neurorsaugm.files.wordpress.com · Web view± 2 minggu SMRS pasien jatuh di sawah saat mengendarai...
Transcript of neurorsaugm.files.wordpress.com · Web view± 2 minggu SMRS pasien jatuh di sawah saat mengendarai...
TUTORIAL KLINIK
TETANUS
Pembimbing:
dr. Fajar Maskuri, M. Sc, Sp. S
Disusun oleh:
Klp 19103
Hana Fauzyyah Hanifin
Bunga Citta Nirmala
Intan Noor Hanifa
Cita Shafira Amalia
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
A. IDENTITAS PASIEN
Nomor RM : 12-35-**
Nama : Tn P.A.S
Tanggal Lahir : 25 Mei 1985
Umur : 33 thn 10 bln
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun Sumberagung 02/01, Bonotapung, Riau
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 05 April 2019
Bangsal / Ruangan : ICU isolasi
B. SUBJEKTIF/ANAMNESA
Diperoleh dari catatan rekam medik di ruang ICU.
a) Keluhan Utama
Badan kaku dan sulit menelan
b) Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 minggu SMRS pasien jatuh di sawah saat mengendarai motor karena
mengantuk. Bagian telinga kanan pasien terkena pohon jati dan tungkai kanan
terkena knalpot motor. Pasien kemudian dibawa ke RS PKU Bantul untuk diberi
perawatan luka.
± 1 minggu SMRS pasien mulai mengeluhkan mulut sulit dibuka, kesulitan
menelan dan badan terasa kaku.
± 2HSMRS pasien dirawat inap di RS Panembahan Senopati. Kemudian pasien
dirujuk ke RSA UGM dengan diagnosa tetanus grade II-III dan membutuh
perawatan ICU.
HMRS pasien demam, mulut kaku, sulit menelan semakin memberat, seluruh
badan terasa kaku, dan kejang.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat stroke : disangkal
3. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
2
4. Riwayat penyakit jantung : disangkal
5. Riwayat penyakit DM : disangkal
6. Riwayat cedera / trauma kepala : disangkal
7. Riwayat alergi : disangkal
d) Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat jantung : disangkal
5. Riwayat stroke : disangkal
e) Riwayat Sosial Ekonomi
Riw. Imunisasi tetanus sebelumnya tidak diketahui
Riw. Pemberian Anti Tetanus Serum pada saat perawatan luka di RS PKU
Bantul tidak diketahui
f) Anamnesis Sistem
1. Sistem cerebrospinal : Kejang (+), Pandangan kabur (-/-), mata
kunang-kunang (-/-), nyeri kepala (-), riwayat vertigo (-)
2. Sistem kardiovascular : Riw. HT (-), riw. penyakit jantung (-), nyeri
dada (-)
3. Sistem respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-)
4. Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), BAB (+) normal tidak
ada keluhan
5. Sistem neuromuskuler : Mulut kaku dan sulit dibuka (+), sulit
menelan (+), nyeri dan kaku pada otot ekstremitas dan badan (+),
kelemahan anggota gerak (-), perot (-), penglihatan ganda (-), telinga
berdenging (-)
6. Sistem urogenital : BAK (+) normal tidak ada keluhan
7. Sistem integumen : Luka pada tungkai kanan
g) Resume Anamnesis
Pasien laki-laki usia 33 tahun datang dengan keluhan sulit membuka mulut,
sulit menelan dan badan terasa kaku. 2 minggu SMRS pasien jatuh dari motor
dan luka pada tungkai kanan, pasien mendapatkan perawatan luka di RS PKU
Bantul. 1 minggu SMRS OS mulai mengeluhkan sulit membuka mulut, sulit
menelan dan badan terasa nyeri dan kaku. 2HSMRS pasien dirawat di RS
3
Panembahan Senopati dengan diagnosa tetanus grade II-III. Kemudian pasien
dirujuk ke RSA UGM karena membutuhkan perawatan ICU. HMRS keluhan
memberat dan kejang.
Riwayat keluhan serupa sebelumnya, hipertensi, DM, dan alergi disangkal.
