USM KAJIAN NORMATIF JUAL BELI HARTA WARISAN TANPA ...
Transcript of USM KAJIAN NORMATIF JUAL BELI HARTA WARISAN TANPA ...
I
USM
KAJIAN NORMATIF JUAL BELI HARTA WARISAN TANPA
PERSETUJUAN SALAH SATU PIHAK AHLI WARIS
( Ditinjau dari Aspek Hukum Islam dan Hukum Perdata )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas
Dan Memenuhi Syarat - Syarat
Program Studi Stara 1 Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Semarang
Disusun Oleh :
Nama : LUKMAN HAKIM
Nim : A.131.12.0016
UNIVERSITAS SEMARANG
FAKULTAS ILMU HUKUM
SEMARANG
2016
II
III
IV
V
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirohim ,,,,,
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugrahkan kenikmatan dan yang
memberi petunjuk kepada setiap hambanya menuju kebaikan dan jalan yang benar.
Sholawat serta salam saya curahkan begitu berlimpah bagi junjungan seluruh Umat
Islam Rosulullah Muhammad SAW dan keluarga besar pengikutnya, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul " KAJIAN NORMATIF JUAL BELI
HARTA WARISAN TANPA PERSETUJUAN SALAH SATU PIHAK AHLI WARIS
( Ditinjau dari Aspek Hukum Islam dan Hukum Perdata ) ".
Didalam penyusunan Skripsi ini, tidak terlepas dari suka dan duka. Namun,
kesulitan dan rintangan yang datang silih berganti, dari luar maupun dalam saat proses
penulisan Skripsi ini, tidak dapat membendung tekad untuk dapat menyelesaikanya
dengan baik karena sebagai salah satu syarat yang di wajibkan dalam memenuhi
persyaratan Ujian Sarjana Strata 1 pada Ilmu Hukum.
Penulis menyadari dengan segala keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan
kemampuan tidak mungkin mengabaikan banyak pribadi yang membantu secara
langsung maupun tak langsung, baik dari segi moril ataupun materi. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. PAHLAWANSYAH HARAHAP, S.E.,M.E. Selaku Rektor
Universitas Semarang.
2. Ibu B. RINI HERYANTI, S.H.,M.H. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Hukum
Universitas Semarang.
3. Ibu INDAH PUJI ASTUTI, S.H.,M.H. Selaku Dosen Wali.
vi
VII
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
" Sesukses apapun aku , sebanyak apapun hartaku , segagah apapun seragam
yang akan aku pakai , sehebat apapun jabatan yang aku emban suatu sa’at nanti ,
semua terasa takan pernah ada artinya sa’at aku sadar Orang Tuaku tak pernah
menepuk pundak-ku dan bilang Bangga padaku ".
Saya persembahkan Skripsi ini kepada :
" Kedua Almarhum Ayahanda dan Ibunda tercinta ".
VIII
ABSTRAK
Hukum Perdata serta Hukum Islam telah meletakkan aturan kewarisan dan
hukum mengenai harta benda dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Persoalan
penjualan warisan yang belum dibagi berkaitan erat dengan persoalan tindakan
melawan hukum.
Penelitian ini merupakan tolak ukur dari penerapan upaya strategis dalam
memutuskan perkara jual beli harta warisan tanpa persetujuan salah satu pihak ahli
waris yang ditinjau dari aspek hukum Islam dan hukum perdata. Pertanyaan pertama
yang ingin diuraikan dalam penelitian ini adalah ( 1 ) akibat hukum perjanjian jual beli
harta warisan yang dijual oleh salah satu pihak ahli waris tanpa sepengetahuan ahli
waris lainnya, ( 2 ) cara penyelesaian perkara jual beli harta warisan yeng belum
dibagi tersebut, serta (3) putusan, pertimbangan, dan landasan hakim dalam perkara
jual beli harta warisan yang belum dibagi.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, meneliti atau
mempelajari masalah dari bahan pustaka atau data sekunder. Spesifikasi Penelitian
yang digunakan adalah deskriptif analitis, menggambarkan secara tepat sifat individu
suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu, dan menguji dengan metode-metode
ilmiah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa
pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para pihak lain yang berwenang baik dalam
bentuk ketentuan formil maupun melalui naskah resmi yang ada.
Akibat hukum jual beli harta warisan yang dijual oleh salah seorang pihak ahli
waris yang lain maka harta warisan tersebut dijual oleh orang yang tidak berhak untuk
menjualnya. Berdasarkan Pasal 1471 KUH Perdata jual beli tersebut batal, dianggap
tidak pernah ada.
Cara menyelesaikan perkara jual beli harta warisan yang belum dibagi menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dapat di pilih oleh para pihak yang
bersengketa maupun masyarakat untuk menyelesaikan persengketaan yaitu ( 1 )
Konsultasi, ( 2 ) Negosiasi, ( 3 ) Mediasi, ( 4 ) Konsiliasi, ( 5 ) Pendapat Hukum, serta
( 6 ) Arbitrase.
Putusan Hakim dalam perkara penjualan harta warisan yang belum dibagi di
Pengadilan Negeri Demak, yaitu ( 1 ) Dalam pokok perkara : menerima gugatan
Penggugat untuk membatalkan jual beli harta warisan, dan ( 2 ) Dalam eksepsi :
menerima eksepsi Tergugat III, karena tidak tau bahwa obyek penjualan tanpa
persetujuan pihak penggugat. Pertimbangan Hakim dalam menyelesaikan perkara
penjualan harta warisan dikelompokkan menjadi 3 ( tiga ) landasan, Yaitu : Landasan
hukum, Landasan filosofi, serta Landasan sosiologi. Putusan perkara Nomor 32 /
Pdt.G / 2008 / PN.Dmk ditinjau dari hukum perdata sudah sesuai dengan kaidah-
kaidah / ketentuan. Penjualan harta warisan yang belum dibagi dalam tinjauan hukum
Islam dan KUH perdata adalah tidak diperbolehkan.
Kata Kunci : Jual Beli, Harta Warisan, Hukum Islam / Hukum Perdata.
IX
ABSTRACT
Civil Law and Islamic Law has laid down rules and laws regarding inheritance
of property with the best and fairest. The issue of inheritance undistributed sales are
closely related to the issue of unlawful conduct.
This study is a benchmark of the adoption of a strategic effort to decide the case
of buying and selling inherited property without the consent of either party heirs terms
of aspects of Islamic law and civil law. The first question you want to be described in
this study were (1) the legal consequences purchase agreement the estate being sold
by one of the heirs without the knowledge of other heirs, (2) how the settlement of sale
and purchase of inheritance GCC has not been divided, as well as ( 3) decision,
judgment, and the foundation of the judge in the case of selling the estate that has not
been divided.
This study uses normative juridical approach, researching or studying the
problem of library materials or secondary data. Specifications research is descriptive
analytical, accurately depict the individual nature of a symptom, condition or a
particular group, and tested by scientific methods. The data used in this research is
secondary data, especially the opinions or writings of the other authorities in good
shape through the provision of formal and official documents there.
The legal consequences of buying and selling the estate being sold by one of the
heirs other then the estate was sold by people who have no right to sell it. Pursuant to
Article 1471 of the Civil Code of buying and selling was canceled, has never been
considered.
How to resolve the case of buying and selling the estate that has not been
divided according to Law No. 30 of 1999 can be selected by the parties to the dispute
and the community to resolve the dispute, namely (1) Consulting, (2) Negotiations (3)
Mediation, (4) conciliation, (5) Legal opinion, and (6) Arbitration.
Judge's decision in the case of the sale of the estate who have not shared in the
District Court of Demak, namely (1) In the principal case : accept Plaintiff to cancel
the sale and purchase of the estate, and (2) In exception : accept exception of
Defendant III, because they do not know that the object sales without the consent of
the plaintiff. The judge in the consideration of the case completed the sale of the estate
are grouped into three (3) grounding, ie: legal foundation, cornerstone of the
philosophy and sociology Platform. Decision Case Number 32 / Pdt.G / 2008 /
PN.Dmk in terms of civil law is in conformity with the rules / regulations. Sales of
inheritance that has not been divided into a review of Islamic law and the Code civil is
not allowed.
Keywords : Purchase, Inheritance, Islamic Law / Civil Law.
X
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... I
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................................ II
HALAMAN PENYUSUNAN MEMPERBANYAK ................................................... III
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN .......................................................................... IV
KATA PENGANTAR ................................................................................................... V
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................. VII
ABSTRAK ................................................................................................................ VIII
DAFTAR ISI ................................................................................................................. X
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ........................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................................... 10
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
D. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 11
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian warisan ................................................................................................. 13
1.1 Waris Dalam Hukum Islam ............................................................................. 15
1.2 Prinsip-prinsip Hukum Waris .......................................................................... 16
1.3 Hukum Waris ( Kitab Faraidh ) ..................................................................... 17
2. Sistem Hukum Kewarisan ..................................................................................... 19
2.1 Sistem Pewarisan Menurut KUH Perdata ........................................................ 19
2.2 Sistem Pewarisan Islam ................................................................................... 20
3. Sumber Hukum Pewarisan beserta Asas-Asasnya ................................................. 21
3.1 Asas Ijbari ........................................................................................................ 22
XI
3.2 Asas Induvidual ............................................................................................... 23
3.3 Asas Bilateral ................................................................................................... 24
3.4 Asas Keadilan Berimbang ............................................................................... 24
3.5 Asas Warisan Semata Kematian ...................................................................... 25
4. Unsur-unsur Hukum Waris .................................................................................... 25
4.1 Pewaris ............................................................................................................. 26
4.2 Harta Warisan .................................................................................................. 27
4.3 Ahli Waris ........................................................................................................ 29
5. Tinjauan Jual Beli Hak Atas Harta Warisan .......................................................... 29
5.1 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ............................................ 30
5.2 Menurut Hukum Islam ..................................................................................... 30
6. Kajian Umum Tentang Jual Beli Harta Warisan ................................................... 31
6.1 Syarat Sah Perjanjian Jual Beli Warisan .......................................................... 32
6.2 Masalah Hukum Penjualan Harta Warisan ...................................................... 33
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan ............................................................................................... 35
B. Spesifikasi Penelitian ............................................................................................ 36
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 37
D. Metode Analisis Data ............................................................................................ 38
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Akibat Hukum Prejanjian Jual Beli Harta Warisan Yang dijual Oleh salah Seorang
ahli Waris Tanpa Sepengetahuan Ahli Waris Yang Lain ..................................... 39
1.1 Akibat Hukum ................................................................................................ 39
1.2 Dasar Hukum .................................................................................................. 43
2. Penyelesaian Perkara Jual Beli Harta Warisan Yang Belum di Bagi .................. 46
XII
2.1 Konsultasi ....................................................................................................... 46
2.2 Negosiasi ......................................................................................................... 46
2.3 Mediasi ........................................................................................................... 49
2.4 Konsiliasi ........................................................................................................ 52
2.5 Pendapat Hukum ............................................................................................. 55
2.6 Arbitrase .......................................................................................................... 55
3. Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi Di Pengadilan Dan
Di Luar Pengadilan .............................................................................................. 60
3.1 Mediasi di Luar Pengadilan ............................................................................ 61
3.2 Mediasi di Pengadilan ..................................................................................... 63
4. Studi Kasus .......................................................................................................... 68
4.1 Putusan Hakim Terhadap Penjualan Harta Warisan yang Belum Dibagi di
Pengadilan Negeri Demak .............................................................................. 68
4.2 Pertimbangan dan Dasar Putusan Hakim Mengenai Perkara Penjualan Harta
Warisan yang Belum Dibagi di Pengadilan Negeri Demak ........................... 76
4.3 Analisis Penjualan Warisan yang Belum Dibagi ............................................ 79
4.4 Analisis Putusan dan Pertimbangan Terhadap Penjualan Warisan yang
Belum Dibagi di Pengadilan Negeri Demak ................................................... 81
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 86
B. Saran ..................................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, bertujuan untuk
mewujudkan tata kehidupan bangsa, negara, dan masyarakat yang tertib, bersih,
makmur, dan berkeadilan. Sejalan dengan perwujudan diatas, maka di dalam rumusan
Pasal 28G ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa : setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda yang di
bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Sedangkan Pasal 28 H ayat (4) menentukan bahwa : setiap orang berhak mempunyai
hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-
wenang oleh siapapun. Manusia dalam hidupnya senantiasa terikat pada hukum untuk
mencapai taraf hidup yang lebih baik dari pada yang sebelumnya.
“ Law is a set of rules that govern the pattern of behaviour in a givensociety. Something is law if it is authoritatively laid down or recognized assuch within the legal system, it is binding and enforceable, though it may bebad law”.
( Hukum adalah seperangkat aturan yang menentukan pola-polaperilaku di dalam suatu masyarakat tertentu. Sesuatu adalah hukum, jika iaberwenang untuk ditetapkan dan diakui sebagai sesuatu yang terdapat dalamsystem hukum. Ia mengikat dan bisa dilaksanakan, meskipun mungkin iahukum yang buruk ). 1
_____________________________
1 Anwarul Yaqin dalam Buku Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan TermasukInterpretasi Undang – Undang , ( Jakarta : Kencana Perdana, 2009 ), halaman 436.
2
Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang hukum perdata yang memiliki
kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun
untuk hukum waris perdata, meski letaknya dalam bidang hukum perdata, ternyata
terdapat unsur paksaan didalamnya. Meskipun di dalam hukum waris perdata, terdapat
unsur paksaan, namun posisi hukum waris perdata sebagai salah satu cabang hukum
perdata yang bersifat mengatur tidak berpengaruh. Konsekuwensi dari hukum waris
perdata, sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur, apa-apa saja
yang dibuat oleh pewaris terhadap hartanya semasa ia masih hidup sebagaimana
kewenangannya, namun kalau pelaksanaan kewenangan itu melampui batas yang
diperkenankan oleh Undang-Undang, maka harus ada resiko hukum yang dikemudian
hari akan terjadi terhadap harta warisannya setelah ia meninggal dunia.
Secara teoretik, suatu produk hukum yang baik adalah apabila muatan ide yang
terkandung di dalamnya mempertimbangkan dengan seksama segala kepentingan yang
ada di tengah-tengah komunitas masyarakat. Produk hukum tersebut, hendaknya
mengacu kepada terwujudnya tujuan hukum yang sesuai dengan harapan. Setiap produk
hukum yang mempunyai kekurangan dan kelemahan, tidak dapat diharapkan
merealisasikan tujuan hukum yang dicita-citakan. Tujuan hukum yang hendak
diwujudkan, berorientasi pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum
pada semua sendi-sendi kehidupan di dalam masyarakat. Tujuan hukum hanya dapat
diwujudkan melalui pelaksanaan, penerapan dan penegakan ( law enforcement ).
Tujuan hukum dimaksud, berorientasi pada persamaan hak, kewajiban dan kedudukan
di depan hukum ( equality before the law ), serta tidak diskriminatif.
Karena itu mengingat bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, yang
tentunya mengharapkan berlakunya hukum Islam di Indonesia termasuk hukum
warisnya bagi mereka yang beragama Islam, maka sudah selayaknya di dalam
3
menyusun hukum waris nasional dapat memasukkan ketentuan-ketentuan pokok hukum
waris Islam ke dalamnya, dengan memperhatikan pula pola budaya atau adat yang
hidup di masyarakat yang bersangkutan.
Hukum Islam secara keseluruhan di Indonesia belumlah merupakan Undang-
Undang negara, sebab suatu Undang-Undang ( dikodifikasi ) itu haruslah sistematis dan
procedural, harus jelas siapa subjek dan obyeknya, diakui dan diundangkan oleh
lembaga yang berwenang dalam negara. Karena itu, hukum Islam haruslah dirancang,
disusun dan dimasukkan dalam suatu ketentuan perUndang-Undangan. Seperti,
Undang-Undang Nomor 1Tahun1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam
(KHI), yang telah ditetapkan melalui instruksi Presiden RI Nomor 1Tahun1991, dengan
UU Nomor 1Tahun1974 dan KHI, maka hukum perkawinan dan kewarisan Islam
misalnya, yang tadinya tersebar diberbagai surat dan Al-Quran dan hadits Rasulullah,
dideduksi, disistimatisasi, kemudian ditetapkan dan diberlakukan sebagai peraturan
perUndang-Undangan, kalau hukum Islam yang secara keseluruhan hendak
diberlakukan sebagaimana hukum positif.
Dalam hukum waris perdata, berlaku suatu asas, yaitu apabila seseorang
meninggal dunia (pewaris), maka demi hukum dan seketika itu juga hak dan
kewajibannya beralih kepada para ahli warisnya, sepanjang hak dan kewajiban tersebut
termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau dengan kata lain hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Sistem hukum waris perdata memiliki ciri
khas yang berbeda dengan sistem hukum waris lainnya, yaitu menghendaki agar harta
peninggalan pewaris sesegera mungkin dapat dibagi-bagi kepada mereka yang berhak
atas harta tersebut. Kalaupun harta peninggalan pewaris hendak dibiarkan dalam
keadaan tidak terbagi, maka harus melalui persetujuan oleh seluruh ahli waris, adapun
perbedaan antara harta warisan dan harta peninggalan adalah harta warisan belum
4
dikurangi hutang dan biaya-biaya lainnya, sedangkan harta peninggalan sudah dikurangi
hutang dan telah siap untuk dibagi. 2
Pewaris sebagai pemilik harta, adalah mempunyai hak mutlak untuk mengatur apa
saja yang dikehendaki atas hartanya. Ini merupakan konsekuwensi dari hukum waris
sebagai hukum yang bersifat mengatur.3 Ahliwaris yang mempunyai hak mutlak atas
bagian yang tidak tersedia dari hartawarisan, disebut ahli waris Legitimaris. Sedangkan
bagian yang tidak tersediadari harta warisan yang merupakan hak ahli waris
Legitimaris, dinamakan Legitime Portie. Jadi hak Legitime Portie adalah, hak ahli
waris Legitimaris terhadap bagian yang tidak tersedia dari harta warisan disebut ahli
waris legitimaris.4 Di dalam hukum waris perdata, dikenal ada dua cara untuk
memperoleh warisan, yaitu :
1. Ketentuan Undang-Undang atau wettelijk Erfrecht atau Abintestato, yaitu ahli waris
yang telah diatur dalam Undang-Undang untuk mendapatkan bagian dari warisan,
karena hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan si meninggal.
2. Testament atau wasiat atau testamentair erfrecht, yaitu ahli waris yang
mendapatkan bagian dari warisan, karena ditunjuk atau ditetapkan dalam suatu
surat wasiat yang ditinggalkan oleh si meninggal. 5
Hal tersebut disebabkan bahwa hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan
ruang lingkup kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti akan mengalami
peristiwa hukum, apabila seorang meninggal dunia meninggalkan harta peninggalan
dan ahli waris, tentunya harta peninggalan tersebut harus berpindah kepada ahli waris
_______________________
2 Afandi Ali, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2010.),halaman 7.
3 Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, ( Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2011 ), halaman 23.
4 Anisitus Amanat, Op.Cit., halaman 68.5 Darmabrata dan Wahyono, Hukum Perdata Asas-asas Hukum Waris, ( Jakarta : CV Gitama
Jaya, 2008 ), halalaman 41.
5
yang ada, maka hukum dapat memindahkan harta peninggalan tersebut kepada ahli
waris berdasarkan bagian-bagian yang berlaku. Hukum Islam telah meletakkan aturan
kewarisan dan hukum mengenai harta benda dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.
Islam menetapkan hak milik seseorang atas harta, baik laki-laki maupun perempuan
seperti perpindahan hak milik dan perempuan pada waktu masih hidup ataupun
perpindahan harta kepada ahli warisnya setelah ia meninggal dunia. Islam tidak
mendiskriminasikan antara hak anak kecil dan orang dewasa.
Banyak kasus di pengadilan seputar harta warisan dapat dihindari jika pewaris
dan ahli waris memiliki pengetahuan yang memadai tentang hukum waris. Opsi untuk
mengatur pembagian warisan melalui wasiat atau berdasarkan hukum yang berlaku,
seharusnya sudah menjadi pemikiran ketika pewaris masih hidup guna menghindari
timbulnya masalah bagi para ahli waris setelah pewaris meninggal. Bagi para ahli waris
pemahaman yang memadai tentang hukum waris juga sangat penting bagi mereka
menyadari hak dan kewajiban mereka sebagai ahli waris, dan opsi apa yang mereka
miliki jika masalah ini sudah sampai pada tahap persengketaan. Banyak masyarakat
belum memahami tentang hukum waris Islam sehingga sering salah persepsi.
Akibatnya tidak sedikit pula terjadi konflik atau perselisihan antara sesama ahli waris
tersebut karena merasa pembagian tidak merata dan sesuai dengan kaidah dan peraturan
dari syariat Islam. Bahkan tidak jarang timbul perkelahian hingga saling bunuh karena
merasa pembagian tidak merata.
Manusia tidak jarang lupa karena masalah harta, manusia tidak jarang lupa bahwa
harta itu merupakan suatu cobaan yang harus dipertanggungjawabkan di kemudian hari.
Puncak cobaan harta manusia akan terjadi ketika dia meninggal dunia. Seberapa jauh
dia dapat mendidik anak-anaknya dalam membagi waris. Sebagai makhluk yang hidup
bermasyarakat diperlukan aturan atau hukum yang mengatur hubungan dalam lingkup
6
kehidupan manusia dan sesamanya. Manusia tidak dapat hidup tanpa aturan atau hukum
yang mengatur kehidupannya. 6
Hukum waris berdasarkan hukum Islam berlaku bagi mereka yang memeluk
agama Islam, hukum waris Perdata berlaku untuk golongan warga negara yang berasal
dari Tionghoa dan Eropa, sedangkan hukum waris adat yang merupakan hukum yang
sejak dulu berlaku dikalangan masyarakat, sebagian besar masih belum tertulis tetapi
hidup dalam tindakan-tindakan masyarakat sehari-hari, dan hukum waris adat ini
berlaku bagi golongan masyarakat Bangsa Indonesia asli. Adanya ketiga sistem tersebut
merupakan akibat dari perkembangan sejarahnya, serta dipengaruhi oleh kemajemukan
masyarakat Indonesia.7
Pembagian warisan dalam Islam memiliki kedudukan penting karena kematian
adalah sesuatu hal yang pasti dialami oleh setiap manusia dan apabila terjadi suatu
kematian maka akan timbul akibat hukum, yaitu tentang pengurusan hak-hak dan
kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia. Warisan juga sangat rentan
menimbulkan perselisihan terutama di antara para ahli waris, khususnya dalam
pembagian harta warisan.
