Visio-Cover Kodifikasi Laporan bulanan(1).vsd
Transcript of Visio-Cover Kodifikasi Laporan bulanan(1).vsd
Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia
Likuiditas RupiahFasilitas Likuiditas Intrahari, Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, Fasilitas Pembiayaan Darurat
Tim Penyusun Ramlan Ginting
Chandra Murniadi Gantiah Wuryandani
Siti Astiyah Wahyu Yuwana Hidayat
Komala Dewi Wirza Ayu Novriana
Riska Rosdiana Tresna Kholilah
Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia Telp: 021-29817321 Fax: 021-2311580 email: [email protected] Hak Cipta © 2013, Bank Indonesia 2013
Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia
Likuiditas Rupiah
Fasilitas Likuiditas Intrahari, Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, Fasilitas Pembiayaan Darurat
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
i
DAFTAR ISI
Paragraf Halaman
Daftar Isi
Hal. i – iv
Rekam Jejak Regulasi Fasilitas Likuiditas Intrahari
Hal. v Rekam Jejak Regulasi Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Hal. vi
Rekam Jejak Regulasi Fasilitas Pembiayaan Darurat
Hal. vii Dasar Hukum
Hal. viii
Regulasi Terkait
Hal. viii Regulasi Bank Indonesia
Hal. viii – ix
Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum
Ketentuan Umum Par. 1 – 15 Hal. 1 – 10
Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah
Ketentuan Umum Par. 16 Hal. 10 – 11
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Par. 17 – 21 Hal. 11 – 13
Penggunaan Par. 22 – 26 Hal. 13 – 16
Penyelesaian Par. 27 – 28 Hal. 16 – 18
Ketentuan Lain-Lain Par. 29 Hal. 18
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Ketentuan Umum Par. 30 Hal. 18 – 20
Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan FPJP Par. 31 – 42 Hal. 20 – 33
Persetujuan dan Pencairan FPJP Par. 43 – 46 Hal. 33 – 35
Perhitungan Bunga Par. 47 Hal. 35 – 36
Pelunasan dan Eksekusi Agunan Par. 48 Hal. 36 – 39
Biaya Pemberian FPJP Par. 49 Hal. 39
Pengawasan Par. 50 – 51 Hal. 39
Sanksi Par. 52 – 53 Hal. 40
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah
Ketentuan Umum Par. 54 Hal. 40 – 41
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan FPJPS Par. 55 – 71 Hal. 41 – 62
Perhitungan Imbalan Par. 72 Hal. 62 – 66
Perlunasan dan Eksekusi Agunan Par. 73 Hal. 67
Pengawasan Par. 74 – 75 Hal. 67
Biaya Pemberian FPJPS Par. 76 Hal. 67 – 68
Sanksi Par. 77 – 78 Hal. 68 – 69
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat
Ketentuan Umum Par. 79 Hal. 69
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan FPJP Par. 80 – 91 Hal. 69 – 79
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
ii
Perhitungan dan Pembayaran Bunga Par. 92 Hal. 79
Perlunasan dan Eksekusi Agunan Par. 93 Hal. 80 – 81
Pengawasan Par. 94 – 95 Hal. 81 – 82
Biaya Pemberian FPJP Par. 96 Hal. 82
Sanksi Par. 97 – 98 Hal. 82
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Ketentuan Umum Par. 99 Hal. 82 – 83
Persyaratan dan Tata Cara Permohonan FPJPS Par. 100 – 112 Hal. 83 – 99
Perhitungan dan Pembayaran Imbalan Par. 113 Hal. 99 – 101
Perlunasan dan Eksekusi Agunan Par. 114 Hal. 101 – 104
Pengawasan Par. 115 – 116 Hal. 104 – 106
Biaya Pemberian FPJPS Par. 117 Hal. 106
Sanksi Par. 118 – 119 Hal. 106
Fasilitas Pembiayaan Darurat
Ketentuan Umum Par. 120 Hal. 106 – 107
Tujuan dan Ruang Lingkup Par. 121 Hal. 107
Sumber Pendanaan Fasilitas Pembiayaan Darurat Par. 122 Hal. 107 – 108
Pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat Par. 123 – 130 Hal. 108 – 111
Persyaratan Pengajuan Fasilitas Pembiayaan Darurat Par. 123 – 125 Hal. 108 – 109
Permohonan Pengajuan Fasilitas Pembiayaan Darurat Par. 126 – 127 Hal. 109 – 110
Mekanisme Pengambilan Keputusan Par. 128 – 130 Hal. 110 – 111
Kriteria Umum Agunan FPD Par. 131 – 134 Hal. 111 – 113
Perjanjian Fasilitas Pembiayaan Darurat dan Realisasi Pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat Par. 135 – 139 Hal. 113 –114
Pencegahan Krisis Par. 135 – 138 Hal. 113 – 114
Penanganan Krisis Par. 139 Hal. 114
Biaya-Biaya Pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat Par. 140 Hal. 114
Pelunasan Fasilitas Pembiayaan Darurat Par. 141 – 144 Hal. 114 – 115
Pengawasan Par. 145 – 148 Hal. 115 – 116
Laporan kepada DPR Par. 149 Hal. 117
Sanksi Par. 150 – 151 Hal. 117
Lampiran Hal. 118 – 381
Lampiran 1 : Contoh Perjanjian Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum Hal. 118 – 125
Lampiran 2 : Contoh Perhitungan Biaya atas Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum Hal. 126 – 127
Lampiran 3 : Contoh Perjanjian Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari berdasarkan Prinsip Syariah Hal. 128 – 134
Lampiran 4 : Contoh Perhitungan Biaya atas Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari berdasarkan Prinsip Syariah Hal. 135 – 136
Lampiran 5 : Contoh Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank
Indonesia untuk Agunan Obligasi Korporasi Hal. 137
Lampiran 6 : Contoh Surat Permohonan/Perpanjangan FPJP Hal. 138 – 139
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
iii
Lampiran 7 : Contoh Surat Pernyataan kesulitan Likuiditas Dalam Rangka
Permohonan/Perpanjangan/Penambahan FPJP Hal. 140 – 141
Lampiran 8 : Surat Pernyataan Agunan FPJP Hal. 142
Lampiran 9 : Contoh Surat Kesanggupan Membayar dalam Rangka
Permohonan/Perpanjangan/Penambahan Plafon FPJP Hal. 143
Lampiran 10 : Surat Pernyataan Kebenaran Hal. 144
Lampiran 11 : Proyeksi Arus Kas Hal. 145 – 151
Lampiran 12 : Agunan Berupa Surat Berharga Hal. 152
Lampiran 13 : Daftar Aset Kredit Lancar Selama 12 Bulan Terakhir yang Diagunkan Bank Hal. 153
Lampiran 14 : Perubahan Daftar Aset Kredit Lancar Bank Hal. 154
Lampiran 15 : Contoh Surat Pernyataan Agunan berupa Aset Kredit Hal. 155 – 156
Lampiran 16 : Contoh Surat Permohonan Penambahan Plafon FPJP Hal. 157 – 158
Lampiran 17 : Contoh Perhitungan Nilai Agunan FPJP Hal. 159 – 162
Lampiran 18 : Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Hal. 163– 172
Lampiran 19 : Addendum Perjanjian Pemberian FPJP (Perpanjangan/Perpanjangan
dengan Perubahan Plafon) Hal. 173 – 175
Lampiran 20 : Addendum Perjanjian Pemberian FPJP (Penambahan Plafon) Hal. 176 – 178
Lampiran 21 : Akta Gadai Hal. 179 – 188
Lampiran 22 : Tambahan Objek Gadai Bank Hal. 189 – 190
Lampiran 23 : Penggantian Obyek Gadai Bank Hal. 191 – 192
Lampiran 24 : Akta Jaminan Fidusia Hal. 193 – 203
Lampiran 25 : Laporan Harian Hasil Penilaian Agunan FPJP-SBI, SBIS, SBN dan Obligasi
Korporasi Bank Hal. 204
Lampiran 26 : Laporan Harian Hasil Penilaian Agunan FPJP – Aset Kredit Hal. 205
Lampiran 27 : Lampiran Daftar Aset Kredit Lancar Hal. 206
Lampiran 28 : Contoh Surat Permohonan/Penambahan/Perpanjangan FPJP Hal. 207 – 208
Lampiran 29 : Contoh Surat Pernyataan Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek Hal. 209 – 215
Lampiran 30 : Contoh Surat Pernyataan Agunan FPJP Hal. 216
Lampiran 31 : Contoh Surat Kesanggupan Membayar Hal. 217
Lampiran 32 : Contoh Surat Pernyataan Kebenaran Data Hal. 218
Lampiran 33 : Contoh Surat Kuasa Pendebetan Rekening BPR Hal. 219
Lampiran 34 : Rasio Kebutuhan Kas BPR Hal. 220
Lampiran 35 : Daftar Sertifikat Bank Indonesia (SBI) BPR Hal. 221 – 222
Lampiran 36 : Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi BPR Hal. 223 – 230
Lampiran 37 : Akta Gadai BPR Hal. 231 – 241
Lampiran 38 : Akta Jaminan Fidusia Hal. 242 – 252
Lampiran 39 : Addendum Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Hal. 253 – 254
Lampiran 40 : Laporan Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas Harian Hal. 255 – 256
Lampiran 41 : Laporan Kolektibilitas Harian Aset Kredit Agunan FPJP Hal. 257
Lampiran 42 : Contoh Surat Permohonan FPJPS Hal. 258 – 263
Lampiran 43 : Contoh Surat Pernyataan Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek Hal. 264 – 270
Lampiran 44 : Contoh Surat Pernyataan Agunan FPJPS Hal. 271
Lampiran 45 : Contoh Surat Kesanggupan Membayar Hal. 272
Lampiran 46 : Contoh Surat Pernyataan Kebenaran Data Hal. 273
Lampiran 47 : Contoh Surat Kuasa Pendebetan Rekening BPRS Hal. 274
Lampiran 48 : Laporan Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas Harian BPRS Hal. 275
Lampiran 49 : Daftar Aset Pembiayaan Lancar BPRS Hal. 276 – 277
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
iv
Lampiran 50 : Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) Hal. 278 – 285
Lampiran 51 : Akta Gadai BPRS Hal. 286 – 293
Lampiran 52 : Akta Jaminan Fidusia BPRS Hal. 294 – 301
Lampiran 53 : Laporan Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas Harian BPRS Hal. 302 – 303
Lampiran 54 : Laporan Kolektibilitas Harian Aset Pembiayaan Agunan FPJPS Hal. 304
Lampiran 55 : Laporan Penggunaan FPJPS Harian BPRS Hal. 305
Lampiran 56 : Contoh Surat Pemberitahuan Rekening Penerimaan FPJPS Hal. 306
Lampiran 57 : Contoh Surat Kuasa Pemegang Saham kepada BPRS Hal. 307
Lampiran 58 : Contoh Adendum Perjanjian Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari
bagi Bank Umum Nomor ………………. Tanggal …………….. Hal. 308 – 313
Lampiran 59 : Contoh Perjanjian Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank
Umum Hal. 314 – 321
Lampiran 60 : Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia
untuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) Hal. 322
Lampiran 61.a : Contoh Surat Permohonan/ Perpanjangan FPJPS Hal. 323 – 324
Lampiran 61.b : Surat Pernyataan Kesulitan Likuiditas dalam Rangka Permohonan/Perpanjangan/ Penambahan FPJPS (Contoh) Surat Pernyataan Kesulitan Likuiditas dalam Rangka Permohonan/Perpanjangan/ Penambahan FPJPS (Contoh) Hal. 325
Lampiran 61.c : Surat Pernyataan Agunan FPJPS (Contoh) Hal. 326
Lampiran 61.d : Surat Kesanggupan Membayar Dalam Rangka
Permohonan/Perpanjangan/Penambahan Plafon FPJPS (Contoh) Hal. 327
Lampiran 61.e : Surat Pernyataan Kebenaran (Contoh) Hal. 328
Lampiran 62 : Proyeksi Arus Kas Hal. 329 – 334
Lampiran 63.a : Agunan Berupa Surat Berharga Hal. 335
Lampiran 63.b : Daftar Aset Pembiayaan Lancar Selama 12 Bulan Terakhir Hal. 336
Lampiran 63.c : Perubahan Daftar Aset Pembiayaan Lancar Hal. 337
Lampiran 64 : Surat Pernyataan Agunan Berupa Aset Pembiayaan (Contoh) Hal. 338
Lampiran 65 : Contoh Surat Permohonan Penambahan Plafon FPJS Hal. 339 – 340
Lampiran 66 : Contoh Perhitungan Nilai Agunan FPJPS Hal. 341 – 343
Lampiran 67.a : Akta Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Hal. 344 – 352
Lampiran 67.b : Adendum Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek –
Perpanjangan/ Perpanjangan dengan Perubahan Plafon Hal. 353 – 355
Lampiran 67.c : Adendum Perjanjian Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek-
Penambahan Plafon Hal. 356 – 357
Lampiran 68.a : Akta Gadai Hal. 358 – 365
Lampiran 68.b : Tambahan Obyek Gadai Bank Hal. 366 – 367
Lampiran 68.c : Penggantian Obyek Gadai Bank Hal. 368 – 369
Lampiran 69 : Akta Jaminan Fidusia Hal. 370 – 377
Lampiran 70.a : Laporan Harian Penilaian Agunan FPJPS-SBIS, SBSN, dan Obligasi
Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) Hal. 378
Lampiran 70.b : Laporan Harian Penilaian Agunan FPJPS - Aset Pembiayaan Hal. 379
Lampiran 71 : Laporan Daftar Aset Pembiayaan Lancar Bank Hal. 380 – 381
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
v
Rekam Jejak Fasilitas Likuiditas Intrahari
12/13/PBI/2010Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
10/29/PBI/2008Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
7/22/PBI/2005Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
6/6/PBI/2004Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
11/30/PBI/2009Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah
7/24/PBI/2005Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah
Pasal 1, 2 dan 5
2/26/PBI/2000Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
SE 12/29/DASP 2010
SE 10/38/DPM 2008
SE 12/3/DASP 2010
SE 7/46/DPM 2005
SE 7/34/DPM 2005
SE 6/8/DPM 2004
SE 2/27/DPM 2000
SE 3/21/DPM 2001
SE 11/17/DPM 2009
SE 12/4/DASP 2010
SE 7/36/DPM 2005
Keterangan :
- 12/12/PBI/2010 Perubahan atas PBI Nomor 10/2/PBI/2008 tentang BI-Scripless Securities Settlement System- 12/5/PBI/2010 Perubahan atas PBI Nomor 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia- 10/6/PBI/2008 Sistem BI-RTGS
Diubah
Dicabut
PBI/ KEP DIR Masih Berlaku
Terkait
SE Masih Berlaku
SE Tidak Berlaku
Regulasi Terkait
PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku
SE 15/34/DPSP 2013
Butir 12.a, Butir 2.a Bab II, Butir 3A, 3B, 3C, Butir 4 Bab II, Bab III, Butir 1.a Bab IV, Bab VII
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
vi
Rekam Jejak Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
31/55/KEP/DIR 1998 Fasilitas Diskonto, Pelanggaran GWM
1/1/PBI/1999 Fasilitas Pendanaan dalam Rangka
Mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek
2/20/PBI/2000 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
bagi Bank Umum
5/15/PBI/2003 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
bagi Bank Umum
7/21/PBI/2005 Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia 5/15/PBI/2003
10/30/PBI/2008 Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia 10/26/PBI/2008
10/26/PBI/2008 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Bagi Bank Umum
Fasdis, Giro Negatif
Pasal 3, 13 (2) dan (3)
SE 2/21/DPM 2000
SE 5/20/DPM 2003
SE 6/7/DPM 2004
SE 9/21/DPM 2007
SE 10/25/DPM 2008
SE 7/33/DPM 2005
SE 10/39/DPM 2008
11/24/PBI/2009 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank
Syariah
7/23/PBI/2005 Perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia 5/3/PBI/2003
5/3/PBI/2003 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah
SE 7/35/DPM 2005Perubahan SE 6/9/DPM 2004
Ketentuan butir I
Pasal 4 dihapus, 5 (2)b diubah
10/35/PBI/2008 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Bagi Bank Perkreditan Rakyat
11/29/PBI/2009 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
10/45/DKBU 2008
12/39/DPbS 2010
Pasal 2, 4, 17A
SE 6/9/DPM 2004
14/20/PBI/2012 Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia 11/24/PBI/2009
Pasal 2,5,6(1)d,7(4)(5) & (7),7A,7B,10 dihapus, 13, 14, 14A, 14B, 14C,17,19 dihapus, 21
- 12/12/PBI/2010 Perubahan atas PBI Nomor 10/2/PBI/2008 BI-Scripless Securities Settlement System- Buku II KUH Perdata Bab 20 Pasal 1150 – 1160: Gadai- UU No 42 tahun 1999: Fidusia- 8/13/PBI/2006 Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
Keterangan :
Diubah
Dicabut
PBI/ KEP DIR Masih Berlaku
Terkait
SE Masih Berlaku
SE Tidak Berlaku
Regulasi Terkait
PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku
14/16/PBI/2012 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Bagi Bank Umum
SE 15/11/DPNP 201315/44/DPbS 2013
Fasilitas Pedanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
vii
Rekam Jejak Fasilitas Pembiayaan Darurat
10/31/PBI/2008Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi
Bank Umum
8/1/PBI/2006Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi
Bank Umum
Keterangan :
Dicabut
PBI/ KEP DIR Masih Berlaku
Terkait
Regulasi Terkait
PBI/ KEP DIR Tidak Berlaku
- 13/3/PBI/2011 Penetapan Status & Tindak Lanjut Pengawasan Bank
- Nota kesepakatan antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI pada 17 Maret 2004 mengenai ketentuan dan tata cara pengembalian keputusan kesulitan keuangan bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/ PMK.05/2005 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat
-Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
viii
Dasar Hukum : - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara - Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara - Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara - Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem
Keuangan
Regulasi Terkait : - Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia - Buku II KUH Perdata Bab 20 Pasal 1150-1160 tentang Gadai - Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/12/PBI/2010 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/02/PBI/2008 Tentang Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System - Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. - Peraturan Perbankan Indonesia Nomor 10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement - Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/19/DASP 2012 Perubahan atas Surat Edaran Nomor 11/15/DASP
2009 perihal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/14/DPNP 2005 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
Regulasi Bank Indonesia : - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/20/PBI/2012 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/16/PBI/2012 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/13/PBI/2010 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/29/PBI/2008 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/30/PBI/2009 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip
Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/29/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Perkreditan Rakyat Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/35/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Perkreditan Rakyat - Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/31/PBI/2009 tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat bagi Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/29/PBI/2008 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/44/DPbS 2013 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah
bagi Bank Umum Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/34/DPSP 2013 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
ix
12/29/DASP 2010 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/11/DPNP 2013 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi
Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/39/DPbS 2010 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Perkreditan Rakyat Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/29/DPM 2010 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas
Intrahari Bagi Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/4/DASP 2010 Perubahan atas Surat Edaran Nomor 11/17/DPM
2009 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/17/DPM 2009 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas
Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/45/DKBU 2008 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi
Bank Perkreditan Rakyat
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
1
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Moneter Moneter Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum BAB I Ketentuan Umum
1
Pasal 1 12/13/PBI/2010
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement.
3. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System.
4. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SKNBI adalah sistem kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
5. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah penyediaan pendanaan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam kedudukan Bank sebagai peserta Sistem BI-RTGS dan peserta SKNBI, yang dilakukan dengan cara repurchase agreement (repo) surat berharga yang harus diselesaikan pada hari yang sama dengan hari penggunaan.
7. FLI dalam rangka RTGS yang selanjutnya disebut FLI-RTGS adalah FLI untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam operasional Sistem BI-RTGS.
8. FLI dalam rangka Kliring yang selanjutnya disebut FLI-Kliring adalah FLI untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat penyelesaian akhir atas hasil Kliring Debet.
9. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI, adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
10. Surat Utang Negara, yang selanjutnya disebut SUN, adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku.
11. Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
2
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/34/DASP 2013 No. 12.a SE 12/29/DASP 2010 Romawi I No. 13
12. Surat Berharga Negara, yang selanjutnya disebut SBN, adalah SUN dan SBSN. 13. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SDBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank.
14. Repurchase agreement yang selanjutnya disebut Repo adalah transaksi penjualan surat berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
2 Pasal 2 12/13/PBI/2010 Ayat (1) Pasal 2 12/13/PBI/2010 Ayat (2) dan SE 15/34/DPSP 2013 No. 2 SE 12/29/DASP 2010 Romawi II No. 3
(1) Bank dapat memperoleh FLI, baik dalam bentuk FLI-RTGS maupun FLI-Kliring, setelah menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. Dokumen pendukung yang disertakan antara lain meliputi fotokopi Anggaran Dasar Bank atau kuasa (power of attorney) dari kantor cabang Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Bank.
(2) Bank dapat menggunakan FLI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia
berupa SBI, SDBI, SBN dan/atau surat berharga lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan sebagai Bank peserta BI-RTGS dan/atau penghentian sebagai Bank peserta kliring; dan Kriteria pengenaan sanksi penangguhan (suspend) tunduk pada Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement yang berlaku dan/atau Peraturan Bank Indonesia tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
c. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS. Yang dimaksud dengan kriteria aktif adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System.
1. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan akan menggunakan FLI harus menyampaikan dokumen sebagai berikut: a. Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran-
1 (Lampiran 1 dalam kodifikasi ini) sebagai dasar bagi Bank untuk menggunakan FLI sebanyak 2 (dua) eksemplar sebagai berikut: 1) Satu eksemplar dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani
oleh Direksi atau pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank; dan
2) Satu eksemplar dibubuhi meterai cukup untuk ditandatangani oleh Bank Indonesia.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
3
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/34/DASP 2013 No. 3A
SE 15/34/DASP 2013 No. 3B
b. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia : 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang
dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh direksi;
2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi;
3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau
4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi.
c. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri : 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); atau
2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh CEO;
3) dalam hal penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh CEO, maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus memuat hak CEO untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi).
4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani perjanjian sebagaimana dimaksud pada butir b dan butir c.
2. Untuk Bank yang telah menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI
sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Huruf c.1.a (Paragraf 2 huruf c.1.a dalam kodifikasi ini), harus menandatangani Adendum Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 58 dalam kodifikasi ini).
3. Untuk Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) (Paragraf 2 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dan akan menggunakan FLI namun belum menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf c.1.a (Paragraf 2 huruf c.1.a dalam kodifikasi ini), harus menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini (Lampiran 59 dalam kodifikasi ini).
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
4
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/34/DASP 2013 No. 3C
SE 15/34/DASP 2013 Bab II Butir 4
4. Penyampaian Adendum Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf c.2 (Paragraf 2 huruf c.2 dalam kodifikasi ini) dan Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir Pasal 2 huruf c.3 (Paragraf 2 huruf c.3 dalam kodifikasi ini) dibuat sebanyak 2 (dua) eksemplar sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf c.1.a.1) dan Pasal 2 huruf c.1.a.2) (Paragraf 2 huruf c.1.a.1) dan Paragraf 2 huruf c.1.a.2) dalam kodifikasi ini) serta dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf c.1.b atau Pasal 2 huruf c.1.c (Paragraf 2 huruf c.1.b atau Paragraf 2 huruf c.1.c dalam kodifikasi ini).
5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) butir 1 (Paragraf 2 ayat (2) butir 1 dalam kodifikasi ini) disampaikan dengan surat pengantar kepada: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP) Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Surat Berharga Komplek Perkantoran Bank Indonesia Gedung D Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi, akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya.
3 Pasal 3 10/29/PBI/2008
Bank Indonesia berwenang untuk menolak atau menghentikan penggunaan FLI dalam hal Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c (Paragraf 2 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c dalam kodifikasi ini).
4 Pasal 4 10/29/PBI/2008
(1) Pelaksanaan repo atas surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a (Paragraf 2 ayat (2) huruf a dalam kodifikasi ini) dalam rangka penggunaan FLI-RTGS dan/atau FLI-Kliring dilakukan melalui BI-SSSS yang diatur sebagai berikut: a. Untuk FLI-RTGS, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening FLI-
RTGS di BI-SSSS selama jam operasional Sistem BI-RTGS pada saat Bank menilai adanya kebutuhan FLI (self asessment) untuk kelancaran transaksi di Sistem BI-RTGS; dan
b. Untuk FLI-Kliring, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening FLI-Kliring di BI-SSSS dalam rangka penyediaan pendanaan awal (prefund) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan pendanaan awal (prefund) adalah penyediaan dana dan/atau surat berharga oleh Bank peserta SKNBI pada awal hari sebelum kegiatan kliring debet dimulai. Dalam ketentuan ini, penyediaan pendanaan awal yang diatur adalah dalam bentuk surat berharga.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
5
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
(2) Surat berharga yang telah dipindahkan ke rekening FLI-Kliring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat digunakan untuk FLI-RTGS.
5 Pasal 5 12/13/PBI/2010
(1) Perhitungan nilai SBI, SBN dan/atau surat berharga lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) (Paragraf 2 ayat (2) dalam kodifikasi ini) yang digunakan Bank dalam rangka FLI ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Nilai maksimum FLI yang dapat digunakan Bank adalah sebesar nilai surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dipindahkan Bank ke rekening FLI-RTGS dan FLI-Kliring di BI-SSSS.
6 Pasal 6 10/29/PBI/2008 SE 15/34/DASP 2013 Bab III
(1) Penggunaan FLI-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan transaksi keluar (outgoing transaction). Penggunaan FLI-RTGS secara otomatis dimaksudkan bahwa nilai atas surat berharga yang direpokan yang dilakukan Bank langsung digunakan untuk menutup ketidakcukupan saldo rekening giro Rupiah di Bank Indonesia.
(2) Penggunaan FLI-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Bank atas penyelesaian akhir Kliring Debet.
(3) Penggunaan FLI-RTGS dan FLI-Kliring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan masing-masing berdasarkan kecukupan nilai surat berharga untuk FLI yang tersedia di rekening FLI-RTGS dan FLI-Kliring.
(4) Dalam hal nilai surat berharga untuk FLI-Kliring tidak cukup untuk menutup kewajiban penyelesaian akhir Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) maka nilai surat berharga untuk FLI-RTGS yang tersedia di rekening FLI-RTGS secara otomatis digunakan untuk menutup kewajiban penyelesaian akhir Kliring Debet. 1. Dalam rangka menggunakan FLI, Bank melakukan transaksi repo dengan
menggunakan surat berharga berupa SBI, SDBI dan/atau SBN milik Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam rekening perdagangan di BI-SSSS.
2. Surat berharga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. untuk SBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja
pada saat FLI jatuh waktu; dan b. untuk SDBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari
kerja pada saat FLI jatuh waktu; atau c. untuk SBN, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja
pada saat FLI jatuh waktu. 3. Kriteria, harga, haircut dan perhitungan nilai setelmen untuk surat
berharga tunduk pada ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta dan lembaga perantara dalam operasi moneter.
4. Pelaksanaan transaksi repo dengan menggunakan SBI, SDBI dan/atau SBN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Transaksi repo dalam rangka FLI-RTGS 1) Bank harus memindahkan SBI, SDBI dan/atau SBN dari rekening
perdagangan ke rekening FLI-RTGS pada BI-SSSS.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
6
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/34/DASP 2013 Bab IV Butir 1.a SE 12/29/DASP 2010 Romawi IV
2) Pemindahan SBI, SDBI dan/atau SBN dilakukan pada saat Bank membutuhkan FLI-RTGS (self assessment) selama jam operasional BI-RTGS sampai dengan cut off warning sistem BI-RTGS.
3) SBI, SDBI dan/atau SBN tidak dapat dipindahkan ke rekening perdagangan selama Bank menggunakan FLI-RTGS.
4) Bank dapat memindahkan kembali SBI, SDBI dan/atau SBN ke rekening perdagangan setelah Bank menyelesaikan FLI-RTGS.
b. Transaksi repo dalam rangka FLI-Kliring 1) Bank harus memindahkan SBI, SDBI dan/atau SBN dari rekening
perdagangan ke rekening FLI-Kliring dalam rangka peme-nuhan kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund).
2) Pemindahan SBI, SDBI dan/atau SBN dilakukan pada awal hari sebelum Kliring Debet dimulai sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
3) Nilai nominal SBI, SDBI dan/atau SBN yang dipindahkan sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund).
4) Bank dapat memindahkan kembali SBI, SDBI dan/atau SBN ke rekening perdagangan sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai SKNBI.
5. Pelaksanaan transaksi repo dengan menggunakan SBI, SDBI dan/atau SBN dalam rangka FLI dilakukan dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai BI-SSSS. 1) Penggunaan FLI-RTGS
a. Bank dapat menggunakan FLI-RTGS sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sepanjang Bank telah memindahkan SBI, SDBI dan/atau SBN ke rekening FLI-RTGS sebagaimana dimaksud pada butir III.4.a (Paragraf 6 ayat (4) angka 4.a dalam kodifikasi ini).
b. Penggunaan FLI-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk: 1) penyelesaian transaksi keluar (outgoing transaction) sistem
BI-RTGS; dan 2) penyelesaian akhir Kliring Debet, sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. 2) Penggunaan FLI-Kliring
Penggunaan FLI-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Bank dalam penyelesaian akhir Kliring Debet sepanjang Bank telah memindahkan surat berharga ke rekening FLI-Kliring sebagaimana dimaksud pada butir III.4.b (ayat (4) huruf b dalam kodifikasi ini).
3) Mekanisme penggunaan FLI melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
7 Pasal 7 10/29/PBI/2008
Bank Indonesia dapat membatasi jenis-jenis transaksi yang diperkenankan untuk menggunakan FLI.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
7
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
8 Pasal 8 10/29/PBI/2008
SE 12/29/DASP 2010 Romawi VI No. 1 – 4
Bank Indonesia dapat mengenakan biaya atas penggunaan FLI dan/atau biaya lainnya yang terkait dengan penggunaan FLI kepada Bank.
Besarnya biaya penggunaan FLI dan biaya lainnya yang terkait penggunaan FLI ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Bank Indonesia mengenakan biaya atas penggunaan FLI yang dihitung sebagai berikut : Nominal Penggunaan FLI x [t / (10,5 jam x 60 menit)] x i x [1/360] Keterangan: t = waktu penggunaan FLI i = suku bunga rata-rata tertimbang Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Rupiah overnight pagi yang terjadi pada hari penggunaan FLI (T+0) sebagaimana tercatat dalam Laporan
Harian Bank Umum (LHBU). 10,5 jam = jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem BI-RTGS
(06.30 WIB) sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS (17.00 WIB).
Biaya atas penggunaan FLI dihitung dengan cara sebagai berikut: a. Untuk penggunaan FLI dalam 1 (satu) jam pertama, biaya atas penggunaan FLI
dihitung berdasarkan akumulasi nilai nominal FLI yang digunakan Bank dengan waktu penggunaan dibulatkan menjadi 1 (satu) jam.
b. Untuk penggunaan FLI setelah 1 (satu) jam pertama sebagaimana dimaksud pada huruf a, biaya atas penggunaan FLI dihitung sesuai dengan posisi (outstanding) nominal FLI yang digunakan dengan waktu penggunaan dibulatkan ke atas dalam hitungan menit terdekat.
Contoh perhitungan biaya atas penggunaan FLI dapat dilihat dalam Lampiran 2 (Lampiran 2 dalam kodifikasi ini). Pembebanan biaya atas penggunaan FLI dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah penggunaan FLI.
9
Pasal 9 10/29/PBI/2008
(1) Penyelesaian FLI dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sampai dengan batas waktu penyelesaian FLI.
Sepanjang Bank masih menggunakan FLI maka Sistem BI-RTGS secara otomatis menggunakan dana yang berasal dari transaksi masuk (incoming transaction) untuk terlebih dahulu menyelesaikan FLI tersebut.
Proses penggunaan dan penyelesaian FLI berlangsung terus sampai dengan batas akhir waktu penyelesaian FLI.
(2) Bank wajib menyelesaikan FLI sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(3) Dalam hal Bank tidak dapat menyelesaikan penggunaan FLI sampai dengan batas waktu yang ditetapkan maka terhadap nilai FLI yang tidak dapat diselesaikan diberlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia dengan jangka waktu 1 (satu) hari.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
8
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/29/DASP 2010 Romawi V
Bank wajib menyelesaikan FLI pada hari penggunaan FLI (T+0) paling lambat sampai dengan pre cut-off time Sistem BI-RTGS. Mekanisme penyelesaian FLI melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai BI-SSSS.
