Volume 8 Edisi Oktober 2017 - pip-semarang.ac.id · Jurnal Dinamika Bahari Vol. 8 No. 1 Edisi...
Transcript of Volume 8 Edisi Oktober 2017 - pip-semarang.ac.id · Jurnal Dinamika Bahari Vol. 8 No. 1 Edisi...
ISSN 2087-3050
Volume 8
Nomor 1
Edisi Oktober 2017
Halaman 1745 - 1948
JURNAL
DINAMIKA BAHARI
POLITEKNIK ILMU PELAYARAN SEMARANG
Jurnal Dinamika Bahari merupakan jurnal berkala dengan bidang ilmu kemaritiman dan
pelayaran yang dimiliki Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang yang terbit dalam 2 kali
setahun, yaitu pada bulan Mei dan Oktober. Jurnal ini memuat hasil penelitian
Pengajar/Dosen serta Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.
DEWAN REDAKSI
Mitra Bestari/Reviewer/Penelaah: Agus Hartoko, Totok Sumaryanto, Edy Suhartono,
Suwiyadi, Antoni Arif Priadi, Tri Cahyadi, Hadi Supriyono, Wisnu Handoko, Nasri, A. Agus
Tjahjono, Cepi Kurniawan, Irma Shinta Dewi, Sri Purwantini, Winarno
Penanggung Jawab: Bharto Ari Raharjo
Redaktur: Vega F. Andromeda
Editor: Arika Palapa, Nur Rohmah, Tony Santiko, Meti Rofiani
Design Grafis: Alfi Maryati, Desi Aryani, Rohadi
Sekretariat: Kristin Anita Indriyani, Khaira Dewi, Pritha Kurniasih, Eka Susanti, Hari
Sumpeno, Juharis, Andi Prasetiawan, Purwanto, Aninda Putri Sulistiyowati, Sabtuti
Martikasari, Agus Wahyudi
Alamat Redaksi
Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang
Jalan Singosari 2A Semarang, Telp (024) 8311527, Fax (024) 8311529
Email: [email protected]
ISSN 2087-3050
Volume 8
Nomor 1
Edisi Oktober 2017
Halaman 1745-1926
JURNAL
DINAMIKA BAHARI
DAFTAR ISI
1. Dwi Antoro (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Purwantono (Dosen Program
Studi KALK PIP Semarang) dan Dawata Afnan (Taruna Program Studi Nautika PIP
Semarang) ........................................................................................................................ 1745
“Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat
MV. Madison”
2. Amad Narto (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) Henny W. Wardani (Dosen
Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Eka Setia Budi (Taruna Program Studi Teknika
PIP Semarang)................................................................................................................... 1760
“Analisa Menurunnya Kerja Cargo Handling System pada Proses Reliquefaction Muatan
Gas Ammonia (NH3) di MT. Pupuk Indonesia”
3. Awel Suryadi (Dosen Program Studi KALK PIP Semarang)........................................... 1775
“Pengaruh Leader Member Exchange (LMX) Terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada
Pegawai di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang)”
4. Eryc Prasyoho H. (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang), Okvita Wahyuni (Dosen
Program Studi KALK PIP Semarang) dan I Kadek Laju (Dosen Program Studi Nautika PIP
Semarang) ........................................................................................................................ 1786
“Pengaruh Asset, Investment dan Pengelolaannya Terhadap Profitabilitas PT. MAF
Logistik”
5. Dwi Prasetyo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) ........................................ 1798
“Terjadinya Overflow Lubricating Oil pada Lo Purifier”
6. Janny Adriani Djari (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang) .............................. 1812
“Analisis Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Prestasi Kerja (Studi pada
Pegawai di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang)”
7. Muhammad Iqbal Bayu Ismail (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang), Suherman
(Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Okvita Wahyuni (Dosen Program Studi
KALK PIP Semarang) ...................................................................................................... 1819
“Peran Mualim Jaga Malam Bernavigasi yang Aman di Alur Pelayaran Sempit Perairan
Tanah Grogot”
8. Wahyu Aji (Taruna Program Studi Teknika PIP Semarang), Jamiul Alim (Dosen Program
Studi Teknika PIP Semarang) dan Sri Purwantini (Dosen Program Studi KALK PIP
Semarang) ........................................................................................................................ 1837
“Identifikasi Dampak Deck Water Seal Untuk Peningkatan Kerja Inert Gas System di
MT. Green Stars Dengan Metode FTA”
9. Victoria Handiyan (Taruna Program Studi Teknika PIP Semarang), Febria Surjaman (Dosen
Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Sri Purwantini (Dosen Program Studi KALK
PIP Semarang) .................................................................................................................. 1844
“Analisis Penyebab Kegagalan Pembakaran Pada Burner Boiler di Atas Kapal”
10. Samsul Huda (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Andri Yulianto (Dosen
Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Taufik Qur Romadhon (Taruna Program Studi
Nautika PIP Semarang) ..................................................................................................... 1855
“Pengoperasian Cargo Control Room Untuk Kelancaran Proses Bongkar Muat Pada
Kapal MT. Ketaling”
11. Dony A.N. (Taruna Program Studi Teknika PIP Semarang), Sumarno PS (Dosen Program
Studi Teknika PIP Semarang) dan Fitri Kensiwi (Dosen Matematika PIP Semarang) .... 1867
“Identifikasi Gangguan Katup Gas Buang Mesin Induk di MT. Martha Tender”
12. Suwiyadi (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Sri Murdiwati (Dosen Program
Studi KALK PIP Semarang) dan Bella Octavia Sahara (Taruna Program Studi Nautika PIP
Semarang) ......................................................................................................................... 1886
“Pendistribusian Pelaksanaan Bongkar Muat Muatan Avtur di MT. Sinar Emas”
13. Vega F. Andromeda (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Fathnurrokhim A.
F. Ramadhan (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang) ........................................ 1899
“Upaya Mengoptimalkan Kebersihan Ruang Muat Sebelum Proses Pemuatan”
14. Yenita Mei Anggita (Taruna Program Studi KALK PIP Semarang), Andy Wahyu Hermanto
(Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Purwantono (Dosen Program Studi
KALK PIP Semarang) ...................................................................................................... 1912
“Pengaruh STCW Amandemen Manila 2010 Terhadap Proses Recruitment ABK Di PT.
BSM Crew Service Centre Indonesia Tahun 2016”
15. Nur Rohmah (Dosen Program Studi KALK PIP Semarang), Adhi Pratistha Silen (Dosen
Program Studi KALK PIP Semarang) dan Yusuf Sutrisno (Taruna Program Studi KALK
PIP Semarang) .................................................................................................................. 1918
“Mekanisme Replacement Crew Kapal Guna Memperlancar Crewing Management Di
PT. Jasindo Duta Segara”
16. Sarifuddin (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang), Wisnu Handoko (Dosen Program
Studi Nautika PIP Semarang) dan Wida Yuliati (Taruna Program Studi Teknika PIP
Semarang) ......................................................................................................................... 1930
“Kurang Optimalnya Pembakaran Pada Auxiliary Boiler yang Menghambat Proses
Bongkar Muatan di MT. Enduro”
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1745
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA FUNGSI SHIP CRANE
TERHADAP PROSES BONGKAR MUAT MV. MADISON
Dwi Antoro
a, Purwantono
b dan Dawata Afnan
c
aDosen Program Studi Nautika PIP Semarang
bDosen Program Studi Teknika PIP Semarang
cTaruna (NIT.50134838.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRAK
Dalam proses bongkar muat di sebuah kapal container sebuah alat bongkar muat
sangatlah dibutuhkan dan juga kondis yang baik juga diperlukan dalam proses bongkar
muatnya. Berdasarkan fakta yang diperoleh penulis tertarik untuk membuat penelitian
dengan judul “Optimalisasi Penggunaan Ship Crane Guna Memperlancar Proses Bongkar
Muat MV. Madison Di Pelabuhan Nabire”. Dalam melaksanakan perawatan peralatan
bongkar muat ada beberapa permasalahan yang dihadapi yaitu : bagaimana pengaruh
rutinitas perawatan alat bongkar muat yang kurang baik terhadap kelancaran proses
bongkar muat dan upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan
peralatan bongkar muat di pelabuhan. Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam
melaksanakan perawatan alat bongkar muat muncul jawaban sementara atas masalah yang
dikemukakan, diantaranya diduga bahwa gangguan yang dialami oleh alat bongkar muat di
kapal MV. Madison disebabkan oleh kurangnya perawatan alat bongkar muat serta diduga
bahwa gangguan yang dialami alat bongkar muat di kapal MV. Madison dapat menghambat
proses bongkar muat. Berdasarkan analisa bahwa perawatan alat bongkar muat tidak dapat
dilaksanakan secara teratur sehingga mengakibatkan sering terjadinya kerusakan pada alat
bongkar muat yang tentu saja proses pemuatannya ataupun pembongkaran menjadi
terlambat atau terganggu. Hal yang mebuat proses bongkar muat terganggu dikarenakan
peralatan yang menunjang pelaksanaan perawatan alat bongkar muat kurang memadai
sehingga kerja crew kapal kurang maksimal dan masalah waktu yang tidak dimiliki karena
seringnya kapal melakukan operasi bongkar muat membuat crew selalu sibuk dengan
operasi kapal yang lebih penting.
Kata kunci : penggunaan ship crane, proses bongkar muat
I. PENDAHULUAN
Di bidang transportasi laut khususnya
pengangkutan barang atau muatan, telah
terjadi perubahan dan peningkatan yaitu dengan hadirnya peti kemas (container)
yang menjadi suatu sistem baru. Sekarang
ini sudah berdampak menyeluruh pada
sistem pengangkutan muatan yang makin
lama makin meningkat. Kemajuan sistem
peti kemas yang cukup pesat ini tidak lain
bertujuan mengantar muatan secara aman,
cepat dan efisien dari pelabuhan asal
hingga sampai pada pelabuhan tujuan
untuk menghindari kerusakan muatan
sekecil mungkin.
Pengangkutan barang atau muatan
dengan menggunakan peti kemas di
Amerika Serikat dimulai sekitar tahun 1950 oleh Firma Mc Lean Trucking
Company, milik seorang pengusaha
bernama Malcolm Mc Lean. Untuk
perluasan pelayaran melalui laut maka
pada tahun 1957, Mc Lean membeli
Perusahaan Pelayaran Pan Atlantic
Steamship Company, kemudian merubah
susunan ruang muatan kapalnya menjadi
sistem peti kemas dan selanjutnya
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1746
perusahaan tersebut merupakan cikal
bakal dari Sea Lan Service Inc.
Penerapan sistem pengangkutan
dengan peti kemas di Indonesia dimulai
saat di mana peti kemas dimulai sejak
tahun 1970-an di mana penanganannya
masih secara konvensional dan sejak saat
itulah dimulai pembangunan pelabuhan
peti kemas di Tanjung Priok sebagai
pelabuhan utama di Indonesia saat itu
dilengkapi dengan gantry crane dan truk-
truk khusus pengangkut peti kemas
(Tumbel, 1991:3). Dalam hal ini pula
terkadang menyulitkan pihak kapal, yang
terkadang di pelabuhan tertentu tidak
menyediakan alat bongkar muat berupa
crane atau gantry crane. Seperti yang
dialami oleh penulis bahwa di daerah
yang terpencil seperti Nabire sangat
ketergantungan dengan pasokan yang di
kirim melalui kapal penulis. Jika tidak ada
sarana tersebut hal yang paling
diutamakan adalah ship‟s crane, yang
terkadang ini pun sering terjadi kendala.
Mengakibatkan terhambatnya proses
bongkar muat.
Pengaturan dan pengamanan peti
kemas yang baik dan benar serta
memenuhi aturan pemuatan secara
langsung menjamin keselamatan muatan
itu sendiri, akan tetapi pada kenyataannya
semua hal yang berkaitan dengan
pemuatan, pengaturan, dan sistem
pengamanan peti kemas di atas kapal
terkadang tidak sesuai aturan dan
kemampuan kapal, sebagai contoh banyak
perusahaan pelayaran di Indonesia yang
mempunyai manajemen kurang baik
khususnya pada kapal peti kemas
memaksakan kapalnya untuk memuat peti
kemas lebih dari kemampuan dan
konstruksi dari kapal tersebut, padahal
semua peralatan pendukung baik itu
lashing dan kemampuan geladak untuk
menahan beban diatasnya terkadang
melebihi normal. Hal ini tentu saja sangat
membahayakan dan mengancam
kelangsungan pelayaran pada saat di
perjalanan dan pada saat proses bongkar
muat.
Adapun permasalahan yang dihadapi
adalah kurangnya perawatan atas alat-alat
bongkar muat di atas kapal dan kurangnya
koordinasi antara pihak darat dan pihak
kapal pada saat proses bongkar muat
berlangsung. Hal itu juga disebabkan
karena kondisi dari alat-alat bongkar muat
yang sudah tidak memenuhi persyaratan
dikarenakan usia yang sudah tua, serta
tidak adanya penggantian atas alat-alat
tersebut. Paradigma perusahaan yang
menggunakan tambal sulam,
menggunakan alat yang bekas atau suku
cadang yang telah didaur ulang dari kapal
lain yang di mana ini dapat merugikan
alat bongkar muat itu sendiri.
Dengan demikian pelaksanaan proses
bongkar muat dapat berjalan dengan
lancer, demikian pula saat proses bongkar
muat buruh yang bertugas atau operator
dari gantry dan crane kurang
memperhatikan atau kurang hati-hati saat
bongkar muat peti kemas dari kapal atau
pada saat memasukkan peti kemas ke
kapal sehingga mengakibatkan peti kemas
tersebut rusak. Masalah-masalah di atas
terjadi di atas kapal MV. Madison. Oleh
karena itu pengawasan saat bongkar dan
muat maupun pengecekan peti kemas dan
peralatannya harus selalu dilakukan
secara teratur selama perjalanan sampai
kapal tiba di pelabuhan yang dituju.
Berdasarkan uraian tersebut di atas
penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Optimalisasi
penggunaan ship crane guna
memperlancar proses bongkar muat MV.
Madison di pelabuhan Nabire”.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Optimal
Denifisi-denifisi optimal dari
berbagai sumber:
a. Optimalisasi adalah suatu proses
untuk mencapai hasil yang ideal
atau optimalisasi (nilai efektif
yang dapat dicapai).
Optimalisasi dapat diartikan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1747
sebagai suatu bentuk
mengoptimalkan sesuatu hal
yang sudah ada, ataupun
merancang dan membuat
sesuatu secara optimal:
1) Optimum adalah kondisi
yang terbaik atau yang paling
menguntungkan;
2) Mengoptimalkan adalah
usaha menjadikan paling
baik, atau menjadi paling
tinggi.
b. Optimalisasi adalah proses
mengoptimalkan
(Wahyuningsih, 2010: 291).
Menurut KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia), kata
optimalisasi diambil dari kata
optimal yang berarti terbaik,
tertinggi. Sedangkan
pengoptimalan berarti proses,
cara, perbuatan pengoptimalan
(menjadikan paling baik atau
paling tinggi). Jadi optimalisasi
adalah sistem atau upaya
menjadikan paling baik atau
paling tinggi.
c. Menurut Pius Abdillah dan
Danu Prasetya dalam bukunya
Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia (2009:243),
menyebutkan bahwa :
1) Mengoptimalkan adalah
menjadikan sempurna,
menjadikan paling tinggi,
menjadikan maksimal;
2) Optimum adalah dalam
kondisi yang baik, dalam
kondisi yang paling
menguntungkan.
2. Penggunaan
Penggunaan sendiri sebuah kata
“penggunaan” merupakan kata benda
(nominan) karena bisa di lihat dari
cirinya nominan merupakan kata yang
menyatakan nama dari seseorang,
tempat, atau semua benda dan segala
yang dibendakan. Dalam artian dalam
kata ini dapat mewakili bagaimana
sebuah benda atau alat dapat digunakan
dan berfungsi dengan baik.
Dalam beberapa hal yang penulis
temui di kapal, terkadang seorang crew
yang bertugas mengoperasikan sebuah
crane, tidak memiliki keahliah dan
tidak memiliki dasar dalam
mengoperasikan crane.
3. Proses Bongkar Muat
Menurut Arso Martopodan
Soegiyanto dalam bukunya Penanganan
dan Pengaturan Muatan (2004:30),
menyebutkan bahwa proses bongkar
muat adalah kegiatan mengangkat,
mengangkut serta memindahkan muatan
dari kapal ke dermaga pelabuhan atau
sebaliknya. Sedangkan proses bongkar
muat barang umum di pelabuhan
meliputi stevedoring (pekerjaan
bongkar muat kapal), cargo doring
(operasi transfer tambatan), dan
receiving / delivery (penerima /
penyerahan) yang masing-masing
dijelaskan di bawah ini :
a. Stevedoring (pekerjaan bongkar
muat kapal)
Menurut Arso Martopodan
Soegiyanto dalam bukunya
Penangganan dan Pengaturan
Muatan (2004:30), menyebutkan
bahwa stevedoring (pekerjaan
bongkar muat kapal) adalah jasa
pelayanan membongkar dari/kapal,
dermaga, tongkang, truk atau muat
dari/ke dermaga, tongkang, truk
ke/dalam palka dengan
menggunakan derek kapal atau yang
lain.
Petugas stevedoring (pekerjaan
bongkar muat kapal) dalam
mengerjakan bongkar muat kapal,
selain foreman (pembantu stevedor)
juga ada beberapa petugas lain yang
membantu stevedore (pemborong
bongkar muat kapal), yaitu cargo
surveyor perusahaan Proses Bongkar
Muat (PBM), petugas barang
berbahaya, administrasi, cargodoring
(operasi transfer tambatan).
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1748
Menurut Arso Martopo dan
Soegiyanto dalam bukunya
Penangganan dan Pengaturan
Muatan (1990:30) cargodoring
(operasi transfer tambatan) adalah
pekerjaan mengeluarkan barang atau
muatan dari sling pada lambung
kapal di atas dermaga, mengangkut
dan menyusun muatan di dalam
gudang atau lapangan penumpukan
dan sebaliknya. Dalam pelaksanaan
produktifitas cargo doring
dipengaruhi oleh tiga variabel yakni
jarak yang ditempuh, kecepatan
kendaraan, dan waktu tidak aktif
(immobilisasi). Agar aktifitas cargo
doring (operasi transfer tambatan)
bisa berjalan produktif dan efisien,
peralatan harus dimanfaatkan dengan
baik. Agar down time (waktu
terbuang) rendah maka perlu
pemeliharaan peralatan dilaksanakan
dengan baik dan secara teratur.
b. Receiving atau Delivery (penerima/
penyerahan)
Receiving atau Delivery adalah
pekerjaan mengambil barang atau
muatan dari tempat penumpukan atau
gudang hingga menyusunnya di atas
kendaraan pengangkut keluar
pelabuhan atau sebaliknya.
Kegiatan receiving (penerima) ini
pada dasarnya ada dua macam, yaitu :
1) Pola muatan angkutan langsung
adalah pembongkaran atau
pemuatan dari kendaraan darat
langsung dari dan ke kapal.
2) Pola muatan angkutan tidak
langsung adalah penyerahan atau
penerimaan barang/peti kemas
setelah melewati gudang atau
lapangan penumpukan.
Terlambatnya operasi delivery
(penyerahan) dapat terjadi
disebabkan :
a) Cuaca buruk / hujan waktu bongkar
/ muatan dan kapal;
b) Terlambatnya angkutan darat, atau
terlambatnya dokumen.
c) Terlambatnya informasi atau alur
dari barang.
c. Definisi Operasional
1) Deck Crane adalah crane deck
atau suatu jenis alat bongkar muat
kapal.
2) DWT adalah Dead Weight
Tonnage atau jumlah bobot yang
dapat diangkut kapal sejak kapal
kosong hingga sarat maksimum
yang diijinkan.
3) Ballast adalah Air laut yang
dimasukan ke dalam tangki
khusus yang digunakan untuk
menegakkan dan meningkatkan
stabilitas kapal.
4) Check List adalah Merupakan
daftar pertanyaan yang harus diisi
oleh kapal atau terminal untuk
menjamin keselamatan kapal,
terminal dan orang-orang yang
terlibat serta lingkungan laut.
5) Mast (tiang), batang baja yang
berfungsi untuk menahan batang
pemuat dan blok-blok serta wire
pada mesin derek.
6) Boom (batang pemuat), sebuah
pipa panjang baja yang
pangkalnya dihubungkan ke tiang
kapal, yang mempunyai daya
angkut 3-5ton atau lebih.
Panjangnya sedemikian rupa
sehingga kalau diturunkan sampai
sudut 25 derajat dengan bidang
datar maka tali muat dan kait
muat harus bisa mencapai 2,5m di
lambung kapal.
7) Derrick Winch (mesin derek),
mesin pada derek yang berguna
untuk menggerakkan batang
pemuat, yang konstruksinya dari
besi yang terdiri dari pelindung
kawat reep, mesinnya dan
terutama tromol bebas atau kepala
derek dibuat dengan sistem las.
8) Winch roller (gulungan mesin
derek) adalah mesin pada derek
yang digunakan sebagai tempat
untuk menggulung wire.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1749
9) Crew adalah suatu kesatuan orang
yang bekerja di atas kapal.
B. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar Kerangka Pikir
III. METODOLOGI
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh
penulis dalam penyampaian masalah
adalah metode deskriptif kualitatif, untuk
menggambarkan dan menguraikan yang
diteliti. Menurut Sukardi dalam bukunya
Metodologi Penelitian Pendidikan
(2008:157), metode deskriptif merupakan
metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi
objek sesuai apa adanya, dengan tujuan
menggambarkan secara sistematis fakta karakteristik objek yang diteliti secara
tepat.
Menurut Moleong dalam bukunya
Metodologi Penelitian Kualitatif (2006:6),
penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan-tindakan dan lain-lain,
secara holistik dan dengan cara
depenelitian dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.
Di dalam pembahasan nanti penulis
berusaha memaparkan hasil dari semua
studi dan penelitian mengenai suatu yang
diperoleh, baik hal-hal yang bersifat teori
juga memuat hal-hal yang bersifat praktis
dalam artian bahwa selain ditulis dari
beberapa literatur buku, juga bersumber
dari penelitian yang terdapat dalam buku
kemaritiman. Penggunaan aspek observasi
atau pengamatan sangat berperan dalam
penulisan penelitian ini.
Selain penulisan menggunakan metode
deskriptif kualitatif, penulis juga
menggunakan teknik USG (Urgentcy
Seriousness and Growth) Kepner dan
Tragoe (1981) menyatakan pentingnya
suatu masalah dibandingkan masalah
lainnya dapat dilihat dari 3 aspek berikut :
1. Bagaimana gawatnya masalah dilihat
dari pengaruhnya sekarang ini terhadap
produktivitas, orang, dan sumber dana
dan daya?
2. Bagaimana mendesaknya dilihat dari
waktu yang tersedia?
3. Bagaimana perkiraan yang terbaik
mengenai kemungkinan
berkembangnya masalah?
Pada penggunaan matriks USG
(Urgentcy Seriousness and Growth) untuk
menentukan suatu masalah yang prioritas,
terdapat tiga faktor yang perlu
dipertimbangkan. Ketiga faktor tersebut
adalah Urgency, Seriousness, dan Growth.
1. Urgency berkaitan dengan
mendesaknya waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Semakin mendesak suatu masalah
untuk diselesaikan maka semakin tinggi
urgensi masalah tersebut.
2. Seriousness berkaitan dengan dampak
dari adanya masalah tersebut terhadap
organisasi. Dampak ini terutama yang
menimbulkan kerugian bagi organisasi
seperti dampaknya terhadap
Memperlancar bongkar muat di pelabuhan Nabire
Meningkatkan
perawatan dan
fungsi crane
kapal
Memaksimalkan
ketersediaan
suku cadang
crane
Mengurangi
keausan di system
pengoperasian
pada crane
Menghambat proses bongkar muat di pelabuhan
Faktor Dalam :
1. Kurangnya perawatan
crane
2. Keterlambatan pengecatan
pada crane
3. Banyak alat yang tidak
layak
4. Keadaan cuaca
Faktor Luar :
1. Kurangnya kesadaran
crew terhadap kerugian
yang di sebabkan karat
2. Cara pengoperasian
penggunaan alat bongkar
muat yang tidak benar
3. Pengadaan sparepart
yang kurang ditanggapi
perusahan
Penggunaan crane pada
MV. MADISON
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1750
produktivitas, keselamatan jiwa
manusia, sumber daya atau sumber
dana. Semakin tinggi dampak masalah
tersebut terhadap organisasi maka
semakin serius masalah tersebut.
3. Growth berkaitan dengan pertumbuhan
masalah. Semakin cepat berkembang
masalah tersebut maka semakin tinggi
tingkat pertumbuhannya. Suatu masalah
yang cepat berkembang tentunya makin
prioritas untuk diatasi permasalahan
tersebut.
Untuk mengurangi tingkat subyektivitas
dalam menentukan masalah prioritas,
maka perlu menetapkan kriteria untuk
masing-masing unsur USG tersebut.
Umumnya digunakan skor dengan skala
tertentu. Misalnya penggunaan skor skala
1-5. Semakin tinggi tingkat urgensi, serius,
atau pertumbuhan masalah tersebut, maka
semakin tinggi skor untuk masing-masing
unsur tersebut.
Penggunaan metode USG dalam
menentukan prioritas masalah
dilaksanakan apabila pihak perencanaan
telah siap mengatasi masalah yang ada,
serta hal yang sangat dipentingkan adalah
aspek yang ada di organisasi dan aspek
dari masalah itu sendiri. Oleh karena itu di
dalam pembahasan nanti penulis berusaha
memaparkan hasil dari semua studi dan
penelitian mengenai suatu yang diperoleh,
baik hal-hal yang bersifat teori juga
memuat hal-hal yang bersifat praktis,
dalam artian bahwa selain ditulis dari
beberapa literatur buku, juga bersumber
dari penelitian yang juga terdapat dalam
buku kemaritiman. Penggunaan aspek
observasi atau pengamatan sangat berperan
dalam penulisan penelitian ini.
Adapun hal-hal yang diamati adalah
tentang perawatan alat bongkar muat
terutama batang pemuat crane, yang
kegiatannya dilaksanakan di kapal MV.
Madison dengan adanya penelitian ini
diharapkan hubungan antara pokok
permasalahan dengan metode
pemecahannya akan lebih jelas, sehingga
selanjutnya dapat dicari usaha dan upaya
untuk menanggulangi masalah tersebut.
B. Lokasi Penelitian
Menurut Sukardi dalam bukunya
Metodologi Penelitian Pendidikan
(2003:53), menerangkan bahwa yang
dimaksud dengan tempat penelitian yaitu
tempat dimana proses studi yang
digunakan untuk memperoloh pemecahan
masalah penelitian berlangsung. Penelitian
ini dilakukan selama penulis
melaksanakan praktek laut di atas kapal
MV. Madison PT. SPIL (Salam Pasifik
Indonesia Line). Pada saat penulis
melaksanakan praktek laut selama satu
tahun sekaligus menjadi anggota dalam
proses rutinitas merawat alat bongkar muat
selama dari pelabuhan muat ke pelabuhan
bongkar.
C. Populasi
Menurut Handari Nawawi dalam
bukunya Metode Penelitian Bidang Sosial
(1983:141), menyebutkan bahwa populasi
adalah keseluruhan objek penelitian yang
dapat terdiri dari manusia, benda-benda,
hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala,
nilai tes atau periatiwa-peristiwa sebagai
sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu di dalam suatu penelitian. Dalam
hal ini yang merupakan populasi dari
penelitian yang dilakukan oleh penulis
ialah alat bongkar muat jenis crane yang
ada di atas kapal MV. Madison dan
besarnya populasi adalah 3 (tiga) sesuai
dengan jumlah alat bongkar muat yang ada
di atas kapal MV. Madison.
D. Teknik Sampling
Menurut S. Nasution dalam bukunya
Metode Research (2006:86), menyebutkan
bahwa sampling adalah memilih sejumlah
tertentu dari keseluruhan populasi,
sedangkan teknik sampling adalah teknik
yang digunakan untuk menetapkan siapa
yang akan dijadikan sampel, besar sampel
dan bagaimana sampel ditentukan. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan teknik
pengambilan sampel dengan cara sumber
data dari pertimbangan tertentu.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1751
Pertimbangan tertentu ini misalnya orang
tersebut yang dianggap paling tahu tentang
apa yang kita harapkan, atau dia sebagai
penguasa sehingga akan memudahkan
peneliti menjalani atau situasi sosial yang
diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi
adalah Chief Officer dan Boatswain.
Sampel ini digunakan untuk mendapatkan
data dengan wawancara, dengan
pertimbangan bahwa Chief Officer dan
Boatswain merupakan personil yang lebih
banyak mengetahui tentang bagaimana
cara merawat alat bongkar muat yang baik.
E. Jenis Dan Sumber Data
Pada penelitian ini penulis akan
memberikan berbagai macam data yang
bersifat kualitatif yang bersumber dari
responden, baik secara lisan maupun
secara tulisan berkaitan dengan yang
penulis pelajari. Berbagai macam sumber
data yang penulis pergunakan pada saat
penyusunan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Sumber Data Primer
Data primer dalam penyusunan
penelitian ini adalah data yang didapat
secara langsung dari sumbernya. Dalam
hal ini data yang diambil dengan cara
pengamatan dan wawancara dengan
orang-orang yang terlibat secara
langsung pada materi atau hal-hal yang
berhubungan dengan materi yang
penulis perlukan.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang
diperoleh penulis sebagai data yang
digunakan untuk mendukung atau
melengkapi data yang sudah penulis
dapatkan secara langsung. Data tersebut
penulis dapatkan dari buku-buku,
literatur, dan hasil penelitian lain yang
mempunyai hubungan dengan apa yang
penulis pelajari.
F. Metode Pengumpulan Data
Menurut Jonatan Sarwono dalam
bukunya Metode Penelitian Kuantitatif
dan Kualitatif (2006:222), menyatakan
bahwa metode penggumpulan data
adalah metode yang dilakukan melalui
keterlibatan langsung dengan objek yang
diteliti. Untuk mendapatkan data yang
diperlukan dalam penelitian ini, maka
metode pengumpulan data dilakukan
dengan cara penelitian lapangan (Field
Research). Penelitian lapangan ini
dimaksudkan untuk memperoleh data
primer, pengumpulan data primer
diperoleh melalui wawancara atau
interview dengan beberapa subjek yang
paling banyak mengandung ciri-ciri,
sifat-sifat dan karakteristik yang menjadi
ciri-ciri yang sngat utama dari subjek
subjek tersebut. Penulis menggunakan
metode di bawah ini untuk memperoleh
informasi yang diperlukan.
1. Studi Kepustakaan
Menurut Sukardi dalam bukunya
Metodologi Penelitian Pendidikan
(2008:33), studi kepustakaan adalah
menelusuri dan mencari dasar-dasar
acuan yang erat kaitannya dengan
masalah penelitian yang hendak
dilakukan, dasar-dasar tersebut tidak
terbatas dari satu sumber saja tetapi
dapat dicari dari berbagai sumber yang
kemudian disusun dalam bab tersendiri.
Sumber data dapat dilakukan dengan
cara mengumpulkan data-data dari
pembaca, meneliti dan mencatat serta
mempelajari buku-buku maupun
dokumen-dokumen yang ada diatas
kapal maupun studi pustaka yang
berhubungan dengan perawatan alat
bongkar muat yang memiliki kaitan
yang sangat erat dengan tujuan
penulisan penelitian yang ditulis yaitu
tentang rutinitas perawatan alat bongkar
muat akan memperlancar kegiatan
bongkar muat di atas kapal MV.
Madison
IV. DISKUSI
A. Gambaran Umum Objek yang
Diteliti
Sesuai dengan judul yang diangkat
penulis, yaitu “Optimalisasi penggunaan
ships crane guna memperlancar proses
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1752
bongkar muat MV. Madison di pelabuhan
Nebire” maka sebagai depenelitian data,
akan dijelaskan tentang keadaan
sebenarnya yang terjadi di kapal, sehingga
dengan depenelitian ini penulis
mengharapkan agar pembaca mampu dan
bisa merasakan tentang semua hal yang
terjadi selama penulis melaksanakan
penelitian. Kapal MV. Madison
merupakan salah satu armada milik dari
PT. Salam Pacific Indonesia dengan
crewing company PT. Salam Pacific
Indonesia Line Ship Management dengan
alamat Jl. Karet No.104 Surabaya.
Kapal ini merupakan kapal yang besar
yang dimiliki oleh PT.SPIL. Dengan
jumlah armada yang banyak dan tersebar
ke seluruh pelosok negeri. Kapal ini
berjenis container ship‟s. Beroperasi dari
ujung barat sampai ujung timur Indonesia
yang berguna untuk membawa kebutuhan
yang ada. Pengalaman penulis di Papua
sangat berkesan. Bahwasanya perusahaan
pelayaran sangatlah berpengaruh besar
terhadap kemajuan di daerah yang sulit
untuk akses pengirimannya. Bagaimana
jadinya jika kapal yang membawa
kebutuhan pokok tersebut mengalami
kendala dan memiliki masalah dalam
proses bongkar muatnya, penulis pun
memiliki masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini.
B. Analisa Masalah
Berdasarkan judul penelitian di atas,
penulis menemukan 2 (dua) rumusan
masalah, yaitu :
1. Apakah faktor yang menyebabkan
rendahnya fungsi ship crane dalam
proses bongkar muat ?
Pada waktu penulis melaksanakan
praktek MV. Madison pernah
mengalami masalah pada saat bongkar
muat di pelabuhan Nabire, yaitu
terdapat pada peralatan bongkar muat
yang membuat proses bongkar muat
menjadi terganggu. Fokus
permasalahan peralatan bongkar muat
terdapat pada crane kapal. Dimulai dari
permasalahan kurangnya perawatan
terhadap wirecrane yang bisa
menyebabkan wire putus, terbelit dan
juga dapat memperlama proses
bongkar muat. Kurangnya perawatan
terhadap cargo block (kerek muat) yang
menyebabkan menjadi aus karena
gesekan antara wire crane dan cargo
block, dan karat yang terdapat pada
crane (batang pemuat derek) yang bisa
menyebabkan crane terlepas dari
lapisan pelindungnya. Sehingga perlu
adanya pengoptimalan perawatan
terhadap alat bongkar muat agar proses
bongkar muat tidak terhambat.
Kurangnya perawatan eletrik pada tuas
kontrol yang terkadang merespon
sangat lambat bahkan tidak sama sekali.
2. Bagaimana meningkatkan fungsi
pengguaan ship crane pada proses
bongkar muat di MV. MADISON ?
Masalah-masalah yang muncul
karena perawatan yang kurang baik
terhadap alat bongkar muat, maka ada
beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mengoptimalkan proses bongkar
muat yaitu dengan perawatan alat
bongkar muat yang terjadwal sesuai
dengan Planed Maintenance System
(sistem perawatan yang terencana),
yaitu pelaksanaan perawatan yang
terdiri dari perawatan tahunan,
perawatan bulanan dan perawatan
mingguan. Perawatan yang dilakukan
adalah dengan mengganti wirecrane,
pengecekan spare partcrane (wire,
cargo block) buatlah daftar permintaan
kebutuhan kapal ke perusahaan jika
sudah tidak ada suku cadang lagi yang
tersedia di kapal, dan perawatan
pembersihan karat pada batang pemuat
crane. Pengaruh karat pada perawatan
disebabkan oleh faktor dalam dan faktor
luar. Faktor dalam karena kurangnya
kesadaran crew terhadap kerugian yang
disebabkan oleh karat, faktor luar
karena alam (laut, angin, dll) yang
terjadi yang menyebabkan proses karat
pada alat bongkar muat menjadi lebih
cepat.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1753
Dalam mengidentifikasi masalah di
atas, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan seperti kemampuan
sumber daya manusia, tenaga, teknologi
dan lain-lain. Untuk itu dilakukan
penilaian prioritas masalah dari yang
paling mendesak hingga tidak terlalu
mendesak. Dalam menentukan prioritas
masalah ini, penulis melakukan dengan
menggunakan metode USG. Untuk
dapat menentukan suatu masalah
prioritas, terdapat 3 (tiga) faktor yang
perlu dipertimbangkan sehingga dengan
menentukan prioritas masalah penulis
bisa mendapatkan judul yang nantinya
akan dituangkan di dalam judul
penelitian ini. Ketiga faktor tersebut
adalah urgency, seriousness, dan
growth (USG).
Dalam pencarian rumusan masalah
yang digunakan dalam rumusan USG,
penelitian yang dibuat dengan metode
ini diharapkan lebih memliki
pemaparan yang ringkas dan lengkap.
Agar tidak memiliki dan timbul
pertanyaan berikutnya.
Tabel Prioritas masalah melalui USG
Berdasarkan metode prioritas
masalah di atas maka masalah utama
yang harus segera diselesaikan adalah
masalah perawatan terhadap alat
bongkar muat (deck crane), agar proses
bongkar muat di kapal dapat berjalan
dengan efektif dan efisien. Dari
permasalahan yang disebutkan akan
dijabarkan oleh penulis.
1. Faktor yang menyebabkan
rendahnya fungsi ship crane.
Berdasarkan dengan apa yang
telah penulis amati di atas kapal,
penulis menemukan beberapa hal
yang menyebabkan perawatan
peralatan bongkar muat menjadi
tidak baik, diantaranya disebabkan
oleh sebagai berikut:
a. Kurangnya perawatan terhadap
wire (kawat) yang menyebabkan
wire putus, antara lain :
1) Keterlambatan mengganti wire
(kawat)
Keterlambatan penggantian
wire crane (kawat batang pemuat
derek), meskipun sudah melewati
batas yang diizinkan yaitu 1
tahun, tetap saja digunakan
sampai wire benar-benar terlihat
tidak aman lagi bagi proses
bongkar muat baru wire diganti.
Gambar Putusnya wire akibat jarang
dirawat
2) Keterlambatan pengecekan
spare part wire crane (suku
cadang kawat batang pemuat
derek) dan kualitas spare part
yang tidak baik.
Keterlambatan pengecekan
spare part crane (suku cadang
batang pemuat derek) sering
terjadi sehingga bila wire
mengalami kerusakan maka tidak
bisa langsung diganti pada saat
itu juga dan harus menunggu dari
perusahaan untuk mengirimkan
spare part wire yang dibutuhkan
sehingga terjadi pemborosan
waktu. Spare part wire
merupakan salah satu unsur dalam
perawatan crane karena tanpa
pengadaan spare part wire maka
crane tidak akan berfungsi dan
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1754
tidak dapat beroperasi dengan
maksimal, untuk itu dalam
pemilihan spare part wire juga
tidak bisa sembarangan dan harus
yang sesuai dengan jenis dan
nomer serinya. Tetapi pada
kenyataannya yang diteliti oleh
penulis pada kapal, spare part
wire dari crane yang dikirim oleh
perusahaan ke kapal tidak sesuai
dengan requestion (permintaan)
yang dibuat oleh chief officer
sebelum meminta spare part wire,
kadang perusahaan juga
memberikan kualitas spare part
wire yang jelek atau pilihan kedua
selain yang diminta oleh pihak
kapal.
3) Keterlambatan pelumasan
terhadap wire
Keterlambatan pelumasan
terhadap wire menyebabkan wire
mengeras dan menjadi kaku
sehingga mempercepat kerusakan
pada wire. Selama penulis
melaksanakan penelitian saat
praktek laut, pelumasan terhadap
wire hampir tidak pernah
dilaksanakan oleh.
Crew kapal, biasanya apabila
dilaksanakan pelumasan wire
tidak dibersihkan terlebih dahulu,
namun langsung diberi grease
(gemuk). Itu menyebabkan
kotoran-kotoran yang menempel
pada wire masih ada saat sudah
diberi grease, maka wire lama-
kelamaan akan kaku dan rusak.
2. Kurangnya pemahaman crew dalam
prosedur keselamatan kerja
Berdasarkan apa yang ditulis dan
diamati di atas kapal bahwasanya
yang terjadi di lapangan kurangnya
kepedulian crew dalam keselamatan
dirinya masing-masing. Sehingga
menyebabkan beberapa masalah
yang disebabkan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Kurangnya peralatan perorangan
di kapal
Hal ini sangat berpengaruh
terhadap kinerja dan profesional
setiap crew kapal. Peralatan yang
penting dan jarang diperhatikan
adalah masalah helmet yang
digunakan oleh para crew. Perlatan
lain seperti baju kerja, safety shoes,
sarung tangan, kacamata dan
pelindung telinga. Ini sangat jarang
diperhatikan dalam pekerjaan sehari-
hari.
Seringnya terjadinya kecelakaaan
di laut akibat kelalaian ini terkadang
juga masih tidak membuat sadar
crew di atas kapal. Beberapa hal
yang kurang diperhatikan adalah:
1) Kurangnya supply alat
keselamatan oleh perusahaan
Pelayaran yang memiliki
permasalahan ini sangatlah
penting karena bagaimana crew
menggunakan alat keselamatan
jika kurangnya alat keselamatan
yang ada di atas kapal. Pergantian
alat keselamatan yang telah rusak
terkadang terlambat sehingga para
crew kapal bertahan dangan alat
keselamatan yang sudah rusak
dan tidak maksimal.
2) Kurangnya audit untuk para
crew.
Permasalahan ini terjadi
akibatnya kurang ketatnya
peraturan perusahaan terhadap
crew yang melanggar. Jadi ada
efek jera untuk para crew yang
melanggar peraturan perusahaan.
Mengubah paradigma lama crew
kapal yang biasanya tidak ada
apa-apa sewaktu-waktu dapat
berubah dan mengakibatkan
masalah.
3. Kurangnya perawatan terhadap
cargo block (kerek muat).
Dalam hal ini komponen yang
penting yaitu cargo block yang
merupakan jalannya wire yang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1755
dapat mempermudah proses
perputaran wire. Beberapa hal yang
dapat mengurangi kinerja cargo
block antara lain:
a. Keterlambatan mengganti cargo
block
Keterlambatan mengganti cargo
block dikarenakan harganya yang
mahal sehingga meskipun sudah
melewati batas waktu layak pakai
yang sudah diizinkan, tetap saja
digunakan sampai cargo block
benar-benar aus dan terlihat tidak
aman lagi bagi proses bongkar
muat.
b. Keterlambatan pengecekan spare
part cargo block
Keterlambatan pengecekan spare
part cargo block sangat sering
terjadi sehingga apabila cargo
block mengalami kerusakan maka
tidak bisa langsung diganti pada
saat itu juga dan harus menunggu
dari perusahaan untuk mengirim
spare part cargo block tersebut
sehingga terjadi pemborosan
waktu. Spare part cargo block
adalah salah satu unsur dalam
perawatan crane karena tanpa
pengadaan spare part cargo block
maka crane tidak akan berfungsi
dan tidak dapat beroperasi dengan
maksimal, untuk itu dalam
pemilihan spare part juga tidak
bisa sembarangan dan harus yang
sesuai dengan jenis dan nomor
serinya.
Tetapi pada kenyataannya yang
penulis teliti pada kapal, spare part
cargo block dari crane yang dikirim
oleh perusahaan ke kapal tidak
sesuai dengan requitition
(permintaan) yang dibuat oleh chief
officer sebelum meminta spare part
cargo block, terkadang perusahaan
juga memberikan kualitas spare part
cargo block yang jelek atau pilihan
kedua selain yang diminta oleh pihak
kapal.
4. Kurangnya kesigapan crew saat
terjadinya latihan drill
Rendahnya kedisiplinan crew
dalam mentaati peraturan dalam
prosedur penanganan terjadinya
tubrukan di atas kapal. Tidak pernah
mengecek alat-alat elektronik
sebagai media bantu untuk
pelaksanaan suatu kegiatan. Seperti,
ullage monitoring tidak pernah
dikoreksi sehingga terjadi salah
penunjukkan yang mengakibatkan
permasalahan baru pada aktifitas
bongkar muat. Adapun penyebab
apabila crew kurang melakukan
latihan drill.
a. Perusahaan sengaja atau tidak
sengaja terlambat mengirim
peralatan-peralatan keselamatan
atau peralatan lain yang sangat
penting dalam pengoperasian
kapal dan biasanya pihak
perusahaan akan mengirimnya
apabila kapal akan diaudit.
Pemahaman crew yang kurang
dalam melaksanakan kerja. Ini
diakibatkan karena kurangnya
pengetahuan dan pengalaman
bekerja di kapal atau rendahnya
sumber daya yang dimiliki oleh
crew tersebut.
b. Peralatan yang sudah tidak layak
pakai memungkinkan besarnya
terjadi resiko kecelakaan pada
waktu bekerja di lapangan. Disini
Nakhoda mengatakan bahwa
dengan ketidaklayakan peralatan
tersebut maka pekerja enggan
menggunakannya, ini juga
merupakan salah satu pemicu
terjadinya kecelakaan.
Gambar Kurangnya kesigapan crew saat
melakukan drill
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1756
5. Kurangnya pemahaman crew dalam
prosedur keselamatan kerja.
Dibutuhkan peran serta perwira di
atas kapal dalam suatu organisasi
kerja dan pengetahuan personil
terhadap penanganan kompartemen
tertutup serta penggunaan peralatan
dalam menunjang kelancaran seluruh
rangkaian kegiatan kerja. Penerapan
manajemen dalam menangani
pekerjaan-pekerjaan di dalam
kompartemen tertutup di MV.
Madison dapat berjalan dengan baik,
disebabkan adanya usaha-usaha
meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan anak buah kapal sebagai
tindakan antisipasi terhadap
terjadinya kecelakaan kerja di dalam
kompartemen-kompartemen tertutup.
Berdasarkan yang ditemukan di atas
kapal dapat diajukan. Dalam
menangani pekerjaan-pekerjaan di
dalam kompartemen tertutup di atas
kapal container, tindakan antisipasi
kecelakaan kerja terhadap awak
kapal yang bekerja di dalamnya
harus menjadi prioritas utama.
Perencanaan yang matang,
pembentukan organisasi yang tepat,
pelatihan-pelatihan keselamatan
kerja, pengarahan-pengarahan, dan
tindakan pengendalian serta
pengawasan diharapkan dapat
menekan terjadinya kecelakaan kerja
dalam menangani pekerjaan-
pekerjaan di dalam kompartemen-
kompartemen tertutup seperti yang
dilakukan di MV. Madison dan
sesuai dengan pedoman yang dibuat
oleh Mualim I dengan mengacu
konvensi SOLAS.
C. Pembahasan Masalah
Berdasarkan judul penelitian di atas,
penulis menemukan 2 (dua) rumusan
masalah, yaitu :
1. Apakah faktor yang menyebabkan
rendahnya fungsi ship crane dalam
proses bongkar muat?
a) Faktor luar
Faktor luar ini sendiri banyak
menyebabkan kurangnya fungsi
batang pemuat itu sendiri yang di
mana batang pemuat sangat
berpengaruh dalam pengangkutan
muatan. Apabila batang pemuat
terjadi kerusakan maka akan terjadi
kecemasan mampukah batang
pemuat ini mengangkut beban yang
tertera di SWL. Bukan hanya batang
pemuat di badan crane sendiri bnyak
sekali kerusakan yaitu :
1) Kurangnya perawatan crane
Kurangnya perawatan crane
sangat mempengaruhi kinerja
crane tersebut sehingga
menurunkan kinerja dari crane.
Berikut perawatan crane yang
seharusnya dilakukan di atas
kapal:
a. Penundaan pengecekan karat
pada crane.
Penundaan pengecekan karat
pada batang pemuat crane
dapat menyebabkan kekuatan
daya muat pada crane
berkurang. Biasanya karat
kurang mendapat perhatian
dari pihak kapal yang
sebenarnya bila diamati
kerugian yang ditimbulkan
oleh karat sangatlah besar.
b. Permukaan logam
Permukaan logam yang tidak
rata memudahkan terjadinya
kutub-kutub muatan, yang
akhirnya akan berperan
sebagai anode dan katode.
2) Keterlambatan pengecatan
pada crane (batang pemuat
derek)
Keterlambatan pengecatan
pada batang pemuat crane yang
menyebabkan proses karat
semakin cepat terjadi kembali
sehingga kekuatan crane menjadi
berkurang. Selama penulis
melaksanakan praktek laut di
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1757
kapal, crew kapal kurang peduli
terhadap perawatan crane
terutama pengecatan crane.
3) Banyaknya alat yang tidak
layak
Penggunaan crane secara
terus-menerus tanpa ada peraatan
dan pergantian komponen yang
rusak atau yang sudah waktunya
diganti dapat menyebabkan
kurangnya fungsi crane tersebut.
Hal ini banyak disepelekan karena
harga spare part yang harus
diganti mahal ataupun barang
yang sudah tidak ada sehingga
tambal sulam atau menggunakan
spare part yang masih layak.
4) Keterlambatan pelumasan
(pemberian grease) terhadap
wire
Keterlambatan pelumasan
terhadap wire menyebabkan wire
mengeras dan menjadi kaku
sehingga mempercepat kerusakan
pada wire. Selama penulis
melaksanakan penelitian pada
waktu praktek laut, crew kapal
melakukan pelumasan terhadap
wire biasanya dilaksanakan
dengan wire tidak dibersihkan
terlebih dahulu tetapi langsung
diberi grease (gemuk), sehingga
kotoran-kotoran yang menempel
pada wire masih ada walaupun
sudah terlanjur diberi grease yang
baru maka wire lama-kelamaan
akan kaku dan rusak.
b) Faktor dalam
Faktor ini merupakan
permasalahan yang timbul dari
lingkup kapal sendiri dalam
perawatan kapal terhadap karat.
Faktor dalam yang terjadi di kapal
penulis meliputi:
1) Kurangnya kesadaran crew kapal
terhadap kerugian yang
disebabkan karat.
2) Pengadaan spare part yang
kurang ditanggapi perusahaan.
Dalam hal ini spare part sangat di
butuhkan dalam menunjang
optimalnya fungsi crane itu
sendiri. Perusahaan kadang
mengetahui bahwa spare part itu
dibutuhkan seperti wire, cargo
block, cat, grease, dan lain-lain.
2. Bagaimana meningkatkan fungsi
penggunaan crane pada proses
bongkar muat MV. Madison ?
Pada saat melakukan pemberian
pemahaman kepada crew kapal
menurut PMS atau Planed
Maintenance System (sistem
perawatan yang terencana) untuk
merawat peralatan bongkar muat
dalam hal ini batang pemuat crane,
crew kurang dapat menangkap yang
dimaksud perawatan yang terencana.
a. Meningkatkan perawatan dan
fungsi crane kapal
Untuk meningkatkan fungsi
crane kapal dibutuhkan
perawatan yang dapat membuat
kondisi crane agar tetap optimal
dan dapat digunakan setiap saat.
Perawatannya pun berbagai
macam dan berkala. Adapun
perawatan yang dilakukan adalah:
1) Pelaksanakan perawatan pada
waktu-waktu yang
dijadwalkan:
a) Perawatan tahunan
Pada perawatan tahunan
hal-hal yang perlu
dilaksanakan dalam proses
mewujudkan kelancaran
bongkar muat yang ditunjang
oleh peralatan bongkar muat
khususnya dalam penggunaan
crane kapal.
1. Mengganti wire (tali
kawat)
2. Pengecekan spare part
(suku cadang) crane dan
membuat requisition
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1758
(permintaan) ke
perusahaan.
3. Pembersihan karat dan
pengecatan pada batang
pemuat crane secara
keseluruhan.
b) Perawatan bulanan
Berdasarkan pengalaman
yang dialami penulis selama
menjalankan praktek laut,
pengecekan wire dilakukan
oleh anak buah kapal saat
melakukan greasing
(pelumasan) harus pelan-pelan
yang bertujuan mengecek
secara detail kondisi wire
tersebut.
c) Perawatan mingguan
Berdasarkan yang terjadi di
lapangan mingguan tidak
efektif karena pelayaran yang
pendek tidak sangat
memungkinkan untuk
melakukan perawatan karena
trip yang pendek.
b. Beberapa tes untuk mengetahui
kelaikan crane
Pengujian Beban Pengujian beban dilaksanakan
meliputi pengujian dinamis dan
statis di
mana pengujian dinamis adalah
pada beban s/d beban maksimu
m SWL.
Pengujian statis dilaksanakan pa
da beban 100% - 125
% X SWL maksimum dengan
posisi beban uji kurang lebih 3
0 Cm di
atas lantai dan ditahan selama
10 menit.
V. KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh dalam
penelitian oleh penulis, dapat disimpulkan
bawa:
1. Peralatan bongkar muat yang di
gunakan di atas kapal sangat penting
kegunaaanya, khususnya crane. Oleh
sebab itu perawatan dan
penggunaannya perlu diperhatikan.
2. Kesadaran crew yang kurang dan
pemahaman yang sangat minim dalam
melakukan perawatan crane kapal, serta
perusahaan yang tidak melihat kesiapan
armadanya yang akan digunakan.
Sehingga bila terjadi sesuatu dapat
menghambat bongkar muat dan
perusahaan sendiri akan mengalami
kerugian karena keuntungan yang kecil.
3. Kerusakan yang terjadi pada crane
kebanyakan terjadi akibat kelalaian para
crew kapal yang terlalu mengabaikan.
Serta kepedulian perusahaan yang
kurang terhadap optimalisasi crane di
atas kapal.
4. Kendala yang dialami ketika berada di
Nabire yang diakibatkan fungsi crane
yang kurang optimal, yang
mengakibatkan keterlambatan proses
bongkar muat.
5. Kurangnya kepedulian perusahaan akan
pengadaan spare part untuk crane yang
akan digunakan untuk bongkar muat.
Dari kekurangan inilah crane akan
menjadi tidak terawat.
Dalam hal ini penulis akan memberikan
beberapa saran yang dapat bermanfaat bagi
crew kapal dan perusahaan dengan
dilengkapi beberapa keterangan-
keterangan yang akan membuat semakin
majunya perusahaan dan meningkatnya
kesadaran crew tentang peralatan bongkar
muat. Adapun beberapa saran yang akan
disebutkan :
1. Hendaknya perawatan terhadap
peralatan bongkar muat khususnya
crane dilakukan secara rutin, tidak
menunggu sampai peralatan bongkar
muat rusak terlebih dahulu
mengakibatkan keterlambatan dan
kerugian terhadap perusahaan pelayaran
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1759
tersebut. Sehngga mengakibatkan
terlambatnya bongkar muat. Sebaiknya
meningkatkan kesadaran dan
pemahaman crew kapal untuk
melakukan perawatan peralatan
bongkar muat sesuai dengan PMS
(Planned Maintenance System). Dengan
memiliki crew yang memiliki kinerja
yang baik maka akan meningkatkan
kinerja alat bongkar itu sendiri.
2. Menyediakan waktu untuk merawat
peralatan bongkar muat di mana waktu
tersebut tidak terbentur oleh kegiatan
operasi kapal. Menyediakan peralatan
dan spare part yang berkualitas
sehingga dapat menunjang dalam
pelaksanaan perawatan peralatan
bongkar muat. Menyediakan
perlengkapan keselamatan bagi crew
kapal agar meningkatkan kesadaran
crew akan pentingnya keselamatan saat
bekerja dan juga keselamatan crew
yang dilatih untuk menghadapi
permasalahan-permasalahan yang ada
di kapal. Pembenaran jadwal yang
harus dikoordinasikan untuk perawatan
crane, dan konsistensi dalam
pengerjaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuningsih. 2010. Kamus Bahasa
Indonesia, Edisi Baru, Edisi ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka
Abdillah, Pius dan Danu Prasetya. 2009.
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Surabaya: Arkola
Martopo, Arso dan Soegiyanto. 2004.
Penanganan dan Pengaturan
Muatan. Semarang: Politeknik
Ilmu Pelayaran Semarang
Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Kepner, C. H. dan Benjamin B. Tregoe.
1981. Manajer Yang Rasional.
Edisi Terjemahan. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Nawawi, Handari. 1998. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Yogyakarta:
Gadjah Mada Universitas Press
Nasution, S. 2006. Metode Research.
Surabaya: Penerbit Bumi Aksara
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode
Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu
Tim Penyusun Departemen Pendidikan
Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
NSOS. 1990. Manajemen Perawatan dan
Perbaikan.
Istopo. 1999. Kapal dan Muatannya.
Jakarta: Koperasi Karyawan BP3IP
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1760
ANALISA MENURUNNYA KERJA CARGO HANDLING SYSTEM PADA
PROSES RELIQUEFACTION MUATAN GAS AMMONIA (NH3)
DI MT. PUPUK INDONESIA
Amad Nartoa, Henny W. Wardani
b dan Eka Setia Budi
c
aDosen Program Studi Teknika PIP Semarang
bDosen Program Studi Nautika PIP Semarang
cTaruna (NIT.49124596.T) Program Studi Teknika PIP Semarang
*email : [email protected]
ABSTRAK
Reliquefaction adalah proses pencairan kembali vapour gas yang bertujuan untuk
menjaga temperatur dan tekanan di dalam tangki. Pengoperasian sistem ini sebagai upaya yang
dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam rangka mempertahankan muatan Ammonia
tetap pada keadaan cair.
Dalam metode penulisan deskriptif dengan alat urgency, seriously, growth diambil
penilaian tertinggi dari prioritas dan spesifik masalah serta dari perbandingan tiap
masalahnya.
Dari rumusan masalah yang ada penulis menyimpulkan sesuai kondisi yang terjadi di MT
Pupuk Indonesia saat melakukan penelitian tentang menurunnya kerja cargo handling system
pada proses reliquefaction gas ammonia faktor-faktor penyebab menurunnya kerja
reliquefaction plant berdasarkan penilaian tertinggi spesifik masalah diakibatkan oleh
kurangnya kompresi kompresor kargo karena ausnya suction and delivery valve, kurang
maksimalnya pendingin glycol, serta keausan piston dampak yang terjadi adalah proses
reliquefaction memakan waktu lebih lama dan kondisi tangki tidak terkontrol upaya
memaksimalkan kerja compressor adalah pengecekan rutin sesuai jam kerja, serta melakukan
perawatan dan perbaikan sesuai manual book.
Kata kunci: proses pencairan kembali, metode urgency, seriously, growth, kompresor kargo
I. PENDAHULUAN
MT. Pupuk Indonesia adalah kapal gas
dengan tipe semi pressuraize, dimana
komponen pendukung berupa alat
penanganan muatan memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap kesuksesan dan
keselamatan operasi kapal. Hal ini penting
dalam memperhatikan kondisi tekanan dan
suhu pada tangki karena gas Ammonia
dimuat dalam keadaan tekanan udara luar
dan pada suhu rendah. Maka tangki harus
mampu menahan keadaan tersebut. Suhu
yang tinggi pada muatan dapat menaikkan
tekanan dalam tangki sehingga melebihi
batas tekanan yang telah ditentukan. Tekanan
yang melebihi batas yang telah ditentukan
secara otomatis akan keluar melalui safety
valve menuju ke udara luar dalam bentuk uap
muatan. Hal ini dapat membahayakan
keselamatan kapal, awak kapal, dan
lingkungan sekitar karena gas Ammonia
merupakan zat yang berbau, beracun dan
tidak berwarna. Dimana untuk mencegah hal
tersebut terjadi, kapal ini dilengkapi dengan
peralatan penanganan muatan untuk
mengontrol kondisi muatan.
Di lapangan, instrumen penanganan
muatan ada banyak macamnya antara lain
cargo pump, cargo heater, cargo
compressor, cargo condenser dan lain-lain.
Adapun yang akan saya paparkan dalam
penelitian ini adalah reliquefaction plant
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1761
yang berfungsi sebagai sistim penanganan
muatan untuk proses reliquefaction
ammonia, karena alat ini tersedia di kapal
dan menjadi tanggung jawab seorang
engineer di kapal MT. Pupuk Indonesia,
telah saya amati instalasi dan sistim
penanganan terhadap muatan gas Ammonia
(NH3) .
Dengan mencermati latar belakang dan
judul yang sudah ada dapat diambil rumusan
masalah yang berisi tentang berbagai
permasalahan yang berhubungan dengan
masalah yang timbul di pembahasan, maka
peneliti merumuskan masalah yang meliputi:
Faktor apa saja yang mempengaruhi menurunnya kerja cargo handling system
pada proses reliquefaction gas
Ammonia?
Apa saja dampak menurunnya cargo
handling system terhadap proses
reliquefaction gas Ammonia ?
Upaya apa saja yang dilakukan guna memaksimalkan kerja cargo handling
system pada proses reliquefaction gas
Ammonia?
Mengacu kepada rumusan masalah
penelitian, tujuan yang ingin dicapai dalam
melakukan penelitian ini adalah mengetahui
penyebab serta dampak kurang optimalnya
kerja cargo handling system sehingga
menyebabkan tidak optimalnya proses
reliquefaction Ammonia di kapal MT. Pupuk
Indonesia dan mengetahui bagaimana cara
mengatasi hambatan-hambatan pada
instrumen cargo handling system yang
terjadi pada saat reliquefaction Ammonia.
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian analisa
Menurut Dwi Prastowo Darminto dan
Rifka Julianty dalam buku Analisis
Laporan Keuangan kata analisa diartikan
sebagai penguraian suatu pokok atas
berbagai bagiannya dan penelaahan
bagiannya itu sendiri, serta hubungan
antar bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman
arti keseluruhan.
2. Cargo handling system
Menurut Jan Babicz (2005: 272)
dalam buku yang berjudul Encylopedia
of Ship Technology pada sistem
penanganan muatan karakteristik yang
paling menonjol dari liquefied gas
carriers dilengkapi dengan instalasi
penanganan kargo khusus yang
dirancang untuk menjaga produk gas di
keadaan cair. Desain dan operasi
liquefied gas carriers terutama yang
diatur dengan International Gas Carrier
Code (IGC Code).
3. Reliquefaction plant
Menurut instruction manual book for
LPG Reliquefaction plant yang
diterbitkan oleh Biro Klarifikasi Jepang
NK (Nippon Kaiji Kyokai) pada tahun
1991, “LPG Reliquefaction plant yaitu
suatu mesin yang difungsikan untuk
menjaga tekanan di dalam tangki
muatan. Yang mana nilai tekanan yang
sesuai dengan suhu tangki yang diminta
untuk proses menjaga muatan
Ammonia”. Secara garis besar
komponen penyusun Reliquefaction
plant terdiri dari Cargo Compressor,
Knock-Out drum, cargo condensor /
receiver, Inter cooler, Alarm and Safety
Device.
4. Cargo compressor
Fungsi cargo compressor
a. Digunakan untuk mentransfer
vapour dari tangki kapal ke tangki
darat setelah pembongkaran
liquid selesai. Di kapal-kapal
LPG carrier, vapour juga
termasuk muatan yang memiliki
berat selain muatan yang berwujud liquid atau cair. Maka
sebagian dari vapour ini juga
biasanya dibongkar ke darat.
Dengan cargo compressor yang
merupakan alat untuk
membongkar ke darat.
b. Digunakan untuk membongkar
muatan apabila cargo pump
mengalami kerusakan. Apabila
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1762
pompa muatan mengalami
kerusakan maka cargo
compressor merupakan alternatif
untuk membongkar muatan
liquid. Hal ini dilakukan dengan
menghisap vapour dari salah satu
tangki muatan untuk ditransfer ke
tangki yang lain dengan tujuan
untuk menaikkan tekanan pada
tangki tersebut. Muatan yang ada
akan ditekan oleh vapour dari atas
dan apabila tekanannya lebih
tinggi dari tangki darat maka
muatan liquid akan mengalir dari
tangki kapal ke tangki darat.
c. Digunakan untuk mengendalikan
tekanan tangki muatan saat
kegiatan bongkar. Indikator pada
saat cargo compressor berjalan
dengan baik mempunyai pressure
yang stabil yaitu 114 bar dan suhu
pada liquid collector yang
merupakan suhu yang normal
yaitu -33°C yang kemudian
dikembalikan ke tangki lagi dan
akhirnya dibongkar ke kapal yang
lain. Ciri-ciri tidak optimalnya
cargo compressor yaitu karena
adanya perubahan indikator
pressure yang tidak stabil dan
temperature yang berubah-ubah.
5. Ammonia
Menurut Nielsen dalam buku
Ammonia: Catalysis and manufacture
(1995: 263) Suhu pasokan ammonia
diberikan sebagai gas, energi ini bisa
dikurangi. Disisi lain, energi ekstra harus
digunakan jika produk harus disediakan
untuk penyimpanan atmosfer dalam
bentuk liquid pada suhu -33'C.
Berdasarkan pada buku Major Hazard
Control (1993: 213) Pada suhu biasa dan
tekanan atmosfer, Ammonia Anhidrat
adalah gas pada tekanan atmosfer dalam
bentuk cair dengan suhu -33’C. gas
ammonia menyengat dan tidak berwarna
biasanya lebih ringan dari udara luar
ruangan. Ammonia tidak akan mudah
menyerang karbon baja, tapi bereaksi
kuat dengan tembaga dan paduan
mengandung tembaga. Ammonia
menggabung dengan merkuri untuk
membentuk senyawa peledak, sehingga
instrumen yang berisi merkuri tidak
boleh digunakan jika ammonia bisa
terjadi kontak dengan merkuri. Batas
mudah terbakar ammonia adalah dari 16-
25% volume di udara dengan pengapian
suhu 651’C.
B. Kerangka Pikir Penelitian
Proses reliquefaction bekerja secara normal
Upaya
1. Menerapkan prosedur
manajemen perawatan
dengan baik.
2. Menjaga temperature dan
tekanan ammonia.
3. Melakukan perawatan dan
penggantian katup isap
dan tekan kompresor.
Terdapat
keausan pada
piston
kompres
or
Rusakny
a suction
dan
discharg
e valve.
Tidak maksimaln
ya sistem
pelumasan
pada kompresor
Kurang
maksimal
nya
pendingin Glycol
atau fresh
water.
Dampak yang terjadi
1. Suhu ammonia tidak tercapai.
2. Proses
reliquefaction
Ammonia memakan waktu
lebih lama.
Kurangnya
jumlah air
laut yang
disirkulasik
an kedalam sistem.
Analisa menurunnya kerja cargo handling system pada proses reliquefaction gas Ammonia (NH3) di
MT. Pupuk Indonesia.
Penyebab temperatur ruang pendingin kurang
optimal
Kerja reliquefaction plant kurang optimal
Kompresi
yang
kurang
maksimal
pada
kompreso
r
Kurang
maksimal
nya kerja knock out
drum.
Kurang
nya
kevacuman
konden
sor
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1763
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat Penelitian
Dalam melakukan menyusun karya
ilmiah tentang cargo handling system
pada proses reliquefaction di MT.
Pupuk Indonesia adalah jenis kapal
tanker milik PT. Pupuk Indonesia
Logistik yang mempunyai tiga buah unit
pesawat Reliquefaction plant. Kemudian
untuk lebih mengkhususkan lagi pada
bagian analisa menurunnya kerja cargo
handling system pada proses
reliquefaction gas ammonia, saya
bermaksud untuk lebih memudahkan
para pembaca agar dapat mengerti dan
memahami isi secara jelas dari karya
ilmiah ini tentang proses reliquefaction.
B. Data yang diperlukan
Data primer
Menurut Hariwijaya dan Triton,
(2011: 58), “data yang diperoleh dari
sumber pertama baik dari individu
seperti hasil dari wawancara atau hasil
pengisian kuisioner yang dilakukan oleh
penulis dinamakan data primer”. Dalam
hal ini penulis memperoleh data primer
dengan cara langsung dari hasil
wawancara dengan pihak terkait, yang
mengetahui tentang permasalahan yang
akan penulis angkat. Penulis
memperoleh hasil dari wawancara atau
berdiskusi tentang menurunnya kerja
cargo handling system pada proses
reliquefaction gas ammonia dengan gas
engineer yang bertanggung jawab
terhadap reliquefaction plant dan
masinis lain yang juga mengerti tentang
permasalahan ini di MT. Pupuk
Indonesia.
Data sekunder
Data sekunder merupakan data
primer yang telah diolah lebih lanjut dan
telah disajikan oleh pihak lain. Data ini
diperoleh dari buku-buku yang berkaitan
dengan objek penelitian atau yang
berhubungan dengan permasalahan yang
akan dibahas, yang diperlukan sebagai
pedoman teoritis dan ketentuan formal
dari keadaan nyata dalam observasi.
Serta dari informasi lain yang telah
disampaikan pada saat pembelajaran di
kampus.
C. Metode Pengumpulan Data
Menurut Hariwijaya dan Triton,
(2011: 60), “metode pengumpulan data
adalah kegiatan mengumpulkan data
dalam suatu penelitian yang sangat
membutuhkan ketelitian, kecermatan
serta penyusunan program yang terinci”.
Pengumpulan data dalam penelitian
dimaksudkan untuk memperoleh bahan-
bahan yang relevan, akurat dan nyata.
Karena itu lebih baik mempergunakan
suatu pengumpulan data lebih dari satu
sehingga dapat saling melengkapi satu
sama lain untuk menuju kesempurnaan
karya ilmiah. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam karya ilmiah ini
yaitu:
1. Studi kepustakaan
Menurut Sukardi dalam bukunya
Metodologi Penelitian Pendidikan
(2003: 33) studi kepustakaan adalah
menelusuri dan mencari dasar-dasar
acuan yang erat kaitanya dengan
masalah penelitian yang hendak
dilakukan, dasar-dasar tersebut tidak
terbatas dari satu sumber saja tetapi
dapat dicari dari berbagai sumber
yang kemudian disusun dalam bab
tersendiri.
Sumber data dapat dilakukan
dengan cara mengumpulkan data-data
dari pembaca, meneliti dan mencatat
serta mempelajari buku-buku maupun
dokumen-dokumen yang ada diatas
kapal maupun studi pustaka yang berhubungan dengan cargo
compressor yang memiliki kaitan erat
dengan tujuan penulisan penelitian,
yaitu untuk mengetahui penyebab
menurunnya kerja cargo handling
system pada proses reliquefaction gas
ammonia di MT. Pupuk Indonesia.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1764
2. Studi lapangan
a. Observasi
Observasi memiliki makna lebih
dari sekedar teknik pengumpulan
data. Dalam konteks ini, observasi
difokuskan sebagai upaya
mengumpulkan data dan informasi
dari sumber data primer dengan
mengoptimalkan pengamatan peneliti.
Teknik pengamatan ini juga
melibatkan aktivitas mendengar,
membaca, mencium, dan menyentuh.
Ilmuan pada bidang perilaku
(behavior scientist) mendefinisikan
observasi sebagai pengamatan atas
perilaku manusia, atau lingkungan
alam, budaya, keyakinan yang
memiliki dampak kepada kehidupan
manusia. Dalam penelitian ini peneliti
melakukan observasi atau
pengamatan selama melaksanakan
praktek laut di MT. Pupuk Indonesia
tentang pengaruh cargo handling
system pada proses reliquefaction gas
ammonia.
b. Interview atau wawancara
Wawancara dalam pendekatan
kualitatif bersifat mendalam.
Wawancara dan obsevasi bisa
dilakukan secara bersamaan.
Wawancara dapat digunakan untuk
menggali lebih dalam dari data yang
diperoleh dalam observasi. Dengan
demikian tidak ada informasi yang
terputus, antara yang dilihat dengan
yang didengar serta dicatat.
Wawancara mendalam adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara
langsung dengan mengajukan
pertanyaan kepada narasumber
(informan atau informan kunci) untuk
mendapatkan informasi yang
mendalam. Komunikasi antara
pewawancara dan yang diwawancarai
bersifat intensif dan masuk kepada
hal-hal yang bersifat detail.
Tujuannya untuk memperoleh
informasi yang rinci dan memahami
latar belakang sikap dan pandangan
narasumber. Dalam penelitian ini
peneliti melakukan interview untuk
mendapatkan jawaban atas
pertanyaan yang diajukan kepada
Chief engineer, cargo engineer dan
Perwira Jaga di MT. Pupuk
Indonesia.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data melalui
studi dokumentasi diartikan sebagai
upaya untuk memperoleh data dan
informasi berupa catatan
tertulis/gambar tersimpan berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
Dokumen merupakan fakta dan data
tersimpan dalam berbagai bahan yang
berbentuk dokumentasi. Sebagian
besar data yang tersedia adalah
berbentuk surat-surat, peraturan,
catatan harian, dan lain sebagainya.
Dokumen tidak terbatas pada ruang
dan waktu sehingga memberi peluang
kepada peneliti untuk mengetahui
hal-hal yang pernah terjadi untuk
penguat data observasi dan
wawancara dalam memeriksa
keabsahan data, membuat interpretasi
dan penarikan kesimpulan. Dalam hal
ini peneliti mengumpulkan data yang
berupa foto maupun gambar yang
didapat pada waktu melakukan
penelitian di atas kapal.
D. Teknik Analisis Data
Metode pendekatan yang digunakan
dalam penulisan penelitian ini adalah
bersifat kualitatif dengan menggunakan
teknik analisis Urgency, Seriousness,
Growth (USG). USG adalah salah satu
alat untuk menyusun urutan prioritas isu
yang harus diselesaikan. Caranya dengan
menentukan tingkat kegawatan,
keseriusan, dan perkembangan isu
dengan membandingkan tiap-tiap
permasalahannya. Untuk lebih jelasnya,
pengertian urgency, seriousness, dan
growth dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Urgency
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1765
Seberapa mendesak isu tersebut
harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia serta seberapa
keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang
menyebabkan isu tadi.
2. Seriously
Seberapa serius isu tersebut perlu
dibahas dikaitkan dengan akibat yang
timbul dengan penundaan pemecahan
masalah yang menimbulkan isu
tersebut atau akibat yang
menimbulkan masalah-masalah lain,
kalau masalah penyebab isu tidak
dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa
dalam keadaan yang sama, suatu
masalah yang dapat menimbulkan
masalah lain adalah lebih serius bila
dibandingkan dengan suatu masalah
lain yang berdiri sendiri.
3. Growth
Seberapa kemungkinan-
kemungkinannya isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan
masalah penyebab isu akan makin
memburuk. Apabila tidak diatasi akan
menimbulkan masalah yang baru
dalam jangka panjang.
Pembahasan dengan
menggunakan matriks USG pada
karya ilmiah yang berjudul ”Analisa
menurunnya kerja cargo handling
system pada proses reliquefaction gas
ammonia (NH3) di MT. Pupuk
Indonesia”, maka dapat dijelaskan
langkah-langkah penentuan prioritas
penyebab terjadinya masalah sebagai
berikut:
Tabel 1 : Pemilihan masalah pokok
prioritas
Keterangan :
A = Kurangnya jumlah air laut yang
disirkulasikan kedalam sistem
B = Kompresi yang kurang maksimal
pada kompresor C = Kurangnya kevacuman kondensor.
D = Kurang maksimal nya kerja knock
out drum.
Dari perbandingan di atas didapatkan
data nilai perbandingan pada pokok
masalah sebagai berikut:
Poin A : 4
Poin B : 18
Poin C : 8
Poin D : 6
Dari matriks di atas, peneliti
mengambil kesimpulan bahwa, dilihat
dari hasil nilai perbandingan, masalah
menurunnya kerja cargo handling
system pada proses reliquefaction gas
ammonia yaitu disebabkan oleh masalah
prioritas utama yaitu kompresi yang
kurang maksimal pada kompresor.
No Perbandi
ngan
Hasil
Perbandingan
Nilai
USG Hasil Priorit
as U S G U S G
1
A-B B B B
0 0 2 2 IV A-C C C A
A-D D D D
2
B-A B B B
6 6 4 16 I B-C B B C
B-D B B B
3
C-A C C A
4 4 2 10 II C-B B B C
C-D C C D
4
D-A D D D
2 2 4 8 III D-B B B B
D-C C C D
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1766
Tabel 2 : Pemilihan masalah spesifik
prioritas
Keterangan :
A : Tidak maksimalnya sistem
pelumasan pada kompresor.
B : Rusaknya suction dan delivery
valve.
C : Kurang maksimalnya pendingin
Glycol atau fresh water.
D : Terdapat keausan pada piston
compressor.
Dari data spesifik masalah di atas
dapat diketahui masalah utama penyebab
kompresi yang kurang maksimal pada
kompresor yaitu berdasarkan nilai
tertinggi berturut-turut:
1. Rusaknya suction dan delivery
valve.
2. Kurang maksimalnya pendingin
glycol atau fresh water.
3. Terdapat keausan pada piston
compressor.
IV. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Yang Diteliti
1. Obyek penelitian
MT. Pupuk Indonesia adalah sebuah
kapal jenis semi pressuraized milik PT.
Pupuk Indonesia Logistik yang
mengangkut muatan Ammonia (NH3).
Muatan loading di PKT Bontang dan
dibongkar di jetty ammonia PT.
Petrokimia Gresik. MT. Pupuk Indonesia
memiliki Call sign YBBU2, memiliki
Deadweight (DWT) Summer 23.256 MT.
GRT (Gross Tonage) 18.360 MT.
Ukuran-ukuran pokok kapal diantaranya,
panjang kapal 159.98 m dan lebar kapal
25.60 m serta memiliki depth moulded to
main deck (jarak vertikal dari lunas
sampai dek utama) 16.40 m. Peralatan
cargo handling system untuk proses
reliquefaction yang dimiliki adalah 3 set
yaitu yang terdiri dari cargo compressor,
cargo condensor, dan intercooler, suction
separator.
2. Fakta kondisi
Dalam keadaan real di kapal, ternyata
tidak sesuai seperti yang diharapkan.
Dalam keadaan normal temperatur yang
ada di tangki yaitu -33o
C dan tekanan vapour pada tangki normal yaitu 0,1 bar.
Akan tetapi pada kondisi kapal berlayar
full away saat cargo engineer melakukan
pengecekan ke tiap-tiap tangki muatan
temperatur dan tekanan vapour ammonia
mengalami perubahan. Temperatur
ammonia menjadi -31o
C sedangkan
pressure vapour meningkat menjadi 0.24
bar. Kenaikan tekanan vapour ammonia
berbanding lurus dengan kenaikan
temperatur ammonia, bila terjadi kenaikan
pressure vapour atau gas ammonia maka
temperatur Ammonia di dalam tangki pun
akan meningkat, begitu pula sebaliknya.
Kenaikan pressure gas ammonia yang
mempengaruhi kenaikan temperatur
No Perbandin
gan
Hasil
Perbandingan
Nilai
USG Hasil Prior
itas U S G U S G
1
A-B B B B
2 2 0 4 IV A-C A C C
A-D D A D
2
B-A B B B
6 6 6 18 I B-C B B B
B-D B B B
3
C-A A C C
2 4 2 8 II C-B B B B
C-D C C D
4
D-A D A D
2 0 4 6 III D-B B B B
D-C C C D
Sasaran :
Proses reliquefaction
gas Ammonia
dapat berjalan
dengan optimal
dengan
terjaganya
suhu dan tekanan
Ammonia di
Kegiatan: Melakukan
perawatan terhadap
cargo compressor sebagai penyebab
menurunnya kerja
reliquefaction akibat
menurunnya nilai kompresi dengan
melakukan perawatan
serta perbaikan pada
suction and delivery valve, fresh water
cooler, serta pada
piston kompresor
Persiapan
Pelaksanaan
Pengendalian
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1767
ammonia mengakibatkan mudahnya gas
ammonia tersebut terbentuk menjadi
vapour karena telah melewati titik
didihnya yaitu pada -33o
C. Dengan
terjadinya kenaikan tekanan vapour
tersebut maka sebagai seorang cargo
engineer harus melakukan kegiatan
reliquefaction terhadap muatan gas
ammonia di dalam tangki. Menurut cargo
engineer, dalam keadaan normal proses
reliquefaction yang dilakukan untuk
menurunkan kembali tekanan dan
temperatur muatan ammonia hanya
membutuhkan waktu kurang lebih 8 jam.
Namun, pada tanggal 22 Maret 2016
proses reliquefaction tersebut memakan
waktu lebih lama hingga 12 jam. Atas
permasalahan yang terjadi di MT. Pupuk
Indonesia tersebut, pihak pelabuhan
mengirimkan letter of protest sebagai
tanda bahwa bongkar pada tanggal 24
Maret 2016 mengalami masalah karena
kurang rendahnya temperatur dan
menyebabkan kerugian bagi pihak darat.
