Uts Sim Ratna Sd

download Uts Sim Ratna Sd

of 11

Transcript of Uts Sim Ratna Sd

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    1/11

    1

    SISTEM MANAJEMEN TRANSFUSI BERBASIS KOMPETENSIRatna Sari Dewi, NPM 0906594665

    Program Pasca Sarjana Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah

    Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2010

    Abstrak

    Transfusi darah merupakan proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang

    ke sistem peredaran darah orang lainnya. Tidak sedikit proses pemberian transfusi darah yangmenimbulkan reaksi yang tidak diinginkan akibat adanya kesalahan dalam pemberian transfusi.

    Reaksi terberat adalah inkompatibilitas ABO, dimana pada klien yang mengalaminya dapat

    timbul manifestasi klinis seperti demam, menggigil, kemerahan, nyeri pada punggung bagianbawah, takikardi dan hipotensi, kolaps pembuluh darah sampai henti jantung. Untuk mencegah

    reaksi-reaksi yang tidak diinginkan tersebut, maka proses pre transfusi harus dilakukan dengan

    tepat agar pemberian transfusi aman bagi klien. Salah satu teknologi yang berkembang untukmencegah terjadinya mistransfusi adalah dengan mengembangkan sistem manajemen transfusidarah berbasis komputer. Dengan adanya sistem ini maka proses pre transfusi dapat dilakukan secara

    otomatis oleh komputer sehingga kesalahan dalam pemberian transfusi dapat dicegah.

    Kata kunci : teknologi, sistem manajemen transfusi berbasis komputer, inkompatibilitas ABO

    LATAR BELAKANG

    Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke

    sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah umumnya berhubungan dengan kehilangan

    darah dalam jumlah besar yang disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya

    organ pembentuk sel darah merah.

    Pemberian transfusi darah secara aman merupakan salah satu peran perawat yang sangat penting.

    Pada situasi darurat, perawat perlu mendapatkan spesimen darah secara cepat dan aman bagi

    klien. Klien yang mendapatkan transfusi darah harus dimonitor secara ketat agar tidak terjadi

    efek samping yang merugikan. Menurut penelitian dilaporkan bahwa reaksi transfusi darah yangtidak diharapkan ditemukan pada 6,6% responden, dimana 55% berupa demam, 14% menggigil,

    20% reaksi alergi terutama urtikaria, 6% hepatitis serum positif, 4% reaksi hemolitik dan 1%

    overload sirkulasi (Sudoyo, 2006).

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    2/11

    2

    Reaksi Transfusi darah yang paling berat adalah reaksi hemolitik yang berhubungan dengan

    inkompatibilitas ABO, dimana antibodi yang didapat secara alami dapat bereaksi melawan

    antigen dari transfusi (asing), sehingga mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan terjadinya

    hemolisis intravascular (Morgan, 2005). Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada klien yang

    mengalami reaksi hemolisis intravascular adalah demam, menggigil, kemerahan, nyeri pada

    punggung bagian bawah, takikardi dan hipotensi, kolaps pembuluh darah sampai henti jantung.

    Mistransfusi, di mana terjadi kesalahan dalam pemberian transfusi darah kepada penerima

    merupakan kesalahan yang paling sering mengakibatkan inkompatibilitas ABO. Inkompatibilitas

    ABO umumnya terjadi karena kesalahan dalam pemberian label dan salah mengidentifikasi

    darah atau klien. Oleh karena itu sebelum memberikan transfusi darah dilakukan pemeriksaan

    pre tansfusi untuk memastikan bahwa semua yang akan dilakukan sudah tepat.

