Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan...
Transcript of Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan...
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
SISTEM PENGENDALIAN INTERN TERHADAP PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA
PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM KUALA TANJUNG
THORMAN LUMBANRAJA, S.E., MSi
(Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surya Nusantara, Pematangsiantar)
ABSTRAK
PT Inalum Kuala Tanjung yang berdiri pada 6 Juli 1979 di atas area 200 ha di Kuala Tanjung,
Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara adalah sebuah perusahaan yang memproduksi
aluminium ingot, dengan desain produksi yang ditentukan adalah 225.000 ton per tahun kemudian
dipasarkan di dalam dan luar negeri.
Persediaan adalah salah satu aktiva penting yang harus dimiliki oleh perusahaan.
Persediaan bahan baku baku adalah barang-barang yang dibeli dan digunakan untuk proses
produksi. Pentingnya pengendalian intern dalam suatu perusahaan adalah untuk mencegah dan
menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan penyelewengan. Sehingga suatu perusahaan
dapat menentukan perencanaan yang baik dalam menentukan jumlah persediaan yang dibutuhkan,
waktu pemesanan, dan supaya persediaan dapat diterima dengan tepat waktu. Oleh karena itu,
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengendalian intern
dalam penyediaan bahan baku serta prosedur pembelian bahan baku yang ada di PT. INALUM.
Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan
data berupa wawancara dengan bagian Perencanaan Produksi dan Keuangan, observasi,
dokumentasi dan kepustakaan. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer
dan data sekunder.
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis pada PT. INALUM, diketahui bahwa
penyediaan persediaan bahan baku serta prosedur pembelian bahan baku dalam kaitannya dengan
sistem pengendalian intern dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (a) sistem pengendalian
intern terhadap persediaan bahan baku sudah sangat baik, karena semuanya telah di jelaskan dalam
AMP, (b) pengendalian intern yang dilakukan PT INALUM sudah efektif dan efisien, (c)
penyediaan persediaan bahan baku yang dilakukan PT INALUM juga telah sesuai dengan sistem
pengendalian intern perusahaan, (d) pembelian persediaan bahan baku dilakukan dengan
menggunakan kontrak dan telah sesuai dengan prosedur pembelian.
Keyword : pengendalian intern, bahan baku, prosedur pembelian.
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
43
PENDAHULUAN
Persediaan bahan adalah merupakan suatu hal yang harus ada di dalam perusahaan, untuk
menunjang kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Semua perusahaan baik besar maupun kecil
akan selalu mempunyai persediaan bahan baku, walaupun dalam jumlah dan keadaan yang
berbeda-beda.Persediaan bahan baku ini berhubungan erat dengan kegiatan produksi. Perusahaan
mengadakan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Agar kegiatan produksi dapat
berjalan dengan baik, maka dibutuhkan sistem pengendalian bahan baku. Sistem pengendalian
bahan baku ini merupakan bagian yang sangat penting bagi perusahaan.
Suatu sistem pengendalian intern dibutuhkan dalam setiap bagian perusahaan, agar tujuan
perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Hal ini dimaksudkan bahwa sistem
pengendalian intern yang ada, tidak hanya dilakukan pada aspek-aspek yang memberi pemasukan
saja, tetapi juga pada aspek-aspek yang memberikan beban pengeluaran bagi perusahaan. Satu
bagian yang menjadi sumber pengeluaran yang tidak dapat dihindari oleh perusahaan adalah dalam
hal persediaan bahan baku. Disini penting bagi perusahaan untuk mengupayakan pemenuhan
kebutuhan bahan baku yang cukup agar tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil dan terjamin
kontinuitasnya, serta efektif dan efisien.
Sebuah sistem pengendalian juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa suatu organisasi
melibatkan individu-individu. Aktivitas individu ini diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi.
Karena ketidakselarasan tujuan dapat mengakibatkan tujuan organisasi atau tujuan individu tidak
tercapai.Untuk itulah diperlukan suatu pengendalian kerja sehingga tujuan individu dapat selaras
dengan tujuan organisasi. Salah satu alat untuk mencapai tujuan tersebut adalah adanya sistem
pengendalian intern yang baik. .
Perusahaan akan menghadapi berbagai konsekuensi dalam mencapai tujuannya yang
berkaitan dengan bahan baku, yaitu harus menanggung biaya maupun risiko yang berkaitan dengan
persediaan. Terjadinya kekurangan persediaan bahan baku atau tidak adanya bahan baku pada saat
dibutuhkan dapat menyebabkan jalannya aktivitas produksi terhenti, sebaliknya terlampau
banyaknya persediaan bahan baku akan mengakibatkan tertahannya modal secara tidak produktif,
sehingga hal ini merupakan salah satu faktor kerugian bagi perusahaan.
PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) merupakan perusahaan manufaktur yang
merupakan industri hulu. PT. INALUM mengolah bahan baku berupa Alumina (Al2O3),
Aluminium Flouride (Alf3),Coal Tar Pitch, Calcined Coke dan Pitch Coke menjadi barang jadi
berupa aluminium ingot primer. Bahan baku yang dibutuhkan oleh PT. INALUM sebagian besar
dibeli dari luar negeri, misalnya dari Jepang, Kuwait, Cina, Argentina, dan lain-lain, namun ada
pula yang dibeli dari dalam negeri.PT. INALUM memiliki persediaan bahan baku yang minimum
digudangnya, sehingga mereka tidak pernah mengalami kekurangan bahan baku. Walaupun
demikian, PT. INALUM tetap harus memperkirakan kapan mereka akan melakukan pembelian
dengan baik dan harus pada jumlah yang tepat dan pada waktu yang tepat.
PT. INALUM telah menggunakan sistem akuntansi pusat pertanggungjawaban yang
terdapat dalam tiap divisi. Setiap divisi terdiri dari beberapa departemen dan tiap departemen terdiri
dari beberapa seksi. Masing-masing manajer pada perusahaan ini memimpin satu seksi dan
bertanggungjawab atas seksi yang dipimpinnya serta tiap manajer juga bertanggungjawab untuk
mengendalikan biaya-biaya dan akan mempertanggungjawabkannya pada bagian penganggaran
atau sering disebut dengan bagian perencanaan (planning) perusahaan. Karena bagian
penganggaran sangat berperan penting dalam hal penyediaan bahan yang akan diproduksi oleh PT.
INALUM dalam setiap tahunnya.
Pentingnya pengendalian persediaan, mendorong penulis untuk mengetahui bagaimana
penyediaan persediaan bahan baku yang dilakukan oleh PT. INALUM dalam kaitannya dengan
sistem pengendalian intern, sehingga akan memberikan pemahaman lebih mengenai keunggulan
dan kelemahan dari sistem itu, melalui penulisan skripsi yang berjudul “SISTEM
PENGENDALIAN INTERN TERHADAP PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT.
INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (INALUM)”.
Pengertian Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
44
Dalam mempersiapkan ataupun menggunakan faktor-faktor produksi, perusahaan harus
melakukan perencanaan.Menurut William K. Carter (2009:4), perencanaanmerupakan proses
merasakankesempatanmaupunancamaneksternal, menentukantujuan yang diinginkan,
danmenggunakansumberdayauntukmencapaitujuantersebut. Atau suatu perencanaan adalah proses
dimana perusahaan menyesuaikan sumber daya mereka dengan sasaran dan peluang mereka.
Perusahaan yang tidak banyak mengadakan perencanaan sebelumnya, akan cenderung tidak
memanfaatkan peluang-peluang yang sesuai dengan sumber daya perusahaan itu. Menurut Paul
Sihotang (1990:3), perencanaan juga merupakan fungsi memilih sasaran perusahaan secara
bijaksana, program dan pemilihan langkah-langkah apa yang harus dilaksanakan, siapa yang
melakukan dan kapan aktivitasnya dilaksanakan.