Dalam praktik masyarakat, sengketa kewarisan umumnya tertumpu pada
pembagian harta warisan. Hal ini sangat wajar terjadi karena manusia pada prinsipnya
cenderung untuk menguasai harta. Masalah harta warisan dapat menimbulkan
persengketaan dan perpecahan di kalangan para ahli waris. Kecenderungan manusia
yang berlebihan untuk memiiliki dan menguasai harta, telah menyebabkan manusia
terperosok dalam perilaku menzalimi dan merampas hak orang lain. Problema harta
warisan dapat juga berujung pada putusnya hubungan silaturahmi antara sesama ahli
_______________________
6 H.R. Otje Salman, Hukum waris Islam, ( Bandung : Refika Mediatama, 2006 ), halaman 2.7 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, ( Jakarta: Intermasa, 2005 ), halaman 10.
7
waris. Oleh karena itu, Islam menghadapi realitas ini dengan mengatur proses
pembagian harta warisan secara tegas dan hati-hati melalui sejumlah ayat Al-Qur’an
dan hadits. 8
Warga negara Indonesia yang mayoritas beragama Islam telah menerima hukum
Islam sebagai hukum kewarisan yang sudah menjadi hukum positif di Indonesia. Ada
saja persoalan dalam kewarisan yang sering menimbulkan sengketa, namun tidak jarang
pula pembagian harta warisan dilakukan dengan jalan damai (islah) antara para ahli
waris.9
Persoalan penjualan warisan yang belum dibagi berkaitan erat dengan persoalan
tindakan melawan hukum, meskipun pada awalnya dimulai dari persoalan sepele
kemudian yang berakumulasi sampai pada puncaknya menjadi perbuatan melawan
hukum yang pada mulanya hal seperti ini dimulai dari ambisi masalah kepemilikan atas
tanah sengketa untuk menjadi hak mutlak. Permasalahan ini salah satu ahli waris bisa
melakukan tindakan semena-mena terhadap ahli waris yang lainnya.
Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 7 jika dipahami dengan teliti bahwa setiap ahli
waris dengan sendirinya pasti mendapatkan bagian warisan dari pewaris. Lebih jelasnya
adalah bagi orang laki-laki dan wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ayah, ibu
atau kerabatnya, baik sedikit atau banyak sesuai bagian yang telah ditetapkan.
Pembagian warisan bisa dilaksanakan setelah hak-hak serta tanggungan pewaris
dilaksanakan. Mulai dari biaya pemakaman, melunasi hutang-hutangnya, zakat, wasiat
dan sebagainya yang berkaitan dengan pewaris.
_______________________
8 Syahrisal Abbas, Mediasi ; Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,(.Jakarta : Kencana, 2011 ), halaman 196.
9 Harijah Damis, Memahami Pembagian Warisan Secara Damai, ( Jakarta : MT.Al-Itqon, 2012.),halaman 128.
8
Tanah warisan yang akan diperjualbelikan tentu akan memiliki konsekuwensi
dengan para ahli warisnya karena setiap ahli waris berhak atas kepemilikan tanah
tersebut. Ketika ada salah seorang ahli waris menjual tanah warisan dan telah terjadi
kesepakatan antara pihak penjual tanah warisan tersebut dengan pihak pembeli dan
namun setelah tanah terjual dan dibayar oleh pembeli secara sah dihadapan saksi, ada
ahli waris lain yang sebenarnya juga berhak atas kepemilikan tanah warisan tersebut
mempersengketakan karena merasa dirinya tidak diikutkan.
Hukum Islam menjelaskan bahwa jual beli seseorang dikatakan sah apabila rukun
dan syaratnya terpenuhi. Jika seseorang melakukan jual beli barang tetapi barang
tersebut bukan miliknya yang mutlak atau belum jelas kepemilikannya, maka jual beli
tersebut dinyatakan tidak sah untuk dijalankan. Jual beli barang yang bukan miliknya
sama halnya dengan mencuri atau menghasab, dan dalam hukum Islam perbuatan
tersebut dinyatakan haram.10
Seorang ahli waris harus meminta persetujuan dari ahli waris lain apabila hendak
menjual tanah warisannya. Akan tetapi jika ada ahli waris lainyang juga berhak atas
tanah tersebut tidak dilibatkan dalam jual beli, maka akan timbul sengketa dan tuntutan
hak atas harta warisan yang sebagian adalah haknya, baik terhadap status harta, maupun
kepemilikannya. Dalam arti bahwa salah satu ahli waris tersebut berusaha untuk
menguasai tanah warisan tersebut serta tidak mau berbagi dengan ahli waris lainnya.
Dan pada akhirnya akan menjadi suatu permasalahan yang harus diselesaikan, baik
secara kekeluargaan, maupun musyawarah.
Salah satu contoh sengketa tanah warisan yang terjadi di kota Demak Kecamatan
Karang Tengah Desa Batu yang telah digulirkan ke Pengadilan Negeri Demak dan
_______________________10 Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2004 ), halaman 48.
9
dapat di selesaikan dengan adil di pengadilan. Menurut keterangan yaitu
Bpk.Mohammad Nizar S.H. selaku Kepala Desa pada saat itu, pihak penggugat yaitu
Afwan Usman yang merupakan anak dari pewaris Alm.Tohir, memberikan keterangan
bahwa semasa hidupnya Alm.Tohir memiliki sebidang tanah kosong dengan ukuran +
14 x 17 meter persegi yang belum pernah dibagi kepada kedua anaknya yaitu Afwan
Usman dan Abdul Malik sebagai ahli warisnya yang sah, sehingga tanah persawahan
tersebut haruslah dikatakan sebagai tanah milik bersama oleh keduanya sebagai ahli
waris dari Alm.Tohir.
Pada tahun 2006, Abdul Malik telah menjual tanah persawahan / warisan tersebut
kepada Ahmad Bisri tanpa seijin dan sepengetahuan dari ahli waris lain karena Abdul
Malik menganggap bahwa tanah yang dijualnya adalah tanah bagian yang sah menjadi
miliknya, dan Ahmad Bisri pun membelinya. Berdasarkan pengakuan Abdul Malik dan
keterangan dari para saksi bahwa tanah objek perkara adalah bagiannya yang telah dia
dapatkan dari pembagian warisan tersebut.
Namun perbuatan Abdul Malik dan Ahmad Bisri menurut keterangan pihak
Penggugat, para Tergugat mengadakan transaksi jual beli tanah tersebut yang
merupakan warisan bersama yang belum pernah dibagi (boedel) secara sah, jelas ini
merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga transaksi jual beli tersebut haruslah
dinyatakan batal demi hukum atau tidak sah.
Namun karena pembeli yaitu Ahmad Bisri beritikad baik dan memenuhi syarat-
syarat sahnya jual beli, yaitu dengan adanya akta jual beli yang dibuat di hadapan
Camat Batu Karang Tengah selaku Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) sementara
serta menyatakan surat penyerahan tanah tertanggal 2 Nopember 2006 serta akta jual
beli Nomor 28/09/2006 tertanggal 2 Nopember 2006 adalah sah, maka tanah yang
sudah terjual tersebut tidak bisa beralih kembali ke tangan ahli warisnya kembali.
10
Berdasarkan latar belakang , peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“ Kajian Normatif Jual Beli Harta Warisan Tanpa Persetujuan Salah Satu Pihak Ahli
Waris ( Ditijau dari Aspek Hukum Islam dan Hukum Perdata ) “.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut adalah :
1. Bagaimana akibat hukum perjanjian jual beli harta warisan yang dijual oleh salah
seorang ahli waris tanpa sepengetahuan ahli waris yang lainnya?
2. Bagaimana cara menyelesaikan perkara jual beli harta warisan yang belum dibagi ?
3. Bagaimana putusan Hakim dalam perkara penjualan harta warisan yang belum
dibagi di Pengadilan Negeri Demak ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum terhadap perjanjian jual beli
harta warisan yang dijual oleh salah seorang ahli waris tanpa sepengetahuan ahli
waris yang lainnya.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis cara menyelesaikan perkara penjualan harta
warisan yang belum dibagi.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis putusan Hakim dalam perkara penjualan harta
warisan yang belum dibagi di Pengadilan Negeri Demak.
Kegunaan dan manfaat penelitian diharapkan dapat dipergunakanbaik secara
teoritik maupun praktis.
11
1. Kegunaan Teoritik :
a. Dapat berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum
secara umum.
b. Khususnya digunakan sebagai tambahan wacana di bidang hukum perdata.
c. Lebih khusus lagi dapat digunakan sebagai literatur dalam hukum waris Islam.
2. Kegunaan Praktis :
a. Bagi Mahasiswa / Pelajar, sebagai masukan dan referensikepada mahasiswa
baik secara Perdata Islam maupun Perdata Nasional.
b. Bagi Mediator dalam melakukan mediasi, dapat dipergunakan dalam
mengambil kebijaksanaan yang lebih baik bagi pihak-pihak yang terkait, agar
dapat memberi rasa kedilan dalam perkara gugat waris.
c. Bagi Masyarakat, diharapkan dapat berguna sebagai pedoman untuk
menyelesaikan masalah dan menghindarkan sengketa yang timbul, agar tidak
menjadi sengketa berkepanjangan dalam kehidupan bermasyarakat.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi memberikan gambaran danmengemukakan garis
besar skripsi agar memudahkan dalam mempelajari seluruh isinya, untuk memperoleh
gambaran yang jelas mengenai arah dan ruang lingkup skripsi ini. Secara garis besar
sistematika penulisan dalam sistem ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan sebagai bagian pembuka,dalam bagian ini penulis akan
memaparkan proses awal perencanaan penelitian yang terdiri dari : Latar
Belakang Penelitian, Perumusan Masalah atau Permasalahan, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, dan yang terakhir Sistematika penulisan laporan.
12
BAB II : Tinjauan pustaka merupakan uraian kerangka pemikiran yang berisi teori-
teori yang di uraikan secara sistenatis berdasarkan permasalahan yang telah
dirumuskan, yang terdiri dari pengertian tentang Waris, Sistem, dasar,
unsur-unsur, sebab-sebab, syarat, dan pengertian hak milik.
BAB III : Penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian yuridis normatif,
spesifikasi data penelitian adalah Deskriptif Analitis, jenis data penelitian
adalah data sekunder, dan Metode analisis datanya mengggunakan Analisis
Kumulatif.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, uraian akibat hukum perjanjian jual beli
harta warisan yang dijual oleh salah seorang ahli waris tanpa sepengetahuan
ahli waris yang lainnya, dan cara menyelesaikan perkara penjualan harta
warisan yang belum dibagi.
BAB V : Penutup dari hasil penelitian, dan saran-saran.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian warisan
Dalam Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa
“.pewarisan hanya berlangsung karena kematian ”. warisan itu adalah soal apakah
dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal dunia, akan beralih kepada orang lain yang masih
hidup. Pendapat tersebut memberikan batasan-batasan mengenai warisan antara lain :
a. Seorang peninggal warisan yang pada waktu wafatnya meninggalkan kekayaan ;
b. Seseorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaaan yang
ditinggalkannya ;
c. Harta warisan, yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan beralih kepada ahli
warisnya.
Kata waris berasal dari bahasa Arab yaitu Al-miirats, bentuk masdar dari kata
waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan, yang artinya adalah berpindahnya sesuatu dari
seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan makna
Al-miirats menurut istilah adalah hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada
ahli warisnya yang masih hidup, baik yang tinggalkan itu berupa harta (uang), tanah,
atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i. 11
Di dalam istilah hukum yang baku digunakan kata kewarisan, dengan mengambil
kata waris dengan dibubuhi awalan ke dan akhiran an. Kata waris itu sendiri dapat
berarti orang, pewaris sebagai subjek dan dapat berarti pula proses. Dalam arti yang
_____________________________
11 Muhammad Ali Ash-Shabuni, “Pembagian Waris Menurut Islam : Penerjemah A.M.Basamalah“, Gema Insani Press : 2005 ( di akses dari www.kewarisan.com ).
14
pertama mengandung makna “ hal ikhwal “, orang yang menerima warisan dan dalam
arti yang kedua mengandung makna “ hal ihwal peralihan “ harta dari yang sudah mati
kepada yang masih hidup dan dinyatakan berhak menurut hukum yang diyakini dan
diakui berlaku dan mengikat untuk semua orang yang beragama Islam. Mewaris, berarti
menggantikan tempat dari seseorang yang meninggal ( si pewaris ) dalam hubungan-
hubungan hukum harta kekayaannya. Pewarisan dibedakan menjadi dua, yaitu (1)
Pewarisan berdasarkan Undang-Undang , juga disebut pewarisan ab-in-testato. Dan (2)
Pewarisan testamentair, yaitu pewarisan yang berdasarkan suatu testamen. 12
Di dalam BW, pewarisan berdasarkan Undang-Undang dibicarakan terlebih
dahulu, baru kemudian pewarisan testamentair. Kalau dalam pewarisan testamentair
yang ditonjolkan adalah kehendak dari pewaris, maka pewarisan ab-intestato
berdasarkan berbagai alasan, sebab ada yang bersifat mengatur, tetapi ada juga yang
bersifat memaksa. Salah satu alasan, yaitu pandangan bahwa keluarga terdekat yang
pertama berhak atas warisan itu.
Menurut Idris Djakfar dan Taufik yahya bahwa hukum kewarisanialah seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dariseseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yangketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan pada wahyu Ilahi yang terdapatdalam Al-Quran dan penjelasannya yang diberikan oleh Nabi MuhammadSAW, dalam istilah Arab disebut Faraidl.13
Pasal 171 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam Mendefinisikan : “ Hukum
kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan ( tirkah ) pewaris”.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa hukum kewarisan merupakan
hukum yang mengatur tentang peralihan kepemilikan harta dari orang yang telah
_____________________________
12 R.Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, ( Surabaya : Airlangga University press,2005 ), halaman 4.
13 Idris Djakfar dan Taufik yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, ( Jakarta : PT. DuniaPustaka Jaya, 2005 ), halaman 3-4.
15
meninggal dunia kepada orang yang masih hidup ( yang berhak menerimanya ), yang
mencakup apa saja yang menjadi harta warisan, siapa-siapa saja yang berhak menerima,
serta bagaimana mekanisme pembagiannya.
Warisan menurut sebagian besar ahli hukum Islam ialah semua harta benda yang
ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia baik berupa benda bergerak maupun
benda tetap, termasuk barang / uang pinjaman dan juga barang yang ada sangkut
pautnya dengan hak orang lain, misalnya barang yang digadaikan sebagai jaminan atas
hutangnya ketika pewaris masih hidup.14 Hukum Islam merumuskan ; ”.Hukum Waris
memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta memindahkankan
barang-barang / harta benda, baik barang-barang yang tidak terwujud, dan benda
(.immaterielle goederen ) dari suatu angkatan manusia (.generatie ) kepada turunannya.
Hukum Waris Islam menyebutkan bahwa aturan-aturan hukumnya mengatur bagaimana
harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi-bagi dari pewaris kepada
para waris dari generasi ke generasi berikutnya ”.
1.1 Waris Dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam ahli waris yang berhak menerima kewarisan adadua puluh lima orang, dengan perincian lima belas orang dari pihak laki-lakidan sepuluh orang dari pihak perempuan.a. Ahli waris dari pihak laki-laki adalah anak laki-laki, cucu laki-laki dari
anak laki-laki, bapak,kakek, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu, anak laki-laki saudara laki-lakisekandung, anak laki-laki saudara laki-laki sebapak, paman sekandung,paman sebapak, anak laki-laki paman sekandung, anak laki-laki pamansebapak, suami dan laki-laki yang telah memerdekakan hamba sahaya.
b. Ahli waris dari pihak perempuan adalah anak perempuan, cucuperempuan dari anak laki-laki, ibu, nenek pihak ayah, nenek pihak ibu,saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak, saudaraperempuan seibu, isteri, dan perempuan yang telah memerdekakanhamba sahaya. 15
_____________________________
14 Masjfuk zuhdi, Study Islam : Jilid III ( Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007 ), halaman 57.15 Asrory Zain Muhammad dan Mizan, Al-faraidh ( Pembagian Pusaka dalam Islam ),
(.Surabaya.: Bina Ilmu, 2011 ), halaman 9.
16
Menurut hukum kewarisan Islam besar kecilnya bagian warisan setiap kerabat
adalah berdasarkan derajat kekerabatan mereka. Oleh karena itu, kerabat-kerabatnya
lebih kuat mendapatkan bagian yang lebih banyak. Bahkan tidak semua kerabat akan
mendapatkan warisan, karena hak-hak yang dimiliki oleh sebagian kerabat akan
timbul jika terdapat kerabat tertentu. Hal ini telah diatur secara jelas dalam Al-Quran
dan as-Sunnah. Dalam hukum kewarisan Islam, sebelum harta peninggalan dibagikan
maka harta peninggalan tersebut dikeluarkan dulu yang telah digunakan untuk biaya
perawatan / penguburan, melunasi hutang piutang pewaris, dan melaksanakan wasiat
yang dibuat oleh pewaris.
1.2 Prinsip-prinsip Hukum Waris
Hukum Islam, sebagai bagian agama Islam melindungi hak asasi manusia. Jika
hukum Islam dibandingkan dengan pandangan atau pemikiran hukum barat tentang hak
asasi manusiaakan kelihatan perbedaannya. Hukum barat memandang hak asasimanusia
semata-mata berpusat pada manusia. Dengan demikian pemikiran manusia sangat
dipentingkan.
Sebaliknya, hukum Islam berpusat pada Tuhan. Manusia adalah penting,
tetapi yang lebih utama adalah Allah. Dialah pusat segala sesuatu.16 Perkembangan dan
penetapan hukum Islam, dikenal sejumlah prinsip yang mendasar yang senantiasa harus
dipegangi pada setiap upaya penetapan hukum.
Sejumlah prinsip yang yang dimaksud adalah sebagai berikut :1) Meniadakan kepicikan dan tidak memberatkan
Prinsip tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain, bahwaagama itu mudah, selalu mempermudah dan tidak mempersulit. Secarasubstantif ajaran Islam senantiasa memberikan kemudahan agarpelaksanaannya tidak menjadi beban di luar kapasitas.
_____________________________
16 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam ; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam diIndonesia, ( Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2008 ), halaman 59.
17
2) Menyedikitkan bebanTelah menjadi etika dalam menjalankan hukum Islam untuk tidak
selalu mempertanyakannya yang berakibat pada semakin bertambahnyaaturan itu. Nabi Muhammad selalu menganjurkan untuk memahami kaidah-kaidah umum agar dapat leluasa untuk berijtihad dan menggali nilai-nilaihukum di dalamnya.3) Berangsur-angsur dalam penetapan hukum
Sesuai dengan teori sosiologis bahwa penerimaan terhadap sesuatuterkadang memerlukan proses adaptasi yang memerlukan waktu. HukumIslam sangat memperhatikan ini dengan melakukan penetapan hukum secarabertahap atau berangsur sesuai perkembangan dan kapasitas.4) Memperhatikan kemaslahatan manusia
Hukum Islam secara substansial selalu menekankan perlunya menjagakemaslahatan manusia. Hukum Islam senantiasa memperhatikankepentingan dan perkembangan kebutuhan manusia yang pluralistik.Secara praktis kemaslahatan itu tertuju kepada tujuan-tujuan, yaitu :a. Memelihara kemaslahatan agama ;b. Memelihara kemaslahatan jiwa ;c. Memelihara kemaslahatan akal ;d. Memelihara kemaslahatan keturunan ;e. Memelihara kemaslahatan harta benda.
5) Mewujudkan keadilan yang merataHukum Islam senantiasa menuntut kesadaran akan semangat egality
dan equality. Semua manusia dan makhluk lainnya merupakan ciptaanTuhan yang memiliki peluang yang sama untuk mengabdi kepada pencipta-nya. Dan yang membedakan hanyalah tingkatan ketakwaannya. Dalamkonteks ini tidak dibenarkan untuk tidak berlaku adil diantara sesamaciptaan Tuhan. 17
1.3 Hukum Waris ( Kitab Faraidh )
Ilmu Faraidh termasuk ilmu yang paling mulia, paling tinggi kedudukannya,
oleh karena pentingnya, bahkan sampai Allah sendiri yang menentukan bagian masing-
masing dan menerangkan bagian masing-masing ahli waris, sebagian besar diterangkan
diterangkan dalam beberapa ayat yang jelas, karena harta dan pembagiannya
merupakan sumber ketamakan bagi manusia, sebagian besar dari harta warisan adalah
untuk pria dan wanita, besar dan kecil, mereka yang lemah dan kuat, sehingga tidak
terdapat padanya kesempatan untuk berpendapat atau berbicara dengan hawa nafsu.
_______________________
17 Ibid, halaman 89.
18
Oleh sebab itu Allah-lah yang langsung mengatur sendiri pembagian sertarincianya
dalam Kitab-Nya, meratakannya di antara para ahli waris sesuai dengan keadilan serta
maslahat yang ia ketahui. Manusia memiliki dua keadaan, yaitu keadaan hidup dan
keadaan mati, kebanyakan hukum yang ada dalam ilmu Faraidh berhubungan dengan
mati, maka Faraidh bisa dikatakan setengah dari ilmu yang ada, seluruh orang pasti
butuh kepadanya.
Ilmu Faraidh adalah Ilmu yang menerangkan tentang siapa yang berhak
mendapat warisan, dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa bagian setiap ahli
waris. Pembahasannya yaitu seluruh peninggalan, yaitu apa yang ditinggalkan oleh
mayit baik itu berupa harta ataupun lainnya. Hasilnya adalah memberikan seluruh hak
kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Faridhah adalah bagian tertentu sesuai
syari'at bagi setiap ahli waris, seperti sepertiga, seperempat dan sebagainya. Hak-hak
yang berhubungan dengan harta peninggalan ada lima, dilaksanakan secara berurutan
jika semuanya ada, sebagaimana dibawah ini :
a. Dikeluarkan dari harta warisan untuk penyelesaian kebutuhan mayit, seperti kain
kafan dan lainnya ,
b. kemudian hak-hak yang berhubungan dengan barang yang ditinggalkan, seperti
hutang dengan sebuah jaminan barang dan sebagainya ,
c. Kemudian pelunasan hutang, baik itu yang berhubungan dengan Allah sepertizakat,
kaffarat dan sebagainya, ataupun yang berhubungan dengan manusia ,
d. Kemudian pelaksanakan wasiat, dan
e. Pembagian warisan dan inilah yang dimaksud dalam ilmu ini.