    Tes kompatibilitas dapat dilakukan untuk memprediksi dan mencegah antigen-antibodi sebagai

    hasil transfusi sel darah merah. Tes kompatibilitas yang dapat dilakukan antara lain

    Crossmatching dan Screening Anti body. Kedua pemeriksaan ini dapat memberikan informasi

    mengenai jenis ABO dan Rhesus. Namun kelemahan pada kedua pemeriksaan ini adalah

    keduanya membutuhkan waktu 5-45 menit untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pada

    kenyataannya, kadang klien tidak dapat menunggu waktu karena membutuhkan darah segera

    demi menyelematakan nyawa dalam situasi krisis. Kesalahan lain yang umumnya dilakukan

    adalah kesalahan dalam pemberian label dan salah mengidentifikasi darah atau klien pada saat

    darah akan diberikan kepada klien di tempat tidurnya. Hal ini dapat terjadi karena kelalaian

    perawat pada saat akan memberikan transfusi darah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

    (Ohsaka et al., 2008), antara tahun 1996-2004 di Inggris dilaporkan adanya kesalahan pemberian

    transfusi darah sebanyak 1.832 (70%) dari 2630 responden. Hasil serupa dilaporkan dari Quebec,

    kesalahan terjadi pada 1 dalam 13.000 transfusi. Sedangkan di New York dilaporkan dari 19.000

    pemberian transfusi darah, 1 diantaranya terjadi kesalahan akibat kesalahan administrasi.

    Berdasarkan urgensi dari pemberian transfusi darah secara cepat, tepat dan aman maka

    dibutuhkan pemeriksaan pre transfusi yang lebih cepat dan akurat agar nyawa klien dapat

    diselamatkan dan reaksi alergi yang diakibatkan oleh pemberian transfusi yang salah dapat

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    3/11

    3

    dihindarkan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas tentang sistem pemberian

    transfusi darah berbasis komputer yang dianggap akan lebih akurat dan lebih cepat dalam

    memberikan informasi tentang ABO dan rhesus dan mencegah terjadinya kesalahan dalam

    pemberian darah pada klien sehingga masalah-masalah yang diakibatkan oleh kesalahan

    pemberian transfusi dapat dihindarkan.

    KAJIAN LITERATUR

    Sistem manajemen transfusi darah berbasis komputer dikembangkan dengan menghubungkan

    jaringan sistem informasi rumah sakit dengan bar code klien (Sistem identifikasi unit darah

    klien) dan alat tes pre transfusi otomatis. Bar code identitas disebarkan pada setiap klien disemua

    ruangan. Aplikasi dari sistem ini adalah sistem transfusi OLCOS (Olympus, Inc) dimana sistem

    ini bekerja pada jaringan rumah sakit. Komputer induk (OLCOS Client PC) di pusat pelayanan

    transfusi yang menyimpan seluruh data klien dan komponen darah, dihubungkan pada komputer

    klien di masing-masing ruangan dan kamar operasi dengan kabel dan teknologi nirkabel, untuk

    membentuk jaringan lokal.

    Gambar 1. Skema sistem manajemen transfusi berbasis komputer yang berkoneksi dengan sistem informasi rumah

    sakit, sistem identitas unit darah klien dan alat pemeriksaan pre transfusi otomatis.

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    4/11

    4

    Bar Code

    Bar code merupakan sistem identitas unit darah klien. Bar code ini didasarkan pada penggunaan

    Bar code linear (NW7) yang label melekat pada semua komponen darah alogenik yang

    disediakan dari Palang Merah darah Pusat. Bar code berfungsi untuk mengidentifikasi komponen

    darah yang meliputi golongan darah, tipe produk, unit darah, nomor produk dan waktu

    pengambilan darah.

    Sistem identitas unit darah klien terdiri dari :

    1. Perangkat genggam yang dilengkapi dengan bar code laser scanner (SPT1500 untuk metodekabel, Simbol Technologies, Inc, Holtsville, NY, dan PT1046 untuk teknologi nirkabel,

    Olympus, Inc). Alat ini memiliki kemampuan untuk membaca bar code pada prosedur

    verifikasi dan berfungsi untuk menerima dan mengirim data transfusi melalui teknologi

    nirkabel. Data transfusi meliputi nama lengkap klien, nomor identitas klien, golongan darah,

    dan komponen darah. Komponen darah yang terdapat di dalam data transfusi meliputi jenis

    darah, jenis produk, dan nomor produk. Alat ini juga memiliki kemampuan untuk

    mengirim data untuk prosedur verifikasi yang dilakukan di samping tempat tidur klien ke

    komputer induk. Komputer induk pada pelayanan transfusi menghubungkan sistem

    informasi rumah sakit melalui jaringan yang sudah ada. Komputer induk memiliki fungsi

    sebagai berikut :

    a. Penyimpanan data transfusi klien yang meliputi rincian data klien, rincian komponendarah dan hasil pemeriksaan pre transfusi.

