Virus Handout
description
Transcript of Virus Handout
INFEKSI VIRUS PADA KULIT DAN MUKOSA
Tantari SHW
Lab. I. Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UB
PENDAHULUAN
Bentuk virus dibagi dalam bermacam-macam golongan, dari bahan yang
menginfeksi mempunyai komposisi yang khusus dan unik dalam cara replikasinya.
Virus tertentu mengkode sejumlah kecil ensim, walaupun virus bukan suatu
organisme seluler karena virus tidak sama dengan fungsi ribosom atau organ sel
yang lain. Virus mengalami multiplikasi hanya dalam selnya sendiri dengan
menggunakan apparatus seluler sintetik untuk menghasilkan komponennya
sendiri. Oleh karena ketergantungan terhadap sel untuk replikasinya maka virus
biasa disebut sebagai obligate intracellular parasites.
KLASIFIKASI
Semua organisme dari bakteri sampai manusia rentan terhadap infeksi
virus, tetapi tidak ada virus tunggal yang mampu menginfeksi semua jenis sel.
Golongan virus yang sering menimbulkan kelainan kulit ialah;
1. Golongan virus Herpes, yang menyebabkan Herpes simpleks, Herpes zoster
dan Varisela.
2. Golongan virus Pox , yang menyebabkan Variola dan Moluskum kontagiosum.
3. Golongan virus Papova, yang menyebabkan Kondilomata akuminata dan
veruka vulgaris.
4. Golongan Paramyxovirus.
5. Golongan Retrovirus.
PATOGENESIS
Infeksi virus ke dalam kulit dapat melalui berbagai cara yaitu inokulasi
langsung, infeksi sistemik atau penyebaran lokal dari fokus internal.
Lesi kulit mungkin disebabkan oleh akibat langsung dari proses replikasi
virus di dalam sel dengan mensintesis beberapa struktur komponen secara
terpisah dan membentuknya menjadi multiple virion, ke dalam sel yang multiplikasi
pembelahan atau interaksi dari keduanya. Virus menggunakan organ dari sel host
untuk mensintesis dan menyusun virion baru, karena bahan ini tidak mengandung
aparatus untuk replikasi sendiri. Masih sedikit yang diketahui tentang peran
respon imun pada patogenesis terjadinya lesi kulit .
Reaksi kulit terhadap invasi virus dapat berupa disorganisasi dan lisis,
dengan akibat timbulnya vesiko-papula atau reaksi proliferasi berupa tumor.
Virus-virus golongan Papova, Pox, Herpes dan semua yang menginfeksi
kulit melalui inokulasi langsung, bereplikasi di epidermis. Efek sitopatik dari virus
berperan terhadap gambaran lesi awal. Peran respon imun pada proses evolusi
dari lesi masih belum diketahui. Masa inkubasi dari golongan Papova lebih lama,
hal ini diperkirakan karena virus membelah secara lambat atau proses
penyebaran virus dari sel ke sel lain terbatas.
Pada Varisela, kerusakan kulit akibat proses infeksi sitosidal adalah
penyebab utama dari lesi kulit.
Herpes zoster dan Herpes simpleks yang rekuren menunjukkan penyebaran lokal
dari virus pada kulit yang dimulai oleh reaktivasi dari infeksi virus laten yang
terdapat pada syaraf perifer. Infeksi sitosidal memainkan peran penting pada
proses terjadinya lesi kulit, meskipun lesi-lesi tersebut mengandung virus dalam
jumlah yang lebih sedikit dibandingkan pada infeksi primer.
Derajat beratnya gejala yang diinduksi virus tertentu sangat beragam dan
tergantung pada tiap individu, dan dipastikan bahwa faktor host lebih berperan
untuk munculnya gejala yang spesifik. Sehingga diduga bahwa respon imunologis
dan nonimunologis dianggap sebagai hal yang penting. Sebaliknya infeksi dari
virus juga mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada system imunitas,
khususnya pada virus yang menginfeksi sel-sel limfoid seperti virus HIV dan virus
Epstein-Barr.
