UPP ABC System
-
Upload
novha-indrawan -
Category
Documents
-
view
52 -
download
7
description
Transcript of UPP ABC System
EKONOMI MANAJERIAL
USULAN PROPOSAL PENELITIAN
ANALISIS PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM PENENTUAN HARGA KAMAR PADA GRAND ASTON BALI BEACH
RESORT & SPA
OLEH:
I KOMANG JULIANTARANIM. 1215644008
PROGRAM STUDI AKUNTANSI MANAJERIAL
POLITEKNIK NEGERI BALI
BADUNG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Proposal ini
ditulis untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Terapan Akuntansi Manajerial pada Politeknik Negeri Bali. Saya menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan proposal ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan proposal ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Ir. Made Mudhina, MT selaku Direktur Politeknik Negeri Bali yang
telah memberikan kesempatan menuntut pendidikan di Politeknik Negeri
Bali.
2. Bapak I Made Sedana Yasa, SE, M.M.A., Ak selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Politeknik Negeri Bali yang telah memberikan pengarahan dan
petunjuk dalam menyelesaikan studi di Politeknik Negeri Bali.
3. Bapak Cening Ardina, SE., M.Agb. selaku Ketua Program Studi Sarjana
Sains Terapan (D4) Akuntansi Manajerial yang selalu memberikan semangat
untuk menyelesaikan proposal sebagai syarat kelulusan studi di Politeknik
Negeri Bali.
4. Bapak Bambang Trisilo selaku Pimpinan Grand Aston Bali Beach Resort &
Spa yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya
perlukan.
ii
5. Teman – teman D4 – VIII D yang telah mendukung saya dalam
menyelesaikan proposal ini.
Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi
Wasa) berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu
dan dicatat sebagai amalan yang terbaik. Semoga ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Denpasar, 5 Februari 2016
Penulis
I Komang Juliantara
NIM. 1215644008
iii
DAFTAR ISI
HalamanHalaman Judul..........................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iv
Daftar Gambar........................................................................................................vi
Daftar Lampiran.....................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................7
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................7
D. Manfaat Penelitian........................................................................................8
E. Sistematika Penulisan...................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................10
A. Landasan Teori............................................................................................10
1. Pengertian Jasa, Hotel dan Tarif............................................................10
2. Konsep Biaya, Klasifikasi Biaya dan Pembebanan Biaya....................13
3. Harga Pokok Produksi...........................................................................18
4. Sistem Tradisional.................................................................................19
5. Activity Based Costing (ABC) System...................................................24
B. Difinisi Operasional Variabel Penelitian....................................................35
C. Hasil Penelitian Sebelumnya......................................................................35
D. Kerangka Konseptual..................................................................................38
iv
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................40
A. Jenis Data....................................................................................................40
B. Prosedur Pengumpulan Data.......................................................................41
C. Teknik Analisis...........................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................44
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pembebanan Biaya Sistem Tradisional24
Gambar 2.2 Pembebanan Biaya Activity Based Costing System27
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual39
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Pertanyaan
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang
semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing – masing
perusahaan saling beradu strategi dalam usaha menarik konsumen. Persaingan
tersebut tidak hanya persaingan bisnis dibidang manufaktur/industri tetapi
juga dalam bidang usaha pelayanan jasa. Salah satu bentuk usaha pelayanan
jasa adalah jasa pariwisata, terutama jasa penginapan seperti hotel.
Saat ini jasa penginapan hotel merupakan salah satu usaha dalam bidang
jasa yang sangat mudah untuk ditemui. Hal ini terbukti semakin banyaknya
hotel yang didirikan baik di pusat kota maupun di daerah yang dekat dengan
objek wisata. Akibat dari perkembangan hotel yang semakin pesat ini,
menimbulkan persaingan yang ketat pula. (Akbar, 2011) menyatakan bahwa
keberhasilan dalam memenangkan persaingan tersebut ditentukan oleh
beberapa hal antara lain quality, services dan price.
Services adalah kuantitas atau ragam pelayanan yang disediakan pihak
hotel terhadap pelanggannya misalnya fasilitas kolam renang, restoran,
fitness center, bar, dan lain sebagainya. Quality merupakan kualitas
pelayanan terhadap konsumen, hal ini lebih menekankan pada kepuasan
konsumen terhadap suatu jenis pelayanan. Kebersihan kolam yang selalu
1
2
terjamin, rasa masakan yang sesuai dengan selera konsumen, alat-alat
kebugaran yang lengkap dan berfungsi dengan baik, keramahan karyawan
hotel merupakan contoh dari kualitas pelayanan yang disediakan pihak hotel
terhadap tamu atau konsumennya.
Selain quality dan services, price merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam perebutan hati para konsumen maupun calon konsumen.
Price adalah jumlah nominal yang harus dibayarkan oleh konsumen atas
pelayanan yang diberikan oleh pihak hotel atau penyedia jasa. Jika ada
perbandingan antara beberapa hotel dengan quality dan services yang sama
dalam hal penentuan harga dan mengabaikan faktor loyalitas konsumen
terhadap produsen atau penyedia jasa, konsumen akan cenderung memilih
hotel yang lebih murah.
Pendirian hotel tentunya memiliki tujuan yang sama dengan perusahaan –
perusahaan lainnya yaitu ingin memperoleh laba dari kegiatan usaha yang
dijalankan. Dalam memberikan jasa pelayanan sewa kamar, hotel
memperoleh penghasilan dari pendapatan jasa dan fasilitas yang diberikan.
Dimana pendapatan dari jasa tersebut didapat dari harga yang harus dibayar
oleh pemakai jasa sewa kamar. Penentuan harga kamar merupakan suatu
keputusan yang sangat penting. Karena dapat mempengaruhi profitabilitas
suatu hotel. Dengan adanya berbagai macam fasilitas pada jasa sewa kamar,
serta jumlah biaya overhead yang tinggi, maka semakin menuntut ketepatan
dalam pembebanan biaya yang sesungguhnya. Untuk itu diharapkan agar
penentuan harga kamar hotel telah sesuai dengan biaya yang digunakan.
3
Perhitungan harga pokok pada awalnya diterapkan dalam perusahaan
manufaktur, akan tetapi dalam perkembangannya perhitungan harga pokok
telah diadaptasi oleh perusahaan jasa, perusahaan dagang, dan sektor nirlaba.
Harga pokok mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan
harga jual produk. Penetapan biaya yang lebih tepat akan menghasilkan harga
pokok produksi/jasa yang lebih akurat. Oleh karena itu, perusahaan harus
benar – benar serius menangani harga pokok produksinya.
Inilah yang mendasari dikembangkannya metode Activity Based Costing
(ABC) System. Menurut (Blocher, 2008: 222), ABC System adalah pendekatan
perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya
seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan
untuk objek biaya tersebut. Ilmu ini berkembang pada tahun 1900-an
dirancang untuk mengatasi distorsi pada akuntansi biaya tradisional. Menurut
(Supriyono, 1999:259) distorsi timbul karena adanya ketidakakuratan dalam
pembebanan biaya, sehingga mengakibatkan kesalahan penentuan biaya,
pembuatan keputusan, perencanaan, dan pengendalian.
(Septya, 2014) Konsep ABC System mampu mengurangi kelemahan dari
akuntansi biaya tradisional, karena ABC System tidak hanya memandang
biaya sebagai sesuatu yang harus dialokasikan, tetapi juga memahami apa
saja aktivitas – aktivitas yang menjadi penyebab dari timbulnya biaya.
Kemudian ABC system akan menunjukkan bagaimana sumber daya
dikeluarkan dengan menelusuri aktivitas – aktivitas yang dilakukan dalam
menghasilkan produk.
4
Perbedaan utama penghitungan harga pokok produk antara akuntansi biaya
tradisional dengan ABC adalah jumlah cost driver (pemicu biaya) yang
digunakan. Dalam sistem penentuan harga pokok produk dengan metode
ABC menggunakan cost driver dalam jumlah lebih banyak dibandingkan
dalam sistem akuntansi biaya tradisional yang hanya menggunakan satu atau
dua cost driver berdasarkan unit. Dalam metode ABC, menganggap bahwa
timbulnya biaya disebabkan oleh adanya aktivitas yang dihasilkan produk.
