Wahyu Manggala Putra - Fkik
Click here to load reader
-
Upload
coklatstrawberry -
Category
Documents
-
view
108 -
download
23
description
Transcript of Wahyu Manggala Putra - Fkik
-
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh :
WAHYU MANGGALA PUTRA
NIM :1110101000058
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435 H
-
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S-1) di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan karya ilmiah ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan tindakan plagiarisme terhadap karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Mei 2014
Wahyu Manggala Putra
-
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Maret - April 2014
Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2014
xxi + 138 Halaman + 7 Tabel + 6 Bagan + 1 Grafik + 11 Lampiran
ABSTRAK
Jaminan kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dari tahun 1985
Indonesia sudah mengenal asuransi kesehatan untuk tenaga kerja, lalu berkembang
menjadi PT ASKES (Persero) dan PT Jamsostek (Persero). Untuk menuju
penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh, awal tahun 2014 pemerintah
Indonesia melalui Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
meluncurkan program yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Namun pada pelaksanaannya masih banyak terdapat kendala, terutama pada provider
tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang belum maksimal memberikan pelayanan
kesehatan. Masalah yang diteliti adalah gambaran implementasi kebijakan Jaminan
Kesehatan Nasional pada Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung oleh data
primer berupa hasil wawancara mendalam serta data sekunder berupa telaah
dokumen. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis konten. Penelitian ini
dilakukan dari bulan Maret hingga April 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Jaminan Kesehatan
Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan belum maksimal dalam pelaksanaannya,
terutama dalam hal pencairan klaim yang masih terlambat, nilai tarif pelayanan yang
berbeda dengan paket INA-CBGs, teknologi informasi yang belum maksimal, serta
SDM non-medis yang masih kurang mencukupi.
Untuk itu disarankan RSU Kota Tangerang Selatan agar meningkatan performa
dalam penyelenggaraan JKN dalam hal pemberkasan klaim JKN dengan
penjadwalan yang tepat, perhitungan proporsi SDM non-medis, serta peningkatan
kapasitas manajemen rumah sakit agar semakin baik.
Kata Kunci: Implementasi, JKN, RSU Kota Tangerang Selatan
Daftar Bacaan: 43 sumber (1981-2014)
-
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
SPECIALIZATION OF HEALTH CARE MANAGEMENT
Undergraduate Thesis, March - April 2014
Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058
POLICY IMPLEMENTATION ANALYSIS OF NATIONAL HEALTH
INSURANCE IN SOUTH TANGERANG CITY HOSPITAL 2014
xxi + 138 Pages + 7 Tables + 6 Frames + 1 Chart + 11 Appendixes
ABSTRACT
Health insurance in Indonesia is not new, since 1985 Indonesia had known
health insurance for workers, and develop into PT ASKES and PT Jamsostek. To
reach better health guarantee and thorough, beginning in 2014 the Indonesian
government through Act No. 40 of the National Social Security System launched a
program known as the National Health Insurance (NHI). However, in practice there
are still many obstacles, especially at an advanced level provider (Hospital) are not
maximal provide health services. The problem is to describe policy implementation
of the National Health Insurance in South Tangerang City Hospital.
This study used a qualitative approach, supported by the primary data in the
form of in-depth interviews and secondary data such as document review. Using
content analysis techniques, this study was conducted from March to April 2014.
The results showed that the implementation of NHI in South Tangerang City
Hospital is not maximized in practice, such as in terms of disbursement claims are
late, rate the value of different services with INA-CBGs package, yet information
technology support, and medical human resources still insufficient.
It is recommended South Tangerang City Hospital in order to improve the
performance of the organization in terms of filing NHI claim with proper scheduling,
calculation proportion of non-medical human resources, and improving the
management capacity of the hospital getting better.
Key Words: Implementation, NHI, South Tangerang City Hospital
Reading List: 43 resources (1981-2014)
-
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul Skripsi
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2014
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
WAHYU MANGGALA PUTRA
NIM. 1110101000058
Jakarta, Mei 2014
Pembimbing I
Febrianti, M.Si
NIP. 19720221 200501 2 004
Pembimbing II
Riastuti Kusumawardani, MKM
NIP. 1980516 200901 2 005
-
v
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Mei 2014
___________________________________
Puput Oktamianti, SKM, MM
Penguji I
___________________________________
Ratri Ciptaningtyas, MHS
Penguji II
-
vi
LEMBAR PENGESAHAN
Jakarta, 20 Mei 2014
Mengesahkan,
__________________________________________
Febrianti, M.Si
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
___________________________________________
Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
-
vii
CURRICULUM VITAE
Data Diri :
Nama : Wahyu Manggala Putra
Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 9 Mei 1992
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Agama : Islam
No. HP : +6285278196686
Alamat : Jl. Letjend. S. Parman No. 15 Pekanbaru, Riau 28132
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2010 - 2014
2. SMA Negeri 5 Pekanbaru : 2007 - 2010
3. SMP Negeri 13 Pekanbaru : 2004 - 2007
4. SD Negeri 003 Sail Pekanbaru : 1998 - 2004
5. TK Islam Agung An-Nur Pekanbaru : 1997 - 1998
Riwayat Organisasi :
1. Young On Top Campus Ambassador batch 4 periode 20132014.
2. Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia FOSMA165
Jadetabek periode 2013-2014.
3. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan periode 20122013.
4. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Program Studi Kesehatan
Masyarakat periode 2011-2012.
5. Wakil Ketua FOSMA165 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2011-2012.
-
viii
Sebuah persembahan sederhana untuk
Ibunda Yulia Samrida, Ayahanda Naswardi Nasir,
& kakek terbaik sepanjang masa Opa Basir Mahyuddin
bila cinta merupakan pembuktian, barangkali tulisan ini adalah
bukti cinta yang terlalu biasa serta tak berharga apalagi sebanding
dengan berjuta cahaya yang mama, papa, dan opa hadirkan dalam hidupku.
Saya teramat beruntung memiliki kalian.
-
ix
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberikan berbagai
nikmat kepada kita semua. Shalawat beserta salam tak lupa selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad yang telah memberikan umat manusia pencarahan menuju agama
Allah, dengan memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan
Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun
2014. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Febrianti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
sekaligus Pembimbing I Skripsi yang selalu berusaha agar penulis segera
menyelesaikan setiap tugas tepat pada waktunya. Terima kasih atas kesabaran,
perhatian, serta waktu yang telah diberikan.
3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing II Skripsi yang telah
memberikan bimbingan serta motivasi, terima kasih atas setiap kebaikan serta
tuntunan yang telah diberikan.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sering
melibatkan penulis dalam kegiatan di kampus dan luar kampus, pengalaman yang
luar biasa bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan bapak dan ibu semua.
-
x
5. Pimpinan serta seluruh staff di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan,
khususnya Ibu Kiki dan jajarannya, terima kasih telah mau berbagi ilmu dan
pengalaman selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data.
6. Keluarga tercinta, khususnya Mama, Papa, dan Opa, tidak lupa adik-adikku
tersayang Ica, Dion, Vani, Egi, dan Tika. Terima kasih atas doa, perhatian, serta
kasih sayang yang luar biasa.
7. Teman-teman Wisma Sakina, Azis, Iqbal, Luthfi, Munir, Nizar, Zaki. Terima
kasih atas semangatnya.