Respon antibodi terhadap infeksi virus menunjukkan pertahanan tubuh host
terhadap infeksi ulang dari virus yang sama, hal ini yang menjadi dasar bagi
pemberian antibodi tipe spesifik sebagai profilaksis untuk mencegah atau
mempengaruhi infeksi primer tertentu.
HERPES SIMPLEKS
Herpes simpleks adalah penyakit infeksi oleh Virus Herpes Simpleks
umumnya mengenai daerah muko kutan, kebanyakan setempat (lokal), setelah
infeksi primer dapat berkembang menjadi laten, dengan rekurensi. Hanya pada
keadaan tertentu infeksi dapat menjadi sistemik, misalnya pada neonatus atau
penderita dengan defisiensi imun.
PENYEBAB
Termasuk golongan virus Herpes hominis, yaitu terdiri dari HSV 1 dan 2,
varicella – zoster virus ( VZV), Epstein- Barr Virus (EBV), Citomegalovirus (CMV),
Human herpes virus tipe 6 (HHV 6),dan yang terbaru HHV 7.
Klinis HSV 1 merupakan sebagian besar penyebab Herpes simpleks pada rongga
mulut, mata dan bibir, sedangkan HSV 2 pada genital ( dibicarakan pada IMS).
EPIDEMIOLOGI
Infeksi primer untuk Herpes simpleks pada bibir , mukosa mulut , dan pada
mata, terjadi pada tahun pertama setelah kalahiran, dan kebanyakan tidak
menimbulkan gejala (asimtomatik).
Penularan melalui kontak langsung dengan keluarga, tetangga terutama
pada rumah atau daerah padat penduduk. Faktor higiene dan sosioekonomi
memegang peranan penting.
Jumlah penderita sesungguhnya sukar ditentukan oleh karena infeksi HSV :
- seringkali asimtomatik
- sifat laten. Ab akan positif sepanjang tahun
- adanya reaksi imun silang antara HSV 1 dan 2
Pada orang dewasa prevalensi seropositif antibodi HSV 1 berkisar antara 50-
100 %, sedangkan untuk HSV 2 lebih rendah.
PATOGENESIS
Port d”entre adalah selaput lendir atau kulit. Cara penularan melaluii
dropplet infection atau kontak langsung. Ada beberapa kemungkinan terjadii
setelah HSV masuk ke dalam sel epitel, yaitu :
- Infeksi produktif, di mana HSV mengadakan replikasi dalam sel epitel,
sel menggelembung, kemudian mati, diikuti dengan gejala klinis (infeksii
primer).
- HSV masuk kedalam sel syaraf sensoris, kemudian kedalam ganglion
syaraf, bersifat laten dan tidak menimbulkan gejala klinis .
- Aktivasi virus oleh faktor pencetus, menyebabkan replikasi virus, turun
ke sel epitel, dan menimbulkan gejala ( infeksi rekuren).
- Infeksi diseminasi pada penderita imunokompromis.
Faktor pencetus yang menimbulkan reaktivasi virus:
1. Faktor pejamu
- suhu dingin
- panas sinar matahari
- penyakit infeksi
- kelelahan
- stres
- menstruasi
2. Keadaan tertentu yang menimbulkan kemunduran daya tahan tubuh,
seperti :
- penyakit Diabetus melitus berat
- penyakit tumor
- H I V
- Obat imunosupresif, kortikosteroid
- Radiasi
3. Faktor virus.
HSV 2 dikatakan lebih sering menimbulkan relaps dibanding dengan HSV 1.
Akan tetapi penelitian terakir menunjukkan bahwa lokalisasi memegang
peranan penting. Pada daerah genetalia HSV 2 lebih sering menimbulkan
relaps dibanding HSV 1, sedangkan didaerah oro-labial ternyata HSV 1 lebih
sering kambuh.
GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis infeksi primer biasanya lebih berat dan berlangsung lebih
lama dibanding infeksi rekuren. Ditandai dengan lesi vesikula bergerombol dasar
eritematus atau vesikoulseratif bergerombol dasar eritematus.