Pendekatan ini menggunakan cost driver yang berdasar pada aktivitas yang
menimbulkan biaya dan akan lebih baik apabila diterapkan pada perusahaan
yang menghasilkan keanekaragaman produk.
(Octavian, 2013) Manajemen harus membatasi pemicu biaya terpilih untuk
jumlah yang beralasan dan menentukan bahwa biaya pengukuran pemicu
tersebut tidak melebihi manfaat penggunaannya. Suatu pemicu biaya harus
mudah dimengerti, berhubungan langsung kepada aktivitas yang dijalankan
dan sesuai dengan pengukuran prestasi. Penerapan metode ABC System
merupakan inovasi yang salah satunya adalah menambah nilai tambah
aktivitas kepada produk/jasa yang akan dihasilkan dan mengeliminasi
aktivitas - aktivitas yang tidak sesuai dengan keinginan pelanggan atau yang
tidak menciptakan nilai tambah.
Metode ABC dinilai dapat mengukur secara cermat biaya – biaya yang
keluar dari setiap aktivitas. Hal ini disebabkan karena banyaknya cost driver
yang digunakan dalam pembebanan biaya overhead. Sistem Activity Based
Costing dapat menyediakan informasi perhitungan biaya yang lebih baik dan
5
dapat membantu manajemen mengelola perusahaan secara efisien serta
memperoleh pemahaman yang lebih baik atas keunggulan kompetitif,
kekuatan, dan kelemahan perusahaan. Sehingga dengan metode Activity
Based Costing dapat menyajikan informasi harga pokok produk/jasa secara
cermat dan akurat bagi kepentingan manajemen.
Penelitian yang dilakukan oleh (Octavian, 2013) menyatakan bahwa
metode Activity Based Costing telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas
ke setiap kamar hotel secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing
aktivitas. Terdapat perbedaan yang terjadi antara harga sewa kamar dari pihak
hotel Pandanaran Semarang dengan menggunakan metode ABC, disebabkan
karena pembebanan biaya overhead. Pada metode ABC, biaya overhead pada
masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga dalam
metode ABC telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas ke setiap kamar
secara tepat.
Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh (Septya, 2014) mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Octavian. Dikatakan bahwa perhitungan biaya
produk sistem tradisional yang telah digunakan oleh manajemen Hotel
Pelangi Malang telah banyak menimbulkan distorsi biaya, hal ini dikarenakan
konsumsi sumber daya pada masing-masing aktivitas tidaklah sama.
Sedangkan pada metode Activity Based Costing System biaya-biaya yang
terjadi dibebankan pada produk aktivitas dan sumber daya yang
dikonsumsikan oleh produk dan juga menggunakan dasar lebih dari satu cost
driver.
6
Grand Aston Bali Beach Resort & Spa merupakan salah satu hotel bintang
lima yang terletak di Nusa Dua, Bali. Hotel ini memiliki jumlah kamar yang
relatif banyak dengan jenis yang berbeda. Dengan melihat karakteristik
spesifikasi jenis kamar, pelayanan, serta potensi persaingan dari kompetitor
maka salah satu cara yang dilakukan pihak manajemen dalam upaya
meningkatkan efesiensi biayanya adalah dengan menentukan harga pokok
kamar secara tepat. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan dalam
menghitung dan membebankannya kesetiap jenis kamar yang ada sesuai
dengan jumlah yang telah dikonsumsi.
Perhitungan harga pokok kamar sangat penting karena berkaitan dengan
penentuan harga setiap jenis kamar. Saat ini, perhitungan harga pokok kamar
yang dilakukan oleh pihak Grand Aston Bali Beach Resort & Spa masih
menggunakan sistem tradisional. Dalam sistem tradisional seluruh biaya tidak
langsung dikumpulkan dalam satu pengelompokkan biaya, kemudian seluruh
total biaya tersebut dialokasikan dengan satu dasar pengalokasian kepada
suatu objek biaya. Basis alokasi yang digunakan pihak hotel adalah berupa
jam tenaga kerja langsung dan jumlah kamar terjual. Basis alokasi ini
merupakan pemicu biaya yang hanya berhubungan dengan tingkat penjualan
kamar yang digunakan untuk mengalokasikan Biaya Overhead Pabrik.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin melakukan penelitian
pada Grand Aston Bali Beach Resort & Spa dengan menerapkan metode
Activity Based Costing System dalam menentukan harga kamar pada hotel
tersebut. Adapun judul dari penelitian ini “Analisis Penerapan Activity
7
Based Costing System Dalam Penentuan Harga Kamar Pada Grand
Aston Bali Beach Resort & Spa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah penerapan harga kamar dengan Sistem Tradisional pada
Grand Aston Bali Beach Resort & Spa?
2. Bagaimanakah penerapan metode Activity Based Costing System dalam
penentuan harga kamar pada Grand Aston Bali Beach Resort & Spa?
3. Bagaimanakah perbandingan penentuan harga kamar metode Activity
Based Costing dengan metode Tradisional yang diterapkan Grand Aston
Bali Beach Resort & Spa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari
melakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perhitungan harga kamar dengan metode Tradisional yang
diterapkan oleh Grand Aston Bali Beach Resort & Spa.
2. Untuk memperoleh informasi yang akurat dari proses pendekatan Activity
Based Costing dalam menentukan harga kamar pada Grand Aston Bali
Beach Resort & Spa, sehingga dapat diketahui dengan jelas cara dan unsur-
unsur biaya yang terlibat dalam tahapan penentuan harga kamar hotel.
8
3. Untuk mengetahui perbandingan besarnya harga kamar hotel, dengan
menggunakan metode akuntansi biaya tradisional dan Activity Based Costing
System pada Grand Aston Bali Beach Resort & Spa.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan
kontribusi sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama
mengikuti perkuliahan.
2. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam
mengevaluasi harga kamar hotel jika pihak hotel ingin menetapkan harga
berdasarkan metode Activity Based Costing System.
3. Bagi Jurusan
Hasil penelitian ini merupakan tambahan kepustakaan yang dapat
dipergunakan sebagai referensi bagi mahasiswa yang akan meneliti lebih
lanjut terhadap masalah terkait.
E. Sistematika Penulisan
Peneliti mempunyai keinginan agar penelitian ini dapat dibaca, dipahami,
dan dimengerti dengan mudah oleh siapa saja yang membaca hasil penelitian
ini. Berdasarkan keinginan tersebut maka peneliti menyusun sistematika yang
runtut yang berisi tentang materi – materi secara garis besar yang dibahas
9
disetiap bab dalam penelitian ini. Berikut adalah sistematika penulisan yang
telah disusun oleh peneliti:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi landasan teori yang mendasari penelitian, difinisi dari operasional
variabel yang diteliti, hasil penelitian terdahulu yang sejenis dan kerangka
pemikiran yang menggambarkan hubungan antar variabel penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Menguraikan jenis data yang digunakan, metode pengumpulan data penelitian
serta teknik analisis data yang menjelaskan metode analisis data dan
mekanisme alat analisis yang digunakan dalam penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Jasa, Hotel dan Tarif
Menurut (Hansen & Mowen, 2006:46) Jasa (service) adalah tugas atau
aktivitas yang dilakukan untuk seorang pelanggan, atau aktivitas yang
dijalankan oleh seorang pelanggan dengan menggunakan produk atau
fasilitas organisasi. Jasa juga diproduksi dengan menggunakan bahan,
tenaga kerja, dan masukan modal. Sedangkan (Kotler, 2004:476)
mengartikan jasa adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan
oleh salah satu pihak ke pihak yang lain secara prinsip intangible dan tidak
menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun.
Menurut (Sulastiyono, 2011:5), hotel adalah suatu perusahaan yang
dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan,
minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang
melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar
sesuai dengan pelayanan yang diterima tampa adanya perjanjian khusus.
