Urgenitas Layanan Informasi - Jurnal Ilmiah 1

download Urgenitas Layanan Informasi - Jurnal Ilmiah 1

of 16

description

URGENITAS LAYANAN INFORMASI PUBLIK BERBASIS EGOVERNMENT Totok Wahyu Abadi (Staf Pengajar Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jln. Majapahit 666 B Sidoarjo, e-mail: [email protected]) Abstrak Di alam demokrasi modern, setiap warga negara berhak mengetahui dan memperoleh informasi tentang aktivitas badan publik. Kewajiban badan publik adalah memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dengan baik, cepat, tepat, dan transparan. Hak dan kewajiban antara warga negara dan b

Transcript of Urgenitas Layanan Informasi - Jurnal Ilmiah 1

URGENITAS LAYANAN INFORMASI PUBLIK BERBASIS EGOVERNMENT Totok Wahyu Abadi (Staf Pengajar Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jln. Majapahit 666 B Sidoarjo, e-mail: [email protected]) Abstrak Di alam demokrasi modern, setiap warga negara berhak mengetahui dan memperoleh informasi tentang aktivitas badan publik. Kewajiban badan publik adalah memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dengan baik, cepat, tepat, dan transparan. Hak dan kewajiban antara warga negara dan badan publik pun diatur dan dijamin dalam peraturan perundangan. Tulisan ini berupaya memaparkan tentang pentingnya layanan informasi publik berbasis e-government sebagai salah satu alternatif memperoleh informasi publik yang efektif dan efisien selain melalui pelayanan di level street beaurocratic. Key words: informasi publik, e-government, dan level street beaurocratic

PENDAHULUAN Salah satu ciri era demokratisasi yang sudah maju adalah keterbukaan informasi. Keterbukaan tersebut telah menjadi tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat seiring dengan proses demokratisasi itu sendiri, transparansi, dan hak asasi manusia. Keterbukaan informasi ini pulalah yang menjadi penciri dari penyelenggaraan good governance yang diimpikan masyarakat Indonesia. Keterbukaan informasi memiliki sejarah yang cukup panjang dan berliku. Tahun 1946 PBB menyatakan bahwa kebebebasan informasi merupakan hak dasar, seperti yang tercantum dalam Resolusi PBB 59 (1): freedom of information is a fundamental human right and the touchstone of all freedom which the UN is consecrated. Resolusi ini kemudian diadopsi oleh UN General Assembly pada 14 Desember 1946 dan dideklarasikan pada tahun 1948. Bagian dari deklarasi UDHR (Universal Declaration of Human Right) tersebut dikenal dengan Article 19. Isi dari artikel 19 tersebut kemudian menjadi azas bagi prinsip kebebasan informasi. Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and import information and ideas through any media and regardless of frontiers

1

(setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapat dan mengekspesikannya; hak ini termasuk kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa interfensi serta hak untuk mencari, menerima, dan mengirim informasi dan ide melalui beberapa media dan tidak boleh dihalangi) Dalam hal keterbukaan informasi publik, negara pertama yang memberlakukannya adalah Swedia (Alamsyah Saragih:2009). Bahkan untuk mendukungnya, sejak tahun 2000, Swedia adalah negara pertama di dunia yang mengadopsi tata kelola pemerintahan secara elektronik atau yang dikenal dengan e-government. Kebijakan mengadopsi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi tersebut digunakan untuk memperkuat demokrasi serta membantu Swedia ke arah masyarakat yang berbagi informasi secara elektronik (Scott M. Cutlip,2007). Melalui ICT terkini tersebut, masyarakat dapat saling berbagi informasi dan berkomunikasi dengan sesama warga dan dengan pemerintah. Hingga tahun 2006 negara-negara di dunia yang memiliki UndangUndang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik hampir 70 negara. Sementara beberapa negara lainnya, keberadaannya masih dalam pembahasan dan perdebatan. Penyebabnya adalah persaingan antarnegara, peperangan, dan rezim administrasi di masing-masing pemerintahan. Perkembangan keterbukaan informasi publik di Indonesia diawali sejak tahun 2000 dalam bentuk RUU KMIP (Kebebasan Memperoleh Informasi Publik).Perumusan dan penyusunan rancangannya melibatkan empat puluh organisasi masyarakat sipil. Hingga sembilan tahun pembahasan yang cukup panjang dan sempat mengalami stagnasi, akhirnya 30 April 2008 rancangan tersebut disahkan oleh presiden menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam rentang waktu yang sekian lama tersebut, di beberapa daerah telah men-sahkan perda transparansi serta membentuk komisi transparansi sebagai upaya untuk mensupport kehadirannya. Dan setidaknya terdapat sebelas kabupaten / kota yang telah memiliki perda transparansi. Diantaranya adalah Kabupaten Lebak, 2006; Sragen, 2002; Kebumen; Solok-Sumatera Barat, 2004; Surabaya, 2003. Kehadiran dan disahkannya UU No.14/2008 banyak menimbulkan kehawatiran dan kepanikan sejumlah birokrasi di badan publik.Kekhawatiran itu cukup beralasan karena beberapa hal.Pertama, informasi yang apabila diberikan kepada publik dapat membahayakan negara, menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat, berkaitan dengan privasi seseorang, rahasia jabatan, serta belum dikuasainya atau didokumentasikannya informasi yang dibutuhkan