B. Analisa hasil penelitian
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi
menurunnya kerja reliquefaction
plant?
Adapun faktor-faktor penyebab
menurunnya kerja cargo handling system
pada proses reliquefaction gas ammonia
sebagai berikut:
Dari hasil observasi diketahui bahwa
masalah-masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah penyebab
menurunnya kerja cargo handling system
pada proses reliquefaction ammonia.
Berdasarkan wawancara dengan cargo
engineer. Adapun sistem kerja dari
reliquefaction di MT. Pupuk Indonesia yaitu vapour dari seluruh tangki diisap
menuju ke kompresor. Sebelum menuju
ke dalam kompresor vapour tersebut
melewati suction separator di mana
pesawat tersebut berfungsi seperti oil
water separator yang memisahkan gas
Ammonia dari minyak dan liquid. Setelah
melewati suction separator, vapour
menuju ke kompresor, di mana dalam
kompresor yang terdapat di kapal MT.
Pupuk Indonesia merupakan kompresor 3
tingkat tekanan. Dalam isap tingkat
pertama pressure vapour sama seperti
tekanan pada tangki. Pada delivery tingkat
pertama dengan tekanan 4 bar menuju ke
intercooler. Setelah keluar dari
intercooler kemudian diisap kembali oleh
kompresor tingkat kedua sedangkan
keluaran dari kompresor tingkat kedua
langsung diisap kembali oleh kompresor
tingkat ketiga keluaran kompresor tingkat
ketiga ini langsung menuju condenser,
sementara keluaran kondensor langsung
ke tangki.
Melihat dari fakta-fakta dan data-data
yang ditemukan, peneliti akan
membandingkan fakta-fakta yang terjadi
dengan teori-teori yang didapat oleh
peneliti dalam Bab Landasan Teori.
Analisa data yang akan peneliti gunakan
adalah dengan metode deskriptif
kualitatif, dan dalam memprioritaskan
suatu masalah peneliti menggunakan
metode USG (Urgency, Seriousness,
Growth). Dari kejadian tersebut peneliti
menemukan dan menyimpulkan prioritas
masalah sebagai berikut:
a) Kurangnya jumlah air laut yang
disirkulasikan ke dalam sistem.
b) Kompresi yang kurang maksimal
pada kompresor.
c) Kurangnya kevacuman kondensor.
d) Kurang maksimal nya kerja suction
separator.
Setelah diketahui penyebab dari
permasalahan yang terjadi dengan
berdasarkan pada deskripsi dari contoh
kasus yang pernah dialami, maka pada
pembahasan selanjutnya akan dilakukan
analisa terhadap permasalahan yang telah digambarkan pada kronologi kejadian di
atas untuk menentukan spesifik masalah
pemecahan dari masalah di atas dengan
melakukan peninjauan dengan melakukan
perbandingan antara teori yang ada serta
teknik-teknik yang tepat dalam
pencegahan menurunnya kerja cargo
handling system pada proses
reliquefaction gas ammonia. Analisa data
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1768
yang akan peneliti gunakan adalah metode
USG (Urgency, Seriousness, Growth)
untuk mengetahi prioritas suatu kejadian
yang digambarkan pada kasus di atas.
Dari penilaian tersebut penulis
melakukan analisa spesifik masalah yang
lebih rinci dari sebab-sebab terjadinya
masalah menurunnya kerja reliquefaction
yang diakibatkan oleh kompresor.
Adapun pemilihan masalah spesifik
priotitas sebagai berikut:
a) Terdapat keausan pada piston
compressor.
b) Rusaknya suction dan delivery
valve.
c) Kurang maksimalnya pendingin
Glycol atau fresh water.
d) Tidak maksimalnya sistem
pelumasan pada kompresor
Dari matriks di atas, peneliti dapat
mengambil kesimpulan 3 (tiga) masalah
dari nilai tertinggi yang terdapat dalam
Tabel 2 yaitu, rusaknya suction dan
delivery valve dan kurang maksimalnya
pendingin Glycol atau fresh water serta
terjadi keausan pada piston kompresor.
Masalah tersebut yang menyebabkan
menurunnya kerja cargo handling system
sehingga proses reliquefaction berjalan
lebih lama.
a) Rusaknya Suction and delivery valve
Fakta yang ditemukan oleh peneliti
saat mengikuti pengecekan serta
perbaikan, peneliti menemukan bahwa
terdapat komponen yang ada pada
cargo compressor mengalami
kerusakan, hal tersebut ditemukan
karena menurunnya kualitas kerja dari
cargo compressor tersebut, dimana
proses kerja reliquefaction memakan
waktu lebih lama. Pada saat dijalankan
dan level tekanan suction dan delivery
turun. Hal ini membuktikan bahwa
kurangnya kompresi pada kompresor.
Sesuai dengan dokumentasi yang
penulis dapatkan. Maka pada saat
pembongkaran langkah tepat yang
pertama kali dilakukan ialah mengecek
katup isap dan tekan pada kompresor.
Pengecekan serta perawatan berkala
pada cargo compressor. Pengecekan
dilakukan terhadap katup isap dan
buang dikarenakan bagian ini termasuk
bagian yang termudah untuk dianalisa
jika terjadi permasalahan terhadap
turunnya kompresi dari kompresor.
Selain itu efisiensi kerja juga harus
diutamakan pada setiap perbaikan
ataupun perawatan. Pada saat
melakukan pengecekan terhadap katup
isap dan tekan terdapat komponen yang
aus dan patah pada spring katup
tersebut.
Gambar 1 : Patahnya spring valve
compressor
b) Kurang maksimalnya pendingin Glycol
atau fresh water.
Fakta kedua penyebab tidak
optimalnya cargo compressor, adalah
kurang maksimalnya pendingin Glycol
atau fresh water sehingga proses
pemindahan panas dari fresh water ke
air laut mengalami hambatan. Hal ini
mengakibatkan pendinginan tertutup
ini tidak bekerja optimal. Air laut
disirkulasikan oleh cargo cooling
pump. Ketika air laut yang masuk ke
cooler terhambat oleh kotoran-kotoran
yang ada didalamnya, yang nantinya
akan mengurangi kerja cooler tersebut.
Berikut gambar dari glycol/fresh water
cooler di MT. Pupuk Indonesia:
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1769
Gambar 2 : Gambar glycol / fresh water
cooler
Menurut cargo engineer,
munculnya dari permasalahan yang
diakibatkan oleh cooler ini karena
terlalu jarang seorang masinis atau
crew kapal yang melakukan
pembersihan pada kisi-kisinya.
Nyatanya ketika cooler kotor
mengakibatkan temperatur kompresor
naik atau berlebih dan akan muncul
berbagai masalah baik pada tiap-tiap
komponennya maupun hasil dari setiap
proses yang terjadi di dalam
kompresor.
Gambar 3 : Urutan kerja cooler glycol/fresh
water
Kerja pendingin glycol saat
digunakan dalam mengurangi panas
dalam kompresor:
1) Sebelum mengoperasikan
kompresor jalankan pompa glikol
selama sekitar 2 jam, agar beredar
glikol hangat melalui kompresor.
Kompresor tidak boleh dimulai
sampai suhunya mencapai 35 ° C.
2) Suhu keluar pendingin antara 35 ֯ C
– 45 ֯ C.
3) Perbedaan suhu antara inlet dan
outlet dari kompresor tetap dalam
5 ֯ C.
4) Pendingin glycol untuk
mendinginkan cylinder, valve serta
block cargo compressor.
5) Tekanan kerja pendingin
glycol/fresh water 8 bar .
c) Terdapat keausan pada piston
kompresor
Akibat kurangnya perawatan dari
kompresor akan mengakibatkan
keauasan pada ring piston, hal ini
diakibatkan karena kemungkinan
kondisi minyak lumas kompresor tidak
diperhatikan. Keausan ring piston juga
dapat disebabkan karena masa jam
kerja (running hours) dari ring piston
sudah habis atau harus sudah dilakukan
penggantian. Ring piston yang didapati
aus, mengakibatkan suhu dan tekanan
akhir kompresi relatif rendah karena
kurangnya kevakuman atau
terdapatnya kebocoran kompresi. Ring
piston yang aus disebabkan karena
gesekan antara ring piston dengan
dinding silinder sehingga daya isapan
pada piston tidak maksimal. Selain
masalah awal rusaknya ring piston,
masalah yang terjadi dalam piston
yaitu rusaknya badan piston itu sendiri.
Badan piston yang aus dapat
disebabkan dari beberapa hal antara
lain pelumasan yang kurang maksimal
serta adanya kemiringan pada poros
engkol. Hal ini dapat menjadikan
bagian piston aus. Selain itu, patahnya ring piston juga mengakibatkan
dinding piston aus karena menjadikan
piston dan dinding silinder liner
tergesek akibat dari kotoran yang
disebabkan oleh patahan ring piston
tersebut. Gesekan dengan dampak yang
ada terjadi akibat adanya sisa dari
patahan ring piston yang tidak dengan
cepat dianalisa oleh engineer apabila
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1770
ada kejanggalan pada cargo
compressor.
Gambar 4 : Cincin torak
Gambar 5 : Piston compressor aus
2. Apa saja dampak dari menurunnya
cargo handling system terhadap
proses reliquefaction gas ammonia?
Dari penyebab menurunnya cargo
handling system pada proses
reliquefaction gas ammonia berdasarkan
dua nilai tertinggi yang diambil dengan
Matriks USG pada prioritas masalah yaitu
kompresi yang kurang maksimal pada
kompresor serta kurangnya kevacuman
kondensor.
Untuk menjaga tangki, diijinkan untuk
menjalankan kompresor dengan tekanan
isap 0.3 bar dengan kevakuman 70%.
Titik penyetelan tekanan kerja dari tiap-
tiap tingkat sesuai manual book yaitu
dengan tekanan minimal 0.9 bar serta
tekanan maksimal 4.0 bar. Untuk tekanan
isap pada tingkat satu sesuai dengan
tekanan vapour didalam tangki. Pada
proses reliquefaction line vapour akan
terbuka keseluruhan dan proses
reliquefaction akan dilakukan bersama
dari seluruh tangki. Pada delivery tingkat
pertama tekanan yang ada yaitu 3 bar.
Keluaran dari tingkat pertama ini menuju
ke intercooler. Dari intercooler ini
langsung masuk ke suction tingkat 2
sedangkan keluaran tingkat 2 sebesar 2.1
bar langsung disambut oleh isap tingkat 3.
Keluaran dari tingkat ketiga inilah
menghasilkan tekanan 12 bar.
Ketika kompresi dalam kompresor
menurun, dapat mempengaruhi proses
reliquefaction ammonia secara langsung.
Rendahnya nilai hasil kompresi dari
kompresor mengakibatkan gas yang
ditekan menuju ke kondensor memiliki
tekanan yang kurang. Menurut manual
book, kerusakan valve biasanya tampak
oleh perubahan mendadak dalam kinerja
kompresor, mengurangi kuantitas
pengiriman, kenaikan yang cukup besar
dalam suhu pengiriman serta mengubah
tekanan interstage pada tingkat 2 dan 3.
Hal ini mengakibatkan perubahan gas
menjadi liquid memakan waktu lebih
lama akibat tingginya temperatur
ammonia. Waktu kerja proses
reliquefaction yang semula 8 jam menjadi
12 jam. Dalam keadan tidak normal
seperti ini, tekanan dan temperatur dari
gas ammonia susah untuk dijaga. Pada
tanggal 23 Maret 2016 tekanan dan
temperatur ammonia di kapal MT. Pupuk
Indonesia tidak dapat dijaga hingga kapal
sandar. Akibatnya proses discharging gas
ammonia terpaksa dilakukan dengan
temperatur rata-rata -31.4’C. Hal ini
membuat pihak pelabuhan mengirimkan
surat permintaan demi kelancaran
operasional dan keselamatan operasi.
Pihak darat meminta temperatur dari
Ammonia yang dibongkar ke darat
sebesar -33’C. Dikarenakan proses
bongkar harus tetap dijalankan, pada
kejadian seperti ini terpaksa bersamaan
dengan proses pembongkaran ammonia,
proses reliquefaction tetap dijalankan.
Dari kejadian di atas, ditemukan dan
dapat ditarik kesimpulan atas dampak
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1771
yang disebabkan akibat menurunnya kerja
cargo handling system pada proses
reliquefaction gas ammonia yaitu:
a. Suhu ammonia tidak terjaga.
Prinsip utama proses
reliquefaction gas ammonia ialah
menjaga temperatur dan tekanan
muatan di kapal. Temperatur gas
yang diterima saat loading harus
dijaga sedemikian rupa agar dapat
dibongkar sesuai dengan permintaan
pelabuhan bongkar. Ketika kurang
maksimalnya kerja sistem
penanganan muatan ammonia,
tentunya terjadi masalah dalam
menjaga suhunya. Selain sebagai
dampak, suhu yang tidak terjaga
juga dapat menimbulkan dampak
lain seperti terjadinya tekanan
berlebih pada tangki dan tangki.
b. Proses reliquefaction ammonia
memakan waktu lebih lama.
Reliquefaction memakan waktu
lebih lama menjadi dampak pertama
yang terjadi akibat menurunnya
kerja cargo handling system pada
proses reliquefaction. Hal ini karena
pada setiap proses yang ada, kerja
reliquefaction plant menjadi tidak
efektif.
3. Upaya apa saja yang dilakukan guna
memaksimalkan kerja cargo
handling system pada proses
reliquefaction.
Dari prioritas masalah yang ada yaitu
kompresi yang kurang maksimal pada
kompresor upaya yang dilakukan pada
spesifik masalah yang ada yaitu:
a. Dilakukan perbaikan suction dan
delivery valve.
Jika terjadi kerusakan pada suction dan delivery valve yang
mengakibatkan turunnya kompresi
pada kompresor langkah awal yang
dilakukan ialah dengan cara
melakukan pengecekan terhadap
katup tersebut. Katup-katup dapat
dibuka setelah penutup telah dibuka.
Sesuai dengan manual book, valve
harus diperiksa setiap 4000 jam
dalam kondisi normal. Jika
kompresor terjadi masalah atau
berjalan dengan tidak teratur katup
harus diperiksa lebih cepat dari
ketentuan yang diberikan pada
manual book. Pada saat
pembongkaran dilakukan katup
harus dibongkar dan dibersihkan.
Pengecekan terhadap kualitas serta
kondisi bagian-bagiannya. Bagian
yang rusak seperti disc katup serta
spring. Langkah awal yang dapat
dilakukan jika terdapat keausan
pada damper disc katup lakukan
penyekiran atau lapping. Hal ini,
dapat meratakan permukaan disc,
namun ketika ada kerusakan yang
parah lakukan penggantian dumper
disc tersebut seperti pada spring
yang harus dilakukan pergantian
bila terjadi kerusakan.
Dari penjelasan di atas dapat
ditarik kesimpulan tentang upaya
yang dilakukan untuk mengatasi
rusaknya suction dan delivery valve
dalam masalah ini sebagai cargo
engineer yaitu:
1) Melakukan perawatan dan
pengecekan berkala dengan
selalu mengecek suction and
delivery valve compressor.
2) Segera melaksanakan
perbaikan jika terjadi kendala
pada alat penanganan muatan
agar ketika digunakan dapat
berjalan lancar.
Selain upaya-upaya di atas,
tindakan prefentiif harus dilakukan
dalam mengupayakan maksimalnya
kerja cargo handling system dalam
hal ini terhadap suction dan delivery valve. Berdasarkan instruction
manual book terhadap maintenance
schedule inspeksi yang dilakukan
terhadap suct/delivery valve setiap
4000 jam.
b. Memaksimalkan pendingin Glycol
atau fresh water.
Berdasarkan manual book di atas
kapal, Penambahan pendingin di
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1772
ruang pendingin mengurangi
transmisi panas ke air pendingin,
menyebabkan akumulasi panas pada
titik-titik tertentu. Oleh karena itu,
ruang-ruang air pendingin harus
diperiksa dan dilakukan perawatan
pada interval yang tepat sesuai
dengan kualitas air yang digunakan.
Peningkatan deposito dalam
pendinginan dapat dilihat dari
keluaran secara bertahap, seperti
ketika meningkat sementara pada
saat yang sama maka keuntungan
panas dari air pendingin berkurang.
Setelah melakukan pembersihan
dari sistem pendingin air tawar ini
lakukan pressure test. Ruangan
pendingin ini dirancang untuk
tekanan kerja 8 bar.
Berikut cara mengatasi kurang
maksimalnya pendingin fresh water,
yaitu: 1) Membukanya dan membersihkan
kotoran serta lumpur yang menempel.
2) Membersihkannya secara berkala atau terjadwal sesuai PMS.
3) Disiplin dalam melakukan pembersihan kotoran minimal 6 bulan sekali agar kegiatan reliquefaction lancar saat dijalankannya cargo compressor.
c. Dilakukan perbaikan pada piston
compressor.
Terjadinya keausan pada piston
compressor mengakibatkan
kompresi dalam kompresor
menurun. Tentunya, proses
reliquefaction akan memakan waktu
lebih lama. Upaya yang dilakukan
terhadap piston guna
memaksimalkan proses
reliquefaction yaitu dengan:
1) Memeriksa clearance antara
piston dan silinder.
2) Cek baut piston.
3) Cek pelumasan terhadap piston.
Dalam melakukan upaya-upaya
di atas, berdasar dengan instruction
manual book dilakukan pengecekan
setiap 8000 jam.
Secara garis besar ketika
menemui permasalahan tersebut di
atas kapal berdasarkan pengalaman
peneliti selama melaksanakan
proses reliquefaction di kapal MT.
Pupuk Indonesia ditemukan
permasalahan bahwa pada saat
proses reliquefaction, cargo
compressor tidak dapat
mengkompresi gas ammonia dengan
baik akibat muatan yang menjadi
vapour tidak dapat dikompresikan
dengan baik dan menyebabkan
proses tersebut berjalan lebih lama.
Untuk mencegah serta mengatasi
jika kejadian seperti ini terulang
kembali, prosedur yang dijalankan
cargo engineer yaitu:
1) Menerapkan prosedur
manajemen perawatan dengan
baik sesuai manual book.
2) Menjalankan cargo compressor
secara kontinyu hingga proses
bongkar muat selesai. Hal ini
dilakukan guna menjaga
temperatur dan tekanan ammonia
di dalam tangki.
Melakukan perbaikan secepatnya
jika proses reliquefaction dapat
dihentikan untuk sementara waktu
dengan kondisi keadaan tangki yang
mendukung yaitu ketika temperatur
serta tekanan dalam keadaaan
normal. Dalam hal ini berdasarkan
prioritas dan spesifik masalah yang
ada dilakukan perawatan dan
penggantian suction dan delivery
valve kompresor.
C. Pembahasan Masalah
Sesuai dengan penilaian spesifik
masalah. Faktor-faktor penyebab
kompresi yang kurang maksimal dari
cargo compressor penilaian tertingi
terdapat pada 3 (tiga) faktor. Adapun
pembahasan masalah yang dijelaskan
berdasarkan penilaian di atas sebagai
berikut:
1. Rusaknya suction and delivery valve
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1773
Ketika menurunnya kondisi tekanan
kompresi pada tiap tingkatnya,
pengecekan terhadap suction and
delivery valve yang sudah tidak baik
harus segera dilakukan. Pada dasarnya
perawatan yang baik terhadap
komponen compressor dilakukan
secara struktur dan berpedoman pada
instruction manual book. Namun
ketika kondisi permesinan terjadi
masalah, pengecekan rusaknya katup
suction and delivery harus dibongkar
untuk dilakukan pengecekan secara
incidental.
2. Kurang maksimalnya fresh water
cooler
Di MT. Pupuk Indonesia sistem
pendinginannya menggunakan fresh
water, temperatur keluaran pendingin
tersebut 35-45 ֯ C. Suhu pendingin ini
sangat mempengaruhi temperatur
dalam ruang kompresi, apabila
temperatur pendingin meningkat
namun kondisi dalam kompresor
normal fakta yang ada saat terjadinya
kejadian tersebut yaitu cooler dalam
keadaan kotor. Cooler pada cargo
compressor memindahkan panas
menggunakan air laut. Pada sisi air laut
tersebut kondisi plate memungkinkan
terdapat banyak kerak dan kotoran. Hal
ini tentu menghambat kerja cooler
sebagai pemindah panas karena volume
air laut tidak dapat masuk maksimal
kedalam alirannya karena tersumbat
kotoran tersebut. Dampak yang terjadi
akibat tidak maksimalnya pendingin ini
akan terjadi panas yang berlebih pada
ruang kompresi. Hal ini mengakibatkan
proses reliquefaction menjadi lebih
lama karena suhu ruang kompresi tidak terkontrol.
3. Ausnya piston kompresor.
Akibat kurangnya perawatan dari
kompresor akan mengakibatkan
keauasan pada ring piston kemudian
dapat memakan badan piston, hal ini
diakibatkan karena kemungkinan
kondisi minyak lumas kompresor tidak
diperhatikan. Keausan piston juga
dapat disebabkan karena masa jam
kerja (running hours) dari ring piston
sudah habis atau harus sudah dilakukan
penggantian dan dibiarkan secara terus-
menerus hingga memakan dinding
piston. Piston ring yang didapati aus,
mengakibatkan suhu dan tekanan akhir
kompresi relatif rendah karena
kurangnya kevakuman. Piston yang aus
disebabkan karena gesekan antara ring
piston secara terus menerus dengan
dinding silinder hingga habis hingga
memakan dinding piston akibatnya
daya kompresi pada piston tidak
maksimal karena gas yang
dikompresikan lolos melewati celah
yang diakibatkan oleh ausnya piston
dan ring piston. Perawatan yang
dilakukan pada bagian-bagian yang
penting dari piston kompresor bila
terjadi keausan harus diadakan
penggantian pada ring piston.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan
pada bab pembahasan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Faktor-faktor penyebab terjadinya
menurunnya kerja cargo handling
system pada proses reliquefaction
yaitu disebabkan oleh kompresi yang
kurang maksimal dari kompresor
dikarenakan oleh rusaknya suction
dan discharge valve, kurang
maksimalnya pendingin fresh water
serta terjadinya keausan pada piston.
2. Dampak yang terjadi akibat
menurunnya kerja cargo handling
system pada proses reliquefaction gas
ammonia yang diakibatkan oleh
kompresor tidak dapat
mengkompresikan ammonia dengan
baik adalah mengakibatkan proses
reliquefaction memakan waktu lebih
lama serta suhu ammonia tidak
tercapai.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1774
3. Upaya yang dilakukan untuk
memaksimalkan kerja pada proses
reliquefaction ialah menerapkan
prosedur manajemen perawatan yang
baik sesuai manual book, selalu
menjaga temperatur dan tekanan
ammonia, serta melakukan perawatan
dan pergantian pada katup isap dan
tekan kompresor.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah
dipaparkan di atas maka penulis
memberikan saran yang berhubungan
dengan menurunnya kerja cargo handling
system pada proses reliquefaction
ammonia yaitu:
1. Kepada Cargo engineer lakukan
perawatan serta perbaikan pada
suction and delivery valve. Lapping
bagian disc yang terdapat luka atau
keausan bila masih wajar dan bila
terdapat kerusakan lakukan
penggantian disc serta spring yang
patah.
2. Kepada Cargo engineer lakukan
pengecekan dan pembesihan cooler
secara teratur sesuai dengan
instruction manual book agar
pendingin kompresor dapat bekerja
maksimal.
3. Kepada Cargo engineer harap
dilakuk
4. an pengecekan serta perbaikan
terhadap piston kompresor secara
berkala sesuai dengan manual book
yaitu meliputi pengecekan clearance
piston, kondisi baut pengunci piston
dan pelumasannya.
DAFTAR PUSTAKA
Babicz, Jan. 2015. Encylopedia of Ship
Technolog. Helsinki: Wartsila
Badan Diklat Perhubungan. 2000. Gas
Tanker Familiarization. Jakarta:
Badan Diklat Perhubungan
Hariwijaya, Moh dan Triton P.B. 2007.
Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis.
Yogyakarta: Oryza
Jogiyanto. 2005. Analisis dan Desain Sistem
Informasi. Yogyakarta: Andi offset
McGuire, dan White. 2000. Liquified Gas
Handling Principles On Ship and In
Terminal. London : Witherby & Co
Ltd
Nielsen. 1995. Ammonia: Catalysis and
manufacture. Berlin: Springer
Science & Business Media
Sugiono. 2009. Metode penelitian kuantitatif
dan kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sukardi. 2003. Metodelogi Penelitian
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sulzer Burckhardt Type 3K140-3A. 1992.
Instruction manual book The Sulzer
Labyrinth Piston Compressor, Ulsan,
S-Korea
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1775
PENGARUH LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX)
TERHADAP KINERJA PEGAWAI
(Studi pada Pegawai di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang)
Awel Suryadi
Dosen Program Studi KALK PIP Semarang
ABSTRAK
Target dari penelitian ini untuk menguji dan menganalisa Leader Member Exchange
(LMX) untuk kinerja pegawai di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Pada penelitian ini
tentang populasi pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang berjumlah 190 orang.
Pengambilan contoh dengan teknik stratifikasi porposional kelompok acak. Ketetapan dari
jumlah contoh menggunakan rumus slovin didapat dari 129 responder. Analisis data
menggunakan analisis regresi linear ganda. Leader Member Exchange (LMX) mempunyai
pengaruh positif dan signifikan pada kinerja dari pegawai.
Kata kunci: Leader Member Exchange (LMX), kinerja pegawai
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Keberadaan sumber daya manusia di
dalam suatu organisasi memegang peranan
sangat penting. Tenaga kerja memiliki
potensi yang besar untuk menjalankan
aktivitas organisasi. Potensi setiap sumber
daya manusia yang ada dalam organisasi
harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya sehingga mampu memberikan
output optimal. Tercapainya tujuan
organisasi tidak hanya tergantung pada
peralatan modern, sarana dan prasarana
yang lengkap, tetapi justru lebih
tergantung pada manusia yang
melaksanakan pekerjaan tersebut.
Keberhasilan suatu organisasi sangat
dipengaruhi oleh kinerja individu
pegawainya. Kinerja pegawai menurut
Mangkunegara (2009) sebagai hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dapat
dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Setiap organisasi maupun perusahaan
akan selalu berusaha untuk meningkatkan
kinerja pegawai, dengan harapan apa yang
menjadi tujuan organisasi akan tercapai.
Dalam meningkatkan kinerja pegawainya
organisasi menempuh beberapa cara
misalnya melalui Leader Member
Exchange (LMX), karakteristik pekerjaan
serta pemberian motivasi. Melalui proses-
proses tersebut, pegawai diharapkan akan
lebih memaksimalkan tanggung jawab atas
pekerjaan mereka.
Leader Member Exchange (LMX)
adalah cara seorang pemimpin
mempengaruhi perilaku bawahan, agar
mau bekerja sama dan bekerja secara
produktif untuk mencapai tujuan
organisasi. Kepemimpinan (leadership)
yang ditetapkan oleh seorang manajer
dalam organisasi dapat menciptakan
intregasi yang serasi dan mendorong
gairah kerja pegawai untuk mencapai
sasaran yang maksimal sehingga akan dapat meningkatkan kinerja pegawai
(Umar Husain, 2011).
Penelitian mengenai pengaruh Leader
Member Exchange (LMX) terhadap
kinerja pegawai pernah dilakukan oleh
Kimberley Breevaart (2015), Ahda Saiful
Aziz (2012) dan Frans Agustinis (2013)
yang menghasilkan Leader Member
Exchange (LMX) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1776
Berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hentry Sukmasari (2011)
dan Utari (2015) yang menghasilkan
Leader Member Exchange (LMX) tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
pegawai.
Kajian penelitian mengenai pengaruh
Leader Member Exchange (LMX)
terhadap kinerja pegawai akan dilakukan
pada pegawai Dosen dan Instruktur di
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
adalah salah satu Lembaga Pendidikan
Maritim negeri dibawah naungan
Kementerian Perhubungan dan satu-
satunya yang berada di Jawa Tengah, yang
berlokasi di Jalan Singosari 2A Semarang
dengan tugas pokok membina dan
mencetak lulusan perwira-perwira kapal
niaga, baik kapal-kapal milik Negara
maupun kapal-kapal swasta.
Pada saat ini, Politeknik Ilmu Pelayaran
Semarang terus berupaya secara maksimal
untuk menghasilkan lulusan Perwira
Pelayaran yang handal dan siap bersaing di
kancah nasional maupun internasional,
sesuai dengan visi dan misinya yakni Visi
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
adalah terciptanya kader-kader perwira
pelayaran niaga yang handal, profesional
dan berbudi pekerti luhur sesuai nilai-nilai
Pancasila untuk memajukan bangsa, dan
Misi Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
yaitu memberikan pelayanan pendidikan
dan pelatihan pelayaran yang memenuhi
standar kualitas nasional maupun
internasional, melaksanakan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat dalam
rangka penguasaan dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
pelayaran, melaksanakan tata kelola
kelembagaan yang dinamis, transparan dan
akuntabel, memberdayakan dan
mengembangkan sarana dan prasarana
serta segenap sumber daya lainnya guna
menunjang pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi kelembagaan secara efektif dan
efisien serta membina hubungan kerjasama
dengan berbagai instansi terkait termasuk
alumni, baik di dalam maupun di luar
negeri.
Berdasarkan latar belakang tersebut di
atas, maka peneliti akan menguji tentang
pengaruh Leader Member Exchange
(LMX) terhadap kinerja pegawai (Studi
pada Pegawai di Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang).
B. Perumusan Masalah
Agar pembahasan masalah dalam
penelitian lebih jelas, maka perlu adanya
perumusan masalah secara sistematis
sebagai berikut : “Bagaimana pengaruh
Leader Member Exchange (LMX)
terhadap kinerja pegawai Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
“Untuk menguji dan menganalisis
pengaruh Leader Member Exchange
(LMX) terhadap kinerja pegawai
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang”.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat praktis penelitian ini
diharapkan dapat memberikan
informasi tambahan bagi pihak-
pihak yang berkepentingan dalam
dunia organisasi tentang Leader
Member Exchange (LMX) dan kinerja pegawai sehingga dapat
dilakukan usaha-usaha untuk
meningkatkannya.
2. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat membantu
mengembangkan teori yang
berkaitan dengan Leader Member
Exchange (LMX) serta kinerja
pegawai.
3. Manfaat kebijakan, hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pada pihak-pihak yang
berkepentingan dalam rangka
mengambil kebijakan yang berkaitan
dengan Leader Member Exchange
(LMX) serta kinerja pegawai.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1777
Sebagai masukan bagi penelitian
selanjutnya dalam mengembangkan
penelitian mengenai Leader Member
Exchange (LMX) serta kinerja pegawai.
II. LANDASAN TEORI
A. Hubungan Antar Variabel dan
Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Leader Member
Exchange (LMX) terhadap kinerja
pegawai
Leader Member Exchange
(LMX) adalah cara seorang
pemimpin mempengaruhi perilaku
bawahan, agar mau bekerja sama dan
bekerja secara produktif untuk
mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan (leadership) yang
ditetapkan oleh seorang manajer
dalam organisasi dapat menciptakan
integrasi yang serasi dan mendorong
gairah kerja pegawai untuk mencapai
sasaran yang maksimal sehingga
akan dapat meningkatkan kinerja
pegawai (Umar Husain, 2011).
Penelitian mengenai pengaruh
Leader Member Exchange (LMX)
terhadap kinerja pegawai pernah
dilakukan oleh Kimberley Breevaart
(2015), Ahda Saiful Aziz (2012) dan
Frans Agustinis (2013) yang
menghasilkan Leader Member
Exchange (LMX) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai. Berdasarkan hal
tersebut, maka dalam penelitian ini
dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H : Leader Member Exchange
(LMX) berpengaruh positif terhadap
kinerja pegawai Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang
2. Model Penelitian Hal yang penting dalam
pengelolaan sumber daya manusia
adalah mengenai kinerja pegawai.
Kinerja pegawai sebagai hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang
dapat dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Hal yang
mendukung kinerja pegawai tersebut
adalah Leader Member Exchange
(LMX). Berdasarkan uraian tersebut
diatas maka dapat disusun kerangka
teoritis sebagai berikut :
Gambar Kerangka Model Penelitian
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi Penelitian
Populasi menurut Sutrisno Hadi (2006) adalah sekumpulan dari seluruh elemen-elemen yang dalam hal ini diartikan sebagai obyek penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang yang berjumlah 190 orang.
B. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang akan diteliti (Sutrisno Hadi,
2006). Sampel dalam penelitian ini
adalah pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran
Semarang. Pengambilan sampel dengan
teknik random sampling yaitu
menentukan jumlah sampel secara acak
semua anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan
sampel (Sutrisno Hadi, 2006). Penentuan
jumlah sampel menggunakan rumus Slovin
diketahui sebesar 129 orang.
C. Definisi Konsep, Operasional Dan Pengukuran Variabel
Leader Member Exchange (LMX)
(X)
Kinerja
Pegawai
(Y)
H
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1778
Tabel Definisi Konsep, Operasional dan Pengukuran Variabel No Variabel Definisi Konsep Definisi Operasional
Dimensi Indikator
1 Leader
Member
Exchange
(LMX) (X2)
Leader Member
Exchange (LMX)
adalah cara seorang
pemimpin
mempengaruhi
perilaku bawahan,
agar mau bekerja
sama dan bekerja
secara produktif
untuk mencapai
tujuan organisasi
(Umar Husain, 2011)
a. Resiprositas
b. Keterbukaan
c. Interaktif
d. Kepercayaan
1) Kemampuan atasan dalam
mengatasi masalah
2) Atasan memberikan petunjuk
dalam menyelesikan pekerjaan
3) Mempertimbangkan pendapat
dari bawahan dalam
menyelesaikan masalah
4) Mengetahui kemampuan
bawahan dalam menyelesaikan
pekerjaan
5) Mengetahui potensi bawahan
6) Mengetahui kekurangan
bawahan
7) Rasa puas atas hasil kerja
bawahan
8) Pengembang-an diri bawahan
9) Keyakinan atas kebutuhan
bawahan
10) Percaya atas kemampuan
bawahan dalam menyelesai-
kan pekerjaan
11) Melaksanakan pekerja yang
berbeda dari waktu ke waktu
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1779
2 Kinerja
Pegawai (Y)
Kinerja ialah hasil
kerja secara kualitas
maupun kuantitas
yang dicapai oleh
seorang pegawai
dalam melaksanakan
tugasnya sesuai
dengan tanggung
jawab yang diberikan
kepadanya
(Mangkunegara,
2009)
a. Prestasi pekerjaan
b. Kuantitas pekerjaan
c. Kepemimpinan yang
diperlukan
d. Kedisiplinan
e. Komunikasi
1) Akurasi
2) Ketelitian
3) Keterampilan
4) Penerimaan keluaran
5) Volume keluaran
6) Kontribusi
7) Membutuhkan saran
8) Arahan atau perbaikan
9) Kehadiran
10) Sanksi
11) Dapat dipercaya/ diandalkan
12) Ketepatan waktu
13) Hubungan antar pegawai
14) Hubungan dengan pimpinan
15) Media komunikasi
D. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini
menggunakan data primer. Data
primer merupakan data yang
bersumber dari tangan pertama, data
yang diambil menggunakan cara
kuesioner. Kuesioner merupakan
daftar pertanyaan yang dipakai
sebagai pedoman untuk mengadakan
tanya jawab dengan responden
mengenai pengaruh Leader Member
Exchange (LMX) pekerjaan terhadap
kinerja pegawai.
E. Uji Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk
mengukur valid tidaknya suatu
indikator yang berbentuk kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan mampu untuk
mengungkapkan suatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut.
Dalam penelitian ini, uji validitas
menggunakan analisis faktor yaitu
dengan menguji apakah butir-butir
indikator atau kuesioner yang
digunakan dapat mengkonfirmasikan
sebuah faktor atau konstruk. Jika
masing-masing pertanyaan
merupakan indikator pengukur maka
memiliki KMO diatas 0,5 dan
signifikansi dibawah 0,05 serta
memiliki nilai kriteria loading
faktor pengujian sebagai berikut
(Ghozali, 2006) :
Loading faktor > rule of tumb (0,4)
berarti valid
Loading faktor < rule of tumb (0,4)
berarti tidak valid
2. Uji Reliabilitas
Suatu alat ukur instrumen
disebut reliabel, jika alat tersebut
dalam mengukur segala sesuatu pada
waktu berlainan, menunjukkan hasil
yang relatif sama. Pengukuran
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1780
reliabilitas dapat dilakukan dengan
koefisien Alpha Cronbach
menggunakan SPSS For Windows
(Ghozali, 2006) dengan kriteria :
Bila nilai alpha > 0,7 maka
instrumen reliabel
Bila nilai alpha < 0,7 maka
instrumen tidak reliabel
F. Uji Model Uji model data dalam penelitian ini
menggunakan :
1. Analisis Regresi Berganda
Suatu analisa yang digunakan
untuk mengetahui persamaan regresi
yang menunjukkan persamaan antara
variabel dependent dan variabel
independent dengan rumus sebagai
berikut :
Y = α + X + e
Keterangan :
α = Konstanta
Y = Kinerja Pegawai
X = Leader Member Exchange
(LMX)
= Koefisien regresi
e = Error
2. Koefisien determinasi
Koefisien determinasi digunakan
untuk mengetahui besarnya
persentase goodness of fit dari
variabel independent terhadap
variabel dependent (Ghozali, 2006).
3. Uji F
Uji F untuk menguji pengaruh
antara variabel independent
terhadap variabel dependent secara
simultan atau bersama-sama
(Ghozali, 2006) dengan kriteria taraf
signifikan () < 0,05. 4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis menggunakan uji t
dengan model regresi linier berganda
yaitu untuk mengidentifikasi
pengaruh variabel independent
terhadap variabel dependent dengan
menggunakan SPSS (Ghozali, 2006).
Adapun kriteria hipotesis diterima
bila taraf signifikan () < 0,05.
IV. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Tabel Ringkasan Uji regresi Linier
Berganda
1. Analisis Regresi Berganda
Hasil persamaan regresi Y2 =
0,169 X. Berdasarkan persamaan di
atas terlihat bahwa LMX
mempunyai pengaruh positif
terhadap kinerja pegawai dengan
nilai koefisien regresi sebesar LMX
= 0,169.
2. Uji Model a. Uji F
Uji F dilakukan untuk
menguji kesesuaian model yang
digunakan untuk analisis. Model
dinyatakan fit jika nilai sig F
lebih kecil dari 0,05. Variabel
bebas yang dimasukkan dalam
model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama/simultan
terhadap variabel terikat.
Hasil F hitung 12,995 dengan
tingkat signifikan 0,000 < 0,05
maka LMX mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai
b. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R²)
dimana dalam penelitian ini
menggunakan Adjusted R
Square mengukur seberapa jauh
kemampuan variabel independen
No Hubungan
Variabel
Model Regresi Persamaan
R2 F Sig. Β t Sig. Ket
1 Pengaruh
LMX terha-
dap kinerja
pega-wai
0,219 12,995 0,00
0
0,169 2,049 0,04
3 Penga
ruh
Positif
(H
diterim
a)
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1781
dalam menjelaskan variasi
variabel dependen.
Hasil koefisien determinasi
diperoleh angka koefisien
Adjusted R Square sebesar 0,219.
Hal ini berarti bahwa sebesar
21,9% kinerja pegawai dapat
dijelaskan oleh LMX. Sedangkan
sisanya 100% - 21,9% = 78,1%
dijelaskan oleh sebab-sebab yang
lain di luar variabel LMX.
3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis
menggunakan uji secara parsial (uji
t) untuk menguji pengaruh variabel independent terhadap variabel
dependent secara parsial dengan
kriteria taraf signifikan sebesar 0,05.
Pengaruh LMX terhadap
kinerja pegawai hasil hipotesis
pertama LMX menghasilkan
koefisien regresi 0,169 dan tingkat
signifikan 0,043 < 0,05 sehingga
secara parsial (individu) terdapat
pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai. Dengan
demikian hipotesis (H): Leader
Member Exchange (LMX)
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai Politeknik
Ilmu Pelayaran Semarang, diterima.
a. Hasil hipotesis kedua
karakteristik pekerjaan
menghasilkan koefisien regresi
0,203 dan tingkat signifikan
0,013 < 0,05 sehingga secara
parsial (individu) terdapat
pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai. Dengan
demikian hipotesis kedua (H2):
Karakteristik pekerjaan
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai
Politeknik Ilmu Pelayaran
Semarang, diterima.
B. Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui pengaruh Leader
Member Exchange (LMX) terhadap
kinerja pegawai pada Pegawai di
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh LMX terhadap kinerja
pegawai hasil penelitian Leader
Member Exchange (LMX)
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai Politeknik
Ilmu Pelayaran Semarang. Hasil
penelitian ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kimberley
Breevaart (2015), Ahda Saiful Aziz
(2012) dan Frans Agustinis (2013)
yang menghasilkan Leader Member
Exchange (LMX) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai.
2. Leader Member Exchange (LMX)
adalah cara seorang pemimpin
mempengaruhi perilaku bawahan,
agar mau bekerja sama dan bekerja
secara produktif untuk mencapai
tujuan organisasi. Kepemimpinan
(leadership) yang ditetapkan oleh
seorang manajer dalam organisasi
dapat menciptakan intregasi yang
serasi dan mendorong gairah kerja
pegawai untuk mencapai sasaran
yang maksimal sehingga akan dapat
meningkatkan kinerja pegawai
(Umar Husain, 2011).
V. PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai
pengaruh Leader Member Exchange
(LMX) dan karakteristik pekerjaan
terhadap kinerja pegawai pada Pegawai
di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Leader Member Exchange (LMX)
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai. Dengan
demikian apabila Leader Member
Exchange (LMX) dapat diterima,
maka kinerja pegawai akan
meningkat.
2. Karakteristik pekerjaan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1782
kinerja pegawai. Dengan demikian
apabila karakteristik pekerjaan
pegawai semakin tepat, maka
kinerja pegawai akan meningkat
B. Implikasi 1. Implikasi Teori
Kinerja pegawai dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh Leader Member Exchange (LMX). Dengan kata lain semakin baik Leader Member Exchange (LMX) Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang maka akan semakin baik pula kinerja pegawai pada Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Leader Member Exchange (LMX) adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja pegawai untuk mencapai sasaran yang maksimal sehingga akan dapat meningkatkan kinerja pegawai.
2. Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, beberapa
kebijakan manajerial yang dapat
disarankan adalah sebagai berikut :
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
perlu meningkatkan lagi variabel
LMX karena mempunyai pengaruh
terkecil terhadap kinerja pegawai
dengan memperbaiki melalui
indikator LMX yang masih kurang
seperti pemimpin kurang banyak
memberikan petunjuk-petunjuk
dalam menyelesaikan pekerjaan,
kurang mempertimbangkan pendapat
bawahan dalam menyelesaikan
masalah, kurang memperhatikan
kebutuhan bawahan dan pimpinan
kurang memberikan kesempatan
pengembangan diri bawahannya.
C. Keterbatasan Penelitian
Evaluasi atas hasil penelitian ini harus mempertimbangkan beberapa batasan yang mungkin mempengaruhi hasil. Oleh karena itu batasan ini perlu lebih diperhatikan untuk penelitian berikutnya. Penelitian apapun dan dengan desain yang sempurna apapun pasti mempunyai kelemahan, tak terkecuali penelitian ini. Kelemahan sekaligus merupakan keterbatasan dari penelitian ini antara lain :
1. Penelitian hanya mengambil
pegawai pada di lingkungan
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
saja, untuk itu sebaiknya pada
penelitian berikut lebih memperluas objek penelitian, sehingga dapat
mencerminkan keakuratan data
penelitian secara keseluruhan.
2. Subjektifitas penelitian masih
kurang karena dinilai oleh pegawai
sendiri, dimana seharusnya lebih
baik yang menilai adalah orang lain.
3. Terdapat banyak variabel yang dapat
mempengaruhi kinerja pegawai.
Dalam penelitian ini hanya diteliti
dengan satu variabel yang
mempengaruhi kinerja pegawai.
D. Agenda Penelitian Mendatang
Setelah penelitian ini memberikan hasil atas perumusan masalah yang diajukan dan telah memberikan kesimpulan penelitian, selanjutnya adalah mengetengahkan saran-saran bagi penelitian yang akan datang, antara lain : 1. Sampel penelitian perlu diperbanyak
lagi, tidak hanya terbatas pada 129 pegawai di lingkungan Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, sehingga dapat digeneralisasi hasil-hasil penelitian mengenai pengaruh LMX terhadap kinerja pegawai.
2. Berdasarkan hasil Adjusted R Square diperoleh 26,8 % yang mempengaruhi kinerja pegawai dalam penelitian ini hanya menggunakan faktor LMX masih banyak faktor yang belum dipakai seperti kompensasi, promosi jabatan, pendidikan dan pelatihan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1783
Adanya keterbatasan ruang lingkup penelitian, maka untuk penelitian yang akan datang dapat dilakukan penelitian pada perusahaan yang lain, agar dapat diketahui konsistensi teori yang telah ada sehingga dapat dikembangkan teori-teori lain dalam meningkatkan tingkat kinerja pegawai pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Ahda Saiful. 2012. Pengaruh Leader
Member Exchange (LMX)
Terhadap Kinerja Karyawan (Study
Kasus Pada Perusahaan Umum
Jasa Tirta I Malang), Jurnal
Ekonomi Manajemen.
Muljani, Benedicta Djarwati, Taher
Alhabsji, dan Djamhur Hamid.
2012. Pengaruh Kepemimpinan
Transformasional dan Kualitas
Kehidupan Kerja Terhadap
Motivasi Kerja dan Kepuasan
Kerja Karyawan (Studi Pada
Tenaga Pendidik yang Dipimpin
oleh Pemimpin Perempuan di
Universitas Katolik Widya
Mandala Surabaya ), Jurnal Ilmu
Administrasi Universitas
Brawijaya Malang
Dessler, Garry. 2000. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Edisi Bahasa
Indonesia. Jilid 2. Jakarta : PT.
Prenhalindo
Usman, Erik. 2010. Pengaruh Pendidikan
dan Pelatihan (Diklat) Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Kantor
Badan Kepegawaian dan Diklat
(BKD) Kabupaten Bone Bolango,
Jurnal Manajemen Ekonomi
Wijanto, Erin Anggreani dan Eddy M.
Sutanto. 2013. Pengaruh Leader
Member Exchange Terhadap
Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja
dan Komitmen Organisasional
Karywan Departemen Penjualan
Pada PT. X, Agora Vol. 1, No. 1,
(2013)
Fahmi, Fikri. 2001. Pengaruh Pendidikan
dan Pelatihan Serta Promosi
Jabatan Terhadap Motivasi Kerja
Di Pertamina APEP Kamojang.
Proceeding Of The 5th Inaga
Annual Scientific Conference &
Exhibitions,Yogyakarta, March 7 –
10, 2001
Agustinus, Frans. 2013. Pengaruh Leader
Member Exchange Dan
Pemberdayaan Melalui Mediasi
Komitmen Organisasional
Terhadap Kinerja (Studi Pada
Kantor Notaris di Propinsi Jawa
Tengah), Jurnal Universitas 17
Agustus 1945, Vol 2. No. 2 Tahun
2013
Gomes, Faustino Cardoso. 2000.
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Yogjakarta: Andi Offset
Graen, George B., and Uhl-Bien, Mary.
2002. Relationship Based
Approach to Leadership:
Development of Leader-member
Exchange (LMX) Theory of
Leadership Over 25 Years:
Applying a Multi-level Multi-
domain Perspective. Leadership
Quarterly Vol. 6, No. 2. Januari
1995: 219-247
Hasibuan, Malayu S.P. 2010. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Bumi Aksara
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program
SPSS. Semarang : Undip
Juniantara, I Wayan. 2015. Pengaruh
Motivasi dan Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan
Koperasi Di Denpasar, Tesis
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1784
Program Pascasarjana Universitas
Udayana Denpasar
Breevaart, Kimberley. 2015. Leader-
member exchange, work
engagement, and job performance,
Article In Journal Of Managerial
Psychology, January 2015
Luthans, F., Van Wyk, R. & Walumbwa,
FO. 2007. Recognition and
development of hope for South
African organisational leaders.
Leadership & Organisational
Development Journal, 25(6): 512-
527
Luthans, F. Youssef dan Avolio. 2007.
Organisational behavior.(8th ed.).
India: McGraw-Hill
Mathis, R dan Jacks on, J. 2002.
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT. Salemba
Empat Patria
Mangkunegara, AA. Anwar Prabu. 2009.
Manajemen Sumber Daya
Perusahaan. Cetakan 6. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya
Martoyo, Susilo. 2007. Manajemen
Sumber Daya Manusia, Edisi 5,
Cetakan Pertama. Yogyakarta :
BPFE
Marihot, Tua Efendi, H. 2002.
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Grasindo
Nazir, Moh. 2009. Metode Penelitian.
Jakarta
Heriyawan, Mohammad Sapta. 2014.
Pengaruh Karakteristik Pekerjaan
Dan Pemberdayaan Terhadap
Kinerja Pegawai Dengan Mediasi
Komitmen Organisasional (Studi
Pada Politeknik Ilmu Pelayaran
Semarang), Kajian Multi Disiplin
Ilmu untuk Mewujudkan Poros
Maritim dalam Pembangunan
Ekonomi Berbasis Kesejahteraan
Rakyat ISBN: 978-979-3649-81-8
Nawawi, H. 2005. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Panggaben, Mutiara S. 2002. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Ghallia Indonesia
Wulanda, Rika, Nurdin Brasit, dan
Nurdjannah Hamid. 2013.
Pengaruh Tingkat Pendidikan dan
Pelatihan, Motivasi dan Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja
Pegawai Negeri Sipil Sekretariat
Daerah Kabupaten Wakatobi,
Program Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas
Hasanuddin
Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber
Daya Manusia untuk Perusahaan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Swietenia, Rita. 2009. “Analisis Pengaruh
Kepemimpinan, Kompensasi dan
Karakteristik Pekerjaan Terhadap
Disiplin Kerja Serta Implikasinya
Terhadap Kinerja Pegawai (Studi
Pada Kantor Pertanahan Kota
Semarang).” Jurnal Ekonomi –
Manajemen – Akuntansi, No. 26,
Th. XVI, pp. 96-116
Robbins, S.P. 2006. Perilaku Organisasi:
Konsep, Kontroversi dan Aplikasi,
Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka,
Edisi Bahasa Indonesia, Jilid 1,
Jakarta: PT. Prenhallindo
Robbins, S. P. 2007. Organizational
Behavior. New Jersey: Prentice
Hall
Sastrohadiwiryo, Bejo Siswanto. 2003.
Manajemen Tenaga Kerja
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1785
Indonesia Pendekatan
Administrative dan Operasional.
Jakarta: Bumi Aksara
Astuti, Sih Darmi, Herry Subagyo, Yeri
Adriyanto. 2010. Pengaruh
Karakteristik Pekerjaan dan
Motivasi Terhadap Komitmen
Organisasional Serta Dampaknya
Terhadap Kinerja Pegawai (Studi
pada Balai Penelitian dan
Mengembangan Agama
Kementrian Agama), Benefit
Jurnal Manajemen dan Bisnis
Volume 15, Nomor 1, Juni 2010,
hlm. 17-28
Sikula Andrew F. 1981. Personnel
Administration and Human
Resources Management. Willy
Trans Edition. New York : John
Willey & Sons, Inc
Simamora, H. 2006. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Edisi 3.
Yogyakarta: STIEYKPN
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional.
Yogyakarta: Andi Offset
Suprapti dan Imam Baihaki. 2013. Analisis
Pengaruh Pendidikan Pelatihan
Dan Motivasi Terhadap Kinerja
Pegawai di Lingkungan Dinas
Kesehatan Kabupaten
Tulungagung, Jurnal OTONOMI,
Vol. 13, Nomor 3, Juli 2013
Hadi, Sutrisno. 2006. Metode Penelitian
Riset. Yogyakarta : Yayasan
Penerbit Fakultas Biologi UGM
Suwatno & Priansa D. 2011. Manajemen
SDM dalam organisasi Publik dan
Bisnis. Bandung : Alfabeta
Handoko, T. Hani. 2002. Manajemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia Edisi 2. Yogyakarta :
BPFE
Husein, Umar. 2011. Metode Riset Bisnis.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Yuli, Sri Budi Cantika. 2005. Manajemen
Sumber Daya Manusia, Cetakan
Pertama. Malang : UMM Pres
Were M. Susan, W Gakure, E. K Kiraithe
dan A.G Waititu. 2012. Influence
of Motivation on Performance in
the Public Security Sector with a
Focus to the Police Force in
Nairobi, Kenya, International
Journal of Business and Social
Science Vol. 3 No. 23; December
2012
Winardi. 2002. Manajemen Kinerja. Edisi
ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Yukl, Gary A. 2004. Leadershp in
Organizations. Second Edition.
Englewood Cliffs. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc
Yuniarsih, Tjutju dan Suwatno.
2009. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Bandung : Alfabeta
Zunaidah. 2010. Pengaruh Kompensasi
dan Karakteristik Pekerjaan
Terhadap Kinerja Pegawai (Studi
Empirik Terhadap Pegawai Tetap
dan Kontrak pada Perusahaan
Menengah dan Besar di Kota
Palembang), Jurnal Manajemen
dan Bisnis Sriwijaya Vol. 8 No. 15
Juni 2010
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1786
PENGARUH ASSET, INVESTMENT DAN PENGELOLAANNYA TERHADAP
PROFITABILITAS PT. MAF LOGISTIK
Eryc Prasyoho Ha, Okvita Wahyuni
b dan I Kadek Laju
c
aTaruna (NIT.50134838.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
bDosen Program Studi KALK PIP Semarang
cDosen Program Studi Nautika PIP Semarang
*e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Diketahui bahwa pengelolaan aset dan investasi cukup penting terhadap profitabilitas
perusahaan. Jenis penelitian ini adalah asosiatif deskriptif dengan data kualitatif dan
kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi,
studi pustaka. Data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif menggunakan analisis rasio
keuangan, Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) for windows serta hasil observasi
dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan penyebab aset menurun adalah belum adanya pemegang
keuangan yang kompeten, hilangnya customer perusahaan, perpecahan direksi. Lalu uji
pengaruh regresi berganda SPSS menggunakan rasio yaitu Current asset, Cash turnover, Total
asset turnover, Debt ratio, Return On Investment menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap profitabilitas (Profit margin) diketahui nilai Canstant tabel Coefficient
sebesar -5386,3 artinya pengaruh negatif. Uji tabel ANOVA menunjukkan nilai signifikan
variabel independent 0,324 lebih besar dari 0,05 artinya tidak berpengaruh signifikan. Uji
tabel Summary menunjukan niai Adjusted R Square sebesar 17,6% artinya 82,4% dipengaruhi
variabel lain. Kemudian upaya yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas
adalah penggunaan software excel for accounting berusaha mendirikan bisnis ekspor ikan
hias, merger dua perusahaan, merekrut karyawan baru dan meningkatkan kinerja marketing.
Kata kunci : Asset, Investment, Profitabilitas
I. PENDAHULUAN
Setiap perusahaan pasti memiliki aset
untuk kegiatan operasi, pembiayaan, ataupun
untuk investasi. Tanpa aset, sebuah
perusahaan tidak akan dapat melakukan
kegiatan-kegiatan operasionalnya. Pada
dasarnya, aset merupakan seluruh kekayaan
yang dimiliki oleh perusahaan tertentu, dan
kekayaan itulah yang nantinya akan
digunakan oleh perusahaan untuk melakukan
kegiatan operasi bisnisnya. Aktiva atau aset
sangat erat kaitannya dengan kewajiban
(hutang) dan ekuitas, selain karena bagian
dari elemen neraca, juga karena
perolehannya yang tidak bisa dipisahkan.
Banyak perusahaan masih menganggap
manajemen aset secara fisik adalah sama
seperti yang dikemukakan secara umum,
hanyalah sekedar instrumen pengelolaan
daftar aset. Anggapan yang kurang tepat
lainnya adalah bahwa pengelolaan fisik aset
sepenuhnya sudah diserahkan kepada
bagian pemeliharaan, padahal baik daftar
aset maupun pengelolaan aset fisik
oleh bagian pemeliharaan hanyalah bagian
kecil dari Physical Asset Management.
Realita di dalam perusahaan menunjukan
banyak kasus yang sebenarnya dimulai dari
salah kelola dan salah urus masalah aset,
sehingga berdampak kerugian yang tidak
sedikit. Dalam manajemen perusahaan
sangat penting sekali dalam mengelola
semua aset yang dimiliki secara efisien dan
efektif. Terbukti bahwa jika aset yang
dimiliki digunakan secara tidak teratur dan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1787
tidak disiplin akan menyebabkan
menurunnya profitabilitas suatu perusahaan.
Sebaliknya jika manajemen pengelolaan aset
baik maka profitabilitas perusahaan dapat
meningkat, sehingga investasi dan bisnis
perusahaan dapat kembali meningkatkan
kekayaan perusahaan dan semua anggota
perusahaan.
Pada saat penulis melaksanakan praktek
darat di PT. MAF Logistik yang menggeluti
bisnis di bidang logistik diantaranya yaitu
bongkar muat kapal, pergudangan, trucking,
keagenan dan pemasok kebutuhan kapal.
Banyak hal yang penulis pelajari, salah
satunya yaitu tentang aset perusahaan.
Selama hampir lebih dari 10 bulan penulis
melakukan praktek dan pengamatan dari
bulan Juli 2015 hingga bulan Juni 2016
terjadi banyak perubahan tentang nilai aset
di dalam neraca perusahaan tersebut mulai
dari hilangnya customer, bertambahnya aset
tetap, dan menurunnya investasi dalam
bisnis logistik. Data yang tercantum pada
laporan akhir tahun 2014 jumlah aktiva
perusahaan mencapai Rp. 3.141.323.421,-
yang dilaporkan oleh bagian keuangan dan
pajak perusahaan, jumlah tersebut meliputi
aktiva lancar dan aktiva tetap perusahaan.
Pada akhir tahun 2015 aktiva tersebut
meningkat hingga Rp. 3.308.228.150,-.
Meskipun dalam hal ini terlihat bahwa
aktiva meningkat hingga Rp.
200.000.000.000,- tetapi perusahaan tidak
mengalami keuntungan atau biasa disebut
laba, dikarenakan jumlah kewajiban lebih
besar dari jumlah pendapatan perusahaan.
Hal ini disebabkan banyak kejadian yang
dialami perusahaan diantaranya adalah
pengambilan uang kas yang tidak teratur,
hilangnya salah satu customer terbesar, dan
pecahnya direksi perusahaan. Sehingga
manajemen aset perusahaan menjadi rusak
dan tidak teratur yang menyebabkan
pengelolaan aset tersebut tidak bisa
maksimal. Dari penjelasan di atas penulis
mendapatkan data berdasarkan dokumen-
dokumen yang dilaporkan oleh pegawai atau
pejabat dari bagian keuangan dan pajak
perusahaan serta laporan yang diterima oleh
pemilik perusahaan dari pejabat bagian
tersebut.
Lalu bagaimana manajemen perusahaan
mengatasi pengaruh dari pengelolaan aset
yang kurang maksimal di tahun 2015,
di mana aset perusahaan semakin menurun
dan mengurangi investasi perusahaan pada
bisnis logistik serta kekayaan perusahaan
yang semakin berkurang. Adapun judul
penelitian yang penulis susun adalah
“Pengaruh Asset, Investment dan
Pengelolaannya Terhadap Profitabilitas
PT. MAF Logistik”.
Dalam pembahasan ini, maka peneliti
merumuskan permasalahannya sebagai
berikut:
1. Apa yang penyebab aset perusahaan dan
investasi bisnis logistik menurun di
PT. MAF Logistik ?
2. Apakah pengaruh aset dan investasi
bisnis logistik terhadap profitabilitas
perusahaan di PT. MAF Logistik ?
3. Upaya apa yang dilakukan oleh PT. MAF
Logistik untuk meningkatkan
profitabilitas perusahaan dalam bisnis
logistik ?
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Aset
Istilah aset berasal dari Bahasa Inggris
asset yang dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan istilah “kekayaan” serta
dalam bahasa akuntansi dikenal dengan
istilah “aktiva”, kekayaan dapat
berbentuk (fisikal) maupun tidak
berwujud.
Menurut A. Rodoni dan Herni A.
(2014 : 14) “Asset adalah kekayaan yang
dimiliki oleh suatu perusahaan, liabilitas
adalah kewajiban perusahaan terhadap
pihak lain sedangkan ekuitas adalah
kepemilikan owner atau stockholder atas
perusahaan yang terdiri dari modal dan
laba ditahan”.
Berdasarkan definisi tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa asset adalah
keseluruhan kekayaan yang dimiliki
seseorang/perusahaan dalam
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1788
penggunaannya untuk kegiatan
operasional ataupun administrasi
perusahaan dalam mencapai tujuan
tertentu dan mendapat keuntungan suatu
perusahaan.
Beberapa kelompok aktiva (assets)
menurut Ciaran Walsh (2008:15) adalah
sebagai berikut :
a. Aktiva tetap (fixed assets, FA);
b. Aktiva Lancar (Current assets, CA);
c. Kewajiban (Liability);
d. Ekuitas/Modal.
2. Investasi
Sesuai PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan) No. 13 bahwa
“Investasi adalah suatu aktiva yang
digunakan perusahaan untuk
pertumbuhan kekayaan (accretion of
wealth) melalui distribusi hasil investasi,
untuk apresiasi nilai investasi, atau untuk
manfaat lain bagi perusahaan yang
berinvestasi seperti manfaat yang
diperoleh melalui hubungan
perdagangan.”
Menurut Suteja dan Gunardi (2016 :
2), bahwa investor memiliki berbagai
alternatif pilihan yang dapat digunakan
untuk menginvestasikan modal yang
mereka miliki. Pilihan aset untuk
investasi dapat berupa :
a. Real asset.
Yaitu income generating aset
seperti tanah, bangunan, pabrik, hak
cipta, merek dagang dan
sebagainya.
b. Financial Aset.
Yaitu selembar kertas yang
mempunyai nilai karena
memberikan klaim kepada
pemiliknya atas penghasilan atau
aset yang dimiliki oleh pihak yang
menerbitkan aset finansial tersebut.
Misalnya : saham, obligasi, opsi,
kontrak futures dan sebagainya.
3. Profitabilitas
Profitabilitas yaitu kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dari penjualan barang atau
jasa yang diproduksinya (Budi Rahardjo,
2009:30). Tingkat profitabilitas yang
konsisten akan menjadi tolok ukur
bagaimana perusahaan tersebut mampu
bertahan dalam bisnisnya dengan
memperoleh return yang memadai
dibanding dengan resikonya (Toto
Prihadi, 2008).
Berdasarkan beberapa pengertian
profitabilitas di atas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa profitabilitas yaitu
suatu upaya yang dilakukan oleh
perusahaan melalui kegiatan penjualan
barang jadi untuk memperoleh laba
selama periode tertentu.
B. Kerangka Pikir Penelitian
Untuk dapat memaparkan pembahasan
penelitian ini, peneliti membuat suatu
kerangka pemikiran terhadap hal-hal yang
menjadi pembahasan mengenai penelitian
ini.
Pengaruh Asset, Investment dan Pengelolaannya
Terhadap Profitabilitas PT. MAF Logistik
HASIL PENELITIAN DAN
SARAN
TINJAUAN PUSTAKA
Apa penyebab aset
perusahaan dan
investasi bisnis logistik
semakin menurun di
PT. MAF Logistik ?
Upaya apa yang
dilakukan oleh PT.
MAF Logistik untuk
meningkatkan
profitabilitas
perusahaan dalam
bisnis logistik ?
Apakah pengaruh
aset dan investasi
bisnis logistik
terhadap
profitabilitas
perusahan di PT.
MAF Logistik ?
PENGUMPULAN DATA
- Observasi
- Wawancara
- Studi Dokumentasi
- Studi Pustaka
ANALISIS DATA
- Analisis Keuangan
- Analisis Regresi dengan SPSS for
Windows
- Hasil Wawancara dan Observasi
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1789
Gambar 1. Kerangka Pikir
III. METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu
(Sugiyono, 2014:2). Dari istilah ini, dapat
diketahui bahwa peran penting metodologi
penelitian untuk memberikan keterangan
tentang apa dan bagaimana penelitian
dilakukan bagi seorang peneliti.
Berdasarkan judul, rumusan masalah,
dan tujuan penelitian maka dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode penelitian
(deskriptif dan asosiatif), metodologi yang
berdasarkan data kuantitatif dan kualitataif.
Secara umum data yang telah diperoleh dari
penelitian dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah.
Menurut Wiratna Sujarweni (2015:39)
penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian
yang menghasilkan penemuan-penemuan
yang dapat dicapai (diperoleh) dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistik
atau cara-cara lain dari kuantifikasi
(pengukuran). Kemudian penelitian
kualitatif menurut Juliansyah Noor
(2010:33), adalah suatu proses penelitian
dan pemahaman yang berdasarkan
metodologi yang menyelidiki suatu
fenomena sosial dan masalah manusia. Pada
pendekatan ini, peneliti menekankan sifat
realitas yang terbangun secara sosial,
hubungan erat antara peneliti dan subjek
yang diteliti.
Kemudian desain deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
nilai masing-masing variabel, baik satu
variabel atau lebih sifatnya independen
tanpa membuat hubungan maupun
perbandingan dengan variabel yang lain.
Lalu desain asosiatif adalah penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel atau lebih.
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Afifuddin dan Saebani
(2012:47), pengumpulan data merupakan
proses pengumpulan berbagai data dan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
Proses pengumpulan data ini mengacu pada
prosedur penggalian data yang telah
dirumuskan dalam desain penelitian.
Adapun data berdasarkan jenisnya dapat
dibedakan atas data primer, data sekunder,
data kuantitatif, dan data kualitatif.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa metode
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Metode Observasi
Pengamatan atau observasi adalah
aktivitas yang dilakukan makhluk
cerdas, terhadap suatu proses atau
objek dengan maksud merasakan dan
kemudian memahami pengetahuan
dari sebuah fenomena
berdasarkan pengetahuan dan gagasa
n yang sudah diketahui sebelumnya,
untuk mendapatkan informasi-
informasi yang dibutuhkan untuk
melanjutkan suatu penelitian
(https://id.wikipedia.org/wiki/Pengam
atan).
2. Metode Wawancara
Pengumpulan data dilakukan dengan
cara melakukan wawancara langsung
dengan responden secara sistematis
sesuai dengan tujuan penelitian. Selain
itu juga dapat dilaksanakan dengan
metode wawancara langsung dengan
pihak yang berkepentingan di
perusahaan. Informasi diperoleh
melalui permintaan keterangan-
keterangan kepada pihak yang
bersangkutan, dilakukan dengan teknik
secara langsung (interview) yang
merupakan cara sepihak yang
dikerjakan dengan sistematik dan
berlandaskan kepada tujuan penelitian
(Sujarweni Wiratna, 2015:157).
3. Metode Dokumentasi
Menurut Mulyana (2008:195) sebagian
penelitian dapat dilakukan dengan
mengandalkan studi dokumenter saja,
bila data dalam dokumen-dokumen
yang ada dianggap lengkap. Dokumen-
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1790
dokumen ini dapat mengungkapkan
bagaimana subjek mendefinisikan
dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi
yang dihadapinya pada suatu saat, dan
bagaimana kaitan antara definisi diri
tersebut dalam hubungan dengan
orang-orang di sekelilingnya dengan
tindakan-tindakannya.
4. Metode Studi Pustaka
Salah satu hal yang perlu dilakukan
dalam persiapan penelitian adalah
pemanfaatan sumber informasi yang
terdapat di perpustakaan dan jasa
informasi yang tersedia. Pemanfaatan
ini diperlukan, baik untuk penelitian
lapangan maupun penelitian bahan
dokumentasi. Oleh karena itu, tidak
mungkin suatu penelitian dapat
dilakukan dengan baik tanpa orientasi
pada pendahuluan dari riset
kepustakaan (Nasehudin & Gozali,
2012:95).
Teknik Analisis Data
Analisis data diartikan sebagai upaya data
yang sudah tersedia kemudian diolah dan
dapat digunakan untuk menjawab rumusan
masalah dalam penelitian (Sujarweni
Wiratna, 2015:121).
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan
penelitian dalam skripsi ini maka peneliti
menggunakan teknik analisis keuangan,
analisis regresi berganda menggunakan
SPSS for windows, kemudian penyajian data
hasil observasi dan wawancara selama
peneliti melaksanakan praktek lapangan
untuk menemukan jawaban atas rumusan
masalah dan tujuan penelitian yang sudah
ditentukan.
Di alamat website online
(http://www.kembar.pro/2015) dijelaskan
bahwa analisis keuangan adalah suatu alat
analisa yang digunakan oleh perusahaan
untuk menilai kinerja keuangan berdasarkan
data perbandingan masing-masing pos yang
terdapat di laporan keuangan seperti laporan
neraca, rugi/laba, dan arus kas dalam periode
tertentu.
Lalu di alamat website online
(http://emerer.com) dijelaskan bahwa
analisis regresi linier berganda adalah
kegiatan dari penelitian kuantitatif
menggunakan SPSS. Output dari pengolahan
data diantaranya ada Tabel Summary,
ANOVA, Coefficient sebagai penjelasan
adanya pengaruh atau tidak. Sedangkan
Statistical Package for the Social Sciences
atau SPSS adalah salah satu software
komputer yang digunakan untuk membantu
pengolahan, perhitungan dan analisis data
secara statistik (Sujarweni Wiratna,
2015:127).
Persamaan regresi yang digunakan dalam
penelitian sebagai berikut :
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 +
β5 X5+ e
Keterangan :
Y : Profit Margin
X1 : Current assets
X2 : Cash turnover
X3 : Total assets turnover
X4 : Debt ratio
X5 : Return On Investment
IV. HASIL PENELITIAN
DAN DISKUSI
1. Analisis aset perusahaan dan investasi
bisnis logistik perusahaan menggunakan
analisis keuangan :
a. Profit Margin
Rasio ini sangat berguna untuk
mengetahui tingkat keberhasilan suatu
perusahaan.
Rumus :
Profit Margin =
net profit after taxes x 100%
sales
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1791
Tabel 1 – Profit Margin 2015
b. Current Ratio
Current ratio menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek.
Rumus :
Current ratio =
Total Current assets x 100%
Current liabilities
Tabel 2 – Current Ratio 2015
c. Cash Turnover
Cash turnover atau Perputaran kas
menunjukkan ukuran efisiensi
penggunaan kas yang dilakukan oleh
perusahaan.
Rumus :
Cash Turnover = Net Sales
Average Cash
Tabel 3 – Cash Turnover 2015
No. Bulan Net Sales Average Cash Cash
Turn.
1 Januari 140.728 135.522.531 0,0
2 Februari 89.816 35.714.099 0,0
3 Maret 579.238.244 26.622.393 21,8
4 April 26.936 54.714.707 0,0
5 Mei 1.137.673.141 119.565.222 9,5
6 Juni 2.547.388.852 385.385.059 6,6
7 Juli 2.092.049.206 585.947.975 3,6
8 Agustus 976.661.004 498.331.213 2,0
9 September 1.530.191.609 278.648.525 5,5
10 Oktober 890.133.084 325.940.601 2,7
11 Nopember 1.449.218 322.083.262 0,0
12 Desember 23.563.536 23.464.277 1,0
Cash Turnover 2015 52,6
d. Total Assets Turnover
Total assets turnover menunjukkan
tingkat efisiensi penggunaan
keseluruhan aktiva perusahaan dalam
menghasilkan pendapatan.
Rumus :
Total assets turnover = Net sales Total assets
Tabel 4 – Total Assets Turnover
2015
No. Bulan Net sales Total assets
Total
assets
turnover
No. Bulan Laba Bersih Sales Profit
Margin
1 Januari (553.142.334) 140.728 -3930,6
2 Februari (201.819.547) 89.816 -2247,0
3 Maret 500.307.458 579.238.244 0,9
4 April (226.098.312) 26.936 -8393,9
5 Mei 5.334.811 1.137.673.141 0,0
6 Juni 862.120.239 2.547.388.852 0,3
7 Juli 1.019.361.574 2.092.049.206 0,5
8 Agustus (399.272.042) 976.661.004 -0,4
9 September (13.823.979) 1.530.191.609 0,0
10 Oktober 67.253.328 890.133.084 0,1
11 Nopember (91.786.353) 1.449.218 -63,3
12 Desember (430.372.937) 23.563.536 -18,3
Profit Margin 2015 14651,8 No. Bulan Aktiva Lancar Hutang
Current
Ratio
1 Januari 2.809.218.836 855.302.344 3,3
2 Februari 2.604.696.373 855.199.427 3,0
3 Maret 3.059.663.151 809.858.747 3,8
4 April 2.758.181.930 734.475.838 3,8
5 Mei 3.664.368.845 1.635.327.942 2,2
6 Juni 5.033.482.943 2.142.321.801 2,3
7 Juli 6.060.347.608 2.149.824.892 2,8
8 Agustus 5.582.486.156 2.071.235.482 2,7
9 September 5.346.567.008 1.939.140.313 2,8
10 Oktober 4.118.388.180 832.918.157 4,9
11 Nopember 3.183.956.950 337.833.281 9,4
12 Desember 2.634.016.113 228.184.863 11,5
Current Ratio 2015 52,6
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1792
1 Januari 140.728 2.846.741.393 0,0
2 Februari 89.816 2.642.218.929 0,0
3 Maret 579.238.244 3.097.185.707 0,2
4 April 26.936 2.795.704.486 0,0
5 Mei 1.137.673.141 3.701.891.401 0,3
6 Juni 2.547.388.852 5.071.005.499 0,5
7 Juli 2.092.049.206 6.097.870.164 0,3
8 Agustus 976.661.004 5.620.008.712 0,2
9 September 1.530.191.609 5.474.089.564 0,3
10 Oktober 890.133.084 4.435.120.737 0,2
11 Nopember 1.449.218 3.848.249.507 0,0
12 Desember 23.563.536 3.308.228.151 0,0
Total assets turnover 2015 2,0
e. Debt ratio
Debt ratio menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk membayar utang dan
menunjukkan seberapa besar
perusahaan dibiayai oleh pihak luar
atau kreditur.
Rumus :
Debt ratio = Total debt
Total assets
Tabel 5 – Debt Ratio 2015
No. Bulan Hutang Total Aktiva Total Debt
ratio
1 Januari 855.302.344 2.846.741.393 0,3
2 Februari 855.199.427 2.642.218.929 0,3
3 Maret 809.858.747 3.097.185.707 0,3
4 April 734.475.838 2.795.704.486 0,3
5 Mei 1.635.327.942 3.701.891.401 0,4
6 Juni 2.142.321.801 5.071.005.499 0,4
7 Juli 2.149.824.892 6.097.870.164 0,4
8 Agustus 2.071.235.482 5.620.008.712 0,4
9 September 1.939.140.313 5.474.089.564 0,4
10 Oktober 832.918.157 4.435.120.737 0,2
11 Nopember 337.833.281 3.848.249.507 0,1
12 Desember 228.184.863 3.308.228.151 0,1
Debt ratio 2015 3,4
f. Return On Investment (ROI)
ROI menunjukkan tingkat
pengembalian investasi perusahaan.
Rumus :
Return On Investment (ROI) =
net profit after taxes x 100%
total assets
Tabel 6 – Return On Investment
2015
No Bulan Laba Bersih Aktiva Total ROI
1 Januari (553.142.334) 2.846.741.393 -0,2
2 Februari (201.819.547) 2.642.218.929 -0,1
3 Maret 500.307.458 3.097.185.707 0,2
4 April (226.098.312) 2.795.704.486 -0,1
5 Mei 5.334.811 3.701.891.401 0,0
6 Juni 862.120.239 5.071.005.499 0,2
7 Juli 1.019.361.574 6.097.870.164 0,2
8 Agustus (399.272.042) 5.620.008.712 -0,1
9 September (13.823.979) 5.474.089.564 0,0
10 Oktober 67.253.328 4.435.120.737 0,0
11 Nopember (91.786.353) 3.848.249.507 0,0
12 Desember (430.372.937) 3.308.228.151 -0,1
ROI 2015 -0,1
2. Analisis pengaruh menggunakan analisis
regresi dengan SPSS for windows.
Hasil analisis regresi linier menggunakan
SPSS sebagai berikut :
a. Uji t (Coeefficient).
Uji ini digunakan untuk menentukan
analisis pengaruh aset dan investasi
(Current Ratio, Cash Turnover, Total
Assets Turnover, Debt Ratio, Return
On Investment) berpengaruh terhadap
profitabilitas perusahaan (Profit
Margin) di PT. MAF Logistik, yang
dapat dihitung dari besarnya t hitung
terhadap t tabel dengan uji 2 sisi.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa
n = 12, pada tingkat signifikan 5%.
Pada tingkat kesalahan (a=0,05)
dengan kriteria pengujian sebagai
berikut :
Tabel 7 – Coefficient
Coefficients
a
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -5386,397 7967,045 -,676 ,524
Current
Ratio 489,594 637,923 ,564 ,767 ,472
Cash
Turnover 96,446 152,703 ,235 ,632 ,551
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1793
Total
Assets
Turn.
14199,130 8926,473 ,920 1,591 ,163
Debt Ratio -2555,436 19501,489 -,112 -,131 ,900
ROI -3420,876 9815,929 -,179 -,349 ,739
a. Dependent Variable: Profit Margin
Dari tabel hasil output SPSS di atas
dapat dijelaskan bahwa nilai Constant
negatif artinya tidak mempunyai
pengaruh positif. Dalam hal ini penulis
tidak membutuhkan Unstandardized
dan Standardized Coefficients dalam
tujuan menentukan ada atau tidaknya
pengaruh signifikan dari variabel
dependent. Lalu penentuan analisa
akan dijelaskan dengan menggunakan
uji di bawah ini.
Pengujian t test menggunakan uji 2 sisi
1) Jika –t tabel < t hitung < t tabel
maka Ho diterima.
2) Jika t hitung < -t tabel dan t
hitung > t tabel maka Ho ditolak
atau
1) Ha diterima jika Sign < 0,05,
artinya Ho ditolak dan Ha
diterima.
2) Ha ditolak jika Sign > 0,05,
artinya Ho diterima dan Ha
ditolak.
Dalam hal ini Ho ditolak artinya
berpengaruh dan Ha diterima artinya
tidak berpengaruh.
Dari perhitungan regresi linear
berganda dengan menggunakan
program SPSS for windows maka di
dapat hasil sebagai berikut:
Y = -5386,39 + 489,59X1 +
96,44X2 + 14199,13X3 –
2555,43X4 -3420,87X5 + e
Dari persamaan tersebut di atas dapat dijelaskan :
1) X1 (Current ratio) berdasarkan
analisis data pengujian
menunjukkan nilai thitung sebesar
0,767. Probabilitas kesalahan
sebesar 0,472 > 0,05. Dengan
demikian thitung berada pada daerah
Ho diterima dan Ha ditolak maka
angka tersebut menunjukan nilai
yang tidak signifikan yang artinya
tidak terdapat pengaruh antara
Current ratio terhadap Profit
margin. X1 tidak terdapat pengaruh.
2) X2 (Cash turnover) berdasarkan
analisis data pengujian
menunjukkan nilai thitung sebesar
0,632. Probabilitas kesalahan
sebesar 0,551 > 0,05. Dengan
demikian thitung berada pada daerah
Ho diterima dan Ha ditolak maka
angka tersebut menunjukan nilai
yang tidak signifikan yang artinya
tidak terdapat pengaruh antara
Current ratio terhadap Profit
margin. X2 tidak terdapat pengaruh.