19
2. Sistem Hukum Kewarisan
Hukum kewarisan Islam merupakan nilai-nilai agama Islam yang telah diyakini
umatnya, kemudian dijadikan sistem kehidupan untuk mengatur hubungan sesama
manusia, yang selanjutnya menjadi sistem hukum kewarisan. Agama Islam merupakan
mayoritas agama yang dianut oleh warga negara Indonesia, maka sistem hukum
kewarisan Islam menjadi salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Sistem
hukum warisan Islam sebagai bagian dari sistem syari‘at merupakan dalam aspek
sistem hukum mu‘amalah atau juga dalam lingkungan hukum perdata. Dalam ajaran
Islam hukum warisan ini tidak dapat dipisahkan dengan hukum Islam dan ibadah
Karenanya dalam penyusunan kaidah-kaidah hukum warisan harus berdasarkan
sumber-sumber hukum Islam seperti hukum-hukum Islam yang lainnya.
2.1 Sistem Pewarisan Menurut KUH Perdata
KUH Perdata menganut sistem individual, dimana harta warisan jika pewaris
meninggal harus sesegera mungkin diadakan pembagian. Sistem ini kebanyakan dianut
oleh Warga Negara Indonesia keturunan asing seperti keturunan Eropa, Cina, bahkan
Arab atau lainnya yang tidak lagi berpegang pada ajaran agamanya.
Menurut Hukum Waris Perdata yang di anut oleh bangsa Indonesiamenyatakan bahwa :a. Dalam hal seorang mempunyai hak atas sebagian dari sekumpulan harta
benda, seorang itu tidak dipaksa membiarkan harta benda itu tetap tidakdibagi-bagi diantara orang-orang yang bersama-sama berhak atasnya ;
b. Pembagian harta benda ini selalu dapat dituntut, meskipun ada suatuperjanjian yang bertentangan dengan itu ;
c. Dapat diperjanjikan, bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkanselama waktu tertentu ;
d. Perjanjian semacam ini hanya dapat berlaku selama lima tahun tetapidapat diadakan lagi, kalau tenggang lima tahun itu telah lalu. 18
__________________
18 Pasal 1066 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
20
Sistem hukum waris barat tidak sesuai dengan alam pikiran bangsaIndonesia karena sifatnya yang mementingkan hak-hak perseorangan ataskebendaan. Hal mana selalu akan dapat menimbulkan perselisihan tentangharta warisan diantara para waris apabila pewaris wafat, dikarenakanmenurut hukum barat pada hakekatnya semua harta warisan termasukhutang piutang beralih kepada waris, sedangkan parawaris dapat memilihdiantara 3 (tiga) sikap yaitu :a. Sikap menerima secara keseluruhan, berarti waris menerima warisan
termasuk hutang-hutang pewaris ;b. Sikap menerima dengan syarat, berarti waris menerima warisan secara
terperinci dan hutang-hutang pewaris akan dibayar berdasarkan barang-barang warisan yang diterima ;
c. Sikap menolak, berarti waris tidak mau menerima warisan karena iatidak tahu menahu mengenai pengurusan harta warisan itu. 19
2.2 SistemPewarisan Islam
Hukum Kewarisan Islam pada dasarnya bersumber dari beberapa ayat Al-Qur’an
dan Hadist Rasulullah yang terdiri dari ucapan, perbuatan, dan hal-hal yang ditentukan
Rasulullah. Dasar hukum kewarisan itu ada yang secara tegas mengatur, dan ada yang
secara tersirat, bahkan kadang-kadang hanya berisi pokok-pokoknya saja, yang paling
banyak ditemui dasar atau sumber hukum itu dalam Surah An-Nisa’; disamping surah
lainnya sebagai pembantu.
Pewaris ( muwarits ) atau harta peninggalan (Tirkah), ialah apa yang ditinggalkan
pewaris baik hak kebendaan berwujud, maupun tidak berwujud, bernilai atau tidak
bernilai, atau kewajiban yang harus dibayar. Harus ada ahli waris ( warits ), yaitu orang
yang akan menerima harta peninggalan pewaris, yang dapat dibagi dalam 5 (lima)
golongan yaitu :
1. ahli waris sebab ( Sababiyah ) perkawinan antara suami dan istri ;
2. ahli waris nasabiyah, yaitu orang yang menerima warisan karena ada hubungan
nasab ( Qarabat ) ;
__________________
19 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, ( Bandung : PT. Citra Adiya Bakti, 2013 ),halaman.33.
21
3. ahli waris karena hubungan Wala ( karena pembebasan budak ) ;
4. apabila menangis anak yang baru dilahirkan maka dia akan mewaris ;
5. kematiannya bersamaan, mereka tidak saling mewaris. 20
Sesungguhnya hukum waris Islam adalah perubahan dari hukum waris adat
bangsa Arab sebelum Islam masuk ke negara tersebut, yang berdasarkan sistem
kekeluargaan ( patrilineal ). Setelah datangnya Islam maka Al-Qur’an melakukan
perubahan sebagaimana diatur di dalamnya, dengan memberi bagian pula bagi kaum
wanita sehingga disebut dzawu’I-faraidh.
3. Sumber Hukum Pewarisan beserta Asas-Asasnya
Sumber-sumber hukum warisan Islam adalah pertama Al-Qur‘an, kedua Sunnah
Rasulullah SAW, dan yang ketiga ialah ijtihad para ahli hukum Islam. Dasar
penggunaan ketiga sumber hukum warisan Islam itu pertama dalam Al-Qur‘an surat
An-Nisa‘ ayat 59 :
“ Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan taatilah Rasul(.Nya ), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainanpendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al-Quran.) dan Rasul ( sunnahnya ), jika kamu benar-benar beriman kepadaAllah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama ( bagimu ) danlebih baik akibatnya.” 21
Dalam ayat tersebut mewajibkan bahwa setiap manusia dalammenetapkan hukum harus berdasarkan ketetapan-ketetapan Allah SWT danSunnah Rasulullah SAW, 22 serta Uil Amri mmenyatakan bahwa dapatdimaknakan sebagai sumber ijtihad para mujtahid. 23
Setiap perangkat hukum mempunyai asas atau prinsip masing-masing,tidak terkecuali dalam hukum waris. Dalam hukum waris dikenal 5 asasyaitu :1) Asas ijbari. Dalam bhukum Islam peralihan harta dari orang yang
telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup berlaku dengan_______________________
20 Hilman Hadikusuma, Op.Cit., halaman 87.21 Ulil Amri, Mujitahid Ar-Razi dalam Mafnatihul Ghaib ( dikutip oleh Munawar Chalil, Ulil
Amri ), ( Semarang : Ramadhani, 2008 ) halaman 69.22 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam ( mengutip ayat-ayat Al-Qur’an,
Surat An-Nisa’, Sunah Raullullah SAW ), ( Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 2009 ), halaman 11.23 Ulil Amri, Op.Cit., halaman 20.
22
sendirinya tanpa usaha dari yang akan meninggal atau kehendak yangakan menerima, cara peralihan inidisebut ijbari. Kata ijbar berasal daribahasa Arab yang diartikan dengan paksaan atau pengendalian Tuhan(atas segala ciptaann-Nya) termasuk segala gerak gerik perbuatanmanusia. Peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepadaahli warisnya berlaku dengan sendirinya sesuai dengan kehendak Allahtanpa tergantung kepada kehendak ahli waris atau pewaris. Ahli warislangsung menerima kenyataan pindahnya harta pewaris kepadanyasesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
2) Asas bilateral, yaitu orang yang menerima warisan dari kedua belahpihak kerabat yaitu kerabat garis keturunan garis laki-laki maupun daripihak kerabat keturunan perempuan. Dalam ayat 7 surah An-Nisa’dijelaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapatkan warisan daripihak ayahnya juga dari pihak ibunya. Begitu pula seorang anakperempuan berhak menerima harta warisan dari pihak ayahnya danjuga dari pihak ibunya.
3) Asas Individual, yaitu harta peninggalan yang ditinggal mati olehpribadi langsung kepada masing-masing. Pembagian secara individualini didasarkan pada ketentuan bahwa setiap insan sebagai pribadimempunyai kemampuan untuk menjalankan hak dan kewajibannya.Dengan demikian, harta waris yang telah dibagi sesuai denganketentuan yang telah ditetapkan menjadi milik ahli waris secaraindividual.
4) Asas keadilan berimbang, yaitu ahli waris laki-laki maupun perempuansemuanya berhak mewarisi harta peninggalan yang ditinggal mati olehpewaris sebagaimana dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 7, yaknibahwa anak laki-laki demikian juga anak perempuan ada bagian hartadari peninggalan ibu bapaknya. Kata keadilan yang berasal dari bahasaArab yaitu “al-adl” berarti keadaan yang terdapat di dalam jiwaseseorang yang membuatnya menjadi lurus.
5) Asas hukum warisan Islam dalam teks Al-Qur‘an dan As-Sunnah tidakdijumpai, dan asas tersebut merupakan hasil ijtihad para mujtahid, atauahli hukum Islam. Dengan demikian kemungkinan asas hukum warisanIslam itu beragam. Menurut Amir Syarifuddin asas hukum warisanIslam lima macam, yaitu asas ijbari, asas bilateral, asas individual, asaskeadilan berimbang, dan asas warisan semata akibat kematian. 24
3.1 Asas Ijbari
Asas Ijbari , yaitu peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada
yang masih hidup berlaku dengan sendirinya yang dalam pengertian hukum
Islam berlangsung secara ijbari. Hal ini mengandung pengertian bahwa peralihan harta
_______________________
24 Amir Syarifuddin, Op.Cit., halaman 17-18.
23
warisan seorang pewaris yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan
sendirinya sesuai dengan ketetapan Allah SWT, tanpa digantungkan kepada kehendak
pewaris atau ahli waris dengan bagian yang telah ditetapkan.
Kata ijbari secara Etimologi mengandung arti paksaan, artinyamelakukan sesuatu diluar kehendaknya sendiri.25 Karena hukum warisanIslam berasaskan ijbari, maka pelaksanaan pembagian harta warisan itumengandung arti paksaan tidak kehendak pewaris sebagaimana hukumwarisan Perdata barat. Kemudian Amir Syarifuddin pengertian asas ijbariitu mengandung beberpa segi :a. Segi peralihan harta, artinya dengan meninggal dunianya seseorang
dengan sedirinya harta warisannya beralih kepada orang lain dalam halini ahli warisnya. Menurut asas ini, pewaris dan ahli waris tidakdiperbolehkan merencanakan peralihan harta warisan pewaris;
b. Segi jumlah harta artinya jumlah atau bagian ahli waris dari hartapeninggalan orang yang meninggal dunia (pewaris) itu sudahditentukanoleh ketentuan-ketentuan Allah SWT, dan Sunnah RasulullahSAW. Sehingga pewaris dan ahli waris tidak diperbolehkanmenentukan jumlah bagin-bagiannya.
c. Segi kepada siapa harta itu beralih, artinya orang-orang (ahli waris)yang menerima peralihan harta peninggalan pewaris itu sudahditetapkan oleh Al-Qur‘an dan As-Sunnah Rasulullah SAW, sehinggapewaris maupun ahli waris tidak diperbolehkan merubahnya. Kecualiketentuan-ketentuan Al-Qur‘an dan As-Sunah Nabi Muhammad SAWyang bersifat dhonni, artinya nash-nash Al-Qur‘an dan As-Sunah yangbelum jelas, seperti pengembangan ahli waris dari anak berlembang kecucu terus ke bawah. 26
3.2 Asas Induvidual
Maksud dari pada asas ini adalah harta warisan dari pewaris yang telah diterima
oleh ahli warisnya, dapat dimiliki secara individu perorangan. Bagian-bagian setiap ahli
waris tidak terikat dengan ahli waris lainnya tidak seperti dalam hukum Adat, ada
bagian yang sifatnya tidak dapat dimiliki secara perorangan, tetapi dimiliki secara
kelompok. Asas Individual yaitu harta peninggalan yang ditinggalkan oleh yang
meninggal dunia, dibagi secara individual atau secara pribadi langsung kepada masing-
masing individu.
_______________________
25 Ibid.26 Ibid.
24
3.3 Asas Bilateral
Asas bilateral, yaitu seseorang menerima warisan dari kedua belah pihak kerabat,
yaitu baik kerabat garis keturunan laki-laki maupun dari pihak kerabat garis keturunan
perempuan. Asas tersebut mengandung pengertian bahwa seseorang yang menjadi ahli
waris dari kedua garis kerabat, yakni dari pihak ayah dan pihak ibu. Asas ini dapat
dilihat dalam surat An-Nisa’ ayat 7 yang maksudnya bahwa laki-laki ada bagian dari
peninggalan ibu bapaknya dan karibnya. Asas bilateral artinya ahli waris menerima
harta warisan dari garis keturunan atau kerabat dari pihak laki-laki dan pihak
perempuan, demikian sebaliknya peralihan harta peninggalan dari pihak garis
keturunan pewaris laki-laki maupun perempuan.
3.4 Asas Keadilan Berimbang
Asas keadilan berimbang yaitu baik laki-laki maupun perempuan sama-sama
berhak tampil sebagai ahli waris, mewarisi harta peninggalan yang ditinggalkan oleh
pewaris. Asas tersebut mengandung pengertian bahwa harus senantiasa terdapat
keseimbangan antara hak dan kewajiban, antar hak yang diperoleh seseorang dengan
kewajiban yang harus ditunaikan laki-laki dan perempuan mendapat hak yang
sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing kelak dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat. Dari pihak laki-laki dan pihak perempuan menerima harta
warisan secara berimbang artinya dari garis keturunan pihak laki-laki dan darl garis
keturunan pihak perempuan menerima harta warisan sesuai dengan keseimbangan
tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga. Antara laki-laki dengan perempuan
keduanya mempunyai hak menerima harta warisan dari pewaris, namun tanggung
jawab antara laki-laki dengan perempuan berbeda, laki-laki ( public family ) sebagai
25
kepala rumah tangga bertanggung jawab nafkah keluarganya, sedangkan perempuan
sebagai ibu rumah tangga ( domistic family ), yang mengatur rumah tangga.
3.5 Asas Warisan Semata Kematian
Peralihan peninggalan seseorang kepada orang lain dengan nama kewarisan
berlaku sesudah meninggalnya pewaris. Hukum warisan Islam hanya mengenal satu
bentuk warisan karena adanya kematian, seperti dalam Hukum Warisan Perdata barat
(BW), dengan istilah “ab-intestato”, namun dalam hukum warisan BW, selain ab-
intestato juga karena adanya wasiat yang disebut testament.
Asas ini ada hubungannya sangat erat dengan asas ijbari, disebabkanmeskipun seorang ada kebebasan atas hartanya, tetapi setelah meninggaldunia kebebasan itu tidak ada lagi. Hal ini juga difahami bahwa harta dalamIslam mempunyai sifat amanah ( titipan ), artinya manusia berhak mengatur,tetapi harus sesuai dengan ketetapan-ketetapan Allah SWT, sehinggaapabila seorang telah meninggal dunia tidak mempunyai hak lagi untukmengaturnya, dan kembali kepada-Nya. 27
Selain kelima asas tersebut asas ta’awun atau tolong-menolong jugamerupakan asas hukum warisan Islam. Dasar hukum asas ini akandijelaskan dalam sub bab as-shulh. Ta‘awun atau tolong-menolong diantarapara ahli waris, sudah menjadikan kewajiban diantara ahli waris, bagi ahliwaris yang mampu berkewajiban meringankan beban atau penderitaan ahliwaris yang tidak mampu, dengan menyerahkan atau menggugurkan hakharta warisannya, dan atau rela menerima harta warisan yang tidak sesuaidengan hak yang harus diterimanya. Dengan demikian salah satu ahli waris,dapat meringankan beban penderitaan, kesukaran ahli waris yang lain,apalagi para ahli waris itu dalam satu kekerabatan / hubungan darah. 28
4. Unsur-unsur Hukum Waris
Dalam hukum warisan Islam sama dengan hukum warisan adat, terdapat unsur-
unsur yang dalam hukum Islam disebut rukun. Adapun unsur-unsur hukum warisan
Islam, antara lain : pertama, pewaris ( muwaris ), yaitu orang yang telah meninggal
_______________________
27 Ibid., halaman 35.28 Ibid., halaman 36.
26
dunia dan meninggalkan harta warisan ; dan kedua, harta warisan adalah harta, baik
berupa harta bergerak, tidak bergerak, dan harta yang tidak maujud, seperti hak
intelektual, hak cipta dan lain-lain. Harta tersebut dapat dibagikan kepada ahli waris,
setelah dikurangi biaya perawatan / pengobatan pewaris, pemakaman, pembayaran
hutang, dan wasiat.
4.1 Pewaris
Pewaris ialah seorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkansesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup.Sedangkan apabila seseorang yang meninggal dunia itu tidak meninggalkansesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup ia bukanpewaris. Dalam hukum warisan Islam, yang menjadi factor-faktor warisanadalah karena hubungan nasab, karena hubungan perkawinan dan karenahubungan wala‘ atau budak. 29
Kemudian dalam hukum Islam Amir Syarifuddin mengatakan bahwapewaris dalam kelompok pengertian walidani, sebagaimana ketentuan SuratAn-Nisa‘ ayat 7 dan 33 adalah ayah, ibu, kakek, nenek, anak dan cucu.Sedangkan pewaris dalam kelompok pengertian aqrabuna, sebagaimanaditemukan dalam Surat An-Nisa‘ ayat 12 dan 176 adalah suami dan istri dansaudara. Kemudian pengertian menurut Al-Qur‘an diperluas dengan HaditsNabi SAW, dengan memasukan keturunan ayah dan keturunan kakek,sehingga termasuk anak saudara dan paman serta bibi,30 kemudian pewariskarena telah memerdekakan budak ( wala‘ ) yang tidak meninggalkan ahliwaris. 31
Atas dasar prinsip meninggalnya seseorang, berlakunya pembagianharta warisan, sehingga pewaris itu harus nyata meninggal dunia. Kemudianada dua bentuk meninggal dunia :1. pertama, seseorang meninggal dunia, artinya seseorang telah nyata
putusnya nyawa dari jasad yang dibuktikan dengan pancaidera ataumelalui medis atau tidak hidup lagi.
2. kedua, dianggap meninggal dunia secara hukum, artinya meninggaldunia karena putusan pengadilan, artinya seseorang dianggap ataudinyatakan meninggal dunia dengan putusan hakim, kemungkinkanorang tersebut masih hidup tetapi disebabkan oleh sesuatu hal tertentuorang itu dianggap meninggal dunia, seperti dalam kasus seorangpewaris telah hilang bertahun-tahun tidak diketahui tempattinggalnya..32
_______________________
29 Ibid., halaman 51.30 Ibid., halaman 52.31 Ibid.32 Hasan Alwi dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Edisi ketiga : Departemen Pendidikan
Nasional ), ( Jakarta : Balai Pustaka, 2001 ), halaman 723.
27
Kemudian perincian pewaris dalam hukum warisan Islam dapat dilihat dalam
ayat-ayat Al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah SAW, serta dikembangkan dengan ijtihad,
maka dalam hal ini Amir Syarifuddin memberikan perincian pewaris menjadi 4
kelompok, yaitu :
a. Kelompok ayah dan ibu dan dikembangkan kakek dan nenek terus ke atas ;
b. Kelompok anak baik anak laki-laki dan anak perempuan dan dikembangkan kepada
cucu terus ke bawah ;
c. Kelompok suami dan istri ;
d. Kelompok saudara dan paman.
4.2 Harta Warisan
Harta adalah barang (uang dsb) yang menjadi kekayaan.33 Sedangkan harta
warisan adalah barang atau benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia
yang menjadi hak ahli waris, setelah dikurangi untuk kepentingan biaya perawatan
jenasah, hutang-hutang dan wasiat. 34 Dalam pengertian ini antara harta peninggalan
dengan harta warisan dapat dibedakan. Harta peninggalan seluruh barang atau benda
yang ditinggalkan oleh seseorang telah meninggal dunia, dalam arti barang tersebut
milik orang pada saat meninggal dunia, sedangkan harta warisan ialah harta yang
berupa barang atau benda yang berhak diterima oleh ahli waris.
Jenis harta kewarisan ada yang berwujud dan ada yang tak berwujud, yang
berwujud dalam istilah ekonomi disebut harta aktiva, harta ini dalam istilah hukum ada
dua macam sifat, pertama adalah harta disebut barang tak begerak, artinya barang
tersebut tidak dapat dipindahkan, dan harta yang berupa barang begerak artinya harta
_______________________
33 Hasan Alwi, Op.Cit., halaman 390.34 Fatchurahman, Ilmu Waris, ( Bandung : Al-Ma’arif, 2011 ), halaman 36.
28
itu dapat dipindahkan tempatnya, seperti mobil, peralatan rumah tangga dan lain
sebagainya, namun dalam Hukum Perdata terdapat barang yang sifatnya dapat
dipindahkan tempatnya, tetapi dikelompokan dalam barang tak bergerak.
Harta yang berupa barang bergerak tersebut di atas, terdapat beberapahak atas barang bergerak seperti :a. Hak memetik hasil atau hak memakai ;b. Hak atas uang bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang ;c. Saham-saham dari perseroan ;d. Tanda-tanda pinjaman suatu negara baik negara sendiri maupun negara
asing ; dane. Hak menuntut ke Pengadilan tentang penyerahan barang bergerak atau
pembayaran uang terhadap barang bergerak. 35
Dalam hukum Islam hak kebendaan yang berbentuk hutang tidakmenjadi harta warisan. Akan tetapi, harta yang menjadi hak ahli waris ituhanya harta peninggalan dalam keadaan bersih, artinya harta peninggalan itusetelah dikurangi hak-hak lain, seperti biaya-biaya penguburan, pajak, zakattermasuh hutang kepada orang lain. Hutang dalam hukum Islam hutang,selain terhadap orang dan badan hukum juga hutang kepada Allah SWT.Hutang kepada Allah yaitu kewajiban materi kepada Allah yang harusditunaikan, seperti membayar zakat, nadhar dan lain sebagainya. 36
Mengacu kepada pengertian tersebut di atas, bahwa harta peninggalan berbeda
dengan Harta Warisan, harta peninggalan ialah semua harta yang ditinggalkan oleh
pewaris, sedangkan Harta Warisan hanya harta yang berhak diterima oleh ahli waris,
dimana harta harta peninggalan itu setelah dikurangi atau terlepas dari tersangkutnya
segala macam hak-hak orang lain di dalamnya.