8. Teman-teman MPK 2010, Anin, Bayti, Billa, Eno, Endah, Eliza, Fika, Fitria,
Furin, Ilma, Isni, Mawar, Nia, Nina, Tata, dan Ucup. Terima kasih atas
kebahagiaan dan kesedihan yang kita lewati bersama.
9. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 lainnya,
Agung, Ana, Akbar, Alul, Alya, Angger, Asri, Ayu, Bayu, Bebe, Dani, Dika,
Dian, Dewi, Dilah, Dini, Dita, Evi, Elfira, Fajriatin, Febri, Fitri, Fuad, Furi,
Harun, Ifa, Ica, Ilham, Ilmy, Karlina, Kiki, Kotrun Nida, Luthfi, Mason, Miska,
Mono, Nita, Prima, Putri, Randy, Randika, Reka, Richo, Rizka N., Rizka R., Sari,
Siva, Sinta, Sofwatun Nida, Supri, Tika, Tuti, Vina, Wiwid, Yuni, Yuli, Zata,
senang menjadi bagian dari kalian yang memiliki beragam karakter.
10. Teman-teman BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, khususnya Alif,
Fikri, Ivo, Revi, Sinta, Sri Puji, Syahir, Vica, Yanti, Yusna, dll. Terima kasih atas
pembelajaran bersama yang kita lakukan dalam organisasi ini.
11. Teman-teman ESQ dan NAML Foundation yang senantiasa memberikan
semangat dan kebahagiaan, khususnya Kak Nina, Kak Reza, Kak Ismet, Billy,
Ridho, Kak Ghazali, Kak Aida, Kak Meta, Kak Luluth, Kak Gicil, Kak Monic,
-
xi
Kak Dion, Kak Dani, Kak Niken, Kak Hendra, Kak Nyun, Kak Ibnu, Kak Romi,
Kak Alfi, dan lainnya.
12. Mas Henry Pradipta, Mas Billy Boen, dan mentor lainnya serta teman-teman
terbaik di Young On Top Campus Ambassador batch 4, terima kasih atas ilmu
dan pengalaman berharganya selama dalam mentoring program. See you on top!
13. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis tulis satu persatu yang
telah memberikan doa serta semangat kepada penulis, senang dapat mengenal
dan menjadi bagian dari kalian.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan sehingga penulis sangat menerima setiap masukan dan saran yang
diberikan untuk memperbaiki laporan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
serta pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 9 Mei 2014
Wahyu Manggala Putra
-
xii
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan i
Abstrak ii
Abstract iii
Lembar Persetujuan Pembimbing iv
Lembar Persetujuan Penguji v
Lembar Pengesahan Fakultas vi
Daftar Riwayat Hidup vii
Lembar Persembahan viii
Kata Pengantar ix
Daftar Isi xii
Daftar Tabel xvi
Daftar Grafik xvii
Daftar Bagan xviii
Daftar Singkatan xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Pertanyaan Penelitian 6
1.4 Tujuan Penelitian 7
1.4.1 Tujuan Umum 7
1.4.2 Tujuan Khusus 7
1.5 Manfaat Penelitian 8
1.5.1 Manfaat Bagi RSU Kota Tangerang Selatan 8
1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 8
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian 8
-
xiii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional 10
2.1.1 Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia 10
2.1.2 Jaminan Kesehatan 11
2.1.3 Program Jaminan Kesehatan Nasional 11
2.1.4 Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional 12
2.1.5 Kelembagaan 15
2.1.6 Mekanisme Penyelenggaraan 15
2.1.7 Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit 24
2.1.8 Peraturan Pendukung Jaminan Kesehatan Nasional 30
2.2 Implementasi Kebijakan 31
2.2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle 33
2.2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn 35
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan 37
2.3 Implementasi Kebijakan sebagai Implementasi Program 44
2.3.1 Pengertian Program 44
2.3.2 Implementasi Program 46
2.4 Kerangka Teori 48
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir 50
3.2 Definisi Istilah 52
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian 54
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 54
4.3 Informan Penelitian 54
4.4 Instrumen Penelitian 55
4.5 Sumber Data 55
4.6 Metode Pengumpulan Data 56
4.7 Teknik Analisis Data 57
4.8 Penyajian Data 58
-
xiv
4.9 Triangulasi Data 58
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Informan Penelitian 60
5.2 Gambaran Umum RSU Kota Tangerang Selatan 61
5.2.1 Profil Singkat RSU Kota Tangerang Selatan 61
5.2.2 Visi dan Misi 62
5.2.3 Tujuan 63
5.2.4 Motto 63
5.2.5 Lokasi 63
5.2.6 Tugas dan Fungsi 63
5.2.7 Data Demografis Kota Tangerang Selatan 64
5.2.8 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan 64
5.2.9 SDM RSU Kota Tangerang Selatan 67
5.3 Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 68
5.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan 68
5.3.2 Sumber Daya 73
5.3.3 Karakteristik Organisasi Pelaksana 84
5.3.4 Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 90
5.3.5 Sikap Para Pelaksana 94
5.3.6 Lingkungan 96
5.4 Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah Sakit
Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN 97
5.4.1 Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan 98
5.4.2 Aspek Kepesertaan 101
5.4.3 Aspek Keuangan 102
5.4.4 Aspek Pelayanan Kesehatan 103
5.4.5 Aspek Manfaat dan Iuran 104
5.4.6 Aspek Kelembagaan dan Organisasi 106
-
xv
BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN
6.1 Keterbatan Penelitian 108
6.2. Pembahasan Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 108
6.2.1 Pembahasan Ukuran dan Tujuan Kebijakan 109
6.2.2 Pembahasan Sumber Daya 113
6.2.3 Pembahasan Karakteristik Organisasi 121
6.2.4 Pembahasan Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 122
6.2.5 Pembahasan Sikap Para Pelaksana 126
6.2.6 Pembahasan Lingkungan 127
6.3 Pembahasan Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah
Sakit Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN 130
6.3.1 Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan 130
6.3.2 Aspek Kepesertaan 130
6.3.3 Aspek Keuangan 131
6.3.4 Aspek Pelayanan Kesehatan 132
6.3.5 Aspek Manfaat dan Iuran 133
6.3.6 Aspek Kelembagaan dan Organisasi 133
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 135
7.2 Saran 136
7.2.1 RSU Kota Tangerang Selatan 136
7.2.2 BPJS Kesehatan 137
7.2.3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 137
7.2.4 Pemerintah Kota Tangerang Selatan 137
7.2.5 Peneliti Lain 138
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
xvi
DAFTAR TABEL
2.1 Perbedaan Pendekatan Penelitian Implementasi dan Evaluasi menurut Parsons
(1995)
47
5.1 Informan Penelitian 60
5.2 Jumlah Pegawai RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 67
5.3 Tenaga Medis RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 73
5.4 Jumlah Kunjungan Pasien JKN di RSU Kota Tangeran Selatan tahun 2014 75
5.5 Alur Pelayanan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 89
5.6 Target Peserta Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan 101
-
xvii
DAFTAR BAGAN
2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle (1980) 35
2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975) 37
2.3 Kerangka Teori 49
3.1 Kerangka Pikir 51
5.1 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan 65
-
xviii
DAFTAR GRAFIK
5.1 Trend Kunjungan Peserta JKN Januari-Februari tahun 2014 di RSU Kota
Tangerang Selatan
102
-
xix
DAFTAR SINGKATAN
APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara
ASTEK : Asuransi Tenaga Kerja
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CBGs : Case Based Groups
DJSN : Dewan Jaminan Sosial Nasional
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DUKM : Dana Upaya Kesehatan Masyarakat
INA-CBGs : Indonesian Case Base Groups
IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah
Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
JPSBK : Jaminan Pemeliharaan Sosial Bidang Kesehatan
JPKM : Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Kabag : Kepala Bagian
Kasie : Kepala Seksi
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
-
xx
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
NHI : National Health Insurance
Non-PBI : Bukan Penerima Bantuan Iuran
PBI : Penerima Bantuan Iuran
PDB : Pendapatan Daerah Bruto
Perpres : Peraturan Presiden
PHK : Pemutusan Hubungan Kerja
PMK/Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
PNS : Pegawai Negeri Sipil
PNS : Pegawai Negeri Sipil
POLRI : Polisi Republik Indonesia
PPJK : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
PPK : Penyedia Pelayanan Kesehatan
PT. ASKES : PT. Asuransi Kesehatan
Pusdatin Kesehatan : Pusat Data dan Informasi Kesehatan
RS : Rumah Sakit
RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo
RSU : Rumah Sakit Umum
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SDM : Sumber Daya Manusia
SDM : Sumber Daya Manusia
SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional
SOP : Standard Operational Procedure
-
xxi
TNI : Tentara Nasional Indonesia
UU : Undang-undang
WHO : World Health Organization
WNA : Warga Negara Asing
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jaminan Kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dahulu pada
awalnya Indonesia memiliki asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil yang
merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun 1934. Pada tahun 1985
dimulailah asuransi untuk tenaga kerja (ASTEK) sampai tahun 1987 dengan
menggerakkan dana masyarakat melalui Dana Upaya Kesehatan Masyarakat
atau lebih dikenal DUKM. (Djuhaeni, 2007)
Pada tahun 1992 diterbitkan tiga buah undang-undang yang berkaitan
dengan asuransi yaitu UU No. 2 tentang Asuransi, UU No. 3 Tentang Jamsostek
(Jaminan Sosial Tenaga Kerja), serta UU No. 23 Tentang Kesehatan yang di
dalamnya terkandung pasal 65 dan pasal 66 tentang Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM). JPKM mengikuti pola managed care di
Amerika dengan pembayaran prepaid berdasarkan kapitasi dan pelayanan yang
bersifat komprehensif meliputi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
(Djuhaeni, 2007)
Pada waktu itu hanya baru pelayanan kesehatan di puskesmas yang
dicakup oleh pelayanan JPKM dengan dokter puskesmas sebagai gate keeper,
dan mulai dikembangkan dokter keluarga yang diharapkan pada masa yang akan
datang. Dari pengalaman JPKM hingga JPSBK (Jaminan Pemeliharaan Sosial
Bidang Kesehatan), kendala utama pelaksanaan JPKM antara lain adalah SDM
-
2
(sumber daya manusia) badan penyelenggara baik kuantitas maupun kualitas,
sedangkan ditinjau dari aspek permintaan masyarakat akan asuransi maupun
faktor yang mempengaruhinya di Indonesia belum diketahui. (Djuhaeni, 2007)
Usaha ke arah penjaminan kesehatan yang lebih baik lagi sesungguhnya
telah dirintis oleh pemerintah, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak
mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun
demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi dan terbagi-bagi. Biaya
kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Masih banyak
masyarakat yang seharusnya menerima jaminan belum merasakan manfaatnya.
(Kemenkes, 2013)
Untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) dimana Jaminan Kesehatan merupakan prioritas yang
akan dikembangkan untuk mencapai kepesertaan Semesta. (PPJK, 2013)
Setelah program JKN diluncurkan pada tanggal 1 Januari 2014
pelaksanaan program ini dilapangan banyak terdapat kendala, dari studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti di Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada saat melakukan magang pada bagian
tersebut membuktikan, permasalahan utama yang sering dilaporkan
penyelenggara pelayanan kesehatan kepada pemerintah pusat adalah terkait
pelayanan yang diberikan pada provider tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang
-
3
dirasakan tidak maksimal karena berbagai masalah, yang diantaranya: masalah
alur pelayanan yang terbilang rumit, sistem pembiayaan kesehatan di Rumah
Sakit yang menggunakan sistem Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs)
yang masih belum seutuhnya mendukung program, ketersediaan alat kesehatan
dan obat yang belum mendukung, serta jumlah sumber daya manusia yang dirasa
kurang sejak program JKN ini diluncurkan.
Implementasi Kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan dasar,
biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-
perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan
lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai
cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. (Mazmanian
dan Paul Sabatier, 1983).
Berdasarkan paparan diatas, merujuk pada pelaksanaan implementasi
program terdahulu yaitu Jamkesmas, Jamkesda ataupun program kesehatan dari
pemerintah daerah, peneliti memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang
dapat mengantar pada permasalahan yang sering muncul, sehingga diperoleh
acuan yang semakin menguatkan untuk melakukan penelitin ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Tuhumury (2012) mengenai implementasi
Jamkesda di Rumah Sakit Umum (RSU) Manokwari membuktikan bahwa
implementasi Jamkesmas pada Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari belum
berjalan sebagaimana yang diharapkan, kurangnya partisipasi masyarakat,
ketidak terbukaan akses informasi, kurangnya sosialisasi tentang Program
Jamkesmas, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).
-
4
Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahayu (2010) mengenai
implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Rumah
Sakit (Studi Kasus Di RSUD Dr. Soetomo) menunjukkan bahwa masih terdapat
kendala dalam penyelenggaraan program Jamkesmas, yaitu tunggakan klaim
yang dialami rumah sakit yang menyebabkan kerugian.
Selanjutnya penelitian Ardianty (2012) menunjukkan pelaksanaan
Implementasi Program Jamkesda di Rumah Sakit PMI Bogor masih belum
maksimal serta banyak kekurangan dari segi pelaksanaanya, seperti
keterlambatan pengajuan klaim tagihan, tidak sesuainya nilai tarif INA-CBGs
dengan nilai tarif rumah sakit, serta kurangnya komitmen rumah sakit dalam
melaksanakan program.
Berdasarkan paparan beberapa penelitian diatas ternyata masih banyak
terdapat proses penyelenggaraan program jaminan kesehatan di berbagai sektor
terutama Rumah Sakit belum berjalan secara optimal dan tepat sasaran. Oleh
sebab itu, untuk menggali permasalahan tersebut peneliti memilih Rumah Sakit
Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian dengan
beberapa pertimbangan yang didasari oleh fakta dokumen dan studi pendahuluan
berupa observasi pada bulan Februari 2014:
1. Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di Provinsi
Banten yaitu 1.361.000 penduduk. (PUSDATIN Kesehatan Banten 2013)
2. Melihat jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan yang memiliki urutan ke-
4 terbesar di Banten tersebut, pada kenyataannya Tangerang Selatan hanya
memiliki 1 rumah sakit umum milik pemerintah yaitu RSU Kota Tangerang
Selatan.
-
5
3. RSU Kota Tangerang Selatan merupakan satu-satunya rumah sakit milik
pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas (25 puskesmas)
di Tangerang Selatan untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjutan.
4. Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan, sejak diluncurkannya
program Jaminan Kesehatan Nasional jumlah pasien di RSU Kota
Tangerang Selatan mencapai 300 pasien setiap harinya yang terdiri dari 35%
peserta JKN dan 65% Umum dan Jamkesda pada bulan Januari 2014,
jumlah peserta JKN meningkat menjadi 38% pada bulan Februari (data
rekapitulasi kunjungan RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014). Hal ini
tentu saja terjadi karena animo masyarakat yang besar terhadap program
JKN tersebut.
5. Keterbatasan SDM rumah sakit juga sangat terlihat jelas yang berpotensi
menjadi masalah pada penyediaan layanan secara prima, terlihat jelas
jumlah SDM administrasi yang hanya 2 orang untuk melayani jumlah pasien
yang banyak pada saat program berlangsung,
Dari paparan informasi diatas peneliti melihat bahwa RSU Kota
Tangerang Selatan memiliki potensi mengalami permasalahan dalam melayani
peserta program Jaminan Kesehatan Nasional. Oleh karena itu peneliti ingin
mengetahui penyelenggaraan dan permasalahan terkait implementasi kebijakan
Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014.
-
6
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, ditemukan ternyata begitu banyak masalah
terkait pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional di daerah. Untuk
melihat permasalahan tersebut di lapangan, peneliti memilih Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian karena merupakan
kota dengan penduduk terbesar ke-4 di Provinsi Banten, serta semenjak
diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan peserta JKN meningkat setiap
harinya. Disamping hal tersebut, RSU Kota Tangerang Selatan merupakan
rumah sakit pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh Puskesmas di
Tangerang Selatan serta terdapat kendala dalam SDM non-medis. Berdasarkan
hal-hal diatas menunjukkan adanya potensi permasalahan pada penyelenggaraan
JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sehingga dibutuhkan sebuah penelitian
untuk mengetahuinya. Atas dasar itu, peneliti ingin mengetahui gambaran
implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum
Kota Tangerang Selatan.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU
Kota Tangerang Selatan tahun 2014?
-
7
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya implementasi kebijakan program Jaminan
Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya regulasi pada implementasi kebijakan program
Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
b. Diketahuinya sumber daya pada implementasi kebijakan program
Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
c. Diketahuinya karakteristik pelaksana pada implementasi kebijakan
program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
d. Diketahuinya komunikasi antar pelaksana pada implementasi
kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan.
e. Diketahuinya sikap/disposisi pelaksana pada implementasi
kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan.
f. Diketahuinya faktor lingkungan pada implementasi kebijakan
program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
-
8
g. Diketahuinya pelaksanaan pelayanan program Jaminan Kesehatan
Nasional berdasar 6 aspek penyelenggaraan oleh Pemerintah Pusat.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Bagi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
1. Mendapatkan masukan untuk perbaikan dan kelanjutan dari
implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya memperkuat argumen
terhadap permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan implementasi
program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
1.5.2. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi
mahasiswa dan dosen mengenai implementasi kebijakan program
Jaminan Kesehatan Nasional.
1.5.3. Manfaat Bagi Peneliti Lain
Sebagai referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan
oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan
dengan implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mempelajari tentang Analisis Implementasi Kebijakan
Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
-
9
Selatan tahun 2014. Peneliti memilih RSU Kota Tangerang Selatan sebagai
tempat penelitian dikarenakan merupakan Rumah Sakit Pemerintah di Kota
Tangerang Selatan yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas di
Tangerang Selatan untuk pelayanan tingkat lanjut program JKN, dan sejak
diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan pasien meningkat yang
menyebabkan banyak permasalahan terkait pelayanan kepada pasien. Penelitian
ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan
instrumen riset kepustakaan (library research) dan riset lapangan (field
research) yang berupa telaah dokumen, observasi, dan wawancara. Peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena ingin melihat proses serta
permasalah yang terjadi pada impelementasi program JKN di lapangan secara
lebih dalam. Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga April 2014.
-
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Jaminan Kesehatan Nasional
2.1.1. Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia
Sulastomo (2002) maupun Thabrany (2002) dalam Djuhaeni
(2007) berpendapat bahwa asuransi kesehatan sosial sangat
dibutuhkan di Indonesia mengingat kesehatan adalah hak sedangkan
situasi saat ini tidak semua masyarakat dapat akses terhadap
pelayanan kesehatan yang penyebabnya antara lain ketiadaan biaya.
Pengembangan asuransi kesehatan sosial perlu ditunjang dengan
peningkatan sumber daya dari keempat komponen asuransi yaitu:
a. Peserta; peningkatan premi
b. Badan penyelenggara; peningkatan manajemen
c. PPK; peningkatan kualitas dan manajemen
d. Badan pembina; peningkatan pengawasan.
Proses pembuatan undang-undang yang berkaitan dengan
asuransi di luar Askes dan Jamsostek serta JPKM sebagai cikal bakal
pelaksanaan asuransi kesehatan sosial agaknya akan mendukung
pelaksanaan asuransi kesehatan nasional pada masa yang akan datang.
Adanya kelas perawatan di rumah sakit dan pemberian jaminan sesuai
golongan khususnya bagi pegawai negeri sipil menjadi suatu kendala
-
11
sekaligus tantangan yang perlu dicarikan solusinya dalam rangka
keadilan bagi semua orang serta terciptanya solidaritas.
Dengan pemaparan diatas, saat ini Indonesia memiliki sebuah
sistem jaminan kesehatan secara sosial dan ditujukan bukan hanya
kepada masyarakat miskin, namun kepada seluruh rakyat, saat ini
dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
2.1.2. Jaminan Kesehatan
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres No.12, 2013).
2.1.3. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat program JKN
adalah suatu program pemerintah dan masyarakat (rakyat) dengan
tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh
bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup
sehat, produktif, dan sejahtera. (Naskah Akademik SJSN, 2004).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di
Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui
mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib
(mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua
-
12
penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang
layak.
2.1.4. Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional
1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip
asuransi sosial yang diatur dalam UU No. 40 tahun 2004. Berikut
prinsip-prinsip yang terdapat dalam program Jaminan Kesehatan
Nasional:
a. Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu
prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah
satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong
royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau
yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang
sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib
untuk seluruh penduduk. Dengan demikian, melalui prinsip
gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari
laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah
untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana
-
13
yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat,
sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,
efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini
mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari
iuran peserta dan hasil pengembangannya.
c. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk
memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta
sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat
menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun
kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya
tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta
secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
-
14
e. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana
titipan kepada badan badan penyelenggara untuk dikelola
sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut
untuk kesejahteraan peserta.
f. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial
Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan
peserta.
g. Prinsip ekuitas
Kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang
telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran
iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang memiliki
penghasilan (UU No. 40/2004 Pasal 17 ayat 1) dan pemerintah
membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (UU No.
40/2004 Pasal 17 ayat 4).
2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan
kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40/2004 Pasal 19 ayat 2).
3. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan
perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)
-
15
termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik
layanan terkendali mutu dan biaya (managed care). (UU No.
40/2004 Pasal 22 ayat 1 dan 2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal
26).
2.1.5. Kelembagaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) yang mengurusi
kegiatan terkait pelayanan jaminan kesehata nasional. Untuk
pelaksanaan di lapangan BPJS Kesehatan akan menjadi badan
pelaksana untuk program JKN ini. Sedangkan rumah sakit dan
puskesmas sebagai provider (penyedia jasa) pelayanan.