Sedangkan pengertian produksi menurut Jay Heizerdan Barry Render (2009:4), adalah kegiatan
untuk menghasilkan suatu barang ataupun jasa. Dalam kegiatan produksi tentunya membutuhkan
unsur-unsur yang diperlukan dalam proses produksi yang disebut dengan faktor-faktor produksi.
MenurutFaktor-faktor produksi itu antara lain adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
sumberdaya modal, dan sumberdaya pengusaha. Dimana faktor produksi tersebut nantinya akan
dimasukkan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang jadi atau jasa.
Menurut William K. Carter (2009:381), perencanaan produksi (Production Planning), adalah
suatukegiatanuntuk menetapkan produk yangakandiproduksi, jumlah produkyang dibutuhkan,
kapan produk tersebut harus selesai dan sumber-sumber yang dibutuhkan. Sedangkan pengendalian
produksimenurut William K. Carter (2009:391), yaitu aktivitas yang menetapkan kemampuan
sumber-sumber yang digunakan dalam memenuhi rencana, kemampuan produksi berjalan sesuai
rencana, melakukan perbaikan rencana.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan dan pengendalian produksi yaitu
merencanakan kegiatan-kegiatan produksi, agar apa yang telah direncanakan dapat terlaksana
dengan baik. Dengan membuat suatu perencanaan dan pengendalian produksi pada suatu
perusahaan, maka kegiatan yang ada dalam perusahaan tersebut dapat berjalan secara efektif dan
efisien.
Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan
Pada setiap tingkat perusahaan, baik perusahaan kecil, menengah maupun perusahaan besar,
persediaan sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan harus dapat
memperkirakan jumlah persediaan yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan produksi. Persediaan
yang dimiliki tidak boleh terlalu banyak dan juga tidak boleh terlalu sedikit karena akan
mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan untuk persediaan tersebut.
Menurut Zaki Baridwan (1992:149), “Persediaan adalah istilah yang digunakan untuk
menunjuk barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi
barang-barang yang akan dijual”. Menurut Stice dan Skousen (2004:653), “Persediaan juga
didefenisikan sebagai aktiva yang meliputi barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam
kegiatan bisnis normal, yang ditujukan untuk barang dalam proses produksi atau yang ditempatkan
dalam kegiatan produksi dan kemudian dijual”. Menurut Warren Reeve (2005:452), “Persediaan
adalah suatu aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal dalam proses produksi
atau yang dalam perjalanan dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan (Supplies) untuk
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa”. Menurut Eldon S. Hendrikson dan
Nugroho (1991:2), “Istilah persediaan meliputi barang-barang dagangan yang dimaksudkan untuk
dijual dalam kondisi usaha normal dan bahan baku serta bahan pembantu yang dipergunakan dalam
peoses produksi untuk dijual”.
Jenis-jenis persediaan akan berbeda sesuai dengan bidang atau kegiatan normal usaha
perusahaan tersebut. Untuk persediaan industri maka jenis persediaan yang dimiliki adalah
persediaan bahan baku (raw material), barang dalam proses (work in process), persediaan barang
jadi (finished goods), serta bahan pembantu yang akan digunakan dalam proses produksi. Menurut
Stice dan Skousen (2004:654), “Persediaan bahan baku adalah barang-barang yang dibeli untuk
digunakan dalam proses produksi”. Menurut Zaki Baridwan (1992:150), “Persediaan bahan baku
adalah barang-barang yang akan menjadi produk jadi yang dengan mudah dapat diikuti
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
45
biayanya.Jadidapatdisimpulkanbahwapersediaanbahanbakuadalahbarang-barang yang
bersifatmentahkemudiandiproduksimenjadiproduk jadi.
FungsiPersediaan
Menurut Stice dan Skousen (2009:571), Persediaan memiliki beberapa fungsi penting bagi
suatu perusahaan, yaitu:
a. Agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan terjadi,
b. Untuk menyeimbangkan produksi dengan distribusi,
c. Untuk memperoleh keuntungan dari potongan kuantitas, karena membeli dalam jumlah
yang banyak ada diskon,
d. Untuk hedging dari inflasi dan perubahan harga,
e. Untuk menghindari kekurangan persediaan yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan
pasokan, mutu, dan ketidaktepatan pengiriman,
f. Untuk menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam proses.
TujuanPersediaan
Menurut Eldon S. Hendrikson dan Nugroho (1991:3), tujuan yang lazim dari pengukuran
persediaan adalah untuk membandingkan biaya dengan pendapatan yang berkaitan dengannya
dalam rangka menghitung laba bersih menurut struktur akuntansi tradisional. Selain itu, tujuan
kedua pengukuran persediaan yang sering dinyatakan adalah menyajikan nilai barang untuk
perusahaan. Tujuan ketiga adalah menyajikan informasi mengenai persediaan yang akan membantu
para investor serta pemakai lainnya untuk memprediksi arus kas di masa mendatang.
Biaya-biaya yang terkait dengan persediaan
Menurut Stice dan Skousen (2004:662), biaya persediaan terdiri dari seluruh pengeluaran, baik
yang langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan pembelian, persiapan, dan
penempatan persediaan untuk dijual. Biaya persediaan bahan baku yang dimaksud adalah biaya
termasuk harga pembelian, pengiriman, penerimaan, penyimpanan dan seluruh biaya yang terjadi
sampai barang siap untuk dijual.
Masalah penentuan besarnya persediaan sangatlah penting bagi perusahaan, karena persediaan
memiliki efek langsung terhadap keuntungan perusahaan. Adanya persediaan bahan baku dalam
jumlah yang terlalu besar dibanding kebutuhan perusahaan akan meningkatkan beban bunga, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan dalam gudang serta kemungkinan terjadinya penyusutan dan
kualitas yang tidak bisa dipertahankan, sehingga akan mengurangi keuntungan perusahaan. Begitu
pula sebaliknya, jika persediaan terlalu kecil akan menghambat proses produksi, sehingga
perusahaan akan mengalami kerugian.Dan cara penyelenggaraan bahan baku dalam setiap
perusahaan adalah berbeda-beda. Baik dari segi jumlah unit persediaan bahan baku, waktu
penggunaan, dan jumlah biaya untuk membeli bahan baku tersebut.
Adapun biaya-biaya yang timbul karena persediaan adalah:
a. Biaya penyimpanan
Menurut Hansen dan Mowen (2001:584), merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
penyimpanan persediaan. Terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi langsung dengan kuantitas
persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas persediaan
semakin banyak.Menurut Drs. AgusAhyari (1981:2),
dimanabiayainitidakhanyamencakupsewagudang/penyusutangudang, tenagakerjadan lain
sebagainya, tetapitermasukjugaadanyaresikokerusakan, kehilangandan lain sebagainya.
b. Biaya pemesanan
Menurut Hansen dan Mowen (2001:584),yaitu setiap kali bahan baku dipesan, perusahaan
harus menanggung biaya pemesanan. Biaya pemesanan total per periode sama dengan jumlah
pesanan yang dilakukan dalam satu periode dikali biaya per pesanan.
c. Biaya penyiapan
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
46
Menurut Hansen dan Mowen (2001:584), biaya penyiapan diperlukan apabila bahan-bahan
tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri. Biaya penyiapan total per periode adalah jumlah penyiapan
yang dilakukan dalam satu periode dikali biaya penyiapan.
d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan
Menurut Hansen dan Mowen (2001:584), biaya ini timbul bilamana persediaan tidak
mencukupi permintaan proses produksi. Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktek
terutama dalam kenyataan bahwa biaya ini merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan
secara objektif.