Harta peninggalan itu sebelum menjadi harta warisan dan dibagi kepada ahli
warisnya harus dilakukan berbagai tindakan pemurnian agar supaya harta yang menjadi
hak orang lain tidak terpakai oleh ahli waris. Sebelum dilakukan pemurnian harus
dilihat dahulu harta peninggalan tersebut, apakah harta peninggalan itu harta bersama
atau harta bawaan, atau mungkin kedua harta itu menyatu di dalamnya.
_______________________
35 Ibid, halaman 195.36 Ibid, halaman 26.
29
4.3 Ahli Waris
Ahli waris adalah orang yang mempunyai hak harta warisan yang dtinggalkan
oleh seorang yang telah meninggal dunia. Kemudian orang yang mempunyai hak
sebagai ahli waris dalam hukum Islam ada empat faktor utama, yaitu :
a. Adanya perkawinan, suami ahli waris istri sebaliknya istri ahli waris suami ;
b. Adanya nasab atau hubungan darah ;
c. Wala‘ orang yang telah memerdekakan budak, dan tidak meninggalkan ahli
warisnya ;
d. Hubungan secara Islam, orang Islam yang meninggal dunia tidak meninggalkan
ahli waris, dan harta warisannya diserahkan kepada baitul mal untuk
kepentinganumat Islam. 37
Di Indonesia umumnya hanya dua faktor, yaitu faktor pertama dan kedua, untuk
faktor yang ketiga di Indonesia tidak terdapat perbudakan, akibatnya ahli waris ini tidak
dikenal, sedangkan faktor keempat bukan sistem hukum warisan. Selain adanya kedua
bentuk hubungan dalam kedua foktor tersebut, mereka baru mempunyai hak warisan,
apabila pertama dalam keadaan masih hidup pada saat pewaris menimngal dunia. Dan
kedua mereka tidak ada halangan menjadi ahli waris, tidak tertutup ( terhijab ) oleh ahli
waris lannya, perbedaan agama dan lain-lain.
5. Tinjauan Jual Beli Hak Atas Harta Warisan
Pemindahan hak atas harta warisan dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar
dan lelang. Dari perbuatan hukum yang sering dilakukan adalah jual beli harta warisan.
_______________________37 Fatchurahman, Op.Cit., halaman 48.
30
5.1 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
a. Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan secara tegas yang
dimaksud dengan transaksi jual beli, adalah : “ jual beli adalah suatu persetujuan,
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan ”.
b. Pasal 1458 Kitab Undang-Undang hukum Perdata menyatakan pula : “ Jual beli ini
dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah orang-orang ini
mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut meskipun kebendaan itu belum
diserahkan maupun kebendaan itu belum dibayar ”.
c. Pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan : “ Hak Milik atas
benda yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya
belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616 ”.
Transaksi jual beli hak atas tanah itu diperlukan adanya kata sepakat,yang mana harga dari hak atas tanah yang dijual itu belum dibayar tetapisudah kata sepakat maka, transaksi jual beli hak atas tanah itu dianggaptelah sah. Transaksi Jual Beli hak atas tanah itu dianggap sudah terjadiantara kedua belah pihak pada saat mereka sudah mencapai kata sepakatmengenai hak atas tanah yang diperjualbelikan itu serta mengenai harganya,biarpun hak atas tanah itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. 38
Dari ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 adalahsistem yang dipakai pada hukum agraria kita ( Undang-Undang PokokAgraria ) yaitu : “ Sistem Hukum Agraria Adat ”. Dalam pembentukanhukum tanah nasional yang digunakan sebagai bahan utama adalah konsepsidan asas-asasnya.39
5.2 Menurut Hukum Islam
Dalam konsep hukum Islam kepemilikan mutlak itu berada di tangan Allah. Al-
Quran dalam beberapa ayatnya mengindikasikan mengenai hal ini, dalam surat Al-
________________________38 Effendi perangin, Hukum Agraria Jilid I tentang transaksi jual beli hak atas tanah, ( Jakarta :
Rajawali press, cetakan IV, 2007 ), halaman 114.39 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria Isi dan Pelaksanaanya jilid 1 Hukum tanah nasional, ( Jakarta : djambatan, 2009 ),halaman.180.
31
Baqarah (2) ayat 255 menegaskan : “ Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan dibumi.”
Ayat-ayat lain yang juga menegaskan hal itu di antaranya adalah QS. Al-Baqarah (2) :
284, QS. Ali Imran (3) : 109, dan 129, QS. An-Nisa’ (4) : 126, 131, 132, 170, dan 171,
QS. Yunus (10) : 55 dan 68, QS. Ibrahim (14) : 2, An-Nahl 916) : 52, QS. Thaha 9
(20).: 6, QS. Al-Hajj (22) : 64, QS. Luqman (31) : 26, dan QS. Asy-Syura (42) : 4.
Hukum Islam mengakui adanya kepemilikan individual ataukepemilikan yang diberikan kepada manusia. Kepemilikan Allah atas semuayang ada di alam semesta ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua yangada di dunia ini diciptakan oleh Allah. Begitu juga manusia yang memilikidiri pribadinya dianggap sebagai pemilik kerjanya maupun produk kerjanya.Tingkat kepemilikan seorang individu atas barang yang telah diproduksinyadapat diukur oleh kontribusinya dan proses produksinya. Kepemilikan bisajuga diperoleh karena pemberian alam ( langsung dari Allah ), tanpa harusmengolahnya, misalnya memanfaatkan air sungai / laut atau yang lainnya. 40
Nabi Muhammad Saw, Bersabda : “Barang siapa menyentuh, dengantangannya, sesuatu yang belum pernah disentuh oleh seorang Muslimsebelumnya, dianggap sebagai pemilik sesuatu itu.” Hadits ini mencakupsumber daya alam pada umumnya dan barang-barang konsumsi padakhususnya. 41
Di dalam hal jual beli, berarti bahwa kepemilikan barang akan berpindah setelah
barang itu diperjualbelikan, sehingga hak kepemilikan barang itu akan berpindah dari
penjual kepada pembelinya. Tentu saja hak kepemilikan ini jika dirinci lagi bisa
meliputi berbagai cara, seperti terkait dengan sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan
lain sebagainya. Kasus kepemilikan lainnya bisa juga melalui kasus rampasan perang,
wasiat, dan lain sebagainya.
6. Kajian Umum Tentang Jual Beli Harta Warisan
Jual beli secara Etimologis berarti pertukaran mutlak. Dalam syari’at Islam, jual
beli merupakan pertukaran semua harta ( yang dimiliki dan dapat dimanfaatkan )
dengan harta lain berdasarkan keridho’an antara keduanya, atau dengan pengertian lain
_______________________40 H. Muhammad Behesti, Kepemilikan dalam Islam ( Diterjemahkan dari buku aslinya :
Ownership in Islam ), ( Jakarta : Pustaka Hidayah, 2002 ), halaman 15.41 Op.Cit., halaman 24.
32
memindahkan hak milik dengan hak milik orang lain berdasarkan persetujuan dan
hitungan materi.42
Jual beli warisan adalah jual beli dari seluruh hak terhadap warisan, dengan
kewajiban untuk melakukan semua kewajiban yang dilahirkan bagi si penjual dari
kedudukannya sebagai ahli waris. Dapat diartikan, menjual hak yang dapat dilakukan
oleh siahli waris sebagai pengganti si pewaris atas aktiva warisan dengan syarat bahwa
si pembeli mengikat diri terhadap si ahli waris untuk atas tanggungannya sendiri
melunasi hutangnya si ahli waris yang menjadi kewajiban si ahli waris itu sebagai
pengganti dalam kewajiban hukum si pewaris. 43
6.1 Syarat Sah Perjanjian Jual Beli Warisan
Jual beli dinyatakan syah apabila telah memenuhi syarat-syarat atas pelaku akad,
barang yang akan diakadkan, atau tempat berakad, barang yang akan dipindah
kepemilikannya dari salah satu pihak kepada pihak lain baik berupa harga atau barang
yang ditentukan dengan nilai atau harga. Pelaku akad adalah orang yang berakal dan
mempunyai kemampuan memilih. Jadi orang gila, orang mabuk, dan anak kecil tidak
bisa dinyatakan sah. Bagi anak kecil yang sudah mampu membedakan yang benar dan
yang salah maka akadnya sah, tapi tergantung walinya.
Seseorang bebas mengadakan perjanjian baik yang sudah diatur oleh Undang-
Undang maupun yang tidak diatur oleh Undang-Undang, dengan ketentuan sepanjang
perjanjian yang dibuat tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Dasar hukum berlakunya perjanjian bagi para
_______________________42 Slamet Ariyanto, “ Pemberian Warisan Dengan Jalan Hibah Menurut Pandangan Islam ”,
(.Studi Kasus di Desa Japar, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang ), STAIN Salatiga, 2009,halaman 45.
43 Hartono Soerjopratiknjo, “Aneka Perjanjian Jual Beli ”, Materi Kuliah, ( Yogyakarta : FakultasHukum Universitas Gadjah Mada, 2012 ), halaman 48.
33
ahli waris dan mereka yang memperoleh hak terdapat dalam Pasal 1318 KUH perdata,
yang menyatakan jika seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap bahwa
itu adalah untuk ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
Suatu perjanjian jual beli warisan pada hakekatnya mempunyai syarat sah sama dengan
syarat sahnya perjanjian pada umumnya. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata suatu
perjanjian jual beli tanah baru dapat dikatakan sah bila dipenuhi syarat-syarat :
a. Bahwa perjanjian itu didasarkan atas kesepakatan para pihak, bebas dari paksaan,
kekeliruan dan penipuan ;
b. Bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus orang-orang yang cakap
untuk membuat suatu perikatan, maka orang yang belum dewasa, di bawah
pengampuan, dan Wanita yang masih terikat perkawinan tidak di perbolehkan.
c. Adanya suatu hal tertentu yang diperjanjikan ;
d. Adanya suatu sebab yang halal ( yang dibenarkan dan tidak dilarang merupakan
sebab yang masuk akal untuk dipenuhi ) yang mendasari perjanjian itu.
6.2 Masalah Hukum Penjualan Harta Warisan
Warisan yang belum dibagi tidak sah untuk diperjual belikan, karena di dalam
warisan tersebut masih terdapat hak ahli waris yang lain. Dalam rukun jual beli yang
dijelaskan dalam persyaratan untuk kedua penjual dan pembeli dalam melaksanakan
transaksi yaitu menerangkan bahwa penjual yang menjual tersebut adalah pemilik asli
atau pemilik mutlak dari harta warisan tersebut. Sedangkan dalam syarat jual beli,
barang yang diakadkan dalam jual beli dijelaskan bahwa barang yang diperjual belikan
adalah milik orang yang melakukan akad atau yang diberi izin oleh pemilik.44
_______________________44 Siti Nurkayah, “ Syarat dan Wewenang Wali Waris”, ( Studi Komparatif KHI dan KUH Perdata ),
Skripsi, STAIN Salatiga, 2014, halaman 56.
34
Dalam KUH Perdata menjelaskan tepatnya dalam Pasal 1334 ayat 2 KUH
Perdata yaitu melarang jual beli warisan yang belum terbuka, dengan melarang
seseorang membuat suatu perjanjian tentang barang-barang yang akan masuk
hakwarisnya, kalau seseorang lain akan meninggal dunia, meskipun dengan izin orang
yang akan meninggalkan barang-barang warisan itu. Kalimat “ akan masuk hak
warisnya ” mengandung maksud atau arti bahwa suatu harta kekayaan tersebut belum
menjadi hak miliknya atau hak warisnya. Dalam Pasal 1334 ayat 2 KUH Perdata
dengan adanya anak kalimat “ juga tidak dengan izin dari si peninggal warisan ” , dapat
dilihat bahwa ayat 2 ini hanya mengenai persetujuan dari dua orang tentang bakal
warisan dari seorang ketiga.
Pasal 1471 KUH Perdata yang menyatakan bahwa jual beli barang orang lain
adalah batal, dan serta secara eksplisit menyangkut Pasal 1083 KUH Perdata yang pada
intinya bahwa setiap ahli waris dianggap seketika menggantikan si pewaris dalam hal
barang-barang yang dibagikan kepadanya. Hal tersebut di atas menggambarkan
ketidakmungkinan menyerahkan hak kebendaan yang masih menjadi milik bersama,
dan belum diadakan pembagian untuk menjadi milik perseorangan.
Jikalau si pewaris belum meninggal, maka yang berhak menjual harta kekayaan
yang akan menjadi harta warisan adalah si pewaris sendiri. Sebab harta kekayaan si
pewaris belum merupakan harta warisan, masih hak sepenuhnya dari si pewaris,
sehingga belum dibagikan kepada ahli waris. Kalau si penerima waris hendak menjual
harta kekayaan si pewaris, hendaknya meminta kepada si pewaris ( tentunya ketika si
pewaris masih hidup ) untuk menjualkan harta kekayaannya itu, atau meminta lebih
dahulu harta kekayaan yang kelak akan menjadi harta warisan bagiannya ( kalau ia tega
memintanya ).
35
Pasal 1121 KUH Perdata menyatakan bahwa pembagian dan pemisahan harta
warisan pada waktu pewaris masih hidup itu diperbolehkan. Seandainya dulu ketika si
pewaris masih hidup membolehkan menjualnya, itu berarti dapat dianggap pewaris
telah memberikan hak warisnya kepada si penjual warisan tersebut. Sehingga ahli waris
tersebut telah mempunyai kedudukan yang kuat untuk menjual bagian harta warisan itu.
Karena dalam jual beli suatu warisan penyerahannya ( Leveringnya ) tidak dapat
dilakukan dengan satu perbuatan, melainkan masing-masing unsur-unsurnya harus
diserahkan ( Dilever ) kepada pembelinya dengan cara yang ditentukan dalam Buku II
KUH Perdata.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis
normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti atau
mempelajari masalah dilihat dari segi aturan hukumnya. Meneliti bahan-bahan pustaka
atau data-data sekunder. Melalui serangkaian kegiatan membaca, mengutip, menelaah
perUndang-Undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam
tinjauan normatif jual beli tanah waris tanpa sepengetahuan pihak ahli waris yang lain.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
Analitis. Tinjauan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat sifat
individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Deskriptif dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh
mengenai prihal, khususnya yang berkaitan dengan ketentuan yang berlaku.
Penelitian membutuhkan data yang dapat memberikan kebenaran dari suatu ilmu
pengetahuan. Dimana penelitian itu sendiri mempunyai arti suatu usaha untuk
mengembangkan, menemukan, dan menguji kebenaran sesuatu pengetahuan yang mana
dilakukan dengan metode-metode ilmiah.45
__________________45 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, ( Yogyakarta : Andi Offset, 2006 ), halaman 4.
37
C. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang diperoleh melalui penelitian keputusan guna mendapatkan landasan teoritis
berupapendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihak-pihak lain yang
berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk ketentuan formil
maupun melalui naskah resmi yang ada. Data sekunder di bidang hukum terdiri dari :
1. Bahan hukum Primer, melalui seluruh perUndang-Undangan yang telah ditetapkan,
berupa :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ,
b. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah ,
c. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah ,
d. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah ,
e. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah , serta
f. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria.
2. Bahan hukum Sekunder, diambil dari literatur, buku-buku, dan makalah-makalah
yang berkaitan dengan pembahasan tema judul.
3. Bahan Hukum Tersier, bahan hukum yang memberikan petunjuk atau bahan
hukum Primer dan Sekunder seperti kamus Ensiklopedia dan sebagainya.
38
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian tentang akibat hukum
jual beli harta warisan, cara menyelesaikan perkara jual beli harta warisan, dan putusan
Hakim dalam perkara penjualan harta warisan yang belum dibagi di Pengadilan Negeri
Demak ini adalah metode analisis kualitatif, yaitu analisis yang sifatnya nonstatistik
atau nonmatematis. Melalui data yang ada baik yang berupa hasil tinjauan seara
langsung maupun data kepustakaan yang akan dianalisis isinya dengan menggunakan
asas-asas hukum, teori-teori hukum berupa pendapat para ahli atau peraturan
perUndang-Undanganyang telah ada, dan selanjutnya disusun dan dibentuk laporan
karya ilmiah.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Harta Warisan Yang dijual Oleh salah
Seorang ahli Waris Tanpa Sepengetahuan Ahli Waris Yang Lain
Persoalan waris merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan yang masuk
lingkup hukum perdata. Pengaturan secara materil mengenai kewarisan dalam
ketentuan dan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku di Indonesia, yaitu untuk
orang yang beragama Islam diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam ( KHI ), dan untuk
orang yang beragama selain Islam diatur di dalam Buku II (Pasal 830 s.d. Pasal 1130)
Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata.).
Selain itu juga, kewarisan diatur di dalam hukum adat yang di dalam praktiknya masih
diterapkan.
1.1 Akibat Hukum
Dalam kewarisan baik hukum Islam maupun kewarisan BW, seseorang
dinyatakan tidak berhak menjadi ahli waris atau terhalang mendapatkan harta warisan
dengan ketentuan :
1. Berdasarkan ketentuan Pasal 173 KHI dan Hadits yaitu yang dipersalahkan telah
membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris,
dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah
melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau
hukuman yang lebih berat, dan yang berlainan agama dengan pewaris ;
40
2. Berdasarkan Pasal 838 BW, yaitu :
a. Yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh
orang yang meninggal itu ;
b. Yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah
mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman
yang lebih berat lagi ;
c. Yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau
perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya ; dan yang
telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang
meninggal itu.
Oleh karena belum ada pembagian harta waris dari harta warisan tersebut, dengan
demikian tidak dapat dijual tanpa persetujuan dari semua ahli waris, yang mana di
dalam praktik, jika hal tersebut tetap dilakukan, maka ahli waris yang tidak dilibatkan
dapat mengajukan upaya hukum baik perdata maupun pidana. Mengingat hukum waris
yang ada dan berlaku di Indonesia yang sampai saat ini masih belum merupakan
unifikasi hukum, oleh karenanya pilihan hukum ( choice of law ) atau menundukkan
diri terhadap hukum yang berlaku dalam hal kewarisan di Indonesia yakni hukum waris
Islam, hukum waris BW, atau hukum waris Adat. Unifikasi hukum sendiri adalah
upaya penyatuan hukum menjadi satu hukum yang berlaku bagi rakyat yang ada
diseluruh wilayah negara, dan hukum tadi menjadi bagian dari sistem hukum nasional.
Eigendom ( hak milik ) adalah hak yang paling sempurna atas suatubenda. Orang yang mempunyai hak milik atas suatu benda dan dapatberbuat apa saja dengan benda itu ( menjual, menggadaikan, memberikan,bahkan merusak ), asal saja ia tidak melanggar Undang-Undang atau hakorang lain.46
_______________________
46 Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata, ( Jakarta : Intermesa, 2005 ), halaman 69.
41
Hal ini juga didukung oleh Pasal 1471Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
yang berbicara mengenai jual beli ( pada dasarnya dalam jual beli harta warisan sama
dengan jual beli pada umumnya ), yang secara implisit mempersyaratkan bahwa
penjual haruslah pemilik dari barang yang dijual : “ Jual beli atas barang orang lain
adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian
biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang
lain ”.
Pemilik harta warisan adalah para ahli waris ( Pasal 833 ayat (1) jo. Pasal 832
ayat (1) KUH Perdata ) :
a. Pasal 833 ayat (1) : Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak
miik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
b. Pasal 832 ayat (1) : Menurut Undang-Undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah
keluarga sedarah, baik yang sah menurut Undang-Undang maupun yang di luar
perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan.
Jika dalam hal jual beli harta warisan tersebut tidak ada persetujuan dari para ahli
waris, maka warisantersebut dijual oleh orang yang tidak berhak untuk menjualnya
(.karena yang sekarang memegang hak milik atas harta warisan tersebut yaitu para
ahli waris ). Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 1471 KUH Perdata di atas, jual beli
tersebut batal. Dengan batalnya jual beli tersebut, maka jual beli tersebut dianggap
tidak pernah ada, dan masing-masing pihak dikembalikan ke keadaannya semula
sebelum terjadi peristiwa “ jual beli ” tersebut, yang mana hak milik atas tanah tetap
berada pada ahli waris.
Para ahli waris yang merasa haknya dilanggar karena harta warisan milik mereka
dijual tanpa persetujuan dari mereka, dapat melakukan gugatan perdata atas dasar
perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang
42
berbunyi : “ Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya
untuk menggantikan kerugian tersebut ”.
Unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata adalah
sebagai berikut :
a. Harus ada perbuatan ( positif maupun negatif ) ;
b. Perbuatan itu harus melawan hukum ;
c. Ada kerugian ;
d. Ada hubungan antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian ;
e. Ada kesalahan.
Yang termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum itu sendiri adalah perbuatan-
perbuatan yang :
a. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku ;
b. Melanggar hak subjektif orang lain ;
c. Melanggar kaidah tata susila ;
d. Bertentangan dengan azas kepatutan ketelitian serta sikap hati-hati yang
seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat
atau terhadap harta benda orang lain.
Perbuatan orang yang menjual harta warisan para ahli waris tanpa persetujuan
ahli waris merupakan perbuatan yang melanggar hak subjektif para ahli waris. Untuk
dapat menggugat penjual harta waris tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum,
Anda harus dapat membuktikan bahwa orang yang hendak digugat memenuhi semua
unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana disebutkan di atas.
Hal ini didukung juga dengan adanya Pasal 834 KUH Perdata, yang memberikan
hak kepada ahli waris untuk memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya
43
terhadap orang-orang yang menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, baik
orang tersebut menguasai atas dasar hak yang sama atau tanpa dasar sesuatu hak pun
atas harta peniggalan tersebut.
1.2 Dasar Hukum
Hukum mengatur tegas tentang bagian mutlak ahli waris adalah bagian dari suatu
warisan yang tidak dapat dikurangi dengan suatu pemberian semasa hidup atau
pemberian dengan testament. Di mana bagian mutlak tersebut yang jika dilanggar oleh
ahli waris lain maka berarti juga telah melanggar konstitusional ( Undang-Undang
1945.) dimana hak-hak tersebut antara lain ditegaskan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD
1945 : “ Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa amandan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi ”. Demikian juga pada Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 : “.Setiap
orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun ”.
Bahkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM juga menjamin
hak-hak asasi manusia ini, antara lain: Pasal 29 UU HAM : “ Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya ”.
Demikian juga, pada pasal Pasal 36 UU HAM :
a. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan
cara yang tidak melanggar hukum,
b. Tidak boleh seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan
secara melawan hukum.