2

masyarakat.Kedua, membludaknya masyarakat yang akan meminta informasi kepada instansi sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Informasi apa saja. Mulai dari informasi yang remeh-temeh seperti persyaratan pengurusan KTP hingga yang paling berat seperti penghilangan nyawa oleh aparat atau bahkan masalah korupsi.Karena itu perlu adanya pengembangan sistem layanan informasi publik yang baik, akurat, cepat, dan tepat. Untuk mewujudkan layanan informasi publik tersebut, perlu adanya sinergi di antara badan publik yang memiliki kewenangan serta standardisasi pelayanan. Tentu saja, prinsip penyelenggaraanya yang berkualitas harus tetap menjadi frame of referen dan framework.Kualitas tersebut tidak hanya berkaitan dengan masalah-masalah teknis tetapi juga berkaitan dengan kualitas informasi itu sendiri. Hal ini menjadi penting karena akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kinerja layanan informasi yang diberikan setiap badan publik sebagai penyedia jasa informasi.

APA ITU INFORMASI PUBLIK? Dalam ranah publik, informasi memiliki arti penting dan peran strategis terutama untuk menghadapi perubahan masyarakat yang serba cepat, situasi yang uncertainty (tidak pasti), serta mengurangi anxiety (kecemasan).Bagi seseorang atau organisasi, informasi dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan diri, memberikan added value, sertamembantu untuk mengambil keputusan dalam mengembangkan masyarakat dan lingkungan. Tanpa dukungan informasi, seseorang ataupun organisasi tidak akan mungkin mampu mencapai tujuan yang telah direncanakan. Informasi bukanlah sekedar keterangan yang diberikan seseorang ataupun badan publik. Informasi adalah data, fakta, berita-berita, atau keteranganketerangan yang telah diolah sebaik-baiknya agar memiliki arti dan nilai penting bagi seseorang atau organisasi. Bruch dan Starter (Makhdum Priyatno,2001:18) menyatakan bahwa information is agregation or processing of data to provide knowladge or intelegence (informasi adalah pengumpulan atau pengolahan data untuk memberikan pengetahuan dan kepandaian). George R. Terry menyatakan bahwa information is meaningful data that conveys usable knowladge (informasi adalah data yang mengandung arti dalam memberikan pengetahuan yang bermanfaat).

