V. HASIL DAN PEMBAHASAN data Dinas kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2008 Berdasarkan data Suku Dinas...
Transcript of V. HASIL DAN PEMBAHASAN data Dinas kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2008 Berdasarkan data Suku Dinas...
40
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kelembagaan
Pengelolaan sampah di DKI Jakarta khususnya di Jakarta Timur dilakukan
oleh Dinas Kebersihan, selain berfungsi sebagai pengelola sampah, dinas kebersihan
juga berperan sebagai pengatur, pengawas dan pembina pengelolaan persampahan.
Dalam mengelola sampah perlu dikutsertakan kelembagaan lain maupun masyarakat
agar penanganan terhadap sampah dapat dikelola dengan baik. Adapun beberapa
kelembagaan lain yang terlibat untuk membantu dinas kebersihan dalam memberikan
penyuluhan pengelolaan sampah kepada masyarakat adalah LSM Bina Swadaya,
JICA, Unilever.
a. Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur
Suku Dinas Kebersihan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas. Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya Kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara
teknis administratif kepada Kepala Dinas dan secara teknis operasional kepada
Walikotamadya yang bersangkutan. Kantor suku dinas kebersihan Jakarta Timur
diresmikan pada tanggal 28 Januari 2008. Suku Dinas Kebersihan memiliki fungsi
pelayanan kebersihan kepada masyarakat, instansi pemerintah dan swasta, pengendali
kepatuhan masyarakat terhadap peraturan kebersihan serta pemberdayaan masyarakat
di bidang kebersihan.
b. LSM Bina Swadaya dan JICA
LSM Bina Swadaya didirikan oleh ikatan petani pancasila pada Tanggal
24 Mei 1967. Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya pemberdayaan
masyarakat seperti pengembangan daerah, lingkungan, dan terdapat juga kegiatan
pelatihan, workshop. LSM ini bertujuan untuk memperjuangkan keberdayaan
masyarakat. Bina Swadaya bekerja sama dengan JICA (Japan-Indonesia Cooperation
Agency) untuk pengembangan desain 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Replace, Replant)
dalam pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat. Model
pengelolaannya ada di Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
Kerjasama LSM Bina Swadaya dan masyarakat RW 04 Kelurahan Susukan dilakukan
41
mulai awal September tahun 2006. "Warga RW 04 Kelurahan Susukan membentuk
kelompok yang disebut Pahala. Mereka berhasil mengolah sampah menjadi kompos
sebanyak 270 kilogram per bulan. Selain itu, warga juga mengubah sampah menjadi
kerajinan tangan yang bernilai ekonomis.
c. Unilever
PT Unilever bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin,
minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman
dari teh dan produk-produk kosmetik. Unilever Indonesia didirikan pada 5 Desember
1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever. Pada 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah
menjadi PT Unilever Indonesia dan pada 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah
menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Dalam mengolah dan memanfaatkan kembali
sampah plastik kemasan, PT Unilever memberikan pelatihan kepada kelompok
winarsih Kelurahan Ciracas, kerjasama PT Unilever dengan kelompok winarsih
dilakukan sejak kelompok winarsih menjadi juara Jakarta Green and Clean (JGC)
Agustus 2007.
5.2 Sumber dan Jumlah Timbunan Sampah
Sistem pengelolaan persampahan di daerah perkotaan perlu mendapatkan
perhatian khusus, selain karena pengelolaan sampah didaerah perkotaan sangat
penting karena melihat dari timbulan sampah yang dihasilkan besar (kepadatan
penduduk tinggi) tidak adanya lahan baik sebagai tempat pengolahan dimana
akhirnya menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Persampahan merupakan
masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam semua aspek kehidupan selalu
dihasilkan sampah, disamping produk utama yang diperlukan.
Timbulnya sampah di wilayah perkotaan dapat ditinjau dari 2 faktor yang
saling berpengaruh yakni penduduk sebagai subyek penentu timbulnya sampah dan
kondisi fisik (penggunaan lahan) sebagai tempat penduduk dalam melakukan
kegiatan yang kemudian menghasilkan sampah. Sampah tersebut berasal dari
berbagai sumber yakni : pemukiman, pasar, pertokoan, restoran dan hotel, fasilitas
umum, kawasan industri dan saluran. Tidak semua sampah masuk ke Tempat
Pembuangan Sementara (TPS), sebagian kecil ada yang dimusnahkan secara
42
individual oleh masyarakat atau dibuang begitu saja ke saluran air, sungai atau parit
yang terdapat di Jakarta Timur. Potensi sumber sampah dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Potensi wilayah/ sumber sampah Jakarta Timur Tahun 2008 No. Sumber Jumlah Volume Sampah (m³/hari)
Timbulan Persentase Terangkut Persentase Persentase
Terlayani
1. Perumahan 661.574 5300 78,91 4210 75,13 79,43
2. Real Estate 15 62 0,92 62 1,11 100
3. Toko/ Pertokoan 2874 39 0,58 39 0,69 100
4. Gedung/Kantor 283 12 0,17 12 0,21 100
5. Mall/Supermket 10 20 0,29 20 0,36 100
6. Industri 210 202 3,13 200 3,57 99,01
7. Hotel 129 12 0,17 12 0,21 100
8. Apotik 43 3 0,04 3 0,05 100
9. Rumah Sakit 24 48 0,71 46 0,82 95,83
10. Puskesmas 65 24 0,35 21 0,37 87,5
11. Sekolah/
Perguruan tinggi
393 63 0,93 63 1,12 100
12. Bioskop 21 4 0,06 4 0,07 100
13. Pedagang
Kaki Lima
22 226 3,36 221 3,94 97,78
14. Pasar 33 580 8,64 580 10,35 100
15. Taman/Fasilitas
Umum
35 15 0,22 15 0,27 100
16. Bengkel/Show
Room
39 9 0,13 9 0,16 100
17. Sungai/kali 5 19 0,28 12 0,21 63,16
18. Situ/Waduk 5 4 0,06 3 0,05 75
19. Tempat Rekreasi 4 8 0,11 8 0,14 100
20. Terminal 6 29 0,43 29 0,52 100
21. Stasiun Kereta
Api
3 16 0,24 16 0,29 100
22. Lain-lain - 21 0,31 18 0,32 85,71
Total 665.793 6.716 100,04 5.603 99,96 83,43
Sumber : data sekunder yang diolah
Pada Tabel 11 diketahui sebagian besar timbunan sampah di Jakarta Timur
berasal dari pemukiman sebesar 5300 m3/hari (78,91%) dan pasar dengan volume 580
m3/hari (8,64%). Sementara kemampuan dalam mengangkut sampah tidaklah
berubah. Jumlah timbunan sampah yang terlayani yaitu sebesar 83,43% , sisanya
tidak dapat diangkut setiap hari dan masih berada di TPS, selain itu juga berada di
tempat-tempat sampah liar yang berada di pemukiman yang lokasinya jauh dari TPS
dan jalan besar sehingga tidak dapat dijangkau oleh armada pengangkut.
43
5.3 Pelayanan pengangkutan sampah
Keberadaan sampah di perkotaan dikarenakan beberapa faktor salah satunya
adalah pertambahan jumlah penduduk, dengan semakin bertambahnya jumlah
penduduk maka kebutuhan akan makanan semakin bertambah sehingga hal ini akan
berdampak pada jumlah timbunan sampah yang ada di perkotaan. Sampah perkotaan
sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan pola konsumsi yang berlebih adalah
salah satu masalah yang dihadapi kota besar saat ini khususnya di kota Jakarta.
Pengumpulan sampah pada lokasi timbunan sampah merupakan hal selanjutnya yang
perlu diketahui, berbagai permasalahan yang timbul akibat pengumpulan sampah
antara lain banyaknya timbunan sampah yang terkumpul menjadi terdekomposisi dan
menimbulkan bau yang mengganggu pernapasan dan mengundang lalat yang
merupakan pembawa berbagai jenis penyakit. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur, jumlah volume timbunan sampah yang
diangkut dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Tingkat pelayanan pengangkutan sampah Jakarta Timur
No Tahun Jumlah
Penduduk
Volume Timbunan
Sampah (m3/hari)
Volume Sampah
Terangkut
(m3/hari)
Volume Sampah
Tersisa
(m3/hari)
1 2004 2.434.163 6060 5634 426
2 2005 2.385.121 6134 5897 237
3 2006 2.434.163 6086 5906 180
4 2007 2.393.788 6091 5999 92
5 2008 2.413.875 6396 6321 75 Sumber data Dinas kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2008
Berdasarkan data Suku Dinas Kebersihan 2008, dari 10 kecamatan yang
terdapat di Jakarta Timur, Kecamatan Makasar dan Kecamatan Pasar Rebo
merupakan kecamatan yang paling banyak menyisakan timbunan sampah.
Di Kecamatan Makasar sampah belum tertanggulangi sebesar 202 m3/hari (36,33%),
sementara di Pasar Rebo 178 m3/hari (36,18%) (Tabel 13).
44
Tabel 13 Timbunan sampah dan sampah tertanggulangi di masing-masing kecamatan
No. Kecamatan Timbunan (m3/hari)
Tertanggulangi (m3/hari)
(%) belum tertanggulangi
(m3/hari)
(%)
1 Matraman 597 552 92,46 45 7.54
2 Jatinegara 720 710 98,61 10 1.39
3 Pulogadung 912 877 96,16 35 3.84
4 Kramat Jati 849 849 100 0 0
5 Pasar Rebo 492 314 63,82 178 36.18
6 Duren Sawit 874 742 84,89 132 15.10
7 Cakung 680 680 100 0 0
8 Makasar 556 354 63,67 202 36.33
9 Ciracas 620 580 93,55 40 6.45
10 Cipayung 416 345 82,93 71 17.06 Sumber : data sekunder yang diolah
Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah petugas kebersihan dan jumlah
armada angkut yang tersedia. Adapun data timbunan sampah serta sampah
tertanggulangi wilayah kecamatan dan kelurahan dapat dilihat pada Lampiran 8.
5.3.1 Pengangkutan sampah
Pengangkutan merupakan salah satu proses yang sangat menentukan dari
pengelolaan sampah perkotaan. Pengangkutan sampah adalah subsistem yang
bersasaran membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari sampah secara
langsung ke tempat pembuangan akhir (TPA). Peranan Suku Dinas Kebersihan dalam
pengangkutan sampah sebesar 48,58%, kendaraan sewa sebesar 7,62%, peranan
PD (Perusahaan Daerah) Pasar sebesar 8,64%, peranan swastanisasi sebesar 13,25%,
dan peranan instansi lain sebesar 2,34%, sehingga jumlah sampah yang terlayani oleh
instansi kebersihan adalah 83,43%, peranan kelembagaan (instansi) dalam hal
pengangkutan sampah dapat dilihat pada Lampiran 9.
Saat ini pemerintah kota Jakarta menerapkan sistem otomatif, pengangkutan
mengunakan truk sebagai alat angkut utama, dan perlu diperhatikan komposisi
jumlah armada angkut serta volume sampah/hari yang diangkut. Saran pengangkutan
sampah yang dimiliki dinas kebersihan terdiri dari amrrol truck, pick up, compactor,
wheel loader, mesin compactor, gerobak motor, truk angkut, mesin penyapuan jalan
yang biasa digunakan untuk menyapu jalan di depan kantor walikota atau di jalan
dekat kantor-kantor pemerintahan, hal ini untuk memudahkan petugas kebersihan
dalam melakukan pembersihan jalan, selain menghemat waktu juga tidak menguras
45
tenaga. Sarana pengangkutan dapat dilihat pada Lampiran 6. Sedangkan sampah dari
pemukiman maupun tempat lainnya diangkut ke TPS kemudian dari TPS sampah
dinaikkan ke Truck atau ke Dump Truck dengan menggunakan Wheel Loader,
mengangkut material pada jarak tidak lebih dari 50 m. Sampah yang diangkut dari
TPS ke TPA dengan menggunakan Truck harus ditutup dengan terpal sehingga
sampah yang diangkut tidak berterbangan dan tidak mencemari udara.
