UPJO

40
Ureteropelvico Junction Obstruction Shereen , 2014 BAB I PENDAHULUAN Ureteropelvic junction obstruction (UPJO) adalah blokade aliran urine dari pelvis renalis menuju ke ureter. Pelvis renalis adalah bagian ginjal yang menampung urin yang dihasilkan oleh ginjal dan ureter adalah sebuah saluran yang mengalirkan urin dari pelvis renalis ke buli-buli. Sumbatan yang ditemukan pada UPJO disebabkan oleh pendangkalan kongenital dari UPJ atau penekanan UPJ oleh pembuluh darah ke ginjal. Penyumbatan dapat berisfat parsial atau komplit dengan berbagai derajat keparahan. Sekitar satu anak dari 1000 kelahiran didiagnosa dengan UPJO. Kepaniteraan Klinik Radiologi Rumah Sakit Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 17 Februari – 15 Maret 20141

Transcript of UPJO

Ureteropelvico Junction Obstruction

Ureteropelvico Junction ObstructionShereen, 2014

BAB IPENDAHULUAN

Ureteropelvic junction obstruction (UPJO) adalah blokade aliran urine dari pelvis renalis menuju ke ureter. Pelvis renalis adalah bagian ginjal yang menampung urin yang dihasilkan oleh ginjal dan ureter adalah sebuah saluran yang mengalirkan urin dari pelvis renalis ke buli-buli. Sumbatan yang ditemukan pada UPJO disebabkan oleh pendangkalan kongenital dari UPJ atau penekanan UPJ oleh pembuluh darah ke ginjal. Penyumbatan dapat berisfat parsial atau komplit dengan berbagai derajat keparahan. Sekitar satu anak dari 1000 kelahiran didiagnosa dengan UPJO.

BAB IIANATOMI DAN FISIOLOGI

I. ANATOMI GINJAL Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Bagian-bagian ginjal antara lain: Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent). Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria

II. FISIOLOGITahap pembentukan urine:1. Filtrasi Glomerular Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

2. Reabsorpsi Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3. SekresiSekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, dapat dimengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

BAB IIIURETEROPELVIC JUNCTION OBSTRUCTION

I. DEFINISIUreteropelvic Junction Obstruction (selanjutnya disingkat UPJO) didefinisikan sebagai obstruksi fungsional atau anatomik pada aliran urin dari pelvis renal ke ureter pada junction anatomisnya, yang jika dibiarkan, akan menimbulkan gejala atau kerusakan pada ginjal. Biasanya bukan disebabkan oleh kegagalan dari rekanlisasi atay terbentuknya katup, melainkan lebih sering karena abnormalitas intrinsik dari kolagen atau otot-otot sekitarnya. UPJO sekunder berupa striktur disebabkan oleh iatrogenik, peradangan, atau tumor (jarang). UPJO total dapat menyebabkan multicystic dysplastic kidney. Perjalanan penyakit alamiah dari UPJO masih belum jelas, namun intervensi terapeutik secara luas didasarkan pada gejala atau disfungsi asimetris yang terbukti dari gambaran radiologis, serta perubahan morfologis dari hidronefrosis.

II. EPIDEMIOLOGIAngka kejadian dari UPJO lebih sedikit pada dewasa dibanding pada anak-anak. Pada kelompok usia pediatric, UPJO merupakan penyebab tersering dari dilatasi traktus urinarius bagian atas. Sekitar 80% dilatasi dari tubulus penampung diidentifikasikan pada periode antenatal oleh ultrasonografi fetus. Jumlah signifikan dari dilatasi ini memerlukan intervensi pada suat masa yang berbeda, di mana beberapa pasien mungkin tidak menimbulkan gejala obstruksi fungsional hingga masa dewasa. Perbandingan angka kejadian antara pria dan wanita adalah 2:1, dan ginjal kiri terkena dua kali lebih sering dibanding ginjal kanan. Walaupun obstruksi UPJ lebih jarang terkena pada pasien dewasa, namun ini bukan merupakan hal yang langka.III. ETIOLOGI1. Obstruksi UPJ yang bersifat kongenital dapat mengakibatkan defek baik anatomis maupun fisiologis di ureter bagian atas. Penyempitan lumen primer dapat disebabkan oleh proses rekanalisasi yang inkomplit intrauterin pada bagian cefal dari ureter yang sedang berkembang. Obstruksi parsial dapat menghasilkan jumlah atau keadaan anomaly pada sel otot polos dinding uireter bagian atas yang menyebabkan disfungsi peristaltic. Pada segmen yang terlibat, lapisan otot polos tersebut dapat mengalami hipertrofi. Pada beberapa keadaan yang jarang, lipatan ureter yang mengandung semua lapisan ureter dapat berlaku sebagai katup yang menyebabkan obstruksi.

