Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas...
Transcript of Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas...
Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon
Tugas Akhir
Disusun Oleh:
Shiren Junet Tomasoa
462013020
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon
Tugas Akhir
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana keperawatan
Disusun Oleh:
Shiren Junet Tomasoa
462013020
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
v
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR…..……… i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………... iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………... vi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. vii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… viii
ABSTRAK ………………………………………………………………….. ix
Pendahuluan ……………………..………………………………………….. 1
Metode ………………………………………………………………………. 5
Hasil ………………………………………………………………………… 6
Deskripsi Profil Sosiodemografi Responden ………………………... 6
Well-Being …………………………………………………………... 8
Well-Being dan Sosiodemografi …………………………………….. 10
Pembahasan ………………………………………………………………….. 11
Profil Sosiodemografi Responden ……………………………………. 11
Tingkat Well-Being ………………………………………………….. 12
Hubungan Well-Being dengan Sosiodemografi ……………………... 13
Penutup ………………………………………………………………………. 15
Kesimpulan ………………………………………………………….. 15
Saran …………………………………………………………………. 15
Daftar Pustaka ………………………………………………………………... 16
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Profil Sosiodemografi Responden………………………………… 7
Tabel 2.1.1 Scale of Positif and Negative Experience (SPANE) …………... 8
Tabel 2.3.1 Scale of Psycological Well-Being (PWB) ……………………... 9
Tabel 3.1 Hasil uji korelasi SPANE dan Sosiodemografi …………………… 10
Tabel 3.2 Hasil uji korelasi PTS dan Sosiodemografi ………………………. 10
Tabel 3.3 Hasil uji korelasi PWB dan Sosiodemografi ……………………... 11
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2.1 Positive Thinking Scale (PTS) …………………………………. 9
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Rekomendasi Ijin Penelitian WALIKOTA………………… 18
Lampiran 2. Surat Ijin di Lokasi Penelitian………………..…………………. 19
Lampiran 3.Kuesioner Penelitian…………………………………………….. 20
Lampiran 4. Inform Concent …………………………………………………. 24
Lampiran 5. Letter Of Acceptance (LoA) ……………………………………. 27
ix
Well-being: Studi Sosiodemografi di Ambon
Desi1, Shiren Junet Tomasoa
1, Simon Peter Soegijono
2
1. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Kristen Satya Wacana
2. Universitas Kristen Indonesia Maluku
Email: [email protected]
Abstrak
Well-being diartikan sebagai suatu keadaan positif yang memungkinkan seseorang, kelompok,
ataupun suatu negara menjadi sejahtera. Kondisi ini sangatlah penting untuk dicapai dan terus
ditingkatkan karena setiap orang memiliki tujuan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dan
mengarah pada kesejahteraan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara profil
sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dengan
tingkat well-being yang diukur dari 3 hal yaitu afek positif dan negatif, pemikiran positif dan negatif
serta kesejahteraan psikologis masyarakat Kota Ambon khususnya di RT 004/03 Kelurahan Batu
Gajah Kecamatan Sirimau. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis uji korelasi
Pearson Product Moment sedangkan pengumpulan data menggunakan kuesioner well-being yaitu
Scale of Positive and Negative Experince (SPANE), Positive Thinking Scale (PTS), dan Scale of
Psychological Well-Being (PWB) yang selanjutnya diadaptasi ke bahasa Indonesia. Hasil penelitian
yang ditemukan dalam profil sosiodemogarafi menunjukkan bahwa responden yang paling banyak
adalah responden pada usia produktif 17-25 tahun (36%), berjenis kelamin laki-laki (52,7%),
pendidikan SMA (74,1%), tidak bekerja (37,5%), berpendapatan Rp. 500.001- 1.500.000 (30%) dan
status pernikahan menikah (48,2%). Sebanyak 46,4% responden menilai bahwa mereka sering
mengalami afek positif, 69% responden memiliki pemikiran paling positif dan memiliki kesejahteraan
psikologis yang tinggi sebanyak 66% responden. Tidak ada hubungan antara afek positif dan negatif
serta pemikiran positif dan negatif terhadap sosiodemografi kecuali pada pekerjaan terhadap
pemikiran positif dan negatif. Ada hubungan yang signifikan pada variabel sosiodemografi usia dan
pekerjaan terhadap kesejahteraan psikologis.
Kata Kunci: Well-being, profil sosiodemografi
Well-Being: Sociodemograpich Studies in Ambon
Abstract
Well-being is deifined as a positive condition that enables an individual, a group, or a country to
become prosperous. This condition is highly essential to be achieved and improved, since everyone
has a purpose to get a better life towards the prosperity. This research was aimed to investigate the
relationship between sociodemographic (age, sex, marital status, occupation and income) and the
well-being level measured by 3 things, they were positive and negative affection, positive and negative
thoughts and psychological well-being in Ambon society, especially in RT 004/03 Kelurahan Batu
Gajah, Sirimau District. This study was using quantitative method with Pearson Product Moment
correlation test analysis and the data collection was using well-being questionnaires of Scale of
Positive and Negative Experince (SPANE), Positive Thinking Scale (PTS), and Scale of Psychological
Well-Being (PWB), which were further adapted to Indonesian Language. The obtained result showed
that most respondents were those in the productive age of 17-25 years old (36%), males (52,7%),
Senior High School graduates (74,1%), jobless people (37,5%), with the income Rp. 500.001-
1.500.000 (30%) and marital status (48,2%). A total of 46,4% respondents perceived that they often
experienced positive affection, 69% respondents had the most positive thoughts and had the high
psychological well-being were about 66% respondents. There was no relationship between positive
and negative affects as well as positive and negative thoughts on sociodemography except on the work
of positive and negative thinking. There was a significant association in the sociodemographic
variables of age and occupation toward psychological well-being.
Key Words: Sociodemographic profile, well-being,
1
Pendahuluan
Seorang ahli filsuf terkenal Aristoteles, pernah menyatakan bahwa
kebahagiaan adalah tujuan utama dari eksistensi manusia dan kebahagiaan ini dapat
dirasakan seseorang jika seorang tersebut merasa sejahtera (dalam Djabumir, 2016).
Dalam hal ini terdapat 2 pandangan filsafat tentang kebahagiaan yaitu pandangan
hedonic dan eudaimonic. Keduanya berasal dari bahasa Yunani yang berarti
kesenangan dan kebahagiaan. Pandangan hedonic merupakan suatu pandangan yang
lebih memunculkan afek positif dan menghilangkan afek negatif. Pandangan ini lebih
subjektif sehingga fokusnya pada bagaimana cara seseorang mencari emosi positif
dalam kehidupan. Emosi positif dapat berupa rasa bahagia, senang, aman dan tidak
ada afek negatif. Sedangkan pandangan eudaimonic menunjukan bahwa untuk
mendapatkan level kebahagiaan dan kesejahteraan yang tinggi sesorang harus
menunjukan aktualisasi dan potensi dirinya dalam menghadapi tantangan kehidupan
(Keyes et al, 2002). Pandangan ini lebih berfokus pada aktivitas-aktivitas seseorang
yang mengejar kebahagiaan dan kepuasan untuk diri mereka. Artinya bahwa mereka
melakukan berbagai upaya dan cara untuk menggapai hidup yang lebih bermakna
bukan dengan cara bersenang-senang namun melakukan hal bermakna. Yang
membedakan kedua pandangan ini ialah sifatnya. Pandangan hedonic dapat
menciptakan kesejahteraan yang cepat namun dapat bersifat sementara. Sedangkan
pandangan eudaimonic dapat menciptakan kesejahteraan yang konsisten dan lebih
bertahan lama (Steger et al, 2007). Dalam teori dasar, kesejahteraan dan kebahagiaan
yang telah dipaparkan sebelumnya dikenal dengan istilah Well-Being. Istilah ini
muncul seiring dengan perkembangan ilmu psikologi positif (Susetyo dkk, 2012).