(a) (b)
Gambar 4 (a) Wheel Loader (b) Truk yang tidak menggunakan terpal ketika
mengangkut sampah ke TPA
Wilayah pelayanan pengangkutan sampah di kota Jakarta Timur dibagi
berdasarkan pembagian wilayah administratif kecamatan, yakni Kecamatan
Matraman, Jatinegara, Pulogadung, Kramat Jati, Cakung, Pasar Rebo, Duren Sawit,
Makasar, Ciracas dan Cipayung. Pelayanan pengangkutan terpusat pada pusat
perbelanjaan, pertokoan, pemukiman, pasar-pasar termasuk penyapuan jalan-jalan
protokol.
Di wilayah pemukiman, pengangkutan sampah dilakukan dengan
mengunakan gerobak. Operasionalisasi gerobak dapat dilakukan berkoordinasi
dengan pihak pemerintah kecamatan atau kelurahan dengan memberdayakan pihak
RT sebagai pelaksana. Pemanfaatan gerobak sebagai alat angkut untuk
mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah (door to door) pada dasarnya paling
tidak memiliki beberapa keuntungan yaitu dengan dikumpulkannya sampah di TPS
akan dapat mengurangi volume pembakaran sampah dihalaman yang ternyata
menimbulkan sisa bakaran yang membentuk sampah baru. Secara ekonomis kegiatan
46
ini akan menguntungkan pihak RT karena dapat memperoleh dana bagi kas jasa
pengangkutan tersebut.
Pengangkutan dari TPS ke TPA banyak yang dilakukan dengan menggunakan
truk bak terbuka dan sudah bocor, sehingga sering terjadi sampah dan cairan sampah
yang diangkut tersebar disekitar rute perjalanan. Hal ini menjadikan keindahan kota
terganggu karena sampah tercecer dan bau yang ditimbulkan akan menggangu para
pengguna jalan. Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak
truk pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh Dinas
Kebersihan, ritasi truk pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut
menyebabkan biaya perawatan truk pengangkut akan meningkat dan masa pakai
kendaraan pengangkut akan semakin pendek.
5.3.2 Perwadahan dan Lokasi Penampungan Sampah
Pool gerobak dan bak beton sebagai sarana LPS merupakan wadah untuk
menampung sampah sementara sebelum sampah diangkut ke TPA. Selain LPS resmi
yang dibuat oleh dinas kebersihan terdapat juga LPS liar yang dibuat oleh warga
sebagai alternatif tempat buangan sampah (Lampiran 6). LPS liar biasanya dibuat
pada lahan kosong yang tidak dihuni atau tidak dirawat oleh pemiliknya sehingga
masyarakat dengan leluasa membuang sampah di LPS liar tersebut. Adanya LPS liar
ini akan sangat mengganggu kesehatan warga dan dapat mencemari lingkungan
sekitarnya. Di Jakarta Timur jumlah LPS liar sebanyak 115, jumlah LPS liar
terbanyak di Jakarta Timur terdapat di Kecamatan Matraman. Adapun jumlah LPS
liar di Jakarta Timur dapat dilihat pada Tabel 14.
47
Tabel 14 Jumlah Lokasi Penampungan Sampah Jakarta Timur Tahun 2008
No Kecamatan Jumlah dan Jenis LPS
Dipo Pool Gerobak Transito Bak Beton Terbuka /Liar
1 Matraman 3 - 4 40 40
2 Jatinegara - 3 8 25 10
3 Pulogadung 5 6 9 15 5
4 Kramatjati 2 1 6 65 3
5 Pasar Rebo 4 1 11 8 6
6 Cakung 8 - 9 31 -
7 Duren Sawit 9 - 12 25 31
8 Makasar 5 4 17 93 4
9 Ciracas 4 - 5 41 11
10 Cipayung 3 - 2 27 5
Total 43 15 83 370 115
Sumber: Suku Dinas Kebersihan 2008
5.3.3 Retribusi Pengelolaan Sampah
Pengaturan mengenai retribusi pelayanan persampahan Jakarta Timur diatur
dalam Perda Nomor 01 Tahun 2006. Pada pasal 103 ayat 1 menjelaskan bahwa
tingkat penggunaan jasa persampahan /kebersihan dikenakan retribusi dan di ukur
berdasarkan luas bangunan, volume sampah dan jangka waktu pelayanan.
Sebagaimana yang terkandung dalam pasal 105, ketentuan besarnya tarif retribusi
terhadap pelayanan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Besaran tarif retribusi berdasarkan Perda Nomor 01 pasal 105 Tahun 2006 No. Jenis sumber timbunan sampah Skala dan Volume Tarif retribusi
(Rp)
1 Toko,warungmakan,
apotik,bengkel,bioskop, tempat
hiburan,penjahit/konveksi,salon
Kecil (<0,50 m3/bln)
Sedang (0,51-0,75 m3/bln)
Besar (>0,76m3/bln)
10.000/bln
12.500/bln
15.000/bln
2 Industri, pusat pertokoan/plaza, pasar
swalayan, hotel, motel, taman rekreasi,
restoran
Minimal 2,5 m3 20.000/m3
3 Rumah sakit, poliklink, laboratorium Minimal 1,00 m3 10.000/m3
4 Pedagang usaha mikro - 5.000/m3
5 Penyediaan tempat pembuangan Akhir - 10.000/m3
6 Penyediaan lokasi instalasi pengolahan air
buangan (LIPAB)
- 5000/m3
7 Penyedotan tangki septictang Minimal 2 m3 20.000/m3
8 Pemakaian toilet berjalan - 325.000/toilet/hari
Sumber : Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur 2008
48
Berdasarkan data yang diperoleh secara umum penarikan tunai retribusi
kebersihan selama 4 tahun terakhir ini masih belum dapat memenuhi target yang telah
ditetapkan hal ini dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Perkembangan target dan realisasi retribusi kebersihan No Tahun Anggaran Target Realisasi Persentase Pencapaian (%)
1 2004 1.898.892.000 1.528.129.250 80,47
2 2005 1.851.846.000 1.528.129.250 70,61
3 2007 932.190.000 691.181.000 74,15
4 2008 815.820.000 772.743.000 94,72
Sumber : Dinas Kebersihan Tahun 2008
Gambar 5. Grafik Perkembangan Target & Realisasi Retribusi Kebersihan
Dari tahun ke tahun besarnya realisasi kurang dari target yang dicapai.
Misalnya saja pada tahun 2008, besarnya target retribusi yang didapat yaitu sebesar
Rp 815.820.000 sementara realisasi penerimaan retribusi mencapai Rp 772.743.000
maka hal ini menunjukkan penerimaan retribusi kebersihan belum melampaui target
sebesar 5,28%. Oleh karenanya pemerintah dan Dinas Kebersihan harus mencari
strategi baru dan mengambil tindakan tegas agar disiplin masyarakat dalam
membayar retribusi sampah dapat terlaksana dengan baik.
5.4 Usaha Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah 3R ( Reduce, Reuse, Recycle )
5.4.1 Usaha Pengomposan Sampah
Untuk mengetahui manfaat ekonomi maupun kelayakan usaha daur ulang
sampah menjadi kompos peneliti mengambil sampel di pabrik kompos “Mutu Elok”
yang terdapat di perumahan Cipinang Elok RW 10 kecamatan Jatinegara, Jakarta
Timur.
49
a) Sejarah Kompos Mutu Elok
Perumahan Cipinang Elok di RW 10 terdiri dari 15 RT dan 780 KK, dan
diketuai oleh seorang ketua RW yaitu Bapak Saksono, dalam menangani masalah
sampah beliau mengajak warganya untuk mulai mengelola sampah rumah-tangga
masing-masing. Usaha dalam mengajak warganya berkembang menjadi pengelolaan
kompos skala kawasan. Warga bekerjasama membangun tempat untuk kegiatan
pengomposan yang diberi nama Pabrik Kompos Mutu Elok (Gambar 6). Pabrik
kompos Mutu Elok didirikan awal Januari 2005, didirikannya pabrik ini merupakan
gagasan dari pengurus RW 10 dengan tujuan untuk mengurangi volume sampah ke
TPA Bantar Gebang. Pabrik ini didirikan di atas tanah seluas 75 m². Dana awal
pendirian pabrik didapat dari PPMK dan Kas warga. Selain itu dinas kebersihan pun
turut andil dalam menginvestasikan prasarana berupa mesin penyaring dan
penggiling.
Awal tahun 2005 pengurus RW 10 membuat proposal untuk mengajukan
permohonan bantuan dana mendirikan pabrik kompos Mutu Elok, dari proposal yang
diajukan akhirnya membuahkan hasil, pihak kelurahan memberikan bantuan
berkaitan dana PPMK (Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan). Dana yang diberikan
yaitu sebesar Rp 9.565.000, dana tersebut digunakan sebagai investasi awal proyek.
Selain dari dana PPMK pendapatan untuk produksi juga didapat dari kas warga. Kas
warga didapat dari dana operasional RT/RW dan biaya retribusi yang diberikan warga
tiap bulannya. Dana operasional RT/RW berasal dari gaji para pengurus RT/RW
sebesar Rp 750.000/orang. RW 10 terdiri dari 15 RT sehingga kas warga mendapat
tambahan pendapatan dari dana operasional sebesar Rp 12.000.000 tiap bulannya.
Sedangkan kas warga dari retribusi didapat dari warga yang membayar retribusi tiap
bulannya dengan kisaran Rp 20.000-Rp 70.000, biaya retribusi ditetapkan
berdasarkan pada luasan tempat tinggal warga. Alokasi dana yang diberikan untuk
pabrik kompos Mutu Elok yaitu Rp 1.800.000 tiap bulannya. Selain dari dana PPMK
dan kas warga, dana pemasukan juga didapat dari bantuan mesins yang diberikan
pihak dinas kebersihan sehingga pengelola pabrik kompos Mutu Elok tidak perlu
50
mengeluarkan biaya untuk membeli mesin. Mesin yang diberikan yaitu mesin
penggiling dan mesin penyaring dengan harga sebesar Rp 10.000.000.
Adanya kerjasama dari berbagai pihak baik internal maupun eksternal sangat
membantu upaya terwujudnya pengolahan sampah hijau menjadi kompos. Pihak
internal yaitu pengurus RW dan partisipasi warga perumahan Cipinang Elok, pihak
eksternal yaitu pengujian proses produksi dan kualitas kompos Mutu Elok yang
dibantu oleh Ibu Setiati Ediono selaku dosen dari Fakultas Teknik Lingkungan
Universitas Trisakti serta kerjasama dari pemerintah.
(a) (b)
Gambar 6. (a) TPS perumahan Cipinang Elok dan merangkap Pabrik kompos Mutu Elok; (b)
Plang Pabrik Kompos Mutu Elok
b) Struktur kepengurusan
Dalam suatu usaha diperlukan adanya struktur organisasi atau kepengurusan
dan diharapkan masing-masing orang yang berperan didalamnya tahu menjalankan
tugas dan fungsi yang diperankan dalam suatu usaha. Kesederhanaan struktur
organisasi yang ada dikarenakan aktivitas yang dilakukan hanya berdasarkan pada
beberapa pembagian kerja. Adapun penggolongan pembagian kerjanya terdiri dari :
1. Penanggung jawab : (Bpk. Saksono Soehodo)
2. Seksi Kebersihan : (Bpk. Ajon Hermansyah)
3. Dua orang pekerja pembuat kompos : (Bpk. Parno dan Bpk Udin)
4. Sepuluh orang petugas pengambil sampah
Penggolongan pembagian kerja dapat dilihat pada gambar struktur organisasi
dibawah ini.
