga menghasilkan CO2 yang
dianggap bukan bagian dari earth’s atmosphere untuk jangka panjang.
Disamping itu, komponen sampah juga mengandung bahan yang berasal
dari sumber enersi fosil.
Variasi komposisi sampah menaikkan perhatian terhadap pembakaran sampah
kota, karena dapat mengandung batere, ban-bekas, dan bahan toksik lain yang
terkandung dalam sampah kota. Oleh karenanya, sejumlah variasi teknologi
pengendali pencemaran udara ketat diterapkan pada WTE sampah kota di negara-
negara Jepang, Eropa di USA.
2.6. Pengolahan Sampah Secara Pirolisa dan Gasifikasi
Di luar proses pembakaran sampah dengan insinerator, maka proses lain yang
banyak digunakan dalam konversi biomas secara termal adalah pirolisis dan gasifikasi,
yaitu proses destruksi menggunakan panas tanpa kehadiran oksigen, atau sedikit
29
oksigen. Proses ini bertujuan mengkonversi biomas padat menjadi gas, cair (tar) dan
padat (arang):
− Pirolisis: berlangsung tanpa kehadiran oksigen sama-sekali, menggunakan
sumber enersi dari luar untuk menggerakan reaksi pirolisa yang bersifat
endotermis
− Gasifikasi bersifat self sustaining, menggunakan udara atau oksigen yang
terbatas untuk pembakaran sebagian dari biomas
Sebagian besar meteri organik secara termal tidak stabil, sehingga dapat
dipanaskan tanpa kehadiran oksigen dan akan menghasilkan gas, liquid, padat. Produk
yang dihasilkan adalah tergantung pada panas yang berlangsung dalam reactor.
− Gas/uap: mengandung hidrogen, metan, CO CO2, dan beraneka ragam gas,
yang tergantung dari karakteristik biomasnya
− Bagian cair: mengandung tar atau oil stream yang mengandung asam
asetat, aseton, metanol, dan hidrokarbon kompleks, yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar
− Arang (char) yang berupa karbon murni, disertai materi-materi solid lain
dari biomas asal.
2.7. Proses Termal dengan Gasifikasi Plasma
Filosofi Zero-Waste (Tanpa-Limbah), yaitu daur-ulang seluruh bahan kembali
ke alam atau ke pasar sebagai unsur ekonomi, dengan penekanan pada perlindungan
kesehatan manusia dan alam, tampaknya mendekati produk yang dihasilkan melalui
proses gasifikasi plasma. Teknologi plasma merupakan teknologi yang telah mapan.
Industri baja sejak lama menggunakan teknologi ini untuk melelehkan baja. Plasma
30
adalah gas yang terionisasi dalam udara super-panas. Sebuah busur (torch) plasma
memanaskan udara secara reguler. Temperatur di dalam busur sampai mencapai
14.000 oC. Akibatnya, temperatur di luar yang berkontak dengan bahan yang akan
didestruksi akan mempunyai temperatur sampai 4.400 oC. Sumber enersi dari busur
adalah listrik. Udara super panas ini akan secara termal mendegradasi material yang
kontak dengannya. Gasifikasi plasma menggunakan sumber panas dari luar untuk
menggasifikasi material. Temperatur yang sangat tinggi tersebut kemudian perlu
diturunkan sampai 300oC atau kurang sesuai dengan standar yang berlaku. Dengan
demikian akan terjadi penurunan sensible heat, yang akan menghasilkan uap
bertekanan tinggi yang kemudian dapat diumpankan pada turbin uap untuk
menghasilkan enersi listrik.
Sampah diumpankan ke transformer termal yang dikenal sebagai reaktor atau
plasma gasifier. Busur (torches) plasma yang terletak di dasar reaktor akan
menghasilkan panas, dengan suhu berkisar antara 2.750 - 4.400 oC (5.000 – 8.000oF),
bandingkan dengan WTE modern yang baik, yang hanya bekerja dengan temperatur
paling tinggi 1.200 oC. Karena prosesnya destruksi total secara termal, maka tidak
dibutuhkan pemilahan atau pre-treatment sampah terlebih dahulu, kecuali pemotongan
untuk menyesuaiakan dengan kebutuhan reactor, seperti kulkas, AC dsb. Barang-
barang elektrik-elektronik tersebut merupakan hal yang biasa dijumpai dalam rantai
pengelolaan sampah di negara maju, walaupun mereka sudah menerapkan upaya daur-
ulang dengan teknologi canggih. Freon pada AC harus dikeluarkan terlebih dahulu.
Limbah medical biasanya diolah terpisah dari sampah.
Teknologi ini dapat memproses segala jenis bahan, tidak membutuhkan
pemilahan dan tidak terpengaruh oleh kadar air bahan yang dimasukkan. Temperatur
31
tinggi dari busur plasma, akan melelehkan seluruh bahan anorganik yang ada. Tanah
kaca dsb akan leleh menjadi unsur-unsur membentuk vitrified (molten) glass. Unsur-
unsur logam juga leleh dan membentuk unsure-unsur logam, yang dapat dipisahkan
dari residu berbentuk gelas. Hampir seluruh karbon yang terkandung dari material
yang diolah akan dikonversi menjadi bahan bakar gas. Produk tar dan arang tidak
terjadi, karena semuanya dikonversi menjadi gas. Tidak terbentuk furan atau dioxin.