    b. Menelusuri pencarian data.c. Mengirimkan data transfusi ke perangkat genggam.d. Menerima data verifikasi dari perangkat genggam klien.e. Memantau penggunaan komponen darah yang digunakan oleh setiap klien.

    2. Gelang klien dengan barkode dan ID.3. Printer gelang4. Lencana identitas bagi staf dengan bar code-nya.5. Format laporan kompatibilitas dan label kompatibilitas yang melekat pada

    unit darah di mana bar code akan memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan pre

    transfusi yang telah di print.

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    5/11

    5

    Gambar 2. Peralatan yang dibutuhkan pada sistem identifikasi bar code klien dan unit darah.

    Prosedur verifikasi

    Setiap klien yang terdaftar di rumah sakit akan diberikan gelang dengan bar code dan ID yang

    meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, nomor identitas klien dan jenis darah. Untuk

    meyakinkan bahwa unit darah yang diberikan pada klien benar, maka dilakukan prosedur

    verifikasi pada dua tempat secara terpisah yaitu verifikasi di samping tempat tidur dan di pusat

    pelayanan transfusi. (Ohsaka et al., 2008).

    Prosedur verifikasi di samping tempat tidur umumnya dilakukan oleh perawat dengan cara

    membaca secara berurutan bar code yang berada pada lencana identitasnya, kemudian gelang

    klien, dan unit darah dengan menggunakan perangkat genggam.

    Bar code pada gelang tangan dan unit darah yang identik akan membuat layar monitor pada

    perangkat genggam menampilkan tanda OK. Sebaliknya apabila data tidak cocok (NG), maka

    akan muncul tanda peringatan NG pada layar monitor dengan suara peringatan.

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    6/11

    6

    Gambar 3. Display monitor perangkat genggam.

    Prosedur verifikasi yang dilakukan samping tempat tidur dilakukan dengan cara mencocokan

    antara klien dengan unit darah. Hal ini berbeda dengan prosedur verifikasi yang dilakukan

    dengan metode kabel dan nirkabel, Pada metode kabel pencocokan dilakukan pada level soft

    ware perangkat genggam, sehingga data transfusi harus di download terlebih dahulu sebelum

    verifikasi di samping tempat tidur dilakukan. Sedangkan pada metode nirkabel verifikasi

    dilakukan setelah informasi yang terkirim dari perangkat genggam kembali ke server. Setelah

    prosedur verifikasi di samping tempat tidur selesai dilakukan, perawat dapat memulai proses

    transfusi.

    Untuk memastikan bahwa perawat telah memberikan label yang tepat pada unit darah setelah

    dilakukan pemeriksaan kompatibilitas, verifikasi juga dilakukan pada pusat layanan transfusi.

    Verifikasi dilakukan oleh anggota staf dengan membaca secara berturut-turut bar code yang ada

    di lencana ID-nya, unit darah dan label yang cocok pada perangkat genggam. Seluruh komponen

    darah yang dibawa dari pusat layanan transfusi telah selesai dilakukan verifikasi.

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    7/11

    7

    Penggunaan monitor di samping tempat tidur

    Komunikasi antara pusat layanan transfusi dengan ruang rawat inap dan kamar operasi lewat

    jaringan mengharuskan adanya monitor di samping tempat tidur klien untuk memonitor

    komponen darah yang diberikan. Manipulasi yang dilakukan pada perangkat genggam (contoh :

    prosedur verifikasi di samping tempat tidur) akan mempengaruhi informasi yang terdapat di

    komputer induk. Komponen darah yang akan diberikan terdaftar di layar komputer induk.