Huppert, Baylis dan Keverne mendefinisikan well-Being sebagai suatu
keadaan positif yang memungkinkan seseorang, kelompok, ataupun suatu negara
menjadi sejahtera (dalam Fiona, 2015). Dalam konteks individu, well-being mengacu
pada keadaan psikologis, fisik dan sosial yang positif sehingga individu tersebut
dapat menjalankan fungsi kehidupannya secara baik dan optimal (Fiona, 2015).
Diener dalam tulisannya tentang “New Measures of Well-Being” mengungkapkan
bahwa kesejahteraan seseorang dapat dievaluasi dari tiga aspek yaitu afek (perasaan)
positif, negatif dan balance yang dialami, pemikiran positif dan negatif yang
dimiliki, serta kesejahteraan psikologisnya (Diener et al, 2009). Evaluasi afek ini
merupakan penilaian individu terhadap suasana hati/ perasaan yang dialami. Tanda-
2
tanda seseorang dengan afek positif yaitu merasa baik, nyaman, senang, dan puas,
sedangkan afek negatif meliputi perasaan buruk, tidak menyenangkan, sedih, takut
dan marah (Diener et al, 2009). Seseorang yang memiliki afek positif
berkemungkinan untuk dapat memiliki pemikiran positif. Dengan adanya pemikiran
positif seseorang akan cenderung menjalani hidup dengan rasa syukur. Selain itu
kesejahteraan psikologis juga memiliki peran yang penting dalam kesehatan mental
seseorang. Kesejahteraan psikologis tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi
yaitu penerimaan diri, hubungan positif, otonom, penguasaan lingkungan, tujuan
hidup dan pengembangan pribadi (Ryff, 1995).
Well-being seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor sosiodemografis
seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, budaya (Ryff dan Keyes, 1995),
pekerjaan dan status pernikahan (Oktavinur dan Fikri, 2017). Pada penelitian yang
dilakukan Karasawan dkk menunjukkan bahwa usia dapat mempengaruhi well-being
(Karawasa et al, 2011). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada orang dewasa
yang lebih tua memiliki skor yang tinggi dalam hal mengalami pertumbuhan pribadi
yang artinya mereka sudah melewati tahap-tahap perkembangan hidup dan
menyadari tentang potensi-potensi diri yang sudah dilakukan selama itu. Sedangkan
pada penelitian Ryff dan Keyes yang berjudul “The Structure of Psychological Well-
Being Revisited” menunjukkan bahwa perbedaan usia dapat mempengaruhi aspek-
aspek dalam well-being (Ryff dan Keyes, 1995). Dijelaskan bahwa, seiring dengan
bertambahnya usia seseorang akan cenderung memiliki kemampuan penguasaan
lingkungan dan otonomi dalam dirinya. Penelitiannya juga menunjukkan bahwa jenis
kelamin memberikan pengaruh dalam well-being yang menunjukkan wanita lebih
memiliki skor yang tinggi pada aspek hubungan positif dengan orang lain dibanding
dengan laki-laki. Ini menjadi salah satu aspek bahwa wanita dapat membangun well-
being mereka dengan menjalin hubungan baik dengan orang disekitar, karena
hubungan dan relasi merupakan salah satu komponen dalam kesehatan mental
seseorang.Sehingga hal ini juga sangat berperan dalam well-being. Terkait dengan itu
penelitian lain juga menyatakan bahwa perempuan memiliki tingkat well-being yang
lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek
yaitu pengalaman spiritual, hubungan positif dengan orang lain dan tujuan hidup
(Perez dan Jeannie, 2012 dalam Simarmata, 2015).
Faktor demografi lainnya yang juga mempengaruhi well-being seseorang
ialah status sosial ekonomi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wenas, Opod dan
3
Pali menemukan bahwa terdapat hubungan antara kebahagiaan dengan status sosial
ekonomi (Wenas dkk, 2015). Seseorang yang menempati kelas sosial tinggi yang
memiliki pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang baik akan meningkatkan well-
beingnya, terutama dalam aspek penerimaan diri dan aspek tujuan hidup (Ryff,
1995). Sedangkan penilitian yang dilakukan oleh Biswas- Diener dan Diener di
Calcutta menemukan bahwa orang-orang penghuni daerah kumuh tidak selalu
menunjukkan kepuasan hidup yang rendah dibandingkan dengan orang-orang yang
lebih kaya dari mereka (dalam Royo dan Velazco, 2006). Hal ini terjadi karena
mereka lebih mementingkan hubungan sosial dan kepuasan tersendiri terhadap apa
yang mereka miliki. Sama halnya dengan yang dinyatakan Royo dan Velazco bahwa
ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah diperhadapkan dengan
pertanyaan tentang kebahagiaan atau kesejahteraan maka mereka akan lebih
mengutamakan hal-hal lain yang menjadi sumber kebahagiaan seperti hubungan
sosial, dukungan sosial dan hal-hal pribadi lainnya dibandingkan dengan pendidikan,
jenis rumah, perawatan dan kesehatan (Royo dan Velazco, 2006).
Pada faktor pekerjaan, Argyle dalam Fikri dan Oktavinur mendefinisikan
bahwa umumnya orang yang bekerja akan lebih memiliki kebahagiaan yang tinggi
dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja (Oktavinur dan Fikri, 2017). Salah
satu hal yang mengakibatkan mereka yang tidak bekerja (pengangguran) tidak
bahagia disebabkan karena afek positif dalam dirinya berkurang. Hal lain pada faktor
pernikahan menurut Eddington dkk menunjukan bahwa pernikahan memiliki
hubungan dengan kebahagiaan. Menurutnya bahwa mereka yang menikah akan lebih
bahagia dibandingkan dengan mereka yang tidak menikah ataupun bercerai (dalam
Oktavinur dan Fikri, 2017). Di Indonesia, survei terbaru tentang tingkat kebahagiaan
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) ialah pada tahun 2014. Hasil survei yang
dirilis BPS menunjukkan hasil bahwa terdapat 3 provinsi yang memiliki indeks
kebahagiaan tertinggi antara lain Riau dengan indeks 72,42; Maluku dengan indeks
72,12 dan Kalimantan Timur dengan indeks 71,45 (Media Online;
Kabar24bisnis.com, 2015). Survei kebahagiaan ini menggunakan pendekatan
kepuasan hidup yang disusun dalam 10 aspek kehidupan yaitu kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga,
ketersediaan waktu luang, hubungan sosial, kondisi rumah/ aset, keadaan lingkungan
dan kondisi keamanan. Jika ditilik secara teoritis, kepuasan hidup adalah bagian dari
4
evaluasi subjective well-being (SWB), sehingga dapat dikatakan bahwa, survey yang
dilakukan oleh BPS belum mencakup keseluruhan aspek dalam well-being.