10 Pasal 10 10/29/PBI/2008
(1) Bank dapat memindahkan kembali surat berharga dari rekening FLI-RTGS dan FLI-Kliring ke rekening perdagangan di BI-SSSS dalam hal : a. FLI telah diselesaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
(Paragraf 9 ayat (1) dalam kodifikasi ini); b. surat berharga yang telah dipindahkan ke rekening FLI-RTGS tidak sedang
digunakan untuk FLI. (2) Pemindahan kembali surat berharga dari rekening FLI-Kliring ke rekening
perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kepentingan FLI-Kliring tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
11 Pasal 11 10/29/PBI/2008
Dalam hal FLI diberlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) (Paragraf 9 ayat (3) dalam kodifikasi ini) maka Bank tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai transaksi repo dengan Bank Indonesia di pasar sekunder.
12 Pasal 12 10/29/PBI/2008 SE 15/34/DASP 2013 Bab VII
Dalam hal Bank tidak dapat menyelesaikan FLI karena kegagalan Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS maka penyelesaian FLI dilakukan secara otomatis jika terdapat transaksi masuk (incoming transaction) segera setelah sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS berfungsi kembali. Yang dimaksud dengan kegagalan Sistem BI-RTGS adalah kegagalan RTGS Central Computer (RCC) sehingga seluruh Bank Peserta BI-RTGS dan/atau Bank Indonesia tidak dapat mengirimkan transaksi dari terminal RTGS (RT) ke RCC. Gangguan pada salah satu atau beberapa RT dan/atau gangguan pada jaringan RTGS yang mengakibatkan satu atau beberapa Bank Peserta BI-RTGS tidak dapat mengirimkan transaksi ke RCC, tidak dianggap sebagai kegagalan Sistem BI-RTGS. Yang dimaksud dengan kegagalan Sistem BI-SSSS adalah kegagalan System Central Computer (SCC) pada sarana BI-SSSS sehingga seluruh Bank dan/atau Bank Indonesia tidak dapat mengirimkan transaksi dari terminal (System Terminal/ST) ke SCC. Dalam hal Bank tidak menyelesaikan penggunaan FLI sampai dengan batas waktu pre-cut off Sistem BI–RTGS maka terhadap nilai FLI yang tidak diselesaikan diberlakukan sebagai transaksi Repo (first leg) dengan jangka waktu 1 (satu) hari kerja (overnight) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai koridor suku bunga (standing facilities). Atas transaksi Repo, Bank dikenakan biaya Repo dengan perhitungan sebagai berikut:
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
9
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Biaya Repo = i x (t/360) x n Keterangan : i = suku bunga lending facility t = jumlah hari kalender Repo SBI, SDBI, dan/atau/SBN n = nominal Repo (FLI yang tidak diselesaikan) Bank Indonesia mengumumkan suku bunga lending facility melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia Pada tanggal jatuh waktu Repo (second leg) BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen dengan penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut : a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet rekening giro Bank sebesar
nilai setelmen first leg ditambah bunga Repo; dan b. melakukan setelmen surat berharga dengan cara mengkredit rekening surat
berharga Bank sebesar nilai nominal SBI, SDBI, dan/atau SBN yang di-Repo-kan.
Dalam hal terdapat pembayaran kupon/imbalan SBN maka perlakuan kupon/imbalan tersebut mengikuti ketentuan Bank Indonesia mengenai koridor suku bunga (standing facilities). Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk setelmen pelunasan Repo SBI. Repo SDBI, dan/atau Repo SBN sampai dengan cut off warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen second leg sebagaimana, Bank Indonesia melakukan pendebetan rekening giro Bank untuk penyelesaian bunga Repo yang harus dibayar dan: a. melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas seri SBI
dan SDBI yang di-Repo; atau b. memperlakukan jenis, seri, dan nominal SBN yang gagal dibeli kembali oleh
Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS.
n13 Pasal 13 10/29/PBI/2008
Bank yang pada saat berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini telah menandatangani Perjanjian Penggunaan dan Pengagunan FLI harus mengganti dengan Perjanjian Penggunaan FLI.
14 Pasal 14 10/29/PBI/2008
Bank peserta kliring yang berada di wilayah Kliring yang belum menerapkan SKNBI dapat menggunakan FLI-RTGS untuk penyelesaian akhir kliring yang terjadi sebelum cut-off warning Sistem BI-RTGS.
15 Pasal 15 10/29/PBI/2008
Ketentuan lebih lanjut mengenai FLI diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia. Pokok-pokok ketentuan yang akan diatur dalam SE BI meliputi antara lain: 1. Tata cara penyampaian Perjanjian Penggunaan FLI; 2. Batas akhir waktu penggunaan dan penyelesaian FLI; 3. Tata cara pemindahan surat berharga dari rekening perdagangan ke rekening
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
10
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
FLI-RTGS dan FLI-Kliring dan sebaliknya; 4. Tata cara perhitungan dan pembebanan biaya penggunaan FLI dan/atau
biaya lainnya terkait penggunaan FLI.
Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah BAB I Ketentuan Umum
16 Pasal 1 11/30/PBI/2009
SE 11/17/DPM 2009 Romawi I No.13 – 15
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement.
5. Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System.
6. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SKNBI adalah suatu sistem kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
7. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
8. Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut FLIS adalah fasilitas pendanaan yang disediakan Bank Indonesia kepada Bank dalam kedudukan sebagai peserta Sistem BI-RTGS dan SKNBI, yang dilakukan dengan cara repurchase agreement (repo) surat berharga yang harus diselesaikan pada hari yang sama dengan hari penggunaan.
9. FLIS dalam rangka RTGS yang selanjutnya disebut FLIS-RTGS adalah FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam operasional Sistem BI-RTGS.
10. FLIS dalam rangka Kliring yang selanjutnya disebut FLIS-Kliring adalah FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat penyelesaian akhir atas hasil Kliring Debet.
11. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
12. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
13. Repo SBIS dalam rangka penggunaan FLIS, yang selanjutnya disebut Repo SBIS adalah repo intraday dengan agunan SBIS (collateralized borrowing) dalam rangka penggunaan FLIS-RTGS dan/atau FLIS-Kliring.
14. Repo SBSN dalam rangka penggunaan FLIS, yang selanjutnya disebut Repo SBSN adalah repo intraday melalui transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali sesuai dengan harga
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
11
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka penggunaan FLIS-RTGS dan/atau FLIS-Kliring.
15. Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut PUAS adalah pasar uang antar bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah.
BAB II Persyaratan dan Tata Cara Permohonan 17 Pasal 2
11/30/PBI/2009
SE 11/17/DPM 2009 Romawi II No. 3 – 4
Bank dapat menggunakan FLIS baik dalam bentuk FLIS-RTGS maupun FLIS-Kliring jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. memiliki surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia berupa
SBIS, SBSN dan/atau surat berharga syariah lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; Surat berharga yang dapat direpokan adalah yang dimiliki oleh Bank pengguna FLIS dan tercatat dalam sarana BI-SSSS. Surat berharga syariah lainnya yang dapat direpokan ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
b. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS; dan Yang dimaksud dengan berstatus aktif adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System
c. berstatus aktif sebagai peserta BI-RTGS dan/atau tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sebagai peserta SKNBI. Yang dimaksud dengan berstatus aktif adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement. Kriteria pengenaan sanksi penghentian sebagai peserta SKNBI tunduk pada Peraturan Bank Indonesia tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 (huruf a dalam kodifikasi ini) dan akan menggunakan FLIS harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia dan dilengkapi dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
a. Perjanjian Penggunaan FLIS sebagaimana contoh dalam Lampiran-1 (Lampiran-3 dalam kodifikasi ini) sebanyak 2 (dua) eksemplar yang masing-masing dibubuhi meterai cukup dan telah ditandatangani oleh direksi atau pejabat Bank yang berwenang, dengan peruntukan: 1) 1 (satu) eksemplar untuk Bank Indonesia. 2) 1 (satu) eksemplar untuk Bank.
b. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia : 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir
Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh direksi;
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
12
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/4/DASP 2010 Romawi II No. 5
SE 11/17/DPM 2009 Romawi II No. 6 – 7
2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi.
3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau
4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi.
Dalam hal UUS, yang dimaksud dengan anggaran dasar dan peraturan daerah adalah anggaran dasar bank umum konvensional dari UUS yang bersangkutan atau peraturan daerah yang menjadi dasar pendirian bank pembangunan daerah dari UUS yang bersangkutan.
c. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri : 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang
memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); atau
2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh CEO.
Selain dokumen persyaratan, Bank juga melampirkan dokumen pendukung lainnya berupa fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani perjanjian serta Perjanjian Pengagunan SBIS Dalam Rangka Repo SBIS dan Janji (Wa’ad) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN. Dokumen disampaikan dengan surat pengantar kepada: Bank Indonesia Bagian Penyelenggaraan Setelmen Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Gedung D, Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350.
Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan atau penolakan permohonan FLIS kepada Bank paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3 (Paragraf 17 ayat (2) dalam kodifikasi ini) diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap dan benar. Dalam hal permohonan FLIS disetujui, Bank Indonesia membuka akses bagi Bank untuk menggunakan FLIS melalui BI-SSSS. Dalam hal Bank telah memiliki akses FLIS dan di kemudian hari Bank yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan FLIS maka Bank Indonesia menghentikan akses penggunaan FLIS melalui BI-SSSS.
18 Pasal 3 11/30/PBI/2009
(1) Surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a (Paragraf 17 huruf a dalam kodifikasi ini), harus bebas dari sitaan, tidak sedang digadaikan, atau dipertanggungkan secara apapun juga baik kepada orang atau pihak lain
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
13
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
maupun kepada Bank Indonesia, serta tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa.
(2) Surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a (Paragraf 17 huruf a dalam kodifikasi ini), tidak dapat diperjualbelikan dan/atau dijaminkan kembali oleh Bank.
19 Pasal 4 11/30/PBI/2009
(1) Bank yang memerlukan FLIS harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai berikut : a. perjanjian penggunaan FLIS; b. fotokopi anggaran dasar Bank atau kuasa (power of attorney) dari kantor
pusat Bank bagi cabang Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Bank; dan Dalam hal UUS, yang dimaksud dengan anggaran dasar adalah anggaran dasar bank umum konvensional dari UUS yang bersangkutan. Dalam hal Bank berbadan hukum perusahaan daerah, Bank melampirkan peraturan daerah sebagai dasar pendirian bank.
c. dokumen pendukung lainnya. Yang dimaksud dengan dokumen pendukung lainnya antara lain adalah fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor.
20 Pasal 5 11/30/PBI/2009
Bank dapat memperoleh FLIS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 17 dalam kodifikasi ini) setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia dan menandatangani Perjanjian Penggunaan FLIS.
21 Pasal 6 11/30/PBI/2009
(1) Bank Indonesia berwenang untuk menolak permohonan FLIS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 19 dalam kodifikasi ini) yang tidak sesuai dengan ketentuan, persyaratan dan tatacara yang diatur dalam Peraturan Bank Indoneai.
(2) Bank Indonesia berwenang untuk menghentikan penggunaan FLIS dalam hal Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 2 dan Pasal 3 (Paragraf 17 dan Paragraf 18 dalam kodifikasi ini).
BAB III Penggunaan 22 Pasal 7
11/30/PBI/2009 (1) Perhitungan nilai SBIS, SBSN dan/atau surat berharga syariah lainnya yang
dapat direpokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a (Paragraf 17 huruf a dalam kodifikasi ini) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Nilai FLIS yang dapat digunakan Bank paling banyak sebesar nilai surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
23 Pasal 8 11/30/PBI/2009
(1) Pelaksanaan repo atas surat berharga dalam rangka penggunaan FLIS-RTGS dan/atau FLIS-Kliring dilakukan melalui sarana BI-SSSS dengan cara sebagai berikut : a. Untuk FLIS-RTGS, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
14
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 11/17/DPM 2009 Romawi III No. 1 – 3 SE 12/4/DASP 2010 Romawi III No. 4 – 5 SE 11/17/DPM 2009 Romawi III No. 6 – 8
FLIS-RTGS pada sarana BI-SSSS selama jam operasional Sistem BI-RTGS pada saat Bank menilai adanya kebutuhan FLIS untuk kelancaran transaksi di Sistem BI-RTGS (self assessment); dan
b. Untuk FLIS-Kliring, Bank harus memindahkan surat berharga ke rekening FLIS-Kliring pada sarana BI-SSSS dalam rangka penyediaan pendanaan awal (prefund) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
(2) Surat berharga yang telah direpokan dalam rangka FLIS-Kliring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk FLIS-RTGS. Transaksi Repo Dalam Rangka Penggunaan FLIS adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka memperoleh FLIS, Bank merepokan SBIS dan/atau SBSN
milik Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam BI-SSSS. 2. Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
menggunakan akad qard (pinjaman) dan rahn (gadai). 3. Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang
disertai dengan al wa’ad (janji) oleh Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati.
4. SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada
saat FLIS jatuh waktu; dan b. tidak sedang diagunkan kepada Bank Indonesia.
5. SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja
pada saat FLIS jatuh waktu;dan b. tidak sedang diagunkan.
6. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga SBSN yang dapat direpokan dalam rangka penggunaan FLIS melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan penjualan SBSN sama dengan harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali.
8. Repo SBIS dan/atau Repo SBSN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. repo dalam rangka FLIS-RTGS
1) Bank harus memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS-RTGS pada BI-SSSS.
2) pemindahan SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan pada saat Bank membutuhkan FLIS-RTGS (self assessment) selama jam operasional BI-RTGS sampai dengan cut-off warning sistem BI-RTGS.
3) SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak dapat dipindahkan dari rekening FLIS-RTGS selama Bank menggunakan FLIS-RTGS.
4) Bank dapat memindahkan kembali SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dari rekening FLIS-RTGS setelah Bank menyelesaikan FLIS-RTGS.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
15
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
b. repo dalam rangka FLIS-Kliring 1) Bank harus memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS-
Kliring dalam rangka pemenuhan kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund).
2) pemindahan SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan pada awal hari sebelum Kliring Debet dimulai sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
3) Bank dapat memindahkan kembali SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan dari rekening FLIS-Kliring sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
24 Pasal 9 11/30/PBI/2009
SE 11/17/DPM 2009 Romawi IV.1.b Pasal 9 11/30/PBI/2009 ayat (2) – (4)
SE 11/17/DPM 2009 Romawi IV.1.a dan No. 3
(1) Penggunaan FLIS-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan transaksi keluar (outgoing transaction). Yang dimaksud dengan penggunaan FLIS-RTGS dilakukan secara otomatis adalah FLIS-RTGS langsung diberikan kepada Bank pada saat terdapat ketidakcukupan saldo rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia untuk melakukan transaksi keluar (outgoing transaction). Penggunaan FLIS-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk: 1) penyelesaian transaksi keluar (outgoing transaction) sistem BI-RTGS; dan 2) penyelesaian akhir Kliring Debet apabila surat berharga yang direpokan
untuk FLIS-Kliring tidak mencukupi, sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
(2) Penggunaan FLIS-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening
giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Bank dalam penyelesaian akhir Kliring Debet sepanjang Bank telah memindahkan surat berharga ke rekening FLIS-Kliring.
(3) Penggunaan FLIS-RTGS dan FLIS-Kliring sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) dilakukan masing-masing berdasarkan kecukupan nilai surat berharga untuk FLIS-RTGS dan FLIS-Kliring.
(4) Dalam hal nilai surat berharga untuk FLIS-Kliring tidak cukup untuk menutup kewajiban penyelesaian akhir Kliring Debet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka nilai surat berharga untuk FLIS-RTGS yang tersedia secara otomatis digunakan untuk menutup kewajiban penyelesaian akhir Kliring Debet. Bank dapat menggunakan FLIS-RTGS sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sepanjang Bank telah memindahkan SBIS dan/atau SBSN ke rekening FLIS-RTGS. Mekanisme penggunaan FLIS melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
16
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
25 Pasal 10 11/30/PBI/2009
Bank Indonesia dapat membatasi jenis-jenis transaksi yang diperkenankan untuk menggunakan FLIS.
26 Pasal 11 11/30/PBI/2009
SE 11/17/DPM 2009 Romawi VI
Bank Indonesia dapat mengenakan biaya atas penggunaan FLIS dan/atau mengenakan biaya lainnya yang terkait dengan penggunaan FLIS kepada Bank. Besarnya biaya atas penggunaan FLIS dan biaya lainnya yang terkait penggunaan FLIS ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Bank Indonesia mengenakan biaya atas penggunaan FLIS yang dihitung sebagai berikut : Biaya Penggunaan FLIS = Nominal Penggunaan FLIS x [t /(10,5 jam x 60 menit)] x R x [1/360] Keterangan:
t = Waktu penggunaan FLIS (dalam hitungan menit). R = Rata-rata tertimbang PUAS overnight terakhir sebelum hari penggunaan FLIS. 10,5 jam = Jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem
BI-RTGS (06.30 WIB) sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS (17.00 WIB).
Biaya atas penggunaan FLIS dihitung dengan cara sebagai berikut: a. untuk penggunaan FLIS dalam 1 (satu) jam pertama, biaya atas penggunaan
FLIS dihitung berdasarkan akumulasi nilai nominal FLIS yang digunakan Bank (extend) dengan waktu penggunaan dibulatkan menjadi 1 (satu) jam dalam hitungan menit.
b. untuk penggunaan FLIS setelah 1 (satu) jam pertama sebagaimana dimaksud pada huruf a, biaya atas penggunaan FLIS dihitung sesuai dengan saldo penggunaan FLIS dengan waktu penggunaan dibulatkan ke atas dalam hitungan menit terdekat.
Perhitungan biaya atas penggunaan FLIS adalah sebagaimana contoh dalam Lampiran-2 (Lampiran-4 dalam kodifikasi ini). Pembebanan biaya atas penggunaan FLIS dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah penggunaan FLIS.
BAB IV Penyelesaian 27 Pasal 12
11/30/PBI/2009
(1) Penyelesaian FLIS dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sampai dengan batas waktu penyelesaian FLIS. Dalam hal Bank masih menggunakan sebagian atau seluruh FLIS yang disetujui Bank Indonesia maka Sistem BI-RTGS secara otomatis menggunakan dana yang berasal dari transaksi masuk (incoming transaction) untuk terlebih dahulu menyelesaikan FLIS. Proses penggunaan dan penyelesaian FLIS berlangsung terus sampai dengan batas akhir waktu penyelesaian FLIS.
(2) Bank harus menyelesaikan FLIS sampai batas waktu penyelesaian FLIS yang ditetapkan Bank Indonesia.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
17
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 11/17/DPM 2009 Romawi V SE 11/17/DPM 2009 Romawi VII
(3) Dalam hal Bank tidak menyelesaikan nilai FLIS sampai dengan batas waktu penyelesaian FLIS yang ditetapkan maka terhadap nilai FLIS yang tidak dapat diselesaikan tersebut diberlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia dengan jangka waktu 1 (satu) hari.
Penyelesaian FLIS : 1. Bank harus menyelesaikan FLIS pada hari penggunaan FLIS (T+0) paling
lambat sampai dengan pre cut-off time Sistem BI-RTGS. 2. Mekanisme penyelesaian FLIS melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System.
Perlakuan FLIS Yang Tidak Diselesaikan : 1. Dalam hal Bank tidak menyelesaikan FLIS sampai dengan batas waktu maka
terhadap nilai FLIS yang tidak diselesaikan secara otomatis diperlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia dengan jangka waktu 1 (satu) hari kerja.
2. Atas masing-masing jenis dan seri surat berharga yang direpokan sebagaimana dimaksud pada butir III.1 (Paragraf 23 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dikenakan haircut yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Atas transaksi repo sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan biaya repo dengan perhitungan sebagai berikut: Biaya Repo = (Repo Rate) x (t / 360) x Nominal Penggunaan Repo Repo Rate = BI Rate + Marjin tertentu t = jumlah hari kalender repo SBIS/SBSN
4. Bank Indonesia dapat mengubah repo rate sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang dan mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Pada tanggal repo SBIS atau repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 jatuh waktu, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg dengan penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut : a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet rekening giro Bank
sebesar nilai setelmen first leg ditambah biaya repo SBIS atau biaya repo SBSN. Dalam hal selama periode repo SBSN terdapat pembayaran imbalan SBSN maka pembayaran imbalan tersebut akan mengurangi nilai setelmen dana.
b. melakukan setelmen surat berharga dengan ketentuan sebagai berikut : 1) dalam hal SBIS, dilakukan dengan cara memindahkan kembali
pencatatan seri SBIS yang diagunkan dari sub rekening hold SBIS ke sub rekening aktif sebesar nilai nominal Repo SBIS yang jatuh waktu.
2) dalam hal SBSN, dilakukan dengan cara mengkredit rekening surat berharga Bank sebesar nilai nominal SBSN yang direpokan.
6. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk setelmen pelunasan repo SBIS atau repo SBSN sampai dengan cut off warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg.
7. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan repo SBIS atau
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
18
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
repo SBSN jatuh waktu yang diakibatkan karena kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mendebet rekening giro Bank untuk penyelesaian biaya repo SBIS atau
biaya repo SBSN yang harus dibayar; dan b. Pelunasan seri SBIS yang direpokan sebelum jatuh waktu (early
redemption) atau memperlakukan jenis, seri dan nominal SBSN yang gagal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS.
28 Pasal 13 11/30/PBI/2009
(1) Bank dapat memindahkan kembali surat berharga yang dipergunakan untuk memperoleh FLIS dari rekening FLIS ke rekening surat berharga Bank dalam hal : a. FLIS telah diselesaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf
27 dalam kodifikasi ini); dan b. surat berharga yang telah dipergunakan untuk FLIS-RTGS tidak sedang
digunakan untuk FLIS-Kliring. (2) Pemindahan kembali surat berharga yang dipergunakan untuk memperoleh
FLIS-Kliring dari rekening FLIS-Kliring ke rekening surat berharga Bank tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia.
BAB V Ketentuan Lain-Lain 29 Pasal 14
11/30/PBI/2009 Dalam hal terjadi kegagalan Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS yang mengakibatkan Bank tidak dapat menyelesaikan FLIS maka penyelesaian FLIS dilakukan secara otomatis jika terdapat transaksi masuk (incoming transaction) oleh Sistem BI-RTGS segera setelah sistem BI-RTGS dan atau BI-SSSS berfungsi kembali.
Yang dimaksud dengan kegagalan Sistem BI-RTGS adalah kegagalan RTGS Central Computer (RCC) sehingga seluruh Bank Peserta BI-RTGS dan/atau Bank Indonesia tidak dapat mengirimkan transaksi dari terminal RTGS (RT) ke RCC.
Gangguan pada salah satu atau beberapa RT dan/atau gangguan pada jaringan RTGS yang mengakibatkan satu atau beberapa Bank Peserta BI-RTGS tidak dapat mengirimkan transaksi ke RCC, tidak dianggap sebagai kegagalan Sistem BI-RTGS.
Yang dimaksud dengan kegagalan Sistem BI-SSSS adalah kegagalan SSSS Central Computer (SCC) pada sarana BI-SSSS sehingga seluruh Bank dan/atau Bank Indonesia tidak dapat mengirimkan transaksi dari SSSS System Terminal (ST) ke SCC.
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bank Umum BAB I Ketentuan Umum
30 Pasal 1 14/16/PBI/2012 Angka 1 – 11
1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
2. Bank adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tidak termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
19
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi I No. 10 SE 15/11/DPNP 2013 Romawi I No. 12 – 17
3. Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disingkat GWM adalah GWM Primer dalam rupiah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai giro wajib minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing.
4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, yang selanjutnya disingkat FPJP, adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek yang dialami oleh Bank.
5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) dalam rupiah sehingga Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM.
6. Sertifikat Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
7. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang untuk selanjutnya disebut SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
9. Surat Utang Negara yang untuk selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
10. Surat Berharga Syariah Negara yang untuk selanjutnya disebut SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing.
11. Aset kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
12. Obligasi Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah oleh badan hukum lain dan ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
13. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
14. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
15. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS.
16. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan nasabah.
17. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai Dealer Utama.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
20
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
18. Repurchase Agreement (repo) rate adalah tingkat suku bunga Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter.
BAB II Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan FPJP 31 Pasal 2
14/16/PBI/2012
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi II No. 1.d SE 15/11/DPNP 2013 Romawi II No. 1 e – 1 h
(1) Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh FPJP apabila memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko bank. Penetapan besarnya rasio kewajiban penyediaan modal minimum mengacu kepada pemenuhan modal minimum sesuai profil risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Umum. Rasio kewajiban penyediaan modal minimum yang digunakan adalah berdasarkan perhitungan terkini Bank Indonesia.
(2) Bank mengajukan plafon FPJP berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan Bank memenuhi GWM sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perkiraan Bank atas jumlah kebutuhan likuiditas didasarkan pada proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas) hari kalender ke depan.
(3) Pencairan FPJP dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi
kewajiban GWM. Yang dimaksud dengan kewajiban GWM adalah kewajiban GWM berdasarkan perhitungan Bank Indonesia. Pencairan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian selama memenuhi plafon dan jangka waktu FPJP yang disetujui.
(4) Selama periode pemberian FPJP, Bank penerima FPJP tidak dapat
menempatkan dana di Bank Indonesia. (5) Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut:
1) Jangka waktu setiap FPJP paling lama 14 (empat belas) hari kalender. 2) Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan
jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak penandatanganan perjanjian pemberian FPJP awal antara Bank Indonesia dengan Bank.
(6) Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang digunakan Bank dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar tingkat suku bunga Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter, ditambah dengan 100 (seratus) basis poin.
(7) Jumlah FPJP yang dikenakan biaya bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah sebesar realisasi penggunaan FPJP secara harian selama periode pemberian FPJP.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
21
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
32 Pasal 3 14/16/PBI/2012
FPJP wajib dijamin oleh Bank dengan agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
33 Pasal 4 14/16/PBI/2012 Ayat (1) – (2) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi II No. 2.d.1) Pasal 4 14/16/PBI/2012 Ayat (2) c
(1) Agunan yang berkualitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (Paragraf 32 dalam kodifikasi ini) berupa: a. surat berharga; dan/atau b. Aset Kredit.
(2) Jenis surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa: a. SBI dan SBIS; b. SBN; dan/atau
Untuk agunan berupa SBI, SBIS, dan/atau SBN: a) Persyaratan: Pada tanggal FPJP jatuh tempo, SBI, SBIS, dan/atau SBN yang
diagunkan memiliki sisa jangka waktu: (1) paling singkat 3 (tiga) hari kerja untuk SBI dan SBIS. (2) paling singkat 12 (dua belas) hari kerja untuk SBN.
b) Nilai agunan SBI, SBIS, dan/atau SBN ditetapkan sebagai berikut: (1) dalam hal agunan berupa SBI, nilai agunan ditetapkan
sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP; (2) dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan ditetapkan
sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP; (3) dalam hal agunan berupa SBN, nilai agunan FPJP
ditetapkan paling rendah sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJP, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 (Paragraf 34 dalam kodifikasi ini).
c) Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI, SBIS dan SBN ditetapkan sebagai berikut: (1) Untuk SBI dan SBIS, yaitu selama jangka waktu FPJP
ditambah 2 (dua) hari kerja. (2) Untuk SBN, yaitu selama jangka waktu FPJP ditambah 10
(sepuluh) hari kerja. (3) Dalam hal terjadi pelunasan FPJP, maka pengagunan FPJP
berupa SBI, SBIS, dan SBN dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi.
(4) Dalam hal terjadi perpanjangan FPJP dan digunakan agunan yang sama, maka pengagunan FPJP dilepas (release) pada saat FPJP jatuh tempo dan pada saat yang bersamaan diagunkan kembali.
c. surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang pada saat
permohonan FPJP memiliki peringkat paling rendah peringkat investasi (investment grade), aktif diperdagangkan, dan sisa jangka waktu surat berharga paling singkat 90 (sembilan puluh) hari. Yang dimaksud dengan “surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lain” adalah obligasi korporasi baik yang konvensional maupun yang syariah. Yang dimaksud dengan ”peringkat investasi” adalah hasil penilaian
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
22
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi II No. 2.d.2) Pasal 4 14/16/PBI/2012 Ayat (3) – (6)
lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia. Untuk agunan berupa Obligasi Korporasi:
a) Persyaratan: (1) pada tanggal FPJP jatuh tempo, Obligasi Korporasi yang
diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling singkat 90 (sembilan puluh) hari kalender;
(2) aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir. Contoh: Dalam hal Bank mengajukan FPJP pada tanggal 5 Desember 2012, maka perhitungan 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir Obligasi Korporasi aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia adalah sejak tanggal 5 November 2012 sampai dengan 4 Desember 2012;
(3) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Contoh lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I (Lampiran 5 dalam kodifikasi ini); dan
(4) hasil pemeringkatan terkini Obligasi Korporasi disampaikan ke Bank Indonesia bersamaan dengan pengajuan permohonan FPJP, paling kurang dari 1 (satu) lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
b) Jangka waktu pengikatan agunan Obligasi Korporasi ditetapkan selama jangka waktu FPJP ditambah 10 (sepuluh) hari kerja.
c) Dalam hal terjadi pelunasan FPJP, maka pengagunan FPJP berupa Obligasi Korporasi dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi.
d) Dalam hal terjadi perpanjangan FPJP dan digunakan agunan yang sama, maka pengagunan FPJP diperpanjang pada saat FPJP jatuh tempo.
e) Nilai agunan Obligasi Korporasi ditetapkan paling rendah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJP, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 (Paragraf 34 dalam kodifikasi ini).
(3) Surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c hanya dapat
digunakan sebagai agunan FPJP dalam hal: a. Bank tidak memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dan/atau huruf b; atau b. Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dan/atau huruf b namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
23
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
(4) Aset Kredit yang dapat dijadikan agunan FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib memenuhi kriteria sebagai berikut: a. kualitas tergolong lancar selama 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-
turut; Kualitas tergolong lancar adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum. Informasi mengenai Aset Kredit yang mempunyai kualitas lancar diperoleh dari laporan kualitas kredit yang disampaikan Bank ke dalam Sistem Informasi Debitur (SID) dan informasi lain yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan penilaian kualitas Aset Kredit antara yang telah dilaporkan Bank dengan penilaian oleh Bank Indonesia, maka kualitas Aset Kredit yang digunakan adalah berdasarkan penilaian kualitas Aset Kredit oleh Bank Indonesia;
b. bukan merupakan kredit konsumsi kecuali kredit pemilikan rumah (KPR); c. kredit dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan dengan nilai
paling rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon kredit; Nilai agunan yang digunakan adalah nilai terendah antara nilai taksasi dan nilai pasar. Penilaian agunan dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum, termasuk namun tidak terbatas pada batasan kredit yang agunannya harus dinilai oleh penilai independen, kriteria penilai independen, dan waktu dilakukannya penilaian.
d. bukan merupakan kredit kepada pihak terkait Bank; Yang dimaksud dengan ”pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit Bank Umum.
e. kredit belum pernah direstrukturisasi; Yang dimaksud dengan ”restrukturisasi” adalah restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum.
f. sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling singkat 12 (dua belas) bulan dari saat persetujuan FPJP;
g. baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi batas maksimum pemberian kredit pada saat diberikan dan tidak melebihi plafon kredit; dan Batas maksimum pemberian kredit mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit Bank Umum.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
24
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
h. memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum.
(5) Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat digunakan sebagai agunan FPJP dalam hal Bank tidak memiliki surat berharga atau surat berharga yang dimiliki oleh Bank tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP.
(6) Dalam hal setelah memperoleh FPJP yang dijamin oleh sebagian atau seluruhnya dengan Aset Kredit, Bank memiliki surat berharga yang memenuhi syarat untuk menjadi agunan FPJP, Bank wajib mengganti Aset Kredit yang diagunkan dengan surat berharga tersebut.