Sebagian besar partikulat dikembalikan kembali ke proses, sehingga dapat bergabung
menjadi vitrified glass. Praktis tidak ada abu seperti dalam proses insinerasi/WTE,
sehingga tidak butuh lagi landfill, kecuali untuk bahan dasar yang belum mempunyai
nilai ekonomi. Gas keluar dari cerobong juga akan menjadi bersih karena tidak
dihasilkan partikulat atau fly ash. Gas buang yang dihasilkan lebih bersih dibanding
proses gasifikasi biasa, dan hanya mengandung sangat sedikit elemen-elemen dalam
partikulat. Elemen-elemen pencemar udara yang masih tersisa seperti HCl, sulfur tetap
perlu ditangani sebagaimana layaknya seperti dalam proses WTE.
Perbedaan dasar teknologi gasifikasi plasma dengan gasifikasi biasa adalah
pada temperatur yang digunakan untuk mendestruksi material. Gasifikasi biasa bekerja
pada rentang temperatur 370 – 815 oC. Gasifikasi merupakan partial combustor
dimana hanya sebagian karbon yang di-”bakar” untuk mendukung reaksi, karena
temperatur rendah tidak akan dapat menguraikan seluruhnya. Produk yang dihasilkan
tidak sebersih gasifikasi plasma. Permasalahan utama gasifikasi adalah timbulnya tar
yang sulit dikeluarkan dari reaktor. Adanya arang sebagai residu membutuhkan
landfill. Selain itu, sampah harus cukup kering, berukuran yang relatif homogen.
Seperti halnya pirolisis dan gasifikasi, pada gasifikasi plasma material organik
tidak terbakar seperti di WTE, tetapi langsung ditransformasi menjadi gas sebagai CO,
32
H2, nitrogen dan uap air, yang sebagian masih mengandung enersi. Gas ini merupakan
sumber enersi lain, selain panas yang dihasilkan. Bila mengadung komponen khlor,
maka elemen ini dengan cepat akan bereaksi dengan H+ membentuk HCl.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian
3.1.1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian adalah sampah yang berasal dari wilayah Kota Denpasar,
Kabupaten Badung dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung. Total 15 Sampel
sampah di ambil untuk mewakili ketiga lokasi. Sampel dari Kota Denpasar diambil
4 (empat) buah; Kabupaten Badung diambil 4 (empat) sampel, dan 7 (tujuh) sampel
diambil dari TPA Suwung.
3.1.2. Peralatan Penelitian
1). Peralatan Pengambilan Sampel
Peralatan yang dipergunakan dalam pengambilan sampel penelitian meliputi:
Dua buah kendaraan Pick Up untuk pengangkutan.
Plastik Waterproff ( plastic film 5x5 m) untuk tempat sampel.
Plastik press ukuran 5x5 m.
Sarung tangan untuk pengambil sampel sampah.
Storage Box ukuran medium ( 60 cm x 45 cm).
Timbangan ukuran 250 kg dan 25 kg.
Pembungkus Plastik Vacuum ( 80 cm x 60 cm).
Pompa Vacum.
Pembungkus sampah plastik besar (100 cm x 80 cm).
Sepatu hujan.
34
Kertas label.
2). Peralatan Analisis.
Peralatan analisis yang digunakan meliputi:
Timbangan Analitik.
Timbangan ukuran 25 kg.
Reagen untuk analisis Karbon, Hidrogen,Oksigen,Nitrogen,Sulfur, dan Klor.
Desikator.
Open
Peralatan gelas.
Spectrophotometer.
3.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Analisis Kualitas Lingkungan KSL-
FMIPA Universitas Udayana.
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Penyiapan Bahan Penelitian
Sampah diambil dari loaksi yang dipilih dengan diupayakan agar sifatnya
mewakili sampah yang berada di lokasi TPS. Selanjutnya sampah diambil dan
dimasukan kedalam pembungkusnya. Sampah dibungkus dalam plastik yang
divacuum untuk mengurangi resiko dekomposisi. Sampah disimpan dalam plastik box
yang diisi dengan pendingin nitrogen untuk di bawa ke laboratorium.
35
3.3.2. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk beberapa jenis analisis yaitu:
1). Komposisi fisik sampah.
Komposisi sampah dianalisis untuk mengetahui kandungan sampah dapur, kertas,
plastik/karet, tekstil, kayu/bambu, debu/tanah, pecahan batu/keramik,
kaca,logam,dan campuran lainnya.
2). Analisis Industri.
Sampel dianalisis kandungan debu, bahan mudah terbakar, dan campuran karbon.
3). Analisis Unsur.
Sampel dianalisis dengan reagen kimia untuk mengetahui kandungan karbon (C),
hidrogen(H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), dan klor (Cl). Reagen yang
digunakan adalah Reagen Lammotte,USA.
4). Analisis Nilai Kalor.
Kandungan air sampel dianalisis dengan penguapan di dalam oven pada suhu 100 oC.
Beratnya diukur hingga berat konstan.