3

Informasi berbeda dengan data.Umumnya kita sering menyamakan dan merancukan kedua istilah tersebut. Zulkifli Amsyah (2002:2) membedakan antara informasi dan data. informasi adalah data yang sudah diolah , dibentuk, atau dimanipulasi sesuai dengan keperluan tertentu. Data adalah fakta yang sudah ditulis dalam bentuk catatan atau direkam kedalam berbagai bentuk media (komputer). Sedangkan Indrajit (2002) mengungkapkan bahwa informasi adalah hasil dari pengolahan data yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih bila dibandingkan dengan data mentah. Data dapat dikatakan memiliki nilai informasi bila ia dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Artinya, seseorang akan bergerak untuk berperilaku sesuai dengan maksud dan tujuan. Berguna tidaknya informasi bergantung pada beberapa hal. Yakni tujuan penerima; ketelitian penyampaian dan pengolahan data; waktu; ruang dan tempat; bentuk (efektivitas, hubungan yang diperlukan, kecenderungan) dan bidangbidang yang memerlukan perhatian manajemen); semantik (hubungan antara kata dan makna yang diinginkan); serta kejelasan, kesesuaian dengan tujuan, dan ketepatan sasaran (Makhdum, 2001: 19). Nilai manfaat informasi pun dapat diperhatikan kualitasnya.Salah satu kriterianya adalah ketersediaan informasi itu sendiri.Bila informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat tersedia dengan lengkap dan mudah untuk diperoleh, informasi tersebut dapat terkategorikan sebagai available.Informasi pun harus mudah dipahami oleh siapapun, relevan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan, dan bermanfaat bagi yang mengaksesnya.Informasi juga harus tersedia tepat waktu, terutama apabila yang membutuhkan ingin segera memecahkan permasalahan yang dihadapi.Sumber sumber informasi harus dapat diandalkan (reliabilitas) kebenarannya serta akurat.Maksudnya bahwa informasi seyogyanya bersih dari kesalahan, harus jelas, dan secara tepat memiliki makna lugas dari data pendukungnya.Terakhir, informasi tidak boleh mengandung kontradiksi dalam penyajiannya atau konsisten. Ciri - ciri informasi sebagai sumber yang baik dan berkualitas tersebut dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi seseorang, masyarakat, tetapi juga organisasi profit ataupun non-porift.Karenanya informasi tersebut harus dikelolah dan disimpan dengan baik sehingga mudah ditelusuri jika diperlukan. Kualitas informasi tersebut tentu akan sangat membantu bagi pengakses dalam mengambil sebuah keputusan yang cepat, tepat, rasional, dan bijak. Pula, tidak lagi mendasarkan diri pada hal-hal yang bersifat intuitif ataupun berdasarkan

4

pengalaman belaka.Meskipun yang kedua ini terkadang diperlukan sebagai dasar pijakan sebagai bahan pertimbangan. Begitu pentingnya informasi publik, setiap orang berhak untuk mengaksesnya. Terlebih lagi bahwa hak seseorang untuk memperoleh informasi publik tersebut telah dijamin dan diatur dalam Undang Undang Dasar 1945 hasil Amandemen II pasal 28F serta Undang-Undang keterbukaan Informasi Publik No.14/2008. Bahwa hak memperoleh informasi publik merupakan hak asasi manusia. Informasi publik merupakan informasi yang dihimpun, dikelola, dihasilkan, dimiliki dan atau dikuasai oleh lembaga publik yang berkaitan dengan tugas, fungsi, dan wewenang yang melekat pada lembaga tersebut. Terlepas dari apakah informasi tersebut memiliki pengaruh secara langsung ataukah tidak kepada masyarakat luas. Informasi publik mengandung dua pengertian. Pertama, informasi publik mengacu pada kebijakan pemerintah yang mempunyai dampak luas dan pengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat. Karenanya, informasi semacam ini perlu diketahui dan dipahami oleh masyarakat luas. Kedua, informasi yang dibutuhkan masyarakat sebagai penjelasan atas isu yang sedang berkembang dalam masyarakat. Namun demikian, tantangan sekaligus tuntutan yang harus dihadapi masyarakat adalah kemampuan mengolah serta memilah-milah informasi yang tepat dan benar sehingga menjadi informasi yang berkualitas dan memiliki nilai tambah. Masyarakat juga harus mampu membedakan antara informasi yang kadaluwarsa dengan yang mutakhir, antara yang benar dan sesat. UU KIP No. 14/2008 memberikan legalitas bagi masyarakat untuk memantau kinerja badan publik yang selama ini terkesan sulit untuk disentuh.Masyarakat berhak untuk mengontrol kinerja serta meminta informasi dan pertanggungjawaban badan publik dan pejabat publik.Bahkan masyarakat berhak untuk mendapatkan salinan tersebut dan menyebarluaskannya lewat media apapun.Dengan legalitas tersebut masyarakat dapat mengontrol serta mengawasi badan dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik, yaitu transparan, efektif dan efisien, akuntabel, dan dapat dipetanggungjawabkan. Secara otomatis pula, masyarakat dapat berperan aktif dan berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan. Prinsip utama informasi publik adalah terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat sebagai pengguna. Konteks ini tampak sekali mengedepankan dibukanya seluruh kran informasi yang berkaitan dengan badan publik seluasluasnya.Kewajiban badan publik adalah memberikan informasi yang akurat, cepat,