Variasi klinis berupa:
HERPES GINGIVOSTOMATITIS :
- Penyebab HSV 1
- Pada usia muda (1-3 tahun)
- Lesi vesikuloulseratif bergerombol dengan dasar eritem yang luas pada
mukosa bukalis, gingiva, farinks, lidah
- Disertai gejala umum, nyeri, demam, malaise
- Sembuh dalam 2-3 minggu
Diagnosis banding harus dibedakan dengan kelainan lain dimulut. Sebagai
patokan bila ada lesi vesikel pada mukosa mulut, gingiva, hanya disebabkan oleh
Herpes simpleks.
HERPES LABIALIS:
- umumnya sebagai infeksi rekuren dari Herpes gingivostomatitis
- lesi vesikel pada daerah mukokutan merupakan tanda khas.
- Sebagian besar didahului dengan gejala prodromal, panas,nyeri, gatal
pada daerah lesi.
- Lesi biasanya unilokuler, tapi dapat juga menjalar sampai hidung.
- Sembuh dalam 6-10 hari.
HERPES SIMPLEKS PADA MATA.
Infeksi primer kebanyakan terjadi pada usia dewasa. Ciri ciri adalah:
- lesi umumnya keratokonjunktivitis, dapat unilateral atau bilateral.
- Disertai vesikula pada palpebra dan sekitarnya.
- Fase rekuren biasanya berupa keratitis.
- Bentuk yang progresif dapat menimbulkan kebutaan.
Perbedaan infeksi primer dan infeksi rekuren
Infeksi primer Infeksi rekuren
Sakit sangat ringan/ (-)
Jumlah lesi multiple beberapa
Lokalisasi multiple single
Gejala umum sering jarang
Lamanya lesi 7-28 hari 2-10 hari
Lamanya sakit 5-20 hari 1-7 hari
Lamanya pelepasan virus 5-25 hari 1-10 hari
Kadar virus tinggi rendah
Radikulomyelopati < 50 % ( -)
Meningitis 10 % (-)
HERPES SIMPLEKS PADA NEONATUS
Penularan terjadi intra uteri, durante partum, post partum.
Tanda-tandanya:
Transmisi melalui plasenta:
- angka mortalitas sangat tinggi (60-70%)
- gejala yang paling berat pada penularan transplasenta.
- Gejala trias yang sering dijumpai; vesikula pada kulit atau mukosa,
infeksi mata yaitu koroidoretinitis dan keratokonjunktivitis, serta mikrosefali
atau hidrosefali.
Transmisi melalui jalan lahir:
- Infeksi lokal berupa gerombolan vesikula pada kulit, mukosa mulut dan
mata.
- Dapat terjadi infeksi sistemik, tersering yaitu ensefalitis, dapat pula
menyerang organ lain, seperti hati, paru, ginjal.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
- Tzanck test : diperiksa adanya sel raksasa berinti banyak.
- Elisa : pemeriksaan adanya antigen HSV.
Pemeriksaan ini spesifik dan sensitivitasnya 95 %.
- Kultur : paling sensitif dan spesifik.
PENGOBATAN
Suportif : imunomedulator
Mencegah relaps; menghindari faktor pencetus.
Mencegah infeksi : penyuluhan, vaksinasi.
Kausatif : obat spesifik yang efektif belum diketahui. Dikenal anti virus Mis:
asiklovir , valasiklovir. Dosis : 5 X 200 mg sehari selama lima hari.
V A R I S E L A
Merupakan infeksi akut primer oleh virus varisela zoster yang menyerang
kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala prodromal dan kelainan kulit polimorfi.
EPIDEMIOLOGI
Pada Varisela tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak, tetapii
juga -dapat menyerang orang dewasa. Cara penularan utama melalui dropplet
infection yang berasal dari nasofarink atau kontak langsung dengan cairan vesikel.
Sedang cara penularan yang lain ialah melalui transplasental.
PATOGENESIS
Infeksi primer dari VZV terjadi di nasofarinks, Virus mengadakan replikasii
dan dilepaskan ke dalam aliran darah sehingga terjadi viremia pertama, yang
sifatnya terbatas dan asimtomatik. Kemudian virus masuk ke SRE dan
mengadakan replikasi kedua yang sifat vireminya lebih luas dan simtomatik,
dengan penyebaran virus ke kulit dan visera.