51
Gambar 7. Struktur Organisasi Pengelola Pabrik Kompos “ Mutu Elok”
Struktur organisasi dibentuk sangat sederhana sehingga tidak ada konflik
besar yang terjadi. Tugas dan wewenang yang dilakukan sesuai dengan
tanggungjawab masing-masing. Diperlukan jadual kerja yang rutin dengan spesifikasi
kerja yang jelas sehingga usaha pengelolaan sampah menjadi kompos dapat terus
berlangsung dengan baik.
c) Tenaga kerja dan tingkat pendidikan
Pabrik kompos Mutu Elok memiliki seorang penanggung jawab yang juga
merupakan ketua RW 10, beliau memiliki latar belakang pendidikan Perguruan
Tinggi dan memiliki pengalaman kerja di bidang Kebersihan dan Lingkungan, dalam
menjalankan usaha pengomposan bapak Saksono tidak bekerja sendirian namun
ditemani oleh para pekerja lainnya. Pekerja di Pabrik Kompos Mutu Elok berlatar
belakang pendidikan SD dan SLTP, para pekerja tidak mempunyai keahlian dan
pendidikan khusus tentang sampah. Oleh karena itu, sebelumnya mereka diberikan
pelatihan dasar bagaimana mengolah sampah menjadi kompos agar kompos memiliki
kualitas yang baik. Kegiatan pembuatan kompos dilakukan setiap hari, para pekerja
pabrik kompos Mutu Elok bekerja dari pukul 08.00-16.00 WIB. Kegiatan
pengomposan di pabrik kompos Mutu Elok memperkerjakan dua orang dan satu
teknisi. Dalam menjalankan tugasnya dua orang pekerja pabrik kompos Mutu Elok
yang mengolah sampah menjadi kompos bekerja secara fleksibel tanpa ada
Penanggungjawab
Seksi Kebersihan
2 Orang Pembuat Kompos 10 Orang Petugas Pengambil Sampah
Warga Perumahan Cipinang Elok
52
pembagian tugas, maksudnya struktur kerja masing-masing pekerja tidak terlalu
mengikat, hal ini dikarenakan beberapa pekerjaan pengomposan dapat dirangkap oleh
dua pekerja. Untuk mendapatkan input produksi kompos berupa sampah daun,
pekerja pabrik kompos Mutu Elok bekerjasama dengan 10 orang petugas kebersihan
RW 10 untuk mengumpulkan sampah daun dari taman dan perumahan warga.
d) Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos
Berdasarkan pengamatan secara langsung proses pengolahan sampah
(Lampiran 7) menjadi kompos sangat mudah, dalam pembuatannya ada beberapa
bahan baku yang harus disiapkan yaitu, sampah daun yang menjadi input produksi,
EM4 (Effective Mikroorganism-4), gula, dedak, tanah dan bokasi (merupakan hasil
fermentasi bahan organik dengan perlakukan bakteri (EM-4). Fermentasi ini
membutuhkan waktu 3 hari. Bokasi dibuat dari bahan organik yang biasa ditemukan
dilahan pertanian seperti misalnya sekam, rumput, daun-daunan, jerami
(untuk memperbaiki sifat fisik tanah), ditambah kotoran hewan (untuk memperbaiki
sifat kimia tanah) dan larutan EM-4 (untuk memperbaiki sifat biologi tanah).
Adapun tahapan-tahapan dalam pembuatan kompos di pabrik Mutu Elok adalah
sebagai berikut:
a. Awalnya sampah sisa tanaman (daun) dikumpulkan oleh petugas
pengambil sampah, kemudian ditimbun dalam bak sampah selama
2 hari setelah ditimbun sampah daun dihancurkan di mesin penggiling.
b. Setelah digiling, sampah dengan takaran 1-2 m³ diberikan cairan EM4
dan dicampur dengan 10 kg tanah, 10 kg dedak dan bokasi aduk
campuran bahan-bahan tersebut sampai merata.
c. Adukan sampah yang telah merata tersebut diberi 1 kg gula yang telah
larut dalam 200 liter air.
d. Sampah yang telah tercampur dengan larutan gula ditumbuk menjadi
satu, kemudian dicetak dan ditekan dengan cangkul dan garu
berukuran 1x1 m. Setelah dicetak sampah tersebut ditutup dengan
terpal dan diamkan selama 15 hari, agar sampah tersebut dapat
terfermentasi dengan baik.
53
e. Setelah 15 hari sampah yang telah terfermentasi mulai menguap dan
menghasilkan kompos yang basah dan kasar sehingga dilakukan
penggilingan kembali hingga halus.
f. Kompos basah yang telah halus digiling kemudian disaring dalam
mesin penyaringan, hingga kandungan air dalam kompos berkurang.
g. Setelah disaring, kompos tersebut ditampung dalam bak untuk
diangin-anginkan, setelah itu kompos siap untuk dikemas dalam
plastik berukuran 5 kg.
e) Pemasaran Kompos
Pemasaran kompos elok masih terbatas secara lokal, namun produksinya
memiliki daya saing yang cukup baik dengan kompos di tempat lain, baik dari segi
harga maupun kualitasnya. Dalam menjual hasil yang di produksinya, pabrik kompos
Mutu Elok masih menfokuskan di wilayah Jakarta Timur. Walaupun pabrik kompos
Mutu Elok belum memiliki konsumen tetap. Namun tidak menutup kemungkinan
bagi pabrik kompos Mutu Elok untuk meningkatkan pangsa pasarnya melihat kondisi
permintaan konsumen yang cukup besar saat ini. Pemesanan kompos tidak hanya dari
warga perumahan Cipinang Elok saja tetapi juga dari luar perumahan Cipinang Elok,
selain itu ada juga konsumen yang datang langsung membeli kompos di pabrik
kompos Mutu Elok.
Strategi pemasaran yang selama ini dilakukan adalah dengan mengikuti
pameran produk dan memasarkan kompos lewat internet. Sehingga ada pemasaran
secara tidak langsung dari pelanggan kepada masyarakat untuk mempromosikan
kompos Elok. Kompos Elok dijual dalam kemasan berukuran 5 kg, namun disediakan
juga bagi konsumen yang ingin membeli dengan ukuran yang sedikit atau yang lebih
banyak dari 5 kg. Sebagian dari kompos yang telah dikemas dititipkan di Toko Eropa
milik bapak Ajon yang juga merupakan seksi kebersihan dan bendahara di Pabrik
kompos Mutu Elok. Pada awal produksi, penjual memberikan secara gratis kepada
warga perumahan Cipinang Elok sekaligus promosi, setelah itu penjual menjual
kompos hasil produksinya dengan harga yang terjangkau dan relatif murah yaitu
seharga Rp 1000/kg. Namun seiring dengan perubahan harga input produsi, harga
54
jual kompos Elok menjadi Rp1500/kg. Sehingga untuk satu kemasan yang berukuran
5 kg harga jualnya adalah Rp 7500.
Untuk kemasan kompos yang baik dan harga yang relatif murah serta adanya
promosi tidak langsung yang dilakukan pelanggan karena merasa puas dengan
kualitas kompos menyebabkan permintaan konsumen terhadap kompos semakin
meningkat serta menjadikan nilai tambah bagi pengelolaan sampah di perumahan
Cipinang Elok sehingga menjadi layak untuk dijalankan, selain itu dalam
memasarkan kompos, Bapak Saksono selaku pengelola membagikan kompos secara
gratis untuk menarik perhatian pembeli baik didalam maupun diluar komplek
perumahan Cipinang Elok.
Potensi pasar bagi kompos yang dihasilkan dari permintaan konsumen tiap
bulannya mencapai 500-700 kg. Potensi pasar yang belum dimanfaatkan dari
pengelolaan sampah di pabrik kompos Mutu Elok adalah sampah organik limbah
rumah tangga dan sampah non organik. Pabrik kompos Mutu Elok menggunakan
sampah tanaman dari taman-taman disekitar perumahan Cipinang Elok dan tanaman
warga untuk dijadikan kompos. Sehingga potensi sampah organik maupun non
organik yang belum terolah menjadi ketersediaan input yang besar untuk
menghasilkan keuntungan dari pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok.
f. Pendapatan (Inflow)
Pendapatan yang diterima dari kegiatan produksi kompos di Pabrik Mutu Elok
berasal dari hasil penjualan tiap harinya. Selain itu, pabrik kompos Mutu Elok
mendapat pemasukan dari aliran cashflow finansial pabrik kompos Mutu Elok yang
meliputi dana PPMK dari kelurahan, kas warga RW 10, bantuan mesin yang
diberikan dari dinas kebersihan. Perumahan Cipinang Elok menghasilkan sampah
14-15 m3/harinya, dan 2-3 m
3/hari sampah dari tanaman digunakan untuk membuat
kompos. Untuk menghasilkan kompos kemasan siap jual dalam jumlah banyak maka
kegiatan pengomposan dilakukan setiap hari. Tiap bulannya pabrik kompos Mutu
Elok mampu menghasilkan 500-700 kg kompos siap jual. Harga jual yang ditetapkan
dari tahun 2006-2007 sebesar Rp 1000/kg, sedangkan tahun 2008 dan 2009 harga
kompos naik menjadi Rp 1500/kg, hal ini dikarenakan krisis dan harga bahan
55
pembuatan yang semakin mahal. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bapak
Ajon Hermansyah selaku seksi kebersihan dan bendahara, pada tahun 2006 kompos
terjual 6.906 kg, pada tahun 2007 terjual 7.259, sedangkan tahun 2008 dan 2009
terjual sebanyak 8.883 kg. Adapun total penjualan kompos dapat dilihat pada
Tabel 17.