Sistem Pencatatan Persediaan
Menurut Stice dan Skousen ( 2009:665), metode pencatatan persediaan ada dua, yaitu metode
perpetual dan metodeperiodik. Metode perpetual disebut juga metode buku, karena setiap jenis
persediaan mempunyai kartu persediaan, sedangkan metode periodik disebut juga metode fisik.
Dikatakan demikian karena pada akhir periode dihitung fisik barang untuk mengetahui persediaan
akhir yang nantinya akan dibuat jurnal penyesuaian.
Menurut Drs. Mulyadi (1986:137), terdapat beberapa perbedaan pencatatan ayat jurnal diantara
kedua metode tersebut. Pada sistem perpetual, diperlukan ayat jurnal tambahan untuk mencatat
harga pokok penjualan dari persediaan yang dijual, sedangkan dalam sistem periodik, harga pokok
persediaan tidak dicatat pada saat terjadi penjualan. Perbedaan yang lain adalah dalam sistem
perpetual pada saat terjadi pembelian, maka debit untuk pembelian persediaan adalah ke akun
persediaan, sedangkan dalam sistem periodik yang harus didebit adalah akun pembelian.
Menurut Stice dan Skousen (2009:667), “Ada beberapa macam metode penilaian
persediaan yang umum digunakan, yaitu: identifikasi khusus, biaya rata-rata (Average), masuk
pertama, keluar pertama (FIFO), masuk terakhir, keluar pertama (LIFO)”. Setiap metode memiliki
karakteristik khusus. Keempat metode tersebut memiliki fakta yang sama bahwa biaya persediaan
dialokasikan ke laporan laba-rugi dan neraca. Hanya metode identifikasi khusus yang menentukan
alokasi biaya berdasarkan arus perbedaan fisik.
a. Identifikasi khusus
Pada metode ini, biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode berjalan dan
ke barang yang ada di tangan pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit
tersebut.Menurut Drs. AgusAhyari (1981:110), semuapersediaandiberikanidentitasmasing-
masingpembelian. Olehkarenasetiappembeliandiberiidentitaskhususmakapersediaan yang
masihadaakandapatdiketahuimasing-masingtanggalpembeliannyaberikutharganya. Metode ini
diperlukan untuk mengidentifikasi biaya historis dari unit persediaan. Dengan identifikasi khusus,
arus biaya yang dicatat disesuaikan dengan arus fisik barang. Dan metode ini adalah metode yang
jarang digunakan oleh perusahaan karena metode ini merupakan salah satu metode yang tidak
praktis.
b. Metode biaya Rata-Rata (Average)
Metode ini membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini di dasarkan
pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-
rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga. Penggunaan metode rata-rata memberi
peluang setiap harga beli mempengaruhi penilaian persediaan dan harga pokok penjualan. Menurut
Drs. R. AgusSartono (1996:560), metode rata-rata tertimbang adalah metode menentukan besarnya
persediaan dengan cara mengalikan rata-rata tertimbang dengan setiap jenis persediaan.Menurut
Drs. AgusAhyari (1981:110), besarnya harga/nilai persediaan bahan baku atas dasar metode ini
adalah sama dengan jumlah unit persediaan akhir dikalikan dengan rata-rata harga dari bahan baku
perusahaan tersebut.Asumsi yang dipergunakan disini adalah bahwa operasi pembelian dan
penjualan mengakibatkan pengumpulan biaya dan pembebanan biaya-biaya ini pada barang-barang
yang dijual dengan basis harga yang tunggal (single price). Harga tunggal ini diasumsikan sebagai
suatu harga unit yang mewakili semua barang yang ditangani selama periode tertentu.
Selainitu, metode rata-rata juga dianggap sebagai metode yang realistis dan paralel dengan arus
fisik barang, khususnya ketika ada pencampuran dari unit persediaan yang identik. Tidak seperti
metode yang lain, pendekatan biaya rata-rata memeberikan nilai yang sama untuk unsur serupa
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
47
dengan penggunaan yang sama. Tetapi, keterbatasan dari metode biaya rata-rata ini adalah bahwa
nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode dimana terdapat
kenaikan atau penurunan harga yang cepat.
c. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (FIFO)
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang lebih dahulu
masuk. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatan yang logis dan realistis terhadap arus
biaya ketika penggunaan metode identifikasi khusus adalah tidak memungkinkan atau tidak praktis.
FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati paralel dengan arus fisik dari barang yang
terjual. Beban dikenakan pada biaya yang dinilai melekat pada barang yang terjual. FIFO
memberikan kesempatan kecil untuk manipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan
oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, dalam metode FIFO unit yang tersisa pada persediaan akhir
adalah unit yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama
dengan biaya penggantian di akhir periode (end-of-period replacement cost). Menurut Drs. R.
AgusSartono (1996:559), FIFO adalahpersediaan yang pertamamasukdigantidenganpersediaan
yang baru. Dengandemikianhargapokokproduksiditentukanolehpersediaan yang baru.Menurut Drs.
AgusAhyari (1981:114), metodeiniadalahsamadenganaruspenggunaanbahan .
Menurut Eldon S. Hendriksen dan Nugroho (1991:25), ada tiga tujuan dari metode FIFO, yaitu:
1. Menjadi suatu taksiran yang baik untuk identifikasi spesifik sebagian besar tipe barang industri
pada umumnya.
2. Penggabungan semua unsur laba yang dilaporkan pada saat penjualan. Seperti halnya
identifikasi spesifik, di sini diasumsikan bahwa tak ada pemisahan yang dibuat antara
keuntungan dan kerugian yang timbul akibat perubahan harga dan laba yang dihasilkan dari
keputusan manajerial dalam kegiatan sehari-hari.
3. Penyajian persediaan akhir untuk tujuan neraca menurut harga yang paling baru, yang dapat
diasumsikan untuk memberi gambaran yang dekat dengan harga ganti.
Metode ini juga memiliki keuntungan yaitu tidak terpengaruh oleh pilihan yang sifatnya
sembarang atau tidak teratur yang dilakukan oleh pelanggan. Selain dari keuntungan dari pada
metode ini, juga terdapat kelemahan praktis yang serius bilamana yang dibeli adalah barang dengan
jumlah kelompok yang banyak selama periode dengan harga-harga yang berbeda-beda, atau
bilamana barang dikembalikan ke persediaan setelah dijualnya kelompok-kelompok barang
berikutnya.
Penggunaan metode FIFO dalam periode dimana terjadinya kenaikan harga mengaitkan
persediaan paling lama yang berbiaya rendah dengan harga jual yang meningkat, sehingga
memperbesar margin kotor. Namun, tingginya laba kotor yang dihasilkan hanya bersifat sementara
karena nilai persediaan harus diganti dengan harga yang terus meningkat. Di periode dimana terjadi
penurunan harga, persediaan lama yang berbiaya tinggi dikaitkan dengan harga jual yang menurun,
sehingga memperkecil margin kotor. Dengan menggunakan FIFO, persediaan yang dilaporkan di
neraca nilainya akan mendekati atau sama dengan biaya yang sekarang.
d. Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (LIFO)
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual. Metode
LIFO sering dikritik dari sudut pandang teoretis karena metode ini tidak cocok dengan arus barang
yang terjadi dalam sebuah perusahaan. Namun, LIFO adalah metode yang paling baik dalam
pengaitan biaya persediaan dengan pendapatan. Di sisi lain, penggunaan LIFO dalam periode di
mana terjadi kenaikan harga atau inflasi, LIFO akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi
dan jumlah laba kotor yang lebih rendah. Dengan demikian, LIFO cenderung memberikan
pengaruh yang stabil terhadap margin laba kotor. Dengan LIFO, persediaan dilaporkan dengan
biaya dari pembelian awal. Dan jika LIFO telah digunakan untuk waktu yang lama, maka
perbedaan antara nilai persediaan saat ini dengan biaya LIFO yang dilaporkan dapat menjadi
semakin besar. Dan menurut Drs. R. AgusSartono (1996:559), LIFO
mengasumsikanbahwapersediaan yang terakhirmasukdigantidenganpersediaan yang lama.
