YAHUDI DAN NASRANI PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id › 5004...
Transcript of YAHUDI DAN NASRANI PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id › 5004...
-
YAHUDI DAN NASRANI PERSPEKTIF AL-QUR’AN
(Studi Pemikiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.Ag.)
Bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Oleh
Muhamad Nur Hasan Mudda’i
NIM 21514012
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO
***
ي ۡلم َوفَۡوَق ُكل ِّ ذِّ َعلِّيم عِّ
“Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu
ada yang Maha Mengetahui”
***
-
vi
PERSEMBAHAN
***
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
Allah
Satu-satunya tujuan dalam hidupku, dan inilah wujud berterimakasihku pada-Mu
Kedua orang tua
Ahmadi
Nurhayati
Terimakasih untuk kasih-sayang, ketulusan, keikhlasan, dan semua pengorbanan
yang telah diberikan, ini adalah wujud dari bukti-kecil baktiku kepadamu berdua
Sahabat-sahabat seperjuangan yang setiap saat
berbagi suka dan cita
Almamater
IAIN Salatiga
***
-
vii
-
viii
-
ix
-
x
KATA PENGANTAR
احلمد هلل رب العاملني
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan segenap manusia. Melalui hidayah,
inayah, rahmat, karunia dan mahhabah-Nya yang tiada batas, penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih pula kepada Nabi Muhammad yang
telah mengajarkan kepada kita, cara bagaimana berusaha dengan keras dan
sungguh-sungguh. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepadamu.
Dalam mengerjakan tugas akhir ini, saya banyak mengambil inspirasi dan
rujukan utama dari beberapa literatur, utamanya adalah Tafsir al-Mizan fi Tafsir
al-Qur’an, dan Quran: A Reformist Translation, maupun literatur pendukung
lainnya. Penulis berusaha sekuat mungkin dalam memaparkan agama Yahudi-
Nasrani dalam al-Qur’an perspektif Thabathaba’i dan Edip Yuksel, tetapi tidak
menutup kemungkinan terjadi kekurangan di dalamnya. Karena itu, penulis
memohon maaf.
Akhirnya, usaha dalam menyelesaikan penelitian ini, mulai dari proposal,
proses penelitian hingga penulisan skripsi selesai, tidak akan terlepas dari bantuan
berbagai pihak, khususnya dalam mengkontruksi skripsi komparasi ini dengan
judul Yahudi dan Nasrani Perspektif Al-Qur’an (Studi Pemikiran Thabathaba’i,
Edip Yuksel, dkk.). Harapannya, apa yang menjadi ikhtiar saya, mampu
memberikan kontribusi bagi pembaca mengenai agama Yahudi dan Nasrani.
Setelah melewati proses yang cukup panjang dan penuh tantangan, akhirnya
skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, saya ingin menyampaikan ucapkan
terima kasih kepada:
1. Orang tua, Bapakku Ahmadi dan ibunda Nurhayati yang selalu mendoakan
dan mensuport dalam segala hal yang penulis lakukan. Serta adik tercinta
M. Agus Dhany Mubarok yang selalu menyayangi dan mensuport penulis.
2. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M. Pd., selaku Rektor beserta jajarannya dan
segenap tenaga pendidik baik dosen maupun karyawan di IAIN Salatiga.
-
xi
3. Jajaran Dekanat fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora, Dr. Benny
Ridwan, M. Hum., Dr. M. Gufron, M. Ag., Dr. H. Sidqon Maesur, Lc.,
M.A., dan Dr. Mubasirun, M.Ag. yang telah memberi dukungan dan
motivasi.
4. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum., selaku pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang telah sudi kiranya meluangkan waktunya,
membina dan membimbing dari awal perkuliahan hingga akhir dan
mengarahkan proses penelitian skripsi ini berupa koreksi, masukan, kritikan,
dan saran yang kontruktif dalam melengkapi dan menyelesaikan studi dan
penelitian ini di sela-sela kesibukan mengajar dan aktifitas yang lainnya.
5. Ibunda Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir (IAT), Bapak Farid Hasan, S.Th.I., M.Hum. yang telah memberi
dukungan dan motivasi dan bapak Dr. Adang Kuswaya, M. Ag., yang selalu
memberikan bimbingan tanpa waktu.
6. Segenap Staff pengajar dan karyawan fakultas Ushuluddin, Adab dan
Humaniora, pak Mujib, bu Ika dan pak Tafin yang telah meluangkan
waktunya, melayani segala keperluan akademik penulis.
7. Teman-teman sehimpunan-seperjuangan Rabika, Neny, Samsul, Ayusta,
Annisa Fitri, Saifunnuha, Latif, Wahyu, Fatimah, Novita, Laila Khodariyah,
Trisna, Yusuf, Abrar, Fissabil, alumni jurusan IAT MK. Ridwan, Wahyu
Kurniawan, Triyanah, Rangga, Rohman, Husen, semua adek angkatan IAT,
serta tak lupa sahabat tercinta Aryana, Mb Rima, Inay dan Uliajnic yang
menjadi patner akademis dan teman diskusi.
Akhirnya, saya menyadari bahwa, apa yang penulis kerjakan ini, bukanlah
suatu hal yang sempurna dan tidak menuai kritik. Justru berbagai masukan berupa
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, adalah nutrisi bagi saya dalam
rangka mendekatkan diri pada kesempurnaan, walaupun hal itu bersifat mustahil.
Selamat membaca.
Salatiga, 3 April 2018
-
xii
ABSTRAK
Yahudi dan Nasrani Perspektif Al-Qur’an
(Studi Pemikiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk.)
Muhamad Nur Hasan Mudda’i. 21514012
Pembimbing: Dr. Benny Ridwan, M. Hum.
Kata Kunci: Yahudi, Nasrani, Thabathaba’i, Edip Yuksel.
Skripsi ini berbicara mengenai agama Yahudi dan Nasrani, serta
bagaimana sejarah dan teks ayat-ayat al-Qur’an tentangnya yang diambil dari
penafsiran Thabathaba’i dengan Edip Yuksel, dkk. Tentu dalam membahas kedua
agama ini diperlukan adanya kerangka setting sosio-historis secara mendalam.
Thabathaba’i dalam tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an dan Edip Yuksel beserta
tim penulis tafsirnya Quran: A Reformist Translation, memberikan sebuah
alternatif dalam membahas agama-agama secara universalistik-positivistik.
Siapakah sebenarnya Yahudi-Nasrani dalam al-Qur’an itu? Apakah mereka akan
selalu tidak senang dengan perbuatan Muslim dari dulu hingga sekarang? Apakah
mereka akan masuk surga atau neraka menurut klaim dari agama Ahl Ibrahim?
Kajian ini dianggap penting sebab menyangkut dasar falsafah hidup kaum Muslim
dalam menentukan sikapnya terhadap umat Yahudi-Nasrani.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah deskriptif-analitik
dengan pemahaman historisitas dan pemahaman teks dengan 3 stage deduktif,
induktif kemudian komparatif. Penulis menganalisis pemikiran Thabathaba’i dan
Yuksel dengan pemahaman sejarah Yahudi-Nasrani, ayat-ayat al-Qur’an
tentangnya kemudian dikomparasikan. Dari telaah yang telah dilakukan, penulis
berkesimpulan bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai Yahudi dan
Nasrani dapat dikatakan berada pada tataran historis, kultural dan sosiologis.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa agama Yahudi, Nasrani dan Islam apabila
melihat dari konteks historis-genealogi Ibrahim itu sangat dekat. Jadi munculnya
kebencian, saling mengklaim agama paling benar, kekerasan dan lain sebagainya
itu adalah sikap yang salah dalam melestarikan ajaran Ibrahim yang hanif.
Maksudnya mereka sepatutnya menjalani kehidupan bebarengan secara kooperatif
dengan menjaga kedamaian, persaudaraan, persahabatan, kekerabatan dan
moderat yang mengantarkan mereka bersama menuju jalan humanizing Islam.
-
xiii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................ i
NOTA PEMBIMBING .................................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
KEASLIAN SKRIPSI DAN KESEDIAAN DIPUBLIKASI ......................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
ABSTRAK ....................................................................................................... xii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 12
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 13
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 14
E. Survey Literatur ................................................................... 15
F. Metode Penelitian ............................................................... 19
G. Sistematika Penulisan ......................................................... 24
-
xiv
BAB II : SEJARAH MUNCULNYA AGAMA YAHUDI-NASRANI
PADA MASA PRA ISLAM, LAHIRNYA ISLAM DAN
MASA KINI
A. Sejarah dan Perkembangan Agama Yahudi ........................ 26
1. Masa Pra-Islam dan Lahirnya ........................................ 26
2. Agama Yahudi Modern dan Kontemporer .................... 42
B. Sejarah dan Perkembangan Agama Nasrani ........................ 48
1. Sejarah Pra-Islam dan Lahirnya ..................................... 48
2. Nasrani Dewasa ini ....................................................... 59
BAB III : PENAFSIRAN THABATHABA’I DAN EDIP YUKSEL,
DKK. TERHADAP AYAT TENTANG YAHUDI-NASRANI
A. Biografi Thabathaba’i dan Penafsirannya ........................... 62
1. Biografi Thabathaba’i .................................................... 62
2. Latar Belakang Tafsir Al-Mizan ................................... 73
3. Metode dan Corak Tafsir Al-Mizan ............................. 75
4. Penafsirannya tentang Yahudi dan Nasrani .................. 79
a. QS. Al-Baqarah [2]: 62 ........................................... 79
b. QS. Al-Baqarah [2]: 120 ......................................... 88
B. Biografi Edip Yuksel, dkk. serta Penafsirannya .................. 90
1. Biografi Edip Yuksel .................................................... 90
2. Biografi Layth Saleh al-Shaiban .................................... 93
3. Biografi Martha Schulte Nafeh ...................................... 94
4. Corak Pemikiran Edip, dkk. dalam penafsirannya ........ 96
-
xv
5. Metodologi Penafsiran Edip Yuksel, dkk. ..................... 101
6. Penafsirannya tentang Yahudi dan Nasrani .................. 106
a. QS. Al-Baqarah [2]: 62 ........................................... 106
b. QS. Al-Baqarah [2]: 120 ......................................... 108
BAB IV : PANDANGAN THABATHABA’I, EDIP YUKSEL DKK.
TERHADAP PERDAMAIAN ATAS KONFLIK
KEBERAGAMAAN
A. Pandangan Thabathaba’i terhadap Yahudi-Nasrani ............ 109
B. Pandangan Edip Yuksel, dkk. terhadap Yahudi-Nasrani ..... 133
C. Relevansi Pandangan Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk.
terhadap perdamaian atas konflik keberagamaan ................144
D. Analisis dan Komparasi Penafsiran Thabathaba’i dengan
Edip Yuksel, dkk. ................................................................ 153
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 162
B. Saran ................................................................................... 166
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 167
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: BIODATA PENULIS ........................................................... 172
LAMPIRAN 2: LEMBAR KONSULTASI .................................................... 173
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad kedua puluh satu ini, sebagai zaman yang banyak corak polemik
kehidupan baik dalam dimensi akidah, syariah dan muamalah. Salah satunya
adalah problematika sosial-akidah yang hingga saat ini bagi para ilmuan modern
dan para reformis sangat sulit merumuskan agar menemukan titik temu yang jitu
dalam strategi menuntaskannya. Problematika sosial-akidah ini adalah di mana
masyarakat sudah bercampur menjadi satu dari berbagai pemeluk agama, paham
keagamaan, macam corak pemikiran, dinamika intelektual dan berbagai macam
budaya yang terkumpul menjadi suatu kuantum lampau, masa kini atau antara
keduanya.