Pada keluarga pasien juga tidak pernah ada yang merasakan hal serupa.
Riwayat imunisasi tetanus serta pemberian Anti Tetanus Serum saat perawatan
luka pada pasien tidak diketahui.
C. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : nyeri dan kaku otot wajah, badan, dan ekstremitas
Diagnosis Topis : neuromuskular
Diagnosis Etiologi : infeksi bakteri
D. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit
b. Kesadaran : GCS = E2M5VTT= 7 (on sedasi)
c. TD : 111/45 mmHg
d. Nadi : 92 x/menit, Reguler
e. Pernapasan : 30 x/menit, Reguler
f. Suhu : 40,2oC
g. Kepala : Normosefali, tidak ada kelainan
h. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
i. OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-),
edema palpebral (+)
OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
j. THT : Rhinorea (-), otorhea (-)
k. Mulut : Trismus 1 jari, faring dan laring sulit dinilai
l. Leher : Leher kaku, pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba
membesar, trachea ditengah
m. Thoraks :
1) Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
4
Palpasi : ictus cordis teraba LMS ICS 5
Perkusi : Batas kiri bawah:ICS 5 mid axilaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS 3 mid clavicularis sinistra
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra
Batas kanan atas: ICS 2 parasternal dekstra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-), cardiomegali (-)
2) Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, retraksi dada (-)
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar paru (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
n. Abdomen : datar, teraba keras, timpani, BU menurun, hepar-lien-ren sulit
diraba
o. Ekstremitas : Epistotonus (+), muscle rigidity (+), akral hangat (+/+), CRT
< 2 detik, edema (-/-), luka pada tungkai kanan
Status Psikiatrikus
a. Cara berpikir : Tdn
b. Tingkah laku : Tdn
c. Ingatan : Tdn
d. Kecerdasan : Tdn
Status Neurologis
a. Sikap : Tdn
b. Gerakan abnormal : Spasme otot
c. Cara berjalan : Sulit dinilai
d. Kognitif : Tdn
Pemeriksaan Saraf Kranial
5
Nervus Pemeriksaan Kanan Kanan
N. I. Olfaktorius Daya penghidu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. II. Optikus
Daya penglihatan Tdn Tdn
Pengenalan warna Tdn Tdn
Lapang pandang Tdn Tdn
N. III. Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial Tdn Tdn
Gerakan mata ke atas Tdn Tdn
Gerakan mata ke bawah Tdn Tdn
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen Tdn Tdn
Gerakan mata ke lat-bwh Tdn Tdn
Strabismus konvergen Tdn Tdn
N. V. Trigeminus
Menggigit N N
Membuka mulut TVD TVD
Sensibilitas muka Tdn Tdn
Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Trismus + +
Gerakan mata ke lateral Tdn Tdn
Strabismus konvergen Tdn Tdn
N. VII. Fasialis Kedipan mata Tdn Tdn
6
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut Tdn Tdn
Mengerutkan dahi Tdn Tdn
Menutup mata Tdn Tdn
Menggembungkan pipi Tdn Tdn
Daya kecap lidah 2/3 ant Tdn Tdn
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik Tdn Tdn
Tes Rinne Tdn Tdn
Tes Schwabach Tdn Tdn
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Tdn
Daya Kecap 1/3 Belakang Tdn
Reflek Muntah Tdk dilakukan
Sengau TVD
Tersedak Tdn
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Tdn
7
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Tdn
Reflek muntah Tdn
Bersuara Tdn
Menelan Tdn
Sikap Bahu Tdn
Mengangkat Bahu Tdn
Trofi Otot Bahu Eutrofi
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Tdn
Artikulasi Tdn
Tremor lidah Tdn
Menjulurkan lidah Tdn
Kekuatan lidah Tdn
Trofi otot lidah Tdn
Fasikulasi lidah Tdn
Fungsi Motorik
Gerakan
Kekuatan
Refleks Fisiologis Refleks Patologis
8
eutrofieutrofiTrofi