34 Pasal 5 14/16/PBI/2012 Ayat (1) a – b SE 15/11/DPNP 2013 Romawi IV No. 1 Pasal 5 14/16/PBI/2012 Ayat (1) c SE 15/11/DPNP 2013 Romawi IV No. 2
(1) Nilai aset yang digunakan sebagai agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (Paragraf 33 dalam kodifikasi ini) ditetapkan sebagai berikut: a. nilai agunan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP yang dihitung
berdasarkan nilai jual surat berharga, dalam hal agunan berupa SBI; b. nilai agunan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJP yang dihitung
berdasarkan nilai nominal surat berharga, dalam hal agunan berupa SBIS;
Perhitungan nilai agunan berupa SBI dan/atau SBIS : a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai jual SBI dan/atau nilai
nominal SBIS pada saat permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJP disetujui.
b. Nilai jual SBI dan/atau nilai nominal SBIS sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBI dan/atau nilai nominal SBIS yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
c. Harga setiap seri SBI dan/atau SBIS ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan/atau tingkat imbalan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI dan/atau SBIS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
c. nilai agunan paling rendah sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon
FPJP yang dihitung berdasarkan nilai pasar surat berharga, dalam hal agunan berupa SBN;
Perhitungan nilai agunan berupa SBN : a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SBN pada saat
permohonan FPJP disetujui. b. Nilai pasar SBN dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri
SBN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
c. Harga setiap seri SBN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SBN yang diagunkan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
25
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 5 14/16/PBI/2012 ayat (1) d SE 15/11/DPNP 2013 Romawi IV No. 3 Pasal 5 14/16/PBI/2012 Ayat (1) e SE 15/11/DPNP 2013 Romawi IV No. 4
d. nilai agunan sesuai dengan jenis surat berharga, paling rendah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJP yang dihitung berdasarkan nilai pasar surat berharga, dalam hal agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lain; dan
Perhitungan nilai agunan berupa Obligasi Korporasi : a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai pasar Obligasi
Korporasi pada saat permohonan FPJP disetujui. b. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditetapkan sebesar: 1) 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJP yang dijamin
dengan Obligasi Korporasi yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin oleh pemerintah pusat, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
2) 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, badan hukum lainnya selain BUMN, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
3) 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat ke-2 (dua) teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
4) 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat ke-3 (tiga) teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
c. Nilai pasar Obligasi Korporasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan harga penutupan terkini di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir.
d. Perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi Korporasi sebagaimana contoh pada Lampiran VII (Lampiran 17 dalam kodifikasi ini).
e. nilai agunan paling rendah sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon
FPJP yang dihitung berdasarkan baki debet (outstanding) Aset Kredit, dalam hal agunan berupa Aset Kredit.
Perhitungan nilai agunan berupa Aset Kredit : a. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai baki debet Aset Kredit 2
(dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan FPJP. b. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditetapkan 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Aset Kredit.
c. Apabila terdapat kredit dalam valuta asing, maka konversi ke dalam mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs tengah Bank Indonesia 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
26
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 5 14/16/PBI/2012 Ayat (2)
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai nilai jual dan nilai pasar sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
35 Pasal 6 14/16/PBI/2012 Ayat (1) – (5) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi II No. 2.e.4).b) dan e) Pasal 6 14/16/PBI/2012 Ayat (6) – (7)
(1) Agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf 33 ayat (1) dalam kodifikasi ini) harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank Indonesia, yang dinyatakan dalam surat pernyataan Bank kepada Bank Indonesia.
(2) Bank yang telah memperoleh FPJP dilarang untuk memperjualbelikan dan/atau menjaminkan kembali surat berharga yang masih dalam status sebagai agunan FPJP.
(3) Bank wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJP apabila tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Bank wajib melakukan penilaian terhadap agunan FPJP secara berkala dalam periode tertentu.
(5) Bank wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJP, apabila: Penggantian atau penambahan agunan FPJP dimaksudkan agar nilai aset agunan FPJP sesuai dengan ketentuan Pasal 5 (Paragraf 34 dalam kodifikasi ini). a. terjadi penurunan nilai surat berharga berupa SBN dan surat berharga
yang diterbitkan oleh badan hukum lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan huruf d (Paragraf 34 ayat (1) huruf c dan huruf d dalam kodifikasi ini); dan/atau
b. Aset Kredit yang diagunkan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) (Paragraf 33 ayat (4) dalam kodifikasi ini) dan/atau terjadi penurunan nilai Aset Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e (Paragraf 34 ayat (1) huruf e dalam kodifikasi ini).
c. terjadi perbedaan penilaian agunan antara Bank dengan Bank Indonesia; d. setelah memperoleh FPJP yang dijamin dengan sebagian atau seluruhnya
dengan Aset Kredit, Bank memiliki surat berharga yang memenuhi syarat untuk menjadi agunan FPJP.
(6) Untuk keperluan perpanjangan FPJP, Bank dapat menjaminkan kembali aset
yang sedang menjadi agunan FPJP. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai periode penilaian agunan FPJP diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
36 Pasal 7 14/16/PBI/2012
(1) Bank Indonesia dapat menetapkan: a. penambahan persentase tertentu dari nilai agunan surat berharga
berupa SBN dan surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan huruf d (Paragraf 34 ayat (1) huruf c dan huruf d dalam kodifikasi ini); dan/atau
b. batas persentase penurunan nilai agunan surat berharga berupa SBN dan surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang lebih tinggi dari persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan huruf d (Paragraf 34 ayat (1) huruf c dan huruf d dalam kodifikasi ini).
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
27
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Penambahan persentase tertentu dan batas persentase penurunan nilai agunan surat berharga dilakukan untuk mengantisipasi fluktuasi nilai pasar surat berharga.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penambahan persentase tertentu dan batas persentase penurunan nilai agunan surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
37 Pasal 8 14/16/PBI/2012 Ayat (1) – (4) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi II No. 2.d.3).d) (3)-(5) Pasal 8 14/16/PBI/2012 Ayat (8)
(1) Bank wajib memelihara dan menatausahakan daftar Aset Kredit yang memenuhi persyaratan untuk menjadi agunan FPJP. Pemeliharaan dan penatausahaan daftar Aset Kredit dilakukan terhadap Aset Kredit yang akan dialokasikan oleh Bank sebagai agunan dalam rangka mengantisipasi kebutuhan FPJP dengan agunan berupa Aset Kredit.
(2) Bank wajib menyampaikan laporan daftar Aset Kredit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Bank Indonesia setiap 6 (enam) bulan sekali, yaitu untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember, paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah posisi akhir bulan bersangkutan.
(3) Untuk pertama kali, laporan daftar Aset Kredit disampaikan untuk posisi bulan Juni 2013.
(4) Bank dapat menyampaikan laporan nihil apabila tidak memiliki aset kredit yang memenuhi persyaratan sebagai agunan FPJP atau tidak mengalokasikan aset kredit sebagai agunan untuk mengantisipasi kebutuhan FPJP.
(5) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dapat meminta Bank untuk menyampaikan dokumen pendukung antara lain fotokopi perjanjian kredit, fotokopi bukti pengikatan agunan Aset Kredit dan/atau fotokopi bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan kredit Bank;
(6) Dalam hal menurut Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, Aset Kredit yang tercantum dalam daftar Aset Kredit yang diajukan oleh Bank sebelumnya tidak memenuhi persyaratan agunan FPJP, Bank Indonesia akan mengembalikan dokumen pendukung Aset Kredit yang tidak memenuhi persyaratan FPJP yang telah disampaikan Bank;
(7) Bank Indonesia meminta Bank untuk menyampaikan tambahan dokumen Aset Kredit lainnya dalam rangka mengantisipasi penurunan nilai, penggantian agunan, dan/atau penambahan plafon FPJP, yang akan dijadikan agunan dalam rangka FPJP.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian daftar Aset Kredit dan dokumen pendukungnya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
38 Pasal 9 14/16/PBI/2012 Ayat (1) – (2)
(1) Pengikatan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf 33 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain adalah peraturan yang mengatur gadai atau fidusia.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
28
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi II No. 2.d.3).c dan g Pasal 9 14/16/PBI/2012 Ayat (3)
(2) Dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJP ditatausahakan oleh Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan ”dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJP” antara lain perjanjian kredit antara Bank dengan nasabah, bukti pengikatan agunan, dan bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan kredit Bank.
(3) Pengikatan agunan berupa Aset Kredit dilakukan dengan fidusia yang mencakup hak tagih Bank yang timbul dari perjanjian kredit antara Bank dengan debitur.
(4) Pengikatan agunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pengikatan agunan diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
39 Pasal 10 14/16/PBI/2012 Ayat (1) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No. 1a – c Pasal 10 14/16/PBI/2012 Ayat (2) a SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.1.c.1).a Pasal 10 14/16/PBI/2012 Ayat (1) b SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.1.c.4) Pasal 10 14/16/PBI/2012 Ayat (1) c
(1) Permohonan FPJP wajib diajukan oleh Bank secara tertulis kepada Bank Indonesia. Bank dapat mengajukan permohonan FPJP paling cepat 7 (tujuh) hari kerja sebelum rencana kebutuhan FPJP pada setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB. Bank Indonesia akan memproses permohonan FPJP setelah dokumen permohonan FPJP diterima secara lengkap. Permohonan FPJP disampaikan kepada Bank Indonesia melalui surat yang ditandatangani oleh Direksi Bank dan diketahui oleh Dewan Komisaris
(2) Permohonan FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan
dokumen-dokumen sebagai berikut: a. surat pernyataan Bank yang menyatakan bahwa Bank mengalami
Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek; disertai dengan penjelasan mengenai penyebab dialaminya kesulitan likuiditas dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.b (Lampiran 7 dalam kodifikasi ini);
b. dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan untuk mengatasi Kesulitan
Pendanaan Jangka Pendek;
paling kurang berupa proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas) hari ke depan dengan contoh format proyeksi arus kas sebagaimana contoh pada Lampiran III (Lampiran 11 dalam kodifikasi ini) dan dokumen lain sesuai permintaan Bank Indonesia;
c. daftar aset yang menjadi agunan beserta dokumen pendukung;
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
29
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.1.c.5) Pasal 10 14/16/PBI/2012 Ayat (1) d SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.1. c.1).b Pasal 10 14/16/PBI/2012 Ayat (1) e SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No. 1.c.1).c dan Romawi III No. 1.f Pasal 10 14/16/PBI/2012 Ayat (3) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.1.c.1).d Pasal 10 14/16/PBI/2012 Ayat (4)
Dokumen pendukung antara lain berupa perjanjian kredit antara Bank dengan nasabah dan perjanjian pengikatan agunan atas kredit tersebut dan dokumen lain yang dapat membuktikan terpenuhinya persyaratan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 33 dalam kodifikasi ini).
Daftar aset yang menjadi agunan FPJP sebagaimana contoh pada: a) Lampiran IV.a (Lampiran 12 dalam kodifikasi ini), untuk agunan FPJP
berupa SBI, SBIS, SBN dan/atau Obligasi Korporasi; dan b) Lampiran IV.b (Lampiran 13 dalam kodifikasi ini), untuk agunan FPJP
berupa Aset Kredit
d. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak dibawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 33 dalam kodifikasi ini); sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang FPJP bagi Bank Umum, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.c (Lampiran 8 dalam kodifikasi ini);
e. surat kesanggupan Bank untuk membayar segala kewajiban terkait FPJP
pada saat jatuh tempo. sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.d (Lampiran 9 dalam kodifikasi ini); Surat permohonan FPJP yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir a sampai dengan butir e, disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
(3) Bank wajib meyakini kebenaran data dan dokumen yang disampaikan termasuk namun tidak terbatas pada kualitas kredit dan agunan yang menyertainya, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.e (Lampiran 10 dalam kodifikasi ini);
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan FPJP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
30
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.1.c.2), 3), 6) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No. 1.d SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.1.c.7)-8)
(5) Surat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), mengenai penggunaan seluruh aset bank sebagai agunan FPJP sesuai dengan Anggaran Dasar Bank dan perundang-undangan yang berlaku;
(6) Dokumen pendukung perhitungan atas rasio KPMM; (7) Dalam hal agunan FPJP berupa SBI dan/atau SBN, dilengkapi dengan bukti
bahwa SBI dan/atau SBN telah diagunkan kepada Bank Indonesia, yaitu berupa print-out hasil pengagunan di BI-SSSS; Mekanisme pelaksanaan dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi agunan pada ketentuan BI-SSSS.
(8) Dalam hal agunan FPJP berupa Obligasi Korporasi, dilengkapi dengan:
a) bukti bahwa Obligasi Korporasi telah diagunkan kepada Bank Indonesia yang berasal dari otoritas penatausahaan surat berharga dimaksud; dan
b) hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
(9) Dalam hal agunan FPJP berupa Aset Kredit, dilengkapi dengan: a) Surat Pernyataan Agunan berupa Aset Kredit, yang telah ditandatangani
oleh Direksi atau Pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang memuat pernyataan: (1) bahwa Aset Kredit yang diajukan bukan kredit konsumsi kecuali KPR; (2) bahwa Aset Kredit dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan
yang memiliki nilai paling rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon kredit. Aset Kredit tersebut sudah dinilai oleh penilai independen dengan mekanisme sesuai ketentuan mengenai penilaian kualitas aset bank umum;
(3) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo kredit paling singkat 12 (dua belas) bulan sejak penandatanganan FPJP;
(4) bahwa baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan BMPK pada saat FPJP diberikan;
(5) bahwa Aset Kredit yang diagunkan memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum;
(6) bahwa Aset Kredit yang diagunkan bukan merupakan kredit kepada pihak terkait Bank;
(7) bahwa kualitas Aset Kredit yang diajukan untuk menjadi agunan FPJP adalah benar tergolong kualitas lancar paling singkat 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut;
(8) bahwa Aset Kredit belum pernah direstrukturisasi; dan (9) bahwa pernyataan sebagaimana dimaksud pada angka (1) sampai
dengan angka (8) berlaku pula dalam hal terjadi penambahan dan/atau penggantian agunan FPJP.
b) dokumen asli perjanjian kredit antara Bank dan debitur beserta seluruh perubahannya;
c) dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara Bank dan debitur beserta seluruh perubahannya;
d) dokumen asli bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit Bank; e) dokumen asli hasil penilaian agunan oleh lembaga penilai independen
paling lama 6 (enam) bulan terakhir dari tanggal pengajuan permohonan FPJP; dan
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
31
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.1.g
f) dokumen asli polis asuransi agunan Aset Kredit, jika ada. g) Dalam hal agunan FPJP berupa SBIS, Bank menyampaikan surat
pernyataan yang menyatakan bahwa SBIS yang menjadi agunan FPJP tidak akan digunakan untuk kepentingan lain selain FPJP, yang ditandatangani oleh Direktur yang membawahi Unit Usaha Syariah.
Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan kepada : 1) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
40 Pasal 11 14/16/PBI/2012
(1) Jangka waktu setiap FPJP paling lama 14 (empat belas) hari kalender. Apabila saat jatuh tempo FPJP bertepatan pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka saat jatuh tempo FPJP adalah pada hari kerja berikutnya.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender.
41 Pasal 12 14/16/PBI/2012 SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.2.a SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.2.c - No. 2.i
(1) Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) (Paragraf 40 ayat (2) dalam kodifikasi ini), dengan ketentuan sebagai berikut: a. bunga atas FPJP yang jatuh tempo dilunasi terlebih dahulu; b. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus
kas selama 14 (empat belas) hari ke depan; c. agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 (Paragraf 33, Paragraf 34, dan Paragraf 35 dalam kodifikasi ini). Dalam rangka pelaksanaan perpanjangan FPJP, agunan yang telah diagunkan Bank untuk menjamin FPJP yang diterima Bank sebelumnya akan dinilai kembali, sehingga Bank perlu menyesuaikan jumlah agunan yang diserahkan untuk menjamin perpanjangan FPJP.
(2) Apabila pada saat FPJP jatuh tempo Bank belum dapat melunasi pokok FPJP,
Bank dapat memperpanjang FPJP dengan perubahan jangka waktu dan/atau plafon FPJP sesuai kebutuhan.
(3) Besarnya jumlah plafon perpanjangan diperhitungkan dengan nilai pokok
FPJP jatuh tempo dengan tetap memenuhi persyaratan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
(4) Pengajuan permohonan perpanjangan FPJP: 1) Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJP pada setiap
hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB. 2) Bank menyampaikan surat permohonan perpanjangan FPJP paling
lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP. 3) Permohonan perpanjangan FPJP disampaikan melalui Surat Permohonan
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
32
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.3
Perpanjangan FPJP, dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 (Paragraf 39 dalam kodifikasi ini).
(5) Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih memenuhi persyaratan FPJP dan nilainya mencukupi.
(6) Pelaksanaan pengagunan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) untuk agunan berupa SBI dan/atau SBN, dilakukan sesuai dengan mekanisme setelmen transaksi agunan pada ketentuan BI-SSSS dan dilaksanakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan perpanjangan FPJP.
2) untuk agunan berupa SBIS, Bank menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa SBIS yang menjadi agunan FPJP tidak akan digunakan untuk kepentingan lain selain FPJP, yang ditandatangani oleh Direktur yang membawahi Unit Usaha Syariah.
(7) Pemenuhan dokumen Aset Kredit yang telah diagunkan hanya dilakukan dalam hal terdapat perubahan agunan berupa Aset Kredit.
(8) Bank menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dengan ketentuan, yaitu: 1) dalam hal tidak terdapat perubahan agunan Aset Kredit, Bank cukup
menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dengan format sebagaimana Lampiran IV.b (Lampiran 13 dalam kodifikasi ini); atau
2) dalam hal terdapat perubahan agunan Aset Kredit, Bank cukup menyampaikan daftar Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dengan format sebagaimana Lampiran IV.c (Lampiran 14 dalam kodifikasi ini).
(9) Surat permohonan perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf d disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
(10) Dokumen Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
42 Pasal 13 14/16/PBI/2012
(1) Bank dapat mengajukan tambahan nilai FPJP yang dibutuhkan dalam hal Bank masih memiliki Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek sepanjang: a. agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 (Paragraf 33, Paragraf 34 dan Paragraf 35 dalam kodifikasi ini); dan
b. penggunaan FPJP belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) (Paragraf 40 ayat (2) dalam kodifikasi ini).
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
33
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi III No.4
Tambahan nilai FPJP yang diajukan akan diakumulasikan terhadap nilai FPJP yang belum dilunasi.
(2) Apabila diperlukan, selama masa periode FPJP Bank dapat mengajukan
penambahan plafon FPJP sesuai kebutuhan. (3) Penambahan plafon FPJP dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas selama periode FPJP;
2) Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan
3) Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia.
(4) Pengajuan permohonan: 1) Bank dapat mengajukan permohonan penambahan plafon FPJP pada
setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB selama periode FPJP.
2) Bank menyampaikan surat permohonan penambahan FPJP paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP.
3) Surat Permohonan Penambahan FPJP, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Departemen Pengawasan Bank terkait; atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dalam hal Bank yang mengajukan permohonan penambahan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
4) Dalam hal penambahan plafon FPJP dijamin dengan agunan berupa Aset Kredit, dokumen Aset Kredit disampaikan kepada: a) Departemen Pengawasan Bank terkait; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJP berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
BAB III Persetujuan Dan Pencairan FPJP 43 Pasal 14
14/16/PBI/2012 Ayat (1)
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi V No.1 – 2
(1) Persetujuan Bank Indonesia atas permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) (Paragraf 39 ayat (1) dalam kodifikasi ini), perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 41 dalam kodifikasi ini), dan/atau penambahan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 42 dalam kodifikasi ini) dilakukan apabila: a. Bank memenuhi persyaratan permohonan FPJP; b. Bank memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan FPJP;
dan c. berdasarkan analisis Bank Indonesia diperkirakan bahwa Bank tidak dapat
memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas paling lama 14 (empat belas) hari kalender ke depan.
Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan atau penolakan FPJP melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan permohonan FPJP serta informasi lain yang dimiliki Bank Indonesia.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
34
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi V No. 4 – 5 Pasal 14 14/16/PBI/2012 Ayat (2) – (5)
Bank Indonesia dapat meminta informasi lain kepada Bank dalam rangka melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan permohonan FPJP.
Dalam hal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP disetujui oleh Bank Indonesia: 1. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan Akta Perjanjian Pemberian
FPJP, Akta Gadai, dan/atau Akta Jaminan Fidusia sebagaimana contoh pada Lampiran VIII, Lampiran IX, dan Lampiran X (Lampiran 18-20, Lampiran 15-17, dan Lampiran 24 dalam kodifikasi ini);
2. Bank harus membuka rekening penampungan (escrow account) di Bank yang bersangkutan untuk menampung angsuran pokok dan segala pendapatan yang diperoleh dari surat berharga dan hak tagih Bank atas Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP, antara lain namun tidak terbatas pada penerimaan kupon, pendapatan bunga, klaim asuransi kredit; dan
3. Bank membuat surat kuasa pencairan rekening penampungan (escrow account) kepada Bank Indonesia sebagai bagian dari Akta Perjanjian Pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Akta sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahi pengawasan Bank.
(2) Persetujuan pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian pemberian FPJP antara Bank Indonesia dengan Bank penerima FPJP.
(3) Perjanjian pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan perjanjian pengikatan agunan FPJP.
(4) Realisasi pemberian FPJP oleh Bank Indonesia dilakukan melalui rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian pemberian FPJP diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
44 Pasal 15 14/16/PBI/2012 SE 15/11/DPNP 2013 Romawi V No. 7
(1) Bank Indonesia menolak permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 (Paragraf 39 dalam kodifikasi ini) dalam hal Bank yang mengajukan permohonan FPJP tidak memenuhi ketentuan, tata cara dan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP kepada Bank melalui surat.
45 Pasal 16 14/16/PBI/2012
Bank Indonesia menolak permohonan perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 41 dalam kodifikasi ini) dan/atau permohonan penambahan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 42 dalam kodifikasi ini), apabila:
a. permohonan perpanjangan FPJP dan/atau permohonan penambahan FPJP tidak sesuai dengan ketentuan, tata cara dan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini; dan/atau
b. Bank penerima FPJP mengalami perkembangan yang memburuk,
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
35
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
permasalahan likuiditas mendasar, dan/atau mengalami perubahan status sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan Bank. Yang dimaksud dengan ”mengalami perkembangan yang memburuk” adalah apabila arah rasio GWM Bank semakin menurun. Yang dimaksud dengan ”permasalahan likuiditas mendasar” antara lain adalah posisi arus kas yang semakin memburuk sebagai akibat maturity mismatch yang besar terutama pada skala waktu jangka pendek.
46 Pasal 17 14/16/PBI/2012 Ayat (1) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VI No. 4.d. 1) Pasal 17 14/16/PBI/2012 Ayat (2) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VI No. 4.d. 2) – 4) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VI No. 4.e
(1) Bank Indonesia menghentikan pencairan FPJP dan/atau mengakhiri perjanjian FPJP sebelum jatuh waktu dalam hal terjadi pelanggaran persyaratan FPJP oleh Bank. Yang dimaksud dengan pelanggaran persyaratan FPJP adalah pelanggaran atas persyaratan Bank penerima FPJP dan persyaratan agunan FPJP. Bank Indonesia akan menghentikan pencairan FPJP dalam hal: a) hasil perhitungan rasio KPMM bank di bawah 8% (delapan persen); b) terjadi penurunan nilai agunan FPJP dengan kondisi sebagai berikut:
1. Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJP setelah jangka waktu berakhir; dan
2. Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih besar daripada penurunan nilai agunannya.
(2) Penghentian pencairan FPJP dan/atau pengakhiran perjanjian FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disebabkan karena pelanggaran persyaratan agunan FPJP, dilakukan setelah tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) (Paragraf 35 ayat (5) dalam kodifikasi ini) ditempuh. 1. Penghentian pencairan FPJP dilakukan pada hari yang sama dengan
penerimaan laporan perhitungan rasio KPMM. 2. Penghentian pencairan FPJP dilakukan pada hari kerja yang sama dengan
hasil laporan penilaian agunan. 3. Penghentian pencairan FPJP dilakukan sampai dengan FPJP jatuh tempo.
(3) Pengakhiran FPJP Bank Indonesia akan mengakhiri perjanjian FPJP dalam hal: 1. terjadi penurunan nilai agunan pada saat periode penghentian pencairan
FPJP sebagaimana dimaksud pada huruf d sehingga nilai sisa plafon lebih kecil dibandingkan dengan nilai penurunan agunan;
2. terjadi penurunan nilai agunan FPJP dengan kondisi sebagai berikut: a) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau
mengganti agunan FPJP setelah jangka waktu; dan b) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih kecil
daripada penurunan nilai agunannya atau Bank sudah menggunakan seluruh plafon FPJP.
BAB IV Perhitungan Bunga 47 Pasal 18
14/16/PBI/2012
(1) Bank Indonesia mengenakan biaya bunga kepada Bank atas realisasi penggunaan FPJP.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
36
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
(2) Tingkat suku bunga FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar repurchase agreement (repo) rate ditambah dengan 100 (seratus) basis poin. Yang dimaksud dengan “repurchase agreement (repo) rate” adalah tingkat suku bunga Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.
BAB V Pelunasan dan Eksekusi Agunan 48 Pasal 19
14/16/PBI/2012 Ayat (1) a SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VII No. 1 Pasal 19 14/16/PBI/2012 Ayat (1) b SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VII No. 2 – 3 Pasal 19 14/16/PBI/2012 Ayat (1) c Pasal 19 14/16/PBI/2012 Ayat (2) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VII No. 5 – 6 SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VIII No. 1 – 3
(1) Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank penerima FPJP di Bank Indonesia dalam hal: a. sebelum FPJP jatuh tempo dan saldo rekening giro Bank di Bank Indonesia
melebihi kewajiban GWM, paling tinggi sebesar nilai pokok FPJP yang telah diterima Bank;
Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar kelebihan GWM tersebut sebagai pelunasan keseluruhan atau sebagian nilai pokok FPJP.
b. FPJP jatuh tempo, sebesar nilai pokok dan bunga FPJP; dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan pokok FPJP. Pendebetan dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar biaya bunga FPJP jatuh tempo yang dilakukan pada awal hari dan pendebetan sebesar pokok FPJP jatuh tempo yang dilakukan paling cepat pada pukul 16.00 WIB.
c. FPJP diakhiri sebelum perjanjian jatuh tempo, sebesar nilai pokok dan bunga FPJP.
(2) Dalam hal saldo giro Rupiah Bank penerima FPJP di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk membayar pokok dan bunga FPJP maka Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJP.
(3) Untuk memenuhi kekurangan pelunasan FPJP, Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan dan mencairkan rekening penampungan surat kuasa yang diberikan Bank kepada Bank Indonesia.
(4) Sepanjang eksekusi agunan belum dilaksanakan atau belum selesai
dilaksanakan dan kemudian terdapat dana dalam Rekening Giro Rupiah Bank, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank tersebut untuk melunasi FPJP.
(5) Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJP dalam hal:
a. FPJP jatuh tempo dan tidak terdapat perpanjangan FPJP, atau perjanjian FPJP diakhiri; dan
b. saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
37
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
untuk melunasi biaya bunga dan/atau nilai pokok FPJP. (6) Eksekusi agunan FPJP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Eksekusi agunan berupa SBI dan/atau SBIS dilakukan dengan cara mencairkan SBI dan/atau SBIS sebelum jatuh tempo (early redemption).
b. Eksekusi agunan berupa SBN dan/atau Obligasi Korporasi dilakukan melalui penjualan agunan oleh Pialang, dengan pengaturan sebagai berikut: 1) Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank, perorangan, atau
pihak lain. 2) Window time penjualan SBN dan/atau Obligasi Korporasi dapat
dilakukan antara jam 08.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB. 3) Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen Pengelolaan
Moneter akan mengumumkan rencana penjualan SBN dan/atau Obligasi Korporasi kepada Pialang paling lambat sebelum window time melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya.
4) Transaksi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana lainnya.
5) Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen Pengelolaan Moneter akan mengumumkan kepada Pialang mengenai calon pembeli agunan yang penawarannya diterima melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya.
6) Pialang menginformasikan kepada Bank Indonesia cq. Grup Operasi Moneter-Departemen Pengelolaan Moneter antara lain hal-hal sebagai berikut: a) Sub-Registry bagi calon pembeli agunan selain bank yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen SBN; b) Lembaga kustodian untuk calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen Obligasi Korporasi;
c) Bank Pembayar bagi calon pembeli agunan selain bank yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen dana.
7) Calon pembeli yang penawarannya diterima yang merupakan Bank dan Bank Pembayar yang ditunjuk wajib menyediakan dana di Rekening Giro di Bank Indonesia.
8) Bank Indonesia melakukan setelmen paling lambat pada 5 (lima) hari kerja (T+5) setelah pengumuman dengan mendebet rekening giro Bank atau Bank Pembayar yang ditunjuk bagi calon pembeli agunan selain Bank.
9) Dalam hal agunan berupa SBN dan/atau Obligasi Korporasi tidak terjual dan saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengikatan agunan Obligasi Korporasi (jangka waktu FPJP ditambah 10 (sepuluh) hari kerja), Bank Indonesia meminta Bank untuk memperpanjang jangka waktu pengikatan pengagunan Obligasi Korporasi sampai dengan Bank dapat melunasi pokok FPJP ditambah biaya bunga FPJP dan biaya lain terkait dengan pemberian FPJP.
c. Eksekusi agunan berupa Aset Kredit, dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: 1) Eksekusi agunan dapat dilakukan dengan cara:
a) menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia;
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
38
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 19 14/16/PBI/2012 Ayat (3) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VIII No. 4 – 5 Pasal 19 14/16/PBI/2012 Ayat (4) SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VIII No. 8 Pasal 19 14/16/PBI/2012 Ayat (5)
b) menjual hak tagih atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum; atau
c) menjual di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
2) Pelaksanaan eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1) berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan fidusia.
3) Dalam hal eksekusi penjualan dibawah tangan dilakukan oleh Bank, maka Bank harus menyampaikan rencana pelaksanaan eksekusi agunan berupa hak tagih atas Aset Kredit tersebut serta melaporkan realisasi eksekusi agunan dimaksud kepada Bank Indonesia cq. Departemen Kredit, BPR dan UMKM atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri dengan tembusan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Pengawasan Bank terkait dan Departemen Pengelolaan Moneter.
4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan Aset Kredit, Bank wajib menginformasikan pengalihan tagihan kredit kepada masing-masing debitur, berdasarkan surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
5) Hasil eksekusi agunan FPJP disetorkan ke rekening hasil eksekusi agunan FPJP di Bank Indonesia.
(7) Bank Indonesia tetap mengenakan biaya bunga sampai dengan eksekusi agunan selesai dilaksanakan.
Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya bunga FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan saldo FPJP yang belum dilunasi dan tingkat bunga FPJP terakhir. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP yang terdiri dari nilai pokok FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP, biaya eksekusi agunan, dan biaya lain yang timbul dalam pemberian FPJP.
(8) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih
kecil dibandingkan dengan jumlah pokok dan bunga FPJP yang harus dilunasi oleh Bank maka Bank wajib membayar kekurangannya kepada Bank Indonesia. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan, Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia.
(9) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih
besar dibandingkan dengan jumlah pokok dan bunga FPJP yang harus dilunasi oleh Bank maka Bank Indonesia mengembalikan kelebihan tersebut kepada Bank.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
39
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/11/DPNP 2013 Romawi VIII No. 9
(10) Selama berlangsungnya eksekusi agunan, Bank Indonesia tetap mengupayakan pelunasan FPJP dengan cara mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nilai pokok FPJP ditambah biaya bunga FPJP yang belum dilunasi dan biaya lain terkait dengan pelaksanaan eksekusi agunan atau sampai dengan nilai saldo giro Bank nihil.
BAB VI Biaya Pemberian FPJP 49 Pasal 20
14/16/PBI/2012 SE 15/11/DPNP 2013 Romawi IX
Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pengikatan perjanjian, pengikatan dan eksekusi agunan serta biaya lainnya yang mungkin timbul dalam rangka pemberian FPJP menjadi beban Bank. Biaya antara lain berupa biaya notaris untuk pengikatan perjanjian dan pengikatan agunan dalam rangka pemberian FPJP, biaya jasa penilai agunan serta biaya-biaya lainnya yang timbul karena eksekusi agunan FPJP. Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJP menjadi beban Bank penerima FPJP, antara lain berupa: 1. biaya bunga FPJP sampai dengan FPJP dilunasi; 2. biaya pembuatan akta perjanjian FPJP dan pengikatan agunan FPJP; 3. biaya proses eksekusi agunan; 4. biaya transaksi, biaya kustodian dan biaya lainnya yang timbul atas
pengagunan Obligasi Korporasi di otoritas penatausahaan surat berharga dimaksud; dan
5. biaya lainnya terkait pemberian FPJP.