    Gambar 4. Contoh display monitor dari komputer induk di pusat layanan transfusi.

    Ketika perawat akan mendownload data transfusi ke perangkat genggam lewat jaringan, sebuah

    simbol open circle akan muncul pada layar monitor. Setelah perawat melakukan verifikasi di

    samping tempat tidur, sebelum mulai melakukan transfusi, simbol pada layar monitor akanberubah dari open circle ke close circle. Kemudian pusat layanan transfusi dapat memonitor

    waktu mulai dilakukannya transfusi saat darah diberikan dari pusat layanan transfusi.

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    8/11

    8

    PEMBAHASAN

    Sebelum adanya sistem manajemen transfusi berbasis komputer, banyak kesalahan yang terjadi

    pada saat perawat memberikan transfusi darah ke klien. Kesalahan ini berupa kesalahan

    pengambilan sampel untuk pemeriksaan, kesalahan dalam memberikan label, kesalahan yang

    bersifat teknis ataupun kesalahan akibat kurangnya pemahaman perawat dalam memilih

    komponen darah yang sesuai dengan spesifikasi. Kesalahan juga sering terjadi pada situasi sibuk,

    dimana jumlah perawat lebih sedikit dibandingkan jumlah klien. Ditambah lagi situasi kerja di

    ruangan yang under pressure sehingga fokus perhatian perawat untuk melakukan pengecekan

    darah secara detail sebelum pemberian transfusi menjadi berkurang.

    Kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak dilakukan secara sengaja ini dapat mengurangi

    keselamatan klien dalam menjalani proses transfusi sehingga banyak sekali reaksi efek samping

    dari transfusi yang pada akhirnya harus ditanggung oleh klien. Reaksi transfusi yang paling berat

    adalah yang berhubungan dengan inkompatibilitas ABO. Inkompatibilitas ABO dapat terjadi

    akibat antibodi yang didapat secara alami bereaksi melawan antigen dari transfusi (asing),

    mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan hemolisis intravascular. Manifestasi klinis yang

    dapat terjadi akibat inkompatibilitas ABO antala lain demam, menggigil, kemerahan, nyeri pada

    punggung bagian bawah, takikardi dan hipotensi, kolaps pembuluh darah sampai henti jantung.

    Selain hal-hal tersebut diatas, hal lain yang dapat terjadi karena belum diberlakukannya

    teknologi sistem manajemen transfusi berbasis komputer adalah perjalanan darah yang panjang

    dari satu ruangan ke ruangan yang lain. Misalnya, komponen darah yang belum dan akan

    digunakan di kamar operasi ditansfer dari ICU atau ruang rawat inap dan lama tidak digunakan

    sehingga akhirnya menjadi kadaluarsa.

    Kesalahan dalam pemberian transfusi dapat dicegah salah satunya adalah dengan menerapkan

    teknologi sistem manajemen transfusi darah berbasis komputer. Dengan adanya teknologi ini

    maka perawat dapat memberikan transfusi darah dengan aman karena prosedur pemeriksaan

    sebelum transfusi dibantu oleh alat yang dapat mendeteksi kecocokan darah secara otomatis

    dengan bantuan komputer induk sebagai pengawas. Dengan adanya bar code identitas yang

    terdapat di gelang masing-masing klien maka komponen darah dapat dideteksi kompatibilitasnya

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    9/11

    9

    secara cepat dan aman dalam waktu yang singkat hanya dengan melihat bagaimana

    kompatibilitas darah yang akan diberikan di layar monitor perangkat genggam. Selain itu

    perjalanan darah yang panjang dari satu ruangan ke ruangan lainnya akan dibatasi dengan adanya

    sistem bar code ID (kamar operasi, ICU atau ruang rawat). Darah yang tidak digunakan di kamar

    operasi akan dikembalikan ke pusat layanan transfusi.