eutrofieutrofi
Tdn
Tdn Tdn
hipertonus
Tdn
hipertonus
BT
BT
BT
BT
hipertonusTonus hipertonus
+2 +2
+2 +2
Fungsi Sensorik : tdn
Vegetatif : BAK on DC
Sensibilitas : tdn
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : TDN
Kernig sign : TDN
Brudzinski I : TDN
Brudzinski II : TDN
Brudzinski III : TDN
Brudzinski IV : TDN
Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 8,3 g/dl 11.7 – 15.5 g/dl
Leukosit 12,3 ribu 3.6 – 11.0 ribu
Hematokrit 25,2 % 35 – 47%
Trombosit 95 ribu 150 – 400 ribu
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 156 mg/dl 74 – 106 mg/dL
Ureum 72,8 mg/dl 10 – 50 mg/dl
9
- -
- -
Kreatinin 0,99 mg/dl 0.45 – 0.75 mg/dl
Elektrolit
Na 139 mmol/L
K 4,3 mmol/L
Cl 102 mmol/L
Mg 3,28 mg/dL 1,7 – 2,5
Albumin 2,3 gr/dL 3,5 – 4,8
TINJAUAN PUSTAKA
10
A. DEFINISI TETANUS
Berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluhkan nyeri dan kaku pada
otot wajah, yang kemudian menyebar ke badan dan ekstremitas setelah
mengalami kecelakaan jatuh dari motor.
Tetanus didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang
mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot
menyeluruh tanpa penyebab lain, dan terdapat riwayat luka atau kecelakaan
sebelumnya. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan
oleh toksin dari Clostridium tetani. Pada luka dimana terdapat keadaan yang anaerob,
seperti pada luka kotor dan nekrotik, bakteri ini memproduksi tetanospasmin.
Neurotoksin tersebut menghambat pengeluaran neurotransmitter inhibisi pada sistem
saraf pusat sehingga mengakibatkan kekakuan otot.
B. EPIDEMIOLOGI
Terjadi secara sporadik dan hampir selalu terjadi pada orang yang belum imun;
orang dengan imun parsial atau fully-immunized yang gagal mempertahankan kadar
imunitas juga dapat terinfeksi.
Pada negara berkembang tetanus masih menjadi masalah kesehatan publik
yang besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun di seluruh dunia, dengan angka
kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka kematian 300.000-500.000 per
tahun. Sebagian besar kasusnya adalah tetanus neonatorum, namun angka tetanus
pada dewasa juga cukup tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan kurang adekuatnya
program imunisasi. Di Indonesia, pada tahun 1997-2000 angka kejadian tetanus
sebesar 1,6-1,8 per 10.000 kelahiran hidup, dengan angka kematian akibat tetanus
neonatorum sebesar 7,9%. Tahun 2014, sekitar 24 negara belum bebas tetanus
neonatorum termasuk Indonesia.
C. ETIOPATHOGENESIS
Clostridium tetani adalah bakteri gram positif anaerob, motil dengan habitat di
tanah, inanimate environment, feses binatang, dan kadang pada feses manusia. Bakteri
ini berbentuk batang dan memproduksi spora terminal sehingga memiliki tampakan
khas seperti stik drum di bawah mikroskop. Sporanya tahan terhadap banyak agen
disinfektan fisik maupun kimiawi, serta mampu bertahan pada air mendidih selama
±20 menit.
11
Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Istilah
“tetanus prone wound” adalah luka yang mudah menimbulkan penyakit tetanus
contohnya luka dengan patah tulang terbuka, luka tembus, luka dengan berisi benda
asing, terutama pecahan kayu, luka dengan infeksi pyogenic, luka dengan kerusakan
jaringan yang luas, luka bakar luas grade II dan III, luka superfisial yang nyata
berkontaminasi dengan tanah atau pupuk kotoran binatang di mana luka itu terlambat
lebih dari 4 jam baru mendapat topical desinfektansia atau pembersihan secara bedah.
Ketika menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan
melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi rendah, toksin ini mampu
menimbulkan efek (dosis letal minimum 2,5 ng/kg).