Menarik untuk diteliti, meskipun menempati urutan kedua dengan tingginya
tingkat kebahagiaan, pada kenyataannya Maluku menduduki urutan keempat dalam
masalah kemiskinan di Indonesia (Media online; Tribun-Maluku.com, 2015). Hal ini
memperkuat dukungan terhadap pernyataan pada paragraf sebelumnya bahwa survey
BPS menggunakan evaluasi SWB dan tidak menghubungkannya dengan aspek
sosiodemografi (Media online; Tribun-Maluku.com, 2015).
Provinsi Maluku terbagi atas 9 kabupaten dan 2 kota, salah satunya Kota
Ambon. Kota Ambon merupakan Ibukota Provinsi yang memiliki tingkat kepadatan
penduduk tertinggi di Maluku (Profil Kesehatan Maluku, 2014). Jumlah penduduk
Kota Ambon tahun 2015 dalam indikator kesejahteraan rakyat Kota Ambon adalah
sebanyak 411.617 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 205.684 jiwa dan
perempuan sebanyak 205.933 jiwa (Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Ambon,
2015).
Ditinjau dari profil demografi, tingkat pendidikan masyarakat kota Ambon
bervariasi dari yang tidak bersekolah hingga lulusan S3. Demikian halnya dengan
jenis pekerjaan yang bervariasi mulai dari tidak bekerja, bersekolah, PNS, Ibu
Rumah Tangga, pegawai swasta, wirausaha dan lain-lain. Sementara untuk status
status perkawinan, sebesar 45,93% penduduk belum kawin, kawin 47,59%, cerai
hidup 1,55% dan cerai mati sebanyak 4,93%. Pada komposisi usia, penduduk Kota
Ambon tahun 2015 didominasi oleh struktur usia produktif (usia 15-64 tahun) yaitu
sebanyak 285.136 jiwa, diikuti oleh usia muda (0-14 tahun) sebanyak 111.359 jiwa
dan usia lanjut (65 tahun ke atas) sebanyak 15.122 jiwa (Indikator Kesejahteraan
Rakyat Kota Ambon, 2015).
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengidentidikasi dan mendeskripsikan
profil sosiodemografi (usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, jenis
pekerjaan, pendapatan per bulan, dan status perkawinan), tingkat well-being yang
diukur dari 3 aspek yaitu afek positif dan negatif, pemikiran positif atau negatif dan
kesejahteraan psikologis, serta adakah hubungan antara sosiodemografi dengan
tingkat well-being pada masyarakat Kota Ambon, Maluku.
5
Metode
Penelitian ini merupakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif
korelasional. Pengambilan sampel menggunakan teknik Stratified Random Sampling
pada populasi. Teknik ini dilakukan dengan memperhatikan strata (tingkatan) dalam
suatu populasi. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau
Kota Ambon khususnya di RT 004/03. Populasi dalam penelitian ini yaitu
masyarakat RT 004/03 Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon,
sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu semua yang termasuk dalam kriteria
inklusi yaitu mereka yang masuk katergori remaja awal hingga lansia (12 tahun ke
atas) menurut Departemen Kesehatan (2009), bisa baca tulis dan sehat secara fisik
dan psikis, namanya tercantum dalam surat Kartu Keluarga (KK) dan ada di tempat
pada saat pengambilan data berlangsung dan bersedia berpartisipasi sebagai
responden penelitian. Jumlah sampel diambil dengan menggunakan rumus Slovin.
Keseluruhan populasi yaitu berjumlah 155 jiwa sehingga sampel yang didapat
berjumlah 112 responden.
Pada pengumpulan data peneliti menggunakan teknik survei dengan alat
pengumpulan data berupa kuesioner evaluasi diri (Administered Questionnaire).
Selain lembar profil sosiodemografi, kuesioner yang digunakan untuk mengukur
well-being ada sebanyak tiga. Variabel sosiodemografi berupa isian yang terdiri dari
usia, jenis kelamin, pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan per bulan, dan status
perkawinan. Sedangkan kuesioner well-being menggunakan versi adaptasi dari
kuesioner baku milik Ed Diener and Robert Biswas- Diener (2009) yang sudah diuji
validitas dan reliabilitasnya meliputi Scale of Positive and Negative Experience
(SPANE) memiliki nilai reliabiltas cronbach’s alpha sebesar 0,871, Positive
Thinking Scale (PTS) dengan nilai reliabiltas cronbach’s alpha 0,823, dan
Psychological Well-Being Scale (PWB) yang memiliki nilai reliabiltas cronbach’s
alpha 0,833. SPANE merupakan kuesioner untuk mengukur afek positif dan negaitf.
Kuesioner ini terdiri dari 12 pernyataan (6 pernyataan positif dan 6 pernyataan
negatif) pemberian skor pada skala ini berkisar 1-5. Untuk melihat hasil maka setiap
skala memiliki interpretasi yang berbeda-beda. Pada SPANE yaitu skor 17 – 26
dinyatakan selalu memiliki perasaan positif, 7– 16 adalah sering, -3 – 6 kadang-
kadang, -13 sampai - 4 jarang dan skor yang dinyatakan tidak pernah memiliki
perasaan positif berkisar -24 sampai -14. Selanjutnya PTS, yang merupakan skala
yang digunakan untuk mengukur pemikiran positif dan negatif seseorang terdiri dari
6
16 pernyataan (10 positif dan 6 negatif) pemberian skor pernyataan positif 1 “Ya”
dan 0 “Tidak”, untuk item negatif 1 “Tidak” dan 0 “Ya”. Interpretasi hasil pada PTS
yaitu 0 – 8 dinyatakan berpikir paling negatif dan 9 – 16 berpikir paling positif.
Sedangkan PWB, digunakan untuk mengukur kesejahteraan psikologis seseorang
terdiri dari 8 pernyataan, setiap pernyataan diberi skor 1-5 dengan interpretasi yaitu
36 – 40 memiliki kesejahteraan psikologis yang sangat tinggi, 29 – 35 tinggi, 22 – 28
sedang, 15 – 21 rendah dan 8 – 14 untuk yang memiliki kesejahteraan psikologis
yang sangat rendah. Form sosiodemografi dan 3 kuesioner di berikan bersamaan
dengan lembar informed consent sebagai bukti persetujuan keikutsertaan.
Hipotesis Nol (H0) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, latar belakang pendidikan,
jenis pekerjaan, dan pendapatan per bulan) dengan well being; Afek positif atau
negatif, pemikiran positif atau negatif dan kesejahteraan psikilogis, diuji
menggunakan “Korelasi Pearson Product Moment” dengan taraf signifikansi 0,05.
Dasar pengambilan keputusan yaitu apabila p-value lebih besar dari nilai
signifikansi, maka tidak terdapat hubungan antar kedua variabel (H0 diterima),
sedangkan jika p-value lebih kecil dari nilai signifikan, maka terdapat hubungan
antar kedua variabel (H0 ditolak). Penelitian ini telah dilakukan selama kurang lebih
2 bulan di Kota Ambon.