3) X3 (Total assets turnover)
berdasarkan analisis data pengujian
menunjukkan nilai thitung sebesar
1,591. Probabilitas kesalahan
sebesar 0,163 > 0,05. Dengan
demikian thitung berada pada daerah
Ho diterima dan Ha ditolak maka
angka tersebut menunjukan nilai
yang tidak signifikan yang artinya
tidak terdapat pengaruh antara
Current ratio terhadap Profit
margin. X3 tidak terdapat pengaruh.
4) X4 (Debt ratio) berdasarkan analisis
data pengujian menunjukkan nilai
thitung sebesar -0,131. Probabilitas
kesalahan sebesar 0,900 > 0,05.
Dengan demikian thitung berada pada
daerah Ho diterima dan Ha ditolak
maka angka tersebut menunjukan
nilai yang tidak signifikan yang
artinya tidak terdapat pengaruh
antara Current ratio terhadap Profit
margin. X4 tidak terdapat pengaruh.
5) X5 (Return On Investment)
berdasarkan analisis data pengujian
menunjukan nilai thitung sebesar -
0,349. Probabilitas kesalahan
sebesar 0,739 > 0,05. Dengan
demikian thitung berada pada daerah
Ho diterima dan Ha ditolak maka
angka tersebut menunjukan nilai
yang tidak signifikan yang artinya
tidak terdapat pengaruh antara
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1794
Current ratio terhadap Profit
margin. X5 tidak terdapat pengaruh.
b. Uji Simultan (Uji F)
Pengujian ini untuk menguji pengaruh
aset dan investasi (Current Ratio,
Cash Turnover, Total Assets Turnover,
Debt Ratio, Return On Investment)
berpengaruh terhadap profitabilitas
perusahaan (Profit Margin) di PT.
MAF Logistik secara simultan. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan regresi berganda dengan
bantuan SPSS. Untuk menguji secara
simultan dilakukan analisis masing-
masing koefisien regresi. Hasil analisis
regresi berganda simultan dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 8 – ANOVA
ANOVA
a
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 40231415,540 5 8046283,108 1,470 ,324b
Residual 32839615,950 6 5473269,325
Total 73071031,490 11
a. Dependent Variable: Profit Margin
b. Predictors: (Constant), ROI, Current Ratio, Cash Turnover, Total
Assets Turnover, Debt Ratio
1) Jika F hitung > F tabel, maka Ho
ditolak dan Ha diterima.
2) Jika F hitung < F tabel, maka Ho
diterima dan Ha ditolak.
atau
1) Jika p < 0,05, maka Ho ditolak
dan Ha diterima.
2) Jika p > 0,05, maka Ho diterima
dan Ha ditolak.
Dengan tingkat signifikan 5% dan
derajat kebebasan df1 = 5 dan
df2 = 6 maka tabel didapat F (5;6) =
8.046.283. Dalam perhitungan
diperoleh nilai F hitung lebih kecil dari
F tabel, yaitu 1,470 < 8.046.283.
sehingga Ho diterima. Sedangkan jika
dilihat dari nilai sig hitung adalah
0,324 yaitu > 0,05 maka keputusannya
juga menerima Ho yang berarti hal ini
juga menunjukkan bahwa secara
simultan tidak terdapat pengaruh aset
dan investasi (Current Ratio, Cash
Turnover, Total Assets Turnover, Debt
Ratio, Return On Investment)
berpengaruh terhadap profitabilitas
perusahaan (Profit Margin) di PT.
MAF Logistik.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 9 – Summary Table
Hasil analisis regresi linear berganda
tersebut dapat terlihat dari adjusted R
square sebesar 0,176 yang
menunjukkan bahwa profitabilitas
perusahaan (Profit Margin) di PT.
MAF Logistik dipengaruhi oleh aset
dan investasi (Current Ratio, Cash
Turnover, Total Assets Turnover, Debt
Ratio, Return On Investment) sebesar
17,6% sisanya yaitu 82,4%
dipengaruhi variabel lain yang belum
diteliti secara dalam penelitian ini.
3. Analisis upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan profitabilitas
menggunakan hasil wawancara dengan
narasumber dan observasi.
a. Dari hasil observasi dan wawancara
yang sudah terlaksana.
1) Menggunakan software for excel
dan alat laporan keuangan.
2) Membentuk perusahaan baru
(ekspor ikan hias) dari nilai aset
yang dimiliki.
3) Merger dua perusahaan antara
PT. Samudra Raya Line dengan PT.
MAF Logistik.
4) Merekrut karyawan baru untuk
menangani keuangan dan pajak.
5) Melakukan pemasaran untuk
menambah customer dan
pendapatan.
b. Dari hasil observasi dan wawancara
yang belum terlaksana.
1) Membeli kapal penyeberangan/
ferry (perusahaan ASDP).
Model Summary
Mode
l R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,742a ,551 ,176 2339,50194
a. Predictors: (Constant), ROI, Current Ratio, Cash Turnover, Total Assets Turnover, Debt Ratio
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1795
2) Mengaktifkan perusahaan bongkar
muat baru.
V. PEMBAHASAN
1. Apa yang menyebabkan aset perusahaan
dan investasi bisnis logistik semakin
menurun di PT. MAF Logistik?
a. Hasil analisis laporan keuangan dan
rasio terdapat hasil sebagai berikut :
1) Nilai Current ratio yaitu 52,6%
pada bulan Jan – Des 2015.
2) Nilai Cash turnover yaitu 52,6 kali
pada bulan Jan – Des 2015.
3) Nilai Total assets turnover yaitu
2% pada bulan Jan – Des 2015.
4) Nilai Debt ratio yaitu 3,4% pada
bulan Jan – Des 2015.
5) Nilai Return On Investment yaitu -
0,1% pada bulan Jan – Des 2015.
Dari hasil analisis keuangan di atas
dapat disimpulkan bahwa nilai dari
pengelolaan keuangan masing-masing
sub keuangan masih rendah dan belum
mencapai angka yang cukup tinggi,
Rata-rata masih di bawah angka 50%,
bahkan ada yang minus dan masih
belum memenuhi standar.
b. Hasil dari wawancara, observasi dan
studi pustaka.
1) Belum adanya pemegang jabatan
keuangan yang kompeten.
2) Belum mempunyai standar
pengelolaan atau pendataan
akuntansi sesuai dengan standar
perseroan terbatas.
3) Keuangan dipegang hanya oleh
salah satu owner yang kurang
keterbukaan, artinya berat sebelah.
4) Ego personal owner akan kas
masuk yang bernilai tinggi sehingga
tidak memikirkan apa yang menjadi
kewajiban dan persiapan
perusahaan.
5) Kurangnya pendidikan finansial
terhadap pegawai perusahaan
(Robert T. Kiyosaki:2016).
6) Terjadi konflik antara owner
perusahaan yang mengakibatkan
hilangnya customer dan tidak
kondusifnya keuangan perusahaan
serta perpecahan direksi
perusahaan.
7) Hilangnya customer utama
perusahaan pendapatan perusahaan
yaitu PT. Harvestar Flour Mills.
8) Yang menjadi penyebab utama
menurut Direktur PT. MAF
Logistik adalah pendapatan dari
customer menurun dan masih
membutuhkan peningkatan
customer/pendapatan lain.
2. Apakah pengaruh aset dan investasi
terhadap profitabilitas perusahaan di PT.
MAF Logistik ?
Dari hasil analisis data dengan SPSS
menghasilkan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan oleh seluruh
Variabel independents terhadap variabel
dependents sebagai berikut :
1) Pengelolaan dari pada keuangan
tentang Current Ratio/
kemampuan perusahaan dalam
rangka memenuhi kewajiban
jangka pendek tidak terdapat
pengaruh yang signifikan
terhadap Profit Margin.
Pernyataan H1 ditolak.
2) Pengelolaan dari pada keuangan
tentang Cash turnover/
kemampuan perusahaan dalam
rangka mengelola perputaran kas
tidak terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap Profit
Margin. Pernyataan H2 ditolak.
3) Pengelolaan dari pada keuangan
tentang total assets turnover/
Kemampuan perusahaan dalam
rangka mengelola perputaran
modal tidak terdapat pengaruh
yang signifikan terhadap Profit
Margin. Pernyataan H3 ditolak.
4) Pengelolaan dari pada keuangan
tentang Debt Ratio/Kemampuan
perusahaan dalam rangka
mengelola hutang tidak terdapat
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1796
pengaruh yang signifikan
terhadap Profit Margin.
Pernyataan H4 ditolak.
5) Pengelolaan dari pada
keuangan tentang
ROI/kemampuan perusahaan
dalam rangka mengelola
investasi tidak terdapat pengaruh
yang signifikan terhadap Profit
Margin. Pernyataan H5 ditolak.
3. Upaya apa yang dilakukan oleh PT. MAF
Logistik untuk meningkatkan
profitabilitas perusahaan dalam bisnis
logistik ?
Dari hasil wawancara dengan narasumber
yang dilakukan oleh peneliti dan
berdasarkan observasi yang dilakukan
peneliti di lapangan selama peneliti
melaksanakan praktek bahwa perusahaan
sudah melaksanakan beberapa kegiatan
yang sudah terlaksana maupun belum
terlaksana. Kegiatan tersebut tidak lain
salah satu tujuannya adalah untuk
meningkatkan nilai Profit margin atau
profitabilitas perusahaan PT. MAF
Logistik dan untuk kesejahteraan para
anggota perusahaan.
a. Yang sudah dilaksanakan perusahaan.
1) Menggunakan software for excel
dan alat laporan keuangan.
2) Mendirikan perusahaan ekspor ikan
hias.
3) Merger dua perusahaan antara
PT. Samudra Raya Line dengan PT.
MAF Logistik.
4) Merekrut karyawan baru untuk
menangani keuangan dan pajak.
5) Melakukan pemasaran untuk
menambah customer dan
pendapatan.
b. Yang belum dilaksanakan perusahaan.
1) Membeli kapal
penyeberangan/ferry (perusahaan
ASDP).
2) Mengaktifkan perusahaan bongkar
muat baru.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dengan menggunakan analisis keuangan, analisis regresi dengan SPSS for windows, hasil wawancara dengan narasumber serta pembahasan masalah pada bab sebelumnya. Maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut:
A. Faktor-faktor yang menjadi penyebab aset perusahaan dan investasi bisnis logistik semakin menurun :
1. Belum adanya pemegang keuangan
yang kompeten.
2. Kurangnya pendidikan finansial
pengelolaan keuangan.
3. Terpecahnya direksi sehingga aset
menurun.
4. Customer yang dimiliki berkurang dan
masih sedikit sehingga pendapatan
perusahaan menurun.
5. Profit margin yang kurang baik pada
tahun 2015 (-393%, -224%, 0,9%, -
839%, 0,0%, 0,3%, 0,5%, -0,4%,
0,0%, 0,1%, -63%, 18%)
6. Current ratio yang kurang baik pada
tahun 2015 (3,3%; 3,0%; 3,8%; 3,8%;
2,2%; 2,3%; 2,8%; 2,7%; 2,8%; 4,9%;
9,4%; 11,5%)
7. Cash turnover yang kurang baik pada
tahun 2015 (0,0%; 0,0%; 21,8%,
0,0%; 9,5%; 6,6%; 3,6%; 2,0%; 5,5%;
2,7%; 0,0%; 1,0%).
8. Total assets turnover yang kurang baik
di tahun 2015 (0,0%; 0,0%; 0,2%;
0,0%; 0,3%; 0,5%; 0,3%; 0,2%; 0,3%;
0,2%; 0,0%, 0,0%). 9. ROI yang kurang baik pada tahun 2015 (-
0,2%; -0,1%; 0,2%; -0,1%, 0,0%; 0,2%; 0,2%; -0,1%; 0,0%; 0,0%; 0,0%; -0,1%)
B. Pengaruh pengelolaan aset dan investasi terhadap profitabilitas perusahaan berdasarkan rasio keuangan dan analisis keuangan menggunakan SPSS. Menghasilkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari pengelolaan aset dan investasi (Current Ratio, Cash Turnover, Total Assets Turnover, Debt Ratio, Return On Investment) terhadap profitabilitas perusahaan (Profit Margin).
1. Dari Tabel Coefficient
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1797
Nilai Constant variabel independent
negatif yaitu -5386.3 yang berarti tidak
terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependent.
2. Dari Tabel ANOVA
Nilai Sig hitung yaitu 0.324 lebih
besar dari 0.05 tingkat kesalahan, yang
berarti juga menunjukan tidak terdapat
pengaruh yang signifikan dari variabel
independent terhadap variabel
dependent.
3. Dari Tabel Summary
Menunjukkan nilai Adjusted R
Square variabel independent yaitu
17,6%. sehingga diketahui masih
terdapat 82,4% faktor lain yang
mempengaruhi profitabilitas
perusahaan.
C. Upaya yang dilakukan perusahaan dalam meningkatkan profitabilitas.
1. Penggunaan software untuk membuat
laporan keuangan sehingga mudah
dikontrol dan benar.
2. Merger bisnis PT. Samudra Raya
dengan PT. MAF Logistik.
3. Merekrut karyawan baru untuk
keuangan perusahaan.
4. Mendirikan perusahaan bisnis baru
(ekspor ikan).
5. Peningkatan pemasaran guna
menambah jumlah customer. 6. Mengaktifkan perusahaan dalam bisnis
bongkar muat yang bertujuan untuk mendapatkan pemasukan yang cukup tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R., dan Ali, H. 2014. Manajemen
Keuangan Modern. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Chandra, P. N. 2012. Badai Pasti Berlalu. Surabaya: CPN Publishing
Freddy, R. 2016. Teknik Membedah Kasus
Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
SPSS IBM 24. 2017.
http://emerer.com/category/cara-
menggunakan-spss
Sujarweni, V. W. 2015. Metodologi
Penelitian - Bisnis dan Ekonomi.
Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Sulaeman, R. N. 2015. Manajemen
Keuangan Perusahaan Modern.
Bandung: Pustaka Reka Cipta
Suteja, J., dan Gunardi, A. 2016.
Manajemen Investasi dan Portofolio.
Bandung: PT Refika Aditama
Wishnu, A. P. 2010. Logistik Praktis.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Suhendi, dan Indra, S. 2014. Pengantar
Bisnis. Bandung: Alfabeta
Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan
Investasi. Yogyakarta: Kanisius
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1798
TERJADINYA OVERFLOW LUBRICATING OIL PADA
LO PURIFIER
Dwi Prasetyo
Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang
ABSTRAK
Purifier pada dasarnya adalah sebuah bowl atau wadah silinder yang berputar
dengan kecepatan tinggi. Ketika campuran minyak, air dan endapan lumpur masuk
kedalam putaran cepat centrifugal purifier, endapan akan terlempar ke lapisan luar, air
masuk pada lapisan tengah dan minyak pada lapisan paling dalam. Air yang telah
dipisahkan akan keluar melalui laluan air keluar dan oli keluar melalui outletnya. Minyak
lumas akan menjadi tidak layak digunakan apabila bercampur dengan air, pasir atau
kerikil yang halus, lumpur, serta kotoran lainnya. Maka dari itu minyak lumas harus selalu
dijaga supaya bebas dari kotoran semaksimal mungkin, maka dari itu harus dilakukan
pembersihan pada minyak lumas. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
penyebab terjadinya overflow lubricating oil pada purifier. Sedangkan tujuan khususnya
adalah untuk mengetahui bagaimana metode SHEL digunakan dalam mencegah terjadinya
overflow lubricating oil pada purifier.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan melakukan wawancara dan observasi
langsung kelapangan untuk mengetahui penyebab terjadinya overflow lubricating oil pada
purifier bersama para Masinis dan engine crew. Dari hasil identifikasi, ternyata peneliti
menemukan bahwa main seal ring pada lubricaring oil purifier telah mengalami
kerusakan, yang pada umumnya dalam keadaan normal dapat menutup celah antara bowl
body dan bowl hood tidak lagi menutup rapat sehingga oli bersih keluar ke sludge port.
Selanjutnya untuk Masinis ataupun crew mesin yang sedang tugas jaga harus selalu
melakukan pengecekan terhadap suhu pada lubricating purifier dan juga harus melakukan
maintenance sesuai dengan jam kerja. Sehingga nantinya tidak terjadi overflow lubricating
oil pada purifier lagi, operasional mesin induk juga lancar dan tidak merugikan berbagai
pihak.
Keywords : identifikasi, overflow lubricating oil, metode SHEL
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan praktek laut di
kapal MT. Sophie Schulte, peneliti
menyadari bahwa kondisi minyak lumas
perlu dijaga kebersihannya agar dalam
pemakaiannya tidak mempengaruhi daya
kerja dari mesin induk. Untuk menghindari
terjadinya gangguan proses pelumasan pada
mesin, maka perlu diadakan suatu sistem
pembersihan pada minyak pelumas. Agar
mesin induk yang merupakan mesin
penggerak utama dari sebuah kapal dapat
bekerja secara optimal. Minyak lumas
memegang peranan yang sangat penting
dalam pengoperasian suatu mesin diesel.
Minyak lumas akan menjadi tidak layak
digunakan apabila bercampur dengan air,
pasir atau kerikil yang halus, lumpur, serta
kotoran lainnya. Maka dari itu minyak
lumas harus selalu di jaga supaya bebas dari
kotoran semaksimal mungkin, maka dari itu
harus dilakukan pembersihan pada minyak
lumas.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1799
Air dan partikel padat serta minyak
yang berbeda berat jenisnya dapat
dipisahkan dengan adanya gaya tarik bumi
(gravity) yaitu dengan pengendapan. Namun
cara tersebut membutuhkan waktu yang
sangat lama. Tetapi dengan menggunakan
gaya sentrifugal yang dihasilkan dengan
putaran cepat, dimana gaya gravitasi
digantikan dengan gaya sentrifugal akan
menghasilkan gaya pemisahan yang ribuan
kali lebih besar. Pemanfaatan gaya
sentrifugal tersebut diterapkan dalam suatu
pesawat bantu yang disebut purifier.
Menurut manual instruction book,
purifier adalah permesinan bantu pemisah
sentrifugal kecepatan tinggi yang dirancang
khusus untuk melakukan proses
memisahkan minyak lumas dari kotoran
(sludge) maupun kandungan air sehingga
minyak dapat dibersihkan dengan optimal,
sebelum digunakan pada mesin. Purifier
pada dasarnya adalah sebuah bowl atau
wadah silinder yang berputar dengan
kecepatan tinggi. Ketika campuran minyak,
air dan endapan lumpur masuk ke dalam
putaran cepat centrifugal purifier, endapan
akan terlempar ke lapisan luar, air masuk
pada lapisan tengah dan minyak pada
lapisan paling dalam. Air yang telah
dipisahkan akan keluar melalui laluan air
keluar dan oli keluar melalui outletnya.
Sebagaimana diketahui bahwa minyak
lumas yang disuplai saat bunker masih kotor
sehingga perlu dilakukan proses
pembersihan (purifikasi). Namun pada
kenyataannya kadang terjadi gangguan dan
penyimpangan yang menyebabkan proses
purifikasi tidak berjalan dengan baik (tidak
normal).
Seperti yang terjadi pada waktu peneliti
melaksanakan praktek laut, terjadi masalah
pada lubricating oil purifier. Di mana saat
itu kapal berlayar dari Kozmino ke China
pada tanggal 15 Maret 2015. Waktu itu
peneliti melakukan tugas jaga di kapal
bersama dengan Masinis tiga pukul 08.00 –
12.00. Saat bertugas jaga terjadi alarm di
engine control room dan di monitor tertulis
L.O alarm failure. Setelah menganalisa
ternyata terjadi overflow dalam purifier
dimana minyak lumas tidak keluar melalui
pipa outlet melainkan keluar melalui sludge
port (overflow) menuju got. Sehingga
menyebabkan kerugian dari segi materi,
perusahaan harus mensuplai lebih banyak
minyak lumas untuk kebutuhan di atas
kapal. Dan perusahaan juga harus
melakukan pembelian spare part guna
perawatan purifier tersebut. Selain itu
Masinis yang bertanggung jawab yang
berhubungan dengan purifier mengalami
kerugian dari segi waktu dan tenaga karena
pada saat terjadi overflow yang bertugas jaga
adalah Masinis tiga sedangkan yang
bertanggung jawab adalah Masinis satu
sehingga Masinis satu harus meluangkan
waktu istirahatnya untuk turun ke kamar
mesin untuk mengecek kondisi dari
kelayakan purifier tersebut.
Berikut peneliti dan Masinis
menemukan penyebab terjadinya overflow
pada purifier adalah:
1. Ausnya main seal ring
2. Macetnya pilot valve
Walaupun terlihat sederhana, apabila
diacuhkan dapat menyebabkan kerusakan
dalam jangka waktu panjang jika tidak dicari
solusinya. Banyak metode untuk
mengidentifikasinya, salah satu metode
untuk mengidentifikasi serta mencegah
kerusakan atau penanganan gangguan pada
permesinan adalah dengan memperhatikan
prosedur, peralatan kerja, serta keselamatan
dalam pengoperasian permesinan. Hal-hal
tersebut dilakukan agar bahaya yang
mungkin terjadi dapat dihindari serta
mengetahui apa yang harus dilakukan jika
bahaya atau kerusakan terjadi. Metode yang
peneliti gunakan yaitu dengan metode
S.H.E.L (Software, Hardware, Environment,
Liveware). Metode SHEL adalah salah satu
metode yang meliputi petunjuk, prosedur
keselamatan, peralatan dan lebih menuju
pada kesalahan manusia itu sendiri.
Dalam Standard Operational Procedure
(SOP) tentang permasalahan Lubricating oil
purifier dengan minyak lumas, banyak hal
yang dapat diungkapkan dan dapat ditinjau
serta dipandang dari berbagai aspek, apalagi
bila dewasa ini di era modernisasi, ada
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1800
beragam jenis purifier yang digunakan
dengan sistem dan prinsip kerjanya masing-
masing, dan dari pabrik yang berbeda-beda
pula. Namun pada kenyataan sebenarnya
dalam praktek sehari-hari, permasalahan
yang dialami tentang perawatan Lubricating
oil purifier tidaklah semudah apa yang
dibayangkan, hal ini terbukti dari
pengalaman peneliti, ABK maupun Masinis
sendiri di atas kapal yang mengalami
kendala dalam penanganan perawatan
Lubricating oil purifier.
Kejadian ini sering terjadi sebagai
gejala yang mendahului adanya kerusakan
pada Lubricating oil purifier, keadaan ini
bila tidak segera ditanggulangi akan
menyebabkan pemakaian minyak lumas
lebih boros dan akan berpengaruh pada
kinerja motor induk. Motor induk akan
mendapat pelumasan dengan mutu minyak
luas yang rendah dan kerugian panas akibat
gesekan bertambah besar, sehingga
dikhawatirkan akan terjadi kerusakan yang
serius dan bahkan bisa fatal pengaruhnya
yang dapat menyebabkan terganggunya
kelancaran operasional kapal.
Dengan mempertimbangkan kejadian
dan kerugian yang ditimbulkan oleh
Lubricating oil purifier akibat terjadinya
overflow tersebut, maka peneliti tertarik
melakukan penelitian untuk membuat
penelitian dengan judul “Identifikasi
terjadinya overflow lubricating oil pada L.O
purifier di MT. Sophie Schulte dengan
metode SHEL”.
B. Perumusan Masalah
1. Mengapa terjadi overflow lubricating
oil pada purifier?
2. Bagaimana mencegah terjadinya
overflow dengan penerapan metode
SHEL?
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan
masalah ini, maka penulis dalam
melaksanakan pembahasan penelitian
ini dibatasi dalam hal-hal berikut :
1. Penelitian dilaksanakan pada saat
taruna melaksanakan praktek laut
pada bulan September 2014 –
November 2015 di kapal MT. Sophie
Schulte.
2. Penelitian meliputi penyebab dan
cara mencegah terjadinya overflow
dengan penerapan metode SHEL.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penyebab
terjadinya overflow lubricating oil
pada purifier.
2. Untuk mengetahui bagaimana
metode SHEL digunakan dalam
mencegah terjadinya overflow
lubricating oil pada purifier.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
Landasan teori digunakan sebagai
sumber teori yang dijadikan dasar dari pada
penelitian. Sumber tersebut memberikan
kerangka atau dasar untuk memahami latar
belakang dari timbulnya permasalahan
secara sistematis. Landasan teori juga
penting untuk mengkaji dari penelitian-
penelitian yang sudah ada mengenai
masalah tekanan kompresi menggunakan
metode SHEL. Oleh karena itu landasan
teori ini, peneliti akan menjelaskan tentang
konsep dasar teori SHEL, definisi dan tujuan
SHEL dan pengertian proses dalam
thermodinamika.
1. Konsep dasar teori SHEL
Konsep dasar dari teori SHEL adalah
cara untuk mengidentifikasi masalah
yang timbul dari suatu sistem dan
mengoptimalkannya, dengan hubungan
faktor manusia dan lingkungan
(Reinhart:1996,). Konsep ini berasal dari
'SHEL MODEL' oleh Hawkins 1975,
yang namanya berasal dari inisial
komponennya adalah sebagai berikut
software, hardware, environment, dan
liveware.
2. Definisi dan tujuan SHEL
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1801
“Central Liveware”, liveware yang
berada tengah dari SHEL, dapat
didefinisikan sebagai unsur-unsur
manusia seperti pengetahuan, sikap,
budaya dan stres. Liveware ini dianggap
sebagai inti dari SHEL dan komponen
lainnya cocok dengan Liveware sebagai
tokoh sentral (Hawkins, 1987)”.
Sistem L-H pada SHEL, interaksi antara
Liveware dan Hardware (system L-H)
biasanya bernama system manusia dan
mesin.
L-S System di dalam SHEL, yang
direpresentasikan sebagai interaksi antara
Liveware dan Software. Sebagai Software
menunjukkan benda-benda yang
berwujud dari pada Hardware, jelas
bahwa kesalahan interaksi L-S lebih sulit
untuk memecahkannya daripada
kesalahan interaksi L-H.
“Selain itu, antarmuka L-E ini yang
bersangkutan pada organisasi, peraturan
dan sosio-aspek lingkungan seperti moral
karyawan dan kesehatan organisasi di
bidang pelayaran. Hawkins (1987)
terutama menekankan pada tiga faktor
lingkungan: bising, panas dan getaran,
yang dapat mengakibatkan kesalahan
interaksi L-E.
L-L System antarmuka terakhir di
SHEL, yang merupakan interaksi antara
Liveware dan Liveware. Antarmuka L-L
ini juga terkait dengan kepemimpinan,
kerja sama crew dan interaksi
kepribadian dan faktor manusia ahli telah
dipastikan bahwa, masalah interaksi LL,
seperti kesalahan dalam tim kerja, telah
menyebabkan banyak kecelakaan.
3. Prinsip kerja purifier
Pemisahan terjadi di dalam bowl
dimana minyak yang masih kotor masuk
melalui inlet pipe. Minyak tersebut dibagi
oleh distributor naik melalui saluran disc
dan disalurkan kedalam disc stack.
Minyak secara terus menerus mengalir ke
arah tengah bowl dan dipisahkan dari air
dan kotoran. Minyak bersih
meninggalkan disc stack naik dan masuk
ke dalam paring chamber.
Dari sini minyak bersih dipompa oleh
pairing disc dan meninggalkan bowl
melalui outletnya. Kotoran yang berupa
lumpur menuju ke sludge space, dan air
naik melewati bagian luar disc stack,
melewati top disc terus ke bagian pinggir
dari gravity disc dan meninggalkan bowl
melalui water outlet dari purifier.
Lumpur yang berkumpul di sludge space
di bagian luar disc stack dan dikeluarkan
secara bertahap melalui sludge port.
4. Faktor-faktor penyebab overflow minyak
lumas pada saat pengoperasian purifier
adalah :
a. Pengaruh gravity disc
b. Pemilihan gravity disc
c. Pemilihan gravity disc
d. Putaran tidak center
B. Kerangka Berpikir
C. Definisi Operasional
Komponen pendukung proses purifikasi
adalah :
1. Disc
2. Bowl body
3. Bowl nut
4. Bowl hood
5. Main seal ring
6. Distributor
7. Pilot valve
8. Gravity disc
9. Screw with hole
10. Sliding bowl bottom
11. Main cylinder
12. Sludge space
Identifikasi terjadinya overflow lubricating oil pada L.O
purifier di MT. Sophie Schulte
-Macetnya pilot valve
- Ausnya main seal ring
-Perawatan berkala
-Inspeksi secara rutin
Penerapan metode SHEL
Penyebab terjadinya
overflow
Upaya pencegahan
overflow
Solusi
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1802
13. Sludge port
14. Drain valve plug
15. Distributor
16. Drain channel
17. Oil paring chamber
18. Water paring chamber
19. Gear pump
III. METODOLOGI
A. Metode Penelitian
Penelitian pada hakikatnya merupakan
suatu usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran
suatu pengetahuan dengan menggunakan
metode-metode ilmiah Pengumpulan dan
analisis data menggunakan metode-metode
ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif dan
kualitatif, eksperimental atau
noneksperimental, interaktif atau non
interaktif. Metode-metode tersebut telah
dikembangkan secara intensif melalui
berbagai uji coba sehingga telah memiliki
prosedur yang baku.
Metode penelitian yang tepat dan benar
semakin dirasakan urgensinya bagi
keberhasilan suatu penelitian. Salah satu hal
yang penting dalam setiap penelitian adalah
perumusan metodologi penelitian. Melalui
metodologi tergambar jelas cara penelitian
tersebut dilaksanakan yang disusun dan
tertata secara sistematis. Selain itu melalui
metodologi dapat dilihat landasan teori
tentang rancangan penelitian, model yang
digunakan didahului dengan rancangan
percobaan/penelitian eksperimen ataupun
teknik-teknik yang digunakan dalam
pengumpulan, pengolahan dan analisis data.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu dan Lokasi penelitian yang
diambil oleh peneliti untuk mengadakan
observasi dan penelitian adalah di atas kapal
MT. Sophie Schulte, disaat peneliti
mengadakan praktek laut selama 1 tahun
lebih, mulai bulan September 2014 sampai
dengan bulan November 2015. Kapal ini
berbendera Hongkong dan merupakan salah
satu armada yang di milik perusahaan
Bernhard Schulte Shipmanagement (BSM).
Adapun sumber data yang diperlukan
dan dipergunakan dalam penyusunan
penelitian ini merupakan informasi yang
diperoleh penulis melalui pengamatan
langsung dan wawancara Dari sumber-
sumber ini diperoleh data sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh
dari sumber pertama melalui prosedur
dan teknik pengambilan data yang dapat
berupa wawancara, observasi maupun
penggunaan instrumen pengukuran yang
khusus dirancang sesuai dengan tujuan.
Data primer dalam penelitian ini berupa
pengamatan peneliti selama praktek laut
di atas kapal MT. Sophie Schulte tentang
terjadinya overflow lubricating oil pada
purifier dan wawancara langsung dengan
engineer serta crew MT. Sophie Schulte.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang tidak
langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang
lain atau lewat dokumen. Pengumpulan
data sekunder dalam penelitian ini
melalui cara dengan cara membaca,
mempelajari dan memahami melalui
media lain yang bersumber dari literatur,
buku-buku, serta dokumen perusahaan.
Data ini diperoleh dari buku-buku yang
berkaitan dengan obyek penelitian atau
yang berhubungan dengan permasalahan
yang akan dibahas, yang diperlukan
sebagai pedoman dalam observasi. Data
sekunder data yang diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti. Data ini
diperoleh dari buku-buku referensi dan
arsip-arsip kapal, media-media sosial
serta buku-buku di perpustakaan yang
berhubungan dengan permasalahan yang
dibahas guna menunjang materi dalam
penelitian.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah
teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1803
oleh peneliti untuk mengumpulkan data.
Pengumpulan data dimaksudkan untuk
memperoleh bahan-bahan yang relevan,
akurat, dan nyata. Data-data tersebut
diperoleh dengan cara: wawancara,
observasi, dan kepustakaan. Masing-masing
data memiliki kelebihan dan kekurangan
sendiri-sendiri karena itu lebih baik
mempergunakan suatu pengumpulan data
lebih dari satu, sehingga dapat saling
melengkapi satu sama lain untuk menuju
kesempurnaan penelitian. Didalam
penelitian ini peneliti menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data, antara
lain :
1. Observasi
Observasi adalah suatu jenis metode
yang dilakukan dengan cara pengambilan
data dengan mengadakan pengamatan secara
langsung terhadap masalah yang sedang
diteliti. Teknik observasi digunakan dengan
maksud untuk mendapatkan atau
mengumpulkan data secara langsung selama
melaksanakan praktek laut di atas kapal MT.
Sophie Schulte, mengenai lubricating oil
purifier untuk menghindari terjadinya
overflow minyak lumas pada kegiatan
tersebut.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang
dilakukan dua pihak, yaitu pewawancara
yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai memberikan jawaban atas
pertanyaan. Dalam penelitian ini,
wawancara dilaksanakan setelah melakukan
observasi saat peneliti melaksanakan
praktek laut selama satu tahun. Wawancara
dilakukan oleh peneliti itu sendiri, sedang
yang diwawancarai melibatkan engineer
kapal.
3. Dokumentasi dan kepustakaan
Teknik pengumpulan data melalui studi
dokumentasi diartikan sebagai upaya untuk
memperoleh data dan informasi berupa
catatan tertulis/gambar yang tersimpan
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Cara
mendapatkan atau mengumpulkan data
dengan jalan mempelajari teori-teori dari
hasil dokumen-dokumen kapal serta
prosedur-prosedur yang berkaitan dengan
pokok masalah yang diteliti. Untuk
peraturan-peraturan yang berlaku, baik
dalam ruang lingkup nasional maupun
internasional.
D. Teknik Analisis Data
Dalam penulisan ini peneliti
menggunakan metode analisis data, dengan
cara menganalisa data-data yang diperoleh
dari hasil penelitian. Selanjutnya peneliti
membuat penyajian data yang merupakan
penjabaran dari data-data yang diperoleh
dari hasil penelitian sebelumnya yang telah
disusun dengan urut sehingga diperoleh
penyajian data yang mudah dipahami dan
dimengerti oleh pembaca. Ada tiga macam
metode analisis data yang digunakan pada
penulisan ini, yaitu :
1. Data reduksi
Reduksi dapat didefinisikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstraksian
dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan.
2. Data penyajian
Penyajian data merupakan sekumpulan
informasi yang telah tersusun secara
terpadu dan mudah dipahami yang
memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan mengambil
tindakan.
3. Mengambil kesimpulan
Mengambil kesimpulan merupakan
kemampuan seorang peneliti dalam
menyimpulkan berbagai temuan data
yang diperolah selama proses penelitian
yang ada di kapal dengan pelaksanaan
yang benar sesuai buku petunjuk yang
ada.
IV. PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Yang
Diteliti
Name : Lubricating oil purifier
Model : SJ 20G (2 sets)
Max. Speed (Bowl) : 9512 r/min (50Hz)
9307 r/min (60Hz)
Capacity : 1800 lit/h
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1804
Max Temperature : 85o C
Speed Motor Shaft : 1500 r/min (50
Hz),
1800 r/min (60 Hz)
Max. density of feed : 1100 kg/m3
Maker : MISTSUBISHI
Sumber : manual book
B. Hasil Penelitian
Melalui pengamatan dan identifikasi pada
seluruh sistem, maka peneliti mendapatkan
hasil sebagai berikut :
1. Apa penyebab terjadinya overflow
pada lubricating oil purifier.
Bekerjanya purifier dengan optimal
apabila penggunaan dan perawatan dari
purifier tersebut sesuai jam kerja dan
sesuai dengan instruction manual book.
Berdasarkan pengalaman yang dialami
peneliti di kapal MT. Sophie Schulte,
peneliti menemukan masalah yang
berhubungan dengan purifier, yaitu
terjadinya overflow pada L.O purifier,
sehingga menimbulkan alarm di engine
control room. Oleh karena itu perlu
diadakan pengecekan serta perawatan
terhadap komponen lubricating oil
purifier.
Dugaan sementara penyebab
terjadinya overflow tersebut akibat tidak
normalnya komponen-komponen berikut:
1. Main seal ring
Main seal ring adalah sebuah
perangkat purifier yang berfungsi
untuk menutup celah antara bowl hood
dengan main cylinder pada saat
terjadinya proses pengoperasian
purifier. Secara normal closing water
dapat mendorong main cylinder ke
atas untuk menutup sludge port. Jika
main seal ring megalami kerusakan
atau tidak berfungsi secara normal,
maka bahan bakar akan keluar
diantara bowl hood dengan main
cylinder menuju ke saluran
pembungan kotoran. Adapun
penyebab rusaknya main seal ring
yaitu:
a. Faktor pemasangan
Pada saat pemasangan sebuah
seal ring harus disertai dengan
ketelitian dan teknik yang benar.
Pemasangan dari seal ring yang
terpasang rapat dan sebagian
melintir itu akan mengakibatkan
bowl body dengan main cylinder
tersebut tidak rapat, sehingga
minyak lumas yang belum sempat
dipisahkan dengan air dan kotoran
akan keluar melewati celah-celah
antara bowl body dan main cylinder
akibatnya minyak lumas yang
masih bersih ikut keluar melalui
sludge port atau overflow.
b. Faktor usia
Kerusakan pada seal ring bisa
dipengaruhi oleh faktor usia sebab,
komponen ini terbuat dari bahan
karet yang lama kelamaan akan
menjadi renggang dan bila sudah
melewati batas kerja maksimum
enam bulan secara otomatis sifat-
sifat mekanis yang akan
ditimbulkan oleh seal ring akan
berkurang dan mengakibatkan seal
ring tidak lagi berfungsi sebagai
perapat yang baik. Terkadang
meskipun usia dari seal ring belum
melewati dari batas maksimum tapi
sudah mengalami kerusakan atau
sudah tidak berfungsi dengan baik.
Ini dikarenakan kualitas dan bahan
dari seal ring kurang mempunyai
mutu yang tinggi atau kurangnya
perawatan secara rutin, maka pada
saat pengopersian akan terjadi
overflow.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1805
Gambar 1 : Main seal ring baru
2. Pada pilot valve
Katup bantu (pilot valve) sangat
berperan penting dalam proses
pembukaan dan penutupan bowl,
karena alat ini menahan air tekanan
rendah sehingga main cylinder dapat
terangkat dan lubang pembuangan
sludge dapat tertutup. Selama proses
pembersihan minyak terjadi atau
purifier dalam operasi normal. Pada
saat proses blow up, air bertekanan
tinggi dialirkan secara otomatis dan
dapat pula dilakukan secara manual
dengan menggunakan katup solenoid
untuk menekan katup bantu pada bowl
sehingga saluran pembuangan air
bertekanan rendah terbuka dan air
terpancar keluar mengakibatkan main
cylinder akan turun serta lubang
pembuangan sludge terbuka dan
terpancar keluar.
Gambar 2 : Letak posisi pilot valve
pada purifier
Pada saat proses pembuangan air
bertekanan rendah untuk menurunkan
main silinder. Hal ini tidak dapat
terjadi karena adanya kerak yang
menempel pada pilot valve
menyebabkan terjadinya kemacetan
penutupan. Pilot valve tidak bisa
menutup ruang tekan closing water
sehingga closing water mengalir
keluar dan mengkibatkan kebocoran.
Kerak yang menghalangi pergerakan
dari pilot valve berasal dari
penggunaan air hasil dari penekan
pada main cylinder pada saat
beroperasi, air inilah yang
mengandung zat kapur dan materi
lainnya. Proses bertumpuknya kerak
pada pilot valve sehingga menutupi
ruang tekan closing water, akibatnya
kebocoran terjadi karena closing water
tidak mampu menekan main cylinder
ke atas hal ini akan mengakibatkan
tidak normalnya proses purifikasi L.O
purifier dalam menghasilkan minyak
lumas bersih sehingga minyak lumas
yang didistribusikan menuju main
engine masih dalam keadaan tidak
bersih karena kebocoran tersebut. Dari
hasil pengukuran yang Masinis dan
peneliti lakukan, ternyata lubang pada
pilot valve mengalami penyusutan
yang disebabkan oleh kerak pada
lubang pilot valve. Hal ini
menyebabkan pilot valve tidak dapat
menutup bowl, sehingga minyak
lumas ikut keluar ke sludge tank.
Gambar 3 : Pilot valve yang tersumbat
3. Pada pemasangan gravity disc
Gravity disc adalah suatu bidang
pemisah antara minyak dan air dengan
diameter dari bidang tersebut
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1806
ditentukan oleh selisih dari kepekatan
minyak dan air serta diameter dari
lubang laluan keluar dari minyak dan
air. Kemampuan purifier adalah
memisahkan minyak dari air dan
lumpur yang berada pada oli bersih .
Ini sangat dipengaruhi oleh ukuran
gravity disc. Hal ini bertujuan untuk
mengatur cara pelemparan sehingga
zat cair yang masuk, yang mempunyai
berat jenis yang lebih berat akan
terlempar jauh, sedangkan yang
mempunyai berat jenis yang lebih
ringan akan berada dekat pada pusat
putaran.
Jika berat jenis dari minyak lumas
yang masuk kedalam purifier berubah
maka perbandingan garis tengah
(diameter) harus diubah dan cincin
tersebut adalah gravity disc. Agar
cairan minyak dan air serta lumpur
tidak bersatu atau tercampur kembali
pada waktu air dan minyak keluar
maka dipasang gravity disc. Namun
sering kali ukuran ini kurang bahkan
tidak diperhatikan sehingga
penggunaannya kadang tidak tepat
sesuai dengan penigkatan atau
penurunan berat jenis minyak lumas,
kelalaian tersebut dapat
mengakibatkan proses pembersihan
tidak sesuai yang diharapkan atau
kurang baik Dari hasil pengamatan
ternyata pemilihan gravity disc telah
sesuai dengan petunjuk manual
instruction book. Masinis dan peneliti
menyimpulkan bahwa gravity disc
bukanlah salah satu penyebab yang
menyebabkan terjadinya overflow
pada lubricating oil purifier.
Gambar 4 : Gravity disc
4. Putaran shaft
Gagalnya purifier distart kembali
setelah terjadi automatic stop
disebabkan putarannya imbal (tidak
senter) sehingga tidak mampu
melampui batas kritis. Pertama kali
putaranya jalan pelan-pelan namun
semakin lama semakin cepat, untuk
menuju putaran normal biasanya
melalui putaran yang diiringi dengan
getaran, getaran inilah yang
dinamakan putaran kritis. Putaran
purifier yang imbal (tidak senter) sulit
bahkan tidak mungkin mencapai
putaran normal, apabila putaran tidak
normal maka daya atau tenaga untuk
melempar dalam gaya centrifugal
tidak tercapai sehingga bahan bakar
dan air akan tercampur.
Pada saat lubricating oil purifier
dijalankan ternyata putarannya dapat
mencapai putaran normal dan dapat
berjalan dengan lancar. Masinis dan
peneliti menyimpulkan bahwa putaran
bukanlah salah satu penyebab
terjadinya overflow pada lubricating
oil purifier.
5. Pada bowl disc
Pada dinding bagian dalam bowl
banyak kotoran-kotoran yang
menempel. Agar bowl disc tidak kotor
sesuai yang dianjurkan oleh
instruction manual book purifier
dilakukan pembersihan setiap 3000
jam pada saat pencucian bowl
(mangkuk), bowl hood (kap
mangkuk), bowl body (badan
mangkuk), dan bowl disc (piringan
mangkuk) serta dapat diperiksa
bagian-bagian lainnya seperti: O-ring
packing atau seal ring. Bila pada
bagian-bagian tersebut rusak maka
harus segera diganti untuk mencegah
kebocoran pada purifier tersebut.
Setelah dibuka ternyata bowl disc
dalam keadaan bersih dan tidak ada
bagian bowl disc yang tersumbat.
Masinis dan peneliti menyimpulkan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1807
bahwa bowl disc bukanlah salah satu
penyebab terjadinya overflow pada
lubricating oil purifier.
Gambar 5 : Bowl Disc dalam keadaan bersih
C. Pembahasan masalah
Pembahasan mengenai penyebab
terjadinya overflow lubricating oil pada L.O
purifier, peneliti paparkan dengan metode
S.H.E.L .
1. Software
Sofware adalah bagian non-fisik system
termasuk prosedur, manual dan aturan-
aturan dalam melakukan penanganan suatu
pekerjaan. Di bawah ini adalah kelengkapan
prosedur yang harus ada di atas kapal
sehingga suatu pekerjaan akan berjalan
dengan lancar. Standar prosedur kerja
adalah sebagai berikut :
a. Standard operation procedure (SOP)
Agar memahami kegiatan dalam suatu
pekerjaan dengan baik setiap organisasi
harus memiliki suatu acuan, instruksi
ataupun prosedur kerja. Karena dengan
adanya prosedur atau acuan ini para
crew, atasan, dan manajemen untuk
mendapatkan suatu kejelasan serta
kemudahan transparansi dalam setiap
prosedur pelayanan yang diberikan.
b. Manual book
Manual book adalah buku panduan
didalamnya terdapat suatu panduan
informasi tentang bagaimana cara
mengatasi suatu masalah dan spesifikasi
sistem. Manual repair adalah buku
panduan yang digunakan dalam
memandu pelaksanaan perbaikan yang
mengacu pada standar pabrik (maker).
Dalam perawatan sistem pendinginan
banyak yang tidak sesuai. c. Instruksi kerja
Instruksi kerja adalah suatu perintah dan
petunjuk-petunjuk yang bersumber pada
peraturan dan kebijaksanaan dari pihak
perusahaan. Instruksi kerja biasanya
digunakan untuk penyelesaian masalah
yang akan dikerjakan, sehingga
instruksi ditujukan kepada banyak pihak
untuk menyelesaikan hal tersebut.
Pada penyebab terjadinya overflow pada
L.O purifier maka harus selalu
memperhatikan instruction manual
book yang sudah mencapai jam
kerjanya (running hours), selalu
melakukan pendataan dengan menjurnal
dan mencatat semua pesawat yang ada
alat ukur dan temperatur setiap bulan
dimasukkan pada monthly report dan
engine performance agar tekanan L.O
yang menurun dapat diketahui, ini
merupakan suatu usaha atau kegiatan
agar tekanan L.O selalu dalam keadaan
yang baik dan dapat dicegah terjadinya
overflow.
2. Hardware
Hardware mengacu pada setiap
komponen fisik dan non-manusia dari
sistem purifikasi.
a. Pada pilot valve
Pilot valve dipergunakan untuk
membuka dan menutup saluran air
bertekanan yang dipergunakan untuk
membuka dan menutup bowl. Apabila
pilot valve ini mengalami gangguan
maka akan berdampak pada bowl. Pilot
valve tidak bisa menutup ruang tekan
closing water sehingga closing water
mengalir keluar dan mengakibatkan
kebocoran sehingga proses purifikasi
tidak berjalan optimal karena minyak
lumas yang seharusnya masuk ke dalam
service tank ikut terbawa menuju sludge
tank. Akan tetapi dengan adanya kerak
yang menempel pada pilot valve,
menyebabkan terjadinya kemacetan
penutupan. Pilot valve tidak bisa
menutup ruang tekan closing water
sehingga closing water mengalir keluar
dan mengkibatkan kebocoran. Kerak
yang menghalangi pergerakan dari pilot
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1808
valve berasal dari penggunaan air hasil
dari penekan pada main cylinder pada
saat beroperasi, air inilah yang
mengandung zat kapur dan materi
lainnya.
Proses lengketnya/bertumpuknya
kerak pada pilot valve sehingga
menutupi ruang tekan closing water,
akibatnya kebocoran terjadi karena
closing water tidak mampu menekan
main cylinder ke atas hal ini akan
mengakibatkan tidak normalnya proses
purifikasi lubricating oil purifier dalam
menghasilkan minyak bersih. Kerak-
kerak yang menempel di pilot valve
pada bowl body harus dibersihkan
dengan cara melepaskan pilot valve
pada bowl body rendam dengan larutan
chemical pelunak kotoran agar
memudahkan melepaskan kotoran yang
menempel. Adapun dampak dari pada
buntunya pilot valve adalah sebagai
berikut :
1) Dengan buntunya pilot valve maka
proses penutupan bowl tidak dapat
berjalan dengan baik.
2) Dengan buntunya pilot valve maka
air bertekanan rendah tidak akan bisa
menutup bowl sehingga
menyebabkan terjadinya overflow.
3) Main cylinder bottom tidak dapat
terangkat atau terdorong ke atas
untuk menutup sehingga dapat
menyebabkan overflow.
b. Pada main seal ring
Fungsi dari main seal ring adalah
sebagai perapat antara bowl hold dan
main cylinder, di mana saat terjadi
proses pemisahan di dalam bowl
purifier, main seal ring akan menjaga
agar minyak lumas, air, dan kotoran
tidak ada yang bocor dan keluar melalui
sisi kotoran atau sludge. Jika main seal
ring mengalami kebocoran maka proses
purifikasi tidak akan terjadi karena
minyak bocor dan keluar melalui ke sisi
sludge. Rusaknya main seal ring (keras
dan tidak elastis) adalah juga
merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya overflow.
Main seal ring sudah tidak berfungsi
sebagaimana mestinya karena lamanya
pemakaian, maka tidak ada jalan lain
kecuali main seal ring tersebut harus
diganti dengan yang baru, pergantian
seal ring tersebut harus sesuai dengan
ukuran sebelumnya atau yang lama
dengan mempunyai tipe yang sama. Hal
ini juga dapat menghindari
ketidakcocokan komponen dalam
pemasangan pada main cylinder
nantinya.
Terjadinya peluberan bahan bakar di
sludge port disebabkan karena
terjadinya kerusakan pada main seal
ring sehingga bahan bakar keluar
melalui celah antara bowl nut dengan
katub slinder. Peluberan bahan bakar ini
disebabkan karena faktor pemasangan
yang kurang baik dan faktor usia.
Adapun tindakan yang harus diambil
untuk menghindari peluberan bahan
bakar adalah sebagai berikut :
a) Faktor pemasangan
Pemasangan seal ring harus dengan
teknik yang baik dan cara pemasangan
yang benar yaitu :
1) Pemasangan seal ring harus
dipasang hati-hati agar tidak
melintir.
2) Dalam menggabungkan main seal
cylinder pada bowl body, berikan
minyak untuk menggeser
sebagian komponen main
cylinder permukaan penyegel
tidak rusak, apabila main cylinder
yang menyentuh ring sulit
bergeser, lebih baik mengetuk
luar dari bowl body dengan kayu.
3) Berikan silicon pada masing-
masing bagian seal ring dengan
rata agar kerapatan dapat terjaga
serta kebocoran dapat terhindar.
b) Faktor usia
Apabila seal ring sudah tidak
berfungsi sebagaimana mestinya karena
lamanya pemakaian maka tidak ada
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1809
jalan lain kecuali seal ring tersebut
harus diganti dengan yang baru,
pengantian seal ring tersebut harus
sesuai dengan ukuran sebelumnya dan
mempunyai tipe untuk purifier tersebut.
Hal ini juga dapat menghindari
ketidakcocokan komponen dalam
pemasangan pada katub cylinder
nantinya. Di dalam instruction manual
book purifier mengatakan bahwa
standar pemakaian main seal ring 3000
jam, lewat dari itu perubahan wujud
bahan dan ukuran sudah berubah tidak
sesuai dengan standar yang ditentukan.
3. Environment
Environment disini berdasarkan
masalah yang ditimbulkan dari kondisi
lingkungan yang berpengaruh terhadap
purifier salah satunya adalah air tawar.
Kualitas air tawar sangat berpengaruh
terhadap terjadinya kerak pada pilot
valve dan korosi pada pipa sehingga
menyebabkan macet pada pilot valve.
Sesuai dengan kendala lingkungan
yang dihadapi pada purifier dan
pemecahan masalahnya. Kendala yang
telah terjadi pada lingkungan di mana
pemipaan pada purifier khususnya pada
saluran air tawar mengalami korosi
akibat kelembapan udara sekitar maka
pencegahan korosi dapat dilakukan
dengan cara mencegah kontak dengan
oksigen dan air. Korosi pada pipa besi
memerlukan oksigen dan air. Bila salah
satu tidak ada, maka peristiwa korosi
tidak dapat terjadi. Peristiwa korosi
pada pipa merupakan fenomena yang
tidak dapat dihindari, namun dapat
dihambat maupun dikendalikan untuk
mengurangi kerugian dan mencegah
dampak negatif yang diakibatkannya.
Dengan penanganan ini umur produktif
saluran pipa pada sistem pendinginan
mesin diesel generator menjadi panjang
sesuai dengan yang direncanakan,
bahkan dapat diperpanjang untuk
memperoleh nilai ekonomi yang lebih
tinggi. Upaya penanganan korosi
diharapkan dapat banyak menghemat
biaya operasional, sehingga
berpengaruh terhadap efisiensi serta
menghemat anggaran perawatan .
Korosi dapat dicegah dengan cara
sebagai berikut :
a. Melapisi pipa dengan cat
Bertujuan untuk menghindarkan
kontak dengan udara dan air. Cat
yang mengandung timbel dan zink
akan lebih baik, karena keduanya
melindungi besi terhadap korosi.
b. Melapisi pipa dengan oli atau grease
Bertujuan untuk mencegah kontak
antara permukaan luar pipa dengan
air sehingga proses korosi tidak
terjadi.
c. Melapisi pipa dengan galvanis
(pelapisan dengan Zink)
Pipa besi dilapisi dengan zink.
Berbeda dengan timah, zink dapat
melindungi pipa dari korosi
sekalipun lapisannya tidak utuh. Hal
ini terjadi karena suatu mekanisme
yang disebut perlindungan katode.
Oleh karena potensial reduksi pipa
besi lebih positif dari pada zink,
maka pipa yang kontak dengan zink
akan membentuk sel elektrokimia
dengan pipa sebagai katode. Dengan
demikian pipa terlindungi dan tahan
terhadap karat.
4. Liveware
Liveware mengacu pada setiap
manusia dari system dalam aspek
relasional, manajemen, pengawasan,
interaksi dalam proses perawatan sistem
pelumasan. Bahwa faktor manusia
sebagai salah satu penyebab dan perlu
penganalisaan lebih dalam, karena
prasarana yang dimiliki di atas kapal
jika tidak ditunjang dengan sumber
daya manusia yang handal akan sia-sia.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Faktor komunikasi yang buruk
Suatu tim kerja di atas kapal haruslah
memiliki interaksi yang baik, karena itu
komunikasi sangatlah penting dalam
sebuah tim kerja agar memperoleh
keberhasilan. Tim kerja yang solid
adalah tim kerja yang selalu menjaga
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1810
komunikasi antara individu yang satu
dengan individu yang lainnya, sehingga
menciptakan kerja tim menjadi lebih
baik.
b. Faktor stres
Stres merupakan istilah umum yang
diaplikasikan sebagai tekanan hidup
yang sering dirasakan semua orang
dalam hidupnya. Terjadinya stres di
tempat kerja hampir tidak dapat
dihindari dalam banyak jenis pekerjaan.
Meskipun banyak definisi dan
perdebatan tentang pengertian stres di
tempat kerja, pada dasarnya bahwa stres
adalah respons yang adaptif, dimensi
oleh perbedaan-perbedaan individual,
dan atau proses psikologis yang
merupakan sebuah konsekuensi dari
tindakan.
c. Faktor kelelahan kerja
Akibat logis dari suatu kelelahan
adalah pekerjaan yang berat untuk
diselesaikan, sehingga berdampak
terhadap individu yang bersangkutan
adalah penurunan kinerja. Semakin
sering dan beratnya kelelahan yang
dihadapi oleh crew menjadikan crew
tidak memiliki semangat dalam
melakukan pekerjaanya. Ujungnya
adalah kinerjanya rendah dan cenderung
jenis kelelahan akan berhubungan
dengan jenis dan beban pekerjaan
seseorang.
Sesuai dengan kendala-kendala yang
terjadi pada sumber daya manusia, dan
mengingat manusia sebagai sumber
penggerak utama dalam perawatan
purifier dalam hal ini khususnya
terhadap sistem pelumasan yang sangat
berperan penting terhadap kerja
purifier, maka pemecahan masalahnya
adalah sebagai berikut:
1) Komunikasi
Komunikasi antar crew harus
terjaga dengan baik, kerja tim dalam
melakukan perawatan diesel generator
dalam hal ini khususnya sistem
pendinginan diadakan komunikasi antar
crew, hal ini dilakukan untuk
memudahkan dan memperlancar
keberhasilan perawatan dan perbaikan.
Seperti yang kita ketahui sumber daya
manusia merupakan yang paling
mendasar dan paling utama mengingat
manusia sebagai sumber penggerak
utama dalam operasional kapal, oleh
sebab itu komunikasi harus terjaga
dengan baik di atas kapal, antar crew
dengan crew lain, sebaiknya juga
sebelum melakukan sering dan
komunikasi sebelum melakukan
pekerjaan, agar pekerjaan yang
dikerjakan berjalan dengan lancar.
2) Mencegah fatique dan stres
Adapun untuk itu diperlukan
langkah-langkah sistematis.
Berdasarkan volume dan bobot
kelelahan kerja maka individu crew
sebaiknya melakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Mengetahui penyebab mengapa
terjadi kelelahan kerja, kapan saja,
dimana, dan ketika mengerjakan
apa.
b) Kalau dirasa terlalu berat perlu
melakukan konsultasi dengan
orang yang ahli dan
berpengalaman.
c) Melakukan pemulihan kelelahan
dengan cara berolahraga secara
teratur, tidur yang cukup,
bersosialisasi, relaksasi, dan kalau
dianggap perlu berobat ke dokter.
d) Mengambil hak cuti kerja.
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan
identifikasi data yang telah dilakukan di atas
kapal MT. Sophie Schulte peneliti
menemukan permasalahan yaitu terjadinya
overflow pada lubricating oil purifier.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa yang
dialami selama melakukan penelitian di atas
kapal MT. Sophie Schulte sebagai berikut :
1. Setelah melakukan penelitian
ternyata peneliti menemukan bahwa
main seal ring pada lubricating oil
purifier telah mengalami kerusakan,
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1811
yang pada umumnya dalam keadaan
normal dapat menutup celah antara
bowl body dan bowl hood namun
karena mengalami kerusakan, tidak
dapat lagi menutup rapat sehingga
oli bersih keluar ke sludge port.
2. Setelah pilot valve diukur ternyata
diameter dalam yang pada keadaan
normal 6mm – 7.5mm telah
mengalami penyempitan menjadi 4
mm yang diakibatkan kerak pada
pilot valve tersebut, sehingga supply
water yang berfungsi menutup bowl
body tidak lagi bekerja dan
mengakibatkan oli bersih ikut keluar
ke sludge port.
B. Saran
Berdasarkan dari permasalahan yang
sudah diuraikan dan diberikan solusi untuk
pemecahannya, agar komponen mesin induk
dapat bekerja dengan baik. Untuk itu
peneliti akan memaparkan saran-sarannya
sebagai berikut :
1. Sebaiknya Masinis ataupun crew
mesin yang sedang tugas jaga harus
selalu melakukan pengecekan
terhadap suhu pada lubricating
purifier dan juga harus melakukan
maintenance sesuai dengan jam kerja.
2. Sebaiknya filter air tawar yang berada
pada sistem lubricating oil purifier
sering dibersihkan untuk mencegah
menumpuknya kerak yang terdapat
pada pilot valve.
DAFTAR PUSTAKA
Alan JS, Carl DH, John JG. 2008. Safety
Management Systems in Aviation.
USA : Ashgate Publishing Company
Cadet Handouts Course Bernhard Schulte
Shipmanagement
Roader, Catalin. 2005. Dry Docking
Specification. Bernhard Schulte
Shipmanagement. Cyprus
Taylor, D.A. 2002. Introduction to marine
Engineering (Revised Second
Edition). Great Britain : Athenaeum
Press Ltd
Hadi, Sutrisno. 2010. Metodologi Research.
Yogyakarta : Andi Offset
Jackson, Leslie, and Thomas D. Morton.
2001. General Engineering
Knowledge For Marine Engineers.
Great Britain : Thomas Reed
Publications
Manual Instruction Book. 2005. Mitshubishi
Selfjector, Mitsubishi Kakoki Kaisha
Indrawan, Rully dan Poppy Yaniawati.
2014. Metodologi Penelitian.
Bandung: PT. Refika Aditama
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung : Alfabeta
http://wikiofscience.wikidot.com/technology
:shell-model-of-human-factors
http://mrosafety.blogspot.co.id/2012/08/shel
l-model.html
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1812
ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK PEKERJAAN
TERHADAP PRESTASI KERJA
(STUDI PADA PEGAWAI POLITEKNIK ILMU PELAYARAN SEMARANG)
Janny Adriani Djari
Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRACT
As for target of this research to analyse work characteristic influence to labour capacity of
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang to labour capacity of Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.
Research regarding do individual characteristic influence intervening motivation and work
characteristic to labour capacity take population officer of Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
amounting to 218 people. Intake of sample with sampling random technique representing
technique intake of sample at random with determination of is amount of sampel used by slovin
formula obtained by 142 responder. As for data obtained with kuesioner with data analysis use
linear regression.
Pursuant to research which have been done by hence can be obtained by the following
conclusion is existence of positive influence and signifikan between work characteristic to
labour capacity.
Keywords : work characteristic, labour capacity
I. PENDAHULUAN
Faktor yang mempengaruhi prestasi
kerja pegawai adalah karakteristik
pekerjaan. Pada dasarnya, karyawan
menghendaki karakteristik pekerjaan yang
sesuai dengan harapannya, yaitu pekerjaan
yang menyediakan kesempatan bagi
terpenuhinya kebutuhan untuk
mengembangkan diri, pengakuan akan tugas
bagi diri sendiri maupun rekan kerja, umpan
balik yang diterima dari pengerjaan tugas.
Tidak semua bidang pekerjaan yang para
karyawan hadapi sesuai dengan orientasi
pemenuhan kebutuhan mereka. Hal ini
disebabkan karena setiap bidang pekerjaan
secara tipikal mempunyai karakteristik
pekerjaan yang akan dipersepsikan dengan
cara yang berbeda oleh masing-masing
karyawan. Pekerjaan dapat dikatakan
menyenangkan, bernilai dan memberikan
arti pada karyawan yang bersangkutan
apabila pekerjaan yang dilakukan dapat
memberikan pengalaman, penghasilan serta
penghargaan kepada karyawan yang
mengerjakannya. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa karakteristik pekerjaan
merupakan faktor penting dalam
pembentukan prestasi kerja pegawai.
Penelitian mengenai pengaruh
karakteristik pekerjaan terhadap prestasi
kerja pegawai pernah dilakukan oleh
Cholifah Noor (2012) serta Moch. Abdul
Cholik dan Bayu Ilham Pradana (2015) yang
menghasilkan karakteristik pekerjaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
prestasi kerja pegawai. Berbeda hasil
penelitian yang dilakukan oleh Mohammad
Sapta Heriyawan (2014) dan Destia
Aktarina (2015) yang menghasilkan
karakteristik pekerjaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap prestasi kerja.
Kajian penelitian mengenai pengaruh
karakteristik pekerjaan terhadap prestasi
kerja pegawai akan dilakukan pada pegawai
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang adalah
salah satu Lembaga Pendidikan Maritim
negeri dibawah naungan Kementerian
Perhubungan dan satu-satunya yang berada
di Jawa Tengah, yang berlokasi di Jalan
Singosari 2A Semarang dengan tugas pokok
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1813
membina dan mencetak lulusan perwira-
perwira kapal niaga, baik kapal-kapal milik
Negara maupun kapal-kapal swasta.
Berdasarkan latar belakang tersebut di
atas, maka peneliti akan menguji tentang
pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap
prestasi kerja pegawai (Studi pada Pegawai
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang).
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
“Untuk menganalisis pengaruh karakteristik
pekerjaan terhadap prestasi kerja pegawai
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang”
Kerangka Penelitian
Hal yang penting dalam pengelolaan
sumber daya manusia adalah mengenai
prestasi kerja pegawai. Prestasi kerja
pegawai sebagai hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dapat dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Hal yang mendukung
prestasi kerja pegawai tersebut adalah
karakteristik pekerjaan. Berdasarkan uraian
tersebut diatas maka dapat disusun kerangka
teoritis sebagai berikut :
Gambar Kerangka penelitian
II. METODE PENELITIAN
Populasi Penelitian
Populasi menurut Sutrisno Hadi (2006)
adalah sekumpulan dari seluruh elemen-elemen
yang dalam hal ini diartikan sebagai obyek
penelitian. Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah pegawai Politeknik
Ilmu Pelayaran Semarang yang berjumlah
218 orang.
Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang akan diteliti (Sutrisno Hadi,
2006). Sampel dalam penelitian ini adalah
pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.
Pengambilan sampel dengan Teknik random
sampling yang merupakan teknik pengambilan
sampel secara acak. Untuk penentuan jumlah
sampel berdasarkan pendapat Umar (2009)
yang menyatakan jumlah sampel minimal 30
pada kebanyakan penelitian sudah terwakili.
Oleh sebab itu penentuan jumlah sampel
digunakan rumus slovin dihasilkan sebesar 142
responden.
Definisi Konsep, Operasional Dan Pengukuran Variabel
Tabel Definisi Konsep, Operasional dan Pengukuran Variabel
No Variabel Definisi Konsep Definisi Operasional
Dimensi Indikator
1 Karakteristik
Pekerjaan (X)
Model karakteristik
pekerjaan (job
characteristics models)
merupakan suatu
pendekatan terhadap
pemerkayaan pekerjaan
(job enrichment).
Program pemerkayaan
pekerjaan (job
enrichment) berusaha
a. Keanekaragaman
keterampilan
b. Identitas tugas
1) Banyaknya pekerjaan
2) Keahlian yang berbeda
3) Tuntutan mengikuti
perkembangan teknologi
1) Mengerti akan tugas yang
dikerjakan
2) Tanggung jawab pekerjaan
yang dilaksanakan
Karakteristik
Pekerjaan (X)
Prestasi
Kerja (Y2)
H
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1814
merancang pekerjaan
dengan cara membantu
para pemangku jabatan
memuaskan
kebutuhan mereka akan
pertumbuhan, pengakuan
dan tanggung jawab
(Simamora ,2004).
c. Pentingnya tugas
d. Otonomi
e. Umpan balik
1) Dampak tugas yang
dilaksanakan bagi diri sendiri
2) Dampak tugas yang
dilaksanakan bagi instansi
1) Kebebasan dalam
menyelesaikan pekerjaan
2) Tidak tergantung pada pegawai
lain
1) Dapat mengetahui informasi
dari kinerjanya
2) Mendapatkan mafaat dari
pekerjaan yang dilaksanakan
3) Mendapatkan bonus
2 Prestasi Kerja (Y) Prestasi kerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang
diberikannya
(Mangkunegara, 2009)
1. Kualitas kerja
2. Kuantitas kerja
3. Disiplin kerja
4. Inisiatif
5. Kerjasama
1) Ketepatan kerja
2) Keterampilan kerja
3) Ketelitian kerja
4) Kerapihan kerja
1) Kecepatan kerja
2) Jumlah pekerjaan
1) Mengikuti instruksi atasan
2) Mematuhi peraturan instansi
3) Ketaatan waktu kehadiran.
1) Selalu aktif bekerja
2) Semangat menyelesaikan
pekerjaan tanpa menunggu
perintah atasan
1) Kemampuan bergaul dan
menyesuaikan diri
2) Kemampuan untuk memberi
bantuan kepada karyawan lain
dalam batas kewenangannya
Dalam penelitian ini menggunakan
data primer. Data primer merupakan data
yang bersumber dari tangan pertama, data
yang diambil menggunakan cara kuesioner.
Kuesioner merupakan daftar pertanyaan
yang dipakai sebagai pedoman untuk
mengadakan tanya jawab dengan
responden mengenai pengaruh karakteristik
individu dann karakteristik pekerjaan terhadap
prestasi kerja pegawai.
Uji Instrumen Penelitian
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk
mengukur valid tidaknya suatu
indikator yang berbentuk kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan mampu untuk
mengungkapkan suatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut. Dalam
penelitian ini, uji validitas
menggunakan analisis faktor yaitu
dengan menguji apakah butir-butir
indikator atau kuesioner yang
digunakan dapat mengkonfirmasikan
sebuah faktor atau konstruk. Jika
masing-masing pertanyaan merupakan
indikator pengukur maka memiliki
KMO di atas 0,5 dan signifikansi
dibawah 0,05 serta memiliki nilai
kriteria loading faktor pengujian
sebagai berikut (Ghozali, 2006) :
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1815
- Loading faktor > rule of tumb (0,4) berarti valid
- Loading faktor < rule of tumb (0,4) berarti tidak valid
b. Uji Reliabilitas
Suatu alat ukur instrumen disebut
reliabel, jika alat tersebut dalam
mengukur segala sesuatu pada waktu
berlainan, menunjukkan hasil yang
relatif sama. Pengukuran reliabilitas
dapat dilakukan dengan koefisien Alpha
Cronbach menggunakan SPSS For
Windows (Ghozali, 2006) dengan
kriteria :
- Bila nilai alpha > 0,7 maka
instrumen reliabel
- Bila nilai alpha < 0,7 maka
instrumen tidak reliabel
Analisis Regresi Berganda
Suatu analisa yang digunakan untuk
mengetahui persamaan regresi yang
menunjukkan persamaan antara variabel
dependent dan variabel independent dengan
rumus sebagai berikut :
Y1 = a + X + e
Keterangan :
a : Konstanta
Y : Prestasi Kerja
X : Karakteristik Pekerjaan
: Koefisien regresi e : Error
Uji Goodness of Fit (Uji Model)
a. Koefisien determinasi
Koefisien Determinasi (Goodness of
fit), yang dinotasikan dengan R2
merupakan suatu ukuran yang penting
dalam regresi. Determinasi (R2)
mencerminkan kemampuan variabel
dependen. Tujuan analisis ini adalah
untuk menghitung besarnya pengaruh
variabel independen terhadap variabel
dependen. Nilai R2 menunjukkan
seberapa besar proporsi dari total variasi
variabel tidak bebas yang dapat
dijelaskan oleh variabel penjelasnya.
Semakin tinggi nilai R2 maka semakin
besar proporsi dari total variasi variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh
variabel independen (Ghozali, 2006).
b. Uji Signifikan F
Uji signifikan yaitu untuk
mengidentifikasi pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen
dengan menggunakan SPSS (Ghozali,
2006). Adapun kriterianya apabila taraf
signifikan () < 0,05.
Pengambilan keputusan :
a Jika tingkat signifikan < 0,05, maka
seluruh variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen
b Jika tingkat signifikan > 0,05, maka
seluruh variabel independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen
Uji Hipotesis Uji hipotesis menggunakan uji parsial
(uji t) dengan model regresi linier berganda
yaitu untuk mengidentifikasi pengaruh
variabel independent terhadap variabel
dependent secara parsial dengan
menggunakan SPSS (Ghozali, 2006).
Adapun kriteria hipotesis diterima bila taraf
signifikan () < 0,05. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
Ho : β = 0, Artinya tidak terdapat
pengaruh signifikan antara
variabel independen terhadap
variabel dependen secara
parsial
Ha : β ≠ 0, Artinya terdapat pengaruh
signifikan antara variabel
independen terhadap
variabel dependen secara
parsial
Pengambilan keputusan :
a. Jika tingkat signifikan < 0,05, maka
seluruh variabel independen secara
parsial (individual) berpengaruh
signifikan terhadap variabel
dependen.
b. Jika tingkat signifikan > 0,05, maka
seluruh variabel independen secara
parsial (individual) tidak
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1816
berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen.
III. HASIL PENELITIAN
DAN DISKUSI
Uji Regresi Linier Berganda
Pengujian tahap ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh karakteristik individu
dan karakteristik pekerjaan terhadap prestasi
kerja.
Tabel Hasil Regresi Persamaan
Pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap prestasi kerja
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
T Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) -28.875 4.647 -6.213 .000
Karakteristik
Pekerjaan .180 .051 .123 3.491 .001
a. Dependent Variable: Prestasi
Kerja
Sumber: data primer yang diolah, 2016
Pada tabel diatas hasil analisis regresi
persamaan II pengaruh karakteristik
individu dan karakteristik pekerjaan
terhadap prestasi kerja dengan motivasi
sebagai variabel intervening dapat diketahui
persamaan regresi sebagai berikut :
Y = 0,123 X
Berdasarkan persamaan tersebut dapat
diketahui hasil hipotesis :
Hasil koefisien regresi karakteristik
pekerjaan 0,123 dan nilai signifikan sebesar
0,001 < 0,05. Berdasarkan hasil pengujian
dapat disimpulkan bahwa pengujian tersebut
mampu menerima H, sehingga dugaan
adanya pengaruh antara karakteristik
pekerjaan terhadap prestasi kerja terbukti
atau dapat diterima
Uji Goodness of Fit (Uji Model)
Analisis Koefisien Determinasi
Analisis koefisien determinasi
digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel dependen, dimana
ditunjukkan dengan nilai Adjusted R Square.
Berikut hasil pengujian yang dibantu dengan
program SPSS sebagai berikut :
Tabel Koefisien Determinasi Persamaan
Pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap prestasi kerja
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .921a .849 .845 5.033
a. Predictors: (Constant), Karakteristik Pekerjaan, Karakteristik
Individu
Sumber: data primer yang diolah, 2016
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1817
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
bahwa besarnya prosentase variabel prestasi
keja mampu dijelaskan oleh variabel
karakteristik individu dan karakteristik
pekerjaan ditunjukkan dengan nilai R
Square (R2) yaitu sebesar 0,849 Dipilihnya
R Square agar data tidak bias terhadap
jumlah variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model. Setiap
tambahan satu variabel independen, maka R
square pasti meningkat tidak perduli apakah
variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen.
Dalam hal ini dapat diartikan bahwa prestasi
kerja mampu dijelaskan oleh variabel
karakteristik pekerjaan dengan nilai sebesar
84,9%, sedangkan sisanya sebesar 15,1 %
dari (100% - 84,9%) dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Uji Model (uji F)
Uji F digunakan untuk mengidentifikasi
pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara bersama-sama dan
dapat juga untuk menunjukkan kelayakan
model persamaan regresi.
Tabel Hasil Pengujian Model (Uji F) Persamaan
Pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap prestasi kerja
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 19580.033 3 6526.678 257.643 .000a
Residual 3495.854 138 25.332
Total 23075.887 141
a. Predictors: (Constant), Karakteristik Pekerjaan, Karakteristik Individu
b. Dependent Variable: Prestasi Kerja
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan tabel di atas hasil pengujian
model (Uji F) pengaruh variabel
karakteristik individu dan karakteristik
pekerjaan terhadap prestasi kerja dapat
diketahui hasil F hitung 257,643 dan tingkat
signifikan 0,000 < 0,05 sehingga dapat
dikatakan bahwa ada pengaruh antara
variabel karakteristik pekerjaan terhadap
prestasi kerja dan regresi tersebut layak
digunakan dalam penelitian.
Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui pengaruh karakteristik
pekerjaan terhadap prestasi kerja pada
pegawai Politeknik Ilmu Pelayaran
Semarang adalah sebagai berikut :
Hasil koefisien regresi karakteristik
pekerjaan 0,180 dan nilai signifikan sebesar
0,001 < 0,05. Berdasarkan hasil pengujian
dapat disimpulkan bahwa pengujian tersebut
mampu menerima H, sehingga dugaan
adanya pengaruh antara karakteristik
pekerjaan terhadap prestasi kerja terbukti
atau dapat diterima. Hasil penelitian ini
sama dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Cholifah Noor (2012) serta
Moch Abdul Cholik dan Bayu Ilham
Pradana (2015) yang menghasilkan
karakteristik pekerjaan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap prestasi kerja
pegawai.
Karakteristik pekerjaan merupakan sifat
dan tugas yang meliputi tanggung jawab,
macam tugas dan tingkat kepuasan yang
diperoleh dari pekerjaan itu sendiri
(Gunastri, 2009). Pekerjaan yang secara
intrinsik memberikan kepuasan akan lebih
memotivasi bagi kebanyakan orang daripada
pekerjaan yang tidak memuaskan. Pada
dasarnya, karyawan menghendaki
karakteristik pekerjaan yang sesuai dengan
harapannya, yaitu pekerjaan yang
menyediakan kesempatan bagi terpenuhinya
kebutuhan untuk mengembangkan diri,
pengakuan akan tugas bagi diri sendiri
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1818
maupun rekan kerja, umpan balik yang
diterima dari pengerjaan tugas. Tidak semua
bidang pekerjaan yang para karyawan
hadapi sesuai dengan orientasi pemenuhan
kebutuhan mereka. Hal ini disebabkan
karena setiap bidang pekerjaan secara tipikal
mempunyai karakteristik pekerjaan yang
akan dipersepsikan dengan cara yang
berbeda oleh masing-masing karyawan.
Pekerjaan dapat dikatakan menyenangkan,
bernilai dan memberikan arti pada karyawan
yang bersangkutan apabila pekerjaan yang
dilakukan dapat memberikan pengalaman,
penghasilan serta penghargaan kepada
karyawan yang mengerjakannya. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa
karakteristik pekerjaan merupakan faktor
penting dalam pembentukan prestasi kerja
pegawai.
IV. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai
pengaruh karakteristik individu dan
karakteristik pekerjaan terhadap prestasi
kerja pada pegawai Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
Karakteristik pekerjaan berpengaruh positif
dan segnifikan terhadap prestasi kerja.
Dengan demikian semakin tepat
karakteristik pekerjaan pada keahlian
pegawai, maka akan dapat meningkatkan
prestasi kerja pegawai
DAFTAR PUSTAKA
Tella, Adeyinka. 2007. Work Motivation,
Job Satisfation and Organisational
Commmitment of Library
Personnel in Academic and
Research Libraries in Oyo State.
Nigeria : Library Philosopy and
Practice
Dessler, Gary. 2000. Manajemen Personalia
Teknik dan Konsep Modern. Alih
Bahasa : Agus Dharma. Edisi
Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga
Hasibuan, S.P. Malayu. 2009. Organisasi
dan Motivasi. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Simamora, Henry. 2004. Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta : STIE
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program
SPSS. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2009.
Perilaku dan Budaya Organisasi.
Bandung : Penerbit Refika Aditama
Maryoto. 2000. Manajemen Sumber Daya
Manusia (Manajemen
Kepegawaian). Cetakan ke 8.
Bandung : Mandar Maju
Maslow, Abraham H. 1954. Motivation And
Personality. New York : Harper &
Row Publiser
Munandar. 2012. Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jurnal Manajemen
Desember 2007
Notoatmojo, K. 2009. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta : Bima Aksara
Arifin, Noor. 2012. Analisis Kualitas
Kehidupan Kerja, Kinerja, Dan
Kepuasan Kerja Pada CV. Duta
Senenan Jepara, Jurnal Economia,
Volume 8, Nomor 1, April 2012
Robbins, S. P. 2002. Prinsip-Prinsip
Perilaku Organisasi (Alih Bahasa
oleh Halida dan Dewi Sartika),
Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Suprihantono. 2008. Pengaruh Kompensasi
dan Karakteristik Pekerjaan
Terhadap Kepuasan Kerja,
Wacana, Vol. 4 No. 1 Juli 2000,
Surabaya
Hadi, Sutrisno. 2006. Metode Penelitian
Riset. Yogyakarta : Yayasan
Penerbit Fakultas Biologi UGM
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1819
PERAN MUALIM JAGA DALAM BERNAVIGASI YANG AMAN DI
ALUR PELAYARAN SEMPIT PERAIRAN TANAH GROGOT
Muhammad Iqbal Bayu Ismaila, Suherman
b, dan Okvita Wahyuni
c
aTaruna (NIT.50134880.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
bDosen Program Studi Teknika PIP Semarang cDosen Program Studi KALK PIP Semarang
ABSTRAK
Dengan semakin meningkatnya perekonomian dunia maka penggunaan transportasi laut
semakin padat, khususnya pada daerah pelayaran sempit, seperti selat dan kanal, ataupun
daerah yang terkonsentrasi seperti pelabuhan dan persilangan lintasan lalu lintas pelayaran
yang dapat menimbulkan risiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan pelayaran.