Dalam kehidupan sosial-akidah, banyak umat manusia sadar tentang
adanya kesatuan global, yakni ketergantungan satu umat dengan yang lainya dan
keperluan akan saling memahami serta memberi respek antara sesama manusia,
meski memiliki pandangan atau ideologi berbeda, sekat-sekat budaya, agama dan
nasionalitas mulai runtuh—sebuah fenomena yang sebelumnya tidak pernah
terbayangkan, baik para ilmuan termasuk di dalamnya adalah agamawan sendiri—
jika sebelumnya perbedaan ideologi, budaya dan agama acap kali mengantarkan
para pemeluk agama yang satu memusuhi pemeluk agama yang lainya dan bahkan
saling menumpahkan darah, maka di zaman ini mereka niscaya dituntut untuk
saling menghargai dan menghormati, sebab jika tidak maka dikhawatirkan
destruksi dan segala problematika akan semakin menjadikan dunia ini mudah
-
2
dihancurkan. Namun selain demikian dunia ini mudah juga dibangun untuk
merekontruksi kesadaran diri dan menempatkan diri secara proporsional di
tengah-tengah terjadinya peradaban dunia yang tidaklah mudah. Diperlukan
banyak energi untuk usaha tersebut dan diperlukan usaha keras setiap pemeluk
agama untuk sukses mengukuhkan diri sebagai bagian dari umat manusia yang
rindu akan persaudaraan dan perdamaian.1
Akhir-akhir ini, dalam konteks dan harapan idealitas kehidupan, hubungan
Yahudi-Muslim, Nasrani-Muslim ataupun Yahudi-Nasrani ternyata semakin
ditantang oleh berbagai persoalan politik dan ideologi. Perebutan wilayah
geografis dan kekuasaan politik di Palestina, yang sampai sekarang belum ada
titik temu untuk kedamaian, negara konflik tersebut hingga melibatkan berbagai
kepentingan Internasional, hingga konflik nasional yaitu permasalahan politik di
DKI-Jakarta (termasuk problem penistaan agama), telah memainkan peran penting
dalam menumbuhkan kesan semakin negatif pada masing-masing pihak terhadap
pihak lain dan bahkan telah merambat ke dalam pikiran dan suasana hati banyak
orang di dunia ini, baik Yahudi, Nasrani maupun Muslim, akibat dari provokasi
dan ketakutan (fear) yang ditiupkan ke dalam jiwa kebanyakan orang awam
secara tidak henti-hentinya oleh mereka yang terlalu berambisi dan ingin menang
sendiri. Akibatnya, agama dan politik seolah-olah tidak dapat lagi dipisahkan;
kemerdekaan telah diartikan sebagai kemampuan mengalahkan dan menundukkan
lawan. Pada saat-saat agama telah dijadikan alat untuk kepentingan-kepentingan
tertentu, maka tidak ada jalan bagi seseorang untuk "membebaskan diri" dari
1 Zulkarnaini, Yahudi Dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme
Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 2.
-
3
kemelut hal tersebut melainkan dengan cara mengklarifikasi pemahamannya
terhadap agama itu sendiri.2 Upaya memberikan klarifikasi inilah yang merupakan
titik keresahan awal yang mendorong penulis melakukan studi ini.
Sebagai sebuah teks—seperti teks-teks lainnya juga—Kitab Suci al-Qur'an
memiliki sifat-sifat kesejarahan dan kebudayaan tersendiri yang khas. Kekhususan
atau keunikan al-Qur'an terletak pada kenyataan bahwa ia adalah teks yang aktif
merespons sejarah, budaya dan realitas lingkungan masyarakatnya. Diturunkan di
tengah-tengah masyarakat jahiliah dan kaum Ahli Kitab (Ahl al-Kitab), al-Qur'an
bersikap kritis dan juga korektif terhadap berbagai gagasan dan konsep-konsep
tradisional yang dianggap melanggar garis-garis kebenaran dan keadilan
primordial yang telah digariskan Tuhan. Sekurang-kurangnya ada tiga umat yang
dihadapi al-Qur’an pada saat ia diturunkan, yaitu kaum penyembah berhala,
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani/Masehi. Semua kelompok ini telah
memiliki konsep-konsep keagamaan yang mapan, sehingga al-Qur’an bersikap
sangat hati-hati, namun juga sangat tegas, dalam menghadapi mereka. Banyak
tradisi Arab sebelum Islam yang diadopsi al-Qur’an dengan memberikan beberapa
modifikasi, seperti perkawinan, tata krama dalam kehidupan sosial dan sistem
peribadatan di sekitar Tanah Haram. Di samping itu ada juga kritik-kritik yang
dilancarkan secara evolutif, seperti yang berkaitan dengan larangan
mengkonsumsikan khamr. Kritik yang berkaitan dengan konsep-konsep teologi
dan dasar-dasar kemanusiaan disampaikan al-Qur’an secara lebih tegas dan
bahkan keras. Dalam hal ini al-Qur'an tanpa kompromi menolak, misalnya,
2 Zulkarnaini, Yahudi Dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme
Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 2
-
4
penyembahan berhala, konsep ketuhanan Isa Almasih dan klaim orang-orang
Yahudi sebagai umat pilihan (semata-mata karena beridentitas Yahudi). Secara
umum dapat dikatakan bahwa al-Qur’an, di samping telah membentuk sebuah
pandangan keagamaan tersendiri, juga telah membangun sebuah sikap keagamaan
tertentu terhadap penganut agama lain yang ikut terlibat dalam interaksi sosial-
budaya sepanjang sejarah kelahiran Islam, yakni sepanjang proses sejarah
turunnya al-Qur’an.3
Kaum Ahli Kitab, terutama kalangan Yahudi, adalah komunitas yang
termasuk menonjol keterlibatannya dalam perkembangan pembentukan keyakinan
Islam. Kelompok ini sering kali berhadapan dengan Nabi, baik dalam suasana
keakraban maupun permusuhan. Komunikasi dan interaksi mereka dengan Nabi
dan kaum Muslim telah menyebabkan banyak ayat al-Qur'an turun memberi
respons, dan hubungan ini dalam beberapa hal berakhir dengan konflik. Memang
harus diakui bahwa yang menjadi sasaran awal al-Qur’an adalah situasi kota
Mekah dengan kehidupan para elitnya yang korup,4 namun kemudian, tidak
terhindarkan, masyarakat Yahudi dan Nasrani ikut terlibat, sebab dalam
pandangan al-Qur’an manusia sesungguhnya adalah umat yang satu.5 Untuk
mengajak manusia melaksanakan kebaikan dan meninggalkan tindakan-tindakan
jahat dan tidak bermoral, pertama sekali yang harus dilakukan adalah meyakinkan
mereka akan adanya konsekuensi-konsekuensi dari semua perbuatannya: kebaikan
akan dibalas dengan pahala yang besar, sedangkan kejahatan akan mendatangkan
3 Zulkarnaini, Yahudi Dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme
Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 3-4 4 Fazlur Rahman "Islam's Attitude Toward Judaism," The Muslim World, Vol. LXXII,
No. l, January, 1982, hlm. 1. 5 Q.S. al-Baqarah [2]: 213.
-
5
malapetaka yang sangat merugikan. Karena itu al-Qur’an selalu menekankan
pentingnya beriman kepada Allah dan hari akhirat serta beramal saleh. Berangkat
dari keyakinan inilah persoalan-persoalan teologi mulai muncul, dan para
penentang Nabi di Mekah sering kali menjadikan orang-orang Yahudi sebagai
konsultan mereka untuk mendapatkan argumentasi melawan Nabi. Akibatnya, al-
Qur’an kemudian bukan hanya mengkritik konsep-konsep teologi orang Yahudi
yang dianggap menyimpang tetapi juga "membongkar" berbagai perilaku mereka
dalam sejarah.6
Nabi Muhammad pada awalnya menaruh harapan besar pada orang-orang
Yahudi dan Nasrsni (ahl al-kitab) sebagai pendukung bagi agama yang sedang
beliau dakwahkan, sebab beliau menganggap mereka memiliki basis keyakinan
yang bersumber pada ajaran yang sejalan dengan agama yang beliau bawa.
Interaksi Nabi dan kaum Muslim di satu pihak dengan kaum Yahudi dan Nasrani
di pihak lain kemudian menjadi intens, dan wahyu pun turun memberikan
berbagai tanggapan, mengkritik dan pada akhimya bahkan mengecam tindakan-
tindakan mereka yang ternyata tidak seperti yang diharapkan, yakni justeru
menjadi penentang utama terhadap risalah yang dibawa Nabi.7 Perkembangan
sikap al-Qur’an terhadap Yahudi dan Nasrani (ahl al-kitab) ini menarik, karena ia
bergerak seiring dengan perkembangan kondisi politik dan pembentukan
6 Zulkarnaini, Yahudi dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme
Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 4-5 7 Beberapa riwayat menyebutkan bagaimana misalnya orang-orang Yahudi melakukan
konspirasi dengan kaum musyrik Mekah untuk menentang Nabi dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang menyudutkan atau bahkan menyulut api pertikaian; pada kesempatan lain juga
diriwayatkan sejumlah ayat al-Qur'an diturunkan dalam rangka meresponi secara langsung sikap
negatif orang-orang Yahudi terhadap Islam dan Nabi Muhammad (misalnya riwayat asbab al-
nuzul [sebab turun] ayat Q.S. al-Baqarah: 80-98, al-Isra': 85 dan al-Kahf: 83). Lihat misalnya
karangan Abu al-Hasan Ali Wahidi, Asbab al-Nuzul, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994/1414), hlm. 15-17,
163, 167.
-
6
masyarakat Muslim masa awal. Lagi pula, ini menjadi indikasi bagi watak
historisitas (kesejarahan) teks al-Qur’an—sebuah wacana kontemporer yang
tampak masih hangat diperdebatkan. Namun, yang lebih penting di sini adalah
kenyataan bahwa karena demikian seringnya al-Qur'an menyebut tentang Yahudi
dan Nasrani, tidak jarang kaum Muslim menganggap al-Qur'an telah cukup
memadai sebagai referensi untuk mengetahui apa yang perlu diketahui mengenai
Yahudi dan Nasrani tanpa memerlukan sumber-sumber lain. Fenomena ini
merupakan keresahan berikutnya (barangkali keresahan akademik) yang
menggerakkan keinginan penulis melakukan studi ini: bahwa kajian tentang ayat-
ayat mengenai Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur’an perlu ditelaah kembali
dengan semangat dan pendekatan yang lebih objektif dan ilmiah.8
Agama adalah wilayah perbincangan yang amat luas. Karena itu studi ini
dibatasi pada kajian dari beberapa ayat al-Qur’an tentang Yahudi dan Nasrani.