Hasil Penelitian
1. Deskripsi Profil Sosiodemografi Responden
Profil sosiodemografi didata dengan tujuan untuk melihat latarbelakang masing-
masing responden. Profil sosiodemografi meliputi sub variabel usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan perbulan dan status perkawinan. Pada penelitian
ini dipaparkan dalam tabel 1.1.
7
Tabel 1.1 Profil sosiodemografi responden
Karakteristik Jumlah Responden (n=112)
(n) (%)
Usia
1. 12-16 tahun
2. 17-25 tahun
3. 26-35 tahun
4. 36-45 tahun
5. 46-55 tahun
6. 56-65 tahun
7. >65 tahun
6
40
19
17
8
12
10
5 %
36 %
17 %
15 %
7 %
11 %
9 %
Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
59
53
52,7 %
47,3 %
Pendidikan
1. Tidak Sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Diploma
6. Sarjana
7. Pasca Sarjana
0
0
3
83
4
22
0
0 %
0 %
2,7 %
74,1 %
3,6 %
19,6 %
0 %
Pekerjaan
1. Tidak Bekerja
2. Pensiunan
3. Wiraswasta
4. PNS
5. Petani/ Pekebun
6. Ibu Rumah Tangga
7. Lainnya
42
9
14
12
5
16
14
37,5 %
8 %
12,4 %
11 %
4,4 %
14,2 %
12,5 %
Pendapatan
1. <Rp. 500.000
2. Rp. 500.001- 1.500.000
3. Rp. 1.500.001- 2.500.000
4. Rp. 2.500.001- 3.500.000
5. >Rp. 3.500.000
33
34
21
13
11
29 %
30 %
19 %
12 %
10 %
Status Perkawinan
1. Belum Menikah
2. Menikah
3. Cerai hidup
4. Cerai Mati
5. Nikah Siri
53
54
0
5
0
47,3 %
48,2 %
0 %
4,5 %
0 %
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang berusia 17-25 tahun yaitu
sebanyak 40 responden, usia 26-35 tahun sebanyak 19 responden, usia 36-45 tahun
sebanyak 17 responden, usia 56-65 tahun sebanyak 12 responden, >65 tahun
sebanyak 10 responden, usia 46-55 tahun sebanyak 8 responden dan yang paling
sedikit pada usia 12-16 yaitu sebanyak 6 responden. Responden berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 59 responden dan perempuan sebanyak 53 responden.
Karakteristik pendidikan responden paling banyak yaitu pada responden dengan latar
8
belakang pendidikan SMA sebanyak 83 responden (74,1%), diikuti oleh sarjana
sebanyak 22 , diploma sebanyak 4 dan SMP sebanyak 3 responden. Responden yang
tidak bekerja sebanyak 42 responden, pensiunan 9 responden, wiraswasta 14
responden, PNS 12 responden, petani/ pekebun 5 responden, ibu rumah tangga 16
responden dan lainnya sebanyak 14 responden. Responden yang berpendapatan
sebesar <Rp. 500.000 sebanyak 33 responden,. Rp. 500.001- 1.500.000 sebanyak 34
responden, 21 responden berpendapat Rp. 1.500.001- 2.500.000, 13 responden
berpendapat 2.500.001- 3.500.000 dan responden yang berpendapatan sebesar >Rp.
3.500.001 sebanyak 11 responden. Status perkawinan responden yang belum
menikah dan menikah hanya berbeda 1 angka yaitu belum menikah sebanyak 53
responden dan yang menikah sebanyak 54 responden serta pada responden cerai mati
terdapat sebanyak 5 responden.
2. Well-Being
Well-being adalah suatu konsep umum yang dalam pengukurannya melibatkan
banyak aspek seperti pengalaman perasaan/emosi, pemikiran positif/negatif dan
kesejahteraan psokologis.
2.1. Scale of Positive and Negative Experince (SPANE)
Skala ini merupakan skala yang dipakai untuk mengukur afek positif dan
negatif seseorang yang dirasakan selama 4 minggu terakhir mereka. Dalam
skala ini digunakan 5 kategori untuk menginterpretasi tingkatannya. Setelah
peneliti mengambil data dan melakukan tabulasi serta analisa data maka hasil
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1.1 Scale of Positive and Negative Experince (SPANE)
Berdasarkan tabel 2.1.1 maka dapat diketahui pada SPANE responden yang
selalu mengalami afek positif terdapat sebanyak 4 responden (3,6%), sering
Skala
(SPANE)
Jumlah Responden
(n=112)
(n) (%)
1. Selalu mengalami perasaan positif
2. Sering mengalami perasaan positif
3. Kadang-kadang mengalami perasaan
positif
4. Jarang mengalami perasaan positif
5. Tidak pernah mengalami perasaan positif
4
52
50
6
0
3,6 %
46,4 %
45 %
5 %
0 %
9
mengalami afek positif 52 responden (46,4%), kadang-kadang mengalami
afek positif sebanyak 50 responden (45%), jarang mengalami afek positif
sebanyak 6 responden (5%) dan tidak ada dari responden yang tidak pernah
mengalami afek positif.
2.2. Positive Thinking Scale (PTS)
Positive Thinking Scale merupakan skala yang digunakan untuk mengukur
pemikiran positif dan negatif seseorang. Dari hasil tabulasi yang sudah
dilakukan maka untuk melihat tingkat pemikiran positif dan negatif
responden maka disajikan chart di bawah ini.
Chart 2.2.1 Positive Thinking Scale (PTS)
Pada PTS, responden yang berpikir paling positif menduduki urutan pertama
yaitu sebanyak 77 responden atau 69% dan 35 responden atau 31% yang
memiliki cara berpikir paling negatif.
2.3. Scale of Psychological Well-Being (PWB).
Skala ini merupakan skala yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan
psikologis seseorang. Dalam skala ini digunakan 5 kategori yaitu sangat tinggi,
tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Hasil tabulasi yang sudah dilakukan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.3.1 Scale of Psychological Well-Being (PWB)
Skala
(PWB)
Jumlah Responden
(n=112)
(n) (%)
1. Memiliki kesejateraan psikologi yang sangat tinggi
2. Memiliki kesejateraan psikologi yang tinggi
3. Memiliki kesejateraan psikologi yang sedang
4. Memiliki kesejateraan psikologi yang rendah
5. Memiliki kesejateraan psikologi yang sangat rendah
11
74
25
2
0
10 %
66 %
22 %
2 %
0 %
10
Dalam perhitungan skala PWB mendapatkan bahwa responden paling
banyak memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi yaitu sebanyak 74
responden atau 66%.
3. Well-being dan Sosiodemografi
Inti dari penelitian ini adalah untuk mencari tahu hubungan antara well-being: Scale
of Positive and Negative Experince (SPANE), Positive Thinking Scale (PTS) dan
Scale of Psychological Well-Being (PWB) dengan profil sosiodemografi: usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan status perkawianan.
3.1. Scale of Positive and Negative Experince (SPANE) dan sosiodemografi
Pada tabel dibawah ini, didipaparkan hasil uji statistik terkait hubungan
antara well-being: afek positif dan negatif terhadap sosiodemografi.