BAB VII Pengawasan 50 SE 15/11/DPNP
2013 Romawi X No.1 Pasal 21 14/16/PBI/2012
Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank.
Dalam rangka pengawasan terhadap penggunaan FPJP, Bank wajib : a. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai penggunaan FPJP,
kondisi likuiditas Bank, pemantauan pemenuhan persyaratan FPJP dan persyaratan agunan FPJP pada setiap akhir hari kerja.
b. menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJP.
51 Pasal 22 14/16/PBI/2012 SE 15/11/DPNP 2013 Romawi X No.1
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan atas penggunaan FPJP yang diberikan kepada Bank. Pemeriksaan terhadap Bank yang menerima FPJP dapat dilakukan pada periode diterimanya atau setelah jatuh tempo FPJP. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
40
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
BAB VIII Sanksi 52 Pasal 23
14/16/PBI/2012
Dalam hal Bank tidak melunasi FPJP dan/atau melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, Bank dikenakan sanksi berupa: a. tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan/atau b. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian Pengurus Bank.
53 Pasal 24 14/16/PBI/2012
Pengurus Bank, Pemegang Saham Pengendali dan pejabat eksekutif Bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini secara tidak benar, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b (Paragraf 52 huruf b dalam kodifikasi ini) juga dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Umum Syariah
BAB I Ketentuan Umum 54 Pasal 1
11/24/PBI/2009 Angka 1 – 7
1. Bank Indonesia adalah Bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009;
2. Bank Umum Syariah, yang selanjutnya disebut Bank adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
3. Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disebut GWM adalah simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai GWM bagi Bank;
4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah, yang untuk selanjutnya disebut FPJPS adalah fasilitas pendanaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada Bank yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek;
5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah suatu kondisi yang dialami Bank yaitu arus dana masuk lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar yang dapat menimbulkan tidak terpenuhinya kewajiban GWM dalam mata uang rupiah pada Bank;
6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah, yang untuk selanjutnya disebut SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
7. Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN adalah surat berharga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara;
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
41
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi I No. 7 Pasal 1 11/24/PBI/2009 Angka 9 – 10 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi I No. 10 – 14
8. Obligasi Syariah Korporasi yang selanjutnya disebut Sukuk Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah oleh korporasi dan ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
9. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
10. Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik dana dengan pengelola dana untuk memelihara likuiditas Bank.
11. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem BI-RTGS.
12. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
13. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta yang memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS.
14. Sub-Registry adalah bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan nasabah.
15. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama.
BAB II Persyaratan dan Tata Cara Permohonan FPJPS 55 Pasal 2
14/20/PBI/2012 Ayat (1) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.A No. 1 – 2
(1) Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh FPJPS apabila memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio) paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai profil risiko Bank. Apabila terdapat unit usaha syariah yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek, maka unit usaha syariah wajib meminta tambahan dana dari bank umum konvensional yang menjadi induknya. Penetapan besarnya rasio kewajiban penyediaan modal minimum mengacu kepada pemenuhan modal minimum sesuai profil risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank. Rasio kewajiban penyediaan modal minimum yang digunakan adalah berdasarkan perhitungan terkini Bank Indonesia. Bank yang dapat mengajukan permohonan awal, permohonan penambahan plafon, dan/atau permohonan perpanjangan FPJPS adalah Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang mencukupi. Bank harus memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank, berdasarkan perhitungan Bank Indonesia.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
42
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 2 14/20/PBI/2012 Ayat (2) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.A No. 3 Pasal 2 14/20/PBI/2012 Ayat (3) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VI.C SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.A No. 4 – 5
(2) Bank mengajukan plafon FPJPS berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan Bank memenuhi GWM dalam mata uang rupiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perkiraan Bank atas jumlah kebutuhan likuiditas didasarkan pada proyeksi arus kas paling lama 14 hari kalender ke depan.
yang disampaikan oleh Bank.
(3) Pencairan FPJPS dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi
kewajiban GWM dalam mata uang rupiah.
Kewajiban GWM didasarkan pada perhitungan Bank Indonesia. Dalam hal permohonan FPJPS disetujui, Bank Indonesia akan mencairkan pemberian FPJPS sebesar kekurangan GWM yang dihitung berdasarkan posisi harian saldo giro Bank pada saat pre cut off Sistem BI-RTGS dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Pencairan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1 (ayat (3) dalam kodifikasi ini) dilakukan setelah pre cut off Sistem BI-RTGS. Pencairan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 1 ayat (3) dalam kodifikasi ini) dilakukan paling banyak sebesar plafon FPJPS yang disetujui. Dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi kewajiban GWM, selama memenuhi plafon dan jangka waktu FPJPS yang telah disetujui oleh Bank Indonesia.
(4) Selama periode pemberian FPJPS, Bank penerima FPJPS tidak dapat menempatkan dana di Bank Indonesia.
56 Pasal 3 11/24/PBI/2009
FPJPS yang diterima oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) (Paragraf 55 ayat (1) dalam kodifikasi ini) berdasarkan akad Mudharabah.
57 Pasal 4 11/24/PBI/2009 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 1 – 3
FPJPS wajib dijamin oleh Bank dengan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya memadai sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini. 1. Bank menjamin FPJPS dengan agunan milik Bank berupa SBIS, SBSN, Sukuk
Korporasi, dan/atau aset Pembiayaan. 2. Sukuk Korporasi hanya dapat dijadikan agunan FPJPS dalam hal:
a. Bank memiliki SBIS dan/atau SBSN, namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS; atau
b. Bank tidak memiliki SBIS dan/atau SBSN.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
43
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
3. Aset Pembiayaan hanya dapat dijadikan agunan FPJPS dalam hal: a. Bank memiliki SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi, namun tidak
mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS; atau b. Bank tidak memiliki SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi.
58 Pasal 5 14/20/PBI/2012 Ayat (1) – (2) a SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 4 a Pasal 5 14/20/PBI/2012 Ayat (2) b
(1) Agunan yang berkualitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 57 dalam kodifikasi ini) berupa: a. surat berharga; b. aset Pembiayaan.
(2) Jenis surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a: a. surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
dan/atau Bank Indonesia yang meliputi SBSN dan SBIS; Untuk agunan berupa SBIS dan/atau SBSN: A. Persyaratan:
Pada tanggal FPJPS jatuh tempo SBIS dan/atau SBSN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu: a) paling singkat 3 (tiga) hari kerja untuk SBIS; atau b) paling singkat 12 (dua belas) hari kerja untuk SBSN.
B. Nilai agunan SBIS dan/atau SBSN ditetapkan sebagai berikut: a) dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan ditetapkan sebesar
100% (seratus persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan SBIS; atau
b) dalam hal agunan berupa SBSN, nilai agunan FPJPS ditetapkan paling rendah sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan SBSN,
dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.A (Paragraf 59 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dan butir IV.B (Paragraf 59 ayat (2) dalam kodifikasi ini).
C. Jangka waktu pengikatan agunan FPJPS berupa SBIS dan SBSN ditetapkan sebagai berikut: a) untuk SBIS, yaitu selama jangka waktu FPJPS ditambah 2 (dua)
hari kerja; b) untuk SBSN, yaitu selama jangka waktu FPJPS ditambah 10
(sepuluh) hari kerja; c) dalam hal terjadi pelunasan FPJPS, maka pengagunan FPJPS
berupa SBIS dan SBSN dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJPS dilunasi;
d) dalam hal terjadi perpanjangan FPJPS dan digunakan agunan yang sama, maka pengagunan FPJPS dilepas (release) pada saat FPJPS jatuh tempo dan pada saat yang bersamaan diagunkan kembali.
b. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh badan hukum lainnya yang
pada saat permohonan FPJPS memiliki peringkat paling kurang peringkat investasi (investment grade), aktif diperdagangkan, dan sisa jangka waktu surat berharga paling kurang 90 (sembilan puluh) hari. Yang dimaksud dengan “surat berharga syariah yang diterbitkan oleh badan hukum lainnya” adalah obligasi syariah korporasi (sukuk korporasi).
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
44
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 4 b Pasal 5 14/20/PBI/2012 Ayat (3) a
Peringkat tersebut berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia. Untuk agunan berupa Sukuk Korporasi: 1) Persyaratan:
a) pada tanggal FPJPS jatuh tempo, Sukuk Korporasi yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling singkat 90 (sembilan puluh) hari kalender;
b) aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir. Contoh: Dalam hal Bank mengajukan FPJPS pada tanggal 5 Desember 2013, maka perhitungan 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir Sukuk Korporasi aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia adalah sejak tanggal 5 November 2013 sampai dengan 4 Desember 2013;
c) memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Contoh lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I (Lampiran 60 dalam kodifikasi ini); dan
d) hasil pemeringkatan terkini Sukuk Korporasi disampaikan ke Bank Indonesia bersamaan dengan pengajuan permohonan FPJPS, paling kurang dari 1 (satu) lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
2) Nilai agunan Sukuk Korporasi ditetapkan paling rendah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.C. (Paragraf 59 ayat (2) dalam kodifikasi ini).
3) Jangka waktu pengikatan agunan Sukuk Korporasi ditetapkan sebagai berikut: a) selama jangka waktu FPJPS ditambah 10 (sepuluh) hari kerja; b) dalam hal terjadi pelunasan FPJPS, maka pengagunan FPJPS
dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah FPJPS dilunasi;
c) dalam hal terjadi perpanjangan FPJPS dan digunakan agunan yang sama, maka pengagunan FPJPS diperpanjang pada saat FPJPS jatuh tempo.
(3) Aset Pembiayaan yang dapat dijadikan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b wajib memenuhi kriteria sebagai berikut: a. kualitas tergolong lancar selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
45
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 4 c 1) Penjelasan Pasal 5 14/20/PBI/2012 Ayat (3) a Pasal 5 14/20/PBI/2012 Ayat (3) b – d SE 15/44/DPbs 2013 Romawi II.B No. 4.c.1) d) Pasal 5 14/20/PBI/2012 Ayat (3) e – h
berturut-turut; Informasi mengenai aset Pembiayaan yang mempunyai kualitas lancar diperoleh dari laporan kualitas Pembiayaan yang disampaikan Bank ke dalam Sistem Informasi Debitur (SID) dan informasi lain yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan penilaian kualitas aset Pembiayaan antara yang telah dilaporkan Bank dengan penilaian oleh Bank Indonesia, maka kualitas asset Pembiayaan yang digunakan adalah berdasarkan penilaian kualitas asset Pembiayaan oleh Bank Indonesia;
Kriteria kualitas tergolong lancar mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian kualitas aktiva bagi Bank.
b. bukan merupakan Pembiayaan konsumsi kecuali Pembiayaan kepemilikan rumah;
c. Pembiayaan dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan yang memiliki nilai paling kurang 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon Pembiayaan;
Nilai agunan yang digunakan adalah nilai terendah dari nilai taksasi dan nilai pasar. Penilaian agunan dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian kualitas aktiva bagi Bank, antara lain mengenai batasan pembiayaan yang agunannya harus dinilai oleh penilai independen, kriteria penilai independen, dan waktu dilakukannya penilaian.
d. bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait Bank;
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas maksimum penyaluran dana yang berlaku bagi Bank. Sementara ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana bagi Bank belum diatur, maka batas maksimum penyaluran dana bagi Bank mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit Bank Umum. Sesuai dengan kriteria sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) Bank pada saat diberikan.
e. Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi;
Yang dimaksud dengan “Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi” adalah Pembiayaan yang belum pernah dilakukan restrukturisasi
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
46
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbs 2013 Romawi II.B No. 4.c.1) h) Pasal 5 14/20/PBI/2012 Ayat (4) – (5)
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai restrukturisasi pembiayaan bagi Bank.
f. sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo Pembiayaan paling singkat
12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal persetujuan FPJPS; g. saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi batas maksimum penyaluran
dana pada saat diberikan dan tidak melebihi plafon Pembiayaan; dan
Batas maksimum penyaluran dana mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas maksimum penyaluran dana yang berlaku bagi Bank. Sementara ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana bagi Bank belum diatur maka batas maksimum penyaluran dana bagi Bank mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit Bank Umum.
h. memiliki akad Pembiayaan dan pengikatan agunan yang memiliki
kekuatan hukum. Sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya dapat
digunakan sebagai agunan FPJPS dalam hal: a. Bank tidak memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a; atau b. Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a namun tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS. (5) Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat
digunakan sebagai agunan FPJPS dalam hal Bank tidak memiliki surat berharga atau surat berharga yang dimiliki oleh Bank tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS. Apabila Bank memiliki surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) namun nilainya tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS maka Bank dapat menggunakan aset Pembiayaan untuk menambah kekurangan nilai agunan.
(6) Dalam hal setelah memperoleh FPJPS yang dijamin oleh sebagian atau seluruhnya dnegan aset Pembiayaan, Bank memiliki surat berharga yang memenuhi syarat untuk menjadi agunan FPJPS, Bank wajib mengganti aset Pembiayaan yang diagunakan dengan surat berharga tersebut.
59 Pasal 6 14/20/PBI/2012 Ayat (1)
(1) Nilai aset yang digunakan sebagai agunan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 58 dalam kodifikasi ini) ditetapkan sebagai berikut: a. dalam hal agunan berupa SBIS, nilai agunan ditetapkan paling kurang
sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJPS yang dihitung
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
47
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 4 C 2) Pasal 6 14/20/PBI/2012 Ayat (2) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi IV
berdasarkan nilai nominal surat berharga tersebut; b. dalam hal agunan berupa SBSN, nilai agunan ditetapkan paling kurang
sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJPS yang dihitung berdasarkan nilai pasar surat berharga tersebut;
c. dalam hal agunan berupa surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b (Paragraf 58 (2) huruf b dalam kodifikasi ini), nilai agunan ditetapkan sesuai dengan jenis surat berharga paling kurang sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS, yang dihitung berdasarkan nilai pasar surat berharga;
d. dalam hal agunan berupa aset Pembiayaan, nilai agunan tersebut ditetapkan paling kurang sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJPS, yang dihitung berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan. Nilai agunan aset Pembiayaan ditetapkan paling rendah sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan aset Pembiayaan, yang dihitung berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan, dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada butir IV.D (ayat (2) dalam kodifikasi ini).
(2) Ketentuan mengenai nilai nominal dan nilai pasar sebagaimana tersebut
pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Perhitungan nilai Agunan FPJPS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: A. Agunan berupa SBIS
1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai nominal SBIS pada saat permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui.
2. Nilai nominal SBIS sebagaimana dimaksud pada angka 1 dihitung berdasarkan nilai nominal SBIS yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.
B. Agunan berupa SBSN 1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SBSN pada saat
permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui.
2. Nilai pasar SBSN dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tercantum dalam BI-SSSS, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.
3. Harga setiap seri SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN yang diagunkan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.
C. Agunan berupa Sukuk Korporasi 1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan pada nilai pasar Sukuk
Korporasi pada saat permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui.
2. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
48
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
ditetapkan sebesar: a. 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS yang dijamin
dengan Sukuk Korporasi yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin oleh pemerintah pusat, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
b. 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, badan hukum lainnya selain BUMN, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
c. 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi, dengan peringkat ke-2 (dua) teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
d. 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi, dengan peringkat ke-3 (tiga) teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
3. Nilai pasar Sukuk Korporasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dihitung berdasarkan harga penutupan terkini di Bursa Efek Indonesia dari Sukuk Korporasi yang aktif diperdagangkan dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir sampai dengan permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS disetujui.
D. Agunan berupa aset Pembiayaan 1. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan saldo pokok asset Pembiayaan
2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS.
2. Besarnya nilai agunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan 200% (dua ratus persen) dari plafon FPJPS yang dijamin dengan aset Pembiayaan.
3. Apabila terdapat Pembiayaan dalam valuta asing, maka konversi ke dalam mata uang Rupiah dilakukan dengan kurs tengah Bank Indonesia 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS.
Perhitungan nilai agunan dalam bentuk SBIS, SBSN, Sukuk Korporasi, dan/atau aset Pembiayaan sebagaimana contoh pada Lampiran VII (Lampiran 66 dalam kodifikasi ini).
60 Pasal 7 14/20/PBI/2012 Ayat (1) – (4)
(1) Agunan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf 58 ayat (1) dalam kodifikasi ini) harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank Indonesia, yang dinyatakan dalam surat pernyataan Direksi Bank kepada Bank Indonesia.
(2) Bank yang telah memperoleh FPJPS dilarang untuk memperjualbelikan dan/atau menjaminkan kembali agunan surat berharga yang masih dalam status sebagai agunan FPJPS.
(3) Bank wajib mengganti dan/atau menambahkan agunan FPJPS apabila tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Bank wajib melakukan penilaian terhadap agunan FPJPS secara berkala
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
49
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 6 Pasal 7 14/20/PBI/2012 Ayat (5) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 4 c. 7.b Pasal 7 14/20/PBI/2012 Ayat (6) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 4 c. 8 dan 10 Pasal 7 14/20/PBI/2012 Ayat (7) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VI.D No. 3
dalam periode tertentu setiap hari.
(5) Bank wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS, apabila: a. terjadi penurunan nilai surat berharga berupa SBSN dan surat berharga
syariah yang diterbitkan oleh badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan huruf c (Paragraf 59 ayat (1) huruf b dan huruf c dalam kodifikasi ini); dan/atau
b. aset Pembiayaan yang diagunkan tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) (Paragraf 58 ayat (3) dalam kodifikasi ini) dan/atau terjadi penurunan nilai aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d (Paragraf 59 ayat (1) huruf d dalam kodifikasi ini).
Penggantian atau penambahan agunan FPJPS dimaksudkan agar nilai aset agunan FPJPS sesuai dengan ketentuan Pasal 6 (Paragraf 59 dalam kodifikasi ini). c. terjadi perbedaan penilaian agunan antara Bank dengan Bank Indonesia;
(6) Untuk keperluan perpanjangan FPJPS, Bank dapat menjaminkan kembali aset yang sedang menjadi agunan FPJPS.
(7) Dalam hal setelah memperoleh FPJPS yang dijamin oleh sebagian atau seluruhnya dengan aset Pembiayaan, Bank memiliki surat berharga yang memenuhi syarat untuk menjadi agunan FPJPS, Bank wajib mengganti asset Pembiayaan yang diagunkan dengan surat berharga tersebut.
(8) Pengikatan agunan dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai periode penilaian agunan FPJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
a. Bank melakukan penilaian dan pemantauan pemenuhan persyaratan
agunan terhadap seluruh agunan FPJPS secara harian. b. Bank menyampaikan hasil penilaian agunan FPJPS berupa SBIS, SBSN,
Sukuk Korporasi dan/atau asset Pembiayaan kepada Bank Indonesia setiap hari kerja.
c. Penyampaian hasil penilaian agunan sebagaimana dimaksud pada huruf b disertai dengan laporan posisi SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi yang dimiliki oleh Bank pada akhir hari kerja sebelumnya, termasuk penyampaian laporan posisi saldo rekening penampungan (escrow
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
50
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
account). d. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan
paling lambat pukul 12.00 WIB, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Hasil penilaian SBIS, SBSN dan/atau Sukuk Korporasi disampaikan
dalam bentuk hardcopy yang didahului dengan faksimili dengan format laporan sebagaimana contoh pada Lampiran XI.a (Lampiran 70.a dalam kodifikasi ini) kepada: a) Departemen Pengelolaan Moneter, dengan tembusan kepada
Departemen Perbankan Syariah; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan
tembusan kepada Departemen Pengelolaan Moneter dan Departemen Perbankan Syariah, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
2) Hasil penilaian aset Pembiayaan disampaikan dalam bentuk hardcopy yang didahului dengan faksimili dan softcopy dalam format Microsoft Excel dengan format laporan sebagaimana contoh pada Lampiran XI.b (Lampiran 70.b dalam kodifikasi ini) kepada: a) Departemen Perbankan Syariah dan Departemen Pengelolaan
Moneter; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan
tembusan kepada Departemen Perbankan Syariah, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
e. Dalam hal terdapat perbedaan perhitungan nilai agunan FPJPS oleh Bank dibandingkan dengan hasil penilaian oleh Bank Indonesia maka yang digunakan adalah hasil penilaian oleh Bank Indonesia.
f. Dalam hal berdasarkan penilaian dan pemantauan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a, agunan yang disampaikan oleh Bank tidak memenuhi persyaratan, dan/atau Bank memiliki surat berharga yang memenuhi persyaratan setelah Bank memperoleh FPJPS, Bank harus menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS sehingga nilai agunan FPJPS sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
g. Dalam hal Bank melakukan penambahan dan/atau penggantian agunan FPJPS, Bank wajib melengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir III.A.3.e, butir III.A.3.f, butir III.A.3.g dan butir III.A.3.h.2) sampai dengan butir III.A.3.h.6) (Paragraf 64 ayat (4) A.3.e, Paragraf 64 ayat (4) A.3.f, Paragraf 64 ayat (4) A.3.g dan Paragraf 64 ayat (4) A.3.h.2) sampai dengan Paragraf 64 ayat (4) A.3.h.6 dalam kodifikasi ini).
h. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan perubahan akta pengikatan yang ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahi pengawasan Bank.
i. Dalam hal penambahan dan/atau penggantian agunan disebabkan oleh perbedaan nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf e dan/atau atas permintaan Bank Indonesia, maka Bank: 1) melengkapi dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan
paling lambat pukul 15.00 WIB pada hari kerja yang sama; dan 2) melakukan perubahan Akta Perjanjian Pemberian FPJPS secara
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
51
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
notariil pada hari kerja yang sama. j. Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan berupa SBIS,
SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi disampaikan kepada: 1) Departemen Pengelolaan Moneter dengan tembusan kepada
Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dengan
tembusan kepada Departemen Pengelolaan Moneter dan Departemen Perbankan Syariah, dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
k. Dokumen penambahan dan/atau penggantian agunan berupa aset Pembiayaan disampaikan kepada: 1) Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
61 Pasal 7A 14/20/PBI/2012 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VI.D No. 5
(1) Bank Indonesia dapat menetapkan: a. penambahan persentase tertentu dari nilai agunan surat berharga berupa
SBSN dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh badan hukum lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan huruf c (Paragraf 59 ayat (1) huruf b dan huruf c dalam kodifikasi ini); dan/atau
b. batas persentase penurunan nilai agunan surat berharga berupa SBSN dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang lebih tinggi dari persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan huruf c (Paragraf 59 ayat (1) huruf b dan huruf c dalam kodifikasi ini). Penambahan persentase tertentu dan batas persentase penurunan nilai agunan surat berharga dilakukan untuk mengantisipasi fluktuasi nilai pasar surat berharga.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penambahan persentase tertentu dan batas persentase penurunan nilai agunan berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Bank Indonesia akan mengakhiri perjanjian FPJPS dalam hal: a. terjadi penurunan nilai agunan pada saat periode penghentian
pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 4 (Paragraf 71 ayat (2) dalam kodifikasi ini) sehingga nilai sisa plafon lebih kecil dibandingkan dengan nilai penurunan agunan; atau
b. terjadi penurunan nilai agunan FPJPS dengan kondisi sebagai berikut: 1) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau
mengganti agunan FPJPS setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 3.i (Paragraf 60 ayat (9) huruf i dalam kodifikasi ini) berakhir; dan
2) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih kecil daripada penurunan nilai agunannya atau Bank sudah menggunakan seluruh plafon FPJPS.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
52
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
62 Pasal 7B 14/20/PBI/2012
(1) Bank wajib memelihara dan menatausahakan daftar aset Pembiayaan yang memenuhi persyaratan untuk menjadi agunan FPJPS. Pemeliharaan dan penatausahaan daftar aset Pembiayaan dilakukan terhadap aset Pembiayaan yang akan dialokasikan oleh Bank sebagai agunan dalam rangka mengantisipasi kebutuhan FPJPS dengan agunan berupa aset Pembiayaan.
(2) Bank wajib menyampaikan laporan daftar aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia setiap 6 (enam) bulan sekali, yaitu untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember, paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah posisi akhir bulan bersangkutan.
(3) Untuk pertama kali, laporan daftar aset Pembiayaan disampaikan untuk posisi bulan Juni 2013.
(4) Bank dapat menyampaikan laporan nihil apabila tidak memiliki aset Pembiayaan yang memenuhi persyaratan sebagai agunan FPJPS atau tidak mengalokasikan aset Pembiayaan sebagai agunan untuk mengantisipasi kebutuhan FPJPS.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian daftar aset Pembiayaan dan dokumen pendukungnya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
63 Pasal 8 11/24/PBI/2009 Ayat (1) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 4 c 3) Pasal 8 11/24/PBI/2009 Ayat (2) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 4 c 6) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VI.B No. 2 – 3
(1) Pengikatan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf 58 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan yang berlaku” adalah antara lain peraturan yang mengatur gadai atau fidusia. Pengikatan agunan berupa aset Pembiayaan dilakukan dengan fidusia yang mencakup hak tagih Bank yang timbul dari akad Pembiayaan antara Bank dengan debitur.
(2) Dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJPS ditatausahakan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan “dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJPS” adalah antara lain akad Pembiayaan antara Bank dengan nasabah, bukti pengikatan agunan dan kepemilikan atas aset yang menjadi agunan Pembiayaan Bank. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyampaikan tambahan dokumen asset Pembiayaan lainnya dalam rangka mengantisipasi penurunan nilai, penggantian agunan, dan/atau penambahan plafon FPJPS, yang akan dijadikan agunan dalam rangka FPJPS.
Dalam rangka penatausahaan dokumen oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan penatausahaan dokumen aset Pembiayaan atas beban biaya Bank.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
53
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 8 11/24/PBI/2009 Ayat (3)
Dalam hal dokumen disimpan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, maka pihak lain tersebut harus memelihara kelengkapan dan keamanan dokumen.
(3) Ketentuan mengenai bentuk pengikatan agunan dalam diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
64 Pasal 9 11/24/PBI/2009 Ayat (1) – (2) a – c SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.B No. 4 c 4) – 5) Pasal 9 11/24/PBI/2009 Ayat (2) d – e Pasal 9 11/24/PBI/2009 Ayat (3) – (4)
(1) Bank yang memerlukan FPJPS wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia.
(2) Permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai berikut: a. surat pernyataan Direksi Bank yang menyatakan bahwa Bank mengalami
kesulitan likuiditas; b. dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas; c. daftar aset yang menjadi agunan beserta dokumen pendukung;
Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” adalah antara lain akad Pembiayaan antara Bank dengan nasabah dan perjanjian pengikatan agunan atas Pembiayaan tersebut dan dokumen lain yang dapat membuktikan terpenuhinya persyaratan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 58 dalam kodifikasi ini).
Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyampaikan dokumen pendukung antara lain fotokopi perjanjian Pembiayaan, fotokopi bukti pengikatan agunan asset Pembiayaan dan/atau fotokopi bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan Pembiayaan Bank; Dalam hal menurut Bank Indonesia asset Pembiayaan yang tercantum dalam daftar aset Pembiayaan yang diajukan oleh Bank sebelumnya tidak memenuhi persyaratan agunan FPJPS, Bank Indonesia akan mengembalikan dokumen pendukung aset Pembiayaan yang tidak memenuhi persyaratan FPJPS yang telah disampaikan Bank;
d. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang akan menjadi agunan FPJPS
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 58 dalam kodifikasi ini);
e. surat kesanggupan Direksi Bank untuk membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo.
(3) Bank wajib meyakini kebenaran data dan dokumen yang disampaikan
termasuk namun tidak terbatas pada kualitas pembiayaan dan agunan yang menyertainya.
(4) Tatacara permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
54
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi III.A
A. Permohonan Awal FPJPS 1. Bank dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum rencana kebutuhan FPJPS pada setiap hari kerja mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB. Contoh: Bank A memproyeksikan kebutuhan FPJPS pada tanggal 29 Oktober 2013. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank A dapat mengajukan permohonan FPJPS sebelum atau paling lambat tanggal 18 Oktober 2013.
2. Bank Indonesia akan memproses permohonan FPJPS setelah dokumen permohonan FPJPS diterima secara lengkap.
3. Permohonan FPJPS disampaikan kepada Bank Indonesia melalui surat yang ditandatangani oleh Direksi Bank dan diketahui oleh Dewan Komisaris, sebagaimana contoh pada Lampiran II.a (Lampiran 61.a dalam kodifikasi ini), dilengkapi dengan dokumen: a. Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Direksi Bank, yang
terdiri atas: 1) surat pernyataan bahwa Bank mengalami kesulitan
likuiditas disertai dengan penjelasan mengenai penyebab dialaminya kesulitan likuiditas dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.b (Lampiran 61.b dalam kodifikasi ini);
2) surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.c (Lampiran 61.c dalam kodifikasi ini);
3) surat pernyataan kesanggupan Bank untuk membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.d (Lampiran 61.d dalam kodifikasi ini); dan
4) surat pernyataan Bank mengenai kebenaran, kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan termasuk namun tidak terbatas pada kualitas Pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.e (Lampiran 61.e dalam kodifikasi ini);
b. Surat persetujuan dari Dewan Komisaris atau dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), mengenai penggunaan seluruh aset Bank sebagai agunan FPJPS sesuai dengan anggaran dasar Bank dan perundang-undangan yang berlaku;
c. Dokumen pendukung perhitungan atas rasio KPMM; d. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan likuiditas, paling
kurang berupa proyeksi arus kas paling lama 14 (empat belas) hari ke depan dengan contoh format proyeksi arus kas sebagaimana contoh pada Lampiran III (Lampiran 62 dalam kodifikasi ini) dan dokumen lain sesuai permintaan Bank Indonesia;
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
55
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
e. Daftar aset yang menjadi agunan FPJPS sebagaimana contoh pada: 1) Lampiran IV.a (Lampiran 63.a dalam kodifikasi ini), untuk
agunan FPJPS berupa SBIS, SBSN dan/atau Sukuk Korporasi ; dan
2) Lampiran IV.b (Lampiran 63.b dalam kodifikasi ini), untuk agunan FPJPS berupa asset Pembiayaan;
f. Dalam hal agunan FPJPS berupa SBIS dan/atau SBSN, dilengkapi dengan bukti bahwa SBIS dan/atau SBSN telah diagunkan kepada Bank Indonesia, yaitu berupa print-out hasil pengagunan di BI-SSSS;
g. Dalam hal agunan FPJPS berupa Sukuk Korporasi, dilengkapi dengan: 1) bukti bahwa Sukuk Korporasi telah diagunkan kepada Bank
Indonesia yang berasal dari KSEI; dan 2) hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia. h. Dalam hal agunan FPJPS berupa aset Pembiayaan, dilengkapi
dengan: 1) Surat Pernyataan Agunan berupa aset Pembiayaan,
sebagaimana contoh pada Lampiran V (Lampiran 64 dalam kodifikasi ini), yang telah ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar Bank yang memuat pernyataan: a) bahwa aset Pembiayaan yang diajukan bukan Pembiayaan
konsumsi kecuali Pembiayaan Kepemilikan Rumah; b) bahwa aset Pembiayaan dijamin dengan agunan tanah
dan/atau bangunan yang memiliki nilai paling rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon Pembiayaan. Aset Pembiayaan tersebut sudah dinilai oleh penilai independen dengan mekanisme sesuai ketentuan mengenai penilaian kualitas aktiva Bank;
c) bahwa sisa jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan paling singkat 12 (dua belas) bulan sejak tanggal persetujuan FPJPS;
d) bahwa saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi plafon Pembiayaan dan tidak melebihi BMPD selama periode FPJPS diberikan;
e) bahwa aset Pembiayaan yang diagunkan memiliki akad Pembiayaan dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum;
f) bahwa aset Pembiayaan yang diagunkan bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait Bank;
g) bahwa kualitas aset Pembiayaan yang diajukan untuk menjadi agunan FPJPS adalah benar tergolong kualitas lancar paling singkat 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut; dan
h) bahwa aset Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi. Pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai dengan huruf h) berlaku pula dalam hal terjadi penambahan
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
56
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
dan/atau penggantian agunan FPJPS. 2) dokumen asli akad Pembiayaan antara Bank dan debitur
beserta seluruh perubahannya; 3) dokumen asli pengikatan agunan atas akad Pembiayaan
antara Bank dan debitur beserta seluruh perubahannya; 4) dokumen asli bukti kepemilikan agunan yang menjadi
jaminan Pembiayaan Bank; 5) dokumen asli hasil penilaian agunan oleh lembaga penilai
independen paling lama 6 (enam) bulan terakhir dari tanggal pengajuan permohonan FPJPS; dan
6) dokumen asli polis asuransi agunan asset Pembiayaan, jika ada.