3.3.3. Standar Analisis
Standar analisis dilakukan dengan acuan CJ/T 313-2009 Standard of the Town
Construction Industry of Peoples Republic of China dan SNI 19-3964-1995 tentang
Spesifikasi Sampah Perkotaan.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Karakteristik Sampel
4.1.1.Analisis Komposisi Fisik
1). Sampah di Kota Denpasar.
Berdasarkan hasil analisis fisik sampah yang diambil di Kota Denpasar, dapat
ditampilkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Komposisi Fisik Sampah di Kota Denpasar
No Kandungan Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV
% % % %
1 Residu
Material Dari
Dapur
++++ 63.20 ++++ 66.80 ++++ 68.20 ++++ 71.30
2 Kertas + 8.80 + 9.50 ++ 17.80 + 8.40
3 Plastik dan
Karet
++ 22.80 ++ 18.40 ++ 18.50 ++ 14.40
4 Tekstil/Kain + 1.20 + 1.20 + 3.60 + 2.30
5 Kayu dan
Bambu
+ 2.50 + 2.80 + 1.20 + 1.80
6 Debu dan
Tanah
+ 1.50 + 1.30 + 1.60 + 1.80
7 Keramik 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
8 Gelas/Kaca 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
9 Logam 0 0.00 0 0.00 + 1.40 0 0.00
10 Lainnya 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
Keterangan:
0 = Tidak ada
+ = Sangat Sedikit, < 10 %
++ = Sedikit, <10 % s.d. 30 %
+++ = Sedang, < 30 % s.d. < 60 %
++++ = Banyak, < 60 % s.d. < 80 %
+++++ = Sangat Banyak, < 80 % s.d. 99 %
++++++ = Semuanya, 100 %
37
2).Sampah di Kabupaten Badung
Berdasarkan analisis fisik sampah yang diambil dari Kabupaten Badung, dapat
ditampilkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Komposisi Fisik Sampah di Kabupaten Badung
No Kandungan Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV
% % % %
1 Residu
Material Dari
Dapur
++++ 61.50 ++++ 62.60 ++++ 64.50 ++++ 66.20
2 Kertas + 7.20 + 8.40 + 9.50 + 8.60
3 Plastik dan
Karet
++ 18.20 ++ 11.30 ++ 12.20 ++ 11.40
4 Tekstil/Kain + 3.80 + 4.10 + 3.80 + 6.40
5 Kayu dan
Bambu
+ 6.80 + 7.30 + 5.40 + 3.80
6 Debu dan
Tanah
+ 0.50 + 1.30 + 1.40 + 2.20
7 Keramik + 0.40 + 0.80 0 0.00 0 0.00
8 Gelas/Kaca + 0.20 + 1.80 0 0.00 + 1.40
9 Logam + 1.40 + 2.40 + 3.20 0 0.00
10 Lainnya 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
Keterangan:
0 = Tidak ada
+ = Sangat Sedikit, < 10 %
++ = Sedikit, <10 % s.d. 30 %
+++ = Sedang, < 30 % s.d. < 60 %
++++ = Banyak, < 60 % s.d. < 80 %
+++++ = Sangat Banyak, < 80 % s.d. 99 %
++++++ = Semuanya, 100 %
38
3). Sampah di TPA Suwung.
Berdasarkan analisis fisik sampah yang diambil di TPA Suwung, dapat ditampilkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Komposisi Fisik Sampah di TPA Suwung
No Kandungan Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV Sampel V Sampel VI Sampel VII
% % % % % % %
1 Residu Material Dari Dapur ++ 58.40 ++ 56.90 ++ 46.40 ++ 56.60 ++ 55.70 ++ 46.30 ++ 50.40 2 Kertas + 4.60 + 7.90 + 8.40 + 4.70 + 3.80 + 5.90 + 7.20 3 Plastik dan Karet ++ 15.80 ++ 16.40 ++ 22.20 ++ 21.80 ++ 18.20 ++ 23.60 ++ 19.20 4 Tekstil/Kain + 3.40 + 2.80 + 6.20 + 5.80 + 4.80 + 5.20 + 3.80 5 Kayu dan Bambu + 3.20 + 6.10 + 5.80 + 2.40 + 2.30 + 7.90 + 6.90 6 Debu dan Tanah + 4.80 + 5.20 + 6.20 + 4.40 + 6.20 + 7.20 + 3.40 7 Keramik + 2.50 + 0.00 + 2.40 + 1.50 + 1.60 + 2.30 + 1.50 8 Gelas/Kaca + 4.50 + 3.20 + 1.20 + 1.20 + 3.20 + 1.20 + 2.20 9 Logam + 2.80 + 1.50 + 1.20 + 1.60 + 4.20 + 0.40 + 5.40 10 Lainnya 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
Keterangan:
0 = Tidak ada
+ = Sangat Sedikit, < 10 %
++ = Sedikit, <10 % s.d. 30 %
+++ = Sedang, < 30 % s.d. < 60 %
++++ = Banyak, < 60 % s.d. < 80 %
+++++ = Sangat Banyak, < 80 % s.d. 99 %
++++++ = Semuanya, 100 %
39
4.1.2. Analisis Industri
1). Analisis Industri Sampah di Kota Denpasar
Analisis industri sampah di Kota Denpasar dilakukan dengan mengukur
kondisi sampel sampah yang sudah mengalami dekomposisi sementara. Berdasarkan
pengamatan visual dan pengukuran organoleptik, didapatkan kondisi analisis industri