Dengan kata lain, dapat dijelaskan bahwa wilayah "garapan" yang dipergunakan
untuk tulisan ini adalah studi tafsir al-Qur’an. Setidaknya ada tiga istilah yang
menunjuk pada Yahudi, yaitu al-yahud, alladzina hadu, dan hudan. Dalam
al~Qur‘an, kata "Yahudi“ disebut sembilan kali dengan al-ma’nfah dan tanpa al
dalam empat surat, yakni QS. al-Baqarah [2]: 113 (dua kali) dan 120, QS. Al-
Maidah [5]: 18, 51, 64, dan 82, QS. al-Taubah [9]: 30, dan QS. Ali ’Imran [3]:
67.9 Ungkapan dalam ayat-ayat tersebut berisi beberapa hal, yaitu (1) sikap dan
perilaku antara Yahudi-Nasrani, yaitu dalam QS. al-Baqarah [2]: 113, (2) sikap
8 Zulkarnaini, Yahudi dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme
Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 6 9 Waryono Abdul Ghafur, Persaudaraan Agama-Agama: Millah Ibrahim dalam Tafsir
Al-Mizan, Bandung: Mizan Pustaka, 2016, hlm. 141
-
7
dan perilaku orang Yahudi-Nasrani terhadap Muhammad dan umatnya, yaitu
dalam QS. al-Baqarah [2]: 120, (3) sikap dan perilaku Yahudi terhadap orang-
orang yang beriman, yaitu dalam QS. al-Maidah [5]: 82, (4) pandangan
keagamaan Yahudi-Nasrani, yaitu dalam QS. al-Ma‘idah [5]: 18 dan QS. at-
Taubah [9]: 30, (5) sikap orang~orang yang beriman kepada orang Yahudi dan
Nasrani, yaitu dalam QS. al-Maidah [5]: 51, (6) pandangan keagamaan orang-
orang Yahudi, yaitu dalam QS. al-Maidah [5]: 64, dan (7) penjelasan al-Qur’an
akan ketidakabsahan klaim Yahudi-Nasrani terhadap Ibrahim.
Kemudian menyangkut ayat tentang Nasrani, ada tiga istilah yang secara
lungsung digunakan al-Qur’an untuk menyebut pengikut Isa, yaitu Nasrani,
Nashara, dan Ahl al-Injil. Istilah Nasrani disebut satu kali yaitu dalam QS Ali
Imran [3]: 67. Jumlah yang sama juga untuk istilah Ahl al-Injil, yaitu dalam QS.
al-Maidah [5]: 47. Istilah yang paling banyak digunakan adalah Nashara, yaitu 14
kali yang tersebar dalam empat surat, yaitu QS. Al-Baqarah [2] :62, 111. 113, 120,
135, dan 140, QS. al-Maidah [5]: 14, 18, 51. 69, dan 82, QS. al-Taubah [9]: 30,
dan QS. al-Hajj [22.]:13..82. Dari beberapa kali penyebutan tersebut, baik istilah
Nasrani maupun Nashara hampir selalu disebutkan secara bersamaan dan
berurutan dengan istilah Yahudi, kecuali dalam dua ayat, yaitu QS. al-Maidah [5]:
14 dan 82 yang disebutkan dengan diselingi kata yang lain. Istilah Nashara
bahkan disebutkan secara bersamaan dengan alladzina hadu dan hudan. Ini
sebagai petunjuk bahwa terdapat kesamaan pandangan keagamaan, sikap dan
perilaku orang Nasrani dengan orang Yahudi. Meskipun demikian, sangat
-
8
mungkin perbedaan ini ditemukan kesamaannya ketika Yahudi dan Nasrani
diungkapkan dengan istilah lainnya seperti Bani Israil, Ahli Kitab atau lainya.
Selanjutnya untuk efisiensi penelitian, penulis akan membatasi dari sekian
pembahasan ayat tentang Yahudi-Nasrani kepada dua ayat yang kontradiktif yaitu
QS. Al-Baqarah [2] ayat 62 dan QS. Al-Baqarah [2] ayat 120. Dalam ayat pertama
dijelaskan bahwa ada keselamatan terhadap orang-orang Yahudi, Nasrani dan
Shabiin yang beriman kepada Allah swt, kemudian ayat yang kedua kontradiktif
dengan ayat yang pertama yaitu bahwa orang-orang Yahudi-Nasrani akan selalu
memusuhi orang Islam hingga orang-orang Islam ikut terhadap ajaran mereka, dan
hal itu menurut dogma agama Islam disebut murtad dan akan menjadi kafir.
Namun dewasa ini dugaan tersebut secara nyata benar-benar menimbulkan
problematika-dialektis yang sangat fundamental menyangkut masalah keyakinan
sehingga terjadi radikalisme perbuatan pemaksaan untuk menyerang dan
memusuhi antara agama satu dengan yang lain atas dasar truth claim. Pada ayat
yang kedua ini apabila dibaca maknanya secara harfiah adalah orang-orang Islam
yang ikut kepada ajaran Yahudi-Nasrani adalah orang-orang yang tidak lagi
mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari Allah swt, ini berarti bahwa tidak
ada keselamatan bagi pengikut ajaran Yahudi dan Nasrani. Satu mengatakan
bahwa ada keselamatan bagi Yahudi dan Nasrani, berikutnya bahwa tidak ada
keselamatan bagi orang-orang yang mengikuti Yahudi dan Nasrani, atas dasar itu
kedua ayat ini sangatlah kontra.
Dengan paparan di atas penulis memadukan pendekatan pemikiran empat
tokoh, yaitu menggunakan dua kitab tafsir; yang ditulis oleh Thabathaba’i (tafsir
-
9
Al-Mizan), kemudian yang ditulis oleh Edip Yuksel, Layth Saleh al-Shaiban dan
Martha Schulte Nafeh (tafsir Quran: A Reformist Translation). Kedua kitab tafsir
tersebut dirasa perlu diduetkan karena authornya sama-sama pakar filsuf dan
menyajikan penafsirannya sesuai dengan konteks kontemporer. Salah satu kitab
tafsir ini, di ambil dari tokoh Timur Tengah dan satunya lagi adalah tokoh Barat
yang termuda dengan pendekatan yang berbeda, bentuk tafsir yang berbeda dan
latar belakang yang berbeda membuat skripsi ini akan dirasa lebih empuk dan
komprehensif sesuai zaman baru-baru ini dalam penyelesaian rumusan masalah
pada skripsi ini. Adapun alasan penulis meneliti tafsir al-Mizan melalui authornya
Imam Thabathaba’i yang mencoba memberi pemahaman utuh akan arti
persaudaraan agama-agama. Dalam pandangannya Thabathabai menangkap dan
menawarkan ideal moral al-Qur’an yang dapat dijadikan jembatan hubungan
agama-agama di dunia, terutama Yahudi-Nasrani-Islam.10 Kemudian di
komparasikan dengan Tafsir Quran A Reformist Translation, karena tafsir ini
merupakan karya tafsir kolaborasi tiga orang, yaitu Edip Yuksel, Layth Shaleh al-
Shaiban, dan Marta Schulte-Nafeh dalam memahami teks suci agama Islam.
Sesuai dengan nama tafsirnya yaitu A Reformist Translation yang terdiri dari
kata Reformist dan Translation. Kata reformis merupakan suatu gerakan
pembaharuan dalam pemikiran Islam terutama yang menyangkut tentang
penafsiran Al-Qur’an. Gerakan ini menggunakan monotheism (tauhid) sebagai
aturan dasar bagi masyarakat dan merupakan dasar dari pengetahuan agama,
sejarah, metafisik, estetika dan etika, seperti halnya sosial, ekonomi dan aturan
10 Waryono Abdul Ghafur, Persaudaraan Agama-Agama: Millah Ibrahim dalam Tafsir
Al-Mizan, Bandung: Mizan Pustaka, 2016.
-
10
dunia.11 Kemudian kata Translation yang berarti terjemahan yang merupakan
salah satu metode komunikasi antar 2 orang atau kelompok yang ingin memahami
perkataan, konsep, maupun tulisan yang tidak mampu dipahami secara langsung
karena keterbatasan bahasa yang dimiliki. Dengan demikian, terjemah menjadi
sebuah sarana untuk memahami konsep pemikiran yang terkandung dalam sebuah
tulisan maupun perkataan tanpa harus menguasai bahasa yang digunakan. Pada
masa sekarang, terjemah banyak digunakan oleh berbagai kalangan untuk
memahami makna yang terkandung dalam sebuah karya tulis terutama yang
berhubungan dengan kitab suci, baik itu Al-Qur’an maupun Bible.
Apabila kedua kata di atas digabungkan “reformist translation” adalah
model penafsiran Al-Qur’an yang diajukan oleh kaum reformis Islam sebagai
kritik atas penafsiran-penafsiran terdahulu yang cenderung terikat pada tradisi
lokal dan memuat unsur kepentingan politik. Oleh karena itu, kaum reformis
menawarkan model penafsiran yang terlepas dari aturan, kepentingan, pengaruh,
dan ajaran-ajaran yang berasal dari tradisi Islam. Al-Qur’an adalah teks yang
hidup, wahyu Tuhan yang mengungkapkan dirinya sendiri tentang pesan-pesan
yang ingin disampaikan oleh Tuhan. Hal ini bisa berarti tafsir Qur’an bi al-
Qur’an dengan menggunakan logika dan bahasa Al-Qur’an.12
Pemilihan pada kedua tokoh di atas dengan pertimbangan bahwa kedua
tokoh tersebut dari generasi yang berbeda dan sama-sama sebagai ahli filusuf.
11 Teks aslinya berbunyi: “monotheism as an organizing principle for human society and
the basis of religious knowledge, history, metaphysics, aesthetics, and ethicsm as well as social,
economic, and world order.” Lihat en..m.wikipedia.org/wiki/Liberalism_and_progressivism_
within_Islam, diakses tanggal 18 Desember 2017 jam 19.30 wib. 12 Edip Yuksel, (dkk.), Quran A Reformist Translation (United State of America:
Brainbow Press, 2007), hlm. 11
-
11
Judul skripsi ini merefleksikan ketertarikan personal dan intelektual. Dari
berbagai kegalauan yang dialami setelah membaca berbagai literatur sejarah baik
dari sejarah penafsiran Al-Qur’an dan lintas agama-agama yang sebagiannya
dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas. Diskusi antaragama yang selalu
menyangkut ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat polemis ditranformasikan menjadi
ayat yang mendukung suatu gagasan toleransi dan perdamaian dari aspek
kehidupan masyarakat antaragama dengan menggunakan perangkat ayat-ayat
sumber polemik yang banyak dihindari oleh banyak sarjana.