4. Mekanisme pelaksanaan pengagunan sebagaimana dimaksud pada butir 3.f dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi agunan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
5. Surat permohonan FPJPS yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir 3.a sampai dengan butir 3.h.1), disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat,
dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
6. Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir 3.h.2) sampai dengan butir 3.h.6) disampaikan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat,
dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
65 Pasal 11 11/24/PBI/2009
Bank Indonesia dapat menolak permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 64 dalam kodifikasi ini) yang tidak sesuai dengan ketentuan, persyaratan dan tatacara yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
66 Pasal 12 11/24/PBI/2009 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.A No. 6
(1) Jangka waktu setiap FPJPS paling lama adalah 14 (empat belas) hari. Yang dimaksud dengan ”hari pada ayat ini” adalah hari kalender. Apabila saat jatuh tempo FPJPS bertepatan pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka pendebetan saldo rekening giro Bank pada Bank Indonesia dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu FPJPS keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari. kalender yang dihitung sejak penandatanganan perjanjian pemberian FPJPS awal antara Bank Indonesia dengan Bank.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
57
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi III.B No. 1
Apabila pada saat FPJPS jatuh tempo Bank belum dapat melunasi pokok FPJPS, Bank dapat memperpanjang FPJPS dengan perubahan jangka waktu dan/atau plafon FPJPS sesuai kebutuhan.
67 Pasal 13 14/20/PBI/2012 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi III.B No. 2 d – e – No. 10
(1) Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (Paragraf 66 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dengan ketentuan sebagai berikut: a. imbalan atas FPJPS yang jatuh tempo telah dilunasi; b. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM rupiah berdasarkan
perkiraan arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan; dan
Yang dimaksud dengan ”hari” pada ayat ini adalah hari kalender. c. agunan mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 (Paragraf 58, Paragraf 59 dan Paragraf 60 dalam kodifikasi ini).
Dalam rangka pelaksanaan perpanjangan FPJPS, agunan yang telah diagunkan Bank untuk menjamin FPJPS yang diterima Bank sebelumnya akan dinilai kembali, sehingga Bank perlu menyesuaikan jumlah agunan yang diserahkan untuk menjamin perpanjangan FPJPS.
d. Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan
memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; dan
e. Bank belum menggunakan FPJPS selama 90 (Sembilan puluh) hari berturut-turut.
(2) Besarnya jumlah plafon perpanjangan diperhitungkan dengan nilai pokok
FPJPS jatuh tempo dengan tetap memenuhi persyaratan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
(3) Pengajuan permohonan perpanjangan FPJPS: a. Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS pada setiap
hari kerja mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB. b. Surat permohonan perpanjangan FPJPS disampaikan oleh Bank kepada
Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJPS. Contoh: Bank A memperoleh FPJPS yang akan jatuh tempo pada tanggal 11 November 2013. Apabila pada saat FPJPS jatuh tempo Bank A memperkirakan belum dapat melunasi pokok FPJPS, maka Bank A dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS sebelum atau paling lambat tanggal 6 November 2013.
c. Permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a
disampaikan melalui Surat Permohonan Perpanjangan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran II.a (Lampiran 61.a dalam kodifikasi ini), dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir A.3 (Paragraf 64 dalam kodifikasi ini).
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
58
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
(4) Dalam rangka perpanjangan FPJPS, Bank dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih memenuhi persyaratan FPJPS dan nilainya mencukupi.
(5) Pelaksanaan pengagunan kembali sebagaimana dimaksud pada angka 5 (ayat (4) dalam kodifikasi ini) untuk agunan berupa SBIS dan/atau SBSN dilakukan sesuai dengan mekanisme setelmen transaksi agunan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS dan dilaksanakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan perpanjangan FPJPS.
(6) Pemenuhan dokumen aset Pembiayaan yang telah diagunkan sebagaimana dimaksud pada butir A.3.h.2) (Paragraf 64 ayat (4) A.3.g.2) dalam kodifikasi ini), sampai dengan butir A.3.h.6) (Paragraf 64 ayat (4) A.3.h.6) dalam kodifikasi ini) hanya dilakukan dalam hal terdapat perubahan agunan berupa aset Pembiayaan.
(7) Bank menyampaikan daftar aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS dengan ketentuan, yaitu: a. dalam hal tidak terdapat perubahan agunan asset Pembiayaan, Bank
cukup menyampaikan daftar asset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS dengan format sebagaimana Lampiran IV.b (Lampiran 63.b dalam kodifikasi ini); atau
b. dalam hal terdapat perubahan agunan aset Pembiayaan, Bank cukup menyampaikan daftar aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS dengan format sebagaimana Lampiran IV.c (Lampiran 63.c dalam kodifikasi ini).
(8) Surat permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir 4.b (ayat (3) dalam kodifikasi ini) yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada butir A.3.h.1) (Paragraf 64 ayat (4) A.3.h.1) dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
(9) Dokumen aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir B.7 dan B.8 (ayat (6) dan (7) dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
68 Pasal 14 14/20/PBI/2012
(1) Bank dapat mengajukan tambahan nilai FPJPS yang dibutuhkan sepanjang: a. agunan mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 (Paragraf 61, Paragraf 62 dan Paragraf 63 dalam kodifikasi ini); dan
b. penggunaan FPJPS belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (Paragraf 66 ayat (2) dalam kodifikasi ini).
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
59
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi III.C No. 2 – 3
Tambahan nilai FPJPS diakumulasikan dengan nilai FPJPS yang belum dilunasi.
(2) Penambahan plafon FPJPS dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut: a. Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus
kas selama periode FPJPS; b. Bank memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan memenuhi
persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan c. Bank memiliki rasio KPMM paling rendah 8% (delapan persen) dan
memenuhi modal sesuai dengan profil risiko Bank berdasarkan perhitungan Bank Indonesia.
(3) Pengajuan permohonan: a. Bank dapat mengajukan permohonan penambahan plafon FPJPS pada
setiap hari kerja mulai pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB selama periode FPJPS.
b. Bank dapat mengajukan permohonan penambahan FPJPS kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum kebutuhan penambahan plafon dan tanggal jatuh tempo FPJPS. Contoh: Bank A memperoleh FPJPS dengan periode jangka waktu tanggal 1 sampai dengan 14 November 2013 dengan plafon Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Bank A memperkirakan adanya kebutuhan penambahan plafon pada tanggal 13 November 2013 sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Dalam hal Bank A memenuhi persyaratan penambahan plafon, maka Bank A dapat mengajukan permohonan penambahan plafon FPJPS sebelum atau paling lambat tanggal 8 November 2013.
c. Surat Permohonan Penambahan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran VI (Lampiran 65 dalam kodifikasi ini), yang dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.a Paragraf 64 ayat (4) A.3.a dalam kodiifkasi ini) sampai dengan butir A.3.h1) (Paragraf 64 ayat (4) A.3.h1 dalam kodiifkasi ini), disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada: 1) Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan permohonan penambahan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
d. Dalam hal penambahan plafon FPJPS dijamin dengan agunan berupa aset Pembiayaan, dokumen asset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir B.7 dan B.8 (Paragraf 67 ayat (6) dan (7) dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada: 1) Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan permohonan penambahan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
60
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
69 Pasal 14A 14/20/PBI/2012 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi V No. 1 – 5
(1) Persetujuan Bank Indonesia atas permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) (Paragraf 64 ayat (1) dalam kodifikasi ini), perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 67 dalam kodifikasi ini), dan/atau penambahan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 (Paragraf 68 dalam kodifikasi ini) dilakukan apabila:
a. Bank memenuhi persyaratan permohonan FPJPS; b. Bank memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan
FPJPS; dan c. Berdasarkan analisis Bank Indonesia diperkirakan bahwa Bank tidak
dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas selama 14 (empat belas) hari ke depan.
(2) Persetujuan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian pemberian FPJPS antara Bank Indonesia dengan Bank penerima FPJPS.
(3) Perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan perjanjian pengikatan agunan FPJPS.
(4) Realisasi pemberian FPJPS oleh Bank Indonesia dilakukan melalui rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian pemberian FPJPS diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. 1. Bank Indonesia dalam memberikan persetujuan atau penolakan FPJPS
melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam angka III (Paragraf 64, 67 dan 68 dalam kodifikasi ini) serta informasi tambahan yang dimiliki Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia dapat meminta informasi tambahan kepada Bank dalam rangka melakukan verifikasi dan analisis atas dokumen persyaratan pengajuan permohonan awal, permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS.
3. Bank Indonesia menyetujui permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS dalam hal: a. Bank telah memenuhi persyaratan dan kelengkapan dokumen
permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS sebagaimana diatur dalam ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia ini;
b. Berdasarkan analisis Bank Indonesia, diperkirakan bahwa Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas yang disampaikan oleh Bank.
4. Dalam hal permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan
FPJPS disetujui oleh Bank Indonesia: a. Bank meminta notaris untuk mempersiapkan Akta Perjanjian
Pemberian FPJPS, Akta Gadai, dan/atau Akta Jaminan Fidusia sebagaimana contoh pada Lampiran VIII.a, Lampiran VIII.b, Lampiran VIII.c, Lampiran IX.a, Lampiran IX.b, Lampiran IX.c, dan/atau Lampiran X (Lampiran 67.a, Lampiran 67.b, Lampiran 67.c, Lampiran 68.a, Lampiran 68.b, Lampiran 68.c, dan/atau Lampiran 69 dalam kodifikasi ini);
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
61
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VI.A
b. Bank membuka rekening penampungan (escrow account) di Bank yang bersangkutan untuk menampung angsuran pokok dan segala pendapatan yang diperoleh dari surat berharga dan hak tagih Bank atas aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS, antara lain namun tidak terbatas pada penerimaan kupon, pendapatan margin/bagi hasil, klaim asuransi Pembiayaan; dan
c. Bank membuat surat kuasa pencairan rekening penampungan (escrow account) kepada Bank Indonesia sebagai bagian dari Akta Perjanjian Pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a.
5. Akta sebagaimana dimaksud pada butir 4.a ditandatangani oleh Direksi Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank bersangkutan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahi pengawasan Bank.
Pengikatan dan Penandatanganan FPJPS 1. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan awal FPJPS, Bank
Indonesia dan Bank menandatangani: a. akta perjanjian pemberian FPJPS; dan b. akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia.
2. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS, Bank Indonesia dan Bank menandatangani: a. adendum akta perjanjian pemberian FPJPS; dan b. perubahan akta pengikatan agunan, dalam hal terdapat penyerahan
atau perubahan agunan FPJPS. 3. Penandatanganan akta gadai dan/atau akta jaminan fidusia sebagaimana
dimaksud pada butir 1.b dan butir 2.b dilakukan bersamaan dengan penandatanganan akta perjanjian pemberian FPJPS atau adendum akta perjanjian FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan butir 2.a.
4. Akta jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan Bank pemberi fidusia oleh notaris yang ditunjuk oleh Bank.
70 Pasal 14B 14/20/PBI/2012
Bank Indonesia menolak permohonan perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 67 dalam kodifikasi ini) dan/atau permohonan penambahan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 (Paragraf 68 dalam kodifikasi ini) dalam hal:
a. permohonan perpanjangan FPJPS dan/atau permohonan penambahan FPJPS tidak sesuai dengan ketentuan, tata cara, dan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini; dan/atau
b. Bank penerima FPJPS mengalami perkembangan yang memburuk, permasalahan likuiditas mendasar, dan/atau mengalami perubahan status sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan Bank.
Yang dimaksud dengan ”mengalami perkembangan yang memburuk” adalah apabila arah rasio GWM Bank semakin menurun.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
62
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi V No. 6 – 7
Yang dimaksud dengan ”permasalahan likuiditas mendasar” antara lain adalah posisi arus kas yang semakin memburuk sebagai akibat maturity mismatch yang besar terutama pada skala waktu jangka pendek.
Bank Indonesia menolak permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3 (Paragraf 69 ayat (4) Angka 5 dalam kodifikasi ini). Bank Indonesia memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan awal, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS kepada Bank melalui surat.
71 Pasal 14C 14/20/PBI/2012 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VI.D No. 4
(1) Bank Indonesia menghentikan pencairan FPJPS dan/atau mengakhiri perjanjian FPJPS sebelum jatuh waktu dalam hal terjadi pelanggaran persyaratan FPJPS oleh Bank. Yang dimaksud dengan pelanggaran persyaratan FPJPS adalah pelanggaran atas persyaratan Bank penerima FPJPS dan persyaratan agunan FPJPS.
(2) Penghentian pencairan FPJPS dan/atau pengakhiran perjanjian FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disebabkan karena pelanggaran persyaratan agunan FPJPS, dilakukan setelah tindakan sebagaimana dimaksud dalam Paragrat 60 ayat (5) ditempuh. a. Bank Indonesia akan menghentikan pencairan FPJPS dalam hal:
1) hasil perhitungan rasio KPMM Bank di bawah 8% (delapan persen); 2) terjadi penurunan nilai agunan FPJPS dengan kondisi sebagai
berikut: a) Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah
dan/atau mengganti agunan FPJPS setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 3.i.1) (Paragraf 60 ayat (9).i.1) dalam kodifikasi ini) berakhir; dan
b) Bank masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih besar daripada penurunan nilai agunan.
b. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dilakukan pada hari yang sama dengan penerimaan laporan perhitungan rasio KPMM.
c. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir a.2) dilakukan pada hari kerja yang sama dengan hasil laporan penilaian agunan.
d. Penghentian pencairan FPJPS sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan sampai dengan FPJPS jatuh tempo.
BAB III Perhitungan Imbalan 72 Pasal 15
11/24/PBI/2009 Ayat (1)
(1) Bank Indonesia memperoleh imbalan atas setiap FPJPS yang diterima oleh Bank.
(2) Besarnya imbalan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi imbalan, nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia dan jumlah hari kalender penggunaan FPJPS. Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS adalah sebagai berikut:
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
63
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi II.A No. 7 – 8
X = P x R x k x t/360 Dimana : X : Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia P : Jumlah pokok FPJPS R : Realisasi tingkat imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS k : Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia t : Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS
(3) Besarnya nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen).
dari tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS. Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS adalah tingkat realisasi imbalan sebelum didistribusikan pada bulan terakhir atas deposito mudharabah 3 (tiga) bulan atau deposito mudharabah 1 (satu) bulan dari Bank penerima FPJPS dalam hal deposito mudharabah 3 (tiga) bulan tidak tersedia.
Jumlah FPJPS yang dikenakan imbalan adalah sebesar realisasi penggunaan FPJPS secara harian selama periode pemberian FPJPS. Contoh: Pada tanggal 1 Oktober 2013 Bank A mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia dengan plafon sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) dengan jangka waktu 10 (sepuluh) hari. Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi deposito mudharabah 3 (tiga) bulan pada Bank A bulan September 2013 adalah sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen). Pada hari pertama dilakukan pencairan FPJPS sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh milyar rupiah) dan pada hari keenam dilakukan pencairan FPJPS kedua sebesar Rp60.000.000.000,00 (enam puluh milyar rupiah). Perhitungan nilai imbalan FPJPS Bank A adalah sebagai berikut:
(Jumlah FPJPS) x (Tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi pada Bank penerima FPJPS) x (Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia) x
(Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS) 360
Nilai imbalan untuk pencairan pertama ..........................(I): = (Rp40.000.000.000,00 x 12,5% x 90% x 10)
360 = Rp125.000.000,00
Nilai imbalan untuk pencairan kedua .............................(II): = (Rp60.000.000.000,00 x 12,5% x 90% x 5)
360 = Rp93.750.000,00 Total imbalan FPJPS (I+II) menjadi sebesar Rp218.750.000,00 (dua ratus delapan belas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
BAB IV Pelunasan dan Eksekusi Agunan 73 Pasal 16
14/20/PBI/2012 Ayat (1) a – c
(1) Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank penerima FPJPS di Bank Indonesia dalam hal: a. sebelum FPJPS jatuh tempo dan saldo rekening giro Bank di Bank
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
64
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VII No. 2 – 3 Pasal 16 14/20/PBI/2012 Ayat (2) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VII No. 4 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VIII No. 1 Pasal 16 14/20/PBI/2012 Ayat (3) – (6) SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VIII No. 2 – 9
Indonesia melebihi kewajiban GWM, paling tinggi sebesar nilai pokok FPJPS yang telah diterima Bank;
b. FPJPS jatuh tempo, sebesar nilai pokok dan imbalan FPJPS; dan/atau c. FPJPS diakhiri sebelum perjanjian jatuh tempo, sebesar nilai pokok dan
imbalan FPJPS.
Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan pembayaran imbalan FPJPS kemudian pelunasan pokok FPJPS.
Pendebetan dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar imbalan dan pokok FPJPS jatuh tempo yang dilakukan pada awal hari.
(2) Dalam hal saldo giro Rupiah Bank penerima FPJPS di Bank Indonesia tidak
mencukupi untuk membayar pokok dan imbalan FPJPS, maka Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJPS.
Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melunasi imbalan FPJPS dan/atau pokok FPJPS yang jatuh tempo sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sampai dengan Rekening Giro Rupiah Bank bersaldo nihil. Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJPS dalam hal: a. FPJPS jatuh tempo dan tidak terdapat perpanjangan FPJPS, atau
perjanjian FPJPS diakhiri; dan b. saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi
untuk melunasi imbalan FPJPS dan/atau nilai pokok FPJPS.
(3) Bank Indonesia tetap mengenakan imbalan sampai dengan eksekusi agunan selesai dilaksanakan.
(4) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pokok dan imbalan FPJPS yang harus dilunasi oleh Bank, maka Bank wajib membayar kekurangannya kepada Bank Indonesia.
(5) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih besar dibandingkan dengan jumlah pokok dan imbalan FPJPS yang harus dilunasi oleh Bank, maka Bank Indonesia mengembalikan kelebihan tersebut kepada Bank.
(6) Eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Eksekusi agunan FPJPS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Eksekusi agunan berupa SBIS dilakukan dengan cara mencairkan SBIS
sebelum jatuh tempo (early redemption). b. Eksekusi agunan berupa SBSN dan/atau Sukuk Korporasi dilakukan
melalui penjualan agunan oleh Pialang, dengan pengaturan sebagai berikut: 1) Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank, perorangan, atau
pihak lain.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
65
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
2) Window time penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi dapat dilakukan antara jam 08.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB.
3) Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter akan mengumumkan rencana penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi kepada Pialang paling lambat sebelum window time melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya.
4) Transaksi penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana lainnya.
5) Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter akan mengumumkan kepada Pialang mengenai calon pembeli SBSN dan/atau Sukuk Korporasi yang penawarannya diterima melalui sarana BI-SSSS atau sarana lainnya.
6) Pialang yang penawarannya diterima menginformasikan kepada Bank Indonesia-Departemen Pengelolaan Moneter antara lain hal-hal sebagai berikut: a) Sub-Registry bagi calon pembeli agunan selain bank yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen SBSN; b) Lembaga kustodian untuk calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen Sukuk Korporasi;
c) Bank Pembayar bagi calon pembeli agunan selain bank yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen dana.
7) Calon pembeli yang penawarannya diterima yang merupakan Bank dan Bank Pembayar yang ditunjuk wajib menyediakan dana di Rekening Giro di Bank Indonesia.
8) Bank Indonesia melakukan setelmen paling lambat pada 5 (lima) hari kerja (T+5) setelah pengumuman dengan mendebet rekening giro Bank atau Bank Pembayar yang ditunjuk bagi calon pembeli agunan selain Bank.
9) Dalam hal agunan berupa SBSN dan/atau Sukuk Korporasi tidak terjual dan saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengikatan agunan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi (jangka waktu FPJPS ditambah 10 (sepuluh) hari kerja), Bank Indonesia meminta Bank untuk memperpanjang jangka waktu pengikatan pengagunan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi sampai dengan Bank dapat melunasi pokok FPJPS ditambah bagi hasil FPJPS dan biaya lain terkait dengan pemberian FPJPS.
c. Eksekusi agunan berupa aset Pembiayaan, dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: 1) Eksekusi agunan dapat dilakukan dengan cara:
a) menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia; b) menjual hak tagih atas kekuasaan penerima fidusia sendiri
melalui pelelangan umum; atau menjual di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
2) Pelaksanaan eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a) berpedoman pada ketentuan perundangundangan yang
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
66
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VII No. 5 – 6
mengatur mengenai jaminan fidusia. 3) Dalam hal eksekusi penjualan dibawah tangan dilakukan oleh
Bank, maka Bank harus menyampaikan rencana pelaksanaan eksekusi agunan berupa hak tagih atas aset Pembiayaan tersebut serta melaporkan realisasi eksekusi agunan dimaksud kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelesaian Aset dengan tembusan: a) Departemen Perbankan Syariah; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat,
dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan asset Pembiayaan, Bank wajib menginformasikan pengalihan tagihan Pembiayaan kepada masing-masing debitur, berdasarkan surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
2. Hasil eksekusi agunan FPJPS disetorkan ke rekening hasil eksekusi agunan FPJPS di Bank Indonesia.
3. Selama eksekusi agunan belum selesai dilaksanakan, Bank tetap dikenakan imbalan FPJPS yang besarnya dihitung berdasarkan saldo FPJPS yang belum dilunasi dan tingkat imbalan FPJPS terakhir.
4. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJPS yang terdiri dari nilai pokok FPJPS ditambah dengan akumulasi imbalan FPJPS, biaya eksekusi agunan, dan biaya lain yang timbul dalam pemberian FPJPS.
5. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih besar dari nilai pelunasan FPJPS maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud.
6. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nilai pelunasan FPJPS maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud.
7. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana dimaksud pada angka 7 (angka 6 dalam kodifikasi ini), Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia.
8. Selama berlangsungnya eksekusi agunan, Bank Indonesia tetap mengupayakan pelunasan FPJPS dengan cara mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar nilai pokok FPJPS ditambah imbalan FPJPS yang belum dilunasi dan biaya lain terkait dengan pelaksanaan eksekusi agunan atau sampai dengan nilai saldo giro Bank nihil.
(7) Untuk memenuhi kekurangan pelunasan FPJPS sebagaimana dimaksud pada angka 4 (ayat (2) dalam kodifikasi ini), Bank Indonesia mencairkan rekening penampungan (escrow account) sebagaimana dimaksud pada butir V.4.b (Paragraf 69 ayat (5) Angka 4.b dalam kodifikasi ini) berdasarkan surat kuasa yang diberikan Bank kepada Bank Indonesia dan melakukan eksekusi agunan.
(8) Sepanjang eksekusi agunan belum dilaksanakan atau belum selesai dilaksanakan dan kemudian terdapat dana dalam Rekening Giro Rupiah Bank maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank tersebut untuk melunasi FPJPS.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
67
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
BAB V Pengawasan 74 Pasal 17
14/20/PBI/2012 Huruf a
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VI.D No. 1
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi VI.D No. 2 Pasal 17 14/20/PBI/2012 Huruf b SE 15/44/DPbS 2013 Romawi X No. 2 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi X No. 1
Dalam rangka pengawasan terhadap penggunaan FPJPS, Bank wajib: a. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai penggunaan FPJPS,
kondisi likuiditas Bank, pemantauan pemenuhan persyaratan FPJPS dan persyaratan agunan FPJPS pada setiap akhir hari kerja; dan
Bank menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia c.q.: a) Departemen Perbankan Syariah; atau b) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri,
Pemantauan FPJPS : Rasio KPMM a. Bank melakukan perhitungan rasio KPMM secara harian selama periode
pemberian FPJPS. b. Bank menyampaikan hasil perhitungan rasio tersebut kepada Bank
Indonesia setiap hari untuk posisi data 2 (dua) hari kerja sebelumnya (T-2).
c. Penyampaian hasil perhitungan tersebut disertai dengan dokumen pendukung perhitungan.
d. Hasil perhitungan dan dokumen pendukung rasio KPMM disampaikan kepada Bank Indonesia c.q.: 1) Departemen Perbankan Syariah; atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam
hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri,
setiap hari kerja paling lambat pada pukul 12.00 WIB. b. menyampaikan rencana tindak perbaikan (action plan) untuk mengatasi
kesulitan likuiditas paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS.
c.q. Departemen Perbankan Syariah atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat dalam hal Bank yang mengajukan FPJPS berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri, paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS.
c. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan tindakan tertentu
guna penyelesaian kesulitan likuiditas Bank atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan likuiditas Bank.
75 Pasal 18 11/24/PBI/2009
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan khusus atas penggunaan FPJPS terhadap Bank penerima FPJPS.
Pemeriksaan terhadap Bank yang menerima FPJPS dapat dilakukan pada periode diterimanya atau setelah jatuh tempo FPJPS.
BAB VI Biaya Pemberian FPJPS 76 Pasal 20
11/24/PBI/2009
Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pengikatan perjanjian, pengikatan dan eksekusi agunan serta biaya lainnya yang mungkin timbul dalam rangka pemberian FPJPS menjadi beban Bank.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
68
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 15/44/DPbS 2013 Romawi IX
Yang dimaksud biaya dalam pasal ini antara lain adalah biaya notaris untuk pengikatan perjanjian dan pengikatan agunan dalam rangka pemberian FPJPS serta biaya-biaya lainnya yang timbul karena eksekusi agunan FPJPS. Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJPS menjadi beban Bank penerima FPJPS, antara lain berupa: 1. imbalan FPJPS sampai dengan FPJPS dilunasi; 2. biaya pembuatan akta perjanjian FPJPS dan pengikatan agunan FPJPS; 3. biaya proses eksekusi agunan; 4. biaya transaksi, biaya kustodian dan biaya lainnya yang timbul atas
pengagunan Sukuk Korporasi di otoritas penatausahaan surat berharga dimaksud; dan
5. biaya lainnya terkait pemberian FPJPS.
BAB VII Sanksi 77 Pasal 21
14/20/PBI/2012 Dalam hal Bank tidak melunasi FPJPS dan/atau melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, Bank dikenakan sanksi berupa: a. tidak dapat menerima FPJPS dalam jangka waktu tertentu; dan/atau b. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah antara lain berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian pengurus Bank.
78 Pasal 22 11/24/PBI/2009 SE 15/44/DPbS 2013 Romawi XI
Apabila pengurus Bank, pemegang saham pengendali dan pejabat eksekutif Bank dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini secara tidak benar, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 (Paragraf 77 dalam kodifikasi ini) dikenakan juga sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Lain-Lain : 1. Bank wajib memelihara dan menatausahakan daftar asset Pembiayaan
beserta dokumen-dokumen pendukungnya yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai agunan FPJPS.
2. Bank wajib menyampaikan laporan daftar aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 setiap 6 (enam) bulan sekali yaitu untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember sebagaimana contoh pada Lampiran XII (Lampiran 71 dalam kodifikasi ini).
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling lambat tanggal 15 setelah posisi akhir bulan yang bersangkutan dalam bentuk hardcopy dan softcopy dengan menggunakan format excel.
4. Untuk pertama kali laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan untuk posisi Juni 2013.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 disampaikan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini.
6. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4 disampaikan
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
69
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
kepada Bank Indonesia c.q.: a. Departemen Perbankan Syariah; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, dalam hal
Bank berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
7. Lampiran I sampai dengan Lampiran XII (Lampiran 60 sampai dengan Lampiran 71 dalam kodifikasi ini) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat BAB I Ketentuan Umum
79 Pasal 1 10/35/PBI/2008 Angka 1 dan 2 SE 10/45/DKBU 2008 Romawi I No. 3 Pasal 1 10/35/PBI/2008 Angka 4 – 7
1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008.
2. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional, tidak termasuk Badan Kredit Desa (BKD).
3. Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPR yang didasarkan pada Cash Ratio dengan menambahkan komponen Sertifikat Bank Indonesia serta aset antarbank dan kewajiban antarbank. Rasio Kebutuhan Kas merupakan perbandingan aset lancar terhadap kewajiban lancar. Aset lancar terdiri dari saldo kas, SBI yang tidak menjadi agunan, penempatan pada antarbank aktiva yang tidak menjadi agunan di bank umum atau BPR lain meliputi giro pada bank umum, serta tabungan dan deposito jatuh tempo pada bank umum atau BPR lain. Kewajiban lancar terdiri dari pos kewajiban segera, simpanan dana nasabah tidak terkait meliputi tabungan dan deposito jatuh tempo, serta kewajiban antarbank pasiva tidak terkait yang meliputi tabungan dan deposito yang jatuh tempo.
4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, yang selanjutnya disebut FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada BPR untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek yang dialami oleh BPR.
5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami BPR yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch).
6. Sertifikat Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
7. Aset Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara BPR dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
BAB II Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan FPJP 80 Pasal 2
10/35/PBI/2008 Ayat (1)
(1) BPR yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat mengajukan permohonan FPJP dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
70
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 10/45/DKBU 2008 Romawi II No.1 Pasal 2 10/35/PBI/2008 Ayat (2) – (3)
BPR yang dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP adalah BPR yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang memadai.
(2) BPR dapat mengajukan permohonan FPJP sepanjang memenuhi kriteria
sebagai berikut: a. Memiliki penilaian Tingkat Kesehatan selama 6 (enam) bulan terakhir
paling kurang Cukup Sehat; Penilaian Tingkat Kesehatan didasarkan pada data posisi akhir bulan sesuai dengan Laporan Bulanan BPR selama 6 (enam) periode pelaporan sebelum tanggal pengajuan permohonan.
b. Memiliki Cash Ratio selama 6 (enam) bulan terakhir rata-rata paling kurang sebesar 4,05% (empat koma nol lima persen); Perhitungan Cash Ratio didasarkan pada data posisi akhir bulan sesuai dengan Laporan Bulanan BPR selama 6 (enam) periode pelaporan sebelum tanggal pengajuan permohonan.
c. Memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (Capital Adequacy Ratio) paling kurang sebesar 8% (delapan persen); dan Rasio kewajiban penyediaan modal minimum (CAR) yang digunakan berdasarkan perhitungan Bank Indonesia sesuai dengan data posisi akhir bulan pada Laporan Bulanan BPR sebelum tanggal pengajuan permohonan.
d. Memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir.
(3) Plafon FPJP diberikan paling banyak sebesar kebutuhan pendanaan jangka pendek BPR untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen). Kebutuhan pendanaan jangka pendek BPR dihitung berdasarkan posisi Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal pengajuan permohonan FPJP.
81 Pasal 3 10/35/PBI/2008
FPJP wajib dijamin oleh BPR dengan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya memadai sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
82 Pasal 4 10/35/PBI/2008 Ayat (1) SE 10/45/DKBU 2008 Romawi II No. 4.a
(1) Agunan yang berkualitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (Paragraf 81 dalam kodifikasi ini) berupa: a. SBI; dan/atau
BPR menjamin FPJP dengan agunan milik BPR berupa SBI dan/atau Aset Kredit dengan ketentuan: a. Dalam hal agunan berupa SBI, maka SBI dimaksud harus memiliki sisa
jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FPJP jatuh tempo.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
71
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 4 10/35/PBI/2008 Ayat (2) a – b SE 10/45/DKBU 2008 Romawi II No. 4.b 2) Pasal 4 10/35/PBI/2008 Ayat (2) c SE 10/45/DKBU 2008 Romawi II No.4.b 3) Pasal 4 10/35/PBI/2008 Ayat (2) d SE 10/45/DKBU 2008 Romawi II No.4.b 4) Pasal 4 10/35/PBI/2008 Ayat (2) e
Perhitungan nilai jual SBI yang diagunkan ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagaimana ketentuan butir V.1.a (Paragraf 83 huruf a dalam kodifikasi ini).
b. Aset Kredit.