Humoral antibodi IgG, IgM, IgA terhadap VZV dapat dideteksi 2-5 harii
setelah onset klinik, dan mencapai puncaknya pada minggu kedua dan ketiga.
CMI terhadap varisela meningkat dalam perkembangan penyakitnya dan menetap
untuk beberapa tahun.
GEJALA KLINIS
Setelah masa tunas 10-20 hari , timbul gejala gejala :
Stadium prodromal : febris, anoreksia, malaise. Pada penderita dewasa,
gejala prodromal ini lebih berat. Lamanya berlangsung 1-2 hari
Stadium erupsi : timbul makula eritem, yang dalam waktu 24 jam berubah
menjadi papula eritem dan beberapa jam berubah menjadi vesikula. Kulitt
sekitarnya berwarna eritem. Isi vesikula kemudian menjadi keruh, timbul pustula,
kemudian mengering dan terbentuk krusta, sementara proses ini berlanjut timbull
lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Vesikell di sini khas berupa tear drop. Krusta lambat laun lepas tanpa
meninggalkan bekas. Lesi menjadi tidak infeksius karena virus hanya stabil
dalam cairan vesikula.
Distribusi terutama sentral, yaitu muka, badan, dan ekstremitas bagian proksimal.
Selain di kulit juga menyerang selaput lendir mata, mulut, tenggorokan dan
genital.
KOMPLIKASI
Varisela pada bayi menimbulkan kematian 5-20 %, kematian biasanya
karena verisela menyerang seluruh viseral. Komplikasi pada anak anak jarang
terjadi, sedangkan pada orang dewasa tercatat komplikasi yang berat berupa
pneumonia dan ensephalitis.
Diduga komplikasi ensephalitis terjadi karena pascainfeksi (autoimun)
demyelinating yang mirip dengan ensephalitis pada morbili. Disamping komplikasi
pada syaraf pusat berupa meningnsephalitis, juga dapat terjadi hepatitis, purpura
dan vesikel hemoragik pada penderita trombositopeni. Sedangkan komplikasi
yang sering terjadi adalah superinfeksi oleh bakteri.
Pada penderita imunokompromis termasuk diantaranya leukemia, penderita
dengan terapi kortikosteroid dosis tinggi , penderita AIDS, manifestasi varisela
jauh lebih berat. Lesi lebih besar , lebih bersifat vesikobulosa lebih dalam dan
berumbilikasi, serta berlangsung lebih lama.
Meningitis, ensephalitis, glomerulonefritis menjadi relatif lebih sering terjadi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
Tes Tzanck .
Elisa/ Imuno assay/ Imunofluoresen : pemeriksaan antigen virus.
Identifikasi virus DNA, teknik endonuklease.
Pengukuran imunoglobulin spesifik dengan test serologik.
PENGOBATAN :
Simtomatik : analgetika, antipiretika. Bila ada infeksi sekunder dapat diberii
antibiotika.
Topikal dapat diberi bedak kocok, atau anti bakterial.
Kausal : belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk varisela.
Beberapa obat antivirus yang pernah dicoba dengan hasil yang bervariasii
diantara para peneliti, antara lain Asiklovir, famsiklovir, Interferron.
HERPES ZOSTER
Herpes zoster merupakan salah satu bentuk manifestasi infeksi varicella
zoster virus (VZV). Yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
EPIDEMIOLOGI
Penyebaranya sama dengan varisela, Timbulnya secara sporadik dengan
insiden laki – laki sama dengan wanita. Terutama menyerang orang dewasa dan
orang tua, jarang pada anak – anak.
PATOGENESIS
Pada infeksi primer ( pada individu yang belum ada kekebalan) setelah
virus mengalami replikasi lokal akan terjadi viremi awal kemudian terjadi respon
dari SRE, yang berlanjut ke viremi lanjutan dengan penyebaran ke kulit sehingga
timbul lesi kulit.
Virus diam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kranialis
atau bersifat laten. Reaktivasi virus terjadi multiplikasi dan penyebaran sekitar
ganglion dan terjadi peradangan yang menimbulkan neuralgia.Kelainan kulit yang
timbul menunjukkan lokasi yang sesuai dengan persyarafan ganglion tersebut.
