Varisela Di Print
-
Upload
aditia-buuyee -
Category
Documents
-
view
38 -
download
0
description
Transcript of Varisela Di Print
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan suatu indikator yang paling menentukan
dalam hidup ini. Status kesehatan merupakan suatu keadaan seseorang
dalam batasan rentang sehat-sakit yang bersifat dinamis dan
dipengaruhi oleh perkembangan, sosial kultural, pengalaman masa lalu,
harapan seseorang tentang dirinya, keturunan, lingkungan, dan
pelayanan. (Hidayat, 2004, hlm. 4).
Sebelum pengenalan vaksin pada tahun 1995, varisella merupakan
penyakit infeksi paling sering pada anak-anak di USA. Kebanyakan anak
terinfeksi pada umur 15 tahun, dengan persentasi dibawah 5% pada
orang dewasa. Epidemik Varicella terjadi pada musim dingin dan musim
semi, tercatat lebih dari 4 juta kasus, 11.000 rawat inap, dan 100
kematian tiap tahunnya. Varicella merupakan penyakit serius dengan
persentasi komplikasi dan kematian tinggi pada balita, dewasa, dan
dengan orang imun yang terkompromi. Pada rumah tangga, persentasi
penularan dari virus ini berkisar 65%-86%.
Manusia merupakan host alami yang diketahui untuk VZV, dimana
dikaitkan dengan dua bentuk kesakitan- yang bentuk primer sebagai
varisela (chickenpox) dan bentuk sekunder sebagai herpes zoster. VZV
merupakan infeksi yang sangat menular dan menyebar biasanya dari
oral udara atau sekresi respirasi atau terkadang melalui transfer
langsung dari lesi kulit melalui transmisi fetomaternal. Serangan
sekunder meningkat pada kontak rumah yang rentan melebihi 85%.
Khususnya di Indonesia tahun 2008 dengan penderita penyakit ini
mencapai 262.000 penderita (Berau, 2009, http:/www.statistik Varisella
Indonesia.com, diperoleh tanggal 10 Maret 2010).
1
Menyikapi isu diatas, maka peran perawat sebagai salah satu pemberi
asuhan keperawatan bukan hanya memberikan pelayanan asuhan
keperawatan yang bersifat biologi, psikologi, sosial, dan kultural tetapi
juga sebagai edukator dan konselor sangat diperlukan dalam memberikan
pengetahuan kepada masyarakat terkait penyakit varicella. Perasaan
malu dan harga diri yang rendah akibat bekas yang ditimbulkan penyakit
ini merupakan salah satu wujud yang nyata dari bekas penderita
varicella karena kurangnya pemahaman terkait penyakit.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk
membahas tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem kulit “Varicella”.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari laporan kasus ini adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan akibat infeksi pada klien dengan
gangguan sistem kulit ”Varicella”.
2. Memberikan saran serta alternatif untuk memecahkan masalah
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem sistem kulit ”Varicella”.
C. Metode Penulisan
Penulisan laporan kasus ini menggunakan metode studi
keperawatan : Studi Kepustakaan/Literatur Metode ini dilakukan dengan
cara mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lain yang
berhubungan dengan judul makalah.
D. Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis hanya membahas tentang
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Kulit
“Varicella” yang berdasarkan landasan teoritis.
2
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 bab yang disusun dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang
lingkup penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : landasan teoritis yang terdiri dari anatomi fisiologi
sistem kulit, konsep dasar Varicella.
BAB III : Asuhan keperawatan Varicella secara teoritis.
BAB V : penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi Kulit
1. Pengertian
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar
menutupi dan melindungi permukaan tubuh, berhubungan dengan
selaput lendir yang melapisi rongga-rongga, lubang masuk. Pada
permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa.
(syaifuddin.1997. Anatomi Fisiologi untuk siswa perawat).
Kulit merupakan bagian organ tubuh yang terletak paling luar
dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang
dewasa adalah 1,5 meter persegi. Beratnya kurang lebih15% dari
berat badan. Kulit merupakan organ yang vital dan esensial dan
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.(Sapto Harnowo.2001.
Keperawatan Medikal Bedah).
2. Lapisan Kulit
Adapun lapisan-lapisan dari kulit adalah:
a. Epidermis
Pada lapisan ini terdiri dari beberapa lapisan sel antara lain :
1) Stratum Korneum
Selnya sudah mati tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah
mati, dan mempunyai zat kreatin.
4
2) Stratum Iusidium
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah
sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel
telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya
terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan
terlihat sepeti suatu pita yang bening, batas-batas sel sudah
tidak begitu terlihat di sebut stratum lusidum.
3) Stratum Granulosum
Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan
permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang di
sebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan
keratin oleh karena banyaknya butir-butir stratum
granulosum.
4) Stratum Spinosum/stratum akantosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat
mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya di sebut
spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop bahwa sel-
selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal/banyak sudut
dan mempunyai tanduk (spina). Di sebut akantosum sebab sel-
selnya berduri.
Ternyata spina atau tanduk tersebut ada hubungan antara
sel yang lain yang di sebut intercelular bridges atau jembatan
interselular.