Pelaksanaan upaya agar dapat bernavigasi yang aman kapal MV. OMS Bromo
memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan bernavigasi kapal. pengaruh
dari luar dan pengaruh dari dalam kapal itu sendiri sangat berperan penting bagi navigator
serta pengalaman yang cukup. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang membahas
tentang peran Mualim jaga dalam bernavigasi yang aman di alur pelayaran sempit perairan
Tanah Grogot, Kalimantan Timur dilakukan penulis selama praktek berlayar di MV. OMS
Bromo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah peran Mualim jaga saat bernavigasi sangatlah
penting dan kemampuan Mualim jaga dalam bernavigasi menentukan posisi dengan
menggunakan panduan bernavigasi di perairan sempit, parallel index, serta ship routeing
sangat diperlukan agar tidak terjadi bahaya tubrukan yang akan merugikan banyak pihak.
Kata kunci: alur pelayaran sempit, navigasi aman, mualim jaga
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
MV. OMS Bromo merupakan salah satu
armada dari perusahaan Orchard Maritime
Services Singapura yang memiliki operator
perusahaan di Indonesia bernama Maritim
Batu bara Pertama di Paiton, Jawa Timur.
MV. OMS Bromo merupakan jenis kapal
open deck cargo yang mengangkut batu bara
dari Tanah Grogot, Kalimantan Timur dan
disuplay ke PLTU Paiton, Probolinggo,
Jawa Timur. MV. OMS Bromo setiap bulan
membawa batu bara dari Tanah Grogot,
Kalimantan Timur sebanyak 4 kali. Hal ini
disebabkan semakin tingginya kebutuhan
batu bara sebagai bahan baku Pembangkit
Listrik Tenaga Uap di daerah Paiton,
Probolinggo, Jawa Timur sehingga
frekuensi distribusi batu bara dari Tanah
Grogot, Kalimantan Timur ke Paiton,
Probolinggo, Jawa Timur akan semakin
meningkat. Tidak menutup kemungkinan
nantinya MV. OMS Bromo akan lebih
sering memasuki alur pelayaran sempit
Tanah Grogot, Kalimantan Timur untuk
memuat batu bara.
Lebih dari 80% perdagangan di dunia
dilakukan melalui jalur laut. Fakta ini
berpengaruh pada meningkatnya operasi
pelayaran yang dilakukan oleh kapal niaga.
Kapal-kapal tersebut dapat beroperasi di
berbagai daerah atau area antara lain laut
lepas, selat, sungai, dan teluk. Di masing-
masing daerah operasi kapal laut tersebut
memiliki tingkat risiko bahaya yang
berbeda. Di alur pelayaran sempit misalnya,
terdapat berbagai macam risiko bahaya yang
dapat mengancam keselamatan kapal.
Kedalaman perairan akan berpengaruh pada
kemampuan olah gerak kapal dalam
bernavigasi di daerah tersebut. Hal ini juga
dapat menimbulkan efek squat kapal yang
dapat terjadi ketika UKC (Under Keel
Clearance) kecil. Hal ini sebagai akibat dari
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1820
dangkalnya perairan dan dalamnya sarat
kapal. Di alur pelayaran sempit Tanah
Grogot, Kalimantan Timur yang memiliki
rata-rata kedalaman perairan 7 meter, akan
sangat berbahaya pada saat kapal berolah
gerak di perairan tersebut tanpa adanya
suatu pertimbangan khusus diantaranya
mengenai pasang surut. Jadi sebelum
bernavigasi di alur pelayaran sempit
perairan Tanah Grogot, Kalimantan Timur
setiap Mualim harus melakukan perhitungan
pasang surut yang benar agar dapat
bernavigasi dengan aman dan selamat
karena pasang surut dapat berubah-ubah
pada waktu tertentu dan berpengaruh pada
kedalaman perairan.
Kalimantan merupakan pusat sumber
batu bara di Indonesia khususnya daerah
Banjarmasin, Tanah Grogot, dan Martapura,
ketiga daerah tersebut memiliki pelabuhan
Pondong batu bara dengan karakteristik
yang berbeda. Di Tanah Grogot, Kalimantan
Timur misalnya, kapal harus berlayar
selama 4 jam di alur pelayaran sempit
dengan kedalaman 7 meter agar dapat
bersandar di pelabuhan ponding dengan
jarak 30 Nm dari Teluk Adang. Oleh karena
itu, kapal niaga dengan sarat maksimal 6
meter dapat keluar masuk alur pelayaran
sempit tersebut. Saat MV. OMS Bromo
bernavigasi di alur tersebut sering
menjumpai banyak kapal jenis tug boat, selft
propeller oil barges, Ro-Ro ship, nelayan,
dan kapal SPB yang lain. Pada tanggal 08
Februari 2016 MV. OMS Bromo hampir
mengalami tubrukan dengan tug boat Tinju
di lambung sebelah kanan dengan jarak 4
meter saat posisi melintang pelabuhan
Pondong ketika memasuki alur pelayaran
Tanah Grogot, Kalimantan Timur. Tindakan
Nakhoda yang segera menghindar dengan
cara dari bahaya tubrukan dengan tug boat
tersebut. Dengan cara pada saat MV. OMS
Bromo memasuki perairan sempit dengan
situasi berhadapan tug boat Tinju yang
berada di sebelah lambung kanan MV. OMS
Bromo sehingga Nakhoda segera
mengambil tindakan dengan merubah
haluan kekiri agar kapal terhindar dari tug
boat Tinju yang dapat mengakibatkan risiko
tubrukan dengan tongkang tug boat Tinju.
Oleh sebab itu, Mualim harus meningkatkan
pengamatan keliling, memperhatikan
kecepatan angin dan jarak antar kapal lain
dalam bernavigasi di alur pelayaran tersebut.
Agar hal tersebut untuk menghindari risiko
tubrukan.
Dengan latar belakang tersebut maka
penulis mengambil judul penelitian “Peran
Mualim jaga dalam bernavigasi yang aman
di alur pelayaran sempit perairan Tanah
Grogot”.
Berdasarkan latar belakang di atas maka
penulis merumuskan permasalahan
bernavigasi dengan cara aman saat
memasuki alur sempit perairan Tanah
Grogot dan peran Mualim dalam
bernavigasi secara aman saat berada di
perairan Tanah Grogot.
II. KAJIAN PUSTAKA
1. Navigasi
Menurut Hadi Supriyono & Achmad
Sulistyo (2014), navigasi adalah cara atau
seni membawa kapal dari satu tempat ke
tempat lain secara selamat, aman dan
hemat (safe, secure and efficient).
Navigasi elektronik berarti
menavigasikan kapal dengan
memanfaatkan peralatan navigasi yang
berbasis elektronik yang terdapat di
kapal.
Teknologi maritim telah lama
mengalami perkembangan yang cukup
signifikan. Pada dasa-warsa terakhir ini,
perkembangan teknologi tersebut makin
bertambah dengan diperkenalkannya
sistem-sistem navigasi dan peralatan
yang baru. Sejalan dengan itu, penetapan
aturan-aturan baik secara nasional
maupun internasional juga tidak dapat
dihindarkan demi untuk meningkatkan
keselamatan dan keamanan pelayaran
serta mengurangi pencemaran laut oleh
kapal-kapal.
Konvensi internasional tentang
keselamatan di laut SOLAS 1974 telah di
amandemen beberapa kali sejak
diberlakukannya, termasuk aturan-aturan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1821
tentang keselamatan navigasi
sebagaimana dituangkan pada Bab V
konvensi tersebut. Dengan
diberlakukannya amandemen SOLAS
1974, khususnya Bab V (Safety of
Navigation), sesuai dengan ketentuan,
kapal-kapal harus dilengkapi dengan
peralatan navigasi elektronik yang
jumlah dan jenisnya makin bertambah.
Konsekuensinya adalah perwira tugas
jaga anjungan (Mualim jaga) dan
Nakhoda kapal diwajibkan mampu
mengoperasikan peralatan-peralatan
tersebut dengan baik sebagai alat bantu
navigasi kapalnya. Oleh karena itu STCW
1978 yang telah di amandemen pada
tahun 2010, mensyaratkan kompetensi
minimal yang harus dimiliki oleh
Nakhoda dan Mualim untuk
mengoperasikan peralatan navigasi yang
disyaratkan tersebut.
Dalam mempelajari peralatan dan
sistem navigasi elektronika, Nakhoda dan
Mualim wajib memiliki dasar
pengetahuan dasar-dasar elektronika
yang cukup, sehingga akan lebih mudah
memahami prinsip kerja dan
pengoperasian setiap peralatan navigasi
yang menjadi tanggung jawabnya, serta
mampu memahami kelebihan-kelebihan
dan kekurangan-kekurangannya. Berikut
ini adalah alat bantu navigasi yang ada di
atas kapal seperti:
Echosounder adalah suatu alat
navigasi elektronik dengan
menggunakan sistem gema yang
dipasang pada dasar kapal yang
berfungsi untuk mengukur kedalaman
perairan, mengetahui bentuk dasar
suatu perairan dan untuk mendeteksi
gerombolan ikan dibagian bawah
kapal secara vertikal.
Sistem navigasi RADAR-ARPA
(Automatic Radar Plotting Aids) dan
ECDIS (Electronic Chart Display and
Information System) adalah
merupakan alat bantu navigasi yang
cukup modern dan sangat diperlukan
dalam setiap kesempatan, baik untuk
penentuan posisi kapal dari waktu ke
waktu, membantu mencegah tubrukan
serta merupakan peralatan canggih
yang mampu menyimpan data
rekaman pelayaran kapal (ECDIS).
Pada buku ini, penulis tidak
membahas secara rinci karena
RADAR, ARPA dan ECDIS pada
sistem sertifikasi pelaut di Indonesia,
dilaksanakan dalam bentuk diklat
keterampilan.
Sistem navigasi satelit, adalah sistem
navigasi yang modern dan menjadi
sangat penting artinya bagi para
navigator pada saat ini. Bahwa sistem
navigasi seperti GPS (Global
Positioning System) atau DGPS
(Differntial GPS) tidak hanya
digunakan untuk penentuan posisi
kapal saja, tetapi juga bermanfaat
untuk mengetahui jarak dan waktu
yang harus ditempuh untuk mencapai
pelabuhan tujuan, untuk mengetahui
sejauh mana kapal mengikuti atau
menyimpang dari garis haluan yang
telah ditetapkan, waktu dan jarak titik-
titik belok (way-point-wp) kapal dari
pelabuhan tolak ke pelabuhan tiba,
kecepatan rata-rata kapal, dan
sebagainya. Mengingat fungsi GPS ini
sangat kompleks, sehingga perlu
pembahasan yang cukup rinci.
Peralatan-peralatan navigasi baru
lainnya seperti Voyage Data Recorder
(VDR), Automatic Identification System
(AIS), Long Range Identification and
Tracking of ship (LRIT) dan Bridge
Navigational Watch and Alaram System
(BNWAS), adalah alat-alat navigasi
modern yang telah menjadi persyaratan
yang harus dibawa oleh kapal-kapal
menurut SOLAS 1974. Menurut
Peraturan Menteri Perhubungan tentang
Pemanduan Nomor: PM 57 Tahun 2015
pasal 1 yang berbunyi:
1. Pemanduan adalah kegiatan pandu
dalam membantu, memberikan saran
dan informasi kepada Nakhoda
tentang keadaan perairan setempat
yang penting agar navigasi pelayaran
dapat dilaksanakan dengan selamat,
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1822
tertib dan lancar demi keselamatan
lingkungan.
2. Perairan wajib pandu adalah suatu
wilayah perairan yang karena kondisi
perairannya wajib dilakukan
pemanduan bagi kapal berukuran
tonase tertentu.
3. Perairan pandu luar biasa adalah suatu
wilayah perairan yang karena kondisi
perairannya tidak wajib dilakukan
pemanduan, namun apabila Nakhoda
atau pemimpin kapal memerlukan
pemanduan dapat mengajukan
permintaan untuk menggunakan
fasilitas pandu.
2. Olah Gerak
a. Definisi Olah Gerak
Menurut Subandrijo (2011:1), olah
gerak adalah merupakan suatu hal
yang penting untuk memahami
beberapa gaya yang mempengaruhi
kapal dalam gerakannya, sehingga
untuk mengolah gerak kapal dengan
baik, harus terlebih dahulu mengetahui
sifat sebuah kapal, dan bagaimana
gerakannya pada waktu berolah gerak.
Olah gerak kapal juga bisa disebut
suatu seni karena dalam olah gerak
kapal harus memperhatikan berbagai
faktor yang mempengaruhi
kemampuan daripada olah gerak kapal
itu sendiri, baik faktor dari luar
maupun faktor dari dalam kapal
tersebut. Teori tentang olah gerak
kapal sangat penting terutama bila
ditunjang oleh praktek pengalaman
selama di kapal.
Dapat diartikan bahwa kemampuan
olah gerak selain tergantung pada
pengaruh dari luar dan pengaruh dari
dalam kapal itu sendiri sangat
berperan penting bagi navigator kapal
serta pengalaman yang cukup di dunia
olah gerak kapal.
b. Pemanfaatan Bahan Bakar
1) Penggunaan bahan bakar dibagi
menjadi dua yaitu: untuk main
engine (mesin induk, ketel
induk) dan Auxaliary engine
(motor bantu, ketel bantu dan
lain-lain). Mesin induk
menggunakan fuel oil (minyak
berat) selama pelayaran di laut
dan menggunakan diesel oil
(minyak ringan) selama
melakukan olah gerak saat akan
masuk atau akan keluar dari
pelabuhan.
2) Kecepatan ekonomis, pemakaian
bahan bakar ekonomis serta
besarnya tenaga pendorong yang
dihasilkan dengan besar dan
kemampuan mesinnya.
3) Tindakan-tindakan jika terjadi
kekurangan bahan bakar saat
pelayaran, apabila terjadi
kekurangan bahan bakar harus
diambil suatu tindakan misalnya
pengurangan kecepatan, karena
bahan bakar sebanding dengan
pangkat dua kecepatannya,
pengurangan kecepatan dengan
10% dapat memberikan
pengurangan dalam pemakaian
bahan bakar sebanyak 19%
setiap mil lautnya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Olah Gerak Kapal
a. Faktor dari luar
Faktor dari luar disini dimaksud
sebagai faktor yang datangnya dari
luar kapal, mencakup dua hal penting
yaitu keadaan laut dan keadaan
perairan. Hal tersebut perlu dipahami
karena mengingat keterbatasan
kemampuan olah gerak kapal dalam
menghadapi cuaca maupun keadaan
laut yang berbeda-beda serta gerakan
kapal di air juga memerlukan ruang
gerak yang cukup besar.
Keadaan laut dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal, diantaranya:
1) Pengaruh angin
Angin sangat mempengaruhi
pada olah gerak kapal terutama
pada tempat-tempat yang sempit
dan sulit dalam keadaan kapal
kosong, walaupun pada situasi
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1823
tertentu angin juga dapat digunakan
untuk mempercepat proses olah
gerak kapal.
2) Pengaruh laut
Pengaruh dari laut dibedakan
menjadi tiga, yaitu jika kapal
didapati ombak dari depan,
belakang, dan samping.
a) Ombak dari depan
Karena stabilitas memanjang
kapal, menghasilkan GML
(tinggi metacenter membujur)
yang cukup besar, maka dalam
waktu mengangguk, umumnya
kapal cenderung mengangguk
lebih cepat dari pada periode
olengan. Bila ombak dari depan
kapal mempunyai kecepatan
konstan maka T kapal > T
ombak.
b) Ombak dari belakang
Kapal menjadi sulit
dikendalikan, haluan merewang
bagi kapal yang dilengkapi
dengan kemudi otomatis,
penyimpangan yang besar dapat
merusak sistemnya, dan kemudi
terancam rusak oleh hempasan
ombak.
c) Ombak dari samping
Kapal akan mengoleng, pada
kemiringan yang besar dapat
membahayakan stabilitas kapal.
Olengan ini makin besar jika
terjadi sinkronisasi antara
periode oleng kapal dan periode
gelombang semu, kemungkinan
terbalik dan tenggelam.
3) Pengaruh arus
Di perairan bebas pada
umumnya arus akan
menghanyutkan kapal, sedangkan
di perairan sempit atau di tempat-
tempat tertentu arus dapat memutar
kapal. Pengaruh arus terhadap olah
gerak kapal sama halnya dengan
pengaruh angin.
Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan pada faktor-
faktor dari luar yang
mempengaruhi olah gerak, yaitu:
a) Penyebab timbulnya
pengaruh di perairan dangkal
Saat kapal bergerak ditengah-
tengah air, badan kapal akan
berpindah dengan mendorong
air disekitarnya. Air yang
terdorong akan berputar ke
arah belakang mengikuti
badan kapal. Di tempat yang
kedalaman airnya cukup
dalam, air yang terdorong
akan mengalir ke samping
kapal atau pun ke bawah
dasar kapal, tetapi apabila
kedalaman airnya dangkal
maka aliran ke dasar kapal
akan terhalangi, sehingga air
menjadi susah mengalir dan
kebanyakan akan mengitari
ke samping kapal.
Tersendatnya aliran air seperti
ini di sekitar badan kapal
yang terjadi pada wilayah air
yang dangkal, akan membawa
peningkatan massa tambahan
dan momen yang terpadu dan
mengakibatkan terjadinya
putaran tambahan, dan
peningkatan hambatan badan
kapal serta momen hambatan
perputaran. Kemudian,
dengan berputarnya aliran air
yang ke dasar kapal menjadi
ke samping kapal, aliran air
yang mengikuti samping
kapal menjadi terakselerasi,
sehingga timbul perubahan
distribusi tekanan di sekitar
badan kapal.
Fenomena hidrodinamika di
area air yang kedalamannya
terbatas tersebut, disebut
dengan Swallow Water Effect
(dampak air dangkal), tetapi
pada aspek pengemudian
kapal akan terlihat perubahan
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1824
sebagai berikut:
- Penurunan kecepatan kapal;
- Dalam kemampuan pengemudian, kapal akan
menjadi sukar untuk
mengubah arah;
- Badan kapal terbenam;
- Perubahan trim. b) Pengaruh terhadap
pengemudian kapal
Bila kedalaman air adalah
dangkal, seperti yang
dijelaskan sebelumya maka
momen inersia putar
tambahan dan momen
hambatan putar akar
meningkat, kemudian
mengenai gaya kemudi pun
akan membesar meskipun
hanya sedikit karena
peningkatan slip yang
menyebabkan penurunan
kecepatan kapal akan
memperkuat aliran di
belakang baling-baling.
c) Benaman badan kapal dan
perubahan trim
Bila melakukan pelayaran di
perairan dangkal, karena
celah antara dasar kapal dan
dasar laut menjadi kecil,
maka aliran air yang selama
ini mengalir masuk ke bawah
dasar kapal akan mengalir ke
samping kapal. Dengan aliran
air yang mengaliri sekitar
badan kapal menjadi aliran
dua dimensi, aliran air yang
mengikuti samping kapal
terakselerasi dan tekanan
bagian tengah badan kapaldan
turun. Pada akhirnya, karena
badan kapal mengambil posisi
badan yang baru agar badan
kapal seimbang terhadap
distribusi tekanan
disekitarnya di mana bagian
leher haluan dan buritan kapal
bertekanan tinggi dan bagian
tengah badan kapal
bertekanan lebih rendah,
maka hasilnya adalah
bersamaan badan kapal
tenggelam turun dan trim
mengalami perubahan.
Trim adalah perbedaan antara
draft depan dan draft buritan,
trim merupakan sudut
kemiringan kapal secara
membujur.
Secara umum ketika kapal
berada di area perairan
dangkal draft depan
merupakan trim depan kapal
dan apabila kecepatan kapal
semakin cepat, akan berubah
menjadi trim buritan kapal
dan ketika kedalaman air
semakin dangkal sehingga
trim berubah dari trim depan
kapal menjadi trim buritan
kapal. Meskipun demikian,
pada area perairan dangkal
kecepatan normal pada kapal
niaga pada bagian depan
badan kapal turun sehingga
berubah menjadi depan kapal.
d) Perubahan posisi poros putar
di perairan dangkal
Karakteristik pemgaruh air
dangkal terhadap perubahan
posisi pusat putaran adalah
apabila airnya dalam maka
posisi pusat putaran ketika
sudah tenang adalah di sekitar
0,3L ke arah depan pusat
berat. Sebaliknya bila air
semakin dangkal, posisinya
lebih dekat lagi ke pusat berat
dan 1,5L arah depan pusat
berat. Bila memotong
(menyeberangi) kedalaman
air h/d = 1,1 maka posisi
pusat putarannya
memposisikan sedikit di arah
belakang pusat berat.
e) Kedalaman perairan yang
dapat dengan leluasa
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1825
melakukan pengemudian di
dalam pelabuhan
Jarak bebas dan bawah dasar
kapal sampai dasar laut
disebut dengan kedalaman air
bebas (Under Keel
Clearance). Di dalam
pelabuhan, karena kedalaman
airnya relatif dangkal perlu
perhatian khusus untuk
menjamin clearance antara
dasar kapal dengan dasar laut.
Saat mengemudikan kapal di
dalam pelabuhan, poin yang
harus dipertimbangkan untuk
menentukan kedalaman air
bebas yang diperlukan adalah
sebagai berikut:
- Besar perubahan trim dan besar penurunan badan
kapal yang terjadi selama
kapal melaju, apabila laju
kapal dengan kecepatan
tinggi di perairan dangkal
maka akan terjadi
penurunan badan kapal
menjadi lebih besar, dan
biasanya besar perubahan
terjadi pada trim depan
kapal.
- Besar penurunan badan kapal oleh perbedaan berat
jenis air laut dan mengalir
masuknya air sungai dan
lainnya. Bila berat jenis air
laut di perairan sekitar
menjadi lebih kecil, maka
badan kapal akan
mengalami penurunan.
- Besar penurunan badan kapal yang mengikuti
goncangan badan kapal.
Bila terjadi heaving
(goncangan naik turun),
pitching (goncangan
vertikal) dan rolling
(goncangan horizontal)
karena menerima dampak
ombak, maka sebagian
dasar kapal akan merapat
ke dasar laut.
- Dimensi jangkar yang diturunkan,
mempertimbangkan
ketebalan anchor head
atau pada jangkar model
JIS adalah tripping palm,
agar dasar kapal tidak
bersinggungan dengan
jangkar, ketika dasar kapal
lewat di atas jangkar.
Sebaliknya bila air
semakin dangkal,
posisinya lebih dekat lagi
ke pusat berat dari 1,5L
arah depan pusat berat.
Bila memotong
(menyeberangi)
kedalaman air h/d = 1,1
maka posisi pusat
putarannya memposisikan
sedikit di arah belakang
pusat berat
b. Faktor dari dalam
1) Baling-baling (propeller)
Mesin penggerak utama (mesin
induk) bekerja menggerakkan baling-
baling, dengan perantara poros baling-
baling sehingga dapat berputar.
Prinsip kerja baling-baling ini seperti
gerakan sekrup pada ulirnya, dengan
permukaan sedemikian rupa dalam
bentuk sudut yang kedudukanya
beraturan. Pada kapal-kapal modern
bahkan kedudukan ini dapat diubah-
ubah dalam kisaran baling-baling
berubah pula. Sebagai akibat dari
berputarannya baling-baling, maka
daun kemudi akan memukul air dan
kapal akan bergerak maju atau
mundur. Kisar baling-baling adalah
jarak yang ditempuh oleh kapal bila
baling-baling berputar satu kali (360°-
).
MV. OMS Bromo menggunakan
baling-baling ganda. Pada kapal
dengan baling-baling ganda
merupakan baling-baling ganda putar
luar (out turning propeller)
maksudnya adalah jika mesin maju
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1826
maka baling-baling kanan akan
berputar ke arah kanan dan baling-
baling kiri akan berputar ke kiri.
2) Daun kemudi
Disamping baling-baling, kemudi
juga salah satu alat yang sama
pentingnya dengan baling-baling
dalam olah gerak kapal. Hubungan
antara daun kemudi dan baling-baling
adalah kerja dari baling-baling
menghasilkan tekanan air dan
menghantam daun kemudi yang
disimpangkan, sehingga kapal dapat
berbelok kearah daun kemudi yang
disimpangkan.
Sementara itu, keadaan perairan
dapat dipengaruhi oleh adanya
pengaruh perairan dangkal dan sempit,
pengertian dangkal dan sempit disini
sangat relatif sifatnya, tergantung dari
dalam dan lebarnya perairan terhadap
sarat dan lebar kapal itu sendiri. Pada
perairan sempit, jika lunas kapal
terlalu dekat dengan dasar perairan
maka akan terjadi ombak haluan atau
buritan disisi kiri atau kanan kapal
serta arus bolak-balik. Hal ini
disebabkan karena pada waktu baling-
baling bawah bergerak ke atas terjadi
pengisapan air yang membuat lunas
kapal menyentuh dasar perairan,
terutama jika berlayar dengan
kecepatan tinggi maka kapal akan
terasa menyentak-nyentak dan dapat
mengakibatkan kemungkinan
menyentuh dasar. Gejala penurunan
tekanan antara dasar laut dengan lunas
kapal berbanding terbalik dengan
kuadrat kecepatannya.
Terdapat beberapa pengaruh olah
gerak dari dalam yang bersifat tetap
yaitu:
1) Bentuk kapal
Perbandingan antara panjang
dan lebar kapal, mempunyai
pengaruh yang cukup besar
terhadap gerakan kapal pada waktu
merubah haluan. Kapal yang
pendek akan lebih mudah untuk
membelok dari pada kapal yang
panjang.
2) Macam dan kekuatan mesin
a) Mesin uap torak
Jenis ini mempunyai
beberapa keuntungan dan
kerugian. Keuntungannya
gerakan, maju dan mundurnya
cepat, dengan pengaruh kopling.
Tenaga yang dihasilkan besar
jika dibandingkan dengan
motor. Kekuatan mundur 80%
kekuatan majunya, dan apabila
terdapat kerusakan salah satu
silinder mati kapal masih dapat
berolah gerak. Kerugiannya,
waktu persiapan yang terlalu
lama dan tidak ekonomis karena
memakan ruangan yang besar.
b) Mesin diesel
Persiapannya lebih cepat dan
kekuatan mundurnya 70%-80%
dari kekuatan maju. Untuk
menghidupkan mesinnya cepat
tetapi kadang-kadang kurang
dapat dipercaya hasilnya antara
teori dan realita. Untuk
menghidupkan diperlukan angin
dari kompresor yang
persediaannya terbatas, yang
akan sangat menyulitkan
pelaksanaan olah gerak,
terutama pada waktu olah gerak
ditempat yang sulit.
c) Mesin turbin
Mempergunakan turbin maju
dan turbin mundur tersendiri
secara terpisah, kekuatan
mundur lebih kecil dari pada
kekuatan majunya.
4) Berolah gerak di sungai
Subandrijo (2011:137),
mengemukakan bahwa apabila
berlayar di sungai, maka yang perlu
diketahui ialah:
a. Alur sebelah mana yang
terdalam;
b. Di mana terdapat ambang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1827
atau tempat yang dangkal;
c. Di sisi atau sebelah manakah
terdapat arus yang paling
kuat;
d. Di sisi mana yang arusnya
paling lemah.
Pada alur pelayaran sempit
terutama apabila alur pelayaran
sempit tersebut lurus dan sempit.
Dalamnya air berpengaruh terhadap
kekuatan arus, maka pada daerah
yang dalam terdapat arus yang
kuat.
5) Pengertian Pasang Surut
Menurut Pariwono (2009),
fenomena pasang surut diartikan
sebagai naik turunnya muka laut
secara berkala akibat adanya gaya
tarik benda-benda angkasa
terutama matahari dan bulan
terhadap massa air di bumi.
Sedangkan menurut Dronkers
(1964), pasang surut laut
merupakan suatu fenomena
pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala
yang diakibatkan oleh kombinasi
gaya gravitasi dan gaya tarik
menarik dari benda-benda
astronomi terutama oleh matahari,
bumi dan bulan. Pengaruh benda
angkasa lainnya dapat diabaikan
karena jaraknya lebih jauh atau
ukurannya lebih kecil.
Pasang surut yang terjadi di
bumi ada tiga jenis yaitu: pasang
surut atmosfer (atmospheric tide),
pasang surut laut (oceanic tide) dan
pasang surut bumi padat (tide of the
solid earth). Pasang surut laut
merupakan hasil dari gaya tarik
gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah
luar
pusat rotasi. Gravitasi bervariasi
secara langsung dengan massa
tetapi berbanding terbalik terhadap
jarak. Meskipun ukuran bulan
lebih kecil dari matahari, gaya tarik
gravitasi bulan dua kali lebih besar
daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut
karena jarak bulan lebih dekat
daripada jarak matahari ke
bumi. Gaya tarik gravitasi menarik
air laut ke arah bulan dan matahari
dan menghasilkan dua tonjolan
(bulge) pasang surut gravitasi di
laut. Lintang dari tonjolan pasang
surut ditentukan oleh deklinasi,
sudut antara sumbu rotasi bumi dan
bidang orbital bulan dan matahari.
.
Waktu dan Tempat Penelitian
Peneliti melaksanakan penelitian di MV.
OMS Bromo yang merupakan salah satu
kapal bulk carrier milik Orchard Maritime
Services yang beralamatkan di Menara
Prima floor 22G Jln. Dr. Lingkar Mega
Kuningan blok 6.2 Jakarta-Selatan 12950.
Peneliti melakukan praktek laut sebagai
deck cadet di kapal MV. OMS Bromo.
Waktu penelitian dilaksanakan selama 12
bulan dari Juli 2015 sampai dengan Agustus
2016. MV. OMS Bromo merupakan salah
satu kapal bluk carrier dengan rute tetap
yaitu dari Tanah Grogot, Kalimantan Timur
ke Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. Semua
awak kapal MV. OMS Bromo
berkebangsaan Indonesia
Jumlah awak kapal MV. OMS Bromo
terdiri dari 17 awak kapal termasuk
Nakhoda. Awak kapal tersebut terdiri dari 1
orang Master, 3 orang Officers, 1 orang
Chief Engineer, 2 orang Engineers, 1 orang
Cook, 2 orang A/B, 1 orang Botswain, 1
orang Electrician, 3 orang oilers, 1 orang
Deck Cadet dan 1 orang Engine Cadet.
MV. OMS Bromo adalah kapal jenis
open deck cargo atau bulk carrier dengan
DWT 13,000 tonnes pada summer draft
5.714 m. Kapal ini dimulai
pembangunannya pada tanggal 28 Desember
2012 di Shanghai Zhenhua Heavy Industries
Shipyard, Cina dan peluncuran kapal pada
tanggal 10 April 2013. Kapal OMS Bromo
adalah kapal pertama sbelum OMS Ijen dan
yang terakhir OMS Semeru. Ketiga kapal ini
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1828
dibuat masing-masing berselang waktu
empat bulan.
Gambar 1 : MV. OMS Bromo
Adapun data-data kapal tempat peneliti
melaksanakan praktek laut sebagai deck
cadet adalah sebagai berikut:
Ship‟s Name : OMS Bromo
Call sign : JZHW
IMO no. : 9682681
MMSI no. : 525018103
Class : KR
Nationality : INDONESIA
Port of Registry : JAKARTA
Air draught : 25.174 m
L O A : 127.73 m
L B P : 121.16 m
Breadth (MLD) : 26 m
Depth (MLD) : 8 m
Design draft (MLD) : 5.5 m
Summer draft (EXT) : 5.714 m
Displacement : 16,143.40 tonnes
Deadweight : 13,000 tonnes
Gross tonnage : 9,957
III. METODE PENELITIAN
Suatu penelitian merupakan suatu karya
ilmiah yang mempunyai metode dalam
mengerjakannya sehingga diharapkan
susunan kandungan dan isinya dapat
berbobot. Dalam penulisan penelitian ini
metode penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian kualitatif. Menurut
Sugiyono (2013:14), metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah, dimana peneliti adalah
instrumen kunci, pengambilan sampel data
dilakukan secara purposive dan snowbaal,
teknik pengumpulan dengan trianggulasi,
analisa data bersifat induktif/kualitatif, dan
hasil penelitian kulalitatif lebih menekan
makna daripada generalisasi.
Menurut Afifuddin (2012:57-58), metode
penelitian kualitatif ini sering disebut
metode penelitian naturalistik karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi yang
alamiah (natural setting) disebut juga
sebagai metode etnografi karena pada
awalnya, metode ini lebih banyak
digunakan untuk penelitian bidang
antropologi budaya, dan disebut sebagai
metode kualitatif karena data yang
terkumpul dan analisisnya lebih bersifat
kualitatif. Maka dari itu dalam pembahasan
penelitian ini, peneliti akan memaparkan
semua hasil yang didapat mengenai objek
yang diteliti di atas kapal MV. OMS Bromo.
A. Sumber Data
Dalam penelitian tentu dibutuhkan
suatu sumber yang menjadi acuan yang
disebut data. Menurut Moleong (2006: 157),
data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan data,
pengumpulan data dimaksudkan untuk
memperoleh bahan-bahan yang relevan,
akurat, dan nyata. Sementara menurut
Purwanto dan Sulistyastuti (2007: 19), data
adalah bahan mentah yang perlu diolah
sehingga menghasilkan informasi atau
keterangan yang menunjukkan fakta.
Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa dalam menyusun
penelitian ini akan dikemukakan beberapa
metode atau teknik pengumpulan data, di
mana data yang dikumpulkan peneliti adalah
pengamatan secara langsung selama berolah
gerak di alur pelayaran sempit perairan
Tanah Grogot MV. OMS Bromo pada
pemuatan batu bara di pelabuhan muat
Kalimantan Timur. Berdasarkan cara
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1829
memperolehnya, data terbagi menjadi dua
jenis:
1. Data primer
Menurut Purwanto dan Sulistyastuti
(2007: 20), data primer adalah data
yang dikumpulkan secara langsung dari
lapangan penelitian, yaitu hasil
observasi langsung terhadap kegiatan
operasional kapal MV. OMS Bromo
pada saat perhitungan stability criteria
selama memuat muatan general cargo
dan curah.
Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa data primer adalah
data yang berasal dari sumber asli atau
pertama. Data ini tidak tersedia dalam
bentuk terkompilasi ataupun data-data.
Data ini harus dicari melaui narasumber
atau di dalam istilah teknisnya
responden, yaitu orang yang dijadikan
sebagai sarana untuk mendapatkan
informasi ataupun data, dalam hal ini
adalah Nakhoda, Mualim I dan Mualim
jaga yang lain.
2. Data sekunder
Menurut Purwanto dan Sulistyastuti
(2007: 20), data sekunder adalah data
yang diperoleh melalui penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh pihak
lain. Data sekunder yang diperoleh
peneliti melalui buku-buku referensi,
buku-buku pelajaran, IMO Publication
dan buku lain yang berhubungan
dengan materi yang dibahas dalam
penelitian ini.
Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa data sekunder
adalah data yang diperoleh dari sumber
tidak langsung yang biasanya berupa
data dokumentasi dan arsip-arsip resmi.
Data sekunder dalam penelitian ini
berupa IMO Resolution, buku-buku
Tide table, Manual book of RADAR,
Olah gerak kapal, Colregs, Ship
routeing.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan
suatu bagian yang penting dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Menurut Sugiyono
(2008: 193), metode pengumpulan data
adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data. Pengumpulan data
dapat dilakukan dalam berbagai setting,
berbagai sumber dan cara. Masing-masing
data memiliki kelebihan dan kekurangan
sendiri-sendiri. Oleh karena itu lebih baik
dipergunakan suatu pengumpulan data lebih
dari satu. Sehingga semua dapat saling
melengkapi satu sama lain.
Dalam penelitian ini digunakan
beberapa teknik pengumpulan data antara
lain:
1. Riset lapangan
Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi secara langsung
pada objek penelitian yaitu upaya
bernavigasi yang aman saat berlayar di
alur pelayaran sempit perairan Tanah
Grogot, Kalimantan Timur di MV.
OMS Bromo yang dilewati sebanyak
empat kali dalam sebulan dan
mengamati situasi alur pelayaran yang
ramai.
2. Metode wawancara (Interview)
Metode ini digunakan untuk
mendapatkan data dan keterangan
dengan cara melakukan wawancara
langsung kepada responden atau pihak-
pihak yang terkait dengan objek
penelitian. Disamping itu juga
wawancara langsung kepada orang-
orang yang lebih berkompeten dalam
hal tersebut.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar atau
karya-karya monumental dari
seseorang. Menurut Sugiyono (2009:
329), Teknik dokumentasi adalah cara
mengumpulkan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental
dari seseorang. Hal ini digunakan untuk
mendukung penelitian agar memperkuat
bukti-bukti yang ada. Untuk membuat
pembaca bisa memahaminya,
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1830
dokumentasi yang digunakan harus
berhubungan dengan objek yang
dibahas. Untuk itu peneliti
menggunakan foto-foto yang
berhubungan dengan proses berolah
gerak MV. OMS Bromo pada alur
pelayaran sempit Tanah Grogot,
Kalimantan Timur.
C. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan untuk
menganalisi data yang ada dalam penelitian
ini adalah menggunakan metode kualitatif
dimana dalam penelitian dibutuhkan suatu
analisis data. Menurut Purwanto dan
Sulistyastuti (2007: 109), Analisis data
adalah penyederhanaaan data ke dalam
bentuk yang lebih mudah dipahami untuk
diinterpretasikan. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan metode analisis data,
dengan cara menganalisis data-data yang
diperoleh dari penelitian. Selanjutnya
peneliti membuat penyajian data. Penyajian
data ini merupakan penjabaran dari data-
data yang telah diperoleh dari hasil
penelitian sebelumnya yang telah disusun
dengan urut sehingga diperoleh penyajian
data yang mudah dipahami dan dimengerti
oleh pembaca.
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti
menggunakan 3 (tiga) metode analisis data
antara lain:
1. Reduksi data
Dalam sebuah data tentu terdiri dari
beberapa bagian yang luas, sehingga
diperlukan reduksi data agar penelitian
menjadi terfokus. Menurut Sugiyono
(2008: 338), mereduksi data adalah
merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila
diperlukan.
Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa reduksi dapat
didefinisikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian dan
transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
2. Penyajian data
Setelah data direduksi dan dipilah
maka data akan disajikan secara
sistematis. Menurut Sugiyono (2008:
141), penyajian data ini dapat dilakukan
dalam bentuk tabel, grafik, pie chart,
pintogram dan sejenisnya. Melalui
penyajian data tersebut, maka data
diorganisasikan dan tersusun pola
hubungan sehingga akan lebih mudah
dipahami.
Berdasarkan definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa penyajian data
merupakan sekumpulan informasi yang
telah disusun secara terpadu dan mudah
dipahami yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Menarik kesimpulan
Menarik kesimpulan merupakan
kemampuan seorang peneliti dalam
menyimpulkan temuan data yang
diperoleh selama proses penelitian
berlangsung.
IV. HASIL PENELITIAN DAN
DISKUSI
A. Gambaran Umum
1. Peran Mualim jaga saat bernavigasi di
alur sempit perairan Tanah Grogot
adalah:
a. Mengecek pasang surut perairan
Perairan sempit sangat dipengaruhi
oleh pasang surut dan arus yang kuat
sehingga ketika kapal akan memasuki
pelayaran sempit, Nakhoda dan
perwira jaga harus mengecek terlebih
dahulu tabel pasang surut di perairan
tersebut, guna menghindari kandasnya
kapal saat memasuki alur tersebut.
Adapun cara untuk membaca tabel
pasang surut yaitu:
1) Mengetahui posisi kapal
2) Waktu kapal
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1831
3) Mengetahui koreksi bulanan
4) Keterangan tentang perairan
tersebut
5) Menyesuaikan tanggal dan jam
pada saat kapal berada
Gambar 2 : Tabel pasang surut
Pada saat kapal memasuki perairan
sempit Tanah Grogot tanggal 6
Agustus 2015 pukul 20.00 WITA,
pasang surut perairan Tanah Grogot
terhitung 1 ¾ jam lebih lambat
daripada di Balikpapan, sehingga
memakai pasang surut pada pukul
18.00 WITA.
Gambar 3: Tabel pasang surut
b. Komunikasi antar kapal-kapal
Alur pelayaran Tanah Grogot
merupakan alur yang ramai dan
banyak kapal-kapal melintas keluar
masuk alur serta banyaknya kapal
nelayan menangkap ikan disekitar
perairan tersebut, Nakhoda perlu
berkomunikasi antar kapal-kapal
dengan menggunakan semua alat
komunikasi yang ada dengan tujuan
agar tidak terjadi bahaya tubrukan
kapal yang dapat merugikan banyak
pihak
Alat komunikasi sangat penting di
atas kapal yang bertujuan untuk
berkomunikasi antara kapal satu
dengan yang lainnya, seperti yang
dijelaskan pasa SOLAS (Safety Of
Life At Sea) Bagian 4 Aturan 6 tentang
Instalasi radio yang dapat dilihat pada
lampiran 2. Pada perairan Tanah
Grogot yang merupakan alur
pelayaran sempit dan dilalui oleh
berbagai macam kapal maka
komunikasi antar kapal sangat
penting. Tujuan dari sistem
komunikasi ini adalah:
1) Meningkatkan keselamatan
navigasi,
2) Melindungi lingkungan laut,
3) Mempermudah pergerakan
kapal.
Tidak adanya kapal ikan yang
memiliki alat komunikasi seperti radio
VHF, ini menjadi salh satu kendala
dalam berkomunikasi saat berolah
gerak di alur pelayaran sempit. Pada
aturan 34 yang tentang isyarat-isyarat
olah gerak dan isyarat-isyarat
peringatan mengatur tentang isyarat-
isyarat olah gerak dan isyarat
peringatan. Adapun isi dari aturan
tersebut yaitu :
1) Bilamana kapal–kapal dalam
keadaan saling melihat, kapal
tenaga sedang berlayar,
bilamana berolah gerak
sebagaimana diperbolehkan atau
diwajibkan oleh aturan–aturan
ini, harus menunjukkan olah
geraknya dengan isyarat– isyarat
pada suling sebagai berikut :
Satu tiup pendek berarti “saya
sedang merubah haluan saya ke
kanan”;
Dua tiup pendek berarti “saya
sedang merubah haluan saya ke
kiri”;
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1832
Tiga tiup pendek berarti “saya
sedang menggerakkan mesin
mundur”.
2) Setiap kapal boleh menambah
isyarat suling yang diatur dalam
paragraf (a) aturan ini dengan
isyarat-isyarat cahaya, berulang-
ulang seperlunya, sementara
olah gerak itu dilaksanakan :
a) Syarat-isyarat cahaya ini
mempunyai pengertian
berikut:
Satu cerlang berarti “saya
sedang merubah haluan saya
ke kanan”;
Dua cerlang berarti “saya
sedang merubah haluan saya
ke kiri;
Tiga cerlang berarti “saya
sedang menggerakkan mesin
mundur”.
b) Lamanya waktu setiap
cerlang kira–kira satu detik,
selang waktu antara cerlang–
cerlang itu kira–kira satu
detik dan selang waktu antara
isyarat–isyarat yang berurutan
tidak kurang dari sepuluh
detik.
c) Penerangan yang digunakan
untuk isyarat ini, jika
dipasang harus berupa
penerangan putih keliling,
dapat kelihatan pada jarak
paling sedikit 5 mil dan
memenuhi ketentuan dari
ketentuan tambahan I dari
peraturan ini.
3) Bilamana saling melihat dalam
perairan sempit atau alur
pelayaran :
a) Kapal yang bermaksud
menyusul kapal lain, dalam
memenuhi aturan 9 (e).(i),
harus menunjukkan
maksudnya dengan isyarat–
isyarat berikut dengan suling
;
Dua tiup panjang diikuti satu
tiup pendek, berarti “saya
bermaksud menyusul
melewati lambung kanan
anda”;
Dua tiup panjang diikuti dua
tiup pendek berarti “saya
bermaksud menyusul
melewati lambung kiri anda”.
b) Kapal yang akan disusul
bilamana bertindak sesuai
dengan aturan 9 (e).(i), harus
menunjukkan persetujuannya
dengan isyarat berikut ini
dengan suling;
Satu tiup panjang, satu tiup
pendek, satu tiup panjang,
satu tiup pendek, menurut
keperluan itu. Jika tidak
setuju 5 tiupan pendek dan
cepat.
4) Bilamana kapal saling melihat
sedang mendekati satu sama
lain, dan oleh alasan apapun,
salah satu kapal tidak mengerti
maksud atau tindakan kapal lain,
atau ragu-ragu apakah tindakan
yang dilaksanakan kapal lain
cukup untuk menghindari
tubrukan, kapal yang ragu-ragu
itu harus menunjukkan keragu-
raguannya dengan memberikan
isyarat sekurang-kurangnya lima
tiup pendek dan cepat dengan
suling. Isyarat demikian boleh
ditambah dengan isyarat cahaya
yang terdiri dari sekurang-
kurangnya 5 cerlang pendek dan
cepat.
5) Kapal yang sedang mendekati
tikungan atau daerah alur
pelayaran atau air pelayaran
sempit, di mana kapal-kapal lain
mungkin terhalang oleh
rintangan, harus membunyikan
satu tiup panjang. Isyarat
demikian harus dijawab dengan
tiup panjang oleh setiap kapal
yang sedang mendekati yang
mungkin berada dalam jarak
pendengaran di sekitar tikungan
atau di belakang rintangan.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1833
c. Perairan Tanah Grogot merupakan
perairan yang sempit dan ramai
sehingga setiap kapal harus
mengatur kecepatannya untuk
mencegah terjadinya tubrukan antar
kapal. Nakhoda harus
menginformasikan terlebih dahulu
pada kamar mesin untuk persiapan
olah gerak kapal agar dapat
mengatur kecepatan aman kapal
untuk berolah gerak dan salah satu
Masinis akan standby di anjungan
untuk berolah gerak.
Aturan yang menyangkut
tentang kecepatan aman yaitu
aturan 6 P2TL yang menjelaskan
tentang kecepatan aman kapal. Isi
dari aturan 6 P2TL yaitu :
Setiap kapal harus selalu
bergerak dengan kecepatan aman,
sehingga dapat mengambil
tindakan yang layak dan efektip
untuk menghindari tubrukan serta
dapat dapat diberhentikan dalam
jarak sesuai dengan kondisi dan
keadaan yang ada. Faktor-faktor
dalam menentukan kecepatan aman
yang harus diperhitungkan antara
lain :
1) Oleh semua kapal :
a) Keadaan penglihatan;
b) Keadaan lalu lintas, termasuk
pemusatan kapal-kapal ikan
atau kapal-kapal lain;
c) Kemampuan olah gerak,
khususnya yang berhubungan
dengan jarak henti dan
kemampuan berputar dalam
kondisi yang ada;
d) Pada malam hari adanya
cahaya latar belakang
misalnya dari penerangan di
darat atau dari pantulan
penerangan sendiri;
e) Keadaan angin, laut dan arus,
dan bahaya navigasi yang ada
di sekitar;
f) Sarat, sehubungan dengan
kedalaman air yang ada.
2) Sebagai tambahan, bagi kapal-
kapal yang dilengkapi dengan
Radar yang bekerja dengan baik.
a) Ciri-ciri, efisiensi dan
keterbatasan pesawat Radar;
b) Setiap pembatasan yang
disebabkan oleh skala yang
dipergunakan;
c) Pengaruh keadaan laut, cuaca
dan sumber interferensi lain
pada deteksi Radar;
d) Kemungkinan bahwa kapal-
kapal kecil, es dan benda-
benda terapung lainnya tidak
dapat dideteksi oleh radar
pada jarak yang cukup;
e) Jumlah, posisi dan
pergerakan kapal-kapal yang
dideteksi oleh radar;
f) Berbagai penilaian
penglihatan yang lebih pasti
yang mungkin didapat bila
radar digunakan untuk
menetukan jarak kapal-kapal
atau benda-benda lain
disekitarnya.
Perairan sempit Tanah Grogot
merupakan perairan sungai,
sehingga ada beberapa hal yang
harus diperhatikan yaitu :
1) Alur sebelah mana yang
terdalam.
2) Dimana terdapat ambang atau
tempat yang dangkal.
3) Disisi atau sebelah manakah
terdapat arus yang paling kuat.
4) Dan disisi mana yang arusnya
paling lemah.
2. Alur pelayaran sempit perairan Tanah
Grogot
Alur pelayaran Tanah Grogot di
kategorikan sebagai alur pelayaran
sempit sehingga keluar masuk kapal
pada alur pelayaran sempit tersebut
sangat berpengaruh pada peran
Mualim jaga saat bernavigasi.
Bentangan melintang perairan yang
tidak lebar memerlukan tingkat
kehati-hatian yang tinggi dalam
bernavigasi. Apabila salah memilih
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1834
alur dapat berisiko kandas. Terutama
di daerah pelabuhan Pondong karena
pada daerah tersebut memiliki
kedalaman air yang dangkal, banyak
kapal-kapal yang sedang berlabuh dan
harus secara rutin mengecek echo
sounder. Saat memasuki alur Adang
Bay menuju perairan Tanah Grogot
ataupun sebaliknya merupakan alur
pelayaran sempit yang memiliki
pasang surut yang sangat berpengaruh
terhadap navigasi kapal. Sebelum
kapal bernavigasi melewati alur
pelayaran sempit harus mengetahui
pasang surut pada daerah tersebut,
guna menghindari kandasnya kapal
saat berlayar di alur perairan sempit.
Alur pelayaran sempit Tanah Grogot
memiliki panjang kurang lebih jarak
30 Nm dengan waktu tempuh 4 jam
dan memiliki kedalaman 7 meter pada
saat pasang tertinggi dan kedalaman 4
meter saat pasang terendah. Dari
Adang Bay sampai ke Tanah Grogot
merupakan daerah rawan kandas. Di
alur pelayaran tersebut terdapat 6 buah
bouy dan satu suar penuntun untuk
memandu kapal-kapal yang keluar
masuk daerah tersebut agar terhindar
dari kemungkinan kapal kandas
dengan dibantu menggunakan alat
bantu navigasi elektronik seperi Radar
dan Echosunder.
Gambar 4 : Alur perairan sempit Tanah Grogot di
peta
B. Hasil Penelitian
1. Cara bernavigasi yang aman di alur
pelayaran sempit Tanah Grogot,
Kalimantan Timur.
Bernavigasi aman MV. OMS Bromo
saat memasuki alur dari Adang Bay
menuju Tanah Grogot, Kalimantan
Timur meliputi 2 hal, yaitu :
a. Menentukan posisi
Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan di atas kapal di alur
Adang Bay menuju perairan Tanah
Grogot, Kalimantan Timur ataupun
sebaliknya merupakan alur
pelayaran sempit yang mana untuk
menentukan posisi kapal harus
mengambil baringan-baringan
benda darat, tanjung, gunung
pelampung, atau baringan benda
angkasa agar kapal selalu on track
maka baringan yang di ambil harus
benar (sejati), untuk itu kesalahan
pedoman harus selalu diketahui.
Selain itu juga penentuan posisi
kapal harus sedapat mungkin
menggunakan lebih dari satu benda
baringan agar kesalahan
pengambilan sekecil mungkin
sehingga berpengaruh terhadap
navigasi kapal MV. OMS Bromo.
Saat kapal memasuki alur
pelayaran sempit harus diketahui
posisi kapal dengan tepat secara
berkelanjutan agar kapal dapat
terhindar dari bahaya kandas.
b. Parallel index
Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan, metode yang berguna
untuk memantau lintasan atau track
kapal agar kapal selalu on track
dengan menggunakan Parallel
index. Dengan cara ini Mualim jaga
dapat menentukan posisi yang
diperolehnya dengan alat bantu
navigasi lainnya pada saat kondisi
lalu-lintas yang padat d alur
pelayaran sempit sempit dari
Adang Bay menuju Tanah Grogot.
Untuk bernavigasi yang aman,
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1835
kapal harus menggunakan metode
Parallel index dikarenakan
banyaknya jumlah kapal yang
melintas atau melewati di alur
pelayaran sempit dari Adang Bay
menuju Tanah Grogot atau
sebaliknya.
Gambar 5: Parallel index di peta saat keluar alur
sempit
Gambar 6 : Parallel index di peta saat masuk
alur sempit
2. Peran Mualim jaga untuk bernavigasi
yang aman saat melakukan olah gerak
di alur pelayaran sempit Tanah Grogot
Nakhoda dan Mualim jaga berperan
penting dalam bernavigasi aman
MV. OMS Bromo saat melakukan
sandar di alur sempit perairan Tanah
Grogotr. Adapun Nakhoda tidak
sendiri dalam melaksakan tugasnya,
Nakhoda dibantu oleh Mualim jaga
dan Juru Mudi saat memasuki atau
keluar di alur sempit Tanah Grogot .
Berikut peran Mualim jaga saat
bernavigasi aman kapal di perairan
Tanah Grogot meliputi 2 hal, yaitu :
a. Panduan bernavigasi untuk perwira
jaga
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan pada saat kapal berolah
gerak Mualim jaga di atas anjungan
memiliki tugas masing-masing
yaitu untuk pengecekan posisi
kapal dan pengamatan keliling.
Untuk bernavigasi yang aman,
Mualim jaga pada saat berada di
alur pelayaran sempit Tanah
Grogot, Kalimantan Timur
bertujuan agar perwira yang berada
di anjungan bertugas semaksimal
mungkin untuk membantu atau
meringankan tugas Nakhoda saat
melewati alur pelayaran sempit
Tanah Grogot mengingat tidak
adanya layanan jasa Pandu untuk
kapal yang panjangnya kurang dari
200 m, sehingga Nakhoda
mengambil alih penuh komando
ketika melakukan olah gerak di alur
pelayaran sempit Tanah Grogot.
b. Ships routeing
Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan di atas kapal pada saat
bernavigasi di alur pelayaran
sempit Tanah Grogot, untuk
meningkatkan keamanan navigasi
kapal di daerah setempat, dimana
kepadatan lalu lintas sangat padat
dan banyaknya pergerakan kapal
pada daerah pelayaran yang
terbatas, serta dipengaruhi oleh
rintangan navigasi/ batas
kedalaman air dan kondisi keadaan
cuaca harus menggunakan Ships
routeing.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan pembahasan
masalah dalam penelitian ini, maka penulis
dapat menarik kesimpulan yang terjadi di
MV. OMS Bromo saat proses bernavigasi
yang aman di alur pelayaran sempit perairan
Tanah Grogot. Kesimpulan yang didapat
adalah sebagai berikut:
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1836
1. Upaya bernavigasi yang aman di alur
pelayaran sempit Tanah Grogot adalah :
a. Menentukan posisi kapal dengan
mengambil baringan-baringan benda
darat, tanjung, gunung pelampung,
atau baringan benda angkasa guna
mendapatkan posisi kapal yang akurat
agar kapal terhindar dari risiko
kandas.
b. Menggunakan Parallel index sebagai
cara untuk memantau posisi kapal agar
selalu on track dan untuk menjaga
kapal agar selalu berada pada jarak
yang aman dengan kapal lain demi
keselamatan kapal dalam bernavigasi
yang aman di alur pelayaran sempit
perairan Tanah Grogot.
2. Peran Mualim jaga saat berolah gerak di
alur pelayaran sempit perairan Tanah
Grogot adalah sebagai berikut:
a. Perwira jaga berperan penting dalam
membantu Nakhoda saat melakukan
olah gerak di perairan sempit Tanah
Grogot mengingat tidak adanya jasa
Pandu untuk kapal MV. OMS Bromo
karena panjang kapalnya kurang dari
200 m.
b. Ships routeing digunakan dalam
bernavigasi yang aman di perairan alur
pelayaran sempit Tanah Grogot,
kondisi lalu lintas yang padat pada
alur pelayaran sempit mengharuskan
Nakhoda untuk meningkatkan
kewaspadaannya. Selain itu juga
dipengaruhi oleh adanya bahaya
navigasi serta batas kedalaman
perairan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
di dapat, maka diberikan saran-saran yang
dapat berguna dalam bernavigasi yang aman
di alur pelayaran sempit perairan Tanah
Grogot. Saran-saran yang dapat sampaikan
adalah sebagai berikut:
1. Saat berlayar di alur pelayaran sempit
perairan Tanah Grogot, Mualim jaga
harus menentukan posisi kapal secara
akurat dengan mengambil baringan-
baringan benda darat, tanjung, gunung,
pelampung, atau baringan benda angkasa
dan menggunakan Parallel index untuk
memantau posisi kapal agar selalu on
track.
2. Mualim jaga saat berolah gerak agar
menggunakan ships routeing untuk
bernavigasi yang aman di alur pelayaran
sempit dengan memperhatikan panduan
yang diberikan oleh Nakhoda.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedure Penelitian.
Jakarta: AM
Dronkers, J.J. 1964. “Tidal Computations in
Reivers and Coastal Waters”.
Amsterdam : North Holland
Publishing Company
Kinzo, I. 2011. Pengemudian Kapal.
Jakarta: Seisando Publishing
Kurnia, A. 2014. Daftar Pasang Surut
Kepulauan Indonesia. Jakarta: Dinas
Hidro-Oseanografi TNI AL
Supriyono, H. dan Sulistyo, A. 2014.
“System navigasi
elektronika”. Yogyakarta: Budi
Utama
Supriyono, H. Dan Subandrijo, D. 2016.
“Colreg 1972 dan dinas jaga
anjungan edisi 2”. Yogyakarta:
Deepublish
Subandrijo, D. 2011. Olah Gerak Dan
Pengendalian Kapal. Semarang:
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&B.
Bandung: Alfa Beta
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor :
PM 57 Tahun 2015 Tentang
Pemanduan dan Penundaan kapal.
Jakarta
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1837
IDENTIFIKASI DAMPAK DECK WATER SEAL UNTUK PENINGKATAN
KERJA INERT GAS SYSTEM DI MT. GREEN STARS
DENGAN METODE FTA
Wahyu Aji
a, Jamiul Alim
b dan Sri Purwantini
c
Taruna (NIT. 49124675.T) Program Studi Teknika PIP Semarang bDosen Program Studi Teknika PIP Semarang cDosen Program Studi KALK PIP Semarang
ABSTRAK
Inert Gas System adalah pesawat bantu yang digunakan untuk mempertahankan kadar
oksigen yang rendah dalam tangki sehingga memungkinkan timbulnya kebakaran. Purging pada
tangki-tangki muatan yang kosong dengan maksud menggantikan campuran hidrokarbon gas
dengan inert gas agar bisa mengurangi konsentrasi atau kadar hidrokarbon di bawah garis
yang disebut Critical Dilution. Kalau sampai ada udara segar masuk ke dalam tangki tersebut
maka kondisi atmosfir dalam tangki akan segera masuk dalam kantong dimana campuran ini
dapat terbakar atau rusak. Terdapat 3 permasalahan yang terdapat pada IGS saat dioperasikan
yaitu perawatan Deck Water Seal diperlukan dalam pengoperasian IGS, dampak apabila Deck
Water Seal tidak bekerja secara maksimal dan upaya yang dilakukan agar Deck Water Seal
bekerja secara maksimal dalam pengoperasian IGS.
Untuk mengupayakan agar IGS dapat beroperasi dengan maksimal maka diadakan
penanganan yang baik dan tepat, dalam mencari solusi permasalahan digunakan metode Fault
Tree Analysis (FTA). Metode analisis ini terutama digunakan dalam bidang teknik keselamatan
dan rekayasa keandalan untuk memahami bagaimana sistem bisa gagal, untuk mengidentifikasi
cara terbaik untuk mengurangi resiko angka kejadian kecelakaan keselamatan atau system
fungsional, FTA mengidentifikasi hubungan antara faktor penyebab dan ditampilkan dalam
bentuk pohon kesalahan yang melibatkan suatu gerbang logika sederhana. Perawatan Deck
Water Seal sangat penting dalam pengoperasian IGS, yaitu salah satunya merawat komponen
yang menunjang kinerja dari Deck Water Seal seperti demister pad, inert gas blower. Dalam
demister pad ada komponen lain yaitu deck seal pump dan drain valve. Begitu juga dalan iner
gas blower ada safety valve, mast riser, non return valve. Komponen tersebut sangatlah penting
guna menunjang kinerja dari deck water seal. Masinis dapat melaksanakan kegiatan perawatan
dengan baik terhadap deck water seal, agar kerja dari deck water seal dapat bekerja secara
maksimal pada saat pengoperasian IGS di kapal.
Kata kunci : inert gas system, metode fault tree analysis, perawatan deck water seal
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan jasa angkutan pelayaran dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan yang
sangat pesat, khususnya kapal niaga. Kapal
niaga sebagai sarana transportasi air yang
mempunyai peranan sangat penting dan
efisien dalam pengangkutan dari satu
tempat ke tempat tujuan, salah satunya
adalah kapal tanker atau kapal muatan
minyak yaitu kapal yang mempunyai fungsi
untuk mengangkut muatan minyak mentah
maupun minyak hasil olahan atau product
dalam bentuk curah melalui jalur laut atau
jalur perairan dari pelabuhan muat ke
pelabuhan bongkar. Berbicara tentang
minyak tentu erat kaitannya dengan bahaya
yang bisa terjadi sewaktu-waktu, dalam hal
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1838
ini adalah gangguan keselamatan pada saat
penanganan muatan di atas kapal yang
berdampak pada pencemaran lingkungan.
Melihat dari konstruksinya yang khusus
yaitu kapal dengan tangki berisi minyak
maupun gas baik minyak mentah, bahan
kimia dan minyak hasil olahan. Maka dalam
membangun kapal disesuaikan dengan sifat
muatan yang akan dibawa oleh kapal.
Terutama kapal yang mengangkut muatan
minyak bumi atau dari hasil pengolahan,
karena sifat dari muatan tersebut memiliki
karakteristik yang mudah menyala hal ini
disebabkan karena terbentuknya gas hasil
penguapan yang terus-menerus. Menyadari
dan mengetahui akan pentingnya peranan
sistem gas lembam di kapal-kapal tanker
sebagai suatu sistem keselamatan yang
dapat mengurangi resiko kecelakaan, baik
kebakaran, ledakan maupun toxic (racun)
yang ditimbulkan pada saat pengoperasian
kapal, maka dari itu penggunaan dari sistem
ini ditekankan dalam SOLAS Convention
1974 (Regulation 62:II-2), dan peraturan
serta kegunaan sistem ini disempurnakan
lagi dalam konferensi international di
London mengenai Tanker Safety and
Pollution prevention / TSPP Protocol 1978.
Tambahan baru Regulation 62 (a)
mensyaratkan bahwa Inert Gas System
(IGS) harus direncanakan, dibangun dan
diperiksa sesuai ketentuan dan memenuhi
peraturan IMO. Dalam hal ini pemerintah
adalah anggota IMO dimana kapal tersebut
diregistrasikan. Salah satu komponen yang
ada dalam IGS yaitu Deck Water Seal.
Deck Water Seal dapat berfungsi untuk
mencegah jangan sampai terjadi aliran balik
(back flow) dari gas hidrokarbon (cargo gas)
dari tanki muatan ke daerah yang
seharusnya bebas gas (safe area) di mana
alat Inert Gas terpasang (Batti,1983:55).
Sisa gas dalam tangki muatan harus
dilembamkan, adapun data muatan yang
tingkat bahayanya dapat dilihat pada
lampiran. Gas inert digunakan pada kapal
gas untuk mempertahankan tekanan positif
pada tangki muatan dan ruang inter barrier.
Inert gas dioperasikan sesuai ketentuan
untuk mencegah terjadinya kebakaran. Pada
tangki muatan operasi gas lembam sangat
dibutuhkan untuk aerasi pada saat
pemeriksaan dan drydock, tetapi operasi
tersebut akan memakan waktu, inerting juga
dibutuhkan sebelum loading dari kondisi
free gas. Berkaitan dengan inertinglevel
diharuskan untuk gassing up, kadar oksigen
dalam tangki muatan harus kurang dari 5%,
tergantung permintaan loading terminals.
Sebelum aerasi, proses inerting harus
mencapai kadar hidrokarbon di bawah 2%.
Sulphur Dioxide (SO2) harus dapat
dikeluarkan dari inert gas paling kurang
90%, karena gas ini larut dalam air maka
untuk mengeluarkannya flue gas dari Boiler
dialirkan melalui air sambil mendinginkan
atau menurunkan temperatur dari flue gas
tersebut. SO2+H2O-H2SO3 sifatnya korosi
dapat dikeluarkan bersama-sama air pencuci
tadi (effluente) agar dapat menghambat
adanya pengendapan pada pipa inert gas
yang terbawa bersamaan dengan air pencuci
tersebut.
Namun demikian dari fakta yang terjadi
di atas kapal masih terjadi beberapa
permasalahan pada Deck Water Seal seperti
demister pad, inert gas blower. Selain
demister pad ada komponen lain yaitu deck
seal pump dan sea chest. Begitu juga dalan
iner gas blower ada safety valve, mast riser,
non return valve. Komponen tersebut
sangatlah penting guna menunjang kinerja
dari deck water seal. Adapun yang
menyebabkan kegagalan dari Deck Water
Seal yaitu terjadinya trouble dari tiap-tiap
komponen yang membangun Deck Water
Seal . Adapun komponen-komponen yang
mengakibatkan kegagalan fungsi dari Deck
Water Seal apabila mengalami masalah
diantaranya adalah Srubber system tidak
bekerja normal, kadar oksigen dalam system
tinggi. Dan komponen yang menunjang
kinerja dari deck water seal yaitu demister
pad, safety valve, drain valve, overboard
valve, sight glass, non return valve. Dari
komponen di atas apabila salah satu terjadi
masalah maka akan berdampak pada kinerja
Deck Water Seal.
Berdasarkan wawancara dengan Masinis
I bahwa dampak dari tidak normalnya deck
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1839
water seal adalah terjadi aliran balik (back
flow) dari gas hidrokarbon (cargo gas) dari
tangki muatan ke daerah yang seharusnya
bebas gas (safe area) dimana alat inert gas
terpasang. Karena bila gas yang dari tangki
kembali kedalam area yang bebas gas bisa
mengakibatkan ledakan yang hebat didalam
IGS, maka dri itu sangatlah penting IGS
dalam proses bongkar muat di tas kapal.
Berdasarkan hasil penelitian dengan studi
pustaka, diperoleh beberapa dokumen
sebagai sarana pendukung dari skripsi ini.
Dari dokumen yang didapat diantaranya
data kejadian tidak normalnya Deck Water
Seal dalam menunjang kinerja dari IGS.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak yang terjadi apabila
Deck Water Seal tidak bekerja secara
maksimal guna menunjang kinerja IGS.
Selanjutnya dengan metode Fault Tree
Analysis didapatkan ranking dari yang
tertinggi sampai yang terendah dari dampak
yang terjadi apabila Deck Water Seal tidak
bekerja secara maksimal, kemudian
dilaksanakan penelitian Penulis selama
melaksanakan praktek laut.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di atas kapal MT.
Green Stars, yang dimiliki oleh perusahaan
PT. Waruna Nusa Sentana yang berkantor di
Plaza Pasifik, Blok B2 No. 29-35 Jalan
Boulevard Barat Raya, Kelapa Gading
Jakarta. Kapal ini berjenis kapal tanker
double hull oil tanker esp, LI, IWS + LMC,
UMC, IGS, dibuat pada tanggal 25
September tahun 2000, oleh Daedong Ship
Yard, South Korea. Kapal berbendera
Indonesia, DWT 36,876 ton, LOA 183,00
meter, LBP 175,17 meter, dengan ME
Wartsila Sulzer 6 RTA 48T, N.C.R (85%
MCR) 9435 BHP x 120,3 RPM, Speed 13,5
(ballast) & 13,0 (loaded), 11100 BHP.
Rute pelayaran kapal memiliki route
liner, yang berarti pelayaran yang tetap.
Penelitian dilakukan sacara langsung pada
saat kapal manuever dari Ardjuna Marine
Terminal menuju pelabuhan pangkalan susu,
Sumatera. Peneliti berusaha mencari dan
mengumpulkan data nyata dari lapangan
yang kemudian diolah menjadi bahan
penelitian. Waktu penelitian dilakukan
selama tiga belas bulan ketika Penulis
melakukan Praktek Laut, yaitu terhitung
mulai 06 November 2014 sampai dengan
tanggal 06 Desember 2015.
II. METODE PENELITIAN
Data yang didapat dari hasil penelitian
yang mencakup pengamatan, wawancara
dan dokumentasi yaitu dalam bentuk kata-
kata, termasuk kutipan-kutipan atau
deskripsi peristiwa-peristiwa khusus
mengenai objek penelitian. Dalam hal ini
untuk mengkaji hasil penelitian, Penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif
dan data yang digunakan yaitu dalam
bentuk teks, kata-kata tertulis, frase-frase
atau simbol yang mendeskripsikan atau
mepresentasikan tindakan-tindakan, dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
objek penelitian. Prosedur analisis
penelitian kualitatif mengacu pada prosedur
analisis nonmatematis yang hasil temuannya
diperoleh dari data yang dihimpun oleh
ragam alat. Alat yang digunakan sebagai
teknik analisis dalam penelitian ini yaitu
Fault Tree Analysis (FTA). FTA adalah
analisa kegagalan deduktif dimana keadaan
yang tidak diinginkan dari sistem dianalisis
menggunakan logika Boolean untuk
menggabungkan serangkaian tingkat yang
lebih rendah. Metode analisis ini terutama
digunakan dalam bidang teknik keselamatan
dan rekayasa keandalan untuk memahami
bagaimana sistem bisa gagal, untuk
mengidentifikasi cara terbaik untuk
mengurangi resiko angka kejadian
kecelakaan keselamatan atau sistem
fungsional. FTA digunakan pada penelitian
di ruang angkasa, tenaga nuklir, kimia dan
proses farmasi, petrokimia dan identifikasi
faktor resiko yang berkaitan dengan
kegagalan sistem yang ada.
Metode FTA juga merupakan suatu
teknik yang digunakan untuk
mengidentifikasi suatu resiko yang berperan
langsung terhadap terjadinya kegagalan.
FTA mengidentifikasi hubungan antara
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1840
faktor penyebab dan ditampilkan dalam
bentuk pohon kesalahan yang melibatkan
suatu gerbang logika sederhana. Gerbang
logika berfungsi untuk menggambarkan
kondisi yang memicu terjadinya
kegagalan,baik kondisi tunggal maupun
sekumpulan dari berbagai macam kondisi.
Dalam pembahasan suatu masalah dengan
menggunakan metode fault tree analysis
memerlukan suatu diagram yang disebut
pohon kesalahan, dimana metode ini ada
beberapa simbol yaitu basic event, top event,
kemudian akan menghasilkan cut set, dalam
penyusunan diagram ini akan menghasilkan
basic event. Basic event adalah kegagalan
mendasar yang tidak perlu dicari
penyebabnya yang merupakan batas akhir
penyebab suatu kejadian.
III. HASIL PENELITIAN
DAN DISKUSI
Dalam pembahasan suatu masalah yang
menyebabkan dampak dari kinerja deck
water seal pada saat pengoperasian IGS,
Penulis menganalisa data yang didapati pada
saat melaksanakan pengamatan terhadap
Deck Water Seal dengan menggunakan
metode fault tree analysis. Sebelum
membahas tentang permasalahan dampak
yang mengakibatkan kerusakan bagian Deck
Water Seal, terlebih dahulu menentukan
akibat utama dari permasalahan tersebut.
Dalam mencari pokok permasalahan Penulis
menganalisa penyebab yang mungkin terjadi
pada Deck Water Seal selama Penulis
melakukan pengamatan. Pertama yang
dilakukan yaitu membuat kerangka diagram
fault tree analysis (Gambar 3). Kerangka
diagram fault tree analysis meliputi basic
event, top event, kemudian akan
menghasilkan cut set. Basic event
disimbolkan seperti lingkaran, symbol ini
digunakan untuk menyatakan basic event
atau primery event atau kegagalan mendasar
yang tidak perlu dicari penyebabnya.
Keduanya saling berhubungan denga pohon
kesalahan yang sebelumnya telah di buat ini
nantinya digunakan untuk menyatakan
masalah utama. Top event disimbolkan
seperti persegi panjang, simbol ini berisi
kejadian yang muncul dari kombinasi
kejadian input gagal yang masuk ke
gerbang. Cut set yaitu hasil yang diperoleh
dari pengujian masing intermediate event
sampai basic event untuk memperoleh
penyebab dari top event. Dengan adanya
FTA ini Penulis dapat mengetahui dampak
yang terjadi pada deck water seal. Dengan
melakukan analisa kualitatif menggunakan
pendekatan fault tree analysis, maka dapat
diketahui bagian mana dari system yang
mengalami penurunan kualitas operasi dan
perlu dilakukan tindakan perawatan serta
perbaikan agar kejadian yang sama tidak
terulang kembali. Selanjutnya menyepakati
pernyataan masalah, setelah menemukan
permasalahan pada Deck Water Seal,
penjabaran pohon kesalahan (Gambar 4)
dari top event pertama adalah merawat
demister pad pada IGS. Demister pad pada
IGS harus selalu diperhatikan dengan teliti
karena sangatlah penting peran demister pad
pada IGS yaitu untuk penyaring gas yang
sudah dicuci dan didinginkan di Scrubber
masuk ke demister dimana ada sisa-sisa
partikel dan liquid terutama air.
Dampak yang terjadi apabila deck water
seal tidak bekerja secara maksimal akan
menimbulkan gangguan pada IGS dan
komponen deck water seal maupun IGS.
Dengan rusaknya komponen, mesin yang
ada maka akan berpengaruh pada kinerja
dari deck water seal. Dampak selanjutnya
yang akan terjadi apabila deck water seal
tidak bekerja secara maksimal yaitu naiknya
suhu gas lembam. Naiknya suhu gas
lembam mengakibatkan IGS akan shut down
atau trip apabila gangguan yang tersebut
diatas terjadi saat sistem inert gas sedang
beroperasi, dan hal tersebut akan dapat
berakibat pada matinya pompa kargo.
Kemudian dampak yang terjadi yaitu
terjadinya aliran balik gas hidrokarbon dari
tangki muatan kembali ke area yang
seharusnya bebas gas. Dari data tersebut
dapat dijabarkan menggunakan aljabar
boleean menggunakan gerbang logika Or,
karena dari masing-masing basic event tidak
saling mempengaruhi dan tidak saling
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1841
terjadi. Bila basic event tidak terjadi maka
top event tidak terjadi. Hasil analisa
kualitatif yang didapat dari identifikasi
dampak yang terjadi apabila deck water seal
tidak bekerja secara maksimal dalam
pengoperasian IGS dengan top event yaitu
optimalisasi kinerja deck water seal dalam
pengoperasian IGS pada deck water seal,
didapat beberapa hasil dari penjabaran yang
dilakukan seperti penjelasan di atas.
Kemudian setelah didapatkan hasil
kualitatif maka selanjutnya melakukan
perawatan terhadap deck water seal, yaitu
dengan sistem perawatan terencana (planned
maintenance system). Planned maintenance
system terdiri dari banyak elemen seperti
perencanaan, pelaksanaan kerja, pencatatan
dan evaluasi. Tujuan dari sistem ini adalah
menyusun rencana dan operasional kerja di
atas kapal yang sudah ditetapkan oleh
perusahaan yang bertanggung jawab atas
manajemen operasional dan berdasarkan
ISM (Intetnational Safety Management).
Sistem ini dapat memberikan
kesinambungan perawatan, sehingga
masinis di atas kapal dapat melaksanakan
program perawatan yang tidak tumpang
tindih. Selain itu, pengorganisasian
pekerjaan yang telah dikelompokan akan
memudahkan terjadinya proses perawatan
perbaikan. Empat langkah dasar perawatan
yang sesuai dengan manajemen perawatan
yaitu perencanaan, pelaksanaan kerja,
pencatatan dan pelaporan, kemudian bisa di
evaluasi dan direvisi.
IV. KESIMPULAN
Dampak yang terjadi apabila deck water
seal tidak bekerja secara maksimal yaitu
naiknya suhu gas lembam pada tangki
muatan, dimana apabila suhu gas dalam
tangki tinggi maka bisa mengakibatkan
kebakaran dan ledakan, dampak selanjutnya
akan terjadinya aliran balik gas hidrokarbon
dari tangki muatan kembali ke area yang
seharusnya bebas gas.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Diklat Perhubungan. Oil Tanker
Familiarization. Tanker
Familiarization Cource (TFC).
Modul-1 (Cetakan Pertama Maret
2000). Jakarta
____________. Crude Oil Washing. Oil
Tanker Training (OTT), Modul-2
(Cetakan Pertama Maret, 2000).
Jakarta
____________. Inert Gas System. Oil
Tanker Training (OTT) Modul -3
(Cetakan Pertama Maret 2000).
Jakarta
Ibrahim. 2015. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung : Alfabeta
IMO. 1990. Inert Gas System. London
Inert Gas System. KHASIWA Marine,
(Instruction Manual Book MT.
GREEN STARS)
Kristiansen, Svein. 2004. Maritime
Transportation Safety Management
Risk Analysis Book aid International.
New York
McGUIRE and White. 2000. Liquid Gas
Handling Principles On Ships And In
Terminals. Third Edition. London :
Witherby & Company Limited
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1842
Gambar 1 : Lokasi Penelitian
Gambar 2 : Deck Water Seal
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1843
Gambar 3 : Kerangka diagram Fault Tree Analysis
Gambar 4 : Penjabaran pohon kesalahan
Dampak yang terjadi apabila deck water
seal tidak bekerja secara maksimal
Naiknya suhu gas lembam pada
IGS
Terjadinya aliran balik gas
dari tangki muatan ke area
yang seharusnya bebas gas
Komponen yang
mempengaruhi kinerja Deck
Water Seal
Deck Seal Pump Demister Pad
Top Event
Gerbang And
Conditioning Event Basic Event
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1844
ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN PEMBAKARAN PADA BURNER
BOILER DI ATAS KAPAL
Victoria Handiyana, Febria Surjaman
b dan Sri Purwantini
c
aTaruna (NIT.49124674.T) Program Studi Teknika PIP Semarang
bDosen Program Studi Teknika PIP Semarang cDosen Program Studi KALK PIP Semarang
ABSTRAK
Auxilary Boiler (ketel uap bantu) merupakan mesin yang digunakan untuk memproduksi
uap bertekanan yang sangat dibutuhkan di kapal, diantaranya untuk pemanas bahan bakar,
minyak lumas, dan pemanas air untuk akomodasi maupun permesinan. Jenis dari ketel uap ini
ada dua yaitu ketel pipa air dan ketel pipa api. Pada kapal MV. Ultra Cory menggunakan jenis
pipa air. Boiler agar bekerja secara optimal harus didukung oleh beberapa faktor, diantaranya
yang paling penting adalah faktor pembakaran. Burner merupakan komponen utama dalam
pembakaran sering mengalami masalah. Maka dari itu perlu diketahui hal apa saja yang
menjadi penyebab kegagalan penyalaan Burner tersebut. Dalam hal ini penulis menggunakan
metode AHP(Analytical Hierarchy Process), dimana metode ini untuk menentukan faktor
penyebab kegagalan pembakaran pada Burner boiler, yang mana dalam menentukan masalah
tersebut akan dicari dengan menentukan nilai tertinggi dari penghitungan matriknya dan nilai
eigennya. Pada AHP ini dalam mencari nilai tertinggi akan dibagi dengan beberapa sub
bagian, yaitu kriteria dan alternatif. Untuk sub kriteria diambil faktor penyetelan, kondisi
komponen dan perawatan komponen. Sedangkan untuk sub alternatif diambil dari komponen
Burner dan pendukungnya, ignition rod, elektroda, nozzle tip, nozzle pipe dan flame eye.Daris
hasil analisis tersebut didapatkan bahwa penyebab utama kegagalan pembakaran pada Burner
yaitu dari faktor penyetelan pada Burner. Upaya yang dilakuakan agar ketel uap bekerja secara
maksimal yaitu dengan melakukan perawatan, pengecekan, dan perbaikan sesuai dengan
standar yang sudah ditentukan oleh manual book terutama dalam faktor pembakaran.