5

tepat waktu, dan up to date.Kecuali informasi yang dirahasiakan. Jenis informasi ini tidak berarti tertutup sama sekali oleh publik atau atas permintaan publik. Tidak seperti itu.Publik bisa mengakses informasi tersebut selama pihak yang terkait bersedia memberikannya dan atau seseuai dengan ketentuan yang berlaku dalam perundangan.Sistem buka-tutup dalam penyampaian informasi ini dapat digunakan badan publik. Namun demikian bila badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan atau tidak menerbitkan informasi yang wajib di disediakan dan diumumkan; badan publik yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana kurungan sekurang-kurangnya satu tahun atau denda sebesar lima juta. Menurut ketentuan UU 14/2008, setidaknya terdapat lima kategori informasi publik yang wajib disediakan dan harus diumumkan oleh badan publik. Yaitu, 1) informasi berkala, 2) serta merta, 3) setiap saat, 4) yang dikecualikan, 5) dan terakhir informasi yang didasarkan pada permintaan.Informasi berakala yaitu informasi yang disampaikan secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu tertentu.Yang termasuk dalam kategori ini adalah informasi yang berkaitan dengan keberadaan badan publik, kepengurusan, maksud dan tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan informasi lainnya yang relevan dengan kinerja serta prestasi kerja yang dicapai selama itu.Informasi serta merta adalah informasi yang disampaikan secara spontan, pada saat itu juga.Yang termasuk jenis informasi ini adalah informasi yang dapat mengacam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Informasi setiap saat adalah informasi yang disampaikan setiap saat oleh badan publik. Jenis informasi ini adalah daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaan institusi yang bersangkutan, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya; seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik; perjanjian badan publik dengan pihak ketiga; informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; prosedur kerja pegawai badan publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan laporan mengenai pelayanan akses informasi publik. Informasi yang dikecualikan adalah informasi yang apabila diberikan dapat menghambat proses penegakan hukum, mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan persaingan tidak sehat. Selain itu, yang juga termasuk dalam kriteria perkecualian adalah informasi yang dapat

6

membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkap kekayaan alam Indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional, mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi/wasiat seseorang, mengungkap rahasia pribadi seseorang, serta informasi lainnya yang didasarkan pada undang-undang. Sedangkan informasi yang didasarkan pada permintaan adalah informasi yang tidak tercantum dalam empat kategori informasi yang telah disampaikan.Keempat informasi yang dimaksudkan tersebut seperi informasi berkala, serta merta, setiap saat, dan informasi yang dikecualikan.

BADAN PUBLIK: PERAN DAN KOORDINASI Pembicaraan masalah kualitas dalam konteks ini tidak hanya mengacu pada informasi itu sendiri tetapi juga hal pelayanan.Kemudian, siapakah sebenarnya yang berkepentingan dalam memberikan layanan informasi yang berkualitas kepada publik? Tentu, jawabnya adalah badan publik. Badan publik yang dimaksudkan adalah semua lembaga publik yang penyelenggaraannya mendapatkan dana yang bersumber dari sebagian atau seluruh APBN dan atau APBD, sumbangan masyarakat, dan atau luar negeri. Partai politik pun termasuk bagian dari badan publik. Ia juga berkewajiban untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan kewenangannya. Mekanisme untuk mendapatkan layanan informasi, setiap badan publik haruslah tetap memprioritaskan kualitas informasi dan pelayanan. Dan secara teknik, kualitas pelayanan juga mengedepankan prinsip cepat, tepat waktu, sederhana, dan biaya ringan. Untuk mewujudkan layanan yang berkualitas, ketentuan dalam pasal 13 UU KIP mengisyaratkan bahwa setiap badan publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dengan tugas mengembangkan sistem penyediaan layanan yang terstandarisasikan secara nasional. Setiap badan publik dalam memberikan layanan informasi publik harus memiliki delapan prinsip. Kedelapan prinsip tersebut adalah 1) fokus kepada kepuasan pelanggan, 2) kepemimpinan untuk menyatukan pemahaman tentang peran dan arah pengembangan pelayanan informasi, 3) pendekatan proses dengan memperhatikan keterkaitan dengan pemasok informasi, 4) keterlibatan SDM di semua tingkatan organisasi, 5) penggunaan pendekatan sistem dalam manajemen, 6) penerapan perbaikan berkelanjutan, 7) pengambilan keputusan berbasis fakta,