sampah di Kota Denpasar seperti pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Analisis Industri Sampah di Kota Denpasar
No Kandungan Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV
% % % %
1 Uap Air +++ 30.50 +++ 28.80 +++ 22.50 +++ 26.90 2 Debu + 5.50 + 6.30 + 4.80 + 5.20 3 Zat
Mudah
Menguap
+ 6.40 + 7.40 + 7.20 + 6.20
4 Campuran
Karbon
+++ 33.80 +++ 30.20 +++ 32.70 +++ 28.50
5 Lainnya ++ 23.80 ++ 27.30 ++ 32.80 ++ 33.20
Keterangan:
0 = Tidak ada
+ = Sangat Sedikit, < 10 %
++ = Sedikit, <10 % s.d. 30 %
+++ = Sedang, < 30 % s.d. < 60 %
++++ = Banyak, < 60 % s.d. < 80 %
+++++ = Sangat Banyak, < 80 % s.d. 99 %
++++++ = Semuanya, 100 %
40
2). Analisis Industri Sampah di Kabupaten Badung
Analisis industri sampah di Kabupaten Badung dilakukan dengan mengukur
kondisi sampel sampah yang sudah mengalami dekomposisi sementara. Berdasarkan
pengamatan visual dan pengukuran organoleptik, didapatkan kondisi analisis industri
sampah di Kabupaten Badung seperti pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Analisis Industri Sampah di Kabupaten Badung
No Kandungan Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV
% % % %
1 Uap Air ++ 28.20 ++ 27.50 ++ 28.50 ++ 27.70
2 Debu + 6.80 + 5.40 + 5.20 + 4.80
3 Zat
Mudah
Menguap
+ 5.80 + 6.80 + 5.90 + 7.40
4 Campuran
Karbon
+++ 38.40 +++ 32.20 +++ 36.20 ++ 27.20
5 Lainnya ++ 20.80 ++ 28.10 ++ 24.20 +++ 32.90
Keterangan:
0 = Tidak ada
+ = Sangat Sedikit, < 10 %
++ = Sedikit, <10 % s.d. 30 %
+++ = Sedang, < 30 % s.d. < 60 %
++++ = Banyak, < 60 % s.d. < 80 %
+++++ = Sangat Banyak, < 80 % s.d. 99 %
++++++ = Semuanya, 100 %
41
3). Analisis Industri Sampah di TPA Suwung
Analisis industri sampah di TPA Suwung dilakukan dengan mengukur kondisi sampel sampah yang sudah mengalami dekomposisi
sementara. Berdasarkan pengamatan visual dan pengukuran organoleptik, didapatkan kondisi analisis industri sampah di TPA Suwung
seperti pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Analisis Industri Sampah di TPA Suwung
No Kandungan Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV Sampel V Sampel VI Sampel VII
% % % % % % %
1 Uap Air +++ 32.80 +++ 35.80 +++ 32.50 +++ 38.30 +++ 35.10 +++ 32.90 +++ 38.20
2 Debu + 8.30 + 9.20 + 7.90 + 6.80 + 7.60 + 8.40 + 6.20
3 Zat
Mudah Menguap
++ 11.30 ++ 10.20 ++ 10.40 + 9.90 ++ 11.20 ++ 12.30 ++ 12.80
4 Campuran Karbon ++ 22.70 ++ 21.60 ++ 23.50 ++ 22.80 ++ 24.90 ++ 22.20 ++ 22.60
5 Lainnya ++ 24.90 ++ 23.20 ++ 25.70 ++ 22.20 ++ 21.20 ++ 24.20 ++ 20.20
Keterangan:
0 = Tidak ada
+ = Sangat Sedikit, < 10 %
++ = Sedikit, <10 % s.d. 30 %
+++ = Sedang, < 30 % s.d. < 60 %
++++ = Banyak, < 60 % s.d. < 80 %
+++++ = Sangat Banyak, < 80 % s.d. 99 %
+++++ = Semuanya, 100 %
42
4.1.3. Analisis Unsur
1). Analisis Unsur Sampah di Kota Denpasar.
Analisis unsur sampah di Kota Denpasar dilakukan untuk mengetahui kandungan
unsur karbon(C), unsur hidrogen (H), unsur oksigen (O), unsur nitrogen (N), unsur
sulfur (S), dan unsur klor (Cl) di dalam sampel sampah. Analisis dilakukan dengan
menggunakan Reagen Lammotte,USA. Hasil analisis ditampilkan dalam Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Analisis Unsur Sampah di Kota Denpasar
No Kandungan Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV
% % % %
1 Karbon (C) +++ 33.80 +++ 30.20 +++ 32.70 ++ 28.50 2 Hidrogen (H) + 6.70 + 7.40 + 6.90 + 8.20 3 Oksigen (O) ++ 22.50 ++ 21.60 ++ 23.50 ++ 20.50 4 Nitrogen (N) + 2.80 + 3.20 + 4.10 + 3.20 5 Sulfur (S) + 0.50 + 0.80 + 0.60 + 0.70 6 Klor (Cl) ++ 10.50 ++ 11.40 ++ 10.50 ++ 11.50 7 Lainnya ++ 23.20 ++ 25.40 ++ 21.70 ++ 27.40
Keterangan:
0 = Tidak ada
+ = Sangat Sedikit, < 10 %
++ = Sedikit, <10 % s.d. 30 %
+++ = Sedang, < 30 % s.d. < 60 %
++++ = Banyak, < 60 % s.d. < 80 %
+++++ = Sangat Banyak, < 80 % s.d. 99 %
++++++ = Semuanya, 100 %
43
2). Analisis Unsur Sampah di Kabupaten Badung.