Kata kunci : auxiliary boiler, analytical hierarchy process, burner
I. PENDAHULUAN
Banyak kapal sekarang yang dilengkapi
dengan pesawat bantu berupa ketel uap.
Auxilliary Boiler (ketel bantu) adalah sebuah
bejana tertutup yang dapat menghasilkan
uap dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer,
dimana uap yang didapatkan merupakan
proses pemanasan dari air tawar. Air tawar
yang dipanaskan bisa berada di dalam pipa
(water tube type) maupun di luar pipa (fire
tube type), tergantung dari tipe tiap boiler.
Dan uap yang dihasilkan dari boiler tersebut
digunakan untuk mencukupi kebutuhan
pemanasan minyak lumas, pemanasan bahan
bakar, pemanas air untuk akomodasi dan
kebutuhan uap pemanas lain, baik di engine
room, dek maupun galley. Untuk mencukupi
kebutuhan uap bertekanan tersebut,
mengingat pentingnya fungsi uap
bertekanan tersebut untuk menunjang
operasional kapal, uap bertekanan tersebut
hanya dapat dicapai apabila pesawat bantu
ketel uap bekerja dengan baik dan normal
oleh karena itu diperlukan pemahaman
terhadap pesawat bantu ketel khususnya
pada komponen utama yang mudah kotor,
rusak, dan bocor, yang nantinya akan
mengganggu kinerja pada ketel uap dalam
proses pembentukan uap. Agar ketel bantu
ini selalu dalam keadaan baik untuk
beroperasi maka kita harus selalu merawat
pesawat ini secara periodik, sesuai dengan
jam kerja atau yang ditentukan oleh buku
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1845
manual dari pabrik pembuatannya.
Perawatan yang biasanya dilakukan pada
ketel uap meliputi perawatan pada alat
pembakaran (burner), perawatan pada air
pengisian ketel, perawatan pada bahan
bakar, perawatan forced draft fan, instalasi
kelistrikan dan kain sebagainya. Apabila
seluruh komponen tersebut dirawat sesuai
dengan prosedur maka akan sangat
mempengaruhi kinerja pada ketel uap,
mengurangi jumlah kerusakan pada
komponen dan menjamin kelancaran
permesinan yang membutuhkan uap. Namun
kenyataan yang ada di atas kapal, masih
terjadi beberapa masalah dalam operasional
ketel uap. Diantaranya pada saat kapal pada
saat kapal sedang anchorage di Taboneo,
Banjarmasin, Kalimantan Selatan tanggal 13
maret 2015, pada saat olah gerak selesai
penulis dan Masinis 3 menyiapkan boiler
untuk dinyalakan, setelah boiler berhasil
dinyalakan penulis dan Masinis 3 kembali
ke engine control room. Beberapa saat
kemudian terjadi alarm di kamar mesin,
setelah dilihat di monitor, alarm disebabkan
karena Auxilliary Boiler miss fire. Penulis
dan Masinis 3 pun melakukan pengecekan
terhadap boiler, setelah dilakukan
penegecekan, faktor penyebab kegagalan
penyalaan pada burner. Kemudian Masinis
3 dan penulis membongkar burner tersebut,
dan didapati terdapat kerak nozzle tip
burner, jarak elektroda yang merenggang,
melakukuan pembersihan, penyetelan dan
pengecekan komponen burner set tersebut.
Setelah semua selesai dalam perawatan,
Masinis 3 dan penulis memasang kembali
burner pada boiler, menyalakannya kembali
dan boiler bekerja secara normal. Namun 2
hari kemudian terjadi alarm lagi yang
disebabkan miss fire pada boiler, kemudian
masinis 3 dan penulis melakukan
pengecekan pada boiler dan didapati
masalah yang sama, yaitu pada burner.
Kemudian masinis 3 dan penulis
membongkar burner set dan melakukan
pengecekan, pembersihan dan penyetelan.
Saat melakukan pengecekan pada elektroda
didapati jarak antara elektroda dengan
atomizer tidak sesuai standar pada
instruction manual book.
Dari beberapa faktor penyebab
kerusakan pada ketel uap, baik dari hasil
pengamatan langsung, keterangan data dari
logbook dan wawancara secara langsung
dengan Masinis 3 yang bertanggung jawab
terhadap permesinan ketel uap tersebut.
Data akan akan diolah dengan menggunakan
metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) untuk menemukan faktor penyebab
yang sering timbul dalam pengoperasian
ketel uap.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di atas kapal
MV. ULTRA CORY, yang dimiliki oleh
perusahaan World Marine Co.,Ltd, Imabari
Japan. Kapal ini berjenis kapal curah (Bulk
Carrier) yang memiliki kapasitas angkut
77,674.69 M3, dibuat pada tanggal 16
Desember tahun 2010, oleh SHIN
KASADO DOCKYARD Co., Ltd, Japan,
#S-K045. Kapal berbendera Panama, DWT
34,794 ton, LOA 199,98 meter, LBP 195
meter, dengan operator SMTECH SHIP
MANAGEMENT CO.,Ltd, Main Engine
HITACHI-MAN B&W 6S50ME- C, (MK
8) x 1SET, 8,450 Kw x 108 RPM (MAX),
7,185x102 RPM (85% M.C.R) 14.5 Kts
(NOR with 15% S.M)
Rute pelayaran kapal memiliki route
liner, yang berarti pelayaran yang tetap.
Penelitian dilakukan secara langsung pada
saat kapal maneuver dari Geelong Port,
Melbourne, Australiamen ujung pelabuhan
Tiajin, China. Peneliti berusaha mencari dan
mengumpulkan data nyata dari lapangan
yang kemudian diolah menjadi bahan
penelitian. Waktu penelitian dilakukan
selama dua belas bulan 10 hari ketika
Penulis melakukan Praktek Laut, yaitu
terhitung mulai tanggal 31 Oktober 2014
sampai dengan 12 Desember 2015.
II. METODE PENELITIAN
Data yang didapat dari hasil penelitian
yang mencakup pengamatan, wawancara,
dan dokumentasi yaitu dalam bentuk kata-
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1846
kata, termasuk kutipan-kutipan atau
deskripsi peristiwa-peristiwa khusus
mengenai objek penelitian. Dalam hal ini
untuk mengkaji hasil penelitian, Penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif
dan data yang digunakan yaitu dalam
bentuk teks, kata-kata tertulis, frase-frase
atau simbol yang mendeskripsikan atau
mepresentasikan tindakan-tindakan, dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
objek penelitian.
Prosedur analisis penelitian kualitatif
mengacu pada prosedur analisis non
matematis yang hasil temuannya diperoleh
dari data yang dihimpun oleh ragam alat.
Alat yang digunakan sebagai teknik analisis
dalam penelitian ini yaitu Analytical
Hierarchy Process. Proses Hierarki Analitik
(Analytical Hierarchy Process - AHP).
Dikembangkan oleh Thomas L. Saaty
dari Whartoon School of Business pada
tahun 1970-an untuk mengorganisasikan
informasi dan judgment dalam memilih
alternatif yang paling disukai. Dengan
menggunakan AHP, suatu persoalan yang
akan dipecahkan dalam suatu kerangka
berpikir yang terorganisir, sehingga
memungkinkan dapat diekspresikan untuk
mengambil keputusan yang efektif atas
persoalan tersebut.
Persoalan yang kompleks dapat
disederhanakan dan dipercepat proses
pengambilan keputusannya. Prinsip kerja
AHP adalah penyederhanaan suatu
persoalan kompleks yang tidak terstruktur,
stratejik dan dinamik menjadi bagian-
bagiannya, serta menata dalam suatu
hierarki. Kemudian tingkat kepentingan
setiap variabel diberi nilai numerik secara
subjektif tentang arti penting variabel
tersebut secara relatif dibandingkan dengan
variabel yang lain. Dari berbagai
pertimbangan tersebut kemudian dilakukan
sintesa untuk menetapkan variabel yang
memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk
mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.
Secara grafis, persoalan keputusan AHP
dapat dikonstruksikan sebagai diagram
bertingkat, yang dimulai dengan sasaran,
lalu kriteria level pertama, subkriteria dan
akhirnya alternatif. AHP memungkinkan
pengguna untuk memberikan nilai bobot
relatif dari suatu kriteria majemuk (atau
alternatif majemuk terhadap suatu kriteria)
secara intuitif, yaitu dengan melakukan
perbandingan berpasangan (pairwise
comparisons).
III. HASIL PENELITIAN
DAN DISKUSI
Dalam menentukan faktor penyebab
kegagalan pembakaran pada burner, penulis
menganalisis faktor tersebut dengan
menggunakan metode Analytical Hierarchy
Process. Sebelum menentukan faktor
permasalahan utama yang mengakibatkan
kegagalan pembakaran burner, penulis
menganalisa penyebab yang mungkin terjadi
pada ketel uap selama penulis melakukan
pengamatan. Pertama yang dilakukan yaitu
membuat kerangka diagram AHP. Secara
grafis, persoalan keputusan AHP dapat di
konstruksikan sebagai diagram bertingkat,
yang dimulai dengan sasaran, lalu kriteria
level pertama, subkriteria dan akhirnya
alternatif. AHP memungkinkan pengguna
untuk memberikan nilai bobot relatif dari
suatu kriteria majemuk (atau alternatif
majemuk terhadap suatu kriteria) secara
intuitif, yaitu dengan melakukan
perbandingan berpasangan (pairwise
comparisons).
Berdasarkan hasil analisis dan
pengamatan yang telah dilakukan, kegagalan
pembakaran pada burner dipengaruhi oleh
faktor penyetelan burner, yang mana dalam
hal ini adalah penyetelan antara dua katup
elektroda dan nozzle tip pada burner yang
tidak sesuai dengan manual book. Untuk
menyelesaikan masalah tersebut, maka perlu
dilakukan tiga langkah berikut: Penentuan
sasaran yang ingin dicapai: kegagalan
penyalaan burner, Penentuan kriteria
pemilihan (penyetelan, perawatan
komponen, kondisi komponen). Penentuan
alternatif pilihan (ignition rod, elektroda,
nozzle tip, nozzle pipe, flame eye). Setelah
mengetahui langkah awal penyelesaian
masalah tersebut, maka dibuat diagram dari
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1847
masalah tersebut (gambar 5). Kemudian
lakukan Penyelesaian dengan manipulasi
matriks. Matrik akan diolah untuk
menentukan bobot dari kriteria, yaitu
dengan jalan menentukan nilai eigen
(eigenvector). Prosedur untuk mendapatkan
nilai eigen adalah Kuadratkan matriks
tersebut, hitung jumlah nilai dari setiap
baris, kemudian lakukan normalisasi,
hentikan proses ini, bila perbedaan antara
jumlah dari dua perhitungan berturut-turut
lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu.
Lakukan penghitungan pada setiap bagian
(langkah perhitungan di lampiran), langkah
pertama yaitu manenntukan nilai kriteria,
cari nilai bobot tiap kriteria (tabel 1),
kemudian lakukan perhitungan matriks pada
kriteria penyetelan, kondisi komponen dan
perawatan komponen seperti langkah di
atas.
Setelah didapat masing-masing nilai
eigennya maka dapat diketahui nilai terbesar
yang merupakan faktor utama, kemudian
buat diagram untuk nilai kriteria (gambar 6).
Langkah kedua yaitu menentukan nilai
alternatif, cari nilai bobot tiap alternatif
(tabel 2), lakukan penghitungan matrik pada
masing-masing alternatif, ignition,
elektroda, nozzle tip, nozzle pipe dan flame
eye seperti langkah di atas, setelah didapat
nilai eigennya maka dapat diketahui nilai
terbesar yang merupakan faktor utama.
Kemudian buat tabel hasil semua nilai
eigennya (tabel 3), buat diagram nilai
alternatif (gambar 7), dan buat diagram hasil
seluruh bobot dengan nilai eigennya
(gambar 8). Maka dapat diketahui bahwa
faktor utama penyebab kegagalan
pembakaran pada burner yaitu pada faktor
penyetelan elektroda.
IV. KESIMPULAN
Faktor penyebab kegagalan pembakaran
pada burner yaitu pada penyetelan
elektroda, jarak antara elektroda sangat
berpengaruh dalam menghasilkan percikan
api yang nantinya digunakan sebagai
pematik dalam pembakaran di ketel uap.
Kurangnya ketelitian dalam pengukuran dan
kurangnya perhatian dalam mengikuti
prosedur dalam manual book dapat menjadi
faktor penyebab kegagalan pembakaran
pada Burner.
DAFTAR PUSTAKA
Agustinova, Danu Eko. 2015. Memahami
Metode Penelitian Kualitatif Teori
dan Praktik. Yogyakarta: Calpulis
Djokosetyardjo, M J. 2003. Ketel Uap.
Jakarta: PT Pradnya Paramitra
Husein, Umar. 2003. Metode Riset Perilaku
Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Instruction manual book of Auxilliary Boiler
MIURA GK-2028
Murni. 2012. Buku Ajar Ketel Uap.
Semarang: UPT UNDIP Press
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi
Pengambilan Keputusan Kriteria
Majemuk. Jakarta: PT Grasindo
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1848
Gambar 1 : Lokasi Penelitian Gambar 2 : Kerak pada nozzle tip
Gambar 3 : Pembersihan komponen burner Gambar 4 : Clearance pada elektroda
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1849
Gambar 5 : Diagram AHP
Gambar 6 : Hasil bobot kriteria
Penyetelan
(0,7554)
Kondisi komponen
(0,0699
Perawatan komponen
(0,1777)
Ignition rod
Elektroda
Nozzle tip
Nozzle pipe
Flame eye
Ignition rod
Elektroda
Nozzle tip
Nozzle pipe
Flame eye
Ignition rod
Elektroda
Nozzle tip
Nozzle pipe
Flame eye
Kegagalan penyalaan burner (1,000)
Kriteri
a
Alternati
f
Sasara
n Kriteri
a
Alternati
f
Penyetelan
Kondisi
komponen Perawatan
komponen
Ignition rod
Elektroda
Nozzle tip
Nozzle pipe
Flame eye
Ignition rod
Elektroda
Nozzle tip
Nozzle pipe
Flame eye
Ignition rod
Elektroda
Nozzle tip
Nozzle pipe
Flame eye
Kegagalan penyalaan
burner Sasara
n
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1850
Gambar 7 : Hasil Akhir seluruh Bobot
Tabel 1 : Nilai bobot kriteria
Kriteria Bobot tingkat kepentingan berpasangan kriteria
Penyetelan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kondisi
komponen
Penyetelan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Perawatan
komponen
Kondisi
komponen 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perawatan
komponen
Penyetelan
(0,7554)
Kondisi komponen
(0,0699)
Ignition rod
(0,1289 )
Elektroda
(0,3775 )
Nozzle tip
(0,2540 )
Nozzle pipe
(0,1298 )
Flame eye
(0,1097 )
Ignition rod
(0,0401 )
Elektroda
(0,5936 )
Nozzle tip
(0,5936 )
Nozzle pipe
(0,1317 )
Flame eye
(0,0523 )
Ignition rod
(0,1329 )
Elektroda
(0,4684 )
Nozzle tip
(0,2282 )
Nozzle pipe
(0,1006 )
Flame eye
(0,0690 )
Perawatan komponen
(0,1777)
Kegagalan penyalaan burner (1,000)
Alternati
f
Sasara
n
Kriteria
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1851
Tabel 2 : Nilai bobot alternatif
Tabel 3 : Hasil seluruh bobot
Penyetelan Kondisi
Komponen
Perawatan
Komponen
Bobot
Kriteria
Ignition rod 0,1289 0,0401 0,1329 0,7554
Elektroda 0,3775 0,5936 0,4684 0,0699
Nozzle tip 0,2540 0,5936 0,2282 0,1777
Nozzle pipe 0,1298 0,1317 0,1006
Flame eye 0,1097 0,0523 0,0690
Penghitungan Kriteria
Tabel 4.3 Perbandingan Kriteria
Alternatif Bobot tingkat kepentingan berpasangan Alternatif
Ignition rod 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ignition rod
Ignition rod 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ignition rod
Ignition rod 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ignition rod
Ignition rod 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ignition rod
Electroda 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Electroda
Electroda 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Electroda
Electroda 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Electroda
Nozzle tip 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Nozzle tip
Nozzle tip 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Nozzle tip
Nozzle pipe 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Nozzle pipe
kriteria penyetelan Kondisi
komponen
Perawatan
komponen
penyetelan 1/1 6 8
Kondisi
komponen 1/6 1/1 1/5
Perawatan
komponen 1/8 5 1/1
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1852
Ubah Matrik diatas menjadi bilangan desimal
1,000 6,000 8,000
0,1666 1,000 0,2000
0,1250 5,000 1,000
o Rumus Matrik
Baris x Kolom
jumlah dari setiap baris matriks dan nilai hasil normalisasi:
jumlah baris hasil normalisas
6142,7 69337 26118 101597 101597/134505 = 0,7554
544,08 6142,7 2311,1 8998 8998/134505 = 0,0669
1444,3 16323 6142,7 23910 23910/134505 = 0,1777
Jumlah= 134505 = 1,0000
Setelah menghitung Matrik dari tiap iterasinya, dan di dapatkan sejumlah nilai
eigen dari setiap iterasinya, maka akan diketahui perbandingannya. Berikut ini
adalah matriks berpasangan beserta dengan nilai eigennya:
Matriks berpasangan beserta nilai eigen
Kriteria penyetelan
Kondisi
komponen
Perawatan
komponen
Nilai
eigen
Penyetelan 1,000 6,000 8,000 0,7554
Kondisi
Komponen 0,1666 1,000 0,2000 0,0699
Perawatan
Komponen 0,1250 5,000 1,000 0,1777
Perhitungan Alternatif
1. Perhitungan Alternatif penyetelan
1,000 0,1666 0,2000 7,000 0,2000
6,000 1,000 2,000 7,000 6,000
5,000 0,2500 1,000 6,000 4,000
0,1428 0,1428 0,1666 1,000 4,000
4,000 0,1666 0,2000 0,2000 1,000
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1853
Jumlah baris Hasil
5 1,7997 1,9494 16,4287 35,8 60,9778 0,1289
47 4,5 8,062 69,5 49,5 178,562 0,3775
28,4758 2,8562 4,3 49,75 34,75 120,132 0,2540
18,1179 1,0174 1,4474 5 9,5589 61,4031 0, 1298
10,3570 1,0853 1,7748 30,8662 7,8 51,883 0,1097
472,9579 1,0000
2. Alternatif kondisi komponen
1,000 0,2000 0,2500 0,2500 0,3333
5,000 1,000 6,000 6,000 7,000
4,000 0,1666 1,000 4,000 6,000
4,000 0,1666 0,2500 1,000 5,000
4,000 0,1428 0,1666 0,200 1,000
jumlah dari setiap baris matriks dan nilai hasil normalisasi:
Jumlah baris Hasil
5 0,531 1,7803 2,7666 35,8 14,8945 0,0401
79 5 15,9162 38,65 49,5 220,2327 0,5936
42,833 2,6564 5 49,75 11,2 67,6218 0,1823
24,833 1,888 3,1330 5 5 48,8542 0,1317
8,1804 0,9466 1,84 3,4232 5 19,3902 0,0523
370,9934 1,0000
3. Perhitungan perawatan komponen
1,000 0,2000 0,3333 0,5000 0,3333
5,000 1,000 7,000 5,000 6,000
3,000 0,1428 1,000 5,000 5,000
2,000 0,2000 0,2000 1,000 5,000
3,000 0,1666 0,2000 0,2000 1,000
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1854
jumlah dari setiap baris matriks dan nilai hasil normalisasi:
Jumlah baris Hasil
5 12,029 2,2332 3,7331 6,0331 57,9715 0,1329
59 5 17,8665 48,7 73,6665 204,233 0,4684
31,714 2,7189 5 13,214 46,8568 99,5037 0,2282
20,6 1,9189 3,4666 5 12,8666 43,8521 0,1006
17,8333 1,2588 2,6062 3,7333 5 30,4316 0,069
435,9919 1,0000
Tabel Rangking Nilai Alternatif Perawatan Komponen
Rangking Alternatif Nilai Eigen Perawatan Komponen
5 Ignition rod 0,1329
1 Elektroda 0,4684
2 Nozzle tip 0,2282
4 Nozzle pipe 0,1006
3 Flame eye 0,0690
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1855
PENGOPERASIAN CARGO CONTROL ROOM UNTUK KELANCARAN
PROSES BONGKAR MUAT PADA KAPAL MT. KETALING
Samsul Hudaa, Andri Yulianto
b dan Taufik Qur Romadhon
c
a dan b
Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang cTaruna (NIT.48114003.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRAK
Cargo control room mempunyai peranan yang sangat penting terhadap kelancaran
proses bongkar muat di kapal tanker, maka apabila dalam pengoperasian cargo control
room tidak berjalan dengan baik dan benar, maka proses bongkar muat akan tehambat dan
hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Dalam penelitian ini diambil
beberapa masalah mengenai bagaimana cara pengoperasian cargo control room yang baik
agar proses bongkar muat dapat berjalan dengan lancar dan kesalahan-kesalahan apa saja
yang menjadi hambatan dalam pengoperasian cargo control room.
Dalam menulis penelitian ini penulis menggunakan penelitian melalui pendekatan
kualitatif karena akan menyajikan data-data yang diperoleh secara deskriptif atau membuat
gambaran mengenai situasi atau kejadian dan lebih banyak melakukan observasi dan
wawancara secara langsung terhadap objek.
Hasil penelitian yang dilakukan penulis selama praktek di kapal MT. Ketaling,
pengoperasian cargo control room di MT. Ketaling masih belum berjalan dengan baik
karena perwira jaga masih sering melakukan kesalahan dan sering mengalami kendala-
kendala dalam pengoperasian cargo control room, perwira jaga tidak mengetahui line-line
pipa muatan yang harus dibuka saat pembongkaran, perwira jaga tidak menyiapkan alat
komunikasi dan kurangnya pengawasan selama proses bongkar muat di cargo control room.
Pembahasan dalam penelitian ini adalah pengoperasian cargo control room ada tiga tahap
yaitu persiapan, pengawasan dan pelaksanaan. Kendala yang menghambat antara lain
Kebocoran pipa, kerusakan pompa, alat komunikasi, salah komunikasi, kurang pengawasan,
perwira mengandalkan juru pompa, serah terima jaga kurang baik. Untuk mengatasi kendala
tersebut dengan cara merawat pompa, alat komunikasi, berkomunikasi dengan baik,
pengawasan rutin, memberi pelatihan dan melakukan serah terima dengan baik.
Kata kunci: cargo control room, pompa-pompa, bongkar muat, kapal tanker, metode
kualitatif
I. PENDAHULUAN
Pengangkutan merupakan kegiatan yang
sangat penting dalam kehidupan masyarakat
dan karena kondisi Indonesia maupun
negara-negara di dunia ini terpisah oleh
lautan, sungai dan danau maka
pengangkutan tersebut dapat di lakukan
melalui darat, laut maupun udara. Kapal
merupakan sarana angkutan laut untuk
melakukan perpindahan barang dari satu
daerah ke daerah lain atau dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain dengan cepat,
aman dan tepat waktu baik dalam negeri
maupun luar negeri. Seiring dengan
perkembangan zaman di mana tingkat
pengetahuan manusia semakin tinggi dan
tingkat kebutuhan manusia akan barang
semakin besar, maka bentuk dan daya muat
kapal semakin canggih dan
perkembangannya semakin besar pula.
Kapal dapat dibedakan menjadi
berbagai macam jenis sesuai dengan muatan
yang akan diangkut oleh kapal tersebut dan
salah satunya adalah kapal tanker (kapal
minyak). Sebuah kapal tanker dapat memuat
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1856
bermacam-macam jenis minyak, mulai dari
minyak mentah sampai minyak olahan atau
jadi sesuai dengan jenis muatannya, tanker
dapat dibedakan dalam 3 (tiga) kategori
yaitu :
1. Crude Carriers yaitu kapal tanker
untuk pengangkutan minyak mentah.
2. Black Oil Product Carriers yaitu kapal
tanker yang mengutamakan
pengangkutan minyak hitam seperti
MDF (Marine Diesel FuelOil) dan
sejenisnya.
3. Light Oil Product Carriers yaitu yang
sering mengangkut minyak petroleum
bersih seperti kerosene, gas oil dan
sejenisnya.
Tiap-tiap jenis kapal masih dibagi
berdasarkan muatan yang diangkut.
Berdasarkan pengalaman selama praktek
dan judul penelitian yang penulis ambil,
maka penulis akan lebih memprioritaskan
pada kapal tanker yang mengangkut minyak
hitam khususnya MFO (Marine Fuel Oil).
Sedangkan sarana transportasi yang
dibutuhkan untuk mengangkut muatan MFO
ini adalah jenis kapal tanker khusus yang
memuat minyak hitam. Untuk itu dalam
proses bongkar muat harus berjalan dengan
baik dan salah satu faktor keberhasilan
dalam proses bongkar muat ini yaitu
pengoperasian cargo control dengan baik
dan benar. Tetapi sebelum kita membahas
tentang pengoperasian cargo control room
di kapal tanker ada baiknya kita mengetahui
terlebih dahulu kegunaan dari cargo control
room. Di kapal tanker tempat alat-alat untuk
cargo control ini disebut cargo control
room. Cargo control room di kapal
digunakan untuk menyiapkan jalur-jalur
yang akan dilalui oleh muatan minyakkarena
kran-kran pipa hidrolik, untuk
mengoperasikan pompa-pompa yang akan
digunakan dalam pelaksanaan proses
bongkar muat, untuk memonitor seberapa
banyak muatan yang sudah dimuat atau
dibongkar karena di cargo control room
terdapat panel-panel untuk melihat tinggi
muatan yang ada di tangki. Di dalam cargo
control room bisa juga dilihat kemiringan
dan stabilitas kapal karena di dalam cargo
control room ada alat yang namanya clino
meters (alat untuk melihat kemiringan
kapal).
Agar proses bongkar muat berjalan
dengan baik maka salah satu faktor
keberhasilan dalam proses bongkar muat ini
yaitu pengoperasian cargo controlroom
dengan baik dan benar apabila
pengoperasiannya tidak bisa berjalan dengan
baik dan benar maka proses bongkar muat
akan terhambat sehingga kapal akan
berakibat sanksi delay. Kejadian ini pernah
penulis alami pada waktu pembongkaran
MFO di pelabuhan tanker atau jetty
pertamina Pontianak. Karena kesalahan
dalam pengoperasian cargo control room
sehingga pompa muatan tidak bisa
menghisap dengan baik, akibatnya proses
pembongkaran ini berjalan lama dan tidak
sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Hal
ini sangat merugikan perusahaan khususnya
tempat taruna melaksanakan praktek yaitu di
PT. Pertamina.
Berdasarkan permasalahan-
permasalahan yang sering terjadi di kapal
inilah, maka dalam penyusunan laporan
penelitian ini penulis mengambil judul
tentang “Pengoperasian Cargo Control
Room Untuk Kelancaran Proses Bongkar
Muat Pada Kapal MT. Ketaling”.
Dalam pengoperasian cargo control
room banyak hambatan-hambatan yang di
temui. Berdasarkan pengalaman serta
pengamatan yang telah dilakukan oleh
penulis selama melaksanakan praktek di
MT. Ketaling, dengan ini maka penulis
memberikan perumusan masalah dalam
penelitian ini.
1. Bagaimanakah cara pengoperasian cargo
control room yang baik agar proses
bongkar muat dapat berjalan dengan
lancar ?
2. Kesalahan-kesalahan apa sajakah yang
dapat memperlambat proses
pengoperasian cargo control room ?
Begitu banyak dan luasnya
permasalahan yang timbul pada saat
pengoperasian kapal tanker muatan minyak
hitam, maka penulis membatasi
permasalahan hanya pada saat kapal tanker
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1857
melaksanakan proses bongkar muat
terutama dalam pengoperasian cargo control
roomkarena kegiatan ini sangat vital dalam
proses bongkar muat tersebut. Adanya
keterbatasan waktu, keterbatasan
pengetahuan dan kesempatan penulis, maka
dalam penulisan penelitian ini penulis
membuat batasan masalah atau ruang
lingkup.
1. Pembahasan hanya mencakup masalah
pengoperasian cargo control room di
MT. Ketaling.
2. Hanya mencakup masalah-masalah yang
sering terjadi di kapal MT. Ketaling
selama penulis melakukan praktek laut di
kapal tersebut dari tanggal 09 Agustus
2013 sampai tanggal 10 Agustus 2014.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian pustaka
1. Pengertian operasional
Menurut Chaer (2007:102)
operasional adalah suatu serangkaian
proses dan cara mengoperasikan suatu
alat ataupun sistem secara baik. Disini
dapat diambil suatu kesimpulan
bahwasannya suatu proses pengoperasian
adalah proses perbuatan atau tindakan
mempergunakan suatu alat secara baik
dan prosedural untuk mendapatkan suatu
hasil yang diinginkan.
2. Pengertian cargo control room
Menurut Baptist (2005:18), cargo
control room (CCR) merupakan suatu
tempat untuk mengoperasikan bongkar
muat muatan pada kapal tanker. Jadi
proses bongkar muat di dalam tangki
dikendalikan di ruangan ini. Ccargo
control room sebaiknya terletak di atas
kamar pompa agar dapat melihat ke atas
tangki muatan dengan jelas, selain itu
cargo control room juga harus memiliki
ruangan yang cukup besar untuk tempat
alat kontrol dan peralatan-peralatannya.
Cargo control room di MT. ketaling
berada di ruang akomodasi di deck
pertama bagian depan. Dari dalam cargo
control room tersebut, kita bisa melihat
kondisi di luar di atas tangki–tangki
muatan dan juga aktifitas para crew di
atas deck. Kelancaran proses bongkar
muat di kapal tanker khususnya di MT.
Ketaling sangat bergantung pada
pengoperasian cargo control room.
3. Prinsip bongkar muat
Menurut Arso Martopo (2001:2)
Proses penanganan dan pengoperasian
muatan didasarkan pada prinsip–prinsip
pemuatan :
a. Melindungi kapal (to protect the
ship).
Maksudnya adalah untuk
menjaga agar kapal tetap selamat
selama kegiatan bongkar muat
maupun dalam pelayaran agar
layak laut dengan menciptakan
suatu keadaan perimbangan muatan
kapal.
b. Melindungi muatan (to protect the
cargo).
Dalam perundang-undangan
internasional dinyatakan bahwa
perusahaan pelayaran atau pihak
kapal bertanggung jawab atas
keselamatan dan keutuhan muatan,
muatan yang diterima di atas kapal
secara kualitas dan kuantitas harus
sampai ditempat tujuan dengan
selamat dan utuh, oleh karenannya
pada waktu memuat, di dalam
perjalanaan maupun pada saat
membongkar haruslah diambil
tindakan untuk mencegah
kerusakan muatan tersebut.
c. Keselamatan kerja buruh dan anak
buah kapal (safety of crew and long
shore man).
Untuk menjamin keselamatan
kerja dan keselamatan kerja buruh-
buruh serta anak buah kapal, maka
dalam operasi bongkar muat kapal
perlu diperhatikan beberapa hal,
antara lain :
1). Tugas-tugas anak buah kapal
selama proses pemuatan dan
pembongkaran.
2). Keamanan pada waktu
pemuatan dan pembongkaran
muatan
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1858
d. Kelestarian lingkungan
(environment Protect).
Dalam melaksanakan kegiatan
bongkar muat perlu diperhatikan
masalah kelestarian lingkungan.
Sedapat mungkin dihindarkan
pencemaran atau kerusakan
lingkungan sekitar yang
diakibatkan oleh kegiatan tersebut.
e. Memuat / membongkar muatan
secara tepat dan sistematis (to
obtain rapid and systematic
loading and discharging).
Maksudnya adalah
melaksanakan bongkar muat
diusahakan agar tidak memakan
waktu banyak, maka sebelum kapal
tiba di pelabuhan pertama (first
port) di suatu negara, harus sudah
tersedia rencana pemuatan dan
pembongkaran (stowage plan).
f. Memenuhi ruang muat (to obtain
maximal use of available cubic of
the ship).
Untuk mendapatkan keuntungan
yang maksimal, maka tiap-tiap
perusahaan perkapalan
menginginkan kapal-kapalnya
membawa muatan secara maksimal
pula, dimana kapal dimuati penuh
di seluruh tanki.
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh
penulis dalam penyampaian masalah adalah
metode kualitatif, untuk menggambarkan
dan menguraikan objek yang diteliti.
Menurut Lexy J. Moleong, M.A (2005:98),
mendefinisikan metode kualitatif adalah
pengamatan, wawancara, atau penelaahan
dokumen. Metode kualitatif ini digunakan
karena beberapa pertimbangan :
1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih
mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan jamak.
2. Metode ini menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara
peneliti dan responden.
3. Metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama terhadap
pola-pola nilai yang dihadapi.
Oleh karena itu di dalam pembahasan
nanti penulis berusaha memaparkan hasil
dari semua studi dan penelitian mengenai
suatu objek yang diperoleh, baik hal-hal
yang bersifat teori juga memuat hal-hal yang
bersifat praktis, dalam artian bahwa selain
ditulis dari beberapa literatur buku, juga
bersumber dari objek-objek penelitian yang
juga terdapat dalam buku. Penggunaan
aspek observasi atau pengamatan sangat
berperan dalam penulisan penelitian ini.
B. Waktu dan lokasi Penelitian
Pada pelaksanaan proses penelitian ini
penulis melakukan praktek lapangan yang
penulis lakukan selama bulan Agustus 2013
sampai bulan Agustus 2014 di kapal MT.
Ketaling, yang merupakan salah satu kapal
milik PT. Pertamina yang berkantor di Jl.
Yossudarso no 32-34 Tanjung Priok Jakarta
utara. Kapal ini merupakan jenis kapal
tanker yang dibuat untuk mengangkut jenis
muatan minyak mentah, tapi selama penulis
praktek di kapal tersebut muatannya diganti
dengan minyak hitam yaitu M.F.O. Proses
bongkar muat di kapal MT. Ketaling
dioperasikan di dalam cargo control room
dengan system hidrolik (dongkrak).
Kapal MT. Ketaling memiliki 26 awak
yang terdiri dari 4 perwira deck, 4 perwira
mesin, 1 electrician, 1 pump man, 1 bosun,
3 juru mudi, 3 kelasi, 1 mandor mesin, 3
juru mesin, 1 koki, 1 pelayan, 2 kadet deck
dan 1 kadet mesin. Dari ke 26 awak kapal
tersebut, kesemuanya berasal dari Indonesia.
C. Sumber Data
Data yang digunakan dan dikumpulin
dalam penyusunan penelitian ini adalah data
yang berupa keterangan dan informasi yang
diperoleh melalui observasi maupun studi
pustaka dari sumber-sumber tersebut
diperolah dari data sebagai berikut :
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1859
1. Data Primer
Data primer merupakan objek yang
meberikan informasi dan data secara
langsung sebagai hasil pengumpulan dan
disiarkan sifatnya benar-benar orisinil.
Disebut orisinil karena memberikan
informasi yang tidak pernah dikumpulkan
sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan
bahwa data primer merupakan suatu
obyek data orisinil yang berupa data
mentah dimana data tersebut tidak pernah
dikumpulkan sebelumnya. Data ini
dikumpulkan oleh peneliti secara
langsung pada obyek penelitian dengan
cara melakukan pengamatan pelaksanaan
muat dan bongkar di MT. Ketaling.
Dalam hal ini data yang diambil dengan
cara pengamatan dan wawancara dengan
orang-orang yang terlibat secara langsung
pada materi.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang
diperoleh penulis sebagai data yang
digunakan untuk mendukung atau
melengkapi data yang sudah penulis
dapatkan secara langsung. Data tersebut
penulis dapatkan melalui catatan-catatan
log book (catatan kapal), catatan perwira
kapal atau mungkin hasil survei yang
belum diolah dan dianalisa lanjutan dapat
menghasilkan sesuatu yang amat
berguna, dan juga diperoleh melalui
buku-buku yang berkaitan, hasil seminar,
dan arsip peraturan nasional maupun
internasional yang menunjang penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah teknik
atau cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan
data.Pengumpulan data dimaksudkan untuk
memperoleh bahan-bahan yang relevan,
akurat, dan nyata.Untuk memperoleh data-
data tersebut, antara lain wawancara,
observasi, dan kepustakaan. Masing-masing
data memiliki kelebihan dan kekurangan
sendiri-sendiri. Karena itu lebih baik
mempergunakan suatu pengumpulan data
lebih dari satu, sehingga semua dapat saling
melengkapi satu sama lain untuk menuju
kesempurnaan penelitian ini. Di dalam
penelitian ini penulis menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data :
1. Riset Lapangan
Teknik pengumpulan data dengan
mengadakan observasi langsung ke objek
penelitian yaitu dengan melaksanakan
praktek laut selama 12 bulan 1 hari di
atas kapal MT. Ketaling, sehingga data-
data yang dikumpulkan sesuai dengan
kenyataan yang ada pada saat penelitian
berlangsung.
Dengan demikian akan didapatkan
data yang diyakini kebenarannya,
observasi yang penulis lakukan pada
penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua)
cara :
a. Metode interview
Mendefinisikan metode interview
adalah percakapan dengan maksud
tertentu, percakapan itu dilakukan oleh
dua pihak yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu. Metode
tersebut penulis lakukan untuk
memperoleh data yatu dengan
bertanya langsung kepada perwira dan
crew di atas kapal tentang
pengoperasian cargo control room
untuk kelancaran proses bongkar muat
di kapal MT. Ketaling.
b. Metode observasi
Metode observasi yaitu melakukan
pengamatan secara langsung ke objek
penelitian untuk melihat dari dekat
kegiatan yang dilakukan. Apabila
objek penelitian bersifat perilaku dan
tindakan manusia, fenomena alam
(kejadian-kejadian yang ada di alam
sekitar), proses kerja, dan penggunaan
responden kecil. Teknik observasi
digunakan dengan maksud untuk
mendapatkan atau mengumpulkan
data secara langsung selama
melaksanakan praktek laut selama
pengoperasian cargo control room di
kapal, di mana penulis mengikuti dan
terjun langsung pada kegiatan
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1860
pengoperasian cargo control room
sehingga setiap kejadian yang ada
dapat diketahui secara langsung oleh
penulis.
2. Studi dokumenter
Teknik dokumenter adalah cara
mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip
dan termasuk juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil atau hukum dan
lain-lain yang berhubungan dengan
masalah penelitian. Metode
dokumentasi ini sebagai pelengkap
dari penelitian suatu penulisan,
metode ini penulis laksanakan dengan
cara melihat semua dokumen-
dokumen yang berhubungan dengan
masalah yang dibahas dalam
penelitian ini, baik dokumen dari
muatan yang telah dibawa oleh kapal
ataupun dokumen tentang data-data
kapal yang telah tersedia di kapal.
3. Studi pustaka
Menurut Nasution (2003:144)
tinjauan pustaka adalah cara mencari
data suatu penelitian yang
memerlukan bahan yang bersumber
dari perpustakaan. Studi kepustakaan
merupakan penelitian yangdilakukan
di dalam ruang perpustakaan untuk
menghimpun dan menganalisis data
yang bersumber dari perpustakaan,
yang dapat dijadikan sumber rujukan
untuk menyusun suatu laporan
ilmiah.Buku-buku yang penulis baca
sebagai bahan referensi yang
mendukung penelitian ini adalah
buku-buku yang terdapat di
perpustakaan PIP (Politeknik Ilmu
Pelayaran) Semarang, serta sumber
referensi lain dan buku dari kapal,
kegiatan ini ditujukan sebagai
dokumen catatan peristiwa yang sudah
berlalu.
E. Analisa Data
Menurut Nasution (2008:126), analisa
data adalah menyususn data agar dapat
ditafsirkan dan diketahui maknanya. Analis
dikerjakan sejak peneliti mengumpulkan
data dan dilakukan secara intensif setelah
pengumpulan data selesai. Menurut
Moleong (2004:248), analisa data adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.
Dalam penulisan penelitian ini penulis
menggunakan metode analisa data, dengan
cara menganalisa data-data yang diperoleh
dari hasil penelitian. Selanjutnya penulis
membuat penyajian data, penyajian data ini
merupakan penjabaran dari data-data yang
diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya
yang telah disusun dengan urut sehingga
diperoleh penyajian data yang mudah
dipahami dan dimengerti oleh
pembaca.Selain isi dari penulisan penelitian
ini dapat dipahami, dimengerti sekaligus
juga dapat menjadikan suatu pengetahuan
atau petunjuk yang mungkin dapat
diterapkan di atas kapal nantinya. Dalam
penulisan penelitian ini penulis
menggunakan tiga macam metode analisa
data :
1. Reduksi data
Reduksi data pada mulanya
diidentifikasikan satuan yaitu bagian
terkecil yang ditemukan dalam data yang
memiliki makna bila dikaitkan dengan
fokus dan masalah penelitian. Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa reduksi
dapat didefinisikan sebagai proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerderhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang muncul
dari catatan tertulis di lapangan.
2. Penyajian data
Penyajian data adalah data populasi
atau sample yang sudah terkumpul
dengan baik, apabila digunakan untuk
keperluan informasi, laporan atau analisis
lanjutan hendaknya diatur, disusun dan
disajikan dalam bentuk yang jelas, rapi
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1861
serta komunitatif dengan cara
menampilkan atau menyajikan data yang
lebih menarik publik.
3. Menarik kesimpulan
Menarik kesimpulan merupakan
kemampuan seorang peneliti dalam
menyimpulkan berbagai temuan data
yang diperoleh selama proses penelitian
berlangsung.
F. Prosedur Penelitian
Menurut Lexy J. Moleong (2000:127-
148) dalam buku Metodologi Penelitian
Kualitatif, tahap-tahap dari prosedur
penelitian :
1. Tahap Pra Lapangan yang terdiri dari:
a. Menyusun rancangan penelitian
b. Memilih lapangan penelitian
c. Mengurus perizinan
d. Menjajaki dan menilai keadaan
lapangan
e. Memilih dan memanfaatkan
informan
f. Persoalan etika penelitian
2. Tahap pekerjaan lapangan yang terdiri
dari:
a. Memahami latar penelitian dan
persiapan diri
b. Memasuki lapangan
c. Berperan serta sambil
mengumpulkan data
3. Tahap analisa data yang terdiri dari :
a. Konsep dasar analisa
b. Menentukan tama dan merumuskan
masalah
c. Menganalisa berdasarkan hipotesis
Dari data-data yang diperoleh dari
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
penulis menganalisa data tersebut sehingga
dapat diperoleh mengenai pembahasan
masalah-masalah yang didapat. Kemudian
dari pembahasan masalah tersebut dapat
diambil kesimpulannya dan penulis dapat
memberikan saran-saran yang diperlukan.
Rancangam penelitian dalam penulisan
penelitian ini memudahkan dalam hal-hal
yang berhubungan dengan penelitian.
Rancangan penelitian ini meliputi
pengumpulan data, membahas data dan
disimpulkan yang kemudian dituangkan
dalam penelitian ini. Pada bagian ini
mempersoalkan tahap-tahap penelitian yang
nantinya memberikan gambaran tentang
keseluruhan perencanaan, pelaksanaan
pengumpulan data, analisa data, sampai
pada penulisan laporan.
IV. DISKUSI
A. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Cara pengoperasian cargo control
room yang baik agar proses bongkar
muat dapat berjalan dengan lancer.
Dalam mengoperasikan cargo control
room, perwira jaga harus mengetahui
bagaimana prosedur dari
pengoperasian cargo control room
tersebut. Prosedur dari pengoperasian
cargo control room.
a. Persiapan
1) Menyiapkan pompa
Untuk menyiapkan pompa hal
pertama yang harus dilakukan
adalah membuka valve secara
manual yang berada di dalam
kamar pompa / pumproom, setalah
itu menyiapkan jalur-jalur muatan
mana saja yang akan dilalui oleh
muatan yang berada di cargo
control room. Seorang perwira jaga
juga harus mengetahui pompa mana
yang akan digunakan kapal pada
saat proses pembongkaran. Mualim
1 harus selalu memberitahu perwira
jaga pompa mana yang akan
dipakai dan seterusnya perwira jaga
memberitahukan juru pompa dan
kamar mesin sehingga tidak terjadi
kesalahan informasi. Di kapal MT.
Ketaling terdapat tiga buah pompa
cargo, dua buah pompa ballast
serta dua buah pompa stripping
(pompa hisap). Pompa cargo
dipakai untuk pembongkaran
sedangkan pompa stripping (pompa
hisap) dipakai untuk pengeringan
tanki apabila pompa cargo sudah
tidak bisa menghisap muatan lagi.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1862
2) Menyiapkan Jalur / Line-line
pipa
Sebelum proses bongkar muat
dimulai, perwira jaga harus
memeriksa ulang terlebih dahulu
jalur-jalur yang akan dilalui oleh
muatan minyak, sehingga apabila
masih terdapat kran-kran yang lupa
untuk dibuka atau ditutup dapat
diketahui dan dapat langsung
diambil tindakan.
3) Menghidupkan semua control
panel di cargo control room
Control panel ini adalah yang
paling penting dalam
pengoperasian cargo control room,
karena dengan menghidupkan
seluruh panel-panel kita akan dapat
melihat berapa sisa muatan yang
ada di masing-masing tangki
melalui ullage guage (alat untuk
memonitor ketinggian muatan di
setiap tanki muatan), dan lain
sebagainya tanpa harus ke deck
untuk melihatnya.
4) Menyiapkan Handy Talky
Handy talky (radio jinjing) ini
sangat berguna untuk
berkomunikasi antara orang yang
jaga di cargo control room dengan
orang yang jaga muatan di atas
deck tangki muatan. Apabila ada
kebocoran pada pipa atau akan
pengeringan muatan maka dapat
diinformasikan melalui handy talky
(radio jinjing).
b. Pelaksanaan
Setelah semua persiapan dilakukan
maka pengoperasian cargo control
room dapat dilakukan. Tetapi sebelum
kita mengoperasikan cargo control
room, kita terlebih dahulu harus
melaksanakan prosedur proses
pemuatan dan pembongkaran dengan
baik dan benar :
1) Adapun prosedur proses
pemuatan di kapal tanker.
a) Periksa ulang sambungan
selang darat dengan manifold,
dan valve-valve yang
berhubungan dengan tangki-
tangki yang akan diisi
muatan.
b) Apabila kapal sebelum
memuat dalam keadaan
miring yang tidak kita ketahui
sebelumnya, sehingga apabila
kapal memuat pada tangki-
tangki samping,
c) Perwira jaga harus
memperhatikan petunjuk-
petunjuk yang diberikan
mualim satu.
i. Jenis muatan yang
dimuat pada setiap
tangki.
ii. Ullage terakhir pada
setiap tangki yaitu
untuk mengetahui
berapa sisa volume
muatan yang masih
berada di dalam tangki
muatan.
iii. Perkiraan density dan
temperature pada setiap
jenis muatan.
iv. Jumlah muatan dalam
barrel atau meter kubik
untuk setiap jenis
muatan serta trim kapal.
Alat ini digunakan
untuk mengetahui sudut
kemiringan kapal dan
trim pada saat itu.
Sehingga perwira jaga
dapat memonitor dan
kapal pada saat proses
bongkar muat
berlangsung dan
perwira jaga dapat tetap
menjaga agar kapal
tidak nungging atau
terlalu mendongak dan
kapal tidak terlalu
miring kiri atau miring
kanan pada saat proses
bongkar muat
berlangsung. Kejadian
yang pernah dialami
oleh MT. Ketaling yang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1863
berkaitan dengan alat
ini adalah pada saat
pemuatan MFO di
pelabuhan Palembang.
Karena kesalahan
perwira jaga yang tidak
memonitor alat ini pada
saat pemuatan
berlangsung sehingga
kapal nungging.
Apabila hal ini
dibiarkan maka kapal
tidak akan diijinkan
untuk berlayar karena
akan membahayakan
kapal dan keselamatan
crew.
d) Apabila satu tangki telah
mendekati penuh dan akan
memuati tangki lainnya,
maka bukalah valve tangki
yang akan dimuat sebelum
menutup valve tangki yang
selesai dimuati.
e) Keadaan tali-tali tros kapal
harus selalu diperiksa setiap
saat demi menjaga
keselamatan waktu dalam
pemuatan.
f) Tindakan selama proses
pemuatan :
- Memeriksa sambungan-sambungan pipa darat dan
manifold terhadap
kemungkinan terjadinya
kebocoran.
- Memeriksa posisi kapal setiap saat, demi menjaga
keselamatan saat selama
pemuatan.
- Menyiapkan segala alat-alat pencegahan
pencemaran (saw dust, oil
dispersant, sapu, majun
dan sebagainya).
- Lubang-lubang pembuangan air (scupper
plug) harus ditutup rapat.
- Setiap kejadian yang dialami ditulis dalam log
book muatan.
2) Sedangkan prosedur proses
pembongkaran di kapal tanker
adalah.
a) Pipa pembongkaran dari darat
dipasang ke kapal, biasanya
dihubungkan dengan common
line, tergantung order dari
mualim satu.
b) Harus ada komunikasi antara
Rate pembongkaran per jam.
Kita bisa menghitung rate
secara manual maupun
menggunakan komputer. Di
MT pihak kapal dengan pihak
darat melalui telpon, Handy
talky, ataupun hubungan
langsung.
c) Pembongkaran muatan
dilakukan sesuai rencana
yang telah dibuat oleh
mualim satu dan perlu juga
dicatat :
- Kapan selang darat mulai tersambung dengan
manifold kapal.
- Kapan pembongkaran muatan di kapal dimulai.
- Situasi yang terjadi pada
saat pembongkaran.
- Kapan pembongkaran
mulai selesai.
d) Tindakan selama proses
pembongkaran :
- Memeriksa sambungan-sambungan pipa darat dan
manifold terhadap
kemungkinan terjadinya
kebocoran.
- Memeriksa posisi kapal setiap saat, demi menjaga
keselamatan selama
bongkar. Agar mengetahui
kemiringan kapal kita bisa
melihat Clinometer.
Clinometer ini digunakan
untuk mengetahui sudut
kemiringan kapal.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1864
- Menyiapkan alat-alat pencegahan pencemaran
(saw dust, oil dispersant,
sapu, majun dan
sebagainya).
- Lubang-lubang pembuangan air harus
ditutup rapat.
- Setiap kejadian yang dialami ditulis dalam log
book muatan.
c. Pengawasan
Pengawasan ini harus
dilaksanakan secara terus menerus
sampai selesainya proses bongkar
muat. Setiap satu jam sekali perwira
jaga harus mengambil rate muatan
baik itu muat maupun bongkar. Juru
pompa yang jaga harus selalu
mengecek pompa ke kamar pompa,
apakah pompa tersebut berjalan
dengan baik. Dalam hal ini kerjasama
diantara perwira jaga, juru pompa,
cadet, juru mudi jaga dan kelasi jaga
sangat diperlukan untuk menunjang
keberhasilan pengoperasian cargo
control room sehingga proses bongkar
muat dapat berjalan dengan lancar.
2. Kesalahan-kesalahan yang dapat
memperlambat proses pengoperasian
cargo control room
Berdasarkan pengamatan peneliti di
kapal MT. Ketaling ada beberapa
kesalahan yang sering terjadi sehingga
menghambat kelancaran pelaksanaan
bongkar muat. Untuk itulah kesalahan-
kesalahan yang ada itu harus dapat
diatasi. Adapun kesalahan-kesalahan
yang menghambat jalannya proses
pengoperasian cargo control room di
kapal MT. Ketaling.
a. Kebocoran pipa
Salah satu kesalahan yang dapat
menghambat proses pengoperasian
cargo control room adalah kebocoran
pipa. Kebocoran pipa di kapal MT.
Ketaling terjadi akibat tidak kuatnya
reducer (sambungan pipa) menahan
getaran yang diakibatkan oleh
kecepatan muatan yang melalui pipa
tersebut. Untuk mencengah terjadinya
kebocoran pipa maka harus
dilaksanakan pengecekan terlebih
dahulu sebelum melaksanakan proses
bongkar muat. Pengecekan dilakukan
pada saat kapal akan memuat atau
membongkar muatan.
b. Kerusakan pompa
Kerusakan pompa merupakan salah
satu hal yang dapat menghambat
proses pengoperasian cargo control
room. Untuk mencegah terjadinya
terjadinya kerusakan pompa maka
perlu dilakukan :
1) Mengatur kecepatan pompa
dengan baik agar dapat bekerja
dengan baik karena pada saat
mengoperasikan pompa dengan
kecepatan tinggi akan membuat
kondisi pompa cepat panas dan
akan mati dengan sendirinya,
begitu pula sebaliknya apabila
pompa dioperasikan dengan
kecepatan rendah maka pompa
tersebut akan mati.
2) Perawatan secara berkala
terhadap pompa-pompa muatan.
Perawatan pompa-pompa
muatan perlu dilakukan untuk
menjaga kemampuan daya hisap
pompa dan mencegah terjadinya
kerusakan pada pompa-pompa
muatan. Adapun perawatan
terhadap pompa-pompa muatan
meliputi:
a) Melakukan penggantian
minyak pelumas baering
setiap 600 jam kerja.
b) Cooler L.O digosok tiap 300
jam kerja.
c) Pembersihan saringan hisap
setiap bulan.
c. Kerusakan alat komunikasi
Alat komunikasi sangat penting
untuk digunakan pada saat
pengopersian cargo control room.
Alat komunikasi berperan penting
dalam kelancaran pengoperasian
cargo control room yaitu sebagai
sarana komunikasi atara perwira di
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1865
dalam cargo control room dengan juru
mudi jaga. Kerusakan yang sering
terjadi pada alat komunikasi adalah
habisnya baterai alat komunikasi yang
menyebabkan matinya alat
komunikasi tersebut. Untuk mencegah
terjadinya kerusakan pada alat
komunikasi maka seharusnya
disediakan baterai cadangan yang
dapat digunakan bergantian apabila
baterai utama habis.
d. Kurangnya pengawasan dari
perwira jaga di dalam cargo control
room
Kesalahan yang sering terjadi pada
saat pengoperasian cargo control
room adalah kurangnya pengawasan
dari perwira jaga di dalam cargo
control room seperti perwira jaga yang
meninggalkan cargo control room
selama jaga yang mengakibatkan tidak
diketahuinya muatan sudah mencapai
ullage (tinggi) yang sudah ditentukan
oleh mualim 1. Untuk mencegah hal
tersebut maka dalam pelaksanaan
pengawasan proses bongkar muat
perwira jaga harus melakukan
pengawasan secara rutin. Apabila ada
keperluan sebaiknya mencari
pengganti sementara untuk melakukan
pengawasan dengan catatan yang
bersangkutan tidak terlalu lama
meninggalkan tugasnya.
e. Perwira kapal yang belum bisa
mengoperasikan cargo control
room dengan baik
Kesalahan yang sering diakukan
perwira kapal diatas kapal MT.
Ketaling salah satunya adalah karena
tidak bisa mengoperasikannya cargo
control room oleh perwira di atas
kapal yang disebabkan karena
kurangnya keterampilan dan
pengetahuan perwira kapal dalam
mengoperasikan cargo control room.
Untuk mencegah terjadinya kesalahan
tersebut maka perlu dilakukan :
1) Melaksanakan Familiarisasi
Tentang Pengoperasian Cargo
Control Room.
Untuk anak buah atau crew
kapal yang baru pertama kali
bekerja di atas kapal tanker yang
tentu banyak sekali mengalami
kesulitan karena banyak sekali hal-
hal yang belum diketahui terutama
segala sesuatu yang menyangkut
tata cara pemuatan dan
pembongkaran juga pengoperasian
peralatan bongkar muat termasuk
cargo control room. Pelaksanaan
familiarisasi diatas kapal dilakukan
dengan cara sebagai berikut yaitu:
a) Pelaksanaan sosisalisasi
Pelaksanaan sosialisasi
dilakukan oleh Mualim Satu
(Chief Officer) pada saat
pergantian crew baru. Di dalam
sosialisasi tersebut menerangkan
tentang tugas dan tanggung
jawab pada saat pengoperasian
cargo control room pada awak
kapal yang baru naik sehingga
awak kapal tersebut dapat
mengetahui dan paham akan
tugas dan tanggung jawab pada
saat mengoperasikan cargo
control room.
b) Pelaksanaan Meeting
Dalam pelaksanaan kegiatan
ini adalah memberikan
pengetahuan kepada seluruh
awak kapal tentang bagaimana
cara mengoperasikan cargo
control room, sehingga seluruh
awak kapal harus dapat
mengoperasikannya sesuai
dengan prosedur yang tepat. Dan
juga mengadakan komunikasi
langsung kepada seluruh awak
kapal mengenai hambatan-
hambatan apa saja yang ditemui
dalam pelaksanaannya dan
sekaligus mencari solusi yang
terbaik dari permasalahan
tersebut.
2) Melaksanakan Diklat/ Training
Secara Berkala
Untuk meningkatkan
pemahaman para crew tentang
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1866
pengoperasian Cargo Control
Room maka alternatif yang paling
berhasil yaitu dengan diadakannya
diklat / training tentang
pengoperasian Cargo Control
Room secara rutin di atas kapal.
f. Serah terima tugas jaga yang tidak
baik
Kesalahan akibat serah terima tugas
jaga yang tidak baik merupakan salah
satu kesalahan yang menyebabkan
terjadinya kesalahan saat
mengoperasikan cargo control room.
Kesalahan yang sering dilakukan saat
serah terima tugas jaga yaitu tidak
menyampaikan informasi secara
lengkap tentang apa yang sedang
dilakukan pada saat itu. Untuk
mencegah terjadinya kesalahan
pengoperasian cargo control room
maka perwira jaga harus
melaksanakan serah terima jaga
dengan baik dengan melaporkan
kondisi pekerjaan yang sedang
dilakukan, memberikan informasi
secara lengkap tentang alat-alat yang
sedang dioperasikan dan order-order
dari Nahkoda, mualim 1 dan pihak
darat.
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang
terdapat pada bab-bab sebelumnya,
tentang pengoperasian cargo control
room untuk kelancaran proses bongkar
muat di kapal MT. Ketaling, maka
sebagai bagian akhir dari penelitian ini
penulis memberikan simpulan dan
saran yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini.
1. Dari penelitian ini prosedur
pengoperasian cargo control
room di MT. Ketaling untuk
menunjang kelancaran
pelaksanaan bongkar muat perlu
dilaksanakannya persiapan-
persiapan seperti menyiapkan
pompa, dan jalur perpipaan serta
melaksanakan pengecekan
terlebih dahulu terhadap kondisi
pompa dan pipa.
2. Kesalahan-kesalahan yang sering
terjadi dalam pengoperasian
cargo control room antara lain
kebocoran pipa, kerusakan
pompa, kerusakan alat
komunikasi, kurangnya
pengawasan dari perwira jaga,
masih ada perwira jaga yang
belum bisa mengoperasikan cargo
control room dan tidak
melakukan serah terima jaga
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baptist, C. 2007. Tanker Handbook For
Deck Officer. Glasgow, Scotland :
Brown, Son And Ferguson Ltd
Arso, Martopo. 2001. Kapal dan
Muatannya. Jakarta : Koperasi
Karyawan BP3IP
Chaer. 2007. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Jakarta: Transmedia
Moleong J Lexy. 2005. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Remaja Rosdakarya
Nasution. 2008. Metode Research. Jakarta:
Bumi Aksara
Moleong, Lexy J. 2004. Analisa Data.
Bandung : Alfabeta
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1867
IDENTIFIKASI GANGGUAN KATUP GAS BUANG MESIN INDUK
DI MT. MARTHA TENDER
Dony A. N.a, Sumarno PS
b dan Fitri Kensiwi
c
a Taruna (NIT.5024963.T) Program Studi Teknika PIP Semarang
bDosen Program Studi Teknika PIP Semarang
cDosen Matematika PIP Semarang
ABSTRAK
Katup buang adalah salah satu jenis katup yang merupakan komponen utama pada mesin
diesel baik itu empat-tak maupun dua tak yang berpungsi sebagai katup untuk membuka dan
menutup aliran dari gas sisa-sisa hasil pembakaran yang keluar dari dalam silinder atau ruang
pembakaran menuju ke exhaust valve manifold. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui penyebab terjadinya gangguan pada klep gas buang mesin induk. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode Diskiptif Kualitatif dengan USG sebagai metode
untuk menentukan prioritas dari masalah yang ada. Adapun rumusan masalah dari penelitian
ini adalah faktor apa yang menyebabkan gangguan katup gas buang, bagaiman upaya yang
dilakukan terhadap masalah yang ada. Hasil yang diperoleh dari identifikasi penelitian
menunjukkan bahwa terjadinya kebocoran kompresi pada klep gas buang mesin induk.
Identifikasi penelitian tersebut maka didapatkan penyebab dari kebocoran adalah adanya
keausan antara spindle dan seating, kelebihan jam kerja dan kurangnya pendinginan. Faktor
penyebab kerusakan ini dapat dihindari apabila dilakukan penggerindaan, perawatan sesuai
jam kerja dan pembersihan jalannya air pendingin.
Kata kunci : katup gas buang, mesin induk kapal, sistem hidrolik
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya kapal mempunyai
mesin induk penggerak utama yang
dipergunakan untuk memutar baling-baling
kapal, sehingga kapal dapat berlayar dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Mesin
induk di kapal mempunyai komponen-
komponen pendukung yang bekerja sesuai
fungsinya masing-masing guna menunjang
kelancaran kerja mesin induk, komponen ini
antara lain adalah katup gas buang. Katup
gas buang adalah suatu komponen mesin
induk yang berfungsi sebagai pintu
keluarnya gas hasil pembakaran di dalam
silinder. Pada kapal tempat melakukan
penelitian menggunakan mesin induk
dengan jenis Motor Diesel 2 tak diesel
engine with exhaust 6 cylinder, tipe motor
diesel yaitu Hitachi MAN B&W 6S50MC,
katup buang pada jenis ini menggunakan
sistem hidrolik.
Pada saat mesin induk bekerja normal,
suara yang ditimbulkan terdengar halus dan
temperature gas buang rata-rata setiap
silinder pada saat Full Away adalah 340-
380oC. Kelebihan dari katup jenis ini yaitu
karena massa total yang bergerak jauh lebih
kecil, maka katup dapat di buka lebih cepat,
pada sistem penggerak tidak terjadi gaya
samping sehingga keausan pada penghantar
katup menjadi berkurang.
Pada saat kapal melakukan pelayaran
dari Bali (Indonesia) menuju Balikpapan
(Indonesia) pada tanggal 12 November 2016
tepatnya berada di Selat Lombok, pada saat
itu Penulis bersama Masinis II sedang
melakukan serah terima tugas jaga laut
dengan Masinis I yang tepatnya pada pagi
hari yaitu serah terima jaga 00.00-04.00
pada 04.00-08.00 mesin induk mengalami
gangguan kerja katup gas buang yaitu mesin
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1868
induk harus diturunkan RPM (Revolutions
Per Minute) secara tiba-tiba dikarenakan
terjadi suara dentuman dan temperatur gas
buang mengalami kenaikan.
Dari kejadian tidak normalnya
temperatur dan terjadinya suara dentuman,
adanya kemungkinan-kemungkinan
diantaranya, kerusakan actuator dengan,
adanya keausan spindel, dan kerusakan pada
non-return valve. Yang menyebabkan mesin
induk penggerak utama berhenti beroperasi
sementara, dan harus dilakukan pengecekan.
Berdasarkan kejadian tidak normalnya
temperature gas buang mesin induk
penggerak utama yang dialami penulis
diatas kapal saat melakukan praktik laut,
penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul : “Identifikasi gangguan katup
gas buang mesin induk di MT. Martha
Tender”.
B. Perumusan Masalah
Untuk mendapatkan kerja yang
maksimal pada mesin penggerak utama di
atas kapal, katup gas buang mengalami
gangguan dan hambatan dalam
pengoperasian mesin induk. Agar katup gas
buang dapat bekerja dengan baik maka
gangguan dan hambatan tersebut harus
dicari solusinya. Berdasarkan uraian di atas,
maka dapat diambil beberapa pokok
masalah agar dalam penulisan penelitian ini
tidak menyimpang dan untuk memudahkan
dalam mencari solusi permasalahan. Adapun
perumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Faktor apa yang mempengaruhi
terjadinya gangguan katup gas buang
mesin induk ?
2. Bagaiman upaya yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya gangguan
katup gas buang terhadap mesin
induk ?
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini nantinya dijelaskan
faktor penyebab gangguan dan bagaimana
upaya untuk mengatasi pada katup gas
buang terhadap kerja mesin penggerak
utama di atas kapal. Agar masalah yang
akan dibahas menjadi spesifik dan tidak
terlalu luas untuk menghindari terjadinya
perluasan pembahasan maka penulis
membatasi masalah khusus pada faktor dan
cara penanggulangan pada gangguang yang
mempengaruhi sistem operasional katup gas
buang terhadap mesin penggerak utama.
D. Tujuan Penelitian
Karena katup gas buang sangatlah
penting dalam pengoperasian mesin induk,
karena tenaga yang dihasilkan mesin induk
juga karena adanya bagian katup gas buang
yang membuka dan menutup. Hal ini yang
akan menunjang kelancaran dalam
pelayaran oleh karena itu perawatan dan
perbaikan. Adapun tujuan dan maksud dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor apa saja
yang mempengaruhi terjadinya
gangguan dalam sistem operasional
katup gas buang mesin induk.
2. Dapat mengetahui cara
mengantisipasi gangguan katup gas
buang terhadap mesin induk.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
Katup gas buang a. Pengertian
Katup gas buang adalah salah satu
jenis katup yang terdapat pada motor
diesel baik itu 4 tak maupun 2 tak
yang berfungsi sebagai lintasan
udara untuk membuka jalan keluar
dari gas hasil pembakaran keluar
dari dalam ruang kompresi. Klep /
katup buang (exhaust valve) adalah
katup yang berfungsi membuka-
tutup saluran buang (exhaust
manifold) untuk mengeluarkan gas
sisa pembakaran (Abiding : 2011).
Menurut (Manen : 1997) Exhaust
Gas adalah gas buang yang berasal
dari hasil pembersihan induk.
Katup gas buang adalah salah satu
katup yang terdapat pada mesin
diesel dua langkah atau mesin diesel
empat langkah katup ini berfungsi
sebagai pintu keluarnya gas hasil
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1869
pembakaran di dalam silinder serta
menjamin agar gas hasil pembakaran
di dalam silinder dapat keluar secara
optimal.
Katup ini memiliki kondisi kerja
yang terstruktur secara mekanis yang
tahan terhadap suhu gas buang yang
tinggi dan benturan metal dengan
metal. Katup terdiri dari sebuah
piringan kepala yang memiliki
batang memanjang dari tengah
piringan kepala di satu sisinya. Sisi
pinggiran kepala katup yang
berdekatan dengan batang katup
pada sudut 45o-30
o. Katup pada
dudukkannya juga dilengkapi dengan
lubang-lubang jalannya air
pendingin.
b. Bagian mekanik katup gas buang
Katup gas buang mempunyai
bagian-bagian yang dapat diuraikan
menjadi beberapa komponen utama,
yaitu:
1) Kepala Katup
2) Rumah katup (valve housing)
3) Batang katup (valve spindel)
Di bagian atas katup terdapat
dua torak yang terpasang,
yaitu:
a) Torak udara (air piston)
b) Torak hidrolik (hydraulic
piston)
4) Kunci penahan pegas
5) Batang penumbuk katup
6) Dudukan katup (seating valve)
7) Pengangkat katup
c. Mekanisme penggerak katup
Penggerak katup digunakan untuk
menunjukkan kombinasi dari seluruh
bagian yang pemasukan udara
pengisian dan pengeluaran gas buang
dalam mesin 2 langkah. Penggerak
katup dari mesin diesel sangat
bervariasi dalam konstruksinya,
tergantung pada jenis, kecepatan dan
ukuran mesin. Di dalam instruction
manual book dijelaskan bahwa katup
gas buang mempunyai bagian-bagian
yang dapat diuraikan menjadi
beberapa komponen utama, yaitu :
Bagian ini berfungsi sebagai
penggerak katup gas buang yang
digerakkan oleh nok pada poros nok
melalui transmisi hidrolik,
mempunyai bagian-bagian utama
didalamnya, yaitu:
1) Silinder hidrolik (hydraulic
cylinder)
2) Katup kebocoran (puncture
valve)
3) Silinder udara (air cylinder)
4) Silinder hidrolik (hidraulic
cylinder)
5) Nok
6) Poros Nok
7) Pegas Katup
d. Prinsip kerja
Gambar 1.1 : Penggerak katup hidrolik
Sumber : Manen. 1997
Katup gas buang menyangkut
penggerak katup secara hidrolis
dengan pembilasan memanjang
digambarkan pada lampiran gambar
1, memberikan penjelasan skematis
pembukaan katup.
Apabila minyak dalam ruang
silinder hidrolik tidak menerima
tekanan, maka katup buang ditahan
dalam keadaan tertutup oleh tekanan
udara dalam silinder. Bila oleh torak
aktuator minyak ditekan ke silinder
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1870
dengan torak aktuator, maka katup
akan membuka melawan tekanan
hidrolis. Kecepatan katup dan tinggi
angkatannya akan ditentukan oleh
bentuk nok dan tinggi nok.
Bila katup buang terbuka, maka
gas buang akan mengalir dengan
kecepatan tinggi melalui sayap.
Akibatnya adalah terjadi sebuah
kopel pada bagian katup sehingga
katup akan berputar dari sebuah
putaran. Oleh karena pegas udara
tidak mengalami gangguan banyak,
maka katup akan berputar dengan
sebuah kopel kecil. Dengan rotasi
katup tersebut, maka akan dihasilkan
pembagian suhu yang merata pada
katup dan batang katup sehingga
perubahan bentuk dari katup dan
penutupan tidak sempurna dapat
dicegah. Dengan adanya rotasi
tersebut maka tempat duduk katup
juga akan tetap bersih.
1) Penutupan dari katup
Bila rol (3) telah melalui titik
tertinggi nok (2), maka torak (6)
akan menurun lagi seingga
tekanan dalam sistem hidrolik
akan hilang. Tekanan udara dalam
silinder (11) dijaga pada harga 7
sampai dengan 9 bar menekan
silinder dengan katup buang dan
silinder hidrolik (9) bergerak ke
arah atas lagi (pegas udara).
Sewaktu penutupan dari katup,
maka oleh pena peredam (8)
dicegah katup memukul tempat
duduk dengan gaya yang besar
(Manen, 1997).
2) Mekanisme keausan
Mekanisme keausan yang khas
pada katup gas buang 2-tak terdiri
dari beberapa jenis yaitu:
a) Penempelan (adheston) dan
keausan abrasi (abrasive
wear)
b) Pembentukan endapan dan
tanda penyok
c) Korosi pada temperatur
rendah
d) Korosi pada temperatur
tinggi
B. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian adalah bagan
dari suatu alur pemikiran seseorang terhadap
apa yang sedang dipahaminya untuk
dijadikan sebagai acuan dalam memecahkan
suatu permasalahan yang sedang diteliti
secara logis dan sitematika. Setiap bagan
atau kerangka pikir yang dibuat mempunyai
kedudukan atau tingkatan yang dilandasi
dengan teori-teori yang relevan agar
permasalahan dalam penelitian tersebut
dapat terpecahkan. Kerangka pemikiran
yang disusun dalam upaya memudahkan
pembahasan laporan penelitian terapan yang
dirangkum menjadi penelitian dengan
mengambil pembahasan tentang terjadinya
gangguan katup gas buang mesin induk di
MT. Martha Tender. Untuk keperluan
penelitian, dibawah ini digambarkan
kerangka pikir tentang terjadinya
gangguankatup gas buang mesin induk
yang penulis susun sebagai berikut :
Pohon Masalah
Kerusakan
pada non-
return valve
TERJADINYA PUTARAN MESIN INDUK
MENURUN
GANGGUANG KATUP GAS BUANG MESIN
INDUK
Kerusakan
pada non-
return valve
Sistem
hydraulic
actuator
bermasalah
Adanya
panas pada
cover katup
Kerangnya
pendinginan pada
dudukan
katup
Adanya
faktor
kelelahan bahan
spindle dan
seating
Adanya kebocoran
kompresi
katup gas buang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1871
III. METODOLOGI
A. Metode penelitian
Menurut (Sugiyono : 2015), “Metode
penelitian dapat diartikan sebagai cara
ilmiah untuk mendapatkan data yang valid
dengan tujuan dapat ditemukan
dikembangkan dan dibuktikan suatu
pengentahuan tertentu sehingga pada
gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan, dan
mengantisipasi masalah”.
Hasil yang diperoleh dalam suatu
penelitian memungkinkan untuk
dikembangkan kembali dan merupakan
dasar dari suatu proses dasar belajar yang
kritis terhadap permasalahan sekitarnya
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang
lebih baik, diperlukan langkah-langkah
penelitian yang baik pula. Hal ini
disebabkan suatu penelitian adalah suatu
proses sehingga perlu melewati setiap tahap
proses dengan cermat dan teliti, metode
penelitian yang digunakan penulis adalah
metode USG (urgency, seriousness,
growth), yaitu salah satu cara menetapkan
urutan prioritas masalah dengan metode
teknik scoring, proses untuk metode USG
dilaksanakan dengan memperhatikan
seberapa penting (urgency) dari masalah,
keseriusan masalah yang dihadapi, serta
kemungkinan bekembangnya masalah
tersebut semakin besar. Dengan
menggunakan metode ini akan
mempermudah penulis untuk menyelesaikan
gangguan pada katup gas buang mesin
induk.
B. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian mengenai terjadinya gangguan
katup gas buang mesin induk dilaksanakan
ketika masa praktek berlayar selama dua
belas bulan, yaitu terhitung mulai tanggal 17
Agustus 2015 sampai dengan tanggal 19
Agustus 2016. Penelitian dan analisa
terhadap kebocoran katup gas buang terjadi
sejak kondisi mesin benar-benar mengalami
penurunan performa disertai dengan gejala
abnormal pada main engine saat melakukan
pelayaran dari Bali menuju Balik Papan
tepatnya berada di Selat Lombok, Penelitian
ini dilakukan selama berada di atas kapal
MT. Martha Tender, yang merupakan salah
satu kapal tanker milik PT. Waruna.
Kemudian penulis lebih mengkhususkan
lagi permasalahan yang terjadi, yaitu
terjadinya kebocoran spindle dan spindle
yang dapat mempengaruhi kinerja mesin
induk dan berdampak pada sistem kerja
mesin induk. Sehingga penulis bermaksud
untuk memudahkan para pembaca agar
dapat mengerti dan memahami isi secara
jelas dari penelitian ini tentang identifikasi
gangguan katup gas buang mesin induk di
MT. Martha Tender.
C. Data yang diperlukan
Data yang dikumpulkan dan digunakan
dalam penyusunan penelitian ini adalah data
yang merupakan informasi yang diperoleh
penulis melalui pengamatan secara
langsung, wawancara terhadap para masinis
dan Kepala Kamar Mesin maupun secara
tulisan analisa dari instruction and manual
book. Serta diperoleh melalui pengamatan
langsung dengan objek yang dipelajari di
kapal MT. Martha Tender. Adapun data
yang diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Data primer
Data primer merupakan data yang
diperoleh secara langsung dari
sumbernya dan dicatat. Dalam hal ini,
penulis memperoleh data primer secara
langsung dari hasil wawancara dengan
pihak terkait yang mengetahui lebih
mendalam tentang permasalahan yang
ada di kapal MT. Martha Tender tentang
terjadinya gangguan katup gas buang.
Penulis memperoleh informasi data dari
hasil wawancara atau berdiskusi dengan
kepala kamar mesin yang bertanggung
jawab atas operasional motor induk dan
juga masinis satu yang menerima tugas
perawatan mesin induk secara langsung
dari kepala kamar mesin.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang
diperoleh penulis dari sumber lain seperti
instruction manual book dan juga dari
buku-buku yang berkaitan dengan obyek
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1872
penelitian penelitian atau yang
berhubungan dengan permasalahan yang
akan dibahas, dan diperlukan sebagai
pedoman teoritis serta ketentuan formal
dari keadaan nyata dalam observasi. Serta
mendapatkan informasi lain yang telah
disampaikan para dosen pada saat
melakukan pembelajaran di kampus
mengenai terjadinya gangguan katup gas
buang mesin induk.
D. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data secara
akurat yang dapat dijamin tingkat
validitasnya, maka di perlukan beberapa
macam metode pengumpulan data yang
didasarkan pada suatu data, fakta, dan
informasi yang pernah dialami oleh penulis
pada saat melaksanakan praktek berlayar
selama kurang lebih satu tahun di kapal MT.
Martha Tender. Kemudian data, fakta dan
informasi tersebut menjadi bahan acuan
dalam penyusunan penelitian yang akan
digunakan sebagai bahan analisis dan
pengujian kesimpulan yang telah
dirumuskan dan data ini disusun dengan
sistematis, terarah dan sesuai dengan
masalah penelitian dalam hal ini yaitu
masalah yang berkaitan dengan gangguan
katup gas buang. Adapun beberapa metode
pengumpulan data yang penulis lakukan
berupa:
1. Metode Observasi
Dalam hal ini penulis melakukan
pengamatan langsung di kapal MT.
Martha Tender tentang gangguan katup
gas buang yang dapat mempengaruhi
kerja turbocharger sampai dengan
kinerja mesin induk. Gangguan katup gas
buang menyebabkan panas yang
berlebihan pada exhaust manifold dan
menurunnya kerja mesin induk.
Data yang didapatkan benar-benar
berasal dari narasumbernya langsung
yang didapat dari analisa beberapa senior
engineer beserta superintendent MT.
Martha Tender. Berdasarkan analisa
masalah di atas kapal, ada beberapa hal
yang timbul berkaitan dengan
pengoperasian katup gas buang mesin
induk MT. Martha Tender, antara lain:
a. Kerusakan yang diakibatkan oleh
gangguan katup gas buang
Kerusakan yang yang terjadi pada
katup gas buang berpengaruh terhadap
pembakaran tidak sempurna, saat
terjadinya kompresi di dalam ruang
bakar posisi piston 10-150
sebelum
TMA dan bahan bakar dikabutkan
disitulah terjadinya pembakaran,
karena adanya kebocoran maka hasil
pembakaran tersebut dapat menembus
melalui celah yang ada pada bibir
katup. Dari kebocoran tersebut
exhaust manifold mengalami panas
yang lebih dibandingkan saat kerja
katup normal dan berakibat turunnya
kerja mesin induk.
b. Keretakan pada Spindle katup gas
buang
Kebocoran yang terjadi apabila
dibiarkan akan berakibat terhadap
terjadinya keretakan spindle karena
akan terkikis dan pada saat posisi
katup menutup spindle akan
bersinggungan dengan seating selama
mesin induk beroperasi.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan studi
pendahuluan (preliminary study) yang
bertujuan untuk mencari data tentang
masalah penelitian. Tahap ini sangat
penting karena merupakan dasar
penyusunan kerangka teoritis dimana
kerangka teoritis ini berguna untuk
menuntun pemecahan masalah.
Dalam penyusunan penelitian ini,
studi pustaka dilakukan dengan dua cara,
yaitu :
a. Mempelajari berbagai buku
sehubungan dengan masalah
penelitian.
Buku yang dimaksud dalam hal ini
salah satunya adalah buku petunjuk
pengoperasian (instruction manual
book ) yang terdapat di kapal MT.
Martha Tender. Buku ini berisikan
tentang panduan atau petunjuk dalam
pengoperasian, perawatan serta
pemecahan masalah (troubleshooting).