Tabel 3.1 Hasil uji korelasi SPANE dan Sosiodemografi
Variabel Pengujian (Analisis Korelasi
Pearson Product moment)
Interpretasi
(a=0,05)
SPANE dan Usia
SPANE dan Jenis Kelamin
SPANE dan Pendidikan
SPANE dan Pekerjaan
SPANE dan Pendapatan
SPANE dan Status Perkawinan
r = 0,096 p-value = 0,314
r = 0,042 p-value = 0,657
r = -0,038 p-value = 0,691
r = 0,072 p-value = 0,449
r = -0,078 p-value = 0,415
r = 0,005 p-value = 0,957
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tabel di atas menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara well-being; afek positif atau negatif dengan faktor
sosiodemografi. Hal ini ditunjukkan pada nilai signifikan yang lebih besar
daripada p-value.
3.2. Positive Thinking Scale (PTS)
Uji statistik korelasi antara pemikiran positif dan negatif terhadap faktor
sosiodemografi ditampilkan dalam tabel 3.2
Tabel 3.2 Hasil uji korelasi PTS dan Sosiodemografi
Variabel Pengujian
(Analisis Korelasi Pearson Product
moment)
Interpretasi
(a=0,05)
PTS dan Usia
PTS dan Jenis Kelamin
PTS dan Pendidikan
PTS dan Pekerjaan
PTS dan Pendapatan
PTS dan Status Perkawinan
r = -0,013 p-value = 0,893
r = -0,055 p-value =0,561
r = 0,001 p-value = 0,988
r = -0,211 p-value = 0,025
r = 0,040 p-value = 0,673
r = 0,015 p-value = 0,873
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tabel 3.2 menampilkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara well-being; pemikiran positif dan negatif dengan 5 variabel
11
sosiodemografi yaitu uisa, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan status
perkawinan dikarenakan p-value lebih besar dari taraf signifikansi.
3.3. Scale of Psychological Well-Being (PWB) dan sosiodemografi
Tabel 3.3. dibawah ini menampilkan hasil dan interpretasi data uji korelasi
antara tingkat kesejahteraan psikologis dengan profil sosiodemografi.
Tabel 3.3 Hasil uji korelasi PWB dan Sosiodemografi
Variabel Pengujian
(Analisis Korelasi Pearson Product
Moment)
Interpretasi
(a=0,05)
PWB dan Usia
PWB dan Jenis Kelamin
PWB dan Pendidikan
PWB dan Pekerjaan
PWB dan Pendapatan
PWB dan Status Perkawinan
r = 0,273 p-value = 0,004
r = 0,103 p-value = 0,281
r = -0,111 p-value = 0,245
r = 0,227 p-value = 0,016
r = -0,041 p-value = 0,670
r = 0,164 p-value = 0,084
Signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa ada 2 dari 6 faktor
sosiodemografi yang memiliki hubungan signifikan dengan pemikiran positif
dan negatif, yaitu usia dan pekerjaan. Ini dapat dilihat pada p-value yang
lebih kecil angkanya dari taraf signifikansi penelitian ini.
Pembahasan
Profil Sosiodemografi Responden
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden ada dalam
kategori usia produktif. Hal ini didukung oleh data yang ditemukan dalam Rencana
Kerja Pembangunan Daerah Kota Ambon tahun 2016 bahwa masyarakat kota
Ambon didominasi oleh usia produktif sebanyak 68,46% (Peraturan Walikota
Ambon Nomor 19, 2015).
Sebanyak 40 responden ada pada rentang usia 17-25 tahun dapat dijadikan
kemungkinan alasan mengapa pada tingkat pendidikan responden didominasi oleh
mereka yang latar belakang pendidikannya ialah SMA yaitu sebanyak 83 responden
(74,1%). Hal ini jugalah yang kemudian turut mempengaruhi jumlah responden yang
tidak bekerja menduduki posisi terbanyak yaitu sebesar 37,5%. Tidak hanya itu,
masuknya kategori pendapatan pada level rendah (Rp. 500.001- Rp. 1.500.000) dan
sangat rendah (<Rp. 500.000) pun mendukung hasil sub variabel sosiodemografi
yang telah disebutkan di atas.
12
Tingkat Well-being
Tingkat well-being responden diukur dari 3 hal yaitu afek positif dan negatif,
pemikiran positif dan negatifnya, serta tingkat kesejahteraan psikologis. Penelitian
ini memberikan hasil bahwa rata-rata responden sering mengalami perasaan positif.
Hal ini dimungkinkan karena responden dalam penelitian ini banyak yang ada dalam
kategori usia produktif dan sebagian masih ada di bangku pendidikan maka tidak
menutup kemungkinan mereka sering menghabiskan waktu mereka dengan
melakukan kegiatan-kegiatan positif bersama orang-orang disekitar. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Elfida dkk bahwa hubungan sosial adalah
faktor yang sangat dominan dalam memunculkan kebahagiaan serta pihak yang
mendukung dirasakannya kebahagiaan adalah keluarga dan teman (Efilda dkk,
2014). Sama halnya dengan penelitian Yulianti dan Harmaini menemukan bahwa
peristiwa yang membuat seorang remaja bahagia adalah peristiwa yang melibatkan
suatu relasi (58,0%). Relasi yang dimaksud adalah relasi dengan orang tua, keluarga
dan teman (Yulianti dan Harmaini, 2014).
Pada pengukuran pemikiran positif (PTS) sebagian besar responden ada
dalam kategori memiliki cara berpikir paling positif. Responden mungkin memiliki
pemikiran positif kerena dipengaruhi oleh pengalaman dan perasaan mereka sehari-
hari yang baik. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang hidup di
lingkungan yang memiliki relasi yang baik. Setiap minggunya masyarakat selalu
terlibat dalam kegiatan ibadah baik di tempat ibadah (gereja) ataupun kunjungan
persekutuan tiap rumah. Hal positif ini dapat membuat masyarakat untuk selalu
bersyukur atas hidupnya dan dengan begitu dapat meningkatkan pemikiran positif
mereka. Hal ini juga yang memberikan pengaruh dalam kesejahteraan psikologis
masyarakat yang ditemukan dalam hasil penelitian bahwa sebagian responden
memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi. Seperti penelitian yang dilakukan
oleh Amawidyati dan Utami yang mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara
religiutas seseorang dengan kesejahteraan psikologis (Amawidyati dan Utami, 2007).
Dalam penelitiannya masyarakat yang ada dalam beban psikologis yang berat dapat
bertahan ditengah keadaannya karena memiliki kepercayaan yang kuat terhadap
agamanya. Begitupun rasa syukur akan membangkitkan kembali kesejahteraan
psikologis seseorang. Mengingat bahwa dalam penelitian ini banyak responden
memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi yaitu sebanyak sebesar 66%. Hal
inilah yang mungkin memberikan pengaruh dalam kesejahteraan psikologis mereka.
13
Hubungan Well-being dengan Sosiodemografi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara well-being;
perasaan positif atau negatif (SPANE), berpikir positif dan negatif (PTS) serta
kesejateraan psikologis (PWB) dengan faktor sosiodemografi; usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan status perkawinan.