Tentu saja, menghindari ayat-ayat polemik itu bukanlah solusi, karena
kenyataannya, itulah sumber dari banyak kebencian dan kekerasan yang dilakukan
atas nama agama.13 Al-Quran sebagai basis atau titik keberangkatan karena ia (al-
Qur’an dan juga kitab suci semua agama) adalah sumber yang paling potensial
untuk menjelaskan dan mengembangkan berbagai wacana yang berkaitan dengan
isu keagamaan termasuk ayat polemik yang mendatangkan hal yang
negatif/petaka, konflik, provokasi dan bahkan permusuhan antar agama apabila
dipahami dengan pemahaman yang salah. Hanya dengan pemahaman yang
komprehensif dan utuh terhadap Kitab Suci, pokok-pokok ajaran agama akan
dapat ditemukan secara lebih jelas dan jernih, yang pada dasarnya sangat kondusif
untuk dialog antar agama dan wacana “keberagamaan manusia”.14 Inilah latar
belakang yang mendorong penulis melakukan kajian ini: untuk mengkontruksi
kembali pandangan al-Qur’an tentang “orang lain” the other, khususnya Yahudi
13 Dikutip dari Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformasi atas Kritik Al-Qur’an
terhadap Agama Lain, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013, hlm. x 14 M. Amin Abdullah, Study Agama: Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), hlm 63.
-
12
dan Nasrani, sekaligus sebagai kriitik diri (self criticsm) bagi kaum Muslim, dan
juga untuk menyumbang tambahan khazanah pemikiran yang dapat dijadikan
pertimbangan dalam memposisikan diri atau membuat pemetaan diri di tengah-
tengah kehidupan global dengan cara yang lebih “berwawasan”.
B. Rumusan Masalah
Yahudi dengan kaum minoritas (dibanding Islam dan Nasrani) mampu
menggenggam dunia dengan mempermainkan peta politiknya laksana papan catur
sekehendak hatinya, mungkin ada bahaya yang mengintai dan berupaya
memporak-porandakan peradaban dunia. Yahudi, dihampir seluruh dunia Arab
dan Muslim, telah menjadi simbol segala kejahatan “Yahudi bangsa terkutuk”
demikian dominan mempengaruhi pikiran kebanyakan Muslim dewasa ini.
Nasrani, dengan konsep agama yang berbeda daripada ajaran Nabi Isa as. (Trinitas
ketuhanan), menganggap bahwa dia adalah anak Tuhan yang berkorban untuk
semua umat Nasrani kemudian nantinya dijanjikan masuk surga karena kasih-Nya
Tuhan Bapa Yesus. Nasrani juga menyatakan Nabi Isa as. adalah Yesus yang
disalib (hukum mati) atas penebusan dosa-dosa umat tersebut. Hal ini
mengakibatkan penulis mencari legitimasi kebenaran agama tersebut dengan
merujuk pada al-Qur’an dengan segala penakwilannya dengan menelisik ke dalam
teks ayat dari kitab suci. Jika Yahudi adalah terkutuk (dimurka)15 dan Nasrani
adalah sesat16, bukanlah—sebagai konsekuensi logisnya—berarti dunia
dibersihkan dari jenis masyarakat atau bangsa tersebut? Apakah tidak
bertentangan dengan al-Qur’an itu sendiri yang tidak membeda-bedakan manusia
15 QS. Al-Fatihah [1]: 7 16 ibid
-
13
atas dasar suku bangsa,17 tidak memaksa manusia memeluk agama?18 Atas dasar
pertanyaan dan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan menjadi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah muncul dan perkembangan Yahudi-Nasrani pada Masa
pra Islam, lahirnya Islam, masa kini?
2. Bagaimana penafsiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk. terhadap pembahasan
QS. 2 : 62 dan QS. 2 : 120 tentang Yahudi dan Nasrani?
3. Bagaimana relevansi penafsiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk. tentang
Yahudi dan Nasrani terhadap perdamaian atas konflik keberagamaan konteks
kekinian?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
menjawab tiga hal:
1. Menjelaskan sejarah muncul dan perkembangan Yahudi-Nasrani pada Masa
pra Islam, lahirnya Islam, masa kini.
2. Menjelaskan penafsiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk. terhadap
pembahasan QS. 2 : 62 dan QS. 2 : 120 tentang Yahudi dan Nasrani.
3. Menjelaskan relevansi penafsiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk. tentang
Yahudi dan Nasrani terhadap perdamaian atas konflik keberagamaan konteks
kekinian.
17 QS. Al-Hujurat : 13 18 QS. Al-Baqarah : 256
-
14
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Penulis
a. Memberikan wawasan baru tentang agama Yahudi dan Nasrani
perspektif Al-Qur’an yang dikontruksikan kembali dengan konteks
histori dan konteks kontemporer.
b. Memberikan konstribusi terhadap studi tentang agama Yahudi dan
Nasrani perspektif Al-Qur’an.
c. Memperkaya wawasan khazanah keilmuan tafsir dan pengembangan
penelitian sejenis dalam hal agama, yaitu Yahudi dan Nasrani.
2. Bagi IAIN Salatiga menambah literatur pengetahuan bagi mahasiswa
khususnya Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Salatiga
3. Bagi Pembaca
a. Memberikan sebuah bacaan yang mampu memberikan jawaban atas
kegelisahan mengenai agama Yahudi dan Nasrani perspektif Al-
Qur’an yang sesuai dengan konteks kontemporer.
b. Mengenalkan kepada pembaca tentang agama Yahudi dan Nasrani
perspektif Al-Qur’an.
c. Menambah wawasan dan pemahaman yang jernih kepada masyarakat
Islam mengenai agama Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur’an untuk
membantu kaum Muslim khusunya dalam menata hubungan yang
lebih kooperatif untuk membangun masa depan yang lenih damai.
-
15
d. Menciptakan perdamaian antar agama-agama atas dasar problematika
fundamental dan radikal oleh para kelompok yang sempit wawasan
dari para pelaku truth claim (golongan fanatisme)
E. Survey Literatur
Adapun karya yang relevan dengan proyek penelitian ini adalah:
1. Persaudaraan Agama-Agama Millah Ibrahim dalam Tafsur Al-Mizan.
Buku ini akan menjadi sumber bagi tulisan ini terhadap pembahasan
pandangan Thabathaba’i tentang Agama Yahudi dan Nasrani berupa sikap
dan perilakunya, macam-macam ahli kitab dan dampak kekafirannya
secara sosio-religius.19
2. Isa Putra Maria dalam Injil dan Al-Qur’an, dalam buku ini dibahas
menganai sejarah tentang kelahiran pembawa agama Nasrani yaitu Isa
Almasih.20
3. Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis Atas Kritik Al-Qur’an terhadap
Agama Lain. Karya ini merupakan buku pertama yang memberikan
penulis ide dalam membuat judul skripsi ini, dan merupakan buku pertama
yang menggali ayat-ayat al-Qur’an yang membahas agama lain—termasuk
Yahudi dan Nasrani—dengan sudut pandang tafsir modern. Polemik Kitab
Suci bukan hanya memperkaya kajian mengenai tingkat kesulitan yang
dihadapi para Muslim Reformis dalam menafsirkan teks-teks kitab suci,
19 Waryono Abdul Ghafur, Persaudaraan Agama-Agama: Millah Ibrahim dalam Tafsir
Al-Mizan, Bandung: Mizan Pustaka, 2016, hlm. iv-x 20 Amanullah Halim, Isa Putra maria dalam Injil dan Al-Qur’an, Tangerang: Lentera
Hati, 2011, hlm. xxxii
-
16
tapi juga memperdalam tentang reformasi Islam, tafsir dan keragaman
Agama.21
4. Berperang demi Tuhan: Fundamentalisme dalam Islam Kristen dan
Yahudi, dari buku ini penulis mendapatkan informasi mengenai sejarah
agama orang Yahudi: para pendahulu, agama orang Islam: semangat
konservatif dan agama orang Kristen: menantang dunia baru.22
5. Al-Qur’an Mengungkap tentang Yahudi: dari literatur ini membahas
tentang watak, sifat dan perilaku buruk bangsa Yahudi menurut Al-Quran
secara tekstual.23
6. Fakta dan Data Yahudi di Indonesia Dulu dan Kini: buku ini membahas
secara kontekstual makna ayat yang membahas Yahudi dan Nasrani yang
ada di Indonesia secara aktual.24
7. “Islam’s Attitude Toward Judaism” ini merupakan judul tulisan Fazlur
Rahman. Fazlur Rahman berargumen bahwa al-Qur’an telah menempatkan
kaum Yahudi dan Nasrani sebagai komunitas yang memiliki dokumen
wahyu sendiri dan dipanggil dengan nama “ahl al-Kitab”. Mereka diajak
untuk melaksanakan ajaran Taurat dan mereka diberikan otonomi sendiri
dalam hal agama dan budaya. Namun al-Qur’an terus mengajak mereka
21 Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformasi atas Kritik Al-Qur’an terhadap
Agama Lain, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013, hlm. XXV 22 Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan: Fundamentalisme dalam Islam, Kristen dan
Yahudi, Bandung: Mizan, 2013, hlm. 5 23 Rizem Aizid, Al-Qur’an Mengungkap tentang Yahudi, Yogyakarta: DIVA Press, 2015,
hlm. 17-18 24 Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara, Fakta dan Data Yahudi di Indonesia Dulu dan
Kini, Jakarta: Al-Kautsar, 2006, hlm. VIII
-
17
kepada Islam dan memandang Yesus sebagai seorang Nabi.25 Fazlur
Rahman juga dengan tegas menyatakan sangat menyayangkan situasi
politik yang telah menimbulkan kondisi yang sangat tidak kondusif bagi
persahabatan Islam-Yahudi sejak pendirian negara Israel, di mana Barat
sangat berperan dalam menciptakan atmosfer ini. Padahal sekitar tiga belas
setengah abad setelah zaman kenabian, hubungan kedua umat ini bukan
hanya damai tetapi juga sangat kooperatif dan bermakna.26
8. Konspirasi Yahudi, buku ini membahas tentang sejarah Yahudi baik nenek
moyangnya dan lahirnya zionis negara Yahudi serta pengaruh agama
Yahudi terhadap Eropa, Amerika dan Asia di zaman kontemporer ini.27
9. Ibrahim Bapak Semua Agama: Sebuah Rekontruksi Sejarah Kenabian
Ibrahim dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Buku ini membahas mengenai
sosio-historis silsilah nabi Ibrahim dan keturunanya dan sosio-geografis
pada zaman dahulu.28
10. Status Agama Pra Islam, Kajian Tafsir Al-Quran atas Keabsahan Agama
Yahudi dan Nasrani setelah Kedatangan Islam. Buku ini membahas secara
barani dan mampu menjawab pertanyaan seputar hubungan agama-agama,
bahwa Islam tidak menghapus agama-agama sebelumnya.29
25 Fazlur Rahman, “Islam’s Attitude Toward Judaism,” The Muslim World, no. 1, vol.
LXXII, January 1982, hlm. 5. 26 Ibid, hlm. 6 27 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi, Jakarta: Saufa, 2014, hlm, 3-6 28 Iqbal Harahap, Ibrahim Bapak Semua Agama: Sebuah Rekontruksi Sejarah Kenabian
Ibrahim Dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2014, hlm. 2-4 29 Sa’dullah Affandi, Menyoal Status Agama Pra Islam, Kajian Tafsir Al-Quran atas
Keabsahan Agama Yahudi dan Nasrani setelah Kedatangan Islam, Bandung: Mizan, 2015, hlm.
237.