7

8) hubungan saling menguntungkan dengan pemasok informasi (Imam Sudarwo, 2006). Selain memiliki prinsip tersebut, Lembaga Layanan Informasi juga harus mampu memenuhi persyaratan umum, yaitu 1) mengidentifikasikan proses sistem manajemen mutu yang diperlukan serta menerapkannya ke seluruh organisasi, 2) menentukan interaksi dan urutan dari proses tersebut, 3) menetapkan kriteria dan metode untuk menjamin efektivitas operasi dan pengendalian proses tersebut, 4) menjamin ketersediaan sumber daya dan informasi untuk mendukung operasi dan monitoring proses tersebut, 5) melaksanakan pemantauan, penilaian, dan analisis kinerja proses tersebut, dan 6) melaksanakan tindakan untuk menjamin pencapaian rencana dan perbaikan berkelanjutan (ibid). Tolak ukur puas tidaknya warga terhadap layanan informasi bergantung kualitas layanan yang diberikan badan publik. Kualitas pelayanan tersebut dapat dilihat dari empat belas unsur yang relevan, valid, dan reliabel. Keempat belas unsur tersebut merupakan unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran kualitas dan kepuasan masyarakat, yakni pertama, kemudahan prosedur serta kesederhanaan alur pelayanan; kedua, kesesuaian persyaratan pelayanan dengan jenis layanan; ketiga, kejelasan petugas pelayanan baik nama, jabatan, maupun kewenangan dan tanggung jawabnya; keempat, kedisiplinan dan kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan. Kesungguhan ini bisa dilihat dari konsistensi waktu kerja dalam pelayanan. Unsur berikutnya adalah kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. Keenam adalah kemampuan yang meliputi keahlian dan keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan. Kecepatan pelayanan sebagai unsur ketujuh merupakan target waktu yang telah ditentukan untuk dapat memberikan dan menyelesaikan pelayanan. Kedelapan adalah memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang memiliki golongan dan status yang berbeda. Kesembilan, yakni kesopanan dan keramahan petugas dalam memberikan layanan. Kesopanan dan keramahan tersebut dapat dipantau dari sikap dan perilaku saling menghormati dengan sesama customer (baca: masyarakat). Yang tidak kalah pentingnya dalam pelayanan adalah masalah kewajaran dan kepastian. Kewajaran yang dimaksudkan adalah keterjangkauan biaya pelayanan yang telah ditetapkan oleh unit pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan kepastian dalam hal ini bisa berwujud biaya dan jadwal pelayanan. Kepastian biaya pelayanan adalah keseluruhan keseluruhan antara biaya yang

8

dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. Dan yang dimaksudkan dengan kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kenyamanan lingkungan dalam memberikan layanan juga harus mendapatkan perhatian. Kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih rapi, dan teratur dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. Begitu halnya dengan keamanan pelayanan. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risiko-risiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Tantangan terbesar dalam mewujudkan pelayanan informasi yang berkualitas adalah bagaimana pengemasan, pengolahan, dan penyampaian (diseminasi) informasi yang menarik, aktual, dan up to date. Dan secara kelembagaan, siapakah atau lembaga manakah sebenarnya yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam meng-agregasikan dan mengelola informasi di masing-masing dinas terkait? Dalam UU No.14/2008 disebutkan bahwa untuk pengumpulan dan pengelolaan informasi diperlukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di masing-masing dinas yang ada di wilayah tersebut. Bila di masing-masing dinas membentuk PPID dengan cara memfungsikan, mengaktifkan, dan mengefektifkan SKPD yang ada, dengan tanpa melakukan pemborosan sumber dana dan sumber daya manusia; ini berarti sebuah terobosan yang baik. Dalam konteks ini setiap badan publik perlu melakukan inovasi dengan tetap mengedepankan prinsip pelayanan yang lebih baik, meski layanan yang diberikan bersifat manual. Pertanyaan yang kemudian muncul lagi adalah apakah masyarakat yang membutuhkan informasi harus datang secara langsung di tiap tiap dinas/kecamatan yang memiliki kewenangan dengan informasi yang dibutuhkannya.Dalam peraturan perundangan memang menghendaki semacam itu, yaitu komunikasi langsung.Namun demikian apakah pelayanan terebut sudah efektif?Inilah tantangan yang dihadapi dan harus segera dicarikan solusi alernatifnya untuk mewujudkan tatanan pemerintahan yang lebih baik (good governance). Terdapat dua kutub yang saling bertentangan dalam layanan informasi namun saling melengkapi, yaitu kutub manual dan kutub elektronik. Berbeda