Hasil penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara well-being; perasaan positif atau negatif (SPANE) dengan faktor
sosiodemografi. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Simarmata. Dalam penelitiannya yang melibatkan salah satu faktor sosiodemografi
(pekerjaan) menemukan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang erat dengan
well-being (Simarmata, 2015). Hal ini dapat disebabkan karena pekerjaan merupakan
bagian yang penting dalam kehidupan seseorang. Artinya seseorang bekerja karena
untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tentunya akan meningkatkan well-being
mereka. Dalam penelitianya bila seorang karyawan puas dengan pekerjaannya maka
akan meningkatkan well-being-nya. Sedangkan pada penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan. Ini memberikan arti bahwa pada dasarnya setiap
orang memiliki tujuan hidup untuk meraih kebahagiaan baik mereka yang berusia
produktif, lansia, bekerja, tidak bekerja, masih sekolah, menikah, belum menikah dan
lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak selalu didasarkan pada
status sosiodemografi. Seperti yang dikemukakan oleh Diponegoro dan Mulyono
bahwa kebahagiaan merupakan sesuatu yang ingin dicapai setiap orang baik yang
kaya, miskin, pejabat maupun buruh (Diponegoro dan Mulyono, 2015). Dikatakan
pula bahwa permasalahan yang dialami setiap orang tidak akan membatasi mereka
untuk berhenti mengejar dan mencari kebahagiaan. Dilihat pada keterlibatan banyak
orang dalam rentang usia 17-25 tahun pada penelitian ini, dapat mengindikasikan
bahwa sebagian responden masih dalam masa pendidikan/sekolah atau bahkan belum
memiliki pekerjaan dengan status tidak bekerja. Namun mereka akan berusaha
mencari hal yang membuat mereka memiliki afek positif. Pada rentang usia ini juga,
mereka sedang dalam masa pencarian jati diri dimana mereka akan lebih banyak
mencari kesenangan bersama teman-teman sebaya (Boero, 2006).
Pun selanjutnya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara well-being;
pemikiran positif dan negatif (PTS) dengan 5 faktor sosiodemografi terkecuali pada
faktor pekerjaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wenas dkk tahun 2015
menemukan bahwa kebahagiaan memiliki hubungan dengan status sosial ekonomi
14
namun dengan tingkat hubungan yang rendah yang berarti bahwa kebahagiaan tidak
selamanya ditentukan oleh status sosial ekonomi yang salah satunya adalah
pendapatan (Wenas dkk, 2015). Menurutnya kebahagiaan dapat terwujud bila adanya
rasa aman, nyaman, saling mencintai dan menghargai walaupun seseorang dalam
kondisi status ekonomi yang rendah (Wenas dkk, 2015). Hal tersebut memberikan
arti bahwa kebahagiaan bisa didapat salah satunya dengan berpikir positif.
Pendapatan hanya faktor pendukung yang bisa terus diusakan dengan berpikir positif.
Begitupun pada responden dalam penelitian ini. Faktor yang mungkin dapat
membuat mereka memiliki pemikiran positif yaitu dengan adanya dukungan
keluarga, relasi yang baik dengan orang disekitar, lingkungan, religiutas dan lainnya.
Diketahui bahwa masyarakat di Ambon masih sangat memegang nilai budaya yang
salah satunya adalah “Pela Gandong”. Pela gandong merupakan istilah yang
menjelaskan tentang hubungan persaudaraan di tengah perbedaan masyarakat
Ambon. Dengan ini maka hubungan antar masyarakat akan dijaga nilai
kekeluargaannya dan itu dapat dirasakan oleh siapa saja baik mereka yang muda, tua,
status sosial ekonomi yang rendah atau tinggi, menikah, belum menikah dan lain
sebagainya. Hal ini menggambarkan suatu keharmonisan antar sesama, karena jika
ada yang susah maka masyarakat akan saling tolong menolong. Relasi yang baik
inilah yang dapat memberikan pemikiran yang positif dalam diri mereka. Namun
disisi lain pada faktor pekerjaan yang memiliki hubungan signifikan dengan
pemikiran positif dan negatif menunjukkan bahwa pekerjaan juga dapat memberikan
pengaruh terhadap seseorang dalam menilai sesuatu. Pemikiran yang positif akan ada
ketika seseorang memiliki pekerjaan (kecuali yang masih sekolah) yang membuatnya
merasa nyaman, senang dan sesuai bidangnya.
Sedangkan pada pengukuran well-being: kesejahteraan psikologis, terdapat
hubungan yang signifikan dengan faktor usia dan pekerjaan. Hasil ini hampir serupa
dengan penelitian Rahayu yang menemukan bahwa usia dan kebahagiaan memiliki
hubungan yang membentuk seperti huruf U (Rahayu, 2016). Dijelaskan bahwa
semakin tinggi usia seseorang maka semakin rendah kebahagiaan namun pada titik
tertentu semakin bertambahnya usia seseorang akan lebih bahagia. Ia mencontohkan
bahwa hal-hal yang membuat terjadi perubahan psikologis dalam kehidupan seorang
yang sudah lanjut usia seperti perasaan tersisih, tidak dibutuhkan lagi, tidak
menerima kematian pasangan, penyakit dan lainnya (Rahayu, 2016). Namun disisi
lain dengan adanya peningkatan usia maka seseorang juga akan memiliki
15
kemampuan untuk beradaptasi dan mengolah perasaannya. Lain halnya dengan
pekerjaan, tekanan psikologis yang besar akan dirasakan oleh mereka yang tidak
memiliki pekerjaan (kecuali mereka yang sedang bersekolah). Stigma tentang
ketidakmampuan dan tidak berkualitasnya seseorang kadang masih disematkan
kepada mereka yang belum beruntung dengan pekerjaan mereka.
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa responden yang paling banyak
adalah responden pada usia produktif 17-25 tahun (36%), berjenis kelamin laki-laki
(52,7%), pendidikan SMA (74,1%), tidak bekerja (37,5%), berpendapatan Rp.
500.001- 1.500.000 (30%) dan status pernikahan menikah (48,2%).
Tingkat well-being yang ditemukan paling tertinggi dalam setiap skala yaitu
SPANE: sering mengalami perasaan positif (46,4%), PTS: berpikir paling positif
(69%) dan PWB: kesejahteraan psikologis yang tinggi (66%). Hal ini disebabkan
karena masyarakat memiliki relasi yang baik antar sesama.
Pada variabel sosiodemografi hanya ada 2 subvariabel yaitu usia dan pekerjaan
yang memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologis, sedangkan pada variabel
afek positif dan negatif serta pemikiran positif dan negatif tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan variabel sosiodemografi kecuali pekerjaan dengan pemikiran
positif dan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan seseorang tidak selalu
berhubungan dengan faktor sosiodemografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan dan status perkawinan. Ada faktor lain yang bisa membuat
seseorang menjadi bahagia dan sejahtera seperti relasi yang baik dengan Tuhan dan
sesama.
Saran
Faktor-faktor lain seperti budaya, lingkungan, relasi mungkin dapat memiliki
hubungan dengan well-being yang dalam penelitian ini tidak diujikan sehingga ini
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.