-
18
11. Kebohongan Sejarah yang Menggemparkan, buku ini sangat
berkonstribusi terhadap tulisan ini dan sebagai pemerkaya wawasan
penulis dalam menggali sejarah kebohongan yang dibuat oleh para
pembohong yang terstruktur atas nama agama Yahudi dan Nasrani
terhadap Islam.30
12. Islam dan Keselamatan Pemeluk Agama Lain, buku ini membahas tentang
keselamatan masuk surga, laknat sebagai pengecualian: argumentasi
Ghazali, semua jalan menuju Tuhan: argumentasi Ibnu Arabi, penebusan
umat manusia: argumentasi Ibnu Taimiyah, melintas batas keberagaman
pluralisme dan universalitas kehati-hatian: Rasyid Ridha dan Sayyid
Qutb.31
13. Agama-agama Besar Masa Kini, buku ini memuat tentang sejarah-sejarah
agama termasuk agama Yahudi dan Nasrani, dari buku ini penulis
menemukan wawasan yang dijadikan pembanding dari buku-buku sejarah
di atas agar pembahasan skripsi ini lebih komprehensif dan luas.32
14. Agama untuk Manusia, buku ini menghadirkan dan meningkatkan
pemahaman serta kerjasama antar pemeluk agama yang berbeda dari
sepuluh tulisan tokoh agama. Dengan pembahasan tersebut dapat
memberikan pengalaman penulis dalam memperluas dan mempertajam
analisis skripsi ini dalam menjawab rumusan masalah.33
30 Majdi Husain Kamil, Kebohongan Sejarah yang Menggemparkan: Rahasia Di Balik
Konspirasi Yang Mengguncang Dunia, Bandung: Mizan, 2015, hlm. 5-6. 31 Mohammad Hasan Khalil, Islam dan Keselamatan Pemeluk Agama Lain, Bandung:
Mizan Pustaka, 2016. 32 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011). 33 Ali Noer Zaman, Agama untuk Manusia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016, Cet II.
-
19
15. Perbandingan Agama, buku ini memuat tentang uraian beberapa agama,
terutama agama yang diakui pertumbuhan dan perkembangannya di
Indonesia.34
Sangat banyak tulisan, baik yang dikerjakan oleh para sarjana Muslim
maupun non-Muslim, tentang Yahudi dan Nasrani dalam kaitanya dengan Islam,
Nabi Muhammad dan al-Qur’an. Namun sepanjang pengetahuan penulis, belum
pernah diteliti atau ditemukan yang secara komparatif membicarakan topik ini
dalam perspektif tafsir al-Qur’an, dengan melihat langsung apa kata kitab suci ini
tentang Yahudi dan Nasrani melalui tafsir Al-Mizan karya Thabathaba’i dari Iran
dan Tafsir Reformis yaitu kitab tafsir yang diberi nama Quran: A Reformist
Translation karya Edip Yuksel, Layth Shaleh al-Shaiban, dan Marta Schulte-
Nafeh dari Turki yang memberikan elaborasi dan analisa mendalam antara dua
mufasir. Kedua mufasir tersebut juga berbeda asal kelahiran serta kondisi sosial,
agama, budaya dan karakter keilmuannya.
F. Metode Penelitian
Dalam setiap penelitian ilmiah, untuk lebih terarah dan rasional diperlukan
suatu metode yang sesuai dengan obyek yang dikaji, karena metode merupakan
cara bertindak supaya berjalan terarah dan mencapai hasil yang memuaskan.35
Apakah ada metodologi terbaik dalam memahami al-Qur'an? Ketika ditanya
tentang tafsir al-Qur'an yang paling baik, Hasan al-Banna menjawab: "Hatimu!
Hati orang Mukmin adalah tafsir terbaik terhadap Kitab Allah." Kemudian al-
Banna melanjutkan: "dan metode pemahaman [al-Qur'an] yang paling mendekati
34 Jirhanuddin, Perbandingan Agama: Pengantar Studi Memahami Agama-agama,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016) 35 Anton Bakker, Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. I0.
-
20
[kebenaran] adalah dengan jalan seseorang membacanya dengan tadabbur
(penuh perhatian/konsentrasi) dan khusyu' (tunduk/penuh penghayatan) serta
memohon petunjuk dari Allah disertai dengan kesungguhan mengerahkan seluruh
kemampuan pikiran pada saat membacanya."36 Lebih jauh al-Banna menekankan
pentingnya pemahaman terhadap sejarah hidup Nabi dan sejarah turunnya al-
Qur'an untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik terhadap ayat-ayat al-
Qur'an. "Pemahaman" itu, kata al-Banna, adalah cahaya yang terpancar dari lubuk
hati.37
Metode pemahaman yang dilakukan Al-Banna termasuk di antara kata
kunci dalam pengertian hermeneutika bangsa Barat, yang menjelaskan bahwa
pada dasarnya seperti itulah sketsa metodologi yang penulis ingin terapkan untuk
penelitian ini. Penulis sepakat dengan al-Banna dalam hal memberikan kebebasan
dan ruang gerak yang longgar bagi penafsir atau mufassir untuk mengekspresikan
apa yang ia pahami dari al-Qur'an. pada prinsipnya bahwa setiap "mukmin"
memiliki kapasitas untuk memahami al-Qur'an; dan kapasitas tersebut sangat
ditentukan oleh proses dialektika seseorang dengan sejarah, lingkungan sosial dan
peradaban. Dengan jalan demikian, tafsir ayat-ayat al-Qur’an merupakan produk
hermeneutika, produk dari kesadaran subjektif seseorang untuk memberi makna
terhadap teks, serta produk yang merupakan bagian dari sejarah dan peradaban itu
sendiri.
Metode selanjutnya adalah menggunakan metode deskriptif-analitik yaitu
suatu bentuk penelitian yang meliputi proses pengumpulan dan penyusunan data,
36 Hasan al-Banna, Risalatan fi al-Tafsir wa Surah al-Fatihah, (Beirut Mansyiirat al-'Ashr
al-Hadith, 1972), hlm. 36. 37 Ibid, hlm 37
-
21
kemudian data yang sudah terkumpul dan tersusun tersebut dianalisis sehingga
diperoleh pengertian data yang jelas.38
Adapun metode yang digunakan untuk mengolah dan menganalisa data
dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode deduktif induktif komparatif,
metode deduktif digunakan dalam rangka memperoleh gambaran tentang detail-
detail pemikiran kedua mufassir yang disebutkan di atas dalam menafsirkan ayat
ayat tentang Yahudi dan Nasrani. Metode induktif digunakan dalam rangka
memperoleh gambaran utuh tentang penafsiran kedua mufassir, sedangkan
komparatif dipakai untuk membandingkan penafsiran kedua mufassir tersebut.
1. Model Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang
berlandaskan inkuiri naturalistik, perspektif ke dalam dan interpretatif. Inkuiri
naturalistik adalah pertanyaan dari penulis terkait persoalan yang sedang
diteliti. Perspektif ke dalam adalah sebuah kaidah dalam menemukan
kesimpulan khusus yang pada mulanya didapatkan dari pemahaman umum.
Interpretatif penafsiran yang dilakukan untuk mengartikan maksud dari suatu
kalimat, ayat, atau statemen (pernyataan).
2. Bentuk Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu suatu
penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya, dengan cara
pengumpulan data suatu masalah melalui kajian literatur yang berkaitan
dengan pembahasan. Dalam hal ini, masalah yang akan diteliti, ditelusuri
38 Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandimg: Tarsito, 1998), hlm. l39-
140.
-
22
melalui ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan masalah Yahudi dan
Nasrani yang bersumber dari dua kitab tafsir.
3. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Data yang berkaitan langsung dengan tema skripsi dikumpulkan oleh
penulis dari sumber utama penelitian ini, yaitu karya Thabathaba’i tafsir
Al-Mizan39 dan karya Edip Yuksel, Layth Shaleh al-Shaiban, dan Marta
Schulte-Nafeh tafsir A Reformist Translation40 sebagai sumber primernya,
yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah QS. 2 : 62 dan QS. 2
: 120 tentang agama Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur’an.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder secara tidak langsung merupakan referensi yang
berkaitan dengan tema penelitian, namun referensi tersebut berfungsi untuk
mendukung dan memperkuat data dalam penelitian.
Sumber-sumber data sekunder yang penulis gunakan di antaranya
adalah beberapa kitab tafsir, kitab-kitab ulum al-Qur’an, buku-buku sejarah
agama Yahudi maupun Nasrani dan buku-buku yang relevan dengan tema
skripsi yang penulis teliti. Dan tanpa melupakan karya-karya yang lebih
dulu yaitu buku-buku yang telah disebutkan dalam survey literatur di atas,
sebagai sumber yang sangat menopang skripsi ini dan menjadi literatur
39 Al-Thabataba’i, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-A’lam li al-
Matbu’at, 1411 H/1991 M). 40 Edip Yuksel, (dkk.), Quran A Reformist Translation (United State of America:
Brainbow Press, 2007).
-
23
pedoman dalam wawasan-wawasan kemudian pemahaman-pemahaman
yang sangat berharga.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tehnik dokumentasi,
yaitu mencari dan mengumpulkan data primer dan sekunder dari penelitian
kitab-kitab ulama atau karya-karya cendekiawan yang bisa dijadikan literatur,
serta dipandang relevan untuk menunjang penelitian ini. Dengan cara mencatat
data-data tertentu yang dianggap penting dari beberapa literatur, kemudian
mengolah dan mengklasifikasi data-data tersebut sesuai dengan sistematika
pembahasan yang ada.
5. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data yang telah dikumpulkan, penulisan atau penelitian
ini melakukan beberapa langkah, yaitu:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data yang diperoleh dari segi
kelengkapan, kejelasan, kesesuaian, relevanasi, dan keragamannya.
b. Pengorganisasian data, yaitu menyusun dan mensistematisasikan data-data
yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan
sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah
c. Penemuan hasil penelitian, yakni melakukan analisis lanjutan terhadap
hasil penyusunan data dengan menggunakan kaidah-kaidah, teori dan
metode yang telah ditentukan sehingga diperoleh kesimpulan (inferensi)
tertentu yang merupakan hasil jawaban dari rumusan masalah.
-
24
6. Analisis Data
Tujuan utama mengadakan analisis data adalah melakukan pemeriksaan
secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang
digunakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat. Di sini dibutuhkan kejelian
dan ketelitian dalam membaca data.
Setelah data yang diperlukan terkumpul, baik dari sumber primer maupun
sumber sekunder, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data dengan
menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode ini digunakan untuk
memaparkan data-data yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada
korelasinya dengan masalah yang diteliti, kemudian diadakan analisis dan
menafsirkan data tersebut secara apa adanya.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, sistematika pembahasan yang disusun oleh peneliti
adalah: Bab pertama, pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, survey literatur, metode
penelitian, sistematika penulisan.
Bab kedua, membahas sejarah munculnya Yahudi-Nasrani pada masa pra
Islam dan lahirnya Islam dengan mengungkapkan histori pembawa agama
Yahudi-Nasrani, serta perkembangan agama Yahudi-Nasrani dewasa ini.
Bab ketiga, dibahas mengenai biografi singkat Thabathaba’i, Edip Yuksel,
dkk. metode dan corak penafsiran serta penafsirannya melalui teks dan konteks
diskursus penafsiran tentang Yahudi-Nasrani.