Clostridium tetani membutuhkan tekanan oksigen yang rendah untuk
berkembang biak dan bermultiplikasi. Clostridium tetani memproduksi 2 toksin,
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin adalah toksin heterodimer yang
memiliki 2 rantai, heavy chain (mediasi pengikatan toksin pada neuron) dan light
chain (enzim zinc endopeptidase: blokade pelepasan neurotransmitter). Saat sel
vegetatif autolysis, toksin di sitoplasma akan dilepas. Toksin ini ditrasnportasikan
secara intra-axonal menuju nucleus motorik di system saraf pusat (SSP).
Kontaminasi luka dengan spora germinasi dan produksi toksin pada luka
(hanya pada luka dengan potensi oksidasi-reduksi rendah seperti jaringan mati, akibat
benda asing, dan lainnya). Syaratnya harus 1) imunitas inadekuat, dan, 2) Setidaknya
2 dari: luka penetrasi dalam, koinfeksi bakteri lain misal luka gigit, jaringan mati,
benda asing, atau iskemia lokal.
Sel vegetatif mulai memproduksi 2 jenis toksin: tetanolysin (oxygen-labile
hemolysin) dan tetanospasmin (heat-labile neurotoxin) pada sitoplasma sel
vegetatif lysis akibat paparan oksigen melepaskan toksin ke jaringan sekitar hingga
ke darah dan limfa.
Heavy-chain berikatan pada reseptor asam sialat pada permukaan neuron motorik
internalisasi dalam endosome transport retrograde ke spinal cord dan brainstem
(dipengaruhi panjang saraf) asidifikasi endosome light-chain lepas ke sitosol
neuron menghambat pelepasan neurotransmitter inhibitorik seperti glycine dan
GABA secara ireversibel
◦ Aktivitas eksitatorik menjadi tak teregulasi spastic paralysis dan
instabilitas otonom
12
◦ Peningkatan resting firing rate neuron motorik rigiditas otot
◦ Instabilitas neuron hypersympathteic state dan uncontrolled adrenalin
release
D. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi C. tetani sebelum gejala pertama muncul berkisar 3-21 hari
(rata-rata 8 hari). Lebih pendek waktunya pada tetanus neonatorum sebab serabut
saraf masih pendek dibandingkan orang dewasa. Lebih lama pada port de entree yang
jauh dari SSP (misalnya tangan atau kaki). Semakin pendek masa inkubasi berarti
bertambah berat penyakit yang ditimbulkannya.
1. Tetanus Generalisata
Bentuk yang paling sering dijumpai dari tetanus, dicirikan sebagai rigiditas dan
spasme otot yang luas.
Secara umum, gejala muncul dari kepala berupa trismus/lockjaw (rigiditas
m.masseter) risus sardonicus (rigiditas otot wajah) disfagia atau kekakuan pada
leher, bahu, dan punggung ophistotonus rigiditas otot perut (perut papan)
rigiditas otot proksimal ekstremitas. Tangan dan kaki biasanya tidak terkena. Refleks
tendon dalam akan meningkat.
Gangguan otonom akibat produksi cathecolamine berlebih bisa muncul berupa
hipersimpatis seperi demam sangat tinggi tanpa gangguan kesadaran, hipertensi atau
hipotensi labil, takikardia, aritmia, hiperhidrosis, konstriksi perifer, stasis
gastrointestinal, peningkatan sekresi trakeal, dan peningkatan kadar adrenalin.
Gangguan ini maksimal tampak pada minggu kedua tetanus berat.
2. Tetanus Lokal
Sangat jarang terjadi. Gejala muncul berupa kontraksi tonik dan spastik otot biasanya
sesuai letak port de entrée (hanya sebatas daerah terdapat luka). Diagnosis lebih sulit
dari tetanus generalisata dan dapat berkembang menjadi tetanus generalisata.