Pengertian hotel menurut SK Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi
No. KM 37/PW. 340/MPPT-86 dalam (Sulastiyono, 2011:6), adalah
"Suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh
10
11
bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman,
serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial”.
Tarif menurut (Supriyono, 2001:350) adalah sejumlah moneter yang
dibebankan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan kepada
pembeli atau pelanggan. Untuk menentukan tarif, biasanya manajemen
mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi baik faktor biaya
maupun bukan biaya, yang meliputi: Biaya (khususnya biaya masa depan);
Pendapatan yang diharapkan; Jenis produk jasa yang dijual; Jenis industri;
Citra dan kesan masyarakat; Pengaruh pemerintah (khususnya undang-
undang, keputusan, peraturan dan kebijakan pemerintah); Tindakan atau
reaksi para pesaing; Tipe pasar yang dihadapi; Trend Ekonomi; Biaya
manajemen; Tujuan non laba; Tanggung jawab sosial perusahaan; Tujuan
perusahaan, khususnya laba dan return on investment (ROI).
Dalam penentuan tarif atau harga jual produk, manajemen perlu tujuan
dari penentuan tarif tersebut. Tujuan itu akan digunakan sebagai salah satu
pedoman kerja perusahaan. Pada umumnya tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Bertahan Hidup (Survival)
Perusahaan menetapkan bertahan hidup sebagai tujuan utama,
apabila menghadapi kesulitan dalam hal kelebihan kapasitas produksi,
persaingan keras, atau perubahan keinginan konsumen. Untuk
mempertahankan tetap berjalannya kegiatan produksi, perusahaan harus
menetapkan harga yang rendah, dengan harapan akan meningkatkan
12
permintaan. Dalam situasi demikian, laba menjadi kurang penting
dibandingkan survival.
b. Memaksimalkan Laba Jangka Pendek
Perusahaan memperkirakan permintaan akan biaya, dihubungkan
dengan harga alternatif dan harga yang akan menghasilkan laba, arus
kas, atau tingkat laba investasi maksimal. Dalam semua hal, perusahaan
lebih menitikberatkan pada kemampuan keuangan yang ada dan kurang
mempertimbangkan prestasi keuangan jangka pendek.
c. Kepemimpinan Pangsa Pasar (Leader Of Market Share)
Sebagian perusahaan ingin mencapai pangsa pasar yang dominan.
Mereka yakin bahwa perusahaan dengan market share terbesar akan
menikmati biaya terendah dan laba tertinggi dalam jangka panjang.
Untuk itu, mereka menetapkan harga serendah mungkin.
d. Kepemimpinan Mutu Produk
Perusahaan dapat memutuskan bahwa mereka ingin memiliki produk
dengan mutu terbaik di pasar. Keputusan ini biasanya mengharuskan
penetapan harga yang tinggi untuk penutup biaya pengendalian mutu
produk serta biaya riset dan pengembangan.
e. Tujuan-Tujuan Lain
Misalnya mempertahankan loyalitas pelanggan, perusahaan mungkin
menetapkan harga yang rendah untuk mencegah masuknya perusahaan
pesaing atau dapat menetapkan harga yang sama dengan pesaing
dengan tujuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.
13
Menghindari campur tangan pemerintah, menciptakan daya tarik sebuah
produk, dan untuk menarik lebih banyak pelanggan.
2. Konsep Biaya, Klasifikasi Biaya dan Pembebanan Biaya
a. Konsep Biaya
(Akbar, 2011) Biaya (cost) dapat digolongkan menjadi dua bagian,
yaitu: aktiva atau aset dan beban atau expense. Biaya akan dicatat
sebagai aktiva atau aset apabila memberikan manfaat lebih dari satu
periode akuntansi. Sedangkan biaya akan dikategorikan sebagai beban
atau expense jika memberikan manfaat pada periode akuntansi berjalan.
(Hansen dan Mowen, 2006:40) Mendefinisikan Biaya adalah kas
atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang
atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang
bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber nonkas
dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Sebagai contoh,
menukar peralatan dengan bahan yang digunakan untuk produksi.
Dalam usaha menghasilkan manfaat saat ini dan di masa depan,
manajemen suatu organisasi harus melakukan berbagai usaha untuk
meminimumkan biaya yang dibutuhkan dalam mencapai keuntungan
tertentu. Mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai manfaat
tertentu memiliki arti bahwa perusahaan menjadi lebih efisien. Biaya
tidak harus ditekan, tetapi juga harus dikelola secara strategis.
Biaya dalam arti luas menurut (Mulyadi, 2009:8) merupakan
pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan mata uang,
14
yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
Menurut (Abdul Halim, 2010:4), Biaya merupakan pengeluaran yang
sudah terjadi (expired) yang digunakan dalam memproses produk yang
dihasilkan. Sedangkan menurut (Simamora, 2002:40) Biaya (cost)
adalah kas atau setara dengan kas yang dikorbankan (dibayarkan) untuk
barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat (pendapatan)
pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi. Berdasarkan
pengertian para ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa biaya
merupakan pengeluaran dari aktiva yang dikeluarkan untuk
memberikan manfaat pada suatu organisasi. Manfaat yang dimaksud
adalah pendapatan yang diperoleh perusahaan, atau bisa dikatakan
sebagai laba bersih.
b. Klasifikasi Biaya
Klasifikasi biaya sangat diperlukan untuk mengembangkan data
biaya yang dapat membantu pihak manajemen dalam mencapai
tujuannya. Untuk tujuan perhitungan biaya produk dan jasa, biaya dapat
diklasifikasikan menurut tujuan khusus atau fungsi-fungsi. Menurut
(Hansen dan Mowen, 2006:50), biaya dikelompokkan ke dalam dua
kategori fungsional utama, antara lain:
1) Biaya Produksi
Biaya Produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan
barang dan penyediaan jasa. Biaya produksi dapat diklasifikasikan
lebih lanjut sebagai:
15
a) Bahan Baku Langsung
Bahan baku langsung adalah bahan yang dapat di telusuri ke
barang atau jasa yang sedang diproduksi. Biaya bahan langsung
ini dapat dibebankan ke produk karena pengamatan fisik dapat
digunakan untuk mengukur kuantitas yang dikonsumsi oleh setiap
produk. Bahan yang menjadi bagian produk berwujud atau bahan
yang digunakan dalam penyediaan jasa pada umumnya
diklasifikasikan sebagai bahan langsung.
b) Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat
ditelusuri pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Seperti
halnya bahan langsung, pengamatan fisik dapat digunakan dalam
mengukur kuantitas karyawan yang digunakan dalam
memproduksi suatu produk dan jasa. Karyawan yang mengubah
bahan baku menjadi produk atau menyediakan jasa kepada
pelanggan diklasifikasikan sebagai tenaga kerja langsung.
c) Overhead
Semua biaya produksi selain bahan langsung dan tenaga kerja
langsung dikelompokkan ke dalam kategori biaya overhead.
Kategori biaya overhead memuat berbagai item yang luas.
Banyak input selain dari bahan langsung dan tenaga kerja
langsung diperlukan untuk membuat produk. Bahan langsung
16
yang merupakan bagian yang tidak signifikan dari produk jadi
umumnya dimasukkan dalam kategori overhead sebagai jenis
khusus dari bahan tidak langsung. Hal ini dibenarkan atas dasar
biaya dan kepraktisan. Biaya penelusuran menjadi lebih besar
dibandingkan dengan manfaat dari peningkatan keakuratan. Biaya
lembur tenaga kerja langsung biasanya dibebankan ke overhead.
Dasar pemikirannya adalah bahwa tidak semua operasi produksi
tertentu secara khusus dapat diidentifikasi sebagai penyebab
lembur. Oleh sebab itu, biaya lembur adalah hal yang umum bagi
semua operasi produksi, dan merupakan biaya manufaktur tidak
langsung.