16
Daftar Pustaka
Amawidyati S A G, Utami M S. (2007). Religiutas dan psychological well-being pada
korban gempa. Jurnal Psikologi, 2 (34), 164-176
Ariyanti, D S. (2015, February 05). Penduduk di 3 provinsi ini paling bahagia se-
Indonesia. Media Online; Kabar24bisnis.com, 05 februari, 2015. Retrieved from
http://kabar24.bisnis.com/read/20150205/15/399268/penduduk-di-3-provinsi-ini-paling-
bahagia-se-indonesia
Boere, C. G. (2006) Personality theories Erik Erikson 1902-1994. Psycholgy
Departement Shippensburg University, 1-17
Djabumir, N. (2016). Hubungan antara family functioning dan psychological wellbeing
pada emerging adulthood. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 5(1), 1-16
Diener Ed, Wirtz D, Diener R B, Tov W, Prieto C K, Choi DW, Oishi S. (2009). New
measures of well-being. In: Diener E. (eds) Assesing Well-Being. Social Indicators
Research Series 39, 247-266. doi: 10.1007/978-90-481-2354-4_12.
Diponegoro A M, Mulyono. (2015). Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi
kebahagiaan pada lanjut usia suku Jawa di Klaten. Psikopedagogia, 4 (1), 13-19
Efilda D, Lestari Y I, Diamera A, Angraeni R, Islami S. (2014). Hubungan baik dengan
orang yang signifikan dan kontribusinya terhadap kebahagiaan remaja Indonesia. Jurnal
Psikologi, 10 (2), 66-73
Fiona. (2015). Wellbeing concepts and challenges. Discussion paper; Sustainable
development research Network.
Indikator kesejahteraan rakyat Kota Ambon 2015: Badan pusat statistik Kota Ambon.
Retrieved from https://ambonkota.bps.go.id/
Keyes, C L M., Ryff, C D., and Shmotkin, D. (2002). Optimizing well-being : The
empirical encounter of two traditions. Journal of Personality and Social Psychology, 82
(6), 959‐97
Karasawa, Churchan K B, Markus H R, Kitayama S S, Dienberg L G, Radler B T, Ryff,
C. D. (2011). Cultural perspectives on aging and well-being: A comparison of Japan and
the U.S. Int J Aging Hum Dev, 73 (1): 73-98. doi: 10.2190/AG.73.1.d
Oktavinur S S, Fikri H T. (2017). Kebahagiaan pada istri yang menjalani pernikahan
jarak jauh. Jurnal PSYCHE 165 fakultas psikologi, 10(1), 19-28
17
Profil Kesehatan Maluku. (2014). Dinas Kesehatan Provinsi Maluku.
Peraturan Walikota Ambon Nomor 19 tahun 2015: Rencana kerja pembangunan daerah
(RKPD) Kota Ambon Tahun 2016
Ryff, C. D. (1995) Psychological well-being in adult life. Cambridge University Press,
4(4), 99-104
Ryff, C. D, Keyes, C. L. M. (1995). The structure of psychological well-being revisited.
Journal of Personality and Social Psychology, 69(4), 719-727
Royo, M. G & Velazco, J. (2006). Exploring the relationship between happiness,
objective and subjective well-being: Evidence From Rural Thailand. WeD Working
Paper 16
Rahayu T P. (2016). Determinan kebahagiaan di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
19(1), 149-170
Redaksi. Indeks kebahagiaan diperoleh secara subjektif. (2015). Media Online; Tribun-
Maluku.com, 03 Maret 2015. Retrieved from http://www.tribun-
maluku.com/2015/03/indeks-kebahagiaan-diperoleh-secara.html
Steger, M F., Kashdan, T. Oishi, S. (2008). Being good by doing good: daily eudaimonic
activity and well-being. Journal of Research in Personality, 42(1), 22-42
Susetyo Y F, Faturochman, Kumara A, Saptandari E W, Istiqomah N A, Kisriyanti A,
Helmi A F, Pertiwi Y G, et al. (2012). Psikologi untuk kesejahteraan masyarakat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Simarmata N. (2015). Pengaruh kepuasan kerja terhadap well-being karyawan in Pt.
Intan havea industry, Medan. 2015. Jurnal Psikologi Universitas HKBP Nommensen,
1(1), ISSN : 2460-7835
Wenas G E, Opod H, Pali C. (2015). Hubungan kebahagiaan dan status sosial ekonomi
keluarga di keluraham artembaga II Kota Bitung. Jurnal e-Biomedik (eBm), 3(1), 532-
538
Yulianti A, Harmaini. (2014). Peristiwa- peritiwa yang membuat bahagia. Jurnal Ilmiah
Psikologi, 2 (1), 109-119
18
Lampiran 1.
Surat Rekomendasi Ijin Penelitian
19
Lampiran 2.
Surat Ijin di Lokasi Penelitian
20
Lamporan 3.
PENELITIAN
WELL BEING: STUDI SOSIODEMOGRAFI DI AMBON
KUESIONER PENELITIAN
Inisial:
Umur:
No Responden:
A. Variabel Sosiodemografi
Dibawah ini adalah faktor sosiodemografi Anda, berikan tanda centang (√) pada kotak
sesuai dengan keadaan Anda.
1 Usia 12- 16 tahun 36- 45 tahun > 65 tahun
17- 25 tahun 46 – 55 tahun
26- 35 tahun 56 – 65 tahun
2 Jenis Kelamin Laki- laki
Perempuan
3 Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah
SD Diploma
SMP Sarjana ( S1)
SMA Pasca Sarjana ( S2)
4 Pekerjaan Tidak Bekerja PNS
Lainnya...
Pensiunan Petani/ Pekebun
Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
5 Pendapatan Perbulan < Rp. 500.000
Rp. 500.001 – Rp. 1.500.000
Rp 1.500.001 s/d 2.500.000
Rp 2.500.001 s/d 3.500.000
> Rp. 3.500.000
6 Status Perkawinan Belum Menikah Cerai Mati
Menikah Nikah Siri
Cerai Hidup
21
B. Variabel Well-being:
Scale of Positive and Negative Experience (SPANE)
© Copyright by Ed Diener and Robert Biswas-Diener, January 2009
Berikut terdapat beberapa perasaan. Anda diminta untuk mengemukakan perasaan Anda
selama 4 minggu terakhir ini, dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu
pilihan jawaban yang tersedia yaitu “Sangat Jarang/ Tidak”, “Jarang”, “Terkadang”,
“Sering” dan “Sangat Sering/ Selalu”.
No Skala Sangat
Jarang/
tidak
Jarang Terkadang Sering Sangat
Sering/ selalu
1 2 3 4 5
1 Positif (P)
2 Negatif (N)
3 Baik (P)
4 Buruk (N)
5 Nyaman (P)
6 Tidak menyenangkan
7 Senang (P)
8 Sedih (N)
9 Takut (N)
10 Menyengkan (P)
11 Marah (N)
12 Puas (P)
Positive Thinking Scale (PTS)
Berikut terdapat sejumlah pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan.
Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri
Anda, dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang
tersedia, yaitu: “Ya” atau “Tidak”
No Pernyataan Ya Tidak
1 Lingkungan sekitar saya merupakan tempat yang baik/ layak. (P)
2 Ketika saya memikirkan diri saya, saya merasa banyak
kekurangan. (N)
3 Saya menganggap diri saya sebagai orang yang memiliki banyak
kelebihan. (P)
4 Saya yakin dengan masa depan saya. (P)
22
5 Ketika saya mendapat masalah/ musibah saya lebih sering berpikir
positif. (P)
6 Terkadang saya merasa beruntung terhadap hidup yang saya
jalani. (P)
7 Ketika saya mendapat keberuntungan, saya berpikir mungkin
orang lain lebih beruntung dari saya. (N)
8 Saya sering membandingkan diri saya dengan orang lain. (N)
9 Saya sering kepikiran tentang kesempatan-kesempatan yang saya
lewatkan. (N)
10 Saya merasa lebih banyak mengalami hal-hal membahagiakan di
“masa lalu” saya. (P)
11 Saya suka mengenang masa lalu yang menyenangkan. (P)
12 Saya ikut merasa bahagia jika orang lain bahagia/ sukses. (P)
13 Ketika mengenang masa lalu entah mengapa saya merasa banyak
mengalami hal-hal buruk. (N)
14 Banyak masalah di sekitar (dunia) tetapi bagi saya hidup ini indah
saat dijalani dengan baik. (P)
15 Jika ada masalah saya selalu kepikiran. (N)
16 Saya selalu berprasangka baik terhadap orang lain. (P)
Psychological Well-Being Scale (PWB)
© Copyright by Ed Diener dan Robert Biswas-Diener, Januari 2009.
Berikut terdapat sejumlah pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan.
Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri
Anda, dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang
tersedia, yaitu:
Sangat tidak setuju ( STS )
Tidak Setuju ( TS)
Netral (N)
Setuju (S)
Sangat setuju (SS)
23
No Pernyataan STS TS N S SS
1 2 3 4 5
1 Saya menjalani kehidupan dengan penuh makna
dan berarti.
2 Hubungan sosial saya dengan orang lain sangat baik
dan bermanfaat.
3 Saya menyenangi kegiatan/ aktivitas saya sehari-
hari.
4
Apa yang saya lakukan turut terlibat dalam
membuat orang lain bahagia.
5
Saya mampu melakukan aktivitas- aktivitas yang
penting bagi saya.
6 Saya orang yang baik dan kehidupan saya pun baik.
7 Saya sangat yakin dengan masa depan saya.
8
Orang- orang menghargai saya.
24
Lampiran 4
PENELITIAN
WELL BEING: STUDI SOSIODEMOGRAFI DI AMBON
LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN
(Informed Consent)
Judul Penelitian:
“Well-Being; Studi Sosiodemografi di Ambon”
Undangan:
Peneliti meminta kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai
partisipan penelitian. Silahkan membaca lembar persetujuan ini. Jika ada pertanyaan,
jangan sungkan atau ragu untuk menanyakannya.
Eligibilitas:
Partisipan dalam penelitian ini adalah masyarakat RT 004/03 Kelurahan Batu Gajah
Kecamatan Sirimau Kota Ambon yang memiliki kriteria:
1. Masuk katergori diatas remaja awal (12 tahun)
2. Bisa baca tulis dan sehat secara fisik dan psikis
3. Namanya tercantum dalam surat Kartu Keluarga (KK) dan ada di
tempat pada saat pengambilan data berlangsung, dan
4. Bersedia berpartisipasi sebagai responden penelitian.
Tujuan penelitian:
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan sosiodemografi terhadap
well-being pada masyarakat RT 004/03 Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau
Kota Ambon.
Keterlibatan Partisipan:
Selama penelitian ini, peneliti membutuhkan kesediaan Anda untuk meluangkan
waktu. Peneliti akan menemui Anda dengan maksud:
1. Meminta Anda membaca dan menandatangani lembar persetujuan partisipasi
dalam penelitian.
2. Meminta Anda untuk membaca dan mengisi kuesioner yang diberikan oleh
peneliti dengan jujur dan lengkap tidak ada pernyataan yang terlewat.
25
Jika ada sesuatu yang membuat Anda terganggu selama penelitian, Anda bisa
menceritakan dengan peneliti dalam rangka mencari solusi terbaik.
Penjelasan Prosedur:
Peneliti akan melakukan pengambilan data dengan menggunakan kuesioner. Data
yang didapat akan dijaga kerahasiaannya. Kuesioner berisi pertanyaan tentang Well-
Being (kebahagiaan) dan Sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan,
latar belakang pendidikan, jenis pekerjaan, dan pendapatan per bulan). Untuk
menjaga kebenaran dalam penelitian ini, Anda bisa membaca kembali/ mengoreksi
kuesioner yang sudah diisi. Semua informasi yang Anda berikan benar-benar dijaga
kerahasiaannya.
Manfaat dan Resiko:
Peneliti mengharapkan ketulusan Anda untuk berpartisipasi. Penelitian ini nantinya
diharapkan bermanfaat untuk:
1. Teoritis : Memberikan informasi bagi perkembangan ilmu kesehatatan
mental, serta mendorong munculnya penelitian lain yang dapat mengungkap
sisi lain yang belum dapat diungkap oleh peneliti mengenai Well Being; Studi
Sosiodemografi Di Ambon
2. Praktis :
a. Manfaat bagi masyarakat, penelitian ini diharapakan dapat memberikan
informasi, sehingga masyarakat lebih bijaksana dalam berfikir dan
mentukan tindakan.
b. Perawat menindaklanjuti perannya yang salah satunya sebagai advokat,
dimana perawat dapat membimbing klien dalam mentukan persetujuan
atas tindakan keperawatan jika dilihat dari kondisi sosiodemografi pada
klien.
Penelitian ini tidak memiliki resiko yang akan membahayakan Anda secara fisik.
Jaminan kerahasiaan:
Kerahasiaan Anda akan peneliti jaga. Peneliti tidak akan menyebutkan nama Anda.
Peneliti hanya akan memberikan nama samaran atau inisial. Semua informasi yang
Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya sehingga identitas Anda tetap terlindungi.
Data yang didapatkan akan diolah menggunakan program SPSS berupa data ststistik.
26
Semua informasi menjadi rahasia peneliti. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan di
Jurnal Penelitian.
Hak untuk Berpartisipasi dan Mengundurkan Diri:
Anda memiliki hak jika sewaktu-waktu mengundurkan diri dari penelitian ini. Jika
ada pertanyaan, Anda tidak perlu sungkan atau ragu untuk bertanya melalui nomor
kontak yang tertera di bawah dokumen ini.
Partisipan memahami semua informasi di atas dan dengan ini menyatakan kesediaan
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Tanda Tangan Partisipan Tanggal
Inisial Partisipan: _____.
Peneliti telah menjelaskan penelitian ini kepada partisipan di atas sebelum meminta
persetujuannya untuk terlibat dalam penelitian ini.
Tanda Tangan Peneliti Tanggal
Mahasiswa Peneliti: Dosen Pembimbing:
Pembimbing I:
Desi, S.Kep, MSN.
(Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UKSW)
Pembimbing II:
Dr. Simon Pieter Soegijono, SE, M.Si.
(PR 1 Universitas Kristen Indonesia Maluku)
Shiren J Tomasoa
Mahasiswa Fak. Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UKSW
Tlp: 0853-4337-3775
e-mail : [email protected]
27
Lampiran 5
Letter of Acceptance (LoA)