Tabel 17 Total penjualan kompos elok pada tahun 2006-2009
Tahun Harga Jual (Rp/kg) Produksi Kompos (Kg/tahun) Total penjualan
2006 1000 6.906 6.906.000
2007 1000 7.259 7.259.000
2008 1500 8.883 13.324.500
2009 1500 8.883 13.324.500
Sumber Hasil Penelitian 2009
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Ajon selaku seksi kebersihan,
proyeksi produksi kompos sampai dengan tahun 2014 yaitu 700 kg tiap bulannya,
sehingga dapat diproyeksikan produksi kompos tiap tahunnya dari tahun 2009 sampai
2014 sebanyak 8.883 kg. Hal ini dikarenakan bahan baku kompos yang berasal dari
sampah daun sisa tanaman warga masih berkisar 2-3 m3. Pengelola kompos Mutu
Elok tidak meningkatkan harga jualnya sampai pada kurun waktu tujuh tahun
kedepan, sehingga harga yang ditetapkan masih sama yaitu sebesar Rp 1500/kg, Hal
ini disebabkan karena adanya kekhawatiran akan turunnya permintaan penjualan
kompos Mutu Elok.
g. Pengeluaran (Outflow)
Pengeluaran yang dikeluarkan Pabrik kompos Mutu Elok selama kegiatan
produksi kompos terdiri dari biaya investasi, biaya produksi, biaya pegawai, dan
biaya lain-lain/biaya tak terduga. Penjelasan akan biaya pengeluaran akan dijelaskan
sebagai berikut : Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan di awal proyek
dan tidak habis dibagi dalam satu periode produksi, biaya investasi yang dikeluarkan
oleh Pabrik kompos Mutu Elok di tahun 2005 adalah pendirian bangunan, peralatan,
investasi meja dan kursi. Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
proses pembuatan kompos, adapun input produksi yang digunakan dalam membuat
kompos dapat dilihat pada Lampiran 10. Bahan-bahan yang digunakan untuk
pembuatan kompos ini dibeli untuk penggunaan kurun waktu satu tahun, tiap
56
tahunnya EM4 dibeli sebanyak 10 botol dengan harga Rp 25.000, sedangkan untuk
harga dedak mengalami kenaikan harga tiap tahunnya, tahun 2006 harga dedak
sebesar Rp 1.600/kg, tahun 2007 seharga Rp 2000/kg dan tahun 2008 meningkat lagi
seharga Rp 3.500/kg. Kenaikan harga bahan baku menyebabkan adanya kenaikan
harga penjualan kompos/kg. Adapun rincian harga biaya produksi dapat dilihat pada
Lampiran 10. Selain biaya investasi dan biaya produksi, biaya lain yang dikeluarkan
pabrik kompos Mutu Elok adalah biaya tenaga kerja dan biaya lain-lain. Dalam
memproduksikan kompos Elok, pabrik kompos memiliki 2 orang pekerja. Setiap
pekerja mendapatkan gaji per bulannya sebesar Rp 900.000. sehingga dalam setahun
biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji pegawai Pabrik kompos Mutu Elok
yaitu sebesar Rp 21.600.000. Selain itu biaya pengeluaran pabrik kompos Mutu Elok
adalah biaya lain-lain seperti biaya perbaikan peralatan, biaya perbaikan gerobak dan
ongkos kirim kompos. Biaya yang dikeluarkan oleh Pabrik Kompos Mutu Elok
untuk perbaikan peralatan yaitu sebesar Rp 300.000/tahun, sedangkan untuk biaya
perbaikan gerobak sebesar Rp 85.000/tahun dan biaya ongkos kirim pengelola
menetapkan Rp 700.000 tiap tahunnya. Sehingga dapat diakumulasikan besarnya
biaya lain-lain yaitu Rp 1.085.000, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 10.
f. Analisis kelayakan usaha
Unsur-unsur yang terdapat dalam perhitungan adalah penerimaan yang
merupakan arus manfaat (inflow), serta pengeluaran (outflow) yang berupa biaya
investasi serta biaya operasional. Analisis kelayakan finansial memperhitungkan
besarnya penerimaan pabrik kompos Mutu Elok yang berasal dari hasil penjualan,
bantuan mesin, dana PPMK dan kas warga, selain itu juga diperhitungkan besarnya
pengeluaran yang digunakan untuk investasi, produksi, tenaga kerja dan biaya
lain-lain. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran merupakan keuntungan ataupun
kerugian yang diterima oleh pengelola pabrik kompos Mutu Elok, kriteria yang
digunakan adalah NPV, nilai B/C ratio dan IRR. Nilai NPV yang didapat sebesar Rp
24.480.229,42, nilai net B/C sebesar 5 dan nilai IRR sebesar 44,47 %, usaha
pengelolaan sampah dan dauran sampah organik menjadi kompos dikatakan layak
untuk dikembangkan secara finansial karena nilai NPV > 0, B/C > 1 dan nilai IRR
57
lebih besar dari tingkat DR (Discount Rate) yang ditentukan yaitu sebesar 10 %.
Untuk lebih jelasnya penghitungan maupun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada
Lampiran 10.
5.4.2 Usaha daur ulang sampah kota
Usaha pemanfaatan sampah merupakan komponen penting dalam pengelolaan
sampah untuk dapat mengurangi dampak lingkungan, khususnya sampah anorganik
yang dapat didaur ulang dan memiliki manfaat ekonomi. Manfaat ekonomi yang
diperoleh pemulung dari berbagai jenis bahan dauran sampah serta harga jualnya
dapat dilihat pada Tabel 18. Dan beberapa aspek yang dapat dilihat dari kegiatan
pengelolaan sampah oleh pemulung diuraikan sebagai berikut.
Tabel 18 Nilai ekonomi bahan dauran sampah anorganik Tahun 2009 No. Jenis barang bekas Volume
(ton)
Harga
jual
(Rp/kg)
Manfaat ekonomi (Rp)
1. - Kertas 103,2 700 72.240.000
- Plastik
Plastik Asoy/Kresek
Plastik Ember
19,2
18
400
1500
7.680.000
27.000.000
- Karet 1 500 500.000
- Kaca 24 300 7.200.000
- Logam 1,5 9000 13.500.000
- Kaleng 0,9 1200 1.080.000
- Aqua Botol
Gelas
2,4
3
2500
4000
12.000.000
6.000.000
- Kardus 18 1300 23.400.000
2. Jumlah 191,2 170.600.000
4. Nilai ekonomi bahan
dauran sampah/ton
=
Rp 170600000 = Rp 892.259,41
191,2 ton
5. Besar manfaat ekonomi yang
diperoleh / hari
=
Rp 892.259,41 X 0,035 kg/hari
= Rp 31.229,08
Sumber data primer yang diolah
Nilai manfaat ekonomi yang diperoleh dapat diketahui dari perkiraan volume
bahan dauran sampah yang didapat oleh pemulung dikalikan dengan nilai jualnya.
Besarnya manfaat ekonomi yang diperoleh dari bahan dauran sampah kota bagi para
pemulung sebesar Rp 170.600.000. Diperkirakan dengan rataan mengumpulkan dan
menjual bahan dauran sebanyak 35 kg/ harinya, maka besar manfaat ekonomi yang
diperoleh/hari adalah Rp 31.229,08. Pemanfaatan sampah anorganik perlu di
58
tingkatkan dan perlu mendapatkan perhatian khusus pemerintah agar masyarakat
memanfaatkan dan mengolah kembali sampah anorganik.
a) Arus pemasaran bahan dauran
Untuk mendapatkan uang pemulung harus berusaha mengumpulkan
sebanyak-banyaknya bahan dauran. Bahan dauran sampah yang dikumpulkan oleh
pemulung beraneka ragam yaitu aqua botol, aqua gelas, kaleng, kardus, karung,
plastik (kemasan dan asoy), kertas, besi, tembaga, alumunium. Setelah keranjang atau
gerobak pemulung penuh dengan bahan dauran sampah, oleh pemulung akan
ditumpuk dekat gubuknya masing-masing. Bahan dauran sampah yang telah
terkumpul banyak akan dijual ke lapak/penampung, masing-masing pemulung
biasanya sudah memiliki pelanggan tetap untuk menjual bahan daurannya pada lapak.
Kemudian bahan dauran yang telah diterima lapak akan dijual ke agen/ lapak besar
sampai selanjutnya bahan dauran sampah tersebut sampai pada pabrik pengolah
bahan baku / pabrik daur ulang (Gambar 8).
Pabrik pengolah bahan dauran skala industri kecil atau skala rumah tangga
biasanya transaksi pembayaran dilakukan secara tunai. Keuntungan yang diperoleh
pada masing-masing peran berbeda, lapak kecil memiliki keuntungan lebih kecil dari
agen/ lapak besar karena agen/ lapak besar memiliki akses yang lebih besar terhadap
modal dan informasi pasar
Gambar 8. Arus pemasaran dauran
Pabrik Pengolahan Bahan Baku dan Bahan Jadi
Pemasok Bahan Dauran
Agen / Lapak Besar
Lapak Kecil
Pemulung
59
b) Keterikatan dengan Lapak
Sebagian dari pemulung memiliki keterikatan dengan lapak, adanya
keterikatan dengan lapak akan memudahkan pemulung dalam memasokkan hasil
pulungannya, selain itu pemulung yang bekerja dengan lapak diberikan alat kerja
seperti gerobak, alat timbangan dan fasilitas kerja seperti pemondokan dan modal
kerja untuk pemulung. Karena seluruh kebutuhannya telah dipenuhi oleh pemilik
lapak, pemulung berkewajiban untuk mencari barang-barang bekas dan pemulung
yang memiliki keterikatan dengan lapak tidak boleh menjual hasil pulungannya ke
lapak manapun. Berapa pun harga yang ditetapkan oleh pemilik lapak, pemulung
harus menerimanya. Pemilik lapak dalam hal ini akan membeli barang-barang bekas
dengan harga serendah mungkin dan berupaya mendapatkan harga setinggi mungkin
ketika menjualnya. Terdapatnya pemulung yang tidak terikat dengan lapak
dikarenakan mereka merasa dirugikan oleh pihak lapak, keluarnya pemulung dari
lapak dianggap lebih adil karena pemulung dapat menjual barang-barang bekasnya ke
lapak mana saja dengan lebih bebas sesuai dengan keinginan mereka. Selain itu,
pemulung tidak lagi dikejar-kejar oleh target atau diperintah oleh pemilik lapak untuk
mencari barang-barang bekas. Demikian halnya dengan waktu kerjanya mereka
merasa lebih leluasa dengan jadwal waktu mencari dan menjual barang-barang bekas.
Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat 72% pemulung memiliki keterikatan
dengan lapak, sedangkan sisanya 28% tidak terikat dengan lapak. Adapun jumlah
pemulung yang memiliki keterikatan dengan lapak dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Keterikatan pemulung dengan lapak
No Keterikatan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1 Ya 36 72
2 Tidak 14 28
Total 50 100
Sumber data primer yang diolah
60
(a) (b)
Gambar 9. (a) Pemulung yang tidak memiliki keterikatan dengan lapak; (b)
pemulung yang difasilitasi gerobak oleh lapak;
c) Jenis Sampah
Berdasarkan hasil yang telah diolah, diperoleh jenis plastik kemasan sebesar
16%, jenis botol aqua sebesar 34%, sedangkan 50% nya jenis yang lain seperti
kardus, kertas, logam, besi, karung, kaleng. Berdasarkan hasil wawancara dengan
pemulung, jenis plastik yang banyak ditemukan adalah plastik kresek (asoy), saat ini
nilai jual kantong kresek (asoy) sangat rendah sehingga tidak banyak pemulung yang
bersedia untuk mengais plastik kresek. Pemulung lebih banyak mengais aqua
gelas/botol, karung, kardus dan sampah anorganik dari bahan aluminium. Hal ini
dikarenakan nilai jualnya lebih tinggi. Kecepatan tangan pemulung dalam mengais
sangat menentukan banyak tidaknya hasil pulungan yang didapat.
(a) (b)
Gambar 10. (a) sampah aqua botol dan gelas plastik (b) kardus bekas
61
d) Sumber sampah
Para pemulung mendapatkan hasil pulungannya dari berbagai sumber seperti
pemukiman, TPS, pabrik, pasar, sekolah, jalan protokol. Biasanya sebagian besar
pemulung memilih untuk beroperasi lebih dari satu tempat hal ini dikarenakan agar
hasil pulungan yang didapat oleh pemulung bervariasi dan pemulung berharap agar
mendapat hasil pulungan lebih banyak. Tetapi ada juga pemulung yang hanya
memilih satu tempat untuk mendapat hasil pulungan tanpa harus mengeluarkan
banyak tenaga, misalnya pemulung yang memilih untuk beroperasi hanya di daerah-
daerah pabrik saja atau memilih di pemukiman saja. Dari data yang telah diolah
didapat 14% berasal dari pemukiman, 10% dari pabrik, sampah yang berasal dari
pemukiman dan pabrik 14%, 26% sampah berasal dari pemukiman dan jalan
protokol, dan dari sumber lainnya masing-masing sebesar 2-8%. Dari gambar grafik
dibawah ini dapat dilihat bahwa pemulung mendapatkan hasil pulungan lebih banyak
di pemukiman dan jalan.