2) Biaya Nonproduksi
Biaya nonproduksi adalah biaya yang berkaitan dengan fungsi
perancangan, pengembangan, pemasaran, distribusi, layanan
pelanggan, dan administrasi umum. Terdapat dua kategori biaya
nonproduksi yang lazim, antara lain:
a) Biaya Penjualan atau Pemasaran
Biaya penjualan atau pemasaran adalah biaya yang diperlukan
untuk memasarkan, mendistribusikan, dan melayani produk atau
jasa.
b) Biaya administrasi
Biaya administrasi merupakan seluruh biaya yang berkaitan
dengan penelitian, pengembangan, dan administrasi umum pada
organisasi yang tidak dapat dibebankan ke pemasaran ataupun
17
produksi. Administrasi umum bertanggung jawab dalam memastikan
bahwa berbagai aktivitas organisasi terintegrasi secara tepat
sehingga misi perusahaan secara keseluruhan dapat terealisasi.
Dalam perusahaan jasa tidak ada persediaan produk (jasa), dan
semua biaya yang terjadi berhubungan dengan periode waktu dimana
biaya tersebut dipakai. Oleh karena itu, biaya produk (jasa), dan semua
biaya yang terjadi berhubungan dengan periode waktu dimana biaya
tersebut dipakai. Menurut (Simamora, 2002:50-51), Biaya produk (jasa)
dibagi menjadi dua, yaitu: “1) Biaya Langsung (direct cost) adalah
biaya yang dapat ditelusuri secara fisik ke produk atau jasa tertentu.
Biaya langsung merupakan biaya penyediaan produk (jasa) yang dapat
dijual kepada seorang pelanggan; 2) Biaya tidak langsung (indirect
cost) adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri ke produk atau jasa,
seperti asuransi atau sewa kantor. Biaya tidak langsung biasanya
dikurangkan dari pendapatan dalam periode di mana biaya dipakai.”
c. Pembebanan Biaya
Pembebanan biaya secara akurat pada objek biaya sangatlah penting.
Menurut (Hansen & Mowen, 2006:42), “Keakuratan adalah suatu
konsep relatif, dan harus dilakukan dengan wajar serta logis terhadap
penggunaan metode pembebanan biaya. Tujuannya adalah untuk
mengukur dan membebankan biaya terhadap sumber daya yang
dikonsumsi oleh objek biaya”. (Hansen & Mowen, 2006:41)
mengemukakan Objek biaya adalah setiap item seperti produk,
18
pelanggan, departemen, proyek, aktivitas dan sebagainya, dimana biaya
diukur dan dibebankan. Hubungan antara biaya dan objek biaya dapat
dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan keakuratan pembebanan
biaya. Untuk membantu meningkatkan keakuratan pembebanan biaya
dapat dilakukan dengan cara menggali dari hubungan antara biaya dan
objek biayanya.
Biaya secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan objek
biaya, sebagai contoh biaya langsung adalah biaya yang dengan mudah
dan akurat dilacak sebagai objek biaya, sedangkan biaya tidak langsung
adalah biaya yang tidak dapat dengan mudah dan akurat dilacak sebagai
objek biaya. Pembebanan biaya dapat “Ditelusuri dengan mudah”
berarti biaya dapat dibebankan dengan cara yang layak secara ekonomi
dan “dilacak dengan akurat” berarti biaya dapat dibebankan dengan
menggunakan hubungan sebab akibat. Semakin besar biaya yang dapat
ditelusuri ke objeknya, semakin akurat pembebanan biayanya.
3. Harga Pokok Produksi
Menurut (Sunarto, 2003:3) pengertian harga pokok adalah nilai
pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa yang diukur dengan nilai
mata uang. Menurut (Bambang Hariadi, 2002:66-67), harga pokok per unit
adalah informasi yang sangat berharga bagi produsen karena informasi
tersebut merupakan dasar untuk menilai persediaan, harga pokok
penjualan, perhitungan laba dan sejumlah keputusan penting lainnya.
19
Beberapa akademisi menyebutkan pengertian Harga Pokok Produksi
yang berbeda-beda. Menurut (Mulyadi, 2009:17) “Harga Pokok Produksi
adalah biaya – biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku
menjadi sebuah produk”. Adapun menurut (Charles T. Horngren, Srikant
M. Datar, dan George Foster, 2006:45) “Harga Pokok Produksi (cost of
goods manufactured) adalah biaya barang yang dibeli untuk diproses
sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan”.
Selain itu, (Ray H. Garrison, Eric W. Noreen, dan Peter C. Brewer,
2006:60) menyebutkan “Harga Pokok Produksi berupa biaya produksi
yang berkaitan dengan barang-barang yang diselesaikan dalam satu
periode.”
Berdasarkan beberapa pendapat akademisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa Harga Pokok Produksi adalah semua biaya produksi yang
digunakan untuk memproses suatu bahan baku hingga menjadi barang jadi
dalam suatu periode waktu tertentu. Penentuan Harga Pokok Produksi
digunakan untuk perhitungan laba atau rugi perusahaan yang akan
dilaporkan kepada pihak eksternal perusahaan. Selain itu, Harga Pokok
Produksi memiliki peranan dalam pengambilan keputusan perusahaan
untuk beberapa hal seperti menerima atau menolak pesanan, membuat atau
membeli bahan baku, dan lain-lain. Informasi mengenai Harga Pokok
Produksi menjadi dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan
harga jual produk yang bersangkutan. Oleh sebab itu, biaya-biaya yang
20
dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu barang jadi dapat
diperhitungkan untuk menentukan harga jual yang tepat.
4. Sistem Tradisional
a. Pengertian Sistem Tradisional
Beberapa akademisi menyebutkan beberapa konsep Sistem
Tradisional yang berbeda-beda. (Hansen & Mowen, 2000:57)
menyatakan Sistem Tradisional adalah sistem akuntansi biaya yang
mengasumsikan bahwa semua diklasifikasikan sebagai tetap atau
variabel berkaitan dengan perubahan unit atau volume produk yang
diproduksi. Adapun (Edward J. Blocher, Kung H. Chen, dan Thomas
W. Lin, 2000:117) menyebutkan Sistem Tradisional adalah sistem
penentuan Harga Pokok Produksi dengan mengukur sumber daya yang
dikonsumsi dalam proporsi yang sesuai dengan jumlah produk yang
dihasilkan. Selain itu, (Abdul Halim, 1999:461) mengemukakan bahwa
Sistem Tradisional adalah pengukuran alokasi Biaya Overhead Pabrik
yang menggunakan dasar yang berkaitan dengan volume produksi.
Dari beberapa pendapat akademisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
Sistem Tradisional adalah sistem penentuan Harga Pokok Produksi
yang menggunakan dasar pembebanan biaya sesuai dengan perubahan
unit atau volume produk yang diproduksi. Sistem Tradisional didesain
pada waktu teknologi manual digunakan untuk pencatatan transaksi
keuangan.
21
Sistem Tradisional hanya membebankan biaya pada produk sebesar
biaya produksinya. Biaya pemasaran serta administrasi dan umum tidak
diperhitungkan ke dalam kos produk, namun diperlakukan sebagai
biaya usaha dan dikurangkan langsung dari laba bruto untuk
menghitung laba bersih usaha. Oleh karena itu, dalam Sistem
Tradisional biaya produknya terdiri dari tiga elemen yaitu: a) Biaya
Bahan Baku (BBB); b) Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL); c)
Biaya Overhead Pabrik (BOP).
Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung merupakan
biaya langsung sehingga tidak menimbulkan masalah pembebanan pada
produk. Pembebanan Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja
Langsung dapat dilakukan secara akurat dengan menggunakan
pelacakan langsung atau pelacakan driver. Namun, pelacakan Biaya
Overhead Pabrik menimbulkan masalah karena Biaya Overhead Pabrik
tidak dapat diobservasi secara fisik. Oleh karena itu, pembebanan Biaya
Overhead Pabrik harus berdasarkan pada penelusuran driver dan
alokasi.
Dalam Sistem Tradisional hanya menggunakan driver aktivitas
berlevel unit untuk membebankan Biaya Overhead Pabrik pada produk.