44
Dengan begitu secara akal sehat sebenarnya tidak ada yang perlu dirisaukan
diantara sekalian hak para ahli waris, prinsipnya jika mereka punya “ good will ” mau
memahami, mentaati dan patuh hukum, bahwa konteks tentang bagian mutlak adalah
bagian dari warisan yang diberikan Undang-Undang kepada ahli waris dalam garis
lurus ke bawah dan ke atas. Dan sebagaimana telah disebutkan dari ketentuan diatas,
bahwa bagian mutlak tidak boleh ditetapkan atau dicabut dengan cara apapun oleh
pewaris, baik secara hibah-hibah yang diberikan semasa pewaris hidup maupun dengan
surat wasiat melalui hibah wasiat ( legaat ).
Kompilasi Hukum Islam dan KUH Perdata mendefinisikan wasiat sebagai
pernyataan pemberian sesuatu yang disandarkan pada keadaan setelah meninggalnya
orang yang berwasiat. Pengertian wasiat dalam hukum Islam ialah penyerahan harta
secara suka rela dari seseorang kepada orang lain yang berlaku setelah orang tersebut
meninggal dunia, baik yang diwasiatkan itu berupa benda ataupun manfaat. Sehingga
sekalipun akad wasiat dibuat ketika orang yang berwasiat masih hidup, tetapi
hukumnya berlaku setelah si pewasiat meninggal dunia.
Tujuan ketentuan batasan wasiat dalam Hukum Islam dan Kompilsai Hukum
Islam ini dapat dilihat persamaannya dengan KUH Perdata, akan tetapi dalam konsep
yang berbeda. Menurut KUH Perdata, pada dasarnya setiap orang mempunyai
kebebasan untuk mengatur mengenai apa yang akan terjadi dengan harta kekayannya
setelah meninggal dunia. Seorang pewaris juga mempunyai kebebasan untuk mencabut
hak waris dari ahli warisnya. Akan tetapi untuk beberapa ahli waris ab intestato oleh
Undang-Undang diadakan bagian tertentu yang harus diterima mereka yang bagiannya
dilindungi oleh hukum. Ahli waris ini dinamakan legitimaris, sedangkan bagiannya
disebut legitime portie. Legitime portie adalah semua bagian dari harta warisan yang
harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut Undang-Undang, terhadap
45
bagian mana orang yang meninggal dunia tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu,
baik selaku pembagian yang masih hidup maupun selaku wasiat. Ahli waris yang
mempunyai bagian mutlak adalah ahli waris dalam garis lurus ke bawah dan garis
luruske atas. Pada dasarnya, baik dalam hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam dan
KUH Perdata mengatur tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam suatu wasiat.
Meskipun dalam Hukum Islam syarat-syarat wasiat mengikuti rukun-rukunnya. Hal-hal
yang termasuk syarat wasiat dalam Hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam dan KUH
Perdata antara lain orang yang berwasiat, orang yang diberi wasiat, benda yang
diwasiatkan dan redaksi wasiat.
Menurut isinya, wasiat dalam KUH Perdata dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu wasiat yang berisi erfstelling yakni wasiat pengangkatan waris dan wasiat yang
berisihibah hingga disebut hibah wasiat atau legaat, akan tetapi dalam hukum Islam dan
Kompilasi Hukum Islam tidak menyebut wasiat dengan hibah wasiat. Oleh karena kata
hibah dan wasiat mempunyai pengertian yang berbeda, apabila hibah dan wasiat
menurut hukum Islam dan kompuilasi Hukum Islam ini digabungkan artinya akan
menjadi kacau, arti hibah wasiat sekarang dalam masyarakat Indonesia adalah apa yang
dimaksud dengan wasiat dalam hukum Kewarisan Islam. Sehubungan dengan hal itu
pemakaian kata-kata hibah wasiat dalam hukum kewarisan setidaknya yang berkenan
dengan hukum kewarisan Islam agar ditinggalakan. Namun, konsep hibah wasiat
(.legaat ) menurut KUH Perdata inilah yang mempunyai kesamaan dengan wasiat
menurut Hukum Islam danKompilasi Hukum Islam.
Menurut Hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam dan KUH Perdata wasiat juga
bisa batal dan dicabut. Pencabutan wasiat dapat dilakukan dengan tegas / terang-
terangan atau secara diam-diam.
46
2. Penyelesaian Perkara Jual Beli Harta Warisan Yang Belum Dibagi
Pola penyelesaian sengketa hak atas harta warisan termasuk di wilayah hukum
perdata. Adapun jenis-jenis Penyelesaian sengketa menurut Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tersebut dapat di pilih oleh para pihak yang bersengketa maupun
masyarakat pada umumnya untuk menyelesaikan persengketaan perdata yang mereka
alami yaitu : 48
2.1 Konsultasi
Merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu
dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapat kepada
klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan klien tersebut. Konsultasi
sendiri bermaksud untuk bertukar pikiran dan untuk mendapatkan sebuah kesimpulan
( nasehat, saran, dst ) yang sebaik-baiknya.
2.2 Negosiasi
Merupakan suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses
pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang
lebih harmonis dan kreatif. Negosiasi atau perundingan adalah proses mencapai
kepuasan bersama melalui diskusi. Seseorang berunding untuk menyelesaikan
perselisian, mengubah perjanjian, syarat-syarat, atau permasalahan yang lain.
Agar perundingan berhasil, masing-masing pihak harus sungguh-sungguh
menginginkan persetujuan yang dapat ditindak lanjuti, dan sebagai perjanjian jangka
panjang. Karena tidak ada gunanya sebuah persetujuan apabila tidak dapat diterapkan
_______________________
48Achmad Sentosa & wiwik Awiati, Mediasi dan Perdamaian, Mahkamah Agung RI, ( Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2008 ), halaman 22.
47
atau dilaksanakan. Apabila hal itu terjadi maka para perunding ( negosiator ) yang
merupakan wakil-wakil dari suatu pihak yang berkepentingan akan kehilangan
kredibilitas dan wibawa.
Perunding harus melakukan beberapa fungsi yang membutuhkan ketrampilan.
Mereka harus dapat membuat rencana dan tujuan yang matang. Alasan yang berkaitan
dengan setiap pokok persoalan perundingan harus disiapkan seolah-olah pihak lain
tidak ada. Setiap argument harus lengkap dan bila diperlukan harus disiapkan data
pendukung yang valid / sah. Perunding harus cukup luwes untuk memperdebatkan
analasan dalam konteks dan sesuai dengan prioritas yang akan dirundingkan dengan
pihak lain.
Perunding yang baik akan tahu bagaimana menanggulangi konflik. Menganggap
remeh suatu konflik akan menimbulkan posisi kritis yang menuju ke pemenuhan
tuntutan dan akhirnya menyerah. Dengan kata lain bahwa negosiasi merupakan suatu
proses yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan cara berunding untuk mencapai
persetujuan yang sesuai dengan karakteristik tertentu melalui beberapa tahapan yang
saling bertentangan satu sama lain.
Tanpa memperdulikan keadaan atau pihak lain yang terlibat, negosiasi paling
tidakmempunyai 4 elemen, yaitu :
1. Ada beberapa perselisihan atau pertentangan ;
2. Ada beberapa tahap saling ketergantungan ;
3. Situasinya harus kondusif untuk mendapatkan kesempatan berinteraksi. itu artinya
bahwa setiap pihak ingin tahu dan cenderung untuk saling mempengaruhi ;
4. Ada beberapa kemungkinan untuk sepakat.
Jika elemen-elemen tersebut diatas tidak ada, maka tentu saja negosiasi tidak
mambawa hasil yang positif. Pada saat negosiasi tersebut berhasil, maka setiap
48
kelompok merasa diuntungkan dari hasil tersebut. Sebaliknya jika mereka gagal, maka
konflik tersebutakan meningkat.
Memang tidak ada satupun teori yang komprehensif yang mengatur praktek
perundingan yang sangat kompleks. Ada tiga teori dan praktek yang telah muncul
dalam dua dekade terakhir ini, walaupun pada ke tiga jenis perundingan tersebut dalam
prakteknya terjadi perbedaan yang tidaklah begitu jelas. Jenis perundingan tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Perundingan Posisional,adalah bentuk perundingan yang tradisional, para peserta
perundingan seringkali bekerja berdasarkan mandat yang ketat. Jika posisi mereka
tidak memungkinkan kompromi, akibatnya adalah jalan buntu. Sukses biasanya
baru tercapai setelah semua aspek dari posisi yang menentang telah diperiksa dan
dimengerti untuk mencoba menemukan dasar-dasar permufakatan.
b. Perundingan Prinsipil, dimana perunding didorong untuk mencari prinsip-prinsip
yang mendasari untuk mendukung “ posisi ” tersebut diatas. Ini adalah proses yang
lebih lunak / kendurdan kreatif bagi perunding. Perunding dipesankan untuk
menghasilkan sasaran, bukan pemecahan masalah, sehingga akan didapat berbagai
pilihan yang ada sebagai rekomendasi. Keinginan untuk berhasil seringkali lebih
besar dari pada perundingan posisional, karena kedua belah pihak akan merasa
cenderung berhasil dari pada gagal. Perundingan prinsipil berubah menjadi
perundingan posisional atau menemui jalan buntu, jika emosi para perunding
dibiarkan memperkeruh persoalan yang menjadi masalah tersebut.
c. Perundingan Situasional, perundingan ini biasanya berlangsung sebelum
perundingan posisional atau prinsipil. Ini adalah bentuk perundingan tidak langsung
dan merupakan semacam penjajakan pendahuluan. Jalan buntu dapat dihindari dan
pemecahan masalah dapat ditemukan dengan cepat.
49
2.3 Mediasi
Prosedur penengahan dimana seseorang bertindak sebagai “ kendaraan ” untuk
berkomunikasi antara para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas
sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab
utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri.
Kata mediasi berasal dari bahasa Inggris ” mediation”, yang artinyapenyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah ataupenyelesaian sengketa penengah.48 Mediasi merupakan proses negosiasipenyelesaian masalah dimana suatu pihak luar, tidak berpihak, netral tidakbekerja bersama para pihak yang bersengketa untuk membantu mereka gunamencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan. Tidak sepertihalnya dengan para hakim dan arbiter, mediator mempunyai wewenanguntuk memutuskan sengketa antara para pihak, malahan para pihak memberikuasa pada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan problemdiantara mereka.49
Mediasi merupakan suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa,
menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator ( seseorang yang mengatur
pertemuan antara dua pihak atau lebih yang bersengketa ) untuk mencapai hasil akhir
yang adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan tetapi tetap efektif dan
diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela. Mediasi
merupakan tata cara berdasarkan “ itikad baik ” dimana para pihak yang bersengketa
menyampaikan saran-saran melalui jalur yang bagaimana sengketa akan diselesaikan
oleh mediator, karena mereka sendiri tidak mampu melakukannya. Melalui kebebasan
ini dimungkinkan kepada mediator memberikan penyelesaian yang inovatif melalui
suatu bentuk penyelesaian yang tidak dapat dilakukan oleh pengadilan. 50
_________________________
48 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, ( Bandung : Citra AdityaBakti,2003 ), halaman 79.
49 Ibid, halaman 241.50 Ibid, halaman 45.
50
Dalam Collins English Dictionary and Thesaurus disebutkan bahwa mediasi
adalah kegiatan menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna menghasilkan
kesepakatan ( agreement ). Kegiatan ini dilakukan oleh mediator sebagai pihak yang
ikut membantu mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa. Posisi mediator
dalam hal ini adalah mendorong para pihak untuk mencari kesepakatan-kesepakatan
yang dapat mengakhiri perselisihan dan persengketaan. Penjelasan mediasi dari sisi
kebahasaan ( etimologi ) lebih menekankan kepada keberadaan pihak ketiga yang
menjembatani para pihak bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya, dimana hal
ini sangat penting untuk membedakan dengan bentuk-bentuk lainnya seperti arbitrase,
negosiasi, adjudikasi dan lain-lain.
Setiap masyarakat mengandung konflik didalam dirinya atau dengan kata lain
konflik merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat. Sebagai gejala
sosial konflik adalah suatu proses sosial dimana setiap orang perorangan berusaha
untuk memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan
ancaman dan atau kekuasaan. 51
Sebuah konflik akan berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bila
mana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau
keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab
kerugian atau kepada pihak lain. Ini berarti sengketa merupakan kelanjutan dari konflik.
Berikut ini beberapa tipologi penanganan konflik yang dalamAlternatife Dispute Resolution ( ADR ) atau alternatif penyelesaian sengketadikelompokkan menjadi beberapa tahapan :a. Penghindaran Konflik ( Conflict avoidance ) ;b. Pencegahan Konflik ( Conflict prevention ) ;c. Pengelolaan Konflik ( Conflict management ) ;d. Resolusi Konflik ( Conflict resolution ) ;e. Penyelesaian Konflik ( Conflict settlement ). 52
__________________________
51 Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu Pengantar, ( Jakarta : Rajawali, 2008 ), halaman 95.52 Achmad Sentosa & wiwik Awiati, Op.Cit., halaman 29.
51
Demikianpun ” kata konflik ” dalam ADR bisa dilihat sebagai :1. Konflik sebagai persepsi, konflik diyakini dan dipahami ada disebabkan
kebutuhan, kepentingan, keinginan, atau nilai-nilai dari seseorangberbeda / tidak sama dengan orang lain ;
2. Konflik sebagai perasaan, konflik sebagai reaksi emosional terhadapsituasi atau interaksi yang memperlihatkan adanya ketidaksesuaian atauketidakcocokan. Reaksi emosional ini diwujudkan dengan rasa takut,sedih, pahit, marah, dan keputusan atau campuran perasaan-perasaan diatas ;
3. Konflik sebagai tindakan, konflik sebagai tindakan merupakan ekspresiperasaan dan pengartikulasian dari persepsi ke dalam suatu tindakan,untuk mendapatkan suatu kebutuhan ( kebutuhan dasar, kepentingandan kebutuhan akan identitas) yang memasuki wilayah orang lain. 53
Dengan ilustrasi beberapa konflik tersebut, kemudian bagaimana cara
pencegahan dan penyelesaian sengketanya. Bahwa cara terbaik agar sengketa tidak
terjadi adalah menjamin bahwa masing-masing pihak mengetahui apa yang diinginkan
pihak lain dan menangkap dengan jelas, misalnya perjanjian tertulis diantara para
pihak. Di samping itu meningkatkan pengetahuan masing-masing pihak tentang
kepentingan orang lain akan dapat menurunkan peluang terjadinya suatu sengketa.
Sedangkan cara penyelesaian sengketa menurut Richard Hill adaempat, yaitu : pertama, satu pihak atau lebih sepakat untuk menerima suatusituasi, dimana kepentingan mereka tidak terpenuhi seluruhnya. Kedua,pihak-pihak mengajukan situasi atau persyaratan secara lengkap kepadaorang atau panel, yang akan memutuskan kepentingan mana yang harusdipenuhi dan kepentingan mana yang tidak dipenuhi. Pada umumnya, orangatau panel yang tidak memihak tersebut akan merujuk kepada aturan-aturanatau pedoman yang telah ada dan yang telah disepakati oleh semua pihakatau sedikitnya sudah diketahui oleh semua pihak. Ketiga, persepsi satupihak atau pihak lain berubah, sehingga tidak ada perbedaan kepentingan.Keempat, kepentingan suatu pihak atau kepentingan pihak lain berubah,sehingga tidak ada perbedaan kepentingan.
Cara menyelesaikan sengketa ( konflik ) yang telah diekspresikan dandimanifestasikan kedalam bentuk tuntutan, sanggahan atau pembelaan tidaklagi konflik terbatas pada persepsi dan perasaan, tetapi sebagai suatu aksiatau tindakan dengan mendasarkan pada norma-norma hukum atauperaturan perundang-undangan. Penyelesaian sengketa dapat dilakukanmelalui pendekatan-pendekatankonsensual ( melalui consensus ), ajudikatif( Pengadilan atau arbitrase ), atau kombinasi antara konsensual danajudikatif ( hibrida ).
_______________________
53 Ibid.
52
Sebagai suatu strategi mediasi adalah sebuah proses penyelesaiansengketa berdasarkan asas kesukarelaan dengan bantuan mediator bertujuanuntuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa. Dengan menggunakan mediasi sebagai sarana danstrategi penyelesaian sengketa maka akan didapatkan keuntungan sepertikeputusan yang hemat, penyelesaian secara cepat, hasil-hasil yangmemuaskan bagi semua pihak, kesepakatan-kesepakatan komprehensif danCustomized, Praktek dan belajar prosedur-prosedur penyelesaian masalahsecara kreatif, tingkat pengendalian lebih besar dan hasil yang bisa diduga,pemberdayaan individu ( Personal Empowermen ). Melestarikan hubunganyang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan dengan cara yang lebihramah, keputusan-keputusan yang bisa dilaksanakan, kesepakatan yanglebih baik daripada hanya menerima hasil kompromi atau prosedur menangkalah, keputusan berlaku tanpa mengenal waktu. 54
Munir Fuady menyebutkan juga kelemahan-kelemahan penggunaanmediasi dalam penyelesaian sengketa, yaitu :1. Biasa memakan waktu yang lama ;2. Mekanisme eksekusi yang sulit, karena cara eksekusi putusan hanya
seperti kekuatan eksekusi suatu kontrak ;3. Sangat digantungkan dari itikad baik para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya sampai selesai ;4. Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik, terutama jika informasi
dan kewenangan tidak cukup diberikan kepadanya,5. Jika lawyer tidak dilibatkan dalam proses mediasi, kemungkinan
adanya fakta-fakta hukum yang penting tidak disampaikan kepadamediator, sehingga putusannya menjadi bias. 55
2.4 Konsiliasi
Merupakan hasil dari kesepakatan para pihak melalui alternatif penyelesaian
sengketa konsiliasi inipun harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara
bersama oleh para pihak yang bersengketa.
Konsiliasi sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai permufakatan atau
perdamaian di luar pengadilan. Konsiliasi berasal dari bahasa Inggris, “ conciliation ”,
yang berarti permufakatan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia konsiliasi diartikan
sebagai usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai
________________________
54 Rachmadi Usman, Op.Cit., halaman85.55 Ibid, halaman 86.
53
persetujuan dan menyelesaikan perselisihan. Konsiliasi adalahproses penyelesaian
sengketa dengan menyerahkannya kepada suatu komisi orang-orangyang bertugas
untuk menguraikan / menjelaskan fakta-fakta dan ( biasanya setelah mendengar para
pihak dan mengupayakan agar mereka mencapai suatukesepakatan ), membuat usulan-
usulan untuk suatu penyelesaian, namun keputusantersebut tidak mengikat.
Konsiliasi merupakan proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan
seorang pihak ketiga, dimana pihak ketiga diikutsertakan untuk menyelesaikan
sengketa, yaitu seseorang yang professional dan sudah dapat dibuktikan kehandalannya.
Konsiliator dalam proses konsilisasi memiliki peran yang siginifikan, karena konsiliator
juga berkewajiban untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya mengenai :
1. Duduk persoalan dari masalah atau sengketa yang dihadapi ;
2. Bagaimana cara penyelesaian sengketa yang terbaik ;
3. Apa keuntungan dan kerugian bagi para pihak ; dan
4. Akibat hukumnya.
Meskipun konsiliator mempunyai hak dan kewenangan untuk menyampaikan
pendapatnya secara terbuka dan tidak memihak kepada salah satu pihak dalam
sengketa, konsiliator tidak berhak membuat suatu keputusan dalam suatu sengketa atas
nama para pihak. Semua akhir dalam suatu proses konsiliasi ini akan ditentukan
sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk
kesepakatan diantara mereka.
Pada dasarnya konsiliasi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan
mediasi, hanya saja peran konsiliator lebih aktif dari pada mediator, yaitu :
1. Konsiliasi adalah proses penyelesaian senketa diluar pengadilan secara kooperatif ,
2. Konsiliator adalah pihak ketiga yang netral yang terlibat dan diterima oleh para
pihak yang bersengketa didalam perundingan ,
54
3. Konsiliator membatu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian ,
4. Konsiliator bersifat aktif dan mempunyai kewenangan mengusulkan pendapat dan
merancang syarat-syarat kesepakatan diantara para pihak ,
5. Konsiliator tidak mempuyai kewenangan membuat keputusan selama perundiangan
berlangsung ,
6. Tujuan konsiliasi adalah untuk mencapai dan menghasilkan kesepakatan yang
diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Konsiliasi dalam Undang-Undang :
1. Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Nomor 30 / Tahun 1999 : Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
2. Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 / Tahun 1999 : Dalam hal sengketa
atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan,
maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat
diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui
seorang mediator.
3. Pasal 6 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 / Tahun 1999 : Apabila para pihak
tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang
atau lebih penasehatahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai
kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak,
maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
55
2.5 Pendapat Hukum
Arbitrase merupakan suatu bentuk kelembagaan, dan tidak hanya bertugas untuk
menyelesaikan perbedaan atau perselisihan pendapat maupun sengketa yang terjadi di
antara para pihak dalam suatu perjanjian pokok, melainkan juga memberikan konsultasi
dalam bentuk opini atau pendapat hukum atas permintaan dari setiap pihak yang
memerlukannya tidak terbatas pada para pihak dalam perjanjian.
2.6 Arbitrase
Merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus Pengadilan.
Poinpenting yang membedakan Pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur Pengadilan
(.judicial settlement ) menggunakan satu peradilan permanen atau standingcourt,
sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk kegiatan
tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator bertindak sebagai “ hakim ” dalam mahkamah
arbitrase, sebagaimana hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus yang sedang
ditangani.
Menurut Frank Elkoury dan Edna Elkoury, arbitrase adalah suatuproses yang mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarelayang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuaidengan pilihan mereka dimana keputusan berdasarkan dalil-dalil dalamperkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusantersebut secara final dan mengikat.56
Di Indonesia, perangkat aturan mengenai arbitrase yakni Undang-Undang Nomor
30Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1angka 1
mendefinisikan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan
_______________________
56 M.Husseyn dan A.Supriyani Kardono, Kertas Kerja Hukum Ekonomi, Hukum dan LembagaArbitrase di Indonesia, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011 ), halaman 2.