Sehinggahargapokokproduksiditentukanolehpersediaan yang terakhirmasuk,
sementarapersediaanakhirterdiriataspersediaan yang masuklebihawal. Menurut Drs. AgusAhyari
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
48
(1981:114), mengasumsikanbahwahargabahan yang
masihadadalampersediaanjustrumempergunakanhargapersediaanawaldanpembelian-
pembelianpadaawaltahun.
Menurut Eldon S. Hendriksen dan Nugroho (1991:26), LIFO dinyatakan bermanfaat dengan
alasan-alasan sebagai berikut:
1. Memudahkan penandingan biaya berjalan terhadap pendapatan berjalan,
2. Jika harga meningkat, penilaian persediaan ditetapkan secara konservatif,
3. Perubahan-perubahan harga sepanjang siklus produksi tidak akan menimbulkan pelaporan
keuntungan dan kerugian yang tidak direalisasikan yang timbul dari penguasaan jumlah
persediaan semula dan peningkatan persediaan,
4. Memungkinkan pemerataan laba sepanjang siklus usaha bilamana harga-harga meningkat
ataupun merosot,
5. Laba dilaporkan hanya bilamana tersedia untuk didistribusikan sebagai dividen atau untuk
tujuan lainnya,
6. Diterimanya metode tersebut untuk tujuan pajak perseroan.
Akibat dari Kesalahan Mencatat persediaan
Menurut William K. Carter (2009:325), setiap kesalahan dalam perhitungan persediaan akan
mempengaruhi laporan keuangan baik neraca maupun laba rugi. Dampak pada laba rugi biasanya
sulit dievaluasi karena terdapat beberapa nilai yang berbeda yang dapat dipengaruhi oleh satu
kesalahan. Jika kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan menyebabkan kesalahan
penyajian saldo akhir, aktiva lancar, dan total aktiva pada neraca. Hal ini terjadi karena perhitungan
fisik atas persediaan merupakan dasar dalam pembuatan jurnal penyesuaian untuk penyusutan
persediaan. Kesalahan perhitungan fisik persediaan juga akan menyebabkan kesalahan dalam
menetukan harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih dalam laporan laba rugi, kemudian
laba bersih akan dimasukkan pada laporan ekuitas pemilik sebagai penambahan atas modal awal
pemilik, sehingga akan menghasilkan penyajian yang salah atas modal akhir pemilik. Kesalahan
perhitungan fisik persediaan biasanya baru terdeteksi setelah kesalahan itu terjadi. Oleh karena itu
harus dilakukan koreksi untuk laporan keuangan tahun sebelumnya.
Model-Model Penentuan Persediaan
Perusahaan harus dapat menetukan berapa banyak jumlah bahan baku yang harus dipesan atau
digunakan dalam proses produksi dan kapan seharusnya pemesanan itu dilakukan atau kapan
perencanaan persediaan dilakukan. Menurut Drs. AgusAhyari (1981:7), beberapa kebijakan daat
ditentukan oleh perusahaan dengan menentukankuantitas pesanan ekonomis, titik pemesanan
kembali, stock minimun yang harus dimiliki oleh perusahaan, termasuk jangka waktu untuk
pemesanan persediaan.
Kuantitas Pesanan Ekonomis (Economic Order Quantity-EOQ)
Menurut Drs. R. AgusSartono (1996:562), model ini merupakan model pengendalian
persediaan yang paling tua dan paling terkenal. Didasarkan pada asumsi-asumsi:
a. Permintaan diketahui dan bersifat konstan,
b. Lead time yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan, diketahui dan konstan,
c. Permintaan diterima dengan segera,
d. Tidak ada diskon,
e. Biaya yang terjadi hanya biaya set up atau pemesanan diketahui dan bersifat konstan,
f. Tidak terjadi kehabisan stock.
Jika permintaan diketahui, dalam memilih jumlah pesanan atau jumlah produksi, para manajer
harus memfokuskan dirinya hanya pada biaya pemesanan (perencanaan persediaan) dan biaya
penyimpanan. Menurut William K. Carter (2009:320), total biaya pemesanan (perencanaan
persediaan) dan biaya penyimpanan dapat dijelaskan melalui persamaan berikut ini:
TC = PD:Q+CQ:2
= Biaya Pemesanan + Biaya Penyimpanan
Dimana:
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
49
TC = Total biaya pemesanan (perencanaan) dan biaya penyimpanan
P = Biaya penempatan dan penerimaan pesanan (biaya mempersiapkan produksi)
Q = Jumlah unit yang dipesan setiap kali dilakukan pemesanan (jumlah unit yang diproduksi)
D = Permintaan tahunan yang diketahui
C = Biaya penyimpanan per unit bahan baku untuk satu tahun
Biaya penyimpanan persediaan dapat dihitung oleh setiap perusahaan yang menyimpan
persediaan. Model biaya persediaan yang menggunakan biaya perencanaan persediaan dan ukuran
jumlah produksi sebagai input hanya berlaku bagi perusahaan yang memproduksi sendiri
persediaannya.
Menurut Drs. R. Agus Sartono (1996:563), total biaya pemesanan dapat dihitung dengan
mengalikan jumlah pesanan pertahun dengan biaya untuk menempatkan dan menerima pesanan.
Total biaya pemesanan = D : Q x P
Total biaya penyimpanan untuk tahun yang terkait didapat dengan CQ : 2, persamaan ini sama
dengan mengalikan jumlah rata-rata persediaan ditangan (Q:2) dengan biaya penyimpanan per unit
(C). (Asumsi nilai rata-rata persediaan Q : 2 ekuivalen dengan asumsi bahwa persediaan dipakai
seluruhnya). Tujuan menggunakan model ini adalah mencari total pemesanan yang meminimalkan
total biaya. Jumlah atau kuantitas pesanan ini disebut dengan Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ).
Model EOQ merupakan contoh dari sistem persediaan tekanan. Dalam sistem tekanan, akuisisi
persediaandimulai dengan tindakan antisipasi terhadap permintaan dimasa yang akan datang, bukan
karena reaksi terhadap permintaan.
Menurut Drs. R. AgusSartono (1996:564), persamaan yang digunakan untuk menghitung EOQ
adalah:
Q = EOQ =√(2𝐷𝑃): 𝐶
Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)
EOQ telah menjawab pertanyaan berapa banyak persediaan yang harus dipesan (atau
diproduksi). Mengetahui kapan pemesanan (atau menetapkan waktu produksi) juga merupakan hal
yang penting dalam setiap kebijakan persediaan. Menurut Drs. R. AgusSartono (1996:566), Titik
pemesanan ulang merupakan titik waktu dimana pesanan baru (atau produksi baru) harus
dilakukan. Titik waktu ini merupakan fungsi dari EOQ, waktu tunggu, dan tingkat dimana
persediaan sudah habis. Waktu tunggu merupakan waktu yang diperlukan untuk menerima
kuantitas pesanan ekonomis ketika suatu pesanan dilakukan atau ketika produksi dimulai.
Mengetahui tingkat pemakaian dan waktu tunggu membuat kita dapat menghitung titik pemesanan
kembali yang dapat memenuhi tujuan-tujuan tertentu.