Analisis unsur sampah di Kabupaten Badung dilakukan untuk mengetahui
kandungan unsur karbon(C), unsur hidrogen (H), unsur oksigen (O), unsur nitrogen
(N), unsur sulfur (S), dan unsur klor (Cl) yang terdapat dalam sampel sampah. Analisis
dilakukan dengan menggunakan Reagen Lammotte,USA. Hasil analisis ditampilkan
dalam Tabel 4.8 .
Tabel 4.8 . Analisis Unsur Sampah di Kabupaten Badung.
No Kandungan Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV
% % % %
1 Karbon (C) +++ 38.40 +++ 32.20 +++ 36.20 +++ 27.20 2 Hidrogen (H) + 5.50 + 6.20 + 5.80 + 6.90 3 Oksigen (O) ++ 21.60 ++ 20.50 ++ 21.40 ++ 22.50 4 Nitrogen (N) + 1.70 + 1.80 + 2.40 + 2.10 5 Sulfur (S) + 0.70 + 0.80 + 0.60 + 0.80 6 Klor (Cl) ++ 11.20 ++ 10.50 ++ 11.10 ++ 12.10 7 Lainnya ++ 20.90 ++ 28.00 ++ 22.50 ++ 28.40
Keterangan:
0 = Tidak ada
+ = Sangat Sedikit, < 10 %
++ = Sedikit, <10 % s.d. 30 %
+++ = Sedang, < 30 % s.d. < 60 %
++++ = Banyak, < 60 % s.d. < 80 %
+++++ = Sangat Banyak, < 80 % s.d. 99 %
++++++ = Semuanya, 100 %
44
3). Analisis Unsur Sampah di TPA Suwung
Analisis unsur sampah di TPA Suwung dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur karbon©, unsur hidrogen (H), unsur oksigen
(O), unsur nitrogen (N), unsur sulfur (S), dan unsur klor (Cl) yang terdapat dalam sampel sampah. Analisis dilakukan dengan menggunakan
Reagen Lammotte,USA. Hasil analisis ditampilkan dalam Tabel 4.9 .
Tabel 4.9 . Analisis Unsur Sampah di TPA Suwung
No Kandungan Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV Sampel V Sampel VI Sampel VII
% % % % % % %
1 Karbon (C) ++ 22.70 ++ 21.60 ++ 23.50 ++ 22.80 ++ 24.90 ++ 22.20 ++ 22.60 2 Hidrogen (H) + 5.80 + 5.80 + 5.50 + 6.20 + 5.70 + 6.40 + 6.80 3 Oksigen (O) ++ 18.20 ++ 17.40 ++ 18.50 ++ 17.90 ++ 15.80 ++ 15.60 ++ 14.70 4 Nitrogen (N) + 9.80 ++ 10.80 ++ 10.30 + 9.90 ++ 10.90 ++ 11.50 ++ 11.40 5 Sulfur (S) + 0.90 + 0.90 + 0.80 + 0.80 + 0.70 + 0.70 + 0.80 6 Klor (Cl) ++ 12.60 ++ 12.80 ++ 11.80 ++ 12.50 ++ 11.50 ++ 12.20 ++ 12.40 7 Lainnya +++ 30.00 +++ 30.70 +++ 29.60 +++ 29.90 +++ 30.50 +++ 31.40 +++ 31.30
Keterangan:
0 = Tidak ada
+ = Sangat Sedikit, < 10 %
++ = Sedikit, <10 % s.d. 30 %
+++ = Sedang, < 30 % s.d. < 60 %
++++ = Banyak, < 60 % s.d. < 80 %
+++++ = Sangat Banyak, < 80 % s.d. 99 %
+++++ = Semuanya, 100 %
45
4.1.4. Analisis Nilai Kalor
1). Analisis Nilai Kalor Sampah di Kota Denpasar.
Analisis nilai kalor sampah di Kota Denpasar dilakukan untuk mengetahui
perubahan kalor yang terjadi pada sampah dalam kondisi basah maupun kering.
Analisis dilakukan dengan memanaskan sampel di dalam oven pada suhu 105 oC dan
mengukur perubahan berat yang terjadi untuk mengetahui kondisi hilangnya kadar air
pada sampel. Hasil analisis ditampilkan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Analisis Nilai Kalor Sampah di Kota Denpasar
No Sampel Kandungan Air (%) Kalor (kJ/kg)
1 Sampel I 30.50 N/A
2 Sampel II 28.80 N/A
3 Sampel III 22.50 N/A
4 Sampel IV 26.90 N/A
2). Analisis Nilai Kalor Sampah di Kabupaten Badung
Analisis nilai kalor sampah di Kabupaten Badung dilakukan untuk mengetahui
perubahan kalor yang terjadi pada sampah dalam kondisi basah maupun kering.