5) Stratum basal/germinativum
Di sebut stratum basal karena sel-selnya terletak di
bagian basal/basis, stratum germinativum menggantikan sel-
sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong.
Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus di sebut butir
5
melanin warna. Sel tersebut di susun seperti pagar (palisade)
di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran di sebut
membran basalis, sel-sel basalis dengan membran basalis
merupakan batas terbawah terbawah daripada epidermis
dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tapi
bergelombang, pada waktu kerium menonjol pada epidermis
tonjolan ini di sebut papila kori (papila kulit).
b. Dermis
Dermis merupaka lapisan kedua dari kulit, batas dengan
epidermis di lapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah
berbatasan dengan subkutis tapi batas ini tidak jelas hanya kita
ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak.
Dermis terdiri dari 2 lapisan:
1) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilar).
2) Bagian bawah, retikularis (stratum retikularis)
Batas antara pars papilaris dengan pars retikularis adalah
bagian bawahnya sampai ke subkutis. Baik pars papilaris maupun
pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun dari
serabut-serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis, dan serabut
retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan masing-masing
mempunyai tugas yang berbeda.
Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan kepada kulit,
serabut elastis, memberikan kelenturan pada kulit, dan retikulus,
terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan
memberikan kekuatan pada alat tersebut.
c. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan di
antara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis.
Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir,
sehingga membentuk seperti cincin.
6
Lapisan lemak ini di sebut penikulus adiposus, yang tebalnya
tidak sama pada tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-
laki dan perempuan tidak sama.
Fungsi dari penikulus adiposus adalah sebagai shok breker
pegas/bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit,
isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan
kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkutis
terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.
3. Fungsi Kulit
Kulit mempunyai beberapa fungsi yang perlu kita ketahui yaitu:
a. Fungsi proteksi. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan
benteng pertahanan terhadap gangguan kimiawi, bakteri, virus dan
jamur. Seandainya tubuh tidak mempunyai kulit, betapa rentannya
tubuh kita, tidak ada yang melindungi, dan semua organ tubuh kita
dapat berkontak langsung dengan lingkungan.oleh karena itu, fungsi
kulit untuk proteksi sangatlah penting. Ph kulit berkisar 5-6,5. Besar
ph tersebut sangatlah menguntungkan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri.
b. Fungsi absorbsi. Kulit memiliki sifat permeable selektif. Artinya, kulit
menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut dalam
lemak, sedangkan air dan elektrolit sukar masuk melalui kulit. Ini
adalah suatu kelebihan dari kulit kita. Coba anda bayangkan jika air
dan elektrolit dapat di serap kulit, setiap kita mandi air akan masuk
ke dalam tubuh kita untungnya ini tidak terjadi karena hanya bahan-
bahan tertentu saja bisa masuk. Misalnya (obat-obat topical
berbentuk salep atau lotion) kemampuan absorbs kulit di pengaruhi
oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban dan metabolisme. Oleh
karena itu, jika menggunakan obat-obat topical, kita harus berhati-
hati. Penggunaan obat untuk daerah wajah yang memiliki kulit tipis
dan tidak sama engan obat untuk bagian tubuh lain.
7
c. Fungsi eksekresi. Saat kita kepanasan atau setelah berolahraga, kulit
akan mengeluarkan keringat. Demikian juga seseorang yang kulitnya
cenderung berminyak. Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang
tidak berguna atau sisa metabolisme dalam bentuk sebum dan
keringat. Sebum dan keringat itu juga dapat merangsang
pertumbuhan bakteri pada permukaan kulit. Oleh karena itu, kita di
anjurkan untu sering membersihkan badan agar pertumbuhan
bakteri dapat di hambat.
d. Fungsi persepsi. Semua orang pasti pernah merasakan sentuhan.
Bayi akan tidur lelep jika di belai, kita akan kesakitan bila di cubit,
atau akan merasa nyaman ketika di pijit. Itu semua karena kita dapat
merasakan. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensoris di dermis
dan subkutis yang peka terhadap rangsangan panas, dingin,
perabaan dan tekanan.
e. Fungsi pengatur suhu tubuh. Pernahkah anda kedinginan? Coba
perhatikan kulit anda! Apa yang dapat anda lihat? Kulit kita tampak
berkerut, bahkan pori-pori kulit tidak terlihat dan agak menonjol. Ini
karena kulit memiliki kemampuan vasokontroiksi pada suhu dingin
sehingga suhu tubuh dapat meningkat (hangat), kemampuan
vasodilati pada suhu panas sehingga suhu tubuh dapat turun, serta
kemampuan termoregulasi melalui evaporasi berkeringat.
f. Fungsi pembentukan pigmen. Mengapa seorang dapat berkulit
hitam atau putih? Ternyata factor pigmen yang mempengaruhi
warna kulit seseorang, apakah putih atau hitam. Sel pembentuk
pigmen di sebut melanosit. Dengan bantuan sinar matahari dan
bantuan beberapa enzim dalam tubuh, melanosit akan di ubah
menjadi melanosum, selanjutnya di ubah lagi menjadi melanin.
Jumlah melanin ini lah yang akan membentuk warna kulit seseorang.