56
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Dari berbagai pengertian arbitrase di atas, maka terdapat
beberapa unsur kesamaan, yaitu :
1. Adanya kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa-sengketa, baik
yang akan terjadi maupun telah terjadi kepada seorang atau beberapa orang pihak
ketiga di luar peradilan umum untuk diputuskan ;
2. Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang menyangkut
hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya, khususnya di sini dalam bidang
perdagangan industri dan keuangan ; dan
3. Putusan tersebut merupakan putusan akhir dan mengikat ( final and binding ).
Prinsip dasar ( basic principle ) adalah landasan filosofis dari diselenggarakannya
kegiatan mediasi. Prinsip atau filosofi ini merupakan kerangka kerja yang harus
diketahui oleh mediator, sehingga dalam menjalankan mediasi tidak keluar dari arah
filosofi yang melatarbekalangi lahirnya institusi mediasi. Lima prinsip dasar filsafat
mediasi adalah ; prinsip kerahasiaan ( confidentiality ), prinsip sukarela (.volunteer )
prinsip pemberdayaan ( empowerment ), prinsip netralitas ( neutrality ), dan prinsip
solusi yang unik ( a unique solution ).57
Prinsip pertama mediasi adalah kerahasiaan atau confidentiality,bahwa hanya para pihak dan mediator yang menghadiri proses mediasi,sedangkan pihak lain tidak diperkenankan untuk menghadiri sidang mediasi.Sebaliknya jika sengketa dibawa keproses litigasi atau pengadilan, makasecara hukum sidang-sidang pengadilan terbuka untuk umum karenaketerbukaan itu merupakan perintah ketentuan Undang-Undang.
Prinsip kedua, volunteer ( sukarela ). Masing-masing pihak yangbertikai datang ke mediasi atas keinginan dan kemauan mereka sendirisecara sukarela dan tidak ada paksaan dan tekanan dari pihak-pihak lain ataupihak luar. Prinsip kesukarelaan ini dibangun atas dasar bahwa orang akanmau bekerja sama untuk menemukan jalan keluar dari persengketaanmereka.
_______________________
57 Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,(.Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009 ), halaman 29.
57
Prinsip ketiga, pemberdayaan atau empowerment. Prinsip inididasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke mediasisebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah merekasendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan.Kemampuan mereka dalam hal ini harus diakui dan dihargai, dan olehkarena itu setiap solusi atau jalan penyelesaian sebaiknya tidak dipaksakandari luar. penyelesaian sengketa harus muncul dari pemberdayaan terhadapmasing-masing pihak, karena hal itu akan lebih memungkinkan para pihakuntuk menerima solusinya.
Prinsip keempat, netralitas ( neutrality ). Di dalam mediasi, peranseorang mediator hanya menfasilitasi prosesnya saja, dan isinya tetapmenjadi milik para pihak yang bersengketa. Mediator hanyalah berwenangmengontrol proses berjalan atau tidaknya mediasi. Dalam mediasi, seorangmediator tidak bertindak. Layaknya seorang hakim atau juri yangmemutuskan salah atau benarnya salah satu pihak atau mendukung pendapatdari salah satunya.
Prinsip kelima, solusi yang unik ( a unique solution ). Bahwasanyasolusi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai dengan standarlegal, tetapi dapat dihasilkan dari proses kreativitas. Hasil mediasi mungkinakan lebih banyak mengikuti keinginan kedua belah pihak, yang terkait eratdengan konsep pemberdayaan masing-masing pihak. 58
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa mediasi memiliki karakteristik yang
merupakan ciri pokok yang membedakan dengan penyelesaian sengketa yang lain.
Karakteristik tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 59
a. Dalam setiap proses mediasi terdapat metode, di mana para pihak dan / atau
perwakilannya, yang dibantu pihak ketiga sebagai mediator berusaha melakukan
diskusi dan perundingan,
b. Secara singkat mediasi dapat dianggap sebagai suatu proses pengambilan
keputusan dengan bantuan pihak tertentu ( facilitated decision-making atau
facilitated negotiation ).
c. Mediasidapat juga digambarkan sebagai suatu sistem di mana mediator yang
mengatur proses perundingan dan para pihak mengontrol hasil akhir, meskipun ini
tampaknya agak terlalu menyederhanakan kegiatan mediasi.
_______________________
58 Syahrizal Abbas, Op.Cit., halaman 30.59 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, ( Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2011 ), halaman 22.
58
Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :
a. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yangdibuat para
pihak sebelum timbul sengketa ( Factum de compromitendo ) ; atau
b. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbulsengketa
( Akta Kompromis ).
Perbedaan dan persamaan Arbitrase dan Konsiliasi adalah :
a. Persamaan, ada pihak ketiga yang berwenang memutus dan memaksa para pihak
terhadap apa yang diputuskan oleh pihak ketiga ( konsiliator dan arbiter ).
b. Perbedaan, Konsiliator diangkat dan disetujui oleh negara, dan Arbiter dipilih oleh
para pihak secara bebas.
Menurut Subekti, penyelesaian sengketa lewat arbitrase atauperwasitan, mempunyai beberapa keuntungan yaitu bahwa dapat dilakukandengan cepat, oleh para ahli, dan secara rahasia. Sementara itu, HMNPurwosutjipto mengemukakan arti pentingnya peradilan wasit ( arbitrase )adalah :1. Penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan dengan cepat;2. Para wasit terdiri dari orang-orang ahli dalam bidang yang
dipersengketakan,yang diharapkan mampu membuat putusan yangmemuaskanpara pihak;
3. Putusan akan lebih sesuai dengan perasaan keadilan para pihak;4. Putusan peradilan wasit dirahasiakan, sehingga umum tidak
mengetahuitentang kelemahan-kelemahan pihak yang bersangkutan.Sifat rahasiapada putusan perwasitan inilah yang dikehendaki oleh parapihak. 60
Keuntungan dan Kelemahan Arbitrase, terdapat beberapa keuntungan
penyelesaiansengketa melalui arbitrase dibandingkan melalui proses peradilan, yaitu :
1. kerahasiaan sengketa para pihak terjamin ;
2. keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dapat
dihindari ;
________________________________
60 Budhy Budiman, Mencari Model Ideal penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap PraktikPeradilan Perdata Dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, http : // www. Uika - bogor.ac.id / jur05.htm.
59
3. para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki latar belakang
yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil ;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaianmasalahnya, para
pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase ;
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur
sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Selain keunggulan diatas, arbitrase juga mempunyai kelemahan, yaitu masih
sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturanuntuk eksekusi
putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukupjelas, ini khususnya terjadi
di Indonesia dari praktek arbitrase yangsudahberjalan selama ini. Beberapa kelemahan
dari Arbitrase adalah :
a. Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, bahkan oleh
masyarakat akademis sendiri ;
b. Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, sehingga enggan
memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga Arbitrase. Hal ini dapat dilihat
dari sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan melalui lembaga-lembaga
Arbitrase yang ada ;
c. Lembaga Arbitrase tidak mempunyai daya paksa atau kewenangan melakukan
eksekusi putusannya ;
d. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang dicapai
dalam Arbitrase, sehingga mereka seringkali mengingkari dengan berbagai cara,
baik dengan teknik mengulur-ulur waktu, perlawanan, gugatan pembatalan dan
sebagainya ; dan
e. Kurangnya para pihak memegang etika. Sebagai suatu mekanisme extra judicial,
Arbitrase hanya dapat bertumpu di atas etika, seperti kejujuran dan kewajaran.
60
3. Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi Di Pengadilan
Dan Di Luar Pengadilan
Sengketa mungkin juga berhubungan dengan masalah yang sederhana atau
kompleks dan melibatkan berbagai jenis persoalan, misalnya : 61
a. Kenyataan yang mungkin timbul akibat kredibilitas para pihak itu sendiri, atau dari
data yang diberikan oleh pihak ketiga termasuk penjelasan-penjelasan tentang
kenyataan-kenyataan data tersebut ,
b. Masalah hukum yang pada umumnya akibat dari pendapat atau tafsiran
menyesatkan yang diberikan oleh para ahli hukum yang terkait,
c. Akibat perbedaan teknis termasuk perbedaan pendapat dari para ahli teknik dan
profesionalisme dari para pihak ,
d. Perbedaan pemahaman tentang sesuatu hal yang muncul, misalnya dalam
penggunaan kata-kata yang membingungkan atau adanya perbedaan asumsi , dan
e. Perbedaan persepsi mengenai keadilan, konsep keadilan dan moralitas, budaya,
nilai-nilai dan sikap.
Setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk memperoleh kesepakatan
dalam proses perkara atau untuk menyelesaikan sengketa dan konflik. Landasan yuridis
dilaksanakannya mediasi di luar pengadilan di Indonesia adalah Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan PP
Nomor 50 Tahun 2000. Di dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 menekankan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan menempuh cara arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa yang di dalamnya meliputi konsultasi, negosiasi,
fasilitasi, mediasi atau penilai ahli.
_______________________
61 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar,(.Jakarta : Fikahati Aneska, 2002 ), halaman 5.
61
3.1 Mediasi di Luar Pengadilan
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia dipayungi oleh Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, hal ini dapat
dilihat pada Pasal 6 berbunyi :
a. Sengketa atau beda pendapat dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif
penyelesaian sengketa yang didasarkan pada iktikad baik dengan menyampingkan
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri ;
b. Penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama
14 ( empat belas hari ) dan hasilnya dituangkan dalam kesepakatan tertulis ;
c. Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
tidak dapat diselesaikan maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau
beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasihat ahli
maupun melalui seorang mediator ;
d. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 ( empat belas ) hari
dengan bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang
mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil
mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah
lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk
seorang mediator ;
e. Setelah menunjuk mediator atau lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 ( tujuh ) hari usaha mediasi
sudah harus dapat dimulai ;
f. Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu
62
paling lama 30 ( tiga puluh ) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis
yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait ;
g. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final
dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik serta wajib
didaftarkan di pengadilan negeri dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari
sejak penanda-tanganan ;
h. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga
puluh.) hari sejak pendaftaran ; dan
i. Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan
ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara
tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau
arbitrase ad hoc.
Kemudian dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 juga
memuat keterkaitan yang menghubungkan antara praktek mediasi di luar pengadilan
yang menghasilkan kesepakatan. Dalam Pasal 23 Peraturan Mahkamah Agung ini
mengatur mengenai prosedur hukum untuk memperoleh akta perdamaian dari
Pengadilan Tingkat Pertama atas kesepakatan perdamaian atau mediasi di luar
pengadilan. Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri oleh
naskah atau dokumen kesepakatan perdamaian dan kesepakatan perdamaian itu
merupakan hasil perundingan para pihak dengan dimediasi atau dibantu oleh mediator
bersertifikat. Dokumen kesepakatan perdamaian tersebut dapat diajukan dalam bentuk
gugatan untuk memperoleh akta perdamaian ke pengadilan yang berwenang. 62
_______________________
62 Takdir Rahmadi, Op.Cit., halaman.193.
63
Pengaturan untuk memperoleh akta perdamaian bagi kesepakatan perdamaian di
luar pengadilan dengan pengajuan gugatan mungkin dapat dipandang agak aneh.
Bagaimana sebuah sengketa yang pada dasarnya telah dapat diselesaikan secara
perdamaian, akan tetapi jika melihat keadaan empiris bahwa tidak semua orang yang
telah mengikat perjanjian dengan pihak lainnya bersedia menaati perjanjian itu, maka
pengaturan ini memiliki dasar rasional, mengapa tetap diperlukan syarat melalui
pengajuan gugatan padahal para pihak telah berdamai karena pengadilan terikat pada
aturan prosedural dalam sistem hukum Indonesia bahwa pengadilan hanya dapat
menjalankan fungsinya atas dasar adanya gugatan untuk sengketa-sengketa dan adanya
permohonan untuk masalah hukum yang bukan sengketa. Mengapa disyaratkan
mediator yang bersertifikat adalah untuk mendorong peningkatan kualitas jasa mediasi.
Karena orang yang telah memperoleh sertifikat melalui pendidikan dan pelatihan
mediasi memiliki pengetahuan dan keterampilan mediator.
Di samping itu penyelesaian sengketa para pihak di luar pengadilan secara
mediasi apabila tidak diajukan ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta
perdamaian, jika salah satu pihak mengingkari hasil kesepakatan mediasi tersebut,
maka upaya hukum yang dapat ditempuh adalah melakukan gugatan wanprestasi,
karena kesepakatan damai tanpa akta perdamaian dari pengadilan status hukumnya
adalah sebagai perjanjian bagi para pihak.
3.2 Mediasi di Pengadilan
Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk
memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak bersengketa
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana,
64
cepat dan biaya ringan melalui perundingan, bermusyawarah dengan mengesampingkan
hukum untuk menuju perdamaian yang disepakati oleh kedua belah pihak.63
Satjipto Rahardjo mengemukakan menegakkan hukum tidak sama dengan
menerapkan Undang-Undang dan prosedur. Menegakkan hukum adalah lebih dari itu
dalam khasanah spritual Timur ( jawa ) dikenal kata “ Mesu Budi ”, yaitu penegakan
hukum dengan pengerahan seluruh potensi kejiwaan dalam diri para penyelenggara
hukum.64
Hal itu berarti dalam penegakan hukum “ Mesu Budi ” tidak saja semata-mata
berpegang pada kecerdasan intelektual ( mendasarkan Undang-Undang atau peraturan
tertulis sebagai sumber hukum ), akan tetapi juga dengan memadukan budi nurani,
karena kebenaran sesungguhnya sudah ada di hati sanubari atau budi nurani setiap
insani, yang harus dipahami dan dimiliki oleh setiap penyelenggara atau penegak
hukum serta para pihak pencari keadilan. Dengan demikian hakekat yang dicari dalam
penyelesaian sengketa atau perkara dengan pengintegrasian mediasi ke acara
pengadilan adalah “ keadilan ”, karena keinginan kedua pihak dapat terpenuhi, tidak
ada yang merasa dikalahkan apalagi direndahkan, namun sebaliknya kedua belah pihak
merasa dihormati sehingga memenuhi esensi ego manusia yang paling dalam yaitu
“.kejayaaan atau gloria ” untuk selalu ingin dihormati, selalu ingin lebih unggul dari
manusia lainnya.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 memuat sepuluh
prinsip pengaturan tentang menggunaan mediasi terintegrasi di pengadilan (court-
connected mediation). sepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
_______________________
63 I Made Sukadana, Mediasi Peradilan : Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata IndonesiaDalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan, ( Jakarta :Prestasi Pustaka, 2012 ), halaman 112.
64 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cetakan Ke-6, ( Jakarta : PT. Citra aditya Bakti, 2006 ),halaman.206.
65
a. Mediasi wajib ditempuh : jika proses mediasi tidak ditempuh atau sebuah sengketa
langsung diperiksa dan diputus oleh hakim, konsekuwensi hukumnya adalah
putusan itu batal demi hukum. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 2 ayat (2)
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008. Sebagian ahli hukum mungkin
mempertanyakan prinsip penggunaan mediasi secara wajib ini karena HIR dan Rbg
yang mengatur prosedur penyelesaian sengketa perdata di pengadilan tidak
menyebutkan soal mediasi, sedangkan Peraturan Mahkamah Agung ini yang status
hukumnya dalam tata urutan peraturan perundang-undangan sangat rendah sehingga
tidak boleh isinya menciptakan sebuah norma baru. Namun Mahkamah Agung
memahami bahwa upaya penyelesaian sengketa atau perkara perdata melalui
mediasi secara konseptual dan asensialnya sama dengan upaya perdamaian
sebagaimana diwajibkan Pasal 130 HIR atau 154 Rbg.
b. Dalam mediasi para pihak berpeluang untuk menentukan dan mempengaruhi proses
dan hasilnya berdasarkan mekanisme konsensus atau mufakat para pihak dengan
bantuan pihak netral. Prinsip ini dikenal dengan sebutan self determination, yaitu
para pihak lah yang berhak atau berwenang untuk menentukan dalam arti menerima
atau menolak segala sesuatu dalam proses mediasi.
c. Mediasi dengan itikad baik : Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa
melalui musyawarah mufakat atau konsensus para pihak yang akan dapat berjalan
dengan baik jika dilandasi oleh iktikad untuk menyelesaikan sengketa.
d. Efisiensi waktu : masalah waktu merupakan salah satu faktor penting dalam
menyelesaikan sebuah sengketa atau perkara. Konsep waktu juga berhubungan
dengan kepastian hukum dan ketersediaan atau pemanfaatan sumber daya yang ada.
Prinsip efisiensi waktu dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
ini tampak pada pengaturan pembatasan waktu bagi para pihak dalam perundingan
66
untuk memilih mediator diantara pilihan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8
ayat (1).
e. Sertifikasi mediator : peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
mendorong lahirnya mediator-mediator profesional. Kecenderungan ini tampak dari
adanya ketentuan bahwa pada asasnya, setiap orang yang menjalankan fungsi
mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti
pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditasi
dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.
f. Tanggung jawab Mediator : mediator memiliki tugas dan tanggung jawab yang
bersifat prosedural dan fasilitatif. Tugas-tugas ini tercermin dalam ketentuan Pasal
15 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 yaitu: mempersiapkan usulan
jadwal pertemuan kepada para pihak, mendorong para pihak untuk secara langsung
berperan dalam proses mediasi, melakukan kaukus, mendorong para pihak untuk
menelusuri atau menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan
penyelesaian yang terbaik menurut penilaian mereka.
g. Kerahasiaan : berbeda dengan proses litigasi yang bersifat terbuka untuk umum,
proses mediasi pada asasnya tertutup bagi umum kecuali para pihak menghendaki
lain. Hal ini berarti hanya para pihak atau kuasa hukumnya dan mediator saja yang
boleh menghadiri dan berperan dalam sesi-sesi mediasi, sedangkan pihak lain tidak
boleh menghadiri sesi mediasi kecuali atas izin para pihak.
h. Pembiayaan : pembiayaan yang berkaitan dengan proses mediasi paling tidak
mencakup hal-hal seperti ketersediaan ruang-ruang mediasi, honor para mediator,
biaya para ahli jika diperlukan, dan biaya transport para pihak yang datang ke
pertemuan-pertemuan atau sesi-sesi mediasi.
67
i. Pengulangan mediasi, Pasal 18 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 memberikan kewenangan kepada hakim pemeriksa perkara untuk tetap
mendorong para pihak supaya menempuh perdamaian setelah kegagalan proses
mediasi pada tahap awal atau pada tahap sebelum pemeriksaan perkara dimulai.
proses perdamaian setelah memasuki tahap pemeriksaan dimediasi langsung oleh
hakim pemeriksa.
j. Kesepakatan perdamaian di luar pengadilan, peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 lebih dimaksudkan untuk mengatur prinsip dan prosedur penggunaan
mediasi terhadap perkara atau sengketa perdata yang telah diajukan ke pengadilan
(.court-connected mediation ). Namun, persoalan-persoalan hukum yang mungkin
timbul dari penggunaan mediasi di luar pengadilan, Mahkamah Agung juga memuat
ketentuan yang dapat digunakan oleh pihak-pihak bersengketa yang berhasil
menyelesaikan sengketa itu melalui mediasi di luar pengadilan untuk meminta
pengadilan agar kesepakatan damai di luar pengadilan dikuatkan dengan akta
perdamaian.
Semula mediasi di Pengadilan cenderung bersifat fakultatif/sukarela
(.Voluntary.), tetapi kini mengarah pada sifat imperatif / memaksa ( compulsory ).
Dapat dikatakan bahwa mediasi di Pengadilan ini merupakan hasil pengembangan dan
pemberdayaan kelembagaan perdamaian sebagaimana yang diatur dalam ketentuan
Pasal 130 HIR/154 Rbg, yang mengharuskan hakim yang menyidang suatu perkara
dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian di antara para pihak yang
berperkara.65
_______________________
65 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik, ( Bandung : Citra AdityaBakti, 2003 ), halamn 133.
68
4. Studi Kasus
4.1 Putusan Hakim Terhadap Penjualan Harta Warisan yang Belum Dibagi di
Pengadilan Negeri Demak
Dalam penelitian langsung di Pengadilan Negeri Demak, penulis menemukan
kasus gugat waris mengenai penjualan harta warisan yang belum dibagi yang pernah
terjadi di wilayah Demak. Kasus tersebut sudah diputus oleh Pengadilan Negeri
Demakdengan putusan Nomor 32/Pdt.G/2008/PN.Dmk salinan atau kutipan putusan
perkara terlampir.
Dengan kasus sengketa tanah warisan yang terjadi di kota Demak Kecamatan
Karang Tengah Desa Batu yang telah digulirkan ke Pengadilan Negeri Demak dan
dapat di selesaikan dengan adil di pengadilan. Menurut keterangan yaitu
Bpk.Mohammad Nizar S.H. selaku Kepala Desa pada saat itu, pihak penggugat yaitu
Afwan Usman yang merupakan anak dari pewaris Alm.Tohir, memberikan keterangan
bahwa semasa hidupnya Alm.Tohir memiliki sebidang tanah kosong dengan ukuran +
14 x 17 meter persegi yang belum pernah dibagi kepada kedua anaknya yaitu Afwan
Usman dan Abdul Malik sebagai ahli warisnya yang sah, sehingga tanah persawahan
tersebut haruslah dikatakan sebagai tanah milik bersama oleh keduanya sebagai ahli
waris dari Alm.Tohir.
Pada tahun 2006, Abdul Malik telah menjual tanah persawahan / warisan tersebut
kepada Ahmad Bisri tanpa seijin dan sepengetahuan dari ahli waris lain karena Abdul
Malik menganggap bahwa tanah yang dijualnya adalah tanah bagian yang sah menjadi
miliknya, dan Ahmad Bisri pun membelinya. Berdasarkan pengakuan Abdul Malik dan
keterangan dari para saksi bahwa tanah objek perkara adalah bagiannya yang telah dia
dapatkan dari pembagian warisan tersebut.
69
Namun perbuatan Abdul Malik dan Ahmad Bisri menurut keterangan pihak
Penggugat, para Tergugat mengadakan transaksi jual beli tanah tersebut yang
merupakan warisan bersama yang belum pernah dibagi (boedel) secara sah, jelas ini
merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga transaksi jual beli tersebut haruslah
dinyatakan batal demi hukum atau tidak sah.
Namun karena pembeli yaitu Ahmad Bisri beritikad baik dan memenuhi syarat-
syarat sahnya jual beli, yaitu dengan adanya akta jual beli yang dibuat di hadapan
Camat Batu Karang Tengah selaku Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) sementara
serta menyatakan surat penyerahan tanah tertanggal 2 Nopember 2006 serta akta jual
beli Nomor 28/09/2006 tertanggal 2 Nopember 2006 adalah sah, maka tanah yang
sudah terjual tersebut tidak bisa beralih kembali ke tangan ahli warisnya kembali.