3. Tetanus Sefalik
Salah satu bentuk tetanus lokalisata dan manifestasi tetanus paling jarang. Timbul
apabila port de entree ada pada daerah kepala sehingga infeksi SSP lebih dini terjadi
dan umumnya hanya melibatkan nervus cranialis. Masa inkubasi hanya sekitar 1-2
hari. Gejala muncul sebagai spasme yang melibatkan lidah dan tenggorokan sehingga
terjadi disartria, disfonia, dan disfagia. Dapat berkembang menjadi tetanus
13
generalisata, tetanus ophthalmologic, supranuclear oculomotor palsy serta Sindrom
Horner.
4. Tetanus Neonatorum
Biasanya muncul akibat perawatan tali pusar yang buruk pada nenoatus dengan ibu
yang belum memiliki imunitas. Progresi gejala lebih cepat karena panjang saraf yang
relatif lebih pendek dari orang dewasa. Gejala yang tampak serupa dengan tetanus
generalisata, anak yang awalnya mampu menyusu dan menangis dengan normal pada
2 hari pertama kehidupannya namun kehilangan kemampuan ini pada hari ke 3-28
serta menjadi kaku dan spasme.
E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Pertanyaan seputar waktu terkena luka hingga onset muncul gejala untuk
menentukan derajat keparahan
- Lokasi dan kebersihan luka untuk menentukan faktor resiko
- Riwayat imunisasi untuk menentukan status imunitas
- Berdasarkan WHO, adanya trismus atau risus sardonicus atau spasme otot
yang nyeri serta didahului oleh riwayat trauma sudah mampu menegakkan
diagnosis
2. Pemeriksaan fisik
- Trismus (lockjaw): perasaan kaku pada
rahang dan leher, menyebabkan penderita
kesulitan membuka mulut, kesulitan
mengunyah dan menelan akibat kontraksi
dari M. masseter. Penderita dapat diminta
untuk memasukkan 3 jari secara vertikal ke
rongga mulut, normalnya rongga mulut
dapat terbuka maksimal, maka apabila ada restriksi dapat dikatakan sebagai
trismus.
- Risus sardonicus: kontraksi pada otot wajah (otot bibir
mengalami retraksi, mata tertutup parsial karena kontraksi M.
14
orbicularis oculi, dan alis terelevasi karena spasme otot frontalis), membuat
wajah memiliki tampakan menyeringai.
- Opisthotonus: hiperekstensi akibat spasme pada otot leher, punggung hingga
kaki sehingga menyebabkan perubahan bentuk badan menjadi melengkung.
Sehingga pada saat kejang, maka posisi badan penderita akan melengkung dan
bila ditelentangkan hanya bagian kepala dan bagian tarsa kaki saja yang
menyentuh dasar tempat berbaring.
- Masseter spasm reflux: Pada pasien tetanus, apabila faring posterior disentuh
dengan spatula lidah, dapat timbul spasme refleks dari M. masseter daripada
refleks muntah. Manuver ini memiliki sensitivitas 94% dan spesifitas 100%,
namun sulit dilakukan pada pasien dengan trismus berat.
- Chvostek sign: Tes dilakukan dengan mengetuk jaras N. facialis di depan
tragus telinga dan mengamati kontraksi abnormal dari otot-otot wajah
ipsilateral (biasanya kedutan pada hidung atau tepi bibir menuju ke sumber ketukan). Adanya kontraksi abnormal dapat ditemukan pada penderita tetanus (walaupun pemeriksaan ini tidak begitu spesifik), hipokalsemia, atau hypomagnesemia.
3. Pemeriksaan penunjang
- Gold standard: kultur dari jaringan luka. Namun bakteri Clostridium tetani
bisa dikultur dari luka apapun tanpa bermanifestasi menjadi tetanus dan sering
tidak ditemukan pada luka pasien dengan manifestasi tetanus.
- Darah rutin (leukositosis)
- EMG (discharge kontinu dari motor unit dan pemendekan/hilangnya periode
tenang setiap potensial aksi)
- Serum antitoksin (kadar ≥0,1 IU/mL dikatakan protektif dan kemungkinan
tetanus lebih rendah).