9

dengan kutub layanan manual seperti yang telah dijelaskan, kutub elektronik lebih mengedepankan layanan informasi lewat media internet atau yang dikenal dengan e-government. Lewat media e-government, semua informasi dapat diunduh masyarakat tanpa harus melakukan antrian panjang dan direpotkan oleh birokrasi yang berbelit-belit serta tidak tersekat oleh batasan ruang dan waktu. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa layanan informasi publik di masing-masing dinas yang bersifat manual atau komunikasi face to face memiliki kinerja atau kualitas layanan yang sangat jelek (Totok, 2009). Hal ini diperkuat dengan Indeks Kepuasan Masyarakat sebesar 54,65. Kondisi pelayanan publik dengan model face to face commnication tersebut, menurut Bovens (dalam Prawoto, 2007), termasuk dalam kategori birokrasi pelayanan street level, yaitu tingkatan birokrasi yang paling dasar.Sementara layanan informasi publik berbasis e-government menunjukkan kualitas yang sedikit lebih baik ketimbang yang masih bersifat manual.Dikatakan sedikit lebih baik karena masih terdapat gap antara manajemen layanan dengan yang diharapkan oleh masyarakat.Terjadinya gap tersebut juga dikarenakan tidak maksimalnya koordinasi di antara institusi yang ada dalam melakukan kerjasama secara elektronik. Hal ini diperkuat dengan temuan fakta empiris yang membuktikan bahwa peran koordinasi di antara dinasdinas terkait sangat lemah dan lambat (Kasiyanto,2009). Bahkan model kerjasama jaringan informasi antarlembaga pemerintah tidak ada standarisasi. Kerjasama yang dilakukan selama ini cenderung atas dasar permintaan untuk melaksanakan tugas. Mekanisme untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan masyarakat dapat dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis. Yang dilakukan secara tertulis bisa lewat surat, email, mailing list. Sementara yang tidak tertulis dapat dilakukan melalui komunikasi tatap muka alias datang langsung ke badan publik yang terkait, PPID, atau Komisi Informasi Publik. Hal penting yang harus diperhatikan dalam level street birokrasi adalah kualitas pelayanan, kerjasama, dan koordinasi di antara institusi itu sendiri maupun institusi-institusi lain yang terkait. Peran koordinasi di antara institusi menjadi lebih penting. Karena meningkatnya kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat akan meningkatkan pula kepercayaan masyarakat kepada kredibilitas pemerintah itu sendiri. Karenanya efektivitas koordinasi diantara badan publik harus melihat tiga aspek. Yaitu proses, sumber, dan sasaran. Aspek proses menitikberatkan pada kegiatan dan proses internal itu sendiri. Aspek sumber mengacu pada sarana dan prasana yang dimiliki, teknologi informasi dan komunikasi.Aspek ketiga adalah

10

kemudahan masyarakat untuk mengakses informasi secara langsung layanan pemerintah. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, aktivitas penyampaian informasi tersebut menjadi bagian yang sangat vital. Melalui informasi yang dikelola secara cermat dan akurat, publik akan memahami, bahkan memberikan dukungan, ketika suatu kebijakan pembangunan digulirkan.Demikian pula sebaliknya. Jika informasi yang disampaikan tidak dipahami dan kurang transparan, kekhawatiran akan timbulnya keresahan bahkan gejolak sangat dimungkinkan mengemuka.

LAYANAN INFORMASI PUBLIK BERBASIS E-GOV: PENTING DAN PERLU Melalui konvergensi teknologi komunikasi, fasilitasi pelancaran arus informasi antarlembaga publik dapat membentuk sebuah jaringan dan koordinasi dalam penyediaan dan pelayanan informasi publik. Serta terciptanya programprogram komunikasi yang konvergen dan sirkuler antara lembaga publik dengan masyarakat. Tuntutan ideal semacam ini tentu dapat menciptakan pola komunikasi yang sirkuler dan konvergen yang tetap dan harus diperjuangkan serta dipenuhi oleh lembaga publik dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta sebagai upaya menciptkan atmosfir pelayanan publik yang berkualitas. Implikasinya, lembaga-lembaga publik harus lebih aktif, kreatif , dan inovatif dalam menyediakan, merumuskan, memformat, serta mendiseminasikan informasi publik kepada masyarakat. Tidak hanya itu, lembaga publik harus mampu mengelola respon publik secara lebih elegan, transparan, dialogis, serta akomodatif. Yang terpenting dalam layanan informasi publik adalah tidak hanya sekedar di-displaykan melalui media elektronik, e-government, ataupun lainnya tetapi juga harus bisa direspon jika ada konstituen (pengakses resmi) yang meminta jasa layanan informasi tersebut. Dalam konteks ini, ada semacam proses interaksi antara pihak pemberi dan penerima yang dapat dinikmati masyarakat pengguna jasa. Semua harus berjalan secara kontinum dan memiliki nilai plus yakni aman, mudah, dan murah. Mekanisme untuk mendapatkan informasi harus jelas jangka waktunya, cepat, sederhana, dan murah. Informasi yang disampaikan harus proaktif. serta tidak tersekat-sekat oleh batasan organisasi dan kewenangan birokrasi. Dan tugas