Coba kita ingat ketika tubuh kita terpapar matahari. Bagian tubuh
yang tertutup pakaian, warna kulitnya lebih putih di bandingkan
8
dengan tubuh yang langsung terpapar matahari. Hal ini
menunjukkan melanosit yang ada di tubuh di ubah sinar matahari
menjadi lebih matang sehingga jumlah melanin yang terbentuk lebih
banyak jumlahnya. Oleh karena itu, jika seseorang sedang
menjalaninterapi untuk memutihkan wajah maka harus seminimal
mungkin kontak dengan matahari jika perlu pakai krim tabir surya.
g. Fungsi pembentukan vitamin D. dihidroksi kolesterol dapat terjadi
dengan pertolongan sinar matahari sehingga terbentuk vitamin D.
B. Konsep Dasar Imunitas
1. Pengertian
Yang di maksudkan dengan system imun ialah semua mekanisme
yang di gunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh
sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat di timbulkan
berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Pertahanan tersebut terdiri
atas system imun nonspesifik dan spesifik .
a. System imun Nonspesifik
System imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh
terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme,
oleh karena dapat memberikan respons langsung terhadap antigen,
sedang system imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal
antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responsnya.
System tersebut di sebut nonspesifik karena tidak di tujukan
terhadap mikroorganisme tertent, telah ada dan siap berfungsi
sejak lahir yang berupa permukaan tubuh dan berbagai komponen
dalam tubuh. Komponen-komponen system imun nonspesifik dapat
di bagi sebagai berikut:
1) Pertahanan fisik dan mekanik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput
lender, silia saluran pernapasan, batuk dan bersin, akan
9
mencegah masuknya berbagai kuman patogen ke dalam tubuh.
Kullit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lender
yang rusak oleh asap rokok, akan meninggikan rasiko infeksi.
2) Pertahanan bioklimiawi (bahan larut)
Kebanyakan mikroorganisme tidak dapat menembus kulit
yang sehat. Beberapa mikroorganisme dapat masuk badan
melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. PH asam dari
keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak dan enzim
yang mempunyai efek antimicrobial, akan mengurangi
kemungkinan infeksi melalui kulit. Bahan yang di sekresi
mukosa saluran nafas dan telinga berperanan pula dalam
pertahanan tubuh secara kimiawi. Lisozim dalam keringat,
ludah, air mata dan ait susu, melindungi tubuh terhadap
berbagai kuman gram positif oleh karena dapat
menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung
laktoferin dan asam neureminik yang mempunyai sifat
antibacterial terhadap E. coli dan staphylococcus.
Asam hidroklorida dalam lambung, enzim protoelitik dan
empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan
yang dapat mencegah infeksi banyak (tidak semua)
mikroorganisme. Demikian pula PH yang rendah dari vagina,
spermin dalam semen dapat mencegah tumbuhnya berbagai
mikroorganisme.
Berbagai bahan yang di lepas leukosit, lisozim yang di
lepas makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif.
Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zat besi
yang di butuhkan untuk hidup kuman pseudomonas.
3) Pertahanan humoral (bahan larut)
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperanan pada
pertahanan humoral. Bahan-bahan tersebut ialah:
10
a) Komplemen
Komponen berperan meningkatkan fagositosis
(opsonisasi) dan mempermudah dekstruksi bakteri dan
parasit.
(1) Komplemen dapat menghancurkan sel membran
banyak bakteri
(2) Komplemen dapat melepas bahan kemotaktik yang
mengerahkan makrofak ke tempat bakteri.
(3) Kompenen komplemen lain yang mengendap pada
permukaan bakteri memudahkan makrofag untuk
mengenal (opsonisasi) dan memakannya.
Kejadian-kejadian tersebut di atas merupakan fungsi imun
nonspesifik, tetapi dapat pula terjadi atas pengaruh
respons imun spesifik.
b) Interferon
Interferon adalah suatu gllikoprotein yang di hasilkan
oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nucleus dan di
lepas sebagai respons terhadap infeksi virus. Interferon
mempunyai sifat antivirus dengan jalan menginduksi sel-
sel sekitar sel yang terinfektir virus sehingga menjadi
resisten terhadap virus. Di samping itu, interferon juga
dapat mengaktifkan Natural Killer Cell (sel NK).
Sel yang di infektir virus atau menjadi ganas akan
menunjukkan perubahan pada permukaannya. Perubahan
tersebut akan di kenal oleh sel NK yang kemudian
membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat
di cegah.
11
c) C-Reactive protein (CRP)
CRP di bentuk oleh badan pada saat infeksi. Peranannya
ial;ah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan
komplemen.
CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat
(100x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut. CRP
berperanan pada imunitas nonspesifik, karena dengan
bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul yang
terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
4) Pertahanan selular
Fagosit, makrofag dan sel NK berperanan dalam system
imun nonspesifik selular.
a) Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat
melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperanan
dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuclear
(monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau
granulosit. Kedua sel tersebut tergolong fagosit dan
berasal dari sel asal hemopoietik.
Granulosit hidup pendek, menngandung granul yang
berisikan enzim hidrolitik. Beberapa granul berisikan
pula laktoferin yang bersifat bakterisidal.
Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini
akan dapat mencegah timbulnya penyakit. Dalam
kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen
dan system imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi
dalam beberapa tingkat sebagai berikut, yaitu: kemotaksis,
menangkap, memakan (fagositosis), membunuh, dan
mencerna.
12
Sel fagosit bergerak ke tempatmikroorganisme,
kemudian mengikatnya melalui reseptor nonspesifik. Bila
mikroorganisme di ikat dahulu oleh C 3b (opsonil),
selanjutnya akan lebih mudah di ikat fagosit melalui
reseptor C3b. bila mikrooganisme sudah berada dalam sel,
lisosom bergabung dengan fogosom membentuk
fogolisosom dan selanjutnya mikroorganisme dapat di
bunuh dengan mekanisme mikrobisidal.
Kemotaksis adalah gerakan fagosit tempat infeksi
sebagai respon terhadap berbagai factor seperti produk
bakteri dan factor biokimiawi yang di lepas pada aktifitan
komplemen. Jaringan yang rusak atau mati dapat pula
melepaskan factor kemotaktik. Sel polimorfonoklear
bergerak cepat dan sudah berada dalam tempat infeksi
dalam 2-4 jam, sedangkan monosit bergerak lebih lambat
dan memerlukan waktu 7-8 jam untuk sampai di tempat
tujuan.
Antibody seperti halnya dengan komplemen (C3b)
dapat meningkatkan fogositosis (opsonisasi). Antigen
yang di ikat antibody akan lebih mudah di kenal oleh
fagosit untuk kemudian di hancurkan. Hal tersebut di
mungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari
immunoglobulin pada permukaan fagosit.
Destruksi mikroorganisme ekstraseluler terjadi
oleh karena di dalam sel fagosit, monosit dan
polimorfonoklear, terhadap berbagai bahan antimicrobial
seperti lisosom, hydrogen peroksida (H2O2)
mieloperoksidase tingkat akhir fagositosis adalah
pencernaan protein, polisakarida, lipid, dan asam nukleat
dalam enzim lisosom.sel polimorfonuklear labih sering di
13
temukan pada inflamasi akut, sedang monosit pada
inflamasi kronis.
b) Makrofag
Makrofak dapat hidup lama, mempunyai beberapa
grandula dan melepaskan berbagai bahan, antara lain
lisozim, komplemen dan interferon, yang senyawa
memberikan kontribusu dan memberikan pertahanan
nonspesifik.
c) Sel NK (Natural Killer Cell)
Di dalam badan di temukan populasi limfosit yang
di golongkan sebagai sel NK dan antibody dependeni
killer cell yang berfungsi dalam pengawasan tumor
tertentu dan infeksi virus. Kebanyakan sel NK berupa
large granular lymphocyte (LGL) membrane sel tersebut
menunjukkan cirri-iri antara sel limfosit dan monosit.
Sel NK dapat menghancurkan sel yang
mengandung virus atau sel neoplasma dan interferon
mempunyai pengatuh dalam mempercepat pematangan
dan efek sistolitik sel NK.
b. System imun spesifik
Berbeda dengan system imun nonspesifik, system imun
spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang di
anggap asing bagi dirinya. Benda saing yang pertama kali muncul
di dalam badan segera di kenal oleh system imun spesifik sehingga
terjadi sensitisasi sel-sel. Bila sel system imun tersebut berpapasan
kembali dengan benda asing sama, maka benda asing yang terakhir
ini akan di kenal lebih cepat, kemudian di hancurkan olehnya.
Oleh karena system tersebut hanya dapat menghancurkan
benda asing yang sudah di kenal sebelumnya, maka system
14
tersebut di sebut spesifik. System imun spesifik dapat bekerja tanpa
bantuan system imun nonspesifik untuk menghancurkan benda
asing yang berbahaya bagi badan, teta[I pada umumnya terjalin
kerjasama yang baik antara antibody-komplemen-fagosit dan
antara sel T-makrofag.
1) System imun spesifik humoral
Yang berperanan dalam system imun spesifik humoral
adalah limfosit B atau sel B. Sel B tersebut berasal dari sel asal
multipoten. Pada unggas, sel yang di sebut bursal cell atau sel B
akan bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi sel B yang matang
dalam alat yang di sebut Bursa Fabricius yang terletak di dekat
kloaka. Bila sel B di rancang oleh benda asing, maka sel
tersebut akan berpoliferasi dan berkembang menjadi sel
plasma yang dapat mem,bentuk antibody. Antibody yang di
lepas dapat di temukan dalam serum. Fungsi utama antibody
ini ialah pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri
(ekstraselular) dan menetralisit toksinnya.
2) System imun spesifik selular
Yang berperanan dalam system imun spesifik selular adalah
limfosit T atau sel T. sel tersebut juga berasal dari sel asal yang
sama seperti sel B. pada orang dewasa sel T di bentu dalam
sum-sum tulang tepi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di
dalam kelenjar tymus atas pengaruh berbagai factor asal
tymus. 90-95%dari semua sel tymus tersebut mati dan hanya
5-10 menjadi matang dan meninggalkan tymus masuk ke
dalam sirkulasi.
Factor tymus yang di sebut tymosin dapat di temukan dalam
peredaran darah sebagai hormone asli (true) dan dapat
memberikan pengaruh terhadap diferensiasi sel T di perifer.
Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas berbagai sel subset
15
dengan fungsi yang berlainan. Fungsi utama sel imun spesifik
seluler ialah untuk mempertahankan terhadap bakteri yang
hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan.
C. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Varisela adalah penyakit infeksi virus akut dan cepat menular,
yang di sertai gejala konstitusi dengan kelainan kulit yang polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Penyakit ini merupakan
hasil infeksi primer pada penderita yang rentan. (Marwali
harahap.2000.Ilmu Penyakit Kulit.).
June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit
yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat
menular bersifat akut yang umumnya menganai anak, yang ditandai
oleh demam yang mendadak, malaise, dan erupsi kulit berupa
makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi
vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson,
1986, p. 1483).
Sedangkan menurut Adhi Djuanda, varisela yang mempunyai
sinonim cacar air atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh
virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa yang secara
klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi terutama
dibagian sentral tubuh (Djuanda, 1993).
16
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Virus Varicella
(www.google//http:gambar virus varicella.
Diakses pada tanggal 12 Maret 2010)
2. Etiologi
Penyakit ini di sebabkan oleh virus herpez zoster. Penamaan
virus ini memberikan kesan bahwa infeksi primer menyebabkan
penyakit varisela, sedangkan reaktivasi virus menyebabkan herpes
zoster. Varisela mempunyai masa inkubasi 10 sampai 20 hari. Tahap
prodromal sering mulai dengan demam sedang dan malaise. Papula
merah muda berdiameter 2 sampai 4 mm di kelilingi oleh lingkaran
kemerahan yang selanjutnya mengering dan krusta. Lesi biasanya
terjadi dalam bentuk kelompok, penyebaran umumnya pada wajah,
kulit kepala, badan dan lengan.
Jika seseorang pernah menderita cacar air, maka dia akan
memiliki kekebalan dan tidak akan menderita cacar air lagi. Tetapi
virusnya bisa tetap tertinggal di dalam tubuh manusia, lalu kadang
menjadi aktif dan menyebabkan herpes zoster.
17
3. Manifestasi Klinis
Masa tunas penyakit ini berkisar antara 8-12 hari. Pada anak-
anak, stadium prodromal jarang di jumpai. Pada anak yang lebih besar
dan orang dewasa, munculnya erupsi kulit di dahului gejala
prodromal. Gejala prodromal dapat bersifat sistemik dan local. Gejala
lokal dapat berupa rasa gatal/nyeri pada dermatom yang terserang di
sertai dengan rasa panas atau terbakar. Gejala sistemik berupa
demam, malaise, dan nyeri kepala.
Masa prodromal ini kemudian di susul stadium erupsi, yang
pada awalnya di tandai dengan timbulnya papula atau plakat
berbentuk urtika. Setelah 1-2 hari, akan timbul gerombolan vesikel
atau bintil-bintil berair yang tersusun berkelompok di atas kulit yang
eritematosa, sedangkan kondisi kulit di antara gerombolan lain tidak
sama. Lokasi lesi sesuai dengan dermatom yang di persarafi oleh satu
atau lebih saraf yang terkena. Semua saraf dapat terkena, yang
tersering adalah saraf torakal, lumbal atau karnial. Stadium ini bisa
berlangsung selama 2 minggu dengan gejala utama berupa rasa nyeri.
Rasa nyeri yang di rasakan bersifat konstan atau intermitten, di ikuti
dengan rasa terbakar pada bagian viseral.
Setelah stadium erupsi kemudian di susul oleh stadium
krustasi. Pada stadium krustasi vesikula menjadi furulen, mengalami
krustasi dan lepas dalam waktu 1-2 minggu. Sering terjadi neuralgia
pasca herpetica, terutama pada orang tua, yang dapat berlangsung
beberapa bulan sampai beberapa tahun. Selain itu, ada pula gejala
parestasia yang bersifat sementara.
4. Patogenesis
Virus varisela zoster memasuki tubuh manusia melalui inhalasi
(aerogen ) yaitu udara yang berhubungan dengan pernapasan seperti
batuk, bersin atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi. Saat
18
virus varisela-zoster masuk ke dalam mukosa dan pindah ke sekresi
saluran pernapasan setempat. Kemudian virus menyebar kekelenjar
limfe regional di sekitar traktus respiratorius, pada 2-4 hari setelah
paparanawal terjadi., lalu menyebarmelalui aliran darah dan limfe
seluruhtubuh pada 4-6 hari sesudah paparanawal. (inilah yang
disebut viremia primer). Lalu Virus ini mencapai sel retikuloendotelial
hepar, limpa, dan organ target lainnya. Seminggu kemudian (14 –16
hari sesudah paparan awal), terjadilah viremia sekunder : Virus ini
sudah bereplikasi cukup banyak disel retikuloendotelial organ dalam
dan pada kulit ; akan menimbulkan lesi kulit yang khas. Sebenarnya
pada saat virus bereplikasi, sudah dihambat oleh imunitas non
spesifik. Tetapi pada kebanyakan individu replikasi virus ini lebih
dominan dibandingkan imunitas tubuhnya, sehingga dalam waktu 2
minggu sesudah paparan awal sudah terjadi viremiayang lebih hebat
(viremia sekunder), seperti yang telah dijelaskan di atas.