Lipatan ureter terlihat di bawah ginjal yang mengalami hidronefrosis. (A) Lipatan ureter proksimal mengobstruksi ureteropelvic junction pada retrograde ureterpyleogram (B) Gambaran sonografi intraluminal menggambarkan pleksus vena yang keluar dari vena gonad, menghasilkan pola lipatan ureter yang menyerupai katup.

2. Stenosis UPJ yang didapat bisa disebabkan dari infeksi traktus urinarius bagian atas, batu, trauma, atau iskema, ayng semuanya menyebabkan fibrosis reaktif dan striktur anular. Fibrosis dapat memburuk atau menjadi proses sekunder pada permukaan obstruksi parsial yang telah ada sebelumnya. Kompresi ekstrinsik sekunder pada fibrosis retroperineum, misalnya, dapat pula memuntir ureter. Proses-proses retroperitoneum dapat pula menyebabkan obstruksi fungsional. Ginjal mengambang di retroperitoneum, dengan jangkar utamanya adalah hilum renalis. Jika ginjal lebih mobile daripada ureter, obstruksi dapat terjadi pada keadaan respirasi atau posisi tertentu; misalnya terjadi obstruksi saat pasien berdiri namun tidak saat posisi supine.

Contoh striktur anularis yang menyebabkan UPJO pada seorang pria usia 40 tahun dengan keluhan kolik renal. (A) Anular pendek pada segmen obstruksi (dengan guide wire) yang diobservasi dengan retrograde ureteropyelogram. (B) Stirktur ureter yang menyerupai anular sangat mirip dengan stirktur uretra biasa, pada pemeriksaan endoskopi. (C) Pengamatan endoskopi mendefinisikan guide wire melewati segmen yang striktur yang tidak diameternya tidak lebih dari 2 mm. (D.E) Terlihat pada endoskopi, insisi postterolateral membuka striktur UPJ. Setelah 3 tahun, pasien ini telah memiliki fungsi ginjal normal, dikonfirmasi pada serial nuclear medicine renal scans3. Rekonstruksi tiga dimensi dari UPJO hilum letak tinggi. Bagian tengah gambar sesuai dengan pemeriksaan sonografi intraluminal, di mana berbentuk silindris. Dari kir ke kanan, terlihat persilangan pembuluh darah besar anterior medial. Sebagai tambahan, sebuah dinding yang terbentuk dari pelvis renal dan ureter proksimal, bertindak sebagai katup. Pasien ini telah melalui endopyelotomi yang tidak berhasil membuka UPJO. Pada penyinaran rotasi ginjal, letak tinggi ini telah diinsisi dari arah posterior, yang difasilitasi oleh funneling di UPJ, sehingga menghilangkan obstruksi.

Insersi abnormal ureter menghasilkan UPJO insersi letak tinggi. Ureter memasuki pelvis renalis pada letak yang tinggi dan seringkali oblique, di mana dapat menyebabkan obstruksi fungsional. Normalnya, ureter masuk pada porsi yang paling bebas dari pelvis renalis. Masih belum jelas apakah hal ini anomali perkembangan primer atau merupakan efek sekunder dari kelainan ureter.Makin hebat hidronefrosis yang terjadi, makin berat obstruksi yang terjadi (insersi ureter bertempat makin tinggi pada pelvis renalis, menyebabkan angulasi akut)

4. Gambaran sonografi intraluminal dari UPJ menjelaskan crossing vessel posterior besar yang berhubungan. Ginjal kontralateral dari pasien ini telah diangkat karena fungsi yang buruk akibat obstruksi UPJ. Pasien ini telah melalui endopyelotomi antegrade di mana dilakukan insisi lateral, menghindari pembuluh darah ini. Pasien ini mengalami kekambuhan obstruksi setiap 1 tahun postoperative, Pada pyelopasti terbuka, vena posterior besar ini dikonfirmasi keberadaannya.