11

setiap badan publik dalam konteks pelayanan prima harus mampu memberikan kepuasan kepada costumer (publik) dalam memperoleh informasi. Untuk memenuhi tuntutan transparansi serta pelayanan publik yang cepat, mudah, murah, dan tidak berbelit-belit menuju good governance (pemerintahan yang bersih); pemerintah mengeluarkan INPRES Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. INPRES tersebut antara lain menginstruksikan kepada gubernur dan bupati/walikota di seluruh Indonesia untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing guna terlaksananya program pengembangan e-government secara nasional (Kasiyanto,2004:62) Hadirnya konvergensi teknologi informasi dalam paradigma eGovernment dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta memampukan masyarakat untuk memperoleh informasi ataupun berkomunikasi secara interaktif. Dalam hal ini kualitas dan produktivitas menjadi sangat penting bagi masyarakat. Kemudahan aksesibilitas informasi yang tanpa batasan ruang dan waktu tersebut dapat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas serta mengatasi permasalahan pembangunan secara inovatif. Karenanya, segala aktivitas birokrasi harus dapat diketahui publik secara luas termasuk informasi yang tidak boleh dikuasai dan disembunyikan oleh badan publik. Badan publik harus mampu memberikan akses dan menyediakan informasi bagi masyarakat baik diminta ataupun tidak. Pemerintah sangat menyadari hal ini.Karena itu pemerintah menempuh berbagai upaya. Antara lain dengan menerapkan sistem elektronik government (egovernment) atau pemerintahan berbasis elektronik. Dengan pola ini, pemerintahan tradisional (traditional government) yang identik dengan paperbased administration maupun pengerjaan secara manual mulai di tinggalkan. Berdasarkan definisi dari World Bank, e-government adalah penggunaan teknologi informasi (seperti Wide Area Network, Internet dan mobile computing) oleh pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan. Dalam prakteknya, e-government adalah penggunaan internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. Setidaknya implementasi e-governmentdapat menciptakan pelayanan publik secara on line atau berbasis komputerisasi. Memberikan pelayanan tanpa

12

adanya intervensi pegawai institusi public, dan memangkas sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan suatu pelayanan yang sederhana.Selain itu, egovernment juga dimaksudkan untuk mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Penggunaan teknologi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dapat mengurangi korupsi dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik. Layanan informasi publik berbasisE-governmentjuga dapat memperluas partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan maupun kebijakan oleh pemerintah, memperbaiki produktifitas dan efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, inisiatif e-government telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika). Dalam instruksi itu dinyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. E-government wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantorkantor pemerintahan.Administrasi publik adalah salah satu area dimana internet dapat di gunakan untuk menyediakan akses bagi semua masyarakat berupa pelayanan yang mendasar dan mensimplifikasi hubungan antar masyarakat dan pemerintah.E-government dengan menyediakan pelayanan melalui internet dapat dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu penyediaan informasi, interaksi satu arah, interaksi dua arah dan transaksi yang berarti pelayanan elektronik secara penuh. Interaksi satu arah bisa berupa fasilitas men-download formulir yang dibutuhkan.Pemrosesan atau pengumpulan formulir secara online merupakan contoh interaksi dua arah.Sedangkan pelayanan elektronik penuh berupa pengambilan keputusan dan delivery (pembayaran).

PENUTUP Terdapat dua model layanan informasi publik yang dapat digunakan oleh setiap badan publik untuk memberikan layanan informasi.Yaitu model manual dan elektronik.Prinsip yang harus tetap dikedepankan adalah kualitas informasi itu sendiri dan pelayanan.Model elektronik government tidaklah harus berupa CMC (communication mediated computer) tetapi dapat diawali dengan teknologi yang familiar dengan masyarakat, seperti telepon ataupun HP. Yang terpenting lagi adalah peran koordinasi dan kerjasama dalam agregasi, pengelolaan, dan

13

diseminasi informasi yang dilakukan oleh badan publik. Pola koordinasi dan kerjasama tersebut tidak hanya sebatas pada hubungan kerja tetapi harus sebagai sebuah sistem yang holistik.