Gambar 11. Grafik sumber sampah yang didapatkan oleh pemulung
Keterangan :
1 : Pemukiman
2 : Jalan Protokol
3 : Pabrik
4 : Pemukiman & Pabrik
5 : Pemukiman & TPS
6 : Pemukiman &
Jalan Protokol
7 : Pemukiman & Pasar
8 : Pemukiman & Kantor
9 : Pemukiman & Sekolah
10 :Jalan Protokol &
Pabrik
11 : Jalan Protokol & Pasar
12 : Pabrik & Sekolah
13 : > 2 tempat
Sumber Sampah
13121110987654321
Pe
rse
nta
se
30
20
10
0
2%
4%
6%
2%
4%
2%
4%
8%
14%
10%
4%
14%
26%
62
e) Karakteristik Pemulung
Sebagian besar pemulung beroperasi di sekitar pemukiman, pasar, pabrik,
jalan protokol, perkantoran dan TPS. Peran pemulung dalam penanganan sampah
kota sangat penting, karena kegiatan pemulungan dapat mengatasi penumpukan
sampah di sumber dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Responden pemulung
yang diwawancarai sebanyak 50 orang. Dalam penelitian ini aspek yang dikaji yaitu
jenis kelamin, umur, pendidikan, daerah asal, lama bekerja, pendapatan, keterikatan
dengan lapak, jenis sampah yang ditemukan, sumber sampah yang didapat,
(Lampiran 3). Berikut uraian dari karakteristik responden pemulung :
1. Jenis Kelamin dan Umur
Hasil Pengumpulan data yang telah diolah menunjukkan pemulung yang
berjenis kelamin pria sebesar 94 persen dan sisanya yaitu 6 persen berjenis kelamin
wanita. Berdasarkan hasil yang diperoleh, umur responden dengan kelas umur 15-24
tahun sebesar 8%, kelas umur 25-35 tahun sebesar 40% sedangkan kelas umur 36-45
tahun dan 46-55 tahun masing-masing sebesar 26%. Usia pemulung tergolong
produktif dimana kemampuan dan semangat bekerjanya masih tinggi. Sehingga
sedikitnya dapat membantu pemerintah kota khususnya petugas kebersihan dalam
mengurangi keberadaan sampah di pemukiman maupun jalan.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang dapat mempengaruhi dan mewarnai pola
pikir seseorang mengenai wawasan atau pandangannya dalam melihat dan
menganalisa sesuatu hal. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan
menghantarkan sejauh mana para pemulung dapat memperbaiki kualitas hidupnya.
Umumnya pemulung memiliki pendidikan rendah dari hasil yang diperoleh jumlah
pemulung yang tidak sekolah sebesar 12% (6 orang), tamat SD sebesar 48%
(24 orang), tidak tamat SD sebesar 22% (11 orang) dan tamat SMP sebesar 18%
(9 orang). Keadaan ekonomi yang lemah menyebabkan mereka putus sekolah atau
tidak sekolah sama sekali, sehingga kondisi seperti inilah yang memaksa mereka
untuk menekuni profesi sebagai pemulung.
63
3. Daerah Asal
Berdasarkan hasil wawancara dengan 50 responden, pemulung yang bekerja
di Jakarta Timur 72% (36 orang) diantaranya merupakan warga pendatang yang
berasal dari Demak, Rangkas Bitung, Tegal, Madura, dan 28% (14 orang) pemulung
merupakan warga asli kota Jakarta (Gambar 12). Sehingga menyebabkan penduduk di
Jakarta semakin padat namun adanya pemulung akan dapat membantu proses
pengurangan sampah yang ada di kota Jakarta khususnya.
Gambar 12. Daerah asal pemulung
4. Lama Bekerja dan pendapatan
Bekerja sebagai pemulung merupakan mata pencaharian pokok mereka,
sedangkan usaha lainnya sebagai sampingan saja, misalnya menjadi kuli bangunan,
kuli panggul di pasar sedangkan wanitanya memiliki kerja sampingan menjadi bibi
cuci. Pada penelitian ini lama kerja atau jumlah waktu kerja dibagi dalam empat
kategori (Tabel 20). Berdasarkan hasil yang diperoleh, 34% pemulung memilih
bekerja dengan waktu yang relatif lebih lama yaitu > 13 jam, 26% bekerja 11-13 jam,
16% bekerja 8-10 jam dan 24% pemulung memilih waktu bekerja 5-7 jam. Para
pemulung berangkat kerja pukul 05.00- 11.30 WIB, istirahat dan sholat kemudian
berangkat lagi pukul 13.00 sampai sore yang tidak tentu waktunya.
Tabel 20 Lama bekerja pemulung dalam mengais hasil pulungan No Lama bekerja (jam) Jumlah individu Persentase
1 5-7 12 24
2 8-10 8 16
3 11-13 13 26
4 > 13 17 34 Sumber data primer yang diolah
64
Dari hasil wawancara pendapatan rata-rata per bulan yang mereka dapat
bervariasi. Faktor yang cukup berpengaruh terhadap pendapatan pemulung sampah
adalah lamanya waktu yang dipergunakan untuk melakukan pengumpulan bahan
dauran sampah. Berdasarkan hasil yang didapat, 38% menerima pendapatan
Rp 1.000.000-1.500.000. 36% menerima pendapatan Rp 500.000-1000.000 per
bulannya, sisanya 26% pemulung berpendapatan Rp 300.000-500.000. Hubungan
lama waktu kerja dengan pendapatan yang dimiliki dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Keterkaitan Lama Bekerja dengan Pendapatan
5.5 Partisipasi Masyarakat
5.5.1 Nilai Partisipasi Masyarakat Terhadap Lingkungan Dalam Pengelolaan
Sampah Terpadu.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek
terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu
(Lampiran 1). Dalam penelitian ini ada 7 bentuk untuk menilai partisipasi masyarakat
terhadap pengelolaan sampah di lingkungannya, yaitu keikutsertaan memilah sampah,
ketersediaan tempat sampah dirumah, pengetahuan, pendapat warga terhadap
pemisahan sampah organik dan anorganik, hal yang dilakukan jika tempat tinggal
kotor, cara membuang sampah rumah, keikutsertaan dalam kerja bakti. Tingkat
partisipasi warga dalam mengelola sampah dapat dilihat pada Tabel 21.
Bars show Medians
1 2 3 4
lama bekerja
0
1
2
3
pe
nd
ap
ata
n
5-7 jam 8-10 jam 11-13 jam > 13 jam
Rp 300000-500000ket : 1 :
pendapatan
2 :Rp 500000-1000000
3 : Rp 1000000-1500000
65
Tabel 21 Tingkat partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah berdasarkan hasil
sebaran kuisioner No Kategori Tingkat Partisipasi Jumlah Responden Persentase
1 Rendah 1 1,67
2 Sedang 16 26,67
3 Tinggi 43 71,67
Total 60 100
Sumber data primer yang diolah
Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di
Kelurahan Susukan dan Kelurahan Ciracas dalam mengelola sampah berada pada
tingkat tinggi dengan persentase 71,67 %. Hal ini dikarenakan adanya kerjasama dan
komunikasi yang baik antara RT dengan warganya, berdasarkan pengamatan
langsung, RT dan kader lingkungan sering memberikan penyuluhan tentang
pemanfaatan sampah organik dan anorganik serta penyuluhan tentang lingkungan.
Sedangkan tingkat partisipasi pada masing-masing variabel dapat dilihat pada
Tabel 22.
Tabel 22 Tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan variabel dan hasil sebaran
kuisioner No Variabel Kategori Tingkat Partisipasi Jumlah
Responden Rendah % Sedang % Tinggi %
1 Keikutsertaan Dalam
Kerjabakti
3 5 25 41.6 32 53.3 60
2 Keikutsertaan Memilah
Sampah
15 25 6 10 39 65 60
3 Ketersediaan Tempat
Sampah di Rumah
0 0 34 56.7 26 43.3 60
4 Cara Membuang Sampah
Rumah
6 10 1 1.7 53 88.3 60
5 Hal yang dilakukan Jika
Tempat Tinggal Kotor
0 0 41 68.3 19 31.7 60
6 Pengetahuan warga
tentang TPA
16 26.7 25 41.7 19 31.7 60
7 Pendapat warga terhadap
pemilahan sampah
organik dan anorganik
2 3.3 31 51.7 27 45 60
Sumber data primer yang diolah
66
Kerja bakti adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing RT
untuk mengajak warganya agar peduli dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan
lingkungan yang bersih di tempat tinggal mereka masing-masing. Setiap RT memiliki
jadwal yang berbeda-beda untuk kerja bakti, adapun kegiatan yang dilakukan dalam
kerja bakti yaitu membersihkan saluran air (got), penanaman, penyapuan dan
pemeliharaan jalan di dalam maupun di luar gang.
Dari hasil kuisioner, sebanyak 3 responden (5%) menjawab tidak pernah
mengikuti kerja bakti, 25 responden (41,7%) menjawab kadang-kadang mengikuti
jika tidak berhalangan hadir dan 32 responden (53,3%) menjawab selalu mengikuti
kegiatan kerja bakti di tempat tinggalnya. Responden yang menjawab tidak pernah
ikut kerja bakti dan menjawab kadang-kadang dikarenakan kesibukan diluar rumah.
Berdasarkan wawancara dengan ketua RT biasanya warga semua aktif kerja bakti
hanya disaat ada perlombaan kebersihan, pada saat menjelang perayaan HUT
Kemerdekaan Republik Indonesia serta jika ada kunjungan instansi terkait kebersihan
lingkungan. Kegiatan kebersihan dalam hal ini kerja bakti masih bersifat momental,
yang berarti warga berperan aktif ketika hari atau moment tertentu saja. Kuatnya
peranan nilai-nilai sosial dalam masyarakat terutama budaya malu, menyebabkan
warga mengusahakan dirinya turut berperan dalam kerja bakti ataupun kegiatan lain
yang melibatkan warga disuatu lingkungan tempat tinggalnya. Perlu diadakan
kerjasama Dinas Kebersihan Provinsi maupun Kabupaten hingga Seksi Kebersihan
tingkat Kelurahan untuk membuat suatu jadual secara rutin mengenai kegiatan
kebersihan lingkungan, bila perlu diberikan sanksi atau denda bagi warga yang tidak
ikut serta dalam kegiatan kebersihan sehingga hasil denda tersebut dapat
dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah di tingkat RT.
Warga RT 03/RW 04 dan RT 05/ RW 08 memiliki partisipasi yang baik
dalam memilah sampah. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 22 dimana sebanyak 39
responden (65%) melakukan pemilahan sampah, sisanya 15 responden (25%) tidak
melakukan pemilahan, dan 6 responden (10%) melakukan pembakaran sampah skala
kecil. Adanya warga yang melakukan pembakaran sampah dikarenakan adanya lahan
untuk membakar sampah, dan seringkali warga berpendapat sampah sudah terlalu
67
lama menumpuk, “dilakukannya pembakaran sampah juga bertujuan untuk mengusir
keberadaan nyamuk cetus salah seorang warga”. Ketua RT juga tidak tinggal diam,
dalam menyikapi hal ini ketua RT sering memberikan teguran bagi warganya yang
melakukan pembakaran sampah walaupun pembakaran sampah yang dilakukan
dalam skala kecil dan teguran juga diberikan bagi warganya yang tidak memilah
sampah. Sikap tegas/bijaksana , berjiwa sosialisasi tinggi dan sikap peduli lingkungan
sangat diperlukan bagi seorang RT dalam membina warganya untuk menciptakan
suatu lingkungan yang bersih dan nyaman. Sikap peduli seorang RT atau pimpinan
terhadap suatu lingkungan, diharapkan dapat berpengaruh terhadap warganya. Hal ini
tercermin dari bapak Maman selaku ketua RT 03/RW 04 dan bapak Sukasno selaku
ketua RT 05/RW 08 yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, beliau bersama
Pepulih lainnya sering memberikan penyuluhan tentang kebersihan lingkungan selain
itu bapak Sukasno juga mengajak warganya untuk melakukan pemilahan sampah
organik dan anorganik.