UPJO insersi letak tinggi sangat disarankan untuk manajemen invasive minimal. Dengan menginsisi dinding yang terkomposisi dari ureter paling proksimal dan pelvis renalis, dan UPJ dibawa ke posisi bebas dengan efek corong yang dapat meningkatkan drainase.Crossing vessel yang mengkompresi atau mendistorsi UPJ dapat menjadi penyebab satu-satunya dari obstruksi alkiran utin. Namun seringkali berkolaborasi dengan penyebab lain dari obstruksi UPJ. Vaskularisasi yang tidak biasa, keluar dari pembuluh darah ginjal, aorta, vena cava, atau pembuluh darah iliaka yang memperdarahi kutub bawah ginjal seringkat berasosiasi dengan sistem penampung. Dari 25-50% dari obstruksi UPJ telah ditemukan hubungan ini, baik sengaja maupun tidak.Hal terpenting untuk dicatat adalah bahwa pembuluh darah ini mermberikan ancaman perdarah pada terapi pembedahan untuk membuat funneling pelvis renalis dan menyembuhkan obstruksi pada UPJ. Crossing vessel juga telah menunjukkan signifikansi untuk memberikan prognosis yang lebih buruk. Van Caangh et al. mengatakan bahwa kehadiran crossing vessel mengurangi tingkat keberhasilan endopyelotomi antegrade dari 86 menjadi 42%. Dalam follow-up jangka panjang (lebih kurang 6,5 tahun), tingkat kesuksesan turun menjadi 33%.

IV. PATOFISIOLOGIThe Ureterovascular TangleUreterovascular tangle merupakan suatu istilah yang mencakup pembuluh darah pelvis renal, ureter, dan sekitarnya, yang salah satu atau keseluruhannya dapat berimplikasi sebagai penyebab potensial dari UPJO. Keadaan anatominya penting bagi seorang ahli bedah urologi, sehingga dapat menentukan pilihan teknik pembedahan antara laparoskopi, laparotomi, atau pyelotomi endoluminal untuk meminimalisir resiko cedera vaskuler.

VaskularisasiDalam konteks UPJO, crossing vessels merupakan arteri dan vena ginjal yang ditemukan di regio transisi ureter. Arteri ginjal normal mungkin ada satu multipel dan membentuk cabang-cabang ke anterior dan posterior. Arteri ginjal kanan normalnya menyilang ke arah posterior menuju vena kava. Arteri-arteri yang menyilang ke arah anterior menuju vena kava sering ditemukan pada penderita UPJO. Sebagian besar pembuluh darah yang menyilang adalah arteri renal yang anterior. Cabang-cabang pembuluh darah anterior memperdarahi segmen ginal superior dan media. Cabang posteror melewati pelvis renal untuk memperdarahi bagian kecil superior dan media dari segmen posterior. Karena pembuluh darah yang bersilangan ditemukan di banyak kasus UPJO, kadang mereka disebut sebagai etiologi UPJO, walaupun masih banyak kontradiksi dalam hal ini. Embriologi normal dari ginjal dimulai dari pelvis, menerima supply arteri ladder-like dari aorta. Seiring kenaikannya, ginjal juga berotasi menuju posisi anatomis akhirnya. Gangguan dari proses embriologi ini dapat menyebabkan berbagai varian anatomi vaskuler atau hubungan ureterovaskuler yang kurang baik. Varian anatomi arteri dan vena termasuk variasi dari pembuluh darah asal dan pola percabangannya adalah umum pada 10-30% populasi, dan baisanya tidak bersifat patologis. Arteri yang menyilang pada kasus UPJO dapat berupa arteri atau vena. Semakin dekat bagian awal dari pembuluh darah yang meyilang ke aorta, dan makin jauh dari hilus ginjal, lebih sering mereka berimplikasi pada patogenesis terjadinya UPJO. Vena renal biasanya multipel ataumemiliki varian berupa percabangan yang lebih awal dan dapat berbentuk retro- atau circumaortic di anterior atau posterior ureter.Kutub yang lebih rendah dari arteri atau vena segmental dapat menyebabkan UPJO. Hal ini telah dikemukakan sebagai penyebab atau memburuknya obstruksi, mengkomplikasi terapi, atau membatasi keberhasilan akhir. Multiplanar reformation (MPR) dan volume-rendered 3D multi detector row CT menunjukan bahwa herniasi pelvis secara anterior dan posterior melewati arteri utama renal. Pengalaman-pengalaman dengan 3D multi-detector row CT pada UPJO mendukung teori bahwa pembuluh darah ini memberikan kontribusi pada titik transisi ureter.