DAFTAR PUSTAKA Abadi, Totok Wahyu. 2009. Model Pengembangan Layanan Informasi Publik Berbasis E-Government dalam Mendukung Penciptaan Efektivitas dan Peningkatan Quality Service Performance di Jawa Timur. Penelitian Hibah Bersaing DP2M Dikti. Sidoarjo: Umsida. Belum diterbitkan Amsyah, Zulkifli. 2000. Manajemen Sistem Informasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dwiyanto, Agus. 2006. Mewujudkan Good governance Melalui Pelayanan Publik. Yogjakarta: GMU Press Indrajit, Richardus Eko. 2005. E-Government in Action. Yogjakarta: Andi Offset. Kasiyanto. 2007. Pemanfaatan Teknologi Informasi Sebagai Upaya Terwujudnya Good Governance. Kommti . Jurnal Penelitian Komunikasi, Media Massa dan Teknologi Informasi. Terakreditasi. Surabaya: BP2KI Kasiyanto. 2009. Efektivitas Kerjasama Jaringan Informasi Antarlembaga Pemerintah di Provinsi Jawa Timur. Kommti . Jurnal Penelitian Komunikasi, Media Massa dan Teknologi Informasi. Terakreditasi. Surabaya: BP2KI Melitski, James. 2003. Capacity and E-Government Performance: An Analysis Based on Early Adopters of Internet Technologies in New Jersey. Public Performance & Management Review.Vol. 26, No. 4 (Jun., 2003), pp. 376-390 Published by: M.E. Sharpe, Inc. Stable URL: http://www.jstor.org/stable/3381113 Accessed: 21/02/2010 22:03 Prasetya, Eko Adi. 2006. E-government & perubahan sosial (studi deskriptif kualitatif mengenai perubahan struktural dan kultural yang terjadi di dalam birokrasi dan pelayanan publik yang berbasis e-government di kantor catatan sipil Kabupaten Cilacap. http://www.google.com diunduh Juni 2009 Priyatno, Makhdum & Anwar Sanusi. 2001. Teknologi Informasi Dalam Pemerintahan. Jakarta: LAN Saragih, Alamsyah. 2009. Keterbukaan Informasi Publik. Blog Alamsyah Saragih (Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia). http://www.google.com Sudarmayanti. 2003. Good Governance : Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju

14

Sudarwo, Imam. 2006. www.bsn.or.id / NEWS/ detail diakses 23 February 2007 Sudibyo, Agus & Bejo Untung, dkk. 2008. Panduan Sederhana Penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta: Yayasan SET - USAID DRSP Suprawoto. 2007. Layanan Publik Melalui e-Government: Studi tentang Pelayanan KTP, e-Prrocurment dan PSB online di Kota Surabaya. Ringkasan Disertasi. Suprawoto. 2010. Kredibilitas, Kecepatan, dan Netralitas Mengelola Keterbukaan Informasi Publik. Makalah Seminar dan Lokakarya Nasional Keterbukaan Informasi Publik di Surabaya. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. West, Jonathan P. dan Evan M. Berman . 2001. The Impact of Revitalized Management Practices on the Adoption of Information Technology: A National Survey of Local Governments dalam Public Performance & Management Review. Vol. 24, No. 3 (Mar., 2001), pp. 233-253 Published by: M.E. Sharpe, Inc. Stable URL: http://www.jstor.org/stable/3381087 Accessed: 21/02/2010 22:23 Wijaya, Stefanus Wisnu. 2006. Kajian Teoritis:Model E-Government Readiness Pemerintah Kabupaten/Kotamadya dan Keberhasilan E-Government. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006) ISBN: 979-756-061-6 Yogyakarta, 18 Juni 2005. Diunduh Berita: ----- 2009. Kunjungan Kerja Kelembagaan di Jakarta. http://kpp.jatimprov.go.id/ index. php?option= com_ content&task=view&id=226&Itemid=1 diunduh 12 Mei 2010 ----- 2006. Komisi A Berinisiatif Godog Perda Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi. http://majalah.tempointeraktif.com/ diunduh 12 Mei 2010.

15

16