Driver aktivitas berlevel unit adalah faktor-faktor yang menyebabkan
perubahan biaya sesuai dengan perubahan unit produk yang diproduksi.
Contoh driver berlevel unit misalnya jumlah unit produk yang
22
dihasilkan, jam kerja langsung, jam mesin, persentase dari Biaya Bahan
Baku, persentase dari Biaya Tenaga Kerja Langsung.
Penggunaan driver biaya berlevel unit untuk membebankan Biaya
Overhead Pabrik pada produk menggunakan asumsi bahwa overhead
yang dikonsumsi oleh produk mempunyai korelasi yang sangat tinggi
dengan jumlah unit produk yang diproduksi. Sistem Tradisional akan
menimbulkan distorsi biaya yang besar. Distorsi tersebut dalam bentuk
pembebanan biaya yang terlalu tinggi (cost overstated atau cost
overrun) untuk produk bervolume banyak dan pembebanan biaya yang
terlalu rendah (cost understated atau cost underrun) untuk produk yang
bervolume sedikit.
Tujuan kalkulasi biaya produk pada Sistem Tradisional secara
khusus dicapai melalui pembebanan biaya produk ke persediaan dan
harga pokok penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan eksternal.
Definisi biaya produk yang lebih komprehensif, seperti rantai nilai dan
definisi biaya operasi tidak tersedia bagi keperluan manajemen. Namun,
Sistem Tradisional sering menyediakan varian yang berguna bagi
definisi biaya utama tradisional (biaya utama dan biaya manufaktur
variabel per unit dapat dilaporkan).
b. Kelemahan Sistem Tradisional
(Supriyono, 2002:74-77) bahwa dengan berkembangnya dunia
teknologi, sistem biaya tradisional mulai dirasakan tidak mampu
menghasilkan produk yang akurat lagi. Hal ini disebabkan karena
23
lingkungan global menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak dapat
dijawab sistem akuntansi biaya tradisional, antara lain:
1. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan
penentuan harga pokok produk yang dijual. Akibatnya sistem ini
hanya menyediakan informasi yang relatif sangat sedikit untuk
mencapai keunggulan dalam persaingan global.
2. Sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu
memusatkan pada distribusi dan alokasi biaya overhead daripada
berusaha keras untuk mengurangi pemborosan dengan
menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah.
3. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat
biaya karena seringkali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh
faktor tunggal misalnya volume produk atau jam kerja langsung.
4. Sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan informasi biaya
yang terdistorsi sehingga mengakibatkan pembuatan keputusan yang
menimbulkan konflik dengan keunggulan perusahaan.
5. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung
dan tidak langsung serta biaya tetap dan variabel hanya berdasarkan
faktor penyebab tunggal misalnya volume produk, padahal dalam
lingkungan teknologi maju cara penggolongan tersebut menjadi
kabur karena biaya dipengaruhi oleh berbagai macam aktivitas.
24
6. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan suatu perusahaan
kedalam pusat-pusat pertanggung jawaban yang kaku dan terlalu
menekankan kinerja jangka pendek.
c. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional
Sistem Tradisional biaya produknya terdiri dari tiga elemen yaitu
Biaya Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja Langsung, Biaya Overhead
Pabrik. Sistem Tradisional hanya menggunakan driver aktivitas berlevel
unit untuk membuat perhitungan Harga Pokok Produksi. Sistem
Tradisional tidak mencerminkan penyebab terjadinya biaya. Cost driver
yang digunakan dalam Sistem Tradisional sebagai dasar pembebanan
dapat berupa jam kerja langsung, jam mesin, jam inspeksi dan
sebagainya.
(Ratna, 2011) Pada Sistem Tradisional mengalokasikan Biaya
Overhead Pabrik ditempuh dengan dua tahap. Pertama, Biaya
Overhead Pabrik dibebankan ke unit organisasi (pabrik atau
departemen). Kedua, Biaya Overhead Pabrik dibebankan ke masing-
masing produk. Elemen – elemen biaya dialokasikan secara
proporsional dengan suatu pembanding yang sesuai. Elemen-elemen
biaya dialokasikan secara langsung sesuai dengan perhitungannya.
Elemen-elemen biaya tersebut dijumlahkan untuk memperoleh nilai
Harga Pokok Produksi.
GAMBAR 2.1
PEMBEBANAN BIAYA SISTEM TRADISIONAL
Sumber Daya
25
Sumber: Hansen & Mowen, 2006:56
5. Activity Based Costing (ABC) System
a. Pengertian Activity Based Costing (ABC) System
Metode ABC memperbaiki keakuratan perhitungan harga pokok
produk dengan mengakui bahwa banyak dari biaya overhead tetap
bervariasi dalam proporsi untuk berubah selain berdasarkan volume
produksi. Dengan memahami apa yang menyebabkan biaya-biaya
tersebut meningkat dan menurun, biaya tersebut dapat ditelusuri
kemasing-masing produk. Hubungan sebab akibat ini memungkinkan
manajer untuk memperbaiki ketepatan kalkulasi biaya produk yang
dapat secara signifikan memperbaiki pengambilan keputusan (Hansen
dan Mowen, 2006:165).
Pengertian Activity-Based Costing System menurut (William K.
Carter dan Milton F. Usry, 2006:496) sebagai berikut: “Perhitungan
biaya berdasar aktivitas (Activity-Based Costing) didefinisikan sebagai
suatu sistem perhitungan biaya dimana tempat penampungan biaya
overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan
dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan
dengan volume (non-volume-related factor)”.
Fungsi Analisis Kinerja
Analisis Efisiensi
Produk
26
Adapun pengertian Activity-Based Costing System menurut (Ray H.
Garrison, Eric W. Noreen, dan Peter C. Brewer, 2006:440) sebagai
berikut: “Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (Activity Based
Costing) adalah metode perhitungan biaya (costing) yang dirancang
untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan
strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi
kapasitas dan juga biaya tetap”. Pengertian Activity-Based Costing
System yang lain juga dikemukakan oleh (Mulyadi, 2007:53) sebagai
berikut: “Activity-Based Cost System (ABC System) adalah sistem
informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi
personal dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang
melalui pengelolaan aktivitas”. Menurut (Blocher, 2008: 222), ABC
adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber
daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan
aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut.
b. Konsep Dasar Activity Based Costing System
(Mulyadi, 2007: 52) mengungkapkan dua falsafah yang melandasi
Activity-Based Costing System yaitu:
1) Cost is caused
Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas.
Pemahaman tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya
biaya akan menempatkan personel perusahaan pada posisi dapat
mempengaruhi biaya. Activity-Based Costing System berawal dari
27
keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan kemampuan
untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan
timbulnya biaya yang harus dialokasikan.
2) The causes of cost can be managed
Penyebab terjadinya biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola.
Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab
terjadinya biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya.
Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi
tentang aktivitas.
Fokus utama Activity Based Costing adalah aktivitas.
Mengidentifikasi biaya aktivitas dan kemudian ke produk merupakan
langkah dalam menyusun Activity Based Costing system (Hansen &
Mowen, 2006:153). Activity Based Costing mengakui hubungan sebab
akibat atau hubungan langsung antara biaya sumber daya, penggerak
biaya, aktivitas, dan objek biaya.
GAMBAR 2.2
PEMBEBANAN BIAYA ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM
Sumber: Hansen & Mowen, 2006:56
Sumber Daya
Aktivitas Analisis Kinerja
Analisis Penggerak
Produk & Pelanggan
28
Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan
penerapan metode ABC, yaitu (Supriyono, 2002: 247):
1. Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang
signifikan dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya overhead
yang dipengaruhi hanya oleh volume produksi dari keseluruhan
overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biaya tradisionalpun
informasi biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan
sisitem ABC kehilangan relevansinya. Artinya Activity Based
Costing akan lebih baik diterapkan pada perusahaan yang biaya
overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi saja.
2. Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan
non unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu
artinya semua biaya overhead yang terjadi bisa diterangkan dengan
satu pemicu biaya. Pada kondisi ini penggunaan sistem ABC justru
tidak tepat karena sistem ABC hanya dibebankan ke produk dengan
menggunakan pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakai
banyak cost driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya
sama, maka system akuntansi biaya tradisional atau system ABC
membebankan biaya overhead dalam jumlah yang sama. Jadi
perusahaan yang produksinya homogen (diversifikasi paling rendah)
mungkin masih dapat menggunakan sistem tradisional tanpa ada
masalah.
29
c. Tahapan Dalam Menerapkan Activity Based Costing System (Sistem
ABC)
(Riadi, 2012) Sebelum sampai pada prosedur pembebanan dua tahap
dalam Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:
1. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost
Driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-
biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama
tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitas-
aktivitas selanjutnya. Landasan penting untuk menghitung biaya
berdasarkan aktivitas adalah dengan mengidentifikasi pemicu biaya
atau cost driver untuk setiap aktivitas. Pemahaman yang tidak tepat
atas pemicu akan mengakibatkan ketidaktepatan pada
pengklasifikasian biaya, sehingga menimbulkan dampak bagi
manajemen dalam mengambil keputusan.
2. Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang
dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan cara membagi
jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah
keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
3. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari overhead
yang variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya
saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok biaya yang homogen,
aktivitas - aktivitas overhead secara logis harus berhubungan dan
mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.
30
Berikut ini merupakan prosedur – prosedur yang perlu dilakukan
dalam penerapan Activity Based Costing (Simamora, 2002:297-306):
1) Prosedur Tahap Pertama
Pada tahap pertama penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas
meliputi empat langkah sebagai berikut:
a) Penggolongan berbagai aktivitas
Langkah pertama dalam prosedur tahap pertama ABC adalah
penggolongan berbagai aktivitas. Berbagai aktivitas
diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai
suatu interpretasi fisik yang mudah dan jelas serta cocok dengan
segmen-segmen proses produksi yang dapat dikelola untuk
menghasilkan produk atau jasa. Pada proses ini aktivitas yang
luas dikelompokkan ke dalam empat kategori aktivitas, yaitu:
Aktivitas-aktivitas berlevel unit (unit level activities)
Aktivitas yang dilakukan setiap satu kali unit produk
diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh
jumlah unit produk yang diproduksi. untuk masing-masing
output yang diproduksi. Biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, jam mesin, dan jam listrik adalah contoh biaya yang
termasuk dalam golongan ini.
Aktivitas-aktivitas berlevel batch (batch level activities)
31
Aktivitas yang dilakukan setiap kali suatu batch produk
diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh
jumlah batch produk yang diproduksi. Sebagai contoh,
aktivitas setup, aktivitas penjadualan produksi, aktivitas
pengelolaan bahan, aktivitas inspeksi dan sebagainya.
Aktivitas-aktivitas berlevel produk (product level activities)
Aktivitas yang dilakukan untuk mendukung berbagai
produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini
menggunakan masukan (input) yang bertujuan untuk
mengembangkan dan atau memproduksi produk untuk dijual.
Biaya dari aktivitas jenis ini cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah produk yang berbeda.
Aktivitas-aktivitas berlevel fasilitas (facility level activities)
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan
proses produksi secara keseluruhan. Aktivitas ini tidak
berhubungan dengan volume atau bauran produk yang
diproduksi dan dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai
jenis produk yang berbeda. Aktivitas ini memberikan
keuntungan bagi organisasi sampai tingkat tertentu, akan tetapi
tidak memberikan keuntungan untuk satu spesifik produk.
b) Menghubungkan biaya dengan aktivitas
32
Setelah menggolongkan berbagai aktivitas, maka langkah
kedua adalah menghubungkan berbagai biaya dengan setiap
aktivitas.
c) Penentuan kelompok-kelompok biaya (cost pools) yang homogen
Langkah ketiga adalah penentuan kelompok-kelompok biaya
yang homogen yang ditentukan. Kelompok biaya homogen
(homogenous cost pool) adalah sekumpulan biaya overhead yang
terhubungkan secara logis dengan tugas-tugas yang dilaksanakan
dan berbagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh cost
driver tunggal. Dengan kata lain suatu kelompok biaya dapat
dikatakan homogen apabila aktivitas-aktivitas overhead dapat
dihubungkan secara logis dan mempunyai rasio konsumsi yang
sama untuk semua produk. Rasio konsumsi yang sama
menunjukkan eksistensi dari sebuah cost driver. Cost driver yang
dipilih harus mudah dipahami berhubungan langsung dengan
aktivitas yang dikerjakan dan memadai untuk ukuran kinerja.
d) Penentuan tarif kelompok (pool rate)
Jika kelompok - kelompok biaya yang homogen telah
ditentukan, maka langkah terakhir adalah penetuan tarif
kelompok. Tarif kelompok (pool rates) adalah tarif biaya
overhead per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok
33
aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya
overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar
pengukuran aktivitas kelompok tersebut.
2) Prosedur Tahap Kedua
Di dalam tahap yang kedua, biaya-biaya dari setiap overhead
pool ditelusuri kembali ke hasil produksi. Ini dilakukan dengan
menggunakan pool rates yang dihitung dalam tahap pertama dan
dengan mengukur jumlah sumber – sumber yang digunakan oleh
setiap hasil produksi. Pengukuran ini hanyalah jumlah dari activity
driver yang digunakan oleh setiap hasil produksi. Dapat dihitung
sebagai berikut:
Overhead yang dibebankan = tarif kelompok x unit-unit cost driver
yang digunakan.
d. Manfaat Penggunaan Activity Based Costing
Menurut (Ahmad, 2005:18), manfaat dari Activity Based Costing
adalah sebagai berikut:
1. Menyajikan biaya produk lebih akurat dan informatif, yang
mengarahkan pengukuran profitabilitas produk lebih akurat terhadap
keputusan stratejik, tentang harga jual, lini produk, pasar, dan
pengeluaran modal.
2. Pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh
aktivitas, sehingga membantu manajemen meningkatkan nilai
produk (product value) dan nilai proses (process value).
34
3. Memudahkan memberikan informasi tentang biaya relevan untuk
pengambilan keputusan.
e. Sistem Activity Based Costing Pada Perusahaan Jasa
Sistem ABC pada mulanya berkembang pada perusahaan manufaktur
yang memiliki teknologi tinggi, yang artinya biaya peralatan jauh lebih
besar dibandingkan dengan biaya tenaga kerja, karena mekanisme
proses produksi dapat dinyatakan secara otomatis (terkomputerisasi).
Sekarang tidak hanya diimplementasikan pada perusahaan manufaktur,
tetapi juga pada perusahaan jasa, misalnya jasa telekomunikasi, rumah
sakit, hotel, transportasi, atau perusahaan dagang dan distribusi.
“Output dalam perusahaan jasa lebih sulit didefinisikan, aktivitas untuk
memenuhi permintaan jasa juga lebih sulit diprediksi, dan biaya
overhead atau biaya tak langsung sulit untuk dibandingkan ke produk
atau output” (Blocher, Chen damn Lin, 2000:138). Perbedaan dasar
antara organisasi jasa dan manufaktur yaitu dalam organisasi
manufaktur kegiatannya cenderung menjadi jenis yang sama dan
dilaksanakan dengan cara serupa, dan hal tersebut tidak terjadi dalam
perusahaan jasa.
“Perbedaan dasar lainnya antara organisasi jasa dan produksi adalah
pendefinisian keluaran. Untuk perusahaan produksi, keluaran mudah
ditentukan (produk-produk nyata yang diproduksi), tetapi untuk
organisasi jasa, pendefinisian keluaran lebih sulit. Keluaran untuk
organisasi jasa kurang nyata” (Hansen dan Mowen, 2000:326).
35
Berdasarkan karakteristik tersebut , maka ABC System merupakan
sistem yang tepat untuk diterapkan dalam perusahaan jasa. Selain itu,
keragaman produk jasa juga menjadi salah satu alasan bahwa ABC
System dapat diterapkan karena mengidentifikasi secara teliti aktivitas
yang terjadi sehingga memberikan informasi biaya yang akurat.