F. KLASIFIKASI
15
Menggunakan Ablet Score untuk menilai derajat keparahan dan kemungkinan
gangguan jalan napas sehingga penggunaan ventilasi mekanik dapat dipertimbangkan.
Tetanus Severity Score untuk menilai mortalitas pasien tetanus. Nilai ≥8
memiliki high risk mortality. Sensitivitas 65% dan Spesifitas 91%.
Philip Score untuk menilai mortalitas dan kebutuhan akan perawatan intensif.
Sensitivitas 80% dan Spesifitas 51%.
Interpretasi <9 : ringan, dapat rawat jalan
10-16 : sedang, rawat ruangan biasa
≥17 : berat, rawat ruang intensif
≥14 : high mortalitiy rate
16
Figure 1. Ablet Score
Figure 2. Philip Score
Dakar Score untuk prediksi mortalitas pasien tetanus. Sensitivitas 25% dan
Spesifitas 96%.
Nilai 0 – 1 : ringan, mortalitas 10%
2 – 3 : sedang, mortalitas 10-20%
4 : berat, mortalitas 40%
PROFILAKSIS
17
Figure 4. Dakar Score
Ada 4 faktor yang perlu diperhatikan untuk profilaksis ketika mengalami trauma agar tidak terjadi tetanus:1. Pemberian vaksin tetanus
Pemberian ini ditujukan sebagai booster terhadap pasien yang luka yang telah mendapat vaksinasi tetanus sebelumnya, tujuannya untuk menaikkan titer antitoksin dan akan memberikan perlindungan yang efektif dalam jangka waktu yang lama. Pemberian vaksin tetanus pada saat luka terhadap pasien yang sama sekali belum pernah divaksinasi terhadap tetanus, tidaklah dapat menjamin perlindungan terhadap tetanus, karena untuk mendapatkan antitoksin dalam serum sampai di garis proteksi minimal dibutuhkan waktu 2 – 3 minggu, sedangkan masa inkubasi tetanus ada yang lebih cepat. Dalam hal inilah diperlukan pemberian antitoksin (immunisasi pasif) bersamaan dengan pemberian toksoid tetanus tadi.2. Perawatan luka secara bedah yang benarPencegahan secara bedah ini bertujuan untuk membuang C. tetani yang berkontak dengan luka, membuang jaringan yang tidak vital lagi untuk mencegah suasana anaerob, dan sebaik mungkin melakukan rekonstruksi luka sehingga terjadi suasana aerob. Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan:◦ Luka dirawat secepat mungkin◦ Teknik aseptik dengan memakai sarung tangan steril, mencuci kulit sekitar luka
dengan cairan yang cukup sebelum tindakan bedah.◦ Menutup luka dengan kasa steril waktu mencuci luka tadi.◦ Cahaya haruslah cukup agar secara cermat mengidentifikasi jaringan yang vital
seperti saraf dan pembuluh darah.◦ Instrumen harus lengkap, pembantu cukup agar penarikan jaringan secara halus
untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih besar.◦ Perdarahan dikontrol dengan instrumen yang tepat dan benang yang cukup kecil
agar jaringan nekrotik minimum yang tinggal di dalam luka.◦ Jaringan diperlukan secara halus agar jaringan menambah jaringan nekrotik
dalam luka.◦ Dibersihkan secara komplit dengan memakai pisau untuk meratakan pinggir luka
yang compang – camping, mengangkat jaringan yang sudah diragukan vitalitasnya, mengangkat benda asing sampai tidak ada yang tertinggal.
3. Pemberian antitoksin tetanusAntitoksin tetanus pada dasarnya ada 2◦ Heterologous antitoksin
Heterologous antitoksin (ATS) diambil dari serum kuda yang telah divaksinasikan sebelumnya. Jadi mengandung protein kuda (protein asing) dan pemberian kedua dan seterusnya menimbulkan reaksi sensitivity yang hebat sampai dapat terjadi anafilaktik shock. Oleh sebab itu sebelum pemberian perlu ditest lebih dahulu.