Selain itu, untuk mendukung
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1873
pembahasan-pembahasan terhadap
masalah yang ada, digunakan juga
buku-buku referensi yang diperoleh
dari berbagai sumber. Beberapa teori
yang didapat selama mengikuti
bangku perkuliahan juga turut
mendukung tersusunnya penelitian ini.
b. Metode dokumentasi
Di dalam melaksanakan metode
dokumentasi, peneliti menyelidiki
benda-benda tertulis yang ada di kapal
MT. Martha Tender seperti buku-buku
manual, journal, dokumen, peraturan-
peraturan, trouble analysis, catatan
harian, dan sebagainya. Dokumen
adalah salah satu teknik pengumpulan
data yang diperoleh dengan jalan
membaca dan menganalisa arsip serta
surat-surat keterangan yang ada di atas
kapal. Adapun dokumen-dokumen itu
antara lain adalah sebagai berikut :
1) Catatan harian kamar mesin
(engine room log book)
2) Catatan bulanan kamar mesin
(monthly journal)
3) Catatan pemeriksaan dan
perawatan rutin (routine check
and maintenance)
4) Surat laporan kerusakan
(damage report)
5) Surat permintaan suku cadang
(spare parts requisition letter)
6) Buku petunjuk dan instruksi
manual (guidance and
instruction manual book).
Data-data yang diperoleh melalui
metode ini merupakan keadaan yang
nyata dan diterapkan di kapal.
3. Metode Interview
Interview adalah metode pengumpulan
informasi dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab
secara lisan pula. Metode wawancara ini
sangat efektif untuk mendapatkan
penjelasan yang lebih rinci mengenai
pertanyaan-pertanyaan atau banyak hal
yang tidak dipahami dalam hal
permasalahan yang berhubungan dengan
topik yang akan dibahas, diantaranya
tentang gangguan katup gas buang
beserta permasalahan yang merujuk pada
kebocoran spindle dan seating katup gas
buang. Wawancara ini dilakukan oleh
penulis pada jam kerja atau pada waktu
senggang secara berdiskusi. Dalam
metode ini data yang diperoleh lebih
praktis dan obyektif, karena tidak semua
permasalahan di atas kapal dapat
dijabarkan secara rinci dalam buku
petunjuk (instruction manual book)
maupun buku lainnya, melainkan juga
berdasarkan atas pengalaman-
pengalaman para masinis dan Kepala
Kamar Mesin selama berlayar.
E. Teknik analisa data
Metode pendekatan yang digunakan dalam
penulisan penelitian ini bersifat kualitatif
dengan menggunakan teknik analisis yang
digunakan untuk menganalisa data dalam
penelitian ini menggunakan metode USG
(Urgency, Seriousness, Growth). USG adalah
salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas
isu yang harus diselesaikan.
Caranya dengan menentukan tingkat
urgency, keseriusan, dan perkembangan isu
dengan menentukan skala nilai 1-5. Isu yang
memiliki total skor tertinggi merupakan isu
prioritas. Untuk lebih jelasnya, pengertian
urgency, seriousness, dan growth dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus
dibahas dikaitkan dengan waktu yang
tersedia, dan seberapa keras tekanan
waktu tersebut untuk memecahkan
masalah yang menyebabkan isu tadi.
serta masalah yang apabila tidak segera
diatasi akan berakibat fatal dalam jangka
panjang.
2. Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu
dibahas dikaitkan dengan akibat yang
timbul dengan penundaan pemecahan
masalah yang menimbulkan isu tersebut
atau akibat yang menimbulkan masalah-
masalah lain kalau masalah penyebab isu
tidak dipecahkan. Perlu dimengerti
bahwa dalam keadaan yang sama, suatu
masalah yang dapat menimbulkan
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1874
masalah lain adalah lebih serius bila
dibandingkan dengan suatu masalah lain
yang berdiri sendiri.
3. Growth
Seberapa kemungkinan-
kemungkinannya isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan
masalah penyebab isu akan makin
memburuk kalau dibiarkan.
Metode USG merupakan salah satu
cara menetapkan urutan prioritas masalah
dengan metode teknik scoring. Proses
untuk metode USG dilaksanakan dengan
memperhatikan urgensi dari masalah,
keseriusan masalah yang dihadapi, serta
kemungkinan bekembangnya masalah
tersebut semakin besar.
Penggunaan metode USG dalam
penentuan prioriotas masalah
dilaksanakan apabila pihak perencana
telah siap mengatasi masalah yang ada,
serta hal yang sangat dipentingkan adalah
aspek yang ada di masyarakat dan aspek
dari masalah itu sendiri.
Contoh matriks pemecahan masalah
dengan metode USG (urgency,
seriousness, growth).
Table 1 : Contoh pengisian table USG
No Masalah U S G R
1.
Masalah A 5 3 3 11
2. Masalah B 4 4 4 12
3. Masalah C 3 5 5 13
4. Masalah D 5 5 5 15
Keterangan :
U : Urgency (kegawatan) 1 : Sangat kecil
S : Seriously (mendesaknya) 2 : Kecil
G : Growth (Pertumbuhan) 3 : Sedang
R : Kesimpulan 4 : Besar
5 : Sangat besar
IV. DISKUSI
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Objek
Objek yang diteliti di dalam penelitian
ini adalah katup gas buang silinder nomor
6 pada Mesin Induk di kapal MT. Martha
Tender dengan tipe mesin induk yaitu
Hitachi MAN B&W 6S50MC, mesin
induk itu sendiri adalah jenis mesin
diesel. Sesuai prinsip kerjanya termasuk
jenis mesin diesel 2 tak, dengan jumlah 6
silinder mempunyai sistem pembilasan
tekan memanjang dengan jumlah katup
setiap silinder adalah satu buah.
Adapun prinsip kerja mesin diesel 2
tak adalah suatu mesin yang dalam satu
proses kerjanya torak bergerak dua kali
langkah dengan diikuti satu kali putaran
poros engkol (3600). Torak di dalam
silinder mulai bergerak ke atas menuju
titik mati atas (TMA) diawali dari titik
mati bawah (TMB), di mana kondisi
katup masih dalam keadaan terbuka
sehingga pembilasan gas bekas
pembakaran masih berlangsung hingga
torak bergerak ke atas menutup pintu
udara bilas tertutup (scaving air), diikuti
katup gas buang menutup dengan rapat.
Setelah katup gas buang tertutup torak
terus bergerak ke atas untuk
memampatkan (mengkompresikan) udara
hingga posisi 10-150
engkol sebelum
TMA, tekanan udara mencapai 40 bar
(4,0 MPa; 580 psi) dan tekanan tinggi ini
akan menaikkan suhu udara sampai
550 °C (1.022 °F). Beberapa saat
sebelum piston memasuki proses
kompresi, bahan bakar diesel disuntikkan
ke ruang bakar langsung dalam tekanan
tinggi melalui nozzle dan injektor supaya
bercampur dengan udara panas yang
bertekanan tinggi. Injektor memastikan
bahwa bahan bakar terpecah menjadi
butiran-butiran kecil dan tersebar merata.
Uap bahan bakar kemudian menyala
akibat udara yang terkompresi tinggi di
dalam ruang bakar. Awal penguapan
bahan bakar ini menyebabkan sebuah
waktu tunggu selagi penyalaan, suara
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1875
detonasi yang muncul pada mesin diesel
adalah ketika uap mencapai suhu nyala
dan menyebabkan naiknya tekanan di
atas piston secara mendadak. Oleh karena
itu, penyemprotan bahan bakar ke ruang
bakar mulai dilakukan saat piston
mendekati (sangat dekat) TMA untuk
menghindari detonasi, sehingga proses
pembakaran terjadi (Diesel : 1892).
Katup gas buang pada mesin induk tak
ini mempunyai bagian yang dapat
diuraikan menjadi beberapa komponen
pokok, diantaranya adalah:
1. Penggerak katup transmisi hidrolik
(hydraulic valve actuating gear)
2. Silinder udara (air cylinder)
3. Silinder hidraulik (hydraulic
cylinder)
4. Rumah katup (valve housing)
5. Batang katup (valve spindle)
6. Dudukan katup (seating valve)
Cara kerja katup gas buang ini
menggunakan system penggerak katup
secara hidrolik (hydraulic) dengan
memanfaatkan media pelumas dari sistem
pelumas mesin induk dan gerakan
menutup spindle secara tidak langsung
oleh udara bertekanan tabung bejana
(pneumatic) dengan dikontrol oleh
electric air control. Bila minyak dalam
ruang silinder pada sistem pneumatic
katup tidak menerima tekanan, maka
katup gas buang ditahan dalam keadaan
tertutup oleh tekanan udara pneumatic
silinder udara yang berada pada katup gas
buang. Bila oleh torak pada hydraulic
valve actuating gear minyak ditekan ke
silinder hidrolik katup, maka katup akan
membuka melawan tekanan udara oleh
tekanan hidrolik. Kecepatan katup dan
tinggi angkatnya akan ditentukan oleh
bentuk nok.
Bila rol pada hydraulic valve
actuating gear telah melalui titik
tertinggi nok, maka torak akan menurun
lagi sehingga tekanan dalam sistem
hidrolik akan hilang. Tekana udara dalam
silinder udara pneumatic dijaga
tekanannya oleh control air menekan
silinder pada katup buang dan torak
hidrolik kearah atas lagi (pegas udara).
Sewaktu penutupan dari katup, maka oleh
penahan peredam dicegah terjadinya
katup memukul tempat duduk klep
dengan gaya yang besar.
Menurut (Arismunandar : 2008) katup
harus dapat di tutup rapat pada
dudukannya oleh pegas katup supaya
tidak terjadi kebocoran udara atau gas
buang. Baik atau tidaknya kondisi katup
gas buang sangat berpengaruh pada kerja
mesin induk itu sendiri. Kebocoran pada
katup gas buang akan menyebabkan
panas yang dihasilkan dari pembakaran
di dalam silinder ikut keluar melalui
celah katup gas buang yang bocor,
sehingga menyebabkan temperatur gas
buang silinder No. 6 menjadi lebih tinggi
dibandingkan silinder yang lain dan
tenaga yang dihasilkan oleh mesin induk
akan berkurang.
2. Fakta kondisi
Ketika mesin induk beroperasi,
diharapkan seluruh bagian dari mesin
induk tersebut bekerja secara normal agar
didapatkan tenaga mesin yang maksimal.
Namun pada kenyataannya katup gas
buang tidak selalu beroperasi secara
normal, hal ini dapat dipengaruhi
beberapa faktor yang terjadi pada kapal
MT. Martha Tender tempat Penulis
melaksanakan penelitian.
Tabel Perbandingan suhu gas buang
yang normal dan tidak normal : Suhu
normal gas buang berkisar antara 350 –
3700C.
Tabel 2 : Suhu Katup Gas Buang pada
tanggal 01-12 November 2016
Day of
the
mounth
Main engine exhaust valve temperature
Number of Cylinder
Cyl 1
0C
Cyl 2
0C
Cyl 3
0C
Cyl 4
0C
Cyl 5
0C
Cyl 6
0C
1 350 350 350 355 350 340
2 360 362 364 365 360 360
3 362 368 365 367 360 362
4 368 350 362 365 362 368
5 368 360 360 368 368 368
6 360 368 362 367 367 370
7 370 370 369 370 365 380
8 370 368 360 364 365 375
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1876
9 364 364 368 370 360 385
10 369 368 369 365 372 878
11 366 370 368 368 368 385
12 360 364 363 370 372 400
Remark : 12 November 2016, changed exhaust valve cyl no. 6
Sumber : log book MT. Martha Tender
Tabel di atas menunjukkan bahwa
silinder No.6 suhu gas buangannya
melebihi dari temperatur normal, yaitu
4000C.
Hal ini menunjukkan adanya
kebocoran dudukan katup. Kebocoran
dari katup buang tersebut harus segera
ditangani. Berdasarkan adanya suara
dentuman dan kenaikan temperature gas
buangyang terjadi pada mesin induk
silinder No. 6, maka untuk mengetahui
penyebab dari gangguan tersebut,
sebelum mesin berhenti melakukan
pengamatan dan pengecekan.
a. Pengecekan pada tekanan angin
kontrol (control air)
Melihat tekanan angin kontrol pada
manometer, rata-rata tekanan angin
kontrol yang dianjurkan adalah 6-9
bar, tekanan tersebut untuk menutup
katup gas buang. Kenapa harus 6 - 9
bar?? Karena bila tekanan hanya
dibawah 6 bar akan menurunkan daya
mekanik dari cylinder kerja pneumatik
dan sedangkan bila bertekanan di atas
9 bar akan berbahaya pada sistem
perpipaan atau seal pada sistem.
Selanjutnya udara bertekanan itu
disalurkan ke sirkuit dari pneumatik
dengan pertama kali harus melewati
filter udara untuk menghilangkan
kandungan air pada udara. Dan
dilanjutkan menuju ke katup udara
(shut up valve), regulator, selenoid
valve dan menuju ke cylinder kerja.
Gerakan air cylinder ini tergantung
dari selenoid. Bila selenoid valve
menyalurkan udara bertekanan menuju
ke inlet dari air cylinder maka piston
akan bergerak naik. Dari analisa
tersebut penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa tekanan angin
kontrol (contol air) pada sistem
penutup katup gas buang pada saat itu
sesuai dengan tekanan yang
diharapkan yaitu 7 bar.
b. Pengecekan panas pada cover katup
gas buang
Pengecekan dilakukan dengan cara
menyentuh dengan tangan pada cover
katup gas buang pada setiap silinder
dan setelah membandingkan panas
cover silinder disimpulkan silinder
No. 6 terjadi perbedaan panas yang
lebih tinggi dari pada silinder yang
lain. Dari kejadian tersebut dapat
diperkirakaan adanya kebocoran
kompresi atau sistem jalannya air
pendingin yang tidak sempurna.
Penulis melampirkan gambar pada
lampiran 4.1.
c. Pengecekan pada suara katup gas
buang
Pengecekan dengan cara
menempelkan ujung obeng pada katup
gas buang dan pada pangkal obeng
ditempelkan pada telinga, apabila
terdengar ketukan pada saat sedang
berakselerasi, suara ketukan dari
dalam mesin disebut knocking.
Knocking disebabkan oleh banyak
kerak karbon pada katup. Kerak
karbon terbentuk akibat oli yang bocor
dan turun ikut terkena panas dari
udara hasil pembakaran. Kerak karbon
dapat meningkatkan temperatur dan
menghambat jalannya keluar gas
buang yang mengakibatkan terjadinya
knocking. Kebocoran merupakan
akibat komponen-komponen ruang
bakar, misalnya batang spindel sudah
aus dan Oring/seal dikarenakan
pemakaian yang terus-menerus dan
akibat gesekan. Dari analisa tersebut
bisa dijadikan pertimbangan apakah
terdapat karbon pada ruang katup gas
buang, sehingga untuk memastikan
harus dilakukan pengangkatan katup
gas buang dari mesin induk.
Dari pengamatan di atas sebagai
langkah awal mencari penyebab dari
gangguan katup gas buang, untuk
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1877
memastikan dimana penyebab
gangguan. Maka Masinis I melakukan
perundingan dengan Masinis yang
lain dan Kepala Kamar mesin
mengambil keputusan untuk
menghentikan mesin induk untuk
melakukan pengangkatan katup gas
buang (overhaul) dan bagian-bagian
yang berhubungan dengan katup gas
buang dengan terlebih dahulu
koordinasi dengan Nahkoda dan
Mualim jaga. Melalui analisa yang
didapatkan masalah-masalah yang
pada akhirnya akan dibahas pada
pembahasan masalah dari pendekatan
kemungkinan masalah yang Peneliti
kemukakan.
B. Analisa Penelitian
1. Identifikasi masalah
Faktor penyebab terjadinya gangguan
katup gas buang silinder No.6.
a. Sistem hydraulic actuator
Komponen mesin induk yang
berfungsi untuk memompa minyak
hydraulik dari sistem pelumasan
Mesin Induk menuju ke oil cylinder
melewati non return valve dan high
pressure valve pipe aksi dari actuator
digerakkan oleh putaran chamshaft.
Karena dalam sistem ini menggunakan
sistem hydraulik sehingga sehingga
tidak menggunakan push rood lagi,
bagian dari actuator sama halnya
dengan cara kerja piston karena
bagan-bagian dari actuator terdapat
piston, ring piston, cylinder, hanya
saja pada spring yang berfungsi untuk
mengembalikan posisi piston dari
TMA ke TMB. Bagian dari kerja
actuator adalah katup non returne
valve atau katup non-balik adalah
katup yang hanya mengalirkan aliran
oil dalam satu arah (aliran searah) dan
tidak bisa sebaliknya.
Fungsi dari katup ini yaitu
menyearahkan arus (aliran). Katup ini
yang hanya berfungsi untuk mensuplai
minyak cylinder dengan menekan
minyak dari dalam cylinder actuator
meneruskan kerjanya dengan menekan
minyak dari dalam cylinder actuator
menuju oil cylinder dengan tekanan
yang besar maka dibutuhkan katup
yang hanya bisa satu arah, oil high
pressure tersebut tidak akan kembali
lagi ke actuator namun dialirkan
menuju ke camp shaft tank, yang
nantinya akan dihisap lagi oleh pompa
untuk dialirkan ke dalam sistem
hidraulik, namun sebelum masuk ke
dalam actuator akan melewati cooler.
Apabila kualitas minyak lumas kurang
baik maka akan berpengaruh terhadap
kinerja actuator sehingga temperatur
dan kekentalannya harus dijaga, pada
tekanan yang masuk yaitu 0,4 Psi pada
temperatur 550C.
b. Kebocoran kompresi pada katup
gas buang
Kerja dari katup gas buang adalah
membuka dan menutup spindle,
sehingga kerja katup gas buang dalam
keadaan normal ataupun dalam
keadaan tidak normal benturan yang
terjadi antara keduanya akan terjadi,
meskipun kerusakan yang ditimbulkan
saat kerja katup gas buang normal
tidak sama dengan kerja katup gas
buang tidak normal, kerusakan katup
gas buang dalam batas normal tidak
akan berpengaruh besar terhadap
perfoma pembakaran mesin induk,
tetapi kerusakan yang parah akan
berakibat besar, karena tekanan
kompresi yang nantinya akan
melakukan pembakaran bisa terjadi
kebocoran kompresi.
Temuan yang terjadi di atas kapal
keausan pada bibir spindle dan seating
saat kerja katup gas buang terganggu
yaitu adanya dent mark (penyok) hal
ini harus dilakukan penggerindaan
tetapi dilanjutkan penggerindaan
hingga bekas penyok/bopeng hilang
seluruhnya, untuk mengetahui
seberapa dalam dent mark (penyok)
maka dilakukan pengukuran dengan
menggunakan dial-gauge atau alat
ukur yang ditempatkan disinggungan
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1878
bagian dalam pada bibir spindle dan
seating, sehingga dapat memperoleh
data bahwa kedalaman dent mark pada
spindle adalah 0,15 mm dan seating
mengalami retak yang mengharuskan
untuk melakukan pergantian.
Gambar 4.1 : pengukuran pada spindle
Gambar 4.2 : keretakan pada seating
Dari pengukur diketahui terjadi
keausan (dead mark) pada spindle
dan seating, maka bisa diambil
kesimpulan bahwa gangguan pada
katup gas buang terjadi dentuman dan
tingginya temperatur gas buang
silinder No. 6 disebabkan karena
temuan tersebut. Adanya hasil temuan
di atas dapat menjadi pokok masalah
yang akan dibahas dalam pembahasan
masalah.
c. Kerusakan pada non-return valve
Katup non-balik memungkinkan
media mengalir hanya dalam satu
arah. Katup non-return dipasang untuk
memastikan bahwa media mengalir
melalui pipa ke arah yang benar, di
mana kondisi tekanan dapat
menyebabkan aliran terbalik. Katup
non-kembali dapat dipasang untuk
memastikan bahwa media mengalir
melalui pipa ke arah yang benar, di
mana kondisi tekanan dapat
menyebabkan arus balik terbalik.
Katup non-balik memungkinkan
media mengalir hanya dalam satu
arah. Jenis non-return pada katup gas
buang adalah spring-loaded. Untuk
mengecek non-return valve bekerja
dengan baik dengan cara menekan
lubang non-return dengan udara
bertekanan 7 bar, maka spindel akan
terangkat ke atas (menutup).
2. Prioritas masalah
Atas dasar contoh tersebut maka isu
yang merupakan prioritas adalah Dengan
pendekatan U.S.G penulis menganalisa
penyebab utama yang perlu dibahas lebih
rinci mengenai terjadinya surging yang
terjadi di kapal MT. Martha Tender yaitu
:
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1879
a. Pohon Masalah
b. Pemilihan masalah pokok prioritas
No
Masalah
Penilaian/kriteria
U S G R
1. Sistem
hydraulic
actuator
bermasalah
5 5 4 14
2. Adanya
panas
pada cover
katup
5 5 5 15
3. Adanya
kerusakan
pada non-
return
valve
5 4 4 13
Dari analisa awal, didapatkan
beberapa kemungkinan yang
menyebabkan terjadinya gangguan
katup, dan penulis maupun para
masinis menduga bahwa gangguan
yang terjadi karena kebocoran spindle
dan seating katup gas buang yang
terjadi pada salah satu silinder, dugaan
tersebut diperkuat dengan analisa
main engine performance yang
diambil saat kapal beroperasi pada
putaran normal (90 rpm) serta
pemeriksaan temperatur gas buang
yang hasilnya relatif tinggi (≥ 4000C)
c. Pemilihan masalah spesifik
prioritas
No
Masalah Penilaian/kriteria
U S G R
1.
Adanya
kebocoran
kompresi
5 5 5 15
2.
Pemasangan
yang tidak
tepat pada
dudukan
katup
5 5 4 14
3. Adanya
keausan pada
batang
spindle
4 5 4 13
Dari penilaian di atas penulis
mengambil 1 (satu) masalah faktor
penyebab gangguan katup gas buang
yang menjadi prioritas berdasarkan
metode USG untuk dapat diselesaikan
terlebih dahulu, masalah prioritas
tersebut adalah keausan yang terjadi
pada katup gas buang.
C. Identifikasi Masalah
Dari beberapa identifikasi hasil penelitian
terjadinya gangguan pada katup gas buang
mesin induk dengan metode USG, dinyatakan bahwa prioritas faktor penyebab
tejadinya karena kebocoran kompresi pada
katup gas buang, adapun penyebab faktor
prioritas tersebut adalah sebagai berikut :
1. Keausan antara spindle dan seating
Pada permasalahan yang terjadi pada
spindle dan seating adalah terdapat
keausan pada bibir keduanya yang saling
bersinggungan karena dalam kerja katup
TERJADINYA PUTARAN MESIN INDUK
MENURUN
GANGGUANG KATUP GAS BUANG MESIN INDUK
Kerusakan
pada non-
return valve
Sistem
hydraulic
actuator
bermasalah
Adanya
panas pada
cover katup
Kerangnya pendingina
n pada
dudukan
katup
Adanya
faktor kelelahan
bahan
spindle dan
seating
Adanya
kebocoran
kompresi katup gas
buang
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1880
gas buang mendapat pembebanan yang
sangat besar. Saat melakukan overhaul
pada spindle dan seating banyak sekali
residu yang menempel sisa hasil dari
pembakaran dan menumpuk menjadi
kerak serta adanya sistem pendinginan
yang tidak sempurna pada bagian seating,
terdapat lumpur yang mengakibatkan
penyumbatan pada lubang-lubang
pendingin yang terdapat pada seating
katup gas buang No. 6, hal ini terjadi
karena penggunaan katup gas buang yang
melebihi jam kerja dan tersumbatnya
lubang jalannya air pendingin pada
seating.
2. Faktor kelelahan bahan
Faktor internal dan eksternal seperti
halnya pada komponen mesin lainnya,
komponen ini dapat juga mengalami
kelelahan bahan seperti adanya gaya
yang bekerja pada bagian komponen
yang bergerak. Bila melampaui jam kerja
(running hours) seperti yang tercantum
dalam instructions manual book oleh
pembuatnya, maka bagian yang
mengalami kerusakan tersebut harus
dilakukan perekondisian atau diganti jika
batasan toleransi dari bagian tersebut
sudah tercapai maka harus diganti. Pada
observasi Penulis, kelelahan bahan yang
terjadi pada spindle dan seating yaitu
adanya tanda penyok dan harus dilakukan
penggerindaan sebelum dilakukan
penggerindaan terlebih dahulu dilakukan
dengan penyesuaian alat ukur yang ada di
atas kapal secara akurat.
Seperti yang telah diketahui, bahwa
masih banyak pemilik pemilik kapal
terutama yang ada di dalam negeri tidak
memperdulikan tentang jam kerja dari
suatu mesin. Biasanya mereka hanya
menunggu sampai mesin tersebut
mengalami kerusakan baru mereka
melakukun perbaikan atau melakukan
penggantian-penggantian pada
komponennya. Akibat kelambatan
pengantisipasian hal tersebut dapat
menyebabkan kerusakan yang lebih parah
dari suatu mesin. Keterbatasan spare part
di atas kapal juga yang menyebabkan
penggantian suatu komponen mesin tidak
sesuai dengan jam kerja (running hours).
Menurut (Maanen : 1997) material
katup harus memberikan cukup tahan
terhadap pengaruh yang korosif,
sedangkan kekuatan material katup akibat
suhu tinggi, tidak boleh kurang terlalu
banyak.
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi beban material
mengalami kelelahan, yaitu:
a) Pembebanan
Pembebanan pada bahan yang terus
menerus pada saat kondisi kerja
lama kelamaan akan menyebabkan
kekuatan pada bahan menurun.
b) Kondisi material
Kondisi material yang dimaksud
yaitu terjadinya cacat pada material
baik itu di permukaan ataupun di
dalam material yang akan
mengakibatkan penurunan kekuatan
pada material tersebut.
c) Proses pengerjaan
Dalam proses pengerjaan, bahan
juga bisa mendapat tegangan sisa,
retak mikro dan sebagainya akibat
dari proses perekondisian dan
grinding pada spindle ataupun
seating.
d) Temperatur operasi
Temperatur operasi yang selalu
berubah dan terkadang melebihi
batas yang diizinkan akan sangat
mudah mengubah struktur ikatan
pada bahan, sehingga kekuatan
bahan akan berkurang.
e) Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan yang korosif
juga sangat berdampak terjadinya
korosi pada bahan yang mana
korosi tersebut akan merusak
permukaan bahan dan
mempermudah terbentuknya retak.
Berkaitan dengan faktor di atas, katup
gas buang yang terbuat dari paduan baja
chrom, nikel, paduan baja silikon
kemudian melalui proses pengujian,
dapat ditentukan bahwa komponen
tersebut mempunyai kekuatan sekian jam
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1881
kerja untuk dapat bertahan terhadap
getaran, suhu tinggi dan lain-lain selama
pengoperasian.
3. Kurangnya pendinginan
Dinding ruang pembakaran katup
buang dan sekitarnya akan menjadi panas
karena gas buang tersebut. Untuk
mencegah panas yang berlebihan dan
perubahan bentuk secara termis dari
bagian motor tersebut, maka bagian-
bagian tersebut perlu didinginkan.
Pendinginan yang berkurang pada rumah
katup akan menyebabkan kerusakan
dudukan katup (seating) dari katup
tersebut dan juga berpengaruh terhadap
spindle, karena bertumbukan langsung
dengan seating. Adapun penyebab
kurangnya pendinginan pada rumah
katup yaitu:
a) Kapasitas pompa pendingin air
tawar menurun
Untuk memindahkan cairan dari
satu tempat ke tempat lain maka
dalam suatu system diperlukan sebuah
pompa. Apabila kapasitas pompa ini
menurun, maka air pendingin yang
disirkulasikan dalam system akan
berkurang sehingga proses penyerapan
panas pada katup buang tidak
maksimal. Dengan berkurangnya air
pendingin pada rumah katup maka
pendinginan tidak merata dan akan
mengakibatkan kerusakan pada
seating valve. Adapun yang
menyebabkan kapasitas pompa
pendingin air laut menurun :
1) Kerusakan pada seal
2) 3) Keausan pada impeller
4) Adanya udara dalam system
b) Adanya kebocoran pipa pendingin
air tawar
Kebocoran yang terjadi pada pipa-
pipa pendingin air tawarakan
mempengaruhi tekanan hisap atau
tekanan kerja dan pompa sirkulasi.
Apabila terdapat kebocoran pada
pipa-pipa, maka air pendingin akan
terbuang keluar sehingga dapat
menyebabkan berkurangnya air
pendingin pada katup dan dudukannya
tidak maksimal. Kebocoran pada pipa
pendingin air laut disebabkan oleh :
1) Faktor usia
2) Kurangnya perawatan
3) Kerusakan packing atau o-ring
c) Penyumbatan jalannya air tawar
pada seating
Air pendingin gunanya untuk
mengambil panas dari mesin agar
temperatur kerja mesin tetap agar
pengambilan panas bisa berjalan
dengan baik, air pendingin harus bisa
kontak dengan pemukaan yang
didinginkan. Kontak ini biasa
terganggu bila ada yang menghalangi.
Penyumbata ini terjadi karena adanya
kotoran-kotoran seperti lumpur-
lumpur, kotoran dan kerak.
Sejumlah air yang disirkulasikan
tergantung pada suhu awal dan
kenaikan suhu yang diinginkan oleh
air. Suhu awal tergantung pada
keadaan atmosfer baik langsung
maupun tidak langsung seperti di
mesin kapal yang digunakan oleh
sistem. Pendinginan kembali dan air
terus-menerus disirkulasikan kembali.
Sistem pendingin katup buang pada
mesin induk MT. Martha Tender
adalah dengan menggunakan sistem
pendinginan tertutup, di mana air
tawar pendingin dari pendingin air
tawar yang diserap panas dengan
menggunakan air laut sampai suhu 70-
750C masuk ke dalam sistem
pendinginan katup buang untuk
menyerap panas dari katup, yang
selanjutnya menyerap panas silinder
jacket dari mesin induk.
Dari keluaran silinder jacket mesin
induk ini suhu air pendingin mencapai
850C dan dijaga agar suhunya tetap
pada nilai tersebut untuk
mempertahankan kondisi kerja
material mesin, karena hal ini sesuai
dengan petunjuk instruction manual
book. Proses penyerapan panas katup
buang terjadi oleh kontak atau
hubungan antara daun katup dengan
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1882
tempat duduk katup yang saling
bertumbukan, pada dua komponen
katup buang ini terjadi proses
penyerahan panas dari daun katup
buang melalui permukaannya yang
bersentuhan langsung dengan
permukaan dudukan katup. Jika proses
penyerapan panas tidak terjadi secara
baik maka akan berpengaruh pada
temperatur katup buang naik dan lebih
tinggi dari suhu normal, maka ini akan
berpengaruh tidak baik terhadap
komponen-komponen katup buang.
Jika mesin didinginkan dengan air
yang mendapat perlakuan (untreatead)
yang mengandung larutan air garam
dan benda asing lain maka suhu harus
dijaga cukup rendah untuk mencegah
mengendapnya kotoran dan timbulnya
kerak. Dan apabila di biarkan akan
berpengaruh pada katup gas buang
yang lain, karena dalam sistem
pendingin mesin induk menjadi satu
sistem (line). Maka harus segera
mendapatkan penanganan terhadap
sistem pendingin air tawar dan air laut,
guna mengantisipasi kerusakan
komponen yang lain.
D. Pemecahan Masalah
Pada sistem kinerja katup gas buang
tersebut untuk mengantisipasi terjadi
gangguan saat pelayaran adalah sebagai
berikut:
a. Penggerindaan pada spindle dan
pergantian seating
Terjadi pada keausan pada spindle dan
seating katup gas buang yang disebabkan
oleh kelebihan jam kerja (running hours),
maka hal yang harus dilakukan untuk
mengatasinya adalah dengan cara
menggerindanya menggunakan mesin
gerinda yang berada di atas kapal yang
disediakan khusus untuk penggerindaan
spindle dan seating.
1) Setelah melakukan overhaul
Pembersihan kotoran pada katup
gas buang dilakukan dengan cara
merendam dengan cairan atau
bahan kimia diantaranya:
a) Merendam katup gas buang
dengan air sabun, tetapi
pembersihan dengan cairan ini
(air sabun) kurang maksimal
(bersih).
b) Merendam katup gas buang
dengan bahan kimia (carbon
remover). Setelah direndam
dengan air sabun dianggap kerak
masih sulit untuk dibersihkan
maka merendam kembali
dengan carbon remover ternyata
kerak dan kotoran yang
menempel pada spindle dan
seating dapat dengan mudah
rontok atau terpisah. Dapat
dikatakan dengan memakai
bahan kimia (carbon remover)
hasil yang diperoleh lebih baik
dari pada memakai air sabun.
Setelah katup pada katup gas
buang direndam dengan carbon
remover 2 jam, selanjutnya
katup diangkat dan dikeringkan.
Dan setelah kering tempatkan
batang katup pada mesin
gerinda, untuk mengukur
seberapa kondisi penyok dengan
menggunakan dial-gauge atau
alat ukur yang ditempatkan
disinggungan bagian dalam,
sesuaikan pada ukuran minimum
0,2 mm. Hal tersebut dilakukan
untuk meminimalkan jumlah
bahan yang dihilangkan selama
proses gerinda.
2) Tempatkan batang katup pada
mesin gerinda dan gunakan dial
gauge atau alat ukur yang
ditempatkan disinggungan bagian
dalam, sesuaikan pada ukuran
maksimum 0,05 mm. Hal tersebut
dilakukan untuk meminimalkan
jumlah bahan yang hilang selama
proses gerinda. Penulis
melampirkan gambar pada
lampiran 4.5.
3) Setelah semua bagian antara batu
gerinda dengan bibir katup
bersinggungan tercapai, juga proses
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1883
penggerindaan pada batas
minimum, yaitu :
Normal : batas penggerindaan
0,2 mm
Kasus yang jarang terjadi : hilangkan 0,3 mm atau lebih
Blow-by : lanjutkan penggerindaan hingga tanda
blow-by hilang
Penyok : tidak perlu dilanjutkan proses
penggerindaan hingga bekas
penyok hilang seluruhnya.
Jika spindle dan seating masih
dalam batas normal penggerindaan
maka hal tersebut masih bisa
dilakukan karena batas normal
penggerindaan, bila kerusakan pada
bagian permukaan katup tidak
terlalu parah maka sebaiknya
penggerindaan dilakukan secara
manual, adapun cara penggerindaan
secara manual yaitu kepala katup
valve head dijepit dengan alat
spesial dan diikat oleh baut,
kemudian bibir katup valve face
diberi grinding paste untuk
mempermudah proses perataan
permukaan, lalu katup tersebut
diputar ke kiri dan ke kanan sambil
dibenturkan ke valve seat, hal ini
terus dilakukan hingga valve face
dapat menutup rapat dengan valve
seat dan sudutnya memenuhi syarat
yang telah ditentukan sehingga
tidak terjadi kebocoran.
b. Perawatan terhadap bahan
Setelah kerusakan pada spindle dan
seating telah teratasi, maka untuk
meningkatkan perawatan pada katup gas
buang tindakan selanjutnya yaitu
meningkatkan perawatan pada katup gas
buang dan mengatasi penyebab
kerusakan katup tersebut untuk
menghindari kerusakan kembali pada
katup dan memperpanjang massa
penggunaan dari katup. Penggantian
katup buang sesuai jam kerja penting
dilakukan dikarenakan bahan dari katup
buang tersebut mempunyai batas kerja,
jika batas kerja tersebut dilewati jauh dari
normal maka akan berakibat bahan dari
katup buang tersebut mengalami yang
disebut kelelahan bahan yang berakibat
kerusakan pada katup gas buang, oleh
karena itu perlu dibuat jadwal perawatan
berdasarkan jam kerja dari katup buang
masing-masing silinder dengan cara
perawatan yang berpedoman dengan
manual book dengn ini komponen-
komponen katup dapat beroperasi secara
maksimal. Batas maximal dari pemakaian
spindle dan seating adalah ± 30.000-
36.000 jam, dilihat dan disesuaikan dari
kondisi di atas kapal.
c. Perawatan sistem pendingin.
Penyerapan panas yang tidak merata
pada rumah katup akan menyebabkan
kerusakan pada dudukan katup (seating)
dan katup tersebut. Untuk mendapatkan
penyerapan panas yang merata maka
perlu diperhatikan pada sistem
pendinginnya. Apabila pendingin rumah
katup berkurang maka perlu melakukan
tindakan perbaikan secepat mungkin
karena bila dibiarkan akan membuat suhu
di sekitar rumah katup semakin
meningkat dan mengakibatkan kerusakan
pada katup terutama pada seating valve,
karena saat kompresi akan terkikis oleh
tekanan hasil pembakaran.
Tindakan-tindakan yang dilakukan
pada sistem pendingin yaitu :
1) Menaikkan kapasitas pendingin air
tawar yang digunakan.
Dalam melaksanakan hal ini,
pertama melihat tekanan dari pompa
pendingin air tawar adalah 2.5 – 3.0
kg/cm², bila tekanan pompa berkurang
sementara pompa berjalan dengan
normal, kita adakan pengecekan
manometer pada hisapan dan
pengecekan kotoran-kotoran dari air
tawar, sebab kotoran-kotoran tersebut
lama-kelamaan dapat menghambat
aliran air tawar dari expantion tank
untuk diisap ke dalam pompa.
Selanjutnya memeriksa dan
memastikan bahwa kran isap dan
kran-kran untuk air tawar sudah
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1884
terbuka penuh, sebab jika tertutup atau
terbuka setengah akan mengakibatkan
air laut yang masuk ke mesin induk
berkurang.
2) Perbaikan kebocoran pipa
pendingin air tawar
Untuk mengatasi permasalahan ini
maka tindakan-tindakan perbaikan
dengan mengelas pipa yang keropos
atau mengganti dengan yang baru,
serta mengganti packing/oring pada
sambungan. Karena hal tersebut
sangat berpengaruh terhadap jumlah
air tawar yang masuk pada mesin
induk.
3) Perawatan air tawar
Untuk mengatasi permasalahan ini
maka tindakan yang dilakukan dengan
melakukan perawatan terhadap air
pendingin dengan cara memberikan
chemical engine water treatment
setiap satu minggu sekali. Dan
pembersihan pada lubang-lubang
jalannya air pendingin pada seating
saat melakukan perawatan katup gas
buang.
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dan
identifikasi gangguan pada katup gas
buang mesin induk di kapal MT. Martha
Tender, dengan metode USG maka
penulis mengambil kesimpulan, yaitu :
1. Faktor prioritas yang menyebabkan
terjadinya gangguan katup gas buang
mesin induk MT. Martha Tender
adalah adanya kebocoran kompresi
pada katup gas buang, disebabkan
karena tiga faktor penyebab, yaitu :
a. Keausan antara spindle dan seating
b. Penggunaan katup melebihi jam
kerja
c. Kurangnya pendinginan
2. Upaya yang dilakukan untuk
mengatasi terjadinya gangguan katup
gas buang mesin induk MT. Martha
Tender, adalah :
a. Melakukan penggerindaan pada
spindle dan pergantian seating
b. Melakukan perawatan pada bahan
sesuai jam kerja
c. Pembersihan jalannya air pendingin
pada seating
B. Saran
Mengingat pentingnya fungsi dari
katup gas buang sebagai penunjang
kelancaran operasional kapal, maka perlu
diperhatikan dalam pengoperasian dan
perawatan agar katup buang tersebut
terhindar dari masalah dan kerusakan.
Oleh karena itu berdasarkan identifikasi
dan pembahasan masalah kebocoran
katup buang yang terjadi, penulis akan
memberikan saran sebagai masukan
kepada pembaca agar tidak mengalami
masalah yang sama seperti penulis alami.
Adapun saran adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab
kerusakan katup gas buang sebaiknya
harus diperhatikan dengan baik dan
diatasi secepatnya jika terjadi masalah
yang berakibat pada kerusakan katup
gas buang, supaya dalam
pengoperasian mesin induk dapat
bekerja secara optimal, dan tidak
berpengaruh terhadap kerusakan pada
komponen mesin induk yang lain.
2. Penulis menyarankan agar perawatan
dilaksanakan dengan baik dan
terjadwal terhadap komponen mesin
induk khususnya katup gas buang.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Muhamad Muazim. 2011. Teknik
Motor Diesel. Jakarta: Pedoman
Ilmu
Arismunandar, Wiranto. 2008. Motor Diesel
Putaran Tinggi. Jakarta: Pradnya
Pramita
Diesel, Rudolf. 1892. Method of and
Apparatus for Converting Heat into
Work
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1885
http://id.wikipedia.org/wiki/Motor_bakar_di
esel
Instruction Manual Book Mesin Induk
HITHACHI MAN B&W 6S50MC
Manen, P. Van. 1997. Motor Diesel Jilid 1
Nautech. Jakarta: PT. Triasko Madra
Sugiono. 2015. Metode Kuantitatif
Kuantitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1886
PENDISTRIBUSIAN PELAKSANAAN BONGKAR MUAT
MUATAN AVTUR DI MT. SINAR EMAS
Suwiyadia, Sri Murdiwati
b dan Bella Octavia Sahara
c
aDosen Program Studi Nautika PIP Semarang bDosen Program Studi KALK PIP Semarang
cTaruni (NIT.50134835.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRAK
Tujuan utama dalam pelayaran adalah mendistribusikan proses bongkar muat muatan avtur di
3 pelabuhan bongkar. Dalam mencapai tujuan tersebut dapat ditentukan dari langkah-langkah
yang dilakukan untuk mendistribusikan muatan avtur, besar jumlah muatan yang dimuat dan
dibongkar, dan perhitungan perbedaan jumlah muatan avtur yang dibongkar. Metode penelitian
yang digunakan oleh peneliti untuk mengatasi masalah adalah metode kualitatif, kuantitatif
dengan metode analisis data Urgency, Seriousness, and Growth (USG) untuk menentukan
masalah prioritas saat mendistribusikan bongkar muat muatan avtur sehingga peneliti bisa
menemukan pemecahan masalah tersebut. Hasil penelitian menunjukan langkah-langkah yang
dilakukan dengan melakukan persiapan fisik dan administrassi, perencanaan pembuatan
stowage plan, koordinasi intern dan extern, pelaksanaan distribusi bongkar muat muatan, dan
evaluasi melalui perhitungan muatan. Besar muatan avtur yang dimuat dan dibongkar di kapal
MT. Sinar Emas berbeda jumlahnya disetiap pelabuhan bongkar karena berdasarkan jumlah
muatan yang dibutuhkan dan adanya perbedaan antara pihak darat maupun pihak kapal,
keadaan tangki, pipa muatan, penguapan serta adanya kebocoran. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pada setiap pelabuhan dan daerah membutuhkan muatan avtur yang
berbeda-beda dengan proses yang sama serta kecepatan waktu bongkar di setiap pelabuhan
juga berbeda-beda.
Kata kunci: analisis, distribusi, muat, bongkar, avtur
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara maritim
atau kepulauan terbesar di dunia, 2/3
wilayahnya merupakan wilayah lautan.
Indonesia juga sebagai negara yang
mempunyai banyak pulau. Lima pulau
terbesar di Indonesia adalah Pulau Jawa,
Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau
Sumatera, dan Pulau Papua. Jumlah pulau di
Indonesia tahun 2004 adalah sebanyak
17.504 buah. 7.870 pulau diantaranya telah
mempunyai nama, sedangkan 9.634 pulau
belum memiliki nama. Pulau satu dengan
pulau yang lain dipisahkan oleh laut. Sarana
transportasi untuk menghubungkan pulau
satu dengan pulau yang lain dibutuhkan
transportasi laut yaitu kapal.
Transportasi berasal dari kata transportation, dalam Bahasa Inggris yang memiliki arti angkutan, atau dapat pula berarti suatu proses pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan suatu alat bantu kendaraan darat, laut, maupun udara. Transportasi laut adalah pemindahan barang/sesuatu/orang dari pelabuhan tolak menuju pelabuhan tiba menggunakan kapal.
Peranan pengangkutan sangat penting bagi kehidupan sosial ekonomi penduduk Indonesia. Dengan tercapainya peranan pengangkutan, masyarakat Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi yang berkembang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1887
dengan pesat karena pengangkutan berperan sekali dalam menciptakan suatu pola distribusi nasional yang dinamis. Pengangkutan yaitu memindahkan barang-barang atau penumpang (orang) dari tempat asal ke tempat tujuan tertentu.
Kapal tanker adalah salah satu sarana
transportasi laut yang merupakan alat untuk
mengangkut muatan cair atau pengangkutan
muatan minyak hasil bumi baik minyak jadi
atau minyak mentah, tetapi konstruksi kapal
jenis ini juga berbeda-beda, tingkat
ketahanan tangki-tangkinya juga disesuaikan
dengan tingkat reaksi yang ditimbulkan oleh
muatan yang diangkut yaitu kapal tanker
yang mengangkut muatan cair jenis minyak
mentah, minyak jadi, minyak kelapa atau
cairan lain dari satu pelabuhan muat ke
pelabuhan bongkar.
Kapal tanker mengangkut minyak bumi
yang dapat diolah menjadi jenis bahan
bakar, salah satunya adalah avtur. Avtur
adalah salah satu jenis bahan bakar berbasis
minyak bumi yang berwarna bening hingga
kekuning-kuningan,memiliki rentang titik
didih antara 1450C hingga 300
0C, dan
digunakan sebagai bahan bakar pesawat
terbang. Dari muatan avtur tersebut akan
disalurkan ke pelabuhan dan akan digunakan
dalam bahan bakar pesawat terbang. Karena
sekarang pemakaian bahan bakar avtur
mulai tinggi, oleh karena itu pelabuhan
udara di Indonesia semakin diperbanyak.
Pelabuhan udara (Bandara) di Indonesia
yang terbesar antara lain: Jakarta (Soekarno-
Hatta), Surabaya (Juanda), Medan (Polonia)
dan Makassar (Sultan Hasanuddin). Bandara
yang dijadikan peneliti sebagai objek penelitian ialah Bandara Soekarno-Hatta
(Soetta) Jakarta, Juanda Surabaya dan
Pattimura Ambon. Ketiga Bandara tersebut
tentunya membutuhkan pasokan avtur
dalam jumlah banyak. Kebutuhan avtur
diketiga bandara tersebut adalah Juanda
Surabaya rata-rata 925 KL/hari, Pattimura
Ambon rata-rata 75 KL/hari dan Soetta
Jakarta sekitar 5.000 KL/hari.
Melihat pentingnya masalah di atas,
maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Pendistribusian
Pelaksanaan Bongkar Muat Muatan Avtur di
Kapal MT. Sinar Emas”.
II. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif dan
kuantitatif dengan proses sekuensial.
Metode kuantitatif menggunakan teknik
analisis data Urgency, Seriousness, and
Growth (USG). Sedangkan penelitian
kualitatif menggunakan pengumpulan data
lewat observasi, interview, dokumentasi
dan study pustaka. Dalam hal ini peneliti
melakukan observasi saat peneliti
melakukan praktek layar di kapal MT.
Sinar Emas. Peneliti juga mengambil
gambar guna mendukung keabsahan data
dalam penelitian ini.
Populasi penelitian ini adalah data
distribusi avtur dari MT. Sinar Emas pada
periode Januari-Juli 2016. Sedangkan
sampelnya merupakan penelitian yang
dilakukan sebanyak 40 kali kegiatan
memuat dan membongkar di kapal MT.
Sinar Emas.
III. HASIL PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada saat bulan Januari-Juli 2016. Adapun hasil penelitian sebagai berikut:
1. Prioritas langkah-langkah yang dilakukan untuk mendistribusikan muatan avtur proses bongkar muat di 3 pelabuhan.
Berdasarkan identifikasi langkah-langkah yang dilakukan untuk mendistribusikan muatan avtur proses bongkar muat di 3 pelabuhan, peneliti menentukan skala prioritas masalah pokok pendistribusian dengan metode USG maka akan didapat prioritas masalah pokok pendistribusian muatan avtur proses bongkar muat di 3 pelabuhan sebagai berikut:
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1888
a. Keadaan tangki kapal yang tidak sesuai sehingga tidak diterbitkan dry certificate.
b. Kapasitas tangki yang menyebabkan muatan saat dimuat akan terjadi overflow.
c. Timbulnya bahaya kepada crew kapal akibat crew kapal tidak memakai alat keselamatan dengan benar.
d. Pelaksanaan distribusi bongkar muat muatan avtur tidak sesuai dengan urutan yang sudah ditentukan.
e. Adanya perbedaan perhitungan antara mualim satu beserta loading master dan survyor.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti menganalisa hasil penelitian tersebut dengan cara USG maka akan didapatkan prioritas yang harus mendapatkan perhatian secara khusus. Berikut peneliti membuat sumber olah data untuk memprioritaskan masalah dengan menggunakan metode analisa data USG:
Tabel 1. Hasil penentuan langkah-langkah pelaksanaan yang akan dibahas melalui
metode USG
No
Masalah
Analisa
Perband
ingan
U
S
G
Mulai
Priorit
as U S G T
A Mempersiapk
an kapal
dengan tank
cleaning
kapal beserta
alat muat dan
bongkar.
A-B A B A 4 3 4 1
1
II
A-C A C A
A-D A A A
A-E A A E
B Menyiapkan
perencanaan
dengan
stowage plan
bongkar
sesuai
dengan
permintaan
pada cargo
manifest.
B-C B B C 3 3 3 9 IV
B-D B B D
B-E
B B B
C Melaksanaka C-D D C D 3 2 1 6 V
n koordinasi
oleh pihak
kapal (intern)
dan pihak
darat
(extern).
C-E
C C E
D Melaksanaka
n
pelaksanaan
pendistribusi
an muatan
avtur harus
sesuai
dengan
loading dan
discharging
instruction.
D-E
D D E 5 5 4 1
4
I
E Melakukan
evaluasi
dengan
perhitungan
muatan oleh
mualim satu
bersama
dengan
loading
master dan
survyor.
E E E 4 3 3 1
0
III
Pengertian USG
Urgency : adalah masalah yang apabila
tidak segera diatasi akan
berakibat fatal dalam jangka
pendek.
Seriousness : adalah masalah yang
apabila terlambat akan
berdampak fatal terhadap
kegiatan tetap dan
berpengaruh pada jangka
panjang.
Growth : adalah masalah potensial untuk
tumbuh dan berkembangnya
masalah baru dalam jangka
panjang.
Melihat dari tabel penilaian secara USG tersebut maka diperoleh prioritas berdasarkan tingkat tertinggi yang pernah dialami dan disimpulkan sebagai berikut:
1. Pendistribusian muatan avtur harus
sesuai dengan loading dan
discharging instruction.
Pendistribusian muatan avtur harus
sesuai dengan loading dan discharging
instruction merupakan tingkat utama
yang harus dilakukan sebelum dan
sesudah melakukan proses muat dan
bongkar di satu pelabuhan muat dan tiga
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1889
pelabuhan bongkar. Maka dari itu sebagai
perwira kapal harus melaksanakan tata
cara urutan dalam melaksanakan loading
dan discharging instruction di atas kapal.
Berikut ini loading dan discharging
instruction di MT. Sinar Emas adalah
sebagai berikut:
a. MEMUAT
1) Pengecekan sebelum
melaksanakan memuat
Periksa semua garis tambat semuanya dengan baik
Periksa kawat derek darurat
di posisi kanan
Periksa semua scupper plug sudah tertutup rapat
Periksa semua baut dan mur rapat dan kencangkan.
Periksa spill box siap pakai
dan tutup steker kering
Periksalah pompa pencemaran minyak yang
siap pakai
Periksa line yang digunakan, termasuk katupnya
Periksa kawat pembatas di
posisi kanan
Periksa tidak ada kebocoran di manifold
Periksa ke semua katup yang dikoreksi
2) Urutan dalam memuat
(mencegah polusi)
ambil sampel manifold dari pemuatan pertama yang
masuk ke dalam tangki
Setelah memuat sebesar satu
kaki, lakukan pemberhentian
sementara untuk dianalisa
Initial loading rate dengan maksimal 1 m/sec (113
m3/hrs)
Periksa barang yang sudah masuk ke dalam pelabuhan.
Memuat avtur +/- 22000 KL
Sebelum tooping up dan tooping off, buka valve ke
tangki selanjutnya
Max. Loading rate adalah
1000 m3/hrs
- The topping up dan topping off dari muatan avtur
bandingkan dengan stowage
plan yang telah dibuat
satu jam sebelum topping up dari masing-masing tangki,
hubungi mualim satu
Hubungi mualim satu jika ada keragu-raguan
3) Tindakan jika over flow
Hentikan aktivitas memuat
dan tutup valve
Bunyikan alarm
Temukan keadaan darurat dan bahaya yang sedang
terjadi
Informasikan ke Nakhoda
dengan segera
Informasikan kepada otoritas pelabuhan setempat biasanya
melalui staf terminal
Personil yang tidak penting dari daerah tersebut dilarang
untuk mendekat
Tutup semua pintu akses akomodasi dan hentikan
semua ventilasi sirkuit
tertutup
Tim darurat dan tim
cadangan, berdiri untuk
mengumpulkan/memompa
tumpahan cargo ke tangki
kosong/slop tank
Semua tim harus menggunakan setelan kimia
dengan benar
Atur mesin utama dan roda kemudi untuk dibawa ke
posisi stand by
4) Komunikasi
Hubungi pelabuhan darat :
hubungi orang yang sedang
melakukan dinas jaga saat di
pelabuhan
Terminal darurat : Loading Master VHF Ch. 09.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1890
Agen : Operasi Pertamina VHF Ch. 09.
Pelabuhan Cilacap :
Pelabuhan Cilacap VHF Ch.
12.
5) Loading Sequence
Memuat (+/- 220000 KL)
Maksimal rate bongkar (1000 KL/hrs) dan maksimal
tekanan memuat (5kg/cm2)
Nominasi tangki muatan : 1P/S, 2P/S, 3P/S, 4P/S, 5P/S,
dan 6P/S
Tetap dalam posisi menyala
atau berjalan untuk semua
high & overfill alarm
Hentikan memuat dengan segera jika terdapat
kebocoran
b. MEMBONGKAR
1) Pengecekan sebelum
melaksanakan memuat
Periksa semua garis tambat semuanya dengan baik.
Periksa kawat derek darurat
di posisi kanan.
Periksa semua scupper plug sudah tertutup rapat.
Periksa semua baut dan mur rapat dan kencangkan.
Periksa spill box siap pakai dan tutup steker kering.
Periksalah pompa
pencemaran minyak yang
siap pakai.
Periksa line yang digunakan, termasuk katupnya.
Periksa kawat pembatas di posisi kanan.
Periksa tidak ada kebocoran
di manifold.
Periksa kesemua katup yang dikoreksi.
2) Urutan dalam membongkar
(mencegah polusi)
ambil sampel manifold dari pemuatan pertama yang
masuk ke dalam tangki.
Setelah memuat sebesar satu kaki, lakukan pemberhentian
sementara untuk dianalisa.
Initial loading rate dengan
maksimal 1 m/sec (113
m3/hrs)
Periksa barang yang sudah masuk ke dalam pelabuhan.
memuat avtur +/- 22000 KL.
Sebelum tooping up dan tooping off, buka valve ke
tangki selanjutnya.
Max. Loading rate adalah
1000 m3/hrs.
The topping up dan topping off dari muatan avtur
bandingkan dengan stowage
plan yang telah dibuat.
satu jam sebelum topping up dari masing-masing tangki,
hubungi mualim satu.
Hubungi mualim satu jika ada
keragu-raguan.
3) Tindakan jika over flow
Hentikan aktivitas memuat dan tutup valve.
Bunyikan alarm.
Temukan keadaan darurat
dan bahaya yang sedang
terjadi.
Informasikan ke Nakhoda dengan segera.
Informasikan kepada otoritas pelabuhan setempat biasanya
melalui staf terminal.
Personil yang tidak penting dari daerah tersebut dilarang
untuk mendekat.
Tutup semua pintu akses
akomodasi dan hentikan
semua ventilasi sirkuit
tertutup.
Tim darurat dan tim cadangan, berdiri untuk
mengumpulkan/memompa
tumpahan cargo ke tangki
kosong/slop tank.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1891
Semua tim harus
menggunakan setelan kimia
dengan benar.
Atur mesin utama dan roda kemudi untuk dibawa ke
posisi stand by.
4) Komunikasi
Hubungi pelabuhan darat : hubungi orang yang sedang
melakukan dinas jaga saat di
pelabuhan.
Terminal darurat : Loading Master VHF Ch. 09.
Agen : Operasi Pertamina
VHF Ch. 09.
Pelabuhan Cilacap : Pelabuhan Cilacap VHF Ch.
12.
5) Discharging Sequence
Membongkar (+/- 220000 KL).
Maksimal rate bongkar (1000
KL/hrs) dan maksimal
tekanan memuat (5kg/cm2).
Nominasi tangki muatan : 1P/S, 2P/S, 3P/S, 4P/S, 5P/S,
dan 6P/S.
Tetap dalam posisi menyala atau berjalan untuk semua
high & overfill alarm.
Hentikan memuat dengan segera jika terdapat
kebocoran.
2. Besarnya muatan avtur yang dimuat
dan dibongkar di MT. Sinar Emas
Pendistribusian avtur yang dilakukan
di kapal MT. Sinar Emas periode bulan
Januari-Juli 2016 dengan membawa
muatan avtur dari pelabuhan muat
Cilacap menuju ke pelabuhan bongkar ke
beberapa sektor daerah bongkar. berikut
ini data pelabuhan muat dari bulan
Januari-Juli 2016.
Tabel 2. Pelabuhan Muat
No. Nama
Pelabuhan Tanggal
No.
Voyage Muatan
1 Cilacap 14-Jan-16 01/L/2016 Avtur
2 Cilacap 24-Jan-16 02/L/2016 Avtur
3 Cilacap 03-Jan-16 03/L/2016 Avtur
4 Cilacap 19-Feb-16 04/L/2016 Avtur
5 Cilacap 01-Mar-
16 05/L/2016 Avtur
6 Cilacap 10-Mar-
16 06/L/2016 Avtur
7 Cilacap 21-Mar-
16 07/L/2016 Avtur
8 Cilacap 02-Apr-16 08/L/2016 Avtur
9 Cilacap 12-Apr-16 09/L/2016 Avtur
10 Cilacap 25-Apr-16 10/L/2016 Avtur
11 Cilacap 10-Mei-16 11/L/2016 Avtur
12 Cilacap 23-Mei-16 12/L/2016 Avtur
13 Cilacap 05-Jun-16 13/L/2016 Avtur
14 Cilacap 13-Jun-16 14/L/2016 Avtur
15 Cilacap 26-Jun-16 15/L/2016 Avtur
16 Cilacap 10-Jul-16 16/L/2016 Avtur
17 Cilacap 01-Agu-
16 17/L/2016 Avtur
Dari tabel data di atas peneliti dapat
simpulkan bahwa terdapat satu pelabuhan
muat sebanyak 17 kali pemuatan yaitu di
pelabuhan Cilacap.
Tabel 3. Pelabuhan Bongkar
No. Nama
Pelabuhan Tanggal No. Voyage Muatan
1 SPM
Cengkareng 17-Jan-16
01/D/2016 Avtur
2 SPM
Cengkareng 27-Jan-16
02/D/2016 Avtur
3 Wayame 08-Feb-16 03/D1/2016 Avtur
4 SPM Cengkareng
16-Feb-16 03/D2/2016
Avtur
5 SPM
Cengkareng 23-Feb-16
04/D/2016 Avtur
6 SPM Cengkareng
04-Mar-16 05/D/2016
Avtur
7 Surabaya 14-Mar-16 06/D1/2016 Avtur
8 SPM
Cengkareng 18-Mar-16
06/D2/2016 Avtur
9 SPM
Cengkareng 25-Mar-16
07/D/2016 Avtur
10 Surabaya 06-Apr-16 08/D1/2016 Avtur
11 SPM Cengkareng
10-Apr-16 08/D2/2016
Avtur
12 SPM Cengkareng
19-Apr-16 09/D/2016 Avtur
13 SPM
Cengkareng 28-Apr-16 10/D/2016 Avtur
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1892
14 Wayame 15-Mei-16 11/D1/2016 Avtur
15 SPM Cengkareng
20-Mei-16 11/D2/2016
Avtur
16 SPM
Cengkareng 28-Mei-16
12/D/2016 Avtur
17 Surabaya 08-Juni-16 13/D1/2016 Avtur
18 SPM
Cengkareng 12-Jun-16
13/D2/2016 Avtur
19 SPM
Cengkareng 16-Jun-16
14/D/2016 Avtur
20 Wayame 30-Juni-16 15/D1/2016 Avtur
21 SPM
Cengkareng 05-Juli-16
15/D2/2016 Avtur
22 Surabaya 13-Jul-16 16/D1/2016 Avtur
23 SPM Cengkareng
22-Jul-16 16/D2/2016
Avtur
Dari Tabel 3 MT. Sinar Emas
melakukan pembongkaran muatan avtur
sebanyak 23 kali pembongkaran dengan
3 pelabuhan bongkar yang berbeda.
Tabel 4. Daerah Bongkar
Dari Tabel 4 MT. Sinar Emas melakukan
pembongkaran muatan avtur di 3 daerah. Tiga
daerah titik tersebut antara lain Cengkareng
Jakarta, Surabaya, dan Wayame.
Tabel 5. Jumlah Muatan yang dibongkar
No Pelabuhan Jumlah
Keseluruhan
1 Cengkareng 276,125.149
2 Surabaya 380,056.145
3 Wayame 16,148.094
TOTAL 627,329.388
Dari data tabel di atas jumlah total
muatan avtur yang dibongkar MT. Sinar
Emas di tiga pelabuhan sebanyak
627,329.388 dari bulan Januari-Juli 2016,
muatan avtur paling banyak dibongkar di
SPM Cengkareng sebanyak 276,125.149
kemudian Surabaya sebanyak
380,056.145 dan pelabuhan dengan nilai
bongkar terakhir adalah Wayame sebesar
16,148.094. Dari setiap perhitungan
bongkar dibagi dengan rate kapal guna
pemaksimalan transfer muatan di tangki
muatan darat menyesuaikan dengan daya
tahan pompa dan pipa kapal serta pipa
darat.
3. Perbedaan jumlah muatan yang
dibongkar di MT. Sinar Emas
Perhitungan jumlah muatan dilakukan
untuk mengetahui quantity minyak
sebelum pelaksanaan pembongkaran
digunakan sebagai pembanding antara
jumlah muatan di kapal setelah
pembongkaran di pelabuhan muat dengan
jumlah muatan di kapal sebelum
pelaksanaan pembongkaran di pelabuhan
bongkar.
No. Daerah Nama
Pelabuhan Kehadiran
Muatan
1 Cengkareng SPM
Cengkareng 16 kali Avtur
2
Surabaya
Semampir
Surabaya
4 kali
Avtur
3 Wayame,
Ambon
Wayame,
Ambon
3 kali
Avtur
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1893
Tabel 6. Perbedaan jumlah muatan yang
dibongkar
NO VOYAGE
B/L
FIGURES
(KL
OBSV)
SHIP'S
FIGURE
(KL
OBSV)
DIFFE
RENCE
1 01/L/2016 22,199.112 22,187.687 -11.425
2 01/D/2016 22.199,11 22,187.687 -28,325
3 02/L/2016 22,129.045 22,129.045 0,421
4 02/D/2016 22.128,62 22.129,05 -12,831
5 03/L/2016 22,031.435 22,005.810 -25.626
6 03/D1/2016 5,349.148 5,252.763 -96.385
7 03/D2/2016 16,682,740 16,681.251 -0,265
8 04/L/2016 22,096.612 22,136.826 40.214
9 04/D/2016 22,096.612 22,136.826 -15,334
10 05/L/2016 22,052.818 22,039.972 -12.846
11 05/D/2016 22,052.818 22,039.972 -4,568
12 06/L/2016 22,243.132 22,233.706 -9.426
13 06/D1/2016 10,104.899 10,062.172 -42.727
14 06/D2/2016 10,104.90 10,062.17 -23.227
15 07/L/2016 22,210.635 22,219.407 8.772
16 07/D/2016 22,093.206 22,060.800 -10.526
17 08/L/2016 22,093.206 22,0060.800 -32.406
18 08/D1/2016 7,135.471 7,069.025 -66.446
19 08/D2/2016 14,001.022 13,998.694 -39,06
20 09/L/2016 22,141.930 22,135.620 -6.310
21 09/D/2016 22,141.930 22,135.620 -6.366
22 10/L/2016 22,019.725 22,011.164 -8.561
23 10/D/2016 22,019.725 22,011.164 -20.708
24 11/L/2016 22,190.432 22,195.277 4.845
25 11/D1/2016 5,573.021 5,571.956 -1,141
26 11/D2/2016 16,620.087 16,619.824 -0,834
27 12/L/2016 22,015.793 22,008.940 -6,853
28 12/D/2016 22,015.793 22,008.940 -17.074
29 13/L/2016 22,026.164 22,026.006 -0,158
30 13/D1/2016 10,976.432 10,974.182 -2,086
31 13/D2/2016 10,999.976 10,998.995 -0,2
32 14/L/2016 21,997.144 21,993.406 -3.738
33 14/D/2016 21,997.144 21,993.406 10.386
34 15/L/2016 22,159.828 22,156.187 -3.641
35 15/D1/2016 5,325.578 5,323.375 -2,495
36 15/D2/2016 16,830.001 16,829.565 -1,453
37 16/L/2016 22,136.627 22,106.219 -30.408
38 16/D1/2016 9,959.877 9,950.766 -2,315
39 16/D2/2016 12,149.073 12,147.328 -2,344
40 17/L/2016 21.928,637 21.932,071 3.434
IV. DISKUSI
A. Langkah-langkah yang dilakukan untuk
mendistribusikan muatan avtur proses
bongkar muat di 3 pelabuhan.
Dalam kuesioner yang telah diberikan
kepada perwira di MT. Sinar Emas,
terdapat penilaian untuk tiap-tiap faktor
yang mempunyai hubungan dalam
pendistribusian muat dan bongkar muatan
avtur.
Tabel 7. Langkah-langkah pelaksanaan
untuk mendistribusikan muatan avtur
proses bongkar muat
No. Langkah-langkah Pelaksanaan
1 Mempersiapkan kapal dengan tank cleaning kapal
beserta alat muat dan bongkar.
2
Menyiapkan perencanaan dengan stowage plan
bongkar sesuai dengan permintaan pada cargo
manifest.
3 Melaksanakan koordinasi oleh pihak kapal (intern)
dan pihak darat (extern).
4
Melaksanakan pelaksanaan pendistribusian muatan avtur harus sesuai dengan loading dan discharging
instruction..
5
Setelah selesai pemuatan dan sebelum melaksanakan pembongkaran harus melakukan
evaluasi dengan perhitungan muatan oleh mualim
satu bersama dengan loading master dan survyor.
1. Persiapan distribusi muat dan bongkar
muatan avtur dengan tank cleaning
kapal beserta alat muat dan bongkar.
Tank cleaning yang dilakukan di kapal
MT. Sinar Emas harus sesuai dengan
pedoman yang diberikan oleh pihak
Pertamina setelah melakukan kegiatan
membongkar. Para pihak kapal dan
loading master beserta survyor harus
mengecek tangki-tangki tersebut
apakah masing-masing tangki sudah
dalam keadaan kering dan siap untuk
dimuat. Dengan cara mengecek tangki
kapal tidak ada genangan-genangan
minyak. Kemudian cek tangki kapal
bebas dari gas. Dan mengecek pipa-
pipa kapal dalam keadaan bersih dan
kondisi kering.
2. Menyiapkan perencanaan dengan
stowage plan bongkar yang sesuai
dengan cargo manifest.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1894
Sebagai perencanaan agar proses
distribusi muat bongkar muatan avtur
di MT. Sinar Emas dapat berjalan
sesuai dengan prosedural maka
mualim satu membuat stowage plan.
Stowage plan adalah panduan yang
dibuat oleh mualim satu selaku
perwira penanggung jawab muatan
disetujui oleh Nakhoda dan pihak
terminal untuk membantu pelaksanaan
pemuatan bagi setiap perwira jaga.
3. Melaksanakan koordinasi oleh pihak
kapal (intern) dan pihak darat (extern).
Kegiatan extern yang dilakukan
adalah safety meeting bagi seluruh
crew kapal guna menghindari bahaya
yang akan terjadi di atas kapal. Setelah
melakukan safety meeting seluruh
crew kapal melakukan latihan-latihan
drill yang telah ditentukan oleh
Mualim tiga. Kegiatan intern yang
dilakukan yaitu saat loading master
dan survyor naik ke atas kapal untuk
mengecek masing-masing tangki,
bahwa tangki tersebut benar-benar
dalam keadaan kering dan siap untuk
dimuat.
4. Melaksanakan pelaksanaan
pendistribusian muatan avtur harus
sesuai dengan loading dan
discharging instruction.
Persiapan pelaksanaan distribusi pada saat melaksanakan
pembongkaran yaitu:
a. Menjalankan pompa muatan
b. Pengawasan kegiatan
c. Menjalankan pompa
pengeringan
Pelaksanaan Muat MT. Sinar Emas Pelaksanaan proses pemuatan avtur
di MT. Sinar Emas 100%
dilakukan di Pelabuhan Cilacap
dengan jumlah pemuatan sebanyak
17 kali.
Pelaksanaan proses bongkar MT
Sinar. Emas
Pelaksanaan proses pembongkaran
avtur di MT. Sinar Emas adalah
dengan 3 pelabuhan berbeda, yang
letaknya di wilayah Indonesia
Bagian Barat dan wilayah
Indonesia Bagian Timur, dari tiga
pelabuhan bongkar satu diantaranya
terletak pada Indonesia Bagian
Barat yaitu SPM Cengkareng, dan
dua pelabuhan terletak di Indonesia
Bagian Timur yaitu Surabaya dan
Wayame.
Gambaran pelaksanaan muat bongkar MT. Sinar Emas.
MT. Sinar Emas melakukan
pemuatan di satu pelabuhan muat
yang sebanyak 17 kali. Seluruh
pemuatan dilakukan di pelabuhan
Cilacap dengan tiga pelabuhan
bongkar yaitu SPM Cengkareng,
Surabaya, dan Wayame.
5. Melakukan evaluasi dengan
perhitungan muatan oleh Mualim satu
bersama dengan Loading Master dan
Survyor.
a. MEMUAT
1) Sounding Cargo
2) Calculation Cargo
3) Clearence Cargo Document and
Ship Document
a) Mate‟s Receipt
b) Bill of Lading
c) Cargo Manifest
d) Delivery Order
e) Shipping Instruction
b. MEMBONGKAR
1) Perhitungan muatan
2) Clearence cargo document
B. Besarnya muatan avtur yang dimuat dan
dibongkar di kapal MT. Sinar Emas
Dihitung dengan menggunakan tabel
compartement logsheet. Dengan
perhitungan compartement logsheet
peneliti dapat menentukan besarnya
muatan yang terdapat di kapal. Besarnya
muatan tersebut akan dievaluasi dengan
cara menghitung semua seberapa besar
muatan yang hilang saat melakukan muat
dan bongkar. Cara perhitungan transport
lost terbagi menjadi 4 bagian yaitu R1,
R2, R3, dan R4.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1895
R1 adalah selisih muatan yang hilang
saat memuat di pelabuhan muat. Muatan
yang hilang tersebut didapat dari
perbandingan antara nilai actual yang
didapat di kapal, dengan nilai BL yang
dikeluarkan oleh Pertamina.
R2 adalah jumlah muatan yang hilang
saat pengirim melakukan pengiriman
muatan, dari pelabuhan muat ke
pelabuhan bongkar. R2 didapatkan dari
perbandingan antara jumlah muatan
sebelum bongkar di pelabuhan bongkar,
kemudian dikurangi dengan jumlah
muatan setelah melakukan pemuatan di
pelabuhan muat dan dibagi dengan
jumlah BL. Transport lost untuk R2 tidak
boleh lebih dari 0.09%.
R3 adalah besarnya selisih muatan
antara muatan yang dikirim oleh pihak
kapal, dengan muatan yang diterima oleh
pihak darat dan Pertamina. Untuk
perhitungan R3 didapat dari penerimaan
darat dikurangi besarnya nilai muatan
sebelum melakukan bongkar muatan,
kemudian dibagi oleh angka BL.
R4 adalah jumlah selisih keseluruhan
muatan yang tertera pada BL dengan
muatan yang diterima oleh pelabuhan
bongkar. R4 juga dapat dikatakan hasil
penjumlahan antara R1, R2, dan R3.
Tabel 8. Perbedaan muatan di setiap pelabuhan
No. Pelabuhan Ship
Figure BL
Jumlah
Diff.
(KL
Obs.)
R1
(%)
1 Cilacap 22.092,832 22.098,344 -5.125 -
0.02
Tabel di atas menyebutkan bahwa dari
jumlah keseluruhan muatan saat
melaksanakan pemuatan di pelabuhan
Cilacap terdapat 5.125 KL avtur yang
hilang selama periode bulan Januari-Juli
2016. Dari pelabuhan muat Cilacap,
muatan yang hilang masih dalam batas
toleransi yang diberikan oleh Pertamina.
Batas toleransi yang diberikan oleh pihak
Pertamina adalah < 0.2%, kesimpulan
peneliti adalah besarnya pemuatan di
MT. Sinar Emas masih dalam batas yang
wajar dan aman.
Tabel 9. Perbandingan muatan R1, R2,R3, dan
R4
No. Voyage Transport loss
R1 R2 R3 R4
1 01/L/2016 -0.05
2 01/D/2016
-0.13 -0.06 -0.23
3 02/L/2016 0.0
4 02/D/2016
-0.06 -0.03 -0.09
5 03/L/2016 -0.12
6 03/D1/201
6 -0.35 -0.02 -2.17
7 03/D2/201
6 -0.03 -0.05 -0.09
8 04/L/2016 0.18
9 04/D/2016
-0.07 -0.05 0.06
10 05/L/2016 -0.06
11 05/D/2016
-0.02 - 0.04 -0.11
12 06/L/2016 -0.04
13 06/D1/201
6 -0.18 -0.01 -0.61
14 06/D2/201
6 -0.17 -0.01 -0.60
15 07/L/2016 0.04
16 07/D/2016
-0.05 -0.02 -0.22
17 08/L/2016 -0.15
18 08/D1/2016
-0.14 -0.01 -1.09
19 08/D2/2016
-0.90 -0.05 -0.97
20 09/L/2016 -0.03
21 09/D/2016
-0.03 -0.01 -0.06
22 10/L/2016 -0.04
23 10/D/2016
-0.09 -0.06 -0.19
24 11/L/2016 0.02
25 11/D1/201
6 -0.02 -0.02 -0.06
26 11/D2/201
-0.01 -0.01 -0.02
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1896
6
27 12/L/2016 -0.03
28 12/D/2016
-0.08 -0.05 -0.16
29 13/L/2016 -0.16
30 13/D1/201
6 -0.02 -0.02 -0.06
31 13/D2/201
6 0.00 -0.04 -0.05
32 14/L/2016 -0.02
33 14/D/2016
0.05 -0.01 -0.02
34 15/L/2016 -
3.641
35 15/D1/201
6 -0.05 -0.02 -0.11
36 15/D2/201
6 -0.01 -0.04 -0.05
37 16/L/2016
-
30.408
38 16/D1/2016
-0.02 -0.01 -0.13
39 16/D2/2016
-0,02 -0.02 -0.05
40 17/L/2016 0.02
Pada tabel di atas telah dijelaskan
masing-masing dari perbandingan muatan
yang hilang selama kegiatan pemuatan
sampai kegiatan pembongkaran.
Tabel 4.3 Nilai Rata-rata R1, R2, R3, dan R4
No Varia
bel
Nilai
Terendah
(dalam
%)
Nilai
Tertinggi
(dalam
%)
Rata-
rata
(dalam
%)
1 R1 -0.15 0.18 -0,03
2 R2 -0.90 0.05 -0.10
3 R3 -0.06 -0.01 -0.03
4 R4 -2.17 0.06 -0.31
Nilai terbesar dan terkecil yang peneliti
nyatakan dalam presentase pada tabe di
atas bukanlah menyatakan besarnya
jumlah muatan, karena jika muatan yang
dimuat dan dibongkar lebih besar maka
presentase muatan yang hilang atau
toleransi kuantitas muatan akan menjadi
lebih besar.
C. Perbedaan muatan avtur saat dimuat dan
dibongkar di kapal MT. Sinar Emas
Perbedaan nilai muatan dapat terjadi
karena sebuah kewajaran, asalkan sesuai
dengan batas toleransi. Faktor-faktor
terjadinya perbedaan muatan adalah
keadaan pipa pemuatan pembongkaran,
apakah saat dilakukan kegiatan muat dan
bongkar terisi atau kosong. Kedua,
keadaan tangki apakah saat pemuatan
ataupun pembongkaran pada tangki
terdapat kegiatan lain. Yang ketiga
adalah penguapan, yang kaitannya
dengan temperature avtur, density avtur
dan pengukuran pada waktu proses
sounding, faktor yang lain adalah
kebocoran pada tangki atau pipa-pipa
penyalur avtur.
V. KESIMPULAN
Dari keseluruhan pembahasan yang telah
dipaparkan pada bab terdahulu mengenai
analisis distribusi muat dan bongkar muatan
avtur di kapal MT. Sinar Emas peneliti
dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Langkah-langkah yang dilakukan
untuk mendistribusikan muatan avtur
proses bongkar dan muat muatan avtur
di 3 pelabuhan.
Langkah-langkah yang harus
dilakukan setelah dilakukan
wawancara dengan beberapa
responden di kapal yaitu mulai dari
persiapan, perencanaan, koordinasi,
pelaksanaan dan evaluasi kapal.
2. Besarnya muatan yang dimuat dan
dibongkar di kapal MT. Sinar Emas.
Dapat disimpulkan bahwa
pelabuhan muat dalam memuat
muatan avtur tertinggi selama periode
bulan Januari-Juli 2016 sebesar
22,243.132 KL, pelabuhan bongkar
terbesar adalah SPM Cengkareng
dengan jumlah muatan avtur tertinggi
yang dibongkar mencapai 22,187.687
KL dan daerah dengan jumlah
bongkar terkecil adalah Wayame
sebesar 5,252.763 KL. Dari data
tersebut membuktikan bahwa tingkat
kebutuhan avtur sebagai bahan bakar
pesawat udara paling banyak
dibutuhkan di daerah Jawa Barat
tepatnya di daerah Cengkareng.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1897
3. Terjadinya perbedaan muatan avtur
pada saat dimuat dan dibongkar oleh
MT. Sinar Emas.
Perbedaan nilai muatan dapat
terjadi karena sebuah kewajaran,
asalkan sesuai dengan batas toleransi.
Faktor-faktor terjadinya perbedaan
muatan adalah keadaan pipa pemuatan
pembongkaran, apakah saat dilakukan
kegiatan muat dan bongkar terisi atau
kosong. Kedua, keadaan tangki
apakah saat pemuatan ataupun
pembongkaran pada tangki terdapat
kegiatan lain. Yang ketiga adalah
penguapan, yang kaitannya dengan
temperature avtur, density avtur dan
pengukuran pada waktu proses
sounding, faktor yang lain adalah
kebocoran pada tangki atau pipa-pipa
penyalur avtur.
Setelah memperhatikan kesimpulan
tersebut di atas maka peneliti memberikan
saran yang sekiranya dapat bermanfaat dan
berguna bagi awak kapal MT. Sinar Emas
dan pembaca secara umum, dalam
menganalisis perhitungan muat bongkar
avtur di pelabuhan muat maupun pelabuhan
bongkar. adapun saran-saran tersebut
adalah:
1. Dalam setiap langkah-langkah harus
dengan melakukan persiapan fisik
diantaranya persiapan tangki kapal,
cargo pipe line, alat muat bongkar,
alat bantu bongkar muat, dan alat
keselamatan. Persiapan administrasi
yang dilakukan adalah safety check
list, dan ship document. Ship
document ini terdiri dari mate‟s
receipts, bill of lading, cargo manifest,
delivery order, dan shipping
instruction. Selanjutnya perencanaan
dengan membuat stowage plan
bongkar sesuai dengan permintaan
pada cargo manifest. Berkoordinasi
dengan pihak darat (intern) dan pihak
kapal (extern). Melaksanakan
pelaksanaan pendistribusian muatan
avtur harus sesuai dengan loading dan
discharging instruction, dan setelah
selesai pemuatan dan sebelum
melaksanakan pembongkaran harus
melakukan evaluasi dengan
perhitungan muatan oleh Mualim satu
bersama dengan Loading Master dan
Survyor. Mulai dari persiapan,
perencanaan, kordinasi, pelaksanaan
dan evaluasi kapal. Yang melakukan
muat bongkar memiliki peranan dalam
kelancaran proses distribusi, maka
perlu adanya peningkatan manajemen
pelabuhan agar segala proses muat dan
bongkar kapal meningkat.