(2) Aset Kredit yang dapat dijadikan agunan FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Memiliki perjanjian kredit yang masih berlaku selama jangka waktu FPJP; b. Memiliki kolektibilitas Lancar selama paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir;
Kolektibilitas Lancar adalah Kualitas Lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Produktif BPR untuk posisi akhir bulan sesuai dengan Laporan Bulanan BPR selama 3 (tiga) periode pelaporan sebelum tanggal pengajuan permohonan. Kualitas kredit yang disampaikan dalam Laporan Bulanan BPR dimaksud harus telah menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia dalam hal terdapat perbedaan kualitas Aset Kredit yang disampaikan oleh BPR dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia.
c. Memiliki agunan; Adanya agunan dimaksudkan untuk memberi tambahan keyakinan mengenai kualitas Aset Kredit yang dijadikan agunan FPJP. Aset Kredit yang dijaminkan harus memiliki agunan berupa: a. Aktiva tetap antara lain berupa tanah dan bangunan. b. Aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor, surat
keputusan pengangkatan/pensiun pegawai.
d. Bukan merupakan kredit kepada pihak terkait BPR; dan Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) BPR. Kriteria pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Perkreditan Rakyat.
e. Memiliki baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan Batas Maksimum Pemberian Kredit. Batas Maksimum Pemberian Kredit mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) BPR.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
72
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 10/45/DKBU 2008 Romawi IV No. 1 – 4 Pasal 4 10/35/PBI/2008 Ayat (3)
Dalam hal agunan berupa SBI, maka BPR harus menyampaikan dokumen berupa bukti bahwa SBI telah diagunkan (pledge) di BI-SSSS berupa print-out hasil pengagunan. Mekanisme pengagunan SBI dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS dengan counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930). Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI sebagai berikut: a. Jatuh tempo pengikatan agunan FPJP berupa SBI adalah 10 (sepuluh)
hari kerja setelah FPJP jatuh tempo. b. Dalam hal terjadi pelunasan FPJP pada saat jatuh tempo maka
pengikatan agunan FPJP berupa SBI dapat dilepas (release) pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi.
Dalam hal BPR yang mengajukan FPJP tidak memiliki SBI atau SBI yang dimiliki tidak mencukupi sebagai agunan FPJP sehingga perlu menggunakan Aset Kredit maka BPR harus menyampaikan daftar Aset Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran 8 (Lampiran 35 dalam kodifikasi ini).
(3) Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat digunakan
sebagai agunan FPJP dalam hal BPR tidak memiliki SBI atau SBI yang dimiliki tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJP.
83 Pasal 5 10/35/PBI/2008 Ayat (1) a SE 10/45/DKBU 2008 Romawi V No.1. A. 3) - 4) Pasal 5 10/35/PBI 2008 Ayat (1) b SE 10/45/DKBU 2008 Romawi V No.2 – 3
Nilai aset yang digunakan sebagai agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 82 dalam kodifikasi ini) ditetapkan sebagai berikut: a. Dalam hal agunan berupa SBI, nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar
100% (seratus persen) dari plafon FPJP, yang dihitung berdasarkan nilai jual SBI yang diagunkan. nilai jual SBI dihitung berdasarkan nominal atau harga setiap seri SBI yang tercantum dalam BI-SSSS. Contoh perhitungan nilai jual SBI sebagaimana pada Lampiran 8 (Lampiran 35 dalam kodifikasi ini); harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI.
b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, nilai agunan ditetapkan paling kurang 150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJP, yang dihitung berdasarkan baki debet (outstanding) Aset Kredit yang diagunkan.
Dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia, Aset Kredit tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir II.4.b (Paragraf 82 ayat (2) dalam kodifikasi ini) BPR wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJP sehingga nilai Aset Kredit paling kurang sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJP yang disetujui. Penggantian dan/atau penambahan agunan FPJP berupa Aset Kredit dilakukan oleh BPR dengan menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana ketentuan butir IV.4 (Paragraf 82 ayat (2) huruf e dalam
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
73
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 10/45/DKBU 2008 Romawi V No. 4
kodifikasi ini) kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X (Paragraf 86 huruf h dalam kodifikasi ini).
Dalam rangka perpanjangan FPJP, BPR dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan pada FPJP sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi persyaratan.
84 Pasal 6 10/35/PBI/2008
(1) Agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf 82 ayat (1) dalam kodifikasi ini) harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank Indonesia, yang dinyatakan dalam surat pernyataan BPR kepada Bank Indonesia.
(2) BPR wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf 82 ayat (1) dalam kodifikasi ini) apabila: a. Agunan FPJP tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1); dan/atau b. Agunan FPJP berupa Aset Kredit mengalami penurunan kolektibilitas.
Penggantian dan/atau penambahan agunan FPJP dimaksudkan agar nilai aset agunan FPJP sesuai dengan ketentuan Pasal 5 (Paragraf 83 dalam kodifikasi ini).
85 Pasal 7 10/35/PBI/2008
SE 10/45/DKBU 2008 Romawi IV No. 5 SE 10/45/DKBU 2008 Romawi IV No. 6 SE 10/45/DKBU 2008 Romawi IV No. 7 – 10
(1) Pengikatan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) (Paragraf 82 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan yang berlaku” antara lain peraturan perundang-undangan yang mengatur gadai atau fidusia.
(2) Dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJP ditatausahakan oleh Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJP” antara lain perjanjian kredit antara BPR dengan nasabah, bukti pengikatan agunan dan bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan kredit BPR.
Dalam rangka keperluan pengikatan agunan FPJP, BPR menyampaikan: a. Dokumen asli perjanjian kredit antara BPR dan debitur; b. Dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara BPR dan
debitur secara notariil atau di bawah tangan; dan c. Bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit BPR. Dokumen sebagaimana ketentuan butir 4 (Paragraf 82 ayat (2) huruf e dalam kodifikasi ini) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X (Paragraf 86 huruf h dalam kodifikasi ini).
Dalam hal sesuai perhitungan Bank Indonesia, Aset Kredit yang diajukan oleh BPR tidak mencukupi dan/atau tidak memenuhi criteria agunan FPJP, BPR harus mengajukan Aset Kredit baru untuk memenuhi kecukupan agunan FPJP.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
74
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPR kepada Bank Indonesia mencakup: a. Hak tagih BPR yang timbul dari perjanjian kredit antara BPR dengan
debitur; dan b. Segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPR antara lain namun
tidak terbatas pada pendapatan bunga dan klaim asuransi kredit.
Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Penatausahaan dokumen Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia cq. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) atau Bank Indonesia cq. Kantor Bank Indonesia (KBI) sesuai dengan tempat kedudukan kantor pusat BPR.
86 Pasal 8 10/35/PBI/2008 Ayat (1) SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 1 – 2 Pasal 8 10/35/PBI/2008 Ayat (2) a SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 3.a. 1) Pasal 8 10/35/PBI/2008 Ayat (2) b SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 3.a. 2) Pasal 8 10/35/PBI/2008 Ayat (2) c SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 3.a. 3)
(1) BPR yang memerlukan FPJP mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia. Pengajuan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP oleh BPR kepada Bank Indonesia disampaikan pada setiap hari kerja. Surat perpanjangan FPJP diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP.
(2) Permohonan FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai berikut: a. Surat pernyataan bahwa BPR mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka
Pendek; disertai dengan penjelasan penyebab dan upaya yang telah dilakukan, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 2 (Lampiran 29 dalam kodifikasi ini);
b. Surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak dibawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 82 dalam kodifikasi ini); yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 3 (Lampiran 30 dalam kodifikasi ini);
c. Surat pernyataan kesanggupan BPR untuk membayar segala kewajiban terkait FPJP pada saat jatuh tempo; yang ditandatangani oleh direksi, komisaris dan Pemegang Saham Pengendali BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku sebagaimana contoh pada Lampiran 4 (Lampiran 31 dalam kodifikasi ini);
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
75
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 8 10/35/PBI/2008 Ayat (2) d SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 3.a. 4) Pasal 8 10/35/PBI/2008 Ayat (2) e SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 3.b. Pasal 8 10/35/PBI/2008 Ayat (2) f SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 3.c. Pasal 8 10/35/PBI/2008 Ayat (2) g
SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 3.d
Pasal 8 10/35/PBI/2008 Ayat (2) h SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 3.e
d. Surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan kepada Bank Indonesia; namun tidak terbatas pada kualitas kredit dan agunan yang menyertainya, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 5 (Lampiran 32 dalam kodifikasi ini);
e. Surat Kuasa dari BPR kepada Bank Indonesia untuk melakukan pendebetan seluruh rekening BPR pada bank umum dalam rangka pembayaran segala kewajiban BPR terkait FPJP; yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 6 (Lampiran 33 dalam kodifikasi ini);
f. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan pendanaan jangka pendek; Yang dimaksud dengan “dokumen-dokumen atas aset yang menjadi agunan FPJP” antara lain perjanjian kredit antara BPR dengan nasabah, bukti pengikatan agunan dan bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan kredit BPR. paling kurang berupa perhitungan Rasio Kebutuhan Kas, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku sebagaimana contoh pada Lampiran 7 (Lampiran 34 dalam kodifikasi ini);
g. Daftar SBI dan/atau Aset Kredit yang menjadi agunan beserta dokumen pendukung; dan Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” antara lai n perjanjian kredit antara BPR dengan nasabah, pengikatan agunan atas kredit tersebut baik secara notariil maupun dibawah tangan, bukti kepemilikan agunan dari aset kredit, antara lain bukti kepemilikan kendaraan bermotor, sertifikat tanah, surat keputusan pengangkatan pegawai dan dokumen lain yang dapat membuktikan terpenuhinya persyaratan agunan.
yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran 8 (Lampiran 35 dalam kodifikasi ini);
h. Akta pengikatan agunan FPJP. Konsep akta yang akan ditandatangani oleh direksi BPR sesuai dengan Anggaran Dasar BPR bersangkutan dan pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris yang terdiri dari: 1) Konsep Akta Perjanjian Pemberian FPJP, sebagaimana contoh pada
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
76
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 4 dan Romawi X SE 10/45/DKBU 2008 Romawi III No. 5 – 7 SE 10/45/DKBU 2008 Romawi II No. 6
Lampiran 9 (Lampiran 36 dalam kodifikasi ini); 2) Konsep Akta Gadai, dalam hal agunan berupa SBI,
sebagaimana contoh pada Lampiran 10 (Lampiran 37 dalam kodifikasi ini);
3) Konsep Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa Aset Kredit, sebagaimana contoh pada Lampiran 11 (Lampiran 38 dalam kodifikasi ini);
4) Konsep Addendum Perjanjian Pemberian FPJP, dalam hal BPR mengajukan perpanjangan dan/atau penambahan, sebagaimana contoh pada Lampiran 12 (Lampiran 39 dalam kodifikasi ini).
Surat permohonan, penambahan, perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan ayat (2) dan daftar kelengkapan dokumen permohonan, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1. Bank Indonesia up. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU), Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten; atau
2. Bank Indonesia up. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana ketentuan butir 1, dengan tembusan kepada Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU).
BPR harus segera melengkapi dokumen pendukung sebagaimana ketentuan ayat (2) apabila belum lengkap dan/atau belum sesuai dengan daftar Aset Kredit. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia sebagaimana ketentuan ayat (2) butir h dilakukan bersamaan dengan Perjanjian Pemberian FPJP. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses permohonan, penambahan, dan/atau perpanjangan FPJP termasuk pengikatan agunan, penambahan dan/atau penggantian agunan menjadi beban BPR penerima FPJP.
Permohonan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dapat diajukan dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. BPR telah membayar seluruh bunga terhutang atas FPJP yang jatuh tempo; b. BPR tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh
persen); dan c. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan
sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini.
87 Pasal 9 10/35/PBI/2008 Ayat (1)
(1) Persetujuan Bank Indonesia atas permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) (Paragraf 86 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan apabila: a. BPR memenuhi kriteria permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) (Paragraf 80 ayat (2) dalam kodifikasi ini); b. BPR memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan FPJP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) (Paragraf 86 ayat (2) dalam kodifikasi ini); dan
c. BPR diperkirakan dapat memenuhi kewajiban pendanaan jangka pendek berdasarkan penilaian Bank Indonesia.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
77
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 10/45/DKBU 2008 Romawi VI No. 2 – 5 Pasal 9 10/35/PBI/2008 Ayat (3) – (4)
(2) Persetujuan pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian pemberian FPJP antara Bank Indonesia dengan BPR penerima FPJP secara notariil. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP, Bank Indonesia dan BPR menandatangani perjanjian pemberian FPJP atau addendumnya, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia.
Bank Indonesia mencairkan FPJP dengan mengkredit rekening BPR penerima FPJP di bank umum.
Bank Indonesia dapat menolak permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam Surat Edaran ini.
Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP kepada BPR melalui surat.
(3) Perjanjian pemberian FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diikuti
dengan perjanjian pengikatan agunan FPJP secara gadai dan/atau fidusia. Penandatanganan perjanjian pemberian FPJP dan perjanjian pengikatan agunan dilakukan pada waktu bersamaan.
(4) Realisasi pemberian FPJP oleh Bank Indonesia dilakukan dengan mengkredit rekening BPR yang bersangkutan pada bank umum, setelah perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani.
88 Pasal 10 10/35/PBI/2008
Bank Indonesia dapat menolak permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 86 dalam kodifikasi ini), apabila permohonan dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan, tata cara dan/atau persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
89 Pasal 11 10/35/PBI/2008 SE 10/45/DKBU 2008 Romawi II No. 5
(1) Jangka waktu setiap FPJP adalah 30 (tiga puluh) hari kalender. Apabila saat jatuh tempo FPJP bertepatan pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional, maka saat jatuh tempo FPJP adalah pada hari kerja berikutnya.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender.
Jangka waktu perpanjangan FPJP sama dengan jangka waktu pemberian FPJP yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender.
Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut: a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 30 (tiga puluh) hari kalender. Dalam hal
FPJP memiliki tanggal jatuh tempo yang bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional maka penyelesaian
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
78
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
FPJP jatuh tempo adalah pada hari kerja berikutnya. b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan
jangka waktu sama dengan jangka waktu FPJP yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali BPR menerima FPJP. Contoh: Perjanjian pemberian FPJP ditandatangani pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008. Apabila BPR mengajukan perpanjangan FPJP dan atas perpanjangan FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP akan diberikan dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal 31 Desember 2008 sampai dengan jatuh tempo 29 Januari 2009. Selanjutnya apabila BPR mengajukan perpanjangan FPJP yang kedua dan atas perpanjangan FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP tersebut akan disetujui dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal 30 Januari 2009 sampai dengan jatuh tempo 28 Februari 2009. Mengingat 28 Februari 2009 jatuh pada hari Sabtu maka penyelesaian FPJP dilakukan paling lambat tanggal 2 Maret 2009 (hari kerja berikutnya).
90 Pasal 12 10/35/PBI/2008
Perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) (Paragraf 89 ayat (2) dalam kodifikasi ini) hanya dapat dilakukan apabila: a. BPR telah membayar seluruh bunga terhutang atas FPJP yang jatuh tempo; b. BPR tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh
persen); dan c. Agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 (Paragraf 82, Paragraf 83 dan Paragraf 84 dalam kodifikasi ini). Dalam rangka pelaksanaan perpanjangan FPJP, agunan yang telah diagunkan BPR untuk menjamin FPJP yang diterima BPR sebelumnya akan dinilai kembali, sehingga BPR perlu menyesuaikan jumlah agunan yang diserahkan untuk menjamin perpanjangan FPJP.
91 Pasal 13 10/35/PBI/2008 Ayat (1)
(1) BPR dapat mengajukan tambahan plafon FPJP yang dibutuhkan untuk menutupi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) (Paragraf 80 ayat (1) dalam kodifikasi ini) sepanjang: a. Agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 (Paragraf 82, Paragraf 83 dan Paragraf 84 dalam kodifikasi ini); dan
b. Penggunaan FPJP belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) (Paragraf 89 ayat (2) dalam kodifikasi ini).
Tambahan plafon FPJP yang diajukan akan diakumulasikan terhadap jumlah FPJP yang belum dilunasi.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
79
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 13 10/35/PBI/2008 Ayat (2) SE 10/45/DKBU 2008 Romawi II No. 7 Pasal 13 10/35/PBI/2008 Ayat (3)
(2) Penambahan plafon FPJP dapat dilakukan sepanjang Rasio Kebutuhan Kas BPR kurang dari 10% (sepuluh persen). BPR dapat mengajukan penambahan plafon FPJP yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPR, dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan penambahan FPJP kurang dari
10% (sepuluh persen); b. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan
sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan c. Jangka waktu penggunaan FPJP termasuk perpanjangannya belum
melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender.
(3) Jangka waktu setiap tambahan plafon FPJP adalah sampai dengan jatuh tempo FPJP. Sebagai contoh: FPJP diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008. Tambahan FPJP diberikan kepada BPR pada tanggal 15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan plafon FPJP adalah tetap pada tanggal 30 Desember 2008.
BAB III Perhitungan Dan Pembayaran Bunga 92 Pasal 14
10/35/PBI/2008 Ayat (1) SE 10/45/DKBU 2008 Romawi II No. 10 Pasal 14 10/35/PBI/2008 Ayat (2) – (3)
(1) Bank Indonesia mengenakan biaya bunga kepada BPR atas realisasi pemberian FPJP.
Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas realisasi pemberian FPJP kepada BPR dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap simpanan nasabah BPR yang berlaku pada saat perjanjian atau addendum pemberian FPJP ditandatangani. Biaya bunga FPJP dihitung secara harian dan dikenakan pada saat jatuh tempo FPJP. Dalam hal BPR mengajukan perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia akan mengenakan seluruh biaya bunga FPJP sampai dengan jatuh tempo. BPR harus menyediakan dana untuk pembayaran seluruh biaya bunga FPJP terhutang paling lambat pada saat pengajuan perpanjangan FPJP.
(2) Biaya bunga FPJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar
suku bunga penjaminan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) yang berlaku terhadap simpanan nasabah BPR pada saat perjanjian pemberian FPJP atau addendum perjanjian FPJP ditandatangani. Yang dimaksud dengan “suku bunga penjaminan LPS yang berlaku” adalah suku bunga penjaminan yang ditetapkan oleh LPS bagi simpanan nasabah BPR pada saat perjanjian pemberian FPJP atau addendumnya ditandatangani.
(3) Biaya bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan pada saat jatuh tempo FPJP yang dihitung secara harian berdasarkan baki debet FPJP.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
80
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
BAB IV Pelunasan Dan Eksekusi Agunan 93 Pasal 15
10/35/PBI/2008 Ayat (1) – (2) SE 10/45/DKBU 2008 Romawi VII No. 1 – 3 Pasal 15 10/35/PBI/2008 Ayat (3) – (5) SE 10/45/DKBU 2008 Romawi VIII No. 1 – 9
(1) Pada saat FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPR di bank umum sebesar baki debet ditambah bunga FPJP. Yang dimaksud dengan “jatuh tempo” adalah berakhirnya jangka waktu FPJP.
(2) Dalam hal FPJP jatuh tempo dan saldo rekening BPR di bank umum tidak mencukupi untuk membayar pokok dan bunga FPJP dan/atau BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJP.
Dalam rangka pelunasan FPJP, BPR harus menyediakan dana dalam jumlah yang cukup pada rekening BPR di bank umum yang ditunjuk paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh tempo. Pada tanggal FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPR penerima FPJP di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan nominal FPJP. Dalam hal setelah dilakukan pendebetan, saldo rekening BPR di bank umum tidak mencukupi untuk membayar seluruh biaya bunga dan/atau nominal FPJP dan BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan.
(3) Bank Indonesia tetap mengenakan biaya bunga sampai dengan eksekusi
agunan selesai dilaksanakan. (4) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih
kecil dibandingkan dengan jumlah pokok dan bunga FPJP yang harus dilunasi oleh BPR maka BPR wajib membayar kekurangannya kepada Bank Indonesia.
(5) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih besar dibandingkan dengan jumlah pokok dan bunga FPJP yang harus dilunasi oleh BPR maka Bank Indonesia mengembalikan kelebihan tersebut kepada BPR. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP dalam hal FPJP jatuh tempo dan saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan nominal FPJP serta BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP.
Dalam hal agunan berupa SBI, Bank Indonesia melakukan proses eksekusi dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early redemption) pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi.
Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara sebagai berikut: a. Menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga lelang; atau b. Memberi kuasa kepada BPR untuk melaksanakan penjualan hak tagih.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
81
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi beban BPR penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya.
Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJP belum dilunasi, BPR tetap dikenakan biaya bunga FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan baki debet FPJP yang belum dilunasi dengan tingkat bunga FPJP terakhir.
Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari baki debet FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening BPR di bank umum sebesar kelebihan nilai dimaksud. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari baki debet FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank Indonesia mendebet rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya sebesar kekurangan nilai dimaksud. Dalam hal saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pendebetan, BPR wajib menyetor tambahan dana ke rekening tersebut untuk menutup kekurangan nilai dimaksud.
BAB V Pengawasan 94 Pasal 16
10/35/PBI/2008
SE 10/45/DKBU 2008 Romawi IX
(1) BPR wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah perjanjian pemberian FPJP atau addendumnya ditandatangani.
(2) BPR wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia, berupa: a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian; b. Kolektibilitas harian Aset Kredit yang dijaminkan; dan c. Penggunaan FPJP harian.
Laporan wajib disampaikan pada hari kerja pertama minggu berikutnya.
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPR atas kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPR serta penggunaan FPJP, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJP yang disampaikan oleh BPR.
2. Bank Indonesia dapat meminta BPR untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPR atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan pendanaan jangka pendek BPR.
3. BPR wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X (Paragraf 86 dalam kodifikasi ini), berupa hardcopy dan softcopy yang terdiri dari: a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian, sebagaimana contoh pada
Lampiran 13 (Lampiran 40 dalam kodifikasi ini); b. Kolektibilitas harian Aset Kredit yang dijaminkan, sebagaimana contoh
pada Lampiran 14 (Lampiran 41 dalam kodifikasi ini); dan c. Penggunaan FPJP harian.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
82
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
95 Pasal 17 10/35/PBI/2008
Dalam rangka pengawasan atas penggunaan FPJP, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPR yang bersangkutan. Pemeriksaan terhadap BPR yang menerima FPJP dapat dilakukan selama jangka waktu FPJP atau setelah jatuh tempo FPJP.
BAB VI Biaya Pemberian FPJP 96 Pasal 18
10/35/PBI/2008 Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJP menjadi beban BPR. Yang dimaksud dengan “biaya” antara lain biaya nota ris untuk pengikatan perjanjian FPJP, pengikatan agunan dengan gadai dan/atau fidusia, biaya eksekusi agunan serta biaya lainnya yang mungkin timbul dalam rangka pemberian FPJP.
BAB VII Sanksi 97 Pasal 19
10/35/PBI/2008 Dalam hal BPR tidak melunasi FPJP, melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 17 (Paragraf 95 dalam kodifikasi ini) diketahui adanya penyimpangan penggunaan FPJP, maka BPR dikenakan sanksi berupa: a. Tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan b. Sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian Pengurus BPR.
98 Pasal 20 10/35/PBI/2008
(1) Apabila Pengurus dan/atau pegawai BPR dengan sengaja memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini secara tidak benar, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
(2) Apabila Pengurus, Pemegang Saham Pengendali dan/atau pegawai BPR tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan BPR terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
BAB I Ketentuan Umum 99 Pasal 1
11/29/PBI/2009
1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009;
2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
3. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah, yang selanjutnya disebut FPJPS
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
83
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/39/DPbS 2010 Romawi I No. 6 – 10
adalah fasilitas pendanaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada BPRS untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami oleh BPRS;
4. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami BPRS yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch);
5. Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPRS yang didasarkan pada perbandingan antara alat likuid berupa kas, dan antarbank aktiva yang tidak diblokir yaitu giro, tabungan dan deposito jatuh tempo dengan kewajiban likuid berupa kewajiban segera, simpanan dana nasabah tidak terkait yaitu tabungan dan deposito jatuh tempo serta antarbank pasiva tidak terkait yaitu tabungan dan deposito jatuh tempo;
6. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
7. Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik dana dengan pengelola dana untuk memelihara likuiditas BPRS.
8. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek;
9. Surat Utang Negara, yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya;
10. Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan Prinsip Syariah, dalam mata uang Rupiah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN;
11. Obligasi Syariah Korporasi atau dapat disebut Sukuk Korporasi adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha swasta dan ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);
12. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
BAB II Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan FPJPS 100 Pasal 2
11/29/PBI/2009 Ayat (1) – (2)
(1) BPRS yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat mengajukan permohonan FPJPS dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) BPRS dapat mengajukan permohonan FPJPS sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. memiliki penilaian tingkat kesehatan paling kurang peringkat komposit
3 (PK-3) selama 2 (dua) periode terakhir; Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan BPRS.
b. memiliki penilaian faktor manajemen paling kurang peringkat C selama 2 (dua) periode terakhir; dan
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
84
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/39/DPbS 2010 Romawi II No. 3 Pasal 2 11/29/PBI/2009 Ayat (3) SE 12/39/DPbS 2010 Romawi III No. 1
Penilaian faktor manajemen didasarkan pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan BPRS.
c. memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir. BPRS memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir, apabila jumlah seluruh penerimaan kas lebih kecil dibandingkan dengan jumlah seluruh pengeluaran kas pada hari yang sama, selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir sebelum tanggal permohonan FPJPS. Perhitungan kas harian negatif tidak termasuk untuk hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional.
(3) Plafon FPJPS diberikan paling banyak sebesar kebutuhan pendanaan jangka
pendek BPRS untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen). Kebutuhan pendanaan jangka pendek BPRS dihitung berdasarkan posisi Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal pengajuan permohonan FPJPS.
Contoh: Pada tanggal 20 Januari 2010, BPRS mengajukan permohonan FPJPS sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). Rasio Kebutuhan Kas BPRS pada tanggal 20 Januari 2010 adalah sebesar 3% (tiga persen), dengan perhitungan sebagai berikut:
Pos-pos Tertentu Nominal (dalam ribuan Rp)
A. ASET LANCAR
1. Kas 10,000 2. Antarbank Aktiva (yang tidak diblokir)
a. Giro 400 b. Tabungan 15,300 c. Deposito jatuh tempo 1,000
JUMLAH ASET LANCAR 26,700
B. KEWAJIBAN LANCAR
1. Kewajiban Segera 15,000 2. Simpanan dana nasabah (tidak terkait)
a. Deposito jatuh tempo 75,000 b. Tabungan 550,000
3. Antarbank Pasiva (tidak terkait) a. Deposito jatuh tempo 75,000 b. Tabungan 175,000
JUMLAH KEWAJIBAN LANCAR 890,000
Rasio Kebutuhan Kas ( A : B) x 100% 3.00%
Jumlah plafon FPJPS yang dapat diberikan kepada BPRS adalah sebesar (10%-3%) x Rp890.000.000,00 = Rp62.300.000,00 (enam puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah). Dengan adanya FPJPS tersebut, maka jumlah aset lancar BPRS menjadi sebesar Rp89.000.000,00 (delapan puluh sembilan juta rupiah) dan Rasio Kebutuhan Kas mencapai 10% (sepuluh persen).
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
85
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
101 Pasal 3 11/29/PBI/2009
FPJPS yang diterima oleh BPRS menggunakan akad Mudharabah.
102 Pasal 4 11/29/PBI/2009
FPJPS wajib dijamin oleh BPRS dengan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya memadai sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
103 Pasal 5 11/29/PBI/2009 Ayat (1) SE 12/39/DPbS 2010 Romawi II No. 4 Pasal 5 11/29/PBI/2009 Ayat (2) a SE 12/39/DPbS 2010 Romawi III No. 3.a.5) dan 6)
(1) Agunan yang berkualitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 102 dalam kodifikasi ini) adalah berupa : a. aset Pembiayaan; b. surat berharga yang dimiliki pemegang saham.
Jenis agunan dalam permohonan FPJPS berupa aset Pembiayaan milik BPRS atau surat berharga yang dimiliki oleh pemegang saham BPRS. Aset Pembiayaan milik BPRS atau surat berharga yang dimiliki oleh pemegang saham BPRS, yang akan dipergunakan sebagai agunan FPJPS harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain. Surat berharga milik pemegang saham BPRS hanya dapat digunakan sebagai agunan FPJPS apabila aset Pembiayaan yang dimiliki BPRS tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS.
(2) Aset Pembiayaan yang dapat dijadikan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memenuhi kriteria sebagai berikut: a. memiliki akad Pembiayaan yang masih berlaku selama jangka waktu
FPJPS; Penentuan besarnya saldo pokok aset Pembiayaan dalam perhitungan agunan FPJPS disesuaikan dengan jenis akad Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah, sebagai berikut: a) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah adalah sebesar
saldo piutang dikurangi dengan saldo margin yang ditangguhkan, yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-04 (Daftar Rincian Piutang Murabahah);
b) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Salam adalah sebesar saldo piutang yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-05 (Daftar Rincian Piutang Salam);
c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Istishna’ adalah sebesar saldo piutang dikurangi dengan saldo margin yang ditangguhkan yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-06 (Daftar Rincian Piutang Istishna’);
d) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah atau Musyarakah adalah sebesar saldo pembiayaan yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-07 (Daftar Rincian Pembiayaan);
e) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sebesar harga perolehan aktiva Ijarah dikurangi akumulasi penyusutan/amortisasi, yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-08 (Daftar Rincian Ijarah);
f) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh adalah sebesar saldo piutang yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-09 (Daftar Rincian Pembiayaan);
g) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
86
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 5 11/29/PBI/2009 Ayat (2) b SE 12/39/DPbS 2010 Romawi III No. 3.a. 3)
Pasal 5 11/29/PBI/2009 Ayat (2) c
SE 12/39/DPbS 2010 Romawi III No. 3.a. 4) Pasal 5 11/29/PBI/2009 Ayat (2) d – e
multijasa adalah sebesar saldo piutang dikurangi dengan pendapatan multijasa yang ditangguhkan, yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-20 (Daftar Rincian Piutang Transaksi Multijasa).
Format laporan Bulanan BPRS sebagaimana dimaksud dalam huruf a) sampai dengan huruf g) merujuk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan bulanan BPRS.
Contoh perhitungan nilai aset Pembiayaan sebagai agunan FPJPS: BPRS mengajukan permohonan pemberian FPJPS sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jumlah saldo pokok Pembiayaan yang diserahkan sebagai agunan FPJPS adalah piutang Murabahah dengan saldo pokok sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah), pembiayaan Musyarakah dengan saldo pokok sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan Ijarah dengan saldo pokok sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah), (komposisi jenis akad Pembiayaan dapat berubah-ubah).
BPRS wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS, dalam hal terjadi penurunan kolektibilitas aset Pembiayaan dan/atau penurunan nilai agunan FPJPS).
b. memiliki kolektibilitas lancar selama paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir; Yang dimaksud dengan “kolektibilitas lancar” adalah kualitas lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aktiva BPRS. Kolektibilitas Pembiayaan pada ayat (2) huruf b didasarkan pada laporan bulanan yang disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia. Kualitas Pembiayaan yang dilaporkan dalam laporan bulanan BPRS harus telah menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia.
c. memiliki agunan; Adanya agunan dimaksudkan untuk memberi tambahan keyakinan mengenai kualitas aset Pembiayaan yang dijadikan agunan FPJPS.
Agunan atas Pembiayaan, berupa: a) aktiva tetap antara lain berupa tanah dan/atau bangunan; atau b) aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor, surat
keputusan pengangkatan/pensiun pegawai.
d. bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait BPRS; dan Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) yang berlaku bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
87
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Pasal 5 11/29/PBI/2009 Ayat (3) – (4) SE 12/39/DPbS 2010 Romawi II No. 5
e. memiliki saldo pokok tidak melebihi plafon Pembiayaan dan batas maksimum penyaluran dana. Batas maksimum penyaluran dana mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) yang berlaku bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
(3) Surat berharga yang dimiliki pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa : a. surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
dan/atau Bank Indonesia yang meliputi Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
b. surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lainnya yang pada saat permohonan FPJPS memiliki peringkat paling kurang peringkat investasi (investment grade), aktif diperdagangkan, dan sisa jangka waktu surat berharga paling kurang 90 (sembilan puluh) hari. Yang dimaksud dengan “surat berharga syariah yang d iterbitkan oleh badan hukum lainnya” adalah obligasi syariah korporasi (sukuk korporasi). Peringkat tersebut berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia.