Penerapan ABC System dalam perusahaan jasa sama halnya dengan
perusahaan manufaktur. Pada dasarnya ABC System dimulai dengan
mengidentifikasi aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya. Pada
perusahaan jasa terdapat berbagai macam aktivitas yang dilakukan.
Aktivitas-aktivitas ini semuanya mengkonsumsi sumber daya. Setelah
diidentifikasi aktivitas, maka dilakukan pengidentifikaian cost driver
selanjutnya melakukan kalkulasi per unit cost driver, kemudian
membebankannya pada produk jasa bersangkutan.
B. Difinisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014:39). Variabel
dependen pada penelitian ini adalah Tarif kamar.
36
Menurut (Mulyadi, 1993:351), penentuan tarif atau harga jual suatu
produk atau jasa dengan menggunakan metode Cost Plus Pricing yaitu
penentuan tarif jasa dengan cara menambahkan laba yang diharapkan
diatas biaya penuh masa yang akan datang untuk memproduksi dan
memasarkan produk atau jasa.
2. Variabel Independen
Variabel independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(Sugiyono, 2014:39). Penelitian ini menggunakan variabel Activity Based
Costing System sebagai variabel independen.
Menurut (Mulyadi, 2007:53), Activity-Based Cost System (ABC System)
adalah sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk
memotivasi personal dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka
panjang melalui pengelolaan aktivitas.
C. Hasil Penelitian Sebelumnya
Berikut ini merupakan hasil penelitian terdahulu yang melakukan
penelitian terkait dengan penerapan metode Activity Based Costing System:
1. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Yulianti, 2011) dengan judul
“Penerapan Activity Based Costing System Sebagai Dasar Penetapan Tarif
Jasa Rawat Inap (Studi Kasus Pada RSUD.H.A.Sulthan Daeng Radja)”,
menunjukkan bahwa hasil perhitungan tarif rawat inap dengan
menggunakan Activity Based Costing system, apabila dibandingkan dengan
37
tarif rawat inap yang digunakan oleh rumah sakit adanya kondisi
overcosted dan undercosted pada masing-masing jenis kelas yang
disebabkan adanya perbedaan dalam pembebanan Biaya Overhead Pabrik.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti dengan penelitian yang
dilakukan peneliti saat ini adalah bahwa dalam penelitian yang dilakukan
oleh Yulianti menggunakan perusahaan jasa di bidang kesehatan,
sedangkan dalam penelitian yang dilakukan sekarang menggunakan
perusahaan jasa di bidang pariwisata yaitu jasa penginapan hotel.
2. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Ratna, 2011) dengan judul
“Penerapan Activity-Based Costing System Untuk Menentukan Harga
Pokok Produksi Pada PT. Industri Sandang Nusantara Unit Patal Secang”,
dalam penelitiannya menunjukkan adanya kondisi overcosted dan
undercosted pada masing-masing jenis produk. Perbedaan yang terjadi
disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing
produk. Pada metode tradisional biaya overhead pada masing-masing
produk hanya dibebankan pada satu cost driver saja yaitu jumlah unit
produksi. Pada Activity-Based Costing System biaya overhead pada
masing-masing produk dibebankan pada beberapa cost driver sehingga
Activity-Based Costing System mampu mengalokasikan biaya aktivitas ke
setiap produk secara tepat berdasar konsumsi masing-masing aktivitas.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ratna dengan penelitian yang
dilakukan peneliti saat ini adalah bahwa dalam penelitian yang dilakukan
oleh Ratna menggunakan perusahaan manufaktur, sedangkan dalam
38
penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan perusahaan yang
bergerak dibidang jasa.
3. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Septya dkk., 2014) dengan judul
“Penerapan Activity Based Costing System Sebagai Dasar Menentukan
Harga Pokok Kamar Hotel (Studi Kasus Pada Hotel Pelangi Malang
Periode 2012)”, menunjukkan bahwa dari perhitungan harga pokok kamar
hotel dengan menggunakan activity based costing, apabila dibandingkan
dengan harga pokok kamar yang digunakan oleh hotel juga menimbulkan
kondisi adanya overcosted dan undercosted pada masing-masing jenis
kamar, hal ini disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada
masing-masing produk. Pada activity based costing, biaya overhead pada
masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga
dalam activity based costing, telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas
kesetiap kamar secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing
aktivitas. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Septya, dengan
penelitian yang dilakukan peneliti saat ini adalah bahwa dalam penelitian
yang dilakukan oleh Septya hanya sampai pada penentuan harga pokok
kamar hotel, sedangkan penelitian sekarang penerapan activity based
costing digunakan sebagai penentuan harga kamar hotel.
D. Kerangka Konseptual
Harga Pokok Produksi merupakan seluruh biaya produksi yang digunakan
untuk memproses suatu barang atau jasa hingga selesai dalam suatu periode
waktu tertentu. Harga Pokok Produksi dapat dihitung dengan menggunakan
39
Sistem Tradisional dan Activity-Based Costing System. Dalam penelitian ini
perhitungan Harga Pokok Produksi dilakukan dengan menggunakan Activity-
Based Costing System. Penentuan Harga Pokok Produksi berdasar Activity-
Based Costing System terdiri dari dua tahap yaitu prosedur tahap pertama dan
prosedur tahap kedua.
Prosedur tahap pertama terdiri dari empat langkah yaitu: mengidentifikasi
dan menggolongkan aktivitas ke dalam empat level aktivitas,
menghubungkan biaya dengan berbagai aktivitas, menentukan kelompok -
kelompok biaya yang homogen (Homogeneous Cost Pool), menentukan tarif
kelompok (Pool Rate). Tahap kedua untuk menentukan Harga Pokok
Produksi yaitu biaya untuk setiap kelompok Biaya Overhead Pabrik dilacak
ke berbagai jenis produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif
kelompok yang dikonsumsi oleh setiap produk.
Ukuran ini merupakan penyederhanaan dari kuantitas Cost Driver yang
digunakan oleh setiap produk. Dalam penelitian ini diperoleh dua perhitungan
Harga Pokok Produksi. Kemudian membandingkan kedua perhitungan
tersebut dan mengambil kesimpulan berdasarkan hasil perbandingan tersebut.
Meskipun Activity-Based Costing System bukan satu-satunya cara untuk
menentukan Harga Pokok Produksi tetapi Activity-Based Costing System
memberikan kepastian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan
Harga Pokok Produksi berdasar Sistem Tradisional.
40
Berdasarkan tinjauan pustaka serta mengacu terhadap penelitian-penelitian
terdahulu yang masih relevan maka dapat ditarik sebuah kerangka pemikiran
teoritis yang dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini:
GAMBAR 2.3
KERANGKA KONSEPTUAL
Pembebanan Biaya Pokok Produksi
Penetuan Harga Pokok Kamar Hotel dengan Sistem Tradisional
Penentuan Harga Pokok Kamar Hotel dengan Sistem ABC
Penetuan Harga Kamar Hotel Penentuan Harga Kamar Hotel
Dibandingkan
Efektifitas dan Efisiensi Harga Kamar Hotel
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Data
1. Jenis Data Berdasarkan Sumbernya
Sumber data yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah data
primer. Menurut (Sugiyono, 2014:137) data primer merupakan sumber
data yang langsung memberikan datanya kepada pengumpul data. Data
yang diberikan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
2. Jenis Data Berdasarkan Sifatnya
Adapun jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah:
1) Data Kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari dalam perusahaan yang
bukan dalam bentuk angka-angka tetapi dalam bentuk lisan maupun
tertulis seperti gambaran umum perusahaan, prosedur-prosedur
perusahaan, dan pembagian tugas masing-masing departemen dalam
perusahaan.
2) Data Kuantitatif, yaitu data atau informasi yang diperoleh dari
perusahaan dalam bentuk angka-angka, seperti laporan jumlah
pelanggan, laporan biaya-biaya yang terkait, dan lain-lain.