2. Perlunya perhitungan muatan untuk
mengetahui besarnya muatan yang
terdapat di kapal, juga untuk
memantau pergerakan muatan secara
baik dan benar. Perhitungan muatan
tersebut digunakan sebagai sistem
control untuk mencegah bahaya dan
kecurangan dalam dunia bisnis.
3. Pentingnya pemahaman analisis muat
bongkar avtur saat pemuatan dan
pembongkaran. Bagi awak kapal
untuk menghindari kerugian, serta
perlindungan bagi awak kapal dan
muatan itu sendiri sesuai dengan
prinsip pemuatan. Bagi para pembaca
sebagai pemahaman tentang analisis
bongkar muat muatan avtur dan dapat
mempermudah dalam pemahaman
materi dalam pelajaran penanganan
dan perhitungan muatan.
DAFTAR PUSTAKA
ICS OCIMF.1996.ISGOTT ( International
Safety Guide For Oil Tankers and
Terminal, Fourth Edition)
Istopo. 1999. Kapal dan Muatannya, Jakarta
:Koperasi karyawan BP3IP.
_______. 2008. Kapal & Muatannya.
Jakarta Utara: Koperasi Karyawan
BP3IP
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1898
Martopo, A. 2004. Penanganan dan
Pengaturan Muatan. Semarang :
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
________. 2001. Penanaganan Muatan.
Semarang : Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang
Syatori, Nasehudin dan Nanang Ghozali.
2012. Metode Penelitian Kuantitatif.
Bandung : Pustaka Setia
Nur, Nasution. 2008. Manajemen
Transportasi. Jakarta : Ghalia
Indonesia
Pendidikan dan Latihan pelayaran. 2000. Oil
Tanker Familiarisation. Jakarta.
Abbas, Salim. 2004. Manajemen
Transportasi. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung :
CV. Alfabeta
Suryana. 2010. Metodologi Penelitian
Model Praktis Penelitian Kuantitatif
dan Kualitatif. Jakarta :
Universitas Pendidikan Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : PT.Rineka Cipta
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1899
UPAYA MENGOPTIMALKAN KEBERSIHAN RUANG MUAT SEBELUM
PROSES PEMUATAN
Vega F. Andromedaa dan Fathnurrokhim A.F. Ramadhan
b
aDosen Program Studi Nautika PIP Semarang
bTaruna (NIT.49124414.N) Program Studi Nautika PIP Semarang
ABSTRAK
Ruang muatan yang disiapkan dengan baik merupakan faktor yang sangat penting dalam
pelaksanaan kegiatan bongkar muat, sehingga kegiatan bongkar muat dapat berjalan dengan
efektif dan efisien. Berdasarkan hasil penelitian, proses bongkar muat pada saat kapal akan
berlabuh di pelabuhan Antwerpen Belgia terhambat dikarenakan waktu pembersihan ruang
muat tidak mencukupi serta peralatan perlengkapan kebersihan ruang muat banyak yang rusak
dan tidak layak pakai sehingga ruang muat masih kotor dan belum siap untuk menerima
muatan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui penyebab kurangnya waktu
pembersihan dan penyebab rusaknya peralatan kebersihan ruang muat.
Proses pembersihan ruang muat yang tidak sesuai dengan prosedur terjadi karena
kurangnya pengawasan, koordinasi, komunikasi dan perawatan peralatan kebersihan ruang
muat. Upaya untuk mengatasi agar proses pembersihan ruang muat tepat waktu yaitu
meningkatkan koordinasi antarawak kapal dan melakukan perawatan terhadap alat-alat
kebersihan ruang muat. Pembersihan ruang muat dapat berjalan lancar apabila dilaksanakan
sesuai dengan prosedur yang ada dan peralatan kebersihan yang memenuhi standart.
Kata kunci: persiapan, ruang muat, proses bongkar muat, optimalisasi
I. PENDAHULUAN
Di dalam suatu negara maritim seperti
halnya negara Indonesia, peranan pelayaran
sungguh sangat penting bagi kehidupan
sosial ekonomi.
Kapal-kapal niaga yang beroperasi di
dunia untuk melakukan pengangkutan
barang-barang, sungguh sangat banyak
jenisnya. Hal ini tidak mengherankan,
karena jenis-jenis barang niaga yang harus
diangkut oleh kapal tiada terbatas. Adanya
barang-barang yang harus diangkut dalam
keadaan tertentu, pelabuhan-pelabuhan
muatan dan pelabuhan tujuan muatan yang
berbeda-beda, barang-barang tertentu yang
berpotensi saling merusakan jika dicampur,
menimbulkan jenis-jenis kapal yang
berbeda-beda, disamping itu sifat-sifat
perairan yang berbeda-beda (perairan tropic,
musim dingin, perairan sungai dan danau)
juga ikut menentukan jenis-jenis kapal niaga
yang harus dibangun. Demikianlah dalam
dunia pelayaran niaga modern, kita telah
mengenal adanya kapal general cargo
carrier.
General Cargo carrier adalah kapal yang
dibangun untuk tujuan mengangkut muatan
umum (general cargo), yaitu muatan yang
terdiri dari bermacam-macam barang yang
dibungkus dalam peti, keranjang, dan lain-
lain, dan barang-barang itu dimuat dalam
kapal oleh banyak pengirim untuk ditujukan
kepada banyak penerima di banyak
pelabuhan tujuan.
Kapal general cargo carrier dibangun
dengan beberapa palka (hold hatches) dan
beberapa geladak. Palka-palka dan geladak-
geladak yang banyak jumlahnya memang
sangat perlu bagi sebuah kapal general
cargo, sebab seperti telah dikatakan di muka
barang-barang dalam partai-partai kecil
dikirim oleh banyak pengirim dari banyak
pelabuhan untuk ditujukan kepada banyak
penerimaan di banyak pelabuhan tujuan,
dengan adanya banyak geladak pembagian
muatan di dalam ruang kapal
(compartment) dapat diatur dengan mudah
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1900
dan tidak menimbulkan kesulitan dalam
pembongkarannya di pelabuhan tujuan
barang masing-masing, juga untuk
mencegah kerusakan muatan karena
kontaminasi oleh sesama muatan.
Dengan banyaknya palka atau ruang
muat pada kapal maka untuk membersihkan
ruang muat tersebut membutuhkan waktu
yang tidak sebentar ditambah lagi peralatan
kebersihan ruang muat harus dalam keadaan
layak pakai.
Berdasarkan dari latar belakang
penelitian di atas, maka peneliti dapat
mengambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Mengapa waktu yang tersedia belum
mencukupi dalam persiapan ruang
muat di kapal MV. African Forest ?
2. Apa yang menyebabkan perlengkapan
pembersihan atau pencucian ruang
muat tidak mencukupi serta banyak
dari peralatan tersebut yang rusak ?
Dalam penelitian ini terdapat beberapa
tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti,
yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui mengapa waktu
yang tersedia belum mencukupi dalam
persiapan ruang muat di kapal MV.
African Forest.
2. Untuk mengetahui masalah apa yang
menyebabkan perlengkapan
pembersihan atau pencucian palka
tidak mencukupi serta banyak dari
peralatan tersebut yang rusak.
Adapun maksud dan tujuan dari pada
penelitian ini diharapkan mampu
memberikan masukan atau manfaat dari
penelitian bagi pihak-pihak yang terkait
dengan dunia pelayaran, dunia keilmuan,
institusi pelayaran dan pengetahuan serta
bagi individu, seperti:
a) Manfaat Secara Teoritis
1) Untuk menambah pengetahuan bagi
pembaca, pelaut, maupun kalangan
umum agar dapat menangani
masalah, saat terjadi keterlambatan
dalam bongkar muat di pelabuhan.
2) Untuk menambah pengetahuan bagi
pembaca, pelaut, maupun kalangan
umum dalam memahami tentang
pentingnya kebersihan ruang muat
sebelum memulai proses pemuatan.
3) Menambah pengetahuan bagi
Taruna tentang pentingnya
penanganan keterlambatan dalam
proses bongkar muat.
b) Manfaat Secara Praktis
1) Diharapkan dapat menjadi masukan
gambaran dan penjelasan bagi
pembaca khususnya perwira yang
sedang dan akan bekerja di kapal
general cargo agar lebih
memahami dan mengetahui
prosedur pembersihan ruang muat
sebelum melakukan proses
pemuatan.
2) Diharapkan dapat menjadi bahan
pembelajaran bagi awak kapal pada
kapal general cargo mengenai
pentingnya menjaga dan merawat
alat-alat kebersihan ruang muat di
atas kapal.
I. KAJIAN PUSTAKA
A. Persiapan Ruang Muat
Menurut Capt. Istopo dan Capt. O. S.
Karlio (2002: 235-236), untuk
mempersiapan ruang muat perlu dilakukan
beberapa hal antara lain yaitu:
1. Menyapu bersih mulai dari atas ke
bawah. Jadi tween deck terlebih dahulu
baru menyusul lower hold. Bekas papan-
papan dunnage atau penyangga muatan
terdahulu, dikumpulkan jadi satu diikat
di tempat yang sudah bersih. Yang rusak
atau dapat merusak muatan seperti yang
berminyak harus disingkirkan dari dalam
palka.
2. Membuka tutup-tutup got, dan harus
diperiksa oleh seorang Mualim.
Saringan kemarau atau „strumboxes‟
dibersihkan dan dites pompa lensanya,
dengan menggunakan kaleng berisi air,
scupper di tween deck juga harus dites,
sumbatan-sumbatan dilepas apabila
muatan sebelumnnya adalah bulk cargo,
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1901
setelah itu papan-papan penutup got dan
strumboxes dipasang kembali.
3. Alat-alat kebakaran atau alat CO2 harus
dites.
4. Papan-papan penutup palka di tween
deck harus diperiksa kondisinya.
5. Papan-papan penutup tanki dasar
berganda diperiksa dan ditempatkan
yang baik.
6. Pagar-pagar keamanan (guard rail),
rantai atau tiangnya yang berada di
tween deck dipasang semestinya. Dalam
hal ini perlu diperingatkan terutama pada
kapal-kapal yang berlayar ke Eropa dan
Australia, dimana keamanan buruh
sangat diperhatikan.
B. Bulk Cargo
Menurut Sudjatmiko (2011:67), bulk
cargo (muatan) curah adalah muatan yang
terdiri dari suatu muatan yang tidak dikemas
yang diangkut oleh kapal sekaligus dalam
jumlah yang besar. Muatan curah kering
merupakan muatan padat dalam bentuk biji-
bijian, bubuk, butiran, dan sebagainya yang
dalam pemuatan atau pembongkaran
dilakukan dengan mencurahkan muatan
kedalam ruang muat dengan menggunakan
alat khusus. Contoh muatan curah adalah
biji gandum, kedelai, jagung, pasir, semen,
klinker, soda, maize gritze, malt, dan lain
sebagainya. Persiapan ruang muat bagi
kapal-kapal general cargo:
1. Palka dan tween deck disapu bersih
seluruhnya dari atas ke bawah.
2. Papan-papan penutup dasar berganda
(spare ceiling) ditutup rapat grain tight
agar biji-bijian tidak masuk ke dalam
got.
3. Semua dunnage disingkirkan dari
ruangan palka atau disimpan diujung
palka dan ditutup. Got-gotnya disapu
dan dibersihkan, dan pompa lensanya
dicoba.
4. Alat-alat kebakaran dites.
II. METODOLOGI
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan bagan kerangka berfikir di
atas dapat diketahui penyebab dan
penanganan keterlambatan proses pemuatan
di kapal MV. African Forest, adapun
penjabaran dari kerangka berfikir diatas
ialah sebagai berikut : a. Kapal MV. African Forest adalah kapal jenis
General Dry Cargo Heavylift Multipurpose dengan sistem Fully Loaded yang memuat berbagai macam muatan dalam proses bongkar muat. Dalam pemuatan cargo kapal MV. African Forest selalu melaksanakan proses pemuatan di Benua Eropa. Dalam proses pemuatan sering
Proses Pembersihan Ruang Muat
Terjadinya keterlambatan
saat proses pemuatan
Terjadinya kerusakan alat
kebersihan ruang muat
Kurangnya waktu Kurang koordinasi
dalam pembagian
tugas. Kurang pengawasan
dalam pembersihan
ruang muat.
Peralatan tidak dirawat dengan baik
Peralatan tidak di
cek
Upaya – upaya :
1. Mengadakan rapat
sebelum pembersihan ruang muat
2. Membuat daftar awak
kapal dan bagian ruang
muat yang dibersihkan 3. Mengadakan
pengawasan
Upaya – upaya :
1. Menjaga dan merawat
peralatan dengan baik 2. Meningkatkan
kesadaran awak kapal
untuk merawat
peralatan kebersihan
ruang muat.
Proses Pemuatan di kapal MV.African Forest
berjalan lancar.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1902
terjadi hambatan, masalah kebersihan ruang muat yang mengakibatkan terlambatnya proses pemuatan. Dalam permasalahan ini akan dibahas tentang penyebab terjadinya keterlambatan proses pemuatan di kapal MV. African Forest dan penanganannya.
b. Terjadinya kerusakan pada alat-alat kebersihan ruang muat sehingga alat-alat kebersihan ruang muat tidak layak pakai karena kurangnya kesadaran awak kapal untuk menjaga dan merawat alat kebersihan setelah selesai menggunakannya, sehingga ruang muat tidak bisa bersih secara maksimal dan masih terdapat kotoran sisa muatan sebelumnya di dalam ruang muat.
c. Dari permasalahan keterlambatan proses pemuatan maka dapat diambil tindakan penanganan meliputi pelaksanakan pemuatan sesuai prosedur, melaksanakan rapat sebelum memulai kegiatan pembersihan ruang muat, melaksanakan tanggung jawab dengan sebaik mungkin, melakukan perawatan dan pengecekan terhadap peralatan kebersihan kapal, mengadakan pengawasan, selalu berkomunikasi kepada semua kru (perwira dan anak buah kapal) untuk kelancaran dalam proses pemuatan.
d. Sasaran dari seluruh tindakan yang telah dilakukan yaitu pelaksanaan pemuatan yang tepat waktu dan lancar sesuai dengan prosedur yang telah dibuat.
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh
peneliti di dalam menyampaikan masalah
adalah USG (Urgency, Seriousness,
Growth) untuk menggambarkan dan
menguraikan prioritas masalah dalam objek
yang diteliti. Berdasarkan jenis penelitian
tersebut, maka penelitian ini akan
menghasilkan prioritas-prioritas masalah
dalam suatu proses pelaksanaan kebersihan
ruang muat.
Dalam pelaksanaan kegiatan tidak
terlepas dari pentingnya sebuah
perencanaan. Salah satu aspek perencanaan
sebagai langkah awal adalah dengan
menentukan prioritas masalah (problem
priority). Penetapan prioritas masalah
menjadi bagian penting dalam proses
perumusan masalah. Penentuan prioritas
masalah ada beberapa metode yang dapat
digunakan yaitu dalam istilah Urgency,
Seriousness and Growth yang artinya
adalah:
1. Urgency adalah tingkat kegawatan
masalah, berkaitan dengan mendesaknya
waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
Seberapa mendesak isu tersebut harus
dibahas dikaitkan dengan waktu yang
tersedia serta seberapa keras tekanan
waktu untuk memecahkan masalah yang
menyebabkan isu tersebut.
2. Seriousness adalah tingkat keseriusan
sebuah masalah, berkaitan dengan
dampak dari adanya masalah tersebut
terhadap organisasi. Seberapa serius isu
tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan
akibat yang timbul dengan penundaan
pemecahan masalah yang menimbulkan
isu tersebut atau akibat yang
menimbulkan masalah-masalah lain jika
masalah penyebab isu tidak dipecahkan.
Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan
yang sama, suatu masalah yang dapat
menimbulkan masalah lain lebih serius
bila dibandingkan dengan suatu masalah
lain yang berdiri sendiri.
3. Growth adalah berkaitan dengan
pertumbuhan masalah. Semakin cepat
berkembang masalah tersebut maka
semakin tinggi tingkat pertumbuhannya.
Seberapa mungkin isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan
masalah penyebab isu akan semakin
buruk bila diabaikan.
Metode USG merupakan salah satu cara
menetapkan urutan prioritas masalah dengan
metode teknik scoring. Caranya dengan
menentukan Urgency, Seriousness, dan
Growth dengan menggunakan skala nilai 1-
5, suatu masalah dengan total skor tertinggi
merupakan masalah yang prioritas. Adapun
keterangan skor sebagai berikut:
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1903
Tabel 1. Skala Penilaian Metode USG
B. Data yang Diperlukan
Untuk menyusun penelitian ini peneliti
memerlukan sumber data. Yang dimaksud
dengan sumber data adalah dari mana data
diperoleh atau semua informasi baik dari
yang merupakan benda nyata, sesuatu yang
abstrak, maupun peristiwa yang terjadi pada
waktu peneliti melaksanakan penelitian.
Menurut Riduwan (2003:31), Data ialah
bahan mentah yang perlu diolah sehingga
menghasilkan informasi atau keterangan
yang menunjukkan fakta. Menurut Sugiyono
(2013:223), Pengumpulan data dapat
dilakukan dalam berbagai setting, berbagai
sumber dan berbagai cara. Bila dilihat dari
sumber datanya, maka pengumpulan data
dapat menggunakan sumber primer dan
sumber sekunder. Data yang diperoleh
selama penelitian sebagai pendukung
tersusunnya penulisan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Data Primer Pengertian data primer
menurut Umi Narimawati,SE.,M.Si
(2008:98) adalah data yang berasal dari
sumber asli atau pertama. Data ini tidak
tersedia dalam bentuk terkompilasi
ataupun dalam bentuk file-file. Data ini
harus dicari melalui narasumber atau
dalam istilah teknisnya responden, yaitu
orang yang kita jadikan objek penelitian atau orang yang kita jadikan sebagai
sarana mendapatkan informasi ataupun
data.
2. Data Sekunder Menurut Sugiyono
(2008:402) data sekunder adalah sumber
data yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data. Data
sekunder ini merupakan data yang
sifatnya mendukung keperluan data
primer seperti buku-buku, literatur dan
bacaan yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas di dalam penelitian ini.
Untuk memperoleh gambaran secara
lengkap, utuh dan menyeluruh maka
disamping adanya data primer masih
diperlukan adanya data tambahan yang
dinamakan data sekunder. Jadi, data
sekunder ini bersifat mendukung dan
melengkapi data primer. Adapun yang
termasuk data sekunder adalah data yang
diperoleh dengan kata lain secara tidak
langsung. Data sekunder yang diperoleh
peneliti melalui buku-buku publikasi
navigasi, buku-buku manual atau mungkin
hasil survei yang belum diolah dan dianalisa
lebih lanjut yang dapat menghasilkan
sesuatu yang berguna. Dan juga diperoleh
melalui buku-buku yang berkaitan, misal
dalam perpustakaan, hasil seminar, dan arsip
peraturan penelitian baik nasional maupun
internasional yang menunjang penelitian.
C. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah teknik
atau cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Selain
teknik pengumpulan data yang harus tepat,
alat pengumpulan data juga harus baik.
Dengan demikian, data yang dikumpulkan
bersifat baik dan benar.
Dalam melakukan pengumpulan data
tentu peneliti membutuhkan banyak sumber
untuk dituangkan sebagai pokok bahasan di
dalam penelitian ini. Karena itu lebih baik
menggunakan suatu pengumpulan data lebih
dari satu, sehingga semua dapat saling
melengkapi satu sama lain untuk pembuatan
penelitian ini dengan baik. Pengumpulan
data merupakan langkah penting dalam
suatu penelitian yang akan digunakan
sebagai bahan analisis dan pengujian
kesimpulan. Oleh karena itu, pemilihan
teknik data dan pengumpulan data yang
tepat dapat membantu pencapaian hasil atau
pemecahan masalah yang tepat dan benar.
Di dalam penelitian ini peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan
data antara lain:
1. Riset lapangan
Skala Penilaian
1 Sangat kecil
2 Kecil
3 Sedang
4 Besar
5 Sangat besar
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1904
Teknik pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan secara langsung
ke objek penelitian. Riset ini dilakukan
dengan 3 cara, yaitu:
a. Metode observasi yaitu suatu
proses yang kompleks, suatu proses
yang tersusun dari berbagai proses
biologis dan psikologis.
b. Metode wawancara yaitu
pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu
topik tertentu.
c. Metode dokumentasi yaitu catatan
peristiwa yang sudah berlalu.
2. Riset kepustakaan
Teknik ini berkaitan dengan kajian
teoritis dan referensi lain yang berkaitan
dengan nilai, budaya dan norma yang
berkembang pada situasi sosial yang
diteliti. Studi kepustakaan penting untuk
penelitian karena penelitian tidak akan
lepas dari literatur-literatur ilmiah.
D. Prosedur Penelitian
Rancangan penelitian dalam penulisan
penelitian ini memudahkan peneliti dalam
hal-hal yang berhubungan dengan
penelitian. Rancangan penelitian ini
meliputi pengumpulan data, membahas data
dan disimpulkan yang kemudian dituangkan
dalam penelitian ini. Pada bagian ini
mempersoalkan tahap-tahap penelitian yang
nantinya memberikan gambaran tentang
keseluruhan perencanaan, pelaksanaan
pengumpulan data, analisis data, sampai
pada penulisan laporan.
III. DISKUSI
A. Gambaran Umum Obyek Yang Diteliti
Gambar 2. MV. African Forest
MV. African Forest adalah salah satu
unit kapal berbendera Antigua and Barbuda
milik Lubeca Marine Germany, dengan
trayek pelayaran charter oleh B.O.C.S
(Bremen Overseas Chartering and
Shipping) dari Rord Braren Bereederungs
GmbH & Co.KG, Germany yang memiliki
trayek pelayaran dari Benua Eropa menuju
ke Benua Afrika dan begitupun sebaliknya
dari Benua Afrika menuju ke Benua Eropa.
Kapal MV. African Forest merupakan kapal
General Cargo Heavylift Multipurpose
kelas Germanischer Lloyd Register dan
jenis muatan yang dimuati adalah berbagai
macam muatan curah ataupun dalam peti
kemas. Dengan data-data kapal (Ship‟s
Particular) sebagai berikut: 1. SHIP NAME : MV. AFRICAN FOREST
2. CALL SIGN : V2FF4 3. MMSI : 305659000
4. TYPE : GENERAL CARGO
5. PORT OF REGISTER : St. JOHNS
6. FLAGE STATE : ANTIGUA & BARBUDA 7. CLASSIFICATION : GERMANISCHER
LLOYD
8. IMO NUMBER : 9425162
9. GRT : 20973MT 10. NRT : 10262MT
11. YEAR OF BUILD : 2011
12. L O A : 166.44 MTRS
13. L B P : 159.33MTRS 14. DEPTH MOULDED : 14.20 MTRS
15. DATE OF KEEL LAID : 15.12.2008
16. BREADTH : 27.40 MTRS
17. LIGHT SHIP : 9670.46 MT 18. MAIN ENGINE TYPE : MAN B & W : 6S40ME-B9
B. Analisa Masalah
Analisa masalah yang akan peneliti
gunakan yaitu metode USG (Urgency,
Seriousness, Growth) untuk mengetahui
hasil dari penyebab keterlambatan proses
pemuatan di kapal MV. African Forest.
Selanjutnya akan dilakukan upaya untuk
memecahkan masalah-masalah yang ada,
dengan melakukan peninjauan dan
melakukan perbandingan dengan teori yang
ada, serta prosedur yang tepat untuk
digunakan dalam proses pembersihan ruang
muat. Peneliti menemukan empat masalah
yang kemudian dengan menggunakan
matriks USG peneliti mencoba mendapatkan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1905
prioritas utama yang harus segera
diselesaikan denga baik untuk meningkatkan
kebersihan ruang muat sebelum proses
pemuatan di kapal MV. African Forest.
Adapun hasil dari matrik USG tersebut
peneliti tampilkan pada tabel berikut:
Tabel 2. Matriks USG
1. Terjadi keterlambatan dalam
proses pemuatan
Adanya beberapa hal yang sering
menyebabkan terjadi keterlambatan
dalam proses bongkar muat :
a. Kurangnya waktu yang tersedia
untuk melaksanakan waktu
pembersihan ruang muat
Proses pembersihan ruang muat
diatas kapal melibatkan seluruh awak
kapal. Pihak kapal yang berwenang
adalah Mualim I sebagai penanggung
jawab dalam kebersihan ruang muat di
bawah wewenang Nakhoda
selanjutnya Bosun yang bertanggung
jawab atas semua awak kapal yang
melakukan proses pembersihan ruang
muat. Dan proses pembersihan ruang
muat tidak sesuai dengan prosedur
yang ada. Dikarenakan kapal MV.
African Forest mempunyai banyak
ruang muat dan seluruh ruang muat
tersebut harus bersih untuk menerima
muatan selanjutnya sedangkan waktu
yang tersedia sangat pas bahkan
kurang untuk menyelesaikan proses
pembersihan semua ruang muat yang
ada di kapal, karena apabila masih
ditemukan sisa kotoran dari muatan
sebelumnya maka dari pihak Cargo
surveyor tidak akan memberi izin
kepada pihak kapal untuk melakukan
proses pemuatan.
b. Kurang koordinasi dalam
pembagian tugas
Salah satu penyebab terlambatnya
proses pemuatan karena ruang muat
kotor adalah kurangnya koordinasi
dalam pembagian tugas, sehingga
awak kapal tidak mempunyai target
dan tujuan ruang muat yang manakah
yang harus diselesaikan terlebih
dahulu dalam proses pembersihan
ruang muat, sehingga para awak kapal
bekerja dalam proses pembersihan
ruang muat dengan kacau dan tidak
terkoordinasi dengan baik. Sehingga
dengan adanya kejadian tersebut,
proses pemuatan dalam ruang muat
pada kapal mengalami keterlambatan
beberapa jam. Kejadian ini pernah
dialami oleh kapal MV. African Forest
saat kapal berada di Rouen, France.
Pada saat kapal telah sandar di
pelabuhan cargo surveyor datang dan
naik ke atas kapal kemudian cargo
surveyor memeriksa keadaan ruang
muat yang akan di gunakan untuk
memuat muatan maize gritz dan cargo
surveyor menemukan ruang muat
NO
. MASALAH
ANALISIS
PER
BANDING
AN
U S G
NILAI
P
U S G T
A Peranan
perwira dalam
pengawasan
sangat kurang
A-B
A-C
A-D
B
C
D
A
C
D
A
C
D
- 1 1 2 I
V
B Keahlian crew
kapal sangat
kurang
B-C
B-D
C
D
B
D
B
B
1 1 2 4 II
I
C Peralatan
penunjang kebersihan
ruang muat
kurang
memadai
C-D D C D 2 2 1 5 II
D
Pemanfaatan
waktu pembersihan
ruang muat
yang kurang
maksimal
-
- - - 3 2 2 7 I
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1906
masih kotor dan belum layak untuk
menerima muatan, sehingga para awak
kapal harus melakukan kegiatan
pembersihan ruang muat ulang agar
ruang muat benar-benar siap untuk
menerima muatan.
Gambar 3. Cargo surveyor memeriksa ruang
muat
c. Kurang pengawasan dalam
pembersihan ruang muat
Dalam proses pembersihan ruang
muat, Mualim I selaku perwira yang
bertanggung jawab terhadap proses
pembersihan ruang muat di bawah
Nakhoda masih sangat kurang karena
tidak ada pengecekan yang dilakukan
oleh Mualim I dan tidak ada juga
bimbingan serta arahan atau instruksi
yang diberikan oleh Mualim I kepada
bosun atau awak kapal dalam proses
pembersihan ruang muat, sehingga
awak kapal dengan semena-mena
dalam bekerja membersihkan ruang
muat, para awak kapal melakukan
kebersihan ruang muat tidak sesuai
dengan prosedur dan tidak maksimal
dalam melakukan pembersihan ruang
muat. Pernah peneliti alami di atas
kapal, saat melakukan pembersihan
ruang muat. Para awak kapal yang
melakukan pembersihan ruang muat
hanya membersihkan ruang muat
dengan cara dibilas dengan
menggunakan air laut yang disalurkan
melalui hoze dari fire hydrant dengan
tanpa menggunakan chemical soap
dan tanpa melakukan proses brush
dengan menggunakan alat-alat
penunjang kebersihan ruang muat,
setelah selesai melakukan proses
pembilasan terhadap dinding dan
lantai pada ruang muat para awak
kapal pun tidak melakukan proses
pengeringan terhadap ruang muat.
Akibatnya ruang muat tidak bersih
maksimal dan masih terdapat sisa-sisa
kotoran dari muatan sebelumnya di
dalam ruang muat. Sehingga pada saat
Cargo surveyor melakukan
pengecekan terhadap ruang muat,
Cargo surveyor menyatakan bahwa
ruang muat belum siap untuk
menerima muatan dan Cargo surveyor
tidak akan menandatangani proses
memuat muatan selama masih
ditemukan sisa-sisa kotoran yang
masih terdapat di dalam ruang muat.
2. Terjadinya kerusakan alat
kebersihan ruang muat
Adanya beberapa hal yang sering
menyebabkan terjadinya keterlambatan
pemuatan di kapal MV. African Forest
yang dikarenakan oleh terjadinya
kerusakan pada alat-alat penunjang
kebersihan ruang muat, diantaranya:
a. Peralatan tidak dirawat dengan
baik
Dalam melakukan proses
pembersihan ruang muat para awak
kapal menggunakan alat-alat
penunjang kebersihan ruang muat
seperti : sapu, sikat, pel, rugs, dan
masih banyak lagi alat-alat penunjang
kebersihan ruang muat yang lainnyya
yang digunakan oleh awak kapal
dalam proses pembersihan ruang
muat. Setelah selesai mengunakan
alat-alat penunjang kebersihan ruang
muat tersebut para awak kapal hanya
meletakkan peralatan tersebut begitu
saja tanpa diposisikan dan di tata
supaya rapi dan tidak rusak,
kurangnya kesadaran awak kapal
untuk menjaga dan merawat peralatan
kebersihan ruang muat tersebut
menyebabkan peralatan kebersihan
ruang muat rusak dan tidak layak lagi
digunakan dalam proses pembersihan
ruang muat, sehingga mengakibatkan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1907
proses pembersihan ruang muat
membutuhkan waktu yang sangat
lama karena peralatan yang sudah
rusak dan tidak layak lagi untuk
digunakan.
b. Peralatan tidak di cek
Peralatan penunjang kebersihan
ruang muat yang selanjutnya adalah
pompa yang terdapat pada got di
dalam ruang muat yang berfungsi
untuk memompa air keluar dari dalam
ruang muat setelah ruang muat selesai
dibilas dengan menggunakan air.
Karena letaknya yang sulit untuk
dijangkau maka pompa tersebut sering
diabaikan oleh para awak kapal untuk
dilakukan pengecekan, seharusnya
sebelum melakukan proses pembilasan
ruang muat pompa tersebut dicek
terlebih dahulu sehingga dapat bekerja
secara maksimal dalam memompa air
keluar dari ruang muat. Pernah
peneliti alami di atas kapal pada saat
ruang muat selesai dibilas pompa
tersebut macet dan tidak bisa
digunakan untuk memompa air keluar
dari ruang muat, sehingga para awak
kapal harus mengeluarkan air dari
dalam ruang muat secara manual
dengan menggunakan ember yang
diikat dengan menggunakan tali dan
kemudian air dibuang keluar dari
dalam ruang muat dengan
menggunakan ember tersebut
sedangkan awak kapal yang lain
sedang memperbaiki pompa, sehingga
dengan adanya kejadian tersebut
proses pembersihan ruang muat
membutuhkan waktu yang sangat
lama, apabila dalam keadaan normal
waktu yang dibutuhkan untuk
membersihkan satu ruang muat adalah
5 jam maka dengan adanya kejadian
tersebut waktu yang diperlukan untuk
membersihkan satu ruang muat
menjadi 9 jam.
Gambar 4. Pompa got ruang muat
C. Pembahasan Masalah
Dalam pembahasan masalah ada
beberapa cara untuk membantu
memecahkan masalah yang telah
dirumuskan dalam penelitian, khususnya
pada saat proses pembersihan ruang muat di
atas kapal MV. African Forest. Beberapa hal
yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Terjadinya keterlambatan dalam
proses pemuatan
Untuk menanggulangi terjadinya
keterlambatan proses pemuatan di
kapal MV. African Forest maka
dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Mengadakan rapat sebelum
pembersihan ruang muat
Salah satu cara untuk
memaksimalkan waktu yang tersedia
untuk melakukan proses pembersihan
ruang muat adalah dengan cara
mengadakan rapat sebelum dan
sesudah melakukan proses
pembersihan ruang muat.
Tujuan dari mengadakan rapat
adalah agar dapat mengevaluasi hasil
kerja awak kapal yang tidak sesuai
dengan prosedur pembersihan ruang
muat sehingga awak kapal dapat lebih
mengerti akan tugas dan tanggung
jawabnya dalam melaksanakan
pembersihan ruang muat di atas kapal.
Sehingga proses pembersihan ruang
muat dapat berjalan sesuai dengan
prosedur dan pembersihan ruang muat
dapat selesai tepat waktu dan tidak
mengganggu proses pemuatan
sehingga proses pemuatan dapat
berjalan dengan lancar.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1908
b. Membuat daftar awak kapal dan
bagian ruang muat yang
dibersihkan
Salah satu cara untuk
mengoptimalkan proses pembersihan
ruang muat adalah dengan cara
membuat daftar awak kapal dan
bagian ruang muat yang dibersihkan
dengan cara memberikan sosialisasi
kepada awak kapal dengan
mengumpulkan awak kapal di crew
mess dan menerangkan lewat media
slide(power point) proses pembersihan
ruang muat yang baik, benar dan
sesuai dengan prosedur dan alat-alat
yang digunakan dalam proses
pembersihan ruang muat serta
dilengkapi dengan daftar nama awak
kapal dan bagian ruang muat yang
harus dibersihkan. Pentingnya
pemberian sosialisasi dan
pembelajaran mengenai pembersihan
ruang muat dan prosedur yang baik,
adalah agar awak kapal dalam
melaksanakan pembersihan ruang
muat dapat sesuai dengan prosedur
dan hasil yang didapatkan dapat
maksimal.
c. Mengadakan pengawasan
Dalam proses pembersihan ruang
muat, Mualim I selaku perwira yang
bertanggung jawab terhadap proses
pembersihan ruang muat dibawah
Nakhoda harus selalu melakukan
pengawasan dan pengecekan terhadap
awak kapal yang sedang melakukan
proses kebersihan ruang muat jika di
perlukan Mualim I dapat turun
langsung membantu proses
pembersihan ruang muat. Mualim I
dapat memberikan bimbingan serta
arahan atau instruksi kepada awak
kapal yang sedang melakukan proses
pembersihan ruang muat, sehingga
akan berdampak juga pada psikologis
para awak kapal bahwa Mualim I ikut
turun dalam proses pembersihan ruang
muat dan membakar semangat awak
kapal untuk bekerja membersihkan
ruang muat sesuai dengan prosedur
dan melakukan pembersihan ruang
muat dengan maksimal. Sehingga
proses pemuatan tidak akan tertunda
lagi dikarenakan oleh ruang muat yang
masih kotor dan dapat meminimalisir
waktu dan biaya yang dilakukan untuk
operasional dalam pembersihan ruang
muat.
2. Terjadinya kerusakan alat
kebersihan ruang muat Untuk menjaga peralatan penunjang
kebersihan ruang muat tetap dalam
kondisi yang bagus dan siap untuk
digunakan dalam proses kebersihan ruang
muat di kapal agar persiapan kebersihan
ruang muat di kapal MV. African Forest
dapat berjalan lancar tidak menemui
kendala dan selesai tepat waktu sehingga
tidak menghambat proses pemuatan di
kapal, dapat melakukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Menjaga dan merawat peralatan
dengan baik
Salah satu cara untuk
mengoptimalkan proses pembersihan
ruang muat adalah dengan
menggunakan peralatan yang layak
pakai untuk mendukung proses
kebersihan ruang muat.
Setelah semua awak kapal selesai
menggunakan peralatan penunjang
kebersihan ruang muat hendaknya
dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab awak kapal mengembalikan
semua peralatan penunjang kebersihan
ruang muat pada tempat yang telah
disediakan dan ditata dengan rapi
sehingga besok apabila akan
digunakan kembali untuk
membersihkan ruang muat peralatan
tersebut dalam kondisi yang siap pakai
dan tidak kuarang jumlahnya, setelah
peralatan di tata dengan rapi bosun
mengecek peralatan tersebut dan
melakukan pendataan peralatan yang
sudah rusak dan tidak layak pakai lagi
untuk diberikan kepada Mualim I dan
sebagai Mualim I yang bertanggung
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1909
jawab membuat laporan shipping
order Mualim I membuat suatu
permintaan atau ship order kepada
perusahaan pelayaran atas izin dari
Nahkoda dan Kepala Kamar Mesin
dalam hal pengadaan peralatan
penunjang kebersihan ruang muat
yang sudah rusak dan tidak layak
pakai serta spare part yang rusak dan
sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
Pihak perusahaan pun harus
mengetahui apa saja yang dibutuhkan
oleh setiap armada-armada kapal yang
mereka miliki. Ketika melakukan
inspeksi di kapal pihak perusahaan
harus benar-benar memperhatikan
kekurangan-kekurangan pada kapal
tersebut, seperti kurangnya alat alat
kebersihan ruang muat (sapu, brush,
chemical soap, dan anti coorosive).
Dan selanjutnya perusahaan harus
melengkapi kekurangan-kekurangan
tersebut sesegera mungkin agar semua
hal yang berkaitan dengan operasi
kapal dapat berjalan dengan lancar.
Hal ini harus diimbangi oleh awak
kapal penerapannya yang sesuai
dengan prosedur agar proses
pembersihan ruang muat di atas kapal
berjalan maksimal.
b. Meningkatkan kesadaran awak
kapal untuk merawat peralatan
kebersihan ruang muat
Salah satu cara untuk
mengoptimalkan proses pembersihan
ruang muat adalah dengan cara
meningkatkan kesadaran awak kapal
untuk merawat peralatan kebersihan
ruang muat dengan cara
mengumpulkan awak kapal dicrew
mess pada saat waktu luang atau pada
hari libur dan menerangkan lewat
media slide (power point) tentang
pentingnya merawat alat-alat
penunjang kebersihan ruang muat dan
proses pembersihan ruang muat yang
baik, benar dan sesuai dengan
prosedurserta penggunan alat-alat
penunjang proses kebersihan ruang
muat yang digunakan dalam proses
pembersihan ruang muat.
Pentingnya pemberian sosialisasi
dan pembelajaran mengenai
pembersihan ruang muat dan prosedur
yang baik, adalah agar awak kapal
dalam melaksanakan pembersihan
ruang muat dapat sesuai dengan
prosedur dan hasil yang didapatkan
dapat maksimal dan awak kapal
mempunyai pengetahuan tentang
bagaimana cara menggunakan
peralatan penunjang kebersihan ruang
muat dan pentingnya para awak kapal
untuk menjaga dan merawat alat-alat
penunjang kebersihan ruang muat.
Mualim I dapat memberikan
wawasan kepada awak kapal dan
memberi pengarahan bahwa alat-alat
penunjang kebersihan di atas kapal
harus dijaga dan dirawat dengan baik
guna mendukung proses pembersihan
ruang muat, serta Mualim I memberi
contoh yang baik kepada awak kapal
untuk menjaga peralatan penunjang
kebersihan ruang muat, sehingga
peralatan yang digunakan untuk
mendukung proses kebersihan ruang
muat tetap terawat dan siap untk
digunakan keesokan harinya pada saat
melakukan proses pembersihan ruang
muat lagi dan proses pemuatan tidak
akan terhambat lagi dikarenakan ruang
muat yang masih kotor dan belum siap
untuk menerima muatan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian yang
peneliti lakukan terhadap pelaksanaan
pembersihan ruang muat pada kapal MV.
African Forest dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Waktu yang tersedia dalam
mempersiapkan ruang muat belum
mencukupi karena awak kapal kurang
memaksimalkan waktu yang ada,
kurangnya koordinasi antar awak kapal
pada saat melakukan proses kegiatan
pembersihan ruang muat, kurangnya
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1910
pengawasan dari perwira saat proses
kebersihan ruang muat sedang
berlangsung, sehingga ruang muat masih
kotor karena masih terdapat kotoran dari
sisa-sisa muatan sebelumnya dan adanya
pemeriksaan oleh surveyor yang
memutuskan bahwa ruang muat belum
siap, karena masih ditemukan sisa-sisa
kotoran dari muatan sebelumnya yang
sudah dibongkar dari dalam ruang muat.
2. Perlengkapan kebersihan ruang muat
tidak mencukupi karena banyak dari
peralatan penunjang kebersihan ruang
muat yang sudah rusak dan tidak bisa
digunakan secara maksimal untuk
melaksanakan proses kebersihan ruang
muat yang dikarenakan kesadaran awak
kapal yang sangat kurang untuk menjaga
dan merawat peralatan penunjang
kebersihan ruang muat, dan terlambatnya
respons shipping order dari Mualim I
kepada kantor perusahaan tentang
permintaan alat-alat penunjang
kebersihan ruang muat, sehingga ruang
muat masih kotor karena masih terdapat
kotoran dari sisa-sisa muatan sebelumnya
dan adanya pemeriksaan oleh surveyor
yang memutuskan bahwa ruang muat
belum siap, karena masih ditemukan sisa-
sisa kotoran dari muatan sebelumnya
yang sudah dibongkar dari dalam ruang
muat.
Berdasarkan kesimpulan dari
pelaksanaan proses pembersihan ruang muat
pada kapal MV. African Forest, maka
peneliti akan memberikan saran-saran agar
pelaksanaan pembersihan ruang muat dapat
berjalan dengan baik, sehingga tidak terjadi
keterlambatan pemuatan pada kapal MV.
African Forest, sebagai berikut :
1. Sebaiknya Mualim I membuat jadwal
pembersihan ruang muat setelah selesai
membongkar muatan dan
memaksimalkan kinerja crew kapal
dalam persiapan ruang muat, selain itu
Mualim I sebaiknya melakukan
pengawasan terhadap kinerja awak kapal
pada saat melaksanakan kebersihan ruang
muat, setelah itu Mualim I sebaiknya
melakukan evaluasi kerja setelah proses
kebersihan ruang muat selesai dan
melakukan pengecekan terhadap ruang
muat sebelum cargo surveyor naik ke
atas kapal dan melakukan pengecekan
terhadap ruang muat.
2. Sebaiknya perusahaan sigap dan tanggap
terhadap laporan permintaan yang
dikirim oleh pihak kapal dengan
mengirimkan peralatan yang berkualitas
bagus sehingga peralatan tersebut tidak
mudah rusak ketika digunakan untuk
proses kebersihan ruang muat, selain itu
sebaiknya awak kapal juga mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab untuk
merawat peralatan kebersihan ruang
muat, setelah selesai menggunakan alat
kebersihan, peralatan tersebut
dikembalikan ke ruang penyimpanan
(store) dalam keadaan bersih dan ditata
rapi sehingga keesokan harinya peralatan
tersebut dalam kondisi siap pakai.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2007. Metode Penelitian.
Jakarta : Rineka Cipta
Departemen Pendidikan Nasional. 2014.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Endroyo, Bambang. 2001. Analisis teknik
penggunaannya untuk pembelajaran
bidang kejuruan teknik bangunan/
sipil. Puspita Rini. Jakarta.
Martopo, Arso dan Soegiyanto. 2001.
Penanganan dan pengoperasian
muatan
_____________. 2004. Stowage atau
penataan muatan.
Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1911
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung : CV. Alfabeta
Widoyoko, Putro Eko. 2012. Teknik
Penyusunan Instrumen Penelitian.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
www.generalcargocarier.com,All about
General Cargo Carrier diunduh
pada tanggal 3 September 2016.
www.kamuskbbi.web.id, Penanganan
diunduh tanggal 1 Maret 2017.
Wikipedia. General Cargo. diunduh tanggal
3 Maret 2017.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1912
PENGARUH STCW AMANDEMEN MANILA 2010 TERHADAP PROSES
RECRUITMENT ABK DI PT. BSM CREW SERVICE CENTRE
INDONESIA TAHUN 2016
Yenita Mei Anggitaa, Andy Wahyu Hermanto
b dan Purwantono
c
aTaruna (NIT. 50135073.K) Program Studi KALK PIP Semarang
b Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang
c Dosen Program Studi KALK PIP Semarang
ABSTRACT
STCW (Standart of Training Certification and Watch keeping for Seafarers) is a basic
requirement of training, certification and watch keeping in International level that has been
ratified officially, as the Manila Amendment. Based on the results of the research, from the
problems mentioned are how the recruitment process, the obstacles faced from the influence of
STCW Amendment Manila 2010 as well as efforts to overcome the obstacles encountered.
Because it is necessary to handle so that the recruitment process in the company can run
smoothly.
This research uses descriptive qualitative method that describes the existing phenomena,
in detail about the recruitment process at PT. BSM Crew Service Center Indonesia and
explained the obstacles and efforts undertaken to overcome these obstacles. Data are collected
by observation, including description, and document analysis results.
Recruitments process conducted by the company is in accordance with established
procedures. However, there are still many problems during recruitment process in PT BSM
Crew Service Center Indonesia that is applicant or seafarers certificate which is not in
accordance with STCW Amendment Manila 2010, the quality of applicants who do not meet the
criteria of the company and applicants who have met and passed the selection stage when there
is a required position was already on board on vessel. From the existing problems, efforts are
made, among which the company can conduct training for seafarers who have been declared to
be accepted by the company and will on-board the vessel while also giving time to ex crew
seafarers who sign off from the vessel and new applicants to update the certificate and the
company can expand the vacancy information to be expected that comes to apply more and
more.
Keywords: recruitment, criteria, procedure
I. PENDAHULUAN
STCW (Standart of Training
Certification and Watchkeeping for
Seafarers) Manila 2010 yang mengatur
tentang standar minimun yang harus
dipenuhi oleh anak buah kapal berkaitan
dengan pelatihan anak buah kapal atau crew,
sertifikasi dan petugas jaga untuk pelaut
yang sesuai dengan aturan Flag state pada
saat di kapal. Seluruh pelaut harus
melakukan updating sertifikat kompetensi
ataupun sertifikat keterampilan harus
mengikuti standar STCW Amandemen
Manila 2010.
Rekrutmen adalah proses mendapatkan
sejumlah calon tenaga kerja yang kualifaid
untuk jabatan atau pekerjaan. Aktivitas
rekrutmen dimulai pada saat calon mulai
dicari dan berakhir tatkala lamaran mereka
diserahkan. Melalui rekrutmen individu
yang memiliki keahlian yang dibutuhkan
didorong membuat lamaran untuk lowongan
kerja yang tersedia di perusahaan.
Awak Kapal adalah orang yang bekerja
atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik
atau operator kapal untuk melakukan tugas
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1913
di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang
tercantum dalam buku sijil.
Perusahaan berupaya untuk membangun
sistem SDM yang kuat secara terpadu dan
bertahap baik secara kuantitas dan kualitas.
Salah satu cara dalam mencari SDM yang
berkualitas, yaitu melalui sistem rekrutmen.
Proses perekrutan dan seleksi crew atau
anak buah kapal (ABK) PT. BSM Indonesia
selama ini dilakukan menggunakan kriteria
ideal. Perusahaan haruslah menjalakan
pengawakan kapal yang baik untuk
memenuhi armada yang ada dalam
perusahaan pelayaran itu sendiri. Namun
pada kenyataanya untuk pemenuhan awak
kapal sering mengalami kesulitan mencari
awak kapal yang sesuai kualifikasi. Sebagai
contoh saat PT. BSM Indonesia
membutuhkan anak buah kapal yang terdiri
dari officer hingga rating untuk kapal MV.
Meratus Java, mengalami kesulitan mencari
AB (able body) dengan alasan sertifikat
yang dimiliki belum memenuhi standar
amandemen STCW Manila 2010, sehingga
perusahaan harus mencari anak buah kapal
yang benar-benar sesuai kualifikasi dan
sertifikatnya telah di-update sesuai
ketentuan STCW Manila 2010.
Dengan adanya tuntutan standar pelaut
yang ditetapkan International Maritime
Organization (IMO). Pelaut dunia termasuk
dari Indonesia harus mengikuti syarat dan
ketentuan Standards of Training,
Certifitation and Watchkeeping (STCW)
Amandemen Manila 2010. Sertifikat
kompetensiataupun sertifikat keterampilan
yang belum di-update mengikuti standar
STCW Amandemen Manila 2010 dianggap
tidak berlaku, sehingga para pelaut tidak
akan bisa berlayar. Perusahaan kesulitan
mencari awak kapal yang benar-benar
kompeten dan sertifikatnya telah di-update.
Sehubungan dengan permasalahan-
permasalahan tersebut, maka penulis
memilih judul penelitian “Pengaruh STCW
amandemen Manila 2010 terhadap proses
recruitment ABK di PT. BSM Crew Service
Centre Indonesia tahun 2016”.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan pada peelitian
ini yaitu menggunakan metode deskriptif
kualitatif, adapun tujuannya untuk
mengungkapkan kejadian atau fakta,
keadaan yang terjadi saat penelitian
berlangsung dengan menyajikan apa yang
sebenarnya terjadi. Untuk mendapatkan
sumber data dalam penulisan penelitian
dilakukan dengan observasi, wawancara dan
studi pustaka.
Penelitian ini juga ditulis dari beberapa
literatur buku, juga bersumber dari obyek-
obyek penelitian yang menjadi sumber data
yang siap di olah dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh penulis. Penggunaan metode
observasi sangat berperan dalam penulisan
penelitian ini, jadi antara teori dan praktek
disatukan dalam penelitian selama taruna
melaksankaan praktek darat. Dalam
penelitian kualitatif ini, penelitian
menggunakan analisa data sebagai berikut:
1. Penyajian Data
Penyajian data adalah data informasi
berdasarkan data yang dimiliki dan
disusun secara baik, sehingga mudah
dilihat dan dipahami tentang suatu
kegiatan dan tindakan serta suatu
peristiwa dalam teks naratif.
2. Pengambilan Simpulan
Berdasarkan dari data-data yang
diperoleh dari berbagai sumber masih
bersifat sederhana akan tetapi dengan
adanya penambahan lebih lengkap akan
didapatkan kesimpulan yang baik.
Menarik kesimpulan merupakan cara
seorang peneliti dalam menyimpulkan
berbagai macam temuan data yang
diperoleh selama proses penelitian
berlangsung.
III. HASIL DAN DISKUSI
1. Bagaimana proses recruitment ABK di
PT. BSM Crew Service Centre
Indonesia?
a. Pelamar melengkapi dan
menandatangani Formulir Lamaran
(termasuk memberikan foto), pelamar
mengajukannya ke Deputy Marine
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1914
Manager atau Marine Officer untuk
pemeriksaan dan evaluasi.
b. Deputy Marine Manager atau Marine
Officer memeriksa ketepatan isi
formulir lamaran dengan seksama ;
mengevaluasi semua dokumen asli
yang diajukan, memastikan bahwa
pelamar memiliki Sertifikat
Kompetensi, Keahlian dan sertifikat
pelatihan lainnya yang diwajibkan.
c. Sebagai bagian dari wawancara,
pengalaman kerja pelamar
sebagaimana dinyatakan dalam
Formulir Lamarannya dicocokkan
dengan Buku Pelautnya, dengan
perhatian khusus kepada alasan
pemberhentiannya serta kebangsaan
Nahkoda dan pelaut lainnya di kapal.
jika terdapat jarak waktu yang cukup
lama antara masa layarnya, ditanyakan
apa yang dilakukan pelamar sementara
itu.
d. Pelamar segera menjalani Ishihara
Blindness Test untuk memeriksa
penglihatan terhadap buta warna.
Pemeriksaan ini tidak berlaku bagi
pelamar di bagian catering.
e. Jika pelamar tidak buta warna, maka
dilakukan pemeriksaan tekanan darah
(tekanan darah maksimal: 140/90),
berat dan tinggi badan diukur untuk
menghitung Indeks Berat Badan
(BMI) (kisaran umum BMI adalah 18
sampai 33).
f. Jika semua dokumen sudah benar dan
hasil pemeriksaan Ishihara Blindness
dan Tekanan Darah baik, pelamar
menjalani penilaian komputer. Ujian
SETS dilaksanakan sesuai dengan
perintah dari masing-masing Ship
Manager.
g. Dimana diperlukan akan dibuat suatu
daftar pelamar yang sudah menjalani
ujian SETS. Nilai kelulusan dalam
ujian Profesi dan Bahasa Inggris ini
adalah sebagai berikut :
1) Support level –55% pada tiap
subjek;
2) Operasional level – 60% pada tiap
subjek;
3) Management leve l – 65% pada tiap
subjek.
h. Jika pelamar gagal mencapai nilai
lulus maka pelamar diberi kesempatan
kedua untuk menjalani ujian kembali.
Jika pada kesempatan kedua ini
pelamar tetap tidak dapat mencapai
nilai lulus tersebut maka lamarannya
ditolak dan segera diberitahukan atas
kegagalannya memenuhi persyaratan
ini.
i. Jika pelamar lulus, maka diadakan
suatu wawancara mendalam dengan
menggunakan formulir-formulir
wawancara dan penilaian. Dalam
wawancara perhatian ditekankan
kepada nilai tiap subjek dalam
Penilaian Komputer (SET Test),
dengan pertanyaan-pertanyaan yang
lebih mendalam pada nilai terendah.
Pelamar diwawancara dalam Bahasa
Inggris dan dievaluasi dalam hal-hal
berikut :
1) Pengetahuan praktek dan teknis;
2) Penggunaan bahasa Inggris;
3) Penilaian atas Kesadaran akan
keselamatan;
4) Penilaian atas sikap dan
penampilan fisik; Penilaian atas
pengalaman kerja dilaut (jalur, jenis
kapal dan muatannya).
j. HR Marines Manager akan
mengadakan wawancara kedua dan
terakhir bagi perwira senior (deck dan
engine). Pewawancara harus
mengembangkan pertanyaan yang
tidak standar. Hal ini akan
memberikan penilaian yang lengkap
atas pelamar. Catatan Wawancara
Perwira Senior (Deck atau Engine)
yang sudah lengkap disimpan sebagai
bagian dari lamaran.
k. Jika lulus wawancara ini, pelamar
menyerahkan semua dokumennya
berikut untuk dibuat salinannya dan
disertakan ke formulir lamarannya
serta dipindai dan disimpan dalam
database PAL (Portal Active Link) :
1) Passport;
2) Buku Pelaut;
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1915
3) Sertifikat Kompetensi;
4) Sertifikat Keahlian;
5) Dokumen Kebangsaan Kapal (jika
ada);
6) Sertifikat pelatihan lainnya (jika
ada);
7) Buku Kuning.
2. Kendala-kendala yang dihadapi dari
perubahan STCW Amandemen
Manila 2010 terhadap proses
recruitment di PT. BSM Crew Service
Centre Indonesia.
Telah diketahui bahwa mulai tanggal 1
Januari 2017, sertifikat kompetensi
ataupun sertifikat ketrampilan yang
belum di-update mengikuti standar
STCW Amandemen Manila 2010
dianggap tidak berlaku, sehingga para
pelaut tersebut tidak akan bisa berlayar.
Dalam penerapan ketentuan ini PT. BSM
Crew Service Centre Indonesia
mengalami beberapa kendala saat proses
rekrutmen crew atau anak buah kapal.
Adapun kendala-kendala tersebut
diantaranya :
a. Secara sertifikasi crew belum
memenuhi kriteria STCW
Amandemen Manila 2010.
Kesadaran pelaut untuk melakukan
updating sertifikat yang dimiliki
masih sangat kurang, meskipun
sertifikat yang mereka miliki belum
expired atau habis masa berlakunya
jika belum memenuhi standar STCW
Amandemen Manila 2010 perusahaan
tetap tidak dapat menerima pelamar
baru ataupun untuk on board kapal.
Pada saat pelamar mengajukan
lamaran dan diperiksa sertifikat dan
pengalaman berlayar sebagian besar
dari mereka tidak mengetahui bahwa
sertifikat yang mereka miliki belum
memenuhi ketentuan STCW terbaru.
b. Secara sertifikasi crew memenuhi
standar STCW Amandemen Manila
2010 tetapi tidak memenuhi
kualifikasi perusahaan.
Pelamar yang sudah mengajukan
lamaran dan ditolak pada tahap
penyaringan awal dikarenakan tidak
memenuhi standar perusahaan
diantaranya tidak lulus pemeriksaan
uji Ishihara atau buta warna, tidak
lulus penilaian komputer, gagal dalam
wawancara dan faktor lain, ditolak
oleh HR Marine Department dan
alasan-alasan lain sebagaimana
diberikan. Agar pelamar dapat
memenuhi kriteria atau kualifikasi
perusahaan maka kandidat baru yang
berumur di atas 60 tahun tidak akan
diterima. Pelamar tidak buta warna,
dilakukan pemeriksaan tekanan darah
(tekanan darah maksimal: 140/90),
berat dan tinggi badan diukur untuk
menghitung Indeks Berat Badan
(BMI) kisaran umum BMI adalah 18
sampai 33. Untuk pelamar yang
melakukan tes maritime English harus
mendapatkan score 50 % untuk
ratings, 55 % untuk Junior Officer dan
Cadets, 60 % untuk Senior Officer.
Pelamar yang tidak mampu mencapai
score tersebut berkesempatan untuk
mengulang satu kali.
c. Crew secara sertifikasi dan kualifikasi
memenuhi tetapi sudah on-board.
Pelamar yang telah melalui tahap
rekrutmen dan dinyatakan lulus, dan
dianggap mungkin berguna bagi
perusahaan nantinya. Formulir
pelamar disimpan dan dimasukkan ke
dalam database pelamar diterima.
Marine Officer memeriksa daftar
kebutuhan anak buah kapal apabila
belum ada posisi maka formulir data
pelamar disimpan. Dan selanjutnya
jika telah dibutuhkan anak buah kapal
yang cocok dalam database pelamar
diterima dan setelah dihubungi dan
diminta melapor ke kantor ternyata
crew sudah on-board kapal ataupun
bergabung dengan perusahaan lain.
3. Upaya-upaya yang dilakukan untuk
mengatasi kendala-kendala yang
dihadapi perusahaan.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1916
Terkait kendala-kendala yang
dihadapi, adapun beberapa upaya yang
dapat dilakukan diantaranya
a. Meningkatkan mutu Sumber Daya
Manusia. Untuk memenuhi kriteria
perusahaan dalam proses rekrutmen,
perusahaan dapat melakukan in-house
training dan familiarisasi di kantor
PT. BSM Crew Service Centre
Indonesia kepada anak buah kapal
yang telah dinyatakan diterima oleh
perusahaan dan akan on-board kapal.
Dengan melakukan in-house training
diharapkan agar pelaut atau anak buah
kapal Indonesia lebih siap untuk
bersaing dengan pelaut dari negara-
negara lain. Beberapa in-house
training yang terdapat di PT. BSM
Crew Service Centre Indonesia
diantaranya :
1) MRM - Maritime Resources
Management Course (5-Days)
2) RAAA – Risk Assessment &
Accident Analysis (2-Days)
3) SSO – Shipboard Safety Officer
Course (5-Days)
4) PMS – Planned Maintenance
System Course (5-Days)
5) AIS – Automation Identification
System Course (1-Day)
6) ISM/ISPS – Introduction to ISM
& ISPS Code (1-Day)
7) MEC – Maritime English
Course
8) MS Office – Microsoft Office
Aplication Course
b. Memberikan waktu kepada anak buah
kapal atau ex crew yang telah turun
kapal untuk melakukan update
sertifikatnya yang belum mengalami
perubahan Amandemen STCW
Manila 2010. HR. Marine Officer
melakukan pengecekan sertifikat dan
dokumen-dokumen para anak buah
kapal yang perlu dilakukan revalidasi
sertifikat, perpanjangan seperti
seaman book, passport yang masa
berlakunya telah habis maupun up-
dating untuk sertifikat yang belum
diperbaharui sesuai Amandemen
Manila 2010.
c. Iklan lowongan dalam media lokal.
Berdasarkan daftar kebutuhan segera
ABK dalam jaringan komputer dan
mendesaknya kebutuhan tersebut
maka Deputy Marine Manager akan
mendiskusikan dengan Marine Officer
mengenai pencarian dari sumber-
sumber berikut :
1) Mess atau asrama pelaut;
2) Pusat Pelatihan Maritim;
3) Tempat berkumpul Pelaut; dan
4) Korespondensi pelamar.
Calon pelamar diberitahukan untuk :
1) Melapor ke kantor BSM untuk
pemeriksaan dan wawancara
dengan membawa dokumen asli;
atau
2) Mengajukan lamaran secara
elektronik.
Dengan demikian akan membantu
memudahkan peusahaan dalam
mencari pelaut dan anak buah kapal.
Diharapkan setelah dilakukan melalui
sumber-sumber di atas akan lebih
banyak pelamar yang datang ataupun
mengirimkan lamaran melalui
elektronik sehingga perusahaan
memiliki banyak kandidat untuk
diseleksi dan evaluasi sesuai standar
perusahaan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian pada bab
sebelumnya, tentang Pengaruh STCW
Amandemen Manila 2010 terhadap Proses
Recruitment di PT. BSM Crew Service
Centre Indonesia tahun 2016, maka sebagai
bagian akhir dari penelitian ini penulis
memberikan kesimpulan dan saran yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas
dalam penelitian ini, yaitu :
1. Proses recruitment yang ada di PT. BSM
Crew Service Centre Indonesia sudah
dilakukan sesuai dengan prosedur yang
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1917
telah ditentukan. Setelah pelamar datang
mengisi formulir lamaran ke perusahaan
kemudian akan diperiksa oleh staf untuk
dilihat keaslian sertifikat dan dokumen
serta pengalaman berlayar selanjutnya
diproses oleh Marine Officer.
Selanjutnya dalam proses pemeriksaan
dan evaluasi adalah Marine Officer atau
Deputy Marine Manager dengan metode
seleksi yang digunakan yakni wawancara
berdasarkan curriculum vitae yang lolos
dari tes penyaringan awal. Proses seleksi
wawancara calon ABK, apabila dinilai
bagus dari hasil wawancara selanjutnya
dilakukan tes Bahasa Inggris dan harus
mendapatkan nilai yang sudah menjadi
standar perusahaan.
2. Kendala-kendala yang ditemui penulis
dan sering terjadi pada saat proses
recruitment di PT. BSM Crew Service
Centre Indonesia adalah sertifikat
pelamar atau pelaut yang belum sesuai
dengan ketentuan STCW Amandemen
Manila 2010, kualitas pelamar yang tidak
memenuhi kriteria perusahaan dan
pelamar yang telah memenuhi dan lulus
tahap seleksi ketika ada posisi yang
dibutuhkan ternyata sudah on board
kapal
3. Berdasarkan kendala-kendala yang
dihadapi dapat dilakukan beberapa upaya
yang diantaranya perusahaan dapat
melakukan training untuk para pelaut
yang telah dinyatakan diterima oleh
perusahaan dan akan on-board kapal
selain itu juga memberi waktu kepada
pelaut ex crew yang turun kapal maupun
pelamar baru untuk melakukan updating
sertifikat yang dimiliki, dan perusahaan
dapat memperluas informasi lowongan
agar diharapkan yang datang mengajukan
lamaran semakin banyak.
DAFTAR PUSTAKA
International Maritime Organization,
Standart Of Training, Certification
and Watchkeeping for Seaferers
1987/95 Convention and Code,
Including Manila Amandement
2010, London
Kosasih, Engkos dan Soewedo, Hananto.
2012. Manajemen Perusahaan
Pelayaran. Jakarta : PT.
Rajagrafindo Persada
Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor PM 84 Tahun 2013
Tentang Perekrutan dan
Penempatan Awak Kapal
Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor PM 70 Tahun
2013 Tentang Pendidikan dan
Pelatihann, Sertifikasi serta Dinas
Jaga Pelaut.
Rivai, V & Sagala, E. 2013. Manajemen
Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan. Jakarta : Rajawali Pers
Sedarmayanti. 2011. Sumber Daya Manusia
dan Produktivitas Kerja. Bandung
: CV. Mandar Maju
Sugiyono. 2013, Metode Penelitian
kuantitatif, kualitatif dan R & D.
Bandung : Alfabeta
Undang-Undang RI No.17 Tahun 2008
tentang Pelayaran
Wahjono, Sentot Imam. 2015. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Salemba Empat
www.dephub.go.id
www.bsm-indonesia.com
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1918
MEKANISME REPLACEMENT CREW KAPAL GUNA MEMPERLANCAR
CREWING MANAGEMENT DI PT. JASINDO DUTA SEGARA
Nur Rohmaha, Adhi Pratistha Silen
b dan Yusuf Sutrisno
c
a dan b
Dosen Program Studi KALK PIP Semarang dTaruna (NIT. 50135074.K) Program Studi KALK PIP Semarang
*e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Diketahui bahwa replacement crew adalah kegiatan yang sangat penting terhadap
kelancaran crewing management pada perusahaan crew manning agency. Dari hal tersebut,
maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Mekanisme Replacement Crew Kapal guna
Memperlancar Crewing Management di PT. Jasindo Duta Segara”. Penelitian ini menggunakan
metode deskriftif kualitatif dengan mendeskripsikan secara terperinci mekanisme replacement
crew kapal dalam menunjang crewing management di PT. Jasindo Duta Segara.
Hasil penelitian menunjukkan kendala-kendala yang dihadapi adalah control waiting list
belum rapi, permintaan crew menddadak, pengarsipan dengan sistem manual dan sedikitnya
minat crew bekerja pada perusahaan Korea. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengupdate
waiting list crew secara teratur, membuat kebijakan baru kepada ship owner, pengarsipan
dengan sistem komputerisasi dan menyakinkan kepada crew kapal mengenai keuntungan
bekerja pada perusahaan Korea dan memberikan masukan ke ship owner sebagai bahan
evaluasi.
Kata kunci: analisis, replacement crew kapal, crewing management
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia pelayaran, yang
mulanya eksploitasi kemudian bergerak
mengarah ke perdagangan dan industri yang
dipelopori oleh negara-negara yang berasal
dari Benua Eropa. Seiring berjalannya
waktu terdapat pergeseran di negara-negara
maju, dimana mereka tidak mau menjadi
pelaut dan memilih untuk menjadi pelaku
usaha atau industri. Menurut Engkos
Kosasih dan Hananto Soewodo (2014:134),
di negara-negara maju daya tarik kerja dilaut
berkurang. Hal tersebut disebabkan oleh:
1. Dengan era kontainerisasi, jumlah hari
di pelabuhan sangat singkat.
2. Jumlah crew di kapal semakin sedikit.
3. Gaji di kapal hampir sama dengan
dengan gaji di darat dan terpisah dari
keluarga.
Dari hal tersebut perusahaan di negara-
negara maju mencari Sumber Daya Manusia
(SDM) pelaut ke negara-negara berkembang
yang mempunyai banyak SDM pelaut,
termasuk Indonesia.
Banyaknya permintaan SDM pelaut di
negara-negara berkembang mengakibatkan
munculnya perusahaan-perusahaan crew
manning agency sebagai perwakilan dari
perusahaan pelayaran luar negeri di
Indonesia yang khusus mencari SDM pelaut,
seperti halnya Jepang dan Korea. Mereka
membutuhkan awak kapal dengan kualitas
yang baik untuk dipekerjakan di atas kapal
miliknya. Salah satu perusahaan perwakilan
dari perusahaan pelayaran luar negeri di
Indonesia adalah PT. Jasindo Duta Segara,
yang bergerak di bidang keagenan awak
kapal (crew manning agency). Crew
Manning Agency adalah perusahaan yang
hanya mengurusi pengawakan kapal untuk
para ship owner di luar negeri. PT. Jasindo
Duta Segara banyak berkerja sama dengan
perusahaan asing yaitu perusahaan-
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1919
perusahaan yang berasal dari negara-negara
di Asia seperti Korea, Jepang dan Taiwan.
Data perusahaan pada bulan Juni 2016,
PT. Jasindo Duta Segara menempatkan
sebanyak 955 awak kapal dari Indonesia ke
atas kapal milik ship owner. Jumlah tersebut
belum ditambahkan dengan crew stand by
yang sedang melaksanakan masa istirahat
paska turun (sign off) dari kapal-kapal yang
ditangani oleh PT. Jasindo Duta Segara
yaitu yang berjumlah sekitar 500 crew
kapal. Hal tersebut membuat aktivitas crew
replacement pada perusahaan sangatlah
padat, yaitu sebanyak 44 kali PT. Jasindo
Duta Segara melaksanakan replacement
crew kapal dalam jangka waktu sebulan.
Oleh karena itu, PT. Jasindo Duta Segara
dituntut dalam mekanisme pelaksanaan
replacement crew kapal haruslah baik, guna
untuk memperlancar crewing management
yang akan membuat kerjasama dengan ship
owner semakin baik.
Pada saat penulis melaksanakan praktek
darat di PT. Jasindo Duta Segara selama
kurang lebih 10 bulan, dari bulan Juli
sampai dengan Juni 2016 masih terdapat
pelaksanaan mekanisme replacement crew
kapal yang belum berjalan secara baik
sehingga perlu perbaikan. Misalnya,
pengarsipan dengan sistem filling cabinet,
special case permintaan replacement crew
yang mendadak, masalah pada control
waiting list dan sedikitnya crew kapal yang
bersedia bekerja dengan crew asal Korea
yang dapat menghambat proses pelaksanaan
mekanisme crew replacement pada
perusahaan. Perusahaan sudah melakukan
beberapa upaya perbaikan berkaitan dengan
kendala-kendala tersebut tetapi belum
memberikan hasil yang maksimal sehingga
masih perlu dilakukan perbaikan.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis
tertarik membuat penelitian dengan judul
“Analisis Mekanisme Replacement Crew
Kapal guna Memperlancar Crewing
Management di PT. Jasindo Duta Segara”.
B. Perumusan Masalah
Dalam pembahasan ini, maka peneliti
merumuskan permasalahannya sebagai
berikut:
1. Kendala apa yang dihadapi dalam
pelaksanaan mekanisme replacement
crew kapal guna memperlancar
crewing management di PT. Jasindo
Duta Segara?
2. Upaya apa yang dilakukan untuk
mengatasi kendala-kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan
mekanisme replacement crew kapal
guna memperlancar crewing
management di PT. Jasindo Duta
Segara?
II. KAJIAN PUSTAKA
B. Tinjauan Pustaka
4. Mekanisme
Menurut Moenir (2012),
mekanisme adalah suatu rangkaian
kerja sebuah alat yang digunakan
dalam menyelesaikan sebuah masalah
yang berkaitan dengan proses kerja,
tujuannya adalah untuk menghasilkan
hasil yang maksimal serta mengurangi
kegagalan.
5. Replacement
Menurut Engkos Kosasih dan
Hananto Soewodo (2014:131-133),
ada perusahaan pelayaran yang
menganut sistem pengawakan sebagai
laut tetap, seperti umumnya di Badan
Usaha Milik Negara (BUMN). Namun
banyak perusahaan yang menganut
sistem pengawakan secara kontrak
seperti umumnya pada perusahaan
swasta. Khusus untuk perusahaan
swasta yang menganut pegawai tetap,
perlu dipikirkan adanya ABK dan
Nakhoda cadangan di darat yang
jumlahnya kurang lebih 25-50% aktif,
tergantung besarnya perusahaan,
sebagai cadangan untuk pengganti
(mutasi naik atau turun), ABK cuti,
sakit, pendidikan, dan sebagainya.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1920
a. Syarat untuk dapat bekerja di kapal
adalah memiliki:
1) Sertifikat Keahlian5 Pelaut dan
Sertifikat Ketrampilan Pelaut.
2) Perjanjian Kerja Laut (PKL)
antara perusahaan pelayaran
dengan awak kapal yang
disyahkan oleh syahbandar.
3) Sijil Awak Kapal.
4) Sertifikat Kesehatan Pra
Berlayar.
5) Buku Pelaut.
b. Terjadinya pergantian awak kapal
di atas kapal (mutasi naik turun)
disebabkan beberapa kemungkinan,
yaitu:
1) Cuti.
2) Atas Permintaan Sendiri
3) Menunggu penempatan dan
Standby.
4) Sakit.
5) Habis masa kontrak, dan
sebagainya.
6) Pemeriksaan kesehatan sampai
mendapatkan surat sehat.
7) Mengikuti diklat kepelautan.
8) Mengurus surat-surat yang habis
masa berlakunya atau revalidasi
(passport, buku pelaut, sertifikat
ketrampilan, dan sebagainya).
6. Crew Kapal
Menurut Undang-Undang RI No.17
Tahun 2008 tentang Pelayaran Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 40,
“Awak Kapal adalah orang yang
bekerja atau dipekerjakan di atas kapal
oleh pemilik atau operator kapal untuk
melakukan tugas di atas kapal sesuai
dengan jabatannya yang tercantum
dalam buku sijil”. Semua posisi di
kapal dari Kapten sampai Messboy
adalah awak kapal. Dalam ayat 41
disebutkan bahwa “Nahkoda adalah
salah seorang dari awak kapal yang
menjadi pemimpin tertinggi di kapal
dan mempunyai wewenang dan
tanggung jawab tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan, dan pada ayat 42 Nahkoda
cukup di istimewakan oleh Undang-
Undang Negara yang berbunyi, “Anak
Buah Kapal adalah Awak Kapal selain
Nahkoda”.
7. Crewing atau Pengawakan
Menurut Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia
Nomor PM 84 Tahun 2013 Tentang
Perekrutan dan Penempatan Awak
Kapal pada BAB I Ketentuan Umum
Pasal 1 Ayat 1, 2, dan 3 dalam
peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Perusahaan Angkutan Laut
adalah perusahaan angkutan laut
berbadan hukum Indonesia yang
melakukan kegiatan angkutan laut
di dalam wilayah perairan
Indonesia dan atau dari dan ke
pelabuhan di luar negeri.
b. Usaha Keagenan Awak Kapal
(Ship Manning Agency) adalah
usaha jasa keagenan awak kapal
yang berbentuk badan hukum yang
bergerak di bidang rekrutmen dan
penempatan awak kapal di atas
kapal sesuai kualifikasi.
c. Serikat Pekerja adalah organisasi
pekerja yang sesuai dengan
ketentuan nasional dan atau
organisasi pekerja internasional
dengan serikat pekerja atau serikat
buruh internasional.
8. Manajemen
Menurut George R. Terry dalam
buku Engkos Kosasih dan Hananto
Soewodo (2014:1), manajemen adalah
pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya melalui usaha
orang lain. Dalam hal ini adalah tata
kelola yang digunakan dalam
pelaksanaan crewing management
guna memperlencar replacement crew
kapal di PT. Jasindo Duta Segara.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Untuk dapat memaparkan pembahasan
penelitian ini, peneliti membuat suatu
kerangka pemikiran terhadap hal-hal
yang menjadi pembahasan mengenai
penelitian ini.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1921
Gambar 1. Kerangka Pikir
III. METODOLOGI
A. Metode Penelitian
1. Metode Deskiftif
Dalam penelitian ini digunakan
metode penelitian secara deskriptif.
Yang dimaksud deskriptif adalah
berusaha menggambarkan dan
menginterpretasi objek sesuai apa
adanya, dengan tujuan
menggambarkan secara sistematis
fakta dan karakteristik objek yang
diteliti secara tepat.
2. Metode Kualitatif
Menurut Moelong (2006:6),
penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan-
tindakan dan lain-lain, secara holistik
dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu
konteks khusus alamiah dengan
memanfaatkan berbagai metode
ilmiah. Sementara itu Kirk dan Muller
mendefinisikan bahwa penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada
pengamatan terhadap manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian skripsi ini dilaksanakan di
PT.Jasindo Duta Segara yang
beralamatkan di Jl. Jalan Raya Boulevard
Barat, Plaza Kelapa Gading, Rukan Blok
C / 55, Kelapa Gading, Jakarta, Indonesia
pada tanggal 28 Juli 2015 sampai dengan
tanggal 30 Juni 2016 pada saat peneliti
melaksanakan praktek darat.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Observasi
Observasi diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang
tampak pada obyek penelitian.
Pengamatan dilakukan di tempat
terjadinya peristiwa, sehingga
obsevasi berada bersama obyek.
Dalam penelitian ini observasi
dilakukan dalam mekanisme
pelaksanaan replacement crew kapal
guna memperlancar crewing
management di PT. Jasindo Duta
Segara.
2. Metode Komunikasi
Teknik komunikasi adalah cara
mengumpulkan data melalui kontak
atau hubungan pribadi antara
pengumpul data dengan sumber data.
Dalam pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan teknik
komunikasi secara langsung yaitu
teknik pengumpulan data dengan
menggunakan wawancara sebagai
alatnya. Untuk mendapatkan
informasi data yang tepat dan obyektif
harus mampu menciptakan hubungan
baik dengan sumber informasi ,yang
Upaya yang dilakukan untuk
mengatasi kendala-kendala
yang dihadapi
Kendala yang menghambat
pelaksanaan crewing
management
Pengumpulan Data:
Studi pustaka
Observasi
Wawancara
Dokumentasi
Metode Penelitian
Deskriptif Kualitatif
Analisis Data
Analisis Crewing Management guna Memperlancar
Replacement Crew Kapal di PT. Jasindo Duta Segara
Hasil Penelitian dan Saran
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1922
dalam penelitian ini sebagai sumber
informasi adalah para pegawai kantor
dan crew kapal di PT. Jasindo Duta
Segara.
3. Metode Studi Pustaka
Menurut Sukardi (2003:33) studi
pustaka adalah menelusuri dan
mencari dasar-dasar acuan yang erat
kaitannya dengan masalah penelitian
yang hendak dilakukan, dasar-dasar
tersebut tidak terbatas dari satu
sumber saja tetapi dapat di cari dari
berbagai sumber kemudian disusun
dalam bab sendiri. Studi pustaka
merupakan metode pengumpulan
berbagai informasi dan referensi lain
yang dilakukan di dalam perpustakaan
dengan cara merangkum dan mencatat
serta mempelajari buku-buku yang
diterbitkan oleh Politeknik Ilmu
Pelayaran (PIP) Semarang, serta
sumber referensi lain.
D. Teknik Analisis Data
1. Reduksi data
Reduksi dalam hal ini adalah cara
memformulasikan teori kedalam
seperangkat konsep yang tinggi
tingkatan abstraksinya atas dasar
keseragaman dari seperangkat
kategori. Data yang ada dipelajari dan
dilakukan pembatasan teori sehingga
menjadi padat dan berisi dengan
mengeluarkan data yang tidak relevan,
mengintegrasikan kawasan yang kecil-
kecil ke dalam kerangka kategori yang
berkaitan.
2. Penyajian data
Penyajian data yang dimaksud
adalah sebagai proses analisis untuk
merakit temuan data dilapangan dalam
bentuk apapun deskriptif satuan
kategori bahan dari yang umum
menuju yang khusus. Penyajian data
tersebut dengan mengelompokkan
responden dan perilakunya, serta
bagaimana perbedaannya sehingga
dapat menemukan tema dan
pembentukan hipotesis yang dibuat
dengan cepat.
3. Menarik kesimpulan
Menarik simpulan merupakan
kemampuan seorang peneliti dalam
menyimpulkan berbagai temuan data
yang diperoleh selama proses
penelitian berlangsung.