Dalam melakukan pemilahan dibutuhkan adanya wadah yang membedakan
sampah organik dan anorganik. Ketersediaan wadah/tempat sampah di lingkungan
rumah sangatlah diperlukan hal ini diharapkan agar masyarakat membiasakan diri
untuk membuang sampah pada tempatnya, walaupun tidak menutup kemungkinan
ada juga sebagian kecil masyarakat yang masih membuang sampah tidak pada
tempatnya. Berbagai macam jenis tempat sampah yang disediakan oleh RT dan
warga, ada yang berupa kantong plastik, karung beras, kardus, ada juga yang berupa
kotak dari plastik, kayu, semen. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung
terdapat 34 responden (56,7%) menggunakan kantong plastik atau karung beras
sebagai tempat sampah mereka sedangkan sisanya 26 responden (43,3%) tempat
sampah yang dimiliki berupa kotak dari plastik/kayu/semen. Hal ini dapat dikatakan
bahwa tingkat partisipasi warga akan ketersediaan tempat sampah berada pada tingkat
sedang. Lebih banyaknya penggunaan kantong plastik maupun karung sebagai wadah
sampah dikarenakan di daerah lingkungan tempat tinggal mereka telah disediakan
tong sampah organik dan anorganik yang diberikan oleh pihak Kelurahan. Jenis
tempat sampah yang ada dapat dilihat pada Gambar 14.
68
(a) (b)
(c)
Gambar 14. (a) tempat sampah drum plastik; (b) tempat sampah dari kelurahan;
(c) wadah berupa kantong plastik untuk menampung sampah.
Dalam prosesnya sampah yang berada di rumah warga diangkut ke TPS
kemudian diangkut ke TPA. Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan
masyarakat, peneliti memberikan pertanyaan kepada responden “apakah ibu/bapak
tahu apa TPA dan bagaimana proses sampah di TPA?” dari pertanyaan yang diajukan
16 responden (26.7%) menjawab tidak tahu, 25 responden (41,7%) menjawab tahu,
19 responden (31.7%) menjawab mengerti apa yang dimaksud dengan TPA, dengan
adanya pengetahuan yang dimiliki masyarakat akan TPA, maka masyarakat akan
mengetahui bagaimana proses pengangkutan sampah dari rumah warga sampai ke
TPA dan mengetahui proses sampah berikutnya.
Sebagai konsekuensi dari aktifitas masyarakat sebagai penghasil sampah
maka masyarakat dipungut biaya untuk jasa pelayanan kebersihan, Dari hasil
wawancara dengan bapak RT, warganya bersedia membayar retribusi, walaupun
terkadang tidak tepat waktu dalam membayarnya. Retribusi kebersihan biasanya
digabungkan dengan iuran lain, dengan adanya penggabungan iuran ini mewajibkan
warga untuk membayar iuran kebersihan. Dari data yang diolah 100% responden
69
menjawab membayar retribusi. Iuran retribusi kebersihan plus kas warga sebesar
Rp 10.000 per bulan.
Lingkungan bersih merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan di tempat tinggalnya. Sumber sampah yang berasal dari masyarakat
sebaiknya dikelola oleh masyarakat yang bersangkutan agar mereka bertanggung
jawab terhadap sampahnya sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan
secara langsung, warga di Kelurahan Susukan RW 04 dan Kelurahan Ciracas RW 08
hal yang dilakukan jika lingkungan tempat tinggalnya kotor yaitu 41 responden
(68,3%) membersihkan sendiri,19 responden (31,7%) mengajak tetangga kerja bakti.
Dalam hal ini sangat diperlukan adanya komunikasi sesama warga (tetangga) untuk
bersama membangun dan menciptakan lingkungan yang asri.
Cara warga dalam membuang sampah juga dapat menunjukkan partisipasi
warga dalam menangani sampah yang berada di lingkungan tempat tinggalnya.
Dalam hal membuang sampah, 6 responden (10%) menjawab membuang di tempat
buang sendiri/dibakar, sedangkan 53 responden (88,3%) menjawab dimasukkan ke
dalam wadah lalu diambil petugas dan 1 responden (1,7%) menjawab membuang
sampah ke TPS. Banyaknya responden yang menjawab dimasukkannya sampah
kedalam wadah dikarenakan lokasi TPS yang jauh dan sudah ada petugas kebersihan
yang mengerjakan.
Aspek pemilahan sampah merupakan faktor penting dalam mengurangi
jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA dan akan sangat membantu petugas
kebersihan dalam mengangkut dan mengolah sampah di TPA. Pemilahan sampah
dilakukan dengan menyediakan tong sampah dengan warna yang berbeda.
Berdasarkan data yang diolah sebanyak 31 responden (51,7%) menyatakan sangat
setuju adanya pemilahan organik dan anorganik serta bersedia untuk menerapkan
dalam kehidupannya sehari-hari, 27 responden (45%) menjawab setuju akan kegiatan
pemilahan sampah dan 2 responden (3,3%) tidak setuju terhadap kegiatan pemilahan
dikarenakan sudah menjadi tanggungjawab petugas kebersihan, adanya partisipasi
warga dalam memilah sampah akan sangat membantu petugas kebersihan. Selain
menghemat waktu, kegiatan pemilahan sampah akan memudahkan petugas
70
pengangkut dalam mengumpulkan sampah dan menambah penghasilan petugas
kebersihan, karena oleh petugas kebersihan di lingkungan RT sampah tersebut dapat
dijual kembali ke lapak.
Gambar 15. Petugas kebersihan di tingkat RT yang memanfaatkan sampah anorganik
untuk dijual ke agen.
5.5.2 Korelasi Antara Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah
Dalam pembahasan berikut ini akan dikemukakan hubungan beberapa
variabel karakteristik masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam pengelolaan
sampah perkotaan. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan metode
Rho-Spearman memperlihatkan tingkat keeratan hubungan yang berbeda dari
masing-masing variabel tersebut. Menurut Santoso, 1999 analisis output SPSS
didasarkan pada penafsiran korelasi sebagai berkut :
1. Adanya tanda pada hasil korelasi akan berpengaruh pada penafsiran hasil.
Tanda negatif pada output menunjukkan adanya arah yang berlawanan
sedangkan positif menunjukkan arah yang sama.
2. Penafsiran korelasi berkenaan juga dengan besaran angka, jika angka
korelasinya berada pada angka 0 maka tidak ada korelasi sama sekali
sedangkan jika angka korelasinya 1 maka korelasi sempurna. Secara
sederhana dapat dikatakan angka korelasi diatas 0,5 menunjukkan adanya
korelasi yang cukup kuat, sementara jika angka korelasinya dibawah 0,5 maka
korelasi lemah.
Untuk uji signifikasi dilihat pada nilai P value. Jika (p) > 0,05 maka tidak ada
korelasi yang signifikan antara kedua variabel sedangkan (p) < 0,05, maka antara dua
71
variabel tersebut memiliki korelasi yang siginifikan. Hasil uji korelasi Spearman
menggunakan program software SPSS versi 15.0, hasil uji korelasi Spearman dapat
dilihat pada Lampiran 4.
1. Pendidikan dan Partisipasi
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam menjalankan pengelolaan
sampah, secara teoritis dapat dikatakan bahwa keterlibatan seseorang dalam suatu
kegiatan baik itu secara fisik maupun mental atau yang dikenal dalam terminologi
partisipasi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal yang
mempengaruhi partisipasi adalah karakteristik individu. Karakteristik yang dipakai
yaitu pendidikan, pendapatan, pekerjaan dan lama menetap.
Menurut Inkeles (1969) Tingkat pendidikan sangat berhubungan erat dengan
pengetahuan, semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka akan semakin luas
juga pengetahuan dan kesadarannya akan masalah-maslah kemasyarakatan. Masalah
kemasyarakatan yang dimaksud misalnya dalam mengelola sampah. Berdasarkan uji
korelasi Spearman di Lampiran 4, antara tingkat pendidikan dan pengetahuan
memiliki angka koefisien korelasi 0,396 (<0,5), artinya dua varibel tersebut saling
berkorelasi. Pendidikan memberikan suatu informasi atau pengetahuan dan
keterampilan untuk bekal hidup dalam masyarakat. Dengan memperoleh pendidikan
diharapkan seseorang dapat semakin memahami kondisi yang terjadi di sekitarnya
atau di lingkungan tempat tinggalnya. Pemahaman tersebut akan memberikan
kesadaran bahwa orang tersebut memiliki peranan dalam menentukan kualitas
interaksi dirinya dengan lingkungan maupun sebaliknya lingkungan dengan dirinya
secara individual. Dari hasil uji korelasi Spearman terdapat hubungan korelasi yang
kuat antara pendidikan dengan partisipasi (keikutsertaan memilah sampah) hal ini
dapat dilihat pada angka korelasi sebesar 0,412 (<0,5) yang artinya antara pendidikan
dan tingkat partisipasi masyarakat dalam memilah sampah saling berkorelasi dan
dilihat dari angka signifikansinya yaitu 0,001 (p<0,01) maka kedua variabel tersebut
memiliki korelasi yang signifikan. Sehingga perlu bagi pemerintah daerah khususnya
secara rutin memberikan penyuluhan dan pemahaman tentang pentingnya menangani
masalah sampah sejak dini dalam upaya menanggulangi banjir.
72
2. Pekerjaan dan Partisipasi
Dilihat dari hasil uji statistik spearman antara pekerjaan dengan tingkat
partisipasi memiki hubungan perolehan korelasi 0,553 dan Pvalue sebesar 0,000
(p<0,01) pada selang kepercayaan 99%. Warga Kelurahan Susukan sebagian besar
mata pencahariannya yaitu PNS sedangkan warga di Kelurahan Ciracas bergerak di
bidang jasa, sisanya yaitu PNS, pedagang (Lampiran 2) Dengan semakin tingginya
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat melalui gaji yang didapat maka diharapkan
warga dapat berpartisipasi terhadap kebersihan lingkungan.
3. Pendapatan dan Partisipasi
Penghasilan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
mengikuti kegiatan di lingkungannya, semakin tinggi penghasilan seseorang maka
semakin banyak partisipasi yang diberikan pada lingkungan tempat tinggalnya
sebaliknya, jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan
dirinya sendiri maka akan sangat sulit bagi orang tersebut untuk ikut berpartisipasi.
Dari hasi uji statistik perolehan nilai korelasi yang didapat yaitu sebesar 0,604 (>0,5)
dengan Pvalue sebesar 0,000 (p<0,01) yang berarti terdapat korelasi yang cukup kuat
dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendapatan maka akan semakin tinggi juga
partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah dilingkungannya. Menurut King,
1983 ; Isbal 1989 dalam (Dwiyanti 2005) menyatakan bahwa orang yang mempunyai
tingkat sosial ekonomi yang baik mempunyai kecenderungan untuk berpartisipasi
dibandingkan dengan orang yang tingkat sosial ekonominya masih kurang.