◦ Tetanus Immunoglobulin (human)Diambil dari serum manusia. Dalam perdagangan bermacam – macam nama seperti Hu-Tet, Hyper-Tet, Homo-Tet dan sebagainya. Jenis ini jarang sekali
18
menimbulkan reaksi hipersensitivity, kalau ada sangat ringan antitoksin diberikan harus dengan indikasi yang jelas.
Indikasi pemberian antitoksin tetanus adalah:a. Luka yang kotor atau tetanus proma wound yang terjadi pada orang yang belum
pernah mendapat immunisasi aktif, atau orang itu dengan proteksi tetanus parsial.b. Pengobatan pasien dengan tetanus.
Dosis pemberian tetanus immuno-globulin (human) untuk profilaksis adalah:– Orang dewasa : 250 u – 500 u– Anak di atas 10 tahun : 250 u– Anak 5 – 10 tahun : 125 u– Anak di bawah 5 tahun : 75 u
Tetanus immuno-globulin (human) ini bertahan dalam darah selama 1 bulan. Untuk pengobatan penderita tetanus diberikan dosis 3000 – 6000 unit intra muskuler pada otot gluteus, sebagian diinfitrasikan sekitar luka.Antitoksin serum kuda (ATS) diberikan bila human antitoksin tidak ada, dosisnya untuk profilaksis 1500 – 3000 unit bagi orang dewasa, anak – anak sesuai umur. ATS bertahan dalam darah 7 – 14 hari. Untuk pengobatan penderita tetanus dosis ATS adalah 20.000 – 40.000 unit. Antitoksin untuk profilaksis diberikan secara simultan dengan vaksin tetanus tetapi dengan spuit dan jarum yang berbeda, juga tempat penyuntikan harus berbeda, gunanya agar jaringan terjadi aglutinasi antara keduanya.
4. Pemberian antibiotika dan identifikasi catatan medis emergensiINDIKASI IMUNISASI
DATA VAKSINASI
LUKA BERSIH LUKA KOTOR
Tetanus Toksoid
Tetanus Antitoksin
Tetanus Toksoid
Tetanus Antitoksin
Tidak pernah mendapat vaksinasi atau tidak diketahui Ya Tidak Ya Ya
Satu kali mendapat vaksinasi tetanus Ya Tidak Ya Ya
Dua kali mendapat vaksinasi tetanus Ya Tidak Ya Ya
Tiga kali mendapat vaksinasi tetanus Tidak/Ya Tidak Tidak/Ya Tidak/Ya
TATALAKSANA
Tujuan terapi tetanus adalah:
1. Menghentikan produksi toksin
19
◦ Manajemen luka Luka dibersihkan dari jaringan mati dan kotoran
◦ Antibiotik
IV Metronidazole 500 mg (setiap 6-8 jam) ATAU IV Penicilin G aqueous 2-
4 juta unit (setiap 4-6 jam) ATAU IM Penicilin G Prokain/Benzathin 1,2
juta/hari ATAU IV Doxycycline 100 mg/12 jam ATAU IV Tetracyclin 2
g/24 jam selama 7-10 hari.
Apabila ada infeksi tambahan ganti IV Cefazolin 1-2 gram/8 jam ATAU IV
Cefuroxime 2 g/6 jam ATAU IV Ceftriaxone 1-2 gram/24 jam.
2. Netralisasi toksin bebas
◦ Menggunakan HTIG (human tetanus immunoglobulin) 3000-6000 IU IM
dalam dosis terbagi dengan beberapa dosis diinjeksikan dekat luka.
◦ Imunisasi aktif tetanus: Tetanus tidak memberikan proteksi imunitas jangka
panjang, sehingga tetap diperlukan imunisasi aktif Tetanus Toxoid (Tdap
atau Td) dengan seri lengkap (3 dosis untuk anak >7 thaun dan dewasa)
Dosis I: segera setelah diagnosis
Dosis II: jarak 4-8 minggu dari dosis I
Dosis III: jarak 6-12 bulan dari dosis II
Diinjeksikan pada tempat yang berbeda dari injeksi HTIG.