2.1.6. Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran
(bukan penerima bantuan iuran) atau iurannya dibayar oleh
pemerintah (penerima bantuan iuran) (UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 20 ayat 1).
2. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir
miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non
PBI), terdiri dari :
(1) Pekerja Penerima Upah
a. Pegawai Negeri Sipil;
-
16
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f. Pegawai Swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang
menerima Upah.
h. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan.
(2) Pekerja Bukan Penerima Upah
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri;
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan
penerima Upah.
c. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan.
(3) Bukan Pekerja
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun, terdiri dari :
i. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak
pensiun;
ii. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti
dengan hak pensiun;
-
17
iii. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak
pensiun;
iv. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima
pensiun yang mendapat hak pensiun;
v. Penerima pensiun lain;
vi. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima
pensiun lain yang mendapat hak pensiun.
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau
Perintis Kemerdekaan;
g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang
mampu membayar iuran.
4. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas
dengan memberlakukan program di seluruh wilayah
Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi
peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan
hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak
memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami
cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi
tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh Pemerintah
(UU No. 40/2004 Pasal 21 ayat 1, 2, 3). Kesinambungan
kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat
-
18
dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan
kesehatan dari manfaat jaminan pensiun.
5. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan
mengizinkan warga negara asing yang bekerja paling singkat
enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No. 40/2004
Pasal 1 angka 8).
6. Kepesertaan Penerim Bantuan Iuran (PBI) bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu untuk selanjutnya akan ditetapkan
berdasarkan Keputusan Kementerian Sosial tentang
penetapan Penerima Bantuan Iuran Kesehatan yang dilandasi
atas dasar nama dan alamat tempat tinggal (by name by
address), untuk saat ini jumlah peserta PBI didapatkan dari
kepesertaan Jamkesmas tahun 2013 yang berjumlah 86,4 juta
jiwa.
b. Pembiayaan
1. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang
dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja,
dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan
(pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
2. Pembayar Iuran
Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan
Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.
-
19
Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang
bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan
pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima
persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 3%
(tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen)
dibayar oleh peserta.
Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang
bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat
koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja
dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah
yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan
mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari
dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja
penerima upah.
Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah
(seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll);
peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta
bukan pekerja adalah sebesar:
i. Sebesar Rp 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan
di ruang perawatan Kelas III.
-
20
ii. Sebesar Rp 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan
di ruang perawatan Kelas II.
iii. Sebesar Rp 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan
di ruang perawatan Kelas I.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis
Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima
persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang
III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,
dibayar oleh Pemerintah.
Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
setiap bulan.
c. Pelayanan
1. Jenis Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh
Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat
medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis).
Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas
Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan.
-
21
2. Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-
tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan
pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus
dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
3. Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan
yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis
sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan
kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai,
pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas
Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan
untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua
Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan
melalui proses kredensialing dan rekredensialing.
d. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua)
jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan
-
22
manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans
hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan
dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan
medis. Manfaat Akomodasi Rawat Inap jika dijabarkan sebagai
berikut:
1. Ruang perawatan kelas III bagi:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta
bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di
ruang perawatan kelas III.
2. Ruang Perawatan kelas II bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II
beserta anggota keluarganya;
b. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang
setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
c. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang
setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
-
23
d. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah
Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah sampai
dengan 1,5 (satu setengah) kali penghasilan tidak kena
pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta
anggota keluarganya;
e. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta
bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di
ruang perawatan kelas II;
3. Ruang Perawatan kelas I bagi:
a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya;
b. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai
negeri sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV
beserta anggota keluarganya;
c. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang
setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan
golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
d. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang
setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan
golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
e. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota
keluarganya;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau
Perintis Kemerdekaan;
-
24
g. Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah
diatas 1,5 (satu setengah) sampai dengan 2 (dua) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin
dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan
h. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta
bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di
ruang perawatan kelas I.
2.1.7. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit
A. Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada Program JKN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013
tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional,
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas
Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan
rujukan tingkat lanjutan (Permenkes 71/2013 pasal 2).
Berikut peneliti akan fokus dalam menjabarkan Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan berdasarkan Permenkes No.
71 tahun 2013. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
terdiri dari:
a. klinik utama atau yang setara;
b. rumah sakit umum; dan
c. rumah sakit khusus.
-
25
Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi
(Permenkes 71/2013 pasal 20):
a. administrasi pelayanan;
b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh
dokter spesialis dan subspesialis;
c. tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah
sesuai dengan indikasi medis;
d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan
indikasi medis;
f. rehabilitasi medis;
g. pelayanan darah;
h. pelayanan kedokteran forensik klinik;
i. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas
Kesehatan;
j. perawatan inap non intensif; dan
k. perawatan inap di ruang intensif.
B. Klasifikasi Rumah Sakit
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit
khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
diantaranya:
1. Rumah Sakit Umum kelas A
-
26
Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan
Medik Sub Spesialis (Permenkes 340, 2010).
2. Rumah Sakit Umum kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan
Medik Subspesialis Dasar (Permenkes 340, 2010).
3. Rumah Sakit Umum kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik (Permenkes 340, 2010).
4. Rumah Sakit Umum kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar (Permenkes 340, 2010).
C. Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) di Rumah Sakit
1. Pengertian CBGs (Case Based Group)
Case Base Groups (CBGs) yaitu cara pembayaran
perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-
-
27
kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan
jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu
unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan
suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah
sakit. (Centre for Casemix RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang, 2014)
2. Pengertian INA-CBGs (Indonesian-Case Based Group)
Berdasarkan informasi dari Center for Casemix RSJ dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang bagian Instalasi Rekam
Medis menyatakan Sistem Casemix INA-CBGs adalah suatu
pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang
untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal
sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien
dengan karakteristik klinik yang sejenis (George Palmer, Beth
Reid). Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran
berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu
kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan
pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang
mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di
sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis
dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang
relatif sama.
-
28
3. Manfaat INA-CBGs
Manfaat yang dapat kita peroleh dari penerapan kebijakan
program Casemix INA-CBGs secara umum berupa manfaat
medis dan manfaat ekonomi. Dari segi medis, para klinisi dapat
mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi
langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh
pasien. Secara ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) kita
jadi lebih efisien dan efektif dalam penganggaran biaya
kesehatan.Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung dengan
cermat dan teliti dalam penganggaranya.
a. Manfaat Bagi Pasien
i. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas
pengobatan berdasarkan derajat keparahan
ii. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of
stay) pasien mendapatkan perhatian lebih dalam
tindakan medis dari para petugas rumah sakit, karena
berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah
ditentukan.
iii. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang
lebih baik.
iv. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis
yang berlebihan oleh tenaga medis sehingga
mengurangi resiko yang dihadapi pasien.
-
29
b. Manfaat Bagi Rumah Sakit
i. Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan
kepada beban kerja sebenarnya.
ii. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan
Rumah Sakit.
iii. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan
yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik
berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan
komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu
agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat
memonitor QA dengan cara yang lebih objektif.
iv. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja
yang lebih akurat.
v. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang
diberikan oleh masing-masing klinisi.
vi. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian
budget anggaran.
vii. Mendukung sistem perawatan pasien dengan
menerapkan Clinical Pathway.
c. Bagi Penyandang Dana Pemerintah
i. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian
anggaran pembiayaan kesehatan.
ii. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equitas
terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau.