-
25
Bab keempat, analisis terhadap pandangan Thabathaba’i, Edip Yuksel,
dkk. dari teks-konteks ayat tentang Yahudi-Nasrani yang ditafsirkannya dan
relevasninya terhadap perdamaian atas konflik keberagamaan.
Bab kelima, penutup yang terdiri dari kesimpulan pembahasan yang
dikemukakan dari awal hingga akhir sekaligus menjawab yang menjadi
pertanyaan pada rumusan masalah dan saran.
Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka.
-
26
BAB II
SEJARAH MUNCULNYA AGAMA YAHUDI-NASRANI PADA MASA
PRA ISLAM, LAHIRNYA ISLAM DAN MASA KINI
A. Sejarah dan Perkembangan Agama Yahudi
1. Masa Pra-Islam dan Lahirnya
Para ahli Ilmu Agama mengungkapkan bahwa kisah Agama Yahudi
berawal dari peristiwa hijrah dan Perjanjian. Peristiwa hijrahnya Ibrahim dari
kota Ur di Chaldea (Babilonia) ke daerah “Kana’an” (kini Palestina) sekitar
Tahun 2000 SM. merupakan awal sejarah Agama Yahudi. Pada saat itu
kekaisaran Babilonia dipimpin oleh Hamurabi dan pada saat yang sama
kekaisaran Mesir sedang memperluas daerah kekuasaannya.41
Agama Yahudi adalah agama yang diajarkan oleh nabi Ibrahim, yaitu
bahwa Tuhan itu hanya satu. Dari segi keturunan agama ini juga diajarkan oleh
keturunan nabi Ibrahim, yaitu nabi Musa bin Imran yang mempunyai garis
keturunan Musa bin Imran bin Qahat bin Lewi/Levi bin Ya’kub bin Ishak bin
Ibrahim.42 Mengetahui sejarah agama Yahudi sebaiknya dimulai dari nabi
Ibrahim, bukan langsung dari nabi Ya’kub sebagai ayah 12 kepala suku yang
membentuk agama Yahudi,43 namun kita mulai dari nabi Ibrahim sebagai
bapak semua agama samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam).
41 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal
Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 137. 42 Majdi Husain Kamil, Kebohongan Sejarah yang Menggemparkan: Rahasia Di Balik
Konspirasi Yang Mengguncang Dunia, Bandung: Mizan, 2015, hlm. 77. 43 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),
hlm. 145
-
27
Nabi Ibrahim adalah keturunan kesepuluh dari nabi Nuh yang lahir melalui
Sam. Silsilah lengkapnya adalah Ibrahim bin Tarih (Azar) bin Nahur bin Saruj
bin Ra’u bin Falij bin ‘Abir bin Syalih bin Arfaksyad bin Sam bin Nuh.44 Nabi
Ibrahim lahir di Babilonia-Irak sekitar 1997 SM. Dia diusir oleh raja Namrud
dari kota kelahiranya karena dia menentang agama kepercayaan Namrud yang
saat itu juga menjadi sebagai Tuhan. Dia bersama keluarga dan pengikutnya
pergi ke Hara-Siria dan akhirnya menetap di Kana’an-Palestina. Tatkala
Kana'an mengalami masa kekeringan yang panjang, dia, keluarganya, dan para
pengikutnya pindah ke Mesir yang tanahnya lebih subur. Di Mesir ini dia
mudah mencari penghidupan. Saat itu Sarah tidak berani mengaku bahwa
Ibrahim adalah suaminya, tetapi hanya kakaknya. Karena kalau ketahuan
bahwa dia adalah suaminya, tentu dia akan dibunuh raja Mesir. Hal ini karena
raja tersebut suka berbuat demikian terhadap para suami yang isterinya
dikehendakinya. Tetapi maksud raja terhadap Sarah itu tidak pernah tercapai.
Karena di istana, setiap kali ia ingin menyentuh Sarah tangannya menjadi
lumpuh, dan sembuh kembali bila dia dikembalikan pada Ibrahim. Akhirnya
Sarah dikembalikan kepada Nabi Ibrahim seterusnya, dengan disertai banyak
harta dan seorang pembantu bernama Siti Hajar. Selanjutnya Nabi Ibrahim
bersama dengan seluruh pengikutnya, kekayaannya, isterinya-Sarah, dan
pembantunya-Siti Hajar, kembali ke Kana'an. Di Kana'an, karena tak kunjung
punya anak, maka Sarah meminta kepada Nabi Ibrahim agar mengawini Siti
Hajar. Dari perkawinan ini maka lahirlah Nabi Ismail, yang nantinya kawin
44 Iqbal Harahap, Ibrahim Bapak Semua Agama: Sebuah Rekontruksi Sejarah Kenabian
Ibrahim Dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2014, hlm. 39.
-
28
dengan gadis bangsawan Makkah dari suku Jurhurn, dan tinggal di Makkah.
Kira-kira empat belas tahun setelah kelahiran Ismail, Sarah melahirkan seorang
putra yang diberi nama Ishak.45
Dalam tradisi Yahudi dari keturunan Ibrahim yang meneruskan perjanjian
itu adalah Ishak. Sebagaimana disebutkan Tuhan memberkati Ismail, tetapi
menjanjikan Ibrahim dan Sarah yang kelak anaknya bernama Ishak akan
menjadi anak Ibrahim yang tetap berhubungan dalam perjanjian dengan Tuhan
(Kejadian 17:20).46
Bagi Ismael, Aku telah memperhatikan kamu dan dengan ini Aku
memberkatinya. Aku akan membuatnya subur dan tak terkira banyaknya.
Dia akan menjadi seorang Bapak dari duabelas suku, dan Aku akan
membuatnya bangsa besar. Namun mengenai perjanjian-Ku, Aku akan
memelihara Ishak yang dengan Sarah akan melahirkan kamu pada tahun
berikutnya.
Alasan Ismael tidak diikutsertakan dalam perjanjian itu tidak pernah
dijelaskan dalam Bibel. Para ahli cenderung percaya bahwa tujuan cerita ini,
seperti banyak cerita lainnya dalam kitab Kejadian, adalah untuk menjelaskan
hubungan etnik dan bahasa yang erat antara orang Israel dan orang-orang di
antara mereka yang hidup. Dalam kitab Kejadian 21, Hajar dan Ismael dikirim
jauh dari suku Ibrahim, sedikit sekali terdengar soal Ismael dan keturunannya
dalam Bibel. Menurut tradisi Yahudi, Ibrahim memelihara hubungan dengan
anaknya Ismael namun Agama Yahudi tidak mengetahui sesuatu pun soal
45 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 146 46 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal
Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 138.
-
29
Ibrahim dan Ismael membangun Ka’bah, dan Ibrahim menetapkan Ismael dan
keturunannya di sana.47
Nabi Ishak ini mempunyai dua orang anak yaitu Aishu dan Yakub, dan
tinggal di Kana’an. Nabi Yakub inilah yang melalui ke-12 anak lelakinya, telah
menurunkan bangsa Yahudi.48 Berikut adalah silsilah anak Nabi Ya’kub
melalui empat istrinya:
1. Lea mempunyai anak Robbin, Syam’un, Lewi/Levi, Yahuda, Yassakir,
dan Zaboolan
2. Rahel mempunyai anak Yusuf dan Benyamin
3. Zilfa mempunyai anak Gad dan Asyir
4. Belha mempunyai anak Naftali
Silsilah nabi Ya’qub sebagai berikut:49
47 Lihat Al-Qur’an 2:125-128,395-397, dan 14;37. 48 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 146 49 Syalabi, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Alih bahasa Anang Rikza Masyhadi, dkk.
(Jakarta: CV Arti Bumi Intaran, 2005), hlm. 10-15.
Ibrahim
Ismail (Hajar) Ishaq (Sarah)
(Hijaz) Arab (Kana’an) Yahudi
Ya’qub (Israel) mempunyai empat
orang istri, yaitu Lea, Rahel, Zilfa dan
Belha.
Aishu
-
30
Keturunan Yakub selanjutnya adalah Yusup (Yoseph). Cerita Yusup ini
menarik bagi para penganut agama Yahudi dan Islam. Cerita Yusup dengan
saudara-saudaranya terdapat dalam Bibel dan al-Qur’an. Dalam sejarah Yahudi
tercatat bahwa menjelang tahun 1600 S.M., Yoseph membawa bangsa Yahudi
menuju Mesir. Sekitar tahun 1200 S.M., yang saat itu Firaun (Pharoh-pharoh)
memperbudak mereka.50
Yahudi merupakan nama yang diberikan kepada setiap orang yang
meyakini agama Yahudi. Istilah ini diambil dari nama Yahudia (anak-anak dari
nabi Ya’qub) Referensi Yahudi menyebutkan Yahuda lebih penting dari pada
Yusuf.51 Beberapa faktor yang menyebabkan referensi Yahudi tersebut
melebihkan Yahuda dari pada Yusuf adalah:
1. Yahuda memainkan peran yang sangat besar dalam melindungi Yusuf dari
pembunuhan
2. Yahuda yang meyakinkan Ya’qub untuk membawa Benyamin dalam kasus
kelaparan menimpa negeri Kana’an.
3. Yahuda dan anak keturunannya mendapatkan kerajaan.
Suatu ketika Yusuf, putra Yakub, dimasukkan ke dalam sumur tua oleh
saudara-saudaranya, karena mereka menilai ayah mereka, Yakub, terlalu
sayang kepadanya, sehingga mereka menjadi iri hati. Dari dalam sumur Yusuf
diambil oleh serombongan kafilah yang lewat, dan dijual kepada salah seorang
pembesar negara Mesir, yang karena pembesar itu tidak mempunyai anak,
50 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal
Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 138. 51 Torpin dan Khotimah, Agama Katolik dan Yahudi : Sejarah dan Ajaran, (Riau : Daulat
Riau, 2012), hlm. 165-167.
-
31
maka mengangkatnya sebagai anak. Ini terjadi pada 1750 SM. Karena terlalu
tampannya Yusuf, maka ibu angkatnya itu jatuh cinta kepadanya. Tetapi Yusuf
menolaknya, sehingga marahlah ibu itu, dan dia dipenjara. Setelah bisa
menghindari api asmara dari ibu angkatnya, dan terbebas dari hukuman penjara
yang merupakan akibat fitnah terhadap dirinya, maka karena kemampuannya
dalam meramal mimpi raja yang berkaitan dengan nasib negara, akhirnya
Yusuf diangkat sebagai menteri urusan pangan Mesir. Sewaktu Kana'an
mengalami kekeringan, saudara-saudara Nabi Yusuf disuruh oleh bapaknya
untuk membeli gandum di Mesir. Mereka ketemu Nabi Yusuf, dan akhirnya
seluruh keluarga Nabi Yakub pindah ke Mesir.52
Di Mesir mereka ditempatkan di tanah milik negara yang subur. Mereka
bisa hidup dengan baik, jumlah mereka semakin banyak, tetapi adat-istiadat
dan agama mereka tetap terpisah dari adat-istiadat dan agama orang Mesir.