Titik pemesanan ulang = Tingkat pemakaian x Waktu tunggu
Jika permintaan suku cadang atau produk tidak diketahui secara pasti, kemungkinan
terjadinya kekurangan persediaan. Dan untuk menghindari masalah ini, perusahaan sering sekali
memilih untuk menyimpan persediaan pengaman (safety stock). Persediaan pengaman (safety
stock) merupakan persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan dalam menghadapi permintaan
yang berubah-ubah. Persediaan pengaman dihitung dengan mengalikan waktu tunggu dengan
selisih antara tingkat maksimum pemakain dan tingkat rata-rata penggunaan.
TEORI PENGENDALIAN INTERN
Defenisi Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern merupakan sistem yang digunakan perusahaan untuk membangun
masa depan yang baik. Karena suatu pengendalian intern yang baik sangat dibutuhkan dalam
organisasi untuk mencegah dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan
penyelewengan. Diperusahaan kecil, pengendalian masih dapat dilakukan langsung oleh pimpinan
perusahaan. Namun semakin besar perusahaan, dimana ruang gerak dan tugas-tugas yang harus
dilakukan semakin kompleks, menyebabkan pimpinan perusahaan tidak mungkin lagi melakukan
pengendalian secara langsung, maka dibutuhkan suatu pengendalian intern yang dapat memberikan
keyakinan kepada pimpinan bahwa tujuan perusahaan telah tercapai.
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
50
Adapun pengertian pengendalian intern menurut Drs. Ruchyat Kosasih (1981:185), adalah
sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pembentukan dan penggunaan semua saran,
sehingga bila ditinjau dari sudut keuangan, akan memungkinkan menejemen dengan cara yang
paling efektif mengamankan harta kekayaan perusahaan serta mengatur pekerjaan sekarang dan
membuat rencana untuk masa yang akan datang. Dan sebagaimana diketahui menurut Statement on
Auditing Procedures (SAP) No. 33 dan kodifikasi Statements on Auditing Standards AICPA tahun
1983, internal control adalah mencakup rencana organisasi, semua metode dan ukuran yang
dikoordinasikan dan diterapkan di dalam suatu perusahaan untuk mengamankan aktiva (harta
kekayaan), mencek ketelitian dan keandalan data akuntansinya, meningkatkan efisiensi operasi dan
mendorong kepatuhan terhadap kebijakan menejemen yang telah ditetapkan. Pengendalian ini
bersifat preventif yang berarti berusaha untuk mencegah terjadinya segala sesuatu yang merugikan
perusahaan dan juga bersifat represif yang berarti mempunyai tindakan koreksi, bila terjadi hal-hal
yang tidak menguntungkan perusahaan.
Tujuan Pengendalian Intern
Sebagaimana didefinisikan SAP No. 33 pengertian pengendalian intern mencakup 2 bagian
yaitu:
Pengendalian Akuntansi
Terdiri dari rencana organisasi dan prosedur serta catatan yang berkaitanlangsung dengan
pengamanan aktiva (harta kekayaan)mencakup tindakan kehati-hatian yang tidak diharapkan
terhadap sumber daya perusahaan. Dan keandalan pencatatan keuangan serta sebagai
konsekuensinya didisain untuk memberikan jaminan yang memadai. Tujuan utama pengendalian
akuntansi adalah pengamanan aktiva dan keandalan catatan keuangan. Pengendalian akuntansi
berhubungan erat dengan sistem otorisasi persetujuan, pengendalian aktiva, pemeriksaan intern dan
semua masalah keuangan lainnya.
Pengendalian Administratif
Atau disebut pula pengendalian menejerial yang mencakup, tetapi tidak terbatas pada rencana
organisasi dan prosedur serta catatan yang berkaitan dengan proses keputusan yang mengarah pada
otorisasi transaksi yang dilakukan oleh menejemen dan menjadi titik/langkah awal untuk penetapan
pengendalian akuntansi terhadap transaksi-transaksi. Pengendalian ini tidak mempunyai pengaruh
atau kecil sekali dampaknya pada catatan keuangan perusahaan. Misalnya: analisa statistik,
penyelidikan waktu dan gerak, laporan pelaksanaan, program pelatihan pegawai dan pengendalian
mutu.
Menurut Mulyadi dalam bukunya Auditing (2008:181), “tujuan pengendalian intern” adalah
sebagai berikut:
a. Keandalan informasi keuangan,
b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,
c. Efektifitas dan efisiensi operasi.
1. KarakteristikPengendalian Intern
Menurut SAP No. 33 karakteristik pengendalian intern suatu organisasi yang memuaskan harus
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Pengaturan organisasi yang baik yang memungkinkan adanya pemisahan
pertanggungjawaban fungsi secara tepat
2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang tepat untuk memungkinkan adanya
pengendalian akuntansi yang memadai terhadap aktiva, utang, pendapatan dan beban/biaya
3. Praktik yang sehat yang dijalankan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari setiap bagian
organisasi
4. Kualitas/mutu pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggungjawabnya.
Frederick E Horn dalam buku “Hand book for Auditors” kumpulan James A Cashin yang
mengutip tulisan Skinner dan Anderson dalam bukunya “Analytical Auditing” menyatakan
bahwa ciri-ciri struktur pengendalian intern yang memuaskan, harus meliputi:
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
51
a. Adanya pendelegasian wewenang kepada petugas/pejabat tertentu untuk menyetujui
transaksi dan penetapan tugas pengecekan kepada petugas yang lain untuk mengetahui,
bahwa transaksi telah disetujui oleh pejabat yang berwenang
b. Adanya penyelenggaraan akuntansi sedemikian rupa, sehingga catatan yang satu dapat
dicek dengan catatan yang lain yang dibuat oleh petugas yang independen
c. Adanya pengendalian secara fisik yang tepat termasuk penjagaan berganda (dual custody)
aktiva berharga yang mudah diperjual belikan
d. Adanya pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dari fungsi pencatatannya dan dari
pelaksanaan transaksi yang bersangkutan (sehingga terdapat suasana saling mencek)
e. Adanya verifikasi secara periodik terhadap eksistensi aktiva yang dicatat
Adanya penggunaan pegawai yang memiliki kecakapan/kemampuan dan latihan yang
cukup sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya.
METODE PENELITIAN
Metode deskriptif (Best, 1982:119) adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Metode deskriptif juga
disebut dengan kegiatan menyimpulkan data mentah dalam jumlah yang besar sehingga hasilnya
dapat ditafsirkan. Pengaturan, pengurutan atau manipulasi data bisa memberikan informasi yang
deskriptif.
Data yang cukup merupakan salah satu ukuran dalam menentukan baik tidaknya hasil suatu
penelitian. Untuk memperoleh data tersebut, maka digunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Observasi
Yang dilakukan penulis dalam memperoleh data dan informasi dengan mengadakan
pengamatan langsung terhadap data perusahaan
2. Wawancara
Yaitu dengan mengadakan tanya jawab antara penulis dengan pihak perusahaan yang
berwenang memberikan data yang diperlukan. Adapun daftar pertanyaan yang penulis
tanyakan adalah:
a. Berapa jumlah persediaan bahan baku yang dibeli dalam setiap tahunnya.
b. Pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan perolehan dan penggunaan
persediaan bahan baku.
3. Kepustakaan
Penulis memperoleh data dengan melihat dan mengambil buku-buku dari perpustakaan
yang dapat membantu dalam melakukan penulisan skripsi.
Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dari perusahaan yang diteliti,
seperti: sejarah singkat dan struktur organisasi, sistem pengendalian intern yang berlaku serta data
lainnya yang relevan.