-
30
iii. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih
baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan
provider/Pemerintah.
iv. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan
berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya.
2.1.8. Peraturan Pendukung Program Jaminan Kesehatan Nasional
Pemerintah sudah mulai mengeluarkan beberapa peraturan
pendukung untuk memberikan payung hukum yang jelas terhadap
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional ini termasuk belum lama
peraturan pengganti-pun telah dikeluarkan, berikut peraturannya:
a. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan. Peraturan ini mengatur pelaksanaan Jaminan
Kesehatan di Indonesia pada tatanan operasional
b. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional
Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan ini lebih
mengatur secara khusus pelayanan kesehatan pada tatanan
pemerintah sebagai sasaran utama pada kepesertaan JKN.
c. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi
Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial. Peraturan ini
berisikan panduan hukum dan legal aspect yang menaungi
pelaporan program jaminan sosial dari BPJS kepada pemerintah.
-
31
d. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan
Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Pada peraturan ini
mengatur lebih detil mengenai penahapan kepesertaan program
jaminan sosial.
e. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan. Peraturan ini merupakan peraturan perubahan untuk
peraturan jaminan kesehatan sebelumnya yang dibuat karena ada
beberapa pasal yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
2. 2 Implementasi Kebijakan
2.2.1. Pengertian Implementasi
Implementasi sebagai suatu konsep tindak lanjut pelaksanaan
kegiatan cukup menarik untuk dikaji oleh cabang cabang ilmu. Hal ini
semakin mendorong perkembangan konsep implementasi itu sendiri,
disamping itu juga menyadari bahwa dalam mempelajari
implementasi sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan
dalam upaya-upaya pencapaian tujuan yang telah diputuskan.
Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus
Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab (2004) dalam
bukunya adalah:
Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to
implement. Dalam kamus besar webster, to implement
(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out
-
32
(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give
practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap
sesuatu).
Sehingga menurut Webster dalam Wahab (2004), Implementasi
adalah menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu untuk
menimbulkan dampak terhadap sesuatu.
Definisi yang lain antara lain menurut Daniel Mazmanian dan
Paul Sabatier (1983) dalam buku Hill dan Hupe (2002) sebagaimana
dikutip peneliti, bahwa:
Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan
dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting
atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut
mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara
tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara
untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya
Menurut Syukur Abdullah (1988) dalam Novayanti (2013)
bahwa pengertian dan unsur unsur pokok dalam proses implementasi
sebagai berikut:
1. Proses implementasi ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang
terdiri atas pengambilan keputusan, langkah langkah yang
strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan
suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna
mencapai sasaran yang ditetapkan semula.
-
33
2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesungguhnya
dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau
dari hasil yang dicapai outcomes unsur yang pengaruhnya dapat
bersifat mendukung atau menghambat sasaran program.
3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga
unsur yang penting dan mutlak yaitu :
a. Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin
dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu faktor
lingkungan (fisik, sosial, budaya, dan politik) akan
mempengaruhi proses implementasi program program
pembangunan pada umumnya.
b. Target group yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan
diharapkan akan menerima manfaat program tersebut.
c. Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan.
d. Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau
perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan,
pelaksanaan dan pengawaasan implementasi tersebut.
2.2.2. Model Implementasi Kebijakan Grindle
Merille S. Grindle (1980) dalam Samodra Wibawa (1994) yang
dikutip dari penelitian Sutirin (2006) menyatakan bahwa
implementasi kebijakan sebagai keputusan politik dari para pembuat
kebijakan yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan, Grindle
mengungkapkan pada dasarnya implementasi kebijakan publik
ditentukan oleh dua variabel yaitu veriabel konten dan variabel
-
34
konteks. Variabel konten apa yang ada dalam isi suatu kebijakan yang
berpengaruh terhadap implementasi. Variabel konteks meliputi
lingkungan dari kebijakan politik dan administrasi dengan kebijakan
politik tersebut. Adapun yang menjadi ide dasar dari pemikiran
tersebut adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi
program aksi maupun proyek individu dan biaya yang telah
disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Tetapi ini tidak
berjalan mulus, tergantung implementability dari program itu, yang
dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakannya.
b. Isi kebijakan mencakup :
1. Kepentingan yang mempengaruhi
2. Manfaat yang akan dihasilkan
3. Derajat perubahan yang diinginkan
4. Kedudukan pembuat kebijakan
5. Siapa pelaksana program
6. Sumber daya yang dikerahkan
b. Konteks kebijakan mencakup :
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
-
35
Bagan 2.1 Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980)
Sumber: Samodera Wibawa, 1994
2.2.3. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn
Menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Michael Hill
dan Petter L. Hupe (2002) implementasi kebijakan merupakan:
-
36
Tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu
atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.
Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha untuk
mengubah keputusan keputusan menjadi tindakan tindakan
operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka
melanjutkan usaha usaha untuk mencapai perubahn perubahan besar
dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan keputusan.
Menurut Van Meter dan Van Horn ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mengembangkan tipologi kebijakan kebijakan
publik yakni: Pertama, kemungkinan implementasi yang efektif aka
bergantung sebagian pada tipe kebijakan yang dipertimbangkan.
Kedua, faktor faktor tertentu yang mendorong realisasi atau non
realisasi tujuan tujuan program akan berbeda dari tipe kebijakan yang
satu dangan tipe kebijakan yang lain. Suatu implementasi akan sangat
berhasil bila perubahan marginal diperlukan dan konsensus tujuan
adalah tinggi. Sebaliknya bila perubahan besar ditetapkan dan
konsensus tujuan rendah maka prospek implementasi yang efektif
akan sangat diragukan. Disamping itu kebijakan kebijakan perubahan
besar/konsesnsus tinggi diharapkan akan diimplementasikan lebih
efektif daripada kebijakan kebijakan yang mempunyai perubahan
kecil dan konsensus rendah. Dengan demikian konsensus tujuan akan
diharapkan pula mempunyai dampak yang besar pada proses
-
37
implementasi kebijakan daripada unsur perubahan. Dengan saran
saran atau hipotesis-hipotesis seperti ini akan mengalihkan perhatian
kepada penyelidikan terhadap faktor faktor atau faktor-faktor yang
tercakup dalam proses implementasi menjadi sesuatu hal yang penting
untuk dikaji.
Bagan 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Horn dan
Van Metter (1975)
Sumber: Michael Hill and Peter L. Hupe (2002
2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan
Ada 6 faktor menurut Van Metter dan Van Horn (1975) dalam
Novayanti (2013) yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik,
yaitu:
Komunikasi antar organisasi
pelaksana
Lingkungan: ekonomi, sosial,
dan politik
Ukuran dan Tujuan
Kebijakan
Sumber
Daya
Karakteristik organisasi
pelaksana Sikap para
pelaksana
Prestasi
kerja
-
38
1. Ukuran dan Tujuan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat
realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan.
Ketika ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka
akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006).
2. Sumber Daya
Menurut Meter dan Horn (1975), keberhasilan proses
implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan
sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu
keberhasilan proses implementasi. Tahap tahap tertentu dari
keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya
manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang
disyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik.
Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya
itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan.