Masuknya virus dan disertai masa inkubasi adalah selama 17-
21 hari, lalu pada saat tersebut akan terjadi penyebaran secara
subklinis. Lesi pada kulit akan timbul dan menyebar bila infeksi
masuk pada viremia sekunder .
Viremia sekunder ini juga dapat mencapai sistem respirasi
kembali, sebelum menimbulkan lesi khas pada kulit.Hal inilah yang
menyebabkan varisela sangat menular sebelum lesi khas muncul
kerusakan pada SSP dan hepar juga mungkin terjadi pada stadium ini.
(encephalitis dan hepatitis).
5. Komplikasi
Komplikasi pada anak jarang terjadi. Komplikasi lebih sering
terjadi pada orang dewasa berupa ensefalitis, pneumonia, karditis,
glomerolonefritis, hepatitis, kreatitis,konjungtivitis, otitis, arteritis,
dan kelainan darah (beberapa macam purpura).
19
Infeksi pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari
menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela kongenital pada
neonatus.
Anak-anak biasanya sembuh dari cacar air tanpa masalah.
Tetepi pada orang dewasa maupun penderita gangguan sistem
kekebalan, infeksi ini bisa berat atau bahkan berakibat fatal.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dibutuhkan untuk
diagnosis karena varisela dapat terlihat dari gejala klinis.
Kebanyakan pada anak-anak dengan varisela terjadi leukopeni
pada 3 hari pertama, kemudian diikuti dengan leukositosis.
Leukositosis mengindikasikan adanya infeksi bakteri sekunder,
tetapi tidak selalu. Kebanyakan pada anak-anak dengan infeksi
bakteri sekunder tidak terjadi leukositosis.
Pemeriksaan serologi digunakan untuk mengkonfirmasi
infeksi yang lalu untuk menentukan status kerentanan pasien. Hal
ini berguna untuk menentukan terapi pencegahan pada dewasa
yang terekspos dengan varisela. Identifikasi virus varisela zoster
secara cepat diindikasikan pada kasus yang parah atau penyakit
belum jelas yang membutuhkan pengobatan antiviral dengan
cepat. Tes serologis tidak diperlukan pada anak, karena infeksi
pertama memberikan imunitas yang pasti pada anak.
b. Radiologi
Foto toraks : Anak-anak dengan suhu yang tinggi dan gangguan
respirasi seharusnya dilakukan foto toraks untuk mengkonfirmasi
atau menyingkirkan adanya pneumonia.
20
7. Pengobatan
Adapun pengobatan untuk penyakit varisela dapat di lakukan dengan
dua cara:
a. Pengobatan sistemik
Untuk pengobatan sistemik, pilihan antivirusnya adalah
asiklovir 5x800 mg sehari untuk 7-10 hari. Untuk sindrom
Ramsay Hunt, di berikan kortikosteroid, setelah sembuh, dosis di
turunkan bertahap, sedangkan untuk mengurangi rasa nyeri
dapat di berikan analgesic. Tidak ada terapi spesifik terhadap
varisela. Untuk panasnya, dapat di berikan asetosal atau
antipiretika lain. Antihistamin oral di berikan bila ada gatal.
b. Pengobatan Topikal
Pengobatan topical dengan antivirus untuk penyakit
varisela terbukti tidak efektif sehingga tidak dapat
menyembuhkan penyakit tersebut. Penyakit topical bergantung
pada stadium penyakit. Apabila masih dalam stadium vesikal
dapat di lakukan dengan pemberian bedak agar bintil-bintil berair
tidak pecah. Akan tetapi apabila vesikel sudah pecah dan kondisi
kulit basah, maka tidak boleh di berikan bedak perawatannya
dengan rawat luka dan berikan kompres basah menggunakan
garam faali atau kompres solusio burowi.
Untuk mengurangi rasa gatal dan mencegah penggarukan,
sebaiknya kulit di kompres dingin. Bisa juga di oleskan lotion
kalamin, antihistamin atau losyen lainnya yang mengandung
mentol atau fenol.
Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi bakteri,
sebaiknya:
1) Kulit di cuci sesering mungkin dengan air dan sabun.
2) 2)Menjaga kebersihan tangan.
3) 3)Kuku di potong pendek.
21
4) 4)Pakaian tetap kering dan bersih.
8. Pencegahan
Pada tahun 1995, vaksin terhadap varicella mulai ada di Amerika
untuk pertama kalinya. Vaksin tersebut mencegah timbulnya penyakit
sebanyak 70%-90%. Orang yang menderita varicella setelah vaksinasi
umumnya mengalami gejala yang lebih ringan dan vesikel yang lebih
ringan. Vaksin varicella diinjeksikan pada usia 1 tahun atau lebih. Bila
anak tidak menerimanya pada waktu tersebut, dapat diberikan pada
usia 11 – 2 tahun.
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Adapun Asuhan Keperawatan terhadap penderita penyakit varisela menurut
Loetfia Dwi Rahariyani yang di kutip dari buku Asuhan Keperawatan klien
gangguan sistemk integumen adalah sebagai berikut:
A. Pengkajian
1. Biodata. Cantumkan semmua identitas klien: umur (penyakit ini
sering terjadi pada anak usia di atas 10 tahun atau kelompok
dewasa), jenis kelamin (tidak ada perbedaan angka kejadian antara
laki-laki dan perempuan).