(4) Surat berharga yang dimiliki pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat digunakan sebagai agunan FPJPS dalam hal aset Pembiayaan yang dimiliki oleh BPRS tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS. Apabila BPRS memiliki aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun nilainya tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS maka BPRS dapat menggunakan surat berharga milik pemegang saham untuk menambah kekurangan nilai agunan.
BPRS wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJPS apabila objek yang dijadikan sebagai agunan FPJPS ternyata diketahui tidak memenuhi persyaratan sebagai agunan FPJPS.
104 Pasal 6 11/29/PBI/2009
(1) Nilai agunan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 103 dalam kodifikasi ini) ditetapkan sebagai berikut : a. Dalam hal agunan berupa asset Pembiayaan, nilai agunan tersebut
ditetapkan paling kurang sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJPS, yang dihitung berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan yang diagunkan.
b. Dalam hal agunan berupa SBI, nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJPS yang dihitung berdasarkan nilai jual SBI yang diagunkan;
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
88
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/39/DPbS 2010 Romawi III No. 3.b
c. Dalam hal agunan berupa SUN atau SBSN, nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJPS yang dihitung berdasarkan nilai pasar surat berharga tersebut.
d. Dalam hal agunan berupa surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b (Paragraf 100 ayat (3) huruf b dalam kodifikasi ini), nilai agunan ditetapkan sesuai dengan jenis surat berharga paling kurang sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari plafon FPJPS, yang dihitung berdasarkan nilai pasar surat berharga.
(2) Ketentuan mengenai nilai jual dan nilai pasar sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d akan diatur lebih lanjut sebagai berikut:
Surat berharga milik pemegang saham BPRS yang dapat dijadikan sebagai agunan FPJPS adalah SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi).
1) Agunan berupa SBI a) Nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat permohonan
FPJPS. b) Nilai agunan pada butir a) ditetapkan paling kurang sebesar 100%
(seratus persen) dari plafon FPJPS. c) Nilai jual SBI dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri
SBI sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS. d) Harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI.
e) Sisa jangka waktu SBI pada saat FPJPS jatuh tempo adalah paling singkat 2 (dua) hari kerja
Contoh perhitungan nilai agunan SBI: SBI 3 bulan dengan seri IDBIxxxxxxxxx dengan karakteristik: nilai nominal Rp50.000.000,00, rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan 7,83333%, sisa jangka waktu 58 hari, dengan harga 98,75369 (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS). Perhitungan Nilai Jual SBI dihitung berdasarkan harga setiap seri SBI: Nilai Jual SBI = Rp50.000.000,0 x 98,75369% = Rp49.376.845,00. Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar Rp49.376.845,00. 2) Agunan berupa SBSN atau SUN
a) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar SBSN atau SUN pada saat permohonan.
b) Nilai agunan pada butir a) ditetapkan paling kurang sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJPS saat permohonan FPJPS.
c) Nilai pasar dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBSN atau SUN sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS.
d) Harga setiap seri SBSN atau SUN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN atau SUN yang diagunkan.
e) Sisa jangka waktu SBSN atau SUN pada saat FPJPS jatuh tempo adalah paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja.
Contoh perhitungan nilai agunan SBSN:
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
89
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SBSN seri IFRxxxx dengan karakteristik : 100 unit (nilai nominal 100 juta), sisa jangka waktu 1500 hari, dengan harga 92,01250% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS). Nilai Pasar SBSN yang dimiliki dihitung sebagai berikut: = Rp100.000.000,00 x 92,01250% = Rp92.012.500,00 Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar 105% dari Nilai Pasar SBSN, yaitu : Rp92.012.500,00 x 100/105 = Rp87.630.952,38. Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar Rp87.630.952,38. Contoh perhitungan nilai agunan SUN: (1) Obligasi Negara (ON) seri FRxxxx dengan karakteristik: 50 unit (nilai
nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 3.686 hari, dengan harga 108,05988% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS).
(2) ON seri ZCxxxx (zero coupon bond) dengan karakteristik: 50 unit (nilai nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 527 hari, dengan harga 89,19250% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS).
(3) SPN seri SPNxxxxxxxxxx dengan karakteristik: 50 unit (nilai nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 351 hari, dengan harga 93,99088% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS).
Nilai Pasar SUN dihitung sebagai berikut: (1) Nilai Pasar ON = Rp50.000.000,00 x 108,05988% = Rp54.029.940,00 (2) Nilai Pasar Onzc = Rp50.000.000,00 x 89,19250% =Rp44.596.250,00 (3) Nilai Pasar SPN = Rp50.000.000,00 x 93,99088% = Rp46.995.440,00 Jumlah Nilai Pasar SUN (a+b+c) = Rp145.621.630,00
Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar 105% dari Nilai Pasar SUN, yaitu: = {( Rp54.029.940,00 + Rp44.596.250,00 + Rp46.995.440,00 ) x 100/105} = Rp138.687.266,67.
Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar Rp138.687.266,67.
3) Agunan berupa Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi)
a) Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) yang dapat dijadikan sebagai agunan FPJPS harus memenuhi kriteria sebagai berikut: i. memiliki sisa jangka waktu paling kurang 90 (sembilan
puluh) hari pada saat permohonan FPJPS; ii. aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir; dan
iii. memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
90
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
b) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) pada saat permohonan FPJPS.
c) Nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar: i. 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJPS
pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan peringkat teratas;
ii. 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJPS pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan peringkat kedua teratas; dan
iii. 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJPS pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan peringkat ketiga teratas.
d) Nilai pasar Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dihitung berdasarkan harga transaksi terkini di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir. Contoh perhitungan nilai agunan Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi): (1) Obligasi Syariah Korporasi PT. ABC tahun 2006 seri xx
dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa jangka waktu 3.686 hari, dengan harga 100,930%, rating peringkat teratas (misal idAAA).
(2) Obligasi Syariah Korporasi PT. XYZ tahun 2005 seri xx dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa jangka waktu 527 hari, dengan harga 93,303%, rating peringkat kedua teratas (misal idAA+).
(3) Obligasi Syariah Korporasi PT. JKL tahun 2005 seri xx dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa jangka waktu 351 hari, dengan harga 90,500%, rating peringkat ketiga teratas (misal idAA).
Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi dihitung sebagai berikut: (1) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. ABC tahun 2006
seri xx = Rp100.000.000,00 x 100,930% = Rp100.930.000,00
(2) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. XYZ tahun 2005 seri xx = Rp100.000.000,00 x 93,303% = Rp93.303.000,00
(3) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. JKL tahun 2005 seri xx =Rp100.000.000,00 x 90,500% = Rp90.500.000,00
Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar : = {(Rp100.930.000,00 x 100/135) + (Rp93.303.000,00 x 100/140) + (Rp90.500.000,00 x 100/145)} = Rp203.821.756,07 Total nilai agunan sebesar Rp203.821.756,07 Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar Rp203.821.756,07
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
91
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
105 Pasal 7 11/29/PBI/2009
(1) Agunan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf 103 ayat (1) dalam kodifikasi ini) harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain.
(2) BPRS wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJPS apabila tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal terjadi penurunan kolektibilitas aset Pembiayaan yang diagunkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) (Paragraf 103 ayat (2) dalam kodifikasi ini), BPRS wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS. Penggantian atau penambahan agunan FPJPS dimaksudkan agar nilai agunan FPJPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 (Paragraf 101 dalam kodifikasi ini).
(4) Untuk keperluan perpanjangan FPJPS, BPRS dapat menjaminkan kembali aset Pembiayaan yang sedang menjadi agunan FPJPS.
106 Pasal 8 11/29/PBI/2009
(1) Pengikatan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf 103 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan yang berlaku” antara lain peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai gadai atau fidusia.
(2) Dokumen-dokumen agunan FPJPS ditatausahakan oleh Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “dokumen-dokumen agunan FPJPS” antara lain akad Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah, bukti pengikatan agunan dan bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan Pembiayaan BPRS.
107 Pasal 9 11/29/PBI/2009
(1) BPRS yang memerlukan FPJPS mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia.
(2) Permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. perhitungan jumlah kebutuhan pendanaan jangka pendek yang didukung dengan data-data keuangan terkait; Yang dimaksud dengan “perhitungan jumlah kebutuhan pendanaan jangka pendek” adalah perhitungan Rasio Kebutuhan Kas.
b. surat pernyataan BPRS mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka
Pendek; c. surat pernyataan BPRS bahwa seluruh agunan FPJPS tidak sedang
dijaminkan kepada pihak lain, tidak dibawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 103 dalam kodifikasi ini);
d. surat pernyataan kesanggupan BPRS untuk membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo;
e. surat pernyataan BPRS mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan kepada Bank Indonesia;
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
92
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/39/DPbS 2010 Romawi IV
f. surat kuasa dari BPRS kepada Bank Indonesia untuk melakukan pendebetan seluruh rekening BPRS pada bank umum dalam rangka pembayaran segala kewajiban BPRS terkait FPJPS;
g. daftar aset Pembiayaan dan surat berharga yang dimiliki pemegang saham yang menjadi agunan FPJPS beserta dokumen pendukung; dan Yang dimaksud dengan dokumen pendukung antara lain akad Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah, pengikatan agunan atas Pembiayaan tersebut baik secara notariil maupun dibawah tangan, bukti kepemilikan agunan dari aset Pembiayaan antara lain bukti kepemilikan kendaraan bermotor, sertifikat tanah, surat keputusan pengangkatan pegawai dan dokumen lain yang dapat membuktikan terpenuhinya persyaratan agunan.
h. akta pengikatan agunan FPJPS.
(3) Tata cara permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
1. BPRS mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia pada setiap
hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada Lampiran I (Lampiran 42 dalam kodifikasi ini), disertai dengan dokumen: a. surat pernyataan bahwa BPRS mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka
Pendek disertai dengan: 1) penjelasan penyebab dan upaya yang telah dilakukan, sebagaimana
contoh pada Lampiran-2 dan Lampiran-2a (Lampiran-43 dalam kodifikasi ini) (surat pernyataan dan laporan arus kas ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); dan
2) fotokopi laporan kas harian yang ditandatangani pejabat berwenang dan neraca harian selama 14 (empat belas) hari;
b. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJPS sesuai butir II.4 (Paragraf 100 ayat (2) huruf c dalam kodifikasi ini), sebagaimana contoh pada Lampiran-3 (Lampiran-44 dalam kodifikasi ini) (surat pernyataan ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
c. surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo, sebagaimana contoh pada Lampiran-4 (Lampiran-45 dalam kodifikasi ini) (surat pernyataan ditandatangani oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP), komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
d. surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana contoh pada Lampiran-5 (Lampiran-46 dalam kodifikasi ini) (surat pernyataan ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar BPRS yang berlaku);
e. surat kuasa dari BPRS kepada Bank Indonesia untuk melakukan
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
93
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
pendebetan seluruh rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya dalam rangka pembayaran segala kewajiban BPRS terkait FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-6 (Lampiran-47 dalam kodifikasi ini) (surat kuasa ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar BPRS yang berlaku); Apabila terjadi perubahan rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya, maka surat kuasa yang telah disampaikan wajib diperbaharui.
f. perhitungan Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal permohonan pemberian FPJPS dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah tanggal permohonan sampai dengan berakhirnya jangka waktu permohonan FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-7 (Lampiran-48 dalam kodifikasi ini) (perhitungan Rasio Kebutuhan Kas ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
g. daftar agunan FPJPS sesuai dengan jenisnya, yaitu: 1) aset Pembiayaan sebagaimana contoh pada Lampiran-8 (Lampiran-
49 dalam kodifikasi ini) (juga digunakan sebagai lampiran dari Akta Jaminan Fidusia); dan/atau
2) surat berharga milik pemegang saham BPRS sebagaimana contoh pada Lampiran 8-a (Lampiran-49 dalam kodifikasi ini) (juga digunakan sebagai lampiran dari Akta Gadai).(dokumen daftar agunan FPJPS ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
h. dokumen agunan sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang diserahkan BPRS, yaitu: 1) untuk agunan dalam bentuk aset Pembiayaan:
a) asli akad Pembiayaan antara BPRS dan nasabah; b) asli pengikatan agunan atas akad Pembiayaan antara BPRS dan
nasabah secara notariil atau di bawah tangan; dan c) bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan atas
Pembiayaan BPRS. 2) untuk agunan dalam bentuk surat berharga yang dimiliki pemegang
saham BPRS: a) bukti bahwa SBI, SUN, dan/atau SBSN telah diagunkan (pledge)
oleh Sub Registry di BI-SSSS berupa bukti print-out yang disertai dengan informasi Account Identifier Database (AID) dari pemegang saham BPRS dan nama Sub Registry-nya; dan/atau
b) bukti konfirmasi pemblokiran agunan dari KSEI dan hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia, dalam hal surat berharga berbentuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi).
i. konsep akta perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS yang akan ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai dengan anggaran dasar BPRS bersangkutan dan pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris, yaitu: 1) Akta Perjanjian Pemberian FPJPS, sebagaimana contoh pada
Lampiran-9 (Lampiran-50 dalam kodifikasi ini); 2) Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa aset Pembiayaan,
sebagaimana contoh pada Lampiran-11 (Lampiran-52 dalam kodifikasi ini);
3) Akta Gadai, dalam hal agunan berupa surat berharga yang dimiliki
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
94
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
pemegang saham BPRS berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) sebagaimana contoh pada Lampiran-10 (Lampiran-51 dalam kodifikasi ini).
j. nama dan nomor rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang akan digunakan sebagai alat pengkreditan BPRS terkait dengan penerimaan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran-15 (Lampiran-56 dalam kodifikasi ini); dan
k. surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS dalam hal FPJPS menggunakan agunan surat berharga milik pemegang saham BPRS sebagaimana contoh pada Lampiran-16 (Lampiran-57 dalam kodifikasi ini).
2. Mekanisme pengagunan SBI, SUN dan/atau SBSN, dilakukan sesuai dengan mekanisme setelmen transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS dengan counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930).
108 Pasal 10 11/29/PBI/2009 SE 12/39/DPbS 2010 Romawi V
(1) Persetujuan Bank Indonesia atas permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) (Paragraf 107 ayat (1) dalam kodifikasi ini) dilakukan apabila: a. BPRS memenuhi persyaratan permohonan FPJPS; b. BPRS memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan FPJPS;
dan c. berdasarkan analisis Bank Indonesia diperkirakan bahwa BPRS tidak
dapat memenuhi kewajiban pendanaan jangka pendek. (2) Persetujuan pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam perjanjian pemberian FPJPS secara notariil antara Bank Indonesia dengan BPRS penerima FPJPS.
(3) Perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diikuti dengan perjanjian pengikatan agunan FPJPS secara gadai dan/atau fidusia.
Penandatanganan perjanjian pemberian FPJPS dan perjanjian pengikatan agunan dilakukan pada waktu bersamaan.
(4) Realisasi pemberian FPJPS oleh Bank Indonesia dilakukan dengan mengkredit
rekening BPRS yang bersangkutan pada bank umum, setelah perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian pemberian FPJPS diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Perjanjian Pemberian Dan Pengikatan Agunan FPJPS 1. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh
persyaratan FPJPS yang diajukan BPRS dan analisis kondisi likuiditas BPRS.
2. Dalam hal pengajuan FPJPS disetujui Bank Indonesia, maka: a. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani perjanjian pemberian
FPJPS, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia. b. Bank Indonesia mencairkan FPJPS dengan mengkreditkan rekening
BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang telah ditunjuk BPRS.
c. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
95
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
pembuatan perjanjian pemberian dan pengikatan agunan FPJPS dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya.
3. Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPRS kepada Bank Indonesia mencakup: a. hak tagih BPRS yang timbul dari akad Pembiayaan antara BPRS
dengan nasabah; dan b. segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPRS antara lain
namun tidak terbatas pada pendapatan margin, sewa (ujrah), atau bagi hasil dan klaim asuransi Pembiayaan.
4. Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
5. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia dilakukan bersamaan dengan penandatangan perjanjian pemberian FPJPS.
6. Penetapan jangka waktu pengikatan agunan FPJPS berupa surat berharga yang dimiliki pemegang saham BPRS adalah SBI, SUN, SBSN, dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) sebagai berikut: a. jatuh tempo pengikatan agunan FPJPS untuk SBI, SUN, SBSN
dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) adalah 10 (sepuluh) hari kerja setelah FPJPS jatuh tempo.
b. dalam hal terjadi pelunasan FPJPS pada saat jatuh tempo maka pengikatan agunan FPJPS berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi), dapat dilepas (release) pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJPS dilunasi.
7. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses perjanjian pemberian dan pengikatan agunan FPJPS menjadi beban BPRS penerima FPJPS.
8. Dalam hal pengajuan FPJPS tidak disetujui Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis penolakan pemberian FPJPS kepada BPRS.
109 Pasal 11 11/29/PBI/2009
Bank Indonesia dapat menolak permohonan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 107 dalam kodifikasi ini), apabila permohonan dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan, tata cara dan/atau persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
110 Pasal 12 11/29/PBI/2009 SE 12/39/DPbS 2010 Romawi III No. 2
(1) Jangka waktu setiap FPJPS paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.
Apabila saat jatuh tempo FPJPS bertepatan pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional, maka pendebetan saldo rekening BPRS di bank umum syariah, unit usaha syariah dan/atau bank umum konvensional dilakukan pada hari kerja berikutnya. Jangka waktu FPJPS a. Jangka waktu setiap FPJPS adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari
kalender. Dalam hal tanggal jatuh tempo FPJPS jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional, maka penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari kerja berikutnya.
b. Jangka waktu FPJPS dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu masing-masing paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender, sehingga jangka waktu keseluruhan FPJPS paling lama adalah 90
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
96
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
(sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali BPRS menerima FPJPS.
Contoh: Perjanjian pemberian FPJPS ditandatangani pada tanggal 1 Desember 2009 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal 30 Desember 2009. Apabila BPRS mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dan atas permohonan perpanjangan FPJPS tersebut disetujui oleh Bank Indonesia, maka tanggal jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal 29 Januari 2010. Apabila BPRS mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS kedua untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dan atas permohonan perpanjangan FPJPS tersebut disetujui oleh Bank Indonesia, maka tanggal jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal 28 Februari 2010. Mengingat tanggal 28 Februari 2010 jatuh pada hari Minggu, maka penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari Senin tanggal 1 Maret 2010.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender.
Jangka waktu perpanjangan FPJPS sama dengan jangka waktu pemberian FPJPS yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender.
111 Pasal 13 11/29/PBI/2009
Perpanjangan FPJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (Paragraf 110 ayat (2) dalam kodifikasi ini) hanya dapat dilakukan apabila: a. imbalan atas FPJPS yang jatuh tempo dilunasi terlebih dahulu; b. BPRS tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh
persen); dan c. agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 (Paragraf 103, Paragraf 104 dan Paragraf 105 dalam kodifikasi ini). Dalam rangka pelaksanaan perpanjangan FPJPS, agunan yang telah diagunkan BPRS untuk menjamin FPJPS yang diterima BPRS sebelumnya akan dinilai kembali, sehingga BPRS perlu menyesuaikan jumlah agunan yang diserahkan untuk menjamin perpanjangan FPJPS.
112 Pasal 14 11/29/PBI/2009
(1) BPRS dapat mengajukan tambahan plafon FPJPS yang dibutuhkan untuk menutupi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) (Paragraf 100 ayat (1) dalam kodifikasi ini) sepanjang: a. BPRS menambah agunan dan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 (Paragraf 103, Paragraf 104 dan Paragraf 105 dalam kodifikasi ini); dan
b. penggunaan FPJPS belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
97
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/39/DPbS 2010 Romawi VI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) (Paragraf 110 ayat (2) dalam kodifikasi ini).
Tambahan plafon FPJPS yang diajukan akan diakumulasikan terhadap jumlah FPJPS yang belum dilunasi.
(2) Penambahan plafon FPJPS dapat dilakukan sepanjang Rasio Kebutuhan Kas kurang dari 10% (sepuluh persen).
(3) Jangka waktu setiap tambahan plafon FPJPS adalah sampai dengan jatuh tempo FPJPS. Sebagai contoh: FPJPS diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 hari kalender sehingga jatuh tempo FPJPS adalah tanggal 30 Desember 2008. Tambahan FPJPS diberikan kepada BPRS pada tanggal 15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan plafon FPJPS adalah tetap pada tanggal 30 Desember 2008. Tata Cara Pengajuan Tambahan Plafon FPJPS 1. BPRS penerima FPJPS dapat mengajukan tambahan plafon FPJPS untuk
memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPRS, dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan tambahan plafon FPJPS
kurang dari 10% (sepuluh persen); b. memiliki agunan yang mencukupi dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan; dan c. jangka waktu penggunaan FPJPS termasuk perpanjangannya belum
melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender. 2. Jangka waktu setiap penambahan plafon FPJPS adalah sampai dengan
jatuh tempo FPJPS.
Contoh: FPJPS diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJPS adalah tanggal 30 Desember 2008. Tambahan plafon FPJPS diberikan kepada BPRS pada tanggal 15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan plafon FPJPS adalah tetap pada tanggal 30 Desember 2008.
3. Permohonan tambahan plafon FPJPS kepada Bank Indonesia pada setiap hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1a (Lampiran-42 dalam kodifikasi ini), disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. laporan arus kas selama 14 hari kalender terakhir sebelum tanggal
permohonan tambahan plafon FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-2a (Lampiran-42 dalam kodifikasi ini) (laporan arus kas ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
b. perhitungan Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal permohonan
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
98
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
tambahan plafon FPJPS dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah tanggal permohonan tambahan plafon sampai dengan berakhirnya jangka waktu FPJPS yang sedang dimintakan tambahan plafon, sebagaimana contoh pada Lampiran-7 (Lampiran-48 dalam kodifikasi ini) (perhitungan Rasio Kebutuhan Kas ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
c. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, sebagaimana butir IV.1.b. (Paragraf 107 ayat (3) angka 1.b dalam kodifikasi ini) (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS);
d. surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo sebagaimana butir IV.1.c (Paragraf 107 ayat (3) angka 1.c dalam kodifikasi ini);
e. surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana butir IV.1.d (Paragraf 107 ayat (3) angka 1.d dalam kodifikasi ini);
f. daftar agunan FPJPS sebagaimana butir IV.1.g (Paragraf 107 ayat (3) angka 1.g dalam kodifikasi ini) sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS);
g. dokumen agunan sebagaimana butir IV.1.h (Paragraf 107 ayat (3) angka 1.h dalam kodifikasi ini), sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS);
h. surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS sebagaimana butir IV.1.k (Paragraf 107 ayat (3) angka 1.k dalam kodifikasi ini) (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS dalam bentuk surat berharga milik pemegang saham BPRS); dan
i. konsep akta addendum perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran-9a (Lampiran-50 dalam kodifikasi ini).
4. Dalam rangka pengajuan tambahan plafon FPJPS, BPRS dapat
menggunakan agunan yang telah diagunkan atas FPJPS sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi persyaratan.
5. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS diikuti dengan perubahan agunan, maka ketentuan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir II.5 (Paragraf 103 dalam kodifikasi ini), butir III.3 (Paragraf 103 ayat (2) dalam kodifikasi ini) dan pengikatan agunan harus dipenuhi BPRS.
6. Tambahan plafon FPJPS akan diakumulasikan dengan jumlah FPJPS yang belum dilunasi BPRS. Tambahan plafon FPJPS yang dapat diberikan paling banyak sebesar kebutuhan dana untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen).
7. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh persyaratan pengajuan tambahan plafon FPJPS yang diajukan BPRS dan analisis kondisi likuiditas BPRS.
8. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS disetujui Bank Indonesia, maka: a. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani:
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
99
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
1) addendum perjanjian pemberian FPJPS; 2) Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia, dalam hal terjadi
perubahan agunan FPJPS; b. Bank Indonesia mencairkan tambahan FPJPS dengan mengkreditkan
rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang telah ditunjuk BPRS.
c. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka pembuatan addendum perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya.
9. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS tidak disetujui Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis penolakan atas pengajuan penambahan plafon FPJPS kepada BPRS.
BAB III Perhitungan Dan Pembayaran Imbalan 113 Pasal 15
11/29/PBI/2009 SE 12/39/DPbS 2010 Romawi III No. 4
(1) Bank Indonesia memperoleh imbalan atas setiap FPJPS yang diterima oleh BPRS.
(2) Besarnya imbalan FPJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi imbalan, nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia dan jumlah hari kalender penggunaan FPJPS. Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: X = P x R x k x t/360 dimana : X : Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia; P : Jumlah pokok FPJPS; R : Realisasi tingkat imbalan sebelum distribusi pada BPRS penerima FPJPS; k : Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia; dan t : Jumlah hari kalender penggunaan FPJPS.
(3) Besarnya nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen).
Bank Indonesia mengenakan imbalan atas FPJPS yang diterima oleh BPRS yang dihitung berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi imbalan, nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia dan jumlah hari penggunaan FPJPS. Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: X = P x R x k x t/360 dimana: X : Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia; P : Jumlah pokok FPJPS; R : Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan periode terakhir pada BPRS
penerima FPJPS. Realisasi tingkat imbalan didasarkan pada laporan keuangan publikasi terakhir yang disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia setiap triwulan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS.
K : Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia, yang ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen); dan
t : Jumlah hari penggunaan FPJPS. Perhitungan jumlah hari penggunaan FPJPS dihitung berdasarkan hari kalender tidak termasuk perpanjangan masa
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
100
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
penyelesaian FPJPS karena jatuh tempo FPJPS tersebut bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu dan/atau hari libur nasional.
Contoh 1: Pada tanggal 1 Januari 2010 BPRS mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 10 (sepuluh) hari atau jatuh tempo pada tanggal 10 Januari 2010. Dengan demikian sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS, laporan keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir yang diterima oleh Bank Indonesia, adalah posisi bulan September 2009 sebagai berikut:
Tabel Distribusi Bagi Hasil
(dalam ribuan Rp) Pendapatan Jenis Penghimpunan Saldo Rata-Rata yang harus dibagi hasil
a. Giro Wadiah 0 0
D. Tabungan Mudharabah 1.000.000 10.000
E. Deposito Mudharabah
- 1 bulan 2.000.000 16.000
- 3 bulan 3.000.000 25.000
- 6 bulan 2.500.000 18.000
- 12 bulan 1.500.000 14.333
TOTAL 10.000.000 83.333
Realisasi tingkat imbalan
sebelum = 83.333 / 10.000.000 x 12 x 100%
didistribusikan (R) = 10%
Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut
P = Rp100.000.000,00 R = 10% k = 90% t = 10
Jumlah imbalan FPJPS: = Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 10/360 = Rp250.000,00 Contoh 2: Pada tanggal 19 Maret 2010 BPRS (yang laporan keuangannya tidak wajib diaudit oleh Akuntan Publik) mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender atau jatuh tempo pada tanggal 17 April 2010 (hari Sabtu). Penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari kerja berikutnya, yaitu pada hari Senin tanggal 19 April 2010.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
101
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Dengan demikian sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS, laporan keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir yang diterima oleh Bank Indonesia adalah posisi bulan Desember 2009 sebagai berikut:
Tabel Distribusi Bagi Hasil
(dalam ribuan Rp)
Pendapatan
Jenis Penghimpunan Saldo Rata-Rata yang harus
dibagi hasil
A. Giro Wadiah 0 0
B. Tabungan Mudharabah 1.000.000 10.000
C. Deposito Mudharabah
- 1 bulan 2.000.000 16.000
- 3 bulan 3.000.000 25.000
- 6 bulan 2.500.000 18.000
- 12 bulan 1.500.000 14.333
TOTAL 10.000.000 83.333
Realisasi tingkat imbalan sebelum = 83.333 / 10.000.000 x 12 x 100% didistribusikan (R) = 10%
Perhitungan jumlah hari penggunaan FPJPS: Jumlah hari penggunaan dihitung dari tanggal 19 Maret 2010 sampai dengan 17 April 2010 atau sebanyak 30 (tiga puluh) hari. Karena tanggal 17 April 2010 adalah hari Sabtu, maka penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari kerja berikutnya, yaitu pada hari Senin tanggal 19 April 2010, dengan jumlah hari penggunaan tetap sebanyak 30 (tiga puluh) hari, dan bukan 32 (tiga puluh dua) hari. Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: P = Rp100.000.000,00 R = 10% k = 90% t = 30 (bukan 32) Jumlah imbalan FPJPS:
=Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 30/360 =Rp750.000,00
BAB IV Pelunasan Dan Eksekusi Agunan 114 Pasal 16
11/29/PBI/2009
(1) Pada saat FPJPS jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPRS di bank umum syariah, unit usaha syariah dan/atau bank umum konvensional sebesar pokok FPJPS ditambah imbalan FPJPS.
Yang dimaksud dengan “jatuh tempo” adalah berakhirnya jangka waktu FPJPS.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
102
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/39/DPbS 2010 Romawi IX
(2) Dalam hal FPJPS jatuh tempo dan saldo rekening BPRS yang bersangkutan di bank umum syariah, unit usaha syariah dan/atau bank umum konvensional tidak mencukupi untuk membayar pokok dan imbalan FPJPS dan/atau BPRS tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS, maka dilakukan eksekusi agunan FPJPS.
BPRS harus menyediakan dana dalam jumlah yang cukup pada rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh tempo FPJPS. Pada tanggal FPJPS jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPRS penerima FPJPS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya dengan mendahulukan pembayaran beban imbalan FPJPS kemudian pelunasan pokok FPJPS. Dalam hal saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pembayaran seluruh beban imbalan dan/atau pokok FPJPS dan BPRS tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS, maka Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan. Dalam hal BPRS melakukan pelunasan FPJPS lebih cepat dari jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian pemberian FPJPS, maka: a. BPRS menyampaikan surat permohonan kepada Bank Indonesia paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pelunasan FPJPS dipercepat, yang ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku;
b. Bank Indonesia mendebet rekening BPRS penerima FPJPS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya sebesar pokok dan beban imbalan FPJPS sampai dengan tanggal pelunasan FPJPS.
Contoh: Pada tanggal 28 Januari 2010 BPRS mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu jatuh tempo pada tanggal 26 Februari 2010. BPRS akan melakukan pelunasan FPJPS lebih cepat yaitu pada tanggal 8 Februari 2010 dan BPRS telah mengajukan surat permohonan pelunasan FPJPS pada tanggal 7 Februari 2010. Laporan keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir yang diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS, adalah posisi bulan September 2009 dan diketahui realisasi tingkat imbalan BPRS sebelum didistribusikan adalah sebesar 10%.
Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: P = Rp100.000.000,00 R = 10% k = 90% t = 12 (28 Januari s.d 8 Februari 2010) Jumlah imbalan FPJPS:
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
103
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/39/DPbS 2010 Romawi X
= Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 12/360 = Rp300.000,00 Jumlah pelunasan FPJPS: = nominal pokok + imbalan FPJPS = Rp100.000.000,00 + Rp300.000,00 = Rp100.300.000,00
(3) Bank Indonesia tetap mengenakan beban imbalan sampai dengan eksekusi
agunan selesai dilaksanakan. (4) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pokok dan imbalan FPJPS yang harus dilunasi oleh BPRS, maka BPRS wajib membayar kekurangannya kepada Bank Indonesia.
(5) Apabila nilai hasil eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih besar dibandingkan dengan jumlah pokok dan imbalan FPJPS yang harus dilunasi oleh BPRS, maka Bank Indonesia mengembalikan kelebihan tersebut kepada BPRS.