Crossing vessel dapat menyilang baik ke anterior maupun posterior dari ureteropelvic junction sehingga menyebabkan obstruksi dari aliran urine.

Crossing vessel pada CT aksial dengan kontras dengan rekonstruksi multiplanar.URETERUreter normal memasuki aspek inferior dari pelvis ginjal secara oblique dan gradual. Telah tercatat bahwa pada keadaan UPJO, ureter cenderung memasuki ginjal secara cephalad. Walaupun mungkin hal ini tidak mencetuskan UPJO, namun sudut insersi seperti ini dapat memperburuk UPJO dengan membuat katup flap seiring dilatasi pelvis ekstrarenal. Semakin berlanjutnya keadaan dilatasi pelvis, efek katrol pada ureter membuatnya kaku. Segmen ureter pada UPJO mengalami penurunan peristaltikm hipertrofi sel otot, dan epitel transisi yang normal. Perubahan-perubahan ini bersifat promer dan menyebabkan fungsi abnormal dari peristaltik dan kelainan fungsi berupa kemampuan distensi yang inadekuat.

V. DIAGNOSISOrang dewasa dengan obstruksi UPJ dapat mengalami gejala berupa kolik renal akut atau nyeri punggung kronis. Tanda-tanda nonspesifik berupa hematuria, infeksi traktus urinarius, dan/atau pyelonefritis. Nyeri dapat berhubungan dengan periode meningkatnya intake cairan atau konsumsi makanan yang mengandung diuretik, sehingga mendotong ke arah krisis Dietl.Radiographic featuresIVUUrografi intravena konvensional dilakukan untuk memeriksa obstruksi UPJ. Pemberian furosemide digunakan untuk membantu konfirmasi diagnosa, khususnya untuk mengeksklusi baggy pelvis. Ultrasound Seringkali menunjukkan dilatasi pelvis renalis dengan kolapsnya ureter proksimal Dengan sonografi Doppler, ginjal yang obstruksi menunjukkan RI (resistive indices) yang lebih tinggi

USG longitudinalCTDapat membuktikan hidronefrosis +/- kaliektasis dengan ureter kolaps. Berguna untuk melihat crossing vessel pada UPJ khususnya bila intervensi bedah direncanakan. Post pyelopasty

CT aksial dari abdomen/ pelvis polos setinggi ginjal menunjukkan gambaran hidronefrosis pada ginjal kiri.

CT aksial abdomen/pelvis dengan kontras (fase pyelogram) menunjukkan delayed ekskresi kontras dari ginjal kiri.

CT aksial abdomen/pelvis dengan kontras (fase pyelogram) menunjukkan delayed ekskresi kontras dari ginjal kiri.

CT koronal dari abdomen/pelvis dengan kontras (fase pyelogram) menggambarkan hidronefrosis yang berat pada ginjal kiri dengan clubbed kaliks.