3. Kontrol spasme otot
◦ Ruang Isolasi kedap cahaya dan suara
◦ Terapi Farmakologi
a. Golongan benzodiazepin: efektif mengendalikan rigiditas, spasme, dan
memberi efek sedasi. Pasien tetanus lebih toleransi terhadap efek sedasi dan
depresi benzodiazepin sehingga perlu mendapatkan dosis lebih tinggi.
First line: IV Diazepam 10-30 mg/1-4 jam (maks 500 mg/hari) ATAU IV
Midazolam bila perlu diazepam dosis tinggi.
Second line: IV Inf Propofol ATAU IV Barbiturat ATAU IV Chlorpromazine
ATAU IV Phenothiazine. Tapi lebih direkomendasikan mengganti ke agen
neuromuscular blocking.
b. Agen Neuromuscular Blocking: bila sedasi saja tidak cukup. Gunakan IV Inf
Vecuronium (short-acting) ATAU IV Pancuronium (long-acting, tapi
20
menghambat reuptake catecholamine memperburuk instabilitas otonom).
Hanya gunakan bila support ventilasi bisa diberikan.
c. Baclofen: GABA-B receptor agonist. Intrathecal bolus 1000 mcg ATAU IV
Inf 20 mcg/jam.
4. Manajemen gangguan otonom
◦ Magnesium Sulfat: presynaptic neuromuscular blocker, menghambat
pelepasan catecholamine dari saraf simpatis, dan menurunkan sensitivitas
reseptor catecholamine. Dosis loading 40-80 mg/kg selama 30 menit lalu
infus kontinu 2 gram/jam (berat >45 kg atau usia <60 tahun) atau 1,5
gram/jam (berat ≤ 45 kg atau usia ≥60 tahun).
◦ Beta Blocker: IV Labetalol 0,25 – 1,0 mg/min
◦ Morfin: infus kontinu 0,5 – 1.0 mg/kg/jam. Selain mengkontrol gejala
otonom dapat menginduksi sedasi
◦ Obat lain: IV Atropine ATAU IV Clonidine ATAU Epidural Bupicavaine
5. Manajemen Jalan Napas
◦ Karena kebutuhan imobilitas jangka panjang di ICU selama beberapa minggu
kebutuhan ventilasi mekanik
◦ Intubasi hanya diperbolehkan selama beberapa minggu awal
meningkatkan risiko infeksi nosokomial, trauma laring dan trakea, stenosis
trakea
◦ Diperlukan early tracheostomy lebih mudah untuk pembersihan trakea dan
pulmonary toilet
6. Manajemen suportif umum
◦ Nutrisi Kebutuhan energi tetanus amat tinggi karena spasme otot dan
hipersimpatis early nutritional support. Enteral feeding dipertimbangkan
pertama apabila kebutuhan kalori masih bisa dicukupi dengan cara ini. Dapat
dilakukan pemasangan pipa PEG (percutaneus endoscopic gastrotomy) untuk
mengurangi kejadian refluks gastroesofageal
◦ Stress Ulcer dan pendarahan Profilaksis dengan sucralfat atau agen
antisekretori (H2RA atau PPI)
21
◦ Thromboembolisme Imobilisasi lama predisposisi untuk DVT IV
heparin/UFH ATAU IV LMWH ATAU antikoagulan lainnya
◦ Ulcus Decubitus Beri bantalan pada titik-titik tulang keras seperti dibawah
tumit, tulang ekor, bahu, dan siku. Hindari memposisikan kepala lebih dari
30 derajat.
E. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : Tetanus grade IV
Diagnosis Topis : Neuromuscular
Diagnosis Etiologi : Infeksi bakteri
F. PLANNING
a. Terapi :
- O2 NK 3 lpm
- IVFD Tutofusin 20 tpm
- Inj. PCT 500mg/8j k/p
- Drip diazepam 30mg habis dalam 8 jam inj. Diazepam 10mg bila kejang
(bolus lambat)
- Inj. Metronidazole 500mg/6j
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
b. Raber THT untuk pasang NGT
c. Raber bedah untuk debridement luka
d. Raber syaraf untuk kejang
22