Analisis dilakukan dengan memanaskan sampel di dalam oven pada suhu 105 oC dan
mengukur perubahan berat yang terjadi untuk mengetahui kondisi hilangnya kadar air
pada sampel. Hasil analisis ditampilkan pada Tabel 4.11.
46
Tabel 4.11. Analisis Nilai Kalor Sampah di Kabupaten Badung
No Sampel Kandungan Air Kalor (kJ/kg
1 Sampel I 28.20 N/A
2 Sampel II 27.50 N/A
3 Sampel III 28.50 N/A
4 Sampel IV 27.70 N/A
3). Analisis Nilai Kalor Sampah di TPA Suwung
Analisis nilai kalor sampah di TPA Suwung dilakukan untuk mengetahui
perubahan kalor yang terjadi pada sampah dalam kondisi basah maupun kering.
Analisis dilakukan dengan memanaskan sampel di dalam oven pada suhu 105 oC dan
mengukur perubahan berat yang terjadi untuk mengetahui kondisi hilangnya kadar air
pada sampel. Hasil analisis ditampilkan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Analisis Nilai Kalor Sampah di TPA Suwung
No Sampel Kandungan Air (%) Kalor (kJ/kg)
1 Sampel I 32.80 N/A
2 Sampel II 35.80 N/A
3 Sampel III 32.50 N/A
4 Sampel IV 38.30 N/A
5 Sampel V 35.10 N/A
6 Sampel VI 32.90 N/A
7 Sampel VII 38.20 N/A
47
4.2. Analisis Hasil Penelitian
4.2.1. Komposisi Fisik Sampah.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap karakteristik sampah di Kota Denpasar,
Kabupaten Badung dan TPA Suwung dapat dilihat bahwa sebagian besar sampah
yang dibuang berasal dari kegiatan domestik (rumah tangga). Bahan yang paling
banyak terbuang adalah berasal dari aktivitas di dapur. Sampah yang berasal dari Kota
Denpasar merupakan yang terbesar masih mengandung residu material dapur. Hal ini
bisa dilihat dari masih banyaknya residu material dapur yang terdapat dalam sampel
seperti terlihat pada Gambar.4.1.
Gambar 4.1. Sampah Dapur,Kertas dan Plastik
0
10
20
30
40
50
60
70
80
%
Lokasi Sampel
Residu Material Dari Dapur Kertas Plastik dan Karet
48
Berdasarkan komposisi sampah pada Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa
sebagian besar sampah mengandung residu material dapur, kemudian plastik dan
bahan karet serta yang ketiga adalah kertas. Residu material dapur sebagian besar
merupakan sampah organik yang sebenarnya dapat dimanfaatkan kembali sebagai
bahan pupuk. Sedangkan sampah plastik yang ditemukan di dalam sampel pada
umumnya merupakan sampah untuk bahan pemper/popok yang sudah tercampur
dengan urine maupun tinja. Sedangkan sampah kertas sebagian besar sudah hancur
dan bercampur dengan bahan lainnya.
Komposisi fisik sampah lainnya berupa serpihan kain yang berasal dari kain
perca maupun sobekan kain dari pakaian bekas. Sedangkan sampah dari kayu maupun
bambu pada umumnya dalam bentuk yang sudah hancur/keropos atau dalam potongan
kecil. Sampah jenis ini paling banyak terdapat pada sampel yang berasal dari TPA
Suwung dan kabupaten Badung, seperti dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Sampah Tekstil,Kayu dan Debu
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
%
Lokasi Sampel
Tekstil/Kain Kayu dan Bambu Debu dan Tanah
49
4.2.2. Analisis Industri
Berdasarkan analisis industri, sampah di Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan
TPA Suwung masih bersifat basah. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya
kandungan uap air pada sampah yang dianalisis. Kondisi tersebut akan memerlukan
waktu yang lebih lama untuk membakar sampah yang ada. Namun, kandungan air
dalam sampah tersebut dapat memeudahkan terjadinya proses dekomposisi. Gambaran
kandungan uap air dalam sampel dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Kandungan Uap Air, Abu dan Bahan Mudah Menguap
4.2.3.Analisis Unsur
Berdasarkan analisis terhadap kandungan unsur kimia yang umumnya terdapat di
dalam sampah di Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan TPA Suwung dapat dilihat
bahwa sampah yang berasal dari Kota Denpasar mengandung kadar karbon yang
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
%
Lokasi Sampel
Uap Air Abu Volatile
50
paling besar. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 4.4. Unsur karbon (C) merupakan yang
terbanyak terdapat dalam sampah yang di analisis. Kabupaten Badung memiliki
sampah dengan kandungan karbon tertinggi disusul oleh Kota Denpasar dan TPA
Suwung.