Parenkim renal, malrotasi, hidronefrosis, dan perdarahannyaGinjal yang terkena kemungkinan mengalami rotasi pada bidang aksial dengan hilum menghadap ke anterior dan pada bidang koronal dengan kutub atas berdeviasi ke lateral, dan ketiadaannya untaian perifrenik menunjukkan keadaan yang kronik. Harus dilaporkan juga asimetrisnya opasitas dari kortikomedular dan ureteropelvik, serta penipisan korteks yang tampak, yang mengindikasikan kronisitas dan kerusakan fungsi ginjal.Pola karakteristik dari hidronefrosis pada formasi koronal menjadi hal pertama yang menunjukkan ke arah UPJO. Hal ini cenderung lebih melibatkan sistem ekstrarenal dibanding yang intrarenal. Digambarkan juga dengan gambaran teardrop shape terbalik dengan ujung yang meruncing pada titik transisi dengan distal ureter normal ke arteri. Kapasitas dari porsi ekstrarenal dapat membatasi dilatasi kaliks, dan pelvis ekstrarenal non-obstruktif dapat berdiferensiasi menjadi transisi yang tidak terlalu mendadak pada reteropelvic junction. Beratnya ringannya hidronefrosis juga sebaiknya dicantumkan, karena mempengaruhi hasil pembedahan. Selain itu bila memungkinkan juga dicantumkan dari arah jam berapa dari hilumkah balonisasi ureter melewati pembuluh darah yang bersilangan. Regio dari transisi dapat disimpulkan dari gambaran bidang axial, namun letak, panjang, dan angulasi yang tepat lebih akurat digambarkan oleh MPR atau volume rendering yang disesuaikan dengan pasien yang diperiksa.Meskipun tidak mutlak terlibat dalam patofisiologi UPJO, sebaiknya dicantumkan juga jumlah, pola percabangan, asal dan akhir dari persilangan pembuluh darah yang dapat mempengaruhi terapi. Semua perubahan aterosklerotik yang signifikan atau stenosis juga disertakan. Setelah terapi, selain dicatat kemajuan dari hidronefrosis, pemeriksaan CT juga menunjukkan semua penempatan stent dan area segmen korteks dengan perfusi yang kurang baik, mengindikasikan komplikasi dari cedera vascular dari prosedur yang dilakukan.

SkintigrafiKedokteran nuklir berupa renal scan dengan penambahan fase diuretic (misalnya MAG-3, diethylenetriamine pentaacetic acid) sering dipakai untuk menentukan siginifikansi dilatasi pelvis renalis pada gangguan fungsi ginjal. Untuk mengukur derajat obstruksi dengan baik pada pemeriksaan ini, pasien harus dihidrasi dengan baik, dan buli-buli harus sepenuhnya kosong (bila perlu dengan kateter). Obstruksi anatomis didefinisikan sebagai pengosongan sebagian dari radio isotop dari pelvis renalis (T ) lebih dari 20 menit.

Skintigrafi dapat mengukur derajat obstruksi: 99mTc diethylenetriaminepentaacetic acid (DTPA): bukan agen terpilih karena 99mTc-DTPA adalah filtrasi GFR murni. Fungsi glomerulus menurun lebih awal dan lebih cepat dari fungsi tubular pada uropati obstruktif. 99mTc-DTPA dapat digunakan bila fungsi ginjal baik. 99mTc MAG3: Agen terpilih. Renogram dilakukan untuk mengevaluasi antara hidronferosis obstruktif dan non-obstruktif. Obstruksi UPJ akan memperlihatkan ekskresi setelah pemberian diuretik, di mana hidronefrosis obstruksi mekanik akan menunjukan tidak ada penurunan pada genogram, dengan tahanan menetap pada sistem penampung.Pemeriksaan pada ginjal yang hidronefrosis pada dewasa biasanya diawali dengan USG pada kedua ginjal, CT scan abdomen/pelvis, dan/atau pyelogram intravena. Hal ini penting agar tidak semata-mata menyamakan dilatasi sistem penampung intrarenal dengan obstruksi atau peningkatan tekanan pelvis renalis. Saat pelvis renalis berdilatasi sebagian, atau bila hasil renal scan kurang tegas, pemeriksaan Whitaker mungkin dapat digunakan untuk membantu memperjelas adanya obstruksi UPJ. Hal ini dilakukan dengan nefrostomi perkutaneus diameter kecil, memasukan kontras encer di bawah fluoroskopi real-time dan mengukur tekanan sistem penampung intrarenal dengan manometer. Pada sistem yang sangat berdilatasi, renal pelvis harus terisi penuh sebelum pengukuran dilakukan. Drainase renal dengan tekanan intrarenal hingga 15 cmH2O dianggap normal, di mana di atas 20 cmH2O menandakan adanya obstruksi.Jika obstruksi UPJ didefinisikan atau dicurigakan dengan 1 atau lebih modalitas pemeriksaan sebelumnya, ureteropyelografi retrograde seringkali lebih berguna untuk mendefinisikan subtype defek anatomis yang diderita dan memastikan normalitas bagian ureter yang lain.