Metode Analisa Data
Analisa data yang digunakan penulis adalah analisa kualitatif dimanaanalisaini
akanmengungkapkanmasalahtidakdalambentukangka-angka, tetapiberkenaandengannilai
yang didasarkanpadahasilpengolahan data danpenilaianpenulis. Dan cara yang digunakan
penulis untuk mengolah data yang di peroleh adalah dengan menilai dan mengevaluasi dari
prosedur pembelian bahan baku hingga proses produksi yang nantinya akan dijelaskan di Bab
4, sehingga dapat disimpulkan apakah sistem pengendalian intern bahan baku telah efektif
dan efisien. Adapun ketentuan penilaian yang di buat penulis adalah:
1. Apabila prosedur pembelian yang dilakukan PT INALUM sesuai dengan ketentuan
peraturan dalam prosedur pembelian bahan baku, maka sistem pengendalian intern
terhadap bahan baku telah efektif.
2. Dan jika prosedur pembelian tidak sesuai dengan peraturan prosedur pembelian
bahan baku, maka sistem pengendalian intern terhadap bahan baku tersebut kurang
efektif.
Hasil dan Pembahasan
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
52
Persediaan bahan baku merupakan salah satu bagian penting dalam perusahaan., karena
persediaan sangat dibutuhkan bagi perusahaan dalam upaya memenuhi permintaan dari pelanggan,
juga agar kegiatan produksi perusahaan tidak terganggu. Persediaan adalah aktiva yang dimiliki
perusahaan yang akan digunakan untuk menjalankan kegiatan produksinya dengan maksud untuk
dijual dalam kegiatan normal perusahaan. Persediaan yang terdapat pada PT INALUM yang akan
digunakan dalam pembuatan aluminium ingot primer terdiri dari empat macam produk yaitu:
1. Alumina (Al2O3), merupakan bahan baku utama dalam proses peleburan aluminium. Alumina
di impor dari Australia. Laydays dari bahan baku ini adalah 10 hari.
2. Aluminium Flouride (Alf3), digunakan sebagai anti crylite dalam proses produksi.
3. Petroleum Cokes (kokas), merupakan bahan baku untuk industri pabrik peleburan aluminium.
Petroleum Coke di impor dari Amerika dan Jepang.Laydays dari bahan ini adalah 7 hari.
4. Coal Tar Pitch, merupakan bahan baku dalam curah untuk industri pabrik peleburan
aluminium dan di impor dari China.Laydays dari bahan ini adalah 7 hari.
Jadi rata-rata untuk rentang waktu pengiriman serta kedatangan kapal di pelabuhan Kuala
Tanjung adalah 7 hari. Untuk membeli bahan baku dari pemasoknya, PT INALUM menggunakan
kontrak jangka panjang yang berjangka waktu selama tiga tahun untuk pemasok yang ada diluar
negeri dan berjangka waktu satu tahun untuk pemasok yang ada dalam negeri. Pada waktu
pembelian bahan baku, perusahaan menggunakan metode FOB shipping point, sehingga total biaya
dibebankan langsung ke harga pokok persediaan. Sistem pengendalian intern terhadap bahan baku
yang dilakukan PT INALUM cukup baik, karena pihak perusahaan melakukan pengawasan
terhadap persediaan bahan baku. Hal ini dimulai dari pembelian bahan baku hingga diproduksi
menjadi barang jadi. Bahkan sebelum melakukan pembelian bahan baku, pihak perusahaan telah
membuat perencanaan atau disebut dengan AMP (Annual Management Plan).
PT INALUM memiliki tahun fiskal yaitu April-Maret tahun berikutnya. Maka manajemen
akan menentukan perencanaan sebelum tahun fiskal baru. Setiap seksi akan menyusun perencanaan
yang berkaitan dengan semua aktivitas yang akan dijalankan perusahaan. Misalnya, kapan
pembelian bahan baku akan dilaksanakan, berapa jumlah bahan baku yang akan dibeli, dan
masalah kegiatan produksi. Rencana-rencana yang disusun setiap seksi kemudian akan disaring
atau dianalisa terlebih dahulu oleh bagian perencanaan untuk mengevaluasi urgensi dari setiap
pekerjaan.
Pendekatan Sistem Pengendalian Bahan Baku
Pengendalian bahan baku perusahaan, akan mencakup baik jangka panjang, menengah maupun
jangka pendek. Pada pengendalian bahan baku ini diperlukan kegiatan-kegiatan yang terpadu dari
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengendalian bahan baku ini. Pelaksanaan
pengendalian bahan baku yang dilakukan PT INALUM adalah sebagai berikut:
Perencanaan Jangka Panjang
Perencanaan jangka panjang ini menyangkut kebijaksanaan perusahaan dalam bidang
pengendalian dana untuk kepentingan persediaan serta fasilitas-fasilitas produksi perusahaan.
Dalam perencanaan jangka panjang ini pada umumnya dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu
peramalan penjualan jangka panjang dengan estimasi penyimpangannya, serta strategi perusahaan
dalam masalah alokasi dana perusahaan untuk investasi.
Perencanaan Jangka Pendek (Tahunan)
Perencanaan jangka pendek ini merupakan dasar daripada penyusunan skedul produksi. Dalam
perencanaan jangka pendek ini akan disusun perencanaan umum yang mendasarkan diri kepada
fasilitas-fasilitas produksi, yang sudah ada sehubungan dengan perencanaan penjualan perusahaan.
Dalam hal ini penentuan tingkat persediaan untuk keperluan produksi, keseimbangan penjualan,
serta tenaga kerja yang ada sangat perlu diperhatikan.
Skedul Produksi
Dalam penyusunan skedul produksi ini, beberapa hal yang perlu dilakukan pihak PT INALUM
adalah penggunaan fasilitas produksi yang sudah ada, tenaga kerja serta persediaan bahan untuk
memenuhi permintaan konsumen.
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
53
Ketiga pelaksanaan pengendalian tersebut kemudian dimasukkan ke AMP (Annual Management
Plan)
Analisa Kebutuhan dan Penggunaan Bahan Baku
Persediaan bahan baku, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku untuk proses
produksi pada waktu yang akan datang. Pihak perusahaan PT INALUM selalu menyediakan bahan
baku dalam sejumlah/besaran fisik, akan tetapi kebutuhan akan bahan baku diperhitungkan atas
dasar peramalan maupun perencanaan sebelumnya. PT INALUM juga memiliki minimum stok,
dimana hal ini dilakukan untuk menghindari kekurangan bahkan kelebihan bahan baku.
Pada umumnya, tingkat penggunaan bahanbaku serta kebutuhan bahan baku untuk proses
produksi pada PT INALUM adalah relative konstan, atau bertambah dengan pertambahan yang
teratur. Sehingga perencanaan produksi perusahaan haruslah disertai dengan dasar tingkat
penggunaan bahan. Dimaksudkan tingkat penggunaan bahan ini adalah seberapa banyak jumlah
dan jenis bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi satu unit produk akhir. Dengan
demikian apabila data perencanaan produksi sudah didapat, manajemen perusahaan segera dapat
menyusun kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi. Adapun tingkat penggunaan
bahan baku PT INALUM untuk tahun 2013 dapat ditulis dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1
Penggunaan Bahan Baku
ALUMINA 431.073,76 MT
COKE 86.950,00 MT
COAL TAR PITCH 20.783,00 MT
ALUMINIUM FLOURIDE 3.877,07 MT
Sumber: PT INALUM Kuala Tanjung
Prosedur Pembelian Bahan Baku
Sebagaimana diketahui perusahaan di dalam usaha pengadaan bahan baku adalah dengan
melaksanakan pembelian. Dalam hal ini, PT INALUM khususnya bagian pembelian perusahaan
akan bertindak sebagai wakil perusahaan untuk melaksanakan pembelian tersebut, yang akan
berhubungan langsung dengan supplier perusahaan. Walaupun demikian sesuai dengan
pelaksanaan tujuan terpadu dalam perusahaan , maka di dalam melaksanakan pembelian ini, bagian
pembelian hanyalah sebagai pelaksana teknis saja, sedangkan berapa jumlah yang akan dibeli serta
kapan pembelian dilaksanakan secara umum telah digariskan oleh manajemen perusahaan dalam
kebijaksanaan bahan baku perusahaan.