2. Keluhan utama. Alas an yang sering membawa klien penderita
varisela dating berobat ke rumah sakit atau tempat pelayanan
kesehatan lain adalah nyeri pada daerah terdapatnya vesikel
berkrelompok.
3. Riwayat penyakit sekarang. Biasanya, klien mengeluh sudah
beberapa hari demam dan timbul rasa gatal/nyeri pada dermatom
yang terserang, klien juga mengeluh nyeri kepala dan badan terasa
lelah. Pada daerah yang terserang, mula-mula timbul papula atau
plakat berbentuk urtika, setelah 1-2 hari timbul gerombolan vesikula.
4. Riwayat penyakit keluarga. Biasanya keluarga atau teman dekat ada
yang menderita penyakit varisela, atau klien pernah kontak dengan
penderita varisela atau herpes zoster.
5. Riwayat psikososial. Perlu di kaji bagaimana konsep diri klien
terutama tentang gambaran/citra diri dan harga diri. Seringkali kita
jumpai gangguan konsep diri pada klien. Hal ini karena varisela
merupakan penyakit yang merusak kulit dan mukosa, terutama pada
kasus varisela berat. Di samping itu, perlu di kaji tingkat kecemasan
klien dan infoemasi/pengetahuan yang di miliki tentang penyakit ini.
23
6. Kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya rasa nyeri, klien akan
mengalami gangguan tidur/istirahat dan juga aktivitas. Perlu juga di
kaji tentang kebersihan diri klien dan juga cara perawatan diri
apakah klien mandi/pakaian bercampur dengan orang lain.
Seharusnya, alat mandi/handuk dan pakaian tidak bercampur dengan
orang lain.
7. Pemeriksaan fisik. Pada klien dengan varisela jarang di temukan
gangguan kesadaran. Kecuali jika terjadi komplikasi infeksi lain.
Tingkatan nyeri yang di rasakan oleh klien bersifat individual
sehingga perlu di lakukanpemeriksaan tingkat nyeri dengan
menggunakan skala nyeri. Apabila nyeri nyeri terasa hebat, tanda-
tanda vital cenderung akan meningkat. Pada inspeksi kulit di
temukan adanya vesikel berkelompok sesuai dengan alur dermatom
(ini tanda yang khas pada varisela karena virus ini berdiam di
ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranalis). Vesikel
ini berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh (bewarna abu-
abu), dapat menjadi prustula dan krusta, kadang di temukan vesikel
berisi nanah dan darah yang di sebur varisela hemoragik. Apabila
yang terserang adalah ganglion kranialis, dapat di temukan adanya
kelainan motorik. Hiperestessi pada daerah yang terkena member
gejala yang khas, misalnya kelainan pada wajah, karena ganguan pada
nervus trigeminus, nervus fasialis, dan oligus.
8. Pemeriksaan laboratorium. Sitologi (64% zanck smear positif).
Adanya sel raksasa yang moltilokuler dan sel-sel okantolitik.
9. Penatalaksanaan. Terapi pada kasus varisela bergantung pada tingkat
keparahannya. Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk
nyerinya di berikan analgesic, jika di sertai infeksi sekunder, di
berikan antibiotic asiklovir. Varisela sangat cocok dengan obat
asiklovir yang di minim. Dengan cepat, obat akan menghentikan
muncul nya lepuhan kecil, memperkecil ukurannya, mengurangi rasa
24
gatal, dan membunuh virus yang ada pada cairan lepuhan. Sebaiknya
di berikan dalam 24-27 jam setelah terbentuknya lepuhan. Makin
cepat di berikan makin cepat khasiatnya. Obat ini harus di berikan
dalam pengawasan dokter.
Akupuntur terkadang menolong meredakan rasa nyeri yang hebat pada
neuralgia pasca-herpes. Akan tetapi, pengobatan harus di lakukan oleh
dokter yang sudah terlatih untuk itu. Lebih cepat perawatan di mulai,
makin besar kemungkinan berhasilnya.
Obat oles. Ini bisa menolong kalau rasa nyeri yang timbul ringan atau jika
keluar cairan.
B.Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan lesi dan respon
peradangan.
Hasil yang di harapkan :
a. Lesi mulai pulih, integritas
jaringan kembali normal, dan area
bebas dari infeksi lanjut.
b. Kulit bersih dan area sekitar
bebas dari edema.
25
Rencana tindakan :
1) Kaji kembali tentang lesi,
bentuk, ukuran, jenis, dan
distribusi lesi.
2) Anjurkan klien untuk banyak
istirahat.
3) Pertahankan integritas
jaringan kulit dengan jalan
mempertahankan kebersihan dan
kekeringan kulit.
4) Laksanakan perawatan kulit
setiap hari. Untuk mencegah
pecahnya vesikel sehingga tidak
terjadi infeksi sekunder, di
berikan bedak salisil 2%. Bila
26
erosive dapat di berikan kompres
terbuka.
5) Pertahankan kebersihan dan
kenyamanan tempat tidur.