4. Lama Menetap dan Partisipasi
Dari hasil uji rank Spearman didapat angka korelasi antara tingkat lama
menetap dengan partisipasi sebesar -0,029 dan nilai (p >0,01) hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama menetap responden
dengan tingkat partisipasinya. Hasil uji statistik rank Spearman dapat dilihat pada
Lampiran 4. Hal ini dikarenakan warga yang telah lama maupun belum lama menetap
tinggal dilingkungan tersebut memiliki partisipasi yang sama.
73
5.5.3 Pemanfaatan sampah organik dan anorganik oleh warga
a. Pemanfaatan sampah organik oleh warga RW 04 Kelurahan Susukan,
Jakarta Timur
Sebagian masyarakat Jakarta Timur memanfaatkan sampah organik dan
anorganik untuk didaur ulang kembali menjadi suatu yang bermanfaat. Misalnya saja
warga di kelurahan Susukan RW 04/RT 03, 07 dan 15 memanfaatkan sampah dapur
dan daun-daunan menjadi kompos. Pemanfaatan sampah menjadi kompos di
RT 03/RW 04 dilakukan oleh bapak Maman sebagai ketua RT 03/RW 04, usaha
kompos yang dikerjakan masih dalam lingkup usaha skala kecil. Dalam mengolah
sampah organik menjadi kompos, bapak Maman menggunakan mesin
penggiling/penghalus sederhana buatannya sendiri sehingga menghemat waktu dan
biaya. Selain itu terdapat juga alat pengaduk kompos untuk meratakan kompos
dengan cairan EM4 (Gambar 16).
(a) (b)
Gambar 16. (a)Saung Kompos Organik miik RT 03/RW 04; (b) Mesin
Penggilingan yang dibuat bapak Maman
Pada Tahun 2007 kelompok wilayah ini pernah terpilih sebagai juara 2 lomba
bina RT Tingkat Kecamatan Ciracas mengenai kebersihan lingkungan. Masyarakat
dapat merasakan manfaat langsung dari kegiatan pemilahan sampah yang telah
dilakukan secara rutin. Dengan adanya kegiatan pengolahan sampah menjadi pupuk
kompos pengetahuan masyarakat akan pemanfaatan sampah organik akan semakin
bertambah. Beliau mengharapkan agar kegiatan pemilahan dapat dilakukan secara
terus menerus melalui proses peningkatan pemahaman sehingga seiring dengan
berjalannya waktu akan merubah sikap dan perilaku masyarakat dalam memandang
74
sampah. Namun untuk merubah pola pikir, cara pandang dan perubahan sikap
masyarakat diperlukan waktu yang cukup lama, serta sosialisasi secara terus menerus
mengenai pentingnya menciptakan suatu lingkungan yang bersih, nyaman dan
tentram.
Selain pemanfaatan sampah organik menjadi kompos terdapat juga
pemanfaatan sampah anorganik menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual tinggi.
Contohnya saja pemanfaatan sampah anorganik yang dilakukan bapak R uskendi dan
bapak Chandra. Bapak Ruskendi merupakan salah seorang warga RT 07/RW 04 yang
turut berpartisipasi terhadap kepedulian lingkungan khususnya masalah sampah,
beliau juga merupakan sekretaris dari kelompok PAHALA. Dalam lingkungan tempat
tinggalnya bapak Ruskendi memanfaatkan aqua gelas bekas menjadi media tanam
(pot) yang menarik (Lampiran 11), untuk membuat satu pot beliau menggunakan 3-4
aqua gelas. Jenis plastik aqua gelasnya dipilih yang kaku. Harga pot bervariasi sesuai
ukuran, untuk satu pot dijual seharga Rp 5000-10.000. Ukuran pot yang kecil dijual
seharga Rp 5000, sedangkan yang ukuran besar dijual seharga Rp 10.000/pot. Selain
didapat dari lingkungannya sendiri, beliau juga membeli aqua gelas bekas dari
pemulung, 1 kg berisi 80-100 buah aqua gelas bekas dan 1 kg nya dijual pemulung
seharga Rp 10.000, bisa dibayangkan keuntungan yang didapat oleh bapak Ruskendi,
namun disamping itu juga terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu kesulitan
dalam mendapatkan jenis aqua gelas plastik yang kaku serta pemasarannya yang
belum menyebar luas dan persaingan dengan para pengrajin pot yang lain baik dari
segi harga maupun kualitasnya.
Sedangkan bapak Chandra memanfaatkan kertas bekas untuk dijadikan
topeng/ hiasan dinding, dan menghias helm dari kertas yang merupakan usaha dari
bapak Candra (Lampiran 11). Usaha yang dikerjakan masih dalam lingkup usaha
skala kecil, pemasarannya masih sangat terbatas, jika ada kegiatan di Kelurahan
maupun Kecamatan biasanya bapak Chandra diminta hasil karyanya untuk
diperlihatkan sebagai salah satu bentuk contoh pemanfaatan sampah anorganik, selain
itu terdapat juga warga dari daerah lain yang membeli hasil kerajinan tangan milik
bapak Chandra, keberadaan usaha kerajinan tangan milik bapak Chandra ini diketahui
75
dari mulut ke mulut. dalam proses pembuatannya sangatlah mudah, dan alat yang
digunakan pun sederhana.
b. Pemanfaatan sampah anorganik oleh warga RT 05/RW 08 Kelurahan
Ciracas, Jakarta Timur.
Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas ini diharuskan memilah sampah di
rumah kemudian menyetorkannya ke bank sampah. Selanjutnya di bank sampah,
sampah yang telah dipilah oleh warga dipilah kembali sesuai dengan jenisnya. Warga
membuat Bank Sampah sebagai pusat pengelolaan skala komunal. Bank sampah
dibangun pada bulan April 2007. Tahun 2007 setelah mendapat pelatihan dari PT
Unilever, warga mulai lebih memfokuskan kegiatan daur ulang sampah kering untuk
dijadikan barang kerajinan. Produk kerajinan tas daur ulang yang dibuat warga
rencananya akan ditampung oleh supermarket Carefour. Bahkan diadakan kerjasama
dengan perusahaan daur ulang untuk mengekspor tas khusus untuk laptop ke
Amerika, Australia dan Belanda dalam program mendaur ulang sampah plastik
kemasan untuk dijadikan tas, kelompok ini difasilitasi 2 mesin jahit yang dirancang
oleh Unilever untuk menjahit plastik kemasan tersebut. Pada bulan Desember 2008
bangunan Bank Sampah tersebut dibongkar karena yang punya tanah membangun
rumah. Dibongkarnya Bank Sampah tidak menurunkan niat warga RT 05/ RW 08
untuk terus melakukan kegiatan pemilahan sampah.
Kemasan plastik bekas yang tidak memiliki nilai menjadi bermanfaat dengan
dijadikannya sebagai tas dari bentuk dan ukuran yang bervariasi (besar, sedang, kecil)
serta memiliki keguanaan yang beragam (tas laptop, dompet, tas belanja, tas sekolah,
dan lain-lain), hasil kerajinan tersebut diberi merk “Trashion” harga tas dari plastik
kemasan tersebut dijual dengan harga yang beragam sesuai ukuran gabungan dari
trash (sampah) dan fashion (Lampiran 11). Harga yang dibuat bervariasi sesuai
ukuran tas, tingkat kesulitan dalam membuat dan modal yang dibutuhkan. Ukuran
dompet dijual seharga Rp 25.000, tas ukuran kecil dijual berkisar Rp 40.000-50.000,
tas ukuran sedang/medium dijual seharga Rp 80.000-100.000 dan tas ukuran besar
dijual dengan harga sekitar Rp 120.000-200.000. Adanya pemnfaatan sampah yang
76
dilakukan oleh warga akan sangat membantu mengurangi timbunan sampah
perkotaaan.
Selain itu terdapat juga pemanfaatan dalam bentuk lain seperti yang dilakukan
oleh bapak Wakir. Bapak Wakir adalah salah seorang ketua RT 07/RW 02 Kelurahan
Ciracas yang memanfaatkan puing-puing bangunan (Lampiran 11). Terbesit dipikiran
bapak Wakir untuk mengajak warganya mengolah kembali puing-puing bangunan
menjadi conblok. Awalnya bapak Wakir hanya ingin mengurangi dana yang
dikeluarkan untuk perbaikan jalan di lingkungan tempat tinggalnya. Namun langkah
ini sangat disambut baik oleh warganya yang sama-sama berniat untuk mengurangi
sisa-sisa puing bangunan.
Ketua RT 07/RW 02 yang akrab dipanggil dengan sebutan pak Wakir ini
ingin mengembangkannya menjadi suatu bisnis, namun kendala dana dan
keterbatasan alat menyebabkan keinginan beliau tertunda sementara waktu.
Pembuatannya tidaklah sulit namun dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian, pertama
kali hal yang dilakukan oleh bapak Wakir dan 4 orang warga yang ikut membantunya
adalah menghaluskan puing-puing bekas tembok bangunan hingga menjadi butiran
yang halus kemudian diperbaiki sifat fisiknya dengan mencampurkan bahan aditif,
setelah tercampur olahan tersebut kemudian di cetak dan dikeringkan. Dalam sehari
dengan 5 orang pekerja dapat menghasilkan 150 conblog. Adanya ide kreatif dan
semangat yang tinggi dalam memanfaatkan kembali sampah menjadi suatu barang
berguna sangat dibutuhkan dalam menangani permasalaham sampah dilingkungan
tempat tinggal masing-masing.
5.5.4 Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan
Dalam suatu lingkungan sangat diperlukan adanya pelopor sebagai penggerak
warga sekitar, khususnya untuk peduli terhadap lingkungan di wilayahnya, dengan
adanya pelopor atau tokoh masyarakat ini diharapkan dapat menanamkan dan
menyebarluaskan budaya hidup bersih dan sehat. Di Jakarta Timur khususnya
Kecamatan Ciracas terdapat sekelompok masyarakat yang peduli terhadap
lingkungan misalnya saja mengenai masalah sampah. Kelurahan Susukan dan
Kelurahan Ciracas merupakan dua kelurahan yang terdapat di Kecamatan Ciracas. Di
77
dua kelurahan ini terdapat sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan kelompok
peduli lingkungan. Kelompok peduli lingkungan di Kelurahan Susukan RW 04
bernama kelompok Pahala sedangkan di Kelurahan Ciracas kelompoknya bernama
Winarsih. Kedua kelompok ini selalu aktif dalam kegiatan lomba cinta lingkungan.
kedua kelompok peduli lingkungan ini telah beberapa kali mendapat penghargaan
lomba khususnya mengenai lingkungan.
a) Kelompok Pahala
PAHALA (Peduli Sampah Lingkumgan dan Alam) ditetapkan sejak tanggal
11 September 2006, adapun latar belakang dari kelompok yang mereka bentuk ini
adalah adanya impian untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, untuk
mencapai hal tersebut kelompok PAHALA memiliki visi menciptakan lingkungan
yang asri, bersih dan rindang sedangkan misi dari PAHALA yaitu memberdayakan
anggota/masyarakat dalam meningkatkan kepedulian terhadap sampah dan
lingkungan. Untuk mencapai suatu tujuan bersama maka perlu dibentuk pengurus.
Kepengurusan kelompok PAHALA dapat dilihat sebagai berikut:
Ketua : Bpk Alimin
Sekretaris : Bpk H. Ruskendi
Bendahara : Ibu Hj. Soprin
5 Pokja : - Pokja Kompos : Bpk Djuanda dan Bpk Maman
- Pokja Daur Ulang : Bpk Chandra
- Pokja Kemitraan : Sarpiah
- Pokja Agro : Nasan
- Pokja PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) : Ibu Tuti.