41
42
B. Prosedur Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan bahan-bahan
kepustakaan, dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan penulisan
proposal ini.
2. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan
dengan teknik:
a. Observasi, yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan mengadakan
pengamatan secara langsung dalam perusahaan untuk mendapatkan
data-data yang berhubungan dengan pembahasan penelitian yang
dilakukan.
b. Wawancara. Metode ini akan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
kepada pihak Hotel mengenai gambaran umum perusahaan, biaya yang
dikeluarkan selama satu tahun, dan metode yang digunakan dalam
penentuan harga sewa kamar hotel.
3. Dokumentasi/dokumenter. Metode ini untuk memperoleh data tertulis dari
hotel yang terkait dengan penelitian ini meliputi data biaya kamar hotel,
jumlah pelanggan, lama hari penginapan, jumlah dan luas kamar hotel,
data tarif kamar.
C. Teknik Analisis
43
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis komparatif. Menurut
(Nazir, 2005: 58) Penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif
yang ingin mencari jawaban sebab – akibat, dengan menganalisis faktor –
faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu. Atau
dengan kata lain, penelitian komparatif merupakan jenis penelitian yang
digunakan untuk membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu
variabel tertentu.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan analisis tarif sewa kamar hotel saat ini.
2. Menetapkan metode biaya berdasarkan Activity Based Costing dengan
langkah - langkah sebagai berikut:
a. Prosedur Tahap Pertama
Pada tahap pertama penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas
meliputi empat langkah sebagai berikut:
1) Penggolongan berbagai aktivitas
Pada proses ini aktivitas yang luas dikelompokkan ke dalam
empat kategori aktivitas, yaitu: Aktivitas-aktivitas berlevel unit (unit
level activities); Aktivitas-aktivitas berlevel batch (batch level
activities); Aktivitas-aktivitas berlevel produk (product level
activities); Aktivitas-aktivitas berlevel fasilitas (facility level
activities).
2) Menghubungkan biaya dengan aktivitas
44
Setelah menggolongkan berbagai aktivitas, maka langkah kedua
adalah menghubungkan berbagai biaya dengan setiap aktivitas.
3) Penentuan kelompok-kelompok biaya (cost pools) yang homogen
4) Penentuan tarif kelompok (pool rate)
Jika kelompok - kelompok biaya yang homogen telah ditentukan,
maka langkah terakhir adalah penetuan tarif kelompok. Tarif
kelompok dihitung dengan rumus:
Total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu
Dasar pengukuran aktivitas kelompok tersebut.
b. Prosedur Tahap Kedua
Di dalam tahap yang kedua, biaya-biaya dari setiap overhead pool
ditelusuri kembali ke hasil produksi. Ini dilakukan dengan
menggunakan pool rates yang dihitung dalam tahap pertama dan
dengan mengukur jumlah sumber – sumber yang digunakan oleh setiap
hasil produksi. Pengukuran ini hanyalah jumlah dari activity driver
yang digunakan oleh setiap hasil produksi. Dapat dihitung sebagai
berikut:
Overhead yang dibebankan = tarif kelompok x unit cost driver
yang digunakan.
3. Dengan melakukan langkah pada point. 2 maka dapat diketahui berapa
harga pokok kamar hotel X, sehingga tarif sewa kamar hotel menggunakan
45
metode Activity Based Costing dapat ditentukan. Tarif jasa berdasarkan
Cost Plus Pricing dihitung dengan rumus (Mulyadi, 1993:351):
Tarif per Kamar = Cost Sewa Kamar + Laba yang Diharapkan
4. Membandingkan harga kamar hotel berdasarkan ABC dengan realisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Kamaruddin. 2005. Akuntansi Manajemen (Dasar-dasar Konsep Biaya dan Pengambilan Keputusan). Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Blocher, Edward J., Kung H. Chen, dan Thomas W. Lin. 2000. Manajemen Biaya dengan Tekanan Stratejik. Jakarta: Salemba Empat.
Blocher, Edward J., Kung H. Chen, Gary Cokins and Thomas W. Lin. 2008. Manajemen Biaya: Penekanan Strategis. Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.
Carter, William K. dan Milton F. Usry. 2006. Cost Accounting. Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat.
Garrison, Ray H., Eric W. Noreen, dan Peter C. Brewer. 2006. Akuntansi Manajerial. Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. 1999. Dasar-dasar Akuntansi Biaya, Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE.
Halim, Abdul. 2010. Dasar-dasar Akuntansi Biaya, Edisi Keempat. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen. 2000. Manajemen Biaya. Jakarta: Salemba Empat.
Hansen, Don R., Mowen, Maryanne M. 2006. Management Accounting; Akuntansi Manajemen. Buku 1. Edisi Ketujuh. Jakarta: Salemba Empat.
Hariadi, Bambang. 2002. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Hongren, Charles T., Srikant M. Datar, dan George Foster. (2006). Akuntansi Biaya Pendekatan Manajerial, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Kotler, Philips. 2004. Manajemen Pemasaran Jilid 2. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia.
Muh. Akbar. 2011. Skripsi: Analisis Penerapan Metode Activity Based Costing System Dalam Penentuan Harga Pokok Kamar Hotel Pada Hotel Coklat Makassar. Makasar: Universitas Hasanuddin.
Mulyadi. 1993. Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Edisi 2. Yogyakarta: STIE YKPN.
Mulyadi. 2007. Activity-Based Cost System. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
46
47
Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya. Edisi ke – 5 cetakan kesembilan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Octavian Surya Pratiwi. 2013. Jurnal: Analisis Penerapan Metode Activity Based Costing Dalam Menentukan Harga Sewa Kamar Hotel (Studi Kasus Pada Hotel Pandanaran Semarang). Semarang: Universitas Dian Nuswantoro.
Ratna Wijayanti. 2011. Skripsi: Penerapan Activity-Based Costing System Untuk Menentukan Harga Pokok Produksi Pada Pt. Industri Sandang Nusantara Unit Patal Secang. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Riadi Budiman. 2012. Jurnal: Implementasi Metode Activity-Based Costing System dalam menentukan Besarnya Tarif Jasa Rawat Inap (Studi Kasus di RS XYZ). Pontianak: Universitas Tanjung Pura.
Septya Dewi Cindrawati, Dkk. 2014. Jurnal: Penerapan Activity Based Costing System Sebagai Dasar Menentukan Harga Pokok Kamar Hotel (Studi Kasus Pada Hotel Pelangi Malang Periode 2012). Malang: Universitas Brawijaya.
Simamora, Hendry. 2002. Akuntansi Manjemen. Edisi ke II. Jakarta: UPP AMP YKPN.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulastiyono, Agus. 2011. Manajemen Penyelenggaraan Hotel. Bandung: Alfabeta.
Sunarto. 2003. Akuntansi Biaya. Edisi Revisi. Yogyakarta: AMUS.
Supriyono, R.A. 1999. Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen Untuk Teknologi Maju dan Globalisasi. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
Supriyono, R.A. 2001. Akuntansi Manajemen 3: Proses Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Supriyono, R.A. 2002. Akuntansi Manajemen, Proses Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: STIE YKPN.
Yulianti. 2011. Skripsi: Penerapan Activity Based Costing System Sebagai Dasar Penetapan Tarif Jasa Rawat Inap (Studi Kasus Pada Rsud. H. A. Sulthan Daeng Radja Bulukumba). Makasar: Universitas Hasanuddin.
Lampiran 1:
Daftar Pertanyaan
Adapun beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dalam mendukung
proses penelitian adalah:
1. Biaya-biaya apa sajakah yang termasuk dalam perhitungan Harga Pokok
Produksi dengan Sistem Tradisional pada Grand Aston Bali Beach Resort &
Spa?
2. Apakah yang digunakan Grand Aston Bali Beach Resort & Spa sebagai dasar
pembebanan Biaya Overhead Pabriknya?
3. Bagaimana perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional pada
Grand Aston Bali Beach Resort & Spa?
4. Berapakah tingkat keuntungan yang diharapkan manajemen dalam menentukan
harga kamar di Grand Aston Bali Beach Resort & Spa?