Congenital Ureteropelvic Junction Obstruction Pemeriksaan yang disarankanPraktek luas dari ultrasonografi prenatal telah menjadikan ultrasonografi sebagai presentasi primer dari UPJO kongenital. Pemeriksaan antenatal rutin dapat memperlihatkan tipikal UPJO pada usia gestasi 16-20 minggu. Sebagai dasar dari temuan ini, serial pemeriksaan intrauterine dan pemeriksaan post natal dilakukan.

USG prenatal longitudinal dari ginjal kanan menunjukkan hidronefrosis ginjal kanan. Ginjal kanan membesar dibandingkan dengan yang kiri dan terukur 55,3 mm. Korteks renal terlihat menipis.

USG prenatal transversal abdomen (Spine pada bagian atas gambar menyebabkan bayangan gelap). Tampilan transversal dari ginjal memperlihatkan hidronefrosis ginjal kanan. Diameter AP dari ginjal kanan 21,9 mm. Ginjal kiri yang normal juga tampak, dengan ukuran normal pelvis renalis (3,7 mm).Standar radiologis saat ini untuk mendefinisikan ginjal yang hidronefrosis denga diameter AP pelvis renalis lebih besar dari 4 mm pada usia gestasional kurang dari 33 minggu dan diameter AP di atas 7 mm pada usia gestasional lebih dari 33 minggu. USG awal yang abnormal harus difollow up dengan USG lagi setelah 4 minggu pada kasus yang berat atau setelah 33-34 minggu pada kasus ringan hingga sedang.

Kriteria dari hidronefrosis fetalKriteria paling umum yang digunakan untuk menggolongkan hidronefrosis fetal adalah guideline consensus dari Society of Fetal Urology (SFU), yang didasarkan dari dilatasi pelvis dan kaliektasis: Grade 0 ginjal normal Grade 1 dilatasi pelvis minimal Grade 2 dilatasi pelvis lebar tanpa kaliektasis Grade 3 pelviektasis dan kaliektasis tanpa penipisan korteks Grade 4 hidronefrosis dengan penipisan korteksHidronefrosis grade 3-4 88% sensitive dan 95% spesifik untuk obstruksi pada renogram diuretic. Monitoring follow-up postnatalBanyak kontroversi mengenai waktu optimal untuk pemeriksaan post natal. Beberapa pendapat mengatakan delayed imaging sekurangnya 48 jam setelah lahir untuk meminimalisir hasil yang negative palsu, mengingat status relatif neonatus pada dehidrasi dan penurunan GFR. Pendapat lain mengatakan tidak ada perbedaan antara USG early dan delayed.

VI. PENATALAKSANAANKarakteristik gejala disertai bukti morfologis UPJO merupakan indikasi kebutuhan terapi. Gejala-gejala tersebut mencakup nyeri pinggang hilang timbul setelah konsumsi cairan dalam volume yang besar, atau cairan-cairan dengan efek diuretic. UPJO asimtomatik dapat pula diterapi bila terdapat bukti asimetrisnya fungsi ginjal atau hidronefrosis. CT tiga dimensi telah menunjukkan manfaat-manfaat pilihan terapi yang tersedia saat ini dan telah mempengaruhi manajemen pilihan atas endopyelotomy retrograde atau pyeloplasti (laparoskopik dan bedah terbuka). Pada kasus-kasus tertentu, pembuluh-pembuluh menyilang dieliminasi atau dilakukan vaskulopleksi, karena pembuluh-pembuluh tersebut dapat menyebabkan obstruksi berulang. VII. DIAGNOSIS BANDING

UrolithiasisDefinisi batu saluran kemih menurut dorland adalah pembentukan kalikuli saluran kemihatau kondisi yang berhubungan dengan kalikuli saluran kemih. Kalikuli adalah pengerasan abnormal biasanya terdiri dari garam mineral yang terjadi pada hewan (termasuk manusia).