Gambar 4.4. Komposisi Unsur Kimia
4.2.4.Analisis Kandungan Air
Berdasarkan analisis terhadap kandungan air yang terdapat dalam sampah di
Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan TPA Suwung dapat dilihat bahwa sampah
yang berasal dari TPA Suwung mengandung air yang paling besar. Hal ini bisa
dilihat pada Gambar 4.5. Besarnya kandungan air dalam sampah di TPA Suwung
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
DPS1 DPS2 DPS3 DPS4 BDG1 BDG2 BDG3 BDG4 TPA1 TPA2 TPA3 TPA4 TPA5 TPA6 TPA7
%
Lokasi Sampel
Karbon(C) Hidrogen(H) Oksigen (O) Nitrogen(N) Sulfur (S) Chlor(Cl)
51
kemungkinan karena kondisi TPA yang terbuka dan sampah yang diambil berada di
lokasi tersebut dalam waktu yang lebih lama daripada sampah lainnya.
Gambar 4.5. Kandungan Air
30.528.8
22.5
26.9 28.2 27.5 28.5 27.7
32.835.8
32.5
38.335.1
32.9
38.2
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
%
Lokasi Sampel
52
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap karakteristik sampah di Kota Denpasar,
Kabupaten Badung dan TPA Suwung dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1) Karakteristik sampah di Kota Denpasar pada umumnya mengandung paling
banyak kandungan sampah dari dapur dengan besaran rata-rata 67,4 %.
Komposisi terbesar adalah residu material dapur diiukuti dengan sampah
plastik dan kertas. Kandungan air sampah di Kota Denpasar berkisar antara
22,50% s.d. 30,50 %. Sedangkan kandungan unsur terbesar adalah karbon
sebesar rata-rata 31,3%.
2) Karakteristik sampah di Kabupaten Badung lebih banyak mengandung
sampah berbahan kayu dan bambu daripada daerah lainnya. Hal ini
kemungkinan karena sampah yang terbuang berasal dari aktivitas pemotongan
kayu atau sampah bangunan. Kandungan air sampah di Kabupaten Badung
berkisar antara 27,50% s.d. 28,50 %. Sedangkan kandungan unsur terbesar
adalah karbon sebesar rata-rata 33,5%.
3) Karakteristik sampah di TPA Suwung paling banyak mengadung kadar air.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sampah yang diletakan pada areal yang
terbuka dan lebih lama berada di lokasi tersebut dibandingkan dengan sampah
lainnya.Kandungan unsur karbon paling besar daripada unsur lainnya yakni
rata-rata 22,90 %.
53
5.2. Saran
Berdasarkan simpulan penelitian, dapat disarankan beberapa hal diantaranya:
1. Komposisi bahan penyusun sampah yang diambil di Kota Denpasar,
Kabupaten Badung dan TPA Suwung pada umumnya paling banyak
mengandung sampah organik. Oleh karena itu, disarankan agar sistem
pengolahan sampah bisa menyesuaikan dengan komposisi kandungan bahan
organik tersebut.
2. Masalah sampah di Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan TPA Suwung
sudah sangat memprihatinkan, sehingga perlu segera dilakukan langkah
pengelolaan agar tidak menimbulkan bencana yang lebih besar.
3. Sistem pengolahan sampah untuk energi (Waste to Energy) dengan
memanfaatkan sampah yang ada di TPA Suwung perlu memperhatikan
tingginya kandungan air pada sampah di tempat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alloway, B.J. 1994. Chemical Principles of Environmental Pollution. London:
Blackie Academic & Professional.
Bappenas. 2007. Kiat Kerja Sanitasi di Kawasan Kumuh Petikan Hasil Studi
Sanitasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Perkotaaan. Jakarta:
Indonesian Sanitation Sector Development Program, Bank Dunia.
Barnett,V., Hagan O.A. 1997. Setting Environmental Standards. London:
Chapman & Hall.
CJ/T 313-2009, Standard of the Town Construction Industry of Peoples Republic
of China
Damhuri,E.,Padmi,T.,2011,Pengelolaan Sampah, Institut Teknologi Bandung.
Dermaga. 2007. Edisi 105: Master Plan Pelabuhan Benoa Bali. Surabaya: PT
Pelindo III.
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali. 1999. Pengelolaan Persampahan di Bali
dan Kemungkinan Untuk Kerjasama Swasta-Pemerintah. Denpasar:
Bali Urban Infrastruktur Project (BUIP).
Hodges,L. 1973. Environmental Pollution. New York: Holt, Rinehart and
Winston.
International Network for Partnership and Sustainable Development. /INPSD.
2007. Persepsi Masyarakat di Kawasan Sanur,Kuta dan Nusa Dua
terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan. Laporan Survey.
Denpasar: Yayasan Pembangunan Bali Berkelanjutan.
SNI 19-3964-1995, Spesifikasi Sampah Perkotaan.
Palar,H. 1993. Pencemaran & Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta.