Faktor- faktor pencetus terjadinya reaktivasi : Penyakit Hodgkin , keganasan
pemakaian kortikosteroid, tumor ganglion posterior, trauma lokal, tindakan operasi
spinal.
GEJALA KLINIS
Daerah yang sering terkena adalah torakal walaupun daerah lain tidak
jarang. Sebelum timbul kelainan kulit terdapat gejala prodromal berupa nyeri ,
atau paresthesia dari dermatom yang terkena. Gejala konstitusi seperti malaise,
sakit kepala, panas, timbul 1-2 hari sebelum erupsi kulit terjadi.
Rasa nyeri di atas sering dikelirukan dengan nyeri infark miokard, kolesistitis,
apendisitis, terutama bila lokasi di perut dan dada.
Gambaran klinis yang paling jelas dari Herpes zoster adalah adanya erupsi
yang terlokalisasi, dimana hampir selalu unilateral, yang tidak pernah melewati
garis tengah tubuh, dan umumnya terbatas pada daerah kulit yang di inervasi oleh
salah satu ganglion syaraf sensoris. Erupsi dimulai oleh adanya makulopapula
yang eritematus yang berkelompok, vesikel terbentuk dalam waktu 12- 24 jam dan
berubah menjadi pustula pada hari ke 3. Kemudian mengering menjadi krusta
pada hari ke 7-10. Krusta ini menetap dalam waktu 2-3 minggu. Erupsi timbul
paling berat dan lama menetapnya pada penderita yang lebih tua, dan paling
ringan dan cepat membaik pada anak anak.
Disamping gejala – gejala kulit tersebut di atas, limfonodI regional dapat
membesar.
Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas . Kelainan
pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada N. trigeminus (dengan
ganglion Gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion Genikulatum).
BEBERAPA VARIASI KLINIK:
1. Herpes zoster generalisata : mula – mula menderita herpes zoster kemudian
disertai varisela dengan erupsi kulit yang tersebar. Terjadi pada orang dengan
keadaan umum yang jelek, misalnya usia tua, keganasan, pemakaian obat
imunosupresif.
2. Herpes zoster opthalmicus : menyerang ramus opthalm.N.V, Herpes zoster
pada dahi dan palpebra sup. Ptopsis pada mata yang bersangkutan.
Keratokonjunktivitis, dan cepalgi yang hebat.
3. Sindrom Ramsay Hunt : mengenai ganglion genikulatum. Gejala berupa : Lesi
kulit pada telinga, paralisis N.VII dan nyeri telinga.
4. H. Zoster Glossopharingeal : pada palatum mole dan farings.
DIAGNOSIS BANDING
- Herpes simpleks diseminata
- Varisela
- Ekzema marginatum
KOMPLIKASI
- Pneumonia, Meningoensefalitis (pada bayi / anak).
- Post herpetic neuralgia : rasa sakit yang persisten sampai beberapa bulan
setelah lesi kulit menyembuh (sampai 6 bulan). Sering terdapat pada orang
tua.
- Herpes zoster gangrenosum ( jarang).
PENGOBATAN
Simtomatik :
- Antibiotika, bila ada infeksi sekunder
- Analgetika, untuk mengurangi rasa sakit / nyeri
- Topikal shake lotion, kompres
- Ada yang menganjurkan pemberian vitamin B1
Kausal :
- Belum diketahui antivirus yang spesifik dan efektif
- Dapat diberikan asiklovir, interferron, isoprinosin
V E R U K A
Veruka ialah hiperplasia epidermis yang disebabkan Human Papilloma
Virus (HPV tipe 1,2,3,4,6,7,8,9,10,,11,16,18,27,29,31,41) yang termasuk golongan
virus Papova.
Penularannya secara langsung atau autoinokulasi. Familial berperan serta dalam
patogenesisnya.
Faktor predisposis berupa trauma kulit yang berulang- ulang, kulit yang lembab.
BENTUK KLINIS
1. Veruka vulgaris : atau common warts; sering dijumpai pada anak anak.
Lokalisasi pada anak- anak : pada tempat trauma, dorsum manus dan jari- jari
tangan. Berupa papula atau plak permukaan kasar warna kabuan bisa single
dan multiple
Pada penderita dewasa, lokalisasi di segala tempat kulit tubuh, bibir, lubang
hidung, lidah, dan lain- lain yang menyebar secara autoinokulasi. Pada
beberapa keadaan dapat timbul veruka yang besar (mother warts), yang
kemudian diikuti erupsi yang banyak.