Tetapi diluar sumber daya manusia, sumberdaya lain yang
perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya financial dan sumber
daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia
yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana
melalui anggaran tidak tersedia, maka memang terjadi persoalan
sulit untuk merealisasikan apa yuang hendak dituju oleh tujuan
kebijakan publik tersebut, demikian halnya dengan sumber daya
-
39
waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana
berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang
terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab
ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
3. Karakteristik Organisasi Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi
formal dan organisasi nonforrmal yang akan terlibat
pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting
karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat
banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan
para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik
yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia
secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah
berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.
Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilku
dasar manusia maka dapat dapat saja agen pelaksana yang
diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambran yang
pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi
kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menetukan
agen pelaksana maka seharusnya semakin besar pula agen yang
dilibatkan.
Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur
yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam
mengimplementasikan kebijakan:
-
40
a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan.
b. Tingkat pengawasan hirarki terhadap keputusan keputusan sub
unit dan proses proses dalam badan badan pelaksana.
c. Sumber sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan
diantara anggota anggota legislatif dan eksekutif).
d. Vitalitas suatu organisasi.
e. Tingkat komunikasi-komunikasi terbuka, yang
didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan
vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara
relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu individu
diluar organisasi.
f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan pembuat
keputusan atau pelaksana keputusan.
4. Sikap (disposition) para pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja
impelementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi
oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi
warga setempat yanjg mengenal betul persolan dan permasalahan
yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor
laksanakan adalah kebijakan dari atas (top down) yang sangat
mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan
tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau
permasalahan yang warga ingin selesaikan.
-
41
5. Komunikasi antar Organisasi Pelaksana
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif,
menurut Van Horn dan Van Mater, apa yang menjadi standar
tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang
bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan,
karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para
pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi
kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan
tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity)
dari berbagai sumber informasi.
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan publik, semakin baik koordinasi
komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalamk suatu proses
implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat
kecil untuk terjadi, begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai
kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan
oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan
eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang
telah ditetapkan. Lingkungan social ekonomi, dan politik yang
tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja
imlementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan
-
42
kekondusifan kondisi lingkungan external. Van Meter dan Van
Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi sosial
dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan
mempengaruhi karakter badan badan pelaksana, kecenderungan-
kecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri .kondisi
kondisi lingkungan dapat mempunyai pengaruh yang penting pada
keinginan dan kemampuan yuridiski atau organisasi dalam
mendukung struktur-struktur, vitalitas dan keahlian yang ada
dalam badan badan administrasi maupun tingkat dukungan politik
yang dimilki. Kondisi lingkungan juga akan berpengaruh pada
kecenderungan kecenderungan para pelaksana. Jika masalah
masalah yang dapat diselesaikan oleh suatu program begitu berat
dan para warga negara swasta serta kelompok kepentingan
dimobilsir untuk mendukung suatu program maka besar
kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Lebih
lanjut Van Meter dan Van Hon menyatakan bahwa kondisi kondisi
lingkungan mungkin menyebapkan para pelaksana suatu kebijakan
tanpa mengubah pilihan pilihan pribadi mereka tentang kebijakan
itu. Akhirnya, faktor-faktor lingkungan ini dipandang mempunyai
pengaruh langsung pada pemberian pemberian pelayanan publik.
Kondisi kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau
membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan kecenderungan
para pelaksana dan kekuatan kekuatan lain dalam model ini juga
mempunyai pengaruh terhadap implementasi program.
-
43
Bila faktor lingkungan sosial, ekonomi dan politik
mempengaruhi implementasi kebijakan maka hal ini juga berlaku
untuk faktor lainnya.
Implementasi suatu program merupakan suatu yang kompleks,
dikarenakan banyaknya faktor yang saling berpengaruh dalam sebuah
sistem yang tak lepas dari faktor lingkungan yang cenderung selalu
berubah.
Proses implementasi dalam kenyataannya dapat berhasil, ditinjau
dari wujud hasil yang dicapai (outcome). Karena dalam proses tersebut
terlibat berbagai unsur yang dapat bersifat mendukung maupun
menghambat pancapaian sasaran program. Jadi untuk mengetahui
keberhasilan program adalah dengan membandingkan antara hasil
dengan pencapaian target program tersebut.
Peneliti lebih memilih menggunakan pendekatan model proses
Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (1975) karena
melihat kemudahan pada proses pelaksanaan di lapangan, Metter dan
Horn fokus untuk melihat keberhasilan kebijakan/program dari sudut
pandang penyelenggaraan program tersebut. Jika dibandingkan dengan
model Implementasi Grindle yang hampir serupa namun hanya berbeda
pada beberapa faktor, lebih menitik-beratkan pada kebijakan yang
mengatur (ukuran dan tujuan) tersebut yang mempengaruhi
implementasi, walaupun Grindle memasukkan faktor Komunikasi,
SDM, dan Disposisi sebagai penentu keberhasilan implementasi.
-
44
2. 3 Implementasi Kebijakan sebagai Implementasi Program
2.3.1. Pengertian Program
Secara umum pengertian program adalah penjabaran dari suatu
rencana atau kebijakan yang telah dibuat. Dalam hal ini program
merupakan bagian dari dari perencanaan. Sering pula diartikan bahwa
program adalah kerangka dasar dari pelaksanaan suatu kegiatan.
Untuk lebih memahami mengenai pengertian program, berikut ini
akan dikemukakan beberapa defenisi oleh para ahli:
Pariata Westra dkk (1989) dalam Novayanti (2013) menyatakan
bahwa: program adalah rumusan yang memuat gambaran pekerjaan
yang akan dilaksanakan beserta petunjuk cara cara pelaksanaanya
Hal yang sama dikemukakan oleh Sutomo Kayatomo (1985)
dalam Novayanti (2013) yang mengatakan bahwa: program adalah
rangkaian aktifitas yang mempunyai saat permulaan yang harus
dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan suatu tujuan
Manullang (1987) dalam Novayanti (2013) yang menyatakan
bahwa: sebagai unsur dari suatu perencanaan, program dapat pula
dikatakan sebagai gabungan dari politik, prosedur, dan anggaran,
yang di maksudkan untuk menetapkan suatu tindakan untuk waktu
yang akan datang
Siagian (1986) dalam Novayanti (2013) menyatakan bahwa:
penyusunan program kerja adalah penjabaran suatu rencana yang
telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga program kerja itu
memiliki ciri-ciri operasional tertentu
-
45
Dengan penjabaran yang tepat terlihat dengan jelas paling
sedikit 5 hal yaitu:
a. Berbagai sasaran konkrit yang hendak dicapai.
b. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
c. Besarnya biaya yang diperlukan beserta identifikasi sumbernya.
d. Jenis jenis kegiatan operasional yang akan dilaksanakan.
e. Tenaga kerja yang dibutuhkan, baik ditinjau dari sudut
kualifikasinya maupun ditinjau dari segi jumlahnya.
Suatu program yang baik menurut Bintoro Tjokromidjojo
(1987) dalam Novayanti (2013) harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Tujuan yang dirumuskan secara jelas.
b. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Suatu kerangka kebijkasanaan yang konsisten atau proyek yang
saling berkaitan untuk mencapai tujuan program seefektif
mungkin.
d. Pengukuran ongkos ongkos yang diperkirakan dan keuntungan
keuntungan yang diharapakan akan dihasilkan program tersebut.
e. Hubungan dengan kegiatan lain dalam usaha pembangunan dan
program pembangunan lainnya. Suatu program tidak dapat
berdiri sendiri.
f. Berbagai upaya dibidang manajemen, termasuk penyediaan
tenaga, pembiayaan, dan lain lain untuk melaksanakan program
tersebut. Dengan demikian dalam menentukan suatu program
-
46
harus dirumuskan secara matang sesuai dengan kebutuhan agar
dapat mencapai tujuan melalui partisipasi dari masyarakat.
Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa di dalam proses
pelaksanaan suatu program sekurang kurangnya terdapat tiga unsur
yang penting dan mutlak ada menurut Syukur Abdullah (1987) dalam
Novayanti (2013) antara lain sebagai berikut:
a. Adanya program (kebijakan) yang dilaksanakan.
b. Target group (kelompok sasaran), yaitu kelompok masyarakat
yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat
dari program tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan.
c. Implementer (unsur pelaksana) baik organisasi maupun
perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan,
pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
2.3.2. Implementasi Program
Program dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri
dari beberapa tahap, yaitu:
a. Merancang (design) program beserta perincian tugas dan
perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang
jelas serta biaya dan waktu.
b. Melaksanakan (application) program dengan mendayagunakan
struktur struktur dan personalia, dana serta sumber sumber
lainnya, prosedur dan metode yang tepat.
-
47
c. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana
pengawasan yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan
kebijakan.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa suatu program
diimplementasikan, terlebih dahulu harus diketahui secara jelas
mengenai uraian pekerjaan yang dilakukan secara sistematis, tata cara
pelaksanaan, jumlah anggaran yang dibutuhkan dan kapan waktu
pelaksanaannya agar program yang direncanakan dapat mencapai
target yang sesuai dengan harapan.
Parsons (1995) dalam buku Hill dan Hupe (2002) membuat
perbedaan antara implementasi dan evaluasi, dengan menunjukkan
bahwa menurutnya evaluasi lebih kepada bagaimana kebijakan publik
dan orang-orang yang melaksanakannya dapat dinilai, diaudit,
dihargai dan dikendalikan. Untuk pemahaman lebih lanjut mengenai
perbedaan implementasi dan evaluasi melalui tabel 2.1.
Tabel 2.1. Perbedaan Pendekatan Penelitian Impelementasi dan
Evaluasi menurut Parsons (1995)
Sasaran Tindakan Penelitian
Implementasi Proses/tingkahlaku
Output
Outcome
Hubungan Kausalitas
Deskripsi
Pemaparan
Uji dan Pengembangan teori
Keputusan Analisa
Evaluasi Outcomes hubungan
nilai
Value Judgements (Keputusan
berdasarkan Nilai)
Sumber: Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002)
-
48
Implementasi program merupakan bagian integral dari
implementasi kebijakan yang dilakukan, peneliti memilih
menggunakan konotasi implementasi program adalah untuk
mengoperasionalkan sebuah kebijakan dalam bentuk pelaksanaan
program. Dengan demikian peneliti berharap nantinya dengan melihat
implementasi program ini mampu menggambarkan serangkaian
proses implementasi yang terbentuk.
2. 4 Kerangka Teori
Secara garis besar implementasi merupakan setiap kegiatan yang
dilakukan menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Upaya untuk memahami adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan
fakta yang telah terjadi dam menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya
suatu pelaksanaan. Menurut teori Implementasi Kebijakan Van Metter dan
Van Horn (1975) terdapat 6 faktor yang mempengaruhi implementasi
program. Berikut kerangka teori yang peneliti gunakan pada penelitian
mengenai implementasi kebijakan yang diambil dari Model Proses
Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (1975):
-
49
Bagan 2.3 Kerangka Teori
Model Proses Implementasi Kebijakan (Van Metter & Van Horn, 1975)
Sumber: Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002)
Dari kerangka teori diatas, prestasi kerja sebuah implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh 6 faktor, yaitu sikap pelaksana, ciri agen
pelaksana, lingkungan, sumber daya, ukuran dan tujuan, dan komunikasi
antar organisasi pelaksana. Keseluruhan faktor ini berhubungan secara tidak
langsung. Namun pada pelaksanaannya keterkaitan hubungan dari setiap
faktor tidak dapat didefinisikan secara langsung keterkaitannya, sehingga
keenam faktor tersebut menurut Van Meter dan Van Horn harus mampu
terimplementasi dengan baik dan tepat sasaran tanpa menutup kemungkinan
keharusan melihat keterkaitan hubungan antar faktor.
Komunikasi antar organisasi
pelaksana
Lingkungan: ekonomi, sosial,
dan politik
Ukuran dan Tujuan
Kebijakan
Sumber Daya
Karakteristik organisasi pelaksana
Sikap para pelaksana
Prestasi
kerja
-
50
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1. Kerangka Pikir
Untuk mempermudah pemahaman dalam menganalisa implementasi
Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
maka disusunlah sebuah kerangka pikir.
Berdasarkan kerangka teori pada bab sebelumnya, peneliti menggunakan
model pendekatan implementasi kebijakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975)
yang dikenal dengan A Model of the Policy-Implementation Process (Model
Proses Implementasi Kebijakan) yang sudah diadaptasi untuk implementasi
program. Ada 6 (enam) faktor yang mempengaruhi implementasi pada penelitian
ini, yaitu: (1) ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumber daya; (3) karakteristik
pelaksana; (4) sikap pelaksana; (5) komunikasi antar pelaksana; dan (6)
lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.
Sedangkan untuk membahas bagaimana implementasi program JKN di
Rumah Sakit peneliti menggunakan pendekatan mekanisme penyelenggaraan
yang disusun pemerintah pusat. Dimana terdapat 6 aspek yang harus ada dalam
penyelenggaraan program JKN, yaitu: (1) Aspek Regulasi/peraturan
perundangan; (2) Aspek Kepesertaan; (3) Aspek Keuangan; (4) Aspek
Pelayanan Kesehatan; (5) Aspek Manfaat dan Iuran; dan (6) Aspek
Kelembagaan dan Organisasi.
-
51
Berikut kerangka pikir yang dibuat peneliti untuk mempermudah cara
berfikir dan pemaparan hasil penelitian ini:
Bagan 3.1. Kerangka Pikir
Kerangka berfikir ini dibuat oleh peneliti mengadopsi 6 faktor yang
mempengaruhi prestasi kerja dalam sebuah implementasi kebijakan oleh Van
Meter dan Van Horn (1975), sehingga dari diketahuinya prestasi kerja, itulah
sesungguhnya implementasi yang dilaksanakan. Namun peneliti tidak hanya
melihat faktor-faktor tersebut saja. Peneliti juga ingin mengetahui bagaimana
pelaksanaan di lapangan dengan menggunakan pendekatan 6 aspek yang harus
ada pada penyelenggaraan JKN yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Sehingga
Komunikasi antar
pelaksana
Ukuran dan Tujuan
Kebijakan
Lingkungan: ekonomi, sosial,
dan politik
Sumber Daya
Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional
1. Aspek Regulasi/Peraturan
Perundangan
2. Aspek Kepesertaan
3. Aspek Keuangan
4. Aspek Pelayanan Kesehatan
5. Aspek Manfaat dan Iuran
6. Aspek Kelembagaan dan
Organisasi
Karakteristik
pelaksana
Sikap pelaksana
-
52
dari segi implementasi terlihat, dan dari segi pelayanan yang diberikan pada
implementasi juga terlihat dari faktor dan aspek diatas.
3.2. Definisi Istilah
1