(6) Eksekusi agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJPS dalam hal FPJPS jatuh tempo dan saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk membayar beban imbalan dan/atau pokok FPJPS serta BPRS tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS. Dalam hal agunan berupa aset Pembiayaan, eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara sebagai berikut: a. menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga lelang; atau b. memberi kuasa kepada BPRS untuk melaksanakan penjualan hak tagih. Dalam hal agunan berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi), eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi dengan cara sebagai berikut: a. Agunan berupa SBI
Eksekusi agunan dilakukan dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early redemption).
b. Agunan berupa SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) 1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan agunan melalui
pialang berdasarkan harga penawaran yang terbaik; 2) setelmen penjualan agunan sebagaimana dimaksud pada butir
1) dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah penjualan agunan (T+2);
3) dalam hal pialang tidak berhasil melakukan penjualan sampai dengan 5 (lima) hari kerja setelah FPJPS jatuh tempo, maka agunan BPRS yang tidak terjual akan tetap menjadi agunan FPJPS sampai dengan BPRS dapat melunasi nilai pokok FPJPS ditambah beban imbalan FPJPS dan biaya lain yang terkait dengan pemberian FPJPS.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
104
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Eksekusi agunan SBSN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. calon pembeli agunan dapat merupakan bank atau perorangan yang
telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub Registry. b. pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, pialang memberikan laporan
kepada Bank Indonesia c.q. BOpM-DPM yang meliputi nama calon pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang diajukan calon pembeli paling lambat sampai dengan pukul 16.00 WIB melalui BI-SSSS dan/atau faksimili.
c. bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang penawarannya diterima melalui pialang.
d. bank pembeli agunan atau perorangan yang bertindak sebagai pembeli agunan melalui Sub Registry melakukan setelmen pada 1 (satu) hari kerja setelah diumumkan sebagai pembeli agunan oleh Bank Indonesia.
Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJPS. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi beban BPRS penerima FPJPS dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya. Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJPS belum dilunasi, BPRS tetap dikenakan beban imbalan FPJPS yang besarnya dihitung berdasarkan pokok FPJPS yang belum dilunasi dengan tingkat imbalan FPJPS terakhir. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah pokok FPJPS ditambah dengan akumulasi beban imbalan FPJPS dan biaya eksekusi agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah sebesar kelebihan nilai dimaksud. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah pokok FPJPS ditambah dengan akumulasi beban imbalan dan biaya eksekusi agunan FPJPS, Bank Indonesia mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya sebesar kekurangan nilai dimaksud.
Dalam hal saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pendebetan, BPRS wajib menyetor tambahan dana ke rekening tersebut untuk menutup kekurangan nilai dimaksud.
BAB V Pengawasan 115 Pasal 17
11/29/PBI/2009
(1) BPRS wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (action plan) untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah perjanjian pemberian FPJPS atau addendumnya ditandatangani.
(2) BPRS wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia, berupa: a. perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian; sebagaimana contoh pada
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
105
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/39/DPbS 2011 Romawi XI
Lampiran 1 (Lampiran 53 dalam kodifikasi ini); b. kolektibilitas harian aset Pembiayaan yang diagunkan; sebagaimana
contoh pada Lampiran 2 (Lampiran 54 dalam kodifikasi ini); dan c. penggunaan FPJPS harian; sebagaimana contoh pada Lampiran 3 (
Lampiran 55 dalam kodifikasi ini).
Laporan wajib disampaikan pada hari kerja pertama pada minggu berikutnya.
Laporan FPJPS mingguan disampaikan pada hari ke-8, hari ke-15 , hari ke-22, hari ke-29, dan/atau hari ke-31 setelah tanggal pencairan FPJPS, sesuai dengan jangka waktu FPJPS. Laporan terakhir FPJPS disampaikan pada hari ke-31 atau 1 (satu) hari setelah tanggal jatuh tempo FPJPS sesuai dengan jangka waktu FPJPS. Laporan terakhir FPJPS yang disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia berupa laporan Rasio Kebutuhan Kas dan laporan penggunaan FPJPS harian dan
Apabila tanggal laporan jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu atau hari libur nasional, maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.
Contoh 1: BPRS menerima pencairan FPJPS pada hari Jum’at, tanggal 15 Januari 2010 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender. Laporan mingguan yang disampaikan adalah sebagai berikut: a) Laporan FPJPS pertama (hari ke-8) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 22 Januari 2010 untuk periode tanggal 15 s.d 21 Januari 2010. b) Laporan FPJPS kedua (hari ke-15) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal
29 Januari 2010 untuk periode tanggal 22 s.d 28 Januari 2010. c) Laporan FPJPS ketiga (hari ke-22) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal
5 Februari 2010 untuk periode tanggal 29 Januari s.d 4 Februari 2010. d) Laporan FPJPS keempat (hari ke-29) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 12 Februari 2010 untuk periode tanggal 5 s.d 11 Februari 2010. e) Laporan FPJPS kelima (hari ke-31) disampaikan pada hari Senin,
tanggal 15 Februari 2010 untuk periode tanggal 12 s.d 13 Februari 2010 (hari ke-31 jatuh pada hari Minggu, sehingga laporan disampaikan pada hari Senin berikutnya).
Contoh 2: BPRS menerima pencairan FPJPS pada tanggal 15 Januari 2010 dengan jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender. Laporan mingguan yang disampaikan adalah sebagai berikut: a) Laporan FPJPS pertama (hari ke-8) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 22 Januari 2010 untuk periode tanggal 15 s.d 21 Januari 2010. b) Laporan FPJPS kedua (hari ke-15) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal
29 Januari 2010 untuk periode tanggal 22 s.d 28 Januari 2010. c) Laporan FPJPS ketiga (hari ke-16) disampaikan pada hari Senin, tanggal
1 Februari 2010 untuk tanggal 29 Januari 2010 (hari ke-15 jatuh pada hari Sabtu, sehingga laporan disampaikan pada hari Senin berikutnya).
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
106
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
SE 12/39/DPbS 2011 Romawi XII
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPRS atas kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPRS serta penggunaan FPJPS, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJPS yang disampaikan oleh BPRS.
2. Bank Indonesia dapat meminta BPRS untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPRS atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan pendanaan jangka pendek BPRS.
116 Pasal 18 11/29/PBI/2009
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan khusus penggunaan FPJPS terhadap BPRS penerima FPJPS. Pemeriksaan terhadap BPRS yang menerima FPJPS dapat dilakukan selama jangka waktu FPJPS atau setelah jatuh tempo FPJPS.
BAB VI Biaya Pemberian FPJPS 117 Pasal 19
11/29/PBI/2009 Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJPS menjadi beban BPRS. Yang dimaksud dengan “biaya” antara lain biaya nota ris untuk pengikatan perjanjian FPJPS, pengikatan jaminan gadai atau fidusia, biaya eksekusi agunan serta biaya lainnya yang mungkin timbul dalam rangka pemberian FPJPS.
BAB VII Sanksi 118 Pasal 20
11/29/PBI/2009 Dalam hal BPRS tidak melunasi FPJPS, melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 (Paragraf 116 dalam kodifikasi ini) diketahui adanya penyimpangan penggunaan FPJPS, maka BPRS dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah antara lain berupa teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian pengurus BPRS.
119 Pasal 21 11/29/PBI/2009
Apabila anggota dewan komisaris, direksi, pemegang saham pengendali dan/atau pegawai BPRS tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan BPRS terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau dengan sengaja memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini secara tidak benar, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Fasilitas Pembiayaan Darurat BAB I Ketentuan Umum
120
Pasal 1 10/31/PBI/2008
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Bank Bermasalah adalah Bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
107
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
bentuk kesulitan likuiditas dan/atau kesulitan solvabilitas yang membahayakan kelangsungan usahanya.
3. Bank Gagal adalah Bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Bank Indonesia.
4. Rekening Giro Rupiah adalah Rekening Giro dalam mata uang rupiah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern
5. Kesulitan Likuiditas adalah kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya saldo giro negatif.
6. Permasalahan Solvabilitas adalah kesulitan permodalan yang dialami Bank sehingga tidak memenuhi Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Krisis adalah suatu kondisi sistem keuangan yang sudah gagal secara efektif menjalankan fungsi dan perannya dalam perekonomian nasional.
8. Dampak Sistemik adalah potensi penyebaran masalah (contagion effect) dari satu Bank Bermasalah ke bank lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga mengakibatkan kesulitan likuiditas Bank-Bank lain dan berpotensi menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dan mengancam stabilitas sistem keuangan.
9. Fasilitas Pembiayaan Darurat, yang selanjutnya disebut FPD, adalah fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia yang diputuskan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang dijamin oleh Pemerintah kepada Bank yang mengalami kesulitan likuiditas yang Memiliki Dampak Sistemik dan berpotensi Krisis namun masih memenuhi tingkat solvabilitas.
10. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) adalah komite yang terdiri dari Menteri Keuangan sebagai Ketua merangkap Anggota dan Gubernur Bank Indonesia sebagai Anggota yang berfungsi sebagai sarana pengambilan keputusan pemberian FPD.
11. Surat Berharga Negara, yang selanjutnya disebut SBN, adalah surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara dan surat berharga syariah negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara.
12. Pasar Uang Antar Bank yang untuk selanjutnya disingkat PUAB adalah kegiatan pinjam-meminjam dana antara satu Bank dengan Bank lainnya.
13. Pencegahan Krisis adalah tindakan untuk mencegah terjadinya Krisis. 14. Penanganan Krisis adalah tindakan untuk mengatasi dan menyelesaikan Krisis
agar sistem keuangan kembali berfungsi secara normal.
BAB II Tujuan Dan Ruang Lingkup
121 Pasal 2 10/31/PBI/2008
FPD diberikan untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Bank yang memiliki Dampak Sistemik baik dalam rangka Pencegahan Krisis maupun Penanganan Krisis;
BAB III Sumber Pendanaan FPD 122 Pasal 3
10/31/PBI/2008
(1) Sumber pendanaan FPD dalam rangka Pencegahan Krisis berasal dari Bank Indonesia yang dijamin oleh Pemerintah.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
108
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Terkait dengan fungsi Bank Indonesia sebagai Lender of The Last Resort maka pendanaan FPD terkait dengan kebijakan moneter Bank Indonesia. Namun demikian apabila bank dinyatakan sebagai Bank Gagal, maka Pemerintah mengganti dana yang sudah dikeluarkan Bank Indonesia melalui penerbitan SBN atau tunai.
(2) Sumber pendanaan FPD dalam rangka Penanganan Krisis berasal dari
Pemerintah. Untuk pendanaan dalam rangka penanganan Krisis bersumber dari APBN.
BAB IV Pemberian FPD Bagian Kesatu Persyaratan Pengajuan FPD
123 Pasal 4 10/31/PBI/2009
(1) Bank wajib melaksanakan kegiatan usahanya dengan berpedoman pada prinsip kehati-hatian yang berlaku, termasuk dalam menjaga kecukupan likuiditasnya.
(2) Dalam hal mengalami Kesulitan Likuiditas, Bank wajib mencari sumber dana lain untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas dimaksud. Yang dimaksud dengan sumber dana lain antara lain Pinjaman Antar Bank, Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI), Repo SBI dan/atau SBN, dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
124 Pasal 5 10/31/PBI/2008
(1) Dalam hal Bank tidak dapat memperoleh dana untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) (Paragraf 123 ayat (2) dalam kodifikasi ini), Bank dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh FPD dari Bank Indonesia dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Persyaratan pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Bank mengalami Kesulitan Likuiditas yang memiliki Dampak Sistemik;
Dampak sistemik dapat dinilai dari beberapa aspek pokok antara lain ancaman penurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, penyebaran masalah (contagion) dan kerugian ekonomis (degree of loss) yang ditimbulkan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan dampak sistemik adalah: a. Faktor internal yakni kesulitan likuiditas yang dihadapi satu atau
lebih bank yang berdampak sistemik; dan/atau b. Faktor eksternal antara lain namun tidak terbatas pada gangguan
pada sistem pembayaran, krisis keuangan global, krisis mata uang (currency crisis), gangguan operasional akibat kegagalan teknologi dan sistem informasi, dan/atau bencana alam yang mengganggu stabilitas sistem keuangan.
b. Bank memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM)
positif; dan Yang dimaksud dengan rasio KPMM adalah rasio KPMM posisi terakhir pada saat permohonan FPD diajukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
109
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
c. Bank memiliki aset yang dapat dijadikan agunan. Pemberian FPD tidak harus didasarkan pada nilai taksasi agunan yang diajukan oleh bank, mengingat FPD diberikan untuk mengatasi dampak sistemik sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai normal lending. Namun demikian Bank wajib memberikan agunan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
125 Pasal 6 10/31/PBI/2008
FPD hanya diberikan kepada Bank yang berbadan hukum Indonesia.
Bagian Kedua Permohonan Pengajuan FPD 126 Pasal 7
10/31/PBI/2008
(1) Permohonan FPD ditujukan kepada Gubernur Bank Indonesia dengan alamat Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta Pusat dengan tembusan kepada Menteri Keuangan RI dengan alamat Jalan Lapangan Banteng No. 2-4 Jakarta Pusat dan: a. Direktorat Pengelolaan Moneter dengan alamat Jalan M.H. Thamrin
No. 2 Jakarta Pusat; b. Direktorat Pengawasan Bank dengan alamat Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta Pusat untuk Bank yang berkantor pusat di Jakarta; c. Direktorat Perbankan Syariah dengan alamat Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta Pusat untuk Bank Umum Syariah yang berkantor pusat di Jakarta; atau
d. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank umum konvensional dan Bank Umum Syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
(2) Bank penerima FPD wajib menyampaikan action plan, realisasi action plan dan laporan likuiditas harian sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d.
127 Pasal 8 10/31/PBI/2008
Permohonan FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf 124 ayat (1) dalam kodifikasi ini) harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, yaitu:
a. Surat Pernyataan dari Pengurus Bank bahwa Bank telah mencari sumber dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) (Paragraf 123 ayat (2) dalam kodifikasi ini) sebelum mengajukan FPD;
Surat pernyataan dimaksud ditandatangani oleh Pengurus Bank yang bertindak untuk dan atas nama Bank yang dibubuhi meterai sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan FPD;
Dokumen yang diperlukan untuk mendukung jumlah kebutuhan FPD antara lain perkiraan kebutuhan pagu FPD, proyeksi arus dana (cash flow), laporan keuangan terakhir berupa neraca dan laboran laba rugi, laporan maturity profile 1 (satu) bulan terakhir.
c. Daftar aset yang akan dijadikan agunan beserta nilai taksiran sementara dan dokumen asli bukti kepemilikan, yang akan diikuti dengan pemasangan Hak Tanggungan, gadai, atau jaminan fidusia;
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
110
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Daftar aset Bank Pemohon FPD yang akan dijadikan agunan FPD disertai dengan harga taksiran sementara.Harga taksiran sementara tersebut antara lain dapat diperoleh dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)untuk aset berupa tanah, nilai pasar terkini untuk aset berupa surat berharga.
d. Surat Pernyataan Kesanggupan Pemegang Saham Pengendali dan atau Pengurus Bank untuk menyerahkan tambahan aset yang akan diagunkan kepada Pemerintah dalam hal Bank tidak dapat melunasi FPD yang dibuat dihadapan notaris;
e. Surat Pernyataan Kesanggupan dari Pemegang Saham Pengendali untuk menyerahkan kewenangan RUPS;
f. Surat Pernyataan Kesanggupan Pemegang Saham Pengendali dan Pengurus Bank untuk membayar kembali FPD yang dibuat di hadapan notaris;
g. Surat Kesanggupan untuk menerbitkan Personal Guarantee dan/atau Corporate Guarantee dari Pemegang Saham Pengendali yang dibuat di hadapan notaris, dan dilampiri daftar aset; dan
h. Surat Pernyataan kesediaan Pemegang Saham Pengendali dan Pengurus Bank Bermasalah untuk melakukan tindakan yang diperintahkan oleh BI yang dibuat di hadapan notaris.
Bagian Ketiga Mekanisme Pengambilan Keputusan 128
Pasal 9 10/31/PBI/2008
(1) Dalam hal Bank Indonesia mengindikasikan bahwa Bank yang mengajukan permohonan FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Paragraf 124 ayat (1) dalam kodifikasi ini) memiliki Dampak Sistemik, Gubernur Bank Indonesia segera meminta kepada Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan rapat KSSK guna membahas permasalahan Bank dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian.
(2) Indikasi mengenai adanya Bank yang memiliki Dampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan antara lain pada analisis kondisi keuangan Bank dan dampaknya terhadap sistem perbankan.
129 Pasal 10 10/31/PBI/2008
(1) Rapat KSSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 128 dalam kodifikasi ini), memutuskan kondisi Bank tersebut memiliki Dampak Sistemik atau tidak memiliki Dampak Sistemik.
(2) Dalam hal Bank diputuskan Memiliki Dampak Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KSSK memutuskan : a. pemberian FPD; b. penetapan pagu FPD; c. jangka waktu; d. suku bunga atau imbalan; dan e. kriteria umum agunan FPD.
(3) Pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat diberikan kepada Bank yang mengajukan permohonan FPD dan memenuhi kriteria solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b (Paragraf 124 ayat (2) huruf b dalam kodifikasi ini).
(4) Dalam hal rapat KSSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 128 dalam kodifikasi ini) memutuskan Bank memiliki Dampak Sistemik namun tidak mengajukan permohonan FPD, atau mengajukan permohonan FPD namun diputuskan bahwa Bank tidak Memiliki Dampak Sistemik, Bank Indonesia menetapkan Bank dimaksud sebagai Bank Gagal.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
111
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
(5) Tindak lanjut penanganan terhadap Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
130 Pasal 11 10/31/PBI/2008
(1) Penetapan pagu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b (Paragraf 129 ayat (2) huruf b dalam kodifikasi ini) dengan mempertimbangkan perkiraan kebutuhan likuiditas yang diajukan oleh Bank.
Bank Indonesia memberikan masukan kepada KSSK setelah melakukan analisis terhadap kebutuhan likuiditas Bank berdasarkan data-data yang disampaikan oleh Bank dan data yang dimiliki oleh Bank Indonesia.
(2) Jangka waktu FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c (Paragraf 129 ayat (2) huruf c dalam kodifikasi ini) paling lama adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender.
BAB V Kriteria Umum Agunan FPD 131 Pasal 12
10/31/PBI/2008
(1) Bank yang mengajukan permohonan FPD wajib menyerahkan agunan pokok dan agunan tambahan.
(2) Agunan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa aset Bank yang tersedia dengan prioritas dari aset yang paling likuid dan berkualitas.
Yang dimaksud dengan agunan pokok adalah aset Bank yang tersedia dengan prioritas dari aset yang paling likuid dan berkualitas paling kurang namun tidak terbatas yaitu : a. Surat berharga yaitu surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia atau Bank Indonesia yang meliputi SBN, SBI dan SBI Syariah;
b. Surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lainnya dengan prioritas yang berkualitas baik dan aktif diperdagangkan. Surat berharga yang diagunkan tidak boleh berasal dari surat berharga yang diterbitkan oleh pihak terkait dengan Bank atau pihak-pihak yang mengendalikan dari Bank yang mengajukan permohonan FPD;
c. Aset Kredit dan Aktiva produktif lainnya yang berkolektibilitas Lancar; d. Aktiva tetap Bank; dan/atau e. Seluruh tagihan bank kepada pihak ketiga lainnya.
(3) Agunan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa aset pemegang saham pengendali.
Pengikatan aset Pemegang Saham Pengendali menjadi agunan FPD dilakukan dengan penerbitan Personal Guarantee dan/atau Corporate Guarantee yang dibuat di hadapan notaris disertai dengan lampiran daftar aset.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
112
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
(4) Bank menyampaikan nilai taksasi agunan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang penilaiannya terakhir kali dilakukan oleh penilai independen.
132 Pasal 13 10/31/PBI/2008
(1) Aset yang dijadikan agunan oleh Bank Penerima FPD harus bebas dari sitaan, tidak sedang digadaikan, atau dipertanggungkan secara apapun juga kepada pihak lain, serta tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa.
Penyerahan aset yang akan dijadikan agunan FPD harus disertai dengan keterangan dari Bank Bermasalah atau Pemegang Saham Pengendali mengenai kondisi dan status dari setiap aset yang akan diagunkan tersebut.
(2) Aset yang dijadikan agunan oleh Bank penerima FPD tidak dapat dialihkan,
diperjualbelikan atau dijaminkan kembali oleh Bank penerima FPD. (3) Bank penerima FPD wajib mengganti agunan FPD apabila tidak memenuhi
kondisi-kondisi sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2).
133 Pasal 14 10/31/PBI/2008
(1) Agunan dinilai oleh Penilai Independen yang ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan daftar nominasi penilai independen yang disampaikan Bank penerima FPD.
Yang dimaksud dengan Penilai Independen adalah perusahaan penilai yang: a. tidak mempunyai keterkaitan dalam kepemilikan, kepengurusan dan
keuangan dengan Bank Bermasalah; b. melakukan kegiatan penilaian berdasarkan Kode Etik Penilai Indonesia
dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh Dewan Penilai Indonesia; dan
c. memiliki izin usaha dari instansi berwenang untuk beroperasi sebagai perusahaan penilai.
(2) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka penilaian agunan menjadi beban
Bank penerima FPD.
134 Pasal 15 10/31/PBI/2008
(1) Pengikatan agunan dilaksanakan oleh Bank Indonesia setelah dokumen agunan lengkap.
Pengikatan agunan dilakukan dengan pemasangan Hak Tanggungan, gadai, atau jaminan fidusia sesuai dengan jenis agunannya. Penelitian atas kelengkapan dokumen aset yang akan menjadi agunan dapat dilakukan oleh pihak ketiga atas biaya bank.
(2) Pengikatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu
pada nilai yang ditetapkan oleh penilai independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) (Paragraf 130 ayat (1) dalam kodifikasi ini).
(3) Penatausahaan bukti kepemilikan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia.
(4) Bank dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank wajib memelihara fisik agunan yang diserahkan dalam rangka FPD.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
113
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Bank dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank Penerima FPD memelihara agunan yang secara fisik tidak diserahkan kepada Bank Indonesia, seperti tanah, bangunan dan inventaris kantor.
BAB VI Perjanjian FPD Dan Realisasi Pemberian FPD Bagian Kesatu Pencegahan Krisis
135 Pasal 16 10/31/PBI/2008
Perjanjian pemberian FPD dilakukan secara notariil dan ditandatangani oleh pengurus Bank penerima FPD dengan Bank Indonesia.
136 Pasal 17 10/31/PBI/2008
(1) Pemberian FPD dilakukan setelah ditandatanganinya perjanjian FPD. (2) Realisasi pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mendebet rekening khusus FPD di Bank Indonesia dan mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank penerima FPD di Bank Indonesia.
(3) Realisasi pemberian FPD dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi kebutuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang berlaku.
137
Pasal 18 10/31/PBI/2008
(1) FPD yang telah digunakan oleh Bank penerima FPD dikenakan bunga atau imbalan sesuai suku bunga atau imbalan yang besarnya ditetapkan oleh KSSK.
(2) Suku bunga atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nilainya sebesar BI Rate ditambah dengan marjin tertentu.
(3) Bank Indonesia melakukan perhitungan bunga atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan saldo akhir hari FPD.
(4) Pembebanan bunga atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada saat FPD jatuh tempo yang dibebankan ke Rekening Giro Rupiah Bank penerima FPD di Bank Indonesia.
138 Pasal 19 10/31/PBI/2008
(1) Bank Indonesia memperoleh jaminan secara tertulis dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah atas FPD yang diberikan kepada Bank.
(2) Jaminan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penggantian dana FPD yang belum dilunasi oleh Bank kepada Bank Indonesia dalam hal: a. Bank tidak melunasi FPD dalam jangka waktu yang ditetapkan KSSK; atau
Penggantian dana FPD oleh pemerintah terdiri dari pokok dan bunga FPD serta seluruh biaya yang timbul terkait FPD.
b. Bank dinyatakan sebagai Bank Gagal sebelum berakhirnya jangka waktu FPD.
Penyerahan piutang dan agunan dari Bank Indonesia dilakukan segera setelah Bank dinyatakan Bank Gagal dan disertai dengan penerbitan SBN atau pendebetan rekening Pemerintah apabila dilakukan secara tunai.
(3) Dalam hal Bank penerima FPD tidak melunasi FPD dan/atau dinyatakan sebagai Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka: a. Pemerintah mengganti dana FPD yang belum dilunasi oleh Bank penerima
FPD kepada Bank Indonesia baik dalam bentuk tunai dan atau penerbitan SBN;
b. Bank Indonesia menyerahkan piutang FPD dan agunannya kepada Menteri Keuangan melalui Perjanjian Pengalihan Hak Atas Piutang beserta seluruh
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
114
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
dokumen yang telah dicek kelengkapannya oleh Bank Indonesia; c. Dengan adanya pengalihan piutang sebagaimana dimaksud huruf b, maka
utang Bank Penerima FPD beralih dari utang kepada Bank Indonesia menjadi utang kepada Pemerintah.
Bagian Kedua Penanganan Krisis 139 Pasal 20
10/31/PBI/2008
(1) Pemberian FPD dalam kondisi Krisis kepada Bank yang mengalami Kesulitan Likuiditas dilakukan oleh Bank Indonesia yang pembiayaannya dari Pemerintah.
Pemberian FPD dalam rangka penanganan Krisis merupakan utang Bank kepada Pemerintah.
(2) Pemberian FPD dalam kondisi Krisis dituangkan dalam perjanjian antara Bank
dan Bank Indonesia yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah, yang dilengkapi dengan: a. daftar aset Bank dengan nilai transaksi sementara yang menjadi agunan
FPD; dan
Pengikatan aset Bank dilakukan oleh Bank Indonesia yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah setelah dokumen agunan lengkap.
b. rencana kerja Bank dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Rencana kerja Bank harus disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah pemberian FPD.
(3) Perjanjian pemberian FPD dilakukan secara notariil dan ditandatangani oleh
pengurus Bank penerima FPD dengan Bank Indonesia yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah.
(4) Pencairan FPD dalam rangka penanganan Krisis dilakukan setelah Pemerintah melakukan penerbitan SBN dan/atau dengan mendebet rekening Pemerintah di Bank Indonesia.
BAB VII Biaya-Biaya Pemberian FPD 140 Pasal 21
10/31/PBI/2008
Biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan: a. penilaian atas agunan yang dilakukan oleh Perusahaan Penilai Independen; b. biaya pembuatan Perjanjian FPD berikut Pengikatan Agunan yang dilakukan
oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT); dan c. biaya-biaya lain yang terkait dengan pemberian FPD; menjadi beban Bank penerima FPD.
BAB VIII Pelunasan FPD 141 Pasal 22
10/31/PBI/2008
(1) Bank dapat melakukan pelunasan dan atau pengurangan baki debet FPD selama jangka waktu pemberian FPD.
(2) Pelunasan dan atau pengurangan baki debet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank penerima FPD di Bank Indonesia apabila saldo Rekening Giro Rupiah Bank penerima FPD di Bank Indonesia telah melebihi ketentuan GWM.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
115
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
142 Pasal 23 10/31/PBI/2008
(1) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank penerima FPD yang bersangkutan dan mengkredit rekening khusus FPD Bank Indonesia pada saat FPD jatuh tempo sebagai pelunasan FPD.
(2) Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank penerima FPD yang bersangkutan di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk pelunasan FPD pada saat FPD jatuh tempo, Gubernur Bank Indonesia meminta rapat KSSK membahas permasalahan Bank antara lain mengenai kondisi dan prospek keuangan Bank, serta memutuskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya.
(3) Langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk memutuskan : a. FPD tersebut dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling
lama 90 (sembilan puluh) hari kalender, apabila rasio KPMM Bank masih positif; atau
b. FPD tidak diperpanjang apabila rasio KPMM bank negatif. (4) Perpanjangan dan perubahan perjanjian FPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh Bank Penerima FPD.
143 Pasal 24 10/31/PBI/2008
(1) Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf b (Paragraf 142 ayat (3) huruf b dalam kodifikasi ini), atau Bank Penerima FPD tidak mampu melunasi FPD pada saat jatuh tempo setelah adanya perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a (Paragraf 142 ayat (3) huruf a dalam kodifikasi ini) maka Bank Indonesia menyatakan sebagai Bank Gagal.
(2) Gubernur Bank Indonesia meminta Rapat KSSK untuk memutuskan langkah-langkah penanganan Bank Gagal sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
144 Pasal 25 10/31/PBI/2008
(1) Dalam hal Bank penerima FPD tidak mampu membayar FPD (default) dan FPD dialihkan kepada Pemerintah, maka Pemerintah selaku kreditur dapat melakukan eksekusi atas agunan.
(2) Apabila hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nilai FPD dan kewajiban bunga yang harus dilunasi oleh Bank Penerima FPD, maka kekurangan pelunasan FPD merupakan utang Bank dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank kepada Pemerintah.
BAB IX Pengawasan 145 Pasal 26
10/31/PBI/2008
Dengan diberikannya FPD kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 20 (Paragraf 136 dan Paragraf 139 dalam kodifikasi ini), Bank Indonesia berwenang: a. mengambil alih hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
untuk mengganti sebagian atau seluruh direksi dan komisaris Bank;
Pengambilalihan hak dan wewenang RUPS bersifat sementara sampai dengan FPD dilunasi.
b. menempatkan pihak yang mewakili Bank Indonesia sebagai direksi dan/atau
komisaris Bank sampai dengan FPD dilunasi.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
116
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
Penempatan pihak yang mewakili Bank Indonesia dapat berasal dari Bank Indonesia dan atau pihak lainnya yang ditunjuk oleh Bank Indonesia yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang keuangan, ekonomi, hukum, dan industri.
c. melaksanakan kewenangan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
146 Pasal 27 10/31/PBI/2008
(1) Bank penerima FPD ditempatkan dalam status Bank Dalam Pengawasan Khusus.
Bank Indonesia melakukan Cease and Desist Order (CDO) kepada Bank, termasuk melakukan pemeriksaan dan/atau menempatkan tenaga pengawas terhadap Bank penerima FPD, dalam rangka pengawasan terhadap operasional bank secara umum.
(2) Status Bank Dalam Pengawasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berakhir apabila Bank penerima FPD telah menyelesaikan kewajiban pelunasan FPD dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang berlaku.
Yang dimaksud dengan Peraturan Bank Indonesia yang berlaku, antara lain Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank.
147 Pasal 28 10/31/PBI/2008
(1) Bank Penerima FPD wajib menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah realisasi FPD untuk menyelesaikan masalah likuiditas serta menyusun rencana pengembalian FPD yang diterima.
Action plan paling kurang memuat langkah-langkah Bank penerima FPD untuk menyelesaikan permasalahan likuiditas dan rencana pengembalian FPD.
(2) Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara mingguan kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Menteri Keuangan.
(3) Bank penerima FPD wajib melaporkan kondisi likuiditasnya kepada Bank Indonesia secara harian.
(4) Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) apabila Bank belum menyampaikan laporan sampai dengan batas waktu penyampaian laporan.
(5) Bank dianggap tidak menyampaikan laporan apabila Bank tidak menyampaikan laporan sampai dengan periode laporan berikutnya.
148 Pasal 29 10/31/PBI/2008
(1) Bank penerima FPD dilarang mencairkan rekening simpanan pihak terkait kecuali ditetapkan lain oleh KSSK.
(2) Bank penerima FPD dilarang membagikan dividen dalam bentuk apapun selama kewajiban Bank atas FPD belum lunas.
(3) Pemegang Saham Pengendali Bank Penerima FPD dilarang mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada pihak lain tanpa seijin Bank Indonesia.
Likuiditas Rupiah Fasilitas Likuiditas
117
Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan
BAB X Laporan Kepada DPR 149 Pasal 30
10/31/PBI/2008
Gubernur Bank Indonesia bersama-sama Menteri Keuangan menyampaikan dan menjelaskan keputusan KSSK kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak Keputusan pemberian FPD.
BAB XI Sanksi 150 Pasal 31
10/31/PBI/2008
Dalam hal Bank tidak melunasi FPD dan/atau melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan Bank Indonesia diketahui adanya penyimpangan penggunaan FPD, maka Bank dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu, dan/atau pemberhentian pengurus Bank.
151 Pasal 32 10/31/PBI/2008
Apabila Pengurus Bank, Pemegang Saham Pengendali dan pejabat eksekutif Bank dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, dan/atau memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini secara tidak benar, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dikenakan juga sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.