Beberapa kegiatan penting yang dilaksanakan oleh bagian pembelian yang ada di PT INALUM
adalah sebagai berikut:
Menerima daftar permintaan pembelian
Daftar permintaan pembelian dapat dibuat oleh semua bagian yang membutuhkan barang.
Untuk pembelian bahan bakuyang berkepentingan langsung adalah bagian produksi, oleh karena itu
yang menyusun daftar permintaan bahan adalah bagian produksi. Daftar permintaan barang ini
sekaligus memuat informasi tentang apa dan berapa jumlah yang diperlukan untuk dibeli. Kolom
barang yang sudah tersedia selalu disertakan untuk dipergunakan dalam pertimbangan apakah
barang yang akan dibeli tersebut betul-betul diperlukan segera oleh perusahaan ataukah tidak. Dan
kegiatan itu sendiri terlebih dahulu dilakukan olehSmelter Material and Product (SMP), kemudian
kepada bagian Smelter Procurement (SPM)hingga ke bagian Jakarta Procurement (JPM).
Meneliti daftar permintaan pembelian
Dalam hal ini pihak perusahaan akan meneliti terlebih dahulu daftar permintaan pembelian,
terutama yang menyangkut pembelian non rutin. Pihak pembelian akan meminta bantuan staff ahli
dari dalam perusahaan untuk mempertimbangkan pelaksanaan pembelian tersebut, atau bahkan
menolak permintaan pembelian apabila dirasakan pembelian tersebut tidak berguna bagi
perusahaan. Dan yang melakukan penelitian daftar permintaan pembelian ini adalah bagian JPM.
Memilih Supplier (Pemasok)
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
54
Dalam melaksanakan pembelian perusahaan akan memilih supplier yang dapat memenuhi
persyaratan perusahaan. Dan PT INALUM telah memiliki pemasok tersendiri, dimana kualitas dan
standar barang telah sesuai dengan persyaratan perusahaan mereka. Kegiatan ini sama halnya
dengan meneliti daftar permintaan pembelian, karena yang langsung memilih supplier untuk
perusahaan adalah bagian JPM. Namun, sebelumnya telah direkomendasikan dahulu dengan bagian
SMP dan SPM.
Memasukkan Order
Kemudian JPM perusahaan memasukkan order kepada pemasok sesuai dengan jumlah barang
yang tertera di dalam permintaan pembelian yang sudah dibuat sebelumnya. Dalam kegiatan order
ini, maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar order tersebut sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, supaya bahan baku yang dibutuhkan tidak terlalu banyak ataupun kurang. Karena hal
ini akan sangat berpengaruh pada proses produksi dan juga akan menimbulkan biaya yang cukup
besar. Sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan itu sendiri.
Penyimakan Order
PT INALUM melakukan peninjauan ulang atas order yang telah dikirimkan sebelumnya
kepada pemasok. Sehingga perkembangan pemasok dalam memenuhi order tersebut akan
senantiasa dapat diikuti, dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan dari order perusahaan
dan pengaturan persediaan yang ada dalam perusahaan.
Menerima Barang/Bahan
Pihak perusahaan khususnya departemen penerimaan barangakan memeriksa kembali jumlah
bahan yang sudah diorder sebelumnya, apakah sesuai dengan pesanan serta kualitas yang cukup.
Pencatatan pembelian bahan disusun, serta pembayaran dilaksanakan sesuai dengan jumlah bahan
yang sudah diterima, dengan potongan harga maupun kuantitas.
Pembelian bahan baku pada PT INALUM untuk tahun 2013 dapat ditulis dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 2. Pembelian Bahan Baku
ALUMINA 439.000 MT
COKE 96.500 MT
COAL TAR PITCH 18.500 MT
ALUMINIUM FLOURIDE 4.000 MT
Sumber: PT INALUM Kuala Tanjung
Pengendalian Kualitas Bahan Baku
Bagi perusahaan-perusahaan yang memproduksikan suatu produk, dimana karakteristik bahan
ini langsung menjadi karakteristik produk , maka kualitas dari bahan baku ini akan sangat besar
pengaruhnya bagi kualitas produk akhir perusahaan. Dengan demikian perlu adanya pengendalian
kualitas bahan baku ini dilakukan lebih teliti dan teratur untuk menjaga kualitas produk akhir.
Langkah-langkah pengendalian yang dilakukan pihak INALUM yaitu:
Seleksi Sumber Bahan
Seleksi ini dilakukan sesuai dengan pengalaman hubungan pada waktu yang lalu dengan pihak
pemasoknya, apakah kualitas bahan baku yang mereka pasarkan sesuai dengan standarisasi,
persentase kerusakan bahan pada saat pengiriman barang dan sebagainya. Atas dasar pengalaman-
pengalaman ini perusahaan dapat memilih supplier yang paling baik untuk perusahaan. Kemudian
mengadakan evaluasi dengan membuat beberapa daftar pertanyaan tentang kebiasaan dan karakter
dari supplier yang bersangkutan serta penelitian kualitas terhadap pemasoknya.
Pemeriksaan Dokumen Pembelian
Yaitu dengan mengadakan pemeriksaan kembali terhadap dokumen-dokumen pembelian yang
ada untuk melihat apakah informasi-informasi yang telah diberikan tersebut betul-betul
dilaksanakan atau tidak. Seperti referensi yang telah diberikan oleh pemasok kepada perusahaan
pada saat bahan tersebut telah diterima oleh perusahaan. Hal-hal yang perlu dilihat kebenarannya
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
55
ini adalah tingkat harga bahan, waktu pengiriman, spesifikasi bahan serta kualitas dari bahan itu
sendiri. Dengan demikian perusahaan dapat mengurangi terjadimya masalah-masalah kualitas
bahan pada waktu-waktu berikutnya.
Pemeriksaan Penerimaan Bahan Baku
Pemeriksaan dasar yang dilakukan oleh PT INALUM adalah pemeriksaan dari segi bentuk,
jenis maupun kegunaannya. Kemudian pemeriksaan sampel, dimana hal ini dilaksanakan oleh
karena banyaknya jumlah bahan yang harus diperiksa serta adanya kemungkinan penggunaan
sampel dalam pemeriksaan tersebut. Dengan demikian diharapkan hasil pemeriksaan yang
dilaksanakan cukup memadai disamping biaya pemeriksaan dapat ditekan seminimal mungkin.