2. Varuka plana juvenilis : papula dengan warna abu- abu atau warna kulit datar
penampang 1-3 mm permukaan halus, multiple. Lokalisasi pada dahi, pipi,
hidung, dan sekitar mulut dan dorsum tangan. Terdapat pada anak- anak dan
dewasa muda. Dapat ditemukan fenomena Koebner.
3. Veruka plantaris : terdapat di telapak kaki terutama daerah yang mengalami
tekanan. Nyeri waktu berjalan, lesi berupa plak yang keras dan lunak dibagian
tengah berwarna kekuningan, permukaannya licin atau terdapat bitik-bintik
perdarahan.
DIAGNOSIS BANDING
- Veruka vulgaris- Keratosis Seboroika
- Keratosis aktinik
- Moluskum kontagiosum
- Veruka Plana Juvenilis
- Liken planum
- Moluskum Kontagiosum
- Siringoma ( di wajah )
- Veruka Plantaris
- Klavus
- Kalus
PENGOBATAN
1. Bahan kaustik: asam trikloro asetat 50%
2. Bedah listrik
3. Bedah skalpel
4. Brdah beku: CO2, N2
MOLUSKUM KONTAGIOSUM
Moluskum kontagiosum adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh vIrus
Pox yang menyerang kulit dan mukosa. Penyakit ini merupakan penyakit
kontagiosum yang mengenai semua golongan umur.
Panularan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pada orang
dewasa, penularan terjadi umunya secara kontak seksual, sedangkan pada anak-
anak lebih sering secara autoinokulasi.
PATOGENESIS
Virus moluskum kontagiosum masuk kedalam kulit di duga melalui lesi mikro,
kemudian mengadakan perubahan –perubahan karekteristik di epidermis.
Masa inkubasi terjadi perubahan-perubahan pada virus sendiri maupun sel-sel
epidermis yang terinfeksi. Proses replikasi virus di sel sel epidermis akan
menghasilkan badan- badan inklusi sitoplasma yang dikenal sebagai badan
molluskum atau Henderson-peterson bodies.
GEJALA KLINIS
Kelainan kulit dimulai dengan terbentuknya papul-papul milier dengan
ukuran rata rata bervariasi antara 2-5 mm , kadang – kadang dapat sampai
lentikuler. Bentuk khas dari papul menyerupai kubah dengan bagian tengah
berumbilikasi dengan konsistensi padat yang kemudian agak melunak, dan tanpa
inflamasi.
Bila papel dipijit akan keluar masa lunak berwarna putih susu. Masa ini berisi
partikel – partikel virus yang disebut badan moluskum. Lesi dapat tunggal atau
multipel, umumnya diskret, tapi dapat juga berkunfluensi.
Penyakit ini umumnya asimtomatik, tapi kadang – kadang terasa gatal atau nyeri.
Lokasi pada anak umumnya di muka, badan, lengan, dan tungkai, sedngkan
orang dewasa lebih banyak pada regio-anogenital.
DIAGNOSIS BANDING
- SIringoma, terdapat lesi mengkilat, licin, di muka dapat di bedakan
dengan adanya umbilikasi di bagian tengah papula.
- Milia, lesi milier di muka dengan warna lebih putih.
PENGOBATAN
Prinsip pengobatan mengeluarkan masa yang mengandung badan
moluskum. Dengan cara sebagai berikut :
- Ekskohleasi menggunakan kuret atau forsep
- Bedah listrik
- Bahan kaustik dengan asam trikloroasetat 30-50%
KEPUSTAKAAN
1. Andrew’s Diseases of the skin, 10 th ed, Philadelphia: WB Saunders Co, 2006
2. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7th ed. ,New York, Mc Graw -Hill Co, 2008
3. Fitzpatrick’s Color atlas and Synopsis of Clinical Dermatology 66h ed, New York, Mc Graw- Hill Co, 2009