PAHALA telah melakukan beberapa kegiatan yang terkait dengan
pengelolaan sampah terpadu yaitu mengikuti pelatihan pembuatan kompos,
memfasilitasi pelatihan pembuatan kompos kepada masyarakat, mengikuti pelatihan
daur ulang kertas, mengikuti pameran, seminar dan lokakarya tentang lingkungan,
studi banding ke Rawa Jati, menggalakan penghijauan lingkungan menyelenggarakan
pendidikan lingkungan bagi siswa/i sekolah dasar dan MDA, serta membuat 10 titik
biopori percobaan di RT 03/RW 04 untuk dikembangkan diwilayah lain. Biopori
78
merupakan pori-pori berbentuk lubang yang terbentuk oleh aktivitas organisme tanah
dan pengakaran tanaman. Aktivitas organisme tanah inilah yang akan menciptakan
rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah, dimana rongga-rongga tersebut akan
terisi udara yang menjadi saluran air untuk meresap ke dalam tanah. Meningkatnya
kemampuan tanah dalam meresap air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air
di permukaan tanah. Sehingga akan mengurangi banjir yang mungkin akan terjadi,
karena air dapat diserap langsung ke dalam tanah. Dalam pembuatannya lubang
biopori diisi dengan bahan organik seperti sampah organik rumah tangga dan sampah
daun sehingga aktifitas organisme dalam tanah meningkat dan semakin banyak
rongga-rongga biopori yang terbentuk. Adapun kegiatan pembuatan biopori dapat
dilihat pada Gambar 17.
(a) (b)
Gambar 17. (a) pembuatan lubang biopori; (b) lubang biopori diberi sampah organik
dan dilapisi galas plastik atau paralon.
b) Kelompok Winarsih
1. Sejarah berdirinya
Sebelum kelompok winarsih terbentuk, kondisi lingkungan RT 05/RW 08 ini
masih sangat kumuh dan jumlah penduduknya yang padat menyebabkan
ketidakseimbangan dengan luas wilayah tempat mereka tinggal. Jika hujan turun
sebagian rumah warga yang berada disekitar saluran air terkena banjir. Melihat
kondisi tersebut terbesit oleh bapak ketua RT (Bapak Sukasno 44 tahun) untuk
mencanangkan program pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan di tingkat
RT. Sampah di RT 05 pada waktu itu belum dikelola dengan baik, tanah kosong milik
warga menjadi alternatif pembuangan. Pada tahun 2003 lahan kosong tersebut diubah
79
fungsinya menjadi saung dan taman untuk balai pertemuan warga. Kelompok
Winarsih (kelompok penghijauan) dibentuk oleh warga RT 05/RW 08 Kelurahan
Ciracas pada tahun 2006, pemberian nama winarsih ini merupakan inisiatif dari
sebagian warga. Winarsih memiliki arti (waspada, inisiatif, nyaman, aman, rapih,
sejuk, indah, hijau) nama Winarsih diambil dari nama ibu RT 05/ RW 08 Kelurahan
Ciracas yang merupakan isteri dari ketua RT.
Gambar 18. Gapura WINARSIH yang berada di RT 05/RW 08
Dibentuknya kelompok penghijauan ini berawal dari warga yang melakukan
pengomposan sederhana, serta memanfaatkan sampah non organik yakni plastik
kemasan untuk diolah dan dimanfaatkan kembali. Program penghijauan ini
mewajibkan setiap rumah untuk memiliki 3 pot tanaman di pekarangan rumah
masing-masing. Sejak saat itu warga RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas mulai
melakukan gerakan Lingkungan Bersih, Sehat dan Hijau (LBSH).
2. Profil Pengurus dan Anggota
Kelompok penghijauan ini dibagi menjadi 10 kelompok kerja, setiap
kelompok membawahi kurang lebih 10 rumah. Masing-masing kelompok memiliki
pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris, dan jumlah anggota sebanyak
10 KK. Nama kelompok kecil Winarsih diambil dari nama-nama tanaman hias,
kelompok ini dibuat berdasarkan wilayah sehingga memudahkan koordinasi,
sosialisasi dan pengumpulan sampah. Daftar nama pengurus kelompok kecil di
RT 05/ RW 08 dapat dilihat pada Tabel 23.
80
Tabel 23 Daftar nama pengurus kelompok kecil dan jumlah anggota kelompok di RT
05/RW 08 Kelurahan Ciracas.
Sumber : Data Tidak Diterbitkan, Data Kependudukan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
Kader Lingkungan RT 05/RW 08 memiliki tujuan untuk menggerakkan
kesadaran dan partisipasi warga (fasilitator ) dalam kegiatan pengelolaan sampah dan
gerakan penghijauan. Salah satu bentuk pencapaian tersebut adalah membentuk
pengurus utama kelompok winarsih dan pengurus kelompok kecil. Pengurus utama
Kelompok Winarsih terdiri dari :
1. Ibu Winarsih : Penggerak warga
2. Bpk Sukasno ( Ketua RT ) : Penggerak warga
3. Bpk Surachmat : Koordinator 1
4. Bpk Maifal A : Koordinator 2
5. Bpk Ngalimin : Pengangkutan Sampah
6. Bpk Karyadi : Penanggung Jawab Pengomposan
7. Bpk Dedi : Penaggung Jawab Sampah Organik
8. Bpk Handoyo :Penanggung Jawab Daur Ulang Sampah Kering
Pengurus utama dengan dibantu oleh pengurus lainnya bekerjasama dan berupaya
untuk menjalankan program kerja yang dipilih yaitu melakukan pengolahan sampah
dan penghijauan dengan baik.
3. Kegiatan Penghijauan dan Pengolahan Sampah serta Perkembangannya
Kelompok Winarsih telah banyak melakukan kegiatan yang terkait dengan
pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat, diantaranya kegiatan pelatihan dan
No Kelompok Ketua Bendahara Sekretaris Jumlah
Anggota
1. Melati Sri Hartini Ibu Aziz Ibu Karyadi 10 KK
2. Mawar Ngadiyah Ibu Suroto Ibu Bambang 10 KK
3. Bougenville Ibu Kikin Atun Ibu Suryaman 10 KK
4. Lidah Buaya Susilowati Ibu Saefudin Ibu Misiani 10 KK
5. Kamboja Nungasuro Martinem Wanti 10 KK
6. Miana Yuli Ibu Joko Ani 10 KK
7. Ginseng Ibu Suyoto Ibu Romlan Andung 10 KK
8. Sedap Malam Ibu Idrus Ibu Kusnadi Maksuni 10 KK
9. Cempaka Ibu Rahman Ibu Handoyo Ibu Rozak 10 KK
10. Bombay Alimun Ibu Suyadip Ibu Nurhadji 10 KK
81
pendidikan mengenai penghijauan dan pengelolaan sampah. Selain kader lingkungan
RT 05/RW 08 sebagai pembicara, kegiatan pendidikan ini pun mendatangkan
pembicara dari pihak luar seperti dinas pertanian, dinas lingkungan. Adapun
pesertanya yaitu warga RT 05/RW 08 dan tidak menutup kemungkinan terdapat juga
peserta di luar RT 05/RW 08. Kegiatan pelatihan yang pernah dilakukan yaitu
mengolah sampah organik dan anorganik, membuat kompos dan media komposter,
membuat EM4, sedangkan kegiatan yang berkaitan dengan kehutanan yaitu
masyarakat dengan giat melakukan kegiatan penghijauan seperti menanam tanaman
obat dan tanaman hias di halaman rumah mereka dan di tempat umum, selain itu
mereka juga melakukan pengolahan sampah secara mandiri, seperti memilah sampah
dari sumbernya serta memilah sampah organik dan anorganik.
5.6 Permasalahan Serta Pengaruh Usaha Daur Ulang Sampah dan
Pengomposan Terhadap Sistem Pengolahan Sampah Kota.
5.6.1 Permasalahan yang dihadapi dalam usaha daur ulang sampah dan
pengomposan
Sampah sudah menjadi persoalan yang rumit bagi pemerintah dan
instansi-instansi yang terkait di dalamnya, jika tidak dilakukan penanganan maka
akan sulit bagi TPA untuk menampung sampah dalam timbunan volume yang
semakin hari semakin meningkat. Banyak hal yang dilakukan dalam hal menangani
masalah sampah misalnya saja penanganan sampah yang dilakukan oleh warga RW
04 Kelurahan Susukan, warga RW 05 Kelurahan Ciracas dan warga RW 10 Cipinang
Elok mereka melakukan pemanfaatan kembali sampah untuk didaur ulang dan
dijadikan kompos namun apakah pemanfaatan sampah untuk didaur ulang kembali
sudah diterapkan dan dilakukan di seluruh tempat, khususnya di masing-masing RT
Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara
dan pengamatan di lapangan terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam usaha
daur ulang sampah diantaranya sebagai berikut :
1. Terbatasnya dana serta kreatifitas yang dimiliki warga dalam hal
meningkatkan usaha daur ulang sampah dan kemampuan dalam
memasarkan hasil produk daur ulang masih kurang. Belum
82
maksimalnya sarana dan prasarana yang diberikan untuk mengelola
sampah.
2. Belum seluruhnya warga Jakarta Timur melakukan pemilahan sampah
dan belum maksimalnya penggunaan tong sampah organik dan
anorganik yang disediakan oleh dinas kebersihan.
5.6.2 Pengaruh usaha daur ulang sampah dan pengomposan terhadap sisitem
pengelolaan sampah
Konsep pengelolaan sampah terpadu sudah saatnya diterapkan, yaitu dengan
meminimisasi sampah serta maksimasi daur ulang dan pengomposan. Energi baru
yang dihasilkan dari hasil penguraian sampah maupun proses daur ulang dapat
dimanfaatkan seoptimal mungkin. Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang
diterapkan khususnya pada sampah non organik seperti kertas, plastik, alumunium,
gelas, logam dan lain-lain, sementara untuk sampah organik diolah, salah satunya
dengan pengomposan. Usaha warga dalam meminimalisasi timbunan sampah dengan
cara pengomposan dan mendaur ulang kembali sampah rumah tangga akan sangat
berpengaruh terhadap sistem pengolahan sampah dan sedikitnya dapat mengurangi
volume timbunan sampah serta mengurangi beban petugas kebersihan dalam
mengangkut sampah dari TPS ke TPA. Dari data timbunan sampah yang terdapat di
Lampiran 8 diuraikan penanganan sampah dalam bentuk daur ulang (4-3R) di Jakarta
Timur yaitu sebesar 354 m3/hari dengan kata lain usaha masyarakat dalam menangani
masalah timbunan sampah akan mengurangi sedikitnya 5,27% per hari dari timbunan
sampah sebesar 6716 m3/hari. Sedangkan penanganan sampah dalam bentuk
pengomposan sebesar 46 m3/hari akan mengurangi sedikitnya 0,68% per hari dari
timbunan sampah sebesar 6716 m3/hari. Dengan adanya kegiatan pengomposan dan
daur ulang sampah anorganik maka biaya operasional pemusnahan sampah dapat
dikurangi. Selain itu juga sampah organik yang dimanfaatkan oleh masyarakat
menjadi kompos mempuyai kemampuan memperbaiki dan meningkatkan kondisi
kesuburan tanah (konservasi tanah) dan masyarakat dapat menggunakan kompos
untuk kegiatan penghijauan seperti menanam tanaman obat dan tanaman hias.