Hidronefrosis Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penumbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi pada parenkim ginjal

Tumor jinak dan tumor ganasTumor ginjal adalah pertumbuhan sel yang tidak normal dari sel jaringan ginjal.Tumor lunak atau siste pada umumnya tidak ganas dan yang padat ganas atau kanker. Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal sangat cepat dan mendesak sel-seldisekitarnya.Tumor Ginjal atau nephroblastoma adalah jenis tumor yang sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 10 tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa.

Pyelonefritis/ abses renalPielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinaldari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atauretrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668).

BAB IVKESIMPULAN

Crossing vessels yang mengkompresi atau mendistorsi ureteropelvic junction dapat merupakan penyebab tunggal dari obstruksi aliran urin di ureter, atau dapat pula bergabung dengan penyebab lain dari UPJO. Pada pasien dengan kemungkinan obstruksi UPJ, ureteropyelografi retrograde dapat berguna untuk menentukan subtiper dari defek anatomis dan memastikan normalitas dari ureter bagian lainnya. Ultrasonografi endoluminal berpotensi menjadi alat diagnostic atau pilihan untuk melokalisir crossing vessel. Rekomendasi saat ini adalah untuk melakukan imaging sebelum dilakukan insisi endoskopik (preoperative atau intraoperatif) untuk mendeteksi crossing vessel yang berhubungan dengan obstruksi UPJ. Standar terapi pada pasien UPJO adalah masih dengan open pyeloplasty Pyelopasty laparoskopi memiliki tingkat kesuksesan yang sama dengan open pyelopasty namun memiliki teknik yang lebih sulit.

DAFTAR PUSTAKA1. Pardalidis NP, Papatsoris AG, Kosmaoglou EV. Endoscopic and laparoscopic treatment of ureteropelvic junction obstruction.J Urol2002; 168:1937-1940.2. Davenport K, Minervini A, Timoney AG, Keely FX Jr. Our experience with retroperitoneal and transperitoneal laparoscopic pyeloplasty for pelvi-ureteric junction obstruction.Eur Urol2005; 48:973-977.3. Yanke BV, Lallas CD, Pagnani C, Bagley DH. Robot-assisted laparoscopic pyeloplasty: technical considerations and outcomes.J Endourol2008; 22:1291-1296.4. Inagaki T, Rha KH, Ong AM, Kaoussi LR, Jarrett TW. Laparoscopic pyeloplasty: current status.BJU Int2005; 95[suppl 2]:102-115.5. Shalhav AL, Giusti G, Elbahnasy AM, et al. Adult endopyelotomy: impact of etiology and antegrade versus retrograde approach on outcome.J Urol1998; 160:685-689.6. Kawamoto S, Montgomery RA, Lawler LP, Horton KM, Fishman EK.Multidetector CT angiography for preoperative evaluation of living laparoscopic kidney donors.AJR Am J Roentgenol2003; 180:1633-1638.7. Herts BR.Helical CT and CT angiography for the identification of crossing vessels at the ureteropelvic junction.Urol Clin North Am1998; 25:259-269.8. Stabile Ianora AA, Scardapane A, Chiumarullo L, Calbi R, Rotondo A, Angelelli G.Congenital stenosis of ureteropelvic junction: assessment with multislice CT.Radiol Med (Torino)2003; 105:315-325.9. Rouviere O, Lyonnet D, Berger P, Pangaud C, Gelet A, Martin X.Ureteropelvic junction obstruction: use of helical CT for preoperative assessmentcomparison with intraarterial angiography.Radiology1999; 213:668-673.10. Rubin GD, Alfrey EJ, Dake MD, et al.Assessment of living renal donors with spiral CT.Radiology1995; 195:457-462.11. Rydberg J, Kopecky KK, Tann M, et al.Evaluation of prospective living renal donors for laparoscopic nephrectomy with multisection CT: the marriage of minimally invasive imaging with minimally invasive surgery.RadioGraphics2001; 21(spec no):S223-S236.Kepaniteraan Klinik RadiologiRumah Sakit HusadaFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 17 Februari 15 Maret 201430