    Sistem manajemen transfusi darah berbasis komputer memberikan keuntungan yang besar bagi

    dunia keperawatan pada umumnya dan bagi klien pada khususnya. Dengan adanya sistem ini

    maka terjadinya kesalahan manusia (human errors) dalam melakukan transfusi dapat dicegah

    dan keamanan transfusi bagi klien dapat ditingkatkan dengan memastikan bahwa darah yang

    tepat untuk klien yang tepat (Marconi, 2007). Sistem ini dapat mengurangi terjadinya kesalahan

    manusia dalam memberikan transfusi karena sistem ini mengurangi sejumlah prosedur manual

    dalam beberapa langkah dari proses transfusi. Oleh karena itu kesalahan dalam memberikan

    transfusi dapat dicegah sehingga efek samping yang dapat merugikan klien akibat mistransfusi

    dapat dihindari.

    KESIMPULAN

    Sistem manajemen transfusi darah berbasis komputer merupakan teknologi dalam dunia

    kesehatan dan keperawatan yang berperan penting untuk menurunkan angka kesalahan dalam

    pemberian transfusi darah. Dengan adanya teknologi ini proses verifikasi pre transfusi dapat

    dilakukan dengan mudah karena dengan adanya bar code ID dan monitor pada perangkat

    genggam maka komponen darah yang akan diberikan kepada klien secara otomatis dapat

    diketahui apakah kompatibel atau tidak. Tentunya hal ini dapat mengurangi insiden kejadian

    yang disebabkan oleh reaksi yang tidak diinginkan dari pemberian transfusi darah.

    REKOMENDASI

    Kemudahan tindakan pre transfusi darah yang diberikan oleh sistem manajemen transfusi darah

    berbasis komputer memberikan implikasi bagi keperawatan. Dengan adanya sistem ini maka ada

    beberapa hal yang dapat penulis rekomendasikan bagi perawat, antara lain :

    1. Meningkatkan wawasan tentang komponen darah, prosedur pre transfusi dan saat pemberiantransfusi darah serta efek samping yang dapat muncul akibat mistransfusi dengan cara

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    10/11

    10

    mengkaji literature dan jurnal penelitian serta mengikuti kegiatan seminar/workshop yang

    terkait.

    2. Mengikuti perkembangan teknologi keperawatan dan kesehatan untuk meningkatkan mutulayanan.

    3. Menerima dan mengimplementasikan perkembangan teknologi yang baik pada tatanan nyatasehingga dunia keperawatan di Indonesia dapat berkembang.

  • 7/29/2019 Uts Sim Ratna Sd

    11/11

    DAFTAR PUSTAKA

    Ballance, L. O. (2010). Blood safety: win, lose, or draw. MLO: Medical Laboratory Observer,

    42(7), 10.

    Black, J.M., & Hawks, J.H. (2005). Medical surgical nursing clinical management for positive

    outcome. 7th edition. St. Louis Missouri : Elsevier Saunders

    Lewis (2007).Medical surgical nursing. 7th

    edition. St.Louis : Missouri.Mosby-Year Book, Inc.

    Marconi, M., Sirchia, G., (2007). Increasing transfusion safety by reducing human errors. CurrOpin Hematol, 7:382-6

    Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-Hill Companies, Inc.

    United State.

    Ohsaka, A., Abe, K., Ohsawa, T., Miyake, N., Sugita, S., & Tojima, I. (2008). A komputer-

    assisted transfusion management sistem and changed transfusion practices contribute to

    appropriate management of blood components. Transfusion, 48(8), 1730-1738.

    Rogoski, R. R. (2010). Keeping transfusion blood safe.MLO: Medical Laboratory Observer,42(9), 40.

    Schaarschmidt, J., Seeburger, J., Borger, M. A., Grosse, F. O., Kraemer, K., & Mohr, F. W.

    (2010). Clinical evaluation of the new BMU 40 in-line blood analysis monitor. Perfusion,

    25(4), 277-286.

    Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2008). Brunner & suddarths

    textbook of medical surgical nursing. 11th

    edition. Philadelphia : Lippincott Williams &Wilkins

    Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., et. al. (2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :

    Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

    ___________(2006).Nurses Clinical Pocket. 2nd

    Ed. F.A. Davis Company