Sehingga lama-kelamaan orang Mesir menjadi benci kepada mereka, dan
mengusahakan agar mereka dijadikan budak saja bagi bangsa Mesir. Tetapi
setelah dijadikan budak, tetap saja jumlah mereka berkembang terus, sehingga
orang Mesir khawatir suatu ketika mereka akan melawan. Untuk menghindari
hal itu, kerajaan Mesir membuat peraturan bahwa setiap bayi laki-laki Yahudi
harus ditenggelamkan, sedangkan bayi perempuan boleh hidup supaya
nantinya menjadi istri orang Mesir. Dalam masalah ini Musa bin Imran (bayi
laki-laki Yahudi) yang dimasukkan ke dalam peti, dan petinya dilempar ke
dalam sungai, peti itu mendekati tempat pemandian putri raja Mesir. Peti itu
52 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 146-147
-
32
diambil putri raja, dan bayinya diambil sebagai anak angkat raja Mesir.
Walaupun mereka tahu bahwa bayi itu adalah bayi Yahudi, setelah dewasa
suatu ketika Musa harus melarikan diri dari kejaran pemerintah Mesir karena
dia telah membunuh seorang Mesir yang menghina dan berkelahi dengan orang
Yahudi. Dalam pelariannya, oleh Tuhan dia diangkat sebagai seorang nabi bagi
bangsa Yahudi. Maka ia pun berusaha membebaskan bangsa Yahudi dari
penindasan bangsa Mesir.53
Nabi Musa (Moses) yang merupakan keturunan dari Nabi Yusup
memimpin bangsa Yahudi meninggalkan Mesir untuk menyelamatkan diri dari
kejaran raja Fir'aun dan bala-tentaranya menuju Palestina. Ketika Nabi Musa
wafat, mereka belum bisa memasuki pintu wilayah Palestina.54 Peristiwa ini
dalam tradisi Yahudi disebut exodus (keluaran) yang dijadikan nama salah satu
Kitab dari Bibel. Dalam peristiwa ini Musa diyakini oleh penganut Yahudi
mendapatkan ajaran berupa wahyu dari Tuhan di bukit Sinai. Kelak wahyu
tersebut dijadikan Kitab Suci oleh penganut Yahudi. Selama empat puluh55
tahun mengem-bara di gurun bangsa Yahudi mengalami berbagai pengalaman
keagamaan. Bibel sering menggambarkan bangsa Israel tidak mampu untuk
berbuat sesuai dengan perintah Tuhan. Di tengah gurun mereka menyembah
Anak Lembu Emas (Kitab Keluaran 32) gagal meyakinkan Tuhan untuk masuk
ke Negeri yang dijanjikan setelah mendengar laporan dari duabelas pengintai
53 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 147-148 54 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta : Al-Kautsar, 2004), hlm. vii-
ix. 55 Hal ini dimaksudkan “selama 40 tahun tidak bisa memasuki negeri Palestina”. Mereka
hanya bisa berputar-putar di sekitarnya, dan baru bisa menguasai daerah itu setelah 40 tahun
berputar-putar. Lihat Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 148
-
33
(Kitab Bilangan 12-13), dan secara berulang-ulang mengadukan nasib mereka.
Ritual keagamaan ini merupakan pengaruh dari kepercayaan bangsa Mesir,
sebagaimana seorang penulis Kristen,56 Richard Rives dalam Buku Too Long
in the Sun, menulis, “Hathor dan Aphis adalah dewa-dewa sapi betina dan
jantan bangsa Mesir yang merupakan lambang dari penyembahan matahari.
Penyembahan mereka hanyalah satu tahapan dalam sejarah pemujaan matahari
oleh bangsa Mesir. Anak sapi emas di Gunung Sinai adalah bukti yang lebih
dari cukup untuk mengetahui bahwa pesta yang dilakukan berhubungan dengan
penyembahan matahari.”57
Mereka baru bisa memasuki tanah Palestina dari Sinai, dan menguasai
Yerusalem kira-kira pada tahun 1000 SM.58 Yaitu di bawah pimpinan Yoshua.
Selamatnya bangsa Yahudi di bawah pimpinan Nabi Musa dari cengkeraman
Farao Ramses II, raja Mesir abad ke-13 SM itu disebabkan oleh pertolongan
Tuhan. Dalam hubungan ini kitab Keluaran menyebutkan bahwa karena rahmat
Tuhan, maka bangsa Israel diselamatkan dari penindasan bangsa Mesir.59
Setelah Yoshua, terdapat pemerintahan hakim-hakim yang sebenarnya
merupakan pahlawan-pahlawan suku jumlah mereka 12, dan yang terakhir
adalah Samuel. Setelah Samuel ini, orang-orang Yahudi memilih raja mereka,
yaitu Saul. Pada rajanya yang kedua, yaitu Daud (1012-972 SM), semua suku-
suku Yahudi bersatu, sehingga bangsa Yahudi menjadi bangsa yang kuat.60
56 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal
Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 138-139. 57 Richard Rives, Too Long in The Sun (Partakers Pub, 1996), hlm. 130-131. 58 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi, Jakarta: Saufa, 2014, hlm. 19. 59 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 148. 60 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149.
-
34
Mereka berhasil menguasai Palestina setelah Nabi Daud berhasil mengalahkan
Jalut atau Goliath. Namun, saat itu mereka masih belum menguasai
sepenuhnya wilayah Palestina.61
Bani Israel mengalami kejayaannya pada masa pemerintahan Nabi
Sulaiman (Solomon), putra Nabi Daud. Raja Sulaiman membangun tempat
Ibadah pertama bangsa Yahudi yaitu kuil Sulaiman.62 Kerajaan ini
membentang dari tepi Sungai Nil hingga Sungai Eufrat di Iraq. Akan tetapi,
sepeninggal Nabi Sulaiman, kerajaan mereka terpecah akibat perang saudara
yang berlarut-larut, hingga akhirnya kerajaan itu terbelah menjadi dua, yakni
bagian utara bernama Israel yang beribu kota Sumeria, sedangkan bagian
selatan bernama Yehuda dengan ibu kota Yerusalem.63 Dan akhirnya kerajaan
mereka terbagi menjadi kerajaan kecil-kecil. Kerajaan purba inilah yang
sekarang dijadikan alasan historis untuk mengklaim sahnya negara Yahudi di
Palestina sekarang. Padahal, kerajaan Yahudi dalam sejarah Nabi Daud dan
Nabi Sulaiman tidak lebih dari sebuah kota dan desa-desa sekelilingnya. Hanya
karena kebiasaan saja, bangsa Yahudi memanggil pemimpinnya dengan
sebutan 'Raja'.64
Pada 738 SM kerajaan Israel dikalahkan oleh Assiria65 yang dirajai oleh
Sargeus dari Yunani. Dan pada 586 SM Yerusalem dikalahkan oleh
61 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 19 62 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal
Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 139. 63 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 19 64 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta : Al-Kautsar, 2004), hlm. vii-
ix. 65 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149
-
35
Nebukadnezar II dari Babilonia, yang juga menghancurkan Kuil Sulaiman.66
Kemudian, orang-orang Yahudi ditawan dan digiring ke Babilonia, mereka
tidak mempunyai hak lagi atas Yerusalem.67 Di sinilah para tokoh Yahudi
membesarkan hati kaumnya dengan konsep janji Tuhan dan Bumi Nenek
Moyang. Sejak itu, dalam perjalanannya mereka selalu berusaha untuk bisa
kembali ke Palestina dengan berbagai cara dan upaya. Namun mereka selalu
menemui kegagalan, meskipun telah mencoba berkali-kali. Bahkan akibatnya
justru membuat mereka bertambah ketat di bawah pengawasan penguasa.
Tidak jarang kekejaman penguasa menjadi penderitaan rutin yang mereka
alami, dan mengakibatkan kegiatan-kegiatan eksodus dan diaspora orang-
orang Yahudi makin meluas ke seluruh penjuru bumi untuk menyelamatkan
diri. Dari tanah Babilonia lah para pemuka Yahudi menemukan ide dan konsep
Bumi Yang Dijanjikan dan konsep Bangsa Pilihan Tuhan, dengan harapan ide
semacam itu akan bisa melestarikan persatuan dan kemurnian Ras Yahudi, dan
untuk mengembalikan kepercayaan diri bangsa Yahudi.68
Nasib baik rupanya masih menaungi orang-orang Yahudi, sekitar tahun
500-400 SM, raja Cyrus dari Persia meruntuhkan Babylonia dan mengizinkan
orang-orang Yahudi kembali ke Yerusalem/Palestina.69 Di Yerusalem mereka
membangun pemerintahan bercorak Yahudi di bawah naungan kerajaan
Persi.70 Pemerintahan ini berakhir pada 333 SM sewaktu Iskandar Agung dari
Macedonia-Yunani menyerang dan berhasil menduduki Palestina. Selanjutnya
66 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta: Al-Kautsar, 2004), hlm. ix 67 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 19 68 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta : Al-Kautsar, 2004), hlm. x. 69 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 20 70 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149
-
36
wilayah bangsa Yahudi di bawah kekuasaan raja-raja Yunani yang
berkedudukan di Mesir tidak bertahan lama. Kemudian kekuasaan atas
Palestina pindah ke tangan raja-raja dari keturunan Seleucid di Siria. Pada 143
SM orang Yahudi berhasil mengusir orang Siria, dan memiliki negara sendiri.71
Pada tahun 160 SM, Palestina dan wilayah di sekitarnya, dikuasai oleh
imperium Romawi. Kemudian, Herod Agung (40-4 SM) yang menjadi raja saat
itu, membangun kembali istana dan Kuil Sulaiman. Selain itu, ia memberikan
kebebasan kepada penduduk Yahudi. Akan tetapi, kebaikan penguasa Romawi
justru dibalas dengan pengkhianatan oleh orang-orang Yahudi. Mereka
melakukan pemberontakan dan membuat kekacauan di negeri tersebut. Melihat
tindakan yang dilakukan oleh orang orang Yahudi,72 penguasa Romawi saat
itu, yaitu Raja Titus (77 M) bertindak tegas dan keras terhadap orang Yahudi.
Kota Yerusalem dihancurkan, dan raja mengeluarkan peraturan yang melarang
orang Yahudi berdiam di Yerusalem atau berziarah ke Kuil Sulaiman.73
Sampai beberapa abad kemudian bangsa Romawi itu tetap bercokol hingga
ditaklukkan oleh kaum Muslim.74 Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad
71 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149-150 72 Orang-orang Yahudi memberontak yang dipimpin oleh bangsa Zealot yang meyakini
bahwa Tuhan akan membantu mereka dalam perangnya melawan kaum kafir Romawi dan
membawa Hari Akhir yang diharapkan. Namun orang-orang Yahudi tidak semuanya satu pendapat
terhadap pemberontakan itu. Sebagian besar meyakini bahwa hal itu bukanlah waktu yang tepat
atau perang itu bukanlah cara yang tepat dalam mewujudkan penyelamatan. Bangsa Yahudi
memberontak terhadap Romawi menyebabkan kekacauan besar di kerajaan Romawi dan pasukan
dibawa dari berbagai belahan Eropa dan Timur Tengah untuk mengatasinya. Akhirnya Romawi
berhasil mendapatkan pengawasan Yerusalem pada tahun 70 M, dan menghancurkan tempat
ibadah yang sedang dibangun itu. Begitu pula ketika berhadapan dengan kelompok Muslim,
mereka tidak mau mengakui menjadi Muslim karena seba-gaimana tradisi yang terjadi pada saat
itu bahwa Muhammad tidak sesuai dengan harapan khusus mereka tentang seorang yang
dinantikan. Lihat Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan,
Jurnal Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 140-141. 73 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 20 74 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 20
-
37
di Madinah-Arab (622-632 M.) orang-orang Yahudi juga terpaksa diusir dalam
2 gelombang dari kota tersebut. Bahkan pada gelombang yang ketiga
(gelombang terakhir), karena mereka telah membantu musuh, sekitar 300-400
orang laki-laki mereka terpaksa dijatuhi hukuman mati.75
Kemudian Penduduk kota Yerusalem setempat masuk agama Islam.