HASIL PENGUKURAN Nomor : 05 /KSL - FMIPA/VIII/2017
Asal Sampel : Kota Denpasar, Kabupaten Badung, TPA Suwung
Jenis Pengukuran : Karakteristik Sampah
Tanggal : 25 Juli 2017
Surveyor : Ir. Nyoman Surayasa,M.Si
No Kandungan Satuan Sampel di Kota Denpasar Sampel di Kabupaten Badung Sampel di TPA Suwung
I II III IV I II III IV I II III IV V VI VII
I. Komposisi Fisik
1 Residu Material Dari Dapur % 63.20 66.80 68.20 71.30 61.50 62.60 64.50 66.20 58.40 56.90 46.40 56.60 55.70 46.30 50.40
2 Kertas % 8.80 9.50 17.80 8.40 7.20 8.40 9.50 8.60 4.60 7.90 8.40 4.70 3.80 5.90 7.20
3 Plastik dan Karet % 22.80 18.40 18.50 14.40 18.20 11.30 12.20 11.40 15.80 16.40 22.20 21.80 18.20 23.60 19.20
4 Tekstil/Kain % 1.20 1.20 3.60 2.30 3.80 4.10 3.80 6.40 3.40 2.80 6.20 5.80 4.80 5.20 3.80
5 Kayu dan Bambu % 2.50 2.80 1.20 1.80 6.80 7.30 5.40 3.80 3.20 6.10 5.80 2.40 2.30 7.90 6.90
6 Debu dan Tanah % 1.50 1.30 1.60 1.80 0.50 1.30 1.40 2.20 4.80 5.20 6.20 4.40 6.20 7.20 3.40
7 Keramik % 0.00 0.00 0.00 0.00 0.40 0.80 0.00 0.00 2.50 0.00 2.40 1.50 1.60 2.30 1.50
8 Gelas/Kaca % 0.00 0.00 0.00 0.00 0.20 1.80 0.00 1.40 4.50 3.20 1.20 1.20 3.20 1.20 2.20
9 Logam % 0.00 0.00 1.40 0.00 1.40 2.40 3.20 0.00 2.80 1.50 1.20 1.60 4.20 0.40 5.40
II Analisis Industri
10 Uap Air % 30.50 28.80 22.50 26.90 28.20 27.50 28.50 27.70 32.80 35.80 32.50 38.30 35.10 32.90 38.20
11 Abu % 5.50 6.30 4.80 5.20 6.80 5.40 5.20 4.80 8.30 9.20 7.90 6.80 7.60 8.40 6.20
12 Zat Mudah menguap % 6.40 7.40 7.20 6.20 5.80 6.80 5.90 7.40 11.30 10.20 10.40 9.90 11.20 12.30 12.80
III Analisis Unsur
13 Unsur Karbon(C) % 33.80 30.20 32.70 28.50 38.40 32.20 36.20 27.20 22.70 21.60 23.50 22.80 24.90 22.20 22.60
14 Hidrogen(H) % 6.70 7.40 6.90 8.20 5.50 6.20 5.80 6.90 5.80 5.80 5.50 6.20 5.70 6.40 6.80
15 Oksigen (O) % 22.50 21.60 23.50 20.50 21.60 20.50 21.40 22.50 18.20 17.40 18.50 17.90 15.80 15.60 14.70
16 Nitrogen(N) % 2.80 3.20 4.10 3.20 1.70 1.80 2.40 2.10 9.80 10.80 10.30 9.90 10.90 11.50 11.40
17 Sulfur (S) % 0.50 0.80 0.60 0.70 0.70 0.80 0.60 0.80 0.90 0.90 0.80 0.80 0.70 0.70 0.80
18 Chlor(Cl) % 10.50 11.40 10.50 11.50 11.20 10.50 11.10 12.10 12.60 12.80 11.80 12.50 11.50 12.20 12.40
19 Kandungan Air % 30.50 28.80 22.50 26.90 28.20 27.50 28.50 27.70 32.80 35.80 32.50 38.30 35.10 32.90 38.20
LABORATORIUM ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN KELOMPOK STUDI LINGKUNGAN
FMIPA UNIVERSITAS UDAYANA Kampus Bukit Jimbaran , Gedung FGTelp. 0361-425452, 08123970922 Fax. 0361-467712
Bukit Jimbaran, 8 Agustus 2017
Ketua,
Dr. Ketut Gede Dharma Putra,M.Sc
NIP 196010071986011001
Lampiran:
Data Sampel Penelitian
No Lokasi Pengambilan Sampel Berat Sampel
(Kg)
Waktu
Pengambilan
I Kota Denpasar
1 TPS Tohpati 1 5,5 21 Juli 2017
2 TPS Tohpati 2 5,9 21 Juli 2017
3 TPS Sidakarya 1 5,5 21 Juli 2017
4 TPS Sidakarya 2 5,9 21 Juli 2017
II Kabupaten Badung
1 TPS Tuban 1 5,4 21 Juli 2017
2 TPS Tuban 2 5,8 21 Juli 2017
3 TPS Badung 1 (Truk Sampah) 9,6 21 Juli 2017
4 TPS Badung 2 (Truk Sampah) 8,8 21 Juli 2017
III TPA Suwung
1 TPA Suwung 1 10 21 Juli 2017
2 TPA Suwung 2 7,8 21 Juli 2017
3 TPA Suwung 3 7,4 21 Juli 2017
4 TPA Suwung 4 9,5 21 Juli 2017
5 TPA Suwung 5 6,3 21 Juli 2017
6 TPA Suwung 6 5,4 21 Juli 2017
7 TPA Suwung 7 6,1 21 Juli 2017
Keterangan:
Sampel di bungkus dengan pelatik sampah kemudian di masukan ke dalam bungkus
plastik press. Kemudian semua sampel dimasukan kedalam kontainer yang diisi
dengan pendingin ( nitrogen cair) untuk di bawa ke laboratorium.
1
Lampiran:
Foto Kegiatan Analisis
2