6) Jika terjadi ulsersi,
kolaborasikan dengan tim
medisuntuk pemberian salep
antibiotic.
2. Nyeri akut yang berhubungan
dengan inflamasi jaringan
Hasil yang di haraapkan:
a. Klien mengungkapkan nyeri
berkurang atau hilang.
b.Menimbulkan mekanisme koping
spesifik untuk nyeri dan metode
27
untuk mengontrol nyeri secara
benar.
c. Klioen menyampaikan bahwa orang
laim memvalidasi adanya nyeri.
Rencana keperawatan
1) Kaji kembali faktor yang
menurunkan toleransi nyeri.
2) Kurangi atau hilangkan faktor
yang meningkatkan pengalaman
nyeri.
3) Sampaikan pada klien
penerimaan perawat tentang
responnya terhadap nyeri, akui
adanya nyeri, dengarkan dan
perhatikan klien saat
mengungkapkan nyeri, sampaikan
28
bahwa mengkaji nyeri bertujuan
untuk lebih memahaminya.
4) Kaji adanya kesalahan konsep
pada keluarga tentang nyeri atau
tindakannya.
5) Beri informasi atau penjelasan
kepada klien dan keluarga tentang
penyebab rasa nyeri.
6) Diskusikan dengan klien
tentang penggunaan terapi
distraksi, relaksasi, imajinasi dan
ajarkan tekhnik atau metode yang
di pilih.
7) Jaga kebersihan dan
kenyamanan lingkungan di
lingkungan sekitar.
29
8) Kolaborasi dengan tim medis
u7ntuk pemberian analgesik.
9) Pantau tanda-tanda vital.
10) 10)Kaji kembali respon klien
terhadap tindakan penurunan
rasa sakit atau nyeri.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi
berhubungan dengan kerusakan
jaringan kulit.
Hasil yang di harapkan:
a. mencapai penyembuhan luka tepat
waktu dan tidak demam.
Rencana keperawatan
1) Tekankan pentingnya teknik
cuci tangan yang baik untuk
30
semua individu yang datang
kontak dnegan pasien.
2) Gunakan skort, sarung tangan,
masker dan teknik aseptic, selama
perawatan kulit.
3) awasi atau batasi pengunjung
bila perlu.
4) cuku atau ikat rambut di
daerah Yang terkena erupsi.
5) awasi tanda-tanda vital.
4. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnyaintake makanan.
Hasil yang di harapkan:
31
a. terpenuhinya kebutuhan nitrisi
sesuai dengan kebutuhan.
rencana keperawatan :
1) Berikan makanan sedikit tapi
sering.
2) Pastikan makanan yang
disukai/tidak disukai. Dorong
orang terdekat untuk membawa
makanan dari rumah yang tepat.
5. gangguan citra tubuh atau gambaran
diri yang berhubungan dengan
perubahan penampilan, sekunder
akibat penyakit varisela.
Hasil yang di harapakan :
a. Klien mengatakan dan menunjukkan
penerimaan atas penampilannya.
32
b. Menunjukkan keinginan dan
kemampuan untuk melakukan
perawatan diri.
c. Melakukan pola-pola
penanggulangan yang baru.
Rencana keperawatan
1)Ciptakan hubungan saling percaya
antara klien dan perawat
2)Dorong klien untuk menyatakan
perasaannya, terutama tentang ia
merasakan, berpikir, atau
memandang dirinya.
3)Hindarkan mengkritik klien.
4)Jaga privasi dan lingkungan
individu.
33
5)Berikan informasi yang dapat di
percaya dan perjelas informasi
yang telah di berikan.
6.Tingkatkan interaksi sosial
a. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas
b. Hindari sikap terlalu melindungi,
tetapi terbatas pada permintaan
individu.
c. Dorong klien dan keluarga untuk
menerima keadaan.
d. Berikan kesempatan klien berbagi
pengalaman dengan orang lain.
e. Lakukan diskusi tentang pentingnya
mengkomunikasikan tentang
34
penilaian klien dan pentingnya
daya dukung bagi mereka.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Varisela
adalah penyakit infeksi virus akut dan cepat menular, yang di sertai
gejala konstitusi dengan kelainan kulit yang polimorf, terutama berlokasi
di bagian sentral tubuh. Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer
pada penderita yang rentan.
35
Salan satu penyebab dari penyakit ini adalah virus herpes zoster.
Virus ini masuk kedalam tubuh dalam mengtoksikasi tubuh dan
menyebabkan bula-bula pada tubuh yang terinfeksi.
B. Saran
Berdasarkan uraian diatas maka hendaknya kita selaku reserver
utama dari virus ini menerapkan pola hidup bersih, karena dengan pola
hidup bersih dan tidak menggunakan sesuatu yang bergantian daat
mencegah terjadinya virus ini menyebar.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, karnen garna. 1991. Imunologi dasar. Balai penerbit FKUI, Jakarta.
Dwi rahariyani, loetfia. 2007. Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan sistem integumen. Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga jilid I. Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius.
36
Harahap,marwali.2000. Ilmu Penyakit Kulit, jakarta:hipokrates
Harnowo sapto.2001. Keperawatan Medikal Bedah, jakarta:wikipedia
www.medicastore.com
www.aboutwisegblogspot.com
37