Pemeriksaan sampel ini dilaksanakan di laboratorium milik PT INALUM. Dan dari hasil
pemeriksaan tersebut pihak perusahaan membuat catatan pemeriksaan berupa laporan. Dimana hal
ini akan menjadi berguna sebagai sumber informasi dari dalam perusahaan. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh departemen penerimaan yang memiliki tugas sebagai berikut:
1. Membongkar bahan baku yang masuk
2. Membandingkan jumlah yang diterima dengan daftar perusahaan perkapalan
3. Mencocokkan bahan baku yang diterima dengan deskripsi dalam pesanan pembelian
4. Membuat laporan penerimaan
5. Memberitahu kepada departemen pembelian mengenai perbedaan yang ditemukan
6. Mengatur pemeriksaan apabila diperlukan
7. Memberitahu kepada departemen pengantaran dan departemen pembelian mengenai kerusakan
yang terjadi selama bahan baku tersebut dalan perjalanan,
8. Mengirimkan bahan baku yang diterima ke lokasi yang sesuai
Penjagaan Gudang Fasilitas Penyimpanan
Setelah bahan baku tersebut diterima, perusahaan pada umumnya segera memasukkan bahan
baku ke dalam gudang-gudang perusahaan atau fasilitas penyimpanan bahan yang lain untuk
menunggu dipergunakan dalam proses produksi. Bagian gudang PT INALUM melakukan
pemeriksaan secara periodik terhadap bahan baku yang disimpan, ini sangat diperlukan untuk
menjaga agar bahan baku ini tidak mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan. Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan bagian gudang adalah:
1. Penulisan identitas bahan baku dengan jelas bagi masing-masing gudang dan isinya untuk
menjaga agar jangan sampai terjadi kekeliruan bahan atau pencampuran bahan baku.
2. Pembungkusan/pengepakan yang cukup baik agar tidak terjadi kerusakan-kerusakan selama
masa tunggu tersebut, misalnya penurunan kualitas, penurunan berat, atau kerusakan-kerusakan
yang lain.
3. Pengadaan rotasi pengambilan bahan baku untuk mencegah terjadinya penungguan yang tidak
merata berikut akibat-akibat negative yang lain.
4. Untuk bahan-bahan yang mempunyai batas waktu penggunaan, maka batas waktu tersebut
harus ditulis dengan jelas untuk menjaga agar jangan sampai bahan baku tersebut tidak dapat
dipergunakan lagi oleh karena lewat batas waktu.
Pemeriksaan gudang ini pada umumnya dilaksanakan secara berkala, misalnya sebulan satu
kali atau dua bulan sekali tergantung perusahaan itu sendiri.
KESIMPULAN
Setelah menganalisis dan mengevaluasi sistem pengendalian intern terhadap persediaan bahan baku
pada PT INALUM maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. PT INALUM telah melakukan sistem pengendalian intern pada persediaan bahan bakudengan
baik karena semuanya telah dijelaskan dalam AMP (Annual Management Plan)yaiturencana-
rencanakegiatan yang disusunsebelumtahunfiskalberikutnya. Dalam pelaksanaannya, informasi
dan komunikasi atas persediaan bahan baku secara umum masih memadai untuk mendukung
pengendalian intern. Fungsi-fungsi yang terlibat, prosedur-prosedur, dokumen dan catatan yang
diperlukan dibentuk dan dikoordinasikan sedemikian rupa agar informasi persediaan bahan
baku yang wajar dapat dihasilkan dan dikomunikasikan setiap saat.
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
56
2. Pengendalian intern yang dilakukan oleh PT INALUM , Kuala Tanjung sudah cukup efektif
karena:
a. Adanya pemisahan wewenang pada tiap-tiap divisi
b. Adanya pemisahan fungsi diantara karyawan-karyawan khususnya bagian persediaan
bahan baku
c. Supervisor bertanggung jawab atas semua dokumen yang dipranomori
d. Review dilakukan sebelum pendistribusian output
e. Prosedur dan standar telah digunakan dalam pengendalian intern
3. Penyediaanbahanbaku yang ada di PT INALUM telahsesuaidengansistempengendalian intern.
Dimanasemuapihakpembeliankhususnyabagian SMP, AMP dan JPM
telahmenyusunrencanakegiatanpembelian yang disebutdengan AMP (Annual Management
Plan) sebelummemasukitahunfiskalselanjutnya.
4. Pembelianyang dilakukan PT INALUM
padapemasoknyaadalahdenganmenggunakankontrakberjangka 3 tahundenganpemasok yang
ada di luarnegeridankontrakberjangka 1 tahundenganpemasok yang adadalamnegeri.
Saran
Setelah menganalisis dan mengevaluasi sistem pengendalian intern terhadap persediaan bahan baku
pada PT INALUM maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
5. PT INALUM telah melakukan sistem pengendalian intern pada persediaan bahan bakudengan
baik karena semuanya telah dijelaskan dalam AMP (Annual Management Plan)yaiturencana-
rencanakegiatan yang disusunsebelumtahunfiskalberikutnya. Dalam pelaksanaannya, informasi
dan komunikasi atas persediaan bahan baku secara umum masih memadai untuk mendukung
pengendalian intern. Fungsi-fungsi yang terlibat, prosedur-prosedur, dokumen dan catatan yang
diperlukan dibentuk dan dikoordinasikan sedemikian rupa agar informasi persediaan bahan
baku yang wajar dapat dihasilkan dan dikomunikasikan setiap saat.
6. Pengendalian intern yang dilakukan oleh PT INALUM , Kuala Tanjung sudah cukup efektif
karena:
f. Adanya pemisahan wewenang pada tiap-tiap divisi
g. Adanya pemisahan fungsi diantara karyawan-karyawan khususnya bagian persediaan
bahan baku
h. Supervisor bertanggung jawab atas semua dokumen yang dipranomori
i. Review dilakukan sebelum pendistribusian output
j. Prosedur dan standar telah digunakan dalam pengendalian intern
7. Penyediaanbahanbaku yang ada di PT INALUM telahsesuaidengansistempengendalian intern.
Dimanasemuapihakpembeliankhususnyabagian SMP, AMP dan JPM
telahmenyusunrencanakegiatanpembelian yang disebutdengan AMP (Annual
ManagementPlan) sebelummemasukitahunfiskalselanjutnya.
8. Pembelian yang dilakukan PT INALUM pada pemasoknya adalah dengan menggunakan
kontrak berjangka 3 tahun dengan pemasok yang ada di luar negeri dan kontrak berjangka 1
tahun dengan pemasok yang ada dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, Agus. (1981). “Efisiensi persediaan bahan”. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
Baridwan, Zaki. (1992). “Intermediate accounting” Edisi 7. Yogyakarta: BPFE.
Carter William K. (2009). “Akuntansi biaya”. Buku 1. Edisi 14. Jakarta: Salemba Empat.
Hansen, Don R dan M. Mowen. (2001). “Akuntansi manajemen”. Edisi 7. Jakarta:
Salemba Empat.
Heizer, Jay dan Barry Render. (2009). “Manajemen operasi”. Buku 1. Edisi 9. Jakarta:
SalembaEmpat.
Hendriksen, Eldon S dan Nugroho W. (1991). “Teori akuntansi”. Edisi 4. Jilid 2.
Vol : II No: 10 Juli 2013 Jurankunman (Jurnal Akuntansi dan Manajemen)
57
Jakarta: Salemba Empat.
H.M, Jogiyanto. (1988). “Sistem informasi akuntansi”. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE.
Kosasih, Ruchyat. (1981). “Auditing”. Buku 1. Bandung: Ruchko.
Mulyadi. (2008). “Auditing”. Edisi 6. Buku 1 & 2. Jakarta: Salemba Empat.
_______ (1986). “Akuntansi biaya”. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.
Sartono, R. Agus. (1976).”Manajemen keuangan”. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.
Sitohang, Paul. (1990). “Pengantar perencanaan regional”. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Stice dan Skousen. (2004). “Intermediate accounting”. Edisi 15. Jakarta: Salemba Empat.
Stice dan Skousen. (2009). “Intermediate accounting”. Edisi 16. Jakarta: Salemba Empat.
Warren, S. Carl, James M. Reeve dan Philip E. (2005).”Pengantar akuntansi”.
Edisi 21. Jakarta: Salemba Empat.