IV. DISKUSI
B. Gambaran Umum Obyek yang Diteliti
PT. Jasindo Duta Segara merupakan
perusahaan yang bergerak pada bidang
keagenan awak kapal (crew manning
agency). Crew manning agency adalah
perusahaan yang hanya mengurusi
pengawakan kapal untuk para ship owner
dari luar negeri. PT. Jasindo Duta Segara
berkerjasama dengan perusahaan-
perusahaan yang berasal dari negara-
negara Asia seperti Korea, Jepang dan
Taiwan, diantaranya H-Line Shipping,
STX Marine Service, Osaka Asahi Kaiun,
World Marine, Korean Marine Craft
(KMC), Evergreen, Cosmo SeaLand,
Growwill, Pos Shipp Management, S SK
Shipping, Imsco dan Dintec.
C. Mekanisme Pelaksanaan Replacement
Crew Kapal di PT. Jasindo Duta
Segara Tahapan atau proses replacement crew
pada PT. Jasindo Duta Segara guna untuk
memperlancar crewing management
adalah sebagai berikut:
1. Tahap permintaan crew
Tahapan ini merupakan tahapan
pertama dari replacement crew
dimana kapten kapal mengirimkan e-
mail permintaan sign off kepada ship
owner serta PT. Jasindo Duta Segara
sebelum masa kontrak crew kapal
yang bersangkutan berakhir. Hal ini
bertujuan agar perusahaan bisa
mempersiapkan crew kapal pengganti
dengan baik dan sesuai kriteria yang
diminta oleh Kapten dan ship owner.
2. Tahap prepare crew pengganti
Tahapan ini akan berjalan setelah
perusahaan menerima e-mail (yang
sudah disetujui oleh ship owner) dari
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1923
kapal untuk permintaan pergantian
crew. Setelah menerima e-mail,
Recruiting Manager langsung mencari
crew kapal pengganti yang sesuai
dengan permintaan dari ship owner.
Ada dua cara dalam mencalonkan
crew kapal ke ship owner yaitu
dengan mencalonkan ex crew dan
melakukan perekrutan crew baru
apabila tidak ada crew stand by sesuai
kebutuhan.
3. Tahap pengiriman data ke ship owner
Soft file data dikirim ke ship owner
melalui e-mail dengan menyebutkan
keterangan yang jelas seperti nama
kapal, rencana jadwal replacement dan
menyampaikan hambatan mengenai
crew tersebut.
4. Tahapan persiapan dan pengarsipan
dokumen
a. Persiapan dokumen
Tahapan ini dijalankan setelah crew
kapal pengganti yang dicalonkan
oleh recruiting manager
mendapatkan approval dari ship
owner. Dokumen yang harus
dipersiapkan untuk sign on
berbeda-beda sesuai dengan jabatan
dari crew kapal tersebut.
b. Pengarsiapan dokumen
Pengarsipan dokumen dilakukan
oleh Taruna yang melaksanakan
praktek darat dan dicek langsung
oleh Operational Manager.
Pengarsipan dilakukan dengan cara
melakukan photo copy semua
dokumen crew kapal yang akan
sign on dan kemudian dimasukkan
ke dalam map terpisah dari masing-
masing crew kapal. Pengarsipan
bertujuan untuk back up data
perusahaan apabila sewaktu-waktu
dibutuhkan.
5. Tahap medical check up, education &
training dan penandatanganan
dokumen terkait
Beberapa hari sebelum jadwal
keberangkatan sign on, crew kapal
wajib mengikuti beberapa kegiatan,
yaitu medical ceck up, education &
training dan penandatanganan
dokumen terkait. Medical ceck up
dilaksanakan di rumah sakit Puri
Medika atau Jakarta Marindo yang
terletak di Tanjung Priok yang
bertujuan untuk mengetahui kesehatan
crew kapal. Education & training
crew kapal dilaksanakan selama empat
hari yang bertempat di PT. Jasindo
Duta Segara dengan pengampu yaitu
Education & Training Manager,
sedangkan dokumen-dokumen yang
wajib ditandatangani oleh crew kapal
yang akan sign on adalah PKL, Crew
Of Employment (COE), Education &
Training Certificate (Pre Joining).
6. Tahap pergantian crew
Tahap ini adalah proses sign on
crew pengganti dan sign off crew yang
akan digantikan. Keberangkatan
ataupun kepulangan crew akan
dilakukan pengantaran dan
penjemputan ke Bandara Soekarno
Hatta oleh staf operasional.
C. Analisa Masalah
Di dalam bagian analisis masalah ini
penulis menjelaskan tentang kendala dan
upaya yang dihadapi oleh PT. Jasindo
Duta Segara dalam pelaksanaan
replacement crew kapal guna
memperlancar crewing management.
Analisis masalah bertujuan untuk
memberikan jawaban dari rumusan
masalah yang telah disusun, yaitu tentang
eendala apa yang dihadapi dalam
pelaksanaan mekanisme replacement
crew kapal guna memperlancar crewing
management dan upaya apa yang
dilakukan untuk mengatasi kendala-
kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan mekanisme replacement
crew kapal guna memperlancar crewing
management di PT. Jasindo Duta Segara.
Kelancaran proses replacement crew
di PT. Jasindo Duta Segara sangat
berpengaruh terhadap crewing
management yang dijalankan oleh
perusahaan. Pelaksanaan replacement
crew kapal melibatkan beberapa pihak,
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1924
yaitu ship owner, crew kapal dan
perusahaan yang terdiri dari seluruh
divisi yang ada pada perusahaan. Oleh
karena itu membutuhkan komunikasi dan
koordinasi yang baik dari semua pihak
yang terlibat. Berdasarkan hasil
pengamatan pada saat peneliti
melaksanakan praktek darat di PT.
Jasindo terdapat masalah-masalah yang
menjadi kendala pada pelaksanaan
replacement crew kapal, yaitu sebagai
berikut:
1. Control waiting list kapal yang belum
rapi
Control waiting list merupakan
data yang digunakan sebagai pedoman
oleh Deck/Engine Manager untuk
memilih kandidat yang akan
dicalonkan ke ship owner. Data
tersebut berbentuk exel yang secara
dan pengolahannya dengan
memisahkan crew stand by dari
masing-masing ship owner. Data
tersebut jarang dilakukan update
sehingga mengganggu rolling crew
plan. Upaya yang dilakukan
perusahaan adalah dengan
mewajibkan Deck/Engine Manager
untuk selalu mengupdate data tersebut.
2. Permintaan crew kapal yang
mendadak
Kualitas crew di atas kapal sangat
dipengaruhi oleh pelaksanaan
rekrutmen awal pada saat crew
tersebut melaksanakan rangkaian
seleksi. Permintaan crew kapal yang
mendadak membuat keterbatasan
waktu perusahaan untuk menyiapkan
segala sesuatunya. Tidak hanya dari
segi perekrutan, permintaan crew
kapal yang mendadak juga sangat
mempengaruhi proses pada tahapan
prepare document. Dengan waktu
yang singkat rawan terjadi kekeliruan
pada saat prepare document karena
tidak sedikitnya dokumen yang harus
dipersiapkan. Langkah yang diambil
perusahaan adalah dengan membuat
kebijakan kepada ship owner, bahwa
permintaan crew kapal harus
dikirimkan dua bulan sebelum jadwal
replacement.
3. Pengarsipan masih dengan sistem
filling cabinet dan kardus
Pengarsipan dengan sistem filling
cabinet membuat kegiatan
pengarsipan menjadi pekerjaan yang
melelahkan (memindahkan, menyortir,
melubangi kertas, merapikan,
menandai dan menyimpan). Saat
dokumen dibutuhkan, mencari
dokumen menjadi hal yang sangat
sulit. Butuh waktu dan tenaga untuk
mencarinya. Kardus arsip semakin
memenuhi ruangan sehingga
mengganggu kenyamanan bekerja.
Upaya yang dilakukan perusahaan
adalah dengan melakukan scan pada
dokumen dan mengelompokkan ke
dalam folder berdasarkan jabatan dari
crew tersebut.
4. Sedikitnya minat crew kapal asal
Indonesia untuk berkerja dengan
perusahaan asal Korea
Dari banyaknya jumlah crew yang
dimiliki perusahaan, hal yang menjadi
penghambat dalam pencalonan crew
kapal adalah sedikitnya crew kapal
asal Indonesia yang mau bekerja
dengan crew asal Korea. Hal ini
disebabkan karena jumlah gaji pada
perusahaan Korea relatif lebih rendah
dibandingkan perusahaan asal Jepang.
Penyebab lainnya adalah banyaknya
keluh kesah dari crew kapal yang
pernah join pada perusahaan Korea
yaitu sistem kerja yang memberatkan
sehingga banyak crew kapal yang
menolak untuk bekerja pada
perusahaan Korea. Upaya yang
dilakukan oleh perusahaan adalah
dengan menjelaskan dan menyakinkan
kepada crew kapal asal Indonesia
tentang keuntungan bekerja dengan
perusahaan asal Korea dan
memberikan masukan kepada ship
owner sebagai bahan evaluasi agar
bisa memenuhi apa yang crew kapal
inginkan.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1925
D. Hasil Penelitian
1. Kendala apa yang dihadapi dalam
pelaksanaan mekanisme replacement
crew kapal guna memperlancar
crewing management di PT. Jasindo
Duta Segara ?
Berdasarkan observasi,
dokumentasi dan hasil wawancara
mendalam yang dilakukan dengan
beberapa karyawan, maka dapat
diperoleh beberapa kendala yang
menghambat dalam pelaksanaan
replacement crew kapal di PT. Jasindo
Duta Segara adalah sebagai berikut:
a. Control waiting list yang belum
rapi
Pada bulan Juni 2016 PT.
Jasindo Duta Segara melaksanakan
kegiatan replacement crew kapal
sebanyak 44 kali dalam waktu
sebulan. Tetapi hal tersebut tidak
didukung dengan pengolahan
control waiting list crew yang rapi.
Deck/Engine Manager selaku
penanggung jawab hal tersebut
jarang melaksanakan update crew
stand by. Hal ini membuat tahap
pencalonan crew kapal ke ship
owner tidak berjalan secara adil dan
merata. Banyak crew kapal yang
mengeluh karena terlalu lama di
darat menunggu panggilan on
board tetapi belum mendapatkan
panggilan karena crew kapal
tersebut tidak ada dalam waiting
list crew yang dimiliki
Deck/Engine Manager pada saat
crew kapal tersebut sign off dari
kapal sebelumnya.
Salah satu penyebab hal tersebut
adalah dikarenakan kesadaran crew
kapal untuk segera laporan ke
perusahaan setelah sign off
sangatlah rendah. Banyak crew
kapal yang setelah sign off memilih
untuk berlibur bersama keluarga
terlebih dahulu dibandingkan
langsung melapor ke perusahaan.
Padahal tujuan laporan ke
perusahaan salah satunya adalah
untuk konfirmasi kesiapan join
pada kapal selanjutnya.
Dari hal tersebut dapat peneliti
simpulkan bahwa tidak rapinya
crew waiting list sangatlah
menghambat dalam kelancaran
pelaksanaan replacement crew
kapal dan sangat mempengaruhi
kelancaran crewing management
yang dijalankan oleh perusahaan
dan perlu penanganan serius untuk
kemajuan perusahaan.
b. Permintaan crew kapal yang
mendadak
PT. Jasindo Duta Segara
beberapa kali melaksanakan
perekrutan crew secara cepat
karena urgent. Hal ini membuat
suasana dalam bekerja menjadi
tidak kondusif dan mengakibatkan
staf yang bertanggung jawab dalam
hal itu kurang memperhatikan
kualitas dari crew yang dibutuhkan
karena perekrutan lebih
diprioritaskan pada persyaratan
administratif, seperti dokumen,
pengalaman berdasarkan seaman
book dan kurang memperhatikan
kualitasnya. Sistem perekrutan
seperti ini kurang efektif karena
sangat rawan terhadap pemalsuan
pengalaman yang ada pada seaman
book tersebut.
Kendala perusahaan untuk
mempersiapkan crew pengganti
adalah mepetnya e-mail permintaan
replacement crew dari ship owner
ke perusahaan, hal tersebut
membuat perusahaan kalang kabut
dalam mempersiapkan crew
pengganti, belum lagi kalau tidak
ada stok crew yang sesuai
permintaan. Tentu perusahaan
harus mencari crew kapal baru dari
pelamar yang prosesnya cukup
lama ditambah kriteria crew kapal
yang diminta owner sangatlah
tinggi. Hal yang diakibatkan dari
permintaan crew kapal yang
mendadak adalah beberapa kali
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1926
perusahaan tidak bisa
melaksanakan replacement crew
karena belum mempunyai crew
pengganti.
Operational Department yang
bertanggung jawab masalah
prepare document juga selalu
dipusingkan dengan sangat
singkatnya waktu dalam
mempersiapkan dokumen crew
kapal, hal itu dikarenakan sering
terjadi permintaan crew mendadak
dari ship owner, belum lagi kalau
crew yang dicalonkan sertifikatnya
belum lengkap dan perlu
pengurusan, staf operasional sangat
kerepotan mengurus itu semua.
waktu yang staf butuhkan dalam
pengurusan dokumen crew on
board seperti PKL (Perjanjian
Kerja Laut), Sijil seaman book, KPI
(Kesatuan Pelaut Indonesia)
membutuhkan waktu yang lama
karena pengurusan berada pada
tempat yang berbeda.
Permintaan crew yang
mendadak akan berakibat pada
waktu edukasi dan pelatihan
terhadap crew menjadi sangat
singkat, beberapa kali perusahaan
mengizinkan crew kapal on board
tanpa dilakukan education &
tarining terlebih dahulu, pernah
juga dipersingkat hanya 2 (dua)
hari yang seharusnya dilakukan 4
(empat) hari. Hal yang perusahaan
takutkan adalah hal tersebut akan
berakibat pada kualitas crew di atas
kapal yang tidak sesuai dengan
harapan dan akan merugikan
perusahaan dan ship owner.
c. Pengarsipan masih dengan sistem
filling cabinet dan kardus
PT. Jasindo Duta Segara
merupakan perusahaan yang telah
didukung dengan sarana komputer
yang memadahi, mulai dari fasilitas
untuk karyawan kantor ataupun
untuk crew kapalnya. Tetapi hal
tersebut tidak didukung dengan
pengelolaan sistem yang baik.
Masih banyak kegiatan pengarsipan
dilakukan dengan sistem manual.
Hal ini karena PT. Jasindo Duta
Segara masih menggunakan sistem
pengarsipan dokumen secara print
out berupa kertas dan dilakukan
penyimpanan di dalam sebuah
lemari perusahaan (fiilling cabinet)
sehingga membuat kegiatan
pengarsipan menjadi pekerjaan
yang melelahkan (memindahkan,
menyortir, melubangi kertas,
merapikan, menandai dan
menyimpan). Belum lagi saat
pencarian dokumen yang sangat
memusingkan kepala. Butuh waktu
dan tenaga untuk mencarinya di
dalam filing cabinet. Kardus arsip
juga semakin memenuhi ruangan
sehingga mengganggu kenyamanan
bekerja.
d. Sedikitnya minat crew kapal untuk
berkerja pada perusahaan Korea
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan peneliti saat
melaksanakan praktek darat, sering
terjadi penolakan penawaran on
board dari perusahaan oleh crew
kapal karena crew kapal tersebut
tidak mau dicalonkan pada kapal-
kapal dari perusahaan Korea. Capt.
Agustino selaku Recruiting
Manager pada PT. Jasindo Duta
Segara mengatakan bahwa
kesulitan perusahaan untuk
penempatan crew kapal adalah
kurangnya minat crew kapal dari
Indonsia untuk bekerja pada
perusahaan asal Korea, karena
banyak dari crew kapal asal
Indonesia khususnya crew kapal
PT. Jasindo Duta Segara yang
mengganggap bekerja pada
perusahaan asal Korea sangatlah
berat. Beberapa kali setiap
perusahaan menelpon crew stand
by yang seharusnya sudah siap
untuk on board rela menunda
keinginannya untuk kembali
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1927
bekerja ke atas kapal karena
menolak dipekerjakan pada kapal
milik perusahaan Korea.
Hal tersebut diperkuat dengan
hasil wawancara peneliti dengan
Bpk. Aris yang bekerja sebagai AB
pada kapal yang ditangani PT.
Jasindo Duta Segara yaitu, pada
perusahaan Korea sangat tidak
nyaman, Crew kapal asal Korea
memiliki sifat kerja dengan sistem
penekanan terhadap bawahan. Hal
lain yaitu gaji pada perusahaan
Korea relatif lebih rendah dari pada
perusahaan Jepang. Selisih pada
jabatan AB mencapai US $200.
Total selisih tersebut bisa untuk
biaya hidup selama di darat. Perlu
penyetaraan pelayanan yang harus
diberikan oleh perusahaan Korea
terhadap crew kapal yang bekerja
di kapal perusahaan Korea supaya
kesejahteraan pelaut bisa terpenuhi
dengan baik.
Capt. Agus Susanto selaku Deck
Manager menambahkan, hal
tersebut sangatlah merugikan bagi
perusahaan dan ship owner, dimana
perusahaan dituntut untuk kembali
melakukan perekrutan crew baru
karena tidak adanya ex crew yang
bersedia untuk dipekerjakan ke
kapal-kapal milik perusahaan
Korea. Padahal crew tersebut sudah
tentu mempunyai kualitas yang
baik dan sangat berpengalaman.
Berbeda dengan kualitas crew baru
yang belum perusahaan ketahui
secara langsung.
Dari beberapa hasil wawancara
di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor yang membuat sedikitnya
minat crew kapal untuk bekerja
pada perusahaan Korea yaitu
tingginya tekanan saat bekerja dari
crew kapal asal Korea dan lebih
rendahnya gaji pada perusahaan
Korea dibandingkan perusahaan
asal Jepang dan perlu adanya
perbaikan dengan penyetaraan gaji
antara perusahaan Korea dengan
perusahaan Jepang yang diberikan
kepada crew kapal khususnya pada
jabatan Rating dan sangat
menghambat pelaksanaan
replacement crew kapal di PT.
Jasindo Duta Segara.
2. Upaya apa yang dilakukan untuk
mengatasi kendala-kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan
mekanisme replacement crew kapal
guna memperlancar crewing
management di PT. Jasindo Duta
Segara?
Berdasarkan observasi yang
dilakukan, agar pelaksanaan crewing
management kapal berjalan dengan
lancar, PT. Jasindo Duta Segara telah
melakukan beberapa upaya sebagai
berikut:
a. Mengupdate waiting list crew
secara teratur
Memperbarui data control
waiting list harus dilakukan oleh
Deck/Engine Manager selaku
penanggung jawab agar rolling
plan crew berjalan sebagaimana
mestinya. Perlu dihimbau juga
terhadap crew kapal yang sudah
sign off untuk merlapor secepatnya
ke kantor setelah sampai di
Indonesia sehingga proses
mengupdate waiting list crew bisa
berjalan dengan lancar dan akurat
karena dalam proses tersebut
membutuhkan data seperti berapa
lama crew kapal tersebut siap untuk
on board kembali ke kapal
berikutnya. Diupdatenya waiting
list crew secara teratur, akan
mempermudah dalam memonitor
crew rolling plan dan pelaksanaan
mekanisme replacement crew kapal
bisa berjalan dengan baik yang
berpengaruh terhadap lancarnya
crewing management yang
dijalankan oleh PT. Jasindo Duta
Segara.
b. Membuat kebijakan kepada ship
owner agar permintaan replacement
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1928
crew kapal dikirimkan dua bulan
sebelum masa keberangkatan crew
pengganti
Proses persiapan replacement
crew kapal merupakan suatu
kegiatan yang membutuhkan waktu
relatif lama dan diperlukan
ketelitian mengenai prepare
dokumen. Berdasarkan beberapa
kejadian yang berkaitan dengan
mendadaknya waktu permintaan
replacement crew kapal dari ship
owner, perusahaan membuat
sebuah kebijakan kepada ship
owner agar permintaan replacement
crew harus dikirimkan dua bulan
sebelum masa keberangkatan crew
kapal pengganti. Hal ini akan
membuat proses mempersiapkan
crew kapal menjadi maksimal dan
mempengaruhi terhadap kualitas
crew kapal yang didapatkan.
c. Pengarsipan dokumen
menggunakan sistem scan dan
pengelompokan soft file
berdasarkan jabatan
Upaya ini menjadikan kegiatan
pengarsipan berjalan dengan baik.
Staf operasional bisa mendapatkan
data/dokumen yang dibutuhkan
dalam waktu yang singkat. Suasana
ruanganpun menjadi nyaman
karena terhindar dari tumpukan-
tumpukan kertas seperti sebelum-
sebelumya. Hal ini membuat biaya
pengeluaran perusahaan untuk
pembelian kertas menjadi lebih
kecil dan pemanfaatan komputer
bisa berjalan dengan baik.
d. Menjelaskan dan menyakinkan
kepada crew kapal mengenai
keuntungan bekerja pada
perusahaan Korea dan memberikan
masukan ke ship owner sebagai
bahan evaluasi
Sedikitnya minat crew kapal
untuk berkerja pada kapal-kapal
yang berasal dari perusahaan Korea
merupakan salah satu hal yang
menghambat mekanisme
pelaksanaan replacement crew
karena perusahaan memiliki stok
crew kapal stand by yang siap
untuk on board tetapi tidak mau
dicalonkan pada perusahaan Korea.
Hal ini karena crew Indonesia lebih
memilih pada perusahaan Jepang
yang memiliki gaji lebih tinggi.
Langkah yang diambil perusahaan
adalah dengan menjelaskan dan
menyakinkan crew kapal mengenai
keuntungan bekerja pada
perusahaan Korea, salah satunya
adalah karir yang lebih cepat.
Melalui Wawancara terbuka
dengan Capt. Agustino selaku
Recruiting Manager, peneliti
mendapatkan informasi sebagai
berikut, Perusahaan telah
melakukan beberapa langkah untuk
mengatasi hal ini, yaitu dengan
menjelaskan dan menyakinkan
kepada crew kapal mengenai
keuntungan bekerja pada
perusahaan Korea. Salah satunya
adalah karir yang lebih cepat, hal
tersebut diharapkan akan merubah
mindset dari crew kapal asal
Indonesia untuk bekerja bukan
semata-mata mencari uang, tetapi
perlu diperhatikan juga untuk karir
yang gemilang kedepannya.
Langkah lain yang perusahaan
lakukan adalah memberi saran
kepada ship owner dengan
menyampaikan keluhan-keluhan
crew Indonesia kepada owner
Korea sehingga dapat memenuhi
keinginan dari crew asal Indonesia.
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan serta dari hasil uraian pembahasan mengenai analisis mekanisme replacement crew kapal guna memperlancar crewing management di PT. Jasindo Duta Segara, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1929
1. Kendala-kendala yang dihadapi pada pelaksanaan mekanisme replacement crew kapal guna memperlancar crewing management di PT. Jasindo Duta Segara adalah: a. Control waiting list kapal yang belum
rapi. b. Permintaan crew kapal yang
mendadak. c. Pengarsipan masih dengan sistem
filing cabinet dan kardus. d. Sedikitnya minat crew kapal untuk
berkerja pada perusahaan Korea. 2. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi
kendala-kendala yang dihadapi pada pelaksanaan mekanisme replacement crew kapal guna memperlancar crewing management di PT. Jasindo Duta Segara adalah:
a. Mengupdate waiting list crew
secara teratur.
b. Membuat kebijakan kepada ship
owner agar permintaan replacement
crew kapal dikirimkan dua bulan
sebelum masa keberangkatan crew
pengganti.
c. Pengarsipan dokumen
menggunakan sistem scan dan
pengelompokan soft file
berdasarkan jabatan.
d. Menjelaskan dan menyakinkan
kepada crew kapal mengenai
keuntungan bekerja pada
perusahaan Korea dan memberikan
masukan ke ship owner sebagai
bahan evaluasi.
B. Saran Saran yang peneliti sampaikan adalah
sebagai berikut: 1. PT. Jasindo Duta Segara seharusnya
menerapkan sistem database dalam crewing management agar dalam penyimpanan/pengarsipan data menjadi lebih terstruktur, pencarian data lebih cepat, akurat dan aman dalam penyimpanan.
2. Untuk mengantisipasi permintaan crew mendadak, PT. Jasindo Duta Segara harus mempunyai crew stand by dengan melakukan perekrutan pada jabatan yang
tidak tersedia dalam waiting list crew meskipun belum ada permintaan replacement crew kapal dari ship owner.
3. Perlu dihilangkan kegiatan penjemputan crew sign off ke bandara yang bertujuan penahanan dokumen agar crew sign off tidak kabur, karena telah dilakukan penundaan gaji di bulan terakhir yang dibayarkan setelah crew sign off melapor ke perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Darminto, Dwi Prastowo. 2012. Analisis
Laporan Keuangan: Konsesp dan
Manfaat. Yogyakarta : AMP-YKPN
Hadi, Sutrisno. 2015. Metodologi Research.
Yogyakarta : Andi Offset
Kokasih, Engkos dan Soewedo, Hananto.
2014. Manajemen Perusahaan
Pelayaran. Semarang
Marnis, Priyono. 2015. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Sidoarjo : Ziatma
Publisher
Winarto. 2014. Mekanisme,
http://definisimenurutparaahli.com-
mekanisme
Nasution. 2013. Metode Research. Jakarta :
Bumi Akasara
Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor PM 84, 2013,
Perekrutan dan Penempatan Awak
Kapal. Jakarta
Sarwono, Jonatan. 2016. Metodologi
Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Sukardi. 2013. Metode Penelitian
Pendidikan. Jakarta : Bumi Akasara
Undang-undang RI. 2008. Pelayaran.
Jakarta
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1930
KURANG OPTIMALNYA PEMBAKARAN PADA AUXILIARY BOILER
YANG MENGHAMBAT PROSES BONGKAR MUATAN DI MT. ENDURO
Sarifuddina, Wisnu Handoko
b dan Wida Yuliati
c
aDosen Program Studi Teknika PIP Semarang
bDosen Program Studi Nautika PIP Semarang
cTaruna (NIT.49124527.T) Program Studi Teknika PIP Semarang
ABSTRAK
Ketel uap bantu di kapal merupakan salah satu permesinan bantu yang memiliki peranan
penting untuk menghasilkan uap panas yang berkualitas. Kegunaan dari uap ini adalah untuk
memanaskan bahan bakar, ruangan, zat cair dalam tangki, fresh water jacket cooling,
menggerakkan pompa turbin dan lain sebagainya. Agar menghasilkan uap yang berkualitas dan
dalam jumlah banyak maka dibutuhkan pembakaran yang sempurna pada ketel uap bantu.
Penelitian ini dilakukan di kapal MT. Enduro. Sumber data yang diperoleh adalah data primer
yang diperoleh langsung dari tempat penelitian serta data sekunder yang diperoleh dari
literatur-literatur yang berkaitan dengan judul penelitian. Hasil kerja yang diperoleh dari
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak optimalnya pembakaran pada ketel uap bantu
disebabkan karena temperatur bahan bakar yang tidak sesuai yang disebabkan oleh rusaknya
heater, kurangnya suplai udara disebabkan oleh rusaknya elektromotor, macetnya fire damper
disebabkan oleh rusaknya magnetic contactor, nozzle burner kotor disebabkan oleh bahan bakar
yang masuk ke dalam nozzle burner tidak melalui proses pemisahan di dalam purifier.
Kata kunci: Auxiliar boiler, identifikasi, bongkar muat
I. PENDAHULUAN
Transportasi melalui jalur laut diera
globalisasi ini memegang peranan penting
dalam perdagangan Internasional. Dengan
meningkatnya ekspor impor barang, serta
melihat dari aspek ekonomi, manusia
semakin tertarik untuk menggunakan jasa
angkutan laut sebagai sarana transportasi
yang dapat mengangkut barang dari suatu
tempat ke tempat lain dengan aman dan
efisien.
Untuk menunjang kelancaran pergerakan
dan perjalanan kapal, diperlukan peralatan
yang dapat mendukung pengoperasian kapal.
Maka dari itu dibutuhkan pesawat-pesawat
bantu diantaranya adalah ketel uap bantu
yang berfungsi menghasilkan uap panas yang
akan digunakan untuk memanaskan bahan
bakar, memanaskan ruangan, memanaskan
zat cair dalam tangki, memanaskan fresh
water jacket cooling, memutar pompa turbin
dan system lainnya.
Ketel uap bantu dituntut untuk selalu
dapat menghasilkan uap panas yang
mencukupi sesuai kebutuhan di atas kapal.
Tersedianya uap panas merupakan hal yang
mutlak bagi kelancaran operasional
permesinan yang membutuhkan uap panas.
Pelayaran dan pelayanan dapat terganggu
jika penghasilan uap panas bermasalah,
karena kurangnya pengetahuan cara
pengoperasian yang aman dan benar
sehingga auxiliary boiler mengalami
gangguan atau mengalami kerusakan.
Penggunaan uap yang begitu banyak
dibutuhkan di kapal, maka uap yang
dihasilkan oleh ketel uap bantu haruslah
memenuhi syarat produksi uap yang
berkualitas yaitu dengan suhu tinggi dan
produksi uap dalam jumlah banyak. Agar
menghasilkan uap yang berkualitas dan
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1931
dalam jumlah banyak maka dibutuhkan
pembakaran yang sempurna pada ketel uap
bantu.
Penelitian ini dilakukan di MT. Enduro,
pada saat kapal sandar untuk bongkar muatan
di Tanjung Uban, ketel uap yang seharusnya
menghasilkan uap yang sekiranya dapat
memenuhi kebutuhan saat bongkar muatan di
mana uap yang seharusnya dihasilkan antara
10-25 kg, pada saat itu steam yang dihasilkan
hanya mencapai 8-12 kg sehingga hal itu
mengakibatkan terhambatnya proses bongkar
muatan dalam keadaan normal RPM pompa
turbim dapat mencapai 1500 pada saat
bongkar muatan di Tanjung Uban RPM
pompa turbin hanya mencapai 700.
Perumusan masalah penelitian adalah
sebagai berikut :
1) Apakah yang menjadi faktor tidak
optimalnya kerja auxiliary boiler dalam
menghasilkan uap yang digunakan untuk
proses bongkar muatan di MT. Enduro?
2) Apakah dampak yang terjadi ketika
kurang optimalnya kerja dari auxiliary
boiler dalam menghasilkan uap?
3) Bagaimana cara mengoptimalkan kerja
dari auxiliary boiler untuk menghasilkan
uap?
Untuk menghindari pembahasan yang
melebar dalam penelitian ini penulis sengaja
membatasi dengan masalah yang terjadi di
kapal tempat taruni praktek yaitu di MT.
Enduro. Penulis membatasi pembahasan
penelitian ini hanya tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi tidak optimalnya
pembakaran auxiliary boiler yang dapat
menghambat proses bongkar muatan sesuai
dengan tujuan penelitian. Penelitian tidak
membahas hal-hal yang lebih spesifik dari
ketel uap bantu.
Berikut adalah tujuan dalam pembuatan
penelitian ini, yaitu:
1) Untuk mengetahui apa saja faktor yang
mengakibatkan kurang optimalnya
pembakaran pada auxiliary boiler yang
dapat menghambat proses bongkar muatan
di MT. Enduro.
2) Untuk mengetahui dampak yang terjadi
ketika pembakaran auxiliary boiler tidak
optimal dalam menghasilkan uap.
3) Untuk mengetahui cara mengoptimalkan
kerja dari auxiliary boiler dalam
menghasilkan uap.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1) Identifikasi
Dalam buku Bakir dan
Suryanto (2006 : 217), “identifikasi
adalah bukti diri, tanda kenal diri”.
Mengidentifikasikan (kata kerja) yaitu
menentukan atau menetapkan identitas.
Menjelaskan bahwa indentifikasi
adalah suatu cara yang dilakukan
seseorang untuk mengambil alih ciri-
ciri orang lain dan menjadikannya
bagian yang terintegrasi dengan
kepribadiannya sendiri. Dalam
pengertiannya yang lain, adalah
kecenderungan dalam diri individu
untuk menjadi sama dengan individu
lain. Individu yang menjadi sasaran
identifikasi yaitu idola. Identifikasi
berarti kegiatan yang dilakukan untuk
mencermati, menentukan, menetapkan
suatu tanda kenal diri atau bukti
terhadap suatu objek yang diteliti.
2) Pengertian auxiliary boiler
Menurut tim penyusun pertamina
Eropa Yogoslavia (1988 : 12) dalam
bukunya Pertamina Engine, bahwa
pengertian auxiliary boiler adalah
suatu pesawat atau mesin bantu yang
berfungsi untuk menghasilkan uap
sebagai keperluan di atas kapal, seperti
pemanas bahan bakar, fresh water
cooling, memutar pompa turbin,
kebutuhan di deck dan untuk
kebutuhan pesawat bantu lainnya.
Auxiliary boiler di MT. Enduro
berdiri sendiri, pada pembakarannya
menggunakan boiler burning pump
yaitu pompa untuk menyuplai bahan
bakar pada auxiliary boiler. Boiler
burning pump berdiri sendiri tidak
menyatu pada sistem pembakaran main
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1932
engine. Di kapal MT. Enduro sistem
pembakarannya di furnance dengan
segitiga api yaitu forced draught fan
menyuplai udara ke dalam furnance
sekaligus untuk membersihkan karbon-
karbon yang ada di ruang pembakaran,
sedangkan pilot burner terdapat
elektroda untuk memercikkan api
sebagai pembakaran awal
menggunakan diesel oil pada main
burner secara otomatis peneumatic
pada pilot burner tertutup sehingga
pembakaran menggunakan fuel oil
pada main burner agar pembakaran
merata, maka dibutuhkan tekanan
udara kurang lebih 7 kg agar
pemakaran dapat optimal. Dikarenakan
di MT. Enduro burner horisontal
sehingga membutuhkan tekanan udara
yang cukup agar pembakaran merata
pada dapur pembakaran dengan
perbandingan udara dan bahan bakar ±
7:3.
Sementara untuk ekonomiser di
MT. Enduro menyatu dengan sistem
gas buang pada main engine, pada saat
kapal berlayar pada RPM 60, valve
sirkulasi dibuka dan circulating pump
dijalankan agar air di dalam auxiliary
boiler dapat dialirkan ke ekonomiser
untuk memproduksi steam untuk
digunakan sebagai pemanas bahan
bakar tanpa harus menyalakan
auxiliary boiler.
3) Fungsi auxiliary boiler
Fungsi auxiliary boiler adalah
untuk memproduksi uap yang akan
digunakan dalam berbagai kebutuhan
di atas kapal. Adapun fungsi uap yang
dihasilkan dari produksi auxiliay boiler
antara lain:
a. Sebagai media pemanas pada
tangki-tangki bahan bakar
b. Sebagai media pemanas pada heater
di kamar mesin
c. Sebagai penggerak pompa turbin
untuk bongkar muatan
d. Sebagai pemanas air laut dalam
proses pembutan air tawar
4) Jenis-jenis boiler
a. Ketel uap/boiler menurut fungsinya
di kapal :
1. Ketel uap induk (main boiler)
Yaitu ketel uap yang
menghasilkan uap dan digunakan
untuk menggerakkan mesin
induk. Pada masa kini ketel-ketel
yang digunakan sebagai ketel
induk pada umumnya adalah
ketel-ketel pipa air, seperti Foster
Wheeler, babcock dan willcox.
2. Ketel uap bantu (auxiliary boiler)
Yaitu ketel uap yang
menghasilkan uap untuk
keperluan pesawat bantu, seperti
pompa-pompa dan pemanas.
Jenis-jenis ketel uap bantu yang
biasanya digunakan adalah ketel
schots.
b. Ketel uap menurut struktur
penyusunannya:
1. Ketel pipa api (fire tube boiler)
Ketel pipa api adalah suatu ketel
uap yang bekerja di mana nyala
api dan gas-gas asap mengalir
melalui pipa-pipa sedangkan air
ketel mengalir didalamnya.
2. Ketel pipa air (water tube boiler)
Ketel pipa air adalah suatu ketel
uap yang bekerja di mana air
berada di dalam pipa sedangkan
pemanas dilakukan oleh gas-gas
asap yang berada di sekeliling
pipa-pipa tersebut atau
pembentukan uap terjadi di
dalam sejumlah pipa-pipa.
5) Bagian-bagian auxiliary boiler
a. Dapur pembakaran (furnace)
b. Nozzle
c. Manometer
d. Pesawat penduga
e. Economizer
f. Katup pengisia air ketel (water
supply system)
g. Katup pengaman (safety valve).
h. Peralatan untuk membersihkan ketel
uap
i. Drum air dan drum uap
j. Cerobong
6) Prinsip kerja auxilia boiler
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1933
Prinsip kerja ketel uap cukup
sederhana sama seperti pada saat kita
sedang mendidihkan air menggunakan
panci. Proses pendidihan air akan
selalu diiringi proses perpindahan
panas yang melibatkan bahan bakar,
udara, material wadah air, serta air itu
sendiri. Proses perpindahan panas
mencakup tiga jenis perpindahan panas
yang sudah sangat kita kenal yaitu
konduksi, konveksi dan radiasi. Pada
ketel pipa air misalnya, sumber panas
didapatkan dari pembakaran bahan
bakar di dalam furnance. Energi panas
ini sebagian akan terpancar secara
radiasi ke pipa-pipa sehingga
memanaskan pipa-pipa tersebut. Panas
yang terserap oleh permukaan pipa
secara konduksi akan berpindah ke sisi
permukaan dalam pipa. Di dalam pipa
mengalir air yang terus menerus
menyarap panas tersebut. Proses
penyebaran panas antar molekul air di
dalam aliran ini terjadi secara konvensi.
Perpindahan panas konvensi antar
molekul air, seakan-akan menciptakan
aliran fluida tersendiri terlepas dengan
aliran air di dalam pipa-pipa ketel. Gas
hasil pembakar yang mengandung
energi panas akan terus mengalir
mengikuti bentuk auxiliary boiler
hingga kesisi keluaran. Disepanjang
perjalanan panas yang terkandung gas
buang akan diserap oleh permukaan
tubing auxiliary boiler dan diteruskan
secara konduksi ke air di dalam pipa.
Secara bertahap, air akan berubah fase
menjadi uap basah (Saturatet steam)
dan dapat berlanjut menjadi uap kering
(superheated steam).
7) Dasar-dasar perawatan auxiliary
boiler
Ketel uap tidak akan bertahan lama
apabila tidak dilaksanakan
pemeliharaan secara intensif, baik
dalam masa operasi maupun dalam
masa penyimpanan. Pemeliharaan
secara seksama dalam masa operasi
dimaksud adalah bagaimana cara
mengoperasikan ketel uap tersebut
sesuai petunjuk yang berlaku atau yang
sesuai dengan design pembuatan
auxiliary boiler tersebut. Di samping
itu pula, maka penggunaan air umpan
juga harus sesuai atau memenuhi syarat
sebagai pengisian ketel. Yang jelas
bahwa air pengisian auxiliary boiler
harus bebas dari zat-zat yang dapat
merusak auxiliary boiler, baik korosi
maupun kerak. Untuk mencegah hal
demikian, maka dilakukan perawatan
externaltreatment dan internal
treatment, misalnya dipasang ph
control pada condensate line, atau
dilakukan water treatment, juga
penginjeksian chemical pada feed
water dan boiler water.
8) Burner
Dalam buku veen (1977:78), sistem
burner merupakan suatu sistem yang
terdiri dari beberapa komponen, yang
mana komponen-komponen tersebut
satu dengan yang lain saling
menunjang terhadap sistem kerja
burner secara keseluruhan. Dalam hal
ini harus ditunjang dengan kinerja
komponen-komponen tersebut yang
baik dan optimal agar pembakaran pada
ketel uap dapat terlaksana.
9) Brander
Brander yaitu alat pengabut bahan
bakar untuk pembakaran dalam lorong
api, alat ini sudah merupakan satu unit
yang sudah dilengkapi dengan blower,
motor listrik, alat pengabut bahan
bakar, pompa bahan bakar, alat
penyalaan api. Alat ini diletakkan pada
ujung muka lorong api.
10) Pengertian pembakaran
Dalam proses pembentukan uap
faktor yang paling penting adalah
proses pembakaran, menurut
Tambunan (1984:31), pembakaran
adalah suatu reaksi kimia dimana
terjadi panas (nyala). Setiap proses
pembakaran harus memerlukan udara
pembakaran. Dari hasil pembakaran
selain terjadi panas juga terjadi gas-gas
di mana gas-gas asap ini akan
dikeluarkan melalui cerobong.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1934
Proses pembakaran dapat terjadi
bila konsentrasi antara uap bahan bakar
dan oksigen terpenuhi dan terdapat
energi panas yang cukup hal ini bisa
disebut juga syarat segi tiga api harus
terpenuhi. Proses terjadinya api
(pembakaran) dikenal dengan nama
segi tiga api, yaitu unsur bahan bakar,
unsur udara (oksigen) dan energi panas.
Bila ketiga unsur ini bertemu dan
mencapai konsentrasi yang tepat, maka
akan terjadi proses pembakaran, namun
sebaliknya bila salah satu unsur dari
tiga unsur tersebut ditiadakan maka
proses pembakaran tidak akan terjadi.
B. Definisi operasional
1) Apendasi air
a. Cascade tank
yaitu suatu alat yang berfungsi
untuk menyimpan air sebelum air
dipompa ke dalam drum boiler
b. Feed pump
yaitu suatu alat yang berfungsi
untuk mengalirkan air berasal dari
cascade tank menuju ke drum boiler
untuk dipanaskan dan diuapkan.
c. Pesawat penduga (kaca penduga)
yaitu alat untuk mengetahui tinggi
rendahnya level air dalam drum
ketel, alat ini dihubungkan dengan
dua batang pipa yaitu yang satu
dihubungkan pada bagian tangki
yang berisi air dan yang lainnya
pada tangki yang berisi uap.
2) Apendasi uap
a. Main valve
Adalah sebuah katup utama yang
berfungsi mengalirkan uap dari
drum ketel ke seluruh sistem di
dalam kapal.
b. Katup pengaman (safety valve)
yaitu alat untuk mencegah
terjadinya tekanan yang terlalu
tinggi diatas tekanan yang
diperbolehkan, yakni dengan
membuka katup secara otomatis
atau tidak otomatis, sehingga uap
dapat dikeluarkan maka tekanan
akan turun.
c. Manometer
yaitu alat pengukur tekanan uap
umumnya manometer yang
digunakan adalah manometer
Bourdon
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Pikir
Dalam kerangka pikir yang penulis
sajikan membahas mengenai kurang
optimalnya pembakaran pada auxiliary
boiler yang menghambat proses bongkar
muatan. Untuk membahas penelitian ini
secara teratur maka penulis menulis kerangka
pikir agar penelitian berjalan secara sitematis
dan terpadu, kerangka pikir yang penulis
tulis meliputi kejadian yang terjadi di
lapangan dengan segala permasalahan yang
diangkat sebagai bahan penelitian.
Metode penelitian yang digunakan oleh
peneliti di dalam menyampaikan masalah
adalah deskriptif kualitatif untuk
menggambarkan dan menguraikan objek
yang diteliti. Metode ini dilakukan dengan
Nozzle
Suplai udara
Fire damper
Burner
Melakukan perbaikan
pada faktor yang
menyebabkan tidak
optimalnya kerja
auxiliary boiler sesuai
instruksi manual book
Uap yang
dihasilkantid
ak optimal
Rpm
pompaturbin
optimal
Pembakaran auxiliary boiler
menjadi sempurna dan uap
yang dihasilkan menjadi
optimal
Kurang optimalnya pembakaran pada auxiliary boiler yang menghambat proses bongkar muatan
Dampak dari
tidak optimalnya karja auxiliary
boiler
Faktor tidak optimalnya
kerjaauxiliary boiler
Cara
mengoptimalkan
kerja auxiliary
boiler
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1935
cara mengumpulkan data yang telah
diperoleh dan dianalisa untuk dihubungkan
dengan teori-teori yang ada untuk diambil
kesimpulan yang logis.
Adapun yang dimaksud deskriptif
menurut MOLEONG (2001:6) deskriptif
adalah data yang dikumpulkan berupa kata-
kata, gambar dan bukan angka-angka.
Laporan penelitian akan berisi kutipan-
kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan, data tersebut mungkin
berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, foto, dokumen pribadi, catatan
atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Dan
deskriptif adalah suatu bentuk penelitian
yang ditujukan untuk mendepenelitiankan
fenomena-fenomena yang ada, baik
fenomena alamiah maupun fenomena buatan
manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk,
aktivitas, karakteritik, perubahan, hubungan
dan perbedaan antara fenomena yang satu
dengan fenomena yang lainnya.
Jadi kualitatif adalah penelitian yang
berdasarkan pada filsafat post positisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek
yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, pengambilan sampel
sumber data dilakukan secara purposive dan
snow baal, teknik pengumpulan dengan
trianggulasi (gabungan) analisis data bersifat
induktif/kualiatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi dan kualitatif adalah keterkaitan
spesifik pada studi hubungan sosial yang
berhubungan dengan fakta dari pluralisasi
dunia kehidupan. Metode ini diterapkan
untuk melihat dan memahami subjek, dan
objek penelitian yang meliputi orang,
lembaga yang berdasarkan fakta yang tampil
secara apa adanya.
Lokasi penelitian dan pengamatan tentang
pesawat auxiliary boiler dilakukan saat
penulis melaksanakan praktek laut pada
Agustus 2014 sampai Agustus 2015 di kapal
MT. Enduro.
Adapun sumber data yang diperlukan dan
dipergunakan dalam penyusunan penelitian
ini merupakan informasi yang diperoleh
penulis melalui pengamatan langsung dan
wawancara Dari sumber-sumber ini
diperoleh data sebagai berikut :
1) Data Primer
Data primer adalah suatu data yang
merupakan perolehan secara langsung
dari sumbernya dan dilakukan
pencatatan. Dalam hal ini penulis
memperoleh data primer secara
langsung dari hasil wawancara dengan
pihak yang terkait yaitu para perwira
kapal tersebut serta para awak kapal
bagian. Penulis memperoleh data dari
diskusi dengan Masinis III, yang
bertanggung jawab langsung terhadap
pesawat auxiliaryboiler tersebut, dan
dengan masinis lain yang lebih tahu
tentang permasalahan-permasalahan
pada auxiliary boiler di kapal. MT.
Enduro.
2) Data Sekunder
Data Sekunder adalah suatu data yang
merupakan pengusahaan sendiri
mengumpulkan data oleh penulis,
selain dari sumbernya yang diteliti.
Data ini diperoleh dari buku-buku yang
berkaitan dengan obyek penelitian
penelitian atau yang berhubungan
dengan masalah yang akan dibahas,
yang diperlukan sebagai pedoman
teoritis dan ketentuan formal dari
keadaan nyata dalam melakukan
observasi. Serta informasi lain yang
didapat penulis dari kapal-kapal lain
yang mungkin menggunakan pesawat
yang sama jenisnya sehingga penulis
memperoleh masukan.
Berdasarkan latar belakang dan
perumusan masalah yang penulis lakukan
sebelumnya, maka dalam menyusun
penelitian ini dibutuhkan suatu pengamatan.
Sehingga mampu mendapatkan data yang
benar, agar tujuan penulisan dapat tercapai
dan sesuai dengan judul yang penulis ambil.
Di sini penulis menggunakan beberapa
metode dalam menyususn penelitian ini.
Adapun metode pengumpulan data yang
penulis pergunakan yaitu :
1. Metode observasi
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1936
Observasi adalah metode di mana peneliti
melakukan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap gejala atau
fenomena yang diselidiki. Mengumpulkan
data secara langsung mengenai gejala-
gejala tertentu dengan melakukan
pengamatan serta mencatat data yang
berkaitan dengan pokok masalah yang
akan diteliti. Dengan mengadakan
pengamatan secara langsung sewaktu
penulis melaksanakan penelitian di MT.
Enduro. Di samping itu observasi adalah
alat pengumpulan data secara langsung
dan sangat penting dalam penelitian
deskriftif.
2. Metode wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan
informasi dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab
secara lisan pula. Metode wawancara ini
sangat efektif untuk mendapatkan
penjelasan yang lebih rinci mengenai
pertanyaan-pertanyaan atau banyak hal
yang tidak dipahami dalam hal
permasalahan yang berhubungan dengan
topik yang akan dibahas, yaitu tentang
auxiliary boiler beserta permasalahannya.
Wawancara ini dilakukan oleh penulis
pada jam kerja atau pada waktu senggang
secara berdiskusi.
3. Metode studi pustaka
Kepustakaan juga merupakan metode
pelengkap di dalam teknik pengumpulan
data. Metode kepustakaan digunakan
dengan maksud untuk mendapatkan atau
mengumpulkan data dengan jalan
mempelajari buku-buku yang berkaitan
dengan pokok masalah yang akan diteliti.
Metode kepustakaan ini digunakan juga
sebagai pelengkap data apabila terdapat
kesulitan dalam pemecahan masalah
dalam penelitian dengan mempelajari
teori-teori yang berhubungan dengan
pokok masalah. Metode ini juga
memanfaatkan buku-buku referens
(manual book) yang berada di atas kapal
yang berhubungan dengan obyek yang
sedang diteliti oleh penulis
Analisis data merupakan bagian yang
sangat penting dalam penelitian karena dari
analisis ini akan memperoleh temuan baik
temuan substantif maupun formal. Selain itu,
analisis data kualitatif sangat sulit karena
tidak ada pedoman buku, tidak berproses
secara linier, dan tidak ada aturan-aturan
yang sistematis. Pada hakikatnya, analisis
data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberi
kode/tanda, dan mengkategorikannya
sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan
fokus atau masalah yang ingin dijawab.
Melalui serangkaian aktivitas tersebut, data
kualitatif yang biasanya berserakan dan
bertumpuk-tumpuk bisa disederhanakan
untuk akhirnya bisa dipahami dengan mudah.
Analisis data kualitatif sudah dimulai saat
peneliti mulai mengumpulkan data, dengan
cara memilah mana data yang sesungguhnya
penting atau tidak. Ukuran penting dan
tidaknya mengacu pada konstribusi data
tersebut pada upaya menjawab fokus
penelitian
1) Reduksi Data
Dalam buku Sugiyono (2009:247)
“mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari pola dan temanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya,
dan mencarinya bila diperlukan”.
2) Penyajian Data
Sugiyono (2009:249) “dalam penelitian
kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori dan sejenisnya.
Dengan mendisplaikan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami
tersebut”.
3) Menarik Kesimpulan
Menarik Kesimpulan merupakan
kemampuan Penulis dalam menyimpulkan
berbagai temuan data yang diperoleh
selama proses penelitian berlangsung.
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1937
Lebih lanjut analisa data kualitatif
merupakan upaya yang berlanjut,
berurutan dan terus menerus. Masalah
reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan (verifikasi) menjadi gambaran
keberhasilan secara berurutan sebagai
rangkaian kegiatan analisa yang saling
susul menyusul. Pada penelitian ini
digunakan analisa data yang bersifat
terbuka. Dikatakan terbuka karena terbuka
bagi perubahan perbaikan dan
penyempurnaan berdasarkan data baru
yang masuk
IV. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Gambaran umum obyek yang diteliti
Gambar 4.1 auxiliary boiler
Auxiliary boiler adalah salah satu
permesinan bantu di kapal yang digunakan
sebagai alat penghasil uap. Uap yang
dihasilkan dari auxiliary boiler tersebut
nantinya akan digunakan sebagai pemanas
bahan bakar, pemanas fresh water cooling,
menggerakkan pompa turbin, memanaskan
tangki-tangki muatan dan untuk kebutuhan
sistem lainnya. Kelancaran pengoperasian
auxiliary boiler tidak mungkin terjadi tanpa
campur tangan atau perhatian dari semua
crew kamar mesin, untuk menunjang
kelancaran dalam pengoperasian auxiliary
boiler maka dalam hal ini dilakukan
perawatan yang benar yaitu perawatan yang
sesuai dengan instruksi dari manual book dan
juga pemeriksaan terhadap kondisi dari
keadaan auxiliary boiler itu sendiri
B. Analisa hasil penelitian Analisa hasil penelitian merupakan
pemaparan tentang masalah-masalah yang
ditemukan dalam sebuah penelitian yang
dilakukan di MT. Enduro selama kurang
lebih satu tahun taruni melakukan praktek
laut. Hasil analisa tersebut menguraikan atau
menjelaskan perumusan masalah pada
penelitian pesawat bantu auxiliary boiler.
Dengan melalui identifikasi didapatkan
masalah-masalah yang pada akhirnya akan
dibahas pada pembahasan masalah.
Didalamnya berisikan penyebab timbulnya
masalah, dan dampak dari masalah sekaligus
untuk mencari bagaimana penanggulangan
dari masalah tersebut dan dapat kita jadikan
pelajaran agar tidak terjadi hal yang dapat
mengganggu pengoperasian kelancaran
kapal.
Pada saat terjadi pembakaran burner
berpengaruh penting terhadap nyala api
dalam auxiliary boiler. Pada saat penulis
melakukan bongkar muatan penulis
menemukan masalah yaitu kurang
optimalnya pembakaran pada auxiliary
boiler, setelah kejadian tersebut terjadi
Masinis III melakukan pemeriksaan pada
pesawat bantu tersebut, pada saat
pemeriksaan masinis III menemukan hal
yang janggal pada ujung nozzle dari burner
dikarenakan pada ujung nozzle tersebut
banyak lelehan fuel oil. Tindakan yang
dilakukan adalah pembersihan burner
berserta nozzle dengan mengunakan kerosene
setelah pembersihan selesai masinis III
mencoba menyalakan auxiliary boier
kembali tetapi pembakaran tetap tidak
optimal. Hal tersebut dilakukan penanganan
beserta pemeriksaan secara menyeluruh pada
pesawat auxiliary boiler.
Penyebab dari kurang optimalnya
pembakaran pada auxiliary boiler di MT.
Enduro disebabkan oleh kinerja pengabutan
nozzle burner yang kurang optimal di mana
nozzle sering tersumbat oleh kotoran-
kotoran dari bahan bakar, karena bahan bakar
yang masuk pada nozzle tidak melalu proses
pemisahan terlebih dahulu di dalam purifier
karena purifier di kapal MT. Enduro tidak
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1938
bisa dioperasikan sehingga burner sering
tersumbat. Purifier adalah permesinan yang
berfungsi untuk memisahkan kotoran dengan
minyak.
Pada waktu pemeriksaan masinis III
menemukan faktor-faktor penyebab
terjadinya pembakaran yang tidak optimal
pada auxiliary boiler dan pada bagian ini
penulis selain membahas faktor faktor
penyebab tidak optimalnya pembakaran pada
auxiliary boiler, dampak dari tidak
optimalnya pembakaran dan bagaimana cara
mengatasi masalah tersebut yaitu :
1) Faktor-faktor yang menyebabkan
tidak optimalnya kinerja pada
auxilary boiler antara lain :
a. Tidak sempurnanya pembakaran pada
auxiliary boiler yang diakibatkan
oleh beberapa faktor yaitu temperatur
bahan bakar yang tidak sesuai, yang
disebabkan kerusakan pada electrik
heater yang rusak atau putus.
b. Kurangnya suplai udara pada
auxiliary boiler disebabkan karena
berkurangnya putaran pada elektro
motor sehingga tidak bisa bekerja
secara maksimal.
c. Macetnya fire damper saat mensuplai
udara hal ini dikarenakan oleh
rusaknya atau sudah lemahnya
magnet contactor sehingga tidak kuat
saat harus menggerakkan fire damper.
d. Burner adalah salah satu alat
pengabut bahan bakar pada auxiliary
boiler. Di dalam burner terdapat
nozzle burner yang fungsinya agar
bahan bakar yang masuk ke dalam
dapur pembakaran dapat berbentuk
spray sehingga pembakaran dalam
dapur pembakaran dapat merata. Oleh
sebab itu burner harus selalu dicek
agar tidak tersumbat oleh kotoran dan
dapat mengabutkan bahan bakar
secara optimal sehingga pembakaran
menjadi sempurna.
2) Dampak yang terjadi dari tidak
optimalnya pembakaran pada
auxiliary boiler antara lain:
a. Steam/uap yang dihasilkan tidak
maksima
Ketidakmaksimalan steam/uap
disebabkan karena pembakaran
auxiliary boiler yang tidak sempurna
sehingga kebutuhan uap/steam di atas
kapal tidak memenuhi kebutuhan
yang diperlukan karena kebutuhan
uap di kapal cukup banyak.
b. RPM pompa turbin tidak maksimal
Ketidakmaksimalan RPM pompa
turbin disebabkan karena kurangnya
uap/steam yang dihasikan oleh
pembakaran auxiliary boiler.
3) Cara mengatasi penyebab tidak
optimalnya pembakaran pada
auxiliary boiler antara lain :
a. Temperatur bahan bakar yang tidak
sesuai
Melakukan perbaikan pada elektrik
heaternya dan mengatur temperatur
bahan bakar sesuai dengan instruksi
manual book.
b. Kurangnya suplai udara
Melakukan perbaikan pada elektro
motornya dan melakukan penggantian
ball bearing, sesuai dengan part
nomer yang ada di manual book.
c. Macetnya fire amper
Melakukan perbaikan pada magnet
contaktornya karena kalau sudah
terlalu lama magnet contaktornya
tidak bisa untuk menggerakkan fire
damper melakukan perbaikan dan
penggantian magnet contaktornya
sesuai dengan manual book.
d. Burner
Melakukan pengecekan terhadap
nozzle burner dan melakukan
penggantian nozzle burner sesuai
dengan manual book
C. Pembahasan masalah 1. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak
optimalnya pembakaran pada auxiliary
boiler?
a) Tidak sempurnanya pembakaran pada
auxiliary boiler
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1939
Temperatur bahan bakar yang cukup
atau tepat sangat diperlukan untuk
menjaga agar viskositas bahan bakar
dapat dikabutkan dengan baik yaitu
180 OC. Pada saat penulis
melaksanakan praktek laut di MT.
Enduro, penulis menemukan
ketidaksesuaian temperatur bahan
bakar yang mengakibatkan tidak
sempurnanya pembakaran pada
auxiliary boiler.
Pada saat dilakukan pemeriksaan
terhadap bahan bakar ketel uap maka
kami mendapatkan data sebagai
berikut:
Tabel 4.1 : Temperatur ketel uap
Temperatur
seharusnya
Temperatur
yang terjadi Keterangan
60°˗ 85°C 55°C Abnormal
Dari data di atas maka sangat jelas
bahwa terjadi selisih 5°C untuk
menunjang pembakaran yang baik
pada ketel uap. Temperatur yang
dapat menyebabkan kegagalan
pembakaran pada ketel uap adalah
lebih kecil dari 60°C dan temperatur
di atas 85°C. Hal ini berkaitan dengan
kondisi heater bahan bakar. Heater
yang digunakan di MT. Enduro
adalah jenis steam heater yaitu media
pemanasnya adalah steam sebagai
pemanas.
b) Kurangnya suplai udara
Udara merupakan salah satu bahan
yang menunjang terjadinya suatu
pembakaran pada auxiliary boiler dan
udara yang masuk ke furnance harus
berbanding dengan bahan bakar yang
masuk ke furnance, maka dari itu
diperlukan adanya pemeriksaan secara
berkala pada elekrik motornya. Pada saat putaran elektrik motor menurun
dari putaran normalnya yaitu 3480
rpm menghasilkan tekanan 1.25kg
putarannya turun menjadi sekitar
1200rpm menghasilkan tekanan
0.35kg-0.70kg, maka putaran fan juga
ikut menurun sehingga suplai udara
untuk pembakaranpun ikut menurun.
Jika suplai udara berkurang maka
pembakaran tidak berjalan dengan
sempurna. Pada saat penulis
melaksanakan praktek laut, penyebab
turunnya putaran elektrik motor
adalah karena komponen pada ball
bearing rusak sehingga putaran
menjadi berat. Pada saat putaran
elektrik motor menurun maka akan
berdampak pada kurangnya suplai
udara untuk pembakaran, karena besar
kecilnya suplai udara yang didapat
berdasarkan cepat lambatnya putaran
fan yang diputar oleh elektrik motor.
Jika putaran fan menurun maka akan
berakibat pada kurangnya suplai udara
untuk pembakaran sehingga
pembakaran berjalan dengan tidak
sempurna.
c) Macetnya fire damper
Damper berfungsi untuk mengatur
suplai udara pembakaran yang masuk
ke dalam dapur pembakaran auxiliary
boiler. Hal ini dimaksudkan agar
suplai udara pembakaran dapat
terkontrol sehingga pembakaran
berjalan dengan sempurna yaitu 1,25
kg sedangkan yang terjadi di MT.
Enduro udara yang masuk ke dalam
dapur pembakaran yaitu antara 0,35-
0,70 kg sehingga terjadi pembakaran
yang tidak sempurna. Namun pada
saat penulis melakukan praktek laut
penulis menemukan masalah yaitu
macetnya damper tersesbut yang
diakibatkan oleh rusaknya atau sudah
lamanya magnet contactor sehingga
tidak mampu lagi menggerakkan
damper saat suplai udara. Hal ini
berpengaruh kurangnya supalai udara
yang masuk dalam pembakaran yang
mengakibatkan pembakaran yang
tidak sempurna.
d) Burner
Burner merupakan komponen utama
pembakaran pada auxiliary boiler
yang berfungsi sebagai tempat
pengabutan bahan bakar utama yang
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1940
kemudian bercampur dengan udara
yang terbakar oleh api yang
diproduksi oleh ignition burner. Di
dalam burner terdapat nozzle burner
yang mana nozzle burner tersebut
harus selalu dijaga dan dichek
apakah:
1) Nozzle burner kotor
Nozzel burner berfungsi sebagai
alat pengabut bahan bakar agar
pembakaran tetap berjalan dengan
lancar sehingga menghasilkan
panas dan uap yang baik.
Berdasarkan pengalaman penulis
pada saat melaksanakan praktek
laut, penulis menemukan nozzle
burner kotor akibat bahan bakar
yang tidak disaring terlebih dahulu
di dalam purifier dan kotoran-
kotoran tersebut mengendap pada
burner pada saat melakukan
pembersihan burner ditemukan
kotoran yang cukup banyak pada
burner.
2) Jarak elektrode pilot burner tidak
tepat
Elektrode pada pilotburner
berfungsi sebagai pengapian awal.
Jarak elektrode pilot burner harus
sesuai dengan jarak yang sudah
ditentukan pada instruction
manual book. Apabila jarak
elektrode dengan pilot burner
tidak sesuai maka akan
berpengaruh terhadap panjang
lidah api. Lidah api akan menjadi
pendek sehingga dapat terjadi
kegagalan pembakaran.
Tabel 4.2 : Jarak elektrode pilot burner
normal
Jarak elektrode
pada manual
book
Jarak
elektrode
yang terjadi
Keterangan
8 mm 5 mm Abnormal
Dari data di atas maka sangat jelas
bahwa terjadi ketidaksesuaian
jarak elektrode sehingga terjadi
kegagalan pembakaran sehingga
mengakibatkan pembakaran tidak
sempurna.
3) Bocor atau menetesnya fuel oil
dari nozzle
Nozzel berfungsi sebagai pengabut
bahan bakar yang dapat menjaga
pembakaran agar tetap konstan
sehingga menghasilkan panas dan
uap yang baik. Namun pada saat
penulis melakukan praktek laut
penulis menemukan masalah yaitu
kebocoran pada nozzle yang
diakibatkan oleh melebarnya
lubang pada ujung nozzle yang
disebabkan lamanya pemakian
nozzle tersebut. Selain pada bagian
ujung nozzle juga ditemukan
rembesan pada bagian nozzle
holder yang melalui ulir nozzle
holder hal ini mengakibatkan
terjadinya penumpukan fuel oil
pada burning chamber
4) Mengendapnya fuel oil didalam
burning chamber
Burning chamber adalah suatu
tempat yang berfungsi sebagai
ruang pembakaran pada auxiliary
boiler yang mana seharusnya di
dalam burning chamber tidak
boleh ada tetesan fuel oil. Namun
pada saat penulis melaksanakan
praktek laut penulis menemukan
masalah yaitu mengendapnya fuel
oil pada burning chamber yang
diakibatkan oleh bocor dan
menetesnya fuel oil yang terjadi
diantara ulirdengan nozzle holder
pada burner, saat burner
melakukan pengabutan bahan
bakar pada saat itu bahan bakar
tidak bisa mengabut secara
sempurna sehingga menetes dan
kemudian menumpuk pada
burning chamber yang
mengakibatkan pembakaran yang
tidak sempurna pada auxiliary
boiler.
4) Apakah dampak yang terjadi ketika
kurang optimalnya kerja dari
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1941
auxiliary boiler dalam menghasilkan
uap?
a. Uap yang dihasilkan tidak optimal
Uap adalah titik-titik dari benda cair
yang mana uap yang dibutuhkan di
atas kapal cukup banyak, sedangkan
Uap yang dihasilkan oleh
pembakaran auxiliary boiler tidak
optimal uap yang awalnya antara
20-25kg dalam keadaan normal,
pada saat terjadi ketidakoptimalan
pembakaran pada auxiliary boiler
uap yang dihasilkan kurang lebih
10-13kg sehingga uap yang
dihasilkan tidak memenuhi
kebutuhan di atas kapal sedangkan
kebutuhan uap di atas kapal cukup
banyak
b. RPM pompa turbin tidak optimal
Turbin adalah rotary engine (mesin
yang berotasi) yang dapat
mengekstrak energi dari aliran
fluida yang mana seharusnya pompa
turbin harus selalu bekerja
maksimal. Pada saat penulis
menemui masalah terhadap pompa
turbin yang mana kinerja dari
pompa turbin/ RPM pompa turbin
tidak maksimal pompa turbin yang
seharusnya bisa menghasilkan RPM
kurang lebih 1500 dalam keadaan
normal pada saat itu pompa turbin
hanya bisa menghasilkan RPM 700
c.
5) Bagaimana cara mengoptimalkan
kerja dari auxiliary boiler untuk
menghasilkan uap?
a) Temperatur bahan bakar tidak sesuai
Agar temperatur bahan bakar sesuai
maka langkah yang diambil yaitu
sebagai berikut:
1. Melakukan perbaikan pada electric
heaternya
2. Mengatur temperatur bahan bakar
sesuai dengan instruction manual
book pada fuel oil temperature
control
3. Selalu melakukan pengecekan
terhadap temperatur bahan bakar
pada fuel oil temperature control
4. Cek viscositas bahan bakar sesuai
dengan instruction maunal book
b) Kurangnya suplai udara
Untuk mengatasi kurangnya suplai
udara yang masuk ke dalam dapur
pembakaran dapat dilakukan
pengecekan pada elekro motornya
bila terjadi kerusakan pada elektro
motornya lakukan perbaikan pada
elektro motor tersebut seperti yang
terjadi di kapal MT. Enduro yang
mana terjadi kerusakan pada ball
bearingnya maka ball bearing
tersebut harus diganti dengan yang
baru.
c) Macetnya fan damper saat mensuplai
udara
Untuk mengatasi hal tersebut
dilakukan perbaikan/pengantian pada
magnet contactor serta melakukan
perawatan terhadap damper sesuai
dengan instruksi manual book agar
supaya pada saat damper melakukan
suplai udara pada saat pembakaran
bisa berjalan dengan normal sehingga
antara udara dan bahan bakar yang
masuk ke dalam dapur pembakaran
seimbang dan pembakaran menjadi
sempurna.
Untuk mencegah agar tidak terjadi
kemacetan pada fan damper maka
diperlukan adanya perawatan pada
fan damper tersebut.
d) Burner
Untuk mengatasi permasalahan yang
terjadi pada burner yaitu dengan cara
melakukan pembersihan pada burner
dengan cara disikat menggunakan
sikat khusus untuk burner bila sudah
tidak biasa digunakan ganti dengan
yang baru.
1) Nozzle burner kotor
Hal yang dilakukan apabila nozzle
burner kotor adalah dengan
membersihkan atau mengganti
nozzle burner dengan nozzle
burner yang baru jika diperlukan
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1942
dan mengecek filter bahan bakar
masih bagus apa tidak bila filter
bahan bakar sudah rusak segera
lakukan penggantian karena bila
tidak diganti, dikhwatirkan filter
tersebut tidak bisa bekerja dengan
baik sehingga menyebabkan nozzle
burner cepat kotor/ tersubat
sehingga tidak bisa mengabutkan
bahan bakar dengan baik dan dapat
menyebabkan tidak sempurnanya
pembakaran pada auxiliary boiler,
karena salah satu yang menjadi
penyebab pembakaran sempurna
atau tidaknya adalah pengabutan
bahan bakar yang dikabutkan oleh
nozzleburner, karena Nozzle
burner sangat berperan penting
dalam pembakaran.
2) Jarak electrode dengan pilot
burner
Menurut manual book jarak
elektrode dengan pilot burner
adalah 8 mm, sedangkan yang
terjadi di kapal MT. Enduro adalah
5mm, hal ini mempengaruhi
panjang lidah api akan menjadi
pendek dan igniter yang tidak bisa
memercikan api sehingga
mengakibatkan kegagalan dalam
pembakaran awal. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan
pemeriksaan dan perawatan secara
rutin terhadap jarak elektrode
dengan pilot burner agar pilot
burner dapat bekerja dengan baik
sehingga tidak ada kegagalan
dalam pembakaran dan
pembakaran menjadi sempurna.
3) Bocor atau menetesnya fuel oil
dari nozzle burner
Bocor serta menetesnya fuel oil
pada nozzle dipengaruhi oleh
rusaknya ulir yang terhubung dari
nozzle ke nozzle holder yang sudah
terlalu lama serta keausan pada
ulir tersebut sehingga tidak bisa
mengikat nozzle dengan kuat dan
pada ujung nozzle terdapat
kerusakan melebarnya lubang pada
ujung nozzle dikarenakan usia
pemakaian yang sudah lama dan
terdapatnya kerak pada lubang
nozzle yang dibersihkan dengan
cara yang salah sehingga
mengakibatkan lubang pada ujung
nozzle rusak / melebar sehingga
saat burner mengabutkan bahan
bakar tidak dapat mengabutkan
fuel oil secara maksimal sehingga
fuel oil jatuh kedalam burning
chamber.
4) Mengendapnya fuel oil pada
burning chamber
Burning chamber adalah suatu
tempat yang berfungsi sebagai
ruang pembakaran pada pesawat
auxiliaryboiler, di dalam burning
chamber tidak boleh ada tetesan
fuel oil didalamnya karena tetesan
fuel oil tersebut lama kelamaan
akan menyebabkan korosi pada
burning chamber. Namun pada
saat penulis melaksanakan praktek
laut penulis menemukan masalah
yaitu mengendapnya fuel oil pada
burning chamber yang diakibatkan
oleh bocor dan menetesnya fuel oil
dari burner saat burner melakukan
pengabutan bahan bakar, sehingga
menumpuk pada burning chamber
yang mengakibatkan pembakaran
tidak sempurna pada auxiliay
boiler. Untuk mengatasi hal
tersebut dilakukan pembersihan
pada chamber dengan
menggunakan minyak diesel oil
atau chemical dengan menyeluruh
sampai bersih supaya pada saat
terjadi pembakaran bisa berjalan
dengan normal karena fuel oil
yang menumpuk pada chamber
tidak ikut terbakar.
V. KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dikemukakan pada
bab pembahasan, maka dapat disimpulkan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
Jurnal Dinamika Bahari
Vol. 8 No. 1 Edisi Oktober 2017
1943
terhadap pembakaran yang tidak sempurna
pada auxiliary boiler adalah:
1. Faktor penyebab pembakaran yang
tidak sempurna pada auxiliary boiler
dipengaruhi oleh:
a. Temperatur bahan bakar yang tidak
sesuai dikarenakan temperatur bahan
bakar yang masuk ke dalam heater
yaitu 55oC, sedangkan temperatur
bahan bakar menurut instruction
manual book yaitu 60oC-85
oC untuk
mencapai pembakaran yang sempurna.
b. Kurangnya suplai udara yang
disebabkan turunnya putaran electric
motor pada primary air fan yang
normalnya 3480 rpm menghasilkan
1,25 kg turun menjadi 1200 rpm
menghasilkan 0,35-0,70 kg sehingga
menyebabkan pembakaran pada
auxiliary boiler menjadi tidak
sempurna.
c. Fire damper yang macet akibat
rusaknya atau sudah lemahnya magnet
contactor, sehingga pada saat fire
damper akan melakukan pengaturan
udara magnet contactor tidak kuat
untuk menggerakkan fire damper.
d. Nozzle burner yang kotor disebabkan
oleh bahan bakar yang masuk ke dalam
nozzle burner tidak melalu proses
pemisahan terlebih dahulu didalam
purifier sehingga pengabutan bahan
bakar tidak sempurna karena adanya
endapan karbon pada nozzle burner,
Jarak elektrode dengan pilot burner
yang tidak tepat yang normalnya 8mm
menjadi 5mm sehingga menyababkan
kegagalan pada saat awal pembakaran,
bocor atau menetesnya fuel oil dari
nozzle yang disebabkan oleh
melebarnya lubang pada ujung nozzle
karena lamanya pemakaian nozzle
sehingga menyebabkan bahan bakar
mengendap di dalam burning chamber,
mengendapnya fuel oil pada burning
chamber mengakibatkan fuel oil ikut
terbakar pada saat proses pembakaran
auxiliary boiler hal tersebut yang
menyebabkan tidak optimalnya
pembakaran pada auxiliary boiler.
2. Dampak yang terjadi dari tidak
optimalnya pembakaran pada auxiliary
boiler adalah
a. Uap yang dihasikan tidak maksimal
tekanan uap yang normalnya antara 20-
25kg menjadi 10-13kg sehingga tidak
memenuhi kebutuhan di atas kapal
sedangkan kebutuhan uap di atas kapal
cukup banyak.
b. Rpm pompa turbin tidak maksimal,
yang normalnya RPM pompa turbin
mencapai 1200 sedangkan pada saat
terjadi ketidakoptimalan pembakaran
pada auxiliary boiler RPM yang
dihasilkan hanya mencapai 700.
3. Cara mengoptimalkan pembakaran
pada auxiliary boiler adalah
a. Untuk mengatasi temperatur bahan
bakar yang tidak sesuai yaitu dengan
cara melakukan perbaikan pada heater
bahan bakar, cek viskositas bahan
bakar dan mengatur temperatur bahan
bakar sesuai dengan instruction manual
book.
b. Untuk mengatasi kurangnya suplai
udara dengan cara melakukan
pengecekan pada elektro motor, bila
terjadi kerusakan pada salah satu
komponennya, maka komponen
tersebut harus diganti dengan
komponen yang sama sesuai dengan
instruction manual book.
c. Untuk mengatasi macetnya fire damper
yaitu dengan cara mengganti magnetic
contactornya dan melakukan
perawatan secara berkala sesuai dengan
instruksi manual book.
d. Untuk mengatasi nozzle burner yang
kotor yaitu dengan cara melakukan
pembersihan, penggantian pada nozzle
dan melakukan perawatan secara rutin
pada nozzle burner sesuai instruksi
manual book.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Fungsi Ship Crane Terhadap Proses Bongkar Muat MV. Madison
1944
DAFTAR PUSTAKA
Bakir R, Suyoto dan Sigit Suryanto. 2006.
Kamus Bahasa Indonesia. Batam :
Karisma Publishing Group
http://www.pengertianahli.com/2015/01/pen
gertian-identifikasi.htm
Chien, lie. 2011. Ketel uap http://liechien-
lichin.blogspot.co.id/?m=1 (di unduh
pada tanggal 14-04-2016 13.35)
Dinata, Sukma. 2006. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung : ALFABETA
Gunawan, imam 2013,” metode penelitian
kualitatif”,malang, PT bumi aksara
Hanavie, Fauzi. 2012. Ketel uap.
http://ziehan96.blogpot.co.id/2012/06 (di
unduh pada tanggal 12-04-2016
10.36).
Instruction Manual Book. 1998. Approval
Manual for Boiler Plant. Eropa,
yugoslavia, Japan.
J. Moleong, Lexy. 2001. Metode Penelitian
Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung : ALFABETA
Tambunan. 1984. Ketel Uap. Jakarta : Karya
Agung
Van der veen. T. 1977. Tehnik Ketel Uap.
Uitgevers Europese Educatieve
Groepm, Vleuten.
PEDOMAN PENULISAN
ARTIKEL JURNAL DINAMIKA BAHARI
1. Artikel harus asli, hasil karya sendiri, belum pernah dimuat di media lain, dan tidak sedang proses
pertimbangan untuk dimuat di media lain.
2. Tema artikel berisi hasil penelitian atau gagasan pemikiran (konseptual) tentang keselamatan
maritim, kajian dan rekayasa ilmu maritim, pendidikan dan pelatihan kemaritiman.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris pada kertas ukuran A4, dengan format 2
kolom (kecuali abstrak), spasi tunggal, menggunakan font Times New Roman ukuran 12pt
(kecuali judul, font 14pt).
4. Susunan artikel hasil penelitian:
a. Judul (huruf kapital, bold, font 14);
b. Nama penulis (maksimal 3 orang);
c. Jabatan dan institusi penulis;
d. Abstrak (dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, memuat informasi tentang tujuan,
metode dan kesimpulan, maksimal 150 kata, satu kolom, spasi tunggal, italic);
e. Kata kunci (3-5 kata kunci, diambil dari judul atau abstrak);
f. Pendahuluan (berisi latar belakang masalah, tinjauan pustaka/landasan teori, dan
masalah/tujuan penelitian, maksimal 30% dari artikel);
g. Metode penelitian (berisi jenis/pendekatan penelitian, subjek/populasi/sampel, metode
pengumpulan dan analisis data);
h. Hasil dan pembahasan;
i. Simpulan dan saran;
j. Daftar pustaka (hanya berisi pustaka yang dirujuk atau dikutip).
5. Perujukan/pustaka menggunakan sistem perujukan langsung, diletakkan dalam kurung, dengan
menyertakan nama belakang pengarang, tahun publikasi, dan halaman, contoh : Yusuf (2008:25)
atau (Yusuf, 2008:25). Dalam hal perujukan ganda atau lebih sumber ditulis secara berurutan
berdasarkan tahun terbit yang lebih awal, dengan menggunakan tanda semicolom [;] sebagai
pemisah antar pengarang, contoh : (Yusuf, 2000:25; Formen, 2001:27; Muhammad, 2002:24)
6. Daftar pustaka disusun berdasarkan nama akhir penulis. Nama depan dan tengah penulis disingkat
(menggunakan inisial, contoh : Amin Yusuf, ditulis Yusuf, A. ), dan dengan menyertakan
informasi tahun terbit, judul publikasi (dicetak miring), kota tempat penerbit dan nama penerbit.
Sumber berupa jurnal mencantumkan nama penulis, tahun terbit, judul artikel, nama jurnal,
volume (bila ada) edisi, dan halaman. Bila sumber tersebut berupa berasal dari sumber internet,
disertakan alamat url dan tanggal akses.
Contoh :
a. Buku
Abdillah. 2005. Pergaulan Multikultural. Semarang: Sinar Publishing
Foucault, M. 1972. The Archaeology Of Knowledge. London: Tavistock
b. Artikel Jurnal
Alanen, L. (1988). Rethinking Childhood. Acta Sociologica. 31(1). 53-67
c. Sumber elektronik/internet
Stone, J.E (1996). Developmentalism an Obsecure but Pervasive Restriction of Educational
Improvement. Educational Policy Analysis Archives. 4. 1-32. Diakses tanggal 18 Oktober
2007 dari http://epaa.asu.edu/epaa/v4n8.html
7. Artikel dikirim dalam bentuk hardcopy dan softcopy ke alamat redaksi : Pusat Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, PIP Semarang, Jl. Singosari 2A Semarang 50242 Telp. (024)
8311527, Fax: (024) 8311529, email: [email protected] paling lambat 2 bulan sebelum
penerbitan.
8. Penulis akan diberikan bukti berupa 1 (satu) eksemplar jurnal (hardcopy) yang memuat artikel
penulis tersebut.