70
PUTUSANNomor 32 / Pdt.G / 2008 /PN.Dmk
Pengadilan Negeri Demak yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata pada peradilan tingkat pertama, telah menjatuhkan putusansebagai berikut dalam perkara perdata antara :Nama : AfwanUsmanUmur : 51 tahunPekerjaan : SwastaAlamat : Jln. Semarang-Demak Km.15 Batu jambu sari, Rt 03/01 karang
tengah Demak 59561.Sebagai Penggugat.
Kuasa Hukumnya bernama : Soetopo, S.H. Berdasarkan surat kuasakhusus tanggal 5 Agustus 2008, yang untuk selanjutnya disebut sebagai ParaPenggugat.
Melawan :Tergugat INama : Abdul MalikUmur : 45 tahunPekerjaan : SwastaAlamat : Jln. Semarang Demak Km.15 Rt.03/01 Batu Karang Tengah
Demak.Tergugat IINama : Ahmad BisriUmur : 37 tahunPekerjaan : SwastaAlamat : Jln. Semarang Demak Km.17 Rt.05/01 kedonguter Karang
Tengah Demak.Tergugat IIINama : Saiful Anwar, S.H.Umur : 42 tahunPekerjaan : Camat Ds.Batu Karang Tengah DemakAlamat : Jln. Semarang Demak Km.15 Rt.01/03 Batu Karang Tengah
Demak.Pengadilan Negeri Demak, telah mendengar kedua belah pihak yang
berperkara (.kecuali Tergugat II dan Turut Tergugat I ).
Duduk Perkara :Menimbang, bahwa Penggugat dalam surat gugatannya yang ditanda
tangani oleh Kuasanya tertanggal 13 Agustus 2008 yang didaftarkan diKepaniteraan Pengadilan Negeri Demak pada tanggal 13 Agustus 2008dengan Register Perkara Nomor 32/Pdt.G/2008/PN.Dmk, kemudiandiadakan perbaikan / perubahan gugatannya pada tanggal 27 Agustus 2008,telah menggugat Para Tergugat dan Turut Tergugat dengan dalil-dalilnyasebagai berikut :1. Bahwa, dulu hidup bersama alm.Tohir dan almh.Sulimah sebagai suami
istri.2. Bahwa alm.Tohir meninggal dunia pada tahun 2002 dan almh.Sulimah
meninggal dunia pada tahun 2004.
71
3. Bahwa alm.Tohir dan almh.Sulimah mempunyai keturunan atau anaksebanyak 2 orang anak yakni :a. Afwan Usman ( Penggugat ),b. Abdul Malik ( Tergugat I ).
4. Bahwa selain meninggalkan 2 anak alm.Tohir dan almh.Sulimahmeninggalkan harta warisan berupa sebidang tanah persawahan Luas +14 x 17 meter persegimilik alm.Tohir yang terletak di Kelurahan Batu,Kecamatan Karang TengahKota Demak dengan batas-batas sebagaiberikut :a. Timur : Tanah persawahan milik Bpk. H.Sururi ;b. Barat : Tanah persawahan milik alm H.Ahmad Soleh ;c. Utara : Tanah persawahan milik Bpk. Markum ;d. Selatan : Tanah persawahan milik Sdr. Bambang.
5. Bahwa tanah persawahan dengan identitas HM. 232 atas nama alm.Tohir setelah Bpk.Tohir meninggal dunia Belum dialihkan menjadi atasnama 2 (dua) orang anaknya sebagai pemegang hak warisnya.
6. Bahwa Tergugat I adalah juga sebagai ahli waris dari pewaris alm.Tohirdan almh.Sulimah.
7. Bahwa pada tahun 2006 oleh Tergugat I menjual tanah tersebut tanpasepengetahuan ahli waris lain sebagai pemegang hak atas tanahsertifikat identitas HM. 232 yang mana perbuatan tersebut merupakanperbuatan melawan hukum.
8. Bahwa tanah persawahan dengan identitas HM. 232 atas nama Tohiryang mana sebagai pemegang haknya adalah 2 (dua ) anak alm.Tohirdan almh.Sulimah terletak di Kelurahan Batu, Kecamatan KarangTengah Demakadalah harta waris peninggalan yang belum dibagi waris.
9. Bahwa terbitnya sertifikat atas tanah yang berasal dari tanahpersawahan identitas sertifikat HM. 232 tersebut berdasarkan causayang cacat karena tidak disertai atau persetujuan dari ahli waris lainyang merupakan pemegang hak.
10. Bahwa untuk itu sudah jelas menurut hukum bahwa penjualan tanahidentitas HM. 232 yang dilakukan oleh Tergugat I adalah merupakanperbuatan melawan hukum dan sertifikat yang diterbitkan atas namaTergugat II adalah cacat hukum oleh karena diterbitkan berdasarkancausa yang cacat dan untuk itu sudah sepatutnya sertifikat tersebutdinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.
11. Bahwa atas tanah identitas sertifikat HM. 232 atas nama Tohir yangterletak di Jln. Semarang Demak Km.15 Rt.03/01 Kel. Batu Kec.Karang Tengah Demak dialihkan dengan cara dijual kepada AhmadBisri / Tergugat II.
12. Bahwa perbuatan jual beli yang dilakukan Abdul Malik / Tergugat Idengan Ahmad Bisri / Tergugat II merupakan perbuatan melawanhukum dan harus dinyatakan batal demi hukum jual beli tersebut.
13. Bahwa sertifikat yang dialihkan menjadi atas nama Ahmad Bisri /Tergugat IIyang dibuat Oleh Saiful Anwar, S.H / Tergugat III sebagaiCamat Batu Karang Tengah selaku Pejabat Pembuat Akte Tanah(PPAT) sementara harus pula dinyatakan batal demi hukum atausetidak-tidaknya dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Bahwa, berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, Penggugat mohondengan hormat kepada Bapak Ketua Pengadilan Negeri Demak untuk
72
berkenan memeriksa perkara ini dan mengadili serta menjatuhkan putusanyang dianggap adil dan bijaksana.
Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan,Penggugat hadir bersama kuasanya yang bernama : Soetopo, S.H. UntukTergugat I dan Tergugat II hadir bersama kuasanya yang bernama :Mohamad Samsul Taufik, S.H. berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal24 Agustus 2008. Untuk Tergugat III hadir bersama kuasanya yangbernama.: Dwi Heru Wismanto Sidi, S.H. dari Kantor Pertanahan Demakberdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 24 Agustus 2008 Nomor 600.14 /33.73 / 458 / 2008.
Menimbang, bahwa selanjutnya setelah Majelis Hakim telah berusahaagar para pihak menyelesaikan perkara ini dengan jalan mediasi akan tetapitidak berhasil, selanjutnya di dalam persidangan dibacakan surat gugatanPara Penggugat beserta perubahannya, dimana Para Penggugat menyatakantetap pada isi gugatannya/perubahannya.
Menimbang, atas gugatan Penggugat tersebut, Para Tergugat sertaPara Turut Tergugat mengajukan jawabannya secara tertulis sebagaiberikut.:Jawaban Tergugat I, II dan III, tertanggal 17 September 2008 :I. Dalam Eksepsi1. Bahwa mencermati dengan seksama dalil gugatan Penggugat, Tergugat
III menganggap bahwa gugatan Penggugat tidak jelas, dasar hukumyang mendasari gugatan waris ( obscuri libeli ), dengan alasan: dasarperalihan hak atas tanah kepada Tergugat I adalah Akta Pembagian HakBersama tanggal 13 Desember 2006 Nomor 234 / AGMY / 2006 yangmana telah diketahui dan ditanda tangani oleh Penggugat, sertaTergugat I juga merupakan pewaris yang bersetatus sama denganPenggugat dan berhak atas tanah milik alm.Tohir dan almh.Sulimah.
2. Bahwa untuk itu gugatan Penggugat tentang jual beli harta waris terlihatkabur / tidak jelas, dalil-dalil gugatan yang ditujukan kepada tergugat IIdan III sangat membingungkan untuk itu sudah selayaknya dinyatakan“tidak dapat diterima”.
II. Dalam Konpensi / Pokok Perkara1. Bahwa Tergugat II dan III mohon agar apa yang telah disampaikan
dalam Eksepsi dianggap tidak termuat dan terbaca kembali dalamKonpensi/Pokok perkara.
2. Bahwa berdasarkan uraian dalam surat gugatan Penggugat, Tergugat Imengakui bahwa tanah yang diperjual belikan benar berasal dari tanahidentitas Hak Milik 232 atas nama alm.Tohir orang tua Penggugat danTergugat I.
3. Bahwa Tergugat III tidak mengetahui prihal belum dibaginya tanahwarisan tersebut sehingga terjadilah adanya jual beli kepada TergugatII.
Pada akhirnya dengan segala hormat kuasa hukum, Tergugat II dan IIImemohon kepada Yth. Majelis Hakim memeriksa perkara ini berkenanmemberikan putusan.Jawaban Tergugat III, tertanggal 17 September 2008 :I. Dalam Eksepsi
Bahwa gugatan Penggugat pada tergugat II dan III merupakan gugatanyang kabur dan tidak jelas dan salah alamat ( obscur libeli ) sehingga
73
gugatannya cacat formil sehingga haruslah dinyatakan tidak dapat diterimahal tersebut tampak dari :Bahwa Penggugat dalam gugatannya telahmenggabungkan 2 masalah yang berbeda yaitu masalah kewarisan danmasalah perbuatan melawan hukum tanpa menyebutkan kerugian apa sajayang telah diderita Tergugat dengan digabungkan 2 masalah yang berbedatuntutannya dalam satu gugatan maka gugatan tersebut menjadi kabur dantidak jelas.II. Dalam Konpensi1. Bahwa Tergugat III mohon segala sesuatu yang termuat dalam eksepsi
dibaca kembali dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dariKonpensi.
2. Bahwa Tergugat II dan III menolak seluruh dalil-dalil gugatanPenggugat kecuali yang diakui secara tegas kebenarannya olehTergugat I dalam jawabanya.
3. Bahwa tidak ada hubungan hukum antara Tergugat II denganPenggugat sehingga tidak ada dasar hukum bagi Penggugat untukmengajukan gugatan ini kepada Tergugat II.
III. Dalam Rekonpensi1. Bahwa Tergugat IIdan III dalam Konpensi mohon disebut sebagai
Terggugat Rekonpensi sedangkan Penggugat dalam Konpensi mohondisebut sebagai Penggugat Konpensi.
2. Bahwa Penggugat Konpensi secara tanpa dasar alasan hukum telahmengajukan gugatan kepada Tergugat Rekonpensi sehingga akibatgugatan itu Tergugat Rekonpensi mengalami kerugian baik materiil danimateriil.
3. Bahwa kerugian yang diderita oleh Tergugat Rekonpensi di atasharuslah dibebankan kepada Penggugat Konpensi secara bersama-samaatau tanggung renteng.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas sudilah kiranya Majelis Hakimyang memeriksa perkara ini berkenan menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya ( et aequo ex bono ).Jawaban Turut Tergugat II , tertanggal 17 September 2008 :Dalam Pokok Perkara1. Bahwa Turut Tergugat II menolak seluruh gugatan Penggugat kecuali
yang diakui Turut Tergugat.2. Bahwa HM. Nomor 232/ Batu Karang Tengah atas nama alm.Tohir,
diterbitkan sertifikatnya oleh Kantor Pertanahan Kota Demak padatanggal 27 Februari 1980 berdasarkan konversi dari C Desa No.401 P.12 AD.1 luas + 14 x 17 meter persegi.
3. Bahwa surat keterangan jual beli tanah persawahan yang dibuat olehSdr. Saiful Anwar, S.H. selaku Camat Batu Karang Tengah yangmenjabat Pembuat Akte Tanah ( PPAT ) sementara tersebut adalah sah.
Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka dengan ini TurutTergugat II mohon kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksaperkara ini untuk memutuskan seadil-adilnya.
Menimbang, bahwa atas jawaban Tergugat I, III, dan Turut TergugatII tersebut, Pengugat telah mengajukan Repliknya tangal 7 Oktober 2008yang pada pokoknya menyatakan tetap pada gugatannya, demikian pulaTergugat III dan Turut Tergugat II dalam dupliknya tertanggal 14 Oktober
74
2008 yang pada pokoknya menyatakan tetap pada jawabannya semulasedangkan Tergugat I tidak mengajukan dupliknya.
Menimbang, bahwa atas jawaban Tergugat III sepanjang menyangkuteksepsi kewenangan mengadili absolut, Majelis telah menjatuhkan PutusanSela tertanggal 14 Oktober 2008, yang untuk selengkapnya termuat dalamBerita Acara Persidangan yang amarnya pada pokoknya : menolak eksepsiTergugat III sepanjang menyangkut kewenangan mengadili absolut, danmemerintahkan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan serta biayaperkara ditangguhkan sampai dengan adanya putusan.
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya,Penggugat telah mengajukan fotocopy surat-surat buktinya yang bermateraicukup dan telah dicocokkan sama dengan aslinya. Beserta mengajukan 2(dua) orang saksi diantaranya :1. Saksi Sdr.Gufron ( sebagai Ketua RT ) menjelaskan bahwa yang
dipermasalahkan dalam perkara ini setahu saksi adalah jual beli tanahwarisan berupa tanah persawahan oleh Tergugat I kepada Tergugat II.Tanah tersebut dijual oleh Tergugat I kepada Tergugat II sekitarRp.75.000.000,- ( tujuh puluh lima juta rupiah ), namun kapan dijualdan dimana jual belinya saksi tidak tahu karena hanya diberi tahu dandiperlihatkan fotocopy Akta jual beli tersebut oleh penggugat.
2. Saksi Abdul Mukid ( sebagai Sekertaris Desa ) menjelaskan bahwaTergugat I datang ke Kantor Desa sendirian tanpa didampingipenggugat dengan maksud untuk dibuatkan Akta jual beli dengan suratketerangan ahli waris.
Menimbang, bahwa untuk mempertahankan dalil sangkalannya, TurutTergugat II telah mengajukan fotocopy surat-surat buktinya yang telahdicocokkan dengan aslinya dan bermaterai cukup.
Menimbang, bahwa untuk ringkasnya uraian putusan ini, maka segalasesuatu yang termuat dalam berita acara sidang ini dianggap termuat danturut dipertimbangkan dalam putusan ini.
Pertimbangan Hukum :Dalam Konpensi dan Dalam Eksepsi
Menimbang, bahwa terhadap Eksepsi yang diajukan Tergugat II danTergugat III setelah diteliti, Majelis akan mempertimbangkan sebagaiberikut :1. Untuk Eksepsi Tergugat II dan III mengenai dalil gugatan Penggugat
tidak jelas dasar hukum yang mendasari gugatan waris akandipertimbangkan dalam pemeriksaan materi perkara dalam hal ini harusdibuktikan terlebih dahulu dan tidak bisa secara sepintas menyatakankabur atau tidak jelas, gugatan Penggugat tersebut.
2. Untuk Eksepsi Tergugat III mengenai gugatan Penggugat merupakangabungan beberapa masalah hukum yang berbeda dan campur aduk,namun ternyata masalah yang satu dengan masalah lain berkaitan eratdan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan maka tidak terjadikumulasi yang terlarang, sehingga gugatan tersebut tidak cacat formil(.kabur ).
75
Dalam Pokok Perkara :Menimbang, bahwa inti gugatan Penggugat didasarkan atas dalil-dalil
yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :1. Penggugat beserta Tergugat I dan adalah ahli waris yang sah dari
alm.Tohir dan almh.Sulimah.2. Tanah sengketa ( bersertifikat HM. Nomor 232) dengan ukuran + 14 x
17 meter persegiyang terletak di Kelurahan Batu, Kecamatan KarangTengah, Kota Demak dengan batas-batas sebagaimana disebutkandalam gugatan adalah merupakan harta warisan peninggalan alm.Tohirdan almh.Sulimahyang belum dibagi waris antara Penggugat besertaTergugat I.
3. Bahwa tanah sengketa (.bersertifikat H.M. Nomor 232) yangmerupakan Boedel warisan atas nama alm.Tohir, telah dialihkanberdasarkan surat keterangan waris ke atas nama : Penggugat besertaTergugat I sebagai pemegang Hak bersama atas Tanah sengketatersebut.
4. Bahwa pada tahun 2006, Tergugat I dengan tanpa sepengetahuanPenggugat telah melakukan penjualan atas tanah warisan bersertifikatHM. Nomor 232 dan sekarang tanah warisan tersebut sudah beralihHaknya keatas nama Tergugat II.
5. Bahwa tindakan Tergugat I yang melakukan penjualan harta warisanbersama atas tanah warisan bersertifikat HM. Nomor 232 menjadimiliknya sendiri tanpa sepengetahuan atau persetujuan dari Penggugatdan juga tindakan Tergugat I yang menjual tanah warisan tersebutkepada Tergugat II adalah merupakan perbuatan melawan hukum, makasebagai akibat hukumnya sertifikat atas tanah warisan yang diterbitkanoleh Tergugat III adalah cacat hukum karena itu tidak berkekuatanhukum demikian pula jual-beli atas tanah warisan tersebut adalah bataldemi hukum.
Menimbang, bahwa selanjutnya turut Tergugat II mengemukakan dalilsangkalannya yang pada pokoknya sebagai berikut :1. Bahwa sertifikat tanah hak milik Nomor 232 / Batu Karang Tengah atas
nama Tohir diterbitkan pada tanggal 27 Februari 1980 berdasarkankonversi dari C. Desa Nomor 401 .P. 12.A.D.I dengan ukuran + 14 x 17meter persegi.
2. Bahwa pada tahun 2006, Sertifikat Hak Milik Nomor 232 dibalik namaoleh Turut Tergugat II dari nama Tohir keatas nama : Ahmad Bisribersama Tergugat I berdasarkan surat keterangan waris tanggal 23Nopember 2006 yang dibuat ahli waris.
Menimbang bahwa setelah mencermati dan memperhatikan gugatanpihak Penggugat dan jawaban dari Tergugat I dan Tergugat III dan TurutTergugat II, maka ditemukan yang menjadi pokok persoalan dalam perkaraini adalah :1. Apakah benar tanah warisan sertifikat HM. Nomor 232 dengan ukuran
+ 14 x 17 meter persegimasih merupakan boedel warisan dari alm.Tohir dan almh.Sulimah belum dibagi waris.
2. Apakah Akte jual beli Hak atas tanah oleh Camat Batu Karang Tengahselaku Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) sementara tertanggal 13Desember 2006 Nomor 234 / AGMY / 2006 atas Tanah Hak Milik
76
No.232 seluas + 14 x 17 meter persegiatas nama Ahmad Bisri adalahmerupakan Akte yang cacat hukum.
Menimbang, bahwa oleh karena Akte penjualan hak atas harta milikbersama tersebut adalah merupakan Akte Authentiek maka Penggugat wajibmembuktikan ketidak benaran hal tersebut.
Menimbang, bahwa mengenai kejanggalan-kejanggalan tanda tangandalam Akte Penjualan harta warisan yang tidak bisa dipertanggungjawabkansecara hukum sebagaimana yang dikemukakan Penggugat dalamkesimpulannya menurut Majelis bukan merupakan wewenang hakimperdata untuk menilainya, namun wewenang itu ada pada hakim pidana danoleh karena belum ada putusan hakim pidana mengenai hal tersebut makademi kepastian hukum Majelis menyatakan bahwa Akte penjualanhartawarisan tersebut tersebut ditanda tangani oleh kedua ahli waris Alm.Tohir(.Penggugat dan Tergugat I ) sebagaimana tersirat dalam Duplik danKesimpulannya maka dengan demikian alasan Penggugat tersebut tidakrelevan untuk dipertimbangkan, karena itu haruslah dikesampingkan.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebutdiatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat telah dapat untukmembuktikan dalil-dalil gugatannya, maka gugatan Penggugat haruslahdisetujui.Dalam Rekonpensi
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat Konpensiadalah sebagaimana diuraikan diatas.
Menimbang, bahwa segala yang telah dipertimbangkan dalamRekonpensi adalah juga merupakan pertimbangan dalam Konpensi.Dalam Konpensi Dan Rekonpensi
Menimbang oleh karena gugatan Penggugat Konpensi kepada paraTergugat dalam Rekonpensi dinyatakan disetujui, maka cukup beralasanuntuk menghukum Tergugat / para Tergugat Rekonpensi untuk membayarbiaya yang timbul dalam perkara ini.
77
4.2 Pertimbangan dan Dasar Putusan Hakim Mengenai Perkara Penjualan Harta
Warisan yang Belum Dibagi di Pengadilan Negeri Demak
Penjualan warisan yang belum dibagi merupakan perbuatan melawan hukum,
dimana perbuatan tersebut merupakan ruang lingkup dalam hukum perdata. Dalam
penyelesaian masalah perdata di pengadilan, harus melewati beberapa tahap.
Diantaranya dimulai dari persiapan, surat gugatan, jawaban tergugat, gugatan
intervensi, dan pembuktian.
Persiapan yaitu merupakan tindakan untuk mempersiapkan segala sesuatu guna
keperluan pemeriksaan suatu perkara. Tindakan persiapan ini meliputi kewenangan
pengadilan dan pihak-pihak yang berperkara. Kewenangan pengadilan di sini misalnya
kewenangan berdasarkan lingkungan peradilan, kewenangan berdasarkan jenis atau
sifat perkara dan kewenangan yang menentukan dimana perkara itu akan diajukan.
Sedangakan yang dimaksud dengan pihak-pihak yang berperkara adalah orang-orang
yang mempunyai kepentingan langsung dengan sengketa yang terjadi.
Surat gugatan, gugatan yang diajukan ke pengadilan dapat berbentuk tertulis.
Gugatan harus berisi identitas ( para Pengugat dan Tergugat ), fundamentumpetendi
(.uraian peristiwa dan uraian dasar hukum ) dan petitum ( permintaan tuntutan atau di
putuskan hukum ).
Sesuai dengan asas audi et alteram parterem, maka Tergugat diberikan
kesempatan untuk menjawab gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Dalam jawaban
Tergugat dimungkinkan pula untuk memberikan perlawanan / eksepsi, jawaban
terhadap pokok perkara ( berupa pengakuan, sangkalan, bantahan terhadap dalil-dalil
yang diajukan oleh Penggugat dalam gugatannya ), dan gugat balik / rekonpensi
(.tujuannya untuk menghemat biaya, mempermudah proses pemeriksaan dan
78
menghindarkan adanya putusan yang saling bertentangan ). Penggabungan ini
dimaksud untuk mempercepat proses pemeriksaan perkara perdata.