Mereka adalah bangsa Arab yang merupakan mayoritas penduduk bumi
Palestina, sampai awai abad ke 20 ini. Setelah kedatangan orang-orang Yahudi
secara besar-besaran dari seluruh penjuru dunia, jumlah penduduk Arab
sekarang berbalik menjadi minoritas. Hal ini terjadi karena kebijakan deportasi
Pemerintah israel terhadap penduduk Arab dengan dukungan penuh dari
gerakan Zionisme Internasional.76
Demikianlah latar belakang bangsa Yahudi Semitik.77 Lantas, apakah
orang-orang Yahudi yang sekarang menguasai hampir seluruh bidang di dunia
merupakan keturunan dari Nabi lbrahim? Ternyata kaum zionis sekarang yang
jumlahnya sekitar 90% dari seluruh penduduk Yahudi adalah orang Yahudi
non-Semitik. Mereka adalah keturunan dari Khazar atau yang lebih sering
disebut sebagai Yahudi Ashkenazi. Orang-orang ini berbohong kepada seluruh
dunia bahwa tanah israel adalah tanah leluhur mereka. Padahal, kampung
75 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149-150 76 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149-150 77 Dilihat dalam sejarah lahirnya bangsa Yahudi terbagi menjadi dua golongan, yaitu
golongan Yahudi Semitik dan Yahudi Ezkinaz atau Yahudi non-Semitik. Yahudi Semitik menurut
kesepakatan terbanyak ahli sejarah, merupakan bangsa keturunan dari Nabi Ibrahim. Adapun kaum
Zionis sekarang yang jumlahnya 82% dari seluruh penduduk orang Yahudi adalah jenis Yahudi
Ezkinaz (non-Semitik), sesuai dengan sumber Zionisme sendiri. Lihat William G. Carr, Yahudi
Menggenggam Dunia, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2004), hlm x.
-
38
halaman sebenarnya dari nenek moyang mereka ada di Georgia yang terletak
800 mil dari Israel.78
Sejarah telah mencatat bahwa pada abad pertama Masehi, sejumlah orang
berdarah Turki-Mongolia meninggalkan negeri mereka, menuju arah barat dari
Asia, melintasi daerah yang terletak di sebelah utara Laut Kizwin dan Laut
Mati. Selanjutnya, mereka mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Kerajaan
Khazar.79 Sementara itu, menurut salah seorang keturunan Khazar dari inggris
yang bernama Arthur Koestler dalam bukunya yang berjudul The Thirteenth
Tribe The Khazar Empire And Its Heritage (Suku Bangsa Ketiga Belas—
imperium Khazar dan Warisannya), yang diterbitkan oleh Random House,
New York, nenek moyang bangsa Khazar berasal dari campuran bangsa
Mongol, Turki, dan Finlandia.80
Sebelum menganut agama Yahudi; bangsa Khazar itu menganut
kepercayaan animisme, hingga akhirnya mèreka memeluk agama Yahudi pada
masa penindasan raja Nebuchadnezzar ll dan penguasa Babilonia. lni terjadi
sekitar tahun 740 Masehi. Saat itu, kekuatan Khazar sudah sedikit melemah.
Wilayah kekuasaannya dihimpit oleh dua kekuatan besar, yakni Byzantium;
dan muslim. Agar tetap aman, Khazar dihadapkan pada dua pilihan, menjadi
muslim atau Kristen. Namun, kaisar bangsa Khazar, Khakan, telah mengetahui
jika ada agama yang ketiga selain Kristen dan Islam yakni Yahudi. Daripada
78 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 21 79William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta : Al-Kautsar, 2004), hlm. x. 80 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 21
-
39
memilih kedua agama itu, ia lebih memilih Judaisme dan menyatakan diri
sebagai Yahudi.81
Sejak saat itulah bangsa Khazar yang brutal dan sangat gemar berperang
berubah menjadi bangsa Yahudi dan sejak saat itu pula, kerajaan Khazar mulai
dideskripsikan sebagai Kerajaan Yahudi oleh sejarawan pada masa itu Penerus
penguasa Khazar mengambil nama Yahudi dan selama akhir abad ke-9 M,
Kerajaan ini menjadi tempat berlindung yang ramah bagi kaum Yahudi yang
ada di berbagai wilayah Eropa.82
Pada abad ke-8 Masehi, muncul kekuatan baru yang berasal dari sungai
besar Dnieper, Don, dan Volga, yakni bangsa Viking atau yang dikenal juga
sebagai bangsa Rus. Namun, bangsa ini selalu kalah perang melawan Kerajaan
Khazar. Pada tahun 862, seorang pemimpin bangsa Rus bernama Rurik
membangun kota Novgorod. Dari sinilah. lahir bangsa Rusia yang kemudian
berdiam di antara suku bangsa Slavia yang berada di bawah kekuasaan Khazar.
Perjuangan bangsa Viking kemudian berubah menjadi perjuangan rakyat untuk
merdeka dari penjajahan bangsa Khazar.83
Satu abad kemudian setelah berdirinya kota Novgorod, bangsa Rusia mulai
bersekutu dengan Kekaisaran Byzantium. Hal ini karena pemimpin mereka
telah menganut agama Kristen dan memiliki hubungan yang baik dengan
Byzantium yang juga menganut ajaran Kristen. Karena memiliki kepentingan
yang sama untuk menaklukkan Khazar, maka mereka bersekutu.84
81 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 22 82 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 22 83 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 22-23 84 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 23
-
40
Pada tahun 1016, kekuatan gabungan bangsa Rusia dan Byzantium
menyerang Kerajaan Khazar dengan pasukan yang besar. Menghadapi
gabungan dua kekuatan besar itu, Kerajaan Khazar tidak berdaya, mereka
hancur-lebur. Kejayaan bangsa yang brutal dan gemar berperang ini, akhirnya
musnah dan hilang dari catatan sejarah. Mereka banyak yang melarikan diri ke
wilayah yang aman di Eropa.85
Selama masa pelarian tersebut, orang-orang Yahudi membentuk kelompok
rahasia yang banyak mendalangi timbulnya kekacauan dan pembunuhan politik
di Rusia. Sebagian besar lainnya melarikan diri ke Eropa Timur. Dari sini,
mereka menyebar ke seluruh dunia, terutama ke Amerika Serikat. Dan, anak
cucu Yahudi Khazar inilah yang kemudian membanjiri Palestina saat ini serta
mengklaim bahwa mereka adalah pewaris sah bangsa Yahudi atas tanah
Palestina.86
Bergabungnya bangsa Khazar ke dalam komunitas Yahud telah menambah
watak kaum tersebut menjadi lebih brutal. Kaum Yahudi sejak lama memang
telah dikenal sebagai kaum yang tidak bisa dipercaya karena berbagai
pengkhianatan yang dilakukan, culas (khianat), selalu ingin menang sendiri
dan hanya mau mendengarkan suara kaumnya Khazar mengubah Yahudi yang
memang jahat menjadi bertambah jahat.87
85 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 23 86 Seperti telah disinggung terdahulu, kerajaan Yahudi berlangsung tidak lama, yaitu
periode kekuasaan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Sedang kekuasaan Yahudi lainnya tidaklah
lebih dari kekuasaan atas satu kota beserta desa sekitarnya, mirip kehidupan suku-suku yang
bermukim. Mereka belum pernah membentuk komunitas di seluruh Palestina, karena mereka
bukanlah penduduk asli. Sama dengan keadaan Yahudi di Israel sekarang, mereka datang dari
berbagai penjuru dunia sebagai imigran, yang tidak ada hubungannya dengan darah Yahudi
Semitik. Lihat William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia,... hlm. xi 87 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 23
-
41
Mereka belum pernah membentuk komunitas di seluruh Palestina, karena
mereka bukanlah penduduk asli. Sama dengan keadaan Yahudi di Israel
sekarang, mereka datang dari berbagai penjuru dunia sebagai imigran, yang
tidak ada hubungannya dengan darah Yahudi Semitik.88
Dari kilasan fakta tersebut bisa dilihat bagaimana bangsa Yahudi
sepanjang sejarah mengendalikan perkumpulan rahasia, yang dikembangkan
dengan getol untuk mawujudkan cita-cita mereka. Makin lama perkumpulan
rahasia itu berkembang mirip dengan pemerintahan terselubung, yang
dikendalikan oleh tokoh-tokoh Yahudi internasional, yang berdiam di berbagai
penjuru dunia. Bangsa Yahudi punya keyakinan, bahwa bangsa lain adalah
'Goya', atau dalam bahasa Ibraninya 'Goyim', yang juga sering disebut
'Gentiles', atau 'Umamy' dalam bahasa Arabnya, yang berarti bangsa lain itu
diciptakan Tuhan untuk kepentingan Yahudi belaka, sebagai bangsa pilihan
Tuhan.89
Pada masa Perang Dunia II (1939-1945) kita saksikan bahwa Hitler yang
berkuasa di Jerman, melakukan pembasmian terhadap bangsa Yahudi secara
besar-besaran (dalam jumlah jutaan manusia). Suatu bangsa yang telah
menumpang di berbagai negara selama hampir 2000 tahun, tetapi yang secara
kejiwaan tetap terpisah dari bangsa yang ditumpanginya, karena mereka
merasa dirinya lebih tinggi derajatnya. Tetapi pada tahun 1948 M dengan
perantaraan organisasinya "Zionisme" yang dibantu oleh Inggris dan Amerika
Serikat, bangsa Yahudi dapat mendirikan kembali negaranya di Palestina yang
88 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 23 89 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia,... hlm. ix
-
42
bernama Negara Israel, serta mempertahankan kebudayaan serta agama
Yahudinya. Yaitu setelah hampir 20 abad hidup dalam perantauan tanpa tanah
air, tidak disenangi. serta terpencar-pencar.90
2. Agama Yahudi Modern dan Kontemporer
Pasca runtuhnya Negara Israel di bawah gemparan orang-orang Assyria,
penduduk Yahudi berpencar-pencar dan tidak memiliki tempat tinggal tetap,
serta tidak terdapat suatu hal yang patut disebut dalam sejarah. Sedangkan
orang-orang Yahudi yang lari ke Babilonia setelah keruntuhan kerajaan
Yahuda ialah mereka yang sempat ke