Gugatan intervensi adalah masuknya pihak ke tiga. Pada prinsipnya pihak yang
berperkara terdiri dari dua pihak, yaitu Penggugat dan Tergugat. Tetapi di dalam
praktek sering terjadi masuknya pihak ke tiga kedalam suatu perkara yang sedang
diperiksa untuk menuntut kepentingannya sendiri ataupun untuk mendukung salah satu
pihak yang sedang berperkara. Permohonan intervensi diajukan kepada Pengadilan
Negeri / Hakim yang sedang memeriksa perkara yang dimintakan untuk intervensi.
Hakim yang menerima permohonan tersebut akan mempertimbangkan tentang dapat
diterima / tidak, apabilah tidak diterima maka perkara berjalan hanya tetap dengan dua
pihak dan sebaliknya apabila diterima, maka perkara akan diperiksa dengan tiga pihak.
Tahap yang terakhir adalah pembuktian. Pembuktian merupakan salah satu cara
untuk memberikan kepastian bagi hakim untuk memutuskan suatu perkara dengan
melihat adanya pristiwa-pristiwa yang terjadi dikaitkan dengan alat-alat bukti yang
diajukan serta dasar hukum yang berlaku. Lebih jelasnya pembuktian adalah sebagai
pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara.
Pertimbangan dan dasar hakim dalam memutuskan perkara Nomor 32 / Pdt.G /
2008 / PN.Dmk dikelompokan menjadi tiga Landasan. Landasan yang pertama adalah
landasan hukum, hal ini dijadikan rujukan dasar bagi hakim dalam memutuskan perkara
penjualan warisan yang belum dibagi tepatnya perkara Nomor 32 / Pdt.G / 2008 /
PN.Dmk ditinjau dari hukum formil atau hukum acaranya. Hukum formil adalah
rangkaian praturan yang memuat cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama
lain untuk melaksanakan perjalanan atau hukum materiil.
Landasan yang ke dua yaitu landasan filosofi. Landasan filosofi yaitu gambaran
tentang bagaimana perkara itu terjadi dengan pertimbangan keterangan beberapa saksi,
79
apakah saksi mengetahui dengan jelas tentang duduk perkaranya. Berdasarkan dalil-
dalil dari para Penggugat dan Tergugat serta keterangan dari beberapa saksi Majelis
Hakim memutuskan berdasarkan ketentuan hukum yang ada. Dalam pengambilan
keputusan boleh kurang dari ketentuan yang ada, akan tetapi tidak boleh melebihi
ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan hukum.
Sedangkan landasan yang ke tiga yaitu landasan sosiologi, yaitu bagaimana
kehidupan masyarakat Tergugat. Lebih-lebih lagi kedudukan ekonomi Tergugat di sini
kurang mampu dibandingkan dengan kedudukan ekonami Penggugat.
Dalam setiap putusan terdapat panjer biaya perkara yang dijatuhkan bagi para
pihak yang bersalah. Mengenai besar kecilnya biaya perkara dilihat dari lamanya
prosesi persidangan. Jika para pihak yang berperkara tidak mampu untuk membayar
biaya perkara, maka ada pertimbangan tersendiri menurut Majelis Hakim.
4.3 Analisis Penjualan Warisan yang Belum Dibagi
Dari hasil observasi yang penulis lakukan di Pengadilan Negeri Demak, selama
adanya gugat waris tentang penjualan warisan yang belum dibagi, maka dalam analisis
ini penulis hanya menganalisis pada 1 (satu ) putusan, yaitu putusan Nomor 32/Pdt.G/
2008 / PN.Dmk. Kasus ini adalah kasus perdata gugat waris tentang penjualan warisan
yang belum dibagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1334 ayat 2 KUH Perdata dan
Pasal 1471 KUH Perdata yang dilakukan Tergugat I terhadap Penggugat. Dalam
perkara Nomor 32 / Pdt.G / 2008 / PN.Dmk yang telah diputuskan oleh Pengadilan
Negeri Demak pada tanggal 25 Januari 2009. putusan tersebut isinya memutuskan
bahwa menerima gugatan Penggugat. Mengapa demikian, dikarenakan Tergugat I telah
melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu menjual warisan yang belum dibagi. Dan
80
perbuatan Tergugat I dengan menjual harta warisan tersebut harus dinyatakan batal
demi hukum.
a. Dalam Rekonpensi : Menimbang bahwa oleh karena dalam gugatan Penggugat
tidak menguraikan sejauh mana kerugian tersebut, begitu pula tidak ada rincian dari
kerugian serta hanya diperkuat oleh adanya alat bukti yang dapat mendukung
gugatan tersebut, maka untuk gugatan Penggugat tersebut tetap dapat diterima.
b. Dalam Konpensi Dan Rekonpensi : Menimbang oleh karena gugatan Penggugat
beralasan / dan Tergugat I dalam Rekonpensi dinyatakan ditolak, maka cukup
beralasan untuk menghukum Tergugat Rekonpensi / para Tergugat lain untuk
membayar sebagian atau seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini.
Mengingat Pasal-Pasal dari Undang-Undang yang bersangkutan dengan perkara
ini. Setelah melihat hal-hal dalam konpensi, eksepsi, pokok perkara, konpensi dan
rekonpensi dari para pihak berperkara, serta memperhatikan landasan-landasan hukum
yang berkaitan dengan masalah tersebut Majelis Hakim dalam Pengadilan Negeri
Demak mengadili perkara ini yang isinya :
1. Dalam Konpensi :
a. Dalam eksepsi : menolak eksepsi Tergugat I, dan III.
b. Dalam pokok perkara : menerima gugatan Penggugat.
2. Dalam Rekonpensi :
Menerima gugatan Penggugat Konpensi.
3. Dalam Konpensi dan Rekonpensi :
Menerima gugatan Penggugat, dikarenakan Tergugat I telah melakukan perbuatan
melawan hukum, menjual warisan yang belum dibagi, dan harus dinyatakan batal
demi hukum.
81
4.4 Analisis Putusan dan Pertimbangan Terhadap Penjualan Warisan yang
Belum Dibagi di Pengadilan Negeri Demak
Perkara yang diputuskan dipengadilan harus mempunyai alasan-alasan yang
jelas, Majelis Hakim butuh pembuktian tersebut untuk bisa memutuskan perkaranya
dengan menghadirkan saksi-saksi dan bukti. Dasar putusan hakim meliputi dua hal
yaitu landasan yang tersurat dan landasan yang tersirat. Landasan yang tersurat yaitu
Pasal 1334 ayat (2), Pasal 1471, dan Pasal 1365 KUH Perdata yaitu :
a. Pasal 1334 ayat 2 KUH Perdata yang isinya : Melarang jual beli warisan yang
belum terbuka.
b. Pasal 1471 KUH Perdata yang isinya : Jual beli barang orang lain adalah batal.
c. Pasal 1365 KUH Perdata yang isinya : Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Unsur Hukum-hukum ini adalah sebagai berikut :
1. Jual beli warisan yang belum dibagi oleh semua ahli warisnya adalah tidak
diperbolehkan, jika perbuatan tersebut dilakukan maka akan ditetapkan perbuatan
melawan hukum ;
2. Jual beli barang yang belum haknya atau belum mempunyai legitime portie ( hak
mutlak ) adalah dilarang. Jika perbuatan tersebut dilakukan maka akan merugikan
orang lain. Dan perjanjian tersebut harus dinyatakan batal demi hukum ;
3. jika seseorang membuat kerugian kepada orarng lain, maka orang tersebut harus
mengganti kerugian yang diderita orang tersebut. Besarnya kerugian yang harus
diganti oleh orang yang membuat kerugian adalah disamakan dengan perbuatannya
tersebut.
82
Beda halnya dengan landasan yang di atas. Landasan hakim yang tersurat dalam
memutuskan perkara Nomor 32 / Pdt.G / 2008 / PN.Dmk yaitu pasal 1320 KUH
Perdata Pasal 1320 KUH Perdata menjelaskan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat, diantaranya :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri, maksudnya perjanjian itu didasarkan atas
kesepakatan para pihak, bebas atau tidak ada unsur paksaan, kekeliruan dan
penipuan, melainkan berdasarkan kebebasan semata-mata.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, maksudnya para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harusnya orang-orang yang cakap untuk membuat
perikatan, yang dianggap sudah cakap di sini diantaranya yaitu :
a. Dewasa ;
b. Orang dewasa yang tidak beradah dibawah pengampuan ;
c. Wanita atau orang perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan Undang-
Undang.
3. Suatu hal tertentu, maksudnya adanya barang yang diperjanjikan jelas dan terbuka.
4. Suatu sebab yang halal, maksudnya yang dibenarkan dan tidak dilarang oleh
Undang-Undang serta merupakan sebab yang masuk akal untuk dipenuhi yang
mendasari perjanjian itu.
Selain landasan yang ada dalam Undang-Undang Majelis Hakim juga harus
memperhatikan landasan-landasan yang tersirat yaitu landasan filosofi dan landasan
sosiologi. Hal ini hanya diperlakukan dalam hukum formilnya saja. Selain itu semua
perkara yang bisa diajukan ke Pengadilan Negeri harus mempunyai alasan-alasan yang
sah, hal ini sebagai dasar bagi hakim dalam memutuskan perkara. Hakim akan minta
bukti kebenaran tersebut, untuk bisa memutuskan perkaranya, alasan tersebut adalah
sebagai dasar hukum materiilnya.
83
Proses awal dalam menyelesaikan perkara dimulai dari persiapan, surat gugatan,
jawaban tergugat, gugatan intervensi, dan pembuktian. Dengan ini Majelis Hakim
dalam memutuskan perkara penjualan warisan yang belum dibagi sudah sesuai dengan
ketentuan hukum yang ada.
Persoalan penjualan warisan yang belum dibagi berkaitan erat dengan persoalan
tindakan melawan hukum, meskipun pada awalnya dimulai dari persoalan sepele
kemudian yang berakumulasi sampai pada puncaknya menjadi perbuatan melawan
hukum yang pada mulanya hal seperti ini dimulai dari ambisi masalah kepemilikan atas
tanah sengketa untuk menjadi hak mutlak. Dari sekian permasalahan ini salah satu
ahli waris bisa melakukan tindakan semena-mena terhadap ahli waris yang lainnya.
Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 7 jika dipahami dengan teliti bahwa setiap ahli waris
dengan sendirinya pasti mendapatkan bagian warisan dari pewaris. Lebih jelasnya
adalah bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian ( pula ) dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.
Pembagian warisan bisa dilaksanakan setelah hak-hak pewaris dilaksanakan. Mulai dari
biaya pemakaman, melunasi hutang-hutangnya, zakat, wasiat dan sebagainya yang
berkaitan dengan pewaris terselesaikan. Sisa harta pewaris setelah dikurangi dengan
biaya-biaya semuanya, maka diperbolehkan untuk dibagi-bagikan kepada ahli warisnya
dengan bagian yang adil dan merata atau sesuai bagiannya yang telah ditetapkan.
Dalam hukum Islam, jika ahli waris sudah mendapatkan bagian warisannya
masing-masing dengan jelas hak miliknya tersebut, maka ahli waris tersebut boleh
mentasarubkan harta atau hak miliknya tersebut sesuai kemauannya sendiri. Karena itu
sudah sah untuk ditasarubkan. Begitu juga sebaliknya kalau seseorang belum
mempunyai hak milik yang jelas, maka orang tersebut tidak sah untuk mentasarubkan
84
hartanya. Bentuk wujud tasarub disini salah satunya misalnya, melakukan jual beli.
Dalam hukum Islam menjelaskan bahwa jual beli seseorang dikatakan sah apabila
rukun dan syaratnya terpenuhi. Jika seseorang melakukan jual beli barang tetapi barang
tersebut bukan miliknya yang mutlak atau belum jelas kepemilikannya, maka jual beli
tersebut dinyatakan tidak sah untuk dijalankan. Jual beli barang yang bukan miliknya
sama halnya dengan mencuri atau menghasab. Dan dalam hukum Islam perbuatan
tersebut dinyatakan haram.
Dari beberapa uraian di atas terdapat perbedaan dan persamaan antara hukum
Islam dengan hukum perdata, yang diantaranya yaitu :
1. Perbedaan
a. Golongan Ahli Waris : Dalam hukum Islam, golongan ahli waris terdiri dari : anak-
anak, orang tua yaitu ibu dan atau bapak, saudara laki-laki atau perempuan, dan
suami atau istri. Dalam hukum perdata, golongan ahli waris terdiri dari : golongan I
terdiri dari anak-anak dan suami atau istri, golongan II terdiri dari ayah dan atau
ibu, golongan III terdiri dari kakek dan atau nenek.
b. Tidak Patut Mewarisi : Dalam hukum Islam, tidak patut mewarisi terdiri dari :
Perbudakan, pembunuhan terhadap si pewaris, berlainan Agama, dan murtad.
Dalam hukum perdata, tidak patut mewarisi terdiri dari : berdasarkan putusan
hakim dinyatakan membunuh atau mencoba membunuh si pewaris, terbukti
memfitnah si pewaris dengan mengajukan pengaduan melakukan kejahatan dengan
ancaman hukuman penjara lima tahun, mencegah atau menghalang-halangi si
pewaris untuk membuwat atau mencabut surat wasiat, dan memalsukan surat wasiat
pewaris.
c. Masalah Hukum Penjualan Warisan : Masalah hukum penjualan warisan yang
belum dibagi tidak diperbolehkan bahkan tidak sah hukumnya untuk diadakan.
85
Karena sama halnya dengan menjual hak milik orang lain, sedangkan dalam hukum
Islam dijelaskan kalau mengambil hak orang lain sama halnya mencuri atau
mernghasab. Hukum mencuri dan menghasab adalah haram.
Dalam hukum perdata menjelaskan, penjualan warisan yang belum dibagi adalah
dilarang. Dengan alasan karena belum terbukanya warisan tersebut dan hukum dari
perbuatan tersebut adalah dinyatakan batal demi hukum.
2. Persamaan
Dalam unsur-unsur atau rukun hukum waris diantaranya :
a. Ada orang yang meninggal atau pewaris ,
b. Ada ahli waris ,
c. Ada harta peninggalan dari orang yang meninggal.
Mengenai tujuan dilarangnya penjualan warisan yang belum dibagi yaitu:
a. Mencegah segala perbuatan yang merugikan orang lain ,
b. Melindungi hak milik atau harta orang lain ,
c. Menindak pelaku yang bersalah agar jerah atas perbuatanya ,
d. Memelihara keutuhan hubungan persaudaraan bersama diantara ahli waris.
86
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Akibat hukum jual beli harta warisan yang dijual oleh salah seorang pihak ahli
waris yang lain maka harta warisan tersebut dijual oleh orang yang tidak berhak
untuk menjualnya. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 1471 KUH Perdata di atas,
jual beli tersebut batal. Dengan batalnya jual beli tersebut, maka jual beli tersebut
dianggap tidak pernah ada. Dalam hukum Islam telah meletakan aturan kewarisan
dan hukum mengenai harta benda dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, status
hukum harta peninggalan yang telah diwasiatkan dibenarkan apabila telah
memenuhi rukun-rukun yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan pewasiat telah
meninggal dunia. Sedangkan dalam KUH Perdata (BW) wasiat atau yang lebih
dikenal testament.
2. Cara menyelesaikan perkara jual beli harta warisan yang belum dibagi menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tersebut dapat di pilih oleh para pihak yang
bersengketa maupun masyarakat pada umumnya untuk menyelesaikan
persengketaan perdata yang mereka alami yaitu :
a. Konsultasi ;
b. Negosiasi;
c. Mediasi;
d. Konsiliasi ;
e. Pendapat Hukum ;
f. Arbitrase.
87
3. Putusan Hakim dalam perkara penjualan harta warisan yang belum dibagi di
Pengadilan Negeri Demak, yaitu :
a. Dalam pokok perkara : menerima gugatan Penggugat untuk membatalkan jual
beli harta warisan tersebut karena belum secara resmi dibagi kepada ahli waris,
b. Dalam eksepsi : menerima eksepsi Tergugat III, karena tidak mengetahui
bahwa obyek penjualan tanpa persetujuan pihak penggugat.
Pertimbangan Hakim dalam menyelesaikan perkara penjualan harta warisan
yang belum dibagi di Pengadilan Negeri Demak, dikelompokkan menjadi 3 (tiga )
landasan, yaitu :
a. Landasan hukum ;
b. Landasan filosofi ;
c. Landasan sosiologi.
Putusan hakim terhadap perkara Nomor 32 / Pdt.G / 2008 / PN.Dmk ditinjau
dari hukum perdata sudah sesuai dengan kaidah-kaidah/ ketentuan yang berlaku di
Indonesia. Penjualan harta warisan yang belum dibagi dalam tinjauan hukum Islam
dan KUH Perdata adalah tidak diperbolehkan.
B. Saran
1. Hukum Kewarisan Islam dan Hukum Perdata Barat atau Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata ( BW ) dapat dilaksanakan dengan musyawarah bagian masing-
masing ahli waris tidak harus seperti dalam ketentuan norma-norma hukum
kewarisan dan norma hukum kewarisan Islam, serta norma hukum perdata Barat
atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( BW ).
2. Para hakim harus lebih meningkatkan wawasan / pengetahuan serta kepekaan hati
nuraninya dalam menganalisa dan memandang suatu permasalahan yang timbul
88
disekitarnya, sehingga akan diperoleh putusan yang adil dan bijaksana dan
penerapan hukumnya dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Allah
SWT, bangsa dan negara ( masyarakat luas ).
3. Bila hendak menjual warisan, baik itu warisan sudah dibagi / belum, sebaiknya
berkonsultasi / meminta pertimbangan atau setidaknya memberitahu anggota
keluarga / ahli waris yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Abbas, Syahrizal. Mediasi dalam persfektif hukum syariah, hukum adat, dan hukumnasional..Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009.
Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu
Pengantar..Jakarta : Fikahati Aneska, 2002.
Achmad Sentosa & wiwik Awiati, Mediasi dan Perdamaian, Mahkamah Agung RI.Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008.
Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Termasuk InterpretasiUndang-Undang. Jakarta : Kencana Perdana, 2009.
Ali, Afandi. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian. Jakarta : RinekaCipta, 2010.
Alwi Hasan dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Edisi ketiga : DepartemenPendidikan Nasional ). Jakarta : Balai Pustaka, 2001.
Amanat, Anisitus. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW.Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011.
Amri, Ulil. mujitahid Ar-Razi dalam Mafnatihul Ghaib ( dikutip oleh Munawar Chalil,Ulil Amri ). Semarang : Ramadhani, 2008.
Asrory zain Muhammad dan Mizan. Al-faraidh ( Pembagian Pusaka dalam Islam ).Surabaya : Bina Ilmu, 2011.
Behesti, Muhammad H. Kepemilikan dalam Islam. Diterjemahkan dari buku aslinya :Ownership in Islam. Jakarta : Pustaka Hidayah, 2002.
Damis, Harijah. Memahami Pembagian Warisan Secara Damai. Jakarta : MT.Al-Itqon,2012.
Darmabrata dan Wahyono. Hukum Perdata Asas-asas Hukum Waris. Jakarta : CVGitama Jaya, 2008.
Daud Ali, Mohammad.Hukum Islam ; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islamdi Indonesia. Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2008.
Fatchurahman. Ilmu Waris. Bandung : Al-Ma’arif, 2011.
Hadikusuma, Hilman.Hukum Waris Adat. Bandung : PT Citra Adiya Bakti, 2013.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research I. Yogyakarta : Andi Offset, 2006.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-UndangPokok Agraria Isi dan Pelaksanaanya jilid 1, Hukum tanah nasional. Jakarta :Djambatan, 2009.
Idris Djakfar dan Taufik yahya. Kompilasi Hukum Kewarisan Islam. Jakarta : PT.Dunia Pustaka Jaya, 2005.
K.Wantjik Saleh. Hak Anda Atas Tanah. Jakarta : Ghalia Indonesia, 2005.
M.Husseyn dan A.Supriyani Kardono, Kertas Kerja Hukum Ekonomi, Hukum danLembaga Arbitrase di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011.
Perangin, Effendi. Hukum Agraria Jilid I : Tentang Transaksi Jual Beli Hak AtasTanah. Jakarta : Rajawali press, cetakan IV, 2007.
Prawirohamidjojo, R.Soetojo. Hukum Waris Kodifikasi. Surabaya : AirlanggaUniversity press, 2005.
Prodjodikoro, Wirjono.Hukum Warisan di Indonesia. Bandung : Sumur, 2006.
Rahardjo, Satjipto. ilmu Hukum, cetakan Ke-6. Jakarta : PT. Citra aditya Bakti, 2006.
Rahmadi, Takdir. Mediasi penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Salman, H.R. Otje. Hukum waris Islam. Bandung : Refika Mediatama, 2006.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali, 2008.
Soimin, Soedharyo. Status hak dan pembebasan tanah. Jakarta : Sinar Grafika, 2004.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermesa, 2005.
Sukadana, Dr. I Made. Mediasi Peradilan : mediasi dalam sistem peradilan perdataindonesia dalam rangka mewujudkan proses peradilan yang sederhana, cepatdan biaya ringan. Jakarta : Prestasi Pustaka, 2012.
Syarifuddin, Amir. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam ( mengutip ayat - ayat Al-Qur’an, Surat An-Nisa’, Sunah Raullullah SAW ). Jakarta : PT. HidakaryaAgung, 2009.
Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan. Bandung : CitraAditya Bakti, 2003.
___________________ . Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik. Bandung :Citra Aditya Bakti, 2003.
Zuhdi, Masjfuk. Study Islam : Jilid III. Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007.
Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006. Tentang KetentuanPelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang PeraturanJabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997.TentangKetentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 TentangPendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Tentang Peraturan Jabatan PejabatPembuat Akta Tanah.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokokAgraria.
Artikel
Soerjopratiknjo, Hartono. Aneka Perjanjian Jual Beli. Materi Kuliah : Fakultas HukumUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012.
Skripsi
Ariyanto, Slamet. Pemberian Warisan Dengan Jalan Hibah Menurut PandanganIslam. Studi Kasus di Desa Japar, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang,Skripsi, STAIN Salatiga, 2009.
Nurkayah, Siti. Syarat dan Wewenang Wali Waris. Studi Komparatif KHI dan KUHPerdata, Skripsi, STAIN Salatiga, 2014.
Website
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Pembagian Waris Menurut Islam : Penerjemah A.M.Basamalah. ( di akses dari www.Kewarisan.com ). Gema Insani Press, 2005.
Budiman, Budhy. Mencari Model Ideal penyelesaian Sengketa, Kajian TerhadapPraktik Peradilan Perdata Dan undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, http : //www. Uika - bogor.ac.id / jur05. htm.